ISBN: 978-979-98438-8-3
KAJIAN PEMASARAN SAYURAN DI SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) WILAYAH JAWA TENGAH DITINJAU DARI STRUKTUR PERILAKU KINERJA1 Yuliawati, Georgius Hartono Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Marketing remains a classic problem in the development of vegetables agribusiness. This study aimed to describe the marketing of vegetables in the STA in terms of structure, conduct and performance of the market . The method used is descriptive - explorative. Data were collected by survey method. The total sample of 82, consisting of 70 respondents vegetable farmer who determined purposive sampling and 12 respondents traders are determined by convenience sampling from the three study sites STA Sewukan , STA Jetis and STA Ngablak. Descriptive data were analyzed quantitatively. The results showed that the market structure is oligopolistic differentiated. Market behavior is still inadequate, especially in the process of buying and selling vegetables without a grading, determining the price is more dominated by traders and trade relations between vegetable farmers by traders as the customer has not been much going on. Market performance has been relatively good with a level that is relatively low margin market and the share of the relatively high farmer profits traders can be obtained relatively high. Keywords: Sub Terminal Agribusiness, structure conduct and performance of markets, differentiated oligopoly, vegetables
PENDAHULUAN Dalam pengembangan agribisnis hortikultura, permasalahan klasik yang masih saja muncul adalah pemasaran. Masalah ini timbul karena banyaknya pihak yang terlibat dalam rantai pemasaran serta struktur pasar yang tidak sempurna. Pemerintah telah berupaya keras untuk menangani permasalahan tersebut, antara lain dengan menumbuhkan lembaga-lembaga pemasaran seperti Sub Terminal Agribisnis (STA) yang bertujuan: (1) meningkatkan nilai tambah, (2) sarana informasi pasar dan pertanian, (3) sumber Pendapatan Asli Daerah dan pengembangan akses pasar. Jika tujuan tersebut dapat dicapai, diharapkan tingkat pendapatan petani akan meningkat. Sampai dengan tahun 2011, sudah ada sekitar 35 STA di Indonesia. Berbagai kajian menunjukkan peran STA belum optimal memperbaiki pendapatan petani (Musanif, 2004; Cemsed, 2008; Sayaka, dkk, 2008). Bahkan di provinsi Jawa Tengah, dari tujuh STA yang ada (Sewukan, Ngablak, Karangpandan, Jetis, Kutabawa, Jalabatingkas, Krendetan), STA Karangpandan berada dalam kondisi “mangkrak” dan mulai tahun 2012 akan dialihfungsikan untuk pusat oleh-oleh. Nampaknya, dorongan dari konsep otonomisasi dan desentralisasi pembangunan serta adanya pencapaian target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari kegiatan STA cenderung lebih mengemuka, terutama dalam mendorong pembangunan sarana dan prasarana fisik STA terlebih dahulu dibandingkan dengan pembentukan sistem dan kinerja dari permasalahanpermasalahan pemasaran yang akan ditangani lebih lanjut melalui STA tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perspektif pemasaran sayuran yang terjadi di STA Jawa Tengah ditinjau dari struktur (structure/S), perilaku (conduct/C) dan kinerjanya 1
Disampaikan pada Seminar Nasional “Menuju Masyarakat Madani dan Lestari” yang diselenggarakan oleh DP2M UII pada 18 Desember 2013 di Auditorium Perpustakaan Pusat Lt 2. Gedung Mohammad Hatta Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia, Jl. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta
135
Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
(performance/P). Dengan tinjauan tiga aspek ini dapat dilihat ketidak sempurnaan pasar suatu STA beserta kekurangan-kekurangannya, sehingga dapat disusun suatu kebijakan yang dapat dipakai sebagai dasar penyempurnaan STA menjadi lebih baik. METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk deskriptif - eksploratif yang mencoba mendapat gambaran dan informasi mengenai perspektif pemasaran sayuran yang terjadi di STA ditinjau dari SCP. Subyek penelitian adalah pelaku usaha (petani, pedagang) pemanfaat dan bukan pemanfaat STA. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda survey. Data primer diperoleh dengan mewawancarai secara terstruktur sampel petani dan pedagang menggunakan kuesioner yang sudah disiapkan. Untuk melengkapi informasi yang diperlukan dilakukan pengecekan silang (cross check) dengan cara wawancara mendalam kepada pengelola STA dan pemerintah kabupaten selaku pembuat kebijakan. Sampel wilayah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu tiga STA teraktif di wilayah Jawa Tengah, yaitu STA Sewukan di kecamatan Dukun kabupaten Magelang, STA Ngablak di kecamatan Ngablak kabupaten Magelang dan STA Jetis di kecamatan Bandungan kabupaten Semarang. Sampel pedagang setiap STA diambil empat yang ditentukan/dan sampel petani diambil 70 petani sayur yang ditentukan secara purposive. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Analisis struktur pasar meliputi: jumlah pemeran pasar, heterogenitas sayuran yang diperdagangkan, hambatan keluar-masuk STA dan penguasaan informasi pemeran pasar. Untuk perilaku pasar yang dianalisis meliputi proses penjualan dan pembelian sayuran, lembaga penentu harga, sistem pembayaran, kerjasama yang terjalin antar petani dan lembaga pemasaran, dan pelaksanaan fungsi pemasaran. Kinerja pasar yang dianalisis meliputi margin pemasaran, biaya pemasaran, keuntungan pedagang dan bagian pendapatan yang diterima petani sayur. HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Pasar Jumlah Pembeli dan Penjual Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa pemeran pasar dalam pemasaran sayuran di wilayah penelitian ada tiga yang meliputi petani sayur, pedagang pengumpul desa dan pedagang besar dari tempat yang jauh seperti Semarang, Jogja, Solo, Kebumen, Jakarta. Petani sayur yang jumlahnya cukup banyak, sebagian lebih memilih untuk menjual langsung ke pedagang besar di STA dan sebagian lebih memilih menjual hasil usahataninya kepada pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul desa ini kemudian menjual ke pedagang besar di STA. Dengan demikian saluran pemasaran sayuran dari petani sampai pedagang besar di STA dapat dirumuskan secara sederhana seperti terlihat dalam gambar 1.
Petani sayur
Pedagang pengumpul
Pedagang besar
Gambar 1. Saluran Pemasaran Sayuran di wilayah penelitian
Jumlah pedagang pengumpul yang menjual ke STA tidak terlalu banyak dan lebih banyak jumlah pedagang besar dari luar kota yang mencari dan membeli sayuran di STA, sehingga ketika pedagang pengumpul yang membawa sayuran dengan jumlah dan jenis yang relatif banyak ke STA, pedagang besar ini berebut untuk mendapatkan sayuran yang mereka bawa. Namun demikian, harga tidak beranjak naik karena pedagang besar ini sudah mempunyai patokan harga tersendiri 136
ISBN: 978-979-98438-8-3
berdasarkan informasi yang dimiliki dari STA lain. Berdasarkan jumlah pembeli dan penjual atau pemeran pasar ini, struktur pasar di STA adalah oligopoli. Heterogenitas sayuran yang dipasarkan Hasil observasi terhadap sayuran yang diperdagangkan di rumah pedagang pengumpul, tempat penampungan dan di STA menunjukkan bahwa jenis sayuran relatif heterogen. Adanya heterogenitas sayuran yang diperdagangkan ini terlihat juga dari adanya kegiatan petani dan pedagang yang melakukan sortasi terhadap produk tersebut dan juga melakukan grading. Sebenarnya secara keseluruhan petani di sekitar STA menanam sayuran yang cocok di desanya, namun karena tingkat teknologi yang diterapkan, pengetahuan, ketrampilan dan permodalan petani yang berbeda, maka sayuran yang dihasilkan juga akan berbeda kualitasnya atau menjadi heterogen. Berdasarakan keragaman kualitas sayuran yang diperdagangkan, maka struktur pasar yang terjadi adalah struktur pasar oligopoli terdiferensiasi. Petani akan selalu bisa menaikkan harga jual hasil sayurannya sejalan dengan kemampuan menghasilkan sayuran yang lebih berkualitas dengan perbaikan teknologi, peningkatan pengetahuan/ketrampilan dalam bercocok tanam dan peningkatan jumlah modal yang dipakai dalam berusahatani. Pengetahuan informasi pasar Informasi pasar yang dimiliki oleh pemeran pasar terbatas pada informasi jenis sayuran, harga, kuantitas dan kualitas. Dari tiga pemeran pasar yang paling banyak memiliki informasi pasar adalah pedagang besar dari luar daerah. Walaupun antar pedagang ini saling bersaing dalam memperoleh barang dan keuntungan, tetapi sebenarnya antar mereka juga saling menolong terutama dalam memberi informasi dan juga mendapatkan barang dagangan. Untuk saling memberikan informasi dan pesan barang dagangan tertentu, mereka menggunakan telepon genggam (handphone/HP). Pedagang yang sedang berada di STA Sewukan misalnya dapat minta informasi kepada temannya yang sedang berada di STA Jetis, bicara langsung (telpon), kirim pesan singkat (SMS) ataupun kirim pesan gambar/foto sayuran (MMS). Bila keadaan memungkinkan kadangkadang mereka juga bisa titip mencarikan barang sehingga antar pedagang tersebut bisa saling melengkapi dan memenuhi jumlah dan jenis sayuran yang mereka butuhkan untuk kemudian dijual lagi di daerah asal. Semisal, pedagang yang berada di STA Jetis dapat titip untuk dicarikan jenis sayuran tertentu kepada temannya yang sedang berada di STA Ngablak bila mereka bisa saling bertemu di satu tempat tertentu. Pedagang pengumpul desa memiliki informasi pasar yang relatif sedikit dibanding pedagang besar dari luar daerah. Informasi yang dimiliki adalah informasi yang diperoleh ketika sehari sebelumnya mereka menjual sayuran ke STA. Pedagang ini tidak bisa mendapat informasi banyak seperti yang terjadi pada pedagang besar karena memang tidak mempunyai hubungan dagang yang luas seperti halnya pedagang besar. Petani memiliki informasi pasar yang paling sedikit. Aktifitas utama petani adalah mengerjakan usaha taninya di lahan, sehingga mereka hampir tidak mengetahui apa yang terjadi di pasar. Secara terbatas mereka bisa saling berbagi informasi pasar dengan tetangga sebelah rumah, disamping itu untuk mendapatkan informasi, bila memungkinkan mereka terkadang juga pergi ke STA untuk melihat dan bertanya terutama tentang harga jual sayur yang terjadi hari itu (istilah setempat: ngindik harga), untuk kemudian mereka memutuskan untuk menjual sayuran ke STA atau tempat lain yang harganya lebih cocok. Yang lebih banyak terjadi adalah petani yang sama sekali tidak mempunyai informasi pasar, tetapi mereka langsung menjual sayurannya ke pedagang pengumpul ataupun pedagang besar di STA, yang dapat menyebabkan harga jual yang diterima petani tidak bisa maksimal. Mengingat ketidak seimbangan pemilikan informasi antar pemeran pasar ini, maka perlu kiranya dirancang sebuah sistem informasi misalnya setiap STA diwajibkan untuk menyiarkan 137
Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
informasi pasar lewat jaringan internet, yang dapat diakses secara mudah oleh pedagang besar, pedagang pengumpul dan petani, disertai dengan pelatihan untuk mengaksesnya, bila di tingkat petani masih terlalu sulit mungkin bisa lewat kelompok tani. Hambatan keluar masuk pasar Hambatan yang dimaksud adalah hambatan masuk bagi pedagang atau petani yang akan melakukan jual beli sayur di STA. Ada tiga hal yang dapat dikategorikan sebagai hambatan masuk ke STA. Hambatan pertama adalah adanya pungutan masuk bila seseorang akan menjual atau membeli produk di STA sesuai tarif seperti terlihat dalam tabel 1. Tabel 1. Jenis dan Tarif Pungutan di STA Sewukan
Jenis pungutan Karcis masuk truk Karcis masuk Colt Karcis masuk Sepeda Motor Karcis pedagang kaki lima dan perorangan Iuran wajib kios Iuran wajib Los
Tarif (Rp) 5.000 4.000 1.000 500 10.000 5.000
Keterangan tiap masuk tiap masuk tiap masuk tiap hari tiap bulan tiap bulan
Hambatan kedua adalah kartu anggota. Setiap pedagang yang akan menjual dan atau membeli sayuran di STA diwajibkan memiliki kartu anggota. Dengan demikian tidak semua pedagang bisa dengan bebas keluar masuk sebuah STA untuk menjual atau membeli produk yang diperdagangkan di sana. Hambatan ke tiga adalah adanya larangan untuk memasukkan jenis sayuran tertentu yang sudah dihasilkan oleh petani setempat dalam jumlah besar. Karena hal ini akan menekan harga jual yang diterima petani. Menurut pengelola STA Sewukan pernah terjadi ada pedagang besar membawa wortel satu kontainer masuk ke STA, waktu itu terjadinya bersamaan dengan kelangkaan wortel lokal sehingga harga wortel meningkat tajam, karena ada perhatian dari pengelola STA akhirnya wortel tersebut tidak jadi masuk ke STA Sewukan. Hambatan berupa kartu anggota dirasa perlu untuk diteruskan. Hambatan yang berupa retribusi tampak masih relatif rendah, dan bila mana masih diperlukan untuk perbaikan STA dan sistem pengelolaan masih bisa ditingkatkan. Hambatan yang perlu sekali dipertahankan adalah hambatan-hambatan yang diperlukan untuk mempertahankan atau bahkan memperbaiki kondisi perdagangan, seperti masuknya sayuran dari daerah lain ke STA, padahal petani setempat juga menghasilkan produk tersebut. Perilaku Proses Jual Beli Sayuran Proses jual-beli sayurnya antara petani dan pedagang dilakukan dengan tiga cara, yaitu: jualbeli per satuan berdasarkan kualitas, jual-beli per satuan campuran, dan jual-beli borongan. Petani sayur banyak yang melakukan jual-beli hasil sayurnya dengan cara jual per satuan campuran yakni sebanyak 47 orang atau 67,14% dari seluruh sampel petani sedang yang menjual per satuan berdasarkan kualitas sebanyak 20 orang atau 28,57%. Data distribusi petani sampel menurut cara penjualan sayurnya dapat diikuti dalam tabel 2. Untuk pedagang, cara membeli sayurannya sering memilih lebih dari satu cara. Pedagang yang memilih cara beli per satuan berdasar kualitas ada 8 orang dari 10 orang sampel pedagang yang memberi jawaban atau 80% dan yang memilih cara beli per satuan campuran sebanyak lima orang dari enam orang yang memberi jawaban atau 83,33%. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 3. 138
ISBN: 978-979-98438-8-3
Tabel 2. Distribusi responden petani menurut cara penjualan produk
Jumlah petani (jiwa) (%) 20 28,57 47 67,14 3 4,29 70 100,00
Cara penjualan 1. Dijual per satuan berdasarkan kualitas 2 .Dijual per satuan campuran 3. Dijual borongan di lahan pada saat siap panen Jumlah
Sumber: Data diolah (2013) Tabel 3. Distribusi responden pedagang menurut cara pembelian sayuran dari petani
menjawab (jiwa) 10 6 5
Cara pembelian sayuran 1. Dibeli per satuan berdasarkan kualitas 2. Dibeli per satuan campuran 3. Dibeli borongan di lahan pada saat siap panen
Jumlah pedagang (jiwa) (%) 8 80,00 5 83,33 1 20,00
Sumber: Data diolah (2013) Dari ke tiga cara pembelian atau penjualan produk, yang terbaik adalah cara pembelian/penjualan per satuan berdasarkan kualitas. Dengan cara ini petani sayur akan bisa mendapatkan harga jual sesuai dengan kualitas sayuran yang dihasilkan dan pedagang akan mendapatkan barang dagangannya sesuai kualitas yanag diinginkan. Disamping itu cara ini akan meminimalisir terjadinya konflik antar mereka. Degan demikian cara-cara melaksanakan standarisasi dan grading perlu dipahami oleh petani sayur dan pedagang. Lembaga penentu harga Berdasarkan data dari lapang, ada tiga mekanisme penetapan harga jual yang terjadi yaitu dilakukan sepihak oleh pembeli yang dialami oleh 41 petani atau 58,57%, ditetapkan bersama dengan memperhatikan fluktuasi yang dialami oleh 16 orang atau 22,86% dan penetapan bersama tanpa memperhatikan fluktuasi yang dialami 30 petani atau 42,86%. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 4. Harga jual sayur yang diterima petani merupakan salah satu unsur yang sangat penting yang akan mempengaruhi pendapatan petani dari usahataninya, disamping tingkat produksi dan harga sarana produksi. Sama halnya dengan petani, pedagang juga memperhatikan harga beli, dan pedagang berkepentingan dengan harga beli yang rendah. Karena kedua pihak ini sama-sama berkepentingan dengan harga, maka mekanisme penetapan harga perlu mendapat perhatian. Penetapan harga yang dilakukan secara sepihak oleh pedagang adalah tidak adil karena kepentingan petani kurang mendapat perhatian. Petani bisa merasa sangat dirugikan karena harga yang terjadi bisa tidak seimbang dengan biaya produksi yang dikeluarkan, dan petani tidak bisa mengelak karena produk sayuran kualitasnya cepat menurun, sehingga terpaksa petani harus segera menjualnya berapapun harga jual yang akan diterima. Dengan memperhatikan jumlah petani yang mengalami penetapan harga secara sepihak oleh pembelinya, maka masih dipandang perlu untuk melakukan advokasi terhadap petani. Tabel 4. Distribusi Sampel Petani Menurut Mekanisme Penetapan Harga yang terjadi
Mekanisme Penetapan Harga 1. Ditetapkan secara sepihak oleh pembeli 2. Ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama tanpa memperhitungkan fluktuasi harga yang terjadi di pasar 139
menjawab (jiwa) 70 70
Respon Petani (jiwa) (%) 41 58,57 16 22,86
Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
Mekanisme Penetapan Harga 3. Ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama dan memperhitungakan fluktuasi harga yang terjadi di pasar Sumber: Data diolah (2013)
menjawab (jiwa) 70
Respon Petani (jiwa) (%) 30 42,86
Sistem Pembayaran Petani menerima pembayaran sayuran yang dijual dengan berbagai macam cara yaitu: cara tunai, cara bayar kemudian dan campuran. Yang paling banyak terjadi adalah petani menerima pembayaran dengan cara tunai yakni sebanyak 61 orang atau sebanyak 87,14%, yang menerima bayar kemudian sebanyak 7 orang atau 10% dan campuran sebanyak 2 orang atau 2,86%. Datanya dapat diikuti dalam tabel 5. Pembayaran dengan cara tunai adalah petani akan langsung mendapat uangnya ketika menyerahkan sayurannya kepada pedagang, sedang cara pembayaran kemudian adalah saat pedagang menerima sayuran dari petani, pedagang tidak langsung membayarnya, tetapi masih menunggu setelah sayuran itu laku, yang biasanya memakan waktu satu atau dua hari berikutnya. Sebenarnya selisih waktu antara penyerahan barang dengan penyerahan uang pada cara bayar kemudian tidak terlalu lama, namun masih juga menimbulkan risiko seperti risiko tidak terbayar karena administrasi pedagang di lapangan yang tidak terlalu bagus, ataupun timbulnya kesulitan bagi petani yang memerlukan uang sangat mendesak untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan. Sehingga cara pembayaran ini sebaiknya diubah menjadi cara pembayaran tunai. Tabel 5. Distribusi sampel petani menurut cara pembayaran yang diterima
Respon petani
Cara pembayaran
(jiwa) 61 7 2 70
Tunai Bayar kemudian Campuran Jumlah
(%) 87,14 10,00 2,86 100,00
Sumber: Data diolah (2013) Kerjasama yang Terjalin antar Petani dan Lembaga Pemasaran Dilihat dari bentuk hubungan yang terjalin dengan pembeli, ada beberapa petani sayur yang menjual produknya kepada pembeli yang relatif tetap, sehingga terbentuk hubungan pelanggan, tetapi lebih banyak yang menjual produknya kepada pembeli bebas. Dari 70 responden yang diambil, ada 48 orang yang menjual produknya kepada pedagang pengumpul, 31 orang menjual produknya ke pada pedagang besar dan satu orang menjual produknya ke supermarket. Bentuk hubungan yang terjalin antara petani dengan pedagang pengumpul adalah pembeli bebas sebanyak 37 atau 77,08% dan pembeli berlangganan sebanyak 11 orang atau sebesar 22,92 %. Bentuk hubungan antara petani dengan pedagang besar adalah pembeli bebas sebanyak 23 orang atau 74,19% dan pembeli berlangganan sebanyak 8 orang atau sebesar 25,81%. Data tentang pembeli dan bentuk hubungan yang terjalin antara petani dengan pembeli selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 6. Pedagang pengumpul desa umumnya membeli sayuran di rumah, dan kemudian menjualnya ke pedagang besar di STA. Pedagang pengumpul semacam ini terdapat di STA Sewukan dan STA Jetis. Pedagang pengumpul yang aktif di STA Ngablak umumnya membeli sayuran dari petani di rumah, dan kemudian menjualnya kepada pedagang besar juga di rumahnya. Pedagang besar yang aktif di wilayah penelitian berasal dari berbagai kota yang dekat maupun yang jauh seperti Semarang, Solo, Kebumen, Jogja, Cirebon dan Jakarta. Untuk mencari produk, mereka 140
ISBN: 978-979-98438-8-3
mengunjungi satu demi satu STA yang relatif berdekatan seperti Pasar Cepogo, STA Jetis, STA Sewukan dan STA Ngablak, sampai mereka menganggap bahwa sayuran yang mereka cari sudah diperoleh, untuk dijual lagi kepada pedagang pengecer di kota tujuan. Tabel 6 Distribusi responden petani menurut hubungannya dengan pembeli
Jenis pembeli Pedagang pengumpul Pedagang besar Supermarket/hipermarket Sumber: Data diolah (2013)
menjawab 48 31 1
Bentuk hubungan pembeli bebas Berlangganan (jiwa) (%) (Jiwa) (%) 37 77,08 11 22,92 23 74,19 8 25,81 1 100,00 0 0,00
Hubungan petani dengan pedagang dalam jual beli produk yang baik adalah hubungan berlangganan. Bila hubungan semacam ini terjadi menunjukkan bahwa antara kedua pihak samasama merasa puas dalam jual beli. Petani sayur tidak usah terlalu repot mencari pembeli ketika mau menjual sayur hasil ladangnya, sehingga terjadi efisien waktu. Sama halnya pedagang juga sudah tidak perlu mengorbankan waktu ketika mencari barang dagangannya, sehingga juga akan terjadi efisiensi waktu belanja. Pelaksanaan Fungsi Pemasaran Secara umum fungsi pemasaran sayuran dipilah menjadi tiga yaitu fungsi transaksi, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi transaksi meliputi kegiatan penjualan dan pembelian. Fungsi pembelian dilakukan oleh pedagang untuk memperoleh barang dagangannya yang diperkirakan akan laku di daerahnya. Jumlah dan jenis sayuran yang dibeli tidak direncanakan secara detil, tetapi lebih didasarkan pada kebiasaan setiap harianya, apa yang ada di STA dan apa yang dibutuhkan di daerah asalnya. Untuk mendapatkan barang yang dibeli, kadang-kadang pedagang mendatangi lebih dari satu STA sampai diperoleh barang yang dicarinya. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh petani sayur memiliki beragam cara. Sebagian petani menjual ke pedagang pengumpul setempat dengan membawa sayurannya ke rumah pedagang pengumpul, bila jaraknya tidak terlalu jauh. Dengan cara ini antar mereka dapat melakukan tawar menawar harga. Sebagian petani lainnya yang juga menjual ke pedagang pengumpul hanya memberi tahukan bahwa dia akan menjual sayuran dan meminta agar sayuran tersebut diambil di tempat tertentu (dapat di lahannya ataupun di pinggir jalan yang akan dilalui pedagang pengumpul tersebut ketika akan menjual sayuran ke STA). Dengan cara ini harga sayuran akan ditentukan kemudian setelah pedagang pengumpul berhasil menjual sayuran tersebut. Ada juga petani sayur yang menjual sayurannya ke pedagang pengumpul setempat dengan mengantar sayurannya ke tempat penampungan yang disediakan oleh pedagang, kemudian pedagang besar mengambil sayuran tersebut dan menentukan harganya. Di hari berikutnya petani sayur baru mendapatkan bayaran yang ditetapkan sepihak oleh pedagang besar. Banyak juga petani yang menjual sayurannya ke pedagang besar yang berada di STA. Fungsi fisik lebih tepatnya kegiatan pasca panen yang dilakukan petani sayur meliputi: sortasi, grading, penyimpanan dan pengemasan. Petani yang melakukan sortasi sebanyak 52 orang atau 75,71 %. Kegiatan ini dapat dilakukan di lahan, di rumah ataupun di tempat penjualan produk (STA dan rumah pedagang pengumpul). Kegiatan grading dilakukan oleh 15 petani atau sebanyak 21,43%. Grading dilakukan secara sederhana oleh petani, berdasarakan kebiasaan yang standarnya sudah disetujui oleh pedagang. Standarisasi resmi yang berlaku umum untuk perdagangan sayuran di wilayah penelitian tidak ada. Kegiatan penyimpanan dilakukan oleh enam orang petani atau 8,57%. Kegiatan penyimpanan ini tentunya tidak ditujukan untuk jangka lama atau menanti harga 141
Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
baik, tetapi dilakukan sehari/dua hari karena petaninya memang belum siap menjual. Penyimpanan dengan pendinginan yang menggunakan peralatan modern dirasa belum perlu dilakukan untuk perdagangan sayuran antar daerah, karena produknya memang segera laku terjual, dan biaya pendinginan juga sangat mahal. Peralatan pendinginan modern yang disediakan di STA Jetis saat ini menjadi mangkrak tidak terpakai dan rusak. Kegiatan pengemasan dilakukan secara sederhana oleh petani, dengan menata sayurannya ke dalam keranjang ataupun karung yang disediakan di STA ataupun di rumah pedagang pengumpul. Data selengkapnya tentang distribusi responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan dapat diikuti dalam tabel 7 Tabel 7 Distribusi responden menurut kegiatan pasca panen yang dilakukan
respon petani
Uraian (jiwa) 52 15 6 0 5
Sortasi Grading Penyimpanan tanpa pendingin Penyimpanan dengan pendingin Lainnya (pengemasan)
(%) 75,71 21,43 8,57 0,00 7,14
Sumber: Data diolah (2013) Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh petani sayur hampir-hampir tidak ada. Beberapa petani yang tempat tinggalnya tidak terlalu jauh dari STA mencoba mencari informasi harga di STA (ngindik harga), untuk kemudian dia memutuskan apakah akan menjual sayurannya ke STA terdekat atau ke tempat lain. Lain halnya dengan pelaksanaan fungsi informasi yang dilakukan oleh pedagang besar. Mereka dapat saling memberi dan menerima informasi yang diperlukan antar teman terdekatnya tentang berbagai hal seperti harga produk, ketersediaan produk, kualitas dan jenis-jenis produk yang diperdagangkan di pasar eceran ataupun STA-STA lain yang belum dikunjungi. Dengan demikian dalam merencanakan kegiatannya bisa menjadi lebih mantap. Kinerja Marjin Pemasaran Bagi pedagang, harga beli sayuran dagangannya lebih tertuju pada kemudahan untuk memperoleh barang dagangan. Makin tinggi harga beli yang dibayarkan akan makin mudah dia memperoleh barang dagangan. Sedangkan harga jual lebih tertuju pada kesulitan untuk menjual barang dagangannya. Makin tinggi harga jual yang diterima, makin sulit dia menjual barang dagangannya. Dalam kaitannya dengan keuntungan pedagang, lebih ditentukan oleh margin pemasaran, yakni selisih harga beli dengan harga jual, serta biaya pemasaran. Data lapangan menunjukkan bahwa margin pemasaran untuk komoditas dominan dalam nilai nominal tertinggi mencapai Rp 1000,00/kg yang terjadi pada sayuran tomat dan cabe dan terendah sebesar Rp 250,00/kg yang terjadi pada sayuran buncis. Nilai margin dalam persentase, yang tertinggi sebesar 33,33% yang terjadi pada sayuran tomat dan terendah sebesar 5,88% yang terjadi pada sayuran cabe. Data selengkapnya dapat diikuti dalam tabel 8. Tabel 8. Rerata margin pemasaran komoditas dominan yang dipasarkan pedagang
Jenis komoditas Buncis Cabe Kubis Tomat
Rerata harga beli (Rp) 1.750,00 17.000,00 1.228,00 3.000,00
Rerata harga jual (Rp) 2.000,00 18.000,00 1.585,00 4.000,00
Sumber: Data diolah (2013)
142
Rerata margin (Rp) (%) 250,00 14,29 1.000,00 5,88 357,00 29,07 1.000,00 33,33
ISBN: 978-979-98438-8-3
Keuntungan Lembaga Pemasaran Biaya pemasaran sayuran antara lain dipakai untuk kegiatan: pengangkutan, penimbangan, sortasi, pengemasan, dan bongkar/muat. Untuk kegiatan penimbangan, sortasi, pengemasan dan bongkar muat besarnya biaya relative sama, sedang untuk kegiatan transportasi, besaranya tergantung pada jarak tempuh dari daerah produsen (petani sayur) sampai (STA) dan dari STA ke tempat konsumen akhir. Semakin jauh jarak tempuh, akan semakin tinggi biaya tranportasinya dan menyebabkan biaya pemasaran secara keseluruhan semakin besar. Dan seperti telah diuraikan ada dua jenis sayuran yang diperdagangkan di STA yang diteliti didatangkan dari luar daerah yakni kobis dan kentang, yang didatangkan dari Dieng. Kedua jenis sayuran tersebut bersama dengan sayuran lainnya akan dibawa ke temapat konsumen akhir seperti: semarang, Kebumen, Solo, Salatiga, Joga, Cirebon dan Jakarta. Dengan demikian biaya pemasaran akan bervariasi antar komoditas. Biaya tertinggi terjadi pada sayuran cabe yang mencapai Rp 750/kg dan yang terendah terjadi pada sayuran buncis sebesar Rp 100/kg. Dari kegiatannya pedagang akan memperoleh keuntungan, yang merupakan selisih margin dengan biaya pemasaran. Dalam tabel 9, dari segi nominal keuntungan tertinggi terjadi pada sayuran tomat yang mencapai Rp 500/kg dan yang terendah terjadi pada sayuran buncis sebesar Rp 150/kg, sedang dari segi persentase biaya, laba tertinggi terjadi untuk sayuran buncis sebesar 150% dan terendah pada sayuran cabe sebesar 33,33% Tabel 9. Rerata laba pedagang dari komoditas dominan yang ditangani
Jenis Komoditas Buncis Cabe Kubis Tomat
Rerata margin (Rp) 250,00 1.000,00 357,00 1,000,00
Rerata biaya (Rp) 100,00 750,00 178,00 500,00
Rerata laba pedagang (Rp) (%) 150,00 150,00 250,00 33,33 179,00 100,56 500,00 100,00
Sumber: Data diolah (2013) Bagian yang Diterima oleh Petani (Farmer Share) Produk sayuran mempunyai tiga sifat yang akan mempengaruhi besarnya farmer share yaitu bersifat memakan tempat (bulky), kualitasnya cepat menurun (perishable) dan musiman. Sifat bulky mempengaruhi besaran biaya penanganan fisik, penurunan kualitas mempengaruhi tingkat kerusakan dan sifat musiman mempengaruhi biaya penyimpanan. Ketiga sifat tersebut untuk produk sayuran yang diperdagangkan di STA relatif sama, sehingga bagian yang diterima petani juga relatif sama. Dalam tabel 10 terlihat bahwa dari empat komoditas dominan yang diperdagangkan, bagian yang diterima petani tertinggi terjadi pada sayuran cabe sebesar 94,44% dan terendah terjadi pada sayuran tomat sebesar 75%. Tabel 10. Rerata bagian yang diterima petani
Jenis komoditas Buncis Cabe Kubis Tomat
Rerata harga beli (Rp) 1.750,00 17.000,00 1.228,00 3.000,00
Rerata harga jual (Rp) 2.000,00 18.000,00 1.585,00 4.000,00
Sumber: Data diolah (2013)
143
Bagian yang diterima petani (%) 87,50 94,44 77,48 75,00
Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
KESIMPULAN Struktur pasar: 1. Struktur pasar yang terjadi dalam perdagangan sayuran di STA adalah struktur pasar oligopoli terdiferensiasi 2. Hambatan masuk pasar ada tiga dan masih perlu dipertahankan, yakni kartu anggota, tarif dan larangan memasukkan jenis sayuran dari daerah lain ke STA bila jenis sayuran tersebut dihasilkan oleh petani sekitar. 3. Penguasaan informasi berbeda antar pemeran pasar, terbanyak dimiliki oleh pedagang besar, dan paling sedikit dimiliki oleh petani sayur. Perlu dirancang sistem informasi yang dapat diakses oleh pemeran pasar dan STA perlu diwajibkan menggunggah informasi termaksud ke internet. Perilaku pemeran pasar: 1. Cara jual sayuran yang banyak dilakukan oleh petani adalah cara jual per satuan tanpa grading yang dilakukan oleh 67,47% petani. Perlu dilakukan pembinaan pada petani agar melakukan cara jual yang lebih baik yakni cara jual per satuan berdasarakan kualitas. 2. Masih terlalu banyak petani yang harga jual sayurannya ditetapkan secara sepihak oleh pedagang yang mecapai 58,57% petani. Perlu diupayakan aga posisi tawar petani dalam menjual sayuran dapat meningkat. 3. Cara pembayaran yang paling banyak terjadi adalah pembayaran tunai yang mencapai 87.14%. 4. Hubungan dagang berlangganan antara petani dengan pedagang masih jarang terjadi, yang hanya mencapai 22,92 dengan pengumpul dan 25,81% dengan pedagang besar 5. Pelaksanaan fungsi pemasaran yang dilakukan relatif sederhana, dan penyediaan fasilitas dengan teknologi tinggi seperti penyimpanan sayuran dengan pendingin belum perlu dilakukan. Kinerja pasar yang ditemukan untuk komoditas dominan kuantitas relatif baik. Pada kisaran margin pemasaran yang hanya mencapai 5,88% hingga 33,33% dari harga beli dan kisaran bagian yang diterima petani yang cukup tinggi yang mencapai 75% hingga 94,44% dari harga jual pedagang, keuntungan pedagang bisa mencapai kisaran antara 33,33% hingga 150% dari biaya pemasaran UCAPAN TERIMAKASIH Disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Ditlitabmas) Ditjen Dikti yang memfasilitasi pendanaan Penelitian Desentralisasi dengan skim Penelitian Hibah Bersaing TA 2013. DAFTAR PUSTAKA Anugerah IS, 2004. Pengembangan Sub Terminal Agribisnis (STA) dan Permasalahannya. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 22 No. 2, Desember 2004 : 102 – 112. Bosena, DT, F. Bekabil, G. Berhanu dan H.Dirk. 2011. Structure-Conduct-Performance of Cotton Market: The Case of Metema District, Ethiopia. Journal of Agriculture, Biotechnology & Ecology, 4(1), 1-12, 2011 ISSN: 2006-3938 Cemsed Fakultas Ekonomi UKSW dan Bank Indonesia, 2008. Pengembangan Pasar Lelang Sub Terminal Agribisnis Soropadan Provinsi Jawa Tengah (tidak dipublikasi). Darmawan DP dan IDG Raka Sarjana, 2006. Strategi Membangun Sinergi Antar Sub Terminal Agribisnis (STA) di Provinsi Bali. Makalah disampaikan pada Seminar Regional 144
ISBN: 978-979-98438-8-3
"Membangun Sinergi Kemitraan antar Unit Usaha Agribisnis", diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian, Universitas Warmadewa, Denpasar, 20 Desember 2006. Musanif, J. 2004. Pasar Dalam Negeri, Internasional, BPP dan Terminal Agribisnis. Sinar Tani, Edisi 26 Mei – 1 Juni 2004 No.3049 Tahun XXXIV. Sayaka, B., dkk, 2008. Pengembangan Kelembagaan Partnership dalam Pemasaran Komoditas Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Suranto 2008. Manajemen dan Tingkat Kepuasan Pedagang Pengguna Pada Sub Terminal Agribisnis Sewukan di Kabupaten Magelang. Tesis S2 Magister Agribisnis Universitas Diponegoro Semarang (tidak dipublikasi) Syafaat, Sudi M dan Simatupang P, 2003. Dinamika Indikator Ekonomi Makro Sektor Pertanian dan Kesejahteraan Petani dalam Analisis Kebijakan Pertanian 1(1), PSE, Bogor : 67-78.
145
Prosiding Seminar Nasional 2013 Menuju Masyarakat Madani dan Lestari
146