PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKUNDUL (Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
CEMPAKA SARI PUSPITA DEWI
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul (Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2006
Cempaka Sari PD NRP E14102008
PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKUNDUL (Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
CEMPAKA SARI PUSPITA DEWI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMAN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITIUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Penelitian
: Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul (Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Nama Mahasiswa
: Cempaka Sari Puspita Dewi
NRP
: E 14102008
Program Studi
: Manajemen Hutan
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Dr . Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 132 104 680
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, Ms NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
ABSTRAK
CEMPAKA SARI PUSPITA DEWI . Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul (Kasus di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Dibimbing oleh DIDIK SUHARJITO. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Perilaku dalam pengelolaan ekosistem DAS meliputi jenis pohon yang dipilih dan pola tanam, serta perilaku berorganisasi dalam pengelolaan ekosistem DAS. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Mei hingga Juni 2006. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara : (a) Pengamatan terhadap aktivitas masyarakat dan kondisi ekosistem Daerah Aliran Sungai, (b) Wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan wawancara bebas terhadap informan. Data lain yang dikumpulkan berupa, data sekunder yang diperlukan. Persepsi masyarakat terhadap fungsi DAS adalah positif dalam hubungannya dengan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Sebanyak 73,33% informan mengatakan bahwa kondisi DAS dalam keadaan baik dan 26,67 % DAS dalam kondisi agak rusak. Masyarakat beranggapan bahwa, apabila DAS rusak akan menimbulkan kerugian, sehingga perlu menjaga kondisi DAS agar tetap baik. Persepsi positif masyarakat, ternyata menentukan perilakunya. Informan sebanyak 40% dari 73,33 % yang menyatakan DAS baik dan 16,67 % dari yang menyatakan DAS agak rusak, telah turut serta dalam upaya pengelolaan DAS seperti , program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) tahun 2004, pengelolaan pada lahan pertanian mereka dan penanaman pada lahan pertanian. Upaya konservasi yang telah dilakukan berupa konservasi kimia (93,33%) dan konservasi penanggulangan erosi dalam bentuk pembuatan teras (6,67%). Masyarakat belum sepenuhnya memahami bahwa penerapan pola tanam dan jenis tanaman tertentu mampu menjaga kondisi DAS agar tetap baik. Pola tanam yang diterapkan berupa pola tanam campuran (100%). Jenis tanaman yang paling banyak ditanam adalah palawija 98,33%. Pengorganisasian masyarakat yang menangani pengelolaan DAS secara khusus belum ada. Berbagai kegiatan maupun program pemerintah dilakukan melalui kelompok tani, sehingga gerakan dan keberadaannya dapat dikatakan bersifat multifungsi. Kelompok tani selalu memperoleh pembinan dari berbagai pihak. Struktur organisasi masih sederhana, terdiri dari : ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi dan Perilaku Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul, kasus di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama dua bulan sejak bulan Mei hingga Juni 2006. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Didik Suharjito, MS selaku dosen pembimbing serta aparat pemerintahan Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur yang telah banyak membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih disampaikan pula kepada Mama, papa dan adik-adik tercinta (Cunda Dwi Sespandana dan Ceria Agnantria) atas segala kasih sayang, semangat serta doa yang selalu dipanjatkan, teman-teman satu bimbingan (Ari Nurlia, Lenita Oktavi P dan Fitria Kurniawan ), sahabat-sahabatku (Ida, silvia dan Desi) teman-teman Manajemen Hutan 39, sahabat seperjuangan WISMA PANINEUNGAN (Fety, Rosi, Warti, Nurfathanah, Dini dan Indri) , teman-teman WISMA AZ-ZHUKHRUF, serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah memberikan balasan atas segala kebaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
Bogor, Juli 2006
Cempaka Sari PD
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 11 Mei 1984 dari ayah Agus Rochyana dan ibu Na’atin. Penulis merupakan putri pertama dari tiga beraudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negri 1 Sindang Indramayu dan pada tahun yang sama, lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Profesi Forest Management Study Club (FMSC), Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Diluar kampus, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) IKADA-BOGOR. Penulis pernah mejadi peserta Pelatihan Kepemimpinan Putra Sunda III Gerakan Masyarakat Jawa Barat (GEMA JABAR) di Bandung. Penulis juga pernah melaksanakan praktek pengenalan hutan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Slamet serta praktek umum pengelolaan hutan bersama mahasiswa Universitas Gajah Mada di Getas (KPH Ngawi) tahun 2005. Selanjutnya penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama ± 2 bulan di Desa Petir, Kecamatan Dramaga-Bogor. Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kehutanan, penulis membuat skripsi yang berjudul “Persepsi dan perilaku masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul, (kasus di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” di bawah bimbingan Dr.Ir. Didik Suharjito, MS.
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ...................................................................................................... i RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .......................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Perumusan Masalah ............................................................................. 2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Persepsi ................................................................................... 4 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan ........................................ 4 Pengertian dan Pengelolaan DAS ........................................................ 6 Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................... 7 Organisasi dan Penguasaan Lahan ...................................................... 8 METODOLOGI Kerangka Pemikiran ............................................................................. 11 Definisi Operasional ............................................................................ 12 Waktu dan Tempat ............................................................................... 13 Alat dan Bahan ..................................................................................... 13 Sasaran Penelitian ................................................................................ 13 Metode Penelitian ................................................................................ 13 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 14 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................... 14 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak .................................................................................................... 15 Luas ...................................................................................................... 16 Topografi dan Iklim ............................................................................. 18
Keadaan Sosial Ekonomi ..................................................................... 19 Kependudukan .............................................................................. 19 Tingkat Pendidikan ....................................................................... 20 Mata Pencaharian .......................................................................... 22 Pemilikan Lahan ........................................................................... 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi ................................................................................................ 28 Persepsi Masyarakat Mengenai Kualitas DAS ............................. 28 Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi DAS ................................ 36 Persepsi Masyarakat Mengenai Pengelolaan DAS ....................... 38 Persepsi Masyarakat Mengenai Peran Para Pihak Dalam Pengelolaan DAS .......................................................................... 39 Persepsi Masyarakat Mengenai Pengorganisasian Petani ............. 40 Perilaku ................................................................................................ 42 Kegiatan dalam Pengelolaan DAS ................................................ 44 Kegiatan Berorganisasi dalam Pengelolaan DAS ............................................................................................... 52 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................... 54 Saran.............................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 55 LAMPIRAN .................................................................................................... 57
DAFTAR TABEL No
Halaman Teks
1.
Wilayah Administrasi Desa di Sub DAS Cikundul .......................... 15
2.
Data Luas Wilayah Desa Cikanyere Menurut Penggunaannya Tahun 2005 ............................................................. 17
3.
Distribusi Kelas Kemiringan Lahan Sub DAS Cikundul .................. 18
4.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur ............................. 19
5.
Jumlah penduduk berdasarkan Jenis Kelamin .................................. 19
6.
Sebaran Umur Petani......................................................................... 20
7.
Data Tingkat Perkembangan Pendidikan Masyarakat Desa Cikanyere.............................................................. 21
8.
Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Desa Cikanyere .................. 23
9.
Pengeluaran Rumah Tangga Responden ........................................... 26
10. Luas Pemilikan Lahan Petani ............................................................ 27 11. Hubungan Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi DAS dengan Perilaku Mengelola DAS .................................................................. 44
DAFTAR GAMBAR No
Halaman Teks
1.
Jumlah Tanggungan Petani ............................................................... 20
2.
Tingkat Pendidikan Petani ................................................................ 22
3.
Mata Pencaharian Utama .................................................................. 24
4.
Mata Pencaharian Sampingan ........................................................... 24
5.
Pendapatan Petani ............................................................................. 25
6.
Status Pemilikan Lahan Petani .......................................................... 27
7.
Klasifikasi Pengertian DAS .............................................................. 28
8.
Klasifikasi Persepsi Responden Mengenai Kondisi DAS ................. 31
9.
Pengelompokan Ada Tidaknya Kerugian yang Dirasakan jika DAS Rusak ................................................................................................. 33
10. Klasifikasi Pengaruh Menurunya Kualitas Air dalam DAS ............. 35 11. Manfaat DAS Menurut Informan ...................................................... 36 12. Kepentingan Masyarakat Terhadap Sungai ...................................... 37 13. Penanaman dengan Cara Dihampar .................................................. 42 14. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Sesin............ 45 15. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Ubi .............. 46 16. Jenis Tanaman yang Ditanam ........................................................... 46 17. Penanaman dengan Cara Disaeur ...................................................... 48
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman Teks
1. Peta Kecamatan Sukaresmi .................................................................. 58 2. Peta Desa Cikanyere ............................................................................ 59 3. Luas Administrasi Pemerintahan Sub DAS Cikundul ......................... 60 4.
Foto-foto Penelitian............................................................................. 62
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai akan selalu berhubungan dengan tiga unsur pokok, yaitu lahan, air sungai dan manajemen. Secara umum manajemen Daerah Aliran Sungai, berarti manajemen sumberdaya alam yang dapat pulih seperti air, tanah dan vegetasi dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS agar dapat menghasilkan air. Banyaknya kondisi DAS yang kritis merupakan fakta bahwa pemanfaatan lahan masih kurang bijaksana. Keberlangsungan suatu Daerah Aliran Sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, dimana aktivitas tersebut sangat dipengaruhi pula oleh perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap mental). Berbagai penelitian mengenai Daerah Aliran Sungai (DAS) telah banyak dilakukan. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Kaswanto (2001) mengenai Pengelolaan Elemen Air yang Berkelanjutan dalam Lansekap Pedesaan di DAS Citarum Tengah, Kabupaten Cianjur menunjukan bahwa, pengelolaan elemen air berbeda untuk setiap zona disesuaikan dengan keberadaan sumber elemen air dan struktur pekarangan lansekap pedesaan. Stabilitas pengelolaan elemen air yang relatif lebih baik adalah dengan penggunaan input dari dalam zona tengah yang optimal. Penelitian Laode Geo (1997) mengenai
Studi Investasi Konservasi,
Rehabilitasi dan Penatagunaan Lahan Kawasan Hulu DAS Cimanuk menunjukan bahwa alokasi penggunaan lahan di kawasan hulu DAS saat ini ternyata belum optimal. Apabila kondisi seperti ini dipertahankan terus, diperkirakan akan terjadi gangguan-gangguan yang lebih serius baik terhadap kawasan hulu itu sendiri maupun terhadap kawasan hilirnya. Upaya optimalisasi pengelolaan DAS belum melibatkan berbagai pihak, dengan demikian sukses tidaknya pengelolaan DAS lebih ditentukan oleh sejauh mana memberikan kontribusinya secara lebih adil. Penelitian mengenai peran serta masyarakat dalam penghijauan di kawasan DAS pernah dilakukan pula oleh Hernani Barnas (1998), bahwa peran serta masyarakat dalam pencapaian tujuan penghijauan dipengaruhi oleh komponen berupa motivasi masyarakat dan birokrasi penghijauan dan lingkungan hidup.
2
Berbagai penelitian yang telah ada, sejauh ini belum ada yang mengarah pada penggalian persepsi dan perilaku suatu masyarakat sehingga mampu mengelola ekosistem DAS. Belakangan ini banyak permasalahan penting yang sangat perlu mendapat perhatian, yaitu terganggunya keseimbangan ekologi di beberapa daerah aliran sungai. Dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) terdapat berbagai macam penggunaan lahan oleh masyarakat, yaitu pemukiman, budi daya pertanian, dan sebagainya. Pola penggunaan lahan tersebut telah menimbulkan dampak negatif terhadap fungsi DAS. Dalam rangka mendukung penelitian sebelumnya maka penelitian ini penting untuk mengetahui persepsi dan perilaku masyarakat sehingga mereka mampu menjaga kondisi tanah, air dan vegetasi sehingga kelestarian lingkungan daerah aliran sungai terwujud.
Perumusan Masalah Penelitian ini difokuskan pada bagaimana persepsi masyarakat dan perilakunya dalam mengelola DAS. Permasalahan penelitian dapat dirumuskan kedalam beberapa bentuk pertanyan pokok sebagai berikut : •
Bagaimana persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) ?
• Bagaimana persepsi masyarakat mempengaruhi perilakunya? •
Pola tanam dan jenis tanaman apa yang dipilih petani dalam upaya pengelolaan DAS ?
• Bagaimana masyarakat melakukan pengorganisasian dalam pengelolaan DAS?
Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap ekosistem DAS dan fungsinya. 2. Menjelaskan perilaku masyarakat dalam pengelolaan ekosistem DAS meliputi jenis dan pola tanam yang dipilih. 3. Menganalisis pengorganisasian masyarakat dalam pengelolaan ekosistem DAS.
3
Manfaat Penelitian Dapat memberikan informasi untuk pengembangan riset lanjutan bagi lembaga riset dan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam penetapan perencanaan dan kebijakan pengelolaan DAS.
4
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Persepsi Persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978). Persepsi sosial umumnya berkaitan dengan pengaruh faktor-faktor sosial budaya terhadap struktur kognitif dari lingkungan fisik dan lingkungan sosial (Saarinen, 1976 dalam Harihanto 2001). Demikian pula dengan Krench (1962) dalam Harihanto (2001) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses kognitif yang kompleks, yang menghasilkan gambaran tentang suatu kenyataan yang mungkin sangat berbeda dengan kenyataan sesungguhnya. Surya (2004) menyatakan bahwa, pengamatan terjadi karena adanya rangsangan dari lingkungan, yang diterima oleh individu melalui alat indra. Rangsangan itu kemudian diteruskan ke pusat kesadaran, yaitu otak untuk diberi makna atau tafsiran. Dengan demikian, proses pengamatan berlangsung dalam tiga tahapan, yatu : a. Penerimaan rangsangan oleh alat indra. b. Pengiriman informasi ke pusat kesadaran atau otak. c. Pemberian tafsiran terhadap rangsangan yang diterima. Batent (1997) dalam Harihanto (2001) menyatakan bahwa persepsi sebagai penafsiran otak terhadap apa yang dirasakan seseorang. Dengan demikian persepsi terhadap suatu stimulus memiliki peluang besar untuk sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Jika ternyata persepsi seseorang tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya, informasi ini bisa digunakan untuk melakukan intervensi dalam rangka membentuk persepsi yang benar.
Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Lingkungan tidak sama dengan habitat. Habitat adalah tempat dimana organisme atau komunitas hidup. Lingkungan merupakan ruang tiga dimensi, dimana organisme
5
merupakan salah satu bagiannya. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubahrubah setiap saat (Irwan, 1992). Salah satu aspek penting dalam kebudayaan manusia yang berlaku semenjak nenek moyang kita dahulu hingga kini, adalah adanya kesadaran serta penghayatan akan arti penting dan pengaruh alam sekeliling atas perikehidupan manusia. R. Firth dkk (1960) dalam Lamech & Hutomo (1995) menerangkan hal itu sebagai berikut : •
Keadaan alam sekeliling memang nyata memberikan batas-batas yang luas bagi kemungkinan hidup manusia.
•
Tiap keadaan alam sekeliling yang mempunyai coraknya sendiri-sendiri, sedikit banyak memaksa orang yang hidup di pangkuannya untuk menuruti suatu cara hidup yang sesuai dengan keadaan.
•
Keadaan alam sekeliling bukan saja memberikan kemungkinan yang besar bagi kemajuan, tetapi juga menyediakan bahan-bahan yang dapat memuaskan kebutuhan hidup bagi manusia.
•
Keadaan alam sekeliling juga mempengaruhi keselarasan hidup budaya manusia, seperti terlihat pada upacara-upacara yang berhubungan dengan kepercayaan. Kesadaran serta penghayatan akan arti penting lingkungan alam sekeliling
atas peri kehidupan manusia, menempatkan manusia pada posisi aktif dan berperan sebagai “ a geomorphologic agent”, dalam hal ini manusia menduduki bagian dunia yang tidak pasif, tetapi sebagai faktor aktif yang dapat membuat perubahan-perubahan. Manusia tidak tunduk begitu saja dikuasai oleh kemauan alam lingkungannya. Dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ia (manusia) berusaha untuk mencapai keserasian dan keselarasan hidup sesuai dengan alam lingkungan hidupnya, baik lingkungan fisik maupun non fisik. Manusia
masa
kini
dengan
kesadaran
yang
tinggi
akan
pentingnya
mempertahankan keseimbangan lingkungan hidupnya, berupaya untuk mengatur pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang terdapat pada alam sekitarnya supaya tidak menimbulkan bencana atau malapetaka. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa masyarakat kita mempersepsikan lingkungan bukan hanya sekedar sebagai objek yang harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia (human
6
centris), melainkan ia juga harus dipelihara dan ditata demi kelestarian lingkungan itu sendiri (eco centris) (Lamech & Hutomo,1995).
Pengertian dan Pengelolaan Dearah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan (Manan, 1995). Sebuah DAS merupakan kumpulan dari banyak sub DAS yang lebih kecil. Ukuran dan bentuk DAS dengan sendirinya berbeda satu dengan yang lainnya (Manan, 1995). Curah hujan sebagai input dan debit air di sungai sebagai output, dengan semua sedimen yang dikandungnya (Manan, 1995). Mengacu kepada pengertian DAS dalam uraian di atas, maka di dalam suatu DAS terdapat berbagai komponen sumberdaya, baik sumberdaya alam (natural capital), yaitu udara (atmosphere), tanah dan batuan penyusunnya, vegetasi, satwa, sumberdaya manusia (human kapital),
pranata institusi formal maupun informal (social
capital), maupun sumberdaya buatan (Man made capital) yang satu sama lain saling berinteraksi. Komponen sumberdaya tersebut adalah khas untuk suatu DAS sehingga menjadi karakteristik di DAS tersebut (Rusdiana dkk, 2003). Boehamer et al (1997) dalam Rusdiana dkk (2003), menyatakan bahwa pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara terpadu merupakan suatu proses penyusunan dan penerapan suatu tindakan yang melibatkan sumberdaya alam dan manusia di dalam DAS dengan pertimbangan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi, lingkungan dan institusi (kelembagaan) dalam pengelolaan DAS. Dinyatakan pula oleh Rusdiana dkk (2003), bahwa kata kunci yang menandai pengertian pengelolaan DAS terpadu adalah : •
Pengelolaan sumberdaya alam
•
Pemenuhan kebutuhan manusia sekarang dan yang akan datang
•
Kelestarian dan keserasian ekosistem
•
Pengendalian hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dan manusia
•
Penyediaan air, pengendalian erosi, banjir dan sedimentasi
•
Mempertimbangkan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi, lingkungan dan institusi (kelembagaan)
7
Pengelolaan DAS pada dasarnya adalah pengelolaan sumberdaya alam dan buatan yang terdapat di suatu DAS. Tujuan pengelolaan DAS yang dapat dirumuskan dari pengertian pengelolaan DAS dan pengelolaan DAS terpadu adalah terpeliharanya : a. Kelestarian fungsi produksi b. Kelestarian fungsi lingkungan c. Kelestarian fungsi sosial-ekonomi (Rusdiana dkk, 2003).
Manajemen Daerah Aliran Sungai (DAS) Manajemen DAS adalah manajemen sumber daya alam yang dapat pulih (renewable), seperti air, tanah dan vegetasi dalam sebuah DAS dengan tujuan untuk memperbaiki, memelihara dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan
air
untuk
kepentingan
pertanian,
kehutanan,
perkebunan,
peternakan, perikanan dan masyarakat yaitu air minum, industri, irigasi, tenaga listrik, rekreasi, dsb (Manan, 1995). Konsepsi manajemen DAS menurut Manan (1995) didukung oleh perkembangan, antara lain: 1. Pengetahuan terus bertambah tentang siklus hidrologi dan peranannya.
2. Pertambahan penduduk yang pesat sehingga mengakibatkan tekanan terhadap kebutuhan tanah dan air.
3. Meningkatnya kebutuhan air, disebabkan kemajuan teknologi dan meningkatnya taraf hidup masyarakat.
4. Timbulnya masalah kekurangan air, banjir, erosi, pencemaran, dll. 5. Para perencana mulai mengakui DAS sebagai unit terbaik untuk tujuan manajemen SDA. Tujuan utama manajemen DAS adalah tercapainya suatu keadaan dalam DAS yang memungkinkan terlaksananya keadaan tata air yang baik dalam hal ini hasil air yang optimum dipandang dari aspek kuantitas, kualitas dan legimen (timing) (Manan, 1995). Menurut Manan (1995) pola tata guna lahan mempengaruhi perilaku sebuah DAS, secara langsung maupun tidak langsung. Perladangan berpindah di lereng bukit dan pengolahan tanah berupa tegalan tanpa usaha pengawetan tanah seperti terasering, telah diketahui merupakan sumber-sumber kerusakan tanah
8
pada banyak DAS di Indonesia. Kittrelge (1948) dalam
Manan (1995)
pelaksanaan manajemen DAS meliputi 4 tahapan, yaitu pengenalan, pemulihan (rehabilitasi), perlindungan dan perbaikan. Sebuah sistem sungai yang bermula dari sumbernya (mata air) hingga bermuara ke laut, merupakan kesatuan organik yang tidak dapat dipisahkan. Setiap campur tangan dan tindakan manusia dari bagian tertentu akan mempengaruhi bagian sungai lainnya. Jadi sebuah DAS atau Sub DAS (watershed), dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem, dimana terdapat masukan berupa curah hujan dan keluaran berupa aliran air sungai. Dalam sebuah DAS terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, perkebunan, pertanian lahan kering, persawahan, perikanan kolam dan tambak, areal penggembalaan, lapangan golf dan sebagainya. Kebanyakan penduduk bermukim sepanjang sungai dan dalam suatu DAS, serta berusaha memanfaatkan semua sumber daya alam yang terdapat didalamnya. Dampaknya tidak selalu positif, bahkan banyak yang negatif dalam arti pengurasan sumberdaya alam dan produksi limbah dan pencemaran sungai (Manan, 1995).
Organisasi dan Penguasaan Lahan Schein (1982) dalam Muhammad (2004) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Schein (1982) dalam Muhammad (2004) juga mengatakan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu, yaitu mempunyai struktur, tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian
lain dan
bergantung pada komunikasi manusia untuk mengkordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Organisasi mempunyai beberapa fungsi, diantaranya adalah memenuhi kebutuhan pokok organisasi, mengembangkan tugas dan tanggung jawab, memproduksi barang atau orang, mempengaruhi dan dipengaruhi orang (Muhammad, 2004).
9
Menurut Eghter dan Selato (1999), organisasi masyarakat tingkat desa dapat dibedakan sebagai berikut: a.
Berdasarkan asal dibentuknya o Dibentuk berdasarkan kekuasaan atas desa (pemerintah pusat atau daerah). o Dibentuk melalui swadaya masyarakat dengan proses sejarah yang menyertainya. o Dibentuk atas dasar rumusan atau konsensus bersama antara pemerintah (atas desa) dan masyarakat desa.
b.
Berdasarkan atas keformalannya o Organisasi masyarakat berbentuk formal atau ada aturan tertulisnya o Non formal atau tidak ada aturan tertulis o Peralihan non formal ke formal
c.
Hubungan pengendalian dari atasan kepada bawahan
d.
Berdasarkan ukuran jumlah anggotanya o Organisasi relatif besar, jumlah anggota ± 50 orang. o Organisasi relatif kecil, jumlah anggota 5-12 orang. o Berukuran sedang, jumlah anggota antara organisasi besar dan organisasi kecil. Ditinjau dari sudut pandang pengelolaan dan penguasaannya, bagian lahan
di Daerah Aliran Sungai merupakan Public land dan sebagian lainnya merupakan privat land. Dalam kenyataanya public land tersebut merupakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi-konservasi yang dikuasai oleh negara, sedangkan privat land merupakan lahan usaha pertanian dan pemukiman yag dikuasai dan dikelola oleh penduduk (Geo, 1997). Bertambahnya jumlah penduduk, secara langsung atau tidak langsung akan mengakibatkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan, dan hal ini pada kenyataannya dapat menimbulkan berbagai masalah degradasi sumberdaya lahan dan lingkungan hidup serta berbagai konsekwensi sosial-ekonominya (Geo, 1997). Menurut Singh (1997) munculnya masalah-masalah tersebut juga dapat disebabkan terbatasnya pilihan sumber mata pencaharian di bagian hulu suatu daerah Aliran Sungai. Mustadjab (1986) menyatakan, cara-cara bertani yang kurang baik di suatu daerah mengakibatkan besarnya tingkat erosi yang terjadi,
10
sehingga tanah menjadi semakin miskin. Keadaan ini diperburuk dengan sistem penguasan tanah yang sebagian besar petani penggarap di daerah itu adalah bukan pemilik tanah (Mustadjab, 1986). Tanah sebagai faktor produksi utama bagi usaha-usaha pertanian, sangat menentukan tingkat hidup petani, karena kesempatan kerja diluar pertanian masih sangat kurang (Mustadjab, 1986). Tidak dikuasainya tanah sebagai faktor produksi utama, dapat membawa banyak akibat negatif, diantaranya: •
Kurangnya rasa tanggung jawab atas usaha pengawetan tanah.
•
Kurang dapatnya petani menerapkan teknologi baru dalam usahataninya.
•
Rendahnya produktivitas usahatani (Mustadjab, 1986). Suatu hubungan kerja terbangun pada petani yang menggarap lahan bukan
miliknya, yaitu hubungan kerja antara pemilik dan penggarap tanah. Sistim hubungan kerja akan berpengaruh pada cara penggunaan tanah, tingkat penggunaan teknologi baru, tingkat produktivitas usahatani, tingkat pendapatan, tingkat efisiensi usaha tani dan sebagainya (Mustadjab, 1986).
11
METODOLOGI Kerangka Pemikiran Wilayah DAS merupakan suatu kesatuan ekosistem dengan komponen utama tanah, air, vegetasi dan manusia. Faktor ini berinteraksi dan
manusia
berperan sebagai pengelola sumberdaya tanah, air dan vegetasi. Hal ini memperlihatkan di DAS terdapat dua sub-sistem, yaitu sub-sistem bio-fisik dan sub-sistem sosial-ekonomi. Sub-sistem bio-fisik terdiri dari iklim, tanah, air, tumbuhan dan satwa. Pada sisi lain, manusia sebagai pengelola membentuk subsistem sosial dengan komponen-komponen antara lain penduduk, teknologi, dan struktur sosial. Sekelompok masyarakat yang hidup di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) akan banyak berinteraksi dengan komponen-komponen disekelilingnya. Interaksi yang terjadi akan berdampak, baik berdampak positif ataupun lebih banyak dampak negatifnya. Sebagai contoh, penggunaan lahan yang mengabaikan tingkat kemampuan atau kesuburan lahan akan menyebabkan lahan rusak. Kriteria penggunaan lahan yang baik adalah alokasi yang sesuai dengan kemampuannya, fluktuasi debit di sungai kecil, pengendalian erosi dan sedimentasi, produktivitas lahan optimal dan lestari serta memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Kesinambungan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) berkaitan dengan aktivitas masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh perilaku dalam pengelolaan ekosistem DAS. Untuk menghindari kerusakan ekosistem DAS perlu adanya suatu sistem pengelolaan yang bijaksana. Persepsi masyarakat akan berpengaruh pada perilakunya dalam mengelola DAS. Penting mengetahui persepsi mengenai pengertian, fungsi, kualitas dan pengelolaan akan mempengaruhi perilaku pola tanam, jenis tanam, teknik konservasi serta pengorganisasian dalam pengelolaan DAS. Berdasarkan persepsi dan perilakunya tersebut dapat diketahui sejauh mana masyarakat perduli dan mampu menjaga kondisi DAS dengan baik. Menurut Asngari (1984) dalam Dewi (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, berupa pengalaman masa lalu dan karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan lainlain).
12
Definisi Operasional Untuk menghindari adanya kesalah pengertian terhadap variabel yang akan dikaji dalam penelitian ini, variabel-variabel penelitian didefinisikan sebagai berikut : 1. Persepsi, adalah penilaian informan terhadap pengertian, kualitas, dan manfaat ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Indikator yang di ukur adalah : a. Persepsi masyarakat terhadap kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul. b. Persepsi masyarakat terhadap fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul. c. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul. d. Persepsi masyarakat terhadap peran para pihak dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul. e. Persepsi masyarakat terhadap pengorganisasian petani Pengukurannya adalah dengan mengelompokkan data yang didapat menjadi beberapa kelompok. Persepsi bernilai baik jika bersifat positif, dan bernilai buruk jika bersifat negatif. 2. Perilaku, adalah tindakan manusia yang didasari oleh persepsi dan faktor lainnya. Perilaku masyarakat dapat dilihat dari tindakan yang dilakukan oleh masyarakat berupa : a. Kegiatan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul terutama dalam pola tanam, penentuan jenis pohon yang ditanam, dan teknik konservasi. b. Kegiataan berorganisasi dalam pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul. 3. Organisasi, adalah suatu sistem saling pengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Indikator yang diukur adalah : •
Pengorganisasian dalam pengelolaan ekosistem Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikundul.
•
Faktor-faktor yang melandasi terbentuknya organisasi.
13
4. Penguasaan lahan, adalah penguasaan oleh suatu rumah tangga atas lahan, baik berupa hak milik, sakap dan sewa serta hak untuk menguasai sebagian atau keseluruhan hasil yang diperoleh dari lahan tersebut. Aspek penguasaan lahan perlu diketahui untuk menganalisis adanya hubungan penguasaan lahan terhadap pola tanam dan penentuan jenis pohon tertentu yang ditanam.
Waktu dan Tempat Penelitian ini di laksanakan di Desa Cikanyere Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Cianjur. Penentuan tempat dilakukan secara purposive atau sengaja dengan pertimbangan memenuhi syarat untuk menjaadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2006.
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya disertai alat tulis menulis untuk wawancara di lapangan dan kamera untuk keperluan dokumentasi.
Sasaran Penelitian Sasaran atau objek penelitian adalah masyarakat yang tinggal di wilayah Daerah Aliran Sungai yang menggarap atau mengusahakan lahan baik pada lahan milik sendiri, sewa ataupun garapan.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Informan sebanyak 30 orang ditentukan secara acak (random). Data yang digunakan ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer yang dikumpulkan meliputi a. Data karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, luas kepemilikan lahan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan pengeluaran.
14
b. Data persepsi masyarakat mengenai pengelolaan ekosistem DAS. c. Data tentang kegiatan yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem DAS. d. Data tentang organisasi masyarakat dalam pengelolaan Ekosistem DAS. 2. Data Sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi : a. Data tentang kondisi umum lokasi penelitian yang terdiri dari letak dan luas lokasi penelitian, topografi, iklim,
dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat. b. Data-data lain yang berhubungan dengan penelitian untuk melengkapi data yang sudah ada.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : a. Pengamatan (observasi), dilakukan dengan pengamatan kepada aktivitas masyarakat dan kondisi ekosistem Daerah aliran Sungai (DAS). b. Wawancara menggunakan kuesioner terstruktur maupun wawancara bebas. c. Data sekunder yang relevan dengan penelitian.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data hasil wawancara dan pengamatan lapang yang telah diperoleh, diolah dan dianalisis dengan mengacu pada kerangka pemikiran. Analisis deskriptif dituangkan dalam bentuk teks narasi, tabel, bagan dan gambar.
15
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Secara geografis Sub DAS Cikundul terletak pada 6040’ LS – 6048’ LS dan 106057’ BT – 107o22’ BT, sedangkan ketinggian di atas permukaan laut yaitu 220 m di Genangan Waduk Cirata sampai dengan 3.019 m di Puncak Gunung Pangrango. Sub Das Cikundul mencakup 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta. Secara terinci, administrasi desa yang termasuk wilayah Sub DAS Cikundul disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Wilayah Administrasi Desa di Sub DAS Cikundul Kabupaten / Kecamatan
Desa
1
2
CIANJUR 1. Pacet
Ciherang, Cipendawa, Sukatani, Sindang Jaya, Cimacan, Ciloto, Batulawang, Palasari, Sukanagalih, Sindanglaya, Cibodas, Gadog Cipanas.
2. Sukaresmi
Cikanyere, Kawungluwuk, Cibadak, Ciwalen, Kubang, Sukamahi, Cikancana, Sukaresmi.
3. Cikalong kulon
4. Mande
PURWAKARTA 1. Maniis
Sukamulya, Kamurang, Ciramagirang, Cinangsi, Mentangsari, Sukagalih, Mekargalih, Warudoyong, Lembahsari, Gudang, Neglasari, Mekarjaya, Padajaya, Majalaya, Cijagang. Kutawaringin, Ciandam.
Leuwikoja,
Jamali,
Ciramahilir, Tegal datar, Cijati, Pasir jambu, Gunung karung, Citamiang, Sinargalih.
Sumber : Data Rencana Teknik Lapang Sub DAS Cikundul 1993
16
Berdasarkan Tabel 1, Desa Cikanyere termasuk dalam wilayah Sub DAS Cikundul. Desa Cikanyere berada pada ketinggian 700 m dari permukaan laut dengan letak administratifnya sebagai berikut : •
Sebelah Utara
: Desa Kawung Luwuk
•
Sebelah Timur
: Desa Sukaresmi
•
Sebelah Selatan
: Desa Pakuwon dan Desa Kutawaringin
•
Sebelah Barat
: Desa Cibodas Kecamatan Pacet
Desa Cikanyere terdiri dari empat dusun, delapan rukun warga dan 32 rukun tetangga. Dusun-dusun yang terdapat di desa ini diantaranya : Dusun I
: Pakuwon
Dusun II
: Jukut siil
Dusun III
: Cipendawa
Dusun IV
: Simpang
Luas Luas Sub DAS Cikundul adalah 26.662 ha, dengan Desa Cikanyere seluas 839.177 ha didalamnya. Tata guna lahan di Desa Cikanyere dapat dilihat pada Tabel 2.
17
Tabel 2 Data Luas Wilayah Desa Cikanyere Menurut Penggunaannya Tahun 2006 No
Penggunaan
Luas (Ha)
1.
Pemukiman warga dan jalan
209,779
2.
Sawah irigasi setengah teknis
394,242
3.
Perkebunan/ladang
4.
Hutan
5.
Perkantoran
1,200
6.
Sekolah
2,250
7.
Tempat pemakaman umum
9,695
8.
Rekreasi dan olah raga :
14
a. Lapangan sepak bola
1,200
b. Lapangan olah raga lainnya
0,300
c. Taman rekreasi 9.
4,152
Kolam/empang
10. Rawa 11. Tanah darat dan kebun masyarakat 12. Tempat peribadatan 13. Real Estate
15,750 1,500 1,500 164,127 7,422 12
Sumber : Data Ekspos Desa Cikanyere 2006
Menurut tabel tata guna lahan, penggunaan terluas adalah untuk sawah irigasi setengah teknis. Keadaan ini menjadikan Desa Cikanyere sebagai desa konsumen beras dari luar. Tanah sawah maupun ladang dapat dimanfaatkan untuk budi daya berbagai jenis tanaman. Jenis yang paling banyak dibudidayakan, berupa sayur-mayur dan tanaman hias atau bunga potong yang hingga kini menjadi komoditi unggulan.
18
Topografi dan Iklim Kondisi topografi Sub DAS Cikundul bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit dan bergunung, dengan Desa Cikanyere di dalamnya bertopografi datar dan sedikit berbukit. Berdasarkan pada tingkat kemiringan, wilayah Sub DAS Cikundul dapat dibedakan menjadi beberapa kelas, seperti tampak pada Tabel 3. Tabel 3 Distribusi Kelas Kemiringan Lahan Sub DAS Cikundul No
Kemiringan (%)
Kelas
Luas (ha)
%
1.
0 – 8 (datar)
I
9. 497,63
36,08
2.
8 – 15 (landai)
II
6. 974,69
26,50
3.
15 – 25 (bergelombang)
III
5. 466,12
20,77
4.
25 – 45 (curam)
IV
3. 283,60
12,47
V
1. 099,90
4,18
26. 321,94
100,00
5.
> 45
(sangat curam) Jumlah
Sumber : Data Rencana Teknik Lapang Sub DAS Cikundul 2003
Dengan demikian sebagian besar wilayah Sub DAS Cikundul tergolong kedalam kelas kemiringan kurang dari 15 % atau datar. Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap proses erosi adalah curah hujan. Semakin tinggi intensitas curah hujan dan semakin lama hujan jatuh, maka erosi yang terjadi akan semakin besar. Curah hujan tahunan Sub DAS Cikundul selama lima tahun (sumber Badan Meterologi dan Geofisika), berkisar antara 1.657 mm – 2.766 mm. Jumlah hari hujan dalam satu tahun berkisar antara 104 hari – 180 hari. Rata-rata bulan basah antara 7 – 10 bulan. Suhu rata-rata tahunan adalah 220 C – 240 C dengan tingkat kelembaban udara berkisar antara 68 % - 83 %. Curah hujan tahunan Desa Cikanyere sekitar 3000 mm/bulan, dengan bulan basah selama 6 bulan. Suhu udara harian rata-rata sebesar 240 C – 330 C. Sub DAS Cikundul memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson yang dapat dibedakan antara musim kemarau dan musim penghujan. Musim hujan terjadi pada bulan November hingga April, sedangkan kemarau terjadi darri bulan Mei hingga Oktober.
19
Keadaan Sosial Ekonomi a.
Kependudukan Jumlah penduduk Desa Cikanyere pada tahun 2005 berjumlah 6. 078 jiwa
dan mengalami sedikit penambahan pada tahun 2006 menjadi 6.321 jiwa. Data penduduk Desa Cikanyere berdasarkan kelompok umur dan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Jumlah No
Kelompok Umur
2005
2006
1.
0 – 12 bulan
105
162
2.
1–5
tahun
544
555
3.
5–7
tahun
316
329
4.
7 – 15 tahun
1343
1329
5.
15 – 56 tahun
3436
3608
6.
>56
334
339
tahun
Sumber : Data Ekspose Desa Cikanyere 2006
Tabel 5 Jumlah Penduduk Bedasarkan Jenis Kelamin Jumlah No Indikator 1. Jumlah penduduk laki-laki
2005 3190
2006 3184
2.
Jumlah penduduk perempuan
2888
3137
Jumlah
6.078
6.321
Sumber : Data Ekspose Desa Cikanyere 2006
Menurut Badan Pusat Statistik (2003), penggolongan umur tenaga kerja terdiri atas : usia non produktif (< 14 tahun), usia produktif (14 – 64 tahun) dan usia non produktif (> 64 tahun). Penggolongan petani di Desa Cikanyere disajikan pada Tabel 6.
20
Tabel 6 Sebaran Umur Petani No
Umur
Frekwensi
persentase
1.
< 14 tahun
0
0%
2.
14-64 tahun
27
76,67 %
3.
> 64 tahun
3
23,33%
30
100 %
Jumlah Sumber : Data Primer haasil Penelitian
Berdasarkan tabel 6, telihat bahwa proporsi petani berusia 14 – 64 tahun menunjukan persentasi terbesar (73,33 %). Hal ini menandakan bahwa sebagian besar petani berada pada golongan usia produktif. Masing – masing petani memiliki tanggungan yang berbeda-beda dalam rumah tangganya. Jumlah tanggungan petani rata-rata kurang dari 7 orang dengan kisaran, kurang dari 5 orang sebanyak 13 orang (43,33%) dan kisaran 5-7 orang sebanyak 13 orang (43,33%). Istri dan anak-anak mereka yang telah beranjak dewasa umumnya turut membantu dalam mengelola usaha tani.
13% 44% 43%
Keluarga kecil (<5 orang) Keluarga sedang (5-7 orang) Keluarga besar (> 7 orang
Gambar 1. Jumlah Tanggungan Petani b.
Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu syarat dalam upaya meningkatkan
sumberdaya manusia yang selanjutnya mempunyai peran penting dalam pembangunan. Mengingat sangat pentingnya masalah pendidikan dari tahun ke tahun, baik pemerintah maupun masyarakat Desa Cikanyere telah melakukan upaya kearah peningkatan perkembangan pendidikan masyarakat.
21
Menurut hasil ekspos Desa Cikanyere tahun 2006, salah satu indikator terjadinya peningkatan perkembangan pendidikan masyarakat yaitu menurunnya jumlah penduduk buta huruf dan penduduk tidak tamat SD, serta meningkatnya jumlah penduduk yang tamat sekolah di berbagai jenjang mulai dari SD sampai tingkat perguruan tinggi sebagai mana terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Data Tingkat Perkembangan Pendidikan Masyarakat Desa Cikanyere N O 1
INDIKATOR 2
3
1
Pendidikan penduduk usia 15 tahun keatas
1.Jumlah penduduk buta huruf 2.Jumlah penduduk yang tidak tamat SD 3.Jumlah penduduk tamat SD/sederajat 4.Jumlah penduduk tamat SLTP/sederajat 5.Jumlah penduduk tamat SLTA/sederajat 6.Jumlah penduduk tamat D1 7. Jumlah penduduk tamat D 2 8.Jumlah penduduk tamat D3 9.Jumlah penduduk tamat S1 10.Jumlah penduduk tamat S2 11.Jumlah penduduk tamat S3
2.
3.
Wajib belajar 9 tahun dan angka putus sekolah
Prasarana pendidikan
SUB INDIKATOR
1.Jumlah penduduk usia 715 tahun yang tidak sekolah 2. Jumlah penduduk usia 715 tahun yang masih sekolah 3. Jumlah penduduk usia 715 tahun putus sekolah 1. 2. 3. 4.
SLTA / sederajat SLTP / sedrajat SD / sederajat Jumlah lembaga pendidikan agama/ pesantren 5. Lembaga pendidikan lain(kursus/sejenisnya) 6. Taman kanak-kanak
2005 4
JUMLAH 2006 5
-
-
47
47
2.146
2.249
1.717
1770
779 124
821 136
113 93 87 5 4
119 98 87 5 4
1.343
1.329
1.267
1.309
47
20
1 3
1 3
4
5
1
1
Sumber : Data Ekspos Desa Cikanyere 2006
Jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah sebanyak 1.343 orang pada tahun 2005 dan 1.329 orang pada tahun 2006, artinya terjadi pengurangan angka penduduk tidak sekolah. Usia penduduk 7-15 tahun yang masih bersekolah mengalami peningkatan pula pada tahun 2006, begitu pula dengan angka putus sekolah yang mengalami pengurangan di tahun 2006.
22
Dapat dikatakan bahwa Desa Cikanyere mengupayakan peningkatan dan perkembangan segi pendidikan.Tingkat pendidikan petani yang terpilih sebagai informan dapat dilihat pada Gambar 2.
3.33% 3.33%
93%
Tidak tamat/tamat SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi
Gambar 2. Tingkat Pendidikan Petani Sebagian besar petani terpilih (93 %) pendidikannya hanya mencapai tingkat sekolah dasar, baik tamat ataupun tidak tamat. Tingkat SLTP hanya sebanyak 1 orang (3,33%) dan pada tingkat SLTA sebanyak 1 orang (3,33%). Sedangkan tingkat pendidikan perguruan tinggi belum ada. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa tingkat pendidikan petani terpilih di Desa Cikanyere tergolong rendah. Pada dasarnya salah satu tolok ukur kualitas sumberdaya manusia adalah pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mendorong pola pikir dan kreatifitas yang mampu menangkap peluang atau kesempatan untuk berusaha. Kondisi yang kurang menguntungkan bagi pemasyarakatan suatu program di desa ini adalah rendahnya tingkat pendidikan. c.
Mata Pencaharian Mata pencaharian Penduduk Desa Cikanyere pada tahun 2005 terdiri dari,
sebanyak 350 orang (5,54 %) sebagai petani dan 175 orang (2,77 %) sebagai buruh tani. Secara terinci distribusi mata pencaharian penduduk desa Cikanyere dapat dilihat pada Tabel 8.
23
Tabel 8 Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Desa Cikanyere No
Mata Pencaharian
Jumlah Penduduk
Persentase (%)
1.
Buruh tani
175
2, 77
2.
Petani
350
5, 54
3.
Pedagang/wiraswasta/pengusaha
640
10, 12
4.
Pengrajin
496
7, 85
5.
PNS
45
0, 71
6.
TNI/POLRI
18
0, 28
7.
Pensiunan
15
0, 24
8.
Penjahit
8
0, 13
9.
Montir
2
0, 03
10. Opir
50
0, 79
11. Karyawan swasta
156
2, 47
12. Kontraktor
2
0, 03
13. Tukang kayu
25
0, 39
14. Tukang batu
8
0, 13
15. Guru swasta
12
0, 19
Sumber : Profil Desa dan Profil Kelurahan
Berdasarkan Tabel 8, diperoleh kesimpulan bahwa sebagian besar penduduk (10,12%) bermatapencaharian sebagai pedagang/wiraswasta/pengusaha. Menurut data ekspos desa, peningkatan pendapatan masyarakat terutama sektor pertanian dan industri rumah tangga merupakan hasil adanya bantuan modal Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Modal usaha tersebut merupakan program bantuan dari Dewan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Barat. Responden terpilih di Desa Cikanyere (93 %) bermata pencaharian utama sebagai petani (lihat Gambar 3).
24
Petani
3.33%
Buruh tani
3.33%
93%
Wirasw asta
Gambar 3. Mata Pencaharian Utama Beberapa responden memiliki pekerjaan sampingan, seperti beternak, dagang, kuli, buruh tani, supir dan ada pula yang menjadikan bertani sebagai pekerjaan sampingan (3 %) seperti tampak pada Gambar 4.
Ternak Kuli
13% 3%
38%
Buruh tani Dagang
23% 3% 3%
Supir
17% Petani Tidak punya kerja sampingan
Gambar 4. Mata Pencaharian Sampingan Penduduk yang tidak memiliki mata pencaharian sampingan sebesar 38%. Mata pencaharian sampingan sebagian besar adalah sebagai buruh tani (23%), lainnya berupa peternak (13%), sebagai kuli baik kuli bangunan atau sesuai permintaan (3%), sebagai pedagang sebanyak (17%), sebagai supir (3%) dan sebagai petani (3%). Penduduk yang bermata pencaharian pokok sebagai petani (93%), sebagian besar bermata pencaharian sampingan sebagai buruh tani. Mata pencaharian sampingan sebagai buruh tani atau tenaga upahan merupakan suatu strategi survival. Ketika pendapatan yang diperolehnya dari bertani di lahan sewa,
25
garapan ataupun lahan milik sendiri belum
mencukupi untuk pemenuhan
kebutuhannya karena bekerja sebagai buruh tani atau tenaga upahan ini sudah jelas pendapatan perharinya. Untuk setengah harinya mereka biasa memperoleh antara Rp 12.000 – Rp 15.000. Untuk menambah penghasilan dari usaha taninya, petani tidak menanam satu jenis tanaman saja, tetapi mengusahakan jenis lain selain tanaman pokok dilahan yang sama. Pendapatan Petani Pendapatan petani merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan petani dalam suatu wilayah. Makin tinggi pendapatan petani maka makin sejahtera petani tersebut (Boedianto, 1993). Hasil analisis data primer menunjukan bahwa,
tingkatan pendapatan
responden diukur dengan 3 tingkatan yaitu < Rp 500.000 sebanyak 26 orang (86,67%), Rp 500.000 – Rp 1000.000 sebanyak 3 orang (10%), dan > 1000.000 sebanyak 1 orang (3,33%). Petani rata-rata berpendapatan < Rp 500.000 (87 %), hal ini menunjukan bahwa pendapatan yang mereka peroleh sangat minim sekali oleh karena itu menjadi buruh tani atau tenaga upahan merupakan suatu strategi survival untuk mencukupi kebutuhannya. Tingkat pendapatan petani disajikan pada Gambar 5.
10%
3%
87%
Pendapatan < Rp 500.000 Pendapatan Rp 500.000 - Rp 1000.000 Pendapatan > Rp 1000.000
Gambar 5. Pendapatan Petani
26
Besarnya pengeluaran tiap-tiap petani responden disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Pengeluaran Rumah Tangga Responden No 1
2
Jenis pengeluaran
Frekwensi
Persentase (%)
a. < Rp 10.000
1
3,33%
b. Rp 10.000 – Rp 20.000
26
86,67%
c. Rp 21.000 - Rp 30.000
3
10%
d. > Rp 30.000
-
-
Keperluan sehari-hari per hari
Tagihan (listrik, air, desa) per 16,67%
bulan
3
a. < Rp 20.000
5
43,33%
b. Rp 20.000 - Rp 40.000
13
23,33%
c. Rp 41.000 – Rp 60.000
7
6,67%
d. Rp 61.000 – Rp 80.000
2
10%
e. > Rp 80.000
3
Sekolah per hari a. < Rp 3000
6
20%
b. Rp 3000 – Rp 6000
16
53,33%
c. Rp 6100 – Rp 9000
2
6,67%
d. > Rp 9000
-
-
6
20%
e. Tidak
mengeluarkan
biaya sekolah Sumber: Data Primer Hasil Penelitian
Berdasarkan tabel diatas dapat dihitung pengeluaran yang dikeluarkan responden rata-rata antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dengan pendapatan responden sebagian besar kurang dari Rp 500.000. Apabila dibandingkan antara pendapatan dan pengeluaran, pendapatan yang diperoleh masih kurang mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya.
27
d.
Pemilikan Lahan Menurut Supriyo (1986) dalam Boedianto (1993), secara umum pemilikan
lahan di Jawa adalah sempit, rata – rata 0.6 ha setiap keluarga. Boedianto (1993) mengatakan bahwa, jarang didalam satu keluarga memiliki lahan melebihi luas 5 ha. Luas pemilikan lahan petani di Desa Cikanyere sebagian besar tergolong pada strata I (60 %), adapun luas lahan petani penggolongan dilakukan berdasarkan Kartasubrata (1986). Tabel 10 Luas Pemilikan Lahan Petani Strata kepemilikan
Luas (ha)
Frekwensi
Persetase (%)
0,50
18
60 %
Strata II
0,26-0,50
9
30 %
Strata III
0,01-0,25
3
10 %
Strata IV
0
-
-
lahan Strata I
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian
Sebagian besar status kepemilikan lahan yang ada adalah lahan guntai, sehingga sebagian besar lahan petani (51 %) berupa garapan dan sewa (33 %). Proporsi luas lahan berdasarkan statusnya disajikan pada Gambar 6.
13%
3%
Milik sendiri 33%
Sewa Garapan
51%
Sewa & garapan
Gambar 6. Status Pemilikan Lahan Petani
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Persepsi Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS) Berikut ini merupakan klasifikasi persepsi masyarakat mengenai pengertian DAS (Gambar 7).
Penampungan air Mata air Air
Sungai
(cai)
Irigasi
(73,33%)
Air resapan hutan
Pesawahan (serang) Pengertian DAS
Areal lahan/daratan
Kebun (kebon)
(10% )
Tegalan
Tidak tahu (16,67%)
Gambar 7. Klasifikasi Pengertian Daerah aliran Sungai (DAS) Sebagian besar masyarakat (73,33 %) menyatakan DAS adalah air, meliputi penampungan air, mata air, sungai, irigasi dan air resapan hutan. Sebanyak 10% masyarakat menyatakan Daerah Aliran sungai adalah areal lahan atau daratan seperti pesawahan, kebun, dan tegalan. Sebagian masyarakat lainnya (16,67 %) menyatakan tidak tahu mengenai pengertian Daerah Aliran sungai.
29
Beberapa alasan yang mendasari pernyataan masyarakat mengenai pengertian DAS antara lain: •
Masyarakat menyatakan DAS adalah air (73,33 %). Mereka beranggapan bahwa DAS adalah Sungai Cikundul atau sesuatu yang berhubungan dengan air, seperti penampungan air, mata air, irigasi dan air resapan hujan. Ciri-ciri masyarakat yang menyatakan persepsi tersebut adalah masyarakat yang merupakan anggota kelompok tani (15 orang), permukiman mereka seluruhnya jauh dari sungai dan pendidikannya hanya mencapai tingkat sekolah dasar (tamat maupun tidak tamat). Berikut ini beberapa pernyataan masyarakat mengenai pengertian DAS. ” Daerah aliran sungai nu didieu mah nya wahangan
Cikundul, ngan kadituna tebih
pisan. Aya ge
wahangan ciputri nu sok dianggo irigasi ka serang.” Salah seorang informan lain mengatakan : ” Daerah Aliran Sungai di lembur ieu sami sareng irigasi, nya eta cai anu tiasa alirkeun ka serang, aya oge nu nganggo disel jang narik ka luhurna”. •
Masyarakat menyatakan DAS adalah areal lahan atau daratan (10 %). Mereka beralasan bahwa, yang mereka pahami mengenai DAS adalah wilayah yang dialiri atau dilewati sungai, sehingga mereka beranggapan DAS berupa pesawahan, kebun dan tegalan. Ciri-ciri msyarakat yang menyatakan persepsi tersebut adalah masyarakat yang merupakan anggota kelompok tani, dua orang diantaranya bermukim dekat dengan sungai, dan pendidikannya mencapai tingkat Sekolah Dasar (1 orang), SLTP (1 orang) dan SLTA (1 orang). Menurut aparat desa, pengarahan atau penyuluhan mengenai DAS masih
dalam rencana dan akan dijadikan materi sekolah lapang. Berikut ini pernyataan informan aparat desa : ” Di lembur Cikanyere, pelatihan atanapi penyuluhan DAS teu acan lebet. Nembe aya rencana wae, engkin ti AMDAL ceunah bade masihan materi. Tapi duka iraha...??”
30
Masyarakat sebesar 16,67 % menyatakan tidak tahu mengenai pengertian DAS. Ciri-ciri masyarakat yang menyatakan hal tersebut adalah, masyarakat bukan anggota kelompok tani, pendidikannya hanya sampai tingkat Sekolah Dasar dan letak permukiman mereka jauh dari sungai. Berdasarkan data karakteristik responden, diketahui bahwa tingkat pedidikan masyarakat sebesar 93%
tidak tamat atau tamat Sekolah Dasar
(SD).Tingkat pendidikan pada taraf tersebut tergolong rendah. Rendahnya tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pembentukan persepsi. Menurut Asngari (1984) dalam Dewi (2002), bahwa persepsi bukan hanya dipengaruhi karakteristik pengalaman masa silam, tetapi dipengaruhi pula oleh karakteristik responden seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan informasi
dan sebagainya. Apabila
sulit atau lambat diperoleh, bagaimana persepsi yang baik dapat
terbentuk. Walaupun sesungguhnya pendidikan maupun informasi tidak selalu diperoleh melalui jalur formal saja. Misal bagi para petani, informasi dan pendidikan dapat diperoleh melalui kelompok tani. Keadaan tersebut tergantung pula pada aktif dan tidak aktifnya anggota kelompok tani.
Jauh dekatnya letak
permukiman masyarakat dengan sungai, ternyata menunjukan persepsi yang tidak berbeda mengenai pengertian DAS. Seutuhnya mereka belum memahami pengertian DAS.
31
Tutupan lahan banyak (seueur pepelakan) Infiltrasi baik/ cepat menyerap air (gampil nyerep cai) Sedikit erosi/tidak pernah terjadi erosi Tanah (taneuh) kasar, menggumpal Tanaman selalu tumbuh dengan baik Baik
Kondisi tanahnya baik
(73,33%)
Warna tanah hitam (hedeung), merah (beureum) Jika dibiarkan rumput (jukut) cepat tumbuh Gembur
Adanya lahan terbuka Infiltrasi lambat / agak lama menyerap air Erosi sedang/pernah terjadi erosi Kondisi DAS
Agak rusak (26,67 %) Tanah halus (taneuh lemes) tanah agak rusak Jika ditanami tanaman tumbuh kurang bagus
Rusak (0%)
Gambar 8. Klasifikasi Persepsi Responden Mengenai Kondisi DAS
32
Klasifikasi di atas (Gambar 8) menggambarkan bahwa, 73,33% masyarakat mengatakan DAS dalam kondisi baik. Keadaan tersebut ditandai dengan : •
Lahan yang masih banyak tertutup tumbuhan. Lahan dengan keadaan selalu tertutup oleh tumbuhan, baik tanaman pertanian maupun pohon. Tanaman pertanian dengan sengaja ditanam
dalam rangka budi daya usaha tani,
sedangkan pohon ditanam dalam rangka penghijauan, rehabilitasi lahan dan atas perintah pemilik lahan. •
Infiltrasi tanah baik. Ditunjukan oleh kemampuan tanah yang cepat menyerap air hujan, sehingga tidak terjadi genangan air di permukaan tanah.
•
Erosi yang terjadi sedikit atau hampir tidak terjadi. Sesuai yang tampak dilapangan, bahwa topografi Desa Cikanyere adalah datar dan sedikit berbukit.
•
Keadaan tanah baik. Sesuai pandangan masyarakat, tanah yang baik adalah tanah yang jika dipegang terasa kasar dan jika diamati tanah masih menggumpal, mengandung liat, jika ditanami, tanaman selalu tumbuh subur. Dari segi warna, tanah berwarna hitam, merah dan jika tanah dalam kondisinya baik dibiarkan, maka rumput akan cepat tumbuh.
Masyarakat yang menyatakan keadaan DAS baik, dicirikan oleh sebanyak 16 orang merupakan anggota kelompok tani, tingkat pendidikan hanya mencapai Sekolah Dasar, dan letak permukiman mereka jauh dari sungai. Letak lahan yang diusahakan pun bervariasi, dari lahan yang letaknya dekat dengan sungai dan pemukiman, dekat permukiman dan jauh dari sungai, serta jauh dari sungai dan permukiman. Sebesar 26,67% masyarakat mengatakan DAS kondisinya agak rusak. Keadaan tersebut ditandai dengan : •
Adanya lahan terbuka atau lahan tersebut tidak dimanfaatkan. Lahan terbuka ditandai dengan tidak adanya tumbuhan pada areal lahan tersebut atau lahan tersebut belum diusahakan untuk budi daya tertentu.
•
Infiltrasi tanah lambat. Apabila hujan turun, tanah agak lambat menyerap air sehingga sempat terjadi genangan.
•
Pernah terjadi erosi (erosi sedang). Kemungkinan terjadi erosi adalah pada lokasi yang agak berbukit.
33
•
Tanah agak rusak. Ciri tanah rusak menurut masyarakat, yaitu jika diremas tanahnya terasa halus, tanaman tumbuh kurang baik sehingga hasil panen rugi. Berakibat pada kerugian hasil panen.
Masyarakat yang menyatakan keaadaan DAS agak rusak, dicirikan oleh sebanyak 2 orang merupakan anggota kelompok tani, tingkat pendidikan hanya mencapai Sekolah Dasar, dan letak permukiman mereka jauh dari sungai. Letak lahan yang diusahakan pun bervariasi, dari lahan yang letaknya dekat dengan sungai dan pemukiman, dekat permukiman dan jauh dari sungai, serta jauh dari sungai dan permukiman. Mengacu pada persepsi masyarakat mengenai kondisi DAS (Gambar 8), dapat diketahui persepsi masyarakat apabila DAS rusak (Gambar 9). Hasil panen turun dan tidak menguntungkan Biaya ekstra untuk pemupukan tanah (ngaberakan taneuh) Kerugian usaha pertanian Tanaman tidak tumbuh subur Tidak bisa bertani Rugi (93,33%)
Erosi Longsor
DAS rusak
Tidak rugi
Faktanya DAS tidak rusak
Pohon & tanaman banyak yang tumbuh
(6,67%) Tidak pernah terjadi longsor Tanaman selalu tumbuh subur
Gambar 9. Pengelompokan Alasan Ada Tidaknya Kerugian yang Dirasakan Jika DAS Rusak Apabila DAS mengalami kerusakan, masyarakat akan merasa rugi. Bentuk kerugian yang dirasakan berupa terjadinya erosi, longsor dan kerugian usaha
34
pertanian. Menurut masyarakat, DAS yang rusak mengakibatkan tanah kurang subur. Akibat tanah yang kurang subur, kerugian usaha tani yang dirasakan berupa, hasil panen turun sehingga tidak menguntungkan, perlu tambahan biaya untuk pemupukan. Sebagian masyarakat (6,67%) menyatakan, tidak rugi jikalau DAS rusak. Faktanya sampai saat ini DAS masih terlihat baik, ditandai oleh, banyak pohon dan tanaman tumbuh subur, dan tidak pernah terjadi longsor. Kerugian yang dirasakan masyarakat jika DAS rusak, dapat dihubungkan dengan tingkat kebutuhannya. Berdasarkan data karakteristik responden, 93 % memiliki mata pencaharian utama sebagai petani. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sangat membutuhkan lahan untuk usaha tani.Apabila lahan yang mereka butuhkan kurang subur, usaha tani pun tidak menghasilkan, akibatnya penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan berkurang. Ciri lain dari masyarakat yang menyatakan kerugian jika DAS rusak adalah sebanyak 18 orang diantaranya merupakan anggota kelompok tani,
matapencaharian utama sebagai petani,
berpendapatan kurang dari Rp 500.000 (26 orang) dan pendidikannya hanya mencapai tingkat Sekolah Dasar. Dengan demikian rusaknya DAS akan sangat merugikan masyarakat. Rusaknya DAS akan menimbulkan kerugian. Jika kualitas air di suatu DAS menurun maka, akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat (76,67%). Pengaruh yang dirasakan diantaranya, air tidak dapat dikonsumsi sehari-hari, mengakibatkan kekeringan (menurut masyarakat, kualitas air menurun berarti air tersedia sedikit) dan penyakit kulit. Air yang tidak dapat dikonsumsi adalah air dengan cirri-ciri : - Berwarna kuning, merah - Berbau - Banyak mengandung kotoran. Ciri masyarakat yang menyatakan hal tersebut adalah informan bukan anggota kelompok tani, pendapatannya Rp 500.000 – Rp 1.000.000, mata pencaharian utama sebagai petani, buruh tani dan wiraswasta, serta tingkat pendidikannya ada yang telah melampaui tingkat Sekolah Dasar. Menurunnya kualitas air di DAS, tidak menimbulkan pengaruh apapun bagi kehidupan(23,33 %). Masyarakat akan beralih menggunakan PAM, karena
35
PAM sudah masuk ke Desa Cikanyere. Faktanya air di Desa Cikanyere selalu bagus,sehingga selama ini mereka tidak merasakan pengaruh apapun. Pernyataan salas seorang informan : “ Ah, cai di dieu mah sae, tara aya gangguan janten tiasa teras dianggo sadidinten” Ciri-ciri air yang baik menurut pandangan masyarakat adalah, - Tidak berbau - Air yang berasal dari galian sumur dengan kedalaman ≥ 20, berikut merupakan pernyataan informan : “Upami sumurna jero, caina oge sae, nah lamun caina kiruh artina sumur kedah ditambihan jerona” - Berwarna bening, bening kebiruan - Tidak terdapat kotoran - Air yang berasal dari PAM, sungai dan sumur - Rasanya sejuk Klasifikasi persepsi masyarakat mengenai pengaruh menurunnya kualitas air di DAS disajikan pada Gambar 10.
36
Air kuning, merah Tidak bisa dikonsumsi sehari-hari (air buruk)
Bau Banyak kotoran
Berpengaruh (76,67%)
Kekeringan Penyakit kulit
Kualitas air dalam DAS menurun Dapat beralih menggunakan PAM Tidak berpengaruh (23,33 %) Tidak bau Air galian sumur ≥ 20 m Warna bening, bening kebiruan Faktanya air disini selalu bagus
Tidak mengandung kotoran Air PAM, Sungai, air sumur
Rasa air sejuk
Gambar 10. Klasifikasi Pengaruh Menurunnya Kualitas Air dalam DAS Hampir seluruh masyarakat di desa Cikanyere mengkonsumsi air sehariharinya berasal dari sumur. Mereka jarang atau tidak pernah menggunakan air sungai, karena letaknya jauh dari permukiman. Hanya masyarakat yang lokasinya dekat dengan sungai saja yang menggunakan air sungai. Anak sungai cikundul (Ciputri) yang melalui salah satu dusun (dusun IV) banyak digunakan untuk irigasi sawah. Sungai Cikundul memiliki empat anak sungai, yaitu Ciputri, Ciwalen, Cisarua dan Cipendawa. Khusus untuk penampungan persediaan air dibangun Chek DAM yang terletak di dusun I (panyirapan) dan yang terbaru terletak di dusun IV (simpang) Desa Cikanyere.
37
Persepsi Masyarakat Mengenai Fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat besar manfaatnya, bagi seluruh (100%) masyarakat. Manfaat DAS menurut pandangan masyarakat dapat dilihat pada Gambar 11.
100.00%
83.30%
80.00% 60.00% 40.00% 20.00%
3.33% 3.33% 6.67%
Pertanian Irigasi Pertanian & pemukiman Pertanian & peternakan
0.00% 1
Gambar 11. Manfaat DAS Menurut Informan Sebagian besar masyarakat (83,33 % ) menyatakan bahwa DAS berfungsi untuk areal pertanian. Pertanian dan peternakan (6,67%), untuk pertanian, permukiman dan peternakan (3,33%) dan untuk irigasi (3,33%). Manfaat adalah dapat menghasilkan sesuatu bagi kehidupan, sehingga arah pandangan manfaat lebih tertuju pada pemanfaatan areal lahan untuk pertanian. Usaha tani merupakan kegiatan yang menghasilkan dan dapat dijadikan sebagai mata pencaharian. Tingkat kepentingan terhadap usaha pertanian sangat tinggi, dibuktikan dengan 93 % responden bermata pencaharian sebagai petani. Mengingat sungai adalah karunia Tuhan, dimana setiap orang berhak menikmati dan memanfaatkannya, maka penduduk merasa bebas memperlakukan sungai sesuai dengan kehendak mereka. Gambaran mengenai kepentingan responden terhadap sungai disajikan pada Gambar 12.
38
Pembuatan DAM Pengairan
ke
masjid Memiliki kepentingan (16,67%)
buang sampah Irigasi sawah
Kebutuhan sehari-hari Kepentingan masyarakat terhadap sungai Untuk kebutuhan sehari-hari dari sumur/PAM Tidak memiliki kepentingan (83,33%) Letaknya
jauh
dari sungai
Gambar 12. Kepentingan Masyarakat Terhadap Sungai Sebanyak 16,67% masyarakat memiliki kepentingan terhadap sungai. Masyarakat memanfaatkan sungai untuk pembuatan DAM, untuk pengairan ke masjid maupun kesawah, konsumsi kehidupan sehari-hari serta sebagai tempat untuk pembuangan sampah. Masyarakat memandang bahwa sungai berfungsi untuk membersihkan. Airnya dapat dipakai untuk mencuci dan membersihkan segala sesuatu. Aliran sungainya mampu membersihkan segala macam kotoran yang masuk kedalamnya, artinya kotoran yang dibuang kedalamnya hanyut ketempat lain dan lingkungan sekitar mereka tetap bersih (Putra, 1997). Kegiatan membuang sampah disungai dilakukan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di dekat sungai. Penduduk yang masih menggunakan sungai adalah mereka yang bermukim dekat dengan sungai yaitu di dusun IV. Pernyataan informan : ” Lamun dusunna caket ka wahangan, wahangan tiasa dimanfaatkeun kanggo miceun runtah. Da repot pisan upami kedah ngagali liang. Nggeus mah lahan di bumi sempit, kedah ngadamel liang
39
deui. Nya teu aya tempatna atuh.....naha teu manfaatkeun wahangan wae” Beberapa dusun lainnya terletak jauh dari sungai, sehingga 83,33% responden mengatakan tidak menggunakan air sungai, untuk pengairan lahan pertanian hanya bergantung dari air hujan. Umumnya usaha tani dilakukan di lahan kering (93,33 %) dan konsumsi air sehari-hari berasal dari sumur atau PAM.
Persepsi Masyarakat Mengenai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Apabila Daerah Aliran Sungai
rusak, maka
masyarakat di wilayah
tersebut merasakan kerugian. Pihak yang paling merasakan kerugian apabila DAS rusak adalah masyarakat, sedangkan pemerintah tidak merasakan kerugian apapun. Bentuk kerugian yang dirasakan masyarakat, berupa hilangnya lapangan pekerjaan bidang pertanian, kerugian tenaga dan biaya guna pengembalian kesuburan tanah dan hasil panen yang kurang bagus sehingga tidak menguntungkan. Terdapat pula 3,33% masyarakat yang berpandangan tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan rusaknya DAS, karena jelas terlihat DAS saat ini kondisinya baik. Pernyataan salah satu informan : ” Teu aya karugian nanaon nu diraos kusabab tos uninga pami DAS didieu teu reuksak, hasil panen sae, sareng di peulakan nanaon ge janteun”. Adanya pihak yang merasa dirugikan (96,67 %) apabila DAS rusak, menjadikan mereka berpandangan bahwa sebaiknya ada tindakan yang dilakukan melihat kondisi DAS saat ini. Seharusnya masyarakat melakukan pengelolaan terhadap Daerah Aliran Sungai, dimana pengelolaan dilakukan dengan pengurusan dan pengembangan dari semua sumber daya alam guna mencukupi kebutuhan masa kini dan masa depan penduduknya. Pengurusan dan pengembangan sumberdaya alam erat sekali dengan pola tata guna tanah dari wilayah tersebut. Pandangan masyarakat mengenai tindakan yang harus dilakukan terhadap DAS berupa :
40
•
Memanfaatkan untuk areal pertanian (48%). Sejauh ini yang dapat mereka lakukan hanya memanfaatkan lahan untuk usaha tani, karena usaha tersebut merupakan mata pencaharian utama (93,33%).
•
Menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah. Upaya yang dilakukan berupa, konservasi tanah secara kimia melalui pemupukan (10%).
•
Melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, menanam pohon pada lahan pertanian (46,67%). Penanaman pohon pelu dilakukan karena pohon mampu menyimpan air (3,33%). Kegiatan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) pernah dilakukan pada tahun 2004, berlokasi di Dusun Nenggeng Desa Cikanyere seluas 125 ha.
•
Menggarap lahan atau memanfaatkan lahan, artinya
tidak membiarkan
lahan terbengkalai begitu saja (3,33%). Meskipun tingkat pendidikan masyarakat tergolong rendah (93 % tamat/tidak tamat SD), namun persepsi mereka terhadap pengelolaan DAS menunjukan persepsi yang positif. Mereka merasa perlu melakukan pengelolaan DAS. Pola tata guna tanah mempengaruhi kondisi suatu DAS. Sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Penerapan pola tanam dan budi daya jenis tertentu, ternyata tidak berpengaruh terhadap kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS). Petani belum menyadari,bahwa sesungguhnya yang diterapkan selama ini pada lahan mereka telah mengarah pada upaya pengelolaan DAS. Mereka hanya berpandangan bahwa lahan yang mereka usahakan harus mampu memberikan hasil yang baik. Persepsi Masyarakat Mengenai Peran Para Pihak dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Apabila Daerah Aliran Sungai (DAS) mengalami kerusakan, pihak yang paling dirugikan adalah masyarakat yang yang bermukim di sepanjang DAS. Oleh sebab itu, pihak yang seharusnya berpartisipasi dalam pengelolaan DAS adalah masyarakat (26,67%), penggarap lahan (3,37%) dan 70% mengatakan masyarakat dengan bimbingan para pihak atau pemerintahlah yang seharusnya berpartisipasi dalam pengelolaan DAS.
41
Pihak yang seharusnya berpartisipasi dalam pengelolaan DAS adalah masyarakat dengan bimbingan pihak-pihak atau pemerintah (70% ), baik pihak yang berada di masyarakat bersangkutan maupun dari pemerintah daerah setempat. Pihak-pihak ataupun pemerintah belum berperan dalam pengelolaan DAS (43,33%), sedangkan masyarakat hanya sebatas melakukan usaha tani di lahan pribadi, garapan atau lahan sewa. Sebanyak 40 % masyarakat menyatakan pihak-pihak ataupun pemerintah sudah berperan dalam pengelolaan DAS. Selebihnya 16,67% menyatakan tidak tahu. Sejauh ini, pengelolaan DAS dilakukan (50 %) dengan ajakan pemerintah dan sebagian lagi (50%) menyatakan belum ada ajakan pemerintah untuk mengelola DAS. Bentuk ajakan yang diberikan pada masyarakat berupa: •
Membantu dalam bidang pertanian. Menurut pandangan mereka, pemanfaatan lahan untuk pertanian merupakan salah satu upaya pengelolaan DAS.
•
Memberikan bantuan biaya. Sebagai upaya mengurangi terjadinya erosi melalui proyek pembuatan teras pada lahan miring seluas 40 Ha. Kegiatan ini pernah dilakukan pada tahun 1982.
•
Penyuluhan dan pengarahan melalui sekolah lapang, baik berupa ajakan penghijauan, cara menanam yang baik maupun pelaksanaan programprogram pemerintah atau dari pihak lainnya. Adanya pandangan yang berbeda mengenai ada tidaknya ajakan
pemerintah kepada masyarakat dalam pengelolaan DAS disebabkan oleh, informan yang terpilih bukan merupakan anggota kelompok tani sehingga ada kemungkinan penyebaran informasi ataupun ajakan tidak sampai pada mereka. Adanya anggota kelompok tani yang belum merasakan ajakan tersebut karena, mereka tidak aktif menghadiri pertemuan yang diadakan serta kurang aktif dalam mengali informasi yang sampai pada kelompok tani.
Persepsi Masyarakat Mengenai Pengorganisasian Petani Daerah Aliran Sungai perlu mendapat pengelolaan demi tercapainya kondisi hidrologi DAS yang menjamin upaya pemanfaatan sumber daya alam lainnya di Wilayah DAS tersebut secara optimal berkelanjutan dalam rangka
42
pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Manan, 1995). Mengingat betapa pentingnya keberadaan DAS yang baik,43,33% masyarakat menyatakan perlu adanya aturan mengenai pengelolaan DAS. Beberapa aturan yang seharusnya ada menurut pandangan masyarakat berupa : •
Aturan mengenai penanaman dan penentuan jenis tanaman yang baik. (lebih menguntungkan)
•
Aturan yang menjaga agar tutupan lahan tetap ada, adanya penanaman pohon dan aturan menebang.
•
Aturan yang membantu petani dalam perolehan modal, bibit, pupuk, dan pemasaran hasil.
•
Adanya tempat konsultasi masalah pertanian
•
Aturan rotasi tanaman dan penanggulangan hama
•
Aturan pendirian bendungan untuk menanggulangi masalah kekeringan di saat kemarau Sebesar 26.67% masyarakat,
menyatakan tidak tahu mengenai perlu
tidaknya aturan tentang pengelolaan DAS. Sebagian masyarakat (33,33 %) menyatakan tidak perlu adanya peraturan tentang
pengelolaan DAS, dengan
alasan akan merugikan. Mereka menganggap bahwa mengelola DAS sama dengan kegiatan usahatani, sehingga mereka beranggapan adanya aturan hanya akan merugikan. Dari segi modal tani mereka pernah memperoleh pinjaman modal, bibit dan pupuk. Ketika panen bukan untung yang diperoleh, tetapi menjadi hutang yang bagi mereka amat memberatkan. Salah satu informan mengatakan : ”kanggo naon aya aturan?! Abdi mah kapok ku ayana
aturan
teh,
matak
ngarugikeun
patani
wungkul! Abdi kenging bantosan modal, bibit jagong sareng pupukna. Eh, pas panen teh sanes untung......nu aya mah malah buntung! Abdi janten bingung, timana ngalunasannana?!?! Da pakasaban abdi ngan ukur ti usaha tani di kebon batur sareng jadi buruh tani”
43
Kemudian kerugian dari segi penanaman, jika diterapkan pembuatan teras sebelum penanaman hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga saja disamping bibit tanaman yang dapat ditanam lebih sedikit. Menurut mereka tidak menerapkan pembuatan teras di lahan miring tidak akan berdampak apapun. Mereka menanam dengan cara di hampar, karena cara ini merupakan cara yang baik. (Gambar 13)
Gambar 13. Menanam dengan Cara Dihampar Pernyataan informan mengenai kerugian yang dialaminya : ” Ngadamel teras ngan ukur miceunan tanaga sareng waktos wungkul. Abdi kantos mraktekeun ngadamel teras sapertos nu dianjurkeun ti dinas PKT. Kanyataanana
luasan tanaeuh nu
tiasa
dipelakan ngan sakedik, janten hasil panena oge sakedik. Abdi teu ngalaksanakeun anjuran ti dinas PKT deui, tapi tetep dihamparkeun da kanggo abdi mah teu aya rugina, margi salami ieu mah teu acan pernah aya erosi”. Pemanfaatan lahan untuk pertanian, merupakan upaya dalam pengelolaan DAS, tidak perlu perlakuan lainnya. Ada pula yang mengatakan bahwa biarkan saja lahan apa adanya sesuai dengan kondisi alam, artinya alam sendiri akan mampu mengembalikan keadaan tanah yang subur dari rumput-rumput yang tumbuh kemudian mati dan akan menjadi pupuk.
44
Pengelolaan DAS tidak dapat dilakukan oleh satu atau dua orang saja, tetapi perlu adanya kesatuan pandangan dan pemahaman dalam gerak sehingga secara serentak seluruh lapisan masyarakat dapat ikut berperan dalam pengelolaan DAS. Untuk memfasilitasi gerak dalam pengelolaan DAS, perlu adanya perkumpulan atau wadah untuk menggerakan (66,67%). Wadah yang dimaksud dapat berupa perkumpulan yang menangani masalah pengelolaan DAS secara khusus ataupun cukup melalui kelompok tani saja. Bagi sebagian kecil (3,33 %) masyarakat berpandangan tidak perlu adanya wadah yang menggerakan pengelolaan DAS , dengan alasan belum ada pihak yang mengajak untuk membentuk perkumpulan. Secara tidak langsung, masyarakat telah mengelola DAS. Pengelolaan dilakukan dengan cara memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian. Mengenai wadah bertukar pengalaman atau meminta pendapat, dapat mereka lakukan sendiri dengan para petani lain yang sudah berpengalaman atau dengan aparat pemerintahan desa yang dekat dengan masyarakat. Organisasi khusus yang bergerak dalam pengelolaan DAS sampai saat ini belum ada. Selama ini, kegiatan ataupun program-program dari berbagai pihak yang masuk ke desa selalu melalui kelompok tani. Tidak semua kelompok tani dapat dilibatkan dalam setiap program. Kelompok tani yang dilibatkan dalam program-program adalah kelompok tani yang termasuk katagori kelompok tani dinamis. Kelompok tani dinamis dicirikan oleh adanya kegiatan kebersamaan, baik dalam hal budi daya, sarana produksi, pemasaran hasil, bakti sosial dan pengendalian hama. Arti penting keberadaan kelompok tani diantaranya : •
Bagi mereka, ruang gerak kelompok tani dapat bersifat multifungsi. .
•
Tempat bagi para petani memperoleh bantuan usaha tani, karena bantuan akan lebih mudah dikucurkan melalui kelompok dibandingkan langsung ke individu-individu.
•
Tempat bagi para petani memperoleh pengarahan mengenai banyak hal, seperti peningkatan pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang pengelolaan DAS, serta upaya dalam perbaikan kondisi DAS.
•
Sebagai wadah kegiatan masal yang diadakan pemerintah.
45
Mengenai keanggotaan bagi wadah atau perkumpulan tersebut, menurut 80% responden seharusnya adalah masyarakat pada umumnya dan para petani pada khususnya.
Perilaku Kegiatan dalam Pengelolaan DAS Persepsi yang dimiliki responden, akan berpengaruh pada perilakunya (Harihanto, 2001). Persepsi positif masyarakat mengenai kualitas dan fungsi DAS, akan mendorong mereka berprilaku tertentu untuk mewujudkan kondisi DAS agar tetap baik. Dari 73,33% masyarakat yang menyatakan DAS baik, 40% diantaranya telah turut serta pengelolaan DAS. Sebesar 26,67% masyarakat yang menyatakan DAS agak rusak, 16,67% diantaranya turut serta pengelolaan DAS. Bentuk pengelolaan DAS yang dilakukan berupa, turut serta dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) pada tahun 2004, pengelolaan lahan pertanian dan menanam pohon pada kebun atau ladang mereka. Pengelolaan DAS dilakukan hanya sebatas pada pemanfaatan lahan untuk usaha tani. Pengelolan lahan yang dilakukan termasuk upaya pengelolaa DAS. Tidak turut sertanya masyarakat dalam pengelolaan DAS, karena: •
Bibit untuk menanam pohon tidak tersedia.
•
Informasi mengenai kegiatan penanaman pohon tidak menyebar.
•
Lebih baik menanam tanaman pertanian, karena lebih cepat menghasilkan dari pada menanam pohon. Menanam pohon perlu lahan yang luas, jangka waktu lama, maka lama pula menghasilkan, serta sebagian besar lahan yang di usahakan bukan milik sediri (96,67 %) .
•
Jika tidak diperintahkan untuk menanam pohon, mereka tidak menanam (sedikit (3,37 %) yang menyadari bahwa menanam pohon itu perlu). Ditinjau secara statistik dengan menggunakan uji Chi-square, hubungan
antara persepsi masyarakat terhadap kondisi DAS dengan perilakunya dalam mengelola DAS dapat dilihat pada Tabel 11.
46
Tabel 11 Hubungan Persepsi Masyarakat Terhadap Kondisi DAS dengan Perilaku mengelola DAS Mengelola DAS
Tidak mengelola
Perilaku
Jumlah
DAS
Persepsi DAS baik
12
10
22
DAS agak rusak
5
3
8
Jumlah
17
13
30
DF = 1
P-value = - 0,134619755
H-tabel = 3,841
Berdasarkan hasil perhitungan dapat terlihat perbandingan bahwa ternyata P-value lebih kecil dari pada H-tabel. Sesuai dengan kriteria statistik jika P-value lebih kecil dari H- hitung maka persepsi masyarakat tidak berpengaruh nyata terhadap perilaku. Meskipun secara statistik persepsi tidak berpengaruh nyata namun berdasarkan proporsi persentase, persepsi berpengaruh terhadap perilakunya. Dari 73,33% masyarakat yang menyatakan DAS baik, 40% diantaranya telah turut serta pengelolaan DAS. Sebesar 26,67% masyarakat yang menyatakan DAS agak rusak, 16,67% diantaranya turut serta pengelolaan DAS
Pola Tanam dan Jenis Tanaman Penerapan pola tanam dan budi daya jenis tertentu, tentunya tidak lepas dari proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan merupakan hal penting dan harus dilakukan oleh seorang petani. Petani sebagai individu selalu membuat keputusan, dalam kaitan ia sebagai anggota rumah tangga, yang selalu dipengaruhi
oleh
ketersediaan
sumberdaya
dalam
rumah
tangga
yang
bersangkutan. Lebih lanjut disebutkan bahwa perilaku petani dalam pengambilan keputusan dan tindakan dipengaruhi oleh hubungan sosial diantara mereka,
47
misalnya keputusan suatu masyarakat akan mempengaruhi keputusan individu (Suek, 1994 dalam Nurmaulana, 2005). Sebagian besar masyarakat (100 %) menerapkan pola tanam campuran (Gambar 14 dan 15).
Gambar 14. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Sesin
Pada Gambar 14, tampak bahwa tanaman pokok berupa sesin dan tanaman pagar adalah tanaman pisang dan talas. Jenis pola campuran lainnya dapat dilihat pada Gambar 15.
48
Gambar 15. Pola Tanam Campuran dengan Jenis Tanaman Pokok Ubi Jenis tanaman pokok yang tampak pada pola tanam campuran diatas berupa jenis ubi dengan tanaman pagarnya berupa tanaman singkong. Jenis tanaman yang dibudi dayakan sebagian besar berupa palawija (93,33 %), dengan jenis jagung, singkong, kacang, cabe, pisang, tembakau, buncis, tomat, jahe. Jenis palawija yang paling banyak di budi dayakan adalah jagung. Budi daya tanaman pangan hanya 6,67 % dengan jenis padi. Proporsi budi daya jenis tanaman disajikan pada Gambar 16.
Jenis tanaman yang ditanam petani
93,33%
100,00% 80,00% 60,00% 40,00%
0%
20,00%
Pohon Palawija
6,67%
Tanaman pangan
0,00%
Gambar 16. Jenis Tanaman yang Ditanam Alasan para petani menerapkan pola tanam dan budi daya jenis tertentu adalah ; •
Sesuai dengan persediaan bibit. Apabila mengusahakan lahan garapan, maka pola tanam dan jenis tanaman ditentukan atau tergantung pada pemilik lahan atau yang dikuasakan.
•
Mudah, sederhana dan ringan dalam pengusahaannya.
•
Menguntungkan serta jelas pasarannya.
•
Pada umumnya pola tanaman campuran diterapkan dan jenis palawija yang ditanam pun umumnya jenis-jenis tersebut.
•
Sesuai dengan keahlian dan pengalaman petani, sehingga sulit jikalau harus berubah dan takut mengalami kerugian.
•
Sesuai dengan ketersediaan lahan dan cocok dengan jenis tanahnya.
49
Cocok dalam hal ini, tanaman akan tumbuh dengan baik apabila jenis tanaman tersebut ditanam. Sesuai dengan ketersediaan lahan artinya, untuk areal yang dekat dengan anak Sungai Cikundul ataupun mata air, lahan yang tersedia biasanya untuk areal persawahan, sedangkan yang lokasinya jauh dari sungai diusahakan berupa areal perkebunan. Umumnya hanya beberapa pohon saja yang ditanam pada lahan pertanian. Jikalau ada pohon yang ditanam, sesungguhnya atas perintah dalam rangka penghijauan dan ada upah untuk penanamannya. Upah per pohonya Rp 300.00. Menurut mereka menanam pohon membutuhkan lahan yang luas, sedangkan lahan yang mereka miliki hanya sedikit luasannya. Pohon memerlukan waktu lama untuk menunggu hasilnya (perlu bertahun-tahun untuk memanennya). Mereka membutuhkan hasil secepatnya untuk keperluan hidup sehari-hari. Pada umumnya setelah petani membersihkan lahan dan lahan telah siap untuk di tanami, tanaman yang pertama kali mereka tanam adalah tanaman jagung. Setelah panen ada kemungkinan berganti jenis atau dapat juga ditanami tanaman yang serupa. Sebagai tanaman pagar, petani banyak menggunakan tanaman pisang dansingkong, namun ada juga yang menggunakan tanaman talas sebagai batasnya. Ada beberapa petani yang menerapkan cara menanam dengan cara di saeur. Tujuannya agar tanaman tidak rusak apabila di terpa angin. Tampak pada Gambar 17.
Gambar 17. Penanaman dengan Cara di Saeur
50
Untuk mengatasi masalah pengairan pada lahan pertanian dapat dibuat saluran irigasi. Saluran irigasi dapat dibuat oleh masyarakat yang pemukimannya dekat dengan sungai atau sumber mata air, disamping itu dapat pula menggunakan pompa. Sebagian lokasi yang dekat dengan sumber pengairan, lahannya diusahakan untuk persawahan. Lahan yang jauh dengan sumber pengairan, sebagaian besar dimanfaatkan untuk kebun. Pengairannya hanya bergantung pada hujan. Menurut informan tanah di desa ini selalu basah/lembab, sehingga dimusim kemarau pun tanaman masih dapat tumbuh baik tanpa kekurangan
air.
Sebagaimana dinyatakan oleh salah satu informan berikut : ” kusabab kebon bapa tebih ka wahangan, nganggo pengairanana bapa mah pasrah. Kumaha Alloh wae. Pami dipasihan hujan alhamdulilah, pami henteu
nya....wayahna
untung-untungan.
Mun
rejeki nya pepelakan teh ngasilkeun sanajan teu aya hujan ge, upami teu rejeki nya teu aya untungna. Pokona bapa mah usaha jeung pasrah ka Alloh !!” Dalam melakukan pengolahan tanah, petani melakukan beberapa cara, antara lain melalui pemupukan, pengapuran dan mencangkuli. Pemupukan dan pengapuran merupakan upaya konservasi secara kimia (93,33%), sedangkan mencangkuli tanah merupakan cara tradisional yang banyak dilakukan masyarakat dalam upaya penggemburan tanah. Konservasi tanah secara kimia banyak dipilih karena pada umumnya dilakukan oleh banyak petani, disamping sudah berpengalaman dan sederhana pengerjaanya. Upaya konservasi lainnya
yang dilakukan berupa
konservasi tanah secara mekanis, melalui pembuatan teras bangku pada pesawahan (6,67 %). Menurut Departemen Kehutanan (2002), konservasi tanah secara kimiawi ada tiga macam yaitu soil conditioning, pengapuran dan pemupukan. Namun yang diterapkan petani hanyalah pengapuran dan pemupukan. Pengapuran dan pemupukan yang diterapkan dapat dijelaskan sebagai berikut. Pengapuran
51
Pengapuran adalah penambahan kalsium (Ca) atau ikatan-ikatan yang mengandung Ca atau magnesium (Mg) ke dalam tanah untuk mengurangi kemasaman tanah. Tujuan pengapuran adalah untuk menurunkan kemasaman atau meningkatkan pH tanah yang pada kondisi tertentu secara langsung atau tidak langsung akan merugikan bahkan membahayakan pertumbuhan tanaman. Persyaratan teknis berupa pada tanah dengan pH < 5,6 Faktor-faktor yang menentukan pengapuran :
(a)
Kebutuhan tanaman Tanaman jagung pada ultisol dan oksisol membutuhkan kapur untuk meningkatkan pH antara 5,5 - 5,8.
(b)
Tekstur, kadar bahan organik tanah dan pH tanah Untuk tanah-tanah yang bertekstur kasar dan kadar bahan organik yang lebih rendah memerlukan kapur yang lebih sedikit.
(c)
Waktu dan frekwensi pengapuran Pada tanah-tanah yang sangat masam, dalam sistem rotasi (termasuk tanaman legum) pengapuran sebaiknya 3-6 bulan sebelum tunggal,agar reaksinya lebih baik dengan tanah sehingga tidak menggangu benih. Frekwensi pengapuran sangat tergantung pada tekstur, pupuk N yang diterapkan, tananam yang diambil/dikeluarkan dari bidang olah serta jumlah kapur yang diberikan. Pengapuran dapat dilakukan setiap 3-5 tahun tetapi untuk tanah-tanah berpasir kemungkinan diperlukan pemberian lebih sering.
(d)
Harga dan sifat bahan kapur Bahan-bahan kapur yang kasar akan diperlukan lebih banyak, tetapi apabila kapur mati dapat dikurangi. Umumnya tanah-tanah kekurangan unsur Mg sehingga penggunaan kapur dolomitik akan lebih baik.
(e)
Kedalaman lapisan olah Rekomendasi pengapuran diberikan pada lapisan olah kedalaman 6 inchi (15 cm). Apabila sedalam lapisan olah hingga 10 inchi (30 cm) berarti jumlah kapur yang ditambahkan meningkat sebesar 50%.
52
Pemupukan Pengertian pupuk dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu atas dasar pembuatannya (alam dan buatan), atas kandungannya (tunggal dan majemuk) dan atas susunan kimianya yang berkaitan erat dengan sifat tanah. Pupuk Alami 1. Pupuk Kandang Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan ternak, yang tercampur dengan sisa-sisa makanan. Dibandingkan dengan pupuk buatan pupuk kandang mempunyai kandungan unsur yang lebih sedikit, lambat bereaksi, dan harus mengalami berbagai perubahan terlebih dahulu sebelum dapat dihisap oleh tanaman. Tujuan dari penggunaan pupuk kandang ialah dapat menambah unsur hara, mempertinggi humus, memperbaiki struktur tanah dan mendorong kehidupan jasad renik sebagai persediaan unsur hara yang berangsur-angsur. Persyaratan : 1.
Kadar bahan organik rendah
2.
Kemudahan dalam pengolahan tanah (keras saat kering, lekat dan plastis saat basah).
2. Kompos Kompos adalah salah satu pupuk organik yang diperoleh dari hasil dekomposisi sisa-sisa bahan organik atau bahan organik seutuhnya dengan memanfaatkan
aktivitas
mikroorganisme
pembusuk
mulai
dari
proses
penghancuran fisik hingga penghancuran kimiawi dan proses mineralisasi. Tujuan dari penggunaan kompos adalah sebagai upaya memperoleh pupuk organik karena tidak tercukupi oleh pupuk kandang maupun pupuk hijau. Untuk memperoleh kompos, bahan-bahan organik harus melalui proses pengomposan terlebih dahulu sehingga hara yang tersedia dapat digunakan langsung oleh tanaman. Persyaratan : 1.
pH > 7,0
2.
Kadar bahan organik rendah
53
3.
Kemudahan pengolahan tanah (Keras saat kering, lengket serta plastis saat basah).
Pupuk Buatan Pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik yang mengandung unsur hara tertentu dan umumnya mempunyai kandungan hara yang tinggi. Tujuan dari penggunaan pupuk buatan ini adalah untuk mendapatkan kondisi kadar hara tertentu sesuai yang diinginkan. Keuntungan pupuk buatan : 1.
Lebih mudah menentukan jumlah pupuk yang diperlukan sesuai dengan keperluan tanaman
2.
Dapat diberikan pada saat-saat yang tepat
3.
Mudah untuk penggunaannya
4.
Mudah dalam pengangkutan
Kerugian pupuk buatan : 1.
Bila tidak dengan perhitungan yang benar dapat merusak lingkungan
2.
Umumnya tidak atau sedikit mengandung unsur mikro dan hanya unsur tertentu saja yang mempunyai konsentrasi tinggi
Pengelompokkan pupuk buatan berdasarkan kandungan unsur haranya : 1. Pupuk tunggal, yaitu pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara (N, P, atau K saja). 2. Pupuk majemuk, yaitu pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara (gabungan N dan P, N dan K, atau gabungan N, P, dan K). Persyaratan teknis pemberian pupuk yaitu kadar bahan organik rendah (< 4.5%) serta kemudahan dalam pengolahan tanah : keras saat kering, lekat dan plastis saat basah. Teknik konservasi tanah yang dijumpai adalah konservasi tanah secara mekanis untuk pengendalian erosi. Bentuk teknis konservasi yang dijumpai di lapangan berupa pembuatan teras bangku. Menurut Departemen kehutanan (2002) penjelasan tentang tekhik tersebut sebagai berikut. Teras bangku Teras bangku adalah dataran yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai. Bangunan ini dilengkapi dengan saluran pembuangan air
54
(SPA) dan ditanami rumput untuk penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring keluar dan miring ke dalam. Tujuannya adalah untuk menyerap aliran permukaan dan mengendalika erosi serta sebagai bidang olah pada lahan miring. Persyaratan : 1.
Sesuai untuk daerah pertanian yang berlereng dengan kedalaman tanah yang cukup. Praktek pengendalian erosi ini diadopsi untuk memfasilitasi sistem pertanian tertentu dengan teknis-teknis mekanis.
2.
Teras yang miring keluar harus diterapkan bersama dengan hillside ditches
Keuntungan : 1.
Dapat mengurangi terjadinya erosi
2.
Dapat menurunkan limpasan permukaan, dan
3.
Dapat meningkatkan pendapatan
Kerugian : 1.
Diperlukan biaya dan waktu dalam pembuatannya
2.
Diperlukan tambahan tenaga kerja Persepsi positif masyarakat mengenai kualitas dan fungsi DAS,
didukung oleh perilakunya. Pengelolaan lahan dengan teknik konservasi secara kimia dan mekanis sesungguhnya teknik yang diterapkan secara turun temurun atau pengalaman masa lalu. Apabila lahannya miring maka dibuat teras bangku sedangkan jika lahan datar maka cukup dibuat petak-petak biasa saja. Kegiatan Berorganisasi dalam Pengelolaan DAS Pengelolaan DAS hendaknya mampu dilaksanakan oleh berbagai pihak agar semuanya turut bertanggung jawab atas kelangsungan kondisi DAS. Saat ini organisasi yang menangani masalah pengelolaan DAS secara khusus atau lingkungan secara umumnya belum ada (83,33%). Informan sebanyak 16,67% lainnya mengatakan ada kelompok atau organisasi yang menangani masalah lingkungan. Organisasi yang dimaksud adalah kelompok tani. Berbagai kegiatan ataupun program seperti itu dapat dilaksanakan melalui kelompok tani atau membuat perkumpulan mendadak yang anggotanya berasal dari anggota kelompok tani disertai masyarakat umum lainya. Faktor-faktor yang melandasi pembentukan kelompok tani, berupa kebutuhan masyarakat akan wadah bertukar pengalaman, kebutuhan wadah
55
konsultasi masalah pertanian dan sebagai wadah untuk memperoleh bantuan. Dari keseluruhan informan, 60% diantaranya adalah anggota kelompok tani. Kegiatan yang dilakukan kelompok tani, diantaranya pelaksanaan sekolah lapang yang dilaksanakan dua kali dalam seminggu. Pertemuan pertama membahas seputar pertanian baik mengenai penyaluran bantuan, berbagi pengalaman ataupun membahas mengenai peternakan sapi dan kambing. Pertemuan kedua membahas mengenai Rehabilitasi Hutan dan Lahan Partisipatif (RHPL) yang direncanakan dan akan dilaksanakan, serta ESP-USAID. Dalam pelaksanaan program atau kegiatan, kelompok tani selalu memperoleh bimbingan, baik dari dinas ataupun pihak non dinas seperti LSM. Selama ini pihak yang banyak berinteraksi dan membimbing kelompok tani diantaranya dinas PKT, BPP, Dinas Pertanian, Dinas kehutanan, Pehutani dan LSM. Tindakan yang dilakukan dalam membina kelompok tani dilakukan melalui sekolah lapang, pelatihan maupun penyuluhan. Banyaknya anggota utusan kelompok tani yang di utus untuk menghadiri pelatihan atau penyuluhan antara 4 sampai 10 orang. Setelah mereka memperoleh hasil, mekanisme penyampaiannya melalui pertemuan dengan seluruh anggota kelompok tani. Setelah itu berusaha untuk mempraktekannya. Beberapa pelatihan yang pernah diikuti oleh responden berupa pengarahan tentang GERHAN, RHLP, Penyuluhan mengenai teknik penanaman jagung yang baik dan seputar cara bercocok tanam. Struktur organisasi kelompok tani masih sederhana, terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota.
56
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Persepsi masyarakat tentang pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah positif. Pandangan 73,33 %responden mengatakan bahwa kondisi DAS dalam keadaan baik dan 26,67 % DAS dalam kondisi agak rusak. Menurut pandangan mereka, apabila DAS rusak, maka ada kerugian yang dirasakan sehingga diperlukan upaya pengelolaan. Persepsi
positif
masyarakat
menentukan
perilakunya.
Responden
sebanyak 80% telah ikut serta dalam upaya pengelolaan DAS seperti , program GERHAN tahun 2004, pengelolaan pada lahan pertanian mereka dan penanaman pada lahan pertanian. Upaya konservasi yang telah mereka lakukan berupa konservasi kimia (93,33 %) dan konservasi penanggulangan erosi dalam bentuk pembuatan teras (6,67 %). Pola tanam campuran diterapkan oleh seluruh responden. Jenis tanaman yang dibudi dayakan berupa palawija (98,33 %). Pengorganisasian
masyarakat yang menangani lingkungan dan secara
khusus menangani pengelolaan DAS belum ada. Selama ini kegiatan atau program dilakukan melalui kelompok tani, sehingga gerakan dan keberadaannya dapat dikatakan bersifat multifungsi. Kelompok tani selalu memperoleh pembinan dari pihak-pihak. Struktur organisasinya masih sederhana yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.
57
Saran Perlunya memberikan informasi dan pengetahuan pada masyarakat yang mendukung usaha pelestarian lingkungan khususnya Daerah Aliran Sungai (DAS) agar optimal berkesinambungan serta timbulnya suatu kesadaran bahwa mengelola dan menjaga kelestarian DAS adalah tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Dalam rangka memperbaiki persepsi dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan DAS, maka disarankan pada pemerintah untuk membina tokoh-tokoh masyarakat agar mampu memberikan bimbingan dalam pengelolaan DAS pada masyarakat.
58
Peta Kecamatan Sukaresmi
59
Peta Desa Cikanyere
60
LUAS ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SUB DAS CIKUNDUL No Kabupaten Kecamatan Desa
Luas Administrasi Pemerintahan (Ha) (%)
Sub DAS (Ha)
(%)
61
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
2 B. CIANJUR I. Pacet Ciherang Cipendawa Sukatani Sindang Jaya Cimacan Ciloto Batu Lawang Palasari Sukanagalih Sindanglaya Cibodas Gadog Cipanas Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8
II. Sukaresmi Cikanyere Kawung luwuk Cibadak Ciwalen Kubang Sukamahi Cikancana Sukaresmi
3
743,75 1032,57 532,21 808,18 1701,20 683,10 2593,75 466,51 755,61 473,08 466,51 289,10 294,23 10839,84
1269 282,53 917,75 968,13 1550 970,25 954,73 1900,04
Jumlah
8812,43
1 2 3 4 5 6 7 8 9
III.Cikalong Kulon Padajaya Majalaya Mekarjaya Cijagang Sukamulya Cinamgsi Neglasari Mekargalih Sukagalih
806,25 946,16 1845,30 831,96 831,96 586,26 433,65 1454,32 177,40
10 11 12 13 14
Ciramaeuwah Girang Kamurang Warudoyong Lembahsari Menteng sari
3307,50 1378,70 331,34 320,52 586,26
4
56,30 100 100 100 100 100 27,95 100 100 100 100 100 100 -
4,82 100 31,61 72,61 16,93 17,99 100 90,45
5
6
440,47 914,57 532,21 808,18 1.693 683,1 787,73 466,51 755,61 473,08 466,51 289,1 294,23
1,67 3,92 2,02 3,07 6,46 2,60 2,90 1,80 2,90 1,80 1,77 1,10 1,50
8604,3
34,51
1.269 282,53 499,02 703,05 301 201,61 954,73 1.850
6,86 1,10 1,10 2,70 1,04 0,70 3,70 6,85
6060,59
24,13
100 20,30 73,70 74,62 100 52,40 100
806,25 946,16 502,07 548,78 831,96 459,96 433,65 682,26 177,4
3,10 3,59 1,50 2,04 3,62 1,74 1,64 3,04 0,67
36,61 33,61 90,54 100 64,10
1338,83 594,24 327,24 320,52 386,38
4,67 1,84 1,20 1,21 1,37
-
62
15
1 2
1 2 3 4 5 6 7
Gudang
513,03
100
513,03
1,94
Jumlah
14350,59
-
8868,73
33,17
IV. Mande Mande Leuwikoja
58,60 16,85
100 100
58,60 16,85
0,22 0,22
Jumlah
75,45
100
75,45
0,22
C. PURWAKARTA I. Maniis Ciramanilir Gunung Karung Pasir jambu Tegal datar Sinarnagalih Cijati Citamiang
1293,75 962,50 881,25 243,11 249,68 291,85 540,91
65,44 36,16 44,64 100 100 85,43 61,64
812,32 459,71 414,47 243,11 249,68 249,61 383,89
1,72 1,43 1,57 0,65 0,67 0,67 1,26
Jumlah
4463,05
-
2.812,79
7,79
Foto-foto Penelitian
63
Gambar lokasi GERHAN
Gambar Tanaman tembakau
Gambar papan tanda lokasi GERHAN
Gambar Tanaman Penutup Lahan (cover crop)
64
Gambar Teras bangku
Gambar Pesawahan Lahan Datar
Gambar Check DAM
Gambar pengedali tebing terjal
Gambar Sungai Cikundul Kecamatan Sukaresmi
65