KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN TEKNIK PENGEMASAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var Italica) TEROLAH MINIMAL
NURUL IMAMAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
RINGKASAN NURUL IMAMAH. Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Brokoli (Brassica oleracea L. var Italica) Terolah Minimal. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan LILIK PUJANTORO EN. Brokoli terolah minimal bersifat mudah rusak (perishable) sehingga perlu penanganan yang tepat untuk memperpanjang umur simpannya. Pengemasan dan penyimpanan suhu rendah dapat dijadikan pilihan untuk memperpanjang umur simpan. Kemasan plastik menyebabkan perubahan kondisi udara lingkungan atau modifikasi atmosfer. Konsentrasi CO2 akan meningkat dan O2 menurun akibat interaksi dari respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua gas tersebut. Suhu rendah dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri dan jamur serta memperlambat metabolisme komoditi yang dikemas. Tujuan penelitian ini adalah 1) mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi dan menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan berdasarkan model Arrhenius, 2) menganalisis perubahan parameter mutu produk selama penyimpanan, 3) menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu brokoli terolah minimal. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Juli 2015 di Lab. Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Lab. Pascapanen dan Biomassa, IPB. Pengukuran laju respirasi dilakukan pada suhu penyimpanan 0 oC, 5 oC, 10 oC, 15 oC dan 27 oC. Kemasan yang digunakan stretch film, white stretch film, dan LDPE yang disimpan pada suhu terpilih (5 oC dan 10 oC). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktor untuk menganalisis laju respirasi dan dua faktor untuk pengaruh kemasan dan suhu penyimpanan. Selanjutnya pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Laju respirasi pada suhu 0 oC sebesar 21.93 ml/kg.jam dan 22.93 ml/kg.jam berturut-turut untuk O2 dan CO2. Sementara pada suhu yang lebih tinggi (27 oC), berkisar antara 190.99 ml/kg.jam untuk O2 serta 198.17 ml/kg.jam untuk CO2. Hal tersebut membuktikan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana suhu rendah secara signifikan dapat menurunkan nilai laju respirasi. Model Arrhenius dapat menggambarkan hubungan laju respirasi terhadap suhu dengan nilai R2= 0.9530 untuk O2 dan R2= 0.9467 untuk CO2. Perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C dan susut bobot brokoli terolah minimal. Suhu 5 oC dapat mempertahankan kadar vitamin C dan susut bobot terkecil selama penyimpanan dibandingkan suhu 10 oC. Perlakuan kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot dan kadar air. Kemasan plastik memiliki kemampuan mempertahankan kadar air dengan menekan proses transpirasi dan respirasi sehingga susut bobot dapat ditekan. Suhu dan kemasan yang sesuai untuk brokoli terolah minimal adalah yang dapat menekan laju respirasi, mempertahankan kadar air, menghasilkan susut bobot minimal, mempertahankan kadar vitamin C dan klorofil, serta tidak terjadi pengembunan pada permukaan plastik. Suhu dan kemasan yang mendekati kemampuan tersebut adalah kemasan stretch film yang disimpan pada suhu 5 oC. Kata kunci: brokoli terolah minimal, laju respirasi, kemasan plastik, suhu penyimpanan .
SUMMARY NURUL IMAMAH. Study of Respiration Rate Arrhenius Model and Packaging Method on Minimally Processed Broccoli (Brassica oleracea L. var Italica). Supervised by ROKHANI HASBULLAH and LILIK PUJANTORO EN. Minimally processed broccoli is perishable product, that need proper treatment to extend shelf life time. Packaging and low temperature storage can be used to extend the shelf life. Plastic pack can trigger the atmosphere modification which change the surrounded air condition. Carbon dioxide (CO2) concentration increased and oxygen (O2) decreased due to the interaction of packed commodity respiration and the permeability of packaging materials on both the gas. Low temperature can control the bacterial and fungus growth and slow down the metabolism process of packed commodity. The aim of this research are: 1) to assess the effect of temperature on respiration rate and to describe its correlation based on model of Arrhenius, (2) to analyze the changes of quality parameter of minimally processed broccoli during storage, and (3) to determine the appropriate type of package and storage temperature to reduce the quality deterioration of minimally processed broccoli during storage. This research was conducted in January – July 2015 in Laboratory of Food and Agricultural Products Processing Engineering (TPPHP), Department of Mechanical and Biosystem Engineering, IPB. Measurement respiration rate of minimally processed broccoli conducted at 0 oC, 5 oC, 10 oC, 15 oC, and 27 oC. The type of packaging that is used in this research (stretch film, white stretch film, and LDPE) is stored at the selected temperature 5 °C and 10 °C. The experimental design used was completely randomized design of the factors to analyze the rate of respiration and the two factors to influence the packaging and storage temperature. Furthermore, the effect of treatment was tested using Duncan Multiple Range Test (DMRT). The results showed that respiration rate was affected by storage temperature, that the lower the temperature has the lowest rate of respiration. Models Arrhenius can describe correlation between respiration rate and temperature with R2= 0.9530 for O2 and R2= 0.9467 for CO2 . Storage temperature treatment gives significant influence to the vitamin C content and minimum weight loss of minimally processed broccoli. Storage temperature 5oC can keep the vitamin C content and produce the minimum weight loss until the end of storage. Weight loss and water content were significantly affected by the packaging treatment. Plastic packaging can keep the water content by pressing the transpiration and respiration process which can minimize the weight loss. The appropriate temperature and package for minimally processed broccoli is stretch film packaging which store at 5oC. Because that treatment can minimize the respiration rate, keep the water, vitamin C, and chlorophyll content, produce the minimum weight loss, and there was no condensation in the plastic surface. Keywords: minimally processed broccoli, respiration rate, plastic packaging, storage temperature
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
RINGKASAN
ii
SUMMARY
iii
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Brokoli Penanganan Pascapanen Teknologi Pengolahan Minimal (Minimally Processing) Kemasan Plastik Pengaruh Suhu
2 2 4 5 6 7
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Prosedur Penelitian Prosedur Analisis Data Rancangan Percobaan
8 8 8 8 8 15 16
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal Model Arrhenius Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal Pengaruh Plastik Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Komposisi Gas dan Mutu Brokoli Terolah Minimal
18 18 21
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
32 32 33
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
43
23
DAFTAR TABEL 1 Nilai nutrisi brokoli per 100 gram .................................................................. 3 2 Nilai permeabilitas beberapa film plastik pada suhu 25 oC............................ 6 3 Laju respirasi dan nilai Respiratory Quotient (RQ) pada berbagai suhu penyimpanan ................................................................................................ 20 4 Nilai ln R1, ln R2, dan 1/T untuk berbagai suhu penyimpanan .................... 21 5 Nilai Eai, Roi, dan R2 untuk O2 dan CO2 ...................................................... 22
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir tahapan penelitian ..................................................................... 9 2 Diagram alir pengolahan minimal brokoli ................................................... 10 3 Diagram alir tahap 1: Pengukuran laju respirasi brokoli terolah minimal ........................................................................................................ 11 4 Diagram alir pembuatan model Arrhenius laju respirasi .............................. 12 5 Pengemasan brokoli terolah minimal ........................................................... 14 6 Diagram alir tahap 2: Pengemasan brokoli terolah minimal ........................ 14 7 Pengukuran konsetrasi gas dalam kemasan.................................................. 15 8 Laju respirasi (konsumsi O2) pada berbagai suhu penyimpanan ................. 18 9 Laju respirasi (produksi CO2) pada berbagai suhu penyimpanan ................ 19 10 Hubungan ln R dengan 1/T ....................................................................... 21 11 Perubahan nilai laju respirasi (O2 dan CO2) prediksi dan observasi terhadap berbagai suhu penyimpana ............................................................ 22 12 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada berbagai kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC ............................................................................... 23 13 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada berbagai kemasan selama penyimpanan suhu 10 oC ............................................................................. 24 14 Perubahan kadar klorofil brokoli terolah minimal pada suhu 5oC ............. 25 15 Perubahan kadar klorofil brokoli terolah minimal pada suhu 10oC ........... 25 16 Perubahan susut bobot brokoli terolah minimal (suhu 5 oC dan 10 oC) ..... 27 17 Perubahan kadar air brokoli terolah minimal pada suhu 5 oC .................... 28 18 Perubahan kadar air brokoli terolah minimal pada suhu 10 oC .................. 28 19 Perubahan Vitamin C brokoli terolah minimal pada suhu 5 oC .................. 30 20 Perubahan Vitamin C brokoli terolah minimal pada suhu 10 oC ................ 30 21 Pengemasan brokoli terolah minimal menggunakan plastik: a)WSF, b)LDPE, dan c) Strech film .......................................................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 Rendemen brokoli terolah minimal .............................................................. 37 2 Koefisien permeabilitas film kemasan (ml.mm/m2.hr.atm) ........................ 37 3 Analisis sidik ragam pengaruh suhu penyimpanan pada laju respirasi brokoli terolah minimal. .............................................................................. 37 4 Laju konsumsi O2 dan uji beda Duncan ....................................................... 38 5 Laju produksi CO2 dan uji beda Duncan ...................................................... 38 6 Nilai Respiratory Quotient (RQ) pada setiap suhu penyimpanan ................ 39
7 Analisis sidik ragam pengaruh plastik kemasan dan suhu penyimpanan pada mutu brokoli terolah minimal .............................................................. 39 8 Rerata parameter mutu pada berbagai kemasan dan uji beda Duncan ......... 39 9 Proses pengolahan minimal sayuran dalam ISO22000 & HACCP .............. 40 10 Dokumentasi perubahan brokoli terolah minimal selama penyimpanan (suhu 5 oC) ............................................................................. 41 11 Dokumentasi perubahan brokoli terolah minimal selama penyimpanan (suhu 10 oC) ........................................................................... 42
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Brokoli (Brassica oleracea L. var Italica) merupakan salah satu jenis sayuran yang mengandung banyak nutrisi seperti vitamin A, C dan E, kalsium, zat besi, zat flavanoid sebagai antioksidan, serta zat glucosinolate (Koh et al. 2009). Bunga brokoli digunakan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah dan menghambat perkembangan sel kanker karena adanya senyawa sulforafan, karotenoid (β karoten) dan indol (Dalimartha 2000). Sebagai makanan brokoli biasanya direbus, dikukus atau dapat pula dimakan mentah. Studi ilmiah menunjukkan bahwa salah satu saran pedoman diet untuk hidup sehat dan mencegah pertumbuhan kanker, penyakit jantung dan diabetes adalah meningkatkan konsumsi makanan nabati seperti sayuran yang mewakili sumber dari phytochemical bioaktif (Rao dan Rao 2007). Namun disisi lain, peningkatan rutinitas dan aktivitas kerja masyarakat menyebabkan waktu yang tersisa untuk menyiapkan makanan segar khususnya sayuran semakin sedikit. Hal tersebut menyebabkan permintaan terhadap sayuran segar yang praktis dan siap saji (ready to use and ready to consume) semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan sayuran siap saji perlu dilakukan pengolahan minimal (minimally processed). Menurut riset pasar yang dilakukan oleh ACNielsen Global Services di 66 Negara yang mewakili 75% konsumen di dunia, permintaan global untuk makanan siap saji yang diantaranya merupakan sayuran terolah minimal, meningkat sebesar 4% pada tahun 2005-2006. Selama periode yang sama, pertumbuhan penjualan dari sayuran siap saji meningkat sebesar 10% (Silva et al. 2012). Melalui minimally processed ini diharapkan menjadi upaya diversifikasi produk sehingga masih dapat dikonsumsi dalam kondisi segar. Produk minimally processed, bila dilihat secara biologis maupun fisiologis masih tetap aktif bahkan semakin aktif dibandingkan produk awalnya. Menurut Varzakas et al. (2008), kerusakan jaringan tanaman akibat proses pemotongan menyebabkan gangguan sel, induksi dan akselerasi kerusakan oleh aktivitas enzim, akumulasi zat fenolik, peningkatan sintesa etilen, peningkatan respirasi dan peningkatan reaksi biokimia lain yang berdampak pada perubahan warna, rasa dan kehilangan vitamin C. Perubahan-perubahan fisikokimia tersebut menyebabkan umur simpan produk terolah minimal lebih singkat dibanding bahan bakunya. Pemakaian kemasan plastik dan penyimpanan pada suhu rendah, menjadi solusi yang dapat dipilih untuk mempertahankan mutu produk terolah minimal (Johansyah et al. 2014; Arianto et al. 2013; Mareta et al. 2011). Kemasan plastik dapat menyebabkan adanya perubahan kondisi udara lingkungan atau modifikasi atmosfer. Konsentrasi CO2 akan meningkat dan O2 menurun akibat interaksi dari respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua gas tersebut. Penggunaaan film plastik sebagai bahan kemasan sayuran yang mudah rusak, akan dapat memperpanjang daya simpannya, menghambat penurunan susut bobot, meningkatkan citra produk, menghindari kerusakan saat pengangkutan, dan sebagai alat promosi (BPPHP 2002).
2 Metode pengemasan di iklim tropis seperti Indonesia harus dikombinasikan dengan penyimpanan dingin. Hal ini disebabkan kerusakan akan berlangsung lebih cepat karena penimbunan panas dan CO2. Suhu rendah mempunyai pengaruh besar terhadap atmosfer di dalam kemasan. Suhu rendah dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri dan jamur dan memperlambat metabolisme komoditi yang dikemas. Menurut Kirwan dan Strawbridge (2011), dengan menyimpan produk pada suhu rendah akan mengurangi laju pertumbuhan mikrobiologi dan perubahan kimia pada produk. Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengetahui kondisi optimum yang diperlukan dalam penyimpanan brokoli terolah minimal sehingga dapat mempertahankan mutu dan meningkatkan daya simpannya, maka perlu dilakukan penelitian tentang ‗Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik Pengemasan Brokoli (Brasssica oleracea L. var Italica) Terolah Minimal‘. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis laju respirasi dan teknik pengemasan pada brokoli terolah minimal, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu: (1) mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi dan menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan berdasarkan model Arrhenius; (2) menganalisis perubahan parameter mutu produk brokoli terolah minimal selama penyimpanan; (3) menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu brokoli terolah minimal selama penyimpanan. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan metode alternatif dalam memprediksi laju respirasi brokoli terolah minimal pada berbagai suhu penyimpanan yang selanjutnya dapat digunakan untuk merancang sebuah pengemasan. Manfaat lainnya yaitu dapat memberikan suatu paket teknologi dalam penanganan pascapanen brokoli terolah minimal untuk mempertahankan mutu dan kesegarannya selama penyimpanan dengan teknik pengemasan dan suhu yang tepat.
TINJAUAN PUSTAKA Brokoli Brokoli merupakan sayuran subtropik yang termasuk dalam golongan tanaman kubis-kubisan dan sering dikenal dengan nama kubis bunga hijau. Sayuran ini mengandung sedikit lemak jenuh dan sangat sedikit kolesterol yaitu kurang dari 1 gram per kg. Pemanenan brokoli dilakukan pada saat bunga mencapai ukuran maksimal dan telah padat (kompak), tetapi kuncup bunganya belum mekar. Umur panen adalah 47-67 hari setelah tanam. Waktu panen yang paling tepat adalah pagi dan sore hari, dengan cara memotong tangkai bunga bersama sebagian batang dan daun-daunnya sepanjang 25 cm dengan menggunakan pisau. Untuk pemasaran jarak jauh sebaiknya disertakan enam helai
daun, sedangkan untuk tujuan pemasaran dekat, hanya disertakan 3-4 helai daun, dan ujung-ujung daunnya dipotong. Brokoli mempunyai tingkat taksonomi sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Dycotyledonae Famili : Cruciferae Genus : Brassica Spesies : Brassica oleracea L. var Italica Adapun nutrisi yang terdapat pada brokoli ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai nutrisi brokoli per 100 gram Komposisi Nilai Kandungan Air (g) 90.69 Energi (kcal) 28 Protein (g) 2.98 Lemak (g) 0.35 Karbohidrat (g) 5.24 Kalsium (mg) 48 Fosfor (mg) 66 Besi (mg) 0.88 Sodium (mg) 27 Potasium (mg) 325 Magnesium (mg) 25 Vitamin A (IU) 3000 Thiamin (mg) 0.065 Riboflavin mg) 0.119 Niasin (mg) 0.638 Vitamin C (mg) 93.2 Sumber: Agricultural Research Service No. 11740, USDA (2014)
Menurut Susila et al. (2006) pengelompokkan (grading) brokoli dilihat dari ukuran bunganya, yaitu: - Grade 1 : diameter bunga 30 cm - Grade 2 : diameter bunga 25-30 cm - Grade 3 : diameter bunga 20-25 cm - Grade 4 : diameter bunga 15-20 cm Brokoli merupakan komoditi yang mudah rusak (perishable) karena memiliki kandungan air yang tinggi (90%), dan kelas laju respirasi yang sangat tinggi. Oleh karena itu setelah dipanen brokoli harus segera ditangani dengan baik dengan melakukan pra pendinginan untuk menurunkan laju respirasi dan mencegah terjadinya pelayuan dan pembusukan. Pra pendinginan dapat dilakukan dengan cara hydrocooling atau dengan menggunakan es, jika kondisinya baik dan sirkulasi udara pada ruang penyimpanan sesuai maka brokoli dapat bertahan 1014 hari pada suhu 0 oC (Hasbullah et al. 1995). Brokoli memiliki umur simpan yang pendek yaitu 1-2 hari pada kondisi suhu 20 oC, RH 60–70 %; 2-6 hari pada kondisi suhu 4 oC, RH 80–90 %; 1–2 minggu pada kondisi suhu 0 oC, RH 90–95 % dan dikemas dalam kotak
4 polystyrene yang diberi es. Kondisi paparan suhu 25 oC dan RH 96 % menyebabkan kehilangan berat (weight loss) brokoli setelah panen semakin meningkat sampai mencapai 7 % selama penyimpanan sekitar 3 hari, sementara kandungan klorofilnya menurun yaitu sampai 30 % (Tan et al. 2007). Penanganan Pascapanen Penanganan pascapanen bertujuan untuk mengurangi proses terjadinya respirasi dan transpirasi. Dengan terhambatnya kedua proses tersebut, maka proses biologis (reaksi enzimatis/biokimia) yang terjadi didalam produk hortikultura juga ikut terhambat. Hal tersebut menjadikan hasil panen dapat tahan disimpan jangka panjang tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat dipasarkan dalam kondisi baik. Penanganan pascapanen bahan makanan dan hasil panen lainnya di Indonesia belum mencapai taraf yang diinginkan. Setiap tahun masih terlalu banyak bahan makanan hasil panen yang terbuang karena rusak dalam penyimpanan atau tercecer ketika diangkut. Kementan (2013) mengungkapkan bahwa di Indonesia, hortikultura yang tidak dapat dimanfaatkan diistilahkan sebagai ―kehilangan‖ (losses) mencapai 40-60%. Nilai ini sangat besar bila dibandingkan dengan negara-negara maju. Sayuran merupakan bahan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak (perishable). Karakteristik penting produk pascapanen hortikultura adalah bahan tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Aktivitas metabolismenya dicirikan dengan adanya proses respirasi dan transpirasi (Hasbullah 2008). Respirasi adalah pemecahan bahan-bahan organik yang dikandung oleh produk hortikultura (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana dengan melepaskan energi (panas), dimana dalam prosesnya digunakan O2 dan dilepaskan CO2. Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional mengikuti laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek. Laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O 2 dan CO2 di sekitar produk (Hasbullah 2008). Laju respirasi buah dan sayuran dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor dalam yang mempengaruhi respirasi adalah tingkat perkembangan organ tanaman, ukuran produk, lapisan alamiah dan jenis jaringan. Faktor luar yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas O2 dan CO2 yang tersedia, zatzat pengatur tumbuh dan kerusakan yang ada pada buah dan sayuran. Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati; laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomi, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH, pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai gizi. Besarnya laju transpirasi brokoli dipengaruhi oleh kelembaban ruang penyimpanan. Pada tingkat kelembaban 96 %, laju transpirasi dan kesegaran brokoli dapat ditekan sampai kurun waktu 12 hari yang secara rata-rata penurunan kesegarannya 0.34% per hari dibandingkan dengan pada kelembaban 88 %, 76 % dan kontrol yang masing-masing laju transpirasinya 0.48 %, 0.5 % dan 6.04 % per hari (Hasbullah et al. 1995).
Teknologi Pengolahan Minimal (Minimally Processing) Teknologi pengolahan minimal merupakan penanganan pada produk hortikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi dan memperkecil ukuran produk sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Cantwell (2002) mengemukakan bahwa kegiatan pada pengolahan minimal meliputi pembersihan, pengupasan, pencucian, pemotongan, dan pengirisan. Buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh, karena pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat kondisi bagian dalam. Namun produk terolah miniml ini memiliki resiko kerusakan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibanding dengan komoditas yang tidak diolah. Produk sayuran dan buah-buahan terolah minimal termasuk dalam kategori makanan yang berkembang pesat saat ini. Ketersediaan akan produk terolah minimal menjadi sangat penting bagi industri makanan seperti restoran, jasa katering, dan rumah tangga modern. Langkah-langkah proses pengolahan minimal telah dibuat dalam ISO22000 (Arvanitoyannis et al. 2006) untuk sayuran terolah minimal (Lampiran 9). Karakteristik yang paling penting mengenai produk terolah minimal adalah (Varzakas et al. 2008): - Jaringan pada sayuran dan buah-buahan dapat rusak selama pemrosesan - Jaringan tanaman tetap hidup selama penyimpanan - Kemasan dapat melindungi produk dari kontaminasi mikroorganisme pathogen dan memungkinkan untuk memperpanjang umur simpan - Proses pengolahan minimal harus dibawah sistem manajemen mutu untuk manjamin kualitasnya Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan minimal adalah sterilisasi bahan. The Food and Drug Administration (FDA 2011) dibawah pengawasan 21 C.F.R. 173.315, telah menyetujui penggunaan natrium hipoklorit, klorin, hidrogen peroksida, peracetic acid, dan ozon sebagai bahan yang digunakan untuk pengolahan sayuran dan buah-buahan segar. Jia et al. (2009), dalam sterilisasi brokoli terolah minimal telah menggunakan NaOCl 50 ppm selama 1 menit. Penggunaan klorin antara 150-200 mg/l, sudah cukup untuk mengontrol jamur dan bakteri pada kubis terolah minimal dan sawi. Dalam wortel terolah minimal, konsentrasi klorin (150-200 µl/l) dianjurkan untuk digunakan berdasarkan jenis pengolahannya (irisan, kotak, memanjang, dan parutan) (Silva 2012). Dari ISO22000 dibuat SOP untuk proses pengolahan minimal brokoli pada penelitian ini dengan sedikit modifikasi. Adapun Standar Operational Procedure (SOP) untuk minimally processing brokoli untuk meminimalkan kerusakan pada jaringan tanaman terdiri dari: (1) ruangan kerja dikondisikan pada suhu 15-20 oC dan RH 65-70%; (2) meja kerja dan semua peralatan yang dipakai disterilkan dengan alkohol 96%; (3) jas laboratorium, masker, dan sarung tangan dipakai selama melakukan minimally processing; (4) brokoli disortasi, dipilih yang seragam, bunga masih berwarna hijau segar, tidak busuk, dan tidak rusak selama transportasi; (5) proses penyiapan brokoli terolah minimal yaitu dengan memotong setiap bagian ruas bunga menjadi terpisah; (6) pencucian dengan air dingin (5±2oC) dengan ditambahkan larutan NaOCl 50 ppm; dan (7) brokoli
6 diletakan di dalam tray plastik untuk mengurangi kandungan air yang terdapat pada brokoli. Kemasan Plastik Kemasan adalah suatu bahan atau benda yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus bahan dengan tujuan untuk melindungi bahan yang dikemas dari penyebab kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi (Sandra et al. 2010). Selain berfungsi sebagai pelindung bahan yang dikemas, kemasan juga dapat berfungsi sebagai alat promosi. Oleh karena itu, kemasan harus didesain sedemikian rupa, agar dapat terlihat menarik tetapi tetap dapat melindungi bahan yang dikemasnya. Kemasan dapat terbuat dari kertas, plastik, kayu, kaleng, kaca, logam, dan bahan laminate lainnya (Sandra et al. 2010). Menurut Sulchan et a.l (2007) kemasan plastik sudah mendominasi industri makanan di Indonesia dan kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80 %. Jumlah plastik yang digunakan untuk mengemas, menyimpan dan membungkus makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan kemasan kaku sudah mulai banyak digunakan untuk minuman. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan. Nurminah (2002) mengungkapkan bahwa kemasan plastik membawa dampak pada produk yang dikemasnya terutama sifat fisiknya, kemasan plastik yang disarankan untuk produk pertanian adalah yang memiliki high density seperti polietilen dan polivynil. Kemasan memberikan lingkungan yang berbeda pada komoditas yang disimpan karena laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2 keluar kemasan sebagai akibat proses respirasi tergantung dari jenis dan sifat kemasan yang digunakan. Plastik memberikan perlindungan pula terhadap kehilangan air pada produk sehingga sampai waktu yang lama produk akan tetap kelihatan segar. Karakteristik film kemasan dapat diperolah menggunakan informasi nilai permeabilitas masing-masing jenis pengemas yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai permeabilitas beberapa film plastik pada suhu 25 oC
Sumber: Hasbullah et al. (2000)
Polietilen adalah material yang biasa digunakan pada aplikasi keperluan rumah tangga, pengemasan makanan, minuman, dan obat-obatan. Keuntungan dari polimer ini adalah memberikan efek yang lebih baik dalam proses penyegelan (sealing), terutama dengan menggunakan LDPE (low density polyethylene). Menurut Gunadnya (1993) LDPE memiliki nilai permeabilitas O2 dan CO2 pada suhu 25 oC berturut-turut adalah 1002 dan 3600 ml.mil/m (Lampiran 2). Pada penggunaannya LDPE banyak digunakan, karena lebih fleksibel dan kuat. Stretch film atau plastik wrapping termasuk pada jenis LDPE yang memiliki nilai ketebalan lebih kecil dan kekuatan rendah. Stretch film memiliki nilai permeabilitas untuk O2 dan CO2 pada suhu 25oC berturut-turut adalah 4143 dan 6226 ml.mil/m (Lampiran 2). PVC film (polyvinyl chloride) memiliki ketebalan antara 8-12 mikron. Plastik ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan tingkat transmisi uap air yang cukup rendah sehingga memperkecil terjadinya dehidrasi dengan nilai permeabilitas CO2 yang tinggi (Sudheer dan Indira 2007). Stretch-cling film atau White stretch film (WSF) yang dikenal masyarakat luas dengan istilah “cling film” biasa digunakan untuk pengemasan, pengawetan makanan dan juga untuk melindungi dari kontaminasi serangga dan mikroba. White stretch film memiliki nilai permeabilitas untuk O2 dan CO2 pada suhu 25 oC berturut-turut adalah 1464 dan 1470 ml.mil/m (Lampiran 2). WSF biasa digunakan untuk pengemasan daging, buah, sayur, keju dan produk makanan yang lainnya yang kemudian disimpan pada refrigerator.
Pengaruh Suhu Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran sayuran. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktivitas respirasi dan metabolisme, menunda proses penuaan, pematangan, pelunakan, perubahan warna dan tekstur, menekan kehilangan air dan pelayuan, serta mencegah kerusakan akibat aktivitas mikroba (Hasbullah 2009). Nicola et al. (2009), penyimpanan dingin (< 7 oC) dapat mempertahankan kualitas produk sayuran dan buah terolah minimal dengan memperlambat laju respirasi, proses enzimatik dan aktivitas mikroba. Laju respirasi brokoli dipengaruhi secara nyata oleh suhu penyimpanan, yaitu semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasinya semakin besar. Sebaliknya, laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu penyimpanan. Melalui pengaturan suhu dan kelembaban serta komposisi gas ruang penyimpanan, mutu produk hortikultura yang disimpan dapat dipertahankan (Hasbullah et al. 1995). Laju respirasi brokoli yang digambarkan sebagai laju produksi CO2 (mg/kg jam) pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC, dan 27 oC adalah berturut-turut (mg/kg jam) 23.3, 47.7, 67.5, 78.7, dan 105.2 (Aminudin 2010).
8
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknologi Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Pascapanen dan Biomassa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Juli 2015. Bahan Bahan baku utama yang digunakan adalah Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica) segar dengan ukuran seragam yang diperoleh langsung dari kelompok tani ―Agro Segar‖ di daerah Cipanas – Cianjur. Brokoli yang dikemas adalah brokoli dengan tingkat kematangan 100% secara komersial yaitu 60-67 HST (hari setelah tanam) dengan diameter bunga 15-20 cm dan disertakan 6 helai daun pada batang. Bahan lain yang digunakan adalah 3 jenis kemasan plastik yaitu Stretch film, white Stretch film dan LDPE. NaOCl (50 ppm) untuk proses pencucian bahan, alkohol 96% untuk sterilisasi alat, air destilata, dan bahan pendukung lain untuk pelaksanaan penelitian seperti bahan untuk pengujian mutu produk yang disimpan Alat Peralatan yang digunakan terdiri dari gas (O2, N2, CO2), Continuous Gas Analyzer IRA-107 Shimadzu untuk mengukur gas CO2, Portable Oxygen Tester POT-101 Shimadzu untuk mengukur gas O2, timbangan mettler PM-4800 untuk mengukur bobot bahan, oven Isuzu tipe 2-2120 dan desikator untuk mengukur kadar air, stoples kaca (volume 3300 ml) sebagai respiration chamber, refrigerator, dan alat lain yang menunjang terlaksananya penelitian ini seperti alat yang digunakan dalam minimally processed. Prosedur Penelitian Penelitian terdiri dari dua tahap inti yaitu pengukuran laju respirasi dan pengemasan brokoli terolah minimal yang disimpan pada suhu rendah. Setiap tahapan didahului dengan proses pengolahan minimal pada brokoli. Tahapan penelitian akan dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Tahap Pengolahan Minimal Brokoli Brokoli yang telah dipanen ditempatkan dalam kardus dan dilakukan precooling pada batang yang dipotong ketika panen. Precooling dilakukan selama ±5 menit menggunakan air dingin dengan suhu 5±1 oC lalu ditiriskan. Setelah batang kering, brokoli diwrapping untuk mengurangi kerusakan selama proses transportasi. Pengolahan minimal brokoli (minimally processed broccoli) dimulai dari sortasi bahan untuk memisahkan bagian yang rusak saat transportasi. Pemotongan ruas brokoli dilakukan secara hati-hati dengan pisau tajam yang telah disterilisasi. Brokoli dicelupkan kedalam larutan NaOCl 50 ppm selama ± 1 menit untuk menginaktifasi mikroba (Jia et al. 2009). Setelah dicuci dilakukan penirisan selama ± 2 menit. Minimally processed brokoli secara rinci akan dijelaskan pada Gambar 2.
10
Gambar 2 Diagram alir tahap pengolahan minimal brokoli Hasil minimally processed brokoli kemudian dihitung nilai rendemennya untuk mengetahui nilai perbandingan brokoli utuh dan yang sudah terolah minimal. Perhitungan rendemen disajikan pada Persamaan 1. Rendemen (%) =
................. (1)
Tahap 1 Pengukuran laju respirasi Pengukuran laju respirasi dilakukan untuk mengetahui suhu yang tepat pada penyimpanan brokoli terolah minimal. Nilai RQ (Respiratory Quotient) pada laju respirasi dihitung untuk mengetahui sifat substrat yang digunakan dalam respirasi, sejauh mana respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik dan anaerobik. Data laju respirasi selanjutnya digunakan untuk pendugaan
laju respirasi, metode akselerasi melalui pendekatan model Arrhenius digunakan untuk melihat konstanta laju respirasi terhadap suhu penyimpanan. Pengukuran laju respirasi yang digunakan adalah metode closed system (sistem tertutup) mengikuti Hasbullah (2007). Brokoli yang telah mengalami proses pengolahan minimal dilakukan penimbangan sebanyak 250±1 gram. Brokoli selanjutnya dimasukkan kedalam stoples kaca yang berfungsi sebagai respiration chamber. Stoples yang telah berisi bahan disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 0 oC, 5 oC, 10 oC, 15 oC dan 27 oC. Sebelum dilakukan pengambilan data pertama (H-1), brokoli disimpan selama ±8 jam untuk pengkondisian atmosfer penyimpanan. Selanjutnya stoples ditutup rapat dengan lapisan lilin pada celah antara tutup dan ulir kaca untuk mencegah kebocoran. Untuk mengukur konsentrasi gas dalam stoples, dibuat dua buah lubang pada bagian tutup stoples yang dihubungkan dengan selang plastik. Pengukuran dilakukan secara periodik pada jam ke-3 dan ke-6 setiap hari selama 7 hari. Setiap selesai pengambilan data brokoli akan dirilis kembali pada kondisi atmosfer normal tanpa tutup dan disimpan selama satu hari. Pengukuran dilakukan pada jam yang sama yaitu setiap pukul 09.00 dan 12.00 a.m. Pengukuran laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir Tahap 1: Pengukuran laju respirasi brokoli terolah minimal
12 Laju respirasi Data yang diperoleh pada pengukuran laju respirasi berupa perubahan konsentrasi gas CO2 dan O2. Laju respirasi & RQ dihitung menggunakan Persamaan 2 dan 3. Ri
d dt
.............................................................................................. (2)
laju produksi C laju konsumsi
............................................................................... (3)
Dimana: Ri = laju respirasi (ml/kg jam) V = volume bebas stoples (ml) W = berat bahan (kg) dxi = perbedaan konsentrasi gas (desimal) dt = perbedaan waktu pengukuran (jam) RQ = Respiratory Quotient *subskrip i = 1 menyatakan konsumsi O2; i = 2 menyatakan produksi CO2
Model Arrhenius Nilai laju respirasi merupakan data yang digunakan untuk model Arrhenius. Tahapan pembuatan model Arrhenius laju respirasi brokoli terolah minimal ditampilkan pada Gambar 4. Data laju respirasi O2 dan CO2 Buat plot Arrhenius nilai ln R1,2 masing-masing suhu terhadap 1/T (1/K) Output: Nilai Roi dan Eai E
Masukan kedalam rumus ln Ri = ln Roi – ( 𝑅T ) Didapatkan rumus Arrhenius untuk O2 dan CO2
Cari nilai prediksi laju respirasi dari rumus Arrhenius Nilai laju respirasi prediksi
Gambar 4 Diagram alir pembuatan model Arrhenius laju respirasi
Hasil dari penyusunan model (nilai prediksi) akan dibandingkan dengan hasil pengukuran respirasi (nilai observasi). Validitas model ditentukan dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Dalam analisis regresi, koefisien determinasi adalah ukuran dari goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan 1, apabila nilai mendekati 1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Adapun persamaan Arrhenius untuk laju respirasi dijelaskan oleh Persamaan 4. Ri = Roi
–Ea
(
) .............................................................................................(4)
Dimana: Ri = laju respirasi (ml/kg.jam) Roi = faktor preeksponensial (ml/kg.jam) Eai = energi aktivasi (kJ/mol) T = suhu mutlak (oC+273) R = konstanta gas (8.314 J/mol K) *subskrip i = 1 menyatakan konsumsi O2; i = 2 menyatakan produksi CO2
Laju respirasi adalah peubah tak bebas, sedangkan peubah bebasnya adalah suhu. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi, dengan kata lain semakin tinggi suhu (T) maka akan semakin tinggi pula nilai laju respirasi (Ri). Hubungan ini berdasarkan pada teori aktivasi, bahwa suatu reaksi perubahan akan mulai berlangsung jika diberikan sejumlah energi minimum yang disebut sebagai energi aktivasi (Ea) (Hariyadi 2004) yang dinyatakan dalam persamaan Arrhenius. Persamaan 4 kemudian di ln kan menjadi Persamaan 5, agar dapat dicari hubungannya dengan menggunakan grafik. ln Ri = ln Roi -
( ) .......................................................................... (5)
Grafik hubungan antara ln Ri vs 1/T dibuat untuk regresi linier. Nilai energi aktivasi dihitung dari nilai intercept dikalikan dengan nilai konstanta gas (R = 8.314 J/mol K). Nilai ln Roi merupakan anti ln dari nilai slope yang diperoleh. Tahap 2 Pengemasan brokoli terolah minimal Tahap kedua adalah proses yang akan menentukan jenis kemasan dan suhu optimum untuk mempertahankan mutu brokoli terolah minimal. Gambar 5 memperlihatkan contoh pengemasan brokoli terolah minimal dan diagram alir proses pengemasan brokoli terolah minimal disajikan pada Gambar 6.
14
Gambar 5 Pengemasan brokoli terolah minimal
Gambar 6 Diagram alir tahap 2: Pengemasan brokoli terolah minimal
Prosedur Analisis Data Pengukuran konsentrasi gas Pengukuran komposisi gas dilakukan dengan memodifikasi styrofoam dengan diberi selang untuk disalurkan ke alat pengukur konsentrasi O2 maupun CO2.
Gambar 7 Pengukuran konsetrasi gas dalam kemasan Kadar Klorofil Total Kadar klorofil ditentukan melalui metode Sims, DA dan Gamon JA (2002). Klorofil total diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri. Bunga brokoli digerus dengan mortar, kemudian diukur sebanyak 1 g. Sampel yang sudah digerus (slurry) kemudian diekstraksi dengan 100 ml aseton 80%, disentrifuge selama ±10 detik hingga klorofil larut. Ekstrak tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat yang didapat ditempatkan dalam cuvet untuk selanjutnya diukur kadar klorofil total dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 645 nm untuk klorofil a dan 663 nm untuk klorofil b. Setelah didapat nilai absorbansi, kadar klorofil dapat dihitung dengan Persamaan 9. Klorofil total (mg/g) = (8.02 x A663) + (20.2 x A645) x 10-1 ............. (9) Dimana : A645 = absorbansi pada panjang gelombang 645 nm A663 = absorbansi pada panjang gelombang 663 nm Susut bobot Susut bobot ditentukan berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak awal sampai akhir penyimpanan dan dihitung dengan mengunakan Persamaan 6. PB =
- a
x 100% .............................................................................. (6)
16 Dimana PB = susut bobot (%) W = bobot bahan awal penyimpanan (g) Wa = bobot bahan pada hari ke-t penyimpanan (g) (AOAC 1990) Kadar air Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu selama 15 menit di dalam oven pada suhu 100-105 oC dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (A). Contoh sebanyak ±5 g dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang (B). Cawan yang berisi bahan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100105 oC sampai beratnya konstan, kemudian bahan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C) (AOAC 2000). Kadar air (%bb) =
-C -A
............................................................... (7)
Dimana Ka = kadar air (%) A = berat cawan (g) B = berat cawan dan bahan sebelum dikeringkan (g) C = berat cawan dan bahan setelah dikeringkan (g) Vitamin C Kandungan vitamin C atau asam askorbat ditentukan melalui titrasi menggunakan larutan iod 0.01 N. Sampel brokoli ditimbang sebanyak 10 gram kemudian dihaluskan. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan air suling sampai tanda tera kemudian labu ukur diputar agar campuran menjadi homogen. Setelah campuran teraduk kemudian disaring menggunakan kertas saring. Filtrat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian diberi larutan indikator kanji sebanyak 1 ml. Selanjutnya filtrat dititrasi dengan menggunakan larutan iod 0.01 N hingga terjadi perubahan warna yang stabil (muncul warna biru keunguan). Kandungan vitamin C (asam askorbat) dihitung dengan menggunakan Persamaan 8. Vit C (mg/100 g bahan) =
............................ (8)
Dimana: P = faktor pengenceran Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap 1 adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan. Faktor yang digunakan yaitu suhu
penyimpanan dengan 5 taraf perlakuan. Model linear dari rancangan acak lengkap dapat dilihat pada Persamaan 10. Yij
µ + αi + εij .................................................................................... (10) i = 1,2,3,4,5 ; j = 1,2
Dimana Yij : parameter pengamatan pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j µ : rataan umum αi : pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-i εij : pengaruh acak (galat) pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j Pengaruh jenis pengemasan dan suhu diuji dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor dan 2 ulangan. Faktor pertama yaitu 4 jenis pengemasan yang berbeda dan faktor kedua yaitu 2 suhu penyimpanan. Model linear dari rancangan acak lengkap 2 faktor yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Persamaan 11. Yijk
µ + αi + βj + (αβ)ijk + εijk ............................................................ (11) i = 1,2,3,4; j = 1,2; k = 1,2
Dimana Yij : parameter pengamatan pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k αi pengaruh jenis kemasan taraf ke-i : βj : pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-j (αβ)ijk : pengaruh interaksi antara jenis plastik taraf ke-i dan suhu penyimpanan taraf ke-j εijk : pengaruh acak (galat) pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh perlakuan, maka akan dilakukan pengujian lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Minimally processed brokoli merupakan serangkaian perlakuan terhadap sayuran brokoli segar untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dimakan serta melakukan pengecilan ukuran (pemotongan/pengirisan) sehingga mempercepat penyajian. Rendemen dari bagian sayuran yang dapat dimakan dihitung agar diketahui nilai perbandingannya. Rendemen brokoli dihitung dari berat brokoli utuh dan brokoli yang sudah terolah minimal. Hasil rerata rendemen dari brokoli terolah minimal adalah 63.5% atau hanya 635 g/kg (Lampiran 1). Nilai rendemen tersebut cukup kecil karena hampir setengah bagian dari brokoli utuh tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, penanganan pascapanen tahap selanjutnya sangat penting untuk meminimalkan susut bobot selama penyimpanan. Kemasan yang sesuai dan suhu penyimpanan yang optimum diduga dapat mempertahankan umur simpan brokoli terolah minimal. Faktor penting yang perlu dilakukan sebelum pengemasan brokoli adalah menghitung nilai laju respirasi brokoli terolah minimal untuk mengetahui suhu penyimpanan yang sesuai agar metabolisme berjalan tetap normal namun dapat memperpanjang umur simpannya. Dalam perhitungan laju respirasi brokoli terolah minimal, dibuat pula model untuk memprediksi laju respirasi brokoli terhadap fungsi suhu. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal Pengukuran laju respirasi dilakukan pada lima tingkatan suhu yang berbeda yaitu 0 oC, 5 oC, 10 oC, 15 oC, dan 27 oC (suhu ruang). Pengukuran dilakukan selama tujuh hari, namun khusus untuk suhu 27 oC dan 15 oC berturut-turut hanya dapat bertahan tiga dan enam hari. Hasil pengukuran perubahan laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.
Laju konsumsi O2 (ml/kg.jam)
250
Suhu 0 °C Suhu 10 °C Suhu 27 °C
200
Suhu 5 °C Suhu 15 °C
150 100 50 0 0
1
2
3 4 5 Waktu pengamatan (hari)
6
7
Gambar 8 Laju respirasi (konsumsi O2) pada berbagai suhu penyimpanan
8
Laju produksi CO2 (ml/kg.jam)
250
Suhu 0 °C Suhu 10 °C Suhu 27 °C
200
Suhu 5 °C Suhu 15 °C
150 100 50 0 0
1
2
3 4 5 Waktu pengamatan (hari)
6
7
8
Gambar 9 Laju respirasi (produksi CO2) pada berbagai suhu penyimpanan Berdasarkan Gambar 8 dan 9, laju respirasi brokoli terolah minimal secara signifikan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Konsumsi O2 dan produksi CO2 yang lebih kecil terjadi pada penyimpanan suhu rendah dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Adapun hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi brokoli terolah minimal. Pada suhu 0 oC kisaran laju respirasi yang diukur pada konsumsi O2 rata-rata adalah 21.93 ml/kg.jam dan produksi CO2 adalah 22.93 ml/kg.jam pada hari pertama. Hal sebaliknya terjadi pada suhu yang lebih tinggi (27 oC), brokoli yang disimpan memiliki laju respirasi paling tinggi, berkisar antara 190.99 ml/kg.jam untuk O2 serta 198.17 ml/kg.jam untuk CO2 pada hari pertama penyimpanan. Perubahan konsentrasi gas didalam stoples selama penyimpanan diakibatkan oleh aktivitas brokoli yang dipengaruhi oleh suhu. Rata-rata laju konsumsi O2 dan produksi CO2 selama penyimpanan secara umum terlihat menurun. Hal ini diduga karena penurunan suhu akan mengakibatkan aktivitas enzim menurun hingga reaksi kimia berlangsung lebih lambat. Tan et al. (2007) menyatakan bahwa pada reaksi biokimia yang banyak melibatkan kerja enzim, kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu ditingkatkan (dalam batas tertentu) maka kecepatan reaksi meningkat, sementara jika suhu diturunkan maka reaksi yang berlangsung akan berjalan semakin lambat. Suhu 15 oC dan 27 oC menunjukkan peningkatan konsumsi O2 dan produksi CO2 berturut-turut pada hari kedua dan ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa brokoli termasuk pada golongan sayuran klimakterik karena adanya peningkatan respirasi yang mencolok. Makhlouf et al. (1989) mengemukakan bahwa brokoli dapat diklasifikasikan sebagai sayuran klimakterik sejak bunga berubah menjadi kuning sebagai hasil dari peningkatan laju respirasi dan produksi etilen. Proses klimakterik ini terjadi saat brokoli mengalami fase pelayuan (senescene) yang diikuti fase pembusukan (deterioration). Tingginya nilai laju respirasi pada suhu 15 oC dan 27 oC inilah yang mengakibatkan umur simpannya lebih pendek dibanding pada penyimpanan suhu lain. Pola respirasi pada penyimpanan suhu 0, 5, dan 10 oC menunjukkan laju respirasi yang semakin konstan selama penyimpanan. Kecenderungan konstan ini
20 dapat memberi petunjuk bahwa brokoli yang disimpan pada ketiga suhu tersebut menunjukkan laju respirasi yang seimbang antara konsumsi O2 dan produksi CO2. Dengan pola respirasi yang konstan pada nilai laju respirasi yang rendah, suhu 0, 5 dan 10 oC dapat dijadikan rekomendasi suhu optimum untuk penyimpanan brokoli terolah minimal untuk memperpanjang masa simpan produk. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme. Oleh karena itu, laju respirasi dapat dijadikan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan produk hortikultura setelah dipanen. Komoditas dengan laju respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding yang memiliki laju respirasi rendah (Saltveit 1996). Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan substrat menjadi energi yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Brokoli merupakan jenis sayuran yang memiliki tingkat laju respirasi yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan produk brokoli terolah minimal yang tentunya memiliki laju respirasi yang jauh lebih tinggi dari produk utuh. Tabel 3 menunjukkan laju respirasi pada hari kesatu dan ketiga serta nilai Respiratory Quotient (RQ) yang merupakan perbandingan antara konsumsi O2 dan produksi CO2. Nilai RQ dapat digunakan untuk mendeduksi sifat substrat yang digunakan dalam proses respirasi, sejauh mana respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik dan anaerobik. Nilai RQ brokoli terolah minimal yang diamati hampir seluruhnya bernilai satu, hal ini menunjukkan bahwa proses metabolisme berlangsung secara normal menggunakan substrat karbohidrat, protein atau lemak dengan ketersediaan oksigen yang cukup. Kader et al. (1987) mengemukakan bahwa batas untuk proses respirasi normal ditunjukkan dengan nilai RQ antara 0.7 - 1.3. Namun suhu 0 oC pada hari ketiga memiliki nilai RQ rata-rata sebesar 1.5 yang memungkinkan telah terjadi kondisi respirasi anaerobik. Sehingga dalam penelitian ini, suhu 5 oC dan 10 oC merupakan suhu terbaik yang akan digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya karena kedua suhu tersebut memiliki nilai laju respirasi rendah dan respirasi berlangsung secara normal. Tabel 3 Laju respirasi dan nilai Respiratory Quotient (RQ) pada berbagai suhu penyimpanan Suhu (oC) 0 5 10 15 27
Konsumsi O2 21.9±2.8a 46.4±12.0b 70.3±7.8c 90.7±1.4d 190.4±9.9e
Laju respirasi (ml/kg jam) Hari ke-1 Hari ke-3 Produksi CO2 RQ Konsumsi O2 Produksi CO2 22.9±0.3a 1.0 11.5±0.7a 17.5±1.7a 44.5±4.8ab 1.0 17.9±2.8a 23.1±1.7a 70.2±0.6bc 1.0 44.9±4.2b 51.2a±14.4b 83.3±10.1c 0.9 80.7±4.2c 82.7±24.5b 198.2±24.2d 1.0 175.4±11.3d 190.6±10.7c
RQ 1.5 1.3 1.1 1.0 1.1
Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Model Arrhenius Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal Model matematika merupakan suatu model yang memuat konsep-konsep matematika seperti konstanta, variabel, fungsi, persamaan, dan lain-lain. Tujuannya yaitu untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai objek tanpa harus mengganggu keberadaan objek. Mahajan et al. 2001 menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap laju respirasi dicari dengan persamaan Arrhenius yaitu dengan cara melihat regresi hubungan antara suhu dan laju respirasi. Suhu merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi respirasi dan memiliki pengaruh sangat nyata. Respirasi merupakan reaksi enzimatik dan setiap reaksi yang melibatkan enzim didalamnya tentu akan sangat berhubungan dengan sifat enzim yaitu akan sangat aktif pada suhu tinggi dan akan menurun keaktifannya pada suhu rendah. Data laju respirasi yang diperoleh digunakan untuk perhitungan model Arrhenius. Nilai Ri diubah menjadi ln Ri (Tabel 4) dihubungkan dengan suhu penyimpanan dalam Kelvin (K) yang diplotkan secara berturut-turut sebagai ordinat dan absis yang ditunjukkan pada Gambar 10. Tabel 4 Nilai ln R1, ln R2, dan 1/T untuk berbagai suhu penyimpanan Suhu R1 R2 ln R1 ln R2 1/T penyimpanan (oC) 0 21.93 22.93 3.09 3.13 3.66E-03 5 46.35 44.46 3.84 3.79 3.60E-03 10 70.28 70.18 4.25 4.25 3.53E-03 15 90.71 83.33 4.51 4.42 3.47E-03 6 5
Konsumsi O₂
y = -7378.6x + 30.237 R² = 0.9530 4.51
Produksi CO₂ 4.25
4 ln R
3.84 3.09
3 y = -6832x + 28.266 R² = 0.9467
2 1 3.45E-03
3.50E-03
3.55E-03 3.60E-03 Temperatur invers (1/T)
3.65E-03
3.70E-03
Gambar 10 Hubungan ln R dengan 1/T Gambar 10 menunjukkan hubungan antara ln Ri dengan kebalikan suhu absolut, dimana hasil regresi linier ini digunakan untuk mencari nilai Eai dan nilai Roi (faktor preeksponensial). Garis linier yang diperolah untuk menunjukkan koefisien laju respirasi konsumsi O2 dan produksi CO2 terbukti memiliki tingkat
22 akurasi yang tinggi dengan memperoleh nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi, dimana nilai R2 untuk O2 sebesar 0.9530 dan CO2 sebesar 0.9467. Slope dari persamaan linier (Gambar 10) merupakan nilai Eai/R sehingga nilai Eai dapat ditentukan, sedangkan ln Roi diperoleh pada saat 1/T = 0. Untuk hasil perhitungan nilai Eai, Roi dan R2 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai Eai, Roi, dan R2 untuk O2 dan CO2 Eai Roi Laju respirasi (kJ/mol) (ml/kg jam) Konsumsi O2 61.35 1.35E+13 Produksi CO2 56.80 1.89E+12
R2 0.9530 0.9467
Nilai energi aktivasi (Eai) yang diperoleh masih dalam batas normal yang direkomendasikan untuk energi aktivasi sayuran. Exama et al. 1993 mengemukakan bahwa Ea normal untuk sayuran dan buah berkisar antara 29-93 kJ/mol. Hasil yang sama dijelaskan oleh Torrieri et al. (2010) pada tanaman dengan genus yang sama yaitu Brassica rapa var. sylvestris memiliki nilai Ea sebesar 70±8 kJ/mol dan 69±9 kJ/mol berturut-turut untuk O2 dan CO2. Dari nila Eai dan Roi dibuat persamaan Arrhenius yang selanjutnya digunakan untuk memprediksi laju respirasi pada setiap suhu. Grafik laju respirasi (konsumsi O2 dan produksi CO2) hasil pendugaan (prediksi) dibandingkan dengan nilai laju respirasi hasil perhitungan (observasi). Hasil tersebut digunakan untuk melihat akurasi dari model yang telah dibuat.
Laju respirasi (ml/kg jam)
180 160 140 120 100 80
Prediksi O₂
60
Observasi O₂
40
Prediksi CO₂
20
Observasi CO₂
0 0
5
10
15
20
25
Suhu (ºC)
Gambar 11 Perubahan nilai laju respirasi (O2 dan CO2) prediksi dan observasi terhadap berbagai suhu penyimpana Grafik (Gambar 11) menunjukkan bahwa hasil prediksi laju respirasi menggunakan model Arrhenius memiliki tingkat signifikansi yang tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan terlihatnya titik yang hampir berhimpitan antara nilai observasi dan prediksi. Titik yang berhimpitan ini menandakan bahwa nilai laju
respirasi hasil prediksi tidak berbeda jauh dengan nilai yang dihasilkan pada pengukuran langsung (observasi) laju respirasi brokoli terolah minimal. Pengaruh Plastik Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Komposisi Gas dan Mutu Brokoli Terolah Minimal Variabel yang diamati dalam percobaan tahap kedua pada penyimpanan brokoli terolah minimal dengan menggunakan jenis kemasan plastik yang berbeda (stretch film, white stretch film dan LDPE) serta suhu penyimpanan yang berbeda (5 oC dan 10 oC) meliputi perubahan konsentrasi O2 maupun CO2 selama dalam kemasan, kadar klorofil, susut bobot, kadar air, dan vitamin C. Konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan Produk yang dikemas merupakan produk yang masih melakukan metabolisme, sehingga dalam proses pengemasan perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu kemasan tidak boleh kedap gas dan dapat memberikan efek atmosfer termodifikasi. Untuk mengetahui efek dari pengemasan terhadap konsentrasi O2 dan CO2 maka dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi O2 dan CO2 didalam kemasan dengan alat continuous gas analyzer dan portable oxygen tester. Pengamatan perubahan konsentrasi gas didalam kemasan dilakukan setiap hari pada suhu 5 oC dan 10 oC. Perbandingan perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada berbagai kemasan disajikan pada Gambar 12 dan 13.
Konsentrasi gas (%)
25 20 SF 5 O₂
15
WSF 5 O₂ LDPE 5 O₂
10
SF 5 CO₂ WSF 5 CO₂ LDPE 5 CO₂
5 0 0
5
10 15 Waktu penyimpanan (hari)
20
25
Gambar 12 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada berbagai kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC
24 25
Konsentrasi gas (%)
20 SF 10 O₂ WSF 10 O₂ LDPE 10 O₂ SF 10 CO₂ WSF 10 CO₂ LDPE 10 CO₂
15 10 5 0 0
5
10 15 Waktu penyimpanan (hari)
20
Gambar 13 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada berbagai kemasan selama penyimpanan suhu 10 oC Berdasarkan Gambar 12 dan 13, plastik LDPE menunjukkan penurunan konsentrasi O2 hingga mencapai 20.27 % dan kenaikan CO2 sebesar 1.5 % pada suhu 5 oC dan 18.95 % O2 dan 3.61 % CO2 pada suhu 10 oC. Sementara jenis plastik yang lain tidak menunjukkan perubahan yang signifikan dari kondisi udara normal. Jia et al. (2009) merekomendasikan kondisi atmosfer yang baik untuk memperpanjang umur simpan brokoli terolah minimal pada plastik polietilen yaitu 2% O2 dan 13% CO2. Namun dilihat dari Gambar 12 dan 13 konsentrasi yang diharapkan tidak dapat tercapai. Hasbullah (2010) dalam tulisannya menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam kemasan antara lain adalah faktor produk (varietas, berat, respirasi), faktor bahan pengemas (jenis plastik, ketebalan, luas permukaan, permeabilitas) dan faktor lingkungan (suhu dan kelembaban). Diduga hasil yang berbeda ini diakibatkan karena pengemasan yang dilakukan hanya mendekati desain yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan jenis MAP pasif, dimana efek modifikasi atmosfer hanya mengandalkan dari interaksi antara kemasan dan produk yang dikemas. Sementara jenis varietas, berat bahan yang dikemas, dan luas kemasan yang digunakan memang berbeda. Hal tersebut membuktikan bahwa berat bahan yang dikemas, nilai laju respirasi, luas kemasan, ketebalan kemasan dan permeabilitas film sangat mempengaruhi komposisi gas didalam kemasan. Pengetahuan tentang teknik pengemasan secara modified atmosphere packaging (MAP) menjadi hal penting dalam penanganan produk terolah minimal. Kemungkinan lain yang menjadi penyebab tidak tercapainya konsentrasi O 2 dan CO2 yang direkomendasikan adalah adanya kesalahan saat proses pengukuran. Kebocoran gas merupakan kesalahan yang umum terjadi pada pengukuran konsentrasi gas didalam kemasan. Selain itu tingkat ketelitian alat yang digunakan dapat menjadi kendala dalam mendapatkan hasil yang lebih akurat. Namun demikian konsentrasi didalam kemasan masih mendekati kondisi atmosfer normal, sehingga proses fisiologis produk didalam kemasan tidak terganggu. Pada pengamatan konsentrasi O2 dan CO2 dalam hubungannya dengan permeabilitas plastik kemasan, dimana LDPE memiliki nilai permeabilitas terkecil disusul oleh WSF dan strech film (Lampiran 2). Semakin rendah nilai
permeabilitas plastik kemasan, konsentrasi O2 semakin rendah dan CO2 semakin tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa besarnya perembesan gas berbanding lurus dengan nilai permeabilitas, dimana semakin kecil permeabilitas plastik maka perembesannya semakin sedikit; dan sebaliknya semakin tinggi permeabilitasnya, maka perembesan gas semakin besar. Klorofil Perubahan tingkat klorofil dalam jaringan sayuran merupakan indeks yang baik bagi penentuan proses penuaan yang terjadi pada sayuran hijau setelah dipanen. Perubahan kadar klorofil brokoli terolah minimal selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
Total klorofil (mg/g)
0.9 0.8
SF 5
WSF 5
LDPE 5
KONTROL 5
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
4
8
12
16
20
Waktu penyimpanan (hari) Gambar 14 Perubahan kadar klorofil brokoli terolah minimal pada suhu 5oC
Total klorofil (mg/g)
0.9 0.8
SF 10
WSF 10
LDPE 10
KONTROL 10
0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 0
4
8
12
Waktu penyimpanan (hari) Gambar 15 Perubahan kadar klorofil brokoli terolah minimal pada suhu 10oC Hasil pengukuran kadar klorofil menunjukkan bahwa pada awal pengujian, brokoli memiliki kandungan klorofil sebesar 0.73 mg/g. Dari grafik (Gambar 15) menunjukkan penurunan kadar klorofil pada suhu 5 oC di akhir penyimpanan
26 berkisar antara 0.48-0.53 mg/g. Sedangkan pada suhu 10 oC hanya berkisar antara 0.25-0.37 mg/g. Sabir (2012) menyatakan batas penerimaan kandungan klorofil untuk brokoli adalah 0.388 mg/g. Sehingga suhu 5 oC terbukti dapat mempertahankan kandungan klorofil hingga akhir penyimpanan (20 hari). Menurut Utama (2007) sayuran hijau yang memiliki warna kuning melewati 10% tidak layak dipasarkan lagi karena sudah tidak segar. Degradasi klorofil yang lebih cepat pada suhu 10 oC disebabkan oleh laju respirasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 5 oC. Laju respirasi yang tinggi mengakibatkan aktivitas enzim semakin tinggi termasuk enzim pendegradasi klorofil yaitu enzim klorofilase. Able et al. (2005) menyatakan bahwa tingkat respirasi yang tinggi menyebabkan peningkatan induksi enzim yang terlibat dalam degradasi klorofil yaitu enzim klorofilase. Sementara rendahnya penurunan kandungan pigmen klorofil pada penyimpanan suhu 5 oC diduga karena suhu 5 °C sudah dapat mengurangi aktifitas enzim klorofilase yang merusak klorofil. Pada suhu 5 oC degradasi klorofil berjalan lambat atau sintesis klorofil sebanding dengan lama waktu degradasi kandungan klorofil maksimum. Hansen et al. (2001) menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi aktifitas enzim klorofilase sebanyak 50%. Faktor yang berpengaruh dalam pembentukkan warna kuning adalah hormon asam absisat dan etilen. Kedua hormon ini memicu terjadinya penuaan yang menyebabkan hilangnya klorofil, RNA, protein, dan memacu terbentuknya karotenoid. Hilangnya warna hijau merupakan peralihan dari fungsi kloroplas ke kromoplas yang mengandung pigmen karotenoid. Degradasi klorofil menyebabkan pigmen karotenoid yang sebelumnya sudah ada dalam jaringan mendominasi pembentukan warna biru yaitu kuning, kandungan karotenoid, graniol bebas dan asam mevalonat bebas yang merupakan prekursor terbentuknya karoten akan meningkat selama proses pematangan (Syaefullah 2008). Susut Bobot Susut bobot yang terjadi pada brokoli terolah minimal akan mereduksi keindahan penampakan dan tingkat penerimaan konsumen yang menimbulkan kerugian secara ekonomis. Susut bobot merupakan salah satu parameter mutu fisik yang menunjukkan tingkat dari kesegaran komoditi sayuran. Semakin tinggi susut bobot, maka sayuran tersebut semakin berkurang kesegarannya. Grafik perubahan susut bobot brokoli terolah minimal selama penyimpanan disajikan pada Gambar 16.
70
SF 5 WSF 5 LDPE 5 Kontrol 5 SF 10 WSF 10 LDPE 10 Kontrol 10
Susut bobot (%)
60 50 40 30 20 10 0 0
2
4
6
8 10 12 14 Waktu penyimpanan (hari)
16
18
20
22
Gambar 16 Perubahan susut bobot brokoli terolah minimal (suhu 5 oC dan 10 oC) Grafik 16 menunjukkan peningkatan susut bobot pada semua perlakuan selama penyimpanan. Hal ini mengindikasikan telah terjadi pengurangan bahan organik akibat respirasi. Jika dilihat dari persen susut bobot, brokoli yang disimpan pada suhu 10 oC mengalami peningkatan susut bobot lebih tinggi dibandingkan yang disimpan pada suhu 5 oC. Proses respirasi berpengaruh terhadap susut bobot karena menyumbang hilangnya air melalui proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu karbondioksida dan H2O (air). Semakin tinggi laju respirasi produk maka semakin besar susut bobot yang terjadi. Laju respirasi brokoli dipengaruhi secara nyata oleh suhu penyimpanan yaitu semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasinya semakin besar (Aminudin 2010). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) suhu dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap persentase susut bobot brokoli terolah minimal selama penyimpanan. Setelah diuji lanjut, perlakuan kontrol atau tidak dikemas terbukti memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap perlakuan yang dikemas. Dari Gambar 16 terlihat bahwa peningkatan susut bobot terbesar terjadi pada brokoli yang tidak dikemas. Selama penyimpanan selain terjadi respirasi juga terjadi transpirasi yaitu penguapan air dari permukaan komoditi hortikultura yang menyebabkan kekeringan dan kelayuan. Kehilangan air akibat penguapan (transpirasi) yang terjadi terus menerus mengakibatkan produk mengalami susut bobot (Winarno 2002). Adanya barier berupa kemasan plastik akan melindungi produk dari proses respirasi dan transpirasi yang lebih cepat. Hasil yang sama dilaporkan oleh Jia et al. (2009) pada brokoli terolah minimal yang tidak dikemas terjadi kehilangan bobot paling tinggi dibanding brokoli yang dikemas plastik. Susut bobot yang terjadi secara umum disebabkan oleh proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi (Wills et al. 1981), serta transpirasi yang dilakukan oleh jaringan tanaman hingga tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan. Namun, adanya permeabilitas pada kemasan plastik akan menekan laju keluar masuknya uap air. Permeabilitas plastik akan meningkatkan kelembaban di dalam kemasan. Apabila konsentrasi uap air di dalam kemasan tinggi maka penguapan akan berkurang. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan kemasan yang dikombinasikan dengan
28 penyimpanan suhu rendah dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi sehingga tercapai susut bobot minimal pada produk selama penyimpanan. Kadar Air Kehilangan air merupakan penyebab utama kerusakan pada produk hortikultura khususnya sayuran selama penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan kemasan memberikan pengaruh nyata pada kadar air brokoli yang dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf nyata 5% (Lampiran 8). Pada perlakuan kemasan, hanya perlakuan kontrol (tanpa kemasan) yang memberikan nilai berbeda. Hasil pengukuran kadar air brokoli selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 17 dan 18. 100 95
Kadar air (%)
90 85 80 75 70 SF 5
65
WSF 5
60
LDPE 5
55
KONTROL 5
50 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Waktu penyimpanan (hari) Gambar 17 Perubahan kadar air brokoli terolah minimal pada suhu 5 oC 100 95
Kadar air (%)
90 85 80 75 70
SF 10
65
WSF 10
60
LDPE 10 KONTROL 10
55 50 0
2
4
6
8
10
12
14
Waktu penyimpanan (hari) Gambar 18 Perubahan kadar air brokoli terolah minimal pada suhu 10 oC
16
Pada Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa kadar air brokoli terolah minimal pada setiap perlakuan mengalami penurunan. Perlakuan kontrol (tidak dikemas) pada setiap suhu penyimpanan menunjukkan penurunan kadar air terbesar. Pada perlakuan kontrol kadar air bahan hanya 77.71% dan 69.95% berturut-turut untuk suhu 5 oC dan 10 oC di akhir penyimpanan. Sedangkan kadar air brokoli yang dikemas berkisar antara 89.8-90.3% dan 88.2-90.5% berturutturut untuk suhu 5 oC dan 10 oC. Hal tersebut membuktikan adanya peran penting kemasan dalam melindungi kadar air brokoli terolah minimal selama penyimpanan. Proses respirasi dan transpirasi terus berlangsung tanpa adanya penggantian air yang teruapkan menyebabkan sayuran mengering pada kondisi penyimpanan yang terbuka (Kader 2013). Banyaknya air yang hilang dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban relatif dalam ruangan penyimpanan. Bila suhu tinggi dan kelembaban udara semakin rendah, maka transpirasi akan berlangsung lebih cepat yang menyebabkan kelayuan pada produk, penampakan yang kurang menarik, tekstur yang lunak serta penyebab utama terjadinya susut bobot. Vitamin C Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) terhadap pengujian vitamin C brokoli terolah minimal menunjukkan bahwa perlakuan suhu memberikan pengaruh nyata terhadap vitamin C brokoli terolah minimal selama penyimpanan meskipun tidak dapat diuji lanjut karena hanya terdapat dua taraf perlakuan. Grafik perubahan kandungan vitamin C pada dua suhu penyimpanan disajikan pada Gambar 19 dan 20. Dapat dilihat pada gambar 19 dan 20 bahwa kandungan vitamin C brokoli terolah minimal selama penyimpanan sangat fluktuatif. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan sampel yang diuji pada setiap pengukuran, karena pengukuran vitamin C ini menggunakan metode titrasi secara destruktif sehingga sampel yang sama tidak dapat digunakan kembali. Kedua grafik kadar vitamin C brokoli terolah minimal menunjukkan bahwa suhu 5 oC memiliki nilai yang lebih stabil dibandingkan suhu 10 oC yang mengalami peningkatan kadar vitamin C diakhir penyimpanan. Hal ini diduga karena pada suhu 5 oC vitamin C tidak mudah teroksidasi sehingga kandungannya tetap terjaga. Dijelaskan oleh Safaryani et al. (2007), stabilitas vitamin C biasanya meningkat dengan penurunan suhu penyimpanan, akan tetapi selama pembekuan terjadi kerusakan jaringan yang cukup besar pada bahan yang disimpan, sehingga menyebabkan stabilitas vitamin C menurun.
30
Vitamin C (mg/100 g)
250 200
SF 5
WSF 5
LDPE 5
KONTROL 5
150 100 50 0 0
4
8
12
16
20
Waktu penyimpanan (hari) Gambar 19 Perubahan Vitamin C brokoli terolah minimal pada suhu 5 oC
Vitamin C (mg/100 g)
250 200
SF 10
WSF 10
LDPE 10
KONTROL 10
150 100 50 0 0
4
8
12
Waktu penyimpanan (hari) Gambar 20 Perubahan Vitamin C brokoli terolah minimal pada suhu 10 oC Kecenderungan peningkatan kadar vitamin C pada suhu 10 oC terjadi saat proses pelayuan. Meningkatnya kandungan vitamin C selama fase pelayuan terjadi akibat adanya pembentukan vitamin C yang berasal dari substrat glukosa 6PO4. Pembentukan vitamin C ini terjadi pada jalur pentose pospat (pentose phosphate pathway) dan melibatkan senyawa intermediet lakton 6-PO4. Peningkatan kandungan vitamin C biasanya akan terjadi seiring lamanya waktu penyimpanan, akan tetapi apabila substrat pembentukan vitamin C tidak lagi tersedia maka kandungan vitamin C akan mengalami penurunan. Brokoli merupakan jenis sayuran yang kaya akan kandungan asam askorbat (bentuk dominan dari Vitamin C) dan jumlah senyawa ini akan menurun selama penyimpanan (Serrano 2006). Kandungan vitamin C dalam brokoli bisa berkurang sampai lebih dari 50% hanya dalam beberapa hari, tetapi kehilangan ini dapat dicegah dengan penyimpanan pada suhu rendah. Vitamin C merupakan vitamin yang paling sederhana dan mudah berubah akibat oksidasi.
Penentuan Perlakuan Terbaik Perubahan kadar klorofil merupakan parameter mutu kritis umum untuk menentukan level penuaan sayuran hijau usai dipanen (Cefola et al. 2010). Oleh karena itu, nilai mutu ini dijadikan pertimbangan utama dalam memilih perlakuan terbaik. Kadar klorofil paling tinggi (0.53 mg/g) ditunjukan oleh perlakuan kemasan stretch film yang disimpan pada suhu 5 oC. Perlakuan ini juga menghasilkan kadar air sebesar 90.3% atau 90.3 g/100g diakhir penyimpanan. Nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan kadar air standar brokoli segar menurut USDA (2014), yaitu sebesar 90.7 g/100g. Susut bobot stretch film yang disimpan pada suhu 5 oC hanya 5.5% diakhir penyimpanan atau terbilang masih bagus. Hal ini didasarkan pada penelitian (Chace dan Pantastico 1975) yang menyatakan bahwa produk sayuran dan buah-buahan segar dianggap tidak layak dipasarkan bila mengalami susut bobot lebih dari 10%. Masalah lain yang timbul pada pengemasan tertutup adalah proses pengembunan yang beresiko merusak produk dan mengurangi nilai estetika dari pengemasan. Menurut Rangkadilok et al. (2002) adanya embun atau kandungan air yang tinggi di sekitar kemasan akan memacu terjadinya kerusakan produk, terutama yang disebabkan kontaminasi mikroba dan jamur. Hasil penelitian menunjukkan telah terjadi pengembunan pada bagian kemasan WSF dan LDPE. Hal tersebut erat kaitannya dengan karakteristik film plastik yang digunakan. Terjadinya proses pengembunan disajikan pada Gambar 21.
(b)
(a)
(c)
Gambar 21 Pengemasan brokoli terolah minimal menggunakan plastik: a)WSF, b)LDPE, dan c) Strech film
32 Film plastik selain memiliki sifat permeabilitas gas, juga memiliki sifat transmisi uap air. Water Vapor Transmission Rate (WVTR) merepresentasikan kemampuan suatu kemasan untuk menahan keluar masuknya uap air. Semakin tinggi nilai WVTR maka semakin tinggi nilai permeabilitas kemasan. Seperti diketahui, strech film memiliki permeabilitas paling tinggi dari semua kemasan yang digunakan (Lampiran 2), baik WSF maupun LDPE. Oleh karena itu, dengan nilai permeabilitas dan WVTR yang cukup tinggi membuat transmisi gas dan uap air berjalan lancar tanpa hambatan sifat plastik. Hal tersebutlah yang menyebabkan tidak terjadinya pengembunan pada plastik strech film. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk mendapatkan paket teknologi dalam penanganan pascapanen brokoli terolah minimal yaitu a) penyimpanan brokoli terolah minimal pada suhu 5 oC mampu menekan proses metabolisme produk sehingga umur simpannya dapat dipertahankan lebih lama, b) penggunaan plastik kemasan strech film yang memiliki permeabilitas yang tinggi cocok digunakan untuk produk yang memiliki laju respirasi yang tinggi seperti brokoli terolah minimal, dan c) penerapan good practice yang sesuai dengan HACCP (lampiran 9) pada saat minimally processed brokoli dapat meminimalisir kerusakan dan kontaminasi mikroba. Sehingga dengan paket teknologi inilah brokoli terolah minimal dapat memiliki umur simpan yang lebih panjang dengan mutu yang dapat dipertahankan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Laju respirasi pada suhu 0 oC sebesar 21.93 ml/kg.jam dan 22.93 ml/kg.jam berturut-turut untuk O2 dan CO2. Sementara pada suhu yang lebih tinggi (27 oC), berkisar antara 190.99 ml/kg.jam untuk O2 serta 198.17 ml/kg.jam untuk CO2. Hal tersebut membuktikan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dimana suhu rendah secara signifikan dapat menurunkan nilai laju respirasi. Model Arrhenius memberikan nilai validasi dengan R2 yang cukup tinggi yaitu O2 sebesar 0.9530 dan CO2 sebesar 0.9467, sehingga model tersebut dapat direkomendasikan untuk memprediksi laju respirasi brokoli terolah minimal pada berbagai suhu penyimpanan. Perlakuan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C dan susut bobot brokoli terolah minimal. Suhu 5 oC dapat mempertahankan kadar vitamin C dan susut bobot terkecil selama penyimpanan. Perlakuan kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot dan kadar air. Kemasan memiliki kemampuan mempertahankan kadar air dengan menekan proses transpirasi dan respirasi sehingga susut bobot dapat ditekan. Suhu dan kemasan yang sesuai untuk brokoli terolah minimal adalah yang dapat menekan laju respirasi, mempertahankan kadar air, menghasilkan susut bobot minimal, memperthankan kadar vitamin C dan klorofil, serta tidak terjadi pengembunan pada permukaan plastik. Suhu dan kemasan yang mendekati kemampuan tersebut adalah kemasan stretch film yang disimpan pada 5 oC.
Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini ditujukan pada pengukuran komposisi gas O2 dan CO2 didalam kemasan. Untuk mendapatkan hasil verifikasi komposisi gas didalam kemasan yang lebih akurat, pengukuran gas dilakukan secara closed system dengan mengalirkan gas dari dalam kemasan ke gas analyzer dengan menggunakan pompa peristaltik.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Analysis of Association Analitical Chemestry. 1990. Official methods of analysis of the association of agricultural chemist. Arlington (GB): AOAC Inc. [AOAC]. Analysis of Association Analitical Chemestry. 2000. Official methods of analysis of the association of official analytical. Arlington (GB): AOAC Inc. [USDA] United States Department of Agriculture. 2014. National nutrient database for standard reference release 27 [internet]. [diunduh 2014 Oktober 11]. Tersedia pada: http://ndb.nal.usda.gov. Able AJ, Sing L, Prasad A, Hare TJO. 2005. The physiology of senescence in detached pak choy leaves ( Brassica rapa var. chinensis ) during storage at different temperatures. J postharvest bio and tech. 35:2271–278.doi: 10.1016/j.postharvbio.2004.10.004. Aminudin. 2010. Kajian pola respirasi dan mutu brokoli selama penyimpanan dengan beberapa tingkatan suhu [tesis]. Bogor (ID). IPB. Arianto DP, Muharrani LK. 2013. Karakteristik jamur tiram selama penyimpanan dalam kemasan plastic polypropilen. Jurnal agrointek. 7(2):66-75. Arvanitoyannis IS, Tzouros NH. (2006). ISO 22000, The New Food Quality and Safety Standard. Athens: Stamoulis S.A. BPPHP. 2002. Penanganan pascapanen dan pengemasan sayuran. [Internet] [diunduh 2015 Ags 13]. Tersedia pada http://agribisnis.deptan.go.id/. Cantwell M. 2002. Postharvest handling systems: Minimally processed fruits and vegetables. [internet] [diunduh 2015 Ags 13]. Tersedia pada http://vrix.ucdavis.edu/selectnewtopic.minproc.htm. Cefola M, Amodio ML, Cornacchia R, Rinaldi R, Vanadia S, Colelli G. 2010. Effect of atmosphere composition on the quality of ready-to-use broccoli raab ( Brassica rapa L.). Journal of the Science of Food and Agriculture. 789–797.doi: 10.1002/jsfa.3885. Chace W, Pantastico EB. 1975. Principle of Transport and Commercial Transport Operation, in: Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Fruit and Vegetable. Westport, Connecticut (US): The Avi Co. Inc. Dalimartha S. 2000. Atlas tumbuhan obat Indonesia. Depok (ID). Niaga Swadaya. Exama JP, Arul J, Lencki RW, Lee LZ, Toupin C. 1993. Suitability of plastic film for modified atmosphere packaging of fruit and vegetable. J of Food Science. 58:1365-1370. FDA. 2011. Secondary direct food additives permitted in food for human consumption. Code of federal regulations [internet]. Title 21—Foods and
34 Drugs. Vol. 3. Revised in April-2011. Part 173. Section 173.315. [diunduh 2015 Ags 14]. Tersedia pada http//www.accessdata.fda.gov/. Gunadnya IBP. 1993. Pengkajian penyimpanan salak segar dalam kemasan film dengan Modified Atmosphere [tesis]. Bogor (ID) : Program Studi Teknologi Pascapanen, Institut Pertanian Bogor. Hansen ME, Sorensen H, Cantwell M. 2001. Changes in acetaldehyde , ethanol and amino acid concentrations in broccoli florets during air and controlled atmosphere storage. J Postharvest Bio and Techno. 22:227–237.doi: 10.1016/S0925-5214(01)00093-X. Hardenburg RE, Watada AE, Wang CY. 1986. The commercial storage of fruits, vegetable, florist and nursery stocks. US Dept. Agric. Handbk. 66. Pp. 130. Hariyadi P. 2004. Prinsip-prinsip pendugaan masa kedaluwarsa dengan metode accelerated shelf life test. Pelatihan Pendugaan Waktu Kedaluwarsa (Self Life). ogor, − Desember 4. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hasbullah R, Gardjito, Syarief AM, Akinaga T. 2000. Gas permeability characteristics of plastic films for packaging of fresh produce. J Society of Agricultural Structures, Japan. 31(2): 79-86.doi: dx.doi.org/10.11449/sasj1971.31.79. Hasbullah R. 2007. Teknik pengukuran laju respirasi produk hortikultura pada kondisi atmosfer Terkendali bagian 1: metode sistem tertutup. Jurnal Keteknikan Pertanian. 21(4): 419-427.doi: dx.doi.org/10.19028/jtep.21.4.419-427. Hasbullah R. 2008. Teknik pengukuran laju respirasi produk hortikultura pada kondisi atmosfer terkendali bagian 2: metode sistem terbuka. Jurnal Keteknikan Pertanian. 22(1): 63-68.doi: dx.doi.org/10.19028/jtep.22.1.6368. Hasbullah R, Emmi D. 1995. Mempelajari laju transpirasi dan pengaruh komposisi gas pada penyimpanan brokoli secara controlled atmosphere [Laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Mekanisasi Pertanian FATETA, Institut Pertanian Bogor. Hasbullah R. 2009. Buah-buahan/sayuran terolah minimal dengan kemasan modified atmosphere packaging [internet]. Bogor (ID): IPB [diunduh 2015 Ags 13]. http://web.ipb.ac.id/rokhani/artikel_files/page0002.html. Majalah Food Review Indonesia. 1(10):40-45. Jia C, Xu C, Wei J, Yuan J, Yuan G, Wang B, Wang Q. 2009. Effect of modified atmosphere packaging on visual quality and glucosinolates of broccoli florets. J Food Chemistry. 114:28–37.doi: 10.1016/j.foodchem.2008.09.009. Johansyah A, Prihastanti E, Kusdiyantini E.. 2014. Pengaruh plastik pengemas LDPE, HDPE, dan PP terhadap penundaan kematangan buah tomat. Bul Anatomi dan Fisiologi. 22(1):46-57. Kader AA. 2013. Postharvest Technology of Horticultural Crops - An Overview from Farm to Fork. J Appl Sci Technol. 8(1):1–8. Kader AA, Zagory D, Kerbel EL. 1989. Modified atmosphere packaging of fruit and vegetables. CRC Critical Reviews in Food Science and Nutrition. 28: 130.
Kader AA. 1987. Respiration and gas exchange of vegetables. Ch. 3. In Post Harvest Physiology of vegetable. J. Weichmann, p. 25. Marcel Dekker Inc., New York. Kementan. 2013. Pedoman panen, pascapanen, dan pengolahan bangsal pascapanen hortikultura yang baik. No.73/Permentan/OT.140/7/2013. Kirwan MJ, WJ Strawbridge. 2011. Plastic in food packaging. Food Packaging Technology. London (GB): Blackwell Publishing. 191-193. Koh E, Wimalasiri KMS, Chassy AW, Mitchell AE. 2009. Content of ascorbic acid, quercetin, kaempferol and total phenolics in commercial broccoli. Journal of Food Composition and Analysis. 22:637-643. Mahajan PV, Goswami TK. 2001. Enzyme kinetics based modelling of respiration rate for apple. J. agric. Engng Res. 79:399–406.doi: 10.1006/jaer.2001.0718. Makhlouf JF, Castaigne J, Arul C, Willemot, Gosselin A. 1989. Long-term storage of broccoli under controlled atmosphere. J Hort Science. 24: 637639. Mareta DT, Shofia NA. 2011. Pengemasan produk sayuran dengan bahan kemas plastik pada penyimpanan suhu ruang dan dingin. Jurnal mediagro. 7(1):2640. Nicola S, Tibaldi G, Fontana E. 2009. Fresh-cut produce quality: implications for a systems approach. 247–282. Nurminah M. 2002. Penelitian sifat berbagai bahan kemasan plastik dan kertas serta pengaruhnya pada bahan yang dikemas. Medan (ID): USU. Rangkadilok N, Tomkins B, Nicolas ME, Premier RR, Bennett RN, Eagling DR. 2002. The effect of post-harvest and packaging treatments on glucoraphanin concentration in Broccoli (Brassica oleracea var. italica). Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50:7386–7391. Rao AV, Rao LG. 2007. Carotenoid and human health. Pharmaceutical research. 55:207-216. Sabir FK. 2012. Postharvest quality response of broccoli florets to combined application of 1-methylcyclopropene and modified atmosphere packaging. Agricultural and Food Science. 21: 421–429. Safaryani N, Haryanti S, Hastuti ED. 2007. Pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap penurunan kadar vitamin C brokoli (Brassica oleracea L). Bul Anatomi dan Fisiologi. 2(15):39-45. Sandra A, Juliarsi I, Novia D, Melia S, Yaumi P. 2010. Sosialisasi karakteristik dan teknologi kemasan pangan. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Sumatra (ID): UNAN. Serrano M, Martinez-romero D, Guill F. 2006. Maintenance of broccoli quality and functional properties during cold storage as affected by modified atmosphere packaging. 39:61–68.doi: 10.1016/j.postharvbio.2005.08.004. Silva EDO, Bastos MSR, Wurlitzer NJ, Barros ZJ, Mangan F. 2012. Advances in fruit processing Technologies: Minimal Processing fruit and vegetables. New York (US): CRC Press.8: 217-234.doi: 10.1201/b12088-9. Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationships between leaf pigment content and spectral reflectance across a wide range of species , leaf structures and developmental stages. Remote Sens. Environ. 81:337–354. Sudheer KP, Indira V. 2007. Post harvest technology of horticultural crops. New Delhi (IN): Jai Bharat Printing Press.
36 Sulchan M, Endang NW. 2007. Keamanan Pangan Kemasan Plastik dan Styrofoam. Bul Kedokt Indon. 2(57):54–59. Susila, Anas D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Bogor (ID). IPB. Syaefullah. 2008. Optimasi keadaan penyimpanan buah pepaya sebelum pemeraman dengan algoritma genetika. Bogor (ID): IPB. Tan BSC, Perth S, Haynes YS, Phillips DR. 2007. Post-harvest handling of Brassica vegetables. 44/94. ISSN 0726-934. Torrieri E, Perone N, Cavella S, Masi P. 2010. Modelling the respiration rate of minimally processed broccoli (Brassica rapa var . sylvestris ) for modified atmosphere package design. J of Food Science and Technology. 45:2186– 2193.doi:: 10.1111/j.1365-2621.2010.02387.x. Utama M, Nocianitri KA, Pudja IAR. 2007. Pengaruh suhu air dan pengaruh lama waktu perendaman beberapa jenis sayuran daun pada proses crisping. Agritrop. 26(3):117-123. Varzakas TH, Arvanitoyannis IS. 2008. Application of ISO22000 and comparison to HACCP for processing of ready to eat vegetables: Part I. International Journal of Food Science & Technology. 43(10):1729–1741.doi: 10.1111/j.1365-2621.2007.01675.x. Wills RH, Lee TH, Graham D, Glasson WB, Hall EG. 1981. Postharvest. Australia: New South Wales University Press. Winarno FG. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka utama.
LAMPIRAN
38 Lampiran 1 Rendemen brokoli terolah minimal Ulangan
Berat utuh (g)
Ul 1 Ul 2 Ul 3 Rataan
185.74 172.18 180.72 179.55
Berat setelah pengolahan minimal (g) 118.84 105.93 117.42 114.06
rendemen (%) 63.98 61.52 64.97 63.49
Lampiran 2 Koefisien permeabilitas film kemasan (ml.mm/m2.hr.atm) (Gunadnya 1993) Jenis film plastik LDPE White stretch film Stretch film
Tebal (mm) 0.03
10 oC O2 CO2 -
15 oC O2 CO2 -
25 oC O2 1002
CO2 3600
0.03
226
422
291
412
1464
1470
0.02
342
888
473
748
4143
6226
Lampiran 3 Analisis sidik ragam pengaruh suhu penyimpanan pada laju respirasi brokoli terolah minimal Variabel
O2 H-1
CO2 H-1
O2 H-2
CO2 H-2
O2 H-3
CO2 H-3
O2 H-4 CO2 H-4
Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat
33644.831 311.013 33955.844 37036.003 714.240 37750.243 59814.785 307.113 60121.898 61008.848 165.710 61174.558 35850.272 171.262 36021.534 39919.662 1152.636 41072.298 5100.927 9.960 5110.887 3803.817 342.432
4 5 9 4 5 9 4 5 9 4 5 9 4 5 9 4 5 9 3 4 7 3 4
Kuadrat tengah
F hitung
F tabel
8411.208 62.203
135.223**
5.19
9259.001 142.848
64.817**
5.19
14953.696 61.423
243.456**
5.19
15252.212 33.142
460.209**
5.19
8962.568 34.252
261.662**
5.19
9979.916 230.527
43.292**
5.19
1700.309 2.490
682.852**
6.59
1267.939 85.608
14.811**
6.59
Variabel
O2 H-5
CO2 H-5
O2 H-6
CO2 H-6
O2 H-7
CO2 H-7
Sumber keragaman
Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total Suhu Galat Total
Jumlah kuadrat
4146.248 4162.162 64.041 4226.203 3225.653 114.217 3339.871 3335.633 74.001 3409.634 1863.479 677.635 2541.114 734.327 230.983 965.310 515.813 151.705 667.518
Derajat bebas
7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 3 4 7 2 3 5 2 3 5
Kuadrat tengah
F hitung
F tabel
1387.387 16.010
86.656**
6.59
1075.218 28.554
37.655**
6.59
1111.878 18.500
60.101**
6.59
621.160 169.409
3.667*
6.59
367.164 76.994
4.769*
9.55
257.907 50.568
5.100*
9.55
Ket : *tidak berpengaruh nyata **berpengaruh nyata
Lampiran 4 Laju konsumsi O2 dan uji beda Duncan Suhu penyimpanan (oC) 1 0 21.9a 5 46.4b 10 70.3c 15 90.7d 27 190.4e
2 3 15.0a 11.5a 22.4a 17.9a 59.8b 44.9b 68.8b 80.7c 227.8c 175.4d
Hari ke4 9.0a 14.0b 43.9c 71.8d
5 8.0a 18.9a 49.3b 64.8c
6 7 8.0a 9.0a 19.9b 16.9a 47.3c 35.4a 58.8c
Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Lampiran 5 Laju produksi CO2 dan uji beda Duncan Suhu penyimpanan (oC) 1 2 0 22.9a 27.3a 5 44.5ab 34.5a 10 70.2bc 57.8b 15 83.3c 77.2c 27 198.2d 239.4d
Hari ke3 4 17.5a 22.7a 23.1a 29.7ab 51.2ab 53.8bc 82.7b 78.2c 190.6c
5 15.0a 22.3a 50.2b 64.2b
6 7 14.6a 15.9a 22.3a 23.5a 45.1a 38.3a 51.2a
Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
40 Lampiran 6 Nilai Respiratory Quotient (RQ) pada setiap suhu penyimpanan Suhu penyimpanan (oC) 0 5 10 15 27
1 1.05 0.96 1.00 0.92 1.04
2 1.83 1.54 0.97 1.12 1.05
3 1.53 1.29 1.14 1.02 1.09
Hari Ke4 2.53 2.13 1.23 1.09
5 1.88 1.18 1.02 0.99
6 1.83 1.12 0.95 0.87
7 1.78 1.39 1.08
Rerata 1.77 1.37 1.06 1.00 1.06
Lampiran 7 Analisis sidik ragam pengaruh plastik kemasan dan suhu penyimpanan pada mutu brokoli terolah minimal Variabel
Kadar Klorofil
Kadar Air
Vitamin C
Susut bobot
Sumber keragaman Plastik Suhu Plastik*Suhu Galat Total Plastik Suhu Plastik*Suhu Galat Total Plastik Suhu Plastik*Suhu Galat Total Plastik Suhu Plastik*Suhu Galat Total
Jumlah kuadrat 0.033 0.060 0.019 1.610 1.734 1270.966 2.726 16.408 1267.993 2579.216 996.395 4558.961 848.595 67271.844 73832.891 21396.284 1450.411 69.035 70725.216 97055.888
Derajat bebas 3 1 3 68 75 3 1 3 128 135 3 1 3 128 135 3 1 3 238 245
Kuadrat tengah 0.011 0.060 0.006 0.024
F hitung
F tabel
0.465* 2.532* 0.268*
2.74 3.92 2.74
423.655 2.726 5.469 9.906
42.767** 0.275* 0.552*
2.67 3.91 2.67
332.132 4558.961 282.865 525.561
0.632* 8.674** 0.538*
2.67 3.91 2.67
7132.095 1450.411 23.012 297.165
24.000** 4.881** 0.077*
2.64 3.88 2.64
Lampiran 8 Rerata parameter mutu pada berbagai kemasan dan uji beda Duncan Variabel Kadar klorofil Susut bobot Kadar air Vitamin C
SF 117.24a 6.01a 89.56a 109.78a
WSF 116.70a 3.54a 89.70a 114.73a
LDPE 113.64a 3.47a 89.47a 116.10a
Kontrol 117.35a 29.56b 81.95b 116.31a
Ket: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Lampiran 9 Proses pengolahan minimal sayuran dalam ISO22000 & HACCP
41 o
Lampiran 10 Dokumentasi perubahan brokoli terolah minimal selama penyimpanan (suhu 5 C) Hari ke-
0
4
12
20
SF
WSF
LDPE
Kontrol
42 Lampiran 11 Dokumentasi perubahan brokoli terolah minimal selama penyimpanan (suhu 10 oC) Hari ke-
0
4
8
12
SF
WSF
LDPE
Kontrol