KAJIAN POTENSI ANTIOKSIDAN BERAS MERAH DAN PEMANFAATANNYA PADA MINUMAN BERAS KENCUR
M AGUNG ZAIM ADZKIYA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Potensi Antioksidan Beras Merah dan Pemanfaatannya Pada Minuman Beras Kencur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011 M Agung Zaim Adzkiya NIM F251070031
ABSTRACT M AGUNG ZAIM ADZKIYA. Study of Antioxidant Potential of Red Rice and Their Utilization in “Beras Kencur” Drink. Under supervision of: C HANNY WIJAYA AND NUGRAHA EDHI SUYATMA The objective of this research is to evaluate potential antioxidant of indigenous red rice and its application as ingredient of “beras kencur” drink. Eleven local varieties of red rice obtained from various places in Indonesia have been elaborated for their antioxidant activities by using established in vitro systems, including 2,2’-diphenyl-1-picahydrazyl free radical-scavenging (DPPH) and ferric reducing antioxidant power (FRAP). Their total phenolic and flavonoid contents were determined by colorimetric assay. The methanolic red rice extract showed various DPPH free radical scavenging activities ranging between IC50 108.9 to 320 µg/ml and the FRAP ranging between 477.9 to 1371.1 µmol Fe(II)/g. Total phenolic and flavonoid contents were in range of 27.6 – 82.1 TEA/g and 119.8 – 215.6 QE/g. Red rice from Jatiluwih exhibited the best quality among 11 samples being analyzed in term of total phenolic and flavonoid content as well as its antioxidant activity. Therefore, it was selected for further research as the main ingredient in “beras kencur” drink formulation. Formulation of “beras merah kencur” drink has been optimized by using mixture design experiment software. The optimization results indicated that the composition of 60% red rice, 20% galingale and 20% ginger had the higest desirability value. The comparative test on the “beras merah kencur“ drink, obtained from optimal formula drink (BMKOFD), with three commercial “beras kencur” drinks showed that the BMKOFD showed higher antioxidant activity (significanly different at α=0.05). Morover, BMKOFD also had higher consumer acceptences in sensory aspect, e.g colour, aroma, taste and after taste (5.5, 7.4, 4.5 and 4.4 at 1-7 scale). In conclusion, the use of red rice could increase antioxidant activity of “beras kencur’ drink without lowering consumer acceptences Keywords: antioxidant, functional drink, red rice, beras kencur, mixture experiment
RINGKASAN M Agung Zaim Adzkiya. Kajian Potensi Antioksidan Beras Merah dan Pemanfaatannya Pada Minuman Beras Kencur. Di bawah bimbingan : C HANNY WIJAYA DAN NUGRAHA EDHI SUYATMA. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak konsumen yang cenderung kembali ke alam, back to nature, termasuk dalam memilih makanan dan minuman. Salah satu minuman tradisional khas Indonesia adalah jamu beras kencur yang digemari oleh anak-anak hingga orang dewasa dikarenakan rasanya yang manis dan menyegarkan serta bermanfaat bagi kesehatan. Beras merah memiliki beberapa keunggulan antara lain memiliki senyawa flavonoid fungsional, elemen mikronutrisi essensial, lemak fungsional dan penangkap radikal bebas sehingga diharapkan dapat berperan sebagai bahan pangan fungsional. Beberapa daerah di Indonesia memiliki berbagai varietas beras merah baik lokal maupun hasil rakitan. Namun informasi kandungan senyawa atau kelompok senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan pada beras merah lokal dari berbagai tempat di Indonesia masih belum banyak diketahui. Penelitian yang memanfaatkan makanan dan minuman tradisional khas Indonesia sebagai bahan penelitian masih sangat terbatas. Tidak terstandarnya formula minuman tradisional yang diturunkan secara turun temurun mengakibatkan kualitas citarasa, aroma, dan terutama khasiat minuman tradisional tidak konsisten, sehingga sulit dalam pengendalian mutunya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian makanan dan minuman tradisional khas Indonesia guna mendapatkan formula dan mengetahui khasiatnya, agar mutu dapat terjamin. Penggunaan beras merah yang diduga kaya akan antioksidan sebagai ingredien dalam pembuatan minuman beras kencur diharapkan akan meningkatkan nilai fungsional minuman tersebut tanpa mengganggu karakteristik sensori dan fisiko-kimia yang dimiliki minuman aslinya. Penggunaan Mixture Experiment dalam formulasi minuman beras kencur diharapkan dapat mengurangi jumlah uji coba dengan mendapatkan rancangan kombinasi berdasarkan minimalisasi variasi yang berhubungan dengan estimasi koefisien pada model yang dipilih secara virtual. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali potensi antioksidan beras merah dan aplikasinya dalam memperoleh formula minuman beras kencur berbasis beras merah.yang kaya akan antioksidan. Tujuan khusus penelitian ini adalah mendapatkan formula minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) yang tinggi serta aktivitas antioksidannya. Hasil analisis warna beras merah yang diperoleh dari beberapa tempat di Indonesia menunjukkan variasi warna beras. Beras sirampong merupakan satu satunya beras dengan deskripsi warna ungu kemerahan. Beras jowo melik, raja hitam, arendota, aeksibundong, parelaka, ratu merah, jati luwih, dan beras bandung merupakan beras dengan warna merah hingga merah kekuningan. Warna beras merah kekuningan terdapat pada beras ujung kulon dan beras halimun. Secara keseluruhan karakteristik proksimat kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat menunjukkan tidak berbeda antara beras merah dan putih, kecuali kandungan mineral beras merah yang lebih unggul.
Hasil pengujian kadar total fenol beras merah menunjukkan hasil yang beragam mulai dari 27.6 sampai dengan 82.1 mg EAT/g (ekuivalen asam tanat), sedangkan hasil pengujian total flavonoid berkisar antara 113.9 sampai dengan 215.6 mg EK/g (ekivalen kuercetin). Kadar senyawa total fenol dengan total flavonoid beras merah lebih unggul dibandingkan dengan kadar total fenol dan total flavonoid beras putih pembanding. Akitivitas antioksidan DPPH pada beras merah diekspresikan sebagai IC50 (inhibition concentration 50%) bervariasi mulai dari 108.9 µg/ml sampai dengan 320.0 µg/ml. Hasil pengujian aktivitas antioksidan menggunakan FRAP (Ferric Reducing Antioxidant of Plasma) berkisar antara 477.9 sampai dengan 1371.1 µmol Fe(II)/g, sedangkan beras putih berdasarkan nilai IC50 (IC50 >1000 µg/ml) tidak memiliki aktivitas antioksidan. Analisis warna, kandungan total fenol dan total flavonoid beras merah tidak berkorelasi terhadap aktivitas antioksidan. Secara keseluruhan beras merah yang berasal dari Jati Luwih Bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan beras lokal yang berasal dari daerah lain. Beras unggul jati luwih selanjutnya digunakan dalam penelitian lanjutan sebagai komponen pengganti beras putih pada formulasi minuman beras kencur. Hasil penelitian pendahuluan diperoleh komposisi campuran terpilih sebagai berikut: bahan baku campuran yang diformulasi sebesar 21% (b/v), gula jawa 12.5% (b/v) dan asam jawa 0.1% (v/v) dan air yang ditambahkan hingga 1000 ml. Optimasi formula minuman menggunakan metode Mixture Experiment, dengan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Komponen beras merah asal jatiluwih, kencur dan jahe merupakan komponen yang diformulasikan, sedangkan gula jawa, asam jawa dan air mineral merupakan variabel tetap. Respon aktivitas antioksidan dan aspek sensori atribut citarasa dan warna merupakan aspek sensori yang dimasukkan dalam rancangan percobaan. Hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing variabel respon, menunjukkan semua persamaan polinomial variabel respon dapat digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan formula minuman optimal dikarenakan semua hasil analisis ragam berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% kecuali aspek warna. Berdasarkan hasil optimasi, didapatkan 2 formula minuman terpilih dengan desirability 0.930 dan 0.760 (skala 0 hingga 1). Komposisi minuman dengan rasio beras: kencur: jahe (60:20:20) memiliki nilai desirability 0.930, sedangkan komposisi minuman dengan rasio beras:kencur:jahe (28:70:20) untuk nilai desirability 0.760. Minuman formula (930) terpilih sebagai minuman yang diujii banding dengan minuman komersil yang beredar di pasaran Hasil analisis aktivitas antioksidan dan aspek sensori untuk atribut warna aroma rasa dan after taste menunjukkan minuman formula terpilih lebih unggul dibandingkan dengan minuman komersil dan tradisional. Aktivitas antioksidan menunjukkan minuman formula terpilih (930) berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras kencur komersial dan tradisional pada taraf signifikansi 5 %. Pengujian aspek sensori atribut warna menunjukkan minuman formula 930 berbeda nyata dengan minuman komersil. Hasil pengujian sensori atribut aroma, rasa, dan after taste menunjukkan minuman formula 930 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan minuman komersil 1 yang diproduksi secara nasional, namun berbeda nyata dengan minuman komersil 2 yang diproduksi secara pilot plant dan minuman beras kencur tradisional yang diproduksi secara rumah tangga.
Gula jawa memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dibandingkan dengan komponen penyusun minuman beras kencur yang lain (301.02 ppmAEAC). Aktivitas antioksidan bahan penyusun minuman beras kencur yang lain sebagai berikut jehe 142.16 ppm AEAC, kencur 34.94 ppm AEAC, beras merah 67.15 ppm AEAC, dan asam jawa 28.57 ppm AEAC. Hasil analisis aktivitas antioksidan minuman formula 930 berbasis beras merah dan berbasis beras putih menunjukkan perbedaan yang besar. Namun hasil uji sensori atribut warna, aroma, rasa, dan after taste tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini menandakan penggunaan beras merah sebagai pengganti beras putih dapat meningkatkan aktivitas antioskidan tanpa mempengaruhi aspek sensori yang diuji. Angka lempeng total, aspek sensori, nilai pH dan aktivitas antioksida secara keseluruhan stabil selama penyimpanan pada suhu refrigerator, namun terjadi penurunan pada suhu kamar yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Minuman formula terpilih dapat disimpan antara 1-2 hari pada suhu kamar dan 9 hari pada suhu refrigerator. Kata kunci : makanan minuman tradisional, minuman beras kencur, antioksidan, mixture experiment, beras merah
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN POTENSI ANTIOKSIDAN BERAS MERAH DAN PEMANFAATANNYA PADA MINUMAN BERAS KENCUR
M AGUNG ZAIM ADZKIYA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Didah Nur Faridah, MSi
Judul Tesis
: Kajian
Potensi
Antioksidan
Beras
Merah
dan
Pemanfaatannya pada Minuman Beras Kencur Nama
: M Agung Zaim Adzkiya
NIM
: F251070031
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.C Hanny Wijaya M.Agr
Dr.Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA
Ketua
Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr.Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis menyadari bahwa dalam rangka penyelesaian studi, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada: 1. Prof. Dr. Ir. C Hanny Wijaya, M.Agr. dan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP. DEA. sebagai komisi pembimbing. 2.
Dr. Ir Didah Nur Faridah. Msi sebagai dosen penguji.
3.
Kedua orangtuaku atas segala doa dan harapannya.
4.
Dr.Ir. Herianus Lalel. MSi atas bantuan dan dukungannya
5.
Keluarga Besar Pusat Studi Biofarmaka atas fasilitas dan kesempatan yang diberikan.
6.
Ibu Sri, Ibu Rubiah dan Bapak Gatot atas nasehat dan bantuannya selama penelitian.
7.
AndriartoYanuardi, Zaki, Wahyu, Ni Rita, Mbak Wied, Isak, dan teman-teman IPN 2007 dan 2008 atas dukungannya kebersamaannya.
8.
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya atas segala bantuan dan bimbingannya. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun semoga
keterbatasan penulis tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah dari laporan ini, sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Juli 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1982 sebagai anak ke satu dari dua bersaudara dari orang tua Bapak Dardiri dan Ibu Enny Sutatiningsih di Banyuwangi. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Genteng dan pada tahun berikutnya lulus masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2006, penulis memperoleh gelar Sarjana Sains dan diterima bekerja di Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB hingga saat ini. Terdaftar sebagai mahasiswa Magister Sains Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2007.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................. xix DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xx
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxiv I
II
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan .......................................................................................... 1.4 Hipotesis ...................................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................
1 2 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pangan Fungsional........................................................................ 2.2 Beras Kencur ................................................................................ 2.3 Beras Merah ................................................................................. 2.4 Kencur (Kaempferia galanga L.) .................................................. 2.5 Jahe (Zingiber officinale Roscoe).................................................. 2.6 Asam Jawa (Tamarindus Indica L) ............................................... 2.7 Antioksidan .................................................................................. 2.8 Senyawa Polifenol ........................................................................ 2.9 Evaluasi Sensori ........................................................................... 2.10 Mixture experiment (Me) ..............................................................
5 6 7 10 11 13 14 16 19 22
III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat ............................................................................. 25 3.2 Metode ......................................................................................... 26 3.2.1 Karakteristik Sifat Fisiko Kimia Beras Merah ............................... 26 3.2.1.1 Analisis Warna ...................................................................... 26 3.2.1.2 Analisis Proksimat ................................................................. 26 3.2.2 Ekstraksi, Analisis Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Beras Merah27 3.2.2.1 Ekstraksi................................................................................ 27 3.2.2.2 Uji Kuantitatif Polifenol ....................................................... 27 3.2.2.3 Uji Kuantitatif Flavonoid ...................................................... 28 3.2.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH............................... 28 3.2.2.5 Uji Aktivitas Antioksidan Metode FRAP .............................. 28 3.2.3 Formulasi Minuman Beras Kencur Berbasis Beras Merah ............ 29 3.2.3.1 Pembuatan Minuman Beras Kencur ....................................... 30 3.2.3.2 Pengukuran Aktivitas Antioksidan Minuman Metode DPPH . 30 3.2.3.3 Uji Organoleptik Metode Skala Hedonik ............................... 30 3.2.4 Karakteristik Minuman Beras Kencur Formula Terpilih ................ 30
xx
3.2.5 Pengamatan Kestabilan Minuman Formula Terpilih ...................... 3.2.5.1 Total Mikroba (Total Plate Count) ........................................ 3.2.5.2 Nilai pH................................................................................. 3.3 Analisis Data ...................................................................................
31 31 31 31
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Beras Merah ..................................... 33 4.1.1 Analisis Warna.............................................................................. 33 4.1.2 Analisis Proksimat ........................................................................ 34 4.2 Ekstraksi, Analisis Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Beras Merah . 37 4.2.1 Ekstraksi ....................................................................................... 37 4.2.2 Analisis Total Fenol dan Flavonoid Beras Merah .......................... 39 4.2.2.1 Analisis Kadar Total Fenol ................................................... 39 4.2.2.2 Analisis Kadar Total Flavonoid ............................................. 40 4.2.3 Analisis Aktivitas Antioksidan Beras Merah ................................ 42 4.2.3.1 Aktivitas Antioksidan Metode DPPH..................................... 42 4.2.3.2 Aktivitas Antioksidan Metode FRAP ..................................... 44 4.3. Formulasi Minuman Beras Kencur Berbasis Beras Merah ................. 45 4.4. Karakteristik Minuman Beras Kencur Formula Terpilih .................... 52 4.5. Pengamatan Kestabilan Minuman Formula Terpilih .......................... 58 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ........................................................................................... 5.2 Saran .................................................................................................
61 62
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
63
LAMPIRAN ..................................................................................................
69
xxi
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Deskripsi warna berdasarkan Hue ............................................................ .. 27
2.
Pengamatan warna beras menggunakan Minolta chroma meter ................
3.
Hasil analisis proksimat berbagai varietas beras ....................................... .. 35
4.
Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan berbagai pelarut .............
5.
Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan pelarut metanol dan metanol
34
38
asam ........................................................................................................
38
6.
Hasil analisis total fenol dan total flavonoid berbagai varietas beras .........
40
7.
Hasil analisis aktivitas antioksidan berbagai varietas beras .......................
43
8.
Formulasi umum minuman fungsional (per 1000 ml) ...............................
47
9.
Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji .......................................
48
10 . Rancangan percobaan 10 model minuman beras kencur ...........................
49
11 . Hasil perhitungan respon rasa, warna dan antioksidan berdasarkan model minuman .................................................................................................. 49 12. Model ordo terpilih dan persamaan polynomial masing-masing variabel respon ...................................................................................................... 50 13. Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon............... ®
14. Dua formula minuman terpilih hasil optimasi Design Expert 7.0 ............
51 52
xxii
xxiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Beberapa bentuk sediaan jamu beras kencur.............................................
6
2
Struktur biji beras (Grist, 1975)................................................................
8
3
Tanaman dan rimpang kencur (Kaemferia galanga L)..............................
11
4
Rimpang jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah ......................................
12
5
Degradasi gingerol dalam suasana asam (Bhattarai et al, 2001) ................
13
6
Asam jawa (Tamarindus Indica L) ...........................................................
14
7
Struktur dasar flavonoid ...........................................................................
17
8
Warna dan bentuk varietas beras merah ...................................................
32
9
Contour plot yang menunjukkan nilai desirability minuman dengan formula optimal .................................................................................................... 52
10 Gambar 3 dimensi yang menunjukkan nilai desirability terhadap minuman dengan formula optimal ........................................................................... 52 11 Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula optimal (formula 930) dengan beberapa produk komersil ............................................................ 53 12 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan aftertaste minuman formula optimal dengan beberapa produk komersil .................................. 54 13 Foto minuman beras kencur formula 930 dan komersil ............................
55
14 Aktivitas antioksidan bahan penyusun beras kencur dan minuman formula 930 .......................................................................................................... 56 15 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih ........................ 57 16 Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dan log koloni ....................
59
17 Profil pH selama penyimpanan ................................................................
61
xxiv
xxv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter L (Lightness)71
2
Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter a...............
71
3
Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter b ..............
72
4
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar air beras ........................................
73
5
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar mineral beras ................................
74
6
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar protein beras .................................
75
7
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar lemak beras...................................
76
8
Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar karbohidrat beras ..........................
77
9
Kurva standar asam tanat dan regresinya ..................................................
78
10 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar total fenol beras merah ..................
79
11 Kurva standar kuersetin dan regresinya ....................................................
79
12 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar total flavonoid beras merah ...........
80
13 Perhitungan Inhibition Concentration 50 (IC50)........................................
81
14 Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan DPPH beras merah
82
15 Kurva standar standar Fe(II) aktivitas antioksidan FRAP .........................
83
16 Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan FRAP beras merah .
83
17 Diagram alir penelitian analisis beras merah ............................................
85
18 Diagram alir penelitian minuman beras kencur.........................................
86
19 Diagram alir pembuatan minuman beras kencur .......................................
87
20 Diagram alir pembuatan ekstrak asam jawa ..............................................
88
21 Contoh format lembar uji kesukaan panelis terhadap citarasa dan warna model minuman ....................................................................................... 89 22 Skor kesukaan panelis terhadap warna10 model minuman .......................
90
23 Skor kesukaan panelis terhadap citarasa 10 model minuman ....................
91
24 Kurva standar asam askorbat dan regresinya ............................................
92
25 Model ordo dan hasil analisis ragam (ANOVA) semua variabel respon terhadap model minuman (Design Expert 7.0®)........................................ 92 26 Persamaan polinomial semua variabel respon...........................................
94
27 Ringkasan hasil optimasi formula minuman dengan prediksi respon (Design Expert 7.0®) ............................................................................................. 96
xxvi
28. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan minuman formula 930 dan aktivitas antioksidan beberapa produk komersil ................................. 94 29 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan warna terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ............................... 97 30 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan aroma terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ............................... 99 31 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan rasa terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ............................... 101 32 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan After taste terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ............................... 103 33 kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih ............... 105 34 Hasil uji T-student skor kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih ........................................................................................................ 106
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak konsumen yang cenderung kembali ke alam, back to nature, termasuk dalam memilih makanan dan minuman. Minuman khas daerah seperti bir plethok dari Betawi, teh, wedang jahe, wedang ronde, sekoteng serbat, wedang secang, bir temulawak, kunyit asam, dadih (susu kerbau fermentasi khas Sumatra Barat), beras kencur, serta makanan khas tradisional dari kedelai dan bekatul merupakan makanan dan minuman yang bermanfaat untuk kesehatan. Makanan dan minuman tradisional ini dapat digolongkan sebagai pangan fungsional menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia ditinjau dari fungsi secara fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan (Sampoerno dan Fardiaz, 2001). Salah satu minuman tradisional khas Indonesia adalah jamu. Hingga saat ini terdapat 27 jenis jamu, namun hanya 7 macam jamu yag sering diperjualbelikan di pasaran. Jamu beras kencur merupakan salah satu jamu yang digemari oleh anak anak hingga orang dewasa dikarenakan rasanya yang manis dan menyegarkan. Komposisi minuman beras kencur terdiri dari tepung beras dan rimpang kencur serta beberapa tambahan bahan lain seperti jahe, asam jawa dan gula jawa sebagai pemanis. Beras kencur memiliki khasiat antara lain menghangatkan badan, memperlancar peredaran darah, menyegarkan tubuh, menyembuhkan perut kembung, dan menyembuhkan gejala masuk angin. Rimpang kencur banyak digunakan sebagai obat tradisional penyembuh tekanan darah tinggi, reumatik dan asthma (Hirschhorn, 1983). Penggunaan beras merah pada minuman beras kencur diharapkan dapat meningkatkan nilai fungsional minuman beras kencur. Beras merah diduga memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki senyawa flavonoid fungsional, elemen mikronutrisi esensial, lemak fungsional dan penangkap radikal bebas. Salah satu kelompok senyawa flavonoid fungsional beras merah yang telah diketahui adalah kelompok senyawa antosianin. Kelompok senyawa inilah yang diduga bertanggung jawab terhadap warna dan aktivitas antioksidan beras merah (Zhang et al, 2006).
2
Penelitian yang memanfaatkan makanan dan minuman tradisional khas Indonesia sebagai bahan penelitian masih sangat terbatas. Informasi yang dapat diperoleh tentang makanan dan minuman tradisional khas Indonesia umumnya terbatas pada informasi secara turun temurun atau empiris. Tidak terstandarnya formula
minuman
tradisional
yang
diturunkan
secara
turun
temurun
mengakibatkan kualitas citarasa, aroma, dan terutama khasiat minuman tradisional tidak konsisten sehingga sulit dalam pengendalian mutunya. Penggunaan mixture experiment (ME) dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal, mampu menjawab permasalahan dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah trial and error rancangan) dan biaya (Cornell, 1990). ME merupakan suatu metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variable respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi “relative ingradient” penyusunnya, dan bukan dari jumlah total campuran ingredient. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif dari setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell, 1990). Penggunaan beras merah yang diduga kaya akan antioksidan sebagai ingredien dalam pembuatan minuman beras kencur diharapkan akan dapat meningkatkan nilai fungsional minuman tersebut tanpa mengganggu sifat fisikokimia lain yang dimiliki minuman aslinya. Penggunaan ME dalam formulasi minuman beras kencur diharapkan dapat mengurangi jumlah kesalahan dan biaya serta mendapatkan rancangan kombinasi dengan meminimalkan variasi yang berhubungan dengan estimasi koefisien pada model yang dipilih.
1.2. Perumusan Masalah Komposisi kimia dan kandungan bahan aktif beras merah terutama kandungan senyawa atau kelompok senyawa tertentu yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan belum banyak diketahui. Pembuatan minuman beras kencur secara tradisional menggunakan beras putih. Pengembangan produk minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah dengan kemampuan atau potensi antioksidan yang lebih unggul dari pada beras putih diharapkan dapat
3
meningkatkan manfaat kesehatan minuman beras kencur tradisional disamping pengembangan diversifikasi produk pangan. 1.3. Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggali potensi antioksidan beras merah dan aplikasinya dalam memperoleh minuman beras kencur berbasis beras merah yang kaya akan antioksidan. Tujuan khusus penelitian ini adalah mendapatkan formula minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) yang tinggi serta mengetahui aktivitas antioksidannya.
1.4. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah penggunaan beras merah dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada minuman fungsional beras kencur tanpa merubah karakteristik sensori minuman beras kencur
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian bermanfaat sebagai sumber informasi tentang potensi antioksidan beras merah dari beberapa tempat di Indonesia. Formula minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah dengan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman beras kencur tradisional dengan tingkat kesukaan panelis panelis terhadap citarasa dan warna yang tinggi akan memberi peluang untuk meningkatkan mutu minuman tradisional di Indonesia
4
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pangan Fungsional Dewasa ini konsumen dalam memilih pangan tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan, atau memberi kenikmatan dengan rasanya
yang
lezat
dan
penampilan
yang
menarik.
Namun
juga
mempertimbangkan potensi aktivitas fisiologis komponen yang dikandungnya. Peningkatan prevalensi penyakit pada beberapa dekade terakhir, telah mendorong perubahan sikap masyarakat, yaitu cenderung mencegah penyakit dan berusaha menjalani hidup sehat. Oleh sebab itu pangan fungsional menjadi lebih disukai dibandingkan dengan obat-obatan, karena efek psikologis yang menyehatkan tanpa mengkonsumsi obat, serta efek samping yang jauh lebih rendah. Badan Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi secara fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontra indikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya Namun akhir-akhir ini banyak beredar produk pangan dengan klaim kesehatan, disertai dengan promosi (iklan) yang sering bombastis, sehingga masyarakat awam sering mengartikan bahwa pangan fungsional identik dengan pangan modern. Padahal, banyak produk pangan tradisional khas Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional, namun informasi yang masih terbatas mengakibatkan masyarakat belum banyak mengetahuinya. Minuman khas daerah yang berkhasiat untuk kesehatan dan kebugaran antara lain bir plethok dari Betawi, teh, wedang jahe, wedang ronde, sekoteng serbat, wedang secang, bir temulawak, kunyit asam, dadih (susu kerbau fermentasi khas Sumatra Barat), beras kencur, serta makanan khas tradisional dari kedelai dan bekatul (Sampoerno dan Fardiaz, 2001).
6
Pemanfaatan komponen-komponen fungsional aktif dari bahan-bahan pangan tradisional pada produk baru atau sebaliknya penambahan sifat-sifat fungsional pada produk tradisional, menciptakan produk-produk pangan baru yang lebih bervariasi tetapi tetap memiliki nuansa tradisional yang unik. Perbaikan bentuk, kecanggihan kemasan, peningkatan umur simpan dan kombinasi cita-rasa barat dan timur akan menciptakan produk makanan tradisional menjadi lebih praktis, aman, nyaman dan yang lebih penting adalah keberterimaan konsumen terhadap produk tradisional semakin meningkat dengan tetap mempertahankan sifat fungsionalnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian penggalian dan pengkajian sumber pangan tradisional fungsional dan peningkatan mutu, keamanan dan prestise pangan tradisional.
2.2. Beras Kencur Hingga saat ini jamu banyak diperjualbelikan oleh penjual jamu gendong dalam bentuk cair siap minum maupun di toko dan pasar swalayan dalam bentuk minuman instan (Gambar 1). Terdapat 27 jenis jamu, namun hanya 7 macam yang biasa dibuat dan dipasarkan oleh para penjual jamu yaitu beras kencur, cabe puyang, gepyokan, kudu laos, kunci, pahitan, dan sinom (Zuraina et al, 1990). Jamu beras kencur sangat populer karena memiliki rasa manis dan menyegarkan. Minuman beras kencur dikatakan oleh sebagian besar penjual jamu sebagai jamu yang dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh. Selain itu, banyak pula yang berpendapat bahwa jamu beras kencur dapat merangsang nafsu makan, sehingga selera makan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat.
Gambar 1 Beberapa bentuk sediaan jamu beras kencur. Komponen utama beras kencur, adalah beras (yang dihaluskan) dan rimpang kencur serta beberapa rempah-rempah sebagai bahan tambahan pangan. Bahanbahan lain yang biasa dicampurkan ke dalam racikan jamu beras kencur adalah
7
biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, buah asam, temukunci, kayu keningar, kunir, jeruk nipis dan buah pala. Rasa manis pada beras kencur berasal dari gula merah (gula kelapa atau gula aren) atau gula pasir yang ditambahkan. Secara tradisional cara pembuatan minuman beras kencur tidak jauh berbeda, mula-mula beras dicuci dan dikeringkan, selanjutnya ditumbuk sampai halus. Bahan-bahan lain sesuai dengan komposisi racikan ditumbuk menggunakan lumpang (besi atau batu) atau diparut. Hasil tumbukan kemudian ditambahkan air matang sedikit demi sedikit sambil diremas remas dan kemudian disaring dengan kain bersih. Selanjutnya beras kencur yang telah diperas dimasukkan kedalam botol botol yang sudah bersih dan siap dihidangkan (Endang, 2000). Sampai saat ini informasi kandungan kimia dan fisik beras kencur terkait dengan sifat fungsional terutama khasiat antioksidan belum banyak diteliti. Sedangkan pengembangan
formulasi
minuman
menjadi
penting
untuk
keperluan
manufacturing sehingga dapat menghasilkan pangan fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat dari segi sensorinya.
2.3. Beras Merah Tanaman padi adalah tanaman yang mempunyai varietas sampai ribuan jumlahnya, lebih dari 90% tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Timur, tersebar di negara-negara beriklim subtropis. Dari kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat dua kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu: japonica dan indica (Winarno, 1984). Gabah adalah butir padi yang telah rontok dari malainya. Butir gabah terdiri dari satu bagian yang dapat dimakan disebut “Caryopsis” dan satu bagian lagi yang merupakan struktur kulit yang disebut sekam. Bagian sekam adalah 18 sampai 28 persen dari bobot gabah. Bagian butir beras terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm dan embrio (Juliano, 1972). Struktur gabah dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan bentuk selnya, pericarp dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu epicarp, mesocarp dan lapisan melintang (cross layer). Pericarp dengan tebal
8
dinding sel 2 µm banyak mengandung butir-butir protein dan lemak. Di bagian bawah pericarp terletak lapisan testa yang banyak mengandung lemak. Lapisan aleuron yang terdiri dari sel-sel parenkim merupakan pembungkus endosperm dan lembaga yang kaya protein, lemak dan vitamin. Bagian endosperm terdiri dari sel parenkim yang terdiri dari granula pati dan matrik protein. Tebal lapisan dinding sel endosperm adalah 0.25 µm. Dinding sel pericarp, aleuron dan endosperm beras bereaksi positif dengan pewarna protein, hemiselulosa dan selulosa (Juliano, 1972). Lapisan pembungkus endosperm dinamakan kulit ari. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitam-hitaman.
Gambar 2 Struktur biji beras (Grist, 1975).
Beras merah merupakan beras dengan warna merah dikarenakan aleuronnya mengandung gen yang diduga memproduksi senyawa antosianin atau senyawa lain sehingga menyebabkan adanya warna merah atau ungu. Kadar karbohidrat tetap memiliki komposisi terbesar, protein dan lemak merupakan komposisi kedua dan ketiga terbesar pada beras. Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Pati berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Protein beras terdiri dari 5% fraksi albumin, 10% globulin, 5% prolamin, dan 80% glutein. Kandungan lemak
9
berkisar antara 0.3-0.6 % pada beras kering giling dan 2.4-3.9% pada beras pecah kulit (Indrasari dan Adnyana, 2006). Beras merah diduga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beras putih. Salah satu keunggulan itu adalah adanya senyawa fenolik yang banyak terdapat pada beras merah. Senyawa fenolik memiliki spektrum atau jenis yang sangat banyak, mulai dari senyawa fenolik sederhana hingga yang senyawa komplek yang berikatan dengan gugus glukosa sebagai glikon. Salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki manfaat sebagai antioksidan adalah kelompok senyawa flavonoid. Kelompok senyawa ini dibagi menjadi beberapa golongan
diantaranya
flavone,
flavon-3-ol,
flavonone,
flavan-3-ol
dan
antocyanidin. Kelompok senyawa flavonoid seperti antosianin (bentuk glikon dari antosianidin) merupakan salah satu kelompok bahan alam pada tumbuhan yang berperan sebagai antioksidan, antimikroba, fotoreseptor, visual attractors, feeding repellant, antialergi, antiviral dan anti inflamatory (Pietta, 2000). Senyawa inilah yang diduga bertanggung jawab sebagai zat yang memberikan warna pada beras merah. Zhang et al (2006) melaporkan beras hitam memiliki efek antioksidan dan penangkap radikal bebas yang tinggi serta sangat penting sebagai sumber pengembangan antioksidan alami. Chunk dan Shin (2007) melaporkan bahwa beras merah kaya akan metabolit sekunder terutama asam fenolat dan quinoline alkaloid, sedangkan Yawadio et al, (2007) menyatakan bahwa beras merah juga mengandung tokol (tokoferol dan tokotrienol). Beragamnya senyawa atau kelompok senyawa hasil metabolit sekunder diyakini memiliki berbagai macam fungsi yang menguntungkan bagi kesehatan diantaranya efek psikologis, pertahanan terhadap sitotoksisitas (Chen et al, 2005), aktivitas antineurogeneratif (Kim et al, 2005), inhibisi glikogen phosporilase (Jakobs et al, 2006) dan aktivitas antioksidatif (Kano et al, 2005; Nam et al, 2006). Melihat besarnya manfaat yang didapatkan dari mengkonsumsi beras merah sudah selayaknya beras merah ini menjadi perhatian dari semua stakeholder untuk mengembangkan beras merah ini. Terlebih lagi, Indonesia memiliki beberapa varietas beras merah lokal yang tersebar dibeberapa propinsi. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 5 varietas lokal padi beras merah dan Propoinsi
10
Nusa Tenggara Timur memiliki tidak kurang dari 10 jenis padi beras merah dengan warna bervariasi dari merah hingga merah kecoklatan atau hitam. Propinsi Jawa Barat memiliki varietas halimun, Propinsi Bali memiliki satu beras merah unggulan yang ditanam di daerah Jati Luwih dengan nama beras merah jati luwih. Selain dari pada itu terdapat beberapa beras merah hingga hitam yang banyak terdapat di toko atau swalayan dengan berbagai nama, merk dan asal beras selain dari berbagai propinsi tersebut diatas. Balai Besar Padi yang berada di Sukamandi Jawa Barat juga berhasil mengembangkan varietas padi penghasil beras merah dengan nama Aek Sibundong. Namun, komposisi kimia dan kandungan bahan aktif beras merah terutama kandungan senyawa atau kelompok senyawa tertentu yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan belum banyak diketahui. Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan diharapkan mampu menyadarkan masyarakat untuk mengkonsumsi beras merah. Indrasari dan Adnyana (2006) ini telah meneliti preferensi responden terhadap beras merah. Hasil dari penelitian ini menyatakan secara uji statistik menyatakan rasa nasi beras merah lebih baik apabila dibandingkan dengan nasi beras putih. Namun, rasa, aroma dan permukaan yang sedikit kasar dan kesat menjadi sedikit hambatan dalam mengkonsumsi beras ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan produk pangan berbasis beras merah seperti bubur beras merah, crakers dan makanan atau minuman tradisional yang kaya akan rasa dan manfaat bagi kesehatan seperti minuman beras kencur.
2.4. Kencur (Kaempferia galanga L.) Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis emponempon/tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Rimpang atau rhizoma tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan. Nama lainnya adalah cekur (Malaysia) dan pro hom (Thailand). Kencur merupakan temu kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Rimpang pendek berwarna coklat, berbentuk jari dan tumpul, bagian luarnya seperti bersisik, daging rimpang tidak keras, rapuh, mudah patah dan bergetah (Gambar 3). Berbau harum dengan rasa pedas yang khas.
11
Rimpang digunakan sebagai obat gosok pada bengkak yang disebabkan oleh terkilir (keseleo) atau terpukul benda tumpul, serta untuk encok atau rematik. Selain itu juga digunakan untuk mengobati masuk angin (sebagai flatulens), radang lambung, kejang perut, mual, diare, penawar racun, serta sebagai obat batuk. Juga dipakai untuk mengobati infeksi telinga, sakit kulit, bisul dan sebagai roboransia. Komposisi volatil rimpang kencur berupa pinene, camphene, carvone, benzene, eucalyptol, borneol, methil cinnamate, pentadecane dan ethyl-pmethoxcycinnamate
(Tewtraktul,
2005).
Ethyl-p-metoksinamat
merupakan
senyawa penciri rimpang kencur sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia. Chan et al, (2008) menjelaskan bahwa kencur memiliki kandungan total fenol setara 146±9 mg asam galat dan antioksidan setara dengan 77± 7 mg ascorbic acid equivalent antioxidant capacity.
Gambar 3 Tanaman dan rimpang kencur (Kaemferia galanga L).
2.5. Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Tanaman jahe termasuk dalam famili zingiberaceae, merupakan tanaman berumur panjang dengan rimpang di dalam tanah yang bercabang-cabang dan ke atas mengeluarkan tunas serta batang-batang yang dibalut oleh pelepah daun, dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai 0.4-0.6 meter (Wijayakusuma, 2002). Menurut Sutarno et al, (1999), dikenal 3 varietas jahe di Indonesia berdasarkan bentuk, ukuran dan warna rimpangnya, yaitu jahe besar (sering disebut jahe gajah atau jahe badak), jahe kecil (jahe emprit) dan jahe merah (jahe sunti).
12
Rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur, berserat dan berbau khas aromatik (Gambar4). Rimpang jahe berasa pedas karena mengandung minyak atsiri 0.25-3.3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren. Selain itu, rimpang jahe mengandung oleoresin sebanyak 4.3-6.0% yang terdiri dari gingerols dan shogaols (hasil dehidrasi gingerol). Oleoresin pada jahe juga menimbulkan rasa pedas atau pungent (Sutarno et al, 1999).
Gambar 4 Rimpang jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah. Menurut Bhattarai et al (2001), gingerol merupakan komponen aktif utama dalam rimpang jahe segar dan teridentifikasi dalam bentuk [6]-gingerol [5hydroxy-1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl) decan-3-one]. Diketahui bahwa [6]gingerol memiliki efek farmakologis dan fisiologis, termasuk analgesic, antipyretic, gastroprotective, cardiotonic, aktivitas antihepatotoxic dan memiliki efek penghambatan dalam biosintesis prostaglandin (Bhattarai et al, 2001). Gingerol bersifat labil terhadap panas atau suhu tinggi, sehingga mudah terdehidrasi menjadi shogaol (Bhattarai et al, 2001). Senyawa 6-shogaol atau [1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)decan-4-ene-3one] yang merupakan produk dehidrasi dari gingerol juga memiliki karakter citarasa yang pedas (pungent). Shogaol lebih banyak terdapat pada simplisia kering maupun dalam bentuk serbuk. Stabilitas kedua komponen tersebut di dalam tubuh, terutama bagian perut mampu memberikan sifat bioavailabilitas secara keseluruhan. Dalam suasana asam (sekitar pH 4.0), kestabilan gingerol dan shogaol mencapai puncak dan menjadi faktor penting dalam menelusuri efek farmakologis pada berbagai produk obat-obatan dan kesehatan berbasis jahe lainnya (Bhattarai et al, 2001). Diketahui bahwa gingerol memiliki kinetika kimia yang bersifat reversible menjadi shogaol dan sebaliknya (Gambar 5).
13
Gambar 5 Degradasi gingerol dalam suasana asam (Bhattarai et al, 2001).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Firmansyah (2003), diketahui bahwa jahe memiliki aktivitas antioksidan (metode ransimat) tertinggi (3.39), bila dibandingkan dengan kayu secang (3.12) dan pala (1.63). Chen et al, (2008), melaporkan kandungan senyawa fenol total pada jahe setara dengan 291 ± 18 mg asam galat dan antioksidan setara dengan 96 ± 7 mg ascorbic acid equivalent antioxidant capacity. Rimpang jahe juga dikenal memiliki banyak khasiat kesehatan, antara lain sebagai peluruh kentut (carminative), perangsang (stimulant), pemberi aroma atau bumbu, melancarkan sirkulasi darah, menurunkan kolesterol, peluruh keringat (diaphoretic), antimuntah (antitussive), antiradang (anti-inflamantory) dan menambah nafsu makan (stomachica) (Wijayakusuma, 2002).
2.6. Asam Jawa (Tamarindus Indica L) Asam jawa dihasilkan oleh pohon yang bernama ilmiah Tamarindus indica, termasuk ke dalam suku Fabaceae (Leguminosae). Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga Tamarindus. Tanaman ini cocok tumbuh di daerah kering sampai agak basah yakni di dataran rendah sampai 1000 meter dari permukaan laut (Danoesastro, 1976). Nama lain asam jawa adalah asam (Mly.), asem (Jw.), sampalok (Tagalog), ma-kham (Thai), dan tamarind (Ingg.). Buah asam jawa umumnya mudah rusak dalam penyimpanan, maka untuk menghindari hal tersebut asam jawa sering diolah menjadi asam kawak yang lebih awet dan dapat digunakan sama halnya seperti buah segar (Gambar 6).
14
Daging buah asam jawa mengandung rata-rata 5,27 % kalium bitartrat, 6,63 % asam tartrat dan 2,20 % asam sitrat. Hampir lebih dari setengah berat buah asam terdiri dari daging buah yang memiliki rasa manis dan mengandung kadar gula 30-40%. Daging buah asam jawa yang telah matang mengandung 17.8-35.8 g air, 2-3 g protein, 0.6 g lemak, 2.9 g serat, 41.1-51.1 g karbohidrat, 2.6-3.9 abu, 34-78 mg kalsium, 34-78 mg fosfor, 0.2-0.9 mg besi, 0.33 mg tiamin, 0.1 mg riboflavin, 1 mg niacin, dan 44 mg vitamin C (Soemardji, 2007) . Hasil pengujian kromatografi, buah asam jawa mengandung asam malat dan asam tartarat dengan konsentrasi masing masing sebesar 1.37 mg/ml dan 10.63 mg/ml. Hasil pengujian aktifitas antioksidan menunjukkan kapasitas absorbansi radikal oksigen (ORAC) dan total komponen fenolik sebesar 59.1 sampai dengan 60.3 µmol trolok ekuivalen (TE) perberat kering dan 626.6 sampai dengan 664.0 mg asam garlic ekuivalen (GAE) per 100 gram berat kering (Soemardji, 2007). Asam jawa memiliki beberapa manfaat kesehatan antara lain sebagai immunomodulator pada tubuh, antioksidan pada penyakit mata (mata kering), antidiabetes, antikolesterol, antihipertensi, antiinflamantori dan laksatif (anticonstipation).
Gambar 6 Asam jawa (Tamarindus Indica L).
2.7. Antioksidan Salah satu perhatian utama para ilmuwan pangan adalah reaksi autooksidasi yang dapat terjadi secara autokatalitik melalui senyawa perantara radikal bebas yang umumnya diinisiasi oleh senyawa logam dan peroksida sebagai pengotor pada sistem pangan sehingga dapat menurunkan kualitas dan nilai gizi. Oksidasi akan menjadi masalah jika aliran elektron menjadi tidak berpasangan menghasilkan radikal bebas Reactive Oxygen Species (ROS) seperti superoksida (O2*), peroksida (ROO*), alkoksil (RO*), hidroksil (HO*) dan oksida nitrat
15
(NO*). Waktu paruh (half-life) yang sangat pendek (hidroksil 10-9 detik) demikian pula alkoksil (beberapa detik) menyebabkan kedua jenis radikal bebas ini sangat reaktif dan secara cepat menyerang molekul pada sel-sel terdekat menyebabkan kerusakan yang mungkin tidak dapat diperbaiki oleh sistem sel. ROS bahkan dapat sangat merusak, terutama karena mampu menyerang lipid pada membran sel, protein jaringan atau enzim, karbohidrat dan DNA sehingga menyebabkan kerusakan membran sel, enzim dan DNA. Reaksi oksidatif ini telah dianggap ikut berperan dalam proses penuaan dan berbagai penyakit degeneratif seperti serangan jantung, katarak, disfungsi kemampuan kognitif dan kanker (Pietta, 2000). Antioksidan dalam pandangan ilmu pangan berfungsi untuk menghambat ketengikan pada makanan dengan menghambat inisiasi oksidasi lemak melalui reaksi pengkelatan ion logam atau mereduksi peroksida dan atau menghentikan reaksi berantai radikal bebas melalui penangkapan radikal bebas. Sedangkan menurut pandangan ilmu biologi dan nutrisi, antioksidan dapat berfungsi secara in vivo untuk menghambat oksidasi dari beberapa target biologis termasuk pengkelatan ion logam untuk menghambat pembentukan spesies oksigen/nitrogen reaktif, reaksi langsung dengan penangkapan spesies oksigen/nitrogen reaktif, menghambat oksidasi enzim (contoh cyclooksigenase), atau menginduksi aktivitas enzim antioksidan (Liangli Yu, 2008). Namun antioksidan pada konsentrasi tinggi dapat bersifat sebaliknya yaitu sebagai prooksidan atau meningkatkan oksidasi (Schuler, 1990). Antioksidan pada makanan dapat berperan pada peningkatan perlawanan oksidasi dari serangan singlet oksigen, menurunkan konsentrasi oksigen, mencegah rantai inisiasi pertama dengan mengikat radikal bebas, mengikat ion sebagai katalis, dekomposisi produk utama, dari oksidasi menjadi produk
non
radikal
dan
memecah
rantai
substansi
untuk
mencegah
bersambungnya abstraksi hidrogen substrat. Jenis antioksidan dapat dibedakan atas antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan di antaranya adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propyl gallate (PG) dan tert-butylhydroquinone (TBHQ). Namun, dewasa ini mulai berkembang kesadaran masyarakat akan bahaya karsinogen dari bahan-bahan sintetik ini. BHA dan
16
TBHQ tidak lagi diijinkan untuk digunakan pada bahan pangan di Jepang, Kanada dan beberapa negara Eropa (Shahidi, 2000). Dengan demikian, terdapat keinginan dari masyarakat umum untuk mengganti antioksidan sintetik dengan antioksidan alami. Antioksidan alami dapat berfungsi tunggal atau lebih seperti sebagai senyawa pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkompleks logam, prooksidan, dan quencer dari bentuk singlet oksigen. Senyawa-senyawa ini umumnya merupakan golongan fenol atau polifenol yang berasal dari tanaman. Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavonon), turunan asam sinamat, kaumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional. Antioksidan alami yang paling aktif adalah golongan senyawa fenolik dan polifenolik. Sebagai contoh senyawa flavonoid, turunan senyawa fenolik, seperti flavones, isoflavones, antosianin dan katekin yang merupakan komponen senyawa buah-buahan dan sayuran memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi (Cao et al, 1996; Wang et al, 1997). Antioksidan pada tanaman tingkat tinggi telah diuji secara in vitro, mampu memberikan perlindungan dari kerusakan akibat oksidasi, menghambat serta mengikat radikal bebas dan oksigen reaktif. Asam fenolat fenilpropanoid dan flavonoid pada pangan dapat ditemukan dalam bentuk bebas dan juga dalam bentuk terikat secara glikosidik dengan berbagai jenis gula, terutama glukosa. Gula yang terikat tidak memiliki aktivitas antioksidan, tetapi lebih berperan sebagai fungsi transpor dalam cairan tubuh (Shahidi dan Naczk, 1995).
2.8. Senyawa Polifenol Senyawa fenolik yang terkandung dalam pangan merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder tanaman. Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang mempunyai ciri khas sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa ini cenderung mudah larut dalam air dikarenakan berikatan dengan senyawa gula sebagai glikosida. Senyawa fenolik dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk asam fenolik, flavonoid, lignan, stillbene, caumarin dan tanin. Sedangkan istilah polifenol digunakan untuk
17
kelompok senyawa yang ditemukan pada tumbuhan memiliki lebih dari satu unit fenol setiap molekulnya. Polifenol umumnya dibagi menjadi dua yaitu tannin terhidrolisis dan polipropanoid seperti lignin, flavonoid dan tannin terkondensasi. Senyawa fenolik pada tanaman memiliki fungsi penting untuk pertumbuhan dan reproduksi, senyawa antipatogen, serta berperan dalam pembentukan pigmen. Senyawa fenolik memiliki efek yang penting pada stabilitas oksidasi dan keamanan mikrobiologi pangan, seperti aktivitas biologis yang berhubungan dengan efek penghambatan pada mutagenesis dan pembentukan karsinogen. Beberapa tanaman seperti biji-bijian, minyak, legum, rempah-rempah dan teh telah lama dikenal mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Golongan terbesar senyawa polifenol adalah flavonoid, terdiri dari ribuan senyawa diantaranya golongan flavonol, flavon, katekin, flavonon, antosianidin, dan isoflavonoid. Flavonoid dibentuk dalam tumbuhan dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin, serta malonat melalui shikimate pathway (Pascual-Teresa, 2008). Struktur dasar flavonoid adalah inti flavan yang mengandung 15 atom karbon yang tertata dalam tiga cincin (C6-C3-C6) dengan label A untuk cincin C6 sebelah kiri dan label B untuk cincin C6 sebelah kanan (Gambar 7). Cincin A merupakan kombinasi oksigen heterosiklik dari 5 atom (aurone) atau 6 atom yang terbentuk dari kondensasi 3 molekul asam asetat, sedangkan cincin B merupakan cincin C6 yang terbentuk dari hasil derivatisasi gula dari shikimate pathway. Terdapat berbagai klas flavonoid, bergantung pada tingkatan oksidasi dan pola subtitusi dari cincin A dan B.
Gambar 7 Struktur dasar flavonoid (Pokorny et al, 2001). Flavonoid dapat membantu reaksi redoks terhadap fungsi vitamin C pada pembuluh darah dan sebagai antioksidan yang aktivitasnya tergantung pada struktur, dosis, sistem enzim dan deoksidasinya. Senyawa flavonoid dapat
18
digolongkan menjadi empat yaitu (1) senyawa yang dapat menangkap radikal oksigen (misal kaemferol, naringenin, apigenin, dan naringin), (2) senyawa yang dapat menghilangkan pengaruh radikal oksigen (misalnya miricetin, delpinidin atau quercetin), (3) senyawa yang bersifat sebagai antioksidan atau prooksidan tergantung pada konsentrasinya (misal phoretin, sianin, katekin dan morin), serta (4) senyawa yang bersifat inaktif (misalnya rutin dan phyloridin) (Pratt, 1992). Flavonoid pada umumnya terdapat di tanaman dalam bentuk turunan glikosilat, dan nampak dengan aneka warna seperti biru, merah muda dan orange baik pada daun, bunga maupun buah. Flavonoid juga ditemukan pada umbiumbian serta biji-bijian. Jenis-jenis flavonoid yang sangat sering ditemukan pada sereal adalah flavon apigenin dan luteolin (Pietta, 2000). Beberapa penelitian menyebutkan flavonoid memiliki aktivitas bioogis termasuk antialergi, antiviral, anti-inflamasi, hepatoprotektif, antitrombosis, antivirus, antikarsinogenik dan yang terpenting adalah kemampuan mengurangi formasi radikal bebas dan kemampuan menangkap radikal bebas (Miler 1996, Pieta 2000, Mojzisova and Kuchta 2001, Kneekt et al 2002). Peran utama dari flavonoid dalam bahan pangan terutama berkaitan dengan warna, citarasa dan antioksidan. Khusus antosianin dilaporkan bahwa beberapa jenis antosianin memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Wang et al, (1997), membuktikan bahwa dari 14 jenis antosianin yang dicobakan, kuromanin (cyanidin-3-glucosida) memberikan nilai oxygen radical absorbance capacity (ORAC) 3,5 kali lebih tinggi dari Trolox (analog vitamin E), sedangkan aktivitas antioksidan terendah dimiliki oleh pelargonin yang setara dengan nilai ORAC dari Trolox. Selain sebagai antioksidan, penelitian lain memperlihatkan bahwa antosianin memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan di antaranya perlindungan terhadap penyakit jantung atau cardiovascular, antikanker, antitumor, antimutagenik, anti diabetes, melindungi hati, mencegah kerusakan saluran
pencernaan,
antimikroba,
anti
virus
dan
menurunkan
laju
neurodegenerative (Pascual-Teresa dan Sanchez-Balesta, 2008). Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah
19
penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah, merah senduduk, ungu dan biru dalam daun bunga dan buah pada tumbuhan tinggi. Antosianin banyak ditemukan pada tanaman spesies vaccinium seperti blueberry dan cranberry, cerry, egg plant peel, red wine dan violet petal. Black rice atau yang dikenal dengan nama beras hitam juga memiliki senyawa antosianin Abdelaal et al, (2006). Antosianin adalah molekul yang bersifat polar, oleh karena itu pelarut yang umum digunakan adalah campuran etanol, metanol dan air (Kahkonen et al, 2001). Kapasakalidis et al (2006) melaporkan penggunaan metanol asam merupakan metode yang paling efisien dalam mengekstraksi antosianin apabila dibandingkan dengan penggunaan etanol dan air. Namun metode ini berimplikasi pada co-ekstraksi dari senyawa non fenol seperti gula, asam organic, dan protein. Penggunaan asam kuat juga akan berimplikasi pada terhidrolisisnya gula apabila matrik sampel yang digunakan mengandung banyak karbohidrat seperti pada beras.
2.9. Evaluasi Sensori Uji atau evaluasi sensori untuk menilai kualitas dari suatu barang telah banyak dipraktekkan sejak adanya kehidupan manusia. Evaluasi sensori mulai berkembang pesat sejak munculnya sistem perdagangan, dimana pembeli akan menilai komoditi yang akan dibelinya berdasarkan mutu sensorinya. Oleh karena itu, para pedagang kemudian menetapkan harga barang yang dijual berdasarkan kualitas sensorinya (yang meliputi penampakan fisik, warna, konsistensi dan tekstur maupun citarasa). Penggunaan istilah Grading digunakan dalam penilaian kualitas bahan makanan, seperti minuman anggur (wine), teh, kopi, tembakau dan sebagainya. Grading memunculkan orang-orang yang profesional dalam menguji kualitas suatu komoditi berdasarkan indera sensorinya terutama di dalam industri makanan dan minuman sekitar awal tahun 1900-an (Meilgaard et al, 1999). Sebuah literatur memunculkan penggunaan istilah ”uji organoleptik” (Pfenninger, 1979 seperti dikutip oleh Meilgaard et al, 1999) untuk menunjukkan hasil pengukuran obyektif terhadap atribut sensori suatu bahan pangan.
20
Teknologi yang terus berkembang mampu menghasilkan instrumen atau alat canggih yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai suatu parameter dari produk tertentu. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa tidak semua hasil ciptaan manusia mampu digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur kualitas suatu produk, misalnya mutu sensori bahan pangan. Indera manusia telah dilengkapi oleh Tuhan dengan sensor yang paling canggih. Oleh karena itu, penggunaan subyek manusia sebagai instrumen dalam mengevaluasi atribut sensori dalam bahan pangan menjadi sangat penting. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pengujian organoleptik seringkali bersifat subyektif, karena jumlah panelis yang terlalu sedikit, dan penilaian yang mengakibatkan munculnya praangapan terhadap suatu produk yang sedang diuji (Meilgaard et al, 1999). Evaluasi sensori didefinisikan sebagai satu disiplin keilmuan yang digunakan untuk mengukur, menganalisis karakteristik suatu bahan pangan dab material lain serta menginterpretasian reaksi yang diterima oleh panca indra manusia (penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan dan penginderaan (Adawiyah dan Waysima, 2009). Evaluasi sensori memiliki keunikan dan kekhasan tertentu dibandingkan dengan jenis analisis yang lain diantaranya produk sensori produk sulit dideskripsikan, penggunaan manusia sebagai instrumen memberikan kekhasan karena sulitnya dikalibrasi dan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiologis maupun psikologis, melibatkan kaidah-kaidah psikologis dan melibatkan banyak variabel yang harus dikontrol untuk menghindari bias untuk menghindari proses penginderaan yang diinginkan. Berbagai jenis metode uji sensori telah dikenal untuk menilai dan mengevaluasi karakteristik sensori dari produk pangan. Secara garis besar uji sensori dapat diklasifkasikan menjadi 3 yaitu uji pembedaan (difference test), Uji deskriptif (deskriptif test) dan uji afektif (acceptence and preference test). Uji pembedaan dan deskriptif dilakukan untuk tujuan analitis dan diinginkan respon pengujian yan obyektif (walaupun menggunakan penelis tidak terlatih), sedangkan metode uji afektif sifatnya sangat subjektif dan respon yang diinginkan juga merupakan respon yang subjektif (Adawiyah dan Waysima, 2009). Uji afektif dapat juga disebut sebagai uji konsumen, yang memiliki tujuan utama untuk mengetahui respon pribadi (penerimaan atau preferensi) konsumen
21
atau pelanggan terhadap suatu produk, gagasan suatu produk atau karakteristik tertentu suatu produk. Hasil pengujian memberikan gambaran indikasi preferensi atau kesukaan antara satu produk dengan produk yang lain, tingkat kesukaan (suka atau tidak suka) atau penerimaan (terima atau tolak). Uji afektif memiliki dua pendekatan yaitu pengukuran preferensi (uji paired-preference dan uji rangking/peringkat kesukaan) dan pengukuran penerimaan (uji rating/skala hedonik). Uji skala hedonik atau kesukaan merupakan uji yang paling dikenal untuk melihat status kesukaan atau status afektif dari suatu produk. Skala 5, 7 atau 9 merupakan skala umum yang digunakan dalam uji afektif. Respon pengujian ini mencakup respon sangat disukai sampai sangat tidak disukai dengan skala tengah merupakan respon netral. Jenis-jenis skala yang digunakan pada uji rating/skala hedonik dapat berupa skala verbal, skala kategori maupun gambar (anak-anak). Tingkat keberhasilan uji konsumen dipengaruhi oleh pemilihan lokasi pengujian maupun jumlah panelis yang digunakan. Beberapa lokasi yang dapat digunakan sebagai uji konsumen adalah laboratorium (sensory laboratory tests), pusat konsumen berkumpul seperti pasar, sekolah dan kafetaria (central-location tests) dan di rumah tempat tinggal panelis (home-use tests). Masing-masing lokasi uji memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda terhadap hasil yang diperoleh. Sebagai contoh sensory laboratory test memiliki keunggulan dalam hal lingkungan laboratorium yang terkontrol baik (seperti bau, faktor pencahayaan, dan kondisi pengujian yang kondusif), panelis yang mudah didapatkan (bila menggunakan karyawan), dan perolehan data yang cepat Jumlah panelis atau konsumen juga menetukan tingkat keberhasilan pengujian afektif. 8-12 orang digunakan untuk ukuran panelis fokus group yang dipilih berdasarkan kriteria spesifik yang mewakili target. Sensory laboratory tests menggunakan 25-50 responden agar dapat diolah secara statistik, namun penggunaan 50-100 panelis secara statistik akan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kisaran 50-100 panelis setiap produk biasanya digunakan pada central location tests, sedangkan home use test digunakan 50-100 panelis per produk dan 70-300 bila dilakukan pengujian multicity (3-4 kota).
22
Pemilihan metode uji dan pemilihan lokasi yang tepat serta jumlah panelis yang sesuai sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam pengujian sensori. Hasil evaluasi sensori dengan tingkat validitas tinggi terhadap produk pangan dapat menjadi landasan penting dalam pengambilan keputusan manajemen industri pangan berkaitan dengan sifat sensori yang dimiliki produk tersebut.
2.10. Mixture experiment (Me) Penggabungan beberapa ingredien atau bahan baku dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, contohnya formulasi dalam pembuatan kue yang tersusun atas campuran baking powder, shortening, tepung, gula dan air. Hasil akhir produk tersebut tentunya dipengaruhi oleh persentase atau proporsi relatif masing-masing ingredien yang ada dalam formulasi. Alasan lain penggabungan beberapa ingredien dalam mixture experiment adalah untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut mampu menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan, dibandingkan dengan penggunaan ingredien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell, 1990). Apabila diamati lebih lanjut, terdapat relasi fungsional antar ingredien penyusun dan dengan adanya perubahan proporsi relatif ingredien tersebut akan menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingredien yang dipilih tentunya adalah kombinasi ingredien yang dapat menghasilkan produk dengan respon maksimal sesuai yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan Mixture Experiment dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal dirasakan mampu menjawab permasalahan dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah trial and error rancangan) dan biaya (Cornell, 1990). Menurut Cornell (1990), Mixture Experiment (ME) merupakan suatu metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variabel respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif ingridien penyusunnya dan bukan dari jumlah total campuran ingridien tersebut. Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan (Cornell, 1990). Oleh karena itu dapat
23
dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell, 1990). Menurut Cornell (1990), ME terdiri dari enam tahap utama. Tahap pertama yaitu menentukan tujuan percobaan (misalnya untuk optimasi formula), memilih ingridien penyusun yang dianggap memberikan pengaruh nyata terhadap variabel respon produk akhir, menentukan batas atas dan batas bawah berupa proporsi relatif masing-masing ingredien penyusun campuran, menentukan variabel respon yang diinginkan, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai. ME seringkali digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan polinomial secara simultan. Persamaan tersebut dapat dipetakan dalam suatu contour plot, baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun grafik tiga dimensi (3-D) yang dapat memberi gambaran bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon. Menurut Cornell (1990), persamaan polinomial ME dapat memiliki berbagai macam ordo, seperti mean, linier, kuadratik, kubik dan spesial kubik. Namun model persamaan polinomial yang sering digunakan dalam formulasi adalah model ordo linier dan kuadratik. Model ordo linier dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan model ordo kuadratik dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (2). Y = b0 + b1X1 + b2X2…................................................(1) Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2......(2) Persamaan dengan model ordo linier seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri (3-D) respon permukaan yang kurang memadai. Oleh karena itu, dalam formulasi lebih diharapkan menggunakan model persamaan polinomial ordo kuadratik (Cornell, 1990).
24
25
III. METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat Beras merah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan beras yang telah disosoh dan dikumpulkan dari beberapa daerah yaitu dari Nusa Tenggara Timur sebanyak 2 jenis (galur) yaitu pare laka dan are dota, jati luwih asal Bali, aek sibundong asal Balai Penelitian Padi Sukamandi, beras bandung asal Bandung, beras raja hitam dan ratu merah asal Tangerang, beras ujung kulon asal Ujung Kulon, beras halimun asal Gunung Halimun, beras sirampong dan jowo melik asal Yogyakarta. Rimpang kencur dan jahe didapatkan dari Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB Cikabayan Bogor. Gula jawa didapatkan dari Desa Tegal Arum Kecamatan Sempu Banyuwangi Jawa Timur. Bahan tambahan pangan lain sebagai pelengkap minuman beras kencur didapatkan dari pasar swalayan terdekat. Minuman beras kencur sebagai pembanding merupakan minuman komersial 1 (tetrapack) dan komersi 2 (instan) yang didapatkan di swalayan terdekat dengan masa kadaluarsa lebih dari 10 bulan, sedangkan minuman komersial 3 (tradisional) merupakan minuman tradisional yang dibeli dari pasar tradisional. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah radikal bebas stabil DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), metanol, etanol, HCl, larutan besi (II) klorida, larutan buffer sodium asetat, larutan buffer asam asetat, larutan buffer potassium klorida, akuades, asam askorbat, asam tanat, pereaksi Folin-Denis, potassium ferisianida dan ferric klorida. Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak jahe dan kencur adalah
blender.
Baskom,
pisau,
talenan
dan
panci
digunakan
untuk
mempersiapkan bahan baku. Botol kaca, pipet tetes dan neraca analitik digunakan untuk membuat formulasi minuman. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah oven, pH meter, refraktometer, chromameter, mikropipet, spektrofotometer UV-Vis dan peralatan gelas untuk analisis.
26
3.2. Metode Penelitian ini dibagi menjadi lima tahap, yaitu penelitian 1) karakteristik sifat fisikokimia beras merah, 2) ekstraksi dan analisis kandungan total fenol, total flavonoid, dan aktivitas antioksidan beras merah, 3) formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah, 4) karakteristik minuman beras kencur formula terpilih, dan 5) pengamatan stabilitas minuman beras kencur formula terpilih. Diagram alir metodologi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18 3.2.1. Karakteristik sifat fisiko kimia beras merah Karakteristik sifat fisikokimia beras merah terdiri dari dua analisis yaitu analisis warna untuk analisis fisik dan analisis proksimat untuk analisis kimia beras merah. Metode analisis warna dan proksimat sebagai berikut: 3.2.1.1. Analisis warna, Metode Hunter (Hutching, 1999) Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters. Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meters bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam (misalnya cawan petri). Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan nilai b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0–100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0–(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0–70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0–(-70) untuk warna biru. Selanjutnya dihitung °Hue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan °Hue = arc tan (b/a) (Tabel 3). 3.2.1.2. Analisis proksimat (AOAC 1995) Kadar air (%) diukur dengan metode oven. Kadar protein (%) diukur dengan metode mikro-kjeldahl. Kadar lemak diukur dengan metode ekstraksi soxhlet; kadar abu/mineral (%) dengan tanur; total karbohidrat (%) dengan metode By Difference.
27
Tabel 1 Deskripsi warna berdasarkan °Hue °Hue [arc tan (b/a)]
Deskripsi warna
18 – 54
Red (R)
54 – 90
Yellow Red (YR)
90 – 126
Yellow (Y)
126 – 162
Yellow Green (YG)
162 – 198
Green (G)
198 – 234
Blue Green (BG)
234 – 270
Blue (B)
270 – 306
Blue Purple (BP)
306 – 342
Purple (P)
342 – 18
Red Purple (RP)
3.2.2. Ekstraksi, Analisis Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Beras Merah Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pelarut terbaik dalam mengekstraksi beras merah, mengetahui kandungan kelompok senyawa polifenol dan flavonoid, dan mengetahui aktivitas antioksidan beras merah. Hasil penelitian ini akan didapatkan pelarut terbaik dan beras merah terbaik yang akan digunakan dalam formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah. Metode analisis yang digunakan pada tahap penelitian ini sebagai berikut: 3.2.2.1 Ekstraksi (Chotimarkron et al, 2008). Sebanyak 5 g tepung beras diekstrak 5 kali masing-masing dengan 10 mL metanol, etanol dan air selama 30 menit dengan shaker. Supernatan dievaporasi dalam kondisi vakum pada suhu 40oC hingga kering. Ekstrak kering ini kemudian dilarutkan dengan methanol untuk selanjutnya dianalisis. 3.2.2.2 Uji Kuantitatif Polifenol ( Shahidi dan Naczk, 1995). Sebanyak 1 ml sampel (diencerkan 2-4x dengan akuades) ditambahkan kedalam pereaksi Follin-Ciocalteau sebanyak 1 mL dan diinkubasi pada ruang gelap suhu kamar selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 0,25 mL Na2CO3 (60g/L) dan 1.75 mL akuades. Setelah dilakukan inkubasi pada ruangan gelap suhu kamar selama 30 menit dilakukan pembacaan absorbasi dengan spektrofotometer pada λ 760 nm. Hasil pengukuran total fenol
28
dihitung berdasarkan kesetaraan dengan asam tanat yang dinyatakan dalam mg per gram EAT (ekivalen asam tanat) 3.2.2.3. Uji Kuantitatif Flavonoid (Shen et al, 2009 ): Sebanyak 0.5 ml ekstrak atau larutan standar dipipet kedalam tabung reaksi 15 ml, 2 ml air bidestilasi ditambahkan kedalam tabung reaksi dan dicampur dengan 0.15 ml 5% NaNO2. Setelah 5 menit ditambahkan 0.15% AlCl3.6H20 lalu didiamkan selama 5 menit. Setelah 5 menit ditambahkan NaOH 1 M sebanyak 1 ml dan didiamkan selama 15 menit. Kemudian diukur pada panjang gelombang 415 nm. Total flavonoid dihitung berdasarkan kesetaraan dengan standar kuercetin yang dinyatakan dalam mg per gram EK (ekivalen kuercetin). 3.2.2.4. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Nikolova dan Dzhurmanski, 2009). Sebanyak 3 ml ekstrak dengan konsentrasi 1000, 600, 300, 100, dan 50 µg/mL
ditambah
dengan
1
mL
larutan
DPPH
(2,2’-diphenyl-1-
picrylhydrazyl) 0.3mM dalam methanol dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan vortex. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm. Persen inhibisi dihitung berdasarkan persamaan ((Ablanko- Asampel)/Ablanko)x100%. Nilai IC50 dihitung berdasarkan persamaan regresi sigmoid non-linier menggunakan hasil persen inhibisi dan konsentrasi. IC50 menunjukkan nilai konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH 3.2.2.5 Uji aktivitas antioksidan metode FRAP (Benzie dan Strain, 1996). FRAP (ferric reducing ability of plasma) reagen dibuat dengan mencampurkan 0.1 mol/L buffer asetat (pH 3,6), 10 mMol/L TPTZ, dan 20 mmol/L besi klorida (10:1:1 v:v:v). 4,5 ml reagen, 450 µl air dan 150 µl sampel dicampurkan kedalam tabung reaksi dan diinkubasi 37° C selama 30 menit, sedangkan blank sampel digunakan 4,5 ml reagen dan 600 µl air. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 593 nm.
29
Aktivitas antioksidan metode FRAP dihitung berdasarkan kesetaraan dengan standar FeCl3 yang dinyatakan dengan µmol Fe(II) per gram.
3.2.3. Formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah Formulasi awal untuk megetahui berapa banyak total bahan penyusun minuman beras kencur berbasis beras merah yang dapat ditambahkan kedalam minuman sehingga tidak menimbulkan kendala pada citarasa. Prinsip dasar pembuatan minuman yang dilakuan adalah mencampur bahan baku dan bahan tambahan minuman kedalam blender berdasarkan bobot per volume (b/v). Basis minuman dibuat dengan total volume 1000 ml untuk mempermudah formulasi. Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Proporsi relatif beras merah, kencur dan jahe dimasukkan sebagai data masukan. Selanjutnya ditentukan pula proporsi relatif minimum masing-masing rempah (lower limit) dan proporsi relatif maksimum masing-masing rempah (upper limit) sebagai data masukan sebelum didapatkan model rancangan percobaan. Hasil keluaran berupa model rancangan percobaan selanjutnya dilakukan pembuatan minuman untuk mengukur respon masing-masing model rancangan percobaan tersebut. Dalam pembuatan minuman ditambahkan gula jawa dan asam jawa dengan jumlah tetap. Variabel respon minuman diukur berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan minuman (metode penangkapan senyawa radikal bebas) dan hasil uji organoleptik minuman (metode hedonik dengan parameter citarasa dan warna). Variabel respon tersebut digunakan sebagai parameter untuk menetapkan nilai target optimasi formulasi minuman. Selanjutnya variabel respon yang didapat dari masing-masing model dimasukkan kembali ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0® sebagai data masukan untuk mendapatkan formula minuman yang optimal berdasarkan nilai target yang sudah ditetapkan. Setelah itu dilakukan kembali pembuatan minuman dengan formula optimal. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pembuatan minuman beras kencur, pengujian aktivitas antioksidan minuman beras kencur dan pengujian organoleptik skala hedonik.
30
3.2.3.1. Pembuatan minuman beras kencur (Saidi Z , 1985). Beras digiling sampai halus dan disangrai menggunakan api kecil. Beras dan bahan segar serta bahan tambahan lain dihomogenkan didalam waring blender hingga hancur dan tercampur rata. Setelah tercampur, kemudian disaring dengan kain bersih 4 lapis dan diperas hingga air habis, dimasukkan kedalam kemasan pounc yang terbuat dari alumunium dilapis plastik dan dilakukan pasteurisasi. Minuman beras kencur siap dihidangkan. 3.2.3.2 Pengukuran aktivitas antioksidan minuman Metode DPPH (Kubo et al., 2002; Molyneux, 2004). Sebanyak 2 ml larutan buffer asetat (pH 5,5) ditambah dengan 3.75 metanol, 200 µl larutan DPPH 3mM dalam metanol dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan vortex. Kemudian ditambahkan 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). 3.2.3.3 Uji Organoleptik metode skala hedonik (Meilgaard et al., 1999) Uji organoleptik dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik terhadap formula minuman yang telah dibuat. Sebanyak lima puluh panelis diminta mencicipi sampel dan diantara
masing-masing pencicipan
sampel
diharuskan mengkonsumsi air minum sebagai penetral, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaannya terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) sampel dengan menggunakan 5 tingkat skala hedonik [dimulai dari sangat tidak suka (=1) sampai sangat suka (=5)]. Formulir lembar uji kesukaan panelis terhadap citarasa dan warna model minuman dapat dilihat pada lampiran 21.
3.2.4. Karakteristik minuman beras kencur formula terpilih Penelitian ini bertujuan membandingkan karakteristik minuman beras kencur berbasis beras merah formula terpilih dengan minuman beras kencur komersial dilihat dari aktivitas antioksidan dan aspek sensori atribut warna,
31
aroma, rasa, dan after taste. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pembuatan minuman beras kencur, pengujian aktivitas antioksidan minuman beras kencur dan pengujian organoleptik skala hedonik seperti yang telah dijelaskan pada penelitian sebelumnya.
3.2.5 Pengamatan kestabilan minuman formula terpilih Pengamatan kestabilan minuman formula terpilih dilakukan selama 15 hari penyimpanan. Metode yang digunakan adalah analisis total mikroba (total plate count), analisis sensori individu, analisis pH, dan analisis aktivitas antioksidan. analisis antioksidan pada minuman menggunakan metode yang telah dijelaskan diatas, sedangkan metode yang lain sebagai berikut: 3.2.5.1 Total Mikroba (Total Plate Count) (Maturin dan Peeler, 2001) Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2. Dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15-20 ml. Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37°C selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan. 3.2.5.2. Nilai pH (AOAC, 2005) Sebanyak 30-50 ml sampel langsung diukur nilai pH-nya dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0. 3.3 Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh merupakan hasil rata-rata dari tiga ulangan. Untuk melihat perbedaan kemampuan antioksidan, kandungan flavonoid, komposisi kimia dan warna maka akan diuji nilai tengahnya secara statistik
32
(ANOVA) dengan rancangan percobaan acak lengkap menggunakan program SPSS pada taraf α=0.05 dan dilakukan uji lanjut menggunakan uji beda nyata terkecil pada taraf α=0.05. Rancangan percobaan formulasi minuman instan digunakan program statistik Design Expert 7.0® dengan tipe studi mixture, mode D-optimal dan model desain quadratic pada taraf α=0.05.
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sifat fisikokimia beras merah 4.1.1. Analisis warna Analisis warna terhadap beras merah yang dilakukan meliputi pengamatan secara visual dan pengamatan menggunakan peralatan Chroma meter. Pengamatan secara visual terlihat bahwa bentuk, ukuran dan warna beras yang berhasil dikumpulkan beragam. Dari ukuran beras, Pare Laka merupakan jenis yang tergolong kecil, sementara lainnya memiliki bulir yang agak besar. Tampilan fisik lain yang menarik yaitu beragamnya warna beras yang berhasil dikumpulkan. Jowo melik, raja hitam, sirampong, pare laka dan are ndota memiliki warna merah kehitaman, sedangkan beras halimun, ujung kulon, ratu merah, jati luwih, aek sibundong dan bandung memiliki warna merah kecoklatan Gambar 8.
Gambar 8 Warna dan bentuk varietas beras merah. Selain pengamatan secara visual, pengamatan warna beras juga dilakukan dengan menggunakan peralatan Chroma Meter (Minolta chroma meter). Pengamatan derajat warna dengan parameter nilai kecerahan L memiliki variasi nilai yang beragam mulai dari 18.63 hingga 48.94, hal ini memperlihatkan beras memiliki tingkat kegelapan tinggi mendekati warna hitam sampai dengan setengah gelap atau setengah cerah. Parameter a* menunjukkan nilai a+ (positif) yang memprlihatkan warna beras lebih kearah merah, sedangkan parameter b*
34
menunjukkan nilai b + (positif) yang memperlihatkan warna beras lebih kearah kuning. Hasil perhitungan statistik menunjukkan terdapat beda nyata pada taraf α=0.05 pada setiap pengukuran warna. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan warna pada setiap jenis beras yang diteliti (Tabel 2). Nilai °Hue memperlihatkan deskripsi warna kombinasi antara nilai a dan b. Beras sirampong merupakan satu satunya beras dengan nilai Hue kurang dari 18 dengan deskripsi warna ungu kemerahan. Beras jowo melik, raja hitam, arendota, aeksibundong, parelaka, ratu merah, jati luwih, dan beras bandung merupakan beras dengan warna merah hingga merah kekuningan. Warna beras merah kekuningan terdapat pada beras ujung kulon dan beras halimun. Tingkat kepekatan warna pada beras merah diduga berpengaruh terhadap kandungan senyawa fenolik dan flavonoid didalam beras. Senyawa antosianin (flavonoid), sianidin 3 glukosida dan peonidin 3 glukosida serta turunan senyawa sianidin merupakan senyawa yang dapat memberikan warna pada beras, selain dapat berfungsi sebagai antioksidan (Escribano et al, 2004; Wang et al,1999). Tabel 2 Pengamatan warna varietas beras menggunakan Minolta chroma meter No. Varietas beras L * a* b* °Hue Deskripsi warna 1 Halimun 48.9 j 6.2 e 10.6 i 64.1 Merah-kuning 2 Ujung kulon 42.5 i 7.1 f 9.6 h 58.3 Merah-kuning e h e 3 Ratu merah 30.5 8.8 8.8 49.8 Merah b b b 4 Jowo melik 24.0 3.3 2.1 34.2 Merah 5 Raja hitam 23.9 b 3.5 bc 3.1 c 44.2 Merah a a a 6 Sirampong 18.6 2.0 0.6 17.1 Ungu-merah c c d 7 Pare laka 26.2 3.9 4.0 49.7 Merah 8 Are ndota 27.7 d 4.5 d 4.1d 46.3 Merah f i g 9 Aek sibundong 32.9 10.0 8.8 48.3 Merah g g f 10 Jati luwih 34.1 8.0 8.4 52.3 Merah h gh f 11 Bandung 35.3 8.3 8.3 53.3 Merah Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada α=0.05
4.1.2. Analisis proksimat Beras merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Analisis proksimat merupakan serangkaian analisis kimia yang terdiri dari analisis kadar air, kadar abu atau mineral, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Kadar mineral, kadar protein, kadar lemak dan kadar
35
karbohidrat disajikan dalam persen bebot kering (%bk) yang disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis proksimat berbagai varietas beras Kadar Kadar Kadar Mineral Protein No. Varietas beras Air (%) (%bk) (%bk) bcd b 1 Halimun 11.7 1.2 9.8 d 2 Ujung kulon 11.2 b 1.2 bc 9.0 bc 3 Ratu merah 12.0 d 1.5 bcd 9.9 d 4 Jowo melik 10.5 a 1.0 ab 9.5 cd a bc 5 Raja hitam 10.5 1.2 10.5 d 6 Sirampong 11.9 cd 1.4 bcd 10.5 d 7 Pare laka 11.4 bc 2.1 cd 8.6 ab bcd d 8 Are ndota 11.5 2.2 8.4 a 9 Aek sibundong 10.0 a 1.5 bcd 10.5 d 10 Jati luwih 11.4 bc 1.5 bcd 8.6 bc 11 Bandung 11.6 bcd 1.6 bcd 8.7 ab e a 12 IR 64(putih) 12.9 0.4 8.3 a
Kadar Lemak (%bk) 2.2 de 1.4 b 2.0 cde 1.8 bcd 2.4e 1.5 bc 1.9 cde 2.1 cde 0.7 a 1.6 bc 1.8 bcd 0.6 a
Kadar Karbohidrat (%bk) 86.8 a 88.5 bc 86.6 a 87.7 b 85.9 a 86.6 a 87.4 c 87.4 c 87.2 bc 88.3 bc 87.9 b 90.8 d
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada α=0.05
Air berperan penting dalam kehidupan, terutama sebagai pereaksi dalam reaksi kimia yang terjadi dalam kehidupan. Namun kadar air yang tinggi akan menyebabkan permasalahan tersendiri dalam bahan makanan seperti beras. Beras dengan kadar air yang tinggi akan mudah rusak dan mengalami penurunan mutu. Badan Standardisasi Nasional telah menetapkan Standar Nasional Indonesia untuk beras sebesar 14 % (SNI 6128:2008). Kadar air beras merah yang diuji berada pada kisaran 10.0% hingga 12.0 %. Kadar air ini masih dibawah kadar air beras putih yang digunakan sebagai pembanding yaitu sebesar 12.9%, meskipun nilai ini masih sesuai dengan acuan Standar Nasional Indonesia. Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut duncan yang menunjukan berbeda nyata pada taraf 0.05 dapat dilihat pada Tabel 3, dimana angka-angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata. Mineral merupakan residu anorganik yang didapatkan setelah proses penghilangan bahan-bahan organik yang terkandung dalam suatu bahan (Sudarmadji et al, 1996). Kadar mineral yang dianalisis dapat mencerminkan
36
kadar mineral yang terkandung dalam beras. Mineral-mineral yang terkandung dalam abu terdapat dalam bentuk garam oksida, sulfat, fosfat, nitrat dan klorida (Miller, 1998). Indrasari et al pada tahun 2006 mempublikasikan terdapat enam belas macam mineral yang terkandung dalam beras antara lain besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Natrium (Na), Kalium (K), Posfor (P), dan Sulfur (S). Nilai kadar mineral beras yang diteliti berkisar antara 1.1% bk hingga 2.2% bk (Tabel 3). Kadar mineral tertinggi adalah beras are ndota dan terendah beras jowo melik. Nilai kadar mineral ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nilai kadar mineral pada beras putih varietas IR 64 sebagai pembanding sebesar 0.4%bk, hal ini memperkuat dugaan bahwa beras merah dan hitam mengandung lebih banyak mineral apabila dibandingkan dengan beras putih. Kadar mineral secara keseluruhan dipengaruhi oleh derajat penyosohan dan kandungan unsur hara dalam tanah. Distribusi kadar mineral dalam beras pecah kulit adalah 51% dalam dedak, 10% dalam lembaga, 11% dalam bekatul dan 28% dalam beras giling (Indrasari, 2006). Sehingga proses penyosohan adalah proses yang paling berpengaruh terhadap rendahnya kandungan mineral pada beras giling. Derajat sosoh yang tinggi menyebabkan kandungan mineral semakin rendah dan juga kandungan senyawa lain yang bermanfaat untuk tubuh juga hilang. Kadar protein beras berkisar antara 8.4 % bk hingga 10,5 % bk. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lalel et al pada tahun 2009 yang berkisar antara 8.29 % bk hingga 9.89 % bk. Kadar protein tertinggi adalah beras raja hitam dan terendah adalah beras are ndota. Kadar protein terendah ini tidak berbeda nyata apabila dibandingkan dengan beras putih (IR 64). Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan kesamaan metabolisme protein yang ada pada beras merah dan beras putih terutama varietas are ndota dan IR 64. Salah satu hal yang berpengaruh terhadap kadar protein adalah kandungan unsur nitrogen tanah, dimana beras yang tumbuh pada tanah yang kaya akan unsur N akan cenderung memiliki kadar protein yang tinggi (Juliano, 1972). Lemak adalah suatu golongan senyawa yang bersifat tidak larut air, namun larut dalam pelarut organik. Seperti halnya protein, lemak banyak terdapat pada lapisan aleuron yang menempel pada endosperm. Komposisi lemak yang terdapat
37
pada beras antara lain asam stearat, oleat, linoleat dan linolenat. Kadar lemak hasil analisis beras yang diuji berkisar antara 0.7%bk hingga 2.4%bk (Tabel 3). Secara rata-rata hasil kadar lemak beras merah lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar lemak beras putih. Lebih tingginya hasil analisis lemak beras merah dibandingkan dengan beras putih juga diungkapkan oleh Lalel et al pada tahun 2009. Karbohidrat adalah zat gizi yang dapat ditemui dalam jumlah terbesar pada beras. Karbohidrat dalam serelia termasuk beras sebagian besar terdapat dalam bentuk pati. Beras pecah kulit memiliki sekitar 75-85% karbohidrat dan 90 % untuk beras kering giling. Penentuan kadar karbohidrat dalam analisis proksimat dilakukan secara by difference dimana total jumlah kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat beras adalah 100%. Kadar karbohidrat yang diteliti pada kisaran 85.9% bk hingga 88.5% bk (Tabel 3). Kandungan karbohidrat beras merah berbeda nyata terhadap beras putih IR 64 (90.8%bk). Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kadar mineral, kadar lemak, dan kadar protein pada beras merah, sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi kadar karbohidrat.
4.2. Ekstraksi, analisis senyawa dan aktivitas antioksidan beras merah 4.2.1. Ekstraksi Tahap awal penelitian ini adalah memilih pelarut untuk mengekstrak beras merah. Pelarut air, etanol dan metanol merupakan pelarut yang umum digunakan dalam mengekstrak kelompok senyawa polifenol (Kahkonen et al, 2001; Sun dan Ho. 2005; Nam et al, 2006; Yawadio et al, 2007). Beras merah yang berasal dari bandung digunakan dalam penelitian ini mengingat ketersediaan bahan yang mencukupi. Hasil rendemen ekstrak tertinggi didapat pada pelarut etanol sebesar 4.4 kemudian metanol 4.2 dan air 2.4 % (Tabel 4). Rendemen hasil ekstrak sangat dipengaruhi oleh pelarut, waktu dan suhu pada saat ekstraksi berlangsung. Aktivitas antioksidan yang diteliti menggunakan metode DPPH memiliki nilai yang bervariasi dengan ekstrak methanol memilki aktivitas penghambatan IC50 tertinggi sebesar 208.8 µg/ml, ekstrak etanol sebesar 223.8 µg/ml dan ekstrak air sebesar 1827.4 µg/ml (Tabel 4). Dari hasil uji aktivitas antioksidan ini pelarut
38
metanol merupakan pelarut yang terbaik dalam mengekstrak senyawa-senyawa yang memberikan aktivitas antioksidan. Tabel 4 Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan berbagai pelarut Aktivitas Antioksidan No Jenis Ekstrak Rendemen (%) IC50 (µg/ml) a 1 Air 2.4 1827.4 a a 2 Etanol 4.4 223.8 b 208.8 b 3 Metanol 4.2 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada α=0.05
Kemampuan senyawa fenol terekstrak dan aktivitas antioksidannya pada ekstrak kasar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain polaritas, pH pelarut, lama waktu ekstraksi dan suhu eksraksi, sesuai dengan struktur senyawa fenol yang terdapat didalamnya (Perez-jimenez&saura-calixto, 2006; Sun & Ho, 2005). Variasi pH dan penggunaan jenis asam juga mempengaruhi kemampuan senyawa fenol terekstrak dan aktivitas antioksidannya (Kapasadikalidis et al, 2006). Penelitian lanjutan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam lemah (asam asetat) dan asam kuat (HCl) terhadap rendemen ekstrak dan aktivitasnya. Hasil rendemen ekstrak tertinggi didapat pada pelarut metanol asam kuat kemudian pelarut metanol asam asetat dan metanol tanpa penambahan asam. Tingginya rendemen pelarut metanol HCl dimungkinkan karena adanya coekstraksi dari senyawa non fenol seperti gula, asam organik dan protein. Hasil aktivitas antioksidan ini berkorelasi negatif terhadap hasil rendemen ekstrak dan membuktikan adanya co-ekstraksi dari senyawa lain yang tidak memberikan aktivitas antioksidan (Tabel 5). Tabel 5 Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan pelarut metanol dan metanol asam. Aktivias Antioksidan Jenis Ekstrak Rendemen (%) No IC50 (µg/ml) a 1 Metanol 3.4 185.5 a 2 Metanol asam asetat 3.8 a 277.2 ab 5.9 b 408.6 b 3 Methanol HCl Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada α=0.05
39
4.2.2. Analisis total fenol dan flavonoid beras merah 4.2.2.1. Analisis kadar total fenol Fenol merupakan senyawa kimia dengan cincin aromatik dan memiliki satu atau lebih gugus hidroksil dengan spektrum keragaman senyawa yang luas. Senyawa fenol pada tumbuhan dihasilkan melalui hasil metabolisme sekunder tanaman. Pada tanaman senyawa ini memiliki peranan penting untuk pertumbuhan dan reproduksi, senyawa antipatogen, dan berperan dalam pembentukan pigmen. Selain dari pada itu senyawa fenolik juga sangat berperan penting pada stabilitas oksidasi dan keamanan mikrobiologi pangan serta aktivitas biologis dan aktivitas antioksidan. Oleh karena itu penentuan kadar total fenol diperlukan untuk mengetahui hubungan antara kadar total fenol dengan aktivitas antioksidan. Kadar total fenol dalam tumbuhan yang dianalisis ditentukan menggunakan metode Folin-Ciacolteau yang diekspresikan sebagai miligram ekuivalen asam tanat mg EAT/g. Hasil yang diperoleh bervariasi antara 27.6 hingga 82.1 mg EAT/g seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Sampel beras asal Jati Luwih memiliki kandungan total fenol paling tinggi diantara sampel beras yang dianalisis dan yang paling kecil adalah bandung. Urutan kadar total fenol pada beras yang diuji dari yang paling kecil hingga besar adalah sebagai berikut beras bandung, are ndota, jowo melik, raja hitam, ujung kulon, aek sibundong, pare laka, halimun, ratu merah, sirampong, dan terbesar adalah jati luwih. Hasil yang sangat kecil didapatkan beras putih varietas IR 64 sebagai pembanding. Kadar total fenol beras ini hanya sebesar 2.6 mg EAT/g atau satu persepuluh dari total fenol beras are ndota yang memiliki kadar total fenol terkecil pada beras merah yang dianalisis. Hal ini membuktikan beras merah memiliki keunggulan dibandingkan dengan beras putih yaitu adanya kelompok senyawa fenol yang bermanfaat bagi kesehatan Ragam senyawa fenolik pada tanaman sangatlah luas, mulai dari senyawa sederhana dengan satu atau beberapa gugs hidroksil hingga senyawa fenol dengan baberapa gugus aromatik dan hidroksil yang beragam. Senyawa fenolik yang umum terdapat pada biji bijian adalah asam ferulat, asam vanilat, asam kafeat, asam syrgic, dan asam p-coumarat (Sosulski, Kryger, & Hogge 1982). Selain senyawa senyawa tersebut diatas, asam galat, asam prokatekuat, asam p-
40
Hydroxybenzoat, guaiacol, p-cresol, o-cresol dan 3,5-xylenol juga ditemukan pada beras (Vichapong et al, 2010). Selain senyawa senyawa tersebut diatas, senyawa tanin, flavonoid, lignan, coumarin yang merupakan senyawa senyawa turunan fenol yang merupakan bagian dari kelompok besar senyawa fenolik. Senyawa senyawa turunan ini juga ikut menjadi penyumbang donor elektron pada análisis total fenol. Tabel 6 Hasil analisis total fenol dan total flavonoid berbagai varietas beras No. Varietas beras 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Halimun Ujung kulon Ratu merah Jowo melik Raja hitam Sirampong Pare laka Are ndota Aek sibundong Jati luwih Bandung IR 64(putih)
Total Fenol mg EAT/g e 61.0 44.8 c 63.0 e 29.8 ab 32.9 b 76.1 f 54.8 d 28.6 ab 52.2 d 82.1 g 27.6 a 2.6
Total Flavonoid mg EK/g 199.3 e 149.0 b 179.8 d 119.8 a 113.9 a 160.3 c 215.6 f 162.6 c 197.9 e 210.3 f 146.9 b 1.7
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada α=0.05
4.2.2.2. Analisis kadar total flavonoid Golongan terbesar senyawa polifenol adalah flavonoid, terdiri dari ribuan senyawa diantaranya golongan flavonol, flavon, katekin, flavonon, antosianidin dan isoflavonoid. Flavonoid dibentuk dalam tumbuhan dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin, serta malonat melalui shikimate pathway (Pascual-Teresa, 2008). Beras merah dan hitam diduga memiliki beberapa golongan flavonoid seperti antosianin dan golongan flavonoid yang lain. Analisis total flavonoid dilakukan untuk mendapatkan hasil kandungan flavonoid yang diduga bertanggung jawab terhadap aktivitas antiksidan Kadar total flavonoid ditentukan dengan metode spektroskopi sinar tampak menggunakan AlCl3 dan NaOH sebagai pewarna dan dinyatakan dalam mg ekivalen kuercetin per g (mg EK/g). Kadar total flavonoid seperti halnya total
41
fenol juga bervariasi mulai dari 113.9 mg EK/g hingga 215.6 mg EK/g dengan kadar tertinggi dimiliki oleh beras pare laka dan terendah oleh beras raja hitam (Tabel 6). Urutan kadar total flavonoid pada beras yang dianalisis dari yang paling besar hingga yang paling kecil sebagai berikut beras pare laka> jati luwih> halimun> aek sibundong> ratu merah> are ndota> sirampong> ujung kulon> jowo melik> raja hitam. Perbedaan kadar flavonoid pada beras merah dapat terjadi karena adanya perbedaan varietas, genetic, lokasi tempat tumbuh, cekaman atau gangguan pertumbuhan, suhu, cuaca, intensitas cahaya dan dan lain sebagainya sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan metabolisme sekunder yang terjadi pada tumbuhan. Hasil yang berbeda didapatkan oleh beras IR 64 sebagai pembanding, dimana total flavonoid yang terdeteksi hanya 1.7 mg EK/g. Hasil ini sangat kecil sekali atau berkisar antara 66 kali lebih kecil apabila dibandingkan dengan kandungan total flavonoid terendah dari beras merah yang dianalisis. Hal ini membuktikan beras putih hanya sedikit sekali memiliki senyawa senyawa flavonoid, sehingga apabila dilihat dari aktivitas antioksidannya diperkirakan tidak akan sebesar aktivitas antioksidan beras merah. Yawadio et al, (2007) melaporkan kandungan senyawa golongan fenolik yang terdapat pada beras hitam dan beras merah. Beras hitam mengandung senyawa antosianin jenis sianidin 3 glukosida dan peonidin 3 glukosida menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Sedangkan beras merah atau berpigmen didominasi oleh senyawa asam ferulat. Senyawa golongan tokoferol seperti γ tokoferol, α tokoferol β tokotrienol dan golongan senyawa tokol terdeteksi pada kedua jenis beras yang diteliti menggunakan spektroskopi massa. Senyawa golongan flavonoid, asam ferulat dan golongan tokol (tokoferol dan tokotrienol) diketahui merupakan senyawa senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan baik primer maupun sekunder. Berdasarkan hasil diatas urutan kadar total flavonoid tidak mengikuti urutan yang sama dengan kadar total fenol. Hal ini dapat terjadi karena dalam penentuan total fenol hampir semua senyawa golongan fenolik seperti flavonoid, tannin, antosianin maupun asam fenolat akan terukur. Sebagai contoh beras jati luwih merupakan beras yang memiliki kadar polifenol dan flavonoid yang tinggi,
42
sedangkan beras sirampong memiliki kadar total fenol tinggi namun kadar flavonoid yang lebih rendah. Oleh karena itu, dapat saja flavonoid merupakan penyumbang terbesar grup fenolik ataupun penyumbang yang tidak terlalu dominan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Shen et al pada tahun 2009, dimana tidak terdapat korelasi antara total fenol dengan total flavonoid pada beras merah yang dianalisis.
4.2.3. Analisis aktivitas antioksidan beras merah Metode DPPH dan FRAP digunakan dalam penelitian untuk menentukan aktivitas antioksidan dari ekstrak beras merah. Kedua metode yang digunakan termasuk ke dalam tipe analisis antioksidan yang memanfaat transfer elektron dalam reaksi kimianya. Metode DPPH dipilih karena telah banyak digunakan dalam mengukur potensi aktivitas antioksidan secara in vitro pada sistem biologis (Zhou & Yu 2004). Metode antioksidan FRAP juga dilakukan dalam pengujian ini dikarenakan analisis ini dapat digunakan untuk kuantifikasi aktivitas antioksidan pada bermacam sistem biologis mulai dari ekstrak hingga senyawa murni (Katalinic et al. 2006). 4.2.3.1. Aktivitas antioksidan metode DPPH DPPH merupakan radikal organik yang stabil dengan warna ungu yang cukup kuat. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode ini didasarkan kepada penangkapan radikal oleh antioksidan sehingga warna ungu dari radikal menjadi memudar (warna kuning). Dengan meningkatnya konsentrasi antioksidan maka aktivitas penangkapan radikal DPPH semakin besar sehingga dapat dianalogikan sebagai aktivitas antioksidan (Sanchez-Moreno et al. 1999). Hasil analisis aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH menunjukkan variasi dalam setiap pengujian. Konsentrasi penghambatan 50 % (IC50) tertinggi diperoleh pada beras ratu merah, meskipun tidak berbeda nyata dengan beras jati luwih (Tabel 7) . Konsentrasi penghambatan 50% terbesar didapatkan pada beras ratu merah> jati luwih> bandung> halimun >pare laka>aek sibundong> sirampong> ujung kulon> are ndota> raja hitam>jowo melik. Perbedaan aktivitas ini diduga karena adanya perbedaan kandungan senyawa flavonoid ataupun fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan pada beras maupun
43
kandungan senyawa lain seperti tokoferol dan tokotrienol yang juga dapat berfungsi sebagai antioksidan. Analisis antioksidan beras putih sebagai pembanding juga dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan beras putih. Aktivitas antioksidan beras putih sebesar 1858.8 µg/ml yang tergolong sebagai bahan dengan aktivitas antioksidan rendah (>1000µg/ml). Hasil ini menunjukkan beras putih tidak memiliki aktivitas antioksidan yang disebabkan oleh senyawa senyawa yang terkandung didalamnya. Tabel 7 Hasil analisis aktivitas antioksidan berbagai varietas beras FRAP Kategori DPPH Varietas beras No. antioksidan IC 50 (µg/ml) µmol Fe(II)/g 1 Halimun 148.2 bc 892.60 d Sedang e b 2 Ujung kulon 187.0 642.0 Sedang a bc 3 Ratu merah 108.9 732.1 Sedang g a 4 Jowo melik 320.0 477.9 Rendah 5 Raja hitam 311.5 g 528.9 a Rendah sedang 6 Sirampong 182.3 de 1032.5 e Sedang tinggi c e 7 Pare laka 156.1 1039.1 Sedang tinggi 235.3 f 636.4 b Sedang 8 Are ndota d e 9 Aek sibundong 171.1 1045.5 Sedang tinggi a f 109.4 1371.1 Sedang tinggi 10 Jati luwih b c 139.5 739.8 Sedang 11 Bandung 12 IR 64(putih) 1858,6 142.7 Rendah Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada α=0.05
Perbedaan hasil analisis aktivitas antioksidan DPPH menunjukkan adanya perbedaan aktivitas senyawa yang terkandung di dalam beras. Senyawa golongan fenolik dan turunannya seperti golongan flavonoid merupakan golongan senyawa yang memiliki kemampuan dalam menangkap radikal bebas dengan cara mendonorkan elektron untuk menstabilkan radikal bebas. Golongan fenol dan flavonoid memiliki spektrum keberagaman yang luas yang dibedakan berdasarkan gugus fungsi yang menyertainya. Perbedaan gugus fungsi pada golongan flavonoid menyebabkan perbedaan aktivitas antioksidannya. Sehingga disamping perbedaan jumlah fenol dan flavonoid, perbedaaan komposisi penyusun fenolik dan flavonoid juga berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan
44
4.2.3.2. Aktivitas antioksidan metode FRAP Pada metode FRAP yang dikembangkan oleh Benzie & Strain (1996). Pengujian dengan metode FRAP ini sangat mudah, cepat, tidak mahal, dan keterulangan tinggi serta tidak membutuhkan peralatan khusus. Pengujian FRAP dapat dilakukan menggunakan peralatan otomatis, semiotomatis maupun peralatan manual (Benzie dan Strain, 1996). Analisis aktivitas antioksidan FRAP ditentukan dengan metode spektroskopi dan dinyatakan dengan µmol Fe(II)/g. Hasil analisis aktivitas antioksidan bervariasi antara 477,9 µmol Fe(II)/g hingga 1371,1 µmol Fe(II)/g. Beras jowo melik dan raja hitam merupakan beras dengan aktivitas antioksidan FRAP terendah yang berbeda nyata dengan beras yang lain. Urutan aktivitas antioksidan FRAP mulai dari terendah hingga tertinggi sebagai berikut jowo melik, raja hitam, are ndota, ujung kulon, ratu merah, beras bandung, beras halimun, sirampong, pare laka, aek sibundong, dan terbesar adalah jati luwih. Seperti halnya dengan aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH, aktivitas antioksidan menggunakan metode FRAP untuk beras putih juga menunjukkan nilai yang rendah yaitu 142.7 µmol Fe(II)/g dan dikategorikan sebagai bahan dengan aktivitas antioksidan rendah. Hasil ini memperkuat dugaan bahwa senyawa fenolik dan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan pada beras. Aktivitas antioksidan dari sampel yang diteliti memiliki nilai yang bervariasi dan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu aktivitas tinggi dan sedang dengan batas nilai seperti yang dilaporkan oleh Kruawan & Kangsadalampai (2006). Kategori tinggi jika IC50 < 100 µg/ml (DPPH) dan µmol Fe(II)/g > 1000 (FRAP), sedang bila IC50 diantara 100-300 µg/ml (DPPH) dan µmol Fe(II)/g 500-1000 (FRAP), dan rendah dengan IC50 > 300 µg/ml (DPPH) dan µmol Fe(II)/g < 500 (FRAP). Kategori sedang tinggi didapatkan pada beras jati luwih, pare laka, aek sibudong dan sirampong, kategori sedang didapatkan pada beras bandung, are ndota, ratu merah, ujung kulon, dan halimun, sedangkan kategori rendah sedang dan rendah didapatkan pada beras raja hitam dan jowo melik (Tabel 7). Pengujian aktivitas antioksidan beras merah lokal ini tidak didapatkan beras dengan aktivitas tinggi, hal ini diduga dikarenakan senyawa
45
fitokimia masih banyak terkandung di lapisan kulit padi dengan jumlah sekitar 810 % (Shen et al 2006). Sangat dimungkinkan senyawa fitokimia masih melekat pada lapisan kulit padi, karena dalam penelitian ini diambil beras sosoh walau dengan kondisi warna yang utuh. Secara keseluruhan beras merah yang berasal dari jati luwih Bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan beras lokal yang berasal dari daerah lain. Keunggulan kandungan total fenol dan total flavonoid serta keunggulan aktivitas antioksidan merupakan kriteria dalam penentuan beras terbaik. Beras unggul jati luwih selanjutnya akan digunakan dalam penelitian lanjutan sebagai komponen pengganti beras putih pada formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah.
4.3. Formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah Pada penelitian pendahuluan telah diperoleh informasi kadar total fenol, kadar total flavonoid dan uji aktivitas antioksidan tertinggi pada sampel beras jatiluwih asal Bali. Selanjutnya dilakukan formulasi awal untuk megetahui berapa banyak total bahan penyusun minuman beras kencur berbasis beras merah yang dapat ditambahkan kedalam minuman sehingga tidak menimbulkan kendala pada citarasa. Prinsip dasar pembuatan minuman yang dilakuan adalah mencampur bahan baku dan bahan tambahan minuman kedalam blender berdasarkan bobot per volume (b/v). Basis minuman dibuat dengan total volume 1000 ml untuk mempermudah formulasi. Beras merah sebagai bahan baku dilakukan proses penggilingan, penyaringan dan penyangraian. Proses penggilingan dilakukan dengan mesin penggilingan beras merah hingga menjadi tepung beras merah. Selanjutnya tepung beras merah dilakukan penyaringan dengan ukuran partikel 100 mesh. Pemilihan ukuran partikel ini disesuaikan dengan ukuran partikel beras yang ada dipasaran. Tepung beras merah kemudian disangrai atau digoreng tanpa menggunakan minyak goreng dan dilakukan menggunakan api kecil hingga menimbulkan bau harum khas beras dan juga untuk menghindari rasa mentah beras pada minuman beras kencur. Bahan baku lain seperti rimpang jahe dan kencur dilakukan proses penyortiran, pencucian dan pemotongan. Penyortiran dilakukan untuk memilih
46
rimpang jahe dan kencur yang baik dengan kriteria tidak ada luka atau tergores dan busuk pada bagian rimpang. Proses selajutnya dilakukan pencucian pada air mengalir untuk menghilangkan tanah dan kotoran yang menempel pada rimpang jahe dan kencur. Setelah itu dilakukan proses blansir dengan merendam bahan baku dalam air panas (82-93°C) selama 3 menit. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba awal, inaktivasi enzim (katalase dan peroksidase), dan melunakkan jaringan (Fardiaz et al, 1980). Kadar air masing-masing bahan baku penting untuk diukur agar dosis penggunaan bahan baku tersebut dapat distandarkan sebelum masuk dalam tahap selanjutnya. Kadar air jahe dalam penelitian ini sebesar 81.8 %, hal ini tidak berbeda dengan penetapan kadar air yang dilakukan pada penelitian Herold (2007) kadar air jahe gajah sebesar 81.3 % basis basah. Kadar air basah kencur pada penelitian ini sebesar 90.3 %, hasil ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rostiana dan Effedi (2007) yang menyebutkan bahwa kadar air basah rimpang kencur berkisar antara 90-92 %. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan minuman beras kencur berbasis beras merah adalah gula jawa, asam jawa, dan kayu manis. Gula jawa yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari petani gula jawa dari satu kali pembuatan gula, sehingga homogenitas gula jawa dapat dipertahankan. Kadar air dan warna gula jawa pada penelitian ini telah sesuai dengan SNI 01-3743-1995 yaitu 10.05% dan kuning kecoklatan dan coklat. Asam jawa digunakan pada pembuatan minuman beras kencur berbasis beras merah ini untuk memberikan rasa asam dan meningkatkan efek kesegaran pada minuman. Proses pengolahan asam jawa yang dilakukan adalah penyortiran, pemanasan dan penyaringan. Proses penyortiran dilakukan untuk memisahkan asam jawa dengan bijinya, sedangkan proses pemanasan dan penyaringan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak air asam jawa. Beras kencur merupakan minuman tradisional yang memiliki rasa manis menyegarkan. Banyak kombinasi bahan penyusun beras kencur yang beredar di majalah majalah kuliner, internet maupun informasi langsung dari para pembuat dan penjual jamu gendong, namun pada umumnya masih sesuai “selera” pembuat beras kencur. Pada tahun 1986, Zaim Saidi melakukan penelitian formulasi
47
minuman beras kencur segar setelah membuat beras kencur instan yang kurang baik dalam rasa dan penampakan. Pada hasil penelitian tersebut belum diperoleh minuman beras kencur yang baik dalam rasa dan penampakan. Oleh karena itu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan minuman beras kencur dari beberapa literatur. Hasil penelitian pendahuluan didapatkan formulasi minuman Tabel 8. Tabel 8 Formulasi umum minuman fungsional (per 1000 ml) Bahan penyusun minuman Jumlah atau konsentrasi Bahan baku campuran 210 g (21%b/v) Gula jawa 125 g (12.5 % b/v) Asam jawa 1 ml (0.1% v/v) Air Ditambahkan hingga 1000 ml Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Mixture
D-Optimal
merupakakan salah satu pilihan pada piranti lunak Design Expert 7.0® untuk mendapatkan
rancangan
kombinasi
dengan
meminimalkan
variasi yang
berhubungan dengan estimasi koefisien pada model yang dipilih. Rentang desain dipilih berdasarkan konsentrasi terendah dan tertinggi pada setiap faktor atau multifaktor. D-Optimal digunakan sebagai tool utama untuk mendapatkan kombinasi optimal dari proporsi relatif masing-masing ingredien. Bahan penyusun minuman lainnya diasumsikan sebagai variabel tetap yang ditambahkan ke dalam minuman sehinga konsentrasi variabel tetap tersebut tidak dimasukkan ke dalam rancangan percobaan. Variabel tetap adalah komponen yang tidak berubah komposisinya dalam pembuatan formula, dalam hal ini adala gula jawa, asam jawa, dan air. Variabel uji yang dimasukkan ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0
®
adalah beras merah, jahe dan kencur yang dikonversikan dalam basis total 100% untuk memudahkan formulasi. Batas atas dan batas bawah konsentrasi bahan baku dirancang dengan rentang yang besar, diharapkan supaya dapat menghasilkan respon yang berbeda nyata antar model formulanya. Rentang konsentrasi masing masing variabel uji dirangkum dalam Tabel 9. Batas bawah kencur ditentukan sebesar 20 % dan batas atas 70% dimaksudkan untuk lebih menekankan rasa
48
kencur yang timbul dibandingkan dengan rasa jahe. Sedangkan batas bawah konsentrasi jahe ditentukan 2.00 % dan batas atas konsentrasi jahe sebesar 52.00% dikarenakan konsentrasi jahe yang terlalu tinggi akan menyebabkan minuman berasa jahe sehingga rasa kencur yang menjadi ciri khas minuman beras kencur menjadi tertutupi oleh rasa jahe. Tabel 9 Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji. Komponen (variabel uji) Batas bawah (%) Beras 10.00 Kencur 20.00 Jahe 2.00
Batas atas (%) 60.00 70.00 52.00
Berdasarkan hasil olahan piranti lunak Design Expert 7.0® diperoleh 8 variasi kompisisi dengan 2 kali pengulangan, sehingga terdapat total 10 model minuman yang akan diukur variabel responnya satu persatu (Tabel 10). Variabel respon yang digunakan adalah aktivitas antioksidan DPPH yang diekspresikan sebagai ppm AEAC, respon sensori atribut citarasa dan warna dengan skala 1-5. Penggunaan piranti lunak Design expert memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan kombinasi yang dilakukan secara manual. Kombinasi secara manual untuk formulasi dengan 3 bahan baku dan 3 respon yang diamati akan menghasilkan jumlah kombinasi sebanyak 33 atau sebanyak 27 kombinasi. Lebih sedikitnya kombinasi yang dihasilkan oleh piranti lunak design expert memberikan keuntungan waktu, biaya, dan kecepatan dalam memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunakan piranti lunak Design expert dapat memperkecil trial and error dari suatu pengujian. Tahap selanjutnya dilakukan pembuatan 10 model minuman dan pengukuran variabel respon. Aktivitas antioksidan (ppm AEAC), respon aspek sensori atribut citarasa, dan respon aspek sensori atribut warna merupakan variabel respon yang diukur terhadap model minuman yang dibuat. Nilai variabel respon aspek sensori atribut citarasa dan warna dari model minuman dinyatakan dalam skor kesukaan panelis terhadap aspek citarasa dan warnanya. Skor kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari skala 1 (sangat tidak suka) hingga skala 5 (sangat suka). Respon sensori atribut citarasa dan warna model minuman yang diharapkan adalah semakin mendekati skala 5,
49
artinya panelis semakin menyukai produk tersebut, baik dari aspek citarasa maupun warnanya. Tabel 10 Rancangan percobaan 10 model minuman beras kencur Std Run Komponen Beras Komponen Kencur Komponen Jahe 8 1 10.00 38.00 52.00 9 2 28.00 70.00 2.00 3 3 60.00 20.00 20.00 6 4 60.00 38.00 2.00 7 5 44.00 20.00 36.00 4 6 10.00 54.00 36.00 5 7 28.00 70.00 2.00 1 8 28.00 20.00 52.0 2 9 32.67 42.67 24.67 10 10 60.00 38.00 2.00 Penyajian 10 model minuman dilakukan secara langsung dengan terlebih dahulu dilakukan pengadukan sebelum penyajian maupun pada saat pengujian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan campuran minuman beras kencur yang homogen. Pengujian dilakukan dengan panelis tidak terlatih sebanyak 45 orang. Hasil penilaian panelis terhadap aspek sensori atribut citarasa dan warna seluruh model minuman dapat dilihat pada Tabel 11 dan Lampiran 22 dan 23. Tabel 11 Hasil perhitungan respon aspek sensori atribut citarasa, warna dan antioksidan berdasarkan model minuman Std Run Respon rasa (skala Respon warna Respon antioksidan 1 sampai 5) (skala 1 sampai 5) 8 1 2.11 3.66 689.73 9 2 3.43 3.55 530.18 3 3 3.59 3.57 587.45 6 4 3.06 3.39 492.91 7 5 2.93 3.52 620.36 4 6 2.4 3.50 637.00 5 7 2.93 3.66 550.36 1 8 2.27 3.57 669.27 2 9 2.9 3.55 601.09 10 10 3.16 3.57 471.55 Setiap variabel respon dimasukkan ke dalam program sebagai data masukan, kemudian piranti lunak Desain Expert 7.0® menganalisis data masukan tersebut
50
untuk menentukan persamaan polynomial dengan ordo yang cocok untuk setiap variabel respon (linier, kuadratik, special kubik, atau kubik). Ada tiga tahap untuk mendapatkan persamaan polinomial, yaitu berdasarkan sequential model sum of squares [Tipe I], lack of fit tests, dan model summary statistics. Partial sum of squares [Tipe III] akan memilih ordo tertinggi persamaan polinomial dari satu variabel respon yang hasil analisis ragamnya masih memberikan hasil yang berbeda nyata. Lack of fit tests akan memilih ordo persamaan polinomial tertinggi yang memberikan hasil tidak berbeda nyata dilihat dari segi penyimpangan responnya. Berdasarkan tahap tersebut, piranti lunak Design Expert 7.0® menentukan ordo persamaan polinomial tertinggi untuk setiap variabel responnya. Tabel 12 memberikan ringkasan model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap variabel respon. Model ordo dan persamaan polinomial untuk setiap variabel respon disajikan secara lebih detail pada Lampiran 24. Tabel 12 Model ordo terpilih dan persamaan polynomial masing-masing variabel respon Variabel respon Model ordo Persamaan polynomial (Real Componen) Aktivitas Linier Y = 532.99 X1 +654.86 X2 +749.06 X3 – antioksidan 433.90 X1X2 + 236.75 X1X3 – 53.32 X2X3 Citarasa Linier Y = 4.58X1 + 4.22 X2 – 0.24 X3 – 5.61 X1X2 + 4.389 X1X3 -0.151 X2X3 warna Linier Y = 3.62X1 + 3.84 X2 +4.02 X3 – 0.87 X1X2 0.58 X1X3 - 1.28 X2X3 Keterangan: X1 = beras merah (%), X2 = kencur (%), dan X3 = jahe (%) Hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing variabel respon (Tabel 13) menunjukkan bahwa semua persamaan polinomial variabel respon tersebut dapat digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan formula minuman yang optimal karena semua hasil analisis ragamnya berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% kecuali untuk atribut warna. Respon warna tidak berbeda nyata dikarenakan variabel uji tidak memberikan pengaruh terhadap warna minuman. Dari hasil pengamatan gula jawa merupakan bahan yang mempengaruhi respon warna Hasil analisis ragam (ANOVA) secara lengkap untuk masing-masing variabel respon dapat dilihat pada Lampiran 25.
51
Tabel 13 Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon Variabel Model Jumlah db Kuadrat F hitung Prob > F* respon ordo kuadrat tengah Aktivitas Linier 46601.62 5 9320.32 29.94 0.0029 ** antioksidan citarasa Linier 1.78 5 0.36 7.57 0.0363 ** warna Linier 0.016 5 3.26E-003 0.34 0.8638 *** *) **) ***)
Taraf signifikansi 5%. Signifikan Tidak signifikan
Piranti lunak Design expert selanjutnya akan melakukan optimasi formulasi berdasarkan analisis ragam (ANOVA) dari setiap variabel respon minuman dan memberikan beberapa solusi formula sebagai formula minuman terpilih sesuai dengan target optimasi yang diinginkan. Nilai target optimasi yang dapat dicapai dikenal dengan istilah nilai desirability yang berkisar antara nol sampai dengan satu. Nilai desirability mendekati satu menandakan bahwa formula minuman dapat mencapai formula optimal sesuai dengan variabel respon yang dikehendaki, sedangkan indeks desirability mendekati nol menandakan bahwa formula minuman sulit mencapai titik optimal berdasarkan variabel responnya. Hasil optimasi minuman disajikan dalam bentuk contour plot dua dimensi (Gambar 9) dan gambar tiga dimensi (Gambar 10) dengan menggunakan model prediksi untuk variabel respon aktivitas antioksidan, respon citarasa minuman, dan respon warna minuman. Nilai pada garis contour merupakan kombinasi dari tiga komponen yang menghasilkan pencapaian nilai desirability. Titik sentral pada Gambar 9 memiliki ukuran sentral dengan kombinasi beras merah 60 %, kencur 20%, dan jahe 20%. Titik sentral tersebut berada pada garis contour dengan nilai desirability 0.930. Hasil optimasi tertinggi disajikan pada Tabel 14. Formula 930 dipilih sebagai minuman dengan formula optimal karena mencapai nilai desirability tertinggi (0.930) dibandingkan formula terpilih lainnya. Nilai desirability yang mendekati satu dapat dicapai karena ketepatan pemilihan variabel uji yang mampu memberikan pengaruh nyata, penentuan rentang proporsi relatif masing-masing variabel uji, dan nilai target optimasi variabel respon. Semakin tinggi kompleksitas variabel uji dan nilai target optimasi, semakin sulit pencapaian nilai desirability yang mendekati satu. Ringkasan hasil optimasi formula minuman
52
dengan prediksi responnya pada taraf signifikansi 5% dapat dilihat pada Lampiran 27.
Gambar 9 Contour plot yang menunjukkan nilai desirability minuman dengan formula optimal.
Gambar 10 Gambar 3 dimensi yang menunjukkan nilai desirability terhadap minuman dengan formula optimal. Tabel 14 Dua formula minuman terpilih hasil optimasi Design Expert 7.0® kode Beras (%) Kencur (%) Jahe (%) Desirability 930 60.00 20.00 20.00 0.930 760 28.00 70.00 2.00 0.760
4.4. Karakteristik minuman beras kencur formula terpilih Hasil optimasi minuman pada tahap formulasi dihasilkan minuman formula terpilih (formula 930). Minuman formula 930 kemudian dibuat kembali dan dibandingkan terhadap beberapa minuman komersial sebagai pembanding. Hasil
53
pengukuran aktivitas antioksidan minuman formula 930 dan beberapa produk minuman berbasis beras kencur komersial disajikan pada Gambar 11. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan antar produk berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 28), sehingga dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat signifikansi aktivitas antioksidan antar produknya. Minuman formula 930 memiliki aktivitas antioksidan (587.455 ppm AEAC) yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan minuman beras kencur komersial 1 (tetrapack) (122.00 ppm AEAC), minuman beras kencur komersial 2 (instan) (52.81 ppm AEAC) dan minuman beras kencur komersial 3 (tradisional) (152.90 ppm AEAC) pada taraf signifikansi 0.05. Produk minuman beras kencur berbasis beras merah ini memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi minuman tradisional yang fungsional.
Gambar 11 Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula (formula 930) dengan beberapa produk komersial. Selain pengukuran aktivitas antioksidan, dilakukan uji sensori untuk mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap aspek sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste minuman formula 930 dengan produk komersial sebagai pembanding. Skor kesukaan tersebut dinyatakan dalam skala hedonik, mulai dari skala 1 (sangat tidak suka) hingga skala 7 (sangat suka). Penggunaan skala yang lebih luas dimaksudkan untuk lebih mengetahui respon panelis terhadap minuman beras kencur yang diuji. Skor kesukaan panelis terhadap aspek sensori atribut warna produk minuman beras kencur berkisar antara 3.74 (agak tidak suka) hingga 5.46 (agak
54
suka). Skor kesukaan panelis tertinggi diperoleh minuman formula 930, diikuti oleh minuman beras kencur komersial 1(tetrapack) , minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan minuman beras kencur komersial 3 (tradisional)(Gambar 12). Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan warna minuman beras kencur formula 930 berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras kencur komersial pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 26). Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna minuman beras kencur formula 930 dibandingkan dengan minuman beras kencur komersial yang beredar di pasaran. Warna minuman beras kencur formula 930 dan komersial disajikan pada Gambar 13.
Gambar 12 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan aftertaste minuman formula 930 dengan beberapa produk komersial (skala 1 sampai 7). Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa penermaan panelis atas atribut aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras komersial 1 (tetrapack), dan berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan minuman beras kencur 3 (tradisional) pada taraf signifikansi 5% (Gambar 12). Hal ini menunjukkan minuman formula 930 memiliki kesamaan aroma rasa dan after taste dengan minuman beras kencur komersial 1 (tetrapack), meskipun berbeda dengan minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan minuman beras kencur 3 (tradisional). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan beras merah pada minuman beras kencur mampu meningkatkan aktivitas antioksidan tanpa terkendala pada penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa, dan after taste.
55
Gambar 13 Foto minuman beras kencur formula 930 dan komersial. Hasil uji banding produk uji dengan produk minuman komersial menunjukkan keungguan produk minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930. Keunggulan aktivitas antioksidan minuman formula 930 yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman komersial menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan menguji aktivitas antioksidan masing masing ingredien yang digunakan. Hasil analisis aktivitas antioksidan ingredien penyusun minuman beras kencur dan minuman formula 930 disajikan pada (Gambar 14) Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan gula jawa memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi (301.02 ppm AEAC) diikuti oleh jahe, beras merah, kencur dan asam jawa. Tingginya aktivitas antioksidan gula jawa mungkin dikarenakan adanya bahan tambahan pangan (sodium metabisulfit) yang dimasukkan kedalam gula jawa untuk menekan jumlah mikroba yang menyebabkan terjadinya fermentasi pada nira gula merah (Kusumah, 1992; Elmas et al, 2005). Hasil analisis SO2 dengan menggunakan metode SNI.01.2894-1992 butir 2.6 menunjukkan kadar residu sulfit yang rendah pada gula jawa sebesar 2451 mg/kg atau sebesar 0.245 % meskipun Standar Nasional Indonesia untuk gula palm tidak mensyaratkan kandungan residu sulfit ini. Selain daripada itu, reaksi maillard yang diduga terjadi pada saat pemasakan nira menjadi gula juga dimungkinkan dapat meningkatkan aktivitas antioksidan gula jawa (Yilmaz and Toledo, 2005). Rimpang jahe merupakan penyumbang aktivitas antioksidan terbesar kedua setelah gula merah dengan aktivitas antioksidan sebesar 142.16 ppm AEAC. Senyawa gingerol dan shogaol merupakan senyawa yang memiliki aktivitas
56
antioksidan pada jahe disamping oleoresin yang terdapat pada tanaman ini (Jitoe et al, 1992),. Beras merah, kencur dan asam jawa memiliki aktivitas antioksidan sebesar 67.15, 34.94, dan 28.57 ppm AEAC. Komponen fenolik dan flavonoid yang larut dalam air merupakan senyawa senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan pada beras merah. Pinen, kampen, karvon, benzen, eukaliptol, borneol, metil sinnamat, pentadecan dan etil-p-metoksinamat merupakan senyawa senyawa yang ada pada rimpang kencur yang diduga memiliki aktivitas antioksidan (Tewtraktul, 2005). Rasa asam pada asam jawa merupakan rasa yang ditimbulkan oleh vitamin C atau ascorbic acid pada asam jawa yang memiliki aktivitas antioksidan (Soemardji, 2007).
Gambar 14 Aktivitas antioksidan bahan penyusun beras kencur dan minuman formula 930. Aktivitas antioksidan beras kencur secara keseluruhan merupakan hasil penjumlahan aktivitas antioksidan bahan bahan penyusun minuman beras kencur. Apabila dibandingkan dengan minuman formula 930 yang dibuat pada saat yang bersamaan terdapat perbedaan aktivitas antioksidan sebanyak 79.39 ppm AEAC. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antar ingredien pada saat dicampur menggunakan waring blender sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan. Pengaruh pencampuran yang mengakibatkan peningkatan aktivitas ini lebih sering disebut sebagai efek sinergisme. Efek seperti ini juga terjadi pada minuman buah yang mengandung polifenol anggur yang dikombinasikan dengan kuersetin dan resveratrol. Efek sinergisme pada bahan makanan seperti pada minuman buah yang mengandung senyawa flavonoid dan fenol fungsional dapat digunakan untuk meningkatkan nilai fungsional minuman secara signifikan (Vattem et al, 2005)
57
Pengujian aktivitas antioksidan minuman beras kencur berbasis beras putih juga dilakukan pada penelitian ini. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan aktivitas antioksidan beras merah terhadap beras putih. Formula yang digunakan pada pembuatan minuman beras kencur berbasis beras putih sesuai dengan formula minuman 930. Hasil analisis aktivitas antioksidan menunjukkan terdapat perbedaan yang besar antara minuman beras kencur berbasis beras merah (601.46 ppm AEAC) dengan minuman beras kencur berbasis beras putih (376.48 ppm AEAC). Perbedaan ini dikarenakan beras putih memiliki kandungan total fenol, total flavonoid dan aktivitas antioksidan yang sangat kecil apabila dibandingkan dengan beras merah seperti pada penelitian pendahuluan, sehingga aktivitas antioksidan pada minuman juga tidak terlalu tinggi
Gambar 15 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih (skala 1 sampai 7). Pengujian sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste juga dilakukan pada minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih untuk mengetahui pengaruh penggunaan beras merah sebagai pengganti beras putih pada minuman beras kencur. Hal ini penting dilakukan agar supaya penggunaan beras merah tidak mengganggu aspek sensori dan minuman beras kencur berbasis beras merah ini masih dapat disebut sebagai minuman beras kencur. Hasil pengujian sensori aspek warna, aroma, rasa, dan after taste menunjukkan bahwa kedua jenis minuman hampir serupa dalam penerimaan (Gambar 15). Uji statistik T-Student menunjukkan tidak berbeda nyata antara minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih pada
58
taraf signifikansi 5% (Lampiran 34). Hasil uji ini menunjukkan bahwa beras merah dapat digunakan sebagai pengganti beras putih tanpa terkendala pada aspek sensori atribut warna, aroma, rasa, dan aftertaste. 4.5. Pengamatan Kestabilan Minuman Formula Terpilih Pengamatan kestabilan minuman formula optimal 930 selama penyimpanan dilakukan pada suhu refrigerator dan suhu kamar. Pemilihan suhu refrigerator dipilih berdasarkan suhu yang umum digunakan untuk mengawetkan bahan pangan karena dapat menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan pemilihan suhu kamar merupakan suhu yang umum dalam penyajian minuman beras kencur tradisional. Pengamatan stabilitas minuman formula optimal yang diamati meliputi: aktivitas antioksidan, karakter citarasa dan warna minuman (pengamatan sensori secara individual), nilai pH, dan total mikroba (metode Total Plate Count). Formula optimal beras kencur dipasteurisasi terlebih dahulu untuk membunuh mikroba mikroba yang dapat mempengaruhi mutu beras kencur selama penyimpanan. Hasil penelitian Limyati (1998) tentang jamu gendong dalam aspek kontaminasi mikroba menunjukkan bahwa mikroba yang mengkontaminasi
minuman
beras
kencur
tradisional adalah
Salmonela,
Staphylococus aureus dan Vibrio. Oleh karena itu, suhu pasteurisasi sesuai dengan kecukupan panas ditetapkan 75 °C selama 30 menit. Minuman beras kencur yang terbuat dari rempah-rempah seharusnya dikategorikan ke dalam minuman tradisional serbuk berdasarkan SNI 01-43201996, tetapi karena formula minuman dalam penelitian ini tidak diserbukkan, maka ketentuan yang diacu adalah berdasarkan SNI 01-3719-1995 yang mengatur tentang minuman sari buah. Minuman sari buah diasumsikan memiliki karakteristik fisik dan kimia yang serupa dengan formula minuan beras kencur. Berdasarkan SNI 01-3719-1995, jumlah total mikroba (TPC) yang diperbolehkan ada dalam produk akhir maksimal 2.0 x 102 CFU/ ml sampel, sedangkan jumlah total kapang-khamir yang masih diperbolehkan maksimal 5.0 x 101 koloni/ ml sampel. Hasil analisis total mikroba menggunakan metode total plate count atau angka lempeng total menunjukkan total mikroba pada suhu refrigerator tidak mengalami perubahan atau peningkatan yang signifikan yaitu berkisar pada 2 x
59
102 koloni per ml selama 15 hari penyimpanan. Hal yang berbeda ditemui pada suhu kamar yang meningkat sebanyak 1 log setiap 2 hari penyimpanan hingga hari ke 7 (Gambar 16). Hal ini mengindikasikan bahwa jenis mikroba dominan yang ada pada minuman adalah jenis mikroba mesofil, yang hidup pada suhu kamar 25-30°C. Peningkatan angka lempeng total pada hari ke 2 penyimpanan menjadi 1.5 x 103 koloni/ml telah melebihi jumlah total mikroba yang diperbolehkan pada SNI 01-3719-1995 sebesar 2 x 102 koloni/ml, sehingga minuman beras kencur yang disimpan pada suhu kamar sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Gambar 16 Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dan log koloni minuman beras kencur. Stabilnya jumlah angka lempeng total pada suhu refrigerator berkorelasi dengan stabilnya sifat sensori yang diamati secara individu. Parameter yang digunakan pada pengamatan sensori adalah rasa asam, rasa manis, rasa jahe, rasa kencur, aroma jahe dan aroma kencur. Suhu refrigerator merupakan suhu yang dapat mempertahankan rasa manis, rasa jahe, rasa kencur, rasa beras aroma jahe, dan aroma kencur hingga 9 hari penyimpanan apabila dibandingkan dengan minuman beras kencur segar. Setelah 9 hari penyimpanan mulai terjadi penyimpangan sensori yang ditandai oleh hilangnya rasa kencur dan aroma kencur serta meningkatnya rasa pedas khas jahe. Peningkatan rasa pedas jahe dimungkinkan karena peningkatan senyawa shogaol dari degradasi gingerol. Pada penyimpanan suhu kamar terjadi penggelembungan kemasan yang disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bau menyengat khas sulfur yang tercium menandakan adanya mikroba pembentuk gas yang hidup dalam minuman beras
60
kencur. Uji sensori pada minuman yang disimpan pada suhu kamar ini menunjukkan dominasi rasa asam. Rasa manis, rasa jahe, rasa kencur, rasa beras aroma jahe dan aroma kencur sama sekali tidak nampak. Umur simpan minuman beras kencur formula terpilih pada suhu kamar sangat singkat sekitar 1-2 hari. Analisis sensori memegang peranan penting dalam pengembangan produk makanan, sedangkan analisis total mikroba memegang peranan kearah keamanan pangan. Penyimpangan atribut sensori akan berakibat pada menurunnya tingkat kesukaan konsumen terhadap produk makanan tersebut. Meningkatnya total mikroba akan menyebabkan keamanan pangan menjadi menurun. Adanya penyimpangan atribut sensori dan meningkatnya total mikroba pada minuman beras kencur yang disimpan pada suhu kamar menyebabkan tingkat penerimaan konsumen semakin menurun. Penurunan ini mengakibatkan tidak akan diterimanya makanan tersebut meskipun memiliki khasiat yang luar biasa. Hasil pengamatan pH minuman formula terpilih selama penyimpanan di sajikan pada Gambar 17. pH minuman pada hari ke nol sebesar 6,55 yang merupakan kisaran pH netral. pH minuman pada suhu penyimpanan refrigerator tidak banyak mengalami perubahan, sedangkan pada penyimpanan suhu kamar pH turun menjadi 4.81 pada hari ke dua. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadinya kerusakan minuman beras kencur kemungkinan disebabkan oleh aktivitas mikroba sehingga menyebabkan adanya penurunan nilai pH menjadi asam. Beberapa jenis bakteri pembusuk atau pengurai mampu menguraikan bahan makanan menjadi bentuk senyawa yang lebih sederhana dengan hasil samping rasa asam seperti pada yogurt.
Gambar 17 Profil pH selama penyimpanan
61
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan Beras merah sirampong, jowo melik, raja hitam, arendota, aek sibundong, pare laka, ratu merah, jati luwih, bandung, ujung kulon dan halimun memiliki warna yang beragam mulai dari ungu merah hingga merah kekuningan. Beras merah umumnya memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras putih, sedangkan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat beras merah maupun beras putih tidak berbeda nyata. Kandungan total fenol, total flavonoid dan aktivitas antioksidan beras merah lebih unggul dibandingkan dengan beras putih (IR64). Kandungan total fenol, total flavonoid dan aktivitas antioksidan dari beras merah yang dianalisis berkisar antara 27.6 mg EAT/g sampai dengan 82.1 mg EAT/g untuk total fenol, 113 mg EK/g sampai dengan 215.6 mg EK/g untuk total flavonoid, 108.9 µg/ml sampai dengan 320.0 µg/ml untuk aktivitas antioksidan DPPH, dan 477 µmol Fe (II)/g sampai dengan 1371.1 µg Fe(II)/g untuk aktivitas antioksidan FRAP. Beras merah jatiluwih asal Bali dipilih sebagai beras yang digunakan dalam formulasi minuman beras kencur. Formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah dengan komposisi 60 % beras merah, 20 % kencur dan 20 % jahe pada bahan baku campuran dipilih sebagai minuman formula optimal berdasarkan aktivitas antioksidan, aspek citarasa dan warna. Minuman beras kencur formula terpilih memiliki kandungan antioksidan sebesar 587.5 ppm AEAC secara nyata lebih tinggi apabila dibandingkan dengan minuman beras kencur komersial tetrapack dan instan (122.0 ppm AEAC dan 53.8 ppm AEAC) maupun minuman beras kencur komersial tradisional (152.9 ppm AEAC). Penerimaan sensori atribut aroma (4.74 skala 1-7), rasa (4.46 skala 1-7), dan after taste (4.42 skala 1-7) tidak berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial 1 (tetrapack) yang diproduksi secara nasional dan berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial 2 (instan) dan komersial 3 (tradisional). Pengujian penggunaan beras merah dalam minuman beras kencur dapat meningkatkan aktivitas antioksidan tanpa terkendala pada penerimaan sensori atribut citarasa dan warna.
62
Aktivitas antioksidan beras kencur berbasis beras putih sebesar 376.48 ppm AEAC lebih kecil apabila dibandingkan dengan minuman beras kencur berbasis beras merah (601.46 ppm AEAC). Analisis aktivitas antioksidan bahan penyusun minuman beras merah menunjukkan adanya aktivitas yang sinergis antara masing masing bahan penyusun minuman beras kencur. Angka lempeng total, aspek sensori, nilai pH dan aktivitas antioksida secara keseluruhan stabil selama penyimpanan pada suhu refrigerator, namun terjadi penurunan pada suhu kamar yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Minuman formula terpilih dapat disimpan antara 1-2 hari pada suhu kamar dan 9 hari pada suhu refrigerator.
5.2. Saran Senyawa fenol dan flavonoid beras merah perlu dikaji lebih mendalam untuk mengetahui senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidannya. Penggunaan beras merah dengan derajad sosoh yang sama perlu dilakukan untuk lebih meningkatkan hasil analisis aktivitas antioksidan maupun analisis yang lain. Perlu dilakukan kajian terhadap kemungkinan penggunaan bahan tambahan pangan dalam jumlah yang diperbolehkan dan perlakuan panas tinggi dalam waktu singkat (High Temperatur Short time) guna meningkatkan stabilitas minuman selama penyimpanan
63
DAFTAR PUSTAKA Abdel-Aal ES, Young JC, Rabalski I. 2006. Anthocyanin composition in black, blue, pink, purple, and red cereal grains. J Agri Food Chem 54: 4696-4704. Adawiyah DR, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan. Bogor. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian-IPB. Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2005. Official Methods of Analysis. Ed ke-16. AOAC. Arlington VA. Benzie FF, Strain JJ. 1996. The Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP) as a Measure of ‘‘Antioxidant Power’’: The FRAP Assay. Anal Biochem 239: 7076. Bhattarai SVH, Tran, Duke CC. 2001. The stability of gingerol and shogaol in aqueous solutions. J Pharm Sci 90: 1658-1664. Cao G, Sofic E, Prior LR. 1997. Antioxidant and prooxidant behavior of flavonoids Structure-activity relationships. Free Radicals Biol Med 22: 749760. Chan EWC, Lim YY, Wong LF, Lianto FS, Wong SK, Lim KK, Joe CE, Lim YT. 2008. Antioxidant and tyrosinase inhibition properties of leaves and rhizomes of ginger species. J Food Chem 109:477-483. Chen PN, Chu SC, Chiou HL, Chiang CL, Yang SH, Hsieh YH. 2005. Cyanidin 3-glucoside and peonidin 3-glucoside inhibit tumor cell growth and induce apoptosis in vitro and suppress tumor growth in vivo. J Nutrition and Cancer. 53:232-243. Choi Y, Jeong HS, Lee J. 2007. Antioxidant activity of methanolic extracts from some grains consumed in Korea. Food Chem 103: 130-138. Chotimarkron C, Soottawat B, Nattiga S. 2008. Antioxidant components and properties of five long-grained rice bran extracts from commercial available cultivar in thailand. J Food Chem 111: 634-641. Chung HS, Shin JC. 2007. Characterization of antioxidant alkaloids and phenolic acids from anthocyanin-pigmented rice (Oryza sativa cv. Heugjinjubyeo. Food Chem 104:1670-1677. Cornell JA. 1990. Experiments with Mixtures: Designs, Models, and the Analysis of Mixture Data. Ed ke-2. New York: John Wiley & Sons. Elmas O, Aslan M, Caglar S, Derin N, Agar A, Aliciguzel Y, Yargicoglu P. 2005. The prooxidant effect of sodium metabisulfit in rat liver and kidney. Regulatory Toxicology and Phramacology 42(1):77-82
64
Endang S. 2000. Membuat Jamu Beras Kencur. Yogyakarta: Kanisius Media. Escribano-Bail´on MAT, Celestino SB, Julian C, Rivas-Gonzalo. 2004. Anthocyanins in cereals. J Chrom A 1054:129-141. Fardiaz D, Fardiaz S, Winarno FG. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Firmansyah Y. 2003. Formulasi Minuman Instan Fungsional Antioksidan Berbasis Kayu Secang (Caesalpinia sappan Linn.) Sebagai Pewarna Alami. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Giusti MM, Wroistad RE. 2000. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Visible Spectrophotometry. New York: John Wiley and Son Inc. Grist DH. 1975. Rice. Ed ke-5. London: Longmans. Herold. 2007. Formulasi minuman fungsional berbasis kumis kucing (Orthosiphon aristatus bl. miq) yang didasarkan pada optimasi aktivitas antioksidan, mutu citarasa dan warna. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hirschhorn H.H. 1983. Botanical remedies of the former dutch east Indies (Indonesia). J. Ethanopharmacol 72:123-156. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food Science Book. Gaithersburg Maryland: Aspen Publishers Inc. Indrasari SD, Wibowo P, Daradjat AA. 2008. Kandungan mineral beras varietas unggul baru. Seminar Nasional Padi. Indrasari SD, Adnyana. 2007. Preferensi konsumen terhadap beras merah sebagai sumber pangan fungsional. Iptek Tanaman Pangan Vol. 2 No. 2. Jakobs S, Fridrich D, Hofem S, Pahlke G, Eisenbrand G. 2006. Natural flavonoids are potent inhibitors of glycogen phosphorylase. Molecular Nutrition and Food Research 50: 52-57. Jitoe AT, Masuda IGP, Tengah DN, Suprapta IW, Gara N, Nakatani. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts analysis of the contained curcuminoids. J Agric Food Chem 40: 1337-1340. Juliano BO. 1972. The rice caryopsis and its composition. Di dalam D.F. Houston (ed). Rice Chemistry and Technology. St. Paul Minnesota: American Associaton of Chemists Inc.
65
Kahkonen MP, Hopia AI, Heinonen M. 2001. Berry phenolics and their antioxidant activity. J Agric Food Chem 49(8): 4076–4082. Kano M, Takayanagi T, Harada K, Makino K, Ishikawa F. 2005. Antioxidative activity of anthocyanins from purple sweet potato, Ipomoera batatas cultivar Ayamurasaki. J Bioscience Biotechnol Biochem 69: 979-988. Kapasakalidis PG. Rastall RA. Gordon MH. 2006. Extraction of Polyphenols from processed black currant (Ribes nigrum L.) residues. J Agric Food Chem, 54(11): 4016-4021. Kim DO, Heo HJ, Kim YJ, Yang HS, Lee CY. 2005. Sweet and sour cherry phenolics and their protective effects on neuronal cells. J Agric Food Chem 53:9921-9927. Kneekt P, Kumpulainen J, Jarvinen R, Rissanen H, Heliovaara M, Reunanen A, Hakulinen T, Aromaa A. 2002. Flavonoid intake and risk of chronic diseases. Am J Clin Nutr. 76: 560-568. Kubo I, Masuoka PN, Xiao, Haraguchi H. 2002. Antioxidant Activity of Dodecyl Gallate. J Agric Food Chem 50: 3533-3539. Kusumah DR. 1992. Mempelajari pengaruh penambahan pengawet pada nira aren (Arenga pinnata Merr) terhadap mutu gula merah, gula semut, sirup nira, dan gula putih yang dihasilkan [skripsi]. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lalel HJD, Abidin Z, Jutomo L. 2009. Sifat fisiko kimia beras merah gogo lokal ende. J Teknol dan Industri Pangan 20(2): 109-116. Liangli YU. 2008. Wheat antioxidant. New Jersy USA: John Wiley & Sons Inc. Maturin L, Peeler JT. 2001. Aerobic Plate Count. Di dalam: Bacteriological Analytical Manual Online. Center for Food Safety and Applied Nutrition. U.S. Food and Drug Administration. Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Ed ke3. USA: CRC Press. Miller AL. 1996. Antioxidant flavonoids: structure, function and clinical usage. Alt Med Rev 1: 103-111. Miller DD. 1998. Atomic Absorption and Emission Spectroscopy. Di dalam : Nielsen,S.S. (ed). Food Analysis. Edisi Ke-2. New York: Kluwer Academic. Mojzisova´ G, Kuchta, M. 2001. Dietary flavonoids and risk of coronary heart disease. Physiol Res 50: 529-535.
66
Moncada MC et al. 2003. Complexation of aluminum(III) by anthocyanins and synthetic flavylium salts: A source for blue and purple color. Inorganica Chimica Acta, 356, 51–61. Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J Sci Technol 26 (2): 211-219. Nakatani N, Fukuda H, Fuwa H. 1979. Studies on naturally occurring pigments. Major anthocyanin of Bolivian purple corn (Zea mays L.). J Agric Biol Chem 43:389-391. Nam SH, Choi SP, Kang MY, Koh HJ, Kozukue N, Mendel F. 2006. Antioxidative activities of bran extracts from twenty one pigmented rice cultivars. Food Chemistry 4: 613–620. Nirkolova M, Dzhurmanski. 2009. Evaluation of Free Radical Scavenging Capacity of Extract from Cultivated Plants. Biotechnol & Biotechnol. EQ Special Edition Online. Othman R, Ibrahim H, Mohd MA, Mustafa MR, Awang K. 2006. Bioassayguided isolation of a vasorelaxant active compound from Kaempferia galanga L. Phytomedicine 13: 61-66. Pascual-Teresa S, Sanchez-Ballesta MT. 2008. Anthocyanins: from plant to health. Phytochem Rev 7:281-299. Perez-jimenez J, Saura-calixto F. 2006. Effect of Solvent and Certain Food Constituents on Different Antioxidant Capacity Assays. Food Research Int. 39(7):791-800. Pietta PG. 2000. Reviews: Flavonoids as antioxidants. J Nat Prod 63:1035-1042. Pokorny J, Yanishleva N, Gordon M, editor. 2001. Antioxidant in Food. Cambridge England: CRC press. Pratt DE. 1992. Natural antioxidants from plant material. Didalam: Huang MT, Ho CT & Lee CY, Editor, Phenolic Compounds in Food and their Effects on Health. II. Washington : American Chemical Society (ACS Symposium Series, 507). Prior RL, Cao G, Martin A, Sofic E, McEwen J, O”Brien C, Lischner N, Ehlenfeldt M, Kaalt W, Krewer G, Mainland CM. 1998. Antioxidant capacity as influenced by total phenolic and anthocianin content, maturity, from Vaccinium species. J Agric Food Chem 46:2686-2693 .
Saidi Z. 1986. Mempelajari Pengaruh Cara Ekstraksi, Tebal Saringan dan Bahan Pengeruh Terhadap Mutu Minuman Baras Kencur [skripsi].Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
67
Sampoerno, Fardiaz D. 2001. Kebijakan dan Pengembangan Pangan Fungsional dan Suplemen di Indonesia. Didalam: Nuraida L dan Dewanti-Hariadi R,Editor. Pangan Tradisional basis bagi industri pangan fungsional & suplemen. Bogor: Pusat Kajian Makanan Tradisional, Institut Pertanian Bogor. Shahidi F, Naczk M. 1995. Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects and Applications. Lancaster PA: Technomic Publishing Co. Shahidi F. 2000. Antioxidants in food and food antioxidants. Nahrung 44:158163. Schuler P. 1990. Natural antioxidants exploited commercially. Didalam: Hudson BJF editor. Food Antioxidants. London: Elsevier. Soemardji AA. 2007. Tamarindus Indica L or “Asam Jawa: The sour but sweet and usefull. [Disertasi]. The institute of natural medicine University of Toyama. Japan. Solomon A, Golubowic S, Yablowich Z, Grossman S, Altman A, Kerem Z, Flaishman AM. 2006. Antioxidant Activities and Anthocyanin Content of Fresh Fruits of Common Fig (Ficus carica L.). J Agric Food Chem 54: 77177723. Sosulski F, Krygier K, Hogge L. 1982. Free, esterified, and insoluble-bound phenolic acids 3 composition of phenolic acids in cereal and potato flours. J Agric Food Chem 30: 337-340. Sudarmadji S, Haryono B, Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM. Sutarno H, Hadad EA, Brink M. 1999. Zingiber officinale Roscoe. Di dalam: C.C. de Guzman dan J.S. Siemonsma, Editor. Spices Plant Resources of South-East Asia. Bogor PROSEA Foundation 13: 238-244. Tewtrakul S, Yuenyongsawad S, Kummee S, Atsawajaruwan L. 2005. Chemical components and biological activities of volatile oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakarin J Sci Technol 27(Suppl. 2): 503-507. Vattem DA, Ghaedian R, dan Kalidas S. 2005. Enhanching health benefit of berries through phenolic antioxidant enrichment: focus on cranberry. Asia pac J Clin Nutr 14(2):120-130 Vichapong J, Sookserm M, Srijesdaruk V, Swatsitang P, Srijaranai S. 2010. High performance liquid chromatographic analysis of phenolic compounds and their antioxidant activities in rice varieties. LWT Food Science Technol 43: 13251330.
68
Winarno FG. 1984. Padi dan Beras. Diktat Tidak Dipublikasikan. Riset Pengembangan Teknologi Pangan. IPB. Bogor. Wanasundara UR, Amarowickz, Shahidi F. 1994. Isolation and identification of an antioxidative component in canola meal. J Agric Food Chem 42:1285-1290. Wang H, Muraledharan GN, Gale MS, Chang YC, Alden MB, Gray IJ, David LD. 1999. Antioxidant and anti-inflammatory activities of anthocyanins and their aglycon, cyanidin,from tart cherries. J Nat Prod 62: 294-296. Wang H, Cao G, Prior RL. 1997. Oxygen radical absorbing capacity of anthocyanins. J Agric Food Chem 45:304-309. Widowati S, Santosa SBA, Astawam M, Akhyar. 2009. Penurunan Indeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Melalui Proses Pratanak. J Pascapanen 6(1):1-9. Wijayakusuma H. 2002. Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia: Seri Rempah, Rimpang, dan Umbi. Jakarta:Milenia Populer. Yamasaki H, Sakihama Y, Ikehara N. 1997. Natural antioxidants consumption. Plant Physiol 115:1405-1412. Yawadio R, Shinji T, Naofumi M. 2007. Identification of phenolic compounds isolated from pigmented rices and their aldose reductase inhibitory activities, Food Chem 101:616-1625. Yun S, Liang J, Peng X, Yan L, Jinsong B. 2009. Total phenolics, flavonoids, antioxidant capacity in rice grain and their relations to grain color, size and weight. J Cereal Science 49: 06-111. Yilmaz Y, Toledo R. 2005. Antioxidant activity of water-soluble Maillard reaction products. Food Chem 93: 273-278. Zakaria FR, Septiana AT, Sulistiyani. 2000. Ginger (Zingiber officinale Roscoe) extracts increase in vivo human LDL resistance to oxidation and prevent in vitro cholesterol accumulation in mouse macrophage. Zhang M, Guo B, Zhang R, Chi J, Wei Z, Xu Z, Zhang Y, Tang X. 2006. Separation, Purification and Identification of Antioxidant Compositions in Black Rice. Agric Sciences in China 5(6): 431-440. Zielinski H, Kozlowska H. 2000. Antioxidant activity and total phenolics in selected cereal grains and their different morphological fractions. J Agric Food Chem 48: 2006-2016. Zuraina S, Harti S, Sukarti E. 1990, Inventarisasi Jamu Gendong di Kotamadya Surabaya, Pusat Penelitian Obat Tradisional, Unika Widya Mandala, Surabaya.
69
LAMPIRAN
70
71
Lampiran 1 Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter L (Lightness) Oneway ANOVA Nilai_L Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
2303.508 .207
10 22
Total
2303.715
32
F
230.351 .009
Sig.
24537.047
.000
Kesimpulan: Warna sampel beras merah parameter L (Lightness) yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi warna pareameter L antar beras merah.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Nilai_L Duncana Subset for alpha = 0.05
sampel
N
1
2
Sirampong Raja hitam Jowo melik
3 18.7667 3 23.8533 3 23.9767
Parelaka Arendota Ratu merah Aeksibundong Jatiluwih Bandung Ujung kulon Halimun Sig.
3 3 3 3 3 3 3 3
3
4
5
6
7
8
9
10
26.2367 27.7267 30.4600 32.8700 34.0767 35.2500 42.5133
1.000
.133
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Lampiran 2 Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter a Oneway ANOVA Nilai_a
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
200.644 1.786
10 22
Total
202.430
32
20.064 .081
F 247.135
Sig. .000
Kesimpulan: Warna sampel beras merah parameter a yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi warna pareameter a antar beras merah.
48.9367 1.000
72
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Nilai_a Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
Sirampong Jowo melik Raja hitam Parelaka Arendota Halimun Ujung kulon Jatiluwih
3 3 3 3 3 3 3 3
Bandung Ratu merah Aeksibundong Sig.
3 3 3
2
3
4
5
6
7
8
9
2.4433 3.3167 3.5433
3.5433 3.9067
4.5333 6.1667
7.1433 8.0267
1.000
.341
.133
1.000
1.000
1.000
8.3467
8.3467 8.7367
.183
.108
10.0033 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Lampiran 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter b Oneway ANOVA
Nilai_b Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
353.058 .150
10 22
Total
353.208
32
35.306 .007
F 5189.717
Sig. .000
Kesimpulan: Warna sampel beras merah parameter b yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi warna pareameter b antar beras merah.
73
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Nilai_b Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
4
5
6
7
Sirampong
3
Jowo melik
3
Raja hitam
3
Parelaka
3
4.0200
Arendota
3
4.1300
Ratu merah
3
Bandung
3
8.3533
Jatiluwih
3
8.3900
Aeksibundong
3
Ujung kulon
3
Halimun
3
Sig.
8
9
.7167
2.0500 3.0600
8.1700
8.8167 9.6233 10.6300
1.000
1.000
1.000
.117
1.000
.592
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
Lampiran 4 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar air beras Oneway ANOVA Kadar_air Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
13.263 .721
11 12
Total
13.984
23
1.206 .060
F 20.059
Sig. .000
Kesimpulan: Kadar air beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi kadar air beras.
1.000
74
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kadar_air Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
Aeksibundong Raja hitam Jowo melik Ujung kulon Parelaka Jatiluwih Arendota Bandung Halimun Sirampong
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Ratu merah Ir64 Sig.
2 2
2
3
4
5
10.0050 10.4900 10.5350
11.2000 11.3500 11.3950 11.4500 11.6050 11.7400
11.3500 11.3950 11.4500 11.6050 11.7400 11.8650
11.4500 11.6050 11.7400 11.8650 11.9950
.061
.070
.082
.065
12.9300 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 5 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar mineral beras Oneway ANOVA Kadar_mineral
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
3.732 .982
11 12
Total
4.714
23
.339 .082
F
Sig. 4.144
.011
Kesimpulan: Kadar mineral beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi kadar mineral beras.
75
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kadar_mineral a
Duncan
Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
Ir64 Jowo melik Halimun Ujung kulon Raja hitam Sirampong Jatiluwih Ratu merah Bandung Aeksibundong
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Parelaka Arendota Sig.
2 2
.4150 1.0300
2
3
4
1.0300 1.1550 1.1950 1.1950 1.3650 1.4900 1.5000 1.5600 1.6750
1.1950 1.1950 1.3650 1.4900 1.5000 1.5600 1.6750
1.3650 1.4900 1.5000 1.5600 1.6750
1.8600 .053
.068
.060
1.8600 1.9450 .094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 6 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar protein beras Oneway ANOVA Kadar_protein Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
15.631 .741
11 12
Total
16.372
23
1.421 .062
F 23.008
Sig. .000
Kesimpulan: Kadar protein beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi kadar protein beras.
76
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kadar_protein Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
Ir64 Arendota Parelaka Bandung Ujung kulon Jatiluwih Jowo melik Halimun Ratu merah Raja hitam
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Aeksibundong Sirampong Sig.
2 2
2
8.2500 8.3750 8.5750 8.7350
3
8.5750 8.7350 9.0000 9.0950
4
9.0000 9.0950 9.4600
5
9.4600 9.8050 9.9050 10.4600
.095
.076
.103
.113
10.5000 10.5450 .751
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 7 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar lemak beras Oneway ANOVA Kadar_lemak
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
6.539 .618
11 12
Total
7.157
23
.594 .052
F 11.542
Sig. .000
Kesimpulan: Kadar lemak beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi kadar lemak beras.
77
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kadar_lemak Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
Ir64 Aeksibundong Ujung kulon Sirampong Jatiluwih Bandung Jowo melik Parelaka Ratu merah Arendota
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Halimun Raja hitam Sig.
2 2
2
3
4
5
1.5250 1.5800 1.7850 1.7950 1.9300 2.0300 2.0600
1.7850 1.7950 1.9300 2.0300 2.0600
1.9300 2.0300 2.0600
.6900 .7100
1.3550 1.5250 1.5800 1.7850 1.7950
2.2000 .931
.102
.056
.124
2.2000 2.4450 .060
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 8 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar karbohidrat beras Oneway ANOVA Kadar_karbohidrat
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
64.305 2.261
11 12
Total
66.566
23
5.846 .188
F 31.028
Sig. .000
Kesimpulan: Kadar karbohidrat beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi kadar karbohidrat beras.
78
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets Kadar_karbohidrat Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
Raja hitam Ratu merah Sirampong Halimun Jowo melik Bandung Jatiluwih Aeksibundong Ujung kulon Arendota
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Parelaka Ir64 Sig.
2 2
2
3
4
84.2400 84.7250 84.7500 85.0850
86.2650 86.3300 86.7750 86.9300 87.0050
86.7750 86.9300 87.0050 87.3700 87.4000
.096
.145
.213
90.5850 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 9 Kurva standar asam tanat dan regresinya Konsentrasi asam tanat Absorbansi (A) Asampel-ABlanko 0 (blanko) 0.052 0.00 5 0.086 0.034 10 0.121 0.070 25 0.231 0.179 50 0.477 0.425 75 0.637 0.586 100 0.953 0.901
Persamaan regresi linier: y = ax + b, dengan nilai a = 0.0089, nilai b = -0.0265, dan R2 = 0.9910
79
Lampiran 10 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar total fenol beras merah Oneway ANOVA total_fenol Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
7427.907 46.365
10 11
Total
7474.271
21
F
742.791 4.215
Sig.
176.227
.000
Kesimpulan: Kadar total fenol beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi kadar total fenol beras merah.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets total_fenol a
Duncan
Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
Bandung Arendota
2 2
27.5725 28.6360
Jowo melik Raja hitam Ujung kulon Aeksibundong Parelaka Halimun Ratu merah Sirampong Jatiluwih Sig.
2 2 2 2 2 2 2 2 2
29.8460
3
4
5
6
7
28.6360
29.8460 32.9210 44.7915
52.2415 54.7820 60.9865 63.0445 76.0585 .314
.072
1.000
.242
.338
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 11 Kurva standar kuersetin dan regresinya Konsentrasi kuersetin (ppm) Absorbansi (A) 0 (blanko) 0.052 10 0.058 25 0.077 50 0.095 75 0.117 100 0.150 250 0.295 500 0.519
Asampel-ABlanko 0.00 0.007 0.026 0.043 0.065 0.098 0.243 0.467
82.1335 1.000
80
Persamaan regresi linier: y = ax + b, dengan nilai a = 0.0009, nilai b = -0.0004, dan R2 = 0.9992 Lampiran 12 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar total flavonoid beras merah Oneway ANOVA total_flavonoid Sum of Squares Between Groups
Within Groups Total
df
Mean Square
24422.575
10
2442.257
136.966
11
12.451
24559.540
21
F 196.143
Sig. .000
Kesimpulan: Kadar total flavonoid beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi kadar total flavonoid beras merah.
81
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets total_flavonoid Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
Raja hitam Jowo melik Bandung Ujung kulon Sirampong Arendota Ratu merah Aeksibundong Halimun Jatiluwih
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Parelaka Sig.
2
2
3
4
5
6
113.8700 119.8250
146.9000 149.0150 160.3600 162.6000 179.7850 197.9350 199.3050 210.3050 .120
.561
.539
1.000
.705
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 13 Perhitungan Inhibition Concentration 50 (IC50) Konsentrasi (µg/mL) 0 (blanko) 1000 600 300 100 50
Absorbansi (A) 1.132 0.172 0.299 0.704 1.016 1.095
% inhibisi 84.806 73.587 37.809 10.247 3.269
Cara perhitungan % inhibisi:
Persamaan regresi logaritmik: y = a ln(x) + b, dengan nilai a = 30.12, nilai b = -113.9, dan R2 = 0.986
215.6200 .160
82
Contoh perhitungan IC50, dimana y = 50 50
= 30.12 ln(x)-113.9
ln (x) = 5.442 (x)
= 230.804 µg/mL
Lampiran 14 Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan DPPH beras merah Oneway ANOVA antioksidan_DPPH Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
105234.040
10
10523.404
402.460
11
36.587
105636.500
21
Sig.
287.625
.000
Kesimpulan: Aktivitas antioksidan beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi aktivitas antioksidan beras merah.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets antioksidan_DPPH Duncana
Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
4
5
Ratu merah Jatiluwih Bandung Halimun Parelaka Aeksibundong
2 108.9000 2 109.4350 2 139.4900 2 148.2750 148.2750 2 156.0650 2 171.0700
Sirampong Ujung kulon Arendota Raja hitam Jowo melik Sig.
2 2 2 2 2
6
7
182.2800 182.2800 187.0200
235.3450
.931
.174
.224
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
.091
.450
311.5000 319.9950 1.000 .188
83
Lampiran 15 Kurva standar standar Fe(II) aktivitas antioksidan FRAP Konsentrasi (µmol Fe (II)) 0 (blanko) 100 250 500 750 1000
Absorbansi (A) 0.047 0.120 0.173 0.248 0.363 0.469
Asampel-ABlanko 0.074 0.127 0.201 0.316 0.422
Persamaan regresi linier: y = ax + b, dengan nilai a = 0.0004, nilai b = 0.0266, dan R2 = 0.9936 Lampiran 16 Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan FRAP beras merah Oneway ANOVA antioksidan_FRAP Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
1466044.559
10
146604.456
19250.194
11
1750.018
1485294.752
21
F 83.773
Sig. .000
Kesimpulan: Aktivitas antioksidan FRAP beras yang di uji berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji duncan untuk melihat signifikansi aktivitas antioksidan FRAP beras merah.
84
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets antioksidan_FRAP Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
4
Jowo melik Raja hitam Arendota Ujung kulon Ratu merah Bandung Halimun Sirampong Parelaka Aeksibundong
2 477.8658 2 528.9399 2 636.4403 2 641.9797 2 732.0976 732.0976 2 739.8427 2 892.5620 2 2 2
Jatiluwih Sig.
2 .248
.051
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
.856
1.000
5
6
1032.4776 1039.1464 1045.4816 .773
1371.0881 1.000
85
Lampiran 17 Diagram alir penelitian analisis beras merah
Pengumpulan sampel beras Analisis proksimat
Analisis warna
Ekstraksi metanol, etanol, air,
tidak
Uji kuantitatif antioksidan
ya Cara Ekstraksi terbaik Uji kuantitatif polifenol dan flavonoid
Analisis kekuatan antioksidan Analisis antioksidan radical scavenging (DPPH) Analisis antioksidan kekuatan pereduksi (FRAP)
Sampel terpilih
86
Lampiran 18 Diagram alir penelitian minuman beras kencur Pembuatan minuman instan kencu
jahe
Asam
Gula jawa Sampel
Uji kualitas antioksidan bahan baku formulasi awal minuman beras kencur berbasis beras merah Optimasi formula minuman menggunakan Design Expert 7.0®
Pembuatan model minuman sesuai rancangan percobaan
Minuman fungsional dengan formula optimal
Tidak
Pengukuran variabel respon setiap model, produk komersial dan kontrol Aktivitas antioksidan (metode DPPH) Uji hedonik, parameter: citarasa dan warna
Aktivitas antioksidan minuman formula optimal ≥ aktivitas antioksidan
Ya
Penyimpanan minuman formula optimal selama 15 haripenyimpanan
Pengamatan kestabilan minuman berdasarkan: • Aktivitas antioksidan • Karakter citarasa dan warna (pengamatan sensori individual) • Nilai pH • Uji TPC
87
Lampiran 19 Diagram alir pembuatan minuman beras kencur Kencur
Jahe
Beras merah
Dicuci dan dibersihkan
Dicuci dan dibersihkan
Digiling dan saring
Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit
Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit
Disangrai
Ditimbang
Ditimbang
Ditimbang
Diiris tipis
Diiris tipis
Bahan baku dicampur
Diblender hingga halus
Disaring dengan kain
Dibotolkan
Pasteurisasi
Minuman beras kencur
Ditambahkan gula, asam jawa, dan bahan tambahan lain
88
Lampiran 20 Diagram alir pembuatan ekstrak asam jawa. Asam kawak
Sortasi
Ditimbang
Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit
Direbus dengan air mendidih 500 ml selama 10-15 menit dalam panci tertutup dengan api kecil
Disaring vakum ampas padatan kasar dibuang Dipekatkan dengan rotary evaporator hingga volume akhir 1/3 x volume awal
dibotolkan
Dipasteurisasi pada suhu 75°c selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)
Ekstrak asam jawa (final)
Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
89
Lampiran 21 Contoh format lembar uji kesukaan panelis terhadap citarasa dan warna model minuman Kode form: B1/01/XII/06 FORM UJI KESUKAAN Produk : Minuman Fungsional berbasis rempah Nama panelis : Telp/HP: KUESIONER*) 1. Apakah Anda pernah mengkonsumsi minuman jahe/ minuman berbasis rempah lainnya? Pernah/ tidak pernah 2. Apakah Anda dapat menerima produk tersebut? Ya/ tidak *) Coret yang tidak perlu Instruksi : 1. Cicipilah sampel satu per satu, diamkan di dalam mulut selama 3-5 detik, kemudian telan. 2. Pada kolom respon, berikan penilaian Anda berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna dan citarasa (rasa, aroma, tingkat kepedasan, sensasi hangat, dan rasa tertinggal) produk dengan memberikan tanda check list (√). 3. Netralkan indera pencecap Anda dengan air putih setiap selesai mencicipi satu sampel. 4. Jangan membandingkan tingkat kesukaan antar sampel. 5. Dimohon untuk memberikan komentar Anda dalam ruang yang disediakan. 6. Respon Warna Kode sampel Respon 110 220 315 411 540 Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Respon Citarasa (rasa, aroma, tingkat kepedasan, sensasi hangat, dan rasa tertinggal) Kode sampel Respon 110 220 315 411 540 Sangat suka Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka Komentar:................................................................................................................. Terima kasih
90
Lampiran 22 Skor kesukaan panelis terhadap warna10 model minuman
91
Lampiran 23 Skor kesukaan panelis terhadap citarasa 10 model minuman
92
Lampiran 24 Kurva standar asam askorbat dan regresinya [] asam askorbat (ppm ) Absorbansi (A) 0 (blanko) 1.115 50 1.087 100 1.046 250 0.858 500 0.576 750 0.154 1000 0.063
Asampel-ABlanko 0.028 0.069 0.257 0.539 0.961 1.052
Persamaan regresi linier: y = ax + b, dengan nilai a = 0.0011, nilai b = 0.0192, dan R2 = 0.9817
Lampiran 25 Model ordo dan hasil analisis ragam (ANOVA) semua variabel respon terhadap model minuman (Design Expert 7.0®)
93
94
Lampiran 26 Persamaan polinomial semua variabel respon 1. Variabel respon citarasa
2. Variabel respon warna
95
3. Variabel respon antioksidan
96
Lampiran 27 Ringkasan hasil optimasi formula minuman dengan prediksi respon (Design Expert 7.0®)
Lampiran 28 Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan minuman formula 930 vs. aktivitas antioksidan beberapa produk komersial Oneway ANOVA
antioksidan_ppm_AEAC Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups Within Groups
352833.885 611.559
3 4
Total
353445.444
7
F
117611.295 152.890
769.256
Sig. .000
Kesimpulan: aktivitas antioksidan produk minuman beras kencur berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat signifikansi aktivitas antioksidan antar produknya.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets antioksidan_ppm_AEAC
Duncana Subset for alpha = 0.05 sampel
N
1
2
3
Komersial 2 (instan)
2
Komersial 1(tetrapack)
2
122.0000
Komersial 3 (tradisional)
2
152.9095
Formula terpilih (930)
2
Sig.
53.8185
587.4545 1.000
.067
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Kesimpulan: aktivitas antioksidan minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930 berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial pada taraf signifikansi 5%.
97
Lampiran 29 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan warna terhadap minuman formula 930 vs. produk komersial
Univariate Analysis of Variance
98
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:warna Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
Model panelis sampel Error
3965.145a 149.405 91.895 259.855
53 49 3 147
Total
4225.000
200
F
74.814 3.049 30.632 1.768
Sig.
42.322 1.725 17.328
.000 .007 .000
a. R Squared = ,938 (Adjusted R Squared = ,916)
Kesimpulan: skor kesukaan warna produk minuman beras kencur berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat signifikansi warna antar produknya. warna a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
2
174 Komersial 3 (tradisional)
50
3.74
719 Komersial 2 (instan)
50
3.78
422 Komersial 1 (tetrapack)
50
255 Formula terpilih (930)
50
Sig.
3
4.32 5.42 .881
1.000
1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,768. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000. b. Alpha = 0,05.
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap warna minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930 berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial pada taraf signifikansi 5%.
99
Lampiran 30 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan aroma terhadap minuman formula 930 vs. produk komersial
Univariate Analysis of Variance
100
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:aroma Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
Model panelis sampel Error
3409.220a 129.980 95.220 254.780
53 49 3 147
Total
3664.000
200
64.325 2.653 31.740 1.733
F
Sig.
37.113 1.530 18.313
.000 .027 .000
a. R Squared = ,930 (Adjusted R Squared = ,905)
Kesimpulan: skor kesukaan aroma produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat signifikansi aroma antar produknya. aroma a,,b
Duncan
Subset sampel
N
1
2
3
174 Komersial 3 (tradisional)
50
719 Komersial 2 (instan)
50
422 Komersial 1 (tetrapack)
50
4.42
255 Formula terpilih (930)
50
4.74
Sig.
2.92 3.88
1.000
1.000
.226
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,733. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000. b. Alpha = 0,05.
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap aroma minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930 dan minuman beras kencur komersial 1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersi 2 dan beras kencur tradisional pada taraf signifikansi 5%.
101
Lampiran 31 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan rasa terhadap minuman formula 930 vs. produk komersial
Univariate Analysis of Variance
102
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:rasa Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Model panelis sampel Error
3391.345a 175.205 40.095 303.655
53 49 3 147
Total
3695.000
200
F
63.988 3.576 13.365 2.066
Sig.
30.977 1.731 6.470
.000 .007 .000
a. R Squared = ,918 (Adjusted R Squared = ,888)
Kesimpulan: skor kesukaan rasa produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat signifikansi rasa antar produknya rasa
Duncana,,b Subset sampel
N
1
2
174 Komersial 3 (tradisional)
50
3.34
719 Komersial 2 (instan)
50
3.80
422 Komersial 1 (tetrapack)
50
255 Formula terpilih (930)
50
Sig.
3 3.80 4.34
4.34 4.46
.112
.062
.677
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,066. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000. b. Alpha = 0,05.
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap rasa minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930 dan minuman beras kencur komersial 1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial 2 dan beras kencur tradisional pada taraf signifikansi 5%.
103
Lampiran 32 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan After taste terhadap minuman formula 930 vs. produk komersial
Univariate Analysis of Variance
104
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:aftertaste Type III Sum of Source Model
Squares
df a
3339.865
Mean Square
F
Sig.
53
63.016
31.601
.000
panelis
117.245
49
2.393
1.200
.203
sampel
30.615
3
10.205
5.118
.002
Error
293.135
147
1.994
Total
3633.000
200
a. R Squared = ,919 (Adjusted R Squared = ,890)
Kesimpulan: skor kesukaan after taste produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat signifikansi after taste antar produknya aftertaste Duncana,,b Subset
sampel 174 Komersial 3 (tradisional) 719 Komersial 2 (instan)
422 Komersial 1 (tetrapack) 255 Formula terpilih (930)
N
1
2
50
3.44
50
3.82
50
3
3.82 4.30
50
Sig.
4.30 4.42
.181
.091
.672
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 1,994. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000. b. Alpha = 0,05.
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap after taste minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930 dan minuman beras kencur komersial 1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersi 2 dan beras kencur tradisional pada taraf signifikansi 5%.
105
Lampiran 33 kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah (255) dan beras putih(981).
106
Lampiran 34 Hasil uji T-student skor kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih.
T-Test Paired Samples Statistics
Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
warnabp warnabm aromabp aromabm rasabp
5.4800 5.4600 4.6800 4.7400 4.3600
50 50 50 50 50
1.16479 1.16426 1.49065 1.20898 1.46747
.16473 .16465 .21081 .17098 .20753
rasabm atastebp atastebm
4.4600 4.3400 4.4200
50 50 50
1.23239 1.37929 1.14446
.17429 .19506 .16185
Paired Samples Correlations
N Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4
warnabp & warnabm aromabp & aromabm rasabp & rasabm atastebp & atastebm
Correlation 50 50 50 50
.812 .791 .843 .774
Sig. .000 .000 .000 .000
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4
warnabp - .02000 warnabm aromabp - -.06000 aromabm rasabp -.10000 rasabm atastebp - -.08000 atastebm
Std. Std. Error Deviation Mean
Lower
t
df
Sig. (2tailed)
Upper
.71400
.10097
-.18292
.22292
.198
49
.844
.91272
.12908
-.31939
.19939 -.465
49
.644
.78895
.11157
-.32422
.12422 -.896
49
.374
.87691
.12401
-.32922
.16922 -.645
49
.522