KAJIAN PERSEPSI MASYARAKAT UNTUK PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
AGUS MUHAMMAD ARIFIN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KAJIAN PERSEPSI MASYARAKAT UNTUK PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
AGUS MUHAMMAD ARIFIN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN AGUS MUHAMMAD ARIFIN. Kajian Persepsi Masyarakat untuk Perencanaan Tata Ruang Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh M. BUCE SALEH. Pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menunjukkan peningkatan yang sejalan dengan pertambahan penduduk, baik secara kuantitas maupun kualitas maka pemanfaatan tersebut akan mendorong terjadinya perubahan kondisi lingkungan. Salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan kondisi lingkungan adalah melalui peranan masyarakat sebagai bagian dari unsur pengelola sumber daya alam. Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai, kondisi tanah, topografi dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia (Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumber Daya Alam dan Energi, 1994). Untuk dapat mendeskripsikan pendapat masyarakat terhadap perencanaan tata ruang, maka dapat dilakukan pendekatan melalui kajian terhadap persepsi masyarakat dalam menentukan pola ruang kawasan dengan dibantu oleh beberapa alat (tools) berupa foto-foto objek dan peta kawasan (citra Ikonos) yang dapat dilihat (secara visual) oleh masyarakat. Tujuan penelitian ini mengkaji persepsi masyarakat untuk penerapan tipe-tipe penutupan/penggunaan lahan, mengidentifikasi kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan, serta merancang dan memetakan persepsi masyarakat untuk perencanaan tata ruang berbasis DAS. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2008 dengan menggunakan teknik penarikan contoh secara purposive sampling, yaitu memilih secara sengaja terhadap 30 responden yang bertempat tinggal di lokasi penelitian dengan letak yang berdekatan dengan objek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) dan Sistem Informasi Geografis (SIG), observasi dan pemotretan, wawancara dan studi pustaka. Analisis data menggunakan metode penskalaan dan analisis spasial dengan teknologi SIG. Melalui kajian terhadap persepsi masyarakat, jenis penutupan/penggunaan lahan yang menjadi prioritas untuk diterapkan di lokasi penelitian adalah pertanian, kemudian kebun campuran, perkebunan, dan hutan. Sedangkan pemukiman dan kawasan industri kurang dan tidak mendapat persetujuan dari masyarakat. Luas penyimpangan penggunaan lahan ditemukan di kawasan lindung 16,60% maupun budidaya 25,82%. Kedua model spasial yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi gap penggunaan lahan existing dan menjadi data masukan bagi rancangan perencanaan tata ruang. Model spasial tersebut dapat merubah gap penggunaan lahan existing dan perubahan tersebut mengarah kepada kondisi lingkungan yang positif. Hasil rancangan akhir kawasan diperoleh luas kawasan lindung berupa hutan meningkat 16,52%, kawasan pertanian berupa lahan pertanian meningkat 2,63%, kawasan pedesaan berupa pemukiman meningkat 19,18%, kawasan perkebunan berupa perkebunan teh meningkat 26,83%, dan kawasan tanaman tahunan berupa kebun campuran meningkat 49,34% dari masing-masing penutupan/penggunaan lahan existing-nya. Kata kunci: Daerah Aliran Sungai, persepsi, penutupan/penggunaan lahan
SUMMARY AGUS MUHAMMAD ARIFIN. People Perception Study for Planology Planning based on Drainage Basin Area (Case Study in Ciliwung Basin Area Hilt Part at District Cisarua, Regency Bogor). Under Supervision of M. BUCE SALEH. Natural resources utilization in Drainage Basin Area (DAS) showed increasing comparable with citizen increasing, quantity and quality. Therefore, the utilization will support the change of environmental condition. One of the factors is people participation as apart of resource management elements. There are some physical characteristics like pattern of land use, river network form, soil condition, topography and altitude. The characteristics of basin area can be influenced by human activity (Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumber Daya Alam dan Energy 1994). To describe the people opinion about planology planning so the aproachment of studying about people perception in area space pattern determination which be helped by any tools like object photographs and map of area (Ikonos image) which can be seen (visual effect), can be done. The objectives of this research are to study the people perception about the application of land cover/use types, to identify the probability of area function deviation and to design and map the people perception about planology planning based on basin area. This research was done in May until July 2008 by using purposive sampling technique, that choose 30 respondents that live near the research location. Data collection was done by remote sensing and Geographical Information System (GIS) technology, observation and photography, interview and GIS literature studying. Data is presented in essay (descriptive), tabular, graphic and chart and map. Based on the studying about people perception, the prime priority of land cover/use which be applied are agriculture, mixture garden, usual garden and forest. While settlement and industrial area didn’t get approvement from people. The large of land use deviation is found in protected forest area 16,60% and cultivated area 25,82%. Both special models which be produced can be used to evaluate existing land use gap and become input data for space arrangement planning design. This spacial models can change existing land use gap and the change tends to positive environmental condition. The results of final area planning are large of protected forest area increases 16,52%, agricultural area increases 2,63%, village settlement area increases 19,18%, tea garden area increases 26,8% and annual plantation such as mixture garden are increases 49,34% from each existing land cover/use. Keywords: basin area, perception, land cover/use
Rabb, hamba mau tanya kenapa langit pucat biru s'dangkan jingga buat awan bersemu Rabb, hamba mau tanya adakah alam Kau cipta dengan batas s'perti umur hamba yang kian terbatas Rabb, hamba bersimpuh di hadapan alam nan elok s'moga hamba masih nikmati esok _Senjakala,Bogor ‘08_
...Kupersembahkan karya ilmiah ini untuk mamah dan Almarhum Bapakku serta kakak dan kedua adikku tercinta...
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Persepsi Masyarakat untuk Perencanaan Tata Ruang Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Agus Muhammad Arifin NRP. E14103049
Judul Penelitian
: Kajian Persepsi Masyarakat untuk Perencanaan Tata Ruang Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
Nama Mahasiswa
: Agus Muhammad Arifin
NRP
: E14103049
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS NIP. 131 284 620
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamiin, penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi yang dipilih pada penelitian yang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2008 adalah Kajian Persepsi Masyarakat untuk Perencanaan Tata Ruang Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Skripsi
ini
merupakan
hasil
pembahasan
secara
ilmiah
terhadap
perkembangan teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) dan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam berbagai aspek pendekatan pengaplikasian yang diharapkan dapat berguna dalam pemanfaatannya di dunia kehutanan masa kini dan yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi umat manusia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing atas segala arahan dan nasehat bagi penulis. Selain itu, penghargaan penulis disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MS dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB yang telah membantu menyediakan citra satelit Ikonos, Bapak Muchtar selaku Kasie. Perekonomian Kecamatan Cisarua atas bantuan data dan perijinan penelitian, Bapak Badri selaku Ketua Kelompok Tani di Desa Tugu Utara, dan Kang Saepul selaku Ketua Kelompok Tani Bunga Wortel atas masukan dan bantuannya dalam proses pengambilan data penelitian. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan terutama kepada mamah, bapak (Alm.), kakak, dan kedua adikku, atas ikhlasnya lantunan do’a dan putihnya kasih sayang selama ini.
Bogor, Agustus 2008 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 18 Agustus 1984 dari pasangan Bapak Baban Sobandi (Alm.) dan Ibu Iis Sari Hayati. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1991-1997 di SDN Sukarasa 1 dan kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Ujung Jaya pada tahun 1997-2000. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 1 Majalengka dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan dan pada semester 6 (enam) memilih minat pada Laboratorium Perencanaan Hutan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota dan pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Merpati Putih IPB tahun 2003-2005, Ketua Komisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa di Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM-KM) IPB tahun 2004-2005, anggota Badan Pekerja Suksesi dan PEMIRA Majelis Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (MPM-KM) IPB tahun 2004-2005, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Profesi Forest Management Students Club (Himpro FMSC) tahun 2005-2006, Ketua Badan Pengawas Himpro FMSC tahun 2006-2007, dan Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa/Pengurus Cabang Sylva Indonesia Fakultas Kehutanan IPB tahun 2006-2007, serta sejumlah kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan IPB di tahun 2004-2007. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Hutan (IUH) pada tahun 2006 serta melakukan kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Kampus Getas, Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 dan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Diamond Raya Timber (PT. DRT), Propinsi Riau pada tahun 2007. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Persepsi Masyarakat untuk Perencanaan Tata Ruang Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor) dengan dibimbing oleh Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.
UCAPAN TERIMA KASIH Bismillahirrahmaanirrahiim… Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala puji dan syukur hanya kepada Allah Swt. atas segala nikmat yang dikaruniakan semenjak terlahir ke dunia hingga detik ini. Shalawat serta salam semoga senantias tercurahlimpahkan kepada qudwah hasanah manusia sepanjang jaman, Rasulullah Saw., keluarga, sahabat, dan ummatnya yang istiqomah meniti jalan panjang perjuangan mengharap ridha Allah Swt. Terselesaikannya karya ilmiah ini tidak terlepas dari keberadaan penulis sebagai makhluk sosial, dimana beberapa aktivitas penulis sering dibantu oleh pihak-pihak lain. Untuk itu pada kesempatan ini meskipun tak banyak yang dapat dilakukan oleh penulis sebagai wujud penghargaan terhadap pihak-pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini selain menghaturkan ungkapan rasa terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua, mamah Iis Sari Hayati, atas kasih sayang, nasehat hidup, ikhtiar dan lantunan do’a yang tak pernah putus hingga tak terhitung tetesan air mata dan keringat. Bapak Baban Sobandi (Alm.), atas segala nilai hakikat perjuangan hidup. 2. Kakak dan kedua adik, a Asep, neng Asiah, dan Hilman atas ikhlasnya do’a, putihnya kasih sayang, dan tulusnya senyuman. Semoga Allah senantiasa membimbing kita menjadi anak yang shaleh dan berbakti kepada orang tua. 3. Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan dan nasehat bagi penulis. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ibu Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas saran perbaikan dan nasehat yang disampaikan kepada penulis. 5. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB yang telah membantu memberikan data berupa citra satelit IKONOS.
6. Hadi Broto, S.Hut yang telah ikhlas membantu penulis menuntaskan amanah akademis ini. Allah bersama orang-orang yang sabar. 7. Oki H., Dewi R., Nurqolbi, Herry T., Septi W., dan Heru Santoso yang telah ikhlas komputer, laptop, dan kamera dijitalnya dipinjamkan untuk mengerjakan penelitian ini serta bantuan lainnya. Serta Ahmad Zamhari, M. Setyawan A., dan Iskandar Kadamto yang telah menyumbangkan pemikiran singkat terkait aplikasi software-nya. 8. Seluruh Saudara/i seperjuangan, khususnya Rotan 40, Fakultas Kehutanan IPB atas lantunan do’a dan dukungan moral maupun materil selama masa studi penulis. 9. Murobbi dan crew di lingkaran kecilku atas segala transfer energi dan pencerahan hati memaknai titian jalan hidup. Kita perlu berhenti sejenak. 10. Seluruh teman-teman seperjuangan menuntut ilmu, baik di keluarga besar MNH 40 maupun Fakultas Kehutanan, atas pertemanan baik selama beraktivitas yang tak mungkin dapat disebutkan satu persatu. 11. Seluruh rekan-rekan yang pernah berjuang bersama di UKM MP, DPM/MPM KM, FMSC dan BEM-E / PC. Sylva Indonesia kabinet The Navigators atas persahabatan dan pengalaman hidup dalam menunaikan amanah. 12. Keluarga Besar Asrama Sylvalestari, Pondok Al-Izzah, dan terutama Wisma Madinah dan Dar E’Syabaab atas kekeluargaan dan pengertiannya selama hidup dalam satu atap. 13. Lembaga penyalur beasiswa bagi penulis selama masa studi, yaitu POM IPB, LAZ Al-Hurriyyah, Himpunan Alumni Fahutan IPB, DIKTI dengan beasiswa PPE (Peningkatan Prestasi Ekstrakulikuler), dan BANK Ekspor Indonesia dalam membantu dana penelitian. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan kerja samanya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dan studi di IPB. Sesungguhnya Allah SWT. akan memudahkan urusan hamba-Nya yang senantiasa memudahkan kesulitan saudaranya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................. 1.2 Tujuan ......................................................................................... 1.3 Manfaat........................................................................................ 1.4 Ruang Lingkup ............................................................................
1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi ...................................................................................... 2.2 Penataan Ruang ........................................................................... 2.3 Lahan dan Penutupan/Penggunaan lahan .................................... 2.4 Daerah Aliran Sungai .................................................................. 2.5 Penginderaan Jauh ....................................................................... 2.6 Citra Ikonos ................................................................................. 2.7 Sistem Informasi Geografis .........................................................
5 7 8 8 9 10 12
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu....................................................................... 3.2 Bahan dan Alat .......................................................................... 3.3 Metode Pengambilan Data........................................................... 3.4 Metode Penarikan Contoh ........................................................... 3.5 Metode Analisis Data ..................................................................
14 14 14 15 15
BAB II
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas............................................................................. 23 4.2 Kondisi Fisik .............................................................................. 24 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengetahuan Umum Masyarakat ................................................. 5.2 Penutupan/Penggunaan Lahan..................................................... 5.3 Pemanfaatan Ruang Kawasan ..................................................... 5.4 Perencanaan Tata Ruang ............................................................. 5.5 Faktor-Faktor Pertimbangan dalam Penggunaan Lahan .............
29 30 33 41 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan.................................................................................. 52 6.2 Saran ............................................................................................ 53 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 54 LAMPIRAN ...................................................................................................... 56
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Spesifikasi Ikonos ....................................................................................... 11
2.
Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan ............................... 17
3.
Pembagian wilayah dan luasan DAS Ciliwung Bagian Hulu ..................... 23
4.
Kondisi iklim di Kecamatan Cisarua .......................................................... 24
5.
Pembagian wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu berdasarkan topografi dan bentuk wilayah...................................................................................... 26
6.
Pengertian DAS berdasarkan persepsi masyarakat ..................................... 29
7.
Bobot per jenis penutupan/penggunaan lahan secara umum di Kecamatan Cisarua berdasarkan persepsi masyarakat ............................ 33
8.
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan hutan.......................................... 34
9.
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan pertanian.................................... 35
10. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan perdesaan. ................................. 36 11. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan perkebunan................................ 38 12. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan tanaman tahunan. ...................... 39 13. Tingkat persepsi masyarakat terhadap keberadaan sempadan sungai......... 40 14. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan sempadan sungai. ...................... 41 15. Penggunaan lahan existing Kecamatan Cisarua berdasarkan rencana pemanfaatan ruang kawasan (RTRW) Kabupaten Bogor 2000-2010......................................................................................... 42 16. Hasil analisis perbedaan terhadap masing-masing kawasan....................... 43 17. Luas dan jenis penutupan/penggunaan lahan pada rancangan akhir kawasan .............................................................................................. 48 18. Bobot relatif faktor-faktor pertimbangan penggunaan lahan berdasarkan penilaian masyarakat ................................................................................... 50
iv
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Citra satelit Ikonos lokasi penelitian .......................................................... 25 2. Tingkat persepsi masyarakat terhadap kelas penutupan/ penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua .................................................. 31 3. Tingkat persepsi masyarakat terhadap pemilihan jenis penutupan/penggunaan lahan ..................................................................... 32 4. Tingkat persepsi masyarakat terhadap prioritas pertama penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan pada lokasi terpilih............................. 45 5. Persentase luas masing-masing kawasan pada penggunaan lahan existing yang sesuai dan rancangan akhir kawasan.................................... 46 6. Peta rancangan akhir kawasan Kecamatan Cisarua berdasarkan persepsi masyarakat ................................................................................... 49
v
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Identitas responden ....................................................................................... 57 2. Karakteristik responden ................................................................................ 59 3. Tingkat persepsi masyarakat terhadap tipe-tipe jenis penutupan/ penggunaan lahan ......................................................................................... 60 4. Daftar pertanyaan wawancara ....................................................................... 61 5. Contoh foto-foto penutupan/penggunaan lahan sebagai alat bantu visual.... 66
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2004). DAS sebagai unit pengelolaan sumber daya alam, di dalamnya terdapat sumber daya yang diurus (governed) oleh instansi-instansi publik sektoral pemerintah dan pemerintah otonom kabupaten, kota, dan propinsi. Masyarakat atau swasta, baik masyarakat sebagai individu, kelompok, maupun perusahaan merupakan unsur-unsur pengelola yang diatur oleh kepentingan pembangunan sektoral dan wilayah. Ukuran keberhasilan pengelolaan DAS ini adalah pemanfaatan sumber daya alam yang ada mampu menopang kesejahteraan rakyat/masyarakat dalam jangka panjang. Peningkatan jumlah penduduk berimplikasi pada peningkatan kebutuhan lahan untuk mewadahi berbagai aktivitas manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Di sisi lain, ketersediaan lahan tersebut relatif terbatas. Jika dalam perkembangannya antara kebutuhan dan ketersediaan lahan tidak diatur dengan baik, maka akan terjadi berbagai benturan kepentingan antar aktivitas yang berdampak
pada
persaingan
dalam
penggunaan
lahan.
Hal
ini
akan
mengakibatkan terjadinya pergeseran pemanfaatan lahan yang tidak sesuai lagi dengan kaidah penataan ruang dan daya dukungnya. Pemanfaatan sumber daya alam dalam wilayah DAS telah menunjukkan peningkatan yang sejalan dengan pertambahan penduduk tersebut. Secara kuantitas maupun kualitas maka pemanfaatan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan. Akibat yang ditimbulkan oleh adanya perubahan tersebut sebagian besar telah mengarah kepada kondisi lingkungan yang negatif, misalnya terjadi kerusakan lingkungan seperti adanya kejadian banjir dan longsor. Pada dasarnya telah disusun suatu Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) yang selayaknya akan mendukung terhadap perbaikan ataupun mempertahankan kondisi lingkungan yang ada.
2
Sebagai kesatuan wilayah yang bersifat kompleks, DAS dipengaruhi oleh karakteristik fisik variabel meteorologinya. Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai, kondisi tanah, topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel meteorologi yang meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, radiasi matahari, dan kecepatan angin bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi klimatnya (Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumber Daya Alam dan Energi, 1994). Salah satu faktor pendorong terjadinya perubahan kondisi lingkungan dapat disebabkan melalui peranan masyarakat dengan melakukan perubahan pola penutupan/penggunaan lahan sebagai komponen ruang yang ada, dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik DAS. Masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dari unsur pengelola sumberdaya alam. Untuk dapat mendeskripsikan peranan masyarakat terhadap perencanaan tata ruang, maka dapat dilakukan pendekatan melalui kajian terhadap persepsi masyarakat dalam menentukan pemanfaatan sumber daya alam. Persepsi masyarakat dapat dijadikan data dan informasi untuk memperoleh pola penutupan/penggunaan lahan yang ideal menurut masyarakat yang kemudian dapat digunakan untuk mengkaji hubungannya dengan kondisi penutupan/ penggunaan lahan yang ada. Persepsi masyarakat ini akan lebih mudah digali dan terukur arahannya sesuai target yang diinginkan dengan dibantu oleh beberapa alat (tools) berupa foto-foto objek dan peta kawasan (citra Ikonos) yang dapat dilihat (secara visual) oleh masyarakat. Data dan informasi yang diperoleh untuk selanjutnya juga diharapkan dapat diaplikasikan ke dalam suatu perencanaan tata ruang yang selayaknya mampu secara komprehensif berpijak pada aspek perlindungan kawasan disertai dengan tetap memperhatikan aspek psikologi dan sosio kultural masyarakat sebagai unsur pengelola dan pengguna sumber daya alam sehingga ketersediaan sumber daya alam dapat berkelanjutan. Perlunya penelitian mengenai persepsi terhadap lingkungan adalah untuk mencapai secara optimal kualitas lingkungan yang baik, yakni kualitas lingkungan yang sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakannya. Kualitas lingkungan seyogyanya dipahami secara subjektif, yakni dikaitkan dengan aspek-
3
aspek psikologis dan sosio kultural masyarakat. Dengan demikian, kualitas lingkungan harus didefinisikan secara umum sebagai lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang. Pandangan ini menyempurnakan pandangan sebelumnya yang mengartikan kualitas lingkungan hanya dari aspek fisik, biologi, dan kimia (Haryadi & Setyawan 1995 dalam Harihanto 2001). Penelitian melalui kajian terhadap persepsi masyarakat ini dilaksanakan dengan studi kasus DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan DAS Ciliwung Bagian Hulu merupakan hulu dari salah satu DAS yang tergolong dalam kategori kritis dan letaknya strategis dengan berbatasan langsung (hinter land) terhadap wilayah DKI Jakarta yang berada di daerah hilir, sedangkan Kecamatan Cisarua sendiri memiliki keterwakilan kondisi penutupan/penggunaan lahan di DAS Ciliwung Bagian Hulu. Semua data dan informasi yang ada kemudian dapat dianalisis dan diolah lebih lanjut dengan menggunakan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mampu lebih cepat dan praktis dalam melakukan perencanaan tata ruang.
1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengkaji persepsi masyarakat untuk penerapan tipe-tipe penutupan/ penggunaan lahan pada lokasi penelitian. 2. Mengidentifikasi kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan di lokasi penelitian. 3. Merancang dan memetakan persepsi masyarakat untuk perencanaan tata ruang berbasis DAS di lokasi penelitian.
4
1.3 Manfaat Perencanaan tata ruang berbasis DAS melalui metode penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan, baik berupa data dan informasi yang dihasilkan maupun metode sumber data, bagi para pengambil kebijakan dalam melakukan perencanaan tata ruang wilayah DAS. Perencanaan tata ruang ini diharapkan mampu secara optimal mencapai kualitas lingkungan yang baik disertai dengan tetap memperhatikan aspek psikologi dan sosio kultural masyarakat sebagai bagian dari unsur pengelola sumber daya alam.
1.4 Ruang Lingkup Informasi perencanaan tata ruang berbasis DAS yang disajikan pada penelitian ini dibatasi pada perencanaan pola ruang wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua. Informasi perencanaan pola ruang tersebut yaitu distribusi peruntukan ruang dalam wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Muchtar (1998) menyatakan bahwa persepsi adalah proses penginderaan dan penafsiran rangsangan suatu objek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat memandang, mengartikan, dan menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana ia berada, sehingga ia dapat menentukan tindakannya. Langevelt (1996) dalam Harihanto (2001) mengatakan bahwa persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian individu terhadap suatu stimulus yang akan berakibat terhadap motivasi, kemauan, dan perasaan suatu stimulus tersebut. Stimulus dapat berupa benda, isyarat, informasi, maupun situasi dan kondisi tertentu. Akibat adanya stimulus, individu akan memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau penolakan terhadap stimulus tersebut. Menurut Sudrajat (2003) dalam Yuwono (2006), persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran, atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu objek, stimuli, atau individu yang lain. Menurut Nurdin (2003), persepsi yang dimiliki seseorang berbeda karena pengaruh berbagai faktor, mulai dari pengalaman, latar belakang, lingkungan dimana dia tinggal, juga motivasi dan lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang akan menyebabkan seseorang dalam menginterpretasikan sesuatu mempunyai perbedaan pendapat. Sadli (1976) dalam Yuwono (2006) mengatakan bahwa ada empat faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu : 1. Faktor objek rangsangan Ciri khas faktor ini terdiri dari :
6
a. Nilai, yaitu ciri-ciri dari rangsangan seperti nilai bagi subjek yang mempengaruhi cara rangsangan tersebut dipersepsi. b. Arti emosional, yaitu sampai seberapa jauh rangsangan tertentu merupakan sesuatu yang mempengaruhi persepsi individu yang bersangkutan. c. Familiaritas, yaitu pengenalan yang berkali-kali dari suatu rangsangan yang mengakibatkan rangsangan tersebut dipersepsi lebih akurat. d. Intensitas, yaitu ciri-ciri yang berhubungan dengan derajat kesadaran seseorang mengenai rangsangan tersebut. 2. Faktor pribadi Faktor pribadi yang dapat memberikan persepsi berbeda seperti tingkat kecerdasan, minat, emosional, dan lain-lainnya. 3. Faktor pengaruh kelompok Dalam suatu kelompok manusia, respon orang lain akan memberikan arah terhadap tingkah laku seseorang. 4. Faktor latar belakang kultural Orang dapat memberikan suatu persepsi yang berbeda terhadap suatu objek karena latar belakang kultural yang berbeda. Menurut Siagian (1995) dalam Nurdin (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut : 1. Diri seseorang yang bersangkutan Apabila seseorang melihat dan berusaha memberi interpretasi tentang apa yang telah dilihatnya, pendapatnya akan dipengaruhi oleh sikap, motif, kepentingan, dan harapan. 2. Sasaran persepsi Sasaran persepsi dapat berupa benda atau peristiwa. Dalam persepsinya seseorang
biasanya
membuat
generalisasi
dengan
menggolongkan
dari
sekelompok orang, benda, atau peristiwa yang memiliki karakteristik serupa. 3. Situasi Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi. Istilah persepsi muncul sangat diperlukan. Alasan perlunya penelitian mengenai persepsi terhadap lingkungan adalah untuk mencapai secara optimal kualitas lingkungan yang baik, yakni kualitas
7
lingkungan yang sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakannya. Kualitas lingkungan seyogyanya dipahami secara subjektif, yakni dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dan sosio kultural masyarakat. Dengan demikian, kualitas lingkungan harus didefinisikan secara umum sebagai lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang atau sekelompok orang. Pandangan ini menyempurnakan pandangan sebelumnya yang mengartikan kualitas lingkungan hanya dari aspek fisik, biologi, dan kimia (Haryadi & Setyawan 1995 dalam Harihanto 2001).
2.2 Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang merupakan wujud struktur ruang dan pola ruang, sedangkan penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terikat padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan tata ruang, sedangkan yang dimaksud dengan pola ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukkan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukkan ruang untuk fungsi budidaya. Kawasan-kawasan yang termasuk dalam kawasan lindung menurut UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 dibedakan menjadi empat kawasan, yaitu kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam dan cagar budaya, dan kawasan rawan bencana. Sedangkan yang termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan peruntukkan hutan produksi, kawasan peruntukkan hutan rakyat, kawasan peruntukkan
8
pertanian, kawasan peruntukkan perikanan, kawasan peruntukkan pertambangan, kawasan peruntukkan pemukiman, kawasan peruntukkan industri, kawasan peruntukkan pariwisata, kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan keamanan. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan: a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan. b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia. c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
2.3 Lahan dan Penutupan/Penggunaan Lahan Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Sitorus 2004). Pengertian tentang penutupan dan penggunaan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu (Lillesand & Kiefer 1997).
2.4 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak 2004).
9
Lee (1998) mengatakan bahwa daerah tangkapan air meliputi semua titik yang terletak di atas elevasi (ketinggian tempat) stasiun penakar dan di dalam batas topografi atau igir (topographic divide) yang memisahkan daerah-daerah tangkapan beragam cukup besar dengan komposisi dan struktur lapisan batuan di bawahnya. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, disebutkan bahwa Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan sebagai satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Sedangkan batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh oleh aktivitas daratan. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kesatuan wilayah bersifat kompleks yang dipengaruhi oleh karakteristik fisik variabel meteorologinya. Karakteristik fisik yang berupa pola penggunaan lahan, bentuk jaringan sungai, kondisi tanah, topografi, dan ketinggian tempat merupakan karakteristik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Sedangkan variabel meteorologi yang meliputi curah hujan, suhu, kelembaban, radiasi matahari, dan kecepatan angin bersifat sangat berubah-ubah tergantung kondisi klimatnya (Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi 1994).
2.5 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (inderaja) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1997). Inderaja saat ini tidak hanya terbatas sabagai alat pengumpulan data mentah, tetapi juga mencakup pemrosesan data mentah secara manual dan otomatis, dan analisis citra serta penyajian hasil yang diperoleh. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, salah satunya dengan sensor energi elektromagnetik. Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), secara umum proses dan elemen yang terkait di dalam sistem
10
penginderaan jauh dengan energi elektromagnetik untuk sumber daya alam meliputi dua proses utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data. Elemen proses pengumpulan data meliputi : 1. Sumber energi. 2. Perjalanan energi melalui atmosfer. 3. Interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi. 4. Sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit. 5. Hasil pembentukan data dalam bentuk piktorial dan/atau bentuk numerik. Elemen proses analisis data meliputi : 1. Pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan untuk menganalisis data piktorial, dan/atau komputer untuk menganalisis data sensor numerik. 2. Biasanya dalam bentuk peta, tabel, dan suatu bahasa tertulis atau laporan. 3. Memanfaatkannya untuk proses pengambilan keputusan. Tujuan utama penginderaan jauh ialah untuk mengumpulkan data sumber daya alam dan lingkungan. Dibandingkan pengumpulan data secara konvensional, penginderaan jauh mempunyai keunggulan di antaranya mampu memberikan data yang unik yang tidak tidak bisa diperoleh menggunakan sarana lainnya, mempermudah pekerjaan lapangan, dan mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu yang relatif singkat dan dengan biaya yang relatif murah (Lo 1995). Menurut Lintz Jr. dan Simonett (1976) dalam Lo (1995), dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra terdapat tiga rangkaian kegiatan, yaitu : 1. Deteksi, yaitu pengamatan atas adanya suatu objek. 2. Identifikasi, yaitu upaya mencirikan objek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup. 3. Analisis, yaitu pengumpulan data lebih lanjut.
2.6 Citra Ikonos Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau oleh sensor lainnya (Hornby 1974 dalam Hildanus 2002). Sedangkan kata Ikonos berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu “Eye-Koh-Nos” yang artinya sama dengan citra/image. Ikonos merupakan nama satelit sekaligus sensor yang digunakan
11
untuk merekam gambar/objek permukaan bumi. Satelit Ikonos mengorbit bumi pada orbit Sun-Synchronous. Satelit tersebut mengitari bumi 14 kali per hari, atau setiap 98 menit. Satelit Ikonos yang diluncurkan September 1999 mengorbit pada ketinggian 681 km dengan deklinasi 98,1 derajat pada waktu crossing 10.30 am. (Pike & Brown 1999 dalam Hildanus 2002). Pita spektral 1, 2, dan 3 dari citra Ikonos multispektral secara berurutan mengukur reflektansi spektrum elektromagnetik pada bagian biru, hijau, dan merah. Pita-pita tersebut untuk mengukur karakteristik spektral yang tampak oleh mata. Pita 4 mengukur reflektansi spektrum elektromagnetik pada bagian inframerah dekat dan sangat membantu dalam mengklasifikasi vegetasi (Nasa Commercial Remote Sensing Programme 2001 dalam Hildanus 2002). Tabel 1 Spesifikasi Ikonos Waktu peluncuran Lokasi peluncuran Resolusi
Respon spektral citra
Lebar Swath dan ukuran Scene
24 September 1999 (11:21:08 am. PDT) Vandenberg Air Force Base, California Resolusi setiap pita spektral : a. Pankromatik : 1 meter (nominal < 26º off nadir) b. Multispektral : 4 meter (nominal < 26º off nadir) a. Pankromatik : 0,45-0,90 mikron b. Multispketral: Pita 1 : Biru 0,45-0,52 mikron Pita 2 : Hijau 0,52-0,60 mikron Pita 3 : Merah 0,63-0,69 mikron Pita 4 : Inframerah dekat 0,79-0,90 mikron (sama dengan Landsat pita 1-4) a. Lebar Swath: 13 km pada nadir b. Area of interest: Citra tunggal 13 km x 13 km
Ketinggian (Altitude)
423 mil/681 kilometer
Inklinasi (Inclination)
98,1º
Kecepatan
4 mil per detik/7 kilometer per detik
Descending nodal crossing time
10:30 am.
Dilanjutkan pada halaman berikutnya.
12
Lanjutan Tabel 1
Waktu orbit
2,9 hari pada resolusi 1 meter; 1,5 hari pada resolusi 1,5 meter. Nilai-nilai tersebut untuk target pada lintang 40º. Waktu revisit lebih sering untuk lintang lebih tinggi dan jarang untuk lintang dekat khatulistiwa 98 menit
Tipe orbit
Sun-Synchronous
Revisit frequency
Sumber : Pike dan Brown (1999) dalam Hildanus (2002)
2.7 Sistem Informasi Geografis Secara harfiah, Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat diartikan sebagai: “Suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis, dan sumber daya manusia yang bekerja secara efektif untuk menangkap,
menyimpan,
memperbaiki,
memperbaharui,
mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis” (Puntodewo 2003). Dalam SIG, data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format: yaitu data vektor dan data raster. Dalam data vektor, bumi direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), polygon (daerah yang dibatasi garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik/point (node yang mempunyai label), dan nodes (titik perpotongan antara dua buah garis). Data raster merupakan data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jarak jauh. Pada data raster, objek geografis direpresentasikan sebagai struktur sel grid yang disebut pixel (picture element). Pada data raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixelnya. Masing-masing format data memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan format data sangat tergantung pada tujuan penggunaan, data yang tersedia, volume data yang dihasilkan, ketelitian yang diinginkan, dan kemudahan dalam analisa. Data vektor relatif lebih ekonomis dalam hal ukuran file dan presisi dalam lokasi, tetapi sangat sulit untuk digunakan dalam komposisi matematik. Sementara data raster biasanya membutuhkan ruang penyimpanan file yang lebih besar dan
13
presisi lokasi yang lebih rendah, tetapi lebih mudah digunakan secara matematik (Puntodewo 2003). Namun, untuk keperluan pemodelan dan analisis spasial tingkat lanjut, data raster lebih cocok digunakan daripada data vektor. Data raster memiliki struktur data yang sederhana (seperti bilangan matrik sederhana) sehingga mudah dimanipulasi dengan fungsi-fungsi matematis sederhana (Prahasta 2001 dalam Setiyanto 2005).
14
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Tempat pelaksanaan penelitian adalah DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2008.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa : 1. Data dijital citra satelit Ikonos multispektral tahun 2003 untuk wilayah Sub DAS Hulu Ciliwung dengan resolusi spasial 4m x 4m. 2. Peta dijital batas adminitrasi Kabupaten Bogor tahun 2005. 3. Peta dijital RTRW Kabupaten Bogor Tahun 2000-2010. 4. Peta dijital penggunaan lahan (land use) Kabupaten Bogor Tahun 2005. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Seperangkat komputer (Personal Computer) dengan dilengkapi software Arc/View Ver. 3.2 dan Microsoft Office 2003 (MS Word dan MS Excel). 2. Kuesioner beserta foto-foto penutupan/penggunaan lahan. 3. Laptop. 4. Kamera dijital. 5. Kalkulator. 6. Alat tulis.
3.3 Metode Pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : 1. Data primer, berupa : a. Peta dijital yang dibuat melalui Sistem Informasi Geografis (SIG). b. Foto-foto tipe penutupan/penggunaan lahan melalui pemotretan dengan menggunakan kamera dijital. c. Persepsi masyarakat melalui wawancara secara terstruktur dengan menggunakan kuisioner dan wawancara bebas atau semi terstruktur yang
15
dilakukan tanpa kuesioner mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian. Pelaksanaan wawancara dibantu dengan alat-alat (tools) berupa foto-foto penutupan/penggunaan lahan hasil pemotretan di kawasan Kecamatan Cisarua disertai penampakan kawasan yang ada melalui citra satelit Ikonos beresolusi tinggi yang ditampilkan dengan menggunakan laptop, sehingga masyarakat dengan mudah mengenali objek penelitian yang berhubungan dengan proses wawancara. 2. Data sekunder, berupa : a. Data spasial yang digunakan, yaitu: 1) Citra Ikonos tahun 2003 dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. 2) Peta dijital batas administrasi Kabupaten Bogor, peta dijital RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010, dan peta dijital penggunaan lahan (land use) Kabupaten Bogor Tahun 2005 dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor. b. Data keadaan umum lokasi penelitian dan pustaka melalui studi literatur yang berasal dari instansi terkait, jurnal/karya ilmiah, dan internet.
3.4 Metode Penarikan Contoh Teknik penarikan contoh dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, yakni memilih secara sengaja terhadap 30 responden dengan kriteria responden bertempat tinggal di lokasi penelitian, letaknya berdekatan dengan objek penelitian, dan pada rentang usia produktif 15-60 tahun. Pembagian jumlah responden per Desa/Kelurahan secara quota sampling dengan proporsional berdasarkan perbandingan jumlah penduduk Desa/ Kelurahan dengan jumlah penduduk total di Kecamatan Cisarua.
3.5 Metode Analisis Data Beberapa tahapan yang dilakukan dalam analisis data pada penelitian ini meliputi pengolahan awal citra, penentuan persepsi, dan perencanaan tata ruang.
16
3.5.1 Pengolahan awal citra (pre image processing) Relief permukaan bumi yang begitu kompleks tidak bisa direkam secara sempurna oleh sensor penginderaan jauh. Oleh karena itu, data yang direkam pada umumnya masih mengandung distorsi yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas data/citra yang diperoleh. Maka untuk menghilangkan kesalahan data sebelum dilakukan analisa lebih lanjut perlu dilakukan pra pengolahan citra yang nantinya akan menghasilkan citra yang telah dikoreksi secara geometrik. 1. Koreksi Geometrik Rektifikasi adalah teknik koreksi geometris untuk memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan peta. Atas dasar acuan yang digunakan, rektifikasi dapat dibedakan atas : a. Rektifikasi citra ke citra (image to image rectification) b. Rektifikasi citra ke peta (image to map rectification) 2. Mozaik Mozaik merupakan suatu proses penggabungan dari dua data citra yang terpisah. Tahap ini sangat penting untuk menampilkan visualisasi citra lokasi penelitian secara untuk. 3. Cropping Cropping atau pemotongan citra dilakukan dengan membatasi lokasi penelitian untuk lebih memfokuskan pengamatan pada lokasi penelitian. 4. Interpretasi Visual Citra Satelit Analisis visual (interpretasi secara visual citra satelit) merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi yang tampak pada citra dengan mengenalinya atas dasar karakteristik spasial. Pendekatan ini melibatkan analis (interpreter) untuk mendapatkan informasi yang terekam pada citra dengan cara interpretasi visual. Keberhasilan ini sangat bergantung kepada analis di dalam mengeksploitir secara selektif obyek-obyek yang tampak pada citra. Beberapa tahapan yang dilaksanakan pada proses interpretasi visual citra satelit lokasi penelitian ini adalah : a. Deliniasi
17
b. Editing (mengidentifikasi kesalahan dan memperbaiki kesalahan) c. Atributing
3.5.2 Penentuan Persepsi Penentuan
persepsi
responden
terhadap
prioritas
jenis
penutupan/
penggunaan lahan dalam perencanaan tata ruang dilakukan dengan melakukan sejumlah pernyataan melalui kuesioner dengan alat bantu visual berupa foto dan citra Ikonos. Variabel dan pernyataan tersebut ditentukan sesuai bentuk penutupan/penggunaan lahan yang telah ada. Metode yang digunakan yaitu metode rating yang dijumlahkan atau penskalaan Likert (Mueller, 1996), yaitu merupakan metode penskalaan pernyataan sikap/persepsi yang menggunakan distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Responden
akan
diminta
untuk
menyatakan
kesetujuan
atau
ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam lima kategori jawaban, yaitu “Sangat Tidak Setuju” (STS), “Tidak Setuju” (TS), “Tidak Dapat Menentukan” atau “Entahlah” (E), “Setuju” (S), dan “Sangat Setuju” (SS). Dari masing-masing kategori jawaban akan diberi nilai tergantung dari tingkat kategori jawabannya. Pemberian nilai dari 0 sampai 4 berdasarkan tingkat kategori jawaban tersebut, dengan nilai terbesar untuk kategori jawaban persetujuan adalah Sangat Setuju (SS) dengan nilai 4 dan yang terkecil adalah Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 0. Hasil dari kuesioner dicari nilai rata-rata dari tiap butir pernyataan dengan menjumlahkan nilai dari tiap jawaban dan membaginya dengan jumlah responden, untuk kemudian dapat dibuat menjadi model spasial sehingga dapat diperoleh nilai yang menggambarkan tingkat persepsi responden. Interval nilai rata-rata dari pernyataan/tanggapan untuk tingkat persepsi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Tingkat persepsi berdasarkan interval nilai tanggapan Interval nilai tanggapan
Tingkat Persepsi
3,00 - 4,00
Tinggi
2,00 - 2,99
Sedang
0,00 - 1,99
Rendah
18
Proses untuk memperoleh nilai rata-rata dan model spasial sehingga menjadi urutan prioritas dalam penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan berdasarkan persepsi masyarakat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut : 1. Skor Rata-Rata Per Jenis Penutupan/Penggunaan Lahan Skor rata-rata per jenis penutupan/penggunaan lahan diperoleh dari perbandingan antara nilai skor persepsi dikalikan dengan jumlah responden pemilih pada nilai skor persepsi tersebut dan dibagi dengan jumlah responden secara keseluruhan. Secara matematis, penentuan skor rata-rata per jenis penutupan/penggunaan lahan diformulasikan dengan rumus (1).
SJ =
( S1x n1 ) + ( S2 x n 2 ) + ... + (S5 x n 5 )
∑N
............ (1)
dimana ; SJ
= Skor rata-rata per jenis penutupan/penggunaan lahan
Si
= Nilai skor persepsi ke-i
ni
= Jumlah responden pemilih pada nilai skor persepsi ke-i
∑N
= Jumlah total responden
2. Pemodelan Spasial
Model spasial untuk penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan pada tiap lokasi terpilih diperoleh melalui dua formulasi. Model spasial pertama merupakan tanggapan masyarakat terhadap perubahan penggunaan lahan pada masing-masing fungsi kawasan, sedangkan model kedua merupakan tanggapan masyarakat terhadap penggunaan lahan pada masing-masing fungsi kawasan berdasarkan preferensi umum mereka bagi wilayah Kecamatan Cisarua. Model pertama dibangun untuk mengkaji tingkat persepsi masyarakat (prioritas) terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan hanya pada masingmasing fungsi kawasan yang mengalami perubahan penggunaan lahan dari fungsi kawasan seharusnya. Sedangkan model kedua dibangun untuk mengkaji penerapan penggunaan lahan pada masing-masing fungsi kawasan berdasarkan preferensi umum masyarakat bagi wilayah Kecamatan Cisarua, sehingga akan terlihat gambaran penutupan/penggunaan lahan secara keseluruhan di wilayah
19
DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua berdasarkan persepsi masyarakat tersebut. Model pertama diperoleh melalui perbandingan antara nilai skor persepsi terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan pada masing-masing fungsi kawasan dikalikan dengan jumlah responden pemilih pada nilai skor persepsi tersebut dan dibagi dengan jumlah responden secara keseluruhan. Secara matematis, pemodelan spasial pertama diformulasikan dengan rumus (2). SLP =
(S1x n1 ) + (S2 x n 2 ) + ... + ( S5 x n 5 )
∑N
............ (2)
dimana ; SLP
= Skor rata-rata pada tiap lokasi terpilih
Si
= Nilai skor persepsi ke-i
ni
= Jumlah responden pemilih pada nilai skor persepsi ke-i
∑N
= Jumlah total responden
Sedangkan pemodelan spasial kedua diperoleh melalui perkalian antara skor ratarata pada tiap lokasi terpilih dengan bobot per jenis penutupan/penggunaan lahan, secara matematis diformulasikan dengan rumus (3). SLP = SLP x WJ
……………… (3)
dimana ; SLP
= Skor rata-rata terbobot pada tiap lokasi terpilih
SLP
= Skor rata-rata pada tiap lokasi terpilih
Wj
= Bobot per jenis penutupan/penggunaan lahan
Dimana bobot (Wj) diperoleh dengan membagi skor rata-rata per jenis penutupan/penggunaan lahan (persamaan 1) dengan interval tertinggi persepsi masyarakat, yaitu 4. Secara matematis diformulasikan dengan persamaan (4). Wj =
SJ 4
………………… (4)
dimana ; Wj
= Bobot per jenis penutupan/penggunaan lahan
SJ
= Skor rata-rata per jenis penutupan/penggunaan lahan
20
3. Penentuan Bobot Secara Kualitatif
Penentuan bobot secara kualitatif bagi urutan prioritas faktor-faktor yang dipertimbangkan
oleh
masyarakat
dalam
melakukan
proses
perubahan
penggunaan lahan dilakukan berdasarkan penilaian responden (masyarakat) terhadap proses penggunaan lahan. Bobot masing-masing peubah diperoleh dari hasil wawancara. Penentuan bobot ini menggunakan metode rangking dimana setiap peubah dinilai berdasarkan tingkat kepentingan/prioritas yang berpengaruh terhadap
proses
penggunaan
lahan.
Tingkat
kepentingan/prioritas
yang
berpengaruh direpresentasikan dalam bentuk skor dimana peubah yang memiliki tingkat kepentingan/prioritas yang berpengaruh paling kecil diberi skor paling rendah dan sebaliknya. Secara matematis, penentuan bobot secara kualitatif menggunakan metode rangking yang diformulasikan dengan rumus (5) (Jaya, 2006). n
Wji =
∑r
jki
………… (5)
k
n
∑ ∑r m
i
jki
i
dimana ;
Wji adalah bobot dari indikator ke-i dan kriteria ke-j, rjki adalah rangking dari indikator ke-i dan kriteria ke-j untuk responden ke-k, m dan n secara berturutturut adalah jumlah indikator dan responden.
3.5.3 Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan
tata
ruang
dilakukan
dengan
analisis
kemungkinan
penyimpangan fungsi kawasan, analisis perbedaan, dan rancangan akhir kawasan. Analisis kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan (lindung dan budidaya) dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) antara peta RTRW dengan peta penggunaan lahan (land use) existing. Dari analisis ini akan diketahui persentase kemungkinan penyimpangan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya wilayah DAS Ciliwung bagian Hulu di Kecamatan Cisarua. Analisis perbedaan kawasan merupakan kegiatan untuk mengetahui kawasan yang sesuai dan tidak sesuai. Analisis ini merupakan tindak lanjut dari analisis spasial terhadap kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan. Kawasan
21
yang sesuai yaitu kawasan yang memberikan fungsi sama dengan rencana pemanfaatan ruang (RTRW), gap positif adalah kawasan yang seharusnya memberikan fungsi sesuai dengan RTRW namun masih dapat digunakan sesuai dengan RTRW, dan gap negatif adalah kawasan yang seharusnya memberikan fungsi sesuai dengan RTRW namun ternyata tidak dapat digunakan sesuai dengan RTRW. Sedangkan rancangan akhir kawasan diperoleh dari hasil analisis perbedaan. Kawasan yang termasuk dalam rancangan akhir kawasan adalah kawasan yang sesuai dan kawasan gap positif yang dapat digunakan sesuai fungsi kawasan berdasarkan persepsi masyarakat melalui 2 (dua) model spasial yang diperoleh. Kemudian kawasan-kawasan tersebut didijit untuk memperoleh peta rancangan akhir kawasan. Secara teknis, kegiatan analisis dilakukan melalui metode analisis spasial dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView Ver. 3.2. Secara garis besar tahapan dalam analisis spasial untuk mengetahui kemungkinan penyimpangan fungsi utama kawasan terdiri dari 4 (empat) tahap, yaitu: 1. Tumpang Susun (Overlay) Data Spasial
Dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) ArcView Ver. 3.2. dapat dilakukan overlay dengan mudah. Software tambahan (extension) Geoprocessing yang terintegrasi dalam software ArcView Ver. 3.2. atau extension X-Tools yang ditambahkan ke dalam extension software ArcView sangat berperan dalam proses ini. Di dalam extension ini terdapat beberapa fasilitas overlay dan fasilitas lainnya seperti: union, dissolve, merge, clip, intersect, dan asign. 2. Editing Data Atribut
Editing data atribut pada intinya adalah menambah kolom (field) baru pada atribut theme hasil overlay, hanya dilakukan apabila diperlukan. 3. Analisis Tabular
Analisis tabular ini pada prinsipnya adalah analisis terhadap atribut dari theme hasil overlay, yang sebelumnya telah melewati tahap pengolahan dan
editing data atributnya.
22
4. Penyajian Data Spasial
Data secara umum adalah representasi fakta dari dunia nyata (real world). Data dapat disajikan dalam berbagai bentuk, antara lain: a. Bentuk uraian (deskriptif) b. Bentuk tabular c. Bentuk grafik dan diagram d. Bentuk peta Penyajian data dalam bentuk uraian (deskriptif), bentuk tabular, bentuk grafik, dan bentuk diagram dapat dilihat dalam pembahasan sedangkan penyajian data dalam bentuk peta pada dasarnya dilakukan dengan mengikuti kaidah-kaidah kartografis yang pada intinya menekankan pada kejelasan informasi tanpa mengabaikan unsur estetika dari peta sebagai sebuah karya seni. Kaidah-kaidah kartografis yang diperlukan dalam pembuatan suatu peta diaplikasikan dalam proses visualisasi data spasial dan penyusunan tata letak (layout) suatu peta.
23
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas
Penentuan batas wilayah DAS Ciliwung bagian Hulu didasarkan pada bentang alam dan administrasi. Luas DAS Ciliwung bagian Hulu adalah 14.876 ha terbagi ke dalam 4 (empat) Sub DAS yaitu : a. Sub DAS Ciesek seluas 2.452,78 ha b. Sub DAS Hulu Ciliwung seluas 4.593,03 ha c. Sub DAS Cibogo Cisarua seluas 4.110,34 ha d. Sub DAS Ciseuseupan Cisukabirus seluas 3.719,85 ha Tabel 3 Pembagian wilayah dan luasan DAS Ciliwung Bagian Hulu No.
Kecamatan
Sub DAS Ciesek
1 2 3 4 5
Ciawi Cisarua Megamendung Sukaraja Kota Bogor Timur
0 233,8 2.218,98 0 0
Sub DAS Hulu Ciliwung
0 3.739,95 835,08 0 0
Sub DAS Sub DAS Cibogo Ciseuseupan Total Cisarua Cisukabirus 83,76 1.261,02 1.344,78 2.962,48 0 6.936,23 1.064,10 1.868,52 6.004,68 0 221,47 221,47 0 368,84 368,84
Sumber: www.pu.go.id/ditjen_ruang/WebSite%20Ciliwung/Ciliwung_Hulu.htm
Kecamatan Cisarua terletak pada koordinat geografis 106º52'30" sampai 107º00'00" Bujur Timur dan 06º37'30" sampai 06º45'00" Lintang Selatan di wilayah administrasi Pemerintahan Daerah Tingkat II (Pemerintah Kabupaten) Bogor, Propinsi Jawa Barat. Dengan Luas 6.936,23 ha, Kecamatan Cisarua dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Jonggol, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Ciawi dan Kabupaten Cianjur, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja (di Kotamadya Bogor) dan Kecamatan Ciawi, dan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Wilayah Kecamatan Cisarua seluas 6.936,23 ha meliputi areal pemukiman seluas 920,97 ha (13,27%), sawah seluas 1.240,85 ha (17,89%), kebun campuran seluas 317,37 ha (4,57%), tegalan seluas 216,68 ha (3,12%), semak belukar seluas
24
229,97 ha (3,31%), perkebunan teh seluas 1.713,07 ha (24,70%), hutan dan perkebunan teh seluas 17 ha (0,24%), dan hutan seluas 2.280,32 ha (32,87%).
4.2 Kondisi Fisik Iklim. Data iklim untuk daerah DAS Ciliwung Bagian Hulu diperoleh dari
Stasiun Pengamat Hujan Katulampa. Tabel 4 Kondisi iklim di Kecamatan Cisarua Stasiun
Katulampa Gunung Mas Selawangi
CH Rata-rata Tahunan (mm) 3.336
Bulan Basah Per tahun 11
Bulan Kering Per tahun 1
Tipe Iklim A
3.319
12
1
A
2.785
9
1
A
Sumber : Data Curah Hujan PU Pengairan Kabupaten Bogor, 1997 dalam Sukmono 2004
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Bagian Hulu termasuk di Kecamatan Cisarua mempunyai curah hujan rata-rata 2.929-4.956 mm/th. Perbedaan bulan basah dan kering sangat mencolok yaitu 10,9 bulan basah per tahun dan hanya 0,6 bulan kering per tahun. Tipe iklim DAS Ciliwung Bagian Hulu (termasuk Kecamatan Cisarua) menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm) adalah termasuk ke dalam Tipe A yang mencirikan bahwa daerah tersebut sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika. Tanah dan Geologi. Jenis-jenis tanah yang ada di Kecamatan Cisarua
meliputi Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol Coklat, Latosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan, dan Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Ini didasarkan atas Peta Tanah Tinjau untuk Kabupaten Bogor dan Kotamadya Bogor skala 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian Tanah Bogor.
25
Gambar 1 Citra satelit Ikonos lokasi penelitian.
26
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Bagian Hulu dibangun oleh formasi geologi vulkanik komplek utama Gunung Salak dan komplek Gunung Pangrango. Deskripsi litologi kawasan Ciliwung Bagian Hulu adalah tufa glas ihitnik kristal, tufa pumice, breksi fumice, dan batu pusiran tufa sedangkan kondisi fisiografi daerah kawasan DAS Ciliwung Bagian Hulu merupakan daerah pegunungan, berbukit dan terdiri atas daerah lungur vulkan tua dan muda. Bahan induk tanah yang terdapat di DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah berupa tufa vulkanik dan derivatifnya merupakan dasar pembentukan tanah. Jenis tanah Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan adalah jenis tanah yang dominan. Adanya percampuran bahan vulkanik tua dan yang lebih muda memungkinkan terbentuknya jenis-jenis tanah lain yang berasosiasi dengan Latosol antara lain adalah tanah Andosol dan Regosol. Jenis tanah Latosol dan asosiasinya memiliki sifat tanah yang baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, struktur granular dan remah, kedalaman efektif umumnya 90 cm, dan agak tahan terhadap erosi, serta sifat tanah pada dasarnya tergolong baik pada pH tanah agak netral dan kandungan bahan organiknya biasanya rendah atau sedang. Topografi dan Bentuk Wilayah. Berdasarkan bentuk topografinya,
wilayah Kecamatan Cisarua bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Pembagian wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu berdasarkan topografi dan bentuk wilayah diklasifikasikan ke dalam bentuk kelas lereng seperti disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Pembagian wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu berdasarkan topografi dan bentuk wilayah Kelas lereng (%) 0-3 (datar) 0-8 (datar) 8-15 (landai) 15-25 (agak curam) 25-40 (curam) > 40 (sangat curam) Jumlah
Luas (%) 8,47 13,91 11,73 9,78 15,99 40,12 100,00
Sumber : www.pu.go.id/ditjen_ruang/WebSite%20Ciliwung/Ciliwung_Hulu.htm
27
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat lihat bahwa wilayah kelerengan di atas 15% dan 40% (40,12%) sangat menyebar luas dan mendominasi wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu. Kondisi tersebut mempunyai potensi erosi yang sangat besar sehingga dalam perlakuannya perlu memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, baik vegetatif maupun teknik sipil. Daerah Aliran Sungai. Kecamatan Cisarua merupakan salah satu wilayah
tempat terdapatnya hulu dari Sungai Ciliwung yang merupakan bagian dari kondisi tata air di wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu. Kondisi ini dibentuk dari beberapa aliran air dari berbagai hulu sungai yang mengalir melalui anak-anak sungai dan selanjutnya bergabung ke dalam suatu tangkapan sungai utama yaitu Sungai Ciliwung. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung mempunyai potensi menimbulkan banjir, hal ini akibat beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti keadaan topografi, kemunduran daerah resapan air di kawasan Ciliwung, intensitas hujan yang cukup tinggi dan bentuk DAS Ciliwung yang seperti corong dimana bagian hulu DAS Ciliwung yang luas dan lebar mengalir ke hilir seperti menyerupai pipa. Pengendalian banjir tersebut hanya dapat diatasi dengan pengendalian run-off di kawasan hilir, tengah, dan hulu. Di wilayah bagian hulu Ciliwung (DAS Ciliwung Hulu), pengendalian aliran permukaan merupakan salah satu prioritas yang ditangani melalui program kegiatan jangka pendek dan panjang RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah). Kependudukan. Jumlah penduduk di Kecamatan Cisarua adalah 78.415
jiwa, terdiri dari 39.283 jiwa laki-laki dan 39.132 jiwa perempuan. Berdasarkan kelas umur penduduk jumlah penduduk terdiri atas kelas umur 0-15 tahun sebanyak 25.856 jiwa, kelas umur 16-55 tahun sebanyak 45.402 jiwa, dan kelas umur lanjut usia (>55 tahun) adalah sebanyak 7.157 jiwa. Keadaan penduduk demikian menunjukkan bahwa jumlah penduduk tidak produktif lebih kecil yaitu 33.013 jiwa dari jumlah penduduk yang produktif 45.402 jiwa. Hal ini mengakibatkan beban tanggungan tenaga produktif yang cukup besar yaitu sebesar 72,71%. Dengan perimbangan kependudukan tersebut dimana sex ratio sebesar 1,00 dan beban tanggungan tenaga produktif sebesar 72,71% merupakan suatu kondisi
28
pendidikan yang perlu mendapat perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa peluang kerja untuk laki laki dan perempuan relatif sama serta beban tanggungan tenaga produktif yang cukup besar akan sangat berpengaruh kepada kesempatan kerja di wilayah Kecamatan Cisarua dan bertendensi untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada untuk keperluan pemenuhan kebutuhan hidup. Dengan jumlah penduduk 78.415 jiwa, berbagai macam mata pencaharian penduduk sangat beragam dan yang paling besar adalah bermata pencaharian sebagai buruh tani sejumlah 3.851 jiwa, kemudian petani sejumlah 2.806 jiwa, pedagang sejumlah 3.587 jiwa, PNS/TNI sejumlah 2.183 jiwa, industri kecil sejumlah 719 jiwa, tukang kayu sejumlah 1.031 jiwa, angkutan sejumlah 1.104 jiwa, dan peternakan sejumlah 274 jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan penduduk akan sumberdaya alam berupa tanah/lahan demikian besar dimana penghidupan penduduk didominasi oleh pemanfaatan sumberdaya alam berupa tanah/lahan.
29
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengetahuan Umum Masyarakat 5.1.1 Pengertian dan Fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pertimbangan yang digunakan oleh masyarakat dalam mempersepsikan terkait dengan DAS didasarkan pada pengamatan dan kenyataan yang mereka alami sehari-hari. Sebagian besar masyarakat mempersepsikan bahwa yang dimaksud dengan DAS adalah kawasan yang meliputi sungai dan daratan. Pengertian ini mereka sampaikan terkait keberadaan DAS, dalam hal ini DAS Ciliwung,
sebagai
kawasan
yang
berfungsi
untuk
menyerap
air
dan
mengalirkannya ke sungai. Dan hanya sebagian kecil dari masyarakat yang mempersepsikan bahwa pengertian DAS adalah sungai saja, hal ini dikarenakan menurut mereka yang dimaksud dengan DAS Ciliwung adalah aliran sungai Ciliwung itu sendiri. Tabel 6 Pengertian DAS berdasarkan persepsi masyarakat Pengertian DAS
Sungai dan daratan Sungai saja Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
21
70
9
30
30
100
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Sebagian besar masyarakat (70%) mengatakan bahwa pengertian DAS meliputi kawasan sungai dan daratan (Tabel 6). Hal ini memberikan gambaran bahwa menurut masyarakat keberadaan daratan dan sungai dalam suatu DAS merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Sehingga sudut pandang terhadap pengelolaan DAS akan memperhatikan dua aspek tersebut, yaitu aliran sungai maupun kawasan daratannya.
5.1.2 Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS)
Masyarakat yang menyatakan bahwa DAS Ciliwung Bagian Hulu saat sekarang berada dalam kondisi rusak 46,67%, agak rusak 43,33%, dan baik 10%.
30
Hal ini dilihat dari keadaan tutupan lahan, infiltrasi air, erosi atau bencana, dan endapan atau sedimentasinya. Masyarakat menggolongkan kondisi DAS Ciliwung Bagian Hulu dalam kategori rusak karena lahan bervegetasi (pepohonan dan pertanian) sangat berkurang/sedikit, airnya kotor, banyak limbah/sampah sehingga sungai ini ibarat kantung sampah terpanjang bagi masyarakat, dan banyak pinggiran sungai dibenteng sehingga aliran air jadi deras dan tidak berkelok-kelok lagi. Masyarakat yang menggolongkan kondisi DAS Ciliwung Bagian Hulu dalam kategori agak rusak beralasan bahwa masih terdapat pepohonan walaupun sedikit untuk penyerapan air, sudah tercemar oleh sampah dan limbah peternakan/Taman Safari sehingga tidak bisa untuk minum tapi masih bisa untuk pertanian dan mandi cuci kakus (MCK), ketika pagi airnya masih bening tapi siang hari sudah menjadi keruh, dan pada sebagian kawasan hulu sungai Ciliwung sudah
dibangun
dam-dam
pengendali.
Sedangkan
masyarakat
yang
menggolongkan DAS Ciliwung Bagian Hulu dalam kategori baik beralasan bahwa menurut mereka air sungai Ciliwung masih bersih/bening dan belum tercemar sehingga masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Kecamatan Cisarua untuk pertanian dan MCK.
5.2 Penutupan/Penggunaan Lahan 5.2.1 Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan
Kelas penutupan/penggunaan lahan bagi kawasan Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua berdasarkan persepsi masyarakat adalah dominan vegetasi pertanian (skor 3,40), dominan pohon (skor 3,37), dan kawasan terbangun (skor 1,67). Tingkat persepsi masyarakat terhadap kelas penutupan/penggunaan lahan dengan dominan vegetasi pertanian dan dominan pohon berada pada kategori tinggi, sedangkan kawasan terbangun pada kategori rendah (Gambar 2).
31
Gambar 2 Tingkat persepsi masyarakat terhadap kelas penutupan/ penggunaan lahan Keinginan masyarakat terhadap kelas penutupan/penggunaan lahan dengan persentase 40% dominan vegetasi pertanian, 40% dominan pohon, dan 20% kawasan terbangun dilandasi dengan alasan bahwa kawasan puncak harus segera didorong untuk dihijaukan kembali. Dihijaukan kembali disini merupakan dampak dari kegelisahan masyarakat akan perubahan lingkungan di kawasan puncak yang dirasakan oleh mereka cukup menurun dari segi kualitasnya. Kesegaran udara yang segar bergeser menjadi gerah, kualitas air sungai yang tidak lagi jernih, lahan pertanian yang bergeser menjadi pemukiman terutama villa atau wisma, bencana alam seperti banjir yang kini bisa mencapai kawasan puncak bahkan di hulu sungai Ciliwung (Desa Tugu Utara), dan penurunan kualitas lingkungan lainnya
menjadi
pertimbangan
mereka
bahwa
komposisi
kelas
penutupan/penggunaan lahan harus memiliki persentase besar bagi vegetasi dibandingkan bangunan. Pergeseran lahan budidaya pertanian ke bentuk bangunan menjadi hal yang dilematis bagi masyarakat. Di satu sisi pembangunan tersebut memberikan penghasilan bagi sebagian masyarakat melalui proses jual beli dan menjadi lapangan kerja sebagai penjaga villa, penginapan, atau wisma. Namun di sisi lain sebagian masyarakat memandang hal tersebut menimbulkan kerugian, seperti berkurangnya kenyamanan iklim puncak menjadi panas dan tanahnya kering, banyak sampah yang dibuang ke sungai sehingga mengakibatkan pendangkalan dan banjir, dan lahan pertanian sebagai mata pencaharian masyarakatpun berkurang. Kearifan lokal masyarakat agraris di kawasan puncak telah bergeser ke arah masyarakat metropolis. Sehingga hal tersebut disikapi oleh masyarakat
32
dengan
berkeinginan
menghijaukan
kembali
kawasan
puncak
dan
mempertahankan kawasan bervegetasi yang ada seperti kebutuhan mereka.
5.2.2 Jenis Penutupan/Penggunaan Lahan
Salah satu karakteristik fisik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia adalah penggunaan lahan. Dalam menentukan jenis penutupan/ penggunaan lahan, masyarakat mempertimbangkan kondisi dimana lahan pertanian semakin berkurang dan bergeser menjadi pemukiman terutama villa dan wisma yang bertambah banyak. Mereka berpandangan bahwa kondisi Kecamatan Cisarua sekarang sudah cukup berkembang dalam sektor pembangunan dibandingkan dengan waktu sebelumnya. Namun ada beberapa hal yang berakibat kurang baik bagi mereka dan lingkungan, yakni kualitas air sungai Ciliwung yang berkurang, penggundulan hutan baik untuk kayu bakar maupun lahan pertanian dan pemukiman, lahan pertanian yang berubah menjadi bangunan, serta adanya kejadian bencana alam di wilayah Kecamatan Cisarua. Tingkat persepsi masyarakat terhadap pemilihan jenis penutupan/penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Tingkat persepsi masyarakat terhadap pemilihan jenis penutupan/ penggunaan lahan Melalui Gambar 3 dapat diketahui bahwa jenis penutupan/penggunaan lahan yang menjadi prioritas untuk diterapkan di lokasi penelitian berdasarkan persepsi masyarakat adalah lahan pertanian, kemudian kebun campuran, perkebunan, dan hutan. Sedangkan pemukiman dan kawasan industri menjadi hal yang kurang dan
33
tidak mendapat persetujuan dari masyarakat untuk diterapkan di lokasi penelitian. Jenis penutupan/penggunaan lahan berupa dominan vegetasi pertanian dan dominan pohon merupakan hal yang menjadi prioritas untuk diterapkan sebagaimana kebutuhan masyarakat saat ini. Lahan untuk dijadikan mata pencaharian dan kondisi lingkungan yang hijau menjadi faktor pendukung bagi masyarakat memilih jenis penutupan/penggunaan lahan tersebut. Pergeseran penggunaan lahan yang terjadi disikapi oleh masyarakat dengan memberikan respon positif terhadap jenis penutupan/penggunaan lahan yang mendukung perbaikan kondisi lingkungan dan atau mempertahankan kondisi lingkungan yang positif.
5.3 Pemanfaatan Ruang Kawasan
Kawasan yang dipilih didasarkan pada rencana pemanfaatan ruang (RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010) dengan mempertimbangkan keadaan DAS Ciliwung Bagian Hulu di lokasi penelitian. Lokasi terpilih tersebut adalah kawasan lindung (hutan lindung), pertanian, pemukiman, perkebunan, tanaman tahunan, dan sempadan sungai. Bobot yang digunakan untuk memformulasikan model spasial kedua disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Bobot per jenis penutupan/penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua berdasarkan persepsi masyarakat Jenis penutupan/penggunaan lahan Lahan pertanian Kebun campuran Perkebunan Hutan Pemukiman Industri
Skor 3,37 3,20 3,17 3,13 2,40 0,97
Bobot 0,84 0,80 0,79 0,78 0,60 0,24
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
5.3.1 Kawasan Hutan (Hutan Lindung)
Menurut Keppres No. 32 Tahun 1992, disebutkan bahwa kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan
34
perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Di Kecamatan Cisarua sendiri, berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 terdapat keputusan yang menetapkan bahwa di kawasan ini terdapat kawasan lindung berupa hutan lindung. Tabel 8
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/ penggunaan lahan di kawasan hutan Jenis
Hutan Kebun campuran Perkebunan Lahan pertanian Pemukiman Industri
Model Pertama Skor Tk. persepsi 3,83 T 2,90 S 2,13 S 1,83 R 1,10 R 0,50 R
Model Kedua Skor Tk. persepsi 3,02 T 2,32 S 1,69 R 1,54 R 0,66 R 0,12 R
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa dengan kedua model spasial yang digunakan, masyarakat memberikan persetujuan jenis penutupan/penggunaan lahan yang diterapkan pada kawasan hutan adalah diperuntukkan bagi hutan. Dengan tingkat persepsi tinggi masyarakat mendukung kawasan hutan diperuntukkan bagi hutan maupun dihutankan kembali. Kemudian masyarakat menyatakan kurang setuju penerapan kebun campuran dan perkebunan, serta tidak setuju terhadap penerapan pertanian, pemukiman, dan kawasan industri di lahan hutan (model pertama). Sedangkan pada model kedua kekurangsetujuan adalah hanya pada kebun campuran dan terhadap jenis penggunaan lahan lainnya masyarakat menyatakan tidak setuju. Masyarakat setuju bahwa kawasan hutan yang ada tetap dipertahankan, hutan yang gundul dihutankan kembali, serta fungsi kawasan hutan dapat kembali berjalan sebagaimana mestinya sehingga penutupan lahan berupa hutan menjadi prioritas utama untuk diterapkan di kawasan hutan. Perbaikan kualitas leingkungan menjadi hal yang mendasar bagi masyarakat untuk mendukung keberadaan hutan lindung, sehingga kejadian bencana alam yang pernah terjadi
35
diharapkan tidak akan pernah terulang kembali serta iklim puncak kembali membaik. 5.3.2 Kawasan Pertanian
Penjelasan pasal 5 ayat 2 pada UU No. 26 Tahun 2007, disebutkan bahwa yang termasuk dalam kawasan budidaya salah satunya adalah kawasan peruntukkan pertanian. Di Kecamatan Cisarua terdapat kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan budidaya dengan kawasan peruntukkan pertanian, kawasan pertanian ini berupa kawasan pertanian lahan basah dan lahan kering. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penggunaan lahan pada kawasan pertanian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/ penggunaan lahan di kawasan pertanian Jenis
Lahan pertanian Kebun campuran Perkebunan Hutan Pemukiman Industri
Model Pertama Skor Tk. persepsi 3,70 T 2,33 S 1,70 R 1,47 R 1,43 R 0,33 R
Model Kedua Skor Tk. Persepsi 3,11 T 1,87 R 1,34 R 1,14 R 0,86 R 0,08 R
Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)
Masyarakat menyatakan setuju terhadap penggunaan lahan berupa pertanian untuk diterapkan di kawasan pertanian (Tabel 9). Masyarakat menyetujui penggunaan lahan ini dengan beralasan bahwa lahan pertanian harus tetap dipertahankan keberadaannya karena merupakan penopang perekonomian utama masyarakat yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka. Kondisi dimana semakin berkurangnya lahan pertanian yang berubah menjadi peruntukkan lain seperti pemukiman akan menyebabkan mata pencaharian masyarakat setempat menjadi sulit bahkan hilang dan besar kemungkinan akan meningkatkan jumlah pengangguran. Tingkat persepsi sedang (kurang setuju) untuk kebun campuran (model pertama), didukung dengan alasan bahwa jenis penggunaan lahan ini selain tetap bisa menghasilkan komoditi pertanian bagi masyarakat juga akan membantu
36
perbaikan kondisi lingkungan dengan adanya vegetasi pohon. Akan tetapi secara umum keinginan masyarakat untuk penerapan lahan pertanian tetap menjadi prioritas dibandingkan dengan kebun campuran (model kedua). Jenis penggunaan lahan berupa perkebunan, hutan, pemukiman, dan industri berada pada tingkat persepsi rendah, baik model spasial pertama maupun kedua. Masyarakat memandang bahwa perkebunan hanya akan mempekerjakan sebagian kecil masyarakat untuk menjadi tenaga kerja di perusahaan perkebunan, berbeda dengan pertanian yang bisa menyerap lebih banyak pekerja. Sedangkan pembangunan hutan akan sah-sah saja bila diterapkan di lahan pemerintah, namun bila di lahan milik masyarakat maka hal tersebut tentunya merugikan mereka dari segi ekonomis kecuali jika pemerintah membeli lahan mereka untuk dihutankan karena alasan ekologis, maka hal tersebut masih bisa dipertimbangkan. Baik melalui model spasial pertama maupun kedua dapat dilihat bahwa masyarakat menginginkan keberadaan lahan pertanian dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.
5.3.3 Kawasan Perdesaan
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penggunaan lahan pada kawasan perdesaan disajikan pada Tabel 10. Tabel 10
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/ penggunaan lahan di kawasan perdesaan Jenis
Lahan pertanian Pemukiman Kebun campuran Perkebunan Hutan Industri
Model Pertama Skor Tk. persepsi 3,40 T 3,27 T 2,90 S 2,07 S 1,67 R 0,70 R
Model Kedua Skor Tk. Persepsi 2,86 S 1,96 R 2,32 S 1,63 R 1,30 R 0,08 R
37
Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Berdasarkan model pertama dapat dilihat bahwa masyarakat menyetujui jenis penggunaan lahan pada kawasan perdesaan adalah berupa lahan pertanian dan pemukiman (model pertama). Menurut mereka, karakteristik ruang kawasan perdesaan selayaknya dialokasikan untuk lahan pertanian dan pemukiman. Hal yang menjadi catatan disini, pemukiman yang disetujui oleh masyarakat adalah berupa pemukiman desa/perkampungan bukan berupa villa/wisma/bungalou (Lampiran 3). Kepentingan yang mendasari pemukiman desa adalah dinamisnya pertumbuhan masyarakat ke depan, sehingga masih diperlukan alokasi ruang untuk pembangunan pemukiman masyarakat setempat. Namun berdasarkan preferensi umum, seperti tampak pada model kedua, masyarakat kurang mendukung adanya pemukiman dikarenakan tingkat kepadatan pemukiman sudah tinggi bagi mereka (terutama villa/wisma/bungalou) sehingga kebun campuran menjadi alternatif penggantinya. Kedua model spasial menghasilkan tingkat persepsi yang berbeda, sehingga akan berbeda pula jenis penerapan penggunaan lahan pada kawasan perdesaan antara berdasarkan perubahan penggunaan lahan dengan preferensi umum masyarakat di Kecamatan Cisarua. 5.3.4 Kawasan Perkebunan
Kawasan perkebunan merupakan salah satu dari jenis kawasan peruntukkan pertanian yang terdapat di Kecamatan Cisarua dan telah ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 berupa perkebunan teh. Sifat kekhasan dari Kecamatan Cisarua yang berada di kawasan puncak dengan ketinggian dan tingkat kelerengan pada kategori tinggi mendukung penetapan adanya kawasan ini. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan pada kawasan perkebunan disajikan pada Tabel 11. Kawasan perkebunan yang ada di Kecamatan Cisarua, terutama di Desa Citeko, ada yang telah dijarah oleh warga setempat untuk kemudian dijual kepada pendatang dengan tujuan dibangun villa. Menurut responden seharusnya hal ini tidak
dilakukan,
karena
dengan
adanya
perkebunan
teh
justru
lebih
menguntungkan bagi kehidupan masyarakat dan juga lingkungan. Sehingga lahan
38
perkebunan yang belum dijadikan bangunan, masih dalam bentuk tanah kosong dan tegalan, lebih baik dikembalikan fungsinya menjadi perkebunan lagi. Hal ini dapat dilihat melalui tingkat persepsi masyarakat, baik pada model pertama maupun kedua yang berada pada kategori tingkat persepsi tinggi. Tabel 11
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/ penggunaan lahan di kawasan perkebunan Jenis
Perkebunan Hutan Kebun campuran Lahan pertanian Pemukiman Industri
Model Pertama Skor Tk. persepsi 3,90 T 3,43 T 2,73 S 1,73 R 1,00 R 0,17 R
Model Kedua Skor Tk. Persepsi 3,08 T 2,68 S 2,19 S 1,46 R 0,60 R 0,04 R
Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Hutan merupakan jenis penutupan lahan yang juga disetujui untuk diterapkan di lahan perkebunan (model pertama). Namun berdasarkan preferensi bagi keseluruhan wilayah, masyarakat menilai bahwa nilai kepentingan perkebunan lebih tinggi dibandingkan hutan, sehingga tingkat persepsi masyarakat terhadap hutan turun menjadi kategori sedang (model kedua). Kebun campuran, lahan pertanian, pemukiman, dan industri menjadi prioritas yang berada di bawah perkebunan dan hutan untuk diterapkan di kawasan perkebunan.
5.3.5 Kawasan Tanaman Tahunan
Kawasan tanaman tahunan termasuk dalam kawasan peruntukkan pertanian yang ditetapkan sebagai bagian dari kawasan budidaya di Kecamatan Cisarua. Dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010, di Kecamatan Cisarua dialokasikan seluas 148,13 ha (2,05% dari luas Kecamatan Cisarua) untuk kawasan budidaya berupa kawasan tanaman tahunan. Jenis penutupan/penggunaan lahan yang layak diterapkan pada kawasan tanaman tahunan menurut masyarakat dapat dilihat dari tingkat persepsi mereka seperti disajikan pada Tabel 12. Kebun campuran menjadi prioritas pertama yang dapat diterapkan pada kawasan tanaman tahunan. Selain dapat bermanfaat secara ekonomis dengan
39
memberikan hasil antara berupa komoditas pertanian, masyarakatpun menilai bahwa kebun campuran dapat mendukung dari aspek ekologis untuk mempertahankan kondisi lingkungan yang baik ataupun memperbaikinya. Tabel 12 Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/ penggunaan lahan di kawasan tanaman tahunan Jenis
Kebun campuran Lahan pertanian Hutan Perkebunan Pemukiman Industri
Model Pertama Skor Tk. Persepsi 3,43 T 2,97 S 2,70 S 2,20 S 2,10 S 0,50 R
Model Kedua Skor Tk. Persepsi 2,75 S 2,49 S 2,11 S 1,74 R 1,26 R 0,12 R
Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Pada dasarnya masyarakat berkeinginan untuk kawasan pertanian di wilayah mereka dipertahankan atau kawasan yang terbengkalai dikembalikan fungsinya bagi pertanian, bukan untuk bangunan. Kepadatan pemukiman yang ada sudah dirasakan cukup terutama bagi pemukiman para pendatang berupa villa/bungalou.
5.3.6 Kawasan Sempadan Sungai 5.3.6.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Sempadan Sungai
Bentuk jaringan sungai merupakan karakteristik fisik DAS yang sifatnya dapat dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Masyarakat menilai keberadaan sempadan sungai difungsikan sebagai kawasan perlindungan bagi aliran sungai sehingga akan terhindar dari bencana. Tingkat kepentingan keberadaan sempadan sungai cukup beragam dari persepsi masyarakat yang didapat. Tingkat kepentingan keberadaan sempadan sungai ini didasarkan kepada karakteristik yang ada pada sungai, yaitu bentuk pinggiran dan aliran sungainya. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa tingkat persepsi masyarakat terhadap keberadaan sempadan sungai dengan karakteristik sungai memiliki aliran deras dan pinggiran
40
terjal berada pada kategori tinggi (skor 3,93 dan 3,53). Masyarakat menilai bahwa sungai dengan karakteristik tersebut sangat rentan untuk terkena bencana alam seperti longsor dan banjir, sehingga sangat penting bila sungai seperti itu memiliki sempadan sungai yang mampu untuk melindungi aliran sungai dan kawasan sekitarnya dengan terhindar dari bentuk penggunaan lahan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi sungai. Tabel 13 Tingkat persepsi masyarakat terhadap keberadaan sempadan sungai Karakteristik Sungai Aliran deras Pinggiran terjal Alur belokan Aliran tenang Pinggiran landai
Skor 3,93 3,53 2,97 2,77 2,57
Tk. Persepsi T T S S S
Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Sedangkan tingkat persepsi masyarakat terhadap keberadaan sempadan sungai yang memiliki karateristik sungai dengan alur belokan, aliran tenang, dan pinggiran landai berada pada kategori sedang (Tabel 13). Masyarakat bersikap netral karena menurut mereka karakteristik sungai tersebut tidak mengharuskan adanya sempadan sungai meskipun tetap perlu untuk memiliki kawasan perlindungan aliran sungai dan kawasan sekitarnya.
5.3.6.2 Jenis Penutupan/Penggunaan Lahan di Kawasan Sempadan Sungai
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/ penggunaan lahan berupa hutan di kawasan sempadan sungai menempati prioritas pertama pada kategori tinggi (model pertama). Masyarakat menyatakan bahwa fungsi perlindungan hutan di kawasan sempadan sungai sangat bermanfaat untuk perbaikan kondisi lingkungan, sehingga besar kemungkinan bencana banjir dan longsor yang pernah datang tidak akan terulang kembali. Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan sempadan sungai disajikan pada Tabel 14.
41
Tabel 14
Tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan jenis penutupan/ penggunaan lahan di kawasan sempadan sungai Jenis
Hutan Kebun Campuran Lahan pertanian Perkebunan Pemukiman Industri
Model Pertama Skor Tk. persepsi 3,33 T 2,23 S 2,23 S 2,10 S 0,97 R 0,37 R
Model Kedua Skor Tk. persepsi 2,60 S 1,79 R 1,88 R 1,66 R 0,58 R 0,09 R
Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Kedua model spasial menunjukkan keinginan masyarakat terhadap pembangunan hutan di kawasan sempadan sungai tetap berada pada prioritas pertama dibandingkan dengan jenis penggunaan lahan lainnya. Namun tingkat persepsi yang berubah dari tinggi ke sedang, dikarenakan preferensi umum masyarakat menempatkan jenis penutupan lahan berupa hutan pada urutan ke empat (bobot ke empat) setelah pertanian, kebun campuran, dan perkebunan (Tabel 7). Kesadaran masyarakat dalam memandang pentingnya kawasan perlindungan sungai diikuti dengan jenis penutupan/penggunaan lahan pada kawasan tersebut dengan berupa hutan dapat dijadikan acuan untuk lebih memprioritaskan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan yang harus dilindungi dengan penggunaan lahan berupa vegetasi pepohonan.
5.4 Perencanaan Tata Ruang 5.4.1 Analisis Kemungkinan Penyimpangan Fungsi Kawasan
Hasil overlay antara peta rencana pemanfaatan ruang dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dan peta penggunaan lahan tahun 2005 di Kabupaten Bogor, menunjukkan seluas 1.968,61 (83,40%) kawasan lindung di Kecamatan Cisarua dalam RTRW Kabupaten 2000-2010 yang penggunaan lahan existing-nya berupa hutan lebat. Selain itu, pada kawasan yang dialokasikan
sebagai kawasan lindung terdapat penyimpangan penggunaan lahan berupa selain hutan lebat seluas 391,75 ha (16,60%). Selain terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung, pada kawasan budidaya pun terjadi beberapa penyimpangan pemanfaatan ruang
42
dari RTRW yang telah ditetapkan. Pada kawasan pertanian terjadi penyimpangan seluas 140,77 ha (6,44% dari luas kawasan pertanian). Penyimpangan yang terjadi pada kawasan perdesaan adalah seluas 195,52 ha (19,18% dari luas kawasan perdesaan). Pada kawasan perkebunan terjadi penyimpangan penggunaan lahan seluas 525,07 ha (33,52% dari luas kawasan perkebunan). Sedangkan pada kawasan tanaman tahunan terjadi penyimpangan penggunaan lahan seluas 90,99 ha (61,43% dari luas kawasan tanaman tahunan). Secara umum, luas penyimpangan yang terjadi pada kawasan lindung dan budidaya dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 15 (yang dicetak tebal). Tabel 15 Penggunaan lahan existing Kecamatan Cisarua berdasarkan rencana pemanfaatan ruang kawasan (RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010) Rencana pemanfaatan ruang kawasan (ha)* Penggunaan lahan
Lindung
Pertanian
Perdesaan
Perkebunan
Tanaman tahunan
Hutan Lebat Kebun Campuran Hutan Belukar Perkebunan Besar Sawah 1x Padi/Tahun Sawah 2x Padi/Tahun Tegalan Perkampungan Perkampungan Jarang/Villa/ Bungalow Emplasemen Tetap Kuburan Rumput Semak Sungai/Danau/Setu/ Waduk
1.968,61 99,07 76,05 0,00
0,00 17,60 0,00 0,00
0,00 68,72 0,00 0,00
0,00 313,66 20,61 1.041,45
0,00 47,97 0,00 0,00
0,00
328,47
14,89
0,00
9,18
0,00 1,89 0,42
96,02 1.588,76 49,05
138,67 88,15 409,99
0,00 7,30 23,44
0,00 0,00 5,66
1,52 0,00 0,00 0,00 212,80
18,95 0,00 0,58 58,86 13,33
89,38 6,54 7,72 38,64 156,88
52,03 29,39 0,00 47,29 31,35
3,01 0,00 0,07 82,25 0,00
0,00
14,85
0,00
0,00
0,00
Total
2.360,35
2.186,46
1.019,57
1.566,52
148,13
*Luas didasarkan pada perhitungan di peta dan cetak tebal menunjukkan luas penyimpangan Sumber: BAPPEDA Kab. Bogor (2005), diolah
43
5.4.2 Analisis Perbedaan
Analisis perbedaan kawasan merupakan kegiatan untuk mengetahui luas kawasan yang sesuai yaitu kawasan yang memberikan fungsi sama dengan rencana pemanfaatan ruang (RTRW), luas kawasan yang seharusnya memberikan fungsi sesuai dengan RTRW namun masih dapat digunakan sesuai dengan RTRW (gap positif), dan luas kawasan yang seharusnya memberikan fungsi sesuai dengan RTRW namun ternyata tidak dapat digunakan sesuai dengan RTRW (gap negatif). Analisis ini merupakan tindak lanjut dari analisis spasial terhadap kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan. Hasil analisis untuk masing-masing kawasan, yaitu kawasan lindung, pertanian, perdesaan, perkebunan, dan tanaman tahunan disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil analisis perbedaan terhadap masing-masing kawasan Jenis penutupan/penggunaan lahan Kawasan lindung Hutan Lebat Kebun Campuran Hutan Belukar Tegalan Perkampungan Perkampungan Jarang/Villa/Bungalou Semak Total Kawasan pertanian Kebun Campuran Sawah 1x Padi/Tahun Sawah 2x Padi/Tahun Tegalan Perkampungan Perkampungan Jarang/Villa/Bungalou Kuburan Rumput Semak Sungai/Danau/Setu/waduk Total
Dilanjutkan pada halaman berikutnya.
Analisis perbedaan (ha)* Sesuai Positif Negatif
1.968,61 1.968,61
99,07 76,05 1,89 212,80 389,81
0,42 1,52 1,94
17,60 328,47 96,02 1.588,76 2.030,85
58,86 13,33 72,19
49,05 18,95 0,58 14,85 83,43
44
Lanjutan Tabel 16. Jenis penutupan/penggunaan lahan Kawasan perdesaan Kebun Campuran Sawah 1x Padi/Tahun Sawah 2x Padi/Tahun Tegalan Perkampungan Perkampungan Jarang/Villa/Bungalou Emplasemen Tetap Kuburan Rumput Semak Total Kawasan perkebunan Kebun Campuran Hutan Belukar Perkebunan Besar Tegalan Perkampungan Perkampungan Jarang/Villa/Bungalou Emplasemen Tetap Rumput Semak Total Kawasan tanaman tahunan Kebun Campuran Sawah 1x Padi/Tahun Perkampungan Perkampungan Jarang/Villa/Bungalou Kuburan Rumput Total
Analisis perbedaan (ha)* Sesuai Positif Negatif
68,72 14,89 138,67 88,15 409,99 89,38 6,54 7,72 824,06
38,64 156,88 195,52
0
1.041,45 1.041,45
313,66 20,61 7,30 47,29 31,35 420,21
23,44 52,03 29,39 104,86
47,97 9,18 57,15
82,25 82,25
5,66 3,01 0,07 8,74
*Luas didasarkan pada perhitungan di peta Sumber: BAPPEDA Kab. Bogor (2005), diolah
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui luas kawasan yang sesuai untuk masing-masing kawasan adalah kawasan lindung 1.968,61 ha, pertanian 2.030,85 ha, perdesaan 824,06 ha, perkebunan 1.041,45 ha, dan tanaman tahunan 57,15 ha. Luas kawasan yang termasuk dalam gap positif untuk kawasan lindung 389,81 ha,
45
pertanian 72,19 ha, perdesaan 195,52 ha, perkebunan 420,21 ha, dan tanaman tahunan 82,25 ha. Sedangkan luas kawasan yang termasuk dalam gap negatif untuk kawasan lindung 1,94 ha, pertanian 83,43 ha, perdesaan 0 ha, perkebunan 104,86 ha, dan tanaman tahunan 8,74 ha.
5.4.3 Rancangan Akhir Kawasan
Rancangan akhir kawasan diperoleh dari hasil analisis perbedaan. Kawasan yang termasuk dalam rancangan akhir kawasan adalah kawasan yang sesuai dan kawasan gap positif yang dapat digunakan sesuai fungsi kawasan (RTRW) dengan didasarkan pada persepsi masyarakat melalui 2 model spasial yang diperoleh. Jenis penutupan/penggunaan lahan yang dijadikan data untuk melakukan rancangan akhir kawasan adalah urutan (prioritas) pertama dari kedua model spasial. Tingkat persepsi masyarakat dari kedua model spasial disajikan pada Gambar 4.
Model Pertama
Model Kedua
Gambar 4 Tingkat persepsi masyarakat terhadap prioritas pertama penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan pada lokasi terpilih. Kedua model spasial menunjukkan bahwa masyarakat berpersepsi sama terhadap jenis penutupan/penggunaan lahan yang menjadi prioritas untuk diterapkan pada masing-masing kawasan yang mengalami perubahan penggunaan lahan maupun berdasarkan preferensi umum masyarakat terhadap penerapan penutupan/penggunaan lahan di Kecamatan Cisarua (Gambar 4). Namun terjadi perubahan tingkat persepsi masyarakat, seperti pada kawasan tanaman tahunan di model pertama yang menunjukkan tingkat persepsi masyarakat terhadap penerapan kebun campuran berada pada kategori tinggi sedangkan pada model
46
spasial kedua dengan jenis penggunaan lahan yang sama memiliki tingkat persepsi masyarakat berbeda yaitu pada kategori sedang. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa tingkat persepsi masyarakat akan lebih mendekati penerapan penggunaan lahan sesuai dengan RTRW dengan menggunakan model spasial pertama dibandingkan dengan model spasial kedua. Meskipun secara urutan prioritas dalam penerapan jenis penutupan/penggunaan lahan pada lokasi terpilih yang mengalami perubahan pengggunaan lahan maupun berdasarkan preferensi umum masyarakat bagi wilayah Kecamatan Cisarua adalah tetap sama yaitu pada urutan prioritas pertama. Hasil yang sama menunjukkan bahwa masyarakat memandang antara masing-masing lokasi yang mengalami perubahan penggunaan lahan dengan keadaan secara umum wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua merupakan satu kesatuan pengelolaan yang tidak dapat dipisahkan. Sebuah perencanaan tata ruang yang baik tentunya akan memperhatikan distribusi pola ruang secara menyeluruh pada suatu wilayah, tidak hanya pada satu titik lokasi saja. Kesadaran seperti inilah yang dapat dilihat dari tingkat persepsi masyarakat yang tampak pada kedua model spasial yang dihasilkan. Kedua model spasial tersebut dapat diterapkan sebagai rancangan untuk perencanaan tata ruang DAS Ciliwung bagian Hulu di Kecamatan Cisarua sekaligus mengevaluasi terjadinya perubahan penggunaan lahan yang ada. Penerapan kedua model spasial terhadap kedua hal tersebut dapat didekati dengan melihat perbedaan persentase luas pada masing-masing kawasan seperti disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Persentase luas masing-masing kawasan pada penggunaan lahan existing yang sesuai dan rancangan akhir kawasan.
47
Urutan prioritas pertama jenis penutupan/penggunaan lahan berdasarkan model spasial yang didapat dapat diterapkan sebagai jenis penutupan/penggunaan lahan pada penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kawasan peruntukkan berdasarkan rencana pemanfaatan ruang (RTRW) yang telah ditetapkan pemerintah dengan tetap memperhatikan sosio kultural masyarakat setempat. Model spasial yang dihasilkan dapat menjadi data untuk dimasukkan ke dalam rancangan perencanaan tata ruang yang berimplikasi terhadap perubahan persentase luas kawasan pada rancangan akhir kawasan dengan penggunaan lahan existing-nya (Gambar 5).
Terkait hal evaluasi, maka dapat digambarkan bahwa kejadian perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan yang telah ditetapkan merupakan hal yang tidak berbanding lurus dengan persepsi masyarakat. Persepsi masyarakat melalui kedua model spasial menghasilkan penerapan jenis penutupan/penggunaan
lahan
yang
mendukung
terhadap
pembangunan
lingkungan ke arah yang positif, seperti tampak pada peningkatan persentase luas kawasan pada rancangan akhir kawasan (Gambar 5). Dapat dijelaskan bahwa masyarakat menginginkan penggunaan lahan yang ada mengikuti penetapan fungsi kawasan oleh pemerintah dan bukan sebaliknya. Kejadian perubahan penggunaan lahan yang ada dirasakan oleh masyarakat telah mengarah kepada hal yang negatif terhadap kualitas lingkungan. Dari hasil analisis diperoleh luas rancangan akhir wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu di Kecamatan Cisarua untuk kawasan lindung berupa hutan menjadi 2.358,42 ha (99,92%) meningkat 16,52%, kawasan pertanian berupa kebun campuran, sawah, dan tegalan menjadi 2.103,04 ha (96,19%) meningkat 2,63%, perdesaan berupa pemukiman menjadi 694,89 ha (68,16%) meningkat 19,18% dan lahan pertaniannya tetap 310,43 ha (30,45%), perkebunan berupa perkebunan teh menjadi 1.461,66 ha (93,31%) meningkat 26,83%, dan tanaman tahunan berupa kebun campuran menjadi 130,22 ha (87,91%) meningkat 49,34% dari luas awal penggunaan lahan yang ada (land use existing) pada masing-masing fungsi kawasan. Secara terperinci mengenai luas dan jenis penutupan/penggunaan lahan pada rancangan akhir kawasan terhadap masing-masing kawasan disajikan pada Tabel 17.
48
Tabel 17 Luas dan jenis penutupan/penggunaan lahan pada rancangan akhir kawasan Penggunaan lahan Hutan lebat Kebun campuran Hutan belukar Perkebunan besar Sawah 1x padi/tahun Sawah 2x padi/tahun Tegalan Perkampungan Perkampungan Jarang/Villa/ Bungalow Emplasemen tetap Kuburan Rumput Semak Sungai/Danau/Setu/Wadu k Total
Rencana pemanfaatan ruang kawasan (ha)* Perkebunan
Tanaman tahunan
0,00 68,72 0,00 0,00 14,89 138,67 88,15 605,51
0,00 0 0 1.461,66 0,00 0,00 0 23,44
0,00 130,22 0,00 0,00 9,18 0,00 0,00 5,66
18,95 0,00 0,58 0 0
89,38 6,54 7,72 0 0
52,03 29,39 0,00 0 0
3,01 0,00 0,07 0 0,00
0,00 14,85 2.360,35 2.186,46
0,00 1.019,57
0,00 1.566,52
0,00 148,13
Lindung
Pertanian
2.358,42 0,00 17,60 0 0,00 0 0,00 0,00 0,00 328,47 0,00 96,02 0 1.660,95 0,42 49,05 1,52 0,00 0,00 0,00 0
Perdesaan
*Luas didasarkan pada perhitungan di peta Cetak tebal menunjukkan kawasan yang dikonversi ke bentuk penggunaan lahan lain berdasarkan persepsi masyarakat Sumber: BAPPEDA Kab. Bogor (2005), diolah
Gap pada masing-masing fungsi kawasan akibat dari adanya penyimpangan penggunaan lahan dapat dirubah penggunaan lahannya melalui model spasial yang dihasilkan dari persepsi masyarakat. Perubahan penggunaan lahan yang diterapkan menunjukkan peningkatan luas kawasan mengikuti penetapan dari masing-masing fungsi kawasan. Secara aspek ekologis, maka persepsi masyarakat tersebut dapat mengarahkan penggunaan lahan menuju pembangunan kawasan yang tetap memperhatikan kualitas lingkungan yang positif. Pemetaan rancangan perencanaan tata ruang dilakukan melalui pengubahan gap penggunaan lahan existing dengan penggunaan lahan yang sesuai berdasarkan persepsi masyarakat. Lokasi-lokasi yang mengalami perubahan penggunaan lahan berdasarkan persepsi masyarakat dapat disimak pada peta rancangan akhir kawasan seperti disajikan pada Gambar 6.
49
Gambar 6 Peta rancangan akhir kawasan lokasi penelitian.
50
5.5 Faktor-Faktor Pertimbangan dalam Penggunaan Lahan
Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh masyarakat dalam melakukan proses perubahan penggunaan lahan diperoleh melalui metode rangking berdasarkan penilaian yang diberikan oleh 30 responden pada setiap peubah. Bobot relatif setiap peubah dihitung berdasarkan perbandingan jumlah rangking suatu peubah menurut penilaian responden dengan rangking total (Tabel 18). Tabel 18 Bobot relatif setiap peubah berdasarkan penilaian masyarakat Faktor pertimbangan
Jumlah
Bobot
Persentase (%)
Kebutuhan Ekonomi
213
0,16
16,23
Ketersediaan Air
213
0,16
16,23
Kejadian Bencana Alam
194
0,15
14,79
Jarak dari Jalan/Sungai
148
0,11
11,28
Harga Tanah
132
0,10
10,06
Kenyamanan Iklim Mikro
129
0,10
9,83
Kepemilikan Lahan
120
0,09
9,15
Kemudahan Perijinan
104
0,08
7,93
Tingkat Beban Pajak
59
0,04
4,50
1.312
1,00
100,00
Total
Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Menurut penilaian masyarakat, kebutuhan ekonomi dan ketersediaan air memiliki bobot yang paling tinggi yaitu 16,23%. Masyarakat menilai bahwa faktor kebutuhan ekonomi adalah hal utama yang akan menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan penggunaan lahan karena akan berhubungan dengan kebutuhan pokok dalam kelangsungan hidup mereka. Sama dengan kebutuhan ekonomi, faktor ketersediaan air pun menjadi prioritas utama karena kebutuhan air menurut mereka tidak akan bisa ditangguhkan dalam kelangsungan proses kehidupan. Faktor kejadian bencana alam memiliki bobot 14,79% dan jarak dari jalan/ sungai 11,28% dengan didasari oleh kenyataan bahwa daerah puncak sudah tidak terhindarkan lagi dari musibah bencana alam, seperti kejadian banjir di bulan Mei
51
2008 telah sampai menggenangi masjid At-Ta’awwun di Desa Tugu Utara hingga mencapai setinggi lutut. Kejadian ini adalah banjir pertama yang melanda wilayah Desa Tugu Utara yang juga merupakan lokasi hulu bagi sungai Ciliwung di Kecamatan Cisarua. Bobot yang cukup tinggi juga terdapat pada peubah harga tanah 10,06% dan kepemilikan lahan 9,83%. Kedua faktor ini terkait dengan terjadinya laju perubahan status lahan milik masyarakat setempat menjadi lahan milik pendatang yang semakin tinggi akibat proses jual beli. Pada saat sekarang ini bisa dikatakan bahwa lahan luas yang ada di Kecamatan Cisarua mayoritas menjadi hak milik pendatang bukan lagi milik masyarakat setempat. Dalam melakukan penggunaan lahan, masyarakat akan mempertimbangkan apakah lahan itu milik mereka pribadi, milik pendatang (tanah garapan), ataukah lahan milik pemerintah. Sehingga jenis penggunaan lahan pun akan berbeda tergantung pada hak kepemilikan lahannya. Sedangkan bobot untuk peubah kenyamanan iklim mikro 9,15%, kemudahan perijinan 7,93%, dan tingkat beban pajak 4,50% lebih didasarkan bahwa
ketiga
faktor
tersebut
tidak
terlalu
dirasakan
penting
untuk
dipertimbangkan oleh masyarakat. Faktor iklim yang hampir sama di seluruh wilayah puncak dan tidak terlalu banyak berubah, membuat masyarakat tidak terlalu memperhitungkan ruang kawasan yang akan dimanfaatkan oleh mereka. Kemudahan membangun bagi masyarakat, baik setempat maupun pendatang, dikarenakan belum berjalannya sistem perijinan dan beban pajak secara transaparan membuat faktor pertimbangan ini dirasakan menjadi prioritas akhir bagi masyarakat dalam melakukan proses perubahan penggunaan lahan. Wajar saja bilamana di kawasan puncak ini berkembang cukup cepat dalam hal pembangunan pemukiman termasuk villa/bungalou para pendatang. Seperti telah disampaikan diawal bahwa mayarakat merasakan lahan pertanian yang ada sudah menuju ke arah yang tidak memadai lagi bagi mereka untuk dijadikan sumber utama mata pencaharian karena bergeser menjadi pemukiman.
52
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
1. Melalui kajian terhadap persepsi masyarakat ini dapat diketahui bahwa jenis penutupan/penggunaan lahan yang menjadi prioritas untuk diterapkan di lokasi penelitian adalah lahan pertanian, kemudian kebun campuran, perkebunan, dan hutan. Sedangkan pemukiman dan kawasan industri menjadi hal yang kurang dan tidak mendapat persetujuan dari masyarakat untuk diterapkan di lokasi penelitian. 2. Sebagaimana ditemukan pada penelitian ini, penyimpangan penggunaan lahan ditemukan baik di kawasan lindung maupun budidaya. Pada kawasan lindung terjadi penyimpangan penggunaan lahan seluas 391,75 ha (16,60% dari luas kawasan lindung dalam RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010). Sedangkan pada kawasan budidaya terjadi penyimpangan seluas 1.270,50 ha (25,82% dari luas kawasan budidaya dalam RTRW Kabupaten Bogor 20002010). Nilai penyimpangan tersebut terjadi di kawasan pertanian 6,44%, perdesaan 19,18%, perkebunan 33,52%, dan tanaman tahunan 61,43% dari masing-masing luas kawasan peruntukkannya. 3. Persepsi masyarakat melalui dua model spasial yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi gap pada penggunaan lahan yang ada dan menjadi masukan data untuk merancang perencanaan tata ruang berdasarkan preferensi imajinasi ideal masyarakat. Model spasial tersebut dapat merubah gap penggunaan lahan existing dan perubahan tersebut mengarah kepada kondisi lingkungan yang positif. 4. Hasil rancangan akhir kawasan berdasarkan persepsi masyarakat untuk perencanaan tata ruang, diperoleh luas kawasan lindung berupa hutan meningkat 16,52%, kawasan pertanian berupa lahan pertanian meningkat 2,63%, kawasan perdesaan berupa pemukiman meningkat 19,18%, kawasan perkebunan berupa perkebunan teh meningkat 26,83%, dan kawasan tanaman tahunan berupa kebun campuran meningkat 49,34% dari masing-masing penggunaan lahan existing-nya.
53
5. Berdasarkan persepsi masyarakat, prioritas utama yang dipertimbangkan dalam penggunaan lahan adalah kebutuhan ekonomi dan ketersediaan air, selanjutnya disusul dengan kejadian bencana alam, jarak dari jalan/sungai, harga tanah, kepemilikan lahan, kenyamanan iklim mikro, kemudahan perijinan, dan tingkat beban pajak.
6.2 Saran
1. Berdasarkan hasil penelitian ini, masyarakat Kecamatan Cisarua cukup rasional dalam mempertimbangkan penutupan/penggunaan lahan. Oleh karena itu, persepsi masyarakat harus dipertimbangkan dalam melakukan perencanaan wilayah, apakah tutupan lahan akan dialokasikan dominan vegetasi pertanian, dominan pohon, atau kawasan terbangun. 2. Mengingat di beberapa lokasi ditemukan adanya beberapa indikator penyimpangan penggunaan lahan, penelitian ini mengharapkan hasil yang dicapai dapat dijadikan sebagai masukan jika pemerintah menyusun RTRW yang baru. 3. Untuk memperoleh hasil yang komprehensif, maka disarankan untuk mengkolaborasikan hasil kajian persepsi masyarakat dengan kajian biofisik dalam merancang perencanaan tata ruang.
54
DAFTAR PUSTAKA Aliati, A. S. 2007. Kajian Kawasan Lindung untuk Penataan Ruang yang Ramah Lingkungan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Asdak, Chay. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Dewan Riset Nasional Kelompok II, Sumberdaya Alam dan Energi. 1994. Kebutuhan Riset dan Koordinasi Pengelolaan Sumberdaya Air di Indonesia. Jakarta : Dewan Riset Nasional. Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Masyarakat Terhadap Air Sungai: Kasus Program Kali Bersih di Kaligareng, Jawa Tengah. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Intitut Pertanian Bogor. Hildanus. 2002. Kajian Penggunaan Data Ikonos dan Landsat untuk Evaluasi Hutan Hujan Tropika Dataran Rendah. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jaya, I. N. S. 2006. Teknik-Teknik Pemodelan Spasial dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Fakultas Kehutan IPB. Bogor. Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Cetakan Ketiga. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Lee, Richard. 1988. Hidrologi Hutan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia. Jakarta. Muchtar, T. 1998. Hubungan Karakteristik Elit Formal dan Elit Informal Desa dengan Persepsi dan Tingkat Partisipasi Mereka dalam Program P3DT di Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mueller, D. J. 1996. Mengukur Sikap Sosial; Pegangan untuk Peneliti dan Praktisi. [Terjemahan dari Eddy S. K.]. Bumi Aksara. Jakarta. Nurdin, M. S. 2003. Persepsi dan Sikap Siswa SMUN 69 Pulau Pramuka Terhadap Pelestarian Pemanfaatan Ekosistem Sumberdaya Pesisir dan Lautan. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor. 2000. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 17 Tahun 2000 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2000-2010. Bogor.
55
Pemerintah Republik Indonesia. 1992. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1992 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 1997. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta. Puntodewo. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. www.cifor.cgiar.org/publications/pdf_files/Books/SIGeografis/SIGpart-1.pdf [17 Juni 2008]. Setyanto. 2005. Analisis Karaktersitik Biofisik dan Hidrograf Aliran di Daerah Tangkapan Air Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sitorus, S. R. P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Sukmono, A. G. 2004. Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Satelit Ikonos di Kecamatan Cisarua. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Kondisi Umum Daerah Aliran Sungai Ciliwung. www.pu.go.id/ditjen-ruang/Website%20Ciliwung/CiliwungHulu.htm [6 Mei 2008]. Yuwono, S. 2006. Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola Kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1 Identitas Responden No.
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan Terakhir
Alamat
Status dalam keluarga
Pekerjaan
Jumlah anggota keluarga (orang)
Lama wawancara (menit)
Kepemilikan lahan
1
H. Zaenal
L
30
SLTP/Pesantren
Cisarua
Pedagang/pengkalan Mitan
Kepala keluarga
3
26
Tidak
2
Yoyoh Maesaroh
P
50
SD
Leuwimalang
Buruh Tani
IRT
5
35
3
Ujang
L
43
Pesantren
Cisarua
Swasta
Single
0
45
Tidak Numpang di kakak
4
H. Kholil
L
55
SD
Leuwimalang
Swasta
Kepala keluarga
14
45
Tidak
5
Adang
L
43
SMA
Leuwimalang
Security/Swasta
Kepala keluarga
4
28
Tidak
6
Sri Purnama
P
17
SMP
Jogjogan
Pelajar SMA
Anak
26
Tidak
7
Dedeh Kurniasih
P
39
SMP
Jogjogan
IRT/suami buruh bangunan
IRT
4
53
Tidak
8
M. Encep Nasrullah
L
23
SLTP/Persamaan SMA
Jogjogan
Aparat Desa
Kepala keluarga
1
59
Tidak
9
Gugun
L
40
SMP
Cilember
Swasta/kerja di villa
Kepala keluarga
1
50
Tidak
4 bersaudara
10
Asikin
L
55
SD
Leuwimalang
Buruh/tukang bangunan
Kepala keluarga
6
35
Tidak
11
H. Ahmad
L
52
SD/Pesantren
Jogjogan
Buruh tani
Kepala keluarga
8
24
Tidak
12
Encep A.
L
40
SMP
Batulayang
Swasta
Kepala keluarga
7
15
Tidak
13
Dido
P
32
SMP
Batulayang
IRT/suami buruh bangunan
IRT
3
14
Tidak
14
Budi HR.
L
48
SD
Batulayang
Wiraswasta
Kepala keluarga
5
44
Tidak
15
H. Ma'mun
L
55
SMP
Batulayang
Swasta/BPD
Kepala keluarga
6
55
Tidak
16
Mahfudin
L
53
SD
Cilember
Karyawan swasta
Kepala keluarga
4
30
17
Saeful Rahman
L
32
PT
Citeko
Petani/Poktan
Single
0
54
18
Badri
L
59
SD
Tugu Utara
Petani/Poktan
Kepala keluarga
5
48
Tidak Ladang dan punya ternak Lahan untuk pabrik/pekarangan
19
Rudi
L
23
SMA
Tugu Utara
Petani
Kepala keluarga
2
20
Lahan garapan
20
Erlan
L
56
SMP
Tugu Selatan
Petani
Kepala keluarga
8
34
Ladang
21
Kari
L
60
SD
Tugu Utara
Buruh tani
Kepala keluarga
7
25
Tidak
22
Kholil
L
37
SD
Tugu Selatan
Petani
Kepala keluarga
3
21
Lahan garapan
Dilanjutkan ke halaman berikutnya.
58
Lanjutan lampiran 1 No.
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pendidikan Terakhir
Alamat
Status dalam keluarga
Pekerjaan
Jumlah anggota keluarga (orang)
Lama wawancara (menit)
Kepemilikan lahan
23
Asep
L
21
SMP
Tugu Utara
Buruh bangunan
Single
0
15
Tidak
24
Cepi Hamid Suhendi
L
38
SMEA
Tugu Utara
Staff Desa
Kepala keluarga
6
35
Tidak
25
Mulyadi
L
34
SD
Cibeureum
Pedagang
Kepala keluarga
3
24
Tidak
26
Karma
L
60
SD
Tugu Selatan
Petani
Kepala keluarga
4
32
Lahan garapan
27
Aca W.
L
58
SD
Citeko
Petani
Kepala keluarga
3
38
Ladang
28
Mada
L
50
SD
Kopo
Buruh di perkebunan/peternak
Kepala keluarga
5
43
Lahan garapan
29
Uus
L
40
SD
Kopo
Buruh di perkebunanPetani
Kepala keluarga
3
20
Lahan garapan
30
Yayah
P
48
SD
Cibeureum
IRT/Peternak
IRT
3
40
Lahan garapan
59
Lampiran 2 Karakteristisk Responden Distribusi responden berdasarkan Desa/Kelurahan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Desa/Kelurahan Tugu Utara Tugu Selatan Cibeureum Citeko Batulayang Cisarua Jogjogan Leuwimalang Cilember Kopo Total Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Frekuensi 5 3 2 2 4 2 4 4 2 2 30
Persentase (%) 16,66 10,00 6,67 6,67 13,33 6,67 13,33 13,33 6,67 6,67 100,00
Distribusi responden berdasarkan kepemilikan lahan Kepemilikan Lahan Lahan Milik/Pekarangan Lahan Garapan Tidak Memiliki Total Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Frekuensi 4 6 20 30
Persentase (%) 13,33 20,00 66,67 100,00
Distribusi responden berdasarkan kelompok umur Umur Produktif Frekuensi 15-25 4 26-35 4 36-45 9 46-55 10 56-60 3 Total 30 Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Persentase (%) 13,33 13,33 30,00 33,33 10,00 100,00
Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian Mata Pencaharian Frekuensi Petani 10 Swasta 7 Pedagang 2 Buruh bangunan 4 Buruh tani 3 Pegawai Desa 3 Belum bekerja 1 Total 30 Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
Persentase (%) 33,33 23,33 6,67 13,33 10,00 10,00 3,33 100,00
60
Lampiran 3 Tingkat persepsi masyarakat terhadap tipe-tipe penutupan/ penggunaan lahan Tipe penutupan/penggunaan lahan Skor Tk. Persepsi Pemukiman
Pemukiman desa
3.53
T
Villa/Wisma
2.47
S
Perumahan
1.17
R
Tegalan
3.23
T
Sawah
3.10
T
Perikanan
2.43
S
Peternakan
1.97
R
Teh
3.37
T
Pisang
2.97
S
Vegetasi pertanian dengan pohon penghasil buah
3.67
T
Vegetasi pertanian dengan pohon penghasil kayu
3.10
T
Hutan lindung
3.60
T
Hutan produksi/hutan rakyat
2.40
S
Pertanian
Perkebunan
Kebun campuran
Hutan
Sumber: Data primer hasil penelitian (diolah)
61
Lampiran 4 Daftar pertanyaan wawancara KUISIONER PENELITIAN KAJIAN PERSEPSI MASYARAKAT UNTUK PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus DAS Ciliwung bagian Hulu di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
No. Responden : …. Tanggal : … Juni 2008 Waktu : Pkl. …...... s/d ……… WIB Lokasi Penelitian 1. Desa : ………………….. 2. Kecamatan : Cisarua 3. Kabupaten : Bogor I. Identitas Responden 1. Nama : .............................................................................................................. 2. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan 3. Umur : ....... Tahun 4. Pendidikan Terakhir : .............................................................................................................. 5. Alamat : .............................................................................................................. 6. Pekerjaan Utama : .............................................................................................................. Sampingan : .............................................................................................................. 7. Status dalam keluarga : .............................................................................................................. 8. Jumlah anggota keluarga : ……………. Jiwa II. Persepsi Responden 2.1 Pengertian dan Fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) 1. Apa pengertian DAS menurut Bapak/Ibu? Jawaban : ........................................................................................................................................ ........................................................................................................................................................ 2. Apa fungsi atau manfaat dari keberadaan DAS bagi Bapak/Ibu? Jawaban : ....................................................................................................................................... ........................................................................................................................................................ 2.2 Kualitas Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Hulu Ciliwung 1. Bagaimana menurut Bapak/Ibu terkait gambaran kondisi/kualitas dari Sub DAS Hulu Ciliwung pada saat sekarang ini? a) Baik, dengan dicirikan : ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ b) Agak rusak, dengan dicirikan : ................................................................................................................................................ .............................................................................................................................................. c) Rusak, dengan dicirikan : ................................................................................................................................................ ................................................................................................................................................ 2. Apa menurut Bapak/Ibu kerugian yang akan dirasakan oleh masyarakat ketika Sub DAS Hulu Ciliwung mengalami kerusakan? ................................................................................................................................................... ...................................................................................................................................................
62
2.3 Tata Ruang Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Hulu Ciliwung A. Persepsi visual masyarakat terhadap penerapan penggunaan lahan 1. Dari beberapa kelas penggunaan lahan di bawah ini, manakah menurut Bapak/Ibu yang penting penerapannya di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung? (Card#1) Persepsi Visual Sangat Kelas penggunaan lahan Sangat Setuju Netral Tidak setuju tidak setuju setuju Dominan pohon Dominan vegetasi pertanian Kawasan terbangun 2. a. Faktor-faktor apa saja yang akan dipertimbangkan oleh Bapak/Ibu dalam melakukan proses perubahan penggunaan lahan? (L1*) b. Bila dilakukan prioritas, maka bagaimana menurut Bapak/Ibu urutan prioritas faktor-faktor tersebut? (L2**) L1* L2** Faktor-faktor pertimbangan Kejadian bencana alam Ketersediaan air Kenyamanan iklim mikro Kemudahan perijinan Kebutuhan ekonomi Kepemilikan lahan Harga tanah Jarak dari jalan atau sungai Tingkat beban pajak Lainnya, sebutkan : ……………………….. Lainnya, sebutkan : ……………………….. Ket : * dengan memberikan tanda checklist (√) ** dengan memberikan nomor urut 1,2,3,...dst
B. Persepsi visual masyarakat dalam pemilihan jenis penutupan/penggunaan lahan di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung 1. Dari beberapa jenis penutupan/penggunaan lahan di bawah ini, manakah yang menurut Bapak/Ibu cocok untuk diterapkan di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung? (Card#2) Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pemukiman Lahan pertanian Perkebunan Kebun campuran Lahan hutan Kawasan industri 2. Dari jenis penggunaan lahan berupa pemukiman, jenis pemukiman apa yang menurut Bapak/Ibu cocok untuk diterapkan di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung? (Card#3) Persepsi Visual Sangat Jenis penggunaan lahan Sangat Tidak Setuju Netral tidak setuju setuju setuju Pemukiman desa Villa/Wisma Perumahan
63
3. Dari jenis penggunaan lahan berupa lahan pertanian, jenis lahan pertanian apa yang menurut Bapak/Ibu cocok untuk diterapkan di Sub DAS Hulu Ciliwung? (Card#4) Persepsi Visual Sangat Jenis penggunaan lahan Sangat Tidak Setuju Netral tidak setuju setuju setuju Sawah Ladang Perikanan Peternakan 4. Dari jenis penggunaan lahan berupa perkebunan, jenis perkebunan apa yang menurut Bapak/Ibu cocok untuk diterapkan di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung? (Card#5) Persepsi Visual Sangat Jenis penggunaan lahan Sangat Tidak Setuju Netral tidak setuju setuju setuju Perkebunan teh Perkebunan pisang 5. Dari jenis penutupan/penggunaan lahan berupa kebun campuran, jenis kebun campuran apa yang menurut Bapak/Ibu cocok untuk diterapkan di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung? (Card#6) Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pertanian dengan pohon penghasil kayu Pertanian dengan pohon penghasil buah 6. Dari jenis penutupan lahan berupa lahan hutan, jenis hutan apa yang menurut Bapak/Ibu cocok untuk diterapkan di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung? (Card#7) Persepsi Visual Sangat Jenis penutupan lahan Sangat Tidak Setuju Netral tidak setuju setuju setuju Hutan lindung Hutan produksi/ht. rakyat C. Persepsi visual masyarakat dalam pemilihan jenis penutupan/penggunaan lahan yang kemudian penerapannya ditempatkan pada lokasi tertentu di kawasan Sub DAS Hulu Ciliwung 1. Kawasan hutan Menurut Bapak/Ibu jenis penutupan/penggunaan lahan yang cocok diterapkan pada lokasi tersebut adalah? (Card #8 plus A) Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pemukiman Lahan pertanian Perkebunan Kebun campuran Lahan hutan Kawasan industri
64
2. Kawasan pertanian Menurut Bapak/Ibu jenis penutupan/penggunaan lahan yang cocok diterapkan pada lokasi tersebut adalah? (Card #8 plus B) Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pemukiman Lahan pertanian Perkebunan Kebun campuran Lahan hutan Kawasan industri 3. Kawasan perdesaan Menurut Bapak/Ibu jenis penutupan/penggunaan lahan yang cocok diterapkan pada lokasi tersebut adalah? (Card #8 plus B) Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pemukiman Lahan pertanian Perkebunan Kebun campuran Lahan hutan Kawasan industri 4. Tipe kawasan sekitar aliran sungai (kawasan kanan-kiri sungai/sempadan sungai) a. Menurut Bapak/Ibu apakah perlu dibuat sempadan pada kanan-kiri sungai yang memiliki karakteristik berikut? (Card #9A) Persepsi Visual Sangat Karakteristik sungai Sangat Tidak Setuju Netral tidak setuju setuju setuju Aliran air sungai : a. Arus tenang b. Arus deras Pinggiran sungai : a. Terjal b. Landai c. Alur belokan b. Menurut Bapak/Ibu jenis penutupan/penggunaan lahan yang cocok diterapkan pada kawasan sekitar aliran sungai yang perlu dibuatkan sempadannya adalah? (Card #9B) Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pemukiman Lahan pertanian Perkebunan Kebun campuran Lahan hutan Kawasan industri
65
5. Kawasan perkebunan Menurut Bapak/Ibu jenis penutupan/penggunaan lahan yang cocok diterapkan pada lokasi tersebut adalah? (Card #10) Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pemukiman Lahan pertanian Perkebunan Kebun campuran Lahan hutan Kawasan industri 6. Kawasan tanaman tahunan Menurut Bapak/Ibu jenis penutupan/penggunaan lahan yang cocok diterapkan pada lokasi tesebut adalah? Persepsi Visual Jenis Sangat penutupan/penggunaan Sangat Tidak Setuju Netral tidak lahan setuju setuju setuju Pemukiman Lahan pertanian Perkebunan Kebun campuran Lahan hutan Kawasan industri
66
Lampiran 5 Contoh foto-foto penutupan/penggunaan lahan sebagai alat bantu visual
Hutan
Perkebunan teh
Pertanian lahan basah
Pertanian lahan kering
Kebun campuran
Sempadan sungai
Pemukiman
Pabrik pengolahan teh