KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ
Oleh :
Raden Luthfi Rochmatika A14102089
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN RADEN LUTHFI ROCHMATIKA. Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA. Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat menghemat devisa negara. Selain itu, perkebunan gula dapat menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Industri gula tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 1,3 juta orang dengan luas perkiraan areal sekitar 360 juta hektar pada periode 2000-2005 (Susila, 2005). Industri gula tebu diharapkan dapat memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan meningkatkan pendapatan daerah. Banyaknya PG di Jawa Timur mengambarkan tingkat persaingan dalam meningkatkan produksi dan menghasilkan rendemen yang tinggi. PG XYZ merupakan salah satu PG yang berada di Jawa Timur. Untuk menghadapi persaingan diantara PG terutama di Jawa Timur, maka pihak PG sebaiknya meningkatkan program kemitraan usaha terhadap petani mitra. Dengan kemitraan usaha yang baik, akan tercipta keuntungan bersama dan kesinambungan produksi. Petani mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana produksi usahatani. Di sisi lain, PG sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output gula terjamin, harga kompetitif sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua pihak dengan melihat kepuasan petani mitra. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra, menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, dan merumuskan strategi yang tepat agar petani mitra loyal untuk menggilingkan hasilnya di PG XYZ. Dengan demikian, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petani, PG, dan pemerintah daerah setempat. Penelitian ini dilaksanakan pada Pabrik Gula (PG) XYZ Kabupaten Ngawi, Jawa Timur pada bulan Mei hingga Juni 2006. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang diperoleh dari pengamatan langsung, wawancara dengan pihak sinder kebun wilayah, dan wawancara dengan petani tebu. Data sekunder yang diperoleh dari sumber-sumber seperti data produksi, gambaran umum perusahaan, Ngawi dalam angka, jurnal kemitraan, dan skripsi yang terkait dengan penelitian ini. Metode penarikan sampel dilakukan dengan metode stratified proporsional sampling dengan membagi populasi menjadi tiga skala usaha berdasarkan luas lahan, yaitu skala kecil (di bawah 10 hektar), skala menengah (10,1-20 hektar), dan skala besar (di atas 20 hektar). Pembagian skala telah ditentukan oleh pihak PG berdasarkan pelayanan kredit yang diberikan kepada petani mitra.
Berdasarkan matriks realisasi perjanjian kemitraan yang dilakukan, pelaksanaan kemitraan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan sendiri. Hal ini terlihat bahwa dalam penyerahan tebu milik petani belum sepenuhnya digilingkan pada PG yang memberikan pinjaman kredit. Sedangkan pihak PG pun tidak dapat memberikan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani sehingga banyak petani yang melanggar etika kemitraan dengan menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, PG juga tidak memiliki kemampuan untuk menjual agunan milik petani. Hal ini disadari oleh PG sebagai suatu kelemahan sehingga bagi petani yang tidak dapat melunasi pinjamannya, maka agunan tersebut hanya disimpan oleh PG. Perjanjian kemitraan yang dilakukan pun lemah dari sisi hukum. Hal ini mengakibatkan masing-masing pihak kemitraan masih dapat berkehendak sesuai dengan kepentingan masing-masing. Petani mitra skala kecil menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkuti dengan tingkat kesesuaian 105,12 persen, pemetaan luas areal kebun sebesar 100,00 persen, dan frekuensi bimbingan teknis sebesar 100,00 persen. Atribut bantuan biaya garap memiliki tingkat kesesuaian yang paling kecil sebesar 79,48 persen. Matriks kepuasan-kepentingan menunjukkan bahwa terdapat atribut ketepatan waktu biaya garap pada kuadran A dan atribut komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, penentuan kualitas tebu, dan waktu pembayaran hasil panen memasuki kuadran B. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 63,214 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala kecil cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan. Petani mitra skala menengah menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen adalah bantuan biaya tebang angkut dengan tingkat kesesuaian sebesar 103,70 persen, frekuensi bimbingan teknis dengan tingkat kesesuaian sebesar 100,00 persen, dan penentuan kualitas tebu sebesar 96,87 persen. Matriks kepuasankepentingan menunjukkan bahwa atribut yang menduduki kuadran A adalah respon terhadap segala keluhan dan rendemen yang diberikan. Pada kuadran B terdapat atribut kejujuran dari pihak inti, komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, dan penentuan kualitas tebu. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 61,469 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala menengah cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan. Petani mitra skala besar menilai bahwa atribut yang paling mempengaruhi kepuasan konsumen berdasarkan tingkat kesesuaian adalah kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan sebesar 117,86 persen, respon terhadap segala keluhan sebsesar 100,00 persen, dan waktu pembayaran hasil panen sebesar 97,67 persen. Pada matriks kepuasankepentingan, atribut rendemen dan pupuk yang diberikan termasuk dalam kuadran A. Atribut komunikasi yang dibangun, pemetaan luas areal kebun, frekuensi bimbingan teknis, pengaturan waktu giling, dan waktu pembayaran hasil panen termasuk dalam kuadran B. Indeks kepuasan pelanggan yang didapatkan sebesar 60,25 persen yang menunjukkan bahwa petani mitra skala besar cukup puas dengan kemitraan yang sedang dijalankan.
Rekomendasi strategi digunakan agar petani mitra loyal terhadap kemitraan yang dilakukan PG XYZ. Untuk petani mitra skala kecil, perlunya penambahan bantuan pinjaman biaya garap yang diikuti dengan tepat waktu dan peningkatan kepercayaan PG terhadap petani. Selain itu, perlunya transparansi rendemen agar petani lebih berkeinginan untuk menggilingkan tebunya. Untuk petani mitra skala menengah, perlunya kemudahan dalam pengajuan pinjaman bantuan biaya garap sehingga datangnya bantuan biaya tersebut tidak terlambat serta ditunjang dengan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani. Untuk petani mitra skala besar, rendemen yang diberikan kepada petani harus diperbaiki kembali. Dengan demikian, petani mitra skala besar akan lebih loyal terhadap PG XYZ. Agar pihak PG berhasil di dalam menjalankan kemitraannya maka perlu dilakukan evaluasi per periode tertentu sehingga mengetahui atribut yang harus dipertahankan dan atribut yang harus diperbaiki serta melakukan perbaikan perjanjian kemitraan tiap tahunnya yang melibatkan PG dan Petani Tebu Rakyat sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, perlunya adanya perhitungan yang transparan kepada petani tebu. Hal ini akan lebih meningkatkan rasa saling percaya antara PG dengan petani mitra.
KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : Raden Luthfi Rochmatika A14102089
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
:
Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ
Nama
:
Raden Luthfi Rochmatika
NRP
:
A14102089
Program Studi :
Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus : 26 Juli 2006
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ” MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2006
Raden Luthfi Rochmatika
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Semarang pada tanggal 19 November 1984 sebagai anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Soetomo, SH dan Sri Mulyani. Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 03 Pesanggrahan Jakarta Selatan dan lulus tahun 1996. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 177 Jakarta Selatan hingga tahun 1999. Tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 penulis menempuh jenjang SLTA di SMU 70 Bulungan Jakarta Selatan. Selanjutnya penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Manajemen Agribisnis melalui Program SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian IPB, penulis aktif sebagai panitia beberapa kegiatan kemahasiswaan, baik dari BEM maupun program studi. Selain itu, penulis juga pernah menjadi pengajar les privat di sebuah lembaga pendidikan.
Bogor, Agustus 2006
Raden Luthfi Rochmatika
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT dan rasa syukur yang tak pernah sebanding dengan karunia serta nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah kemitraan, dengan judul ”Kajian Kepuasan Petani Tebu Rakyat terhadap Pelaksanaan Kemitraan Pabrik Gula XYZ”. Karya ini disusun dalam rangka menyelesaikan pendidikan untuk program sarjana (S1) pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa karya ini masih belum sempurna, sehingga penulis berharap mendapatkan kritk dan saran, demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor,
Agustus 2006
Raden Luthfi Rochmatika
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada : 1. Ayahanda tercinta Soetomo dan Ibunda tersayang Sri Mulyani yang selalu memberikan doa di setiap menjelang subuh serta dorongan dan motivasi 2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing atas semua bimbingan, perhatian, dan arahan yang diberikan selama menyusun skripsi. 3. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen penguji utama yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi masukan dan arahan bagi kesempurnaan skripsi ini. 4. Suprehatin, SP selaku dosen komisi pendidikan atas bantuan dan saran dalam memberi masukan terutama format skripsi. 5. Mbak Ida dan Mas Ari yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian, menyediakan tempat tinggal selama penelitian. 6. Pak Nardi, Pak Son, Pak Sugeng, Pak Bambang yang telah mengantarkan penulis bertemu dengan para petani tebu. 7. Temen-temen satu persahabatan Yodhi, Ade, Haris, Dudung. 8. Nur Sakinah yang telah menjadi pembahas dalam seminar serta teman satu bimbingan. 9. Teman-teman Rohis 70 yang telah membantu dalam keceriaan dan memberikan pandangan suatu hidup agar hidup ini harus lebih baik dari hari kemarin. 10. Ajeng TPG’39 telah menjadi teman baik selama kuliah di IPB serta membantu dalam konsumsi sidang. 11. Bapak petugas perpus SOSEK, Faperta, LSI terimakasih atas bantuan literatur serta selalu merapikan kembali literatur yang sudah dibaca. 12. Temen-temen AGB’39 yang telah membantu selama kuliah di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 13. Pihak-pihak yang telah membantu dalam keberhasilan dalam menempuh studi di IPB yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR......................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..................................................................................................1 1.2. Perumusan Masalah ..........................................................................................7 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................10 1.4. Kegunaan Penelitian .......................................................................................10 1.5. Batasan Penelitian...........................................................................................11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemitraan .........................................................................................11 2.2. Unsur-unsur Kemitraan...................................................................................13 2.3. Tujuan Kemitraan ...........................................................................................15 2.4. Pola Kemitraan................................................................................................16 2.5. Peranan Pelaku Kemitraan Usaha ..................................................................18 2.6. Sejarah dan Perkembangan Industri Gula Indonesia ......................................19 2.7. Kajian Empirik Kemitraan..............................................................................21 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis..........................................................................................27 3.1.1. Definisi Kepuasan ..............................................................................27 3.1.2. Dimensi Kualitas Jasa ........................................................................29 3.1.3. Strategi Kepuasan Pelanggan .............................................................30 3.2. Kerangka Operasional ..................................................................................32 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................................35 4.2. Jenis dan Sumber Data..................................................................................35 4.3. Metode Pengumpulan Data...........................................................................35 4.4. Metode Penarikan Sample ............................................................................36 4.5. Metode Analisis Data ...................................................................................37 4.5.1. Analisis Deskriptif .............................................................................38 4.5.2. Skala Likert .......................................................................................38 4.5.3. Importance-Performance Analysis ....................................................40 4.5.4. Indeks Kepuasan Pelanggan ..............................................................43 4.6. Definisi Operasional ....................................................................................44
V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...........................................................46 5.1.1. Letak Geografis dan Kependudukan.................................................46 5.1.2. Pertanian di Lokasi Penelitian ..........................................................47 5.1.3. Sarana dan Prasarana ........................................................................48 5.2. Gambaran Umum Perusahaan......................................................................48 5.2.1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan...............................49 5.2.2. Visi dan Misi.....................................................................................50 5.2.3. Struktur Organisasi ...........................................................................50 5.2.4. Bidang Usaha PG XYZ.....................................................................51 5.2.5. Jumlah Karyawan..............................................................................52 5.2.6. Dampak Lingkungan dengan Adanya PG.........................................53 5.2.7. Tanggung Jawab Sosial PG .............................................................53 5.3. Karakteristik Responden..............................................................................54 5.3.1. Responden Skala Kecil ......................................................................55 5.3.2. Responden Skala Menengah .............................................................56 5.3.3. Responden Skala Besar......................................................................57 5.4. Keragaan Usahatani Tebu Petani Mitra PG XYZ.......................................60 5.4.1. Pembukaan Lahan.............................................................................61 5.4.2. Teknik Penanaman............................................................................62 5.4.3. Panen.................................................................................................63 5.4.4. Pasca Panen.......................................................................................64 VI. EVALUASI PELAKSANAAN KEMITRAAN 6.1. Pelaksanaan Kemitraan di PG XYZ ..............................................................65 6.1.1. Kontrak Perjanjian PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat...................66 6.1.2. Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR)..................................................68 6.1.3. Pinjaman Sarana Produksi kepada Petani Mitra ..................................69 6.1.4. Pinjaman Bantuan Biaya Tebang Angkut............................................70 6.1.5. Pelelangan Gula ...................................................................................71 6.1.6. Pembayaran Hasil Lelang Gula (Pembayaran DO) .............................72 6.1.7. Pelayanan Lapangan oleh Sinder Kebun PG XYZ ..............................73 6.1.8. Kendala-kendala dalam Kemitraan......................................................74 6.2. Realisasi Hak dan Kewajiban Pelaku Kemitraan...........................................75 6.3. Manfaat Pelaksanaan Kemitraan Bagi PG XYZ dan Petani Tebu Rakyat...........................................................................................................77
VII. ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT 7.1. Petani Tebu Rakyat Skala Kecil .........................................................................80 7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut .....................................................................80 7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Kecil..........................82 7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil ..................................88 7.2. Petani Tebu Rakyat Skala Menengah .................................................................89 7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut .....................................................................89 7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Menengah .................91 7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah..........................97 7.3. Petani Tebu Rakyat Skala Besar .........................................................................99 7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut .....................................................................99 7.1.2. Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Besar .........................101 7.1.3. Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Besar................................106 7.4. Rekomendasi Strategi Mempertahankan Kemitraan antara Petani Tebu Rakyat dengan PG XYZ.................................................................................. 108 7.1.1. Petani Mitra Skala Kecil ........................................................................108 7.1.2. Petani Mitra Skala Menengah................................................................109 7.1.3. Petani Mitra Skala Besar........................................................................110 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan .........................................................................................................112 8.1. Saran ...................................................................................................................113 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................115 LAMPIRAN....................................................................................................................117
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman
Neraca Perdagangan Gula di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun 2002-2005 (ribu ton).......................................................................................
2
2
Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004...........
3
3
Daftar PG di Indonesia Tahun 2003................................................................
6
4
Data Perkembangan Produksi di PG XYZ Tahun 2003-2005.........................
7
5
Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian Kemitraan Terdahulu....................
25
6
Informasi yang Dibutuhkan dalam Penelitian Serta Kegunaannya.................
36
7
Jumlah dan Alokasi Responden Berdasarkan Luas Lahan.............................
37
8
Atribut Kepuasan Petani Mitra terhadap Pelaksanaan Kemitraan...................
37
9
Produksi Komoditas Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi Tahun 2000-2004 (dalam kuintal)...................................................................
47
10
Jumlah Karyawan PG XYZ Tahun 1998-2003...............................................
52
11
Karakteristik Umum Responden berdasarkan Skala Usaha............................
59
12
Matriks Isi Perjanjian Kemitraan di PG XYZ Tahun 2006.............................
76
13
Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil..........................................................
81
Penyebaran Data Petani Mitra Skala Kecil dalam Matriks Kepuasan-Kepentingan..................................................................................
86
15
Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Kecil..............................
88
16
Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah PG.........................................
90
Penyebaran Data Petani Mitra Skala Menengah dalam Matriks Kepuasan-Kepentingan.................................................................................
96
Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Menengah.......................
98
14
17 18
19 20 21
Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Besar......................................................
100
Penyebaran Data Petani Mitra Skala Besar dalam Matriks Kepuasan-Kepentingan.................................................................................
105
Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Besar..............................
107
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Trend Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004..........................
4
2
Perkembangan Harga Gula Nasional Tahun 1995-2003............................
5
3
Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan......................................................
28
5
Kerangka Alur Penelitian..........................................................................
34
6
Diagram Kartesius Kinerja-Kepuasan.......................................................
42
7
Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Kecil........................
87
8
Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Kecil........................
87
9
Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Menengah................
90
10
Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Menengah...............
97
11
Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Besar........................
105
12
Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Besar.......................
106
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Struktur Organisasi PG XYZ........................................................................
117
2
Perjanjian Kemitraan dan Kontrak Giling Tahun 2006................................
118
3
Proses Penggilingan Tebu.............................................................................
126
4
Kuisioner Penelitian......................................................................................
127
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki sumberdaya alam yang baik. Hal ini
menjadikan subsektor perkebunan Indonesia menjadi berkembang dan memiliki keterkaitan secara langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Dalam aspek ekonomi, subsektor perkebunan berperan sebagai sumber devisa negara, sumber ekonomi wilayah serta sebagai sumber pendapatan masyarakat. Dalam aspek sosial, subsektor perkebunan telah mampu menyerap tenaga kerja yang besar baik sebagai petani ataupun tenaga kerja. Dalam aspek ekologi, dengan sifat tanaman berupa pohon, subsektor perkebunan mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti sumberdaya air, penyedia oksigen dan mengurangi degradasi lahan (Hafsah, 2002). Tebu merupakan salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula dan tetes. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula sehingga dapat menghemat devisa negara. Selain itu, industri tebu dapat menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Industri tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi 1,3 juta orang dengan luas perkiraan areal sekitar 360 juta hektar pada periode 2000-2005 (Susila, 2005). Industri gula tebu diharapkan dapat memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan meningkatkan pendapatan daerah. Pada neraca perdagangan gula di Asia Tenggara, Indonesia jauh tertinggal dengan Thailand. Thailand merupakan produsen gula terbesar di Asia Tenggara, meskipun ekspornya mengalami penurunan sebesar 16,14 persen per tahun pada periode 2002-2005
(Tabel 1). Ekspor gula Indonesia tidak mengalami pertumbuhan pada periode 2002-2005, dikarenakan produksi gula nasional belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun demikian, impor Indonesia mengalami penurunan dengan laju rata-rata 7,40 persen per tahun. Hal ini mengindikasikan adanya usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap gula impor. Tabel 1. Neraca Perdagangan Gula di Beberapa Negara Asia Tenggara Tahun 2002-2005 (ribu Ton) Negara
2002/2003 Impor
Thailand Philipine Singapore Indonesia Malaysia Vietnam
0 79,0 428,0 2.069,9 1.378,5 85,0
Ekspor 5009,8 140,4 81,0 1,0 393,5 55,0
2003/2004 Impor 0 69,3 378,1 2.314,5 1.486,0 75,0
Ekspor 5108,9 196,2 88,0 1,0 423,5 55,0
2004/2005 Impor 0 60,4 328,0 1.698,3 1.580,2 260,0
Ekspor 3358,3 263,8 81,7 1,0 412,0 35,0
Pertumbuhan rata-rata (%) Impor Ekspor -16,14 -13,50 37,01 -12,45 0,74 -7,40 0,00 7,06 2,45 117,45 -18,18
Sumber : F.O. Lichts, 2005 World Sugar and Sweeteners Year Book
Menurut Isma’il (2001) terdapat tiga faktor di dalam meningkatkan produksi gula, yaitu produktivitas tebu, luas areal dan rendemen. Dua faktor terpenting adalah meningkatkan rendemen dan produktivitas tebu per hektar areal dengan cara menggunakan bibit unggul yang tepat dan teknik budidaya sesuai standar bakunya. Produktivitas tebu, luas areal dan rendemen akan sangat mempengaruhi kondisi industri gula nasional agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Pada periode 1994-2004, kondisi industri gula Indonesia seperti luas areal, produksi tebu, dan rendemen mengalami fluktuatif (Tabel 2). Rendemen gula Indonesia terendah terjadi pada tahun 1998, hal ini terjadi akibat bencana kekeringan karena pemanasan suhu Asia Pasifik (El Nino). Tahun 1997, produksi tebu mencapai 2,191 juta ton dengan rendemen 7,83 persen. Akan tetapi tahun 1998, volume produksi turun menjadi 1,488 juta ton dengan rendemen
hanya 5,49 persen. Artinya satu kuintal tebu yang digiling hanya menghasilkan 5,49 kg gula kristal. Pada tahun 1994, produksi gula nasional mencapai 2,435 juta ton, sedangkan pada tahun 2004 hanya 2,051 juta ton. Produksi gula nasional mengalami penurunan laju ratarata 3,16 persen, sedangkan konsumsi dalam negeri meningkat 0,99 persen per tahun. Kebijakan tataniaga impor seperti perlindungan harga gula di tingkat petani dan program akselerasi peningkatan produktivitas berdampak positif guna meningkatkan produksi gula nasional. Peningkatan produksi yang signifikan ini terjadi pada periode 2003-2004. Tabel 2. Beberapa Indikator Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004 Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Laju rata-rata (%)
Luas Areal (ha) 428.736 436.037 446.533 386.878 377.089 342.211 340.660 344.441 350.722 336.257 440.000 -0,24
Produksi (ton hablur) 2.453.881 2.059.576 2.094.195 2.191.986 1.488.269 1.493.933 1.690.004 1.725.467 1.755.354 1.634.560 2.051.000 -3,16
Rendemen (%) 8,02 6,97 7,32 7,83 5,49 6,96 7,04 6,85 6,88 7,21 7,67 -1,59
Konsumsi (ton hablur) 2.941.217 3.343.058 3.073.765 3.333.522 2.736.002 2.778.943 3.200.000 3.250.000 3.300.000 3.350.000 3.400.000 0,99
Sumber : Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia (2005)
Areal gula tebu Indonesia secara keseluruhan mengalami stagnasi pada posisi kisaran sekitar 340 ribu ha (Gambar 1). Luas areal tertinggi terjadi pada tahun 1996 dengan luasan 446 ribu ha. Petani yang telah merugi sejak rendahnya nilai rendemen pada tahun 1998, semakin terpukul oleh rendahnya harga gula sehingga kegairahan petani tebu menurun. Banyak petani beralih budidaya, dari tanaman tebu ke padi, sehingga luas areal lahan
tebu ikut berkurang, dari tahun 1996 seluas 446 ribu hektar hingga menjadi 336 hektar ribu pada tahun 2003 (Isma’il, 2001). 4,000 3,500
Ribuan
3,000 2,500
Luas Areal (ha)
2,000
Produksi (ton hablur)
1,500
Konsumsi (ton hablur)
1,000 500 0 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Tahun
Gambar 1. Trend Kinerja Industri Gula Nasional Tahun 1994-2004 (Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia, 2005) Selain luas areal tebu, produksi, dan rendemen, harga gula juga merupakan faktor penting di dalam industri gula nasional. Harga eceran gula yang diterima konsumen selama periode 1995-2003 memiliki kecenderungan yang semakin meningkat (Gambar 2). Pada tahun 1995 harga gula hanya Rp 1.428/kg, akan tetapi selama periode 1995-2003 harga gula mulai meningkat secara perlahan dan pada tahun 2003 mencapai Rp 4.428/kg. Harga gula domestik dibentuk berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran dan dipengaruhi oleh harga gula dunia karena Indonesia masih bergantung pada gula impor. Selain itu, harga gula domestik juga dipengaruhi harga minyak dunia. Menurut Departemen Perdagangan, harga rata-rata gula nasional pada tahun 2005 mencapai Rp.5.500/kg. Hal ini diakibatkan meningkatnya biaya angkut yang disebabkan meningkatnya harga BBM1.
1
Departemen Perdagangan. 2006. Departemen Perdagangan dan Stakeholder Sektor Gula Sepakat Menstabilkan Harga Gula. Siaran Pers. 2 Februari 2006
Harga (Rp/Kg)
5,000.00 4,000.00 3,000.00
Harga Gula Rata-rata Nasional
2,000.00 1,000.00 0.00 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun
Gambar 2. Perkembangan Harga Gula Nasional Tahun 1995-2003 (Badan Urusan Logistik, 2004) Terdapat dua tipe pengusahaan tanaman tebu, yaitu oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Hingga tahun 2003, terdapat 58 pabrik gula (PG) baik dikelola oleh swasta maupun negara (Tabel 3). Jawa Timur memiliki 31 PG atau menguasai 53,44 persen PG yang ada di Indonesia. PG tersebut tersebar di berbagai wilayah diantaranya Ngawi, Lumajang, Madiun, Malang, Jombang, Pasuruan, Jember, Bondowoso, dan Situbondo. Jawa timur merupakan sentra utama penghasil gula Indonesia. Hal ini didukung dengan adanya PG di Jawa Timur sebanyak 31 pabrik. Selama tahun 2002-2007, setiap tahun Jawa Timur diproyeksikan menyumbang sedikitnya 40 persen dari total produksi gula nasional. Sejak tahun 1999 hingga 2001, sekitar 41 persen total produksi gula nasional atau 74 persen total produksi gula di Jawa, berasal dari Jawa Timur. Bahkan di tahun 2002 dan 2003, Jawa Timur hampir menyumbang separuh dari total produksi gula nasional (Sukriswati, 2005).
Tabel 3. Daftar PG di Indonesia Tahun 2003 Propinsi Sumatra Utara Sumatra Selatan Lampung Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur
Sulawesi Selatan
Nama PG/Perusahan PG Kwala madu, PG Sei Mayang
Jumlah 2
Persentase 3,44
PG Cinta Manis
1
1,72
PT Gula Putih Mataram, PT Gunung Madu Plantations, PG Bunga Mayang, PT Sweet Indo Lampung, PT Indo Lampung Perkasa PG Subang, PG Tersana Baru, PG Jatitujuh, PG Karangsuwung, PG Sindang Laut PG Tolangohula,PG Madukismo,PG Trangkil, PG Rendeng, PG Pangka, PG Tasikmadu, PG Sragi, PG Gondang Baru, PG Jatibarang, PG Mojo, PG Sumberharjo PG Kebon Agung, PT Krebet Baru, PG Candi Baru, PG Rejo Agung Baru, PG Mojopanggung, PG Pesantren Baru, PG Cukir, PG Djombang Baru, PG Gempolkrep, PG Krembong, PG Watoetoelis, PG Toelangan, PG Kanigoro, PG Pagotan, PG Asembagus, PG Kedawoeng, PG Olean, PG Pajarakan, PG Panji, PG Prajekan, PG Purwodadie, PG Rejosari, PG Semboro, PG Soedhono, PG Wonolangan, PG Wringinanom, PG Lestari, PG Meritjan, PG Ngadirejo, PG Jatiroto, PG Gending PG Camming, PG Bone, PG Takalar
5
8,62
5
8,62
11
18,96
31
53,44
3
5,17
58
100,00
Total
Sumber : Badan Pusat Statistik (2003)
Tanaman tebu sangat cocok dengan iklim dan jenis tanah di Pulau Jawa. Oleh karena itu, 81,02 persen atau 47 PG di Indonesia terdapat di Pulau Jawa. Akan tetapi, PG yang ada di pulau Jawa pada umumnya tidak memiliki lahan sendiri sehingga dalam memenuhi kebutuhan bahan bakunya dilakukan dengan cara membeli tebu dari petani, sedangkan PG sebagai pusat pengolahan tanaman tebu. PG XYZ merupakan salah satu PG yang berada di Jawa Timur. Salah satu cara menghadapi persaingan diantara PG terutama di Jawa Timur adalah meningkatkan program kemitraan usaha terhadap petani mitra. Dengan kemitraan usaha yang baik, akan tercipta keuntungan bersama dan kesinambungan produksi. Petani mendapatkan jaminan harga dan kualitas yang tinggi, terjaminnya sarana produksi usahatani. Di sisi lain, PG sebagai mitra kerja menjadi efisien, produktif, output gula terjamin, harga kompetitif
sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih baik. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh manfaat yang diterima oleh kedua pihak dengan melihat kepuasan petani mitra.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan data Dewan Gula Indonesia (2004), PT Perkebunan Nusantara XI
(PTPN XI) merupakan PTPN terluas di Indonesia dengan luasan 62.803 hektar. PTPN XI menguasai 19,53 persen dari keseluruhan luas areal perkebunan tebu Indonesia dengan menaungi 16 PG yang tersebar di Jawa Timur dan PG XYZ merupakan salah satu pabrik gula dari 16 PG tersebut2. Tabel 4. Data Perkembangan Produksi di PG XYZ Tahun 2002-2005 Tahun
Luas (ha)
2002 2003 2004 2005 Laju (%) Sumber : PG XYZ (2005)
3.494,73 3.398,88 4.323,27 4.456,21 7,18
Tebu Digiling (Ton) Per ha Jumlah 65,70 229.566,20 70,70 240.318,50 77,20 333.557,10 85,00 378.631,00 8,22 14,77
Rendemen (%) 7,07 7,19 7,30 6,40 -3,63
Data perkembangan produksi di PG XYZ selama tahun 2002-2005 menunjukkan adanya peningkatan luas areal perkebunan dengan laju pertumbuhan rata-rata 7,18 persen per tahun dan jumlah ton tebu digiling dengan laju pertumbuhan rata-rata 14,77 persen (Tabel 4). Untuk rendemen, dari tahun 2003 hingga tahun 2004 mengalami peningkatan dari 7,19 persen menjadi 7,3 persen. Akan tetapi, pada tahun 2005 turun menjadi 6,4 persen sehingga laju penurunan rata-rata per tahun sebesar 3,63 persen.
2
www.deptan.go.id/ditjenbun/luas_areal_tebu.htm diakses April 2006
Rendemen dipengaruhi oleh faktor petani dalam teknik budidaya tanaman tebu yang benar (on farm) dan pabrik gula dalam melakukan teknik pengolahan tebu menjadi gula bermutu tinggi dengan pengukuran rendemen yang benar (off farm). Untuk menganalisa kedua faktor ini, diperlukan analisa rendemen dengan benar dan transparan (Isma’il, 2001). Hal ini membutuhkan kerjasama dan kepercayaan antara PG XYZ dengan petani tebu yang dibangun melalui kemitraan. Berdasarkan data rendemen yang turun di tahun 2005, bagaimana pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra ? Dalam kemitraan yang berjalan PG XYZ menyediakan sarana produksi pertanian yang diperlukan oleh petani mitra, memberikan program tanam, bantuan pasca panen, dan penampungan hasil tebu yang sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan. Kemudian para petani mitra ini menggiling hasil produksinya kepada PG XYZ. Dengan adanya kemitraan ini diharapkan terjalin hubungan yang baik yang dapat menguntungkan kedua belah pihak, sehingga permasalahan
yang dihadapi kedua belah pihak dapat
teratasi. Akan tetapi program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan karena banyak ditemui kendala-kendala di lapangan. PG XYZ memberikan bantuan pinjaman modal, bibit dan pupuk sesuai dengan luas areal yang dimiliki oleh petani. Kemudian para petani mitra diharapkan menggilingkan hasil tebunya pada PG XYZ. Fakta yang terjadi di lapangan, petani menggilingkan tebunya hanya sebagian saja atau hanya untuk memenuhi kontrak perjanjian pabrik gula. Sisa dari produksi tebu digilingkan pada pabrik gula lain dengan alasan mencari tingkat rendemen yang lebih tinggi. Semakin tinggi rendemen, maka akan semakin banyak pula gula yang didapatkan. Produk gula tersebut akan dilelang oleh koperasi dan pabrik gula sehingga petani mendapatkan penghasilan
tambahan. Di sisi lain, PG XYZ menginginkan seluruh hasil produksi tebu digilingkan pada PG XYZ yang telah memberikan bantuan, meskipun sudah mencukupi dari jumlah kontrak yang telah disepakati. Kemitraan antar pelaku dapat dipengaruhi oleh tujuan masing-masing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi kedua pelaku. Faktor-faktor kemitraan pasti akan mendapat penilaian berbeda, karena terkait dengan kemampuan kedua pelaku yang berbeda. Perbedaan kepentingan ini akan menimbulkan gap diantara PG XYZ dengan petani tebu. Hal ini mengindikasikan kemitraan yang telah dijalankan belum memberi manfaat sepenuhnya kepada kedua belah pihak. Manfaat yang diinginkan sangat berkaitan sekali dengan harapan yang akan diperoleh kedua pelaku. Keadaan ini berhubungan dengan kepuasan petani terhadap sistem kemitraan yang berjalan. Permasalahan tersebut akan dapat mengakibatkan ketidakharmonisan antara petani tebu dengan PG XYZ. Terkait dengan keengganan petani di dalam menggilingkan seluruh hasil produksinya ke PG XYZ, bagaimana tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan ? Pemahaman atas kepuasan petani mitra yang disertai dengan perbaikan kinerja pabrik gula akan menciptakan kepercayaan petani mitra yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan loyalitas petani mitra. Mengukur kepuasan petani mitra sangat bermanfaat bagi PG untuk meningkatkan produktivitas, serta menemukan bagian mana yang membutuhkan perbaikan terutama pada bidang kemitraan. Berkaitan dengan hal tersebut, strategi apakah yang dapat diterapkan agar petani mitra loyal untuk menggilingkan seluruh hasilnya di PG XYZ ?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian terhadap permasalahan di atas adalah
1.
Menganalisis pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra.
2.
Menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan.
3.
Merumuskan strategi yang tepat agar petani mitra loyal untuk menggilingkan hasilnya di PG XYZ.
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
terkait, antara lain : 1.
Petani dan pelaku industri gula yang terlibat, sebagai bahan informasi untuk melaksanakan kerjasama yang saling menguntungkan seluruh pihak yang terlibat dalam industri gula.
2.
Pemerintah daerah setempat, yaitu digunakan untuk bahan masukan dalam menetapkan dan menerapkan kebijaksanaan untuk perbaikan sistem kemitraan petani.
3.
Peneliti, yaitu digunakan sebagai tambahan perbendaharaan pustaka dan sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
4.
Penulis, yaitu latihan penerapan ilmu atau teori yang telah didapat selama masa perkuliahan dan menambah pengalaman agar dapat diterapkan ditengah masyarakat.
1.5 Batasan Penelitian Penelitian dilakukan dengan memfokuskan pada petani mitra yang memiliki pinjaman kredit terhadap PG, walaupun PG juga melakukan kemitraan dengan petani tebu mandiri. Hal ini dilakukan karena petani tebu mandiri telah mampu melakukan budidaya tebu secara mandiri tanpa bantuan PG. Dengan demikian, petani tebu mandiri hanya menginginkan jaminan giling dan pasar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Kemitraan Menurut Hafsah (2002), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh
dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis, maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995, kemitraan adalah kerja sama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan Pengembangan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Harjono dalam Fadloli (2005) mendefinisikan kemitraan sebagai persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerjasama bagi kepentingan kedua belah pihak atas saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan diciptakan karena pihak pertama memerlukan sumber-sumber yang dimiliki pihak lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses terhadap teknologi baru, kapasitas pengolahan dan outlet untuk pemasaran hasil produksi. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemitraan merupakan jalinan kerjasama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai adanya satu pembinaan dan pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, justru dengan kelemahan dan kelebihan masing-masing pihak akan saling melengkapi dalam arti pihak
yang satu akan mengisi dengan cara melakukan pembinaan terhadap kelemahan yang lain dan sebaliknya.
2.2
Unsur-Unsur Kemitraan Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan
dengan pelbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku usaha. Berkaitan dengan kemitraan seperti yang telah disebut di atas, maka kemitraan itu mengandung beberapa unsur pokok, yaitu : 1.
Kerjasama Usaha Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan kerjasama yang dilakukan antara usaha besar atau menengah dengan usaha kecil didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh berkembangnya rasa saling percaya di antara para pihak dalam mengembangkan usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh didalam berusaha demi tercapainya kesejahteraan.
2.
Pembinaan dan Pengembangan Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain pembinaan didalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
3.
Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat dan Saling Menguntungkan A. Prinsip Saling Memerlukan Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil, yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada saling memerlukan atau ketergantungan diantara kedua belah pihak yang bermitra. B. Prinsip Saling Memperkuat Dalam kemitraan usaha, sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, maka pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti peningkatan modal dan
keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya kemitraan sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling isi mengisi atau saling memperkuat dari kekurangan masing-masing pihak yang bermitra. C. Prinsip Saling Menguntungkan Salah satu maksud dan tujuan dari kemitraan usaha adalah saling menguntungkan. Pada kemitraan ini, tidak berarti para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, akan tetapi adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Berpedoman pada kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi masingmasing pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.
2.3
Tujuan Kemitraan Menurut Hafsah (2002), dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan adalah : a. Meningkatkan pendapatan b. Meningkatkan perolehan nilai tambah c. Meningkatkan efisiensi d. Menciptakan pemerataan e. Memperluas kesempatan kerja f. Pemberdayaan masyarakat usaha kecil g. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah, dan nasional
h. Menghindari kecemburuan sosial yang akan menimbulkan gejolak sosial. Untuk mencapai sasaran pengembangan tersebut, prioritas yang akan ditempuh adalah mengembangkan usaha ekonomi dan meningkatkan partisipasi masyarakat perdesaan dengan mengembangkan kualitas sumberdaya manusia yang didukung oleh penerapan sistem usaha secara terpadu, sehingga pengusaha besar dan pengusaha kecil dapat memanfaatkan sumberdaya dan fasilitas prasarana sesuai skala ekonomi. Sistem ini menempatkan pengusaha kecil sebagai mitra kerja dan sekaligus pelaku yang handal dan mandiri.
2.4
Pola Kemitraan Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 pasal 27, pola kemitraan dapat
dilaksanakan dalam enam pola, yaitu : 1. Inti-plasma Pola inti-plasma adalah hubungan
kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha
Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar bertindak sebagai inti dan Usaha Kecil selaku plasma, perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi. 2. Subkontrak Pola subkontrak adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya. 3. Dagang umum Pola dagang umum adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang didalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar
memasarkan hasil produksi Usaha Kecil atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya. 4. Waralaba Pola waralaba adalah hubungan kemitraan yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. 5. Keagenan Pola keagenan adalah hubungan kemitraan, yang didalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya 6. Bentuk-bentuk lain Pola bentuk-bentuk lain di luar pola di atas adalah pola kemitraan yang pada saat ini sudah berkembang, tetapi belum dibakukan, atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang. Seperti pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.
2.5
Peranan Pelaku Kemitraan Usaha Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan
ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak yang terkait telah menjalankan tugas dan peranannya dengan baik 1. Peranan pengusaha besar Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha kecil dalam hal :
a. Memberikan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pengusaha kecil, seperti pelatihan, permagangan, dan ketrampilan teknis produksi. b. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha mitra untuk disepakati bersama. c. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit d. Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama. e. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha mitra sesuai dengan kesepakatan. f. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik. g. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan kemitraan. 2. Peranan pengusaha kecil Dalam melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil didorong untuk melakukan : a. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana usaha untuk disepakati. b. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai kesepakatan dengan pengusaha mitranya. c. Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan pasokan produksi kepada pengusaha besar mitranya. d. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau ketrampilan teknis produksi dan usaha. 3. Peranan pembina Pembina bukan hanya pemerintah, tetapi dapat pula berasal dari unsur-unsur lembaga non-pemerintah/LSM maupun lemabaga lain. Peranan lembaga pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha
serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra.
2.6
Sejarah dan Perkembangan Industri Gula Indonesia Pengolahan industri gula diawali dengan sistem tanam paksa (cultuur stelsel) oleh
bangsa Belanda pada abad 18. Sistem tanam paksa telah menciptakan sistem budidaya tebu yang baik yaitu sistem reynoso. Sistem reynoso adalah suatu sistem budidaya tebu yang dilakukan sekali menanam tebu kemudian bergiliran dengan tanaman padi. Sistem reynoso pernah menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor terbesar di zaman Belanda, meskipun membuat rakyat sengasara dan menderita. Dengan dikeluarkannya UndangUndang Agraria, maka sistem tanam paksa dihapus dari industri gula nasional3. Setelah dihapuskan sistem tanam paksa, lahirlah sistem sewa lahan. Dalam sejarah pergulaan di Indonesia penggunaan lahan petani selalu menjadi masalah yang tidak mudah dipecahkan. Fakta di lapangan mengindikasikan bahwa sebagian besar petani menyewakan lahan pada pabrik gula dengan keterpaksaan. Untuk memecahkan masalah persewaan lahan petani dan guna memantapkan produksi gula, maka pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1975 sebagai salah satu kebijaksanaan baru dalam bidang industri gula yang akan mengantikan tata hubungan produksi gula dari sistem penyewaan lahan petani oleh pabrik gula, menjadi sistem produksi tebu yang dikelola langsung oleh petani sebagai pemilik lahan dengan sistem bagi hasil. Inpres tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan sinergi dan peran tebu rakyat, perusahaan perkebunan, dan koperasi dalam pengembangan industri gula. Inpres tersebut juga mempertegas peran Menteri Pertanian dalam pengembangan industri gula, baik melalui 3
Balai Penelitian Perusahaan Perkebunan Gula. 1984. Pergulaan di Indonesia dan Prospeknya di Masa Mendatang.
penyediaan bibit dan bimbingan teknis, peningkatan peran lembaga penelitian maupun menghilangkan berbagai pungutan yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan tebu rakyat (Sudana dalam Mardianto et al, 2005). Pada awal era reformasi telah dikeluarkan paket kebijaksanaan dengan diterbitkannya Inpres Nomor 5 Tahun 1997 dan Inpres Nomor 5 Tahun 1998 yang dapat menggantikan Inpres Nomor 9 Tahun 1975 dengan dilandasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 dimana petani diberi kebebasan memilih komoditi yang akan diusahakannya. Pelaku ekonomi inti dalam industri gula adalah petani, koperasi tani dengan pabrik gula dalam bentuk usaha kemitraan, yang didukung oleh fasilitasi pemerintah dalam bentuk kebijaksanaan pendanaan dan fiskal (Hafsah, 2002).
2.7
Kajian Empirik Kemitraan Kemitraan merupakan suatu konsep yang memadukan kelebihan yang dimiliki oleh
masing-masing pelaku ekonomi. Adanya kerjasama dalam bentuk kemitraan juga akan menutupi kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh pelaku ekonomi. Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral dalam melaksanakan kemitraan merupakan suatu solusi dalam mengatasi kurang berhasilnya kemitraan yang ada selama ini. Pemahaman dan penerapan etika bisnis yang kuat akan menperkuat fondasi kemitraan yang akan memudahkan pelaksanaan kemitraan itu sendiri (Hafsah, 2000) Veronica (2001) melakukan penelitian mengenai formulasi pola kemitraan antara PT.Agrobumi Puspa Sari dengan petani krisan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kelebihan pada kualitas sumberdaya manusia dan informasi pasar serta memiliki kelemahan pada kontinuitas produksi. Sebaliknya petani menunjukkan kekuatan pada kontinuitas produksi serta kelemahan dalam teknologi, sumber modal, informasi pasar, dan sarana produksi pertanian. Dengan demikian, pola kemitraan yang efektif adalah pola inti
plasma, dimana perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan petani mitra berusaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai syarat yang telah disepakati. Hasil penelitian dari Veronica (2001) didukung pula dengan kemitraan yang terjadi pada PIR-OPHIIR. PIR-OPHIR adalah perkebunan inti rakyat yang berlokasi di kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. PIR-OPHIR menerapkan pola kemitraan inti plasma yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani peserta dan masyarakat di sekitar proyek dengan mengembangkan komoditas kelapa sawit. Keberhasilan dari kemitraan ini ditunjang dari bantuan dana serta mendapat pengawasan dari Tim Pembina Proyek PIR Perkebunan (TP3) sehingga produktivitas tetap terjaga dan mengalami peningkatan. Proyek ini berhasil meningkatkan pendapatan bersih rata-rata petani antara Rp 5.358.093- Rp 12.000.229 /KK/tahun pada tahun 1995. Krisnamurthi (2001) berpendapat bahwa keberhasilan kemitraan PIR-OPHIR ditunjang dari berhasilnya kelembagaan petani dalam meningkatkan posisi tawar-menawar petani sehingga mendapatkan harga yang lebih tinggi untuk hasil produksinya. Badan Agribisnis (1998) mengatakan bahwa kunci keberhasilan dari PIR-OPHIR adalah peran KUD yang memiliki sikap progresif dan sikap proaktif dalam mengembangkan usahatani melalui kemitraan. Motivasi usahatani tidak lagi subsisten, akan tetapi beralih menjadi usahatani komersial. Perusahaan inti selalu bersikap terbuka dan transparan baik tentang informasi harga sarana produksi maupun harga hasil produksi. Pada dasarnya, keberhasilan PIR perkebunan sawit didorong oleh tiga faktor utama (Hastuti dan Bambang, 2004). Faktor-faktor tersebut, yaitu : 1. Usaha komoditas perkebunan memiliki economic of scale sehingga pengembangan agribisnis dengan pola PIR yang mencakup areal relatif luas mampu menekan ongkos produksi, dengan kata lain meningkatkan keuntungan.
2. Pelaksanaan PIR perkebunan pada umumnya dilakukan pada lahan-lahan transmigrasi yang baru dibangun sehingga dapat dirancang relatif mudah ukuran usaha yang efisien dan menguntungkan perusahaan inti yang menjadi mitra petani. 3. Perusahaan inti tertarik untuk melakukan kemitraan dengan petani karena pasar bahan baku bagi industri pengolahan yang dibangunnya dapat dikuasai dan adanya pembagian resiko antara perusahaan inti, petani, dan pemerintah. Pada program kemitraan lainnya, seringkali dijumpai kegagalan yang pada intinya terjadi karena kemitraan yang dikembangkan cenderung merugikan atau tidak memberikan manfaat kepada salah satu pihak, petani atau perusahaan mitranya. Padahal, manfaat yang dapat diperoleh justru merupakan daya tarik utama bagi setiap pihak untuk melakukan kemitraan. Pada umumnya, kontinuitas pasokan petani kepada perusahaan mitra merupakan manfaat yang diinginkan oleh perusahaan mitra, sedangkan jaminan pasar baik dalam kuantitas maupun harga merupakan manfaat utama yang diinginkan petani dalam melakukan kemitraan. Kegagalan dalam kemitraan dapat ditemukan pada kasus PIR nanas yang terjadi di Subang, Jawa Barat. Faktor utama kegagalan kemitraan ini adalah ketersediaan dana. Kendala dana menyebabkan perusahaan inti tidak sepenuhnya menyediakan dan menyalurkan sarana produksi, meskipun hal tersebut dijanjikan dan termuat dalam kontrak tertulis. Akibatnya, tanpa pasokan sarana produksi yang telah dijanjikan, petani enggan memenuhi produk nanas sesuai dengan kesepakatan. Selain kendala dana, jumlah petugas penyuluh lapangan (PPL) yang tidak memadai, mengakibatkan proses alih teknologi tidak tercapai. Petani tidak mengetahui teknis budidaya dengan baik. Dengan demikian, produktivitas nanas menjadi rendah dan petani plasma tidak mampu memasok bahan baku secara berkesinambungan (Chotim dalam Rustiani et al, 1997).
Dalam kemitraan antara petani tembakau virginia dengan PT Sadhana Arifnusa yang diteliti Ardhiyanthi (2003) ditemukan faktor-faktor yang menghambat kemitraan. Pertama, faktor eksternal yaitu musim penghujan yang terjadi lebih lama sehingga menurunkan kualitas produksi. Kedua, faktor internal dari pihak petani yaitu masih banyaknya petani mitra yang belum melunasi pinjamannya sehingga mengurangi keinginan petani untuk menanam tembakau kembali. Kemitraan tidak hanya dilakukan antara perusahaan dengan petani, akan tetapi dapat dilakukan antara perusahaan dengan koperasi atau Usaha Kecil Menengah (UKM). Sulaksana (2005) meneliti kemitraan antara perusahaan swasta dengan koperasi. Pola keagenan menjadi pilihan paling ideal berdasarkan interaksi penilaian antara kedua pelaku. Bagi perusahaan, bentuk ini bisa menjadi alternatif dan menjelaskan aktivitas kemitraan antara kedua pelaku mitra serta mendukung integrasi strategi pemasaran perusahaan. Pola keagenan relatif lebih mendekatkan produk dengan konsumen akhir guna meningkatkan pangsa pasar industri. Ciri terpenting dari pola keagenan adalah adanya kemudahan bagi koperasi untuk mengambil produk langsung ke perusahaan . Berdasarkan hasil-hasil kajian kemitraan terdahulu dapat disimpulkan bahwa untuk komoditi tanaman perkebunan, bentuk kemitraan dilaksanakan dengan pola inti plasma, dimana perusahaan inti menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil pertanian. Pihak plasma memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku sesuai dengan syarat yang telah disepakati. Pola keagenan dapat diterapkan antara perusahaan dengan koperasi atau UKM, dimana koperasi atau UKM diberi hak khusus untuk memasarkan produk dari perusahaan sebagai mitranya. Program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan, perbedaan kepentingan menjadi salah satu faktor pemicunya. Kesenjangan ini harus diselesaikan dengan win-win solution dengan melibatkan
pemerintah sebagai pengawas sehingga masing-masing pihak merasakan manfaat kemitraan. Dengan demikian, kesinambungan kemitraan akan tetap terjaga. Penelitian yang akan dilakukan adalah menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang berjalan. Beberapa persamaan dan perbedaan antara penelitian yang akan dilakukan terhadap penelitian terdahulu diringkas dalam Tabel 5. Tabel 5. Persamaan dan Perbedaan dengan Kajian Kemitraan Terdahulu Peneliti Veronica (2001)
Ardhiyanthi (2003)
Sulaksana (2005)
Persamaan Perbedaan Topik yang diteliti 1. Peneliti melakukan penelitian terhadap mengenai kemitraan perkebunan tebu, sedangkan Veronica (2001) melakukan penelitian terhadap tanaman hortikultura bunga krisan. 2. Peneliti melakukan penelitian dengan salah satu tujuannya adalah merumuskan strategi untuk meningkatkan kepuasan petani dalam bermitra, sedangkan Veronica (2001) bertujuan untuk menentukan formulasi kemitraan yang tepat antara perusahaan dengan petani mitra Topik yang diteliti 1. Peneliti melakukan penelitian pada mengenai kemitraan komoditi gula pada salah satu PG di agribisnis komoditi PTPN XI, sedangkan Ardhiyanthi tanaman (2003) melakukan penelitian pada perkebunan komoditi tembakau virginia pada PT.Sadhana Arifnusa. 2. Peneliti melakukan penelitian dengan tujuan menganalisis tingkat kepuasan petani mitra, sedangkan Ardhiyanti (2003) salah satu tujuan penelitiannya adalah mengindentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh untuk tetap melaksanakan kemitraan. Topik yang diteliti 1. Peneliti melakukan penelitian mengenai kemitraan kemitraan petani sehingga respondennya adalah petani, sedangkan Sulaksana (2005) melakukan penelitian terhadap kemitraan koperasi dengan perusahaan swasta sehingga respondennya adalah usaha kecil menengah 2. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ImportancePerformance Analysis, sedangkan Sulaksana (2005) menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA).
Penelitian ini diawali dengan menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan. Langkah selanjutnya adalah meminta responden untuk memberikan tingkat harapan dan kinerja terhadap atribut dalam kontrak yang disepakati bersama. Hasil dari penelitian tersebut akan menunjukkan tingkat kepuasan yang dirasakan responden terhadap kemitraan yang sedang dijalankan, sehingga peneliti dapat membuat rumusan strategi yang tepat agar petani mitra loyal terhadap perusahaan inti.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Teoritis
3.1.1 Definisi Kepuasan Menurut Kotler (2000), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi/kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.
Kebutuhan dan Keinginan Pelanggan
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai Produk bagi Pelanggan
Harapan Pelanggan terhadap Produk
Tingkat Kepuasan Pelanggan Gambar 3. Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan(Rangkuti, 2006) Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel et al dalam Rangkuti (2006)
mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan, sebagaimana dilihat pada diagram di atas. Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik4. Kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari pelanggan atas penggunaan suatu produk barang atau jasa dimana harapan dan kebutuhan mereka terpenuhi (Suhartanto, 2001). Engel et al (1995) mendefinisikan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan nilai purna pembelian dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan.
3.1.2. Dimensi Kualitas Jasa Kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan. Sebaliknya, bila jasa yang dirasakan lebih besar daripada yang diharapkan, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa itu lagi. 4
http://www.deliveri.org/guidelines/misc/proj_papers/pp_3i.htm diakses April 2006
Lovelock dalam Rangkuti (2006) menemukan bahwa kualitas jasa dapat dievaluasi ke dalam lima dimensi besar, yaitu : 1. Realibility (keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. 2. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan membantu dan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat. 3. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan dan kesopanan petugas serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari resiko. 4. Emphaty (empati), yaitu kemampuan memahami kebutuhan pelanggan serta memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan. 5. Tangible (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.
3.1.3. Strategi Kepuasan Pelanggan Menurut Gaspersz dalam Rangkuti (2006) memyatakan bahwa tujuan dari strategi kepuasan pelanggan adalah membuat agar pelanggan tidak mudah pindah ke pesaing. Strategi-strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan adalah : 1. Strategi relationship marketing Dalam strategi ini transaksi antara pembeli dan penjual setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, perusahaan menjalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus yang pada akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulang.
2. Strategi unconditional service guarantee Strategi ini memberikan garansi atau jaminan istimewa secara mutlak yang dirancang untuk meringankan risiko atau kerugian di pihak pelanggan. Garansi tersebut menjanjikan kualitas prima dan kepuasan pelanggan yang optimal sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang tinggi. 3. Strategi superior customer service Strategi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh pesaing. Dana yang besar, sumber daya manusia yang andal, dan usaha yang gigih diperlukan agar perusahaan dapat menciptakan pelayanan yang superior. 4. Strategi penanganan keluhan yang efektif Strategi menangani keluhan pelanggan dengan cepat dan tepat, dimana perusahaan harus menunjukkan perhatian, keprihatinan, dan penyesalannya atas kekecewaan pelanggan agar pelanggan tersebut dapat kembali menjadi pelanggan yang puas dan kembali menggunakan produk/jasa perusahaan tersebut 5. Strategi peningkatan kinerja perusahaan Perusahaan menerapkan strategi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan secara kesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan komunikasi, salesmanship, dan public relations kepada pihak manajemen dan karyawan, memasukkan unsur kemampuan memuaskan pelanggan ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan.
3.2. Kerangka Operasional Untuk meningkatkan dan menjaga kontinuitas produksi, PG XYZ membutuhkan pasokan bahan baku berkualitas tinggi. Salah satu cara mendapatkan bahan baku tersebut dilakukan dengan menjalin hubungan kemitraan dengan petani tebu rakyat. Petani tebu yang menjadi mitra tani PG XYZ harus sanggup menyediakan lahan, mengikuti program tanam PG XYZ untuk menghasilkan tebu sesuai kualitas yang disepakati, serta melaksanakan anjuran-anjuran pelaksanaan budidaya tanaman tebu. Dalam pelaksanaan kemitraan antara PG XYZ dengan petani tebu ditemukan beberapa permasalahan yang menghambat berlangsungnya kemitraan. Salah satunya adalah keengganan petani tebu untuk menggilingkan seluruh hasil tebunya pada PG XYZ. Petani hanya menggilingkan sebagian hasilnya dan sisanya digilingkan pada PG lain dengan alasan mencari tingkat rendemen yang lebih tinggi. Di sisi lain, PG XYZ menginginkan seluruh hasil produksi tebu digilingkan pada PG XYZ yang telah memberikan bantuan berupa modal, sarana produksi serta bimbingan teknis. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat yang didapat oleh petani tebu kurang optimal sehingga petani mitra menggilingkan pada PG lain. Oleh karena itu, perlu evaluasi pelaksanaan kemitraan yang meliputi realisasi hak dan kewajiban, kendala-kendala dan alternatif pemecahan kendala tersebut. Sementara itu untuk menganalisis tingkat keputusan petani tebu dengan menilai tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan kemitraan terhadap atribut-atribut kepuasan petani mitra digunakan metode Importance-Performane Analysis. Dengan metode tersebut, akan diketahui sejauh mana tingkat kesesuaian dilihat dari tingkat kinerja PG dan harapan petani terhadap kualitas pelayanan yang meliputi pelayanan sarana produksi,
pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen. Indeks kepuasan pelanggan digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan petani secara keseluruhan melalui nilai ratarata skor tingkat kepentingan dan pelaksanaan kinerja PG. Hasil analisis kemudian dijelaskan dengan matriks Importance-Performance untuk melihat kedudukan atribut-atribut pelayanan yang dianalisis ke dalam empat kuadran yang mempengaruhi tingkat kepuasan petani mitra. Kuadran 1 merupakan prioritas pertama, kuadran 2 pertahankan prestasi, kuadran 3 prioritas rendah dan kuadran 4 pelaksanaan berlebihan. Hasil ini untuk menentukan strategi yang dilakukan untuk menjaga kesinambungan kemitraan. Kerangka alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
1. Lahan terbatas 2. Menjaga kontinuitas, kualitas, dan kuantitas bahan baku
1. Modal kurang 2. Pemasaran 3. Manajemen 4. Teknologi
Mitra Tani Tebu
PG XYZ
KEMITRAAN
Penurunan loyalitas petani yang ditandai dengan keengganan petani untuk menggilingkan tebu pada PG XYZ
Pendugaan pada penurunan pelaksanaan kemitraan dalam - Pelayanan sarana produksi - Pelayanan teknis budidaya - Pelayanan pasca panen
Evaluasi kemitraan 1. Realisasi hak dan kewajiban 2. Kendala-kendala
Tingkat kepuasan 1. Tingkat kesesuaian 2. Analisis matriks kepentingan dan pelaksaanaan 3. Indeks Kepuasan pelanggan
Strategi mempertahankan Kemitraan Gambar 5. Kerangka Alur Penelitian
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PG XYZ, Kabupaten Ngawi. Pemilihan PG dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PG XYZ merupakan satusatunya PG yang berada di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Selain itu, PG XYZ merupakan PG ketiga terbesar dari 16 PG dibawah kendali PTPN XI. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April-Juni 2006.
4.2. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, hasil wawancara dengan petani mitra dan pihak sinder kebun wilayah yang mengetahui mengenai pelaksanaan kemitraan antara petani tebu dengan PG. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data potensi dan keadaan umum daerah penelitian, data produksi tebu PG XYZ, kontrak kemitraan dan data terkait lainnya yang diperoleh seperti Ngawi dalam angka, data produksi gula nasional, data produksi gula Asia Tenggara, harga gula domestik, jurnal kemitraan, artikel, dan internet (Tabel 6).
4.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui metode wawancara dengan bantuan kuisioner. Kuisioner yang digunakan berisi pertanyaan terbuka dan tertutup. Pertanyaan tertutup berupa pertanyaan tentang tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan petani mitra. Pertanyaan terbuka berupa pertanyaan untuk identifikasi karakteristik petani
mitra dan mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang terjadi antara petani mitra dengan PG XYZ. Informasi data primer yang dibutuhkan melalui kuisioner meliputi atributatribut seperti pada Tabel 8. Tabel 6. Informasi yang Dibutuhkan dalam Penelitian dan Kegunaannya No. 1.
Sumber Informasi PG XYZ
2.
Petani Responden
3.
BPS, BULOG, dan Internet
Informasi yang ingin digali serta kegunaannya Informasi yang didapatkan : • Gambaran umum perusahaan • Produksi PG XYZ • Kinerja PG di dalam kemitraan • Prosedur kemitraan Kegunaan : • Mengevaluasi pelaksanaan kemitraan melalui hak dan kewajiban pihak PG Informasi yang didapatkan : • Pelaksanaan kemitraan • Prosedur/mekanisme kemitraan • Tingkat kepuasan petani terhadap kemitraan melalui kuisioner dan wawancara Kegunaan : • Mengevaluasi pelaksanaan kemitraan melalui hak dan kewajiban petani mitra • Menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap kemitraan yang dijalankan Informasi yang didapatkan : • Mengetahui perkembangan sektor perkebunan terutama di daerah Kabupaten Ngawi • Keadaan sosial ekonomi daerah Kabupaten Ngawi • Mengetahui harga gula domestik Kegunaan : • Melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.
4.4. Metode Penarikan Sampel Pengumpulan data responden diperoleh dari petani mitra yang menjadi anggota Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) yang memiliki pinjaman kredit terhadap PG dan pihak perusahaan yang paling mengetahui pelaksanaan kemitraan yang telah dilaksanakan antara perusahaan dengan petani mitra. Pengambilan responden dilakukan dengan
stratified
proporsional
sampling
dengan
pengambilan
sampel
secara
sengaja(purposive). Stratified proporsional sampling adalah pembagian populasi terhadap suatu strata tertentu (Sevilla et al, 1993).
Tabel 7. Jumlah dan Alokasi Responden berdasarkan Luas Lahan Selang Skala Usaha ≤ 10 hektar 10,1-20 hektar ≥ 20 hektar Total
Jumlah Populasi
Jumlah Sampel 25 18 21 64
13 9 11 33
Penelitian ini membagi populasi berdasarkan luas lahan sehingga terdapat tiga skala usaha, yaitu skala kecil, skala menengah, dan skala besar. Setiap subpopulasi dibagi secara proporsional sehingga diperoleh responden yang memiliki proporsi yang sama untuk masing-masing subpopulasi, sedangkan selang skala usaha telah ditentukan oleh pihak PG berdasarkan pelayanan kredit kemitraan yang diberikan kepada petani mitra. Tabel 8. Atribut Kepuasan Petani Mitra terhadap Pelaksanaan Kemitraan Jenis Pelayanan Pelayanan sarana produksi
Pelayanan teknik budidaya
Pelayanan pasca panen
Atribut Kepuasan 1. Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan* 2. Bantuan biaya garap 3. Peminjaman sarana produksi* 4. Pupuk yang diberikan 5. Ketepatan waktu biaya garap 6. Respon terhadap segala keluhan 7. 8. 9. 10. 11.
Kejujuran dari pihak inti Komunikasi yang dibangun Pemetaan luas areal kebun Frekuensi bimbingan teknis Pengaturan waktu giling
12. 13. 14. 15.
Informasi rendemen Penentuan kualitas tebu Bantuan biaya tebang angkut Waktu pembayaran hasil panen
Dimensi Kualitas Jasa Bukti langsung (Tangible) Bukti langsung (Tangible) Bukti langsung (Tangible) Bukti langsung (Tangible) Ketanggapan (Responsiveness) Ketanggapan (Responsiveness) Jaminan (Assurance) Jaminan (Assurance) Keandalan (Realibility) Empati (Emphaty) Ketanggapan (Responsiveness) Jaminan (Assurance) Jaminan (Assurance) Bukti langsung (Tangible) Jaminan (Assurance)
Sumber : Wawancara Sinder dan Studi Pustaka Ket : Atribut 1 dan 3 tidak ditanyakan pada petani kecil yang memiliki luas lahan kurang dari 10 hektar. Hal ini dikarenakan rata-rata petani kecil tidak membuka lahan sehingga tidak membutuhkan alat produksi dan bibit.
4.5. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan
kemitraan yang meliputi realisasi hak dan kewajiban, kendala-kendala dan alternatif pemecahan kendala tersebut. Analisis kualitaif menggunakan skala Likert, Importance and Performance Analysis, dan indeks kepuasan pelanggan yang bertujuan menganalisis tingkat kepuasan keseluruhan petani mitra terhadap kemitraan yang sedang dijalankan.
4.5.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk melihat karakteristik petani mitra dan mengevaluasi
pelaksanaan kemitraan. Data primer yang telah diperoleh melalui
kuisioner dan wawancara ditabulasikan dalam kerangka tabel yang dipersiapkan. Kemudian data tersebut dianalisis untuk melihat karakteristik petani mitra yang meliputi umur, tingkat pendidikan, lama bermitra, pengalaman usahatani, luas lahan dan alasan dalam bermitra dengan PG.
4.5.2. Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengetahui atau menganalisa kualitas pelayanan pada PG XYZ dengan melihat tingkat kesesuaian pelayanan yang diberikan dengan kualitas pelayanan yang diinginkan oleh petani mitra. Responden diminta memilih salah satu dari sejumlah kategori jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau variabel yang diamati. Untuk mengukur tingkat kualitas pelayanan PG XYZ yang menyangkut harapan petani mitra, digunakan skala Likert berikut (Supranto, 2001) : 1 = Tidak Penting
3 = Cukup Penting
2 = Kurang Penting
4 = Penting
5 = Sangat Penting
Skala Likert juga digunakan untuk mengukur tingkat pelaksanaan/kinerja pelayanan PG XYZ (Supranto, 2001) : 1 = Tidak Baik/Puas
4 = Baik/Puas
2 = Kurang Baik/Puas
5 = Sangat Baik/Puas
3 = Cukup Baik/Puas Skala yang digunakan untuk menghasilkan indeks kepuasan pelanggan biasanya menggunakan skala 4, 5, 6, 7 atau 10. Kriteria pertama dari skala
yang baik adalah
sensitivitas. Oleh karena itu, skala kurang dari 4, biasanya jarang digunakan karena kurang sensitif atau kurang mampu membedakan tingkat kepuasan dari pelanggan. Kriteria kedua adalah tingkat reabilitas. Dalam hal ini, banyak studi menunjukkan bahwa skala 5 dan 7 seringkali memiliki tingkat reabilitas yang cukup tinggi sehingga skala 5 dan 7 relatif lebih favorit dalam pengkuran kepuasan pelanggan dan yang paling sering digunakan oleh lembaga-lembaga riset terkemuka. Skala 4 dan 6 biasanya disukai untuk peneliti kepuasan pelanggan dengan panel mails sebagai cara untuk mengumpulkan data. Skala ini tidak memiliki nilai tengah yang bertujuan untuk menghindari kecenderungan responden dengan langsung memilih skor tengah dari skala yang digunakan. Beberapa model pengukuran kepuasan menggunakan skala 10. Dengan skala ini, tidak diberikan nama untuk setiap skala, namun hanya pada kedua ujung polarnya saja. Kelebihan dari skala ini adalah tingkat sensitifitasnya tinggi, tetapi responden yang berpendidikan tidak tinggi akan kesulitan dalam menentukan pilihan jawaban (Irawan, 2004).
4.5.3. Importance and Performance Analysis Importance and Performance Analysis dengan bantuan Microsoft Excel digunakan untuk menganalisis tingkat harapan/kepentingan konsumen dan tingkat kepuasan petani mitra terhadap atribut dalam kemitraan antara petani dengan pihak pabrik gula. Hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja/penampilan maka akan menghasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaanya. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Adapun persamaan yang digunakan adalah :
TKi =
Xi X 100 % Yi
dengan : TKi
= Tingkat Kesesuaian petani mitra
Xi
= Skor penilaian kinerja kemitraan
Yi
= Skor penilaian harapan petani Dalam penelitian ini terdapat dua buah variabel yang diwakilkan oleh huruf X dan
Y, dimana X merupakan tingkat kinerja perusahaan yang dapat memberikan kepuasan para pelanggan, sedangkan Y merupakan tingkat kepentingan pelanggan. Sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat pelaksanaan, sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan. Dalam penyederhanaan rumus, maka untuk setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan digunakan persamaan sebagai berikut :
Xi =
∑
Xi
n
Yi =
∑
Yi
n
dengan : Xi = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/kepuasan petani mitra pada atribut ke-i Yi = Skor rata-rata tingkat kepentingan petani mitra pada atribut ke-i
n = Jumlah responden Masing-masing atribut akan dijabarkan dalam diagram kartesius. Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibangun atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X , Y ) (Gambar 6). Titik tersebut diperoleh berdasarkan persamaan : n
n
X =
∑ Xi i =1
k
Y =
∑ Yi i =1
k
dengan : X=
Skor rata-rata dari rata-rata skor tingkat kinerja/pelaksanaan seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan petani mitra.
Y=
Skor rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan petani mitra.
k=
Banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan petani mitra.
Kuadran A (Prioritas Utama ) Menunjukkan atribut-atribut yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakan sesuai keinginan pelanggan, sehingga pelanggan tidak puas.
Kuadran B (Pertahankan Prestasi) Menunjukkan atribut-atribut yang dianggap sangat penting dan manajemen telah berhasil melaksanakannya, hal itu wajib dipertahankan. Pelanggan menjadi sangat puas.
Y Tinggi
Tingkat Kepentingan
KUADRAN A Prioritas utama
KUADRAN B Pertahankan prestasi
KUADRAN C Prioritas rendah
KUADRAN D Berlebihan
Y
Rendah
X
X Rendah
Tinggi Tingkat Kinerja
Gambar 6. Diagram Kartesius Kinerja-Kepuasan (Supranto, 2001)
Kuadran C (Prioritas Rendah) Menunjukkan beberapa atribut-atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaanya oleh perusahaan biasa-biasa saja, dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Kuadran D (Berlebihan) Menunjukkan atribut yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan, dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan. Untuk mengukur selisih antara harapan yang dimiliki petani dengan kondisi aktual yang diterima petani sesuai dengan atribut-atribut dari kepuasan digunakan analisis gap. Hasil dari analisis ini ditampilkan dalam bentuk grafik untuk melihat sejauh mana
kesenjangan (gap) yang terjadi. Nilai kesenjangan akan memberikan informasi mengenai masalah seberapa besar suatu produk telah memenuhi harapan konsumennya. Meski disadari bahwa dimensi harapan banyak memberikan kesan suatu tingkatan ideal yang diinginkan konsumen, namun informasi ini dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki kinerja PG.
4.5.4. Indeks Kepuasan Pelanggan Indeks kepuasan pelanggan digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan petani mitra secara menyeluruh dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan dan atribut-atribut kualitas jasa yang diukur. Metode pengukuran indeks kepuasan pelanggan ini meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Stratford dalam Amalia, 2005) : 1. Menghitung weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total weighting factors 100 %. 2. Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antar nilai rata-rata tingkat kinerja/kepuasan masing-masing atribut dengan weighting factors masing-masing atribut. 3. Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua atribut kualitas jasa. 4. Menghitung satisfaction index, yaitu weighted total dibagi skala maksimal yang digunakan (dalam penelitian ini skala maksimal adalah 5), kemudian dikali 100%.
Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan. Adapun kriterianya berdasarkan lembaga survei kepuasan pelanggan PT. Sucofindo dalam Amalia, yaitu sebagai berikut : 0,00 – 0,34 = Tidak Puas
0,66 – 0,80 = Puas
0,35 – 0.50 = Kurang Puas
0,81 – 1,00 = Sangat Puas
0,51 – 0,65 = Cukup Puas
4.6
Definisi Operasional 1. Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan adalah mutu bibit dan jumlah yang diberikan oleh PG kepada petani mitra. 2. Peminjaman sarana produksi adalah traktor yang dipinjamkan PG kepada petani mitra. 3. Bantuan biaya garap adalah pinjaman dana yang diberikan PG kepada petani mitra untuk mengolah lahan. 4. Pupuk yang diberikan adalah sejumlah pupuk yang diberikan kepada petani mitra sebagai bantuan kredit di dalam pengelolaan usahatani. 5. Ketepatan waktu biaya garap adalah ketepatan datangnya biaya garap yang dibutuhkan oleh petani. 6. Respon terhadap segala keluhan adalah ketanggapan PG akan segala keluhan yang dialami petani mitra. 7. Kejujuran dari pihak inti adalah kejujuran dari pihak PG atas pembayaran bagi hasil di akhir musim giling.
8. Komunikasi yang dibangun adalah hubungan komunikasi yang terjadi antara petani mitra dan PG. 9. Pemetaan luas areal kebun adalah penggambaran luas areal kebun milik petani mitra yang berguna untuk peminjaman bantuan biaya garap. 10. Frekuensi bimbingan teknis adalah sering/tidaknya PG atau petugas sinder memberikan bimbingan teknis kepada petani mitra. 11. Pengaturan waktu giling adalah pengaturan jumlah tebu ditebang yang dilakukan PG agar tidak terjadi antrian dalam melakukan proses penggilingan. 12. Informasi rendemen adalah rendemen yang dikeluarkan oleh pihak PG untuk petani tebu. 13. Penentuan kualitas tebu adalah pengambilan sampel tebu petani mitra oleh PG untuk diuji tingkat kemasakannya. 14. Bantuan biaya tebang angkut adalah pinjaman yang diberikan PG kepada petani mitra untuk jasa tebang dan angkut. 15. Waktu pembayaran hasil panen adalah pembayaran yang dilakukan PG atas hasil lelang gula.
V. GAMBARAN UMUM DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
5.1
Gambaran Umum Daerah Penelitian Gambaran umum daerah penelitian digunakan untuk mengetahui profil dari daerah
penelitian. Hal ini meliputi letak geografis, komoditi pertanian yang berkembang, dan sarana dan prasarana daerah penelitian.
5.1.1 Letak Geografis dan Kependudukan Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Propinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Luas Kabupaten Ngawi mencapai 1 298,58 km2 dengan luasan sawah sekitar 506,6 km2 atau 40 persen dari luas wilayah Kabupaten Ngawi. Secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 17 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 tersebut adalah kelurahan. Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7° 21’ - 7° 31’ lintang selatan dan 110° 10’ - 110° 40’ bujur timur. Topografi wilayah Kabupaten Ngawi adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Batas wilayah Kabupaten Ngawi sebelah utara adalah Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, dan Kabupaten Bojonegoro, sedangkan sebelah selatan adalah Kabupaten Madiun dan Magetan. Sebelah Timur Kabupaten Ngawi adalah Kabupaten Madiun dan pada sebelah barat adalah Kabupaten Sragen. Jumlah penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2004 sekitar 873 489 jiwa, yang terdiri dari 426 615 penduduk laki-laki dan 446 874 penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin sebesar 95. Artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 95
penduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Ngawi tahun 2004 adalah 674 jiwa/km2.
5.1.2 Pertanian di Lokasi Penelitian Sektor pertanian merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Ngawi. Dari 129 858 hektar luas wilayah Kabupaten Ngawi, 72 persen diantaranya berupa lahan sawah, hutan dan tanah perkebunan. Sektor ini menyerap sekitar 76 persen dari total tenaga kerja yang ada. Dari 5 subsektor pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan), subsektor tanaman pangan khususnya komoditas padi merupakan penyumbang terbesar terhadap total nilai produksi pertanian. Pada tahun 2000, Kabupaten Ngawi menempati urutan keempat produksi padi terbesar untuk Jawa Timur. Namun demikian, sejak tahun 2001 produksi padi terus mengalami penurunan. Pada tahun 2001 produksi mencapai 5 922,58 ton dan terus menurun hingga tahun 2003 mencapai 5 210,93 ton. Pada tahun 2004 meningkat sebesar 6 persen menjadi 5 573,37 ton (Tabel 9). Tabel 9.
Produksi Komoditas Tanaman Pangan dan Perkebunan Kabupaten Ngawi Tahun 2000-2004 (dalam kuintal)
Komoditas Tanaman Pangan a. Padi b. Jagung Tanaman Perkebunan a. Tebu b. Kelapa
Sumber : BPS (2004)
2000
2001
2002
2003
2004
Laju ratarata
5.948.084 409.656
5 922.580 558.874
5 499.470 401.074
5 210.926 436.105
5 573.375 417.707
-1,16 % 2,54 %
10.811 1.570
24.394 1.555
14.637 1.582
22.326 1.643
208.920 17.491
194,78 % 193,80 %
Selain dari tanaman pangan, tanaman perkebunan juga berkembang di Kabupaten Ngawi. Kelapa dan tebu merupakan komoditas utama dalam subsektor perkebunan Kabupaten Ngawi. Kedua komoditas tersebut mengalami peningkatan yang cukup besar di tahun 2004. Pada tahun 2003, produksi tebu hanya 22 327 kuintal, akan tetapi pada tahun 2004 meningkat 835 persen menjadi 208 920 kuintal. Demikian pula, dengan komoditas kelapa, produksinya hanya 1 643 kuintal tetapi meningkat 964 persen menjadi 17 491 kuintal di tahun 2004 (Tabel 9). Hal ini dapat terjadi karena banyak PG yang menyewa lahan sawah dari petani, setelah masa sewa habis kurang lebih 2 tahun, lahan tersebut tetap ditanami tebu. Dengan demikian, tebu keprasan masih dapat dimanfaatkan hingga kualitas produksinya per hektar semakin menurun.
5.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasaran Kabupaten Ngawi telah berkembang dengan baik. Sarana dan prasarana tersebut mencakup tempat ibadah, sarana pendidikan, dan sarana kesehatan. Jumlah tempat ibadah pada tahun 2004 terdiri dari masjid sebanyak 1 271 bangunan, mushola 3 670 bangunan, gereja 36 bangunan, pura 1 bangunan, wihara 1 bangunan. Pada sarana pendidikan terdapat 727 bangunan SD/MI, Sekolah Lanjutan Pertama 99 bangunan dan Sekolah Lanjutan Atas menjadi 50 bangunan. Sedangkan sarana kesehatan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Rumah sakit bersalin menjadi 6 unit, Puskesmas Pembantu menjadi 64 unit, tempat praktek dokter 73 tempat dan posyandu menjadi 1 139 unit.
5.2
Gambaran Umum Perusahaan Gambaran umum perusahaan digunakan untuk mengetahui profil perusahaan dan
bidang usaha dari perusahaan tersebut. Gambaran umum perusahaan meliputi sejarah singkat perusahaan, visi dan misi, struktur organisasi, bidang usaha PG XYZ, jumlah karyawan, dampak lingkungan dengan adanya PG, dan tanggung jawab sosial.
5.2.1 Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan PG XYZ sudah ada sejak zaman Belanda tahun 1888. Bentuk perusahaannya bernama VVCM (Verenigde Verstendsche Cultuur Maatchapy) yang berkedudukan di Semarang. Setelah negara Indonesia merdeka, VVCM diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan bentuk badan usahanya diganti menjadi perusahaan persero yang dikelola oleh negara. Pada tahun 1945, pengelolaan pabrik gula seluruhnya diambil alih dan dikuasai oleh bangsa Indonesia, setelah Jepang menyerah tanpa syarat terhadap sekutu. Di tahun 1963 diadakan reorganisasi dengan tujuan agar pengolahan perusahaan perkebunan lebih tepat digunakan dengan pembentukan BPU (Badan Pimpinan Umum) yang berdasarkan peraturan pemerintah No.1 Tahun 1963, tiap pabrik gula menjadi badan hukum tersendiri. Bedasarkan peraturan pemerintah No.13/1968 bahwa 38 buah PPN (Perusahaan Perkebunan Negara) digabungkan menjadi 28 buah bentuk PPN, termasuk didalamnya PNP XX PG XYZ yang berlokasi di Geneng Kabupaten Ngawi. Sejalan dengan perkembangannya, PPN beralih menjadi Perusahaan Terbatas Perkebunan (Persero) pada tanggal 1 Mei 1981. Dan pada tahun 1996, PT Perkebunan XX (Persero) yang menangani 5 PG dan PTPN XXIV-XXV (Persero) yang menangani 12 PG, telah dibubarkan dan
dibentuk PT. Perkebunan Nusantara XI (Persero) yang hingga tahun 2003 menaungi 16 PG. PG XYZ merupakan salah satu diantara 16 PG tersebut.
5.2.2 Visi dan Misi Visi PG XYZ menganut pada visi yang disusun oleh PTPN XI. Visinya adalah menjadikan PTP Nusantara XI (Persero) sebagai perusahaan perkebunan yang mampu meningkatkan kesejahteraan stake-holder secara berkesinambungan. Misi dari PTPN XI adalah menyelenggarakan usaha agribisnis utamanya berbasis tebu, melalui pemanfaatan sumber daya secara optimal dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
5.2.3 Struktur Organisasi Dalam kegiatan sehari-hari PTPN XI (Persero) PG XYZ dipimpin langsung oleh seorang administratur dan dibantu oleh empat divisi, yaitu Divisi Tanaman, Divisi Pabrikasi, Divisi Instalasi, dan Divisi Akuntansi dan Keuangan Umum. Keempat divisi tersebut masing-masing dipimpin oleh seorang kepala bagian. Divisi Tanaman menangani bidang tanaman baik pengembangan maupun penelitian termasuk tebang angkut. Dikarenakan saat ini banyak menangani masalah Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI), maka bagian ini juga membantu para petani yaitu memberi penyuluhan dan bimbingan teknis kemitraan. Pada Divisi Pabrikasi (pengolahan) bertugas dan tanggung jawab terhadap jalannya proses produksi sehingga kualitas dan kuantitas produk sesuai dengan yang diharapkan. Divisi Instalasi memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap semua peralatan perusahaan yang berguna di dalam pengolahan tebu menjadi gula. Divisi Akuntasi Keuangan dan Umum bertanggung jawab terhadap administrasi perusahaan yang dibagi
menjadi staf SDM, staf keuangan, staf administrasi. Keseluruhan dari bagan struktur organisasi PG XYZ dapat dilihat pada Lampiran 1.
5.2.4 Bidang Usaha PG XYZ PG XYZ mengolah tanaman tebu menjadi gula kristal. Pasokan bahan baku tebu didapat dari Tebu Sendiri (TS) dan Tebu Rakyat (TR). PG hanya mampu memenuhi 80 persen dari kapasitas giling, sedangkan sisanya diisi oleh tebu TR. Tebu TR didapatkan dari petani tebu yang melakukan kemitraan dengan PG XYZ, oleh karena itu petani tersebut dinamakan petani tebu rakyat. Pada tahun 2006, PG XYZ akan melakukan giling selama 170 hari dengan kapasitas giling per hari mencapai 21 000 kuintal tebu. Selama musim giling tebu yang masuk PG harus diatur sedemikian rupa sehingga setiap harinya tebu yang masuk PG tetap konstan. Apabila tebu yang masuk melebihi dari kapasitas giling, maka tebu tersebut akan menunggu lama untuk digiling sehingga tebu sudah buruk kualitasnya ketika memasuki stasiun gilingan. Sedangkan bila PG kekurangan pasokan tebu, PG akan mengalami kerugian karena menggiling tebu dibawah kapasitas gilingnya. Penyediaan bahan baku tebu ini merupakan tanggung jawab dari divisi tanaman. Setiap harinya selama musim giling, divisi tanaman melakukan pertemuan untuk melakukan koordinasi pengaturan pasokan tebu. Faktor hujan dan kerusakan mesin PG dapat merubah rencana pasokan tebu sewaktu-waktu. Ketika hujan turun, tebu akan membutuhkan biaya besar untuk penebangan sehingga diatasi dengan mengalihkan pada kebun tebu yang lain. Mesin gilingan tidak pernah berhenti selama musim giling sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami kerusakan. Ketika mesin PG rusak, rencana tebu yang akan ditebang harus dibatalkan hingga mesin PG diperbaiki.
5.2.5 Jumlah Karyawan Jumlah karyawan PG XYZ hingga tahun 2003 telah menggunakan tenaga kerja sebanyak 1 098 karyawan (Tabel 10). Tiap tahunnya dapat berubah tergantung dari jumlah karyawan yang pensiun tiap tahunnya.
Tabel 10. Jumlah Karyawan PG XYZ Tahun 1998-2003 Golongan Karyawan Karyawan Tetap 1.Golongan III-IV 2.Golongan I-II Karyawan Kampanye 1.Golongan I-II Karyawan KKWT Jumlah
1998
1999
Tahun 2000
2001
2002
2003
44 424
34 426
38 409
42 421
35 411
36 379
641 212 1321
613 211 1284
590 210 1247
565 176 1204
536 175 1157
535 148 1098
Selain dari karyawan tetap terdapat pula karyawan kampanye dan Karyawan Kontrak Waktu Tertentu (KKWT). Karyawan kampanye adalah pekerja harian seperti mandor yang kemudian diangkat oleh PG. Sedangkan karyawan tetap diangkat oleh kantor direksi. Karyawan Kontrak Waktu Tertentu (KKWT) adalah sejumlah karyawan yang dikontrak oleh PG, baik selama musim giling maupun di luar giling. Selain karyawan pada Tabel 10, PG XYZ masih memiliki karyawan yang hanya dibutuhkan pada musim giling saja, biasanya karyawan tersebut bekerja sebagai buruh yang bekerja dengan sistem piket (shift). Dengan adanya PG XYZ di lingkungan masyarakat, maka banyak pula masyarakat yang menggantungkan ekonominya pada PG XYZ.
5.2.6 Dampak Lingkungan dengan Adanya PG Suatu pabrik yang berdiri di lingkungan tertentu, akan membawa dampak positif maupun dampak negatif terhadap lingkungan daerah tersebut. Pada PTPN XI (Persero) PG XYZ juga mempunyai pengaruh terhadap lingkungan sekitar. PG XYZ yang berada di Desa Geneng Kabupaten Ngawi akan menyerap banyak tenaga kerja baik sebagai karyawan maupun buruh. PG XYZ sangat membutuhkan bantuan tenaga kerja harian terutama pada saat musim giling tiba. Selain itu, banyaknya tenaga kerja yang bekerja mendorong pula masyarakat sekitar untuk mendirikan kios makan atau rumah makan di sekitar lokasi pabrik. Dengan demikian, hal tersebut sangat membantu masyarakat di sekitar pabrik untuk meningkatkan penghasilannya. Adanya PG XYZ tidak hanya menimbulkan dampak positif akan tetapi menimbulkan pula dampak negatif. Kegaduhan yang timbul oleh proses pengolahan tebu, masalah limbah air pendingin bekas dan lain sebagainya merupakan salah satu contoh dari dampak negatif. Namun demikian, limbah tersebut tidak membahayakan lingkungan sekitar pabrik karena pabrik selalu berusaha untuk dapat mengatasi masalah-masalah tersebut dengan beberapa solusi seperti mengalirkan air bekas pendingin ke saluran khusus dan setelah dinetralisir kemudian baru di buang ke saluran bebas. Hanya masalah debu yang ditimbulkan dari cerobong asap ketel uap yang belum dapat teratasi dengan baik.
5.2.7 Tanggung Jawab Sosial PG Adanya PG XYZ di tengah lingkungan masyarakat menimbulkan dampak negatif pada masyarakat sekitar. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut dan memperbaiki citra PG dalam pandangan masyarakat, perlu adanya tanggung jawab sosial yang
dilakukan PG. Banyak kegiatan dan aktivitas yang dilakukan PG XYZ untuk memperbaiki citra tersebut. Dalam bidang kesehatan, PG memberikan pengobatan gratis kepada masyarakat sekitar yang terjangkit infeksi saluran pernapasan, akibat dari polusi yang ditimbulkan asap pabrik. Dengan membawa surat pengantar dari pihak kelurahan, PG akan meneruskan kepada rumah sakit yang bermitra dengan PG XYZ. Selain itu, PG dalam setahun sekali mengadakan sunatan massal dengan mengundang 100 anak dari berbagai daerah di sekitar lokasi pabrik. Peserta sunatan massal mendapatkan uang saku, paket dan konsultasi pasca sunatan. Pada tahun 2006, sunatan massal akan dilaksanakan tanggal 19 Agustus 2006. Dalam bidang sosial, PG XYZ menyelenggarakan Program Kemitraan dan Bakti Lingkungan (PKBL). Program ini memberikan bantuan pinjaman modal kepada masyarakat sekitar dalam menjalankan usahanya. Kelebihan dari program ini adalah bantuan pinjaman modal diberikan dengan bunga nol persen. Dengan demikian, PG XYZ berperan dalam memajukan dan meningkatkan pendapatan daerah sekitarnya.
5.3
Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini berjumlah 33 orang. Responden dikelompokkan
menjadi tiga bagian, yaitu responden skala kecil, responden skala menengah, dan responden skala besar. Pengelompokkan ini berdasarkan luas lahan serta pelayanan kredit yang diberikan kepada petani. Karakteristik responden yang dianalisis meliputi usia, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman bermitra dengan PG XYZ, lama dalam berusahatani tebu, dan alasan dalam menanam tebu.
5.3.1 Responden Skala Kecil Responden skala kecil terdiri dari kelompok usia 29 – 60 tahun dengan proporsi terbesar berada pada kisaran 30 – 39 tahun sebesar 38,46 persen. Selain itu, kisaran 50 – 59 tahun menjadi urutan kedua dengan 23,08 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa responden skala kecil lebih banyak petani yang berusia muda. Tingkat pendidikan responden skala kecil memiliki proporsi yang seimbang untuk tingkat SD, SMP, SMA dengan masing-masing sebesar 30,77 persen. Selain itu, terdapat pula tingkat sarjana sebesar 7,69 persen. Luas lahan rata-rata yang dimiliki responden skala kecil adalah 7,2 hektar. Luas lahan responden skala kecil lebih banyak berada pada kisaran 6-10 hektar (69,23 persen). Lahan yang digunakan rata-rata bukan milik sendiri, melainkan milik orang lain dengan sistem sewa. Lahan tebu yang sudah disewa PG selama dua tahun, seringkali disewa oleh responden untuk diambil tebu keprasannya. Dengan demikian, PG yang melakukan investasi di tahun pertama dengan membuka lahan dan dimanfaatkan dua tahun oleh PG, kemudian di tahun ketiga tersebut disewa oleh responden untuk diambil keprasannya. Responden skala kecil termasuk baru dalam bermitra dengan PG XYZ. Lama bermitra dengan kisaran 3 – 7 tahun mencapai 53,84 persen, sedangkan dibawah dua tahun mencapai 38,46 persen. Hal ini berkaitan pula dengan pengalaman usahatani tebu responden skala kecil. Responden skala kecil dapat digolongkan masih memiliki sedikit pengalaman dalam berusahatani tebu. Berbeda dengan responden skala menengah dan besar, terdapat 53,84 persen responden skala kecil memiliki pengalaman menanam tebu dibawah lima tahun.
Penanganan dan budidaya tebu yang mudah merupakan alasan utama responden skala kecil dalam berusahatani tebu. Alasan ini diungkapkan oleh
46,15 persen
responden skala kecil. Alasan lainnya adalah adalah lebih menguntungkan dan pekerjaan utama yang diakui oleh responden skala kecil masing-masing sebesar 23,08 persen dan 15,38 persen.
5.3.2 Responden Skala Menengah Usia responden skala menengah lebih banyak pada kisaran 40 – 49 tahun dengan persentase sebesar 55,55 persen, sedangkan kisaran 30 – 39 tahun dan 50-59 tahun memiliki proporsi yang seimbang sebesar 22,22 persen. Pada tingkat pendidikan, responden skala menengah lebih baik dibanding responden skala kecil. Tingkat pendidikan responden skala menengah sebagian besar adalah SMA (66,66 persen), walaupun ada pula yang berpendidikan SD (22,22 persen) dan SMP (11,11 persen). Responden skala menengah lebih lama bermitra dengan PG XYZ dibanding responden skala kecil. Hal ini didukung dengan 77,77 persen responden skala menengah telah menjalin kemitraan pada kisaran 3 – 7 tahun. Pada responden skala menengah, luas lahan rata-rata yang dimiliki sebesar 13,44 hektar dengan luas berada pada kisaran 11-15 hektar sebesar 77,28 persen dari total jumlah responden skala menengah. Status lahan ini pun sama dengan responden skala kecil, yaitu sistem sewa. Pengalaman berusahatani tebu responden skala menengah lebih banyak pada kisaran diatas 18 tahun (44,44 persen). Dengan demikian, responden skala menengah
lebih berpengalaman dalam berusahatani tebu dibanding responden skala kecil yang hanya didominasi pada kisaran dibawah lima tahun. Alasan berusahatani tebu responden skala menengah adalah lebih menguntungkan dan pekerjaan utama. Masing-masing alasan tersebut diakui responden skala menengah dengan proporsi yang seimbang sebesar 30,76 persen.
5.3.3 Responden Skala Besar Responden skala besar terdiri dari responden dengan usia terbanyak antara 50 – 59 tahun (54,54 persen). Hal ini berbeda dengan responden skala kecil dan menengah. Responden skala kecil memiliki usia terbanyak 30 – 39 tahun, sedangkan responden skala menengah 40 – 49 tahun. Tingkat pendidikan responden skala besar didominasi pada tingkat SMA sebesar 54,54 persen. Adapula tingkat sarjana dengan 18,18 persen dan tingkat SD sebesar 27,27 persen. Secara keseluruhan responden skala besar memiliki luas lahan diatas 31 hektar dengan rata-rata luas lahan sebesar 90,48 hektar. Sebagian besar dari luas lahan ini adalah sistem sewa, sedangkan milik sendiri rata-rata dibawah 10 hektar. Responden skala besar telah lama bermitra dengan PG XYZ. Lama bermitra terbanyak berada pada kisaran 8 – 12 tahun (45,45 persen), berbeda dengan responden skala kecil dan menengah yang baru bermitra dengan PG XYZ sejak tiga hingga tujuh tahun yang lalu. PG XYZ sangat menjaga hubungan dengan responden skala besar sehingga responden skala besar memiliki pengaruh yang besar terhadap kemitraan antara PG dengan petani tebu.
Jika ditinjau dari lama berusahatani tebu, 36,36 persen responden telah menanam tebu diatas 18 tahun, 27,27 persen responden telah menanam tebu pada kisaran 6 – 9 tahun dan 18,18 persen masing-masing dengan kisaran 10 – 13 tahun dan 14 – 17 tahun. Alasan terbanyak responden skala besar dalam berusahatani tebu adalah lebih menguntungkan dibanding komoditas padi (63,63). Hal ini diduga bahwa responden skala besar telah lama dalam berusahatani tebu sehingga responden skala besar lebih mengetahui perhitungan usahatani tebu. Dari pengamatan di lapangan, tampak bahwa responden skala besar memiliki status ekonomi yang tinggi dibanding responden skala kecil dan menengah. Hal ini dapat terlihat dari tempat tinggal, luas lahan, serta kendaraan yang dimiliki petani, bahkan responden skala besar biasanya memiliki truk sendiri untuk pengangkutan tebu ke PG. Selain dari berusahatani tebu, responden skala besar memiliki usaha sampingan seperti pedagang atau menyewakan jasa angkutan. Hasil dari usahatani tebu dijadikan modal dalam menjalani usaha sampingan.
Tabel 11. Karakteristik Umum Responden Menurut Skala Usaha Karakteristik Responden
Skala Kecil
Skala Menengah
Skala Besar
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Usia ≤ 29 tahun 30 - 39 tahun 40 - 49 tahun 50 - 59 tahun ≥ 60 tahun
1 5 2 3 2
7.69 38,46 15,38 23,08 15,38
0 2 5 2 0
0,00 22,22 55,55 22,22 0,00
0 1 4 6 0
0,00 9,09 36,36 54,54 0,00
Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Sarjana
4 4 4 1
30,77 30,77 30,77 7,69
2 1 6 0
22,22 11,11 66,66 0,00
3 0 6 2
27,27 0,00 54,54 18,18
4 9 0 0 0 0 0
30,77 69,23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0 0 7 2 0 0 0
0,00 0,00 77,78 22,22 0,00 0,00 0,00
0 0 0 0 0 0 11
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,00 90,48
Status lahan : sewa ≤ 5 hektar 6-10 hektar 11-15 hektar 16-20 hektar 21-25 hektar 25-30 hektar ≥ 31 hektar Rata-rata (ha)
7,20
13,44
Pengalaman Bermitra dengan PG XYZ ≤ 2 tahun 3 - 7 tahun 8 - 12 tahun 13 - 17 tahun ≥ 18 tahun
5 7 1 0 0
38,46 53,84 7,69 0,00 0,00
0 7 1 1 0
0,00 77,77 11,11 11,11 0,00
0 2 5 3 1
0,00 18,18 45,45 27,27 9,09
Lama Berusahatani Tebu ≤ 5 tahun 6 - 9 tahun 10 - 13 tahun 14 - 17 tahun ≥ 18 tahun
7 0 1 1 4
53,84 0,00 7,69 7,69 30,77
2 0 1 2 4
22,22 0,00 11,11 22,22 44,44
0 3 2 2 4
0,00 27,27 18,18 18,18 36,36
Alasan dalam Berusahatani Tebu Lebih menguntungkan dibanding padi Mudah dalam penanganannya Pekerjaan utama Usaha turun temurun Cocok ditanam di daerah penelitian
3 6 2 1 1
23,08 46,15 15,38 7,69 7,69
4 0 4 1 0
30,76 0,00 30,76 7,69 0,00
7 1 0 0 3
63,63 9,09 0,00 0,00 27,27
5.4
Keragaan Usahatani Tebu Petani Mitra PG XYZ Sebagian besar responden skala kecil menyatakan bahwa berusahatani tebu tidak
membutuhkan penanganan yang rumit. Meskipun hanya dipanen satu tahun sekali, akan tetapi bisnis tebu memiliki untung yang cukup besar dan tingkat resiko yang kecil. Tanaman tebu (saccharum offiicinarum) merupakan tanaman tahunan sehingga hanya dipanen satu tahun sekali. Untuk tanaman tebu tahun pertama dinamakan plant cane, sedangkan tanaman tahun berikutnya dinamakan keprasan atau ratoon. Tanaman tebu memiliki umur empat tahun sehingga setiap empat tahun sekali harus dilakukan bongkar ratoon. Apabila umur tebu melebihi empat tahun, maka produksi per hektar akan semakin menurun. Untuk mempertahankan tingkat produksi yang tinggi perlu dilakukan program bongkar ratoon. Gerakan bongkar ratoon dilatarbelakangi oleh turunnya produksi gula nasional serta program akselerasi dari pemerintah dalam menunjang program swasembada gula pada tahun 2008. Namun demikian, bongkar ratoon membutuhkan modal yang besar. Kegiatan bongkar ratoon meliputi pembukaan dan pengolahan tanah, penanaman serta sarana bibit. Kegiatan ini tidak dilakukan untuk tebu ratoon. Pemerintah turut membantu modal petani dengan menyediakan pinjaman dana dengan suku bunga nol persen.
5.4.1 Pembukaan Lahan Untuk menanam tebu diawali dengan membuka lahan serta menentukan tingkat kemiringan lahan. Hal ini berguna untuk menciptakan pola tanam serta saluran air.
Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1000 m2. Parit membujur, melintang dengan lebar 50 cm dan dalam 50 cm. Selanjutnya dibuat parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan. Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak antar lubang tanam sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk di atas larikan diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah guludan ini dipindahkan lagi ke tempat semula. Bibit yang ditanam dapat berupa bibit pucuk, bibit batang muda, bibit rayungan, dan bibit siwilan. Bibit pucuk diambil dari bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah ruas yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Biaya bibit ini lebih murah, mudah diangkut, dan pertumbuhannya tidak membutuhkan banyak air. Bibit batang muda atau bibit mentah berasal dari tanaman yang berumur 5-7 bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan tiga stek. Dalam satu hektar tanaman kebun bibit muda dapat digunakan untuk keperluan 10 hektar. Bibit rayungan diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh tunasnya tetapi akarnya belum keluar, sedangkan bibit siwilan diambil dari tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Bibit unggul yang digunakan PG XYZ adalah PS-86, PS-85, PS-92, dan BL-86.
5.4.2 Teknik Penanaman Pada umumnya, tebu ditanam pada pola monokultur pada bulan Juni-Agustus atau pada akhir musim hujan. Penanaman tebu dapat dibagi dua cara, yaitu dalam aluran dan pada lubang tanam. Pada cara aluran, bibit diletakkan sepanjang aluran dan ditutup tanah setebal 2-3 cm kemudian disiram. Cara ini banyak dilakukan padap lahan reynoso. Cara
kedua, bibit diletakkan melintang sepanjang solokan penanaman dengan jarak 30-40 cm dan bibit tebu diletakkan dengan cara direbahkan. Setelah bibit ditanam, pekerjaan berikunya adalah pemupukan. Pupuk yang diberikan adalah ZA dengan dosis 8 kuintal per hektar, SP-36 2 kuintal per hektar, dan KCl 2 kuintal per hektar. Untuk satu minggu setelah tanam (pupuk I) diberikan 4 kuintal per hektar pupuk ZA dan 2 kuintal per hektar pupuk SP-36. sebulan kemudian (pupuk II) diberikan 4 kuintal per hektar ZA dan 2 kuintal per hektar pupuk KCl. Penyiangan terhadap gulma juga dilakukan tergantung dari pertumbuhan gulma. Setelah empat bulan, daun-daun kering harus dilepaskan sehingga ruas-ruas tebu bersih dari daun kering dan menghindari kebakaran. Pekerjaan ini biasa disebut klentek atau perempalan. Bersamaan dengan pelepasan daun kering, anakan tebu yang tidak tumbuh dengan baik dibuang. Perempalan berikutnya dilakukan setelah tebu berumur 6-7 bulan. Tanaman tebu membutuhkan air pada saat masa pertumbuhan vegetatif dan waktu tanam. Hal ini dapat dilakukan dengan membendung got-got sehingga air mengalir ke lubang tanam dan air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman.
5.4.3 Panen Setelah tebu memenuhi timgkat kemasakan, maka akan dilakukan pengolahan panen. Umur panen tebu bergantung dari varietas tebu. Varietas genjah masak optimal pada kisaran kurang dari 12 bulan, varietas sedang masak optimal pada 12-14 bulan, sedangkan varietas dalam masak optimal pada kisaran diatas 14 bulan. PG XYZ melakukan puncak giling pada bulan Agustus pada saat rendemen maksimal dicapai.
Cara memanen tebu masih menggunakan alat tradisional dan jasa tenaga buruh tani dengan bantuan cangkul dan arit. Langkah awal tanah di sekitar rumpun tebu dicangkul sedalam 20 cm. Pangkal tebu dipotong dengan arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan tiga ruas dari pangkal batang dan pucuknya dibuang. Batang tebu diikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) dengan menggunakan daun tebu sebagai talinya. Tebu tanaman pertama yang sudah ditebang akan dilakukan pengeprasan untuk tanaman kedua pada tahun berikutnya. Untuk menyelesaikan pekerjaan pengeprasan diperlukan 10-14 orang per hektar. Biaya tebang akan meningkat, bilamana musim hujan tiba. Hal ini dikarenakan truk pengangkut tebu tidak dapat memasuki lahan petani tebu sehingga buruh tebang harus berjalan jauh dari lahan milik petani ke truk pengangkut tebu.
5.4.4 Pasca Panen Tebu yang sudah ditebang dan diikat akan segera dimasukkan ke dalam PG untuk digiling. Biaya angkut tergantung dari jarak kebun petani tebu terhadap PG. Syarat batang tebu yang baik agar memiliki rendemen yang baik adalah tidak mengandung pucuk tebu, bersih dari kotoran seperti tanah atau daun kering, dan berumur maksimun 36 jam setelah tebang. Dengan demikian, tebu yang digiling harus memenuhi syarat manis, bersih, dan segar untuk mendapatkan rendemen yang optimal. Tebu yang tidak memenuhi standar tingkat kemasakan, akan ditolak oleh PG. Hal ini perlu pula tingkat pengambilan sampel yang cermat dan teliti sehingga tebu yang diambil dapat mewakili keseluruhan tebu yang diangkut. Tingkat kemasakan juga
mempengaruhi rendemen. Tingkat kemasakan merupakan salah satu komponen awal dari menghitung rendemen sementara.
VI. EVALUASI PELAKSANAAN KEMITRAAN
6.1
Pelaksanaan Kemitraan di PG XYZ Kemitraan antara petani tebu dengan pabrik gula bermula sejak pihak pabrik gula
kekurangan pasokan bahan baku tebu dan menggiling tebu di bawah kapasitas giling, sedangkan petani tidak memiliki jaminan pasar dan butuh pengolahan lebih lanjut agar tebu lebih bernilai. Dengan demikian, terdapat hubungan saling membutuhkan antara pabrik gula dan petani tebu rakyat. PG semakin intensif menjalankan kemitraan dengan petani tebu rakyat sejak pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1975 sebagai salah satu kebijaksanaan baru dalam bidang industri gula. Inpres tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan sinergi dan peran tebu rakyat, perusahaan perkebunan, dan koperasi dalam pengembangan industri gula. Kemitraan tersebut terus berlanjut meskipun Inpres tersebut telah dicabut dan digantikan Inpres Nomor 5 Tahun 1997 dan Inpres Nomor 5 Tahun 1998 yang dilandasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 dimana petani diberi kebebasan memilih komoditi yang akan diusahakannya. Bentuk kemitraan yang diterapkan PG XYZ dengan petani tebu rakyat yaitu pola kemitraan Inti Plasma, dimana PG XYZ bertindak sebagai inti dan petani tebu rakyat sebagai plasma. PG XYZ sebagai pihak inti berperan dalam memberikan bantuan kepada pihak plasma. Bantuan yang diberikan berupa peminjaman traktor, pengadaan bibit, bantuan biaya garap, bantuan biaya tebang angkut serta pengadaan pupuk. Petani berkewajiban untuk menggilingkan hasil panennya kepada PG XYZ. Akan tetapi kemitraan tidak berjalan dengan sesuai yang diharapkan. Banyak petani menggilingkan tebunya pada pabrik gula lain bukan pemberi bantuan kredit
dengan alasan mencari rendemen yang lebih tinggi. Petani hanya menggilingkan tebu ke PG XYZ hingga bantuan kredit terlunasi. Posisi petani diuntungkan karena di wilayah Ngawi, Magetan, dan Madiun jarak antar pabrik gula sangat mudah dijangkau oleh petani. Total PG di ketiga wilayah tersebut sebanyak lima PG. Seluruh PG tersebut merupakan naungan di bawah PTPN XI ditambah satu PG dari PT Rajawali. Dengan demikian, total PG keseluruhan berjumlah enam PG.
6.1.1 Kontrak Perjanjian Kemitraan PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat PG XYZ dengan petani tebu rakyat melakukan kontrak perjanjian di awal musim tanam. Petani mengajukan secara lisan terlebih dahulu, sebelum pengajuan kontrak sebenarnya. Perjanjian kontrak ini berguna untuk pengajuan biaya garap dan agunan petani terhadap kredit pengajuan biaya tersebut. Di dalam kontrak perjanjian terkandung aspek-aspek perjanjian berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra, luas areal petani tebu rakyat, lokasi daerah penanaman, kategori tanaman tebu, kewajiban pihak plasma dalam melunasi pinjaman kredit, besarnya biaya-biaya kredit produksi petani yang disetujui oleh pihak inti, dan barang jaminan dalam pengajuan kredit. Petani yang memiliki luas lahan yang kecil dapat membangun sebuah kelompok tani yang terdiri dari beberapa anggota. Nama anggota petani kecil yang mengajukan kredit tersebut dicantumkan pula dalam kontrak perjanjian, akan tetapi diatasnamakan oleh ketua kelompok tani. Kerjasama pengajuan kredit ini digunakan dalam rangka Kredit Ketahanan Pangan Tebu Rakyat (KKP-TR). Bantuan kredit ini diberikan melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan sebagai avalis adalah pihak pertama. Avalis adalah penanggung jawab segala
resiko kegagalan pengembalian dana pinjaman kredit. Bila petani gagal dalam mengembalikan
dana
pinjaman,
maka
pihak
PG
yang
akan
diminta
pertanggungjawabannya. Di dalam kontrak perjanjian juga disepakati jalan yang akan diambil jika timbul perselisihan diantara kedua belah pihak. Jika terdapat permasalahan selama kemitraan maka akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Apabila dengan jalan tersebut tidak dapat diselesaikan, maka masalah tersebut diselesaikan dengan menggunakan jalur hukum. Contoh perjanjian kemitraan dapat dilihat pada Lampiran 2. Selain dari perjanjian kemitraan pada awal musim tanam, terdapat pula kesepakatan bersama mengenai giling yang akan dilakukan. Di dalam kesepakatan bersama ini terkandung aspek-aspek kesepakatan bersama berupa identitas kedua belah pihak yang bermitra, kualitas tebu yang layak digiling, Sistem Bagi Hasil (SBH), bagi hasil mengenai dana talangan, lelang yang dilakukan bersama kantor direksi, harga tetes dan biaya yang dikeluarkan untuk tetes, serta biaya karung atau kemasan gula. Di akhir kesepakatan terdapat pula, klausul mengenai kesanggupan pihak petani untuk melunasi kewajiban yang dipotongkan dari hasil lelang gula secara bertahap. Bagi hasil terhadap gula yang dihasilkan tebu rakyat mengacu pada kesepakatan ini, yaitu apabila rendemen tebu rakyat sampai dengan 6 persen, maka petani akan mendapatkan 66 persen hasil, sedangkan PG mendapat 34 persen. Apabila rendemen tebu rakyat di atas 6 persen, maka bagi hasil awal (rendemen 6 persen) ditambah selisih di atas 6 persen dengan perhitungan bagi hasil 70 persen untuk petani dan 30 persen PG. Kesepakatan bersama ini disusun secara bersama anatara PG dengan APTR sebagai wakil dari seluruh petani. Kesepakatan bersama ini diajukan mendekati musim giling tiba.
6.1.2 Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) APTR merupakan perkumpulan petani tebu rakyat. Ketua APTR dipilih secara langsung oleh petani tebu berdasarkan musyawarah dan mufakat. Setiap PG memiliki satu APTR. Segala keluhan petani disampaikan melalui APTR, kemudian keluhan tersebut disampaikan pada PG. Dengan adanya APTR ini, bargaining position dari petani menjadi lebih tinggi, baik terhadap PG maupun para investor yang akan membeli gula. APTR memiliki fungsi politis dalam bernegosiasi mengenai kepentingan petani tebu rakyat terhadap PG maupun direksi. Dengan demikian, ketua dan pengurus APTR mewakili petani di suatu wilayah PG tertentu dalam menyampaikan kepentingan petani terhadap PG. Pengurus APTR pula yang melakukan lelang hasil gula petani di suatu PG tertentu untuk mendapatkan harga gula terbaik di kantor direksi. Agar memudahkan penyampaian segala kebutuhan petani seperti biaya garap, pupuk, dan bibit, APTR mendirikan suatu koperasi. Dengan demikian, anggota APTR merupakan anggota koperasi tersebut pula. Koperasi ini membantu petani dalam pengadaan sarana produksi dan bantuan kredit bongkar ratoon.
6.1.3 Pinjaman Sarana Produksi kepada Petani Mitra PG XYZ sebagai pihak inti di dalam kemitraan tebu rakyat memberikan bantuan pinjaman sarana produksi. Pinjaman bantuan sarana produksi yang diberikan berupa bibit, pupuk dan peminjaman traktor Pupuk yang diberikan dapat berupa wujud pupuk atau dikuantitatifkan dalam bentuk uang, sesuai dengan permintaan pihak petani. Kelangkaan pupuk pada tahun ini mengakibatkan petani lebih memilih bantuan dalam wujud pupuk. Hal ini mengakibatkan pihak PG membagi secara proporsional sesuai dengan luas kebun petani. Namun
demikian, jumlah pupuk yang diberikan tidak dapat mencukupi kebutuhan para petani sehingga petani harus mencari sendiri kekurangan pupuk tersebut. Kebutuhan pupuk per hektar bila dikuantitatifkan
dalam uang,
akan
menghabiskan biaya sebesar Rp.3.000.000,-. Kebutuhan biaya garap menghabiskan dana sebesar Rp.2.000.000,- untuk tanaman keprasan (Ratoon) dan Rp.3.000.000,- untuk tanaman baru (Plant Cane). Traktor dipinjamkan kepada petani yang berkeinginan untuk membuka lahan pada tanaman awal. Traktor yang disediakan PG pun jumlahnya terbatas sehingga petani harus menunggu giliran untuk mendapatkan pinjaman traktor tersebut. Bibit yang diberikan PG termasuk kualitas yang unggul, seperti PS 851, PS 861, R 579 dan lain-lain. Akan tetapi jumlah bibit tersebut tersebut terbatas untuk masingmasing varietas. Kualitas bibit mempengaruhi tingkat kemasakan tebu. Apabila dalam luasan lahan bibitnya berbeda, tingkat kecepatan kemasakan tebu pun akan berbeda. Hal ini dapat merugikan petani dalam hal menentukan kematangan tebu. Ketiga pinjaman sarana produksi tersebut sudah diatur dalam pengajuan kontrak di awal musim tanam. Dari masing-masing pinjaman sarana produksi tersebut akan dinilai dalam bentuk satuan Rupiah. Hal ini berguna untuk kemudahan dalam pembayaran kredit petani terhadap PG yang dipotong melalui hasil lelang gula yang dilakukan oleh APTR. Hasil lelang gula dibayarkan kepada petani setiap seminggu sekali. Pembayaran kredit atau pemotongan hasil lelang gula dapat dilakukan beberapa kali, sesuai dengan kesepakatan antara PG dengan pihak petani.
6.1.4 Pinjaman Biaya Bantuan Tebang Angkut PG XYZ memberikan fasilitas kepada petani untuk proses kelancaran penggilingan pasokan tebu. Fasilitas tersebut adalah bantuan biaya tebang angkut. Petani yang kesulitan dalam dana untuk penebangan dan angkutan dapat menggunakan fasilitas ini. Bantuan ini sangat membantu petani karena pada awal musim giling belum ada lelang gula sehingga petani pun belum mendapatkan penghasilan. Dengan bantuan tersebut, arus perputaran uang petani menjadi lebih lancar. Bantuan tebang angkut dibagi menjadi dua, yaitu berupa dana tunai dan jasa tebang angkut. Bantuan dana tunai merupakan dana dari PG yang dipinjamkan kepada petani untuk pembayaran tebang angkut yang dilakukan oleh petani sendiri. Tidak semua PG di bawah naungan PTPN XI memberikan bantuan tebang angkut dalam bentuk dana tunai. Hal ini didasarkan pada keputusan manajemen masing-masing PG. Jasa tebang angkut merupakan salah satu pelayanan yang diberikan PG kepada petani. Pihak PG menyediakan truk dan tenaga tebang sesuai dengan kesepakatan antara PG dengan petani. Hal ini membantu petani yang kesulitan dalam menyewa truk dan mencari tenaga tebang terutama petani yang memiliki luas lahan yang luas. Berbeda dengan bantuan dana tunai yang diberikan pada periode awal musim giling, jasa tebang angkut disediakan PG selama musim giling berjalan. Proses pengajuan bantuan tebang angkut relatif mudah. Pihak PG akan memperkirakan biaya tebang angkut untuk masing-masing wilayah kebun petani yang mengajukan fasilitas tersebut. Setelah mencapai kesepakatan antara petugas PG dengan petani mengenai jumlah tebang angkut, maka penebangan tebu dapat dilakukan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan sebesar
Rp.2.500/kuintal untuk jasa tebang, sedangkan untuk biaya angkutan ditentukan berdasarkan lokasi kebun terhadap PG. Semakin jauh jarak kebun terhadap PG, maka semakin mahal pula biaya angkutan yang harus dikeluarkan. Sistem pembayarannya dilakukan dengan cara memotong uang hasil lelang gula yang dapat dilakukan beberapa kali pemotongan (angsuran).
6.1.5 Pelelangan Gula Tebu yang sudah digiling di PG akan menghasilkan gula kristal. Gula ini akan dibawa ke gudang kantor direksi di Surabaya untuk dilelang. Kantor direksi menyediakan tempat untuk pelelangan gula serta mengundang para investor yang ingin membeli gula. Lelang pertama pada musim giling 2006 dilakukan pada tanggal 29 Mei 2006 dihadiri kurang lebih 43 investor. Untuk mendapatkan undangan sebagai investor, diharuskan menyetorkan uang sebesar Rp. 100 juta pada rekening direksi sebagai deposit. Uang tersebut akan dikembalikan, apabila investor tersebut tidak menjadi penawar tertinggi dalam suatu pelelangan gula. Frekuensi pelelangan gula sangat bergantung dari stok gula yang ada di gudang PTPN XI. Perencanaan lelang berikutnya akan dilaksanakan pada tanggal 20 Juni 2006. Awal sebelum lelang dimulai, perwakilan dari masing-masing APTR melakukan pertemuan untuk menentukan Harga Penawaran Sementara (HPS). HPS ini digunakan untuk pembukaan harga gula awal saat proses lelang terhadap investor. Dalam satu hari lelang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap awal digunakan untuk mencari tiga investor yang memberikan penawaran tertinggi kemudian dilakukan proses lelang dilakukan kembali untuk mendapatkan satu investor dengan penawaran tertinggi. Lelang yang telah dilaksanakan dapat batal, apabila di awal pembukaan lelang gula tidak ada investor yang
menawar lebih tinggi dari HPS yang telah ditentukan oleh APTR. Harga gula dengan penawaran tertinggi pada tanggal 29 Mei 2006 sebesar Rp 5.454/kg.
6.1.6 Pembayaran Hasil Lelang Gula (Pembayaran DO) Setelah harga lelang tercapai, investor dengan penawaran tertinggi mentransfer sejumlah uang tersebut pada rekening direksi untuk diteruskan ke masing-masing PG. PG akan membayarkan kepada petani sesuai dengan jumlah tebu yang digiling tiap minggunya. Pembayaran hasil lelang gula (Pembayaran DO) ini dilakukan rutin seminggu sekali selama musim giling. Petani akan mendapatkan pendapatan bersih setelah pembayaran DO tersebut dipotong pinjaman yang dilakukan petani di awal musim tanam. Pemotongan tersebut dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesepakatan. Pembayaran DO dilakukan rutin seminggu sekali selama musim giling, meskipun pelelangan gula tidak dilaksanakan secara rutin. Hal ini dapat dilakukan karena petani mendapat dana talangan dari pihak investor yang selalu menjamin ketersediaan dana. Dana talangan ini sangat berguna bagi petani untuk perputaran uang dalam mengolah lahan musim giling berikutnya. Harga dasar gula yang digunakan untuk pembayaran DO sebesar Rp 4.800,-. Ketika harga lelang gula melebihi harga dasar tersebut, maka akan dilakukan bagi hasil 60 persen untuk petani dan 40 persen untuk investor. Akan tetapi bila harga gula dibawah harga dasar gula, petani akan tetap mendapatkan harga gula sebesar Rp 4.800,- dan investor tidak mendapatkan keuntungan. Bagi hasil dengan investor akan dibagikan setelah musim giling berakhir.
6.1.7 Pelayanan Lapangan oleh Sinder Kebun PG XYZ PG XYZ memiliki empat sinder kebun yang menangani masalah tebu rakyat. Keempat sinder tersebut memiliki wilayah kerja masing-masing. Hal ini dikarenakan kebun yang dimiliki petani menyebar di seluruh Kabupaten Ngawi. Sinder ini memiliki tanggung jawab untuk membantu petani dan menjadi penghubung antara PG XYZ dengan petani tebu rakyat. Segala keluhan dan permintaan dari petani disampaikan melalui sinder tersebut, kemudian sinder tersebut menyampaikan pada pihak PG. Saat awal musim tanam, petani yang ingin mendapatkan bantuan biaya garap dan segala bantuan lainnya terlebih dahulu mendaftar pada sinder tersebut. Sinder ini akan menilai dan menentukan jumlah bantuan modal yang tepat untuk petani sesuai dengan luas lahan yang didaftarkan petani. Demikian pula untuk permintaan pupuk dan peminjaman traktor, petani terlebih dahulu mendaftarkan pada sinder tersebut. Lain halnya saat musim giling tiba, sinder tersebut memeriksa tingkat kemasakan tebu (nge-brix) di seluruh wilayah kebun tanggung jawabnya. Hal ini berguna untuk menentukan kebun yang akan ditebang terlebih dahulu sehingga seluruh kebun memiliki jadwal tebang yang telah ditentukan. Penjadwalan ini sangat berguna mengingat kapasitas giling pabrik yang terbatas. Selain itu, bila kemasakan tebu kurang dari standar yang diterapkan, maka tebu tersebut akan ditolak oleh pihak PG. Untuk penyuluhan teknis budidaya sudah tidak intensif dilakukan. Hal ini dikarenakan petani sudah familiar dengan budidaya tebu. Akan tetapi bila ada permasalahan dalam budidaya, petani langsung menanyakan pada sinder tersebut.
6.1.8 Kendala-Kendala dalam Kemitraan Program kemitraan tidak selalu berjalan sesuai harapan karena banyak ditemui kendala-kendala di lapangan. PG XYZ memberikan bantuan pinjaman modal, bibit dan pupuk sesuai dengan luas areal yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya, petani mitra diharapkan menggilingkan hasil tebunya pada PG XYZ. Fakta yang terjadi di lapangan, petani menggilingkan tebunya hanya sebagian saja untuk melunasi kewajibannya. Sisa dari produksi tebu digilingkan pada pabrik gula lain dengan alasan mencari tingkat rendemen yang lebih tinggi. Di sisi lain, PG XYZ dalam pelaksanaannya kurang terbuka dalam hal rendemen gula yang diberikan kepada petani. Petani yang menggilingkan tebunya pada PG hanya untuk melunasi kewajibannya saja akan memiliki catatan buruk dari pihak PG. Petani tersebut akan mengalami kesulitan dalam pengajuan kredit tahun giling berikutnya. Akan tetapi, hal ini tidak tertulis dalam perjanjian kemitraan. Hal ini dapat terjadi karena lemahnya perjanjian kemitraan yang dilakukan PG XYZ dengan petani tebu rakyat. Tidak adanya kekuatan dalam bidang hukum sehingga perjanjian kemitraan tidak dapat mengikat kedua belah pihak. Selain itu, perjanjian kemitraan hanya disusun oleh pihak pertama saja, sedangkan pihak kedua tidak dilibatkan dalam pembuatan klausul perjanjian. Perjanjian kemitraan selalu sama dari tahun ke tahun mengakibatkan tidak adanya perbaikan hubungan antara petani tebu rakyat dengan pihak PG.
6.2
Realisasi Hak dan Kewajiban Pelaku Kemitraan Pelaksanaan kemitraan antara PG XYZ dengan petani tebu rakyat hanya
didasarkan rasa saling membutuhkan. Lemahnya perjanjian kontrak merupakan salah satu
faktor tidak sinergisnya kemitraan di PG XYZ. Perjanjian kemitraan tidak menyebutkan dengan jelas masing-masing kewajiban dan hak pelaku kemitraan. Pembuatan klausul perjanjian kemitraan hanya disusun oleh sepihak dari pihak inti, tanpa melibatkan pihak plasma. Isi perjanjian kemitraan yang selalu sama tiap tahunnya, mengakibatkan tidak adanya perbaikan dalam pencapaian kesinergisan kemitraan. Secara ringkas realisasi hak dan kewajiban dapat dilihat pada matriks evaluasi dan realisasi, dimana dapat terlihat beberapa isi perjanjian yang berjalan dan tidak sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada perjanjian kerjasama PG XYZ dengan petani tebu rakyat. Penilaiannya sendiri diperoleh dari pengamatan di lapangan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan kemitraan ini. Tabel 12 menunjukkan bahwa berdasarkan matriks realisasi perjanjian kemitraan yang dilakukan, pelaksanaan kemitraan tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan sendiri. Hal ini terlihat bahwa dalam penyerahan tebu milik petani belum sepenuhnya digilingkan pada PG yang memberikan pinjaman kredit. Pihak PG pun tidak dapat memberikan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani sehingga banyak petani yang melanggar etika kemitraan dengan menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, PG juga tidak memiliki kemampuan untuk menjual agunan milik petani. Hal ini disadari oleh PG sebagai suatu kelemahan sehingga bagi petani yang tidak dapat melunasi pinjamannya, maka agunan tersebut hanya disimpan oleh PG. Dari perjanjian pada Tabel 12, masih banyak peraturan kemitraan yang belum dijelaskan secara mendetail seperti sanksi bagi petani yang menggilingkan tebunya pada pabrik lain dan jaminan rendemen yang diberikan kepada petani merupakan rendemen
yang sesungguhnya. Perjanjian kemitraan yang dilakukan pun lemah dari sisi hukum. Hal ini mengakibatkan masing-masing pihak kemitraan masih dapat berkehendak sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Tabel 12. Matriks Isi Perjanjian Kemitraan di PG XYZ Tahun 2006 Perjanjian
Realisasi Kewajiban Pihak 1 (Inti) Memberikan pinjaman biaya garap, Pihak Inti telah memberikan pupuk, bibit dan tebang angkut. bantuan kredit kepada petani. Pembayaran pinjaman disesuaikan Pembayaran bantuan kredit dengan realisasi pekerjaan tidak seluruhnya diberikan langsung, melainkan secara bertahap sesuai pekerjaan Kewajiban Pihak 2 (Plasma) Bantuan tersebut diakui hutang kepada Petani mengakui bantuan pihak 1 tersebut sebagai hutang yang harus dibayar Pihak 2 wajib menyerahkan tebunya Pihak 2 hanya menyerahkan untuk digiling dengan sistem bagi hasil sebagian tebunya untuk yang berlaku melunasi hutang, sisanya digilingkan pada PG lain Pelaksanaan tebang angkut Pelaksanaan tebang angkut dilaksanakan oleh pihak pertama, akan dilaksanakan pihak pertama tetapi biaya tebang angkut ditanggung atau pihak kedua mampu oleh pihak kedua melaksanakan tebang angkut sendiri Agunan Pihak kedua bersedia menyerahkan Pihak kedua menyerahkan agunan berupa sertifikat tanah sawah, agunan berupa sertifikat, akan tanah darat beserta bangunannya tetapi pihak satu mengalami sebagai jaminan bilamana pihak kedua kesulitan dalam melakukan tidak dapat melunasi kewajibannya dan penjualan ketika pihak dua pihak satu dapat menjual agunan tidak dapat melunasi tersebut kewajibannya. Besarnya pinjaman biaya yang Pinjaman biaya tidak ada yang diberikan maximum 75 persen dari nilai melebihi 75 persen dari nilai agunan agunan
6.3
Keterangan Sesuai Sesuai
Sesuai Tidak Sesuai
Sesuai
Tidak Sesuai
Sesuai
Manfaat Pelaksanaan Kemitraan Bagi PG XYZ dan Petani Tebu Rakyat Kemitraan yang dilakukan PG XYZ dengan petani tebu rakyat dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku tebu PG XYZ dan menjaga kekontinuian suplai bahan baku. Dengan kekontinuian suplai, PG XYZ dapat menggiling pada kapasitas giling
optimal. Kapasitas giling PG XYZ mencapai 22.000 kuintal per hari dengan perencanaan 170 hari giling. Kemitraan ini dilakukan PG XYZ karena tebu yang dikelola oleh PG sendiri tidak dapat mencukupi kebutuhan bahan baku dan kapasitas giling pabrik. Kemitraan ini memberikan manfaat bagi petani mitra antara lain dapat membantu dalam : 1. Pengadaan bibit unggul lebih mudah Untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi, dibutuhkan pula bibit unggul. Dengan mengikuti kemitraan, petani tebu rakyat dapat dengan mudah mendapatkan bibit dengan varietas yang unggul. Akan tetapi, banyak pula petani yang membuat bibit unggul sendiri karena wawasan petani cukup luas mengenai masalah bibit terutama petani skala besar dengan pengalaman usahatani tebu yang cukup lama. 2. Pengadaan pupuk lebih mudah Hal ini dirasakan petani karena setahun terakhir ini sangat sulit mendapatkan pupuk. Akibat dari kelangkaan ini, harganya menjadi meningkat di pasaran. PG mampu menyediakan pupuk bagi petani mitra yang diambil langsung dari Petrokimia sehingga harganya lebih murah dibanding harga di tingkat pasar. Permintaan pupuk yang meningkat mengakibatkan PG tidak sepenuhnya memenuhi permintaan petani mitra. Oleh karena itu, dilakukan pembagian pupuk secara proporsional. 3. Mendapat bantuan permodalan Sebanyak 60,60 persen petani menyatakan bahwa dengan mengikuti kemitraan, mereka mendapatkan bantuan pinjaman modal. Hal ini banyak diungkapkan petani yang memiliki luas lahan kecil dan pengalaman usahatani yang masih sedikit. Dengan
bantuan permodalan berupa peminjaman untuk pemenuhan sarana produksi pertanian, petani mitra terbantu dalam arus perputaran modal. 4. Jaminan tebu digiling Petani mitra tidak terlalu khawatir terhadap hasil tebunya, karena setelah mengikuti kemitraan kepastian pasar sudah ada. Sebanyak 27,27 persen petani meyakini bahwa tebunya akan habis digiling oleh PG selama musim giling. 5. Memperoleh ilmu pengetahuan mengenai tebu dan kemitraan Sebanyak 11 persen dari petani tebu rakyat melakukan kemitraan untuk menambah pengetahuan mengenai budidaya menanam tebu yang baik. Hal ini dilakukan oleh petugas tebu rakyat yang selalu memberikan bimbingan teknis dalam kemitraan, sedangkan pengetahuan budidaya tebu didapatkan dari sesama petani tebu yang sudah lama berusahatani tebu.
VII. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT
7.1
Petani Tebu Rakyat Skala Kecil Petani tebu rakyat skala kecil memiliki luas lahan dibawah 10 hektar. Karakteristik
lainnya adalah petani skala kecil hanya menyewa lahan tebu sehingga petani skala kecil tidak membuka lahan. Hal ini mengakibatkan petani skala kecil tidak membutuhkan traktor dan bibit, akan tetapi masih membutuhkan pupuk dan biaya garap.
7.1.1 Tingkat Kesesuaian Atribut Tingkat kesesuaian setiap atribut mengukur sejauh mana atribut dalam pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani tebu rakyat telah memuaskan pihak mitra. Analisis ini membandingkan antara skor total tingkat kinerja dengan skor total tingkat kepentingan. Tingkat kinerja merupakan segala tindakan yang dilakukan oleh PG untuk mengelola dan menjalankan usahanya. Tingkat kepentingan merupakan tingkat harapan petani mitra akan suatu produk atau jasa baik dari segi kualitas produk maupun pelayanannya. Atribut dikatakan telah memenuhi kepuasan petani mitra apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan lebih/sama dengan 100 persen. Akan tetapi, apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan kurang dari 100 persen, maka atribut tersebut tidak memuaskan bagi petani mitra. Berdasarkan Tabel 13, terlihat tingkat kesesuaian dari masing-masing atribut memiliki nilai yang cukup baik. Beberapa atribut memiliki nilai sama dengan atau di atas 100 persen seperti bantuan biaya tebang angkut (105,12 persen), pemetaan luas areal lahan (100,00 persen), frekuensi bimbingan teknis (100,00 persen). Bantuan biaya tebang angkut dianggap mempengaruhi kepuasan petani mitra skala kecil karena didalam proses pengajuannya tidak terlalu rumit. Hal ini pula membantu
petani mitra skala kecil dalam perputaran arus uang, dikarenakan petani mitra skala kecil tidak mengeluarkan uang tunai untuk jasa tebang angkut dari lahan ke PG. Akan tetapi, bantuan biaya tebang angkut ini akan langsung dipotong dari Delivery Order(DO). Pemeetaan luas areal lahan dianggap pula atribut yang mempengaruhi kepuasan dalam kemitraan. Hal ini dikarenakan luas lahan yang digambar oleh ahli gambar PG sudah sesuai dengan estimasi dari petani itu sendiri. Sinder kebun wilayah juga membantu dalam hal ini sehingga kinerjanya pun dinilai baik oleh petani skala kecil. Selain itu, sinder kebun wilayah cukup intensif dalam mendatangi para petani untuk menyampaikan informasi mengenai kemitraan. Tabel 13. Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Atribut Bantuan biaya tebang angkut Pemetaan luas areal kebun Frekuensi bimbingan teknis Komunkasi yang dibangun Kejujuran dari pihak inti Penentuan kualitas tebu Waktu pembayaran hasil panen Pengaturan waktu giling Pupuk yang diberikan Respon terhadap segala keluhan Ketepatan waktu biaya garap Infomasi rendemen Bantuan biaya garap
Tingkat Kesesuaian (%) 105,12 100,00 100,00 97,77 97,67 95,74 92,15 91,48 86,11 85,36 84,44 81,39 79,48
Namun demikian, ada beberapa atribut yang masih dibawah harapan petani skala kecil seperti bantuan biaya garap (79,48 persen) dan informasi rendemen (81,39 persen). Hal ini dapat dijadikan bahan evaluasi oleh pihak PG. Bantuan biaya garap masih kurang dari jumlah kebutuhan petani skala kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa atribut bantuan biaya garap masih jauh dari harapan petani mitra skala kecil. Tidak jauh berbeda dengan atribut rendemen, pihak PG belum transparan
dalam memberikan rendemen sehingga petani belum percaya dengan rendemen yang diberikan pihak PG.
7.1.2 Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Kecil Dibutuhkan dua unsur dalam menyusun matriks kepentingan dan kepuasan, yaitu unsur kepentingan dan unsur kepuasan. Penilaian kepuasan ini menjadi kurang berarti bagi perusahaan apabila hanya mencantumkan kepuasan saja tanpa memperhatikan tingkat kepentingan atribut tersebut. Suatu atribut dapat saja menjadi kurang berarti bagi perusahaan ketika dianggap lebih memuaskan bagi sekelompok responden, namun memiliki tingkat kepentingan yang rendah. Informasi yang lengkap mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan berguna merumuskan strategi untuk mempertahankan loyalitas petani mitra. Analisis kuadran digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur tingkat kepuasan dengan tingkat kepentingan atribut bagi petani mitra. Analisis ini menghubungkan antara customer satisfaction atau importance dengan service performance. Dari hasil analisis tersebut diperoleh atribut-atribut yang menjadi kekuatan/kelemahan dan diharapkan dapat memberi informasi lebih bagi perusahaan. Kuadran A Area ini menunjukkan lokasi atribut-atribut yang dianggap penting oleh petani mitra skala kecil akan tetapi kenyataannya atribut-atribut tersebut belum sesuai harapan mereka, sehingga akan menimbulkan kepuasan yang rendah. Terdapat satu atribut yang berada pada kuadran A, yaitu ketepatan waktu biaya garap. Datangnya biaya garap seringkali terlambat sehingga keterlambatan ini mempengaruhi pula proses pengolahan tebu dari sisi petani. Prosedur yang panjang disertai antrian dari
petani merupakan salah satu faktor biaya garap datang terlambat. Hal ini perlu dievaluasi oleh PG agar keterlambatan biaya garap dapat diantisipasi. Kuadran B Area ini menunjukkan lokasi atribut-atribut yang dianggap penting oleh petani mitra skala kecil dan pada kenyataannya atribut-atribut pada kuadran ini telah sesuai dengan harapan petani, sehingga menimbulkan kepuasan yang lebih tinggi. Atribut-atribut dalam pelaksanaan kemitraan yang termasuk dalam kuadran B adalah : a.
Komunikasi yang dibangun (8) Pihak PG telah menjalin komunikasi yang baik diantara petani mitra skala kecil. Dengan demikian, segala informasi mengenai kemitraan dan proses penggilingan tebu sampai kepada petani mitra skala kecil.
b.
Pemetaan luas areal kebun (9) Sebelum pihak PG memberikan bantuan biaya garap, luas kebun milik petani digambar terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menentukan jumlah biaya garap yang akan diberikan. Pihak PG telah menggambar dengan baik kebun milik petani.
c.
Frekuensi bimbingan teknis (10) Petugas sinder PG yang bertugas memberikan pelayanan kepada petani telah bekerja dengan baik. Melalui petugas sinder PG, informasi dan teknis kemitraan dapat sampai kepada petani mitra skala kecil.
d.
Pengaturan waktu giling (11) Pihak PG telah mengatur dengan baik tebu petani mitra skala kecil yang akan ditebang dan digilingkan. Dengan demikian, pada musim akhir giling seluruh tebu milik petani habis digiling seluruhnya.
e.
Penentuan kualitas tebu (13) Sebelum tebu digilingkan, pihak PG melihat terlebih dahulu memeriksa tingkat kematangan tebu. Apabila tingkat kematangan tebu kurang dari yang ditetapkan, maka tebu tersebut akan ditolak oleh pihak PG.
f.
Waktu pembayaran hasil panen (15) Pembayaran hasil lelang dan dana talangan dilakukan PG selama seminggu sekali. Hal ini dinilai oleh petani sudah cukup baik dan berguna untuk arus perputaran modal milik petani.
Keenam atribut tersebut perlu dipertahankan oleh PG karena semua faktor tersebut menjadikan layanan pelaksanaan kemitraan yang ditawarkan unggul dari sisi petani. Kuadran C Kuadran C merupakan wilayah yang berisi faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh petani mitra dan pada kenyataanya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Namun demikian, atribut pada kuadran ini tidak dapat dihapuskan, hanya saja dalam perbaikan kinerja kemitraan memiliki prioritas yang rendah. Atribut-atribut dalam pelaksanaan kemitraan yang termasuk dalam kuadran ini adalah : a. Bantuan biaya garap (2) Bantuan biaya garap dirasa kurang oleh petani. Akan tetapi, petani berupaya sendiri untuk mencarikan kekurangan biaya garap tersebut. Biaya garap tersebut meliputi biaya pupuk dan biaya pekerjaan.
b. Pupuk yang diberikan (4) PG hanya menyediakan pupuk terbatas bagi petani mitra sehingga petani skala kecil pun berusaha untuk mencari pupuk sendiri. Meskipun belakangan ini, pupuk menghilang dari pasaran. c. Respon terhadap segala keluhan (6) Harapan petani mitra terhadap segala keluhan penting. Tetapi pada analisis kepentingan dan analisis kuadran tanggapan oleh pihak PG terhadap masalah yang dihadapi oleh petani mitra dirasakan kurang penting. Hal ini disebabkan beberapa masalah yang mereka hadapi mampu diatasi petani mitra sendiri. d. Informasi rendemen (12) Rendemen yang diberikan kepada petani mitra dirasa masih kecil. Akan tetapi, petani mitra skala kecil tidak dapat mengetahui secara pastinya sehingga mempercayakan semuanya pada pihak PG. Kuadran D Pada kuadran D menunjukkan atribut-atribut yang dianggap tidak penting oleh petani mitra dan pada kenyataanya kinerjanya dilakukan secara berlebihan. Atribut pada kuadran D ini adalah : a. Kejujuran dari pihak inti (7) b. Bantuan biaya tebang angkut (14) Petani mitra skala kecil merasa pihak PG sudah sangat jujur dalam pelaksanaan kemitraan seperti dalam Sistem Bagi Hasil (SBH), pembayaran dana talangan, dan pemotongan pinjaman kredit. Untuk atribut bantuan biaya garap, petani mitra skala kecil
biasanya melakukan penebangan sendiri tanpa bantuan pihak PG. Hal ini dapat terjadi apabila penebangan sendiri dirasa cukup tenaganya dan lebih murah dibanding ditebangkan oleh pihak PG. Tabel 14. Penyebaran Data Petani Mitra Skala Kecil dalam Matriks KepuasanKepentingan K Atribut Harapan Kinerja Y X (Y) (X) 1.Pelayanan sarana produksi 2. Bantuan biaya garap 4. Pupuk yang diberikan 5. Ketepatan waktu biaya garap 2.Pelayanan teknis budidaya 6. Respon terhadap segala keluhan 7. Kejujuran dari pihak inti 8. Komunikasi yang dibangun 9. Pemetaan luas areal kebun 10. Frekuensi bimbingan teknis 11. Pengaturan waktu giling 3. Pelayanan pasca panen 12. Informasi rendemen 13. Penentuan kualitas tebu 14. Bantuan biaya tebang angkut 15. Waktu pembayaran hasil panen
39 36 45
31 31 38
3,000 2,769 3,461
2,384 2,384 2,923
C C A
41
35
3,153
2,692
C
43 45 49 47 47
44 46 49 47 42
3,307 3,461 3,769 3,615 3,615
3,230 3,384 3,769 3,615 3,307
D B B B B
43 47 39 51
35 43 43 51
3,307 3,615 3,000 3,923
2,692 3,461 3,153 3,615
C B D B
3,124
3,384
Rata-rata
A 3.7 Tingkat Kepentingan
B
15
11 5
9
10
8
12
3.2
13
7
6 2
14
4
2.7
C
D
2.2 2.2
2.7
3.2
3.7
Tingk at Kine rja
Gambar 7. Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Kecil
Analisis gap digunakan untuk melihat tingkat kesenjangan antara kinerja PG dengan harapan petani mitra. Dari analisis gap terlihat bahwa, kesenjangan terbesar tampak pada bantuan biaya garap dan informasi rendemen yang diberikan sebesar -0,615 (Gambar 8). Petani mitra merasa bantuan biaya garap masih terasa kurang dan rendemen yang diberikan kepada petani mitra masih belum transparan. PG diharapkan untuk memperbaiki kinerja kedua atribut tersebut sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh petani mitra skala kecil.
Selisih rata-rata
0.2 0.1 0 -0.1 -0.2
2
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
-0.3 -0.4 -0.5 -0.6 -0.7
Gambar 8. Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Kecil Atribut yang dinilai cukup memuaskan petani adalah bantuan biaya tebang angkut dengan gap sebesar 0,153. Pada atribut frekuensi bimbingan teknis dan pemetaan luas areal kebun dinilai sesuai dengan harapan petani karena nilai gapnya sebesar nol.
7.1.3 Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Kecil Indeks kepuasan pelanggan digunakan untuk mengetahui tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-atribut pelaksanaan kemitraan. Dengan demikian, akan terlihat kepuasan petani mitra secara
keseluruhan yang kesimpulannya akan mewakili keseluruhan jumlah petani mitra pada masing-masing skala. Tabel 15. Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Kecil No Atribut 2 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total Weighted Total Indeks Kepuasan
Rata-rata Tingkat Kepentingan 3,000 2,769 3,461 3,153 3,307 3,461 3,769 3,615 3,615 3,307 3,615 3,000 3,923 44,000
Importance Weighting Factors (%) 6,818 6,293 7,867 7,167 7,517 7,867 8,566 8,216 8,216 7,517 8,216 6,818 8,916 100,00
Rata-rata Tingkat Kinerja 2,384 2,384 2,923 2,692 3,230 3,384 3,769 3,615 3,307 2,692 3,461 3,153 3,615
Weighted Score 0,162 0,150 0,229 0,192 0,242 0,266 0,322 0,297 0,271 0,202 0,284 0,215 0,322 3,160 0,63214 63,214
Nilai weighted score sebesar 3,160, yang merupakan penjumlahan dari weighted
score seluruh atribut pelaksanaan kemitraan (Tabel 15). Angka indeks kepuasan diperoleh dengan membagi nilai weighted score total dengan skala maksmimum (skala 5) yang digunakan dalam penelitian dan kemudian dikalikan dengan 100%. Dengan demikian nilai indeks kepuasan sama dengan 3,160/5 X100% = 63,214 persen. Nilai ini termasuk nilai yang cukup dari jumlah total 100% sehingga dapat disimpulkan petani cukup puas terhadap kemitraan. Hasil penilaian yang dilakukan oleh petani mitra skala kecil terhadap kinerja PG XYZ dalam kemitraan menyatakan bahwa tingkat kepuasan secara keseluruhan terhadap atribut kemitraan sudah cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari nilai indeks kepuasan
sebesar 63,214 persen. Petani mitra skala kecil dikategorikan cukup puas terhadap pelaksanaan kemitraan yang sedang dijalankan
7.2
Petani Tebu Rakyat Skala Menengah Petani tebu rakyat skala menengah memiliki luas lahan berkisar antara 10,1 hingga
20 hektar. Karakteristik lainnya adalah petani skala menengah membuka lahan tebu. Hal ini mengakibatkan petani skala menengah membutuhkan modal yang lebih besar dibanding dengan petani mitra skala menengah karena petani mitra skala menengah membutuhkan traktor, bibit serta pengolahan tebu lainnya.
7.2.1 Tingkat Kesesuaian Atribut Tingkat kesesuaian digunakan untuk mengukur sejauh mana atribut dalam pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani tebu rakyat telah memuaskan pihak mitra. Suatu atribut dikatakan dapat memenuhi kepuasan petani mitra apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan lebih/sama dengan 100 persen. Tingkat kesesuaian yang kurang dari 100 persen dinilai sebagai atribut yang belum dapat memuaskan bagi petani mitra. Berbeda dengan hasil petani mitra kecil, tingkat kesesuaian petani menengah lebih kecil. Hal ini terlihat dari nilai sama dengan atau di atas 100 persen hanya terdapat pada dua atribut saja, yaitu bantuan biaya tebang angkut (103,70 peresn) dan frekuensi bimbingan teknis (100,00). Bantuan biaya tebang angkut dianggap memiliki kinerja yang telah sesuai dengan harapan petani. Dengan bantuan biaya tebang angkut, petani menjadi terbantu dalam jasa
tebang dan pengangkutan tebu dari lahan tebang menuju PG. Proses pengajuan tidak terlalu rumit sehingga membantu petani pula dalam perputaran arus modal. Tabel 16. Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Atribut Bantuan biaya tebang angkut Frekuensi bimbingan teknis Waktu pembayaran hasil panen Penentuan kualitas tebu Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan Pemetaan luas areal kebun Pengaturan waktu giling Kejujuran dari pihak inti Komunkasi yang dibangun Pupuk yang diberikan Respon terhadap segala keluhan Ketepatan waktu biaya garap Bantuan biaya garap Peminjaman sarana produksi Informasi rendemen
Tingkat Kesesuaian (%) 103,70 100,00 96,87 96,96 96,00 94,28 91,42 87,87 87,87 80,64 78,12 77,42 76,67 75,00 68,57
Pihak sinder kebun wilayah yang menangani kemitraan cukup intensif dalam melayani kebutuhan petani mitra skala menengah. Segala informasi mengenai kemitraan dapat tersampaikan dengan baik dan petugas kemitraan tersebut cukup intensif dalam mendatangi para petani. Selain dari atribut yang dinilai mempengaruhi kepuasan, ada pula yang atribut yang mengakibatkan petani kurang puas. Atribut tersebut adalah informasi rendemen dengan tingkat kesesuaian 68,57 persen. Rendemen yang diberikan PG kepada petani mitra skala kecil dinilai belum transparan sehingga seringkali menimbulkan kecurigaan dari petani mitra skala menengah. Atribut ini perlu menjadi perhatian dari pihak PG untuk dievaluasi dan ditingkatkan kinerjanya agar kinerjanya sesuai dengan harapan petani.
7.2.2 Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Menengah Unsur kepentingan dan unsur kepuasan dibutuhkan dalam menyusun matriks kepentingan. Penilaian kepuasan ini menjadi kurang berarti bagi perusahaan apabila hanya mencantumkan kepuasan saja tanpa memperhatikan tingkat kepentingan atribut tersebut. Alat bantu yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan dengan tingkat kepentingan atribut bagi petani mitra adalah analisis kuadran. Analisis ini menghubungkan antara customer satisfaction atau importance dengan service
performance. Atribut-atribut yang menjadi kekuatan/kelemahan akan tergambar dari analisis kuadran dan diharapkan dapat memberi informasi lebih bagi perusahaan. Kuadran A Area ini menunjukkan lokasi atribut-atribut yang dianggap penting oleh petani mitra skala menengah akan tetapi secara kinerja belum sesuai dengan harapan mereka sehingga tingkat kepuasan mereka rendah terhadap atribut yang berada pada kuadran A. Atribut yang masuk dalam kuadran A adalah : a. Respon terhadap segala keluhan (6) b. Rendemen yang diberikan (12) Kuadran ini menggambarkan kinerja PG yang kurang baik sehingga pihak PG harus berkonsentrasi untuk meningkatkan kinerja pada atribut ini agar kepuasan petani dapat lebih baik. Respon terhadap segala keluhan menurut petani mitra skala menengah masih belum baik karena pihak PG masih sering memilih-milih petani tertentu untuk merespon keluhan. Respon terhadap keluhan lebih banyak diberikan kepada petani mitra skala besar. Harapan dari petani mitra skala menengah adalah adanya respon terhadap segala
keluhan dari pihak petani. Pihak PG dianggap hanya menampung aspirasi, namun tidak ada tindak lanjut dari penampungan aspirasi tersebut. Selain dari respon terhadap segala keluhan, atribut lain yang memiliki tingkat kepentingan tinggi tetapi kinerjanya rendah adalah rendemen yang diberikan PG terhadap petani mitra skala menengah. Rendemen yang diberikan kepada petani masih terasa transparan. Petani menduga adanya unsur politis dalam pemberian rendemen. Karena rendemen berhubungan erat dengan pendapatan yang diterima petani, maka tingkat kepentingannya menjadi tinggi. Hal ini membutuhkan rasa saling percaya antara PG dengan petani mitra, sedangkan PG pun harus lebih transparan dalam hal pemberian rendemen. Kuadran B Pada area kuadran B, atribut yang berada didalam kuadran B memiliki tingkat kepentingan yang tinggi disertai dengan tingkat kinerja yang tinggi pula. Atribut yang berada pada kuadran B patut untuk dipertahankan kinerjanya. Atribut kemitraan yang berada di kuadran B menurut petani mitra skala menengah adalah: a. Kejujuran dari pihak inti (7) Kejujuran yang dilakukan pihak PG dalam pelaksanaan kemitraan dengan petani mitra skala menengah sudah baik. Kejujuran dari pihak PG sangat diperlukan pada saat perhitungan bagi hasil dan pembayaran hasil tetes. Karena seluruh pembayaran itu, dilakukan pada musim akhir giling. b. Komunikasi yang dibangun (8) Selama kemitraan berlangsung, pihak PG telah mampu menjaga komunikasi dengan petani mitra skala menengah. Dengan demikian, segala sesuatu yang berhubungan dengan kemitraan dapat diketahui oleh pihak PG maupun petani mitra.
c. Pemetaan luas areal kebun (9) Dari sisi petani mitra skala menengah, juru gambar yang dimiliki pihak PG sudah cukup baik dalam memetakan lahan kebun milik petani. Pemetaan ini digunakan dalam menentukan besarnya biaya garap yang akan diberikan kepada petani mitra. d. Frekuensi bimbingan teknis (10) Petani mitra skala mitra kecil dan menengah sepakat bahwa bimbingan teknis oleh petugas kemitraan PG telah cukup baik dalam memberikan saran dalam pelaksanaan kemitraan. Dengan demikian, segala teknis kemitraan dapat sampai ke petani mitra dengan baik. e. Pengaturan waktu giling (11) Pengaturan waktu giling dilakukan agar tidak terjadi antrian yang panjang sebelum tebu digiling di pabrik. Pengaturan waktu giling juga mengatur tebu yang matang lebih dulu sehingga ada urutan tebang untuk masing-masing kebun milik petani. f. Penentuan kualitas tebu (13) Sebelum tebu digilingkan ke PG, terlebih dahulu tebu tersebut dilihat tingkat kematangan dan kebersihannya. Bila tebu dibawah tingkat kematangan yang ditetapkan serta kotor, maka tebu tersebut akan ditolak oleh PG. Tingkat kematangan tebu merupakan salah satu faktor penentu tingkat rendemen. g. Waktu pembayaran hasil panen (15) Pembayaran hasil lelang gula dilakukan seminggu sekali, meskipun pelelangan gula tidak rutin terjadi. Selama pelelangan belum terjadi, petani menggunakan dana talangan yang berasal dari investor sehingga petani mendapatkan hasil tebunya tetap seminggu sekali.
Kuadran C Ini adalah wilayah kuadran yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh petani mitra dan kinerjanya pun tidak terlalu istimewa. Atribut ini merupakan prioritas rendah dalam perbaikan kinerja kemitraan. Atribut kemitraan yang termasuk dalam kuadran C adalah : a. Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan (1) Bibit yang diberikan pihak PG termasuk dalam varietas yang unggul, namun varietas tersebut sangat terbatas sehingga tidak semua petani mendapatkan bibit yang baik dari PG. Meskipun tidak mendapatkan dari pihak PG, petani mampu menciptakan bibit yang unggul sendiri atau membeli dari luar yang kualitas hampir sama dengan varietas milik PG. b. Bantuan biaya garap (2) Biaya garap yang diberikan kepada petani mitra sangat terbatas. Tetapi petani berusaha untuk mencari pinjaman dari luar seperti bank atau lembaga keuangan lainnya. c. Peminjaman sarana produksi (3) Peminjaman sarana produksi adalah peminjaman traktor. Traktor dibutuhkan saat pertama kali membuka lahan. Traktor yang disediakan PG pun hanya sedikit sehingga petani seringkali meminjam traktor dari PG lain atau kontraktor. d. Pupuk yang diberikan. (4) Pupuk yang diberikan oleh PG sangat terbatas. Hal ini dapat terjadi karena kondisi sekarang ini, pupuk cukup langka di pasaran. Petani hanya dapat mengambil sebagian
dari dosis yang harus diberikan pada tanaman tebunya. Sebagian lagi petani mencari dari luar, tentu saja harganya menjadi lebih mahal. e. Ketepatan waktu biaya garap (5) Waktu datangnya bantuan biaya garap relatif cukup terlambat. Hanya saja petani dapat mencari sendiri pinjaman dari luar. Dengan demikian, ketika bantuan biaya garap telah keluar, maka pinjaman dari luar tersebut dikembalikan dengan bantuan biaya garap tersebut. Tabel 17. Penyebaran Data Petani Mitra Skala Menengah dalam Matriks Kepuasan-Kepentingan K Atribut Harapan Kinerja Y X (Y) (X) 1.Pelayanan sarana produksi 1.Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan 2.Bantuan biaya garap 3.Peminjaman sarana produksi 4.Pupuk yang diberikan 5.Ketepatan waktu biaya garap 2.Pelayanan teknis budidaya 6.Respon terhadap segala keluhan 7.Kejujuran dari pihak inti 8.Komunikasi yang dibangun 9.Pemetaan luas areal kebun 10.Frekuensi bimbingan teknis 11.Pengaturan waktu giling 3. Pelayanan pasca panen 12.Informasi rendemen 13.Penentuan kualitas tebu 14.Bantuan biaya tebang angkut 15.Waktu pembayaran hasil panen
Rata-rata
25
24
2,778
2,667
C
30 28 31 31
23 21 25 24
3,333 3,111 3,444 3,444
2,556 2,333 2,778 2,667
C C C C
32
25
3,556
2,778
A
33 33 35 32 35
29 29 33 32 32
3,667 3,667 3,889 3,556 3,889
2,778 3,222 3,667 3,556 3,556
B B B B B
35 33 27 32
24 32 28 31
3,889 3,667 3,000 3,555
2,667 3,556 3,111 3,444
A B D B
3,496
3,051
Kuadran D Kuadran ini menunjukkan bahwa atribut-atribut yang dianggap tidak penting, namun kinerjanya dilakukan secara berlebihan. Pada petani mitra skala menengah, atribut yang masuk dalam kuadran D adalah bantuan biaya tebang angkut (14). Petani mitra skala menengah lebih sering melakukan penebangan sendiri dibanding ditebangkan PG. Rata-rata petani mitra skala menengah memiliki tenaga tebang dan jasa angkut sendiri.
11
12
A
7&8
Tingkat Kepentingan
3.7
6 2
9
13 15
B
10
5
4
3.2 3
14 1
2.7 C
D
2.2 2.2
2.7
3.2
3.7
Tingkat Kinerja
Gambar 9. Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Menengah Selain dari analisis kuadran, analisis gap juga dapat melihat kesenjangan yang terjadi antara harapan dan kinerja dalam atribut kemitraan. Dari analisis gap dapat terlihat kesenjangan terbesar terjadi pada atribut rendemen yang diberikan kepada petani mitra sebesar -1,222 (Gambar 10). Hal ini sejalan dengan analisis kuadran bahwa perlu adanya perbaikan pada rendemen yang diberikan. Tidak jauh berbeda dengan petani mitra skala kecil yang memiliki gap positif sebanyak satu atribut, pada petani mitra skala menengah juga hanya memiliki satu atribut yang gapnya bernilai positif. Atribut tersebut adalah bantuan biaya tebang angkut. Ketiga
belas atribut lainnya memiliki nilai gap yang negatif. Atribut yang memiliki nilai gap nol adalah frekuensi bimbingan teknis. Hal ini mengindikasikan bahwa atribut frekuensi bimbingan teknis sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh petani mitra skala menengah. Selisih Rata-rata 0.2 0 -0.2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
-0.4 -0.6 -0.8 -1 -1.2 -1.4
Gambar 10. Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Menengah 7.2.3 Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Menengah Tabel 18 menggambarkan perhitungan indeks kepuasan petani mitra skala menengah dengan menghasilkan weighted score total
sebesar 3,0729. Untuk
mendapatkan indeks kepuasan, maka weighted score total dibagi dengan jumlah skala maksimum, yaitu skala 5 dalam penelitian ini. Dengan demikian, indeks kepuasan petani mitra skala menengah sebesar 61,46 persen. Berbeda dengan petani mitra skala kecil, indeks kepuasan petani mitra skala menengah lebih kecil dibanding dengan petani mitra skala menengah. Angka sebesar 61,46 persen dapat memiliki arti bahwa petani mitra skala menengah secara keseluruhan cukup puas dengan pelaksanaan kemitraan. Hal ini patut menjadi bahan pertimbangan dalam meningkatkan kinerja kemitraan dari PG XYZ.
Tabel 18. Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Menengah No Atribut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total Weighted Total Indeks Kepuasan
7.3
Rata-rata Tingkat Kepentingan 2,778 3,333 3,111 3,444 3,444 3,556 3,667 3,667 3,889 3,556 3,889 3,889 3,667 3,000 3,555 52,333
Importance Weighting Factors (%) 5,296 6,355 5,932 6,567 6,657 6,771 6,991 6,991 7,415 6,770 7,415 7,415 6,991 5,720 6,779 100,00
Rata-rata Tingkat Kinerja 2,667 2,556 2,333 2,778 2,667 2,778 3,222 3,222 3,667 3,556 3,556 2,667 3,556 3,111 3,444
Weighted Score 0,141 0,162 0,138 0,182 0,175 0,188 0,225 0,225 0,271 0,241 0,263 0,197 0,248 0,177 0,233 3,0729 0,61459 61,46
Petani Tebu Rakyat Skala Besar Petani tebu rakyat skala besar memiliki luas lahan berkisar diatas 20 hektar.
Karakteristik lainnya adalah petani skala besar sering membuka lahan tebu. Hal ini mengakibatkan petani skala besar lebih memiliki modal yang lebih besar dibanding dengan petani mitra skala menengah. Petani mitra skala besar tidak kesulitan dalam mencari traktor, bibit serta pengolahan tebu lainnya dikarenakan memiliki jaringan yang luas serta pengalaman berusahatani yang cukup lama.
7.3.1 Tingkat Kesesuaian Atribut Tingkat kesesuaian setiap atribut mengukur sejauh mana atribut dalam pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani tebu rakyat telah memuaskan pihak mitra. Atribut
dikatakan telah memenuhi kepuasan petani mitra apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan lebih/sama dengan 100 persen. Akan tetapi, apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan kurang dari 100 persen, maka atribut tersebut tidak memuaskan bagi petani mitra. Selain dari petani kecil dan menengah terdapat pula petani besar yang memiliki luas lahan lebih dari 20,1 hektar. Tabel 19 merupakan tingkat kesesuaian atribut kemitraan menurut petani besar. Hasil yang didapatkan tidak berbeda jauh dengan petani golongan menengah. Hanya terdapat dua atribut yang memiliki nilai diatas atau sama dengan 100 persen. Atribut tersebut adalah kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan dengan tingkat kesesuaian 117,86 dan respon terhadap segala keluhan dengan tingkat kesesuaian sebesar 100 persen. Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan kepada petani mitra skala besar dianggap sudah baik. Tingginya tingkat kesesuaian ini diakibatkan petani mitra skala besar dapat memiliki banyak pilihan mencari bibit sehingga tingkat kepentingannya rendah. Meskipun bibit yang disediakan oleh PG termasuk bibit yang unggul, namun petani skala besar mampu membudidayakan bibit unggul sendiri. Dengan demikian, petani skala besar tidak lagi bermasalah dalam penyediaan bibit yang berkualitas. Petani mitra skala besar memiliki pengaruh yang besar terhadap kemitraan yang dilakukan PG karena kontribusi petani skala besar terhadap penggilingan tebu cukup besar. Oleh karena itu, PG selalu memberikan respon terhadap segala keluhan yang berasal dari petani mitra skala besar. Namun demikian, terdapat sebuah atribut yang memiliki tingkat kesesuaian yang rendah yaitu informasi rendemen. Atribut ini hanya memberikan tingkat kesesuaian sebesar 61,54 persen. Untuk tingkat kesesuaian atribut informasi rendemen, petani mitra
skala besar kurang puas dibanding dengan petani mitra skala menengah dan petani mitra skala kecil. Dengan nilai tingkat kesesuaian yang paling rendah, maka kinerja kemitraan terutama dalam memberikan rendemen harus ditingkatkan kinerjanya sehingga harapan petani dapat tercapai.
Tabel 19. Tingkat Kesesuaian Atribut Pelaksanaan Kemitraan antara PG XYZ dengan Petani Tebu Rakyat Skala Besar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Atribut Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan Penentuan kualitas tebu Respon terhadap segala keluhan Waktu pembayaran hasil panen Bantuan biaya tebang angkut Peminjaman sarana produksi Komunkasi yang dibangun Pengaturan waktu giling Pupuk yang diberikan Kejujuran dari pihak inti Bantuan biaya garap Pemetaan luas areal kebun Ketepatan waktu biaya garap Frekuensi bimbingan teknis Informasi rendemen
Tingkat Kesesuaian (%) 117,86 100,00 100,00 97,67 97,14 96,87 94,44 92,50 88,88 88,57 88,57 88,09 87,87 87,17 61.54
7.3.2 Matriks Kepentingan dan Kepuasan Petani Skala Besar Kuadran A Atribut yang berada di kuadran A merupakan tugas bagi pihak PG agar memperbaiki kinerjanya, karena atribut yang berada di kuadran A memiliki tingkat kepentingan yang tinggi tetapi petani mitra menilai kinerjanya masih rendah. Atribut yang digolongkan pada kuadran A menurut petani mitra skala besar adalah rendemen yang diberikan (12). Petani mitra skala besar berharap agar rendemen ini dapat ditingkatkan dengan memperbaiki mesin pabrik sehingga tercipta efisiensi yang tinggi. Selain rendemen yang diberikan, atribut pupuk pun dinilai memiliki kinerja yang rendah (4). Pupuk yang
diberikan kepada petani mitra skala besar dianggap kurang. Hal ini menjadi permasalahan karena petani besar membutuhkan pupuk yang lebih banyak. Kuadran B Selain dari atribut yang dinilai penting, tetapi kinerjanya rendah, adapula atribut yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dengan kinerja yang baik pula. Atribut yang termasuk dalam kategori kuadran B adalah : a. Komunikasi yang dibangun (8) Pihak PG memiliki hubungan yang dekat terhadap petani yang memiliki luas lahan yang besar. Komunikasi yang dibangun pihak PG dengan petani besar berjalan dengan baik. b. Pemetaan luas areal kebun (9) Petani besar biasanya mampu menggambar sendiri kebunnya. Juru gambar PG akan memeriksa gambar tersebut. Hasil gambar antara PG dengan petani besar tidak berbeda jauh. Dengan demikian, juru gambar PG telah memiliki kinerja yang baik dalam memetakan kebun petani besar. Hal ini diakui pula petani kecil dan petani menengah. c. Frekuensi bimbingan teknis (10) Tidak jauh berbeda dengan petani kecil dan menengah, frekuensi bimbingan teknis yang dilakukan oleh petugas kemitraan telah memiliki kinerja yang baik. Segala informasi teknis kemitraan selalu sampai pada petani mitra.
d. Pengaturan waktu giling (11) Petani besar dengan luas lahan yang besar membutuhkan pengaturan waktu tebang dan giling dengan baik. Pihak PG sudah mengatur sedemikian rupa sehingga seluruh tebu milik petani besar dapat tergiling semua. e. Waktu pembayaran hasil panen (15) Petani skala menengah dan besar sepakat bahwa waktu pembayaran hasil lelang gula sudah tepat baik dan tepat waktu. Hal ini dianggap penting oleh petani karena pendapatan yang didapatkan setiap minggunya memperlancar arus perputaran modal milik petani. Agar tingkat kepuasan meningkat, maka kelima atribut tersebut harus dipertahankan kinerjanya. Karena kelima atribut tersebut merupakan atribut yang baik kinerjanya di mata petani mitra skala besar. Kuadran C Atribut yang dianggap kurang penting dan kinerjanya tidak telalu baik, maka dikategorikan dalam kuadran C. Atribut kemitraan yang dikategorikan kuadran C oleh petani mitra skala besar adalah sebagai berikut : a. Bantuan biaya garap (2) Bantuan biaya garap yang diberikan pihak PG kepada petani dirasakan belum mampu memenuhi kebutuhan modal yang harus dikeluarkan. Akan tetapi, hal ini menjadi tidak penting bagi petani besar karena mereka memiliki modal sendiri yang cukup besar.
b. Peminjaman sarana produksi (3) Dikarenakan traktor yang dimiliki PG hanya terbatas, maka setiap petani harus menunggu giliran untuk dapat meminjam traktor. Hal ini menjadi hambatan produksi bagi petani besar. Banyak petani besar yang menyewa traktor dari luar bila menunggu giliran traktor dari PG terlalu lama. c. Ketepatan waktu biaya garap (5) Waktu datangnya biaya garap dianggap terlambat oleh petani besar. Apabila hanya menunggu dari datangnya bantuan biaya garap, maka hal ini akan menjadi faktor penghambat bagi produksi petani. Berbekal pengalaman yang sudah lama, petani besar telah memiliki modal yang besar dan kemudahan mencari pinjaman dana dengan lembaga keuangan. e. Respon terhadap segala keluhan (6) Pada periode tertentu, pihak PG mengumpulkan petani untuk berdiskusi mengenai berbagai keluhan yang dialami petani. Hal ini menunjukkan kepedulian PG terhadap petani sehingga dapat dicari jalan keluarnya secara bersama-sama. f. Kejujuran dari pihak inti (7) Pihak PG harus transparan dalam menghitung dan membayarkan sisa bagi hasil sesuai dengan kesepakatan yang sudah ada. Selama kemitraan berlangsung, pihak PG telah jujur dalam mekanisme kemitraan.
Tabel 20. Penyebaran Data Petani Mitra Skala Besar dalam Matriks KepuasanKepentingan Atribut Harapan Kinerja K Y X (Y)
1.Pelayanan sarana produksi 1.Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan 2.Bantuan biaya garap 3.Peminjaman sarana produksi 4.Pupuk yang diberikan 5.Ketepatan waktu biaya garap 2.Pelayanan teknis budidaya 6.Respon terhadap segala keluhan 7.Kejujuran dari pihak inti 8.Komunikasi yang dibangun 9.Pemetaan luas areal kebun 10.Frekuensi bimbingan teknis 11.Pengaturan waktu giling 3. Pelayanan pasca panen 12.Informasi rendemen 13.Penentuan kualitas tebu 14.Bantuan biaya tebang angkut 15.Waktu pembayaran hasil panen
(X)
28
33
2,545
3,000
D
35 32 36 33
31 31 32 29
3,181 2,909 3,272 3,000
2,818 2,818 2,909 2,636
C C A C
31
31
2,818
2,818
C
35 36 42 39 40
31 34 37 34 37
3,181 3,272 3,818 3,545 3,636
2,818 3,090 3,363 3,090 3,363
C B B B B
39 34 35 43
24 34 34 42
3,545 3,090 3,181 3,909
2,181 3,090 3,090 3,818
A D D B
3,260
2,993
Rata-rata Kuadran D
Atribut yang dianggap kurang penting akan tetapi kinerja PG dalam atribut tersebut baik dikategorikan dalam kuadran D. Atribut yang termasuk dalam kuadran D adalah : a. Kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan (1) Bibit memberikan fasilitas bibit unggul kepada petani mitra. Akan tetapi, bibit yang disediakan oleh PG menjadi tidak penting oleh petani besar karena rata-rata mereka mampu membuat sendiri atau sangat mudah mendapatkan bibit dari luar.
b. Penentuan kualitas tebu (13) Tebu diseleksi terlebih dahulu sebelum digilingkan ke PG. Syarat tebu yang bagus adalah manis, bersih, dan segar. Dengan demikian, tebu yang tidak memenuhi syarat tersebut akan ditolak oleh PG. c. Bantuan biaya tebang angkut (14) Petani besar rata-rata memiliki tenaga tebang dan jasa angkutan tersendiri. Dengan demikian, petani besar jarang sekali ditebangkan PG. Beberapa petani besar mengambil bantuan tebang angkut dalam bentuk uang tunai yang hanya ada pada awal periode musim giling.
15
A Tingkat Kepentingan
3.6
9
B
10
12
11 4
8 14
2&7
3.1
13 5
3 6
2.6
1
C
D
2.1 2.1
2.6
3.1
3.6
Tingkat Kinerja
Gambar 11. Matriks Kepentingan-Kepuasan Petani Mitra Skala Besar Analisis kuadran akan didukung oleh analisis gap untuk menjadi bahan masukan kepada pihak PG. Dengan analisis gap, akan tampak kesenjangan yang terjadi antara harapan dan kinerja PG dalam kemitraan.
Nilai gap terbesar terjadi pada rendemen yang diberikan kepada petani dengan nilai sebesar -1,363. Hal ini sesuai dengan analisis kuadran bahwa tingkat rendemen harus diperbaiki oleh pihak PG agar petani mitra skala besar merasa lebih puas dengan kemitraan yang sedang berlangsung. Gap positif yang paling besar berada pada atribut kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan dengan nilai sebesar 0,454. Atribut lain yang telah sesuai antara harapan dan kinerja adalah respon terhadap segala keluhan dan penentuan kualita tebu, masingmasing memiliki nilai gap sebesar nol (Gambar 12). Selisih rata-rata 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1 -1.2 -1.4 -1.6
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Gambar 12. Selisih Nilai Setiap Atribut pada Petani Mitra Skala Besar 7.3.3 Indeks Kepuasan Petani Tebu Rakyat Skala Besar Indeks kepuasan untuk skala petani mitra skala besar sebesar 60,25 persen. Angka ini didapatkan dari pembagian weighted score sebesar 3,0125 dengan skala maksimum dari penelitian ini (skala 5). Indeks kepuasan sebesar 60,25 persen masih dapat dikatakan cukup puas. Namun demikian, indeks kepuasan dari petani mitra skala besar ini tidak berbeda jauh dengan
petani mitra skala menengah, akan tetapi cukup berbeda apabila dibandingkan dengan petani mitra skala kecil. PG XYZ hanya dapat memuaskan 60,25 persen petani mitra skala besar, sedangkan 39,75 persen dari petani mitra skala besar belum terpuaskan dengan kinerja PG XYZ di dalam pelaksanaan kemitraan. Namun demikian, angka indeks kepuasan pelanggan petani mitra skala besar ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk meningkatkan kinerja PG XYZ terutama untuk petani mitra skala besar. Tabel 21. Perhitungan Indeks Kepuasan Petani Mitra Skala Besar No Atribut 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total Weighted Total Indeks Kepuasan
Rata-rata Tingkat Kepentingan 2,545 3,181 2,909 3,272 3,000 2,818 3,181 3,272 3,818 3,545 3,636 3,545 3,090 3,181 3,909 48,909
Importance Weighting Factors (%) 5,204 6,505 5,947 6,691 6,133 5,762 6,505 6,691 7,806 7,249 7,434 7,249 6,319 6,505 7,99 100,00
Rata-rata
Weighted
Tingkat Kinerja 3,000 2,818 2,818 2,909 2,636 2,818 2,818 3,090 3,363 3,090 3,363 2,181 3,090 3,090 3,818
Score 0,156 0,183 0,167 0,194 0,161 0,162 0,183 0,206 0,262 0,224 0,250 0,158 0,195 0,201 0,305 3,0125 0,6025 60,25
7.4
Rekomendasi Strategi Mempertahankan Kemitraan antara Petani Tebu Rakyat dengan PG XYZ Strategi dalam pelaksanaan kemitraan bertujuan untuk mempertahankan petani tebu
rakyat agar berkeinginan untuk selalu menggilingkan hasil tebunya pada PG pemberi bantuan kredit sehingga pasokan bahan baku ke PG XYZ terus terjaga. Rekomendasi ini dihasilkan dengan melihat hasil dari analisis kuadran, indeks kepuasan petani mitra dan analisis tingkat kesesuaian.
7.4.1
Petani Mitra Skala Kecil Secara keseluruhan atribut pelaksanaan kemitraan pada petani mitra skala kecil
telah dinilai baik oleh petani mitra. Namun demikian, untuk mempertahankan tingkat kepuasan yang baik, PG perlu mempertahankan atribut yang sudah baik tersebut. Sarana Produksi Bantuan biaya garap merupakan atribut yang dinilai petani patut diperbaiki. PG lebih meningkatkan kepercayaan kepada petani mitra skala kecil untuk memberikan bantuan biaya garap lebih besar disertai dengan ketepatan waktu sesuai dengan pekerjaan petani. Petani mitra skala kecil seringkali terkendala oleh modal dalam pengembangan usahatani tebunya. Teknis Budidaya Teknis budidaya yang diberikan kepada petani mitra skala kecil telah memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Seluruh atribut pada teknis budidaya patut dipertahankan terutama atribut pemetaan luas areal kebun dan komunikasi yang dibangun.
Pasca Panen Tingkat rendemen yang diberikan kepada petani mitra skala kecil perlu dievaluasi kembali. Dalam hal ini dibutuhkan transparansi dari pihak PG dan penjelasan dari pihak PG bagaimana mendapatkan angka rendemen tersebut. Namun demikian, petani mitra skala kecil sudah merasa cukup terhadap rendemen yang diberikan. Sedangkan atribut yang patut dipertahankan kinerjanya adalah penentuan kualitas tebu dan pembayaran DO. Kedua atribut tersebut telah dinilai baik kinerjanya oleh petani mitra skala kecil.
7.4.2
Petani Mitra Skala Menengah Berbeda dengan petani mitra skala kecil, petani mitra skala menengah menilai
terdapat dua atribut yang harus diperbaiki oleh pihak PG. Hal ini dikarenakan kinerja dua atribut tersebut masih di bawah yang diharapkan oleh petani mitra skala menengah. Sarana Produksi Pelayanan sarana produksi yang diberikan kepada petani mitra skala menengah telah memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. Seluruh atribut pada sarana produksi patut dipertahankan terutama atribut kualitas dan kuantitas bibit yang diberikan yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi. Teknis Budidaya Respon terhadap segala keluhan merupakan atribut yang perlu diperbaiki oleh pihak PG. Hendaknya PG tidak membedakan antar petani dalam memberikan respon terhadap segala keluhan. Seluruh petani mitra harus diberikan respon yang baik terhadap segala keluhannya.
Pasca Panen Pada pelayanan pasca panen, atribut rendemen yang diberikan kepada petani mitra dinilai masih dibawah harapan petani mitra. PG dapat memperbaiki kinerjanya dengan memberikan informasi cara menghitung rendemen serta memberikan transparansi dalam mengeluarkan angka rendemen tersebut. Dengan demikian, akan tumbuh saling percaya antar PG dengan petani mitra. Petani pun harus menyadari kondisi tebunya yang memang harus dilakukan bongkar ratoon agar memiliki rendemen yang tinggi.
7.4.3
Petani Mitra Skala Besar Strategi yang diterapkan petani mitra skala besar tidak berbeda dengan petani
mitra skala menengah. Hanya satu atribut yang harus diperbaiki oleh PG, yaitu atribut rendemen. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan yang selama ini dijalankan. Sarana Produksi Untuk pelayanan sarana produksi, petani mitra skala besar menilai kinerja PG sudah cukup baik dan harus dipertahankan sehingga petani menjadi loyal dalam menggilingkan tebunya pada PG. Teknis budidaya Hal yang sama terjadi pula teknis budidaya, hampir seluruh atribut di dalam teknis budidaya telah dinilai baik kinerjanya oleh petani mitra skala besar. Strategi PG hanya mempertahankan kinerja yang sudah baik tersebut. Pasca Panen Satu atribut yang dinilai petani mitra skala besar memiliki kinerja buruk adalah rendemen yang diberikan. Strategi yang harus diterapkan adalah adanya transparansi dari pihak PG
dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan rendemen petani sehingga petani akan merasa percaya bahwa selama ini rendemen yang diberikan telah sesuai dengan kondisi tebunya. Dari sisi petani pun, harus menerapkan pola budidaya yang benar sehingga tebunya memiliki kualitas yang baik.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang dilakukan dan pedoman pada tujuan penelitian,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan kemitraan, kemitraan yang berjalan antara petani tebu rakyat dengan PG XYZ sudah berjalan cukup baik. Hal ini terlihat dari perjanjian kemitraan yang sudah banyak terealisasi. Namun demikian, lemahnya perjanjian tersebut dari sisi hukum mengakibatkan beberapa klausul perjanjian tidak sesuai dengan realisasi. Perjanjian kemitraan yang selalu sama tiap tahunnya, mengakibatkan tidak adanya perbaikan dalam pencapaian kesinergisan kemitraan. 2. Hasil analisis kepentingan-kepuasan dan indeks kepuasan pelanggan menunjukkan bahwa petani dengan skala kecil telah cukup puas dengan kinerja PG terutama atribut bantuan biaya tebang angkut, pemetaan luas areal kebun, dan frekuensi bimbingan teknis. Akan tetapi, petani mitra mengeluhkan bantuan biaya garap yang kurang dan juga terlambat. Petani skala kecil memiliki indeks kepuasan sebesar 63,124 persen. Angka ini dapat dikategorikan cukup puas atas kinerja PG selama kemitraan. 3. Petani mitra dengan skala usaha menengah menyatakan bahwa PG seringkali membeda-bedakan dalam hal penanganan terhadap keluhan sehingga seringkali petani skala menengah tidak mendapat respon terhadap keluhan dan rendemen yang diberikan kepada petani belum transparan. Atribut bantuan biaya tebang angkut dan frekuensi bimbingan teknis merupakan atribut yang dinilai kinerjanya cukup baik dibanding atribut lain. Indeks kepuasan petani mitra skala menengah sebesar 61,459 persen, artinya petani skala menengah cukup puas dengan kinerja kemitraan PG.
4. Petani mitra skala besar hanya menginginkan atribut rendemen untuk diperbaiki. Atribut bibit yang diberikan dan respon terhadap segala keluhan dinilai sudah memenuhi harapan petani mitra skala besar. Indeks kepuasan petani mitra skala besar sebesar 60,25 persen. Angka ini tidak berbeda jauh dengan petani mitra skala menengah dan dapat disimpulkan petani mitra skala menengah dan besar cukup puas.
8.2
Saran
1. Adanya perbaikan perjanjian kemitraan tiap tahunnya akan memperbaiki kemitraan antara petani tebu rakyat dengan PG XYZ. Perbaikan perjanjian kemitraan tersebut melibatkan pihak pelaku kemitraan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dan disepakati bersama. Di dalam menandatangani perjanjian kemitraan dilakukan di depan pejabat kecamatan agar lebih kuat secara hukum. 2. Mengevaluasi kemitraan tiap tahunnya sehingga mengetahui atribut kemitraan yang perlu diperbaiki dan atribut kemitraan yang harus dipertahankan kinerjanya sehingga kemitraan akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan kedua belah pihak pelaku kemitraan. 3. Agar petani mitra loyal dalam menggilingkan tebunya pada PG XYZ, diperlukan perwakilan dari petani dalam tim pengawas rendemen sebagai upaya transparansi rendemen untuk meningkatkan kepercayaan petani. 4. Petani tebu rakyat sebaiknya ikut menjaga kualitas tebu yang diberikan dengan menjamin bahwa tebu yang digiling di PG merupakan tebu yang bersih, segar, dan manis.
5. Perbaikan mesin sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi pabrik serta menambah kapasitas giling pabrik sehingga dapat memberikan tingkat rendemen yang optimal. 6. Peran aktif pemerintah diperlukan dalam mengaktifkan FMPG (Forum Musyawarah Produksi Gula) ditingkat pusat maupun daerah sebagai wadah komunikasi dan koordinasi antar pihak dalam perencanaan, sosialisasi dan pelaksanaan program.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, N. 2005. Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggan terhadap Mutu Layanan Jasa Lembaga Kursus Bahasa Inggris International Language Program (ILP), Bogor. Skripsi. Departemen Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Ardhiyanthi, E. 2003. Kajian Implementasi Kemitraan Agribisnis Tembakau Virginia PT Sadhana Arifnusa Bondowoso, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Arifin, B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta. Penerbit Buku Kompas Badan Agribisnis. 1998. Model Kemitraan Usaha Pertanian di Masa Krisis Ekonomi dan di Era Reformasi. Departemen Pertanian. Badan Pusat Statistik. 2003. Direktori Industri Makanan dan Minuman. Jakarta. . 2004. Kabupaten Ngawi dalam Angka. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Ngawi. Engel, Blackwell, Miniard. 1995. Perilaku Konsumen Jilid II. Jakarta . Binarupa Aksara Fadloli, F. 2005. Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara PT. Saung Mirwan dengan Mitra Tani Edamame di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. F.O. Lichts. 2005. World Sugar Balance. Germany. Hafsah, M.J. 2000. Kemitraan Usaha : Konsepsi dan Strategi. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan . 2002 Bisnis Gula di Indonesia. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan Hastuti, E.L. dan Bambang Irawan. 2004. Peran Kelembagaan Lokal pada Kegiatan Agribisnis di Pedesaan. ICASERD Working Paper Nomor 43. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor Ismai’il, N.M. 2001. Peningkatan Daya Saing Industri Gula Nasional Sebagai Langkah Menuju Persaingan Bebas. Journal Vol II hal 3-14. Institute for Science and Technology Studies. Jakarta Irawan, H. 2004. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta. PT Elex Media Komputindo
Kotler, P. 2000. Manajemen Pemasaran 2 Edisi Milinium. Jakarta. Prentice Hall Krisnamurthi, B. 2001. Agribisnis. Jakarta. Yayasan Pengembangan Sinar Tani Mardianto, S et al. 2005. Peta Jalan (Road Map) dan Kebijakan Pengembangan Indutri Gula Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 23 Juli 2005 Rangkuti, F. 2006. Measuring Customer Satisfaction. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang Nomor 9 Tentang Usaha Kecil. Rustiani F, Hetifah, dan Rimbo. 1997. Mengenal Usaha Pertanian Kontrak. Bandung. Yayasan Akatiga Sevilla et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta. UI-Press Suhartanto, D. 2001. Kepuasan Pelanggan : Pengaruhnya terhadap Perilaku Konsumen di Industri Perhotelan. Majalah Usahawan Nomor 07 Th XXX hal 42-47. Sukriswati, R. 2005. Peran Jawa Timur dalam Program Akselarasi Peningkatan Produktivitas Gula Nasional. Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Timur. Majalah Ratoon Edisi 11 Th III hal 16-17. Sulaksana, M. 2005. Kajian Implementasi Kemitraan antara Koperasi Usaha Berbasis Terigu dengan Perusahaan Besar Swasta (Studi Kasus di PT ISM Bogasari Flour Mills dan Koperasi Pedagang Mi Bakso Jakarta Utara). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta Susila, Nahdodin, Achmad HM. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Industri Berbasis Tebu. Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia. Veronica, N. 2001. Formulasi Pola Kemitraan Agribisnis pada PT. Agrobumi Puspa Sari dengan Petani Krisan. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
ADMINISTRATUR
Ka. Tanaman
Ka.Tan.Ryn I
Ka. Instalasi
Ka.Tan.
Ka.Tan.
Ryn II
Ryn III
SKW 01
ST. Ketel ST. Gilingan
SKW 05
SKW 08
SKW 02
Kend & Loko
Ka. Pabrikasi
Ka. A.K.U
Kemiker
Koordinator
Pemb.Kem.III
TR/Pengadaa ST. P. Tengah
SKW 06
SKW 11
SKW 03
Pembukuan/
Pemb.Kem.III
n Keuangan
ST. Puteran SKW 07
SKW 12
SKW 04
Pemb.Kem.III ST. Central
SKW 09
SKW 13 ST. Besali
SKW 10
Personalia Perlengkapan
SKW 14 PAKAM SKW 15
LITBANG Lampiran 1. Struktur Organisasi Perusahaan
Super High Sugar Nira Kental
Tebu
Gilingan
Nira Mentah
Ampas
Pemurni
Nira Encer
Blotok
Putaran
Tetes Penguapan
Air
Ketel Uap Keterangan :
= Hasil = Stasiun/Mesin Lampiran 2. Proses Penggilingan Tebu
KUISIONER PENELITAN UNTUK MENGETAHUI PELAKSANAAN KEMITRAAN PERUSAHAAN SEBAGAI MITRA PETANI No : .......................... Tgl :
........................ I. Data Pribadi 1. Nama
: ............................................................................................................
2. Jabatan
: ............................................................................................................
II. Kondisi Perusahaan 1. Apakah tujuan yang ingin dicapai perusahaan ? 2. Apakah visi dan misi perusahaan ? 3. Bagaimana struktur organisasi perushaan ? 4. Pihak/bagian yang terkait dengan program kemitraan ? 5. Adakah bagian perusahaan yang secara khusus menangani pembinaan kepada petani mitra?
III. Pelaksanaan Kemitraan 1. Tujuan apa ynag ingin dicapai dengan adanya kemitraan ? 2. Bagaimana bentuk pembinaan/bimbingan yang diberikan kepada petani ? 3. Bagaimana bentuk permodalan kepada petani ? 4. Bagaimana penyediaan sarana dan prasarana produksi untuk petani mitra ? 5. Adakah pendampingan secara teknis maupun non-teknis dari perusahaan mitra ? 6. Apakah petani mitra dilibatkan dalam pembuatan peraturan dan kontrak kemitraan ? 7. Apakah dalam pelaksanaanya, seluruh petani patuh terhadap peraturan dan kontrak kemitraan ? 8. Apa saja hak dan kewajiban untuk masing-masing pelaku kemitraan ? 9. Apa saja yang menjadi kendala di dalam kemitraan ? 10. Adakah kelembagaan yang dibentuk sebagai penghubung komunikasi dengan petani ? 11. Apa peran pemerintah dalam kemitraan ini ?
IV. Sistem Produksi 1. Apakah perusahaan memiliki target tahunan ?
2. Upaya apa yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan penguasaan teknologi bagi petani ? 3. Apakah untuk saat ini, produksi yang diterima perusahaan sudah sesuai dengan mutu yang diharapkan ? 4. Solusi apa yang dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi kendala teknis berupa faktor cuaca yang menyebabkan produksi tebu menjadi kurang baik ?
V. Pemasaran Hasil 1. Bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan di PG XYZ ? 2. Bagaimana sistem pembayaran hasil terhadap petani ? 3. Apa peranan PG Soedhono di dalam pelelangan gula ? 4. Fasilitas apa saja yang diberikan kepada petani selama pelelangan terjadi ?
VI. Pembiayaan/pendanaan 1. Apakah perusahaan mempunyai perencanaan khusus sebagai bentuk analisa pembiayaan yang dibutuhkan 2. Lembaga mana saja yang memberikan pinjaman dana ? 3. Bagaimana bentuk kerjasama perusahaan dengan pihak penyedia dana ? 4. Bagaimana aliran dana, dari pihak penyedia dana hingga sampai ke petani ? 5. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan atas dana yang diberikan ? 6. Bagaimana sistem pengembalian kredit yang dilakukan petani ?
KUISIONER PENELITAN TINGKAT KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN No : .......................... Tgl : ........................ Saya Luthfi Rocmatika, Mahasiswa Manajemen Agribisnis IPB sedang melakukan penyusunan skripsi ”Analisis Tingkat Kepuasan Petani Tebu Terhadap Pelaksanaan Kemitraan”, Dimohon kesediaan saudara/saudari untuk meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner ini secara lengkap. Kerahasiaan saudara/saudari sebagai responden terjamin. Atas bantuan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Petunjuk umum : Isilah/Berilah tanda (√ ) pada tempat yang sudah disediakan. I. IDENTITAS RESPONDEN Nama
: ..............................................................
□ Laki-laki
□
Jenis Kelamin
:
Alamat
: ................................................................
Usia
: ..................... tahun
Status
:
Pendidikan terakhir Anggota APTR Pengalaman bermitra
□ Menikah : □ SD : □ Ya
□ Belum Menikah □ SMP □ SMA □ Tidak
□ Sarjana
: ....................... tahun
Pengalaman menanam tebu Luas lahan yang digarap :
Perempuan
: ....................... tahun
□ Milik sendiri seluas....................................... ha □ Menyewa seluas........................................... ha □ Menyakap/bagi hasil seluas.......................... ha □ Lainnya (Sebutkan)....................................... ha
Rata-rata produksi per hektar
: ..........................kui
Rendemen Rata-rata
: ...........................%
Biaya garap per hektar
: Rp .........................
Biaya tebang per kuintal
: Rp .........................
Biaya Angkutan
: Rp .........................
Alasan anda dalam menanam tebu :
□ Lebih menguntungkan dibanding komoditas lain □ Cocok ditanam di daerah ini
□ Usaha turun temurun □ Lainnya................................................................... Adakah pekerjaan lain yang dilakukan selain usahatani tebu : □ Bertanam padi/jagung/............ □ Pedagang (warung, pasar) □ Lainnya....................................
III. TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN A. Petunjuk A Tingkat Kepentingan Dibawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan harapan Anda terhadap pelaksanaan kemitraan PG XYZ dengan petani mitra. Berilah tanda (√ ) pada kolom jawaban yang Anda pilih.
B. Petunjuk B Tingkat Kepuasan Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan yang Anda rasakan terhadap kinerja kemitraan yang telah anda terima dari PG XYZ. Berilah tanda (√ ) pada kolom jawaban yang anda pilih. No.
Atribut
KEPENTINGAN 1 Tidak Penting
1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kualitas bibit yang diberikan Peminjaman sarana produksi Bantuan biaya garap Pupuk yang diberikan Respon terhadap segala keluhan Kejujuran dari pihak inti Komunikasi yang dibangun Ketepatan waktu biaya garap Pemetaan luas areal kebun Frekuensi bimbingan teknis Pengaturan waktu giling Informasi rendemen Penentuan kualitas tebu Bantuan biaya tebang angkut Waktu pembayaran hasil panen
2 Kurang Penting
3 Cukup penting
KEPUASAN 4 Penting
5 Sangat Penting
1 Tidak Puas
2 Kurang Puas
3 Cukup Puas
4 Puas
5 Sangat Puas
II. PELAKSANAAN KEMITRAAN Apakah Anda mengikuti program kemitraan PG XYZ Alasan Anda dalam mengikuti kemitraan :
:
□ Ya
□ Tidak
□ Ingin mendapat bantuan modal □ Ingin menambah pengetahuan/keterampilan tentang pertanian
□ Ingin keuntungan meningkat □ Ingin mendapat jaminan pasar □ Lainnya...................................................................................... Apakah dalam kemitraan ini Anda mengetahui dan memahami peraturan kemitraan (perjanjian kontrak dgn PG XYZ) ?
□ Ya
□ Tidak
Apakah Anda ikut terlibat dalam membuat peraturan/kontrak kemitraan dengan PG XYZ ?
□ Ya □ Tidak, alasannya............................................................................................................................. Apakah dalam kemitraan anda mendapat bantuan sarana produksi (bibit, pupuk,alat-alat) ?
□ Ya, dalam bentuk (bahan/uang)* □ Tidak Apakah Anda mendapat bantuan pendanaan (modal awal) ?
□
Ya, sebutkan jumlahnya....................................................................................................................
□ Tidak Apakah Anda mengikuti bimbingan teknis yang dilakukan oleh pihak PG XYZ ?
□ Ya □ Tidak Fasilitas apa saja dalam kemitraan ini yang diberikan PG XYZ kepada Anda : 1................................................................................................................................................................. 2................................................................................................................................................................. 3................................................................................................................................................................. Masalah/kendala selama mengikuti kemitraan : 1................................................................................................................................................................. 2................................................................................................................................................................. 3................................................................................................................................................................. Saran Anda terhadap PG XYZ : ................................................................................................................................................................... ................................................................................................................................................................... ..................................................................................................................................................................