KAJIAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PERUSAHAAN JASA BOGA MASKAPAI PENERBANGAN (INFLIGHT CATERING SERVICES) Kasus PT Aerowisata Catering Service Jakarta, Indonesia
NOVINKA A07497205
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Karya ini ku persembahkan untuk Mama dan Tya, Untuk kemuliaan Tuhan
Our Father Which art in Heaven Hallowed be Thy name. Thy Kingdom come, Thy Will be done In earth as it is in Heaven. Give us our daily bread, And forgive our debts As we forgive our debtors And lead us not into tempation But Deliver us from evil For thine is the Kingdom, And the Power And the Glory, forever. Amen
RINGKASAN NOVINKA. Kajian Manajemen Persediaan Perusahaan Jasa Boga Maskapai Penerbangan (Inflight Catering) Studi Kasus PT Aerowisata Catering Service, Jakarta. (Di bawah bimbingan DEDI BUDIMAN HAKIM). Jasa transportasi udara makin digemari karena memudahkan perpindahan/ pergerakan antar daerah dan antar negara dalam waktu yang cukup singkat. Permintaan jasa transportasi yang meningkat disertai dengan peningkatan permintaan akan penyedia makanan (jasa boga) bagi maskapai-maskapai penerbangan. Jasa boga ini lebih dikenal dengan istilah Inflight Catering. Perusahaan penyedia jasa boga ini menyediakan makanan siap saji yang nantinya dikonsumsi oleh penumpang maskapai penerbangan. Kegiatan katering yang dilakukan PT Aerowisata Catering Service berbeda dari perusahaan katering biasa yang dikenal oleh masyarakat. PT ACS menyediakan makanan jadi (siap makan) untuk kebutuhan selama penerbangan, namun makanan yang dipersiapkan oleh PT ACS tidak langsung dikonsumsi oleh penumpang setelah makanan itu diproduksi. Selain itu jumlah penumpang pesawat yang tidak menentu mempengaruhi jumlah makanan yang akan diproduksi. Maka penelitian ini bertujuan untuk : (1) membandingkan sistem manajemen yang diterapkan oleh PT Aerowisata Catering Service dengan teoriteori manajemen persediaan, (2) mengkaji bentuk kegiatan proses pembelanjaan bahan baku yang dijalankan PT ACS, (3) mengidentifikasi faktor-faktor pembelanjaan bahan baku dan (4) mengidentifikasi faktor-faktor yang harus diterapkan dalam mempertahankan mutu produk. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan terhadap efisiensi dan efektivitas pengadaan bahan baku PT ACS. Kepada masyarakat dan pembaca dapat
memberikan gambaran mengenai perusahaan penyedia jasa boga maskapai penerbangan (Inflight Catering). Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi kasus dengan analisis kualitatif. Lokasi ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa PT Aerowisata Catering Service merupakan perusahaan pertama dan terbesar di Indonesia yang bergerak dalam industri inflight catering. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisa kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif dibantu dengan tabel dan gambar. Analisa atau kajian terhadap penerapan manajemen persediaan perusahaan akan dilakukan berdasarkan aspekaspek dan konsep yang dibahas dalam teori-teori manajemen persediaan. Perencanaan menu oleh pihak kitchen planning merupakan langkah awal perencanaan pembelanjaan bahan baku. Menu selalu disesuaikan dengan permintaan pelanggan dan jangka waktu penggunaan menu disesuaikan dengan perjanjian kontrak antar pelanggan dan perusahaan. Menu diterjemahkan menjadi rencana pengadaan baku dengan mempertimbangkan trend dan fluktuasi pesanan baik secara harian, mingguan, bulanan serta mengevaluasi pula trend yang sedang berkembang dan terjadi diluar. PT Aerowisata Catering Service menyusun rencana pengadaan bahan bakunya (permintaan terikat) dengan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan merencanakan produksi produk jadi. Perencanaan ini disusun secara manual dibantu oleh komputer. Dalam perencanaan persediaan, PT Aerowisata Catering Service menggunakan pola yang terintegrasi antara departemen produksi, keuangan dan pengadaan bahan baku dalam perencanaannya. Kitchen Planning menjadi pusat informasi dan bagian yang mengkoordinir keterkaitan
antar departemen tersebut. Proses perencanaan ini sudah sesuai dengan konsep MRP. Penetapan kuantitas dan frekuensi persediaan di PT ACS, mengikuti pola order point system dan order cycle system sekaligus secara bersamaan. PT ACS mengkombinasikan antara kedua sistem ini, sehingga pengadaan bahan baku dilakukan dengan kuantitas dan frekuensi yang sama. Selain karena konsep biaya yang ada pada EOQ tidak memungkinkan untuk diterapkan pada PT Aerowisata Catering Service, ada beberapa hal lain yang kurang memungkinkannya penerapan konsep EOQ sepenuhnya di perusahaan ini, antara lain asumsi harga yang stabil. Dalam proses produksi, PT ACS telah menerapkan konsep Just-in-time yang memungkinkan adanya efisiensi produksi dan produkstivitas yang tinggi. Hal ini terbukti dengan tidak adanya persediaan bahan setengah jadi (work in process) yang menunggu proses berikutnya. Sedangkan untuk pengadaan bahan baku, PT ACS mengusahakan agar pengadaan bahan baku segar seperti sayursayuran dan buah-buahan menerapkan konsep JIT, namun hal ini sangat dipengaruhi kondisi pemasok bahan baku pertanian. Pengaplikasian sistem JIT belum optimal. ABC analysis tidak diterapkan pada PT Aerowisata Catering Service di bagian persediaan karena kemungkinan akan ada kebutuhan yang tidak terpenuhi. Hal ini disebabkan karena jenis-jenis persediaan atau komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan berintegrasi sebagai penyusun suatu produk jadi. Proses produksi yang dilakukan oleh PT ACS sebagai Inflight Caterer berbeda dari perusahaan katering biasa. Dalam proses produksi, inflight catering
menggunakan sistem cook-chill. Pengawasan mutu dilakukan saat bahan baku tiba di bagian penerimaan sebelum dimasukkan ke gudang. Pengawasan mutu produk makanan yang sudah jadi dilakukan dengan pengambilan sample untuk tiap produksi. Untuk kelancaran pencapaian tujuan perusahaan, maka hendaknya PT Aerowisata Catering Service memberikan perhatian lebih terhadap manajemen persediaan. Salah satu cara adalah dengan membenahi struktur manajemen persediaan dan gudang, serta memisahkan manajemen persediaan PT ACS sebagai anak perusahaan dengan PT Garuda Indonesia. Dengan pemisahan ini PT ACS diharapkan dapat belaku sepenuhnya sebagai unit bisnis strategis dan manajemen persediaan PT ACS akan menjadi lebih efektif.
KAJIAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PERUSAHAAN JASA BOGA MASKAPAI PENERBANGAN (INFLIGHT CATERING) Studi Kasus PT Aerowisata Catering Service, Jakarta
Oleh: NOVINKA A07497205
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ABRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama
:
Novinka
NRP
:
A07497205
Program Studi
:
Agribisnis
Judul Skripsi
:
Kajian Manajemen Persediaan Perusahaan Jasa Boga Maskapai Penerbangan (Inflight Catering) Studi Kasus PT Aerowisata Catering Service, Jakarta
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Dedi Budiman Hakim NIP. 131 846 871 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabihan, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN DENGAN
INI
BERJUDUL
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
“KAJIAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PERUSAHAAN
JASA BOGA MASKAPAI PENERBANGAN (INFLIGHT CATERING) STUDI KASUS PT AEROWISATA CATERING SERVICE JAKARTA” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMABGA LAIN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.
Bogor, Desember 2005
Novinka A07497205
RIWAYAT HIDUP Novinka dilahirkan di Bandung pada tanggal 17 November 1979. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Budiarto Sudibyo dan Ibu Goyan Urip Mulyanah. Penulis mengawali pendidikan pada TK Harapan Bangsa di Purwokerto pada tahun 1983. Pada tahun 1985, penulis diterima di SD Bruderan Purwokerto. Tahun 1987 penulis pindah ke Medan, Sumatera Utara dan menyelesaikan pendidikan SD di SD RK III Medan pada tahun 1991. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Puteri Cahaya Medan dan lulus pada tahun 1994. Jenjang pendidikan selanjutnya diteruskan di SMA ST THOMAS I Medan dan lulus tahun 1997. Pada tahun yang sama pula penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) sebagai mahasiswa Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan paduan suara mahasiswa AgriaSwara IPB. Pada tahun 2000 penulis diterima bekerja pada maskapai penerbangan Singapore Airlines. Di tahun 2004 penulis diterima bekerja pada maskapai penerbangan Emirates Airlines hingga sekarang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga skripsi dengan judul “Kajian Manajemen Persediaan Pada Perusahaan Jasa Boga Maskapai Penerbangan (Inflight Catering) Studi Kasus PT Aerowisata Catering Service, Jakarta” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak lansgung, terutama kepada: •
Mama dan Cici Tya untuk cinta, doa dan dukungan yang tidak pernah putus. Yang tanpa lelah memberikan dorongan untuk tidak menyerah.
•
Papih, Tante Kris, Adi dan Billy untuk semua canda yang menghibur penulis saat perjalanan pembuatan skripsi ini.
•
Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim selaku dosen pembimbing skripsi atas perhatian dan yang telah begitu sabar mengakomodasi penulis serta memberikan arahan yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini.
•
Ibu Ir. Netty Tinaprilla, Mm dan Bapak Amzul Rifin, Sp yang telah bersedia menjadi dosen penguji dan dosen wakil komisi pendidikan atas saran dan kritiknya yang diberikan untuk menyempurnakan skripsi ini.
•
Karyawan PT Aerowisata Catering Service terutama Pak Yadi Mulyadi, Pak Nico, Ibu Maya, Pak Hartoto dan Pak Maxim serta semua pihak PT ACS lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk semua waktu,
kesempatan dan tenaga serta informasi dan data yang melengkapi penelitian ini. •
Sahabat-sahabat karibku Maya dan A Xhiang atas kebersamaannya selama ini. Untuk bantuan, dorongan dan saran bagi penulis selama penyelesaian skripsi ini.
•
Dan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya.
Dubai, Desember 2005
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah...................................................................
3
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................................
5
1.4. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
6
1.5. Keterbatasan Penelitian .............................................................
6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Maskapai Penerbangan..................................................
8
2.2. Gambaran Umum Perusahaan Inflight Caterer (Jasa Boga Maskapai Penerbangan) ...........................................
9
2.3. Pengelolaan Bahan Baku ...........................................................
12
2.4. Sistem Penyimpanan Bahan Baku..............................................
13
2.5. Rotasi Bahan Baku....................................................................
15
2.6. Persediaan .................................................................................
15
2.6.1. Manfaat dan Fungsi Persediaan.......................................
16
2.6.2. Jenis Persediaan ..............................................................
17
2.6.3. Sistem Persediaan ...........................................................
19
2.6.4. Pengendalian Persediaan .................................................
22
2.6.5. Tujuan Pengendalian Persediaan .....................................
22
2.7. Sistem Klasifikasi 2.7.1. Klasifikasi dalam Manajemen Persediaan........................
24
2.7.2. ABC Analysis ................................................................
26
2.8. Perencanaan dalamn Manajemen Persediaan .............................
28
2.8.1. Material Requirement Planning (MRP) ..........................
29
2.8.2. Manufacturing Resources Planning (MRP II) ..................
34
2.9. Penetapan Kuantitas Persediaan dan Frekuensi Pemesanan........
37
2.9.1. Order Point System..........................................................
38
2.9.2. Order Cycle System .........................................................
39
2.9.3. Economic Order Quantity (EOQ)....................................
39
2.10. Just In Time (JIT) .....................................................................
42
2.11. Penelitian-penelitian Terdahulu ................................................
46
III. KERANGKA PEMIKIRAN...........................................................
48
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian .......................................................................
51
4.2. Jenis dan Sumber Data...............................................................
51
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data.......................................
52
V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah Umum...........................................................................
53
5.2. Struktur Organisasi Perusahaan .................................................
56
5.3. Ketenagakerjaan ........................................................................
59
5.4. Fasilitas Produksi ......................................................................
61
5.5. Proses Produksi .........................................................................
61
5.6. Pengawasan Mutu Produk .........................................................
64
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Manajemen Persediaan PT Aerowisata Catering Service 6.1.1. Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan ........
65
6.1.2. Seleksi Pemasok Bahan Baku ..........................................
67
6.1.3. Penetapan Kualitas dan Perencanaan Produksi .................
68
6.1.4. Sistem Pembelian dan Penyimpanan Bahan Baku (Raw Material) ...............................................................
72
6.1.5. Persediaan Bahan Baku a. Bahan Baku.................................................................
74
b. Pengawasan Mutu Bahan Baku ...................................
76
c. Klasifikasi Jenis-jenis Persediaan ................................
76
6.1.6. Manajemen Persediaan PT Aerowisata Catering Service Jakarta................................................................
77
6.2. Kemungkinan Penerapan Teori-teori Manajemen Persediaan 6.2.1. Keterkaitan Antar Teori ................................................
78
6.2.2. MRP dan MRP II ............................................................
79
6.2.3. Economic Order Quantity ...............................................
80
6.2.4. Just In Time ....................................................................
82
6.2.5. ABC Analysis .................................................................
83
6.3. Sintesa Analisis 6.3.1. Teori Klasifikasi Persediaan............................................
84
6.3.2. Penetapan Kuantitas dan Frekuensi Pengadaan Persediaan......................................................................
85
6.3.3. Material Requirement Planning .....................................
86
6.3.4. JIT (dalam proses produksi) ...........................................
86
6.3.5. JIT (dalam pengadaan bahan baku) ................................
87
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ...............................................................................
88
7.2. Saran .........................................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
94
LAMPIRAN
96
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Melalui Pelabuhan Udara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma (orang) Tahun 2001-2004 .........................................................................
1
2.
Perbedaan Manajemen Persediaan pada Masing-masing Kelas .....
28
3.
Jadwal Jam Kerja Bagian Operasional PT Aerowisata Catering Service, Jakarta.............................................................................
60
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Melalui Bandara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2001 ........................
96
2.
Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Melalui Bandara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2002 ........................
97
3.
Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Melalui Bandara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2003 ........................
98
4.
Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Melalui Bandara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2004 ........................
99
5.
Struktur Organisasi PT ACS, 2004 ...............................................
100
6.
Bagan Operasi Produksi, 2004......................................................
101
7.
Bagan Proses Cook/Chill..............................................................
102
8.
Wall chart (diagaram warna/hari) PT ACS, 2004..........................
103
9.
Formulir PR Requesition..............................................................
104
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku....
21
2
Ilustrasi Proses Perencanaan MRP..........................................
33
3
Ilustrasi Manufacturing Resources Planning ...........................
36
4
Hubungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan ............
41
5
Hierarki Kebutuhan dalam Suatu Lingkungan JIT .................
46
6
Diagram Alir Kerangka Pemikiran ........................................
50
7
Pola Perencanaan Kitchen Planning........................................
66
8
Alur Pemilihan Suppliers........................................................
67
9
Alur Perencanaan Persediaan Bahan Baku..............................
69
10
Chain of PR Aprroval.............................................................
71
11
Alur Kegiatan Kitchen Administration ...................................
73
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, jumlah maskapai penerbangan Indonesia bertumbuh cukup pesat. Data statistik menunjukkan sampai akhir tahun 2004, di Indonesia terdapat 15 maskapai penerbangan yang melayani rute domestik dan 5 di antara maskapai penerbangan ini melayani rute internasional. Jasa transportasi udara makin digemari karena memudahkan pergerakan antar daerah dan negara dalam waktu yang relatif singkat. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penumpang pesawat udara (domestik dan internasional) pada tahun 2004 yang menggunakan fasilitas bandar udara Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma saja meningkat sebesar 33,08% jika dibandingkan dengan tahun 2003. Tabel 1. Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Melalui Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma (orang) Tahun 2001-2004 Luar Negeri Dalam Negeri Transit
Tahun Berangkat Datang Berangkat Datang Luar Negeri Dalam Negeri Jumlah %
2001 2.207.957 2.195.309 3.101.642 3.406.009 202.164 393.545 11.506.626 -
2002 2.510.948 2.517.307 4.909.454 4.490.472 185.688 479.265 15.093.134 31,17%
2003 2.405.379 2.381.951 6.651.747 7.512.063 139.682 951.346 20.042.168 32,80%
2004 2.792.104 2.789.418 9.129.879 10.283.281 205.726 1.273.536 26.472.944 33,08%
Sumber: Balai Pusat Statistik Jakarta,2005
Kebutuhan akan jasa transportasi udara yang meningkat ini disertai dengan permintaan akan jasa pelayanan penyedia makanan (jasa boga) bagi maskapaimaskapai penerbangan. Layanan jasa boga ini lebih dikenal dengan nama inflight catering. Inflight caterer (penyedia jasa boga) mengolah bahan-bahan makanan
menjadi makanan siap saji yang nantinya makanan ini akan dikonsumsi oleh penumpang pengguna jasa maskapai penerbangan. Inflight caterer pada dasarnya merupakan perusahaan yang bergerak dalam perdagangan makanan. Perdagangan produk-produk makanan memiliki resiko-resiko tersendiri, hal ini disebabkan karena bahan makanan merupakan bahan yang cepat rusak (perishable product) sehingga membutuhkan penanganan tertentu. Bagi perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan umumnya, mutu makanan yang diproduksi merupakan salah satu unsur utama yang menentukan masa depan perusahaan. Selain itu konsumen juga merupakan unsur penting dalam menentukan strategi pemasaran dan menjadikan perusahaan berorientasi kepada perubahan pasar (market oriented) (Bendell, Boulter dan Kelly, 1995 dalam Assauri). Dengan makin meningkatnya jumlah maskapai penerbangan di Indonesia banyak muncul pemain-pemain baru dalam pasar jasa boga ini. Persaingan antara penyedia jasa boga (inflight catering) ini memaksa perusahaan untuk bersifat lebih adaptif dan reaktif. Memahami kebutuhan konsumen berarti perusahaan harus mampu menempatkan diri ke dalam posisi konsumen dalam mendefinisikan suatu produk. Penyediaan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen dan tepat pada waktunya mempengaruhi keputusan konsumen terhadap permintaan berulang dan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan. Pemahaman akan kebutuhan konsumen ini berperan penting terutama dalam usaha perusahaan dalam upaya meningkatkan nilai penjualan, penguasaan pangsa pasar yang lebih besar yang mempengaruhi perolehan laba. Penyediaan produk tidaklah mudah
karena maskapai pengguna jasa katering memiliki persyaratan produk yang berbeda. Penyediaan bahan baku untuk produksi pun unik karena perusahaan katering tidak memproduksi satu jenis barang saja, melainkan beragam sesuai dengan menu makanan yang ingin disampaikan oleh pihak maskapai penerbangan. Jasa katering untuk maskapai penerbangan, berbeda dengan jasa katering restoran (Emirates Catering, 2004). Perbedaan ini dapat dilihat dari: Jeda waktu (time lag): untuk katering maskapai penerbangan, terdapat jeda waktu yang panjang antara masa makanan diproduksi dan penyampaian produk ke konsumen sampai makanan tersebut dikonsumsi, hal ini tidak terjadi di restoranrestoran. Fasilitas: pesawat terbang memiliki fasilitas terbatas untuk mengelola makanan, baik ruang lingkup kerja, ruang penyimpanan dan peralatan-peralatan dapur apabila dibandingkan dengan dapur sebuah restoran.
1.2. Perumusan Masalah PT Aerowisata Catering Service (PT ACS) merupakan perusahaan penyedia jasa katering pertama dan terbesar di Indonesia. PT ACS menyediakan pelayanan jasa katering untuk perusahaan penerbangan domestik maupun internasional. Berbeda dengan perusahaan katering yang lain, PT ACS tidak berhadapan langsung dengan konsumen yang mengkonsumsi makanan yang diproduksi. Sebagai inflight caterer, konsumen yang dihadapi PT ACS adalah maskapai penerbangan yang menyewa jasa PT ACS. Sedangkan yang
mengkonsumsi produk makanan yand diproduski oleh PT ACS adalah konsumen yang menggunakan jasa maskapai penerbangan. Makanan yang diproduksi PT ACS tidak langsung dikonsumsi oleh penumpang maskapai penerbangan, melainkan disimpan dahulu dalam jangka waktu tertentu tergantung dengan jadwal penerbangan perusahaan pelanggan. PT ACS mengadakan perjanjian kontrak dengan perusahaan penerbangan yang menjadi pelanggan untuk jangka waktu tertentu atas menu makanan yang sudah disetujui. Menu makanan ini berbeda-beda untuk setiap pelanggan dan dapat berubah-ubah setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan permintaan maskapai penerbangan. Jumlah makanan yang diproduksi pun setiap saat dapat berubahubah jumlahnya. Hal ini disebabkan karena jumlah penumpang yang menggunakan jasa transportasi perusahaan penerbangan setiap harinya berubah. Menu makanan yang telah disetujui menjadi landasan dalam perencanaan bahan baku. Karena menu berubah-ubah, maka bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi pun berubah-ubah secara berkala. Penyediaan bahan baku memegang peranan penting dalam proses produksi. Kekurangan bahan baku menghambat jalannya proses produksi dan mengakibatkan permintaan konsumen tidak terpenuhi. Bahan baku makanan merupakan produk yang bersifat tidak tahan lama (perishable) akibatnya perusahaan harus memiliki sistem penyimpanan dan pengolahan yang baik. Selain itu perusahaan juga harus bisa menawarkan harga yang sesuai dengan anggaran konsumen untuk tetap berada dalam pasar. Perencanaan bahan baku membantu perusahaan untuk memastikan agar perusahaan tidak kekurangan bahan baku selama menu yang diinginkan
konsumen berjalan. Saat menu tidak dipakai lagi maka bahan baku pun tidak dibutuhkan lagi, perencanaan bahan baku membantu perusahaan agar tidak mengalami kelebihan bahan baku. Jeda waktu antara setelah makanan di produksi sampai makanan dikonsumsi panjang, makanan yang diproduksi harus memiliki daya tahan khususnya terhadap bakteri Dari keunikan jasa pengolahan makanan ini, timbul beberapa pertanyaan : •
Bagaimanakah manajemen persediaan yang diterapkan oleh perusahaan?
•
Bagaimanakah proses pembelanjaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan?
•
Faktor-faktor
apakah
yang
dipertimbangkan
perusahaan
dalam
menentukan daftar belanja bahan baku? •
Faktor-faktor apa yang diperhatikan oleh perusahaan untuk mengawasi mutu produk yang diproduksi?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : •
Membandingkan sistem manajemen yang diterapkan oleh PT ACS dengan teori-teori manajemen persediaan
•
Mengkaji bentuk kegiatan proses pembelanjaan bahan baku yang dijalankan PT ACS
•
Mengidentifikasi faktor-faktor pembelanjaan bahan baku
•
Mengidentifikasi
faktor-faktor
mempertahankan mutu produk.
yang
harus
diterapkan
dalam
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna terhadap efisiensi dan efektivitas sistem pengadaan bahan baku PT ACS, kepada pembaca dan masyarakat dapat memberikan gambaran mengenai perusahaan penyedia jasa boga maskapai penerbangan (Inflight Catering). Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sebagai bahan perbandingan bagi penelitian sejenis dalam bidangnya.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mempelajari kinerja penentuan pengadaan bahan baku, proses pemesanan dan penyimpanan bahan baku, proses produksi serta masalah yang dihadapi perusahaan. Pada penelitian ini pembahasan yang bersifat teknis tidak dibahas secara detail, namun hal ini tidak mengurangi kegunaan yang ingin dicapai dari penelitian ini.
1.5 Keterbatasan Penelitian Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya (dengan topik manajemen persediaan), maka penelitian ini memiliki keunggulan dan keterbatasan/kekurangan. Keunggulannya adalah bahwa penelitian ini melihat manajemen persediaan tidak hanya dari proses produksi dan penetapan kebutuhan bahan baku saja tetapi juga proses perencanaannya. Keterbatasan penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu antara lain ukuran efektifitas dan efisiensi yang dipakai kurang jelas karena diuraikan secara kualitatif daripada kuantitatif. Data-data kuantitatif yang dapat diakses oleh penulis terbatas karena bertentangan dengan peraturan PT ACS.
Keterbatasan data kuantitatif yang diterima oleh penulis menyebabkan analisa yang digunakan dalam penelitian ini lebih berfokus pada konsep dan aspek-aspek dalam teori manajemen persediaan, bukan pada rumus matematisnya, sehingga penelitian menghasilkan penjelasan yang kualitatif. Analisis kuantitatif untuk metode Economic Order Quantity (EOQ) menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: -
bahan baku beras
-
harga beras Rp. 3.000,-/ Kg (stabil)
-
bunga bank 13% per tahun (stabil)
-
gaji karyawan Rp. 18.750.000,-
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sejarah Maskapai Penerbangan dan Jasa Katering Maskapai penerbangan pertama kali dibentuk setelah Perang Dunia I
(1914-1918) oleh kumpulan veteran pilot militer di Amerika dan Eropa. Tujuan utama adalah untuk menghantar surat-surat dan dokumen-dokumen antar daerah dan negara. Kemudian berkembang menjadi alat tranportasi untuk penumpang dan dokumen (kargo). Pada awalnya tidak ada tempat khusus untuk penumpang sehingga di dalam pesawat penumpang harus bersedia untuk bercampur dengan kargo. Setiap penerbangan penumpang harus berbagi makanan dengan pilot, makannya hanya berupa roti lapis dan setermos kopi (Parrot,1996) Dengan disertai perkembangan teknologi industri aviasi, pesawat moderen saat ini dilengkapi dengan fasilitas tempat duduk dan toilet untuk penumpang. Pesawat terbang menjadi alat transpotasi yang umum dipakai oleh penumpang. Penumpang menjadi prioritas utama karena kondisi ini menjanjikan keuntungan bagi perusahaan penerbangan. Untuk lebih menarik konsumen, perusahaan penerbangan melengkapi pelayanan jasa transportasi salah satunya dengan menu makanan yang menarik menyerupai restoran-restotan terkenal. Dining in the air (Restoran di Udara) menjadi tren buat kalangan ekonomi kelas atas. Jasa katering untuk maskapai penerbangan kemudian dibentuk di akhir tahun 1930-an hampir secara serentak di Amerika dan Eropa, perusahaanperusahaan inimuncul karena pihak maskapai penerbangan menilai bahwa penyediaan makanan ini akan lebih efisien dan relatif lebih murah apabila dihibahkan ke pihak lain di luar maskapai penerbangan. Perkembangan industri
ini agak terhambat dikarenakan Perang Dunia II (1939-1945), namun temuantemuan baru di bidang teknologi penerbangan berkembang pesat yang pada akhirnya menyokong industri layanan jasa penerbangan pasca perang, yang menuntut permintaan yang lebih tinggi lahi terhadap penyediaan jasa katering. (Haynes, 1992).
2.2 Gambaran umum inflight caterer (jasa katering maskapai penerbangan) Istilah katering biasanya digunakan untuk menjelaskan keseluruhan proses kegiatan memasak, mulai dari persiapan bahan makanan, pengolahan dan penyajian dan juga meliputi penyedian alat transportasi dan penghantaran. Industri jasa katering maskapai penerbangan bertujuan utama untuk menyediakan makanan dan minuman kepada maskapai penerbangan untuk dikonsumsi oleh penumpang selama penerbangan. Produk makanan dan minuman dipersiapkan dan dikelola di dapur khusus kemudian dipindahkan ke bandara udara untuk kemudian dimuat ke pesawat. Semua makanan dan peralatan dan siap untuk diberangkatkan tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal penerbangan. Keterlambatan jadwal penerbangan yang disebabkan oleh masalah katering merupakan masalah yang harus dihindari oleh penyedia jasa penerbangan (Mc Cool, 1995). Industri penyedia jasa katering saat ini merupakan pasar yang sangat kompetitif khususnya karena maskapai-maskapai penerbangan saat ini sering mengubah ketentuan-ketentuan menu makanannya. Perusahan penyedia jasa katering harus mendiversifikasikan fasilitas produksinya dan terus berinovasi untuk mengikuti perkembangan ini.
Selain menyediakan makanan dan minuman perusahaan katering juga mengelola beberapa barang persediaan dan peralatan yang dimiliki perusahaan penerbangan, pihak katering bertanggung jawab terhadap beberapa hal yang menyertai penyediaan makanan dan minuman. Seperti: 1. Bongkar muat peralatan makan dari penerbangan sebelumnya. Bongkar muat ini meliputi kereta makan , troli, kotak muatan peralatan makan, sisa makanan dan sisa minuman serta sampah. 2. Mengatur aliran semua peralatan makan yang digunakan selama penerbangan, begitu peralatan makan di bongkar dari pesawat secepatnya dicuci dan dibersihkan untuk kemudian dipersiapkan untuk penerbangan berikutnya. Dengan terbatasnya persediaan peralatan makan berlogo maskapai penerbangan tertentu, pihak katering harus berusaha sedemikian rupa supaya mereka tetap memiliki persediaan peralatan makan yang bersih setiap saat. 3. Pengaturan/disain nampan makanan yang berbeda tiap kelas untuk kelas eksekutif, kelas bisnis dan kelas ekonomi. 4. Penanganan dan penyimpanan produk-produk khusus milik maskapai penerbangan tertentu yang digunakan dalam persiapan makanan dan layanan makan (kertas tisu, peralatan makan yang diserati dengan logo maskapai penerbangan) 5. Pihak katering juga bertanggung jawab terhadap laporan invetorisasi atas produk-produk yang dimiliki maskapai penerbangan yang disimpan oleh pihak katering (produk makanan dan minuman lain yang tidak diproduksi oleh pihak katering, tetapi diperlukan untuk penerbangan).
6. Transportasi produk makanan dan minuman dari dapur pihak katering ke pesawat. Menurut Mc Cool, industri jasa katering (inflight caterer) merupakan industri yang unik karena industri ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Tidak adanya kontak langsung antara penumpang pesawat yang mengkonsumsi makanan dengan orang yang menyiapkan makanan tersebut. 2. Konsumen yang menggunakan jasa katering ini bukanlah konsumen yang mengkonsumsi produk akhir. 3. Pemilihan menu yang disediakan pada industri ini sangat bergantung kepada kondisi pasar dan laporan kebiasaan makan konsumen. 4. Setiap perusahaan jasa katering mengelola makanan dan minuman dalam jumlah yang sangat besar. 5. Perusahaan katering bukanlah satu-satunya penyedia makanan dan minuman untuk satu maskapai penerbangan. Maskapai penerbangan memiliki beberapa perusahaan katering yang menyokong penerbangan, satu perusahaan katering di tiap lokasi/ tujuan penerbangan. 6. Perusahaan jasa katering harus menyediakan produknya sesuai dengan ketentuan tertentu agar produk yang dihasilkan konsisten. 7. Setelah produk selesai diproduksi dan meninggalkan tempat produksi, biasanya ada jeda waktu yang cukup lama sebelum produk tersebut dikonsumsi oleh penumpang pesawat terbang. 8. Makanan yang diproduksi oleh pihak katering sering kali dikonsumsi jauh dari pihak katering.
9. Pihak katering biasanya tidak terlibat secara langsung terhadap sisa makanan dan tidak melihat langsung makanan yang telah dipersiapkan tersebut dikonsumsi. 10. Jumlah makanan yang diangkut pesawat harus dalam jumlah yang tepat dan dalam kualitas yang baik dan tidak ada toleransi untuk kesalahan. 11. Sering terjadi perubahan jadwal waktu permintaan produk nmaun pihak katering harus selalu mampu mengikuti perubahan dan menyediakan produk tepat waktu. 12. Produk makanan yang diproduksi harus tahan akan kondisi penyimpanan yang berubah-ubah, tahan banting karena penanganan yang kasar dan tahan kondisi transportasi tanpa penurunan kualitas produk. 13. Semua makanan, minuman dan peralatan makan harus disimpan di tempat tertentu yang sudah ditentukan di pesawat dan beratnya tidak boleh melebihi ketentuan tertentu. 14. Perusahaan ini biasanya beroperasi 24 jam sehari sepanjang tahun. 15. Perusahaan jasa katering ini juga harus memenuhi standar ketentuan mutu produk yang dihasilkan dan ketetapan waktu walaupun kondisi lain tidak menentu, seperti cuaca dan masalah teknik pesawat terbang.
2.3 Pengelolahan Bahan Baku Perusahaan katering menggunakan sistem makanan beku agar makanan tetap segar dan berkualitas baik meskipun produk makanan tersebut disimpan dalam waktu yang cukup lama sebelum dikonsumsi, terutama untuk penerbangan jarak jauh. Sistem makanan beku ini pertama kali ditemukan oleh Bert Snowden
(Amerika, 1945), proses produksi makanan ini disebut sistem masak beku (cookchill system). Dalam proses ini bahan makanan dipersiapkan jauh hari sebelum produk makanan ini dibutuhkan. Untuk keperluan penerbangan, biasanya bahan baku makanan ini disiapkan sehari lebih awal. Tahapan pertama adalah mempersiapkan bahan baku makanan untuk diproses, kemudain dimasak. Selesai dimasak, makanan yang sudah jadi secepatnya didinginkan sampai mencapai temperatur 5°C (40°F) atau lebih rendah.
Sambil didinginkan, makanan ini dibagi-bagi
sesuai dengan besarnya porsi individu yang diminta oleh konsumen (dalam hal ini disesuaikan dengan menu maskapai penerbangan tertentu). Pembagian ini memudahkan penanganan yang diperlukan saat menyusun nampan makanan nantinya. Kondisi dingin beku ini dipertahanan setiap saat selama penyimpanan bahkan selama perjalanan dari dapur pihak katering sampai pada saat makanan beku ini dipanaskan kembali dengan menggunakan oven sebelum makanan ini dikonsumsi oleh penumpang. Keadaan dan suhu makanan beku ini sangat penting diperhatikan untuk mengurangi bahaya keracunan makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri selama proses persiapan (Miller dan Hayes, 1992).
2.4 Sistem Penyimpanan Bahan Baku Menurut Dittmer (2002), sistem penyimpanan bahan baku memilik 5 faktor yang harus diperhatikan:
1. Kondisi Lingkungan dan Perlengkapan Meliputi temperatur dan kebersihan ruang penyimpanan (gudang), rak-rak yang tepat dan peralatan penunjang yang sesuai. Bila kondisi ini tidak dipenuhi maka banyak bahan baku akan terbuang percuma atau rusak. 2. Pengaturan Letak Barang di dalam Gudang Bahan baku harus diatur letaknya sehingga saat barang baku ini dibutuhkan mudah didapat. Pengaturan letak bahan baku ini juga meliputi pengaturan agar barang yang paling sering digunakan selalu tersedia, pengaturan letak tertentu untuk barang tertentu dan rotasi persediaan. 3. Lokasi Gudang Gudang sebaiknya terletak di antara lokasi penerimaan produk dan lokasi produksi. Lokasi ini membantu efisiensi penyimpanan produk dan juga kemudahan untuk mendapatkan produk yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu pengawasan keamanan mudah dilakukan. 4. Keamanan Gudang Gudang tidak boleh dibiarkan terbuka tanpa pengawasan keamanan. Perlu adanya pengaturan jadwal dan ijin tertentu untuk mengambil barang dan menyimpan barang. Hal ini perlu dilakukan sehingga tidak ada pihak lain yang memindahkan barang tanpa ijin perusahaan. 5. Penanggalan dan Harga Barang-barang yang disimpan di dalam gudang harus diberi tanggal. Penanggalan ini penting agar rotasi barang lebih mudah dilakukan, bahan baku harus digunakan sebelum rusak atau tua. Harga juga harus
dicantumkan, ini penting dilakukan untuk membantu kelancaran pemesanan barang dan peramalan biaya pengeluaran.
2.5 Rotasi Bahan Baku Davis dan Lockwood (1998) mengungkapkan bahwa industri yang bergerak dalam bidang makanan harus memastikan bahwa produk yang diproduksi selalu dalam kondisi yang terbaik untuk menghindari keracunan makanan dan menghindari bahan baku terbuang dengan percuma. Bahan baku untuk perusahaan yang bergerak dibidang makanan sebagian besar merupakan bahan yang cepat busuk (perishable items) untuk iutu perusahaan harus melakukan prosedur FIFO (first in first out). Prosedur ini memastikan bahwa bahan baku yang pertama kali masuk atau diterima di gudang merupakan bahan baku yang pertama kali digunakan untuk produksi. Personel gudang bertanggung jawab atas penyimpanan barang masuk, harus memastikan bahwa barang yang masuk disimpan dibelakang barang yang sudah ada. Prosedur pengambilan barang dilakukan dengan mengambil barang yang berada diposisi terdepan dahulu.
2.6 Persediaan Anoraga (1997) mengungkapkan bahwa persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukan segala sesuatu atau sumber-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan ini meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir dan bahan-bahan lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan.
Sedangkan menurut Assauri (1980) mengatakan bahwa persediaan merupakan aktiva perusahaan yang masih menunggu penggunaannya, baik untuk keperluan produksi atau penjualan. Persediaan merupakan elemen utama dari modal kerja, atau aktiva yang selalu berputar dan mengalami perubahan.
2.6.1. Manfaat dan Fungsi Persediaan Manfaat persediaan menurut Leenders (1989) adalah: 1
Fungsi pemutus (the decoupling function) dalam proses produksi, jika perusahaan tidak menyimpan persediaan akan terjadi banyak penundaan dan inefisiensi. Sebagai contoh ketika satu aktivitas produksi harus diselesaikan sebelum aktivitas produksi kedua dimulai, sedangkan perusahaan tidak menyimpan persediaan di antara proses (work in process) maka kegiatan produksi bisa terhenti.
2. Menyimpan sumberdaya. Produk pertanian dan seafood sering tergantung oleh musim dalam pemanenannya atau penangkapannya, tetapi permintaan akan keduanya selalu konstan sepanjang tahun. Pada kasus seperti ini dan kasus lain yang sama, persediaan bisa digunakan untuk menyimpan sumberdaya. 3. Proteksi terhadap inflasi. Terkadang lebih baik menyimpan investasi dalam bentuk persediaan tetapi tentu saja harus diperhitungkan biaya pemeliharaan atau penyimpanan persediaan. 4. Ketika suplai dan permintaan yang tidak biasa terjadi, maka persediaan sangat penting khususnya untuk produksi yang penjualannya tergantung pada musim atau keadaan tertentu.
5. Memanfaatkan diskon kuantitas.
Pembelian dalam jumlah besar dapat
mengurangi biaya produk, tetapi hal ini tidak selalu menguntungkan. 6. Menghindari kehabisan stok. Bila hal ini sering terjadi maka pelanggan akan lebih senang membeli produk lain untuk memuaskan kebutuhannya. Sedangkan menurut Assauri (1993) persediaan yang diadakan mulai dari bentuk bahan mentah sampai barang jadi, antara lain berguna untuk : 1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang dibutuhkan perusahaan. 2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan. 3. Untuk menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada di pasaran. 4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi. 5. Mencapai penggunaan mesin optimal. 6. Memberikan pelayanan (service) kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi atau memberikan jaminan tetap tersedianya barang tersebut. 7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau penjualannya.
2.6.2 Jenis Persediaan Menurut Handoko (1991), persediaan dapat dibedakan menurut urutan pengerjaan produk antara lain:
1. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah dapat diperoleh dari sumber-sumber alam, dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selajutnya. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased part component stock), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk. 3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies stock), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses (work in process stock), yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap bagian dalam proses produksi atau telah diolah menjadi suatu bentuk tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods stock), yaitu persediaan barang-barang yang telah diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada konsumen. Assauri (1993) membedakan persediaan berdasarkan fungsinya sebagai berikut: 1. Batch Stock atau Lot Size Inventory, yaitu persediaan yang diadakan karena perusahaan memberi atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan saat itu. 2. Fluctuation Cost, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3. Anticipation Cost, yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman.
2.6.3 Sistem Persediaan Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga,kapan persediaan harus diisi dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya sumbersumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat, pada waktu yang tepat (Stevenson,
1990).
Sistem
dan
model
persediaan
bertujuan
untuk
meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa dan kapan pesanan dilakukan secara optimal (Anoraga, 1997). Pelaksanaan persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan akan ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan dengan bahan baku. Faktorfaktor tersebut menurut Ahyari (1981) antara lain: 1. Perkiraan pemakaian adalah perkiraan kebutuhan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang besarnya jumlah bahan baku yang akan dipergunakan dalam perusahaan untuk keperluan produksi yang akan datang. 2. Harga bahan baku, merupakan dasar penyusunan perhitungan berapa besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk investasi dalam persediaan bahan baku. 3. Biaya-biaya persediaan yang secara umum terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
4. Kebijakan pembelian. Besarnya persediaan bahan baku mendapatkan dana dari perusahaan tergantung kepada kebijakan pembelanjaan dari dalam perusahaan tersebut. 5. Pemakaian sesungguhnya. Untuk dapat menyusun perkiraan kebutuhan bahan baku mendekati kepada kenyataan, harus dianalisa besarnya penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta hubungannya dengan pemakaian yang sudah disusun. Selain itu harus diperhatikan faktor pemakaian bahan baku sesungguhnya dari periode-periode lalu (actual demand). 6. Waktu tunggu (lead time) merupakan tenggang waktu yang diperlukan (yang terjadi) antara satu pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri.
Waktu tunggu harus diperhatikan karena berhubungan dengan
penentuan saat pemesanan kembali (reorder) bahan baku. Dengan diketahuinya waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada waktu yang tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin.
Biaya-biaya Persediaan Perkiraan Pemakaian
Pemakaian Sesungguhnya Waktu Tunggu
Harga Bahan Baku
Kebijakan Pembelian
JUMLAH PEMBELIAN OPTIMAL
Persediaan Pengaman
Pembelian/ Pemesanan Kembali
Persediaan Bahan Baku
PRODUKSI
Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku (Ahyari, 1995)
Biaya variabel yang harus diperhitungkan dalam penentuan biaya persediaan seperti biaya
penyiapan dan biaya kekurangan bahan baku
(Handoko,1984), uraiannya adalah sebagai berikut : a. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost). Biaya-biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi b. Biaya pemesanan/pembelian (order cost atau procurement cost). Secara normal, biaya per pesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik bila kuantitas bertambah besar. Tetapi bila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pemesanan, jumlah pesanan per periode akan turun, maka biaya pemesanan total juga akan turun. Ini berarti biaya pemesanan total per periode (tahunan) adalah sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan
setiap periode dikalikan biaya yang harus dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. c. Biaya persiapan (set up cost), terjadi pada perusahaan yang memproduksi sendiri bahan bakunya. Biaya penyiapan total periode adalah sama dengan biaya penyiapan dikalikan jumlah penyiapan per periode. d. Biaya kehabisan bahan (shortage cost), yaitu biaya yang timbul bilamana persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya ini merupakan biaya yang paling sulit diperkirakan dan diukur dalam praktek, karena pada kenyataannya sering merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan secara obyektif.
2.6.4 Pengendalian Persediaan Dalam pengendalian persediaan diusahakan untuk mencapai jumlah persediaan yang tepat, pada waktu yang tepat dengan kualitas yang tepat pula sebab kelebihan ataupun kekurangan persediaan akan menimbulkan kerugian dalam perusahaan. Persediaan yang terlalu besar menimbulkan resiko kerusakan, penurunan nilai besarnya dana yang harus ditanamkan sehingga dana untuk investasi lain berkurang dan juga kenaikan biaya-biaya untuk penyimpanan, asuransi dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan dengan persediaan meningkat. Assauri (1993) menyatakan bahwa pengendalian persediaan
dapat
dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi pesediaan komponen rakitan (spare parts), bahan baku dan barang hasil/produk,
sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien. Star dan Miller dalam Askar (1994) mendefinisikan pengendalian persediaan sebagai suatu teori untuk menemukan prosedur optimal dalam penentuan jumlah optimal bahan yang harus disimpan untuk memenuhi permintaan di masa yang akan datang.
2.6.5 Tujuan Pengendalian Persediaan Menutur Assauri (1993) tujuan dari pengendalian persediaan dinyatakan sebagai usaha untuk: 1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya prose produksi. 2. Menjaga agar pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebihan, sehingga biaya-biaya yang timbul akibat persediaan bahan baku tidak terlalu besar. 3. Menjaga agar pembelian kecil-kecilan dapat dihindari, karena hal ini akan mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar. Fungsi utama dari pengendalian persediaan dilihat dari sudut pandang produksi adalah (Bedworth dan Bailey, 1987): 1. Meyakinkan atau menjamin bahwa fungsi produksi tidak terhalang oleh kekurangan dari barang-barang yang dibutuhkan atau kelebihan dari barangbarang. 2. Meyakinkan atau menjamin bahwa
prosedur yang dibangun untuk
memperoleh dan menyimpan persediaan yang dibutuhkan berada pada biaya
minimum yang dikeluarkan dalam fungsi persediaan dan juga proporsional dengan tujuan memuaskan sistem. Persyaratan pengendalian persediaan yang efektif menurut Stevenson (1990) adalah: 1. Mempunyai sebuah sistem akuntansi persediaan, sistem akuntansi ini bisa berupa sistem akuntansi periodik atau sistem akuntansi perpetual. Untuk dapat mendukung perusahaan dalam membuat keputusan tentang besarnya pesanan, penjadwalan serta pengangkutan diperlukan suatu sistem akuntansi yang akurat. 2. Memiliki ramalan permintaan yang dapat dipercaya dimana didalamnya terdapat ramalan kemungkinan kealahan. 3. Mengetahui jangka waktu antar pesanan dilakukan dan pesanan diterima, serta varians dari jangka waktu tersebut. 4. Estimasi biaya-biaya persediaan (holding cost, ordering cost, shortage cost). 5. Sistem klasifikasi untuk jenis-jenis persediaan.
2.7 Sistem Klasifikasi 2.7.1 Klasifikasi dalam Manajemen Persediaan Pengadaan persediaan membutuhkan sejumlah modal, oleh sebab itu supaya modal yang dialokasikan menjadi efisien, maka kuantitas persediaan harus dikelola sedemikian rupa, sehingga menghasilkan biaya minimal. Pengelolaan inilah yang dinamakan manajemen persediaan. Pada beberapa perusahaan manajemen persediaan menjadi bagian tanggung jawab manajer produksi, tetapi
pada perusahaan lainnya menjadi tanggung jawab akuntan atau bagian administrasi (Warman,1997). Pada perusahaan-perusahaan tertentu, terdapat banyak jenis persediaan (items) yang harus diawasi, bahkan kadang sampai ribuan items. Pengawasan dan pengendalian persediaan pada perusahaan semacam ini, membutuhkan banyak tenaga dan biaya. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen persediaan, perlu adanya pengelompokan (sistem klasifikasi) jenisjenis persediaan tersebut. Ada beberapa macam sistem klasifikasi bagi jenis-jenis persediaan, antara lain mengadakan pengelompokan berdasarkan (Leenders,1989): 1) Fungsi atau tipe persediaan, misalkan persediaan bahan baku utama(raw materials), bahan baku tambahan (part and subassemblies), persediaan dagang (resale items), barang modal (capital goods) dan sebagainya. 2) Frekuensinya pemesanan dan pembelian. Beberapa jenis persediaan dipesan secara teratur (repetetive basis), dan beberapa jenis lainnya dipesan dengan frekuensi yang tidak teratur (infrequently). 3) Perlu atau tidaknya stock, yaitu membedakan barang-barang yang dibeli untuk langsung dipakai (dibeli karena memang dibutuhkan) dan barang yang dibeli untuk disimpan sebagai persediaan pengaman. Asumsi dari pengelompokan ini adalah bahwa semua jenis persediaan dipesan/dibeli secara teratur (repetitive basis). Asumsi lain yaitu perbedaan resiko yang timbul bila membeli terlalau banyak anatar pembelian secara teratur, dengan yang tidak teratur dapat terlihat dengan jelas.
4) Pengelompokan berdasarkan bentuk fisik persediaan misalnya padat, cair atau gas, atau pengelompokan berdasarkan sifat fisik persediaan misalnya stabil, mudah menguap, mudah rusak atau tahan lam, berbahaya atau tidak. Hal ini akan berimplikasi pada cara penanganannya, misalnya kondisi gudang,
kuantitas
pembelian,
pengepakan,
ukuran
rak
dan
penumpukannya , dan sebagainya. 5) Pengelompokan berdasarkan bentuk atau tipe transportasi, misalnya transportasi darat atau laut, atau udara. Implikasinya adalah biaya yang dikeluarkan untuk memesan dan membeli. 6) Pengelompokan berdasarkan nilai mata uangnya (monetary value). Pertama kali ditemukan oleh Vilfredo Pareto, dan kini dikenal dengan ABC Analysis. Pengaplikasian sistem ini pada tiap-tiap perusahaan berbeda-beda, terkadang ada perusahaan yang membagi persediaannya lebih dari tiga kelas. ABC analysis adalah sistem klasifikasi yang paling banyak dibahas dalam manajemen persediaan.
2.7.2 ABC Analysis ABC analysis adalah langkah pertama atau paling tidak salah satu dari langkah-langkah dalam pengendalian persediaan (Forgaty, 1991). Prosedur pengelompokkan jenis-jenis persediaan berdasarkan ABC analysis sistem adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi kuantitas penggunaan tahunan (annual usage) dari setiap jenis persediaan (item).
2. Kalikan kuantitas penggunaan tahunan tadi, dengan biaya yang dikeluarkan untuk tiap-tiap jenis persediaan. Hasilnya adalah Nilai penggunaan tahunan untuk tiap jenis persediaan (annual dollar usage). 3. Jumlahkan nilai penggunaan tahunan untuk semua jenis persediaan, untuk mendapatkan total pengeluaran tahunan (aggregate annual expenditure). 4. Hitung persentase nilai penggunaan tahunan untuk tiap-tiap jenis persediaan terhadap penggunaan total tahunannya. 5. Angka-angka persentase tersebut akan menjadi dasar pengelompokan. Contoh perbedaan pengendalian bagi setiap kelas menurut Fogarty, adalah sebagai berikut: Kelas A: -
Adanya kontinuitas dalam mengevaluasi metode peramalan yang digunakan dan hasilnya.
-
Perhitungan keuangan bulanan dengan toleransi yang ketat akan kesalahan atau penyimpangan.
-
Catatan harian yang dievaluasi setiap hari
-
Evaluasi yang kontinu mengenai permintaan, kuantitas order (yang umumnya menghasilkan kuantitas seminimum mungkin), persediaan pengaman (safety stock)
-
Menindaklanjuti dan mengusahakan pengurangan waktu tunggu (lead time)
Kelas B: -
Serupa dengan kelas A, tapi dengan frekuensi yang lebih jarang.
Kelas C: -
Tujuan dasar dari manajemen persediaan untuk kelas ini adalah untuk memiliki persediaan ( to have them).
-
Catatan sederhana atau tanpa catatan, dapat juga digunakan penghitungan langsung secara fisik di gudang setiap periode.
-
Pesanan dan pengadaan safety stock dalam jumlah yang besar.
-
Penghitungan persediaan secara periodik, dengan tingkat toleransi kesalahan yang relatif lebih besar. Menurut Leenders, perbedaan manajemen persediaan bagi kelas A, B dan
C ini terletak pada waktu dan tenaga dari manajemen persediaan, yang lebih difokuskan untuk mengendalikan kelas A dan B dari pada kelas C. Umumnya untuk kelas C, manajemen akan mengadakan persediaan dengan kuantitas yang relatif lebih besar (dari pada kelas A dan B), dan pengecekan persediaan secara periodik (lebih jarang dari pada kelas A dan B). Tabel 2. Perbedaan manajemen persediaan pada masing-masing kelas A B C Frekuensi Setiap bulan Setiap 6 bulan Tahunan penghitungan sekali persediaan Kuantitas Order Kecil/sedikit Sedang Besar/banyak (berdasarkan EOQ) Persediaan Banyak Banyak Sedikit atau tidak pengaman sama sekali Klasifikasi ulang Setiap 6 bulan Setiap 6 bulan Tahunan sekali sekali Sumber Vollman,1993
2.8 Perencanaan dalam Manajemen Persediaan Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan, begitu pula dengan manajemen persediaan yang juga membutuhkan perencanaan. Dalam perencanaan
persediaan (Material Planning) di perusahaan-perusahaan moderen ada saling keterkaitan antara rencana penjualan, rencana produksi, persediaan bahan baku dan produk jadi dan kapasitas produksi. Seluruh perencanaan tersebut saling berintegrasi sebagai satu kesatuan proses. Salah satu metode perencanaan persediaan yang terkenal adalah Material Requirement Planning (MRP).
2.8.1 Material Requirements Planning System (MRP) Material Requirement Planning adalah suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan/fase atau dengan kata lain adalah suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah (komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat ditentukan kapan dan berapa banyak dipesan untuk masing-masing komponen suatu produk yang akan dibuat (Stevenson, 1992). Sistem ini tidak mencoba untuk membuat jenis persediaan tersedia setiap saat. Sistem ini merencanakan ukuran lot sehingga barang-barang tersebut tersedia saat dibutuhkan. Tingkat persediaan dapat lebih rendah dan biaya penyimpanan dapat dikurangi. Untuk menerima keuntungan ini, MRP harus membangun sistem penjadwalan yang dapat menunjukan kapan permintaan tersebut dibutuhkan. MRP merupakan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan produk akhir. Kemudian dikerjakan mundur yaitu menuju bahan, melalui berbagai tingkat perakitan dan pabrikasi. Tujuannya adalah merencanakan persediaan sehingga tersedia ketika dibutuhkan.
Untuk itu maka, manajer perusahaan harus mengetahui (Heizer dan Render, 1993) : 1. Jadwal Produksi Master (Master Production Schedule) menjabarkan apa yang harus dibuat dan kapan. Jadwal ini harus sesuai dengan rencana produksi. 2. Spesifikasi dari bill of material merupakan daftar kuantitas komponen, kandungan dan kebutuhan bahan unutuk membuat produk yang mengambarkan struktur produk. Bill of material ini tidak hanya menjabarkan kebutuhan, tetapi uga penting dalam pembiayaan dan dapat memberikan daftar barang-barang yang harus diproduksi atatu dirakit. 3. Catatan persediaan yang akurat akan menciptakan manajemen persediaan yang baik. Dan manajemen persediaan yang baik merupakan syarat untuk jalannya sistem MRP. 4. Pengetahuan atas perjanjian pesanan pembelian harus dimiliki dalam bagian pengendalian persediaan. Ketika pemesanan pembelian terjadi, catatan tentang pesanan tersebut dan jadwal pengantaran harus tersedia sehingga manajer dapat menyiapkan rencana produksi yang baik dan melakukan sistem MRP dengan baik. 5. Pengetahuan atas waktu ancang-ancang untuk masing-masing komponen diperlukan dalam menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pembelian, produksi atau perakitan yang sesaui dengan kapan produk tersebut dibutuhkan. Hasil dari pengolahan informasi-informasi tersebut akan menghasilkan output berupa:
1. Informasi primer, yaitu mengenai produksi dan rencana pengadaan dan pengendalian persediaan. Informasi primer terdiri dari: a. Jadwal pemesanan, yang berisi waktu dan kuantitas pemesanan b. Jadwal penerimaan, yangberisi waktu penerimaan barang yang dipesan c. Perubahan pemesanan (bila ada) 2. Informasi sekunder, yang terdiri dari: a. Performance control report , yang digunakan untuk mengevaluasi sistem persediaan. Hasil evaluasi ini dapat memperlihtakan penyimpangan-penyimpangan
kondisi
nyata
dari
rencana,
(misalnya kesalahan pengiriman, kehabisan persediaan) dan biaya yang telah dikeluarkan. b. Planning reports, untuk mengetahui permintaan persediaan pada periode yang akan datang. c. Exception reports, yang menginformasikan tentang keterlambatan, kehilangan bahan (lost) saat produksi yang berlebihan. Informasi yang dihasilkan oleh MRP dapat lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan manajemen pada perusahaan tidak mutlak sama seperti yang tercantum diatas. Beberapa kelebihan MRP (Heizer dan Render, 1993; dan Stevenson, 1992) antara lain; (a) Meningkatkan pelayanan dan kepuasan pelanggan, (b) Meningkatkan kegunaan dan fasiltas tenaga kerja, (c) Perencanaan dan penjadwalan persediaa yang lebih baik, (d) respon lebih cepat terhadap perubahan pasar, (e) Mengurangi tingkat persediaan, terutama untuk permintaan terikat,
tanpa mengurangi pelayanan, (f) Pengendalian persediaan yang lebih terkontrol, (g) Mempermudah analisis terhadap kapasitas produksi, (h) memungkinkan pengalokasian waktu produksi. Selain keuntungan, penggunaan konsep MRP juga memiliki kelemahan yang terletak pada awal penerapan MRP, yaitu biaya ekstra yang dibutuhkan untuk meneliti dan menghitung kuantitas kebutuhan bahan baku dengan tepat, pada suatu periode tertentu, sehingga memungkinkan perencanaan bahan baku yang lebih baik. Umumnya perusahaan membutuhkan waktu 1 tahun untuk menerapkan konsep MRP secara sempurna. Selain biaya dan waktu, perusahaan juga harus mengadakan pendidikan/pelatihan bagi karyawannya sebelum penerapan (Stevenson, 1992). Selain input, proses dan output, ada dua aspek lain yang perlu diperhatikan, dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengolahan informasi dengan MRP, yaitu: safety stock (persediaan pengaman) dan lot sizing (kuantitas pemesanan). Idealnya, dengan pendekatan MRP tidak lagi diperlukan persediaan pengaman untuk bahan baku, yang merupakan permintaan terikat (dependent demand), karena kebutuhan sudah dapat diperkiarakan sebelumnya. Persediaan pengaman lebih ditujukan bagi produk jadi yang merupakan permintaan bebas. Konsep MRP yang berusaha menekan bahkan meniadakan persediaan pengaman, lebih mengacu pada safety time. Safety time merupakan tenggang waktu tambahan, yang dimasukkan dalam pertimbangan dalam rencana dan pejadwalan. Sehingga
bila
ada
keterlambatan,
kesalahan
maupun
penyimpangan-
penyimpangan lain yang berbeda dari rencana, tetap tidak mengganggu kelancaran/kontinuitas produksi dan pemasaran.
MRP Input
Proses
MRP Output Changes
Order Forecast
Master production Schedule
Design Changes
Bill of material file
Order release Planned order schedules
MRP Computer program
Exception reports Planning reports Performance control reports
Receipt Whit drawls
Inventory records file
Inventory transaction
Sumber : Stevenson, 1992
Gambar 2. Ilustrasi proses perencanaan dengan MRP
Dalam perencanaan MRP, terdapat beberapa metode untuk menghitung ukuran lot pembelian ( Buffa dan Sarin, 1996), dibawah ini akan dibahas beberapa teknik dalam penentuan ukuran lot. 1. Metode lot for lot, ukuran lot untuk memenuhi kebutuhan bersih tepat satu periode tunggal, tanpa persediaan pengaman. Kebijakan ini hanya efektif bilamana biaya awal pemesanan sangat kecil dibandingkan dengan biaya penyimpanan. 2. EOQ ( Economic Order Quantity), dihitung berdasarkan kebutuhan yang diperkirakan dan dihitung dengan rumus EOQ. Umumnya biaya pemesanan akan lebih rendah dan biaya penyimpanan akan lebih tinggi dibandingkan dengan metode lot for lot.
3. POQ (Periode Order Quantity), ukuran lot ditetapkan sama dengan kebutuhan aktual dalam jumlah periode tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan demikian kelebihan persediaan akibat kebijakan EOQ dihilangkan. 4. Part – periode total cost balancing (penyeimbangan biaya total bagian periode), dalam kebijakan ini biaya penyimpanan dan biaya pemesanan diseimbangkan sedapat mungkin untuk keputusan lot.
2.8.2. Manufacturing Resources Planning (MRP II) Dalam perencanaan persediaan (Material Planning) di perusahaanperusahaan moderen ada saling keterkaitan antara rencana penjualan, rencana produksi, persediaan bahan baku atau produk jadi, dan kapasitas produksi. Seluruh perencanaan tersebut saling berintegrasi sebagai kesatuan proses. MRP II bukan konsep pengganti MRP, namun sebagai perkembangan dari konsep MRP untuk mengatisipasi kebutuhan proses perencanaan yang saling terintegrasi tadi. MRP II memperluan lingkup perencanaannya, dengan melibatkan departemen lain (selain produksi) dari perusahaan yang terkait dengan perencanaan manajemen persediaan. Umumnya pemasaran dan keuangan adalah dua departemen yang memiliki keterkaitan kuat dengan manajemen persediaan. Tujuan utama konsep MRP II adalah mengitegrasikan ketiganya dalam manajemen persediaan tanpa mengabaikan fungsi-fungsi lain seperti personalia, teknik (engineering) maupun pembelian (purchasing). Perusahaan memiliki perencanaan bisnis yang akan menjadi pedoman dan tujuan yang akan dicapai. Perencanaan penjualan merupakan bagian dari perencanaan bisnis, yang
meramalkan tentang penjualan di periode yang akan datang, berdasarkan penjualan periode-periode sebelumnya (Gambar 3). Hasil ramalan penjualan tersebut, dterjemahkan oleh bagian produksi ke dalam bentuk perencanaan produksi, dan akan menentukan produksi sesuai dengan yang diminta oleh bagian pemasaran. Bagian produksi akan melihat sumber daya yang ada, baik itu berupa input/bahan baku, kapasitas mesin, tenaga kerja, hari kerja, dan sebagainya. Apabila sumber daya yang ada tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi yang direncanakan, maka bagian produksi akan menganalisis dan merencanakan ulang produksi yang dibutuhkan. Selain bagian produksi, bagian penjualan juga merencanakan kembali rencana penjualannya yang disesuaikan dengan sumber daya yang ada. Namun, apabila sumber daya telah sesuai dengan rencana produksi, maka bagian produksi akan membuat jadwal produksi, perencanaan kebutuhan bahan baku, dan perencanaan kapasitas. Apabila perencanaan telah siap direalisasikan, maka bagian pembelian akan melakukan pemesanan dan pembelian bahan baku. Selama proses produksi, bagian produksi atau quality control akan melakukan pemeriksaan/pengawasan terhadap seluruh rangkaian proses, dan hasilnya. Hasil pengawasan ini akan menjadi bahan analisa dan evaluasi bagi perencanaan periode berikutnya.
BUSINESS PLANNING
SALES PLANNING
PRODUCTION PLANNING
No
RESOURCES OK? Yes MASTER SCHEDULLING
MATERIALS PLANNING
CAPACITY PLANNING
PLANNING OK?
No
Yes PURCHASING
SHOP FLOOR CONTROL
PERFORMANCE MEASUREMENT
Gambar 3. Ilustrasi Manufacturing Resources Planning Keterangan Gambar : Feed back atau umpan balik, yang akan menjadi bahan evaluasi dan masukan untuk perencanaan periode berikutnya Loop/ siklus tertutup dalam MRP II MRP I (Material Requirement Planning
2.9 Penetapan Kuantitas Persediaan dan Frekuensi Pemesanan Penetapan kuantitas (lot sizing) adalah suatu hal yang sangat penting dalam manajemen persediaan. Baik penetapan kuantitas pemesaan persediaan yang merupakan permintaanterikat, maupun penetapan kuantitas produksi produk jadi yang merupakan permintaan bebas. Persediaan yang terlalu besar akan mengakibatkan kerugian sebagai berikut (Ahyari, 1986) : a. Biaya penyimpanan dan pemeliharaan yang tinggi b. Kebutuhan dana yang besar untuk pembelian c. Kerugian yang timbul apabila harga pasar bahan baku menurun d. Penggunaan dana yang terlalu besar, sehingga tidak dapat dialokasikan untuk keperluan lain Selain kerugian-kerugian tersebut di atas perusahaan juga menanggung (Riyanto,1991): e. Resiko kerusakan atau penurunan kualitas persediaan yang lebih tinggi f. Biaya-biaya tambahan yang meningkat, misalnya biaya asuransi, beban bunga Tetapi kekurangan persediaan juga akan menimbulkan kerugian dan biaya yang tidak kecil (Ahyari,1986): a. Untuk persediaan bahan baku yaitu: -
Proses produksi terinterupsi atau tidak kontinu
-
Kualitas produk akhir yang tidak seragam, akibat ketidaklancaran bahan baku
-
Biaya pemesanan yang relatif tinggi, akibat frekuensi pembelian bahan baku yang semakin tinggi
-
Pabrik tidak dapat bekerja pada kapasitas penuh, sehingga selaintidak dapat menggunakan sumber daya sepenuhnya, juga akan meningkatkan biaya produksi rata-rata.
b. Untuk persediaan produk jadi yaitu: -
Kontinuitas pemasaran terinterupsi, dan beresiko terhadap kepercayaan pelanggan
-
Kehilangan kesempatan mendapatkan keuntungan dari pesanan yang tidak dapat dipenuhi.
2.9.1 Order Point System Sistem pemesanan persediaan, yang dilakukan bila kuantitas persediaan mencapai titik/tingkat tertentu. Kuantitas pemesanan selalu sama, tetapi pada interval waktu yang berbeda, atau sama (interval waktu ini tergantung pada fluktuasi penggunaan persediaan tersebut dan waktu tunggu /lead time). Tingkat persediaan dinilai terus menerus, dan ketika posisi persediaan mencapai suatu titik (reorder point) yang telah ditentukan sebelumnya, maka dilakukan pemesanan dalam jumlah yang tetap. Sistem ini juga disebut sistem ukuran pemesanan tetap. Keuntungan dari sistem ini adalah pengawasan kuantitas dan waktu pemesanan lebih mudah dan cermat, karena adanya pengawasan yang terus-menerus atas penggunaan persediaan. Selain itu, akibat kuantitas pesanan yang tetap, maka manajer dapat menentukan kuantitas pesanan yang ekonomis. Tetapi kelemahannya adalah pelaksanaan sistem ini semakin rumit bila, perusahaan menggunakan beberapa jenis persediaan, yang saat pemesanannya tidak sama dan biaya pengawasan persediaan yang relatif tinggi.
2.9.2 Order Cycle System Sistem pemesanan yang dilakukan pada interval waktu yang tetap, dengan kuantitas pesanan yang berbeda-beda, tergantung kuantitas yang dibutuhkan dalam suatu interval. Tingkatan persediaan dinilai secara berkala dengan sistem periodik. Sehingga pemesanan dilakukan tanpa memperhatikan kuantitas persediaan yang masih ada. Sistem ini juga disebut sistem interval pemesanan tetap atau fixed order interval system. Keuntungan sistem ini adalah pengawasan persediaan yang lebih mudah dilakukan karena interval waktu yang tetap. Sedangkan kelemahannya antara lain; (1) Perlu dilakukan perlindungan terhadap resiko kekurangan persediaan dalam periode tersebut, karena kemungkinan kekurangan persediaan dalam periode sebelumnya, (2) kebutuhan peninjauan ulang bagi kuantitas persediaan yang dibutuhkan setiap periode, (3) Bila tidak diteliti, maka persediaan akan mengalami stock out.
2.9.3 EOQ (Economic Order Quantity) Economic
Order
Quantity
atau
kuantitas
pembelian
ekonomis/optimal, adalah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya per unit minimal (Siswanto,1985). Metode ini dikembangkan berdasarkan biaya-biaya yang timbul, sebagai akibat persediaan. Biaya yang dapat diperkecil, dengan mengatur
kuantitas
dan
frekuensi
pembelian
terutama
adalah,
biaya
pengadaan/pemesanan dan biaya penyimpanan. Kedua biaya ini saling bertentangan, semakin kecil biaya pemesanan, maka semakin besar biaya
penyimpanan, sebaliknya semakin kecil biaya penyimpanan maka semakin besar biaya pemesanan (Gambar 4). Menurut Assauri (1993), EOQ merupakan jumlah atau besarnya pesanan yang memiliki jumlah biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost) per tahun yang paling minimal. Untuk dapat menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis (EOQ) perlu dilihat pertambahan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Perhitungan EOQ dapat dilakukan denga tiga cara, yaitu: 1) Tabular approach dengan cara menyusun daftar atau tabel jumlah pesanan dan jumlah biaya per tahun, kemudian dipilih jumlah pesanan yang mengandung jumlah biaya terkecil. 2) Graphical
approach
dengan
cara
menggambar
grafik-grafik
biaya
pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya total dalam suatu gambar, kemudian dipilih perpotongan antara biaya pemesanan an biaya penyimpanan atau pada titik terendah kurva biaya total. 3) Formula approach dengan menentukan di dalam rumus matematika dapat dilakukan dengan memperhatikan bahwa jumlah biaya persediaan minimum terdapat apabila biaya pemesanan dama dengan biaya penyimpanan. Teknik EOQ relatif lebih mudah digunakan, tetapi memiliki sejumlah asumsi, diantaranya adalah: 1.
Permintaan diketahui dan konstan.
2.
Waktu ancang-ancang (lead time), yaitu waktu antara pesanan dilakukan dan diterima, diketahui dan konstan.
3.
Keseluruhan ukuran pesanan ditambahkan ke dalam persediaan pada waktu yang sama.
4.
Kekurangan (stock out) dapat dihindari jika pemesanan dilakukan tepat waktu.
5.
Struktur biaya adalah tetap, biaya pesanan tetap (set up) adalah sama tanpa memperhatikan ukuran pesanan, biaya penyimpanan adalah fungsi linier berdasarkan atas persediaan rata-rata dan tidak diberikan potongan kuantitas dalam pembelian jumlah besar.
6.
Terdapat ruangan, kapasitas dan modal yang mencukupi untuk memperoleh jumlah yang diinginkan.
7.
Barang merupakan produk tunggal, tidak berinteraksi dengan barang-barang persediaan lain Biaya Total Persediaan Rata-rata
Minimum
Biaya Penyimpanan per Unit
Biaya Tahunan
Biaya Pemesanan per Unit
Q Optimal
Gambar 4. Hubungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan (Buffa&Sharin, 1996)
Pendekatan secara matematisnya sebagai berikut : Total biaya persediaan (TC) = (RxC) + { (RxS)/Q} + {Q x K x (C/2)} Dimana: TC
: Total Biaya persediaan (Total Inventory Cost)
R
: kebutuhan penggunaan persediaan selama setahun
C
: harga (atau biaya produksi untuk produk jadi)
S
: biaya pemesanan (set up cost)
Q
: kuantitas pemesanan
K
: biaya penyimpanan
N
: frekuensi pemesanan Untuk mencari Q yang optimal, maka persamaan TC di atas dibuatkan
turunan turunan pertamanya dari fungsi Q, yang akan memberikan total biaya atas pengadaan persediaan yang minimal. Sehingga diperoleh rumus sebagai berikut : Qo =• 2 (RxS)/ (K xC)
2.10 Just-in-time Inventory System Just-in-time Inventory System atau JIT System pertama kali diperkenalkan di Jepang pada tahun 70-an dan baru ditetapkan di Amerika 20 tahun kemudian. JIT memiliki filosofi bahwa perusahaan mengeluarkan biaya persediaan yang minimal,
karena
pengadaan
persediaan
diminimisasi,
namun
tetap
mempertahankan kelangsungan produksi dan pemasaran. Sistem ini mengusahakan bahan baku tiba ditempat produksi, tepat pada saat diperlukan (Leenders, 1989), dan produk jadi diproduksi sesuai dengan yang akan terjual. Setiap pembelian bahan hanya untuk keperluan produksi, dan
kuantitas yang diproduksi juga sama dengan permintaan. Produksi tidak akan terjadi sebelum ada tanda dari permintaan pasar, dan dengan demikian bahan baku juga tidak akan ada sebelum ada tanda akan memproduksi. JIT umumnya digunakan untuk proses manufaktur yang berulang, dimana terdapat serangkaian kegiatan yang akan membentuk titik-titik operasi (work centers) yang saling berkaitan. Misalnya pengolahan pertama dengan mesin A kemudian dilanjtkan dengan mesin B, C dan seterusnya, sampai bahan baku menjadi produk jadi. Hal ini akan menimbulkan penanganan/ pengendalian bahan (material handling), waktu penyimpanan (storage time), waktu tunggu bagi bahan sebelum diolah dari titik operasi satu ke titik operasi lain, kerusakan bahan selama proses transfer, dan tenaga pengawas untuk mengawasi jalannya bahan dari awal sampai proses berakhir. Tidak ada satu pun dari hal-hali yang timbul merupakan kegiatan penambah nilai (value added activity). Tujuan utama JIT adalah meminimisasi kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai (non-added value) tersebut dengan mengubah bentuk proses produksi melalui titik-titik operasi (job-flow proses) menjadi sebuah arus produksi yang berurutan (flow process). Karena keuntungan utama dari sistem JIT adalah memperbaiki arus proses produksi. JIT mendorong semua antrian pada titik-titik operasi menuju nol dan memeproleh kuantitas yang ideal. Konsep JIT adalah mengurangi waktu, energi, materi, tugas-tugas administrasi, biaya overhead, dan kesalahan. Konsep ini dibangun berdasarkan fokus JIT yang berusaha untuk mengurangi segala pemborosan, baik pemborosan waktu, tenaga, materi dan kesalahan. Supaya JIT dapat digunakan maka dibutuhkan beberapa kondisi awal seperti rencana kapasitas yang seragam
(umumnya untuk sebulan), teknologi, pengendalian kualitas atas standar (zero defect atau kesalahan = nol), mengurangi waktu set up (kurang dari 10 menit), sistem pengendalian produksi sistem kartu, dan pemasok lokal yang dekat (Assauri,1980). Kondisi pasar dan pola produksi yang sesuai untuk penggunaan metode Just-in-time adalah sebagai berikut (Stevenson, 1986): -
Pasar menghargai dan memilih produksi yang memiliki kualitas standar/ seragam
-
Permintaan pasar tidak terlalu berfluktuasi
-
Variasi produk relatif terlalu kecil
-
Volume produksi tinggi
-
Manajemen
persediaan
dan
produksi
yang
terintegrasi
sehingga
memungkinkan pelaksanaan dalam waktu singkat. -
Peralataan dan tata letak (lay-out) pabrik diatur membentuk titik-titik operasi (work centers) Persediaan yang Just-in-time ini akan dapat dicapai dengan sistem
pembelian yang Just-in-time pula. Keuntungan pembeliaan dengan Just-in-time adalah sebagai berikut (Heizer dan Render, 1991): a. Mengurangi aktifitas yang dilakukan oleh manajemen, seperti penerimaan dan pengawasan terhadap bahan baku secara ketat. Aktifitas tersebut tidak diperlukan lagi, karena pembelian telah melakukan seleksi terhadap pemasok bahan baku secara seksama. b. Mengurangi persediaan di gudang. Persediaan bahan baku dan produk jadi tidak diperlukan jika persediaan tersebut telah memiliki kualitas standar dan
diserahkan pada tempat dan eaktu yang tepat. Persediaan bahan baku hanya diperlukan dengan alasan yakin bahwa pemasok kurang dipercaya dalam memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Demikian juga jumlah bahan baku, seharusnya diserahkan dalam jumlah lot yang kecil karena akan lebih sedikit mengandung masalah. Jika masalah itu dapat diidentifikasi, dipecahkan, dan diorganisasikan dengan lebih baik, maka hal itu merupakan langkah yang efisien. c. Mengurangi persediaan di perjalanan (intransit inventory). Penjualan secara moderen, mengurangi persediaan dalam perjalanan dengan cara mendorong pemasok dan calon pemasok untuk ditempatkan dekat pabrik. d. Kualitas yang dapat diandalkan. Kondisi ini dapat dicapai dengan baik melalui pengurangan jumlah pemasok dan memperpanjang perjanjian dengan pemasok yang ada. Untuk memperoleh perbaikan mutu dan kepercayaan, penjual dan pembeli harus saling menjaga kepercayaan. Pemasok dan sistem pengiriman yang tepat dapat menjamin bahwa pengiriman bahan baku dapat dilakukan pada saat dan jumlah yang tepat, dengan kualitas yang sesuai dengan standar serta terhindar dari kerusakan. Dengan demikian untuk menggunakan metode JIT, pendekatan yang lebih baik adalah menentukan keseragaman pemasok dalam kualitas, kuantitas dan waktu tunggu. Dalam lingkungan Just-in-time perlu adanya hierarki kebutuhan yang menunjukkan tingkat kebutuhan yang harus diperhatikan oleh para pengambil keputusan dalam suatu perusahaan. Hierarki kebutuhan dalam suatu lingkungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5, yang menunjukan bahwa penyerahan tepat waktu merupakan yang diutamakan dalam Just-in-time. Kemudiaan penyerahan
tepat waktu tersebut memiliki beberapa faktor yang merupakan kebutuhan sekunder dalam Just-in-time yang salah satunya adalah ukuran lot yang kecil. Ukuran lot yang kecil memiliki beberapa faktor lagi yang merupakan kebutuhan sekunder dalam sistem ini. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh JIT antara lain adalah pengaruhnya terhadap tata letak pabrik (plant lay out) dan penyedia jasa pendukung (Muladi, 1993). Selain itu juga berkurangnya tingkat persediaan ke titik yan sangat rendah dibandingkan dengan sistem inventarisasi dan produski yang tradisional. Dimana dalam produksi yang tradisional bahan mentah disediakan dan diproduksi pada titik awal dan kemudiaan di transfer ke titik produksi berikutnya tanpa memperhatikan permintaan dari titik tersebut.
Penyerahan tepat waktu
Jadwal 15 menit lebih awal
Jumlah yang tepat
Ukuran lot yang kecil
Biaya penyimpanan lebih rendah
Pada tempat kerja
Tidak ada kekurangan/ kelebihan
Kebutuhan primer
Biaya transportasi rendah
Kapasitas
Kebutuhan Sekunder
Kebutuhan tersier
Gambar 5. Hierarki Kebutuhan dalam Suatu Lingkungan Just-in-time (Fernandes, 1996)
2.11 Penelitian-penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu diantaranya adalah penelitian dengan judul Analisis Pengendalian Persediaan Benang Sutera Sebagai Bahan Baku Kain
Sutera, membandingkan sistem persediaan yang dilakukan perusahaan dengan metode MRP teknik EOQ (Economic Order Quantity). Hasil penelitian menunjukkan apabila perusahaan menganut sistem MRP dengan teknik EOQ maka perusahaan akan dapat mengoptimalisasi biaya total persediaan bahan baku. Pada penelitian di PT Alam Aneka Aroma membandingkan sistem persediaan bahan baku perusahaan kecap asin dengan metode teknik PBB dan teknik EOQ. Hasil penelitian menyarankan agar perusahaan menggunakan teknik PBB (Part Periode Balancing) apabila diterapkan pada perusahaan kecap asin ini menghasilkan penghematan dalam biaya persediaan. Penelitian dengan judul “Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Untuk Susu Pasteurisasi Coklat Studi Kasus pada PT Fajar Taurus, Jakarta, menganalisis bahan baku susu segar dengan metode JIT yang disimulasikan dan metode EOQ untuk bahan baku gula pasir dan coklat bubuk. Penelitian ini membandingkan pengendalian bahan baku susu segar yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan metode JIT yang memberikan biaya paling minimal. Demikian pula dengan bahan baku gula pasir dan coklat bubuk membandingkan metode perusahaan dengan metode EOQ, mana yang memberikan biaya paling minimum. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metode JIT dan EOQ memberikan biaya paling minimum. Semua penelitian tersebut memakai dan menerapkan data persediaan untuk bahan baku, dan menghasilkan kesimpulan bahwa metode-metode penelitian tersebut lebih optimal dalam menghitung persediaan yang diterapkan oleh perusahaan.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan transportasi udara setiap tahun menyebabkan peningkatan akan kebutuhan penyedia jasa katering. PT Aerowisata Catering Service merupakan perusahaan yang berhasil dalam penyediaan jasa ini dan merupakan perusahaan jasa katering terbesar di Indonesia. Untuk menjadi yang terbaik di bidangnya perusahaan harus menjadi pilihan konsumen dalam pembelian produk. Pembelian berulang terjadi apabila konsumen merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh perusahaan. Unsurunsur yang harus diperhatikan oleh perusahaan untuk menjamin kepuasan konsumen adalah mutu dan ketersediaan produk setiap kali konsumen mengadakan pembelian. Agar
perusahaan
dapat
mempertahankan
posisinya
dan
bahkan
memperluas pangsa pasarnya, perusahaan perlu memiliki sistem pengadaan produk yang baik. Penelitian ini mengkaji majemen persediaan bahan baku PT Aerowisata Catering Service. Alur penelitian ini akan dimulai dengan menganalisa kondisi yang ada di PT Aerowisata Catering Service. Adapun kondisi yang dikaji berupa pola produksi, bahan baku yang dipakai dan produk yang dihasilkan, perencanaan produksi dan pengendalian persediaan, dan sekilas mengenai sistem pemasaran (yaitu bagaimana perusahaan meramalkan kebutuhan dan permintaan pasar). Hasil kajian mengenai pengadaan dan pembelian bahan baku yang ada di perusahaan dibandingkan dengan teori pengadaan dan pengendalian bahan baku.
Serta dipertimbangkan implementasi secara nyata, apakah dapat diterapkan di perusahaan. Hasil kajian terhadap kondisi perusahaan ini, mempertimbangkan latar belakang perusahaan dalam membentuk sistem manajemen persediaannya. Kajian terhadap manajemen persediaan memaparkan sistem yang selama ini diterapkan perusahaan. Selanjutnya, dari hasil analisa penerapan manajemen persediaan pada perusahaan akan dirumuskan karakteristik umum perusahaan sesuai dengan aspek-aspek yang dibahas dalam teori-teori manajemen persediaan yang ada. Teori-teori manajemen persediaan yang digunakan adalah ; (1) Sistem klasifikasi persediaan (dengan fokus ABC analysis), (2) Sistem perencanaan Material Requirement Planning (MRP), (3) Metode Just-in-time. Pada akhirnya akan dilihat kemungkinan penerapan teori tersebut pada PT Aerowisata Catering Service. Bagan alir pemikiran dapat dilihat pada Gambar 6.
Perusahaan PT Aerowisata Catering Service Sistem Pengadaan Bahan Baku
Jenis dan Asal Bahan Baku
Pemakaian Bahan Baku
Organisasi Pengadaan Bahan Baku
Prosedur Pembelian dan Spesifikasi
Pengawasan Kualitas Bahan Baku
Kajian Pengendalian Bahan Baku • ABC Analysis • MRP/MRP II • JIT
Metode Perusahaan
Kemungkinan penerapan teori
Gambar 6. Diagram Alir Kerangka Pemikiran BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
Dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan transportasi udara setiap tahun menyebabkan peningkatan akan kebutuhan penyedia jasa katering. PT Aerowisata Catering Service merupakan perusahaan yang berhasil
dalam penyediaan jasa ini dan merupakan perusahaan jasa katering terbesar di Indonesia. Untuk menjadi yang terbaik di bidangnya perusahaan harus menjadi pilihan konsumen dalam pembelian produk. Pembelian berulang terjadi apabila konsumen merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh perusahaan. Unsurunsur yang harus diperhatikan oleh perusahaan untuk menjamin kepuasan konsumen adalah mutu dan ketersediaan produk setiap kali konsumen mengadakan pembelian. Agar
perusahaan
dapat
mempertahankan
posisinya
dan
bahkan
memperluas pangsa pasarnya, perusahaan perlu memiliki sistem pengadaan produk yang baik. Penelitian ini mengkaji majemen persediaan bahan baku PT Aerowisata Catering Service. Alur penelitian ini akan dimulai dengan menganalisa kondisi yang ada di PT Aerowisata Catering Service. Adapun kondisi yang dikaji berupa pola produksi, bahan baku yang dipakai dan produk yang dihasilkan, perencanaan produksi dan pengendalian persediaan, dan sekilas mengenai sistem pemasaran (yaitu bagaimana perusahaan meramalkan kebutuhan dan permintaan pasar). Hasil kajian mengenai pengadaan dan pembelian bahan baku yang ada di perusahaan dibandingkan dengan teori pengadaan dan pengendalian bahan baku. Serta dipertimbangkan implementasi secara nyata, apakah dapat diterapkan di perusahaan. Hasil kajian terhadap kondisi perusahaan ini, mempertimbangkan latar belakang perusahaan dalam membentuk sistem manajemen persediaannya. Kajian terhadap manajemen persediaan memaparkan sistem yang selama ini diterapkan perusahaan.
Selanjutnya, dari hasil analisa penerapan manajemen persediaan pada perusahaan akan dirumuskan karakteristik umum perusahaan sesuai dengan aspek-aspek yang dibahas dalam teori-teori manajemen persediaan yang ada. Teori-teori manajemen persediaan yang digunakan adalah ; (1) Sistem klasifikasi persediaan (dengan fokus ABC analysis), (2) Sistem perencanaan Material Requirement Planning (MRP), (3) Metode Just-in-time. Pada akhirnya akan dilihat kemungkinan penerapan teori tersebut pada PT Aerowisata Catering Service. Bagan alir pemikiran dapat dilihat pada Gambar 6.
Perusahaan PT Aerowisata Catering Service Sistem Pengadaan Bahan Baku
Jenis dan Asal Bahan Baku
Pemakaian Bahan Baku
Organisasi Pengadaan Bahan Baku
Prosedur Pembelian dan Spesifikasi
Kajian Pengendalian Bahan Baku • ABC Analysis • MRP/MRP II • JIT
Metode Perusahaan
Kemungkinan penerapan teori
Gambar 6. Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Pengawasan Kualitas Bahan Baku
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Kajian Sistem Pengadaan dan Pengendalian Bahan
Baku Perusahaan Katering (Kasus: PT Aerowisata Catering Service, Jakarta) mengambil lokasi di PT Aerowisata Catering Service Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta. dilakukan
secara
Pemilihan perusahaan sebagai tempat penelitian
sengaja
(purposive)
berdasarkan
pertimbangan
bahwa
perusahaan ini merupakan market leader dalam bidangnya dan merupakan perusahaan yang terbesar dibidangnya. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 2005 sampai dengan 31 Juni 2005.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer
dan data sekunder, baik yang bersifat kulitatif maupun kuantitatif. Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari data yang dimiliki oleh perusahan, laporan tahunan dan bahan pustaka yang diambil dari penelitianpenelitian sebelumnya. Jenis data dan keterangan yang dikumpulkan dari perusahaan antara lain (data sekunder) adalah: a. Gambaran umum perusahaan: sejarah perusahaan, keadaan umum, struktur perusahaan
b. Proses produksi c. Produk dan Pemasaran d. Sistem pembelian bahan baku dan penyimpanan persediaan e. Karakteristik dan variasi bahan baku maupun produk jadi f. Manajemen persediaan yang diterapkan untuk bahan baku. Tujuan pengumpulan data sekunder ini adalah untuk menunjang jalannya penelitian. Sedangkan data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapang, hasil wawancara dengan pihak karyawan dan manajemen perusahaan.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data Dalam menganalisis sistem pembelian bahan baku perusahaan dilakukan secara kualitatif dengan wawancara dan pengamatan langsung, demikian juga untuk mengetahui kegiatan produksi dari mulai pemesanan bahan baku hingga menjadi produk akhir. Data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian dibantu dengan tabel bagan/gambar. Analisa atau kajian terhadap penerapan manajemen persediaan perusahaan akan dilakukan berdasarkan aspek-aspek dan konsep yang dibahas dalam teori-teori manajemen persediaan. Teori-teori tersebut adalah sistem klasifikasi persediaan, konsep Material Requierement Planning dan konsep ketepatan waktu Just-in-time. Penyusunan karakteristik umum perusahaan yang dapat menerapkan sistem menejemen persediaan yang serupa dengan PT Aerowisata Catering Service, dilakukan dengan cara merumuskan karakteristik umum dari perusahaan. Karakteristik umum disini adalah karakteristik yang dapat mewakili perusahaan lain yang sejenis, bukan karakteristik yang sangat spesifik dan terkait erat denga
permasalahan dan kondisi yang dihadapi perusahaan. Kemungkinan penerapan konsep-konsep teori pada manajemen persediaan PT Aerowisata Catering Service, dilihat dengan cara membandingkan kondisi dan asumsi-asumsi yang dibutuhkan untuk penerapan teori-teori tersebut dengan perusahaan.
BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah Umum PT Aerowisata Catering Service merupakan anak perusahaan PT Garuda Indonesia. Usaha jasa katering penerbangan ini dimulai pertama kali pada tahun 1970 dimana pada awalnya ditujukan hanya untuk melayani penerbangan Garuda Indonesia di Bandar Udara Kemayoran Jakarta dengan nama Garuda Airline Flight Kitchen dan usaha jasa boga ini terus aktif beroperasi sampai dengan tahun 1974. Pada September 1974 kegiatan operasional perusahaan dipindahkan ke Bandar Udara Halim Perdanakusumah, seiring dengan perpindahan tersebut terbentuk pula kerja sama antara PT Garuda Indonesia dengan Dairy Farm Hong Kong pada tanggal 23 Desember 1974, Garuda Airline Flight Kitchen berganti nama menjadi Aero Garuda Dairy Farm Catering Service. Pada tanggal 23 Desember 1981 Garuda mengambil alih kepemilikan seluruh saham Aero Garuda Dairy Farm Catering Service dan berperan menjadi pemilik tunggal perusahaan yang selanjutnya berganti nama menjadi PT Aero Garuda Catering Service dengan nama dagang PT Aerowisata Catering Service (ACS). Pada saat Bandar Udara Internasional Jakarta Soekarno Hatta yang berlokasi di Cengkareng dibuka, seluruh kegiatan operasional ACS pun dipindahkan ke Cengkareng pada tanggal 20 Maret 1985. Bidang usaha yang dilakukan oleh inflight catering adalah melayani jasa boga dan kebutuhan Inflight Service material untuk baik penerbangan domestik maupun internasional, jenis jasa yang ditawarkan adalah:
•
Makanan
: hot meal, cold meal, buah-buahan, sayuran segar, snack
dan lain-lain. •
Minuman
: jus buah-buahan, minuman ringan, minuman mengandung
alkohol, es batu dan penyediaan air minum alami. •
Inflight Service material: barang-barang keperluan toilet, majalah .
•
Galley service: pengangkutan
makanan
ke dalam
pesawat dan
penyimpanan makanan di dalam pesawat serta sebaliknya. •
Bar exchange: melakukan pergantian dan penambahan kebutuhan minuman ( beralkohol) pada penerbangan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan perusahaan penerbangan.
•
Laundry (jasa binatu): menyediakan jasa pencucian seperti selimut, alas nampan, handuk kecil, taplak meja dan napkin (serbet)
•
Cabin setting: mempersiapkan seluruh kebutuhan kabin pesawat seperti, alat pendengar, dokumen penerbangan, majalah, bunga hiasan dalam pesawat.
•
Aircraft cleaning: meliputi kegiatan penggantian alas sandaran kepala, sarung bantal, pembuangan sampah, pembersihan toilet dan galley.
•
On ground service: meliputi penyediaan makanan di ruang tunggu penumpang kelas eksekutif.
•
Kegiatan di luar Inflight catering seperti: penyediaan jasa boga untuk gedung-gedung pertemuan (rapat) dan hotel.
Begitu luasnya cakupan jasa layanan yang ditawarkan maka ACS membentuk strategic business unit (SBU) :
1.
Inflight Catering Service : unit usaha ini lebih memprioritaskan kepada layanan jasa boga bagi perusahaan penerbangan. Unit ini beroperasi hampir di seluruh bandar udara besar Indonesia. Layanan yang ditawarkan meliputi penerbangan
domestiok,
internasional,
penerbangan
khusus
seperti
penerbangan carter, VVIP dan haji. 2.
Industrial catering : unit usaha ini bergerak di bidang layanan jasa boga dan jasa terkait lainnya diluar pelayanan maskapai penerbangan. Layanan yang ditawarkan ditujukan bagi perusahaan-perusahaan besar dengan banyak sumber daya manusia misalnya lokasi-lokasi pemondokan karyawan pengeboran minyak dan gas bumi, pengelolaan kantin karyawan pabrik, kantin sekolah atau universitas, juga layanan kebutuhan jasa boga untuk rumah sakit, baik menu normal untuk karyawan maupun makanan dengan diet khusus untuk pasien. Unit usaha ini juga menawarkan jasa binatu dan jasa pengelolaan dan perawatan wisma (house keeping dan maintance).
3.
Inflight logistic: Unit usaha ini memberikan layanan pengelolaan logistik untuk pelayanan dalam penerbangan. Layanan ini meliputi jasa konsultasi perencanaan dan pengelolaan barang penerbangan (airlines equipment handle serta cabin services), pengadaan barang untuk penerbangan seperti barang sekali pakai baik dry goods, minuman (beverages), peralatan pecah belah, dan bahan bacaan; jasa penyimpanan barang penerbangan (bonded strores), dan jasa pengiriman barang penerbangan
Saat ini ACS memiliki beberapa cabang yang dimiliki sepenuhnya oleh Garuda Indonesia di: Denpasar (Bali), Medan (Sumatera Utara), Balikpapan ( Kalimantan Tengah), Surabaya (Jawa Timur). Sedangkan cabang di
Batam merupakan
kerjasama ACS dengan PT Nurthi Falta Sakti perusahaan katering ini bernama (PT Aeronurthi Catering Service), di Makasar merupakan kerjasama dengan PT Mandai Prima bernama PT Aeroprima. PT ACS memiliki visi untuk menjadi market leader di bidang industri jasa boga untuk perusahaan penerbangan di Indonesia dan menjadi salah satu usaha jasa boga terbaik di Asia Tenggara. Aerowisata Catering Service is the market leader in inflight catering industry in Indonesia and among the best in South East Asia Region. Usaha PT ACS yang bersetifikat Halal ini untuk mengembangkan dan memajukan perusahaan dibuktikan dengan diraihnya ISO 9002 pada tahun 1997 yang diperbaharui pada tahun 2000. Pada tahun 2000 juga PT ACS mendapatkan sertifikat HACCP. PT Aerowisata Catering Service Jakarta berlokasi diperbatasan antara Jakarta Utara dengan Kabupaten Tanggerang , tepatnya di area bisnis Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta, Jakarta.
5.2 Struktur Organisasi Perusahaan PT Aerowisata Catering Service sebagai anak perusahaan PT Garuda Indonesia memiliki seorang General Manager yang memimpin jalannya perusahaan. Sesuai dengan tanggung jawab dan tugas PT ACS membagi struktur perusahaan menjadi dua departemen, masing-masing departemen dipimpin oleh seorang eksekutif manajer. Kedua departemen itu adalah departemen Operasional dan Administrasi (lampiran 5). Bagian Security dan Hygene and Quality Assurance mempunyai koordinasi langsung di bawah GM bertanggung jawab langsung ke GM. Hal ini
dilakukan untuk menghindari kompromi antar bagian perusahaan yang nantinya merugikan perusahaan. Hygene and Quality Assurance memiliki fungsi yang sangat penting karena jasa yang ditawarkan PT ACS berkisar produk makanan, apabila makanan yang diproduksi PT ACS rusak atau terkontaminasi akan menyebabkan keracunan makanan, selain merugikan PT ACS secara finansial, juga akan mengakibatkan kehilangan konsumen, bahkan dapat mengakibatkan tuntutan hukum dari konsumen yang secara finansial dapat mencapai milyaran rupiah, dan hilangnya kepercayaan konsumen baik konsumen domestik maupun internasional. Hygene and Quality Assurance berfungsi untuk memeriksa kualitas barang yang diterima di gudang dan mengaudit produk akhir yang dihasilkan. Departemen Administrasi bertugas untuk membantu para manajer mempelancar pekerjaan mereka. Secara periodik, bagian Administrasi mengaudit kondisi perusahaan baik kondisi finansial maupun kondisi persediaan barang perusahaan. Bagian Administrasi dibagi lagi menjadi bagian Keuangan (finance), Pembukuan (Accounting), Human Resource Departement, Customer Service dan Purchasing. Purchasing officer mempunyai tugas untuk menanggani semua pembelian yang dilakukan oleh PT ACS, termasuk pembelian bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi dengan mengeluarkan purchasing order (PO). Jumlah bahan baku yang dibeli disesuaikan dengan kebutuhan produksi, untuk itu pihak purchasing harus menunggu purchasing requisition (PR) yang disusun oleh Kitchen Planning. Untuk menyusun PR, pihak Kitchen Planning harus menggunakan informasi yang tercantum dalam menu yang sudah dipilih oleh maskapai
penerbangan dan feed back dari koki-koki yang bekerja di dapur. Setelah disusun PR harus mendapat persetujuan dari pihak executive chef, store manager, cost controller, puchasing manager dan general manager, barulah diserahkan ke pihak Purchasing. Departemen Purchasing juga memiliki tugas untuk memilih vendor (supplier) bahan baku. Setelah mendapat PR dari pihak kitchen planning, Purchasing Officer akan menghubungi
beberapa pemasok. Pihak pemasok
kemudian akan mengirim sampel barang yang diinginkan. Dari sampel ini akan dilakukan seleksi kemudian ditentukan 3 pemasok yang akan menjadi penyedia barang tersebut. Untuk mengurangi peluang ketergantungan terhadap satu pemasok, biasanya untuk satu barang PT ACS memiliki minimum 2 pemasok. Pemilihan
menu
merupakan
proses
tersendiri.
Pihak
maskapai
penerbangan akan mendekati PT ACS dan mengajukan menu makanan yang diinginkan untuk rute penerbangan tertentu. Pihak PT ACS kemudian menyusun menu sesuai dengan permintaan dan juga menawarkan menu alternatif. Setelah pihak maskapai penerbangan menentukan pilihan terhadap menu makanan, maka diadakan perjanjian kontrak yang menyangkut berapa lama menu tersebut akan dipakai dan harga yang disetujui dan kondisi kontrak lainnya. Sedangkan jumlah berapa porsi makanan yang diproduksi disesuaikan dengan jumlah penumpang setiap harinya. Dari informasi ini maka pihak Kitchen Planning akan menyusun PR dan menyerahkannya ke pihak purchasing yang kemudian akan menyusun PO. Jumlah produksi makanan berubah-ubah setiap harinya untuk itu pihak Kitchen Planning harus mengantisipasi jumlah pembelian agar bahan baku yang dibeli tidak berlebihan atau berkekurangan.
Departemen produksi pada dasarnya merupakan pusat kegiatan PT ACS, departemen ini dipimpin oleh seorang manajer dan membawahi sub departemen bakery/pastry, hot kitchen, pre-production, cold kitchen, kitchen administration, preparation dan tray setting. Bagian bakery/pastry bertanggung jawab untuk penyediaan roti , kue-kue dan cokelat. Bagian pre-production tugasnya meliputi penyiapan sayur-mayur, buah, daging dan seafood. Hot kitchen adalah tempat dimana makanan dimasak, sedangkan cold kitchen adalah dapur yang mengerjakan makanan-makanan dingin seperti salad, hidangan pembuka (appetizer), canape,buah, roti lapis dan lain sebagainya. PT ACS sebagai anak perusahaan PT Garuda Indonesia tidak melakukan promosi secara aktif. PT ACS melakukan pendekatan langsung ke maskapai penerbangan yang melakukan bisnis di Indonesia. Saat ini hanya 2 perusahaan yang melayani jasa boga maskapai penerbangan di Jakarta, untuk itu pendekatan langsung mudah dilakukan. Selain itu pihak maskapai penerbangan biasanya mengajukan proposal ke PT ACS.
5.3 Ketenagakerjaan Saat ini PT ACS memiliki tenaga kerja tetap sejumlah 1351 orang dan tidak ada tenaga kerja kontrak, tenaga kerja kontrak biasanya hanya dipekerjakan untuk musim-musim tertentu seperti musim lebaran, lebaran haji dan musim liburan sekolah dimana permintaan akan jasa layanan penerbangan meningkat yang mempengaruhi permintaan akan produksi makanan.
Untuk departemen
Operasional, jumlah tenaga kerja pria lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
tenaga kerja wanita, hal ini disebabkan karena tenaga kerja pria dianggap lebih mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan jam kerja dan tuntutan jam lembur. Bagian Operasional bekerja 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Jam kerja dibagi-bagi (shifting) masing-masing pekerja akan bekerja selama 8 jam sehari dalam 7 hari kerja, tiap pekerja memiliki hak untuk libur selama 2 hari yang tentu saja dilakukan secara bergantian. Tabel 3. Jadwal Jam Kerja Bagian Operasional PT ACS
Shift
Mulai
Selesai
1
22.00
06.00
2
00.00
08.00
3
03.00
11.00
4
06.00
14.00
5
08.00
16.00
6
14.00
22.00
7
16.00
00.00
8
08.00
17.00
Pembagian jam kerja ini dilakukan untuk menyokong produksi makanan yang dilakukan terus-menerus. Masing-masing shift sebelum jam kerjanya berakhir harus membuat laporan mengenai hal-hal apa yang sudah dilakukan dan apa yang belum dan harus dilakukan. Dengan laporan ini maka tidak ada pekerjaan yang dilakukan dua kali, dan proses produksi berlangsung lancar dan terorganisasi. Sedangkan bagian Admistrasi memiliki jam kerja yang lebih teratur, 08.30-16.30 setiap hari dari hari Senin sampai dengan hari Jumat, Sabtu dan Minggu merupakan hari libur. Setiap tenaga kerja memiliki hak atas cuti tahunan
masing-masing selama 12 hari kerja dan jaminan asuransi Jamsostek berupa asuransi jiwa dan asuransi kesehatan. Pelatihan karyawan, khususnya yang bekerja di bagian operasional dilakukan secara berkala demi menjamin keterampilan tenaga kerja terhadap perubahan tehnologi di bidang perusahaan katering. PT ACS selain mengadakan perbandingan dengan perusahaan katering yang lebih besar di luar negeri seperti Thailand dan Singapura, juga mengadakan seminar untuk kalangan sendiri yang biasanya bahan pelatihan didapat dari International Flight Catering Association.
5.4 Fasilitas Produksi Produksi dilakukan di dapur, dapur dibagi atas hot kitchen, cold kitchen dan bakery/pastry. Makanan di masak di hot kitchen, kapasitas makanan yang diproduksi di hot kitchen adalah 35.000 porsi per hari. Sedangkan bagian bakery dapat memproduksi 3000 roti per shift.
Untuk penyediaan air, PT ACS
menggunakan air PAM. Listrik disediakan dengan menggunakan jasa PT PLN, untuk keadaan darurat, PT ACS juga memiliki 2 generator listrik. Untuk proses produksi, PT ACS juga memiliki 3 buah blast chiller untuk membantu proses pendinginan makanan yang sudah jadi.
5.5 Proses Produksi Produk yang dihasilkan oleh PT Aerowisata Catering Service berupa makanan yang nantinya akan dikonsumsi oleh penumpang selama penerbangan. Jumlah porsi makanan yang akan diproduksi sudah ditentukan satu hari sebelumnya sesuai dengan informasi yang diberikan oleh maskapai penerbangan
(AMOS = Airlines Meal Order Sheet). Jumlah porsi makanan ini disesuaikan dengan jumlah penumpang yang akan diangkut oleh karenanya informasi dapat berubah sewaktu-waktu ini. Adapun proses produksi yang dilakukan dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu (Lampiran 6): 1. Proses Pembersihan dan Persiapan (pre-production) 2. Proses Pemasakan dan Pendinginan 3. Proses Pengemasan Proses pembersihan dan persiapan (pre-production) dimulai 12 jam sebelum jadwal keberangkatan penerbangan. Kegiatan yang dilakukan berupa pencucian bahan baku di dalam mesin untuk membersihkan bahan makanan dari kotoran, debu, logam, biji-bijian lain dan sebagainya. Cairan yang digunakan untuk pembersihan ini adalah campuran air dan klorin. Setelah dibersihkan bahan baku kemudian di tampung ke keranjang atau kereta (trolley) penampungan sesuai dengan jenisnya dan di bawa ke ruang persiaapan. Di ruang persiapan bahan baku di potong sesuai dengan ukuran kebutuhan, persiapan ini tentu saja dilakukan di ruangan yang berbeda untuk tiap jenis bahan yag dipersiapkan untuk menghindari kontaminasi bau, kimia dan kontaminasi secara fisik. Kondisi ruang bagian preproduction harus selalu dingin dengan suhu udara 16°C untuk memastikan kondisi makanan selalu segar dan tidak terkontaminasi bakteri. Untuk bahan baku yang perlu dimasak, bahan baku ini kemudian dibawa ke hot kitchen untuk dimasak, sedangkan bahan baku yang tidak perlu dimasak, seperti sayuran segar untuk salad dan buah-buahan segar disimpan di ruang penampungan. Pada proses pemasakan dan pendinginan dilakukan di hot kitchen, pertama-tama bahan baku dimasak sesuai dengan menu yang sudah ditentukan,
dengan bumbu-bumbu yang sudah dibakukan. Setelah dimasak, makanan di masukan ke blast chiller (-18°C) untuk memulai proses pendinginan dengan cepat. Pendinginan dilakukan sampai kondisi makanan mencapai suhu 2°- 4°C. Kondisi dingin yang diinginkan ini dipertahanan sampai pada saat makanan dibawa ke ruang pengemasan dengan suhu ruang 16°C (meal setting) dan pada proses pengemasan. Proses pengemasan yang dimaksud adalah proses dimana makanan dibagi-bagi sesuai dengan porsi dan jumlah yang diinginkan. Makanan yang sudah diporsikan ini kemudian disusun ke nampan makan yang nantinya akan diterima oleh penumpang (tray setting). Setelah disusun di nampan makan, nampan-nampan makanan ini dimasukan ke dalam trolley makan yang nantinya akan diangkut ke dalam pesawat. Sebelum diangkut ke pesawat, trolleytrolley makanan ini disimpan di ruang penampungan (holding room dengan suhu 0°-5°C), kereta-kereta makan ini sudah harus dalam kondisi siap untuk diangkut, 3 jam sebelum jadwal penerbangan. Semua proses ini dilakukan di ruang yang kondisinya selalu dingin. Kegiatan produksi ini ditunjang oleh kegiatan off loading. Sesaat setelah pesawat mendarat di bandara dan penumpang keluar dari pesawat, PT ACS akan mengeluarkan semua peralatan yang ada di dalam pesawat yang berhubugan dengan kegiatan katering. Setelah dikeluarkan peralatan ini dicuci dan dibersihkan untuk pemakaian selanjutnya. Proses off loading dan pencucian ini sangat penting dilakukan tepat waktu untuk menunjang rotasi penggunaan peralatan makan yang diperlukan untuk meal dan tray setting. Biasanya sebagai cadangan, maskapai penerbangan
menyimpan satu set peralatan
makan
pihak
lengkap.
Transportasi dari dapur katering ke pesawat dilakukan dengan menggunakan truktruk yang dilengkapi dengan pendingin.
5.6 Pengawasan Mutu Produk Jadi Dalam setiap proses pemasakan dilakukan pengawasan mutu dan pemeriksaan makanan. Setelah makanan dimasak, sampel makanan diambil dan kemudian diperiksa. Pemeriksaan terhadap bahan makanan ini diutamakan kepada pemeriksaan microbiology
yang
berupa
salmonella
dan
shigella,
E-coli,
coliform,
staphylacoccus aereous, yeast (jamur), mold (kapang), bacillicus cereus. Pemeriksaan mikrobiologi ini membutuhkan sampel makanan untuk dikarantina selama 4-5 hari, karena bakteri-bakteri ini diperkirakan baru muncul 4-5 hari. Oleh karena itu pengawasan mutu dalam setiap tahapan proses produksi sangat penting diperhatikan. Hasil pemeriksaan ini disimpan dan didokumentasikan dan akan dipergunakan sebagai bahan pembanding apabila ada umpan balik (complaint) dari pihak maskapai penerbangan.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Manajemen Persediaan PT Aerowisata Catering Service 6.1.1 Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan Manajemen persediaan PT Aerowisata Catering Service merupakan tanggung jawab Kitchen Planning di bawah bagian Kitchen Administration. Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab sebelumnya, bahwa Kitchen Planning adalah bagian yang merencanakan, mengatur pengadaan bahan baku sesuai dengan rencana produksi, dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Pola perencanaan material secara menyeluruh dengan Kitchen Planning sebagai koordinator dapat dilihat dari Gambar 7. Perencanaan menu atau menu planning selalu disesuaikan dengan permintaan pelanggan dan jangka waktu pemakaian bahan yang diperuntukan memproduksi suatu menu yang telah diperjanjikan dengan pelanggan. Umumnya menu dipakai selama 3 bulan. Menu ini diterjemahkan oleh Kitchen Planning menjadi rencana pengadaan bahan baku dengan mempertimbangkan trend dan fluktuasi pesanan makanan baik secara harian, mingguan, bulanan serta mengevaluasi pula trend yang sedang berkembang dan terjadi diluar. Pertimbangan lainnya adalah kapasitas gudang, stok awal dan master schedulling. Material planning akan diberikan kepada bagian pembelian (purchasing) untuk kemudian dilakukan pemesanan dan pembelian. Sedangkan permintaan produksi diberikan kepada bagian produksi yang kemudiaan menterjemahkannya menjadi jadwal produksi. Dalam kegiatannya kitchen planning dibantu oleh
perangkat komputer ACCPAC dan InFlite Manager. ACCPAC merupakan sistem back office yang lebih banyak berkaitan dengan accounting, masalah keuangan/biaya dan pemesanan. Sedangkan InFlite Manager merupakan program komputer yang berkaitan dengan peramalan jumlah penumpang, ramalan kebutuhan bahan baku dan rancangan pembuatan PO.
Perencanaan Menu
Kitchen Planning (InFlite Manager) • Capacity planning • Stock awal • Space gudang • Master schedulling
Material Planning (ACCPAC)
Purchasing
PRODUKSI Raw Material
PRODUCTION SCHEDULE
FINISH GOOD
Keterangan: ........... Feed back
Gambar 7. Pola Perencanaan Kitchen Planning
6.1.2 Seleksi Pemasok Bahan Baku Calon suplier atau pemasok akan diseleksi terlebih dahulu sebelum terpilih menjadi pemasok (Gambar 8). PT ACS menetapkan beberapa persyaratan (terutama yang menyangkut kualitas) untuk pemilihan suplier, pihak kitchen administration bersama dengan pihak purchasing memutuskan suplier mana yang akan dipilih. Sebelumnya diadakan negosiasi harga antara purchasing dengan para suplier. Selama tidak ada perubahan harga yang ditawarkan oleh suplier, atau perubahan harga pasar maka pembelian kepada suplier tersebut akan berlangsung terus. Apabila ada perubahan harga, maka akan dilakukan negosiasi kembali oleh pihak purchasing.
Pemasok
Sampel bahan baku Negosiasi harga
info Purchase Order Testing sampel
Quality Assurance
Sumber: PT Aerowisata Catering Service, 2004
Gambar 8. Alur Pemilihan Suplier
Bahan baku
6.1.3 Penetapan Kualitas dan Perencanaan Produksi Sebelum melakukan pemesanan/pembelian, pihak kitchen administration terlebih dahulu menetapkan kualitas bahan baku yang dibutuhkan untuk periode produksi yang akan datang. Mekanisme perencanaannya adalah sebagai berikut: pertama pihak kitchen administration menentukan produksi berdasarkan kondisi permintaan bulan sebelumnya dan ramalan terhadap kebutuhan transportasi udara di bulan yang akan datang. Setekah mendapatkan informasi ini ditambah dengan mempertimbangkan beberapa faktor, kitchen administrator menentukan kuantitas bahan baku yang dibutuhkan dan mengeluarkan Permintaan Pembelian (Purchasing Order) kepada bagian purchasing. Karena kondisi permintaan yang selalu berubah-ubah maka penentuan kualitas pembelian bahan baku masih dilakukan secara manual. Faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan kitchen administrator untuk menentukan kebutuhan bahan baku adalah sebagai berikut: a.
Persediaan bahan baku (stock raw material)
b.
Kapasitas (space) gudang
c.
Umur bahan baku (quality storage)
d.
Faktor-faktor eksternal seperti suplier, musim, harga, situasi sosial-ekonomipolitik, dan sebagainya. Data yang dibutuhkan untuk menyusun perencanaan bahan baku:
a.
Rencana permintaan produksi yang diterjemahkan dari perencanaan menu yang sudah disetujui pihak maskapai penerbangan (ditentukan dengan peramalan berdasarkan produksi bulan lalu)
b.
Jadwal produksi, yang ditentukan oleh bagian produksi disesuiakan dengan proiritas kebutuhan makanan.
c.
Waktu tunggu (Raw material ordering lead time) pemesanan barang, diperoleh dari bagian purchasing yang sekaligus menjadi penghubung dengan pemasok.
d.
Batas minimal kuantitas pemesanan (raw material minimum order), yang ditentukan oleh suplier.
e.
Rata-rata pemakaian bahan baku, yaitu jumlah pemakaian bahan baku ratarata tiap bulan selama 3 bulan
f.
Persediaan bahan baku awal dan akhir periode.
Pengumpulan dan pengolahan data
Penentuan persediaan bahan baku
Perencanaan kebutuhan bahan baku feed back (umpan balik) Perencanaan pemesanan bahan baku
Pembuatan PR dan PO
monitoring
Penyusunan laporan
Sumber: PT Aerowisata Catering Service, 2004
Gambar 9. Alur Perencanaan Persediaan Bahan Baku
Estimasi persediaan bahan baku awal periode, oleh perusahaan dihitung dengan cara sebagai berikut: PrB = PrA + J – Pm Dimana: Prb
: Persediaan bahan baku awal bulan produksi yang akan datang
PrA
: Persediaan bahan baku awal bulan berjalan
J
: jumlah bahan masuk selama bulan berjalan
Pm
: Pemakaian bahan baku selama bulan berjalan
Estimasi persediaan bahan baku akhir periode: sab + barang masuk dari suplier – pemakaian produksi sab = stok awal bulan
Sisa stok bahan baku dihitung pada hari ke-21 setiap bulannya. Dari sisa stok bahan baku dapat dihitung berapa hari bahan baku ini bertahan sampai habis.
Sisa stok + barang pending Pemakaian harian =
Jumlah hari, sampai bahan baku habis.
Penentuan persediaan bahan baku (buffer stock), ditentukan oleh: a. Waktu tunggu pemesanan (ordering lead time) b. Rata-rata pemakaian bahan baku per bulan c. Minimum order Sesuai dengan kebijakan perusahaan, pemesananan bahan baku untuk bulan yang akan datang selalu ditambah dengan keperluan bahan baku selama beberapa hari
(safety stock). Untuk bahan baku segar safety stock yang direncanakan adalah kebutuhan untuk 2-3 hari, sedangkan untuk dry goods 10-14 hari. Selain menentukan kuantitas bahan baku yang dipesan kitchen administrator juga menentukan jadwal pemesanan. Hal ini nantinya akan berpengaruh pada jadwal kedatangan bahan baku. Setelah rencana pemesanan bahan baku (yang mencakup kuantitas dan jadwal pemesanan) tersusun, maka kitchen administrator akan mengeluarkan Purchasing Requisition (PR). Sebelum diserahkan ke bagian Purchasing, PR harus mendapat persetujuan dari executive chef, store manager, cost controller, purchasing manager dan GM. Kemudian PR akan diberikan ke bagian Purchasing, dan dilanjutkan dengan pembuatan Purchasing Order (PO) oleh bagian Purchasing. Kitchen Planning
Executive Chef Di periksa
Store manager
Diserahkan untuk kemudian dijadikan PO
Cost Controller
Purchasing Manager
General Manager
Sumber: PT Aerowisata Catering Service, 2004
Gambar 10. Chain of Purchase Requesition Approval
6.1.4 Sistem Pembelian dan Penyimpanan Bahan Baku (Raw Material) Waktu rata-rata yang dibutuhkan mulai pembuatan permintaan pembelian oleh kitchen administrator sampai pemasok siap mengirimkan bahan, kurang lebih satu bulan. Ketika bahan baku sampai di gudang (bagian penerimaan), bagian Quality Control langsung memeriksa surat jalan
yang dibawa oleh
pengantar. Bahan diperiksa baik kuantitas maupun kualitas. Kualitas yang dicari adalah patokan syarat bahan yang sudah disetujui oleh pemasok berdasarkan permintaan PT ACS. Sampel yang diperiksa, dipilih dan diambil secara acak. Pengecekan dilakukan berdasarkan PO yang telah dibuat bagian purchasing. Bahan baku yang tidak sesuai dengan standar akan langsung dikembalikan ke pihak pemasok. Apabila sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, maka gudang akan mengeluarkan Surat Terima Barang (STB). Pihak kitchen administratior nantinya juga akan ikut mengecek barang setelah barang sampai di gudang. Apabila saat dicek di gudang kuantitas barang tidak sesuai dengan yang dipesan, maka pihak kitchen administration harus mengawasi dari dekat agar barang yang kurang akhirnya diterima, untuk itu pihak kitchen administration harus bekerja sama dengan pihak purchasing. Dalam keadaan terdesak, dimana barang yang dikirim tidak dapat diterima karena kualitas barang atau karena kuantitas kurang, maka pihak kitchen administration dan bagian produksi harus memutuskan solusinya dengan mencari alternatif barang. Bagian produksi mengeluarkan Bon Permintaan Barang ke gudang beberapa kali dalam satu hari, untuk mendapatkan bahan baku sesuai dengan kebutuhan produksi hari itu. Setelah gudang mengeluarkan surat
penyerahan maka bahan akan dikirimkan ke bagian produksi. Pengawasan jumlah kuantitas bahan baku dilakukan setiap minggu, kecuali untuk bahan baku segar, pengawasannya dilakukan setiap hari. Dengan demikian apabila ditarik kesimpulan, seluruh alur kegiatan yang menyangkut Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan adalah sepert Gambar 11 : Informasi dari menu
Data persediaan akhir bahan baku
Mengolah data rencana permintaan
Penyusunan rencana pemakaian, pemesanan bahan baku
Produksi
Pembuatan Purchasing Requisition
Purchasing
Menerima copy PO dari Purchasing
Pembuatan Purchasing Order
Gambar 11. Alur kegiatan Kitchen Administration secara keseluruhan
6.1.5 Persediaan Bahan Baku a. Bahan Baku Bahan baku pada PT Aerowisata Catering Service, sesuai dengan karakteriktik barang dibagi atas tiga jenis, yaitu: bahan baku segar/mentah, bahan baku kering dan bahan baku beku. Bahan baku mentah terdiri dari bahan baku segar seperti sayur-mayur, buah-buahan, telur dan produk susu. Bahan baku kering contohnya adalah beras putih, kacang-kacangan, tepung dan bumbu. Sedangkan bahan baku beku adalah daging, ikan dan seafood. Hampir semua pemasok bahan baku adalah pemasok lokal, kecuali untuk bahan-bahan menu tertentu yang harus diimpor untuk memenuhi permintaan menu oleh pihak maskapai penerbangan. Adapun karakteristik bahan baku mentah yang diinginkan perusahaan adalah sebagai berikut : Sayuran :
-
Kondisi sayur harus segar
-
Warna dan bentuk ukuran dan tekstur dalam kondisi baik
-
Tidak ada benda-benda asing seperti ulat, semut, serangga
-
Untuk sayuran beku,
harus dilihat tanggal kadaluarsa,
toleransinya adalah minimum 6 bulan dari tanggal kadaluarsa. Buah :
Telur :
-
Buah harus dalam keadaan bersih, tidak busuk, tidak cacat
-
Warna buah dan wangi buah harus segar
-
Tingkat kematangan buah
-
Pencicipan rasa dilakukan secara acak
-
Kebersihan dan keutuhan telur
-
Tidak berbau busuk
Produk susu : -
Dalam keadaan utuh, tidak pecah maupun retak Kondisi kemasan Temperatur produk disarankan 0°-5°C toleransinya dibawah 8°C. Untuk suhu 5-8C bahan harus segera dimasukkan ke ruang pendingin (chiller)
-
Tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa produk
Untuk bahan baku beku karakteristik bahan baku yang diinginkan adalah: -
Suhu bahan harus • -12°C atau kondisi bahan baku masih beku tidak ada tanda-tanda pencairan.
-
Tanggal produksi dan kadaluarsa produk, umur produk tidak lebih dari 3-6 bulan
-
Kemasan produk, tidak bocor atau berlubang
Untuk bahan baku kering, karakteristik barang yang diinginkan adalah: -
Kondisi kemasan barang harus baik dan aman, tidak bocor ataupun rusak
-
Kondisi barang harus bersih bebas dari benda-benda asing seperti baru, kutu, pasir dan tidak hancur, tidak berjamur dan tidak berbau apek.
-
Tanggal produksi dan kadaluarsa produk kurang dari 1 tahun
b. Pengawasan mutu bahan baku Pengawasan mutu bahan baku, baik kualitas dan kuantitas dimulai sejak bahan tiba dibagian penerimaan sebelum masuk ke gudang. Sebelum bagian gudang memberikan tanda terima kepada pemasok, bagian Quality Control (QC) akan memeriksa terlebih dahulu kualitas dan kuantitas bahan. Bila sudah sesuai dengan standar perusahaan, atau tidak penyimpangannya masih dalan kondisi yang dapat ditolerir, bagian gudang akan mengeluarkan surat terima barang. Tetapi bila bahan yang dikirim oleh pemasok dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh QC, maka barang tersebut akan dikembalikan pada pemasok. Bagian penerimaan merupakan critical control point PT ACS, untuk pemeriksaan temperatur bahan baku, bagian penerimaan menggunakan gun point yang langsung dapat menunjukkan temperatur bahan saat diarahkan ke bahan.
c. Klasifikasi Jenis-jenis Persediaan Sistem klasifikasi yang dipakai oleh PT ACS adalah sebagai berikut: a. Setiap jenis persediaan mendapat perlakuan khusus b. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kuantitas pemesanan adalah kebutuhan masing-masing jenis persediaan dan kemampuan pemasok c. Pemasok akan menentukan batas minimum pemesanan dan juga batas waktu pemesanan. d. Hal ini akan mempengaruhi waktu tunggu dari tiap jenis persediaan akan berbeda satu sama lain e. Sedangkan safety stock dihitung dengan perkiraan atas kondisi yang akan datang (dihitung secara manual, berdasarkan kondisi bulan yang lalu)
f. Semua jenis persediaan dicatat, dikendalikan dan dievaluasi dengan cara dan frekuensi yang sama. g. Pengecekan dan pencatatan persediaan yang dipakai PT ACS menggunakan sistem bin card. Pengecekan dan pencatatan masih dilakukan secara manual.
6.1.6 Manajemen Persediaan PT ACS Manajemen persediaan yang di lakukan oleh PT Aerowisata Catering Service dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agroindustri makanan b. Menggunakan input yang berasal dari produk pertanian c. Menghasilkan produk jadi yang sangat bervariasi d. Produk yang dihasilkan tersusun dari beberapa bahan baku e. Menjadikan pola permintaan produk sebagai dasar penentuan pengadaan bahan baku f. Menggunakan konsep perencanaan yang terintegrasi anatara bagian kitchen planning, kitchen, pengadaan bahan baku dan keuangan. g. Pada perencanaan ada umpan balik (feed back) yang memungkinkan terjadinya perubahan rencana h. Melakukan seleksi terhadap pemasok i. Penentuan persediaan pengaman berdasarkan waktu dan kapasitas gudang j. Penyusunan rencana pembelanjaan sebagian besar dilakukan secara manual di bantu dengan program komputer ACCPAC dan InFlite Manager. Penggunaan bahan yang bervariasi membutuhkan penanganan yang lebih canggih, karena keterkaitan kebutuhan bahan menjadikan manajemen persediaan lebih
kompleks, oleh karena itu fasilitas komputer sangat dibutuhkan. Penyusunan rencana yang dibantu oleh komputer mempermudah pengolahan dan penyimpanan data, selain itu penyimpangan pengolahan data dapat terdeteksi dengan mudah k. Pola perencanaan yang dilakukan PT ACS merupakan pola perencanaan mundur berdasarkan permintaan/rencana produksi. Pola ini seperti pola MRP yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan manajemen perusahaan l. Biaya penyimpanan variabel di PT ACS relatif lebih besar dari pada biaya pemesanan variabelnya, maka manajemen persediaan lebih menekankan pada pengendalian biaya penyimpanan. Biaya penyimpanan di PT ACS dianggap penting karena; (1) Prosedur pemilihan supplier kurang fleksibel, (2) Kuantitas kebutuhan bahan baku PT ACS relatif besar, sehingga untuk mengantisipasi kehabisan bahan baku relatif sulit, dan (3) Biaya pemesanan variabel sangat tidak signifikan untuk dikendalikan. m. Pertimbangan mengenai opportunity cost dan kapasitas gudang menjadi pertimbangan yang penting dalam pengadaan perencanaan persediaan.
6.2 Kemungkinan Penerapan Teori-teori Manajemen Persediaan Pada PT Aerowisata Catering Service 6.2.1 Keterkaitan antar Teori Penetapan kuantitas dan frekuensi pemesanan adalah bagian dari perencanaan dalam manajemen persediaan. Konsep apapun yang digunakan oleh perusahaan dalam perencanaannya, manajemen persediaan harus selalu menjawab berapa kuantitas yang harus dipesan dalam pengadaan bahan. Perencanaan dengan
menggunakan konsep Material Requirement Planning membutuhkan penetapan kuantitas dan frekuensi pengadaan persediaanm sebagai salah satu hasil dari perencanaan. Pemesanan dapat dilakukan dengan memilih antara dua sistem, yaitu Order Point System (pemesanan dengan kuantitas tetap) atau Order Cycle System (pemesanan dengan frekuensi yang tetap) (Assauri, 1980). Teori Economic Order Quantity dapat digunakan untuk menetapkan kuantitas pemesanan (lot size) yang optimaldengan biaya total yang minimal. Setelah kuantitas pemesanan optimal diketahui, maka dengan sendirinya akan dapat diketahui frekuensi pemesanan optimalnya. Metode Just-in-time pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadapa konsumen, mengurangi persediaan, dan meningkatkan produktivitas. Metode ini meminimisasi bahkan meniadakan persediaan dan menghilangkan aktivitas yang tidak menambah nilai (non value added activities). ABC Analysis merupakan salah satu bentuk klasifikasi barang-barang persediaan dalam manajemen persediaan yang mengendalikan banyak jenis barang/persediaan. Adapun tujuan dari pengklasifikasian ini adalah untuk mengefektifkan manajemen persediaan.
6.2.2 MRP dan MRP II PT Aerowisata Catering Service menyusun rencana pengadaan bahan bakunya (permintaan terikat) dengan sistem penjadwalan mundur yang dimulai dengan merencanakan produksi produk jadi. Perencanaan ini disusun secara manual dibantu oleh komputer. Dalam perencanaan persediaan, PT Aerowisata
Catering Service menggunakan pola yang terintegrasi antara departemen produksi, keuangan dan pengadaan bahan baku dalam perencanaannya. Kitchen Planning menjadi pusat informasi dan bagian yang mengkoordinir keterkaitan antar departemen tersebut. Proses perencanaan ini sudah sesuai dengan konsep MRP.
6.2.3 Economic Order Quantity Penetapan kuantitas dan frekuensi persediaan di PT ACS, mengikuti pola order point system dan order cycle system sekaligus secara bersamaan. PT ACS mengkombinasikan antara kedua sistem ini, sehingga pengadaan bahan baku dilakukan dengan kuantitas dan frekuensi yang sama. Biaya persediaan variabel yang terdapat pada PT ACS hanya biaya bunga saja. Biaya ini termasuk biaya penyimpanan, yang akan meningkat sesuai dengan peningkatan kuantitas persediaan yang disimpan. PT ACS memiliki sendiri gudang-gudangnya sehingga tidak ada biaya sewa. Sebagian besar persediaan yang dibeli dan disimpan oleh PT ACS adalah komoditi pertanian yang dapat menimbulkan penurunan kualitas atau kerusakan akibat disimpan terlalu lama, tetapi hal ini telah dipertimbangkan oleh perusahaan. Manajemen sudah memperhitungkan kuantitas dan jadwal pemesanan, sehingga kerugian akibat persediaan terlalu lama disimpan tidak pernah terjadi. Biaya penyimpanan yang meningkat sesuai dengan besarnya kuantitas, snagat kecil proporsinya. Biaya penyimpanan lainnya merupakan biaya tetap yang tidak terpengaruh oleh kuatitas persediaan, misalanya biaya keamanan, biaya pemeliharaan gudang, biaya tenaga kerja dan sebagainya.
Biaya maintance atau pemeliharaan sulit dipisahkan, karena biaya pemeliharaan terdiri dari gudang cold storage, gudang kering dan dapur, misalnya biaya semen atau cat. Untuk biaya pemesanan hampir semua adalah biaya tetap. Misalnya biaya rencana pemesanan atau pembelian bahan, biaya pembuatan permintaan pembelian (PR dan PO) atau biaya pengecekan mutu saat bahan tiba di gudang. Biaya-biaya tersebut merupakan biaya gaji karyawan yang mengerjakan segala sesuatunya mulai dari perencanaan pemesanan sampai barang tiba di gudang dan diperiksa. Gaji karyawan tersebut tidak terpengaruh frekuensi pemesanan. Biaya pemesanan variabel dapat dikatakan mendekati nol, walaupun ada, namun jumlahnya sangat kecil (tidak signifikan). Misalnya pembuatan PO dan PR, yaitu biaya beberapa lembar kertas (kurang lebih totalnya adalah 10 lembar kertas) Simulasi EOQ (untuk beras) pada PT Aerowisata Catering Service menghasilkan biaya total sebagai berikut: -
Holding cost/ biaya penyimpanan adalah biaya bunga (interest)
-
Ordering cost / biaya pemesanan adalah biaya gaji karyawan
Total cost
= Holding Cost + Ordering Cost = (10.943 x 3.000 x 13%) + 18.750.000 = 4.267.770 + 18.750.000 = 23.017.770 (annual total cost)
Dimana : Qo
= • 2 CR/ H = • (2 x 3.000 x 10.943)/ 0,13 = • (65658000 / 0,13)
= 22473,57 • 22474 kg Selain karena konsep biaya yang ada pada EOQ tidak memungkinkan untuk diterapkan pada PT Aerowisata Catering Service, ada beberapa hal lain yang kurang memungkinkannya penerapan konsep EOQ sepenuhnya di perusahaan ini, antara lain asumsi harga yang stabil.
6.2.4 Just-in-time (JIT) Dalam proses produksi, PT ACS telah menerapkan konsep Just-in-time yang memungkinkan adanya efisiensi produksi dan produkstivitas yang tinggi. Hal ini terbukti dengan tidak adanya persediaan bahan setengah jadi (work in process) yang menunggu proses berikutnya. Sedangkan untuk pengadaan bahan baku, PT ACS mengusahakan agar pengadaan bahan baku segar seperti sayursayuran dan buah-buahan menerapkan konsep JIT, namun hal ini sangat dipengaruhi kondisi pemasok bahan baku pertanian.pengaplikasian sistem JIT belum optimal. Berikut ini adalah hasil simulasi Just-in-time di PT Aerowisata catering Service. Asumsi : -
Bahan baku yang dimasukan, ke dalam mesin sebesar 200 kg dan produk jadi yang dihasilkan akan keluar juga 200 kg.
-
Mesin beroperasi selama 24 jam
-
Line yang dianalisis hanya 1
Set up time :
a. Pembongkaran daging ayam beku dari truk memakan waktu 1 jam atau 60 menit. b. Pemeriksaaan kualitas daging ayam beku dengan sistem sampel oleh pihak quality control selama 30 menit. c. Persiapan bahan-bahan tambahan untuk diolah bersama bahan utama sebelum pengadukan memakan waktu 30 menit d. Pemuatan produk jadi dari ruang setting meal ke truk pengangkut memakan waktu 30 menit. Operation time: a. Pelunakan daging ayam (thawing) dilakukan 19 sampai 24 jam sebelum estimasi keberangkatan pesawat terbang (Estimated Time of Departure). b. Daging ayam yang sudah lunak ini di campur bersama dengan bumbubumbu lain dan proses pemasakan dilakukan 13 jam sebelum ETD. c. Makanan dibagi-bagi ke piring makan (dishing) dilakukan 7 jam sebelum ETD dan proses ini harus selesai dalam waktu 45 menit, dan suhu makanan dipertahankan pada suhu – 13°C.
6.2.5 ABC Analysis ABC analysis tidak mungkin diterapkan pada PT Aerowisata Catering Service di bagian persediaan karena kemungkinan akan ada kebutuhan yang tidak terpenuhi. Hal ini disebabkan karena jenis-jenis persediaan atau komponenkomponen tersebut saling berkaitan dan berintegrasi sebagai penyusun suatu produk jadi.
ABC analysis lebih cocok diterapkan untuk manajemen persediaan suatu perusahaan dagang, atau retailer, dimana jenis-jenis persediaannya tidak saling berkaitan. Atau perusahaan yang selain menjual produk jadi juga menyediakan suku cadang atau perlengkapan aksesoris, seperti perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industri otomotif atau komputer. ABC analysis kurang tepat diterapkan pada PT ACS karena perlakuan pengadaan dan pengendalian persediaan yang berbeda lebih disebabkan karena sifat bahan-bahan yang berlainan. Sifat-sifat ini misalnya umur bahan, kebutuhan akan bahan, perputarannya dan sebagainya.
6.3 Sintesa Analisis 6.3.1 Teori Klasifikasi Persediaan ABC
analisis
merupakan
pengelompokkan
jenis-jenis
persediaan
berdasarkan nilai penggunaannya, dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan dalam manajemen persediaan. Masing-masing kelompok telah diklasifikasikan tadi
akan
mendapat
perlakuan
pengendalian
persediaan
yang
berbeda
(pengawasan yang ketat atau longgar). ABC analisis dapat efektif bila diterapkan pada perusahaan yang jenis-jenis persediaannya tidak saling berkaitan. Perusahaan yang jenis-jenis persediaannya saling berkaitan, umumnya mengelompokkan persediaannya berdasarkan sifat, umur dan kebutuhan bahan. Perbedaan pengendalian bukan terletak pada ketat atau longgarnya pengendalian/pengawasan persediaan tetapi lebih pada frekuensi, jadwal dan waktu tunggu pada pembelian juga pengadaan persediaannya.
6.3.2 Penetapan Kuantitas dan Frekuensi Pengadaan Persediaan Order Point System merupakan pengadaan persediaan dengan kuantitas tetap tetapi frekuensi berbeda. Perusahaan yang pola pengadaan bahan bakunya sudah sangat teratur akan menjadi tidak efektif apabila menerapkan pola ini. Konsep ini efektif untuk digunakan pada perusahaan yang pola permintaannya relatif stabil dan mudah diprediksi. Perusahaan yang belum mengadakan kontrak/kerjasama resmi dengan pihak penyalur/ supplier dapat menggunakan konsep ini sebagai penentuan waktu pembelian. Order Cycle System adalah sistem pengadaan persediaan dengan frekuensi tetap tetapi kuantitas yang dipesan berbeda. Perusahaan dengan sistem manajemen persediaan yang sudah sangat teratur, akan cenderung menghasilkan kuantitas pemesanan yang tetap, bila frekuensi pemesanannya tetap. Perusahaan yang mengelompokkan jenis persediaannya berdasarkan usia bahan dapat efektif menerapkan konsep ini. Konsep ini dapat digunakan perusahaan yang mengetahui dengan tepat berapa kebutuhan persediaan untuk suatu periode tertentu, dan masih menggunakan sistem annual dalam perencanaannya, sehingga konsep ini dapat membantu perencanaan/penjadwalan pengadaan persediaan. Economic Order Quantity merupakan pengadaan persediaan dengan kuantitas yang menghasilkan biaya per unit minimal. Biaya penyimpanan per unit variabel berhubungan negatif dengan persediaan. Asumsi-asumsi yang mengikat konsep ini tidak dapat diterapkan di perusahaan yang menghadapi pasar input yang relatif tidak stabil, terutama dalam harga dan kontinuitas ketersediaannya. Selain asumsi, perusahaan ynag menerapkan konsep ini dengan efektif harus
memiliki biaya penyimpanan per unit yang hubungannya berlawanan dengan biaya pemesanan per unit (dikaitkan dengan kuantitas persediaan).
6.3.3 Material Requirement Planning MRP adalah sistem perencanaan dengan penjadwalan mundur yang menterjemahkan kebutuhan bahan baku dari permintaan produk jadinya, umumnya sistem informasi ini dibantu dengan fasilitas komputer. Perusahaan dengan skala besar membutuhkan fasilitas pengolaan data persediaan yang lebih canggih. Sistem penjadwalan mundur ini umumnya sudah banyak diterapkan perusahaan dan sangat efektif dalam perencanaan pengadaan bahan baku, bila permintaan produk jadinya dapat diprediksi.
6.3.4 JIT (dalam proses produksi) JIT bertujuan untuk mengurangi non added value activities dengan membentuk pola proses produksi sehingga meniadakan/ mengurangi persediaan bahan setengah jadi. Perusahaan katering dalam skala besar maupun dalan skala kecil dapat menerapkan konsep ini apabila perancangan pola proses produksinya dapat meniadakan atau mengurangi persediaan bahan setengah jadi. Baik proses produksi yang didominasi oleh mesin atau tenaga kerja manusia dapat menerapkan sistem ini. Sistem ini sangat membantu perusahan yang bergerak dalam produk makanan (dalam hal ini PT ACS) dalam menjaga kualitas mutu makanan yang dihasilkan.
6.3.5 JIT (dalam pengadaan bahan baku) Just In Time dalam pengadaan bahan baku memiliki konsep bahwa pemesanan bahan baku hanya dilakukan pada saat bahan dibutuhkan dan bahan tersebut tiba digudang pada saat akan digunakan. Konsep ini dapat diterapkan bila harga bahan baku di pasar input relatif stabil dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin. Kondisi pemasok dan pasar input di Indonesia belum memungkinkan penerapan konsep ini di perusahaan-perusahaan manufaktur (kasus PT ACS).
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Teori dibentuk dan dirumuskan dari pengalaman-pengalaman yang ada. Pengumpulan data dari lapang, diolah, dikelompokkan sesuai dengan karakteristik variabel-variabelnya, kemudian digenerasikan dan dipaparkan. Ketika teori akan diterapkan kembali ke lapang, hal-hal yang sudah digeneralisasi tadi berhadapan kembali dengan situasi dan kondisi yang khusus, maka penerapan teori harus selalu diadaptasikan dengan kondisi khusus tersebut. Generalisasi yang dibentuk oleh teori mempermudah dalam mempelajari dan mengetahui kondisi suatu hal secara umum tetapi tidak dapat langsung diterapkan ke lapang tanpa melalui modifikasi-modifikasi untuk kondisi khusus. Begitu pula halnya dengan teoriteori manajemen persediaan, yang dirumuskan dari kondisi lapang, tetapi telah melewati tahap pengelompokan dan generalisasi. Untuk menerapkan kembali teori-teori tersebut di lapang, harus terlebih dahulu diadaptasikan sesuai dengan kondisi khusus yang ada di perusahaan. Manajemen persediaan PT Aerowisata Catering Service dibangun berdasarkan kondisi dan permasalahan yang dihadapai perusahaan (bottom up) bukan hanya berdasarkan teori. Teori yang ada dijadikan garis besar dan panduan yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Manajemen persediaan yang memberikan hasil optimal dan efektif dalam penerapannya, adalah manajemen persediaan yang selalu berubah mengikuti perkembangan kondisi eksternal dan
internal perusahaan, karena sejalan dengan perubahan tersebut, bentuk manajemen persediaan yang dibutuhkan oleh perusahaan juga akan berubah. PT Aerowisata Catering Service dalam perencanaannya, menggunakan sistem perencanaan manual dibantu dengan program komputer (sistem perencanaan mundur). Walaupun skala usahanya besar, namun dengan jumlah permintaan produksi yang bisa dikatakan berubah-ubah setiap harinya, PT ACS membutuhkan fleksibilitas apabila ada perubahan perencanaan. Variasi jenis persediaan yang saling berkaitan dan struktur organisasi yang kompleks lebih mudah diikuti perkembangannya dengan sistem perencanaan manual. Demikian juga apabila ada umpan balik yang diterima dari pihak produksi maka perubahan perencanaan sangat mudah untuk dilakukan. Proses pembelanjaan bahan baku yang dilakukan perusahaan disesuaikan dengan peramalan penggunaan bahan baku, yang didasarkan pada perjanjian kontrak penggunaan menu antara perusahaan dengan maskapai penerbangan. Proses pembelanjaan yang dilakukan perusahaan meliputi kegiatan pemilihan mutu bahan baku, pemilihan pemasok bahan baku, penetapan kuantitas dan jadwal kedatangan bahan baku. Proses pembelanjaan bahan baku melibatkan pihak bagian produksi, bagian perencanaan (kitchen planning/administrator), pihak purchasing dan gudang. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan kitchen administrator untuk menentukan kebutuhan bahan baku adalah sebagai berikut: e.
Persediaan bahan baku (stock raw material)
f.
Kapasitas (space) gudang
g.
Umur bahan baku (quality storage)
h.
Faktor-faktor eksternal seperti suplier, musim, harga, situasi sosial-ekonomipolitik, dan sebagainya. Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang makanan, PT ACS lebih
mengutamakan mutu produk yang dihasilkan, ketimbang rasa. Pengawasan mutu dilakukan sejak awal perencanaan pembelanjaan dimana dalam perencanaan pihak kitchenplanning sudah menentukan jenis, rasa, bentuk dan warna bahan baku yang akan dibeli. Pengawasan mutu juga dilakukan pada saat bahan baku diterima, disimpan di dalam gudang, sebelum dimasak samapi bahan baku menjadi produk makanan. Setelah menganalisis manajemen persediaan PT Aerowisata Catering Service, maka karakteristik umum perusahaan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Perusahaan berskala internasional 2. Merupakan anak perusahaan 3. Pembuatan keputusan-keputusan melibatkan banyak pihak 4. Toleransi terhadap kesalahan dalam pembuatan perencanaan sangat kecil 5. Memiliki struktur organisasi yang sangat kompleks 6. Pengawasan manajemen terdiri dari beberapa tingkatan 7. Manajemen tidak ditangani oleh pemilik 8. Menghasilkan produk jadi yang bervariasi dengan bahan baku yang juga bervariasi 9. Mutu merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Manajemen yang diterapkan oleh PT ACS memiliki keunggulan dan kelemahan. Model manajemen persediaan ini dapat diterapkan di perusahaan-
perusahaan yang memiliki karakteristik-karakteristik umum yang serupa. Namun keefektifan dan hasil optimal yang dicapai dalam manajemen persediaan tetap bergantung kepada adaptasi yang dilakukan perusahaan terhadap model manajemen persediaan. Begitu pula dengan teori-teori manajemen persediaan, tidak semua teori dapat diaplikasikan pada suatu perusahaan. Kemungkinan penerapan teori, selain tergantung dari kondisi dan masalah yang dihadapi perusahaan juga tergantung dari asumsi-asumsi yang mengikat teori dan tergantung pula pada karakteristik yang dimiliki perusahaan, baik karakteristik manjemennya maupun karakteristik produk dan bahannya.
7.2 Saran Saran bagi PT Aerowisata Catering Service, yang pertama terus menerus mengadakan perbandingan dengan perusahaan inflight catering manca negara lain dalam efisiensi manajemen persediaan. Dengan menganalisa kembali manajemen persediaan dalam jangka waktu tertentu, maka inovasi-inovasi baru yang lebih efektif dapat membantu PT ACS dalam perkembangannya di masa mendatang. Kedua,
efisiensi
prosedur
pembuatan
purchase
request
(PR)
dengan
mengurangi/memperpendek rantai pihak-pihak yang menyetujui pembuatan PR. Pihak Cost Controller dan Store Manager perlu mendapat informasi mengenai bahan baku yang dipesan dan yang akan diterima namun tidak perlu terlibat dalam penyetujuan pembuatan PR (PR approval). Pada akhir bulan pihak Cost Controller akan mengadakan pengecekkan mengenai biaya-biaya, dari informasi yang sudah ada akan dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya. Demikian juga pihak Store Manager hanya akan membutuhkan informasi mengenai jumlah
bahan baku yang dipesan untuk dibandingkan dengan jumlah bahan baku yang sebenarnya diterima di gudang. Ketiga, pihak Purchasing seharusnya memiliki tanggung jawab untuk menindaklanjuti pemesanan bahan baku yang tidak sesuai dengan jumlah yang dipesan (sesuai dengan PR dan PO), sehingga pihak kitchen planning lebih berkonsentrasi kepada perencanaan pembelian dan memenuhi feed back dari bagian produksi. Pihak purchasing seharusnya bertindak lebih aktif dalam menindaklanjuti perbedaan jumlah pesanan dan jumlah bahan baku yang sebenarnya diterima. Keempat, sebaiknya persediaan di gudang, dipisahkan antara persediaan PT ACS inflight catering dengan persediaan milik PT Garuda Indonesia. Hal ini memudahkan proses audit. Dengan pemisahan manajemen gudang, PT ACS inflight catering akan lebih mudah melihat perkembangan perusahaan secara finansial (jumlah pengeluaran/ biaya belanja perusahaan untuk bahan baku dan jumlah bahan baku yang sebernarnya digunakan PT ACS inflight catering dalam proses produksi). Dalam hal ini PT ACS sungguh-sungguh berlaku sebagai strategic business unit dan beroperasi sepenuhnya sebagai SBU. Kelima, untuk kelebihan bahan baku (bahan baku yang sudah ada di gudang tetapi tidak dapat dipergunakan karena perubahan menu) sebaiknya dikelola oleh SBU Industrial Catering dengan pembukuan yang jelas. Apabila dikelola oleh SBU lain dan dikelola sebagai bahan baku untuk produksi Industrial Catering, selain menghasilkan pemasukan juga mengurangi kepadatan kapasitas gudang inflight catering PT ACS.
Saran bagi peneliti yang tertarik dengan topik manajemen persediaan, untuk memperhatikan karakteristik perusahaan dalam memilih metode penelitian. Bagi peneliti yang tertarik dengan perusahan yang bergerak dalam inflight catering, khususnya PT Aerowisata Catering Service untuk memperhatikan struktur organisasi perusahaan yang kompleks dan mencermati lebih lanjut kondisi-kondisi strategic business unit lain yang ada dibawah naungan PT Garuda Indonesia, sehingga masing-masing SBU dapat beroperasi dengan sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA Adam, Everette E. Jr & Ronald J. Ebert. 1992. Production and Operations Management. Prentice Hall. USA. Ahyari, A. 1981. Manajemen Produksi dan Pengendalian Persediaan. BPFE. Yogyakarta. Anoraga, P. 1997. Manajemen Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta. Assauri, S. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Empat. Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta Bedworth, D.J and T.E Bailey. 1987. Integrated Production Control System Management Analysis Design. Second Edition. John Wiley and Sons. USA. Buffa, Elwood. S & Rakesh K. Sarin 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Moderen. Edisi Delapan.Binarupa Aksara. Jakarta. Dittmer, Paul. 2003. Principles of Food, Beverages and Labor Control. 7th Edition. John Willey & Sons Inc. NYC. USA. Fitria, Tanti. 2003. Analisis Persediaan Benang Sutera Sebagai bahan Baku Kain Sutera (Studi Kasus Pada Perusahaan sutera Alam “Aman Sahuri”, Garut). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Handoko, H. 1991. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta. Haynes, Karla (ed). 1992. Sky Chefs: From Beginning. Arlington, Texas: Sky Chefs. USA. Heizer, Jay & Barry Render. 1995. Operation Management. Fifth Edition. Prentice Hall International, Inc. USA. Leenders, Fearon & England. 1989. Purchasing and Material Management. 9th Edition. Irwin Boston.USA. Manullang, M. Drs. 1991. Pengantar Ekonomi Perusahaan. BKLM. Yogyakarta. Mc.Cool, Audrey C. 1995. Inflight Catering Management. University of Nevada, Las Vegas. USA. Miller, Jack E & David K. Hayes. 1992. Basic Food and Beverages Cost Control. John, Willey & Son Inc. USA.
Nastaria, Desty. 2002. Kajian Sistem Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Susu Kental Manis (Kasus: PT Friesche Vlag Indonesia, Jakarta). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Parrot, Philip J. 1996. The History of Inflight Food Service. International Publishing Company of America. Miami, Florida. USA. Rulsan, Deni. 2002. Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kecap Asin (di PT Alam Aneka Arom, Kec. Citamiang, Kodya Sukabumi). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Situs Emirates Airlines Catering. http://www.ekflightcatering.com Situs Balai Pusat statistik Jakarta. http://www.bps.jakarta.go.id Situs PT Aerowisata Catering Service. http://www.aerowisata.com Sudjana, Nana Dr. 1997. Tuntutan Penyusunan Karya Ilmiah. Edisi ke-4. Sinar Baru Algesindo. Bandung. Stevenson, William J. 1990. Production/Operation Management. Second Edition. Prentice Hall. USA. Wahyuningsih, Sri. 2003. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Obat Tradisional di Fa. Pustaka Ambon Jakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Warman, John. 1997. Manajemen Pergudangan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Lampiran 1 Tabel 1 Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Datang dan Berangkat Melalui Pelabuhan Udara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2001 (orang) Luar Negeri Bulan
Dalam Negeri
Berangkat
Datang
Barangkat
Datang
Januari
177.942
213.160
262.561
Pebruari Maret April Mei
215.766 181.189 170.723 174.464
148.171 223.802 180.567 174.559
Juni Juli Agustus September
196.571 200.502 204.512 188.645
Oktober Nopember Desember JUMLAH
Transit
324.602
Luar Negeri 16.650
Dalam Negeri 36.151
Jumlah 1.031.066
205.784 273.296 239.325 245.551
238.800 284.958 271.725 271.249
15.779 16.624 15.583 16.089
32.886 33.622 33.283 27.472
857.186 1.013.491 911.206 909.384
194.192 198.076 202.037 173.647
258.715 263.889 269.167 253.161
284.530 290.221 296.025 284.412
20.331 20.738 21.152 21.086
32.388 33.036 33.696 36.169
986.727 1.006.462 1.026.589 957.120
149.224 136.527 211.892
135.506 145.500 206.092
244.290 231.979 353.924
258.925 247.292 353.270
13.184 12.383 12.565
24.753 26.864 43.225
825.882 800.545 1.180.968
2.207.957
2.195.309
3.101.642
3.406.009 202.164 393.545 11.506.626
Lampiran 2 Tabel 2 Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Datang dan Berangkat melalui Pelabuhan Udara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2002 (orang) Luar Negeri Bulan
Dalam Negeri
Transit
Berangkat
Datang
Berangkat
Datang
Luar Negeri
Dalam Negeri
Jumlah
Januari
204.547
198.603
351.052
290.776
16.338
38.406
Pebruari
161.136
199.127
266.914
246.914
11.914
34.243
1.009.77 2 920.248
Maret
249.075
196.686
363.638
341.904
15.161
37.210
April
185.228
185.757
352.797
310.100
21.946
30.370
Mei
203.256
196.573
375.541
344.781
15.746
41.165
Juni
222.815
225.462
406.653
365.784
16.986
38.206
Juli
264.913
225.999
485.316
451.934
18.571
48.176
Agustus
221.392
224.955
435.533
383.505
22.983
42.380
September
197.219
218.044
427.181
381.734
18.554
38.677
Oktober
202.462
225.426
289.946
451.706
13.634
39.806
Nopember
181.886
188.782
396.764
383.422
6.761
39.473
Desember
217.019
231.893
558.209
537.912
7.044
51.153
Jumlah
2.510.94 8
2.517.30 7
4.909.454
4.490.47 185.68 2 8
479.265
1.203.67 4 1.086.19 8 1.177.06 2 1.275.81 6 1.494.90 9 1.303.74 8 1.281.40 9 1.411.98 0 1.197.08 8 1.603.23 0 15.093.1 34
Lampiran 3 Tabel 3 Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Datang dan Berangkat melalui Pelabuhan Udara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2003 (orang) Luar Negeri
Dalam Negeri
Tansit
Bulan
Berangkat
Datang
Berangkat
Datang
Luar Negeri
Dalam Negeri
Januari
252.868
218.098
475.440
561.189
12.318
47.179
Pebruari
192.610
198.911
413.386
473.795
10.815
49.312
Maret
164.808
212.071
499.594
533.662
10.715
57.302
April
108.867
119.101
461.944
534.408
6.908
61.078
Mei
130.364
133.695
542.220
603.016
8.814
59.915
Juni
188.183
181.615
567.888
647.468
9.721
87.246
Juli
225.715
250.666
670.538
719.164
11.226
90.251
Agustus
220.752
207.798
562.354
657.601
14.948
85.605
September
216.225
119.263
571.337
663.950
15.473
90.696
Oktober
231.058
210.338
625.054
713.254
14.130
93.289
Nopember
227.405
213.099
559.788
583.277
11.731
97.408
Desember
246.524
237.337
702.204
821.279
12.883
132.065
Jumlah
2.405.37 9
2.381.95 1
6.651.747
7.512.06 139.68 3 2
951.346
Jumlah
1.567.09 2 1.388.82 9 1.478.15 2 1.292.21 5 1.478.02 4 1.682.12 1 1.967.56 0 1.749.05 8 1.756.94 4 1.887.17 3 1.692.70 8 2.152.29 2 20.042.1 68
Lampiran 4 Tabel 4 Jumlah Penumpang Pesawat Udara yang Datang dan Berangkat Melalui Pelabuhan Udara Soekarno Hatta dan Halim Perdana Kusuma 2004 (orang) Luar Negeri
Dalam Negeri
Transit
Bulan
Berangkat
Datang
Berangkat
Datang
Luar Negeri
Januari
263.068
230.584
664.820
805.015
16.358
Pebruari
192.863
235.728
654.391
767.685
10.963
Maret
207.835
213.867
695.058
759.692
13.037
April
200.085
192.908
640.428
762.739
11.478
Mei
207.085
212.470
737.016
851.664
15.666
Juni
236.982
236.166
783.591
886.085
27.661
Juli
245.588
279.712
885.290
965.692
24.966
Agustus
242.839
239.186
813.158
928.692
21.222
September
236.910
219.714
787.119
893.015
23.944
Oktober
237.024
223.085
764.670
841.982
16.923
Nopember
227.139
266.105
822.386
890.741
12.229
Desember
294.686
239.893
881.952
930.279
11.209
Jumlah
2.792.104
2.789.4 18
9.129.879
10.283.2 81
205.726
Dalam Negeri
109.866
Jumlah
2.089.71 1 99.501 1.961.13 1 94.440 1.983.92 9 108.687 1.916.32 5 112.993 2.136.89 4 132.371 2.302.85 6 99.900 2,501.14 8 104.632 2.348.72 9 93.172 2.253.87 4 83.053 2.166.73 7 135.226 2.353.89 6 99.695 2.457.71 4 1.273.53 26.472.9 6 44
A I R L I N E S
STORE PREPARATION
OFFLOADING
LAUNDRY OPERATION
DISHWASHING
EQUIPMENT T R A N S P O R T
Lampiran 6
HOT KITCHEN/ BAKERY/COLD KITCHEN
PLANNING
PURCHASING ASSEMBLY VENDOR
HOLDING ROOM
CUSTOMER SUPPLIED ITEMS
MEAL SETTING
STORE
RECEIVING
PRODUCTION OPERATION
Sumber: PT Aerowisata Catering Service, 2004
Lampiran 7 Proses Cook Chill
Bahan baku makanan masuk ke ruang persiapan
Bulk Preparation :Bahan baku dipersiapkan: - sayur dicuci dan dipotong - daging dibersihkan dan di potong
Bulk cooking: Bahan makanan kemudian dimasak sesuai dengan menu Blast chiller Makanan dibekukan dengan cepat (-5°C)
Meal setting:Kondisi makanan beku, makanan dibagi-bagi sesuai dengan porsi yang dibutuhkan Holding room: Makanan siap diberangkatkan, kondisi dingin dipertahankan sampai makanan siap untuk di sajikan
AIRLINES (Maskapai Penerbangan)
Lampiran 8
Wall Chart
Senin Selasa Rabu
Kamis Jumat
Sabtu
Minggu
Sumber: PT Aerowisata Catering Service, 2005
Lampiran 5