KAJIAN DIKLAT TERHADAP STRATEGI DAN METODE PENYULUHAN AGAMA ISLAM Oleh : Drs. H. Rasyidul Basri, MA Widyaiswara Balai Diklat Kegamaan Padang A. Abstrak Tulisan ini berjudul “ Strategi dan Metode Penyuluhan Agama Islam” sebuah Kajian Pada Diklat Penyuluh Agama Islam bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para Penyuluh Agama dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Bagaimana Strategi dan metode apa yang digunakan para penyuluh agama sebaiknya dalam menghadapi jamaah nya. Pembahasan ini mengemukakan tentang potensi yang harus dibangun
dan
dikembangkan dalam bagi penyuluhan agama seperti potensi fisik, potensi mental spritual, potensi intelektual, dan potensi emosional. Penyuluh agama merupakan tenaga yang dapat melakukan perubahan dalam masyarakat, sehingga mereka perlu dibekali dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan menghadapi jamaah khusus dan masyarakat secara umumnya. Strategi yang harus dikembangkan para penyuluh agama diantaranya penyusunan program, pengembangan jaringan kerja, komunikasi yang efektif dan menyejukkan. Dengan strategi yang tepat akan dapat melakukan penyuluhan secara sistematis dan komunikatif. Begitu pula dengan metode yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat, para penyuluh agama akan mampu memberikan penyuluhan secara efektif dan efesien dalam membangun keberagamaan masyarakat dan ikut serta dalam pembanguna nasional umumnya. Key word : Strategi dan Metode, Penyuluhan Agama.
B. Latar Belakang Membekali para penyuluh agama Islam dengan strategi penyuluhan agama merupakan bagian dari fungsi Diklat. Sehingga program diklat mewujudkan SDM yang handal yang melakukan perubahan dalam masyarakat menjadi bagian dari pembinaan tenaga yang profesional di jajaran Kementerian Agama. Perubahan telah menjadi bagian dari konteks masyarakat pada umumnya. Perubahan itu sendiri mensyaratkan salah satunya ialah adanya ikon perubahan yang menjadi inspirator dan sekaligus motor penggerak menuju situasi yang lebih diinginkan pada setiap hal. Untuk menciptakan
Salah satu penggerak perubahan pada masyarakat ialah para tenaga penyuluh agama. Dalam kerjanya tentu berhadapan dengan segudang problematika sebagaimana problematika masyarakat itu sendiri. Para penyuluh agama menjadi agent of change masyarakat menuju kehidupan yang lebih religius, dimana menempatkan nilai-nilai agama sebagai basis perubahan menuju kehidupan yang lebih harmonis, aman tentram dan sejahtera lahir maupun batin. Tantangan yang dihadapi penyuluh agama sebagai inspirator dan motor penggerak perubahan ini diantaranya ialah dari aspek sosio ekonomi masyarakat yang beragam, keragaman budaya, keragaman jenjang pendidikan dan pengetahuan masyarakat binanya yang berarti pula beragam tingkat pemahaman dan wawasan masyarakatnya. Tantangan ini baru bersifat internal kemasyarakatan. Belum lagi jika ditambahkan dengan tantangantantangan eksternal kemasyarakatan yang muncul dari kepentingan-kepentingan golongan tertentu yang mengancam harmonisasi interaksi di dalamnya.
B. KONSEPSI STRATEGI PENYULUHAN AGAMA a.
Pengertian Strategi Strategi secara semantik berasal dari bahasa Yunani yang terhimpun dari dua suku kata yaitu stratos dan agein. Startos artinya pasukan, sedangkan agein artinya memimpin. Jadi yang dimaksud dengan strategi berarti memimpin pasukan. Memimpin pasukan untuk apa? Tentu untuk memenangkan perang. Dalam hal ini sang pemimpin bertanggungjawab besar untuk mampu mempimpin dalam arti memilih pasukan yang benar-benar siap tempur, terampil, memilih persenjataan yang tepat, memilih medan yang menguntungkan atau secara ekstrimnya harus mampu mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang serba tidak terkirakan berdasarkan perhitungan-perhitungannya agar memenangkan perang dengan meminimalkan korban dipihaknya. Pengertian strategi yang demikian, menunjukan bahwa pada dasarnya istilah ini merupakan istilah para panglima perang. Akan tetapi kemudian, strategi telah menjadi istilah umum yang dapat dilekatkan dengan segala situasi. Dalam makna ini maka strategi sering diartikan sebagai pola umum yang biasa dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disebut pola umum, karena pada akhirnya tahapantahapan untuk mencapai tujuan ini secara general memiliki kemiripan baik itu untuk memenangkan pertempuran sebagai tujuan, atau untuk memperoeh keuntungan yang maksimum misalnya dalam suatu usaha.
b.
Pengertian Penyuluhan Penyuluhan kata dasarnya adalah suluh yang berarti penerang. Dalam pengertian ini maka penyuluhan berarti kegiatan memberikan penerangan. Kepada siapa? Yaitu kepada sasaran binanya, baik itu individu, kelompok terbatas atau bahkan masyarakat luas dengan segala karakteristiknya yang khas. Penyuluhan dapat juga diartikan sebagai kegiatan pemberian bimbingan atau pimpinan kepada objek penyuluhan agar objek tersebut mampu menemukan solusisolusi yang relevan dengan permasalahan yang dihadapinya. Dalam pengertian ini maka penyuluh tidak berkompeten untuk memberikan jawaban langsung mengenai persoalan yang dihadapi oleh binaannya. Melainkan ia dibimbing untuk menemukan sendiri jawaban tersebut sebab hanya ia sendiri yang tahu persis persoalanpersoalannya.
c.
Agama Agama dalam beberapa pendapat diartikan sebagai berikut:
1) Agama berasal dari gabungan kata a dan gam yang berasal dari bahasa Sanskerta. A artinya tidak dan gam artinya berubah. Jadi agama berarti sesuatau yang tidak berubah, maksudnya adalah sebagai hasil pewarisan generasi pertama ke generasi berikutnya secara konstan dan terus menerus. Kemudian juga disebutkan berasal dari kata a dan gama yang berarti tidak kacau. Hal ini memang jika dilihat pada aspek ajaran, agama bertujuan untuk memelihara ketentraman bagi pemeluknya serta keseimbangan pola interaksi dengan yang lainnya.
2) Agama juga dianggap padanan dari kata din dalam Bahasa Arab. Din secara semantik memiliki kisaran makna, undang-undang, utang, sesuatu yang harus ditunaikan dari sesuatu yang berposisi lebih rendah kepada yang lebih tinggi. Semua makna ini menunjukan hal pokok yang mesti dilakukan untuk menuju keteraturan. Hal ini relevan dengan karakter agama yang menuntut umatnya untuk menunaikan ketentuan-ketentuan tertentu yang terdapat dalam ajarannya. Dari penjelasan-penjelasan konsep tersebut, kita sampai pada pertanyaan awal, apa strategi
penyuluhan
agama?
Yaitu
kemampuan
seorang
penyuluh
dalam
memberdayakan potensi-potensi yang dimilikinya untuk memberikan penerangan, bimbingan nilai-nilai agama kepada masyarakat binanya, sehingga masyarakat
binannya tersebut memiliki pengetahuan yang memadai yang ditunjukan dengan kesalehan individual dan sosial berdasarkan nilai-nilai agama.
2. Potensi-Potensi Yang Harus Dikembangkan Potensi-potensi yang harus dikembangkan dalam strategi penyuluhan agama ini diantaranya sebagaimana yang diungkapkan oleh M. Yusuf Yunan adalah sebagai berikut: a. Potensi Fisik Potensi fisik atau potensi materil ini bukan hanya yang dimiliki oleh seorang penyuluh saja, melainkan juga yang dimiliki oleh masyarakat binanya. Hal in dimaksudkan agar terjalin kesetaraan kepentingan yaitu suatu tujuan bersama yang ingin dicapai antara penyuluh dengan masyarakat binanya. Potensi fisik atau potensi material masyarakat tersebut boleh jadi merupakan fasilitas-fasilitas umumkeagamaan, misalnya mesjid bagi umat islam, gereja bagi kristiani atau rumah ibadat lainnya, biaya, sarana pendidikan umum maupun agama serta aspek-aspek lainnya yang bersifat material.
b. Potensi Intelektual Potensi Intelektual adalah kemampuan yang dimiliki seorang penyuluh dimana secara rasional ia mampu mencerna dan menjelaskan persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat untuk dicarikan solusinya. Sementara itu masyarakat pun mesti memiliki potensi ini untuk kemudian dikembangkan bersama agar mampu mengimbangi laju pertumbuhan dan dinamika masyarakat sehingga ia tidak memiliki kekhawatiran ketika berhadapan dengan pesoalan-persoalan kehidupan. Potensi nalar inilah yang kemudian secara bersama-sama di pimpin oleh penyuluh di kembangkan untuk menemukan solusisolusi atas problematika kemasyarakatan.
c. Potensi Spiritual Potensi spiritual bagi penyuluh ialah kesadaran keberagamaan yang tinggi yang ditunjukan dengan perilaku yang mengejawantahkan ajaran agamanya sehingga ia mampu menjadi model individu yang saleh baik secara personal maupun kolektif bagi masyarakat binanya.
Pemodelan ini amat penting, terutama bagi kalangan tradisional, sebab suatu perubahan tanpa ikon yang jelas pertanggungjawabannya cukup sulit untuk mampu menggerakan masyarakat yang memiliki keragaman konsep mengenai arah perubahan itu seharusnya dilakukan. Kemampuan seorang penyuluh untuk menjadi model hidup suatu protitipe kesalehan personal dan sosial akan menjadi teladan bagi masyarakt binanya.
C.
IMPLIKASI STRATEGI TERHADAP PENYULUHAN AGAMA Implikasi strategi dalam kegiatan penyuluhan agama sangat penting. Sebagaimana diungkapkan oleh Sukriyadi Sambas, bahwa strategi penyuluhan akan memberikan arah rancangan program sebagai persiapan pelaksanaan kegiatan penyuluhan dengan memanfaatkan segenap potensi yang dimiliki menuju keberhasilan pencapaian tujuan penyuluhan itu sendiri. a.
Penyusunan Program Penyusunan program penyuluhan adalah persiapan awal untuk melaksanakan
kegiatan penyuluhan agama yang di dalamnya terkandung unsur pencandraan terhadap kondisi masyarakat bina dengan segala problematikanya, pemilihan metode yang tepat, pemilihan materi yang tepat serta sistem evaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan tersebut. Program yang baik ialah program yang mampu menggambarkan keseluruhan kegiatan yang akan dilaksanakan, termasuk di dalamnya aspek pembiayaan, alokasi waktu serta para pelaksana yang akan terlibat di dalamnya. Ragam program yang disusun mewakili aspek-aspek tujuan yang ditargetkan baik tujuan jangka pendek, menengah maupun tujuan jangka panjang.
1) Bagaimana suatu program disusun Suatu program disusun berdasarkan data-data yang akurat mengenai kondisi masyarakat binanya. Untuk itu maka penting melakukan identifikasi masalah yang dihadapi masyarakat. Bagaimana identifikasi masalah ini dilakukan, pertama bisa melalui pengamatan langsung, kedua jika diperlukan melalui wawancara dengan tokoh-tokoh agama atau tokoh-tokoh masyarakat yang ada, kedua melalui isian kuisioner kepada masyarakat langsung mengenai harapan-harapannya hal-hal yang belum dipahami dalam aspek-aspek keagamaan yang dianutnya. Data-data inilah yang kemudian diolah dan menjadi dasar penyusunan program tersebut.
Program dibuat berdasarkan rencana-rencana yang telah disusun sebelumnya. Dalam suatu program harus tergambar alokasi waktu kegiatan yag akan dilaksankan, sumber dana dan pertanggungjawabannya, para tenaga pelaksana disertai hirarki tanggungjawab masing-masing personil dan yang lebih penting ialah muatan materi yang akan disampaikan relevan dengan permasalahan masyarakat bina yang sesungguhnya. Sehingga kegiatan tersebut memiliki makna yang relatif penting dan membumi. Tidak kalah pentingnya ialah tergambar pula feed back apa yang dihgarapkan dari masyarakat bina terhadap penyuluh dari program yang disusun tersebut sebagai bahan penyusunan program selanjutnya.
2) Program apa yang akan disusun Program yang disusun adalah program yang mewakili kebutahan masyarakat mengenai apek-aspek keberagamaannya. Jika masyarakat belum mengetahui mengenai sistem teologi secara mendalam, maka program penyuluhan berkenaan dengan teologi inilah yang dikembangkan, tentu saja dengan memperhatikan aspek pembiayaan dan metode yang dianggap tepat untuk melaksanakan penerangan mengenai teologi ini. Demikian pula jika masyarakat bina belum paham mengenai kedudukan hukum agama secara tepat maka program inilah yang disusun. Alangkah baiknya jika program ini disusun secara berkala dalam setiap tahun kalender kerja yang menjadi tugas para penyuluh. Sehingga ada kontinuitas transfer pengetahuan kepada masyarakat yang akhirnya mudah untuk dilakukan evaluasi per periodenya. Contoh Format Desain Program: PROGRAM PENYULUHAN PENINGKATAN WAWASAN KEIMANAN 1 Nama kegiatan 2 Tema 3 Tujuan 4 Sasaran 5 Pelaksanaan 6 Tempat 7 Muatan materi 8 Metode dan Media 9 Penanggung jawab 10 Tim pelaksana
11 12
Pembiayaan Evaluasi Di samping program yang sifatnya berkala dan berkesinambungan, terdapat pula
program-program yang sifatnya temporal, terutama ketika berkenaan dengan hari-hari besar keagamaan. Program yang sifat temporal ini beda lagi pengelolaannya.
b. Pengembangan Jaringan Kerja Pelaksanaan kegiatan penyuluhan bukanlah pekerjaan sederhana yang mampu ditangani oleh petugas penyuluh sendirian. Melainkan di dalamnya perlu keterlibatan semua pihak terkait untuk mengsukseskan kegiatan penyuluhan tersebut sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Pihak-pihak yang semestinya jadi bagian penting sebagai mitra kerja penyuluh adalah unsur-unsur pemerintahan yang ada di daerah selain para tokoh masyarakat dan tokoh keagamaan setempat termasuk petugas penyuluh yang jenjangnya berada di bawahnya atau lebih tinggi darinya. Pengembangan jaringan kerja ini penting dilakukan selain memang untuk memudahkan menyelesaikan program secara sukses, juga menunjukan bahwa sejatinya tanggungjawab masyarakat adalah tanggung jawab bersama tentu saja dengan memperhatikan aspek-aspek pendekatan siapa berperan di mana. Penyuluh adalah yang bertanggungjawab untuk membangun masyarakat bina melalui pendekatan bahasa agama. Demikian pula halnya anggota masyarakat lainnya memiliki peran yang sama dalam porsi yang berbeda.
c.
Gaya Komunikasi Implikasi strategi selanjutnya ialah berpengaruh dalam pemilihan gaya komunikasi
antara penyuluh dengan masyarakat binaannya.
Tidak dipungkiri bahwa kegagalan
dalam pencapaian tujuan atau kesepahaman bersama (mutual understanding) adalah buah dari kegagalan dalam memilih gaya komunikasi. Proses komunikasi yang tepat, yang memenuhi syarat keberhasilan pencapaian tujuan komunikasi relatif lebih memberikan harapan bahwa setiap isi pesan dapat diterima, diolah dan menjadi suatu pemahaman baru bagi penerima pesan yang relatif sama dengan yang dimaksudkan oleh pemberi pesan. Demikian pula dalam proses penyuluhan, penyuluh penting sekali memahami latar belakang masyarakat binanya agar
ia dengan tepat mampu memilih gaya komunikasi yang tepat dengan masyarakat binanya agar terjadi mutual understanding dalam pesan keagamaan. a.
Ragam Komunikasi 1) Komunikasi simbolistik Komunikasi simbolistik ini biasa dilakukan oleh para priyayi atau kalangan elit feodal. Simbolistik disini lebih mengacu pada makna bahwa penyampai pesan tidak secara langsung mengutarakan maksud-maksud yang dikandung dari tuturannya melainkan memerlukan proses lebih lanjut bagi komunikan untuk sampai memahami maksud pesan yang disampaikan. Model komunikasi ini amat sulit diterapkan pada masyarakat yang lebih berbudaya lugas. Pada prinsipnya komunikasi simbolistik amat dipengaruhi oleh sistem kesepakatan bersama atau etika yang mengikat komunitas tertentu. Maka memahami pola kultural masyarakat bina menjadi bagian penting untuk memilih pola komunikasi yang digunakan. 2) Komunikasi lugas Sebagaimana komunikasi simbolistik yang dipengaruhi oleh etika komunitas,
demikian pula dengan komunikasi model ini, yang lebih menunjukan keterusterangan yang boleh jadi menurut penganut model komunikasi simbolistik terlalu apa adanya. Kembali ke masalah penerimaan model komunikasi, maka sesungguhnya semua model akan relevan dengan kondisi masyarakat bina bila seorang penyuluh memiliki latar wawasan yang luas mengenai sistim etika yang berlaku di masyarakt tersebut.
b. Komunikasi yang efektif Komunikasi efektif lebih mengacu kepada proses komunikasi yang secara tepat dilakukan antara pembawa berita (komunikator) dengan penerima pesan (komunikan) melalui media yang tepat pula. Komunikasi efektif akan terwujud bila terdapat kesetaraan antara penyampai berita dengan penerima berita. Kesetaraan ini ialah dalam penggunaan media yang sama-sama dimungkinkan untuk diterima atau dipahami, baik itu bahasa, atau simbol lainnya. kemudian sang penyampai pesan memiliki latar kultural yang relatif seimbang dengan penerima pesan, sehingga setiap pesan tidak mengalami hambatan kultural dalam proses penafsiran pesan oleh komunikan.
D. PELAKSANAAN PENYULUHAN PADA SASARAN BINA Pelaksanaan penyuluhan agama akan melibatkan kepada keragaman karakteristik sasaran bina, diantaranya yaitu berupa individu atau kelompok masyarakat. 1. Penyuluhan Agama Pada Individu Persoalan setiap individu mengenai kehidupannya baik aspek keagamaan, maupun non keagamaan tentu berbeda satu sama lainnya. meskipun boleh jadi dari sekian masalah yang dihadapinya dapat di generalisasikan sebagai masalah komunal bagi suatu komunitas. Namun demikian titik tekannya pasti memiliki perbedaan. Masalah-masalah individual ini tetap merupakan bagian dari tugas penyuluh untuk mampu memberikan penerangan secara privat mengenai masalah individu tersebut dengan cara yang tepat. Bila persoalan yang sifatnya privat ini tidak dikelola secara benar, besar kemungkinan akan menjadi masalah yang lebih besar lagi yang melibatkan seluruh anggota masyarakat yang ada di lingkaran komunitas individu tersebut berada.
2. Penyuluhan Agama Kepada Kelompok Masyarakat Bina Masyarakat adalah komunitas yang mendiami suatu wilayah tetentu yang terikat oleh aturan-aturan dalam komunitas itu sendiri yang menyepakati untuk hidup bersama dan saling memajukan, dalam pencapaian tujuan bersama. Kesepakatan tersebut boleh jadi berupa budaya, atau bahkan agama yang berikutnya menjadi identitas khas bagi mereka. Dalam konteks kepenyuluhan, masyarakat yang menjadi sasaran bina penyuluhan agama adalah mereka kelompok masyarakat yang diidentifikasikan atas keberagamaannya yang khas. Misal masyarakat islam, atau masyarakat kristen. Adapun dari aspek lainnya, dalam masyarakat beragama ini boleh jadi dapat pula didentifikasikan ke dalam beberapa karakteristik, antara lain: a. Ditinjau Dari Jumlah. Dari aspek ini, dapat dibedakan ke dalam kelompk masyarakat terbatas atau tertutup dengan masyarakat luas pada umumnya. 1) Kelompok Masyarakat Tertutup Atau Terbatas Seperti apakah kelompok masyarakat tertutup itu? Kelompok masyarakat tertutup ini lebih dapat dipahami sebagai kelompok terbatas dalam arti boleh jadi mereka terbatas oleh sistem keorganisasian, atau sistem keyakinan
terhadap suatu golongan. Namun bukan berarti menutup diri dari pergaulan luas. Meskipun dalam praktiknya boleh jadi ada sempalan tertentu yang terindikasikan demikian. Namun, sebagaimana hukum sosial bahwa manusia sebagai makhluk yang perlu dan senantiasa berhubungan dengan lainnya maka amat kecil kemungkinan terdapat karakter masyarakat yang demikian. Adapun kelompok tertutup ini biasanya hanya cendrung lebih sering berinteraksi dengan anggota kelompoknya sendiri dan relatif membatasi diri untuk bergaul dengan anggota masyarakat lainnya dengan alasan tertentu. Kondisi ini merupakan tantangan tersendiri bagi tenaga penyuluh untuk mampu melakukan pendekatan yang baik sehingga mampu menembus batas-batas kekakuan interaksi antar anggota kelompok tersebut dengan anggota masyarakat lainnya. keadaan ini, pada satu segi bisa menjadi permasalahan tersendiri, juga bisa menjadi potensi untuk memajukan pola hubungan yang saling dibangun oleh rasa toleransi mengedepankan persamaan dengan menegggang perbedaan.
2) Kelompok Masyarakat Umum Masyatakat umum ialah mereka yang terkatagorikan secara lebih luas lagi tanpa memerhatikan sekat-sekat budaya, sosio ekonomi maupun politik yang tumbuh kembang di dalamnya. Dalam pengkatagorian seperti ini, maka masyarakat ditempatkan sebagai bagian sasaran bina yang dinamis dan dewasa untuk menemukan polapola komunikasi antaranya, sehingga membangun sikap-sikap yang terbuka dan moderat untuk menerima keragaman diantara merke itu sendiri.
b. Dari Aspek Budaya 1) Masyarakat Tradisional Kelompok masyarakat tradisional ialah sekelompok masyarakat bina yang secara geografis dan teritorial umumnya berada di wilayah pedesaan. Wilayah pedesaan yang dimaksud dalam konteks ini bukan pedesaan dalam arti administratif pemerintahan, melainkan mengacu pada kondisi masyarakat yang secara sosiologis bercirikan antara lain: a) Relatif homogen dalam budaya. b) Memiliki sistem kekerabatan yang kuat.
c) Mata pencaharian lebih di dominasi oleh pertanian. d) Keterikatan yang kuat terhadap aktor pemimpin. e) Cendrung kaku terhadap perubahan.
c. Masyarakat modern Masyarakat modern ialah mereka yang secara boleh jadi banyak tinggal di perkotaan lengkap dengan ciri sebagai berikut: 1) Relatif heterogen dalam budaya. 2) Keterhubungan sosial lebih karena kepentingan. 3) Cendrung individualis atau privat sentris 4) Secara ekonomi kebanyakan pelaku industri. 5) Penguatan pada aspek struktur kemasyarakatan. 6) Terbuka terhadap perubahan. 7) Mobilitas tinggi
d. Dari Aspek Teritorial Dari aspek ini dapat dibedakan sedikitnya menjadi: 1) Masyarakat pedesaan, (rural society), Jika penjelasan mengenai konsep masyarakat desa sebelumnya mengacu pada konsep budaya, maka yang dimaksud dengan konsep masyarakat pedesaan disini ialah suatu komunitas penduduk yang secara territorial tinggal di desadesa.
2) Masyarakat transisi (transition society), Komunitas masyarakat yang tinggal di daerah transisi, yaitu suatu konsep yang bias juga disebut kelas pinggiran memiliki karakteristik yang khas sebagai sebuah sasaran binaan penyuluhan. Mayarakat seperti ini biasanya secara cultural telah banyak terkontaminasi olah budaya hidup gaya kota, tetapi belum terimbangi seluruhnya menjadi masyarakat modern karena tantangan lingkungan hidup. 3) Masyarakat kota (urban society). Masyarakt kota adalah mereka yang tinggal di kota-kota. Namun apakah mereka penduduk tetap atau musiman itu hal yang berbeda. Sevagai penduduk
kota mereka berbeda dengan masyarakat pedesaan. Sementara itu bagi sebagaian yang berstatus sebagai pendduk musiman, maka mereka akan enjadi bagian penting yang membawa kultur dan peradaban masyarakat kota ke masyarakat desa atau pinggiran. e. Dari Aspek Ekonomi 1) Masyarakat maju 2) Masyarakat terbelakang f. Dari Aspek Pendidikan 1) Masyarakat buta aksara 2) Pelajar, mahasiswa 3) Akademisi 4) Ilmuwan (ulama), Sarjana g. Dari Aspek Pekerjaan 1) Petani 2) Pedagang 3) Buruh 4) TNI POLRI 5) PNS 6) Eksekutif perusahaan 7) Jasa h. Ditinjau Dari Aspek Usia 1) Anak-anak, 2) Remaja 3) Dewasa
4. Pemilihan Materi Penyuluhan Agama Strategi Pemilihan meteri yang tepat sesuai dengan kebutuhan sasaran bina besar kemungkinan menjadi sebuah jaminan keberhasilanya kegiatan penyuluhan tersebut. Maka dari itu sebagaimana dikembangkan dalam topik pembelejaran sebelumnya, penting sekali untuk merumuskan suatu perencanaan suatu program kegiatan yang sistematis dan terukur keberhasilannya. Materi yang disesuaikan dengan kadar kondisi sasaran bina relatif lebih mudah dipahami dan siap untuk dikelola bersama
secara aktif antara penyuluh dengan
sasaran bina. Materi-materi dalam hal keagamaan sedikitnya dapat dipilahkan ke
dalam tiga besaran, yakni ranah teologis (keyakinan), ranah aplikatif (ritual formal dan tata hubungan komunal) serta ranah hukum bidang agama. Semua ranah keagamaan tersebut integral sifatnya, jadi tidak bisa ranah yang satu dijelaskan tanpa melibatknan ranah yang lain. Hal ini ditujukan untuk mecapai pemahaman keagamaan yang universal dan integral dalam setiap pribadi sasaran bina.
5. Pendekatan Yang Digunakan Penyuluhan agama merupakan upaya membangun masyarakat berdasarkan nilai-nilai keagamaan dengan menumbuhkan kualitas keberagamaannya. Dalam pelaksanaannya hal ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan utama, yaitu pertama dengan merepleksikan nilai-nilai keberagamaan ke dalam tatanan masyarakat sebagaimana yang diinspirasikan oleh agama, dan kedua, membangun nilai-nilai luhur dalam kultur lokal yang relevan dengan nilai-nilai agama. Kedua pendekatan ini disebut dengan pendekatan normatif dan pendekatan kultural. a. Pendekatan Normatif Pendekatan formal sebagaimana dimaksud dalam penjelasan diatas lebih berupa mengejawantahkan
pesan-pesan
agama
sebagai
mana
adanya
terhadap
masyarakat, jadi bisa dikatakan memasyarakatkan nilai-nilai agama. Pendekatan ini cendrung mengabaikan nilai-nilai budaya lokal yang sudah terlebih dahulu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat lokal. Pendekatan ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum bahwa suatu komunitas masyarakat telah masuk ke dalam sistem ajaran agama. Penerapannya, boleh jadi mendapatkan berbagai tantangan, terutama ketika penerjemahan kondisi ideal tersebut bertentangan dengan semangat lokal. Jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka yang terjadi kemudian bukanlah melahirkan prototipe masyarakat ideal yang diharapkan melainkan kondisi masyarakat yang kehilangan identitas.
b. Pendekatan Kultural Pendekatan atau strategi kultural menerapkan konsep universal agama. Maksudnya dalam sisi-sisi ajarannya yang memiliki semangat modernitas dalam setiap dimensi waktu dan tempat, maka berarti juga memiliki kesanggupan untuk berdialog dengan kultur lokal. Indonesia merupakan Negara dengan wilayah yang kaya dengan budaya. Di satu sisi, mungkin ini akan menjadi tantangan tersendiri
untuk mengkomunikasikan esensi ajaran agama. Di sisi lain, boleh jadi ini merupakan suatu kondisi yang positif untuk menambah wawasan dan wacana keberagamaan yang penuh dengan semangat tasamuh dan egaliter. Untuk mewujudkan pendekatan kultural ini, maka dibutuhkan perangkat wawasan yang luas dan mendalam mengenai hakikat ajaran agama itu sendiri di samping pemahamannya yang matang mengenai kultur lokal. Sehingga seorang penyuluh memiliki kemampuan untuk mendialogkan esensi ajaran agama dengan semangat kultur lokal. Tentu saja, keadaan ini bukanlah menjadikan adanya sinkretisme ajaran, sebagaimana ditegaskan dalam semangat keberagamaan itu sendiri dalam tataran keyakinan sudah tegas batasannya. Artinya kondisi-kondisi kemasyarakatan dengan segala keadanya, diupayakan mencari rujukannya kepada sumber otoritas ajaran agama, dengan demikian maka semangat jaman tidak
kehilangan
relevansinya dengan semangat agama.
6. Metode Penyuluhan Langkah selanjutnya setelah melakukan studi objektif dan pemilihan pendekatan yang dianggap relevan dengan kondisi masyarakat bina ialah menentukan langkahlangkah operasional dalam rangka kegiatan penyuluhan. Penyuluhan terhadap individu lebih tepat dikatakan dengan proses bimbingan. Bimbingan ini bagi klien adalah diberikan penguatan mental agar secara kejiwaan positif dia lebih siap dulu untuk menghadapi problem tersebut. Berikutnya ialah dibimbing melalui instruksiinstruksi logis dan formal berdasarkan data-data akurat mengenai langkah-langkah menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Hal penting untuk dimiliki penyuluh adalah gambaran umum mengenai permasalahan individu, yaitu secara besarannya harus diketahui apakah persoalan hukum, persoalan teologis atau persoalan etik. Meskipun demikian kepaduan dalam penjelasan keagamaan amat penting agar klien memiliki pemahaman yang komprehensif dan integral mengenai wawasan keberagamaannya, tanpa tersekat oleh keragaman paham yang sifatnya sekunder. Metode pelaksanaan penyuluhan terhadap individu ini pada umumnya berupa dialog, dalam hal ini penyuluh memerankan dirinya sebagai konselor, atau konsultan bagi sasaran binanya. Dengan dialog, diharapkan tumbuh kedekatan personal antaranya sehingga tidak ada batas-batas sosial atau lainnya yang menjadi sekat dalam
interaksi antara penyuluh dengan objek bina. Dengan keterbukaan tersebut, di mana penyuluh menerapkan pendekatan empati, maka permasalahan sesungguhnya dapat dijelaskan secara logis dan mudah menentukan alternatif penyelesaiannya. Sedangkan penyuluhan yang melibatkan banyak peserta maka selayaknya dilakukan secara terencana dan terprogram dengan melibatkan banyak aspek. Termasuk pemilihan metode yang tepat ialah dengan mempertimbangkan kondisi sasaran bina. Dalam kondisi yang banyak tersebut, metode ceramah atau pelibatan secara aktif bagi para peserta penyuluhan sangat dianjurkan. Pelibatan secara aktif ini akan meningkatkan rasa kepercayaan diri mereka bahwa sejatinya persoalan tersebut jawabanya sudah mereka miliki, maka dalam hal ini penyuluh agama hanya menunjukan arah belaka berdasarkan pengetahuannya mengnai prinsip-prinsip agama dan keberagamaan.
E. METODE-METODE PENYULUHAN AGAMA b. Macam-Macam Metode Penyuluhan Agama 1. Pengertian Metode Penyuluhan Agama Istilah metode pada dasarnya merupakan adopsi dari konsep bahasa inggris, method, konsep ini sering diterjemahkan sebagai cara. Pengalih bahasaan ini sebetulnya sudah cukup memadai untuk kemudian memahami konsep metode penyuluhan agama. Maka hal ini dapat kita pahami sebagai cara untuk melakukan penyuluhan agama. Cara disini tentunya bersyarat, yaitu mudah dan memudahkan, murah, tepat, cepat dapat diterima sasaran.
2. Signifikansi Metode dalam Penyuluhan Agama Mengapa metode ini penting dalam penyuluhan agama? Sesungguhnya menentukan strategi penyuluhan pada intinya berarti menentukan metode paling tepat yang pilih untuk menyampaikan materi penyuluhan. Sebagai ilustrasi, jika kita hendak memberikan sesuatu kepada orang lain dengan tidak mengindahkan tata krama, meskipun yang kita berikan mungkin suatu hal yang diperlukan olehnya, tentu ia akan tersinggung dan menolak secara terangterangan. Akan tetapi biarpun yang kita berikan mungkin sudah ia miliki, namun cara menyampaikannya oleh kita dengan baik, niscaya hal itu menjadi penghargaan tersendiri bagi penerima.
Memperhatikan itu, maka tidak kalah pentingnya untuk menyampaikan materi penyuluhan supaya dapat diterima oleh masyarakat bina secara positif dan penuh pemahaman, maka metode penyampaian menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan. Metode penyuluhan yang tepat, selain menarik simpati sasaran bina, juga akan mendukung untuk pencapaian tujuan penyuluhan secara lebih optimal dibanding tidak menggunakan metode yang jelas.
3. Ragam Metode Penyuluhan Agama dan Teknis Penggunaannya Beberapa ragam metode yang biasa dapat dipergunakan dalam proses penyampaian materi, kita dapat merujuk pada beberapa konsep metode penyampaian materi secara umum. Diantaranya yaitu : a. Metode Ceramah Metode ini efektif untuk jumlah sasaran dengan jumlah relatif banyak, dan tidak memerlukan umpan balik dari peserta penyuluhan secara langsung atau interaktif. Dalam konsep Islam, metode ini mirip dengan istilah tabligh atau khutbah. Namun masing-masing tetap memiliki ke khas-an tersendiri. Terutama khutbah, cara ini hanya berlaku dalam ibadah formal (Ibadah Jumat, nikah, haji dan Idain) dan sasaran hanya berperan pasif.
Dari dua konsep ini, tabligh lebih dapat
dikatakan ceramah. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode ini ialah sifatnya yang murah, memungkinkan untuk eksplorasi materi seluas-luasnya sehingga sasaran mengerti. Namun demikian terdapat juga beberapa syarat untuk memaksimalkan metode ini, antara lain diperlukan kecakapan penyuluh dalam mengolah materi dan menyajikannya sehingga sasaran bina tidak jenuh. Karena jumlah sasaran banyak, maka perlu alat bantu. Selain itu kelemahannya adalah sedikit memberikan peluang bagi sasaran untuk aktif bertanya mengenai hal-hal yang mungkin masih belum jelas baginya. Dimungkinkan bersifat mendoktrin. Untuk meminimalkan kendala tersebut, kembali kepada syarat di atas, penyuluh dituntut kepiawaiannya dalam mengolah materi, menggunakan media, dan tidak menjadi hakim untuk suatu hal yang memang diperdebatkan dan multi interpretasi,
melainkan
hanya
menyajikan
penjelasan-penjelasan
komprehensif bagi sasaran bina, sehingga sifat mendoktrin dapat dikurangi.
secara
b. Wisata religi Metode ini bagi umat Islam Indonesia biasa dikenal dengan wisata ziarah, yaitu dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah dari masa lalu. Selain itu juga sebetulnya dapat dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap telah lebih baik kehidupan keberagamaannya sehingga menjadi komparasi yang memadai untuk meningkatkan gairah keberagamaan sasaran bina. Manfaat yang diperoleh dari metode ini ialah sasaran bina diajak untuk berinteraksi dengan kelompok masyarakat lain juga menilai dan menghargai artefak-artefak peninggalan masa lalu yang berpengaruh terhadap kehidupan keberagamaan masa kini. Dengan memperoleh kesan langsung diharapkan menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas keberagamaannya. Hal yang dapat dipetik, ialah meningkatnya wawasan sasaran bina mengenai keragaman budaya dalam keberagamaan.
c. Tanya Jawab Metode ini sesungguhnya dapat digunakan bersamaan dengan metode ceramah. Ciri khas dari metode ini ialah keterlibatan aktif sasaran bina untuk mengungkapkan hal-hal yang masih belum difahami olehnya, atau menjadi persoalan bersama. Manfaat yang diperoleh ialah tergalinya informasi-informasi sesungguhnya mengenai hal apa yang sesungguhnya menjadi persoalan sasaran bina, sehingga materi yang disajikan tepat sasaran.
d. Halaqoh Diskusi Metode ini mirip dengan tanya jawab pada aspek keterlibatan sasaran bina. Yang membedakannya, metode ini efektif bagi sasaran bina yang berpotensi pengetahuan memadai. Bersama-sama penyuluh dan anggota kelompok diskusi lainnya menuntaskan suatu pokok kajian. Manfaat yang diperoleh ialah kedalaman pengkajian dan pemahaman yang diperoleh oleh sasaran bina. Penyuluhan model ini cocok digunakan pada kelompok masyarakat terpelajar, dengan jumlah terbatas dan waktu khusus.
e. Demonstrasi Metode ini efektif untuk menyampaikan hal-hal yang sifatnya praktis dan memerlukan penjelasan secara demonstratif. Metode ini memerlukan model yang
tepat agar materi dapat dipahami sasaran bina. Dalam Islam, terdapat hal-hal yang memerlukan penjelasan secara demontratif, misalnya praktik wudlu, sholat, atau manasik haji. Maka untuk memperjelas penyuluhan bidang ini, penyuluh agama perlu menggunaka metode ini tentunya dengan ketersediaan sarana dan model yang memadai. f. Konseling Konsep ini sesungguhnya juga diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai penyuluhan itu sendiri. Namun dalam hal ini menjadi metode tertentu dalam penyuluhan agama. Metode ini dilakukan sasaran bina selaku individu yang memerlukan penjelasan-penjelasan mengenai hal-hal yang mungkin mejadi permasalahan baginya. Maka penyuluh agama dalam hal ini menjadi konselor spiritual. Penyuluhan model ini lebih bersifat konsulatatif, atau terapi bagi klien— sasaran bina. Jika pada metode-metode sebelumnya (ceramah, diskusi, wisata religi, dan demontratif) penyuluh memerankan fungsi edukatif, maka pada metode ini penyuluh memerankan fungsi konsultatif.
F. PENUTUP Melaksanakan penyuluhan memerlukan persiapan-persiapan yang matang, dan itulah yang kemudian disebut dengan strategi. Konsep strategi itu sendiri bermula dari istilah militer yaitu suatu upaya untuk memenangkan pertempuran dengan hasil yang efektif dan efesien. Demikian pula halnya dengan penyuluhan, dimana problematika umat menuntut kesiapan penyuluh untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya disertaii wawasan yang baik mengenai kondisi masyarakat bina. Pada akhirnya akan melahirkan konsep strategi yang dianggap relevan untuk menyampaikan pesan agama maupun pemerintahan dalam bahasa agama. Memilih strategi itu sendiri berarti pada dasarnya menentukan metode yang dianggap paling relevan untuk menyampaikan penyuluhan. Sehingga terwujud masyarakat beragama yang taat, harmonis dan penuh toleransi sebagai dasar pembangunan nasional.
Padang,
10 September 2013
DAFTAR PUSTAKA Achmad Mubarok, Al-Irsyad Al-Nafsy Konseling Agama Teori dan Kasus, Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2000. Ahmad Subandi, Syukriadi Sambas, Dasar-Dasar Bimbingan (al-Irsyad) dalam Dakwah Islam, Bandung: KP HADID, 1999. Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Jogjakarta: LPPAI, UII Press, 2001. Bleeker C.J. Prof., Dr., Pertemuan Agama-agama, Sumur Bandung, 1964 Hallen A, M.Pd., Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Press, 2002. Hassan Langgulung.1990. Kaunseling dalam Masyarakat Islam. Kertas kerja Seminar Kaunseling dalam Masyarakat Islam. Yayasan Dakwah Islamiah Malaysia, Kuala Lumpur, 25-26 September. Jalaludin Rakhmat, Psikologi Agama, Bandung: Mizan, 2003. M. Yunan Yusuf, Strategi Penyuluhan Agama, Makalah dalam Pelatihan Fasilitator Penyuluh Agama se-Indonesia 2006
Muhammad Husaini Behesyti, Mencari Hakikat Agama, Bandung: Arasy Mizan, 2003. Muhd Mansur & S. Nordinar. Proses Kaunseling. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1988. Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam: dari Ideologi, strategi sampai tradisi, Bandung: Rosdakarya, 2001. 1.