KAJIAN SEROLOGIS BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD) PADA SAPI POTONG IMPOR DI DAERAH BANTEN
DEVI AGUSTIANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong Impor di Daerah Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Devi Agustiani NIM B04090140
ABSTRAK DEVI AGUSTIANI. Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) Pada Sapi Potong Impor Di Daerah Banten. Dibimbing oleh RAHMTA HIDAYAT dan ARUM KUSNILA DEWI Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan penyakit epizootik akut dan seringkali menyebabkan kematian yang ditandai dengan gejala klinis berupa diare dan lesi erosif pada saluran pencernaan. Agen penyebab penyakit BVD adalah Pestivirus, famili Flaviviridae. Penyakit ini merupakan penyakit menular strategis yang perlu diperhatikan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyakit BVD pada sapi potong impor di daerah Banten. Enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) merupakan salah satu uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi virus BVD. Sampel yang digunakan dalam pengujian ELISA terhadap BVD di daerah Banten yaitu sebanyak 230 sampel. Sebanyak 173 (75.22%) menunjukkan hasil positif terhadap BVD sedangkan 57 (24.78%) menunjukkan negatif terhadap BVD. Kata Kunci: bovine viral diarrhea, ELISA, sapi potong
ABSTRACT DEVI AGUSTIANI. Serologic study of Bovine Viral Diarrhea (BVD) In Imported Cattle at Banten. Supervised by RAHMAT HIDAYAT and ARUM KUSNILA DEWI Bovine Viral Diarrhea (BVD) is an acute epizootic disease and often causes death which characterize by clinical symptoms such as diarrhea and erosive lesions in the gastrointestinal tract. The agent caused this BVD is a pestivirus, family Flaviviridae. This disease is a strategic infectious disease that should be concerned in Indonesia. The aim of this research was to asses this BVD’s diseases in imported cattle at Banten. Enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) is one of the methods that can be used to detect of BVD virus infection. Samples which were used in BVD’s serological test in Banten were 230 samples. There were 173 (75.22%) samples showed positive results of BVD while about 57 (24.78%) samples showed negative of BVD. Keywords: bovine viral diarrhea , cattle, ELISA
KAJIAN SEROLOGIS BOVINE VIRAL DIARRHEA (BVD) PADA SAPI POTONG IMPOR DI DAERAH BANTEN
DEVI AGUSTIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada Sapi Potong Impor di Daerah Banten Nama : Devi Agustiani NIM : B04090140
Disetujui oleh
drh Rahmat Hidayat MSi Pembimbing I
drh Arum Kusnila Dewi MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
drh Agus Setyono MS PhD APVet Wakil Dekan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah kasus Bovine Viral Diarrhea (BVD) pada sapi potong impor, dengan judul Kajian Serologis Bovine Viral Diarrhea (BVD) Pada Sapi Potong Impor Di Daerah Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Rahmat Hidayat, MSi dan Ibu drh Arum Kusnila Dewi, MSi selaku pembimbing, serta Ibu drh Surachmi Setyaningsih, Ph.D yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu drh Mujiyanti dari Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BPUSKP) beserta staf BPUSKP yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Kementrian Agama yang telah memberi beasiswa dan tak lupa pula kepada pondok pesantren Nurul Huda serta ayah, ibu, seluruh keluarga, sahabat CSS MoRa serta teman Geochelone atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Devi Agustiani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Bovine Viral Diarrhea
2
Enzime Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
4
MATERI DAN METODE
5
Lokasi dan Waktu Penelitian
5
Bahan dan Alat
5
Prosedur Analisis Data
5
Metode Penelitian
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Hasil
7
Pembahasan
7
SIMPULAN DAN SARAN
9
Simpulan
9
Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
9
LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1 Interpretasi Hasil
6
2 Hasil Uji Serologis terhadap Bovine Viral Diarrhea
7
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil Pengujian ELISA terhadap Serum BVD
12
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini dihadapkan pada masalah peningkatan jumlah penduduk dan upaya pemenuhan gizi masyarakat. Peternakan dapat memberikan sumbangan yang sangat besar dalam pemenuhan gizi masyarakat terutama protein hewani. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah dengan mengkonsumsi daging. Menurut Badan Pusat Statistika (2013), rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia pada tahun 2011 adalah 2.76 gr/kapita/hari dan meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 2.92 gr/kapita/hari. Menurut Mustofa (2008), rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia saat ini baru 4.19 gr/kapita/hari, sedangkan standar kecukupan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia menurut Food and Agriculture Organization (FAO) adalah 6 gr/kapita/ hari. Kebutuhan protein hewani yang semakin meningkat memerlukan peternakan yang mampu menghasilkan produk bermutu tinggi (Toelihere 1997). Salah satu jenis ternak yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat adalah sapi. Produksi sapi dalam negeri saat ini belum mampu mencukupi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia, sehingga harus dipenuhi melalui impor baik berupa sapi bakalan maupun daging yang semakin meningkat dari tahun ke tahun (Permentan 2007). Kegiatan impor beresiko membawa penyakit masuk ke Indonesia. Salah satu penyakit yang dapat dibawa pada saat mengimpor sapi adalah bovine viral diarrhea (BVD). Di Indonesia, BVD merupakan penyakit penting yang perlu diwaspadai. Dampak ekonomis yang ditimbulkan oleh BVD sangat berpengaruh terhadap nilai ternak itu sendiri dan produknya. Sifat BVD yang tersembunyi (infeksi persisten nonsitopatik) dan adanya toleransi sistem imun yang muncul pada infeksi BVD ini yang akan menjadi maslah utama yang harus segera diselesaikan (Warsito 1997). BVD merupakan penyakit epizootik akut dan seringkali menyebabkan kematian yang ditandai dengan gejala klinis berupa diare dan lesi erosif pada saluran pencernaan. Menurut office international des epizoties (OIE) (2013), BVD merupakan salah satu penyakit yang berpotensi membahayakan perdagangan internasional. BVD merupakan penyakit menular setrategis yang perlu diperhatikan di Indonesia. Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan No. 59/Kpts/PD.610/05/2007/Tanggal 9 Mei 2007, menyatakan bahwa terdapat 13 penyakit menular strategis yang perlu diprioritaskan dalam pengendaliannya yaitu Rabies, Hog Cholera, Brucellosis, Bovine Viral Diarrhea, Jembrana, Infectious Bovine Rhinotracheitis, Septicaemia Epizootica, Anthrax, Avian Influenza, Trypanosomiasis, Infectious Bursal Desease, Newcastel Desease dan Salmonellosis. Agen penyebab BVD adalah Pestivirus termasuk famili Flaviviridae. Virus BVD diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu cytopatic dan non cytopatic (Sudarisman 2011). BVD pada sapi ditandai dengan gejala yang sangat beragam, mulai dari tanpa gejala hingga penyakit berat dengan angka kematian yang tinggi dan berpotensi melibatkan satu sistem organ atau lebih. Virus BVD telah menyebar ke seluruh dunia. Sifat virus yang mudah menyebar dan frekuensi
2 kejadian penyakit subklinis atau infeksi yang sulit didiagnosis menghasilkan tingginya prevalensi antibodi terhadap BVD. Masa inkubasi yang tidak menentu dan adanya infeksi persisten yang kronis, menambah kompleksnya kejadian penyakit. Pengendalian penyakit ini diperlukan perhatian khusus demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Perumusan Masalah BVD merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh virus RNA dari genus pestivirus famili Flaviviridae. Infeksi virus ini dapat menimbulkan gejala gangguan pencernaan, diare, menekan sistem kekebalan, abortus pada sapi yang bunting bahkan dapat menyebabkan kematian. Gangguan penyakit ini perlu mendapatkan perhatian karena dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi sapi sehingga dapat mengganggu ketahanan pangan di Indonesia.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan suatu kajian serologis tentang penyakit BVD yang menginfeksi ternak sapi potong impor asal Australia yang berada di daerah Banten.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah informasi mengenai penyakit BVD pada sapi potong impor asal Australia di daerah Banten.
TINJAUAN PUSTAKA Bovine Viral Diarrhea BVD merupakan penyakit yang sering menyerang sapi. BVD merupakan penyakit epizootik akut dan seringkali menyebabkan kematian yang ditandai dengan gejala klinis berupa diare dan lesi erosif pada saluran pencernaan. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Flaviviridae, genus pestivirus. Penyebaran penyakit diare ganas pada sapi sudah diketahui pada pertengahan tahun 1988 di Bali yang menyerang sapi segala umur, jantan dan betina. Morbiditas 60% dan mortalitasnya 1–2% (Turmudji 2005). Ternak yang terinfeksi BVD merupakan penyebab utama gangguan reproduksi dan kerugian ekonomi. Ternak penderita yang secara persisten terinfeksi BVD dapat menghasilkan anak yang menderita penyakit BVD persisten juga (Bak et al. 1992). Embrio yang berasal dari ternak yang terinfeksi BVD persisten dapat lahir sehat dengan melakukan embrio transfer ke induk yang tidak terinfeksi BVD (Vanroose 1999). Virus BVD juga bersifat imunosupresif yakni dapat melumpuhkan sistem pertahanan tubuh yang predileksi utamanya pada
3 organ-organ limfoid seperti peyers patches, pusat germinal kelenjar limfa dan limpa yang menyebabkan abnormalitas sistem kekebalan seperti penurunan fungsi limfosit, netrofil dan monosit (Santhia et al. 1992). Sapi yang terinfeksi BVD biasanya akan mudah terkena penyakit lain terutama pada sapi yang masih muda (Baker 1987). Selama 20 tahun telah dilakukan program pemberantasan BVD di berbagai negara di Eropa. Metode yang pemberantasan yang dilakukan berdasarkan identifikasi dan eliminasi hewan pembawa serta meningkatkan program biosekuriti pada paternakan (Sandvik 2004). Secara klinis, hewan yang terinfeksi BVD menunjukkan gejala klinis yang sangat beragam, dimulai dari tanpa adanya gejala klinis yang jelas sampai gejala klinis yang berat seperti terjadinya infeksi saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta organ reproduksi. Infeksi BVD pada hewan yang bunting dapat menyebabkan terjadinya abortus. Virus ini memiliki kemampuan menembus plasenta hewan yang memiliki kekebalan rendah kemudian menginfeksi janin (Sandvik 2005). Patogenesis Patogenesis infeksi virus BVD meliputi viremia, menekan sistem kekebalan, inveksi transplasental, induksi toleransi kekebalan, dan munculnya kekebalan fetus pada sekitar usia kebuntingan 180 hari. Viremia berlangsung selama 15 sampai 60 hari setelah terjadinya infeksi. Perubahan yang terjadi akibat adanya infeksi virus ini dapat ditemukan pada saluran pencernaan, pernafasan, mata dan permukaan epitel organ lain (Subronoto 2003). Sapi dalam keadaan bunting yang terinfeksi virus BVD akan merusak sel embrio pada awal kebuntingan. Induk sapi akan kebal, kemudian janin yang dikandung akan menjadi toleran dan tidak dapat membentuk antibodi sehinggga janin akan tetap terinfeksi virus BVD seumur hidup (Brownli 1990). Gejala Klinis Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi BVD dapat digolongkan menjadi 3 situasi, yaitu infeksi pasca lahir pada sapi yang tidak bunting, infeksi pada sapi bunting, dan infeksi secara persisten. Gejala klinis yang ditunjukkan oleh sapi yang terinfeksi BVD beragam sesuai umur dan status kebuntingan. Sapi yang baru lahir setelah masa inkubasi 5 sampai 7 hari dapat terlihat gejala klinis berupa demam dan leukopenia, tetapi dapat juga terjadi infeksi secara subklinis sehingga tidak menunjukkan gejala klinis. Infeksi pada sapi bunting dapat menyebabkan terjadinya kematian fetus dan mumifikasi fetus, kelainan bawaan pada fetus, lahirnya pedet yang lemah dan kecil. Infeksi yang terjadi sebelum hari ke-100 dari masa kebuntingan dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan organ dan jaringan pada janin yang dapat menyebabkan terjadinya kematian atau bobot janin yang rendah. Infeksi yang terjadi pada usia kebuntingan antara hari ke 100 sampai 150 dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada pembentukan organ mata dan sistem saraf. Sapi yang terinfeksi secara persisten dapat menyebabkan terjadinya demam kronis, kehilangan nafsu makan, diare berair, keluar ingus, stomatitis erosif, dehidrasi, kekurusan dan dapat menimbulkan kematian (Fanner 1995). Menurut Hardjopranjoto (1995) gejala klinis penyakit BVD dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk akut dan kronis. Gejala klinis tersebut
4 tergantung dari usia dan status kekebalan tubuh hewan yang terinfeksi serta strain BVD yang menginfeksi. Pada bentuk akut, penyakit terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung selama 1-2 minggu. Infeksi secara akut dapat menyebabkan terjadinya demam, diare, gangguan pernapasan dan gangguan reproduksi. Sebagian hewan yang terinfeksi BVD secara akut tidak menunjukkan gejala klinis tetapi infeksi tersebut memberi efek immunosupresif terhadap hewan. Hewan yang mengalami immunosupresif akan terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh dan lebih rentan terhadap penyakit (Santi 2011). Infeksi secara kronis tidak menimbulkan gejala yang khas seperti lesu, nafsu makan menurun, pertumbuhan yang lambat dan diare ringan. Adjid dan Sani (2005) menyatakan bahwa virus BVD juga dapat menginfeksi mukosa. Infeksi secara mukosa biasanya menyerang hewan yang berumur 8 sampai 18 bulan dan akan mati pada hari ke 14 setelah terjadi infeksi. Diagnosa Diagnosis dugaan dari penyakit BVD pada sapi dapat dilihat dari gejala klinis yang ditimbulkan, pemeriksaan catatan reproduksi, sejarah klinis, dan lesi makroskopis dan mikroskopis. Lesi yang biasa ditunjukkan oleh adanya infeksi dari BVD yaitu lesi yang terdapat pada mulut. Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan cara isolasi virus pada biakan sel, pangamatan RNA virus, dan uji serologis. Spesimen yang dapat digunakan untuk mengisolasi virus antra lain, tinja, eksudat hidung, darah dan janin yang telah keguguran (Fanner 1995). Diagnosa penyakit juga dapat dilakukan dengan mengisolasi agen penyakit atau pemeriksaan antibodi setelah terjadi abortus (Adjid 2004)
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ELISA merupakan salah satu jenis uji pengikatan primer. Uji ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengukur antibodi atau antigen. ELISA telah dikenal dan merupakan perangkat imunologi untuk mendeteksi berbagai kelas imunoglobulin dan antibodi spesifik terhadap antigen yang kita miliki. Uji ini dapat dilakukan dalam waktu relatif cepat apabila reaksi-reaksi yang nonspesifik dapat ditiadakan. Teknik ELISA merupakan teknik kuantitatif yang sangat sensitif, penggunaannya sangat luas, memerlukan peralatan yang sedikit, reagen yang dibutuhkan juga mudah terjangkau dan dijual secara komersial (Setiawan 2007). Prinsip dasar ELISA adalah mengukur langsung interaksi antara antigen dengan antibodi. Adanya antibodi menunjukkan adanya paparan antigen ke dalam tubuh inang yang diperiksa (Tizard 2004). Menurut Burgess (1995), teknik ELISA dapat bekerja dengan konsentrasi bahan yang cukup kecil dengan tingkat sensitifitas yang tinggi. Hasil uji ELISA diukur dari nilai optical density (OD) pada panjang gelombang tertentu. Penentuan hasil uji ELISA dilakukan berdasarkan nilai OD kontrol positif, kontrol negatif, serta sampel-sampel yang diuji (Dewi 2006). Teknik ELISA telah digunakan untuk berbagai keperluan mendiagnosis infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau untuk serodiagnosis lainnya, misalnya penetapan petanda keganasan, alergi atau penyakit autoimun. Teknik ELISA juga telah dikembangkan dalam bentuk
5 diagnostik yang prosedur penggunaannya dapat dilakukan secara otomatis dengan mengunakan spektrofotometer atau ELISA reader (Radji 2010). ELISA secara tidak langsung dilakukan untuk menentukan jenis antibodi yang terdapat dalam serum. Antigen teradsorbsi pada substrat padat. Antibodi primer tidak berlabel dan dapat diperoleh dari serum atau bermacam cairan tubuh lain. Antibodi sekunder terkait pada enzim yang sesuai yang biasa disebut sebagai konjugat. Hasil uji ELISA akan tampak bila terjadi perubahan warna saat ditambah dengan substrat (Burgess 1995).
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP), Jakarta Timur dan berlangsung pada bulan Juni 2012. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, serum sapi potong impor asal Australia ras Brahman Cross sebanyak 230 sampel dari peternakan Legok dan Tangerang, Kit ELISA (IDEXX-BGVVB233) yang terdiri dari sample diluent, larutan kontrol negatif dan positif BVD, washing solution, conjugate solution, larutan tetrametyl benzine (TMB) substrat dan stoping solution. Sedangkan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah microplate, microplate covers (alumunium foil), ELISA reader, mikropipet, sarung tangan, dan masker. Metode Penelitian Pengumpulan contoh (sampling) Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan prevalensi daerah, selanjutnya dilakukan secara acak sederhana terhadap sapi potong impor asal Australia ras Brahman Cross yang berada di peternakan Legok dan Tangerang, Banten. Preparasi Sampel Sampel darah diambil dari vena jugularis sapi sebanyak 5 ml dengan menggunakan syringe. Setelah itu sampel dipindahkan kedalam tabung tanpa antikoagulan. Sampel darah kemudian disimpan dalam cooling book selama transportasi. Setelah itu, sampel disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Kemudian substansi warna bening (serum) diambil dan dimasukkan kedalam tabung mikro dan diberi label sesuai dengan kode hewan dan tanggal pengambilan. Setelah itu serum disimpan dalam freezer (-200c) sampai analisis dilakukan
6 Prosedur ELISA Tahapan awal dalam penelitian ini, yaitu alat, bahan, media dan sampel disiapkan terlebih dahulu. Kemudian kit BVD diinkubasi pada suhu 18–26 oC selama 1 jam, setelah itu microplate dipersiapkan sebanyak jumlah sampel. Sample diluent sebanyak 100 µl dimasukkan dalam setiap sumur microplate. Kemudian larutan kontrol negatif BVD dimasukkan ke dalam sumur A1 dan B1 sebanyak 25 µl, larutan kontrol positif dimasukkan kedalam sumur C1 dan D1 sebanyak 25 µl, sedangkan sampel serum dimasukkan ke dalam sumur E1 sampai seterusnya sebanyak 25 µl sesuai pola yang telah dibuat. Microplate kemudian dihomogenkan, setelah itu diinkubasi selama 90 menit pada suhu 18–26 oC, setelah itu cairannya dibuang. Microplate dicuci menggunakan washing solution 300 µl dan dilakukan aspirasi minimal 4 kali sampai menyentuh dinding sumur. Kemudian washing solution dibuang dan microplate dikeringkan dengan cara ditelungkupkan di atas kain yang berdaya serap tinggi dan dihentakkan sampai sumur benar-benar kosong. Pencucian tersebut dilakukan sebanyak 5 kali. Conjugate solution ditambahkan ke masing-masing sumur sebanyak 100 µl, kemudian microplate diinkubasi selama 30 menit pada suhu 18–26 oC, setelah itu cairan yang tersisa dibuang. Microplate dicuci kembali dengan washing solution 300 µl sebanyak 5 kali. Salanjutnya ke dalam tiap sumur dimasukkan larutan substrat sebanyak 100 µl, kemudian microplate ditutup dengan alumunium foil. Setelah itu, microplate diinkubasi selama 10 menit pada suhu 18–26 oC di ruang gelap. Kemudian ditambahkan larutan stoping solution pada setiap sumur sebanyak 100 µl dan microplate digoyang-goyangkan agar larutan homogen. Kemudian dibaca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm. Interpretasi Hasil Sampel dinyatakan positif jika nilai sample value related to positive value (S/P) sebesar 0.3 atau lebih yang berarti bahwa sampel mengandung antibodi BVD. Nilai S/P dapat dilihat pada Tabel 1. Perhitungan rasio S/P dapat diperoleh dengan formula:
Tabel 1 Interpretasi hasil Nilai S/P 0.2999 atau kurang 0.3 atau lebih
Status Antibodi Negatif Positif
Prosedur Analisis Data Data penelitian ini diperoleh dari hasil uji ELISA dan dianalisis secara deskriptif.
7 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bovine viral diarrhea (BVD) merupakan virus patogen penting bagi ternak dan dapat menyebabkan kerugian ekonomis yang telah tersebar di seluruh dunia serta sangat menular (Houe 1999). Penyakit ini mempunyai morbiditas yang sangat tinggi tetapi mortalitasnya rendah (Harjopranjoto 1995). Penyakit BVD di Indonesia belum diketahui secara pasti, tetapi dengan adanya impor sapi dari luar negeri, penyakit BVD berpeluang untuk masuk ke Indonesia. Menurut OIE (2006) di Indonesia penyakit BVD endemik di beberapa provinsi yaitu, Bali, NTT, Riau, Lampung, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Kejadian BVD pertama kali terjadi di Amerika Serikat pada kelompok sapi perah dengan tingkat prevalensi 60%, kemudian dilaporkan timbul di banyak negara antara lain, Inggris, Jerman, Kanada, Swedia, Jepang, Australia, Selandia Baru dan Prancis (Deptan 1993). Salah satu faktor Indonesia tertular BVD karena Indonesia mengimpor sapi dari Australia dan Selandia Baru. Penelitian mengenai BVD ini dilakukan di dua peternakan yang ada di daerah Banten. Pengambilan sampel dilakukan terhadap sapi potong impor asal Australia ras Brahman Cross, tanpa mempertimbangkan bobot badan dan umur. Sampel yang telah terkumpul diuji menggunakan metode ELISA. Hasil pengujian menunjukkan tingkat kejadian penyakit BVD di kedua peternakan sangat tinggi. Kejadian penyakit BVD yang terjadi di Banten setelah diuji dengan ELISA yaitu menunjukkan hasil positif sebanyak 51 ekor sapi dari peternakan Legok, dan 122 ekor sapi pada peternakan Tangerang. Persentase terdeteksi antibodi BVD di Banten yaitu sebesar 56.67 % pada peternakan Legok, dan 87.14% pada peternakan Tangerang. Jumlah sampel yang diambil dari setiap peternakan yang ada di Banten sebanyak 90 sampel yang berasal dari peternakan Legok, dan 140 sampel yang berada di peternakan Tangerang. Hasil pengujian serologis BVD disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji serologis terhadap BVD dengan metode ELISA Kode peternakan
Jumlah sampel
Jumlah positif
Jumlah negatif
Persentase positif (%)
Persentase negatif (%)
Legok Tangerang
90 140
51 122
39 18
56.67 87.14
43.33 12,85
Total
230
173
57
75.22
24.78
Hasil uji ELISA menunjukkan bahwa dari total 230 sampel terdapat 173 sampel (75.22%) terdeteksi positif dan sebanyak 57 sampel (24.78%) terdeteksi negatif terhadap BVD. Tinginya titer antibodi pada sampel sapi potong impor asal Australia yang diperiksa ini tidak jauh berbeda dengan tingkat prevalensi di Australia. Queensland Government (2011) menyatakan bahwa tingkat prevalensi antibodi BVD pada ternak di Australia adalah 60% sementara lebih dari 80% ternak telah terinfeksi BVD. Penelitian ini menggunakan metode ELISA karena teknik ELISA memiliki sensitifitas yang tinggi dan spesifisitas yang rendah (Kusumawati 2012). Tingkat sensitifitas yang tinggi tersebut, menyebabkan ELISA sangat mudah mendeteksi
8 keberadaan antigen atau antibodi. Berdasarkan metode ELISA, sampel sapi potong yang diuji dinyatakan positif mengandung antibodi BVD karena memiliki nilai S/P 0.3 atau lebih. Penggunaan ELISA dinyatakan valid jika nilai optical density (OD) kontrol negatif harus terbaca dibawah 0.25 dan perbedaan antara negatif kontrol dan positif kontrol lebih besar dari pada 0.15. ELISA baik digunakan sebagai skrining tes dengan jumlah sampel yang banyak, namun teknik ini memiliki kekurangan sering terjadi reaksi positif palsu karena adanya reaksi silang, dimungkinkan antibodi yang terdapat dalam serum berikatan dengan antigen yang serupa (Kusumawati 2012). Hewan yang divaksinasi dengan antigen yang tidak terkait BVD dapat menimbulkan terjadinya respon imun yang dapat menimbulkan reaksi yang tidak spesifik (Burgess 1995). Riwayat vaksinasi hewan perlu diketahui agar tidak terjadi kesalahan dalam interpretasi. Selain itu umur sapi juga perlu di perhatikan, sapi yang masih muda (4-8) minggu masih memiliki antibodi kolostrum dari induknya sehingga antibodi yang dimiliki cukup tinggi (Meyling et al. 1990).
Kerugian Ekonomi Akibat BVD Tingginya kejadian penyakit BVD di Indonesia dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi pendapatan masyarakat Indonesia. Kerugian ekonomi akibat penyakit BVD dapat berupa penurunan berat badan, hambatan pertumbuhan, gangguan reproduksi dan terjadinya kematian (Kurniadhi 2001). Kerugian yang ditimbulkan selain akibat infeksi virus BVD, juga akibat penyakit infeksius yang lain. Infeksi BVD dapat bersifat imunosupresif, sehingga ternak yang terinfeksi oleh virus BVD akan mudah terkena penyakit lain terutama pada ternak yang masih muda (Baker 1987). Kejadian imunosupresi ini ditandai dengan terjadinya depresi produksi antibodi humoral dan fungsi fagositik mononuklear atau leukositosis monosit akibatnya ternak yang terinfeksi BVD akan lebih peka terhadap patogen potensial lainnya. Penularan virus ini dapat terjadi secara langsung yaitu kontak dengan hewan yang sakit. Penularan juga dapat terjadi secara tidak langsung antara lain melalui perinhalasi, dan melalui makanan atau minuman yang terkontaminassi virus. Kepadatan sapi dalam kendaraan transportasi merupakan media yang baik untuk penularan virus, terutama virus yang berasal dari nasal dan oral yang mudah ditularkan melalui hidung, mata dan kulit. Penularan dapat terjadi pula melalui semen pejantan, baik melalui kontak seksual atau melalui inseminasi buatan (IB). Infeksi virus ini dapat menyebabkan penurunan kualitas sperma, seperti penurunan motilitas sperma dan abnormalitas morfologi sperma (Santhia et al. 1992). Jika banyak pejantan yang terinfeksi oleh virus ini maka tidak bisa membuahi betina, sehingga menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak karena terjadinya penurunan produksi. Infeksi virus BVD juga dapat ditularkan secara vertikal yaitu ditularkan dari induk ke anak, sehingga dapat meningkatkan persentase kejadian penyakit BVD. Sapi betina yang terinfeksi laten dapat bertahan hidup sampai dewasa dan melahirkan anak yang telah terinfeksi BVD secara laten juga. Pencegahan penyakit BVD dapat dilakukan dengan cara vaksinasi. Vaksin inaktif dan modified live virus (MLV) kedua vaksin ini dapat digunakan untuk
9 mengontrol keberadaan virus BVD (Campen 2010). Selain itu, juga dapat dilakukan identifikasi dan eliminasi hewan pembawa serta meningkatkan program biosekuriti pada peternakan (Sandvik 2004). Hewan yang terinfeksi secara laten dimusnahkan, hal tersebut dilakukan untuk mengurangi transmisi virus dan meminimalkan adanya kontak langsung antara ternak terinfeksi dan ternak yang sehat (Presi et al 2011). Penggunaan sapi pejantan bebas BVD saat kawin alam dan penggunaan semen bebas BVD pada saat IB, hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi penularan virus dari pejantan yang terinfeksi ke betina yang sehat (Adjid 2004). Kondisi dan lingkungan kandang juga perlu diperhatikan dengan melakukan desinfeksi dan sanitasi (Ratnawati et al. 2007). Pemasukkan sapi yang rentan dari negara yang positif BVD harus diperhatikan (Deptan 1993)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil penelitian dengan metode ELISA menunjukkan adanya antibodi BVD sebesar 75.22% terhadap 230 sampel sapi potong impor ras Brahman Cross pada peternakan Legok dan Peternakan Tangerang.
Saran Perhatian pemerintah terhadap BVD perlu ditingkatkan sebagai upaya mencegah peningkatan kasus BVD di Indonesia. Penelitian yang lebih mendalam sebagai uji terhadap sampel serum positif BVD dapat dilakukan dengan menggunakan RT-PCR .
DAFTAR PUSTAKA Adjid RMA. 2004. Strategi alternatif pengendalian penyakit reproduksi menular untuk meningkatkan efisiensi reproduksi sapi potong. Wartazoa 14(3). Adjid RMA, Sani Y. 2005. Ketersediaan Teknologi Veteriner Dalam Pengendalian Penyakit Strategis Ruminansia Besar. Bogor: Balai Penelitian Veteriner. Baker JC. 1995. The clinical manifestations of bovine viral dirrhea infection. Vet Clin North Am Food Anim Pract. 11: 425-445. Bak A, Callesen H, Meyling A, Greve T. 1992. Calves born after embryo transfer from donor persistenly infectedwith BVD virus 61: 15-23. Baker JC. 1987. Bovine viral diarrheae Virus: A Review. J Am Vet Med Assoc. 190: 1449-1458. Burgess GW. 1995. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Artama WT, penerjemah. Yogyakarta (ID): UGM Pr. Terjemahan dari: ELISA Tecnology in Diagnosis and Research.
10 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Konsumsi Protein Penduduk Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Brownli J. 1990. Phatogenesis of mucosal desease and molecular aspect of bovine viral diarrhoea virus. Vet Microbiol. 23(1): 371 Campen HV. 2010. Epidemiology and control of BVD in the U.S. Veterinary Microbiology 142:94-98. [Deptan] Departemen Pertanian. 1993. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular jilid 1-5. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. [Dirjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 2007. Surat Keputusan Direktur Jendral Peternakan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Dewi FNA. 2006. Deteksi Antibodi Human Immunodeficiency Virus Type-1 (HIV1) Pada Macaca Nemestrina [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fanner FJ. 1995. Virologi Veteriner Edisi Kedua. Putra DKH, Penerjemah. Semarang (ID): IKIP Semarang Press. Terjemahan dari: Veterinary Virology. Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya (ID): Airlangga University Press. Houe H.1999. Epidemiological features and economical importance of bovine virus diarrhoea virus (BVDV) infections. Vet. Microbiol. 64, 89–107. Kurniadhi P. 2001. Penerapan uji netralisasi serum untuk serologik penyakit bovine viral dirrhoea (bvd) pada sapi. Ternu Teknis Fungsional Non Peneliti. Bogor (ID) Kusumawati E. 2012. Kajian Q fever Pada Sapi Perah Impor Dari Australia Yang Masuk Melalui Bandara Soekarno-Hatta [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Meyling A, Houe H, Jensen AM. 1990. Epidemilogy of bovine viral dirrhoea virus. Rev. ic. tech. off. ith . epizt. 9(1):75-93 Mustofa I. 2008. Ilmu Kebidanan Veteriner Menunjang Kesejahteraan Masyarakat. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. [OIE] Office International Des Epizooties. 2013. OIE-Listed Diseases, Infections and Infestation in Force in 2013. Paris (FR): OIE [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2007. Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Presi P, Struchen R, Knigth-Jones T, Scholl S, Heim D. 2011. Bovine viral diarrea (BVD) eradication in in Switzerland-Experiences of the first two years. Preventive Veterinary Medicine 99:112-121. Queensland Government. 2011. Bovine virus diarrhea [Internet]. [diunduh 2013 Agustus 24]. Tersedia pada: http//daff.qld.gov.au/animalindustries/animal-health-and-diseases/a-z-list/pestivirus. Radji M. 2010. Imunologi Virologi. Jakarta (ID) : PT ISFI Penerbitan. Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy L. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan Gangguan Reproduksi Pada Sapi Potong. Pasuruan (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Santhia K, Dibia N, Purnatha N, Sutami N, Ardana I. 1992. Survei serologis antibodi bovine viral diarrhea pada ternakan sapi di provinsi Bali, NTB, NTT, Dan Timor Timur. Hemera Zoa. 76.
11 Sandvik T. 2004. Progress of control and prevention programs for bovine viral diarrhea virus in Europe.Vet. Clin. North Am. Food Anim. Pract. 20:151– 169. Sandvik T. 2005. Selection and use of laboratory diagnostic assays in BVD control progrogrammes. Preventive Veterinary Medicine. 72:3-16. Santi P. 2011. Bovine Viral Diarrhea. Malang : Universitas Brawijaya. Setiawan IM. 2007. Pemeriksaan Enzime-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk diagnosis leptospirosis. Jakarta Utara: Ebers Papyrus–vol. 13 No 3. Subronoto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Sudarisman. 2006. Enzyme-linked immunosorbent assay untuk mendeteksi antibodi virus destemper anjing. Bogor: JITV 11 (1): 69-75. Sudarisman. 2011. Bovine viral diarrhea Pada Sapi Di Indonesia Dan Permasalahannya. Bogor: Wartazoa. 21:1 Tizard IR. 2004. Veterinary Immunology an Introduction. 7th Ed. USA: Saunders. Toelihere RM. 1997. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Turmudji. 2005. Penyakit Strategis Ruminansia Besar Dan Pelayanan Diagnosisnya Di Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor (ID): Balai Besar Penelitian Veteriner. Vanroose G. 1999. Interaction of bovine herpesvirus-1 and bovine viral diarrhoea virus with bovine gamets and in vitro produced embryo.Univ of Gent. Warsito HR. 1997. Bioteknologi Kesehatan Hewan Di Indonesia : Wawasan Dan Masa Depan. Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada
12 Lampiran 1 Hasil uji ELISA terhadap serum BVD Legok No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Sampel 19 34 12 88 43 50 59 54 92 37 77 91 72 13 90 83 57 80 86 76 79 62 68 17 45 60 85 33 70 84 81 49 69 22 18 35 74 16 3 47 75 61 87 71
OD 0,1041 0,1062 0,1145 0,1149 0,1150 0,1160 0,1196 0,1261 0,1286 0,1325 0,1398 0,1401 0,1485 0,1510 0,1532 0,1547 0,1756 0,1822 0,1886 0,1956 0,1997 0,2031 0,2188 0,2224 0,2250 0,2282 0,2286 0,2317 0,2460 0,2521 0,2567 0,2631 0,2775 0,2776 0,2793 0,2953 0,3093 0,3521 0,3620 0,4105 0,4910 0,5427 0,6180 0,6408
Hasil Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif
13 No 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90
Sampel 51 26 82 7 73 36 23 42 53 46 65 66 40 1 9 31 21 78 24 28 29 15 52 39 11 32 8 25 56 89 58 63 14 80 27 38 20 6 10 4 2 55 41 5 67 64
OD 0,7936 0,8799 0,9462 0,9780 1,0357 1,0376 1,0393 1,0393 1,0505 1,0952 1,1054 1,1064 1,1179 1,1546 1,1721 1,1798 1,2652 1,2793 1,3133 1,3233 1,3423 1,3489 1,3561 1,3810 1,3824 1,3826 1,3870 1,3976 1,4003 1,4261 1,4295 1,4455 1,4517 1,4555 1,4622 1,4790 1,4829 1,4851 1,4865 1,5148 1,5602 1,5953 1,6088 1,6692 1,6706 1,8121
Hasil Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
14 Tangerang No
No Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
23 62 5 47 71 72 35 15 18 31 33 86 75 73 51 66 64 53 46 58 38 76 6 42 19 80 22 39 55 78 26 48 82 27 21 44 17 74 92 90 29 50 79 28 77 57
OD
0,1613 0,1947 0,1967 0,2298 0,2466 0,2520 0,2648 0,3241 0,3249 0,3507 0,3646 0,4531 0,6048 1,1905 1,3182 1,4874 1,6487 1,6584 1,6774 1,7299 1,7409 1,7498 1,7518 1,7540 1,8025 1,8273 1,8620 1,8669 1,8727 1,8903 1,8907 1,8943 1,9103 1,9477 1,9530 1,9621 1,9735 2,0047 2,0062 2,0387 2,0507 2,0701 2,1184 2,1230 2,1741 2,1771
Hasil
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
15 No
No Sampel
47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93
34 25 59 68 41 69 3 7 63 49 14 85 81 43 65 45 84 54 56 32 16 83 8 70 10 36 91 89 24 60 67 30 1 88 52 9 40 13 37 87 4 11 20 61 2 139 136
OD
2,1907 2,2493 2,2580 2,2671 2,2883 2,3145 2,3146 2,3331 2,3465 2,3759 2,4081 2,4127 2,4171 2,4315 2,4521 2,4549 2,4586 2,4622 2,4839 2,5157 2,5379 2,5533 2,5649 2,5769 2,5783 2,6008 2,6110 2,6566 2,6600 2,6792 2,6985 2,7048 2,7305 2,7337 2,7395 2,7418 2,7599 0,7976 2,8060 2,8800 2,8919 2,9673 2,9790 3,0283 3,1135 0,1193 0,1926
Hasil
Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Negatif Negatif
16 No
No Sampel
94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140
119 124 93 100 129 112 121 131 117 140 132 137 130 133 122 123 118 141 114 125 126 111 94 115 113 102 116 110 109 97 120 135 107 138 134 101 103 104 108 106 105 99 98 95 128 127 96
OD
0,1963 0,2681 0,2783 0,5620 0,609 0,7334 0,7781 0,8146 0,8429 0,9771 0,9845 1,0128 1,0325 1,1300 1,1594 1,1822 1,2091 1,2362 1,2506 1,2712 1,3039 1,3164 1,3407 1,3511 1,3764 1,3922 1,4295 1,4401 1,4766 1,4814 1,5122 1,5422 1,5462 1,5528 1,6165 1,6261 1,6315 1,6547 1,6601 1,7142 1,7211 1,7293 1,7402 1,7481 1,7725 2,0243 2,0628
Hasil
Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif Positif
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukaraja pada tanggal 12 Agustus 1990 dari pasangan Bapak Suharto dan Ibu Nuryani. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari MA Nurul Huda Sukaraja OKU Timur Sumatera Selatan pada tahun 2009 dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Minat Profesi Ruminansia (2011-2012). Selain itu, penulis juga mengikuti magang liburan di Taman Nasional Way Kambas Lampung pada tahun 2012 dan Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) Rawamangun Jakarta Timur pada tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis juga aktif pada organisasi eksternal kampus yaitu CSS MoRA IPB Anggota Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (2011-2012) dan anggota Departemen Sosial dan Lingkungan (20102011). Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan internal dan eksternal kampus. Selama menyelesaikan kuliah di IPB, penulis memperoleh beasiswa dari Kementrian Agama RI yaitu Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB).