LAPORAN PENELITIAN
KAJIAN PENYUSUNAN DATA BASE PENATAAN DAERAH DI KABUPATEN BANDUNG
Oleh: Dr. A. Widanarto., Drs. M.Si
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN 2014
TAHUN 2014
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Kajian Penyusunan Data Base Penataan Daerah di Kabupaten Bandung, dilatarbelakangi oleh pengkajian potensi daerah dalam rangka mengukur dan mengevaluasi variabel atau kriteria potensi daerah yang dipersyaratkan untuk mengetahui kemungkinan penataan wilayah di Kabupaten Bandung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk menentukan pilihan terbaik bagi Pengembangan dan Penataan Kewilayahan di Kabupaten Bandung. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat kemampuan daerah dalam mengimplementasikan otonomi daerah, dan untuk mengetahui kemungkinan pengembangan dan penataan seluruh wilayah di Kabupaten Bandung untuk dilakukan pengembangan dan penataan di tingkat kecamatan. Penelitian ini merupakan aplikasi model pengukuran dan evaluasi terhadap kemampuan potensi yang akan mendiskripsikan dan mengeksplanasikan tingkat kekuatan atau pengaruh variabel yang diamati terhadap keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan, untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan umum, pembangunan dan demokratisasi. Melalui pendekatan ini dapat diketahui secara obyektif dan mendalam tingkat kemampuan potensi yang dimiliki kecamatan dalam penyelanggaraan pemerintahan melalui pengukuran terhadap indikator dan sub indikator dari berbagai variabel yaitu: demografi, orbitasi, pendidikan kesehatan, prasarana ibadah, sarana olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, keamanan dan ketertiban masyarakat, pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, sosial masyarakat, dan aspek pemerintahan. Data primer dan sekunder diambil dari 31 (tigapuluh satu) kecamatan di Kabupaten Bandung, berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Suatu kecamatan dapat dimekarkan jika kecamatan memiliki potensi dalam interval tinggi (1.008 ≤ TS < 1.680). Dapat dimekarkan dengan syarat jika potensinya dalam interval (644 ≤ TS < 1.008), dan dinyatakan tidak lulus atau ditolak untuk dimekarkan jika masing-masing kecamatan hanya mencapai total skor kurang dari 644. Hasil penilaian dan pengukuran terhadap potensi kecamatan di Kabupaten Bandung dapat dijelaskan sebagai berikut : Skoring data sekunder monografi desa terhadap 31 kecamatan yang akan dimekarkan diperoleh hasil bahwa terdapat 14 (empat belas) kecamatan dalam kategori layak dimekarkan yaitu, kecamatan: Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Cileunyi.
i
ABSTRACT
The title of this research was A Study of the Creation of a Database for an Arrangement of Localities in Bandung District. Its background was a study of local potentials in attempt to measure and evaluate the variables or criteria of the local potentials required to know a possible arrangement of localities in Bandung District. The research results were expectedly useful as a material in determining the best choice for the Regional Development and Arrangement in Bandung District. The objective of the research was to obtain a description on the capacity of localities in implementing regional autonomy, and to know the possibility of development and arranging the whole localities in Bandung District to perform development and arrangement in kecamatan (sub district) level. The research was an application of measurement and evaluation models to the capacity of the potentials that describe and explain the strength level or effect of the observed variables on the success of governmental implementation, in order to enhance the implementation of public services, development, and democratization. By the approach, it could be found out objectively and deeply the capacity of the potensials that the sub-distric possess in implementing governance by measuring the indicators and sub-indicators of some variables, namely: demography,orbitation, health education, religious facility, sport facility, transportation, communication, public lighting, political awareness, security and social order, agriculture, fishoing, husbandry, labor, social-cultural, community economy, social community, and administrative aspects. Both primary and secondary data were obtained from 31 (thirty one) subdistrics in Bandung District, in form of qualitative and quantitative data. A subdistrict might be split if it owns potentials at a high interval (1.008< TS<1.680). It might be split on condition that its potentials were at an interval of (644< TS< 1.008), and decided as fail or rejected to be split if a sub-district achieved a total score of less than 644. The evaluation and measurement results of the potentials of sub-district in Bandung District could be explained as follows: The scoring of village monographic secondary data on the 31 sub-districs to be split produced a result that there were 14 (fourteen) sub-districts falling into a category of being feasible to split, namely: Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, and Cilaunyi.
ii
KATA PENGANTAR
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diganti oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Otonomi Daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan otonomi daerah sebagaimana dimuat dalam undang-undang tersebut antara lain adalah untuk peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu cara mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah dengan membuat pusat-pusat pelayanan di tingkat kecamatan yang di dahului dengan pemecahan beberapa kecamatan, agar daya jangkau pelayanannya menjadi optimal. Di Kabupaten Bandung ada keinginan untuk melakukan pemekaran
kecamatan
masyarakat. Adapun
dengan
maksud
meningkatkan
pelayanan
kepada
Kajian Penyusunan Database Penataan Daerah yang
dilakukan di Kabupaten Bandung meliputi 31 (tiga puluh satu) kecamatan. Penyusunan Database Penataan Daerah yang dilakukan dalam bentuk pemekaran kecamatan dengan harapan rentang kendali pemerintahan akan menjadi lebih optimal dan institusi pelayanan menjadi lebih dekat dengan masyarakat, terjaminnya rasa ketenteraman dan ketertiban, dan mampu mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemekaran kecamatan diharapkan akan berdampak positif bagi peningkatan dan pemerataan pembangunan serta pelayanan umum. Hasil laporan akhir ini pada dasarnya masih sangat jauh dari harapan dan kami mengharapkan masukan dari kawan-kawan. Oleh karena itu pada tempatnyalah apabila kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
iii
telah membantu kajian ini dari awal sampai akhir. Ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada : 1. Bupati Bandung beserta jajarannya yang telah memberikan kepercayaan untuk menyelenggarakan penelitian ini; 2. Para Camat dan Perangkat Kecamatan se-KabupatenBandung. 3. Para surveyor. Disadari bawah laporan akhir penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Saran dan masukan yang bersifat membangun saya terima untuk perbaikan. Semoga rekomendasi hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Bandung dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan dan pelayanan umum kepada masyarakat
Bandung,
April 2014.
Peneliti,
Dr. Drs. A. Widanarto.,M.Si.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK..........................................................................................
i
ABSTRACT .......................................................................................
ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ............................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1
1.1
Latar Belakang Penelitian...................................................
1.2
Perumusan Masalah .............................................................
7
1.3
Manfaat danTujuan Penelitian .............................................
8
Kerangka Pemikiran ............................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
14
1
1.4
2.1. Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut UU No. 22/1999 dan UU No. 32/2004 ...............................
14
2.1.1. Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut UU No. 22/1999 ............................... 2.1.2.
14
Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut UU No. 32/2004 ..........................................................
16
2.2. Teori tentang Rentang Kendali Dalam Organisasi ....................
19
2.2.1.
Definisi Azas Rentang Kendali Dalam Organisasi.........
19
2.2.2.
Penerapan Rentang Kendali Dalam Manajemen ...........
22
2.2.3.
Memahami Hubungan Antara Rentang Kendali Dengan Efektivitas
Manajemen
Pemerintahan Kecamatan
Melalui Pendekatan Sistem .........................................
23
2.3. Teori Tentang Pemberian Pelayanan Umum .............................
26
2.4. Kebijakan Tentang Pemekaran Kecamatan ...............................
29
v
BAB III
BAB IV
2.5. Organisasi Kecamatan ...............................................................
33
2.6. Tugas dan Wewenang Camat ...................................................
38
2.7.
Pendelegasian dan Penarikan Kewenangan ................................
42
METODE PENELITIAN ...........................................................
50
3.1
Pendekatan Penelitian ..........................................................
50
3.2
Populasi dan Sampel ............................................................
50
3.3
Teknik Pengumpulan Data .................................................
51
3.4
Operasionalisasi Variabel ....................................................
51
3.5
Teknik Pengolahan Data ......................................................
54
3.6
Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................
59
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .........................
60
4.1
Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung ..........
60
4.1.1 Potensi Wilayah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung
60
4.1.2 Potensi Wilayah Kecamatan Rancabali Kab. Bandung......
64
4.1.3Potensi Wilayah Kecamatan Pasirjambu K. Bandung....
66
4.1.4 Potensi Wilayah Kecamatan Cimaung Kab. Bandung...
69
4.1.5 Potensi Wilayah Kecamatan Pangalengan Kb. Bandung
72
4.1.6 Potensi Wilayah Kecamatan Kertasari Kab. Bandung ..
75
4.1.7 Potensi Wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung
78
4.1.8 Potensi Wilayah Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung..
81
4.1.9 Potensi Wilayah Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung
84
4.1.10 Potensi Wilayah Kecamatan Cikancung Kab. Bandung
87
4.1.11 Potensi Wilayah Kecamatan Cicalengka Kab.Bandung
90
4.1.12 Potensi Wilayah Kecamatan Nagreg Kab. Bandung ...
93
4.1.13 Potensi Wilayah Kecamatan Rancaekek K Bandung ..
96
4.1.14 Potensi Wilayah Kecamatan Majalaya Kb. Bandung...
98
4.1.15 Potensi Wilayah Kecamatan Solokanjeruk K Bandung
101
4.1.16 Potensi Wilayah Kecamatan Ciparay Kab. Bandung...
vi
104
4.1.17 Potensi Wilayah Kecamatan Baleendah Kab. Bandung.......
107
4.1.18 Potensi Wilayah Kecamatan Arjasari Kab. Bandung ..........
110
4.1.19 Potensi Wilayah Kecamatan Banjaran Kab. Bandung.........
114
4.1.20 Potensi Wilayah Kecamatan Cangkuang Kab. Bandung......
117
4.1.21 Potensi Wilayah Kecamatan Pamengpeuk Kab. Bandung...
120
4.1.22 Potensi Wilayah Kecamatan Katapang Kab. Bandung.......... 123 4.1.23 Potensi Wilayah Kecamatan Soreang Kab. Bandung ..........
126
4.1.24 Potensi Wilayah Kecamatan Kutawaringin Kab. Bandung... 128 4.1.25 Potensi Wilayah Kecamatan Margaasih Kab. Bandung.......
131
4.1.26 Potensi Wilayah Kecamatan Margahayu Kab. Bandung........ 135 4.1.27 Potensi Wilayah Kecamatan Dayeuhkolot Kab. Bandung ... 137 4.1.28 Potensi Wilayah Kecamatan Bojongsoang Kab. Bandung.... 140 4.1.29 Potensi Wilayah Kecamatan Cileunyi Kab. Bandung..........
144
4.1.30 Potensi Wilayah Kecamatan Cilengkrang K Bandung.........
146
4.1.31 Potensi Wilayah Kecamatan Cimenyan Kab Bandung........
149
4.2. Pemetaan Kecamatan di Kabupaten Bandung ............................................
154
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
158
5.1. Kesimpulan ...............................................................................
158
5.2. Saran ........................................................................................... 158
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 160 LAMPIRAN ......................................................................................................... 162
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Tabel 4.10. Tabel 4.11. Tabel 4.12. Tabel 4.13. Tabel 4.14. Tabel 4.15. Tabel 4.16. Tabel 4.17. Tabel 4.18. Tabel 4.19. Tabel 4.20.
Nilai Maksimum dan Nilai Minimum Variabel/kriteria ........ Variabel /Kriteria di atas rata-rata dengan skor 3,6 dengan kategori potensi cukup ........................................................... Kategori dan PilihanTindakan ............................................... Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung ............................................................... Prioritas Potensi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung .. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung ............................................................... Prioritas Potensi Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung ............................................................... Prioritas Potensi Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung ............................................................... Prioritas Potensi Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung . Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung ............................................................... Prioritas Potensi Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung ................................................................................. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung ............................................................... Prioritas Potensi Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung . Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung ................................................................................. Prioritas Potensi Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung ....... Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung ................................................................................. Prioritas Potensi Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung ........ Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung ................................................................................. Prioritas Potensi Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung ...... Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung ............................................................... Prioritas Potensi Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung
viii
56 57 58 60 63 64 66 67 69 70 72 73 75 76 78 79 81 82 83 84 86 87 89
Tabel 4.21. Tabel 4.22. Tabel 4.23. Tabel 4.24. Tabel 4.25. Tabel 4.26. Tabel 4.27. Tabel 4.28. Tabel 4.29. Tabel 4.30. Tabel 4.31. Tabel 4.32. Tabel 4.33. Tabel 4.34. Tabel 4.35. Tabel 4.36. Tabel 4.37. Tabel 4.38. Tabel 4.39. Tabel 4.40. Tabel 4.41. Tabel 4.42. Tabel 4.43. Tabel 4.44.
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung ............................................................... 90 Prioritas Potensi Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung ................................................................................. 93 Prioritas Potensi Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung .... 95 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung ............................................................... 96 Prioritas Potensi Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung ............................................................... 99 Prioritas Potensi Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung . 101 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung ............................................................... 102 Prioritas Potensi Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung ................................................................................. 104 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung ................................................................................. 105 Prioritas Potensi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung ... 107 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung ............................................................... 108 Prioritas Potensi Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung ............................................................... 111 Prioritas Potensi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung ... 113 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung ............................................................... 114 Prioritas Potensi Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung . 116 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung ............................................................... 117 Prioritas Potensi Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung ............................................................... 120 Prioritas Potensi Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung ................................................................................. 122 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung ............................................................... 123 Prioritas Potensi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung 125
ix
92
98
109
119
Tabel 4.45. Tabel 4.46. Tabel 4.47. Tabel 4.48. Tabel 4.49. Tabel 4.50. Tabel 4.51. Tabel 4.52. Tabel 4.53. Tabel 4.54. Tabel 4.55. Tabel 4.56. Tabel 4.57. Tabel 4.58. Tabel 4.59. Tabel 4.60. Tabel 4.61. Tabel 4.62. Tabel 4.63. Tabel 4.64. Tabel 4.65.
Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung ............................................................... 126 Prioritas Potensi Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung... 128 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung ............................................................... 129 Prioritas Potensi Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung ................................................................................. 131 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung ............................................................... 132 Prioritas Potensi Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung ............................................................... 135 Prioritas Potensi Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung ............................................................... 138 Prioritas Potensi Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung ................................................................................. 140 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung ............................................................... 141 Prioritas Potensi Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung ................................................................................. 143 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung ............................................................... 144 Prioritas Potensi Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung .. 146 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung ............................................................... 147 Prioritas Potensi Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung ................................................................................. 149 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung ............................................................... 150 Prioritas Potensi Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung 152 Rangkuman Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung ................................................................................. 153 Pemetaan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung ........ 154 Perbandingan Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung ................................................................................. 156
x
134
137
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat memerlukan pemerintah karena banyak bagian penting dari kebutuhannya yang tidak dapat dipenuhi oleh organisasi lain seperti organisasi swasta profit maupun organisasi non profit. Organisasi swasta profit akan gagal memenuhi kebutuhan masyarakat menyangkut eksternalitas dan barang publik. Begitu pula halnya dengan organisasi swasta non profit hanya mampu memberikan pelayanan dalam skala kecil dan sederhana, serta terbatas pada lapisan masyarakat tertentu. Organisasi
pemerintah
selain
memiliki
misi
menyelenggarakan
pelayanan publik, juga memiliki misi lainnya, seperti fungsi pengaturan kehidupan masyarakat, baik menyangkut pengaturan persaingan maupun pengaturan terhadap perlindungan masyarakat. Hal ini sejalan dengan pendapat Rasyid (dalam Widodo, 2001:269) yang menyatakan bahwa : Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama. Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan publik yang baik dan profesional. Pandangan umum mengakui bahwa pemerintahan yang sentralistik semakin kurang populer, karena ketidakmampuannya untuk memahami secara tepat nilai-nilai daerah atau sentimen aspirasi lokal. Alasannya, warga masyarakat akan lebih aman dan tentram dengan pemerintah daerah yang lebih dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun psikologis. Dewasa ini dampak dari globalisasi telah merubah lingkungan kehidupan manusia dari berbagai aspek, masyarakat semakin cerdas dan kritis terhadap segala perubahan yang terjadi. Kondisi ini pada gilirannya menuntut pemerintah dapat menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat (Public Service) dapat dilaksanakan secara responsif dan aspiratif. Pemerintah dimaksud adalah pemerintah daerah (local government) yang menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Pemerintah
1
2
daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah”. Pemerintah daerah inilah yang diberi kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah. Hal ini sejalan dengan pendapat Common, Flynn and Melon (1992:139) yang menyatakan Bahwa “…… one of It’s main recommendations was to give much greater autonomy to managers at the local level”. Namun kedekatan posisi saja belumlah menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat, karena yang lebih penting adanya hal dan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kebutuhan masyarakatnya. Menurut Rasyid (1997), salah satu cara untuk mendekatkan pemerintah kepada masyarakat adalah dengan menerapkan kebijakan desentralisasi, sedangkan Riwu Kaho (1988) menyatakan bahwa “sebagai akibat dari pelaksanaan desentralisasi timbullah daerah otonom” Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, bahwa daerah otonom adalah “kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ndraha (2001) menyebutkan bahwa ada lima posisi daerah yaitu : (1) sebagai masyarakat hukum, (2) sebagai unit usaha ekonomi, (3) sebagai suatu lingkungan budaya, (4) sebagai satuan lingkungan, dan (5) sebagai subsistem politik. Dengan demikian akan semakin tepat bila desentralisasi tersebut diselenggarakan oleh daerah sehingga masyarakat akan lebih dekat dengan pemerintah yang akan sering terjadi kontak baik secara fisik maupun psikologis. Daerah yang wilayahnya terlalu luas akan menyulitkan jangkauan pemerintah untuk melayani masyarakatnya, daerah yang demikianlah yang perlu ditata (pemekaran) menjadi beberapa daerah sehingga rentang kendali menjadi semakin dekat dan pelayanan kepada masyarakat menjadi terjangkau, karena rentang kendali dan proporsi perlakuan dan tindakan pelayanan yang tidak seimbang adalah embrio awal untuk pembentukan suatu daerah otonom baru bukanlah karena nuansa politis.
3
Konsekuensi dari penataan (pemekaran) daerah secara praktis akan terjadi perubahan struktur organisasi pemerintahan, perubahan luas wilayah yang diikuti dengan perubahan batas-batas wilayah dan perubahan jumlah penduduk. Perubahan ini akan berimplikasi terhadap perubahan-perubahan lain yang lebih esensial, khususnya dalam upaya pemberian pelayanan kepada masyarakat. Penataan (Pemekaran dan Penggabungan) daerah dalam hal ini dapat dipandang sebagai upaya pengembangan organisasi untuk menghadapi berbagai tantangan perkembangan jaman dan tuntutan pelayanan dari masyarakat minimal optimal terhadap pelayanan kebutuhan dasar manusia (basic Need) seperti pendidikan dan kesehatan. Organisasinya diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan melakukan perubahan-perubahan berencana yang selanjutnya dapat menjamin optimalisasi dan efektifitas pelaksanaan fungsi pemerintahan. Sebagaimana dijelaskan oleh Sadu Wasistiono (2001) bahwa tujuan organisasi pemerintahan daerah dibentuk adalah (1) untuk melayani kepentingan masyarakat sebagai warga yang berposisi sebagai konsumen (Customer) dan pemegang saham (stakeholders) dan (2) adanya misi tertentu yang harus dijalankan dalam rangka pencapaian tujuan, bukan hanya sekedar menjalankan perundang-undangan. Perubahan struktur organisasi dan rentang wilayah provinsi yang diikuti dengan pengurangan jumlah kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan akan berimplikasi terhadap perubahan rentang kendali pimpinan organisasi. Rentang pengawasan yang dilaksanakan aparat akan lebih sempit dibanding sebelum penataan (pemekaran), sehingga aparat mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk memberikan perhatian dan pengendalian terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam diwilayahnya. Pada hakekatnya pelayanan kepada masyarakat tidaklah semata-mata aktivitas pemerintah. Keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan justru memerlukan keterlibatan masyarakat. Begitu pula keberhasilan penataan (pemekaran) daerah juga perlu didukung oleh masyarakat termasuk pengawasan yang dijalankan masyarakat yang disebut pengawasan sosial. Ramses (2003) mengatakan bahwa “pemekaran wilayah atau tepatnya membagi suatu daerah otonom menjadi beberapa daerah, bertujuan untuk
4
mendekatkan dan mengoptimalkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, mempercepat pertumbuhan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Partisipasi masyarakat akan meningkat karena akses yang lebih terbuka serta pengawasan yang lebih efektif karena wilayah pengawasan relatif lebih sempit”. Perubahan luas wilayah atau batas-batas daerah membawa konsekuensi terhadap jangkauan komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat karena peluang terjadinya gangguan pada saluran komunikasi dapat diperkecil. Dengan semakin dekatnya jarak antara wilayah provinsi dengan kabupaten maupun provinsi dengan kecamatan dan provinsi dengan kelurahan maka informasi dari provinsi akan cepat sampai kepada masyarakat baik di kabupaten, kecamatan maupun desa/kelurahan. Struktur dan luas wilayah yang lebih sempit berimplikasi juga pada aktifitas koordinasi struktur dengan unit organisasi yang ramping sesuai dengan prinsip “ramping struktur kaya fungsi” dengan demikian koordinasi yang dilakukan akan lebih mudah. Menurut Kristiadi (dalam Lotulung, 1994) bahwa keuntungan organisasi ramping antara lain : (1) pelayanan kepada masyarakat akan menjadi lebih baik karena prosedur lebih pendek dan pengambilan keputusan lebih cepat, (2) komunikasi antar tingkatan manajemen menjadi lebih lancar, dan (3) koordinasi akan menjadi lebih lancar. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dimensi utama yang menjelaskan efektif tidaknya penataan (pemekaran) daerah adalah pengawasan, komunikasi, dan koordinasi yang kesemuanya turut menentukan terhadap tingkat pelayanan masyarakat. Semakin jauh penduduk dari pusat pemerintahan, semakin kecil memperoleh sentuhan pelayanan. Permintaan terhadap pelayanan semakin meningkat menuntut pusat-pusat pemerintahan memperluas daerah layanannya. Akan tetapi pusat-pusat pelayanan memiliki keterbatasan (radius) jangkauan, sehingga diperlukan pusat-pusat pelayanan lain yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat. Dengan demikian dengan adanya penataan (pemekaran) daerah berarti menambah pusat-pusat pemerintahan sehingga pelayanan dapat
5
menjangkau wilayah-wilayah pemukiman yang sebelumnya terpencil dan pelayanan pemerintah dapat tersentuh secara merata ke seluruh masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah telah menetapkan kebijakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Bab I Pasal 1 huruf 5 dikemukakan bahwa “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Implementasi kebijakan desentralisasi berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 telah berlangsung sejak Januari 2001, hingga saat ini hampir 6 (enam) tahun (setelah dikeluarkannya Undang-undang nomor 32 Tahun 2004), telah banyak ditetapkan berbagai undang-undang tentang penataan daerah (baik pemekaran/pembentukan provinsi, kabupaten dan kota). Dalam perjalanan implementasi kebijakan otonomi daerah sejak dikelurakannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 hingga digantinya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, telah banyak dilakukan pembentukan daerah otonom baru. Hal ini dapat dimaklumi karena pemekaran/pembentukan daerah dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan organisasi pemerintah kepada masyarakat. Melalui pemekaran/pembentukan daerah diharapkan tujuan kebijakan otonomi daerah seperti peningkatan pelayanan, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat dapat terwujud. Adanya aspirasi yang berkembang yang menghendaki dilakukannya pengembangan dan penataan daerah di Kabupaten Bandung
perlu mendapat
respon dari berbagai pihak terutama dari jajaran DPRD Kabupaten sebagai wakil rakyat dan pemerintah daerah. Hal ini seiring dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi
pada
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
dengan
selalu
memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat khususnya membuka isolasi wilayah adminsitrasi Kabupaten Bandung sebagai
6
satu kesatuan masyarakat hukum, unit usaha ekonomi, lingkungan budaya, satuan lingkungan, dan sebagai subsistem politik dari Provinsi Jawa Barat. Persoalannya apakah aspirasi yang muncul ini dapat menjamin peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Bandung dan sekitarnya. Untuk kepentingan tersebut perlu terlebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap potensi dan masalah yang ada di Provinsi Jawa Barat Khususnya di Kabupaten Bandung, sekaligus menggali aspirasi masyarakat. Pengkajian
kemungkinan
pengembangan dan penataan kewilayahan
(Daerah otonom) di Provinsi Jawa Barat khususnya pengembangan dan penataan kewilayahan Kabupaten Bandung sejalan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 4 ayat (3) yang menyebutkan bahwa “pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”. Salah satu prosedur pembentukan/pemekaran daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 jo. PP Nomor 78 Tahun 2007 bahwa ada kemauan politik dari pemerintahan daerah dan masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu pengkajian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi syarat lainnya, seperti tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 jo PP Nomor 78 Tahun 2007 bahwa pemekaran daerah dapat dilakukan berdasarkan kriteria kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk,
luas
daerah,
dan
pertimbangan
lain
yang
memungkinkan
terselenggaranya Otonomi Daerah. Dalam penjelasan peraturan pemerintah dimaksud disebutkan pula bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah otonom memerlukan penilaian dengan menggunakan indikator yang tersedia. Sehubungan dengan hal di atas, diperlukan pengkajian potensi daerah dalam rangka mengukur dan mengevaluasi variabel atau kriteria potensi daerah yang dipersyaratkan untuk mengetahui kemungkinan penataan wilayah di Provinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Bandung melalui penelitian mendalam terhadap “Kajian Penyusunan Data Base Penataan Daerah Kabupaten Bandung”
7
1.2. Perumusan Masalah Penataan/Pembentukan suatu daerah otonom setidaknya harus memenuhi syarat administrasi, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administrasi untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Sedangkan syarat administrasi untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/ kota dan bupati/walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. Adapun syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan keamanan dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah, sedangkan syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Selain itu, dalam penjelasan Pasal 4 ayat (4) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pemekaran suatu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan, untuk provinsi adalah 10 tahun, kabupaten/kota 7 tahun sedang kecamatan 5 tahun. Dalam konteks upaya pengembangan dan penataan wilayah di Provinsi Jawa Barat khususnya Kabupaten Bandung, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah potensi wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung dalam mengimplementasikan otonomi daerah ?
2.
Bagaimana pemetaan kecamatan di Kabupaten Bandung, sebagai peluang untuk pemekaran kecamatan ? Masalah penelitian dibatasi dengan fokus Peraturan Pemerintah Nomor
129 Tahun 2000 jo PP Nomor 78 Tahun 2007 berupa pengukuran dan penilaian
8
terhadap variabel yang merupakan persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran daerah, meliputi kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk/kependudukan, luas wilayah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah seperti faktor keamanan, ketersediaan sarana pemerintahan, dan rentang kendali.
1.3. Manfaat dan Tujuan Kegiatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan bagi DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk menentukan pilihan terbaik bagi Pengembangan dan Penataan Kewilayahan di Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk Mengetahui gambaran tingkat kemampuan daerah Khususnya Kabupaten Bandung dalam mengimplementasikan otonomi daerah;
2.
Untuk Mengetahui kemungkinan pengembangan dan penataan seluruh wilayah di Kabupaten Bandung
untuk dilakukan pengembangan dan
penataan di tingkat Kecamatan (pemekaran Kecamatan);
1.4. Kerangka Pemikiran Penelitian penataan dan pengembangan Kabupaten Bandung akan dibagi secara bertahap sesuai kerangka pemikiran sebagai berikut :
1. Pengembangan dan penataan di tingkat Desa (Pemekaran Desa) Tujuan Kebijakan otonomi daerah sebagaimana dimuat dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokratisasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9
Sejalan dengan itu, maka otonomi daerah ditempatkan secara utuh pada daerah kabupaten/kota, dan pemberian kewenangan otonomi kepada daerah kabupaten/kota didasarkan kepada asas desentralisasi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Tercapainya tujuan kebijakan otonomi daerah, sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan desa/kelurahan
sebagai unit pemerintahan terkecil dan
terdekat dengan masyarakat dalam pemberian pelayanan umum, penyelenggaraan pembangunan dan peningkatan demokratisasi. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa desa dapat dibentuk di wilayah kecamatan dengan perda berpedoman pada Peraturan Pemerintah. PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa lebih lanjut menetapkan bahwa pembentukan desa baru wajib memperhatikan jumlah penduduk, luas wilayah, sosial budaya, potensi kelurahan, sarana dan prasarana pemerintahan. PP tersebut diperjelas dengan Permendagri yang mengatur tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Desa. Ketentuan tersebut membuka peluang untuk membentuk desa baru dengan cara pemecahan desa sepanjang ada aspirasi masyarakat dan pembentukan desa dapat memenuhi tujuan berupa terciptanya efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan umum, pembangunan dan demokratisasi pada unit pemerintahan terkecil. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka diperlukan pengukuran dan penilaian terhadap potensi desa yang dimiliki dan dapat digunakan untuk menjadi dasar layak tidaknya pembentukan desa baru. Hasil pengukuran memperhatikan faktor utama yang terdiri dari akumulasi jumlah penduduk dan jumlah kepala keluarga dan faktor pendukung yang merupakan jumlah skor tertentu dari tingkat kemampuan potensi yang merupakan dasar penilaian apakah suatu desa layak atau tidak untuk dipecah. Penilaian tingkat kemampuan potensi dalam rangka pemecahan Desa adalah penilaian terhadap potensi desa induk dan rencana pembentukan desa. Hasil penilaian dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) tingkatan hasil penilaian, yaitu
10
lulus/layak, lulus bersyarat/cukup layak dan tidak lulus/tidak layak. Hasil penilaian yang merupakan rekomendasi kebijakan adalah sebagai berikut : 1) Jika calon desa induk dan calon desa pemecahan memenuhi syarat menurut faktor utama dan lulus/layak menurut faktor pendukung, maka pilihan tindakan yang diambil adalah diusulkan pemecahan desa atau pembentukan desa baru; 2) Jika calon desa induk dan calon desa pemecahan memenuhi syarat menurut faktor utama dan lulus bersyarat/cukup layak atau tidak lulus/tidak layak menurut faktor pendukung, maka pilihan tindakan yang diambil adalah diusulkan pemecahan desa atau pembentukan desa baru, diikuti dengan pengembangan potensinya menuju lulus/layak dalam jangka waktu tertentu; 3) Jika salah satu calon desa induk dan calon desa pemecahan tidak memenuhi
syarat menurut faktor utama dan lulus/layak, lulus
bersyarat/cukup layak atau tidak lulus/tidak layak menurut faktor pendukung, maka tidak dapat
diusulkan pemecahan desa atau
pembentukan desa baru.
2. Pengembangan dan penataan di tingkat Kecamatan (Pemekaran Kecamatan) Tujuan Perbaikan otonomi daerah sebagaimana dimuat dalam Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokratisasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan menurut UU No. 32 Tahun 2004, tujuannya adalah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Sejalan dengan itu, maka otonomi daerah ditempatkan secara utuh pada Daerah Kabupaten/Kota, dan pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah
11
Kabupaten/Kota didasarkan kepada asas desentralisasi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Tercapainya tujuan otonomi daerah, sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan wilayah kerja kecamatan sebagai salah satu unit pemerintahan terdekat dengan masyarakat dalam pemberian pelayanan umum, penyelenggaraan pembangunan dan peningkatan demokratisasi. Pemekaran kecamatan bertujuan untuk menciptakan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan umum, pembangunan dan demokratisasi. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka diperlukan pengukuran dan penilaian terhadap potensi kecamatan yang dimiliki dan dapat digunakan untuk menjadi dasar layak tidaknya pemekaran kecamatan. Adapun potensi yang dianggap reliabel dalam rangka pemekaran kecamatan dapat diukur dan dinilai pada 19 (sembilan belas) variabel penelitian antara lain demografi, orbitrasi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, sarana olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, politik, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, pertambangan, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat dan aspek pemerintahan. Hasil pengukuran adalah jumlah skor tertentu dari tingkat kemampuan potensi yang merupakan dasar penilaian apakah suatu kecamatan layak atau tidak untuk dimekarkan. Penilaian tingkat kemampuan potensi dalam rangka pemekaran kecamatan adalah penilaian terhadap potensi kecamatan induk dan kecamatan rencana pemekaran. Hasil penilaian potensi dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) tingkatan hasil penilaian, yaitu tinggi, cukup, dan rendah. Hasil penilaian yang merupakan rekomendasi kebijakan adalah sebagai berikut : 1. Jika kecamatan induk dan kecamatan yang akan dibentuk potensinya tinggi, maka pilihan tindakan yang diambil adalah mengusulkan pemekaran kecamatan; 2. Jika kecamatan induk dan kecamatan yang akan dibentuk potensinya Cukup, maka pilihan tindakan yang diambil adalah melakukan pemekaran kemudian diikuti dengan pengembangan potensi dalam jangka waktu tertentu misalnya
12
minimal 3 atau 5 tahun untuk dievaluasi. Jika tidak memenuhi persyaratan dalam waktu tersebut, maka dapat diusulkan untuk digabung kembali dengan kecamatan induk; 3. Jika kedua unit pemerintahan atau salah satu unit pemerintahan dimaksud potensinya rendah, maka pilihan tindakan yang diambil adalah menunda pemekaran kecamatan. Bagi kecamatan yang potensinya rendah disarankan untuk melakukan pembinaan potensi menuju kategori cukup, dan setelah potensinya cukup diadakan pengembangan potensi hingga layak untuk diadakan pemekaran kecamatan. Namun, bila potensi kecamatan sangat rendah maka tidak dapat dilakukan pemekaran kecamatan. Selain itu, pembentukan kecamatan juga harus memperhatikan aspirasi masyarakat yang berkembang. Jika hasil survey menunjukkan lebih dari 50% masyarakat menghendaki pembentukan kecamatan baru, maka pemekaran dapat dilakukan. Demikian juga, bila hasil survey tentang pelayanan kepada masyarakat menunjukkan lebih dari 50% menjawab bahwa pelayanan kepada masyarakat buruk atau rendah, maka pemekaran kecamatan dapat dilakukan. Jika dicermati pola pengembangan kewilayahan di atas, tampaknya untuk mendukung terwujudnya good governance (kepemerintahan yang baik) perlu dilakukan kajian yang bersifat strategis yaitu Kajian Penyusunan Data Base Penataan Daerah Kabupaten Bandung.
13
Bagan 1. Kerangka Pemikiran Tahap I Pengembangan dan Penataan wilayah di Tingkat Desa/Kelurahan
Tahap II Pengembangan dan Penataan wilayah di Tingkat Kecamatan
Pemekaran Desa/Kelurahan
Aspiran Masyarakat
Potensi Wilayah
Peningkatan kesejahteraan masyarakat
Pemekaran Kecamatan
Tingkat pelayaanan dan ketersediaan layanan
Aspiran Masyarakat
Potensi Wilayah
Tingkat pelayaanan dan ketersediaan layanan
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 2.1.1.
Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut Undang – undang Nomor 22 Tahun 1999 Kehadiran Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang PokokPokok Pemerintahan di Daerah menawarkan perubahan yang signifikan dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Dikatakan demikian karena undangundang tersebut merupakan “kontra-konsep” terhadap undang-undang yang lama karena adanya perbedaan filosofi serta paradigma yang mendasarinya. Secara garis besar menurut Sadu Wasistiono (2005:4) perubahan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : a. Dari filosofi “keseragaman” berubah menjadi filosofi “keanekaragaman dalam kesatuan. Berdasarkan filosofi ini, daerah diberi kebebasan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat. b. Dari paradigma administratif yang mengutamakan daya guna dan hasil guna pemerintahan menjadi paradigma demokratisasi, partisipasi masyarakat serta pelayanan. c. Tugas utama pemerintah daerah yang semula sebagai promotor pembangunan berubah menjadi pelayan masyarakat. d. Dari dominasi eksekutif (executive heavy) berubah ke arah dominasi legislative (legislative heavy). e. Pola otonomi yang digunakan adalah a-simetris, menggantikan pola otonomi simetris. f. Pengaturan terhadap desa yang terbatas, menggantikan pengaturan yang luas dan seragam secara nasional.
14
15 g. Penggunaan pendekatan “besaran dan isi otonomi” (size and content approach) dalam pembagian daerah otonom, menggantikan pendekatan berjenjang (level approach). Berbagai perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dikemukakan di atas, mencakup pula perubahan mengenai kedudukan kecamatan dan camat. Dalam Pasal 1 huruf (m) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa : “Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota”. Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu sebagai berikut : 1)
Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan seperti pada masa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, melainkan wilayah kerja. Sebagai wilayah kerja, kecamatan bukan lagi wilayah kekuasaan dari camat tetapi areal tempat camat bekerja.
2)
Camat adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, bukan lagi kepala wilayah administrasi pemerintahan seperti masa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. Konsekuensi logisnya, camat bukan lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Perubahan tersebut diatur lebih tegas di dalam pasal 66 Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999. Pada ayat (1) disebutkan bahwa : “Kecamatan merupakan perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang dipimpin oleh Kepala Kecamatan”.
Pada ayat (2) dikemukakan pula bahwa : “Kepala Kecamatan
disebut Camat”. Di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, diatur pula tentang Kecamatan. Pada Pasal 120 ayat (2) dikemukakan bahwa : “ Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dan kelurahan”. Perubahan kedudukan kecamatan dan kedudukan camat membawa dampak pada kewenangan yang dijalankan oleh camat. Karena bukan lagi kepala wilayah, camat tidak memiliki kewenangan atributif sebagaimana diatur pada pasal 80 dan 81 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, kecuali diatur lebih lanjut
16
dalam peraturan perundang-undangan lainnya di luar undang-undang. Di dalam Pasal 66 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dikemukakan bahwa : “Camat menerima pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota”, artinya kewenangan yang dijalankan oleh camat merupakan kewenangan delegatif yang diberikan oleh Bupati/Walikota. Delegasi kewenangan tersebut dari pejabat (Bupati/Walikota) kepada pejabat (Camat). Luas atau terbatasnya delegasi kewenangan dari Bupati/Walikota kepada camat sangat bergantung pada keinginan politis dari Bupati/ Walikota bersangkutan.
2.1.2.
Perubahan Paradigma tentang Kecamatan Menurut Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ternyata tidak berusia panjang.
Setelah dijadikan hukum positif selama lima tahun, undang-undang tersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Secara esensi menurut Sadu Wasistiono, perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 antara lain : 1. Menggunakan filosofi keanekaragaman dalam kesatuan. 2. Paradigma politik yang digunakan adalah dalam rangka demokratisasi, pemerataan dan keadilan. 3. Penambahan paradigma ekonomi dengan menekankan pada daya saing daerah dalam menghadapi persaingan global melalui pemberdayaan masyarakat. 4. Penambahan paradigma administrasi dengan menekankan pada perlunya efektivitas dan efisiensi. 5. Memberi tekanan pada pelayanan masyarakat sebagai fokus utama untuk mencapai hasil berupa kesejahteraan rakyat. 6. Prinsip otonomi yang digunakan adalah otonomi yang seluas-luasnya, nyata dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keseimbangan hubungan antar pemerintahan. Digunakan prinsip desentralisasi berkesimbangan.
17
7. Perubahan
pendekatan
kewenangan
menjadi
pendekatan
urusan
pemerintahan dalam pengalokasian kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Sedangkan esensi perubahan pada kecamatan, kelurahan dan desa dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pengaturan Mengenai Kecamatan Perubahan pengaturan mengenai kecamatan berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kecamatan secara eksplisit dinyatakan sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota. b. Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. c. Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan, meliputi : 1). mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2). mengkoordinasikan
upaya
penyelenggaraan
ketentraman
dan
ketertiban umum; 3) mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundangundangan; 4) mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum; 5) mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan; 6) membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan. 7) melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan. d. Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota
dari
PNS
yang
menguasai
pengetahuan
teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
18
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kecamatan lebih banyak menjalankan fungsi mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang ada di kecamatan, selain menjalankan fungsi - fungsi operasional yang didelegasikan oleh Bupati/Walikota kepada Camat.
2. Pengaturan Mengenai Kelurahan Perubahan pengaturan mengenai kelurahan berdasarkan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Lurah memperoleh pelimpahan wewenang dari Bupati/Walikota; b. Lurah mempunyai tugas lainnya, selain yang berasal dari pelimpahan wewenang Bupati/Walikota, meliputi : 1) pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan ; 2) pemberdayaan masyarakat ; 3) pelayanan masyarakat ; 4) penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum ; dan 5) pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. c. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari PNS yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. d. Dalam melaksanakan tugasnya, Lurah bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota melalui Camat. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa Kelurahan lebih banyak menjalankan fungsi pelaksanaan yang bersifat operasional, dengan kewenangan yang didelegasikan secara langsung dari Bupati/Walikota tanpa melalui Camat (seperti pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999). 3. Pengaturan Mengenai Desa Perubahan pengaturan mengenai desa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
19
a. Desa di Kabupaten/Kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi Kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. b. Sekretaris
Desa
diisi
dari
PNS
yang
memenuhi
persyaratan
Pengangkatannya dilakukan secara bertahap c. Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa, dengan suara terbanyak (simple majority). d. Pemilihan Kepala Desa dapat menggunakan hukum adat setempat, sepanjang hukum adat tersebut masih berlaku. e. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. f. Badan Perwakilan Desa (BPD) diganti dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan fungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, serta menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. g. Pendapatan Desa yang penting adalah bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota serta bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota, bukan hanya sekedar bantuan seperti yang diatur di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999.
2.2.
Teori tentang Rentang Kendali dalam Organisasi
2.2.1. Definisi Asas Rentang Kendali dalam Organisasi Rentang kendali merupakan salah satu asas yang diperlukan untuk menjalankan organisasi. Untuk memberikan kesamaan pandangan mengenai pengertian rentang kendali, perlu terlebih dahulu dikemukakan beberapa definisi. Fred Luthhans (1981:452) mendefinisikan ”rentang kendali sebagai jumlah bawahan yang secara langsung melapor kepada atasan”. Luthans tidak memberikan batasan mengenai berapa jumlah optimal dari bawahan yang melapor kepada pimpinan tersebut.
20
Chris
Argyris
(1960:13)
menulis
bahwa
prinsip
pengendalian
menyatakan bahwa efisiensi administrasi dapat ditingkatkan dengan membatasi rentang kendali dari seorang pimpinan dengan membatasi rentang kendali dari seorang pimpinan dengan tidak lebih dari lima atau enam bawahan yang bekerja secara berkait. Dengan demikian dapat diartikan bahwa rentang kendali atau rentang manajemen adalah jumlah bawahan yang secara langsung bertanggungjawab kepada seorang atasan tertentu. Mengenai batasan luasnya rentang kendali dalam suatu organisasi ternyata terdapat perbedaan pendapat para ahli. Barkdull (Stoner, 1986a:355) tidak memberikan batasan yang pasti mengenai luasnya rentang kendali yang optimal, tetapi menyebutkan adanya tujuh faktor yang dipandang mempengaruhi rentang manajemen yaitu : 1. kesamaan fungsi yang disupervisi; 2. jarak geografis dan fungsi yang disupervisi; 3. kerumitan fungsi yang disupervisi; 4. arahan dan pengendalian yang diperlukan bawahan; 5. koordinasi yang diperlukan supervisor; 6. perencanaan yang diperlukan supervisor; 7. bantuan organisasi yang diterima supervisor. Berbeda dengan pendapat di atas, Pfiffner dan Sherwood (1961:315) secara jelas mengemukakan bahwa jumlah orang-orang yang diawasi berkembang antara 12 sampai 20 orang. Tetapi kepemimpinan eksekutif akan berjalan lebih baik dengan kelompok yang lebih kecil. Sedangkan Pariata Westra dan kawan-kawan (1977:315) menyebutkan bahwa rentang kontrol untuk satuan utama berkisar antara 3-10 orang bawahan sedangkan untuk satuan lanjutan berkisar antara 10-20 orang bawahan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
cukup sulit untuk
menentukan secara tepat mengenai berapa banyak dan luasnya rentang kendali
21
yang harus dijalankan oleh seorang manajer. Untuk itu Herbert A. Simon (Pfiffner & Sherwood, 1961:154-155) mengungkapkan mengenai rentang kendali:
a. Pertama, tidak ada seorangpun yang secara nyata mengetahui dengan tepat jumlah orang-orang yang dapat dikendalikan; b. Kedua, kesemuanya bergantung pada beberapa faktor seperti kepribadian dari eksekutifnya, rutinitas dari berbagai sifat pekerjaan, tingkatan penyebaran geografis, perlunya segera suatu keputusan diambil dan tipe dari program yang diadministrasikan, yang kesemuanya merupakan faktor-faktor utama yang penting untuk mendefinisikan hubungan pengendalian. Untuk mempermudah menentukan luasnya rentang kendali yang dapat dijalankan oleh manajer, Karen dan Levhari (Stoner; 1986a:357-358) juga memberikan pedoman. Pedoman tersebut mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan situasi, bawahan dan manajer yaitu sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan situasi, rentang manajemen yang sesuai relatif dapat luas apabila : -
pekerjaan cukup rutin;
-
operasi cukup stabil;
-
pekerjaan bawahan sama;
-
pada umumnya bawahan dapat bekerja secara mandiri;
-
prosedur dan metoda telah ditetapkan dengan baik dan telah diformalkan;
-
pekerjaan tidak membutuhkan pengendalian atau supervisi yang tinggi.
2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan bawahan, rentang yang sesuai dapat luas apabila : -
bawahan cukup terlatih baik dalam melaksanakan pekerjaan;
-
bawahan tidak menyukai supervisi yang ketat dalam melaksanakan pekerjaannya.
22
3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan manajer, rentang manajemen yang sesuai relatif dapat luas apabila : -
manajer cukup terlatih dengan baik dan sangat mampu;
-
manajer menerima bantuan dalam melaksanakan aktivitas supervisinya;
-
manajer tidak banyak memiliki aktivitas tambahan yang non-supervisi;
-
manajer lebih menyukai gaya supervisi yang cukup longgar daripada supervisi yang ketat. Melihat hubungan kerja antara Camat dengan pemerintahan Desa/
Kelurahan yang ada diwilayahnya maka rentang kendali yang dilaksanakan oleh Camat adalah rentang kendali ke luar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi luasnya rentang kendali keluar yaitu : a. kepribadian pemimpinnya; b. jenis pekerjaan organisasi bawahan; c. keadaan geografis; d. jarak antara kecamatan dengan desa-desa yang dibina; e. Sarana dan prasarana transportasi serta komunikasi.
2.2.2. Penerapan Rentang Kendali di Dalam Manajemen Meskipun merupakan asas yang diperlukan untuk menjalankan organisasi, dalam kegiatan manajemen rentang kendali kurang memperoleh perhatian yang memadai. Padahal menurut Stoner (1986 : 350), ada dua alasan utama mengenai pemilihan rentang manajemen merupakan hal yang penting : Pertama, rentang manajemen mempengaruhi pendayagunaan manajer secara efisien dan prestasi yang efektif dari bawahan mereka. Rentang yang terlalu luas dapat berarti bahwa manajer yang bersangkutan terlalu memaksakan diri mereka sendiri dan karenanya bawahan mereka menerima pedoman dan kontrol yang terlalu sedikit. Rentang kendali yang terlalu sempit dapat berarti bahwa manajer kurang didayagunakan. Kedua, ada hubungan antara rentang manajemen dengan struktur organisasi.
23
Selain pendapat di atas, ada berbagai alasan lain yang menunjukkan bahwa asas rentang kendali semakin diperlukan, terlebih lagi pada manajemen wilayah seperti yang dijalankan oleh para Camat. Alasan-alasan tersebut antara lain : a. Bahwa organisasi ibarat organisme yang hidup dan berkembang. Pertumbuhan dapat bersifat horizontal yaitu melebar dengan cara menambah bagian-bagian ataupun berkembang secara vertikal yaitu dengan menambah jenjang atau adanya cabang-cabang diluar organisasi inti. b. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan organisasi diperlukan lebih banyak orang yang dipercaya untuk mengawasi bagian – bagian ataupun cabang-cabang organisasi yang ada, sebab kemampuan seorang manajer untuk mengawasi bawahannya relatif terbatas. c. Adanya kecenderungan untuk mengadakan desentralisasi di dalam organisasi. Hal ini disebabkan oleh semakin kompleksnya tujuan yang harus dicapai ataupun semakin besarnya ukuran organisasi. John Naisbitt (1982) dalam bukunya ”Megatrends” juga menyebutkan adanya kecenderungan perubahan orientasi dari sentralisasi ke arah desentralisasi. d. Dihubungkan dengan pokok pembahasan, maka terdapat kecenderungan perkembangan jumlah organisasi pemerintah Desa sebagai subsistem organisasi pemerintah Kecamatan akibatnya adanya pemecahan Desa ataupun pembentukan Desa baru. Pemecahan Desa terutama disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk serta semakin kompleksnya tugas-tugas-tugas yang harus ditangani oleh pemerintah Desa. Rentang kendali Camat terhadap desa-desa/kelurahan yang ada dibawahnya apabila bisa dioptimalkan maka dapat meningkatkan efektivitas manajemen pemerintahan Kecamatan. 2.2.3.
Memahami Hubungan antara Rentang Kendali dengan Efektivitas Manajemen Pemerintahan Kecamatan Melalui Pendekatan Sistem Dari berbagai uraian sebagaimana telah dikemukakan pada bagian
sebelumnya dapat diketahui bahwa berbicara mengenai efektivitas berarti
24
berbicara mengenai hubungan antara sasaran yang telah ditetapkan dengan hasil dicapai. Cara berpikir yang paling tepat untuk memahami hubungan tersebut adalah memalui pendekatan sistem. Berbagai pendapat mengenai sistem dan model berpikir sistem telah dikembangkan para ahli. Bertalanffy (Suriasumantri; 1981:10) misalnya mengemukakan bahwa sistem terbuka dapat ditandai dengan beberapa sifat sebagai berikut : 1. Sistem itu mempunyai tujuan; 2. Suatu sistem merupakan suatu keseluruhan yang bulat dan utuh; 3. Sistem itu memiliki sifat terbuka; 4. Satu sistem mempunyai atau melakukan kegiatan transformasi; 5. Dalam sistem terdapat saling kaitan; 6. Sistem mempunyai mekanisme kontrol. Untuk menyederhanakan uraian mengenai pengertian sistem sehingga lebih mudah dipahami, maka sistem dapat digambarkan dalam berbagai model. Dihubungkan dengan pokok pembahasan mengenai pemahaman hubungan antara rentang kendali dengan efektivitas manajemen pemerintahan kecamatan, maka model sistem tersebut dapat digambarkan kembali secara lengkap sebagai berikut :
25
GAMBAR 2.1 MODEL PENDEKATAN SISTEM Masukan
Proses
Keluaran
Nilai Jual
Dampak
- Bahan/ peralatan - Orang - Dana - Rencana kegiatan
Prinsip-prinsip manajemen : rentang kendali
- Pelayanan kepada masyarakat - Pencapaian sasaran kegiatan
Nilai jual dari pelayaan yang diberikan kepada masyarakat
Dampak terhadap pelayanan dan pencapaian sasaran
Manfaat Manfaat dari pelayanan dan pencapaian sasaran
Balikan : Tanggapan dari masyarakat
Pendekatan sistem di atas sejalan dengan hakekat pengendalian. Menurut Anthony,
Dearden
dan
Bedford
(1985:4)
bahwa
pengendalian
adalah
mengarahkan seperangkat variabel (mesin, manusia, peralatan) kearah tercapainya sasaran atau tujuan. Dalam suatu sistem, variabel tersebut menrupakan unsur masukan dan sasaran merupakan untuk keluaran, sedangkan pengendalian termasuk kedalam unsur proses. Oleh Anthony dan kawan-kawan (1985:4) juga ditegaskan bahwa pengendalian adalah cara-cara untuk memastikan bahwa anggota organisasi akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Dalam memahami hubungan antara rentang kendali dengan efektivitas manajemen pemerintahan kecamatan diperlukan pendekatan sistem, sebab menurut Winardi (1987:63) di dalam manajemen modern, pendekatan sistem merupakan suatu ”conditio sine quanon”. Kecamatan dan Desa adalah salah satu bentuk organisasi pemerintahan dengan manajemen modern sehingga memerlukan pendekatan dan cara berpikir sistem. Dari diagram di atas, secara teoritis dapat diketahui bahwa keluaran suatu organisasi pemerintahan baik berupa pelayanan kepada masyarakat ataupun pencapaian sasaran kegiatan akan ditentukan oleh unsur masukan dan proses. Melalui penelitian, secara faktual akan dilihat mengenai seberapa jauh hubungan
26
antara perubahan proses terhadap keluaran. Perubahan proses berupa optimalisasi rentang kendali camat terhadap desa bawahan. Agar dapat diperoleh gambaran yang nyata mengenai hubungan tersebut, maka untuk unsur masukan, unsur umpan balik maupun unsur lingkungan digunakan asumsi bahwa kualitas dan kuantitas unsur-unsur tersebut relatif sama. Oleh karena itu diperlukan lokasi penelitian sama yang memenuhi asumsi tersebut. Dengan lokasi penelitian yang sama diharapkan tersedianya lingkungan politik dan ekonomi yang sama pula baik di lingkungan regional maupun di tingkat lokal. Umpan balik berupa tanggapan dari masyarakat menurut pendapat Anthony dan Herzlinger (1980), kurang berpengaruh terhadap proses organisasi nirlaba, terlebih lagi jika sumber dananya tidak langsung berasal dari masyarakat.
2.3.
Teori Tentang Pemberian Pelayanan Umum Wujud yang paling nyata dari tugas, kegiatan atau fungsi yang
dialaksanakan oleh suatu sistem pemerintahan adalah pelayanan masyarakat. Keseluruhan aspek pemerintahan negara yang meliputi aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia, senantiasa mengarah kepada upaya peningkatan efisiensi dan profesionalisme fungsi pelayanan. Tugas umum pemerintahan dan pembangunan memiliki pengertian yang saling memperkuat karena pelayanan kepada masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya merupakan hakekat dati tugas umum pemerintahan itu sendiri. Menelusuri lebih jauh makna pelayanan, sebenarnya secara umum istilah ini sering dipergunakan oleh berbagai pihak dengan istilah-istilah lain, misalnya pelayanan publik, pelayanan masyarakat, pelayanan pemerintah, pelayanan umum, pelayanan sipil dan lain sebagainya. Paham demokrasi yang sekarang ini dianut pemerintah mempunyai konsekuensi bahwa pemerintah itu milik masyarakat, sehingga lebih banyak memberi wewenang kepada masyarakat daripada terus-menerus melayani masyarakat. Aparat pemerintah sebagai unsur
27
pemerintah (melayani) terkait langsung dengan pelayanan kepada masyarakat sebagai unsur-unsur yang terlibat dalam kegiatan pelayanan. Pengertian pelayanan umum menurut Sadu Wasistiono (2001:51), mengemukakan bahwa: ”Pelayanan umum adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta, atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau kepentingan masyarakat.” Seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat, maka pelayanan yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai pemenuhan tuntutan dan kebutuhan akan barang dan jasa publik semata, tetapi juga harus memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan. Sebab masyarakat akan mempertanyakan apakah barang dan jasa publik yang diberikan pemerintah dapat memberikan rasa puas atau hanya memenuhi kewajiban pemerintah semata, lebih dari itu pemberian pelayanan yang berkualitas dan dapat memuaskan masyarakat. Oleh karenanya fungsi pelayanan pemerintah selalu berkaitan dengan kepentingan umum dan bukan dikonsepsikan untuk orang perorangan. Ndraha (2000:21a), menunjukkan hubungan pemerintah (governance relations), yaitu hubungan yang terjadi antara yang diperintah dengan pemerintah satu terhadap yang lain pada satu posisi dan peran. Dalam kaitan itu, kualitas pelayanan menjadi gejala atau masalah yang sering mewarnai interaksi tersebut. Untuk itu pemerintah bukan lagi penentu kualitas pelayanan, akan tetapi masyarakat sebagai pelanggan kebutuhan dan kepentingan yang ditawarkan pemerintah. Pelangganlah yang paling tahu mana yang baik untuk kehidupannya. Seperti dikemukakan Couper (dalam Osborne dan Gaebler, 1992:166), bahwa “Quality is determined only by costumers”. Dalam kaitan itu, Couper (dalam Osborne dan Gaebler, 1992: 169,172), dikatakan pemerintah perlu: Getting close to the costumer, because the costumer are the most important people for an organization”. Dengan demikian baik buruknya produk layanan masyarakat yang diberikan, lebih banyak bergantung pada sejauh mana tanggapan atau kepuasan penerima pelayanan. Kecamatan dan juga organisasi perangkat daerah lainnya, diarahkan untuk menjadi organisasi yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat yang dilayaninya,
28
diperlukan survey secara periodik melalui suatu alat ukur yang baku. Berkaitan dengan hal tersebut, pada bulan Pebruari 2004, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Keputusan Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah sebagai berikut: 1. Prosedur pelayanan yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; 2. Persyaratan pelayanan yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; 3. Kejelasan petugas pelayanan yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan
pelayanan
(nama,
jabatan
serta
kewenangan
dan
tanggungjawabnya); 4. Kedisiplinan
petugas
pelayanan
yaitu
kesungguhan
petugas
dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; 5. Tanggung jawab petugas pelayanan yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; 6. Kemampuan petugas pelayanan yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; 7. Kecepatan pelayanan yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaran pelayanan; 8. Keadilan mendapatkan pelayanan yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; 9. Kesopanan dan keramahan petugas yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; 10. Kewajaran biaya pelayanan yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; 11. Kepastian biaya pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
29
12. Kepastian jadual pelayanan yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 13. Kenyamanan lingkungan yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; 14. Keamanan pelayanan yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara
pelayanan
ataupun
sarana
yang digunakan,
sehingga
masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resikoresiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. 2.4. Kebijakan tentang Pemekaran Kecamatan Pada masa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, mengingat kecamatan adalah wilayah administrasi pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi, pembentukan kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Pada masa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pembentukan kecamatan cukup dilakukan dengan Peraturan Daerah (lihat Pasal 66 ayat 6 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999). Perubahan yang menyangkut tentang kebijakan pemekatan kecamatan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pembentukan Kecamatan Dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dikemukakan bahwa : “Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Pada Pasal 4 ayat (4) undang-undang tersebut dikemukakan bahwa pemekaran suatu daerah dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Penjelasan Pasal 4 ayat (4) menyebutkan bahwa batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan suatu kecamatan dapat dimekarkan adalah 5 (lima) tahun. Kecamatan dalam suatu kabupaten/kota yang jumlahnya cukup banyak pada umumnya dikelola secara seragam, dalam arti mempunyai besaran organisasi, anggaran, personil serta logistik yang serba seragam. Padahal beban pekerjaan dan tanggung jawab untuk masing-masing jelas berbeda-beda. Agar
30
diperoleh gambaran yang realistis, logis dan rasional sehingga dapat diukur kinerjanya secara obyektif, diperlukan langkah membuat tipologi. Sekurangkurangnya ada 7 (tujuh) variabel yang dapat digunakan untuk menentukan tipologi kecamatan yakni : 1) jumlah penduduk; 2) luas wilayah; 3) jumlah kelurahan/desa diwilayahnya; 4) sarana transportasi dan komunikasi; 5) kawasan potensial yang dapat dikembangkan ; 6) karakteristik wilayah ; 7) pola pendelegasian kewenangan. Secara sederhana pembuatan tipologi kecamatan dapat dirumuskan sebagai berikut : TK = f (JP, LW, JK/D,STK, KP, KW, PPK)
Tipologi kecamatan sebaiknya dibuat menurut ukuran kabupaten/kota masing-masing, tidak dibuat seragam secara nasional, karena tidak akan menggambarkan bobot pekerjaan yang sebenarnya. Masing-masing variabel diberi bobot menurut tingkat kepentingannya di kabupaten/kota. Matriks pembuatan tipologi dapat digambarkan sebagai berikut : a. Bobot kewenangan diberi skor kecil apabila kewenangan yang didelegasikan kepada Camat dari Bupati/Walikota sifatnya seragam; b. Bobot jumlah penduduk diberi bobot rendah atau tinggi, tergantung pada keadaan masing-masing Kabupaten/Kota, apabila jumlahnya banyak seperti di daerah perkotaan, berarti bobotnya besar. c. Bobot luas wilayah juga ditentukan menurut karakteristik setempat. Untuk daerah perkotaan, bobot luas wilayah mungkin kecil, sedangkan untuk Kabupaten, bobot luas wilayah ini menjadi besar. d. Bobot jumlah Desa atau Kelurahan ditentukan sendiri oleh masing-masing Kabupaten/Kota. Apabila variasi antar kecamatan relatif kecil, bobotnya juga kecil, begitu sebaliknya.
31
e. Bobot sarana transportasi dan komunikasi juga ditentukan menurut karakteristik Kabupaten/Kota bersangkutan. Bagi daerah dengan kualitas transportasi terbatas, maka bobot untuk variabel ini lebih besar dibanding variabel lain. f. Bobot kawasan potensial yang ada di Kabupaten/Kota ditentukan sendiri sesuai karakteristiknya, semakin luas kawasan potensial dalam satu kecamatan berarti bobotnya semakin tinggi. g. Bobot karakteristik wilayah dilihat dari bentuk geografi dan topografinya. Apabila sangat bervariasi terdiri dari daratan dan kepulauan serta bergununggunung, berarti bobotnya semakin tinggi. Berdasarkan perhitungan bobot tersebut dapat dibuat tipologi kecamatan A, B, dan C. Tipologi ini berguna untuk menentukan besarnya dana, jumlah, personil, logistik serta susunan organisasi sebuah kecamatan. Secara logis dapat dikatakan bahwa kecamatan tipe A memiliki bobot pekerjaan yang lebih berat sehingga wajar kalau memperoleh dukungan anggaran, personil, logistik serta organisasi yang lebih besar dibandingkan tipe B maupun tipe C. Tipologi ini sekaligus juga dapat digunakan untuk jenjang karier PNS yang ditugaskan sebagai Camat. Camat pemula sebaiknya ditempatkan di kecamatan tipe C, kemudian naik ke tipe B dan selanjutnya ke tipe A. Dalam pemekaran kecamatan disamping melihat aspek tipologi sebagaimana tersebut di atas, sebaiknya perlu diidentifikasi karakateristik lingkungan kecamatan, mengingat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menggunakan filosofi “Keanekaragaman Dalam Kesatuan”. Keanekaragaman tersebut sampai pula pada tingkatan kecamatan. Artinya delegasi kewenangan kepada camat di dalam suatu Kabupaten/Kota juga tidak harus seragam, melainkan disesuaikan dengan karakteristik lingkungan kecamatan bersangkutan. Pendelegasian kewenangan yang seragam sebaiknya diberikan hanya pada kecamatan di daerah perkotaan yang jumlah kecamatannya relatif terbatas serta karakteristik wilayah, kegiatan perekonomian dan penduduknya relatif homogen. Untuk kepentingan identifikasi kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota yang dapat didelegasikan kepada camat, perlu dilakukan identifikasi
32
karakteristik lingkungan kecamatan. Secara garis besar, lingkungan kecamatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) lingkungan perdesaan ; 2) lingkungan perkotaan. Lingkungan perdesaan itu sendiri masih dapat dibagi-bagi menjadi : a) lingkungan persawahan ; b) lingkungan perkebunan ; c) lingkungan pertambangan; d) lingkungan perhutanan; e) lingkungan perikanan; Sedangkan lingkungan perkotaan dapat dibagi-bagi menjadi: a) lingkungan perumahan; b) lingkungan perindustrian; c) lingkungan pariwisata. Kota-kota kecamatan di wilayah kabupaten selama ini seperti daerah tidak bertuan. Kepentingan masyarakat kota tersebut seperti kebersihan, pengendalian lingkungan, perparkiran, tata ruang kota, utilitas kota dan lain sebagainya sepertinya tidak ada yang menangani secara sungguh-sungguh. Oleh pemerintah kabupaten, masalah-masalah seperti itu dianggap terlampau kecil, sedangkan bagi masyarakat kota hal tersebut merupakan kebutuhan dasar. Agar kepentingan masyarakat kota-kota kecil dalam kabupaten dapat terlayani dengan optimal, akan lebih baik apabila kewenangan pengelolaan kota semacam itu didelegasikan kepada camat. Jadi untuk kecamatan perkotaan, camat diangkat pula sebagai manajer kota. Pendelegasian ini hanya berlaku untuk camat perkotaan di wilayah kabupaten, tidak berlaku untuk seluruh camat. Identifikasi karakteristik kecamatan dapat dilihat dari mayoritas aktivitas ekonomi, mayoritas jenis mata pencarian penduduk serta karakteristik wilayahnya.
33
Berdasarkan karakteristik lingkungan kecamatan, dapat disusun matriks pendelegasian sebagian kewenangan dari Bupati/Walikota kepada camat sesuai dengan situasi dan kondisi nyata di lapangan. Dengan cara demikian camat diharapkan akan dapat memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, karena kewenangan yang didelegasikan kepadanya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2.5. Organisasi Kecamatan Untuk dapat menjalankan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota yang didelegasikan kepadanya, Camat memerlukan dukungan organisasi. Di dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, dibedakan antara Sekretariat Daerah sebagai unsur pembantu pimpinan, Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana serta Badan dan atau Kantor sebagai unsur penunjang. Sekretariat Daerah sebagai unsur pembantu pimpinan mempunyai fungsi : 1) pengkoordinasian perumusan kebijakan; 2) penyelenggaraan administrasi pemerintahan; 3) pengelolaan sumber daya aparatur, keuangan, prasarana dan sarana; 4) pelaksanaan tugas lain yang diberikan Kepala Daerah sesuai tugas dan fungsinya. Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana mempunyai fungsi : 1) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; 2) pemberian perijinan dan pelaksanaan pelayanan umum; 3) pembinaan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya. Badan dan atau Kantor sebagai unsur penunjang mempunyai fungsi : 1) perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya; 2) penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah. PP Nomor 8 Tahun 2003 tidak secara eksplisit menyebutkan kedudukan kecamatan dan kelurahan, apakah sebagai unsur staf, unsur pelaksana ataukah unsur penunjang. Tetapi apabila dilihat dari karakteristik pekerjaan yang dijalankan oleh Camat yang bersifat operasional yakni melayani masyarakat
34 secara langsung. Menurut Sadu Wasistiono (2004:15) “kecamatan lebih sesuai dimasukkan ke dalam kategori unsur pelaksana. Untuk membedakannya dengan Dinas Daerah sebagai unsur pelaksana kewenangan yang bersifat teknis, maka kecamatan lebih tepat disebut UNSUR PELAKSANA KEWILAYAHAN. Dinas Daerah menjalankan kewenangan yang bersifat teknis tertentu seperti kesehatan, pendidikan. Sedangkan Camat dapat menjalankan kewenangan pemerintahan apapun yang didelegasikan oleh Bupati/Walikota kepadanya dengan batas wilayah kerjanya – sepanjang tidak bersifat sangat teknis. Dasar pemikirannya adalah adanya keinginan politik dari Pemerintah Daerah untuk menjadikan kecamataan sebagai pusat pelayanan masyarakat (PUSYANMAS). Pemikiran tersebut sejalan dengan pendekatan “close to the customer” yang sedang gencar dijalankan oleh sektor swasta. Bisnis perbankan dengan membangun banyak ATM di tempat-tempat strategis merupakan contoh nyata dari pendekatan “close to the customer”. Karakteristik kewenangan pelayanan yang dapat dijalankan oleh Camat yaitu sebagai berikut : a) mudah, dalam arti tidak memerlukan persyaratan teknis tinggi; b) sederhana; dalam arti tidak memerlukan prosedur yang banyak; c) murah; dalam arti pembiayaannya lebih murah bagi masyarakat dibanding apabila ditangani oleh Dinas teknis di ibukota Kabupaten/ Kota; d) terjangkau oleh masyarakat setempat, baik dilihat dari lokasi maupun waktunya. Mengingat kewenangan yang didelegasikan kepada Camat kemungkinan tidak seragam, maka organisasi kecamatan yang dibentuk seyogyanya mengikuti jenis dan banyaknya kewenangan yang didelegasikan tersebut. Menurut Pasal 12 ayat (5) PP Nomor 8 Tahun 2003, pedoman organisasi kecamatan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Sekarang telah terbit Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan. Pada pasal 5 Kepmendagri tersebut dikemukakan bahwa susunan organisasi kecamatan terdiri dari : a. Camat;
35
b. Sekretaris Kecamatan; c. Seksi Pemerintahan; d. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum; e. Seksi lain dalam lingkungan kecamatan yang nomenklaturnya disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah kecamatan sesuai kebutuhan Daerah; f. Kelompok jabatan fungsional. Di dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 maupun Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004, disebutkan bahwa jumlah seksi sebanyak-banyaknya adalah lima buah. Artinya, jumlah seksi di kecamatan tidak harus lima buah melainkan bergantung pada beban kerja masing-masing kecamatan. Dalam rangka efektivitas dan efisiensi, perlu dilakukan pembuatan tipologi kecamatan untuk menentukan bobot pekerjaan dan besaran organisasinya. Tipologi ini kemudian diikuti dengan pengalokasian besarnya biaya, jumlah pegawai serta jumlah logistik yang sesuai dengan tipologinya. Penyusunan organisasi kecamatan hendaknya mengikuti kecenderungan bentuk organisasi abad ke-21 dengan ciri-ciri : a) lebih ramping; b) lebih cepat; c) lebih terbuka; d) lebih melebar. (Gouillart & Kelly (1995); Belbin (1996), Mohrman et al (1998)). Untuk kepentingan tersebut perlu lebih banyak dikembangkan jabatanjabatan fungsional, karena organisasi pemerintah pada dasarnya dibentuk guna melayani kepentingan masyarakat. Jabatan fungsional itu sendiri diharapkan dapat menjadi karier sepanjang hidup dari seorang pegawai negeri (longlife career), sedangkan jabatan struktural merupakan jabatan tambahan yang bersifat sementara. Dengan cara demikian, mobilitas pengisian jabatan struktural yang jumlahnya relatif terbatas dapat dilakukan secara lebih dinamis. Pada sisi lain,
36
kepastian karier pegawai negeri juga menjadi relatif lebih terjamin. Adapun jabatan fungsional yang dapat dikembangkan di kecamatan antara lain : a) arsiparis; b) agendaris; c) pustakawan, untuk melayani perpustakaan keliling apabila ada; d) pranata komputer untuk pelayanan administrasi kependudukan dll; e) bendaharawan; f) penyelia kesehatan lingkungan dan masyarakat; g) penyelia masalah-masalah sosial; h) perencana pembangunan; i) polisi pamong praja. Di dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 tidak ada lagi unit Cabang Dinas Kabupaten/Kota yang berlokasi di kecamatan. Apabila Cabang Dinas di tingkat kecamatan seperti pendidikan, kesehatan, pertanian, pekerjaan umum, dihapus dan organisasinya digabung ke kantor camat, maka masih terbuka peluang untuk memasukkan jabatan fungsional lainnya seperti : a) guru; j) medis dan paramedis; b) penyelia jalan, bangunan, dan jembatan, c) penyuluh pertanian; d) penyuluh keluarga berencana ke dalam kelompok jabatan fungsional di kecamatan. Bupati/Walikota maupun Gubernur sebagai Kepala Daerah perlu secara strategis dan sistematis serta berkelanjutan mengkampanyekan pentingnya jabatan fungsional dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas, sehingga jabatan tersebut memiliki daya tarik. Melalui pengembangan jabatan fungsional sebenarnya dapat disusun suatu standar pelayanan bagi seorang pejabat fungsional, baik berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani maupun luasnya wilayah pelayanan.
37
Ujicoba menjadikan polisi pamong praja sebagai jabatan fungsional yang kemudian akan membentuk organisasi fungsional sebagaimana diatur di dalam peraturan pemerintah tentang satuan polisi pamong praja, merupakan langkah maju menuju terbangunnya birokrasi yang profesional. Di dalam Pasal 15 PP tersebut dikemukakan bahwa jabatan struktural pada Satuan Polisi Pamong Praja hanya dapat diisi oleh pejabat fungsional polisi pamong praja. Pola ini sudah digunakan
di lingkungan organisasi perguruan tinggi negeri. Dengan
memberi peluang pejabat fungsional duduk dalam jabatan struktural, diharapkan gengsi jabatan fungsional dalam pandangan PNS akan semakin meningkat. Telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa pendelegasian kewenangan
dari
Bupati/Walikota
kepada
Camat
Keputusan Bupati/Walikota, sedangkan untuk
dilakukan
melalui
pembentukan organisasi
kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Alasannya adalah karena pembentukan organisasi berkaitan dengan besaran personil, dana serta logistik sehingga perlu dibicarakan dengan DPRD sebagai wakil rakyat. Adapun susunan organisasi kecamatan sebagaimana tertera dalam Lampiran II Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 yaitu sebagai berikut : Gambar 2.2 STRUKTUR ORGANISASI KECAMATAN CAMAT Kelompok Jabatan Fungsional
Seksi Pemerintahan
Sekretaris Kecamatan Seksi
Seksi Ketentraman Dan Ketetiban Umum
Kelurahan
DESA
Keterangan : Garis hubungan operasional Garis hubungan koordinasi & fasilitasi
Seksi
: :
Seksi
38
Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004
2.6. Tugas dan Wewenang Camat Tugas adalah suatu pekerjaan yang berkaitan dengan status yang harus ditunaikans, sedangkan kewenangan adalah kekuasaan yang sah (legitimate power) atau kekuasaan yang terlembagakan (institutionalized power). Kekuasaan itu sendiri adalah kemampuan yang membuat seseorang atau orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Menurut Ensiklopedi Administrasi (1977 : 28), yang dimaksud dengan wewenang adalah : “Hak seseorang pejabat untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas serta tanggung jawabnya dapat dilaksanakan dengan berhasil baik”. Pada sisi lain, tanggung jawab adalah : “keharusan pada seseorang pejabat untuk melaksanakan secara selayaknya segala sesuatu yang telah dibebankan kepadanya”. (Ensiklopedi Administrasi, 1977 : 28). Sedangkan kewajiban adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Antara tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab mempunyai kaitan yang sangat erat. Dalam kenyataannya, keempat hal tersebut dapat dibedakan tetapi sulit untuk dipisahkan. Menurut Terry (1960: 294) bahwa : “authority is the power or the right to act, to command, or to exact action by others”. Terry (1960 : 299) selanjutnya mengatakan bahwa : “delegation means conferring authority from one executive or organizational unit to another in order to accomplish particular assignment”. Dengan demikian, kewenangan berkaitan dengan kekuasaan atau hak untuk melakukan atau memerintah, atau mengambil tindakan melalui orang lain. Sedangkan pendelegasian dimaksudkan sebagai pelimpahan kewenangan dari seorang eksekutif atau unit organisasi kepada yang lain untuk menyelesaikan sebagian tugas-tugas tertentu. Artinya, pendelegasian kewenangan dapat berasal dari seorang pejabat eksekutif ataupun dari satu unit organisasional. Pada bagian lain, Terry (1960 : 300) mengemukakan bahwa ada dua alasan penting perlunya pendelegasian kewenangan yakni : 1) Kemampuan seseorang menangani pekerjaan ada batasnya; 2) Perlu adanya pembagian tugas dan kaderisasi kepemimpinan.
39
Di dalam melaksanakan pendelegasian kewenangan perlu didasarkan pada berbagai prinsip. Koontz, O’ Donnell dan Weihrich (1980 : 425-428) mengemukakan
ada 7 (tujuh) prinsip yang diperlukan dalam melakukan
pendelegasian kewenangan yaitu : 1) Principle of delegation by results expected; 2) Principle of functional definition; 3) Scalar principle; 4) Authority level principle; 5) Principle of unity of command; 6) Principle of absoluteness of responsibility; 7) Principle of parity of authority and responsibility. Prinsip pendelegasian berdasarkan hasil yang diperkirakan maksudnya adalah bahwa pendelegasian diberikan berdasarkan tujuan dan rencana yang telah disiapkan sebelumnya. Dengan demikian, perlu tidaknya sebuah kewenangan didelegasikan
akan
bergantung
apakah
hasilnya
diperkirakan
akan
menguntungkan bagi pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan pendelegasian berdasarkan prinsip definisi fungsional dimaksudkan melimpahkan kewenangan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan fungsional agar pekerjaan atau tugas tertentu dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien. Pada sisi lain, pendelegasian kewenangan dilakukan dengan menganut prinsip berurutan berdasarkan hierarkhi jabatan. Prinsip ini berkaitan dengan prinsip keempat yakni prinsip jenjang kewenangan, artinya kewenangan didelegasikan secara satu tahap demi satu tahap berdasarkan tingkat kewenangan yang dimiliki pejabat atau satu unit organisasi tertentu. Prinsip
kelima
menggambarkan
bahwa
meskipun
telah
ada
pendelegasian kewenangan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan kesatuan komando, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran ataupun tumpang tindih kegiatan dan tanggung jawab. Prinsip keenam menggambarkan bahwa pendelegasian kewenangan perlu diimbangi dengan tanggung jawab yang penuh tanpa terlampau banyak
40
campur tangan dari pemberi delegasi. Termasuk kewenangan untuk mengambil keputusan dan menanggung resiko dari keputusan yang diambilnya. Prinsip ketujuh yaitu keseimbangan antara kewenangan dan tanggung jawab, artinya bahwa kewenangan yang didelegasikan harus dibarengi dengan tanggung jawab yang seimbang. Semakin besar kewenangan yang diberikan berarti semakin besar tanggung jawab yang harus dipikulnya. Telah dijelaskan bahwa kewenangan yang dijalankan oleh camat merupakan pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota. Dengan demikian tugas camat adalah menjalankan sebagian tugas dan kewajiban Bupati/Walikota di wilayah kerjanya, berdasarkan pendelegasian kewenangan yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, kewajiban camat merupakan turunan atau derivasi dari kewajiban Kepala Daerah tersebut. Dari ketujuh kewajiban Kepala Daerah di atas, ada enam macam kewajiban yang dapat didelegasikan kepada camat dalam rangka membantu Kepala Daerah. Sedangkan kewajiban
yang tidak dapat
ditugaskan kepada camat hanyalah kewajiban nomor 7 yakni mengajukan Rancangan Peraturan Daerah. Kewajiban lainnya dapat ditugaskan kepada camat untuk dilaksanakan di wilayah kerjanya. Karena kewajiban yang dijalankan camat berasal dari derivasi kewajiban Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati/Walikota), maka tanggung jawab terakhir mengenai pelaksanaan kewajiban tersebut tetap berada di tangan Kepala Daerah bersangkutan, sedangkan camat yang menjalankan kewajibannya berdasarkan perintah bertanggungjawab kepada yang memberi perintah (Bupati/Walikota). Sesuai dengan paradigma Reinventing Government maupun Good Governance, pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota kepada Camat harus dapat memaksimalkan nilai 4E, yakni : a) efektivitas; (G.R. Terry, 1961) b) efisiensi; (G.R. Terry, 1961). c) equity/keadilan; (G. Frederickson, 1982) d) ekonomik (E.S. Savas, 1987).
41
Pendelegasian
kewenangan
bukan
hanya
sekedar
memindahkan
kewenangan yang dijalankan secara langsung oleh Bupati/Walikota kepada Camat, melainkan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemberian pelayanan kepada masyarakat serta penggunaan dana dan fasilitas publik untuk kepentingan publik. Selain itu, pendelegasian kewenangan tersebut harus dapat memenuhi dan meningkatkan rasa keadilan masyarakat, termasuk didalamnya memperoleh akses pada fasilitas dan akses yang setara – terutama untuk kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan. Pada sisi lain, pendelegasian kewenangan harus mampu menjadi pengungkit kegiatan ekonomi masyarakat sehingga menjadi lebih produktif. Dengan perkataan lain, pendelegasian kewenangan jangan sampai memperpanjang jenjang birokrasi dan menciptakan ekonomi biaya tinggi yang membuat masyarakat menjadi tidak produktif dan kalah bersaing dengan mancanegara. Tujuan pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota kepada Camat yaitu : a) untuk mempercepat pengambilan keputusan berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat. b) untuk mendekatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat; c) untuk mempersempit rentang kendali dari Bupati/Walikota kepada Kepala Desa/ Lurah; d) untuk kaderisasi kepemimpinan pemerintahan. Dilihat dari asal usul kewenangan yang dijalankan oleh camat, dapat dibedakan antara kewenangan atributif dan kewenangan delegatif. Kewenangan atributif adalah kewenangan yang melekat pada seseorang pejabat karena diatur oleh peraturan perundang-undangan. Pada masa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, camat sebagai kepala wilayah mempunyai kewenangan atributif sebagaimana diatur di dalam Pasal 80 dan 81 undang-undang tersebut. Kepada setiap orang yang telah dilantik sebagai kepala wilayah, maka pada dirinya secara otomatis telah melekat kewenangan yang diatur di dalam pasal tersebut. Sedangkan menurut Pasal 66 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, kewenangan camat bersifat delegatif, artinya camat baru memiliki kewenangan
42
apabila ada tindakan aktif dari Bupati/Walikota mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan kepadanya. Apabila Bupati/Walikota belum mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan kepada Camat, apakah Camat tidak mempunyai kewenangan apaapa? Mengenai hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama, mengatakan bahwa Camat praktis tidak lagi mampu menjalankan fungsi dengan baik, karena Camat tidak dapat mengambil keputusan-keputusan strategis yang berkaitan kepentingan publik karena dapat menimbulkan implikasi hukum yang melemahkan bagi Camat. Pendapat kedua, menyebutkan bahwa di dalam pemerintahan tidak boleh ada kekosongan kekuasaan, dengan demikian apabila belum ada ketentuan yang seharusnya, maka ketentuan yang lama masih dapat digunakan, yang terpenting pelayanan kepada masyarakat tidak terlantar (prinsip mengutamakan kepentingan umum).
2.7. Pendelegasian dan Penarikan Kewenangan Kebijakan perubahan pemekaran kecamatan tentunya diiringi juga dengan pendelegasian maupun penarikan kewenangan yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Pendelegasian Kewenangan Di dalam manajemen terdapat berbagai prinsip antara lain adanya pendelegasian kewenangan dari pucuk pimpinan kepada orang atau unit yang berada dibawahnya. Pendelegasian kewenangan adalah pelimpahan kewenangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang diberikan dari pihak atasan kepada bawahan dengan ketentuan : a). kewenangan tersebut tidak beralih menjadi kewenangan dari penerima delegasi; b). penerima delegasi wajib bertanggung jawab kepada pemberi delegasi; c). pembiayaan untuk melaksanakan wewenang tersebut berasal dari pemberi delegasi kewenangan. Dikaitkan dengan pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan Bupati/Walikota kepada camat, dapat dibedakan adanya dua pola yaitu :
43
1. Pola seragam 2. Pola beranekaragam. Pendelegasian dengan pola seragam yaitu mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat secara seragam tanpa melihat karakteristik wilayah dan penduduknya. Pola ini dapat digunakan untuk kecamatan yang wilayah dan penduduknya relatif homogen. Menurut Sadu Wasistiono (2004:22) Pola pendelegasian secara seragam memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: Kelebihan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Seragam a. Relatif lebih mudah membuatnya; b. Relatif lebih mudah dalam pengaturan dan pengendaliannya; c. Relatif lebih mudah dalam pembinaan personil, penentuan anggaran dan logistik. Kekurangan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Seragam a. Kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat; b. Penyediaan personil, anggaran dan logistik tidak sesuai dengan kebutuhan nyata kantor camat sehingga sulit untuk mencapai efektivitas dan efisiensi. c. Sulit untuk mengukur kinerja organisasi secara obyektif. Pendelegasian dengan pola beranekaragam yaitu mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat dengan memperhatikan karakteristik wilayah dan penduduk masing-masing kecamatan. Pada pola ini ada dua macam kewenangan yang dapat didelegasikan yakni kewenangan generik, yakni kewenangan yang sama untuk semua kecamatan, serta kewenangan kondisional yaitu kewenangan yang sesuai dengan kondisi wilayah dan penduduknya. Kewenangan atributif yang bersifat generik misalnya dapat ditetapkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri, seperti yang diamanatkan pasal 12 ayat (5) PP Nomor 8 Tahun 2003. Di dalam Lampiran I Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan antara lain dimuat kewenangan-kewenangan pemerintahan yang didelegasikan kepada Camat yaitu sebagai berikut :
44
1) Bidang pemerintahan mencakup 17 aktivitas ; 2) Bidang ekonomi dan pembangunan mencakup 8 aktivitas; 3) Bidang pendidikan dan kesehatan mencakup 8 aktivitas; 4) Bidang sosial dan kesejahteraan rakyat mencakup 6 aktivitas; 5) Bidang pertanahan mencakup 4 aktivitas. Kewenangan atributif yang diatur di dalam Kepmendagri tersebut di atas bersifat ATRIBUTIF TENTATIF, karena Bupati/Walikota diberi peluang untuk memilih sesuai karakteristik wilayah dan kebutuhan daerah. Di dalam pasal 2 ayat (2) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004, dikemukakan kedudukan tambahan bagi Camat yaitu sebagai koordinator pemerintahan di wilayah kerjanya. Kedudukan tambahan tersebut menimbulkan konsekuensi logis adanya kewenangan atributif lainnya yakni mengkoordinasikan kegiatan instansi pemerintah baik instansi vertikal maupun dinas daerah yang ada di wilayah kecamatan. Telah dijelaskan bahwa pola pendelegasian kewenangan yang serba seragam maupun yang beraneka ragam memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan pola beranekaragam dapat diinventarisasi sebagai berikut : Kelebihan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Beranekaragam : a. Lebih responsif terhadap kebutuhan pelayaanan masyarakat ; b. Kebutuhan personil, anggaran dan logistik dapat dihitung secara obyektif dan rasional; c. Memudahkan dalam pengukuran kinerja. Kelemahan Pola Pendelegasian Kewenangan Secara Beranekaragam : a. Memerlukan waktu dan tenaga untuk menyusunnya; b. Agak sulit dalam pengendalian dan pengawasan; c. Memerlukan personil yang memiliki kualifikasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan masyarakat. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mendelegasikan kewenangan dengan menggunakan pola beranekaragam yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik geografis (daratan atau kepulauan, dataran atau pegunungan) ;
45
2. Karateristik
penduduk
dilihat
dari
mata
pencaharian
dan
tingkat
pendidikannya; 3. Karakteristik wilayahnya (perkebunan, perhutanan, perindustrian, perumahan, pariwisata dlsb). Adapun jenis-jenis kewenangan yang dapat didelegasikan kepada camat dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) macam sebagai berikut: 1. kewenangan perijinan; 2. kewenangan rekomendasi; 3. kewenangan koordinasi; 4. kewenangan pembinaan; 5. kewenangan pengawasan; 6. kewenangan fasilitasi; 7. kewenangan penetapan; 8. kewenangan pengumpulan data dan penyampaian informasi; 9. kewenangan penyelenggaraan. Untuk dapat mengidentifikasi kewenangan pemerintahan yang dapat didelegasikan kepada Camat, dapat dibuat matriks sebagai berikut: Matrik Indentifikasi Kewenangan yg Mungkin Dilimpahkan dari Bupati/Walikota kepada Camat Bidang Jenis Kewenangan Perijinan Rekomendasi Koordinasi Pembinaan Pengawasan Fasilitasi Penetapan Pengumpulan Data & Penyampaian Informasi Penyelenggaraan
Pem. Umum
Pertanian
Pekerjaan Umum
-----dst s/d 21 bid
Matriks di atas disusun dengan memadukan antara jenis kewenangan (ada 9 jenis) dengan bidang kewenangan yang dijalankan oleh pemerintah daerah
46
kabupaten/kota (ada 21 bidang kewenangan). Melalui matriks tersebut barulah diadakan rapat teknis antara dinas daerah dan atau badan/kantor dengan camat untuk mencocokkan kewenangan yang mungkin dan mampu dilaksanakan oleh camat. Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Bupati/Walikota, bukan dengan Peraturan Daerah. Pertimbangannya adalah bahwa yang didelegasikan adalah kewenangan pejabat (Bupati/Walikota) kepada pejabat bawahannya (camat). Untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan oleh Bupati/ Walikota, camat memerlukan dukungan organisasi. Tugas pokok dan fungsi organisasi kecamatan diatur dengan Peraturan Daerah, sama seperti pengaturan tugas, pokok dan fungsi perangkat daerah lainnya, sebab pembentukan organisasi akan berkaitan dengan personil dan pembiayaan yang memerlukan persetujuan DPRD. Pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat dapat dilaksanakan apabila memenuhi empat prasyarat sebagai berikut: 1). Adanya keinginan politik dari Bupati/Walikota untuk mendelegasikan sebagian kewenangan pemerintahan kepada camat; 2). Adanya kemauan politik dari Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota untuk menjadikan kecamatan sebagai pusat pelayanan masyarakat bagi jenisjenis pelayanan yang mudah, murah, dan cepat. 3). Adanya kelegawaan dari dinas dan atau lemtekda untuk melimpahkan sebagian kewenangan teknis yang dapat dijalankan oleh camat, melalui keputusan Kepala Daerah. 4). Adanya dukungan anggaran dan personil untuk menjalankan kewenangan yang telah didelegasikan.
47
Adapun langkah-langkah teknis yang perlu dilakukan untuk dapat merumuskan dan mengimplementasikan pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/Walikota kepada camat yaitu sebagai berikut : 1. Melakukan inventarisasi bagian-bagian kewenangan dari Dinas dan atau Lemtekda yang dapat didelegasikan kepada camat melalui pengisian daftar isian. 2. Mengadakan rapat teknis antara pimpinan dinas daerah dan atau lemtekda dengan camat untuk mencocokkan bagian-bagian kewenangan yang dapat didelegasikan dan mampu dilaksanakan oleh camat. 3. Menyiapkan
rancangan
keputusan
Bupati/Walikota
untuk
dijadikan
Keputusan. 4. Menata-ulang organisasi kecamatan sesuai dengan besaran dan luasnya kewenangan yang didelegasikan untuk masing-masing kecamatan. 5. Mengisi organisasi dengan orang-orang yang sesuai kebutuhan dan kompetensinya, apabila perlu diadakan pelatihan teknis fungsional sesuai kebutuhan. 6. Menghitung perkiraan anggaran untuk masing-masing kecamatan sesuai dengan beban tugas dan kewenangannya, dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan pemerintah daerah bersangkutan. 7. Menghitung perkiraan kebutuhan logistik untuk masing-masing kecamatan. 8. Menyiapkan tolok ukur kinerja organisasi kecamatan. Kebijakan pendelegasian sebagian kewenangan dari beberapa Bupati/ Walikota Kepada Camat sebagaimana terdapat dalam contoh berikut ini:
48
TABEL 2.1 PENDELEGASIAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI/WALIKOTA KEPADA CAMAT No
Lokasi
Dasar Hukum
Bidang Kewenangan
Keputusan Walikota No. 1342/2001 Keputusan Walikota No. 55/2001
19 Bidang Kewenangan meliputi 96 rincian kewenangan 15 Bidang Kewenangan meliputi 68 rincian kewenangan Masih menggunakan pola lama tanpa ada rincian kewenangan yang didelegasikan 27 Bidang Kewenangan meliputi 109 rincian kewenangan 9 Bidang Kewenangan meliputi 18 rincian kewenangan 1 Bidang Kewenangan yaitu pengelolaan pajak & retribusi daerah meliputi 12 rincian jenis pajak & retribusi daerah 23 Bidang Kewenangan meliputi 317 rincian kewenangan
1
Kota Bandung
2
Kota Surabaya
3
Kota Ternate
Keputusan Walikota No.27/2001
Kabupaten Bandung Kabupaten Sumedang
Keputusan Bupati No.21/2001 Keputusan Bupati No. 44/2001
Kabupaten Agam
Keputusan Bupati No. 182/2001
Kabupaten Lampung Uatara
Keputusan Bupati No. 299/2001
4 5
6
7
2) Penarikan Kewenangan Sebagian kewenangan pemerintahan yang telah didelegasikan oleh Bupati/Walikota kepada Camat pada suatu saat dapat saja ditarik kembali. Adapun alasan penarikan kembali kewenangan yang telah didelegasikan antara lain : 1. Kewenangan yang telah didelegasikan tidak dilaksanakan dengan baik; 2. Obyek sasaran dari kewenangan tersebut tidak ada di kecamatan bersangkutan. Misalnya kewenangan perijinan IMB untuk kecamatan yang bercorak perkebunan, atau kewenangan pengelolaan kota untuk kecamatan yang bukan perkotaan. 3. Setelah dilaksanakan ternyata pendelegasian kewenangan yang dijalankan oleh camat justru menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakefektifan; 4. Pelaksanaan kewenangan yang didelegasikan dampaknya telah meluas melampaui satu kecamatan, sehingga perlu ditarik kembali ke tangan Bupati/ Walikota. 5. Adanya kebijakan baru di bidang pemerintahan sehingga kewenangan yang selama ini dijalankan oleh Camat dengan berbagai pertimbangan kemudian
49
ditarik kembali dan atau dipindahkan pelaksanaannya kepada unit organisasi pemerintahan yang lainnya. Misalnya kewenangan di bidang pertanahan, kependudukan, pemilihan umum dan lain sebagainya. Apabila pendelegasian sebagian kewenangan pemerintahan dari Bupati/ Walikota kepada camat dilakukkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, maka penarikan kewenangannyapun harus dilakukan dengan Keputusan yang setingkat yakni Keputusan Bupati/Walikota. Penarikan kembali kewenangan yang didelegasikan harus dilakukan secara hati-hati dan cermat, jangan sampai menimbulkan masalah di kemudian hari atau menimbulkan penolakan dari masyarakat yang dilayani.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan aplikasi model pengukuran dan evaluasi terhadap kemampuan potensi yang akan mendeskripsikan dan mengeksplanasikan tingkat kekuatan atau pengaruh variabel yang diamati terhadap keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di unit terkecil dan terdepan untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan umum, pembangunan dan demokratisasi. Melalui pendekatan ini dapat diketahui secara obyektif dan mendalam tingkat kemampuan potensi yang dimiliki kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui pengukuran terhadap indikator dan sub indikator dari berbagai variabel yaitu : demografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, prasarana ibadah, sarana olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, keamanan dan ketertiban masyarakat, pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, sosial masyarakat, dan aspek pemerintahan. Berdasarkan identifikasi terhadap tingkat kemampuan potensi tersebut, dapat disusun berbagai alternatif desain pemekaran kecamatan, dan dapat ditentukan pilihan prioritas tindakan guna peningkatan potensi kecamatan.
3.2. Populasi dan Sampel Unit analisis dalam penelitian ini adalah 31 (tiga puluh satu) kecamatan di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Satuan sampel yang menjadi obyek penelitian ini adalah Camat. Penarikan sampel sebagai obyek penelitian dalam ukuran dan jumlah yang representatif, dengan menggunakan teknik penarikan total sampling atau sampel jenuh, dimana setiap kecamatan diambil seluruhnya.
50
51
3.3. Teknik Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif dengan sumber data terdiri atas : 1. Data Primer, diperoleh dengan penelitian lapangan, dilakukan dengan jalan meminta data kepada pihak kecamatan, dengan mengisi kuesioner penelitian yang telah disediakan. 2. Data Sekunder, dikumpulkan untuk melengkapi data primer, baik yang tersedia di BPS setempat, Sekretariat Daerah, Bappeda, Dinas-dinas Daerah, badan/kantor, kecamatan, dan instansi lain yang relevan dengan topik penelitian ini. Data sekunder
diperoleh melalui
penelitian
terhadap
dokumen, laporan dan bahan kepustakaan lainnya. Teknik pengumpulan data yang dipilih dalam riset lapangan adalah : 1.
Kuesioner, penyebaran angket atau daftar pertanyaan yang telah tersedia yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kuesioner ini dimaksudkan untk memperoleh data yang obyektif dan merupakan salah satu pengumpulan data yang diketahui dan dipahami oleh responden sehingga hasilnya obyektif;
2.
Studi Literatur, mengumpulkan data dengan mempelajari, menelaah dan menganalisis literatur, dokumen, peraturan serta referensi lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti
3.4.Operasionalisasi Variabel Operasionalisasi variabel dibatasi sebagai berikut : a. Demografi, merupakan gambaran umum masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah penduduk, jumlah rumah tangga dan luas wilayah. b. Orbitasi, merupakan cermianan tingkat relokasi pelayanan kepada masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan.
52
c. Pendidikan, merupakan salah satu unsur pelayanan dasar masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah penduduk tamat pendidikan umum dan khusus, prasarana pendidikan melalui jumlah gedung sekolah jumlah guru, dan jumlah murid. d. Kesehatan masyarakat, merupakan gambaran kondisi tingkat kesehatan masyarakat setempat yang dapat diukur melalui indikator Akseptor KB, jumlah tenaga medis, jumlah prasarana kesehatan posyandu, dan praktek dokter. e. Prasarana ibadah, merupakan salah satu penunjang kegiatan sosial budaya masyarakat terutama dalam menciptakan kehidupan yang agamis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dapat diukur melalui indikator masjid, langgar/ surau dan tempat ibadah lainnya seperti gereja, pura dan vihara. f. Fasilitas olah raga, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan masyarakat terutama dalam kegiatan kesegaran jasmani yang dapat diukur melalui indikator tempat olah raga seperti bola volley, sepak bola, bola tangkis, basket dan tenis meja. g. Prasarana transportasi, merupakan salah satu penunjang kegiatan transportasi masyarakat yang dapat diukur melalui indikator kendaraan roda empat (mobil), dan roda dua (motor). h. Fasilitas komunikasi, merupakan unsur vital bagi penggerak kagiatan utama masyarakat yang dapat diukur melalui indikator TV, Radio, telepon dan kantor pos/wartel dan sejenisnya. i. Penerangan umum, merupakan unsur vital bagi penggerak kagiatan utama masyarakat yang dapat diukur melalui indikator rumah tangga pelanggan listrik dan lainnya.
53
j. Kesadaran politik, merupakan cerminan kegiatan sosial politik masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah hak pilih dan pengguna hak pilih, jumlah TPS serta jumlah organisasi kemasyarakatan/ormas dan parpol. k. Keamanan dan ketertiban masyarakat, merupakan salah satu unsur penting dalam menciptakan rasa aman dalam kehidupan masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah personil keamanan seperti hansip/kamra dan tempat pos ronda/gardu. l. Pertanian, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah luas tanah dan hasil pertanian. m. Perikanan, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah hasil perikanan dan kepemilikan kolam perikanan. n. Peternakan, merupakan salah satu unsur penunjang kegiatan masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah kepemilikan hewan peliharaan besar/sedang dan kecil/unggas. o. Ketenagakerjaan, merupakan salah satu unsur pembangunan dalam kegiatan masyarakat
yang dapat diukur melalui indikator jumlah penduduk yang
bekerja, mencari kerja dan tidak bekarja. p. Sosial Budaya, merupakan unsur bagi penggerak kagiatan di masyarakat yang dapat diukur melalui banyaknya tempat kesenian, panti dan tempat pertunjukkan seni dan tempat wisata. q. Ekonomi
Masyarakat,
merupakan
salah
satu
pendukung
kegiatan
perekonomian masyarakat yang dapat diukur melalui indikator jumlah tenaga kerja, sarana perbelanjaan, dan masyarakat bermata pencaharian. r. Sosial kemasyarakatan, merupakan gambaran kondisi sosial masyarakat yang dapat dilihat melalui penyandang cacat dan pelanggaran hukum.
54
s. Sosial masyarakat, merupakan unsur bagi penghambat bagi kagiatan di masyarakat yang dapat diukur melalui banyaknya penduduk penyandang cacat dan penduduk bermasalah. t. Aspek pemerintahan, merupakan salah satu urat nadi penggerak pembangunan yang dapat diukur melalui indikator penerimaan PBB, jumlah perangkat desa, BPD, KPD, Keputusan Desa, Peraturan Desa.
3.5. Teknik Pengolahan Data 1. Aspek Potensi Wilayah Data kualitatif dianalisis melalui pendekatan isi dan kedalaman menterjemahkan suatu fenomena terhadap 19 variabel penelitian. Cara mengakomodasi
analisis
kulitatif
adalah
dengan
menstimulasi
berbagai
kecenderungan jawaban kualitatif dari responden terhadap fenomena tersebut. Dalam konteks ini sebagian dari data kualitatif direnovasi menjadi data kuantitatif
melalui
non-parametric
process.
Sedangkan
data
kuantatif
dikategorikan, diklasifikasi dan diolah sebagai dasar pengukuran dan analisis untuk memberikan penjelasan dan penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan variabel penelitian. Kategori penilaian beradasarkan skala tertentu dan ditetapkan menurut klasifikasi layak, cukup layak dan tidak layak berdasarkan jumlah skor tertentu yang representatif. Setiap kategori menjadi penilaian menjadi dasar pilihan tindakan untuk pemekaran kecamatan dan pendayagunaan potensi. Metode penilaian ditetapkan melalui metode distribusi yaitu metode rata-rata yang mempertimbangkan distribusi data. Perhitungan skor dengan metode ini disesuaikan dengan kemencengan dan keruncingan kurva sebaran data. Setiap sub indikator mempunyai skor 1 untuk nilai terkecil dan skor 6 untuk nilai terbesar. Skoring dilakukan dengan cara sebagai berikut :
55
a. Menghitung rata-rata, standar deviasi, dan koefisiens kurtosis/skewness. b. Menghitung batas 2 (nilai 2 X kurtosis/Skewness X standar deviasi), dan batas 1 (nilai 1 X kurtosis X standar deviasi) dan; c. Menentukan kelas indeks untuk penentuan skor : (i) Jika nilai indikator > rata-rata + batas 2, mendapat skor 6; (ii) Jika rata-rata + batas 2 ≤ nilai indikator < rata-rata+batas 1, mendapat skor 5; (iii) Jika rata-rata + batas 1 ≤ nilai indikator < rata-rata, mendapat skor 4; (iv) Jika rata-rata ≤ nilai indikator < rata-rata - batas 1, mendapat skor 3; (v) Jika rata-rata - batas 1 ≤ nilai indikator < rata-rata - batas 2, mendapat skor 2; (vi) Jika nilai indikator ≤ rata-rata - batas 2, mendapat skor 1; Asumsi yang digunakan di dalam pembobotan adalah setiap variabel atau kriteria mempunyai bobot yang berbeda sesuai dengan perannya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Bobot untuk pelayanan dasar seperti : bobot demografi, orbitrasi, kesadaran politik, pertanian, sosial budaya, dan aspek pemerintahan adalah 5, bobot sarana ibadah, sarana olah raga, kamtibmas, perikanan, peternakan adalah 3, sarana kesehatan dan pendidikan adalah 11, bobot fasilitas transportasi, komunikasi dan penerangan umum adalah 7, bobot kondisi sosial masyarakat adalah 2. Selanjutnya, skor minimal kelulusan adalah jumlah total skor sub indikator pada setiap variabel/kelompok kriteria dikalikan dengan skor di atas rata-rata untuk setiap variabel atau kelompok kriteria dikali bobot untuk setiap kelompok indikator. Perhitungan skor total maksimum dan minimum dari setiap dan seluruh variabel dapat dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut :
56
Tabel 3.1 Nilai maksimum dan minimum variabel/kriteria
NO
VARIABEL
JUMLAH
BOBOT
INDIKATOR 1
2
3
4
TOTAL
TOTAL
NILAI
NILAI
SKOR
SKOR
MIN
MAKS
MINIMAL
MAKSIMAL
5
6
7
8
1
DEMOGRAFI
3
5
1
6
15
90
2
ORBITASI
2
5
1
6
10
60
3
PENDIDIKAN
4
11
1
6
44
264
4
KESEHATAN
5
11
1
6
55
330
5
KEAGAMAAN
1
3
1
6
3
18
6
OLAH RAGA
1
3
1
6
3
18
7
TRANSPORTASI
1
7
1
6
7
42
8
KOMUNIKASI
1
7
1
6
7
42
9
PENERANGAN UMUM
2
7
1
6
14
84
10
KESADARAN POLITIK
3
5
1
6
15
90
11
KAMTIBMAS
2
3
1
6
6
36
12
PERTANIAN
2
5
1
6
10
60
13
PERIKANAN
2
3
1
6
6
36
14
PETERNAKAN
2
3
1
6
6
36
15
KETENAGAKERJAAN
3
3
1
6
9
54
16
SOSIAL BUDAYA
3
5
1
6
15
90
17
EKONOMI MASYARAKAT
3
7
1
6
21
126
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
2
2
1
6
4
24
19
ASPEK PEMERINTAHAN
6
5
1
6
30
180
JUMLAH
280
1.680
Skor minimal kelulusan adalah jumlah sub indikator pada setiap variabel/kelompok kriteria dikali skor di atas rata-rata untuk setiap variabel atau kelompok kriteria dikali bobot untuk setiap kelompok indikator. Asumsi yang digunakan adalah nilai di atas rata-rata untuk setiap variabel adalah diatas 3,6. Jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini :
57
Tabel 3.2 Variabel/kriteria di atas rata- rata Dengan skor 3,6 dengan kategori potensi cukup
NO
VARIABEL
JUMLAH
BOBOT
INDIKATOR 1
2
SKOR
TOTAL
DI ATAS
SKOR
RATA-RATA
3
4
5
7
1
DEMOGRAFI
3
5
3,6
54
2
ORBITASI
2
5
3,6
36
3
PENDIDIKAN
4
11
3,6
158
4
KESEHATAN
5
11
3,6
198
5
KEAGAMAAN
1
3
3,6
11
6
OLAH RAGA
1
3
3,6
11
7
TRANSPORTASI
1
7
3,6
25
8
KOMUNIKASI
1
7
3,6
25
9
PENERANGAN UMUM
2
7
3,6
50
10
KESADARAN POLITIK
3
5
3,6
54
11
KAMTIBMAS
2
3
3,6
22
12
PERTANIAN
2
5
3,6
36
13
PERIKANAN
2
3
3,6
22
14
PETERNAKAN
2
3
3,6
22
15
KETENAGAKERJAAN
3
3
3,6
32
16
SOSIAL BUDAYA
3
5
3,6
54
17
EKONOMI MASYARAKAT
3
7
3,6
76
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
2
2
3,6
14
19
ASPEK PEMERINTAHAN
6
5
3,6
108
JUMLAH
1.008
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa skor di atas rata-rata adalah 1.008. Ini berarti suatu kecamatan yang akan dilakukan pemekaran kecamatan dinyatakan
lulus/memenuhi
persyaratan
atau
mampu
menyelenggarakan
pemerintahannya jika hasil pengukuran mencapai skor sama dengan atau lebih dari 1.008. Atas dasar itu, dapat ditetapkan kategori penilaian kemampuan daerah, seperti tersebut dalam tabel berikut :
terhadap
58
Tabel 3.3 Kategori dan pilihan tindakan
NO
KATEGORI
1
2
1
Potensinya Tinggi
INTERVAL SKOR TOTAL 3
KESIMPULAN 4
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak dimekarkan
2
Potensinya Cukup
644 ≤ TS < 1.008
Cukup layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu
3
Potensinya Rendah
280 ≤ TS < 644
Tidak layak dimekarkan, dikembangkan potensinya menuju kategori Cukup Layak
Dapat dijelaskan bahwa seluruh perhitungan dan analisa statistik dalam tulisan ini menggunakan alat bantu komputer dengan paket program SPSS For MS Windows Release 15.0 dan Microsoft Excel. Perbandingan sebagaimana dipaparkan di atas sifatnya adalah relatif, artinya apabila terjadi perubahan data/informasi mengenai potensi masing-masing indikator/sub indikator, maka perhitungan awal akan berubah. Perubahan ini otomatis akan mempengaruhi perolehan skor total seluruh desa. Selanjutnya membandingkan potensi kecamatan antara potensi tertinggi dengan potensi terendah, adapun rumus-rumus yang digunakan adalah : Selisih (Range) = Nilai Maksimal – Nilai Minimal Persentase potensi = Nilai Range/Nilai Maksimal dikali 100% Kriteria potensi kecmatan yang diasumsikan baik sehingga layak dimekarkan adalah 20 – 30% dari potensi kecamatan terendah.
59
3.6. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat selama kurang lebih 90 hari kalender sejak ditandatanganinya surat perjanjian kerjasama (SPK), yaitu mulai awal Februari 2014 sampai dengan bulan April 2014.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1.Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung 4.1.1. Potensi Wilayah Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan CiwideyKabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 808 atau 86,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.1. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung SKOR NO
VARIABEL
SKOR
KEC. CIWIDEY
%
3
4
5
STANDAR 1
2
1
DEMOGRAFI
54
45
83,3
2
ORBITASI
36
20
55,6
3
PENDIDIKAN
158
88
55,6
4
KESEHATAN
198
187
94,4
5
KEAGAMAAN
11
18
166,7
6
OLAH RAGA
11
12
111,1
7
TRANSPORTASI
25
7
27,8
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
42
83,3
10
KESADARAN POLITIK
54
55
101,9
11
KAMTIBMAS
22
18
83,3
12
PERTANIAN
36
30
83,3
60
61
SKOR NO
VARIABEL
SKOR
KEC. CIWIDEY
%
3
4
5
STANDAR 1
2
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
21
97,2
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
45
83,3
17
EKONOMI MASYARAKAT
76
70
92,6
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
16
111,1
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
65
60,2
1.008
808
86,8
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 4 (empat) variabel penelitian yaitu: keagamaan, olah raga, kesadaran politik, dan kondisi sosial masyarakat memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada empatvariabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 86,8% yaitu kesehatan, peternakan, ketenagakerjaan, dan ekonomi masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Ciwidey seperti variabel demografi, orbitasi, pendidikan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, sosial budaya, dan aspek pemerintahan memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian skor 86,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ciwidey dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
62
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Ciwidey dengan nilai 808 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukup sebesar 86,8%, dimana : 1. Ada 4 dari 19 variabel penelitian (21%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Ciwidey secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Ciwidey memiliki skor 808 (86,8%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Ciwidey memiliki skor kurang dari 1.008 (644 ≤ 808< 1.008),yang berarti Kecamatan Ciwidey cukup layak untuk dimekarkan.
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
63
Tabel 4.2. Prioritas Potensi Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
1
2
3
1
TRANSPORTASI
25
2
PENDIDIKAN
158
3
ORBITASI
36
PILIHAN TINDAKAN 4
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin - 7 = 18 dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan Pemenuhan target wajib belajar disertai - 88 = 70 ketersediaan sarana dan prasana pendidikan Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu - 20 = 16 tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat.
Variabel transportasi, pendidikan, dan orbitasi memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (86,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ciwidey dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
64
4.1.2. Potensi Wilayah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.018 atau 101,4% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.3. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung N O
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
VARIABEL
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data
SKOR STANDA R 3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
SKOR KEC. RANCABALI
%
4 40 30 154 286 15 18 35 28 42 60 15 35 18 18 30 55 63
5 74,1 83,3 97,2 144,4 138,9 166,7 138,9 111,1 83,3 111,1 69,4 97,2 83,3 83,3 92,6 101,9 83,3
16 60 1018
111,1 55,6 101,4
65
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitukesehatan, keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, sosial budaya, dan kondisi sosial masyarakat,memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada sebelas variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata pencapaian skor 101,4% yaitu demografi, orbitasi, pendidikan, pertanian,
ketenagakerjaan,
penerangan
umum,
kamtibmas,
perikanan,
peternakan, ekonomi masyarakat, dan aspek pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Rancabali dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Rancabali dengan nilai 1.018 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 101,4% dimana : 1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Rancabali secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Rancabali memiliki skor 1.018 (101,4%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Rancabali memiliki skor sama dengan minimal kelulusan (1.008,0 ≤1.018< 1.680),yang berarti Kecamatan Rancabali layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
66
Tabel 4.4. Prioritas Potensi Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
2
3
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan ASPEK 108 - 60 = 48 PEMERINTAHAN penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat Peningkatan peran serta masyarakat dalam mewujudkan keamanan, ketertiban dan ketertiban melalui peningkatan KAMTIBMAS 22 - 15 = 7 dan kelembagaan masyarakat dengan aparat kecamatan, kelurahan/desa dan kepolisian dengan penyediaan sarana poskamling EKONOMI MASYARAKAT
76
Membuka dan memberdayakan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), serta memfasilitasi - 63 = 13 pembentukan dan peningkatan peran lembaga keuangan, koperasi, pasar dan pertokoan
Variabel aspek pemerintahan, kamtibmas, dan ekonomi masyarakat memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (101,4%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Rancabali dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori menjadi Layak dimekarkan.
4.1.3. Potensi Wilayah Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
67
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 894 atau 92,9% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.5. Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung z N O
SKOR KEC. PASIRJAMBU
VARIABEL
SKOR STANDA R
%
1
2
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
50
92,6
2
ORBITASI
36
25
69,4
3
PENDIDIKAN
158
88
55,6
4
KESEHATAN
198
176
88,9
5
KEAGAMAAN
11
12
111,1
6
OLAH RAGA
11
12
111,1
7
TRANSPORTASI
25
7
27,8
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
42
83,3
10
KESADARAN POLITIK
54
60
111,1
11
KAMTIBMAS
22
21
97,2
12
PERTANIAN
36
45
125,0
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
24
111,1
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
55
101,9
17
76
77
101,9
18
EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
16
111,1
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
115
106,5
1.008
894
92,9
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data
68
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian, ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitukeagamaan, olah raga, kesadaran politik, peternakan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat, dan aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau diatas rata-rata pencapaian skor 92,9% yaitu kamtibmas. Ada sembilan variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau dibawah rata-rata pencapaian skor 92,9% yaitu demografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, perikanan, dan ketenagakerjaan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Pasirjambumemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 92,9%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pasirjambu dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Pasirjambu dengan nilai 894 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukupsebesar 92,9%, dimana : 1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Pasirjambu secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Pasirjambu memiliki skor 894 (92,9%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Pasirjambu memiliki skor dibawahminimal kelulusan (644 ≤ 894 < 1.008),yang berarti Kecamatan Pasirjambucukup layak untuk dimekarkan.
69
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.6 Prioritas Potensi Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
18
2
PENDIDIKAN
158
-
88
=
70
3
ORBITASI
36
-
25
=
11
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat.
Variabel transportasi, pendidikan dan orbitasimemiliki skor di bawah ratarata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (92,9%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pasirjambu dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan. 4.1.4. Potensi Wilayah Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 803 atau 86,4%
70
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.7 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR STANDAR
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1008
DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR KEC. CIMAUNG
%
4 50 20 99 121 12 9 7 21 42 50 24 40 21 24 30 50 49 14 120 803
5 92,6 55,6 62,5 61,1 111,1 83,3 27,8 83,3 83,3 92,6 111,1 111,1 97,2 111,1 92,6 92,6 64,8 97,2 111,1 86,4
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaitukeagamaan, kamtibmas, pertanian, peternakan, dan aspek pemerintahan memiliki skor di atas rata-rata dari standar
71
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada 6 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian diatasrata-rata pencapaian skor 86,4% yaitu demografi, kesadaran politik, perikanan, ketenagakerjaan, sosial budaya, dan kondisi sosial masyarakat. Ada 8 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata pencapaian skor 86,4% yaitu orbitasi, pendidikan, kesehatan, olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, dan ekonomi masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cimaung dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Cimaung dengan nilai 803 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukup sebesar 86,4%, dimana : 1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Cimaung secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Cimaung memiliki skor 803 (86,4%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Cimaung memiliki skor di bawah minimal kelulusan (644 ≤ 803 < 1.008),yang berarti Kecamatan Cimaungcukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
72
Tabel 4.8 Prioritas Potensi Kecamatan Cimaung Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
2
ORBITASI
36
-
20
=
3
KESEHATAN
198
-
121
=
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan 18 kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan tempuh ke pusat 16 waktu pemerintahan desa dan kec. yang mudah dan cepat. Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera, serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, 77 akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban kel.
Variabel transportasi, orbitasi dan kesehatan memiliki skor di bawah ratarata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (86,4%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cimaung dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan. 4.1.5. Potensi Wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.223 atau
73
117,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.9 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung N O 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
SKOR KEC. PANGALENGAN
%
VARIABEL
SKOR STANDAR
2
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76
4 70 10 198 242 12 12 35 35 56 65 36 50 24 21 42 50 91
5 129,6 27,8 125,0 122,2 111,1 111,1 138,9 138,9 111,1 120,4 166,7 138,9 111,1 97,2 129,6 92,6 120,4
14 108
14 160
97,2 148,1
1.008
1.223
117,8
DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 11 (sebelas) variabel penelitian yaitu demografi, pendidikan, kesehatan, transportasi,
komunikasi,
kesadaran
politik,
kamtibmas,
pertanian,
74
ketenagakerjaan, ekonomi masyarakat, dan aspek pemerintahan memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), dan di atas rata-rata pencapaian skor 117,8 sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada empat variabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 117,8% yaitu keagamaan, olah raga, penerangan umum, dan perikanan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Pangalengan seperti variabel
orbitasi,
peternakan,
sosial
budaya,
dan
kondisi
sosial
masyarakat,memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahratarata pencapaian skor 117,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pangalengan dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Pangalengan dengan nilai 1.223 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 117,8%, dimana : 1. Ada 11 dari 19 variabel penelitian (58%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Pangalengan secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Pangalengan memiliki skor 1.223 (117,8%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Pangalengan memiliki skor lebih dariminimal
kelulusan
(1.223
>1.008),yang
berarti
Kecamatan
Pangalenganlayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
75
Tabel 4.10 Prioritas Potensi Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
ORBITASI
36
-
10
=
26
2
SOSIAL BUDAYA
54
-
50
=
4
3
PETERNAKAN
22
-
21
=
1
Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat. Perlunya peningkatan pembangunan bagi penggerak kegiatan masyarakat melalui banyaknya tempat kesenian, panti, dan tempat pertunjukkan seni dan tempat wisata Mendorong pertumbuhan sub sektor peternakan melalui bantuan modal dan teknis baik peternakan besar, sedang maupun unggas
Variabel orbitasi, sosial budaya, dan peternakan memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (117,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pangalengan dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.6. Potensi Wilayah Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 743 atau 83,7% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
76
Tabel 4.11 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung N O
SKOR KEC. KERTASARI
VARIABEL
SKOR STANDAR
%
2
4 45
5 83,3
1 1
DEMOGRAFI
3 54
2
ORBITASI
36
45
125,0
3
PENDIDIKAN
158
66
41,7
4
KESEHATAN
198
143
72,2
5
KEAGAMAAN
11
12
111,1
6
OLAH RAGA
11
9
83,3
7
TRANSPORTASI
25
7
27,8
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
35
69,4
10
KESADARAN POLITIK
54
50
92,6
11
KAMTIBMAS
22
21
97,2
12
PERTANIAN
36
35
97,2
13
PERIKANAN
22
21
97,2
14
PETERNAKAN
22
21
97,2
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
45
83,3
17
76
63
83,3
18
EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
14
97,2
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
60
55,6
1.008
743
83,7
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 2 (dua) variabel penelitian yaitu orbitasi dan keagamaan, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
77
Ada 7 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian diatas rata-rata pencapaian skor 83,7% yaitu kesadaran politik, kamtibmas, pertanian,
perikanan,
peternakan,
ketenagakerjaan,
dan
kondisi
sosial
masyarakat.Ada 10 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata pencapaian skor 83,7% yaitu demografi, pendidikan, kesehatan, olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Kertasari dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Kertasari dengan nilai 743 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang cukup sebesar 83,7%, dimana : 1. Ada 2dari 19 variabel penelitian (11%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Kertasari secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Kertasari memiliki skor 743 (83,7%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Kertasari memiliki skor di bawah minimal kelulusan (743<1.008),yang
berarti
Kecamatan
Kertasaricukup
layak
untuk
dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
78
Tabel 4.12 Prioritas Potensi Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4 Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan 18 kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan Pemenuhan target wajib belajar 92 disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
2
PENDIDIKAN
158
-
66
=
108
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan - 60 = 48 penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
3
ASPEK PEMERINTAHAN
Variabel transportasi, komunikasi dan kondisi sosial masyarakat memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (83,7%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Kertasari dilihat dari variabel tersebutrelatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari kategori Cukup layak menjadi Layak dimekarkan. 4.1.7. Potensi Wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.117 atau 106,6% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
79
Tabel 4.13 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung SKOR
SKOR
NO
VARIABEL
STANDAR
KEC. PACET
%
1
2
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
50
92,6
2
ORBITASI
36
20
55,6
3
PENDIDIKAN
158
176
111,1
4
KESEHATAN
198
242
122,2
5
KEAGAMAAN
11
15
138,9
6
OLAH RAGA
11
18
166,7
7
TRANSPORTASI
25
7
27,8
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
42
83,3
10
KESADARAN POLITIK
54
90
166,7
11
KAMTIBMAS
22
24
111,1
12
PERTANIAN
36
35
97,2
13
PERIKANAN
22
24
111,1
14
PETERNAKAN
22
27
125,0
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
55
101,9
17
EKONOMI MASYARAKAT
76
77
101,9
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
14
97,2
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
150
138,9
1.008
1.117
106,6
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitupendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga, kesadaran politik, kamtibmas, perikanan, peternakan, dan aspek pemerintahan memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%) dan di atas rata-rata pencapaian skor, sedangkan variabel penelitian
80
lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada dua variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet seperti variabelsosial budaya dan ekonomi masyarakat memiliki skor di atasstandar minimal kelulusan dandi bawahrata-rata pencapaian skor 106,6%. Ada delapan variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet seperti variabel demografi, orbitasi, transportasi, komunikasi, penerangan umum, pertanian, ketenagakerjaan, dan kondisi sosial masyarakat,memiliki skordi bawah standar minimal kelulusan dan di bawah rata-rata pencapaian skor 106,6%sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet dengan nilai 1.117 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 106,6%, dimana 1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Pacet secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Pacet memiliki skor 1.117 (106,6%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Pacet memiliki skor lebih dari minimal kelulusan (1.008,0 ≤1.117< 1.680),yang berarti Kecamatan Pacet layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
81
Tabel 4.14 Prioritas Potensi Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
2
ORBITASI
36
-
20
=
3
KOMUNIKASI
25
-
21
=
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan 18 kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan 16 waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat.
4
Penyediaan sarana komunikasi yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin seperti TV, Radio, Telepon, dan kantor pos.wartel dan sejenisnya
Variabel transportasi, orbitasi, dan komunikasi memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (106,6%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pacet dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan. 4.1.8. Potensi Wilayah Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 969 atau 98,1% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
82
Tabel 4.15 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung SKOR
SKOR
NO
VARIABEL
STANDAR
KEC. IBUN
%
1
2
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
45
83,3
2
ORBITASI
36
15
41,7
3
PENDIDIKAN
158
99
62,5
4
KESEHATAN
198
220
111,1
5
KEAGAMAAN
11
15
138,9
6
OLAH RAGA
11
18
166,7
7
TRANSPORTASI
25
7
27,8
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
42
83,3
10
KESADARAN POLITIK
54
80
148,1
11
KAMTIBMAS
22
24
111,1
12
PERTANIAN
36
35
97,2
13
PERIKANAN
22
24
111,1
14
PETERNAKAN
22
24
111,1
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
50
92,6
17
EKONOMI MASYARAKAT
76
63
83,3
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
12
83,3
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
145
134,3
1.008
969
98,1
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitukesehatan, keagamaan, olah raga, kesadaran
politik,
kamtibmas,
perikanan,
peternakan,
dan
aspek
pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
83
Potensi yang dimiliki Kecamatan Ibun seperti variabel demografi, orbitasi, pendidikan,
transportasi,
komunikasi,
penerangan
umum,
pertanian,
ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, dan kondisi sosial masyarakat memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahratarata pencapaian skor 98,1%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ibun dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Ibun dengan nilai 969 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 98,1%, dimana 1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Ibun secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Ibun memiliki skor 969(98,1%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan
Ibun memiliki skor kurang dari minimal kelulusan
(969≤1.008),yang berarti Kecamatan Ibuncukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.16 Prioritas Potensi Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
18
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan
84
2
ORBITASI
36
-
15
=
21
3
PENDIDIKAN
158
-
99
=
59
Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat. Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
Variabel transportasi, orbitasi, dan pendidikan memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (98,1%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ibun dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.9. Potensi Wilayah Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.005 atau 101,2% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini Tabel 4.17 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung SKOR
SKOR
NO
VARIABEL
STANDAR
KEC. PASEH
%
1
2
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
55
101,9
2
ORBITASI
36
15
41,7
85
3
PENDIDIKAN
158
143
90,3
4
KESEHATAN
198
165
83,3
5
KEAGAMAAN
11
12
111,1
6
OLAH RAGA
11
9
83,3
7
TRANSPORTASI
25
35
138,9
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
49
97,2
10
KESADARAN POLITIK
54
75
138,9
11
KAMTIBMAS
22
21
97,2
12
PERTANIAN
36
35
97,2
13
PERIKANAN
22
24
111,1
14
PETERNAKAN
22
24
111,1
15
KETENAGAKERJAAN
32
33
101,9
16
SOSIAL BUDAYA
54
60
111,1
17
EKONOMI MASYARAKAT
76
70
92,6
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
14
97,2
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
145
134,3
1.008
1.005
101,2
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, keagamaan, transportasi, kesadaran politik, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, dan aspek pemerintahan, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada 10 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata pencapaian skor 101,2% yaitu orbitasi, pendidikan, kesehatan, olah raga, komunikasi, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, ekonomi
86
masyarakat, dan kondisi sosial masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Paseh dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Paseh dengan nilai 1.005 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 101,2%, dimana : 1. Ada 9dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Paseh secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Paseh memiliki skor 1.005(101,2%), atau potensi Kecamatan Paseh memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (644 ≤ 1.005 < 1.008),yang berarti Kecamatan Pasehcukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.18 Prioritas Potensi Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
15
21
Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat.
33
Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera, serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana
1
2
ORBITASI
KESEHATAN
36
198
-
-
165
=
=
87
kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban keluarga
3
OLAH RAGA
11
-
9
=
Pembangunan dan penyediaan sarana olah raga yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat
2
Variabel kondisi orbitasi, kesehatan, dan olah raga memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (101,2%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Paseh dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan 4.1.10. Potensi Wilayah Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 993 atau 106,9% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.19 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung SKOR N O
VARIABEL
1
2
STANDAR
SKOR KEC. CIKANCUNG
%
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
45
83,3
2
ORBITASI
36
35
97,2
3
PENDIDIKAN
158
110
69,4
4
KESEHATAN
198
198
100,0
5
KEAGAMAAN
11
12
111,1
6
OLAH RAGA
11
15
138,9
88
7
TRANSPORTASI
25
42
166,7
8
KOMUNIKASI
25
42
166,7
9
PENERANGAN UMUM
50
42
83,3
10
KESADARAN POLITIK
54
70
129,6
11
KAMTIBMAS
22
18
83,3
12
PERTANIAN
36
35
97,2
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
30
138,9
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
45
83,3
17
76
77
101,9
18
EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
14
97,2
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
115
106,5
1.008
993
106,9
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 6 (enam) variabel penelitian yaitukeagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, dan peternakan, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%)dan memiliki skor di atas rata-rata pencapaian skor 106,9%, sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada tiga variabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor di bawah rata-rata pencapaian skor 106,9% yaitu kesehatan,ekonomi masyarakat dan aspek pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cikancung seperti variabel demografi, orbitasi, pendidikan, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, ketenagakerjaan, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 106,9%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cikancung dilihat dari variabel tersebut kurangmemadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan.
89
Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Cikancung dengan nilai 993 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 106,9%, dimana : 1. Ada 11 dari 19 variabel penelitian (58%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Cikancung secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Cikancung memiliki skor 993 (106,9%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Cikancung memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (644≤993<1.008),yang berarti Kecamatan Cikancung cukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Tabel 4.20 Prioritas Potensi Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
1
2
3
1
2
PENDIDIKAN
DEMOGRAFI
158
54
-
-
110
45
PILIHAN TINDAKAN 4 =
=
48
Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
9
Jumlah penduduk, jumlah KK dan Luas wilayah merupakan potensi. Perlu Efisiensi pemanfaatan lahan untuk membangun kawasan pemukiman dan jadikan kecamatan, kelurahan/desa sebagai sumber penghidupan dan kehidupan masyarakat
90
3
PENERANGAN UMUM
50
-
42
=
8
Penyediaan fasilitas pelayanan bagi masyarakat dalam bidang prasarana penerangan umum seperti kemudahan pemasangan listrik dan lainnya
Variabel pendidikan, demografi, dan penerangan umum memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (106,9%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cikancung dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.11. Potensi Wilayah Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.029 atau 100,9% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.21 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN
SKOR SKOR STANDAR KEC. CICALENGKA 3 54 36 158 198 11
4 55 15 209 143 12
% 5 101,9 41,7 131,9 72,2 111,1
91
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
12 35 28 49 70 24 30 18 18 30 45 77 14 145 1.029
111,1 138,9 111,1 97,2 129,6 111,1 83,3 83,3 83,3 92,6 83,3 101,9 97,2 134,3 100,9
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 10 (sepuluh) variabel penelitian yaitudemografi, pendidikan, keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, kamtibmas, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Potensi yang dimiliki Kecamatan Cicalengka seperti variabel orbitasi, kesehatan, penerangan umum, pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 100,9%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cicalengka dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Cicalengka dengan nilai 1.029 dapat disimpulkan layak dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 100,9%, dimana :
92
1. Ada 10 dari 19 variabel penelitian (53%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Cicalengka secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Cicalengka memiliki skor 1.029 (100,9%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Cicalengka memiliki skor kelulusan (1.029 ≥1.008),yang berarti Kecamatan Cicalengkalayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.22 Prioritas Potensi Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
15
21
Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan kecamatan yang mudah dan cepat.
55
Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera, serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban keluarga
6
Peningkatan produksi pertanian melalui panca usaha tani, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dengan bekerja sama dengan koperasi dan pihak ketiga yang menguntungkan bagi petani
1
2
3
ORBITASI
KESEHATAN
PERTANIAN
36
198
36
-
-
-
143
30
=
=
=
Variabel orbitasi, kesehatan dan pertanianmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (100,9%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki
Kecamatan
Cicalengka
dilihat
dari
variabel
tersebut
relatif
93
kurangmemadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk menjadi kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.12. Potensi Wilayah Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.029 atau 100,2% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.23 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung SKOR STANDAR
SKOR KEC. NAGREG 4 35
5 64,8
NO
VARIABEL
%
1 1
2 DEMOGRAFI
3 54
2
ORBITASI
36
50
138,9
3
PENDIDIKAN
158
176
111,1
4
KESEHATAN
198
286
144,4
5
KEAGAMAAN
11
12
111,1
6
OLAH RAGA
11
15
138,9
7
TRANSPORTASI
25
42
166,7
8
KOMUNIKASI
25
28
111,1
9
PENERANGAN UMUM
50
35
69,4
10
KESADARAN POLITIK
54
55
101,9
11
KAMTIBMAS
22
15
69,4
12
PERTANIAN
36
30
83,3
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
18
83,3
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
45
83,3
17
EKONOMI MASYARAKAT
76
63
83,3
94
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
16
111,1
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
60
55,6
1.008
1.029
100,2
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaituorbitasi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Potensi yang dimiliki Kecamatan Nagreg seperti variabel demografi, penerangan
umum,
ketenagakerjaan,
kamtibmas,
sosial
budaya,
pertanian, ekonomi
perikanan,
peternakan,
masyarakat,
aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 100,2%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Nagreg dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Nagreg dengan nilai 1.029 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 100,2%, dimana 1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Nagreg secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Nagreg memiliki skor 1.029 (100,2%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Nagreg memiliki skor lebih dari minimal kelulusan (1.029≥1.008),yang berarti Kecamatan Nagreglayak untuk dimekarkan.
95
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.24 Prioritas Potensi Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
2
3
ASPEK PEMERINTAHAN
DEMOGRAFI
PENERANGAN UMUM
108
54
50
-
-
-
60
35
35
=
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan 48 penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
=
19
Jumlah penduduk, jumlah KK dan Luas wilayah merupakan potensi. Perlu Efisiensi pemanfaatan lahan untuk membangun kawasan pemukiman dan jadikan kecamatan, kelurahan/desa sebagai sumber penghidupan dan kehidupan masyarakat
15
Penyediaan fasilitas pelayanan bagi masyarakat dalam bidang prasarana penerangan umum seperti kemudahan pemasangan listrik dan lainnya
=
Variabel aspek pemerintahan, demografi, dan penerangan umum memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (100,2%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Nagreg dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
96
4.1.13. Potensi Wilayah Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung. Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Rancaekekmelalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.180 atau 104,6% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dlm Tabel di bawah ini : Tabel 4.25 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung
NO
VARIABEL
SKOR STANDAR
SKOR KEC. RANCAEKEK
1
2
3
4
54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76
65 40 231 209 9 9 14 21 56 90 24 30 18 21 30 60 91
120,4 111,1 145,8 105,6 83,3 83,3 55,6 83,3 111,1 166,7 111,1 83,3 83,3 97,2 92,6 111,1 120,4
14 108 1.008
12 150 1.180
83,3 138,9 104,6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data
%
5
97
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 10 (sepuluh) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, penerangan umum, kesadaran politik, kamtibmas, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Potensi yang dimiliki Kecamatan Rancaekek seperti variabelkeagamaan, olah
raga,
transportasi,
komunikasi,
pertanian,
perikanan,
peternakan,
ketenagakerjaan, kondisi sosial masyarakat,memiliki skordi bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 104,6%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Rancaekek dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Rancaekek dengan nilai 1.180 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 104,6%,dimana : 1. Ada 10 dari 19 variabel penelitian (53%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Rancaekek secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Rancaekek memiliki skor 1.180 (104,6%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Rancaekek memiliki skor lebih dari minimal kelulusan (1.180≥1.008),yang berarti Kecamatan Rancaekeklayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
98
Tabel 4.26 Prioritas Potensi Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
14
11
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan
2
Pembangunan sarana ibadah yang memadai bagi masyarakat seperti masjid, surau/ langgar, gereja, pura dan vihara dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kesepakatan antar pemimpin umat beragama dan penduduk setempat.
1
2
3
TRANSPORTASI 25
KEAGAMAAN
11
-
-
9
=
=
Pembangunan dan penyediaan sarana olah raga yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat Variabel transportasi, keagamaan dan olah raga memiliki skor di bawah OLAH RAGA
11
-
9
=
2
rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (104,6%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Rancaekek dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.14. Potensi Wilayah Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.071 atau
99
95,7% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.27 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2
SKOR SKOR STANDAR KEC. MAJALAYA
DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
4 65 20 242 154 9 9 21 21 56 65 21 30 18 18 33 50 91 8 140 1.071
% 5 120,4 55,6 152,8 77,8 83,3 83,3 83,3 83,3 111,1 120,4 97,2 83,3 83,3 83,3 101,9 92,6 120,4 55,6 129,6 95,7
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitudemografi, pendidikan, penerangan umum,
kesadaran
politik,
ketenagakerjaan,
ekonomi
masyarakat,
aspek
pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan
100
(≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor di bawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada
satu
variabel
penelitian
potensi
yang
dimiliki
Kecamatan
Majalayayaitu variabelkamtibmas memiliki skor di atas rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 95,7%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%. Ada sebelas variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Majalayayaitu variabelorbitasi, kesehatan, keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 95,7%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Majalaya dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Majalaya dengan nilai 1.071 dapat disimpulkan layak dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 95,7%, dimana : 1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Majalaya secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Majalaya memiliki skor 1.071 (95,7%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Majalaya memiliki skor lebih dari minimal kelulusan (1.008 ≤1.071<1.680),yang berarti Kecamatan Majalaya layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
101
Tabel 4.28 Prioritas Potensi Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
1
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
4 Perlunya pendidikan agama dan kesadaran bersosial dan bermasyarakat untuk menekan permasalahan dan konflik sosial
2
3
ORBITASI
KESEHATAN
14
36
198
-
-
-
8
20
154
=
=
=
6
16
Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat.
44
Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera, serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban keluarga
Variabel kondisi sosial masyarakat, orbitasi, dankesehatan memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (95,7%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Majalaya dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan. 4.1.15. Potensi Wilayah Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
102
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 928 atau 96,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.29 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung
NO
VARIABEL
SKOR
SKOR
STANDAR
KEC. SOLOKANJERUK
%
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36
4 45 40 154 187 12 12 35 28 42 60 18 30
5 83,3 111,1 97,2 94,4 111,1 111,1 138,9 111,1 83,3 111,1 83,3 83,3
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
21
97,2
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
54
45
83,3
76
70
92,6
18
SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
16
111,1
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
65
60,2
1.008
928
96,8
17
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitu orbitasi, keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, kondisi sosial masyarakat, memiliki
103
skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 96,8% yaitu pendidikan dan peternakan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk seperti variabel demografi, kesehatan, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, ketenagakerjaan,
sosial
budaya,
ekonomi
masyarakat,
aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor 96,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk dengan nilai 928 dapat disimpulkan layak dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 96,8%, dimana : 1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Solokanjeruk secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Solokanjeruk memiliki skor 928 (96,8%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Solokanjeruk memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (928≤1.008),yang berarti Kecamatan Solokanjeruk cukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
104
Tabel 4.30 Prioritas Potensi Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
2
3
ASPEK PEMERINTAHAN
SOSIAL BUDAYA
PERTANIAN
108
54
36
-
-
-
65 =
45 =
30 =
43
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
9
Perlunya peningkatan pembangunan bagi penggerak kegiatan masyarakat melalui banyaknya tempat kesenian, panti, dan tempat pertunjukkan seni dan tempat wisata
6
Peningkatan produksi pertanian melalui panca usaha tani, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dengan bekerja sama dengan koperasi dan pihak ketiga yang menguntungkan bagi petani
Variabel aspek pemerintahan, sosial budaya dan pertanianmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (96,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Solokanjeruk dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.16. Potensi Wilayah Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan CiparayKabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.146 atau
105
105,6% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.31 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR STANDAR
SKOR KEC. CIPARAY
%
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
4 65 40 253 165 9 9 21 21 63 85 24 30 21 21 33 50 77 14 145 1.146
5 120,4 111,1 159,7 83,3 83,3 83,3 83,3 83,3 125,0 157,4 111,1 83,3 97,2 97,2 101,9 92,6 101,9 97,2 134,3 105,6
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan, penerangan umum, kesadaran politik, kamtibmas, aspek pemerintahan memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%) di atas rata-rata skor
106
pencapaian 105,6%, sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada duavariabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor
105,6%
yaitu
ketenagakerjaan
dan ekonomi
masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Ciparay seperti variabel kesehatan, keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawahrata-rata pencapaian skor 105,6%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ciparay dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Ciparay dengan nilai 1.146 dapat disimpulkan layak dimekarkan,sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 105,6%, dimana : 1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Ciparay secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Ciparay memiliki skor 1.146 (105,6%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Ciparay memiliki skor lebih dari 1.008 (1.146> 1.008),yang berarti Kecamatan Ciparaylayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.32 Prioritas Potensi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung NO 1
VARIABEL 2
1
KESEHATAN
SKOR 3 198
-
165
PILIHAN TINDAKAN 4 =
33 Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera,
107
serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban keluarga
2
KEAGAMAAN
11
-
9
=
2
Pembangunan sarana ibadah yang memadai bagi masyarakat seperti masjid, surau/ langgar, gereja, pura dan vihara dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kesepakatan antar pemimpin umat beragama dan penduduk setempat.
3
OLAH RAGA
11
-
9
=
2
Pembangunan dan penyediaan sarana olah raga yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat
Variabel kesehatan, keagamaan, dan olah raga memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (105,6%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Ciparay dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
4.1.17. Potensi Wilayah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.095 atau 96,2% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
108
Tabel 4.33 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung SKOR N O 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
VARIABEL
STANDAR
SKOR KEC. BALEENDAH
2
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76
4 75 35 242 209 6 6 7 21 70 75 18 30 18 21 33 55 63
5 138,9 97,2 152,8 105,6 55,6 55,6 27,8 83,3 138,9 138,9 83,3 83,3 83,3 97,2 101,9 101,9 83,3
14 108
16 95
111,1 88,0
1.008
1.095
96,2
DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
%
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitudemografi, pendidikan, kesehatan, penerangan umum, kesadaran politik, ketenagakerjaan, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
109
Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian diatas rata-rata pencapaian skor 96,2% yaitu orbitasi dan peternakan.Ada sembilan variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata pencapaian skor 96,2% yaitu keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, kamtibmas,
pertanian,
perikanan,
kondisi
sosial
masyarakat,
aspek
pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Baleendah dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Baleendah dengan nilai 1.095 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 96,2%, dimana : 1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Baleendah secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Baleendah memiliki skor 1.095 (96,2%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Baleendah memiliki skor di atasminimal kelulusan (1.008 ≤ 1.095< 1.680),yang berarti Kecamatan Baleendah layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.34 Prioritas Potensi Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
18
Penyediaan
sarana
transportasi
110
umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan
2
3
KEAGAMAAN
OLAH RAGA
11
11
-
-
6
6
=
=
5
Pembangunan sarana ibadah yang memadai bagi masyarakat seperti masjid, surau/ langgar, gereja, pura dan vihara dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kesepakatan antar pemimpin umat beragama dan penduduk setempat.
5
Pembangunan dan penyediaan sarana olah raga yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat
Variabel aspek transportasi, keagamaan, dan olah raga memiliki skor dibawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (96,2%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Baleendah dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori menjadi Layak dimekarkan.
4.1.18. Potensi Wilayah Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 881 atau 89,5% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
111
Tabel 4.35 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung SKOR NO
VARIABEL
1
2
SKOR
STANDAR KEC. ARJASARI
%
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
45
83,3
2
ORBITASI
36
20
55,6
3
PENDIDIKAN
158
154
97,2
4
KESEHATAN
198
121
61,1
5
KEAGAMAAN
11
12
111,1
6
OLAH RAGA
11
12
111,1
7
TRANSPORTASI
25
7
27,8
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
49
97,2
10
KESADARAN POLITIK
54
65
120,4
11
KAMTIBMAS
22
24
111,1
12
PERTANIAN
36
30
83,3
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
21
97,2
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
16
SOSIAL BUDAYA
54
45
83,3
17
EKONOMI MASYARAKAT
76
63
83,3
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
14
97,2
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
130
120,4
1.008
881
89,5
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaitukeagamaan, olah raga, kesadaran politik, kamtibmas, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian.
112
Ada lima variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau diatas rata-rata pencapaian skor 89,5% yaitu pendidikan, penerangan umum, peternakan, ketenagakerjaan, kondisi sosial masyarakat. Ada sembilan variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau dibawah rata-rata pencapaian skor 89,5% yaitu demografi, orbitasi, kesehatan, transportasi, komunikasi, pertanian, perikanan, sosial budaya, ekonomi masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Arjasari memiliki skor di bawahrata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 89,5%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Arjasari dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Arjasari dengan nilai 881 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedangsebesar 89,5%, dimana : 1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Arjasari secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Arjasari memiliki skor 881 (89,5%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Arjasari memiliki skor dibawah minimal kelulusan (644 ≤ 881< 1.008),yang berarti Kecamatan Arjasaricukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
113
Tabel 4.36 Prioritas Potensi Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
18
2
ORBITASI
36
-
20
=
16
3
KESEHATAN
198
-
121
=
77
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan desa dan kecamatan yang mudah dan cepat. Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera, serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban keluarga
Variabel transportasi, orbitasi dan kesehatan memiliki skor di bawahratarata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (89,5%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Arjasari dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
114
4.1.19. Potensi Wilayah Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.000 atau 96,9% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini Tabel 4.37 Potensi wilayah Pemerintahan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data
SKOR SKOR STANDAR KEC. BANJARAN 3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
4 55 45 176 154 9 9 14 21 49 70 24 30 18 21 30 45 84 16 130 1.000
% 5 101,9 125,0 111,1 77,8 83,3 83,3 55,6 83,3 97,2 129,6 111,1 83,3 83,3 97,2 92,6 83,3 111,1 111,1 120,4 96,9
115
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 8 (delapan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan, kesadaran politik, kamtibmas, ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian diatas rata-rata pencapaian skor 96,9% yaitu penerangan umum dan peternakan. Ada sembilan variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawah rata-rata pencapaian skor 96,9% yaitu kesehatan, keagamaan, olah raga, transportasi,
komunikasi,
pertanian,
perikanan,
ketenagakerjaan,
sosial
budaya.Potensi yang dimiliki Kecamatan Banjaran dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Banjaran dengan nilai 1.000 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 96,9%, dimana : 1. Ada 8 dari 19 variabel penelitian (42%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Banjaran secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Banjaran memiliki skor 1.000 (96,9%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Banjaran memiliki skor di bawah minimal kelulusan (644 ≤ 1.000< 1.008),yang berarti Kecamatan Banjarancukup layak untuk dimekarkan.
116
Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.38 Prioritas Potensi Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
2
3
TRANSPORTASI
SOSIAL BUDAYA
PERTANIAN
25
54
36
-
-
-
14
45
30
=
=
=
11
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan
9
Perlunya peningkatan pembangunan bagi penggerak kegiatan masyarakat melalui banyaknya tempat kesenian, panti, dan tempat pertunjukkan seni dan tempat wisata
6
Peningkatan produksi pertanian melalui panca usaha tani, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dengan bekerja sama dengan koperasi dan pihak ketiga yang menguntungkan bagi petani
Variabel transportasi, sosial budaya dan pertanian memiliki skor dibawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (96,9%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Banjaran dilihat dari variabel tersebut relatif kurang
117
memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan. 4.1.20. Potensi Wilayah Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 819 atau 87,1% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.39 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung SKOR
SKOR
N O
VARIABEL
STANDAR
KEC. CANGKUANG
%
1
2
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
40
74,1
2
ORBITASI
36
50
138,9
3
PENDIDIKAN
158
55
34,7
4
KESEHATAN
198
209
105,6
5
KEAGAMAAN
11
9
83,3
6
OLAH RAGA
11
12
111,1
7
TRANSPORTASI
25
21
83,3
8
KOMUNIKASI
25
21
83,3
9
PENERANGAN UMUM
50
35
69,4
10
KESADARAN POLITIK
54
60
111,1
11
KAMTIBMAS
22
15
69,4
12
PERTANIAN
36
30
83,3
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
18
83,3
15
KETENAGAKERJAAN
32
30
92,6
118
16
SOSIAL BUDAYA
54
45
83,3
17
76
70
92,6
18
EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
16
111,1
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
65
60,2
1.008
819
87,1
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaituorbitasi, kesehatan, olah raga, kesadaran politik, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di atasrata-rata pencapaian skor 87,1% yaitu ketenagakerjaan dan ekonomi masyarakat.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cangkuang seperti variabel demografi, pendidikan, keagamaan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kamtibmas,
pertanian,
perikanan,
peternakan,
sosial
budaya,
aspek
pemerintahanmemiliki skordi bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 87,1%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cangkuang dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Cangkuang dengan nilai 819 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 87,1%, dimana : 1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Cangkuang secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Cangkuang memiliki skor819 (87,1%) dari minimal standar kelulusan,
119
atau potensi Kecamatan Cangkuang memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (819 <1.008),yang berarti Kecamatan Cangkuangcukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.40 Prioritas Potensi Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
55
Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
1
PENDIDIKAN
158
-
=
103
2
ASPEK PEMERINTAHAN
108
-
65
=
43
3
KAMTIBMAS
22
-
15
=
7
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat Peningkatan peran serta masyarakat dalam mewujudkan keamanan, ketertiban dan ketertiban melalui peningkatan dan kelembagaan masyarakat dengan aparat kecamatan, kelurahan/desa dan kepolisian dengan penyediaan sarana poskamling
Variabel pendidikan, aspek pemerintahan, dan kamtibmasmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (87,1%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%),
120
sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cangkuang dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.21. Potensi Wilayah Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 811 atau 86,2% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.41 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung NO
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
VARIABEL
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN
SKOR STANDAR
SKOR KEC. PAMENGPEUK
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32
4 40 50 66 209 9 12 21 21 35 60 15 30 18 18 30
%
5 74,1 138,9 41,7 105,6 83,3 111,1 83,3 83,3 69,4 111,1 69,4 83,3 83,3 83,3 92,6
121
16 17 18
SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT 19 ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
54 76 14
45 56 16
83,3 74,1 111,1
108 1.008
60 811
55,6 86,2
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaituorbitasi, kesehatan, olah raga, kesadaran politik, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian diatas rata-rata pencapaian skor 86,2% yaitu ketenagakerjaan.Ada 13 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian dibawahrata-rata pencapaian skor 86,2% yaitu demografi, pendidikan, keagamaan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Pamengpeuk dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Pamengpeuk dengan nilai 811 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 86,2%, dimana : 1. Ada 5dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Pamengpeuk secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Pamengpeuk memiliki skor 811 (86,2%) dari minimal standar kelulusan,
122
atau potensi Kecamatan Pamengpeuk di bawah minimal kelulusan (811<1.008), berarti Kec. Pamengpeuk cukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.42 Prioritas Potensi Kecamatan Pamengpeuk Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
1
2
3
1
2
3
PENDIDIKAN
ASPEK PEMERINTAHA N
PENERANGAN UMUM
158
108
50
-
-
-
66
60
35
PILIHAN TINDAKAN 4 =
=
=
92
Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana& prasana pendidikan
48
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
15
Penyediaan fasilitas pelayanan bagi masyarakat dalam bidang prasarana penerangan umum seperti kemudahan pemasangan listrik dan lainnya
Variabel pendidikan, aspek pemerintahan, dan penerangan umum memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (86,2%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Pamengpeuk dilihat dari variabel tersebut relatif kurangmemadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan dari kategori Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
123
4.1.22. Potensi Wilayah Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 950 atau 97,0% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.43 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1
2
SKOR SKOR STANDAR KEC. KATAPANG
%
3
4
5
1
DEMOGRAFI
54
55
101,9
2
ORBITASI
36
50
138,9
3
PENDIDIKAN
158
143
90,3
4
KESEHATAN
198
187
94,4
5
KEAGAMAAN
11
6
55,6
6
OLAH RAGA
11
9
83,3
7
TRANSPORTASI
25
42
166,7
8
KOMUNIKASI
25
28
111,1
9
PENERANGAN UMUM
50
49
97,2
10
KESADARAN POLITIK
54
60
111,1
11
KAMTIBMAS
22
21
97,2
12
PERTANIAN
36
30
83,3
13
PERIKANAN
22
18
83,3
14
PETERNAKAN
22
18
83,3
15
KETENAGAKERJAAN
32
33
101,9
16
SOSIAL BUDAYA
54
45
83,3
17
EKONOMI MASYARAKAT
76
77
101,9
18
KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
14
14
97,2
19
ASPEK PEMERINTAHAN
108
65
60,2
1.008
950
97,0
JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data
124
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 7 (tujuh) variabel penelitian yaitu demografi, orbitasi, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, ketenagakerjaan, ekonomi masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%) dan di atas rata-rata pencapaian skor, sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada tiga variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Katapang seperti variabel penerangan umum, kamtibmas, dan kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di bawah standar minimal kelulusan dan di atas rata-rata pencapaian skor 97,0%. Ada sembilan variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Katapang seperti variabelpendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga,
pertanian,
perikanan,
peternakan,
sosial
budaya,
aspek
pemerintahanmemiliki skor di bawahstandar minimal kelulusan dan di bawah rata-rata pencapaian skor 106,6%sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Katapang dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Katapang dengan nilai 950 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 97,0%, dimana : 1. Ada 7 dari 19 variabel penelitian (37%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Katapang secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Katapang memiliki skor 950 (97,0%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Katapang memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (950 < 1.008),yang berarti Kecamatan Katapangcukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
125
Tabel 4.44 Prioritas Potensi Kecamatan Katapang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
6
5
Pembangunan sarana ibadah yang memadai bagi masyarakat seperti masjid, surau/ langgar, gereja, pura dan vihara dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kesepakatan antar pemimpin umat beragama dan penduduk setempat.
43
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
9
Perlunya peningkatan pembangunan bagi penggerak kegiatan masyarakat melalui banyaknya tempat kesenian, panti, dan tempat pertunjukkan seni dan tempat wisata
1
2
3
KEAGAMAAN
ASPEK PEMERINTAHA N
SOSIAL BUDAYA
11
108
54
-
-
-
65
45
=
=
=
Variabel keagamaan, aspek pemerintahan, dan sosial budaya memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (97,0%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Katapang dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan.
126
4.1.23. Potensi Wilayah Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 862 atau 87,6% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.45 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR SKOR STANDAR KEC. SOREANG 3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
4 50 20 110 143 9 9 7 21 42 65 27 30 18 21 30 45 84 16 115 862
% 5 92,6 55,6 69,4 72,2 83,3 83,3 27,8 83,3 83,3 120,4 125,0 83,3 83,3 97,2 92,6 83,3 111,1 111,1 106,5 87,6
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaitukesadaran politik, kamtibmas, ekonomi
127
masyarakat, kondisi sosial masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada tiga variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 87,6% yaitu demografi, peternakan dan ketenagakerjaan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Soreang seperti variabel orbitasi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, pertanian, perikanan, sosial budaya memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 93,0%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Soreang dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yg dimiliki Kecamatan Soreang dengan nilai 862 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 87,6% dimana : 1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Soreang secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Soreang memiliki skor 862 (87,6%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Soreang memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (862≤1.008),yang
berarti
Kecamatan
Soreangcukup
layak
untuk
dimekarkan. Berikut
prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Soreang
Kabupaten Bandung yg perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
128
Tabel 4.46 Prioritas Potensi Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
1
2
3
PILIHAN TINDAKAN 4
1
TRANSPORTASI
25
-
7
=
18
2
ORBITASI
36
-
20
=
16
3
PENDIDIKAN
158
-
110
=
48
Penyediaan sarana transportasi umum yang mencukupi bagi masyarakat untuk kelancaran aktivitas rutin dan kemudahan kepemilikan kendaraan sendiri untuk menunjang kegiatan keluarga yang ditunjang dengan perbaikan prasarana jalan Pemenuhan pelayanan kepada masyarakat melalui jarak dan waktu tempuh ke pusat pemerintahan kecamatan yg mudah dan cepat. Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
Variabel transportasi, orbitasi, dan pendidikan memiliki skor di bawahratarata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (87,6%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Soreang dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untukmencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.24. Potensi Wilayah Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 872
129
atau 93,3% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.47 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL 18 MASYARAKAT 19 ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR STANDAR
SKOR KEC. KUTAWARINGIN
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76
4 50 30 110 110 9 9 28 21 63 60 24 30 18 21 30 50 63
5 92,6 83,3 69,4 55,6 83,3 83,3 111,1 83,3 125,0 111,1 111,1 83,3 83,3 97,2 92,6 92,6 83,3
14 108 1.008
16 130 872
111,1 120,4 93,3
%
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 6 (enam) variabel penelitian yaitutransportasi, penerangan umum, kesadaran politik, kamtibmas, kondisi sosial masyarakat, aspek pemerintahan memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%),
130
sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian diatas rata-rata pencapaian skor 93,3% yaitu peternakan.Ada 12 variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor 93,3% yaitu demografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga, komunikasi, pertanian, perikanan, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat. Potensi yang dimiliki Kecamatan Kutawaringin dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Kutawaringin dengan nilai 872 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 93,3%, dimana : 1. Ada 6dari 19 variabel penelitian (32%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Kutawaringin secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Kutawaringin memiliki skor 872 (93,3%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Kutawaringin memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (872 <1.008),yang berarti Kecamatan Kutawaringincukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
131
Tabel 4.48 Prioritas Potensi Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4 Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera, serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban keluarga
1
KESEHATAN
198
-
110
=
88
2
PENDIDIKAN
158
-
110
=
48
3
EKONOMI MASYARAKAT
76
-
63
=
13
Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan Membuka dan memberdayakan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), serta memfasilitasi pembentukan dan peningkatan peran lembaga keuangan, koperasi, pasar dan pertokoan
Variabel kesehatan, pendidikan dan ekonomi masyarakat memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (93,3%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Kutawaringin dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan 4.1.25. Potensi Wilayah Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.018 atau
132
99,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.49 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung SKOR N O 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
VARIABEL
STANDAR
SKOR KEC. MARGAASIH
2
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76
4 55 50 176 198 9 6 42 28 49 60 15 30 18 18 33 50 105
5 101,9 138,9 111,1 100,0 83,3 55,6 166,7 111,1 97,2 111,1 69,4 83,3 83,3 83,3 101,9 92,6 138,9
14 108 1.008
16 60 1.018
111,1 55,6 99,8
DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
%
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 10 (sepuluh) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, ketenagakerjaan, ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar
133
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Potensi yang dimiliki Kecamatan Margaasih seperti variabel keagamaan, olah raga, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya, aspek pemerintahan memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 99,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Margaasih dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Margaasih dengan nilai 1.018 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 99,8%, dimana : 1. Ada 10 dari 19 variabel penelitian (53%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Margaasih secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Margaasih memiliki skor 1.018 (99,8%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Margaasih memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (1.018>1.008),yang berarti Kecamatan Margaasihlayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
134
Tabel 4.50 Prioritas Potensi Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
1
ASPEK PEMERINTAHA N
108
-
60
=
48
2
OLAH RAGA
11
-
6
=
5
3
KAMTIBMAS
22
-
15
=
7
4 Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat Pembangunan dan penyediaan sarana olah raga yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat Peningkatan peran serta masyarakat dalam mewujudkan keamanan, ketertiban dan ketertiban melalui peningkatan dan kelembagaan masyarakat dengan aparat kecamatan, kelurahan/desa dan kepolisian dengan penyediaan sarana poskamling
Variabel aspek pemerintahan, olah raga, dan kamtibmas memiliki skordi bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (99,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Margaasih dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
135
4.1.26. Potensi Wilayah Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Margahayu melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.022 atau 98,1% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel dibawah ini : Tabel 4.51 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung SKOR N O 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
VARIABEL
STANDAR
SKOR KEC. MARGAHAYU
2
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76
4 55 55 198 209 6 6 42 28 49 55 21 30 18 18 27 45 84
5 101,9 152,8 125,0 105,6 55,6 55,6 166,7 111,1 97,2 101,9 97,2 83,3 83,3 83,3 83,3 83,3 111,1
14 108 1.008
16 60 1.022
111,1 55,6 98,1
DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL 18 MASYARAKAT 19 ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data
%
136
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, kesadaran politik, ekonomi masyarakat, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Potensi yang dimiliki Kecamatan Margahayu seperti variabel keagamaan, olah raga, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawah ratarata dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor 98,1%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Margahayu dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Margahayu dengan nilai 1.022 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 98,1%, dimana : 1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Margahayu secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Margahayu memiliki skor 1.022 (98,1%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Margahayu memiliki skor lebih dari minimal kelulusan (1.022>1.008),yang berarti Kecamatan Margahayulayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
137
Tabel 4.52 Prioritas Potensi Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
1
ASPEK PEMERINTAHA N
4 Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
2
3
KEAGAMAAN
OLAH RAGA
108
11
11
-
-
-
60
6
6
=
=
=
48
5
Pembangunan sarana ibadah yang memadai bagi masyarakat seperti masjid, surau/ langgar, gereja, pura dan vihara dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kesepakatan antar pemimpin umat beragama dan penduduk setempat.
5
Pembangunan dan penyediaan sarana olah raga yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat
Variabel aspek pemerintahan, keagamaan dan olah ragamemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (98,1%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Margahayu dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.27. Potensi Wilayah Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.017 atau
138
95,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 4.53 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR SKOR STANDAR KEC. DAYEUHKOLOT
%
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108
4 55 55 209 198 6 6 35 28 56 60 18 30 21 18 30 45 77 10 60
5 101,9 152,8 131,9 100,0 55,6 55,6 138,9 111,1 111,1 111,1 83,3 83,3 97,2 83,3 92,6 83,3 101,9 69,4 55,6
1.008
1.017
95,8
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, ekonomi masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal
139
kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 95,8% yaitu perikanan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Dayeuhkolot seperti variabel keagamaan, olah raga, kamtibmas, pertanian, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 95,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Dayeuhkolot dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Dayeuhkolot dengan nilai 1.017 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 95,8%, dimana : 1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Dayeuhkolot secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Dayeuhkolot memiliki skor 1.017 (95,8%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Dayeuhkolot memiliki skor lebihdari minimal kelulusan (1.017>1.008),yang berarti Kecamatan Dayeuhkolotlayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
140
Tabel 4.54 Prioritas Potensi Kecamatan Dayeuhkolot Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
1
ASPEK PEMERINTAHA N
4 Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
2
KEAGAMAAN
108
11
-
-
60
6
=
=
48
5
Pembangunan sarana ibadah yang memadai bagi masyarakat seperti masjid, surau/ langgar, gereja, pura dan vihara dalam rangka meningkatkan ketaqwaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kesepakatan antar pemimpin umat beragama dan penduduk setempat.
Pembangunan dan penyediaan sarana olah raga OLAH RAGA 11 6 = 5 3 yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat Variabel aspek pemerintahan, keagamaan dan olah ragamemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (95,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Dayeuhkolot dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.28. Potensi Wilayah Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
141
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.044 atau 102,5% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.55 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR SKOR STANDAR KEC. BOJONGSOANG
%
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108
4 55 55 198 209 9 9 35 28 56 65 21 30 21 18 30 45 84 16 60
5 101,9 152,8 125,0 105,6 83,3 83,3 138,9 111,1 111,1 120,4 97,2 83,3 97,2 83,3 92,6 83,3 111,1 111,1 55,6
1.008
1.044
102,5
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaituorbitasi, pendidikan, kesehatan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, ekonomi
142
masyarakat, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%) dan di atas rata-rata skor pencapaian 102,5%, sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada satu variabel penelitian yang memiliki skor di atas rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor 102,5% yaitu orbitasi.Potensi yang dimiliki Kecamatan Bojongsoang seperti variabelkeagamaan, olah raga, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 102,5% dan di bawah rata-rata daristandar minimal
kelulusan
100%,
sehingga
potensi
yang
dimiliki
Kecamatan
Bojongsoang dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Bojongsoang dengan nilai 1.044 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 102,5%, dimana : 1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Bojongsoang secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Bojongsoang memiliki skor 1.044 (102,5%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Bojongsoang memiliki skor lebih dari minimal
kelulusan
(1.044>1.008),yang
berarti
Kecamatan
Bojongsoanglayak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
143
Tabel 4.56 Prioritas Potensi Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
1
ASPEK PEMERINTAHAN
4 Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
2
3
SOSIAL BUDAYA
PETERNAKAN
108
54
22
-
-
-
60
45
18
=
=
=
48
9
Perlunya peningkatan pembangunan bagi penggerak kegiatan masyarakat melalui banyaknya tempat kesenian, panti, dan tempat pertunjukkan seni dan tempat wisata
4
Mendorong pertumbuhan sub sektor peternakan melalui bantuan modal dan teknis baik peternakan besar, sedang maupun unggas
Variabel aspek pemerintahan, sosial budaya dan peternakanmemiliki skordi bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (102,5%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Bojongsoang dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu.
144
4.1.29. Potensi Wilayah Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 1.054 atau 99,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.57 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
Sumber : Pengolahan Data
SKOR SKOR STANDAR KEC. CILEUNYI 3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
4 65 55 242 187 9 6 28 28 56 65 18 30 18 18 33 45 70 16 65 1.054
% 5 120,4 152,8 152,8 94,4 83,3 55,6 111,1 111,1 111,1 120,4 83,3 83,3 83,3 83,3 101,9 83,3 92,6 111,1 60,2 99,8
145
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 9 (sembilan) variabel penelitian yaitudemografi, orbitasi, pendidikan, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, ketenagakerjaan, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada sepuluh variabel penelitian potensi yang dimiliki Kecamatan Cileunyi seperti variabelkesehatan, keagamaan, olah raga, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawah rata-rata pencapaian skor 99,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cileunyi dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Cileunyi dengan nilai 1.054 dapat disimpulkan layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang tinggi sebesar 99,8%, dimana : 1. Ada 9 dari 19 variabel penelitian (47%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Cileunyi secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Cileunyi memiliki skor 1.054 (99,8%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Cileunyi memiliki skor lebih dari minimal kelulusan (1.054>1.008),yang berarti Kecamatan Cileunyi layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini: Tabel 4.58 Prioritas Potensi Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung
146
NO
VARIABEL
SKOR
1
2
3
1
OLAH RAGA
11
-
6
=
2
ASPEK PEMERINTAHA N
108
-
65
=
3
PERTANIAN
36
-
30
PILIHAN TINDAKAN
=
4 Pembangunan dan penyediaan sarana olah 5 raga yang memadai bagi aktivitas fisik masyarakat Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan 43 penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
6
Peningkatan produksi pertanian melalui panca usaha tani, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dengan bekerja sama dengan koperasi dan pihak ketiga yang menguntungkan bagi petani
Variabel olahraga, aspek pemerintahan, dan pertanian memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (99,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cileunyi dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori Layak dimekarkan. 4.1.30. Potensi Wilayah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 812 atau 89,7%
147
dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.59 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR SKOR STANDAR KEC. CILENGKRANG
%
3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108
4 35 45 55 198 9 12 42 21 35 50 15 30 18 18 30 60 63 16 60
5 64,8 125,0 34,7 100,0 83,3 111,1 166,7 83,3 69,4 92,6 69,4 83,3 83,3 83,3 92,6 111,1 83,3 111,1 55,6
1.008
812
89,7
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 6 (enam) variabel penelitian yaituorbitasi, kesehatan, olah raga, transportasi, sosial budaya, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas ratarata dari standar minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian
148
lainnya umumnya hanya mencapai skor di bawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 89,7% yaitu kesadaran politik dan ketenagakerjaan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang seperti variabel demografi, pendidikan, keagamaan, komunikasi, penerangan umum, kamtibmas, pertanian, perikanan, peternakan, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 81,0%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang dengan nilai 812 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 89,7%, dimana : 1. Ada 6 dari 19 variabel penelitian (32%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Cilengkrang secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Cilengkrang memiliki skor 812 (89,7%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Cilengkrang memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (812<1.008),yang berarti Kecamatan Cilengkrang cukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
149
Tabel 4.60 Prioritas Potensi Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
PENDIDIKAN
2
3
ASPEK PEMERINTAHAN
DEMOGRAFI
158
108
54
-
-
-
55
60
35
=
=
=
103
Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
48
Pemberdayaan perangkat kecamatan, kelurahan/desa dalam meningkatkan penerimaan PBB dan penguaan kapasitas desa agar mampu melayani masyarakat
19
Jumlah penduduk, jumlah KK dan Luas wilayah merupakan potensi. Perlu Efisiensi pemanfaatan lahan untuk membangun kawasan pemukiman dan jadikan kecamatan, kelurahan/desa sebagai sumber penghidupan dan kehidupan masyarakat
Variabel pendidikan, aspek pemerintahan dan demografi memiliki skor dibawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (89,7%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cilengkrang dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. 4.1.31. Potensi Wilayah Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung Hasil kajian terhadap potensi wilayah Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung melalui skoring atas 19 (sembilan belas) variabel penelitian terhadap
150
seluruh Kecamatan di Kabupaten Bandung diperoleh skor sebesar 853 atau 93,8% dari standar minimal kategori kelulusan (1.008) sebagaimana tersaji dalam Tabel di bawah ini : Tabel 4.61 Potensi wilayah pemerintahan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
2 DEMOGRAFI ORBITASI PENDIDIKAN KESEHATAN KEAGAMAAN OLAH RAGA TRANSPORTASI KOMUNIKASI PENERANGAN UMUM KESADARAN POLITIK KAMTIBMAS PERTANIAN PERIKANAN PETERNAKAN KETENAGAKERJAAN SOSIAL BUDAYA EKONOMI MASYARAKAT KONDISI SOSIAL MASYARAKAT ASPEK PEMERINTAHAN JUMLAH & RATA-RATA
SKOR SKOR STANDAR KEC. CIMENYAN 3 54 36 158 198 11 11 25 25 50 54 22 36 22 22 32 54 76 14 108 1.008
4 50 50 99 132 9 9 28 21 42 60 27 30 21 21 30 45 63 16 100 853
% 5 92,6 138,9 62,5 66,7 83,3 83,3 111,1 83,3 83,3 111,1 125,0 83,3 97,2 97,2 92,6 83,3 83,3 111,1 92,6 93,8
Sumber : Pengolahan Data Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari 19 variabel penelitian ternyata 5 (lima) variabel penelitian yaituorbitasi, transportasi, kesadaran politik, kamtibmas, kondisi sosial masyarakat, memiliki skor di atas rata-rata dari standar
151
minimal kelulusan (≥100%), sedangkan variabel penelitian lainnya umumnya hanya mencapai skor dibawah rata-rata dengan berbagai tingkat capaian. Ada dua variabel penelitian yang memiliki skor di bawah rata-ratadari standar minimal kelulusan (100%) dan memiliki skor dengan tingkat capaian sama dengan atau di atas rata-rata pencapaian skor 93,8% yaitu perikanan dan peternakan.Potensi yang dimiliki Kecamatan Cimenyan seperti variabel demografi, pendidikan, kesehatan, keagamaan, olah raga, komunikasi, penerangan umum, pertanian, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, aspek pemerintahanmemiliki skor di bawahrata-rata dengan tingkat capaian di bawahrata-rata pencapaian skor 93,8%dan di bawah rata-rata daristandar minimal kelulusan 100%, sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cimenyan dilihat dari variabel tersebut kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dinyatakan secara umum bahwa potensi yang dimiliki Kecamatan Cimenyan dengan nilai 853 dapat disimpulkan cukup layak dimekarkan, sesuai dengan skor total potensi yang sedang sebesar 93,8%, dimana : 1. Ada 5 dari 19 variabel penelitian (26%) mencapai skor di atas rata-rata dari skor Kecamatan Cimenyan secara keseluruhan; 2. Hasil pengolahan data menggambarkan bahwa potensi Kecamatan Cimenyan memiliki skor 853(93,8%) dari minimal standar kelulusan, atau potensi Kecamatan Cimenyan memiliki skor kurang dari minimal kelulusan (853≤1.008),yang berarti Kecamatan Cimenyan cukup layak untuk dimekarkan. Berikut disampaikan prioritas variabel potensi pemerintahan Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung yang perlu diperbaiki dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
152
Tabel 4.62 Prioritas Potensi Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung NO
VARIABEL
SKOR
PILIHAN TINDAKAN
1
2
3
4
1
PENDIDIKAN
2
3
KESEHATAN
EKONOMI MASYARAK AT
158
198
76
-
-
-
99
132
63
=
=
=
59
Pemenuhan target wajib belajar disertai ketersediaan sarana dan prasana pendidikan
66
Penurunan angka kematian bayi, gizi buruk dan keluarga prasejahtera, serta peningkatan imunisasi bayi dan balita, akseptor KB dan aktivitas PKK, diikuti dengan peningkatan sarana kesehatan dan tenaga medis, serta jumlah jamban keluarga
13
Membuka dan memberdayakan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), serta memfasilitasi pembentukan dan peningkatan peran lembaga keuangan, koperasi, pasar dan pertokoan
Variabel pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat memiliki skor di bawah rata-rata dengan tingkat capaian jauh di bawah rata-rata pencapaian skor (93,8%) dan di bawah rata-rata dari standar minimal kelulusan (100,0%), sehingga potensi yang dimiliki Kecamatan Cimenyan dilihat dari variabel tersebut relatif kurang memadai, yang berarti potensi tersebut di atas masih perlu ditingkatkan untuk mencapai kategori dari Cukup layak menjadi Layak dimekarkan diikuti pengembangan potensinya dalam waktu tertentu. Dari uraian di atas dapat dirangkum potensi wilayah kecamatan di Kabupaten Bandung sudah layak, cukup layak atau tidak layak untuk dimekarkan tercantum pada tabel di bawah ini.
153
Tabel 4.63 Rangkuman Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung
NO
KABUPATEN
KECAMATAN
TOTAL SKOR
INTERVAL SKOR
KATEGORI
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
1
Ciwidey
2
Rancabali
3
Pasirjambu
894
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
4
Cimaung
803
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
5
Pangalengan
6
Kertasari
7
Pacet
8
Ibun
808 1.018
1.223 743 1.117
1.008 ≤ TS < 1.680
1.008 ≤ TS < 1.680 644 ≤ TS < 1.008 1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
Layak Cukup Layak Layak
969
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak Cukup Layak Cukup Layak
9
Paseh
1.005
644 ≤ TS < 1.008
10
Cikancung
993
644 ≤ TS < 1.008
11
Cicalengka
1.029
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
12
Nagreg
1.029
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
13
Rancaekek
1.180
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
14
Majalaya
1.071
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
15
Solokanjeruk
16
BANDUNG
Ciparay
17
Baleendah
18
Arjasari
19
Banjaran
20
928
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
1.146
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
1.095
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
881
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
1.000
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
Cangkuang
819
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
21
Pamengpeuk
811
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
22
Katapang
950
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
23
Soreang
862
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
24
Kutawaringin
872
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
25
Margaasih
26
Margahayu
27
1.018
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
1.022
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
Dayeuhkolot
1.017
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
28
Bojongsoang
1.044
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
29
Cileunyi
1.054
1.008 ≤ TS < 1.680
Layak
30
Cilengkrang
31
Cimenyan
812
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
853
644 ≤ TS < 1.008
Cukup Layak
154
NO
KABUPATEN
KECAMATAN
JUMLAH
TOTAL SKOR
KATEGORI
30.066
RATA – RATA
970
TOTAL SKOR MINIMAL
743
TOTAL SKOR MAKSIMAL
INTERVAL SKOR
1.223
Sumber : Pengolahan Data
4.2. Pemetaan Kecamatan di Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil analisa di atas, diperoleh pemetaan kecamatan di Kabupaten Bandung sebagai berikut : Tabel 4.64 Pemetaan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
KECAMATAN NOMINATIF CUKUP LAYAK DIMEKARKAN
Ciwidey Pasirjambu Cimaung Kertasari Ibun Paseh Cikancung Solokanjeruk Arjasari Banjaran Cangkuang Pamengpeuk Katapang Soreang Kutawaringin Cilengkrang Cimenyan
KECAMATAN NOMINATIF LAYAK DIMEKARKAN
Rancabali Pangalengan Pacet Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Ciparay Baleendah Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi
155
Berdasarkan tabel 4.64 terdapat 14 kecamatan dalam kategori layak dimekarkan yaitu kecamatan Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Cileunyi. Sedangkan potensi wilayah kecamatan dalam kategori cukup layak dimekarkan ada 17 kecamatan yaitu: Ciwidey, Pasirjambu, Cimaung, Kertasari, Ibun, Paseh, Cikancung, Solokanjeruk, Arjasari, Banjaran, Cangkuang, Pamengpeuk, Katapang, Soreang, Kutawaringin, Cilengkrang, Cimenyan. Kecamatan yang memiliki nilai skor minimal adalah Kecamatan Kertasari sebesar 743. Kecamatan yang memiliki nilai maksimal adalah Kecamatan Pangalengan sebesar 1.223. Perbedaan potensi wilayah kecamatan antara yang terbesar dan terkecil sebesar 480 atau 65% dari potensi wilayah kecamatan yang terkecil. Selengkapnya perbandingan potensi per kecamatan antara potensi tertinggi dengan terendah diperoleh hasil sebagai berikut :
156
Tabel 4.65 Perbandingan Potensi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Bandung
NO
KECAMATAN
DESA
TOTAL SKOR
SELISIH
PERSENTASE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Ciwidey Rancabali Pasirjambu Cimaung Pangalengan Kertasari Pacet Ibun Paseh Cikancung Cicalengka Nagreg Rancaekek Majalaya Solokanjeruk Ciparay Baleendah Arjasari Banjaran Cangkuang Pamengpeuk Katapang Soreang Kutawaringin Margaasih Margahayu Dayeuhkolot Bojongsoang Cileunyi Cilengkrang Cimenyan
7 5 10 10 13 7 13 12 12 9 12 6 13 11 7 14 8 11 11 7 6 7 10 11 6 5 6 6 6 6 9
808 1018 894 803 1223 743 1117 969 1005 993 1029 1029 1180 1071 928 1146 1095 881 1000 819 811 950 862 872 1018 1022 1017 1044 1054 812 853
65 275 151 60 480 0 374 226 262 250 286 286 437 328 185 403 352 138 257 76 68 207 119 129 275 279 274 301 311 69 110
9 37 20 8 65 0 50 30 35 34 38 38 59 44 25 54 47 19 35 10 9 28 16 17 37 38 37 41 42 9 15
Jumlah Pemekaran
Sumber : Pengolahan Data
JUMLAH NOMINATIF KECAMATAN 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 45
157
Kecamatan yang memiliki potensi sama dengan atau lebih besar dari potensi wilayah kecamatan terkecil sebesar 30%, maka dapat dikatakan kecamatan itu memiliki potensi yang besar untuk dimekarkan. Berdasarkan tabel 4.65 diperoleh hasil dari jumlah kecamatan yang ada sebanyak 31 (tiga puluh satu) kecamatan menjadi 45 (empat puluh lima) kecamatan nominatif apabila dimekarkan. Kecamatan yang layak dan berpotensi lebih baik untuk dimekarkan adalah Kecamatan Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Cileunyi. Dari 14 (empat belas) kecamatan yang layak dimekarkan dibentuk masing-masing kecamatan induk dan kecamatan hasil pemekaran, sehingga jumlah kecamatan yang layak dimekarkan dari 31 menjadi 45 kecamatan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemekaran Kecamatan di Kabupaten Bandung didasarkan pada tingkat kemampuan atau potensi masing-masing kecamatan melalui pengukuran dan penilaian variabel utama dan variabel pendukung. Adapun 19 (sembilan belas) variabel penelitian yaitu demografi, orbitasi, pendidikan, kesehatan, prasarana ibadah, sarana olah raga, transportasi, komunikasi, penerangan umum, kesadaran politik, keamanan dan ketertiban masyarakat, pertanian, perikanan, peternakan, ketenagakerjaan, sosial budaya, ekonomi masyarakat, sosial masyarakat, dan aspek pemerintahan. Suatu kecamatan dapat dimekarkan jika kecamatan memiliki potensi dalam interval tinggi (1.008 ≤ TS < 1.680). Dapat dimekarkan dengan syarat jika potensinya dalam interval (644 ≤ TS < 1.008), dan dinyatakan tidak lulus atau ditolak untuk dimekarkan jika masing-masing kecamatan hanya mencapai total skor kurang dari 644. 2. Hasil penilaian dan pengukuran terhadap potensi kecamatan di Kabupaten Bandung dapat dijelaskan sebagai berikut : Skoring data sekunder monografi desa terhadap 31 kecamatan yang akan dimekarkan diperoleh hasil bahwa terdapat 14 (empat belas) kecamatan dalam kategori layak dimekarkan yaitu kecamatan Rancabali, Pangalengan, Pacet, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Ciparay, Baleendah, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Cileunyi. 5.2.
SARAN Untuk menjamin keberhasilan implementasi penataan dan pengembangan
kewilayahan dapat dilihat dari kemampuan pemerintah dari tingkat yang terendah
158
159
hingga yang tertinggi dalam menyelenggarakan pelayanan, pemerintahan dan pembangunan secara efektif dan efisien dapat disusun rekomendasi sebagai berikut : 1. Mengingat ada tiga alternatif yang disodorkan, diharapkan adanya pola pengembangan yang berkelanjutan. Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota, perlu kiranya dibentuk pola pelimpahan sebagian kewenangan dari Bupati di Kabupaten Bandung dikarenakan medan yang sangat berat. 2. Menyusun desain organisasi kecamatan menurut potensi dan karakteristik kecamatan (tipologi kecamatan) serta pola dan sifat kewenangan camat yang dilimpahkan dari Bupati;
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU Anthony, Robert N ; John Dearden ; Northon M. Bedford ; 1985, Sistem Pengendalian Manajemen ; terjemahan ; edisi ke-5 Penerbit Erlangga, Jakarta. Anthony, Robert N and Regma E. Herzlinger;1980, Management Control in Nonprofit Organizations ; Revised Edition ; Richard D. Irwin, Inc. Homewood, Illinois. Arifin, Tatang .M ; 1984, Pokok-pokok Teori Sistem, Penerbit Rajawali, Jakarta. Argyris, Chris, 1960, Understanding Organizational Behaviour, The Dorsey Press, Inc. Homewood Illinois. Herbert, Theodore .T, 1976, Organizational Behaviour – Readings and Cases, Macmillan Publishing Co. Inc, Newyork. Koontz, Harold, Cyril O’Donnell and Heinz Weihrich, 1980. Management. Seventh Edition. McGraw-Hill International Book Company, Japan. Luthans, Fred; Organizational Behaviour, 1981, Third Edition, McGraw Hill International Book Company, Tokyo. Naisbitt, John, 1984, Megatrends-The New Directions Tranforming Our Lives, Future Macdonald & Co, London & Sydney. Pariata Wastra, dkk, 1977, Ensiklopedi Administrasi, Penerbit Gunung Agung, Jakarta. Pfiffner, John .M and Frank .P. Sheerwood, 1960, Administrative – Organization, Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, NJ. Portner, Donald .E and Philip B. Apllewhite; 1961, Studies in Organizational Behaviour and Management, International Texbook Company, Newyork. Sadu Wasistiono, dkk, penyunting, 2002. Menata Ulang Kelembagaan Kecamatan. Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. Penerbit PT Citra Pindo, Bandung., ---------------------, 2003. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Edisi Ketiga. Penerbit Fokusmedia, Bandung.
160
161
---------------------, 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Edisi Revisi. Penerbit Fokusmedia, Bandung. ---------------------, 2004. Modul Optimalisasi Peran dan Fungsi Kecamatan dalam Rangka Meningkatkan Pelayanan Kepada Masyarakat, Bahan Penataran Bagi Camat Seluruh Indonesia, Badan Diklat, Jakarta. Stoner, James. A.F, 1986a, terjemahan jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta. ---------------------,1986b, terjemahan jilid II, Penerbit Erlangga, Jakarta. Suriasumantri, Yuyun S, System Thinking, 1981, Penerbit Bina Cipta, Bandung. Terry, George R, 1960. Principles of Management. Thrid Edition. Richard D. Irwin Inc. Homewood Illinois. Westra, Pariata; Sutarto dan Ibnu Syamsi, editor, 1977. Administrasi. Penerbit Gunung Agung, Jakarta, 1977.
Ensiklopedi
Winardi, 1987, Pengantar Ilmu Manajemen, (Suatu Pendekatan Sistem), Penerbit Nova, Bandung. B. PERATURAN Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaiaman telah diperbarui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Penataan Daerah Otonom. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2007 tentang Kecamatan. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.