KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI) DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG
IRFIAH FIROROH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan Tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Juli 2009
Irfiah firoroh NRP G353070161
ABSTRACT
IRFIAH FIROROH. Study on the Vegetation Profile to Water Conservation (Stem-flow, Trough fall and Infiltration) at Sumber Tirta Senjoyo Mixed Garden Semarang. Under direction of DEDE SETIADI and MUHADIONO.
The difference of vegetation profile is having role to hydrological system in certain area. This is due to each vegetation has different model of architecture. Certain models of architecture influence translocation of water to stem-flow, trough fall, and infiltration. In Sumber Tirta Senjoyo Mixed Garden, decision to select the species of trees is based on the function and economical benefit; however soil and water conservation is less concerned. The purpose of this study is to investigate the effect of architecture model to water conservation (stem-flow, through fall, and infiltration) in Sumber Tirta Senjoyo Mixed Garden. According to quadrate method analysis, the result showed that tree is dominated by mahogany (Swietenia macrophylla King). It is Rough model architecture with IVI (Important Value Index) was 61.87 %. The pole stage is dominated by coffee (Coffea arabica L) with IVI 64.61 % and to the sapling stage is dominated by mahogany with IVI 33.72 %. For the seedling stage is dominated by coffee with IVI 27.99%. The highest coverage of underground species is ceplikan (Synedrella nodiflora L) with IVI 37.02%. The result showed that there is positive correlation between precipitation and stem-flow with r value + 0.96. There is also positive correlation between precipitation and trough fall, with r value + 0.89, and a negative correlation was occur between precipitation and infiltration with r value 0.93. Regression analysis between precipitation and stem-flow, trough fall or infiltration were as follows, stem flow = - 0.239 + 0.0246 precipitation with R2 was 92 %. Trough fall = 2.994 + 0.6494 precipitation with R2 was 80% and infiltration = 1.745 - 0.02035 precipitation with R2 was 87%.
Keywords: vegetation profile, stem-flow, trough fall, infiltration.
RINGKASAN IRFIAH FIROROH. Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo dibawah bimbingan DEDE SETIADI dan MUHADIONO Perbedaan pengaruh tipe vegetasi terhadap sistem tata air pada suatu area antaralain disebabkan setiap jenis tumbuhan memiliki model arsitektur yang berbeda-beda. Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon yang merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu dimana merupakan salah satu fase dari rangkaian pertumbuhan pohon tersebut. Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju aliran batang, air tembus tajuk, infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan suatu vegetasi. Didalam sistem kebun campur, pemilihan jenisjenis pohon yang di tanam pada saat ini lebih banyak berdasarkan pada fungsi dan manfaat ekonominya sedangkan fungsi konservasi tanah dan air masih belum diperhatikan. Pengetahuan dan informasi dalam penelitian tentang profil arsitektur pohon yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air masih kurang. Sehingga pada lahan kebun campur yang memiliki sumber air dapat mengalami gangguan baik dari alam maupun aktivitas manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berkaitan nilai konservasi tanah dan air dengan parameter air antaralain aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Metode kuadrat pada Analisis Vegetasi digunakan untuk mengetahui vegetasi yang dominan. Metode garis menyinggung digunakan untuk mengetahui vegetasi yang dominan pada tumbuhan penutup tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur dan komposisi vegetasi yang mendominasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo adalah mahoni (Swietinia macrophylla King) untuk fase pohon nilai Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 61.87%. Kopi (Coffea arabica L) untuk fase tiang dengan INP sebesar 64.61% , mahoni untuk fase sapihan dengan INP sebesar 33.72 %, dan kopi (Coffea arabica L) untuk fase anakan dengan INP sebesar 27.99 %. Jenis lainnya yang kodominan pada fase pohon, tiang, sapihan dan anakan berturut-turut adalah : beringin (Ficus benjamina L), lansep (Lansium domesticum Varr), beringin (Ficus benjamina L), dan waru (Hibiscus tiliacius L). Pada tumbuhan penutup tanah vegetasi dominan ceplikan (Synedrella nodiflora L) dengan INP 37.02 %. Metode profil vegetasi menunjukkan kriteria pohon masa kini dan masa datang. Pohon masa kini sebesar 29.21% pohon masa datang sebesar 70.79% didominasi model arsitektur Rauh. Kerapatan vegetasi 450 individu/ha. Korelasi antara curah hujan dengan aliran batang menunjukkan hubungan bersifat positif dengan r = 0.96. Korelasi antara curah hujan dengan curahan tajuk menunjukkan hubungan bersifat positif dengan nilai r = 0.89, dan korelasi antara curah hujan dengan infiltrasi menunjukkan hubungan bersifat negatif dengan nilai r = - 0.93. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hubungan curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi menunjukkan hubungan nyata secara linier. Berdasarkan R2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan dapat menerangkan
nilai aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi pada model Rauh, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut : 1). Aliran batang = - 0.239 + 0.0246 curah hujan R2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 92% dapat menerangkan nilai aliran batang 2). Curahan tajuk = 2.994 + 0.6494 curah hujan R2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 87% dapat menerangkan nilai curahan tajuk 3). Infiltrasi = 1.745 - 0.02035 curah hujan R2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 80% dapat menerangkan nilai infiltrasi Di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo berdasarkan hasil analisis tanah termasuk jenis tanah Kompleks Andosol Kelabu Tua dan tekstur tanah berdebu. Sehingga model arsitektur Rauh pada mahoni (Swietenia macrophylla King) kurang cocok untuk menunjang usaha konservasi tanah dan air. Hal itu disebabkan model arsitektur Rauh memiliki nilai aliran batang kecil, curahan tajuk besar, dan nilai infiltrasi kecil.
Kata kunci : profil vegetasi, aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN PROFIL VEGETASI TERHADAP KONSERVASI AIR (ALIRAN BATANG, CURAHAN TAJUK, DAN INFILTRASI)DI KEBUN CAMPUR SUMBER TIRTA SENJOYO SEMARANG
IRFIAH FIROROH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
Nama NRP
: Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan Tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang : Irfiah Firoroh : G353070161
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir.H. Dede Setiadi, M.S. Ketua
Koordinator Mayor Biologi Tumbuhan
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si
Tanggal Ujian : 22 Juli 2009 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Dr. Ir.Muhadiono, M.Sc Anggota
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus : (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sulistijorini, Msi.
PRAKATA
Puji Syukur penulis kehadirat ALLAH SWT karena berkat karunia dan bimbinganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis. Judul tesis ini adalah Kajian Profil Vegetasi Terhadap Konservasi Air (Aliran Batang, Curahan Tajuk, dan Infiltrasi) di Kebun Campur Sumber Tirta
Senjoyo
Semarang, yang dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008 sampai dengan Mei 2009. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, MS, dan Dr. Ir. I. Muhadiono, M.Sc yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan tesis ini. Disamping itu, penulis juga banyak mendapat bantuan dari teman-teman, Bapak Drs. Dalwandi (kepala Dinas Bina Marga Sumber Daya Alam & Sumber Daya Manusia ranting Senjoyo), Bapak Juri (staf kantor PDAM Salatiga), Bapak Ipin (staf Pusat Penelitian Tanah Agroklimat) dalam pengumpulan data, oleh sebab itu terima kasih yang tulus ikhlas atas segala bantuan yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Juli
2009
Irfiah Firoroh
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 31 Desember 1975 dari ayah Rochmat Dz dan ibu Talbiyati. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2000 penulis lulus dari Universitas Muhammadiyah Surakarta Program Pendidikan Biologi Jurusan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam dan pada tahun 2007 lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah dari Departemen Agama Replubik Indonesia. Penulis memilih Mayor Tumbuhan, Departemen Biologi. Pada tahun 2000 bekerja sebagai tenaga pendidik pada SMA Negeri 1 Salatiga dan Madrasah Aliyah Negeri 1 Salatiga sampai sekarang. Pada tahun 1999 menikah dengan Drs. M. Khudlori dan dikaruniai seorang putri Azida Kirana Dhofiarahma.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
viii
PENDAHULUAN ........................................................................................
1
Latar Belakang .................................................................................
1
Perumusan Masalah............................................................................
3
Tujuan Penelitian .............................................................................
3
Manfaat Penelitian .............................................................................
3
Hipotesa Penelitian.............................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
4
Kebun Campur .................................................................................
4
Struktur dan Komposisi Vegetasi ......................................................
4
Model Arsitektur Pohon ...................................................................
5
Curah hujan, aliran batang, curahan tajuk ..........................................
12
Infiltrasi, kandungan air tanah dan sifat fisik tanah
........................
13
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................
15
Topografi .........................................................................................
15
Demografi ...........................................................................................
16
METODE PENELITIAN ............................................................................
18
Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................
18
Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................
18
Metode Penelitian . ............................................................................
19
Analisa Data .......................................................................................
25
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
26
Struktur dan Komposisi Vegetasi .......................................................
26
Profil Vegetasi .................................................................................
29
Parameter Air . ................................................................................... .
34
Aliran Batang .............................................................................
34
Curahan Tajuk ............................................................................
36
Infiltrasi ......................................................................................
37
Tanah ........................................................................................
38
SIMPULAN DAN SARAN
......................................................................
41
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
43
LAMPIRAN .. ..............................................................................................
43
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Tiga jenis vegetasi yang dominan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo ...............................................................................................
2.
27
Jenis vegetasi penutup tanah di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo ...............................................................................................
28
3.
Jenis pohon dengan model arsitektur ....................................................
31
4.
Kerapatan jenis pohon/ha dari 10 plot dalam pohon masa kini dan pohon masa datang ............................................................. ..........
5.
6.
33
Hasil uji koefisien korelasi curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi ..............................................................................
35
Hasil analisis tekstur tanah ....................................................................
39
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Arsitektur pohon model Rauh ................................................................
6
2
Arsitektur pohon model Roux ...............................................................
7
3
Arsitektur pohon model Massart ............................................................
8
4
Arsitektur pohon model Attims. ............................................................
9
5
Peta lokasi penelitian ..............................................................................
15
6
Luasan petak pada metode kuadrat ........................................................
18
7
Aliran batang ........................................................................................
23
8
Curahan tajuk ........................................................................................
23
9
Infiltrasi ...............................................................................................
24
10
Profil vegetasi secara vertikal ...............................................................
29
11
Profil vegetasi secara horisontal ...........................................................
30
12
Grafik linier antara curah hujan dengan aliran batang ..........................
35
13
Grafik linier antara curah hujan dengan curahan tajuk ..........................
36
14
Grafik linier antara curah hujan dengan infiltrasi .................................
37
15
Profil tanah ..........................................................................................
38
16
Grafik biplot curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi. ........................................................................................
39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
2.
3.
Hasil analisis vegetasi pada fase pohon, tiang, sapihan, anakan dan tumbuhan penutup tanah beserta model arsitektur ..................................
47
A. Jenis fase pohon, tiang, sapihan, anakan dan model arsitekturnya....
47
B. Jenis fase anakan dan tumbuhan penutup tanah ..............................
48
Hasil Indeks Nilai Penting (INP) analisis vegetasi .................................
49
A. Indeks nilai penting pada fase pohon .................................................
49
B. Indeks nilai penting pada fase tiang.. .................................................
49
C. Indeks nilai penting pada fase sapihan ...............................................
50
D. Indeks nilai penting pada fase anakan ................................................
50
E. Indeks nilai penting tumbuhan penutup tanah.....................................
51
Aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi dan curah hujan selama 30 kali sebagai hasil pengukuran komponen hujan................................................
4.
52
Kerapatan pohon/ha dalam kelompok pohon masa kini dan pohon masa datang .................................................................................................
53
A. Kerapatan pohon pada plot 1 sampai plot 4.....................................
53
B. Kerapatan pohon pada plot 5 dan 6 ....................................................
54
C. Kerapatan pohon pada plot 7 dan 8 ...................................................
55
D. Kerapatan pohon pada plot 8 dan 9 ...................................................
56
E. Kerapatan pohon pada plot 10
.........................................................
57
5.
Hasil uji korelasi dan uji regresi .............................................................
58
6.
Jenis vegetasi yang ditemukan di kebun campur
7.
Sumber Tirta Senjoyo................................................................................
61
Kunci ilustrasi model arsitektur pohon......................................................
65
PENDAHULUAN Kebutuhan akan air oleh setiap makhluk hidup sangat penting. Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, kesehatan, bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Menurut Asdak (2002) sumberdaya air mengalami siklus yang dikenal siklus hidrologi. Akibat energi matahari terjadi proses evaporasi pada permukaan bumi menghasilkan uap air. Uap air mengalami kondensasi dan turun sebagai hujan. Air hujan sebagian tertahan ditajuk tumbuhan dan sebagian lagi jatuh ke tanah.
Fungsi air secara alamiah tidak dapat digantikan oleh apapun maka, tanpa air tidak ada kehidupan. Kualitas dan kuantitas air merupakan salah satu faktor penentu kesejahteraan manusia. Salah satu tujuan konservasi air adalah untuk melestarikan manfaat sumber daya air untuk berbagai keperluan termasuk sebagai air minum. Sinukaban (1985) menyatakan konservasi air meliputi kegiatan penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin dan pengaturan aliran permukaan. Air yang ada di bumi berjumlah 163,84 x 103 m3 dan hanya 0,5% dari jumlah tersebut yang dapat digunakan oleh manusia (Saeni 1989). Sumber air yang dapat di manfaatkan oleh manusia adalah air tanah. Menurut siklus hidrologi, air tanah terdiri dari dua yaitu; 1) Air tanah yang diserap oleh tumbuhan dan terevaporasikan secara langsung dari tanah dan 2) Air yang terkumpul di lapisan dekat batuan induk dan merupakan hasil perkolasi. Penggunaan air perlu diupayakan terciptanya tata guna tanah dan air seoptimal, sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian dengan tersedianya air yang cukup di musim kemarau dan terhindar banjir dimusim penghujan. Untuk mencapai tujuan tersebut, vegetasi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan karena peranannya sangat besar untuk peyimpanan air didalam tanah. Perbedaan pengaruh tipe vegetasi terhadap sistem tata air pada suatu area antaralain disebabkan setiap jenis tumbuhan memiliki model arsitektur yang berbeda-beda. Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon yang merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu dimana merupakan salah satu fase dari rangkaian pertumbuhan pohon tersebut. Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju aliran batang, air
tembus tajuk, infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan suatu vegetasi. Pengetahuan tentang model arsitektur pohon sangat penting untuk mengetahui peranannya dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang turun akan dicegat oleh tajuk vegetasi, sebagian diuapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfall) (Manokaran 1979). Sedangkan bagian yang dicegat oleh permukaan daun akan mengalir melalui batang menuju tanah
sebagai aliran batang (stemflow).
Selanjutnya curahan tajuk dan aliran batang mengalir di permukaan tanah membentuk aliran permukaan (surface run off) dan mengangkut partikel-partikel tanah (Tajang 1980). Peranan vegetasi dalam mengurangi aliran permukaan tergantung pada keadaan tanah seperti permeabilitas dan kapasitas menyimpan air, luas daerah yang ditanami dan jenis vegetasi populasi tumbuhan, keadaan pertumbuhan, jenis penyebaran serta tinggi vegetasi sangat menentukan (Stalling 1959; Hudson 1974). Oleh karena tipe vegetasi berperan terhadap konservasi air dan tanah berbeda-beda, maka konservasi tipe vegetasi ke dalam bentuk lain akan mengakibatkan perubahan dalam fungsi dan manfaat vegetasi pada suatu lahan. Berkaitan dengan hal tersebut, Rahim (1988) mengemukakan bahwa konservasi hutan menjadi kebun kakau dan kelapa sawit (yang merubah struktur dan komposisi vegetasi) pada 2 DAS di Malaysia menunjukkan peningkatan yang sangat dratis pada aliran air permukaan sebesar 706mm (157%) dan 822mm (470%). Perbedaan pengaruh tersebut disebabkan cara konservasi hutan menjadi lahan perkebunan yang berbeda, penerapan sistem tebang habis, pembersihan lahan perkebunan dan kontruksi jalan. Di dalam sistem kebun campur, pemilihan jenis-jenis pohon yang di tanam pada saat ini lebih banyak berdasarkan pada fungsi dan manfaat ekonominya sedangkan fungsi konservasi tanah dan air masih belum diperhatikan. Pengetahuan dan informasi dalam penelitian tentang profil vegetasi yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air masih kurang. Hal itulah perlunya dilakukan penelitian tentang kajian profil vegetasi terhadap konservasi air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang.
Perumusan Masalah Masyarakat di desa Tegalwaton dalam pengelolaan kebun campur tidak memperhatikan nilai konservasi tanah dan air. Pemilihan jenis pohon yang ditanam berdasarkan pada nilai ekonomi saja. Kebanyakan pohon mahoni, sengon, dan jati yang dapat dijual dan dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Peran vegetasi untuk konservasi tanah dan air dari profil vegetasi belum banyak dimengerti. Apabila hal itu dibiarkan maka akan menimbulkan bencana alam dan gangguan pada ekosistem tersebut. Upaya menciptakan tata guna lahan dan air yang tidak merusak ekosistem. Hal yang perlu diperhatikan peran dari vegetasi. Perlunya penelitian tentang struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berkaitan nilai konservasi tanah dan air dengan parameter air antaralain aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berkaitan nilai konservasi tanah dan air dengan parameter air antaralain aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat didalam pengelolahan lahan kebun campur Sumber Tirta Senjoyo berhubungan dengan struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon dalam usaha pelestarian sumber air dan siklus hidrologi. Sebagai upaya konservasi tanah dan air dalam pemilihan jenis pohon yang cocok ditanam di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Semarang. Hipotesa Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah struktur dan komposisi vegetasi, jenis tanah, profil vegetasi, model arsitektur pohon berperan terhadap konservasi air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) di kebun campur Senjoyo Semarang.
Sumber Tirta
TINJAUAN PUSTAKA Kebun Campur Kebun Campur di Pulau Jawa disebut kebun perkarangan. Foresta et.al (2000) menyebutkan kebun perkarangan di Pulau Jawa memadukan tanaman bermanfaat asal hutan dengan tanaman khas pertanian. Kehadiran dan campur tangan manusia secara terus menerus membuat kebun itu menjadi sistem yang benar-benar buatan (artifisial) meskipun tetap bisa ditemukan sifat khas vegetasi hutan. Lebih lanjut Taufik (2002) menyatakan bahwa kebun campur yang ditanam dengan pola agroforestry pada umumnya terdiri dari berbagai macam tanaman setahun (sayuran dan pangan) yang di sekelilingnya oleh bambu atau pohonpohon. Lokasi kebun campur biasanya agak jauh dari rumah. Singkong, jagung, kacang tanah dan jenis kacang-kacangan lainnya merupakan jenis yang banyak ditanam. Selain tanaman kehutanan yang dapat dimanfaatkan kayunya seperti sengon, jenis pepohonan yang banyak ditanam adalah buah-buahan. Sistem kebun campur yang kompleks (Complex Agroforestry System) merupakan persekutuan dari banyak komponen diantaranya; pohon, liana, semak, ”trelet ” (pisang, coklat, kopi) yang semuanya memiliki nilai ekonomi tinggi. Sistem kebun campur merupakan perpaduan dari berbagai jenis tanaman dalam satu areal. Sistem ini hanya ditemui didalam tropik. Di Brazil misalnya, berupa hutan yang dikelola, berkembang dan mengalami transformasi terpadu dari ekosistem yang asli. Sistem kebun di Indonesia terbentuk setelah vegetasi asli punah atau dipunahkan, kemudian ditanami kembali jenis pohon yang lebih beragam (Michon 1991). Potensi kebun campur berguna untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam penggunaan lahan yang semakin terbatas dengan mempertahankan lingkungan. Namun pada kenyataannya sistem kebun campur belum diakui oleh banyak instansi khususnya yang bergerak di bidang penelitian dan penyuluhan (Garrity 1994). Struktur dan Komposisi vegetasi Muller dan Ellenberg (1974) membagi struktur vegetasi menjadi lima berdasarkan tingkatannya, yaitu: fisiognomi vegetasi, struktur biomassa, struktur bentuk hidup, struktur floristik, dan struktur tegakan. Struktur suatu
vegetasi terdiri dari individu yang membentuk tegakan di dalam suatu ruang. Komunitas tumbuhan terdiri dari sekelompok tumbuhan yang masing-masing individu mempertahankan sifatnya. Struktur vegetasi terdiri dari 3 komponen, yaitu: 1.
Struktur vegetasi berupa gambaran vegetasi vertikal, merupakan diagram profil yang melukiskan lapisan pohon, tiang, sapihan, semai dan herba penyusun vegetasi.
2.
Sebaran horisotal jenis-jenis penyusun yang menggambarkan letak dari suatu individu terhadap individu lain.
3.
Kelimpahan (abundance) setiap jenis dalam suatu komunitas. Kelimpahan jenis ditentukan, frekuensi, kerapatan dan dominasi setiap
jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP), voloume, biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar individu, dan kerapatan. Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran suatu jenis dalam suatu areal. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi besar, sebaliknya jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil mempunyai daerah sebaran kurang luas. Kerapatan dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan jumlah suatu jenis per satuan luas. Makin besar kerapatan suatu jenis, makin banyak individu jenis tersebut per satuan luas. Dominansi suatu nilai menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap komunitas. Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Bentuk pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur pohon disebut model arsitektur. Elemenelemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu. Pertumbuhan ritmik memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi di tandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu berbeda dengan
pertumbuhan ritmik karena tidak meliki periodisitas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle et al. 1978). Halle & Oldeman (1975) model arsitektur pohon dibedakan 4 karakterestik utama, yaitu : 1. Pohon tidak bercabang (monoaxial) yaitu bagian vegetatif pohon terdiri satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter, contohnya model Holttum dan model Corner. 2. Pohon bercabang dengan axis vegetatif ekuivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, dan model Chamberlain. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif non ekuivalen, contohnya model Prevost, model Rauh, model Cook. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekuivalen dan non ekuivalen, contohnya model Troll, model Champagnat, dan model Mangenot. Vegetasi berperan dalam mengintersepsi curah hujan. Curah hujan yang turun akan dicegat oleh tajuk vegetasi, sebagian diuapkan ke atmosfer dan sebagian lagi jatuh ke lantai hutan sebagai curahan tajuk (throughfall) (Manokaran 1979). Sedangkan bagian yang dicegat oleh permukaan daun akan mengalir melalui batang menuju tanah
sebagai aliran batang (stemflow).
Selanjutnya curahan tajuk dan aliran batang mengalir di permukaan tanah membentuk aliran permukaan (surface run off) dan mengangkut partikel-partikel tanah (Tajang 1980).
Gambar 1 Model arsitektur Rauh Keterangan : aliran batang
aliran curahan tajuk
Model Rauh merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda. Aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara ritmik (Gambar 1). Jenis
yang
memiliki model arsitektur dari famili Lauraceae, Elaeocarpaceae, Theaceae, dan Hamamelidaceae.
Gambar 2 Model arsitektur Roux Keterangan : aliran batang
aliran curahan tajuk
Model Roux merupakan salah satu model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis berbeda yaitu (1) aksis vegetatif tidak ekuivalen dengan homogen, heterogen atau campuran tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang, (2) aksis vegetatif homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropic dan plagiotropik atau aksis majemuk). Percabangan akrotonik dalam membentuk batang bukan konstruksi modular, seringkali pembungaan lateral, batang monopodium dengan pertumbuhan batang percabangan secara kontinyu. Percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena subsitusi, cabang dapat bertahan lama dan tidak menyerupai daun majemuk (Gambar 2). Jenis pohon yang memiliki model arsitektur dari famili Ulmaceae dan Melastomataceae.
Model Massart merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik). Percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular, perbungaan lateral, pola percabangan monopodium, pertumbuhan batang dan cabang ritmik. Percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena substitusi (Gambar 3).
Jenis yang memiliki model arsitektur pohon ini dari famili
Loganiaceae dan Staphyliaceae.
Gambar 3 Model arsitektur Massart Keterangan : aliran batang
aliran curahan tajuk
Model Attims merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda. Aksis vegetatif tidak ekuivalen dengan homogen, semuanya orthotropik. Percabangan monopodial dengan perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara kontinyu (Gambar 4). Jenis pohon yang memiliki model arsitektur ini dari famili Moraceae, Rutaceae, dan Sapindaceae.
Gambar 4 Model arsitektur Attims Keterangan : aliran batang
aliran curahan tajuk
Model Scarrone merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan terminal, terletak pada bagian peri-peri tajuk, cabang simpodial nampak seperti konstruksi modular, batang dengan pertumbuhan tinggi ritmik. Jenis yang memiliki model arsitektur pohon seperti ini adalah dari famili Lauraceae dan Saurauiaceae. Setiadi (1998) mengemukakan bahwa model arsitektur pohon yang tidak bercabang terdiri dari model Holtum dan model Corner.
Model Holtum
merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batng lurus, tidak bercabang, monoaksial (pohon yang mempunyai aksis tunggal yang berasal dari satu meristem apikal), dan dengan perbungaan terminal. Contoh tumbuhan yang memiliki model arsitektur Holtum adalah Corypha umbracelifolia (Arecaceae, monokotil) dan Sohuregia exelsa (Rutaceae, dikotil). Model Corner merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batang lurus, tidak bercabang, monoaksial (pohon yang mempunyai aksis tunggal yang berasal dari satu meristem apikal dan perbungaan lateral/axiler). Model Corner ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok tumbuhan dengan pertumbuhan kontinu yaitu pertumbuhan tidak memperlihatkan pertambahan tunas baru secara bertahap pada selang waktu tertentu (tanpa perbedaan episode pertumbuhan tunas
baru),contohnya Cocos nucifera (Aceraceae, monokotil) dan Carica papaya (Caricaceae, dikotil). Kelompok kedua dari model Corner adalah kelompok tumbuhan dengan pertumbuhan ritmik yaitu pertumbuhan pohon yang ditentukan oleh ritme timbulnya tunas baru yang diselingi oleh periode dormansi. Karena adanya ritme pertumbuhan tersebut, maka pada batang pohon nampak adanya ruas-ruas yang nyata sebagai tanda adanya pertumbuhan ritmik. Contoh tumbuhan yang tergolong model Corner untuk untuk pertumbuhan ritmik adalah Cycas circinales (Cycadaceae) dan Trichoscypha ferreginea (Anacardiaceae). Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen (tidak ada pembagian batang dan cabang) dan orthotropik (seringkali berupa aksis vertikal serta akrotoni yaitu percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan tidak menggarpu). Setiap module terdapat dua atau lebih cabang, simpodium berdimensi tiga, tidak linier, percabangan jelas, perbungaan terminal disebut model Leewenberg. Contohnya Dracaena draco (Agavaceae, monokotil), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae, dikotil). Pada jenis tumbuhan tertentu, pola percabangannya menunjukkan adanya aksis yang kelihatan seperti campuran antara ortthotropik dan plagiotropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh pada pertumbuhan pohon yang memiliki pola dasar semua aksisnya orthotropik, tetapi karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembekokan pada cabangcabang lateralnya maka membentuk model arsitektur tertentu yang berbeda. Model pertumbuhan pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Champagant. Contoh tumbuhan yang mengalami pertumbuhan seperti itu adalah Bougianvllae glabra (Nyctaginaceae). Bentuk lain ditemukan pada jenis tumbuhan dengan pola percabangannya menunjukkan adanya aksis seperti campuran antara orthotropik dan plagiotropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh pada pertumbuhan pohon tertentu memiliki pola dasar dimana semua aksisnya sesungguhnya plagiotropik, tetapi setelah daun luruh sering kali menjadi tegak karena adanya pertumbuhan sekunder atau karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembekokan pada cabang-cabang lateralnya maka membentuk
model arsitektur tertentu yang berbeda dengan model sebelumnya. Model pertumbuhan pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Troll. Model arsitektur pertumbuhan dengan model dasar Troll terbagi lagi menjadi dua bagian berdasarkan pola percabangan pokoknya yaitu : (1) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder dengan pola percabangan pokoknya monopodium.
Sebagai contoh Annona muricata (Annonaceae), Allbizia
falcataria, dan Leucaena glauca (Mimmosaceae). (2) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder seperti itu tetapi pola percabangan pokoknya simpodium. Sebagai contoh adalah Parinaria excelsa (Rosaceae) dan Elaeocarpus sphaericus. Pada penelitian lain yang dilakukan di Sumatera, Torquebiau (1985) dalam membuat peta mosaik hutan hujan tropika membagi pohon berdasarkan unit ekologi sebagai berikut : a. Tidak ada pohon atau pohon dengan tinggi kurang dari 2 meter atau pohon yang telah mati dan telah mulai membusuk, disebut Reorganizing eco-unit. b. Pohon masa depan yaitu pohon yang telah mulai menunjukkan model arsitektur
yang mengalami
pengaturan pola pertumbuhan, di sebut
Aggrading eco-unit. c. Pohon masa kini yaitu pohon yang mengalami pertumbuhan stabil dan pola percabangannya telah dapat di kenal dengan baik, disebut Steadystate eco-unit. Jenis ini akan dibagi lagi menjadi c1, c2, c3, dan c4 dalam pembuatan peta mozaiknya sesuai dengan ketinggian masing-masing pohon. d. Pohon masa lampau, yaitu pohon yang telah mati atau mulai mengering atau pohon sudah tua, di sebut Degrading eco-unit. Profil Vegetasi Profil vegetasi merupakan gambaran vertikal dan horisontal serta struktur dan komposisi jenis dari suatu vegetasi meliputi dominasi penutupan tajuk, keanekaragaman jenis, frekuensi jenis, kerapatan jenis dan tumbuhan bawahnya. Profil vertikal dan horizontal ini di bentuk oleh model arsitektur dari jenis-jenis yang ada di dalamnya (Setiadi 1998).
Curah hujan, aliran batang, dan curahan tajuk Curah hujan merupakan butir-butir air di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi setelah massa uap air mengalami pengembunan dan dalam jumlah besar membentuk awan yang mengandung air atau butir-butir es (Chow 1964). Jika ukuran butir-butir air atau es cukup besar maka butir-butir air atau es tersebut akan jatuh sebagai hujan. Satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih dan curah hujan dengan tinggi kurang dari ketentuan ini, hari hujannya dianggap nol. Usaha dalam konservasi tanah dan air, karakteristik hujan perlu diketahui adalah tebal hujan, intensitas hujan dan distribusinya. Tebal hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter biasanya di ukur setiap hari dan disebut hujan harian, sedang tebal hujan dalam sebulan disebut hujan bulanan dan dalam setahun disebut hujan tahunan. Intensitas hujan adalah tebal hujan persatuan waktu (ml/15mnt/30mnt), dan seterusnya 0 yang diukur dengan menggunakan pencatat hujan otomatis. Aliran batang (stemflow) adalah bagian dari curah hujan yang di cegat oleh tajuk vegetasi, lalu mengalir melalui batang, dan sampai ke permukaan tanah (Fellizar 1976). Menurut Manokaran (1979) aliran batang merupakan bagian hujan yang terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke permukaan tanah melalui batang. Air hujan yang mengalir ke batang mempunyai koefisien input batang (Pt). Sebelum mencapai permukaan tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah-celah batang yang di sebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan air (St) (Gash 1979). Penguapan dari batang hanya merupakan bagiann kecil bila di bandingkan dengan penguapan dari tajuk, sehingga sering diabaikan ( Rutter & Morton 1977). Hover (1953) dalam Fellizar (1976) menyatakan bahwa tanpa menyertakan faktor aliran batang dalam studi hidroekologi terutama mengenai ketersediaan air dan keadaan kebasahan tanah bagian atas (sub soil moisture condition) akan terjadi tidak sesuai dengan perkiraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Voigt (1969) bahwa tanah di sekitar pangkal pohon akan menerima air lebih besar dari pada tanah yang berada di bawah tajuk hutan lainnya maupun tanah terbuka. Kondisi ini disebabkan terjadinya akumulasi air pada pangkal
pohon yang akan memperbesar jumlah air perlokasi ke dalam tanah (Ovington 1954). Air tembus kanopi secara umum merupakan curah hujan yang mengenai pohon tertentu dan diteruskan ke tanah melalui kanopi bukan melalui batang. Besarnya air tembus kanopi dipengaruhi oleh tebalnya lapisan tajuk, jenis-jenis pohon yang membentuk tegakan, bentuk daun dan tata letak daun pada cabang, suhu sekitarnya dan kecepatan angin pada saat itu (Zinke 1967).
Selain itu
kondisi daun pada saat turun hujan juga mempengaruhi besarnya air tembus, artinya jika pada saat hujan daun yang sudah dalam keadaan basah, maka air tembusnya akan lebih besar jika dibandingkan dengan daun yang dalam keadaan kering. Air curahan tajuk ( throughfall ) adalah bagian dari air hujan yang jatuh ke atas permukaan tanah melalui celah-celah tajuk dan atau berupa limpasan dari daun, ranting atau cabang pohon (Kittredge 1948 dan Lull 1964). Air infiltrasi, kandungan air tanah, dan sifat-sifat fisik tanah Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan diserap masuk ke dalam tanah atau mengalir di atas permukaan tanah Schwab dkk (1982 ) dan Arsyad (1989) menyatakan bahwa infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah dan bergerak secara vertikal. Banyaknya air per satuan waktu yang masuk ke dalam tanah disebut laju infiltrasi. Sedangkan jumlah air yang dapat terinfiltrasi dalam suatu selang waktu tertentu disebut infiltrasi kumulatif, yaitu merupakan integral dari laju infiltrasi pada suatu selang waktu tertentu (Skoggs Khaleel, 1982). Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah penutupan tajuk tumbuhan, kondisi permukaan tanah, suhu tanah , intensitas hujan, sifat fisik tanah , dan kualitas air tanah (Viessman Jr.dkk., 1977). Hal ini sejalan dengan pendapat Skaggs dan Khaleel (1982) bahwa faktor yang mempengaruhui infiltrasi adalah kandungan air tanah awal, sifat fisik tanah, intensitas hujan, kondisi permukaan, pelapisan tanah, dan pergerakan udara dalam tanah. Rendahnya laju infiltrasi pada tanah basah berkaitan erat dengan besarnya potensial matriks tanah untuk menahan air (Hillel 1980). Selanjutnya dikatakan
bahwa laju infiltrasi akan terus menurun mendekati nilai konduktivitas hidrolik tanah. Kandungan air tanah setelah terjadinya hujan akan menurun akibat adanya potensial gravitasi air dan evapotranspirasi. Air akan bergerak ke dalam tanah akan menurun dengan menurunnya selisih antara potensial gravitasi dan potensial matriks tanah (Sinukaban 1985). Air dari dalam tanah akan terevapotranspirasi ke atmosfer. Dengan demikian evapotranspirasi akan menyebabkan meningkatnya potensial matriks tanah untuk menahan air. Selanjutnya dengan meningkatnya jumlahnya air yang terevaporasi pada suatu selang waktu tertentu akan meningkatkan laju infiltrasi awal. Hillel (1977), menggambarkan bahwa kandungan air tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk mempertahankan air selama tidak terjadi hujan. Adanya kemampuan tanah untuk menyerap air secara maksimum pada selang waktu tanpa hujan, maka akan dapat diketahui perubahan kandungan air tanah selama selang waktu tersebut. Penurunan kandungan air tanah dari kapasitas maksimum tanah memegang air pada selang waktu tertentu akan dapat digunakan untuk menentukan besarnya perubahan simpanan air tanah, yaitu melalui perubahan kandungan air tanah pada kedalaman tanah tertentu. Laju infiltrasi pada tanah pasir, lempung, dan liat akan berbeda akibat adanya kecenderungan tekstur tanah dalam membentuk struktur dan pori tanah. Dengan semakin kecil partikel tanah akan meningkatkan luas bidang sentuh antar partikel tanah, sehingga kemungkinan untuk terbentuknya pori mikro dengan struktur yang teguh. Selama infiltrasi, distribusi kandungan air tanah pada tanah pasir akan lebih luas daripada tanah lempung. Demikian juga distribusi kandungan air tanah lempung lebih besar daripada tanah liat (Hillel 1977). Hubungan antara sifat fisik tanah, vegetasi, dan infiltrasi terletak pada sumbangan bahan organik dan penetrasi perakaran di dalam tanah. Tingginya kandungan bahan organik tanah akan meningkatkan kekuatan agregat.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN TOPOGRAFI Lokasi penelitian merupakan kebun campur terletak di desa Tegalwaton Senjoyo kecamatan Tengaran, kabupaten Semarang, Jawa Tengah yang memiliki sumber mata air untuk pengairan sawah dan PDAM. Daerah ini terletak pada ketinggian 725 m dari permukaan laut (dpl). Luas wilayah kebun campur sekitar 346 280 ha yang terdiri dari tanah sawah dengan luas sekitar 73 140, irigasi teknis luasnya 63 000 ha, irigasi setengah tehnis dengan luas 6 000 ha dan tanah kering dengan luas 272 99 ha, yang terdiri dari perkarangan/perumahan 221 640 ha, tegalan 51 350 ha. Temperatur udara rata-rata 30 oC. Curah hujan 800 mm/th.
Gambar 5 Peta Lokasi Desa Tegalwaton Keterangan : Skala 1 : 100
Batas wilayah sebelah utara desa Barukan dan desa Tingkir, sebelah selatan desa Karang Duren, sebelah barat desa Bener, dan sebelah timur desa
Kebowan. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan 7 km, jarak dari kabupaten 33 km, jarak dari kota Propinsi 55 km, dan jarak dari ibukota negara 552 km. Desa Tegalwaton terbagi 8 dusun meliputi; dusun Krajan, dusun Gumukan, dusun Jubug, dusun Manggisan, dusun Rekesan, dusun Medongan, dusun Kalijali, dan dusun Kadilobo. Pada wilayah tersebut terdapat berbagai jenis pohon antara lain, pohon mahoni (Swietenia macrophylla King), beringin (Ficus benjamina L), kopi (Coffea arabica L), sengon (Albizzia falcalaria Back), aren (Arenga pinnata Merr), kelapa (Cocos nucifera L), munggur (Samania saman Merr), waru (Hibiscus tiliacius L), tanjung (Mimusop elingi), kenari (Canarium commune L). Tumbuhan penutup tanah paku (Dryopteris fillmaxs L), putri malu (Mimosa pudica L).
DEMOGRAFI
Kepadatan Penduduk Desa Tegalwaton mempunyai luas wilayah 346 280 ha atau 3 46280 km2 dan jumlah penduduk 3 465 orang. Jadi kepadatan penduduk desa Tegalwaton adalah 1 000 63, setiap kilometer persegi luas wilayah desa Tegalwaton rata-rata dihuni oleh sekitar 1 000 orang.
Distribusi Penduduk Distribusi Penduduk adalah persebaran penduduk dalam ruang tertentu. Desa Tegalwaton memilliki 8 dusun dan terbagi 8 RW dan 34 RT. Jumlah penduduk 3 575 orang terdiri dari 1 740 orang laki-laki dan 1 835 orang perempuan. Dari jumlah penduduk 3 575 orang 802 orang sebagai Kepala Keluarga. Distribusi penduduk di desa Tegalwato tidak merata ada dusun yang padat dan ada yang jarang (kurang padat).
Kehidupan Masyarakat Berdasarkan pemilikan tanah bahwa pemilikan tanah pertanian masih dibawah 0.5 ha/kepala keluarga Penduduk desa Tegalwaton kebanyakan mata pencaharian
bercocok tanam (petani), namun tanah yang dimiliki tidak luas. Banyak penduduk yang memiliki tanah kurang dari 0.25 ha tiap kepala keluarga. Dengan demikian tidak dapat menjamin kehidupan apalagi bagi mereka yang berkeluarga besar. Sebagai jalan keluar mereka bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan, dan pekerja pabrik.
Pertanian Pertanian di desa Tegalwaton dibagi menjadi empat yaitu; pertanian sawah irigasi, pertanian sawah setengah irigasi, pertanian sawah tadah hujan, dan pertanian tanah kering/tegalan. Pola pertanian lahan kering dan sistem tumpangsari.
Peternakan Peternakan di desa Tegalwaton kebanyakan menggunakan cara tradisional misalnya memelihara ayam kampung dibiarkan tidak dikandang secara teratur (liar) makanannya dibiarkan mencari sendiri. Pada peternakan hewan herbivora (sapi, kerbau. kambing dan lain-lain) dibiarkan bergembala di padang rumput (tidak dikandangkan).
Industri Kerajinan/ Kerajinan Rakyat Industri kecil merupakan usaha kecil ekonomi masyarakat (home industry) berupa pembuatan gula jawa(gula merah), pembuatan tempe, kerupuk gendar, anyaman kepang, tampah, keranjang, dan lain-lain.
Agama (Pelaksanaan Hukum Waris) Penduduk desa Tegalwaton mayoritas beragama Islam. Pelaksanaan kehidupan sehari-hari pengamalan mencerminkan nilai-nilai agama Islam. Hal itu dapat terlihat pada pelaksanaan hukum waris, pembagian warisan ditentukan berdasarkan ilmu hukum waris (Faroidh). Anak perempuan mendapatkan satu bagian dan anak laki-laki mendapatkan dua bagian dari harta warisan dalam bahasa jawa ” Nggendong Mikul ”.
METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat penelitian Tempat penelitian adalah kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Desa Tegalwaton Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada Oktober 2008 sampai Pebruari 2009.
Bahan Dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah alkohol 70%, alat yang digunakan adalah tali plastik, patok, ombrometer, pipa paralon, ember besar, stopwatch, pita meter, altimeter, termometer, selang plastik, perlengkapan herbarium, dan buku identifikasi.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu analisis vegetasi, profil vegetasi, dan parameter air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi). Penelitian pendahuluan berupa pengamatan lapangan untuk menentukan plot penelitian. Penentuan plot dilakukan secara acak dan sistematik. Analisis vegetasi dilakukan untuk menentukan spesies vegetasi yang dominan berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP). Metode kuadrat (Mueller et. al 1974) digunakan untuk analisis dominansi fase pohon, tiang, sapihan, dan anakan dengan luasan kuadrat yang telah ditentukan sebelumnya. Luasan petak 2x2 m untuk anakan, 5x5m untuk sapihan, 10x10m untuk tiang, dan 20x20 m untuk pohon, plot yang digunakan sebanyak 10 plot (Gambar 6).
Gambar 6 Luasan petak metode kuadrat
Parameter yang dianalisis: Kerapatan Mutlak (KM) jenis i Jumlah individu jenis i KM(i) = Total luas areal penarikan contoh Kerapatan Relatif (KR) jenis i KM(i) KR(i) = _______________________________ x 100% Total KM seluruh jenis Frekuensi Mutlak (FM) jenis i Jumlah plot yang diduduki jenis i FM (i) = ________________________________ x 100% Jumlah total plot Frekuensi Relatif (FR) jenis i FR(i) =
FM(i) ________________________________ x 100% FM total seluruh jenis
Dominansi Mutlak (DM) jenis i DM (i) =
Jumlah luas bidang dasar suatu jenis i
Dominansi Relatif (DR) jenis i DM(i) DR(i) = ________________________________ x 100% Total DM seluruh jenis Indeks Nilai Penting ( INP) jenis i INP (i) = KR(i) + DR(i) + FR(i) Keterangan : KM(i) : kerapatan mutlak jenis i KR (i) : kerapatan relatif jenis i FM (i) : frekuensi mutlak jenis i FR (i)
: frekuensi relatif jenis i
DM (i) : dominansi mutlak jenis i DR (i) : dominansi relatif jenis i INP (i) : indeks nilai penting jenis i Metode garis menyinggung (line intercept) (Muller et. al 1974) digunakan untuk analisis dominansi tumbuhan penutup tanah dengan panjang transek 30 m. Pada daerah penelitian dijadikan contoh dibuat transek titik pertamanya diambil secara acak. Garis-garis transek tersebut dibagi ke dalam interval-interval. Setiap interval dianggap sebagai petak contoh tempat pengambilan data yang diperlukan.
Hanya tumbuhan bawah yang tersinggung oleh garis transek yang diamati. Apabila nama spesies tumbuhan tidak dikenal di lapangan maka akan di buat herbarium. Untuk setiap tumbuhan yang tersinggung garis transek, dilakukan 2 pengukuran yang harus di catat yaitu panjang transek yang terpotong (I) dan lebar maksimum tumbuhan tegak lurus pada garis transek (M). Kerapatan Mutlak (KM) jenis i (∑ 1/Mi) x unit penarikan contoh KM (i) = ________________________________ Total panjang transek Kerapatan Relatif (KR) jenis i KM(i) KR(i) =
_______________________________ x 100% Total KM seluruh jenis
Frekuensi Mutlak (FM) jenis i Jumlah interval yang diduduki jenis i FM (i) =
________________________________ x 100% Jumlah total interval seluruh transek
Faktor penimbang (F) F = (∑ 1/ M) Jumlah total seluruh jenis Frekuensi tertimbang (Ft) jenis i Ft (i) = F x Jumlah interval diduduki jenis i Frekuensi Relatif (FR) jenis i Ft(i) FR(i) =
________________________________ x 100% Ft total seluruh jenis
Dominansi Mutlak (DM) jenis i DM (i) =
Total panjang intersepsi jenis i
Dominansi Relatif (DR) jenis i DM(i) DR(i) = _______________________________ x 100% Total DM seluruh jenis
Indeks Nilai Penting (INP) jenis i INP (i) = KR(i) + DR(i) + FR(i) Keterangan : M(i)
: proyeksi tajuk maksimum jenis i
KM(i) : kerapatan mutlak jenis i KR (i) : kerapatan relatif jenis i FM (i) : frekuensi mutlak jenis i F
: frekuensi penimbang
Ft (i)
: frekuensi tertimbang jenis i
FR (i)
: frekuensi relatif jenis i
DM (i) : dominansi mutlak jenis i DR (i) : dominansi relatif jenis i INP (i) : indeks nilai penting jenis i
Profil Vegetasi Analisis profil vegetasi (Halle et al.1978) dilakukan dalam plot sampling berukuran 20x 30m. Parameter yang diamati pohon (tanaman berkayu berdiameter > 20 cm dan atau tinggi > 2m), diberi nomor dan di lakukan pengukuran diameter setinggi 1.3 m diatas permukaan tanah (diameter setinggi dada), tinggi pohon bebas tajuk dan diameter tajuk pohon. Pohon yang teridentifikasi selanjutnya dibuat profil vegetasinya dalam kertas milimeter dengan skala 1 : 200. Tinggi pohon dan arsitektur tajuknya dibuat secara vertikal kemudian diproyeksikan secara horisontal untuk luas penutupan tajuk. Penentuan pohon yang termasuk ke dalam pohon masa kini, masa datang, dan masa lampau di tentukan dengan rumus : Pohon masa kini Tt < 2.Tbc Tt < 100. Dtd Tbc < ½. Tt Pohon masa datang Tt > 2. Tbc Tt> 100. Dtd
Tbc < 1/2 . Tt Pohon masa lampau Tt << 2.Tbc Tt << 100.Dtd Tbc >> ½. Tt Keterangan : Tt
: tinggi pohon total
Tbc
: tinggi pohon bebas cabang
Dtd
: diameter pohon setinggi dada Setelah analisis vegetasi akan diperoleh jenis pohon yang dominan.
Selanjutnya untuk penentuan model arsitektur pohon digunakan kunci determinasi Halle (1978) dengan memperhatikan dan mengukur beberapa parameter berikut : 1. Bentuk pertumbuhan batang 2. Bentuk dan susunan cabang pada batang 3. Bentuk dan susunan cabang pada cabang lateral 4. Posisi organ seksual (pembungaan) 5. Tinggi batang bebas cabang Analisis Parameter Air
Plot pengambilan data parameter air secara Purposive Radom Sampling .. Parameter air meliputi : 1. Aliran batang Pengukuran aliran batang, terlebih dahulu dilakukan penampungan air yang mengalir pada batang. Penampungan dengan membuat lingkaran spiral pada batang yang terbuat dari selang plastik yang bermuara ke dalam penampungan air (Kaimuddin 1994). Banyaknya aliran batang yang diukur sebanyak 3 pohon. Perhitungan volume aliran batang dilakukan dengan persamaan : Sfi = Vi/Li cm = Vi/Li x 10mm, Dimana ; Sfi = tinggi aliran batang ke i (mm) Vi = volume aliran batang ke i (cm3) Li = luas tajuk pohon ke i (cm2)
Gambar 7 Aliran Batang 2. Air Curahan Tajuk Pada (Gambar 8) pengukuran air curahan tajuk terlebih dahulu dilakukan penampungan air curahan tajuk dengan kerangka kayu yang diberi alas plastik dengan luas permukaan penampungan 1x1m2 ditempatkan dibawah tajuk (Kaimuddin 1994). Diukur pada 3 pohon (sebagai ulangan). Volume air curahan tajuk yang tertampung selanjutnya di konversi ke dalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan persaman : Tfi = Vi/Li = Vi/Li x 10 mm Dimana ; Tfi
= tinggi curahan tajuk ke i (mm)
Vi
= volume curahan tajuk i (cm3)
Li
= luas penampungan ke i (cm2)
Gambar 8 Air Curahan Tajuk
3. Infiltrasi Laju infiltrasi diukur dengan menggunakan paralon berukuran diameter 10cm dan tinggi 50 cm (Gambar 9). Data infiltrasi berupa laju infiltrasi air ke dalam tanah persatuan waktu ((ml/cm2/menit). Laju infiltrasi diukur dengan menghitung laju penyerapan atau habisnya air dalam pipa infiltrasi ke dalam tanah menggunakan stop watch (Setiadi 1998).
Gambar 9 Infiltrasi 4. Curah Hujan Pengambilan data sekunder curah hujan dilakukan pada bulan Desember 2008 sampai dengan Pebruari 2009 di Dinas Bina Marga Sumber Daya Alam & Sumber Daya Manusia Ranting Senjoyo.
Analisis Tanah Analisis tanah dilakukan secara Proposive Random Sampling untuk profil dan tekstur tanah. Pembuatan profil tanah digali sedalam 2 m. Analisis tekstur tanah dilakukan di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB.
Analisis Data Analisis regresi dan korelasi dilakukan pada faktor curah hujan di tempat terbuka dengan besarnya aliran batang, air curahan tajuk, dan infiltrasi dengan persamaan : Y = bo + b1x + ε
Dimana : Y = hasil pengukuran komponen hujan (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) bo = intercept b1 = koefisien x x = curah hujan ε
= error
Analisis korelasi menggunakan rumus ;
Selanjutnya untuk mengetahui hubungan yang erat (kedekatan) setiap peubah dilakukan analisis Biplot dengan menggunakan program SAS (Jollife 1986).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur dan Komposisi Vegetasi Berdasarkan hasil analisis vegetasi secara lengkap (Tabel 1 dan Lampiran 2) di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo menunjukkan adanya nilai yang bervariasi dari struktur dan komposisi tumbuhan setiap jenis karena adanya perbedaan karakter masing-masing vegetasi. Menurut Kimmins (1987), variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhui oleh fenologi tumbuhan, dan natalitas. Keberhasilannya menjadi individu baru dipengaruhui oleh fertilitas dan fekunditas yang berbeda setiap spesies sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies. Komposisi vegetasi yang mendominasi kebun campur Sumber Titra Senjoyo berdasarkan metode kuadrat adalah mahoni (Swietinia macrophylla King) untuk fase pohon dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 61.87 % , kopi (Coffea arabica L) untuk fase tiang dengan INP sebesar 64.61 %, mahoni untuk fase sapihan dengan INP sebesar 33.72 %, dan kopi untuk fase anakan dengan INP sebasar 27.99 %. Jenis lainnya yang kodominan pada fase pohon, tiang, sapihan dan anakan berturut-turut adalah; beringin (Ficus benjamina L), lansep (Lansium domesticum Varr), beringin (Ficus benjamina L), dan waru (Hibiscus tiliacius L) dapat dilihat (Tabel 1). Vegetasi dari fase pohon sampai anakan jenis vegetasi masih konsisten artinya adanya jenis vegetasi dari fase ke fase masih ada terlihat dari frekuensi. Mahoni merupakan jenis vegetasi dominan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo. Perkembangan jenis mahoni dari fase pohon sampai fase anakan terlihat jelas variasi nilai INP pada (Tabel 1). Karakteristik ekologis yang paling menonjol mahoni adalah kemampuannya untuk mempertahankan hidup pada kondisi tanah yang relatif kekurangan air. Mahoni ditemui secara alami pada daerah dengan kondisi curah hujan sekitar 580 – 800 mm pertahun. Oleh karena itu mahoni mampu beradaptasi di kebun campur dengan kondisi lingkungan yang ada.
Tabel 1 Tiga jenis paling dominan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo.
Fase Pohon
Nama jenis
INP ( % )
Pohon
Sweitenia macrophylla King
61.87
Ficus benjamina L
41.64
Canarium commune L
27.18
Jenis lain berjumlah 18 jenis
169.31
Total
300
Coffea arabica L
64.61
Lansium domesticum Varr
40.19
Swietenia macrophylla King
39.67
Jenis lain berjumlah 10 jenis
155.53
Total
300
Swietenia macrophylla King
33.72
Ficus benjamina L
31.25
Coffea arabica L
21.28
Jenis lain berjumlah 15 jenis
113.75
Total
200
Coffea arabica L
27.99
Hibiscus tiliacius L
24.44
Swietenia macrophylla King
20.73
Jenis lain berjumlah 17 jenis
126.84
Total
200
Tiang
Sapihan
Anakan
Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominasi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga nilainya juga bervariasi.
Nilai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi
ditemukan pada mahoni sebesar 61.87 % dan nilai terendah pada jenis sengon (Albizia falcata Back) sebesar 2.77% data yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. Besarnya Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya. Jenis yang dominan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo menunjukkan jenis yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Hal itu selain dipengaruhui oleh lingkungan dapat pula disebabkan oleh
pengaruh proses penyebaran jenis vegetasi oleh faktor biotik (interaksi antar spesies, kompetisi, parasitisme dan sebagainya). Tumbuhan penutup tanah yang ditemukan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo sebanyak 22 jenis. Tiga jenis tumbuhan dominan berdasarkan nilai INP secara berurutan adalah ceplikan (Synedrella nodiflora L), INP 37.02 % , luluhan kebo (Panicum palmifolium Willd), INP 31.19 %, dan nampu (Homalomena occulta Lour), INP 31.16 %, nilai INP terendah pada terong pait (Solanum melongena L) sebesar 1.34 % (Tabel 2) data yang lebih lengkap dapat dilihat (Lampiran 2). Tabel 2 Jenis vegetasi penutup tanah di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo.
No
Nama Jenis
Nama Daerah
INP (%)
1
Synedrella nodiflora L
Ceplikan
37.02
2
Panicum palmifolium Willd
Luluhan Kebo
31.19
3
Homalomena occulta Lour
Nampu
31.16
4
Dryopteris fillimaxs L
Paku-pakuan
23.11
5
Lantana camara Linn
Trembelek
19.19
6
Ageratum conyzoides L
Wedusan
17.56
7
Acalypha indica L
Latheng
14.11
8
Hyptis rhomboidea Jacq
Kembang Kancing
12.71
9
Scoparia dulcis L
Metir-metiran
12.64
10
Eupatorium inulifolium HBK
Kemangian
11.5
11
Sporobolus indicus (L) R.Br
Suket Sadan
11.04
12
Solanum torvum Sw
Terong-terongan
10.59
13
Azonapus compressus
Suket Pait
10.41
14
Cymbopogon nardus (DC) Stapt
Serai
9.88
15
Physalis minina L
Ciplukan
9.66
16
Vernonia cineria L
Sembung
8.33
17
Solanum nigrum L
Ranthi
7.66
18
Mimosa pudica L
Pus Meong
7.4
19
Ammomum cardomomum Willd
Kapulogo
5.79
20
Clitoria ternateal L
Kembang Pek bo
5.48
21
Duranta erecta L
Tetehan
2.21
22
Solanum melongena L
Terong Pait
1.34
Total
300
Vegetasi dapat berfungsi dalam konservasi tanah dan air karena ia memiliki beberapa manfaat yang mendukung tanah. Vegetasi dapat meningkatkan infiltrasi
karena perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme yang berakibat pada meningkatkan porositas tanah (Harsono 1995). Sehingga meningkatkan daya serap tanah dalam menyerap air oleh hujan.
Selanjutnya air masuk melalui
infiltrasi tetap tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya atau sisa-sisa tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang rapat sehingga menekan evaporasi. Selain itu keberadaan vegetasi juga dapat mengurangi kerusakan agregat tanah akibat jatuhnya butir hujan ke permukaan tanah. Profil Vegetasi Dominansi berdasarkan penutupan atau luasan tajuk suatu pohon atau tumbuhan dapat diamati dari analisis profil vegetasi. Profil vegetasi juga dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan komposisi jenis pohon pada suatu wilayah pada saat yang akan datang. Proyeksi penggunaan lahan secara vertikal dan horisontal di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo dapat dilihat (Gambar 10).
Gambar 10 Profil Vegetasi Secara Vertikal Keterangan :
1,13
= Samania saman Merr model arsitektur Massart
12
= Nephelium lappaceum L model arsitektur Rauh
2,3,4,5,6,7,8,9,10, dan11 = Swietenia macrophylla King model arsitektur Rauh
Gambar 11 Profil Vegetasi Secara Horisontal Keterangan : No Nama Jenis 1 Samania saman Merr 2 Swetenia macrophylla K 3 Swetenia macrophylla K 4 Swetenia macrophylla K Swetenia macrophylla K 5 Swetenia macrophylla K 6 Swetenia macrophylla K 7 Swetenia macrophylla K 8 Swetenia macrophylla K 9 10 Swetenia macrophylla K 11 Swetenia macrophylla K 12 13
Nephelium nappalium L Samania saman Merr Jumlah
Penutupan tajuk (% ) 8.25 1.00 0.67 2.00 1.04 1.25 1.46 0.33 0.50 1.00 1.04 4.13 8.00 30.67
Dominansi suatu jenis belum tentu menunjukkan penguasaan penutupan lahan oleh tajuk yang dominan pula. Profil arsitektur dari jenis pohon ikut menentukan persentase penutupan lahan oleh tajuk (Setiadi 1998). Model arsitektur menggambarkan pola pertumbuhan cabang, batang, ranting dan tata letak daun suatu tumbuhan selama masa pertumbuhannya. Model arsitektur suatu tanaman mempengaruhui komposisi aliran batang dan air curahan tajuk suatu tanaman selanjutnya akan mempengaruhi besarnya aliran/limpasan permukaan dan air infiltrasi yang dihasilkan. Menurut Manokaran (1979), bentuk percabangan dan tinggi pohon bebas cabang akan mempengaruhi aliran batang. Percabangan yang melebar akan memperkecil aliran batang. Pada aliran batang
akan besar nilainya pada model arsitektur dengan percabangan yang menyempit. Besarnya curah hujan sampai ke permukaan tanah melalui batang sangat kecil, sesuai dengan laporan ( Kelliher 1992). Tabel 3 Jenis pohon dengan model arsitektur di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo.
No
Nama Spesies
Nama Daerah
INP (%)
Model Arsitektur
1
Sweitenia macrophylla K
Mahoni
61.87
Rauh
2
Ficus benjamina L
Beringin
41.64
Rauh
3
Canarium commune L
Kenari
27.18
Rauh
4
Mimusop elingi L
Tanjung
20.77
Roux
5
Hibiscus tiliacius L
Waru
20.03
Troll
6
Lansium domesticum Varr
Lansep
19.01
Rauh
7
Arenga pinnata Merr
Aren
12.35
Corner
8
Cocos nucifera L
Kelapa
11.38
Corner
9
Ficus elastica Roxb
Karet
9.79
Rauh
10
Arthocarpus communis Merr
Keluweh
9.74
Nozeran
11
Coffea arabica L
Kopi
9.64
Roux
12
Nephelium nappalium L
Rambutan
8.84
Rauh
13
Annona muricata L
Sirsat
7.48
Troll
14
Ceiba petandra Miq
Randu
5.87
Massart
15
Cycas rumphii Miq
Pakis
5.55
Corner
16
Eugenia cumini Druce
Duwet
5.52
Rauh
17
Samanian saman Merr
Munggur
5.48
Massart
18
Arthocarpus integra Merr
Nangka
5.26
Nozeran
19
Acacia auriculiformis A.Cunn
Akasia
5.12
Attim
20
Melia azedarachta L
Mindi
4.7
21
Albizia falcata Back
Sengon
2.77
Jumlah
300
Massart Troll
Berdasarkan analisis profil vegetasi bahwa jenis vegetasi yang mendominasi pada kebun campur Sumber Tirta Senjoyo adalah mahoni (Switenia macrophylla King) dengan model arsitektur Rauh (Tabel 3). Oleh karena itu sebagai jenis vegetasi dominan mempunyai peran yang besar dalam komunitas kebun campur Sumber Tirta Senjoyo. Model arsitektur ini memiliki ciri pohon dengan cabang monopodial, pembungaan lateral dan batang tumbuh ritmik ke atas (Halle et.al 1978). Model arsitektur ini memungkinkan banyaknya aliran batang sehingga
jumlahnya lebih besar dari aliran tembus. Akan tetapi, tekstur kulit pohon mahoni agak kasar sehingga banyak air hujan yang terserap batang. Hal ini menyebabkan relatif sedikitnya aliran batang yang terjadi pada mahoni. Menurut Manokaran (1979), aliran batang lebih dipengaruhui oleh kompleksitas kanopi (profil arsitektur) daripada ukuran pohon. Selain itu faktor lain yang mempengaruhui aliran batang diantaranya tekstur kulit pohon itu sendiri. Kopi (Coffea arabica L) dengan model Roux mendominasi fase tiang . Seperti halnya
model Massart, model arsitektur Roux dilihat dari pola
percabangan yang melebar. Pada model arsitektur Roux, ada kemungkinan nilai aliran batangnya dapat sama dengan aliran tembus karena percabangannya masih cenderung menyempit. Tekstur kulit kayu yang agak kasar juga menyebabkan relatif sedikitnya aliran batang yang terjadi pada kopi. Secara umum, model arsitektur yang dominan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo adalah model arsitektur Rauh dapat dilihat (Gambar 1). Metode profil vegetasi menunjukkan kriteria pohon masa datang, dan masa kini. Pohon masa kini adalah jenis yang fasenya pohon pada saat ini. Pohon masa datang merupakan jenis yang akan berfase pohon pada saat yang akan datang. Pohon masa lampau adalah jenis yang fasenya telah menjadi pohon sejak saat sebelumnya. Pada areal 10 plot sampling di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo, berdasarkan hasil analisis profil vegetasi data yang lebih lengkap (Lampiran 4), didominasi oleh pohon masa kini dan pohon masa datang adalah model Rauh. Vegetasi yang termasuk pada pohon masa kini sebesar 29.21% dan yang termasuk pohon masa datang sebesar 70.79% (Tabel 4). Kerapatan vegetasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo 450 individu/ha. Jenis vegetasi yang ditemukan fase pohon sampai tumbuhan penutup tanah 52 jenis (Lampiran 1).
Tabel 4 Kerapatan pohon per hektar dari 10 plot sampling di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama Jenis Swietenia macrophylla K * Ficus benjamina L * Canarium commune L * Mimusop elingi L Hibiscus tiliacius L Lansium domesticum Varr Arenga pinnata Merr Cocos nucifera L Ficus elastica Roxb Arthocarpus communis Merr Coffea arabica L Nephelium nappalium L Annona muricata L Ceiba petandra Miq Cycas rumphii Miq Eugenia cumini Druce Samania saman Merr Arthocarpus integra Merr Acacia auriculiformis A.Cunn Meilia azedirachta L Albizia falcata Back Total Keterangan : PMD : Pohon Masa Datang
PMK 20 6 2 1 0 3 5 0 0 3 2 0 2 0 2 3 1 0 0 2 0 52
PMD 36 16 5 3 16 15 0 4 2 2 5 4 0 2 2 7 1 3 2 2 1 128
Jumlah (n/ ha) 56 22 7 4 16 18 5 4 2 5 7 4 2 2 4 10 2 3 2 4 1 180
PMK : Pohon Masa Kini * : Jenis vegetasi yang
dominan Parameter Air Curah Hujan Curah hujan selama 30 kali pengukuran menunjukkan variasi. Curah hujan tertinggi sebesar 59 mm/hari dan curah hujan terendah 5 mm/hari. Berdasarkan kategori hujan menunjukkan bahwa hujan sangat ringan (< 5 mm/hari) tidak ada, hujan ringan (5-20 mm/hari) 12 kali dan hujan >20mm/hari 18 kali (Lampiran 3). Nilai penjenuhan tajuk atau kapasitas tajuk menggambarkan tentang jumlah air maksimal yang dapat ditampung dan menjenuhkan tajuk apabila hujan terjadi. Jika tajuk menerima air hujan lebih besar dari batas penjenuhan tajuk, maka air akan dialirkan menjadi air curahan tajuk. Pada penelitian ini pengukuran
parameter air berada batas penjenuhan tajuk yang menghasilkan aliran batang, air curahan tajuk, dan infiltrasi. Aliran Batang Hasil pengukuran aliran batang pada pohon mahoni (Swietenia macrophylla King) menunjukkan bahwa nilai aliran batang selama 30 kali pengambilan disaat hujan terdapat pada (Lampiran 3). Aliran batang tertinggi 1.32 mm dan terendah 0.02 mm. Tingginya aliran batang pada model arsitektur Rauh berhubungan dengan pola percabangannya. Pada model Rauh yang percabangan orthotropik akan meningkatkan aliran batang, karena cabang-cabang yang tumbuh vertikal berfungsi sebagai wadah penampungan air hujan yang selanjutnya dialirkan ke batang. Akan tetapi kulit batang mahoni yang kasar memperlambat aliran batang serta memperluas bidang permukaan sehingga proses penguapan disepanjang batang semakin tinggi. Hal itu sesuai dengan Parker (1983) menyatakan bahwa jumlah aliran batang dipengaruhi oleh kehalusan kulit batang dan sudut antara batang dan cabang. Apabila kulit batang pada suatu vegetasi kasar, maka aliran batang lebih kecil dibandingkan vegetasi berkulit batang halus. Korelasi curah hujan dengan aliran batang memiliki hubungan linier yang nyata. Nilai koefisien korelasi r = 0.96 (Tabel 5) menunjukkan hubungan curah hujan dengan aliran batang bersifat posistif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan curah hujan mempengaruhi peningkatan nilai aliran batang secara linier. Grafik curah hujan dengan aliran batang dapat ditunjukkan pada (Gambar 12). Hasil analisis regresi nilai R2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 92% dapat menerangkan nilai aliran batang pada model Rauh. Sehingga didapatkan persamaan : Aliran batang = - 0.239 + 0.0246 curah hujan Persamaan diatas menunjukkan bahwa peningkatan satu satuan curah hujan akan meningkatkan 0.0246 satu satuan aliran batang. Dengan demikian setiap penambahan curah hujan satu satuan akan meningkatkan satu satuan aliran batang. Tabel 5 Nilai koefisien korelasi (r) curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi. Curah hujan
Aliran Batang 0.96296
Curahan Tajuk 0.89477
Infiltrasi -0.93749
Pengamatan di lapangan menunjukan bahwa apabila intensitas dan frekuensi hujannya tinggi, aliran batang pada model Rauh akan meningkat dengan tajam. Hal itu dikarenakan pada kulit pohon mahoni membutuhkan waktu yang lama pula untuk menjadi kering, bahkan ketika hujan sudah berhenti aliran batang masih ada yang menetes. Jika dalam kondisi demikian akan terjadi turun hujan dengan intensitas tinggi ,maka laju aliran batang lebih cepat meningkat karena permukaan kulit sudah terlebih dahulu mengalami batas kejenuhan. Fenomena ini didukung oleh Manokaran (1979) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aliran batang adalah intensitas dan waktu kejadian antar hujan. Aliran batang pada model Rauh adalah relatif kecil karena percabangan pada pohon mahoni yang jarang dan diameter tajuk yang lebih pendek sehingga kapasitas penampungan air hujan juga kecil.
P o la hub ung a n c ur a h huja n d e ng a n a l ir a n b a ta ng a lira n ba ta ng = - 0 .2 39 2 + 0.02 46 0 cu ra h h u ja n 1 .5 0 S R-S q R - S q (a d j)
1 .2 5
0.102675 92.7% 92.4%
aliran batang
1 .0 0 0 .7 5 0 .5 0 0 .2 5 0 .0 0 0
10
20
30 40 c ur a h h u ja n
50
60
Gambar 12 Grafik linier curah hujan dengan aliran batang Curah hujan yang jatuh akan mengisi pada pori-pori dan permukaan batang secara keseluruhan. Setelah permukaan batang terlebih dahulu mengalami batas kejenuhan dengan air hujan, baru akan dialirkan ke permukaan tanah sebagai aliran batang. Air Curahan Tajuk Air hujan yang jatuh akan tertahan oleh dahan dan ranting yang akan menjadi air curahan tajuk. Gambar 13 menunjukkan hubungan curah hujan dengan curahan tajuk bersifat positif dengan nilai korelasi sebesar r = 0.89. Hujan yang jatuh akan tertahan oleh dahan dan ranting yang akan menjadi air curahan tajuk. Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan mempengaruhi nilai curahan tajuk
secara linier. Dengan demikian setiap penambahan curah hujan akan meningkatkan curahan tajuk. Porsi nilai curahan tajuk pada model arsitektur dapat diterangkan oleh curah hujan dinyatakan dalam koefisien determinasi (R2 ). Berdasarkan hasil analisis regresi nilai R2 curahan tajuk, dapat dinyatakan bahwa 80% dari curah hujan dapat menerangkan nilai curahan tajuk pada model Rauh, sehingga diperoleh persamaan : Curahan tajuk = 2.994 + 0.6494 curah hujan Persamaan diatas menunjukkan bahwa peningkatan satu satuan curah hujan akan meningkatkan 0.06494 satu satuan curahan tajuk. P o la hubung a n c ur a h hu ja n de nga n c ur a ha n ta juk c u r a ha n ta ju k = 2 .9 8 8 + 0 .6 49 5 cu r a h h u ja n S R- S q R- S q ( ad j)
curahan tajuk
40
4.81143 80.1% 79.4%
30
20
10
0 0
10
20
30 c u r a h hu ja n
40
50
60
Gambar 13 Grafik linier curah hujan dengan curahan tajuk Hasil pengukuran curahan tajuk pada pohon mahoni menunjukkan bahwa nilai curahan tajuk selama 30 kali pengambilan disaat hujan terdapat pada (Lampiran 3). Curahan tajuk tertinggi 45 mm dan terendah 5 mm. Peningkatan air curahan tajuk disebabkan daun-daun yang sudah basah dan relatif tipis dengan daun kering kapasitas menyerap air curah hujan akan berbeda sehingga lamanya hujan pada hari sebelumnya akan berpengaruh pada air curahan tajuk berikutnya, maka kejenuhan pada daun akan mempengaruhui dari nilai air curahan tajuk. Pada Rauh percabangan atau posisi cabang-cabangnya condong ke atas maka air hujan yang menerpa cabang-cabang tersebut sebagian akan menjadi aliran batang dan sebagian lagi akan menjadi air curahan tajuk. Pada pengamatan di lapangan memiliki percabangan yang sedikit dan pendek.
Infiltrasi Pola hubungan curah hujan dengan infiltrasi pada (Gambar 14) menunjukkan bahwa hubungan linier bersifat negatif dengan nilai r = -0.93 (Tabel 5) artinya jika terjadi peningkatan curah hujan di lokasi penelitian maka akan diikuti penurunan infiltrasi. Peningkatan curah hujan akan berdampak pada penurunan infiltrasi sangat menyolok. Hal itu dapat disebabkan intensitas dan lamanya hujan. Porsi nilai infiltrasi pada model arsitektur dapat diterangkan oleh curah hujan dinyatakan koefisien determinasi (R2). Berdasarkan hasil analisis regresi nilai R2 infiltrasi, dapat dinyatakan bahwa 87% dari curah hujan dapat menerangkan nilai infiltrasi pada model Rauh, sehingga diperoleh persamaan : Infiltrasi = 1.745 - 0.02035 curah hujan Persamaan diatas menunjukkan bahwa peningkatan satu satuan curah hujan akan menurunkan 0.02035 satu satuan laju infiltrasi. Hasil analisis regresi bahwa curah hujan mempengaruhi faktor infiltrasi sebesar 87 % sedangkan sisanya dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor lain 13 % yang berpengaruh sifat fisik tanah (tekstur dan jenis tanah). P o l a h u b u n g a n c u r a h h u ja n d e n g a n i n f i l t r a s i in f iltr a s i =
1 .7 0 9 - 0 .0 1 9 8 3 c u r a h h u ja n S R-S q R - S q (ad j)
2 .0 0
0.1 1 70 9 5 8 6.4 % 8 5.9 %
1 .7 5
infiltrasi
1 .5 0 1 .2 5 1 .0 0 0 .7 5 0 .5 0 0
10
20
30 c u r a h h u ja n
40
50
60
Gambar 14 Grafik linier curah hujan dengan infiltrasi Tanah Menurut Supraptohardjo (1958), dapat diketahui bermacam-macam tanah dalam golongan terpenting yaitu; Tanah Kompleks Regosol Kelabu dan Grumusol Kelabu Tua; Tanah Mediteran Coklat Tua; Tanah Latosol Coklat dan Tanah Latosol Coklat Tua Kemerahan. Berdasarkan peta tanah dengan skala 1: 250.000 pada tahun 1956 Propinsi Jawa Tengah di Lembaga Penelitian Tanah yang di
susun oleh M. Supraptohardjo, Suwarjo, Dudal (FAO) dan Go Ban Hong. Kebun campur Sumber Tirta Senjoyo merupakan kawasan tanah Kompleks Andosol Kelabu Tua dapat dilihat pada (Gambar 15) profil tanah.
Gambar 15 Profil tanah Keterangan : Drainase : rendah, bahan induk : tuf vulkan, relief : lereng atas, suhu tanah : 280C Vegetasi penutup : Rumput, Eupatorium inulifolium HBK Kedalaman Tanah : 0 – 10cm
:
warna coklat abu-abu gelap gelap,tanah gembur terdapat butiran pasir sedikit, perakaran kecil banyak dijumpai, pH 5,5.
10- 30cm
: warna abu-abu hitam lempung berdebu, banyak di jumpai akar,
dijumpai bercak-bercak merah kekuningan, pH
5,5. 30- 70 cm
: warna coklat kehitaman lempung berdebu, masih banyak akar halus, licin,banyak dijumpai lubang bekas akar, pH: 5.8.
lebih dari 70cm
: warna abu-abu dan mulai coklat kekuningan lempung berdebu, lembab, pH 6,3.
Jenis tanah Kompleks Andosol Kelabu Tua adanya ciri tanah dalam menyerap air kurang. Hal itu dapat menunjukekan bahwa air yang tertahan oleh tanah akan mengakibatkan pereduksian dari unsur Fe sehingga warna tanah menjadi abu-abu tua dan nilai infiltrasi kecil.
Berdasarkan hasil analisis tekstur tanah di laboraturium Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB bahwa lokasi kebun campur Sumber Tirta Senjoyo tergolong tanah bertekstur lempung berdebu dengan komposisi tekstur pasir, debu, dan liat. Adapun perbandingan banyaknya pasir 19.41%, debu sebesar 60.76% dan liat sebesar 19.83% dapat dilihat pada (Tabel 6) Tabel 6 Hasil analisis tekstur tanah di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo No
Tekstur Pasir% Debu% Liat% 1 18.94 57.92 23.14 2 19.54 64.47 15.99 3 17.65 64.06 18.29 4 18.39 56.93 24.68 5 21.23 57.98 20.79 6 19.66 59.16 21.18 7 20.28 57.93 21.79 8 18.52 62.85 18.63 9 20.48 65.5 14.02 Jumlah 174.69 546.8 178.51 Rata-rata 19.41 60.76 19.83 Tanah dengan tekstur prosentase debu yang tinggi nilai infiltrasi rendah, aliran batang, dan curahan tajuk tinggi maka akan terjadi genangan air pada permukaan tanah. Sifat fisik tanah pada profil tanah (Gambar 15) menunjukkan bahwa proses distribusi pori drainase rendah. Di m ensi on 2 ( 5. 64% ) 0. 6
0. 5
Aliran
0. 4
0. 3
0. 2
Infiltrasi
Curah Hujan
0. 1
0. 0
- 0. 1
- 0. 2
- 0. 3
Curahan Tajuk
- 0. 4
- 0. 5 - 0. 8
- 0. 7
- 0. 6
- 0. 5
- 0. 4
- 0. 3
- 0. 2
- 0. 1
0. 0
0. 1
0. 2
0. 3
0. 4
0. 5
0. 6
0. 7
Di m ensi on 1 ( 92. 27% )
Gambar 16 Grafik Biplot curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi.
0. 8
Keterangan: = Aliran batang = Curahan Tajuk = Infiltrasi = Curah hujan Korelasi antara masing-masing parameter air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) dengan curah hujan seperti yang nampak pada (Gambar 16). Parameter air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) memiliki hubungan yang erat dengan curah hujan. Hubungan paling erat adalah antara aliran batang dengan curah hujan dengan jenis hubungan positif (sudut garis lancip). Kemudian urutan hubungan erat kedua dengan curah hujan adalah infiltrasi, tetapi memiliki hubungan negatif (sudut garis tumpul). Yang terakhir adalah curahan tajuk yang memiliki hubungan positif. Hasil analisis biplot (Gambar 16) menunjukkan grafik biplot yang menggambarkan 97,91 % keragaman data. Keragaman itu ditunjukkan oleh garisgaris peubah yang panjang menunjukkan keragaman yang diberikan oleh peubah cukup tinggi. Parameter air (aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi) dengan curah hujan memiliki hubungan yang erat.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN Berdasarkan
struktur dan komposisi vegetasi, jenis yang dominan di
kebun campur Sumber Tirta Senjoyo untuk fase pohon yang mendominasi pada lokasi kebun campur Sumber Tirta Senjoyo adalah Mahoni (Swietenia macrophylla King) dengan nilai Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 61.87%. Jenis lainnya kodominan pada fase pohon, tiang, sapihan dan anakan berturut-turut adalah : Ficus benjamina L, Lansium domesticum Varr, Ficus benjamina L, dan Hibiscus tiliacius L. Tumbuhan penutup tanah jenis yang dominan adalah Ceplikan (Synedrella nodiflora L) dengan nilai INP sebesar 37.02%. Hasil analisis profil vegetasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo pohon dominan adalah mahoni dengan model arsitektur Rauh. Pohon masa kini 29.21%. dan pohon masa datang 70.79% dengan model arsitektur yang sama yaitu model Rauh. Sehingga lahan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo diperkirakan tidak mengalami perubahan fungsi konservasi tanah dan air. Korelasi curah hujan dengan aliran batang bersifat positif dengan nilai r = 0.96, air curahan tajuk dengan curah hujan bersifat positif dengan nilai r = 0. 89, dan infiltrasi bersifat negatif dengan nilai r = -0.93. Hal itu menunjukkan bahwa penambahan satu satuan curah hujan terjadi peningkatan 0.96 satuan aliran batang, 0.89 satuan curahan tajuk, dan penurunan 0.93 satuan infiltrasi. Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan hubungan linier antara curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi. Nilai R2 menunjukkan bahwa nilai curah hujan 92% dapat menerangkan nilai aliran batang pada model Rauh, sehingga didapatkan persamaan Y = - 0.239 + 0.0246 X. Nilai R2 curahan tajuk, dapat dinyatakan bahwa 80% dari curah hujan dapat menerangkan nilai curahan tajuk pada model Rauh, sehingga diperoleh persamaan Y = 2.994 + 0.6494 X. Nilai R2 infiltrasi, dapat dinyatakan bahwa 87% dari curah hujan dapat menerangkan nilai infiltrasi pada model Rauh, sehingga diperoleh persamaan Y = 1.745 - 0.02035 X. Hal ini menunjukkan bahwa faktor curah hujan mempengaruhi peningkatan aliran batang, curahan tajuk, dan penurunan infiltrasi.
Model arsitektur Rauh pada mahoni (Swietenia macrophylla King) kurang cocok untuk menunjang usaha konservasi tanah dan air dengan jenis tanah Kompleks Andosol Kelabu Tua dan tekstur tanah berdebu di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo. Hal itu disebabkan model arsitektur Rauh memiliki nilai aliran batang kecil, curahan tajuk tinggi, dan nilai infiltrasi kecil.
SARAN Sistem pengelolaan lahan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo diharapkan tidak mempertahankan tanaman pohon mahoni dengan model arsitektur Rauh, untuk usaha konservasi tanah dan air digantikan tanaman berbagai jenis pohon lain model Rauh atau model arsitektur berbeda. Perlu mempertahankan tumbuhan penutup tanah sebagai usaha konservasi tanah dan air. Diharapkan penelitian lanjutan model arsitektur berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogtakarta : Universitas Gadjah Mada Pr. Ambar 1986. Aspek Vegetasi dan Tata Guna Lahan Dalam proses di Daerah Aliran Sungai, Makalah pada Raker RLKT Wilayah IV, UNPAD Bandung. Arrijani 2002. Korelasi profil arsitektur vegetasi dengan laju aliran batang, air tembus tajuk, infiltrasi dan aliran permukaan [disertasi]. Bogor: Program Pasca sharjana, Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 1998. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Athorick TA. 2000. Pengaruh arsitektur pohon model massart dan rauh terhadap aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan dan erosi di hutan pendidikan Gunung Walat Sukabumi[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Brooks SM and T Spencer. 1995 Vegetation Modification of Rainfall Characteristics: Implication for Rainfall Erosivity Following Logging in Sabah, Malaysia. J.of Tropical Forest Science, vol.7(3):435-446. Chow, V. T. 1964. Handbook of Applied Hydrology. McGraw Hill Co. Inc. New York. Dudal, R. and Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Contr. Gen. Agric. Res. Stat. Bogor.148. Fellizar,F.P. 1976. Stemflow Charateristics of Parashorea plicata, Pentacme contorta and Arenga pinnata. A Philippine Science J. of Forest. College, Laguna.Vol.2 (1) : 86-92. Garrity, D.P. 1994. Agroforestry and the Sustained Productivity of Asia’s Hummid Uplands.dalam Bottema, Stole, D. R.(ed).Upland Agricultur in Asia. (CGPRT Centre. Bogor. Gash,J.H.C. 1979. An Analytical Model of Rainfal Interceptionby Forest. Quart. J.R. Met.Soc. Vol. 105: 43-55. Halle, F. and R.A.A. Oldeman, 1975. An Essay on the Architechture and Dynamics of Growth of Tropical Trees. Penerbit University Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Halle,F.,R.A.A.Oldeman,and P.B. Tomlison, 1978.Tropical Trees and Forest an architechture analysis. Spinger-Verlag. Berlin, Heidelberg, New York.
Hillel, D. 1977. Computer Simulation of Soil-Water Dynamics: A Compendium of Recent Work. IDRC. Ottawa. Hillel, D. 1980. Applications of Soil Physics. Academic Press, Inc. New York. Hudson, W. 1974. Soil Conservation. BT Batsford Limited Prentce Hall. Jeffery,W.W.1964. Vegetation Water And Climate. Needsond Problems In Wisdland Hydrology and Wathershed the Search. Dep. Of Forestry. Canada. Jollife IT. 1986. Principal Component Analysis. Springer verlag. New York. 271 p. Kaimuddin, 1994. Kajian model pendugaan intersepsi hujan pada tegakan Pinus merkusii, Aghatis loranthifolia dan Schima wallicii di hutan pendidikan gunung Walat Sukabumi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kelliher, F. M., D. Whitehead and D. S. Polloch. 1992. Rainfall Interception by Trees and Slash in Young Pinus rakata D. Don Stand. J. of Hydrology, 131: 187-204. Kittredge. 1948. Forest Influence, McGraw Hill Book Co. New York, dalam wastra, S.P. 1990. Pengaruh Perubahaan Penutupan Vegetasi Terhadap Respons Hidrologi. PPS IPB. Kimmins Jp. 1987. Forest Ecology, Macmilan Publishing Company, New York, Collier Macmilan Publishers, London. Kusumah EYS. 1999.Hubungan profil arsitektur pohon dengan berapa parameter konservasi tanah dan air dalam sistem agroforestry kebun campur didaerah sistem Cibungbulang Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam . Institut Pertanian Bogor. Leano, M.A.1977. Some Taxonomical Significance of The Tree Architecture in Some Members of The Dipterocarpaceae. BIOTROP. SEAMEAO. Regional Center for Tropical Biology. Bogor, Indonesia. 32p. Lull, H.J. 1952. Some Plant- Soil Water Relationin Watershed.USDA. Cir. No.910. Manokaran, N. 1979. Stemflow, Throuhfall and Rainfall Interception in a Lowland and Tropical Rainforest in Peninsular Malaysia. The Malayan Forester 42 (3): 174-201.
Massman, W. J. 1983. the Derivation and Validation of a New Model for the Interception of Rainfall by Forest. Agric. Meteorol. Vol. 28: 261-286. Morgan RPC, 1979. Soil Erosion. Logman.Inc. New York. Mueller D, Ellenberg. 1974. Aim and Methods of Vegetation Ecology. New York: John Wiley and Sond, Inc. Oosting, H. J. 1956. The Study of Plant Communities. W. H. Freeman and Co. San Francisco and London. 440 p. Ovington, J.D.1954. A Comparison of Rainfall in Different Woodlands. J. of Forestry. Vol .27: 41 -53. Parker, G. G. 1983. Throughfall and Stemflow in The Forest Nutrient Cycle. Advancement in Ecological Research. 13 (1): 57- 133. Pritchett, William L. 1979. Properties and Management of Forest Soil. John Wiley & Sons, New York. 500p. Rahim AN. 1988. Water Yield Changes After Forest Consevation to agricultural Landuse in Peninsular Malaysia. J.of Tropical Forest Science, vol.(1):67-84. Rutter, A.J, K.A. Kershaw, P.C. Robin, and A.J. Morton. 1971. A Predctive Model of Rainfall Interception in Forest I. Derivated of the Model from Obseevation in a Plantation of Corsican Pine. Agric. Metorol. Vol. 9: 367-384. Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan . Bogor : Depdikbud Dikti PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Samingan, T. 1983. Dasar-Dasar Ekologi. Tranning Analisa Dampak Lingkungan. PPLH- PUDI-PSL. Institut Pertanian Bogor. Schwab, G. O. R. K. Frevert, T. W. Edmister, dan K. Barnes. 1981. Soil and Water Conservation Engineering, Third Edition. Joh Wiley & Sons Inc. New York. Setiadi, D. 1998. Keterkaitan profil vegetasi sistem agroforestry kebun campur dengan lingkungannya [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Setiadi D, I Muhadiono dan A Yusron. 1989. Ekologi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen DIKTI, PAU-IPB Bogor.
Sinukaban N.1985. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Jurusan Tanah . Institut Pertanian Bogor. Skaggs, R. W. dan R. Khaleel. 1982. Infiltration, pp. 121-166. Ed. C. T. Haan, H. P. Johson, and D. L. Brakensiek (eds). Hydrologic Modeling of Small Watershed. ASAE Monograph No. 5 Amer. SOC. Agric. Engs. Michigan. Skau, C.M. 1964. Interception, Throughfall and Stemflow in Utah and Alligator Junifer Cover Types of Northern Arizona. Forest Science. Vol. 283 – 287. Stalling, J.H. 1959. Soil Conservation Inc . New York. Supraptohardjo,M. 1958. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Balai Penyelidikan Tanah, Bogor. 45 halaman. Supardi,Goeswono. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. 591 halaman. Tajang, M.H.L.1980. Penelitian curah hujan efektif dan neraca air tanah untuk pertanian tanah kering pada dua lokasi di Sulawesi Selatan. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Taufik. 2002. Analisa SWOT pengembangan usaha kebun campuran ( Studi kasus di Desa Karacan, Kecamatan Leuwilang Kabupaten Bogor ). [skripsi]. Bogor : Fakultas kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Torquebiau,1985.The Tropical Rain Forest Mosaic Pattern With Special Reference to Indonesia, Tropical Forest Biology Program, BIOTROP, Bogor. Viessman, W. Jr. J. W. Knapp, dan G. L. Lewis. 1977. Introduction to Hydrology. (Znd Ed). Happer and Rion Publ. New York. Voigt,G.K. 1960. Distribution of Raifall under Forest Stand. Forest Science. Vol. 6 (1): 2-9. Zinke,P.J.1967. Forest Interception Stidies in The United State. In : Sopper, W.E. and H.W.Lull (Editor). Symposium on Forest Hydrology. Pergamon Press, Oxford.137=162p.
Lampiran 1. Hasil analisis vegetasi fase pohon, tiang, sapihan, anakan dan tumbuhan penutup tanah di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo beserta model arsitekturnya. A. Jenis fase pohon, tiang, sapihan, anakan dan model arsitektur
INP (%) No
Nama Spesies
Nama Daerah
1
Sweitenia macrophylla King
Mahoni
61.87
2
Ficus benjamina L
Beringin
41.64
3
Canarium commune L
Kenari
4
Mimusop elingi L
5 6
Tiang
Model Arsitektur
Sapihan
Anakan
39.67
33.72
20.73
24.59
31.25
10.57
Rauh
27.18
0
0
0
Rauh
Tanjung
20.77
0
3.47
0
Roux
Hibiscus tiliacius L
Waru
20.03
25.01
5.99
24.44
Troll
Lansium domesticum Varr
Lansep
19.01
40.19
4.59
0
Rauh
7
Arenga sp Merr
Aren
12.35
0
7.78
0
Corner
8
Cocos nucifera L
Kelapa
11.38
0
0
0
Corner
9
Ficus elastica Roxb
Karet
9.79
11.47
3.47
0
Rauh
10
Arthocarpus communis Merr
Keluweh
9.74
11.24
0
0
11
Coffea arabica L
Kopi
9.64
64.61
21.28
27.99
12
Nephelium lappaceum L
Rambutan
8.84
17.52
12.55
2.18
Rauh
13
Annona muricata L
Sirsak
7.48
7.43
4.87
1.92
Troll
14
Ceiba petandra Miq
Randu
5.87
13.22
9.35
9.51
Massart
15
Cycas rumphii Miq
Pakis
5.55
0
0
2.31
Corner
16
Eugenia cumini Druce
Dowet
5.52
0
16.41
0
Rauh
17
Samanian saman Merr
Munggur
5.48
0
4.31
0
Massart
18
Arthocarpus integra Merr
Nangka
5.26
6.52
10.7
6.97
Nozeran
19
Acacia auriculiformis A.Cunn
Akasia
5.12
5.74
0
0
Attim
20
Melia azedarachta L
Mindi
4.7
0
4.03
0
Massart
21
Albizia falcata Back
Sengon
2.77
0
0
8.59
Troll
22
Lansium domesticum Corr
Duku
0
32.81
18.71
0
Rauh
23
Durio zibenthinus Merr
Duren
4.03
11.89
Roux
24
Mangifera indica L
3.47
2.44
Scarrone
25
Caesalpinia pulcherrima Sw
Pelem Kembang merak
1.92
Champagnat
Total
Pohon
299.99
300.02
199.98
200.02
Rauh
Nozeran Roux
Lampiran 1. lanjutan B. Jenis fase anakan dan tumbuhan penutup tanah
INP (%) Tumbuhan Penutup Tanah
No
Nama Spesies
Nama Daerah
26
Zingeber officinale Roxb
Jahe
3.7
27
Arecha catechu L
Jambe
3.97
28
Solanum nigrum L
Ranthi
5.68
29
Leucaena glauca Bth
lamtoro
10.9
0
30
Manihot utillisima Pohl
Puhung
15.85
0
31
Solanum torvum Swartz
Terongan
17.7
10.59
32
Carica papaya L
Kates
10.76
0
33
Synedrella nodiflora (L) Gaertn
34
Panicum palmifolium Willd
Ceplikan Luluhan kebo
31.19
35
Homalomena occulta Lour
Nampu
31.16
36
Dryopteris fillimaxs L
Paku
23.11
37
Lantana camara Linn
Trembelekan
19.19
38
Ageratum conyzoides L
Wedusan
17.56
39
Acalypha indica L
14.11
40
Hyptis rhomboidea Jacq
41
Scoparia dulcis L
Latheng Kembang kancing Metirmetiran
12.64
42
Eupatorium inulifolium HBK
Kemangian
11.5
43
Sporobolus indicus (L) R.Br
Suket sedan
11.04
44
Azonapus compressus (Sw) Beauv
Suket pait
10.41
45
Cymbopogon nardus (DC) Stapt
Sere
9.88
46
Physalis minina L
Ciplukan
9.66
47
Vernonia cineria L
Sembung
8.33
48
Mimosa pudica L
Sikejut
7.4
49
Ammomum cardomomum Willd
5.79
50
Clitoria ternateal L
Kapulogo Kembang pekbo
5.48
51
Duranta erecta L
Tetehan
2.21
52
Solanum melongena L
Terong pait
Total
Pohon
Tiang
Sapihan
Anakan
7.66
37.02
12.71
1.34 200.02
299.98
Lampiran 2. Hasil Indeks Nilai Penting (INP) analisis vegetasi di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo A. Indeks nilai penting pada fase pohon No
Nama Spesies
1
Sweitenia macrophylla King
2 3
DM
DR
KM
KR
FM
28.14
0.7
FR
INP (%)
3.3
19.14
235
14.58
61.87
Ficus benjamina L
0.14
0.821
15
1.80
0.1
2.083
41.64
Canarium commune L
0.47
2.716
5
0.60
0.2
4.167
27.18
4
Mimusop elingi L
0.38
2.203
10
1.20
0.1
2.083
20.77
5
Hibiscus tiliacius L
0.14
0.79
15
1.80
0.3
6.25
20.03
6
Lansium domesticum Varr
2.45
14.21
20
2.40
0.2
4.167
19.01
7
Arenga pinnata Merr
0.45
2.585
85
10.18
0.3
6.25
12.35
8
Cocos nucifera L
0.73
4.202
80
9.58
0.3
6.25
11.38
9
Ficus elastica Roxb
0.32
1.84
10
1.20
0.1
2.083
9.79
10
Arthocarpus communis Merr
0.76
4.425
10
1.20
0.2
4.167
9.74
11
Coffea Arabica L
2.91
16.85
120
14.37
0.5
10.42
9.64
12
Nephelium lappceium L
0.03
0.155
10
1.20
0.2
4.167
8.84
13
Annona muricata L
0.19
1.074
20
2.40
0.1
2.083
7.48
14
Ceiba petandra Miq
0.22
1.282
35
4.19
0.2
4.167
5.87
15
Cycas rumphii Miq
0.37
2.139
25
2.99
0.3
6.25
5.55
16
Eugenia cumini Druce
0.24
1.381
35
4.19
0.2
4.167
5.52
17
Samanian saman Merr
0.09
0.502
10
1.20
0.2
4.167
5.48
18
Arthocarpus integra Merr
3.46
20.02
25
2.99
0.2
4.167
5.26
19
Acacia auriculiformis A.Cunn
0.24
1.385
15
1.80
0.1
2.083
5.12
20
Melia azedarachta L
0.38
2.191
50
5.99
0.2
4.167
4.7
21
Albizia falcata Back
0.02
0.089
5
0.60
0.1
2.083
2.77
Total
17.3
100
835
100
4.8
100
300
B. Indeks nilai penting pada fase tiang No
Nama Spesies
DM
DR
KM
KR
FM
FR
INP (%)
1
Coffea Arabica L
8.88
21.59
0.02
21.59
0.60
21.43
64.61
2
Lansium domesticum Varr
6.06
14.74
0.02
14.74
0.30
10.71
40.19
3
Swietenia macrophylla King
5.95
14.48
0.01
14.48
0.30
10.71
39.67
4
Lansium domesticum Corr
5.28
12.83
0.01
12.83
0.20
7.14
32.81
5
Hibiscus tiliacius L
2.94
7.15
0.01
7.15
0.30
10.71
25.01
6
Ficus benjamina L
2.85
6.94
0.01
6.94
0.30
10.71
24.59
7
Nephelium lappaceum L
2.13
5.19
0.01
5.19
0.20
7.14
17.52
8
Ceiba petandra Gaertn
1.98
4.83
0.00
4.83
0.10
3.57
13.22
9
Ficus elastica Roxb
1.62
3.95
0.00
3.95
0.10
3.57
11.47
10
Arthocarpus communis Merr
1.58
3.83
0.00
3.83
0.10
3.57
11.24
11
Albizia falcata Back
0.79
1.93
0.00
1.93
0.10
3.57
7.43
12
Arthocarpus integra Merr
0.61
1.48
0.00
1.48
0.10
3.57
6.52
13
Acacia auriculiformis A.Cuun
0.45
1.08
0.00
1.08
0.10
3.57
5.74
Total
41.12
100
0.10
100
2.80
100
300
Lampiran 2. lanjutan C. Indeks nilai penting pada fase sapihan No
Nama Spesies
KM
KR
FM
FR
INP (%)
1
Swietenia macrophylla King
2560
17.93
0.16
15.79
2
Ficus benjamina L
2960
20.73
0.11
10.53
33.72 31.25
3
Coffea Arabica L
1160
8.12
0.13
13.16
21.28
4
Lansium domesticum Corr
1920
13.44
0.05
5.26
18.71
5
Eugenia cumini Druce
840
5.88
0.11
10.53
16.41
6
Nephelium lappaceum L
1040
7.29
0.05
5.26
12.55
7
Arthocarpus integra Merr
400
2.8
0.08
7.87
10.7
8
Ceiba petandra Miq
960
6.72
0.03
2.63
9.35
9
7.78
Arenga pinnata Merr
360
2.52
0.05
5.26
10
Hibiscus tiliacius L
480
3.36
0.03
2.63
5.99
11
Albizia falcata Back
320
2.24
0.03
2.63
4.87
12
Lansium domesticum Varr
280
1.96
0.03
2.63
4.59
13
Samania saman Merr
240
1.68
0.03
2.63
4.31
14
Durio zibenthinus Merr
200
1.4
0.03
2.63
4.03
15
Melia azedarachta L
200
1.4
0.03
2.63
4.03
16
Mimusop elingi L
120
0.84
0.03
2.63
3.47
17
Ficus elastica Roxb
120
0.84
0.03
2.63
3.47
18
Mangifera indica L
120
0.84
0.03
2.63
Total
3.47 200
D. Indeks nilai penting pada fase anakan No
Nama Spesies
KM
KR
FM
FR
INP (%)
1
Coffea Arabica L
32000
16.89
0.11
11.11
27.99
2
Hibiscus tiliacius L
25250
13.32
0.11
11.11
24.44
3
Swietenia macrophylla King
23500
12.4
0.08
8.33
20.73
4
Solanum torvum L
17750
9.38
0.08
8.33
17.7
5
Manihot utillisima Pohl
14250
7.52
0.08
8.33
15.85
6
Durio zibenthinus Merr
6750
3.56
0.08
8.33
11.89
7
Leucauna glauca Bth
7500
3.96
0.07
6.94
10.9
8
Carica papaya L
12500
6.59
0.04
4.17
10.76
9
Ficus benjamina L
9500
5.01
0.06
5.56
10.57
10
Ceiba petandra Miq
12750
6.73
0.03
2.78
9.51
11
Albizia falcata Back
5750
3.03
0.06
5.56
8.59
12
Arthocarpus integra Merr
5250
2.77
0.04
4.17
6.97
13
Solanum nigrum L
5500
2.9
0.03
2.78
5.68
14
Arecha catechu L
2250
1.19
0.03
2.78
3.97
15
Zingeber officinalis L
1750
0.92
0.03
2.78
3.7
16
Mangifera indica L
2000
1.06
0.01
1.39
2.44
17
Cycas rumphii Miq
1750
0.92
0.01
1.39
2.31
18
Nephelium lappceium L
1500
0.79
0.01
1.39
2.18
19
Annona muricata L
100
0.53
0.01
1.39
1.92
Caesalpinia pulcherrima Swartz
100
0.53
0.01
1.39
1.92
20
Total
200
Lampiran 2. lanjutan E. Indeks nilai penting tumbuhan penutup tanah KR No
FR DM
DM
INP
(%)
(%)
Nama Spesies
KM
(%)
FM
(%)
1
Synedrella nodiflora L
12.74
13.01
127.43
10.61
0.15
13.39
37.02
2
Panicum palmifolium Willd
11.6
11.86
127.64
10.62
0.1
8.71
31.19
3
Homalomena occulta Lour
11.31
11.57
84.84
7.06
0.14
12.53
31.16
4
Dryopteris fillimaxs L
7.42
7.59
106.04
8.83
0.08
6.69
23.11
5
Lantana camara Linn
6.62
6.77
63.16
5.26
0.08
7.17
19.19
6
Ageratum conyzoides L
3.32
3.4
47.3
3.94
0.12
10.22
17.56
7
Acalypha indica L
5.15
5.26
47.52
3.96
0.06
4.89
14.11
8
Hyptis rhomboidea Jacq
3.71
3.79
55.62
4.63
0.05
4.3
12.71
9
Scoparia dulcis L
5.12
5.23
59.1
4.92
0.03
2.49
12.64
10
Eupatorium inulifolium HBK
3.21
3.28
48.19
4.01
0.05
4.21
11.5
11
Sporobolus indicus (L) R.Br
3.67
3.75
42.36
3.53
0.04
3.76
11.04
12
Solanum torvum Sw
3.36
3.43
57.52
4.79
0.03
2.37
10.59
13
Azonapus compressus
3.33
3.41
49.98
4.16
0.03
2.84
10.41
14
Cymbopogon nardus (DC) Stapt
3.18
3.25
42.36
3.53
0.04
3.11
9.88
15
Physalis minina L
2.71
2.77
50.74
4.22
0.03
2.67
9.66
16
Vernonia cineria L
2.79
2.85
31.36
2.61
0.03
2.87
8.33
17
Solanum nigrum L
2.28
2.33
34.18
2.84
0.03
2.49
7.66
18
Mimosa pudica L
2.21
2.26
41.45
3.45
0.02
1.17
7.4
19
Ammomum cardomomum Willd
1.4
1.44
42.07
3.5
0.01
0.86
5.79
20
Clitoria ternateal L
1.42
1.46
28.47
2.37
0.02
1.66
5.48
21
Duranta erecta L
0.9
0.92
9.02
0.75
0.006
0.53
2.21
22
Solanum melongena L
0.34
0.35
5.13
0.43
0.006
0.56
1.34
Total
97.8
100
1201.45
100
1.13
100
300
Lampiran 3. Aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi dan curah hujan selama 30 kali sebagai hasil pengukuran komponen hujan dan curah hujan di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo Aliran batang, curahan tajuk, infiltrasi dan curah hujan selama 30 kali
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Tanggal 16/12/2008 17/12/2008 18/12/2008 19/12/2008 20/12/2008 23/12/2008 01/01/2009 02/01/2009 03/01/2009 06/01/2009 07/01/2009 08/01/2009 09/01/2009 10/01/2009 12/01/2009 16/01/2009 20/01/2009 21/01/2009 25/01/2009 26/01/2009 27/01/2009 29/01/2009 30/01/2009 31/01/2009 01/02/2009 03/02/2009 04/02/2009 06/02/2009 08/02/2009 10/02/2009
Aliran Batang (mm) 0.96 1.68 2 1.2 0.7 1.28 0.92 0.93 0.92 1.24 1.58 1.58 0.92 0.92 0.93 1.21 0.93 1.12 1.17 0.92 1.17 1.61 0.73 0.87 0.91 1.24 1.21 1.31 1.58 1.31
Curahan Tajuk (mm ) 0.35 0.02 0.02 0.09 1.32 0.13 0.82 0.69 0.82 0.18 0.06 0.05 0.73 0.82 0.69 0.27 0.73 0.31 0.31 0.78 0.30 0.04 0.94 0.94 0.91 0.16 0.25 0.08 0.05 0.09
Infiltrasi Hujan (mm) 27.44 2.06 1.89 12.67 30 13.67 30 27.44 30 22.44 4.78 2.56 27.78 30 27.67 24.78 27.78 27.44 26.44 29.89 24.78 2.56 30 30 30 24.67 24.67 12.22 3.06 12.22
Curah Hujan (mm) 32 7 5 16 59 19 45 33 39 20 10 9 36 41 34 23 36 30 30 39 29 8 48 47 45 20 23 11 9 15
Lampiran 4. Hasil kerapatan pohon masa kini dan masa datang di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo. A. Kerapatan pohon pada plot 1 sampai plot 4
Plot 1
2
3
Nama Jenis
1/2Tt (cm)
Tbc(cm)
2.Tbc ( cm)
Dtd ( cm )
100.Dtd ( cm )
Fase
Swetenia macrophylla K
1550
570
300
600
30.57
3057.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1600
650
430
860
19.10
1910.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1500
550
380
760
31.85
3185.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1250
675
420
840
17.83
1783.00
PMD
Swetenia macrophylla K
940
470
400
800
19.1
1910.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1400
700
530
1060
26.75
2675.00
PMD
Swetenia macrophylla K
2000
750
370
740
22.29
2229.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1250
600
470
940
23.57
2357.00
PMD
Swetenia macrophylla K
2250
705
600
1200
20.38
2038.00
PMD
Swetenia macrophylla K
2400
525
710
1420
15.29
1529.00
PMK
Nephelium nappalium L
2250
620
540
1080
32.48
3248.00
PMD
Samania saman Merr
2500
790
1000
2000
104.5
10450.00
PMK
Samania saman Merr
2100
670
1250
2500
150
15000.00
PMK
Swetenia macrophylla K
720
360
560
1120
750
75000.00
PMK
Swetenia macrophylla K
1100
550
440
880
27.39
2739.00
PMK
Swetenia macrophylla K
920
460
710
1420
21.02
2102.00
PMK
Swetenia macrophylla K
1700
850
520
1040
15.29
1529.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1320
660
620
1240
47.77
4777.00
PMK
Swetenia macrophylla K
690
345
660
1320
17.83
1783.00
PMK
Swetenia macrophylla K
1190
595
370
740
40.76
4076.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1210
605
640
1280
26.75
2675.00
PMD
Swetenia macrophylla K
1400
700
430
860
32.48
3248.00
PMD
980
490
540
1080
19.75
1975.00
PMK
Ficus bejamina L Ficus bejamina L
920
460
480
960
19.1
1910.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
1100
550
560
1120
20.38
2038.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
1110
555
490
980
17.84
1784.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
820
410
400
800
13.38
1338.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
920
460
480
960
15.92
1592.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
1010
505
510
1020
14.01
1401.00
PMK
920
460
540
1080
12.74
1274.00
PMK
Mimusops elingi L
1320
660
610
1220
50.96
5096.00
PMD
Mimusops elingi L
1400
700
490
980
51.59
5159.00
PMD
Annona muricata L
1010
505
620
1240
57.32
5732.00
PMK
Annona muricata L
PMK
Eugenia cumini Druce 4
Tt (cm)
1100
550
590
1180
37.58
3758.00
Ficus bejamina L
720
360
350
700
17.2
1720.00
PMD
Ficus bejamina L
810
405
420
840
22.29
2229.00
PMK
Arenga pinnata Merr
1160
580
740
1480
17.84
1784.00
PMK
Eugenia cumini Druce
810
405
450
900
13.38
1338.00
PMK
Lampiran 4. lanjutan B. Kerapatan pohon pada plot 5 dan 6
Plot 5
6
Tt (cm)
1/2Tt (cm)
Tbc(cm)
2.Tbc ( cm)
Dtd ( cm )
100.Dtd ( cm )
Fase
Canarium commune L
2220
1110
960
1920
101.34
10134.00
PMD
Canarium commune L
2300
1150
890
1780
101.59
10159.00
PMD
Canarium commune L
2100
1050
880
1760
100.02
10002.00
PMD
Mimusops elingi L
1800
900
780
1560
104.01
10401.00
PMD
Mimusops elingi L
1650
825
840
1680
79.62
7962.00
PMK
Ficus benjamina L
760
380
420
840
15.29
1529.00
PMK
Ficus benjamina L
920
460
380
760
16.56
1656.00
PMD
Lansium domesticum Varr
900
450
630
1260
17.83
1783.00
PMK
Lansium domesticum Varr
1100
550
590
1180
38.22
3822.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
900
450
510
1020
21.02
2102.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
970
485
370
740
17.2
1720.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1120
560
540
1080
19.11
1911.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1030
515
620
1240
19.75
1975.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1200
600
540
1080
23.57
2357.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1310
655
470
940
24.2
2420.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1280
640
630
1260
20.38
2038.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
890
445
380
760
20.38
2038.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
910
455
540
1080
17.83
1783.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
780
390
430
860
24.2
2420.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
1160
580
640
1280
20.38
2038.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
950
475
520
1040
33.12
3312.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
1200
600
650
1300
21.66
2166.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
870
435
520
1040
22.93
2293.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
940
470
460
920
28.03
2803.00
PMD
Ficus benjamina L
800
400
360
720
19.11
1911.00
PMD
Ficus benjamina L
790
395
430
860
21.02
2102.00
PMK
Cycas rumphii Miq
1200
600
540
1080
25.48
2548.00
PMD
Cycas rumphii Miq
1220
610
610
1220
26.75
2675.00
PMD
Cycas rumphii Miq
1180
590
640
1280
23.57
2357.00
PMK
Cycas rumphii Miq
1090
545
720
1440
17.83
1783.00
PMK
920
460
430
860
15.92
1592.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1020
510
420
840
21.02
2102.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1100
550
380
760
29.3
2930.00
PMD
Nama Jenis
Nephelium nappalium L
Lampiran 4. lanjutan C. Kerapatan pohon pada plot 7 dan 8
Tt (cm)
1/2Tt (cm)
2.Tbc ( cm)
Dtd ( cm )
100.Dtd ( cm )
Sweitenia macrophylla K
1110
555
Fase
410
820
38.22
3822.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1230
Sweitenia macrophylla K
1160
615
620
1240
30.57
3057.00
PMK
580
420
840
40.13
4013.00
PMD
Sweitenia macrophylla K Sweitenia macrophylla K
1220
610
360
720
32.48
3248.00
PMD
1130
565
430
860
30.57
3057.00
Sweitenia macrophylla K
PMD
1010
505
450
900
28.03
2803.00
PMD
960
480
430
860
38.22
3822.00
PMD
1040
520
510
1020
40.13
4013.00
PMD
Arthocarpus integra Merr
860
430
360
720
35.67
3567.00
PMD
Arthocarpus integra Merr
810
405
380
760
12.74
1274.00
PMD
Arthocarpus integra Merr
660
330
240
480
26.43
2643.00
PMD
Nephelium nappalium L
800
400
310
620
28.03
2803.00
PMD
Nephelium nappalium L
820
410
300
600
24.2
2420.00
PMD
Coffea arabica L
520
260
310
620
27.39
2739.00
PMK
Coffea arabica L
580
290
300
600
15.29
1529.00
PMK
Coffea arabica L
640
320
240
480
17.83
1783.00
PMD
Coffea arabica L
720
360
310
620
15.29
1529.00
PMD
Coffea arabica L
650
325
230
460
14.01
1401.00
PMD
Albizzia falcata Back
880
440
430
860
27.39
2739.00
PMD
Melia azedarachta L
910
455
460
920
24.2
2420.00
PMK
Melia azedarachta L
830
415
430
860
21.66
2166.00
PMK
Melia azedarachta L
900
450
390
780
36.94
3694.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1310
655
530
1060
70.06
7006.00
PMD
Ficus elastica Roxb
Nama Jenis 7
Ceiba petandra Miq Cocos nucifera L
8
Tbc (cm)
1780
890
660
1320
17.52
1752.00
PMD
Coffea arabica L
830
415
360
720
19.75
1975.00
PMD
Coffea arabica L
710
355
260
520
59.24
5924.00
PMD
Ficus benjamina L
970
485
410
820
29.3
2930.00
PMD
Ficus benjamina L
960
480
430
860
25.48
2548.00
PMD
Ficus benjamina L
1020
510
520
1040
31.85
3185.00
PMK
Ficus benjamina L
920
460
420
840
39.49
3949.00
PMD
Ficus benjamina L
1000
500
370
740
30.57
3057.00
PMD
Ficus benjamina L
1100
550
410
820
14.65
1465.00
PMD
Ficus benjamina L
990
495
360
720
19.11
1911.00
PMD
Ficus benjamina L
680
340
250
500
16.56
1656.00
PMD
Ficus benjamina L
760
380
310
620
40.76
4076.00
PMD
Ficus benjamina L
750
375
230
460
49.68
4968.00
PMD
Ficus benjamina L
1100
550
340
680
101.46
10146.00
PMD
Ficus benjamina L
1600
800
420
840
57.32
5732.00
PMD
Ficus benjamina L
2200
1100
560
1120
68.79
6879.00
PMD
Lampiran 4. lanjutan D. Kerapatan pohon pada plot 8 dan 9
Plot 8
9
Tt (cm)
1/2Tt (cm)
Tbc (cm)
2.Tbc ( cm)
Dtd ( cm )
100.Dtd ( cm )
Fase
Ficus benjamina L
2200
1100
560
1120
68.79
6879.00
PMD
Ficus benjamina L
1230
615
640
1280
25.48
2548.00
PMK
Ficus benjamina L
2110
1055
660
1320
17.83
1783.00
PMD
Ceiba petandra Miq
980
490
430
860
24.2
2420.00
PMD
Cocos nucifera L
1010
505
430
860
24.2
2420.00
PMD
Cocos nucifera L
1090
545
520
1040
39.49
3949.00
PMD
Cocos nucifera L
1330
665
310
620
26.11
2611.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1210
605
420
840
39.49
3949.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
890
445
320
640
17.83
1783.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1060
530
520
1040
20.38
2038.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
800
400
320
640
22.29
2229.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1120
560
530
1060
16.56
1656.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1140
570
540
1080
17.83
1783.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
870
435
310
620
26.75
2675.00
PMD
Nephelium nappalium L
980
490
340
680
21.02
2102.00
PMD
Canarium commune L
1980
990
620
1240
57.32
5732.00
PMD PMD
Nama Jenis
Canarium commune L
2200
1100
660
1320
63.69
6369.00
Melia azedarachta L
870
435
410
820
35.67
3567.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1140
570
560
1120
14.01
1401.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
990
495
340
680
28.66
2866.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
870
435
300
600
29.94
2994.00
PMD
Arenga pinnata Merr
1200
600
680
1360
26.11
2611.00
PMK
Arenga pinnata Merr
890
445
590
1180
24.2
2420.00
PMK
Arenga pinnata Merr
760
380
430
860
21.02
2102.00
PMK
Arenga pinnata Merr
850
425
490
980
22.29
2229.00
PMK
Eugenia cumini Druce
810
405
350
700
24.2
2420.00
PMD
Eugenia cumini Druce
780
390
320
640
22.29
2229.00
PMD
Eugenia cumini Druce
720
360
360
720
22.29
2229.00
PMD
Eugenia cumini Druce
680
340
410
820
20.38
2038.00
PMK
Lansium domesticum Varr
760
380
310
620
15.29
1529.00
PMD
Lansium domesticum Varr
680
340
450
900
15.29
1529.00
PMK
Lansium domesticum Varr
780
390
330
660
15.92
1592.00
PMD
Lansium domesticum Varr
700
350
340
680
12.74
1274.00
PMD
Arenga pinnata Merr
1040
520
540
1080
21.02
2102.00
PMK
Arenga pinnata Merr
1120
560
580
1160
23.57
2357.00
PMD
Arenga pinnata Merr
980
490
610
1220
17.83
1783.00
PMK
Arenga pinnata Merr
760
380
410
820
20.38
2038.00
PMK
Arenga pinnata Merr
730
365
360
720
16.56
1656.00
PMD
Lampiran 4. lanjutan E. Kerapatan pohon pada plot 10 Plot 10
Tt (cm)
1/2Tt (cm)
Tbc (cm)
2.Tbc ( cm)
Dtd ( cm )
100.Dtd ( cm )
Fase
Lansium domesticum Varr
760
380
320
640
15.92
1592.00
PMD
Lansium domesticum Varr
700
350
340
680
17.83
1783.00
PMD
Lansium domesticum Varr
870
435
410
820
19.11
1911.00
PMD
Lansium domesticum Varr
720
360
360
720
16.56
1656.00
PMD
Lansium domesticum Varr
990
495
430
860
15.92
1592.00
PMD
Lansium domesticum Varr
650
325
230
460
14.01
1401.00
PMD
Lansium domesticum Varr
980
490
410
820
14.01
1401.00
PMD
Lansium domesticum Varr
670
335
240
480
14.64
1464.00
PMD
Lansium domesticum Varr
710
355
280
560
15.29
1529.00
PMD
Lansium domesticum Varr
680
340
240
480
15.29
1529.00
PMD
Lansium domesticum Varr
700
350
310
620
16.56
1656.00
PMD
Lansium domesticum Varr
740
370
320
640
19.11
1911.00
PMD
1230
615
520
1040
20.38
2038.00
PMD
Eugenia cumin Druce
870
435
420
840
15.29
1529.00
PMD
Eugenia cumini Druce
790
395
320
640
19.11
1911.00
PMD
Eugenia cumin Druce
860
430
340
680
21.02
2102.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
820
410
330
660
22.93
2293.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1010
505
510
1020
15.29
1529.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
910
455
370
740
17.83
1783.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1120
560
540
1080
24.2
2420.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1070
535
530
1060
17.2
1720.00
PMD
Sweitenia macrophylla K
1210
605
610
1220
15.92
1592.00
PMK
Sweitenia macrophylla K
990
495
300
600
15.92
1592.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
930
465
410
820
20.38
2038.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1010
505
500
1000
19.11
1911.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1100
550
450
900
25.48
2548.00
PMD
Hibiscus tiliaceus L
1240
620
540
1080
22.29
2229.00
PMD
Nama Jenis
Cocos nucifera L
Keterangan: PMD : Pohon masa datang PMK : Pohon masa kini
Lampiran 5. Hasil uji korelasi dan uji regresi Uji korelasi curah hujan dengan aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi Koefisien korelasi pearson, N = 30 H0: Rho=0 Aliran_Batang Curahan_Tajuk Curah_Hujan p-value
Infiltrasi
0.96296
0.89477
-0.93749
<.0001
<.0001
<.0001
Uji Regresi curah hujan terhadap aliran batang, curahan tajuk, dan infiltrasi Regresi curah hujan dengan aliran batang Aliran batang = - 0.239 + 0.0246 Curah hujan Predictor Coef SE Coef T P Constant -0.23920 0.04023 -5.95 0.000 Ch 0.024604 0.001305 18.85 0.000 S = 0.102675 R-Sq = 92.7% R-Sq(adj) = 92.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 3.7446 3.7446 355.21 0.000 Residual Error 28 0.2952 0.0105 Total 29 4.0398
Pola hubungan curah hujan dengan aliran batang aliran batang = - 0.2392 + 0.02460 curah hujan 1.50 S R-Sq R-Sq(adj)
1.25
0.102675 92.7% 92.4%
aliran batang
1.00 0.75 0.50 0.25 0.00 0
10
20
30 40 curah hujan
50
60
Grafik linier curah hujan dengan aliran batang
Lampiran 5. lanjutan Regresi curah hujan dengan curahan tajuk Curahan tajuk = 2.99 + 0.649 Curah hujan Predictor Coef SE Coef T P Constant 2.988 1.885 1.58 0.124 Ch 0.64948 0.06118 10.62 0.000 S = 4.81143 R-Sq = 80.1% R-Sq(adj) = 79.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2609.3 2609.3 112.71 0.000 Residual Error 28 648.2 23.1 Total 29 3257.5 Unusual Observations Obs Ch ct Fit SE Fit Residual St Resid 5 59.0 30.000 41.307 2.131 -11.307 -2.62R R denotes an observation with a large standardized residual. Pola hubungan curah hujan dengan curahan tajuk curahan tajuk = 2.988 + 0.6495 curah hujan S R-Sq R-Sq (adj)
curahan tajuk
40
4.81143 80.1% 79.4%
30
20
10
0 0
10
20
30 40 curah hujan
50
60
Grafik linier curah hujan dengan curahan tajuk Pola hubungan curah hujan dengan infiltrasi infiltrasi = 1.709 - 0.01983 curah hujan S R-Sq R-Sq(ad j)
2.00 1.75
infiltrasi
1.50 1.25 1.00 0.75 0.50 0
10
20
30 40 curah hujan
50
60
Grafik linier curah hujan dengan infiltrasi
0.117095 86.4% 85.9%
Lampiran 5. lanjutan Regresi curah hujan dengan infiltrasi The regression equation is infiltrasi = 1.71 - 0.0198 Curah hujan Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.70899 0.04588 37.25 0.000 Ch -0.019829 0.001489 -13.32 0.000 S = 0.117095 R-Sq = 86.4% R-Sq(adj) = 85.9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2.4321 2.4321 177.38 0.000 Residual Error 28 0.3839 0.0137 Total 29 2.8160 Unusual Observations Obs Ch infil Fit SE Fit Residual St Resid 3 5.0 2.0000 1.6098 0.0394 0.3902 3.54R Regression Analysis: infiltasi versus Curah hujan The regression equation is infil = 1.709 - 0.01983 Ch S = 0.117095 R-Sq = 86.4% R-Sq(adj) = 85.9% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 2.43210 2.43210 177.38 0.000 Error 28 0.38391 0.01371 Total 29 2.81602
Lampiran 6. Gambar jenis tumbuhan yang ditemukan analisis vegetasi metode kuadrat dan garis menyinggung di kebun campur Sumber Tirta Senjoyo.
Gambar 1. Ceplikan (Synedrella nodiflora L) Gambar 2. Ranthi (Solanum nigrum L)
Gambar 3. Kemangi-kemangian (Eupatorium inulifollium H.B.K)
Gambar 5. Mindi (Meilia azedirachta L)
Gambar 7. Suket sadan (Sporobolus indicus L)
Gambar 4. Kembang Pekbo (Clitoria ternatea L)
Gambar 6. Kapulogo (Ammomum cardamomum Willd)
Gambar 8.Terong Pait (Solanum torvum Sw)
Gambar 9. Tembelekan (Lantana camara Linn)
Gambar 11. Luluhan Kebo (Panicum palnifolium W)
Gambar 10. Sere (Cymbopogon nardus St)
Gambar 12. Tetehan (Duranta erecta L)
Gambar 13. Nampu (Homalomena occulta Lour)
Gambar 15. Paku (Dryopteris filixmas L)
Gambar 14. Metir- metiran (Scoparia dulcis L)
Gambar 16. Kembang kancing (Hyptis rhomboidea Jacq)
Gambar 17. Sikejut (Mimosa pudica L)
Gambar 19. Pakis (Cycas rumphii Miq)
Gambar 21. Nangka (Arthocarpus integra Merr)
Gambar 23. Rambutan. (Nephelium lappaceum L)
Gambar 18. Kembang Ungu (Melastoma polyanthum B.I )
Gambar 20. Kelapa (Cocos nucifera L)
Gambar 22. Waru (Hibiscus tiliaceus L )
Gambar 24. Puhung (Manihot utilissima Pohl)
Gambar 25. Pandan (Pandanus tectorius Park)
Gambar 26. Sengon (Albizzia falcata Back)
Gambar 28. Beringin (Ficus benjamina L)
Gambar 27. Karet (Ficus elastica Roxb)
Gambar 29. Munggur (Samanea saman Merr)
Gambar 30. Mahoni (Swietenia macrophylla King)
Gambar 31. Aren ( Arenga pinnata Merr)
Lampiran : 7. Kunci ilustrasi model arsitektur pohon *)
* Sumber : (Setiadi 1998)
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
Gambar 24b. Model Troll untuk pokok simpodium Contoh : Dicotyledon : Parinaria excelsa (Rosaceae) Elaeocarpus sphaericus