II KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1
Itik Lokal Jantan Itik domestik berasal dari keturunan itik liar atau wild mallard (Anas
plathyrhynchos) yang berasal dari Amerika Utara. Itik mallard jantan memiliki Sex feathers yang khas dan tidak dimiliki itik lain. Sex feather adalah bulu-bulu yang mecuat ke atas (curled feather) pada ujung ekor. Ada kesamaan sex feathers itik domestik dengan itik malaard sehingga anggapan tersebut menjadi alasan bahwa itik domestik merupakan keturunan dari itik mallard (Srigandono, 1997). Taksonomi itik menurut Srigandono (1997), yaitu : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Aves : Anseriformes : Anatidae : Anas : Anas platyrhynchos (domestic duck)
Domestikasi membentuk beberapa variasi dalam hal besar tubuh, konformasi, dan warna bulu. Perubahan ini diperkirakan akibat campur tangan manusia untuk mengembangkan ternak itik dengan tujuan khusus dan juga karena jauhnya jarak waktu domestikasi dengan waktu pengembangan. Tujuan pemeliharaan itik dibagi menjadi tiga golongan, yaitu tipe petelur, penghasil daging, dan ornamen (Chaves dan Lasmini, 1978). Itik penghasil daging biasanya berasal dari itik jantan. Cara membedakan jenis kelamin itik salah satunya adalah dengan melihat warna bulu dan paruh. Paruh itik jantan berwarna lebih tua dan bulu akan tumbuh kelihatan kasar. Itik jantan
11
memiliki kepala relatif lebih besar. Kloaka terdapat tonjolan penis, suaranya lebih besar agak parau dan hanya terdengar sekali-kali saja, serta perilakunya tenang (Srigandono, 1997).
2.2
Kecubung Tanaman kecubung awalnya berasal dari Asia dan Afrika, kemudian
menyebar sampai Amerika (Tjitrosoepomo, 1994).
Kecubung dapat tumbuh
dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 mdpl, tempat - tempat terbuka, tanah yang tidak begitu lembab, dan iklim kering (Preissel, 2002). Taksonomi kecubung menurut Preissel (2002), yaitu : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Spesies
: plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Solanales : Solanaceae : Datura : Datura metel
Kecubung termasuk tumbuhan jenis perdu yang memiliki ciri yakni pokok batang kayu tebal, bercabang banyak, tumbuh dengan tinggi kurang dari 2 meter. Daun kecubung berwarna hijau berbentuk bulat telur, tunggal, tipis, bagian tepinya berlekuk-lekuk tajam, dan letaknya berhadap-hadap. Ujung dan pangkal daun meruncing serta pertulangannya menyirip. Panjang daun bervariasi antara 6-25 cm dan lebar 5-20 cm, bunga tunggal menyerupai terompet berwarna putih atau kuning, mahkota berbentuk corong, bentuk buah bulat dan berduri, biji banyak, kecil-kecil, serta berwarna kuning kecoklatan (Dalimartha, 2001). Kecubung digunakan untuk obat herbal sebagai obat bius, antispasmodic, bronkodilator dan halusinogen (Dabur dkk., 2004). Tanaman kecubung mengandung alkaloid tropan yang terdiri lebih dari 200 senyawa, ditandai dengan
12
struktur dua cincin pyrrolidine dan cincin piperidin yang memberikan atom nitrogen tunggal dan dua karbon atom. Unsur struktural umum dari alkaloid tropan adalah kerangka azabicyclo beroktan bisiklik (Lounasmaa dan Tamminen, 1993). Gugus amino, khas untuk semua alkaloid, dalam banyak kasus termetilasi (Alexander dkk., 2008).
Gambar 1. Struktur Kimia Alkaloid Tropan (Alexander dkk., 2008)
Alkaloid tropan paling umum adalah hiosiamin, pertama kali diisolasi pada tahun 1833 dari Hyocyamus niger. Senyawa resemik dari hiosiamin adalah atropin yang digunakan dalam pengobatan manusia sejak tahun 1500-an yang pertama kali diisolasi di Eropa dari Solanaceae spesies Atropa belladonna.
Hiosin, lebih
dikenal sebagai skopolamin pertama kali diisolasi dari Scopola carniolica pada tahun 1881 dan kemudian diidentifikasi di Hyocyamus niger. Skopolamin adalah alkaloid tropan utama dalam kecubung (Datura metel) (Alexander dkk., 2008).
Skopolamin
Atropin
Gambar 2. Struktur Kimia Skopolamin dan hiosiamin (Alexander dkk., 2008)
13
Alkaloid tropan dalam tumbuhan kecubung terakumulasi dalam daun muda dengan kadar 0,813 %, daun tua 0,038 %, dan bunga 0,2 % (Heyne, 1987). Daun kecubung (Datura metel) digunakan untuk obat herbal sebagai obat bius, antispasmodic, bronkodilator dan halusinogen (Dabur dkk., 2004). Atropin memiliki aktivitas farmakologi yang sama dengan hiosiamin, tetapi membutuhkan jumlah dua kali lipat untuk mencapai efek yang setara. Atropin masih banyak digunakan dalam produk obat manusia dan hewan untuk berbagai indikasi dalam oftalmologi, sebagai premedikasi dalam anestesi, dan sebagai penangkal dalam kasus intoksikasi. Secara farmakologi kegunaan skopolamin untuk menekan sistem saraf pusat (Alexander dkk., 2008). Alkaloid tropan merupakan senyawa antikolinergik, karena memiliki kemampuan untuk mengikat reseptor muskarinik asetilkolin yang bertindak sebagai antagonis kompetitif (Brown dan Taylor, 2006) dengan mencegah aksi neurotransmitter (asetilkolin) dari otak melalui blokade reseptor (Henry, 1997). Asetilkolin merupakan senyawa penghantar rangsangan saraf (neurotransmitter) yang disintesis di dalam ujung serabut saraf motorik melalui proses asetilasi kolin ekstrasel dan koenzim A yang memerlukan enzim asetiltransferase (Erwin, 2012).
2.3
Transportasi Ternak Transportasi memiliki peranan penting dalam usaha peternakan untuk
memudahkan peternak yang letaknya berjauhan dengan konsumen (Aradom, 2013). Pengiriman ternak dari sentra ternak (produsen) ke sentra kosumsen diperlukan sarana transportasi. Alat transportasi berupa mobil truk, mobil bak terbuka, kereta api, dan transportasi laut (Yusdja dan Ilham, 2004). Transportasi merupakan
14
perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain yang memerlukan alat, sarana, dan biaya transportasi (Revino, 2005). Transportasi erat kaitannya dengan stres pada ternak, meskipun transportasi tidak selalu mengakibatkan ternak menderita stres, namun tetap mengakibatkan adanya perubahan status fisiologis sesudah transportasi sampai masa rekondisi (Obernier dan Baldwin, 2006). Faktor utama yang dapat menentukan kenyamanan dan kesehatan dalam transportasi darat adalah desain sarana angkut, kepadatan, ventilasi, standar mengemudi, dan kondisi jalan (Suryadi dkk., 2011). Transportasi juga dapat mengganggu pola normal makan dan minum ternak, hal ini terkait dengan keadaan lingkungan baru, kadang-kadang melibatkan pencampuran dengan ternak lain, kebisingan, getaran, cuaca, dan kelembaban yang ekstrem (Warris, 1993 dalam Kadim, 2007). Jarak tempuh dan lamanya transportasi berpotensi menimbulkan stres pada ternak. Selama transportasi, ternak dihadapkan dengan suhu dan kelembaban tinggi, kadar oksigen berkurang, goncangan selama perjalanan, dan perlakuan kasar. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya dehidrasi dan kelelahan pada ternak. Rangkaian ketepatan aturan pelaksanaan biosekuriti transportasi patut diperhatikan agar nantinya diperoleh setiap produk yang baik dan hygenis (Nangoy, 2012).
2.4
Leukosit Leukosit merupakan unit sistem pertahanan tubuh dari benda asing, bakteri,
dan virus. Sistem pertahanan ini sebagian dibentuk di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi di dalam organ limpoid, seperti timus, bursa fabricus pada unggas, dan limfa (Guyton, 2007). Leukosit dapat keluar dari kapiler dengan menerobos
15
antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung (Effendi, 2003). Leukosit dalam komponen darah letaknya berada diantara bagian sedimen sel darah merah dan bagian plasma darah (Ramadhoni, 2008). dikelompokkan menjadi dua, yaitu granulosit dan agranulosit.
Leukosit Kelompok
granulosit terdiri atas heterofil, eosinofil, dan basofil yang memiliki granula kecil dalam protoplasma dan memiliki inti yang memperlihatkan banyak bentuk. Kelompok agranulosit terdiri atas limfosit dan monosit, tidak memiliki granula pada sitoplasma (Effendi, 2003). Jumlah normal leukosit pada itik lokal adalah 36259525 sel/µL (Ismoyowati, 2012).
2.5
Heterofil Heterofil merupakan leukosit granulosit yang memiliki granula berwarna
ungu dan merah muda atau intinya tidak berwarna dengan masa hidup yang relatif singkat yaitu berkisar antara 4-14 jam (Samuelson, 2007), pada mamalia heterofil disebut neutrofil (Virden dan Kidd, 2009). Heterofil biasanya berbentuk bulat dengan diameter 10-15 µm, granula sitoplasma berbentuk batang pipih, dibentuk dan disimpan dalam sumsum tulang (Sturkie, 1986). Heterofil memiliki peran sebagai pertahanan tubuh pertama untuk menfagosit antigen yang menyerang imun tubuh (Soeharsono, 2010). Antigen yang difagosit akan didegradasi oleh granul heterofil yang memiliki enzim lisozim dan mieloperoxidase. Jumlah heterofil biasanya dalam bentuk satuan persen (%) (Lee dkk., 2003). Jumlah normal heterofil itik lokal berkisar 27-31% (Campbell, 2012).
16
Gambar 3. Bentuk Heterofil (Hiremath dkk., 2010)
2.6
Limfosit Limfosit merupakan leukosit yang tidak memiliki inti dengan jumlah
terbanyak di dalam darah unggas, memiliki ukuran dan bentuk bervariasi, umur sel longlive (beberapa bulan - satu tahun) (Sturkie, 1986). Limfosit berfungsi sebagai antibodi (Campbell dkk., 2010). Limfosit akan memproduksi antibodi sebagai respon terhadap antigen yang masuk dibawa oleh makrofag (Tizard, 2004). Pembentukkan berada pada jaringan limfoid yakni limpa, tonsil, Peyer’s patches, dan timus (Tizard, 2004). Jumlah limfosit normal itik lokal berkisar 64-68% (Campbell, 2012). Limfosit dibedakan menjadi dua berdasarkan ukuran yaitu ukuran kecil dan ukuran besar. Ukuran kecil merupakan limfosit dewasa yang memiliki diameter 69 µm, sedangkan ukuran besar merupakan limfosit muda dengan diameter 12-15 µm (Dellman dkk., 1989). Limfosit ada dua tipe, yaitu limfosit T dan limfosit B (Handayani, 2008). Sel B berperan atas sintesis antibodi humoral yang bersirkulasi dikenal dengan nama imunoglobulin.
Sel T terlibat dalam berbagai proses imunologik yang
diperantarai oleh sel. Imunoglobulin plasma disintesis di dalam sel plasma. Sel plasma merupakan sel khusus turunan sel B yang menyintesis dan menyekresikan
17
imonoglobulin ke dalam plasma sebagai respon terhadap berbagai macam antigen (Murray, 2003).
Gambar 2. Bentuk Limfosit (Prihirunkin dkk., 2007)
2.7
Rasio Heterofil dan Limfosit Rasio heterofil dan limfosit adalah indikator keadaan fisiologis yang
menggambarkan kondisi kesehatan ternak, yang didapat dari perbandingan heterofil dengan limfosit. Rasio heterofil dan limfosit perubahannya dipengaruhi oleh kadar glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal. Glukokortikoid meningkat akibat terjadinya peningkatan metabolisme yang merupakan usaha tubuh untuk mempertahankan kondisinya (homeostasis).
Ada keterkaitan antara kadar
glukokortikoid dengan rasio heterofil dan limfosit, sehingga dapat dijadikan indikator kondisi tidak nyaman atau stres pada ternak. (Virden dan Kidd, 2009). Beberapa peneliti melaporkan bahwa rasio heterofil dan limfosit sudah diterima secara luas sebagai indikator fisiologis yang dapat dipercaya dan memiliki nilai yang akurat untuk melihat kondisi tidak nyaman atau stres pada ternak (Davis dkk., 2008).