KAJIAN RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU STRES TERNAK DOMBA DI DESA LINGKAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR
HARTANTO DWIJO PRAYITNO
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Stres Ternak Domba di Desa Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor Bogor, Agustus 2015
Hartanto Dwijo Prayitno NIM D14110017
ABSTRAK HARTANTO DWIJO PRAYITNO. Kajian Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Stres Ternak Domba di Desa Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan SRI RAHAYU. Domba adalah salah satu ternak ruminansia yang populer di Indonesia, karena merupakan salah satu sumber protein hewani, mudah dikembangbiakkan dan mudah dalam pemuliaan. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan peternakan di pedesaan adalah produktivitas ternak yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respon fisiologis dan tingkah laku stres domba di peternakan desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor pada umur dan waktu yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 16 ekor domba yang berumur I 0 (<1 tahun) dan I1 (1-1.5 tahun) dan diamati selama 2 bulan. Parameter respon fisiologis yang diamati antara lain respirasi, denyut jantung, dan suhu rektal. Parameter tingkah laku yang diamati antara lain, istirahat, agonistik, vokalisasi, lokomosi, dan makan. Data respon fisiologis dan tingkah laku yang diperoleh dianalisis dengan analisa ragam (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa denyut jantung dan suhu rektal dipengaruhi oleh umur. Domba dengan umur I0 memiliki nilai denyut jantung dan suhu rektal lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan umur I1 . Perlakuan umur tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tingkah laku, yaitu frekuensi tingkah laku tiap perlakuan cenderung sama. Frekuensi tingkah laku istirahat dan makan lebih tinggi dibandingkan frekuensi tingkah laku lainnya. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa respon fisiologis dan tingkah laku domba yang dibudidayakan di desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor masih berada dalam kondisi normal, sehingga budidaya domba di wilayah tersebut berpotensi untuk terus dikembangkan. Kata kunci: domba, respon fisiologis, tingkah laku
ABSTRACT HARTANTO DWIJO PRAYITNO. Study of The Physiological Response and Stress Behavior of Sheep in The Villages Around Campus IPB Dramaga Bogor. Supervised by MOHAMAD YAMIN and SRI RAHAYU. Sheep is one of popular ruminants in Indonesia, because sheep is one of source of animal protein, and also easy and convenient to be raised. Problem encountered in the development of rural farm is low productivity. This research aimed to evaluate the physiological response and stress behavior of sheep in the villages around campus IPB Dramaga Bogor at the age and time of difference. This research used 16 lambs from each of I0 (<1 year old) and I1 (1-1.5 years old) and observed for about two months. Parameters of physiological response that had been observed were respiration rate, heart rate, and rectal temperature. The parameters of behaviors that had been observed were resting, agonistic, vocalization, locomotive, and ingestive behaviours. Physiological response and behaviours data were analized by using analysis of variance (ANOVA). The
research results showed that the heart rate and rectal temperature was affected by age. Sheep in age I0 had higher heart rate and rectal temperature (p<0.05) compared in age I1 . Sheep behaviors were not affected by the treatment, namely frequency on every treatment was the same. In general, frequency of resting and ingestive were higher than the frequency of other behaviors. However, in general it was concluded that physiological response and behavior of sheep farmed in the village around campus Dramaga IPB Bogor were still in normal conditions, therefore the sheep in this area would be ready to be more developed. Key words: physiological response, sheep, stress behaviour
KAJIAN RESPON FISIOLOGIS DAN TINGKAH LAKU STRES TERNAK DOMBA DI DESA LINGKAR KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR
HARTANTO DWIJO PRAYITNO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Stres Ternak Domba di Desa Lingkar Kampus IPB Dramaga Bogor”. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Mohamad Yamin, M Agr Sc selaku dosen pembimbing utama, kepada Ibu Ir Sri Rahayu MSi selaku dosen pembimbing anggota, dan kepada Ir Hotnida C.H. Siregar, MSi selaku dosen penguji sidang akhir serta kepada Ibu Dr Ir Asnath M Fuah, Ms selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan masukan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua (Ayahanda Sartono dan Ibunda Endalit) serta saudara-saudara saya atas segala bentuk dukungan, memberikan motivasi, doa, dan kasih sayang untuk kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pegawai kecamatan dan peternak di kecamatan Cibanteng dan Dramaga yang telah mengizinkan saya untuk melaksanaka n penelitian di daerah tersebut. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman satu kelompok penelitian RUMCIL yaitu Imam T, Dwiki N, Denny Ali F, M Alvian N, Faqih Adji P, Putut SN, Ai Anis N, dan Farah Nur R atas segala bentuk bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini, serta seluruh teman-teman IPTP 48 atas segala doa dan kasih sayang yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Agustus 2015 Hartanto Dwijo Prayitno
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Alat Prosedur Persiapan Penelitian Pengamatan Respon Fisiologis Pengamatan Tingkah Laku Analisis Data Peubah HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Respon Fisiologis Domba Tingkah Laku Domba SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi 1 1 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 5 5 6 8 11 11 14 16
DAFTAR TABEL 1 Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang di desa Cibanteng dan Cikarawang 2 Rataan respon fisiologis domba di desa Cibanteng dan Cikarawang 3 Rataan frekuensi tingkah laku domba di desa Cibanteng dan Cikarawang
5 6 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Hasil analisis ragam respirasi domba Hasil analisis ragam denyut jantung domba Hasil analisis ragam suhu rektal domba Hasil analisis ragam tingkah laku istirahat domba Hasil analisis ragam tingkah laku agonistik domba Hasil analisis ragam tingkah laku vokalisasi domba Hasil analisis ragam tingkah laku lokomosi domba Hasil analisis ragam tingkah laku makan domba
14 14 14 14 15 15 15 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan daging sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang, pertambahan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat. Domba dikenal sebagai salah satu ternak ruminansia yang tersebar luas dan dimanfaatkan dalam pemenuhan sumber protein. Ternak domba umumnya lebih disukai bagi peternak dibanding dengan ternak lainnya karena memiliki keunggulan diantaranya lebih mudah dalam manajemen pemeliharaan, memiliki kemampuan beradaptasi tinggi, prolifik, dan siklus produksi yang cepat. Jumlah populasi domba di Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan, pada tahun 2009 populasi domba di Indonesia mencapai 10 199 000 ekor lalu pada tahun 2014 meningkat menjadi 15 716 000 ekor, sehingga dilihat dari jumlah populasi tersebut dapat dikatakan pertumbuhan domba dalam 5 tahun tersebut meningkat 35.10% (BPS 2014). Di Indonesia, domba merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara masyarakat di pedesaan, salah satunya di Desa Cibanteng dan Desa Cikarawang yang termasuk dalam daerah Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Dramaga. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Peternakan Bogor pada tahun 2015 terdapat sekitar 4 469 ekor domba di Kecamatan Ciampea dan 2 785 ekor domba di Kecamatan Dramaga. Tersedianya sumber pakan hijauan setiap waktu dan masih banyaknya lahan yang kosong menjadikan desa tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan, namun permasalahan yang dihadapi dalam budidaya ternak domba di desa masih dilakukan secara sederhana (tradisional). Pemeliharaan secara tradisional ini pada dasarnya hanya untuk memenuhi fungsi sebagai tabungan keluarga dan juga uang tunai tanpa memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas domba tersebut. Lokasi peternakan domba pada penelitian ini sangat dekat dengan perguruan tinggi IPB yang merupakan sumber ilmu pengetahuan, sehingga perlu diteliti untuk mempelajari potensi peternakan tersebut. Faktor yang juga sangat penting terhadap potensi pengembangan peternakan adalah kondisi lingkungan dan kondisi fisiologis ternak. Ternak harus berada dalam lingkungan yang nyaman dan dipelihara dalam daerah tersebut untuk menjaga berjalannya fungsi pertumbuhan dan reproduksi optimal. Produksi panas ternak akan ditingkatkan jika suhu lingkungan semakin rendah, sebaliknya evaporasi akan dilakukan ternak untuk melepaskan panas jika suhu lingkungan meningkat. Thermonetral Zone (TNZ) adalah daerah yang nyaman dengan suhu lingkungan yang sesuai untuk ternak. TNZ untuk domba dalam pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 21-30ºC (Yousef 1985). Suhu lingkungan yang melebihi nilai TNZ dapat mengakibatkan stres pada ternak yang dipelihara. Faktor stres ini dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan performa ternak. Ternak yang mengalami stres berakibat pada penurunan konsumsi pakan sehingga terjadi penurunan konsumsi energi (Awabien 2007). Indikator ternak mengalami stres diantaranya terlihat pada respon fisiologis dan tingkah laku di luar normal. Pengukuran parameter fisiologis dan tingkah laku pada ternak bertujuan untuk memahami kondisi ternak sehat atau sakit dan ternak yang mengalami stres.
2 Ternak sehat akan memberi respon fisiologis yang normal dan ternak sakit mengalami perubahan dari kondisi normalnya. Parameter fisiologis yang digunakan sebagai kondisi ternak sehat dan sakit adalah denyut jantung, respirasi, dan suhu rektal. Sedangkan parameter tingkah laku yang digunakan sebagai kondisi ternak mengalami stres adalah tingkah laku istirahat, agonistik, bersuara, lokomosi, dan makan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respon fisiologis dan tingkah laku stres domba di peternakan desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor pada umur domba dan waktu yang berbeda. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji manajemen pemeliharaan peternak di desa lingkar kampus IPB Dramaga terhadap respon fisiologis domba yaitu rataan laju respirasi, laju denyut jantung dan suhu rektal dan tingkah laku stres yaitu istirahat, agonistik, vokalisasi, lokomosi, dan makan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran umum dan mengetahui potensi peternakan desa lingkar kampus. Penelitian ini merupakan usaha untuk mendapatkan informasi respon fisiologis dan tingkah laku stres domba di desa lingkar kampus.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu bulan Desember 2014 hingga Februari tahun 2015. Pengambilan data dilakukan di peternakan desa lingkar kampus IPB pada Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciampea, Bogor. Bahan Bahan yang digunakan adalah 16 ekor domba lokal. Domba diperoleh dari desa Cibanteng dan Cikarawang terdiri atas 8 ekor domba I0 dengan rataan bobot badan awal 17.19±7.75 kg (kk 45.12%) dan 8 ekor domba I1 dengan rataan bobot badan awal 29.38±3.76 kg (kk 12.79%). Alat Alat yang digunakan adalah tali dan nomor untuk penandaan ternak, termohygrometer bola basah bola kering untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang, termometer suhu tubuh untuk mengukur suhu rektal, stetoskop untuk mengukur denyut jantung, dan stopwatch untuk alat bantu menghitung laju respirasi dan waktu pengukuran respon fisiologis serta tingkah laku stres.
3 Prosedur Persiapan Penelitian Persiapan penelitian dilakukan dengan pendataan di desa-desa sekitar lingkar kampus IPB Dramaga Bogor yaitu di kecamatan Dramaga dan kecamatan Ciampea Bogor, selanjutnya dilakukan penentuan sampel ditentukan dengan memilih peternakan yang memilki ternak domba I0 dan I1 yang akan dijadikan sampel penelitian. Pengamatan Respon Fisiologis Data yang diambil berupa data primer dengan melakukan pengukuran dan pengamatan langsung terhadap respon fisiologis (respirasi, denyut jantung, suhu tubuh dan suhu lingkungan) pada pagi, siang dan sore hari. Pengambilan data dilakukan setiap satu minggu selama dua bulan. Pengamatan Tingkah Laku Metode pengamatan yang digunakan dalam pengambilan data tingkah laku adalah focal sampling yaitu metode pengamatan tingkah laku ternak dengan cara menyeleksi tingkah laku ternak yang dianggap penting dan menyeleksi ternak yang diamati tanpa memperhatikan tingkah laku ternak lain (Morrison et al. 2006) dan one zero time record (Altmann 1974) yaitu diberikan nilai 1 apabila domba melakukan tingkah laku dan diberi nilai 0 apabila tidak melakukan tingkah laku. Pengambilan data dilakukan setiap satu minggu selama dua bulan. Rancangan pe rcobaan Desain penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial (2 x 3), faktor pertama adalah umur (domba I0 dan I1 ), faktor kedua adalah waktu (pagi, siang, dan sore). Model matematik yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1993) adalah sebagai berikut : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk : Nilai pengamatan pada faktor umur yang berbeda ke-i, faktor waktu ke-j, dan ulangan ke-k μ : Nilai tengan umu m (rataan) Αi : Pengaruh umur berbeda pada taraf ke-i βj : Pengaruh perlakuan waktu pada taraf ke-j (αβ)ij : Interaksi antara u mu r yang berbeda pada taraf ke-i dengan faktor waktu pada taraf ke-j εijk : Pengaruh galat dari u mur yang berbeda pada taraf ke-i, faktor waktu ke-j, dan ulangan ke-k
Analisis Data Data dianalisis dengan analisis ragam (Analysis of Variance / ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika perlakuan berbeda nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji Tukey.
4 Peubah Respon Fisiologis Pengukuran dilakukan setiap satu minggu pada pagi (06.00-08.00), siang (11.00 -13.00) dan sore (16.00-18.00). 1. Respirasi diukur dengan cara menghitung jumlah hembusan nafas dari hidung dengan bantuan stopwatch selama satu menit setiap periode waktu. 2. Denyut jantung diukur dengan menggunakan stetoskop yang ditempelkan pada dada sebelah kiri selama satu menit setiap periode waktu. 3. Suhu tubuh diukur dengan termometer rektal yang dimasukkan ke dalam rektum selama satu hingga dua menit hingga suhu tetap setiap periode waktu. 4. Suhu dan kelembaban lingkungan diukur menggunakan termohygrometer pada waktu pagi, siang, dan sore. Pengamatan ini dilakukan di dalam kandang setiap hari selama masa penelitian. Tingkah Laku Pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali pada pagi (06.00-08.00), siang (11.00 -13.00) dan sore (16.00-18.00). Individu ternak diamati selama 10 menit setiap periode waktu . 1. Istirahat, yaitu tingkah laku dimana saat ternak tidak melakukan apa-apa, bisa dilakukan saat posisi berdiri atau berbaring. 2. Agonistik, yaitu tingkah laku agresif yang mengarah pada pertentangan atau temperamental seekor domba dengan cara menumbuk tanduk, mendengus, dan menghentakkan kaki. 3. Vokalisasi, yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. 4. Lokomosi, yaitu tingkah laku ternak melakukan pergerakan, baik berjalanjalan maupun mondar-mandir. 5. Makan, yaitu tingkah laku mengkonsumsi pakan baik padatan maupun cairan. Persentase tingkah laku menggunakan persamaan matematika (Martin dan Bateson 1993). Tingkah Laku = X x 100% Y Keterangan :
X = frekuensi suatu tingkah laku yang diamati Y = frekuensi keseluruhan tingkah laku yang diamati
Perhitungan Tingkat Stres Perhitungan tingkat stres dilakukan dengan rumus temperature humidity index yaitu : THI = db o C − {(0.31 − 0.31 RH) (db o C − 14.4)} Keterangan : db o C = termo meter bola kering ( o C) ; RH = (kelembaban %) / 100. Katagori stres berdasarkan nilai yang didapat, <22.2= t idak stres panas; 22.2-23.3= stres panas sedang; 23.3-25.6= stres panas agak berat; >25.6= ekstrim stres panas (Marai et al. 2007).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum Desa Cikarawang merupakan desa yang termasuk dalam kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Luas Wilayah Desa Cikarawang adalah 226.56 Ha dan secara umum berupa daratan dan persawahan yang be rada pada ketinggian antara 193 mdpl dengan suhu rata-rata 25-300 C dan kelembaban 86.5%. Sementara itu Desa Cibanteng berada pada ketinggian 300 mdpl termasuk dalam kecamatan Ciampea dengan suhu rata-rata 26-350 C. Populasi domba pada tahun 2015 di Desa Cikarawang yaitu 350 ekor yang terdiri dari domba dewasa 131 ekor, domba muda 134 ekor dan domba anak 85 ekor, sedangkan desa Cibanteng yaitu 479 ekor terdiri dari domba dewasa 170 ekor, domba muda 148 ekor dan domba anak 161 ekor. Suhu lingkungan merupakan faktor penting yang mempengaruhi produktivitas ternak. Suhu adalah ukuran untuk mengetahui intensitas panas sedangkan jumlah uap air di udara disebut kelembaban. Selama penelitian berlangsung, dilakukan pengambilan data pendukung yaitu suhu dan kelembaban di dalam kandang. Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Rataan suhu dan kelembaban di dalam kandang di desa Cibanteng dan Cikarawang Waktu
Suhu ( ̊C)
Pagi Siang Sore Rata-rata
25.74±1.43 29.38±2.62 26.68±1.51 27.27±0.66
Kelembaban (%) 89.90±7.35 82.19±10.51 88.95±7.17 87.01±1.88
Nilai THI 25.35 28.65 26.25 26.75
Level Stres Panas* Agak Berat Ekstrim Ekstrim Ekstrim
Keterangan : *= Perh itungan dilaku kan berdasarkan ru mus THI (Temperature Hu madity Indeks) menurut Marai et al. (2007).
Data suhu dan kelembaban menunjukkan bahwa kisaran suhu dan kelembaban harian dalam kandang adalah 27.27o C dan 87.01%. Data tersebut sesuai dengan Yani dan Purwanto (2006) yang menyatakan bahwa negara beriklim tropis memiliki rataan suhu dan kelembaban harian relatif tinggi, yaitu berkisar antara 24-34o C dengan persentase kelembaban sebesar 60%-90%. Suhu optimal domba di daerah tropis dan musim panas disarankan memiliki suhu lingkungan 21-31°C untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan tingkah laku tetap dalam keadaan normal dengan kelembaban di bawah 75% (Yousef 1985). Suhu dalam kandang pada siang hari lebih tinggi dibandingkan pada pagi dan sore hari, sedangkan kelembaban pada pagi, siang maupun sore hari melebihi kelembaban optimal. Kelembaban yang tinggi di dalam kandang menunjukkan bahwa udara di dalam kandang mengandung uap air yang tinggi yang dihasilkan dari proses respirasi ternak (Oktameina 2011). Level stres panas meningkat seiring dengan peningkatan nilai THI pada tabel 1. Level stres ekstrim terjadi pada siang dan sore hari, hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban yang tinggi di dalam kandang sehingga meningkatkan nilai THI dan level stres panas. Selain suhu dan kelembaban udara, unsur iklim mikro yang juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan ternak adalah radiasi dan kecepatan angin. Hasil penelitian
6 mengenai kecepatan angin di dalam kandang menunjukkan dalam keadaan normal yaitu berkisar 0.30–0.36 m s-1 . Adanya kecepatan angin pada suhu tinggi yang terjadi pada siang hari ini dapat menurunkan cekaman panas sehingga domba tetap mendapatkan zona nyaman (Yani dan Purwanto 2006). Respon Fisiologis Domba Respon fisiologis merupakan suatu reaksi yang dilakukan oleh setiap sistem hidup terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Devendra dan Burns (1994) mengemukakan bahwa secara fisiologis tubuh ternak akan bereaksi terhadap rangsangan yang mengganggu fisiologis normal. Respon fisiologis dapat diketahui dengan mengukur suhu tubuh, laju repirasi dan denyut jantung. Rataan dan standar deviasi respon fisiologis tertera pada Tabel 2. Tabel 2 Rataan respon fisiologis domba di desa Cibanteng dan Cikarawang Peubah
Kisaran Normal
Laju Respirasi
26-321)
Denyut Jantung
60-1202)
Suhu Rektal
38.2-403)
Waktu Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan
Umur I0 41.70±20.20 60.20±31.50 52.40±26.80 51.50±26.17 97.30±19.30 98.20±24.30 108.60±21.70 101.40±21.77a 38.88±0.40 39.06±0.40 39.21±0.38 39.05±0.39a
Rataan I1 41.10±17.20 41.40±18.70b 55.00±27.40 57.60±29.45a 52.90±26.10 52.70±26.45a 49.70±23.57 50.60±24.87 86.50±17.40 91.90±18.35b 91.00±21.90 94.60±23.10b 102.10±24.50 105.30±23.10a 93.20±21.27b 97.30±21.52 38.72±0.34 38.80±0.37b 38.76±0.36 38.91±0.38b 38.96±0.34 39.08±0.36a 38.81±0.35b 38.93±0.37
Keterangan : Angka pada kolom atau baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (a dan b)menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)serta 1)= menurut Frandson (1992); 2)= menurut Du ke (1995) ; 3)= menurut Smith dan Mangkoewid jojo (1988).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan umur berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap denyut jantung dan suhu rektal domba. Sementara itu waktu pengamatan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap laju respirasi, denyut jantung, dan suhu rektal serta tidak ada interaksi (P>0.05) antara umur dan waktu. Laju Respirasi Domba merupakan hewan homeotermal yang mempertahankan tubuhnya dalam kondisi seimbang dengan menghilangkan kelebihan panas dari tubuhnya ketika terpapar suhu tinggi. Rataan laju respirasi domba secara keseluruhan sebesar 50.6 kali menit-1 lebih tinggi dari kisaran normal sebesar 26–32 kali menit1 (Frandson 1992), namun masih berada dalam katagori stres panas rendah meskipun terjadi kenaikan nilai suhu dan kelembaban lingkungan yang melebihi zona nyaman domba. Hal ini dikarenakan domba pada penelitian kali ini sudah beradaptasi terhadap lingkungan dengan baik sehingga laju respirasi domba tergolong dalam kisaran normal. Domba yang mengalami stres panas rendah akan melakukan respirasi sebanyak 40-60 kali menit-1 (Silanikove 2000). Waktu yang
7 berbeda mempengaruhi laju respirasi (P<0.05) pada siang hari (57.60±29.45) kali menit-1 lebih tinggi dibandingkan dengan sore hari (52.70±26.45) dan pagi hari (41.40±18.70). Hal ini dikarenakan puncak kenaikan suhu dan kelembaban kandang terjadi pada siang hari. Paparan suhu tinggi akan memperbesar upaya untuk menghilangkan panas tubuh, diantaranya peningkatan respirasi, suhu tubuh, konsumsi air dan penurunan konsumsi pakan (Marai et al. 2007). Berkaitan dengan dampak kelembaban, ketika kelembaban tinggi maka akan meningkatkan frekuensi respirasi domba (Marai et al. 2007). Denyut Jantung Jantung merupakan organ berongga dengan otot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh. Kecepatan jantung dalam berkontraksi ini dipengaruhi oleh saraf, rangsangan kimiawi berupa hormon dan perubahan kadar O2 dan CO2 serta rangsangan berupa panas. Kisaran denyut jantung domba yang normal menurut Duke (1995) adalah 60-120 denyut tiap menit. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa denyut jantung masih tergolong normal dan umur yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap denyut jantung domba. Domba pada I0 memiliki rataan lebih cepat (101.4±21.77) dibandingkan dengan domba I1 yang lebih lambat (93.2±21.27). Hal ini sesuai dengan Awabien (2007) yang menyatakan secara umum kecepatan denyut jantung yang normal cenderung lebih besar pada hewan yang kecil dan kemudian semakin lambat dengan semakin bertambah besarnya ukuran hewan. Duke (1995) juga menambahkan bahwa peningkatan denyut jantung disebabkan oleh umur, aktivitas ternak, kebuntingan dan ketenangan hewan serta temperatur lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap frekuensi denyut jantung, semakin tinggi temperatur lingkungan maka semakin tinggi pula frekuensi denyut jantung. Denyut jantung pada sore hari juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) dengan rataan tertinggi (105.3±23.1) kemudian pada siang hari (94.6±23.1) dan pagi hari (91.9±18.35). Hal ini dikarenakan stres panas yang di alami domba ditambah dengan meningkatnya aktivitas domba pada sore hari yang berdampak langsung terhadap denyut jantung. Aktivitas yang tinggi menyebabkan meningkatnya aktivitas otototot tubuh, sehingga dibutuhkan darah lebih banyak untuk mensuplai O 2 dan nutrisi melalui peningkatan aliran darah dengan jalan peningkatan denyut jantung. Denyut jantung dapat mencerminkan keseimbangan sirkulasi sepanjang status metabolis dalam kondisi normal (Marai et al. 2007). Suhu Rektal Suhu rektal merupakan suatu indikator yang baik untuk menggambarkan suhu internal dalam tubuh ternak. Suhu rektal juga menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap ternak (Purwanto et al. 1994). Perbedaan umur pada penelitian menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) terhadap suhu rektal domba. Baillie (1988) mengemukakan bahwa suhu tubuh ternak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, lingkungan, konsumsi pakan, minum dan aktivitas. Rataan suhu rektal domba selama pengamatan adalah (38.93±0.37). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) suhu rektal domba di daerah tropis berada pada kisaran (38.2– 40o C). Hal ini menunjukkan bahwa suhu rektal domba se lama penelitian adalah normal. Marai et al. (2007) menyatakan bahwa domba merupakan ternak yang memiliki kemampuan baik dalam proses homoiotermis. Suhu rektal pada
8 sore hari menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) dengan rataan tertinggi (39.08±0.36) kemudian pada siang hari (38.91±0.38) dan pagi hari (38.80±0.37). Suhu rektal domba mengalami peningkatan setiap waktunya seiring meningkatnya suhu lingkungan kandang. Kenaikan panas tubuh juga disebabkan metabolisme pakan yang tinggi dengan pakan berserat berkualitas rendah (Marai et al. 2007). Hasil penelitian mengenai nutrisi pakan diperoleh bahwa kandungan serat kasar yang terdapat pada rumput lapang penelitian sebesar 27.40%. Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan maka semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan pakan. Wibowo (2008) meyatakan bahwa tingginya serat kasar ini membuat mikroba rumen membutuhkan waktu cerna yang lama, sehingga panas metabolisme yang dihasilkan selama proses pencernaan semakin meningkat. Tingkah Laku Domba Tingkah laku dapat diartikan sebagai gerak-gerik organisme untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatka n rangsangan dari lingkungannya. Grier (1984) menambahkan tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban. Tingkah laku juga sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur kesejahteraan hewan. Rataan dan standar deviasi tingkah laku tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Rataan frekuensi tingkah laku domba di desa Cibanteng dan Cikarawang Peubah
Istirahat
Agonistik
Vokalisasi
Lokomosi
Makan
Waktu Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan Pagi Siang Sore Rataan
Umur I0 23.36±9.67 55.60±16.52 18.48±5.65 32.48±10.61 0.10±0.26 2.03±2.53 2.09±2.05 1.41±1.61 12.01± 6.80 5.92± 6.21 17.71±12.15 11.88±8.39 19.24±9.37 21.64±8.11 18.99±11.12 19.95±9.53 45.29±14.53 14.83±18.29 42.73±22.43 34.28±18.42
I1 28.84±10.96 49.52±18.90 16.42±10.03 31.59±13.30 0.00±0.00 1.09±1.69 0.26±0.64 0.45±0.78 8.10±5.63 8.57±8.96 18.20±11.91 11.62±8.83 16.68±8.39 26.10±10.19 18.24±12.47 20.34±10.35 46.38±12.24 14.73±8.15 46.67±13.35 35.99±11.25
Rataan 26.10±10.31b 52.56±17.71a 17.45±7.84b 32.04±11.95 0.05±0.13 1.56±2.11 1.17±1.34 0.93±1.19 10.05±6.21ab 7.24±7.58b 17.96±12.03a 11.75±8.61 17.96±8.88 23.87±9.15 18.62±11.79 20.14±9.94 45.83±13.38a 14.78±13.22b 44.80±17.89a 35.14±14.83
Keterangan : Angka pada kolo m atau baris yang sama dan diikuti huruf berbeda (a dan b) menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).
9 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan umur antara I0 dan I1 domba tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap setiap peubah tingkah laku yang diamati, Sementara itu waktu pengamatan menunjukkan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap tingkah laku istirahat, vokalisasi dan makan serta tidak ada interaksi yang terjadi (P>0.05) antar keduanya. Istirahat Tingkah laku istirahat merupakan tingkah laku saat ternak tidak melakukan apa-apa, bisa dilakukan dalam posisi berdiri atau berbaring. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu pengamatan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap tingkah laku istirahat. Tingkah laku istirahat pada siang hari lebih tinggi dibanding dengan pagi dan sore hari. Hal ini dapat terjadi karena kenaikan temperatur pada siang hari, sehingga domba biasanya beristirahat sambil berteduh tanpa melakukan aktivitas apapun. Fraser dan Broom (1990) menyatakan bahwa tingkah laku resting berfungsi untuk menghemat energi yang digunakan tubuh. Kebutuhan energi sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti temperatur, kelembaban dan gerak angin (Haryanto dan Djajanegara 1993). Agonistik Agonistik adalah tingkah laku yang memperlihatkan tingkah laku aktif dan pasif, tingkah laku aktif seperti berkelahi, berlari atau terbang serta tingkah laku agresif. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa umur dan waktu pengamatan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap tingkah laku agonistik. Hal ini disebabkan domba yang digunakan sudah beradaptasi cukup lama dan saling mengenal, sehingga sistem sosial yang terbentuk sudah stabil. Sistem perkandangan individu yang diterapkan perternak juga mempengaruhi frekuensi munculnya tingkah laku agonistik menjadi lebih sedikit. Menurut Mcglone (1986) bahwa tingkah laku agonistik yaitu tingkah laku dari mulai mengancam hingga menyerang sampai penaklukan umumnya diperlihatkan ketika domba-domba yang tidak saling kenal dicampur dalam satu kandang sampai periode stabilitas sosial tercapai. Vokalisasi Tingkah laku vokalisasi yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Menurut Fraser (1975), tingkah laku bersuara merupakan tingkah laku sosial yang penting dan merupakan alat komunikasi antara anggota dalam satu flock. Selama pengamatan sangat sedikit terjadi tingkah laku vokalisasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur yang berbeda tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap tingkah laku vokalisasi. Frekuensi vokalisasi pada pagi hari menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0.05) baik dengan siang maupun sore hari, sedangkan frekuensi vokalisasi antara siang dan sore hari menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Tingkat frekuensi terendah terjadi pada siang hari sebesar (7.24±7.58b) dan tertinggi pada sore hari sebesar (17.96±12.03a). Hal ini dikarenakan pada siang hari domba lebih banyak beristirahat agar menghemat energi pada suhu yang tinggi, sedangkan pada sore hari domba bersuara untuk mempero leh makanan hingga makanan tiba. Yamin et al. (2013) menyatakan bahwa tingkah laku agonistik dan vokalisasi bisa dijadikan indikator tingkat stres pada ternak domba.
10 Lokomosi Lokomosi merupakan tingkah laku ternak melakukan pergerakan, baik berjalan-jalan maupun mondar- mandir. Tingginya suatu aktivitas lokomosi berkaitan erat dengan sifat alami hewan, seperti dalam kegiatan mencari makan atau pun melakukan aktivitas lain (Wirdadeti dan Dahrudin 2011). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur dan waktu pengamatan yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap tingkah laku lokomosi domba. Domba I0 dan I1 sama-sama memiliki frekuensi lokomosi yang cukup tinggi dengan rataan (20.14±9.94). Tingkah laku ini dapat menjadi indikator bahwa ternak dalam keadaan stres. Ternak yang stres, tidak akan merasa nyaman, sehingga akan melakukan aktivitas yang kurang wajar, salah satunya dengan melakukan tingkah laku ini. Diaz et al. (2007) menyatakan bahwa tingkah laku locomotive nyata akan meningkatkan stres. Tingginya suhu dan kelembaban membuat ternak tidak merasa nyaman. Semakin banyak pergerakan, maka akan semakin banyak energi yang
dibuang dan berakhir pada menurunnya produktivitas ternak itu sendiri. Namun, berdasarkan data pbhh domba di desa selama penelitian ini yaitu berkisar antara 73.2 – 75 g-1 ekor-1 hari, Mathius (1998) menyatakan bahwa tingkat kenaikan bobot badan harian domba dan kambing di pedesaan berkisar antara 20-40 g-1 ekor-1 hari. Hal ini menunjukkan performa ternak domba di desa Cibanteng dan Cikarawang dalam keadaan normal, dikarenakan jumlah konsumsi pakan yang diberikan juga cukup besar yaitu 5-6.2 kg. Makan Tingkah laku makan (ingestive) merupakan tingkah laku mengkonsumsi pakan baik padatan maupun cairan serta tingkah laku ruminasi. Namun tingkah laku ruminasi yang merupakan salah satu tingkah laku makan secara umum tidak diamati pada penelitian ini. Pemeliharaan domba yang dilakukan oleh peternak di
desa Cikarawang dan desa Cibanteng pada umumnya hanya diberikan pakan rumput lapang atau hijauan lainnya dan pakan diberikan secara ad libitum, disesuaikan dengan takaran yang ada. Obst et al. (1978) menyatakan pemberian rumput lapang sebagai sumber hijauan untuk domba tidak dapat meningkatkan produksi dan hanya menyokong kebutuhan zat- zat pakan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa umur yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap tingkah laku makan, namun waktu pengamatan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap frekuensi makan domba. Gill (2013) menyatakan frekuensi ingestive dapat dipengaruhi oleh kualitas pakan, pakan dengan kualitas nutrisi yang rendah akan meningkatkan frekuensi ingestive untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Aktivitas makan pada siang hari memiliki frekuensi terendah dibandingkan pada pagi dan sore hari. Hal ini terlihat dari respon fisiologis yaitu respirasi dan denyut jantung domba yang dihasilkan pada siang hari cukup tinggi, yang berarti domba lebih banyak mengatur proses pembuangan panas dengan jalan mempercepat pernafasan dan denyut jantung guna melepaskan panas tubuh sehingga menyebabkan konsumsi pakannya berkurang pada siang hari. Meningkatnya frekuensi makan pada sore hari dikarenakan adanya aktivitas makan, karena malam hari suhu lingkungan akan menurun sehingga domba akan meningkatkan konsumsi pakan untuk meningkatkan suhu tubuh. Tomaszewska et al. (1991) menyatakan waktu yang
11 digunakan ternak untuk makan tergantung pada spesies ternak itu sendiri, status fisiologis dan ketersediaan pakan serta iklim.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Respon fisiologis domba dengan umur yang berbeda menunjukkan bahwa laju respirasi, denyut jantung dan suhu rektal dalam kondisi normal. Umur memberikan pengaruh yang nyata terhadap denyut jantung dan suhu rektal, yaitu denyut jantung dan suhu rektal pada domba I0 lebih tinggi dibandingkan I1 . Perlakuan umur tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tingkah laku, yaitu frekuensi tingkah laku tiap peubah cenderung sama. Frekuensi tingkah laku istirahat dan makan tiap peubah lebih tinggi dibandingkan frekuensi tingkah laku lainnya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa respon fisiologis dan tingkah laku domba di desa lingkar kampus IPB Dramaga Bogor masih berada dalam kondisi normal, sehingga peternakan domba di wilayah tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Saran Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui durasi dari setiap tingkah laku yang diamati dan menggunakan hewan yang lebih banyak. Selain itu, perlu dilakukan uji profil darah untuk mengetahui penyebab tingkat stres yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA Adisuwardjo D. 2001. Buku Ajar Dasar Fisiologi Ternak. Purwokerto (ID): Fakultas Peternakan. Universitas Soedirman. Altmann J. 1974. Observational Study of Behavior: Sampling Methods. Chicago (US): Chicago University Pr. Awabien RL. 2007. Respon fisiologis domba yang diberi minyak ikan dalam bentuk sabun kalsium [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Baillie ND. 1988. A Course Manual in Animal Handling and Managemen. Australia Project. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Populasi Ternak Nasional Berdasarkan Jenis Ternak. Jakarta (ID): BPS. Devendra C, Burns M. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Diaz DFG, Campion J, Milagro FI, Lomba A, Marzo F Martinez JA. 2007. Chronic mild stress induces variations in locomotive behavior and metabolic rates in high fat fed rats. J Physiol Biochem. 63(4):337-346. Duke NH. 1995. The Physiology of Domestic Animal. New York (US): Comstock Pub.
12 Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Fraser FA. 1975. Farm Animal Behavior. New York (US): The Macmillan Publishing Company. Fraser FA, Broom DM. 1990. Farm Animal Behavior and Welfrare. London (GB): Bailliiere Tindal publisher. Gill W. 2013. Applied sheep behaviour. Anim Sci Dept Univ Tennessee. 1(1):1519. Grier JW. 1984. Biology of Animal Behavior. St. Louis Missouri (US) :Times Mirror/Mosby College Pub. Haryanto B, Djajanegara A. 1993. Pemenuhan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia kecil. Dalam Tomaszewska MW, Mastika IM, Djajanegara A, Gardiner S, Wiradaya TR. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Surakarta (ID): UNS Pr. 159-208. Marai IFM, El-Darawany AA, Fadiel A, Abdel-Hafez MAM. 2007. Physiological traits as affected by heat stress in sheep. Small Ruminant Research 71:1-12. Martin PR, Bateson PPG. 1993. Measuring Behaviour : An Introductory Guide. New York (US): Cambridge University Pr. Mathius, IW. 1998. Jenis dan nilai gizi hijauan untuk makanan ternak domba dan kambing di pedesaan Jawa Barat. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Hlm: 71-77. Mcglone JJ. 1986. Agonistic behavior in food animals: Review of research and techniques. J Anim Sci. 62:1130-1139. Morrison ML, Marcot BG, Mannan RW. 2006. Wildlife-Habitat Relationships: Concepts and Applications. 3th ed. New York (US): Island Pr. Obst JM, Chaniago T, Boyes T. 1978. Reproductive performance of Indonesian sheep and goats. JAP.10: 321-324. Oktameina WY. 2011. Respon fisiologi domba garut yang dipelihara secara semi intensif dengan perlakuan pencukuran di peternakan PT Indocement [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Purwanto BP, Harada M, Yamamoto S. 1994. Effect of environmental temperature on heat production and It’s energy cost for thermore gulation in dairy heifers. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 7(2): 179–182. Silanikove N. 2000. Effects of heat stress on the welfare of extensively managed domestic ruminants. Livest Prod Sci. 67:1–18. Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik. Edisi ke-2. Terjemahan B. Sumantri. Jakarta (ID): PT. Gramedia. Tomaszewska WM, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991. Reproduksi Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
13 Wibowo TY. 2008. Rata-rata htc (heat tolerance coefficient) dan pertambahan bobot badan sapi pfh (peranakan fries holland) jantan yang diberikan pakan serat kasar tinggi [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya Malang. Wirdadeti, Dahrudin H. 2011. Perilaku harian simpai (Presbytis melalophos) dalam kandang penangkaran. J. Vet. 12(1):136-141. Yamin M, Rahayu S, Ma’ani A. 2013. Kesejahteraan domba akibat pencukuran; tingkah laku domba sebelum, saat dan setelah pencukuran wol. JIPTP. 01(1):15-18. Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologissapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Petern 29(1): 35-46. Yousef MK. 1985. Stress Physiology in Livestock Basic Principles. Boca Raton Florida (US): CRC Pr.
14
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis ragam respirasi domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
1 2 2 282 287
227.6 13 175.2 446.9 180 588.5 194 438.1
KT 227.6 6 587.6 223.4 640.4
F hit
P
0.36 10.29 0.35
0.552 0.000 0.706
Lampiran 2 Hasil analisis ragam denyut jantung domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
KT
1 2 2 282 287
4 838.0 9 699.7 260.3 132 181.6 146 977.9
4 838.0 4 849.9 130.2 468.7
F hit 10.32 10.35 0.28
P 0.001 0.000 0.758
Lampiran 3 Hasil analisis ragam suhu rektal domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
KT
F hit
P
1 2 2 282 287
3.9200 3.8422 0.2190 38.4450 46.4261
3.9200 1.9211 0.1095 0.1361
28.75 14.09 0.80
0.000 0.000 0.449
Lampiran 4 Hasil analisis ragam tingkah laku istirahat domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
KT
F hit
P
1 2 2 282 287
56 64 230 1 652 297 349 363 288
56 32 115 826 1 054
0.05 30.46 0.78
0.817 0.000 0.458
15 Lampiran 5 Hasil analisis ragam tingkah laku agonistik domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
KT
F hit
P
1 2 2 282 287
65.70 117.43 35.55 7 426.25 7 644.93
65.70 58.71 17.78 26.33
2.49 2.23 0.68
0.115 0.109 0.501
Lampiran 6 Hasil analisis ragam tingkah laku vokalisasi domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
KT
F hit
P
1 2 2 282 287
4.8 5 925.4 538.3 154 658.3 161 126.9
4.8 2 962.7 269.2 548.4
0.01 5.40 0.49
0.925 0.005 0.613
Lampiran 7 Hasil analisis ragam tingkah laku lokomosi domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
KT
F hit
P
1 2 2 282 287
10.9 2 012.8 636.6 177 639.7 180 300.0
10.9 1 006.4 318.3 629.9
0.02 1.60 0.51
0.896 0.204 0.604
Lampiran 8 Hasil analisis ragam tingkah laku makan domba Sumber Keragaman Umur Waktu Umur*Waktu Error Total
DB
JK
KT
F hit
P
1 2 2 282 287
211 59 752 229 335 226 395 418
211 29 876 115 1 189
0.18 25.13 0.10
0.674 0.000 0.908
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1993 di Medan, Sumatera Utara. Penulis merupakan anak kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Sartono dan Ibu Endalit. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Al-Azhar tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) di Al- Azhar Medan tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di MTs Amal-Shaleh Medan tahun 2005, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Dharma Pancasila Medan tahun 2008, dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan pada prog studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) pada periode 20122013. Penulis juga pernah mengikuti magang di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) sapi perah di Baturraden, Jawa Tengah pada tahun 2012. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan yaitu Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) pada tahun 2013, Dekan Cup 2013 dan Makrab IPTP 49. Penulis juga pernah terlibat dalam pengabdian masyarakat ke daerah Tegal dalam kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP).