KAJIAN IMUNOPATOLOGI SISTEM LIMFORETIKULAR MENCIT (Mus musculus) PADA PERSEMBUHAN LUKA OPERASI DENGAN PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU
RESTU LIBRIANI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
KAJIAN IMUNOPATOLOGI SISTEM LIMFORETIKULAR MENCIT (Mus musculus) PADA PERSEMBUHAN LUKA OPERASI DENGAN PEMBERIAN MINYAK OBAT LUKA RANTAU
RESTU LIBRIANI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi
Nama Mahasiswa NIM
: Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak obat Luka Rantau : Restu Libriani : B04103144
Disetujui,
Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD Pembimbing I
Drh. Hernomoadi Huminto, MVS Pembimbing II
Diketahui,
Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH-IPB
Tanggal Lulus:
RINGKASAN RESTU LIBRIANI. Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka Rantau. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan HERNOMOADI HUMINTO. Minyak obat luka Rantau diracik dari bahan dasar minyak kelapa (Cocos nucifera), bekicot yang termasuk dalam genus Achantina (Achantina fulica), dan cangkang kijing air tawar (Velesunio ambiguus). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa pemberian minyak obat luka pasca operasi pada mencit (Mus musculus) efektif dapat menyembuhkan luka seefektif kontrol positif yang menerima antibiotik sehingga perlu dilakukan penelitian lanjut terhadap sistem limforetikularnya. Penelitian ini menggunakan 45 ekor mencit (Mus musculus) yang dibagi atas 3 kelompok, kelompok yang diberi minyak luka sehari pasca laparotomi flank, kelompok kontrol positif yang diberi antibiotik sehari pasca laparotomi flank dan kelompok kontrol negatif tanpa pemberian obat. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak lima kali yaitu hari ke-2, 4, 6, 13 dan 20 pasca pemberian obat. Parameter histopatologi yang diamati yaitu perbandingan jumlah germinal center dengan folikel limfonodus atau pulpa putih limpa, perbandingan ketebalan korteks dan medula (µm), pengukuran diameter folikel limfoid (µm), pengukuran diameter pulpa putih limpa (µm) dan perhitungan jumlah limfosit ulas darah. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan statistika menggunakan uji sidik ragam (ANOVA) dan uji wilayah berganda Duncan. Hasil penelitian menyimpulkan pemberian minyak obat luka Rantau secara peroral dengan dosis tunggal pasca laparotomi flank pada mencit (Mus musculus) dapat meningkatkan aktivitas sel-sel pertahanan tubuh.
i
ABSTRACT RESTU LIBRIANI. Immunopathological Study of Lymphoreticular Organ System in the Surgical Wound Healing with Traditional Rantau’s Medicated Oil. Undersupervise by DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and HERNOMOADI HUMINTO. Traditional Rantau’s medicated oil made of mixture of coconut (Cocos nucifera) oil, snail (Achantina fulica) and freshwater mussel’s shell (Velesunio ambiguus). This traditional medicated oil was proven could induce surgical wound recovery although its mechanism is not clear. This study observed the activity of lymph reticular organ (thymus, lymph node and spleen) and blood smear. This research use 45 mice divided into 3 groups: oil treatment (received Rantau’s medicated oil), positive control (received antibiotic) and negative control (without treatment). The lymph reticular organs sample (necropsy) were obtained groups at 2nd, 4th, 6th, 13th and 20th day after laparotomi flank and received medication per oral. The histopathology parameters observed is to count the amount of germinal center and follicle of lymph nodes or white pulp of spleen, to measure the cortex and medulla thymus, diameter of lymph node follicle or white pulp of spleen and to count the lymphocytes from the blood smear. Analyzed descriptively then tested statistic dely with ANOVA and Duncan test. The study concluded that Rantau’s medicated oil could improve the quality of defence system of the body. Keywords: Indonesian tradisional herbal, immunopathology, lymphoreticular system.
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Oktober 1984 di Ujung Pandang (Makassar). Penulis adalah putri bungsu dari pasangan Drs. La Eta dan Dra. Waode Suryana Rere. Penulis menempuh pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 11 Raha (1991-1997) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Katobu (19972000), Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Tinggimoncong (20002003), Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Lulus SMU tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi pengurus Himpunan Minat dan Profesi Ornitologi dan Unggas (2006-2007), anggota Forum Ilmiah Mahasiswa (2005-2006), dan aktif di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bogor Komisariat fakultas Kedokteran Hewan.
iii
PRAKATA
Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadiran Allah SWT sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Imunopatologi Sistem Limforetikuler Mencit (Mus musculus) pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Luka Rantau. Terima kasih yang tiada terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta atas ketulusan doa, kasih sayang, nasehat, pengorbanan dan perjuangan yang senantiasa diberikan. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD dan drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku pembimbing tugas akhir atas bimbingan dan sarannya, Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka SpMP, MSc selaku pembimbing akademik atas dorongan dan semangat yang diberikan, Dr. Drh. Eva Harlina, Msi selaku penilai seminar dan penguji sidang tugas akhir atas saran dan kritiknya, para dosen FKH IPB atas ilmunya, pak Soleh, pak Kasnadi dan pak Endang yang telah membantu selama bekerja di Laboratorium Patologi serta seluruh civitas IPB, tempatku menimba ilmu dan pengalaman. Keluarga (k’ Awal, k’Allu, k’ Chelly dan smua keluarga besarku), Gymnolaemata 40, teman seperjuangan (yeyen dan k’Ican), Naura crew (Sari, Yeni, Chika, Gita, Uchay, mba Andri dan mba Bibah), mbak2ku di Wisma Annisa Cibanteng (’04’06), teman-teman di lab. Patologi (Yenyun, Au, Irma, Riska, Ayu), anak IKPM_SulTra Bogor (k’Ancil, k’Dasci, k’Mani, k’Isra, Abin, Nonong, Yus, ciang dan smua mieno wuna we Bogoro) atas persaudaraan, persahabatan, perhatian dan kasih sayangnya, my ”Lovely Bastille” (guru/saudara/sahabat/teman) sumber inspirasi dan semangat serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini, semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2007 Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………..
iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………..
iv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………..
v
PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………….………………... Tujuan ………………………………………………..…... Hipotesa ……………………………………………..…… Manfaat ……………………………………………...……
1 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Hewan Penelitian………………………………………… Zat-zat yang terkandung dalam minyak kelapa………….. Zat-zat yang terkandung dalam bekicot…………….…..... Zat-zat yang terkandung dalam cangkang kijing air tawar. Mekanisme Pertahanan Tubuh…………………………… Sistem Limforetikular……………………………………. Unsur Selular…………………………………………….. Limfosit………………………………………………….. Organ Limfatik…………………………………………... Timus…………………………………………………….. Limpa…………………………………………………….. Limfonodus (lymph node)………………...……………... Antibiotik…………………………………………………
3 4 7 8 9 10 10 11 12 13 14 15 17
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu ………...…………………………… Materi …………………………………...………………... Metode ………………………………...………………….
18 18 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas timus mencit........................................................................ Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas folikel limfonodus............................................................... Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas pulpa putih limpa………………………………………… Pengaruh pemberian minyak rantau terhadap aktivitas Limfosit darah……………………………………………. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ……………..………………………………..
25
27 30 34
37 v
Saran ……………………………………………………..
37
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………
38
LAMPIRAN ………………………………………………………
41
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Senyawa-senyawa aktif dari minyak kelapa murni dalam mengatasi beragam penyakit ………………………........
6
2
Kandungan bekicot ……………………………………..
8
3
Asam amino yang terkandung pada daging bekicot…….
8
4
Perbandingan ketebalan korteks dan medula (µm) mencit……………………………………………………
25
5
Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah folikel limfonodus mencit............................................................
28
6
Hasil pengukuran diameter folikel limfoid (µm) mencit..
29
7
Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah pulpa putih limpa mencit............................................................
31
8 9
Hasil pengukuran diameter pulpa putih limpa (µm) mencit…………………………………………………… Penghitungan jumlah limfosit ulas darah mencit………..
33 35
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Mencit sebagai hewan laboratorium……………………….
3
2
Buah kelapa (Cocos nucifera)……………………………..
5
3
Bekicot (Achantina fulica)…………………………………
7
4
Cangkang kijing air tawar………………………………...
9
6
Sel darah putih (leukosit)......................................................
12
7
Gambaran mikroskopik timus..............................................
13
8
Gambaran mikroskopik organ limpa……………………..
14
9
Gambaran mikroskopis linfonodus.......................................
16
10
Skema Metodelogi Penelitian……………………………..
19
11
Organ timus mencit..............................................................
25
12
Grafik perbandingan tebal korteks dan medula timus mencit................................................................................... ..... Organ limfonodus mencit.....................................................
26
13
27
14
Grafik perbandingan jumlah germinal center dan folikel limfoid................................................................................
29
15
Grafik diameter folikel limfonodus mencit........................
30
16
Organ limpa mencit............................................................
31
17
Grafik perbandingan jumlah germinal center dan folikel limfoid Grafik perbandingan jumlah germinal center dan pulpa putih..........................................................................
32
18
Grafik diameter pulpa putih mencit........................
33
19
Limfosit mencit...................................................................
34
20
Grafik Jumlah limfosit ulas darah mencit...........................
36
viii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Hasil uji ANOVA………………………………………….
41
2
Hasil uji Duncan……………..……………………………..
50
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alam yang sangat besar untuk pertumbuhan dan pengembangan tanaman obat dan aromatik. Sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan tumbuh di Indonesia dan beberapa diantaranya telah diketahui memiliki khasiat sebagai tanaman obat (Hembing 2005). Begitu halnya dengan potensi fauna yang juga telah diketahui dapat memberi manfaat bagi kesehatan. Masyarakat Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan dan hewan sebagai solusi dalam memelihara dan menanggulangi masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan menggunakan obat-obat sintetik dari bahan kimia dikenal masyarakat. Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan dan hewan tersebut merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman turuntemurun sebagai warisan hingga ke generasi sekarang. Tanaman obat relatif murah, mudah didapat dan sekaligus melestarikan alam sehingga tidak jarang di zaman modern seperti sekarang ini, dengan pesatnya kemajuan teknologi ilmu kedokteran tanaman obat dijadikan sebagai alternatif. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh masyarakat daerah Rantau, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan yang telah meracik minyak obat luka dari bahan-bahan yang berasal dari alam. Minyak obat luka tersebut diracik antara lain dari bahan dasar minyak kelapa (Cocos nucifera), bekicot yang termasuk dalam genus Achantina (Achantina fulica), dan cangkang kijing air tawar (Velesunio ambiguus). Minyak obat luka ini dipercaya dan telah digunakan oleh masyarakat daerah Rantau secara turuntemurun sebagai obat alternatif pada persembuhan luka pasca operasi. Minyak obat luka ini diberikan secara per oral pada ibu-ibu sehari setelah melahirkan (caesar). Dari penelitian-penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa minyak kelapa dan bekicot (Achantina fulica) berkhasiat obat dan sudah digunakan sebagai alternatif dalam memelihara dan menanggulangi masalah kesehatan. Umumnya penelitian hanya sebagai obat tunggal saja. Diduga telah terbentuk zat atau senyawa baru dari
penggabungan ketiga unsur alam tersebut (minyak kelapa, bekicot dan cangkang kijing air tawar) yang dapat mempercepat proses persembuhan luka pasca operasi. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan menunjukkan bahwa pemberian minyak obat luka Rantau pasca operasi pada mencit (Mus musculus) efektif dapat menyembuhkan luka seefektif kontrol positif dengan pemberian antibiotik. Namun, sejauh ini belum ada penelitian ilmiah yang dilakukan untuk mengetahui secara pasti pengaruh pemberian minyak obat luka tersebut terhadap sistem pertahanan tubuh (limforetikular) pasca luka operasi. Untuk itulah kajian imunopatologi terhadap sel darah putih (leukosit) dan beberapa organ limfoid mencit ini dilakukan.
Tujuan Penelitian Mengetahui aktivitas sistem limforetikular mencit (Mus musculus) setelah pemberian minyak obat luka Rantau secara per oral.
Hipotesa Pemberian minyak obat luka Rantau secara per oral diharapkan dapat memberi efek terhadap aktivitas sistem limforetikular mencit (Mus musculus). Ho: Pemberian minyak obat luka Rantau sebagai obat alternatif pada luka operasi dapat meningkatkan aktivitas pertahanan tubuh. H1: Pemberian minyak obat luka Rantau sebagai obat alternatif pada luka operasi tidak meningkatkan aktivitas pertahanan tubuh.
Manfaat Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang kandungan dan mengetahui pengaruh pemberian minyak obat luka tersebut terhadap sistem pertahanan tubuh, meningkatkan aktivitas pertahanan tubuh sehingga dapat dipertimbangkan sebagai minyak obat luka.
2
TINJAUAN PUSTAKA Hewan Penelitian Mencit atau tikus putih merupakan hewan laboratorium yang sering digunakan untuk penelitian (Gambar 1). Mencit laboratorium ini mempunyai banyak galur baik inbread (DDY, Balb/c, DBA, dan B6) maupun outbred seperti Swiss webster. Menurut Penn (1999), klasifikasi mencit laboratorium adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas : Mammalia Order : Rodentia Family
: Muridae
Subfamily
: Murinae
Genus
: Mus
Species
: Mus musculus
Gambar 1 Mencit sebagai hewan laboratorium. (Sumber: http://news service. stanford.edu/news/2005/august24/gifs/mice_smooth.jpg).
Mencit rumah atau mencit liar adalah hewan yang semarga dengan mencit laboratorium dan tersebar di seluruh dunia (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Seluruh galur mencit laboratorium yang ada saat ini merupakan turunan dari mencit liar, setelah melewati peternakan selektif. Saat ini ada berbagai mencit dengan bulu dan galur serta berat badan yang berbeda-beda. Mencit laboratorium merupakan strain mencit yang telah dikembangkan sejak 100 tahun silam oleh ahli genetik dari peternak mencit (Penn 1999). Mencit adalah hewan crepuscular yang akan lebih aktif pada senja dan malam hari. Memiliki lama hidup sekitar satu hingga dua tahun, bahkan ada yang bisa mencapai usia tiga tahun. Mencit mencapai usia dewasa pada 35 hari dimana setelah usia delapan minggu sudan dapat dikawinkan. Lama kebuntingan mencit berkisar antara 19-21 hari dengan jumlah anak rata-rata enam ekor. Bobot mencit dewasa adalah 20-40 gram dan mencit betina adalah 18-35 gram (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Mencit dipilih sebagai hewan coba karena mudah dipelihara, membutuhkan ruang yang tidak luas, harganya murah dan mudah diperoleh di pasaran atau di peternakan hewan kecil.
Zat-Zat yang Terkandung dalam Minyak Kelapa Buah kelapa mengandung beberapa bahan kimia antara lain pada daging buah mengandung minyak lemak, karbohidrat, protein, stigmasterin, fitosterin, kolin, asam tridekanoat, vitamin A, B, C dan E (Gambar 2). Santan kelapa memiliki kandungan antara lain: glukosa, sakarosa, fruktosa, protein, asam karbonat, enzim (sakharase, oksidase, katalase, diastase), tannin dan air sedangkan Minyak kelapa mengandung stegmastatrienol, stigmasterol, fucosrol (Hembing 1994).
4
Gambar 2 Buah kelapa (Cocos nucifera). (Sumber: http://www.wikihow.com/ images/c/c6/Cracked_coconut.JPG). Minyak kelapa mengandung asam laurat yang tinggi sampai 53 persen, sebuah lemak jenuh dengan rantai karbon sedang (jumlah karbonnya 12) yang biasa disebut medium-chain fatty acid atau MCFA. Asam laurat (lauric acid) ini dapat membentuk monolaurin dalam tubuh manusia dan hewan. Monolaurin adalah antiviral, antibakterial dan antiprotozoal monogliserida yang digunakan oleh hewan atau manusia untuk menghancurkan lipid yang melapisi virus seperti HIV, herpes, cytomegalovirus, influenza, berbagai bakteri patogen yang mencakup Listeria monocytogenes dan Helicobacter pylori dan protozoa seperti Giardia lamblia. Beberapa studi juga telah menunjukkan bahwa asam laurat bebas mempunyai efek sebagai antimikrobial (Anonimous 2004). Menurut Suhirman (2004), sifat-sifat anti-infeksi yang dipunyai oleh asamasam lemak bergantung pada struktur kimianya, misalnya aktivitas antiviral pada lemak-lemak jenuh yang berantai karbon sedang, asam laurat (dua belas karbon) mempunyai aktivitas antiviral yang lebih besar daripada asam kaprilat (dengan delapan carbon) atau asam kaprat (sepuluh karbon).
5
Tabel 1
Senyawa-senyawa aktif dari minyak kelapa murni dalam mengatasi beragam penyakit
Aktivitas/Penyakit Antioksidan (mencegah kanker, meningkatkan daya tahan tubuh)
Senyawa aktif yang terkandung dalam minyak kelapa murni yang berperan dan kemungkinan mekanisme kerjanya Asam-asam lemak jenuh dalam minyak kelapa terkandung hingga 92%.
Antimikroba (antibakteri, anti cendawan, dan antivirus)
Asam-asam lemak jenuh rantai sedang atau medium chain fatty acids (MCFA), terutama asam laurat, asam miristat, asam kaprilat dan asam kaprat serta bentuk monogliseridanya, yaitu monolaurin, monomiristin, monokaprilin dan monokaprin. Monogliserida dan asam lemak bebas melarutkan dinding mikroba yang berlapis lipid sehingga selnya menjadi pecah dan mati.
Kolesterol
Senyawa aktif polifenol berperan dalam menurunkan kadar kolesterol total, trigliserida, fosfolipida, LDL dan VLDL serta meningkatkan HDL kolesterol dalam serum dan jaringan.
Hipertensi/stroke
Dietanolamida dan gliserida stearat yang terkandung dalam minyak kelapa dapat menurunkan tekanan darah.
Jantung koroner
Penurunan kadar kolesterol dalam darah oleh senyawa polifenol dan MCFA memiliki dampak positif terhadap kesehatan jantung.
Osteoporosis
Asam-asam lemak jenuh yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga dapat melindungi tulang dari radikal bebas perusak tulang.
Antidiabetes
MCFA meransang (mengiduksi) sekresi insulin.
Sumber : Subroto 2005.
6
Zat-Zat yang Terkandung dalam Bekicot Semua kelas yang termasuk hewan lunak (Mollusca), termasuk bekicot mengandung bahan aktif berkhasiat obat (Gambar 3).
Gambar 3 Bekicot (Achantina fulica). (Sumber: http://www.flickr.com/photos/ namakulia/108502437/). Diantara bahan-bahan yang berhasil diisolasi oleh para ahli kimia farmasi dan diteliti oleh ahli-ahli farmakologi adalah asetikholin, dopamine, 5hidroksitriptamin, kholinesterase dan monoaminoksidase. Bahan-bahan ini dapat menstimulasi syaraf simpatis. Syaraf simpatis mengatur kerja otot-otot polos pembuluh-pembuluh darah dan organ-organ interna termasuk jantung. Stimulasi pada syaraf ini menyebabkan relaksasi otot-otot polos pembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan juga memacu jantung. Secara dominan reaksinya menyebabkan vasodilatasi pembuluh-pembuluh darah di daerah Splankhikus (di bagian punggung), sehingga tekanan darah menurun (Anonimous 2002).
7
Tabel 2 Kandungan bekicot Bahan
Komposisi Air Protein Lemak Kalsium (Ca) Fosfor (P) Serat Kasar
Tepung Bekicot Mentah 7,59 59,27 3,62 6,40 0,85 2,47
Tepung Bekicot Rebus 7,54 57,72 4,60 7,83 0,95 0,08
Sumber : Diambil dari Kompiang dan Creswell (1980) dalam http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0206/05/gizi2.htm
Tabel 3 Asam amino yang terkandung pada daging bekicot Berat (gram/100 gram berat bahan kering)
Asam Amino Asam Amino Esensial : • Isoleusin • Leusin • Lisin • Metionin • Sistin • Fenilalanin • Tirosisn • Treonin • Triptofan • Valin
2,64 4,62 4,35 1,00 0,60 2,62 2,44 2,76 3.07
Asam Amino Non Esensial : • Arginin • Histidin • Alanin • Asam aspartat • Asam glutamat • Glisin • Prolin • Serin
4,88 1,43 3,31 5,98 8,16 3,82 2,79 2,96
Sumber : Diambil dari Kompiang dan Creswell (1980) dalam http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0206/05/gizi2.htm
Zat-zat yang Terkandung dalam Cangkang Kijing Air Tawar Cangkang dari mollusca (termasuk kijing air tawar) memiliki struktur yang terbuat dari kalsium karbonat, yaitu kira-kira 89 – 99% dan sebagian lainnya terdiri dari 1 – 2% fosfat, bahan organik conchiolin dan air (Gambar 4). Lapisan narcreous
yang
mengkilap
mengandung
jauh
lebih
banyak conchiolin
dibandingkan dengan lapisan prismatik. Kandungan mutiara terdiri dari 91% kalsium karbonat, conchiolin dan 3% air (Dharma 1988).
8
Gambar 4 Cangkang kijing air tawar. (Sumber: http://www.garfishindo.com/ images/products/snail_kijing_clam.jpg). Sejauh ini belum ditemukan literatur tentang manfaat dari cangkang kijing air tawar sehingga sebagai pembanding digunakan cangkang mollusca laut yang banyak mengandung kitosan. Kitosan merupakan turunan senyawa kitin yang diisolasi dari kulit udang, rajungan dan kepiting melakui reaksi kimia atau enzimatis. Salah satu senyawa kimia turunan kitosan adalah glukosamina. Glukosamina ini didapatkan dengan proses degradasi pemutusan molekul besar kitosan melalui proses kimiawi. Aplikasi glukosamina dibidang medis sangatlah luas meliputi pencegahan arterosklerosis, hipertensi, diabetes, meningkatkan kekebalan tubuh dan sebagai anti tumor dibidang onkologi (Rismana 2007).
Mekanisme Pertahanan Tubuh Tubuh akan selalu berhubungan dengan agen penyakit atau mikroba, seperti bakteri, virus, jamur dan parasit, melalui kulit, mulut, saluran pernapasan, saluran pencernaan, lapisan membran mata dan juga jaringan yang lebih dalam. Tubuh mempunyai sistem kekebalan, yaitu sistem tanggap kebal (sistem imun). Sistem imun adalah kemampuan tubuh untuk dapat mengenali dan menghancurkan benda-benda yang dianggap asing oleh tubuh yang kemudian akan diambil dan diolah oleh sel yang peka antigen dengan cara memproduksi antibodi (Tizard 1988). Bila sistem imun terpapar zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang dapat terjadi, yaitu respon imun non spesifik yang umumnya merupakan imunitas bawaan (natural immunity) dan respon imun spesifik atau 9
imunitas dapatan (acquired immunity). Imunitas bawaan adalah kekebalan yang didapatkan sejak lahir sedangkan imunitas dapatan adalah kekebalan yang terbentuk setelah terpapar benda asing atau kuman tertentu, seperti virus dan toksin (Tizard 1988). Imunitas dapatan terdiri dari respon imun humoral, respon imun selular dan interaksi antara respon imun humoral dan respon imun selular (antibody dependent cell mediated). Respon imun humoral diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi satu populasi sel plasma yang memproduksi dan melepaskan antibodi spesifik ke dalam darah sedangkan respon imun selular (Cell mediated immunity) didapat melalui pembentukan sel limfosit yang teraktifasi dalam jumlah besar yang secara khusus dibuat untuk menghancurkan benda asing (Boedina 2000). Respon imun individu terhadap unsur-unsur patogen sangat bergantung pada kemampuan untuk mengenal dan melakukan reaksi yang tepat untuk menyingkirkan antigen. Faktor yang dapat mempengaruhi status kekebalan tubuh hewan antara lain faktor genetik, lingkungan dan fisiologi (Roitt 1988).
Sistem Limforetikular Sistem limforetikular dikelompokkan dalam 2 unsur, yakni unsur selular yang terdiri atas limfosit yang berfungsi dalam respon imun spesifik dan sel-sel lain yang berperan dalam respon imun non spesifik. Unsur yang kedua adalah unsur organ dan jaringan yang terbagi dalam organ limfoid primer (timus) dan organ limfoid sekunder (limpa, kelenjar limfe dan jaringan limfoid lain).
Unsur Selular Semua sel yang berfungsi dalam respon imun diketahui berasal dari sel induk pluripoten yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur, yaitu jalur limfoid yang membentuk limfosit dan turunannya serta jalur mieloid yang membentuk sel-sel fagosit dan sel-sel lain (Boedina 2000). Setiap limfosit memiliki reseptor pada permukaannya yang mampu mengenal antigen tertentu. Walaupun demikian, limfosit-limfosit yang lain masih dapat mengenal jenis antigen lain, sehingga seluruh populasi limfosit dapat mengenal sejumlah antigen yang bervariasi (Boedina 2000).
10
Disamping populasi limfosit, masih ada sel-sel lain yang juga berperan dalam respon imun, yaitu fagosit mononuklear yang terdiri atas monosit dan makrofag serta granulosit yang disebut sel-sel polimorfonuklear (PMN) terdiri atas sel-sel neutrofil, eosinofil dan basofil. Sel lain yang juga berperan dalam respon imun adalah mastosit dan trombosit (Boedina 2000). Sel fagosit mononuklear berkembang dari sel induk mieloid yang dihasilkan oleh sumsum tulang. Sel ini mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai: fagosit profesional dengan fungsi utama menghancurkan antigen dan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang fungsinya menyajikan antigen kepada limfosit. Sebagai fagosit profesional yang terpenting adalah makrofag. Sel ini diproduksi sumsum tulang dari sel induk mieloid melalui stadium promonosit. Sel-sel ini antara lain melapisi sinusoid limpa dan kelenjar limfe dan mempunyai peran penting dalam respon imun, diantaranya sebagai sel efektor, menghancurkan mikroorganisme serta sel-sel ganas dan benda-benda asing (Boedina 2000). Sel-sel polimorfonuklear (PMN) berasal dari sel induk mieloid dan merupakan 60%-70% dari jumlah leukosit dalam sirkulasi darah, walaupun dapat juga dijumpai ekstravaskular. Sel PMN mempunyai inti yang terbagi atas beberapa lobul dan dalam sitoplasma terdapat tiga macam granula, yaitu granula primer, sekunder dan tersier. Granula primer merupakan granula azurofilik yang mengandung mieloperoksidase, lisozim dan sejumlah protein bermuatan positif (kationik). Granula sekunder mengandung laktoferin, lisozim dan protein pengikat B-12. Sedangkan granula tersier mengandung lisozim dan hidrolase asam (Boedina 2000).
Limfosit Limfosit merupakan sel leukosit agranulosit yang memiliki sitoplasma dengan warna biru muda pada pewarnaan HE. Intinya sangat besar dan berwarna ungu tua. Ukurannya paling kecil diantara ketiga sel granulosit (Gambar 5).
11
Gambar 5 Sel darah putih (leukosit), limfosit. (Sumber : http://Id.wikipedia.org) Pada kondisi normal jumlah limfosit pada mencit yaitu 55%-85% dari total leukosit (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Limfosit ini berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B yang berperan penting dalam respon imun. Sel T berperan dalam imunitas seluler dan diperkirakan 70-75 % dari seluruh limfosit darah. Sel T menimbulkan respon imun selular sedangkan sel B akan menghasilkan antibodi pada respon imun humoral. Dalam sistem pertahanan tubuh guna memberantas bahan-bahan infeksius atau toksin selain dilakukan dengan fagositosis juga dilakukan dengan pembentukan antibodi oleh limfosit. Limfosit berfungsi sebagai pembunuh alami yang dapat menghancurkan sel-sel asing atau sebagai penghasil antibodi untuk respon spesifik (Guyton & Hall 1997).
Organ Limfatik Menurut Boedina (2000), organ dan jaringan limfoid terbagi dalam dua kelompok utama, yaitu organ limfoid primer yang fungsi utamanya adalah embriogenesis dari sel-sel yang berfungsi dalam respon imun dan organ limfoid sekunder yang disamping limfopoesis juga beraksi aktif terhadap stimulasi antigen. Termasuk kedalam organ limfoid primer antara lain timus dan bursa Fabricious pada unggas, sedangkan organ limfoid sekunder antara lain limpa, simpul limfe (lymph nodus).
12
Timus Timus terdiri dari sejumlah lobul berisi epitelial yang tersusun longgar dan setiap lobul dibatasi oleh kapsul jaringan ikat. Di bagian luar setiap lobulus, yaitu korteks, diinfiltrasi padat dengan limfosit, tetapi pada bagian dalam, yaitu medula, sel epitelial jelas terlihat (Gambar 6). Kelenjar timus berada di bagian anterior mediastinum, terbagi dalam dua lobus dan banyak lobulus yang masing-masing terdiri atas korteks dan medula. Sel induk pluripoten yang merupakan cikal bakal sel T, masuk ke dalam timus lalu berploriferasi menjadi sel yang disebut timosit.
Gambar 6 Gambaran mikroskopik timus. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/ Thymus). Penyediaan darah ke timus berasal dari arteri yang masuk melalui jaringan ikat pembatas dan menjulur sebagai anteriol sepanjang pertemuan kortiko-medula. Kapiler yang terjadi dari arteriol ini dibatasi oleh penghalang yang terdiri dari endotel, membran basal yang sangat tebal dan lapisan luar dari sel epitelial yang berkesinambungan. Penghalang ini efektif mencegah antigen yang beredar memasuki korteks timus. Tidak ada saluran limfe yang masuk ke dalam timus (Tizard 1988). Fungsi timus belum diketahui dengan jelas karena tidak adanya akibat yang terlihat nyata bila timus pada hewan dewasa dibuang. Namun, pada rodensia yang baru lahir dapat memberi dampak bila timusnya dibuang. Hal tersebut dikarenakan hewan menjadi lebih peka terhadap infeksi.
13
Limpa Limpa berfungsi sebagai penyaring (filter) darah dan penyimpan zat besi (Fe) untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin yang terkait dengan respon imunologi terhadap antigen yang berasal dari darah dan menyimpan eritrosit serta trombosit. Limpa dibungkus oleh jaringan ikat tebal sebagai kapsula dan dibagian luar dibalut oleh peritonium. Kapsula memiliki dua lapis jaringan ikat dan otot polos yang berfungsi sebagai penunjang parenkim limpa. Trabekula terdiri dari serabut kolagen, serabut elastik dan otot polos mulai dari kepala sampai ke hilus. Trabekula mengandung arteri, vena, pembuluh limfe dan syaraf (Gambar 7). Kapsula, trabekula dan serabut retikuler menunjang parenkim limpa yang terdiri dari pulpa merah dan pulpa putih (Dellmann dan Brown 1989).
Gambar 7 Gambaran mikroskopik organ limpa. (Sumber: http://www.deltagen. com/target/histologyatlas/atlas_files/hematopoietic/spleen_4x.htm). Bagian pulpa merah untuk menyimpan eritrosit, untuk penjerat antigen dan untuk eritropoiesis (Tizard 1988). Sebagian besar dari pulpa limpa berwarna merah dan banyak mengandung darah yang disimpan dalam jalinan retikuler. Pulpa merah terdiri dari arteriol pulpa (pulp arterioles), kapiler selubung serta kapiler terminal, sinus venous atau venula dan bingkai limpa (Dellmann dan Brown 1989). Pulpa putih adalah jaringan limfatik yang menyebar di seluruh limpa sebagai nodulus limpa dan seperti selubung limfatik periarterial
14
(Periarterial Lymphatic Sheaths, disingkat PALS). Pada kedua lokasi, serabut retikuler dan sel retikuler membentuk jalinan stroma dalam tiga dimensi mengandung pecahan limfosit, makrofag dan sel-sel aksesori lain (Dellmann dan Brown 1989). Pada bagian pulpa putih inilah terjadi tanggap kebal (Tizard 1988). Daerah marginal adalah daerah yang berbatasan langsung dengan lapis terakhir dari lapisan konsentris yang dibentuk oleh retikulum pada permukaan pulpa putih. Daerah marginal merupakan filter paling utama bagi darah. Daerah ini merupakan tempat ideal bagi antigen darah untuk mengadakan kontak dengan elemen limfatik, sebab begitu banyak kapiler disini. Aktifitas limfloblas di daerah perifer dari pulpa putih merupakan indikasi pertama awal respons kekebalan humoral (Dellmann dan Brown 1989). Dari sini darah mengalir perlahan menuju sinus venous atau venula pulpa merah. Banyak makrofag dan populasi limposit khusus terdapat di daerah marginal. Semua unsur dari darah, juga antigen mengadakan kontak dengan makrofag dan limfosit setempat. Partikel yang mengambang dalam plasma darah difagositosis secara efisien oleh makrofag dan merupakan kondisi ideal untuk penampilan antigen (Dellmann dan Brown 1989). Mekanisme filtrasi limpa dapat meningkat bila jaringan retikuler banyak berisi sel-sel retikuler dan makrofag. Umumnya tiap sediaan pulpa merah banyak mengandung makrofag yang memfagositose pecahan pigmen darah merah yang disebut dengan hemosiderin.
Limfonodus (lymph node) Berbentuk bulat atau seperti kacang, ditempatkan strategis pada saluran limfatik sehingga dapat menjerat antigen bagian perifer tubuh menuju aliran darah. Terdiri dari jaringan-jaringan retikuler yang diisi dengan limfosit, makrofag dan sel dendrit. Simpul limfe terbagi atas korteks perifer, medula sentral dan suatu daerah yang tidak beraturan antara korteks dan medula yang disebut wilayah parakortikal (Gambar 8).
15
Gambar 8 Gambaran mikroskopis limfonodus. (Sumber : http://www.upei.ca/ ~morph/webct/Modules/Lymphoid/tonsil.html. Sel darah korteks terutama terdiri dari limfosit B dan tersusun dalam nodul sebelum kontak dengan antigen, nodul ini disebut nodul primer. Pada simpul limfe yang sudah dirangsang oleh antigen, sel dalam folikel primer meluas membentuk struktur yang khas dan dikenal sebagai germinal center. Folikel yang mengandung germinal center ini kemudian dikenal sebagai folikel sekunder sedangkan folikel tersier adalah sel dalam zone parakortikal terutama terdiri dari limfosit T dan tersusun dalam nodul yang kurang teratur (Boedina 2000). Simpul limfe mempunyai dua sistem penjeratan antigen yang terpisah, yakni menggunakan makrofag yang terdapat dalam medula dan melibatkan sel dendrit yang terdapat dalam korteks, terutama dalam folikel sekunder. Efisiensi dari sistem yang melibatkan makrofag relatif efektif pada kontak pertama dengan antigen sedangkan sistem yang melibatkan dendrit sebagai alat penjeratan antigen tergantung pada adanya antibodi yang diperlukan supaya antigen bisa menempel pada penjuluran-penjuluran sel dendrit (Tizard 1988). Antigen masuk ke limfonodus melalui sel dendrit, berinteraksi dengan sel T dan kemudian mengaktifkannya. Limfonodus amat berperan dalam mengikat antigen yang masuk melalui saluran limfe aferen. Antigen akan berinteraksi dengan makrofag, sel B dan sel T. Interaksi ini akan menimbulkan adanya reaksi imun.
16
Antibiotik Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan modern. Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh nakteri atau virus. Antibiotik dijuluki ”peluru ajaib” : obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya. Antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Salah satunya adalah yang bekerja sebagai inhibitor dan sintesis (cephalosphorin).
17
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
dilaksanakan
di
bagian
Patologi,
Departemen
Klinik,
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu kegiatan dimulai dari bulan April 2006 hingga Agustus 2006 yang dilanjutkan dengan pengamatan preparat dan pengolahan data pada bulan Februari hingga Mei 2007.
Materi • Hewan Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) sebanyak 45 ekor. • Minyak obat luka Rantau Minyak obat luka Rantau diperoleh langsung dari daerah Rantau, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan yang telah diolah dan dikemas baik. • Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pakan dan minum mencit, BNF (Buffer Neutral Formalin) 10%, eter, NaCl fisiologis, alkohol 70%,
akuades,
obat
cacing
dengan
zat
aktif
imidazol,
antibiotik
(cephalosphorin yang diberikan sehari pasca laparotomi dan penisilinstreptomisin diberikan setelah penjahitan laparotomi dilakukan), serta obat bius (ketamin dan xylazin). • Peralatan Peralatan penelitian yang digunakan adalah: kandang adaptasi dan kandang percobaan mencit, timbangan digital, anaerobic jar, kertas buram, sonde lambung, spoit 1 ml, pipet mikrometer, botol minum mencit, silet, jarum jahit, cat gut, talenan, stiroform, aluminium foil, 1 set jarum pentul, alat bedah dan nekropsi (pinset, scalpel, gunting), kertas label, kapas, tissue, plastik tempat sampel, cawan petri, gelas objek, gelas penutup (cover glass), mikroskop, video micrometer dan video foto mikroskop.
Metode • Kandang Kandang yang digunakan ada dua macam yaitu kandang adaptasi dan kandang percobaan. Kandang adaptasi dan kandang percobaan berupa kotak plastik dengan ukuran 20 x 30 cm sebanyak 15 buah dan tutup dari kawat untuk sirkulasi udara. • Perlakuan terhadap Mencit Percobaan Mencit yang digunakan berjumlah 45 ekor yang dibagi menjadi 3 kelompok
perlakuan
yaitu
kontrol
positif
yang
diberi
antibiotik
(cephalosphorin) pasca laparotomi flank, kontrol negatif tanpa pemberian obat dan kelompok perlakuan yang diberi minyak obat luka pasca laparotomi flank. Tiap perlakuan dibagi lagi menjadi 5 kelompok kecil (masing-masing dengan 3 ekor ulangan) berdasarkan waktu pengambilan sampel yaitu pada hari kedua, keempat, keenam, ketiga belas dan kedua puluh pasca pengobatan (pp). Masa adaptasi mencit dipelihara pada kandang-kandang yang telah disediakan dengan diberi makan, minum, obat cacing dan antibotik (cephalosphorin) peroral. Pemberian obat cacing hanya sekali saja sedangkan untuk antibiotik diberikan selama 5 hari berturut-turut. Setelah pemberian obat cacing dan antibiotik, mencit dibiarkan selama 7 hari tanpa perlakuan dan selanjutnya dilakukan laparotomi (Gambar 10).
Adaptasi Laparotomi Flank Pemberian Obat Pengambilan Sampel 14 hr
L O 1
2
3
4
5
6
7
8
Pengambilan Sampel
Pengambilan Sampel 9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
2 0
Hari Pengamatan
Gambar 10 Skema Metodelogi Penelitian.
19
• Operasi dan Pemberian Obat Luka Sebelum dilakukan laparotomi flank, mencit dengan bobot badan ratarata 30 gram diberi anastesi menggunakan kombinasi Ketamin (10%) dan Xylazin (20%) secara Intra Peritonial (IP). Selanjutnya rambut di sekitar lokasi sayatan dicukur dengan menggunakan gunting/silet lalu kulit diseka dengan kapas beralkohol 70%. Mencit disayat menggunakan scalpel pada bagian abdomen daerah flank secara aseptis sepanjang 1-1,5 cm. Arah sayatan vertikal searah os. Costae pada sisi kiri abdomen. Lapisan pada abdomen disayat mulai dari lapisan terluar daerah abdomen yaitu lapisan kulit (epidermis dan dermis), m. rectus abdominis hingga lapisan peritonium lalu diberi antibiotik penisilinstreptomisin dan luka sayatan ditutup kembali dengan melakukan penjahitan secara aseptis. Sehari setelah pembedahan (laparotomi flank), mencit diberi antibiotik (Cephalosphorin) untuk kelompok kontrol positif dan minyak obat luka Rantau untuk kelompok perlakuan dengan pemberian minyak obat luka sedangkan untuk kelompok kontrol negatif tanpa pemberian obat. Antibiotik dan minyak obat luka diberikan peroral dengan menggunakan stomach tube dengan dosis antibiotik 250/kg BB dan minyak obat luka 1 ml/50 kg BB. • Pengambilan dan Pembuatan Preparat Darah Darah diambil langsung dari organ jantung segera setelah penyayatan daerah thoraks dilakukan dengan menggunakan spoit lalu dibuat preparat ulas darah. Darah dari spoit diteteskan secukupnya ke atas sebuah objek glass, selanjutnya dengan menggunakan salah satu sisi dari glass objek yang lain dilakukan ulas darah (kemiringan ± 60O) dan dibiarkan hingga kering. Preparat ulas dimasukkan kedalam larutan methanol selama ± 5 menit lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna giemsa selama ± 25 menit. • Pengambilan Sediaan dan Pembuatan Preparat Histopatologi Organ Timus, Limfonodus dan Limpa dengan Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Setelah dilakukan pengamatan patologi anatomi dan diambil darahnya, mencit percobaan dieuthanasi dengan menggunakan kloroform yang diteteskan pada kapas dalam anaerobic jar. Mencit percobaan kemudian disayat pada 20
bagian ventral tubuh, yakni dari daerah thoraks hingga ke posterior abdomen dan diambil organ timus, limfonodus dan limpa. Organ yang telah diambil selanjutnya dimasukkan ke dalam botol berisi larutan Buffer Netral Formalin (BNF) 10%, fiksasi selama ± 48 jam. Organ yang telah difiksasi selanjutnya diproses di Laboratorium Patologi dengan langkah-langkah sebagai berikut: -
Penipisan (trimming) Organ diiris tipis ± 0,5 cm. Daerah yang diambil adalah bagian tengah organ, lalu dimasukkan ke dalam kaset.
-
Proses dehidrasi Potongan organ yang telah ditipiskan (triming) kemudian dimasukkan ke dalam automatic tissue berturut-turut dengan menggunakan larutan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 95% I dan alkohol 95% II, alkohol 100% I dan alkohol 100% II, masing-masing selama ± 2 jam.
-
Proses penjernihan (clearing) dan imersi dalam larutan parafin Sediaan kemudian direndam dalam alkohol 100% dan xylol dengan perbandingan 1:1 selama 45 menit, kemudian direndam dalam xylol dua kali masing-masing selama 45 menit. Selanjutnya dimasukkan ke dalam xylol parafin pada gelas pemanas dengan suhu 60 OC dua kali masingmasing selama 45 menit.
-
Pencetakan (embeding) Sediaan dimasukkan ke dalam alat pencetak berisi parafin cair. Lalu diatur letak sediaan dengan arah vertikal dan horizontal. Pada saat parafin mulai membeku, parafin ditambahkan kembali sampai alat pencetak penuh dan dibiarkan sampai mengeras.
-
Pengirisan dengan mikrotom Sediaan diiris menggunakan mikrotom dengan tebal 5µm. hasil irisan yang berbentuk pita (ribbon) diletakkan diatas permukaan air dengan suhu ± 45 O
C. sediaan diangkat dari permukaan air menggunakan objek glass dan
diletakkan di atasnya. Selanjutnya dimasukkan ke dalam inkubator (60 OC) selama 12 jam.
21
-
Pewarnaan Sediaan dimasukkan ke dalam xylol dua kali masing-masing selama 3 menit. Kemudian didehidrasi berturut-turut ke dalam alkohol 100% selama beberapa menit, dilanjutkan dengan alkohol 95%, alkohol 80% dan alkohol 70% masing-masing selama 1 menit. Sediaan dicuci dengan air dan direndam selama beberapa menit. Sediaan diwarnai dengan pewarnaan umum Hemotoksilin Eosin (HE). Berikut tahapan pewarnaan HE terhadap sediaan yang berada pada gelas objek: Proses deparafinisasi dan rehidrasi Sediaan direndam dalam xylol I selama 2 menit kemudian berturut-turut dilakukan perendaman dalam xylol II selama 2 menit, alkohol absolut selama 2 menit, alkohol 95% selama 1 menit, alkohol 85% selama 1 menit dan dibilas air mengalir selama 1 menit. Tahap pewarnaan Sediaan direndam dalam Mayer’s haematoxylin selama 8 menit kemudian dibilas air mengalir selama 30 detik, direndam dalam lithium karbonat selama 15-30 detik, dibilas dengan air mengalir selama 2 menit, Direndam dalam eosin selama 2-3 menit dan dibilas dengan air mengalir 30-60 detik. Tahap dehidrasi Setelah proses deparafinisasi, rehidrasi dan pewarnaan selesai dilakukan, sediaan kemudian dicelup dalam alkohol 95% 10 celupan, dicelup dalam alkohol absolut I 10 celupan, dicelup dalam alkohol absolut II selama 2 menit, direndam dalam xylol I selama 1 menit, direndam dalam xylol II selama 2 menit dan direndam dalam xylol II selama 2 menit.
-
Penutupan sediaan Diatas objek gelas ditetesi zat perekat canada balsam dan selanjutnya ditutup dengan gelas penutup sediaan (cover glass). Sediaan kemudian diberi label dan disimpan beberapa jam sampai zat perekatnya kering.
22
• Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan menggunakan mikroskop, video fotomikroskop dan video micrometer. Adapun parameter pengamatan adalah diferensiasi darah untuk preparat ulas darah pada 10 lapang pandang (1 lapang pandang = 201,5 µm persegi), mengukur ketebalan korteks dan medula organ timus, menghitung jumlah folikel dan germinal center serta mengukur diameter folikel atau pulpa putih untuk organ limfonodus dan limpa. • Analisis Data Analisis data hasil pengamatan histopatologi dilakukan secara kualitatif (deskriptif) dengan membandingkan data dari ketiga kelompok perlakuan yang dilanjutkan dengan olah data secara statistika (kuantitatif) yaitu dengan uji sidik ragam (ANOVA) dan uji wilayah berganda Duncan.
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada saat dilakukan nekropsi tidak tampak adanya perubahan patologi anatomi yang menciri dari hasil penelitian pengaruh pemberian minyak obat luka Rantau terhadap organ imun mencit, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut secara mikroskopis. Aktivitas sistem organ imun diamati melalui karakteristik mikroskopis terhadap organ imun yaitu timus, limfonodus, dan limpa serta aktivitas limfosit darah. Organ limfoid (timus, limpa, dan limfonodus) dan sumsum tulang pembentuk leukosit yang merupakan komponen penting dari sistem pertahanan tubuh. Perkembangan sel darah putih terutama sel polimorfonuklear (granulosit) dan monosit banyak dihasilkan di dalam organ limfogenik termasuk kelenjar limfe, timus, tonsil, dan berbagai limfoid yang terletak di dalam usus dan tempat lain (Sturkie & Griminger 1976). Masing-masing dari organ limfoid akan menunjukan aktivitas yang berbeda sesuai cara antigen diproses dalam organ tersebut. Pemrosesan antigen merupakan proses yang penting dalam tubuh untuk stimulasi limfosit selanjutnya karena reseptor limfosit akan mengenal antigen berdasarkan susunan asam amino dalam rantai peptida dan bukan bentuk proteinnya. Sel limfosit akan menyebar ke seluruh tubuh untuk mencari antigen yang kemudian akan membentuk antigen-antibodi kompleks dan untuk membawa respon imun.
Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Timus Mencit Dari hasil pengamatan secara kualitatif terlihat bahwa secara umum di timus terlihat adanya bintik-bintik (starry sky) yang menandakan adanya makrofag yang bekerja fagositosis dan mendegradasi antigen di permukaan sedangkan secara kuantitatif aktivitas timus diamati dengan membandingkan ketebalan korteks dan medula pada kelompok kontrol positif, negatif, dan perlakuan (Gambar 11). Bagian korteks diinfiltrasi padat oleh limfosit sedangkan pada medula, sel epitelial lebih jelas terlihat (Tizard 1988).
Gambar 11 Gambaran mikroskopis organ timus mencit. Pewarnaan HE. Skala 10 µm. Sel T dalam timus dilatih untuk mengenali/membedakan antara zat yang berasal dari tubuh dan zat asing bagi tubuh. Sel-sel yang berpotensi untuk menolak antigen yang berasal dari tubuh akan dimusnahkan sehingga sel-sel yang keluar dari timus hanya sel yang akan menolak zat asing bagi tubuh. Hasil pengukuran ketebalan korteks dan medula yang diuji dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan ketebalan korteks dan medula timus mencit (µm) Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Korteks per medula Minyak obat luka 1.8708±0.882a Kontrol positif 2 1.4925±0.3996b Kontrol negatif 1.3020±0.0815ab Minyak obat luka 1.7765±0.4364a Kontrol positif 4 1.0730±0.1775a Kontrol negatif 1.5391±0.5219a Minyak obat luka 1.5087±0.5978a Kontrol positif 6 1.4282±0.2681a Kontrol negatif 1.3384±0.0923a Minyak obat luka 1.8589±0.4392a Kontrol positif 13 1.2645±0.2613a Kontrol negatif 1.5209±0.2669a Minyak obat luka 1.8174±0.4228a Kontrol positif 20 1.3104±0.1268a Kontrol negatif 1.6977±0.5504a Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05).
25
Pada hari ke-2 pasca pengobatan (pp), perbandingan korteks dan medula antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif berbeda nyata (P<0.05) sedangkan antara kontrol positif dan kontrol negatif serta kelompok minyak obat luka dan kontrol negatif tidak berbeda nyata (P>0.05). Selanjutnya pada hari ke-4 hingga hari ke-20 pp tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05) antara ketiga kelompok perlakuan (Tabel 4). Perbedaan yang nyata pada minyak obat luka dapat disebabkan oleh aktivitas sel timosit (sel hasil proliferasi dari sel induk pluripoten yang merupakan cikal bakal sel T di dalam timus) pada korteks timus. Aktivitas timosit ini dapat menyebabkan peningkatan ketebalan pada daerah korteks (Dellmann dan Brown 1989). Perbedaan tersebut dapat pula disebabkan oleh adanya respon imun terhadap efek toksisitas dari kedua perlakuan (minyak obat luka dan antibiotik). Respon imun yang terjadi dapat berupa mitogen sel B (sel B yang menjalani mitosis) yang merangsang sel B untuk melepaskan limfosit. Hasil penelitian tentang toksikopatologi organ hati dan ginjal menggunakan perlakuan yang sama menunjukan bahwa antibiotik dan minyak obat luka samasama toksisitas ringan pada hati dan ginjal walaupun pada ginjal antibiotik memberikan presentase lesio lebih tinggi (Febrianti 2007). Perbedaan yang tidak nyata (P>0.05) antara ketiga kelompok perlakuan (hari ke-4 hingga hari ke-20 pp) dapat disebabkan oleh efek obat yang sudah berangsur hilang dan luka operasi sudah mengalami persembuhan yang hampir sempurna (Tabel 4). Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Grafik perbandingan tebal korteks dan medula timus mencit.
26
Begitu halnya dengan Gambar 12, hari ke-6 terlihat adanya penurunan grafik dan hari ke-13 terjadi peningkatan kembali. Hal itu dapat disebabkan oleh menurunnya jumlah sel korteks setelah kerja dari starry sky yang kemudian mengalami regenerasi sel kembali sehingga jumlah sel meningkat. Kemungkinan masuknya antigen baru dapat pula meningkatkan jumlah sel korteks. Senyawa yang terdapat dalam minyak obat luka Rantau diduga dapat meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel T dalam timus. Salah satu senyawa dalam minyak obat luka Rantau yaitu asam laurat yang banyak ditemukan dalam minyak kelapa murni (48-50%). Asam laurat sangat bermanfaat menangkal virus, bakteri dan patogen lain serta membangun sistem kekebalan tubuh seperti halnya air susu ibu yang juga mengandung asam laurat (Anonimous 2005).
Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Folikel Limfonodus Secara umum dengan pengamatan kualitatif dari ketiga kelompok perlakuan terlihat adanya starry sky (menandakan terjadinya makrofag yang bekerja fagositosis yang mendegradasi antigen di permukaan), hiperplasia folikel limfoid dan germinal center pada folikel limfoid sekunder sedangkan secara kuantitatif aktifitas limfonodus diamati dengan menghitung rataan diameter folikel yang terdapat dalam setiap sediaan organ limfonodus (Gambar 13).
Gambar 13 Organ limfonodus mencit (folikel limfoid). Pewarnaan HE. Skala 10 µm. 27
Adanya starry sky, hiperplasia folikel limfoid atau pun germinal center menunjukan adanya aktivitas sel-sel limfoid terhadap antigen di limfonodus. Hiperplasia biasanya telihat pada perlakuan pengobatan yang menimbulkan adanya proliferasi makrofag sinusoid dan proliferasi limfosit yang terjadi primer di parakorteks (Elwell et al. 1990). Kemampuan sistem imun memberi respon aktif pada limfonodus ditandai dengan adanya germinal center (Banks 1986). Analisis adanya aktivitas sel-sel fagosit pada limfonodus secara statistik dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan terhadap perbandingan jumlah germinal center dan jumlah folikel limfonodus disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah folikel limfonodus mencit Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Germinal center per olikel Minyak obat luka 1.1139 ±0.6033a Kontrol positif 2 0.6444±0.0385 a Kontrol negatif 0.7111±0.4439a Minyak obat luka 0.4545±0.2621a Kontrol positif 4 0.8121±0.5227a Kontrol negatif 0.2698±0.3510a Minyak obat luka 0.3676±0.0436a Kontrol positif 6 0.7593±0.2851b Kontrol negatif 0.4286±0.1429ab Minyak obat luka 0.3385±0.2356a Kontrol positif 13 0.4349±0.1228a Kontrol negatif 1.2399±1.0916a Minyak obat luka 0.5972±0.4646a Kontrol positif 20 0.6667±0.2887a Kontrol negatif 1.4000±0.5292a Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05).
Secara umum dari Tabel 5 terlihat tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) dari ketiga kelompok perlakuan, perbedaan hanya ditemukan pada hari ke-6 pp. Hal itu menujukkan bahwa respon aktif pada limfonodus yang ditandai dengan adanya germinal center dari ketiga kelompok perlakuan tidak signifikan perbedaannya. Analisis data dapat pula disajikan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 14 sebagai berikut:
28
Gambar 14 Grafik perbandingan jumlah germinal center dan folikel limfoid mencit. Dari Gambar 14 terlihat bahwa pada hari ke-2 pp, minyak obat luka memberi respon pembentukan limfoid sekunder dengan germinal center lebih banyak dari kontrol positif dan negatif sedangkan kontrol positif terjadi pada hari ke-6 pp dan hari ke-20 pp untuk kotrol negatif. Sel yang sedang membelah biasanya relatif besar dan berwarna pucat serta memadatkan limfosit disekitarnya menjadi suatu mantel padat yang mengelilingi pusat germinal (Tizard 1988). Berdasarkan hasil pengukuran diameter folikel limfonodus pada ketiga kelompok perlakuan yang diuji dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan diperoleh hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Hasil pengukuran diameter folikel limfoid mencit (µm) Kelompok Hari ke- (pp) Diameter folikel Minyak obat luka 12.209±0.848a Kontrol positif 2 9.862±1.698a Kontrol negatif 9.509±2.227a Minyak obat luka 11.727±1.546a Kontrol positif 4 9.573±1.677b Kontrol negatif 8.449±1.127b Minyak obat luka 11.178±1.464a Kontrol positif 6 10.451±0.875a Kontrol negatif 11.275±1.496a Minyak obat luka 11.207±0.510a Kontrol positif 13 10.483±3.014a Kontrol negatif 10.434±1.393a Minyak obat luka 11.765±0.922a Kontrol positif 20 10.829±2.786a Kontrol negatif 12.218±1.429a Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05).
29
Analisis data dengan grafik disajikan dalam Gambar 15 sebagai berikut:
Gambar 15 Grafik diameter folikel limfonodus mencit (µm). Secara umum dari data diatas (Tabel 6) terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dari ketiga kelompok perlakuan (P>0.05). Perbedaan yang nyata (P<0.05) hanya ditemukan pada hari ke-4 pp yaitu antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif serta minyak obat luka dan kontrol negatif sedangkan dari grafik (Gambar 15) tampak bahwa pemberian minyak obat luka Rantau menyebabkan diameter folikel limfonodus lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif dan negatif walaupun dari data harian yang didapatkan tidak stabil. Variasi tersebut dapat disebabkan oleh adanya hiperplasia folikel akibat respon imun. Diduga minyak obat luka memberi respon lebih terhadap hiperplasia dan mampu meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel T pada limfonodus mencit.
Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Pulpa Putih Limpa Dari hasil pengamatan secara kualitatif terlihat adanya germinal center di pulpa putih, starry sky dan hiperplasia pulpa putih sedangkan aktivitas limpa diamati secara kuantitatif dengan mengukur rataan diameter pulpa putih (Gambar 16). Pulpa putih limpa terdiri dari jaringan limfoid dan sangat erat berhubungan dengan pembuluh darah. Pulpa putih banyak dikelilingi arteriol pada bagian perifer dan kaya dengan sel T (Tizard 1988).
30
Gambar 16 Organ limpa mencit. Pewarnaan HE. Skala 10 µm. Jika antigen memasuki tubuh melalui saluran darah, antigen tersebut kemungkinan besar diangkut ke limpa dan berinteraksi dengan Antigen Presenting Cell (APC) seperti sel dendrit dan makrofag sehingga terjadi peningkatan jumlah sel-sel limfoid pada awal persembuhan luka. Interaksi antara APC dan sel T kemudian akan mengaktifkan sel B serta sel T dan merangsang imun. Selanjutnya antibodi dihasilkan dan memasuki aliran darah. Hasil perbandingan jumlah germinal center dan pulpa putih limpa yang diuji dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Tabel 7). Tabel 7 Perbandingan jumlah germinal center dan jumlah pulpa putih limpa mencit Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Germinal center per pulpa putih Minyak obat luka 0.3896±0.0909a Kontrol positif 2 0.4233±0.3751a Kontrol negatif 0.1923±0.0999a Minyak obat luka 0.2948±0.0942a Kontrol positif 4 0.3813±0.2474a Kontrol negatif 0.3485±0.3027a Minyak obat luka 0.3148±0.0740a Kontrol positif 6 0.2851±0.1997a Kontrol negatif 0.7667±0.4041a Minyak obat luka 0.4710±0.0983a Kontrol positif 13 0.5940±0.0854a Kontrol negatif 0.5333±0.4509a Minyak obat luka 0.4848±0.0525a Kontrol positif 20 0.2226±0.1366a Kontrol negatif 0.9513±0.9484a Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05).
31
Dari Tabel 7 terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) dari ketiga kelompok perlakuan. Hal itu menunjukkan bahwa respon aktif pada limpa yang ditandai dengan adanya germinal center dari ketiga kelompok perlakuan tidak signifikan perbedaannya. Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 17.
Gambar 17 Grafik perbandingan jumlah germinal center dan pulpa putih mencit.
Pada hari ke-2 pp kontrol positif dan minyak obat luka memperlihatkan adanya respon yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol negatif sedangkan pada hari ke-6 pp tampak adanya peningkatan yang sangat signifikan pada kontrol negatif. Selanjutnya antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif menunjukkan adanya suatu pola grafik yang tidak begitu signifikan (Gambar 17). Adanya germinal center menunjukkan adanya respon imun terhadap antigen. Folikel primer yang terpapar antigen akan membentuk folikel sekunder dengan germinal center. Berikut adalah hasil pengukuran diameter pulpa putih limpa yang dianalisis dengan uji statistik ANOVA dan duncan (Tabel 8).
32
Tabel 8 Hasil pengukuran diameter pulpa putih limpa mencit (µm). Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Diameter pulpa putih Minyak obat luka 15.114±2.128a Kontrol positif 2 8.676±1.209b Kontrol negatif 10.965±1.322b Minyak obat luka 10.290±0.883a Kontrol positif 4 9.126±0.802b Kontrol negatif 8.316±0.702ab Minyak obat luka 10.821±0.685a Kontrol positif 6 10.306±0.942a Kontrol negatif 10.212±3.148a Minyak obat luka 12.730±0.624a Kontrol positif 13 12.592±2.220a Kontrol negatif 10.279±1.114a Minyak obat luka 16.438±2.906a Kontrol positif 20 14.709±3.006a Kontrol negatif 13.684±1.923a Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0.05) .
Pada hari ke-2 dan ke-4 pp, antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif terlihat perbedaan yang nyata (P<0.05) sedangkan antara kelompok positif dan negatif tidak terlihat perbedaan yang nyata (P>0.05). Perbedaan yang nyata juga ditemukan antara kelompok minyak obat luka dan kontrol negatif (hari ke-2 pp). Perbedaan ini menunjukan bahwa antara kelompok minyak obat luka dan kontrol positif serta antara kelompok minyak obat luka dan kelompok negatif memberi respon imun yang berbeda. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemberian minyak luka telah memulai respon imun dengan menstimuli perbanyakan sel-sel limfoid di pulpa putih. Pemberian minyak luka memberi respon imun yang lebih baik pada proses persembuhan luka pasca operasi terutama terlihat pada hari ke-2 pp (Tabel 8). Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik berikut (Gambar 18):
Gambar 18 Grafik rataan diameter pulpa putih mencit (µm). 33
Dari grafik di atas tampak bahwa pemberian minyak obat luka Rantau menyebabkan diameter lebih besar dari kontrol positif dan negatif. Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas sel T dan sel B yang meningkat. Pada hari ke-4 pp (minyak obat luka dan antibiotik) tampak penurunan grafik yang begitu nyata. Penurunan ini dapat disebabkan oleh menurunnya aktivitas imunosit. Aktivitas imunosit diatur oleh jumlah antigen dan adanya reaksi umpan balik negatif dari antibodi yang dihasilkannya
Pengaruh Pemberian Minyak Obat Luka Rantau terhadap Aktivitas Limfosit Darah Fungsi utama limfosit adalah responnya terhadap antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah serta dalam pengembangan imunitas (kekebalan) seluler (Frandson 1992). Limfosit dapat membentuk beratus-ratus jenis antibodi dan limfosit sensitif yang berbeda-beda, masing-masing jenis sifatnya spesifik untuk suatu antigen yang khusus, dan tiap jenisnya dapat berganda mencapai jumlah yang sangat besar (yang disebut clone),
apabila digertak oleh antigen spesifik yang jumlahnya
cukup (Frandson 1992). Berikut adalah gambar leukosit darah mencit (Gambar 19).
Gambar 19 Gambaran mikroskopis limfosit mencit (ulas darah) . Pewarnaan giemsa. Skala 10 µm.
34
Limfosit T yang berkaitan dengan antigen akan teraktifasi dan membentuk limfokin. Limfokin inilah yang akan mengaktifasi monosit menjadi makrofag di jaringan. Apabila limfosit T mengalami ekspose terhadap antigen maka limfosit T akan di rangsang untuk berganda dengan cepat dan menghasilkan lebih banyak lagi limfosit T yang bekerja langsung melawan antigen yang spesifik. Organisme asing akan lebih awal difagositosis oleh makrofag dan antigennya akan dilepaskan ke dalam sitosol kemudian antigen tersebut akan berkontak dengan limfosit sehingga limfosit akan memperbanyak diri (Guyton & Hall 1997). Analisis data dengan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan terhadap jumlah limfosit ulas darah disajikan dalam Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9 Penghitungan jumlah limfosit ulas darah mencit Kelompok Hari ke- (pasca pengobatan) Jumlah limfosit Minyak obat luka 10.333±0.577a Kontrol positif 2 10.333±1.528a Kontrol negatif 7.000±1.732b Minyak obat luka 10.667±0.577a Kontrol positif 4 10.333±0.577a Kontrol negatif 9.667±0.577a Minyak obat luka 10.000±0.000a Kontrol positif 6 9.667±0.577a Kontrol negatif 9.000±1.000a Minyak obat luka 10.333±0.577a Kontrol positif 13 8.000±1.732a Kontrol negatif 9.667±1.155a Minyak obat luka 10.000±0.000a Kontrol positif 20 10.000±0.000a Kontrol negatif 10.000±0.000a Keterangan: Huruf (superskrip) yang sama menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata (P<0.05).
Ketiga kelompok perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0.05). Perbedaan nyata (P<0.05) hanya ditemukan pada hari ke-2 pp, yaitu antara kelompok minyak obat luka dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif dengan kontrol negatif (Tabel 9).
35
Analisis data dapat pula dilakukan dengan grafik seperti yang disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20 Jumlah limfosit ulas darah mencit. Begitu halnya dengan Gambar 20, kelompok kontrol negatif dengan jumlah limfosit yang relatif sedikit dibandingkan kedua kelompok perlakuan lainnya dapat disebabkan oleh adanya inflamasi akut. Inflamasi dapat terjadi akibat infeksi oleh bakteri. Bakteri, neutrofil atau makrofag yang telah lebih dahulu ada di tempat infeksi akan mengeluarkan sinyal faktor kemotaktik yang akan menarik sel-sel PMN sebagai sel pertama yang tiba di tempat infeksi. Pada kejadian inflamasi akut sel-sel polimorfonuklear (PMN) bergerak menuju lokasi masuknya antigen serta meningkatkan permeabilitas dinding vaskular yang mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan. Pergerakan tersebut dirangsang oleh mediator-mediator yang dilepaskan basofil, mastosit dan trombosit (Boedina 2000). Pemberian minyak obat luka Rantau memberi respon imun yang lebih baik dari antibiotik dan tanpa pemberian obat. Peningkatan jumlah limfosit pada mencit kemungkinan disebabkan oleh aktivasi senyawa dari minyak obat luka Rantau yang menyebabkan peningkatan pelepasan sel limfosit dari organ limfoid primer dan sekunder. Jika pada daerah luka terdapat banyak antigen, maka tubuh akan merespon limfosit keluar dan untuk dapat menghasilkan antibodi (Guyton & Hall 1997).
36
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan Pemberian minyak obat luka Rantau secara peroral dengan dosis tunggal pasca laparotomi flank pada mencit (Mus musculus) dapat meningkatkan aktivitas sel-sel pertahanan tubuh pada organ timus, linfonodus dan limpa serta menaikkan jumlah limfosit.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui senyawa-senyawa dalam minyak obat luka Rantau yang mempunyai efek terhadap aktifitas sistem limforetikular mencit (Mus musculus).
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2002. Budi Daya dan Prospek Bisnis Bekicot. Jakarta: Penebar Swadaya. Anonimous. 2005. Mentan Resmikan Laurica dan Puresso. http://www.google.com/search?q=cache:5wCMCOavB08J:www.litbang.dept an.go.id/berita/. [ 17 Juli 2007]. Anonimous. 2000. Introduction to Lymphoid Organs. http://www.upei.ca/~morph/webct/Modules/Lymphoid/tonsil.html. [10 Agustus 2007]. Banks WJ. 1986. Applied Veterinary Histology. Edisi 2. Louisiana: School of Veterinary Medicine Louisiana State University. Boedina S. 2000. Imunologi (Diagnosis dan Prosedur Laboratorium). Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I (Indonesian Shells). Jakarta: PT. Sarana Graha. Dellmann HD, Brown EM. 1989. Buku Teks Histology Veteriner I. Edisi 3. Penerjemah: Hartono R. Jakarta: UI Press. Elwell MR, Stefanski SA, Stromberg PC. 1990. Pathology of the Fischer Rat. San Diego: Academic Press, INC. Febrianti Y. 2007. Kajian Toksikopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Persembuhan Luka Operasi dengan Pemberian Minyak Obat Luka Rantau. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi 4. Yokyakarta: Gajah Mada University Press. Guyton AC, JE Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Editor: Irawati Setiawan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Hadiprawira K. 2006. Medica. 13 juli 2006. http://komarah.blogspot.com/ [27 Agustus 2007].
Hembing W, H Muhammad, S Dalimartha, dan AS Wirian. 1994. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid III. Pustaka Kartini. Hemingway H. 1978. The New Encyclopedia Britanica. Edisi 5, vol. 14. Tokyo Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Kompiang dan Creswell. 1980. Prosentase Komposisi Kimia Bekicot berdasarkan Bahan Kering. Kompas cyber 2002. http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0206/05/gizi2.htm [15 Maret 2007]. Penn D. 1999. A House Mouse Primer. http:// Stormy.biology.utah.edu/lab/mouse_primer.html [28 September 2007] Rismana E. 2007. Glukosamina Penghadang Aneka Penyakit. Pikiran Rakyat (Cakrawala-3/3/05). 2007 www.bppt.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1540 [15 Maret 2007] Rott IM. 1988. The Basic of Immunology. Edisi 6. Blackwell Scientific Publication. Oxford.
Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembibitan & Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta Soepardi R. 1957. Obat-obatan dari Hasil Hutan. Balai Pustaka. Jakarta.
Surini S. 2006. Antibiotik, Si "Peluu Ajaib". [24 September]. http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-10-Antibiotik,-SiPeluru-Ajaib-(Bagian-Petama).shtml.
39
Sturkie PD, Griminger P. 1976. Blood Physical Characteristic, Formed elements, Haeoglobin and Coagulation dalam Sturkie PD, editor. Phisiology. 3rd Edition. Springer Vertag. New York Heidelberg berlin. Hlm 65. Subroto MA. 2005. PCO (Pandanus Cocos Oil). Penebar Swadaya. Jakarta. Suhirman. 2002. Manfaat "Virgin Coconut Oil" bagi Kesehatan Masyarakat. http://www.inovasi.lipi.go.id/website/index.php?option=content&task=view& id=37&Itemid=1 [7 Februari 2004]. Tizard L.1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Edisi 2. W.B. Saunders Company. New York. http://www.deltagen.com/target/histologyatlas/atlas_files/hematopoietic/splee n_4x.htm. [10 Agustus 2007]. http://en.wikipedia.org/wiki/Thymus. [10 Agustus 2007] http://www.whfreeman.com/kuby/con_index.htm?10 [27 Agustus 2007].
http://direct.bl.uk/bld/SearchResults.do [27 Agustus]. http://www.google.co.id/search?q=sujudi+et.&hl=id&start=20&sa=N [27 Agustus 2007]. http://Id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Lymphocyte2.jpg
40
Lampiran 1 Hasil Uji ANOVA One-way ANOVA: timus h-2 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.2409
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.5031 0.3482 0.8513
MS 0.2515 0.0580
R-Sq = 59.09%
Mean 1.8708 1.3020 1.4925
StDev 0.0882 0.0815 0.3996
F 4.33
P 0.068
R-Sq(adj) = 45.46%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---+---------+---------+---------+-----(--------*---------) (---------*---------) (---------*--------) ---+---------+---------+---------+-----1.05 1.40 1.75 2.10
Pooled StDev = 0.2409 One-way ANOVA: timus h-4 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.4059
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.768 0.989 1.757
MS 0.384 0.165
F 2.33
R-Sq = 43.73%
Mean 1.7765 1.0730 1.5391
StDev 0.4364 0.1775 0.5219
P 0.178
R-Sq(adj) = 24.98%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev +---------+---------+---------+--------(-----------*----------) (----------*-----------) (-----------*----------) +---------+---------+---------+--------0.50 1.00 1.50 2.00
Pooled StDev = 0.4059 One-way ANOVA: timus h-6 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.3820
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.044 0.875 0.919
MS 0.022 0.146
R-Sq = 4.74%
Mean 1.5087 1.4282 1.3384
StDev 0.5978 0.2681 0.0923
F 0.15
P 0.864
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -------+---------+---------+---------+-(--------------*---------------) (---------------*--------------) (--------------*---------------) -------+---------+---------+---------+-1.05 1.40 1.75 2.10
Pooled StDev = 0.3820 One-way ANOVA: timus h-13 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
SS 0.533 0.665 1.198
MS 0.267 0.111
F 2.41
P 0.171
S = 0.3329
Level m n p
N 3 3 3
R-Sq = 44.51%
Mean 1.8589 1.2645 1.5209
R-Sq(adj) = 26.02%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev +---------+---------+---------+--------(----------*-----------) (-----------*----------) (-----------*-----------) +---------+---------+---------+--------0.80 1.20 1.60 2.00
StDev 0.4392 0.2613 0.2669
Pooled StDev = 0.3329 One-way ANOVA: timus h-20 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 13.13
Level m n p
N 3 3 3
SS 1369 1035 2404
MS 684 172
F 3.97
R-Sq = 56.95%
Mean 1.8174 1.31 1.6977
StDev 0.4228 0.1263 0.5504
P 0.080
R-Sq(adj) = 42.60%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -+---------+---------+---------+-------(----------*-----------) (-----------*----------) (----------*-----------) -+---------+---------+---------+--------16 0 16 32
Pooled StDev = 13.13 One-way ANOVA: limfonodus h-2 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.689
Level m n p
N 3 3 3
SS 12.92 17.13 30.05
MS 6.46 2.85
F 2.26
R-Sq = 43.00%
Mean 12.209 9.862 9.509
StDev 0.848 1.698 2.227
P 0.185
R-Sq(adj) = 24.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----+---------+---------+---------+----(-----------*-----------) (-----------*-----------) (-----------*----------) ----+---------+---------+---------+----8.0 10.0 12.0 14.0
Pooled StDev = 1.689 One-way ANOVA: limfonodus h-4 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.469
Level m n p
N 3 3 3
SS 16.65 12.94 29.59
MS 8.33 2.16
F 3.86
R-Sq = 56.27%
Mean 11.727 9.573 8.449
StDev 1.546 1.677 1.127
P 0.084
R-Sq(adj) = 41.69%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+---------+(----------*---------) (----------*---------) (---------*----------) --------+---------+---------+---------+-
42
8.0
10.0
12.0
14.0
Pooled StDev = 1.469 One-way ANOVA: limfonodus h-6 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.310
Level m n p
N 3 3 3
SS 1.22 10.29 11.51
MS 0.61 1.71
F 0.35
R-Sq = 10.58%
Mean 11.178 10.451 11.275
StDev 1.464 0.875 1.496
P 0.715
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+---------+(--------------*---------------) (--------------*---------------) (--------------*--------------) --------+---------+---------+---------+9.6 10.8 12.0 13.2
Pooled StDev = 1.310 One-way ANOVA: limfonodus h-13 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.940
Level m n p
N 3 3 3
SS 1.12 22.57 23.69
MS 0.56 3.76
F 0.15
R-Sq = 4.74%
Mean 11.207 10.483 10.434
StDev 0.510 3.014 1.393
P 0.864
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+------(----------------*----------------) (-----------------*----------------) (----------------*----------------) --+---------+---------+---------+------8.0 9.6 11.2 12.8
Pooled StDev = 1.940 One-way ANOVA: limfonodus h-20 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.712
Level m n p
N 3 3 3
SS 3.01 17.59 20.60
MS 1.50 2.93
F 0.51
R-Sq = 14.61%
Mean 11.765 10.829 12.218
StDev 0.922 2.786 0.429
P 0.623
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -------+---------+---------+---------+-(---------------*--------------) (--------------*--------------) (--------------*--------------) -------+---------+---------+---------+-9.6 11.2 12.8 14.4
Pooled StDev = 1.712 One-way ANOVA: limpa h-2 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
SS 63.89 15.47 79.37
MS 31.95 2.58
F 12.39
P 0.007
43
S = 1.606
Level m n p
N 3 3 3
R-Sq = 80.50%
Mean 15.114 8.676 10.965
StDev 2.128 1.209 1.322
R-Sq(adj) = 74.01%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---------+---------+---------+---------+ (------*-------) (-------*------) (-------*------) ---------+---------+---------+---------+ 9.0 12.0 15.0 18.0
Pooled StDev = 1.606 One-way ANOVA: limpa h-4 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.7992
Level m n p
N 3 3 3
SS 5.909 3.832 9.742
MS 2.955 0.639
F 4.63
R-Sq = 60.66%
Mean 10.290 9.126 8.316
StDev 0.883 0.802 0.702
P 0.061
R-Sq(adj) = 47.55%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev +---------+---------+---------+--------(---------*--------) (--------*--------) (--------*---------) +---------+---------+---------+--------7.2 8.4 9.6 10.8
Pooled StDev = 0.799 One-way ANOVA: limpa h-6 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.938
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.64 22.53 23.17
MS 0.32 3.75
F 0.09
R-Sq = 2.78%
Mean 10.821 10.306 10.212
StDev 0.685 0.942 3.148
P 0.919
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---+---------+---------+---------+-----(----------------*----------------) (----------------*-----------------) (----------------*----------------) ---+---------+---------+---------+-----8.0 9.6 11.2 12.8
Pooled StDev = 1.938 One-way ANOVA: limpa h-13 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.479
Level m n p
N 3 3 3
SS 11.38 13.12 24.50
MS 5.69 2.19
F 2.60
R-Sq = 46.46%
Mean 12.730 12.592 10.279
StDev 0.624 2.220 1.114
P 0.153
R-Sq(adj) = 28.61%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---------+---------+---------+---------+ (----------*---------) (---------*---------) (---------*----------)
44
---------+---------+---------+---------+ 10.0 12.0 14.0 16.0 Pooled StDev = 1.479 One-way ANOVA: limpa h-20 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 2.657
Level m n p
N 3 3 3
SS 11.62 42.36 53.98
MS 5.81 7.06
F 0.82
R-Sq = 21.53%
Mean 16.438 14.709 13.684
StDev 2.906 3.006 1.923
P 0.483
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -------+---------+---------+---------+-(------------*-----------) (-----------*------------) (------------*-----------) -------+---------+---------+---------+-12.0 15.0 18.0 21.0
Pooled StDev = 2.657 One-way ANOVA: limfosit h-2 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.374
Level m n p
N 3 3 3
SS 22.22 11.33 33.56
MS 11.11 1.89
F 5.88
R-Sq = 66.23%
Mean 10.333 10.333 7.000
StDev 0.577 1.528 1.732
P 0.039
R-Sq(adj) = 54.97%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+---(---------*--------) (---------*--------) (---------*---------) -----+---------+---------+---------+---6.0 8.0 10.0 12.0
Pooled StDev = 1.374 One-way ANOVA: limfosit h-4 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.5774
Level m n p
N 3 3 3
SS 1.556 2.000 3.556
MS 0.778 0.333
F 2.33
R-Sq = 43.75%
Mean 10.667 10.333 9.667
StDev 0.577 0.577 0.577
P 0.178
R-Sq(adj) = 25.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ----+---------+---------+---------+----(----------*-----------) (-----------*----------) (-----------*-----------) ----+---------+---------+---------+----9.10 9.80 10.50 11.20
Pooled StDev = 0.577 One-way ANOVA: limfosit h-6 versus C1 Source C1 Error
DF 2 6
SS 1.556 2.667
MS 0.778 0.444
F 1.75
P 0.252
45
Total
8
S = 0.6667
Level m n p
N 3 3 3
4.222 R-Sq = 36.84%
Mean 10.000 9.667 9.000
StDev 0.000 0.577 1.000
R-Sq(adj) = 15.79%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---------+---------+---------+---------+ (-----------*-----------) (-----------*-----------) (----------*-----------) ---------+---------+---------+---------+ 8.80 9.60 10.40 11.20
Pooled StDev = 0.667 One-way ANOVA: limfosit h-13 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 1.247
Level m n p
N 3 3 3
SS 8.67 9.33 18.00
MS 4.33 1.56
F 2.79
R-Sq = 48.15%
Mean 10.333 9.667 8.000
StDev 0.577 1.155 1.732
P 0.139
R-Sq(adj) = 30.86%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+---------+(-----------*-----------) (----------*-----------) (----------*-----------) --------+---------+---------+---------+7.5 9.0 10.5 12.0
Pooled StDev = 1.247 One-way ANOVA: limfosit h-20 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0
R-Sq = *%
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.0000000 0.0000000 0.0000000
Mean 10.0000 10.0000 10.0000
MS 0.0000000 0.0000000
F *
P *
R-Sq(adj) = *%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev +---------+---------+---------+--------* * * +---------+---------+---------+--------10.0000 10.0010 10.0020 10.0030
StDev 0.0000 0.0000 0.0000
Pooled StDev = 0.0000 One-way ANOVA: germinal center per jumlah folikel limfoid h-2 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.4330
Level m n
N 3 3
SS 0.387 1.125 1.512
MS 0.194 0.187
F 1.03
R-Sq = 25.60%
Mean 1.1139 0.7111
StDev 0.6033 0.4439
P 0.412
R-Sq(adj) = 0.80%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---------+---------+---------+---------+ (-----------*------------) (-----------*-----------)
46
p
3
0.6444
0.0385
(-----------*-----------) ---------+---------+---------+---------+ 0.50 1.00 1.50 2.00
Pooled StDev = 0.4330 One-way ANOVA: germinal center per jumlah folikel limfoid h-4 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.3937
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.456 0.930 1.386
MS 0.228 0.155
F 1.47
R-Sq = 32.90%
Mean 0.4545 0.2698 0.8121
StDev 0.2621 0.3510 0.5227
P 0.302
R-Sq(adj) = 10.53%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+---------+--(----------*----------) (----------*-----------) (----------*----------) ------+---------+---------+---------+--0.00 0.50 1.00 1.50
Pooled StDev = 0.3937 One-way ANOVA: germinal center per jumlah folikel limfoid h-6 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.1858
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.2664 0.2072 0.4736
MS 0.1332 0.0345
R-Sq = 56.26%
Mean 0.3676 0.4286 0.7593
StDev 0.0436 0.1429 0.2851
F 3.86
P 0.084
R-Sq(adj) = 41.68%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+---------+--(----------*---------) (---------*----------) (---------*----------) ------+---------+---------+---------+--0.25 0.50 0.75 1.00
Pooled StDev = 0.1858 One-way ANOVA: germinal center per jumlah folikel limfoid h-13 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.6486
Level m n p
N 3 3 3
SS 1.470 2.524 3.994
MS 0.735 0.421
F 1.75
R-Sq = 36.80%
Mean 0.3385 1.2399 0.4349
StDev 0.2356 1.0916 0.1228
P 0.252
R-Sq(adj) = 15.73%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+---------+(------------*------------) (------------*------------) (------------*------------) --------+---------+---------+---------+0.00 0.70 1.40 2.10
Pooled StDev = 0.6486
47
One-way ANOVA: germinal center per jumlah folikel limfoid h-20 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.4394
Level m n p
N 3 3 3
SS 1.187 1.158 2.345
MS 0.594 0.193
F 3.07
R-Sq = 50.61%
Mean 0.5972 1.4000 0.6667
StDev 0.4646 0.5292 0.2887
P 0.120
R-Sq(adj) = 34.15%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev +---------+---------+---------+--------(---------*---------) (---------*----------) (---------*---------) +---------+---------+---------+--------0.00 0.60 1.20 1.80
Pooled StDev = 0.4394 ————— 8/30/2007 2:39:03 PM ————————————————————
Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'D:\TU2\MINITABKU\MINITAB RST.MPJ' One-way ANOVA: germinal center per jumlah pulpa putih h-2 versus C1 Source DF SS MS F P C1 2 0.0934 0.0467 0.88 0.462 Error 6 0.3178 0.0530 Total 8 0.4113 S = 0.2302
Level m n p
N 3 3 3
R-Sq = 22.71%
Mean 0.3896 0.1923 0.4233
StDev 0.0909 0.0999 0.3751
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev -----+---------+---------+---------+---(------------*------------) (------------*------------) (------------*------------) -----+---------+---------+---------+---0.00 0.25 0.50 0.75
Pooled StDev = 0.2302 One-way ANOVA: germinal center per jumlah pulpa putih h-4 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.2321
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.0114 0.3233 0.3348
MS 0.0057 0.0539
R-Sq = 3.42%
Mean 0.2948 0.3485 0.3813
StDev 0.0942 0.3027 0.2474
F 0.11
P 0.901
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --+---------+---------+---------+------(----------------*---------------) (---------------*----------------) (---------------*---------------) --+---------+---------+---------+------0.00 0.20 0.40 0.60
Pooled StDev = 0.2321 One-way ANOVA: germinal center per jumlah pulpa putih h-6 versus C1 Source C1
DF 2
SS 0.4370
MS 0.2185
F 3.14
P 0.117
48
Error Total
6 8
S = 0.2637
Level m n p
N 3 3 3
0.4174 0.8543
0.0696
R-Sq = 51.15%
Mean 0.3148 0.7667 0.2851
StDev 0.0740 0.4041 0.1997
R-Sq(adj) = 34.86%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---+---------+---------+---------+-----(----------*----------) (----------*----------) (----------*----------) ---+---------+---------+---------+-----0.00 0.35 0.70 1.05
Pooled StDev = 0.2637 One-way ANOVA: germinal center per jumlah pulpa putih h-13 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.2710
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.0227 0.4406 0.4633
MS 0.0113 0.0734
R-Sq = 4.90%
Mean 0.4710 0.5333 0.5940
StDev 0.0983 0.4509 0.0854
F 0.15
P 0.860
R-Sq(adj) = 0.00%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ------+---------+---------+---------+--(--------------*--------------) (--------------*---------------) (---------------*--------------) ------+---------+---------+---------+--0.25 0.50 0.75 1.00
Pooled StDev = 0.2710 One-way ANOVA: germinal center per jumlah pulpa putih h-20 versus C1 Source C1 Error Total
DF 2 6 8
S = 0.5540
Level m n p
N 3 3 3
SS 0.817 1.842 2.659
MS 0.409 0.307
F 1.33
R-Sq = 30.74%
Mean 0.4848 0.9513 0.2226
StDev 0.0525 0.9484 0.1366
P 0.332
R-Sq(adj) = 7.65%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev ---------+---------+---------+---------+ (------------*------------) (------------*------------) (------------*------------) ---------+---------+---------+---------+ 0.00 0.60 1.20 1.80
Pooled StDev = 0.5540
49
Lampiran 2 Hasil uji Duncan The SAS System Duncan's Multiple Range Test for limpa h-2
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-13 Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
15.114
3
M
A
12.730
3
M
12.592
3
N
10.279
3
P
A B
10.965
3
P
A A
B B
8.676
3
N
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-4
A
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-20
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
plakuan
10.2904
3
M
A B
A
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
16.438
3
M
14.709
3
N
13.684
3
p
A 9.1258
3
N
B
A A
B
8.3162
3
P
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-6
A
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-2
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
10.821
3
M
A A
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
12.209
3
M
9.862
3
N
A 10.306
3
N
A A
Means with the same letter are not significantly different.
A A
10.212
3
P
50
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
9.509
3
P
A
10.483
3
N
10.434
3
P
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-4
A A
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
plakuan
11.727
3
M
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-20 Means with the same letter are not significantly different.
A B
A
9.573
3
N
B B
8.449
3
P
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
12.218
3
P
11.765
3
M
10.829
3
N
A A
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-6 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
11.275
3
P
A A
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-2 Means with the same letter are not significantly different.
A A
11.178
3
M
Duncan Grouping A
A A
10.451
3
B
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
11.207
3
M
A
N
plakuan
1.8708
3
M
1.4925
3
P
1.3020
3
N
A
N
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-13
Mean
A
B B
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-4 Means with the same letter are not significantly different.
51
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
1.7765
3
M
A
1.8074
3
M
1.6977
3
p
1.3104
3
N
A
A
A
1.5391
3
P
A
A A
A
1.0730
3
N
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-6
A
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-2
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
1.5087
3
M
A
10.333
3
M
10.333
3
N
A
A
A
1.4282
3
N
1.3384
3
P
A
A A
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-4 Duncan's Multiple Range Test for Timus h-13 Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
A
1.8589
3
M
A
A A
A 1.5209
3
P
A A
3
N
plakuan
10.6667
3
M
10.3333
3
N
9.6667
3
P
A A
1.2645
Mean
N Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-6
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-20 Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
52
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
plakuan
10.0000
3
M
A A
9.6667
3
9.0000
3
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
15.114
3
M
B
10.965
3
P
8.676
3
N
N
A A
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-2
P
B B
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-13
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-4
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
10.333
3
M
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
A
Mean
N
plakuan
10.2904
3
M
9.1258
3
N
8.3162
3
P
A
A
9.667
3
N
A
B
A
B
A
8.000
3
P
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-20
B
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-6
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
10.00
3
M
A
10.821
3
M
10.306
3
N
10.212
3
P
A A
A 10.00
3
N
A A
A A
10.00
3
p
A
53
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-13
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-4
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
12.730
3
M
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
A
Mean
N
plakuan
11.727
3
M
9.573
3
N
8.449
3
P
A
A
12.592
3
N
A
B
A
B
A
10.279
3
P
Duncan's Multiple Range Test for limpa h-20
B
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-6
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
16.438
3
M
A
11.275
3
P
11.178
3
M
10.451
3
N
A
A
A
14.709
3
N
A
A A
A
13.684
3
p
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-2
A
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-13
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
12.209
3
M
A
11.207
3
M
10.483
3
N
10.434
3
P
A A
A 9.862
3
N
A A
A A
9.509
3
P
A
54
Duncan's Multiple Range Test for limfonodus h-20
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-6
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
12.218
3
P
A
1.5087
3
M
1.4282
3
N
1.3384
3
P
A
A
A
11.765
3
M
A
A A
A
10.829
3
N
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-2
A
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-13
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
1.8708
3
M
A
1.8589
3
M
1.5209
3
P
1.2645
3
N
A B
A
Means with the same letter are not significantly different.
A 1.4925
3
P
B
A A
B
1.3020
3
N
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-4
A
Duncan's Multiple Range Test for Timus h-20
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
1.7765
3
M
A
1.8074
3
M
1.6977
3
p
1.3104
3
N
A A
A 1.5391
3
P
A A
A A
1.0730
3
N
A
55
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-2
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-13
Means with the same letter are not significantly different.
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
A
10.333
3
M
A
10.333
3
M
9.667
3
N
8.000
3
P
A
A
A
10.333
3
N
A A
B
7.000
3
P
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-4
A
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-20
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Means with the same letter are not significantly different.
Mean
N
plakuan
Duncan Grouping
Mean
N
plakuan
10.6667
3
M
A
10.00
3
M
10.00
3
N
10.00
3
p
A
A
A
10.3333
3
N
A
A
A
A
9.6667
3
P
Duncan's Multiple Range Test for limfosit h-6
A
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah folikel limfoid h-2
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean 10.0000
N 3
Means with the same letter are not significantly different.
plakuan Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
1.1139
3
M
0.7111
3
N
0.6445
3
P
M
A A A
9.6667
3
N A
A A A
9.0000
3
P A
56
Means with the same letter are not significantly different.
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah folikel limfoid h-4 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0.8121
3
P
0.4545
3
M
Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0.3385
3
M
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah folikel limfoid h-20
A A A A
0.2698
3
N
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
1.1250
3
M
0.8722
3
N
0.6667
3
P
A Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah folikel limfoid h-6 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean 0.7592
N 3
A A A
Perlakuan P
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah pulpa putih h-2
A B
A
Means with the same letter are not significantly different. 0.4286
3
N Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0.4233
3
P
0.3896
3
M
0.1923
3
N
B B
0.3676
3
M A
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah folikel limfoid h-13
A A
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
1.2399
3
N
A
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah pulpa putih h-4 Means with the same letter are not significantly different.
A A A
0.4349
3
P
Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0.3813
3
P
57
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
0.3485
3
N
0.2948
3
M
A A A A
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah pulpa putih h-6 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0.7667
3
N
0.3148
3
M
0.2851
3
P
A A A A
58
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah pulpa putih h-13 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0.5940
3
P
0.5333
3
N
0.4710
3
M
A A A A
Duncan's Multiple Range Test for germinal center per jumlah pulpa putih h-20 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Perlakuan
A
0.9513
3
N
0.4848
3
M
0.2226
3
P
A A A A
59
60