Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DARI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR PWR 1000 MWe di INDONESIA. Husen Zamroni*) ABSTRAK KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR PWR 1000 MWe di INDONESIA. Kebanyakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada umumnya menyediakan sistem pengumpulan dan penyimpanan serta pengolahan limbah radioaktif. Bermacam teknik dan teknologi reduksi volume diterapkan dengan baik pada PLTN. Limbah cair diolah dengan cara evaporasi, penukar ion dan membran selanjutnya konsentrat diimobilisasi dengan bahan matriks dan disimpan dalam penyimpanan sementara. Konsentrat evaporator dan resin bekas dari pengolah pendingin reaktor masing-masing disimpan dalam tangki stainless steel pada gedung bantu. Limbah padat diolah dengan kompaksi, insenerasi dan kondisioning. Bahan bakar nuklir bekas (BBNB) disimpan sementara dalam kolam pendingin reactor, sebelum disimpan dalam fasilitas penyimpan terpusat. Kata kunci: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, Reduksi Volume, Limbah Cair, Evaporasi, Penukar ion, Limbah Padat, Kompaksi, Insenerasi, bahan bakar nuklir bekas. ABSTRACT STUDY RADIOACTIVE WASTE MANAGEMENT OF NUCLEAR POWER PLANT 1000 MWe PWR IN INDONESIA. Most of the NPP generally were provided with waste collection, storage and treatment systems. Volume reduction techniques and technologies are well known and implemented to varying degrees at most nuclear plants. Liquid waste is treated by evaporation, ion exchanger and membrane reverse osmosis furthermore concentrates are immobilized using matrix material and then stored at interim storage. The evaporator concentrates and spent ion exchange resins from water coolant purification, are planned to be stored in stainless steel tanks in the auxiliary buildings. Solid wastes processed by compaction, incineration and conditioning. The spent fuel could be stored temporarily in reactor before be stored in centralized storage facility for longtime. Spent fuel could be stored in pools (wet type, temporarily) before stored in silos (dry storage). Keywords: Nuclear Power Plant, Volume Reduction, Liquid Waste, Evaporation, Ion exchanger, Solid Waste, Compaction, Incineration, Spent Fuel PENDAHULUAN Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia pada tahun 2016 adalah merupakan implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006. Dalam Keppres tersebut disamping energi yang sudah ada tercantum juga peran energi baru dan terbarukan diharapkan lebih besar dari 5%. Yang termasuk energi baru dan terbarukan adalah biomassa, nuklir, tenaga air, matahari dan angin. Pada tahun 2025 peran energi nuklir secara keseluruhan ditargetkan bisa memasok energi nasional sebesar 2%[1]. Dalam rangka merealisasikan rencana tersebut perlu dukungan infrastruktur yang memadai dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal. Tanpa dukungan infrastruktur yang kuat maka tidak akan banyak dampak yang dirasakan oleh
*) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN
bangsa Indonesia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dukungan infrastruktur dalam negeri diharapkan semakin meningkat sehingga mencapai kontribusi 25 % pada fase pertama[2]. Peran yang cukup besar akan sangat menguntungkan bagi kemajuan industri nasional sekaligus meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi nuklir. Disamping infrastruktur permasalahan SDM juga memegang kunci yang sangat menentukan, kesiapan SDM dalam pembangunan PLTN dan pengoperasian PLTN sangat mutlak diperlukan. Bahkan nantinya pada pembangunan PLTN berikutnya diharapkan banyak SDM dalam negeri yang berpartisipasi langsung dalam pembangunan tersebut. Disamping dua hal diatas masih ada tantangan lain dalam rencana pembangunan
1
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
PLTN yang baik dan dapat diterapkan untuk mendukung pembangunan PLTN di Indonesia ke depan.
PLTN tersebut antara lain bagaimana menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang sering kali disampaikan sebagian masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengenai kelangsungan jaminan ketersediaan bahan bakar nuklir dan bagaimana kesiapan terhadap pengelolaan limbah yang ditimbulkan. Suatu kenyataan bahwa pada pengoperasian PLTN menimbulkan limbah radioaktif aktivitas rendah, sedang dan tinggi. Oleh karena itu kajian pengelolaan limbah ini harus dipikirkan sejak awal sehingga tidak menimbulkan dampak yang membahayakan lingkungan dan masyarakat.
Jumlah PLTN di dunia Sampai saat ini pemanfaatan energi nuklir mencapai 17% dari total penggunaan energi diseluruh dunia. Sampai tahun 2006 sebanyak 441 PLTN beroperasi di 31 negara dengan listrik total yang dihasilkan sekitar 380 GWe (Gigawatt electric). Jumlah, tipe, jenis reaktor dan daya total yang dihasilkan ditampilkan pada Tabel 1[4]. Efisiensi tiap PLTN rata-rata 33% yang menghasilkan daya antara 500-1500 MWe (Megawatt electric). Sebagai contoh PLTN tipe PWR mempunyai inti (core) yang cukup besar yang dapat diisi dengan 80-100 ton uranium diperkaya 3.5-4.5% yang terbagi dalam beberapa perangkat bahan bakar. Tiap perangkat tersusun dari 200-300 kelongsong dengan panjang sekitar 3.5 m. Bahan bakar yang tersusun dalam kelongsong berbentuk keramik uranium dioksida (UO2) [4].
Sebagaimana diamanatkan UU 10 tahun 1997 bahwa Badan pelaksana (BATAN) mempunyai kewajiban dan tugas dalam pengelolaan limbah dari pengoperasian PLTN. Seperti disebutkan pada UU 10 tahun 1997 pasal 22 ayat 1) Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup, 2) Limbah radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif tingkat rendah, tingkat sedang, dan tingkat tinggi, dan pasal 23 ayat 1) Pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Pelaksana 2) Dalam melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Badan Pelaksana dapat bekerja sama dengan atau menunjuk Badan Usaha Milik Negara, Koperasi, dan/atau badan swasta[3]. Oleh karena peran tersebut maka kajian pengelolaan limbah PLTN baik cair, padat, gas dan bahan bakar nuklir bekas (bbnb) perlu dilakukan secara sungguh-sungguh. Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu hasil konsep pengelolaan limbah
Pada tiap operasi PLTN akan terjadi beberapa proses akibat interaksi neutron dengan bahan bakar : 1. Reaksi neutron dengan bahan bakar menghasilkan energi, 2-3 neutron dan hasil belah 2. Tangkapan neutron menghasilkan transuranium Dari dua reaksi ini menimbulkan unsur radioaktif yaitu hasil belah dan transuranium yang mempunyai waktu paruh dari orde hari sampai jutaan tahun. Pada kondisi operasi normal PLTN jumlah konsentrasi isotop hasil belah di dalam pendingin primer dihitung menggunakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam ANSI/ANS-18.1[5].
Tabel 1. Jumlah, tipe dan jenis reaktor di dunia[4] Tipe reaktor PWR BWR Magnox & AGR PHWR RBMK FBR Total
2
Jumlah 268 94 23 40 12 4 441
Gwe 249 85 12 22 12 1 381
Bahan Bakar UO2 UO2 UO2 Uranium Alam UO2 PuO2& UO2
Pendingin H 2O H 2O CO2 D 2O H 2O Sodium
Moderator H 2O H 2O Grafit D 2O Grafit -
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
METODOLOGI Sumber limbah radioaktif Bagian ini membahas sumber radioaktif yang timbul di dalam PLTN dan perlu diolah dalam sistem pengolahan limbah radioaktif cair. Material radioaktif ditimbulkan di dalam teras berupa produk fisi dan mempunyai potensi kebocoran ke dalam sistem pendingin reaktor yang disebabkan karena kerusakan/cacat pada kelongsong bahan bakar. Medan radiasi yang terjadi di teras juga menimbulkan aktivasi pendingin sehingga terbentuk N-16 dari oksigen dan aktivasi produk korosi di dalam sistem pendingin reaktor. Sumber utama limbah radioaktif yang ada di dalam pendingin primer dan pendingin sekunder. Yang pertama adalah timbulnya sumber yang berdasarkan pada basis disain, dengan asumsi cacat bahan bakar tidak melebihi batas tingkat basis desain. Jumlah sumber ini berfungsi sebagai basis perhitungan persyaratan desain sistem dan sistem pelindungnya. Suku sumber kedua merupakan suatu model perhitungan yang lebih realistis. Sumber ini mewakili konsentrasi rata-rata radionuklida yang ada dalam pendingin primer dan sekunder. Nilai-nilai ini ditentukan dengan menggunakan model perhitungan komputer kode PWR-GALE dN c p
=
FR p N Fp
dt
Mc
ISSN 1410-6086
yang memberikan dasar untuk estimasi konsentrasi radionuklida utama yang dimungkinkan timbul[6].
Produk Fisi Sumber yang didasarkan pada basis disain, diasumsikan bahwa terdapat tingkat kecacatan/kebocoran/ kerusakan bahan bakar yang signifikan, jauh di atas yang diantisipasi selama operasi normal. Diasumsikan bahwa cacat kelongsong yang terjadi sangat kecil pada batang bahan bakar yang menghasilkan 0,25% dari output daya teras (juga dinyatakan sebagai 0,25% cacat bahan bakar). Sebagai basis perhitungan diasumsikan cacat bahan bakar terdistribusi secara merata di seluruh teras. Karena cacat bahan bakar diasumsikan terdistribusi secara merata dalam teras, maka koefisien laju lepasan produk fisi didasarkan pada temperatur bahan bakar rata-rata. Penentuan aktivitas pendingin reaktor didasarkan pada inventori teras produk fisi yang time-dependent (tergantung waktu) yang dihitung dengan ORIGEN [6]. Aktivitas produk fisi di dalam pendingin reaktor dihitung dengan menggunakan persamaan differensial berikut ini. Untuk nuklida induk di dalam pendingin[6]:
Q DFp − 1 − λ p + D p + L Nc M c DFp p
(1)
Untuk nuklida turunan (anak) di dalam pendingin: dN cd
=
dt
FR d N Fdp Mc
Q DFd − 1 N cd + f p λ p N c p − λd + Dd + L M c DFd
(2)
dimana: Nc = Konsentrasi nuklida di dalam pendingin reaktor (atom/g) Nf = Populasi nuklida di dalam bahan bakar (atom) t = Waktu operasi (detik) R = Koefisien lepasan nuklida (1/detik) F = Fraksi batang bahan bakar dengan kelongsong yang cacat Mc = Massa pendingin reaktor (g) λ = Konstanta peluruhan nuklida (1/detik) D = Koefisien dilusi (pelarutan) melalui umpan (feed) dan bleed = [β/(B0 – βt)] × 1/DF
B0 = Konsentrasi awal boron (ppm) β = Laju penurunan konsentrasi boron (ppm/detik) DF = Faktor dekontaminasi karena faktor demineralisasi QL = Laju alir massa letdown atau purifikasi (g/detik) f = Fraksi dari kejadian peluruhan nuklida induk yang menghasilkan pembentukan nuklida anak Subskrip p menunjukkan nuklida induk. Subskrip d menunjukkan nuklida anak.
3
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Tabel 3. Reaksi Aktivasi Tritium[7] Reaksi 1) 10B(n,2α)T 2) 7Li(n,nα)T 3) 6Li(n,α)T 4) D(n,γ)T 5) 11(n,T)BeT 6) 14N(n,2α)12C
Energi Ambang (MeV) 1,4 3,9 Termal Termal 10.4 4,3
Hasil perhitungan aktivitas hasil belah pada pendingin primer dan sekunder disajikan pada Tabel 2[6]. Besar nilai yang disajikan merupakan nilai maksimum yang dihitung akan terjadi selama siklus bahan bakar mulai dari startup. Desain ini didasarkan pada cacat bahan bakar 0,25% untuk memastikan suatu sistem nilai desain yang konsisten untuk sistem pengolahan limbah radioaktif. Untuk angka keamanan, sistem pengolahan limbah radioaktif cair dan gas dirancang memiliki kemampuan untuk mengolah limbah yang ditimbulkan akibat kerusakan bahan bakar mencapai 1,0% . Tritium Tritium yang timbul di dalam pendingin reaktor disebabkan antara lain: • Pembentukan produk fisi dalam bahan bakar (ternary fission) dimana tritium akan berdiffusi ke air pendingin melalui kelongsong bahan bakar yang cacat • Reaksi neutron dengan boron yang terlarut dalam pendingin reaktor • Absorpsi neutron oleh bahan bakar • Reaksi neutron dengan litium yang dapat larut dalam pendingin reaktor • Reaksi neutron dengan deutrium dalam pendingin reaktor. Dua proses pertama merupakan penyumbang utama tritium dalam pendingin reaktor, kemungkinan reaksi aktivasi terjadinya tritium disajikan pada Tabel 3[7]. Tritium yang ada dalam pendingin reaktor akan mengalami kombinasi dengan hidrogen (yaitu, sebuah atom tritium menggantikan sebuah atom hidrogen dalam sebuah molekul air), sehingga tidak dapat segera dipisahkan dari pendingin dengan
4
Tampang Lintang 1.15(+1) mb 9,50(0) mb 9,40(+5) mb 5,50 (-1) mb <8,0 (-3) mb 3,00(-1) mb
metode pemrosesan yang normal (konvensional). Konsentrasi maksimum tritium dalam pendingin reaktor adalah kurang dari 3,5 µCi/g (1,295E+05 Bq/g) sebagai hasil dari kehilangan (loss) akibat kebocoran dan pelepasan terkontrol dari air yang mengandung tritium ke lingkungan. Nitrogen-16 Aktivasi oksigen dalam pendingin menghasilkan N-16 yang merupakan emitter gamma kuat, karena usia-paruh yang pendek yaitu 7,11 detik, N-16 tidak menjadi masalah di luar pengungkung. Setelah shutdown, N-16 bukan merupakan suatu sumber radiasi di dalam pengungkung. Aktivitas Pendingin Sekunder Kerusakan/Cacat tabung generator uap (steam generator) menyebabkan masuknya (difusi) radionuklida dari pendingin primer ke dalam sistem pendinginan sekunder. Konsentrasi radionuklida yang dihasikan dalam pendingin sekunder tergantung pada laju difusi dari pendingin primer ke sekunder, konstante peluruhan nuklida, dan laju blowdown generator uap. Bahan Bakar Nuklir Bekas Jumlah dan kandungan bahan bakar nuklir bekas yang dikeluarkan dari PLTN dapat dihitung dengan menggunakan program nuclear fuel cycle simulation system yang disebut VISTA. Perangkat lunak VISTA merupakan simulasi perhitungan dengan menggunakan satu set parameter input untuk menghasilkan satu set parameter output. Input parameter yang digunakan dalam perangkat lunak VISTA disajikan dalam Gambar 1[8].
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Tabel 2. Aktivitas Pendingin Primer pada Operasi Normal[6] Nuklida Kr-83m Kr-85m Kr-85 Kr-87 Kr-88 Kr-89 Xe-131m Xe-133m Xe-133 Xe-135m Xe-135 Xe-137 Xe-138 Br-83 Br-84 Br-85 I-129 I-130 I-131 I-132 I-133 I-134 I-135 Cs-134 Cs-136 Cs-137 Cs-138 Cr-51 Mn-54 Mn-56 Fe-55 Fe-59 Co-58 Co-60 Br-83 Br-84 Br-85 I-129 I-130 I-131 I-132 I-133 I-134 I-135
Aktivitas (µCi/g) 1.8E-1 8.4E-1 3 4.7E-1 1.5 3.5E-2 1.3 1.7 1.2E2 1.7E-1 3.5 6.7E-2 2.5E-1 3.2E-2 1.7E-2 2.0E-3 1.5E-8 1.1E-2 7.1E-1 9.4E-1 1.3 2.2E-1 7.8E-1 6.9E-1 1 5.0E-1 3.7E-1 1.3E-3 6.7E-4 1.7E-1 5.0E-4 1.3E-4 1.9E-3 2.2E-4 2.3E-5 4.0E-6 4.9E-8 2.4E-11 1.4E-5 1.1E-3 7.3E-4 1.8E-3 8.1E-5 8.7E-4
Nuklida Rb-88 Rb-89 Sr-89 Sr-90 Sr-91 Sr-92 Y-90 Y-91m Y-91 Y-92 Y-93 Zr-95 Nb-95 Mo-99 Tc-99m Ru-103 Rh-103m Rh-106 Ag-110m Te-127m Te-129m Te-129 Te-131m Te-131 Te-132 Te-134 Ba-137m Ba-140 La-140 Ce-141 Ce-143 Pr-143 Ce-144 Pr-144 Y-91m Y-91 Br-83 Y-92 Y-93 Zr-95 Nb-95 Mo-99 Tc-99m Ru-103
Aktivitas (µCi/g) 1.5 6.90E-2 1.1E-3 4.9E-5 1.7E-3 4.1E-4 1.3E-5 9.2E-4 1.4E-4 3.4E-4 1.1E-4 1.6E-4 1.6E-4 2.1E-1 2.0E-1 1.4E-4 1.4E-4 4.5E-5 4.0E-4 7.6E-4 2.6E-3 3.8E-3 6.7E-3 4.3E-3 7.9E-2 1.1E-2 4.7E-1 1.0E-3 3.1E-4 1.6E-4 1.4E-4 1.5E-4 1.2E-4 1.2E-4 1.8E-6 2.3E-7 2.3E-5 4.9E-7 1.5E-7 2.7E-7 2.7E-7 3.4E-4 3.2E-4 2.3E-7
5
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Nuklida Rb-88 Rb-89 Cs-134 Cs-136 Cs-137 Cs-138 H-3 Cr-51 Mn-54 Mn-56 Fe-55 Fe-59 Co-58 Co-60 Sr-89 Sr-90 Sr-91 Sr-92 Y-90 Kr-83m Kr-85m Kr-85 Kr-87 Kr-88 Kr-89 Xe-131m Xe-133m Xe-133 Xe-135m Xe-135
6
Aktivitas (µCi/g) 2.3E-4 8.9E-6 2.1E-3 3.0E-3 1.5E-3 9.5E-5 1.0 2.2E-6 1.1E-6 1.3E-4 8.4E-7 2.2E-7 3.2E-6 3.7E-7 3.3E-6 1.5E-7 3.3E-6 4.0E-7 2.7E-8 1.8E -6 7.2E-6 2.5E-5 4.1E-6 1.3E-5 3.0E-7 1.2E-5 1.4E-5 1.1E-3 1.0E-5 3.1E-5
Nuklida Rh-103m Rh-106 Ag-110m Te-127m Te-127 Te-129m Te-129 Te-131m Te-131 Te-132 Te-134 Ba-137m Ba-140 La-140 Ce-141 Ce-143 Ce-144 Pr-143 Pr-144 Xe-137 Xe-138 I-129 I-130 I-131 I-132 I-133 I-134 I-135 H-3
ISSN 1410-6086
Aktivitas (µCi/g) 2.3E-7 2.0E-10 6.7E-7 1.3E-6 3.2E-7 4.4E-6 3.8E-6 1.0E-5 2.8E-6 1.3E-4 3.2E-6 1.4 E-3 1.7 E-6 6.0E-7 2.6E-7 2.2E-7 1.9E-7 2.5E-7 1.9E-7 5.7E-7 2.1E-6 2.7E-13 1. E-7 1. E-5 8.0E-6 2.0E-5 8.9E-7 9.5E-6 1.0
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Gambar 1. Parameter input program VISTA[8]
Parameter ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah bbnb, uranium, plutonium dan aktinida pada siklus terbuka maupun siklus tertutup. PEMBAHASAN Tujuan pengelolaan limbah adalah untuk melindungi personil, masyarakat umum, dan lingkungan dengan cara mengumpulkan, memisahkan, mengolah, sampling, menyimpan, monitoring dan disposal. Limbah dipisahkan dan diolah sesuai sifat dan karakteristiknya agar dapat dilakukan minimisasi (reduksi volume) sehingga mudah dalam pengelolaannya.
Pengolahan Limbah Pendingin Primer Tahap pertama pengolahan limbah cair yang berasal dari pendingin primer adalah melalui sistem penukar ion. Penukar ion yang digunakan terdiri dari tiga kolom, kolom pertama berisi resin penukar kation yang berfungsi untuk menangkap kation,
kolom kedua berisi resin penukar anion yang digunakan untuk menangkap anion dan terakhir kolom penukar campuran (mixbed) untuk menangkap adanya kation maupun anion. Proses pengolahan limbah dengan penukar ion disajikan pada Gambar 2. Jumlah resin yang ditimbulkan dari PWR 1000 MWe sekitar 4-8 m3 [9]. Penggunaan penukar ion pada tahap pertama ini sangat efektif untuk menangkap radioanuklida yang ada dalam pendingin primer. Jika resin sudah jenuh maka harus dilakukan penggantian secepatnya sehingga sistem pengolahan tetap berjalan dengan baik. Resin penukar ion yang sudah jenuh selanjutnya diolah untuk disimpan. Ada berapa metode pengolahan resin bekas yang sudah dilakukan oleh negara-negara yang memiliki PLTN antara lain sementasi dan kondisioning. Saat ini yang direkomendasikan adalah kondisioning dengan menggunakan bahan High Integrated Container (HIC) sampai ditemukan teknologi pengolahan yang lebih baik.
7
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Gambar 2. Skema pengolahan limbah PLTN
8
ISSN 1410-6086
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Pengolahan Limbah Cair dari Pendingin Sekunder Limbah cair ini terdiri dari pendingin sekunder blowdown, steam generator dan dari pipa dan katup yang bocor. Limbah cair ini kemudian dikumpulkan dalam tangki-tangki penampung selajutnya diolah sesuai dengan sifat dan karakteristiknya. Limbah cair yang mengandung sedikit padatan dapat diolah dengan menggunakan penukar ion atau membran (reverse osmosis) sedangkan limbah yang banyak mengandung padatan dapat dilakukan dengan pengolahan kimia, evaporasi, koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Pengolahan limbah cair PLTN dengan berbagai metode disajikan pada Gambar 3. Endapan atau konsentrat selanjutnya diimobilisasi dengan matriks semen dan disimpan dalam instalasi penyimpanan sementara. Cairan atau beningan ditampung dalam tangki umtuk dimonitor secara kontinyu apabila aktivitas
ISSN 1410-6086
beningan sudah di bawah ambang batas yang diijinkan untuk dibuang maka dapat di lepas ke lingkungan. Prosentase jumlah limbah PLTN dari masing-masing teknologi pengolahan ditunjukkan pada Tabel 4[9]. Pengolahan Limbah Kimia Pada pengoperasian PLTN disamping limbah radioaktif juga menimbulkan limbah kimia. Limbah kimia ini berasal dari laboratorium radiokimia, area penanganan bahan bakar, dan aliran limbah kimia dari peralatan dekontaminasi. Penanganan limbah kimia sangat berbeda dengan limbah radioaktif, karena sifatnya dan karakteristiknya yang berbeda. Limbah ini diolah dengan cara netralisasi atau selanjutnya diolah dalam paket peralatan pengolah kimia. Larutan regenerasi yang mempunyai konduktivitas tinggi yang timbul dari hasil air kondensasi regenerasi demineralisasi pada umumnya diperlakukan sebagai limbah non-radioaktif dan diolah pada sistem pengolahan limbah kimia.
Gambar 3. Sistem pengolahan LLW dan LLW cair pada IPLR-PLTN Tabel 4. Prosentase jumlah limbah PLTN Jenis Limbah Konsentrat evaporator Resin Bekas Filter Sludge
Kontribus (% volume) 80-90 5-15 0-1 1-5
9
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Sistem Pengolahan Limbah Radioaktif Gas Limbah radioaktif dalam bentuk gas yang timbul selama operasi reaktor dari proses fisi antara lain xenon, kripton, dan iodine dll. Beberapa radionuklida ini terlepas dari kelongsong masuk ke dalam pendingin reaktor disebabkan oleh difusi gas produk fisi dan adanya kerusakan/kegagalan kelongsong bahan bakar nuklir yang ada dalam inti reaktor. Kebocoran pendingin reaktor menyebabkan gas mulia dan produk fisi yang ada dalam pendingin lepas ke atmosfir pengungkung. Lepasan gas produk fisi ini dapat dikurangi dengan mencegah terjadinya kebocoran pendingin reaktor dan membatasi konsentrasi gas mulia dan iodin radioaktif di dalam sistem pendingin reaktor dengan memperbaiki kualitas kelongsong bahan bakar nuklir. Guna memperkecil lepasan gas iodine dapat dilakukan dengan penangkapan di dalam ruang sistem kontrol bahan kimia dan volume (Control Volume System/CVS). Pada kondisi operasi normal pemisahan gas mulia dari sistem pendingin reaktor (reactor coolant system/RCS) biasanya tidak dilakukan secara khusus karena gas mulia yang timbul tidak melebihi batas yang diijinkan. Jika konsentrasi gas mulia di dalam sistem pendingin reaktor tinggi (melebihi batas yang ditentukan) maka perlu dilakukan pemisahan gas mulia dengan cara diolah melalui CVS yang dihubungkan ke sistem degasifier limbah radioaktif cair untuk diambil gasnya. Sistem pengelolaan limbah radioaktif gas PLTN ini didisain untuk: • Mengumpulkan limbah gas radioaktif atau hidrogen. • Mengolah dan membuang limbah gas yang telah diolah, sehingga lepasan radioaktif off-site tetap di dalam batasan yang diterima Sistem ini meliputi pendingin gas, pemisah uap, guard bed berisi karbon aktif, dan dua delay bed berisi karbon aktif. Sistem ini juga dilengkapi dengan subsistem peralatan untuk analisis oksigen dan subsistem peralatan pengambil sampel gas. Gas produk fisi memasuki sistem dibawa oleh gas nitrogen dan hidrogen. Sumber
10
ISSN 1410-6086
utama gas pembawa ini adalah hasil dari degasifier sistem limbah radioaktif cair. Degassifier dilakukan untuk mengekstrak hidrogen dan gas fisi dari aliran CVS yang dialihkan ke sistem pengelolaan limbah radioaktif cair. Ventilasi tangki pada keadaan normal dalam kondisi tertutup, tetapi dibuka secara periodik pada tekanan tinggi untuk mengeluarkan gas yang keluar dari larutan. Tangki pembuangan cairan pendingin reaktor normalnya dibuang ke sistem limbah radioaktif melalui degasifier, tempat pemisahan hidrogen[6]. Tangki pembuang pendingin reaktor dibersihkan dengan gas nitrogen untuk membuang nitrogen dan gas fisi ke sistem limbah radioaktif gas sebelum operasi membutuhkan akses tangki[6]. Setelah melewati pemisah uap, gas mengalir melalui guard bed untuk melindungi delay bed dari perpindahan embun abnormal atau kontaminan kimia. Gas kemudian mengalir melalui dua delay bed sehingga gas fisi mengalami adsorpsi dinamis oleh karbon aktif dan dengan demikian relatif tertunda oleh aliran gas pembawa hidrogen atau nitrogen. Peluruhan gas produk fisi selama periode tunda mengurangi dengan radioaktivitas gas yang keluar sistem dengan signifikan. Efluen dari delay bed melewati monitor radiasi dan dikeluarkan melalui exhaust duck ventilasi. Sistem Pengolahan Limbah Radioaktif Padat Limbah radioaktif padat yang ditimbulkan dari operasi PLTN sangat banyak biasanya termasuk limbah aktivitas rendah. Cara pengolahan limbah padat sangat bervariasi tergantung dari karakteristik limbah itu sendiri. Limbah yang dapat terbakar diolah dengan cara dibakar di dalam insenerator. Limbah yang dapat dikompaksi diolah dengan cara kompaksi sedangkan limbah yang tak terbakar dan tak terkompaksi biasanya diimobilisasi selajutnya dilakukan kondisioning dalam gedung penyimpanan sementara. Kontribusi prosentase jenis limbah radioaktif padat yang ditimbulkan dari PLTN 1000 MWe disajikan pada Tabel 5[8].
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Tabel 5. Prosentase sifat limbah padat Jenis Limbah Terkompaksi Terbakar Metal Lain-lain Pengelolaan Bahan Bakar Nuklir Bekas Bahan bakar nuklir setelah digunakan di dalam reaktor akan berkurang nilai burnupnya sehingga kurang ekonomis lagi sebagai bahan bakar dikeluarkan sebagai bahan bakar nuklir bekas. Selanjutnya bbnb disimpan di dalam kolam pendingin bbnb untuk menurunkan panas peluruhan dalam jangka waktu lima tahun[10]. Saat ini pengelolaan bbnb dunia dapat dibagi menjadi tiga model yaitu dilakukan secara siklus terbuka, tertutup dan repatriasi. Siklus Terbuka Menurut UU 10 tahun 1997 sampai saat ini sistem pengelolaan bbnb di Indonesia adalah siklus terbuka hal ini tercantum dalam pasal 25 ayat 1) Badan Pelaksana menyediakan tempat
Kontribusi (% volume) 10-40 30-60 5-15 5-1 penyimpanan lestari Limbah radioaktif tingkat tinggi dan ayat 2) Penentuan tempat penyimpanan lestari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Siklus terbuka adalah dimana bbnb setelah dikeluarkan dari reaktor disimpan dalam kolam pendinginan setelah lima tahun dipindahkan ke penyimpanan kering selanjutnya didisposal. Jumlah bbnb yang ditimbulkan dari PLTN PWR 1000 MWe, dengan input efisiensi 32,6%, pengkayaan 3,968 %, burn up 45000 MWD/t dan load faktor 85% setelah dihitung dengan software Vista diperoleh hasil seperti disajikan pada Gambar 3 sedangkan komposisinya disajikan pada Tabel 6.
Gambar 3. Jumlah bbnb PWR 1000 MWe pada siklus terbuka Tabel 6. Komposisi nuklida fres fuel dan bbnb Nuklida U-235 U-236 U-238 Np-237 Pu-238 Pu-239 Pu-240
Bahan bakar segar (Fresh Fuel) 0.839177 0.000000 20.309426 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
bbnb 0.141172 0.110102 19.681061 0.014515 0.005207 0.108183 0.055828
11
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Nuklida Bahan bakar segar (Fresh Fuel) Pu-241 0.000000 Pu-242 0.000000 Am-241 0.000000 Am-242 0.000000 Am-243 0.000000 Cm-242 0.000000 Cm-244 0.000000 Total HM* 21.148603 Total FP* Total 21.148603 HM* = Heavy Metal FP* = Fission Product Siklus Tertutup Pada operasi PLTN, tiap 15-18 bulan dilakukan penggantian bahan bakar yang ada dalam teras reaktor dimana sebagian bahan bakar dikeluarkan sebagai bbnb dan diganti dengan bahan bakar nuklir yang baru. Bahan bakar nuklir bekas yang dikeluarkan dari PLTN untuk tiap siklus masih banyak mengandung uranium dan plutonium yang dapat diolah ulang dan dijadikan bahan bakar kembali. Olah ulang adalah proses pelarutan bbnb ke dalam larutan asam nitrat pekat untuk memisahkan uranium dan plutonium dari produk fisi. Setelah diambil kembali uranium dan plutonium dapat digunakan lagi sebagai bahan bakar baru dalam bentuk mixed oxide
ISSN 1410-6086
bbnb 0.031977 0.013887 0.001009 0.000023 0.003144 0.000382 0.001048 20.167539 0.981063 21.148603
(MOX). Hal ini sangat menguntungkan karena akan memperkecil biaya penyimpanan lestari. Sepertiga bbnb yang dikeluarkan dari PLTN di olah ulang dan dijadikan bahan bakar MOX. Kandungan plutonium dalam MOX berkisar antara 4-40% tergantung kapasitas dan tipe reaktor. Sampai akhir tahun 2003 sebanyak 78000 ton bahan bakar bekas sudah dilakukan olah ulang. Hasil perhitungan menggunakan software Vista pada siklus tertutup dari PLTN PWR 1000 MWe, dengan efisiensi 33%, pengkayaan 4,5 %, burnup 50000 MWD/t dan load faktor 85 % disajikan pada Gambar 4 sedangkan komposisinya disajikan pada Tabel 7.
Gambar 4. Daur bahan bakar siklus tertutup PLTN 1000 MWe
12
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Tabel 7. Kompisisi radionuklida pada daur siklus tertutup (ton) Isotop
BBN baru U Bbn U-Pu U-235 0.807869 0.002630 U-236 0.000000 0.000000 U-238 17.144773 0.873932 Np-237 0.000000 0.000000 Pu-238 0.000000 0.000933 Pu-239 0.000000 0.041060 Pu-240 0.000000 0.014776 Pu-241 0.000000 0.007993 Pu-242 0.000000 0.003552 Am-241 0.000000 0.000000 Am-242m 0.000000 0.000000 Am-243 0.000000 0.000000 Cm-242 0.000000 0.000000 Cm-244 0.000000 0.000000 Total HM 17.952642 0.944876 Total FP Total 17.952642 0.944876 BBN = Bahan Bakar Nuklir
Penyimpanan U Bbnb U-Pu 0.083972 0.001282 0.071536 0.000264 11.115709 0.852864 0.009608 0.000126 0.003577 0.000920 0.061178 0.015513 0.031969 0.013771 0.018552 0.008488 0.008501 0.004551 0.000640 0.000672 0.000015 0.000018 0.002015 0.001639 0.000239 0.000133 0.000708 0.000799 11.408219 0.901040 0.620051 0.043836 12.028270 0.944876
Olah ulang U U-Pu 0.041364 0.000000 0.035242 0.000000 5.474902 0.000000 0.004743 0.000000 0.001805 0.000000 0.030129 0.000000 0.015797 0.000000 0.007183 0.000000 0.004187 0.000000 0.002259 0.000000 0.000007 0.000000 0.000992 0.000000 0.000000 0.000000 0.000288 0.000000 5.618898 0.000000 0.305474 0.000000 5.924372 0.000000
Gambar 5. Skema repatriasi BBNB ke nagara asal Bahan Bakar Nuklir Bekas Selain dua model diatas yaitu siklus terbuka dan tertutup ada kemungkinan bahan bakar bekas nuklir dikembalikan ke nagara asal. Setelah bbnb keluar dari reaktor disimpan dalam penyimpanan sementara selanjutnya direpatriasi ke negara asal bahan bakar seperti tampak pada Gambar 5. KESIMPULAN Limbah radioaktif yang ditimbulkan dari operasional PLTN setelah diolah dengan berbagai cara selanjutnya diimobilisasi dengan metode yang sesuai dengan standar nasional maupun
internasional. Limbah yang sudah diimobilisasi selanjutnya disimpan pada fasilitas penyimpanan sementara sebelum dilakukan disposal. Jumlah total limbah aktivitas rendah dan sedang untuk PLTN dengan daya 1000 MWe setelah dilakukan pengolahan sekitar 500-800 m3 pertahun. Jumlah bbnb tiap tahun sekitar 21.1 ton. DAFTAR PUSTAKA 1. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA., Nomor 5 tahun 2006, Kebijakan Energi Nasional, (2006). 2. BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL., Pedoman Penerapan dan
13
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
3. 4.
5.
6.
14
Pengembangan Sistem Energi Nuklir Berkelanjutan di Indonesia, (2006) Undang-Undang 10 Ketenaga nukliran, (1997) PATRICIA A.B., GREGORY R. CHOPPING., Nuclear Waste Management and The Nuclear Fuel Cycle, Encyclopedia of Life Support System, (1995) ANSI/ANS 18.1., Radioactive Source Term for Normal Operation of LightWater Reactors, American Nuclear Society, (1984) U.S. NUCLEAR REGULATORY COMMISSION., AP1000, Westinghouse, (2006)
ISSN 1410-6086
7. KOREA HYDRO NUCLEAR POWER, OPR 1400, Korea, 2002 8. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Nuclear Fuel Cycle Simulation System (VISTA), IAEATECDOC-1535, VIENNA, 2007 9. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY., Improvements of radioactive waste management at WWER nuclear power plants, IAEA-TECDOC-1492, (2006) 10. NEWJEC INC., Waste Management and Decommissioning, Report of Feasibility Study of The First Nuclear Power Plant at Muria Peninsula Region, Jakarta, September, (1993).