Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
KAJIAN FINANSIAL USAHATANI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA STRATA LUAS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri) FINANCIAL STUDY ON PRIVATE FOREST FARMING AT SOME WIDE LEVEL OF LAND HOLDINGS (A case study at Sumberejo Village, Batuwarno District, Wonogiri Regency) Oleh/by: Nur Ainun Jariyah, S. Andy Cahyono, Nunung Puji Nugroho dan Dody Yuliantoro Abstract Farming system encompasses both cultivated plant species and used plant combination. Applying of private forest farming system has been proven that it can contribute foodstuff for farmers, increase the farmers’ income, and create working opportunities. Nevertheless, range of its feasibility has been not known well yet. Therefore, financial study on private forest farming system is urgently needed. This research was objectived to find out the financial feasibility of private forest farming which is dominant in Wonogiri Regency, especially at Sumberejo Village, Batuwarno District. Stratified Random Sampling Technique was applied to collect the field data. This sampling was based on three level of land holdings namely less than 0,25 hectare (Ha), 0,25 –1,00 Ha and more than 1,00 Ha, and used 10% of Sampling Intensity. The Result of this research indicated that 1) Private forest farming which most financially feasibility is private forest which carry out on land holding less than 0,25 Ha by tree combination per hectare are 70 trees of mahogany and 107 of teak; 2) The level of financial feasibility is sensitive toward wood price fluctuation; 3) The level of financial feasibility is
45
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
determined by planted tree species and its combination; 4) Tree species, which is planted, depend on farmers’ interest, whereas food crops depend on land suitability, fast yield, easy cultivation, and high economic value; 5) Private forest was established by means “cemplongan” system because of its biophysics conditions. Keywords : Private Forest, farming system, financial feasibility, land holdings
PENDAHULUAN Pada umumnya sektor pertanian mendominasi perekonomian di negara berkembang. Ciri pertanian di negara-negara berkembang tersebut antara lain memiliki skala usahatani kecil, lahan sempit, modal kecil, dan keterbatasan lainnya (FAO, Tanpa Tahun). Pertanian di negara berkembang relatif lebih beragam dibandingkan dengan pertanian di negara maju, yang cenderung monokultur. Namun demikian adanya beberapa keterbatasan tersebut mengakibatkan keragaman sistem usahatani di negara berkembang, salah satu contoh keragaman tersebut adalah tumpangsari. Penanaman secara tumpangsari ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman pokok karena dibudidayakan lebih intensif, sehingga keberhasilannya dapat lebih tinggi (Dephutbun, 1998). Penerapan sistem usahatani tumpangsari dapat pula meningkatkan peran serta masyarakat disekitar hutan dalam upaya pemeliharaan dan pengamanan fungsi hutan. Selain itu, penanaman secara tumpangsari dapat menyumbangkan kebutuhan pangan bagi para petani hingga sebesar 20 persen, meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan pekerjaan (Kartasubrata, 1988). Pengembangan hutan rakyat ini pada intinya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan.
46
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
Banyak kajian menunjukkan bahwa dalam pengelolaan hutan rakyat di Pulau Jawa didominasi dengan pola tumpangsari.. Contoh kasus pengelolaan hutan rakyat di Gunung Kidul sebagian besar menggunakan pola tumpangsari, karena kepemilikan lahan petani relatif sempit dengan berbagai kepentingan dalam penggunaan lahan. Bentuk tumpangsari merupakan alternatif yang mampu menampung berbagai kepentingan tersebut. Pertimbangan tersedianya tenaga kerja dari anggota keluarga juga diperhitungkan dalam penentuan kombinasi tanaman. Dengan pola tumpangsari, diharapkan produktivitas lahan meningkat dan petani dapat memperoleh pendapatan dari hasil panen secara berurutan dan berkesinambungan sepanjang tahun, dari jenis-jenis tanaman yang diusahakan. Hal ini dapat mengurangi resiko terjadinya paceklik (Tim Arupa, 2002). Contoh kasus lainnya di Sub DAS Wiroko (Wonogiri) pembuatan tanaman hutan dengan sistem tumpangsari sangat bermanfaat bagi pesanggem, khususnya bagi pesanggem yang hanya memiliki lahan pekarangan. Kenaikan luas lahan garapan akibat adanya kegiatan penanaman hutan dengan pola tumpangsari dapat meningkatkan lahan garapan rata-rata sebesar 24% (Dephut, 1989a). Sedangkan di DAS Keduang luas garapan pesanggem meningkat rata-rata sebesar 27,3%. Bagi pesanggem yang hanya mempunyai pekarangan dapat meningkatkan lahan garapan hingga 58%, sedangkan bagi pesanggem yang semula mempunyai lahan garapan sawah, tegal dan pekarangan hanya meningkatkan lahan garapan sebesar 20% (Dephut, 1989b). Sumber mata pencaharian diartikan sebagai usaha yang dapat menghasilkan setiap saat dan bisa dijadikan lapangan kerja dan usaha bagi masyarakat, sehingga dalam jangka pendek dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani, dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan taraf hidup petani. Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani hutan rakyat dari berbagai pola usahatani hutan rakyat yang diusahakan oleh petani.
47
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
II. METODA PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Kajian Kajian dilakukan pada tahun 2002 dan dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri, Secara astronomis lokasi tersebut terletak pada 7o32’–8 o15’LS dan 110 o41’–111o18’BT. Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari pegunungan yang berbatu gamping, terutama di bagian selatan. Lokasi penelitian termasuk pada jajaran Pegunungan Seribu yang merupakan hulu sungai dari Bengawan Solo. Lokasi kajian terletak di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri. Pemilihan lokasi ini berdasarkan informasi dari Dinas Kehutanan Wonogiri, dimana Desa Sumberejo merupakan desa yang memiliki hutan rakyat yang dibangun, baik secara tumpang sari maupun cemplongan, serta merupakan desa percontohan untuk daerah lain. Berangkat dari informasi tersebut diharapkan kajian hutan rakyat di Desa Sumberejo akan memberikan informasi yang dapat bermanfaat bagi daerah lain. B.
Jenis dan Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data sosial ekonomi dan data fisik : 1. Data sosial meliputi identitas responden, luas usahatani, tujuan usahatani dan latar belakang usahatani. 2. Data ekonomi meliputi biaya dan manfaat sistem usahatani. Data biaya meliputi bahan (bibit, pupuk, obat dan peralatan), tenaga kerja (keluarga dan diluar keluarga) sewa, pajak dan lain-lain. Data manfaat terdiri dari data produksi dan harga komoditi usahatani. Selain itu juga dilakukan pengamatan kombinasi tanaman dari setiap sistem usahatani yang ada. 3. Data Fisik meliputi data potensi hutan rakyat terdiri dari data tinggi pohon, keliling pohon, jumlah pohon yang ditanam persatuan luas (ha). Sementara itu data sekunder yang dikumpulkan meliputi data desa yang diperoleh dari monografi desa, penggunaan lahan, dan data tentang penyebaran hutan rakyat. Pengumpulan data primer dilakukan dengan
48
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
menggunakan metode survei (survey) yaitu dengan menggunakan blangko kuisoner dan dilakukan wawancara dengan responden. Adapun data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten, Kantor Desa dan Dinas Kehutanan, serta instansi-instansi yang terkait . C. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling berdasarkan luas kepemilikan lahan hutan rakyat. Luas kepemilikan lahan dibagi menjadi 3 strata. Pembagian strata luasa lahan ini berdasarkan ratarata kepemilikan lahan di Jawa yang relatif sempit. Ketiga strata tersebut yaitu : 1. Strata 1 dengan luas lahan kurang dari 0,25 Ha. 2. Strata 2 dengan luas lahan 0,25 – 1 ha. 3. Strata 3 dengan luas lahan lebih dari 1 Ha. Sampel yang dipilih sebagai responden adalah petani yang memiliki hutan rakyat. Jumlah sampel yang dipilih pada strata luas pemilikan lahan dengan intensitas sampling 10%. Populasi yang diambil dibatasi pada hutan rakyat pada wilayah desa terpilih. Diasumsikan dengan kepemilikan lahan yang berbeda (dengan 3 strata) tersebut akan memberikan informasi kelayakan finansial yang berbeda pada usahatani hutan rakyatnya. Pengambilan data fisik tanaman dilakukan dengan cara sampling yaitu dengan membuat petak ukur berbentuk lingkaran yang mempunyai jari-jari 5,64 m. Intensitas sampling yang digunakan adalah 10% atau setiap petak ukur mewakili 1000 m2. Pada masing-masing petak ukur dilakukan inventarisasi tegakan dan tanaman bawah. Inventarisasi tegakan tersebut dilakukan dengan mengukur tinggi dan keliling pohon, menghitung ju mlah dan jenis tanaman bawah. Penempatan petak ukur (PU) sesuai dengan asumsi peneliti yang diperkirakan dapat mewakili keragaman hutan rakyat.
49
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
D. Analisis Data Analisis yang digunakan adalah 1. Analisis deskriptif untuk menggambarkan kondisi sosial ekonomi pada daerah kajian. 2. Analisis biaya dan manfaat untuk mengetahui kelayakan dari sistem/pola usahatani yang diusahakan petani. Dalam analisis biaya dan manfaat digunakan NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), BCR (Benefit Cost Ratio), PP (Payback Period) dan analisis sensitivitas (Sensitivity Analysis) (Diksi,1993) dengan rumus sebagai berikut :
a.
n NPV = 6 Bt – Ct t=1 (1 + i )1 Keterangan : Bt = Penerimaan kotor pada tahun t Ct = Biaya kotor usahatani pada tahun t n = Umur ekonomis i = Discount rate
b.
IRR = i1 + NPV1 (i2 – i 1) NPV2 –NPV1 Keterangan : = Nilai percobaan pertama untuk discount rate i1 2 = Nilai percobaan kedua untuk discount rate i 1 NPV = Nilai percobaan pertama untuk NPV NPV2= Nilai percobaan kedua untuk NPV
50
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
c.
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
BCR = (PV) B (PV) C Keterangan : (PV) B = Present Value Benefit (Nilai sekarang pendapatan) (PV) C = Present Value Cost (Nilai sekarang biaya)
d.
PP = Investasi awal Aliran masuk
e. Analisis Sensitivitas Asumsi perubahan yang digunakan untuk mengetahui sensitivitas kelayakan usahatani antara lain (1) penuruanan harga kayu sebesar 10%, (2) penurunan harga kayu sebesar 20%, (3) Biaya produksi (tenaga kerja, harga pupuk baik organik maupun anorganik) sebesar 10% III. A.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno merupakan salah satu dari beberapa desa yang terpilih sebagai daerah kajian dengan ketinggian 201 – 300 mdpl dan curah hujan rata-rata 805 mm/th. Orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) Desa Sumberejo yaitu : jarak dari kecamatan 2,5 km, jarak dari pemerintah Kabupaten 45 km. Desa Sumberejo mempunyai luas 736,69 ha dengan batas wilayah sebagai berikut : x Sebelah Utara adalah Desa Ranggajati, Kecamatan Batuwarno x Sebelah Selatan adalah Desa Selopuro, Kecamatan Batuwarno x Sebelah Barat adalah Desa Temon, Kecamatan Batuwarno x Sebelah Timur adalah Desa Batuwarno, Kecamatan Batuwarno
51
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
Berdasarkan monografi desa diperoleh data kependudukan dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 1.071 orang, dan perempuan sebanyak 1.148 orang. Penduduk Desa Sumberejo sebagian besar mempunyai mata pencaharian petani (+ 47%) dan sebagian lainnya adalah pedagang, pegawai negeri, wiraswasta dan buruh industri. B. Identitas Responden Berdasarkan survei, rata-rata responden masih berada dalam usia produktif yaitu berkisar 41– 54 tahun dengan rata-rata pendidikan SD. Rendahnya tingkat pendidikan petani menyebabkan kemampuan menerima informasi dan mengadakan perubahan diri sangat rendah. Hal ini akan berpengaruh terhadap pengelolaan hutan rakyat, sehingga implikasinya berupa perkembangan hutan rakyat yang berbeda-beda. Mata pencaharian pokok sebagian besar adalah petani, dengan pekerjaan sampingan tukang dan peternak. Rata-rata responden berstatus masyarakat biasa dan sebagian pamong dengan tanggungan keluarga ratarata 3 orang. Kondisi daerah merupakan lokasi pertanian, membuat kegiatan bertani merupakan pekerjaan pokok masyarakat. Identitas responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Identitas Responden Table 1. Respondent Identity No Uraian Strata 1 No Description Stratum 1 1 Umur rata-rata 54 tahun 2 Pendidikan SD 3 Pekerjaan pokok Tani 4 Pekerjaan sampingan 5 Status dalam Pamong, masyarakat masy. Biasa 6 Tanggungan 3 orang Keluarga
52
Strata 2 Stratum 2 41 tahun SD Tani Tukang, ternak
Strata 3 Stratum 3 52 tahun SD Tani Ternak
Masy. Biasa
Masy. Biasa 3 orang
3 orang
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
C. Kepemilikan Lahan Kepemilikan lahan akan sangat menentukan status sosial ekonomi pemilik lahan di masyarakat. Pada umumnya semakin luas lahan maka akan semakin tinggi statusnya di masyarakat. Hal ini dikarenakan akses masyarakat pada lahan berpengaruh besar pada kondisi sosial dan ekonomi. Kondisi pemilikan lahan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kepemilikan Lahan Table 2. Land Ownership Penggunaan Lahan Land Use
Hutan rakyat
milik
0,19
milik
0,19
Jagung, kacang brol singkong
milik
0,75
milik
1,5
-
-
milik
1
Pisang, kelapa Padi,jagu ng
Kombinasi tanaman Tree combinat ion Mahoni, akasia, jati Jagung, kacang brol, Pisang, kelapa -
-
-
-
Status Luas Owner Area ship (Ha)
Tegal
Pekarang an Sawah Irigasi
Strata 2 Stratum 2
Strata 1 Stratum 1 Kombina si tanaman Tree combinat ion Mahoni, jati
Status Luas Owner Area (Ha) ship
milik
0,9
Strata 3 Stratum 3
milik
Luas KombiArea nasi (Ha) tanaman Tree combinat ion 1,96 Mahoni, akasia, jati 0,78 Jagung, Kacang brol, singkong, kunir 0,76 Palawija
milik
0,53
Status Owne rship
Milik
Milik
padi
Berdasarkan survei, rata-rata responden strata 1 selain mempunyai lahan hutan rakyat, juga mempunyai lahan tegal dengan rata-rata luas 0,19 ha, pekarangan dengan rata-rata luas 1,5 ha dan sawah irigasi dengan ratarata luas 1 ha. Jenis tanaman untuk hutan rakyat adalah mahoni dan jati, sedangkan jenis tanaman untuk lahan tegal berupa palawija, tanaman untuk
53
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
lahan pekarangan adalah pisang dan kelapa serta pada sawah irigasi berupa padi dan jagung. Kepemilikan lahan pada strata 2, selain me mpunyai lahan hutan rakyat juga memiliki tegal dengan rata-rata luas 0,75 ha. Tanaman yang ditanam di hutan rakyat adalah mahoni, akasia, dan jati. Tanaman untuk Tegal adalah pisang, kelapa dan palawija. Kepemilikan lahan strata 3, selain mempunyai lahan hutan rakyat juga mempunyai lahan tegal dengan rata-rata luas 0,78 ha, pekarangan dengan rata-rata luas 0,76 ha, dan sawah irigasi dengan rata-rata luas 0,53 ha. Jenis tanaman untuk lahan hutan rakyat adalah mahoni, jati dan akasia. Jenis tanaman untuk tegal dan pekarangan adalah palawija, sedangkan untuk sawah irigasi adalah padi. Status lahan yang mereka miliki adalah berupa lahan milik. Kombinasi tanaman masing-masing petani tiap strata mempunyai pola yang berbeda-beda tergantung kebutuhan dari masing-masing petani. Penanaman hutan rakyat di Sumberejo dilakukan secara cemplongan yaitu antara lahan hutan yang ditanam kayu terpisah (bersebelahan) dengan lokasi hutan rakyat. Sehingga kombinasi tanaman hutan rakyat hanya berupa tanaman kayu. Sedangkan palawija di lahan sendiri/bersebelahan dengan pola sendiri. Kombinasi tanaman strata 1 yaitu mahoni + jati, sedangkan palawija ditanam diluar lahan hutan rakyat dengan kombinasi tanaman jagung + kacang brol + singkong. Kombinasi tanaman strata 2 yaitu mahoni + akasia + jati , sedangkan palawija dengan kombinasi tanaman jagung + kacang brol. Kombinasi tanaman strata 3 yaitu mahoni + akasia + jati, sedangkan palawija mempunyai kombinasi tanaman jagung + kacang brol + singkong + kunir. D. Kepemilikan Ternak Kepemilikan ternak akan menentukan kondisi perekonomian keluarga petani. Semakin banyak ternak yang dimiliki, maka kondisi perekonomian keluarga cenderung semakin baik. Banyaknya ternak yang dimiliki setiap strata ditunjukkan pada Tabel 3.
54
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
Tabel 3. Kepemilikan Ternak Table 3. Livestock Ownership Ternak Strata 1 Livestock Stratum 1 Ayam 10 ekor Kambing 3 ekor Sapi 2 ekor
Strata 2 Stratum 1 10 ekor 4 ekor -
Strata 3 Stratum 1 27 ekor 3 ekor 1 ekor
Memelihara ternak bagi petani merupakan salah satu usaha petani yang berfungsi sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual jika ada kebutuhan yang mendesak. Kepemilikan ternak strata 1 rata-rata memelihara 10 ekor ayam, 3 ekor kambing dan 2 ekor sapi. Kepemilikan ternak strata 2 rata-rata memelihara ternak ayam 10 ekor dan 4 ekor kambing. Kepemilikan ternak strata 3 rata-rata memiliki ternak ayam 27 ekor, 3 ekor kambing dan 1 ekor. Di Desa Sumberejo dengan semakin luas lahan mempunyai kecenderungan semakin banyak memelihara ternak. E.
Kondisi Sistem Usahatani
Sistem usahatani hutan rakyat di Desa Sumberejo adalah dengan sistem cemplongan dan tumpangsari. Tetapi sebagian besar ditanam dengan sistem cemplongan yaitu lahan yang ditanami kayu terpisah dengan lahan yang ditanami tanaman palawija. Hal ini dikarenakan di Desa Sumberejo lahannya berupa lahan dengan batu bertanah yang termasuk kategori lahan kritis, sehingga lebih banyak batu dari pada tanah. Kedalaman tanah di Desa Sumberejo termasuk dangkal yaitu + 20 cm. Kondisi ini disebabkan erosi tanah yang sangat tinggi karena prosentase penutupan tanah (cover crop) rendah dan kemiringan lahannya >40%. Penanaman tanaman kayu-kayuan ditanam disela-sela batu, sehingga tidak mempunyai jarak tanam yang teratur. Setiap ada tanah yang masih belum diusahakan, maka mereka akan cepat-cepat menanam dengan tanaman kayu. Jenis tanaman kayu-kayuan yang paling banyak ditanam adalah jenis tanaman mahoni (+ 80%) dan sisanya adalah jati dan akasia. Mereka memilih tananam tersebut karena jenis tanaman itu sudah ada turun temurun sejak dari nenek moyang. Kerapatan tanaman kayu dapat dilihat pada Tabel 4.
55
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
Tabel 4. Kerapatan Tanaman Kayu–kayuan Tiap Strata Luas Kepemilikan Table 4. Tree Density on Each Level of Ownership Tanaman Tree Mahoni Jati Akasia Jumlah F.
Strata 1 Stratum 1 (pohon/Ha) (Tree/Ha) 70 107 177
Strata 2 Stratum 1 (pohon/Ha) (Tree/Ha) 127 30 120 277
Strata 3 Stratum 1 (pohon/Ha) (Tree/Ha) 170 85 62 317
Analisis Finansial Usahatani Hutan Rakyat Hasil analisis finansial dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Finansial Usahatani Hutan Rakyat Table 5. Result of Finansial Analysis on Private Forest Strata (Ha) Stratum (Ha) Strata1 Strata2 Strata3
PP (th) PP (Year) 2,2 TK 19
NPV NPV 5.715.223 1.754.811 2.329.736
IRR(%) IRR (%) 1,24 0,03 0,03
BCR BCR 1,29 1,27 1,28
Keterangan : TK = Tidak kembali dalam jangka analisis (20 tahun) Berdasarkan Tabel 5, dapat dikethui bahwa usahatani hutan rakyat layak diusahakan pada ketiga strata luas kepemilikan lahan. Hal ini ditunjukkan oleh NPV dan BCR yang lebih besar dari 1. Namun demikian strata 1 lebih layak dibandingkan dengan strata lainnya berdasarkan kriteria NPV. Analisis IRR menunjukkan bahwa hutan rakyat tidak layak untuk diusahakan karena tingkat pengembalian investasi yang rendah. Layaknya pengusahaan hutan rakyat ditunjang pula dengan penanaman empon-empon di bawah tegakan dan tepi lahan. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan. Selain itu, kondisi biofisik yang cenderung batu
56
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
bertanah dengan kondisi solum yang tipis membuat kurang memungkinkannya pengembangan tanaman palawija untuk dikembangkan di bawah tegakan. Pengembalian modal untuk strata 1 akan tercapai dalam jangka waktu 2,2 tahun sedangkan untuk strata 3 akan tercapai pada tahun ke 19, hal ini terjadi karena hasil dari palawija sedikit sehingga waktu pengembalian modal baru bisa kembali setelah ada pemanenan kayu dan strata 2 belum mampu mengembalikan modal selama jangka analisis (20 tahun). Tingkat pengembalian modal (PP) pada strata 1 yang lebih rendah menunjukkan bahwa strata 1 lebih layak dibandingkan dengan strata lainnya G. Analisis Sensitivitas Perubahan-perubahan harga akan mempengaruhi tingkat kelayakan usaha. Perubahan yang terjadi sebagai akibat perubahan asumsi dalam penghitungan analisis kelayakan disajikan pada Tabel 6 dan persentase perubahannya terhadap tingkat kelayakan sebelum terjadi perubahan disajikan pada Tabel 7. Kelayakan usahatani sensitif terhadap perubahan harga kayu terutama pada strata 2 dan 3. Meskipun perubahan harga kayu mempengaruhi tingkat kelayakan usahatani namun belum mampu untuk mengubah keputusan terhadap tingkat kelayakan usahatani. Perubahan upah dan harga pupuk akan berdampak pada tingkat kelayakan usahatani tetapi dampak yang ditimbulkannya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan dampak yang ditimbulkan oleh perubahan harga kayu. Kelayakan usahatani hutan rakyat di Desa Sumberejo lebih sensitif terhadap perubahan harga kayu bila dibandingkan dengan perubahan tingkat upah atau harga pupuk.
57
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis finansial sistem usahatani hutan rakyat, maka dapat disimpulkan: 1. Pengembangan Hutan rakyat yang paling layak secara finansial adalah hutan rakyat dengan luas 0,25 ha dengan kombinasi tanaman per ha yaitu mahoni 70 pohon dan jati 107 pohon 2. Tingkat kelayakan usahatani sensitif terhadap perubahan harga kayu. Semakin luas lahan cenderung semakin sensitif terhadap perubahan harga kayu. Perubahan tingkat upah dan harga pupuk mempengaruhi tingkat kelayakan usahatani, namun dampak yang ditimbulkannya akan berbeda. Semakin besar proporsi pengeluaran untuk upah ataupun pupuk dalam usahatani, maka tingkat kelayakan usahatani tersebut semakin sensitif terhadap perubahan tingkat upah atau perubahan harga pupuk. 3. Pemilihan tanaman kayu dan kombinasinya sangat menentukan kelayakan finansial usahatani hutan rakyat. Semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani, tidak selalu akan memberikan hasil yang lebih tinggi untuk tanaman palawija (tanaman bawah tegakan) tergantung dari pemanfaatan lahan masing-masing petani. 4. Pemilihan jenis tanaman kayu tergantung dari kesesuaian lahan dan keinginan petani. Sedangkan pemilihan jenis tanaman palawija atau tanaman lain di bawah tegakan tergantung pada kesesuaian lahan, cepat menghasilkan, mudah dipelihara, dan bernilai ekonomis relatif tinggi. 5. Penanaman hutan rakyat di Desa Sumberejo dilakukan secara cemplongan, hal ini dilakukan karena kondisi biofisik lahan yang tidak memungkinkan untuk ditanam secara tumpangsari.
58
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1998. Rapat Kerja Nasional. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1989a. Laporan Studi Input Output Tanaman Tumpangsari Hutan di Sub Das Wiroko Daerah Tangkapan Waduk Wonogiri. Surakarta. ___________________. 1989b. Laporan Studi Input Output Tanaman Tumpangsari Hutan di Sub Das Keduang Daerah Tangkapan Waduk Wonogiri. Surakarta. Direktorat Reboisasi, 1983. Petunjuk Analisis Proyek. Direktorat Jenderal Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Donie, S. 1996. Kajian Model Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Rakyat Berwawasan Kelestarian. Balai Teknologi Pengelolaan DAS Surakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Surakarta. _______. 1997. Kajian Usahatani Hutan Rakyat di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Prosiding Seminar. Seminar Hasil Kajian BTPDAS Surakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Surakarta. _______. 2000. Kajian Model Pengelolaan Hutan Rakyat, Analisa Ekonomi dan Aspek Pengembangannya. BTP DAS Surakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Surakarta. FAO. Tanpa Tahun. Pedoman Managemen Usahatani. Regional Office for Asia and The Far East, Bangkok. Disadur oleh Dinas Perindustrian Pertanian, Direktorat Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Indrawati, D.R., Sunaryo, dan S. Donie. 1997. Laporan Kajian Faktor Penentu Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Bangkalan dan
59
Jurnal Pengelolaan DAS Surakarta Vol. IX, 1 2003
Kajian Finansial Usaha Tani Hutan Rakyat Pada Strata Luas
Wonosobo. BTP DAS Surakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Surakarta. Kartasubrata, J. 1988. Kajian Kehutanan Sosial di Jawa. Technical Notes Volume II No 1 tahun 1988. Jurusan Managemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Levine, G, L.E. Small dan J. Ingersoll. 1984. Memperbaiki Pelaksanaan dan Penampilan Proyek-Proyek Pembangunan Pertanian: Sebuah Usul Proses Penyusunan Rancangan. Dalam Irigasi: Perencanaan dan Pengelolaan. Editor, E Pasandaran dan D.C. Talor. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Mugihardjo. 1972. Petunjuk Mengenai Analisa Proyek. Bantuan Teknik UNDP Solo/Tchnical Assistance. Surakarta.
Sub Proyek INS/72/006.
Soeharto, I. 1995. Manajemen Proyek: Dari Konseptual Sampai Operasional. Penerbit Erlangga. Jakarta. Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon, dan J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Kajian untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Tim Arupa, 2002. Kemandirian Rakyat Dalam Mengelola Hutan, Sebuah Pelajaran Berharga Dari Lapangan (Cerita Sukses Hutan Rakyat di Gunung Kidul). Yogyakarta. Valdes, A., G.R. Scobie and J.L Dillon (eds). 1979. Economic and The Design of Small-Farmer Technology. Iowa State University Press. Ames. Wharthon, C.R (ed). 1969. Subsistence Agriculture Development. Aldine, Chicago.
and Economic
BPS, 2002. Wonogiri dalam Angka, 2001. Badan Pusat Statistik Bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah. Wonogiri. Wudianto, R. 1989. Mencegah Erosi . Penebar Swadaya. Jakarta.
60