KAJIAN PENGEMBANGAN STRATEGI DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU
NOFIDI H. EKAPUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
130
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Pengembangan Strategi Di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan sebelumnya. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2009
Nofidi H. Ekaputra. A 153024065
131
ABSTRACT
NOFIDI H.EKAPUTRA. Improving Strategies Development The Coastal Area of Pelalawan Regency, The Province of Riau. Under the supervision of HERMANTO SIREGAR and ERNAN RUSTIADI This research was to study the problems in the coastal area of Pelalawan Regency and to give solution policies for an optimum exploitation of the resources in the coastal area. The policies resulted from this study area those made through a participative pattern, in which they were derived by means if interviews with the community and the government of Pelalawan Regency which was represented by Marine and Fishery Services in the Regency. The policies were analyzed with the help of the prime analysis software, and the method of Location Quotien (LQ) was used to determine which sectors served as the center of the development in the regency of Pelalawan. The research results show that 1) the coastal area of Pelalawan Regency is located in two distric, i.e. the District of Kuala Kampar and the District of Teluk Meranti, 2) both districts have a great potential for the development particularly in the sectors of fishery and marine, 3) the sectors which are already well developed are plantation, agriculture, and animal husbandry, while fishery and marine are far below an optimal development, 4)in the attempt to develop the fishery and marine sectors, in 2007 Pelalawan Regency allocated a budgeted cost of Rp. 3.594.866.145, 5) catching fish businesses in Pelalawan Regency can be classified into two types: cathcing fish in common waters (rivers and lakes) and fishing on the sea, 6) in terms of the raising media, the fisheries in Pelalawan are distinguished into theree types: cages, fresh water ponds, and salty water ponds, 7) fish processing in Pelalawan Regency is often of an identical type to smoking and drying, 8) with the prime analysis software, it was found that the decision making should be directed to the capital and marketing aspects, 9) only three were found to possess a comparative advantage, namely, agriculture; trade, hotel and restaurant; and transportation and communication. If further elaborated into subsectors, there are are 13 sub-sectors having a comparative advantage, one of which is the sector of fishery and marine. The policy analysis that must be applied in Pelalawan Regency as an initial development strategy is in the fields of silvifisheries, develoment of catching technology, management of fishing products, development of sale centers and institution’s capital, improvement of human resource at coasteal area, empowerment of social institutions, and improvement of facilities and infrastructure.
Keywords: development, coastal area, policies, strategy, economy, sustainability
132
RINGKASAN NOFIDI H. Ekaputra. Kajian Pengembangan Strategi di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR dan ERNAN RUSTIADI. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan dan memberikan rancangan program dalam mengambil kebijakan pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara optimal. Kebijakan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah kebijakan pola partisipatif, dimana kebijakan dihasilkan dari wawancara dengan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Pelalawan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan. Kebijakan dianalisis dengan Metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) menggunakan software Preference Ratios in Multiattribute Evaluation (PRIME) . Analisis untuk menentukan sektor mana saja yang merupakan basis dan non basis yang berkembang di Kabupaten Pelalawan, digunakan metode Location Quotient (LQ). Kajian ini menggambarkan kondisi, bahwa 1) wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan terdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Kuala Kampar dan Kecamatan Teluk Meranti. 2) kedua kecamatan tersebut memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, terutama di sektor perikanan dan kelautan. 3) sektor yang telah dikembangkan dengan baik saat ini, yaitu sektor perkebunan, pertanian dan peternakan, sedangkan sektor perikanan dan kelautan masih jauh dari pemanfaatan secara optimal. 4) dalam rangka mengembangkan sektor perikanan dan kelautan, Kabupaten Pelalawan sudah menganggarkan kebutuhan biaya pada tahun 2007 sebesar Rp.3.594.866.145,00. 5) usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan di Kabupaten Pelalawan dapat dibagi menjadi dua: yaitu usaha penangkapan ikan di perairan umum (sungai dan danau) dan usaha penangkapan di laut. 6) budidaya perikanan di Kabupaten Pelalawan berdasarkan media budidaya dibedakan menjadi tiga macam yaitu: budidaya ikan di keramba, budidaya ikan di kolam, dan budidaya ikan di tambak. 7) pengolahan ikan di Kabupaten Pelalawan sering diidentikan dengan pengolahan ikan cara diasap dan dikeringkan. 8) dengan metode analisis MCDM mengunakan software
133
PRIME didapatkan bahwa dalam pengambilan keputusan sebaiknya diarahkan kepada aspek permodalan dan pemasaran. 9) terdapat
tiga sektor yang
mempunyai keunggulan komparatif, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan apabila dirinci secara sub sektor, terdapat 13 sub sektor yang mempunyai keunggulan komparatif yang salah satunya yaitu sub sektor perikanan dan kelautan. Analisis Kebijakan yang harus diterapkan di Kabupaten Pelalawan dalam melaksanakan pembangunan dan strategi pengembangan wilayah pesisir, yaitu pengembangan budidaya silvifisheries, pengembangan teknologi penangkapan, pengembangan kegiatan penanganan hasil perikanan, pengembangan tempat pelelangan ikan, peningkatan kelembagaan modal, peningkatan kualitas sumberdaya manusia wilayah pesisir, penguatan kelembagaan masyarakat, serta penguatan sarana dan prasarana.
134
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulisdalam bentuk apapun tanpa izin IPB
135
KAJIAN PENGEMBANGAN STRATEGI DI WILAYAH PESISIR KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU
NOFIDI H. EKAPUTRA NRP. A 153024065
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
136
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc
137
Judul Tugas Akhir
: Kajian Pengembangan Strategi Di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau
Nama Mahasiswa
: Nofidi H.Ekaputra.
NRP
: A 153024065
Menyetujui,
Komisi Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. Ketua
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Anggota
Diketahui;
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 08 Maret 2008
Tanggal Lulus :
31 Desember 2009
138
PRAKATA Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. karena hanya dengan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini berjudul “Kajian Pengembangan Strategi di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini akan membahas tentang aspek pertumbuhan ekonomi dari strategi pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Penulis menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada : Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. dan Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. sebagai Ketua Program Studi yang sekaligus sebagai dosen penguji dan semua yang telah banyak membantu selama penyelesaian studi ini, terutama telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmunya pada kondisi nyata. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan juga kepada teman-teman mahasiswa Program Studi MPD Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya teman-teman program studi MPD kelas khusus Bengkalis dan semua pihak yang telah mendorong dan membantu penulisan dalam menyelesaikan penelitian ini. Pengorbanan yang luar biasa telah diberikan oleh orang-orang yang penulis cintai, Papih Soemarto dan Mamih Jajah Rokajah yang telah memberikan dorongan moril dan terutama isteriku tercinta Tuti Rahmah Yulianti yang setia dan sabar dengan pengorbanan moril dan materil mendorong suaminya agar menyelesaikan studi ini sampai tuntas. Anak-anakku tercinta: Dibi Sareta Bielmaldi, Disa Tafira Raimalda dan Difi Adhwa Dhabith yang telah mampu memberikan dorongan moril kepada ayahnya. Serta tidak lupa kepada adik kandungku Septi Kuarta Ikhtiani, SH dan saudaraku Rizal Bahtiar, SPi serta keluarga lainnya yang tidak dapat ditulis semuanya satu persatu, karena apa yang telah mereka berikan kepada penulis selama ini tidak mungkin mampu terbalaskan. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas dorongan moril dari saudaraku Sofyan Anshori yang telah memberikan dukungan tenaga demi terselesainya tesis ini. Akhirnya semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua pembaca, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan pengembangan wilayah pesisir, dan berguna bagi kemaslahatan hidup dimasa datang. Amien. Bogor, Januari 2009
NOFIDI H.EKAPUTRA.
139
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 Nopember 1961, sebagai anak pertama dari empat bersaudara pada keluarga H. Soemarto, B.A, D.A.P&E dan Hj. Jajah Rokajah. Pendidikan penulis, lulus SD Negeri Sukarasa I Bandung tahun 1973, lulus SMP Negeri XV Bandung tahun 1976, lulus SMA Negeri 2 Bandung tahun 1980 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Bandung (UNISBA), di Fakultas Teknik jurusan Planologi Desa sampai akhir semester kedua tahun 1981, karena pada tahun yang sama penulis berkonsentrasi studi di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran memilih program studi Hama dan Penyakit Tanaman dan berhasil lulus pada strata satu sebagai Sarjana Pertanian di tahun 1986. Selama mengikuti perkuliahan strata satu, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, yaitu sebagai Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran tahun 1984, kemudian pada tahun yang sama penulis juga terpilih sebagai Ketua Senat Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran periode 1984-1985. Setelah lulus strata satu pada April 1986, penulis diterima menjadi Pegawai Negeri Sipil di Departemen Transmigrasi RI pada tahun 1987. Memasuki era otonomi daerah tahun 2000, status penulis adalah Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Bengkalis dan Pemerintah Kabupaten Bengkalis memberikan kesempatan mengikuti pendidikan strata dua pada tahun 2003 di Institut Pertanian Bogor pada program studi Manajemen Pembangunan Daerah kelas khusus Bengkalis, saat penulis menjabat sebagai Kepala Bidang Pengawasan Pembangunan pada Badan Pengawasan Daerah Kabupaten Bengkalis. Saat menyelesaikan tesis strata dua di sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada program studi Manajemen Pembangunan Daerah, penulis berstatus Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Pelalawan yang dilantik pada tanggal 21 Maret 2007 sebagai Kepala Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan pada Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Pelalawan.
140
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pelalawan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Riau. Kabupaten ini terletak di bagian tengah pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar. Kabupaten
Kampar
merupakan
Kabupaten Pelalawan dan
kabupaten-kabupaten
yang
menyangga
perkembangan wilayah Kota Pekanbaru. Kabupaten Pelalawan memiliki 12 kecamatan dengan luas wilayah mencapai 1.395.325 Ha dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kota Batam. Undang-undang tersebut telah menyebabkan wilayah Kabupaten Kampar terbagi menjadi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar. Pelalawan sebagai kabupaten pemekaran seharusnya sudah melakukan upaya pemberdayaan potensi wilayah pesisir yang disesuaikan dengan UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil sebagai bagian dari Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten (RZWP-3-K). Strategi pengelolaan wilayah pesisir dimulai dari proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu hambatan belum ditetapkannya RZWP-3-K disebabkan revisi Rancangan Peraturan Daerah (RANPERDA) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pelalawan sebagai pedoman RZWP-3K sejauh ini belum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (PERDA). Akibatnya RZWP-3-K mengalami kendala apabila lebih dulu disusun sebelum ditetapkannya RTRW, karena RZWP-3-K yang disusun lebih dahulu dapat tidak sesuai dengan rencana pengelolaan tata ruang. Salah satu faktor yang menyebabkan ketidaklancaran dan ketidaksesuaian dalam penyusunan RZWP-3-K terhadap
141
rencana tata ruang kabupaten adalah adanya kebijakan pemerintah baik itu kebijakan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Riau. Pada prinsip pendekatan pemberdayaan wilayah pesisir adalah kesesuaian upaya Kabupaten Pelalawan untuk menindaklanjuti visi pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdayasaing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Visi pembangunan Provinsi Riau adalah ingin mewujudkan pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan batin di Asia Tenggara tahun 2020, dan visi pembangunan Kabupaten Pelalawan untuk mewujudkan Kabupaten Pelalawan maju dan sejahtera, melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang didukung oleh pertanian yang unggul dan industri yang tangguh dalam masyarakat yang beradat, beriman, bertaqwa dan berbudaya melayu tahun 2030. Strategi yang dituangkan terhadap pembangunan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan nantinya diharapkan mampu meminimalisir masalah kemiskinan dan ketertinggalan kawasan dengan cara menerbitkan kebijakan dan melaksanakan program-program pelayanan umum serta mendorong pola-pola keterkaitan dan kemitraan usaha. Pembangunan prasarana dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi produktif masyarakat, seperti jalan dan jembatan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan, pendidikan dasar dan menengah serta prasarana dan sarana sosial lainnya. Pendekatan Kebijakan pengembangan ekonomi menjadi prioritas penting untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dari setiap sektor lapangan usaha dan pemerataan ekonomi wilayah untuk menciptakan lapangan kerja dan peluang berusaha yang seluasluasnya serta untuk mengurangi kesenjangan perkembangan antar kawasan di dalam wilayah melalui perwujudan perekonomian daerah yang lebih efisien, produktif, kompetitif, tanggap terhadap dinamika pasar dan berorientasi global. Tingkat kemiskinan dan ketertinggalan kawasan pesisir menunjukkan indikasi lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya, kemungkinan ini disebabkan
142
belum dioptimalkannya pengelolaan sumberdaya alam wilayah pesisir secara berdayaguna dan berhasilguna menjadi salah satu alasan penyebab tingginya tingkat kemiskinan dan dikategorikan sebagai daerah tertinggal atau sebagai kawasan lahan tidur seperti di Kecamatan Teluk Meranti, Kecamatan Kuala Kampar dan Kecamatan Kerumutan sehingga sejauh ini belum mampu memberi nilai tambah ekonomi yang tinggi dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakatnya (Balitbang Provinsi Riau, 2004). Selanjutnya pada era otonomi saat ini, posisi Kabupaten Pelalawan dapat dilihat dari dua hal, yaitu konstelasi eksternal dan internal. Dalam konstelasi eksternal kajian ini berkaitan dengan sejauhmana mengembangkan potensi wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan menjadi potensi Kabupaten Pelalawan dalam memasuki globalisasi pasar bebas. Sedangkan konstelasi internal berkaitan dengan mengembangkan potensi unggulan wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan terhadap peningkatan perekonomian masyarakatnya. Kedua hal ini menjadi dasar pemikiran dalam perumusan konsep pengembangan strategi ekonomi wilayah sesuai dengan peluang dan potensi yang strategis untuk diberdayakan lebih optimal. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam mengembangkan dan menumbuhkan ekonomi Kabupaten Pelalawan adalah posisi geo ekonomi yang strategis di kawasan pesisir Selat Malaka dan berdekatan dengan wilayah Johor yang telah memiliki tingkat perekonomian lebih baik. Kesamaan kawasan ini adalah pada tatanan kultur budaya melayu sebagai cagar budaya Semenanjung Malaka menjadi potensi dalam mengembangkan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan. Keterkaitan keberadaan Singapura, Johor dan Pelalawan memiliki latar belakang budaya dan sejarah (cultural background) sama, sehingga akan memudahkan terciptanya kemitraan/kerjasama. Gambaran persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan Pelalawan dalam Angka Tahun 2005 dari sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan sebesar 38,44 % dan Industri pengolahan 54,46 % atas dasar harga berlaku dari sembilan sektor usaha yang memiliki saham pada PDRB Kabupaten Pelalawan. Perekonomian regional Kabupaten Pelalawan memiliki hambatan dalam pengembangan di luar sektor usaha pertanian dan industri
143
pengolahan adalah masih lemahnya kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi
persaingan
dan
kemampuan
pengembangan
potensi-potensi
sumberdaya alam. Kabupaten Pelalawan memiliki wilayah pesisir dan daerah aliran sungai yang luas dan panjang, dengan sumberdaya alam dan tingkat keanekaragaman yang cukup tinggi (Bappeda Kabupaten Pelalawan, 2006). Pengembangan wilayah Kabupaten Pelalawan dalam menumbuhkan ekonomi diperlukan sinergisme pengembangan fisik dan pemberdayaan masyarakat secara simultan dengan memperhatikan karakteristik budaya melayu dan kondisi geografis dominan, maka kajian pengembangan wilayah pesisir adalah salah satu pilihan untuk membuka dan mengembangkan pemanfaatan ruang
di
Kabupaten
Pelalawan
dalam
menumbuhkan
pengembangan
perekonomian wilayah. Pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan tidak terlepas dari keterkaitan dengan pengelolaan wilayah daratan. Pembangunan di wilayah daratan yang sering menimbulkan dampak terhadap persoalan ekologis, seperti pencemaran, over exploitation sumberdaya dan degradasi fisik habitat serta permasalahan sosial budaya yang menghambat pembangunan wilayah pesisir (Bappeda Kabupaten Pelalawan, 2006). Pengelolaan wilayah pesisir seharusnya dilaksanakan secara terpadu sebagai suatu proses untuk menyatakan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen, kepentingan sektor dan kepentingan publik dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pengembangan ekosistem dan sumberdaya pesisir, berbagai kegiatan dari suatu program diurutkan dalam suatu rangkaian perkembangan. Siklus tersebut sangat membantu menguraikan hubungan yang rumit diantara berbagai ekonomi pengelolaan wilayah pesisir. Siklus pengelolaan merupakan suatu kerangka kerja organisasi, yang menjadi dasar penyesuaian instrumen evaluasi yang telah berhasil di uji di lapangan dalam evaluasi akhir proyek UNDP/GEF (Budiharsono, 2001). Pembangunan wilayah pesisir merupakan keterpaduan pilihan dalam percepatan pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Paradigma pemberdayaan masyarakat merupakan pusat pembangunan dalam proses percepatan pertumbuhan ekonomi, yaitu masyarakat pesisir dalam proses
144
pembangunan wilayah (social inclution paradigm). Pembangunan wilayah pesisir siklusnya dimulai dengan proses identifikasi dan kajian permasalahannya, persiapan rencana, adopsi dan pembiayaan, implementasi dan evaluasi, selanjutnya berputar berdasarkan waktu, dan program pengelolaan wilayah pesisir di negara-negara maju memerlukan waktu 15 tahun dalam penyelesaian siklus pengelolaan pesisir, tetapi pada wilayah-wilayah tertentu, pengelolaan wilayah pesisir dapat diselesaikan dalam waktu tujuh sampai dengan delapan tahun (Budiharsono, 2001). Ekosistem wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan adalah ekosistem lahan rawa gambut dan kawasan mangrove yang tersebar merata di wilayah pesisir. Pada umumnya lahan rawa gambut didominasi oleh hutan rawa dan sagu, sedangkan kawasan mangrove didominasi oleh hutan bakau, api-api dan nipah. Dari segi pengembangan wilayah, cara pemanfaatan lahan rawa gambut yang kurang bijaksana dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menimbulkan malapetaka yang sulit ditanggulangi, yaitu punahnya potensi sumberdaya lahan yang tersedia menjadi tandus. Pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkendali menimbulkan dampak negatif terhadap penurunan jumlah produksi perikanan, dan biota laut lainnya, sedimentasi meningkat, abrasi pantai dan terjadinya intrusi air laut yang akan mempengaruhi proses produksi kegiatan budidaya pertanian di wilayah daratan. Perairan Selat Malaka merupakan daerah penangkapan ikan cukup potensial bagi nelayan, namun ketersediaan ikan di perairan Selat Malaka saat ini sudah berindikasi mendekati potensi lestari (over fishing), karena dipengaruhi pencemaran air laut akibat padatnya pelayaran di kawasan ini. Pencurian ikan lintas bataspun menjadi konflik sosial yang meresahkan, sehingga timbul perselisihan para nelayan. Kondisi air laut di kawasan ini telah dipengaruhi oleh proses sedimentasi lahan rawa gambut, limbah industri dan limbah kapal. Kondisi air dan tingkat kekeruhan cukup tinggi karena pengaruh sedimentasi dan abrasi pantai. Namun wilayah pesisir sepanjang kawasan Selat Malaka masih dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pengembangan budidaya perikanan air payau. Tingkat pencemaran air laut tersebut diakibatkan padatnya pelayaran di Selat Malaka sebagai jalur pelayaran laut internasional sebagai penyebab berkurangnya
145
populasi ikan dan biota laut lainnya. Padatnya pelayaran menyebabkan hambatan berkumpulnya plankton-plankton sebagai sumber pakan ikan, akibatnya produksi perikanan berkurang. Kondisi tersebut perlu diteliti sejauhmana berpengaruh terhadap populasi ikan pada perairan administratif Kabupaten Pelalawan, khususnya di wilayah pesisir sekitar Kecamatan Kuala Kampar yang berbatasan langsung dengan perairan Selat Malaka. Nilai-nilai ekonomi pada wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan dalam pemanfaatan tata ruang lahan ialah terdapatnya hutan mangrove seluas 6.203 Ha dan budidaya tambak seluas 2.100 Ha, sedangkan fakta perkembangan PDRB Kabupaten Pelalawan pada sektor pertanian sangat baik dimana saat ini PDRB tahun 2005 sektor ini mencapai 38,44 % dan salah satu penyumbang sektor ini adalah bidang perikanan dan kelautan (BPS Kabupaten Pelalawan, 2005). Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 – 2004 Lapangan Usaha 1 Pertanian
2000
2001
2002
2003
2004
960.779,99 1.127.975,7 1.359.234,6 1.749.058,1 1.962.440,30 6 4 4 A. Tanaman Bahan Makanan 86.691,44
94.181,10
106.428,95 118.068,66 140.053,38
B. Tanaman Perkebunan 221.547,18 281.982,97 473.832,59 757.926,28 909.530,90 C. Peternakan Dan HasilHasilnya D. Kehutanan
24.393,99
27.011,34
29.694,34
32.906,08
37.837,05
602.216,39 682.760,11 703.908,65 782.445,73 806.591,57 E. Perikanan 25.930,99 2
Pertambangan & Penggalian A. Minyak Dan Gas Bumi
42.040,24
45.370,11
57.711,39
68.427,40
140.022,14 144.249,80 125.823,89 123.019,43 150.935,63 138.376,70 142.185,52 123.330,16 119.836,10 147.063,54
B. Penggalian 1.645,44 3
2.064,28
2.493,73
3.183,33
3.872,09
Industri Pengolahan 414.980,70 1.140.617,2 1.767.236,9 2.333.909,9 2.986.636,83 3 2 8 A. Industri Migas -
-
-
-
-
B. Industri Tanpa Migas
146
Lapangan Usaha
2000 2001 2002 2003 2004 414.980,70 1.140.617,2 1.767.236,9 2.333.909,9 2.986.636,83 3 2 8
4 Listrik, Gas & Air Bersih 2.340,98
2.879,56
3.392,48
4.708,53
5.705,03
1.899,39
2.410,29
2.737,59
3.715,04
4.217,39
441,59
469,27
654,89
993,49
1.487,64
43.071,06
53.222,76
66.098,23
78.594,35
90.615,46
48.233,05
55.384,78
59.520,17
67.275,28
85.552,89
46.673,28
53.404,94
56.942,24
63.702,53
79.156,29
556,07
708,30
854,71
1.237,39
2.719,75
1.003,70
1.271,54
1.723,22
2.335,36
3.676,85
32.679,85
36.676,98
41.834,57
51.630,92
63.621,77
32.365,74
36.218,91
41.217,49
50.885,49
62.657,11
27.044,12
29.908,08
33.703,29
41.354,78
49.089,20
371,62
428,58
494,52
596,59
711,51
2.816,64
3.114,93
3.510,20
4.307,10
5.112,64
2.133,36
2.767,32
3.509,48
4.627,02
7.743,76
314,11
458,07
617,08
745,43
964,66
314,11
458,07
617,08
745,43
964,66
19.434,05
26.476,94
36.548,54
46.038,97
58.589,22
39,40
859,47
1.413,87
2.589,83
3.996,23
735,95
951,93
1.237,19
1.770,91
24.339,63
33.552,95
41.439,70
51.879,57
541,89
629,79
772,25
942,51
A. Listrik B. Air Bersih 5 Bangunan 6
Perdagangan, Hotel & Restoran A. Perdagangan Besar & Eceran B. Hotel C. Restoran
7
Pengangkutan & Komunikasi A. Pengangkutan Angkutan Jalan Raya Angkutan Laut Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan Jasa Penunjang Angkutan B. Komunikasi -
8
9
Pos Dan Telekomunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan A. Bank
B. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 521,02 C. Sewa Bangunan 18.411,33 D. Jasa Perusahaan 462,30 Jasa-Jasa
147
Lapangan Usaha
2000 63.079,17
2001 71.132,92
2002 77.038,72
2003 87.862,90
2004 110.573,12
45.306,03
50.770,28
52.721,05
59.931,22
76.121,16
52.721,05
59.931,22
76.121,16
24.317,67
27.931,68
34.451,96
2.286,75
2.748,28
3.492,18
5.083,38
5.937,34
7.523,26
16.947,54
19.246,06
23.436,52
A. Pemerintahan Umum -
Administrasi Pemerintah & Pertahanan 45.306,03 50.770,28 B. Swasta 17.773,14 20.362,64 - Sosial Kemasyarakatan 1.683,52 1.860,01 - Hiburan & Rekreasi 3.599,09 4.352,90 - Perorangan & Rumah Tangga 12.490,53 14.149,73 PDRB Dengan Migas 1.724.620,9 2.658.616,7 9 3 PDRB Tanpa Migas 1.586.244,2 2.516.431,2 9 1 Sumber : BPS Kabupaten Pelalawan, 2005
3.536.728,1 4.542.098,5 5.514.670,25 6 0 3.413.398,0 4.422.262,4 5.367.606,71 0 0
Kondisi geografis Kecamatan Kuala Kampar yang terletak di pesisir pantai timur pulau Sumatera sangat strategis sebagai jalur perdagangan dan berdampingan dengan kawasan pembangunan pulau Batam dan Karimun, dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura. Berdasarkan lokasi yang strategis ini, diyakini perdagangan lintas batas antara Kabupaten Pelalawan khususnya di Kecamatan Kuala Kampar dengan negara-negara sekitarnya secara tradisional telah terwujud sejak lama, dan diharapkan meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, sehingga pada akhirnya
”Bagaimana
mengembangkan
strategi
wilayah
pesisir
dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pelalawan ?”.
1.2. Perumusan Masalah Wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan adalah ekosistem lahan rawa gambut dan kawasan mangrove, pada wilayah pantai saat ini pengembangannya ialah untuk kegiatan budidaya perikanan air payau (tambak). Laut di wilayah Kabupaten Pelalawan dimanfaatkan sebagai sarana transportasi, namun potensi pemanfaatan sebagai areal tangkap masih kecil disebabkan kondisi air laut
148
Kabupaten Pelalawan dipengaruhi proses sedimentasi, lahan rawa gambut, limbah industri dan limbah kapal, hutan mangrove sebagai lokasi pengembangan udang, ikan dan biota laut, mangrove juga sebagai penahan abrasi pantai akan tetapi kebutuhan untuk industri arang dan kayu bulatnya dipasarkan ke Malaysia mengakibatkan menurunnya luasan mangrove. Hal-hal yang belum dikembangkan adalah
menjadi
kawasan
wisata,
industri,
dan
pelabuhan
bertaraf
nasional/internasional, selanjutnya pengembangan wilayah pesisir harus diarahkan kepada ”strategi membangun dan mengembangkan perekonomian wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan melalui sektor unggulannya”. Komoditas yang dapat dikembangkan sepanjang pantai pesisir ialah tanaman sagu dan tanaman kelapa pada sektor perkebunan, mangrove pada sektor kehutanan, budidaya udang, kepiting, kerang dan ikan laut pada sektor perikanan, penangkaran Burung Walet pada sektor peternakan, dukungan panorama pantai untuk sektor pariwisata merupakan komoditas-komoditas perekonomian yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar wilayah pesisir. Diperlukan rumusan dengan mengkaji ”sektor basis apa yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan dan pengembangan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan ?”. Masalah wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan secara nyata belum dikembangkan secara optimal menjadi kawasan perekonomian andalan, sehingga belum mampu mendorong meningkatkan perekonomian masyarakat, sehingga perlu dirumuskan pengembangan potensi dengan pendekatan pada pertumbuhan perkonomian andalan dalam konstelasi eksternal dan internal, yaitu akan menimbulkan daya tarik dalam persaingan dengan negara tetangga dan kabupaten-kabupaten lainnya di Provinsi Riau. Oleh karena itu, diperlukan rumusan untuk ”merekomendasikan strategi pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan ?”.
1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian Kajian yang baik harus memiliki tujuan dan manfaat agar memberikan arah bagaimana hasilnya dapat ditindaklanjuti sebagai rancangan program yang dapat dipertanggungjawabkan melalui berbagai alternatif prioritas kegiatan.
149
Adapun kajian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan yang termanfaatkan dengan baik nantinya. Secara khusus kajian pembangunan wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan memiliki tujuan : 1. Menganalisis strategi pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan. 2. Menganalisis sektor basis yang mempengaruhi upaya pembangunan dan pengembangan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan 3. Merekomendasikan strategi pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan. Kajian ini merupakan analisis kuantitatif atas pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan. Kajian ini sekaligus sebagai perancangan program pembangunan di wilayah pesisir yang diharapkan dapat dimanfaatkan menjadi bahan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Pelalawan dalam pengembangan program-program wilayah pesisir yang secara dimensional akan berdampak nyata pada pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pelalawan.
150
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan
ekonomi,
kemudian
pertumbuhan
dan
kesempatan
kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup dan yang terakhir pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Perubahan evolutif dari pengertian di atas didasarkan atas banyak kekecewaan dan hasil umpan balik dari pelaksanaan pembangunan yang tidak mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan serta kekurangan informasi dalam memahami persoalan-persoalan yang timbul yang
sebelumnya
tidak
dapat
diramalkan
serta
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya. Secara umum dapat dikemukakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan dalam banyak aspek kehidupan manusia yang bertujuan dan memberi harapan kepada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan lebih merata yang dalam jangka panjang agar dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada dasarnya, dalam pembangunan tersebut memperhatikan bagaimana pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang berkaitan dengannya seperti perubahan teknologi, institusi (kelembagaan),
dan
nilai-nilai
sosial
dapat
diakomodasikan
kedalam
kebijaksanaan dalam situasi yang terus menerus berubah. Sehingga pengaturan dan kebijaksanaan yang sebelumnya cocok dengan keadaan suatu tahapan pembangunan, kemudian memerlukan reformasi pengaturan dan kebijaksanaan baru yang diperlukan sesuai dengan perubahan dinamika dan interaksinya antara faktor-faktor fisik, ekonomi dan sosial yang terus berubah. Untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang diinginkan, upayaupaya pembangunan harus diarahkan kepada efisiensi (efficiency), kemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) dalam memberi panduan kepada alokasi sumberdaya (semua capital yang berkaitan dengan natural, human, man-
151
made maupun sosial) baik pada tingkat nasional maupun regional dan lokal, yang sering memerlukan sumberdaya dari luar, seperti barang-barang modal untuk diinvestasikan
guna
mengembangkan
infrastruktur
ekonomi,
sosial
dan
lingkungan (Anwar, 1999). Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), (2) meningkatkan rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia, dan (3) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dan hak asasi manusia (Todaro, 2000). Selanjutnya dijelaskan bahwa selain nilai pokok, harus memperhatikan,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kelancaran
proses
pembangunan, yaitu jumlah dan jenis sumberdaya alam, ketepatan rangkaian kebijakan dan sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah, tersedianya modal dan teknologi dari luar, serta kondisi-kondisi di lingkungan perdagangan internasional. Pembangunan ekonomi di Indonesia seharusnya ditekankan pada pembangunan sektor
pertanian (perikanan termasuk di dalamnya), karena
sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah pertanian. Tetapi pembangunan sektor lain tetap dikembangkan karena merupakan komplementer dari sektor pertanian. Menurut Todaro (2000), syarat-syarat yang harus segera dipenuhi dalam rangka merealisasikan setiap strategi pengembangan sektor-sektor pertanian dan pembangunan daerah-daerah pedesaan yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat banyak adalah : 1.
Struktur usaha tani, pola pemilikan dan penggunaan lahan harus disesuaikan dengan tujuan utama yang bersisi ganda, yaitu peningkatan produksi bahan pangan pada satu sisi, serta pemerataan segala manfaat atau keuntungan-keuntungan kemajuan pertanian pada sisi yang lain.
2.
Semua manfaat dari pembangunan pertanian berskala kecil tidak akan dapat direalisir secara nyata tanpa didukung oleh serangkaian kebijakan pemerintah yang secara sengaja diciptakan untuk memberikan rangsangan atau insentifinsentif, kesempatan atau peluang-peluang ekonomi, dan berbagai kemudahan yang
diperlukan
untuk
mendapatkan
segenap
input
utama
guna
152
memungkinkan para petani kecil meningkatkan tingkat output dan produktivitas mereka. 3.
Keberhasilan pembangunan pedesaan selain sangat tergantung pada kemajuan-kemajuan petani kecil, juga ditentukan oleh hal-hal penting lainnya yang meliputi: (1) upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan riil, baik di sektor pertanian maupun non pertanian, melalui penciptaan lapangan kerja, industrialisasi dipedesaan, dan pembenahan pendidikan, kesehatan dan gizi penduduk, serta penyediaan berbagai bidang pelayanan sosial dan keejahteraan lainnya, (2) penanggulangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah pedesaan serta ketidakseimbangan pendapatan dan kesempatan ekonomi antara daerah pedesaan dengan perkotaan, serta (3) pengembangan kapasitas sektor atau daerah pedesaan itu sendiri dalam rangka menopang dan memperlancar langkah-langkah perbaikan tersebut dari waktu ke waktu.
2.2. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Konsep pembangunan berkelanjutan telah menjadi agenda internasional dalam pertemuan Komisi Dunia untuk Pembangunan dan Lingkungan (World Commission on Environmental and Development (WCED)) tahun 1987 dan telah dikonfirmasikan oleh negara-negara dunia menjadi prioritas internasional dalam konvensi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) untuk lingkungan dan pembangunan (United Nation Convention on Environment Development (UNCED)), 1992. Kemudian dalam Agenda 21, konsep tersebut dibahas dalam Commission on Sustainable Development (CSD) yang mengembangkan indikator pembangunan berkelanjutan dalam skala yang beragam. Penekanan pada perikanan tangkap yang mempunyai masalah pemanfaatan sumberdaya yang tidak lestari, menjadi priotas utama (FAO, 2001). Sampai sekarang masih terjadi diskusi yang hangat tentang istilah keberlanjutan (sustainability) dan bagaimana cara mengukurnya (Alder et al., 2002). Namun demikian secara umum terdapat satu kesepakatan bahwa sustainability harus mencakup komponen ekologis, sosial, ekonomi dan etika (Antune and Santos, 1999, Costantanza et al., 1999,Garcia, Staples and Chesson, 2000 dalam Alder et al., 2002).
153
Konsep pembangunan berkelanjutan oleh WCED (1987) dinyatakan sebagai pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang dengan tidak mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhannya. Penekanan pembangunan dalam konteks ini berkaitan dengan kualitas hidup, bukan pertumbuhan ekonomi, walaupun kedua hal tersebut sangat berkaitan dalam sistem perekonomian modern. Costanza (1991), mengemukakan bahwa definisi kelestarian yang sangat berguna adalah tingkat konsumsi yang dapat dilanjutkan dalam waktu yang tak terbatas tanpa menurunkan capital stock. Konvensi keanekaragaman hayati (Convention on Biologycal Diversity (CBD)) menyatakan bahwa pemanfaatan yang lestari (sustainable use) sebagai pemanfaatan komponen keanekaragaman hayati dengan cara dan pada tingkat yang tidak mengarah pada penurunan keanekaragaman hayati dalam jangka panjang, sehingga dapat tetap menjaga potensi sumberdaya tersebut untuk mencukupi kebutuhan dan keinginan generasi sekarang dan yang akan datang (McNeely, 1999). Konsep pembangunan berkelanjutan juga dapat dilihat dalam konsep FAO Council (1988) dalam FAO (2001) sebagai pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam dan perubahan orientasi teknologi dan kelembagaan dalam beberapa cara yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan berusaha untuk melindungi tanah, air, tumbuhan, dan sumberdaya genetis hewan agar tidak menurunkan kualitas lingkungan dimana secara teknis tepat, secara ekonomis berguna, dan secara sosial dapat diterima. Sementara itu dalam konsep Council of Australia Government (1992) dalam FAO (2001) menyatakan sebagai penggunaan, perlindungan dan enhancing sumberdaya masyarakat sehingga secara proses ekologis dapat terjaga dan total kualitas hidup sekarang maupun dimasa mendatang dapat ditingkatkan.
2.3. Wilayah Pesisir Secara geografis, wilayah pesisir didefinisikan sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dimana proses-proses biologi dan fisika yang kompleks memainkan peranan penting (Scura et al., 1992; Dahuri et al.,1996).
154
Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line) maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas (boundaries) yaitu sejajar dengan garis pantai (long shore) dan batas tegak lurus garis pantai (cross shore). Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif lebih mudah dan jelas, yaitu dengan mengacu pada batasan suatu wilayah administrasi. Sedangkan penetapan batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai lebih sulit dilakukan. Dari implementasi program pengelolaan wilayah pesisir yang telah dilakukan di beberapa negara, menurut Dahuri (1999) dapat diperoleh pelajaran sebagai berikut: pertama, batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara arhitrer dari rata-rata pasang tinggi, dan batas ke arah laut umumnya adalah batas jurisdiksi provinsi. Kedua, untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan dua macam, yaitu; batas untuk wilayah perencanaan (planning zone) dan batas untuk wilayah pengaturan (regulation zone) atau pengelolaan keseharian (day-today management). Batas perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan (hulu), dimana terdapat aktivitas manusia yang berpengaruh/berdampak secara nyata (significant) terhadap lingkungan dan sumberdaya pesisir. Sehingga pada suatu program pengelolaan wilayah pesisir yang menetapkan dua batasan wilayah pengelolaan di atas, maka wilayah perencanaan akan selalu lebih luas daripada wilayah pengaturan. Dalam wilayah pengelolaan keseharian, pemerintah (pihak pengelola) memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak ijin kegiatan pembangunan. Sedangkan untuk wilayah perencanaan kewenangan seperti di atas melibatkan dan menjadi tanggung jawab bersama instansi pengelola daerah hulu atau laut lepas. Untuk batas administrasi ke arah laut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan wilayah kewenangan daerah kabupaten adalah 1/3 dari kewenangan provinsi, yaitu ± 14 mil laut dari garis pantai. Definisi wilayah pesisir yang dimaksud dalam kajian ini disamping definisi-definisi seperti di atas juga mengadopsi definisi wilayah pesisir menurut Soegiarto (1976), yaitu wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik
155
kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat alami laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi air laut, sedangkan batas ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami di darat seperti; sedimentasi, aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti; penggundulan hutan dan pencemaran. Wilayah pesisir ditinjau dari konsep wilyah termasuk dalam wilayah homogen, wilayah nodal, wilayah administratif dan wilayah perencanaan. Sebagai wilayah homogen, wilayah pesisir merupakan wilayah sentra produksi ikan, namun biasanya juga dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduk tergolong di bawah garis kemiskinan. Sebagai wilayah nodal, wilayah pesisir seringkali sebagai wilayah belakang dengan wilayah perkotaan sebagai intinya. Bahkan seringkali wilayah pesisir dianggap sebagai halaman belakang (back yard) yang merupakan tempat pembuangan segala macam limbah. Sehubungan dengan fungsinya sebagai wilayah belakang, maka wilayah pesisir merupakan penyedia input (pasar input) bagi inti dan pasar bagi barangbarang jadi (output). Sebagai wilayah administrasi, wilayah pesisir dapat berupa wilayah administrasi yang relatif kecil yaitu kecamatan atau desa, namun dapat pula berupa kabupaten/kota dalam bentuk pulau kecil. Sedangkan sebagai wilayah perencanaan, batas wilayah pesisir lebih ditentukan oleh kriteria ekologis, sehingga melewati batas-batas wilayah administratif. Terganggunya keseimbangan biofisik-ekologis dalam wilayah ini akan berdampak negatif yang tidak hanya dirasakan oleh daerah tersebut tetapi juga daerah sekitarnya yang merupakan kesatuan wilayah sistem (kawasan). Oleh karena itu dalam pembangunan dan pengembangan wilayah ini diperlukan suatu perencanaan terpadu yang tidak menutup kemungkinan adanya lintas batas administratif (Budiharsono, 2001). Arsyad (1999) menjelaskan bahwa jika kita membahas perencanaan pembangunan ekonomi daerah maka pengertian wilayah yang paling banyak digunakan adalah sebagai wilayah adminitratif, karena : Dalam
melaksanakan
kebijakan
dan
rencana
pembangunan
daerah
diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai lembaga pemerintah. Oleh karena itu, akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa
156
daerah ekonomi berdasarkan satuan adminitratif yang ada. Daerah yang batasannya ditentukan secara admimstratif lebih mudah dianalisis, karena biasanya pengumpulan data diberbagai daerah dalam suatu negara, pembagiannya didasarkan pada satuan administratif.
2.4. Konsep Pembangunan Perikanan dan Kelautan Pembangunan perikanan bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya secara optimal tanpa mengganggu kelestariannya serta diharapkan dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja dan dapat meningkatkan pendapatan negara melalui pajak pendapatan dan devisa dari ekspor produknya. Sedangkan kebijakan pembangunan perikanan, termasuk sumberdaya pesisir pada hakekatnya merupakan proses politik yang mempunyai pengertian, bahwa kebijakan tersebut tersusun dan terimplementasikan melalui proses negosiasi antar berbagai stakeholders. Oleh karena itu keberhasilan segenap kaidah pembangunan perikanan berkelanjutan yang baik seperti di atas sangat tergantung pada kemauan dan komitmen segenap stakeholders tersebut (Retraubun, 2001). Beberapa
pertimbangan
yang
diperlukannya
dalam
pembangunan
perikanan yang berkelanjutan diantaranya meliputi : 1. Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan aktivitas pengelolaannya harus didasarkan pada ekosistem kelautan tertentu dan teridentifikasi dengan baik. 2. Memelihara daya dukung sumberdaya terhadap aktivitas pemanfaatan dalam jangka panjang. 3. Menghidupi tenaga kerja dalam bidang perikanan dalam masyarakat yang lebih luas. 4. Memelihara tingkat kesehatan dan kesatuan ekosistem kelautan untuk pemanfaatan yang lain, termasuk didalamnya keanekaragaman hayati, ilmu pengetahuan, nilai intrinsik, struktur tropis dan kegunaan ekonomi lainnya seperti pariwisata dan rekreasi. Tujuan dari pembangunan berkelanjutan akan sejalan dengan tujuan pembangunan perikanan seperti misalnya memelihara stok sumberdaya perikanan
157
dan melindungi habitatnya. Namun demikian mengelola sumberdaya perikanan untuk pembangunan yang berkelanjutan bersifat multi-dimensional dan aktivitas bertingkat (multi level activities), yang harus mempertimbangkan lebih banyak aspek dibandingkan dengan daya tahan hidup ikan dan perikanan itu sendiri (FAO, 2001). McGoodwin (1990) menyatakan bahwa dalam menganalisis sumberdaya perikanan, konsekuensi sosial dan ekonomi harus diperhitungkan sama halnya dengan konsekuensi teknis dan etika. Alder et al., (2000) menyatakan bahwa tantangan bagi pengelola perikanan adalah menilai kelestarian sumberdaya tersebut dengan pendekatan yang bersifat multi disiplin yang mampu mengintegrasikan topik yang beragam tersebut. Menurut Anwar (1994), alternatif pengelolaan sumberdaya perairan pesisir adalah perlu adanya suatu pemikiran yang mengarah kepada terjadinya pelimpahan kewenangan pengelolaan yang diberikan kepada komunitas masyarakat nelayan atau pemerintah desa guna menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir dimasa yang akan datang. Hal ini dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu : 1. Dilimpahkannya hak-hak untuk memperoleh akses terhadap sumberdaya perairan pesisir yang dapat menjamin kepentingan individual, kelompok ataupun masyarakat nelayan. 2. Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan pemerintah pusat kepada kelompok masyarakat pesisir atau nelayan lokal, prosesnya berlangsung secara bertahap tergantung dari kemampuan masyarakat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi secara efisien dan efektif. 3. Dikembangkannya suatu zona pemungutan dan tangkapan yang eksklusif yang disebut hak ulayat atau hak pakai teritorial (teritorial use right). Pada perkembangannya menurut Dahuri (1999), konstribusi sektor perikanan terhadap sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Data terakhir menunjukkan bahwa perikanan menyumbang sekitar 10,3 % per tahun terhadap PDB pertanian dengan tingkat pertumbuhan yang positif. Pada masa krisis dewasa ini sektor perikanan menyumbang secara signifikan, sekitar 1,87 % pada produk domestik bruto Indonesia sampai kuartal rill
158
menurut harga konstan (BPS Oktober, 1998). Dengan demikian sektor perikanan dapat dijadikan andalan pertumbuhan perekonomian dalam arti luas. Menurut Dahuri (1999), proses pemanfaatan sumberdaya perikanan ke depan harus dilakukan dalam kesamaan visi pembangunan perikanan, yaitu suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan. Terdapat tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk mewujudkan visi pembangunan perikanan tersebut. Pertama, sektor perikanan harus mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi secara nasional (makro) melalui peningkatan devisa, peningkatan pendapatan rata-rata para pelakunya serta mampu meningkatkan sumbangannya terhadap PDB. Kedua, sektor perikanan harus mampu memberikan keuntungan secara signifikan kepada para pelakunya dengan cara mengangkat tingkat kesejahteraan para pelaku perikanan yang ada saat ini yang masih
sangat
tertinggal
dibanding
dengan
sektor-sektor
lain.
Ketiga,
pembangunan perikanan yang akan dilaksanakan selain dapat menguntungkan secara ekonomi juga harus ramah secara ekologis, artinya pembangunan harus memperhatikan kelestarian dan daya dukung lingkungan baik terhadap sumberdaya perikanan itu sendiri maupun ekosistem lainnya. Selanjutnya dijelaskan oleh Dahuri (2001), ada delapan strategi dan kebijakan yang diperlukan dalam pembangunan sektor perikanan dan kelautan masa mendatang adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan produksi dan nilai tambah perikanan dan kelautan secara efisien, optimal dan berkelanjutan, melalui kebijakan untuk mendukung pemanfaatan
sumberdaya
perikanan
dan
kelautan
secara lestari,
pengembangan kapasitas penangkapan, pengembangkan investasi perikanan dan kelautan dan pengembangkan teknologi budidaya laut. 2. Peningkatan ekspor produk perikanan melalui adanya kebijakan mutu, promosi dan pengembangan terminal ekspor. 3. Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui kebijakan pemberian kredit lunak bagi usaha kecil (nelayan) dan kebijakan kemitraan pengusaha kecil dan besar.
159
4. Pembangunan sarana dan prasarana. 5. Pembangunan pulau-pulau kecil. 6. Manajemen tata ruang. 7. Penguatan sumberdaya manusia (SDM) dan llmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). 8. Penegakan hukum dan peningkatan kapasitas kelembagaan. Kusumastanto (2002) menambahkan, agar bidang kelautan menjadi sebuah sektor unggulan dalam perekonomian nasional, maka diperlukan suatu kebijakan pembangunan yang bersifat terintegrasi antar institusi pemerintah dan sektor pembangunan. Untuk mengarah pada kondisi tersebut, maka diperlukan suatu kebijakan pembangunan kelautan (ocean development policy) sebagai bagian dari ocean policy yang nantinya menjadi "payung" dalam mengambil sebuah kebijakan yang bersifat publik. Penciptaan payung ini dibangun oleh sebuah pendekatan kelembagaan (institutional arrangement) yang lingkupnya mencakup dua domain dalam suatu sistem pemerintahan yakni eksekutif dan legislatif. Dalam konteks ini maka kebijakan perikanan dan kelautan pada akhimya menjadi kebijakan ekonomi politik yang nantinya menjadi tanggung jawab bersama pada semua level institusi eksekutif yang mempunyai keterkaitan kelembagaan maupun sektor pembangunan. Sementara pada level legislatif adalah bagaimana lembaga ini mampu menciptakan instrumen kelembagaan (peraturan perundangan) pada level pusat maupun daerah untuk mendukung kebijakan pembangunan perikanan.
2.5. Teori Lokasional dan Sektor Basis Pemahaman tentang bagaimana keputusan mengenai lokasi mutlak diperlukan bila membahas kegiatan pada ruang dan menganalisa bagaimana suatu wilayah tumbuh dan berkembang. Keputusan mengenai lokasi yang diambil oleh unit-unit pengambilan keputusan akan menentukan struktur tata ruang wilayah yang terbentuk. Unit-unit pengambilan keputusan dalam penentuan lokasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: (1) rumah tangga; (2) perusahaan; dan (3) pemerintah. Setiap unit pengambil keputusan mempunyai kepentingan sendiri berdasarkan aktivitas ekonomi yang dilakukan. Aktivitas ekonomi rumah tangga adalah (a) penjualan jasa tenaga kerja dan (b) konsumsi; aktivitas perusahaan
160
meliputi (a) pengumpulan input, (b) proses produksi dan (c) proses pemasaran, dengan tujuan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Sementara itu pemerintah disamping mempunyai peran melindung kepentingan masyarakat juga bertindak sebagai locator dari berbagai aktivitas yang ditanganinya seperti penentuan lokasi sebagai sarana dan fasilitas pelayanan umum. Untuk mengetahui kecenderungan potensi keunggulan suatu komoditas disuatu lokasi tertentu, analisis yang sering digunakan adalah analisis basis ekonomi yaitu Location Quotient Analysis (LQ). Metode LQ secara umum merupakan metode analisis yang digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan atau basis suatu aktifitas. Disamping itu, LQ juga digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Asumsi yang digunakan dalam LQ adalah sedikit kondisi geografis yang relatif seragam. Pola-pola aktivitas bersifat seragam serta setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Berbagai dasar ukuran dalam pemakaian LQ harus disesuaikan dengan kepentingan penelitian dan sumber data yang tersedia. Jika penelitian dimaksudkan untuk mencari sektor yang kegiatan ekonominya dapat memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka yang dipakai sebagai dasar ukuran adalah jumlah tenaga kerja sedangkan bila keperluannya untuk menaikkan pendapatan daerah, maka pendapatan merupakan dasar ukuran yang tepat, sedangkan jika hasil produksi maka jumlah hasil produksi yang dipilih. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada substitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor (Shukla, 2000). Menurut Tarigan (2004), dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah, baik ke wilayah lain dalam negeri maupun ke luar negeri. Tenaga kerja yang berdomisili di wilayah kita, tetapi bekerja dan memperoleh uang dari wilayah lain termasuk dalam pengertian ekspor. Pada dasarnya kegiatan ekspor adalah semua kegiatan baik produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah karena kegiatan
161
basis. Lapangan kerja dan pendapatan di sektor basis adalah fungsi dari permintaan
yang
bersifat
exogenous
(tidak
tergantung
pada
kekuatan
intern/permintaan lokal). Lebih lanjut menurut Tarigan (2004), mengatakan bahwa semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam kegiatan/sektor service atau pelayanan, tetapi untuk tidak menciptakan pengertian yang keliru tentang arti service disebut saja sektor non basis. Sektor non basis (service) adalah untuk memenuhi kebutuhan lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh karena itu, kenaikannya sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Dengan demikian, sektor ini terkait terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan di atas, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis.
2.6. Analisis Perencanaan Perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang (Conyers dan Hill, 1994). Pengertian tujuan dalam definisi di atas menunjukkan bahwa perencanaan erat hubungannya dengan perumusan kebijakan (Tjokroamidjojo, 1993). Berdasarkan definisi tersebut berarti ada empat elemen dasar perencanaan yakni: 1. Merencanakan berarti memilih. Perencanaan merupakan proses memilih diantara berbagai kegiatan yang diinginkan karena tidak semua yang diinginkan tersebut dapat dilakukan dan tercapai secara simultan. Hal ini menyiratkan
bahwa
hubungan
antara
perencanaan
dengan
proses
pengambilan keputusan sangat erat, terutama sekali berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan dan urut-urutan tindakan di dalam proses pengambilan keputusan. 2. Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumberdaya. Sumberdaya
162
menunjukkan segala sesuatu yang dianggap berguna dalam pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumberdaya ini mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal dan keuangan. Perencanaan mencakup proses pengambilan keputusasan tentang bagaimana proses pengambilan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia sebaikbaiknya. 3. Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan dengan sifat dan proses penetapan tujuan. 4. Perencanaan untuk
masa depan. Salah satu elemen penting dalam
perencanaan adalah elemen waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk dicapai
pada masa yang
akan datang dan oleh karena itu
perencanaan berkaitan dengan masa depan (Conyers dan Hill, 1994). Karena perencanaan dimaksudkan untuk waktu yang akan datang, maka setiap perencana selain merumuskan tujuan juga harus menelaah situasi dimasa mendatang dengan tepat dan harus mampu memperhitungkan akibat yang akan ditimbulkan. Untuk itu diperlukan penyelidikan dan analisis atas dasar data dan keterangan masa lalu. Dengan analisis dapat diketahui potensi dan masalah yang dihadapi, sehingga dapat dipilih serangkaian alternatif tindakan guna mengatasi permasalahan tersebut (Warpani, 1999). Berdasarkan penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa analisis perencanaan merupakan ilmu yang menyelidiki dan menguraikan proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Dalam hubungannya dengan analisis kebijakan, analisis perencanaan merupakan analisis kebijakan yang berbentuk prospektif. Analisis kebijakan prospektif memberikan informasi dan transformasi sebelum aksi kebijakan dimulai (Dunn, 1998). Berdasarkan hal tersebut, Walter Williams dalam Dunn (1998)
mendefinisikan
analisis
kebijakan
merupakan
suatu
alat
untuk
mensintesakan informasi yang dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam
163
bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan yang secara konseptual tidak termasuk mengumpulkan informasi. Kebijakan didefinisikan oleh Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Dunn (1998) sebagai suatu "keputusan tetap" yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan (repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Kebijakan adalah dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan. Sedangkan keputusan adalah suatu pilihan terhadap berbagai alternatif yang bersaing mengenai sesuatu hal. Kesulitan memperoleh informasi yang cukup serta bukti-bukti yang sulit dibuktikan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sulitnya pengambilan keputusan (kebijakan). Untuk mendapatkan hasil yang baik maka penentu kebijakan atau perencana harus menyusun setiap perencanaan pembangunan yang mengandung unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan, yaitu : 1. Kebijakan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan. Unsur ini merupakan dasar dari seluruh rencana, yang kemudian dituangkan dalam unsur-unsur pokok perencanaan pembangunan lainnya. 2. Adanya kerangka rencana makro. Dalam kerangka tersebut berbagai variabel pembangunan dihubungkan. 3. Perkiraan sumberdaya bagi pembangunan khususnya sumber pembiayaan pembangunan. 4. Uraian tentang kerangka kebijakan yang konsisten, misalnya kebijakan fiskal, penganggaran serta kebijakan sektoral lainnya. 5. Perencanaan pembangunan adalah program investasi yang dilakukan secara sektoral disertai penyusunan rencana sasaran. 6. Perencanaan mendukung
pembangunan usaha
adalah
perencanaan
administrasi dan
pembangunan yang
pelaksanaan
pembangunan
(Arsyad, 1999).
164
2.7. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu 2.7.1
Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir Berkenaan
dengan
pembangunan
ekonomi,
Arsyad
(1999)
mendefinisikannya sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi yang dapat diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama. Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), (2) meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat dan manusia, dan (3) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia (Todaro, 2000). Kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia pada masa lalu terlalu menekankan kepada strategi tradisional yang mengutamakan kepada akumulasi dari capital fisik (psysical atau man-made capital), yang megabaikan keterkaitannya dengan kapital-kapital lain, seperti kapital alami (natural capital), kapital manusia (human capital) dan kapital sosial (social capital). Oleh karena selama itu pertumbuhan ekonomi Indonesia dipandang tidak seimbang (unbalanced growth), karena sumber-sumber pertumbuhan ekonomi tersebut terlalu banyak berasal dari ekploitasi natural assets seperti hutan, sumberdaya bahari (ikan dan lainnya), mineral, minyak dan gas bumi secara menguras. Kemudian hasil-hasil dari sumberdaya lain tersebut ditransformasikan menjadi capital fisik (jaringan jalan, komunikasi, pabrik-pabrik, perumahan, pembangkit tenaga listrik, jaringan irigasi dan lain-lain) yang terakumulasi dengan tingkat yang relatif tinggi (6 – 7 %) dan disebut pertumbuhan ekonomi. Sedangkan investasi pada kapital-kapital lain (natural, human dan social) banyak diabaikan, bahkan dengan pelaksanaan program yang sentralistik banyak merusak terhadap jenis kapital lain tersebut (Anwar, 2001).
165
Permasalahan masyarakat di wilayah pesisir di Indonesia hampir memiliki kesamaan, seperti yang telah diteliti oleh Tri Ratna Saridewi (2003) tentang Studi Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir di Kabupaten Subang. Dimana dari hasil penelitian tersebut didapatkan beberapa kesimpulan bahwa masyarakat yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Subang memiliki permasalahan seperti terhadap permodalan dan pemasaran. Tingkat kemiskinan yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Subang merupakan penyebab terbatasnya dana operasional dalam usaha memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir yang ada. Keterbatasan faktor pemasaran hasil produk juga merupakan permasalahan yang dihadapi oleh nelayan untuk menjual hasil tangkapan dan budidaya yang mereka kembangkan. Dengan menggunakan alat analisis (software) Analysis Hierarchy Process (AHP), maka didapatkan beberapa kebijakan yang menjadi prioritas untuk dijalankan seperti: meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah pesisir, meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan meningkatkan posisi tawar. Sedangkan usaha yang perlu dikembangkan di wilayah pesisir, yaitu: usaha budidaya silvifisheries (monokultur dan polikultur), budidaya pertambakan (monokultur dan polikultur) dan peningkatan kegiatan pengolahan hasil perikanan seperti pengolahan ikan segar, penggaraman/pengeringan pemindangan dan pembuatan terasi. Sedangkan dari hasil analisa location quotient didapatkan, bahwa sektor perikanan tangkap merupakan sektor basis di Blanakan dan Pusakanegara, sedangkan sektor perikanan tambak merupakan sektor basis di Legonkulon dan Pusakanegara Kabupaten Subang.
2.7.2
Pengembangan Wilayah Pesisir Permasalahan pengembangan wilayah pesisir dalam bentuk administrasi
desa-desa telah dilakukan penelitian oleh Edi Susilo (2003) tentang Analisis Pengembangan Desa-desa Pesisir Teluk Saleh Kabupaten Dompu. Penelitian tersebut menganalisis pengembangan wilayah pesisir sebagai kawasan strategis. Peranan strategis pengembangan wilayah pesisir hanya tercapai jika memenuhi persyaratan-persyaratan berikut: (1) basis ekonomi (economic base) wilayah yang bertumbuh atas sumberdaya-sumberdaya domestik yang terbaharui (domestic renewable resources), (2) memiliki keterkaitan kebelakang (backward
166
linkage) dan ke depan (forward linkage) terhadap berbagai sektor ekonomi lainnya di daerah yang bersangkutan secara signifikan, sehingga perkembangan sektor basis dapat menimbulkan efek ganda (multiplier effect) terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya di daerah yang bersangkutan, (3) efek ganda yang signifikan dari sektor-sektor basis dan sektor-sektor turunan dan penunjangnya dengan penciptaan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat (sektor rumah tangga), sektor pemerintah lokal/daerah (sektor pajak/retribusi) dan PDRB wilayah, (4) keterkaitan lintas regional di dalam maupun antar wilayah yang tinggi (inter and inter-regional interaction) akan lebih menjamin aliran alokasi dan distribusi sumberdaya yang efisien dan stabil sehingga menurunkan ketidakpastian (uncertainty), dan (5) terjadinya learning process secara berkelanjutan yang mendorong terjadinya koreksi dan peningkatan secara terus menerus atau berkelanjutan. Pemusatan aktifitas ekonomi berdasarkan konsentrasi tenaga kerja menurut mata pencaharian dengan analisa LQ menunjukkan sektor pertanian (termasuk perikanan) merupakan sektor basis di wilayah pesisir Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat. Namun demikian secara umum dijelaskan bahwa wilayah pesisir kurang berkembang dibandingkan dengan wilayah non pesisir, dengan alasan sebagai berikut : 1. Kualitas sumberdaya manusia yang relatif rendah. Umumnya berpendidikan rendah sehingga wawasan dan cara pandang terhadap suatu masalah harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan yang dimilikinya. 2. Tingkat ekonomi wilayah pesisir masih rendah. Keterbatasan masyarakat pesisir dalam melakukan aktifitas kegiatan terbatas pada kegiatan perikanan (menangkap ikan) membawa dampak kepada semakin rendahnya kinerja ekonomi masyarakat. 3. Sulitnya memperoleh modal dan investasi. Kendala yang umum dialami oleh masyarakat nelayan adalah keterbatasan dalam hal modal usaha, sehingga banyak dijumpai nelayan masih menggunakan sarana penangkapan tradisional. 4.
Belum digunakannya teknologi tepat guna dalam proses pengolahan ikan.
167
Umumnya usaha pengolahan ikan laut dilakukan dengan cara diasinkan atau dikeringkan dan diperkirakan 25 % dari total hasil tangkapan. Namun perlu dikembangkan teknologi tepat guna dalam proses pengolahan ikan, sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan masyarakat nelayan.
2.7.3
Pengembangan
Wilayah
Berbasis
Sumberdaya
Alam
yang
Berkelanjutan Kajian konservasi lahan di hulu DAS Citarum dalam upaya mendukung pengembangan wilayah berbasis sumberdaya alam yang berkelanjutan telah diteliti Nurul Febriani (2008). Menurut Rustiadi, et al., (2003) pengembangan lebih menekankan kepada proses meningkatkan dan memperluas. Pengembangan adalah sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tetapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan dan diperluas. Selanjutnya dalam hal pengembangan masyarakat (nelayan) tersirat pengertian bahwa masyarakat yang dikembangkan sebenarnya sudah memiliki kapasitas (bukannya tidak memiliki sama sekali) namun perlu ditingkatkan kapasitasnya (capacity building). Secara filosofis suatu proses pembangunan/pengembangan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif pengelolaan sumberdaya alamnya yang ramah lingkungan. Dalam menentukan prioritas pengelolaan wilayah berbasis sumberdaya alam berkelanjutan didasarkan kepada hasil wawancara dengan masyarakat yang terlibat terlebih dahulu dan juga kepada para stakeholder, dalam penentuan strategi pengelolaan sumberdaya wilayah yang berkelanjutan. Selanjutnya alternatif dan prioritas kebijakan dalam pengelolaan wilayah yang berkelanjutan dengan aspek ekonomi, sosial, ekologi dan kelembagaan masyarakat (nelayan) dilakukan analisis dengan Multi Criteria Desicion Making (MCDM) yang menggunakan software Preference Ratios in Multiattribute Evaluation (PRIME). Menurut Jankowski (1994) pengelolaan wilayah untuk mencari alternatif mengoptimalisasikan
pengelolaan
sumberdayanya
secara
berkelanjutan,
168
memerlukan sejumlah pendekatan untuk menghitung kriteria yang banyak guna membentuk struktur pendukung proses pengambilan keputusan, namun harus memenuhi beberapa faktor, yaitu; (i) mempunyai kemampuan dalam menangani jenis data yang bervariasi (kuantitatif, kualitatif dan campuran) dan pengukuran yang intangible; (ii) dapat mengakomodasi perbedaan yang diinginkan dalam penentuan kriteria; (iii) dapat menerapkan skema bobot yang bervariasi untuk suatu prioritas stakeholder yang berbeda; (iv) tidak membutuhkan penentuan nilai ambang sehingga tidak terjadi penurunan skala dari variabel yang continue pada skala nominal; dan (v) prosedur analisis relatif sederhana. Peneliti memberikan implikasi kebijakan dalam pengembangan wilayah berbasis sumberdaya alam yang berkelanjutan didasarkan terhadap 3 (tiga) skenario alternatif kebijakan pengelolaan wilayah dengan menggunakan analisis multikriteria, prioritas pengelolaan untuk masa yang akan datang adalah diterapkan sebagai pengembangan wilayah. Kebijakan ini baik secara langsung maupun tudak langsung akan menimbulkan konsekuensi dalam berbagai aspek, yaitu ekonomi, sosial dan ekologi. Implikasi kebijakan terhadap pengelolaan wilayah menguraikan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, yaitu : 1. Persepsi dan partisipasi masyarakat. Pengelolaan wilayah memerlukan partisipasi masyarakat dan harus diterima oleh masyarakat lokal. Pengertian masyarakat tidak hanya terbatas pada masyarakat pengelola, tetapi juga seluruh pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan. Penerimaan terhadap konservasi dalam penelitian ini pada gilirannya akan menciptakan partisipatif aktif dari masyarakat dalam keikutsertaan untuk melakukan kegiatan konservasi di Hulu DAS Citarum. Penerimaan masyarakat diperlukan untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (sence of belonging) terhadap konservasi atau pengelolaan wilayah sehingga muncul
kesadaran
untuk
senantiasa
aktif
dalam
melaksanakan
konservasi/pengelolaan wilayah.
2. Nilai ekonomi kawasan. Nilai ekonomi akan mengalami peningkatan dibandingkan kondisi saat ini, karena hal ini terkait dengan fungsinya dan logikanya apabila terjadi
169
pengembangan maka akan menjaga nilai ekologis. Hal lain yang akan memberikan nilai ekonomis terhadap kawasan adalah peningkatan jasa lingkungan bagi wilayah tersebut. Semakin tinggi perekonomian suatu wilayah yang dicirikan oleh tingginya kegiatan ekonomi per kapita dari jumlah penduduk, maka akan semakin tinggi nilai ekonomi yang diberikan oleh kawasan. Demikian juga pembangunan ekonomi regional akan semakin kuat dan berkelanjutan apabila pengelolaan wilayah semakin efektif, karena subsidi nilai dari jasa ekologis kawasan semakin tinggi. 3. Pengelolaan dan pengembangan wilayah. Sumberdaya alam merupakan sumberdaya esensial bagi kelangsungan hidup manusia dan sumberdaya alam tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia namun juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan penduduknya dan pengembangan suatu wilayah. Dari sisi pengelolaan wilayah, konsep dari konservasi/pengelolaan wilayah yang pada dasarnya adalah sebagai upaya dalam pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam sebagai faktor pendukung utama dalam pembangunan. Peningkatan nilai guna berupa nilai jasa lingkungan, nilai ekonomi sumberdaya baik langsung maupun tidak langsung sehingga bukan saja manfaat ekonomi yang didapat tetapi juga manfaat ekologi dalam jangka panjang bagi wilayah itu sendiri. Dalam tatanan pengembangan wilayah, konservasi/pengelolaan wilayah akan memberikan nilai tambah bagi pengembangan wilayah, karena diharapkan dari pengelolaan ini memberikan perubahan baik, sehingga mengarahkan pengembangan wilayah kepada terjadinya ekonomi (eficient), pemerataan (equity) dan keberlanjutan (sustainability) untuk masa yang akan datang. 4. Institusi pengelolaan. Pengelolaan wilayah harus mencakup aspek sosial ekonomi, ekologi dan kebijakan. Usaha pengelolaan wilayah harus melibatkan pihak yang memiliki kepentingan seperti pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian dan masyarakat, sektor swasta dan pihak-pihak lain. Disamping itu diperlukan komitmen kelembagaan yang kuat dari masing-masing stakeholder yang terlibat. Serangkaian program
170
pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan dan berkaitan dengan pengelolaan wilayah/konservasi adalah: a. Penguatan kelembagaan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat dan pelestarian sumberdaya alam, diantaranya melalui optimalisasi fungsi koperasi yang ada. b. Pengelolaan berbasis pengelolaan sumberdaya alam yang ramah lingkungan. c. Pemberdayaan berbasis budidaya (pertanian, peternakan dan perikanan). d. Pemberdayaan isteri-isteri petani (termasuk nelayan) dalam memberikan alternatif kegiatan untuk penguatan ekonomi rumah tangga.
2.7.4
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Provinsi Riau Hasil penelitian Zainal (2007) menekankan suatu proses pembangunan
wilayah (Provinsi Riau) memerlukan perhatian khusus dengan pendekatan yang inovatif untuk memacu pertumbuhan ekonominya. Akan tetapi, proses pembangunan ekonomi tersebut harus dikaitkan dengan upaya-upaya perbaikan kehidupan sosial masyarakat. Pengembangan kawasan strategis di Provinsi Riau diluar kontribusi minyak dan gas bumi adalah sektor pertanian , dimana 8 (delapan) kabupaten dari 11 (sebelas) kabupaten di Provinsi Riau masih mengandalkan sektor pertanian sebagai kontributor penting PDRB wilayah (termasuk Kabupaten Pelalawan). Selanjutnya Zainal memperlihatkan rendahnya kontribusi PDRB Kabupaten Pelalawan terhadap Provinsi Riau atas dasar harga berlaku tahun 2005, khususnya pada sub sektor perikanan hanya 1,14 % jauh dari kontribusi PDRB sub sektor perikanan Kabupaten Inderagiri Hilir 8,78 % dan Kabupaten Rokan Hilir 8,37 %. Provinsi Riau mengalami gejala paradoks pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan. Hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi yang dilaksanakan bukan bersumber dari sektor-sektor utama yang memiliki pengaruh yang kuat ke masyarakat, yakni sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan hasil-hasil pertanian; yang memiliki kontribusi tinggi terhadap pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja. Motor penggerak ekonomi dalam Kawasan Strategi Nasional (KSN) adalah sub sektor perkebunan berbasis tanaman kelapa sawit.
171
Selanjutnya strategi pengembangan KSN pada sektor pertanian : (1) pembenahan aspek hukum, (2) pengembangan infrastruktur, (3) realokasi dan optimisasi pemanfaatan aset lahan untuk penanggulangan kemiskinan, (4) pengembangan kerjasama multipihak, (5) pengembangan investasi bagi diversifikasi produk sawit dan pengembangan industri hilir kelapa sawit, dan (6) pengembangan sumberdaya manusia. Pembangunan KSN merupakan langkah strategis bagi Provinsi Riau dalam rangka
penciptaan
meningkatkan
sumber-sumber
kesejahteraan
pertumbuhan
masyarakat,
ekonomi
mengurangi
baru
kemiskinan,
untuk dan
meningkatkan perekonomian daerah. Upaya penanggulangan kemiskinan dan keterbelakangan merupakan bagian integral dari program pengembangan ekonomi daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, dimensi pemberdayaan masyarakat itu harus dilakukan secara integral dengan program pertumbuhan ekonomi, dan dibarengi program peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan latihan.
2.7.5
Strategi Peningkatan Pendapatan Hasil penelitian Abdul Rahman (2005) menjelaskan bahwa strategi
peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun, khususnya di Kabupaten Pelalawan. Namun demikian, kontribusi kenaikan PAD tersebut terhadap total penerimaan daerah (TPD) di Kabupaten Pelalawan masih rendah. Efektivitas PAD Kabupaten Pelalawan selama tahun 2000-2003 berfluktuasi, relatif tinggi dan cenderung mengalami peningkatan. Elastisitas PAD terhadap PDRB memiliki nilai positif. Rasio kemandirian cenderung menunjukan peningkatan, namun ada 6 (enam) kendala utama di dalam manajemen penggalian potensi PAD di Kabupaten Pelalawan, yaitu disebabkan oleh; (1) masih rendahnya kemampuan SDM aparat, (2) masih minimnya sarana dan prasarana, (3) rendahnya kesadaran masyarakat, (4) kurangnya koordinasi antar instansi terkait, (5) tidak akuratnya data yang diperoleh, dan (6) belum lancarnya standar pengukuran PAD yang signifikan.
172
Kontribusi PAD melalui retribusi pemanfaatan perairan umum dan usaha perikananpun di Kabupaten Pelalawan masih rendah dan realisasi PAD dari sub sektor perikanan dimulai tahun 2002 mencapai Rp. 9.422.000,00 atau 0,93 % kontribusinya terhadap realisasi PAD Kabupaten Pelalawan tahun 2002. Sedangkan tahun 2003 realisasi PAD mengalami sedikit peningkatan, yaitu sebesar Rp. 11.055.000,00, namun terjadi penurunan kontribusi dibandingkan tahun
2002,
yaitu
0,62
%
dari
total
penerimaan
PAD
sebesar
Rp. 1.785.040.268,00. Permasalahan masih rendahnya penggalian PAD di Kabupaten Pelalawan diperlukan rancangan program untuk meningkatkan PAD yaitu melalui; 1. Peningkatkan keahlian SDM aparatur yang menuju profesionalitas. 2. Peningkatan sarana dan prasarana yang relevan dan efektif. 3. Pensosialisasian Peraturan daerah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 4. Pengkoordinasian antar instansi yang berkesinambungan 5. Perbaikan sistem informasi manajemen data (data base management system). 6. Melakukan benchmarking dengan pemerintah daerah yang memiliki PAD yang relatif tinggi, untuk mendapatkan ukuran yang standar. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan di salah satu daerah yang telah terjadi pemekaran wilayah. Jadi dengan adanya pemekaran wilayah tersebut maka akan terjadi pergeseran sektor basis, sehingga hal ini akan berpengaruh pada strategi pengembangan. Selain itu, sebelumnya tidak pernah ada penelitian mengenai kajian yang sama, yaitu mengenai strategi pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
173
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pembangunan wilayah pesisir dalam kaitannya dengan menumbuhkan ekonomi Kabupaten Pelalawan, dan kerangka pemikiran parsialnya ialah pembangunan wilayah dan pembangunan ekonomi. Perbedaan mendasar ilmu ekonomi dan ilmu pembangunan wilayah ialah pada masalah ruang (Budiharsono, 2001). Di dalam teori ekonomi, tingkat harga dan produksi optimal ditentukan oleh beberapa faktor seperti struktur biaya, penerimaan (revenue) dan bentuk pasar yang berlaku. Dengan kata lain bahwa analisis ilmu ekonomi berada pada alam tanpa ruang. Ruang merupakan hal yang penting dalam pembangunan wilayah. Konsep ruang sangat berkaitan dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala kekayaannya membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur tersebut di atas secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah. Dalam konsep wilayah, pesisir merupakan wilayah yang memproduksi ikan, namun bisa juga dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduk yang tergabung di bawah garis kemiskinan. Sebagai wilayah nodal, wilayah pesisir seringkali sebagai wilayah belakang, sedangkan daerah perkotaan sebagai intinya. Bahkan seringkali wilayah pesisir dianggap sebagai halaman belakang (backyard), yang merupakan tempat membuang segala macam limbah. Sebagai wilayah administrasi, wilayah pesisir dapat berupa wilayah administrasi yang relatif
kecil yaitu kecamatan atau desa, namun dapat juga berupa
kabupaten/kota berupa wilayah kecil. Sedangkan sebagai wilayah perencanaan, batas wilayah pesisir lebih ditentukan dengan kriteria ekologis. Karena menggunakan batas kriteria ekologis tersebut, batas wilayah pesisir sering melewati batas-batas satuan wilayah administratif. Setiap kebijakan yang akan dilaksanakan dalam strategi pengembangan wilayah pesisir tersebut dapat dipastikan akan menimbulkan dampak positip (manfaat) dan dampak negatif (kerugian) bagi masyarakat nelayan. Oleh karena itu, kebijakan yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat yang lebih
174
besar daripada kerugian yang akan ditimbulkannya. Penelitian kebijakan diperlukan untuk menilai sejauhmana implementasi dari kebijakan yang telah dilaksanakan selama ini dengan mendeskripsikannya melalui analisa kelayakan usaha potensial. Aktifitas kelayakan usaha diukur perbandingannya sejauh-mana menjadi sektor basis untuk dikembangkan sebagai potensi dalam meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah pesisir. Penelitian ini juga sebagai upaya untuk mengembangkan kebijakan lebih lanjut yang dapat memecahkan permasalahan yang ada. Analisis untuk menilai layak atau tidaknya pembangunan dan strategi pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan digunakan analisis multi criteria decision making (MCDM). Penggunaan analisis MCDM ini untuk memberikan rekomendasi pembangunan dan strategi pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, ekologis dan kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di Kecamatan Teluk Meranti dan Kecamatan Kuala Kampar. Analisis MCDM ini dilakukan untuk mendapatkan informasi skenario yang optimal, sehingga manfaat yang diterima masyarakat lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang akan diterima.
Manfaat
yang
diinginkan
adalah
meningkatnya
kesejahteraan
masyarakat nelayan, baik dalam bentuk penambahan pendapatan maupun pengurangan biaya yang harus dipikul. Kerugian yang ingin dihindarkan adalah berkurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan dalam bentuk hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan maupun munculnya tambahan biaya akibat adanya kebijakan. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis ini adalah menemukan solusi yang memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat secara optimal dari berbagai alternatif dan atribut dari suatu pengelolaan sumberdaya. Pada analisis ini, karena pengambil keputusan adalah pemerintah dan pihak terkait dengan hasil yang dirasakan masyarakat, maka responden dalam analisis ini adalah masyarakat, sehingga pemilihan atau penentuan atribut dalam analisis ini adalah atribut-atribut yang melekat pada masyarakat. Selain itu, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya juga memiliki dampak-dampak terhadap lingkungan, sehingga aspek biofisik juga diperhitungkan dengan analisis MCDM menggunakan software PRIME.
175
Metode penentuan atribut/kriteria dalam penelitian ini yang akan digunakan ditentukan dengan mempertimbangkan relevansinya terhadap potensi analisa usaha dan sektor basisnya dalam mengembangkan wilayah pesisir adalah : 1. Atribut ekonomi yang meliputi : 1) Pendapatan nelayan 2) Sumber modal 3) Aspek pasar 2. Atribut sosial, yang meliputi : 1) Persepsi masyarakat terhadap perikanan tangkap 2) Konflik antar nelayan (konflik sosial) 3) Penyerapan tenaga kerja 4) Partisipasi masyarakat nelayan 3. Atribut Lingkungan/ekologi, yang meliputi : 1) Ketersediaan stock 2) Pencemaran 4. Atribut Kelembagaan yang meliputi : 1) Peran kelembagaan 2) Efektivitas kelembagaan Sedangkan alternatif-alternatif yang mungkin dan realistis ditentukan melalui tiga skenario yang menjadi alternatif pilihan adalah : 1. Skenario
Eksisting,
yaitu
membiarkan
kondisi
pembangunan
dan
pengembangan wilayah pesisir pada saat ini di Kabupaten Pelalawan tanpa ada perubahan. 2. Skenario Economic driven, dimana pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir dilakukan hanya dengan fokus memperhatikan keuntungan ekonomi bagi pelaksana pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir tanpa memperhatikan kondisi sosial dan lingkungan masyarakat nelayan. 3. Skenario Environmental driven, dimana pembangunan dan pengembangan wilayah pesisir dilakukan dengan memperhatikan aspek ekologis, sosial ekonomi masyarakat nelayan agar fungsi wilayah pesisis sebagai filter infiltrasi salinitas air laut dapat dipertahankan.
176
Dengan menggunakan analisis MCDM menggunakan software PRIME pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya di wilayah Kabupaten Pelalawan berdasarkan tiga alternatif untuk mengukur kinerja pengelolaan, yaitu pada kondisi ekonomi mengarahkan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat (user based) dengan economic driven dan environmental driven. Beberapa kriteria yang berhubungan dengan alternatif pengelolaan disusun untuk memperoleh pengambilan keputusan yang tepat. Penentuan nilai pada kondisi ekonomi berdasarkan survey kemasyarakat nelayan yang di sampling dan data sekunder di wilayah penelitian, sedangkan untuk alternatif lain berdasarkan kecenderungan permasalahan yang terjadi di masyarakat juga, serta penerapkan berbagai pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya di Kabupaten Pelalawan. Penilaian pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya adalah melihat value interval dari ketiga skenario pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Value interval merupakan kisaran nilai kemungkinan dari atribut dalam pencapaian tujuan. Kerangka pemikiran dalam penelitian untuk menentukan pembangunan dan strategi pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan dapat dilihat pada Gambar 1.
177
OTONOMI DAERAH (UU 32/2004)
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KABUPATEN PELALAWAN
-RENSTRA -RPJM 2006-2010
ANALISIS DESKRIPTIF
ISU POKOK PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR
ANALISIS LQ EKONOMI REGIONAL POTENSI BASIS EKONOMI PADA WILAYAH PESISIR
ANALISIS MCDM Menggunakan Software PRIME
RANCANGAN PROGRAM STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengembangan Wilayah Pesisir
178
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Kuala Kampar dan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian pada awal bulan September hingga akhir bulan Oktober tahun 2007.
3.3.
Metode Penelitian dan Teknik Sampling Metode yang dilakukan dalam penelitian ialah metode Analisis Kuantitatif
dengan melaksanakan survey lapangan. Dengan metode tersebut dapat diketahui dan dapat diidentifikasikan pengembangan wilayah pesisir dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan dan pengembangan dimasa yang akan datang. Sasaran penelitian adalah dua kecamatan di Kabupaten Pelalawan, yaitu Kecamatan Kuala Kampar dan Teluk Meranti, kedua kecamatan tersebut memiliki karakteristik wilayah pesisir. Pengambilan data primer dilakukan melalui pengisisan questioner/wawancara kepada masyarakat nelayan yang data identitasnya diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan. Sasaran sampling ditentukan kepada satu strata, yaitu masyarakat nelayan dan asumsi sasaran berdasarkan strata adalah homogen, maka metode pengumpulan data mengunakan teknik purposive atau judgement sampling yaitu teknik pengumpulan data yang telah diberi penjelasan oleh peneliti dan mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini ada 50 nelayan yang teridentifikasi disampling dengan sebaran terbagi di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kuala Kampar dan Teluk Meranti, dimana untuk Kecamatan Kuala Kampar sebanyak 35 nelayan dan Kecamatan Teluk Meranti sebanyak 15 nelayan. Sedikitnya jumlah nelayan hal ini di dasarkan bahwa di kedua kecamatan tersebut hanya terdapat sedikit nelayan sehingga kesemua nelayan yang ada dimungkinkan untuk diambil keseluruhan. Pada tahapan ini juga dilakukan inventarisasi data yang sudah ada sebagai data atribut yang ada dapat menunjang dalam penelitian ini adalah data atribut infrastruktur dan ekonomi, sektor usaha yang terdiri atas tingkat kecamatan dan didapatkan dari sumber terkait baik dari segi instansi maupun hasil kajian pokok
179
Badan
Pusat
Statisitk
Kabupaten
Pelalawan
dan
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan.
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data terdiri atas data-data dasar, jumlah penduduk, mata pencaharian, luas wilayah, jumlah produksi, dan data lain yang berkaitan dengan kajian dan strategi pengembangan wilayah pesisir. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini selengkapnya tercantum pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian No 1.
Tujuan Menganalisa Pembangunan dan
Analisis Deskriptif
Pengembangan
untuk
Wilayah Pesisir di
menganalisi s Usaha
Kabupaten Pelalawan
2.
Metode Analisis
Menganalisa Sektor Basis yang
Analisis Location
Parameter Peubah (satuan)
Data yang digunakan
Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pesisir di Lokasi penelitian di kaji dari aspek potensi
Wawancara dan pengolahan data
sumberdaya, usaha sekunder perikanan tangkap, budidaya dan usaha pengolahan ikan Sektor Basis ekonomi Sub sektor Basis ekonomi
mempengaruhi Question dalam upaya (LQ) Pembangunan dan Pengembangan di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan
Data sekunder dari berbagai instansi terkait berupa data pendapatan dan tenaga kerja
3.
Rekomendasi Strategi
Analisis
Untuk atribut ekonomi :
Wawancara
180
Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pesisir di Kabupaten Pelalawan
Multi Criteria Decision Making
- Pendapatan nelayan - Sumber modal - Akses pasar Untuk atribut sosial :
(MCDM)
- Persepsi masy. Perikanan - Konflik antar nelayan
menggunak an software PRIME
dengan stakeholders dan data sekunder dari thd. berbagai instansi
- Penyerapan tenaga kerja - Partisipasi masy. nelayan Untuk atribut ekologis : - Ketersediaan stok - Pencemaran Untuk atribut kelembagaan : - Peran kelembagaan - Efektivitas kelembagaan
Data-data tersebut dianalisis sebagai berikut : 3.4.1
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji potensi dan keadaan wilayah
pesisir, selain itu analisis deskriptif juga digunakan untuk mempelajari program serta karakteristik dan keragaman kelembagaan yang ada di nelayan. Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui sebaran kuesioner tersebut, dilakukan interpretasi dan generalisasi keadaan masyarakat wilayah pesisir dengan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan. Analisis deskriptif ini difokuskan kepada beberapa hal yaitu kelembagaan modal, pasar, serta kondisi sosial masyarakat yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Aspek modal sangat penting bagi nelayan untuk melakukan aktivitas usaha di wilayah pesisir terutama dalam bidang perikanan dan kelautan. Untuk melakukan aktivitas penangkapan dan usaha perikanan lain diperlukan sarana dan prasarana untuk investasi maupun biaya oprasional yang nilainya terus meningkat (mahal). Keberadaan kelembagaan permodalan sangat dibutuhkan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan untuk menunjang kebutuhan akan dana tersebut. Berdasarkan data yang di peroleh nantinya akan diinterpretasikan dan di generalisasi keadaan permodalan masyarakat wilayah pesisir Kabupaten
181
Pelalawan yang selanjutnya akan dikemukakan alternatif pemecahan yang mungkin dapat diterapkan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Aspek pasar juga sangat penting bagi kehidupan nelayan Kabupaten Pelalawan, terutama untuk menjual hasil penangkapan dan usaha perikanan lainnya. Kebanyakan hasil usaha dan hasil olahan ikannya tidak dijual langsung tetapi melalui para tengkulak, namun untuk ikan segar para nelayan langsung menjual ikan hasil usahanya langsung ke konsumen dengan berjualan di pasar. Masuknya produk-produk hasil olahan ikan atau produk ikan segar dari daerah lain memberikan daya saing semakin tinggi, kalahnya kualitas produk membuat para nelayan Kabupaten Pelalawan susah untuk memasarkan atau menjual hasil usahanya. Berdasarkan data yang diperoleh nantinya akan di analisis sehingga didapatkan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi oleh para nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat usaha secara ekonomi yang telah dikembangkan di wilayah pesisir. Analisis usaha ini meliputi beberapa analisis yaitu : 1. Analisis usaha budidaya 2. Analisis usaha tangkapan 3. Analisis usaha pengolahan Analisis-analisis tersebut diperlukan untuk memberikan gambaran kondisi ekonomi dari suatu usaha apakah memberikan keuntungan atau kerugian. jadi, analisis-analisis tersebut melihat komponen biaya (investasi maupun operasional) dan penerimaan, sehingga dari selisih kedua komponen tersebut dapat diketahui apakah usaha-usaha tersebut memberikan keuntungan atau tidak. Dengan diketahuinya besaran ekonomi dalam usaha di wilayah pesisir tersebut, nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
3.4.2
Analisis Location Quotient (LQ) Langkah pertama yang dilakukan dalam analisis LQ adalah menentukan
sektor apa saja di wilayah pesisir yang potensial sebagai sektor basis. Pengukuran tidak langsung digunakan metode LQ yaitu perbandingan kontribusi pangan usaha/sektor di wilayah pesisir menjadi pendapatan secara keseluruhan. PDRB
182
Kabupaten Pelalawan sebagai sumber analisis LQ berdasarkan pendapatan sektor ekonominya dan sebaran tenaga kerja pada sektor dan sub sektor. Pengukuran statistik diukur secara time series pada 3 (tiga) titik waktu, yaitu tahun 2003, 2004 dan 2005. Persamaan dari LQ yang digunakan adalah :
Vi LQ =
Vi
Vt Vt
Dimana : vi = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat kecamatan vt = Pendapatan (tenaga kerja) total kabupaten Vi = Pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat provinsi Vt = Pendapatan (tenaga kerja) total provinsi Apabila LQ suatu sektor ≥ 1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis.Penentuan sektor basis berdasarkan hasil persamaan LQ disetiap titik waktu yang konsisten, bukan hanya ditentukan oleh standar indeks pada reratanya. Sedangkan bila LQ < 1, maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan LQ adalah : a. Mendata semua sektor yang ada. b. Mencari jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh sektor di Kabupaten Pelalawan dan Provinsi Riau. c. Mencari jumlah pendapatan di Kabupaten Pelalawan dan Provinsi Riau. d. Melakukan perhitungan dengan rumus yang ada.
3.4.3
Analisis Multi Criteria Decision Making (MCDM) untuk Penentuan Alternatif Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pesisir Pendekatan MCDM mulai dikembangkan untuk mengakomodir berbagai
kriteria yang dihadapi dan relevan dalam pengambilan keputusan, tanpa harus mengkonversikan kepengukuran moneter dan proses normalisasi. MCDM digunakan untuk menentukan prioritas dalam mengembangkan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, sosial dan
183
ekologi yang menjadi karakteristik kawasan pesisir di Kabupaten Pelalawan pada wilayah Kecamatan Teluk Meranti dan Kuala Kampar. Analisis MCDM ini digunakan pada penelitian ini berdasarkan pernyataan Jankowski (1990) dalam Subandar (2002) bahwa kebanyakan permasalahan pengambilan
keputusan,
pemberian
nilai
pada
masing-masing
kriteria
mengekspresikan perkiraan dan dampak yang diadopsi dari alternatif yang sudah ada. Akibatnya, keputusan yang diambil cenderung tidak tepat, tidak pasti, tidak konsisten dan tidak akurat. Dalam MCDM ini ditentukan beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria Ekonomi : terdiri dari sub kriteria pendapatan, sumber modal dan akses pasar. 2. Kriteria Sosial Budaya : terdiri dari sub kriteria persepsi masyarakat terhadap perikanan tangkap, konflik antar nelayan, penyerapan tenaga kerja dan partisifasi masyarakat nelayan. 3. Kriteria Ekologi : terdiri dari sub kriteria ketersediaan stok dan pencemaran. 4. Kriteria Kelembagaan : terdiri dari sub kriteria lembaga lokal ; peran kelembagaan dan efektivitas kelembagaan. Analisis
Multi Criteria Decision Making (MCDM) dilakukan dengan
menggunakan Software PRIME (Preference Ratios In Multiattribute Evaluation). Perangkat lunak ini Ahti A. Salo and Raimo P. Hämäläinen dari Helsinki University of Technology (Gustaffson, et all, 1999). Adapun prosedur kerja software ini dapat dilihat pada Gambar 2.
184
Ekuifalen PRIME Decision
Prosedur
START
Menentukan tujuan
Mengidentifikasi atribut
Mengidentifikasi alternatif
Pembobotan
Menentukan alternatif terbaik
-
Value Tree Window
Alternative Window
Preference Information Window
Value Intervals, Weights, Dominance, and Decision Rules i d
END
Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Kerja Software PRIME
Prosedur kerja PRIME dimulai dengan menentukan tujuan yang ingin dicapai, yaitu membuat rancangan program strategi pengembangan wilayah pesisir. Setelah itu dilakukan identifikasi atribut yang berpengaruh terhadap pencapaian tujuan. Dalam penelitian ini atribut-atribut tersebut meliputi aspek ekonomi, sosial, ekologi, dan kelembagaan. Dari atribut-atribut tersebut ditentukan alternatif pemanfaatan yang kemudian dilakukan pembobotan (weighted) secara komprehensif, sehingga dapat ditentukan alternatif yang terbaik.
185
3.4.4 Tahap Kegiatan dalam Penelitian Rincian tahap kegiatan dalam penelitian ini adalah : 1. Mengkaji Kebijakan Pembangunan Kabupaten Pelalawan. Pemerintah Kabupaten Pelalawan telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2006 – 2010 yang telah ditetapkan melalui Keputusan Bupati Pelalawan Nomor 50 Tahun 2006 dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 19 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai pendelegasian sistem perencanaan pembangunan pada era otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka pembangunan tidak lagi dikendalikan secara ketat dari pusat namun sudah diserahkan kepada daerah (kabupaten/kota) dalam otonomi daerah yang seluas-luasnya. Permasalahan sebagaimana dituangkan dalam RPJM Kabupaten Pelalawan belum optimal dalam memanfaatkan sumberdaya, khususnya yang berasal dari sumberdaya kelautan. Berdasatkan kebijakan tersebut akan diteliti potensi sumberdaya perikanan di wilayah pesisir Kabupaten pelalawan.
2. Mengkaji Isu Pokok Pembangunan Wilayah Pesisir. Merupakan pokok-pokok permasalahan yang harus dicermati. Isu pokok dirumuskan atas dasar pemahaman yang kritis dan auditis terhadap struktur permasalahan latar belakang. Pemahaman kritis ini menyangkut pemahaman terhadap
masalah-masalah
pengembangan
wilayah
pesisir
yang
ada,
kecenderungan perkembangan yang terjadi baik secara internal maupun eksternal serta sikap antisipatif terhadap peluang dan tantangan pengembangan wilayah yang perlu dilakukan. Dari pemahaman isu pokok ini diharapkan dapat tercermin faktor kritis yang harus dicermati dalam upaya pengembangan wilayah. Terhadap kondisi tersebut dilakukan analisis deskriptif terhadap potensi usaha pengelolaan perikanan sebagai potensi strategis yang belum optimal dimanfaatkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah pesisir. Berdasarkan analisa usaha terhadap pengelolaan perikanan di wilayah pesisir akan mendapatkan gambaran kuantitatif terhadap pilihan aktifitas yang
186
akan dikembangkan lebih lanjut pada usaha perikanan tangkap, budidaya dan pascapanen.
3. Mengkaji Potensi Basis Ekonomi pada Wilayah Pesisir. Namun dalam melihat pertumbuhan wilayah pesisir ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut merupakan barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja, yang meningkatkan ekonomi regional dengan meningkatnya permintaan dari luar wilayah, maka sektor basis akan berkembang. Selanjutnya dapat dianalisis dengan metode pengukuran tidak langsung dengan Locational
Question (LQ). LQ merupakan metode analisis pendugaan tingkat aktifitas yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Blakely dalam Panuju, D. et al., (2005) menyatakan bahwa LQ merupakan suatu teknis analisis yang digunakan untuk melengkapi analisis lain yaitu shift share analysis sebagai analisis pilihan dalam melihat karakteristik wilayah yang diidentifikasikan berdasarkan aspek-aspek utama wilayah seperti fisik dasar, ekonomi, sosial budaya, sarana dan prasarana serta kelembagaan. Gambaran rona wilayah ini disajikan secara deskriptif, tabulasi dan grafis berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey dan pengamatan lapangan. Untuk mendapatkan gambaran lengkap dan menyeluruh mengenai karakteristik wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan yang akan di kembangkan, dalam rona wilayah ini ditampilkan data dan informasi yang berkaitan dengan parameter-parameter eksternal yang diduga akan berpengaruh terhadap perkembangan wilayah. Namun masing-masing rona wilayah dalam bentuk makro dan mikro untuk mengidentifikasi sumber atau kemampuan pertumbuhan
wilayah,
sekaligus
untuk
menduga
kebijakan
wilayah
ketenagakerjaan (Tervo dan Akko, 1982 dalam Budharsono, 2001). Namun demikian dalam penelitian ini analisis LQ akan melengkapi analisis MCDM, karena LQ secara operasional sebagai rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati. Asumsi yang digunakan pada penelitian dengan menggunakan analisis LQ karena: (1) kondisi wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan
187
geografisnya relatif seragam, (2) pola aktifitasnya juga bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama.
4. Merekomendasikan
Rancangan
Program
Strategi
Pengembangan
Wilayah Pesisir. Pendekatan MCDM telah banyak digunakan, dikembangkan dan dapat diakomodasi bagi berbagai kriteria yang dihadapi, namun relevan dalam pengambilan keputusan tanpa perlu konversi ke unit-unit pengukuran dan proses normalisasi. Secara umum struktur MCDM sama dengan AHP dimana bobot suatu altematif yang harus diambil, disusun berdasarkan matrik. Jankowski (1995) dalam Subandar (2002), mengelompokan MCDM ke dalam dua kategori, yaitu: multiple atribut decision making (MADM), dan
multiple objective dicision making (MODM). lstilah MADM dipakai apabila pilihan altematif berukuran kecil (5-20 altenatif), sedangkan MODM dipakai apabila berhadapan dengan pilihan altematif yang lebih besar dari MADM. MADM sering dipertukarkan dengan MCDM, sementara itu, pada literatur lain secara terminologi sering juga digunakan istilah multiple criteria analysis (MCA), atau multi criteria evaluation (MCE). Bidang analisis multi criteria memerlukan sejumlah pendekatan untuk menghitung kriteria yang banyak guna membentuk struktur pendukung proses pengambilan keputusan. Penggunaan teknik MCDM pada beberapa bidang ditentukan oleh beberapa faktor, yakni; (i) teknik MCDM mempunyai kemampuan dalam menangani jenis data yang bervariasi (kuantitatif, kualitatif dan campuran) dan pengukuran yang intangible; (ii) teknik MCDM dapat mengakomodasi perbedaan yang diinginkan dalam penentuan kriteria; (iii) skema bobot yang bervariasi untuk suatu prioritas atau pandangan dari stakeholder yang berbeda, dapat diterapkan dalam MCDM; (iv) tidak membutuhkan penentuan nilai ambang seperti pada operasi overlay sehingga kehilangan informasi yang dihasilkan, tidak terjadi akibat penurunan skala dari variabel yang countinue pada skala nominal; dan (v) prosedur analisis atau agregasi dalam teknik MCDM relatif sederhana (Jankowski, 1994); (Carter, 1991; Jasen and Rieveld, 1990 dalam Subandar, 2002). Secara umum, struktur MCDM sama dengan analisis hirarki
188
proses (AHP) dimana bobot suatu alternatif dengan kriteria yang harus diambil disusun berdasarkan matrik. Teknik yang bertujuan mengakomodasi proses seleksi yang melibatkan kriteria (multi objective) dalam mengkalkulasi pemrasaran diantara kriteria konflik yang terjadi. Bidang analisis ini memerlukan sejumlah pendekatan dengan menghitung banyak kriteria untuk membentuk struktur yang mendukung proses pengambilan keputusan. Beberapa software yang dirancang untuk mendukung analisis ini diantaranya adalah PRIME (Preference
Ratios in Multiattribute Evaluation). Salo dan Hamalainen (2001), menyatakan bahwa PRIME merupakan alat atau metode yang digunakan untuk melakukan analisa atribut. Di dalam PRIME proses pemunculan pilihan dan sintesa berdasarkan pada: (i) konversi dari perbandingan kemungkinan perbandingan pertimbangan yang kurang tepat atau kurang jelas ke dalam suatu model pilihan yang spesifik, (ii) penggunaan struktur dominasi dan kaidah pengambilan keputusan dalam merekomendasikan suatu kebijakan, (iii) proses permunculan dilakukan dalam sebuah rangkaian kerja. Proses akan berlanjut pada tahap alternatif pilihan teridentifikasi dan akan berhenti jika pengambilan kebijakan direkomendasi dengan nilai alternatif tertinggi. Metode PRIME berdasarkam pada perbandingan rasio tingkat kepentingan dari atribut. Permunculan berdasarkan pada perbandingan dari perbedaan pendapat/pilihan tentang pasangan konsekuensi. Perbandingan seperti ini mungkin ditetapkan baik sebagai titik taksiran atau sebagai interval yang mengharuskan batasan linier dari skor atribut tunggal pada suatu alternatif. Beberapa teknik yang telah dibangun untuk mengurangi masalah proses pemunculan model pilihan seperti HOPIE (Weber dalam Salo dan Hamalainen, 2001) yang menerima perbandingan holistik dan pemisahan stateman pilihan serta menggunakan program linear untuk mensintesanya ke dalam hasil dominasi, MCRID (Moskowitz, Preckel and Yang dalam Salo dan Hamalainen, 2001) menggunakan nilai interval dengan alternatif-alternatif dari atribut, PAIRS (Salo and Hamalainen, 1992 dalam Salo and Hamalainen, 2001) memproses statement tidak jelas dari tingkat kepentingan relatif kedalam hubungan dominasi serta
189
memelihara konsistensi model pilihan. Terdapat 3 (tiga) perbedaan antara PRIME dengan AHP, SMART, MCRID dan PAIRS, yaitu: 1. Perbandingan rasio secara jelas dihubungkan kepada alternatif interval nilai suatu atribut, dengan begitu masalah yang timbul akibat dugaan yang samar dapat dihindari. 2. PRIME mampu menangani pertimbangan pilihan secara holistik yang mana konsekuensi-konsekuensi
dibandingkan
antar
atribut
pada semua
tingkatan pohon nilai (value tree). 3. Rekomendasi keputusan/kebijakan dalam PRIME dilengkapi dengan informasi mengenai jumlah non-optimasi (possible loss of value). Menurut Jankowski (1995) dalam Subandar (2002), secara umum pelaksanaan teknik MCDM dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) penentuan/penetapan alternatif, (2) penentuan nilai/skor masing-masing kriteria, dan (3) prioritas pembuatan keputusan (decision making preferences). Alternatif yang ditetapkan merupakan pilihan-pilihan yang relevan., seterusnya dari alternatif yang telah ditetapkan, disusun kriteria-kriteria yang mempengaruhi alternatif pilihan. Masing-masing kriteria yang telah disusun diberi nilai. Nilai dapat berupa kuantitatif, kualitatif maupun campuran. Proses normalisasi nilai dari masingmasing kriteria dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur standar linier dan non-linier. Sedangkan prioritas pembuatan keputusan dapat diformulasikan dari kriteria yang diambil, dengan membentuk nilai sendiri (maksimum atau minimum) atau sesuai dengan tingkat keinginan. Proses pemberian nilai menggunakan fungsi agregasi tunggal atau ganda yang menghasilkan satu atau beberapa buah solusi.
3.5. Metode Perancangan Program Program mengembangkan wilayah pesisir sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dapat terwujud melalui pengelolaan secara terpadu dalam proses yang menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen, kepentingan sektor dan kepentingan publik dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pembangunan ekosistem dan
190
sumberdaya pesisir. Program pengelolaan pesisir dapat diuraikan sebagai siklus pengembangan kebijakan dan proyek yang memiliki langkah-langkah berikut : a. Identifikasi dan analisa permasalahan dengan wilayah pesisir pada skala lokal, regional dan nasional (langkah 1). b. Penyiapan rencana dan program (langkah 2). c. Pengadopsian program secara resmi dan pembiayaan (langkah 3). d. Pelaksanaan (langkah 4). e. Evaluasi (langkah 5). Metode perancangan program dengan lima langkah tersebut di atas dilakukan dengan model evaluasi yang didahului dengan perubahan pradigma sesuai kondisi budaya setempat (Budiharsono, 2001). Tabel 3. Perubahan Paradigma yang di Analisis Paradigma Lama
Paradigma Baru
1. Eksklusi Sosial
1. Inklusi sosial
2. Orientasi pembangunan
2. Orientasi pembangunan
pertumbuhan ekonomi 3. Fungsi pemerintahan provider
pemerataan dan kesejahteraan 3. Fungsi pemerintahan : Enabler / Fasilitas
4. Tata pemerintahan sentralisasi / dekonsentrasi 5. Pelayanan birokrasi normatif 6. Pengambilan keputusan : Top
Down
4. Tata pemerintah : Desentralisasi 5. Pelayanan birokrasi responsif fleksibel 6. Pengambilan keputusan Bottom
Up dan Top Down
191
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PESISIR DI KABUPATEN PELALAWAN 4.1. Keadaan Geografis dan Demografi Kabupaten Pelalawan merupakan kabupaten yang terletak di bagian Timur Riau Daratan. Daerah ini tersebar di sepanjang hilir Sungai Kampar. Kabupaten Pelalawan adalah salah satu kabupaten yang besar dan memiliki posisi strategis karena sebagian besar daerahnya dilalui oleh jalan darat utama dari Sumatera ke Pulau Jawa. Sedangkan daerah perairannya juga sangat strategis karena daerah yang berdekatan dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka dan dekat dengan pusat perdagangan internasional Batam, Malaysia dan Singapura. Secara geografis Kabupaten Pelalawan terletak antara 1°25’ LU dan 0°20’ LS serta antara 100°42’ - 103°28’ BT. Wilayah Kabupaten Pelalawan ini secara admisnitratif berbatasan dengan: 1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Siak dan Bengkalis. 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, dan Kuantan Singingi. 3. Sebelah Barat dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar. 4. Sebelah Timur dengan Kabupaten Karimun dan Kabupaten Bintan.. Kabupaten Pelalawan berada di daerah seluas 12.490,42 km2 dan terdiri dari 12 (dua belas) kecamatan. Ibukota Kabupaten Pelalawan adalah Kota Pangkalan Kerinci, selain itu juga terdapat beberapa kota penting lainnya, seperti Pangkalan Kuras, Ukui, Sorek, Langgam dan Teluk Meranti. Jumlah penduduk Kabupaten Pelalawan pada tahun 2005 mencapai 247.849 jiwa, dan di Pangkalan Kerinci berjumlah 56.623 jiwa. (BPS Kab. Pelalawan, 2005) Sebagian besar wilayah Kabupaten Pelalawan adalah daratan dan hanya sebagian kecil yang berupa perairan. Kabupaten Pelalawan memiliki beberapa pulau yang relatif besar, diantaranya Pulau Mendol, Pulau Serapung, Pulau Lebuh, Pulau Muda dan beberapa pulau kecil seperti Pulau Ketam, Pulau Tugau dan Pulau Labu. Sebagian besar daratan wilayah Kabupaten Pelalawan merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota berkisar antara
192
3-6 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan lahan rata-rata 0-15 % dan 15- 40 %. Daerah/kota yang tinggi adalah Sorek I dengan ketinggian rata-rata 6 meter dan yang terendah adalah Teluk Dalam (Kecamatan Kuala Kampar) dengan ketinggian rata-rata 3.5 meter.
U
Gambar 3. Peta Kabupaten Pelalawan Di wilayah Kabupaten Pelalawan terdapat Sungai Kampar yang panjangnya rata-rata 413.5 Km, dengan kedalaman rata-rata 7,7 meter dan lebar rata-rata 143 meter. Sungai ini dan anak sungainya berfungsi sebagai prasarana perhubungan, sumber air bersih, budidaya perikanan dan irigrasi. Wilayah dataran rendah Kabupaten Pelalawan pada umumnya merupakan dataran rawa gambut, dataran aluvium, dan sungai dengan daerah dataran banjirnya. Dataran ini dibentuk oleh endapan aluvium muda dan aluvium tua yang terdiri dari endapan pasir, danau, lempung, sisa tumbuhan dan gambut. Sedangkan wilayah lainnya kontur tanahnya bergelombang dan termasuk jenis orgonosal (hostosal) dan humus yang mengandung bahan organik. Secara topografi, Kabupaten Pelalawan memiliki lokasi yang berbukit dan bergelombang. Sungai terbesar, yaitu Sungai Kampar langsung bermuara ke Selat Malaka. Sungai Kampar juga berfungsi sebagai media transportasi, air minum, dan irigasi. Kabupaten ini beriklim tropis dan memiliki temperatur antara 220 – 320 C. Jalan nasional
yang
menghubungkan
Kota
Pekanbaru
–
Kota
Jambi
dan
193
Kota Pekanbaru – Kuala Enok, melalui Pangkalan Kerinci. Sementara jalan yang menghubungkan kecamatan masih berupa jalan tanah yang keras. Tabel 4. Luas Area dan Topografi Kabupaten Pelalawan
No
Kecamatan
0 - 2% (Datar)
Luas Area (Ha) 2 - 15% 15 – 40% (Datar, (BerbukitBerombak, Bergunung) Bergelombang)
Langgam, Pangkalan Kerinci, 53.501 53.700 Pelalawan Pangkalan Kuras, 2 Pangkalan Lesung, 181.416 66.500 Ukui 3 Bunut, Kerumutan 166.209 520 Kuala Kampar, 4 514.166 22.300 Teluk Meranti TOTAL 915.292 194.500 % 73,3 15,6 Sumber : BKPMD Kabupaten Pelalawan, 2005 1
Jumlah (Ha)
46.100
153.301
560
303.916
8.850
227.059
28.300
564.760
139.250 11,1
1.249.042 100
4.2. Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan parasarana sangatlah diperlukan untuk suatu daerah sebagai penunjang dalam percepatan pembangunan daerah. Adapun ketersediaan sarana dan prasarana Kabupaten Pelalawan adalah sebagai berikut ini : 1. Transportasi Jalan sepanjang 1.700 km dapat menghubungkan satu daerah dengan daerah lainnya. Sementara untuk yang lainnya adalah jalan tanah yang dipadatkan. Kabupaten Pelalawan diseberangi oleh Sungai Kampar. Untuk melalui sungai ini, dapat digunakan media transportasi berupa speedboat atau sampan motor. Untuk transporatsi udara, terdapat bandar udara di Kota Pangkalan Kerinci, yang dibangun oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP), yang bernama Bandara Sultan Syarif Haroen Setia Negara, dengan landasan selebar 23 m, dan panjang 1.300 m di area seluas 89 Ha. Namun begitu, untuk hubungan ke kota–kota yang lebih jauh, penduduk Kabupaten Pelalawan juga menggunakan Bandara Sultan Syarif Kasim II di Kota Pekanbaru yang berjarak 70 km dari
194
Ibukota Kabupaten Pelalawan. Untuk kedepannya, direncanakan dibangun Bandar Udara di Desa Lalang Kabung, yang berjarak 4 km dari Kota Pangkalan Kerinci. 2. Listrik Sumber tenaga listrik yang ada di Kabupaten Pelalawan pada saat ini berasal dari PT. PLN, industri-industri dan masyarakat. Sumber tenaga listrik PT. PLN untuk wilayah Kota Pangkalan Kerinci berasal dari energi listrik yang dibeli dari PT. RAPP. Daya yang dibeli PT. PLN dari PT. RAPP sebesar 2,5 MW. Untuk wilayah lain, PT. PLN memiliki delapan wilayah sub ranting dengan sistem pembangkitan isolated. Daya mampu total yang dapat disalurkan PT. PLN dengan sistem isolated ini rata-rata 2,4 MW. Sumber tenaga listrik yang disalurkan oleh BUMD Tuah Sekata yang pada saat ini beroperasi di Kota Pangkalan Kerinci berasal dari PT. RAPP juga. Dengan daya yang disalurkan ke konsumen sebesar kurang-lebih 1 MW. Sumber-sumber tenaga listrik lain yang disalurkan oleh industri-industri yang berada pada suatu daerah berdasarkan dari data 11,8 MW (Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Kabupaten Pelalawan, 2005). 3. Telekomunikasi Jaringan telepon sudah dapat dilayani di berbagai kecamatan di Kabupaten Pelalawan. Sementara itu faksimili dan telepon selular baru dapat dilayani di Kota Pangkalan Kerinci, Pangkalan Kuras, dan Bunut. Pada tahun 2002, jaringan telepon mencapai 2.451 sambungan yang tersebar di Kota Pangkalan Kerinci, Pangkalan Kuras, dan Ukui. Layanan pos juga sudah mencapai ke seluruh daerah di Kabupaten Pelalawan. 4. Air Bersih Air bersih disalurkan melalui sistem pemipaan dan tanpa pipa. Layanan air bersih ini ditangani oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kampar, yang terdiri dari empat unit produksi dengan kecepatan 5-10 liter/detik, dan terbatas sebagian kecilnya untuk kebutuhan rumah tangga. 5. Fasilitas Pendukung Lainnya Terdapat tiga Bank komersial yang telah beroperasi di Kabupaten Pelalawan, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Kota Pangkalan Kerinci dan Sorek, Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan Bank Negara Indonesia (BNI) di
195
Kota Pangkalan Kerinci. Untuk layanan kesehatan terdapat Rumah Sakit Umum 1 Unit dan Puskesmas sebanyak 207 Unit yang ditunjang 114 tenaga medis.
4.3. Perekonomian Wilayah 4.3.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indikator agregat ekonomi makro yang lazim digunakan untuk mengukur kondisi perekonomian suatu wilayah adalah Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat provinsi/kabupaten. PDRB merupakan hasil penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh unit-unit kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun. Kabupaten Pelalawan sebagai salah satu kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kampar, relatif membutuhkan usaha yang sangat besar dalam meningkatkan
kinerja
pembangunan
ekonominya.
Kabupaten
Pelalawan
merupakan kabupaten dengan aktivitas perekonomian yang terkecil dibandingkan total PDRB provinsi di Indonesia Timur yang hanya mencapai 1,73 % dengan migas dan 1,76 % tanpa migas yang cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2003 seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. PDRB Tahun 2000 -2003 (Juta Rupiah per Harga Konstan Tahun 2000) No Sektor 2000 2001 2002 2003 1 Pertanian, Peternakan , Kehutanan & 83,514.47 91,748.83 97,391.86 107,305.60 Perikanan 2 Pertambangan dan 1,091.53 1,152.68 1,179.74 1,247.10 Penggalia 3 Industri Pengolahan 91,421.56 76,343.50 77,235.96 84,744.21 4 Listrik, Gas & Air 826.71 954.3 1,028.60 1,052.47 Bersih 5 Bangunan 14,468.14 10,177.41 10,178.44 11,081.31 6 Perdagangan, Hotel & 12,952.57 11,893.11 11,817.96 12,142.56 Restoran 7 Angkutan & 10,094.08 10,320.27 10,870.33 11,449.67 Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan 19,248.85 18,730.57 18,965.90 18,716.01 & Jasa Perusahaan 9 Jasa – Jasa 13,334.14 14,079.83 14,838.26 15,313.71 PDRB 246,952.05 235,400.50 243,507.05 263,052.64 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, 2005
196
Tabel 6. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor, Tahun 2000 - 2003 No
Sektor
2000
2001
2002
2003
1
Pertanian, Peternakan , Kehutanan & Perikanan
1,54%
9,86%
6,15% 10,18%
2
Pertambangan dan Penggalian
7,7%
5,60%
2,35%
5,71%
3
Industri Pengolahan
12,82% -16,49%
1,17%
9,72%
4
Listrik, Gas & Air Bersih
7,38%
15,43%
7,79%
2,32%
5
Bangunan
3,84% -29,66%
0,01%
8,87%
6
Perdagangan, Hotel & Restoran
10,10%
-8,18% -0,63%
2,75%
7
Angkutan & Komunikasi
-8,45%
2,24%
5,33%
5,33%
8
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
2,47%
-2,59%
1,26%
-1,32%
9
Jasa – Jasa
1,22%
5,59%
5,39%
3,20%
Rata-Rata Laju Pertumbuhan 5,65% -4,63% Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah, 2005
3,44
5,19%
PDRB yang dihitung berdasarkan harga konstan menggunakan tahun dasar 2000 pada Tabel 5 terlihat trennya mengalami fluktuatif dan terus meningkat. Dari 246.952.050.000,- rupiah di tahun 2000 turun menjadi 235.400.500.000,- rupiah di tahun 2001, kemudian pada tahun 2002 besar PDRB naik menjadi 243.507.050.000,- rupiah dan meningkat menjadi 263.052.640.000,- rupiah ditahun 2003. Namun mulai tahun 2004 terjadi kenaikan PDRB cukup significant yaitu mencapai 2.128.110.000.000,- rupiah pada tahun 2004. Pada tahun 2005, angkanya
berkisar
2.236.800.000.000,-
milyar
rupiah.
Kondisi
ini
menggambarkan adanya kenaikan nilai tambah bruto sebagai akibat peningkatan penciptaan volume produksi barang dan jasa secara riil di Kabupaten Pelalawan dari tahun 2000 hingga 2005, sebagaimana tren rata-rata laju pertumbuhan pada Tabel 6.
4.3.2
Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak dari
kebijaksanaan pembangunan yang telah diambil, khususnya dalam bidang ekonomi. Untuk melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas dasar harga konstan
197
secara berkala. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang perlu dicapai dalam pelaksanaan pembangunan.
Tabel 7. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kab Pelalawan menurut Lapangan Usaha Tahun 2002-2005 (Tanpa Migas) No Sektor 2003 2003 2004 2005 1
Pertanian
4,43
5.83
5.91
5.76
2
Pertambangan
2.58
-3.31
-2.68
1.32
3
Industri
9.57
7.04
8.90
8.82
4
Listrik, Gas, Air
6.06
4.06
5.41
3.99
5
Bangunan
9.83
9.11
7.76
8.41
6
Perdagangan
7.57
9.31
9.27
9.85
7
Angkutan
9.93
12.71
8.38
7.57
8
Keuangan
11.94
11.76
12.95
11.63
9
Jasa-jasa
6.97
9.86
8.41
8.21
6.36
6.75
7.16
7.05
Rata-rata
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Pelalawan, 2006 Dengan menggunakan tahun dasar 2000 yang disajikan pada Tabel 7 terlihat laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pelalawan. Asumsi yang digunakan adalah laju pertumbuhan tanpa migas. Analisis laju pertumbuhan tanpa migas dirasa lebih bersesuaian karena sektor minyak dan gas masih belum diusahakan secara maksimal. Dari Tabel 7 di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pelalawan dalam empat tahun terakhir sangat fluktuatif. Dari tahun 2002, laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,36 %, kemudian meningkat 6,75 % pada tahun 2003. Tren positif laju pertumbuhan ekonomi terus berlangsung hingga tahun 2004 dengan angka pertumbuhan sebesar 7,16 %. Sedangkan ditahun 2005 laju pertumbuhan ekonomi walaupun tetap tumbuh positif namun mengalami sedikit perlambatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 7,05 %. perlambatan laju pertumbuhan ekonomi di tahun 2005 terjadi sebagai akumulasi adanya kebijakan-kebijakan ekonomi nasional yang berimplikasi langsung terhadap perekonomian daerah. Kebijakan menaikan harga BBM sebanyak dua
198
kali di tahun 2005 yaitu di bulan Juli dan Oktober memberikan dampak yang cukup beragam di sektor produksi, distribusi dan daya beli masyarakat menurun. Meningkatnya ongkos produksi sebagai salah satu variabel “cost of production” telah sedikit menyebabkan nilai tambah berbagai sektor dan proses distribusi mengakibatkan daya beli masyarakat melemah, sehingga perekonomian secara umum ikut terkontraksi. Selanjutnya jika di lihat per sektor, pada tahun 2005 sektor yang memiliki angka pertumbuhan tertinggi adalah sektor keuangan yang tumbuh sebesar 11,63 %. Disusul kemudian sektor perdagangan sebesar 9,85 %, industri sebesar 8,82 %, bangunan sebesar 8,41 % dan sektor jasa sebesar 8,21 %. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir sektor keuangan mencatat pertumbuhan di atas 10 %. Dimulai dari tahun 2002, sektor keuangan tumbuh 11,94 %, tahun 2003 tumbuh menjadi 11,76 % dan bahkan di tahun 2004 mencapai pertumbuhan tertinggi yaitu 12,95 %. Tingginya tingkat pertumbuhan sektor keuangan tidak lepas dari meningkatnya perkembangan dunia perbankan serta merebaknya perkembangan ruko (rumah toko) di Kabupaten Pelalawan. Sektor kedua yang mencapai laju petumbuhan tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sebagai daerah jalur transportasi lintas Timur Sumatera, menjadikan Kabupaten Pelalawan sebagai tempat persinggahan yang sangat strategis, sehingga mendorong sektor perdagangan dapat berkembang secara dinamis. Selanjutnya sektor yang mencatat pertumbuhan tertinggi adalah sektor industri dan bangunan. Sektor industri tumbuh sebesar 8,82 %. Sektor industri dalam satu dasawarsa terakhir memang menjadi andalan perekonomian di Kabupaten Pelalawan selain sektor pertanian. Kedua sektor ini akan saling berkaitan disebabkan karena ketergantungan sektor industri terhadap ketersediaan bahan baku dari sub sektor perkebunan dan kehutanan. Di Kabupaten Pelalawan sekarang telah berdiri beberapa industri pengolahan hasil perkebunan dan kehutanan yang memiliki kapasitas besar dan berorientasi ekspor, seperti PT. Riau Andalan Pulp & Paper, PT. Riau Andalas Kertas dan lain sebagainya. Secara umum pertumbuhan masing-masing sektor berada pada tren positif, yang berarti setiap sektor mampu memberikan nilai tambah yang lebih baik
199
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa perekonomian Kabupaten Pelalawan tahun 2005 secara makro tumbuh secara nyata.
4.4. Pariwisata Kabupaten Pelalawan Kabupaten Pelalawan juga terkenal dengan sektor pariwisatanya yang cukup menarik untuk dinikmati, baik itu wisata alamnya maupun wisata sejarah Kabupaten Pelalawan itu sendiri. Adapun lokasi pariwisata dan kelebihannya baik wisata alam dan sejarah di jelaskan sebagai berikut : 4.4.1
Wisata Alam
A. Objek Wisata Bono Objek Wisata Bono terletak di Desa Teluk Meranti, sepanjang sungai Kampar. Bono adalah fenomena alam yang datang sebelum pasang. Air laut mengalir masuk dan bertemu dengan air Sungai Kampar, sehingga terjadi gelombang dengan kecepatan yang cukup tinggi, dan menghasilkan suara seperti suara guntur dan suara angin kencang. Pada musim pasang tinggi, gelombang Sungai Kampar bisa mencapai 4-6 meter, membentang dari tepi ke tepi menutupi keseluruhan badan sungai. Peristiwa ini terjadi setiap hari, siang maupun malam hari. Hal yang menarik turis ke objek wisata ini adalah kegiatan berenang, memancing, naik sampan, dan kegiatan lainnya.
Gambar 4. Objek Wisata Bono B. Hutan Lindung Kerumutan Hutan Lindung Kerumutan juga dikenal sebagai reservasi hutan liar yang terletak di Desa Kerumutan, Kecamatan Kerumutan. Luas hutan mencapai 93.222,20 Ha hutan liar yang dihuni oleh beberapa hewan dan pohon yang dilindungi seperti: timber (Shorea asp), punak (Tetrameriotaglabra miq),
200
Nipa Palm (Nypa fruticons), Harimau Sumatera (Ponthera tigris
sumatransis),
Macan
Tutul
(Neovelis
nebulosa),
Ikan
Arwana
(Scheropoges formasus), Itik Liar (Cairina scutalata), dan lain-lain.
Gambar 5. Hutan Lindung Kerumutan
C. Objek Wisata Agroniaga Objek Wisata Agroniaga Kuala Kampar dan Teluk Meranti, dapat dicapai dengan transportasi darat, melalui desa dan jalan-jalan setapak. Wilayah ini adalah tempat untuk budidaya ikan dan udang. Disamping wisata agro, dapat juga menjadi tempat belanja sambil menikmati ikan dan Udang. D. Tidal Forest of Mokoh River
Tidal Forest of Mokoh River terletak sejauh 15 km dari Kota Pangkalan Kerinci dan dapat dicapai dengan transportasi darat. Di desa ini, kita dapat menikmati udara yang sejuk dan segar jauh dari polusi. Disamping itu, kita juga dapat memancing dan bersampan. Pada tempat ini, para turis dapat menikmati pemandangan dari hutan tadah hujan sepanjang sungai Mokoh. E. Objek wisata Air Panas Objek wisata Air Panas di Kecamatan Pangkalan Lesung terletak 9 km dari Monumen Equator atau ke arah Barat Desa Pangkalan Lesung, dapat dicapai dengan transportasi darat lewat jalan tanah sejauh 5 km dan selebihnya menggunakan jalan setapak melalui jalan lumpur. F. Kolam Tajwid Kolam Tajwid terletak tidak jauh dari desa Langgam atau 10 menit dari Sungai Kampar ke arah hulu. Desa Langgam terletak sekitar 25 km dari Pangkalan Kerinci, terbentang sungai yang menyenangkan dan sejuk untuk rekreasi memancing. Terdapat hutan dengan pohon-pohon yang
201
besar yang berumur ratusan tahun yang membuat suasana menjadi lebih sejuk sambil menikmati ikan bakar sebagai hasil dari memancing di sungai. Dinamai Kolam Tajwid, konon kabarnya karena bentuk dari kolam ini seperti tanda tajwid menurut aksara arab. Sedangkan kepemilikan kolam ini dipegang oleh masyarakat adat. Dimana setiap kegiatan penangkapan ikan di kolam ini haruslah seijin dari pucuk adat, selanjutnya hasil tangkapan tersebut akan dilelang kepada masyarakat oleh pucuk adat selaku pimpinan masyarakat adat setempat. Kemudian pemenang lelang akan memperoleh hak menguasai hasil kolam ini untuk satu tahun kedepan. Bagi masyarakat luar tidak perlu khawatir, karena juga diperbolehkan memancing dan menikmati hasil kolam ini dengan meminta ijin terlebih dahulu kepada pucuk adat atau pemenang lelang. G. Pusat Budaya Petalangan Desa Betung terletak 56 km dari Kecamatan Pangkalan Kerinci, dapat dicapai dengan transportasi darat melewati jalan tanah dan bebatuan. Desa ini adalah Pusat Budaya Petalangan. Di desa ini terletak bangunan Pusat Budaya Petalangan di tepi sungai yang digunakan untuk berkumpul. Disamping itu, terdapat hutan liar seluas 40 Ha yang dihuni oleh berbagai jenis pohon berumur ratusan tahun.
4.4.2
Wisata Sejarah Kabupaten Pelalawan selain memiliki wisata alam juga memiliki beberapa
peninggalan Kerajaan Pelalawan dan tempat pemakaman rajanya sebagai wisata sejarah, yaitu : A. Pemakaman Sultan Mahmud Syah I Makam Sultan Mahmud Syah I terletak di Desa Pekantua. Sultan Mahmud Syah I adalah Raja Malaka terakhir karena pertempuran dengan Potugis tahun 1509 hingga tahun 1526 beliau beserta sisa-sisa pasukan gabungan mengundurkan diri ke Pekantua Sungai Kampar. Setelah berperang Sultan Mahmud Syah dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar hingga mangkat tahun 1528 digelar dengan Marhum Kampar, dimakamkan di Pekantua Kampar. Makamnya terletak di Desa Tolam, Kecamatan Bunut
202
dan dapat dicapai dengan kendaraan kapal motor atau speedboat. Mengunjungi makam sultan ini sekaligus dapat melihat beberapa peninggalan sejarah lainnya seperti meriam kuno, makam
raja-raja
Pelalawan, bekas peninggalan sejarah di Nasi-nasi Tolam dan sebagainya. B. Istana Kesultanan Pelalawan 1). Manumbai Adalah upacara kebudayaan untuk mengumpulkan madu dari pohon. Bagi masyarakat Petalangan, upacara ini adalah sangat sakral yang dipimpin oleh juragan tuo dan juragan mudo serta tukang sambut. Upacara ini berlangsung semalaman hingga terbit fajar. 2). Lukah Gilo Yaitu merupakan sebuah permainan untuk mendapatkan semacam kekuatan gaib dari laut dengan memainkan instrumen yang disebut Lukah. Lukah ini didandani dan diselenggarakan oleh beberapa orang. Pawang yang telah meimiliki kekuatan gaib dapat membuat lukah berpindah, menari, dan melompat seperti penari. 3). Badewo Adalah semacam upacara untuk mengobati orang sakit melalui kekuatan gaib yang diperoleh seseorang yang disebut ‘Shaman’.
203
Tabel 8. Jumlah Balai Adat Dan Benda-Benda Kuno Menurut Kecamatan Di Kabupaten Pelalawan (DataTahun 2003) Balai Kecamatan Benda-Benda Kuno Tempat Bersejarah Adat Langgam Kolam Tujuh, Peninggalan Kerajaan Tambak Segati Pangkalan Kerinci Pangkalan Peninggalan Satu 1 Buah Kuras Petalangan Beliung, arca, Peralatan Pengobatan, Peralatan Pertanian dll. Ukui Pangkalan Lesung Bunut Pelalawan Meriam, Meriam, Istana Pelalawan, 1 Buah Peralatan/Kelengkapan Makam Sultan Mahmudsyah, Makam Kerajaan Pelalawan Raja Pelalawan Kuala Kampar Kerumutan Teluk Meranti Sumber : Pelalawan Dalam Angka, 2005
-
4.5. Program Pembangunan Daerah Pembangunan ekonomi di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan perikanan, karena kegiatan dominan di desadesa wilayah pesisir adalah kegiatan perikanan. Pembangunan perikanan merupakan salah satu bagian dari pembangunan Kabupaten Pelalawan yang dijabarkan
dalam
Program
Pembangunan
Daerah
(Propeda),
Program
Pembangunan Tahunan (Propeta) Kabupaten Pelalawan, Rencana Strategis Kabupaten Pelalawan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Pelalawan tahun 2006 – 2010. Berdasarkan RPJM Kabupaten Pelalawan tahun 2006 - 2010 dijelaskan visi, misi dan strategis pembangunan sebagai berikut :
204
4.5.1
Visi Kabupaten Pelalawan :
"Terwujudnya Kabupaten Pelalawan yang Maju dan Sejahtera, melalui Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan yang Didukung oleh Pertanian yang Unggul dan Industri yang Tangguh dalam Masyarakat yang Beradat, Beriman, Bertaqwa dan Berbudaya Melayu Tahun 2030" Guna mewujudkan Visi Kabupaten Pelalawan tahun 2030, maka ditetapkan Misi Pembangunan Kabupaten Pelalawan sebagai berikut :
4.5.2
Misi Kabupaten Pelalawan :
1. Meningkatkan kualitas kehidupan dengan terpenuhinya kebutuhan dasar; sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan yang bermartabat dan berbudaya. 2. Menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pembangunan usaha ekonomi kerakyatan. 3. Meningkatkan hasil dan mutu pertanian melalui pemanfaatan teknologi berbasis agroindustri dan agrobisnis serta pengelolaan hutan yang lestari. 4. Menciptakan dan membina industri yang mampu menghasilkan produk yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan. 5. Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari melalui pendidikan agama dan memfungsikan lembaga-lembaga keagamaan sebagai wadah pembinaan umat.
4.5.3 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Pelalawan Dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan, pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Pelalawan akan menerapkan strategi dan kebijakan sebagai berikut : A. Melakukan konsolidasi organisasi secara internal dalam rangka : 1). Meningkatkan kesadaran dan komitmen jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Pelalawan terhadap tugas dan fungsi pelayanan umum. 2). Meningkatkan kadar efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi, terutama dalam penggunaan sumberdaya keuangan dan peralatan yang tersedia.
205
B. Meningkatkan penerimaan daerah dalam rangka meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan umum pemerintahan. Kegiatan ini dilakukan melalui 2 (dua) kegiatan utama yakni : 1). Intensifikasi penerimaan pajak dan retribusi, terutama dari bidang kewenangan pemajakan dan retribusi, sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. 2). Ekstensifikasi penerimaan retribusi terutama dari bidang-bidang kegiatan potensial yang memungkinkan tanpa harus menciptakan ekonomi biaya tinggi bagi sektor swasta dan masyarakat. C. Meningkatkan kadar kerjasama kemitraan Pemerintah Kabupaten Pelalawan dengan lembaga legislatif dalam rangka membangun sebuah format penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten Pelalawan yang harmonis dan berorientasi pada pelayanan publik. D. Meningkatkan kerjasama kemitraan dengan sektor swasta dan masyarakat dalam rangka menumbuhkan semangat kewirausahaan yang tangguh dikalangan para pengusaha dan masyarakat, terutama para pengusaha yang bergerak pada sektor-sektor ekonomi yang berorientasi pada : 1). Pengolahan dan pemanfaatan produksi pertanian dan produksi lokal setempat. 2). Pasar luar negeri. 3). Penciptaan dan penyerapan tenaga kerja lokal. E. Meningkatkan hubungan kerjasama dengan semua pihak terkait, terutama tokoh-tokoh politik, LSM, universitas dan organisasi profesi dan kepemudaan dalam rangka membangun iklim dan situasi sosial politik demokratis yang dinamis dan sejuk.
4.5.4
Prioritas Pembangunan Kabupaten Pelalawan Dalam pelaksanaan strategi, arah kebijakan, program dan kegiatan
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Pelalawan akan memberikan prioritas utama pada bidang kegiatan yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap pencapaian visi dan misi. Prioritas yang dimaksud adalah :
206
A. Pembenahan internal organisasi dalam rangka peningkatan kesadaran jajaran aparatur terhadap tugas dan fungsi pelayanan umum sehingga dapat meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan kepada masyarakat secara efisien dan efektif. B. Peningkatan pendapatan daerah dengan cara menerbitkan langkah-langkah kebijakan yang bersahabat dengan pasar, sehingga tidak menimbulkan ekses ekonomi biaya tinggi. C. Peningkatan hubungan kerjasama kemitraan dengan semua stakeholders pembangunan setempat dalam rangka membangun iklim dan budaya politik demokratis. D. Peningkatan hubungan koordinasi vertikal baik dengan provinsi maupun pusat dalam rangka sinergi kebijakan dan sinkronisasi program. E. Pembangunan basis utama ekonomi kerakyatan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peran serta masyarakat dalam rangka menciptakan kesempatan kerja dan pengurangan angka pengangguran. Penanggulangan masalah kemiskinan dengan cara menerbitkan kebijakan dan melaksanakan program-program pelayanan umum serta mendorong pola-pola keterkaitan dan kemitraan usaha. Pembangunan prasarana dan sarana fisik yang berkaitan kegiatan ekonomi produktif masyarakat, seperti jalan dan jembatan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan, pendidikan dasar dan menengah serta prasarana dan sarana sosial lainnya. Guna percepatan pelaksanaan pembangunan, maka kebijakan Pemerintah Kabupaten Pelalawan dengan mempertajam dan memprioritaskan pembangunan pada 5 (lima) arah kebijakan pembangunan, yaitu : 1. Ekonomi Rakyat
: Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan akses dan kesempatan mengelola sumberdaya ekonomi.
2. Pendidikan
: Peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan kualitas belajar dan mengajar, serta perluasan kesempatan mendapatkan pendidikan.
207
3. Kesehatan
: Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat melalui peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, serta peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan.
4. Perhubungan
: Peningkatan infrastruktur perhubungan dengan arah pembukaan isolasi daerah, dan peningkatan akses jalan pada sentra ekonomi rakyat.
5. Aparatur
: Peningkatan pelayanan pemerintah melalui peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan, dan perbaikan metode pelayanan yang semakin efektif dan efisien.
4.5.4.1 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Rakyat Peningkatan perekonomian masyarakat merupakan isu utama yang harus dilakukan, karena harus diakui bahwa kebijakan pemanfaatan sumberdaya ekonomi yang ada selama ini belum memihak kepada masyarakat banyak. Oleh sebab itu perlu dibuka peluang yang sebesar-besarnya dan dalam mekanisme yang terkendali bagi masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ekonomi tersebut. Kebijakan
pemberdayaan
ekonomi
rakyat
ini
dilakukan
dengan
mendorong perkembangan usaha ekonomi menengah dan usaha ekonomi besar menjadi lokomotif yang akan menarik dan memacu peningkatan ekonomi rakyat. Oleh sebab itu pola kemitraan usaha menjadi tumpuan dan pijakan bagi pengembangan usaha ekonomi di Kabupaten Pelalawan, baik di sektor pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, industri, serta bidang jasa lainnya. Program/kegiatan yang dibiayai APBD Kabupaten meliputi : a. Pendampingan/pembinaan usaha. b. Penguatan modal. c. Pengadaan sarana dan prasarana pengembangan usaha, d. Pengendalian dan pengaturan perijinan.
4.5.4.2 Kebijakan Peningkatan Pendidikan Arah kebijakan pengembangan pendidikan dimaksudkan sebagai upaya peningkatan sumberdaya manusia, baik melalui pendidikan formal maupun
208
informal. Sasaran dari kebijakan pembangunan bidang pendidikan meliputi ; peningkatan angka partisipasi sekolah, pengurangan angka putus sekolah, peningkatan angka dan predikat kelulusan, peningkatan jumlah peserta didik yang masuk lapangan kerja, peningkatan keterampilan dan pengetahuan aparatur, peningkatan keterampilan dan pengetahuan pelaku usaha ekonomi, dan lain-lain. Termasuk dalam pengembangan sumberdaya manusia ini adalah pembinaan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Program/kegiatan yang dilakukan antara lain : 1. Peningkatan sarana dan prasarana pendidikan. 2. Peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga pendidik. 3. Peningkatan kualitas dan kuantitas kegiatan belajar dan mengajar. 4. Pembinaan lembaga penyelenggara pendidikan. 5. Pengembangan keterampilan tenaga kerja dan kepemudaan. 6. Bantuan pendidikan kemahasiswaan dan aparatur. 7. Penyelenggaraan pendidikan aparatur. 8. Pembinaan dan pengembangan iman dan taqwa. 9. Pembinaan dan pengembangan budaya.
4.5.4.3 Kebijakan Peningkatan Kesehatan Kebijakan Pembangunan Bidang Kesehatan meliputi upaya perbaikan mutu kesehatan masyarakat melalui program/kegiatan sebagai berikut : 1. Pengadaan sarana dan prasarana kesehatan. 2. Peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan. 3. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. 4. Peningkatan dan perbaikan mutu gizi masyarakat dan memantapkan ketahanan pangan. 5. Penyelenggaraan Keluarga Berencana (KB). 6. Perbaikan lingkungan permukiman/perumahan masyarakat. 7. Pelestarian dan perbaikan mutu lingkungan alami.
209
4.5.4.4 Kebijakan Peningkatan Perhubungan Kebijakan pembangunan bidang perhubungan dimaksudkan sebagai upaya memperlancar arus barang dan orang di wilayah Kabupaten Pelalawan, yang selanjutnya akan menunjang pengembangan ekonomi rakyat. Program/Kegiatan yang dilakukan meliputi : 1. Peningkatan sarana dan prasarana perhubungan. 2. Peningkatan ketertiban dan pencegahan kecelakaan lalu lintas.
4.5.4.5 Kebijakan Peningkatan Aparatur Kebijakan
pembangunan
aparatur
dimaksudkan
sebagai
upaya
peningkatan pelayanan aparatur sebagai penyelenggara urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan mengutamakan mutu pelayanan melalui program/kegiatan : 1. Peningkatan sarana dan prasarana pemerintahan. 2. Peningkatan motivasi dan disiplin kerja. 3. Peningkatan kualitas dan kuantitas aparatur. 4. Peningkatan sistem dan metode kerja.
4.5.5
Target dan Sasaran yang Ingin Dicapai Target dan sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan Kabupaten
Pelalawan adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi secara lebih adil dan berwawasan lingkungan, yang dengan demikian akan meningkatkan produk dan nilai tambah ekonomi. 2. Meningkatnya pendapatan masyarakat dan pendapatan regional Kabupaten Pelalawan, menurunnya angka kemiskinan, serta pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan pertumbuhan penduduk. 3. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Pelalawan yang lebih handal, berdayasaing dan etos kerja yang tinggi. 4. Meningkatnya mutu hidup dan kehidupan masyarakat di Kabupaten Pelalawan melalui peningkatan kesehatan, terjaminnya kebutuhan pokok, tersedianya
210
sarana dan prasarana utama, seperti listrik, air minum, perumahan dan lingkungan pemukiman yang layak. 5. Lancarnya arus orang dan barang di Kabupaten Pelalawan, terbuka isolasi daerah sulit dan meningkatnya akses ke sentra ekonomi. 6. Meningkatnya sarana dan prasarana aparatur, guna peningkatan kinerja pemerintahan, kinerja pembangunan dan kinerja pelayanan kemasyarakatan. Selain
pembangunan
Kabupaten
Pelalawan
berdasarkan
Program
Pembangunan Daerah yang telah di tetapkan, pembangunan Kabupaten Pelalawan juga terkait dengan kebijakan pembangunan kawasan yaitu kebijakan Kerjasama
Ekonomi Sub Regional Indonesia Malaysia Singapura – Growth Triangle (KESR IMS – GT) yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari Kerjasama
Singapura Johor Riau (SIJORI) yang diresmikan melalui penandatanganan MOU pada 17 Desember 1994. Untuk Kerjasama Ekonomi Sub Regional Indonesia
Malaysia Thailand – Growth Triangle (KESR IMT – GT), keterlibatan Provinsi Riau relatif baru yaitu melalui deklarasi pada pertemuan tingkat Menteri (Ministrial Meeting) di Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 20 Maret 1997. Kegiatan yang diikuti selama ini pada KERS IMT-GT masih terbatas sebagai peserta aktif pada tingkat pertemuan WGM, SOM dan MM belum ada dalam bentuk ikatan kerjasama MOU. Tujuan dasar dari KESR ini adalah untuk mendorong pembangunan dan meningkatkan kerjasama ekonomi kawasan di bidang perdagangan, pariwisata, pertanian, industri dan kegiatan ekonomi lainnya di wilayah segi tiga pertumbuhan dengan pelaku utama kalangan dunia usaha (sektor swasta) dan pemerintah bertindak selaku fasilitator. Visi ke depan dan program-program KESR adalah mewujudkan sektor swasta sebagai "engine of growth" dalam pengembangan ekonomi kawasan, didukung oleh berbagai kemudahan dan layanan yang profesional oleh masing-masing pemerintah peserta KESR. Dari pihak Indonesia pada saat ini ada tujuh provinsi yang telah terlibat dalam KESR IMS – GT, yaitu : Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung dan Kalimantan Barat. Untuk KERS IMT – GT ada empat provinsi yang terlibat, yaitu : Nanggroe Aceh Darusalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Riau. Dengan lokasinya yang strategis dan berdekatan dengan
211
ketiga negara tetangga peserta KERS, memungkinkan Provinsi Riau terlibat baik pada KERS IMS – GT maupun IMT – GT. Kebijakan KESR IMS – GT dan IMT – GT di wilayah Provinsi Riau diarahkan pada upaya-upaya sebagai berikut : A. Meningkatkan keterkaitan dan keterpaduan dalam penyusunan programprogram KESR, meliputi, keterkaitan dan keterpaduan antar sektor, antar lembaga, inter dan intra wilayah, pendanaan dan penjadwalan, serta “link and
match" dengan program dari negara/provinsi lain. B. Merumuskan kembali konsep keterkaitan dan keterpaduan program KESR antar provinsi terkait sehingga terwujud kesepakatan dalam bentuk dokumen kerja program KESR. C. Melanjutkan upaya-upaya deregulasi dan debirokratisasi secara menyeluruh dengan memperbesar peran pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah. D. Melakukan pendataan yang akurat menyangkut potensi dan peluang kerjasama yang ada disetiap Provinsi terkait, untuk ditawarkan kepada dunia usaha di negara lain peserta KESR. E. Menerbitkan perangkat hukum dan peraturan pelaksanaannya di daerah untuk mendukung pelaksanaan program KESR, utamanya yang berkaitan perijinan pemanfaatan lahan. F. Meningkatkan upaya-upaya promosi investasi dan informasi kebijakan penanaman modal di provinsi terkait melalui sistem jaringan komunikasi internet dan sistem promosi terpadu.
4.6. Program Pembangunan Perikanan Seiring
dengan
permasalahan
untuk
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat, pertumbuhan penduduk yang tinggi yang jauh di atas pertumbuhan ekonominya, membuat Kabupaten Pelalawan meningkatkan semua potensi alam yang dimiliki untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi perikanan di Kabupaten Pelalawan yang memiliki peluang untuk terus dikembangkan, maka sesuai dengan tujuan dari pada Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) Indonesia tahun 2005 yang memiliki kebijakan dan strategis umum adalah untuk :
212
1. Pengurangan kemiskinan dan kegureman pertanian, perikanan dan kehutanan. 2. Peningkatan dayasaing, produktivitas, nilai tambah dan kemandirian produksi dan distribusi pertanian, perikanan dan kehutanan. 3. Pelestarian dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Dalam penerapan di Kabupaten Pelalawan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan merumuskan RPPK dalam Visi dan Misi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan. Adapun visi dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan sebagai berikut : ”Menjadikan Perikanan dan Kelautan Penggerak Ekonomi Masyarakat Petani dan Nelayan yang Maju dan Unggul Tahun 2030” Agar terwujudnya visi yang telah di tetapkan maka diperlukan misi untuk merealisasikan visi tersebut, dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan memiliki Misi sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas aparatur, masyarakat perikanan dan kelautan. 2. Meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan yang lestari. 3. Meningkatkan infrastruktur perikanan dan kelautan. 4. Meningkatkan pelayanan, promosi dan kemitraan usaha perikanan dan kelautan. 5. Menciptakan industri perikanan yang berbasis pedesaan.
4.7.
Lingkungan Strategis yang Berpengaruh Dalam mewujudkan pencapaian misi dari Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Pelalawan tidak terlepas dari pada pengaruh pembangunan aspek-aspek lainnya seperti pembangunan sarana dan prasarana pemukiman baik pembangunan jalan, peningkatan sarana dan prasarana transportasi darat dan laut guna memudahkan pengangkutan hasil produksi perikanan yang berasal dari hasil tangkapan, budidaya maupun olahan. Informasi peluang pasar dari instansi terkait dan promosi produksi perikanan untuk menarik minat investor dalam dan luar negeri sangat menunjang dalam pencapaian perwujudan misi kabupaten dan Dinas Perikanan dan Kelautan
213
Kabupaten Pelalawan. Disamping itu pembangunan di bidang perikanan dan sektor pertanian secara terpadu dengan adanya keserasian penggunaan lahan akan dapat menciptakan suatu keterpaduan antara sub sektor yang bergerak di bidang pertanian secara umum. Sehingga setiap lingkungan strategis yang berpengaruh dalam pencapaian perwujudan dari misi kabupaten tidak terlepas dari peran serta masing-masing sub sektor pembangunan.
4.7.1
Tujuan dan Sasaran Agar Visi dan Misi dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten
Pelalawan terwujud dan terarah dan lebih nyata, maka dibuatlah tujuan dan sasaran dari pada pembangunan perikanan Kabupaten Pelalawan yang sudah tercantum dalam Visi dan Misi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan. Tujuan yang ditetapkan tidak terlepas dari pada faktor-faktor penentu keberhasilan, oleh sebab itu Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan telah memperhitungkan kekuatan, kelemahan serta segala sumberdaya yang menjadi peluang sekaligus ancaman. Adapun tujuan yang telah ditetapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan sesuai misi yang telah ditetapkan sebelumnya, sebagai berikut : a. Meningkatkan pembangunan perikanan dalam rangka ekspor pengembangan industri pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya secara efisien dan efektif serta peningkatan pendapatan petani nelayan. b. Mengembangkan kawasan perikanan dan kelautan sebagai kawasan sentra produksi perikanan guna pengembangan bisnis perikanan dan kelautan (Land,
Sea and Marine Bisnis). c. Meningkatkan pembangunan perikanan dan kelautan semaksimal mungkin dengan pendayagunaan potensi kelautan guna kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan perikanan, budidaya pantai dan pariwisata. d. Mengembangkan kegiatan budidaya perikanan baik kolam, keramba dan tambak yang memiliki potensi perikanan dan kelautan. e. Inventarisasi dan pengembangan potensi perikanan dan kelautan yang terintegrasi dengan sektor pembangunan lain.
214
f. Mendorong investasi pada usaha yang terkait dengan perikanan dan kelautan untuk meningkatkan kesempatan kerja, peningkatan devisa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. g. Mendorong pendayagunaan daerah pantai dan wilayah laut dengan tanpa merusak kelestarian lingkungan hidup. h. Meminimalisir dampak negatip dari eksploitasi sungai, danau dan laut untuk menjaga
kelestarian
sumberdaya
yang
ada
dan
mempertahankan
ekosistemnya, seperti biota sungai, danau dan laut potensial lainnya. Sedangkan sasaran yang telah ditetapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan sebagai berikut : a. Peningkatan produksi perikanan dan kelautan dengan mengedepankan pengembangan budidaya perikanan dan optimalisasi penangkapan di Laut Cina Selatan. b. Pengentasan kemiskinan rumah tangga perikanan melalui perbaikan pendapatan dan peningkatan lapangan kerja dalam bidang perikanan dan kelautan. c. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam penguasaan teknologi melalui pendidikan formal, non formal dan penyuluhan. d. Peningkatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan secara lestari dan berkelanjutan melalui pengelolaan dan pengawasan sumberdaya alam dan lingkungan. e. Peningkatan sarana dan prasarana perikanan serta faktor penunjang produksi hasil perikanan dan kelautan.
4.7.2
Strategi untuk Mencapai Tujuan dan Sasaran Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan merupakan rencana yang menyeluruh dan terpadu, meliputi penetapan kebijakan, program dan kegiatan di lapangan dengan mempertimbangkan sumberdaya organisasi serta keadaan lingkungan yang dihadapi yang akan dilakukan setiap tahun dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan.
215
Kebijakan program dan kegiatan yang direncanakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan tahun 2007 difokuskan pada : 1. Menyelenggarakan bimbingan dan penyuluhan terhadap aparatur dan pembudidaya ikan/nelayan. 2. Menyelenggarakan peningkatan usaha perikanan melalui sektor penangkapan, pengolahan ikan, budidaya kolam, keramba dan tambak. 3. Menyediakan sarana dan prasarana usaha perikanan. 4. Melaksanakan pembinaan usaha, promosi dan menjalin kerjasama dengan mitra usaha. 5. Memberikan kemudahan perijinan usaha perikanan. 6. Meningkatkan ketersediaan data dan informasi di bidang perikanan dan kelautan yang diperlukan baik oleh masyarakat perikanan maupun masyarakat umum. 7. Melaksanakan pengawasan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan secara berkelanjutan dan lestari.
4.7.3
Pokok-Pokok Kegiatan Program dan Proyek Adapun program yang telah ditetapkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan
Kabupaten Pelalawan tahun 2007 antara lain. 1. Program pengembangan budidaya perikanan. 2. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. 3. Program pengembangan sistem penyuluhan. 4. Program pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian sumberdaya kelautan. Sedangkan kegiatan yang akan dilaksanakan tahun 2007 antara lain : 1. Pendistribusian sarana produksi perikanan budidaya (SAPRODI). 2. Pembinaan Unit Pelayanan Pengembangan (UPP). 3. Pembinaan kelompok ekonomi masyarakat pesisir. 4. Pelatihan teknis sumberdaya perikanan. 5. Pengawasan sumberdaya perikanan dan kelautan. 6. Pembentukan kelompok masyarakat swakarsa pengamanan sumberdaya kelautan.
216
7. Pengadaan alat-alat laboratorium perikanan. 8. Pengembangan bibit ikan unggul. 9. Peningkatan operasional tambak percontohan Dinas. 10. Operasional Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas.
4.8. Keadaan Wilayah Pesisir Wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan berada di 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Kuala Kampar dan Kecamatan Teluk Meranti. Adapun pemanfaatan kawasan pesisir di Kabupaten Pelalawan meliputi kawasan permukiman, pertambakan dan kawasan hutan magrove. Morfologi daratan pantainya terdiri dari pasir bercampur lumpur dan bahan organik, pada umumnya kawasan ini merupakan dataran rawa gambut, dataran aluvium sungai dengan daerah dataran banjirnya. Dataran ini dibentuk oleh endapan aluvium muda dan aluvium tua yang terdiri dari endapan pasir, danau, lempung, sisa tumbuhan dan gambut. Pesisir pantai di Kabupaten Pelalawan terdapat satu muara sungai yaitu Sungai Kampar. Sungai Kampar merupakan sungai yang cukup besar dan menghasilkan sedimentasi yang memberikan perngaruh terhadap kondisi wilayah pesisir. Keadaan perairan berdasarkan parameter fisik hasil penelitian Bappeda Kabupaten Pelalawan (2005) didapatkan gejala alam yang khas yang dikenal dengan Bono. Bono terjadi akibat adanya pasang air laut yang datang secara mendadak dalam waktu yang singkat dan bergerak dari arah laut menuju muara Sungai Kampar dan masuk ke aliran sungai kampar melewati kota-kota kecil di sepanjang Sungai Kampar dan biasanya berakhir di kota Teluk Meranti. Bono terjadi pada pasang harian, yaitu pada jam 12 siang atau jam 12 malam yang ketinggiannya mencapai 1,5 meter, akan tetapi apabila terjadi pasang besar maka ketinggiannya dapat mencapai 3 meter. Daerah genangan banjir akibat Bono ini dapat mencapai beberapa ratus meter dari arah pesisir sungai ke arah daratan. Derasnya air yang mengalir masuk ke Sungai Kampar tidak dapat tertampung karena dangkalnya sungai di wilayah hulu Pulau Muda hingga Teluk Meranti. Kedangkalan wilayah ini menyebabkan terjadinya gelombang besar mendadak akibat luapan pasang dari arah Kuala Kampar. Bono terjadi di wilayah
217
Sungai Kampar dari Tanjung Pandak (Pulau Muda), Tanjung Pebilahan/Tanjung Pulai, Sei Serkap, Sei Turip, Tanjung Sendok/ Tanjung Pebayang, Tanjung Sialang/ Teluk Jibun, Tanjung Kempas, Tanjung Sepetir/ Sei Kutub. Peristiwa Bono dapat diperkirakan dengan perhitungan tahun Hijriah, pola pasang surut dan musim angin di kawasan tersebut. Misalnya pada saat pasang dan musim angin bertiup dari arah utara maka gelombang Bono dapat mencapai ketinggian 3 meter. Berdasarkan pengamatan terhadap parameter kimia menunjukkan salinitas 30
0
00
. Salinitas menggambarkan kandungan garam dalam air suatu perairan,
yang umumnya disebabkan oleh ion natrium (Na), Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Klorit (Cl), Sulfat (SO4) dan Bikarbonat (HCO3). Kandungan oksigen rata-rata sebesar 4,8 ml/l. Kadar oksigen terlarut dihasilkan oleh adanya proses fotosintesis dari fitoplanton. Derajat keasaman atau pH sebesar 7,1 yang merupakan gambaran dari jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Nilai pH yang berada dalam kisaran 7-9 ini menunjukkan bahwa pengamatan dilakukan di perairan payau, karena pH perairan laut mencapai 8,0-8,5. kandungan pospat nitrat adalah 0,85 μ gAPO4-P/I dan 1,6 μ gAPO4-P/I. Pengamatan terhadap Pospat dan Nitrat diperlukan untuk mengetahui ketersediaan nutrien perairan, yang menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat kesuburan perairan. Formasi hutan mangrove yang ada di pesisir Kabupaten Pelalawan didominasi oleh jenis koloni bakau hitam (Rhizophora mucronata), meskipun demikian juga terdapat bakau putih (Rhizophora apiculata). Selain kedua jenis tersebut juga terdapat koloni tumbuhan api-api (Avicennia sp), tumbuhan tanjang
(Bruguiera gymnorrhiza), koloni tumbuhan tenggar (Ceriops tagal), dan terdapat pula koloni tumbuhan pedada atau umum disebut perepat (Sonneratia sp.). Secara langsung atau tidak langsung, hutan bakau melindungi dan menyediakan makanan bagi berbagai komunitas binatang, termasuk burung-burung pantai dan banyak organisme laut.
218
4.9. Keadaan Umum Perikanan 4.9.1
Budidaya Tambak/ Tambak Sylvifisheries Potensi untuk budidaya tambak adalah seluas 2.100 Ha, namun demikian
untuk aktifitas di bidang budidaya perikanan ini masih belum banyak, berdasarkan data tahun 2006 dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di sektor budidaya ikan tambak berjumlah 37 RTP atau menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 68 RTP. Sedangkan luas lahan yang sudah dipergunakan seluas 74,8 Ha. Hasil produksi yang diperoleh di sektor ini berjumlah 300 ton. Adapun perkembangan kegiatan bidang budidaya tambak dari tahun 2005-2006 sebagaimana pada Tabel 9 berikut ini : Tabel 9. Data Peningkatan Hasil Kegiatan Budidaya Ikan Selama tahun 20052006 Tahun No Keterangan Peningkatan +/2005 2006 1 Luas Areal Tambak (Ha) 66,9 74,8 7,9 2 Rumah Tangga Perikanan (RTP) 105 68 -37 3 Produksi Tambak (Ton) 95,3 300 204,7 Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Pelalawan, 2006 Jenis ikan yang di budidayakan umumnya adalah ikan bandeng dan udang, yang dipelihara dengan sistem tradisional. Pemanenan dari hasil budidaya sekitar 4 bulan. Bidang budidaya tambak ini di Kabupaten Pelalawan masih sangat rendah, hal ini terlihat dari potensi pengembangan dan luas lahan yang sudah diusahakan. Adanya pertumbuhan ikan tanpa pemberian makanan menunjukkan bahwa media budidaya tersebut merupakan perairan yang subur.
4.9.2. Usaha Penangkapan Ikan Produksi ikan hasil tangkapan di laut oleh nelayan di Kabupaten Pelalawan dari tahun 2001-2006 terus meningkat, dengan rata-rata produksi per tahunnya sebesar 3.713,48 ton. Produksi terbesar terjadi pada tahun 2006 dengan produksi sebesar 5.085,58 ton. Sedangkan produksi pada tahun 2001 sebesar 2.948 ton. Jenis–jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan didominasi oleh lomek, ubur-ubur, udang putih dan merah, siakap dan patin kuala. Sedangkan untuk ikan patin kuala biasanya tertangkap pada musim tertentu dengan nilai ekonomis yang sangat tinggi. Kebutuhan akan komoditi ikan di kabupaten ini berfluktuasi dimana kebutuhan tertinggi di tahun 2003 sebesar 6.909,6 ton dalam periode 2001-2005
219
dan kebutuhan komoditi ikan rata-rata per tahun dari periode 2001-2005 sebesar 5.979.75 ton/tahun. Sedangkan kekurangan komoditi pertahunnya selama periode 2001-2005 sebesar 2.540,58 ton. Sedangkan konsumsi ikan per kapita per tahun rata-rata sebesar 29,26 kg/kapita/tahun. Sedangkan konsumsi terbesar terjadi di tahun 2003 sebesar 33,16 kg/kapita/tahun. Kekurangan akan permintaan komoditi ikan ini saat ini disikapi Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan dengan meningkatkan hasil produksi di bidang budidaya. Armada penangkapan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha penangkapan selain faktor alat tangkap juga keberadaan musim ikan. Dilihat dari perkembangan armada penangkapan ikan di Kabupaten Pelalawan pada tahun 2006 di dominasi oleh perahu tanpa motor sebanyak 1.642 unit, sedangkan jumlah perahu motor berjumlah 1.098 unit. Dengan jumlah terbanyak untuk perahu motor berada di Kecamatan Langgam sebanyak 227 unit, sedangkan untuk perahu tanpa motor sebanyak 320 unit. Armada penangkapan yang digunakan didominasi oleh pompong dalam bentuk perahu. Armada tangkapan pompong yang digunakan pada umumnya berbobot 800 kg-1 ton dengan harga berkisar antara 6-9 juta rupiah. Alat tangkap yang ada di Kabupaten Pelalawan masih sangat tradisional hal ini terlihat dari beberapa alat tangkap yang masih sederhana. Jumlah alat tangkap di kabupaten ini berjumlah 16.678 unit di tahun 2006. Dengan alat tangkap terbanyak berjenis pancing.
Tabel 10. Data Produksi dan Kebutuhan Komoditi Ikan Tahun
Produksi Ikan Konsumsi Kebutuhan Kekurangan (Ton) (Kg/ Kapita/ tahun) (Ton) (Ton) 2001 2.948 26,75 4.513,70 1.565,70 2002 3.147,15 29,15 5.648,90 2.501,50 2003 3.473,80 33,16 6.909,60 3.435,80 2004 3.907,99 27,50 6.077,50 2.169,51 2005 3.718,38 30,23 6.749,03 3.030,40 2006 5.085,58 Ttd ttd Ttd Sumber : Laporan tahunan 2006 Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Pelalawan Ket : ttd = tidak terdapat data
220
Tabel 11. Data Jenis dan Jumlah Alat Tangkap di Kab. Pelalawan Tahun 2006 Jenis dan Jumlah Alat Tangkap Jaring
Jala
Pancing
Rawai
Langian
Pengilar
Lain-lain
Kecamatan
1 2
Langgam Pangkalan Kerinci Bandar Sei Kijang Pangkalan Kuras Pangkalan Lesung Ukui Pelalawan Kerumutan Teluk Meranti Kuala Kampar Bunut Bandar Petalang TOTAL
320
245
1.120
320
86
780
76
428
237
68
680
120
72
310
180
68
30
12
60
28
16
8
20
48
187
110
130
118
12
510
520
160
24
26
40
20
10
80
98
132
46 178 38
38 68 42
65 420 380
22 68 148
18 76 70
78 70 366
110 78 530
76 187 158
398
88
620
330
20
988
664
520
724
68
430
202
10
-
28
76
42
16
42
18
8
30
120
120
38
16
48
32
18
18
38
69
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lukah
No
2.26 797 4.035 1.426 416 3.238 2.462 2.042 2 Sumber : Laporan tahunan 2006 Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Pelalawan
4.9.3
Pengelolaan Hasil Perikanan Pengelolaan ikan di Kabupaten Pelalawan dilakukan oleh nelayan untuk
memberikan nilai tambah terhadap ikan tangkapan yang dihasilkan. Produksi pengolahan ikan yang dilakukan oleh nelayan meliputi ikan salai, ikan asin, ebi dan ikan lomek. Di kabupaten ini untuk produksi ikan salai dan baung banyak terdapat di Kecamatan Langgam. Pengolahan ikan yang dilakukan oleh para nelayan dapat dikatakan cukup baik, hal ini terlihat hasil olahan ikan yang sudah dilakukan packing dan pemberian label, sehingga produksi yang dihasilkan mampu menembus pasar-pasar swalayan di beberapa kota di sekitar Kabupaten Pelalawan. Untuk lebih jelasnya mengenai produksi ikan olahan berdasarkan wilayah Kecamatan dapat di lihat pada Tabel 12 berikut ini:
221
Tabel 12. Jenis Usaha dan Produksi Hasil Perikanan di Kabupaten Pelalawan Tahun 2006 NO
Produksi (Ton)
Kecamatan Ikan Salai/ Asap
1.
Langgam
2.
Asin
Ebi
Lomek
16,40
6,4
-
-
Pangkalan Kerinci
3,6
1,8
-
-
3.
Bandar Sei Kijang
0,8
0,4
-
-
4.
Pangkalan Kuras
1,86
1,4
-
-
5.
Ukui
1,72
-
-
-
6.
Pangkalan Lesung
2,1
-
-
-
7.
Bunut
0,6
-
-
-
8.
Pelalawan
2,3
1,8
-
-
9.
Bandar Petalangan
0,8
0,2
-
-
10.
Kuala Kampar
-
-
11,8
13,2
11.
Kerumutan
1,8
1,6
-
-
12.
Teluk Meranti
2,16
1,5
-
-
Total
34,14
15,1
11,8
13,2
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Pelalawan tahun 2006 Kegiatan Pengolahan ikan oleh nelayan Kabupaten Pelalawan bukanlah mata pencaharian utama melainkan sebagai mata pencaharian sampingan atau alternatif. Hal ini disebabkan karena kualitas ikan yang di tangkap tidak memiliki mutu yang baik, sehingga ikan tersebut tidak layak dijual dan diperlukannya pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah. Kegiatan pengolahan ikan dilakukan di saat musim panen tiba, dimana pada saat itu jumlah ikan di pasar sangat berlimpah dan tidak terjual habis, sehingga alternatif agar ikan terus dapat digunakan dan harga jual meningkat maka di butuhkan pengolahan ikan dalam bentuk pengasapan.
222
Gambar 6. Ikan Lomek dikeringkan. Sebagian besar bahan baku pengolahan ikan yang digunakan oleh para nelayan merupakan hasil tangkapan dan berasal dari ikan-ikan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Untuk lebih jelasnya mengenai bahan baku dan area pengolahan ikan asap dan ikan asin dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14 di bawah ini. Tabel 13. Bahan Baku dan Area Pengolahan di Kabupaten Pelalawan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Kecamatan
Area/Lokasi Pengolahan
Bahan Baku
Langgam
Tambak, Langgam, Baung, Juaro, Selais, Langkan, Sotol Tapah, Takuang Pangkalan Kuala Terusan, Rantau Baru Baung, Juaro, Selai, Kerinci Tuakang Bandar Sei Beringin Jaya, Lobuk Baung, Juaro, Selais Kijang Ogung, Kiab Jaya Pangkalan Kuras Kesuma Betung Baung, Juaro, Selais Pangkalan Lesung Pangkalan Lesung Baung, Juaro, Selais, Patin Ukui Air Hitam, Lubuk Kembang Baung, Juaro, Selais Bunga Pelalawan Sering, Sungai Ara, Baung, Juaro, Selais Pelalawan, Ransang, Tolam Bunut
Desa Bagan Laguh, Sungai Buluh 9. Bandar Angkasa, Lubuk Terap, Petalangan Lubuk Raja 10. Kerumutan Kerumutan, Pangkalan Tampui 11. Teluk Meranti Teluk Meranti, Petodaan, Kuala Panduk 12. Kuala Kampar Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan, Tahun 2006
Baung, Juaro, Selais Baung, Juaro, Selais Baung, Juaro, Selais, Patin Baung, Juaro, Selais -
223
No
Tabel 14. Bahan dan Area Pengolahan Ikan Asin/Kering di Kabupaten Pelalawan Kecamatan Area/Lokasi Pengolahan Bahan Baku
1.
Langgam
2. 3.
Pangkalan Kerinci Bandar Sei Kijang
4. 5.
Pangkalan Kuras Pelalawan
6. 7. 8.
Bandar Petalangan Kerumutan Kuala Kampar
Tambak, Langgam, Langkan, Sotol Kuala Terusan, Rantau Baru Beringin Jaya, Lobuk Ogung, Kiab Jaya Kesuma, Betung Sering, Sungai Area, Pelalawan, Ransang, Tolam
Tuakang Tuakang, Kapiek Tuakang, Sepat Tuakang, Sepat Tuakang
Tuakang, Sepat Kerumutan, Pangkalan Tanpui Tuakang, Kapiek Tanjung Selukup (Teluk) Lomek, Udang Putih, Udang Merah, Udang duri, Ubur-ubur 9. Teluk meranti Teluk Meranti, Petodaan, Tuakang, Sepat Kuala Panduk Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan, Tahun 2006 Pengolahan ikan yang dilakukan oleh nelayan memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi apabila dibandingkan nelayan hanya menjual ikan secara segar. Adapun mengenai produk pascapanen hasil perikanan dan harga jual di Kabupaten Pelalawan dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini
Tabel 15. Produk Pascapanen Perikanan Dan Harga Jual Di Kabupaten Pelalawan No Produk Pascapanen Harga/Kg (Rp) Sumber Potensi 1. Ikan Asap Baung 80-100 ribu Langgam, Kuala Terusan, Kusuma, Betung, Kerumutan 2. Ikan Asap Selais 80-100 ribu Langgam, Kuala Terusan, Kusuma, Betung, Kerumutan Tabel 18. Lanjutan ... 3. Ikan Asap Juaro 60-70 ribu Langgam, Kuala Terusan, Kusuma, Betung, Kerumutan 4. Ikan Asap Gabus 35 ribu Kusuma, Betung, Kerumutan 5. Ikan Asin Tuakang 12-20 ribu Langgam, Kuala Terusan, Kusuma, Betung, Kerumutan 6. Lomek Kering 15 ribu Kampung Selungkup (Teluk) 7. Udang Pukul 30-40 ribu Kampung Selungkup (Teluk) 8. Ubur-ubur Kering 40-50 ribu Kampung Selungkup (Teluk) 9. Abuk Udang 750 ribu Kampung Selungkup (Teluk) Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Pelalawan, Tahun 2006
224
Dari Tabel 15 di atas didapatkan bahwa harga produk pascapanen hasil perikanan cukup baik dan sangat disukai konsumen terutama ikan asap (salai). Sedangkan produk ikan kering yang dihasilkan oleh nelayan memiliki prospek yang cukup baik untuk di ekspor.
4.9.4 Kelembagaan Pasar Pemasaran hasil produksi dari usaha-usaha di bidang kelautan dan perikanan di Kabupaten Pelalawan baik hasil tangkapan, budidaya dan pascapanen belum mengalami kendala yang berarti, hal tersebut disebabkan tingkat permintaan yang tinggi akan produk hasil perikanan. Sistem pemasaran yang ada di kawasan pesisir ada 2 cara yaitu pemasaran langsung yaitu dari produsen (nelayan atau petambak) ke konsumen melalui pasar-pasar yang terdekat dengan lokasi dimana produk dihasilkan dan pemasaran tidak langsung yaitu pemasaran yang dilakukan melalui pedagang pengumpul yang ada di Kabupaten Pelalawan maupun diluar Kabupaten Pelalawan dan biasanya nelayan memiliki pengumpul masing-masing. Ikan yang dijual ke pedagang pengumpul biasanya merupakan ikan yang memiliki ekonomis tinggi, sedangkan yang lainnya di jual langsung ke pasar atau tetangga tempat tinggal dan di konsumsi sendiri. Kelembagaan pasar kawasan pesisir di Kabupaten Pelalawan sama dengan kelembagaan pasar yang lain, artinya pasar yang ada merupakan tempat pemasaran berbagai macam-macam produk dari berbagai bidang. Dapat disimpulkan bahwa rantai pemasaran usaha-usaha hasil perikanan mulai dari tingkat nelayan (produsen) sampai ke tingkat konsumen adalah produsen menjual hasil usaha perikanan ke pedagang pengumpul selanjutnya dijual ke konsumen, atau produsen langsung ke konsumen atau konsumen membeli langsung ke produsen (untuk produk pascapanen).
225
Gambar 7. Tempat Pemasaran Hasil Perikanan
4.9.5
Kelembagaan Modal Dalam penyediaan kebutuhan modal para petambak dan nelayan diperoleh
dari tiga kategori yaitu modal pribadi, pinjaman kepada koperasi dan pinjaman perorangan. Nilai pinjaman yang diberikan oleh koperasi masih relatif minim, hal ini dikarenakan dana untuk pinjaman berasal dari simpanan anggota. Walaupun pinjaman yang diberikan relatif kecil namun sangat memberikan manfaat yang sangat besar terutama untuk memutus ”mata rantai” ketergantungan para petambak dan nelayan terhadap rentenir. Jumlah Koperasi yang memberikan pelayanan terhadap sektor perikanan ada dua, yaitu Koperasi Bina Pesisir Mandiri Desa Teluk Kecamatan Kuala Kampar dan Lembaga Pengkreditan Masyarakat Desa Kecamatan Pangkalan Kerinci. Dari dua koperasi tersebut jumlah anggota sebanyak 87 orang dengan simpanan sebesar Rp. 24.830.000 dan volume usaha sebesar Rp. 95.756.000. Kecilnya besarnya simpanan di dua koperasi hal ini menjadikan pinjaman yang diberikan oleh koperasi kepada para petambak dan nelayan juga kecil.
226
Gambar 8. Tempat Koperasi Bina Pesisir Mandiri
4.9.6
Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Tingkat pendidikan masyarakat masih tergolong rendah, pada umumnya
sebagian besar pendidikan masyarakat di kawasan pesisir di Kabupaten Pelalawan hanya sampai pada tingkat pendidikan sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir, disebabkan oleh kurangnya sarana pendidikan yang ada. Kecamatan yang berada di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan memiliki sarana pendidikan masih minim sekali. Sarana pendidikan sekolah dasar baik negeri dan swasta terdapat sebanyak 37 buah sedangkan sarana pendidikan untuk sekolah lanjutan pertama baik negeri maupun swasta hanya terdapat sebanyak 4 buah. Rasio sekolah dasar dengan sekolah lanjutan pertama adalah 1 : 9 artinya anak-anak sekolah dasar yang tamat dari (37 buah sekolah) akan ditampung pada SLTP yang banyaknya empat buah, sehingga persaingan untuk melanjutkan sekolah lanjutan pertama di wilayah pesisir cukup tinggi. Untuk mengetahui jumlah sarana pendidikan di kawasan pesisir di Kabupaten Pelalawan seperti Tabel 16 sebagai berikut:
227
Tabel 16. Jumlah Sarana Pendidikan di Kawasan Pesisir No
TK
Kecamatan
SD
SLTP
SMU
SMK
N
S
N
S
N
S
N
S
N
S
1
Kuala Kampar
-
1
25
-
3
-
-
-
-
-
2
Teluk Meranti
-
1
12
-
-
1
-
-
-
-
Jumlah
-
2
37
-
3
1
-
-
-
-
Kabupaten Pelalawan
-
53
173
5
14
11
8
2
1
2
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2003 Keterangan : N = Negeri S = Swasta 4.9.7 Agama yang Dianut Kecamatan yang berada di wilayah pesisir dilihat dari agama yang dianut sangat beraneka ragam, di wilayah ini terdapat agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan lainnya. Penduduk di sekitar wilayah pesisir sebagian besar yaitu 94,1 % adalah beragama Islam dan diikuti yang beragama Budha sebanyak 4,1 % beragama Kristen sebanyak 1,0 % dan sisanya agama Hindu dan lainnya sebesar 0,8 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini. Tabel 17. Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Tahun 2003 No Kecamatan Islam Kristen Hindu Budha Lainnya Jumlah 1
Kuala Kampar
17.552
254
18
1.125
179
19.128
2
Teluk Meranti
8.087
23
2
5
-
8.117
25.639
277
20
1.130
179
27.245
94,1
1,0
0,1
4,1
0,7
100,0
Jumlah Persentase
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2003
Untuk menjalankan ritual keagamaan maka diperlukan sarana beribadatan seperti, Mesjid dan Mushalla sedangkan Gereja tidak terdapat di daerah ini. Jumlah Mesjid yang terdapat di wilayah ini sebanyak 61 buah, Mushalla 36 buah dan 1 buah lainnya, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 18 berikut ini:
228
Tabel 18. Jumlah Sarana Ibadah Menurut Kecamatan di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Tahun 2003 No Kecamatan Mesjid Mushalla Gereja Lainnya 1
Kuala Kampar
36
32
-
1
2
Teluk Meranti
25
4
-
1
Jumlah
61
36
-
1
Kabupaten Pelalawan
253
296
25
1
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2003
4.9.8
Kesehatan Masyarakat Sarana kesehatan merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk
melihat tingkat kesehatan masyarakat, disamping adanya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Sarana kesehatan yang tersedia di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan berupa Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu yang didukung oleh tenaga medis seperti Dokter, Bidan dan Perawat. Adapun lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 19 di bawah ini: Tabel 19. Jumlah Sarana Kesehatan dan Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan di wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Tahun 2003 No 1
Kecamatan Kuala
Puskesmas Pustu
Posyandu
Dokter
Bidan
Perawat
1
3
31
2
3
8
1
2
14
2
5
2
Jumlah
2
5
45
4
8
10
Kab. Pelalawan
11
21
183
21
75
49
Kampar 2
Teluk Meranti
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2003
Dari Tabel 19 di atas terlihat jumlah tenaga medis (Dokter dan Bidan) yang bisa memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di wilayah ini sebanyak 12 orang. Jika dilihat rasio penduduk dengan jumlah tenaga pelayan kesehatan maka rasionya adalah 1 : 2.835 artinya seorang dokter atau bidan secara rata-rata akan melayani masyarakat sebanyak 2.835 orang.
229
4.9.9
Kemiskinan Penduduk Tingkat kemiskinan merupakan salah satu permasalahan utama yang
dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia. Tingkat kemiskinan Indonesia yang mencapai 39,4 % berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2006, tingkat kemiskinan tersebut merupakan salah satu kendala dalam percepatan pembangunan bangsa. Kemiskinan yang terjadi Indonesia meliputi dua tempat yaitu kemiskinan di perkotaan dan kemiskinan di pedesaan. Walaupun demikian kedua kemiskinan tersebut mesti ditangani terlebih dahulu agar pembangunan bangsa cepat tercapai. Kabupaten Pelalawan yang merupakan kabupaten pemekaran yang baru, kemiskinan
penduduk
menjadikan
fokus
utama
dalam
penanganannya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau tahun 2004 didapatkan bahwa jumlah penduduk miskin dan rumah tangga miskin di Kabupaten Pelalawan sebagai berikut:
Tabel 20. Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Riau
Kabupaten/Ko ta
Jumlah RT 2004
Jumlah Penduduk 2004
Kuantan
56.923
243.768
16.764
66.920
Persentas e Pendudu k Miskin 2004 29,45 27,45
Indragiri Hulu
65.793
296.712
21.340
93.297
32,44
31,44
Indragiri Hilir
136.38
624.450
46.235
199.497
33,90
31,95
Jumlah Jumlah Pendudu RT Miskin k Miskin 2004 2004
Presentas e RT Miskin 2004
Singingi
5 Pelalawan
51.320
220.887
10.064
40.631
19,61
18,39
Siak*)
64.127
286.245*
13.331
62.715
20,79
21,91
532.493
30.626
122.504
26,88
23,01
*) Kampar*)
113.92 1
Rokan Hulu
76.492
340.732
17.878
71.006
23,37
20,84
Bengkalis
126.08
637.103
29.617
140.463
23,49
22,02
1
230
Rokan Hilir
92.296
440.894
21.155
95.932
22,92
21,76
Pekanbaru
148.53
704.517
16.158
76.841
10,88
10,91
2 Dumai
45.518
215.783
8.340
38.515
18,36
17,85
Propinsi Riau
977.28
4.543.584
231.50
1.008.32
23,68
22,91
8
1
8
Sumber: Pendapatan Penduduk/Keluarga Miskin Provinsi Riau - Balitbang Provinsi Riau, 2004 Catatan: *) kegiatan di Siak dan Kampar telah dilakukan pada TA 2003 dengan biaya Pemda setempat **) jumlah penduduk Kab.Siak berasal dari Registrasi Penduduk, semester Kab./Kota lain dari P4B Berdasarkan data di atas didapatkan bahwa Kabupaten Pelalawan tingkat kemiskinan masih relatif lebih baik bila dibandingkan dengan Kabupaten lainnya di Provinsi Riau, namun demikian tingkat kemiskinan penduduk yang sebesar 18,39 % perlu terus diturunkan agar tercapainya kesejahteraan masyarakat yang merata. Sedangkan tingkat kemiskinan Kabupaten Pelalawan bila dilihat pada Tabel 21 berdasarkan kecamatan yang ada di Kabupaten Pelalawan adalah sebagai berikut: Tabel 21. Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten Pelalawan Kecamatan Langgam Pangkalan Kerinci Pangkalan Kuras Ukui Pangkalan Lesung Bunut
Jumlah Jumlah Penduduk RT Miskin Miskin 638 2.258
Jumlah RT 3.021
Persentase Presentase Penduduk RT Miskin Miskin 13.301 17,81 16,98
Jumlah Penduduk
1.695
7.230
13.000
55.902
12,96
12,93
1.046
4.126
8.078
32.896
12,95
12,54
1.421
5.594
4.983
21.971
28,52
25,46
807
2.954
4.754
18.548
16,98
15,83
1.507
5.768
4.733
19.203
31,84
30,04
592 2.386 2.745 10.917 21,57 Pelalawan Kuala 939 4.213 3.748 18.028 25,05 Kampar 698 2.723 3.326 13.638 20,99 Kerumutan Teluk 10.064 40.631 51.320 220.887 19,61 Meranti Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Riau, 2004
21,86 23,37 19,97 18,39
231
Bila dilihat dari tingkat kecamatan maka diperoleh data bahwa Kecamatan Kuala Kampar menempati posisi ketiga setelah Kecamatan Bunut dan Kecamatan Ukui, dimana besar presentase rumah tangga miskin Kecamatan Kuala Kampar sebesar 25,05 %. Sedangkan Kecamatan Teluk Meranti prosentase kemiskinan rumah tangganya mencapai 19,61 %. Besarnya prosentase tingkat kemiskinan dibandingkan dengan potensi sumberdaya alam pesisir di kedua kecamatan tersebut sangat timpang, dimana potensi sumberdaya alam yang dimiliki sangat besar namun belum termanfaatkan. Saat ini perlu perhatian serius dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ada sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
232
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa
Deskriptif
Program
Pembangunan
dan
Pengembangan
Wilayah Pesisir di Kabupaten Pelalawan Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dan disertai dengan analisis-analisisnya, maka akan memberikan suatu gambaran bahwa wilayah pesisir yang berada di Kabupaten Pelalawan merupakan wilayah yang memiliki potensi sumberdaya bidang perikanan yang cukup besar, terutama jika dikaitkan dengan sumberdaya alam
(SDA) dan sumberdaya manusia (SDM). Adanya
wilayah pesisir yang berada di kawasan bagian timur Kabupaten Pelalawan merupakan potensi khas yang tidak dimiliki oleh daerah lainnya di Indonesia. Melihat potensi dan kondisi perikanan Kabupaten Pelalawan, maka upaya pengembangan perikanan, khususnya perikanan laut dan tambak perlu mendapatkan prioritas utama, sehingga dapat dikembangkan lebih jauh lagi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan pesisir. Agar sektor perikanan menjadi sektor unggulan dalam perekonomian di Kabupaten Pelalawan, maka diperlukan suatu kebijakan (perencanaan) pembangunan yang bersifat integrasi antar institusi pemerintahan dan sektor pembangunan. Menurut Ratna T.S (2003) untuk mendapatkan hasil yang baik dalam penyusunan perencanaan pembangunan harus mengandung unsur-unsur pokok pembangunan yaitu kebijakan dasar, kerangka rencana makro, sumber pembiayaan, uraian kebijakan yang konsisten, program investasi dan rencana sasaran dan administrasi pembangunan yang mendukung. Dari hasil pengamatan juga didapatkan bahwa potensi bidang budidaya tambak masih belum termanfaat secara optimal ini terlihat dari luas potensi pengembangan tambak yang belum termanfaatkan dengan baik. Di bidang perikanan tangkap juga demikian, pemanfaatan yang masih sangat rendah masih perlu peningkatan terutama dalam peningkatan kapasitas sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan penangkapan di kawasan pesisir Kabupaten Pelalawan. Berdasarkan rencana pembangunan perikanan dan kelautan Kabupaten Pelalawan, terlihat bahwa rencana pembangunan telah mengandung kebijakan dasar. Kebijakan dasar pembangunan perikanan adalah meningkatkan mutu,
233
intensifikasi usaha, mengembangkan kelembagaan dan ilmu dan teknologi. Untuk melaksanakan kebijakan tersebut program yang disusun adalah mengadakan bimbingan dan penyuluhan, penyediaan sarana dan prasarana, peningkatan produksi, menyiapkan ketersediaan data, dan monitoring sumberdaya. Pengkajian yang harus dilakukan secara khusus oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan dalam pelaksanaan tujuan mengembangkan kawasan perikanan dan kelautan sebagai sentra produksi perikanan guna pengembangan bisnis perikanan dan kelautan (land, sea and marine bisnis), hal ini sangat berkaitan dengan keberadaan hutan magrove yang kemungkinan akan terkonversi dengan keberadaan tambak dan sebagainya. Menurut Fahrudin (1996) perubahan pemanfaatan lahan pesisir yang berhutan magrove untuk tambak hanya akan menguntungkan bila teknik budidaya yang digunakan adalah tambak intensif, tetapi sistem ini membutuhkan modal yang sangat besar. Seluruh kegiatan pada tahun 2007 yang dianggap strategis oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan untuk tercapainya tujuan dan sasaran di danai dari anggaran pembangunan yang dialokasikan untuk 36 (tiga puluh enam) kegiatan pembangunan terdiri dari 17 kegiatan wajib Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan 19 kegiatan pilihan SKPD sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Pada pengganggaran tahun 2007 untuk alokasi dana untuk kegiatan sebesar Rp.3.594.866.145,00.
5.1.1
Analisa Usaha Perikanan Tangkap Analisa usaha perikanan terdiri dari analisis perikanan budidaya, dan
analisis perikanan tangkap, yang kemudian akan dilakukan analisis terhadap kondisi
lembaga
permodalan
dan
pasar
nelayan
yang
ada
di
Kabupaten Pelalawan. Analisa usaha diperlukan untuk memberikan gambaran kondisi ekonomi dari suatu usaha apakah memberikan keuntungan atau rugi. Usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pelalawan merupakan usaha yang sangat menguntungkan, hal ini dikarenakan usaha penangkapan ini tidak memerlukan biaya oprasional yang besar dan mendapatkan hasil keuntungan produksi yang besar. Kegiatan penangkapan dilakukan dalam sebulan kira-kira sebanyak 20-24 hari.
234
Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan Kabupaten Pelalawan dapat dibagi menjadi dua, yaitu usaha penangkapan ikan di perairan umum (sungai dan danau) dan usaha penangkapan di laut. Untuk perairan umum dilakukan dalam dua cara, yaitu mandah (selama seminggu) dan setiap hari pulang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa biaya operasional untuk mandah berkisar antara Rp.60.000,00 - Rp.75.000,00. Sedangkan bila setiap hari pulang biaya operasional yang dikeluarkan sekitar Rp.13.000,00 – Rp. 15.000,00 sedangkan untuk biaya operasional penangkapan ikan di laut membutuhkan biaya operasional sekitar Rp.15.000,00, kecilnya biaya operasional melaut bila di bandingkan dengan biaya operasional melaut di daerah lain dikarenakan perahu yang digunakan rata-rata tidak memiliki motor. Adapun analisa usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pelalawan sebagai berikut. Tabel 22. Analisis Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pelalawan (per Kepala Keluarga)
No
Pembiayaan
Jumlah (rupiah) Perairan Umum Tidak Mandah Mandah 20.000 5.000 5.000 5.000 30.000 8.000 60.000 13.000
1. Bahan Bakar 2. Oli 3. Bahan Pengawetan (ES) 4. Bekal Makanan Total Biaya Operasional 5. Pendapatan Musim Ikan 300.000 30.000 Paceklik 100.000 10.000 6. Keuntungan Musim Ikan 240.000 17.000 Peceklik 40.000 -3.000 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan, 2006
Laut 5.000
5.000 10.000 40.000 15.000 30.000 5.000
5.1.2 Analisis Usaha Budidaya Perikanan Budidaya perikanan di Kabupaten Pelalawan berdasarkan media budidaya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu budidaya ikan di keramba, budidaya ikan di kolam, dan budidaya ikan di tambak. Adapun analisa usaha budidaya ikan sebagai berikut:
235
1. Analisa Usaha Budidaya ikan di Keramba Ada beberapa pertimbangan yang harus dilakukan bagi para pembudidaya dalam usaha ini seperti, penentuan lokasi yang tepat sehingga akan berdampak terhadap keberlangsungan hidup ikan yang dibudidayakan. Penentuan lokasi budidaya harus dipertimbangkan aspek teknis dan non teknis. Kemudian setelah memenuhi aspek lokasi maka juga ditentukan ikan apa yang akan dibudidayakan, hal ini penting sekali karena setiap spesies ikan memiliki habitat hidup yang berbeda. Usaha budidaya keramba yang dilakukan di kabupaten ini adalah ikan patin dan ikan bawal. Secara teknis lokasi pembudidayaan, dimana budidaya dilakukan di sungai dengan kedalaman air berkisar 7-10 m, lokasi terlindung dari gempuran ombak akibat lalu lintas kapal, dengan kecepatan arus air berkisar 50 cm/detik, dan suhu air berkisar 28-30 0C, namun yang terpenting dari kesemuanya lokasi harus terhindar dari pencemaran. Usaha ini memerlukan modal yang cukup besar, terutama dalam pembuatan unit keramba yang meliputi rakit, net, kayu, rumah jaga dan pakan ikan. Biaya pakan dalam usaha ini bisa mencapai 50 - 60 % dari seluruh biaya produksi. Dimana harga pellet yang digunakan sekarang ini berkisar antara Rp.3.500,00 - 5.000,00 /kg. Makanan yang diberikan oleh para pembudidaya rata-rata 3-5 kg/hari untuk satu keramba dengan frekuensi 2 kali sehari. Pemanenan dalam usaha budidaya keramba ini dilakukan saat ikan bawal berukuran 700-800 gr/ekor. Lama pemeliharaan ikan untuk mencapai ukuran tersebut sekitar 7-8 bulan. Selain karena ukuran yang telah sesuai, pemanenan juga dilakukan oleh para petambak berdasarkan adanya permintaan. Rata-rata modal usaha budidaya ikan bawal dan patin untuk satu siklus pemanenan memerlukan modal sebesar Rp.1.500.000,00 - 2.000.000,00 per keramba. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar yang mencapai 47,62 %. Adapun untuk lebih jelasnya mengenai analisa usaha budidaya di keramba sebagai berikut:
236
Tabel 23. Analisa Usaha Budidaya Ikan dalam Keramba di Kabupaten Pelalawan (per keramba) No Keterangan Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) 1. Modal Tetap 1 800.000 800.000 2. Benih Ikan 500 400 200.000 3. Pakan (kg) 180 3.500 630.000 4. Tenaga Kerja 5. Perawatan 1 50.000 50.000 Biaya Produksi 1.680.000 6. Pendapatan 380 kg 7.000 2.660.000 7. Keuntungan 980.000 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan, 2006
2. Usaha Budidaya Ikan di Kolam Sama dengan usaha budidaya ikan di keramba, budidaya ikan di kolam memerlukan biaya pakan yang cukup besar. Rata-rata budidaya di kolam merupakan budidaya ikan patin. Lama waktu pemeliharaan ikan patin di media kolam berkisar antara 5 - 6 bulan dengan berat rata-rata berat ikan berkisar 600 - 800 gr per ekor. Rata-rata biaya yang dikeluarkan dalam satu siklus pemanenan dalam usaha ini adalah berkisar antara Rp.3.000.000,00 Rp.4.000.000,00. Besarnya biaya yang dikeluarkan dalam usaha ini tergantung pada jumlah dan ukuran kolam serta jumlah ikan yang akan dibudidayakan. Tabel 24. Analisa Usaha Budidaya Ikan dalam Kolam di Kabupaten Pelalawan (per kolam) No Keterangan Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) 1. Modal Tetap 1 1.000.000 1.000.000 2. Benih Ikan 2.000 250 500.000 3. Pakan (kg) 700 3.500 2.450.000 4. Tenaga Kerja 5. Perawatan 1 50.000 50.000 Biaya Produksi 4.000.000 6. Pendapatan 1.260 kg 7.000 8.820.000 7. Keuntungan 4.820.000 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan, 2006 3. Usaha Budidaya di Tambak Usaha budidaya tambak di Kabupaten Pelalawan banyak dilakukan di Kecamatan Kuala Kampar dan Kecamatan Teluk Meranti. Potensi lahan tambak di kedua kecamatan cukup luas. Namun demikian usaha budidaya ikan
237
di tambak ini masih belum berkembang. Rata-rata usaha budidaya yang dilakukan adalah budidaya udang windu dan bandeng. Belum berkembangnya usaha budidaya tambak dikarenakan kurang tersedianya benih yang ada terutama benih udang windu. Adapun untuk lebih jelasnya mengenai analisa usaha budidaya ikan di tambak sebagaimana Tabel 25 berikut ini: Tabel 25. Analisa Usaha Budidaya Udang Semi Intensif di Kabupaten Pelalawan (per keramba) No Keterangan Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) 1. Modal Tetap 300.000 ekor/ha 80 24.000.000 2. Benih Ikan 3.000 5.000 15.000.000 3. Pakan (kg) 6 500.000 3.000.000 4. Tenaga Kerja 5 orang x 6 bulan 500.000 15.000.000 5. Perawatan 500.000 Biaya Produksi 57.500.000 6. Pendapatan 2.000 kg 60.000 120.000.000 7. Keuntungan 62.500.000 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan, 2006
5.1.3
Analisa Usaha Pengolahan Ikan Pengolahan ikan di Kabupaten Pelalawan sering identik dengan
pengolahan ikan dengan cara di asap dan dikeringkan. Pengasapan ikan dan pengeringan ikan yang dilakukan oleh para nelayan masih bersifat tradisional dan bahan baku yang dibutuhkan masih tergantung kepada musim ikan. Adapun biaya-biaya yang dikeluarkan oleh usaha ikan asap meliputi biaya bahan baku, alat dan bahan pengasap, bahan bakar, dan tenaga kerja. Adapun untuk analisa usaha pengolahan ikan dapat dilihat pada Tabel 26 dan Tabel 27 di bawah ini. Tabel 26. Analisa Usaha Ikan Asap Secara Tradisional di Kabupaten Pelalawan (per Kepala Keluarga) Tradisional No Uraian Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) 1. Bahan Baku 30 kg 20.000 (biaya tangkap 2. Alat Pengasapan 1 50.000 50.000 3. Bumbu-bumbu 1 3.000 3.000 4. Bahan Bakar 1 5.000 5.000 5. Tenaga Kerja 6. Perawatan Biaya Produksi 78.000 7. Pendapatan 9 kg 50.000 450.000 8 Keuntungan 372.000 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan, 2006
238
Tabel 27. Analisa Usaha Pengeringan Ikan Secara Tradisional di Kabupaten Pelalawan (per Kepala Keluarga) Lomek Kering Udang Pukul No Keterangan Harga Nilai Harga Nilai Jumlah Jumlah (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 1. Bahan Baku 100.000 100.000 600 gr (biaya 450 gr (biaya Tangkap) Tangkap) 2. Proses Pengolahan 1 20.000 1 50.000 (bahan dan alat 3. Bahan Bakar 1 1 50.000 4. Tenaga Kerja 5. Perawatan 50.000 50.000 Biaya Produksi 170.000 250.000 6. Pendapatan 30 13.000 390.000 30 30.000 900.000 7. Keuntungan 220.000 650.000 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan, 2006
Berdasarkan analisis usaha yang telah dilakukan, diketahui bahwa usahausaha perikanan di Kabupaten Pelalawan semuanya menguntungkan, baik untuk usaha perikanan tangkap, budidaya, maupun usaha pengolahan. Namun di antara ketiga usaha tersebut yang menghasilkan keuntungan paling besar adalah usaha budidaya perikanan, terutama budidaya ikan tambak. Hal ini ditunjukkan oleh keuntungan yang diperoleh per keramba per hektarnya, yaitu mencapai 62.500.000,-. Namun potensi budidaya tambak masih belum termanfaatkan secara optimal. Belum berkembangnya usaha budidaya tambak dikarenakan kurang tersedianya benih yang ada, terutama benih udang windu. Adapun usaha sub sektor perikanan yang memiliki nilai potensial ekonomi adalah usaha perikanan tangkap karena operasionalnya tidak membutuhkan atribut modal yang relatif besar. Oleh karena itu, pengembangan wilayah pesisir dengan prioritas utama usaha perikanan tangkap sangat sesuai mengingat sebagian besar masyarakat pesisir masih tergolong masyarakat miskin.
239
5.2 Peluang Investasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Kabupaten Pelalawan 5.2.1
Analisis Peluang Investasi Berdasarkan Location Quotient Sektoral Investasi merupakan suatu modal atau sarana dalam memfasilitasi
pertumbuhan ekonomi khususnya di daerah. Proses pemikirannya adalah bahwa dengan tingkat investasi yang berkesinambungan di daerah melalui pemberian insentif akan memacu pertumbuhan ekonomi dengan menghasilkan efek
multiplier yang mendorong peningkatan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat. Setiap daerah atau wilayah mempunyai beberapa sektor atau komoditas yang dapat mengembangkan daerah atau wilayah tersebut, namun kemampuan setiap sektor tersebut tentu berbeda-beda, biasanya sektor yang mempunyai potensi supply dan demand yang besar dan berorientasi pada pasar ekspor baik keluar daerah, antar pulau, maupun ke pasar luar negeri dengan intensitas perdagangan yang stabil, selalu mempunyai keunggulan komparatif dan kempetitif yang tinggi. Indikator kontribusi sektor/sub sektor dalam PDRB di atas belum menjadi cerminan sektor/sub sektor tersebut unggulan
dalam perekonomian daerah
Kabupaten Pelalawan, untuk itu maka data kontribusi PDRB di atas kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) untuk mengetahui sektor/sub sektor yang mempunyai keunggulan komparatif di Kabupaten Pelalawan. Analisis ini menggunakan data PDRB Kabupaten Pelalawan pada tiga titik waktu yaitu pada tahun 2003, 2004 dan 2005. Berdasarkan hasil analisis LQ, sektor yang ada di PDRB Kabupaten Pelalawan pada tahun 2004, hanya terdapat
tiga sektor yang mempunyai
keunggulan komparatif, hal ini karena ketiga sektor tersebut memiliki nilai indeks LQ lebih besar dari satu, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan apabila dirinci secara sub sektor, terdapat 13 (tiga belas) sub sektor yang mempunyai keunggulan komparatif pada Tabel 32 di bawah. Selanjutnya hasil analisis LQ pada sub sektor basis pada tahun 2005, ternyata tidak jauh berbeda dengan tahun 2004. Dari 13 (tiga belas) sub sektor
240
yang memiliki keunggulan komparatif di tahun 2004 masih mempunyai peranan sebagai sub sektor yang memiliki keunggulan komparatif di tahun 2005, namun terdapat pengurangan satu sub sektor sehingga menjadi 12 (dua belas) sub sektor yaitu sub sektor perkebunan yang mengalami penurunan investasi secara drastis pada tahun 2005 akibat ketatnya ijin pencadangan lahan untuk perkebunan pada kawasan hutan dengan ketatnya pemberantasan ilegal logging menjadi rendahnya minat para investor. Jika dilakukan perbandingan terhadap hasil analisis LQ pada tiga titik waktu, rata-rata terdapat sektor/sub sektor kegiatan ekonomi yang bisa dijadikan sebagai sektor ekonomi basis atau potensial dan penentuan sektor basis berdasarkan konsistensi capaian pada tiga titik waktu, bukan pada capaian nilai rata-rata di atas nilai satu saja.
Tabel 28. Analisa Sektor dan Sub Sektor Basis Sektor 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 3. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sub Sektor 1. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan 2. Sub Sektor Perkebunan 3. Sub Sektor Peternakan dan hasilnya 4. Sub Sektor Kehutanan 5. Sub Sektor Perikanan 6. Sub Sektor Industri tanpa Migas 7. Sub Sektor Air Bersih 8. Sub Sektor Perdagangan Besar & Eceran 9. Sub Sektor Angkutan Laut 10. Sub Sektor Angkutan Sungai, Danau & Penyebrangan 11. Sub Sektor Angkutan Udara 12. Sub Sektor Komunikasi 13. Sub Sektor Administrasi Pemerintah & Pertahanan
Meskipun secara rata-rata Kabupaten Pelalawan memiliki 13 (tiga belas) sub sektor basis potensial diluar Minyak dan Gas sebagaimana Tabel 28 di atas, namun terdapat empat sub sektor yang tidak konsisten pada titik tahun tertentu sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 29 di bawah, sehingga hanya terdapat sembilan sub sektor basis yang konsisten dalam titik waktu tiga tahun.
241
Tabel 29. Hasil Analisis LQ di Kabupaten Pelalawan Tahun 2003 s/d 2005
Sektor Ekonomi 1 1. PERTANIAN
2003 2004 2005 2 3 4
Ratarata 5
2.46
2.59
1.40 2,1500
a. Tanaman Bahan Makanan
1.28
1.40
1.82 1,5000
b. Tanaman Perkebunan
7.43
7.26
0.91 5,2000
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
0.93
1.06
1.47 1,1533
d. Kehutanan
2.55
3.68
5.36 3,8633
e. Perikanan
2.64
2.53
3.30 2,8233
0.57
0.54
0.51 0,5400
a. Minyak dan Gas Bumi
1.67
1.52
1.40 1,5300
b. Penggalian
0.39
0.52
0.68 0,5300
2.53
0.50
2.57 1,8667
a. Industri Migas
1.55
1.68
1.76 1,6633
b. Industri Tanpa Migas
0.62
1.58
1.69 1,2967
0.66
0.66
0.86 0,7267
a. Listrik
0.51
0.50
0.65 0,5533
b. Air Bersih
1.92
1.94
2.51 2,1233
5. BANGUNAN
0.30
0.31
0.36 0,3233
6. PERDAG., HOTEL & RESTORAN
1.32
1.38
1.69 1,4633
a. Perdagangan Besar & Eceran
1.66
1.73
2.11 1,8333
b. Hotel
0.40
0.41
1.56 0,7900
c. Restoran
0.06
0.06
0.08 0,0667
1.23 1.29
1.24 1.37
1.53 1,3333 1.60
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan
242
1. Angkutan Rel
0.00
0.00
1,4200 0.00 0,00
2. Angkutan Jalan Raya
0.74
0.81
0.90 0,8167
3. Angkutan Laut
3.75
4.14
5.09 4,3267
0.94
1.08
1.40 1,1400
2
3
5. Angkutan Udara
2.19
2.02
2.50 2,2367
6. Jasa Penunjang Angkutan
0.55
0.61
0.81 0,6567
b. Komunikasi 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
1.10
1.04
1.43 1,1900
0.38
1.38
1.45 1,0700
a. Bank
0.15
1.15
1.20 0,8333
b. Lembaga Keuangan tanpa Bank
0.56
0.54
1.63 0,9100
d. Sewa Bangunan
0.82
0.77
0.90 0,8300
e. Jasa Perusahaan
0.04
1.04
1.04 0,7067
0.80
0.73
1.88 1,1367
1.15
1.04
1.32 1,1700
1.84
1.68
2.13 1,8833
2. Jasa Pemerintah lainnya
0.00
0.00
0.00 0,00
b. Swasta
0.43
0.41
0.46 0,4333
1. Sosial Kemasyarakatan
0.82
0.72
0.77 0,7700
2. Hiburan & Rekreasi
0.63
0.64
0.82 0,6967
4. Angk. Sungai, Danau & Penyebr. Tabel 29. Lanjutan ... 1
9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan
4
5
3. Perorangan & Rumahtangga 0.21 0.20 0.22 0,2100 Dari Tabel 29 terlihat bahwa sektor industri pengolahan bukanlah sektor basis Kabupaten Pelalawan. Namun, secara sub sektor terdapat satu sub sektor industri pengolahan yang memiliki keunggulan dan berpotensi menjadi salah satu
243
basis ekonomi Kabupaten Pelalawan yaitu industri tanpa migas melalui aktifitas makanan, minuman dan tembakau serta barang kayu dan hasil hutan lainnya. Disamping itu, keunggulan dari sub sektor lainnya yang diidentifikasi, secara
potensial
relatif
dapat
dikembangkan
dan
berimplikasi
dalam
pengembangan industri pengolahan di Kabupaten Pelalawan yaitu: 1. Sub Sektor Tanaman Perkebunan. 2. Sub Sektor Kehutanan. 3. Sub Sektor Perikanan. 4. Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan. 5. Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya. Kelima sub sektor tersebut di atas, sangat berpotensi dan memiliki peluang investasi yang baik dalam mendukung pengembangan sumberdaya alam
di
Kabupaten Pelalawan, dimana memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu. Hal ini karena bila sub sektor-sub sektor tersebut dikelola lebih lanjut dalam suatu industri pengolahan maka dapat memberikan nilai tambah dalam perekonomian. Sebagaimana analisis peluang investasi menurut sektor/sub sektor pada bagian sebelumnya, maka untuk mendukung proses evaluasi peluang investasi, perlu pula di analisis
sektor/sub sektor dari setiap sektor yang berpotensi
memiliki keunggulan dan menjadi basis ekonomi Kabupaten Pelalawan. Di samping itu, komoditi-komoditi tersebut dapat pula dikelola lebih lanjut dalam industri pengolahan sehingga dapat memberikan nilai tambah. Berdasarkan hasil analisis LQ sektor dari setiap sub sektor ekonomi Kabupaten Pelalawan, menunjukkan bahwa terdapat beberapa komoditi yang dapat dijadikan sebagai komoditi basis dalam pengembangan setiap sektor basis yaitu perikanan (perikanan laut), perkebunan, dan tanaman pangan Dari komoditi-komoditi basis di atas, dapat dilakukan pengolahan selanjutnya, yang salah satunya untuk pengembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Pelalawan tentunya dengan melakukan berbagai sektor dan sub sektor.
5.2.2
Analisis Peluang Investasi Berdasarkan Location Quotient Komoditi Sebagaimana analisis peluang investasi menurut sektor / sub sektor pada
bagian sebelumnya, maka untuk mendukung proses evaluasi peluang investasi,
244
perlu pula dianalisis komoditi dari setiap sektor yang berpotensi memiliki keunggulan dan menjadi basis ekonomi Kabupaten Pelalawan. Di samping itu, komoditi-komoditi tersebut dapat pula dikelola lebih lanjut dalam industri pengolahan sehingga dapat memberikan nilai tambah. Pada Tabel 29 hasil analisis LQ komoditi dari setiap sektor / sub sektor ekonomi Kabupaten Pelalawan, menunjukkan bahwa terdapat beberapa komoditi yang dapat dijadikan sebagai komoditi basis dalam pengembangan setiap sektor basis yaitu, antara lain: 1. Sektor / Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan (Pangan dan Holtikultura) 2. Sektor / Sub Sektor Tanaman Perkebunan 3. Sektor / Sub Sektor Kehutanan 4. Sektor / Sub Sektor Perikanan (Perikanan Laut) Dari komoditi-komoditi basis di atas, dapat dilakukan pengolahan selanjutnya, yang salah satunya untuk pengembangan industri pengolahan di Kabupaten Pelalawan, tentunya dengan melakukan berbagai studi kelayakan. Secara historis ekonomi, terdapat beberapa komoditi yang menjadi basis Kabupaten Pelalawan, dimana komoditi-komoditi tersebut mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional. Pada sektor kehutanan, Kabupaten Pelalawan memiliki potensi kayu yang besar, yang saat ini masih rendah pemanfaatannya baik eksplorasi maupun konservasi.
5.3. Kebijakan Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir Di Kabupaten Pelalawan .Perhitungan value interval terhadap 50 responden masyarakat (nelayan tangkap) dengan analisis MCDM menggunakan software PRIME ditinjau dari atribut pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan value interval terhadap atribut diketahui bahwa pola pengelolaan pemanfaatan dengan skenario
economic dan enviroment lebih dominan dibanding dengan skenario yang lain. Dari sisi masyarakat (nelayan tangkap) untuk meningkatkan pendapatan nelayan harus dilakukan dengan memaksimalkan modal secara optimal, sementara masyarakat tidak punya kemampuan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan tangkap yang dapat sustainable bagi pembangunan wilayah
245
pesisir. Kebijakan pembangunan ekonomi pada wilayah pesisir dilaksanakan dengan mendorong pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Pilihan tersebut berdasarkan hasil analisis memiliki peluang potensi yang besar terhadap selang nilai pada atribut yang akan mempengaruhi kebijakan ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar tersebut merupakan output atau keluaran dari Value Tree pada software PRIME. Angkaangka yang terdapat dalam keluaran tersebut menggambarkan selang nilai atau bobot dari tiap alternatif pemanfaatan.
Gambar 9. Pohon Nilai (value tree) Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Hasil analisis MCDM menggunakan software PRIME untuk value tree, menunjukkan bahwa aspek ekonomi merupakan prioritas pertama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Prioritas kedua adalah aspek lingkungan, kemudiaan prioritas ketiga adalah aspek sosial dan prioritas keempat adalah aspek kelembagaan. Aspek ekonomi merupakan pertimbangan utama mengingat konsep pengembangan wilayah pesisir nantinya yang harus memberikan nilai signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Mengingat akan terdapat aktifitas yang komplek nantinya di wilayah pesisir, maka atribut dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dalam skenario pembangunan dan strategi pengembangan wilayah pesisir tersebut diklasifikasikan kedalam tiga skenario utama ialah yang menyangkut: status quo
246
scenario (kondisi saat ini), economic driven scenario (skenario dengan bobot ekonomi yang besar) dan environmental driven scenario (skenario dengan bobot lingkungan yang besar). Pengambilan skenario kondisi saat ini ialah untuk melihat pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dalam pengembangan wilayah pesisir pada
keadaan
sekarang
(eksisting),
skenario
economic
driven
dengan
mempertimbangkan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir yang berorientasi meningkatkan ekonomi dari kegiatan pengembangan wilayah pesisir itu sendiri dapat dilihat dari tingkat pendapatan nelayan, akses pasar dan sirkulasi perkembangan permodalan. Untuk skenario environmental
driven mempertimbangkan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir dengan memperhatikan lingkungan sebagai kunci keberlanjutan dari pengembangan wilayah pesisir merupakan sumberdaya alam potensial ditinjau dari aspek lingkungan itu sendiri. Hasil
analisis
value
menunjukkan
interval
(selang
nilai)
yang
mendominansi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir mengarah kepada keputusan prioritas meningkatkan aspek ekonomi sebagaimana Gambar 10 di bawah ini.
Weights: Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap
S u b a t t r ib u t e s
Ekonomi
0.409 ... 0.581
Sosial
0.097 ... 0.206
Ling/Ekologi
0.245 ... 0.408
Kelembagaan
0.03 ... 0.054 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0.55
Values
Gambar 10. Selang Nilai (value interval) Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Secara komprehensif hasil analisis terhadap alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dapat di lihat urut pembobotan (weighted) sebagaimana Tabel 30 di bawah ini. Tabel 30.
Prioritas Alternatif Pengelolaan Potensi
247
Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Selang Nilai Alternatif Pemanfaatan Bobot Kriteria Ekonomi 0,606 Pendapatan Nelayan 1 Akses Pasar 0,243 3 Modal 0,324 2 Sosial 0,769 Penyerapan Tenaga Kerja 1 Konflik Sosial 0,119 4 Partisipasi Masyarakat 0,214 2 Persepsi Masyarakat 0,167 3 Lingkungan Ketersediaan Stock 0,600 2 0,625 Pencemaran 1 Kelembagaan Peran Kelembagaan 0,054 2 0,600 Efektivitas Kelembagaan 1 Berdasarkan analisis, bahwa dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan perhatian utama harus diarahkan pada aspek ekonomi dengan atribut pendapatan nelayan dengan bobot 0,606. Untuk aspek sosialnya yang perlu diperhatikan adalah penyerapan tenaga kerja terhadap perikanan tangkap yaitu dengan nilai bobot 0,769, sedangkan pada aspek lingkungan atribut yang menjadi perhatian utama adalah pencemaran dengan nilai bobot 0,625 dan untuk aspek terakhir, yaitu aspek kelembagaan maka atribut yang perlu diperhatikan adalah efektivitas kelembagaannya dengan bobot 0,600. Hasil analisis MCDM menggunakan software PRIME didapatkan hasil pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dilihat dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Untuk aspek ekonomi yang dijadikan driven (arahan) dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan, maka atribut pendapatan nelayan mempunyai bobot yang paling tinggi yaitu 0,606, kemudian perlunya dukungan modal 0,324 dan atribut akses pasar 0,243. Nilai bobot tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini. Weights: Ekonomi
S u b a ttr ib u te s
Pendapatan Nelayan
0.488 ... 0.606
Akses Pasar
0.135 ... 0.243
Modal
0.216 ... 0.324 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
0.5
0.55
0.6
Values
248
Gambar 11.
Lembaga
Nilai Bobot dengan Aspek Ekonomi sebagai Arahan (driven) Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan
permodalan
juga
menjadi
penting
dalam
pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap karena lembaga ini diharapkan mampu memberikan bantuan modal, karena modal akan menjadi unsur utama dalam melakukan usaha pertanian. Lembaga permodalan yang dibahas adalah lembaga permodalan yang ada dilokasi penelitian, dibuat secara swadaya oleh masyarakat nelayan. Bentuk dari lembaga permodalan yang ada berupa koperasi, yaitu Koperasi Bina Pesisir Mandiri Desa Teluk Kecamatan Kuala Kampar dan Lembaga Pengkreditan Masyarakat Desa Kecamatan Pangkalan Kerinci. Dari dua koperasi tersebut jumlah anggota sebanyak 87 orang dengan simpanan sebesar Rp.24.830.000,00 dan volume usaha sebesar Rp.95.756.000,00. Kecilnya simpanan di kedua koperasi menjadikan pinjaman yang diberikan oleh koperasi kepada para petambak dan nelayan juga kecil. Sementara itu dari wawancara, masyarakat (nelayan tangkap) sangat mengharapkan
Pemerintah
Kabupaten
Pelalawan
dapat
berperan
dalam
memberikan bantuan revitalisasi alat tangkap tradisional menjadi modern berupa kapal motor. Selanjutnya respondenpun menyatakan dukungan modal dari kelembagaan yang ada kurang berperan, ini terlihat dari 50 nelayan belum ada satupun yang memiliki sarana kapal motor, sehingga potensi perikanan di wilayah pesisir tidak dapat dioptimalkan oleh nelayan Kabupaten Pelalawan, namun dimanfaatkan oleh para nelayan di luar Kabupaten Pelalawan. Mengingat adanya selang nilai yang overlap antara satu atribut dengan yang lainnya, maka harus dilakukan analisis dominance sebagai tahap penentuan alternatif terbaik yang memungkinkan dari seluruh kombinasi alternatif yang ada. Hasil analisis dominance dapat dilihat pada Tabel 31 di bawah ini.
249
Tabel 31. Matriks Dominance untuk Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Skenario
Status Quo
X Status Quo Economic Driven H Environmental Diven H Keterangan : H : hijau, M : merah
Economic driven M X
Environment driven M X
Hasil analisis dominance sebagaimana Tabel 31 diperoleh bahwa skenario pengembangan ekonomi dan pengendalian lingkungan lebih mendominasi dari pada skenario status quo (nilai bobot kondisi saat ini yang besar) dan ditunjukkan dengan Tanda huruf (M) merah pada matriks tersebut yang menunjukan bahwa alternatif pada baris didominasi oleh alternatif pada kolom. Sedangkan tanda huruf (H) hijau menunjukan sebaliknya (alternatif pada kolom didominasi oleh alternatif pada baris), sementara tanda X menunjukan matriks diagonal yang tidak menunjukan dominasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, bahwa peningkatan ekonomi tetap menjaga kelestarian lingkungan. Pada tahap akhir dari penentuan strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Pelalawan adalah dilakukan analisis decision
rules yang akan menentukan alternatif terbaik. Decision rules disajikan dalam bentuk indikator maximax, maximin, central values dan possible loss. Maximax disebut juga sebagai keputusan optimis dimana diasumsikan bahwa semua kemungkinan nilai berada pada atau dekat dengan batas tertinggi dari value
interval yang disajikan sebelumnya Sebaliknya maximin atau keputusan pesimis mengasumsikan bahwa jika skenario terburuk terjadi, maka alternatif yang dipilih adalah alternatif yang memiliki nilai batas bawah yang tertinggi. Sementara
central value memilih alternatif dengan nilai tengah yang paling besar. Hasil dari decision rules berdasarkan penekanan pada aspek economic dan
enverioment disajikan pada Tabel 32 berikut. Pada penekanan aspek environmental seperti nampak pada Tabel 33 kemungkinan kerugian yang paling kecil akan diperoleh jika menggunakan pola secara environmental driven.
250
Tabel 32. Decision rules Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dengan Economic Driven Kondisi Status Quo Econ Driven Envir Driven
MaxiMax
√
MaxiMin
√
Central Value
√
MiniMax Regret
√
Possible Loss 1.000 0.774 0.000
Berdasarkan analisis aturan keputusan (decision rules), seperti pada Tabel 32, diperoleh bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan sekalipun dilakukan dengan kegiatan prioritas utama melalui economic driven, tetap tidak merusak lingkungan lingkungan/ekologi yang telihat dari possible loss (kerugian terkecil) yaitu 0,000. Alternatif scenario
economic driven tetap ramah lingkungan dan menjadi alternatif utama. Kondisi ini terlihat dari kemauan masyarakat untuk menggali potensi sumberdaya perikanan yang ada cukup kuat, namun belum didukung finansial berupa investasi/modal dan pasar sehingga potensi yang ada belum tergali untuk meningkat kesejahteraan masyarakat. Potensi sumberdaya perikanan yang tinggi, didukung dengan kekuatan modal dan pasar akan menghasilkan sebuah kekuatan ekonomi wilayah khususnya di Kabupaten Pelalawan, dan perlu dorongan pemerintah atas lembaga pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pelalawan. Penekanan pada aspek environment dilakukan dengan memberi bobot lebih tinggi terhadap akses dan partisipasi, sedangkan konflik diberi bobot lebih rendah. Berdasarkan check list terhadap maximax, maximin, dan central values pada tabel maka alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan lebih ditekankan pada pola user based karena memiliki kemungkinan kerugian (possible loss) paling rendah dibandingkan pola pengelolaan lainnya. Tabel 33. Decision Rules Pengelolaan Sumber Daya Perikanan dengan Environment Kondisi Status Quo Econ Driven Envir Driven
maximax maximin
9
9
Central value 9
Minimax regret 9
Possible loss 0.951 0.548 0.771
251
Pengambil keputusan hendaknya mempertimbangkan pola mana yang akan dilakukan berdasarkan pertimbangan aspek economic dan environment. Sistem pengelolaan berdasarkan pengguna/masyarakat nelayan (user based) mempunyai beberapa kelebihan antara lain akses masyarakat terhadap sumberdaya perikanan relatif lebih tinggi karena aturan main kelembagaan ditentukan oleh masyarakat sendiri. Sehingga penguatan kelembagaan mutlak dilakukan untuk dapat menerapkan pengelolaan user based. Adanya kearifan lokal dan norma sosial menyebabkan terjadi efisiensi penggunaan sumberdaya perikanan sehingga menjamin adanya upaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Selain itu penetapan akses pasar dan modal dengan pola user based dinilai lebih baik dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di dalam pembangunan ekonomi wilayah Kabupaten Pelalawan. Kelebihan pengelolaan sumberdaya perikanan komunal adalah tanggung jawab sepenuhnya masyarakat lokal/masyarakat setempat dan pemeliharaan serta rehabilitasi. Kekuatan kelembagaan pengelola sumberdaya perikanan timbul berkat partisipasi masyarakat untuk membayar iuran yang menimbulkan rasa memiliki dan kewenangan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Pola pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap oleh masyarakat tergantung kekuatan struktur kelembagaan lokal untuk mengembangkan rasa memiliki anggotanya.
Pengelolaan
sumberdaya
perikanan
berdasarkan
pengguna/masyarakat nelayan (user based) yang mengedepankan partisipasi masyarakat nelayan. sebenarnya sudah di uji coba dengan berbagai pilot project. Namun pemerintah kurang memberikan penanganan yang serius untuk tindak lanjutnya. Sehingga sampai saat ini pola partisipatif dalam pengelolaan perikanan tangkap hanya terdapat di wilayah-wilayah yang memiliki kelembagaan adat yang kuat. Sehubungan keterbatasan kemampuan institusi formal pemerintah dan keterbatasan cara pendekatan tradisional yang top down dalam pembangunan, dan pentingnya pemerataan dan mengurangi jumlah kemiskinan maka perhatian sebaiknya ditujukan kepada adanya pergeseran kearah menggali potensi besar peranan partisipasi masyarakat komunal (the participation of communities) dalam perencanaan dan manajemen sektor publik dan penyediaan serta penyampaian
252
pelayanan jasa-jasa kepada masyarakat ditingkat lokal (local level). Peranan komunitas menjadi semakin dianggap penting khususnya bagi Indonesia yang mewariskan pemerintahan sentralistik, sehingga banyak norma-norma adat yang dulunya efektif mengatur perilaku anggota masyarakat komunal menjadi rusak. Norma-norma adat dalam mengatur perilaku masyarakat komunal dalam kaitannya dengan usaha pengelolaan sumberdaya alam khususnya pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dan penggunaan sumberdaya bersama (common property resources) atau dalam pengertian yang lebih sempit, untuk menyediakan local public goods sangat efektif, seperti dalam pengelolaan sistem perikanan tangkap, yang disebut sebagai local common, karena dalam local
common ini dicirikan adanya kesulitan untuk memberlakukan user cost-price charge, disebabkan karena sifat tidak terpisahkan secara teknis (technological non-excludability) dari sumberdaya tersebut, sehingga tidak dapat diharapkan sebagai usaha yang mencukupi bagi kegiatan tangkap sumberdaya tersebut, berlainan seperti ditunjukkan oleh motivasi keuntungan (profit motive) para
agents dalam kegiatan ekonomi pasar yang dilakukan secara terbuka. Agar dapat memanfaatkan potensi dari masyarakat komunal lokal secara efektif untuk pembangunan, maka kita membutuhkan adanya pemahaman terhadap dinamika dari komunitas dan pemerintahan lokal (local administrations), untuk mendorong interaksi yang terjadi antar mereka dengan pemerintahan diatasnya. Maka suatu pemahaman yang lebih baik tentang kendala-kendala dari para pemain (actors/players) dalam tindakan pembangunan sangat penting untuk membangun suatu institusi yang mempunyai hubungan lebih sinergistik antara pemerintah dan masyarakat. Pola pengelolaan sumberdaya pengelolaan dengan menerapkan sistem pengelolaan yang melibatkan masyarakat, pada satu sisi menekankan efisiensi yang lebih tinggi daripada pengusaha besar karena pengelolaan masih bersifat lokal atau tradisional yang masih bersifat kearifan lokal. Berdasarkan analisis di atas dengan berbagai skenario, metode pengelolaan dengan memakai teknologi yang tinggi belum sesuai diterapkan di Indonesia selain masalah pendanaan juga kesiapan wilayah untuk mengadopsi sistem baru. Pola pengelolaan yang seragam akan membebani masyarakat nelayan kecil yang hanya bersifat tradisional
253
sehingga aspek kesetaraan dan keadilan kurang dikedepankan. Pola pengelolaan diterapkan di Indonesia saat ini dinilai kurang menguntungkan karena pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan oleh pemerintah kurang menguntungkan masyarakat lokal, sebaiknya pemerintah sebagai kontrol dalam pengelolaan.
Survey di Kabupaten Pelalawan menunjukkan bahwa masyarakat pesisir nelayan yang ada di Kabupaten Pelalawan membutuhkan investasi/modal dan akses pasar untuk meningkatkan pendapatan, oleh karena masyarakat nelayan yang berada di pesisir sangat minim dalam segala akses baik modal maupun pasar, dan dari aspek konflik sangat baik dengan ditunjukkan kecilnya terjadinya konflik sosial di masyarakat. Penentuan pilihan (keputusan) yang sebenarnya dalam dunia nyata tidak ada pemecahan yang berbentuk clear cut seperti pilihan yang berbentuk boundary
solution. Pada pengambilan keputusan yang menekankan aspek ekonomi; tingkat optimum pada umumnya dicapai pada keputusan campuran (optimum mixed) dalam suatu interior solution diantara alternatif-alternatif pilihan yang tersedia, sambil memperhitungkan berbagai kemungkinan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara ganda (multiple uses) dengan mengingat berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa pada pelaksanaan perbaikan kebijaksanaan ekonomi yang ditujukan kepada perbaikan golongan masyarakat lemah seperti para masyarakat nelayan, kiranya tidak dapat menentukan alokasi hak-hak pengunaan perikanan kepada berbagai kelompok yang berdayasaing (yang berimplikasi politik), kearah pola alokasi yang ideal, seperti dengan mengembalikan hak-hak pakai sumberdaya perikanan kepada masyarakat komunal sepenuhnya, menurut keadaan semula (the first best policy). Karena pilihan keputusan yang demikian banyak menghadapi kendala-kendala yang sering hampir tidak mungkin dapat dilakukan. Dengan demikian harus merasa puas dengan alternatif pemecahan melalui alokasi hak-hak yang paling layak (feasible) dilaksanakan yang merupakan the second best policy.
5.4. Kebijakan Rancangan Program Saat ini kebijakan rancangan program wilayah pesisir pada dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kuala Kampar dan Kecamatan Teluk Meranti meliputi :
254
5.4.1 Rancangan Program Sumberdaya Alam Berbasis Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir Berdasarkan analisis-analisis yang telah dilakukan maka dapat disusun rancangan program pembangunan ekonomi wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Pembangunan ekonomi wilayah pesisir saat ini didominasi oleh kegiatan pertanian yang telah dimanfaatkan secara maksimal, namun di sisi lain pemanfaatan sumberdaya di sektor perikanan yang memiliki potensi yang besar masih sangat minim. Maka dalam perencanaan ekonomi di Kabupaten Pelalawan saat ini hendaknya diarahkan ke sektor perikanan dengan memperhatikan
sustainability atau keberlanjutan dari lingkungan itu sendiri.
5.4.1.1 Perikanan Tangkap Kegiatan penangkapan perikanan merupakan prioritas utama kebijakan pembangunan wilayah pesisir untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang harus dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pelalawan. Kebijakan yang harus dikeluarkan berdasarkan kondisi eksisting adalah kebutuhan akan sarana dan prasarana tangkap, hal ini perlu dilakukan dikarenakan masih minimnya alat tangkap nelayan untuk mendapatkan ikan yang ekonomis tinggi dan armada tangkapan yang digunakan masih sangat tidak memadai (tanpa motor) sehingga tidak mampu menjangkau daerah laut yang jauh. Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan di Kabupaten Pelalawan ini sebagian besar masih menggunakan armada tangkapan pompong yang hanya mampu memuat sebanyak satu orang nelayan, dan dalam proses kegiatan melaut armada ini tidak menggunakan motor namun dengan didayung. Dalam proses penangkapan ikan nelayan menggunakan alat tangkap jaring yang ditebar di laut dan dibiarkan selama 12 jam, dimana pagi dan siang harinya nelayan melakukan pengangkatan jaring untuk mengambil ikan yang terjerat. Biasanya nelayan melakukan pemanenan ikan pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB. Jarak penangkapan ikan dari tempat awal para nelayan melaut sekitar 1,5 km. Dan akibat minimnya pemanfaatan sumberdaya ikan oleh para nelayan di Kabupaten Pelalawan, menjadikan nelayan daerah lain masuk kewilayah Kabupaten Pelalawan untuk melakukan penangkapan ikan
255
dengan alat dan armada tangkap yang cukup memadai, akibat hal tersebut sering menjadi pemicu konflik antar nelayan antar daerah. Saat ini ada satu armada pengawasan perikanan dalam menjaga teritorial wilayah agar mencegah terjadinya konflik tersebut. Sedangkan nelayan yang menggunakan armada tangkap menggunakan motor dalam penangkapan ikan dilakukan hampir sama dengan yang dilakukan oleh nelayan yang menggunakan armada tangkap pompong. Hanya pada nelayan yang telah menggunakan motor ini biasanya mereka menangkap udang, sehingga dalam perjalanan melaut mereka juga membawa es untuk menjaga kesegaran udang hasil tangkapan. Alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan biasanya jala dengan wilayah penangkapan sekitar 3 km dari daerah awal melaut. Dan waktu melaut sama dengan nelayan yang menggunakan armada tangkap
pompong. Saat ini hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan merupakan ikan yang memiliki ekonomis yang masih rendah sehingga dalam penjualan hasilnya memerlukan perlakuan terlebih dahulu (added value). Hasil penangkapan nelayan masih sangat minim dimana dalam satu hari dengan dua trip, nelayan hanya mendapatkan ikan sebanyak 50 kg. Dengan harga per kg ikannya hanya sebesar Rp.5.000/kg sedangkan hasil tangkapan udang sebanyak 10 kg dan harga jual segar sebesar Rp.10.000/kg.
5.4.1.2
Perikanan Budidaya Pengembangan perikanan budidaya mutlak di perlukan, hal ini didasarkan
dengan besarnya potensi sumber daya lahan yang dapat dan berpeluang untuk melakukan pembukaan lahan budidaya. Namun demikian pembukaan lahan untuk budidaya harus memperhatikan kondisi ekologi lainnya. Banyaknya hutan mangrove dengan tipe tumbuhan avicenia bahkan nipah masih terdapat dengan lestari. Saat ini ada tiga jenis budidaya perikanan yang dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten Pelalawan yaitu budidaya tambak, budidaya kolam dan budidaya karamba. Daerah yang memungkinkan untuk melakukan pembukaan lahan di Kabupaten Pelalawan berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Kuala Kampar
256
dan Kecamatan Teluk meranti. Sedangkan sumberdaya ikan yang dibudidayakan dapat berupa jenis udang seperti Udang Windu, Udang Galah. Hal ini didasarkan dengan kondisi lingkungan yang merupakan habitat udang. Dalam pengembangan usaha budidaya ini masyarakat masih terkendala dengan keberadaan dana usaha, sehingga diharapkan adanya terobosan kerjasama antara pihak perbankan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan untuk dapat mengucurkan dana pinjaman lunak untuk usaha pengembangan budidaya perikanan. Sedangkan untuk usaha budidaya perikanan di kolam saat ini telah cukup dikembangkan, rata-rata pembudidaya kolam mengembangkan usaha budidaya ikan patin. Namun demikian sampai saat ini usaha budidaya tersebut masih dilakukan secara tradisional, sehingga dalam pengembangannya dibutuhkan usaha intensifikasi untuk dapat meningkatkan produksi kolam tersebut. Keterbatasan ketersediaan pakan terdekat dari tempat budidaya kolam membatasi masyarakat pembudidaya kolam untuk mengembangkan usahanya. Pengembangan usaha budidaya kolam ini hampir diusahakan disemua kecamatan yang ada di Kabupetan Pelalawan, namun berdasarkan data dan hasil survey, daerah yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah Kecamatan Pangkalan Kuras, Kecamatan Ukui, Kecamatan Pangkalan Kerinci dan Kecamatan Bunut. Kegiatan usaha budidaya ikan karamba dilakukan di Sungai Kampar dan anak-anak sungai maupun di danau. Saat ini kondisi karamba banyak dikembangkan oleh masyarakat yang berada di Kecamatan Langgam, Kecamatan Pelalawan dan Kecamatan Pangkalan Kerinci. Sedangkan saat ini pembukaan usaha budidaya karamba juga dimulai di daerah-daerah lainnya seperti di Kecamatan Teluk Meranti, Kecamatan Kerumutan, Kecamatan Bunut, dan Kecamatan Pangkalan Kuras.
5.4.1.3 Pengolahan Pascapanen Pada saat ini kondisi pengelolaan pascapanen di Kabupaten Pelalawan masih dilakukan secara tradisional, ketergantungan akan ketersediaan dari pada bahan baku ikan ekonomis tinggi menjadi kendala. Keterbatasan modal untuk mengembangkan usaha untuk lebih baik hingga produk yang dihasilkan tidak
257
kalah bersaing dengan produk dari luar merupakan kendala yang paling dominan yang ada di setiap unit usaha pengolahan pascapanen perikanan. Saat ini ada beberapa produk yang dihasilkan oleh para unit usaha pengolahan pascapanen yang ada di Kabupaten Pelalawan yaitu ikan asap, ikan kering. Namun yang banyak produk dihasilkan saat ini adalah produk ikan kering, usaha ini dilakukan karena seringnya ikan segar yang dihasilkan tidak habis terjual di pasar. Kebanyakan jenis ikan yang dikeringkan merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis rendah seperti jenis ikan “lomek” (ikan bulu ayam, dalam bahasa nasional), sehingga terkadang produk yang dihasilkan kalah bersaing dengan produk dari daerah lain. Selain pengelolan pascapanen perikanan yang sangat tradisional, juga terdapat satu usaha pengelolaan yang sudah cukup maju, yaitu usaha pengeringan ubur-ubur. Dimana produk yang dihasilkan di ekspor ke Negara Cina, namun demikian usaha yang pengolahan ubur-ubur masih bersifat musiman. Dari hasil pengolahan tradisional yang dihasilkan produknya selain dipasarkan di Kabupaten Pelalawan sendiri juga dipasarkan kedaerah lainnya seperti Kota Pekanbaru, Kabupaten Bengkalis, dan lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pelalawan untuk dapat meningkatkan usaha pascapanen tersebut dengan cara peningkatan kualitas pengelolaan pascapanen melalui pelatihan dan pemberian pinjaman lunak untuk pengembangan usaha.
5.4.1.4
Kelembagaan Permodalan dan Pasar Dalam mendukung kegiatan perekonomian di wilayah pesisir diperlukan
suatu pengembangan lembaga permodalan dan pasar yang berbasiskan masyarakat nelayan. Perencanaan pengembangan lembaga permodalan dan pasar lebih diarahkan pada : a) Optimalisasi lembaga-lembaga pendukung yang telah ada seperti Koperasi Unit Desa (KUD), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Tempat Pelabuhan Perikanan. Dengan cara peningkatan sarana dan prasarana KUD, TPI dan Tempat Pelabuhan Perikanan, seperti penyediaan air bersih, penyediaan
258
tempat tambatan kapal yang nyaman dan adanya dayasaing harga yang cukup kompetitif. b) Pengembangan kelembagaan keuangan yang ada seperti Koperasi Bina Pesisir Mandiri di Desa Teluk Kecamatan Kuala Kampar. c) Perlunya pengembangan Bank Mikro untuk dapat menunjang kebutuhan permodalan para nelayan di kawasan pesisir Kabupaten Pelalawan.
5.4.2 Rancangan Program Sumberdaya Manusia Berbasis Penguatan Teknologi dan Pemberdayaan Masyarakat Wilayah Pesisir Strategi mutlak diperlukan dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi wilayah pesisir. Penetapan strategi ini bertujuan untuk menetapkan dasar-dasar pembangunan yang akan datang yang didasarkan pada landasan kondisi terkini yang benar tentang permasalahan-permasalahan pembangunan di wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan. Adapun permasalahan-permasalahan yang dimaksudkan adalah persoalan internal masyarakat nelayan menyangkut aspek sosial budaya seperti pendidikan, mentalitas, dan sebagainya. Aspek ini yang mempengaruhi sifat dan karakteristik masyarakat nelayan. Sifat dan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh jenis kegiatan usaha seperti usaha perikanan tangkap, usaha perikanan tambak, dan usaha pengolahan hasil perikanan. Kelompok masyarakat ini memiliki sifat unik berkaitan dengan usaha yang dilakukannya. Karena usaha perikanan sangat bergantung pada musim, harga dan pasar, maka sebagian besar karakter masyarakat pesisir (khususnya nelayan) adalah keras. Dalam
pembangunan
ekonomi
wilayah
pesisir
harus
memiliki
karakteristik antara lain; (i) orientasi kebutuhan, artinya model pengembangan yang hendak diterapkan didasarkan pada kebutuhan suatu kelompok masyarakat pesisir, (ii) prakarsa lokal (local inisiatives), artinya bentuk pengembangan yang dikembangkan harus berdasarkan prakarsa masyarakat lokal, (iii) pengembangan sumberdaya lokal (resources based) baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yakni keterampilan dan budaya artinya bahwa pengembangan masyarakat pesisir harus dilakukan dalam rangka pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam dan peningkatan kualitas keterampilan dan budaya kelompok
259
masyarakat petani ikan, (iv) kelestarian dan berkelanjutan lingkungan (sustainable and friendly environmental), artinya model pemberdayaan petani ikan yang
akan dikembangkan
harus memperhatikan aspek berkelanjutan
lingkungan. Untuk mendukung
model
pengembangan
semacam itu, maka perlu
didukung beberapa aspek dan mekanisme kelembagaan yang mumpuni yakni menciptakan suatu mekanisme dan strategi pengawasan program pengembangan yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada di daerah dan perlunya
insentif
serta
disinsentif
bagi
wilayah
pesisir
yang
mampu
mengimplementasikan program pembangunan wilayah pesisir. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggambarkan bahwa wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang potensial. Berdasarkan hal tersebut, bidang perikanan merupakan salah satu bidang andalan yang dapat dijadikan motor (engine of growth)dalam pengembangan ekonomi wilayah pesisir. Kegiatan perikanan tersebut meliputi budaya silvifisheries, pengembangan teknologi penangkapan dan penanganan hasil perikanan. Selain itu, perlu didukung oleh tersedianya tempat pelelangan dan kelembagaan permodalan. Berdasarkan gambaran tersebut maka strategi pembangunan ekonomi wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan melalui teknologi dan pengembangan SDM adalah : strategi pertama dalam tahap awal pengembangan adalah bidang budidaya silvifisheries, karena kondisi sumberdaya hutan bakau dikawasan ini belum dimanfaatkan secara efisien dan optimal. Dalam kegiatan ini diperlukan teknologi yang digunakan dan pengelolaan lingkungan kawasan yang terkontrol dan teratur. Penerapan teknologi tambak ramah lingkungan pada sistem pertambakan tradisional plus merupakan alternatif yang paling cocok dalam pengembangan tambak silvifisheries dikawasan wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Selain itu, sebagai prioritas andalan sebagai strategi kedua dalam pembangunan ekonomi wilayah pesisir berupa kegiatan pengembangan teknologi penangkapan di Kabupaten Pelalawan merupakan kegiatan penting untuk diperhatikan, kegiatan ini lebih diarahkan pada penguatan teknologi alat tagkap ikan yang mendukung penangkapan ikan nelayan pada perairan nasional atau
260
teritorial 1, 2, dan 3. Untuk itu, kegiatan pengembangan teknologi alat tangkap ikan ini perlu disosialisasikan kepada nelayan. Untuk mendukung kedua kegiatan ekonomi di atas pengembangan kegiatan penanganan hasil perikanan, pengembangan tempat pelelangan dan kelembagaan modal sangat mendukung dalam menjalankan kegiatan ekonomi di kawasan pesisir Kabupaten Pelalawan. Selain strategi pembangunan ekonomi wilayah pesisir di atas harus didukung pula oleh hal-hal berikut, seperti perlu adanya peningkatan kualitas sumberdaya manusia wilayah pesisir, penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan sarana dan prasarana serta adanya pengembangan wilayah pesisir yang sudah mengantisipasi perubahan kedepan. Secara lebih jelas rancangan program pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan diuraikan sebagai berikut:
5.4.2.1 Partisipasi Masyarakat Dalam pembangunan kegiatan ekonomi wilayah pesisir, masyarakat harus ikut dilibatkan. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan pelaksanaan pembangunan usaha di kawasan desa pantai. Selain itu, masyarakatpun harus terlibat dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam pelaksanaan pengembangan ekonomi yang dilakukan dan juga ikut terlibat dalam menikmati hasil pengembangan yang dilakukan. Keterlibatan aktif masyarakat akan lebih terlaksana apabila kegiatan pengembangan yang dilakukan dirasakan merupakan kebutuhan yang amat penting bagi masyarakat itu sendiri. Partisipasi yang dimaksud terutama yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan
wilayah
pesisir.
Pentingnya
partisipasi
karena
partisipasi
masyarakat nelayan dan petani ikan merupakan instrumen untuk memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang menekankan
bahwa
tanpa
kehadirannya
program
pembangunan
serta
proyek-proyek yang dikembangkan dalam sektor perikanan akan gagal. Masyarakat nelayan dan petani ikan akan lebih mempercayai program yang dikembangkan dalam sektor perikanan yang berbasis masyarakat lokal. Hal ini diakibatkan oleh keterlibatan mereka dalam persiapan dan perencanaan, sehingga mereka mengetahui seluk beluk program tersebut dan bahkan merasa
261
memilikinya. Kondisi saat ini dalam sektor-sektor perikanan tidak nampak keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan. Diharapkan dalam pembangunan masyarakat pesisir dapat mendorong terciptanya partisipasi secara umum (common participation) bagi masyarakat nelayan dan petani ikan dalam pembangunan karena tercipta persepsi yang kondusif bahwa partisipasi mereka merupakan suatu “hak demokrasi” dalam menunjang pembangunan itu sendiri. Rancangan program yang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan adalah mengupayakan partisipasi aktif masyarakat sebagai konsep keputusan bottom up berlandaskan pendekatan kearifan lokal yang dapat diterima rancangannya oleh masyarakat untuk menjadi grand design dalam konsep keputusan top down bagi pemerintah kabupaten. Partisipasi yang dimaksud adalah sebagai bentuk campange event dalam perancangan yang demokratis dan otonom dalam menentukan arah kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang dikerucutkan dari kerangka perencanaan berwawasan publik (public participation).
5.4.2.2
Peningkatan Teknologi dan Kualitas Sumberdaya Manusia Dalam mendukung pembangunan ekonomi di wilayah pesisir peningkatan
kualitas sumberdaya manusia menjadi suatu keharusan. Kegiatan ini meliputi penguasaan pada manajemen usaha, penguasaan teknologi terapan lainnya seperti penangkapan, budidaya, pengolahan dan teknologi terapan lainnya. selain itu, penguasaan pada organisasi dan kelembagaanpun perlu ditingkatkan untuk mendukung terciptanya suatu unit usaha yang handal di wilayah pesisir. Upaya ini akan tercapai jika pembangunan ekonomi di wilayah pesisir didukung oleh teknologi yang mampu memanfaatkan lahan-lahan yang marjinal yang tidak produktif, tanah-tanah berawa dan memanfaatan lahan yang telah ada dan pengembangan teknologi dengan teknologi yang ramah lingkungan. Pembangunan ekonomi wilayah pesisir harus mempertimbangkan keterbatasan aspek pasar dan berorientasi pada nilai pasar serta kesejahteraan petani ikan, sehingga perlu disusun suatu strategi pemasaran untuk menghadapi persaingan global dan fluktuasi perdagangan.
262
Kegiatan dalam mendukung peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini meliputi kegiatan pelatihan, pendidikan, pembinaan dan pendamping. Kegiatan ini diharapkan dapat membekali masyarakat tentang bagaimana melakukan suatu usaha yang profesional, bagaimana menggunakan peralatan tangkap, bagaimana melakukan kegiatan budidaya yang ramah lingkungan, bagaimana melakukan kegiatan penanganan hasil perikanan, bagaimana mengembangkan tempat mengelola unit usaha agar dapat berkembang dengan baik dan menjadi unit usaha yang handal di kawasan tersebut sehingga dapat memicu bagi penyerapan tenaga pelelangan, bagaimana memasarkan hasil yang diperoleh dan bagaimana kerja dan pertumbuhan ekonomi wilayah pesisir. Rancangan program untuk merespon teknologi secara terapan dalam mengembangkan
wilayah
pesisir
di
Kabupaten
Pelalawan
adalah
mengembangkan teknologi ramah lingkungan untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan-lahan yang marjinal yang tidak produktif, tanah-tanah berawa, memanfaatan lahan yang telah ada dan mengembangkan teknologi hasil guna terhadap peralatan tangkap perikanan dan sarana budidaya perikanan. Dalam merespon rancangan program teknologi akan ditentukan oleh rancangan program peningkatan kualitas sumberdaya manusia difokuskan kepada orientasi dan pemahaman wawasan
enterpreneurship
agar
memahami
aspek
ekonomi,
sosial,
ekologi
dan
kelembagaan sebagai aspek pertimbangan perancangan program melalui kegiatankegiatan, yaitu; (i) pelatihan, (ii) pendidikan, (iii) pembinaan, dan (iv) pendampingan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan paradigma baru pelayanan birokrasi yang responsif dan fleksibel.
5.4.2.3
Peningkatan Kelembagaan Peningkatan kelembagaan di kawasan pesisir sangat mendukung dalam
pengembangan ekonomi di kawasan ini. Pengembangan kelembagaan ini sangat membantu dalam mengakses permodalan dan pemasaran yang biasanya menjadi kendala bagi pengembangan usaha di suatu wilayah. Kegiatan ini meliputi peningkatan kemampuan lembaga-lembaga yang sudah berada di wilayah pesisir baik itu koperasi nelayan, kelompok nelayan maupun organisasi lainnya dalam mengembangkan usaha dengan mendapatkan permodalan, baik permodalan yang
263
berasal dari pemerintah seperti kredit, modal bergulir, dan bantuan-bantuan hibah lainnya maupun bantuan pinjaman dari pihak swasta. Selain itu, lembaga-lembaga yang adapun diharapkan dapat melakukan kemitraan dengan pihak yang terkait dalam pengembangan usaha, terutama dalam pengembangan pemasaran hasil produksi yang telah dilakukan dan proses pengembalian modal. Model pengembangan kelembagaan diharapkan dapat muncul dari masyarakat itu sendiri dan pemerintah hanya menjadi fasilitator saja, sehingga lembaga yang berkembang dapat sesuai dengan keinginan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut diharapkan kelembagaan wilayah pesisir dapat berkembang dengan baik dan mendukung pengembangan ekonomi yang berkembang di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Rancangan program peningkatan fungsi kelembagaan dalam mendukung pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan adalah mengupayakan pemberdayaan lembaga keuangan mikro dengan mengembangkan koperasi yang sudah ada, yaitu Koperasi Bina Pesisir Mandiri Kecamatan Kuala Kampar dan Lembaga Perkreditan Masyarakat Desa-Pangkalan Kerinci untuk bersinergi melakukan kerjasama kemitraan dengan pihak pemerintah kabupaten melalui pengembangan manajemen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sudah ada (PD. Tuah Sekata) dan pihak perbankan guna meningkatkan modal usaha dalam pengembangan pengelolan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan.
5.4.2.4
Penguatan Sarana dan Prasarana Dukungan sarana dan prasarana dalam pembangunan ekonomi wilayah
pesisir mutlak sangat diperlukan. Hal ini mencakup penguatan sarana produksi seperti ketersediaan peralatan dan bahan dalam kegiatan produksi perikanan seperti peralatan tangkap, perahu dalam kegiatan perikanan tangkap, ketersediaan benih dan pakan dalam kegiatan budidaya tambak, ketersediaan bahan-bahan dalam kegiatan penanganan hasil perikanan. Selain itu, penguatan sarana pendukung pula perlu dilakukan seperti sarana lembaga permodalan, sarana lembaga pemasaran dan adanya pabrik es, cold storage, listrik, saluran air serta sarana transportasi untuk menciptakan mutu dan kualitas hasil produksi yang baik.
264
Rancangan
Program
penguatan
sarana
dan
prasarana
dalam
mengembangkan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan adalah meningkatkan sarana peralatan tangkap dengan revitalisasi sarana kapal tangkap dan perlengkapannya dan mengupayakan ketersediaan bibit unggul dan pakannya serta meningkatkan kualitas pengelolaan pascapanen. Meningkatkan prasarana pengelolaan pengembangan wilayah berupa melakukan perbaikan infrastruktur listrik, sarana air bersih, sanitasi lingkungan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi kawasan. Sarana transportasi dan industri perikanan perlu ditinjau ulang dengan inovasi disinsentif dan insentif kepada pihak investor dalam upaya meningkatkan pemasaran dan kualitas hasil produk perikanan.
5.4.2.5
Strategi Pengembangan Agribisnis Perikanan (Aquabis) Pembangunan wilayah ekonomi pesisir yang berbasis pada kegiatan
perikanan harus dilakukan dengan pendekatan bisnis sebagai suatu sistem, yang disebut sistem bisnis perikanan. Sistem bisnis perikanan dapat diartikan sebagai semua aktivitas dalam bisnis perikanan yang saling terkait satu sama lain. Sistem bisnis perikanan tersebut terdiri dari sumberdaya perikanan dari sumberdaya alam yang meliputi perikanan laut, payau, SDM, dan sumberdaya buatan serta adanya sarana dan prasarana. Sub sistem sarana prasarana meliputi perencanaan dan pengolahan kegiatan penyediaan prasarana seperti pelabuhan, pabrik es, cold
storage, infrastruktur pada sistem industri serta penyalurannya dan kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi seperti BBM, benih, pestisida, mesin dan alat tangkap. Selain itu juga penyediaan sistem informasi yang dibutuhkan petani mengenai teknologi baru, sistem pengelolaan usaha yang efisien, pengerahan tenaga kerja serta unsur terkait lainnya dan produksi perikanan yang meliputi usaha budidaya dan penangkapan yang menyangkut aktivitas pengembangan usaha dalam skala kecil dan besar. Kegiatan ini termasuk didalamnya perencanaan, pengolahan hasil dan pemasaran. Kegiatan perencanaan meliputi perencanaan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usaha tani dan skala usaha yang sesuai agar dicapai tingkat produksi yang optimal dan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Kegiatan pengolahan hasil meliputi kegiatan pengolahan sederhana pada petani/nelayan tradisional sampai pengolahan dengan
265
teknologi maju di pabrik serta mencakup penanganan pascapanen sampai produk perikanan siap untuk dipasarkan. Kegiatan pemasaran hasil perikanan mencakup aktivitas distribusi dan pemasaran hasil-hasil perikanan atau olahannya untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Dalam pemasaran termasuk didalamnya kegiatan pemantauan distribusi informasi pasar serta pengembangan produk. Rancangan program strategi pengembangan agribisnis perikanan dalam pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan adalah sebagai upaya meningkatkan potensi geografis dengan meninjau peraturan daerah atau ketentuan operasional yang berkaitan dengan tata cara bisnis perikanan dan dikaitkan dengan substansi otonomi daerah di bidang perikanan melalui pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi yang sudah ada dan investor lainnya tanpa meninggalkan simpul-simpul kegiatan ekonomi mikro yang telah dirintis masyarakat (nelayan dan isterinya) dalam kerangka revitalisasi penanaman modal di bidang perikanan.
266
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa informasi penting tentang kondisi sumberdaya perikanan dan kondisi pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan, sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Alternatif prioritas pada sub sektor perikanan berdasarkan analisa hasil usaha menunjukkan perikanan tangkap memiliki nilai potensial ekonomi karena operasionalnya tidak memerlukan atribut modal relatif besar, yaitu senilai Rp.
60.000,00.
Kondisi
prioritas
untuk
meningkatkan
produktivitas
pengelolaan perikanan tangkap diperlukan investasi sarana tangkap untuk menggali potensi jenis ikan bernilai ekonomis tinggi, agar nilai keuntungan sebesar Rp. 240.000,00 per keluarga dapat ditingkatkan melalui revitalisasi sarana operasional alat tangkapnya. Dengan meningkatnya pendapatan nelayan sekaligus diharapkan akan menggerakan perekonomian regional dalam meningkatkan dan mengembangkan sektor-sektor non basis (service). 2. Selanjutnya kajian pembangunan berkelanjutan diarahkan mendorong peningkatan ekonomi yang tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan merupakan peluang investasi dalam merebut potensi regional dengan negara tetangga terhadap komoditas unggulan potensial pada sub sektor perikanan sebagai basis ekonomi dengan rata-rata indeks 2,8233, merupakan sub sektor pertanian yang belum dikembangkan dibandingkan terhadap sub sektor lainnya seperti tanaman perkebunan dan kehutanan yang masing-masing telah mencapai indeks basis 5,2000 dan 3,8633. 3. Strategi dalam mengembangkan wilayah pesisir diarahkan kepada skenario economic driven (arahan bobot ekonomi dibesarkan), karena arahan skenario ini dominan dibandingkan arahan pada kondisi status quo (keadaan sekarang) maupun arahan kepada environmental driven (arahan bobot lingkungan yang dibesarkan). Skenario arahan bobot ekonomi dibesarkan dengan indeks kerugian terkecil (possible loss) 0,774 tidak memberikan dampak kepada lingkungan karena indeks kerugian terkecilnya 0,000, artinya sesuai dengan
267
strategi pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan kondisi ramah terhadap lingkungan, maka skenario arahan ekonomi akan mencapai sasaran dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan meningkatnya atribut, yaitu pertama pada pendapatan nelayan dengan selang nilai (value
interval) 0,488 – 0,606 , kedua pada peningkatan modal dengan selang nilai 0,216 – 0,324 dan terakhir akses pasar dengan selang nilai 0,135 – 0,243.
6.2. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan uraian dan kesimpulan, maka rekomendasi kebijakan dalam mengembangkan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan dengan konsentrasi strategi adalah menggali potensi perikanan sebagai skenario arahan pembangunan ekonomi, sebagai berikut: 1. Mengedepankan partisipasi masyarakat dalam pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan merupakan upaya partisipasi aktif masyarakat sebagai konsep keputusan bottom up berlandaskan pendekatan kearifan lokal yang dapat diterima rancangannya oleh masyarakat itu sendiri untuk menjadi grand
design dalam konsep keputusan top down bagi pemerintah kabupaten. Partisipasi yang dimaksud adalah sebagai bentuk campange event dalam perancangan yang demokratis dan otonom untuk menentukan arah kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang dikerucutkan dari kerangka perencanaan masyarakat yang partisipatif (public participation design). 2. Merespon teknologi secara terapan dalam mengembangkan teknologi ramah lingkungan untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan-lahan yang marjinal atau tidak produktif seperti; tanah-tanah berawa, memanfaatan lahan yang telah ada dan mengembangkan teknologi hasil guna terhadap peralatan tangkap perikanan dan sarana budidaya perikanan. Teknologi akan ditentukan oleh rancangan program peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang difokuskan kepada orientasi dan pemahaman wawasan enterpreneurship agar memahami aspek ekonomi, sosial, ekologi dan kelembagaan secara mandiri. 3. Meningkatan fungsi kelembagaan dengan mengupayakan pemberdayaan lembaga keuangan mikro melalui koperasi yang sudah ada, yaitu Koperasi Bina Pesisir Mandiri Kecamatan Kuala Kampar dan Lembaga Perkreditan
268
Masyarakat Desa-Pangkalan Kerinci untuk bersinergi melakukan kerjasama kemitraan dengan pihak pemerintah kabupaten melalui pengembangan manajemen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sudah ada (PD. Tuah Sekata) dan pihak perbankan guna meningkatkan modal usaha dalam pengembangan pengelolaan perikanan di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. 4. Meningkatkan sarana dan prasarana peralatan tangkap dengan revitalisasi sarana kapal tangkap dan perlengkapannya dan mengupayakan ketersediaan bibit unggul ikan budidaya dan pakannya serta meningkatkan kualitas pengelolaan pascapanen. Prasarana pengelolaan pengembangan wilayah berupa perbaikan infrastruktur listrik, sarana air bersih, sanitasi lingkungan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi kawasan yang didukung transportasi dan industri perikanan perlu ditinjau ulang dengan inovasi berupa disinsentif dan insentif kepada pihak investor dalam upaya meningkatkan pemasaran dan kualitas hasil produk perikanan. 5. Mengembangkan agribisnis perikanan adalah upaya meningkatkan potensi geografis dengan meninjau peraturan daerah atau ketentuan operasional yang berkaitan dengan tata cara bisnis perikanan dan dikaitkan dengan substansi otonomi daerah di bidang perikanan melalui pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi yang sudah ada dan investor lainnya tanpa meninggalkan simpul-simpul kegiatan ekonomi mikro yang telah dirintis masyarakat (nelayan dan keluarganya) dalam kerangka revitalisasi penanaman modal di bidang perikanan.
269
DAFTAR PUSTAKA
-------------, 2005, Pelalawan Dalam Angka 2005, BPS Kabupaten Pelalawan, Pelalawan. -------------, 2005, Studi Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Perairan Sungai Kampar, Kawasan Pesisir dan Daratan Kabupaten Pelalawan. Laporan Akhir. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Pelalawan dengan Laboratorium Sosiologi Universitas Riau. Pelalawan. ------------. 1999. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kontek Pengembangan Kota Pantai dan Kawasan Pantai Secara Berkelanjutan, Makalah Disampaikan Dalam Seminar Nasional Kemaritiman, Jakarta. ------------, 2001. Sektor Perikanan dan Kelautan Sebagai Pilar Kemandirian Ekonomi Nasional. Makalah disampaikan dalam Rapat Koordinasi Kabinet Gotong Royong. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. -----------, 2004, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Cetakan Ketiga, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta. -----------, 2006 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Pelalawan Tahun 2006 – 2010. Keputusan Bupati. Pemerintah Kabupaten Pelalawan. Pangkalan Kerinci. -----------, 2005, Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah Kabupaten Pelalawan. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Pelalawan. Pangkalan Kerinci. Alder,J., D.Zeller, T. Pitcher and R. Sumalia. 2002. A Method for Evaluating Marine Protected Area Management. Coastel Managemen Journal, 30 (2):121-131 Anwar E.1994. Masalah Ekonomi dan Kelembagaan Perikanan. Bahan Ceramah Ekonomi Sumberdaya Alam, Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Program Pasca Sarjana, Institut pertanian Bogor, 20 Oktober, 1994. Bogor. Arsyad, L.. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Aziz et al. 1998, Potensi Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut Diperairan Indonesia, Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (KOMNAS KAJISKANLUT), Jakarta.
270
Budiharsono, Sugeng. 2001, Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan, Cetakan Pertama, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta. Conyers, D., dan P. Hill. 1994. An Introduction to Development Planning in The Third World. John Wiley & Sons. Costanza,R.1991. The Ecological Economic of Sustainability : Investing in Natural Capital. In R.Goodland, H. Daily, S.L. Serafy and B. von Droste (Editors) Enveronmentally Sustainable Economic Development : Building on Brundtlund. UNESCO, Paris : 83-90. Dahuri, R. , J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Desa Pantai dan Lautan Secara Terpadu. PT.Pradnya Paramita. Jakarta. Dunn, W. N. 1988. Analisa Kebijakan Publik, diterjemahkan oleh: Muhajir Darwis. PT. Hanindita Graha Widya. Yogyakarta. FAO.2001. Indicator for Sustainable Development of Marine Capture Fisheries. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries No.08. Food and Agriculture Organization (FAO)-Roma [serial online]. www.fao.org/fi/agreem/codecond/gdlines/guide8/guide8a. Febriani, Nurul. 2008. Kajian Konservasi Lahan di Hulu DAS Citarum dalam Upaya Mendukung Pengembangan Wilayah Berbasis Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gustaffson, et all, 1999. A Comparison of Prime Decisions with Ther Tools for Decision Analysis. Helsinki University of Technology. Helsinki. Hicks, J. 1964. Some Questions of Time in Economic. Reading in Macro Economics pp : 135-151. Krisnamurthi, Bayu, 2003, Bahan Kuliah Manajemen Strategis, Program Study MPD-IPB, Bogor. Kusumastanto, T. 2000, Buku Panduan Kuliah Ekonomi Sumberdaya Dan Lingkungan, Bogor Kusumastanto, T. 2002. Reposisi ’Ocean Policy” dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Daerah. Orasi Ilmiah. IPB. McGoodwin,J. 1990. Crisis in The World Fisheries: People Problems and Politicies. Stanford University Press, Stanford. McNeely, J.A. 1999. Current Approaches to The Sustainable Use of Biodeversity: Key Implication for Fisheries Research. In R.S.V. Pullin, R. Froesse
271
and C.M.V.Casal (Editors). ACP-EU Fisheries Research Initiative. Proceeding of The Conference on Sustainable Use of Aquatic Biodiversity : Data, Tools and Cooperation. Lisbon, Portugal. 3-5 September 1998. ACP-EU Fisheries Research Report No.6. Brussel. Munandar, Aris, 2004, Manajemen Strategi, Bahan Kuliah Program Study MPDIPB, Bogor. Pauly, D., V.Christensen, R.Froesse, A. Longhurst, T. Platt, S. Sathyendranath, K, Sherman and R. Watson. 2000. Mapping Fisheries Onto Marine Ecosystem : A Proposal for A consensus Aproach for Regional, Oceanic and Global Integrations. In D. Pauly dan T.J Pitcher (Editors). Methods for Evaluating The Impacts of Fisheries on North Atlantic Ecosystem. Fisheries Center, University of British Colombia, Vancouver. Ratna Saridewi, Tri. 2003. Studi Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir di Kabupaten Subang. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rahman, Abdul. 2005. Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dalam Kerangka Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Pelalawan. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Retraubun, A. S. W. 2001. Kebijakan Tingkat Nasional Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu Terhadap Otonomi Daerah. Makalah disampaikan dalam Temu DPRD Se-Maluku. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Rustiadi E, Sefulhakim S, Panuju, DR. 2003. Diktat Perencanaan dan Pembangunan Wilayah, Konsep Dasar dan Teori. Bogor. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Salo J. R. and Hamalainen P. 2001. Preference Rotois in Multiattribut Evaluation (PRIME) Elicitaion and Decision Procedures Under Incompelte Information Finland: System Analysis Laboratory. Hensinki University of Teknology. Shukla, A. 2000. Regional Planning and Sustainable Development. Kanishka Publishers, Distributors. New Delhi. Subandar A, 2000. Potensi Teknik Evaluasi Multicriteria dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol 1. No. 5 Hal 70-80. Sugiarto, A. 1976. Pedoman Umum Pengelolaan Sumberdaya Pesisir. LON-LIPI.
272
Sulistiyarto, B. 2002. Pendekatan Keletarian Ekologis Untuk Pengelolaan Perikanan (Ecological Sustainability Approach for Fisheries Management). Makalah Falsafah Sains (PPs 700). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supriharyono, 2002, Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah pesisir Tropis, Penerbit Gramedia, Jakarta. Susilo, Edi. 2003, Analisis Pengembangan Desa-Desa Pesisir Teluk Saleh Kabupaten Dompu. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjokroamidjojo, B. 1993. Perencanaan Pembangunan. CV. Haji Masagung. Jakarta. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi ketujuh. Erlangga. Jakarta Tonny, Fredian, 2004. Paduan dan Format Penulisan Metodologi Kajian Pembangunan Daerah, Bahan Kuliah Program Study MPD-IPB, Bogor. Triatmojo, Bambang, 1999, Teknik Pantai, Cetakan Pertama, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta. Zainal, Rusli, 2007. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional dalam Pembangunan Provinsi Riau. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. .
273
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Untuk Petani Budidaya Ikan
Berikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Identitas responden:
Nama
: ……………………………………
Alamat
: ……………………………………
Umur
: ……………………………………
Pendidikan : ……………………………………
2. Luas kolam/tambak yang diusahakan: ……………………(Ha) 3. Jenis ikan yang diusahakan
: ………………………………
4. Jumlah ikan yang diusahakan : …………………………… (Ekor/Th) 5. Penggunaan masukan (input/tahun)
Bibit
:
Harga ………………………
Rp/ekor…………………
Pakan (kg/th)
:
………………………
Rp/kg/th…………………
Obat (kg/Ha)
:
………………………
Rp/kg…………………...
Air (m3/Ha)
:
………………………
Rp/m3…………………...
Tenaga kerja (h-o) : ………………………
Rp/h-
o…………………..
Lain-lain
:………………………
Rp/...
…………………..
274
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Untuk Nelayan Ikan Tangkap
Berikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Identitas responden:
Nama
: ……………………………………
Alamat
: ……………………………………
Umur
: ……………………………………
Pendidikan : ……………………………………
2. Frekuensi melaut : ……………………………………(………kali/ bulan) 3. Jenis ikan yang ditangkap : ………………… Harga jual Rp/kg.......………… 4. Jumlah ikan yang ditangkap : ……………………(kg/melaut) 5. Pengunaan masukan (input/tahun)
Harga
Umpan (kg/melaut)
:…………… Rp/kg……………………
Sewa perahu
:…………… Rp/unit…………………..
ES (balok/melaut)
:…………… Rp/balok………………...
Air (m3/Ha)
:…………… Rp/m3……………………
Bahan Bakar (lt/melaut)
:…………… Rp/lt……………………..
Tenaga Kerja
:…………… Rp/h-o…………………...
Perbekalan (Pekerja)
:…………… Rp/orang…………...........
Oli (lt/tahun)
:…………… Rp/lt…………………......
275
Lampiran 3. Daftar Pertanyaan Untuk Pengusaha Sektor Industri
Berikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Identitas responden:
Nama
: ……………………………………
Alamat
: ……………………………………
Umur
: ……………………………………
Pendidikan : ……………………………………
2. Jenis industri yang diusahakan :…………………………………… 3. Macam produk yang dihasilkan : …………………………………… 4. Jumlah produksi : ……………………………(Ton/th) 5. Penggunaan masukan (inputs/th) :
Bahan pokok (kg/th) : ………………………
Harga Rp/kg
…………………...
Bahan pembantu (kg/th) :…………………Rp/kg……………………
Air (m3/th) :……………………………… Rp/m3……………………
Tenaga Kerja (h-o) : …………………… Rp/h-o…………………...
Lain-lain (kg/th) :………………………… Rp/kg……………………
Listrik : ………………………………… Rp/bulan………………...
276
Lampiran 4. Daftar Pertanyaan untuk Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir di Kabupaten Pelalawan
Berikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut:
Identitas responden:
Nama
: ……………………………………
Alamat
: ……………………………………
Umur
: ……………………………………
Pendidikan : ……………………………………
Pekerjaan
: ……………………………………
1. Bagaimana kondisi pendapatan masyarakat perikanan saat ini ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
2. Bagaimana kecenderungan perkembangan dari hasil perikanan yang didapatkan ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
3. Bagaimana pendapat anda dengan kondisi biaya tangkapan sekarang ? a. Sangat Tidak membebani b. Tidak Membebani
c. Sedang e. membebani
4. Bagaimana dengan ketersediaan modal untuk usaha anda saat ini ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
5. Bagaimana kondisi akses pasar yang anda miliki untuk perkembangan usaha anda ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
6. Apakah di daerah anda sering terjadi konflik ? a. Tidak ada
b. Jarang
c. Sering
d. Sering sekali
7. Bagaimana peranan masyarakat dalam pembangunan sektor perikanan saat ini ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
8. Bagaimana dengan penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
9. Bagaimana persepsi masyarakat akan pembangunan sektor perikanan ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
277
10. Bagaimana kondisi ketersediaan sumberdaya ikan saat ini ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
11. Bagaimana kondisi perairan saat ini ? a. Tidak terjadi pencemaran
b. Terjadi pencemaran
12. Bila terjadi pencemaran, bagaimana tingkat pencemaran (bila jawaban 11 adalah terjadi pencemaran) ? a. Parah sekali
b. Parah
c. Cukup
d. Tidak parah
13. Apakah di daerah anda terjadi kegiatan reklamasi pantai ? a. Tidak terjadi
b. Terjadi
14. Bila terjadi reklamasi pantai, bagaimana tingkat reklamasi pantainya (bila jawaban nomor 13 adalah terjadi) ? a. Sering sekali
b. Sering
c. Sedang
d. Jarang
15. Bagaimana hasil tangkapan ikan yang anda lakukan ? a. Baik sekali
b. Baik
c. Cukup
d. Tidak baik
278
Lampiran 5. Peta Administrasi Provinsi Riau prop riau
Lampiran 6. Peta Administrasi Kabupaten Pelalawan
cclxxix
k ab pelalawan
Lampiran 7. Peta Administrasi Kecamatan Kuala Kampar
cclxxx
k uala k ampar
Lampiran 8. Peta Administrasi Kecamatan Teluk Meranti
cclxxxi
cclxxxii