KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4
Oleh :
SAIFUDDIN ABDU F03499037
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh SAIFUDDIN ABDU F03499037
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh SAIFUDDIN ABDU F03499037
Dilahirkan pada tanggal 01 Mei 1981 Di Jombang, Jawa Timur Tanggal Lulus : Menyetujui, Bogor, ................................ 2006
Dr. Ir. Erliza Noor Pembimbing I
Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi Pembimbing II
Saifuddin Abdu. F03499037. Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan Menggunakan Reaktan H2SO4. Di bawah bimbingan : Erliza Noor dan Erliza Hambali.
RINGKASAN Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktifitas tinggi pada permukaan. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang sama. Surfaktan telah digunakan sebagai komponen bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier, dan bahan penetrasi serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri farmasi, industri kosmetik, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan. MES merupakan salah satu kelompok surfaktan anionik yang paling banyak digunakan. Surfaktan ini dapat disintesis dari minyak nabati yaitu minyak sawit. Bila dibandingkan dengan surfaktan sejenis yang berbasis minyak bumi (petrokimia) yakni LAS, MES memperlihatkan karakteristik yang lebih baik diantaranya bersifat biodegradable, sifat detergensi yang baik pada tingkat kesadahan yang tinggi karena lebih toleran pada ion Ca2+. Salah satu penggunaan MES dalam bidang pertambangan minyak bumi adalah pada sistem EOR. EOR adalah salah satu usaha peningkatan perolehan minyak bumi dengan injeksi surfaktan ke dalam reservoir. Metode ini bertujuan untuk mengambil sisa minyak bumi yang terperangkap dalam reservoir yang jumlahnya berkisar antara 60-70 persen dari volume minyak mula-mula. Adanya perbedaan derajat polaritas air dan minyak menyebabkan minyak tidak dapat keluar dari reservoir. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi surfaktan MES dari metil ester CPO untuk proses oil well stimulation minyak bumi dengan menggunakan reaktan asam sulfat. Kondisi yang diteliti adalah pengaruh konsentrasi asam sulfat dan lama reaksi sulfonasi terhadap produk MES yang dihasilkan. Dalam penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi asam sulfat (faktor A) dan lama reaksi (faktor B) yang dibuat dalam suatu Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Taraf faktor A terdiri dari tiga taraf (60, 70, 80 persen) dan faktor B terdiri dari tiga taraf (60, 90, 120 menit). Parameter yang diukur adalah nilai pH, warna, bilangan asam, tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan stabilitas emulsi. Analisa karakteristik MES menunjukkan nilai pH berkisar 2 – 5; nilai L berkisar antara 67,28 – 77,90; nilai a -13,07 hingga 0,80; nilai b 65,46 sampai 78,06; bilangan asam 8,32 – 40,64 mg KOH/gr sampel; memiliki stabilitas emulsi hingga 62,50 persen.Berdasarkan hasil analisis karakteristik MES yang dihasilkan dan uji statistik, kondisi proses sulfonasi terbaik didapatkan dari perlakuan konsentrasi asam sulfat 80 persen dengan lama reaksi 90 menit. Karakteristik MES yang dihasilkan dari perlakuan terbaik adalah mampu menurunkan tegangan permukaan hingga 37,93 persen; nilai tegangan antarmuka (IFT) sebesar 2,6x10-1 dyne/cm dengan stabilitas emulsi sebesar 62,50 persen. Uji warna menunjukkan nilai L sebesar 67,72 dengan nilai sebesar 0,17 serta nilai b sebesar 77,59.
Saifuddin Abdu F03499037. Study of Surfactant MES Production Process from Palm Oil by Using H2SO4 Reactant. Supervised by Erliza Noor and Erliza Hambali.
SUMMARY Surfactant represents compound of chemistry owning high surface activity. The role of surfactant differs and varies depend on its balance molecule structure. Main characteristic of surfactant is own a polar and non polar bunch at same molecule. Surfactant has been used as component of adhesive substance, coagulant, wetting agent, spume, emulsifier, and penetrating substance and its applications have widely in pharmaceutical, cosmetic, chemistry, agricultural and food industries. Methyl Ester Sulphonate is one of the anionic surfactant group which usely in industries. Surfactant can be made from oil vegetation synthesis such as palm oil. MES compare to LAS, a surfactant based on petroleum, the shows better characteristic among them. MES is a biodegradable substance, nature of good detergency at high storey. One of the use MES in the field of petroleum mining is in Enhanced Oil Recovery System. EOR is one of petroleum improvement with hypodermic surfactant into reservoir. This research aim was to produce MES surfactant from methyl ester of CPO using sulphate acid reactant. This research was investigated the influence of sulphate acid concentration and sulphonation reaction time on MES yielded. The influence of determining concentration sulphate acid (factor A) and the time of reaction ( factor B) were assessed in a Completely Factorial Randomized Design with two replicant. Each factor consisted of three level (60, 70, 80 gratuity for factor A and 60, 90, 120 minutes for factor B). Measurements were made on pH value, color, acid value, surface tension, interfacial tension and emulsion stability. Result showed that MES characteristic included pH value of 2 to 5; L value of 67.28 to 77.90; a value of -13.07 to 0.80; b value of 65.46 to 78.06; acid value of 8.32 to 40.64 mg KOH/gr sample; emulsion stability values of 2.77 to 62.50 %. It was also shown that the best condition sulphonation process was obtained with the sulphate acid concentration treatment of 80 gratuity and reaction time 90 minutes. MES characteristic best treatment is able to degrade surface tension until 37.93 gratuity; assess interface tension (IFT) equal to 2.6x10-1 dyne/cm with emulsion stability equal to 62.50 gratuity. Color test showed L value equal to 67.72 with a value equal to 0.17 and also b value equal to 77.59.
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul : KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4 Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik dan pembimbing II, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor,
2006
Yang membuat pernyataan
SAIFUDDIN ABDU F03499037
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 01 Mei 1981. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Abdurrahman Ali (Alm) dan Maslachah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Jombatan V pada tahun 1993 dan melanjutkan ke SMPN 2 Jombang hingga tamat pada tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis masuk SMUN I Jombang dan lulus pada tahun 1999. Lulus dari SMUN 1 Jombang, penulis melanjutkan studi pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjalankan masa studi, penulis pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, Banjarmasin pada bulan Maret Juni 2004. Judul praktek lapang yang diambil adalah “Mempelajari Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Mie Instan di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, Banjarmasin”. Tugas akhir dilakukan oleh penulis yaitu penelitian dengan judul “Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan menggunakan Reaktan H2SO4” di bawah bimbingan Dr. Ir. Erliza Noor dan Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan Menggunakan Reaktan H2SO4” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam pelaksanaannya, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan serta dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr.Ir. Erliza Noor selaku pembimbing I atas bimbingan, saran, dan nasihat yang diberikan selama menempuh studi dan penyelesaian tugas akhir. 2. Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyelesaian skripsi. 3. Dr. Ono Suparno, S. TP, MT selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Ibu dan adik-adikku tercinta atas segala pengorbanan, harapan, cinta dan do’anya kepada penulis. 5. Ibu Sri Hidayati yang telah banyak membantu baik tenaga dan pikiran selama penelitian. 6. Ibu Sri Mulyasih dari laboratorium Pengawasan Mutu, Ibu Rini Purnawati dari Laboratorium Teknologi Kimia dan seluruh staf departemen TIN atas bantuan yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian. 7. Teman-teman TIN 35, TIN 36 atas bantuan moril, tenaga dan motivasinya. 8. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga kebaikan dan perhatiannya menjadi amal yang sholeh yang dibalas Allah SWT. Amin.
Bogor,
Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .........................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................... iii DAFTAR TABEL................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN ...................................................... .............................. 1 A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1 B. TUJUAN ............................................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3 A. MINYAK KELAPA SAWIT................................................................ 3 B. SURFAKTAN....................................................................................... 4 C. METIL ESTER ..................................................................................... 5 D. METIL ESTER SULFONAT ............................................................... 6 E. PROSES SULFONASI ......................................................................... 7
III.
METODOLOGI....................................................................................... 10 A. BAHAN DAN ALAT........................................................................ 10 1. Bahan............................................................................................. 10 2. Alat.............. .................................................................................. 10 B. METODE PENELITIAN.................................................................... 10 C. RANCANGAN PERCOBAAN .......................................................... 11 D. PARAMETER .................................................................................... 12
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 13 A. PROSES SULFONASI....................................................................... 13 B. ANALISA PARAMETER ................................................................ 14 1. Nilai pH MES ................................................................................ 14 2. Bilangan Asam .............................................................................. 15 3. Stabilitas Emulsi ............................................................................ 17 4. Tegangan Permukaan Metode Du Nouy ....................................... 18 5. Tegangan Antarmuka .................................................................... 20
6. Uji Warna ...................................................................................... 21 V.
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 25 A. KESIMPULAN................................................................................... 25 B. SARAN ............................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 26 LAMPIRAN...................................................................................................... 28
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi asam lemak pada minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO).......................................................................... ......... 3 Tabel 2. Karakteristik surfaktan MES komersial................................................ 7
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur molekul kimia MES (Watkins, 2001) ............................. 6 Gambar 2. Reaksi sulfonasi menggunakan asam sulfat (Kirk dan Othmer, 1964)............. .................................................. 8 Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai pH MES ...................................... 15 Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai bilangan asam ............................................ 16 Gambar 5. Grafik pengaruh konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap kestabilan emulsi dari MES yang dihasilkan .............................. 18 Gambar 6. Grafik nilai tegangan permukaan MES....................................... 19 Gambar 7. Grafik hubungan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai IFT........................................................................ 21 Gambar 8. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai L ........................................................................... 22 Gambar 9. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai a ............................................................................ 23 Gambar 10. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai b............................................................................ 24
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Diagram Alir Proses Sulfonasi ..................................................... 28 Lampiran 2. Prosedur Analisis Karakteristik MES........................................... 29 Lampiran 3. Hasil Analisis Nilai pH MES........................................................ 33 Lampiran 4. Hasil Analisis Bilangan Asam...................................................... 35 Lampiran 5. Hasil Analisis Stabilitas Emulsi ................................................... 37 Lampiran 6. Hasil Analisis Tegangan Permukaan............................................ 38 Lampiran 7. Hasil Analisis Tegangan Antarmuka............................................ 40 Lampiran 8. Hasil Analisis Warna (nilai L)...................................................... 42 Lampiran 9. Hasil Analisis Warna (nilai a) ...................................................... 44 Lampiran 10. Hasil Analisis Warna (nilai b) ..................................................... 45
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sistem pertambangan minyak bumi seringkali menemui masalah dalam hal pengeboran minyak. Masalahnya adalah adanya penurunan volume minyak yang diambil yang berbanding terbalik dengan volume air yang ikut terambil. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tegangan permukaan air dan minyak sehingga minyak tidak dapat keluar dari reservoir. Sebaliknya, air cenderung mengisi ruang pengambilan minyak pada sistem pengeboran. Sisa minyak di dalam reservoir berkisar antara 60 – 70 persen dari volume minyak mula-mula. Untuk mengambil sisa minyak tersebut dapat digunakan metode Enhanced Oil Recovery (EOR). EOR adalah salah satu usaha peningkatan perolehan minyak dengan injeksi material ke dalam reservoir. Material yang diinjeksikan biasanya adalah surfaktan. Injeksi tersebut bertujuan untuk merubah sifat-sifat fisik fluida dan batuan reservoir sehingga dapat meningkatkan produksi minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan yang dapat diproduksi secara sintesis kimia maupun biokimia. Surfaktan sendiri berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka antara dua cairan yang berbeda derajat polaritasnya. Pada umumnya surfaktan disintesis dari turunan minyak bumi dan gas alam. Beberapa produknya antara lain linear alkilbenzen sulfonat (LAS), alkil sulfat, alkil etoksilat dan alkil etoksilat sulfat. Proses pembuatan surfaktan dari minyak bumi dan gas alam ini dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Di samping itu, minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui sehingga dengan penggunaan secara besar-besaran akan menyebabkan sumber daya alam tersebut cepat habis. Alternatif yang dapat diambil adalah penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan surfaktan. Penggunaan surfaktan semakin meluas pada industri-industri modern. Hal ini disebabkan surfaktan memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, dapat meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan dapat mengontrol formasi emulsi. Di samping itu surfaktan juga dapat
terserap ke dalam permukaan minyak atau air yang kemudian membentuk suatu lapisan seperti film (berfungsi sebagai penghalang) sehingga dapat menghambat proses penggabungan (coalescence) dari partikel terdispersi. Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan karakteristik ionisasi gugus yang dimilikinya. Kelompok tersebut adalah kelompok surfaktan kationik, anionik, non ionik dan amfoterik. Diantara kelompok surfaktan tersebut yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah kelompok surfaktan anionik (Matheson, 1996). Beberapa contoh surfaktan anionik adalah linear alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), dan metil ester sulfonat (MES). Metil ester sulfonat (MES) merupakan salah satu kelompok surfaktan anionik yang dapat disintesis secara kimia yakni dengan proses sulfonasi dengan bahan baku minyak sawit. Proses sulfonasi umumnya dilakukan dengan mereaksikan agen sulfonasi dengan minyak, asam lemak ataupun ester asam lemak. Agen sulfonasi yang dapat digunakan adalah SO3, H2SO4, NaHSO3, NH2SO3H, dan ClSO3H. Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan pada proses sulfonasi adalah nisbah reaktan, suhu reaksi, dan lama reaksi. Penelitian ini dilakukan untuk memproduksi surfaktan MES dari metil ester CPO untuk proses Oil Well Stimulation minyak bumi dengan menggunakan reaktan H2SO4. Kondisi sulfonasi yang diteliti adalah pengaruh konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap produk MES yang dihasilkan.
B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama reaksi sulfonasi terbaik pada proses produksi surfaktan metil ester sulfonat. 2. Mendapatkan karakteristik surfaktan yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK KELAPA SAWIT Minyak kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Minyak kelapa sawit mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan perbandingan yang hampir sama. Asam lemak yang bersifat dominan di dalam minyak kelapa sawit adalah asam palmitat dan asam oleat. Sebagian kecil lagi asam linoleat dan asam stearat. Minyak inti sawit mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh sekitar 21 persen dan asam lemak jenuh sekitar 79 persen. Minyak inti sawit lebih dominan mengandung asam laurat (44-52 persen) dan asam miristat (12-17 persen) sedangkan kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing sekitar 6,5–9 persen dan 1-2,5 persen (Bernardini, 1983). Komposisi asam lemak pada CPO dan PKO dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi asam lemak pada minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) Asam Lemak CPO (%) PKO (%) Asam Lemak Jenuh: Kaproat 0,1 – 1,5 Kaprilat 3–4 Kaprat 3–7 Laurat < 1,2 46 – 52 Miristat 1,1 - 2,5 14 – 17 Palmitat 40 – 46 7–9 Stearat 3,6 - 4,7 1–3 Arakhidat, dan kandungan lain < 10 0,1 – 1 Asam Lemak tak Jenuh: Oleat 39 – 45 13 – 19 Palmitoleat < 0,6 0,1 – 1 Linoleat 7 – 11 0,5 – 2 Linolenat < 1,5 Sumber: Eckey (1955) di dalam Ketaren (1986)
Minyak sawit dipilih sebagai bahan baku pembuatan surfaktan karena komponen asam lemak penyusun trigliseridanya, yaitu asam lemak C16-C18 mampu berperan terhadap kekerasan dan sifat detergensi, sedangkan asam
lemak C12-C14 berperan terhadap efek pembusaan (Yuliasari et al., 1997). Beberapa proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan adalah proses sukrolisis untuk menghasilkan sukrosa ester, proses amidasi untuk menghasilkan alkanolamida dan proses sulfonasi untuk menghasilkan metil ester sulfonat (Libanan, 2002). B. SURFAKTAN Surfaktan merupakan senyawa aktif yang digunakan untuk menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling melarut (Matheson, 1996). Energi pembatas dua cairan ini disebut juga dengan tegangan permukaan sehingga dapat pula dikatakan bahwa surfaktan menurunkan tegangan permukaan. Dengan adanya penurunan tegangan permukaan akan mengurangi daya kohesi dari molekul dan sebaliknya akan meningkatkan daya adhesi (Suryani et al., 2000). Surfaktan mengandung gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam molekul yang sama. Adanya gugus tersebut menyebabkan surfaktan mampu berada pada daerah antar muka yang berbeda derajat polaritasnya dan ikatan hidrogen seperti minyak dan air. Pembentukan film pada daerah antar muka ini menurunkan energi antar muka dan menyebabkan sifat-sifat khas molekul surfaktan (Georgiou et al., 1992). Molekul surfaktan dapat digambarkan seperti berudu yang terdiri dari bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik yang merupakan bagian yang sangat polar, dan bagian ekor yang bersifat hidrofobik bersifat non polar. Kepala dapat berupa anion, kation dan non ion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linear atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala ekor ini membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui, 1996; Hasenhuettl, 1997). Jenis surfaktan dibagi menjadi empat. Jenis tersebut adalah surfaktan anionik, kationik, non ionik dan amfoterik (Rieger, 1985). Surfaktan anionik adalah senyawa yang pada bagian hidrofiliknya bermuatan negatif. Keberadaan gugus sulfat atau sulfonat menyebabkan sifat hidrofilik. Surfaktan kationik adalah senyawa yang gugus hidrofiliknya bermuatan
positif. Sifat hidrofilik ini umumnya disebabkan karena garam ammonium. Surfaktan non ionik adalah senyawa yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul pada gugus hidrofiliknya. Sifat hidrofiliknya disebabkan karena keberadaan gugus oksigen eter atau karboksil. Kelompok surfaktan non ionik ini dibagi menjadi dua kelompok yakni ester asam lemak dari polihidrik alkohol dan turunan polialkoksilat (Rieger, 1985). Surfaktan amfoterik adalah senyawa yang bermuatan positif dan negatif pada molekulnya. Muatannya tergantung pada nilai pH. Pada kisaran nilai pH rendah, senyawa ini akan bermuatan negatif, dan pada kisaran nilai pH tinggi akan bermuatan positif (Matheson, 1996). Tegangan permukaan atau energi bebas permukaan didefinisikan sebagai usaha untuk memperluas permukaan cairan per satuan luas. Pengertian yang sama juga digunakan untuk tegangan antar muka antara dua cairan yang immisibel (Shaw, 1980). Tegangan permukaan udara-air dan tegangan antar muka minyak-air dapat diukur dengan metode tensiometer Du Nouy. Pada satuan cgs tegangan permukaan dan antar muka dinyatakan dalam erg/cm2 atau dyne/cm, sedangkan dalam satuan SI dinyatakan dalam N/m. Kedua besaran tersebut saling berhubungan. 1 dyne/cm = 1 mN/m (Hasenhuettl, 2000). Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktifitas permukaannya. Surfaktan
mampu
meningkatkan
kemampuan
menurunkan
tegangan
permukaan dan antar muka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan coalescence partikel yang terdispersi sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat. Surfaktan juga mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama (Bergenstahl, 1997). C. METIL ESTER Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi asam lemak dengan alkohol, berwujud cairan. Metil ester memiliki sifat tidak korosif (seperti halnya asam lemak nabati),
lebih tahan terhadap oksidasi dan tidak mudah berubah warna (Darnoko et al., 2001). Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi asam lemak atau transesterifikasi trigliserida. Esterifikasi adalah reaksi antara asam dengan alkohol dengan bantuan katalis NaOH untuk membentuk ester (Hui, 1996). RCOOH
+
Asam lemak
R’ OH Alkohol
RCOOR’ + Ester
H2O Air
Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lainnya dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Dalam hal ini alkohol menggantikan air. Reaksi ini disebut juga dengan alkoholisis (Hui, 1996). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut. RCOOR’ + Ester
R”OH Alkohol
RCOOR” Ester
+
R’OH Alkohol
D. METIL ESTER SULFONAT (MES) Surfaktan metil ester sulfonat termasuk dalam golongan surfaktan anionik. Struktur molekul kimia MES dapat dilihat pada Gambar 1. O R
CH
C
OCH3
SO3Na Gambar 1. Struktur molekul kimia MES (Watkins, 2001) Swern (1979) menyatakan bahwa kemampuan surfaktan dalam hubungannya dengan peningkatan kestabilan emulsi tergantung dari kontribusi gugus polar dan gugus non polar, yang dapat dilihat dari ukuran HLB (Hydrophyle Lipophyle Balance). Surfaktan yang memiliki nilai HLB rendah akan cenderung larut dalam minyak. Sebaliknya, semakin tinggi nilai HLB surfaktan maka akan cenderung larut dalam air. Batas rentang nilai HLB
surfaktan adalah 2–18. Surfaktan dengan nilai HLB antara 2–8 akan cenderung larut dalam minyak. Sedangkan surfaktan dengan nilai HLB antara 14-18 akan cenderung larut dalam air (Suryani et al., 2000). Panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu panjang akan menyebabkan kelarutan dalam air terbatas. Sebaliknya, apabila rantai hidrofobik terlalu pendek akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya, panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon (Swern, 1979). MES dapat dihasilkan dari minyak nabati. MES dari minyak nabati dengan ikatan atom karbon C10, C12, C14 biasa digunakan untuk light duty diwashing detergent, sedangkan MES yang mempunyai ikatan atom karbon C16- C18 biasa digunakan untuk detergen bubuk dan cair (Watkins, 2001). Menurut Matheson (1996) MES telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih. Pemanfaatan surfaktan jenis ini karena MES meperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik dengan tidak adanya fosfat, serta bersifat mudah didegradasi. Karakteristik surfaktan MES komersial disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik surfaktan MES komersial Spesifikasi Metil Ester Sulfonat (MES), (% b/b) Disodium Karboksi Sulfonat (Disalt), (% b/b) Air, (% b/b) Nilai pH a Warna klett, 5 % aktif (MES + disalt) a Tegangan permukaan (mN/m) b Tegangan antar muka b
MES Palm Stearin (C16-C18) 83 3,5 2,3 5,3 45 39 - 40,2 8,4 - 9,7
Sumber: aSheats (2002) b Pore (1993)
E. PROSES SULFONASI Sadi (1994) menyatakan umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester dan fatty alkohol. Beberapa proses untuk menghasilkan surfaktan adalah proses amidasi untuk menghasilkan
alkanolamida, proses sukrolisis untuk menghasilkan sukrosa ester dan proses sulfonasi untuk menghasilkan MES. Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak. Proses ini disebut dengan proses sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasa disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya. Di industri, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1993). Agen sulfonat yang dapat dipakai untuk proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H2SO4), oleum (larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur dioksida bebas, sulfur trioksida (SO3) dan asam klorosulfonat (Bernardini, 1993). Menurut Swern (1979), reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu pada gugus hidroksil, bagian atom karbon dan rantai tidak jenuh (ikatan rangkap). Proses sulfonasi dengan menggunakan oleum dapat dilakukan secara batch maupun kontinu. Kelemahan pemakaian oleum adalah dihasilkan sisa H2SO4 dalam jumlah besar sehingga berdampak negatif terhadap peralatan akibat sifatnya yang korosif (Kirk dan Othmer, 1964; Foster, 1996). Apabila menggunakan H2SO4 maka akan dihasilkan produk samping berupa air (de Groot, 1991). Gambar 2 berikut menunjukkan reaksi sulfonasi metil ester dengan menggunakan H2SO4. O H2SO4 + Rn
C
O OCH3
Rn-1
CH
OCH3 + H2O
SO2OH Asam sulfat
Metil Ester
Metil Ester Sulfonat
Air
Gambar 2. Reaksi sulfonasi menggunakan asam sulfat (Kirk dan Othmer, 1964)
Menurut de Groot (1991) konsentrasi H2SO4 yang digunakan pada proses sulfonasi adalah sekitar 80 persen. Air sebagai produk samping yang dihasilkan pada proses sulfonasi dapat menghambat terjadinya reaksi sulfonasi. Karena itu diperlukan H2SO4 berlebih dalam jumlah banyak dengan tujuan agar reaksi sulfonasi terjadi hingga selesai. Kondisi ideal untuk proses sulfonasi yang dilakukan secara batch adalah nisbah reaktan 80 persen dan alkilbenzena antara 1,6-1,8; total waktu reaksi yaitu 1-1,5 jam dengan suhu reaksi 550C.
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi bahan baku utama dan bahan-bahan kimia. Bahan baku utama yang digunakan adalah metil ester dari CPO. Bahan kimia yang diperlukan untuk proses produksi surfaktan MES adalah H2SO4 teknis, NaOH, metanol, H2O2. Adapun bahan-bahan kimia untuk analisa yaitu xylene, etanol, larutan HCl, akuades, toluene, isopropil alkohol, alkohol, serta bahan-bahan lain untuk analisis. 2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor sulfonasi empat leher dengan kapasitas 1 L skala laboratorium, kondensor, separator, termometer, timbangan analitik, peralatan gelas, pipet, oven. Peralatan untuk analisa yaitu densitometer, tensiometer Du Nuoy, spinning drop interfacial tensiometer, microscope system, tabung reaksi, vortex mixer, pipet, tabung ulir, stopwatch, chromameter dan hotplate stirrer. B. METODE PENELITIAN 1. Perlakuan dalam Penelitian Pada penelitian ini dicoba pengaruh konsentrasi reaktan dan lama reaksi terhadap produksi surfaktan dari metil ester sulfonat (MES) dengan metode sulfonasi. Kondisi proses dan operasi produksi surfaktan MES yang dikaji adalah konsentrasi H2SO4 (60, 70, 80 persen) dan lama reaksi (60, 90, 120 menit). 2. Tata Laksana Penelitian Penelitian dilakukan untuk memproduksi surfaktan dari metil ester minyak sawit kasar (CPO) dengan menggunakan metoda sulfonasi. Proses sulfonasi dilakukan dengan menggunakan reaktor empat leher dan dilakukan pada skala laboratorium (100 ml).
Proses sulfonasi dilakukan dengan memberikan perlakuan yang berbeda terhadap konsentrasi reaktan (antara metil ester dan H2SO4) dan lama reaksi dengan tiga taraf yang diujikan. Proses dilakukan secara batch, dengan mencampurkan bahan baku dan pereaksi di dalam reaktor. Penambahan H2SO4 dilakukan secara sedikit demi sedikit dengan kondisi proses dalam pengadukan. Perbandingan mol metil ester dan H2SO4 yang ditambahkan adalah 1:1,4. Selama proses berlangsung kecepatan pengadukan pada hot plate stirer dan suhu reaksi dipertahankan stabil pada nilai 1500 rpm dengan suhu 55-600 C. Produk yang dihasilkan kemudian dimurnikan dengan menggunakan pelarut metanol dan H2O2 pada suhu 55-600C. Proses pemurnian diawali dengan menambahkan metanol ke dalam reaktor secara perlahan dan berkesinambungan. Jumlah metanol yang ditambahkan adalah 60 persen dari volume keseluruhan sistem. Setelah dilakukan penambahan metanol, proses pemurnian dilanjutkan dengan penambahan H2O2 dengan cara yang sama dengan volume H2O2 sebesar 10 persen dari volume keseluruhan sistem. Proses netralisasi dilakukan setelah diperoleh produk yang telah terpisah dengan endapannya. Proses netralisasi dilakukan dengan cara titrasi MES menggunakan NaOH 50 persen dengan suhu 55 – 600C. C. RANCANGAN PERCOBAAN Dalam penelitian ini digunakan rancangan percobaan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu lama reaksi (tiga taraf) dan konsentrasi reaktan (tiga taraf). Pengulangan dilakukan dua kali. Model rancangan percobaannya adalah: Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εk(ij) Dimana: Yijk = hasil pengamatan pada ulangan ke-k, lama reaksi ke-i dan rasio konsentrasi reaktan ke-j µ
= rata-rata sebenarnya
Ai
= pengaruh lama reaksi ke-i (i = 1, 2, 3)
Bj
= pengaruh rasio konsentrasi reaktan ke-j (i = 1, 2, 3)
(AB)ij = pengaruh interaksi lama reaksi ke-i dan rasio konsentrasi reaktan ke-j εk(ij)
= galat eksperimen
D. PARAMETER Parameter yang diukur pada produk yang dihasilkan meliputi pH, tegangan antarmuka (IFT), tegangan permukaan Du Nouy, stabilitas emulsi, bilangan asam dan warna. Prosedur analisis parameter tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PROSES SULFONASI Proses sulfonasi dilakukan dengan cara mencampurkan metil ester dengan reaktan H2SO4 (dengan perbandingan rasio mol 1 : 1,4) ke dalam reaktor empat leher. Basis massa yang digunakan adalah 100 ml metil ester dengan konsentrasi H2SO4 adalah 60, 70, 80 persen. Proses sulfonasi diawali dengan penetesan larutan H2SO4 secara perlahan ke dalam reaktor dengan kondisi proses suhu berkisar antara 55-600C. Metil ester terlebih dahulu dimasukkan ke dalam reaktor dan diaduk menggunakan stirer. Pengadukan dimaksudkan agar H2SO4 yang ditambahkan dapat terdispersi secara merata dengan metil ester. Adanya penetapan suhu reaksi sebesar 55-600C bertujuan untuk mempercepat laju reaksi. Proses sulfonasi dilanjutkan dengan tahap digestion, yakni membiarkan reaksi berlangsung pada suhu dan lama reaksi yang telah ditentukan (60, 90, 120 menit). Pada tahap ini H2SO4 yang bereaksi dengan metil ester diharapkan dapat berlangsung dengan maksimal. Produk yang dihasilkan adalah MES dengan warna kehitaman. Warna produk yang kehitaman diduga disebabkan adanya asam sulfat sisa reaksi dan adanya perubahan molekul karena panas (golongan keton dan aldehid). Panas dapat membuat minyak/ lemak menjadi hitam akibat proses oksidasi. Oleh karena produk hasil sulfonasi (MES) berwarna kehitaman, maka diperlukan proses pemurnian. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan warna kehitaman yang tidak diinginkan. Proses pemurnian dilakukan dengan menggunakan metanol 60 persen (v/v) dan untuk proses pemucatan digunakan H2O2 10 persen (v/v). Metanol berfungsi untuk melarutkan air hasil samping reaksi dan asam sisa yang tidak bereaksi. Air sebagai produk samping dapat menghambat terjadinya reaksi sulfonasi (de Groot, 1991). Di samping itu metanol juga dapat berfungsi untuk memperluas permukaan reaksi. Dengan demikian diharapkan jumlah asam sulfat sisa dapat menurun. Proses pemucatan dilakukan dengan menggunakan asam peroksida. Menurut Ketaren
(1986) proses pemucatan dengan hidrogen peroksida banyak dilakukan pada proses pemucatan minyak. Pemucatan tersebut menggunakan prinsip oksidasi. MES hasil proses pemucatan selanjutnya dipisahkan dari produk sampingnya dengan menggunakan labu pemisah. Proses pemisahan dilakukan dengan cara MES dibiarkan dalam labu pemisah selama 24 jam. Produk samping MES dapat berupa air, metanol, asam peroksida dan asam sulfat yang tidak bereaksi. Selama pemisahan akan terbentuk dua lapisan cairan yang terpisah. Lapisan cairan yang berada di bawah adalah produk samping MES, sedangkan lapisan cairan yang berada di atas adalah MES. Proses pemisahan selain berguna untuk pemisahan, juga berguna untuk menghemat NaOH yang digunakan pada proses netralisasi. Hal ini disebabkan dalam produk samping masih terdapat adanya asam sulfat sisa yang tidak bereaksi. Proses netralisasi dilakukan dengan menambahkan NaOH ke dalam MES dengan adanya variabel suhu yang telah ditetapkan. Suhu netralisasi yang digunakan adalah 550C. NaOH yang ditambahkan akan bereaksi dengan MES membentuk natrium-metil ester sulfonat yang menyebabkan pH larutan menjadi netral. Efek samping dari proses netralisasi ini adalah terbentuknya disodium karboksi sulfonat (disalt). Disalt adalah MES yang mengikat 2 kation Na+ pada gugus esternya. Keberadaan disalt akan menyebabkan kelarutan MES dalam air dingin menjadi rendah, sifat detergensinya turun, dan umur simpan lebih pendek. B. ANALISIS PARAMETER 1. Nilai pH MES Pengukuran nilai pH dari MES yang dihasilkan bertujuan untuk melihat derajat keasaman dari surfaktan yang dihasilkan pada kondisi proses yaitu pada suhu 55-600C. Metode yang digunakan adalah metode kertas lakmus. Nilai hasil pengukuran menunjukkan kisaran pH MES sebelum proses netralisasi adalah 2 hingga 5. Hasil analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 persen menunjukkan bahwa faktor konsentrasi berpengaruh nyata terhadap nilai pH. Sedangkan faktor lama reaksi tidak berpengaruh nyata (Lampiran 3).
Grafik hubungan antara konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai pH MES disajikan pada Gambar 3.
Konsentrasi H2SO4 (%)
Nilai pH
6
60 70 80
4 2 0 60
90
120
Lama reaksi (menit)
Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai pH MES Dari grafik di atas terlihat bahwa nilai pH cenderung mengalami penurunan seiring dengan semakin besarnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Penurunan nilai pH disebabkan karena makin besar jumlah konsentrasi H2SO4 yang digunakan, sehingga kemungkinan terbentuknya gugus sulfonat pada reaktan metil ester semakin besar. Demikian juga dengan variabel lama reaksi. Makin lama waktu reaksi pada berbagai nilai konsentrasi H2SO4, nilai pH cenderung turun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu reaksi
maka semakin besar pula kemungkinan
terbentuknya gugus sulfonat pada metil ester sehingga derajat keasaman pun semakin tinggi yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya nilai pH MES. Keberadaan gugus sulfonat yang bersifat asam inilah yang menyebabkan derajat keasaman semakin tinggi. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi H2SO4 60 persen terhadap pH berbeda nyata dengan konsentrasi H2SO4 (70 dan 80 persen). Namun konsentrasi H2SO4 70 persen dan 80 persen tidak berbeda nyata.
2. Bilangan Asam Bilangan asam adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan satu gram lemak atau minyak dengan prinsip pelarutan contoh lemak/ minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol netral 95 persen) yang dilanjutkan dengan penitrasian menggunakan basa (SNI 01-35551999). Hasil pengukuran bilangan asam MES menunjukkan kisaran nilai 8,32 hingga 40,64 mg KOH/gr sampel (Lampiran 4). Dari data yang diperoleh, nilai bilangan asam mengalami peningkatan. Nilai ini berbanding lurus dengan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dan lama reaksi berpengaruh nyata pada nilai bilangan asam (Lampiran 4). Grafik hubungan antara konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai bilangan asam disajikan pada Gambar 4.
Konsentrasi H2SO4 (%)
Bilangan asam (mg KOH/gr sampel)
50 40
60 70 80
30 20 10 0 60
90
120
Lama reaksi (menit)
Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai bilangan asam Peningkatan bilangan asam yang berbanding lurus dengan faktor konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi diperkirakan karena semakin besar jumlah konsentrasi H2SO4 dan lama waktu reaksi pembentukan gugus sulfonat akan semakin tinggi. Keberadaan gugus sulfonat yang bersifat asam ini disebabkan karena adanya pengikatan terhadap ion H+. Dalam
teori Brownsted and Lowry, adanya ion H+ dalam suatu reaksi kimia mengindikasikan adanya asam. Hal ini berakibat pada nilai derajat keasaman yang semakin tinggi dan nilai bilangan asam yang meningkat. Pengujian lebih lanjut dengan uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pengaruh konsentrasi H2SO4 terhadap peningkatan bilangan asam (60, 70, 80 persen) semuanya berbeda nyata. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh variasi lama reaksi. Lama reaksi (60, 90, dan 120 menit) menunjukkan bahwa masing-masing nilai berbeda nyata. 3. Stabilitas Emulsi Ada beberapa definisi mengenai emulsi. Namun pada dasarnya dapat dinyatakan bahwa emulsi adalah dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain yang tidak bercampur dalam keadaan biasa. Molekul kedua cairan tersebut bersifat antagonistik yang disebabkan oleh perbedaan sifat kepolarannya (Suryani et al., 2000). Emulsi terbentuk ketika suatu cairan tidak saling melarut (immiscible) terpecah menjadi tetesan (droplet) dan terdispersi ke cairan immiscible lainnya dengan bantuan surfaktan (Hasenhuettl, 2000). Surfaktan dapat berperan sebagai emulsifier ketika dua fasa yang berbeda derajat kepolaran dapat bercampur secara homogen. Hal ini karena surfaktan
mampu menyatukan dua fasa yang berbeda
derajat kepolarannya. Kemampuan surfaktan sebagai emulsifier didukung dengan adanya gugus hirofilik dan hirofobik yang dimiliki molekul surfaktan. Pengujian stabilitas emulsi dilakukan pada air sebagai fasa polar dan xylene sebagai fasa non polar. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi berpengaruh nyata pada nilai kestabilan emulsi (Lampiran 5). Lama reaksi dan faktor interaksi keduanya menunjukkan nilai yang tidak berpengaruh nyata. Grafik nilai kestabilan emulsi dari MES yang dihasilkan disajikan pada Gambar 5.
Stabilitas emulsi (%)
Konsentrasi H2SO4 (%)
80 60 40 20 0
60 70 80 60
90
120
Lama reaksi (menit)
Gambar 5. Grafik pengaruh konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap kestabilan emulsi dari MES yang dihasilkan Dari grafik tersebut terlihat bahwa nilai kestabilan emulsi cenderung naik dengan peningkatan konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Peningkatan konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan mempengaruhi pembentukan gugus hidrofilik dan hidrofobik dari molekul surfaktan yang terbentuk. Semakin besar nilai konsentrasi dan lama reaksi memungkinkan semakin banyak
pula
gugus
hirofilik
yang
terbentuk.
Dengan
demikian
terbentuknya surfaktan semakin besar pula, sehingga terjadi peningkatan kestabilan emulsi. Efisiensi emulsifikasi dari surfaktan berhubungan dengan polaritas pada molekulnya. Hal ini berkaitan dengan kontribusi relatif dari gugus hidrofilik yang polar dan gugus hidrofobik yang non polar (Jungermann, 1979). Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa konsentrasi H2SO4 (60 persen dan 70 persen) tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap kestabilan emulsi, namun berbeda nyata dengan konsentrasi H2SO4 80 persen. Berdasarkan nilai kestabilan emulsi, hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan konsentrasi H2SO4 80 persen dengan lama reaksi 120 menit. 4. Tegangan Permukaan Metode Du Nouy Terbentuknya tegangan permukaan pada suatu cairan disebabkan karena adanya gaya tarik menarik antara molekul-molekul pada cairan dengan udara (Durrant, 1953). Gaya tarik menarik antara molekul-molekul pada cairan lebih besar daripada terhadap gas. Resultan gaya yang terjadi
pada molekul-molekul di permukaan cenderung menggerakkan molekulmolekul tersebut menuju bagian pusat cairan sehingga menyebabkan cairan berperilaku membentuk lapisan tipis. Gaya tersebut dihitung sebagai tegangan permukaan. Hasil pengukuran tegangan permukaan air menunjukkan nilai 48,5 mN/m. Nilai ini sama dengan 48,5 dyne/cm. Setelah penambahan MES, kisaran nilai yang didapatkan adalah 30,10 hingga 37,70 dyne/cm. Hal ini berarti dengan adanya penambahan MES, nilai tegangan permukaan air turun sebesar 10,8 hingga 18,4 dyne/cm. Penurunan nilai ini ekivalen dengan nilai dalam persen sebesar 22,26-37,93 persen. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dan lama reaksi berpengaruh signifikan terhadap nilai tegangan permukaan. Sedangkan faktor interaksinya juga berpengaruh signifikan (Lampiran 6). Grafik nilai tegangan permukaan air setelah penambahan MES disajikan dalam
Konsentrasi H2SO4 (%)
40 (dyne/cm)
Nilai tegangan permukaan
Gambar 6.
30
60
20
70
10
80
0 60
90
120
Lama reaksi (menit) Gambar 6. Grafik nilai tegangan permukaan MES Berdasarkan grafik di atas, nilai tegangan permukaan cenderung menurun dengan peningkatan konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Hal ini disebabkan dengan semakin tingginya nilai konsentrasi asam sulfat yang digunakan, kemungkinan tumbukan antar partikel zat yang akan bereaksi juga semakin besar. Dengan demikian kemungkinan terjadi reaksi juga semakin besar. Dalam proses sulfonasi, reaksi yang diharapkan adalah
terikatnya gugus sulfonat dari asam sulfat pada atom karbon metil ester. Semakin besar terikatnya gugus sulfonat pada rantai karbon akan meningkatkan jumlah gugus hidrofilik dari MES. Gugus hidrofilik ini akan menurunkan gaya kohesi dari molekul air sehingga akan menurunkan tegangan permukaan. Faktor lama reaksi juga berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan. Hal ini diperkirakan dengan semakin lama waktu reaksi, kemungkinan terbentuknya surfaktan semakin besar. Tegangan permukaan akan semakin menurun dengan semakin banyaknya molekul surfaktan yang terbentuk (Cox et al.,1997). Selain itu, menurunnya tegangan permukaan juga diduga karena adanya zat pengotor lain, selain surfaktan yang dapat mempengaruhi gaya kohesi dari air sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan. Akan tetapi keberadaan zat pengotor ini tidak memberikan pengaruh besar terhadap penurunan tegangan permukaan (Chemistry, 2005). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa masing-masing konsentrasi H2SO4 (60, 70, 80 persen) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai tegangan permukaan. Lama reaksi 120 menit berbeda nyata dengan lama reaksi (60 dan 90 menit). Namun antara lama reaksi (60 dan 90 menit) tidak berbeda nyata. 5. Tegangan Antar Muka (IFT) Pengujian nilai tegangan antar muka dilakukan dengan menggunakan dua jenis pelarut yang berbeda polaritasnya, yaitu air yang sangat polar dengan minyak bumi yang bersifat tidak polar. Hasil pengukuran IFT menunjukkan bahwa nilai IFT berbanding terbalik dengan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dan lama reaksi berpengaruh signifikan terhadap nilai IFT (Lampiran 7). Grafik hubungan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai IFT disajikan pada Gambar 7.
IFT (dyne/cm)
Konsentrasi H2SO4 (%)
1.5 1
60 70 80
0.5 0 60
90
120
Lama reaksi (menit)
Gambar 7. Hubungan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai IFT Berdasar grafik di atas, peningkatan konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menurunkan nilai IFT. Semakin tinggi nilai konsentrasi asam sulfat dalam larutan, konsentrasi air dalam larutan akan semakin berkurang. Keberadaan air akan menghambat proses sulfonasi. Dengan terbatasnya kadar air, kemungkinan tumbukan antar partikel yang akan bereaksi semakin besar. Dengan demikian reaksi pembentukan gugus sulfonat juga akan semakin tinggi. Hal ini didukung dengan waktu reaksi yang semakin tinggi. Gugus sulfonat akan mengikat air pada gugus hidrofiliknya yang menyebabkan gaya kohesi menurun dan sebaliknya gaya adhesi semakin meningkat. Hal ini akan menyebabkan turunnya nilai tegangan antar muka. Pengujian lebih lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan menyatakan bahwa masing-masing konsentrasi H2SO4 (60, 70, 80 persen) yang diuji masing-masing berbeda nyata terhadap IFT. Faktor lama reaksi 60 menit, 90 menit dan 120 menit masing-masing menunjukkan nilai yang berbeda nyata pula terhadap IFT. 6. Uji Warna Pengujian warna dilakukan dengan pendekatan Hunter Trimulus Colorimeter. Warna didefinisikan sebagai distribusi energi dari sinar yang dipantulkan oleh suatu obyek atau ditransmisikan oleh suatu obyek (Francis, 1983). Pengukuran warna berdasarkan pada tiga variabel yakni
nilai L, a dan b. Nilai L (lightness) menunjukkan tingkat kecerahan. Nilai L berkisar dari nol hingga seratus (0-100). Semakin tinggi nilai L, tingkat kecerahan dari warna yang diukur juga semakin tinggi. Pada tingkat nilai L sama dengan nol, zat mampu seluruhnya menyerap spektrum cahaya. Sedangkan pada tingkat nilai seratus, zat mampu seluruhnya memantulkan spektrum cahaya. Nilai a menunjukkan kromatik warna (hijau-merah) dengan parameter sebagai berikut. Nilai a negatif akan menunjukkan warna hijau, nol adalah abu-abu, dan nilai a positif menunjukkan warna merah. Nilai b menyatakan warna kromatik kuning apabila bernilai positif, abuabu apabila bernilai nol dan warna biru apabila bernilai negatif. Analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama reaksi berpengaruh nyata terhadap nilai L. Demikian pula dengan interaksi antar keduanya juga berpengaruh nyata terhadap nilai L. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai L dapat dilihat pada Gambar 8.
Konsentrasi H2SO4 (%)
Nilai L
80 75
60 70 80
70 65 60 60
90
120
Lama reaksi (menit)
Gambar 8. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai L Dari gambar grafik di atas, terlihat bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan turunnya nilai L yang menunjukkan tingkat kecerahan. Dengan demikian dengan meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan tingkat kecerahan warna dari surfaktan yang dihasilkan menjadi lebih gelap. Nilai L hasil pengukuran berkisar antara 67,28 – 77,90.
Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai masing-masing konsentrasi H2SO4 (60, 70, 80 persen) berbeda nyata terhadap masing-masing konsentrasi. Demikian halnya dengan lama reaksi, masing-masing waktu reaksi yakni 60, 90 dan 120 menit berbeda nyata terhadap masing-masing nilai lama reaksi. Nilai a dan b merupakan parameter warna yang menyatakan cahaya pantul. Analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dan lama reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai a. Namun interaksi antara kedua faktor berpengaruh nyata terhadap nilai a. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai a dapat dilihat pada Gambar 9.
Nilai a
5 0
60
90
120
Konsentrasi H2SO4 (%)
60 70 80
-5 -10 -15 Lama reaksi (menit)
Gambar 9. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai a Dari pengukuran nilai a, rentang nilainya berkisar antara -13,07 hingga 0,80. Berdasarkan nilai tersebut, MES yang dihasilkan cenderung berwarna hijau. Berdasarkan grafik, dengan semakin meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan nilai a menjadi cenderung turun. Walaupun ada beberapa nilai analisis nilai a yang menunjukkan peningkatan. Dengan demikian dengan meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan warna dari surfaktan yang dihasilkan menjadi cenderung kromatis kuning kemerahan. Hasil pengukuran nilai b menunjukkan bahwa nilai b berkisar antara 58,15 hingga 78,06. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi berpengaruh nyata terhadap nilai b. Lama reaksi dan interaksi
antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai b dapat
Nilai b
dilihat pada Gambar 10.
80
Konsentrasi H2SO4 (%)
75
60 70 80
70 65 60 60
90 120 lama reaksi (menit)
Gambar 10. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai b Dari gambar grafik di atas, terlihat bahwa dengan semakin meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan terjadinya peningkatan nilai b. Berdasarkan kisaran nilai b, MES yang dihasilkan berwarna kuning. Dengan demikian dengan meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan warna dari surfaktan yang dihasilkan menjadi cenderung kromatis kekuningan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa konsentrasi H2SO4 70 persen berbeda nyata terhadap konsentrasi H2SO4 (60 dan 80 persen). Namun konsentrasi H2SO4 60 persen dan 80 persen tidak berbeda nyata. Reaksi
antara
metil
ester
dengan
asam
sulfat
membentuk
kecenderungan gugus sulfonat terikat pada atom karbon alfa walaupun tidak menutup kemungkinan gugus sulfonat juga terikat pada gugus ester dan ikatan rangkapnya. Metil ester merupakan polimer hidrokarbon yang memiliki gugus ikatan rangkap. Asam sulfat sendiri adalah oksidator kuat. Reaksi asam sulfat dengan keberadaan oksigen pada sistem dapat mengoksidasi ikatan rangkap pada metil ester. Teroksidasinya ikatan rangkap metil ester akan menyebabkan terbentuknya gugus aldehid yang bersifat polar. Keberadaan gugus ini akan memberikan warna gelap pada MES.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN Proses sulfonasi metil ester dengan pereaksi H2SO4 dapat menghasilkan surfaktan MES. MES yang dihasilkan berwarna kehitaman. Warna tersebut dapat direduksi melalui proses pemurnian dengan menggunakan metanol dan asam peroksida. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa kondisi proses terbaik untuk memproduksi MES adalah perlakuan H2SO4 dengan konsentrasi 80 persen dan lama reaksi 90 menit. Parameter untuk menentukan perlakuan terbaik adalah dilihat dari kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka. Hal ini mengingat keberadaan surfaktan identik dengan adanya kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan antar muka tersebut. Karakteristik yang didapatkan dari MES yang dihasilkan dari perlakuan ini adalah mampu menurunkan tegangan permukaan air hingga 37,93 persen atau sebesar 18,4 dyne/cm. Nilai tegangan antar muka (IFT) yang didapatkan adalah 2,6 x 10-1 dyne/cm, dengan stabilitas emulsi sebesar 52,77 persen. Uji warna menunjukkan nilai L sebesar 68,59 dengan nilai a sebesar -10.96 serta nilai b sebesar 68.81.
B.
SARAN Metil ester yang dihasilkan berwarna gelap sehingga diperlukan proses pemurnian. Untuk itu, perlu didapatkan metode proses pemurnian MES yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Bergenstahl, B. 1997. Physicochemical Aspect of an Emulsifier Functionality. In : G. L. Hasenhuettl dan R. W. Hartel (Eds.). Food Emulsifier and Their Applications. Chapman & Hall, New York. Bernardini, E. 1983. Vegetable Oils and Fats Processing. Volume II. Interstampa, Rome. Chemistry. 2005. Surface Active Agent. http://www.chemistry.nz/surfactants.htm. Cox, M. F. and U. Weerasooriya. 1997. Methyl ester ethoxilates. J. of Am. Oil Chem. Soc. 74 (7) : 847 – 859. Darnoko, D., T. Herawan dan P. Guritno. 2001. Teknologi Produksi Biodiesel dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS, 9 (1) : 17 – 27. de Groot, W. H. 1991. Sulphonation Technology in the Detergent House. Kluwer Academic Publisher, Netherland. Durrant, P. J. 1953. General and Inorganic Chemistry. Longmans, Green and Co., London. Foster, N. C. 1996. Sulfonation and Sulfation Processes. In: Spitz, L. (Ed). Soap and Detergents: A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illinois. Georgiou, G., C. L. Sung and M. M. Shara. 1992. Surface Active Compounds from Microorganism. Bio/tech 10 : 60 – 65. Hasenhuettl, G. L. 1997. Overview of Food Emulsifier. In : G. L. Hasenhuettl dan R. W. Hartel (Eds.). Food Emulsifier and Their Applications. Chapman & Hall, New York. Hasenhuettl, G. L. 2000. Design and Application of Fat-Based Surfactants. In : R. D. O’Brien, W. E. Farr, and P. J. Wan (Eds.). Introduction to Fat and Oils Technology. 2nd Edition. AOCS Press, Champaign, Illinois. Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial and Fat Product. 5th edition. Vol. 3. John Willey & Sons, Inc., New York. Jungermann, E. 1979. Fat-Based Surface-Active agent. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. 14th editions. John Willey and Son, New York. Ketaren, S. 1986. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
Kirk, R. E. And D. F. Othmer. 1964. Sulfonation and Sulfation. Di Dalam : KirkOthmer Encyclopedia of Chemical Technology. Vol. 19. Interscience Publisher, Inc., New York. Libanan,
A. 2000. Coconut Product Diversification and Processing Cocochemicals. Proceeding of the XXXXVII Cocotech Meeting/ ICC 2000. 24 – 28 July 2000, Chennai, India.
Matheson, K. L. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Synthesis and Uses. In : Spitz, L. (Ed). Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illinois. Pore, J. 1993. Oils and Fats Manual. Intercept Ltd, Andover, Uk, Paris, New York. Rieger, M. M. (Ed). 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science series, Marcel Dekker, Inc. New York. Sadi, S. 1994. Gliserolisis Minyak Sawit dan Inti Sawit dengan Piridin. Buletin PPKS. 2 (3) : 155 – 164. Shaw, D. J. 1980. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butterworths, Oxford, England. Sheats, W. B. and B. W. Mac Arthur. 2002. Methyl Ester Sulfonate Product. The Chemiton Corporation. http://www.chemithon.com. SNI. 1999. Metil Ester. Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia. 06-6048-1999. Suryani, A.,E. Hambali., I. Sailah dan M. Rivai. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri-FATETA-IPB, Bogor. Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 14th editions. John Willey and Son, New York. Watkins, C. 2001. All Eyes are on Texas. INFORM 12 : 1152 – 1159. Yuliasari, R., P. Guritno dan T. Herawan. 1997. Asam Lemak Sawit Distilat Sebagai Bahan Baku Pembuatan Sabun Transparan. Indonesian J. Of Oil Palm Research. 5 (3) : 205 – 213.
Lampiran 1. Diagram Alir Proses Sulfonasi
Metil Ester Dari CPO
H2SO4 (%) 60, 70, 80
Proses sulfonasi, suhu 550C dengan kecepatan pengadukan = 1500 rpm
Pemucatan, suhu 550C dengan kecepatan pengadukan = 1500rpm
Pemisahan
NaOH 20%
Netralisasi, suhu 550C dengan kecepatan pengadukan=1500rpm
MES
Asam sisa, air, metanol
Lampiran 2. Prosedur Analisis Surfaktan 1.
Bilangan Asam (AOAC, 1995) Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram dalam labu erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, lalu dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Setelah ditambahkan 2 tetes indikator penolphtalein 1%, larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu yang tidak hilang dalam beberapa detik. Selanjutnya dihitung jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam dalam satu gram minyak atau lemak. A x N x 56,1 Bilangan Asam = G Keterangan : A = ml KOH untuk titrasi N = normalitas larutan KOH G = berat contoh (gram)
2.
Pengukuran pH (BSI, 1996) Metode ini digunakan untuk menganalisa derajat keasaman (pH) surfaktan. Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran menggunakan kertas lakmus komersial. Nilai pH dibaca dengan mencelupkan kertas lakmus pada larutan surfaktan. Pembacaan dilakukan dengan mencocokkan warna yang terbaca dengan angka pada label.
3.
Tegangan Permukaan (Metode DuNouy) Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan larutan surfaktan dengan menggunakan alat Tensiometer Du Nouy. Peralatan dan wadah contoh yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu. Wadah yang digunakan biasanya terbuat dari bahan gelas dengan diameter lebih besar dari 6 cm. Wadah gelas dicuci dengan larutan chromic-sulfuric acid, kemudian dibilas dengan air destilata. Cincin platinum merupakan bagian dari alat Tensiometer, memiliki diameter 4 atau 6 cm. Sebelum
digunakan, cincin dicuci terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai dan dibilas dengan air destilata, lalu dikeringkan. Posisi alat diatur supaya horisontal dengan water pass dan diletakkan pada tempat yang bebas dari gangguan, seperti getaran, angin, sinar matahari dan panas. Larutan contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan di atas dudukan (platform) pada Tensiometer. Suhu cairan sampel diukur dan dicatat. Selanjutnya cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran logam tercelup 3-5 mm di bawah permukaan cairan), dengan cara menaikkan dudukan (platform). Skala vernier Tensiometer di set pada posisi nol dan jarum penunjuk harus berada pada posisi berhimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya platform diturunkan perlahan, dan pada saat yang bersamaan skrup kanan diputar sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk tetap berimpit dengan garis pada kaca. Proses ini diteruskan sampai film cairan tepat putus. Pada saat cairan putus skala dibaca dan dicatat sebagai nilai tegangan permukaan. Pengukuran dilakukan paling sedikit dua kali. Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dapat dilakukan dengan menambahkan konsentrasi surfaktan sebanyak 10 persen (dalam air). Nilai tegangan permukaan setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali. Kemudian dibandingkan nilai tegangan permukaan air dan sesudah ditambahkan surfaktan. 4.
Tegangan Antar Permukaan (Metode Spinning Drop) Langkah awal, dibuat pelarut dari air formasi yang mengandung 2% alkohol (isobutanol). Kemudian surfaktan ditimbang sebanyak x gram dan dilarutkan ke dalam 50 ml pelarut, hingga dihasilkan larutan surfaktan MES dengan konsentrasi 1,0 - 3,2% (b/b).
Setelah itu larutan surfaktan diaduk
menggunakan magnetic strirrer sampai homogen.
Selanjutnya larutan
surfaktan tersebut diukur tegangan antar permukaan minyak-air dengan menggunakan alat Spinning Drop Interfacial Tensiometer. Cara kerja Spinning Drop sebagai berikut : panaskan alat spinning drop, kemudian set pada suhu 40oC (kondisi percobaan) dan periode pada 10,10 msec/rev. Setelah kondisi tersebut stabil, ke dalam glass tube diisikan larutan surfaktan dengan konsentrasi yang telah dibuat. Ke dalam glass tube yang
telah berisi larutan surfaktan, diberi tetesan minyak (crude oil). Dalam glass tube tidak boleh ada gelembung udara. Masukkan glass tube ke dalam alat spinning drop, dengan permukaan glass tube menghadap kea rah luar. Hidupkan power dan tombol lampu. Setiap setengah jam, catat data lebar tetesan dalam tabung dengan memutar drum. Ulangi pembacaan ini sampai didapatkan harga yang konstan dari pembacaan lebar tetesan.
Bila
pembacaan kurang jelas, fokus lensa dapat diatur. (3.14)2 x 106 x ρ 1-2 x l IFT =
8 x (n2)3 x p2
Keterangan:
5.
ρ 1-2
: selisih antara densitas air dan minyak
l
: lebar drop
n2
: indeks bias
p
: kecepatan rotasi pada alat Spining Drop
Stabilitas Emulsi (ASTM D 1436, 2000) Stabilitas emulsi diukur antara air dan xylene. Xylene dan air dicampur dengan
perbandingan perbandingan 6 : 4. Campuran tersebut dikocok
selama 5 menit menggunakan vortex mixer. Pemisahan emulsi antar xylene dan air diukur berdasarkan lamanya pemisahan antar fasa. Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10 persen. Lamanya pemisahan antar fasa sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan dibandingkan nilainya. Penetapan stabilitas emulsi dengan cara sederhana yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan pemisahan dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100. (volume keseluruhan – volume pemisahan) % stabilitas =
x 100 volume keseluruhan
6.
Warna, Metode Hunter (Hutcings, 1999) Pengukuran warna dilakukan menggunakan alat kromameter CR 310. Pengukuran dilakukan untuk memperoleh nilai L, a dan b serta oHue. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai 70 untuk warna biru dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna kuning. Kisaran warna berdasarkan oHue adalah sebagai berikut : 90o
54o
126 K 162
KM
H
MU
BH
198
18o
M
KH
U
342o
BU
U
306o
234 270
Lampiran 3. Hasil Analisis Nilai pH Lampiran 3a. Rekapitulasi Data Nilai pH Perlakuan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 60 60 70 70 70 80 80 80
Nilai pH Lama reaksi (menit) 60 90 120 60 90 120 60 90 120
ulangan 1 5 5 5 4 5 4 3 2 3
ulangan 2 5 5 4 5 5 4 3 3 3
Rataan 5 5 4.5 4.5 5 4 3 2.5 3
Simpangan Baku 0 0 0.71 0.71 0 0 0 0.71 0
Lampiran 3b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij)) Jumlah
Dk
JK
RJK
F Hitung
Signifikansi
2
13,77
6,88
41,33
2,91E-05
2
0,44
0,22
1,33
0,31
4
1,22
0,31
1,83
0,21
9
1,5
0,16
17
16,94
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata
Lampiran 3c. Hasil Uji Duncan Faktor Konsentrasi H2SO4 terhadap nilai pH
Konsentrasi
N
a
H2SO4 (%)
60 70 80
Kelompok Duncan
6 6 6
b 2,83 4,50 4,83
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan
Lampiran 4. Hasil Analisis Nilai Bilangan Asam Lampiran 4a. Rekapitulasi Data Nilai Bilangan Asam Perlakuan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 60 60 70 70 70 80 80 80
Bilangan asam Lama reaksi (menit) 60 90 120 60 90 120 60 90 120
Rataan
Simpangan Baku
ulangan 1
ulangan 2
11.71
8.32
10,01
2,39
13.54
14.23
13,88
0,48
18.81
15.82
17,31
2,11
18.92
19.37
19,14
0,31
24.16
23.40
23,78
0,53
23.55
25.95
24,75
1,69
25.96
28.26
27,11
1,62
33.00
30.47
31,73
1,78
36.78
40.64
38,71
2,72
Lampiran 4b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij)) Jumlah
Dk
JK
RJK
F Hitung
Signifikansi
2
1059,36
529,68
176,43
6,03E-08
2
200,51
100,25
33,39
6,85E-05
4
25,14
6,28
2,09
0,16
9
27,01
3,00
17
1312,03
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata
Lampiran 4c. Hasil Uji Duncan Faktor Konsentrasi H2SO4 terhadap Bilangan asam Konsentrasi H2SO4 (%) 60 70 80
N
Kelompok Duncan a B c
6 6 6
13,73 22,55 32,51
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan
Lampiran 4d. Hasil Uji Duncan Faktor Lama reaksi terhadap Bilangan Asam Lama reaksi (menit) 60 90 120
N 6 6 6
Kelompok Duncan a b c 18,75 23,13 26,92
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan
Lampiran 5. Hasil Analisis Nilai Stabilitas Emulsi Lampiran 5a. Rekapitulasi Data Nilai Stabilitas Emulsi Perlakuan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 60 60 70 70 70 80 80 80
Stabilitas Emulsi Lama reaksi (menit) 60 90 120 60 90 120 60 90 120
Rataan
Simpangan Baku
ulangan 1
ulangan 2
8.69
52.00
30,34
30,62
3.33
0.00
1,66
2,35
2.77
0.00
1,38
1,95
11.11
15.62
13,36
3,18
10.00
11.11
10,55
0,78
19.04
10.52
14,78
6,02
48.00
57.14
52,57
6,46
52.77
23.33
36,66
18,85
62.50
50.00
57,63
6,88
Lampiran 5b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij)) Jumlah
Dk
JK
RJK
F Hitung
Signifikansi
2
5467,88
2733,94
17,09
0,00
2
749,42
374,71
2,34
0,15
4
855,52
213,88
1,33
0,32
9
1439,09
159,89
17
8511,91
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata Lampiran 5c. Hasil Uji Duncan Faktor Konsentrasi H2SO4 terhadap Stabilitas Emulsi Konsentrasi H2SO4 (%) 60 70 80
N
Kelompok Duncan a
6 6 6
B
11,13 12,9 48,95
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
Lampiran 6. Hasil Analisis Nilai Tegangan Permukaan Lampiran 6a. Rekapitulasi Data Nilai Tegangan Permukaan Perlakuan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 60 60 70 70 70 80 80 80
Tegangan Permukaan Lama reaksi 60 90 120 60 90 120 60 90 120
Rataan
Simpangan Baku
36.12
36,36
0,33
37.70
37.20
37,45
0,35
35.30
35.30
35,3
0
35.50
34.90
35,2
0,42
34.00
34.10
34,05
0,07
34.20
33.50
33,85
0,49
33.90
33.05
33,47
0,60
30.10
32.90
32,07
1,16
31.25
31.25
30,67
0,81
ulangan 1
ulangan 2
36.60
Lampiran 6b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij)) Jumlah
Dk
JK
RJK
F Hitung
Signifikansi
2
55,42
27,71
81,66
1,7E-06
2
9,63
4,81
14,19
0,00
4
4,95
1,23
3,65
0,04
9
3,05
0,33
17
73,06
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata Lampiran 6c. Hasil Uji Duncan Faktor Konsentrasi H2SO4 terhadap Tegangan Permukaan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 70 80
N 6 6 6
Kelompok Duncan a B c 36,37 34,36 32,07
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
Lampiran 6d. Hasil Uji Duncan Faktor Lama Reaksi terhadap Tegangan Permukaan
Kelompok Duncan Lama reaksi (menit) 60 90 120
N a 6 6 6
B 35,01 34,52
33,27
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan
Lampiran 7. Hasil Analisis Tegangan Antar Muka (IFT) Lampiran 7a. Rekapitulasi Data Nilai IFT Perlakuan
Nilai IFT
Konsentrasi H2SO4 (%)
Lama reaksi (menit)
Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
Simpangan Baku
60 60 60 70 70 70 80 80 80
60 90 120 60 90 120 60 90 120
1.24 0.98 0.91 0.75 0.65 0.46 0.42 0.26 0.33
1.26 1.02 0.89 0.84 0.57 0.56 0.45 0.33 0.38
1.26 1.01 0.91 0.79 0.61 0.51 0.44 0.35 0.29
0 0.02 0.01 0.06 0.05 0.07 0.01 0.03 0.05
F Hitung
Signifikansi
Lampiran 7b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi
Dk
Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij) ) Jumlah
2 2 4 9 17
JK
RJK
1,43 0,21 0,02 17,49 19,15
0,71 0,11 0,01 1,94
369,03 53,84 3,29
2,31E-09 9,82E-06 0,06
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata Lampiran 7c. Hasil Uji Duncan Faktor Konsentrasi H2SO4 terhadap Nilai IFT Konsentrasi H2SO4 (%) 60 70 80
N
Kelompok Duncan b c 1.05 0.64 0.36 a
6 6 6
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
Lampiran 7d. Hasil Uji Duncan Faktor Lama Reaksi terhadap Nilai IFT Lama reaksi (menit) 60 90 120
N a 5 6 6
Kelompok Duncan b C 0.74 0.66
0.57
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
Lampiran 8. Hasil Analisis Warna Nilai L Lampiran 8a. Rekapitulasi Data Warna Nilai L Perlakuan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 60 60 70 70 70 80 80 80
Nilai L Lama reaksi (menit) 60 90 120 60 90 120 60 90 120
Rataan
Simpangan Baku
ulangan 1
ulangan 2
77.90
77.40
77,65
0,35
76.01
76.98
76,49
0,68
74.54
74.54
74,54
0
74.22
74.12
74,17
0,07
72.14
73.38
72,76
0,87
69.82
70.00
69,91
0,12
70.85
71.43
71,14
0,41
68.59
68.20
68,39
0,27
67.28
67.72
67,5
0,31
Lampiran 8b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij)) Jumlah
Dk
JK
RJK
F Hitung
Signifikansi
2
156,70
78,35
408,43
1,47E-09
2
40,42
20,21
105,36
5,69E-07
4
2,69
0,67
3,50
0,05
9
1,72
0,19
17
201,54
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata Lampiran 8c. Hasil Uji Duncan Faktor Konsentrasi H2SO4 terhadap Nilai L Konsentrasi H2SO4 (%) 60 70 80
N 6 6 6
Kelompok Duncan a b c 76,22 72,28 69,01
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
Lampiran 8d. Hasil Uji Duncan Faktor Lama Reaksi terhadap Nilai L Lama reaksi (menit) 60 90 120
N 6 6 6
Kelompok Duncan a b c 74,32 72,55 70,65
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
Lampiran 9. Hasil Analisis Warna Nilai a Lampiran 9a. Rekapitulasi Data Warna Nilai a Perlakuan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 60 60 70 70 70 80 80 80
Nilai a Lama reaksi (menit) 60 90 120 60 90 120 60 90 120
Rataan
Simpangan Baku
ulangan 1
ulangan 2
-8.03
-3.83
-5,93
2,96
0.80
-1.10
-0,15
1,34
-13.07
-8.32
-10,695
3,35
-9.84
-2.96
-6,4
4,86
-6.95
-4.99
-5,97
1,38
-6.25
-11.26
-8,755
3,54
-7.61
-7.80
-7,705
0,13
-10.96
-5.57
-8,265
3,81
0.73
0.17
0,45
0,39
Lampiran 9b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij)) Jumlah
Dk
JK
RJK
F Hitung
Signifikansi
2
11,53
5,76
0,69
0,52
2
12,06
6,03
0,72
0,51
4
203,64
50,91
6,13
0,01
9
74,74
8,30
17
301,99
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata
Lampiran 10. Hasil Analisis Warna Nilai b Lampiran 10a. Rekapitulasi Data Warna Nilai b Perlakuan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 60 60 70 70 70 80 80 80
Nilai b Lama reaksi (menit) 60 90 120 60 90 120 60 90 120
Rataan
Simpangan Baku
ulangan 1
ulangan 2
67.75
65.46
66,605
1,61
72.21
70.37
71,29
1,30
65.99
74.65
70,32
6,12
72.58
78.06
75,32
3,87
74.62
77.81
76,215
2,25
77.48
71.02
74,25
4,56
67.06
70.61
68,83
2,51
68.81
58.15
63,48
7,53
73.50
77.59
75,545
2,89
Lampiran 10b. Analisis Keragaman Antara Dua Faktor Sumber Variasi Konsentrasi reaktan (Ai) Lama reaksi (Bj) Interaksi (ABij) Error (εk(ij)) Jumlah
Dk
JK
RJK
F Hitung
Signifikansi
2
140,03
70,01
4,08
0,05
2
37,98
18,99
1,10
0,37
4
136,52
34,13
1,99
0,17
9
154,26
17,14
17
468,80
Keterangan: nilai signifikansi ≤ nilai α (0.05) = berpengaruh nyata Lampiran 10c. Hasil Uji Duncan Faktor Konsentrasi H2SO4 terhadap Nilai b Kelompok Duncan Konsentrasi H2SO4 (%) 60 70 80
N a 6 6 6
b
69,41 75,26 69,28
Keterangan: Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.