Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Volume 18 (1) 2006
KAJIAN MANFAAT DAN DAMPAK PEMBERDAYAAN KUKM SEBAGAI INTI PENGEMBANGAN USAHA DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN Aulia Ishak, Nazaruddin*) Abstrak Efektivitas merupakan konsep teoretis (tidak riil) yang tidak dapat langsung diukur, paling tidak beberapa ahli (expert) memandangnya sebagai konsep multidimensional. Pada awalnya orang mengukur efektivitas dari segi ekonomi, namun belakangan diketahui bahwa performansi ekonomi bukanlah satu-satunya hal yang harus diperhitungkan dalam mengevaluasi efektivitas organisasi. Orang mulai menekankan juga dari segi non-ekonomi, seperti sosial dan lingkungan untuk mengukur efektivitas organisasi secara global. Penelitian-penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa masih banyak variabel-variabel lain yang ikut berpengaruh pada efektivitas suatu organisasi. Salah satu cara yang ditempuh untuk mengetahui variabel-variabel apa yang paling berpengaruh terhadap efektivitas organisasi adalah berdasarkan persepsi para ahli (expert), dengan alasan bahwa para ahli memiliki wawasan pemikiran yang lebih luas tentang keefektivan suatu perusahaan, baik dalam tingkat konseptual maupun operasional. Para ahli yang dimaksud di sini adalah para pengambil keputusan (decision maker) atau para eksekutif perusahaan, karena pengambil keputusanlah yang selalu dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang mengandung risiko dan bertanggung jawab penuh atas hasil kemampuan sistem organisasi, karena kepadanyalah semua pihak yang berkepentingan dengan sistem itu berfokus. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terdapat 3 (tiga) buah indikator yang paling dominan atau berkepentingan di dalam penentuan efektivitas perusahaan manufaktur di wilayah Kota Medan yaitu dengan jumlah persentase responden yang tertinggi (100%). Ketiga indikator itu adalah: a). Adanya misi dan visi, b). Adanya rencana jangka panjang, dan c). Pertumbuhan total penjualan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa di dalam penentuan efektivitas untuk meningkatkan kinerja perusahaan saat ini khususnya di wilayah Kota Medan dan sekitarnya tidak hanya ditentukan dari faktor ekonomi semata melainkan masih banyak faktor ataupun variabel yang turut berperan. Kata Kunci: Ekonomi, Pengembangan KUKM, Efektivitas, Kinerja
A. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu, yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan krisis moneter telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami suatu resesi ekonomi yang besar. Krisis ini berpengaruh negatif terhadap hampir semua lapisan/golongan masyarakat dan hampir semua kegiatan ekonomi di dalam negeri, tidak terkecuali kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam skala kecil dan menengah. Kesadaran yang disertai dengan komitmen dan aksi serius mengenai pentingnya pemberdayaan Usaha Kecil Menengah atau UKM di Indonesia dalam memperkuat ketahanan ekonomi bangsa ini, mulai mencuat ke permukaan sejak awal-awal
*)
Staf Pengajar Fakultas Teknik USU
reformasi. Secara politik, Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, merefleksikan secara konkret kesamaan persepsi dan kebulatan tekad dari segenap komponen bangsa untuk menjadikan UKM sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang. Setidaknya terdapat 6 dari total 15 pasal dalam Ketetapan MPR tersebut secara tegas mencantumkan “Usaha Kecil Menengah” berikut semangat pemberdayaannya di dalam pasal-pasal tersebut. Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999, yang dijadikan pedoman oleh pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, telah menetapkan 28 butir arah kebijakan pembangunan ekonomi nasional, di mana salah satu sasaran utamanya adalah untuk mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan berbasis pada kemandirian, kekuatan, dan kemampuan kompetitif dari industri UKM di
5
Aulia Ishak Nazaruddin Indonesia. Di Indonesia peranan UKM sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah mengurangi pengangguran, memerangi kemiskinan, dan pemerataan pendapatan. Oleh sebab itu, tidak heran jika kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan kesempatan kerja atau kebijakan antikemiskinan atau kebijakan redistribusi pendapatan. Data terakhir dari Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (Menegkop & PKM) menunjukkan bahwa pada tahun 2000, ada sekitar 99,85% usaha kecil dan 0,14% usaha menengah. Dilihat dari sisi kesempatan kerja, sekitar 66 juta orang bekerja di usaha kecil sedangkan jumlah pekerja di usaha menengah sekitar 7,5 juta orang. Sejak saat itu, segala kebijakan yang diambil pemerintah yang bersentuhan dengan permasalahan di bidang ekonomi selalu diupayakan untuk dikaitkan dengan program pemberdayaan dan peningkatan peran serta kontribusi industri UKM dalam mendorong laju roda perekonomian di tanah air. Pedoman kebijakan negara ini menggarisbawahi 28 butir mengenai arah kebijakan pembangunan ekonomi nasional untuk periode 1999–2004. Kerangka kerja kebijakan terdiri dari tiga kebijakan utama, di antaranya adalah sistem ekonomi kerakyatan yang didasarkan pada mekanisme pasar dengan suatu persaingan yang adil dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, keadilan prioritas pada sosial, kualitas hidup, lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan. Di bawah kerangka kerja kebijakan ini, memberdayakan KUKM menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi nasional. KUKM sendiri dikenal sebagai sektor yang fleksibel sehingga mampu bertahan dalam goncangan krisis ekonomi. Sedangkan upaya pemberdayaannya selalu diidentikkan dengan upaya pemerataan ekonomi, peningkatan pendapatan, ataupun pengen-
6
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 tasan kemiskinan di masyarakat, terutama di Indonesia. Namun sejauh mana dampak pengembangan KUKM bagi pemerataan ekonomi, peningkatan pendapatan ataupun pengentasan kemiskinan tersebut perlu dikaji lebih dalam sehingga teridentifikasi dengan jelas dan terukur. Hal ini penting diketahui untuk dijadikan rujukan dalam perencanaan pembangunan. Permasalahan yang mungkin perlu dicari solusinya dalam kesempatan yang sangat berharga ini adalah: bagaimana sebenarnya pemberdayaan KUKM dilakukan agar ditemukan formula yang tepat guna, tepat sasaran, dan cukup logis untuk diimplementasikan? Dalam rangka mempertemukan antara kepentingan bisnis pelaku pasar modal dengan harapan untuk memiliki UKM yang lebih tangguh, profesional, dan berdaya saing global. Pengertian Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan (UU No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian di Indonesia). Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat berusaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu milyar). c. Milik warga negara Indonesia. d. Berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar. e. Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbentuk badan hukum atau badan usaha yang berdasarkan hukum termasuk koperasi (UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil).
Aulia Ishak Nazaruddin Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi dengan kekayaan bersih antara Rp 200.000.000,- (dua ratus juta) sampai dengan Rp 1.000.000.000,- (satu milyar) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat berusaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar). Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan iklim usaha, pembinaan, dan pengembangan sehingga usaha kecil mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha yang tangguh dan mandiri (UU No.9 Tahun 1995, Bab 1 Pasal 1 ayat 3 tentang Usaha Kecil). Bertitik tolak dari penjelasan di atas maka koperasi usaha kecil dan menengah (KUKM) merupakan sektor kegiatan usaha kerakyatan, karena KUKM merupakan sektor kegiatan usaha yang menyerap tenaga kerja yang cukup besar, walaupun sistem perekrutan karyawannya yang tidak selektif, peningkatan dan kontrol kualitas produk yang lemah, strategi pemasaran, dan juga pengelolaan modal yang sangat terbatas. Secara tidak langsung, baik buruknya keadaan KUKM merupakan refleksi dari kesejahteraan ekonomi sebagian rakyat Indonesia. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1990–2004 dalam arah kebijakan pembangunan di bidang ekonomi pada butir 11 (sebelas) jelas terlihat keberpihakan kepada KUKM tersebut "Memberdayakan pengusaha kecil menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif, dan berdaya saing tinggi dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang usaha yang seluas-luasnya. Bantuan fasilitas dari negara diberikan secara selektif terutama dalam bentuk perlindungan dari persaingan yang tidak sehat, pendidikan dan pelatihan, informasi bisnis dan teknologi, permodalan, dan lokasi usaha". Upaya-upaya keberpihakan tersebut juga telah banyak dilakukan dari pelaksanaan program-program tersebut, baik oleh
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 pemerintah maupun swasta dalam maupun luar negeri. Dalam upaya pengembangan dan pemberdayaan KUKM maka perlu diidentifikasikan das sein, yaitu realitas KUKM dan berbagai fenomena eksternal yang mempengaruhi, dan das sollen, yaitu citra, image, dan harapan akan keadaan KUKM yang ideal di masa mendatang. Ekonomi Kerakyatan Sistem ekonomi kerakyatan belum menyerahkan pasar sebagai pengambil keputusan (Kompas, 26/4). Saat ini, peran negara masih memegang kendali utama dalam penentuan berbagai kebijakan ekonomi. Itu terlihat dari berbagai kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang masih ditentukan oleh negara. Misalnya kenaikan harga bahan bakar (BBM), tarif listrik, dan tarif telepon. Peran negara yang amat besar itulah yang menyebabkan logika pasar terlampaui (Amartya Zen: 2001), rakyat menjadi termiskin akibat kebijakan sepihak negara yang kurang peka akan kebutuhan rakyat yang sesungguhnya. Konsep ekonomi kerakyatan merupakan suatu sistem ekonomi di mana rakyat dan usaha-usaha ekonomi kerakyatan berperan integral dalam perekonomian nasional. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua, di bawah kepemimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Artinya, rakyat mempunyai hak penuh atas usaha-usaha yang ditekuninya serta segala hal yang berkenaan dengan usahanya itu. Peran negara hanya sebagai mediator atas berbagai transaksi ekonomi yang terjadi. Jika dilihat bahan rujukan umum, maka secara ekstrem dikenal 2 (dua) sistem ekonomi, yaitu sistem ekonomi pasar (SEP) dan sistem ekonomi negara (SEN). SEP bersumbu pada pasar dengan minimalnya peran negara dalam aktivitas ekonomi, sedangkan SEN kebalikan dari SEP, yaitu berpusat pada negara.
7
Aulia Ishak Nazaruddin Di antara dua ekstrem tersebut, muncul sistem ekonomi kerakyatan (SEK), sehingga berdasarkan logika yang ada menjadi wajar bila banyak ahli berdebat mengenai keberadaan ekonomi kerakyatan (EK). Satu kelompok ahli menyebut EK dekat ke sumbu pasar, kelompok ahli lainnya menyatakan lebih dekat ke sumbu negara. Di sisi lain, kelompok ekstrem menyebut tidak ada EK. Kita berbicara masalah ekonomi kerakyatan, maka akan terlintas pertanyaan mengenai usaha ekonomi apa yang termasuk dalam kategori ekonomi kerakyatan. Dan tentu saja usaha kecil dan menengah (UKM) yang lebih dekat, sebagai contoh konkret dari ekonomi kerakyatan. Selama ini, UKM yang notabene sebagai ekonomi kerakyatan termarjinalkan, padahal kita tahu bahwa UKM mencapai proporsi mayoritas lebih dari 90% pelaku ekonomi di negeri ini. Arah kebijakan pengembangan UKM di Indonesia dinyatakan secara eksplisit dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999–2004. Pedoman kebijakan negara ini menggarisbawahi 28 butir mengenai arah kebijaksanaan pembangunan ekonomi nasional untuk periode 1999–2004. Kerangka kerja kebijaksanaan terdiri dari tiga kebijaksanaan utama, di antaranya adalah sistem ekonomi kerakyatan yang didasarkan pada mekanisme pasar dengan suatu persaingan yang adil dan memperhatikan pertumbuhan ekonomi, keadilan, prioritas pada sosial, kualitas hidup, lingkungan, dan pembangunan berkelanjutan. Di bawah kerangka kerja kebijaksanaan ini, memberdayakan KUKM menjadi prioritas utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, UKM memiliki peranan baru yang lebih penting lagi yaitu sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas dan sebagai industri pendukung yang membuat komponen dan spare part untuk usaha
8
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 besar lewat keterkaitan produksi. Di Indonesia UKM sangat diharapkan dapat menjadi salah satu pemain penting dalam penciptaan pasar bagi Indonesia tidak hanya di dalam negeri tetapi lebih penting lagi di luar negeri. Dalam era otonomi daerah, kebijaksanaankebijaksanaan ekonomi termasuk KUKM didesentralisasikan kepada daerah. Berdasarkan ini, pemerintah daerah akan menjadi vocal point untuk pemberdayaan KUKM sesuai dengan proses otonomi. Pemerintah daerah lebih bias merumuskan dan melakukan kebijaksanaan yang tepat untuk pembangunan KUKM di daerah mereka. UKM merupakan lumbung penyerap tenaga kerja. Hal ini dinyatakan Badan Pusat Statistik (BPS–2000) dengan menggambarkan jika jumlah tenaga kerja yang dimiliki antara 5–19 orang. Usaha menengah berkisar antara 20–99 orang. Lebih besar dari 100 tenaga kerja suatu usaha dikategorikan sebagai usaha besar. Setidaknya lima juta tenaga kerja terserap di sektor ini (untuk Provinsi Jatim saja). Sedangkan nilai investasi yang mampu dihasilkan oleh usaha menengah Jatim sebesar Rp 34,75 milyar dengan nilai produksi sebesar Rp 179,22 milyar. Dan hal itu berdampak pada total kegiatan ekonomi dari provinsi dalam satu tahun/ produk domestik bruto (PDRB) sebesar Rp 157,28 triliyun. Gambaran di atas harus membuat kita yakin akan potensi yang dimiliki UKM. Perkembangan UKM di Indonesia berbeda menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antarwilayah/lokasi, antar-sentra, antar-sektor atau subsektor jenis kegiatan dan antar-unit usaha dalam kegiatan/sektor yang sama. Dengan potensi itu, pemerintah hendaknya memberi prioritas pengembangan UKM tanpa menempatkan UKM sebagai anak emas. Tujuannya agar UKM mempunyai
Aulia Ishak Nazaruddin dasar kebijakan yang jelas sebagai aturan main pada lingkungan bisnis di negeri sendiri. Keandalan UKM sebagai tulang punggung perekonomian Jatim yang mampu meningkatkan ekspor sebesar 81,2% (data Disperindag Jatim) dengan nilai 465,952 juta dolar AS untuk akhir tahun 2001. Melihat kondisi di atas, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi agar UKM sebagai basis ekonomi kerakyatan bisa eksis dalam perekonomian nasional. Pertama, diperlukan kemitraan pada koridor dan definisi yang jelas. Pada saat proses kemitraan ini ada proses pembelajaran oleh pengusaha kecil dari para pengusaha besar. Di samping itu, membentuk jalinan kerja sama yang harmonis serta saling menguntungkan kedua belah pihak. Kedua, perlunya penanganan yang lebih arif dari pemerintah mengenai kredit macet yang diderita oleh UKM. Bagaimanapun, UKM dalam berusaha butuh modal, dan modal yang didapat ada yang berasal dari pinjaman bank, tetapi karena manajemen kurang bagus menyebabkan perputaran uang tidak stabil, sehingga beban utang UKM menjadi tinggi, yang akhirnya mengalami kesulitan dalam pengembaliannya. Untuk itu, perlu restrukturisasi utang UKM agar usaha yang digelutinya selama ini tidak tenggelam. Ketiga, pemberian manajemen sederhana bagi UKM. Pendidikan manajemen sederhana harus diberikan kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) agar mampu mengembangkan usahanya dan memasarkan hasil produksinya. Manajemen sederhana ini di antaranya berupa cara penjualan dan administrasi keuangan. Keempat, pengenalan teknologi walaupun sifatnya sederhana, untuk bisa mencoba menjadi profesional pada bidangnya. Dan hal ini harus dilakukan secara bertahap
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 agar mereka tidak minder untuk teknologi yang lebih mendukung.
alih
Kelima, diperlukan juga kemampuan sosialisasi di antara mereka untuk kepentingan bersama. Karena diduga saat ini banyak UKM yang masih bekerja sendirisendiri dan tidak terorganisasi. Akibatnya, usaha mereka tidak berkembang dengan baik, karena segala sesuatu yang dikerjakan sendiri mulai dari mempersiapkan produk, mencari pasar, sampai melakukan promosi. Ternyata tingkat resistensi UKM terhadap guncangan lebih baik dibandingkan usaha besar lain. Itu lebih disebabkan karena: pertama, sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama (nondurable consumen goods). Kelompok barang ini dicirikan oleh keandalan permintaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) yang relatif rendah. Artinya, seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, permintaan atas kelompok barang ini tidak akan meningkat banyak; dan sebaliknya. Dengan demikian, secara rata-rata tingkat kemunduran usaha kecil tak separah yang dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang selama ini bisa bertahan karena ditopang proteksi, fasilitas istimewa, dan praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua, mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas. Pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja. Hal itu dikarenakan struktur pasar yang dihadapi UKM mengarah pada persaingan sempurna, tingkat persaingan sangat ketat. Spesialisasi dan struktur pasar persaingan sempurna inilah yang membuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih dan berganti jenis
9
Aulia Ishak Nazaruddin usaha, apalagi mengingat bahwa usaha kecil tidak membutuhkan kecanggihan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Keempat, terbentuknya usaha-usaha kecil baru, terutama di sektor informal, sebagai akibat pemutusan hubungan kerja di sektor formal karena krisis yang berkepanjangan. Melihat prospek yang dimiliki UKM, seharusnya pemerintah mempunyai jurus pengendali tepat guna untuk menggarap UKM lebih sungguh-sungguh sehingga tidak hanya terkesan retorika politik saja. Untuk itu, langkah pemerintah yang harus segera diambil adalah mengoreksi pola yang telah berlangsung lama sebagai akibat dari dicampakkannya mekanisme pasar. Kesempatan harus dibuka seluas-luasnya tanpa diskriminasi. Semua hambatan yang menyesakkan ruang gerak usaha kecil harus segera disingkirkan. Sampai kapan pun mayoritas usaha kecil akan tetap kerdil (kecil) tanpa uluran tangan pemerintah. Uluran tangan pemerintah tidak berarti memanjakan mereka, melainkan dalam upaya untuk menyingkirkan segala rintangan yang membuat usaha kecil tersebut tak mampu/bisa berhimpun di dalam suatu jalinan sinergi dengan sesamanya untuk mencapai economies of scale. Kajian yang dilakukan adalah untuk mengetahui “Apakah manfaat dari pemberdayaan KUKM dan bagaimana dampaknya terhadap pengembangan ekonomi kerakyatan”. Perkembangan KUKM di Sumatera Utara tidak lepas dari berbagai masalah, yang tingkat intensitas dan sifatnya berbeda. Karenanya, perlu dilakukan kajian bagaimana KUKM tersebut bermanfaat dan berdampak terhadap pengembangan KUKM sebagai inti pengembangan usaha untuk pengembangan perekonomian rakyat di Sumatera Utara.
10
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 Tujuan dan Manfaat Secara umum manfaat dari studi "Kajian Manfaat dan Dampak Pemberdayaan KUKM sebagai Inti Pengembangan Usaha dan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan" adalah untuk melihat sampai sejauh mana keberadaan dan dampak KUKM terhadap usaha-usaha kecil dan menengah, sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai kajian terhadap manfaat pelaksanaan KUKM untuk pengembangan ekonomi kerakyatan di Sumatera Utara. 2. Dapat membantu/digunakan oleh pemerintah atau instansi terkait lainnya dalam membuat kebijakan pemberdayaan KUKM sebagai inti pengembangan usaha. 3. Sebagai landasan yang rasional dalam penyusunan rencana ekonomi dan penetapan kebijakan pembangunan Sumatera Utara. Ruang Lingkup 1. Lokasi studi dilakukan di wilayah Sumatera Utara dengan mengambil sampel di beberapa pemerintah kabupaten/kota. 2. Variabel yang diteliti meliputi masalah: a. Modal b. Kesulitan bahan baku c. Keterbatasan teknologi d. Sumber daya manusia e. Pemasaran f. Informasi, dan g. Pembinaan dan Pelatihan yang pernah dilakukan. 3. Tabulasi dan analisis data KUKM dengan menggunakan metode kuantitatif. B. METODOLOGI PENELITIAN Tahapan Penelitian a. Studi Pendahuluan Merupakan suatu pengamatan pendahuluan terhadap beberapa sampel KUKM yang telah mendapatkan bantuan dan pembinaan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan variabelvariabel penelitian.
Aulia Ishak Nazaruddin b. Tahapan Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara langsung. Data dikumpulkan melalui instansi terkait, BUMN/KUKM. c. Tahapan Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan batas ruang lingkup penelitian serta menggunakan prinsip statistik. d. Analisis, Kesimpulan, dan Saran Dilakukan untuk mendapatkan suatu hasil dari penelitian yang dilakukan sesuai dengan kondisi nyata. Sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang merupakan kebijakan di dalam pengembangan KUKM. Pendekatan Penelitian Manfaat dan dampak KUKM dapat dilakukan dengan pemilihan sampel KUKM dalam jumlah yang mencukupi. Proses evaluasi dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi masa lalu maupun kondisi saat ini dari pemberdayaan KUKM kemudian dilakukan pengukuran keberhasilan berdasarkan kondisi masa lalu maupun kondisi saat ini dari pemberdayaan KUKM tersebut. Metodologi Kegiatan Metodologi kegiatan dalam kajian ini menggunakan metode pendekatan sistem (system approach) yakni dengan memperhatikan input antara lain permasalahan yang ada seperti kualitas SDM, tenaga kerja, modal, teknologi, dan sebagainya yang pada akhirnya setelah dilakukan analisis akan menghasilkan output yang diharapkan berupa manfaat dari pemberdayan KUKM. Skema metodologi kegiatan kajian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 Teknik Analisis Teknik analisis yang akan digunakan adalah dengan konsep saling ketergantungan antara sistem usaha dengan memperhatikan manfaat dan dampak dari pemberdayaan KUKM. Metodologi Kegiatan Studi Kajian Manfaat dan Dampak Pemberdayaan KUKM sebagai Inti Pengembangan Usaha untuk Pengembangan Ekonomi Kerakyatan. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Letak Geografis Kota Medan terletak di Pantai Timur Sumatera Utara berbatasan dengan Selat Malaka dengan topografi datar 2,5–37,5 meter di atas permukaan laut. Secara astronomi, Kota Medan terletak antara 2.27’–2.47’ Lintang Utara, dan 98.35’–98.44’ Bujur Timur. Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang pada bagian utara, timur, barat dan selatan. Luas areal Kota Medan adalah 265,10 km (26,510 hektar). Kota Medan memiliki iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 22,70 C – 24,10 C dan suhu maksimum berkisar antara 30,50 C–33,20 C, berdasarkan stasiun Polonia pada tahun 2000. Letak Kota Medan yang strategis menjadikan Kota Medan sebagai pusat perdagangan regional maupun internasional dengan berbagai kegiatan bisnis. Tuntutan Kota Medan sebagai pusat perdagangan untuk kawasan Sumatera Utara akan semakin tinggi, khususnya menghadapi era pasar bebas tahun 2003 yang akan datang.
11
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Volume 18 (1) 2006 KUKM
PERMASALAHAN UMUM
Kualitas SDM
Jumlah TK
Modal
Bahan Baku
Teknologi
Kebijakan Negara
Infrastruktur
Pemberdayaan KUKM Bentuk Pembinaan
- Bentuk Pembinaan, dan - Pelatihan
Manfaat
Gambar Metodologi Kegiatan
Kependudukan dan Tenaga Kerja Penduduk Kota Medan mengalami pertumbuhan sebesar 2,12% pada tahun 1991, dan sebesar 8,3% pada tahun 2000. Penduduk Kota Medan bertambah dari tahun ke tahun, namun dengan tingkat pertumbuhan yang berbeda. Jumlah rumah tangga sebanyak 324.674 kepala rumah tangga dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 7.954 jiwa per km. Jumlah penduduk yang paling banyak ada di Kecamatan Helvetia, disusul Medan Perjuangan dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit adalah di Kecamatan Medan Maimun, disusul Medan Polonia dan Medan Baru. Jumlah penduduk Kota Medan yang menyelesaikan pendidikan tinggi (D I, D II, D III, PT/D IV) hanya sebanyak 119.196 jiwa (6,26% dari total penduduk). Angka ini relatif kecil. Jika tingkat pendidikan dijadikan indikator kualitas sumber daya manusia, maka dapat dikatakan bahwa kualitas sumber daya manusia Kota Medan belum begitu baik. Pada tahun 2000 terdapat 79.781 jiwa (5,9%) orang, mencari kerja, yakni mereka yang berusia di atas 15 tahun.
12
Tingkat partisipasi angkatan kerja 58,18% menunjukkan angka yang rendah yang juga menggambarkan kurangnya lapangan kerja. Berdasarkan data menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan adalah sarjana (52,42%), dan SLTA (39,16%). Angka ini menunjukkan tingkat pengangguran bagi para sarjana dan lulusan SLTA. Hal ini mengidentifikasikan bahwa lapangan kerja yang terbuka selama ini pada umumnya untuk pekerja yang tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi. Dari sisi usia, persentase pencari kerja yang belum ditempatkan hingga tahun 2000 adalah 54,4% berusia antara 10–24 tahun, dan 45,5% berusia antara 25–54 tahun. Jika batas usia 25–54 tahun adalah usia untuk orang menikah, maka dapat diduga tidak sedikit mereka yang telah menikah dalam keadaan menganggur. Komposisi lapangan usaha yang menyerap tenaga kerja pada tahun 2000 adalah industri pengolahan (56,65%), diikuti perdagangan, hotel, dan restoran (29,47%). Data tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya pekerja yang dapat diserap hanya pada posisi bawah. Dalam hal ini tidak diperlukan tingkat pengetahuan yang tinggi.
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Volume 18 (1) 2006
Kondisi Industri Kecil di Kota Medan Pertumbuhan industrialisasi yang relatif cepat telah mendorong perkembangan aktivitas perdagangan, baik perdagangan dalam negeri maupun luar negeri, serta melindungi kepentingan konsumen dan memenuhi kebutuhan barang-barang, baik dari produsen maupun konsumen dengan harga yang layak. Peningkatan ekspor, khususnya komoditas non-migas, dilakukan dengan cara meningkatkan mutu dan daya saing serta perluasan pasar keluar negeri. Juga didukung pula dengan penyempurnaan berbagai sarana dan prasarana seperti perkreditan, perasuransian, lalu lintas kauangan, dukungan perangkat hukum, serta usaha yang terkait erat antara produsen dan eksportir.
dan pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Karateristik dan kinerja industri kecil sangat efisien, produktif, dan memiliki responsibilitas yang tinggi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor. Jumlah unit usaha yang sangat banyak di semua sektor ekonomi dan kontribusi yang besar terhadap penciptaan kesempatan kerja, membuat eksistensi usaha kecil di Kota Medan menjadi sangat penting. Selain itu, selama ini kelompok usaha tersebut juga berperan sebagai salah satu motor penggerak bagi pembangunan ekonomi di Kota Medan. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan, ditunjukkan bahwa pada tahun 2001 ada sekitar 40.958 usaha kecil di Kota Medan dalam berbagai sektor.
Perkembangan industri kecil dan menengah merupakan faktor penting bagi pembangunan Tabel 5.1. Profil Pengusaha Industri Kecil Kota Medan Karakteristik Usia (tahun)
Pendidikan
Status
Sumber Modal Utama
Sumber Modal Pembantu
Total
Total
%
< 30
4
3,94
30 – 50
76
75,99
> 50
20
20,07
SD
35
35,48
SLTP
34
33,69
SLTA
28
28,32
PT
3
2,51
Kawin
99
98,57
Tidak Kawin
1
1,43
Modal sendiri
87
86,74
Kredit
12
11,83
Bantuan pemerintah
0
0,00
Sumbangan
0
0,00
Dan lain-lain
1
0,01
Modal sendiri
33
33,33
Kredit
17
16,67
Bantuan pemerintah
39
38,89
Sumbangan
11
11,11
Dan lain-lain
0
0,00
umber: Data hasil survai
13
Aulia Ishak Nazaruddin
Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, industri kecil dan menengah memiliki peranan baru yang lebih penting lagi, yaitu sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas dan industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan bahan baku untuk usaha beskala besar lewat jaringan kemitraan dalam bentuk subcontracting. Di Kota Medan, industri kecil sangat diharapkan dapat menjadi salah satu faktor penting dalam penciptaan pasar baru bagi Indonesia, tidak hanya yang berorientasi domestik tetapi juga yang berorientasi ekspor. Sehingga industri kecil dapat menjadi salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan dan jasa. Faktor produksi merupakan syarat mutlak bagi keberlangsungan industri kecil. Potensi pembangunan industri kecil pada suatu daerah dapat diukur melalui ketersediaan faktor-faktor produksi yang ada di daerah tersebut. Faktor-faktor produksi mencakup bahan baku, modal (uang), utilitas, mesin, dan peralatan serta sumber daya manusia. Untuk menggambarkan faktor ketersediaan faktor produksi usaha kecil manufaktur (industri kecil) pada tiap sub-sektor dan penyebaran di berbagai kecamatan Kota Medan. Industri kecil khususnya usaha kecil di Kota Medan menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial, yaitu mobilisasi modal awal serta akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari tabungan sendiri atau sumber-sumber informasi, namun sumbersumber permodalan ini sering tidak cukup untuk kegiatan produksi dan investasi (perluasan kapasitas produksi atau menggantikan mesin-mesin tua).
14
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006
Sementara, mengharapkan sisa kebutuhan finansial sepenuhnya dibiayai dari perbankan jauh dari realitas. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika saat ini walaupun begitu banyak skim-skim kredit dari perbankan dan bantuan BUMN, sumber-sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan dalam pembiayaan kegiatan industri kecil. Hal ini disebabkan oleh sejumlah alasan, di antaranya adalah lokasi bank terlalu jauh dari banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu panjang, dan ukuran informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan prosedurnya. Karakteristik Pengusaha Industri Kecil Kota Medan Berdasarkan hasil survai yang dilakukan (Tabel 5.1), diperoleh gambaran bahwa usia para pengindustri kecil pada umumnya antara 30–50 tahun (75,99%), sebanyak 20,07% perindustri kecil berusia di bawah 30 tahun hanya 3,94%. Data dari Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sektor industri kecil merupakan lapangan kerja bagi mereka pada usia menengah. Hal ini memberi gambaran bahwa para pengusaha pada umumnya adalah telah berkeluarga. Untuk tiap kelompok usaha, terlihat bahwa komposisi umur pada umumnya relatif sama. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa keinginan masyarakat usia muda cenderung tidak berminat menekuni industri kecil ini untuk seluruh kelompok usaha. Dari sisi pendidikan menunjukkan bahwa proposi terbesar adalah pada tingkat Sekolah Dasar (35,5 %), SLTP (33,69%), SLTA (28,32%), dan lulusan Perguruan Tinggi hanya 2,51%. Data tersebut menggambarkan bahwa tingkat pendidikan pengindustri di Kota Medan relatif kecil, hal ini memberi makna rendahnya tingkat kemampuan manajerial dari para pengusaha. Situasi ni mengindikasikan sulitnya pengusaha untuk
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin melakukan inovasi untuk pengembangan usaha. Pengusaha industri kecil pada umumnya adalah mereka yang telah berkeluarga (98,57%) dan sisanya (2,43%) belum berkeluarga. Gambaran ini menunjukkan bahwa para pengusaha industri kecil cenderung menekuni bidang ini demi pemenuhan kebutuhan keluarga dan bukan untuk pengembangan usaha hingga berskala besar. Di samping itu dapat dilihat bahwa sektor ini tidak menarik bagi masyarakat yang masih berusia muda. Dari sisi modal usaha pada umumnya berasal dari modal sendiri (98,57%) hanya 1,43% dari mereka yang mendapatkan kredit. Hal ini mengindikasikan bahwa kesempatan memperbesar modal usaha melalui pinjaman berupa kredit maupun bantuan pemerintah kelompok usaha yang mendapatkan fasilitas yang terbesar pada kelompok usaha makanan dan minuman. Sementara kedua kelompok yang lain cenderung memiliki modal sendiri. Dalam hal ini perlu ditingkatkan bantuan dana untuk pengusaha dalam upaya penambahan modal usaha. Di sisi lain menggambarkan rendahnya modal yang dimiliki pengusaha, sehingga sulit bagi mereka untuk melakukan pengembangan usaha. Situasi ini dapat menggambarkan bahwa penambahan modal usaha merupakan salah satu masalah yang dihadapi pengindustri kecil. Kondisi Perkembangan Industri Kecil Hasil survai (Tabel 5.2) menunjukkan bahwa presentase penurunan total aset pengusaha selama lima tahun terakhit relatif kecil (3,23%). Sementara persentase aset pengusaha stabil atau mengalami pertumbuhan di bawah 25% sangat besar, yakni 72,04% dan yang mengalami penaikan di atas 25% sebanyak 24,73%. Gambaran ini memberi arti bahwa pada umumnya tingkat kepemilikan aset para pengusaha relatif tidak berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa penghasilan yang diperoleh para pengusaha pada umumnya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain ditunjukkan bahwa kondisi aset
Volume 18 (1) 2006 pengusaha relatif stabil walaupun terjadi krisis ekonomi sejak tahun 1997. Dengan perkataan lain bahwa sektor industri kecil tidak merasakan dampak yang besar akibat terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga saat ini. Tabel 5.2. Indikator Pertumbuhan Industri Kecil Kota Medan Indikator Asset
Total Produksi
Unit Usaha
Tenaga Kerja
Total Penjualan
Tingkat Pertumbuhan
Jumlah %
%
<0
3
3,23
0 – 25
72
> 25
25
<0
10
0 – 25
76
> 25
14
72,0 4 24,7 3 10,0 4 76,3 4 13,6
<0 0 – 25 > 25
0 100 0
2 0 100 0
<0
4
3,94
0 – 25
88
> 25 <0
8 6
88,1 7 7,89 6,09
0 – 25
68
> 25 Sumber: Data hasil survai
26
67,7 4 26,1 7
Pada tahun 2000, diperoleh gambaran bahwa besar aset untuk kelompok usaha kerajinan umum sekitar Rp 5 Juta, kelompok makanan dan minuman Rp 9,6 Juta dan kelompok sandang dan kulit Rp 26 Juta. Angka ini memberi gambaran bahwa sektor industri kecil membutuhkan modal yang tidak terlalu besar untuk menjalankannya. Di sisi lain terlihat bahwa sektor ini tidak memberikan peningkatan yang signifikan terhadap penambahan aset pengusaha. Pada 5 tahun terakhir, menunjukkan bahwa persentase penurunan produksi relatif kecil (10,04%). Sementara persentase produksi pengusaha stabil atau mengalami pertumbuhan di bawah 25% sangat besar yakni 76,34% dan yang mengalami penaikan di atas 25% sebanyak 13,62%.
15
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Volume 18 (1) 2006
Gambaran ini memberi arti bahwa pada umumnya tingkat kepemilikan produksi para pengusaha relatif tidak berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa penghasilan yang diperoleh para pengusaha pada umumnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Persentase penurunan total pertumbuhan tenaga kerja 5 tahun terakhir relatif kecil (3,94%) dan persentase pertumbuhan tenaga kerja stabil atau mengalami pertumbuhan di bawah 25% sangat besar yakni 88,17% dan yang mengalami kenaikan di atas 25% sebanyak 7,89%. Gambaran ini memberi arti bahwa pada umumnya tingkat pertumbuhan tenaga kerja para pengusaha relatif tidak berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa penghasilan yang diperoleh para pengusaha pada umumnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Persentase penurunan total perkembangan modal usaha selama 5 tahun terakhir relatif kecil (5,02%) dan persentase pertumbuhan modal stabil atau mengalami pertumbuhan di bawah 25% sangat besar yakni 49,10% dan yang mengalami kenaikan di atas 25%
sebanyak 45,88%. Gambaran ini memberi arti bahwa pada umumnya tingkat pertumbuhan modal usaha para pengusaha relatif tidak berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa penghasilan yang diperoleh para pengusaha pada umumnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Persentase penurunan perkembangan ongkos transpor selama 5 tahun terakhir relatif kecil (0,00%) dan persentase pertumbuhan pengusaha stabil atau mengalami pertumbuhan di bawah 25% sangat besar yakni 26,16% dan yang mengalami kenaikan di atas 25% sebanyak 73,84%. Gambaran ini memberi arti bahwa pada umumnya tingkat perkembangan ongkos transpor para pengusaha relatif tidak berkembang. Hal ini mengindikasikan bahwa penghasilan yang diperoleh para pengusaha pada umumnya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kondisi faktor ekonomi yang mempengaruhi perkembangan industri kecil berdasarkan hasil survai, seperti terlihat pada Tabel 5.3 bervariasi satu dengan yang lain.
Tabel 5.3. Faktor Ekonomi Industri Kecil Kota Medan Faktor Total Penjualan
Jenis Produksi
Modal Usaha
Harga Bahan Baku
Ongkos Tranpor
Jumlah Unit Usaha
Jumlah Pembeli
Ongkos Produksi
16
Kondisi Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil
Jumlah
%
13 36 51 4 87 9 5 49 46 0 17 83 5 80 15 5 88 6 14 38 47 1 23
12,90 36,20 50,90 3,94 87,10 8,96 5,02 49,10 45,88 0,00 16,85 83,15 4,66 80,29 15,05 5,38 88,53 6,09 14,34 38,35 47,31 0,36 23,30
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Teknologi/Peralatan
Daerah Pemasaran
Diversifikasi Produk
Volume 18 (1) 2006 Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat Menurun Stabil Meningkat
76 0 94 6 4 82 13 1 98 1
76,34 0,00 94,27 5,73 4,30 82,44 13,26 1,43 98,21 0,36
Sumber: Data hasil survai
Dari Tabel 5 total penjualan mengalami peningkatan untuk 50,90% pengindustri kecil. Sementara 36,20% menyatakan total penjualannya stabil, sementara lainnya menyatakan penurunan. Untuk jenis produk yang dihasilkan, pengindustri kecil menyatakan 87,10% bersifat stabil dan hanya 8,96% mengalami peningkatan, sementara lainnya mengalami penurunan. Dari hasil survai yang dilakukan 49,10% pengindustri kecil menyatakan bahwa modal usaha yang dimiliki bersifat stabil dan 45,88% mengalami peningkatan, sementara lainnya menyatakan cenderung mengalami penurunan. Untuk bahan baku yang dipergunakan 83,15% pengindustri kecil menyatakan harga bahan baku mengalami peningkatan. Sementara 16,85% menyatakan harga bahan baku stabil dan lainnya cenderung mengalami penurunan. Hal ini berarti bahwa harga produk yang dihasilkan pengindustri kecil akan meningkat dari harga sebelumnya. Dalam hal pemasaran produk yang siap dipasarkan, maka ongkos transpor untuk pengangkutan cenderung bersifat stabil yaitu 80,29% pengindustri kecil mengalami kestabilan dalam hal ongkos transpor dan hanya 15,05% mengalami peningkatan. Sementara lainnya menyatakan penurunan. Dalam hal perkembangan unit usaha, terdapat sekitar 88,53% pengindustri kecil mengalami pertumbuhan unit usaha yang stabil dan hanya 6,095% mengalami
peningkatan. Sementara lainnya menyatakan penurunan. Jumlah pembeli akan produk-produk yang dihasilkan mengalami peningkatan yaitu sekitar 47,31% pengindustri kecil menyatakan bahwa konsumennya meningkat dan 38,35% menyatakan stabil. Sementara selebihnya menyatakan menurun. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Industri Kecil di Kota Medan Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan industri kecil di Kota Medan, dilakukan melalui pendekatan regresi berganda yang mempengaruhi, yaitu: 1. Pen = Pendapatan per tahun (rupiah) 2. TK = Tenaga kerja yang dipekerjakan 3. ASS = Aset yang dimiliki pengusaha industri kecil (rupiah) 4. Pend = Pendidikan pengusaha industri kecil dilakukan dengan pemberi nilai: · Tenaga kerja berpendidikan SD · Tenaga kerja berpendidikan SMP · Tenaga kerja berpendidikan SMA · Tenaga kerja berpendidikan Perguruan Tinggi 5. LB = Lama usaha (tahun) 6. US = Usia pengusaha industri kecil (tahun) 7. A = Konstanta 8. b1, b2,…b6 = Koefisien berganda 9. e = error (kesalahan)
17
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Volume 18 (1) 2006
Model yang dirumuskan adalah: Penj= A.TKb1.ASSb2.PENDb3.LBb4.USb5 + e
Log Pend = Log A + b1 Log TK + b2 Log ASS + b3 Log PEND + b4 Log LB + b5 Log US + e
Persamaan regresi berganda tersebut dapat diubah dengan cara melogaritmakan sebagai berikut:
Hasil perhitungan SPSS dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Industri Kecil di Kota Medan No.
Variabel Dependen
Koefisien Regresi 0,039
T Hitung
Sig
0,253
0,801
1.
Tenaga kerja (TK)
2.
Asset (ASS)
0,755
8,809
0,000*)
3.
Pendidikan (PEND)
0,194
0,766
0,446
4.
Lama Berusaha (LB)
0,382
2,265
0,026
5.
Usia (US)
-0,268
-0,495
0,623
6.
Konstanta
1,759
1,671
0,098*)
N= 100 sampel R2 = 0,566 R = ,752 di mana: *) adalah signifikan untuk lamda = 5% **) adalah signifikan untuk lamda = 1%
F = 24,555*)
Sehingga diperoleh: Log Pen = 1,759 + 0,039 Log TK + 0,755 Log ASS + 0,194 Log PEND + 0,382 Log LB – 0,268 Log US Tabel 5.5. Faktor-Faktor Pengembangan Industri Kecil yang Dibutuhkan Pengusaha Faktor
Prioritas
Pengadaan Bahan baku
Peningkatan skill tenaga kerja
Pengadaan sarana perbankan
Pengadaan sarana transportasi
18
Jumlah
%
% Kumulatif
Sangat tinggi
10
10,39
Tinggi
66
65,95
Sedang
17
17,20
17,20
Rendah
7
6,56
6,56
76,34
Sangat Rendah
0
0,00
Sangat tinggi
3
2,51
Tinggi
63
63,08
Sedang
33
32,97
32,97
Rendah
1
1,43
1,43
65,59
Sangat Rendah
0
0,00
Sangat tinggi
0
0,39
Tinggi
44
43,53
Sedang
45
45,10
45,10
Rendah
11
10,98
10,98
Sangat Rendah
0
0,00
43,92
Sangat tinggi
5
4,91
Tinggi
56
56,14
61,05
Sedang
39
38,60
38,60
Rendah
0
0,35
0,35
Sangat Rendah
0
0,00
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Volume 18 (1) 2006
Pengadaan sarana telekomunikasi
Kondisi pertumbuhan penduduk
Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan iklim berusaha
Faktor Dukungan pemerintah
Sosial budaya
Pengadaan kredit
Daerah pemasaran
Sangat tinggi
0
0,00
Tinggi
56
56,27
56,27
Sedang
44
43,73
43,73
Rendah
0
0,00
0,00
Sangat Rendah
0
0,00
Sangat tinggi
11
10,75
Tinggi
46
46,24
Sedang
41
40,86
40,86 2,15
56,99
Rendah
2
2,15
Sangat Rendah
0
0,00
Sangat tinggi
1
1,08
Tinggi
29
29,03
Sedang
58
58,42
58,42
Rendah
12
11,47
11,47
Sangat Rendah
0
0,00
30,11
Sangat tinggi
1
1,08
Tinggi
52
51,97
Sedang
45
44,80
44,80
Rendah
2
2,15
2,15
Sangat Rendah
0
0,00
Prioritas
53,05
Jumlah
%
% Kumulatif
Sangat
12
12,19
Tinggi
40
39,78
Sedang
23
22,58
22,58
Rendah
25
25,45
25,45
Sangat
0
0,00
Sangat
0
0,00
Tinggi
55
54,48
Sedang
39
39,43
39,43
Rendah
6
6,09
6,09
Sangat
0
0,00
Sangat
1
1,08
Tinggi
22
22,58
Sedang
37
36,56
36,56
Rendah
40
39,78
39,78
Sangat
0
0,00
Sangat
1
0,73
Tinggi
40
39,93
Sedang
56
55,58
55,68
Rendah
4
3,66
3,66
Sangat
0
0,00
51,97
54,48
23,66
40,66
Pertumbuhan industri
Sangat
0
0,38
Besar
Tinggi
17
17,11
Sedang
66
66,16
66,16
Rendah
16
16,35
16,35
Sangat
0
0,00
Sangat
6
5,73
Peningkatan permintaan
17,49
45,88
19
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN
Aulia Ishak Nazaruddin
Peningkatan pesaing
Kondisi politik
Stabilitas harga
Volume 18 (1) 2006
Tinggi
40
40,14
Sedang
52
51,61
51,61
Rendah
2
2,51
2,51
Sangat
0
0,00
Sangat
8
8,29
Tinggi
39
39,17
Sedang
47
47,00
47,000
Rendah
6
5,53
5,53
Sangat
0
0,00
Sangat
3
3,17
Tinggi
25
25,00
Sedang
60
59,86
59,86
Rendah
12
11,97
11,97
Sangat
0
0,00
28,17
Sangat
4
4,33
Tinggi
19
19,13
Sedang
72
71,84
71,84
Rendah
5
4,69
4,69
Sangat
0
0,00
Pembahasan 1. Berdasarkan uji serentak (kesesuaian model) terlihat bahwa Fhitung dengan tingkat kepercayaan 99%, di mana Fhitung > Ftabel maka secara keseluruhan sudah sesuai atau hubungan antara variabel bebas sudah signifikan. 2. Berdasarkan uji koefisien regresi secara parsial yaitu dengan uji T-Student, ternyata ada 2 variabel yang signifikan yaitu variabel aset (untuk alpa =1%) dan variabel lama berusaha pengusaha (untuk alpa = 5%). 3. Dari kedua faktor yang berpengaruh signifikan tersebut terlihat bahwa faktor aset lebih berpengaruh daripada lama berusaha. Hal ini dapat dilihat tingkat pertambahan yang diberikan aset terhadap pendapatan (yakni 0,755) dibanding dengan lama berusaha (yakni 0,382). Hal ini memberi makna bahwa untuk meningkatkan pendapatan pengusaha industri kecil diperlukan penambahan aset yang dalam hal ini termasuk modal usaha. 4. Hal lain yang dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja, pendidikan pengusaha, dan usia pengusaha tidak mempengaruhi pendapatan pengusaha tersebut. Hal ini memberi makna bahwa
20
47,47
23,47
sektor industri kecil di Kota Medan masih didominasi usaha-usaha yang tidak memerlukan keahlian yang tinggi dan faktor usia tidak mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil serta jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan relatif kecil. Dengan demikian sektor industri kecil di Kota Medan cenderung memperkerjakan jumlah tenaga kerja yang relatif konstan. 5. Dari sisi usia terlihat bahwa semakin tua usia seseorang pengusaha cenderung pendapatannya menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor industri kecil di Kota Medan cenderung memerlukan fisik bukan keahlian. 6. Dari sisi pendidikan terlihat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seorang pengusaha cenderung pendapatannya semakin meningkat. Faktor-Faktor yang diperlukan Pengusaha Industri Kecil di Kota Medan Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan industri kecil meliputi: pengadaan bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, dan stabilitas harga. Faktor-faktor tersebut yang
Aulia Ishak Nazaruddin diperlukan oleh pengindustri kecil memiliki prioritas yang bervariasi. Pengadaan bahan baku merupakan faktor yang diprioritaskan oleh pengusaha (76,34%). Bahan baku merupakan faktor penting, apabila bagi industri kecil yang membutuhkan bahan baku yang bersumber dari daerah lain atau bahkan diimpor dari negara lain. Dalam hal produksi, peningkatan skill tenaga kerja juga merupakan prioritas bagi pengusaha (65,59%). Dengan skill tenaga kerja yang baik akan mampu menghasilkan produk-produk yang berkualitas tinggi dan juga dapat mengurangi jumlah produkproduk yang rusak/cacat. Peranan sarana perbankan sangat diperlukan bagi keberadaan suatu industri kecil, yaitu sebagai penyedia modal (43,92%) karena di samping sumber-sumber modal yang ada, sarana perbankanlah yang menjadi sumber modal yang tepat sekaligus mitra bagi suatu industri kecil. Untuk mempercepat distribusi produkproduk diperlukan sarana transportasi yang memadai dan mampu menjangkau semua daerah yang menjadi sasaran pemasaran (61,05%). Dengan transportasi yang cepat dan tepat serta dengan jumlah transportasi yang memadai dengan sendirinya juga dapat memperluas pemasaran. Pertumbuhan ekonomi masyarakat yang bagus akan mempengaruhi perkembangan industri kecil (58,42%). Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi masyarakat maka peluang untuk menjangkau harga-hara produk yang ditawarkan oleh pengusaha akan semakin mudah dengan sendirinya hal ini akan meningkatkan volume penjualan. D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Jurnal KOMUniKASI PENELITIAN Volume 18 (1) 2006 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi industri kecil di Kota Medan meliputi: aset dan lama berusaha. Dari antara keduanya bahwa aset yang lebih mempengaruhi. 2. Kondisi industri kecil di Kota Medan adalah sebagai berikut: · Faktor-faktor yang meningkat, meliputi: ongkos produksi, total penjualan, harga bahan baku, jumlah pembeli. · Faktor-faktor yang stabil, meliputi: jenis produk yang diproduksi, jumlah unit usaha yang dikelola, teknologi/peralatan yang digunakan, modal usaha, ongkos transpor, daerah pemasaran, diversifikasi produk. Saran-Saran 1. Pemerintah Kota Medan untuk memberikan program khusus dalam pemasaran dan bantuan modal dalam rangka pengembangan industri kecil. 2. Pemerintah Kota Medan perlu membentuk pusat pemasaran produkproduk industri kecil dalam bentuk zona pemasaran. 3. Pembinaan industri kecil bagi Kota Medan berupa pelatihan tenaga kerja dan inovasi produk kepada pengusaha dan pekerja serta pelatihan manajemen usaha kecil sangat penting dalam upaya meningkatkan keberhasilan industri kecil di Kota Medan. E. DAFTAR PUSTAKA Azhari Irsan Saleh, 1986, Industri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan, LP3ES, Jakarta. BAPPEDA, 1996, Publikasi Industri di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan. BPS, 1997, Publikasi Industri di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan. Irianto Jusuf, 1996, Industri Kecil dalam Perspektif Pembinaan dan Pengembangan, Penerbit Airlangga University Press, Surabaya. Nanson, Robert D., dan Douglas A. Lind, Teknik Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi Kesembilan, PT. Gelora Aksara 1996, Jakarta.
21