KAJIAN MORFOLOGI PENGGUNAAN BAHAN BIOMATERIAL HIDROKSIAPATIT:β-TRIKALSIUM FOSFAT PADA PROSES PERSEMBUHAN KERUSAKAN SEGMENTAL TULANG KELINCI
PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Morfologi Penggunaan bahan Hidroksiapatit:β-Trikalsium Fosfat pada Proses Persembuhan Segmental Tulang Kelinci adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Putu Jodie Kusuma Wijaya NIM B04100144
ABSTRAK PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA. Kajian Morfologi Penggunaan Bahan Biomaterial Hidroksiapatit:β-Trikalsium Fosfat pada Proses Persembuhan Kerusakan Segmental Tulang Kelinci. Dibimbing oleh SRIHADI AGUNGPRIYONO dan GUNANTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara morfologi proses persembuhan kerusakan segmental pada tulang kelinci yang diimplan dengan bahan biomaterial komposit hidroksiapatit-trikalsium Fosfat (HA:β-TKF) dengan perbandingan 70:30 dan 60:40. Enam kelinci putih New Zealand digunakan dalam penelitian ini. Campuran HA:β-TKF diimplantasikan pada bagian medial dari tulang tibia kanan, sementara bagian yang sama dari tibia kiri diperlakukan sebagai kontrol tanpa implan. Seluruh implan kemudian dipanen pada hari ke-30 pasca proses penanaman implan. Parameter pengamatan antara lain keadaan, bentuk dan tingkat degradasi implan, ikatan antara implan dengan tulang, pertumbuhan tulang baru ke dalam implan dan tanda-tanda reaksi inflamasi di sekitar implan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses persembuhan pada tulang kontrol berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tulang yang diberi perlakuan implan. Tidak terdapat perbedaan pada gambaran makroskopis persembuhan tulang yang diimplan dengan HA:β-TKF dengan komposisi 70:30 dan komposisi 60:40 tetapi terlihat perbedaan pada gambaran mikroskopis. Terdapat sejumlah osteosit pada tulang yang diimplan dengan komposisi 60:40 dan tidak terlihat osteosit pada tulang yang diimplan dengan kompisisi 70:30. Secara umum, setelah 30 hari implan HA:β-TKF menunjukkan tanda tanda biodegradabilitas, bioresorbabilitas, osteokonduktivitas dan sifat biokompatibilitas. Pengembangan implan tulang HA:β-TKF perlu dilakukan guna menemukan komposisi HA:β-TKF yang optimal. Kata kunci: beta-trikalsium, fosfat hidroksiapatit, implan tulang, persembuhan, tulang kelinci,
ABSTRACT PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA. Morphological Study on the Healing Process of Segmental Rabbit’s Bone Defect Implanted with Biomaterial Mixture of Hydroxyapatite:β-Tricalcium Phosphate. Supervised by SRIHADI AGUNGPRIYONO and GUNANTI. This study was conducted to examine the healing process of rabbit’s bone implanted with mixture of hydroxyapatite-tricalcium phosphate (HA:β-TCP) with mixture ratio of 70:30 and 60:40. Six New Zealand white rabbits were used in this study. Hydroxyapatite β-tricalcium phospate implanted in the medial part of the right tibia using surgical procedures, while the same part of the left tibia served as controls without implants. The samples of tibia were taken on 30 days after implantation. Parameters observed were the shape, the degradation rate of the implant, the implant bonds with the bone, new bone growth into the implant, and the signs of inflammatory reaction around the implant. The results of this study showed that the healing process in control samples was faster than bone treated with implant. There was no macroscopically morphological difference observed between the bones implanted with mixture of 70:30 and those with 60:40. But, there was difference observed microscopically. Osteocytes was observed in the bones implanted with mixture of 60:40 and there was no osteocytes observed in the bones implanted with mixture of 70:30. At day 30, the implant of HA:β-TCP showed potency of biodegradability, bioresorbability, osteoconductivity, and good biocompatibility for body. It is suggested that the next research of this mixture as bone implant is still needed to find the optimal composition. Keywords: beta-tricalcium phosphate, hydroxyapatite, rabbit bone
bone
implants,
healing
process,
KAJIAN MORFOLOGI PENGGUNAAN BAHAN BIOMATERIAL HIDROKSIAPATIT-TRIKALSIUM FOSFAT PADA PROSES PERSEMBUHAN KERUSAKAN SEGMENTAL TULANG KELINCI
PUTU JODIE KUSUMA WIJAYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kajian Morfologi Penggunaan Bahan Biomaterial Hidroksiapatit: β-Trikalsium Fosfat pada Kerusakan Segmental Tulang Kelinci Nama : Putu Jodie Kusuma Wijaya NIM : B04100144
Disetujui oleh
Prof Drh Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet (K)
Dr Drh Gunanti, MS
Pembimbing I
Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH-IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah histopatologi, dengan judul Kajian Morfologi Penggunaan Bahan Biomaterial Hidroksiapatit: βTrikalsium Fosfat pada Kerusakan Segmental Tulang Kelinci. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Drh Srihadi Agungpriyono, Ph.D, PAVet (K) selaku dosen pembimbing 1 dan Dr Drh Gunanti MSi selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan saran masukan serta memberi nasihat selama penelitian berlangsung.. Ucapan terima kasih penulis ucapkan juga kepada Drh. Riki Siswandi, MSi yang memberikan bantuan teknis dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih kepada para staf Laboratorium Histopatologi, Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Bedah dan Radiologi yang telah membantu kelancarannya penelitian. Tidak lupa kepada teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini yang telah banting tulang menyelesaikan pekerjaan dan penelitiannya masing masing. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
Putu Jodie Kusuma Wijaya B04100144
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE PENELITIAN
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
3
Tahap Persiapan dan Pemeliharaan Hewan Coba
3
Tahap Pengambilan Data dan Pembuatan Preparat Histopatologi
4
Pemeriksaan Histopatologi
5
Evaluasi Histopatologi Tulang
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci
6
Gambaran Mikroskopis Tulang Kelinci
7
SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12
RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5.
Kelinci putih New Zealand sebagai objek penelitian Gambaran makroskopis sayatan melintang tulang yang diimplan HATKF Gambaran mikroskopis tulang kontrol pada 30 hari pasca-operasi Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA-TKF 60:40 dengan perbesaran 40 kali Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA-TKF 70:30 dengan perbesaran 40 kali
4 7 8 10 10
DAFTAR TABEL 1. 2. 3.
Pembagian kelompok perlakuan Hasil pengamatan makroskopis terhadap tulang pada periode 30 hari Hasil pengamatan mikroskopis terhadap tulang pada periode 30 hari
4 6 7
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kehilangan serta kerusakan tulang yang substansial pada berbagai operasi seperti pengangkatan tumor tulang, pemasangan prosthesis persendian panggul dan kerusakan tulang lainnya semakin meningkatkan kebutuhan akan allograft tulang. Setiap tahunnya, ribuan orang menderita berbagai penyakit tulang yang diakibatkan oleh trauma, tumor, ataupun patah tulang. Kondisi ini bertambah parah dengan kurangnya pengganti tulang yang ideal (Murugan dan Ramakrishna 2004), sehingga dibutuhkan berbagai bahan sintetis untuk membatasi jumlah jaringan yang digunakan dalam allograft tulang. Secara komersil sudah tersedia bahan subtisusi tulang (contoh: Osteocel® Plus, Vitoss® Synthetic Cancellous Bone Filler, dan OrthoBlast® II) namun tidak ada satupun yang menjadi karya bangsa Indonesia. Bahan komersil tersebut masih dirahasiakan baik cara pembuatannya maupun jenis dan komposisi bahannya. Kelemahan lainnya dari bahan substitusi tulang komersil adalah harganya yang tinggi serta keterbatasan ketersediaan dan distribusi bahan ke berbagai tempat di Indonesia. Pengkajian terhadap potensi campuran hidroksiapatit (hydroxyapatite (HA)) perlu dilakukan baik secara mekanis, in vitro maupun in vivo sebagai bahan substitusi tulang untuk menutup kerusakan tulang maupun untuk dipergunakan dalam pemasangan implan tulang. Efek regenerasi tulang dengan menggunakan hidroksiapatit telah diteliti pada berbagai hewan coba. Percobaan pemasangan implan dengan menggunakan hidroksiapatit pertama kali diteliti pada hewan anjing dengan kerusakan tulang di bagian proksimal os tibia. Pada studi ini persembuhan tulang terjadi dengan baik, cepat dan tanpa efek samping (Karabatsos et al. 2001). Hidroksiapatit dapat ditemukan dalam tulang dan gigi manusia. Hidroksiapatit ini telah menjadi komponen yang lazim digunakan dalam mengisi kekosongan tulang akibat amputasi atau untuk mempromosikan pertumbuhan tulang pada pemasangan implan prosthesis. Dewasa ini, telah banyak ditemukan berbagai fase hidroksiapatit, penggunaannya sebagai bahan substitusi tulang dapat memberikan respon tubuh yang berbeda-beda. Banyak substitusi tulang yang menggunakan hidroksiapatit seperti pada penggantian sendi panggul, maupun implan gigi. Berbagai studi menyebutkan bahwa hidroksiapatit ini bersifat osteoinduktif dan menyokong osteointegrasi (Aoki 1991, Karabatsos et al. 2001, Hua et al. 2005). Penelitian ini menggunakan hidroksiapatit (HA) berbasis cangkang kulit telur ayam yang dikombinasikan dengan trikalsium fosfat (β-TKF) dengan rasio perbandingan antara HA dengan β-TKF 70:30 dan 60:40 yang kemudian ditanamkan pada bagian diafise proksimal sebelah medial dari os tibia kelinci. Perumusan Masalah Dengan latar belakang diatas, maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
2 1. Apakah ada perbedaan antara proses persembuhan tulang luka segmental kelinci yang diberi implan dengan yang tidak diberi implan? 2. Apakah bahan implan yang digunakan dapat diserap oleh tulang secara sempurna atau tidak? 3. Bagaimana efektivitas implan Hidroksiapatit dan beta-Trikalsium Fosfat dengan rasio 70:30 dan 60:40 dalam menginduksi proses persembuhan kerusakan tulang segmental?
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan pilihan semen tulang yang terbaik diantara dua komposisi kombinasi Hidroksiapatit (HA) dengan betaTrikalsium Fosfat (β-TKF) 70:30 dan 60:40 dalam persembuhan kerusakan segmental tulang pada kelinci sebagai hewan model untuk manusia. Dari penelitian ini diharapkan dapat menyimpulkan efektivitas dari bahan implan campuran HA:β-TKF dalam hal biokompatibilitas, osteoinduktif dan kestabilan mekanisnya.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah memberikan gambaran penggunaan HA:βTKF berbasis cangkang telur sebagai bahan implan untuk persembuhan pada kasus kerusakan tulang pada hewan dan manusia, selain itu dapat diketahui perbandingan antara implan dengan komposisi HA:β-TKF 70:30 (Implan 1) dan 60:40 (Implan 2) dalam mengiduksi proses persembuhan kerusakan segmental tulang kelinci.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bedah Eksperimental Bagian Bedah dan Radiologi, Laboratorium Histopatologi Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP) dan Laboratorium Anatomi, Histologi dan Embriologi Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi (AFF) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juli hingga November 2013. Hewan coba kelinci diaklimatisasi selama 10 hari, sejak kedatangan hingga mendapatkan perlakuan di kandang Unit Pengelola Hewan Laboratotium Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (UPHL FKH-IPB).
3 Alat dan Bahan Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 ekor kelinci putih New Zealand jantan, sehat, berumur 6 bulan dengan kisaran berat badan 2,5-3 kg. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah implan 1 (Ha:β-TKF 70:30) dan implan 2 (Ha:β-TKF 60:40), albendazol, induksi xylazine HCl 2%®, ketamine HCl 10%®, enrofluksasin dan flunixin. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, stetoskop, penlight, alat cukur, alat bedah minor, alat bedah orthopedik, perlengkapan operator dan asisten bedah, serta kamera digital. Pembuatan dan pengamatan preparat histopatologi antara lain: gergaji, BNF 10%, inkubator, tissue cassette, automatic tissue processor, shaker, mikrotom, pencetak parafin, gelas objek, gelas penutup, mikroskop OLYMPUS IX70® dan software Photo Tucsen.
Tahap Persiapan Bahan Implan Bahan implan dibuat oleh Departemen Fisika, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. Implan terbuat dari bahan Biphasic Calcium Phosphate (BCP). Biphasic Calcium Phosphate merupakan jenis kalsium yang mengandung dua fase yaitu Hidroksiapatit (HA) dan beta-Trikalsium fosfat (β-TKF). Perbandingan Hidroksiapatit (HA) dan beta-Trikalsium fosfat (β-TKF) adalah 70:30 dan 60:40. Pembuatan bahan implan melalui proses presipitasi dengan sumber kalsium dari hasil kalsinasi cangkang telur ayam. Bahan implan dibuat dalam bentuk pellet dengan diameter 1 mm. Bahan implan yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan alat sterilisator sinar UV.
Hewan Coba Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 6 ekor (enam ekor) kelinci putih ras New Zealand dewasa muda berumur 6 bulan dan memiliki kematangan tulang tidak lama setelah kematangan seksual (Gilsanz et al. 1988). Selama percobaan dilakukan, hewan dipelihara dalam lingkungan kandang yang memadai, dibawah pencahayaan dan temperature normal serta asupan pakan yang cukup dua kali sehari dan asupan air yang ad-libitum. Pemeliharaan kelinci dilakukan selama 10 hari sebelum perlakuan untuk keperluan evaluasi kondisi hewan sebelum percobaan dan 30 hari setelah pemasangan implan tulang untuk keperluan pengamatan penelitian. Pemeliharaan hewan dilakukan di kandang hewan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
4
Gambar 1 Kelinci putih New Zealand sebagai objek penelitian Hewan kemudian dipilih secara acak dan dibagi kedalam dua kelompok perlakuan yaitu kelompok perlakuan HA:β-TKF (implan 1) perbandingan 70:30 dan kelompok perlakuan HA:β-TKF (Implan 2) perbandingan 60:40 yang disertai perlakuan kontrol masing-masing sebanyak 6 ekor kelinci. Tiga ekor hewan dari masing-masing kelompok dan spesies akan di-euthanasi untuk pemanenan implan pada hari ke-30 pasca-operasi penanaman implan tulang.
Tabel 1 Pembagian kelompok perlakuan Spesies Kelinci
Implan 1 (kelompok HA-TKF 70:30) n = 3 ekor Tibia kanan: perlakuan Tibia kiri : kontrol
Implan 2 (kelompok HA-TKF 60:40) n = 3 ekor Tibia kanan: perlakuan Tibia kiri : kontrol
Tahap Penanaman Implan Operasi implantasi dilakukan sesuai dengan prosedur bedah aseptis. Kelinci dianaestesi dengan premedikasi atropin sulfat 0.25%, induksi xylazine HCl 2%® dan maintenance ketamine HCL 10%®. Dosis premedikasi atropin sulfat 0.02 mg/kg BB (SC), xylazine 5 mg/kg BB (IV) dan ketamine 35 mg/kg (IV). (Plumb 1999) Pemasangan implan dilakukan pada bagian diafise proksimal sebelah medial dari os. tibia dextra. Tulang tersebut dilubangi dengan bor tulang sesuai dengan ukuran bahan implan. Pada os. tibia sinistra bagian yang sama digunakan sebagai kontrol, dengan cara membuat lubang dengan ukuran yang sama dan dibiarkan kosong tanpa bahan implan. Luka sayatan operasi ditutup dengan penjahitan periosteum, otot, subkutan dan kulit dengan jahitan sederhana (Fossum et al. 2007). Bekas luka sayatan diberi iodine tincture, antibiotik topikal dan dibalut dengan kasa.
5 Tahap Pengambilan Data dan Pembuatan Preparat Histopatologi Hewan di-euthanasi pada hari ke-30 pasca-operasi. Data makroskopis tulang diambil dengan cara memotong secara melintang bagian tulang tempat implan ditanam dan bagian tulang kontrol. Potongan tulang kemudian difoto dengan menggunakan kamera digital. Parameter yang diamati adalah aspek keadaan, warna, bentuk dan tingkat degradasi implan serta pertumbuhan jaringan baru kedalam implan. Tulang hasil potongan melintang direndam dalam larutan Buffered Neutral Formalin (BNF) 10% sebelum dilanjutkan ke tahap dekalsifikasi untuk pembuatan preparat histologis tulang. Tulang yang telah direndam dalam larutan BNF 10 % kemudian direndam dalam larutan asam nitrat 20% selama ±1 minggu atau hingga tulang lunak, strukturnya menjadi lebih fleksibel, tranparan dan mudah ditusuk (Nandi et al. 2009). Tulang yang telah lunak dipotong dan dimasukan ke dalam tissue cassette untuk proses dehidrasi. Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam jaringan ke dalam larutan alkohol dengan konsentrasi 70%, 80%, 90%, 95% dan absolut masing-masing selama 2 jam, kemudian direndam dalam larutan xylol I, xylol II dan xylol III dengan konsentrasi yang sama masing-masing selama 40 menit yang bertujuan untuk menarik sisa alkohol dari jaringan sebagai persiapan jaringan memasuki tahap pembenaman (Impregnation). Proses selanjutnya penanaman dalam parafin I, parafin II dan parafin III dengan konsentrasi yang sama masingmasing selama 1 jam. Blok parafin tulang kemudian dimasukan dalam refrigerator dan dipotong dengan mikrotom hingga ketebalannya 5-6 µm. Sayatan diletakan pada permukaan air hangat, kemudian ditempel pada object glass untuk dikeringkan pada inkubator (suhu 60 °C) selama 1 malam. Setelah itu, preparat diwarnai dengan pewarna Hematoksilin-Eosin (HE).
Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan miksroskopis dilakukan di laboratorium Anatomi, Histologi, Embriologi FKH IPB dengan miksroskop Olympus IX70 dan software Photo Tucsen untuk evaluasi terhadap proses persembuhan tulang dan reaksi peradangan yang antara lain mencakup keberadaan debris atau benda asing, neoformasi tulang (bone neoformation), kerenggangan tulang (area porosity), jumlah sel tulang dewasa dan jumlah sel tulang muda.
Evaluasi Histopatologi Tulang Parameter yang diamati dalam evaluasi histopatologi tulang adalah regenerasi tulang, ikatan antara implan, pertumbuhan tulang baru kedalam implan, tanda-tanda keberadaan implan pada akhir pengamatan dan tanda-tanda inflamasi disekitar implan (Sunil et al. 2008). Beberapa indikator proses regenerasi tulang dilihat dari keberadaan osteosit, osteoblas, jaringan ikat dan reaksi radang.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis disajikan dalam bentuk tabel 2 dan tabel 3 yang memperlihatkan bahwa dari seluruh parameter yang diamati, tidak terlihat perubahan implan maupun respon jaringan terhadap parameter yang diamati pada satu periode pengamatan. Tabel 2 Hasil pengamatan makroskopis terhadap tulang pada 30 hari pascaoperasi No. 1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik Pengamatan yang Diamati
Periode Pengamatan Implan 1 (70:30) Implan 2 (60:40) Tidak terdegradasi Tidak terdegradasi Putih Putih Utuh Utuh (-) (-) (-) (-)
Keadaan implan Warna implan Bentuk implan Tingkat degradasi Pertumbuhan jaringan baru ke dalam implan Keterangan (-)= tidak ada, (+)= sedikit, (++)=banyak, (+++)= semakin banyak
Secara makroskopis tulang yang diberi perlakuan implan 1 selama 30 hari pasca-operasi memperlihatkan implan masih berada pada lubang pengeboran dan sama sekali tidak terdegradasi (Gambar 2), sehingga kondisi implan terlihat utuh. Jaringan ikat tidak terlihat dengan jelas dikarenakan tulang kelinci yang kecil, sehingga sulit untuk diamati. Hal serupa dijumpai pada tulang yang diberi perlakuan implan 2. Hal ini menggambarkan bahwa waktu 30 hari pasca-operasi belum menunjukkan adanya resorpsi ataupun degradasi implan. Bentuk implan yang utuh dan berwarna putih menegaskan bahwa tidak adanya reaksi biodegradable (Pane 2008) dan bioresorpable (Samsiah 2009). Seharusnya, adanya reaksi biodegradable dan bioresorpable dapat ditandai dengan tidak hanya menempelnya implan terhadap tulang melainkan terlihatnya penyatuan antara tulang dengan implan yang mengandung hidroksiapatit (Pane 2008). Pada perlakuan implan 1 dan implan 2 pada 30 hari pasca-operasi hanya terlihat implan berkontak (osseointegration) dengan tulang tanpa diikuti dengan reaksi peradangan pada jaringan sekitar. Pada tulang kontrol dengan waktu 30 hari pasca-operasi menunjukan adanya daerah defek tulang yang sudah tertutup oleh jaringan baru yaitu bony callus. Jaringan ini akan terbentuk setelah minggu ke-1 hingga minggu ke-4 setelah kerusakan tulang dan akan digantikan oleh jaringan tulang dewasa (Cheville 2006). Jaringan kalus ini memiliki warna yang berbeda dengan jaringan tulang sekitar (Gambar 2). Hal ini menandakan bahwa konsistensi kalus tidak sama dengan konsistensi jaringan tulang sekitarnya.
7
Gambar 2
Gambaran makroskopis sayatan melintang tulang yang diimplan (lingkaran hijau) implan 1 (A) dan implan 2 (B) pada 30 hari pascaoperasi. Terlihat pada kedua gambar menunjukkan bentuk implan yang masih utuh, sedangkan pada kontrol (lingkaran merah), defek tulang sudah tertutup oleh jaringan tulang baru. Bar= 1 cm.
Gambaran Mikroskopis Tulang Kelinci Tabel 3 Hasil pengamatan mikroskopis terhadap tulang pada 30 hari pasca-operasi No. 1. 2.
Karakteristik Pengamatan yang Diamati
Periode Pengamatan Implan 1 (70:30) Implan 2 (60:40) (+) (+) (-) (+)
Proliferasi jaringan ikat ke dalam implan Pertumbuhan tulang baru pada perifer implan. 3. Pertumbuhan tulang baru di tengah implan. (-) 4. Proliferasi sumsum tulang. (-) 5. Ikatan antara tulang lama dengan implan (-) 6. Pembentukan trabekula di dalam implan. (-) 7. Biodegradasi (-) 8. Neovaskularisasi (+) 9. Reaksi inflamasi pada sekitar implan. (-) Keterangan (-)= tidak ada, (+)= sedikit, (++)=banyak, (+++)= semakin banyak
(+) (-) (-) (+) (-) (+) (-)
Efektivitas materi implan dalam menginduksi persembuhan kerusakan tulang dapat ditunjang dengan pemeriksaan mikroskopis. Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan gambaran mengenai regenerasi tulang, sel-sel pengisi tulang seperti osteosit, osteoblas, osteoklas, haversian system dan pembentukan jaringan ikat. Tulang tersusun dari sel-sel osteoklas, osteosit, osteoblas, osteoprogenitor, Haversian system, sumsum tulang, pembuluh darah. Osteoklas merupakan sel tulang yang mampu mengubah kalsium fosfat tidak larut menjadi garam-garam kalsium larut yang dibawa keluar oleh darah. Osteoklas mampu melakukan absorbsi bagian tulang yang tidak diperlukan. Osteoklas bersama dengan osteoblas berperan aktif dalam masa pertumbuhan, osteoblas menghasilkan tulang dan osteoklas membuat tulang untuk mempertahankan bentuk dan proporsi tulang. Contoh peran osteoblas dan osteoklas dalam pertumbuhan tulang antara lain: osteoblas mendeposisi tulang silinder, sementara osteoklas mengabsorpsi tulang permukaan dalamnya untuk memperbesar rongga sumsum dan mencegah tulang menjadi terlalu berat. Osteosit adalah sel utama pada tulang dewasa dan menempati lakuna yang dikelilingi oleh matriks berkapur (Dellmann dan Brown 1988). Osteosit merupakan sel dewasa pada tulang yang mengisi sebagian besar populasi sel-sel
8 tulang. Sel ini berbentuk jaring laba-laba (spider-shaped) yang ditemukan pada lakuna (ruang kecil pada pertemuan lamela). Hanya satu osteosit yang ditemukan pada setiap lakuna. Osteosit dapat mensintesis dan mengabsorsi matriks tulang. Jika osteosit mati, maka akan terjadi aktivitas dari osteoklas yang kemudian diikuti oleh perbaikan atau remodelling oleh aktivitas osteoblas. Sel lain yang menyusun tulang adalah sel osteoprogenitor (Akers dan Denbow 2008).
Gambar 3
Gambaran mikroskopis tulang kontrol pada 30 hari pasca-operasi. Keterangan: M= Matriks tulang; H= Saluran Havers; Os= Osteosit; Pewarnaan HE. Bar= 2 um.
Pada tulang kontrol sudah terlihat terjadinya proses persembuhan tulang. Pemeriksaan mikroskopis preparat tulang kontrol selama 30 hari pasca-operasi memperlihatkan gambaran lokasi defek tulang yang telah tertutup oleh jaringan tulang baru. Jaringan tulang baru tersebut merupakan woven bone dengan struktur osteonal persebaran matriks tulang serta osteositnya yang belum merata. Struktur osteonal yang terbentuk juga memperlihatkan saluran Havers yang masih berukuran besar. Dalam saluran Havers terdapat pembuluh darah dan saraf yang akan memvaskularisasi dan menginervasi jaringan tulang, sehingga akan membantu proses persembuhan tulang (Hesse et al. 2014). Secara keseluruhan, jaringan tulang baru yang terbentuk terlihat memiliki struktur yang lebih rapat dibandingkan dengan tulang perlakuannya yang belum menyerupai jaringan tulang sekitarnya. Tulang rawan terlihat pada daerah defek yang mulai tertutup. Hal ini menandakan bahwa tulang mengalami ossifikasi interkartilaginosa. Ossifikasi intrakartilaginosa merupakan proses mineralisasi jaringan tulang yang terjadi secara tidak langsung yaitu melalui pembentukan model tulang rawan terlebih dahulu, kemudian mengalami penggantian menjadi tulang dewasa (Brighton et al. 1973). Tulang panjang adalah salah satu tulang yang terbentuk melalui ossifikasi intrakartilaginosa. Proses pembentukan tulang panjang dimulai dari proses dimana kartilagonya memanjang dan meluasnya proliferasi kondrosit dan deposisi matriks kartilago. Kondrosit yang berada di daerah sentral kartilago mengalami proses pematangan menuju kondrosit hipertropik. Rongga sumsum tulang akan meluas
9 ke arah epifise setelah pusat ossifikasi primer terbentuk. Tahapan berikutnya terjadi pada zona-zona pada tulang secara berurutan (Junqueria dan Carneiro 2005). Pada pemeriksaan mikroskopis tulang yang diimplan 1 maupun implan 2 pada 30 hari pasca-operasi terlihat bahwa implan masih dikelilingi oleh jaringan ikat yang memisahkan tulang dengan implan. Tulang sudah menunjukkan adanya pertumbuhan osteoblas antara implan dan tulang. Terlihatnya osteosit di dalam implan serta pembuluh darah di sekitar sumsum tulang menunjukkan bahwa tulang sudah mengalami persembuhan. Sejumlah osteosit yang ditemukan di dalam implan 2 tidak ditemukan pada tulang implan 1 yang mengindikasikan bahwa implan 2 memiliki daya biodegradasi dan bioresorpsi yang lebih baik dalam menginduksi terjadinya osteogenesis pada defek tulang dibandingkan implan 1. Menurut Siswandi (2013), kemampuan implan yang lemah dalam menginduksi terbentuknya reaksi osteogenesis dikarenakan sedikitnya kandungan TKF pada implan. Ukuran pori juga dapat mempengaruhi persembuhan. Menurut Castillo et al. (2003), pori dalam implan sangat dibutuhkan untuk mempermudah jalannya sirkulasi darah pembawa materi dan sel-sel pembentuk tulang. Material HA memiliki struktur yang lebih rapat dibandingkan β-TKF, sehingga mengakibatkan kecilnya daya bioresorpsi HA. Material β-TKF akan diserap dan meninggalkan lubang (pori) yang akan menjadi saluran untuk masuknya vaskularisasi ke dalam implan (Bansal et al. 2009). Implan yang memiliki komposisi TKF lebih banyak akan memiliki pori yang lebih banyak juga. Hal ini menandakan bahwa implan dengan rasio HA:β-TKF 60:40 kemungkinan lebih baik dari implan dengan rasio HA:βTKF 70:30. Ossifikasi atau osteogenesis adalah istilah yang digunakan untuk proses pembentukan tulang. Perkembangan sel prekusor tulang dibagi kedalam tahapan perkembangan yaitu (1) Mesenchymal stem cells, (2) Sel-sel osteoprogenitor, (3) Pre-osteoblas, (4) Osteoblas dan (5) Osteosit matang. Osteoprogenitor merupakan sel yang dapat memproduksi osteoblas dan berperan penting dalam kasus fraktura. Sel tersebut terdapat pada innercells, celluler layer periosteum, endosteum dan batas pembuluh darah pada matriks tulang (Akers dan Denbow 2008). Faktor pertumbuhan tulang tergantung pada herediter, nutrisi, vitamin, mineral, hormon dan latihan atau stres pada tulang (Scalon dan Sanders 2007). Proses persembuhan bergantung pada keterpaduan aksi dari osteoblas, osteosit dan osteoklas. Secara bersamaan, ketiga sel ini membentuk Basic Multicellular Unit (BMU) yang berperan dalam proses remodeling pada hewan dewasa (Mills 2007).
10
Gambar 4
Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA:β-TKF 60:40 pada 30 hari pasca-operasi. Telihat osteosit di dalam implan. Keterangan: M= Matriks tulang; I= Jaringan ikat; Im= Implan; Os= Osteosit; Pewarnaan HE. Bar= 4 um.
Gambar 5
Gambar mikroskopis tulang dengan perlakuan HA:β-TKF 70:30 pada 30 hari pasca-operasi. Tidak telihat osteosit di dalam implan. Keterangan: M= Matriks tulang; I= Jaringan ikat; Im= Implan; Pewarnaan HE. Bar= 4 um.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa secara umum proses persembuhan yang terjadi pada tulang kontrol berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan tulang perlakuan. Walaupun kedua implan tidak memiliki daya osteoinduktivitas yang lebih baik dari kontrol, kedua implan menunjukkan sifat biokompatibilitas yang sangat baik. Hal ini berguna untuk penelitian selanjutnya. Lemahnya daya biodegradasi dan bioresorpsi dari implan
11 menyebabkan kurang cepatnya persembuhan pada tulang perlakuan dibandingkan pada tulang kontrol. Biodegradasi dari suatu bahan implan keramik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti pori-pori (porosity), kepadatan (density), rasio bahan implan HA:β-TKF, ukuran partikel serta waktu dan temperatur pembuatan (Maiti et al. 1995). Pori-pori di dalam implan akan meningkatkan kemampuan ikatan tulang, karena beberapa alasan antara lain a) adanya pori-pori akan memperbesar area permukaan sehingga menghasilkan daya bioresorpsi yang tinggi dan dapat lebih menginduksi bioaktivitas, b) pori-pori yang saling berhubungan dapat memberikan suatu kerangka atau tempat untuk pertumbuhan tulang ke dalam matriks implan, c) hubungan antara pori juga berfungsi sebagai tempat saluran vaskularisasi, sehingga pembuluh darah dapat masuk ke dalam implan dan dapat menyuplai nutrien untuk pertumbuhan tulang (Nandi et al. 2009). Berdasarkan hasil yang didapatkan tersebut, maka implan yang digunakan dalam penelitian kali ini dianggap belum memperlihatkan daya biodegradasi dan bioresorpsi yang optimal. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain: belum sesuainya komposisi material penyusun komposit untuk ukuran dan jenis defek yang diamati. Kesesuaian komposisi dari bahan penyusun komposit berperan penting terhadap suatu sifat material (Turck et al. 2007). Penyebab lainnya adalah jangka waktu 30 hari pasca-operasi belum mencukupi untuk proses biodegradasi dari materi implan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Implan HA:β-TKF dengan rasio 60:40 memiliki daya osteokonduktivitas, bioresorpsi dan biodegradasi yang lebih baik dibandingkan implan HA:β-TKF dengan rasio 70:30. Hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan menunjukkan adanya osteosit dan micropores pada implan 2. Jika dilihat persembuhannya dibandingkan tulang kontrol, implan ini tidak memiliki daya bioresorpsi dan biodegradasi yang optimal, sehingga persembuhan pada tulang kontrol lebih cepat dibandingkan tulang perlakuan.
Saran Perlu diadakan studi lebih lanjut pada periode yang lebih lama untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan agar implan terserap sempurna dan penggunaan rasio komposisi antara Hidroksiapatit dengan beta-Trikalsium Fosfat serta penambahan zat yang dapat meningkatkan daya biodegradasi, bioresorpsi dan ostoekondultivitas yang lebih baik.
12
DAFTAR PUSTAKA Aoki H. 1991. Science and Medical Applications of Hydroxyapatite. Tokyo (JP): Medical and Dental University. Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomi and Physiology of Domestic Animals. Oxford (GB): Blackwell. Bansal S, Chauhan V, Sharma S, Maheshwari R, Juyal A, Raghuvanshi S. 2009. Evaluation of hydroxyapatite and beta-tricalcium phosphate mixed with bone marrow aspirate as a bone graft substitute for posterolateral spinal fusion. Indian J Orthop 43(3): 234–239. Brighton, Carl T, Yoichi S, Robert MH. 1973. Cytoplasmic structures of epiphyseal plate chondrocytes; quantitative evaluation using electron micrographs of rat costochondral junctions with specific reference to the fate of hypertrophic cells. J Bone Joint Surg 55: 771-784. Castillo M, Moore JJ, Schowengerdt FD, Ayers RA, Zhang X, Umakoshi M, Yi HC, Guigne JY. 2003. Effects of gravity on combustion synthesis of functionally graded biomaterials. Adv. Space Res 32:265–270. Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3rd edition. US: Blackwell Publishing. Dellman HD, EM Brown. 1988. Buku Teks Histologi Veteriner. R Hartono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Textbook of Veterinary Histology. Fossum TW, Cheryl SH, Johnson L. 2007. Small Animal Surgery. 3rd ed. Missouri (US): Mosby Elsevier. Gilsanz V, Roe TF, Gibbens DT, Schulz EE, Carlson ME, Gonzalez O, Boechat MI. 1988. Effect of sex steroids on peak bone density of growing rabbits. Am J Physiol 255: E416-E421. Hesse B, Varga P, Langer M, Pacureanu A, Schrof S, Männicke N, Suhonen H, Maurer P, Cloetens P, Peyrin F, Raum K. 2014. Canalicular network morphology is the major determinant of the spatial distribution of mass density in human bone tissue - evidence by means of synchrotron radiation phase-contrast nano-CT. J Bone Miner Res 255(3): 158-68. Hua Y, Ning C, Xiaoying L, Buzhong Z, Wei C, Xiaoling S. 2005. Natural hydroxyapatite/chitosan composite for bone substitute materials. Eng Med Biol Soc 5:4888-91. Junqueira LC, Carneiro J. 2005. Basic Histology: Text and Atlas. 11th ed. New York (US): McGraw-Hill. Karabatsos B, ST Myerthall, V Fornasier, G Maistrelli. 2001. Osseointegration of hydroxyapatite porous-coated femoral implants in a canine model. Clin Orthop Rel Res: 442-9. Maiti SK, Kalicharan, Singh GR. 1995. Histopathological evaluation of composite bone grafts and ceramic implants in goats. Indian Vet 72: 728-733. Mills SE. 2007. Histology for Pathologists. Philadelphia (US): Lippincott Williams and Wilkins. Murugan R, Ramakrishna S. 2004. Bioresorbable composite bone paste using polysaccharide based nano hydroxiapatite. Biomaterials 25: 3829-3835.
13 Nandi SK, Kundu B, Datta S, Dipak K De, Basu D. 2009. The repair of segmental bone defects with porous bioglass: an experimental study in goat. Research in Veterinary Science 86: 162–173. Pane MS. 2008. Penggunaan hidroksiapatit sebagai bahan dental implan [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Plumb DC. 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd ed. Ames (US): Iowa State Univ Pr. Samsiah R. 2009. Karakterisasi biokomposit apatit-kitosan dengan XRD (X-RAY difraction), FTIR (fourier transform infrared), SEM (scanning elektron microscopy) dan uji mekanik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Scanlon V, Sanders T. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta (ID): EGC. Siswandi R. 2013. Biokompatibilitas tandur tulang kombinasi hidroksiapatit asal cangkang telur ayam dengan trikalsium Fosfat dan kitosan pada remodeling tulang domba akibat trauma buatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sunil P, Goel SC, Rastogi A. 2008. Incorporation and biodegradation of hydroxyapatite-tricalcium phosphate implanted in large metaphyseal defects-an animal study. Indian J of Experiment Biol 46: 836-841. Turck C, Brandes G, Krueger I, Behrens P, Mojallal H, Lenarz T, Stieve M. 2007. Histological evaluation of novel ossicular chain replacement prostheses: an animal study in rabbits. Acta Otolaryngol 127(8):801-808.
14
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Juli 1992 sebagai anak sulung dari pasangan Putu Widirat Jaya dan Ni Luh Suweca. Tahun 1998 penulis lulus dari TK Harapan Ibu Kabupaten Bandung. Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri Cijagra 1, kemudian pada tahun 2007 penulis lulus dari SMP Negeri 3 Bandung. Selanjutnya pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 11 Bandung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi dari Dikti pada tahun 2010 hingga 2014. Pada tahun 2012, penulis menjadi asisten praktikum Anatomi Topografi dan menjadi asisten praktikum Radiologi, Ilmu Bedah Khusus Veteriner 1 dan Ilmu Bedah Umum Veteriner pada tahun 2014. Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi internal kampus seperti Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma dan aktif sebagai anggota Himpunan Minat dan Profesi Satwa Liar (Himpro Satli) FKH IPB.