KAJIAN FOLKLOR SUKU REJANG BENGKULU MELALUI LAGU DAERAH (Telaah Budaya Lisan pada Masyarakat Kabupaten Kepahiang Bengkulu) Ritmha Candra Ariesha SMP Lebong Sumatra Selatan
Abstrak Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa: (1) latar belakang terciptanya lagu daerah suku Rejang Bengkulu adalah (a) adanya cerita rakyat yang tersebar secara lisan pada warga masyarakat suku Rejang Bengkulu, (b) adanya Meringit, yakni sebutan untuk lantunan lagu yang tercipta karena keluhan, penyesalan, keharuan, kebahagiaan yang dilantunkan seperti layaknya lagu, (c) adanya beberapa kepercayaan yang dianggap oleh warga masyarakat suku Rejang, (d) adanya beberapa adat istiadat atau budaya tradisi yang diwariskan secara turun temurun menjadi latar belakang terciptanya lagu daerah suku Rejang Bengkulu, (e) adanya sejarah budaya, (f) adanya tata kelakuan dan kebiasaan orang-orang suku Rejang yang bertempat tinggal di gunung atau perbukitan. (2) Makna yang terkandung dari lagu daerah suku Rejang Bengkulu banyak mengungkapkan tentang makna sosial masyarakat dan tentang cinta kasih sesama manusia. (3) Fungsi lagu daerah sebagai budaya lisan suku Rejang Begkulu adalah: (a) sebagai sistem proyeksi masyarakat pemilik budaya, (b) sebagai alat paedagogik atau pendidikan yang banyak mengungkapkan nilai moral, (c) sebagai alat pengesahan kebudayaan suu Rejang Bengkulu yang lain, (d) sebagai alat pemaksa berlakunya sistem norma atau hukum masyarakat. Kata kunci: Lagu Daerah, Folklor Lisan, suku Rejang Bengkulu PENDAHULUAN Sebagai orang Indonesia, tiap-tiap orang di daerah tidak harus kehilangan akar budaya aslinya (indi1genous-nya), tetapi masing-masing perlu memperluas pandangan dan sikap budayanya. Kekhasan masing-masing daerah atau suku bangsa dapat menjadi akar bagi perkembangan pribadi setiap perorangan. Dengan akar budaya yang mantap, merupakan jaminan kesinambungan budaya, dan pembangunan watak bangsa juga terjamin serta diharapkan
mampu menghadapi perubahan zaman. Strategi budaya dalam pembelajaran kiranya sangat penting dan perlu diarahkan pemberdayaan budaya daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Pelestarian dan pengembangan budaya daerah khususnya lagu daerah kiranya sangat penting serta mempunyai makna dalam upaya pembentukan jati diri dan watak bangsa. Setiap budaya daerah dapat menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan. Menurut Boscom (dalam jurnal makalah Sutarno) Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|700
bahwa budaya daerah memiliki empat peranan yaitu: (1) sebagai sistem proyeksi adalah pencerminan angan-angan suatu kolektif; (2) sebagai pengesahan pranatamasyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Perkembangan hasil karya seni selalu dipengaruhi oleh fenomena kehidupan masyarakat selaku pendukung kelangsungan suatu kesenian. Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari beberapa suku bangsa, tentunya memiliki latar belakang sosial-budaya yang beraneka ragam. Keanekaragaman masyarakat tersebut tercermin dalam berbagai aspek kehidupannya, termasuk di dalam hasil karya seninya. Salah satu wujud karya seni yang menjadi bagian kebudayaan, dikenal oleh masyarakat adalah kesenian lagu daerah. Lagu-lagu yang bersifat tradisional dan kolektif tersebut dianggap menggambarkan kepribadian komunitas atau masyarakat setempat. Proses penyebaran secara lisan senantiasa hanya mengandalkan cara-cara lisan tanpa tulisan. Penyebaran dari satu tempat ke tempat lain, dari satu generasi ke generasi lainnya dilakukan melalui komunikasi langsung, dari mulut ke mulut. Perkembangan lagu-lagu daerah ini semata-mata hanya mengandalkan daya ingat manusia pendukungnya. (Mustopo, 1989:56). Suku Rejang yang terletak di propinsi Bengkulu memiliki lagu daerah yang isinya menceritakan dan mengisyaratkan cerita rakyat baik itu yang pernah terjadi (nyata) maupun hanya dongeng. Hal tersebut itulah, yang membuat lagu daerah suku Rejang menjadi sarat makna. Tiap lagu daerah yang diungkapkan
pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (3) sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device), dan (4) sebagai alat kontrol agar norma-norma dalam syair memiliki kaidah dan nilai-nilai estetik yang dalam. Namun, sangat disayangkan karena lagu daerah yang merupakan cerita rakyat di suku Rejang tersebut mulai menipis. Pengetahuan para leluhur suku Rejang yang kurang, membuat para generasi berikutnya jarang mengetahui keberadaan cerita rakyat maupun lagu daerah tersebut. Folklor penduduk suku Rejang dapat dipergunakan untuk merekonstruksi nilai budaya atau pandangan hidup penduduknya. Objek-objek yang dapat dijadikan bahan analisis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui salah satu bentuk folklor dari suku bangsa atau kolektif bersangkutan. Hal itu disebabkan folklor mengungkapkan secara terselubung (seperti pada dongeng atau cerita rakyat), atau secara gamblang (seperti pada peribahasa). Lagu daerah suku Rejang Bengkulu merupakan bagian dari cerita rakyat yang menjadi salah satu bentuk folklor yang dimiliki oleh suku Rejang Bengkulu. Perkembangannya tidak bisa dipisahkan dengan perjalanan panjang sejarah bangsa. Sehingga, dengan adanya penelitian ”Kajian Folklor Suku Rejang Bengkulu melalui Lagu Daerah (Telaah Budaya Lisan pada masyarakat Kabupaten Kepahiang Bengkulu)”, dapat menjadikan salah satu kekayaan budaya di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: (1). Bagaimana latar belakang terciptanya lagu daerah suku Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|701
Rejang Bengkulu? 2) Makna apa sajakah yang terkandung dalam lagu daerah suku Rejang Bengkulu ? 3) Apa sajakah fungsi lagu daerah sebagai budaya lisan suku Rejang Bengkulu? Adapun tujuan penelitian ini adalah mengungkap memperoleh deskripsi tentang nilai-nilai budaya melalui pendekatan folklor pada lagu daerah suku Rejang Bengkulu, sehingga dapat menjadikan salah satu kekayaan budaya di Indonesia. METODE PENELITIAN Penelitian folklor sebagian besar banyak memanfaatkan penelitian kualitatif dengan pendekatan Holistik (Danandjaja dalam Endraswara, 2006: 222). Karena, dalam folklor terkandung unsur-unsur budaya yang dimanfaatkan oleh pendukungnya. Unsur-unsur budaya lisan tersebut harus berimbang dalam kajiannya. Artinya, peneliti tidak hanya menitik beratkan masalah folk namun juga unsur lore-nya. Kedua unsur ini saling jalinmenjalin dan membentuk sebuah komunitas budaya yang unik (Endraswara, 2006:222). Penelitian kualitatif dijelaskan oleh Bodgan dan Taylor (dalam Moleong, 2000: 3) sebagai prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Adapun yang akan dideskripsikan dalam penelitian ini berkenaan dengan latar belakang terciptanya lagu daerah, makna dan fungsi yang terkandung dalam lagu daerah suku Rejang Bengkulu. Data dalam penelitian ini berupa uraian kata-kata atau kalimat Uraian katakata atau kalimat dalam lagu daerah suku Rejang Bengkulu, peneliti juga
menggunakan data informasi hasil wawancara untuk interpretasi mengenai latar belakang terciptanya lagu, makna yang terkandung dalam lagu daerah tersebut dan fungsi lagu daerah sebagai bahan folklor atau budaya lisan suku Rejang Bengkulu. Sumber data penelitian ini ada 8 buah teks lagu, yakni; (1) Lalan Belek, (2) Bujang Rebungai, (3) Sang Segan, (4) Muning Raib, (5) Buteu Tekuyung, (6) Ting Bedeting, (7) Anak Lumang, (8) Ipe Ideak yang kesemuanya masih asli dari bahasa Rejang dan ditranskripsikan ke bahasa Indonesia melalui penutur asli suku Rejang Bengkulu sendiri. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi, observasi dan wawancara. Setelah menyajikan beberapa data yang diperoleh, peneliti melakukan analisis terhadap data-data tersebut untuk menghasilkan sajian data yang lebih valid. Cara yang dipakai peneliti untuk mendapatkan keabsahan data adalah triangulasi data. Setelah data penelitian terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengolah data penelitian yang ada. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan data tersebut adalah sebagai berikut: 1) Klasifikasi data sesuai dengan rumusan masalah, 2) Mendeskripsikan hasil observasi lapangan, 3) Mendeskripsikan hasil wawancara, dan 4) Analisis Data. Adapun tahapan penelitian yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tahap persiapan, yang dilakukan pada tahap ini adalah obsevasi awal untuk memperoleh informasi tentang lagu daerah suku Rejang Bengkulu, dan kajian pustaka yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian, 2) Tahap Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|702
pelaksanaan, yang dilakukan pada tahap ini berupa pengumpulan data dengan jalan observasi dan wawancara serta pengolahan data, 3) Tahap penyelesaian, yang dilakukan pada tahap ini adalah penyusunan laporan penelitian, penyampaian hasil laporan, revisi hasil penelitian, dan penggadaan laporan.
HASIL ANALISIS DATA Pada bab ini uraian diarahkan pada bentuk penyajian data yang tergambarkan melalui hasil observasi dan wawancara tentang (a) latar belakang terciptanya lagu daerah suku rejang Bengkulu, (b) makna dan (c) fungsi yang diungkapkan pada lagu daerah suku Rejang Bengkulu. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU DAERAH SUKU REJANG BENGKULU a. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU LALAN BELEK Cerita rakyat di atas menjadi latar belakang terciptanya lagu Lalan Belek. Dilihat dari jenisnya, cerita rakyat di atas termasuk dalam jenis Legenda, yakni prosa atau cerita rakyat yang dianggap oleh empunya cerita sebagai kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Lalan Belek tercipta karena adanya cerita rakyat tentang seorang ibu yang merindukan anaknya. Sang ibu selalu menanti kedatangan anaknya dengan Meringit. Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Ambil bambu sebelah-sebelah
Ambil daun dilipat dua, lipat dua Biar sepuluh orang melarang Kembali rasa kita berdua Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Kalau kutahu buah Pare pahit Tidak kumasak buah kedula Kalau kutahu hidup ini sengsara Tidak kumau turun ke dunia Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Kalau ada pelepah pinang Apa guna ku upah lagi Kalau ada bayangan hendak bertunangan Apa guna berkata-kata lagi Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Oi Lalan pulang… oi lalan pulang, lalan pulang Hari ini menanam tebu Besok lusa menanam serai Hari ini kita bertemu Besok lusa kita bercerai Saat anaknya datang, ternyata anaknya telah mati dan menjadi seorang bidadari. Sang ibu pun menangis tiada henti. Konon, air mata ibu tersebut menjadi kubangan sungai yang sekarang dinamakan sungai Putih. Meringit adalah keluh kesah seseorang yang dilantunkan seperti lagu. Dan hal itu juga menjadi latar belakang terciptanya lagu Lalan Belek.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|703
b. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU BUJANG REBUNGAI Latar belakang terciptanya lagu Bujang Rebungai juga adanya Meringit, yang merupakan keluh kesah seseorang yang dilantunkan seperti halnya lagu. Lagu Bujang Rebungai tercipta karena adanya cerita rakyat tentang seorang istri yang lama ditinggal merantau oleh suaminya. Sang suami yang bernama Bujang Rebungai tersebut tak juga pulang menjenguk anak dan istrinya. Akhirnya sang istri Meringit meratapi nasibnya. Balik…balik bujang rebungai Kandis nu abis dimakan tupai Tupai belang, tupai kuning, Tupai berayak ujung dan (ujung dahan) Tata goana… Sampai pada saat Jin Laut mendengar lagu Meringit yang dilantunkan istri Bujang Rebungai, kemudian Jin Laut terpesona akan suara istri Bujang Rebungai. c. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU SANG SEGAN Pada lagu Sang Segan, yang melatar belakangi terciptanya lagu ini adalah karena adanya cerita rakyat tentang seorang lelaki yang sangat malas dengan burung peliharaannya, yakni Burung Kuaw. Burung Kuaw dianggap oleh suku Rejang menjadi burung keramat. Burung Kuaw jenisnya sama seperti burung Kakak Tua, dan juga dapat berbicara. Karena begitu jengkelnya burung Kuaw terhadap majikannya yang sangat malas, burung itupun bernyanyi agar sang majikan merasa terganggu dan mau melakukan apa yang dikatan oleh sang
burung. Sampai pada akhirnya burung Kuaw memberi majikannya pengertian tentang artinya bekerja dan tidak malas. uh... sang segan mata ada, melihat saja malas uh... sang segan Telinga ada, mendengar saja malas uh... sang segan mulut ada, berbicara pun tidak uh... sang segan tolong... sembelih saja aku d. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU MUNING RAIB Lagu Muning Raib dilatar belakangi oleh adanya cerita rakyat tentang seorang lelaki suku Rejang yang berasal dari dusun Curup yang hilang karena diambil oleh sang bidadari di gunung Kaba. Konon, warga dusun Curup sangat disenangi oleh dewadewi. Sampai saat ini pun suku Rejang yang berasal dari dusun Curup mempunyai pantangan tidak boleh menyusuri gunung Kaba. Oi…oii.. Ada cerita dahulu dari dusun tua Itu cerita dari gunung kaba Terkatalah buyut hilang Pergi ke gunung kaba Pergi sendiri ke gunung kaba Sudah bulat niat dalam hati Mencari pengasih Di gunung kaba Tapi ada syarat dari dewa Dua pantangan tidak boleh dikerjakan Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|704
Jangan masak pakis kalau menari kejei Jangan masak Rebung kalau menari kejei Oi..owww oooww Terkatalah sampai sekarang Cerita dahulu dusun tua Kalau bujang atau gadis tidak mau celaka Jangan pergi ke gunung kaba Jangan pergi ke gunung kaba Itu sudah sumpahnya dunia Lagu ini juga dilatar belakangi oleh kepercayaan masyarakat suku Rejang yang memiliki pantangan untuk tidak memasak Rebung dan Pakis pada saat diselenggarakan tarian sacral suku Rejang yakni tari Kejei. e. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU BUTEU TEKUYUNG Latar belakang terciptanya lagu ini karena adanya cerita legenda masya-rakat Rejang tentang gundukan batu yang dipercaya telah menewaskan sebuah keluarga. Cerita rakyat ini bermula dari seorang anak yang tidak diberi makan oleh orang tuanya. Karena kedua orang tuanya sedang jatuh miskin dan sedang berusaha mendapatkan makanan dari hasil panen mereka yang tidak kunjung menuai. Sampai akhirnya sang anak meringit karena lapar. Meratapi nasibnya karena dia menganggap tidak diperdulikan oleh kedua orang tuanya. Sang anak meratapi di gundukan batu tinggi. Yang lama kelamaan batu tersebut makin tinggi dan batu tersebut jatuh menimpa seluruh keluarganya.
Tinggi-tinggi batu bergoyang ibu dan bapak tidak mau memberi nasi Tinggi-tinggi batu bergoyang ibu dan bapak tidak mau memberi nasi Tinggi-tinggi batu bergoyang ibu dan bapak tidak mau memberi hidup f. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU TING BEDETING Latar belakang dari lagu ini adalah adanya cerita rakyat tentang seorang lelaki yang bernama Kacang Pilin. Dia seorang lelaki buta huruf tetapi banyak akalnya. Dia yang telah jatuh hati pada anak gadis saudagar kaya berhasil menipu calon mertuanya dengan akalnya. Akan tetapi, tak lama setelah dia menikah dengan sang gadis pujaannya itu, sang mertua akhirnya mengetahui bahwa ia hanya mengakali untuk mendapatkan anak gadisnya. Kacang Pilin takut istrinya memilih ayahnya dan tidak mau menjadi istrinya lagi. Namun sebaliknya, sang istri malah mendukung Kacang Pilin untuk terus berjuang dan terus berusaha dalam bekerja. Nyaris putusnya hubungan cinta kasih mereka dilantunkan oleh sang istri untuk memberi semangat pada Kacang Pilin untuk terus berusaha. Nyaris putus tali rakitmu (perahu) Rakit berdayung dengan bambu muda Jangan kamu rasakan hidup ini yang susah Semoga kamu senang di belakang hari Putus kau tali si kumbang padang Putus kau nyawa badanmu malang Ambilah bambu sepotong-potong Ambilah daun di lipat dua Biar sepuluh orang melarang Pulanglah rasa kita berdua
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|705
g. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU ANAK LUMANG Lagu ini dilatar belakangi oleh adanya cerita rakyat yang menganggap anak yatim itu memberi berkah bagi yang menolongnya. cerita ini berkisah mengenai seorang anak yatim yang tinggal sendirian di tengah hutan. Tak lama, ia melihat sebuah perkampungan yang anak-anaknya masih memiliki keluarga dan orang tua. Sampai pada suatu saat anak yatim tersebut Meringit meratapi nasibnya. Alangkah malangnya nasib anak yatim piatu Tidak merasakan hidup yang berbahagia Tidak ada teman untuk bersenang-senang Pagi sampai malam hatinya resah Memikirkan jadinya hidup Merasakan penemuan hidupnya Siapakah tempat kalau hendak bicara Tidak ada seorang pun saudara Keluarga tiada lagi Pada suatu hari, anak yatim tersebut keluar hutan dan mencoba melihat kampung tadi. Sampai ada sebuah keluarga yang tidak berada menolongnya dan mengangkat dirinya sebagai anak. Kemudian, keluarga tersebut lama kelamaan kaya karena hasil panen mereka tumbuh subur dan menuai hasil yang melimpah. h. LATAR BELAKANG TERCIPTANYA LAGU PEI IDEAK Lagu ini dilatar belakangi oleh adanya suatu adat masyarakat Rejang tentang Kain Persembahan. Kain yang diberikan oleh lelaki kepada kekasihnya
sebelum mereka menikah dianggap oleh masyarakat suku Rejang sebagai tali cinta mereka sebelum menikah. Jika kain tersebut hilang, maka hubungan sepasang kekasih tersebut tidak akan berlanjut ke pernikahan. Lagu ini juga dilatar belakangi oeh cerita rakyat tentang hilangnya sebuah kain persembahan sepasang kekasih karena diambil oleh sang ayah dari gadis karena sang ayah tidak menyetujui hubungan mereka. Dan masyarakat menganggap mereka berdua tidak boleh menikah. Sang lelaki yang kecewa Meringit. Kalau kutahu kayu bergetah Tidak kutebang si kayu Lisai (nama kayu) Kalau kutahu kamu mau menikah Jadilah kolam air mata Jangan menumbuk padi masih mentah Pohon Nangka bergetah juga Kalau kamu sudah menikah Tolong pelihara kain persembahan kita Oi bibi… dengan bibi ipar… Alangkah sengsara bagai anak yatim piatu Kenapa seperti ini penemuan hidup Janji tidak jadi hingga putus asa Sekarang aku diam di ladang Hidup sendiri berduka terus Ingat kata janji berdua Pohon seruni jadilah saksi MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU DAERAH SUKU REJANG BENGKULU A. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU LALAN BELEK Makna dari lagu Lalan Pulang ini adalah kasih seorang ibu kepada anaknya Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|706
takkan hilang, manusia diciptakan oleh Tuhan untuk menjalankan perintah dan menhadapi beberapa cobaan yang diberikanNya, karena semakin banyak cobaan yang diberikan, akan semakin disayang pula manusia tersebut oleh Tuhan YME. Dan yang terakhir adalah bahwa takdir manusia itu telah digariskan oleh Tuhan, manusia tidak tahu apa yang akan terjadi besok atau lusa, manusia hanya dapat berdoa dan berusaha untuk menjadi yang lebih baik. b. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU BUJANG REBUNGAI Makna dari lagu Bujang Rebungai adalah cinta kasih sang istri yang ditinggal lama oleh sang suami. c. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU SANG SEGAN Makna yang diungkapkan pada lagu Sang Segan ini adalah sesuatu yang menyangkut dengan falsafah hidup suku Rejang Bengkulu. Masyarakat suku Rejang memiliki prinsip hidup untuk bekerja keras dan tidak malas-malasan. Makna yang diungkapkan dalam lagu Sang Segan membuat pendengar lagu ini menjadi sadar bahwa suatu pekerjaan jika dilakukan atau dikerjakan dengan sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil yang diharapkan. Tentunya dengan terus berusaha dan berdoa kepada Tuhan YME. d. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU MUNING RAIB Muning Raib bermakna tentang cinta kasih seorang manusia dan bidadari, yang kedua juga mengandung makna tentang
kepercayaan dewa-dewi di kahyangan. e. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU BUTEU TEKUYUNG Makna dari lagu Buteu Tekuyung ada tiga hal yakni tentang seorang anak yang tidak mematuhi nasehat orang tua, yang kedua adalah tentang permasalahan ekonomi sebuah keluarga, dan yang terakhir tentang cinta kasih sebuah keluarga yang bernasib tragis. f. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU TING BEDETING Makna dalam lagu Ting Bedeting ini adalah dapat menjadi motivasi bagi yang mendengar yakni dengan menyerah tidak akan menyelesaikan masalah, kegagalan adalah awal mula dari suatu keberhasilan. g. Makna yang terkandung dalam lagu anak lumang Makna yang terkandung dalam lagu Anak Lumang adalah tentang bagaimana cara saling mengasihi sesama manusia tanpa memandang apapun dari penampilan fisik. h. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM LAGU PEI IDEAK Makna yang terkandung dari lagu Pei Ideak atau Kain Persembahan adalah tentang permasalahan sosial budaya yang menjadi penyebab putusnya tali percintaan sepasang kekasih. FUNGSI LAGU DAERAH SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|707
a) FUNGSI LAGU LALAN BELEK SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Lalan Belek memiliki fungsi untuk mengungkapkan perasaan atau emosi karena ditinggal oleh seseorang yang dikasihinya seperti halnya pada cerita lagu Lalan Blek. b) FUNGSI LAGU BUJANG REBUNGAI SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Fungsi lagu Bujang Rebungai adalah untuk mengungkapkan perasaan emosi seseorang karena kerinduan yang mendalam dan mengharapkan seseorang yang dirindukan tersebut segera pulang. c) FUNGSI LAGU SANG SEGAN SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Lagu Sang Segan juga memiliki fungsi untuk memberi pesan pada seseorang dengab menggunakan sindiran. Warga masyarakat suku Rejang menyanyikan lagu Sang Segan dengan menyingir untuk berpesan pada anak atau siapapun untuk tidak malas. d) FUNGSI LAGU MUNING RAIB SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Lagu Muning Raib pada sekarang ini memiliki fungsi sebagai peringatan. Lagu Muning Raib yang bercerita tentang warga dusun Curup yang dipercaya hilang diatas puncak gunung Kaba berfungsi untuk memberi suatu peringatan kepada seseorang suku Rejang yang berasal dari dusun Curup
memiliki pantangan untuk tidak pergi ke puncak gunung Kaba. e) FUNGSI LAGU BUTEU TEKUYUNG SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Lagu Buteu Tekuyung lebih banyak dinyanyikan oleh anak-anak adapun dinyanyikan oleh remaja kepada remaja yang lain sebagai ungkapan permintaan cinta dan sejenisnya. Fungsi yang dimiliki lagu tersebut adalah ungkapan untuk meminta sesuatu kepada orang lain. f) FUNGSI LAGU TING BEDETING SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Lagu Ting Bedeting memiliki fungsi untuk memberikan motivasi atau dukungan kepada seseorang yang putus asa. g) FUNGSI LAGU ANAK LUMANG SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Fungsi yang dimiliki lagu Anak Lumang sekarang ini adalah untuk mengungkapkan perasaan karena menderitanya hidup seorang yatim piatu. Lagu ini dinyanyikan saat seseorang telah menjadi yatim piatu. h) FUNGSI LAGU PEI IDEAK SEBAGAI BUDAYA LISAN SUKU REJANG BENGKULU Eksistensi lagu Pei Ideak sampai saat ini masih berfungsi sebagai ungkapan emosi seseorang yang ditinggal menikah oleh orang lain. Cintanya yang kandas di tengah jalan.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|708
PENUTUP Kesimpulan No. Judul Lagu
Latar Belakang Tercipta Cerita Rakyat : Meringit, Legenda Sungai Putih. Kepercayaan Rakyat
Makna
Fungsi Lagu
kasih sayang dan kerinduan yang mendalam seorang ibu pada anaknya yang lama sekali meninggalkannya. cinta kasih dan kerinduan seorang istri kepada suaminya yang telah lama merantau.
untuk mengungkapkan kesedihan karena ditinggal pergi oleh seseorang yang dikasihinya. berfungsi untuk mengungkapkan kerinduan karena ditinggal pergi oleh seseorang yang dikasihinya. berfungsi untuk menyindir seseorang yang sangat malas dalam melakukan sesuatu. berfungsi sebagai peringatan kepada seseorang suku Rejang yang berasal dari dusun Curup untuk tidak naik ke puncak gunung Kaba dan tidak memasak Pakis juga Rebung saat ada pagelaran tari ritual Kejei. sebagai ungkapan untuk meminta sesuatu kepada orang lain.
1.
Lalan Belek
2.
Bujang Rebungai
Cerita Rakyat : Meringit, Legenda Jin Laut. Kepercayaan Rakyat
3.
Sang Segan
Cerita Rakyat : Meringit, Legenda Burung Kuaw Kepercayaan Rakyat
seorang manusia yang sangat malas dan tidak mau melakukan pekerjaan apapun.
4.
Muning Raib
kisah kasih makhluk yang berbeda dunia yakni tentang seorang manusia dengan seorang bidadari yang sangat cantik.
5.
Buteu Tekuyung
Cerita Rakyat : Meringit, Legenda Gunung Kaba. Kepercayaan Rakyat Adat Istiadat (Tidak memasak Pakis dan Rebung saat Ritual Kejei) Sejarah Budaya alat musik suku Rejang pertama (Gingong Saktei) Cerita Rakyat : Meringit, Legenda batu bergoyang. Kepercayaan Rakyat Tata kelakuan/ kebiasaan masyarakat
seorang anak yang tidak mendengar dan tidak mematuhi apa kata orang tuanya. Sehingga, akibat perbuatannya semua
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|709
6.
Ting Bedeting
7.
Anak Lumang
8.
Pei Ideak
mata pencaharian petani Cerita Rakyat : Meringit Kepercayaan Rakyat Tata kelakuan/ kebiasaan masyarakat mata pencaharian petani Cerita Rakyat : Meringit Kepercayaan Rakyat
Cerita Rakyat : Meringit Kepercayaan Rakyat Adat Istiadat (Kain Persembahan)
Saran 1. Saran kepada Pemkab Kepahiang Propinsi Bengkulu Lagu daerah suku Rejang Bengkulu sebagai budaya lisan merupakan salah satu wujud kebudayaan daerah yang turun temurun. Oleh sebab itu, sebaiknya memlihara dan membina budaya tersebut sebagai warisan atau peninggalan sejarah budaya bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran sejarah pada masyarakat yang memiliki budaya daerah tersebut. Cinta tanah air dengan memelihara kelestarian budaya daerah merupakan hal yang berkesinambungan dalam pembangunan bangsa. 2. Saran masyarakat suku Rejang Propinsi Bengkulu Sejalan dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi modern, bentuk-
keluarganya mendapatkan celaka. hampir putusnya hubungan seorang suami dengan istrinya karena kebohongan yang dilakukan sang suami untuk dapat melamar istrinya. sebuah keluarga yang mengasihi anak yatim meskipun keluarganya serba kekurangan putusnya hubungan sepasang kekasih yang akan menikah karena hilangnya Kain Persembahan yang merupakan adat budaya suku Rejang.
fungsi sebagai ungkapan untuk mendukung seseorang yang berputus asa atau patah semangat. untuk mengungkapkan kesedihan atas penderitaan seorang yatim piatu. berfungsi untuk mengungkapkan kesedihan seseorang yang putus cinta.
bentuk lagu daerah mengalami pergeseran dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, peneliti menyarankan agar masyarakat suku Rejang Bengkulu tetap mempertahankan dan melestarikan lagu daerah sebagai salah satu peninggalan budaya lisan yang diwariskan secara turun temurun. 3. Saran kepada peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dilanjutkan lagi derta diperluas kajiannya. Penelitian ini masih membahas pada aspek lagu daerah sebagai budaya lisan masyarakat suku Rejang Bengkulu. Disarankan kepada peneliti selanjutnya agar mengkaji dari aspek lain yang bersifat lebih luas jangkauannya.
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|710
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Renika Cipta. Abdullah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Dananjaya, James. 1994. Folklor Indonesia. Jakarta: Rienneka Cipta. Endraswara, Suwardi.2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan (Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyagama. Khisbiyah, Yayah dkk. 2004. Pendidikan Apresiasi Seni Wacana dan Praktik untuk Toleransi Pluralisme Budaya. Surakarta: Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSB-PS-UMS). Koentjaraningrat. 1992. Kebudayaan Mentalis dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat. 1988. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan Maryaeni, 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara. Moleong, Lexy J. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Mulyono, Deddi dan Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Komunikasi Antarbudaya, panduan berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Munandar Soelaeman. 1992. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Eresco Mustopo, Habib.M. 1988. Ilmu Budaya Dasar (Kumpulan Essay – Manusia dan Budaya). Surabaya: Usaha Nasional. Panuju, Redi.1994. Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Pudentia. 1988. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan. Purwadi. 2006. Kearifan Lokal Bahasa dan Sastra Jawa dalam Rangka Kehidupan Berbangsa Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|711
yang Berbhineka Tunggal Ika (Makalah Kongres Bahasa Jawa IV). Semarang. Rendra. 1994. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: PT. Gramedia Setiyanto, Agus. 2006. Orang-Orang Besar Bengkulu. Yogyakarta: Ombak Soetarno. 2006. Model Pembelajaran Multikultural Bahasa dan Sastra Jawa (Makalah Kongres Bahasa Jawa IV). Semarang. Sutarto, Ayu. 2006. Kearifan Lokal, Kebhinekaan, dan Rekonsiliasi Nasional (Makalah Kongres Bahasa Jawa IV). Semarang. Widagdho, Djoko. 1991. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Jurnal Artikulasi Vol.10 No.2 Agustus|712