i
KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field
NOVI SULISTYOSARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah (Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.
Bogor, Januari 2010 Novi Sulistyosari NRP. F151070111
iii
ABSTRACT NOVI SULISTYOSARI. Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field. Under advisory of SAM HERODIAN and M. FAIZ SYUAIB One of the major problems in organic rice farming is weed eradication activity, or commonly called weeding. Conventional weeding is extremely time consuming work and require a lot of labor. Contrarily, the number of population working in agriculture sector has been decreasing over time in comparison to the industrial sector. To cope with this existing problem, switching from conventional to mechanical or semi-mechanical tools is needed for most agricultureal areas. However, the use of these tools should also take the human factor into consideration so that optimal human-machine system may be possible to be applied. In addition, the design of the equipment should also consider the safety and health as well as ergonomic factors of operator. The objective of the research was to find out the operator workload value and work effectiveness resulting from three weeding activities i.e. hand weeding, semi mechanical weeding and mechanical weeding. Research was conducted in the organic farmers rice fields in Situgede, West Bogor prefecture, Bogor city, West Java. Semi-mechanical weeding involved two types of weeder, namely local gasrok-weeder type (Indonesian weeder) and Japanese roller-weeder type. In order to determine the most appropriate weeding type, the technical (including ergonomics), economic and environmental aspects of each weeding types were investigated. Various data were collected during the experiment such as: (i) weeding performance (manually, semi-mechanical and mechanical/power operated weeder); (ii) ergonomic parameters data (work load factor). Data processing was implemented in fuzzy logic–fuzzy inference system (FIS) for generating fuzzy rules operation. Model input consists of five parameters i.e. work capacity, weeding effectiveness, energy consumption, environment aspect and cost. A Mamdani FIS type with OR fuzzy operator (maximum function) was used to generate the rules for each treatment. The output is the maximum value resulted from 17 combinations rules for each weeder type. Based on the experimental results, the highest weeding performance was achieved by power weeder under flooded and muddy soil conditions. Workload measurements indicated energy requirement of all type (hand weeding, local gasrok weeder type, roller type and mechanical) that a value of energy consumption by female operator is highest than male operator. This is influences with heart rate value each operator. A value of heart rate by female operator is highest than male operator. It is mean that the muscular work of male operator is stronght. The muscular work is influences heart rate levels. For work capacity and weeding effectivity, the largest was achieved by power weeder. Based on weeding selection model using fuzy-FIS, the maximum output value was achieved by mechanical (Power weeder). However, their use should be adjusted to the level of ability, needs and goals to be achieved by user. Keywords : weeding method, ergonomics, organic agriculture, fuzzy system
iv
RINGKASAN NOVI SULISTYOSARI. Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah. Dibimbing oleh SAM HERODIAN dan M. FAIZ SYUAIB Salah satu upaya penting yang dilakukan dalam budidaya padi yaitu pemberantasan gulma atau biasa disebut penyiangan. Penyiangan secara konvensional memerlukan banyak tenaga kerja. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun semakin berkurang dibandingkan sektor industri yaitu 42,05% (BPS, 2007). Penyiangan yang dilakukan dengan menggunakan alat baik semi mekanis maupun mekanis diharapkan mampu menangani permasalahan yang ada. Namun dalam penggunaan alat-alat tersebut perlu diperhatikan faktor manusia dan aktivitasnya sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia-mesin yang optimal. Selain fungsional, desain alat harus memperhatikan faktor keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi manusia (operator). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai beban kerja dan efektivitas kerja masing-masing operator yang ditimbulkan oleh beberapa tipe penyiangan yang digunakan, yaitu manual (hand weeding), semi mekanis (tipe gasrok dan tipe roller/Japanese weeder), serta mekanis (power weeder). Penentuan metode pemilihan teknologi yang tepat untuk mendapatkan tipe penyiangan yang terbaik ditinjau dari beberapa aspek yaitu: aspek teknis (termasuk ergonomika), aspek ekonomi, dan aspek lingkungan. Penelitian dilakukan di lahan milik petani di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data meliputi unjuk kerja teknis dan beban fisiologi (physiological load) petani penggarap. Pengambilan data unjuk kerja teknis menggunakan alat ukur jarak, waktu dan kamera video, sedangkan pengukuran beban kerja fisiologis dilakukan dengan menggunakan Heart Rate Monitor. Metode analisis untuk pemilihan tipe penyiangan terbaik menggunakan analisa fuzzy logic, dalam operasi fuzzy menggunakan aturan IF-THEN terdiri dari 17 rule. Rules yang digunakan pada proses tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman para pakar. Input variabel terdiri dari 5 parameter yaitu efektivitas penyiangan, kapasitas kerja, nilai beban kerja (kebutuhan energi), jumlah pertambahan anakan tanaman, dan biaya. Nilai output merupakan alat terbaik berdasarkan nilai maksimum yang dihasilkan masing-masing alat. Proses untuk menghasilkan output dilakukan percobaan dengan memasukkan kombinasi rule secara bertahap sebanyak 17 kali pada setiap alat. Nilai output adalah nilai mutu yang memiliki nilai maksimum. Berdasarkan pengamatan di lahan bahwa penyiangan yang baik dilakukan yaitu saat kondisi lahan tergenang dan memiliki kandungan fraksi debu, pasir dan lempung (kondisi macak-macak). Hasil pengukuran beban kerja masing-masing subjek diperoleh bahwa nilai rata-rata kebutuhan energi untuk penyiangan (WEC) secara manual oleh subjek perempuan diperoleh sebesar 1.17 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.04 kkal/menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan secara manual termasuk dalam kategori pekerjaan berat bagi subyek wanita. Sedangkan yang dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.32 kkal/menit, dan nilai total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.16 kkal/menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh
v
untuk penyiangan secara manual dapat dikategorikan sebagai pekerjaan ringan bagi subyek laki-laki. Nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) kegiatan penyiangan menggunakan tipe gasrok oleh subjek perempuan diperoleh sebesar 2.32 kkal/menit, dan nilai rata-rata energi total (TEC) sebesar 3.19 kkal/menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk subyek wanita pekerjaan penyiangan menggunakan tipe gasrok dikategorikan sebagai pekerjaan berat. Sedangkan yang dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.43 kkal/menit, dan total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.27 kkal/menit. Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk kegiatan penyiangan menggunakan tipe gasrok, dikategorikan sebagai pekerjaan ringan sampai sedang bagi subyek laki-laki. Nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) kegiatan penyiangan menggunakan penyiang tipe roller oleh subjek perempuan diperoleh sebesar 1.69 kkal/menit, dan total energi (TEC) sebesar 2.56 kkal/menit. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.66 kkal/menit, dan total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.50 kkal/menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan tipe roller dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki. Pada kegiatan penyiangan menggunakan alat mekanis yang dilakukan oleh subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.23 kkal/menit, dan total energi (TEC) sebesar 2.09 kkal/menit. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.48 kkal/menit, dan total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.32 kkal/menit. Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan alat mekanis dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki. Hasil pengukuran nilai kebutuhan energi yang diperoleh dari seluruh tipe penyiangan yang digunakan, subjek perempuan membutuhkan energi lebih besar dibandingkan subjek laki-laki. Hal ini berpengaruh pada nilai denyut jantung yang dihasilkan. Pada masing-masing subjek, nilai denyut jantung (IRHR) subjek perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini berarti bahwa subjek laki-laki memiliki kekuatan otot yang lebih besar karena tingkat denyut jantung dipengaruhi oleh kekuatan kerja otot. Hasil pengukuran nilai kapasitas kerja terbesar diperoleh dengan menggunakan penyiang mekanis baik yang dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Nilai kapasitas kerja rata-rata yang diperoleh penyiang secara manual, tipe gasrok, tipe roller dan mekanis berturut-turut adalah 0.032 ha/jam, 0.024 ha/jam, 0.029 ha/jam dan 0.091 ha/jam. Tingkat kebisingan yang diterima subjek akibat alat mekanis berkisar 45–48 dB dan getaran yang dihasilkan berkisar 0.8-4.4 m/s2. Penggunaan alat mekanis ini masih berada pada nilai ambang batas yang tidak membahayakan dan tidak menimbulkan kelelahan. Efektivitas dan kapasitas kerja maksimum akan tercapai apabila dilakukan pada luasan yang maksimum. Dari aspek ekonomi, biaya operasi yang diperoleh penyiang secara manual, tipe gasrok, tipe roller dan mekanis berturut-turut adalah Rp 130 208.33/ha, Rp 193 718.25/ha, Rp 220 091.95/ha dan Rp 213 300.03/ha. Tingginya biaya operasi yang dikeluarkan oleh masing-masing tipe penyiangan dipengaruhi oleh nilai kapasitas kerja yang dihasilkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiangan.
vi
Berdasarkan model pemilihan alat menggunakan analisa fuzzy logic dengan metode FIS berdasarkan operasi fuzzy OR (fungsi maksimum) maka pemilihan alat yang terbaik diperoleh output yang memiliki nilai mutu maksimum yaitu penyiang mekanis (Power weeder). Namun didalam penggunaannya harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan, kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pengguna.
Kata kunci : metode penyiangan, ergonomik, pertanian organik, sistem fuzzy
vii
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.
viii
KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field
NOVI SULISTYOSARI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
ix
Judul Thesis Nama NRP Mayor
: Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah : Novi Sulistyosari : F151070111 : Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sam Herodian, MS Ketua
Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi/Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dr. Ir. Radite P.A. Setiawan,M.Agr
Tanggal Ujian : 3 Februari 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS
Tanggal Lulus :
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan tesis dengan judul "Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah" ini sesuai dengan yang diharapkan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih Bapak Dr. Ir. Sam Herodian, M.S., sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr., sebagai anggota komisi pembimbing yang selalu memberikan masukan dan bimbingan selama pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian sebagai sponsor dalam studi penulis, bapak Dr. Ir. Trip Alihamsyah, M.Sc. sebagai Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan dukungannya kepada penulis dalam melaksanakan tugas belajar; Bapak Ir. Joko Pitoyo, Msi; Dr.Ir. Abi Prabowo, MS; Ir. Koes Sulistiadji, MS; Dr. Ir. Suparlan, M.Agr; Dr. Ir. Teguh Wikan Widodo, M.Agr; Dr. Ir. Dedy A. Nasution, MS dan Dr. Ir. Muhammad Aqil, M.Agr yang telah membantu dan memberikan saran serta ucapan terima kasih untuk suami tercinta Firman Gaffar, ST beserta kedua orang tua penulis yang telah memberikan doa, semangat dan inspirasi selama menyelesaikan studi juga teman-teman TMP angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan rasa kekeluargaan yang telah dibina selama menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih juga diberikan untuk Bapak Acep sebagai ketua kelompok tani di Desa Situgede yang telah mengijinkan/menyediakan lahan percobaan serta untuk I. Wayan Arnata, S.Si., M.Si; Windu Purnomo; Dadang; Insan; mas Ari; mas Hehen dan mas Ahmad Mulyana yang dengan sabar telah meluangkan waktu membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian serta membantu dalam administrasi. Semoga tesis dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pada pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Bogor, Februari 2010 Novi Sulistyosari
xi
RIWAYAT HIDUP
Novi Sulistyosari dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 November 1977, adalah putri kedua dari empat bersaudara dari Alm. Bapak Letkol CHK (Purn.) Subali, S.H., M.Hum. dan Ibu Lestari Ningsih. Penulis lulus dari SMAN 43 Jakarta pada tahun 1995 dan melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar. Pada Juni 2000 penulis menyelesaikan pendidikan S1 dan kemudian Desember 2001 – sekarang mengabdi sebagai Perekayasa pertama di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Pada Agustus 2007 penulis melanjutkan pendidikan pada Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi DAFTAR SIMBOL............................................................................................. xvii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5 Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam ............................................................. 5 Gulma Tanaman Padi.......................................................................................... 6 Penyiangan .......................................................................................................... 7 Efektivitas Penyiangan........................................................................................ 8 Pertanian Organik.............................................................................................. 10 Perkembangan Alat Penyiang ........................................................................... 11 Penyiangan Manual (Handweeding) ............................................................. 11 Alat Penyiang Semi Mekanis ........................................................................ 12 Alat Penyiang Mekanis ................................................................................. 14 Ergonomika ....................................................................................................... 18 Beban Kerja................................................................................................... 19 Metode Step Test........................................................................................... 21 Getaran Mekanis (vibration) ......................................................................... 23 Kebisingan (Noise)........................................................................................ 25 Analisis.............................................................................................................. 27 Analisa Logika Fuzzy ........................................................................................... 27 METODOLOGI PENELITIAN............................................................................ 29 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................................ 29 Peralatan dan Instrumen Penelitian................................................................... 29 Karakteristik Subjek Penelitian......................................................................... 29 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................................... 30 Penyiapan Plot Pengamatan .......................................................................... 30 Persiapan Alat ............................................................................................... 31 Pengoperasian Alat ....................................................................................... 32 Pengambilan Data dan Analisis ........................................................................ 34 Pengambilan Data ............................................................................................. 34 Aspek Teknis................................................................................................. 34 Aspek Ekonomi............................................................................................. 41 Aspek Lingkungan ........................................................................................ 45 Analisa Vegetatif................................................................................................... 45 Analisis.............................................................................................................. 46 Analisa Logika Fuzzy ................................................................................... 46 HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 49 Pengamatan Kondisi Lingkungan ..................................................................... 49 Analisa Teknis................................................................................................... 50
xiii
Ergonomika ................................................................................................... 50 Kalibrasi Subjek/operator dengan Metode Step Test ............................ 50 Pengukuran Beban Kerja Fisik.............................................................. 55 Tingkat Kebisingan dan Getaran yang ditimbulkan alat mekanis ........ 62 Kapasitas Kerja ............................................................................................. 64 Efektivitas Penyiangan.................................................................................. 66 Aspek Lingkungan ............................................................................................ 67 Analisa Ekonomi............................................................................................... 68 Analisis Pemilihan Alat .................................................................................... 69 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 76 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 78 LAMPIRAN.......................................................................................................... 81
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Tabel konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh....................................................................................................... 23 Tabel 2. Nilai ambang batas getaran untuk lengan dan tangan............................. 25 Tabel 3. Standar tingkat kebisingan ...................................................................... 26 Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian............................................................... 30 Tabel 5. Spesifikasi masing-masing alat............................................................... 32 Tabel 6. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR ................................................... 39 Tabel 7. Nilai IRHR dan TEC masing-masing subjek pada saat kalibrasi ........... 53 Tabel 8. Persamaan korelasi nilai IRHR dan TEC step test.................................. 55 Tabel 9. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) subjek Perempuan.............................................................................................. 56 Tabel 10. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) Subjek Lakilaki.......................................................................................................... 57 Tabel 11. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Perempuan.............................................................................................. 57 Tabel 12. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Laki-laki ................................................................................................. 58 Tabel 13. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese weeder) Subjek Perempuan.............................................................................................. 58 Tabel 14. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese Weeder) Subjek Laki-laki ................................................................................................. 59 Tabel 15. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Perempuan.............................................................................................. 59 Tabel 16. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Lakilaki.......................................................................................................... 60 Tabel 17. Nilai Rata-rata IRHR subjek pada masing-masing tipe penyiang ........ 61 Tabel 18. Tabulasi nilai rata-rata denyut jantung dan konsumsi energi subjek .... 62 Tabel 19. Nilai kebisingan dan getaran akibat oleh alat mekanis (power weeder)63 Tabel 20. Nilai kapasitas kerja (ha/jam) pada beberapa tipe penyiangan ............. 64 Tabel 21. Analisa ekonomi masing-masing alat .................................................. 69 Tabel 22. Klasifikasi variabel berdasarkan nilai input.......................................... 70 Tabel 23. Rule yang disediakan berdasarkan masukan para pakar....................... 73 Tabel 24. Nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat ..................... 73 Tabel 25. Nilai output/mutu masing-masing alat menggunakan sistem fuzzy dengan kombinasi rule yang diberikan. ................................................. 74
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gulma jenis rerumputan ........................................................................ 7 Gambar 2. Penyiangan secara manual (hand weeding) ........................................ 11 Gambar 3. Alat penyiang gasrok........................................................................... 12 Gambar 4. Alat penyiang semi mekanis (Rajvir Yadav et al. 2007) .................... 13 Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis buatan Jepang........................................ 14 Gambar 6. Alat penyiang mekanis ........................................................................ 14 Gambar 7. Desain alat penyiang gulma (Power Weeder) padi sawah .................. 16 Gambar 8. Mesin penyiang padi sawah model YA-1 (Pitoyo et al. 2008) ........... 17 Gambar 9.Pola kerja pengoperasian Power Weeder di lahan sawah .................... 17 Gambar 10. Konsep Umum Fuzzy Logic ............................................................. 28 Gambar 11. Heart rate monitor dan metronome/pengukur denyut jantung (a); Pocketable Vibration Meter/pengukur getaran, Tachometer/pengukur kecepatan dan Sound Level Meter/pengukur kebisingan (b)............... 29 Gambar 12. Luasan plot pengamatan masing-masing perlakuan.......................... 30 Gambar 13. Kondisi petak lahan percobaan ......................................................... 31 Gambar 14. Jenis-jenis alat penyiang yang digunakan (a) Gasrok; (b) power weeder; (c) Japanese’s weeder ............................................................ 32 Gambar 15. Cara-cara penyiangan pengoperasian : (a) manual/hand weeding; (b) mekanis/power weeder; (c) semi mekanis tipe roller/Japanese weeder; (d) Tipe gasrok/Indonesian weeder..................................................... 33 Gambar 16. Metode step test................................................................................. 37 Gambar 17. Diagram prosedur pengukuran beban kerja ...................................... 38 Gambar 18. Pengukuran getaran ........................................................................... 40 Gambar 19. Skema system pemilihan alat ............................................................ 47 Gambar 20. Grafik pemetaan denyut jantung subjek M2 pada saat step test ....... 51 Gambar 21. Grafik pemetaan denyut jantung subjek F2 pada saat step test......... 52 Gambar 22. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek laki-laki M3........ 54 Gambar 23. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek perempuan.......... 54 Gambar 24. Grafik nilai kapasitas kerja (ha/jam) rata-rata masing-masing alat... 65 Gambar 25. Grafik nilai efektivitas rata-rata penyiangan pada masing-masing alat ............................................................................................................. 67 Gambar 26. Grafik nilai persentase rata-rata pertambahan jumlah anakan (%) pada berbagai alat ........................................................................................ 68 Gambar 27. Membership function variabel input ................................................. 71 Gambar 28. Membership function variabel output ............................................... 71 Gambar 29. Rule editor yang telah dilakukan secara bertahap............................. 72 Gambar 30. Box nilai output/mutu berdasarkan tahapan rules ............................. 74
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja secara manual .............................................................................................. 81 Lampiran 2. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja menggunakan penyiang tipe gasrok (Indonesian weeder) ............... 82 Lampiran 3. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja menggunakan penyiang tipe roller (Japanese weeder).................... 83 Lampiran 4. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja menggunakan penyiang mekanis (power weeder) ........................... 84 Lampiran 5. Grafik korelasi IRHR dengan TEC pada masing-masing subjek Perempuan........................................................................................ 85 Lampiran 6. Grafik korelasi IRHR dengan TEC pada masing-masing subjek lakilaki.................................................................................................... 86 Lampiran 7. Analisa ekonomi penyiangan manual............................................... 87 Lampiran 8. Analisa Ekonomi alat penyiang tipe gasrok (Indonesian weeder) ... 88 Lampiran 9. Analisa Ekonomi alat penyiang tipe roller (Japanese weeder) ........ 89 Lampiran 10. Analisa Ekonomi alat penyiang mekanis (Power weeder)............. 90 Lampiran 11. Proses pada sistem fuzzy logic dengan kombinasi rule secara bertahap masing-masing alat............................................................ 91 Lampiran 12. Perintah pemrograman Fuzzy logic berdasarkan masing-masing alat .......................................................................................................... 93 Lampiran 13. Spesifikasi alat penyiang mekanis (Power weeder) ....................... 98
xvii
DAFTAR SIMBOL Latin Simbol HRwork HRrest TECST W g f h WEC TEC BME A h w WEC’ L Ke TL TW Eft JGB JGS BP BT BTT x D P S I i N PP BB Q Hbb Bo So Wt JA PKT TR TP
Satuan Denyut jantung saat melakukan pekerjaan Denyut jantung saat istirahat Total Energy Cost saat step test Berat badan Percepatan gravitasi Frekuensi step test Tinggi bangku step test Work Energy Cost Total Energy Cost Basal Metabolic Energy Luas permukaan tubuh Tinggi tubuh Berat tubuh Work Energy Cost per Weight Tingkat kebisingan Kapasitas kerja efektif Total luas lahan yang disiangi Total waktu Persentase efektivitas penyiangan Jumlah Gulma sebelum penyiangan Jumlah Gulma sesudah penyiangan Biaya operasional alat Biaya tetap Biaya tidak tetap Jumlah jam kerja Penyusutan Harga awal alat Harga akhir alat Bunga modal Tingkat bunga modal Umur Ekonomis Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Alat Biaya bahan bakar Bahan bakar yang terpakai Harga bahan bakar tiap liter Biaya operator Upah tenaga kerja tiap hari Jam kerja per hari Jumlah anakan Presentase kerusakan tanaman Jumlah tanaman rusak Jumlah tanaman pokok
beats/minute beats/minute kkal/menit kg m/detik siklus/detik meter kkal/min kkal/min kkal/min m2 cm kg kal/kg.menit dB ha/jam ha jam % rumpun rumpun Rp/ha Rp/th Rp/jam jam/th Rp/th Rp Rp Rp/tahun %/ tahun tahun Rp/jam Rp/jam liter/jam Rp/liter Rp/jam Rp/hari jam/hari % % rumpun rumpun
xviii
Subskrip Simbol IRHR HR HW IW JW PW F M Un
Increase Ratio of Heart Rate Heart Rate Hand Weeding Indonesian Weeder Japanese Weeder Power Weeder Subjek wanita (Female) Subjek Laki-laki (Male) Ulangan pengujian/percobaan ke-n
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditi utama bagi bangsa Indonesia, karena hampir 90% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. Komoditas yang penting dan strategis ini setiap saat harus dapat dipenuhi. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ketahun maka kebutuhan pangan harus diupayakan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa budidaya padi sawah merupakan kegiatan utama penyedia kebutuhan beras nasional. Menurut Statistik Indonesia (2009), bahwa pertambahan jumlah penduduk meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 mencapai 219.85 juta jiwa, tahun 2008 mencapai 228.52 juta jiwa dan tahun 2009 mencapai 231.36 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk tiap tahunnya meningkat sebesar 1.35%. Hal ini didukung pula dengan meningkatnya pertumbuhan produksi padi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 sampai dengan 2009 secara berturut-turut produksi padi yang dihasilkan 54.15 juta ton, 54.45 juta ton, 57.16 juta ton, 60.33 juta ton dan 62.56 juta ton. Sementara itu kebutuhan konsumsi beras tiap orang sebesar 125 – 130 kg/tahun (Siswono, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, laju pertambahan jumlah penduduk diiringi dengan meningkatnya produksi padi bahkan dapat dikatakan bahwa negara kita mencapai surplus beras. Peningkatan produksi padi ini harus tetap dipertahankan walaupun tidak dipungkiri bahwasanya dukungan input kimia (pupuk, pestisida, dan herbisida) menjadi faktor dominan. Namun dari waktu ke waktu input kimia semakin mahal dan membawa dampak negatif pada kondisi lingkungan yaitu menimbulkan pencemaran dan berdampak terhadap degradasi lingkungan. Selain itu masyarakat mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Masyarakat semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mendukung pembangunan pertanian, terutamanya kegiatan dalam usahatani padi yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan produk pertanian serta
2
peningkatan pendapatan petani yaitu dengan menerapkan beberapa sistem, salah satu diantaranya yaitu: menerapkan sistem pertanian organik yang merupakan budidaya pertanian yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air berbasis kegiatan ramah lingkungan. Artinya kegiatan budidaya padi yang selain memperhatikan kesuburan tanah juga harus memperhatikan kesehatan
yaitu
dengan
menerapkan
pada
penggunaan
pupuk
dan
pestisida/herbisida organik. Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat dan berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaurulang limbah pertanian. Sehingga tren pertanian organik akan semakin diminati. Salah satu masalah yang dihadapi dalam budidaya pertanian adalah pertumbuhan gulma yang akan menimbulkan persaingan dengan tanaman utama dalam hal penyerapan air, cahaya matahari dan unsur hara serta dapat juga merupakan tumbuh-tumbuhan inang bagi berkembangnya hama dan penyakit. Menurut Pitoyo (2006) penurunan hasil padi akibat gulma berkisar 6 – 87%. Data yang lebih rinci penurunan hasil padi secara nasional akibat gangguan gulma 15 – 42% untuk padi sawah dan padi gogo 47 – 87%. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan secara terpadu dengan mengkombinasikan berbagai metoda yang ada. Dalam prinsip-prinsip budidaya padi organik terdapat salah satu kegiatan pertanian yang harus dilakukan, yaitu kegiatan pemberantasan gulma atau yang biasa disebut penyiangan. Penyiangan adalah pekerjaan untuk menghilangkan gulma, dengan cara mencabut, memotong atau membongkar gulma sampai ke akarnya. Selain itu kegiatan penyiangan bertujuan untuk menjaga kesuburan tanah dari tanaman pengganggu, dan meningkatkan aerasi tanah yang akan meningkatkan produktivitas tanaman. Penyiangan/pemberantasan gulma ini juga harus dilakukan secara konvensional atau tanpa menggunakan bahan kimia. Pengendalian gulma di pertanaman padi sawah dengan penyiangan manual membutuhkan waktu yang relatif lama, dan dengan upah buruh tani semakin mahal.
3
Penyiangan yang dilakukan secara konvensional memerlukan banyak tenaga kerja. Sementara itu jumlah penduduk Indonesian yang bekerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun semakin berkurang dibandingkan sektor industri yaitu 42.05% (BPS, 2007). Menurut Nag and Dutta (1979) dalam Pitoyo et al. (2008), kegiatan penyiangan membutuhkan ± 25 % tenaga kerja pertanian (900 – 1200 orang priajam/ha) selama musim budidaya. Selain itu biaya tenaga kerja pun semakin mahal dan efisiensi rendah. Menurut Haryono (2007), pengendalian gulma tanaman padi sawah secara manual (menggunakan tangan) membutuhkan waktu 172 jam/ha dan penyiangan secara semi mekanis (menggunakan landak/gasrok) membujur melintang membutuhkan waktu 132 jam/ha. Penggunaan alat penyiang sistem manual dan semi mekanis seperti menggunakan tangan dan landak banyak digunakan di beberapa wilayah hanya saja masih memiliki banyak kekurangan, baik dilihat dari segi kinerja dan efisiensi alat maupun dari segi ergonomika yang akan menimbulkan kejerihan cukup tinggi serta kendala kapasitas yang rendah. Namun dari segi biaya sangat murah dan mudah dalam pengoperasiannya. Sedangkan alat penyiang secara mekanis seperti power weeder yang memiliki kapasitas kerja 15 – 27 jam/ha (Pitoyo dkk, 2008) diharapkan dapat meningkatkan kinerja lebih efektif dan efisien dalam peningkatan aerasi tanah walaupun dengan biaya yang sedikit lebih mahal, karena produktivitas tinggi merupakan suatu target pencapaian yang sangat diharapkan dari suatu aktivitas produksi. Produktivitas dapat diperoleh secara maksimal jika memperhatikan 3 faktor (lingkungan-manusia-mesin) dan faktor manusia (human) yang merupakan faktor penting dalam menghasilkan produktivitas maksimal. Untuk peningkatan produktivitas, perbaikan prestasi kerja operator merupakan salah satu syarat penting. Beban kerja yang terlalu berat, melebihi kapasitas kemampuan tubuh manusia akan menimbulkan kelelahan yang terakumulasi. Kelelahan ini juga merupakan faktor penghambat dalam peningkatan produktivitas. Pengembangan alat penyiang telah dilakukan hampir di setiap wilayah bahkan negara, di desain sesuai dengan perubahan kondisi wilayah dan sosial masing-masing. Dengan memperhatikan kekurangan dan kelebihan masingmasing sistem penyiangan tersebut serta beban kerja yang ditimbulkan maka
4
untuk dapat menciptakan produktivitas yang tinggi dibutuhkan suatu alat penyiang yang sesuai dari berbagai aspek. Pemilihan alat yang sesuai untuk diaplikasikan diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas padi. Hasil dari penelitian akan sangat bermanfaat kepada pengguna/konsumen sebagai alternatif pemilihan alat untuk penyiangan yang terbaik dan sesuai dalam aplikasinya di lahan yang akan dapat meningkatkan produktivitas.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui nilai beban kerja dan efektivitas kerja masing-masing operator yang ditimbulkan oleh beberapa tipe penyiangan yang digunakan secara manual (hand weeding), semi mekanis (tipe gasrok dan tipe roller), serta mekanis (power weeder) untuk kegiatan budidaya padi sawah. 2. Mendapatkan metode analisis pemilihan teknologi yang tepat untuk kegiatan penyiangan. 3. Mengetahui tipe penyiangan yang terbaik ditinjau dari beberapa aspek yaitu: aspek teknis, ergonomika, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan.
5
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam Tanah sawah bukan merupakan terminologi klasifikasi untuk suatu jenis tanah tertentu, melainkan istilah yang menunjukkan cara pengelolaan berbagai jenis tanah untuk budidaya padi sawah. Pengelolaan lahan yang tepat akan menghasilkan kondisi sawah yang kaya akan unsur hara didalamnya dan menjadi tanaman tumbuh subur. Salah satu diantara cara pengelolaan lahan sawah yaitu dengan melakukan kegiatan penyiangan. Penyiangan yang baik dilakukan ketika gulma tercabut bersama akarnya. Namun untuk dapat tercabut sampai keperakaran gulma, kondisi tanah harus tercukupi oleh air dan mengandung fraksi pasir, debu dan lempung. Sehingga dalam kegiatan penyiangan, kondisi tanah sawah harus berada pada kondisi macak-macak (cukup tergenang) selama masa pertumbuhan. Syarat kondisi lahan sawah yang sesuai untuk kegiatan penyiang dicirikan sebagai berikut : -
Tanah sawah beririgasi/tadah hujan, yang memiliki permukaan lahan datar dan tergenang dangkal dengan kondisi tanah aerobik sampai anaerobik
-
Dibatasi oleh pematang dengan tata air terkontrol
-
Ketinggian air minimal 6 cm
-
Kedalaman lapisan lumpur sawah (diukur dengan cara orang berdiri di lumpur) maksimum 25 cm
Sedangkan syarat dari kondisi tanaman yang dikehendaki adalah jarak tanam antar baris harus lurus dan sama. Apabila diinginkan dalam dua arah membujur dan melintang, tanaman padi harus ditanam dalam dua arah lurus, biasanya petani menggunakan caplak untuk membentuk alur sebelum di tanam. Jarak tanam padi sawah 20 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 30 x 30 cm. Jarak tanam antar alur juga disesuaikan dengan arah pergerakan sinar matahari. Sehingga sinar matahari dapat menembus masuk sampai perakaran tanaman dan tidak terhalang oleh tanaman lain.
6
Gulma Tanaman Padi Padi sawah tumbuh pada kondisi tanah yang basah (tergenang air), maka tumbuh-tumbuhan pengganggu yang tumbuh adalah termasuk ke dalam jenis tumbuhan air (Aquatic weeds) dan semi aquatic weeds. Gulma Fimbristylis miliaceae (Cyperaceae), disusul Echinochloa crusgalli (Gramineae) merupakan gulma yang sangat dominan pada lahan persawahan yang tergolong jenis gulma rerumputan seperti pada Gambar 1 (anonim, 2009). Fimbristylis miliaceae (L.) Vahl (cyperaceae) sebangsa rumput teki dikenal dengan nama lesser fimbristylis (Inggris), panon munding, babawangan (Sunda), sunduk welut, sriwit, tumburan (Jawa), naleung sengko (Aceh). F. miliaceae merupakan tumbuhan setahun, tumbuh berumpun, dengan tinggi 20 – 60 cm. Batangnya ramping, tidak berbulu-bulu, bersegi empat, dan tumbuh tegak. Daunnya terdapat di bagian pangkal, bentuk bergaris, menyebar lateral, tepi luar tipis, panjang sampai 40 cm. Bunganya berkarang dan bercabang banyak. Anak bulir kecil dan banyak sekali, warna cokelat dengan punggung berwarna hijau, bentuk bola sampai jorong, dengan ukuran 2 – 5 mm x 1.5 – 2 mm. Buahnya berwarna kuning pucat atau hampir putih, bentuk bulat telur terbalik. Biasanya terdapat di tempat-tempat basah, berlumpur sampai semi basah, umumnya terdapat pada lahan sawah (Sundaru et al. 1976 dalam Anonim, 2009). Echinochloa crusgalli (Gramineae) sebangsa rerumputan dikenal dengan nama barnyard grass (Inggris), jajagoan (Sunda), jawan (Jawa), orang Aceh menyebutnya dengan ikue tupee dan bahasa setempat dikenal dengan nama naleung saddam huseen. Gulma ini merupakan tumbuhan setahun, perakarannya dangkal, tumbuh berumpun, dengan tinggi batang 50 – 150 cm. Batangnya kuat dan kokoh, tumbuh tegak serta daunnya rata/datar dengan panjang 10 – 20 cm, lebar 0.5 – 1 cm. Bentuk garis meruncing ke arah ujung, yang mula-mula tumbuh tegak kemudian merunduk, panjang 5 – 21 cm, terdiri dari 5 – 40 cm tandan. Biasanya terbentuk piramid sempit, warna hijau sampai ungu tua. Bulirnya banyak, anak bulir panjang 2 – 3.5 mm, berambut. Kepala sarinya mempunyai diameter 0.6 – 0.85 mm. Buah E. crusgalli disebut caryopsis, berbentuk lonjong, tebal, panjang 2 – 3.5 mm. Biji yang tua berwarna kecoklat-coklatan sampai kehitam-hitaman. E. crusgalli terdapat di tempat-tempat basah, kadang-kadang
7
terdapat juga di tempat setengah basah. Di sawah tumbuh bersama padi, akan tetapi umumnya lebih tinggi dan berbunga lebih dulu dari pada padi (Sundaru et al. 1976 dalam Anonim, 2009).
Echinochloa crus-galli
Fimbristylis miliaceae
Gambar 1. Gulma jenis rerumputan Jenis gulma yang tergolong rerumputan biasanya berdaun sempit, tumbuh tegak, dan berakar serabut (monocotyledonae). Jenis gulma yang tergolong daun lebar, biasanya tumbuh secara horizontal, bertitik tumbuh terbuka, juga berakar serabut. Sedangkan jenis yang cukup sulit untuk diberantas adalah gulma yang tergolong rumput teki. Jenis ini memiliki karakter yang mirip dengan rumput, tetapi daunnya agak berbeda yakni bentuk daun rumput teki adalah segitiga. Rumput teki mempunyai umbi atau akar tinggal, sehingga sukar sekali diberantas, bila daunnya terpotong maka akan cepat sekali tumbuh lagi dari bawah (Soesanto, 1986; Sempaja, 2007).
Penyiangan Penyiangan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dari proses budidaya padi. Hal ini karena kehadiran gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman padi dalam mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan dan pada gilirannya akan menurunkan produksi. Selain untuk mengendalikan gulma, penyiangan juga ditujukan untuk mengaduk tanah di sekitar daerah perakaran sehingga meningkatkan aerasi udara di dalamnya. Di dalam usaha pengendalian/penyiangan gulma sebaiknya dilakukan sebelum pemupukan agar penggunaan pupuk untuk tanaman padi tidak sia-sia.
8
Biasanya pengendalian gulma di lahan irigasi atau lahan sawah lebih mudah dibandingkan di lahan kering, karena pada lahan kering kelembaban tanahnya sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan gulma, terutama pada periode awal pertumbuhan tanaman padi. Sedangkan pada lahan irigasi (digenangi air) persoalan gulma tidak terlalu berat karena penggenangan merupakan cara yang sangat efektif untuk menekan perkembangan gulma. Namun penyiangan yang dilakukan secara terus menerus akan memunculkan gulma yang dominan terhadap penyiangan (Sukma dan Yakup, 2002). Sehingga penyiangan yang baik dilakukan dua kali yaitu pada saat padi berumur 3 dan 6 minggu guna menjaga dan mencegah agar ketersedian air dan makanan yang seharusnya diserap oleh padi diambil oleh gulma yang dapat menyebabkan kurusnya padi karena kekurangan air dan usur-unsur lainnya. Selain untuk mengendalikan gulma, penyiangan juga ditujukan untuk mengaduk tanah di sekitar daerah perakaran sehingga meningkatkan aerasi udara di dalamnya (Haryanto et al. 2002). Proses penyiangan cukup sulit karena pencabutan rumput yang berada diselah-selah padi perlu keterampilan tertentu agar tidak merusak tanaman. Untuk itu diperlukan suatu alat penyiang semi mekanis ataupun mekanis. Selain itu pengguna alat penyiang juga akan meningkatkan nilai kapasitas kerja. Menurut Haryono (2007), pengendalian gulma tanaman padi sawah secara manual dengan menggunakan tangan membutuhkan waktu 172 jam/ha dan penyiangan secara semi mekanis dengan menggunakan landak membujur melintang 132 jam/ha sedangkan penyiangan secara mekanis dengan menggunakan power weeder membutuhkan waktu 15 – 27 jam/ha.
Efektivitas Penyiangan Efektivitas merupakan pencapaian tujuan secara tepat untuk meperoleh hasil yang optimal. Dapat diartikan bahwa efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan dari suatu pekerjaan. Didalam kegiatan penyiangan yang dapat menentukan tingkat keberhasilan yaitu banyaknya gulma yang tersiangi karena penyiangan diperlukan guna mengurangi persaingan antara gulma dengan
9
tanaman pokok. Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk berproduksi. Persaingan antara gulma dengan tanaman dalam mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas. Besar kecilnya (derajad) persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Besar kecilnya persaingan antara gulma dan tanaman pokok di dalam memperebutkan air, hara dan cahaya atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman pokok jika dilihat dari segi gulmanya, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini (Subagiya, 2009): Kerapatan gulma Semakin rapat gulmanya, persaingan yang terjadi antara gulma dan tanaman pokok semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara kerapatan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif. Macam gulma Masing-masing gulma mempunyai kemampuan bersaing yang berbeda, hambatan terhadap pertumbuhan tanaman pokok berbeda, penurunan hasil tanaman pokok juga berbeda. Sebagai contoh kemampuan bersaing jawan (Echinochloa crusgalli) dan tuton (Echinochloa colonum) terhadap tanaman padi tidak sama atau berbeda. Saat kemunculan gulma Semakin awal saat kemunculan gulma, persaingan yang terjadi semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Oleh karena itu penyiangan sebaiknya dilakukan pada saat awal pertumbuhannya. Lama keberadaan gulma Semakin lama gulma tumbuh bersama dengan tanaman pokok, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan
10
hasilnya semakin menurun. Sehingga penyiangan sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali. Kecepatan tumbuh gulma Semakin cepat gulma tumbuh, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Habitus gulma Gulma yang lebih tinggi dan lebih lebat daunnya, serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya memiliki kemampuan bersaing yang lebih, sehingga akan lebih menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman pokok. Efektivitas penyiangan ditentukan antara lain dari kerapatan pertumbuhan gulma. Kerapatan pertumbuhan gulma terdiri dari beberapa kategori : pertumbuhan gulma ringan (kurang dari 10% weed cover), pertumbuhan gulma sedang (antara 10 – 20% weed cover) dan 100% weed cover apabila seluruh areal ditutupi gulma (anonim). Apabila sebelum dilakukan penyiangan, weed cover mencapai 100% dan setelah dilakukan penyiangan pertumbuhan gulma menjadi 50% (weed cover), maka dapat dikatakan bahwa efektivitas penyiangan tersebut masih rendah. Penyiangan yang efektif juga ditandai dengan pertumbuhan tanaman padi, yaitu pertumbuhan anakan semakin banyak karena tidak terjadi persaingan perebutan unsur hara dengan gulma.
Pertanian Organik Dalam beberapa tahun dekade terakhir, pemerintah dan masyarakat mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang terbaik untuk menghasilkan pangan tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah, air dan udara. Kini mereka menerapkan sistem pertanian tanpa bahan kimia sintetik atau yang dikenal dengan pertanian organik. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produkproduk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Sistem ini diyakini tidak menurunkan kemampuan dan kualitas produksi.
11
Dalam prinsip-prinsip budidaya padi organik terdapat salah satu kegiatan pertanian yang harus dilakukan, yaitu pemberantasan gulma. Kegiatan pemberantasan gulma ini juga harus dilakukan secara konvensional atau tanpa menggunakan bahan kimia. Pemberantasan gulma menggunakan alat (semi mekanis sampai mekanis) telah dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan dukungan teknologi tersebut diharapkan penggunaan herbisida kimia tidak dipergunakan lagi sehingga akan tercapai ketahanan pangan nasional. Prospek pertanian organik di masa mendatang mempunyai peluang usaha yang sangat baik dan cerah, karena kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi sumber makanan yang sehat dan bergizi semakin meningkat. Hasil produksi dari pertanian organik ternyata lebih bermutu dibanding dengan budidaya pertanian biasa. Melalui pertanian organik keberlanjutan produksi dapat dicapai.
Perkembangan Alat Penyiang Penyiangan Manual (Handweeding) Di Indonesian pemberantasan gulma masih banyak dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut gulma dengan tangan (Gambar 2). Selama masa pertumbuhan padi biasanya dilakukan 2 kali penyiangan yaitu penyiangan pertama pada waktu padi berumur 15 -17 hari dan penyiangan kedua pada waktu padi berumur 30 - 40 hari setelah tanam. Kegiatan penyiangan yang dilakukan secara manual (hand weeding) membutuhkan waktu 172 jam/ha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 25 orang/ha (Haryono, 2007). Sistem penyiangan manual yang biasa dilakukan masyarakat yaitu dengan mencabuti rerumputan yang tumbuh subur diantara tanaman padi kemudian membuangnya dari areal persawahan atau dibenamkan ke dalam tanah.
Gambar 2. Penyiangan secara manual (hand weeding)
12
Alat Penyiang Semi Mekanis Sejak 20 tahun yang lalu penyiangan sudah dilakukan dengan menggunakan alat. Alat penyiang gulma sederhana yang banyak digunakan oleh petani yaitu alat penyiang gasrok/landak terbuat dari kayu dan cakar penyiangan menggunakan beberapa kumpulan paku yang terletak pada dasar penyiang. Pengoperasian alat ini dengan cara didorong menggunakan tenaga manusia melalui tangkai pendorong. Cara pengoperasian alat penyiang gasrok dapat dilihat pada Gambar 3. Penyiang landak ini membutuhkan tenaga kerja sebanyak 7 orang dan waktu 3 hari dalam luasan 1 ha sawah. Disini membutuhkan tenaga manusia untuk mendorong tangkai penyiang.
Gambar 3. Alat penyiang gasrok Bila penyiangan dilakukan dengan alat penyiang landak, di samping memberantas gulma juga berfungsi penggemburan tanah Salah satu peneliti dari India (Rajvir Yadav et al.),
mencoba
mengembangkan alat penyiang semi mekanis yang menggunakan roda dan implemen jari penyiang seperti Gambar 4 berikut :
13
Gambar 4. Alat penyiang semi mekanis (Rajvir Yadav et al. 2007) Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa weeder ini dapat bekerja pada kedalaman di atas 3 cm dengan efisiensi lapang 0.048 ha/jam dan efisiensi penyiangan tertinggi mencapai 92.5 %. Waktu istirahat operator setelah bekerja dan untuk memperoleh kondisi normal kembali selama 14 menit. Nilai heart rate tertinggi diperoleh 142 sampai 150 beats per menit (Rajvir Yadav at al. 2007). Singh (1992) juga telah mengembangkan dengan memperhatikan aspek ergonomik pada desain jari penyiang, dari hasil penelitian diperoleh kapasitas kerja penyiangan 60 – 110 man-jam/ha pada lahan sawah black heavy soil dan 25 man-jam/ha pada lahan light soil. Semua studi tentang ergonomik beberapa alat penyiang telah banyak dilakukan, namun itu juga harus merupakan teknologi yang spesifik disesuaikan dengan kondisi wilayah; jenis tanah, tanaman, areal jangkauan gulma dan ketersediaan sumber daya lokal. Di negara maju seperti Jepang pengembangan suatu alat sangat memperhatikan faktor keamanan dan kenyamanan pengguna/operatornya. Hal ini penting untuk peningkatan produktivitas. Seperti halnya pengembangan alat penyiang semi mekanis buatan Jepang yang terlihat pada Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis ini terbuat dari plat stainless steel ringan dilengkapi dengan 2 cakar penyiang dan pada bagian depan dibuat furrow opener yang juga berfungsi sebagai pelampung. Diharapkan pengembangan alat penyiang ini dapat digunakan pada kondisi lahan padi sawah dengan tingkat pelumpuran normal.
14
Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis buatan Jepang Cara pengoperasian alat penyiang semi mekanis buatan Jepang sama seperti penyiangan menggunakan gasrok yaitu dengan menggasrok atau mendorong ke depan dan belakang sehingga gulma tercabut dan terpendam dalam tanah.
Alat Penyiang Mekanis Salah satu alternatif pengembangan alat penyiang yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan mesin pemotong rumput dimana selain dapat memotong rumput alat ini bisa dimodifikasi dan dikembangkan menjadi alat penyiang padi sawah (Gambar 6). Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penyiang padi sawah maka diperlukan suatu mata penyiang yang paling efektif guna meringankan kerja petani. Penyiangan menggunakan alat penyiang padi dengan penggerak mesin potong rumput ini memiliki satu buah mata penyiang dengan kapasitas kerjanya 0.020 ha/jam (Imran et al. 2006).
Gambar 6. Alat penyiang mekanis
15
Cara kerja alat ini sama dengan mesin pemotong rumput, hanya dengan mengganti pisau pemotong menjadi piring atau mata penyiang yang terdapat paku-paku berupa mur dan baut. Pada saat operasional mata penyiang alat penyiang padi berputar, paku-paku penyiang yang terdapat pada piring penyiang akan memotong, mencongkel, memutar, dan menghancurkan gulma beserta tanah yang ada dibawahnya. Sehingga gulma yang hancur bisa menjadi pupuk bagi tanaman padi dan diperoleh tanah yang mempunyai porositas yang baik bagi pertumbuhan tanaman padi. Jumlah operator penyiangan padi di sawah dengan menggunakan alat penyiang dengan tenaga mesin potong rumput tipe sandang terdiri dari satu orang (Imran et al. 2006). Mesin penyiang bermotor (Power Weeder) untuk padi sawah adalah suatu mesin yang digunakan untuk menyiang atau memberantas gulma atau tanaman pengganggu yang tumbuh di lahan sawah. Mesin ini dalam pengoperasiannya di lahan sawah dioperasikan oleh 1 operator yang berjalan dibelakang mesin sambil memegang stang kemudi, sehingga dinamakan walking type. Alat tersusun atas beberapa komponen standar dan komponen buatan (fabricated) dengan kontruksi dapat dibongkar pasang (knock down) sehingga mudah dalam transportasinya. Kemudi stang yang ketinggiannya dapat diatur sesuai dengan tinggi badan operator. Ciri khas mesin ini yaitu pada bagian yang aktif untuk penyiangan menggunakan hexagonal rotor (bentuk segi enam) yang pada keenam sisinya terpasang cakar-cakar penyiang, hexagonal ini pada saat bekerja di lahan sawah berputar dengan kecepatan putar 120 - 125 rotasi per menit (rpm) (Pitoyo et al. 2008). Kontruksi yang spesifik lagi yaitu pada bagian transmisi yang menggunakan pipa dan kopel aluminium sebagai rumah dan poros sekaligus sebagai rangka utama mesin yang digunakan untuk menopang komponen yang lainnya. Komponen lain yang tak kalah penting dan spesifik adalah motor penggerak yang menggunakan motor yang biasa dipakai untuk mesin potong rumput dengan dilakukan modifikasi pada poros penerus putaran dan dudukan motor (Gambar 7).
16
Gambar 7. Desain alat penyiang gulma (Power Weeder) padi sawah (Pitoyo et al. 2008) Uji coba dan sosialisasi penggunaan mesin penyiang padi sawah telah dilakukan tahun 2005 di Kec. Delanggu kabupaten Klaten Jawa Tengah selama 1 musim tanam pada padi MK. Pengembangan power weeder ini telah dicoba diterapkan di beberapa wilayah di daerah Jawa Tengah yaitu : Tegalgondo, Delanggu dan Sragen. Sebagian besar telah mendapat respon positif dan telah di pabrikasikan oleh pengrajin lokal. Penggunaan alat power weeder juga dapat bertujuan untuk meningkatkan aerasi tanah, yang diakibatkan oleh roda penyiangan. Power weeder ini memiliki ciri khas yaitu pada bagian yang aktif untuk penyiangan (sebagai roda) menggunakan hexagonal rotor (bentuk segi enam) yang pada keenam sisinya terpasang cakar-cakar penyiang, hexagonal inilah yang mengaduk tanah sampai pada perakaran gulma saat bekerja di lahan sawah sehingga aerasi tanah meningkat serta cukup efektif untuk mengurangi pertumbuhan gulma. Berdasarkan data teknis yang diperoleh, alat penyiang bermotor mampu melakukan pekerjaan rata-rata 12.24 jam/ha (Pitoyo et al. 2008). Sehingga membutuhkan 2 hari untuk melakukan penyiangan dengan luasan 1 hektar. Jika dibandingkan dengan penyiangan secara manual membutuhkan banyak tenaga kerja dan waktu selama 5 hari bahkan lebih. Hasil evaluasi dari 3 unit prototipe power weeder model YA-1 dari segi efektivitas penyiangan cukup baik, efek kerusakan tanaman sangat kecil (Gambar 8). Sedangkan hasil evaluasi teknis terhadap ketahanan komponen selama 1
17
musim tanam dengan waktu pengoperasian selama 30 – 40 hari masih dijumpai beberapa beberapa kelemahan kecil diantaranya; cakar penyiang masih terlalu panjang, sistem transmisi dan rangka masih diperlukan modifikasi untuk mendapatkan kontruksi yang lebih kokoh dan rigid namun cukup ringan. Evaluasi dari segi eknomi pada beberapa area dengan pertumbuhan gulma padat cukup dan mampu bersaing dengan upah penyiangan secara manual maupun dengan alat gasrok/landak (Pitoyo et al. 2008).
Gambar 8. Mesin penyiang padi sawah model YA-1 (Pitoyo et al. 2008)
Gambar 9.Pola kerja pengoperasian Power Weeder di lahan sawah
18
Ergonomika Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergo yang artinya kerja dan nomos yang artinya ilmu. Sehingga kata ergonomi berarti ilmu kerja atau ilmu yang mempelajari manusia hubungannya dengan lingkungan kerjanya. Ilmu ergonomi bertujuan untuk mempelajari batas-batas kemampuan manusia dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja dengan menyesuaikan interaksi manusia dengan produk, sistem dan lingkungan (Syuaib, 2003). Dalam ilmu ergonomika, kerja diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot hampir untuk seluruh jenis pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Menurut Syuaib (2003), fisiologi kerja adalah salah satu sub disiplin dalam ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi/reaksi fisiologi yang disebabkan beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan indikator-indikator metabolik, yang diantaranya adalah : 1. Cardiovasculer (Denyut jantung) 2. Respiratory (Pernapasan) 3. Body Temperatur (Suhu tubuh) 4. Muscular Act (Aktivitas otot) Faktor manusia merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dan keselamatan kerja. Suatu alat atau mesin dapat dikatakan berkualitas tinggi jika nyaman digunakan, yang berarti memiliki kesesuaian antara alat dan manusia yaitu mudah dioperasikan dan ramah terhadap pemakai. Fokus utama pertimbangan ergonomi menurut Sanders (1992): dalam Irawan (2008) adalah mempertimbangkan unsur manusia dalam perancangan objek, prosedur kerja, dan lingkungan kerja. Sedangkan metode pendekatannya adalah dengan mempelajari hubungan manusia, pekerjaan dan fasilitas pendukungnya, dengan harapan dapat sedini mungkin mencegah kelelahan yang terjadi akibat sikap atau posisi kerja yang keliru. Karakteristik manusia sangat
19
berpengaruh pada desain dalam meningkatkan produktivitas kerja manusia untuk mencapai tujuan yang efektif, sehat, aman dan nyaman. Untuk melaksanakan kajian atau evaluasi (pengujian) bahwa desain sudah memenuhi persyaratan ergonomis adalah dengan mempertimbangkan faktor manusia. Karena desain yang baik yaitu memiliki keseimbangan antara lingkungan, manusia, alat-alat atau perangkat kerja, dengan produk fasilitas kerjanya. Satu sama lain saling berinteraksi dan memberi pengaruh signifikan terhadap
peningkatan
produktivitas,
efisiensi,
keselamatan,
kesehatan,
kenyamanan maupun ketenangan orang bekerja sehingga menghindarkan diri dari segala bentuk kesalahan manusiawi (human error) yang berakibat kecelakaan kerja. Penerapan ergonomika dapat menghasilkan perbaikan kerja, menurunkan potensi kecelakaan kerja, dan menurunkan resiko penyakit serta peningkatan kondisi dasar pekerjaan. Oleh karena peranan ergonomi begitu besar dalam meningkatkan perbaikan lingkungan kerja, maka semestinya dalam proses perancangan suatu peralatan, mesin, ataupun sistem kerja, faktor manusia harus dipertimbangkan dengan cermat. Perhatian yang mendalam mengenai faktor manusia merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dan keselamatan. Lingkungan fisik tempat kerja bagi manusia dipengaruhi antara lain oleh : cahaya, kebisingan, getaran mekanis, beban kerja, kelembaban, warna. Namun dalam penelitian ini yang akan dikaji seberapa besar efek-efek yang disebabkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam melakukan kegiatan penyiangan diantaranya yaitu beban kerja, getaran mekanis, dan kebisingan.
Beban Kerja Salah satu aspek penting dalam menentukan tingkat kenyamanan kerja yang berpengaruh terhadap efektifitas dan efisiensi kerja adalah menentukan beban kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik manusia (operator) yang melakukan pekerjaan. Dengan beban kerja yang sesuai dengan kemampuan kerja maka akan terjadi kenyamanan kerja yang akhirnya berpengaruh pada kualitas pekerjaan dan juga kesehatan pekerja (Akbar, 2005).
20
Aktifitas fisik dan faktor lingkungan merupakan sumber ketegangan fisiologis bagi pekerja yang sangat mempengaruhi kebutuhan energi. Pengeluaran energi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran tenaga total tubuh atau lebih dikenal dengan laju metabolisme dan pengeluaran tenaga mekanis yang merupakan tenaga yang dihasilkan oleh otot dalam melakukan kerja fisik (Sanders, 1987; dalam Akbar, 2005). Semakin berat suatu beban kerja yang diterima maka semakin tinggi energi yang dibutuhkan, sehingga akan mengakibatkan pernapasan semakin cepat dalam rangka memenuhi kebutuhan oksigen yang semakin meningkat. Energi yang diperlukan untuk melakukan kerja dihasilkan melalui proses metabolisme yaitu melalui proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Kebutuhan energi untuk melakukan kerja disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh tubuh yang membutuhkan menggunakan jantung sebagai pemompanya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga berarti akan meningkatkan kerja jantung. Di dalam pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan empat cara yaitu : konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, suhu tubuh dan denyut jantung. Denyut jantung akan meningkat sesuai dengan fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen. Sanders (1987) dalam Akbar (2005); menyatakan bahwa beban fisik yang dilakukan dapat diukur berdasarkan tiga variabel, yaitu banyaknya konsumsi O2, denyut jantung dan suhu tubuh. Cara termudah untuk melakukan pengukuran beban kerja fisik di lapangan adalah melalui pengukuran denyut jantung. Denyut jantung mempunyai korelasi yang tinggi dengan penggunaan energi (konsumsi oksigen), tetapi denyut jantung dipengaruhi juga oleh beban psikologi (mental), sehingga penggunaan metode pengukuran denyut jantung untuk mengetahui beban kerja membutuhkan suatu kalibrasi. Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk kalibrasi denyut jantung adalah dengan menggunakan metode step test, yang memiliki komponen pengukuran yang mudah, selalu tersedia di mana saja dan kapan saja (Herodian, 1997). Menurut Syuaib (2003), untuk meminimalisir subyektifitas nilai denyut jantung (HR) yang umumnya sangat dipengaruhi faktor-faktor personal,
21
psikologis dan lingkungan, maka perhitungan nilai HR harus dinormalisasikan agar diperoleh nilai HR yang lebih obyektif. Normalisasi nilai denyut jantung dilakukan dengan cara perbandingan HR relatif saat kerja terhadap HR saat istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate), atau dengan persamaan (Syuaib, 2003) :
IRHR =
HRwork HRrest
................................................................................ (1)
di mana : HR work
= denyut jantung saat melakukan pekerjaan (beats/minute)
HR rest
= denyut jantung saat istirahat (beats/minute)
Metode Step Test
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung adalah menggunakan metode step test (metode langkah), selain dari pengukuran menggunakan sepeda ergonometer. Metode ini dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena dapat dilakukan dilapang. Denyut jantung sebanding dengan konsumsi oksigen. Beban kerja dapat diketahui dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan denyut jantung pada saat step test. Dengan metode ini, beberapa faktor individual seperti : umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor untuk menentukan karakteristik individu yang diukur. Untuk memperoleh Total Energy Cost Step Test (TECST) yaitu total energi yang digunakan pada step test digunakan persamaan berikut (Irawan, 2008) : TEC ST =
w∗ g ∗2 f ∗h 4.2 ∗ 10 3
................................................................ (2)
di mana : TECST
= Total Energy Cost saat step test (kkal/menit)
w
= Berat badan (kg)
g
= Percepatan gravitasi (9.8 m/detik)
f
= Frekuensi step test (siklus/detik)
h
= Tinggi step bench (meter)
22
4.2*103 = Faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kilokalori Dari nilai TEC dan IRHR saat step test kemudian dibuat grafik korelasi sehingga diperoleh persamaan dengan bentuk umum untuk masing-masing subjek sebagai berikut :
Y = aX + b
................................................................................. (3)
di mana : Y = TEC (kkal/menit) X = IRHR Persamaan ini kemudian digunakan untuk menginterpolasi nilai total energi (TECw) dengan memasukkan nilai IRHR pada saat melakukan aktivitas (penyiangan). Untuk mengetahui nilai energi yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan (penyiangan) dilakukan perhitungan nilai WEC (Work Energy Cost) dengan persamaan sebagai berikut (Irawan, 2008)
WEC = TEC − BME
KKKKKKKKKKKKKKKKK
(4)
di mana : WEC
= Work Energy Cost (kkal/min)
TEC
= Total Energy Cost (kkal/min)
BME
= Basal Metabolic Energy (kkal/min)
Basal Metabolic Energy
Syuaib, M.F. (2003), Basal Metabolic Energy (BME) atau laju metabolisme basal adalah energi yang dibutuhkan manusia dalam satuan waktu tertentu untuk melakukan fungsi dasar organ tubuhnya. Secara umum BME tergantung dari ukuran atau volume tubuh serta jenis kelamin. Sedangkan ukuran/volume tubuh diantaranya dapat didekati melalui analisis luas permukaan tubuh. Luas permukaan tubuh dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Du Bois yaitu : (Syuaib, 2003). A = h 0.725 * w 0.425 ∗ 0.007246
..................................................................
di mana : A
= Luas permukaan tubuh (m2)
h
= Tinggi tubuh (cm)
w
= Berat tubuh (kg)
(5)
23
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Numanjiru (1969) dalam Syuaib (2003) terdapat korelasi linier antara luas permukaan tubuh (A) dengan laju konsumsi oksigen (VO2). Korelasi VO2 terhadap luas permukaan tubuh tersebut disajikan pada Tabel 1. Sanders et.al. (1993), konsumsi oksigen merupakan salah satu indikasi kebutuhan energi dalam tubuh. Di mana, konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kal. Irawan (2008), berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya (WEC’) yang diterima oleh operator pada saat melakukan kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) digunakan persamaan di bawah ini (Irawan, 2008): WEC ' =
WEC w
.....................................................................................
(6)
di mana : WEC’ = Work Energy Cost per Weight (kal/kg.menit) WEC = Work Energy Cost (kkal/menit) w
= Berat badan (kg)
Tabel 1. Tabel konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh
1/100 m2 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
136 148 161 173 186 198 210 223 235
137 150 162 174 187 199 212 224 236
138 151 162 176 188 200 213 225 238
140 152 164 177 189 202 215 228 240
141 153 166 178 190 203 215 228 240
142 155 167 179 192 204 217 229 241
143 156 168 181 193 205 218 230 243
145 157 169 182 194 207 219 231 244
146 158 171 183 195 208 220 233 245
147 159 172 184 197 209 221 234 246
(*) untuk perempuan, nilai VO2 harus dikalikan 0.95 Sumber : Syuaib M.F., 2003
Getaran Mekanis (vibration)
Getaran mekanis dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis. Biasanya gangguan yang dapat ditimbulkan mempengaruhi
24
kondisi bekerja, mempercepat datangnya kelelahan dan menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Besaran getaran ditentukan oleh lama, intensitas, dan frekuensi getaran. Sedangkan anggota tubuh mempunyai frekuensi getaran sendiri sehingga jika frekuensi alami ini beresonansi dengan frekuensi getaran mekanis akan mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf dan otot. Getaran
umumnya
terjadi
karena
adanya
efek-efek
dinamis
dari
kerenggangan, kontak-kontak berputar dan bergesek antara elemen-elemen mesin serta gaya-gaya yang menimbulkan suatu momen yang tidak seimbang pada bagian-bagian yang berputar. Salah satu fenomena yang tampak akibat getaran mekanis adalah yang disebut ”Vibration induced finger” atau pemucatan telapak tangan karena pengecilan pembuluh darah (Mc Cornick, 1972 dalam Mahmudah, 2005). Menurut Wilson (1989) dalam Mahmudah (2005) getaran dengan tingkat tinggi dapat menyebabkan kerusakan tulang-tulang sendi, sistem peredaran darah dan organ-organ lain. Masa getaran yang lama pada semua bagian tubuh atau getaran pada lengan tangan dapat menyebabkan kelumpuhan atau cacat, masa getaran yang pendek dapat menyebabkan kehilangan rasa, ketajaman penglihatan dan lain-lain yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Getaran pada seluruh tubuh memberikan efek yang lebih komplek mulai dari jantung, peredaran darah hingga penurunan daya ingat dan konsentrasi seseorang. Batas getaran mekanis yang boleh diterima operator dibedakan pada titik kontak subyek dengan getaran tersebut. Batas
nilai
percepatan
getaran
yang
aman
sebagaimana
yang
direkomendasikan OSHA (Occupational Safety and Health Administration) dan WHO (World Health Organization) adalah 4 m/s2, tetapi belum diketahui berapa lama waktu bekerja yang aman bagi operator (Adinata, 2003). Sedangkan menurut Keputusan Menaker No. 51/1999 merekomendasikan nilai ambang batas getaran yang diperbolehkan selama bekerja seperti pada Tabel 2 berikut :
25
Tabel 2. Nilai ambang batas getaran untuk lengan dan tangan Nilai percepatan getaran Waktu kerja yang diijinkan (m/s2)
per hari
4
< 8 jam
6
< 4 jam
8
< 2 jam
12
< 1 jam
Sumber : Menaker, 1999
Dampak atau pengaruh getaran terhadap operator adalah timbulnya sindroma getaran (vibration sindrome) atau lebih populer dengan istilah mati rasa pada tangan atau jari yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jari-jari tangan atau tangan operator. Untuk mengurangi efek negatif akibat penggunaan peralatan yang bergetar dianjurkan agar tidak melakukan kontak dengan getaran maksimum 50 % dari waktu kerja atau direkomendasikan untuk beristirahat setiap 1 – 1.5 jam dengan gemastik tangan antara 5 – 10 menit (Istigno, 1971 diacu dalam Satrio, 1991).
Kebisingan (Noise)
Penggunaan alat mekanis akan menimbulkan kebisingan. Menurut Akbar (2005); Faktor fisik yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah kebisingan yang diterima oleh pekerja (operator). Kebisingan adalah bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki yang didengar sebagai rangsangan pada telinga atau getaran-getaran melalui media yang elastis. Bunyi dikatakan sebagai bising jika memenuhi kriteria mengganggu pembicaraan, membahayakan pendengaran dan mengurangi efisiensi kerja. Suara atau bunyi dapat diukur dengan suatu alat yang disebut Sound Level Meter. Alat ini mengukur intensitas atau kekerasan suara yang dinyatakan dalam satuan Herzt dan frekuensi atau gelombang suara dalam satuan desibel. Telinga manusia hanya mampu menangkap suara yang ukuran intensitasnya berkisar antara 20-20 000 Herzt dan dengan frekuensi sekitar 80 desibel (batas aman). Pengaruh terhadap suara atau bunyi yang melampaui batas aman diatas dalam
26
waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketulian sementara atau permanen. Kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Pengaruhnya berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan sistem kardiovaskular dalam bentuk kenaikan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Apabila kondisi tersebut tetap berlangsung dalam waktu yang lama, akan muncul reaksi analogis berupa penurunan konsentrasi dan kelelahan . Pada umumnya kebisingan sangat mengganggu dan mempengaruhi kerja operator. Standar tingkat kebisingan yang diperbolehkan oleh lembaga OSHA (Occupational Safety and Health Administration) dan Keputusan Menaker ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Standar tingkat kebisingan OSHA (dBA) MENAKER (dBA) 90 85 92 87.5 95 90 97 92.5 100 95 105 100 110 105 115 110
waktu kerja yang diijinkan (jam) 8 6 4 3 2 1 0.5 0.25
Sumber : Sudirman, 1992 dalam Wijaya, 2005; Menaker, 1999
Dalam menghitung waktu maksimum yang diperbolehkan bagi pekerja untuk berada pada tempat kerja dengan tingkat kebisingan yang dianggap tidak aman dapat menggunakan Formula DOD (The U.S. Department of Defense Standard) :
Waktu( jam) =
8 ( L−84) / 4
2
KKKKKKKKKKKKKKKK
(7)
di mana : L = tingkat kebi sin gan(dB ) yang dianggap berbahaya
Untuk tingkat kebisingan 90 dBA direkomendasikan oleh OSHA boleh bekerja selama kurang dari 8 jam sedangkan standar Menaker merekomendasikan waktu bekerja tersebut hanya pada tingkat kebisingan 85 dBA. Intensitas bunyi akan semakin berkurang jika jarak sumber bising semakin jauh. Namun tingkat kebisingan juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (indoor dan outdoor).
27
Standar - standar dari ISO dan Masyarakat Jepang untuk Kesehatan Pekerjaan men-spesifikasikan bahwa 90 dBA adalah sebagai tingkat toleransi untuk 8 jam terekspose terhadap getaran-getaran di lingkungan kerja.
Analisis Analisa Logika Fuzzy
Dalam proses pemilihan, pengambilan keputusan seringkali dihadapkan pada kondisi ketidak-pastian dan ketidak-jelasan (fuzzy). Keadaan ini agaknya cukup menyulitkan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif pilihan yang terbaik terutama bila dalam persoalannya terkandung data yang sifatnya kualitatif. Schmoldt cit. Center dan Verma (1997) dalam Akbar (2005), menyatakan bahwa model kualitatif memiliki sifat-sifat yang analog dengan model kuantitatif, dimana keduanya menghasilkan nilai peubah tertentu (dependent variable) melalui keterkaitan diantara peubah model. Hanya pada model kualitatif, peubah model harus dideskripsikan lebih umum. Salah satu cara untuk memecahkan persoalan sistem yang komplek adalah menggunakan teknik pemodelan fuzzy. Metode tersebut walaupun dalam aplikasinya cukup rumit namun mengacu kepada konsep bahwa metode pengambilan keputusan yang baik salah satunya dimaksudkan untuk mendapatkan keunikan dan konsistensi dalam mengambil keputusan. Konsep fuzzy logic pertama kali dikembangkan oleh Zadeh pada tahun 1965 sebagai salah satu alternatif metode untuk menganalisis sistem pengetahuan sosial dan biologi yang komplek. Teori fuzzy logic adalah pemetaan sebuah ruang input ke dalam ruang output dengan menggunakan IF-THEN rules. Urutan rules bisa sembarang. Pemetaan dilakukan dalam suatu Fuzzy Inference System (FIS). FIS mengevaluasi semua rule secara simultan untuk menghasilkan kesimpulan. Skema dibawah ini merupakan konsep umum fuzzy set (Gambar 10).
28
Gambar 10. Konsep Umum Fuzzy Logic Logika fuzzy atau seringkali disebut dengan Fuzzy Logic merupakan suatu sistem yang dapat digunakan dalam menangani konsep kebenaran parsial, yaitu kebenaran yang ada diantara sepenuhnya benar atau sepenuhnya salah. Jika pada logika klasik dikenal dua nilai 0 dan 1, maka pada logika fuzzy yang digunakan adalah nilai dalam interval [0 1], jadi konsep ini merupakan perluasan dari konsep kebenaran mutlak boolean 0 dan 1. Logika fuzzy yang merupakan bagian dari Artificial Intelligence juga banyak memberikan kontribusi di bidang manajemen. Adanya sistem penunjang keputusan atau lebih sering disebut dengan Decision Support System dan sistem informasi manajemen juga menjadi bagian dari kecerdasan buatan. Dalam hal sistem penunjang keputusan, logika fuzzy memberikan kontribusi lewat kemampuannya melakukan analisa secara langsung tanpa proses. Dalam operasi fuzzy logic menggunakan korespondensi AND yang merupakan fungsi minimum, OR yang merupakan fungsi maksimum dan NOT yang merupakan komplemen penambahan (Naba, 2009).
29
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2009 di lahan petani, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat.
Peralatan dan Instrumen Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan : penyiang semi-mekanis (tipe gasrok/Indonesian weeder dan tipe roller/Japanese weeder), penyiang mekanis (Power weeder), Heart rate monitor, metronome, Vibration meter VM-63A, Sound level meter, stopwatch, meteran, step bench dan tachometer.
(a)
(b) Gambar 11. Heart rate monitor dan metronome/pengukur denyut jantung (a); Pocketable Vibration Meter/pengukur getaran, Tachometer/pengukur kecepatan dan Sound Level Meter/pengukur kebisingan (b)
Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian (operator yang diteliti) terdiri dari 3 orang laki-laki dan 3 orang perempuan. Subjek penelitian adalah pelaku dalam budidaya padi sawah. Meskipun subjek penelitian adalah pelaku yang terbiasa dalam budidaya padi
30
sawah, namun dalam penggunaan alat dan mesin ada beberapa subjek yang belum terbiasa. Untuk mengkondisikan keseragaman skill, maka semua subjek penelitian dilatih dalam penggunaan alat dan mesin penyiang sehingga dalam pengambilan data diharapkan semua dalam kondisi seragam.
Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian Umur Subjek Kelamin Berat Badan (kg) (Tahun) F1 43 W 63 F2 47 W 55 F3 49 W 48 M1 16 P 50 M2 48 P 48 M3 57 P 36
Tinggi Badan (cm) 153.6 137.6 148 150 150 144.2
Pelaksanaan Penelitian Penyiapan Plot Pengamatan Pelaksanaan penelitian dilakukan terhadap 4 metode penyiangan yaitu
manual (hand weeding); semi-mekanis tipe gasrok (Indonesian weeder) dan tipe roller (Japanese weeder); dan mekanis (power weeder). Pengujian dan pengamatan dilakukan dalam 4 kali ulangan dengan luasan masing-masing plot adalah 15m x 2.5m. Dengan demikian total luas plot pengamatan yang dibutuhkan 4 x 4 x 6 x 15m x 2.5m. Layout plot pengamatan terlihat pada Gambar 12. 2.5m
2.5m
2.5m
2.5m
15 m
U1
U2
U3
Gambar 12. Luasan plot pengamatan masing-masing perlakuan
U4
31
Perlakuan: HW = Manual (Hand Weeding) IW = Semi mekanis tipe gasrok (Indonesian Weeder) JW = Semi mekanis tipe roller (Japanese Weeder) PW = Mekanis (Power Weeder) F = Subjek wanita (Female) M = Subjek Laki-laki (Male) Un = Ulangan pengujian/percobaan ke-n
Gambar 13. Kondisi petak lahan percobaan Masing-masing subjek (6 operator) melakukan penyiangan dengan menggunakan 4 jenis alat dan setiap perlakuan sebanyak 4 kali ulangan sehingga diperlukan sebanyak 96 plot uji. Jarak penyiangan padi mengikuti jarak tanam padi sesuai dengan metode organik yaitu jarak tanam 25 x 25 cm (Gambar 13).
Persiapan Alat
Alat yang digunakan terdiri dari penyiang semi mekanis (tipe gasrok dan tipe roller) dan penyiang mekanis (power weeder) model YA-1 yang menggunakan motor penggerak motor bensin 2 tak (Gambar 14).
32
(a)
(b)
(c) Gambar 14. Jenis-jenis alat penyiang yang digunakan (a) Gasrok; (b) power weeder; (c) Japanese’s weeder
Tabel 5. Spesifikasi masing-masing alat Parameter
Power weeder
Panjang (mm) Lebar stang kemudi (mm) Tinggi stang kemudi (mm) Berat (kg) Lebar alat (mm)
1 083 536 930 (min) 22 653
Japaneseese weeder 1 340 470 810 5 215
Indonesian weeder 1 485 315 775 10 140
Pengoperasian Alat
Pada masing-masing alat penyiang dioperasikan oleh 6 operator secara bergantian setiap 1 kali ulangan di luasan petak tanah pengamatan yang telah tersedia. Pengoperasian alat dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (hst). Pengambilan data waktu operasional dilakukan dengan menggunakan
33
2 stopwatch. Stopwatch pertama digunakan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan untuk 1 luasan plot dan stopwatch yang lainnya digunakan untuk menghitung waktu yang terjadi pada saat melakukan belokan. Dengan memperhatikan waktu belokan ini, maka dapat diketahui faktor yang berpengaruh pada saat kondisi heart rate mengalami fluktuatif. Pengoperasian penyiangan dilakukan pada satu alur memanjang searah dengan pergerakan sinar matahari, karena persaingan antara gulma dan tanaman pokok selain dalam hal memperebutkan nutrisi makanan juga persaingan dalam hal memperebutkan cahaya. Pada alur yang searah dengan cahaya matahari terdapat lebih banyak gulma. Selain itu penyiangan yang dilakukan pada alur memanjang lebih efisien dalam hal waktu, banyaknya belokan akan mengakibatkan banyaknya waktu yang terbuang.
(a)
(b)
(d) (c) Gambar 15. Cara-cara penyiangan pengoperasian : (a) manual/hand weeding; (b) mekanis/power weeder; (c) semi mekanis tipe roller/Japanese weeder; (d) Tipe gasrok/Indonesian weeder
34
Pengambilan Data dan Analisis Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dari beberapa aspek yaitu : Aspek Teknis
Dari aspek teknis, dapat diambil suatu kajian teknis untuk mengetahui dan memperoleh performance dari masing-masing tipe penyiangan, yang dapat dilihat dari beberapa parameter : Kapasitas Kerja
Kapasitas kerja merupakan suatu parameter penting dalam melihat performance suatu alat sehingga dapat diketahui kinerja dari alat tersebut. Dalam memperoleh kapasitas kerja ini diperlukan suatu metode pengambilan dan pengukuran data di lapangan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu total yang digunakan untuk mengoperasikan alat pada satuan luas tertentu. Kapasitas kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Imran et al. 2006) : Ke =
TL TW
..........................................................................
(8)
di mana : Ke = Kapasitas kerja efektif (ha/jam) TL = Total luas lahan yang disiangi (ha) TW = Total waktu kerja (jam) Ergonomika
Kajian ergonomika bertujuan untuk mengetahui nilai kenyamanan dan kesesuaian antara manusia dan alat yang digunakan dari aspek anatomi (struktur), fisiologi dan psikologi.
Konsumsi Energi Subjek/Operator
Pengukuran beban kerja dilakukan dengan beberapa subjek, yaitu 3 laki-laki dan 3 perempuan. Masing-masing subjek memiliki kebiasaan atau pengalaman mengoperasikan alat budidaya tanaman padi yang
35
berbeda namun dalam kegiatan pengukuran beban kerja fisik pada saat penelitian ini, subjek dikondisikan pada kemampuan mengoperasikan alat pertanian yang sama. Sebelum dilakukan pengukuran beban kerja fisik, tiap subjek diberikan suatu pelatihan dalam pengoperasian alat pertanian yang akan diuji agar diperoleh kemampuan kerja yang seragam. Kegiatan step test dilakukan dengan ketinggian pijakan yang sama yaitu 25 cm. Step test dilakukan dengan 4 ritme/frekuensi disesuaikan dengan kemampuan rata-rata subjek, secara berurutan 15, 20, 25 dan 30 siklus per menit masing-masing subjek dan selama 5 menit pada masingmasing frekuensi. Kebutuhan energi bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh tubuh yang membutuhkannya dengan jantung sebagai pemompanya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga berarti akan meningkatkan kerja jantung. Pengukuran konsumsi energi dilakukan dengan metode beban kerja. Pengambilan data beban kerja dimulai dengan mengukur denyut jantung yang kemudian menghitung konsumsi energi yang dibutuhkan pada masing-masing operator, sehingga diketahui tingkat beban kerja fisik tiap operator saat penyiangan. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan prosedur berikut : -
Melakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan metode step test, yaitu melakukan aktivitas naik turun bangku setinggi 25 cm dan ritme kecepatan langkah dengan frekuensi 15, 20, 25, dan 30 siklus per menit (menggunakan irama dari metronome) di mana satu siklus adalah sekali naik dan sekali turun bangku. Pengukuran laju denyut jantung pada step test dilakukan tiap 5 menit dengan istirahat duduk selama 10 menit (Gambar 16).
-
Pemasangan heart rate monitor pada operator, sedangkan receiver nya dipasang di pergelangan tangan.
-
Pengukuran denyut jantung operator pada saat melakukan pekerjaan menyiang gulma, di mana sebelumnya operator
36
melakukan istirahat duduk selama 10 menit, waktu dan aktivitas pekerjaan dicatat dalam timesheet.
a. Kalibrasi step test Denyut jantung dipengaruhi juga oleh beban psikologi sehingga untuk mengetahui beban kerja membutuhkan suatu kalibrasi pada masing-masing operator. Kalibrasi pengukuran denyut jantung dilakukan dengan menggunakan metode step test. Ritme kecepatan langkah diukur pada frekuensi 15, 20, 25, dan 30 siklus/menit. Step test dilakukan oleh masing-masing operator dengan prosedur sebagai berikut: istirahat 1 (awal) selama 10 menit – step test 1 pada frekuensi 15 – istirahat 2 selama 10 menit – step test 2 pada frekuensi 20 – istirahat 3 selama 10 menit – step test 3 pada frekuensi 25 – istirahat 4 selama 10 menit – step test 4 pada frekuensi 30 – istirahat 5 (akhir) selama 10 menit. Denyut jantung direkam secara kontinyu pada interval 5 detik. Kemudian pada tahapan kalibrasi dihitung tenaga masing-masing operator yang dibutuhkan pada saat step test, dengan menggunakan persamaan (2). Kemudian, untuk menghindari subyektifitas nilai denyut jantung (HR), maka nilai HR harus dinormalisasikan agar diperoleh nilai HR yang lebih obyektif. Normalisasi dilakukan dengan cara perbandingan HR relatif saat step test terhadap HR saat istirahat. Nilai perbandingan tersebut dinamakan IRHR dengan persamaan (1). Setelah diperoleh nilai IRHR masing-masing subjek maka nilai tersebut diplotkan untuk dibuat grafik sehingga dapat diketahui korelasi antara TECST dengan IRHR dan diperoleh persamaan linear yang merupakan bentuk umum untuk masing-masing subyek seperti persamaan yang memiliki persamaan fungsi : IRHR = f (TEC )
37
Gambar 16. Metode step test
b. Beban kerja Kuantitatif Beban kerja berdasarkan nilai perhitungan dari parameter yang diperoleh pada saat melakukan pekerjaan, terdiri dari perhitungan nilai total energi (TEC), IRHR (nilai perbandingan denyut jantung), WEC (nilai energi efektif dalam melakukan pekerjaan) dan WEC' (nilai energi sebenarnya yang diterima seseorang). Pengukuran
beban
kerja
kuantitatif
ini
dimulai
dengan
pengambilan data denyut jantung (HR) yang dilakukan pada masingmasing subjek dengan melakukan step test terlebih dahulu pada frekuensi 20 siklus/menit yang berguna sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung pada saat dilakukan pengukuran beban kerja di lahan, menggunakan tinggi tangga antara 25 - 30 cm selama 5 menit. Kemudian dilanjutkan pengambilan data denyut jantung pada masingmasing operator saat bekerja (melakukan penyiangan). Pengukuran beban kerja dapat dilihat prosedur seperti pada Gambar 17.
38
Pengambilan data subjek & lingkungan
Rest 1 (awal) 10 menit
Step test frekuensi 20 siklus/menit
Rest 2 5 - 10 menit
Kerja
Kuantitatif : - TEC kerja (kkal/menit) - IRHR - WEC (kal/menit) - WEC’ (kal/kg menit)
Rest 3 5 - 10 menit
Kualitatif : tingkat beban kerja seseorang (ringan/sedang/berat/sangat berat/luar biasa berat)
Gambar 17. Diagram prosedur pengukuran beban kerja Setelah diperoleh nilai TEC dan IRHR pada saat step test yang dilakukan masing-masing subjek kemudian dibuat grafik korelasi, diperoleh persamaan dengan bentuk umum untuk masing-masing subjek sebagai berikut :
Y = aX + b
........................................................................... (9)
di mana : Y = IRHR (kkal/menit) X = TEC Persamaan linier yang didapat, digunakan untuk mencari besarnya beban kerja pada saat operator mengoperasikan alat penyiang dengan memasukkan nilai rata-rata denyut jantung pekerja pada saat penyiangan ke dalam persamaan tersebut. Dengan memasukkan nilai
39
IRHR subjek saat melakukan kerja maka diperoleh nilai daya yang dikeluarkan oleh subjek tersebut. Persamaan ini kemudian digunakan untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi TECw pada saat melakukan aktivitas. Untuk mengetahui nilai energi yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan perlu dihitung nilai WEC (Work Energy Cost) dengan persamaan (4). Kemudian dilakukan perhitungan nilai energi sebenarnya yang diterima subjek (WEC') saat melakukan kerja. Hal ini dikarenakan berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, sehingga pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) digunakan persamaan (6).
c. Beban Kerja Kualitatif Pengukuran beban kerja ini dilakukan dengan melihat tingkat beban kerja seseorang berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh masing-masing subjek. Nilai kategori masing-masing tingkat beban kerja dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR Kategori Nilai IRHR Sangat Ringan 1.0 < IRHR < 1.25 Ringan 1.25 < IRHR < 1.50 Sedang 1.50 < IRHR < 1.75 Berat 1.75 < IRHR < 2.00 Sangat berat IRHR > 2.00 Sumber : Syuaib dalam Irawan (2008)
Getaran
Pengukuran getaran bertujuan untuk mengetahui apakah getaran yang ditimbulkan oleh suatu alat mekanis sangat mempengaruhi kinerja dan menimbulkan kelelahan seseorang yang ditentukan oleh lama getaran, intensitas dan frekuensi getaran. Pengukuran getaran dilakukan dengan menggunakan pocketable vibration meter (Riovibro
40
VM-63A) pada kondisi stasioner (Gambar 18). Getaran yang diukur yaitu getaran pada hand arm dan tingkat getaran yang diukur adalah percepatan (Acceleration) dalam m/s2. Pengukuran pada akselerasi perlu diperhatikan frekuensi getaran yang dihasilkan oleh engine yang digunakan (antara 10 Hz – 1000 Hz atau 1 kHz – 15 kHz). Pengukuran getaran ini kemudian disesuaikan dengan nilai percepatan yang direkomendasikan oleh OSHA dan WHO yaitu 4 m/s2 (Adinata, 2003).
Gambar 18. Pengukuran getaran
Kebisingan
Pengukuran kebisingan digunakan untuk mengetahui tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh alat mekanis. Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan sound level meter dan dilakukan pada kondisi stasioner. Tingkat kebisingan diukur pada engine dan operator pada posisi di samping (dekat) telinga. Pengujian tingkat kebisingan dan getaran dilakukan pada saat motor penggerak beroperasi, di mana putaran motor penggerak diukur kecepatannya. Besarnya tingkat kebisingan yang diterima oleh subjek dapat dibandingkan dengan nilai kebisingan yang telah distandarkan (Tabel 4) dan untuk menghitung waktu yang diperbolehkan untuk suara bising.
41
Efektivitas
Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat, juga dapat diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuantujuan yang telah ditentukan. Didalam kegiatan penyiangan, efektivitas merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dalam pemberantasan gulma. Sehingga perlu dilakukan pengukuran persentase gulma yang tersiangi dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Eft =
JGB − JGS * 100 % ................................................. (10) JGB
di mana : Eft = Persentase efektivitas penyiangan (%) JGB = Jumlah gulma sebelum penyiangan (rumpun) JGS = Jumlah gulma sesudah penyiangan (rumpun)
Aspek Ekonomi
Analisa ekonomi dilakukan untuk mengetahui atau mengestimasi biaya keseluruhan atau biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku agroekonomi dalam melakukan manajemen kegiatannya. Analisa dilakukan dari semua faktor kondisi yang telah dilakukan di lapangan dan faktor yang sesuai dengan kebutuhan. Suatu alat yang memiliki nilai optimal dilihat dari aspek ekonomi yaitu harus memiliki kriteria nilai tambah. Artinya mampu untuk meminimalkan biaya
operasional
dalam
melakukan
pekerjaannya.
Dimana
biaya
operasional merupakan biaya yang harus dikeluarkan dalam per satuan luasan. Sehingga analisis ekonomi ini diperlukan untuk menentukan biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk masing-masing alat. Berdasarkan biaya tetap dan biaya tidak tetap serta kapasitas kerja alat, maka biaya operasional alat adalah (Pramudya, 2001): BT + BTT x BP = Ke
……………………........................
(11)
42
di mana : BP = Biaya operasional alat (Rp/ha) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) Ke = Kapasitas kerja alat (ha/jam) x
= Jumlah jam kerja per tahun (jam/tahun)
Biaya Tetap
Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Meskipun alat atau mesin bekerja dalam waktu yang berbeda, atau bahkan tidak digunakan untuk bekerja, biaya ini tetap ada dan harus diperhitungkan dan besarnya relatif tetap, terdiri dari : Biaya Penyusutan
Penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat/mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian (waktu). Biaya penyusutan dihitung berdasarkan umur ekonomisnya menggunakan metode garis lurus dengan rumus sebagai berikut (Pramudya, 2001) : D=
P−S N
........................................................................
(12)
di mana : D = Penyusutan (Rp/th) P = Harga awal alat (Rp) S = Harga akhir alat (Rp) N = Umur Ekonomis (tahun)
Bunga Modal dan Asuransi
Bunga modal dan asuransi dari investasi pada mesin pertanian diperhitungkan sebagai biaya, karena uang yang digunakan untuk membeli alat tidak dapat dipergunakan untuk usaha lain. Besarnya persentase pajak dan asuransi untuk alat dan mesin pertanian berbeda di setiap negara, bahkan tergantung pada kondisi lokal suatu wilayah. Di beberapa negara besarnya persentase pajak dan asuransi sebesar 2%
43
dan 3%. Dalam beberapa hal perhitungan bunga modal dan asuransi dapat disatukan dalam persamaan sebagai berikut (Pramudya, 2001) :
I=
iP( N + 1) 2N
..........……………………………………...
(13)
di mana : I = Bunga modal dan asuransi (Rp/tahun) i = Tingkat bunga modal dan asuransi (%/tahun) N = Umur Ekonomis (tahun)
Pajak dan biaya garasi (PG)
Penentuan besarnya pajak untuk mesin pertanian sangat berbeda di setiap Negara. Di Indonesia pemungutan pajak untuk mesin pertanian memang belum banyak dilakukan. Nilai yang paling tepat untuk biaya pajak adalah nilai pajak yang dikenakan pada mesin pada setiap tahunnya. Biaya pajak ditentukan berdasarkan presentase taksiran terhadap harga mesin atau peralatan tersebut. Besarnya presentase berbeda dari satu Negara ke Negara lain. Di beberapa negara besarnya pajak sekitar 2% dari harga awal per tahun (Pramudya, 2001). Bangunan sebagai tempat penyimpanan alat, jika tidak ada maka biaya bangunan harus dihitung dari akibat tidak adanya garasi/gedung pada alat atau mesin. Seperti diketahui bahwa dengan adanya garasi /gedung maka akan mengakibatkan perbaikan yang mudah dan aman, pemeliharaan yang teratur dan baik serta dapat mengurangi kerusakan mesin/alat. Dengan adanya garasi/gedung akan menyebabkan biaya perbaikan lebih kecil. Pada umumnya biaya garasi sebesar 1% dari harga awal per tahun (Pramudya, 2001). Biaya tetap adalah sebagai berikut : BT = D + I + PG …………………………………………….
(14)
Biaya Tidak Tetap
Biaya tidak tetap (variable cost) disebut juga dengan biaya operasi (operating cost). Biaya operasi ini bervariasi menurut pemakaian alat
44
dan mesin dan dipengaruhi pula menurut jam pemakainnya di sawah. Biaya tidak tetap terdiri dari : Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Alat
Besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan dinyatakan dalam persentase terhadap harga awal suatu mesin pertanian. Biaya perbaikan dan pemeliharaan sumber tenaga (motor penggerak) untuk alat-alat pertanian sebagai berikut (Pramudya, 2001) : PP = 1.2 % (P – S) / 100 jam ……………………...............
(15)
di mana : PP = Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Alat (Rp/jam) P = Harga awal dari alat (Rp) S = Nilai akhir alat (Rp)
Biaya Bahan Bakar
Biaya ini adalah pengeluaran untuk sumber tenaga yaitu bensin, solar atau listrik. BB = Q * Hbb
……………………………………...........
(16)
di mana : BB = Biaya bahan bakar (Rp/ jam) Q
= bahan bakar yang terpakai (liter/ jam)
Hbb = Harga bahan bakar tiap liter (bensin campur)(Rp/liter)
Biaya Operator
Besarnya biaya tergantung pada kondisi wilayah, dengan rumus sebagai berikut : Bo =
So Wt
……………………………………...........................
di mana : Bo = Biaya operator (Rp/jam) So = Upah tenaga kerja tiap hari (Rp/hari) Wt = Jam kerja per hari (jam/hari)
(17)
45
Biaya operator per jam tergantung pada keadaan lokal, sebab upah bervariasi menurut lokasi masing-masing daerah. Sehingga, biaya tidak tetap dapat dihitung dengan rumus berikut : BTT = PP + BB + BO
………………………………….....
(18)
Aspek Lingkungan
Analisa aspek lingkungan dilakukan untuk mengetahui nilai manfaat suatu alat penyiang yang dapat dilakukan dengan cara melakukan analisa vegetatif, yaitu melihat pengaruh penyiangan terhadap kondisi tanah dan tanaman. Pengaruh penyiangan terhadap kondisi tanah dapat diketahui dengan melihat jumlah pertambahan anakan tanaman padi. Karena kegemburan tanah akibat perlakuan pengolahan, penyiangan dan kandungan bahan organik tanah akan berpengaruh kepada sistem aerasi tanah di sekitar perakaran tanaman yang akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian jumlah anakan padinya. Suatu alat yang optimal harus mampu meningkatkan nilai tambah terhadap lingkungan sekitar dan meminimalkan masalah yang berdampak pada lingkungan sekitar. Analisa Vegetatif
Analisa vegetatif terdiri dari beberapa parameter yaitu: - Kondisi tanah menyangkut pada seberapa besar tingkat pengaruhnya terhadap sistem aerasi tanah setelah dilakukan penyiangan dengan mencari data jumlah pertambahan anakan pada setiap rumpun sampling. Metode yang digunakan menggunakan plot sampling acak pada setiap plot perlakuan yang diambil dari beberapa sisi (tengah, samping kiri dan samping kanan). Kemudian perhitungan persentase pertambahan anakan dalam satu rumpun pada setiap metode yang digunakan. JA =
J AS − J AB * 100% J AB
................................................................ (19)
di mana : JA = Persentase jumlah anakan (%)
46
JAS = Jumlah anakan setelah penyiangan JAB = Jumlah anakan sebelum penyiangan - Kondisi tanaman digunakan untuk melihat bagaimana kondisi tanaman setelah mengalami penyiangan. Metode ini dilakukan dengan mencari persentase nilai kerusakan tanaman. Persentase kerusakan tanaman pokok diperoleh dengan membandingkan jumlah tanaman yang rusak dengan jumlah tanaman pokok, dengan rumus sebagai berikut (Imran, et al. 2006): PKT =
TR * 100% TP
...................................................................... ( 20)
di mana : PKT = Presentase kerusakan tanaman (%) TR = Tanaman yang rusak pada saat alat beroperasi (rumpun) TP
= Jumlah tanaman pokok (rumpun)
Analisis Analisa Logika Fuzzy
Sebuah model merupakan representasi dari sebuah sistem nyata sehingga keluaran yang diduga adalah sesuai dengan sistem nyata yang diinginkan. Analisa Logika Fuzzy yang digunakan dalam suatu model pemilihan alternatif alat penyiangan dilakukan menggunakan program MATLAB R2009a. Fuzzy logic bekerja berdasarkan aturan-aturan yang dinyatakan dalam bentuk pernyataan IFTHEN. Sebuah aturan fuzzy tunggal berbentuk seperti : If x is A then y is B. Pernyataan "x is A" disebut antecedent atau premise dan pernyataan "y is B" disebut consequent (kesimpulan). Antecedent dalam IF-THEN rule merupakan interpretasi yang dinyatakan dalam bentuk derajat keanggotaan antara 0 dan 1 (Naba, 2009). Menginterpretasikan sebuah IF-THEN rule meliputi dua bagian. Pertama, mengevaluasi antecedent yaitu melakukan fuzzifikasi pada input dan menerapkan operasi-operasi fuzzy logic dengan operator-operator fuzzy. Kedua, proses implikasi yaitu menerapkan hasil operasi fuzzy logic pada bagian antecedent untuk
47
mengambil kesimpulan dengan mengisikan fuzzy set keluaran ke variable keluaran (Gambar 19). Biasanya seorang pakar memiliki pengetahuan tentang cara kerja dari sistem yang bisa dinyatakan dalam sekumpulan IF-THEN rule. Dengan melakukan fuzzy inference, pengetahuan tersebut dapat ditransfer ke dalam perangkat lunak yang selanjutnya memetakan suatu input menjadi output berdasarkan IF-THEN rule yang diberikan. Sistem fuzzy yang dihasilkan disebut Fuzzy Inference System (FIS). Ada beberapa macam tipe FIS, tetapi yang lebih sering digunakan ada 3 macam, yaitu : model fuzzy Mamdani, model fuzzy Sugeno, dan model fuzzy Tsukamoto. Model fuzzy yang umum dan mudah digunakan yaitu model fuzzy Mamdani. Input sistem inference fuzzy dapat berupa input fuzzy ataupun input crisp, sementara outputnya set fuzzy.
Gambar 19. Skema system pemilihan alat
Variabel FIS menggunakan lima parameter input yaitu efektivitas kerja, jumlah anakan, kapasitas kerja, beban kerja, dan biaya. Variabel input yang memiliki bilangan tunggal tersebut terlebih dahulu dilakukan fuzzifikasi dengan mengklasifikasikan pada masing-masing variabel. Kemudian nilai range tersebut dimasukan ke dalam membership function editor begitu pula nilai variabel output. Dalam penelitian ini keanggotaan fungsi dibentuk berdasarkan sebaran data eksperimen. IF-THEN rule di interpretasikan dari nilai tunggal variabel input dan
48
dilakukan oleh seorang pakar. Biasanya seorang pakar memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman sehingga rule yang diberikan merupakan rule berdasarkan analisa dan fakta para pakar. Kemudian operasi fuzzy logic dilakukan jika bagian antecedent lebih dari satu pernyataan. Hasil akhir dari operasi ini adalah derajat kebenaran antecedent yang berupa bilangan tunggal. Bilangan ini nantinya diteruskan ke bagian consequent. Keluarannya berupa nilai kebenaran tunggal. Variabel output yang ingin dicapai yaitu mutu, dimana dalam proses fuzzifikasi nilai interval yang diberikan [0 1] dengan kriteria mutu buruk diberikan pada range [0 0.5] dan mutu baik nilai range yang diberikan [0.5 1]. Semakin besar nilai mutu maka semakin baik mutu dari alat tersebut. Pada operasi fuzzy logic, untuk memperoleh output nilai yang baik proses ini menggunakan fungsi maksimum dengan menggunakan korespondensi OR. Nilai mutu adalah nilai keluaran/output dengan menggunakan metode centroid yang merupakan hasil dari agregasi fungsi maksimum.
49
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Kondisi Lingkungan
Wilayah Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Situ Gede memiliki kondisi geografis yang berbatasan dengan wilayah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Semplak Barat
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bubulak
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Cikarawang
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Balumbang Jaya
Wilayah kelurahan Situgede memiliki total luas wilayah 232.47 ha dengan luas areal sawah 67.9 ha atau 30 % dari total luas wilayah Situgede, berada pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut. Rata-rata curah hujan yang tercatat di wilayah Kelurahan Situgede 3 219 - 4 671 mm/tahun (Sys, 1985 dalam Sinaga, 2009). Rata-rata suhu dan kelembaban yang tercatat pada saat pengambilan data berkisar 23.6 – 33.2 0C dan 50 – 97 %. Ketersediaan air dari curah hujan dan saluran irigasi untuk budidaya tanaman padi di Kelurahan Situgede ini merupakan salah satu faktor yang mendukung pola tanam padi sepanjang tahun. Varietas padi yang dibudidayakan adalah varietas lokal Mekonga. Tanaman padi sawah memerlukan media lumpur untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi yaitu pada seluruh lapisan permukaan tanah harus berada dalam keadaan lumpur yang lunak, sehingga akar padi dapat tumbuh dengan bebas tanpa dihambat oleh lapisan tanah keras (De Datta, 1981 dalam Sinaga, 2009). Selain itu lapisan lumpur akan memudahkan dalam kegiatan penyiangan, gulma yang tersiangi akan terangkat sampai pada perakarannya. Kondisi lahan sawah yang digunakan pada penelitian ini merupakan lahan tadah hujan dan irigasi dengan jenis tanah Ultisol (mengandung sedikit lempung) berwarna merah dan memiliki kedalaman tanah (lapisan lumpur) berkisar antara 6–25cm. Lahan sawah memiliki kemiringan yang berbeda, sehingga lahan terbagi dalam luasan petak kecil. Topografi dan tekstur tanah antar petakan lahan berbeda. Hal ini terlihat saat air tergenang atau digenangi secara bersamaan maka ketinggian genangan di setiap petakan lahan berbeda yang akhirnya akan membentuk kondisi pelumpuran yang berbeda pula. Pada beberapa petakan sawah
50
masih terdapat lahan dengan kondisi tanah sedikit keras (lapisan lumpur tipis) yang akan mengakibatkan penyiangan kurang sempurna. Sementara itu syarat kondisi tanah sawah untuk dapat dilakukan penyiangan sempurna (secara manual, semi-mekanis dan mekanis) yaitu kondisi tanah berlumpur dengan genangan air macak-macak. Kondisi lahan sawah di lokasi pengujian berbentuk terasering, sehingga mengakibatkan kondisi tanah antar petak berbeda. Pada petak lahan yang berada dekat dengan sumber air memiliki genangan air tinggi sehingga kondisi tanah memiliki lapisan lumpur tinggi sedangkan pada petak lahan yang sangat jauh dari sumber air dan air sulit untuk mengalir memiliki genangan air sedikit serta lapisan lumpur menjadi tipis.
Analisa Teknis Ergonomika
-
Kalibrasi Subjek/operator dengan Metode Step Test
Sebelum dilakukan pengukuran beban kerja pada setiap subjek, perlu dilakukan proses kalibrasi menggunakan metode step test dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja masing-masing subjek karena tiap subjek memiliki karakteristik dan kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler dan serat otot) yang berbeda-beda.
A. Subjek Laki-laki Pada Gambar 20 terlihat hasil pengukuran denyut jantung pada saat step test untuk subjek laki-laki (M2). Di dalam gambar terlihat bahwa grafik denyut jantung pada step test pertama kali mengalami fluktuatif sangat besar. Hal ini dapat diindikasikan bahwa subjek tersebut mengalami kondisi yang tidak stabil, seperti merasa tegang ataupun merasa salah tingkah akibat menyesuaikan diri dengan instrumentasi yang digunakan pada tubuhnya. Namun demikian, grafik denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek M2
51
sesuai dengan pola step test di mana denyut jantung subjek semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ritme/frekuensi step test.
ST M2
120
Heart Rate (bpm)
110 100 90 80
R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
70 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
Waktu (menit)
Keterangan: Rn : Rest/Istirahat ke-n ST2 : Step test dengan ritme 20 siklus/menit ST4 : Step test dengan ritme 30 siklus/menit
ST1 : Step test dengan ritme 15 siklus/mnt ST3 : Step test dengan ritme 25 siklus/mnt
Gambar 20. Grafik pemetaan denyut jantung subjek M2 pada saat step test
Di dalam setiap kegiatan step test harus diawali dan diselingi istirahat untuk setiap satu siklus untuk menormalisasikan kembali denyut jantung yang kemudian melakukan satu siklus step test lanjutan pada frekuensi yang lebih cepat. Secara umum untuk mendapatkan nilai denyut jantung (HR) pada saat istirahat diambil rata-rata data yang memiliki nilai terendah dan dianggap stabil setelah menit ke-3 pada saat mulai istirahat. Demikian pula sebaliknya untuk mendapatkan nilai denyut jantung (HR) pada saat bekerja diambil nilai rata-rata data setelah menit ketiga (pada saat kondisi sudah mencapai masa aerob). Pengambilan nilai rata-rata data juga tidak diperkenankan pada waktu akhir melakukan pekerjaan. Karena pada kondisi tersebut sudah mencapai masa anaerob dan faktor psikis dari pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi denyut jantung yang dihasilkan.
52
B. Subjek Perempuan Pada Gambar 21, grafik pemetaan denyut jantung subjek perempuan (F2) terlihat bahwa pada saat awal istirahat setelah menjalani step test mengalami denyut jantung yang sangat fluktuatif. Hal ini dikarenakan subjek masih terpengaruh oleh kondisi sekitarnya serta berusaha untuk menyesuaikan dengan instrumentasi yang digunakan. Pola denyut jantung yang terekam dari subjek sesuai dengan pola denyut jantung hasil step test yaitu meningkat mengikuti peningkatan ritme/frekuensi step test.
STF2
Heart Rate (bpm)
150 140 130 120 110 100 90 80 70
R1
ST1
R2
ST2
R3
ST3
R4
ST4
R5
60 0
5
10 15
20 25 30
35 40 45 50
55 60 65
70
Waktu (menit) Keterangan: Rn : Rest/Istirahat ke-n ST2 : Step test dengan ritme 20 siklus/menit ST4 : Step test dengan ritme 30 siklus/menit
ST1 : Step test dengan ritme 15 siklus/menit ST3 : Step test dengan ritme 25 siklus/menit
Gambar 21. Grafik pemetaan denyut jantung subjek F2 pada saat step test
Nilai denyut jantung (HR) yang diperoleh pada waktu melakukan masingmasing step test kemudian dibandingkan dengan nilai HR pada saat istirahat untuk memperoleh nilai IRHR (Increase ratio of heart rate) pada saat kalibrasi. Hasil IRHR terdapat pada Tabel 7.
53
Tabel 7. Nilai IRHR dan TEC masing-masing subjek pada saat kalibrasi Berat Tinggi Subjek Kelamin Badan Badan (cm) (Kg) ST1 F1 W 63 153.6 1.29 F2 W 55 137.6 1.38 F3 W 48 148 1.12 M1 P 50 150 1.45 M2 P 48 150 1.24 M3 P 36 144.2 1.19
IRHR ST2 1.35 1.40 1.19 1.76 1.27 1.25
ST3 1.46 1.42 1.26 1.93 1.51 1.33
TECst (kkal/menit) ST4 1.60 1.60 1.34 2.05 1.61 1.42
ST1 ST2 1.10 1.47 0.96 1.28 0.84 1.12 0.88 1.17 0.84 1.12 0.63 0.84
ST3 ST4 1.84 2.21 1.60 1.93 1.40 1.68 1.46 1.75 1.40 1.68 1.05 1.26
Pada Tabel 7 terlihat bahwa untuk beban kerja yang relatif sama diperoleh nilai IRHR yang berbeda untuk masing-masing subjek. Perbedaan nilai terjadi karena kemampuan fisiologis masing-masing subjek berbeda dalam merespon beban kerja. Kemampuan fisiologis ini berkaitan dengan kemampuan cardiovaskuler (jantung) dan anatomi serat otot masing-masing subjek. Nilai denyut jantung yang dihasilkan masing-masing subjek pada setiap step test dengan frekuensi yang berbeda terlihat bahwa semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi tingkat denyut jantung yang dihasilkan. Terlihat dari data denyut jantung laki-laki saat step test pada ritme yang lebih tinggi semakin besar. Hal ini akan berpengaruh pada nilai korelasi yang akan dihasilkan antara IRHR dan TEC saat step test untuk menghasilkan nilai total energi (TEC) pada saat bekerja (penyiangan). Nilai total energi yang dihasilkan saat step test, selain dipengaruhi oleh frekuensi siklus juga dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan masing-masing subjek. Adanya perbedaan respon fisiologis pada subjek yang berbeda maka perlu dilakukan pemetaan hubungan antara IRHR dengan TECst yang diterima masingmasing subjek. Hubungan antar nilai IRHR dengan TECst dari subjek laki-laki M3 menghasilkan sebuah persamaan grafik seperti terlihat pada Gambar 22. Sedangkan persamaan grafik subjek lainnya disajikan dalam lampiran.
54
subjek M3 2,0
1,8
IRHR
1,6
1,4 y = 0.3667x + 0.951 R2 = 0.9923
1,2
1,0 0
0,5
1 TEC
1,5
2
Gambar 22. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek laki-laki M3
subjek F3 2
1,8
IRHR
1,6
1,4
1,2
y = 0.2592x + 0.9014 R2 = 0.999
1 0
0,5
1
1,5
2
TEC
Gambar 23. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek perempuan
Pada Gambar 23 menunjukkan grafik respon denyut jantung (IRHR) subjek perempuan F3 akibat adanya beban kerja yang diterima. Persamaan grafik yang dihasilkan oleh masing-masing subjek akan berbeda karena dipengaruhi oleh kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler dan serat otot) masing-masing subjek. Secara umum persamaan yang dihasilkan
55
adalah y = aX + b dimana nilai a menunjukkan gradien/kemiringan grafik yang artinya setiap perubahan nilai y disebabkan oleh adanya perubahan nilai a terhadap satuan nilai X. Grafik tersebut memiliki batas maksimal untuk nilai IRHR dan TEC tergantung kapasitas maksimal jantung masing-masing subjeknya. Dari hasil penelitian diperoleh nilai maksimal IRHR 2.05 sedangkan nilai TEC maksimal saat step test diperoleh 2.21 kkal/menit.
-
Pengukuran Beban Kerja Fisik
Beban Kerja Kuantitatif
Sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung subjek, sebelum pengukuran denyut jantung saat bekerja terlebih dahulu melakukan istirahat awal dan step test pada ritme 20 siklus/menit selama 5 menit. Apabila nilai HR step test sebelum bekerja tidak jauh berbeda dengan step test saat kalibrasi dapat dipastikan bahwa kondisi denyut jantung subjek kurang lebih sama. Pada masing-masing subjek memiliki karakteristik fisik dan respon fisiologis yang berbeda-beda terhadap beban kerja sehingga diperlukan suatu fungsi hubungan antara respon fisiologis dengan beban kerja yang diterima oleh subjek dengan cara mengetahui nilai IRHR dan TEC saat step test. Dari hasil pengukuran untuk masing-masing subjek laki-laki dan perempuan diperoleh persamaan hubungan antara nilai IRHR dan TEC saat step test seperti yang terdapat pada Tabel 8. Tabel 8. Persamaan korelasi nilai IRHR dan TEC step test Subjek M1 M2 M3 F1 F2 F3
Persamaan grafik y = 0.686x + 0.896 y = 0.482x + 0.799 y = 0.367x + 0.951 y = 0.281x + 0.959 y = 0.214x + 1.140 y = 0.259x + 0.901
Keterangan : y = nilai IRHR, x = nilai TEC
Dari persamaan-persamaan yang diperoleh dari grafik linier hubungan denyut jantung dan beban kerja saat step test kemudian digunakan untuk mengetahui konsumsi energi yang dikeluarkan pada saat bekerja (penyiangan)
56
dengan memasukkan nilai IRHR saat bekerja masing-masing subjek kedalam persamaan. Sehingga diperoleh nilai konsumsi energi sebagai berikut :
Penyiangan Manual (Hand Weeding)
Nilai kebutuhan energi yang diperlukan untuk kegiatan penyiangan secara manual pada subjek perempuan diperoleh dengan cara menginterpolasi nilai IRHR saat bekerja kedalam masing-masing fungsi persamaan. Hasil perhitungan nilai kebutuhan energi untuk subjek perempuan tercantum pada Tabel 9. Tabel 9. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min F1 63 1.56 1.73 1.74 1.42 1.61 F2 55 1.40 1.40 1.56 1.41 1.44 1.52 2.04 1.17 21.65 F3 48 1.56 1.60 1.44 1.48 1.52 Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa subjek perempuan nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) diperoleh sebesar 1.17 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.04 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 21.65 kal/kg menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan secara manual termasuk dalam kategori pekerjaan berat bagi subyek wanita. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek lakilaki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.32 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.16 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 7.13 kal/kg menit (Tabel 10). Dari nilai ratarata IRHR yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai pekerjaan ringan bagi subyek laki-laki.
57
Tabel 10. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) Subjek Laki-laki Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHRIRHR kkal/min kkal/min kal/kg min M1 50 1.58 1.70 1.65 1.62 1.64 M2 48 1.48 1.54 1.41 1.42 1.46 1.48 1.16 0.32 7.13 M3 36 1.35 1.35 1.29 1.31 1.33
Penyiangan menggunakan penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder)
Dari hasil pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada kegiatan penyiangan menggunakan tipe gasrok (Tabel 11) terlihat bahwa pada subjek perempuan nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) diperoleh sebesar 2.32 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 3.19 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 42.79 kal/kg menit. Berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk subyek wanita pekerjaan penyiangan menggunakan tipe gasrok dikategorikan sebagai pekerjaan berat.
Tabel 11. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min F1 63 2.04 1.83 1.74 1.81 1.85 F2 55 1.91 1.69 1.75 1.69 1.76 1.81 3.19 2.32 42.79 F3 48 1.82 1.91 1.77 1.71 1.80 Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.43 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.27 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 9.86 kal/kg menit (Tabel 12). Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh, dikategorikan sebagai pekerjaan ringan sampai sedang bagi subyek laki-laki.
58
Tabel 12. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Laki-laki Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHRIRHR kkal/min kkal/min kal/kg min M1 50 1.63 1.59 1.55 1.53 1.58 M2 48 1.43 1.60 1.50 1.77 1.58 1.51 1.27 0.43 9.86 M3 36 1.41 1.43 1.33 1.39
Penyiangan menggunakan penyiang tipe roller (Japanese Weeder)
Dari data pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada kegiatan penyiangan menggunakan penyiang tipe roller (Tabel 13) menunjukkan bahwa pada subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.69 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.56 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 31.67 kal/kg menit.
Tabel 13. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese weeder) Subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min F1 63 1.87 1.65 1.49 1.69 1.68 F2 55 1.71 1.45 1.50 1.48 1.54 1.65 2.56 1.69 31.67 F3 48 1.68 1.92 1.71 1.68 1.75 Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.66 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.50 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 14.76 kal/kg menit (Tabel 14). Berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan tipe roller dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki.
59
Tabel 14. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese Weeder) Subjek Laki-laki SubjekBB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min M1 50 1,97 1,77 1,99 1,97 1,92 M2 48 1,41 1,74 1,66 1,74 1,64 1.66 1.50 0.66 14.76 M3 36 1,40 1,40 1,36 1,50 1,42
Penyiangan menggunakan penyiang bermotor (Power Weeder)
Dari hasil pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada saat melakukan kegiatan penyiangan menggunakan penyiang bermotor diperoleh hasil (Tabel 15) bahwa pada subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.23 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.09 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 22.58 kal/kg menit.
Tabel 15. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Perempuan Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min F1 63 1.65 1.57 1.48 1.73 1.61 F2 55 1.64 1.39 1.38 1.52 1.48 1.54 2.09 1.23 22.58 F3 48 1.69 1.42 1.46 1.46 1.51 Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.48 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.32 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 10.36 kal/kg menit (Tabel 16). Nilai ratarata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan alat mekanis dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun lakilaki.
60
Tabel 16. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Laki-laki Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC' Avg. TEC WEC kg 1 2 3 4 IRHR IRHR kkal/min kkal/min kal/kg min M1 50 1.93 1.64 1.54 1.69 1.70 M2 48 1.89 1.62 1.62 1.48 1.65 1.55 1.32 0.48 10.36 M3 36 1.31 1.30 1.39 1.27 1.32 Nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') dari seluruh subjek (laki-laki dan perempuan) pada masing-masing tipe penyiangan yang digunakan diperoleh bahwa nilai WEC' subjek perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan karena berat badan seseorang juga mempengaruhi beban kerja yang diterimanya. Berdasarkan hasil pengukuran seluruh kegiatan penyiangan menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan untuk melakukan semua kegiatan penyiangan bagi subjek/operator perempuan membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan operator laki-laki (Tabel 18). Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki kemampuan fisik dan kekuatan kerja otot yang lebih besar dibanding perempuan (Tabel 17). Hal ini dipertegas dalam hasil analisa Hendra (2005), bahwa laki-laki dan wanita berbeda dalam kemampuan fisik, serta kekuatan kerja ototnya. Pada saat wanita diberi beban dengan berat yang sama dengan laki-laki maka perempuan akan mengeluarkan kekuatan otot lebih besar dibanding subjek/operator laki-laki. Sehingga perempuan akan membutuhkan energi lebih besar dalam melakukan pekerjaan yang sama. Perbedaan yang besar antara nilai total kebutuhan energi subjek laki-laki dan perempuan (Tabel 18) disebabkan karena nilai denyut jantung subjek lakilaki saat step test setiap kali peningkatan beban kerja lebih besar dibanding subjek perempuan. Sehingga mengakibatkan persamaan korelasi yang diperoleh dari grafik pemetaan titik-titik TEC dan IRHR saat step test memiliki nilai "a" yang lebih besar (Tabel 8). Hal ini sangat berpengaruhi pada nilai WEC yang dihasilkan. Nilai "a" yang dihasilkan pada persamaan grafik (Tabel 8) menunjukkan kemiringan garis linier yang terbentuk berarti perubahan nilai TEC yang dipengaruhi oleh nilai IRHR, semakin besar nilai "a" maka semakin kecil perubahan nilai TEC ketika nilai IRHR bertambah
61
maupun berkurang. Sehingga nilai WEC yang dihasilkan lebih kecil, hal ini juga dipengaruhi oleh nilai basal metabolik yang dihasilkan oleh masingmsing subjek. Faktor luar (misal: kondisi tanah sawah) diduga juga mempengaruhi kebutuhan besarnya energi yang diperlukan oleh seorang operator untuk melakukan penyiangan. Jenis tanah sawah yang berlumpur dan liat atau keras akan mengakibatkan subjek/operator akan mengeluarkan energi lebih besar untuk mencabut gulma. Selain itu kondisi psikis seseorang juga akan sangat mempengaruhi tingkat beban kerja yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 18 nilai kebutuhan energi yang diperoleh dengan menggunakan alat lebih besar dibandingkan penyiangan secara manual. Hal ini selain disebabkan karena beban fisik yang ditimbulkan, beban psikis subjek di dalam mengendalikan suatu alat juga mempengaruhi kebutuhan energi yang dihasilkan.
Beban Kerja Kualitatif
Pengukuran nilai beban kerja kualitatif dilakukan berdasarkan rasio nilai denyut jantung pada saat bekerja dengan nilai denyut jantung pada saat istirahat (IRHR). Berdasarkan hasil pengukuran pada masing-masing subjek diperoleh nilai denyut jantung dan tingkat beban kerja seperti pada Tabel 17.
Tabel 17. Nilai Rata-rata IRHR subjek pada masing-masing tipe penyiang Tipe penyiangan IRHR Tingkat Perempuan Laki-laki Beban kerja Hand Weeding 1.52 1.48 Ringan - Sedang Indonesian Weeder 1.81 1.51 Sedang - Berat Japanese Weeder 1.65 1.66 Sedang Power Weeder 1.54 1.55 Sedang Rata-rata 1.70 1.56 Pada Tabel 17 terlihat bahwa nilai rata-rata denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek perempuan lebih besar dibanding subjek laki-laki. Hal ini disebabkan karena tingkat denyut jantung dipengaruhi oleh kekuatan kerja otot
62
manusia. Seseorang yang memiliki kekuatan kerja otot besar maka akan menghasilkan tingkat denyut jantung yang rendah. Sehingga dari Tabel 17 dapat dikatakan bahwa subjek laki-laki memiliki kekuatan kerja otot yang lebih besar dibanding subjek perempuan. Nilai denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek perempuan maupun lakilaki pada penggunaan alat penyiang mekanis termasuk dalam kategori pekerjaan dengan tingkat beban kerja sedang. Hal ini berarti bahwa dalam penggunaan alat penyiang mekanis ini, pada prinsipnya mampu dikendalikan/ digunakan oleh semua subjek (laki-laki dan perempuan). Tabel 18. Tabulasi nilai rata-rata denyut jantung dan konsumsi energi subjek Tipe penyiangan Laki-laki Perempuan TEC WEC TEC WEC IRHR kkal/min kkal/min IRHR kkal/min kkal/min Hand weeding 1.48 1.16 0.32 1.52 2.04 1.17 Indonesian weeder 1.51 1.27 0.43 1.81 3.19 2.32 Japanese weeder 1.66 1.50 0.66 1.65 2.56 1.69 Power weeder 1.55 1.32 0.48 1.54 2.09 1.23
-
Tingkat Kebisingan dan Getaran yang ditimbulkan alat mekanis
Kebisingan dan getaran yang dihasilkan oleh alat dan mesin pertanian pada saat dioperasikan dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan dan kenyamanan kerja operatornya, khususnya pada bagian anatomi organ tubuh manusia yang sensitif terhadap pengaruh getaran dan kebisingan. Akibat yang timbul dapat berupa kelelahan tubuh yang terakumulasi. Penyiangan menggunakan Power Weeder juga akan menghasilkan getaran dan kebisingan, oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan pada kondisi alat tersebut mampu berjalan di lahan dengan kecepatan konstan. Pengamatan di lahan pada saat power weeder dioperasikan pada putaran mesin 6350 rpm dengan kedalaman lapisan lumpur antara 10 cm – 25 cm menghasilkan tingkat kebisingan yang diterima oleh operator sebesar 45 – 48
63
dB. Sedangkan tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh motor penggerak berkisar 83 – 86 dB. Atas dasar standar tingkat kebisingan yang dikeluarkan oleh DOD (The U.S Department of Defense Standard) maka untuk kisaran kebisingan 83 – 86 dB, maka operator hanya diijinkan untuk mengoperasikannya maksimal selama 5 – 9 jam/hari. Kondisi tempat kerja juga mempengaruhi tingkat kebisingan, artinya pada saat bekerja di dalam ruangan dan luar ruangan tingkat kebisingan juga akan memberikan efek yang berbeda di telinga operator. Getaran yang dihasilkan oleh power weeder pada saat dioperasikan dengan kecepatan putaran mesin 6350 rpm mencapai ukuran getaran antara 0.8 sampai dengan 4,4m/s2 (Tabel 19). Sedangkan nilai kebisingan dan tingkat getaran yang dihasilkan untuk seluruh perlakuan penyiangan dengan power weeder terdapat pada Tabel 19. Tabel 19. Nilai kebisingan dan getaran akibat oleh alat mekanis (power weeder) Subjek Kebisingan (dB) Getaran operator m/s2 F1 45 0.8 F2 47 2.7 F3 48 1.4 M1 46 1.5 M2 47 1.2 M3 48 4.4 Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, getaran yang dihasilkan oleh alat mekanis tersebut masih berada pada kondisi yang tidak membahayakan atau kondisi yang tidak menyebabkan kelelahan. Untuk menghindari akibat negatif dari penggunaan alat mekanis, dalam pengoperasiannya sebaiknya dilakukan istirahat selang waktu 2 – 4 jam selama 15 menit terutama untuk relaksasi otot-otot tangan.
64
Kapasitas Kerja
Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh masing-masing subjek/operator diperoleh waktu efektif masing-masing alat pada kegiatan penyiangan secara manual, tipe gasrok, tipe roller, mekanis berturut-turut adalah 7.51 menit, 7.24 menit, 8.12 menit, 2.58 menit. Sehingga diperoleh nilai kapasitas kerja seperti pada Tabel 20. Tabel 20. Nilai kapasitas kerja (ha/jam) pada beberapa tipe penyiangan Tipe penyiangan Perempuan Laki-laki Hand Weeding 0.030 0.034 Indonesian Weeder 0.027 0.021 Japanese Weeder 0.026 0.031 Power Weeder 0.065 0.116 Tabel 20 menunjukkan bahwa masing-masing subjek/operator memiliki kapasitas kerja yang berbeda untuk penggunaan alat yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik, tingkat kemampuan, keterampilan dan kebiasaan kerja masing-masing subjek/operatornya. Faktor lain yang juga diduga mempengaruhi kapasitas kerja yaitu kondisi lahan (jenis tanah, lapisan lumpur) dan nilai kerapatan gulma. Hal ini terlihat pada penyiangan secara manual yang memiliki nilai kapasitas kerja rata-rata terbesar dibandingkan penyiangan menggunakan alat semi mekanis. Dalam hal ini, penyiangan secara manual memiliki lapisan lumpur yang lebih tinggi dan genangan air lebih banyak karena berada dekat sumber air dibanding lahan pada penyiangan menggunakan alat semi mekanis. Genangan air yang sedikit akan mangakibatkan tanah menjadi keras dengan lapisan lumpur tipis dan nilai kerapatan gulma akan semakin kecil. Kondisi tersebut akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk mengangkat gulma semakin lama sehingga nilai kapasitas kerja yang dihasilkan menjadi semakin kecil (Tabel 20). Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa nilai kapasitas kerja tertinggi yaitu dihasilkan oleh alat penyiang mekanis yang dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menggunakan alat penyiang mekanis ini pada prinsipnya dapat dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Namun untuk dapat menghasilkan kapasitas yang lebih
65
tinggi menggunakan alat mekanis, dilakukan oleh subjek laki-laki. Hal ini juga dapat menjawab pertanyaan bahwa "mengapa penggunaan alat mekanis sebagian besar dilakukan oleh subjek laki-laki?". Ini disebabkan karena subjek laki-laki memiliki tenaga/otot yang besar dan mampu menghasilkan kapasitas kerja lebih tinggi. Nilai kapasitas kerja rata-rata tertinggi di antara alat penyiang yang diuji dicapai oleh penyiang mekanis/power weeder (Gambar 24). Hal ini disebabkan karena alat tersebut bekerja dibantu oleh motor penggerak. Berbeda dengan alat penyiang lainnya, mekanisme pergerakan sangat ditentukan oleh daya dan kemampuan operatornya. Namun demikian, berdasarkan spesifikasi alat yang tersedia pada power weeder kapasitas kerja yang dihasilkan berbeda. Hal ini dikarenakan tingkat keterampilan dan faktor penyesuaian/kebiasaan subjek. Tingkat kebiasaan dalam penggunaan alat untuk waktu yang lama/sering menggunakan alat berbeda dengan tingkat
Kapasitas kerja (ha/jam)
kebiasaan untuk waktu yang singkat dan tidak pernah menggunakan alat.
0,10 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00
0.091
0.032
HW
0.024
IW
0.029
JW
PW
Tipe penyiangan
Gambar 24. Grafik nilai kapasitas kerja (ha/jam) rata-rata masing-masing alat
Kapasitas kerja yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh luasan lahan olah, luasan lahan yang optimal akan menghasilkan kapasitas kerja yang optimal pula.
66
Efektivitas Penyiangan
Nilai efektivitas penyiangan dipergunakan untuk melihat pengaruh kinerja alat terhadap prosentase gulma yang tersiangi. Dalam hal ini efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan dalam kegiatan penyiangan. Dari hasil analisa vegetatif gulma diperoleh nilai rata-rata efektivitas penyiangan masing-masing alat yaitu 61.87%; 79.19%; 63.25%; 69.83% berturut-turut untuk alat Japanese weeder; Power weeder; Hand weeding; dan Indonesian weeder (Gambar 25). Berdasarkan hasil analisa tersebut maka nilai efektivitas penyiangan yang terendah dihasilkan oleh alat penyiang tipe roller (Japanese weeder). Faktor yang mempengaruhi rendahnya efektivitas yang dicapai diperkirakan oleh bobot alat yang terlalu ringan dengan memperhatikan kondisi lahan serta desain cakar penyiang terlalu pendek sehingga kemampuan untuk mengangkat gulma rendah. Namun nilai efektivitas penyiangan yang dihasilkan oleh alat mekanis belum mencapai nilai maksimum. Hal ini disebabkan karena luasan plot percobaan yang digunakan sempit dan terbatas dengan memperhatikan kontur lahan sawah yang berbentuk terasering. Sehingga pada penggunaan alat mekanis untuk menghasilkan nilai kapasitas kerja dan efektivitas penyiangan yang maksimum, dibutuhkan luasan lahan yang optimum. Faktor kemampuan dan keterampilan kerja subjek dalam melakukan pekerjaan penyiangan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas penyiangan, selain dipengaruhi oleh kerapatan gulma dan kondisi lahan. Nilai efektivitas memiliki korelasi yang tinggi dengan presentase pertambahan jumlah anakan. Efektivitas penyiangan semakin besar maka pertambahan jumlah anakan semakin banyak, artinya semakin banyak jumlah gulma yang dapat diberantas maka semakin banyak pertambahan jumlah anakan karena persaingan gulma dan tanaman pokok kecil.
67
efektivitas rata-rata (%)
80
79.19
75 69.83 70 65
63.25
61.87
60 55 50 HW
IW
JW
PW
Alat
Gambar 25. Grafik nilai efektivitas rata-rata penyiangan pada masing-masing alat
Aspek Lingkungan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan anakan diperoleh hasil bahwa pertambahan jumlah anakan jika menggunakan 3 alat (gasrok, Japanese weeder dan power weeder) dibandingkan secara manual berkisar 28 – 31% (Gambar 26). Pertambahan jumlah anakan yang tinggi setelah dan sebelum penyiangan menyebabkan persentase pertambahan jumlah anakan yang lebih besar bahkan melebihi 100%. Perbedaan ini disebabkan selain faktor kemampuan dan keterampilan subjek dalam membersihkan gulma juga diduga dipengaruhi perbedaan kandungan nutrisi makanan yang ada di dalam tanah. Selain itu penyiangan yang efektif akan menghasilkan pertambahan jumlah anakan yang semakin banyak. Sedangkan dari kondisi kerusakan tanaman padi, kerusakan ratarata yang dialami terutama jika dilakukan menggunakan alat mekanis yaitu sebesar 2 %. Namun kerusakan tersebut bukan merupakan kerusakan permanen, artinya tanaman padi tersebut tidak mengalami kematian (tanaman hanya merunduk) dan dalam waktu tertentu tanaman tersebut akan kembali tumbuh dengan baik.
Persentase rata-rata pertambahan jml anakan (%)
68
135 130 125 120 115 110 105 100 95 90 85 80
127.56
130.10
133.58
JW
PW
91.36
HW
IW Alat
Gambar 26. Grafik nilai persentase rata-rata pertambahan jumlah anakan (%) pada berbagai alat
Analisa Ekonomi
Hasil analisis ekonomi masing-masing alat yang diuji tersaji pada Tabel 21. Pada penyiangan secara manual (Hand weeding) dengan kapasitas kerja rata-rata 0.032 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 130 208.33/ha. Sedangkan analisa yang dilakukan menggunakan alat gasrok (Indonesian weeder) dengan kapasitas kerja rata-rata 0.024 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 193 718.25/ha.
Analisa ekonomi yang dilakukan pada penyiang tipe roller (Japanese weeder) dengan kapasitas kerja rata-rata 0.029 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 220 091.95/ha. Sedangkan analisa yang dilakukan pada alat penyiang bermotor (Power weeder) dengan kapasitas kerja alat 0.091 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 213 300.03/ha. Nilai biaya operasional masing-masing alat sudah termasuk biaya pajak, asuransi dan garasi. Besarnya persentase nilai-nilai tersebut ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah dilakukan di beberapa negara. Pada analisa ekonomi, biaya yang dikeluarkan bila menggunakan alat mekanis menghasilkan biaya operasi (cost) lebih besar dibandingkan secara manual. Hal ini dikarenakan biaya untuk investasi alat mekanis lebih besar. Tingginya biaya operasi yang dikeluarkan oleh masing-masing tipe penyiangan
69
dipengaruhi oleh nilai kapasitas kerja yang dihasilkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiangan dan tingginya biaya operasi yang dikeluarkan oleh alat mekanis ini, diimbangi dengan tingginya kapasitas kerja, efektivitas dan persentase pertambahan jumlah anakan yang dihasilkan. Sehingga dengan diimbangi nilai yang diperoleh tersebut akan dapat menghasilkan produktivitas yang optimum.
Tabel 21. Analisa ekonomi masing-masing alat Parameter Hand weeding data/asumsi 0.032 Kapasitas kerja (ha/jam) Umur ekonomis (thn) Bunga bank (%) Asuransi (%) Pajak alsin (%) Garasi alsin (%) Biaya garasi dan pajak (Rp/thn) Bunga modal dan asuransi (Rp/thn) Upah operator 25 000 (Rp/orang/hari) Jumlah operator 1 (orang) Harga alat (Rp) Kebutuhan bbm (liter/jam) Biaya operasi 130 208.33 (Rp/ha)
Indonesian weeder
Japanese weeder
Power weeder
0.024
0.029
0.091
5
5
5
10 3 2 1 15 000
10 3 2 1 60 000
10 3 2 1 180 000
39 000
156 000
468 000
25 000
25 000
35 000
1
1
1
500 000 -
2 000 000 -
6 000 000 0.98
193 718.25
220 091.95
213 300.03
Analisis Pemilihan Alat
Tahapan analisis pemilihan alat mencakup : 1) analisis berdasarkan uji teknis yang dilakukan pada masing-masing alat, seperti: kapasitas kerja, beban kerja (kebutuhan energi), dan nilai efektivitas penyiangan; 2) analisis vegetatif dari lingkungan yang dilihat dari persentase pertambahan jumlah anakan; dan 3) analisis kelayakan finansial, dilihat berdasarkan biaya operasi yang dikeluarkan. Hasil analisa dari parameter getaran dan kebisingan yang ditimbulkan oleh alat
70
mekanis masih dalam kategori aman, artinya tidak membahayakan dan tidak menimbulkan kelelahan dan dianggap memenuhi untuk dapat digunakan terutama di lingkungan luar. Sehingga pada analisis pemilihan alternatif alat penyiang ini, parameter tersebut tidak dimasukkan sebagai variabel input. Analisa pemilihan alternatif alat menggunakan metode fuzzy logic yang merupakan pemetaan sebuah ruang input ke dalam ruang output dengan metode FIS (Fuzzy Inference System) menggunakan IF-THEN rules. Input variabel menggunakan tujuh parameter input yaitu efektivitas penyiangan, jumlah anakan, kapasitas kerja, beban kerja, dan biaya. Nilai masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan fuzzifikasi (diklasifikasikan) dengan memberikan nilai kisaran (range) dari data tunggal yang telah diperoleh dari hasil pengukuran. Proses fuzzifikasi dilakukan dengan mengklasifikasikan variabel-variabel sebagai berikut: Tabel 22. Klasifikasi variabel berdasarkan nilai input Efektifitas Klasifikasi nilai minimum nilai maksimum baik 70.42 79.19 sedang 64.64 73.42 buruk 61.87 67.64
banyak sedikit
Jumlah anakan 109.47 91.36
baik sedang buruk
Kapasitas 0.06 0.03 0.02
0.12 0.08 0.05
berat sedang ringan
Beban Kerja 1.35 0.68 0.32
2.32 1.65 0.98
buruk sedang baik
Biaya 1.70 1.40 1.30
133.58 112.47
2.20 1.90 1.60
71
Nilai variabel-variabel tersebut dimasukkan kedalam box variabel input membership function editor begitu juga dengan variabel nilai output/mutu (Gambar 27 dan 28).
Gambar 27. Membership function variabel input Output yang ingin dicapai yaitu nilai mutu dengan nilai interval [0 1] yang didefinisikan pada mutu buruk nilai range yang diberikan [0 0.5] dan mutu baik nilai range yang diberikan [0.5 1]. Semakin besar nilai mutu maka semakin baik alat tersebut.
Gambar 28. Membership function variabel output
72
Tahapan lanjut proses operasi fuzzy set yaitu mendefinisikan aturan (rule) yang digunakan. Rule yang disediakan berdasarkan analisis masukan para pakar terdapat 17 rule (Tabel 23) kemudian dilakukan pengujian/percobaan dengan berbagai kemungkinan rule yang dilakukan sebanyak 17 kali. Rules inilah yang digunakan untuk mengkombinasikan variabel-variabel input yang telah diberikan pada operasi FIS. Berdasarkan deskripsi variabel-variabel masukan dan keluaran dalam FIS editor, rule editor digunakan untuk menyusun rule-rule yang tersedia dengan pernyataan IF-THEN rule (Gambar 29). Pada tahap rule editor, operasi fuzzy logic menggunakan korespondensi OR yang merupakan nilai fungsi maksimum. Bobot rule diset 1 secara default, nilai (1) yang berada pada belakang pernyataan rule menunjukkan bobot rule tersebut. Berikut adalah gambar rule editor yang telah dilakukan secara bertahap.
Gambar 29. Rule editor yang telah dilakukan secara bertahap
73
Tabel 23. Rule yang disediakan berdasarkan masukan para pakar efektifitas jumlah kapasitas No. penyiangan anakan kerja beban kerja biaya mutu alat 1 baik banyak baik ringan baik baik 2 baik banyak baik ringan buruk baik 3 baik banyak sedang sedang sedang baik 4 sedang banyak sedang ringan baik baik 5 sedang sedikit buruk berat sedang buruk 6 sedang sedikit buruk berat buruk buruk 7 sedang sedikit sedang sedang baik baik 8 baik sedikit sedang berat buruk buruk 9 baik sedikit buruk berat sedang buruk 10 baik banyak buruk berat buruk buruk 11 sedang banyak baik ringan sedang baik 12 sedang sedikit sedang berat baik baik 13 buruk banyak sedang sedang sedang buruk 14 buruk sedikit buruk berat buruk buruk 15 buruk sedikit sedang berat sedang buruk 16 buruk sedikit buruk sedang baik buruk 17 buruk banyak baik berat buruk buruk Pada tahapan untuk memperoleh nilai output, perlu dilakukan dengan memberikan nilai rata-rata parameter input (Tabel 24) masing-masing alat. Nilai rata-rata parameter input tersebut dimasukkan ke dalam sebuah rule viewer box pada masing-masing alat (Gambar 30). Nilai output adalah nilai mutu yang dihasilkan berdasarkan gabungan antara analisa logika, aturan yang diberikan dan nilai dari pengukuran masing-masing parameter input. Nilai terbaik adalah mutu yang memiliki nilai lebih besar atau mendekati nilai satu.
Tabel 24. Nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat Parameter JW PW HW IW Efektivitas (%) 61.865 79.192 63.251 69.827 Jumlah anakan (%) 130.102 133.580 91.355 127.558 Kapasitas kerja (ha/jam) 0.029 0.091 0.032 0.024 Beban kerja (kkal/menit) 1.177 0.852 0.743 1.375 Biaya (Rp/ha) (x100.000) 2.20 2.13 1.30 1.94
74
Gambar 30. Box nilai output/mutu berdasarkan tahapan rules Nilai output yang dihasilkan dari beberapa percobaan kombinasi aturan pada masing-masing alat diperoleh nilai mutu yang terlihat pada Gambar 30. Nilai tersebut merupakan nilai agregasi yang diperoleh dari hasil kombinasi atau gabungan nilai implikasi. Tabel 25. Nilai output/mutu masing-masing alat menggunakan sistem fuzzy dengan kombinasi rule yang diberikan. No. Rule yang digunakan JW PW HW IW 1 1-2 0.837 0.837 0.837 0.828 2 1-3 0.837 0.837 0.837 0.828 3 1-4 0.837 0.837 0.837 0.832 4 1-5 0.522 0.837 0.500 0.496 5 1-6 0.500 0.505 0.500 0.496 6 1-7 0.500 0.505 0.500 0.496 7 1-8 0.500 0.500 0.500 0.496 8 1-9 0.500 0.500 0.500 0.496 9 1 - 10 0.500 0.500 0.500 0.496 10 1 - 11 0.500 0.500 0.500 0.496 11 1 - 12 0.500 0.500 0.500 0.496 12 1 - 13 0.500 0.500 0.500 0.496 13 1 - 14 0.500 0.500 0.500 0.496 14 1 - 15 0.500 0.500 0.500 0.496 15 1 - 16 0.500 0.500 0.500 0.496 16 1 - 17 0.500 0.500 0.500 0.496 17 1 - 5, 12, 16, 17 0.500 0.500 0.500 0.496 Rata-rata 0.561 0.559 0.555 0.580
75
Dari hasil percobaan yang dilakukan sebanyak 17 kali (Tabel 27) dengan memasukkan nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat dan mengkombinasikan beberapa aturan yang diberikan maka diperoleh bahwa alat yang terbaik untuk digunakan pada kegiatan penyiangan didasarkan nilai mutu rata-rata maksimum yaitu penyiang mekanis (power weeder). Pada penggunaan alat mekanis ini, kondisi yang memungkinkan dalam pengoperasiannya yaitu pada kondisi lahan datar, lahan dalam keadaan tergenang air minimal 6 cm (kondisi tanah macak-macak) dan memiliki lapisan lumpur maksimal 25 cm. Syarat jarak tanam yang memiliki jarak alur yang sama antara 20 - 30 cm pada luasan yang optimal agar diperoleh kapasitas kerja maksimum. Perbaikan desain terhadap bobot alat, dilakukan pada pemilihan material yang lebih ringan sehingga akan dapat meningkatkan nilai tambah pada kinerja alat tersebut dan dapat dioperasikan dengan mudah oleh operator perempuan.
76
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisa yang diperoleh maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil pengukuran kebutuhan energi untuk kegiatan penyiangan (baik secara manual, semi mekanis maupun mekanis), subjek perempuan membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan subjek laki-laki. Kebutuhan energi dalam per luasan pada penyiangan menggunakan alat mekanis lebih kecil dibandingkan penyiangan secara manual. 2. Nilai kapasitas kerja tertinggi yaitu diperoleh dengan menggunakan alat mekanis yang dilakukan baik oleh subjek laki-laki maupun perempuan (0.116 ha/jam dan 0.065 ha/jam). Tingkat kebisingan dan getaran yang diakibatkan alat mekanis (power weeder) masih berada pada ambang batas tidak membahayakan dan tidak beresiko menimbulkan kelelahan. 3. Dengan melihat nilai IRHR yang dihasilkan oleh subjek perempuan dan lakilaki yaitu 1.54 dan 1.55 menggunakan alat mekanis yang termasuk kategori pekerjaan sedang, hal ini menunjukkan bahwa dalam penggunaan alat mekanis ini pada prinsipnya mampu dikendalikan/digunakan oleh semua subjek (lakilaki dan perempuan). 4. Nilai rata-rata efektivitas penyiangan masing-masing alat yaitu 61.87%; 79.19%; 63.25%; 69.83% berturut-turut untuk alat Japanese weeder; Power weeder; Hand weeding; dan Indonesian weeder. 5. Pada analisa ekonomi, biaya yang dikeluarkan bila menggunakan alat mekanis lebih besar dibandingkan secara manual. Tingginya cost yang dikeluarkan oleh alat mekanis, diimbangi pula dengan tingginya nlai kapasitas kerja dan efektivitas yang dihasilkan. 6. Berdasarkan analisis pemilihan alat menggunakan analisa fuzzy logic dari 5 parameter input yang diamati dengan 17 kombinasi rule yang digunakan, diperoleh alat yang terbaik yaitu penyiang mekanis (power weeder). Namun di dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan, kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pengguna.
77
Saran
1. Untuk mengetahui kecenderungan grafik yang terjadi pada masing-masing subjek saat operasional, perlu dilakukan pengujian awal turn tasking menggunakan beberapa alat. 2. Di dalam penelitian alat mekanis untuk memperoleh nilai efektivitas, efisiensi dan kapasitas kerja maksimum, perlu dilakukan pada luasan lahan yang optimum.
78
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Identifikasi Gulma-Gulma Dominan Pada Pertanaman Padi Sawah Dan Usaha Pengendaliannya Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. http://www.cetlanget.wordpress.com. Diakses tanggal 12 Juli 2009. Anonim. Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Gulma. Dinas Perkebunan Jawa Timur. www.disbunjatim.co.cc Adinata M. Carno. 2003. Pengukuran Getaran, Kebisingan dan Beban Kerja pada Penggunaan Mesin Petik Teh Kawasaki Tipe NV-60 di Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung, Jawa Barat (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Akbar Arief, RM. 2005. Pengembangan Model Faktor Ergonomi Terhadap Produktivitas Kerja Pada Pengolahan Tanah Pertama Areal Padi Sawah. Tesis. Institut Pertanian Bogor. BPS. 2007. Badan Pusat Statistik. Haryono. 2007. Modifikasi Power Weeder. Majalah elektronik KTI GW edisi 1 senin 28 September 2009. Haryanto, A.; Haryono, N.; dan Lanya, B. 2002. Rancang Bangun Kultivator Tiga Baris untuk Penyiangan Padi Lahan Basah. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hendra. 2005. Hubungan Beban Kerja dan Ergonomis. Diakses tanggal 7 September 2007. http://hendrawansilondae.multiply.com/journal/item/6/hubungan_beban_kerja_dan_ ergonomis.
Herodian S. 1997. Work Load Calibration by Using Step Test Method. dalam: The XXVII International Congress on Work Science. Proceedings of XXVII CIOSTA-CIGR Congress. Hlm 41 – 46. Irawan, Ludy Catur. 2008. Analisis Beban Kerja pada Kegiatan Tebang dan Muat Tebu secara Manual di PG Bungamayang Milik PTPN VII (Persero) Lampung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Imran M. Santosa, dan Andasuryani 2006. Pengembangan Dan Uji Teknis Mata Penyiang Alat Penyiang Padi (Oryza Sativa) Di Lahan Sawah Dengan Penggerak Mesin Potong Rumput Tipe Sandang (Brush Cutter) Bg – 328. Program Studi Teknik Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Andalas Padang. www.scribd.com/doc/6307310/Makalah-Jurnal-TP-M-Imran-1-200108
79
Mahmudah, Alia M. 2005. Analisis Getaran Mekanis, Kebisingan dan Beban Kerja Pada Operasi Mesin pemotong Rumput. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. 1999. Keputusan Mentri Tenaga Kerja tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. http://www.scribd.com Nuraini. 2004. Pengukuran Beban Kerja Operator Traktor Tangan pada Pengolahan Tanah Primer Studi kasus di kabupaten Karawang. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Naba A., Dr. Eng. 2009. Fuzzy Logic menggunakan Matlab. ANDI Yogyakarta. Pitoyo, J. 2006. Mesin Penyiang Gulma Padi Sawah Bermotor. Sinar Tani.Edisi 511 Juli 2006. http://www.pustaka-deptan.go.id. Akses tanggal 9 juli 2007 Pitoyo, J; Novi Sulistyosari; D.A. Budiman. 2008. Rekayasa Model dan Penerapan Mesin Penyiang dan Pemupuk Tanaman Padi di Lahan Sawah. Laporan Akhir Tahun. Balai Besar Mekanisasi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Pramudya, Bambang. 2001. Ekonomi Teknik. Proyek peningkatan perguruan tinggi. Institut Pertanian Bogor, Tahun anggaran 2001/2002. Syuaib, M.F. 2003. Ergonomic Study on the Process of Mastering Tractor Operation. Disertasi. Tokyo University of Agriculture and Technology. Tokyo. Sanders, Ms. And Mc. Cormick, Ernest J., 1993. Human Factors in Engineering and Design. New York: Mc. Graw-Hill Book Co. Sixth Edition. Subagiya. 2009. Gulma Tanaman. Dasar Perlindungan Tanaman, Hamasains. www.fp.uns.ac.id/~hamasains/DASARPERLINTAN-I.htm. Diakses tanggal Agustus 2009. Statistik Pertanian. 2009. www.deptan.go.id/pusdatin/statistik/statistik.htm. Soesanto, eko. 1986. Disain dan uji teknis mesin penyiang gulma tanaman padi sawah. Skripsi. Fakultas Tekologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sempaja. 2007. Gulma pada tanaman pangan. http://sempaja.blog.co.uk/2007/06/29/gulma_pada_tanaman_pangan~2539931/. Diakses tanggal 29 Juni 2009.
80
Sukma, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendalianya. Cetakan ke-3. Raja Grafindo Persada, Jakarta dalam Setyowati, N.; Nurjanah, U. dan Lesman, S.S. 2007. Pergeseran Gulma pada Tanaman Cabai Besar Akibat Perbedaan Waktu Pengendalian Gulma. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesian. ISSN 1411-0067. Edisi khusus, No. 1 2007, Hlm. 21 – 27. Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik menuju pertanian alternative dan berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Singh, G. 1992. Ergonomic considerations in development and fabricationof manual wheel hoe weeder. Indian Journal of Agricultural Engineering 2(4): 234-243. Sinaga, Dolly R. 2009. Kapasitas Lapang, Efisiensi dan Tingkat Pelumpuran Pengolahan Tanah Sawah di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor (Skripsi). Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Siswono Yudo Husodo. 2006. Konsumsi Beras dalam dialog interaksif Ketahanan Pangan. Tempo Interaktif tanggal 21 Juni 2006. Diakses tanggal 15 Januari 2010. Wijaya A. 2005. Analisis Kebisingan dan Getaran Mekanis di Ruang Engineering Divisi Cold Storage PT Citra Pertiwi Bahari, Lampung (Skripsi). Bogor: Departemen Teknik Pertanian, FATETA, IPB. Rajvir Yadav, and Sahastrarashmi Pund. 2007. Development and ergonomic evaluation of manual weeder. Agricultural Engineering International : The CIGR Ejournal. Manuscript PM 07 022. Vol. IX. October 2007.
81
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja secara manual Subjek ulangan
M1
1 2 3 4
R1 72.33 71.17 70.83 70.86
W 114.17 120.83 117.17 114.44
R3 79.00 76.29 76.83 76.78
IRHR ST Work 1.45 1.58 1.44 1.70 1.50 1.65 1.54 1.62
M2
1 2 3 4
75.83 101.50 75.67 111.00 73.50 97.67 74.17 112.83 74.50 98.50 75.83 105.00 73.83 94.50 81.50 105.00
75.17 83.50 72.67 76.50
1.34 1.33 1.32 1.28
1.48 1.54 1.41 1.42
M3
1 2 3 4
78.57 96.82 82.67 106.00 84.33 101.83 82.50 111.14 88.38 105.56 91.50 114.33 87.83 104.00 85.60 107.44
87.83 87.00 90.00 82.00
1.23 1.23 1.19 1.21
1.35 1.35 1.29 1.31
F1
1 2 3 4
73.33 79.50 73.58 73.67
114.17 124.92 113.50 104.33
84.33 84.17 85.08 80.58
1.48 1.49 1.62 1.40
1.56 1.73 1.74 1.42
F2
1 2 3 4
86.13 127.33 86.25 120.83 91.17 128.25 90.08 127.08 77.75 124.5 86.58 121.17 84.42 119.92 88.17 118.83
90.5 90.83 86.83 90.75
1.48 1.42 1.60 1.42
1.40 1.40 1.56 1.41
F3
1 2 3 4
70.08 95.92 72.33 109.33 71.83 106.42 73.50 114.83 76.58 105.33 78.25 110.08 78.00 108.42 83.17 115.42
74.33 76.17 86.42 80.75
1.37 1.48 1.38 1.39
1.56 1.60 1.44 1.48
ST 105.00 102.83 106.00 109.00
108.25 107.33 105.67 102.85
HR R2 83.86 88.38 80.8 76.64
75.25 72.00 65.17 74.50
82
Lampiran 2. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja menggunakan penyiang tipe gasrok (Indonesian weeder) Subjek ulangan
M1
1 2 3 4
R1 83.33 82.33 82.33 82.50
ST 114.33 117.67 111.00 114.00
HR R2 80.67 81.67 80.17 82.67
W 131.67 130.00 124.00 126.50
R3 86.67 81.67 80.17 84.67
IRHR ST Work 1.42 1.63 1.43 1.59 1.35 1.55 1.38 1.53
M2
1 2 3 4
76.83 71.67 78.67 68.17
94.33 91.33 93.67 90.00
77.67 74.00 71.33 69.67
110.83 114.83 107.17 120.83
70.00 79.17 78.50 69.33
1.23 1.27 1.31 1.32
1.43 1.60 1.50 1.77
M3
1 2 3 4
87.67 92.00 94.33 -
101.67 87.17 123.00 106.83 91.00 130.00 108.67 96.17 125.67 -
89.33 96.33 95.50 -
1.17 1.17 1.15 -
1.41 1.43 1.33 -
F1
1 2 3 4
64.17 73.33 76.25 76.42
102.25 102.08 106.25 101.00
74.78 75.67 77.67 71.75
130.67 134.08 132.83 130.00
75.33 80.58 80.00 77.92
1.59 1.39 1.39 1.41
2.04 1.83 1.74 1.81
F2
1 2 3 4
81.83 92.75 90.50 94.08
124.25 129.58 128.92 125.75
86.83 92.33 93.17 96.50
156.00 96.42 1.52 156.25 97.58 1.40 158.00 100.83 1.42 159.08 89.08 1.34
1.91 1.69 1.75 1.69
F3
1 2 3 4
72.17 72.75 78.58 74.75
104.83 100.00 105.75 101.50
74.50 70.17 82.00 81.08
131.50 133.83 139.08 127.92
1.82 1.91 1.77 1.71
81.08 84.33 84.75 83.42
1.45 1.43 1.35 1.36
83
Lampiran 3. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja menggunakan penyiang tipe roller (Japanese weeder) Subjek ulangan ST 101.56 108.50 109.50 106.67
HR R2 73.00 82.38 78.67 75.71
W 150.67 132.29 141.00 149.14
R3 79.71 74.33 76.50 74.00
IRHR ST work 1.33 1.97 1.45 1.77 1.54 1.99 1.41 1.97
M1
1 2 3 4
R1 76.50 74.78 71.00 75.83
M2
1 2 3 4
73.55 101.25 77.00 104.00 72.10 69.00 93.00 72.90 120.30 65.36 63.87 90.00 62.50 106.11 66.38 60.21 89.00 69.90 104.67 72.67
1.38 1.35 1.41 1.48
1.41 1.74 1.66 1.74
M3
1 2 3 4
77.80 93.18 78.10 108.60 90.63 102.90 89.27 126.97 92.10 104.10 93.78 125.55 88.29 105.35 86.13 132.52
92.29 86.44 97.57 89.67
1.20 1.14 1.13 1.19
1.40 1.40 1.36 1.50
F1
1 2 3 4
71.67 79.00 77.83 71.50
112.33 115.33 108.00 107.67
81.00 82.50 73.67 79.50
134.17 130.33 116.33 121.17
84.00 87.17 72.67 83.33
1.57 1.46 1.39 1.51
1.87 1.65 1.49 1.69
F2
1 2 3 4
78.62 93.83 90.60 87.71
136.00 135.28 127.92 124.53
91.77 98.50 94.00 94.00
134.66 136.13 135.75 130.14
95.50 94.17 92.86 92.00
1.73 1.44 1.41 1.42
1.71 1.45 1.50 1.48
F3
1 2 3 4
73.33 70.67 78.83 77.33
113.33 111.33 113.00 116.50
76.67 79.17 79.67 78.33
123.17 135.50 135.00 129.83
75.00 81.83 82.83 78.50
1.55 1.58 1.43 1.51
1.68 1.92 1.71 1.68
84
Lampiran 4. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja menggunakan penyiang mekanis (power weeder)
Subjek ulangan
M1
1 2 3 4
R1 ST 74 109 75.14 106.25 76.81 95.83 68.71 102.63
HR R2 79.3 78.14 74.33 74.25
W 142.7 123.38 114.56 116.73
M2
1 2 3 4
73.75 76.5 73 74.33
104 99.57 98.11 93.5
80.13 82.6 79.14 74.5
139.4 77.5 123.73 75 118.43 76.29 110.38 73.15
1.41 1.30 1.34 1.26
1.89 1.62 1.62 1.48
M3
1 2 3 4
81.75 94.89 78.78 94.53 74.33 93 87.43 100.67
80.14 83 75.5 91.18
105.13 102.57 103.14 111.33
81.88 82.67 80.18 89.25
1.16 1.19 1.25 1.15
1.31 1.30 1.39 1.27
F1
1 2 3 4
72 106 79 103.5 81 105 73.29 109.64
76 87 80.5 76.89
119 82 124.5 87.5 120 85 126.86 77.6
1.47 1.31 1.29 1.49
1.65 1.57 1.48 1.73
F2
1 2 3 4
85.83 95.16 92.85 94.16
127.71 135.27 136.64 134.92
97 97 97.71 99
140.71 132.25 128.56 143
101.13 97.43 94.56 94.36
1.,49 1.42 1.47 1.43
1.64 1.39 1.38 1.52
F3
1 2 3 4
66.6 75.67 69.5 67
95.83 99.67 96.17 96
72.83 71.66 66.83 68.17
113 101.67 97.83 98
72.67 69.83 71,5 66.33
1.44 1.39 1.44 1.43
1.69 1.42 1.46 1.46
R3 81.27 74.9 82.61 75.14
IRHR ST Work 1.47 1.93 1.41 1.64 1.25 1.54 1.49 1.69
85
Lampiran 5. Grafik korelasi IRHR dengan TEC pada masing-masing subjek Perempuan subjek F1 2
IRHR
1,8 y = 0.2812x + 0.9588 R2 = 0.9648
1,6 1,4 1,2 1 0
0,5
1 1,5 TEC (kkal/menit)
2
2,5
2
2,5
2
2,5
subjek F2 2,0
1,8
1,6 IRHR
y = 0.2144x + 1.1402 R2 = 0.7335
1,4
1,2
1,0 0
0,5
1 1,5 TEC (kkal/menit)
subjek F3 2
IRHR
1,8 1,6
1,4
y = 0.2592x + 0.9014 R2 = 0.999
1,2
1 0
0,5
1 1,5 TEC (kkal/menit)
86
Lampiran 6. Grafik korelasi IRHR dengan TEC pada masing-masing subjek lakilaki subjek M1 2 y = 0.6856x + 0.8961 2 R = 0.9574
IRHR
1,8 1,6 1,4 1,2 1 0
0,5
1 TEC (kkal/menit)
1,5
2
subjek M2 2
IRHR
1,8 y = 0.4824x + 0.7993 R2 = 0.9262
1,6 1,4 1,2 1 0
0,5
1
1,5
2
TEC (kkal/m enit)
subjek M3 2,0 1,8
IRHR
1,6 1,4 y = 0.3667x + 0.951 R2 = 0.9923
1,2 1,0 0
0,2
0,4
0,6
0,8 1 1,2 TEC (kkal/menit)
1,4
1,6
1,8
2
87
Lampiran 7. Analisa ekonomi penyiangan manual
No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variable Biaya Tetap Harga gasrok Daya Mesin Umur Ekonomis Nilai Akhir Bunga Bank Jam kerja per hari Hari kerja per tahun Jam kerja per tahun Penyusutan Biaya garasi dan pajak Bunga modal Biaya tetap per tahun Total Biaya Tetap/jam Biaya Tidak Tetap Bahan Bakar. (l/jam) Harga BBM, bensin Biaya BBM, bensin Pelumas ( l/jam) Harga Pelumas/l Biaya Pelumas Jumlah tenaga kerja Operator/hari Upah Operator/thn Upah Operator/jam Biaya perbaikan dan Pemeliharaan Total Biaya Tidak tetap
III
Total Biaya Operasi Total Biaya Operasi Kapasitas Kerja Total Biaya Operasi per Ha
IV V
Unit Rp Hp Tahun 10% %/th jam hari jam Rp/th Rp/th Rp/th Rp/th Rp/jam
Nilai
6.00 56.00 336.00 -
l/jam Rp/l Rp/jam l/jam Rp/l Rp/jam orang Rp/hari Rp/thn Rp/jam Rp/jam Rp/jam
-
1.00 25 000.00 1 400 000.00 4 166.67 4 166.67
Rp/jam Rp/th ha/jam Rp/ha
4 166.67 1 400 000.00 0.032 130 208.33
-
88
Lampiran 8. Analisa Ekonomi alat penyiang tipe gasrok (Indonesian weeder) No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variable Biaya Tetap Harga gasrok Daya Mesin Umur Ekonomis Nilai Akhir Bunga Bank Jam kerja per hari Hari kerja per tahun Jam kerja per tahun Penyusutan Biaya garasi dan pajak Bunga modal dan asuransi Biaya tetap per tahun Total Biaya Tetap/jam Biaya Tidak Tetap Bahan Bakar. (l/jam) Harga BBM, bensin Biaya BBM, bensin Pelumas ( l/jam) Harga Pelumas/l Biaya Pelumas Jumlah tenaga kerja Operator/hari Upah Operator/thn Upah Operator/jam Biaya perbaikan dan Pemeliharaan Total Biaya Tidak tetap
III
Total Biaya Operasi Total Biaya Operasi Kapasitas Kerja Total Biaya Operasi per Ha
IV V
Unit Rp Hp Tahun 10% %/th jam hari jam Rp/th Rp/th Rp/th Rp/th Rp/jam
Nilai 500 000.00 5,00 50 000.00 10.00 6.00 56.00 336.00 90 000.00 15 000.00 39 000.00 144 000.00 428.57
l/jam Rp/l Rp/jam l/jam Rp/l Rp/jam orang Rp/hari Rp/thn Rp/jam Rp/jam Rp/jam
-
1.00 25 000.00 1 400 000.00 4 166.67 54.00 4 220.67
Rp/jam Rp/th ha/jam Rp/ha
4 649.24 1 562 144.00 0.024 193 718.25
-
89
Lampiran 9. Analisa Ekonomi alat penyiang tipe roller (Japanese weeder) No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variable Biaya Tetap Harga weeder Daya Mesin Umur Ekonomis Nilai Akhir Bunga Bank Jam kerja per hari Hari kerja per tahun Jam kerja per tahun Penyusutan Biaya garasi dan pajak Bunga modal dan asuransi Biaya tetap per tahun Total Biaya Tetap/jam Biaya Tidak Tetap Bahan Bakar. (l/jam) Harga BBM, bensin Biaya BBM, bensin Pelumas ( l/jam) Harga Pelumas/l Biaya Pelumas Jumlah tenaga kerja Operator/hari Upah Operator/thn Upah Operator/jam Biaya perbaikan dan Pemeliharaan Total Biaya Tidak tetap
III
Total Biaya Operasi Total Biaya Operasi Kapasitas Kerja Total Biaya Operasi per Ha
IV V
Unit Rp Hp Tahun 10% %/th jam hari jam Rp/th Rp/th Rp/th Rp/th Rp/jam
Nilai 2 000 000.00 5.00 200 000.00 10.00 6.00 48.00 288.00 360 000.00 60 000.00 156 000.00 576 000.00 2 000.00
l/jam Rp/l Rp/jam l/jam Rp/l Rp/jam orang Rp/hari Rp/thn Rp/jam Rp/jam Rp/jam
-
1.00 25 000.00 1 200 000.00 4 166.67 216.00 4 382.67
Rp/jam Rp/th ha/jam Rp/ha
6 382.67 1 838 208.00 0.029 220 091.95
-
90
Lampiran 10. Analisa Ekonomi alat penyiang mekanis (Power weeder)
No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 II 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Variable Biaya Tetap Harga power weeder Daya Mesin Umur Ekonomis Nilai Akhir Bunga Bank Jam kerja per hari Hari kerja per tahun Jam kerja per tahun Penyusutan Biaya garasi dan pajak Bunga modal dan asuransi Biaya tetap per tahun Total Biaya Tetap/jam Biaya Tidak Tetap Bahan Bakar. (l/jam) Harga BBM, bensin Biaya BBM, bensin Pelumas ( l/jam) Harga Pelumas/l Biaya Pelumas Jumlah operator Operator/hari Upah Operator/thn Upah Operator/jam Biaya perbaikan dan Pemeliharaan Total Biaya Tidak tetap
III
Total Biaya Operasi Total Biaya Operasi Kapasitas Kerja Total Biaya Operasi per Ha
IV V
Unit
Nilai
Rp Hp Tahun 10% %/th jam hari jam Rp/th Rp/th Rp/th Rp/th Rp/jam
6 000 000.00 2.00 5.00 600 000.00 10.00 7.00 24.00 168.00 1 080 000.00 180 000.00 468 000.00 1 548 000.00 9 214.29
l/jam Rp/l Rp/jam l/jam Rp/l Rp/jam orang Rp/hari Rp/thn Rp/jam Rp/jam Rp/jam
0.98 4 500.00 4 428.02 0.01 15 000.00 120.00 1.00 35 000.00 840 000.00 5 000.00 648.00 10 196.02
Rp/jam Rp/th ha/jam Rp/ha
19 410.30 3 260 930.79 0.091 213 300.03
91
Lampiran 11. Proses pada sistem fuzzy logic dengan kombinasi rule secara bertahap masing-masing alat
92
93
Lampiran 12. Perintah pemrograman Fuzzy logic berdasarkan masing-masing alat [System] Name='HWn16e' Type='mamdani' Version=2.0 NumInputs=5 NumOutputs=1 NumRules=17 AndMethod='min' OrMethod='max' ImpMethod='min' AggMethod='max' DefuzzMethod='centroid' [Input1] Name='Efektivitas' Range=[61.87 79.19] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[54.94 61.87 67.64] MF2='Sedang':'trimf',[64.64 69.03 73.42] MF3='Baik':'trimf',[70.42 79.19 86.11] [Input2] Name='Jml_anakan' Range=[91.36 133.58] NumMFs=2 MF1='Sedikit':'trimf',[74.47 91.36 112.5] MF2='Banyak':'trimf',[109.47 133.6 150.5] [Input3] Name='Kap_kerja' Range=[0.02 0.12] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[-0.02 0.02 0.05] MF2='Sedang':'trimf',[0.03 0.055 0.08] MF3='Baik':'trimf',[0.06 0.12 0.15] [Input4] Name='Beban_kerja' Range=[0.32 2.32] NumMFs=3 MF1='Ringan':'trimf',[-0.48 0.32 0.98] MF2='Sedang':'trimf',[0.68 1.17 1.65] MF3='Berat':'trimf',[1.35 2.32 3.12] [Input5] Name='Biaya' Range=[1.3 2.2] NumMFs=3 MF1='Baik':'trimf',[0.9973 1.3 1.6] MF2='Sedang':'trimf',[1.4 1.65 1.9] MF3='Buruk':'trimf',[1.7 2.2 2.56] [Output1] Name='mutu' Range=[0 1] NumMFs=2
94
MF1='Buruk':'trimf',[-0.4 0 0.5] MF2='Baik':'trimf',[0.5 1 1.4] [Rules] 3 2 3 1 3 2 3 1 3 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 3 2 1 1 3 2 1 2 2 3 1 2 3 3 1 1 3 3 2 1 3 2 2 3 1 2 1 2 3 1 2 2 2 1 1 1 3 1 1 2 3 1 1 1 2 1 2 3 3
1, 3, 2, 1, 2, 3, 1, 3, 2, 3, 2, 1, 2, 3, 2, 1, 3,
2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1
(1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1)
: : : : : : : : : : : : : : : : :
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
[System] Name='IWn10e' Type='mamdani' Version=2.0 NumInputs=5 NumOutputs=1 NumRules=11 AndMethod='min' OrMethod='max' ImpMethod='min' AggMethod='max' DefuzzMethod='centroid' [Input1] Name='Efektivitas' Range=[61.87 79.19] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[54.94 61.87 67.64] MF2='Sedang':'trimf',[64.64 69.03 73.42] MF3='Baik':'trimf',[70.42 79.19 86.11] [Input2] Name='Jml_anakan' Range=[91.36 133.58] NumMFs=2 MF1='Sedikit':'trimf',[74.47 91.36 112.5] MF2='Banyak':'trimf',[109.47 133.6 150.5] [Input3] Name='Kap_kerja' Range=[0.02 0.12] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[-0.02 0.02 0.05] MF2='Sedang':'trimf',[0.03 0.055 0.08] MF3='Baik':'trimf',[0.06 0.12 0.15]
95
[Input4] Name='Beban_kerja' Range=[0.32 2.32] NumMFs=3 MF1='Ringan':'trimf',[-0.48 0.32 0.98] MF2='Sedang':'trimf',[0.68 1.17 1.65] MF3='Berat':'trimf',[1.35 2.32 3.12] [Input5] Name='Biaya' Range=[1.3 2.2] NumMFs=3 MF1='Baik':'trimf',[0.9973 1.3 1.6] MF2='Sedang':'trimf',[1.4 1.65 1.9] MF3='Buruk':'trimf',[1.7 2.2 2.56] [Output1] Name='mutu' Range=[0 1] NumMFs=2 MF1='Buruk':'trimf',[-0.4 0 0.5] MF2='Baik':'trimf',[0.5 1 1.4] [Rules] 3 2 3 1 3 2 3 1 3 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 3 2 1 1 3 2 1 2 2 3 1 2 3 3 1 1 3 3 2 1 3 2 2 3 1
1, 3, 2, 1, 2, 3, 1, 3, 2, 3, 2,
2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2
(1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1)
: : : : : : : : : : :
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
[System] Name='JWn7e' Type='mamdani' Version=2.0 NumInputs=5 NumOutputs=1 NumRules=8 AndMethod='min' OrMethod='max' ImpMethod='min' AggMethod='max' DefuzzMethod='centroid' [Input1] Name='Efektivitas' Range=[61.87 79.19] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[55 61.87 67.64] MF2='Sedang':'trimf',[64.64 69.03 73.42] MF3='Baik':'trimf',[70.42 79.19 86.11]
96
[Input2] Name='Jml_anakan' Range=[91.36 133.58] NumMFs=2 MF1='Sedikit':'trimf',[74.47 91.36 112.5] MF2='Banyak':'trimf',[109.47 133.6 150.5] [Input3] Name='Kap_kerja' Range=[0.02 0.12] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[-0.02 0.02 0.05] MF2='Sedang':'trimf',[0.03 0.055 0.08] MF3='Baik':'trimf',[0.06 0.12 0.15] [Input4] Name='Beban_kerja' Range=[0.32 2.32] NumMFs=3 MF1='Ringan':'trimf',[-0.48 0.32 0.98] MF2='Sedang':'trimf',[0.68 1.17 1.65] MF3='Berat':'trimf',[1.35 2.32 3.12] [Input5] Name='Biaya' Range=[1.3 2.2] NumMFs=3 MF1='Baik':'trimf',[0.9973 1.3 1.6] MF2='Sedang':'trimf',[1.4 1.65 1.9] MF3='Buruk':'trimf',[1.7 2.2 2.56] [Output1] Name='mutu' Range=[0 1] NumMFs=2 MF1='Buruk':'trimf',[-0.4 0 0.5] MF2='Baik':'trimf',[0.5 1 1.4] [Rules] 3 2 3 1 3 2 3 1 3 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 3 2 1 1 3 2 1 2 2 3 1 2 3
1, 3, 2, 1, 2, 3, 1, 3,
2 2 2 2 1 1 2 1
(1) (1) (1) (1) (1) (1) (1) (1)
[System] Name='PWn3e' Type='mamdani' Version=2.0 NumInputs=5 NumOutputs=1 NumRules=4 AndMethod='min'
: : : : : : : :
2 2 2 2 2 2 2 2
97
OrMethod='max' ImpMethod='min' AggMethod='max' DefuzzMethod='centroid' [Input1] Name='Efektivitas' Range=[61.87 79.19] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[54.94 61.87 67.64] MF2='Sedang':'trimf',[64.64 69.03 73.42] MF3='Baik':'trimf',[70.42 79.19 86.11] [Input2] Name='Jml_anakan' Range=[91.36 133.58] NumMFs=2 MF1='Sedikit':'trimf',[74.47 91.36 112.5] MF2='Banyak':'trimf',[109.47 133.6 150.5] [Input3] Name='Kap_kerja' Range=[0.02 0.12] NumMFs=3 MF1='Buruk':'trimf',[-0.02 0.02 0.05] MF2='Sedang':'trimf',[0.03 0.055 0.08] MF3='Baik':'trimf',[0.06 0.12 0.15] [Input4] Name='Beban_kerja' Range=[0.32 2.32] NumMFs=3 MF1='Ringan':'trimf',[-0.48 0.32 0.98] MF2='Sedang':'trimf',[0.68 1.17 1.65] MF3='Berat':'trimf',[1.35 2.32 3.12] [Input5] Name='Biaya' Range=[1.3 2.2] NumMFs=3 MF1='Baik':'trimf',[0.9973 1.3 1.6] MF2='Sedang':'trimf',[1.4 1.65 1.9] MF3='Buruk':'trimf',[1.7 2.2 2.56] [Output1] Name='mutu' Range=[0 1] NumMFs=2 MF1='Buruk':'trimf',[-0.4 0 0.5] MF2='Baik':'trimf',[0.5 1 1.4] [Rules] 3 2 3 1 3 2 3 1 3 2 2 2 2 2 2 1
1, 3, 2, 1,
2 2 2 2
(1) (1) (1) (1)
: : : :
2 2 2 2
98
Lampiran 13. Spesifikasi alat penyiang mekanis (Power weeder)
99
Didedikasikan/dipersembahkan untuk Bapak tercinta Alm. Letkol (Purn) Subali, S.H, M.Hum yang semasa hidupnya senantiasa mendampingi penulis hingga dapat menyelesaikan sekolah pascasarjana dan Ibunda tercinta Lestari Ningsih yang selalu memberikan doa restunya. Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan kesehatan.
100
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S