KAJIAN BALOK SUSUN DAN SAMBUNGAN PASAK GESER TAMPANG DUA KAYU MANGIUM
F. DWI JOKO PRIYONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Balok Susun dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari disertasi ini.
Bogor, Januari 2012
F. Dwi Joko Priyono NIM E016010051/IPK
ii
ABSTRACT F. DWI JOKO PRIYONO. Study of Mangium for Mechanical Laminated Timber and Double Shear Connection Using Shear Connector. Under the supervision of SURJONO SURJOKUSUMO, YUSUF S. HADI and NARESWORO NUGROHO. Mangium wood from the timber estate have been developed continuously in an effort to reach the fulfilling of wood fiber and construction material needs to replace role of timber from the natural forests which has decrease. Timber connection requires a connector such as bolt that can distribute the load of wood to wood both the compression or tensile stress through all the connections. Bearing slip connector is a connector that is inserted into the hole in the wood, and burdened pressure and shear. Connection with the bolts most commonly used because making easier, however, the connection type is less efficient due to shear forces in the event it will be retained by the bolts and wood with only a cross-sectional area of the bolt. The research trying to find the 17 years old mangium properties as a building material and its engineered wood properties especially as double shear connection timber and mechanical laminated timber which using shear connector. The connector made of different materials, consists of similar mangium, mangium compressed, ironwood and steel. The bearing slip connector consist of two forms (dowel and rectangular) and arranged on one until three pairs of connector. The double shear component size and placement based on R-SNI(2002), each form of the sample was made in 4 replications and all of them have tested using a 35-ton Baldwin UTM. Mangium wood is classified in the III strength grade according to PKKI (1961), meanwhile if using modulus of elasticity results as a determination of quality grade based on RSNI (2002), the mangium includes in the quality code of E-11. The result of research also found that the rectangular steel bearing slip connector has the highest equations meanwhile the lowest equation was the ironwood materials. All of equations give high correlations ( R2 between 0.743 to 0.947). Bearing slip connector can improve the ability of the connection in load-bearing. Densified of mangium able to raise the connection system's ability however not significantly, both in strength and displacement. Ironwood connector are not well used as a retaining shear pin because of easy to sliding split and significantly much below capacity than mangium wood. Steel connector result the load-bearing above significantly than mangium and ironwood. Dowel do not differ in terms of strength as compared with rectangle in proportional limit, and each additional number of connector producing an increase in load-bearing ability significantly. Observation on the displacement value shows that for the value which applied usually in Indonesia reach the strength ratio (SR) as 92.21% to the proportion limit and 44.91% to the maximum load. This value was in below position of the US standard (24.17 and 11.77%) and of the Australian standard (51.46% and 25.06%) to the proportional limit and maximum load respectively. Displacement achievement at the proportional limit varies from 1.1 mm to 2.2 mm, so that the minimum requirement of 1.5 mm displacement is not fulfilled by some treatments, however all of the connection system have passing the 1 mm displacement. Mangium mechanical laminated timber using steel shear connector has increased the MoR and MoE as much as 52 and 28,5% respectively comparing to the mangium solid beam. Key words: 17 years old mangium, displacement, double shear connection, shear connector, wood properties.
iii
RINGKASAN F. DWI JOKO PRIYONO. Kajian Balok Susun dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium. Dibimbing oleh SURJONO SURJOKUSUMO, YUSUF S. HADI dan NARESWORO NUGROHO. Upaya memperbesar dimensi kayu yang bermanfaat bagi tujuan struktural inilah yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini, sehingga diperoleh pengetahuan baru tentang sifat yang dimilikinya guna memenuhi kepentingan kayu struktural. Percobaan dilakukan terhadap model sambungan kayu dengan pasak berpenahan geser (shear connector) sehingga keberhasilan penelitian ini akan memberi peluang baik pada sambungan kayu maupun pada kayu lamina mekanis. Sambungan dengan baut adalah jenis sambungan yang paling sering digunakan karena faktor kemudahan dalam pengerjaan. Namun demikian, jenis sambungan tersebut kurang efisien karena bila terjadi gaya geser maka akan ditahan oleh baut dan kayu dengan hanya seluas penampang baut. Disamping itu, kuat tekan kayunya adalah seluas lubang baut, yaitu diameter lubang baut dikalikan tebal kayu. Hal tersebut akan berbeda kalau digunakan sambungan pasak, dimana yang akan menahan gaya aksial adalah pasak dan kayu, yaitu untuk geser pasak adalah luas penampang pasak dikalikan panjang pasak, sedang untuk kuat tekan kayu adalah sebesar setengah luas penampang lubang pasak dikalikan dengan panjang lubang pasak. Untuk itu penelitian ini diharapkan mampu menjawab awal tantangan kebutuhan data teknologi rekayasa kayu tersebut khususnya bagi jenis mangium sebagai salah satu jenis kayu budidaya yang diunggulkan. Tujuan umum penelitian yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan peran kayu hasil budidaya hutan tanaman khususnya kayu mangium sebagai kayu konstruksi, sedangkan tujuan khusus penelitian antara lain data sifat fisis dan mekanis kayu mangium umur 17 tahun melalui pengujian contoh kecil bebas cacat (small clear specimen) guna diketahui sifat dasarnya, melihat kelayakan kayu mangium pada kisaran umur 17 tahun sebagai bahan kayu konstruksi melalui pemilahan kayu ukuran full-scale (baik secara visual maupun masinal) dan penentuan tegangan ijin. Selain itu mengembangkan teknologi pasak penahan geser pada sambungan kayu tampang dua dengan menggunakan dua bentuk pasak yakni pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat, tiga jenis bahan pasak yakni pasak sejenis tanpa perlakuan, pasak sejenis yang dipadatkan (densifikasi) dan pasak baja, serta menggunakan dua jenis alat pengencang yaitu baut dan pelekap bambu berbaji, dan mencoba suatu bentuk sambungan tampang dua dengan variasi jumlah dan ukuran jarak peletakan pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat terhadap ujung, sisi dan spasi antar pasak dalam suatu susunan pasak dan arah pembebanannya. Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan status pengetahuan (state of the art) sambungan kayu dengan pasak penahan geser dan mengandung nilai kebaruan dalam beberapa aspek antara lain sambungan dengan berbagai variasi pasak, variasi sistem sambungan, variasi bahan pasak dan upaya pemadatan kayu sebagai bahan pasak geser. Bahan penelitian berupa kayu mangium diperoleh dari areal HTI PT ITCI-Hutani Manunggal di Kenangan, Balikpapan Seberang, Kalimantan Timur. Pengujian dilakukan di laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Pustekolah Bogor sejak Desember 2009-Agustus 2011. Pengujian sifat dasar kayu dalam ukuran contoh kecil bebas cacat (ckbc) mengikuti ASTM D-143 (2008) untuk semua sifat fisis dan mekanisnya. Untuk pengujian sifat dasar iv
balok menggunakan dua metoda, yaitu menentukan tegangan ijin lentur melalui pemilahan secara visual dan penentuan tegangan ijin lentur secara masinal. Secara visual dilakukan dengan pengukuran dimensi, pengamatan cacat kayu, pengukuran kadar air dan penimbangan kayu, lalu ditentukan kelas mutunya berdasarkan NI-5 PKKI 1961. Pengujian secara masinal menggunakan mesin pemilah Panter MPK-5 dengan cara meletakkan kayu di atas mesin tersebut. Untuk lebih membuktikan nilai sifat mekanisnya, setelah diuji dengan mesin Panter MPK-5, kayu kemudian diuji sifat mekanisnya berdasarkan Standar ASTM D-198 (2008) pada mesin UTM Shimadzu dengan jarak sangga 240 cm dan dengan metoda third point loading. Penentuan kekuatan kayu mangium sebagai kayu konstruksi dalam format LRFD dihitung dengan prosedur realibility normalization dengan standar ASTM D-5457 (2008). Dari beberapa perhitungan yang dilakukan di atas akan diperoleh kekuatan karakteristik, tegangan ijin lentur, kelas mutu, tahanan referensi dan nilai ataupun kelas kekuatan lainnya sesuai dengan pedoman yang dipergunakan. Untuk pengujian non destruktif ckbc dan balok menggunakan alat NDT Sylvatest-Duo (f = 22 kHz). Alat tersebut mempunyai dua transducer gelombang ultrasonik yang masing-masing ditancapkan di kedua ujung kayu yang diuji sampai kecepatan gelombang dapat terbaca pada panel alat (dalam mikrodetik). Pengujian sambungan kayu dilakukan atas dua bagian yakni pengujian atas 13 sistem sambungan yang ukurannya sama namun berbeda dalam penggunaan pasak, pasak geser serta pengencangnya. Bagian kedua merupakan pengujian faktorial sambungan atas perlakuan 3 faktor yakni jenis pasak geser (bulat dan segi empat), jumlah pasak (sepasang, dua dan tiga pasang), serta bahan pasak (pasak mangium yang sejenis dengan komponen sambungan, pasak mangium yang dipadatkan, pasak ulin serta pasak baja). Metoda analisis data atas 13 sistem sambungan disusun dalam ANOVA melalui Desain Eksperimen Satu Faktor dalam Program Minitab versi 14, baik bagi kemampuan sistem sambungan maupun sesaran yang terjadi pada titik beban maksimum maupun kemampuan pada batas proporsi. Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan dalam pola faktorial menggunakan rancangan percobaan faktorial 2 x 3 x 4 dalam RCBD yang terdiri atas faktor A (bentuk pasak penahan geser) yang terdiri atas 2 level perekat yaitu a 1 (pasak penahan geser bentuk bulat), a 2 (pasak penahan beser bentuk segi empat), faktor B (jumlah pasangan pasak) yang terdiri atas tiga level lapisan yaitu b 1 (sepasang pasak penahan geser), b2 (dua pasang pasak penahan geser) dan b3 (tiga pasang pasak penahan geser) dan faktor C (jenis bahan pasak penahan geser) yang terdiri atas empat level yaitu c 1 (pasak mangium sejenis dengan komponen sambungan), c 2 (pasak mangium dipadatkan), d 3 (pasak ulin) dan d 4 (pasak baja). Uji lanjut dengan HSD. Hasil penelitian membuktikan bahwa kayu mangium 17 tahun masih memiliki nilai rataan sifat fisik dan mekanik yang tidak jauh berbeda dari kayu mangium umur muda (812 tahun) namun lebih nyata dalam tampilan dekoratif, sementara sifat kayu ini cenderung menurun seiring dengan posisi ketinggian pada batang meski beberapa sifat tidak signifikan. Kayu mangium yang diuji 73% termasuk kayu bermutu A dan dalam kelas kuat III menurut PKKI (1961). Jika modulus elastisitas CKBC digunakan sebagai penentuan kode mutu berdasarkan RSNI (2002), mangium termasuk kayu dalam kode mutu E11, namun bila ditinjau dari pengamatan visual (visual grading) balok berada pada kode mutu <E10. Selanjutnya kayu mangium umur 17 tahun memiliki sifat mekanis yang sangat erat hubungannya dengan berat jenis dengan koefisien korelasi 0,66 – 0,81, dan formula MoE (MPa) = 16.000G0,71 dapat diterapkan pada mangium yang diteliti. Untuk sortimen CKBC, v
prediktor kekakuan dinamis (MoE d ) dapat digunakan untuk memperoleh nilai kekakuan dan keteguhan lentur statis (MoE s dan MoR s ) serta prediktor MoE s untuk memperoleh MoR s dengan koefisien korelasi sebesar masing-masing 0,76; 0,75 dan 0,86. Penelitian juga memperoleh hasil bahwa melalui pengujian CKBC yang dihitung dengan format LRFD membuktikan bahwa mangium yang diteliti memberikan keunggulan nilai kuat lentur dan tarik sejajar serat karena kode mutu mencapai E24->E26, kuat tekan sejajar serat pada E13-E14, namun sebaliknya mangium memiliki kelemahan pada kuat geser sejajar serat dan tekan tegaklurus serat karena hanya berada pada kelas kode mutu <E10 menurut tabel kuat acuan RSNI (2002). Nilai kuat acuan untuk sifat selain MoE pada Tabel RSNI (2002) memiliki selisih yang sangat besar bila dibanding dengan nilai mangium yang diperoleh, dan hal tersebut di satu sisi berarti keuntungan bagi jenis mangium, atau bahan pembanding bagi Tabel RSNI (2002). Sementara itu pengujian balok mangium dengan menggunakan format conversion (ASD ke LRFD) dan realibility normalization (langsung dengan LRFD) menghasilkan kode mutu E16 dan E14, namun dalam bentuk balok hanya menghasilkan kode mutu <E10 atas nilai MoE, sehingga balok mangium memiliki kelebihan pada kuat lentur. Dalam hal hasil pemadatan kayu mangium, proses ini hanya mampu meningkatkan kepadatan 11%, namun menaikkan keteguhan lentur sampai dengan 42%, berat jenis dan kekerasan radial sampai 9%, serta 4% pada nilai modulus elastisitas lenturnya, dan kenampakan permukaan mangium yang dipadatkan menjadi lebih gelap dan berkilap. Untuk hasil penelitian tentang sambungan kayu, setiap penambahan jumlah pasak menghasilkan kenaikan kemampuan menahan beban secara signifikan, dan setiap bahan pasak memiliki karakter hubungan masing-masing terhadap kemampuan sistem sambungannya dengan nilai koefisien korelasi > 0.7. Pasak bulat tidak berbeda kemampuannya dibandingkan dengan pasak segi empat pada batas proporsi, namun berbeda sangat signifikan pada saat proses kerja pasak (sesaran 1 mm) dan pada capaian kemampuan maksimum. Pemadatan pasak mangium tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan menahan beban maksimum sambungan. Pasak kayu ulin ternyata hanya kuat pada saat awal proses kerja pembebanan, namun secara signifikan jauh berada dibawah kemampuan kayu mangium saat mencapai kemampuan sambungan pada batas proporsi dan maksimumnya, sedangkan untuk pasak baja mampu menahan beban secara signifikan jauh berada di atas pasak mangium maupun ulin. Kemampuan ijin sistem sambungan berada pada 89% dan 43% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya, sementara bila digunakan nilai sesaran maksimum (1,5 mm) maka kemampuan ijin sistem sambungan tersebut berada pada 92% dan 44% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya. Pada sistem sambungan yang berbeda, nilai kemampuan terendah dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser bulat yang dibuat dari mangium tanpa perlakuan dan pengencang plat klam, dan kemampuan tertinggi dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser baja segiempat, sedangkan sambungan dengan pasak bambu memiliki sesaran yang sangat tinggi (11,6 mm), sementara sambungan perekat menghasilkan keruntuhan yang tiba-tiba pada sesaran hanya 1 mm. Pencapaian sesaran pada batas proporsi bervariasi dari 1,1 mm sampai dengan 2,2 mm, sehingga syarat sebesar 1,5 mm tidak terpenuhi pada beberapa jenis sistem sambungan meski semua mampu melewati batas 1 mm. Untuk itu ketentuan batas 1,5 mm disarankan untuk dinaikkan menjadi 1 mm sehingga lebih aman.
vi
Kata kunci: kayu mangium umur 17 tahun, pasak geser, sambungan tampang dua, sesaran, sifat mekanis kayu
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
vii
KAJIAN BALOK SUSUN DAN SAMBUNGAN PASAK GESER TAMPANG DUA KAYU MANGIUM
F. DWI JOKO PRIYONO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
viii
Judul Disertasi
:
Nama
Kajian Balok Susun Dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium : F. Dwi Joko Priyono
NIM
:
NIM E016010051/IPK
Program Studi
:
Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof (Em.) Ir. HM. Surjono Surjokusumo, MSF, PhD Ketua
Prof. Dr. Ir. Yusuf S. Hadi, M.Agr Anggota
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS Anggota
Disahkan Oleh, Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS
Tanggal ujian: 26 Januari 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal lulus: ix
Penguji Luar Komisi:
Ujian Tertutup: Senin, 19 Desember 2011 1. Dr. Ir. Johannes Adhijoso Tjondro, M.Eng. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Parahyangan, Bandung 2. Dr. Ir. Sucahyo, MS Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
Ujian Terbuka: Kamis, 26 Januari 2012 1. Dr. Ir. Indah Sulistyawati, MT Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta 2. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
x
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan berkatNya sehingga penulisan disertasi dapat terselesaikan. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menghaturkan terimakasih kepada yang terhormat Prof(Em.) Ir. HM. Surjono Surjokusumo, MSF, Ph.D, Prof.Dr.Ir. Yusuf S. Hadi, M.Agr dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah mengarahkan, memberi kritik dan saran serta memberikan dorongan semangat kepada penulis sejak mengikuti perkuliahan sampai dengan proses penyelesaian dalam mengikuti pendidikan. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada yang terhormat Dekan dan segenap jajaran pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan dan segenap pimpinan Fakultas Kehutanan IPB, Ketua dan staff Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB atas kegiatan studi yang diselenggarakan dan penulis telah ikuti. Penulis juga menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ketua dan segenap pimpinan serta Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan IPB yang telah banyak memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan proses pendidikan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda yang telah memberi kesempatan guna mengikuti program studi doktor tersebut. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan pula kepada yang terhormat Dr. Ir. Johannes Adhijoso Tjondro, M. Eng dan Dr. Ir. Sucahyo, MS selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup serta Dr. Ir. Indah Sulistyawati, MT dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian terbuka atas masukan yang sangat berharga demi penyempurnaan disertasi ini. Terimakasih kepada Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, MSi dan Dr. Sulistyono,S.Hut, M.Si atas bantuan pencerahan dalam pengolahan data dan sahabat dalam perjuangan bersama. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi dan laboran di bengkel kerja dan laboratorium di lingkungan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Fakultas Kehutanan IPB dan Pustekolah Puslitbang Kehutanan Bogor atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada pimpinan dan staff PT ITCI-Hutani Manunggal di Kalimantan Timur yang telah memberikan bantuan tegakan Acacia mangium sebagai bahan penelitian dan pimpinan PT Era Sumpindo Sejati di Tangerang yang telah membantu proses pembuatan pasak bulat. Tidak lupa penulis juga menghaturkan kepada para pimpinan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan finansial selama proses pendidikan, diantaranya program xi
APBD Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, program DIKTI untuk beasiswa BPPS dan Hibah Penelitian Disertasi, program Yayasan Miserior/APTIK-Univ. Atma Jaya Jakarta dan program Beasiswa Kaltim Cemerlang. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada beberapa pribadi yang secara sukarela telah memberikan bantuan. Terakhir, ungkapan terimakasih yang paling dalam disampaikan kepada kedua orangtua (almarhum), mertua, seluruh keluarga besar Widyosuparto, isteri tercinta dan kedua anak tersayang atas segala doa, kesabaran, kerelaan, dorongan dan kasih sayangnya. Semoga Tuhan Yang Maha Baik mencurahkan balasan kebaikan yang telah diberikan. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi rekayasa kayu. Bogor, Januari 2012 Penulis
xii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1958 dari ayah Yohanes Widyosuparto dan ibu Evipania Wagiyati (keduanya almarhum). Penulis merupakan anak ke delapan dari sepuluh bersaudara. Tahun 1980 penulis memasuki dunia perguruan tinggi pada Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, lulus pada tahun 1985 sebagai Sarjana Kehutanan pada program studi Teknologi Hasil Hutan. Pada tahun 1986 penulis mengikuti pendidikan pada program PEDCA (Polytechnic Education Development Center for Agriculture) di Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai instruktur pada tahun 1987. Program magister ditempuh penulis di Pascasarjana Universitas Mulawarman pada tahun 1995 dalam Program Studi Magister Ilmu Kehutanan dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis menempuh studi program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2001. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda sejak tahun 1987 sampai sekarang. Selama mengikuti program doktor, penulis telah mengikuti dan menjadi pemakalah antara lain Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) VII pada tanggal 5 – 6 Agustus 2004 di Makassar, Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) XIII pada tanggal 10-11 Nopember 2010 di Sanur, Bali dan Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) XIV pada tanggal 2 Nopember 2011 di Yogyakarta. Disamping itu, penulis juga telah mengikuti dan penjadi pemakalah pada The 2nd International Symposium of Indonesian Wood Research Society (IWoRS) pada tanggal 12-13 Nopember 2010 di Sanur, Bali dan The 3rd International Symposium of Indonesian Wood Research Society (IWoRS) pada tanggal 3-4 Nopember 2011 di Yogyakarta. Selama mengikuti program doktor, penulis juga telah menulis pada beberapa jurnal antara lain Jurnal Poltanesa dan Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis (Akreditasi A LIPI). Penulis menikah dengan V. Herti Widiyani, S.Pd., pada tahun 1993 dan telah dikaruniai satu orang putra dan satu orang putri bernama A. Fajar Agung Widiyanto (15 tahun) dan F. Natalia Widyaningrum (12 tahun).
xiii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ……………………………………………… DAFTAR GAMBAR …………………………………………… DAFTAR ISTILAH DAN NOTASI …………………………… DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………….
xvii xx xxiii xxv
I.
PENDAHULUAN ………………………………………………. 1. Latar Belakang ………………………………………………... 2. Perumusan Masalah …………………………………………... 3. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 4. Luaran yang Diharapkan ……………………………………… 5. Alur Pikir Penelitian …………………………………………... 6. Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan ………………………... a. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………. b. Sasaran Kegiatan …………………………………………... 7. Kebaruan (Novelty) ……………………………………………
1 1 9 9 10 11 12 12 12 12
II.
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 1. Risalah Jenis Mangium (Acacia mangium Willd.) …………… 2. Sifat Dasar Kayu Mangium …………………………………... a. Sifat Anatomis ……………………………………………... b. Sifat Fisis-Mekanis ………………………………………... c. Sifat Kimia ………………………………………………… d. Keawetan dan Keterawetan ……………………………….. 3. Keteknikan Kayu Untuk Tujuan Bahan Konstruksi ………….. a. Kayu Konstruksi dan Tegangan Ijin ………………………. b. Pemilahan dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi …… 1) Pemilahan Visual …………………………………….. 2). Pemilahan Masinal …………………………………… 3). Format untuk Menghitung Kekuatan Kayu …………... a). ASD (Allowable Stress Design) …………………... b). LRFD (Load and Resistant Factor Design) ……… c. Kayu Rekayasa Struktural (Structural Engineered Wood) … 4. Sambungan Kayu dengan Pasak ……………………………… 5. Kayu Glulam (Glued Laminated Timber) dan Penggunaan Perekat pada Kayu ……………………………………………. a. Balok Glulam ……………………………………………… b. Penggunaan Perekat pada Kayu …………………………… 6. Pemadatan Kayu ………………………………………………
15 15 17 17 18 19 19 20 20 22 23 24 24 25 25 26 27
METODA PENELITIAN ………………………………………
39
III.
31 31 34 37
xiv
1. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………. 2. Alat dan Bahan ………………………………………………...
39 39
DAFTAR ISI 3. Jenis dan Sumber Data ………………………………………... 4. Teknik Pembuatan Sampel Penelitian ………………………... a. Proses Penebangan …………………………………………. b. Pembuatan Sampel Sifat Dasar …………………………….. c. Pembuatan Pasak dan Contoh Uji Sambungan Kayu ……… 5. Metoda Analisis Data ………………………………………….. a. Metoda Uji Sample …………………………………………. 1). Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat ……………………………………………………. 2). Pengujian Sifat Rekayasa ……………………………….. 3). Pengujian Sambungan Kayu …………………………….. b. Metoda Analisis Data ……………………………………….. 1). Analisis Sifat Dasar Kayu Mangium …………………….. 2). Sifat Rekayasa Kayu Utuh ………………………………. 3). Pendugaan Hubungan Sifat dan Kekuatan Mangium …… 4). Analisis Sambungan Kayu Berpasak Penahan Geser ……. a). Analisis terhadap perlakuan 13 sistem sambungan yang berbeda ………………………………………… b). Analisis statistik kemampuan sistem sambungan berdasar bentuk, jumlah dan bahan pasak penahan geser …………………………………………………. c). Regresi kurva beban-sesaran, kemampuan ijin pasak dan kerusakan pasak ………………………………… IV.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN .................... 1. Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Mangium ……………………... a. Sifat Fisik Kayu Mangium …………………………………. b. Sifat Mekanik Kayu Mangium …………………………….. c. Signifikansi Sifat Fisik Berdasar Letak Bagian Batang ……. d. Signfikansi Sifat Mekanik Berdasar Letak Bagian Batang ……………………………………………………... e. Hubungan Berat Jenis Terhadap Sifat Mekanik Kayu Mangium …………………………………………………... 2. Strength Ratio dan Kuat Acuan Berdasar Kenampakan Visual Balok Mangium ……………………………………………… 3. Nilai Kekakuan CKBC dan Balok Mangium Melalui Beberapa Jenis Alat Uji …………………………………………………. 4. Hubungan Kecepatan Gelombang Ultrasonik Terhadap Kekakuan CKBC dan Balok ………………………………… 5. Pemutuan Kayu Mangium Berdasar ASD dan LRFD ………..
40 41 41 43 44 47 47 47 50 52 53 53 54 54 55 55
56 57
59 59 59 59 60 61 62 66 68 69 73 xv
6. Kelas Kualita Kayu Mangium Berdasar PKKI 1961 dan RSNI 2002 …………………………………………………………...
77
DAFTAR ISI V.
VI.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN ........................................... 1. Hasil Densifikasi Mangium ………………………………….. 2. Data Identifikasi Pasak yang Digunakan …………………….. 3. Kemampuan 13 Sistem Sambungan pada Ukuran Komponen yang Sama ……………………………………………………. 4. Kemampuan Sistem Sambungan pada Variasi Bentuk, Jumlah dan Bahan Pasak penahan Geser …………………….. a. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Beban Maksimum ………………………………………………… 1). Pengaruh Faktor Tunggal pada P Maksimum ………… 2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada P Maksimum ..... b. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Batas Proporsi ……………………………………………………. 1). Pengaruh Faktor Tunggal pada Batas Proporsi ………. 2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada Batas Proporsi c. Kemampuan Sistem Sambungan pada Sesaran yang Sama.. 5. Kemampuan Sambungan pada Beberapa Standar yang Berlaku ……………………………………………………... 6. Kemampuan Tiap Pasak Penahan Geser …………………… 7. Kerusakan Pasak Geser ……………………………………... 8. Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Geser Gelinding …………………………………………………… 9. Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Tekan Sejajar Serat ………………………………………………... 10. Penerapan Pasak Geser pada Balok Susun …………………
81 81 81 82 88 88 93 94 95 98 99 100 104 105 107 110 111 112
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………. 1. Kesimpulan ……………………………………………………. 2. Saran …………………………………………………………...
115 115 116
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… LAMPIRAN ..................................................................................
119 125
xvi
DAFTAR TABEL No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Hal Profil Produksi dan Jenis Kayu pada Tiga Tipe Hutan Indonesia …... Perbandingan Sifat Dasar dan Karakter Pengerjaan Beberapa Jenis Kayu ..................................................................................................... Sasaran dan Jenis Kegiatan Penelitian ………………………………. Sifat Anatomis, Fisis dan Mekanis Mangium (A. mangium Willd) …. Nilai Dimensi dan Turunan Serat Pulp Mangium (A. mangium Willd) ………………………………………………………………... Tegangan Ijin yang Diperkenankan untuk Mutu Kayu A menurut NI5 PKKI 1961 ........................................................................................ Kelas Kuat Kayu Indonesia ………………………………………… Tegangan yang Diijinkan bagi Setiap Kelas Mutu menurut SKI Cbo-010:1987 ......................................................................................... Kuat Acuan bagi Setiap Kelas Mutu Kayu Konstruksi menurut Konsensus Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PraSNI) ...................................................................................................... Jarak Tepi, Ujung dan Spasi Pasak dalam Arah Gaya Sejajar dan Tegaklurus Serat menurut PKKI (1961) dan SNI (2002) …………... Hasil Pengujian Sifat Mekanis Kayu Lamina Meranti (Shorea leprosula Miq.) ……………………………………………………... Alat, Bahan dan Wujud Sampel Penelitian ………………………….. Jenis dan Sumber Data Penelitian …………………………………... Jenis Perlakuan 13 Sistem Sambungan yang Berbeda Berdasar Bentuk Pasak dan Jenis Pengencang ………………………………... Sifat Fisik Mangium Umur 17 Tahun ………………………………. Sifat Mekanis Mangium Umur 17 Tahun …………………………... Sifat Fisik pada Tiga Bagian Batang ………………………………... Sifat Mekanis pada Tiga Bagian Batang …………………………….. Nilai Rataan Sifat Fisik dan Mekanik Mangium 17 Tahun …………. Hubungan Berat Jenis dengan Sifat Mekanis Kayu Mangium 17 Tahun…................................................................................................ Regresi Nonlinear dan Nilai Sifat Mekanis yang Diperoleh ………... Nilai Strength Ratio (SR) 30 Balok Mangium ………………………. Tegangan Ijin 30 Balok Mangium Berdasar Nilai CKBC ASTM D245 (2008)……………………………………………………………. Jumlah Balok (Ukuran 5x12cm), Kelas Mutu dan Kuat Acuan (MoE) Berdasar Pemilahan Secara Visual RSNI (2002) ……………. Kadar Air, Kerapatan, MoE dan MoR Sortimen CKBC dan Balok ... Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen CKBC …... Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen Balok ……. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana Pendugaan CKBC ke Balok ………………………………………………………………....
2 3 12 16 18 21 21 21
22 30 34 39 40 55 59 60 61 62 63 63 65 67 67 68 69 70 70 72 xvii
DAFTAR TABEL 29. 30. 31. 32.
33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52.
Mutu Kayu Mangium Melalui Format Conversion Berdasar Data Tegangan Ijin ……………………………………………………….. Mutu Kayu Mangium Melalui Data CKBC Format Realibility Normalization …………………………...………………………….. Mutu Kayu Balok Mangium Melalui ASD/LRFD (Format Conversion) dan LRFD (Realibility Normalization)………………….. Mutu Kayu Mangium Ditinjau dari Data MoE CKBC dan Balok Melalui Pengujian NDT Dinamis dan NDT Panter MPK5 pada RSNI (2002)………………………………………………………………… Kelas Kuat Kayu Mangium Hasil Penelitian Berdasar PKKI (1961) .. Kode Mutu Mangium Berdasar Kuat Acuan Sesuai RSNI (2002) ….. Perubahan Sifat Akibat Pemadatan dan Sifat Ulin Bahan Pasak ……. Rekapitulasi Data Pasak yang Digunakan …………………………... Kadar Air dan Berat Jenis Komponen Sambungan …………………. Nilai Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran 13 Jenis Sistem Sambungan pada Titik Maksimum dan Batas Proporsi ……………... a. ANOVA P Maksimum (kgf) Vs. Jenis Sambungan ……………. b. ANOVA P pada Batas Proporsi (PL) (kgf) Vs Jenis Sambungan .. Signifikansi Antar Perlakuan pada Kemampuan (P) Maksimum Sambungan (Bag Atas) dan pada P Batas Proporsi (Bag. Bawah) … Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada P Maksimum dan Batas Proporsi ……………………………………………………….. a. ANOVA Sesaran Maksimum pada Sambungan (mm) Vs jenis Sambungan ……………………………………………………….. b. ANOVA Sesaran pada Batas Proporsi (PL) (mm) Vs Jenis Sambungan ……………………………………………………….. Signifikansi Antar Perlakuan pada Sesaran (S) Maksimum Sambungan (Bag. Atas) dan pada S Batas Proporsi (Bag. Bawah) ... Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada Sesaran Maksimum dan Batas Proporsi …………………………………………………... Rataan Kemampuan Menahan Beban Maksimum dan Sesaran Sambungan …………………………………………………………... Rataan Kemampuan Maksimum Sambungan Menurut Faktor dan Level ………………………………………………………………… Persamaan Hubungan Eksponensial Jumlah Pasak Terhadap Kemampuan MaksimumSambungan Pada Beberapa Faktor Pasak ... Persamaan Hubungan Regresi Linear Jumlah Pasak Terhadap Kemampuan MaksimumSambungan Pada Beberapa Faktor Pasak ... ANOVA Nilai P Maksimum Sambungan …………………………… Signifikansi Pengaruh Faktor A (Bentuk Pasak), B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada P Maksimum …………………… Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B ………………………….. Rataan Kemampuan Beban pada Batas Proporsi dan Sesaran
73 74 76
76 77 78 81 82 82 83 84 84 85 86 86 87 87 88 89 90 91 92 93 94 95
xviii
Sambungan …………………………………………………………...
95
DAFTAR TABEL 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62 63. 64. 65.
66. 67. 68.
Nilai Rataan P Pada Batas Proporsi Berdasar Faktor dan Level …… ANOVA Kemampuan Sistem Sambungan dalam Mencapai Batas Proporsi ……………………………………………………………… Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Batas Proporsi ………………………………… Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B pada Batas Proporsi ……. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor C pada Batas Proporsi ……. Nilai Rataan Kemampuan Sambungan (x103 kgf) pada Sesaran 1 mm …………………………………………………………………... Nilai Rataan P (kgf) Sambungan pada Sesaran 1mm Berdasar Faktor yang Digunakan ……………………………………………………... ANOVA Nilai P Sambungan pada Sesaran 1mm …………………... Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor A (Bentuk Pasak), B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Sesaran 1 mm ……….... Rekapitulasi Kemampuan Ijin Sambungan pada Beberapa Standar Sesaran yang Berlaku ………………………………………………... Kemampuan yang Diijinkan Pada Sistem Sambungan Sesuai Penelitian…………………………………………………………….. Kemampuan Tiap Pasak Sesuai Perlakuan ………………………….. Regresi Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada Penambahan Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan dengan Bentuk dan Bahan Pasak Berbeda ……………………………………………………… Nilai Geser Gelinding pada Kemampuan Maksimum Sistem Sambungan …………………………………………………………... Nilai Tekan Sejajar pada Kemampuan Maksimum Sistem Sambungan…………………………………………………………… Nilai MoR dan MoE Balok Utuh dan Balok Susun ………………….
97 97 98 99 99 100 101 103 103 104 105 106
107 110 111 113
xix
DAFTAR GAMBAR No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8.
9. 10. 11. 12.
13.
14. 15.
Hal. Peringkat Pertumbuhan Volume Jenis Kayu dari Hutan Alam Dibanding dengan Kayu dari Hutan Tanaman …………………. Profil Sambungan Tampang Dua dan Mekanisme Kerja Pasak Penahan Geser …………………………………………………... Rolling Shear dan Kerusakan pada Komponen Glulam Struktural (Fellmoser dan Blaß, 2004) ……..…………………… Bagan Alir Rencana Penelitian …………………………………. Peletakan Baut untuk Arah Gaya Sejajar Arah Serat Kayu menurut PKKI (1961) …………………………………………... a. Penyiapan Sampel Dari Pohon Berdiri untuk Penelitian Pendukung (Small Clear Specimen dan Full Scale) …………. b. Penyiapan Sampel dari Pohon Berdiri untuk Sasaran Penelitian (Sambungan Tampang Dua dengan Berbagai Jenis dan Perlakuan Pasak) ………………………………………… a-f: Contoh Kecil Bebas Cacat ASTM D 143-94 (Secondary Method) ………………………………..................................... a. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Dua Pasak Dua Pengencang ………………………………………. b. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Empat Pasak Tiga Pengencang ………………………………. c. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Enam Pasak Empat Pengencang ……………………………... d. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Enam Pasak Segi Empat dengan Empat Pengencang ………... e. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan Berperekat f. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan hanya dengan Pengencang ……………………………………..……. Peletakan Beban dalam Pengujian Third Point Loading ……….. Pengujian Sambungan Kayu ……………………………………. Monitor Pencatatan Alat Uji Baldwin dan Kurva yang Terjadi Akibat Pembebanan pada Sambungan ………………………….. Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Lentur (kiri) dan Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Geser Sejajar Serat (kanan) ........................................................................................... Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Tarik Tegaklurus Serat (kiri) dan Hubungan Berat Jenis dengan Kekerasan Bidang Tangensial dan Radial (kanan) ………………………………….. Perbedaan Warna Kayu Mangium Umur 17 dan 10 Tahun ……. Hubungan MoE d dengan MoE s (kiri) dan MoE d dengan MoR s (kanan) …………………………………………………………...
3 6 6 11 29 41
42 43 45 45 46 46 47 47 51 52 53
64
64 66 71
xx
DAFTAR GAMBAR 16.
Hubungan MoE s dengan MoR s (kiri) dan V dengan MoE d (kanan) …………………………………………………………... 17. Hubungan V dengan MoE s (kiri) dan V dengan MoE p (kanan) .... 18. Hubungan MoE d dengan MoR s (kiri) dan MoE d dengan MoR p (kanan) …………………………………………………………... 19. Pengepasan Distribusi Keteguhan Geser Sejajar Serat Amatan dengan Distribusi Normal dan Weibull pada Semua Data (Gambar 19a.) dan pada 5% Data (Gambar 19b.) ………………. 20. Histogram Nilai Kemampuan Sambungan (P, kgf) Maksimum dan pada Batas Proporsi ( Gambar 20a), dan Sesaran (Slip, mm) Maksimum dan pada Batas Proporsi (Gambar 20b) pada 13 Macam Sistem Sambungan ……………………………………... 21. Rataan Kemampuan Menahan Beban (kg) Maksimum (Gambar 21a) dan Sesaran (mm) pada Beban Maksimum (Gambar 21b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Variasi Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak yang Berbeda …………………………………………………… 22. Beban Maksimum (kgf) yang Mampu Ditahan Oleh Sambungan Berdasar (a). Bentuk, (b). Jumlah Pasang dan (c). Bahan Pasak 23. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pasang) Terhadap Kemampuan Maksimum Sambungan (kgf) pada Beberapa Faktor Pasak ……. 24. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pcs) Terhadap Kemampuan Maksimum Sambungan (kgf) pada Bentuk dan Bahan Pasak … 25. Rataan Kemampuan Menahan Beban (kgf) pada Batas Proporsi (Gambar 25a) dan Sesaran (mm) pada Batas Proporsi (Gambar 25b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak yang Berbeda …………………………………………………………. 26. Nilai Rataan P (kgf) pada Batas Proporsi Berdasar Faktor yang Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.Bahan Pasak ……………………………………………………………. 27. Histogram Kemampuan Sambungan pada Sesaran 1 mm ……… 28. Nilai Rataan P (kgf) pada Sesaran 1 mm Berdasar Faktor yang Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.Bahan Pasak ……………………………………………………………. 29. Kemampuan Tiap Pasak Sesuai Perlakuan ……………………... 30. Regresi Eksponensial Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada Penambahan Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan …………... 31a. Kerusakan pada Komponen Sambungan Bila Digunakan Pasak Baja ……………………………………………………………... 31b. Pelonjongan Pasak Bulat dan Rolling Shear pada Pasak Geser … 31c. Kerusakan Pasak Segi Empat dan Contoh Kerusakan Pasak
71 71
71
75
84
89 90 91 92
96
97 101
102 106 107 108 108
xxi
Geser …………………………………………………………….
109
DAFTAR GAMBAR 32a. Balok Susun Berpasak Beser baja bulat dan Segiempat ………... 32b. Pengujian Balok Susun Berpasak Geser dan Kerusakan Berupa Retak Antar Pasak Geser ………………………………………... 33. Histogram Balok Utuh dan Balok Susun Berpasak Geser ………
112 113 113
xxii
27.
Tabel Pengaruh Interaksi Faktor B dan Faktor C ……………….
165
DAFTAR LAMPIRAN 28.
29. 30.
31. 32.
Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C(Bahan Pasak) Kemampuan Beban pada Batas Proporsi ……………………………………………... Pengaruh Interaksi Faktor A, B dan C bagi Kemampuan Sistem Sambungan pada Batas Proporsi ……………………………..…. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C(Bahan Pasak) Kemampuan Beban pada Sesaran 1 mm ……………………………………………... Nilai Geser Gelinding (Rolling Shear) Mangium 17 Tahun ……. Shearing Force Diagram Balok Susun Berpasak Penahan Geser
166 167
169 170 171
xxvi
DAFTAR ISTILAH DAN NOTASI σ tk// τ s// σ tr ∆y ρ b g g h r lw lo ln fk Ω ∆P A E
= = = = = = = = = = = = = = = = = =
G H L N P B KT B KU Berat Jenis
= = = = = = = =
CoV KA KU Kerapatannormal Kerapatan absolu
= = = =
kekuatan tekan sejajar serat maksimum (kgf/cm2) kekuatan geser sejajar serat maksimum (kgf/cm2) kekuatan tarik sejajar serat atau tegak lurus serat (kgf/cm2) defleksi atau lenturan akibat beban standar (mm) kerapatan(gr/cm3) tebal (jarak horizontal) penampang contoh uji (cm) konstanta gravitasi (9,81 m/detik2) berat jenis (PKKI 1961) tinggi (jarak vertikal) penampang contoh uji (cm) koefisien korelasi panjang sampel kondisi jenuh air (direndam dalam air 36 jam) panjang sampel kondisi kering tanur (mm) panjang sampel kondisi kering udara (mm) faktor koreksi (Panter) data confident factor selisih beban dalam daerah elastis (kgf) luas penampang (cm2) MoE = modulus elastisitas lentur (kgf/cm2, MPa; 1 MPa = 1,0197x10 kg/cm2) berat jenis (RSNI (2002) kekerasan sisi (kgf/cm2) jarak sangga (cm) Newton (1 kgf/m2 = 9,80665 N/m2) Kemampuan menahan beban pada saat kayu rusak (kgf) berat kering tanur berat kering udara (B KT /V KU )/( W W /V W ) dimana Ww/Vw = berat/volume air pada suhu 4,40C =1. koefisien variasi (%) kadar air kering udara (%) berat kering udara / volume kering udara (g/cm3) berat kering tanur / volume kering tanur (g/cm3)
= = = =
reliability normalization factor modulus elastisitas dinamis (kgf/cm2) kekuatan lentur patah (Kgf/cm2, MPa) Megapascal (1 MPa = 1,0197x10 kgf/cm2)
t
KR MoEd MoR MPa
xxiii
P maks R2 Rn Rp SD V KU V KT Vus
= = = = = = = =
beban maksimum sampai terjadi kerusakan (kgf) koefisien determinasi reference resistance (tahanan referensi) nilai dugaan persentil ke-p dari distribusi material standar deviasi volume kering udara (cm3) volume kering tanur (cm3) kecepatan gelombang ultrasonik (m/detik)
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Hal. Daftar Makalah yang telah Dipublikasikan Terkait dengan Penelitian Disertasi ……………………………………………... Status Pengetahuan (State of the Art) Penelitian Sambungan Tampang Dua dengan Pasak Penahan Geser …………………… Kerapatan Kering Udara Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……. Kerapatan Kering Mutlak Bagian Bawah, Tengah dan Atas …… Berat Jenis Bagian Bawah, Tengah dan Atas …………………… Kadar Air Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……………………. Susut Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas …………... Susut Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……… Pengembangan Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas ... Pengembangan Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……………………………………………………………... MOR Bagian Bawah, Tengah dan Atas ………………………... MOE Bagian Bawah, Tengah dan Atas ………………………… Kekuatan Tekan Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas .. Kekuatan Tekan tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……………………………………………………………… Kekuatan Tarik Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas ... Kekuatan Tarik Tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……………………………………………………………… Kekuatan Geser Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas .. Kekerasan (kg/cm2) Arah Tangensial dan Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas ………………………………………………… Strength Ratio 30 Balok Mangium dari Cacat Mata Kayu …….. Besarnya Mata Kayu (cm) dan Kelas Mutu Berdasar PKKI (1961) …………………………………………………………… Fisher’s Test untuk P Maksimum pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan ……………………………………………………... Fisher’s Test untuk P pada Batas Proporsi pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan ……………………………………………… Fisher’s Test untuk Sesaran Maksimum pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan ……………………………………………… Fisher’s Test untuk Sesaran Batas Proporsi pada Perbandingan 13 Sistem Sambungan …………………………………………... Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) ……... Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Kemampuan Beban Maksimum ……………………………………………….
125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 145 146 149 152 155 158
164 xxv
I.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Berdasarkan
Keputusan
Dirjen
Reboisasi
dan
Rehabilitasi
Lahan
151/Kpts/V/1991, jenis kayu mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk
No.
18 jenis
tanaman yang ditetapkan sebagai tanaman pokok Hutan Tanaman Industri (HTI). Jenis mangium umum diketahui sebagai salah satu jenis andalan HTI disamping jati, pinus, mahoni, agathis, gmelina, eucalyptus, sengon, sungkai, sonokeling, jabon, dan bakau. Mangium dikenal memiliki keunggulan karena cepat tumbuh, mampu memiliki diameter batang yang besar, kualitas kayu cukup baik, mampu bertoleransi pada berbagai jenis tanah, pH
dan lahan yang tidak subur, berfungsi mengendalikan erosi tanah dan
mengatasi rumput alang-alang. Meski demikian, kontribusi HTI untuk pasokan industri pengolahan kayu secara aktual baru tercatat sekitar 1,5 persen dari total pasokan legal. Diketahui pula bahwa bila program reboisasi berhasil, maka pada tahun 2000 telah terdapat sekitar 26 juta hektar hutan tanaman yang terdiri atas 6 juta ha HTI, 7 juta ha reboisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan 13 juta ha penghijauan DAS (Anonim, 2001) meski pada kenyataannya total realisasi HTI sampai Pelita VI baru sebesar 2,7 juta ha. Hutan rakyat pada April 2001 menunjukkan luas 1,3 juta ha dengan potensi 43 juta m3 dan terdiri atas lima jenis kayu cepat tumbuh termasuk mangium (Soedarsono, 2001). Data tahun 2003 menyebutkan bahwa hutan Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber produksi kayu yang berkelanjutan mencapai 1,3 juta ha HTI yang merupakan ± 30% target Departemen Kehutanan sebesar 5,8 juta ha, dan ± 1 juta ha hutan rakyat.
Dengan produktivitas sebesar 20-26 juta m3/ha/tahun dari HTI dan 8,6 juta
m3/ha/tahun dari hutan rakyat, dapat dihasilkan hampir 100 juta m3 kayu dari hutan buatan yang siap dipakai untuk berbagai keperluan setiap tahunnya.
Jenis kayu yang
dominan berasal dari ketiga macam hutan (yaitu hutan alam, HTI dan hutan rakyat), dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
2 Tabel 1. Profil Produksi dan Jenis Kayu pada Tiga Tipe Hutan Indonesia Profil Luas (juta ha) Produksi per tahun (m3/ha) Produksi tahunan berkelanjutan (juta m3) Jenis kayu
Hutan Alam Produksi 71,7 1,0 Ulin Merbau Meranti Kamper Keruing Damar Laut Bangkirai Kempas Sungkai Borneo, dsb
Hutan Tanaman Industri 5,8 20-26 90 Acacia mangium Gmelina arborea Agathis Pinus Jati Mahoni Karet, dsb
Hutan Rakyat 1,0 8,6 Nangka Durian Mangga Kelapa Suren Sengon, dsb
Sumber: Surjokusumo et al. (2003).
Berdasarkan data sampai dengan Desember 2009, luas areal HTI seluruh Indonesia berdasarkan SK yang dikeluarkan adalah 9 juta ha bagi 206 pemegang IUPHHK-HT, sementara realisasi tanaman baru 4,3 juta ha oleh 140 perusahaan aktif. Sementara itu gambaran kinerja dapat dijelaskan bahwa tingkat produksi kayu bulat HIT tahun 2008 adalah 24,5 juta m3 dan selama lima tahun terakhir rata-rata produksi kayu bulat HTI sebesar 15,77 juta m3. Nilai investasi HTI tahun 2008 sebesar Rp 12,05 trilyun, dan investasi tersebut merupakan pertumbuhan sektor riil kehutanan yang penting karena pembangunan hutan tanaman merupakan alternatif percepatan untuk: (1) perbaikan mutu lingkungan (pro-enviroment), (2) pemenuhan pasokan bahan baku industri (pro-growth), (3) peningkatan kesejahteraan masyarakat (pro-poor) dan (4) penyerapan tenaga kerja (pro-job). Laju pertumbuhan HTI akan semakin besar, bahkan akan menjadi tulang punggung pertumbuhan sektor kehutanan masa depan meninggalkan peran hutan alam, karena permintaan kayu yang terus naik seiring pertumbuhan ekonomi (Purwita, 2011). Mangium merupakan salah satu jenis kayu HTI yang sangat menjanjikan. Dengan kemampuannya yang cukup baik dalam menahan beban (TS 12 – TS 27), kayu mangium layak diperhitungkan sebagai bahan struktural. Terlebih lagi pertumbuhannya sangat cepat dibandingkan kayu HTI lainnya, yaitu mencapai 40-45 m3/ha/tahun, hanya sedikit di bawah sengon, padahal kualitas mangium jauh lebih baik dibanding sengon, sebagaimana tampak pada Gambar 1. Ditambah hasil dari hutan produksi alam dan kebun rakyat di pemukiman dapat dibayangkan betapa melimpahnya kayu yang dihasilkan di Indonesia sepanjang tahun (Surjokusumo et al., 2003).
10
Pinus sp Jati
20
Hutan Produksi
Hutan Produksi Terbatas
30
Albizzia chinensis 8-12 th
40
3
Pertumbuhan, m /ha/th
50
Acacia mangium 9-10 th
Pinus Caribaea ,12th
60
Eucaliptus deglupta 6-10 th
3
0
Gambar 1. Peringkat Pertumbuhan Volume Jenis Kayu dari Hutan Alam Dibandingkan dengan Jenis Kayu dari Hutan Tanaman (Surjokusumo et al., 2003)
Terdapat kesan umum bahwa kayu yang diperoleh dari hasil budidaya HTI memiliki sifat dan kondisi yang tidak sebaik kayu dari hutan alam, yakni lebih kecil dalam ukuran, kenampakan visual yang lebih jelek, lebih lemah kekuatannya sehingga kualitasnya lebih rendah. Namun demikian, sifat dasar dan karakter jenis mangium tidak menunjukkan nilai yang mengecewakan bila dibanding dengan jenis kayu dengan budidaya sejenis, bahkan dalam sifat pengerjaannya mampu sebaik kayu alam. Dibandingkan beberapa jenis lainnya, sifat dasar dan karakter pengerjaan jenis mangium terurai dalam Tabel 2 berikut. Tabel 2. Perbandingan Sifat Dasar dan Karakter Pengerjaan Beberapa Jenis Kayu Sifat Dasar Kerapatan (gr/cm3) K.Lentur Statis: MOR (Kgf/cm2) MOE (Kgf/cm2)
Penyusutan: Radial (%) Tangensial (%) Pengeringan Sifat Pengerjaan: Penggergajian Moulding Pengupasan Pembelahan Pengamplasan Perakitan
Jenis Kayu Sengon Karet 0,22 - 0,38 0,55 - 0,65
Mangium 0,42- 0,56
Gmelina 0,15 - 0,42
Nyatoh 0,45 - 0,1
Meranti 0,52 - 0,6
984 -1.035 117.740
578 - 629 93.380
456 - 527 70.035
588 - 669 93.380
761 - 832 123.830
639 - 761 103.530
3,4 6,5 Lambat
3,0 6,3 Sedang
3,0 5,5 Mudah
3,0 7,0 Lambat
3,0 7,0 Mudah
2,7 7,5 Mudah
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Berbulu Mudah patah Baik Baik Baik Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Sumber: Djojosoebroto (2003).
Di Indonesia terdapat 142 jenis bambu, di samping 30 jenis bambu introduksi dari luar negeri. Dari jumlah tersebut hanya belasan jenis yang sudah dibudidayakan, meski
4
masih subsistem karena selama ini perdagangan bambu masih mengandalkan tumbuhan bambu liar di pekarangan, kebun rakyat ataupun penjarahan hutan (Rahardi, 2004). Kondisi material kayu di Indonesia yang relatif masih mudah didapatkan dan kebiasaan penyediaan dan penggunaan kayu selama ini yang hanya mengandalkan jenis, menyebabkan kaidah konstruksi untuk menggunakan bahan sehemat mungkin dengan tetap menjaga keamanannya masih tampak diabaikan. Penggunaan kayu dilakukan secara berlebihan dan tidak rasional. Akibatnya kelestarian produksi hutan terancam sehingga ketersediaan kayu pun menipis.
Untuk mengurangi ancaman terhadap hutan, ilmu
konstruksi kayu sangat perlu untuk terus dikembangkan. Dengan adanya perubahan secara kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu untuk berbagai penggunaan, tidak tertutup kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu mangium. Pemanfaatan kayu mangium hingga saat ini telah mengalami spektrum yang lebih luas, baik untuk bubur kertas, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu mangium dalam bentuk kayu utuh, venir, partikel dan serat untuk tujuan pembuatan moulding dan bahan baku meubel. Meski demikian, informasi jenis kayu mangium dalam hal keteknikan untuk tujuan konstruksi kayu masih belum banyak karena penelitian dalam bidang ini jarang dilakukan. Dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, jenis kayu cepat tumbuh belum dimanfaatkan secara maksimal karena kurangnya informasi teknologi dan kurangnya pengetahuan tentang rekayasa yang memungkinkannya. Disamping itu, animo masyarakat akan kayu cepat tumbuh termasuk jenis mangium ini untuk penggunaan konstruksi masih rendah, karena relatif mudahnya memperoleh kayu dari hutan alam baik secara legal maupun tidak. Perolehan kayu dari hutan alam yang tidak terkendali ini telah menyebabkan kerusakan hutan (deforestation) sampai seluas 1,6 juta ha/tahun selama 10 tahun terakhir, atau bahkan mencapai 3,6 juta ha/tahun senilai Rp 30 triliun per tahun sejak tahun 2000, dan menyebabkan 43 juta ha kawasan hutan telah rusak (Pelangi, 2002; Kompasa, 2004). Laju deforestasi Indonesia sejak 2005 hingga kini masih seluas 1,17 juta ha/tahun, dan meski pemerintah mencanangkan program deforestasi terencana, namun resiko semakin menipisnya kayu dari hutan alam merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (REDD-Indonesia 2010).
5
Disamping itu, penyerapan karbon pada jenis mangium mencapai 133.39 ton C per hektar. Dalam dunia carbon trading, harga per ton C sebesar 10 dollar AS sehingga rehabilitasi HTI mangium bisa menghasilkan dana 1,333.9 dollar AS per hektar, 100 dollar AS lebih tinggi dibanding kemampuan kebun karet yang mampu menyerap karbon 123.9 ton C per hektar (Kompasb, 7 Nopember 2003). Padahal, hutan merupakan rumah besar bagi berbagai populasi hewan dan tumbuhan yang berinteraksi secara holistik dalam sistem ekologi. Dengan demikian sudah selayaknya kalau kayu jenis cepat tumbuh (fast growing species) yang berasal baik dari HTI maupun hutan rakyat harus dipertimbangkan sebagai substitusi perolehan kayu hutan alam sebagai bahan kayu konstruksi, yang tentunya sebelumnya telah diberikan perlakuan rekayasa teknologi untuk meningkatkan kualitasnya. Pengembangan hutan tanaman industri dengan jenis mangium (Acacia mangium Willd) sebagai jenis unggulan, merupakan salah satu jawaban guna menjamin ketersediaan kayu tersebut. Untuk mencapai tujuan di atas, penelitian mengenai
rekayasa dan keteknikan kayu jenis
mangium sebagai bahan konstruksi sangat diperlukan agar diketahui metoda dan data yang terbaik sehingga memberikan
jaminan kepercayaan kepada masyarakat yang
memerlukannya. Produk kayu rekayasa struktural merupakan hasil rekayasa sifat struktural yang dimiliki oleh kayu dan diperoleh melalui berbagai metoda selain pemilahan visual sederhana. Sebagai contoh, produk kayu rekayasa laminasi dibuat dengan merekatkan bersama-sama bahan serpih kayu, venir, kayu berukuran kecil, atau bahan berserat kayu lainnya hingga menjadi unit bahan komposit yang integral dan berukuran lebih besar serta memiliki karakteristik penampilan struktural (APA-EWA, 2002). Upaya memperbesar dimensi kayu yang bermanfaat bagi tujuan struktural inilah yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini, sehingga diperoleh pengetahuan baru tentang sifat yang dimilikinya guna memenuhi kepentingan kayu struktural. Percobaan dilakukan terhadap model sambungan kayu dengan pasak berpenahan geser (bearing slip connector, shear connector) sehingga keberhasilan penelitian ini akan memberi peluang baik pada sambungan kayu maupun pada kayu lamina mekanis. Salah satu bentuk konstruksi yang cukup penting bagi bangunan adalah konstruksi atap yang cukup banyak menggunakan komponen kayu. Bentangan kuda-kuda yang dipergunakan terkadang lebih panjang daripada ukuran yang tersedia di pasaran, sehingga
6
diperlukan sambungan. Pada konstruksi atap, kayu menerima gaya aksial (yaitu gaya yang bekerja searah serat sepanjang batang), sehingga penggunaan kayu dengan sambungan yang memperhitungkan gaya aksial mutlak diperlukan untuk konstruksi atap. Sambungan dengan baut adalah jenis sambungan yang paling sering digunakan karena faktor kemudahan dalam pengerjaan. Namun demikian, jenis sambungan tersebut kurang efisien karena bila terjadi gaya geser maka akan ditahan oleh baut dan kayu dengan hanya seluas penampang baut. Disamping itu, kuat tekan kayunya adalah seluas lubang baut, yaitu diameter lubang baut dikalikan tebal kayu. Hal tersebut akan berbeda kalau digunakan sambungan pasak geser, dimana yang akan menahan gaya aksial adalah pasak dan kayu, yaitu untuk geser pasak adalah luas penampang pasak dikalikan panjang pasak, sedang untuk kuat tekan kayu adalah sebesar setengah luas penampang lubang pasak dikalikan dengan panjang lubang pasak.
Gambar 2. Profil Sambungan Tampang Dua dan Mekanisme Kerja Pasak Penahan Geser. Gambar 2 menunjukkan bentuk sambungan tampang dua (double shear three member connections) yang memiliki sepasang pasak penahan geser dan diapit dua pengencang (pelekap). Antar komponen sambungan terdapat celah tipis sehingga tidak terjadi geser antar komponen, demikian pula pengencang dimasukkan pada lubang
7
pengencang yang diameternya lebih besar, sehingga terjadi pengabaian pengaruh pengencang pada kekuatan sambungan. Sebaliknya pembuatan lubang pasak penahan geser jangan sampai membuat pasak geser longgar, sehingga kinerja yang berhasil pada saat pembebanan akan terjadi mekanisme cengkeraman komponen ke pasak penahan geser seperti pada Gambar 2 tersebut.
Gambar 3. Rolling Shear dan Kerusakan pada Komponen Glulam Struktural (Fellmoser dan Blaß, 2004) Apabila pasak penahan geser merupakan bahan kayu yang tersusun atas seratserat, maka pada saat pembebanan akan terjadi gaya tekan dan geser yang karena serat relatif berbentuk silinder maka akan mengakibatkan gaya geser-gelinding (rolling shear) antar serat yang mengakibatkan pasak terbelah pada bidang yang mengandung titik pusat gaya. Gambar 3 menunjukkan proses tersebut. Sambungan merupakan titik lemah dalam suatu konstruksi bangunan. Oleh karena itu ditempat-tempat hubungan atau sambungan inilah yang meminta perhatian besar (Wirjomartono, 1977). Cara penyambungan kayu harus diperhatikan sedemikian rupa, sehingga dalam batas batas tertentu, gaya tarik atau gaya tekan yang timbul dapat diterima dan disalurkan. Tidak seperti halnya pada konstruksi baja, dimana sambungan dapat melekat rapat, pada sambungan kayu sering timbul sesaran yang besar sesuai dengan besarnya sambungan itu. Lazimnya sambungan itu mempunyai faktor keamanan sebesar 2 – 4 berdasarkan beban patahnya. Disamping itu sesaran diperbolehkan maksimal 1,5 mm, karena sesaran yang besar akan menimbulkan tegangan sekunder yang besar (Wirjomartono, 1977). Dengan adanya teknologi sambungan ini menyebabkan orang memungkinkan membangun konstruksi bangunan yang besar dari kayu dengan alat sambung kayu moderen. Sambungan kayu menurut Wirjomartono (1977) dapat dibagi menjadi tiga
8
golongan besar yaitu sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen. Sedangkan mengenai alat sambung dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu golongan paku, baut, sekrup; golongan pasak kayu, golongan alat-alat sambung modern (kokot Bulldog, Geka, Alligator, Bufa dan cincin belah) serta golongan perekat. Bentuk sambungan menurut Yap (1984) dibagi menjadi sambungan tegak (butt joint), sambungan serong (plain scarf joint), sambungan serong bertingkat (stepped scarf joint), sambungan jari (finger joint) dan sambungan eksentris (lap joint). Houwink dan Salomon (1967) bahkan menguraikan 12 macam
sambungan kayu dengan bentuk yang berbeda.
Structural Education Program (STEP) juga telah mengeluarkan publikasi yang memuat acuan terakhir yang dipakai di Eropa tentang rekayasa sambungan kayu tersebut (Blass et al.,1995). Sambungan dengan pasak bulat (dowel) selama ini dikenal sebagai pengikat siku pada panel pintu, jendela, pigura ataupun konstruksi ringan lainnya.
Lebih banyak
ditemui sambungan kayu dengan mempergunakan baut sebagai pengikat lebih karena kepraktisannya, sementara Yap (1984) menyatakan bahwa konstruksi dengan sambungan baut tersebut hanya separuh tingkat efisiensinya dibandingkan pasak. Hal yang dianggap kritis pada pasak bulat adalah efek penyusutan pasak yang tidak seimbang dengan penyusutan baloknya karena jenis kayu yang berbeda pada paparan cuaca pemakaian sehingga dikhawatirkan menjadi titik lemah sambungan. Untuk itu upaya stabilisasi dimensi pasak diperlukan agar penyusutan menjadi minimal. Sementara itu, baik PKKI NI-5 (1961) maupun R-SNI (2002) tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia hanya sejauh menyebutkan persyaratan peletakan baut, paku ataupun pasak, namun hasil penelitian mengenai hal tersebut khususnya bagi kayu Indonesia belum dilaksanakan sehingga persyaratan tersebut merupakan adopsi hasil rekayasa teknologi kayu dari luar. Di lain pihak, metoda sambungan kontemporer sudah sampai pada teknik sambungan kayu lamina dengan mempergunakan glulam rivets, pembuatan tiang kincir angin dengan metoda glued-in bolts dan pemasangan kipas kincir pada rotor dengan metoda glued-in rods (Madsen, 1992). Balok laminasi mekanis dengan pasak sebagai penahan geser merupakan variasi bentuk lain dari SLT (Stress Laminated Timber), yaitu beberapa balok yang disusun berdiri pada sisi tebal dan diikat rapat dengan pengencang baja sehingga tahanan geser menjadi besar. Dalam kajian ini dicoba dalam bentuk ukuran pendek dan disebut dengan
9
bentuk sambungan tampang dua berpasak penahan geser sehingga mampu menguji kemampuannya dalam pembebanan tarik (melalui uji tekan). Untuk itu penelitian ini diharapkan mampu menjawab awal tantangan kebutuhan data teknologi rekayasa kayu tersebut khususnya bagi jenis mangium sebagai salah satu jenis kayu budidaya yang diunggulkan. 2. Perumusan Masalah Dari latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, masalah yang dihadapi saat ini berkaitan dengan dengan upaya pembuatan sambungan kayu berpenahan geser untuk tujuan konstruksi sejak dari penyipan bahan baku adalah sebagai berikut: a.
Dihubungan dengan persyaratan tegangan ijin menurut standar yang berlaku, apakah kayu mangium dapat memenuhinya hingga mampu digunakan sebagai kayu konstruksi.
b.
Dengan upaya teknik
engineered wood
menggunakan pasak, produk
berupa laminasi mekanis
dengan
kayu mangium apakah mampu digunakan sebagai
upaya menambah dimensi kayu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dimensi kayu konstruksi. c.
Bagaimanakah perilaku kekuatan sambungan kayu dengan pasak penahan geser dengan variasi bentuk pasak, jenis pasak, jumlah pasak dan pengaruhnya pada kemampuan sambungan dalam menahan beban.
d.
Perilaku kekuatan sambungan kayu dengan pengencang bambu berbaji apakah dapat berfungsi sama dengan pengencang baut yang telah umum digunakan.
e.
Karena riapnya yang besar, yang bahkan dapat mencapai diameter 40 cm dalam umur 12 tahun, tanaman mangium tujuan konstruksi yang daur teknisnya 25-30 tahun dapat dipersingkat karena telah mencapai dimensi yang memungkinkan sebagai substitut kebutuhan kayu dari hutan alam dalam memenuhi kebutuhan kayu konstruksi. Meski dari sisi dimensi telah memenuhi persyaratan kebutuhan kayu konstruksi, namun hasil penelitian tentang sifat kekuatan dan rekayasanya untuk tujuan konstruksi masih perlu dilakukan pengujian.
3. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan peran kayu hasil budidaya hutan tanaman khususnya kayu mangium sebagai kayu konstruksi, sedangkan tujuan khusus penelitian adalah:
10
a. Memperoleh data sifat fisis dan mekanis kayu mangium umur 17 tahun melalui pengujian contoh kecil bebas cacat (small clear specimen) guna diketahui sifat dasarnya. b. Melihat kelayakan kayu mangium pada kisaran umur 17 tahun sebagai bahan kayu konstruksi melalui pemilahan kayu ukuran full-scale (baik secara visual maupun masinal) dan penentuan tegangan ijin. Termasuk di dalamnya identifikasi cacat yang menjadi karakteristik kayu mangium dan hubungannya dengan kelayakannya sebagai kayu konstruksi. c. Mengembangkan teknologi pasak penahan geser pada sambungan kayu tampang dua dengan menggunakan dua bentuk pasak yakni pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat, tiga jenis bahan (material) pasak yakni pasak sejenis tanpa perlakuan, pasak sejenis yang dipadatkan (densifikasi) dan pasak baja, serta menggunakan dua jenis alat pengencang yaitu baut dan pelekap bambu berbaji. d. Mencoba suatu bentuk sambungan tampang dua dengan variasi jumlah dan ukuran jarak peletakan pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat terhadap ujung, sisi dan spasi antar pasak dalam suatu susunan pasak dan arah pembebanannya. e. Memberikan data teknis kayu mangium sebagai kayu konstruksi yang memungkinkan masyarakat pengguna kayu untuk memanfaatkan jenis tersebut sebagai bahan bangunan tanpa keragu-raguan. f. Membuktikan adanya peluang kayu mangium sebagai substitusi kayu dari hutan alam Indonesia. 4. Luaran yang Diharapkan Hasil penelitian diharapkan memberikan luaran (output) berupa: a. Diperoleh data sifat fisis dan mekanis mangium umur 17 tahun baik dalam bentuk contoh kecil bebas cacat maupun dalam ukuran penggunaan dan hubungannya dengan kemampuan sebagai bahan bangunan kayu. b. Diperolehnya pola perilaku kekuatan sambungan kayu dengan menggunakan pasak penahan geser berbentuk bulat dan segi empat dalam berbagai variasi jumlah pasak yang dipergunakan. c. Diperoleh hasil percobaan pengaruh perlakuan pemadatan kayu bahan pasak dan penggunaannya terhadap kekuatan sambungan kayu dibandingkan dengan pasak baja ataupun pasak kayu sejenis tanpa pemadatan.
11
d. Diperoleh hasil percobaan pengaruh perlakuan jenis pengencang baut dan bambu terhadap kekuatan sambungan kayu dibandingkan dengan pengencang berupa plat klam. e. Memberikan kontribusi yang nyata terhadap kemungkinan aplikasi hasil penelitian dan memberikan keyakinan kepada masyarakat pengguna kayu bahwa mangium mampu dimanfaatkan sebagai kayu konstruksi dengan mengikuti metoda yang dilaksanakan f. Memperkuat pendapat bahwa kekurangan pasokan kayu untuk tujuan konstruksi akibat menurunnya potensi hutan alam dapat ditutupi oleh percepatan hasil produksi dari hutan tanaman dan membuka peluang lebih lanjut bagi kegiatan penelitian lanjutan yang lebih luas bagi jenis kayu cepat tumbuh lainnya. g. Data penelitian akan sangat menunjang penyempurnaan R-SNI (2002) tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (Revisi NI-5 PKKI 1961). h. Secara tidak langsung penelitian akan memberikan kontribusi yang nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahwa kayu mangium dengan umur 17 tahun mampu digunakan sebagai bahan kayu konstruksi tanpa menunggu daur teknis 25 – 30 tahun. 5. Alur Pikir Penelitian Alur pikir dalam usulan penelitian ini mengikuti bagan alir sebagaimana diuraikan dalam Gambar 4 berikut:
Mangium (Acacia mangium Willd.)
STRUKTURAL
SOLID WOOD
ENGINEERED WOOD
Daur teknis ky kons HTI: 25 – 30 thn Di Lapangan: 17 thn, D> 40 cm
LAMINASI MEKANIS DENGAN PASAK SYARAT KAYU KONSTRUKSI UJI SIFAT KAYU: ( small clear & full scale specimen) • Fisis • Mekanis • Rekayasa
Sasaran Penelitian: - SAMBUNGAN PASAK GESER DOUBLE SHEAR: . Bentuk pasak: Bulat dan Segi Empat . Bahan pasak: Mangium, M. Densifikasi, Ulin, Baja . Bahan pengencang: Plat, Baut, Bambu dan Perekat . Jumlah: Sepasang, Dua dan Tiga pasang - PEMODELAN HASIL KEKUATAN - REKOMENDASI TEKNIS SAMB. PASAK
Penelitian Pendukung - SIFAT FISIS, MEK & REKAYASA - PEMODELAN HUBUNGAN KEKUATAN CKBC DAN BALOK - REKOMENDASI TEKNIS KAYU KONSTRUKSI
Gambar 4. Bagan Alir Rencana Penelitian
12
6. Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan a. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dalam lingkup rekayasa teknologi kayu mangium sebagai konstruksi kayu rekayasa melalui sambungan pasak penahan geser dalam berbagai bentuk, jumlah dan bahan (material) pasak.
b. Sasaran Kegiatan Kegiatan berlangsung selama 1(satu) tahun dengan dua sasaran umum seperti yang disajikan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Sasaran dan Jenis Kegiatan Penelitian Sasaran 1. Sifat Dasar dan Kelas Tegangan
2. Sambungan Kayu Double Shear dengan variasi Jenis, Bahan dan Jumlah Pasak dan variasi Jenis Pengencang 3.Balok Susun
Jenis Kegiatan - Penelitian sifat dasar dalam bentuk contoh kecil bebas cacat (small clear specimen, fisis dan mekanis) serta sifat rekayasa (sifat-sifat kekuatan) kayu mangium umur 17 tahun dalam bentuk kayu utuh (full scale) sehingga diperoleh nilai sifat dasar dan kelas tegangan ijinnya berdasar metoda versi ASD dan LRFD. - Model hubungan sifat mekanis ckbc dan balok. - Pemanfaatan mesin pemilah kayu PANTER dan alat uji non destruktif SYLVATEST DUO dan pemodelan hubungan dengan nilai uji melalui alat UTM (Universal Testing Machine). - Teknologi sambungan kayu mangium secara mekanis dengan alat sambung kayu pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat dengan kayu yang sejenis (tanpa perlakuan), pasak kayu sejenis yang didensifikasi, pasak ulin dan pasak baja - Perlakuan variasi pengencang: plat klam, baut, bambu dan perekat - Arah pembebanan: sejajar serat komponen sambungan, tegaklurus pasak. - Pemodelan hasil kekuatan berdasar variable pasak yang dilakukan
- Penerapan idealisasi sambungan tampang dua berpasak penahan geser terbaik ke bentuk bentang panjang dalam balok susun (balok laminasi mekanis).
7. Kebaruan Penelitian (Novelty) Penelitian mengandung nilai kebaruan dalam beberapa aspek sebagai berikut: 1. Informasi sifat fisis, mekanis dan informasi teknis kayu mangium umur 17 tahun sebagai kayu bahan bangunan,
sebagai pelengkap informasi sifat dasar kayu
mangium yang selama ini hanya bersumber pada informamsi kayu mangium umur 812 tahun.
13
2. Informasi tentang sistem sambungan pasak dengan berbagai variasi pasak, pasak geser dan pengencang komponen sambungan. 3. Informamsi tentang pasak penahan geser sebagai alternatif pasak dalam sambungan tampang dua yang belum dibahas dalam berbagai pustaka. 4. Aspek variasi bahan pasak penahan geser dalam kekuatan sistem sambungan berpasak. 5. Aspek pengaruh pemadatan, fungsi pasak dan modus kerusakan (failure mode) pada sistem sambungan yang menggunakan pasak geser. Kebaruan ini bisa dilihat dari posisinya dalam status pengetahuan (state of the art) yang selama ini telah dilaksanakan dalam penelitian kayu mangium sebagai bahan kayu rekayasa (enginereed wood) untuk tujuan konstruksi seperti tercantum pada Lampiran 2.
14
15
II. 1.
TINJAUAN PUSTAKA
Risalah Jenis Mangium (Acacia mangium Willd.) Mangium (A. mangium Willd.) adalah tanaman asli (indigenous species) yang
banyak tumbuh di Queensland (timur laut Australia), Papua Nugini dan wilayah timur Indonesia. Wilayah penyebaran meliputi 1 – 18,57 derajat lintang selatan dan 125,22 – 146,17 derajat bujur timur dengan ketinggian 0 – 100 m dpl dengan batas tertinggi pada 780 m. Untuk Indonesia, daerah Papua bagian selatan, Papua bagian utara (Fak-fak dan Tomage), Maluku bagian selatan, pulau Seram, kepulauan Aru dan daerah Bantuas di Kalimantan Timur merupakan tempat penyebaran alaminya. Mangium termasuk dalam famili Leguminoceae, genus Acacia. Genus ini memiliki lebih dari 1.000 spesies pohon dan perdu yang tumbuh di Afrika, Amerika, Asia dan terbanyak di Australia. Nama lain bagi jenis ini adalah mangge hutan, tongke hutan (Seram), nak (Maluku), laj (Aru) atau jerri (Papua) (Pinyopusarerk et al., 1993). Tanaman ini pada mulanya dikembangkan secara eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Sabah dan Sarawak. Karena menunjukkan pertumbuhan yang baik maka Filipina telah mengembangkan pula sebagai jenis kayu untuk hutan tanaman. Di Jawa, tanaman A. mangium sering juga disebut dengan kayu pilang, jati mangium atau kayu mangium. Kayu mangium sebagai hasil hutan tanaman di Indonesia pertama kali dikenal di Sanga-Sanga, Kalimantan Timur, yang ditanam tahun 1942 oleh penguasa Jepang sebagai upaya memperoleh kayu yang diketahui berkualitas baik sebagai bahan baku popor senjata. Pengembangan pertama di Subanjeriji tahun 1978 dengan benih dari Sabah. Kemudian dengan dicanangkannya pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) pada tahun 1984, jenis mangium telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di areal HTI. Pada mulanya jenis ini dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas dengan rotasi 6-7 tahun, atau ditunggu sampai umur 25-30 tahun untuk dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan. Satu-satunya faktor pembatas mangium adalah tidak dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian lebih dari 300 m di atas permukaan laut (Khaerudin, 1994), meski ada yang menyatakan jenis ini mampu tumbuh baik pada ketinggian 100 – 800 meter dpl. Jenis ini juga tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi, bahkan mampu tumbuh
16
dengan baik pada lahan yang miskin hara dan tidak subur, seperti pada alang-alang maupun daerah bekas tebangan, pada tanah podsolik merah kuning ataupun tanah berpasir dan kurus. Habitus pohon mangium dapat mencapai tinggi 30 m dengan diameter sampai sebesar 90 cm serta batang bebas cabang 10 – 15 m. Rotasi tebang pohon ini mencapai 10 – 20 tahun dengan riap 45 m3/ha/tahun. Ciri tanaman ini adalah bentuk batangnya bulat lurus, bercabang banyak (simpodial), berkulit tebal agak kasar, dan kadang beralur kecil dengan warna cokelat muda. Kegunaan dari kayu mangium adalah untuk pulp, kayu pertukangan dan kayu bakar (Sindusuwarno dan Utomo, 1981). Selanjutnya Scharai-Rad dan Kambey (1989) meneliti sifat anatomi, fisis dan mekanis kayu jenis tegakan mangium berumur delapan tahun yang berasal dari HTI PT ITCI Kenangan, Balikpapan seperti Tabel 4 berikut: Tabel 4. Sifat Anatomis, Fisis dan Mekanis Mangium (A. mangium Willd) Sifat Nilai Anatomis Jari-jari kayu: Panjang (µm) 221,44 Jumlah per mm2 6,84 Proporsi (%) 9,71 Pori: Tinggi (µm) 242,96 Diameter arah tangensial (µm) 119,54 Jumlah per mm2 6,28 Proporsi (%) 12 Serat: Panjang serat (µm) 870,86 Diameter serat (µm) 18,76 Diameter lumen (µm) 13,86 Ketebalan dinding sel (µm) 2,45 Sifat Fisis: Kerapatan kering tanur (gr/cm3) 0,501 Kerapatan normal (gr/cm3) 0,530 KA kondisi normal (%) 12,25 Kembang Susut Maksimum (%) - arah radial (%) 3,41 - arah tangensial (%) 7,17 - longitudinal (%) 0,42 Sifat Mekanis: Kekuatan Tekan (N/mm2) 37 Kekuatan Patah (N/mm2) 83,47 Modulus elastisitas (N/mm3) 10.590 Kekuatan geser: Radial (N/mm2) 7,46 Tangensial (N/mm2) 9,46 Kekuatan Pukul (mN/mm2) 0,07 Catatan: 1 kgf = 9,80665 N. Sumber: Scharai-Rad dan Kambey (1989).
Tegakan mangium mampu menghasilkan Mean Annual Increment (MAI) sebesar 46 m3/ha/tahun pada plot pemuliaan dan 32 m3/ha/tahun pada tingkat pratik di lapangan. Diameter kayu mangium di HTI yang berumur 10 tahun berkisar antara 20-22 cm dengan tebal kayu terasnya mencapai 14-16 cm (Malik et al., 2000). Sementara Chai (1980) dalam Tsai (1993) melaporkan diameter jenis tersebut sebesar 38,6 cm pada umur 13
17
tahun dengan MAI diameter sebesar 5,98 cm/tahun. Diameter setinggi dada akan membesar dengan cepat sampai lebih dari 20 cm hanya dalam kurun umur 4 tahun, kemudian menurun setelah tahun ke lima dan pada umur 8 tahun pertumbuhannya seolah berhenti pada diameter 30 cm (Tsai, 1993). 2.
Sifat Dasar Kayu Mangium
a. Sifat Anatomis 1). Lingkaran Tumbuh Lingkaran tumbuh mangium pada kayu normal berkorelasi dengan kerapatan, yaitu kayu dengan pori tata lingkar, kerapatannya cenderung meningkat dengan meningkatnya lingkaran tumbuh tiap inci. Ginoga (1997) menyatakan bahwa kayu mangium termasuk jenis kayu cepat tumbuh (fast growing species) yang mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas pada bagian terasnya dengan lebar 1 – 2 cm. Hal ini mungkin disebabkan oleh pertumbuhannya yang cepat serta adanya kayu muda (juvenile wood). Dengan demikian diduga lingkaran tumbuh pada kayu mangium tidak berkorelasi dengan kerapatan. 2). Tebal Kayu Gubal dan Teras Tebal kayu gubal dan teras berpengaruh terhadap kekuatan kayu. Hasil pengamatan Ginoga (1997) terhadap dolok kayu mangium yang berasal dari Benakat, Sumatera Selatan menunjukkan kecenderungan bahwa makin tinggi umur kayu maka bagian kayu terasnya makin tebal. Dalam rangka menurunkan daur teknis agar kayu teras lebih tebal dibanding pada pertumbuhan normalnya, menurut Pandit (1995) dapat dipacu dengan prunning, mempersempit jarak tanam dan lain-lain. 3). Warna, Serat Kayu dan Morfologi Dolok Warna kayu teras dan gubal dapat dilihat jelas; bagian teras berwarna lebih gelap, sedangkan gubalnya berwarna putih dan lebih tipis. Warna kayu teras agak kecoklatan, hampir mendekati kayu jati, kadang-kadang mendekati warna jati gembol. Arah serat lurus sampai berpadu (Ginoga et al., 1999). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa sifat anatomi kayu mangium mempunyai pori tata baur, 69 % soliter dan lainnya radial 2 – 3 sel, diameter pori 193 – 224 mikron, frekuensi pori 2 – 6 per mm2, bidang perforasi sederhana dengan noktah antar pembuluh selang-seling tanpa umbai, parenkim paratrakheal jarang, tidak dijumpai silika, kristal berderet vertikal sampai 15 butir serta jari-jari homoseluler.
18
Penelitian Suwinarti (1999) memperoleh data tentang nilai dimensi dan turunan serat jenis mangium sebagaimana Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Nilai Dimensi dan Turunan Serat Pulp Mangium Dimensi/Turunan Rataan Panjang serat (µm) 933,4 Diameter serat (µm) 24,27 Diameter lumen (µm) 14,43 Tebal dinding serat (µm) 4,92 Runkel ratio 0,73 Felting power 39,71 Flexibility ratio 0,59 Coef. of rigidity 0,21 Muhlsteph ratio (%) 65,01 Sumber: Suwinarti (1999).
Kayu terasnya yang berwarna coklat kelabu dan kayu gubalnya berwarna putih dengan ketebalan 2 – 4 cm. Tekstur kayu agak kasar, kesan raba agak halus dan kayu agak lunak, arah serat lurus dan agak berpadu (Ruliaty dan Mandang, 1988). b. Sifat Fisis-Mekanis Sifat fisis-mekanis yang umum dijadikan dasar dalam penggunaan kayu adalah berat jenis (BJ), kadar air (KA) dan kekuatan lentur (MOE dan MOR). 1). Berat Jenis dan Kadar Air Sifat fisis mangium dengan kelas umur 10 tahun yang terdiri atas berat jenis basah, kering udara dan kering oven berturut-turut adalah 0,95, 0,52 dan 0,42. Sementara kadar air basah dan kering udara berturut-turut adalah 125,4% dan 18,0%. Secara statistik berat jenis kayu pada umur yang berbeda tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Ginoga, 1997). 2). Kekuatan lentur Hasil pengujian Ginoga (1997)
terhadap sifat mekanis kayu mangium yang
berumur 9 dan 10 tahun menyatakan bahwa kayu mangium berumur 10 tahun mempunyai berat jenis 0,57 dengan nilai MOR, MOE dan tekan sejajar serat berturut-turut adalah sebagai berikut : 942,23 kgf/cm2, 113.644 kgf/cm2 dan 435,85 kgf/cm2. Sedangkan untuk kayu mangium berumur 9 tahun dengan berat jenis 0,51 berturut-turut bernilai 725,37 kgf/cm2, 118.693 kgf/cm2 dan 416,48 kgf/cm2. 3). Kelas Kuat Menurut Ginoga (1997), berdasarkan berat jenis, kekuatan lentur statis dan tekan sejajar arah serat, maka kayu mangium umur 9 –10 tahun termasuk kelas kuat II – III.
19
c. Sifat Kimia Pasaribu dan Roliadi (1990) menyatakan bahwa komponen kimia yang dikandung kayu mangium, baik yang berasal dari hutan alam maupun hutan tanaman tidak ideal untuk pulp bila ditinjau dari kandungan kimianya. Menurut klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia (Anonim, 1976), kelompok akasia dari spesies A. auriculiformis A.cunn dan A. decurrens Willd termasuk kelompok tinggi (45%) dalam hal kandungan selolusa, kadar lignin dan pentosan rendah (18-21%), sedangkan zat ekstraktif dan kadar abu tergolong tinggi (3–6%). Perbedaan umur pohon memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komposisi kimia kayu. Kadar selulosa, lignin, kelarutan dalam alkohol-benzena dan air dingin, secara umum menunjukkan kecenderungan menurun dengan bertambahnya umur pohon sedangkan kadar pentosan cenderung meningkat. Untuk kadar abu, silika, kelarutan dalam NaOH 1% dan air panas, memberikan respon yang berfluktuatif dengan bertambahnya umur tanaman. Berdasarkan penelitian Muladi (1996), kandungan komponen kimia kayu Akasia yang berumur 12 tahun sebesar 73,9 % holoselulosa, 53,8 % selulosa, lignin sebesar 26,6 % dan ekstraktif yang larut dalam alkohol benzen sebesar 3,9 %. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dari nilai kerapatan dasarnya sebesar 0,462 g/cm3 akan diperoleh 462,1 kg substansi kayu kering tanur sebagai bahan baku pulp dan kertas. d. Keawetan dan Keterawetan Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu. Biasanya faktor perusak yang dimaksud adalah faktor biologis seperti jamur, serangga (terutama rayap dan bubuk kayu kering) dan binatang laut. Sifat keawetan ditentukan berdasarkan persentase penurunan berat kayu akibat serangan faktor biologis. Sedangkan sifat keterawetan adalah kemampuan kayu menyerap bahan pengawet tertentu yang diawetkan dengan metode tertentu. Sifat keterawetan ditentukan berdasarkan retensi dan daya penetrasi bahan pengawet terhadap kayu. Retensi dinyatakan dalam kg/m3 kayu dihitung berdasarkan penimbangan kayu sebelum dan sesudah pengawetan. Penetrasi dinyatakan dalam persen luas penampang contoh uji (Martawijaya dan Barly, 1990; Ismanto, 1995).
20
Berdasarkan sifat-sifat tersebut kayu Akasia (A. mangium Willd.) memiliki kelas ketahanan IV (rendah) terhadap serangan rayap tanah (Macrotermes) dan kelas ketahanan III (sedang) terhadap penggerek di laut (Muslich dan Sumarni, 1993). Berdasarkan kelas keawetan dari Findlay dan kelas keterawetan dari Smith dan Tamblyn dalam Martawijaya & Barly (1990) dinyatakan bahwa kayu mangium memiliki sifat keawetan yang berbeda menurut asal kayunya. Dengan menggunakan bahan pengawet CCA, kayu mangium dari hutan tanaman (asal Jawa Barat) relatif memiliki sifat keawetan lebih buruk (kelas awet II – III) dibanding kayu mangium dari hutan alam (asal Maluku) yang memiliki kelas awet I-II. 3. Keteknikan Kayu Konstruksi a. Kayu Konstruksi dan Tegangan Ijin Kayu konstruksi adalah kayu bangunan untuk digunakan sebagai elemen struktur bangunan yang penggunaannya memerlukan perhitungan beban (Surjokusumo, 1982). Struktur adalah gabungan komponen yang menahan gaya desak, tarik atau momen untuk meneruskan beban ke tanah dengan aman. Elemen struktur terdiri atas batang desak yang berfungsi menahan gaya desak aksial, batang tarik yang menahan gaya tarik aksial, balok yang menahan gaya geser, lentur dan gaya aksial dalam struktur horisontal dan kolom yang berfungsi sama dengan balok namun dalam struktur vertikal (Siswadi et al, 1999). Kayu adalah bahan konstruksi yang diperoleh dari tumbuhan yang hidup di alam. Dengan sifat alam yang beragam akan mempengaruhi kualitas kayu yang dibentuknya, dan untuk mampu menahan beban yang diemban suatu kayu harus berada pada batas tegangan yang diijinkan.
Tegangan dasar pada kayu yang kemudian diperhitungkan
dengan beberapa faktor koreksi seperti keamanan, penyesuaian, pengaruh ukuran, kadar air dan rasio kekuatan, akan menghasilkan suatu nilai tegangan yang diijinkan (allowable stress) yang memberikan jaminan keselamatan dalam penggunaannya. Tegangan ijin dibuat sedekat mungkin dengan penggunaannya supaya dihasilkan nilai penggunan dan keamanan yang cukup tinggi (Surjokusumo, 1993). Nilai tegangan ijin tersebut bila digunakan pada konstruksi harus digandakan dengan suatu faktor yang sesuai dengan sifat muatan dan kondisi keterlindungan struktur. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI, 1961) memberikan patokan besarnya tegangan yang diperkenankan bagi kayu Indonesia sebagaimana Tabel 6 berikut.
21 Tabel 6. Tegangan yang Diperkenankan untuk Kayu Mutu A menurut PKKI (1961) Jenis Tegangan Ijin (kgf/cm2) Lentur Tekan Sejajar serat = Tarik Sejajar serat Tekan Tegaklurus serat Geser Sejajar serat Sumber: Anonim (1961).
I 150
II 100
130 40 20
85 25 12
Kelas Kuat III 75 60 15 8
IV 50
V -
Jati (Tectona grandis) 130
45 10 5
-
110 30 15
Istilah kelas kuat yang tercantum dalam Tabel 6 di atas merupakan penggolongan kelas kekuatan kayu yang ditetapkan Den Berger (1923). Klasifikasi kayu Indonesia NI (Nederlansch Indische) tersebut disusun dalam lima kelas kekuatan hanya berdasarkan hubungan antara berat jenis dengan kekuatan lentur dan kekuatan tekan, dan oleh sebab itu klasifikasi tersebut masih bersifat sangat global karena banyak faktor lain yang seharusnya turut diperhitungkan. Tabel 7 menguraikan kelas kekuatan kayu tersebut. Tabel 7. Kelas Kuat Kayu Indonesia Kelas Kuat
Berat Jenis
I > 0,90 II 0,60 – 0,90 III 0,40 – 0,60 IV 0,30 – 0,40 V < 0,30 Sumber: Den Berger (1923).
Kekuatan Lentur Mutlak (kgf/cm2) > 1.100 725 – 1.100 500 – 725 360 – 500 < 360
Kekuatan Tekan Mutlak (kgf/cm2) > 650 435 – 650 300 – 425 215 – 300 < 215
Pengkelasan mutu kayu serupa juga telah dilakukan sesuai dengan Standar Kehutanan Indonesia (SKI 1988) yang mendasarkan pengujian MOE menggunakan beban ganda di tengah bentang pada posisi edgewise (sisi sempit dibebani)
sesuai
standar ASTM D 198 dan menghasilkan kelas mutu kayu berdasarkan tegangan lenturnya. Nilai tegangan ijin bagi tiap kelas mutu yang diperoleh disebut dengan kode mutu Tegangan Serat (TS) dengan rincian sebagai Tabel 8 berikut. Tabel 8. Tegangan yang Diijinkan bagi Setiap Kelas Mutu Tegangan Kerja Dasar (kgf/cm2) Lentur Tarik // Tekan Geser serat // serat // serat TS35 350 210 271 26 TS32 325 195 252 24 TS30 300 180 232 22 TS27 275 165 213 20 TS25 250 150 193 18 TS22 225 135 174 16 TS20 200 120 155 15 TS17 175 105 135 13 TS15 150 90 116 11 TS12 125 75 97 9 TS10 100 60 77 7 TS7 75 45 58 5 TS5 50 30 39 3 Sumber: SKI C-bo-010:1987 (1988). Kelas Mutu
Tekan ┴ serat 52 48 45 41 37 33 30 26 22 18 15 11 7
MoE ( X1000 kgf/cm2) 210 200 190 180 170 160 150 140 125 110 95 80 65
22
Sementara itu, Konsensus Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (RSNI, 2002) mencantumkan nilai desain yang disebut dengan Kuat Acuan Lentur yang dihitung melalui pengujian menggunakan beban tunggal di tengah bentang pada posisi flatwise. Tabel 9 menyajikan selengkapnya kode mutu dan nilai kuat acuan bagi desain terbaru tersebut. Tabel 9. Kuat Acuan (MPa) bagi Setiap Kelas Mutu Kayu Konstruksi menurut Konsensus Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (Pra-SNI) Kode mutu
Ew
Fb
Ft//
Fc//
E26 25000 66 60 46 E25 24000 62 58 45 E24 23000 59 56 45 E23 22000 56 53 42 E22 21000 54 50 41 E21 20000 52 47 40 E20 19000 47 44 39 E19 18000 44 42 37 E18 17000 42 39 35 E17 16000 38 36 34 E16 15000 35 33 33 E15 14000 32 31 31 E14 13000 30 28 30 E13 12000 27 25 28 E12 11000 23 22 27 E11 10000 20 19 25 E10 9000 18 17 24 Sumber: RSNI (2002). Keterangan: Ew = Modulus elastisitas lentur Fb = Kuat lentur Ft = Kuat tarik sejajar serat Fc = Kuat tekan sejajar serat Fv = Kuat geser sejajar serat Fc ┴ = Kuat tekan tegaklurus serat 1 MPa = 1,0197 x10 kgf/cm2
Fv//
Fc ┴
6.6 6.5 6.4 6.2 6.1 5.9 5.8 5.6 5.4 5.3 5.2 5.1 4.9 4.8 4.6 4.5 4.3
24 23 22 21 20 19 18 17 17 15 14 13 12 11 11 10 9
Nilai tegangan ijin menurut PKKI maupun SKI menggunakan format ASD (Allowable Stress Design), sedangkan dalam
SNI yang sedang dikembangkan di
Indonesia tersebut menganut format LRFD (Load and Resistance Factor Design) sehingga nilai desain bagi sifat kekuatan kayu harus ditetapkan dalam format baru. b. Pemilahan Kayu dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi Kayu memiliki variabilitas sangat tinggi akibat pengaruh sifat genetik dan faktor lingkungan selama pertumbuhannya. Variabilitas tersebut juga terbawa sampai pada sifat mekanik kayu yang dicirikan dua sifat penting yaitu MOE (modulus of elasticity) atau kekakuan lentur dan MOR (modulus of rupture) atau kekuatan lentur patah. Kekakuan lentur kayu konstruksi di pasaran kayu bangunan di Indonesia berkisar pada selang yang sangat lebar yaitu antara 30.000 – 260.000 kgf/cm2, dengan kata lain kekakuan lentur kayu tertinggi dapat mencapai 6 – 9 kali kekakuan lentur kayu terendah. Sementara itu, kekuatan kayu terkuat (MOR) yang mampu mencapai sekitar 1.200 kgf/cm2 bisa mencapai 11 – 13 kali dibanding yang terlemah (Surjokusumo dan Bahtiar, 2000).
23
Penetapan satu nilai kekuatan karakteristik untuk setiap jenis/kelompok jenis, secara ekonomis maupun sumberdaya sangat merugikan karena justifikasi kekuatan jauh di bawah kemampuan sebenarnya dari sebagian besar kayu. Tindakan ini menyebabkan penggunaan dimensi kayu untuk suatu beban tertentu menjadi lebih besar dibanding yang dibutuhkan, sehingga terjadi pemborosan sumberdaya. Karena itu pemilahan guna penentuan kelas mutu (grading) dikembangkan dengan mencari variable selain jenis sebagai dasar pengkelasan mutu. Variabel alternatif tersebut sekurang-kurangnya dapat diukur dengan mudah tanpa merusak kayu dan mempunyai korelasi yang tinggi dengan sifat kekuatan kayu. Berat jenis dan MOE memenuhi kedua syarat tersebut dengan baik. Menurut Gloss (1994) dalam Surjokusumo dan Bahtiar (2000), berat jenis berkorelasi dengan MOR sebesar 0,5 dan MOE sebesar 0,7-0,8. Penggunaan berat jenis dan MOE secara bersama-sama tidak dapat meningkatkan kemampuan pendugaan karena koefisien korelasinya tetap 0,7-0,8. Karena itu MOE diharapkan dapat digunakan sebagai variabel tunggal untuk menduga kekuatan kayu. Namun demikian, koreksi atas jenis tampaknya masih perlu dilakukan meski asumsi dasarnya MOE dapat menduga MOR secara regardless species. Untuk kemudahan dan alasan ekonomi, setiap potong kayu yang memiliki sifat mekanis serupa dipilah atau dikelompokkan dalam kelas yang disebut dengan kelas mutu (stress grades). Kelas mutu tersebut dicirikan oleh satu atau lebih standar penyortiran, sekumpulan sifat mekanis yang diijinkan untuk desain struktur dan sebuah nama kelas mutu yang khas. Sifat mekanis yang diijinkan tergantung pada standar penyortiran dan faktor tambahan yang tidak berkorelasi dengan standar penyortiran. Dalam pengkelasan mutu, sifat yang diperhatikan sebagai standar penyortiran adalah modulus elastisitas, kekuatan tekan, tarik dan geser
sejajar serat, kekuatan tekan tegaklurus serat dan
kekuatan lentur patah. Dalam perkembangannya, dewasa ini dikenal dua system pemilahan kayu yang dikenal dengan pemilahan visual dan pemilahan masinal. 1). Pemilahan visual Pemilahan visual merupakan metoda pemilahan yang paling tua. Metoda ini berdasar anggapan bahwa sifat kayu gergajian berbeda dari sifat kayu bebas cacat karena terdapat karakteristik pertumbuhan yang kasat mata yang berpengaruh terhadap sifat tersebut. Karakteristik pertumbuhan ini digunakan untuk menyortir kayu gergajian ke dalam
24
beberapa kelas mutu. Dengan demikian pemilahan visual didasarkan dua konsepsi penting yaitu: a. Kekuatan kayu konstruksi berbanding lurus dengan kekuatan jenis kayunya dalam keadaan bebas cacat. Kekuatan ini didapatkan dari pengujian contoh kecil bebas cacat. b. Reduksi kekuatan karena cacat kayu seperti miring serat dan lain-lain dinyatakan dalam rasio kekuatan yang menggambarkan besarnya pengaruh cacat tersebut. Dalam ASTM D-245(2008) karakteristik pertumbuhan yang dipergunakan sebagai standar penyortiran adalah miring serat, mata kayu, retak dan pecah, pingul dan seleksi berat jenisnya. Demikian pula dalam PKKI (1961) dan SII 0458-81 karakteristik pertumbuhan yang dipergunakan sebagai standar penyortiran adalah mata kayu, pingul, miring serat, reta, pecah dan berat jenis. Dalam SKI (1988) memanfaatkan mata kayu, pingul, miring serat, retak, pecah, lubang gerek dan cacat gabungan dalam peyortiran kelas mutu kayu A dan B. Meski demikian, pemilahan visual ini sulit dikembangkan karena tidak praktis, terlebih bagi kayu Indonesia yang beraneka ragam jenis dan kelompok jenis di pasaran. 2). Pemilahan masinal Sistem masinal mulai dipergunakan pada permulaan tahun 1960 serentak di Amerika Serikat, Inggris dan Australia, dan terus berkembang mengikuti perkembangan sistem teknologi.
Di Indonesia telah dikembangkan mesin pemilah mekanis yang murah dan
sederhana sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia, dan dikenal sebagai Mesin Pemilah Kayu Panter (Plank and Sorter). Pada dasarnya Panter menduga kekuatan kayu dengan cara mengukur defleksi untuk beban tertentu yang kemudian dikonversi dalam bentuk persamaan hubungan menjadi suatu nilai modulus elastisitas dan kekuatan lentur patahnya. Persamaan tersebut adalah
MOR = 109 + 0,00301 MOE-Panter
(Surjokusumo dan Bahtiar, 1999). 3). Format untuk menghitung kekuatan kayu Selanjutnya Surjokusumo dan Bahtiar (2000) menjelaskan dua cara yang dapat digunakan untuk mengukur tegangan yang diperkenankan pada kayu yaitu pengujian langsung dengan menghancurkan beberapa contoh uji, dan pengujian tidak langsung
25
dengan mengukur variabel sifat kayu yang berkorelasi erat dengan kekuatan kayu tanpa merusaknya (non destructive test). Ada dua format yang dikembangkan untuk menghitung kekuatan kayu yaitu ASD (Allowable Stress Design) dan LRFD (Load and Resistant Factor Design). a). Format ASD (Allowable Stress Design) Format ASD merupakan format konvensional yang sangat sederhana, diasumsikan tidak terdapat variabilitas beban sehingga setiap macam beban dianggap mempunyai pengaruh yang sama terhadap kayu. Dengan demikian tegangan ijin murni ditentukan oleh distribusi kekuatan kayu dan tidak ada distribusi beban. Konsep dasar yang berlaku dalam format ASD adalah: K d . F x ≥ D + L yang berarti beban hidup ditambah beban mati harus lebih kecil atau sama dengan tegangan ijin dikalikan dengan faktor lama pembebanan. Faktor lama pembebanan (K d ) dipilih 1,00 untuk lantai, 1,15 untuk beban salju dan 1,25 untuk atap tanpa salju. Nilai tersebut diperoleh dengan asumsi lama pembebanan selama 10 tahun. Sedangkan tegangan ijin (F x ) merupakan kekuatan karakteristik kayu yang telah direduksi dengan faktor keamanan sebagai faktor pengali, yakni sebesar 1/(2,1) untuk softwood dan 1/(2,3) untuk hardwood. Kekuatan karakteristik suatu jenis atau kelompok kayu merupakan 5% exclution limit terhadap distribusi populasinya. Pedoman SKI (1988) menerapkan metoda ini dan menyajikan tabel tegangan ijin kayu konstruksi yang telah dikelas-kelaskan dalam 13 kelas mutu kayu yang disebut dengan TS (Tegangan Serat). b). Format LRFD (Load and Resistant Factor Design) Format LRFD merupakan format yang praktis, sederhana dan siap pakai bagi masyarakat perkayuan di Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1999. Dasar penggunaan analisis keterandalan dalam menentukan faktor beban (load) dan daya tahan (resistance) untuk desain struktural mengacu pada suatu diagram keamanan struktur. Standar ASTM D 5457 (2008) mengijinkan dua cara perhitungan ketahanan referensi (reference resistance) yaitu dengan prosedur reliability normalization dan format conversion. Realibility normalization merupakan prosedur LRFD yang dapat menghitung keterandalan struktural dengan tepat, sedangkan format conversion hanya mengalikan tegangan ijin (allowable stress) dalam format ASD dengan faktor konversi sebesar 2,16/φ, karena itu format conversion tidak dapat menghitung keterandalan struktural dengan tepat.
26
c. Kayu Rekayasa Struktural (Structural Engineered Wood) Kayu struktural adalah kayu gergajian yang dapat digunakan untuk struktur bangunan. Dengan demikian kayu rekayasa struktural adalah semua material yang berbahan dasar kayu atau serat kayu yang diolah sedemikian rupa sehingga mampu menjadi bahan struktur bangunan. APA-EWA (2002) membagi kayu rekayasa struktural dalam beberapa kategori, antara lain panel struktural termasuk kayu lapis, OSB (oriented strand board) dan panel komposit, kemudian kayu lamina (glued laminated timber), SCL (structural composite lumber) termasuk di dalamnya LVL (laminated veneer lumber) serta balok I (I-joist). Sementara itu Smulski (1997) mencontohkan jenis produk komposit kayu yang termasuk dalam kayu rekayasa (engineered wood products) antara lain adalah kayu lamina (glulam), kayu lapis (plywood), sambungan kayu dengan plat baja, balok I (wood I-joist), OSB (oriented strand board), waferboard, LVL (laminated veneer lumber), PSL (parallel strand lumber) dan LSL (laminated strand lumber). Pembuatan balok komposit merupakan salah satu cara untuk mendapatkan bahan konstruksi dari kayu berdiameter kecil. Uji coba pembuatan produk ini antara lain dilakukan oleh Ginoga (1998). Hasil pengujian mutu kekuatan (strength grade) berdasarkan kekuatan lentur, balok komposit Akasia memenuhi standar JAS dan tergolong ke dalam E120-F330. Kekuatan geser rata-ratanya sebesar 24,35 kgf/cm2, kekuatan tekan sejajar 379,13 kgf/cm2 (kelas kuat II), sedangkan kekuatan delaminasinya belum memenuhi standar JAS. Pada pembuatan bilah sambung dan papan sambung, kayu Akasia berkualitas baik dibawah kualitas kayu pinus dan diatas kayu sukun dengan menggunakan sambungan menjari (Alamsyah dan Rahman, 2002). Pada balok susun, seringkali dimensi kayu tidak mencukupi kebutuhan sehingga beberapa balok harus disusun menjadi satu, dengan resiko terjadinya tegangan geser akibat gaya lintang pada balok tersebut, terutama bila balok tidak dilekatkan satu sama lain. Untuk melekatkan balok susun dapat digunakan baut, namun karena tegangan geser menimbulkan gaya geser maka bidang kontak antar balok susun harus diberi alat sambung yang mampu mendukung gaya geser tersebut. Alat sambung tersebut dapat berupa kokot (pasak) disertai baut yang hanya berfungsi sebagai pengikat (Hong dan Djokowahjono, 1994).
27
4. Sambungan Kayu dengan Pasak Sambungan kayu (timber connections) memerlukan alat sambung (connector) yang dibedakan atas alat sambung tradisional (traditional connector) dan alat sambung modern (cotemporer connector). Sambungan kayu berdasarkan alat sambung tradisional terbagi atas dua jenis yakni tipe sambungan pasak (shank joint, dowel type joint) dimana beban baik tegangan tekan atau tarik disalurkan dari kayu ke kayu lewat sepanjang sambungan. Contoh sambungan ini adalah pasak bulat (drift pin, dowel), baut (bolt), sekrup (screw) dan paku (nail). Tipe yang lain adalah sambungan luar (skin type connector) dimana beban ditransmisikan dari kayu ke sambungan terutama melalui geseran. Contohnya adalah pelat geser (shear plate) atau cincin belah (split ring). Dalam banyak kasus baut digunakan sebagai pelekap batang kayu yang digabungkan namun tidak ambil bagian dalam transmisi gaya, semata-mata hanya menjaga agar sambungan masih berada pada tempatnya atau batang kayu asli tidak merenggang akibat bekerjanya momen. Sementara itu metoda sambungan kotemporer menggunakan alat sambung glulam rivets, glued-in bolts dan glued-in rods (Madsen, 1992; Madsen, 2000). Pasak adalah benda yang dimasukkan sebagian pada bidang sambungan untuk memindahkan beban dari bagian yang satu kepada yang lain (Yap, 1984). Dalam PKKI (1961) dijelaskan bahwa pasak adalah alat penyambung yang dimasukkan ke dalam takikan dalam kayu dan yang dibebani tekanan dan geseran. Pasak dipasang dalam lubang yang mempunyai ukuran yang sama atau tidak ada kelonggaran, sehingga jika terjadi pengembangan dan penyusutan kayu, pasak dapat tetap dipertahankan dalam lubang. Oleh karena itu kadar air pasak harus sama dengan kadar air kayu pada saat pemasangan jika pasak terbuat dari kayu (Faherty dan Williamson, 1999). Sementara itu R-SNI (2002) mengharuskan diameter lubang penuntun untuk paku dan pasak tidak boleh melebihi 0,9 D untuk G > 0,6 dan 0,75 D untuk G≤ 0,6 dimana G adalah berat jenis dan D adalah diameter batang pasak atau paku. Sambungan dengan pasak kayu dapat berupa pasak persegi panjang, pasak bulat (silindrik, dowel) dan pasak Kubler (pasak bulat seperti cincin tebal dan berlubang kecil untuk pemasangan baut pengencang). Pasak kayu memiliki kelebihan dibanding baut, yaitu kayu mampu mendukung gaya yang besar, efisiensi lebih tinggi dan deformasi lebih kecil. Sambungan pasak bulat lebih baik daripada pasak persegi karena meski keduanya dibebani beban geseran dan desakan, pada pasak bulat tidak mengalami momen jungkit (Wiryomartono, 1977; Yap, 1984).
28
Sementara itu Perkins dan Suddarth (1958) menyebutkan keunggulan pasak sebagai alat sambung antara lain hasil sambungan yang kuat dan rigid (kaku) secara aksial, mudah dalam pengerjaan, merupakan sambungan yang paling kaku diantara semua sambungan mekanis meski lubang pasak telah longgar namun masih mampu bertahan. Penambahan konektor geser akan memberikan hasil yang lebih baik pada suatu sambungan yang terbebani gaya aksial yang cukup besar, konektor geser tersebut diletakkan diantara lapisan kayu tegak lurus arah gaya. Tahanan bidang geser akan lebih besar dibanding tanpa konektor geser (Williamson, et al. 2002). Meski demikian, konektor geser juga kemungkinan menderita kerusakan akibat gaya modulus geser antar serat yang disebut dengan rolling shear. Neuhaus dalam Fellmoser dan Blaß (2004) mencatat modulus rolling shear kayu spruce sebesar 48 N/mm² pada kadar air 9% melalui uji torsi, sementara Aicher et al. mencatat modulus rolling shear pada orientasi lingkaran tahun bidang lintang dengan menggunakan metoda elemen hingga menemukan nilai sebesar 50 N/mm² sampai dengan 200 N/mm²
(1
kgf/m2 = 9,80665 N/m2). Syarat dan cara perhitungan perencanaan dalam menggunakan pasak sebagai alat sambung telah tertuang dalam Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI, 1961) sebagai berikut: a. Pasak hanya boleh dibuat dari kayu keras (walikukun, kosambi, bengkirai, simantok, belangeran dan sebagainya), baja atau baja. b. Pasak kayu keras yang mempunyai tampang persegi empat panjang, memasangnya harus sedemikian sehingga seratnya terletak sejajar dengan serat batang kayu yang disambung. Antara masing-masing pasak, demikian pula antara pasak dan ujung kayu harus diberi pengencang dengan garis tengah minimum 12,7 mm (1/2”). c.
Jika dalam suatu sambungan dipergunakan alat penyambung yang khusus keluaran suatu pabrik, maka harus menggunakan daftar kekuatan yang dikeluarkan oleh pabrik yang bersangkutan atau oleh salah satu laboratorium yang resmi di Indonesia. Gambaran syarat peletakan baut sebagaimana PKKI (1961) pada arah gaya sejajar di
atas adalah sebagai Gambar 5 berikut:
29
2d
d
3d 2d
7d
6d
6d
Gambar 5. Peletakan Baut untuk Arah Gaya yang Sejajar dengan Arah Serat Kayu menurut PKKI (1961)
Pada konstruksi kayu adanya sambungan harus diperhatikan karena merupakan titik terlemah. Tidak seperti pada konstruksi baja dimana sambungan dapat melekat erat, pada sambungan kayu sering muncul slip (sesaran) yang besar sesuai dengan besarnya gaya yang didukungnya. Dengan demikian memperhitungkan kekuatan sambungan tidak hanya berdasar beban maksimum (beban patah) namun sampai pada kondisi sesaran mencapai 1,5 mm karena sesaran yang besar akan menimbulkan tegangan sekunder yang besar pula. Penentuan sesaran 1,5 mm tersebut diambil mengingat besarnya beban yang diijinkan adalah 1/3 beban maksimum atau beban patah, dan dalam penelitian sulit untuk mencapai gaya patah dimana pada titik tersebut sesarannya lebih dari satu mm. Demikian pula dalam perencanaan sambungan kayu dengan menggunakan alat sambung pasak, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah pengujian desak pasak kepada kayu. Dampak yang perlu diperhatikan adalah terjadinya sesaran akibat desakan pasak pada penampang kayu, dimana sesaran atau pergeseran yang terjadi tidak boleh lebih dari 1,5 mm. Dengan demikian beban yang diijinkan pada sambungan kayu tidak boleh melebihi nilai beban yang menyebabkan sesaran melebihi batas tersebut. Yap (1984) menjelaskan bahwa penggunaan pasak sebagai alat penyambung memiliki nilai 60% akibat pengurangan luas tampang, sementara sambungan dengan perekat dinilai 100% karena luas tampang tidak berkurang (dengan adanya perekat maka konstruksi kayu fiktif dianggap tanpa sambungan). Namun demikian sambungan pasak masih lebih tinggi nilainya dibanding sambungan paku (50%) ataupun sambungan baut (30%). Meski demikian pemanfaatan perekat dalam sambungan untuk tujuan konstruksi cukup berbahaya karena memungkinkan adanya keruntuhan secara tiba-tiba apabila terjadi pembebanan melampaui daya dukungnya. Jarak antar sambungan dengan arah gaya sejajar arah serat dan arah gaya tegak lurus serat yang tertera dalam PKKI (1961) dan R-SNI (2002) tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia adalah sebagai Tabel 10 berikut:
30 Tabel 10. Jarak Tepi, Ujung dan Spasi Pasak dalam Arah Gaya Sejajar dan Tegaklurus Serat menurut PKKI (1961) dan SNI (2002) Jenis Jarak PKKI(1961)
Dimensi minimum menurut R-SNI(2002)
Beban Sejajar Arah Serat Jarak Tepi 2d
Jarak Ujung Spasi
Dibebani : 7d dan ≥ 10 cm Tidak dibebani : 3,5d Arah gaya: 6d Tegaklurus gaya: 3d
Bila Im/D≤ 6: 1,5D Im/D>6: yang terbesar dari 1,5D atau 1/12 jarak antar baris alat pengencang tegaklurus serat Komponen Tarik: 7D Komponen Tekan: 4D Spasi dalam baris alat pengencang: 4D Jarak antar baris alat pengencang: 1,5D<127 mm
Beban Tegaklurus Arah Serat Jarak tepi Tepi yang dibebani: 5d Tepi tidak dibebani: 2d Jarak Ujung Spasi Arah gaya: 5d Arah tegaklurus gaya: 3d
Tepi yang dibebani: 4D Tepi tidak dibebani: 1,5D 4D Spasi dalam baris alat pengencang: < 127 mm Jarak antar baris alat pengencang: Im/D≤ 2: 2,5D 2
Penggunaan bambu sebagai alat pengencang lebih disebabkan oleh sifatnya yang lebih baik daripada alat sambung baja ataupun kayu. Sifat tersebut antara lain tidak menimbulkan noda akibat kondensasi logam, atau kepraktisan dalam pengolahan karena dapat diumpankan pada mesin perkayuan tanpa melepas alat sambungnya. Disamping itu, kemudahan dalam perolehan budidaya berdaur pendek (3 – 4 tahun) dengan sifat fisik dan mekanik yang tinggi. Sifat mekanik yang menonjol seperti elastisitas (2.200 N/mm2), kekuatan tarik (288,3 N/mm2), kekuatan tekan (82,8 N/mm2) serta kekuatan patah (71 N/mm2) merupakan cerminan kekuatan yang dimiliki bambu. Kelemahan bambu terletak pada kandungan zat pati (starch) yang tinggi, dan itu bisa diatasi dengan merendamnya dalam air mengalir selama 7 hari (Janssen, 1991; Gopar dan Subyakto, 2002; Inoue dan Mori, 2002). Sementara itu baja yang sering digunakan sebagai pasak pada sambungan kayu adalah baja bulat ataupun plat baja yang dipotong sesuai ukuran yang diperlukan. Pranata (2011) menguji kekuatan baut bulat diameter 12 mm dan memperoleh nilai kuat tarik sebesar 445,41 MPa dan kuat lentur sebesar 631,76 MPa pada tegangan leleh (tegangan pada batas proporsional).
31
5. Kayu Glulam (Glued Laminated Timber) dan Penggunaan Perekat pada Kayu a. Balok Glulam Menurut Standar ASTM D 3737-01b (2008), balok glulam merupakan suatu bahan yang direkat dari lembaran kayu yang terpilih, baik lurus ataupun lengkung dengan arah serat yang sejajar dengan sumbu. Sebagai bahan struktural, kayu glulam harus terdiri dari dua lapisan atau lebih dan ketebalan tiap lapisan minimum 1 atau 2 inci. Balok glulam merupakan engineered wood product yang tertua, digunakan sejak 1893 untuk suatu bangunan auditorium di Bassel, Swiss dengan hak paten yang disebut dengan system Hetzer dan menggunakan perekat interior. Meski demikian, kayu glulam pertama kali dibuat di laboratorium Forest Products di Madison, Wisconsin, oleh seorang imigran Jerman di Amerika pada tahun 1934. Pada saat perang dunia kedua, kayu glulam banyak digunakan oleh militer sebagai bahan bangunan militer, gudang dan hanggar. Di Amerika pada tahun 1950 sudah berdiri lusinan industri kayu glulam dan pada tahun 1990 mengekspornya ke Jepang (Moody dan Hernandez, 1997). Selanjutnya Moody dan Hernandez (1997) dan Anonim (1998a) mengemukakan kelebihan balok glulam antara lain: 1.
Ukuran, yaitu dengan diameter hasil tebangan yang relatif kecil dapat diperoleh kayu lamina dengan ukuran yang lebih besar dan dapat disesuaikan dengan ciri yang dimiliki seperti jenis, kerapatan, cacat dan kelas kualita.
2.
Bentuk, yaitu mampu menghasilkan bentuk bentang yang panjang untuk bangunan yang tidak memerlukan banyak tiang penyangga. Disamping itu dapat dihasilkan kreasi lengkung dan sebagainya yang tidak dapat dibuat dari kayu utuh. Dengan demikian keuntungan balok glulam bukan saja dari nilai strukturalnya, tetapi juga dari segi arsitektural dan keindahan alami bagi suatu seni interior.
3.
Melalui perlakuan pengeringan dengan tanur balok glulam mampu memberikan penampilan yang lebih baik yakni cacat pengeringan yang minimal, serta memberikan kekuatan yang bertambah karena kekuatan patah, kekakuan dan nilai tegangan ijinnya lebih tinggi. Pada kayu solid, sifat tersebut sering terbatas.
4.
Mampu menghasilkan luas tampang melintang yang bermacam-macam sesuai kebutuhan, misalkan pada bagian yang berhubungan dengan tiang penyangga dibuat lebih tebal.
32
5.
Penggunaan balok lamina berarti penghematan kayu berkualitas baik, karena kayu dengan kualitas rendah dapat dimanfaatkan sebagai lapisan tengah (core), disamping mampu memadukan berbagai campuran jenis kayu. Selain itu, peningkatan kekuatan kayu lamina dapat dilakukan dengan membuang bagian yang lemah serta menggabungkannya dengan lapisan yang berkekuatan lebih tinggi sehingga membentuk struktur yang memberikan efisiensi besar.
6.
Dibanding bahan struktur lainnya seperti baja atau beton, balok glulam lebih ramah lingkungan karena disamping dapat diperbaharui, konsumsi energi ketika tumbuh dan diproduksi lebih rendah serta mampu menjadi gudang karbon bagi kehidupan. Disamping itu balok glulam 20% lebih ringan dibanding dengan bahan baja, dan 600% lebih ringan dari beton (concrete). Selanjutnya Anonim (1998b) mengutarakan beberapa kelebihan balok glulam yaitu
lebih ekonomis, hemat energi, kuat, awet, tahan api dan lebih stabil dimensinya. Dikatakan lebih ekonomis karena memiliki rasio yang lebih tinggi antara kekuatan dan berat serta kekuatan dan harga, bila dibanding dengan bahan produk sejenis seperti baja terutama pada bentuk rangka (framing). Hemat energi karena bahan kayu lamina dapat dipakai sebagai bahan isolasi panas di musim dingin sehingga energi panas tetap dapat dipertahankan dalam ruang dan terhambat karena adanya dinding atau konstruksi berlapis-lapis, atau dapat ditempeli dengan bahan yang mampu mengefisienkan energi. Keawetan, kekuatan dan ketahanan kayu terhadap api serta kestabilan dimensi terutama disebabkan proses pembuatan kayu glulam yang telah melalui proses pemilihan bahan bebas cacat dan melalui proses pengeringan atau pengawetan sehingga cacat dapat tereliminasi. Bahkan produk FiRP (Fibre Reinforced Plastic Glulam), yaitu laminasi kombinasi serat kayu, strip kayu dan plastik, memiliki kekuatan 2 – 3 kali lebih besar dari lamina biasa. Meski terdapat banyak kelebihan, kayu glulam masih memiliki kelemahan antara lain (Houwink dan Salomon, 1967): 1.
Faktor ekonomis sering menjadi penghambat karena terdapat penambahan biaya atas harga perekat, investasi lahan dan peralatan kilang. Faktor ekonomi itu juga menjadi pertimbangan bila dihadapkan pada kayu solid, atau bahan sejenis seperti baja, aluminium dan beton.
33
2.
Proses perekatan memerlukan prosedur fabrikasi tertentu, berbeda dengan proses pengikatan kayu dengan paku atau pasak yang relatif lebih mudah.
3.
Balok glulam berukuran lebar dan terutama untuk lamina lengkung sulit dalam proses penanganan, pengangkutan dan dalam proses mendirikannya, yang terkadang menimbulkan kesulitan. Proses pembuatan kayu glulam meliputi empat proses yaitu:
1.
Pengeringan dan pengujian kualita, yaitu melalui pemilahan visual ataupun E-rating dengan kadar air 12% atau kadar air kesetimbangan (KAS) 15%.
2.
Penyambungan ujung kayu dengan metoda sambungan menjari (finger joint) karena dengan sambungan ini mampu mempertahankan tegangan tarik 75% kayu utuhnya.
3.
Pelaburan perekat pada permukaan laminasi.
4.
Finishing dan fabrikasi, yang pada perlakuan khusus dapat ditambahkan dengan upaya pengawetan dan perlindungan anti serap kelembaban dengan menambahkan creosot ataupun pentachlorophenol. Balok glulam banyak ditemukan pada aplikasi bagian fleksural, kolom, pelengkungan,
bagian rangka dan dek. Karena tingkat homogenitasnya yang dapat tercapai ketika balok glulam struktural berukuran besar, bagian struktur lamina dan produk-produknya mempunyai tegangan ijin lebih tinggi dan lebih kaku dibanding kayu gergajian. Balok glulam dibuat dari kayu yang telah dikeringtanurkan sehingga hampir tidak menunjukkan masalah dalam penyusutan dan timbulnya tegangan lanjutan seperti yang sering terjadi pada sambungan kayu-kayu gergajian. Curry (1955) memberikan saran bahwa untuk memperoleh balok glulam yang lebih kuat, seleksi terhadap cacat harus dilakukan sebelum lapisan dibuat, dan penyusunan kayu tersebut dilakukan sedemikian rupa sesuai dengan kekuatannya sehingga bagian terluar memiliki kekuatan yang tertinggi. Meski demikian Balfas (1995) menyatakan produk balok glulam memiliki kelemahan dalam kekuatan rekat antar lapisan. Dengan demikian pada saat kayu diberi beban, kerusakan akan lebih mudah terjadi karena adanya garis perekat di dalam kayu. Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan balok glulam Meranti merah (Shorea leprosula Miq.) memperoleh nilai kekuatan sejajar serat yang lebih tinggi
34
dibanding kayu utuh seperti tertera pada Tabel 11 berikut, sehingga berdasar sifat tersebut balok glulam mampu menggantikan kayu utuh. Tabel 11. Hasil Pengujian Sifat Mekanis Balok Glulam Meranti (Shorea leprosula Miq.)
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jumlah Lapisan Glulam Kayu Utuh Dua Lapis Tiga Lapis Empat Lapis Lima Lapis
Kekuatan Lentur (Kg/cm2) 624,31 727,32 556,74 651,84 452,37
Kekuatan Tekan (Kg/cm2) Sejajar Serat Tegaklurus Serat 280,82 55,20 302,59 54,40 355,11 57,23 341,46 64,13 329,42 67,13
Sumber: Sutigno dan Masano (1989).
b. Penggunaan Perekat pada Kayu Awal penggunaan perekat oleh manusia masih belum secara jelas diketahui. Juga belum jelas adanya kepastian mana yang lebih dahulu dilakukan orang untuk mempersatukan bahan, perekat ataukah penyambung metal seperti paku. Meski demikian, bukti sejarah menunjukkan penggunaan perekat telah dilakukan beberapa ribu tahun sebelum masehi. Para seniman kerajinan tangan atau peti kayu pada jaman Firaun berkuasa di Mesir menggunakan perekat dari kulit dan tulang binatang. Perekat sintetis dikenal mulai tahun 1920-an yang untuk selanjutnya berkembang dengan pesat menyisihkan perekat alami. Menurut Brown et al. (1952), perekat (adhesive) adalah bahan yang bersifat merekatkan dua bahan atau lebih menjadi satu dengan pengikatan permukaan dan bahan yang disatukan oleh perekat disebut dengan adheren. Sedangkan perekatan (adhesion) adalah proses pengikatan dua permukaan menjadi satu dengan adhesi mekanis dan adhesi spesifik. Adhesi mekanis disebabkan adanya perekat yang mengeras pada sambungan dan pori, sedang adhesi spesifik disebabkan kerja molekul atau atom antara perekat dengan permukaan kayu. Ruhendi (1986) menjelaskan bahwa perekat (adhesive) adalah suatu substansi yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan bahan sejenis ataupun tidak sejenis melalui ikatan permukaan. Perekat yang siap pakai bukanlah merupakan komponen tunggal, tetapi merupakan kombinasi dari dua atau lebih komponen binders, pelarut, katalis, pengeras, pengisi, extenders (penambah bahan), fortifiers (peningkatan kualitas seperti ketahanan api atau air) ataupun bahan pengawet. Perekat juga merupakan istilah umum bagi bahan lain seperti glue, mucilage (perekat dari getah dan air untuk perekat kertas), paste (komposisi perekat tertentu dengan konsisten plastis dibuat dari pati dan air yang dipanaskan sehingga menjalani gelatinasi dan dipertahankan dalam bentuk
35
pasta) dan cement (perekat dengan bahan dasar karet atau resin thermopalstik yang dilarutkan dalam pelarut organik). Kollmann et al. (1975) dan Cowd (1991) mengklasifikasikan perekat berdasarkan komponen utamanya ke dalam dua golongan besar, yaitu: a. Perekat alami (natural) antara lain seperti pati, perekat protein, shelak, getah, ter/aspal, natrium silikat dan sebagainya b. Perekat buatan (sintetic) yang dibagi dalam dua tipe dasar yaitu: 1). Perekat thermosetting (mengeras-bahang, yaitu sistem polimer yang dapat diawetkan dengan cara dipanasi) seperti urea, melamin, furan, phenol, epoxy dan polyester tidak jenuh. 2). Perekat thermoplastic (lentuk-bahang, yaitu polimer yang dapat dilunakkan dan dicetak dengan pemanasan) seperti selulosa ester dan eter, polyamida dan sebagainya. Jenis perekat perekat memang berpengaruh sangat besar pada hasil suatu perakatan. Perekat sintetis yang banyak dipergunakan dalam industri pengolahan kayu pada umumnya memiliki kekuatan dan ketahanan rekat yang tinggi, namun demikian kekuatan dan ketahanannya juga masih dipengaruhi oleh bentuk sambungan, permukaan bahan yang direkat, persiapan perekat, pelaburan, kondisi perekatan dan temperaturnya (Kollmann et al., 1975). Selanjutnya Brown et al. (1952) menyatakan bahwa beberapa aspek yang berhubungan dengan garis rekat (kampuh, glue line) pada perekatan kayu adalah sebagai berikut: a. Jumlah rantai ikatan Terdapat lima rantai ikatan perekat yang dapat terjadi pada perekatan dua permukaan kayu. Lima rantai tersebut terdiri atas satu rantai paling tengah yang merupakan kohesi perekat yang bergantung pada komponen kimia dan gaya kohesi tersebut dapat berkurang karena penggunaan ekstender yang berlebihan. Dua rantai yang berhubungan dengan rantai paling tengah tersebut adalah ikatan yang terbentuk antara perekat dengan permukaan yang direkat, sedangkan dua rantai yang terletak di ujung merupakan penjangkaran perekat ke kayu yang utamanya tergantung pada sifat permukaan kayu tersebut. b. Tahap perkembangan perekatan Perkembangan garis rekat terjadi dalam beberapa tahap yakni pengaliran, pemindahan, penembusan, pembasahan dan pemadatan. Pengaliran merupakan proses
36
perekat mengalir mendatar membentuk lapisan tipis seperti film, pemindahan merupakan proses perekat berpindah dari permukaan yang telah dilaburi perekat ke permukaan lain sedangkan penembusan adalah proses menembusnya perekat ke kedua permukaan kayu yang berhubungan. Proses selanjutnya adalah proses pembasahan yang merupakan proses membasahnya permukaan kayu oleh bahan perekat. Proses ini merupakan proses awal dari ikatan kimia dan yang mempengaruhi proses ini adalah kekentalan perekat, sifat kimia dari perekat dan keadaan permukaan kayu. Proses terakhir adalah pemadatan atau pengerasan, yaitu tahap akhir dari perkembangan garis rekat yang memadat menjadi bahan yang keras. Pemadatan perekat dapat terjadi karena pendinginan, reaksi kimia atau kombinasinya, dan terkadang berlangsung pada suhu tinggi. c. Pengaruh tekanan Tekanan diperlukan untuk meratakan perekat dan membentuk lapisan perekat yang tipis sehingga membuat terjadinya kontak antara lapisan tersebut dengan permukaan kayu. Tekanan juga membantu masuknya perekat ke dalam sel kayu. d. Karakter perubahan fisik perekat Berdasarkan pergerakan perekat antara saat dilabur hingga perekat berubah secara sempurna, hasil penyambungan dapat menghasilkan ikatan yang lemah (starved joint), tidak menjangkar (unchored), perekat lebih awal berubah (precure glue) atau ikatan yang menyatu (bonded joint). e. Pengaruh tebal garis perekat Ketebalan garis perekat ternyata tidak berhubungan dengan keteguhan rekat, namun garis rekat yang terlalu tebal atau terlalu tipis akan turut serta menurunkan keteguhan rekat. f.
Pengaruh dinding sel Kandungan lignin yang tinggi pada lamela tengah akan menyebabkan adhesi dan kohesi menurun karena lignin pada lamela tengah menghalangi terjadinya kontak antara dinding primer dari sel yang terpisah.
g. Pengaruh permukaan kayu yang direkat Permukaan yang halus dan rata akan menghasilkan keteguhan rekat yang lebih kuat dibandingkan permukaan yang kasar atau permukaan yang diketam dengan pisau yang tumpul atau bergerigi.
37
6. Pemadatan Kayu Pemadatan kayu untuk tujuan stabilisasi dimensi dapat dilakukan melalui impregnasi (densifying by impregnation) dan pemadatan dengan pengempaan (densifying by compression). Kalau yang pertama mengisi struktur rongga sel dengan berbagai zat yang menyebabkan struktur lebih padat, yang disebut kedua lebih bersifat modifikasi sifat kayu tanpa merusak struktur sel kayu (Stamm, 1964).
Pemadatan kayu dengan
pengempaan merupakan usaha meningkatkan mutu kayu dengan memberikan perlakuan kempa panas (thermo-mechanical), atau yang di Amerika dikenal dengan istilah staypack, yaitu pengempaan kayu tanpa adanya proses bahan kimia. Yano et al. (1996, 1997) dalam Yano (2000) menyatakan bahwa terdapat dua hal yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan kekuatan kayu yaitu kualitas dan kuantitas material dinding sel. Efek pemadatan adalah meningkatkan rasio dinding sel. Perubahan bentuk dinding sel tanpa merusakkannya merupakan hal penting yang harus diperhatikan guna mencapai kekuatan yang tinggi. Pemadatan kayu berfungsi sebagai upaya stabilisasi dimensi, disamping keseragaman dan peningkatan kekuatan.
Pemadatan akan berhasil lebih baik kalau
sebelumnya dilakukan perlakuan pendahuluan agar kayu bersifat plastis. Tujuan plastisasi adalah agar kayu lebih lunak sehingga mudah dibentuk, dipadatkan, mengurangi energi pembentukan dan mengurangi cacat akibat pengempaan. Perlakuan pendahuluan sebelum pemadatan meliputi perendaman, perebusan atau pengukusan. Pemadatan yang berhasil dilakukan pada kayu Agatis (Agathis loranthifolia) sampai 50% berlangsung pada suhu 125 – 175 0C selama 9-20 menit dengan perlakuan pendahuluan berupa pengukusan dan perebusan selama 1 – 2 jam, sedangkan waktu pencapaian pemadatan bambu adalah selama 3 menit dalam suhu 150 – 180 0C. (Nugroho dan Ando, 2001; Sulistyono, 2001). USDA (1999) menyatakan bahwa panas dan kelembaban akan membuat kayu lebih plastis dan lebih mudah dibentuk. Proses plastisasi yang dianjurkan adalah pengukusan dan perebusan kira-kira 15 menit tiap cm tebal kayu dengan kadar air 2025%. Untuk bahan yang lebih tebal dan kadar air lebih rendah diperlukan waktu pengukusan atau perebusan yang lebih lama, yaitu 30 menit tiap cm. Pemadatan juga mampu memperbaiki sifat kayu, seperti fleksural (MOE, MOR dan tegangan pada batas proporsi), kekuatan tekan, tarik, geser, kekauan dan kekuatan pukul rata-rata lebih besar dari 150%.
38
Penelitian Murhofiq (2000) membuktikan bahwa pemadatan kayu sengon dan agathis hingga tebal 50% meningkatkan kerapatan dan sifat mekanis bahan yang dihasilkan hingga mencapai 300% untuk kekerasan ujung dan daya dukung baut, sedang Rilatupa dalam Sulistyono (2001) mencapai hasil 100 – 246% untuk perlakuan yang sama. Navi et al. (1999) dalam Ayina et al. (2000) menyatakan bahwa kayu terpadatkan dapat menggantikan kayu solid dalam teknik sipil untuk berbagai kegunaan. Tomme et al. (1998) meneliti sifat mekanis dan higroskopis kayu terpadatkan jenis beech dan spruce. Hasilnya terjadi peningkatan dari 0,67 gr/cm3 dan 0,43 gr/cm3 menjadi 1,27 gr/cm3 dan 1,3 gr/cm3 pada temperatur 140 0C dan 150 0C. kekuatan geser meningkat 10 kali dan kekerasan serta stabilitas dimensi meningkat secara signifikan. Killmann dan Koh (1988) melakukan penelitian pendahuluan tentang pemadatan kayu sawit. Plastisasi dilakukan dengan merendam kayu sawit dalam larutan amonia selama 24 jam. Hasilnya terjadi pengurangan tebal sebesar 10 – 15% dari tebal awal nominal, dengan kerapatan meningkat hingga 165%, dan peningkatan tertinggi terjadi pada kayu berkerapatan rendah. Tekanan, waktu dan temperatur kempa merupakan faktor yang berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Untuk mendapatkan bahan yang mempunyai springback rendah, diperlukan perlakuan setelah proses pengempaan selesai (post-treatment), misalnya proses pemanasan (thermo-mechanical) hydro-mechanical) (Navi et al., 2000).
atau proses hidro-panas (thermal-
39
III.
METODA PENELITIAN
1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Panel dan Komposit Kayu serta Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu), dan Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Lembaga Penelitian Hasil Hutan Bogor. Penelitian di laboratorium dilaksanakan sejak Desember 2009. 2. Alat dan Bahan Alat dan bahan penelitian adalah sebagaimana Tabel 12 berikut. Tabel 12. Alat, Bahan dan Wujud Sampel Penelitian Jenis Alat Penelitian
Bahan Penelitian
Wujud Benda Uji
Penelitian Pendukung (sifat dasar ckbc dan full scale) Sarana pembuat sampel: Band saw, circular saw, planer,cut off saw, pensil dan meteran. Sarana uji sampel: Oven, caliper, electrical balance, bak rendaman, Moisture-meter, Universal Testing Machine Amsler, UTM Shimidzu, deflectometer, Panter MPK-5, NDT Sylvatest Duo, alat hitung dan alat tulis. Dolok kayu mangium umur 17 tahun,
Berbagai sample uji sifat dasar dalam bentuk small clear specimen dan full scale sample
Sasaran Penelitian ( Sambungan tampang dua berpasak penahan geser) Sarana pembuat sampel: Band saw, circular saw, planer, cut off saw, dowel machine, bor kayu, peralatan pemadatan, pensil dan meteran. Sarana uji sampel: Oven, caliper, electrical balance, Moisture-meter, UTM Baldwin, deflectometer, torquemeter, alat hitung dan alat tulis.
Dolok kayu mangium umur 17 tahun, kayu ulin, baja bulat panjang 8 cm dan diameter 20 mm, baja segi empat 2x2x8 cm, perekat epoxy, pasak kayu bulat dan segi empat mangium, pasak kayu bulat dan segi empat mangium yang dipadatkan, baut pengencang, klam pengencang da pengencang bambu. Sambungan tampang dua dengan alat sambung perekat dan pasak yang terdiri atas pasak bulat dan pasak segi empat kayu sejenis, pasak dipadatkan, pengencang plat klam, bambu dan baut berulir. Balok susun mangium dengan pasak geser terbaik dari penelitian sambungan.
Bahan penelitian kayu mangium diperoleh dengan cara menebang langsung di areal HPH-HTI PT ITCI Hutani Manunggal (IHM) di Kenangan, Balikpapan Seberang. Lokasi tebang pada petak 1519/1520,
Jalan 1500,
merupakan tegakan dengan
provenance Queensland yang ditanam menurut jadwal RKT 1987/1988.
Dari hutan
kemudian kayu dibawa ke industri penggergajian swasta guna dirajang menjadi balok sesuai ukuran yang ditentukan. Dari lokasi penggergajian kemudian diangkut ke fasilitas pengeringan kayu (dry kiln) di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda sehingga didapat kadar air sekitar 15%.
40
Pengangkutan kayu ke Bogor dilakukan melalui jasa ekspedisi, sedangkan pembuatan pasak bulat dilakukan di industri pengolahan kayu PT Era Sumpindo Sejati di Cikupa, Tangerang. Penelitian juga memerlukan kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) sebagai jenis pasak lainnya yang diperoleh dari tempat penjualan kayu di Samarinda. Bambu jenis Andong dari wilayah Bogor juga digunakan sebagai pengencang sambungan selain baut, plat klam dan perekat epoxy. Baut dan mur merk Eyebrand produksi PT Timur Megah Steel Tangerang, pasak baja bulat dan segi empat dibuat di PT Putra Sathya Jakarta, sedangkan plat klam dan perekat epoxy (merk Milan, komposisi resin : hardener = 1:1) diperoleh dari pusat perdagangan peralatan teknik di Glodok, Jakarta. 3. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data penelitian adalah seperti Tabel 13 berikut: Tabel 13. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis Pengujian
Ukuran (cm)
Jumlah Sampel
Keterangan
2,5 x 2,5 x 2,5 2,5 x 2,5 x 2,5 2,5 x 2,5 x 2,5 2,5 x 2,5 x 5 2,5 x 2,5 x 10 2,5 x 2,5 x 41 2,5 x 2,5 x 41 5x5x5 2,5 x 2,5 x 46 5x5x5 2,5 x 2,5 x 10 2,5 x 2,5 x 5
90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs 90 pcs
Berasal dari 4 sisix 3 bagian batang x 8 pohon = 96 pcs, 6 diantaranya sebagai cadangan
6 x 12 x 260 6 x 12 x 260 6 x 12 x 260 2,5 x 2,5 x 41 Uji mekanis Shimadzu 6 x 12 x 260 3. Pengujian Sambungan Double Shear Bentuk, jumlah dan Variasi jenis pasak (pengencang: baut)
60 pcs 60 pcs 60 pcs 90 pcs 60 pcs
1. Sifat Dasar Kadar Air Berat Jenis Kerapatan Penyusutan radial Penyusutan tangensial Modulus Patah Modulus elastisitas Kekuatan geser sejajar K. Tarik sejajar serat K. tarik tegaklurus serat K. Tekan sejajar serat Kekerasan 2. Sifat Rekayasa Pemilahan Visual Pemilahan Panter NDT Sylvatest Duo
Jenis pengencang dan jumlah pasak 4.Pengujian Balok Susun Balok susun pasak bulat Balok susun pasak segiempat
96 unit
Variasi
64 unit
8x14x260
2 unit
8x14x260
2 unit
4 ulangan x 2 bentuk pasak (bulat dan segiempat) x 3 jumlah pasak (sepasang, dua dan tiga pasang) x 4 jenis pasak (sejenis, densifikasi, ulin, baja) 4 ulangan x 4 pengencang (baut, bambu, plat, perekat) x 4 jumlah pasak (tanpa pasak, sepasang, dua dan tiga pasang) Tiap unit terdiri 3 lapisan ketebalan 4, 6 dan 4 cm.
41
4. Teknik Pembuatan Sampel Penelitian a. Proses Penebangan Pembuatan sampel penelitian mengikuti petunjuk Gambar 6 sebagai berikut:
Small clear specimen LA
A D
Solid
B
DA
` 6x12x300cm C LT Langkah 2
3m
DB 5x8x300cm
LB 0,5 m Langkah 1 Langkah 3
Gambar 6.a.: Penyiapan sampel untuk Penelitian Pendukung (small clear specimen dan full scale) Langkah 1:
Batang dibagi dalam 2 dolok sepanjang 3 m untuk uji rekayasa full scale (DB dan DA = Dolok Bawah dan Dolok Atas), dan 3 lempengan sepanjang 0,5 m untuk uji sifat dasar berbentuk Contoh Kecil Bebas Cacat (CKBC = small clear specimen) (LB, LT dan LA = Lempeng Bawah, Tengah dan Atas). Dihindari bagian kayu yang mengandung gubal, kayu tarik dan tekan serta juvenile wood. Langkah 2:
Tiap lempengan dibagi atas 4 bagian: - A untuk sampel sifat fisis (kadar air, berat jenis, kerapatan dan penyusutan) - B dan C untuk modulus of rupture (MoR) dan modulus of elasticity (MoE), kekuatan tarik sejajar serat dan kekuatan tekan sejajar. - D untuk kekuatan geser, kekuatan tarik tegaklurus dan untuk kekerasan. - Bentuk dan ukuran sampel sesuai Gambar 5, sedangkan jumlah sampel sesuai Tabel 13. Langkah 3:
Tiap dolok diolah menjadi balok berukuran 6 x 12 x 300 cm, kaso ukuran 5 x 8 x 300 cm rekayasa struktural (full scale) dan untuk bahan sambungan kayu.
untuk uji
42
Langkah 2 Pasak segi empat
Dowel Baut pengencang, mur dan cincin Langkah 1 Akasia mangium Langkah 3-8 Gambar 6.b.: Penyiapan sampel untuk Sambungan Tampang Dua dengan Berbagai Jenis dan Perlakuan Pasak Langkah 1:
Batang Akasia dipilih yang silindris, lurus, bebas cabang dan cacat, ditebang kemudian dibagi dalam tiga bagian batang. Langkah 2:
Tiap bagian batang diolah menjadi balok ukuran 6 x 12 cm dan 5 x 8 cm dan kemudian dipersiapkan menjadi bahan sambungan dengan panjang 20, 28, dan 36 cm, serta dipersiapkan menjadi pasak. Dihindari bagian yang mengandung gubal, kayu tekan atau tarik dan juvenil wood. Langkah 3:
Kayu yang sejenis diolah menjadi pasak bulat dan pasak segi empat. Sambungan dengan dua jenis bentuk pasak tanpa perlakuan dirakit dengan jumlah sesuai Tabel 13. Langkah 4:
Kayu sejenis dipadatkan untuk persiapan pasak bulat dan pasak segi empat terpadatkan. Sambungan dengan dua jenis bentuk pasak yang terpadatkan dirakit dengan jumlah sesuai Tabel 13. Langkah 5:
Kayu ulin dibuat pasak bulat dan pasak segi empat. Sambungan dengan dua jenis bentuk pasak ulin dirakit dengan jumlah sesuai Tabel 13. Langkah 6:
Baja bulat diameter 2 cm dan plat baja setebal 2 cm dibuat menjadi pasak bulat dan pasak segi empat. Sambungan dengan dua jenis bentuk pasak baja dirakit dengan jumlah sesuai Tabel 13. Langkah 7:
Bambu dan plat klam dipersiapkan sebagai pengencang. pengencang bambu atau klam sesuai Tabel 13.
Sambungan
kemudian dirakit dengan
Langkah 8:
Sampel sambungan kayu sistem laminasi menggunakan perekat epoxy dirakit sesuai Tabel 13.
43
b. Pembuatan Sampel Sifat Dasar Pengolahan sampel contoh kecil bebas cacat (CKBC) untuk sifat dasar adalah sesuai Standar ASTM D 143(2008), secondary method khususnya bagi contoh uji kadar air, berat jenis, kerapatan, kekuatan tekan sejajar serat dan kekuatan lentur statis, seperti Gambar 7 berikut:
a. KA, BJ dan kerapatan ( 2,5 x 2,5 x 2,5 cm)
b. Kekuatan tekan sejajar serat (2,5 x 2,5 x 10 cm)
d. Kekuatan geser sejajar serat
c. MOR dan MOE ( 2,5 x 2,5 x 41 cm), jarak sangga 36 cm
e. Kekuatan tarik tegak lurus serat
f. kekuatan tarik sejajar serat Gambar 7. a-f: Contoh Kecil Bebas Cacat Berdasar ASTM D-143(2008)
44
c. Pembuatan Pasak dan Contoh Uji Sambungan Kayu 1). Pasak kayu sejenis (mangium) dan pasak kayu ulin Kayu mangium hasil pemotongan balok seperti pada Gambar
6.b. dibuat pasak
dengan menggunakan mesin dowel sehingga menghasilkan batang pasak bulat (driftpin, mirip gagang sapu) dengan diameter 20 mm dan panjang 80 mm sesuai dengan ukuran lebar komponen sambungan kayu. Dibuat juga pasak segi empat berukuran 20 x 20 x 80 mm dengan menggunakan circular saw. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk mendapatkan pasak kayu ulin. 2). Pasak kayu sejenis densifikasi Kayu mangium hasil potongan balok ukuran 6 x 12 x 300 cm seperti Gambar 6.b. kemudian dijadikan ukuran menjadi 4 x 10 x 30 cm. Potongan kemudian dioven pada suhu berturut-turut 500C selama 30 menit, 1000C selama 30 menit dan 1500C selama 1 jam. Potongan kayu kemudian dipadatkan (densifikasi) dengan menggunakan kempa panas pada suhu 1700C selama 15 menit dengan tekanan sebesar 90 ton. Setelah menjadi kayu padat potongan kayu didiamkan selama satu minggu dalam kondisi kering udara, kemudian dibuat pasak bulat dan pasak segi empat. 3). Pasak baja Pasak baja bulat dibuat dari potongan baja bulat berdiameter 20 mm yang dipotongpotong sepanjang 80 mm, sedangkan pasak baja segi empat dibuat dari memotong plat baja berketebalan 20 mm menjadi ukuran 20 x 20 x 80 mm. 4). Pengencang baut Baut St 37 diameter ½ inch (12,7 mm) panjang 6 inch (152,4 mm) lengkap dengan cincin dan mur dipersiapkan sebagai bahan pengencang sambungan kayu. 5). Pengencang bambu Bambu diolah menjadi batang bulat dengan menggunakan pisau cutter dengan ukuran panjang dan diameter sama dengan pengencang baut. 6). Pembuatan contoh uji sambungan kayu Sambungan tampang dua dibuat dari tiga potongan kayu seperti pada Gambar 6.b. Ukuran komponen sambungan adalah sebagai Gambar 8.a. sampai dengan 8.f. Lubang pasak pada komponen sambungan dengan pasak bulat dibuat dengan mesin bor dengan mata bor yang ukurannya lebih kecil dari besarnya pasak, dengan maksud agar lubang pasak dapat memegang pasak secara kuat, tidak longgar, tetapi juga tidak kekecilan. Demikian pula lubang pasak pada bentuk pasak segi empat, ukuran lubang harus dapat memegang pasak sehingga tidak terjadi kelonggaran. Lubang pengencang
45
dibuat dengan ukuran lebih besar dari diameter pengencang dengan maksud agar pengencang tidak ikut berfungsi sebagai pasak pada saat pasak bekerja. Diameter lubang pengencang adalah 15 mm.
Pada saat perakitan sambungan, baut
dikencangkan dengan torquemeter yang diatur pada kekuatan 10 footpounds (1,4 kilogram meter), dan antar komponen balok sambungan harus masih terdapat celah sangat tipis. 7). Pembuatan contoh uji sambungan berperekat Contoh uji sambungan berperekat (tanpa pasak dan tanpa pengencang) dibuat dengan merekatkan ketiga komponen bahan kayu sambungan dengan merubah fungsi laminasi mekanis menjadi laminasi berperekat. Perekat epoxy diratakan di tiap permukaan yang akan direkat dengan menggunakan kepek (Japan Spachtel), kemudian dikempa dengan klam berpengencang manual selama 24 jam. Bentuk sambungan tampang dua mengikuti pedoman PKKI (1961) dan R-SNI (2002) yang dapat digambarkan sebagai Gambar 8.a. sampai dengan 8.f. berikut: 60x80 40x80
40 40x80
40
80
80 80 80
Pasak: Ø = 20 mm, l:80 mm Pengencang: Ø = ½” = 12,7 mm, l = 6” = 152,4 mm Lubang pengencang: Ø = D+1,6=14,3 mm Jarak tepi: lm/D≤6 → 80/20≤6 min. 1,5D → diambil 2D = 40mm Jarak ujung, komp. tekan: 4D = 4x20 = 80 mm Jarak antar baris: 1,5D<127mm diambil 3D = 60 mm
40
Gambar 8.a. Model dan Ukuran (mm) Komponen Sambungan dengan Dua Pasak Dua Pengencang 60x80
40
40x80
40 40x80 80
80 80 80 80
Pasak: Ø = 20 mm, l:80 mm Pengencang: Ø = ½” = 12,7 mm, l = 6” = 152,4 mm Lubang pengencang: Ø = D+1,6=14,3 mm Jarak tepi: lm/D≤6 → 80/20≤6 min. 1,5D → diambil 2D = 40mm Jarak ujung, komp. tekan: 4D = 4x20 = 80 mm Jarak antar baris: 1,5D<127mm diambil 3D = 60 mm Spasi dalam baris: 4D = 4x20 = 80 mm
80 40
Gambar 8.b. Model dan Ukuran (mm) Komponen Sambungan dengan Empat Pasak Tiga Pengencang
46
60x80
40
40x80
40
40x80 80
80
Pasak: Ø = 20 mm, l:80 mm Pengencang: Ø = ½” = 12,7 mm, l = 6” = 152,4 mm Lubang pengencang: Ø = D+1,6=14,3 mm
80
80 80
80
Jarak tepi: lm/D≤6 → 80/20≤6 min. 1,5D → diambil 2D = 40mm Jarak ujung, komp. tekan: 4D = 4x20 = 80 mm Jarak antar baris: 1,5D<127mm diambil 3D = 60 mm Spasi dalam baris: 4D = 4x20 = 80 mm
80 80
40
Gambar 8.c. Model dan Ukuran (mm) Komponen Sambungan dengan Enam Pasak Empat Pengencang
60x80
40
40x80
40 40x80 80
80
Pasak: 20x20x80 mm Pengencang: Ø = ½” = 12,7 mm, l = 6” = 152,4 mm Lubang pengencang: 20x20x80mm
80 80 80
80
Jarak tepi: lm/h≤6 → 80/20≤6 min. 1,5b→ diambil 2b = 40mm Jarak ujung, komp. tekan: 4h = 4x20 = 80 mm Jarak antar baris: 1,5h<127mm diambil 3h = 60 mm Spasi dalam baris: 4h = 4x20 = 80 mm
80 80
40
Gambar 8.d. Model dan Ukuran (mm) Komponen Sambungan dengan Enam Pasak Segi Empat dengan Empat Pengencang
47
60x80
40x80
Tanpa pasak Tanpa pengencang Perekat epoxy, komposisi 100/100 Berat labur 0,03 gr/cm2
40 40x80 160, 240, dan 320
40
Gambar 8.e. Model dan Ukuran (mm) Komponen Sambungan Berperekat
60x80
40x80
40 40x80
40
80
Tanpa pasak Pengencang: baut, bambu, plat klam Lubang pengencang: Ø = D+1,6=14,3 mm Posisi sama dengan sambungan berpasak
80 80 80 40
Gambar 8.f. Model dan Ukuran (mm) Komponen Sambungan hanya dengan Pengencang
5. Metoda Analisis Data Metoda analisis data untuk hasil penelitian adalah sebagai berikut: a. Metoda Uji Sample Contoh uji yang telah dibuat kemudian diuji dengan metoda pengujian sebagai berikut: 1). Pengujian sifat fisis dan mekanis contoh kecil bebas cacat Pengujian sifat fisis dan mekanis contoh kecil bebas cacat menggunakan rumus yang tercantum dalam Standar ASTM D-143 (2008), meliputi beberapa sifat sebagai berikut: a). Rumus Kadar Air, Kerapatan, Berat Jenis, Pengembangan dan Penyusutan Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal. Volume contoh uji diukur dengan mengalikan sisi panjang, lebar dan tebal yang didapat dengan pengukuran dengan kaliper. Contoh uji kemudian dimasukkan dalam oven bersuhu (103 ± 2)0C sampai beratnya konstan (biasanya diperoleh setelah pengeringan dalam oven selama 24 jam),
48
dan
kadar air (KA, moisture content), kerapatan (density) dan berat jenis (specific
gravity) dihitung dengan rumus berikut: KA KU = (B KU – B KT )/B KT * 100% Kerapatan normal = B KU /V KU (gr/cm3) Kerapatan absolute = B KT /V KT (gr/cm3) Berat Jenis = (B KT /V KU )/( WW /V W ) Pengembangan maksimum = l w - lo x 100% lo Penyusutan maksimum = l n - lo x 100% ln Dimana: B KT = berat kering tanur B KU = berat kering udara V KU = volume kering udara V KT = volume kering tanur W W /V W = berat/volume air pada suhu 4,40C = 1 lw = panjang sampel kondisi jenuh air (direndam dalam air 36 jam) = panjang sampel kondisi kering tanur lo ln = panjang sampel kondisi kering udara b). Kekuatan Lentur Statis Pengujian dengan Universal Testing Machine (UTM) Instron® dengan jarak bentang 36 cm dan beban diberikan di tengah bentang contoh uji (center loading). Data yang diperoleh berupa beban dan defleksi yang terjadi. Beban maksimum diperoleh sampai mengalami kerusakan, dan dari hasil pengujian ini dapat ditentukan besarnya modulus elastisitas (MoE) dan modulus patah (MoR), dengan menggunakan rumus: MoE = (∆P L3) / (4 ∆Y.b.h3) MoR = (3PL) / (2bh2) Dimana:
MoE MoR ∆P L b h ∆Y P
(kgf/cm2) (kgf/cm2)
= modulus elastisitas = modulus patah = selisih beban dalam daerah elastis (kgf) = jarak sangga (cm) = tebal (jarak horizontal) penampang contoh uji (cm) = tinggi (jarak vertikal) penampang contoh uji (cm) = simpangan (defleksi) pada beban ∆P (cm) = beban maksimum (kgf)
c). Kekerasan sisi Pengujian kekerasan sisi dilakukan dengan cara memasukkan setengah bola baja dengan diameter 0,444 inch dan luas penampang tekan 1 cm2 ke dalam benda uji sedalam 0,222 in. Pengujian kekerasan sisi ini dilakukan pada dua permukaan, lalu nilainya dirataratakan. Nilai kekerasan sisi dihitung dengan rumus:
49
H = P/A Dimana:
H = kekerasan sisi (kgf/cm2) P = beban (kgf) A = luas penampang bola (1 cm2)
d). Kekuatan tekan sejajar serat Pengujian tekan sejajar serat dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat dengan keduduka n contoh uji vertikal, dengan pemberian beban berlahanlahan sampai contoh uji mengalami kerusakan dan beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji. Nilai
kekuatan tekan sejajar serat
dihitung dengan rumus:
σ tk = Pmaks/A Dimana:
σ tk
= kekuatan tekan sejajar serat maksimum (kgf/cm2) P maks = beban maksimum (kgf) A = luas penampang (cm2)
e). Kekuatan Geser Sejajar Serat Pengujian kekuatan geser sejajar serat dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat dengan kedudukan contoh uji vertikal. Pembebanan secara perlahan sampai terjadi kerusakan contoh uji, dan nilai kekuatan geser sejajar serat diperoleh dengan rumus: τ Dimana:
s//
= P maks/A
τ s// = kekuatan geser sejajar serat maksimum (kgf/cm2) P maks = beban maksimum (kgf) A =luas penampang bidang geseran (cm2)
f). Kekuatan Tarik sejajar serat dan tegak lurus serat Pengujian kekuatan tarik sejajar serat dilakukan dengan menarik benda uji pada kedua sisinya sampai benda uji putus. Nilai kekuatan tarik dihitung dengan rumus:
σ tr = P maks/A Dimana:
σ tr
= kekuatan tarik sejajar serat atau tegak lurus serat (kgf/cm2) P maks = beban maksimum (kgf) A = luas penampang bidang putus (cm2)
50
2). Pengujian sifat rekayasa a). Pengujian kayu secara visual dan mekanis ukuran pemakaian (full scale) Pengujian menggunakan dua metoda, yaitu menentukan tegangan ijin lentur melalui pemilahan secara visual (VSG, Visual Stress Grading) dan penentuan tegangan ijin lentur secara masinal (MSR, Mechanical Stress Rating). Secara visual dilakukan dengan pengukuran dimensi, pengamatan cacat kayu, pengukuran kadar air dan penimbangan kayu, lalu ditentukan kelas mutunya berdasarkan NI-5 PKKI 1961. Pengujian secara masinal menggunakan mesin pemilah Panter MPK-5 dengan cara meletakkan kayu di atas mesin tersebut. Kayu kemudian diberi beban awal, lalu dicatat defleksinya. Setelah itu beban ditambahkan dan diukur defleksi yang terjadi. Dengan menggunakan data tersebut dapat ditentukan MOE dengan rumus (SKI C-bo010-1987): MOE P = [(PL3)/4 ∆ybh3)]* fk Sedangkan nilai MOR dapat diperoleh dari nilai MOE Panter dengan menggunakan nilai regresi: MOR P = 9,43 + 0,0036 MoE Dimana:
MOE P = modulus elastisitas Panter (kgf/cm2) MOR P = kekuatan lentur maksimum(patah) Panter (kgf/cm2) P = beban standar (kgf) L = panjang bentang (jarak sangga) (cm) ∆y = defleksi atau lenturan akibat beban standar (cm) b = lebar penampang kayu (cm) h = tebal atau tinggi penampang kayu (cm) fk = faktor koreksi
Selanjutnya perolehan nilai kekuatan kayu dikalikan dengan faktor keamanan sebesar 1/(2,3) sehingga dapat ditemukan nilai tegangan ijin kayu mangium menurut versi ASD (Allowable Stress Design). Untuk lebih membuktikan nilai sifat mekanisnya, setelah diuji dengan mesin Panter MPK-5, kayu kemudian diuji sifat mekanisnya berdasarkan Standar ASTM D-198 (2008) pada mesin UTM Shimadzu
dengan jarak sangga 240 cm dan dengan metoda
two point loading seperti pada Gambar 9 dan rumus perhitungan sebagai berikut:
51
Gambar 9. Peletakan beban dalam pengujian Third Point Loading
MOE S = (23/108) * [(∆PL3) / (∆Ybh3)] MOR S = (PL) / (bh2) Dimana:
(kgf/cm2) (kgf/cm2)
MOE S = modulus elastisitas Shimadzu MOR S = modulus patah Shimadzu ∆P = selisih beban dalam daerah elastis (kgf) L = jarak sangga (cm) b = tebal (jarak horizontal) penampang contoh uji (cm) h = tinggi (jarak vertikal) penampang contoh uji (cm) ∆Y = simpangan (defleksi) pada beban ∆P (cm) P = beban pada saat kayu rusak (kgf)
Penentuan kekuatan kayu mangium sebagai kayu konstruksi dalam format LRFD (Load and Resistance Factor Design) dihitung dengan prosedur realibility normalization dengan standar ASTM D-5457 (2008): Rn = Rp x Ω x KR Dimana: Rn = Reference resistance (tahanan referensi) Rp = nilai dugaan persentil ke-p dari distribusi material Ω = data confident factor KR = reliability normalization factor Dari beberapa perhitungan yang dilakukan di atas akan diperoleh kekuatan karakteristik, tegangan ijin lentur, kelas mutu, tahanan referensi dan nilai ataupun kelas kekuatan lainnya sesuai dengan pedoman yang dipergunakan. b). Pengujian non destruktif ckbc dan balok Pengujian non destruktif dilakukan terhadap contoh uji berbentuk ckbc dan balok dengan cara uji kekakuan dinamis (MoE D ) secara non destruktif menggunakan alat NDT Sylvatest-Duo (frekuensi = 22 kHz). Alat tersebut mempunyai dua transducer gelombang ultrasonik (berfungsi sebagai transmitter dan receiver) yang masing-masing ditancapkan di kedua ujung kayu yang diuji sampai kecepatan gelombang dapat terbaca pada panel alat (dalam mikrodetik). Pada sortimen ckbc pengukuran diulang 3 kali pada titik yang
52
sama, sedangkan pada sortimen balok pengukuran dilakukan masing-masing 3 kali pada 3 titik di kedua ujung, dan data yang digunakan adalah rataan dari ulangan tersebut. Penghitungan nilai kekuatan secara non destruktif dirumuskan sebagai berikut (Christoffel dalam Karlinasari, 2005): MoEd = (ρ/g) * Vus2 dimana:
MoEd = modulus elastisitas dinamis (kgf/cm2) ρ = kerapatan(gr/cm3) g = konstanta gravitasi (9,81 m/detik2) Vus = kecepatan gelombang ultrasonik (m/detik)
3). Pengujian sambungan kayu Pengujian sambungan kayu menggunakan mesin UTM Baldwin dengan posisi seperti pada Gambar 10. Piston akan menekan sambungan dan slip (sesaran) akan direkam oleh dialgauge (deflektometer) LVDT dengan tingkat kesalahan 0,05%. Pencatatan sesaran dilakukan untuk setiap kilogram penambahan beban (interval beban). Pengujian dihentikan bila telah terjadi kerusakan pada sambungan kayu yang diricikan oleh bunyi keretakan sambungan atau saat nilai kemampuan pembebanan tidak mengalami peningkatan meski pembebanan tetap berjalan. Hasil pengujian berupa gambar rekaman kurva tegangan dan regangan yang terjadi, besarnya beban yang mampu dipikul sambungan pada sesaran yang diinginkan, dan kemampuan maksimum sambungan dalam menahan beban.
Piston LVDT Pasak Geser Pengencang Kayu
Gambar 10. Pengujian Sambungan Kayu
Hasil pengujian berupa gambar rekaman kurva beban dan sesaran (load and displacement) yang terjadi, besarnya beban yang mampu dipikul sambungan pada sesaran
53
yang diinginkan, dan kemampuan maksimum sambungan dalam menahan beban. Kurva tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar 11 berikut.
Gambar 11. Monitor Pencatatan Alat Uji Baldwin dan Kurva yang Terjadi Akibat Pembebanan pada Sambungan b. Metoda Analisis Data Terhadap data hasil replikasi (ulangan) dilakukan penghitungan nilai rataan, simpangan baku dan koefisien variasi dengan perhitungan sebagai berikut (Snedecor, 1967): _ Nilai rataan pengujian (X)
∑ Xi = n
Nilai simpangan baku (Sd)
_ / ∑ (Xi – X)2 = √ n-1
Nilai koefisien variasi
(Cv) = Sd x 100% X
Dimana Xi = nilai pengamatan individu ke-i N = jumlah contoh pengamatan (Xi-X)2
= kuadrat simpangan baku nilai pengamatan individu terhadap nilai rataannya.
Selanjutnya analisis data hasil penelitian sesuai dengan jenis perlakuannya menggunakan beberapa metoda pengujian dan rancangan percobaan sebagai berikut: 1). Analisis sifat dasar kayu mangium Analisis data sifat dasar (sifat fisis dan mekanis contoh kecil bebas cacat) masingmasing jenis kayu mangium
menggunakan rancangan acak lengkap (completely
54
randomized design) dengan perlakuan berupa variasi peletakan dalam batang (bagian bawah, tengah dan atas) sesuai pengambilan contoh uji yang dilakukan. Model matematika bagi rancangan tersebut adalah:
Yij = μ + τi + ∑ij Dimana Yij = μ = τi = ∑ij =
hasil observasi ke-j dari perlakuan ke-i nilai harapan peubah random Y efek dari perlakuan ke-i galat percobaan yang terjadi karena adanya perlakuan ke-i yang dirandom pada ulangan ke-j.
Selanjutnya bila dari perhitungan analisis sidik ragam (analysis of variance) menunjukkan hal yang signifikan, perlu dilakukan uji beda nyata terkecil (least significant difference). Untuk taraf signifikansi α uji lanjut tersebut dihitung dengan rumus (Gomez dan Gomez, 1995): LSD α
= t * Se
Dimana
t* = t-tabel Se = galat baku (standard error) = √ Kuadrat Rataan Galat/Ulangan
2). Analisis sifat rekayasa kayu utuh Analisis data sifat rekayasa kayu mangium dilaksanakan dengan menggunakan format Allowable Stress Design (ASD, dengan menggunakan standar ASTM D-2915 (2008) untuk memperoleh tegangan ijin (allowable stress), dan format Load and Resistance Factor Design (LRFD dengan berpatokan pada ASTM D-5457 (2008) untuk memperoleh nilai tahanan referensi (reference resistance) kayu mangium yang diteliti. Disamping itu, analisis data juga dilakukan dengan mempergunakan format penentuan tegangan ijin menurut R-SNI tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (2002) guna mengetahui nilai E yang dimiliki oleh kayu mangium sebagai bahan struktural. 3). Pendugaan hubungan sifat dan kekuatan mangium Pendugaan hubungan sifat kekuatan dibuat dengan menarik hubungan regresi antar parameter predictor terhadap parameter respon sesuai sifat mekanis yang ingin diduga, meliputi beberapa hubungan berikut: a). Berat jenis ckbc terhadap sifat mekanis ckbc dan balok
55
b). Kecepatan gelombang ultrasonik dengan alat NDT Sylvatest-Duo terhadap modulus elastisitas baik ckbc dan balok (dengan alat NDT Sylvatest Duo, MPK Panter dan UTM Instron dan Shimadzu) c). Nilai kekakuan (MoE) dan atau
kekuatan lentur statis (MoR) dari suatu hasil
pengujian terhadap nilai MoE dan atau MoR hasil pengujian dengan metoda atau alat uji lainnya 4). Analisis sambungan kayu berpasak penahan geser a). Analisis terhadap perlakuan 13 sistem sambungan yang berbeda. Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan
dengan perlakuan
bentuk pasak dan pengencang yang berbeda disusun dalam ANOVA (Analysis of Variance) melalui Desain Eksperimen Satu Faktor dalam Program Minitab versi 14, baik bagi kemampuan sistem sambungan maupun sesaran yang terjadi pada titik beban maksimum maupun kemampuan pada batas proporsi. Bila ANOVA pada program tersebut menunjukkan nilai F yang lebih besar dari P yang berarti perlakuan dalam bentuk jenis sambungan yang berbeda-beda dinyatakan berbeda signifikan sehingga perlu diuji lebih lanjut guna mengetahui perlakuan yang mana saja yang signifikan. Tabel 14.
Jenis Perlakuan 13 Sistem Sambungan yang Berbeda Berdasar Bentuk Pasak dan Jenis Pengencang. Perlakuan Bentuk Pasak Bahan Pasak Pengencang Perekat 1 Epoxy 2 Baut 3 Bambu 4 Bulat Mangium Bambu 5 Bulat Mangium Plat klam 6 Bulat Mangium Baut 7 Bulat M. dipadatkan Baut 8 Bulat Ulin Baut 9 Bulat Baja Baut 10 Segiempat Mangium Baut 11 Segiempat M. dipadatkan Baut 12 Segiempat Ulin Baut 13 Segiempat Baja Baut -
Ukuran komponen sambungan bagi ke 13 sistem sambungan tersebut adalah sama, sehingga titik berat pengamatan adalah pada perbedaan kekuatan sistem sambungan yang dipengaruhi oleh perlakuan sesuai kriteria Tabel 14 diatas.
56
Meski faktor tunggal (yakni sambungan pasak dengan sepasang penahan geser), namun memiliki 13 level terdiri atas 8 level yang merupakan kombinasi 2 macam bentuk dan 4 jenis bahan pasak penahan geser, serta 5 level lainnya terdiri atas sambungan berperekat, sambungan pasak penahan geser bulat dengan dengan plat klam, sambungan pasak penahan geser bulat dengan dengan pengencang bambu, sambungan pasak bambu dan sambungan pasak baut. Uji lanjut menggunakan program Minitab versi 14 dengan interpretasi perbandingan berpasangan menurut Fisher’s Test (yang sering disebut juga dengan Least Significant Difference), dengan ketentuan interpretasi Fisher’s Test bahwa bila interval rata-rata untuk sepasang level faktor yang diperbandingkan memuat bilangan nol, maka keputusannya adalah keduanya memiliki rata-rata kekuatan sambungan maksimum yang sama (Iriawan dan Astuti 2006). b). Analisis statistik kemampuan sistem sambungan berdasar bentuk, jumlah dan bahan pasak penahan geser. Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan dalam menahan beban baik pada batas proporsi maupun kemampuan maksimumnya dilakukan dengan menggunakan percobaan faktorial 2 x 3 x 4 dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (Randomized Completely Block Design) yang terdiri atas: 1). Faktor A (bentuk pasak penahan geser) yang terdiri atas 2 level perekat yaitu a 1 (pasak penahan geser bentuk bulat), a 2 (pasak penahan geser bentuk segiempat) 2). Faktor B (jumlah pasangan pasak) yang terdiri atas tiga level lapisan yaitu b1 (sepasang pasak penahan geser), b 2 (dua pasang pasak penahan geser) dan b3 (tiga pasang pasak penahan geser). 3). Faktor C (jenis bahan pasak penahan geser) yang terdiri atas empat level yaitu c 1 (pasak mangium sejenis dengan komponen sambungan), c 2 (pasak mangium dipadatkan), c 3 (pasak ulin) dan c 4 (pasak baja). Untuk analisis pengaruh faktor tunggal dan interaksi antar faktor
bila
diketemukan hal yang berbeda signifikan dilakukan dengan uji lanjut HSD (Honestly Significant Different, Uji Beda Tulus) (Gomez dan Gomez, 1995) dengan rumus perhitungan: HSD α Dimana
= q α * Se
q = nilai Tabel q(Tukey) Se = galat baku (standard error) = √ Kuadrat Rataan Galat/Ulangan
57
c). Regresi kurva beban-sesaran, kekuatan ijin pasak dan kerusakan pasak Data yang diperoleh pada pengujian sambungan kayu adalah besarnya beban (P) dan besarnya sesaran (y), dan dari keduanya dicari hubungannya dengan menggunakan analisis regresi dan pembuatan kurva sesaran. Dalam analisis regresi terdapat hubungan antar beberapa karakter yang dinyatakan dalam bentuk variabel tidak bebas sebagai fungsi dari variabel bebas yang mempengaruhinya, dan kuat lemahnya hubungan kedua variabel dapat diketahui melalui besar kecilnya nilai koefisien korelasi (r). Jenis analisis regresi yang dicobakan dapat berupa linier, eksponensial, polimonial ataupun lainnya, dan dipilih pada regresi yang mampu menghasilkan koefisien korelasi yang tertinggi. Perhitungan kekuatan ijin tiap pasak juga dilakukan dengan membagi besaran beban dengan jumlah pasak yang mendukungnya, kemudian dirata-ratakan bagi sambungan yang mempunyai perlakuan yang sama. Beban ijin sambungan dihitung sebesar 1/3 x beban maksimum (Wiryomartono, 1977) atau 1/2,75 x beban maksimum dengan batasan sesaran tidak lebih dari 1,5 mm (Yap, 1984). Analisis terhadap besarnya sesaran juga diperlukan agar diketahui kemampuan sambungan dalam memenuhi berbagai standar sesaran yang berlaku. Sesaran dimaksud adalah sebesar 0,38 mm (standar Amerika); 0,80 mm (standar Australia); 1,5 mm (standar Jerman) (Wiryomartono, 1977; Yap, 1984; Sucahyo, 2010). Analisis terhadap kerusakan diamati melalui perubahan bentuk pasak ataupun lubang pasak akibat pembebanan. Pengamatan pada baut pengencang dilakukan melalui perubahan kelurusan baut ataupun kemungkinan perilaku kepala baut dan mur yang ikut melakukan penahanan beban.
58
59
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN 1. Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Mangium a. Sifat Fisik Kayu Mangium Data sifat fisik kayu mangium yang diteliti dapat diuraikan dalam Tabel 15 berikut. Tabel 15. Sifat Fisik Kayu Mangium Umur 17 Tahun
No 1
Sifat Fisik yang Diuji Kerapatan (kering udara) Kerapatan mutlak (kering tanur)
Satuan
Kadar air Penyusutan radial, kering udara ke kering tanur Penyusutan tangensial, kering udara ke kering tanur Pengembangan radial, kering tanur ke basah Pengembangan tangensial, kering tanur ke basah
3 4 5 6 Ket:
Hasil Penelitian Sebelumnya
(%)
10-12 Tahun 2
4
7-9 Tahun
3
gr/cm
0,61
5,1
0,57 ; 0,59
0,531; 0,536
gr/cm3
0,56
5,3
0,493; 0,525
0,501
-
0,52
5,3
0,575
0,515; 0,466
%
16,6
4,9
14,234; 14,485
12,251; 15,325
%
1,92
10,8
3,43
-
%
4,44
11,8
6,53
-
%
2,71
15,4
3,054
3,411; 2,746
%
6,87
16,7
3,274
7,171; 5,516
Berat jenis 2
Rataan
CoV
n = 90 pcs. 1. Scharai-Rad dan Kambey (1989); 2.Razali dan Hamami dalam Kader et al. (1993); 3.Djojosoebroto (2003). 4. Sahri and Bokhari (2003); 5. Ginoga (1997); 6.Sulistyawati (2009).
Data di atas menunjukkan bahwa kayu mangium berumur 17 tahun memiliki berat jenis yang tidak jauh berbeda dengan kayu mangium yang berumur lebih muda, meski pada kerapatan kering udara dan kerapatan mutlak (absolut density) berada pada nilai tertinggi diantara yang lain. Demikian pula sifat kembang susutnya juga tidak berbeda jauh dengan umur kayu sejenis yang lebih muda. Hal ini sesuai dengan pendapat Ginoga (1997) dan Malik et al. (2006) yang menyatakan bahwa secara statistik berat jenis mangium pada umur yang berbeda tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Mohd Zin et al. (1991) dalam Sahri dan Bokhari (2003) juga mengindikasikan bahwa sifat mekanik mangium tidak dipengaruhi oleh umur pohon.
b. Sifat Mekanik Kayu Mangium Melalui pengujian contoh kecil bebas cacat dihasilkan sifat mekanik kayu mangium sebagaimana Tabel 16 berikut:
60 Tabel 16. Sifat Mekanis Kayu Mangium Umur 17 Tahun No
1 2
3 4 5 6 7 8 9 Ket:
Sifat Mekanik
Rataan (kgf/cm2)
CoV(%) n = 90
Kekuatan lentur (MoR) Modulus elastisitas lentur (MoE) (x103)
884,57
13,9
105,5
1,8
Kekuatan tekan sejajar serat
402,13 93,46 1,36 49,24 112,84 487,75 436,42
9,7 14,1 28,9 24,6 20,5 16,6 18,3
Kekuatan tekan tegaklurus serat Kekuatan tarik sejajar serat (x103)
Kekuatan tarik tegaklurus serat Kekuatan geser sejajar serat Kekerasan bidang tangensial Kekerasan bidang radial
Hasil Penelitian Sebelumnya (kgf/cm2) Umur 10-12 Tahun Umur 7-9 Tahun 984,552; 1,009.53; 6274; 798,35; 942.237 834,71; 725,377 110,52; 117,73; 95,24 105,91; 118,77; 5 7 ;115,1 ; 113.6 96,88 2 4 5 440.92 ; 428.6 ; 371,7 ; 435.857 3701; 416,487 5 158.3 1,275 36,95 150.64; 98,75 74,61; 86,88 125; 498,196
1. Scharai-Rad dan Kambey (1989); 2. Razali dan Hamami dalam Kader et al. (1993); 3. Djojosoebroto (2003). 4. Sahri dan Bokhari (2003); 5. Tarudin dan Marsoem dalam Marsoem (2004); 6. USDA Forest Products Lab dalam Marsoem (2004); 7. Ginoga (1997); 8.Sulistyawati (2009).
Secara umum sifat mekanis kayu mangium 17 tahun tampak bervariasi dibanding umur yang lebih muda. Dari Tabel 16 tampak bahwa kekuatan lentur, modulus elastisitas lentur, kekuatan tekan sejajar serat, kekuatan geser dan kekerasan menunjukkan nilai yang tidak berbeda jauh dengan penelitian sejenis untuk mangium berumur 10-12 tahun. Sifat menonjol terdapat pada kekuatan tarik sejajar serat yang sangat tinggi dibanding penelitian Tarudin dan Marsoem dalam Marsoem (2004). Sementara untuk nilai sifat kekuatan tekan tegak lurus serat dibanding dengan penelitian tersebut justru hanya separuhnya. Perbedaan sumber bahan dan teknis pelaksanaan penelitian mungkin menjadi sebab perbedaan ini. Hal ini bisa dilihat pada nilai sifat kekerasan tangensial yang bila keduanya diperbandingkan menampakkan perbedaan yang jauh, namun nilai kekerasan tangensial pada penelitian ini hampir sama dengan nilai kekerasan hasil penelitian USDA Forest Product Laboratory (Marsoem, 2004). Berbeda dengan pohon hutan alam yang tetap sehat pada umur yang panjang, kondisi beberapa pohon mangium yang berumur 17 tahun ini telah mengalami gangguan dalam batang antara lain terdapat lubang dalam batang (growong) akibat pembusukan atau serangan rayap sehingga akan menurunkan kualitas kayu. Disamping itu, sejak dari proses pemilihan benih, penanaman, perawatan, lingkungan tempat tumbuh, peristiwa yang terjadi pada masa pertumbuhan atau semasa hidup tanaman dan sebagainya dapat menyebabkan sifat kayu yang berbeda. c. Signifikansi Sifat Fisik Berdasar Letak Bagian Batang Seperti halnya pada jenis kayu yang lain, semakin ke bagian atas batang maka sifat fisik mangium akan menurun. Dalam Tabel 17 berikut secara signifikan kadar air
61
kayu berbeda antara bagian bawah, tengah dan atas. Untuk kerapatan normal, kerapatan absolut, berat jenis, penyusutan tangensial dan pengembangan radial menunjukkan hal yang signifikan antara bagian bawah dengan bagian atas, sementara kedua bagian itu tidak berbeda nyata dengan bagian tengah. Hal itu berarti secara perlahan nilainya menurun ke atas sesuai dengan proses pembentukannya, dan diduga sesuai dengan kandungan komponen kayu yang lebih padat di bagian bawah. Hanya sifat fisik penyusutan radial yang menunjukkan hal yang tidak signifikan, sementara pada pengembangan tagensial bagian bawah berbeda dengan kedua bagian lainnya. Secara umum nilai sifat fisik menunjukkan semakin tinggi kerapatan kayu maka sifat fisik lainnya juga akan mengikuti. Tabel 17. Sifat Fisik pada Tiga Bagian Batang No
Sifat yang diuji
Satuan
Kerapatan kering udara
gr/cm3 CoV(%) gr/cm3 CoV(%) CoV(%) % CoV(%) % CoV(%) % CoV(%) % CoV(%) % CoV(%)
Bagian batang ( n tiap bagian = 30 pcs) Bawah
1.
Kerapatan mutlak (kering tanur) Berat jenis 2.
Kadar air
3.
Penyusutan radial, normal ke kering tanur Penyusutan tangensial, normal ke kering tanur Pengembangan radial, kering tanur ke basah
4. 5. 6.
Pengembangan tangensial, kering tanur ke basah
0,63 a 6,7 0,58 a 6,9 0,54 a 6,7 17,43 a 3,7 1,96 ns 11,5 4,65 a 11,2 2,88 a 15,6 8,23 a 8,1
Tengah
0,61 4,1 0,56 4,4 0,52 4,3 16,39 3,2 1,91 12,9 4,40 14,4 2,68 15,3 6,22 12,7
ab
ab
ab
b
ns
ab
ab
b
Atas
0,60 b 2,4 0,55 b 2,5 0,51 b 2,3 15,93 c 2,7 1,90 ns 7,3 4,23 b 6,4 2,58 b 13,2 6,17 b 5,8
Ket.: Nilai yang ber-subscript sama (dalam satu baris) berarti tidak signifikan, selain itu adalah berbeda signifikan.
Rincian nilai sifat fisik mangium 17 tahun di ketiga bagian batang tersebut diuraikan dalam Lampiran 3 – 10. d. Signfikansi Sifat Mekanik Berdasar Letak Bagian Batang Untuk sifat mekanik, seperti tercantum pada Tabel 18 menunjukkan hal yang tidak jauh berbeda dengan sifat fisik mangium. Kekuatan lentur dan modulus elastisitas lentur, kekuatan tekan sejajar serat dan kekuatan tarik sejajar serat ternyata tidak berbeda nyata antara ketiga bagian kayu. Kemudian 3 sifat lainnya secara bertahap menurun ke atas bagian kayu sehingga menjadi signifikan antara bawah dan atas, yakni kekuatan tekan dan kekuatan tarik tegak lurus serat serta kekerasan tangensial.
62
Tabel 18. Sifat Mekanis pada Tiga Bagian Batang No
1
Sifat yang diuji
6
Kekuatan lentur (MoR) Modulus elastisitas lentur (MoE) Kekuatan tekan sejajar serat Kekuatan tekan tegaklurus serat Kekuatan tarik sejajar serat Kekuatan tarik tegaklurus serat
7
Kekuatan geser
8
Kekerasan tangensial
9
Kekerasan radial
2 3 4 5
Satuan kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%) kgf/cm2 CoV(%)
Bagian batang (n tiap bagian = 30 pcs) Tengah Atas Bawah 895,94 ns 881,43ns 876,33ns 14,5 8,6 10,3 108.771,37 ns 104.409,32ns 103.423,55ns 9,8 10,3 9,3 402,00ns 398,86ns 405,53 ns 9,6 12,3 6,7 103,12 a 99,23ab 78,02b 6,8 4,0 11,9 1.432,01 ns 1.402,82ns 1.267,86ns 32,2 25,0 28,4 53,46 a 50,80ab 43,46b 27,5 16,4 23,9 124,30 a 117,83a 96,38b 14,6 23,3 11,3 544,30 a 467,53ab 451,40b 12,2 18,8 11,8 490,37 a 416,90b 402,00b 16,1 18,7 12,6
Ket.: Nilai yang ber-subscript sama (dalam baris yang sama) berarti tidak signifikan, selain itu adalah berbeda signifikan.
Untuk sifat kekuatan geser, bagian bawah dan tengah tidak signifikan, namun keduanya signifikan bila dibandingkan dengan bagian atas, sedangkan untuk sifat kekerasan radial bagian bawah signifikan bila dibanding dengan kedua bagian lainnya. Seperti halnya pada sifat fisik, pada sifat mekanis ini secara umum nilainya juga menurun sesuai dengan kenaikan posisi pada batang. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat bagian bawah biasanya mengandung lebih banyak sel yang sudah tidak aktif dan dinding sel yang lebih tebal sehingga berat jenisnya semakin tinggi. Sementara itu berat jenis mencirikan kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lain yang berbanding lurus dengan berat jenis. Rincian nilai sifat fisik mangium 17 tahun di ketiga bagian batang tersebut diuraikan dalam Lampiran 11 – 18. e. Hubungan Berat Jenis Terhadap Sifat Mekanik Mangium Setelah pengujian sifat mekanis dilakukan kemudian sisa contoh uji dipotong dan diberi nomor yang sama untuk digunakan sebagai contoh uji berat jenis guna memperoleh persamaan hubungan sifat mekanis dengan berat jenisnya. Sisa contoh uji yang retak, patah, pecah atau rusak tidak digunakan lagi sebagai contoh uji berat jenis. Nilai rataan
63
sifat fisik dan mekanik kayu serta rataan berat jenis dari sampel yang sama dari jenis mangium yang diteliti ditabulasikan dalam Tabel 19 berikut. Tabel 19. Nilai Rataan Sifat Mekanis Mangium 17 Tahun dan Berat Jenisnya Nilai berat jenis Nilai sifat mekanik Jumlah Rataan No Sifat mekanis yang diuji sample Rataan CoV(%) (kgf/cm2) CoV(%) 1 Kekuatan lentur (MoR) 80 0,57 11,43 886 10,92 2 Modulus elastisitas lentur (MoE) 71 0,58 12,66 103.918 8,89 3 Kekuatan geser sejajar serat 77 0,56 6,21 110 15,43 4 Kekuatan tarik sejajar serat 58 0,53 4,13 1.444 20,71 5 Kekuatan tarik tegaklurus serat 68 0,60 14,28 50 22,74 6 Kekerasan bidang tangensial 90 0,56 9,64 488 16,56 7 Kekerasan bidang radial 90 0,56 9,64 436 18,26 Ket.: Diuji pada rataan kadar air antara 14,44 - 15,93% dengan CoV KA antara 2,90 - 3,8%.
Tabel 19 menunjukkan contoh uji diketahui memiliki berat jenis antara 0,53 – 0,60 dan diuji pada kadar air sekitar 15%. Dari data berat jenis dan sifat mekanis yang ada kemudian dibuat persamaan hubungan regresi linear sederhana sebagaimana dicantumkan dalam Tabel 20 berikut: Tabel 20. Hubungan Berat Jenis dengan Sifat Mekanis Kayu Mangium 17 Tahun No Sifat Mekanis Persamaan Regresi r 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kekuatan lentur (MoR) Modulus elastisitas lentur (MoE) Kekuatan geser sejajar serat Kekuatan tarik sejajar serat Kekuatan tarik tegaklurus serat Kekerasan bidang tangensial Kekerasan bidang radial
MoR = 264,5 + 1096BJ MoE = 58936 + 77937BJ τ s// = -93,32 + 364,4BJ σ t// = -3325 + 8942BJ σ t┴ = -7,99 + 96,08BJ H T = -176,4 + 1190BJ H R = -235,6 + 1204BJ
0,73 0,62 0,74 0,66 0,73 0,79 0,81
R2 0,54 0,38 0,55 0,43 0,53 0,63 0,66
Ket.: r = koef. korelasi, R2= koef. determinasi.
Dalam Tabel 19 dan Tabel 20 tidak mencantumkan hubungan berat jenis terhadap hasil pengujian kekuatan tekan sejajar dan tegaklurus serat. Hal tersebut karena sisa bekas contoh uji kekuatan tekan sejajar dan tegaklurus serat tidak dapat diolah kembali menjadi contoh uji berat jenis karena pada proses pengujian tekan telah terjadi kerusakan dan pemadatan serat dan mengalami perubahan volume akibat tekanan sehingga dikhawatirkan hasilnya akan menjadi bias. Dari Tabel 20 di atas tampak bahwa penggunaan berat jenis untuk pendugaan nilai sifat mekanik dapat diterapkan pada sifat kekuatan lentur (MoR) dengan persamaan MoR = 264,5 + 1096BJ, dengan koefisien korelasi 0,73. Pendugaan yang juga baik untuk dilakukan adalah kekuatan geser sejajar serat dengan persamaan τ s// = -93,32 + 364,4BJ dan kekuatan tarik tegaklurus serat dengan persamaan
σ t┴ = -7,99 + 96,08BJ, dengan
64
koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,74 dan 0,73. Sifat kekerasan kayu mangium baik pada bidang tangensial maupun radial juga baik untuk diduga dengan menggunakan nilai berat jenis, masing-masing dengan persamaan H T = -176,4 + 1190BJ dan H R = 235,6 + 1204BJ. Kedua persamaan ini baik untuk digunakan karena memiliki koefisien
korelasi masing-masing sebesar 0,79 dan 0,81. Lebih lanjut peta sebaran distribusi hubungan sifat mekanis dengan nilai berat jenis dapat dilihat pada Gambar 12 dan 13 berikut.
Gambar 12. Hubungan Berat Jenis dengan Kekuatan Lentur (kiri) dan Hubungan Berat Jenis dengan Kekuatan Geser Sejajar Serat (kanan).
Gambar 13. Hubungan Berat Jenis dengan Kekuatan Tarik Tegaklurus Serat (kiri) dan Hubungan Berat Jenis dengan Kekerasan Bidang Tangensial dan Radial (kanan).
Nilai berat jenis mangium yang diteliti ternyata kurang baik untuk dipergunakan sebagai penduga nilai modulus elastisitas lentur dan kekuatan tarik sejajar serat.
65
Persamaan regresi untuk kedua sifat tersebut hanya memperoleh koefisien korelasi sebesar masing-masing 0,62 dan 0,66 dari prediktor berat jenis masing-masing. Meski contoh uji berupa sortimen contoh kecil bebas cacat, namun variabilitas krakteristik alami jenis mangium diduga menyebabkan hubungan yang tidak tinggi. Mangium dikenal memiliki cacat berupa mata kayu lebih banyak dibanding jenis lainnya, sehingga menyebabkan susunan dan arah serat berbeda dengan kayu jenis lainnya sehingga mempengaruhi kekakuannya. Dalam hal sifat kekuatan tarik sejajar serat, rendahnya hubungan mungkin disebabkan adanya kesulitan dalam proses pembuatan contoh uji yang benar-benar sesuai dengan ukuran contoh uji terutama pada bagian tengah yang memerlukan keahlian khusus, sehingga terdapat kemungkinan adanya ketidak-akuratan dalam pengukuran dan hasil yang diperoleh. Koefisien variasi (CoV) bagi rataan nilai kekuatan tarik sejajar dan tegak lurus serat sama-sama cukup tinggi, yakni sekitar 21% (Tabel 19), namun korelasinya terhadap berat jenis memberi hasil yang lebih baik pada kekuatan tarik tegaklurus serat. Patut dipahami bahwa bagian kritis (titik putus) dari contoh uji pengujian kekuatan tarik sejajar serat lebih tipis dan kecil dibandingkan dengan pengujian kekuatan tarik tegaklurus serat, dan hal ini memberikan korelasi yang berbeda terhadap berat jenisnya. Perbandingan persamaan regresi nonlinear antara berat jenis dan sifat mekanis dengan formula RSNI (2002) dapat ditabulasikan sebagai Tabel 21 berikut: Tabel 21. Regresi Nonlinear dan Nilai Sifat Mekanis yang Diperoleh Parameter RSNI (2002) dan Nilai sesuai Tabel Hasil Penelitian Nilai Kuat Acuan Formula Hasil (kgf/cm2) Formula Hasil (kgf/cm2) 0,2293 120.510G 105.500 MoE pada G = 0,57 108.893 (E11) 16.000G0,71 884,57 Kuat lentur (tabel E11) 202,88 1.360 Kuat tarik sejajar (tabel E11) 192,74 112,84 Kuat geser (tabel E11) 45,65 -
Tabel 21 memperlihatkan formula perolehan nilai MoE berdasar formula RSNI (2002) menghasilkan nilai yang tidak terlalu jauh berbeda dengan nilai hasil yang sebenarnya untuk jenis yang diteliti, yakni hanya selisih 3,11%. Namun, untuk nilai kuat lentur, kuat tarik sejajar serat dan kuat geser pada RSNI (2002) menunjukkan nilai yang sangat rendah dibanding nilai sebenarnya untuk jenis mangium ini. Hal ini bisa diartikan mangium memiliki nilai lebih, khususnya pada ketiga sifat yang disebut terakhir, bila diterapkan pada kode mutu E11. Namun disisi lain, selisih yang demikian tinggi juga dapat berarti masukan dan pembanding yang perlu diperhatikan bila ingin meninjau Tabel RSNI (2002) lebih lanjut.
66
2. Strength Ratio, Tegangan Ijin dan Kuat Acuan Berdasar Kenampakan Visual Balok Mangium Hasil pengamatan menunjukkan terdapat beberapa nilai tambah dari kayu mangium umur 17 tahun ini, antara lain adalah warna kayu, lebih stabil karena tidak mudah pecah, pingul minimal dan tidak terdapat kendala pada proses pengeringan. Warna kayu mangium 17 tahun sangat jelas berbeda, yakni lebih gelap dibanding umur yang lebih muda. Warna yang lebih gelap membuat permukaan mangium menjadi lebih eksotis karena unsur dekoratifnya muncul lebih jelas, sebagaimana tampak pada Gambar 14 berikut. Bahan panel dinding, kayu glulam ataupun perkakas meubel akan tampak eksotik bila menggunakan mangium 17 tahun ini. Disamping itu, kestabilan kayu juga lebih terjaga, terbukti dengan balok hasil pengolahan yang tidak memiliki pecah ujung atau retak (cacat khas mangium muda), meski mata kayu tetap merupakan cacat yang tidak terhindarkan. Karena diameter kayu yang cukup besar (yakni diperoleh diameter batang 33 – 62 cm dengan rataan 40 cm) maka cacat kayu pingul dapat lebih mudah dihindari. Proses pengeringan kayu mangium 17 tahun dengan tanur pengering juga tidak mengalami kendala dan kualitas hasil pengeringan tidak mengalami cacat akibat pengeringan.
a. Mangium 17 tahun
b. Mangium 10 tahun
Gambar 14. Perbedaan Warna Kayu Mangium Umur 17 dan 10 Tahun. Hasil pengujian terhadap 30 balok mangium ukuran 5 x 12 cm dengan mengunakan ASTM D-245 (2008) menghasilkan nilai Strength Ratio (SR) rataan sebesar 75,76%. Nilai rataan SR tersebut diambil dari SR minimum yang terjadi pada bagian balok yang diukur. Tiap balok diukur SR-nya berdasarkan ukuran cacat mata kayu yang didapat dari persamaan regresi linear yang dibuat dari Tabel 2 (untuk kedua muka tebal
67
dimana x = ukuran mata kayu (mm) dan y = SR pada kolom lebar muka sempit 51 mm), Tabel 3 (untuk kedua muka lebar bagian 1/3 tengah bentang dimana x = ukuran mata kayu (mm) dan y = SR pada kolom muka lebar 127 mm) dan Tabel 4 (untuk kedua muka lebar bagian sisi kiri dan kanan bentang, dimana x = ukuran mata kayu (mm) dan y = SR pada kolom muka lebar 127 mm), dimana tabel tersebut adalah Tabel 2 - 4 ASTM D-245 (2008). Lampiran 3 merincikan hasil perhitungan SR tersebut. Bagian ujung tidak dinilai karena semua ujung berkualitas baik. Nilai SR dan jumlah batang terangkum dalam Tabel 22 berikut. Tabel 22. Strength Ratio 30 Balok Mangium Berdasar Cacat Mata Kayu SR Nilai (%) Jumlah Balok (batang) dalam Kisaran SR (%) ˃ 62 50 - ≤62 ≤80 ˃ 80 Minimum 52,29 Maksimum 98,44 3 18 9 Rataan 75,76 Nilai SR untuk 30 balok terinci pada Lampiran 19, dan nilai tersebut diperoleh seluruhnya dari pengamatan terhadap cacat mata kayu, sedangkan pecah ujung, retak dan kemiringan serat tidak diperhitungkan karena dibawah nilai yang harus diperhitungkan sesuai ASTM D-245 (2008). Rasio kekuatan merupakan perbandingan antara kayu lengkap dengan cacatnya terhadap kekuatan kayu tersebut bila tanpa cacat, dan dapat pula dikatakan perbandingan antara allowable stress dengan basic stress (Mardikanto et al., 2011). Selanjutnya dengan ASTM D-245 (2008) dapat dihitung tegangan ijin untuk kayu mangium dengan mengalikan nilai sifat mekanis
CKBC mangium tersebut dengan
beberapa faktor penyesuaian. Tabel 23 menunjukkan hasil tegangan ijin kayu mangium yang diteliti. Tabel 23. Tegangan Ijin 30 Balok Mangium Berdasar Nilai CKBC ASTM D-245 (2008). Sumber data 2
Hasil penelitian (kgf/cm ) R 0,05 (kgf/cm2) Adjusment Factor Size Factor Tegangan Ijin Minimum (kgf/cm2) Tegangan Ijin Maksimum (kgf/cm2) Tegangan Ijin Rataan (kgf/cm2)
Fb
Ft//
Fc//
Fv//
Fc ┴
884,57 719,16 0,43 1 163,49 307,79 236,892
1.367,56 716,64 0,43 1 162,92 306,72 236,06
402,13 337,73 0,47 1 84,08 158,31 121,84
112,84 74,76 0,43 1 16,99 31,99 24,62
93,46 71,86 0,59 1 22,49 42,35 32,59
Keterangan: Fb = Kuat lentur, Ft = Kuat tarik // serat, Fc = Kuat tekan // serat, Fv// = Kuat geser // serat, Fc┴ = Kuat tekan tegaklurus serat, Nilai SR (Strength Ratio) per balok tidak dicantumkan karena tiap balok memiliki SR masing-masing dan telah tercantum dalam Lampiran 19.
68
Jenis mangium sangat kritis terhadap cacat mata kayu, sedang jenis cacat lainnya tidak begitu tampak. Retak, pingul, gubal atau bagian yang lapuk tidak ditemui pada balok contoh uji, karena umur kayu yang tua dan berasal dari diameter yang besar. Pengamatan terhadap cacat kayu (mata kayu) untuk menentukan kelas mutu berdasar pemilahan secara visual sesuai R-SNI (2002) dapat digambarkan dalam Tabel 24 berikut: Tabel 24. Jumlah Balok (Ukuran 5x12cm), Kelas Mutu dan Kuat Acuan (MoE) Berdasar Pemilahan Secara Visual RSNI (2002) Kelas Muka Muka Hasil Akhir Rasio Mutu Lebar Sempit Tahanan A 24 17 14 0,80 B 8 1 4 0,63 C 1 15 15 0,50 Jumlah 33 33 33 Rataan MoE (proporsional berdasar jumlah dan kelas mutu) Kode Mutu berdasar nilai rataan MoE
Kuat Acuan (MoE, dalam MPa) 8.090 6.371 5.056 6.502 <E10
Keterangan: Kuat Acuan MoE estimasi = 16.000G0,71 x Rasio Tahanan (MPa). G = 0,524. KA = 16,59%.
Tabel 24 diatas menunjukkan bahwa balok mangium yang diteliti sebagian besar berkelas mutu A pada muka lebar, dan kelas mutu A dan C berimbang pada muka sempit, sehingga pada hasil akhir juga berimbang pada kelas mutu A dan C. Setelah dihitung modulus elastisitas lentur sebagai nilai untuk menentukan kuat acuan diperoleh kode mutu balok yang diteliti yang rata-rata berada dibawah kode mutu E10. Rendahnya kode mutu disebabkan nilai G (berat jenis) yang diperoleh dari nilai berat jenis CKBC, sehingga bila dihitung G dari balok kemungkinan akan lebih besar. 3. Nilai Kekakuan CKBC dan Balok Mangium Melalui Beberapa Jenis Alat Uji Jenis pengujian yang dilakukan adalah kekakuan dan kekuatan lentur baik dalam bentuk CKBC maupun balok, dengan peralatan uji non-destructive test (Sylvatest-Duo dan MPK Panter) dan peralatan uji destruktif (UTM Instron dan Shimadzu). Nilai hasil pengujian kadar air, kerapatan, kecepatan gelombang ultrasonik, modulus elastisitas dinamis dan statis serta kekuatan lentur dapat diuraikan seperti tercantum dalam Tabel 25, yang memberikan gambaran nilai MoE d lebih tinggi 134% dibandingkan MoE s pada sortimen CKBC, sementara pada sortimen balok MoE d lebih tinggi masingmasing sebesar 14% dan 223% bila dibanding pengujian statis dengan alat Panter dan Shimadzu. Untuk jenis kayu dan sortimen CKBC yang sama namun berumur lebih muda, Karlinasari (2005) memperoleh perbedaan antara pengujian dinamis dengan statis sebesar
69
50% sementara Pradipto (2005) sebesar 113%. Penyebab perbedaan
antara nilai
pengujian statis dan dinamis telah diketahui oleh Bodig dan Jayne (1982) yang melihat adanya tingkat pembebanan yang berpengaruh pada efek penjalaran defleksi statis yang diukur, serta berhubungan pula dengan viskoelastik alami bahan yang bersangkutan. Tabel 25. Kadar Air, Kerapatan, MoE dan MoR Sortimen CKBC dan Balok A. Sortimen CKBC Kerapatan V MoE d -SD MoE s -Ins MoR s -Ins KA% gr/cm3 (m/dtk) kgf/cm2 kgf/cm2 kgf/cm2 Kode (A) (B) (C) (D) Rataan 14,71 0,61 5.764 243.933 104.004 889 CV % 2,47 11,92 4,21 10,06 10,15 14,2 B. Sortimen Balok Kerapatan MoE d -SD MoE s -Shim MoR s -Shim MoE s -P MoR s -P KA% gr/cm3 V(m/dtk) kgf/cm2 kgf/cm2 kgf/cm2 kgf/cm2 kgf/cm2 Kode (P) (Q) (R) (S) (T) (U) Rataan 15,36 0,58 4.944 167.357 51.780 449 146.756 538 CV % 5,41 13,39 6,38 7,32 9,76 17,48 6,95 6,83 Ket.: KA = kadar air, V = kecepatan gelombang ultrasonik, MoE d -SD = modulus elastisitas dinamis dengan NDT Sylvatest Duo®, MoE s -Ins = modulus elastisitas lentur statis dengan UTM Instron®, MoR Ins = kekuatan lentur dengan UTM Instron®, MoE s -Shim: modulus elastisitas lentur statis dengan UTM Shimadzu®,(Three Point Loading, MoE posisi flatwise dan MoR posisi edgewise), MoE s -P: modulus elastisitas lentur statis dengan alat pemilah kayu Panter (One Point Loading, posisi flatwise).
Sementara itu Olievera et al. (2002b) menyatakan bahwa pada pengujian dinamis gaya elastis akibat gelombang akan disesuaikan secara proporsional dengan kecepatan. Pada pengujian statis, gaya sesaat akan menimbulkan perilaku elastis yang beku sementara penambahan waktu pembebanan (yang biasa dilakukan pada pengujian statis) akan menimbulkan perilaku yang cair akibat efek peredaman. Faktor kerapatan kayu berbanding lurus dengan kecepatan ultrasonik, sementara kadar air berbanding terbalik. Demikian pula kecepatan ultrasonik akan menurun karena pengaruh cacat kayu seperti miring serat, mata kayu atau kayu yang lapuk. Hal tersebut diatas memungkinkan hasil pengujian dinamis pada sortimen balok lebih rendah dibandingkan pada sortimen CKBC. Diebold et al. (2002) menyatakan bahwa gelombang bunyi cenderung menyebar pada bagian cacat berdasar ketahanan yang berbeda terhadap gelombang bunyi pada daerah yang bersinggungan, dan gelombang bunyi terserap dapat diubah menjadi energi bunyi. Penyebaran dan transformasi gelombang bunyi dapat menyebabkan perlemahan gelombang bunyi. 4.
Hubungan Kecepatan Gelombang Ultrasonik Terhadap Kekakuan CKBC dan Balok Gambaran mengenai hubungan regresi antar jenis pengujian baik dalam kelompok
sortimen contoh kecil bebas cacat, sortimen balok, ataupun hubungan nilai sortimen
70
contoh kecil bebas cacat terhadap sortimen balok dapat dituliskan dalam persamaan regresi linier sederhana seperti tercantum dalam Tabel 26 sampai 28 berikut. Tabel 26. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen CKBC Sortimen Hubungan
Kode dan sifat yang diregresikan A-B
ckbc ke ckbc
V dan MoE d
Model persamaan
r
MoE d = 166519 + 13,38V
A-C V dan MoE s MoE s = 98071 + 1,0255V B-C MoE d and MoE s MoE s = 24195 + 0,3272MoE d B-D MoE d and MoR s MoR s = –54,984 + 0,0039MoE d C-D MoE s and MoR s MoR s = –180,07 + 0,0103MoE s Ket.: r = koefisien korelasi, R2= koefisien determinasi.
R2 (%)
0,1487
2,21
0,0265 0,7607 0,7527 0,8598
0,07 57,87 56,65 73,93
Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa pengujian dinamis mampu menjadi prediktor nilai modulus elastisitas statis. Hal ini tampak pada persamaan B-C dan B-D yang memiliki koefisien korelasi yang cukup tinggi, yakni 0,76 dan 0,75. Model persamaan sebagaimana di atas dapat digunakan untuk menduga kekakuan mangium sortimen kecil melalui pengujian dinamis tanpa merusak (NDT). Penelitian sejenis pernah dilakukan Karlinasari et al. (2005) terhadap mangium berumur lebih muda. Hasil yang memperoleh adalah pengujian MoE d mampu berkorelasi dengan pengujian statis dengan r sebesar 0,45 terhadap MoE s dan 0,67 terhadap MoR s . Dengan demikian penelitian terhadap mangium
umur
tua mampu menghasilkan
koefisien korelasi yang lebih erat. Tabel 27. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen Balok Sortimen Hubungan
Kode dan Sifat yang diregresikan
Model Persamaan
balok ke balok
P-Q P-R P-T
V dan MoE d V dan MoE s V and MoE p
MoE d = 57467 + 22,226V MoE s = 18504 + 6,7304V MoE p = 44640 + 20,654V
0,57 0,42 0,64
32,71 17,65 40,76
Q-R Q-S Q-T Q-U
MoE d MoE d MoE d MoE d
MoE s = 54699 - 0,0174 MoE d MoR s = 313,61 + 0,0008 MoE d MoE p = 67081 + 0,4761 MoE d MoR p = 250,92 + 0,0017 MoE d
0,04 0,13 0,57 0,57
00,18 01,59 32,71 32,71
R-S T-R
MoE s and MoR s MoE p and MoE s
MoR s = 485,82 - 0,0007 MoE s MoE s = 25559 + 0,1787 MoE p
0,05 0,36
00,21 13,02
0,20
03,99
and MoE s and MoR s and MoE p and MoR p
T-S MoE p and MoR s MoR s = 223,41 + 0,0015 MoE p Ket.: r = koefisien korelasi, R2= koefisien determinasi.
r
R2 (%)
Tabel 27 menunjukkan persamaan regresi linear yang terjadi pada pengujian sortimen balok yang dihubungkan antara kecepatan gelombang ultrasonik (P), kekakuan dinamis (Q), kekakuan dan kekuatan lentur statis dengan UTM Shimadzu (R dan S) dan kekakuan serta kekuatan lentur statis dengan mesin pemilah kayu Panter (T dan U). Dalam tersebut terdapat empat persamaan yang memberikan hubungan yang baik untuk digunakan sebagai dasar perhitungan pendugaan.
71
Gambar 15. Hubungan MoE d dengan MoE s (kiri) dan MoE d dengan MoR s (kanan).
Gambar 16. Hubungan MoE s dengan MoR s (kiri) dan V dengan MoE d (kanan)
Gambar 17. Hubungan V dengan MoE s (kiri) dan V dengan MoE p (kanan)
Gambar 18. Hubungan MoE d dengan MoRs (kiri) dan MoE d dengan MoRp (kanan)
72
Dua diantaranya adalah kecepatan gelombang ultrasonik sebagai prediktor untuk menentukan kekakuan baik secara dinamis (MoE d ) maupun kekakuan secara statis dengan Panter (MoE p), dengan koefisien korelasi sebesar 0,57 dan 0,64. Regresi linear yang lain yang dapat digunakan adalah pada prediktor kekakuan dinamis bagi pendugaan kekakuan dan kekuatan lentur Panter (dengan koefisien korelasi = 0,57). Gambaran regresi hubungan antara prediktor dengan respon yang menunjukkan korelasi yang baik tersebut dapat dilihat pada Gambar 15 sampai dengan Gambar 18 sebagaimana diatas. Dengan demikian kecepatan gelombang pada pengujian NDT baik untuk digunakan sebagai penduga kekakuan baik secara dinamis maupun statis (UTM Shimadzu dan mesin pemilah kayu Panter). Nilai kekakuan hasil pengujian NDT juga baik untuk dipergunakan sebagi penduga nilai kekakuan Panter, namun nilai kekakuan dinamis ini kurang baik bila ingin dipakai sebagai penduga nilai kekakuan statis dengan UTM Shimadzu. Pada saat pengujian
balok dengan menggunakan UTM Shimadzu, durasi
pembebanan sampai patah memerlukan waktu yang cukup lama, meski kenaikan besarnya beban yang diemban lambat. Hal ini dapat diartikan mangium yang diteliti mempunyai keuletan yang tinggi, meski nilai kekuatan patahnya rendah. Hal ini didukung pada data kekuatan tarik CKBC yang sangat tinggi sehingga serat kayu cenderung tidak mudah rusak oleh beban. Tabel 28. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana Pendugaan CKBC ke Balok Sortimen Hubungan
Kode dan Sifat yang diregresikan
Model Persamaan
r
R2 (%)
A-Q
V dan MoE d
yMoE d = 185346 -3,1094V
0,07
0,48
A-R
V dan MoE s
MoE s = 56180 - 0,7606V
0,04
0,17
A-T
V dan MoE p
MoE dp = 175096 -4,8986V
0,13
1,72
B-R
MoE d dan MoE s
MoE s = 56678 - 0,0201 MoE d
0,10
0,95
B-T
MoE d dan MoE p
MoE p = 140924 + 0,0239 MoE d
0,06
0,33
B-S
MoE d dan MoR s
MoR s = 621,79 - 0,0007 MoE d
0,22
4,94
B-U
MoE d dan MoR p
MoR p = 516,76 + 9E-05 MoE d
0,06
0,33
C-S MoE s dan MoR s MoR s = 542,49 - 0,0009 MoE s Ket.: r = koefisien korelasi, R2= koefisien determinasi.
0,12
1,48
ckbc ke balok
Tabel 28 menunjukkan model persamaan regresi linear dengan koefisien korelasi rendah. Dengan demikian semua nilai CKBC tidak dapat digunakan sebagai penduga nilai kekakuan balok, baik secara dinamis maupun statis, bila hanya mengandalkan metoda hubungan regresi sederhana. Meski dari sumber bahan penelitian yang sama, namun keragaman sifat mangium menyebabkan pendugaan tersebut tidak boleh dilakukan. Meski demikian ASTM D-245(2008) memungkinkan dilaksanakannya pendugaan kekakuan balok dari nilai kekakuan CKBC dengan cara mengalikan nilai mekanis CKBC tersebut
73
dengan beberapa faktor seperti Adjustment Factor, Strength Ratio dan Size Factor. Dengan jumlah contoh uji yang terbatas (n = 33) dalam penelitian ini, membuka peluang untuk memperbanyak variasi dan jumlah contoh uji sehingga mungkin akan diperoleh hasil yang berbeda. 5.
Pemutuan Kayu Mangium Berdasar ASD dan LRFD Tegangan ijin (allowable stress) kayu mangium
seperti pada Tabel 23 yang
diperoleh berdasarkan nilai sifat mekanis CKBC dan Strength Rato (SR) balok sesuai D245 (2008) kemudian dilanjutkan pemutuannya dengan format Load and Resistance Factor Design (LRFD) dengan berpatokan pada ASTM
D-5457 (2008)
untuk
memperoleh nilai tahanan referensi (reference resistance) setiap balok kayu mangium yang diteliti. Pemutuan kayu mangium umur 17 tahun yang dilakukan bagi setiap balok, baik melalui konversi format (format conversion) ASD (Allowable Stress Design) ke LRFD ataupun langsung ke LRFD melalui prosedur realibility normalization sesuai ASTM D 5457 (2008), yang diuraikan dalam Tabel 29 sampai dengan Tabel 31. Pemutuan tersebut mengambil nilai tahanan referensi (Rn) yang digunakan sebagai nilai kuat acuan guna mengetahui kelas mutu mangium sesuai RSNI (2002). Tabel 29 merupakan gambaran mutuk kayu mangium dari data tegangan ijin yang dilanjutkan dengan format conversion sesuai ASTM D-5457 (2008) guna memperoleh nilai tahanan referensi dan ditinjau kode mutunya berdasarkan RSNI (2002). Tabel 29. Mutu Kayu Mangium Melalui Format Conversion Berdasar Data Tegangan Ijin Sumber MoE Data Mutu Fb Ft// Fc// Fv// Fc ┴ (kgf/cm2) Rataan hsl uji 105.535 E11 2 204 194 255 46 102 Nilai rataan sesuai E11 RSNI (kgf/cm ) Teg ijin rataan (kgf/cm2) 236,89 236,06 121,84 24,63 32,59 KF 2,54 2,7 2,4 2,88 2,4 SF 1 1 1 1 1 2 Rn balok minimum (kgf/cm ) 415,45 439,88 286,39 69,46 76,62 Rn balok maksimum (kgf/cm2) 782,16 828,14 238,34 57,81 63,76 2 Rn balok rataan (kgf/cm ) 601,98 637,37 307,53 74,59 82,28 Kode mutu minimum E17 E19 <E10 E13 <E10 Kode mutu maksimum >E26 >E26 E19 >E26 E10 Kode mutu rataan E24 >E26 E13 >E26 <E10 Ket.: n balok = 30, CoV = 14,3%. Fb = Kuat lentur, Ft// = Kuat tarik // serat, Fc// = Kuat tekan // serat, Fv// = Kuat geser // serat, Fc┴ = Kuat tekan tegaklurus serat, KF = Format conversion factor, Rn = Reference resistance, SF = Size Factor, Nilai SR (Strength Ratio) diperhitungkan tapi tidak dicantumkan dalam tabel karena tiap balok memiliki SR masing-masing dan SR diuraikan dalam Lampiran 3. .
74
Tabel 29 menunjukkan mangium yang diteliti berada pada kode mutu E11, yang diperoleh dari tabel nilai kuat acuan berdasar RSNI (2002). Dalam Tabel 29 juga dicantumkan nilai kuat acuan untuk 5 sifat mekanis selain MoE pada kelas mutu E11 RSNI (2002). Namun demikian, bila ditinjau dari mutu kayu mangium hasil penelitian, diperoleh rataan kode mutu E24 untuk kuat lentur, >E26 untuk kuat tarik dan kuat geser sejajar serat, E13 untuk kuat tekan sejajar serat dan <E10 untuk dan kuat tekan tegak lurus serat. Bagi suatu perhitungan perencanaan, perolehan mutu kayu mangium yang diatas kuat acuan merupakan suatu nilai lebih bagi mangium 17 tahun. Meski demikian hasil penelitian ini juga dapat merupakan tinjauan bagi penentuan tabel kuat acuan RSNI (2002) yang mungkin berguna. Berbeda dengan metoda format conversion, Tabel 30
menunjukkan data
pemutuan balok mangium dari data CKBC yang dihitung langsung dengan LRFD melalui prosedur realibility normalization yang menghasilkan nilai kuat acuan rataan E24 untuk kuat lentur dan E25 untuk kuat tarik sejajar serat, E14 untuk kuat tekan sejajar serat, dan kuat acuan < E10 untuk kuat geser sejajar serat dan kuat tekan tegak lurus serat. Tabel 30. Mutu Kayu Mangium Melalui Data CKBC Format LRFD (Realibility Normalization) MoE Kode 2 Sumber data (kgf/cm ) Mutu Fb Ft// Fc// Fv// Fc ┴ Rataan uji 105.534 E11 Nilai rataan sesuai E11 RSNI (kgf/cm2) 204 194 255 46 102 2 Rataan hasil penelitian (kgf/cm ) 884,57 1367,56 402,13 112,84 93,46 9,75 4,34 12,13 7,45 8,56 Shape (α) 2 924,39 1496,39 419,23 119,64 98,81 Scale (η, kgf/cm ) 2 681,70 754,84 328,17 80,33 69,83 Rp (kgf/cm ) 12,30 25,91 10,07 15,75 13,87 CVw 0,96 0,93 0,97 0,96 0,96 Ω 1,25 1,14 1,30 0,72 1,29 KR 2 820,01 798,89 414,78 55,29 87,08 Rn (CKBC, kgf/cm ) 1 1 1 1 1 Size Factor Rn balok minimum (kgf/cm2) 428,76 417,71 216,88 28,91 45,53 Rn balok maksimum (kgf/cm2) 807,21 786,41 408,31 54,43 85,73 2 Rn balok rataan (kgf/cm ) 621,26 605,25 314,25 41,89 65,98 Kode mutu minimum E18 E18 <E10 <10 <E10 Kode mutu maksimum >E26 >E26 E21 E16 <E10 E24 E25 E14 <E10 <E10 Kode mutu Rataan Ket.: Fb = Kuat lentur, Ft// = Kuat tarik // serat, Fc// = Kuat tekan // serat, Fv// = Kuat geser // serat, Fc ┴ = Kuat tekan
tegaklurus serat, α = Weibull shape parameter, η = Weibull scale parameter, Rp = Distribution percentile estimate, CVw = Coefficient of Variation, Ω = Data confidence factor, KR = Realibility normalization factor, Rn = Reference resistance.
75
Perbandingan yang menyolok tampak pada kelas mutu kuat geser sejajar serat, dimana menurut format conversion (Tabel 29) menghasilkan kelas mutu >E26, sementara dengan data yang sama melalui realibility normalization (Tabel 30) memperoleh kelas mutu <E10. Perbedaan ini disebabkan rentang nilai kuat geser sejajar serat pada RSNI(2002) sangat dekat, yakni hanya dari 4,3 – 6,6 MPa (43,85 – 67,30 kgf/cm2) atau berselisih hanya 2,3 MPa. Disamping itu, perbedaan utama adalah bahwa sebaran nilai pada format conversion adalah sebaran normal, sementara pada realibility normalization adalah sebaran Weibull. Gambar 19 berikut menunjukkan sebaran nilai kekuatan geser sejajar serat dalam dua jenis distribusi yaitu normal dan Weibull. Gambar 19a. menunjukkan semua data pengamatan tampak berimpit baik dengan distribusi normal maupun Weibull, namun pada Gambar 19b.
dimana titik pengamatan diambil hanya 5% tampak bahwa titik
pengamatan lebih dekat dengan distribusi Weibullnya dibandingkan dengan distribusi normal.
(Gambar 19a.)
(Gambar 19b.)
Gambar 19. Pengepasan Distribusi Kekuatan Geser Sejajar Serat Amatan dengan Distribusi Normal dan Weibull pada Semua Data (Gambar 19a.) dan pada 5% Data (Gambar 19b.)
Hal tersebut membuktikan bahwa LRFD dengan realibility normalization lebih dipercaya datanya dibandingkan dengan format conversion karena distribusi data lebih dekat dengan realibility normalization yang menggunakan distribusi Weibull. Dengan kedua metoda ASD dan LRFD
membuktikan bahwa data CKBC
mangium yang diteliti memberikan keunggulan nilai kuat lentur, tarik dan tekan sejajar serat, namun sebaliknya mangium memiliki kelemahan pada kuat geser (versi prosedur realibility normalization) dan tekan tegaklurus serat.
76 Tabel 31. Mutu Kayu Balok Mangium Melalui ASD ke LRFD (Format Conversion) dan LRFD (Realibility Normalization) Realibility Normalization Format Conversion Sumber Data Rataan (kgf/cm2)
MoE 51.780
Kode Mutu <E10 2
Kuat Acuan <E10 RSNI (kg/cm ) Rataan MoR (kgf/cm2) R0.05 (kgf/cm2)
Fb
Sumber Data -
Fb -
<180
<180 Rataan MoR (kgf/cm2) Shape (α)
448,57 6,03
0,43 1
Scale (η, kgf/cm2) Rp (kgf/cm2)
482,66 294,89
Tegangan Ijin(kgf/cm2) KF
138,97 2,54
Covariance (CV) Ω
19,15 0,89
Rn (kgf/cm2) Mutu
353,14 E16
KR Rn (kgf/cm2)
Adjusment Factor Size Factor
448,57 319,62
Mutu
1,19 311,01 E14
Ket.: Fb = Kuat lentur, KF = Format Conversion Factor, Rn = Reference Resistance, α = Weibull shape parameter, η = Weibull scale parameter, Rp = Distribution percentile estimate, CVw = Coefficient of Variation, Ω = Data confidence factor, KR = 5% Based Rn factor, * = Data menurut R-SNI(2002).
Tabel 31 berikut memberikan gambaran kode mutu balok mangium yang dihitung berdasar nilai kuat lentur melalui format conversion dari ASD ke LRFD maupun langsung dengan metoda LRFD. Hasil keduanya adalah kode mutu E16 dan E14 masingmasing untuk format conversion (ASD ke LRFD) dan realibility normalization (langsung dengan LRFD). Kode mutu ini masih jauh diatas kode mutu balok mangium berdasar rataan MoE yang hanya berada pada kelas kode mutu <E10. Sekali lagi metoda ini membuktikan bahwa balok mangium umur 17 tahun memiliki kelebihan pada sifat kuat lenturnya, yang dalam RSNI 2002 kode mutu E10 hanya menunjukkan nilai 18 MPa. Data berdasar Tabel 31 diatas bisa diartikan bahwa balok mangium 17 tahun memiliki kekuatan yang tinggi namun keuletannya rendah. Tabel 32. No A 1 2 B
Mutu Kayu Mangium Ditinjau dari Data MoE CKBC dan Balok Melalui Pengujian NDT Dinamis dan NDT Panter MPK5 pada RSNI (2002) Sumber data Nilai MoE 3 3 NDT Dinamis Min(x10 ) Max(x10 ) Rataan(x103) SD CV (%) CKBC 142,5 279,5 205,1 25,355 12,36 Kode Mutu E15 >E26 E21 Balok 87,8 166,8 140,7 14,566 10,36 Kode Mutu <E10 E17 E15 3 3 NDT Panter Min(x10 ) Max(x10 ) Rataan(x103) SD CV (%) Balok 127,6 175,2 146,8 10,200 6,95 Kode Mutu E13 E18 E15
77
Berbeda dengan hasil kode mutu sebelumnya, meski sama-sama menghasilkan nilai MoE, Tabel 32 menghasilkan nilai kode mutu yang posisinya lebih tinggi dibanding kode mutu yang diperoleh melalui metoda ASD dan LRFD bagi data CKBC dan balok. Kode mutu mangium dengan NDT dinamis (Sylva-test Duo®) menghasilkan kode mutu E21 dan E15 untuk CKBC dan balok, sementara dengan pemilahan masinal menggunakan Panter MPK5 menghasilkan kode mutu E15. Pemanfaatan data MoE dari pengujian NDT baik CKBC maupun balok memang memerlukan faktor konversi sehingga kode mutu yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Namun demikian, penyusunan faktor koreksi NDT dinamis tersebut memerlukan kecermatan dan jumlah data yang cukup sehingga sampai saat ini belum dapat diketahui (misalnya faktor konversi nilai MoE CKBC NDT Sylvatest-Duo® ke MoE balok kayu mangium),
sehingga hasil kelas mutu terkoreksi belum dapat
dipaparkan. Demikian pula pemanfaatan data MoE dari hasil pemilahan masinal menggunakan Panter MPK5 juga memerlukan koreksi sebesar 1/1,15 mengingat pengujian Panter menerapkan posisi flatwise sementara pengujian MoR balok biasa dilakukan edgewise (NDS, 2005). 6. Kelas Kualita Kayu Mangium Berdasar PKKI 1961 dan RSNI 2002 Berdasarkan PKKI (1961), dapat ditentukan mutu kayu, kelas kuat, tegangan ijin dan modulus kenyal bagi mangium umur 17 tersebut sebagaimana Tabel 33 berikut. Tabel 33. Kelas Kuat Kayu Mangium Hasil Penelitian Berdasar PKKI (1961) A. Mutu Kayu, Berdasar Bab II Pasal 3 PKKI (1961) Mutu kayu A B Jumlah Jumlah (pcs) 22 8 30 Jumlah (%) 73 27 100 B. Kelas Kuat, Berdasar Lampiran 2 PKKI (1961) BJ = 0,52, kelas kuat III C. Tegangan Ijin, Berdasar Daftar II PKKI (1961) No. Sifat Kayu Nilai rataan (kgf/cm2) (g = 0,52) Mutu A Mutu B 1. Kuat lentur (170g) 89,04 66,78 2. Tekan sejajar serat (150g) 78,56 58,92 3. Tekan tegak lurus serat (40g) 20,95 15,71 4. Kuat geser (20g) 10,48 7,86 D. Modulus kenyal (E), Berdasar Daftar I PKKI (1961): 80.000 kgf/cm2 Ket.: Tegangan Ijin Mutu B = 0,75 x Mutu A. Pemilahan kayu sesuai PKKI (1961) hingga diperoleh rincian mutu tiap balok tercantum pada Lampiran 20.
Tabel 33 di atas menunjukkan bahwa 73% balok yang digunakan sebagai contoh uji merupakan kayu dengan mutu A berdasar pemilahan visual sesuai PKKI (1961). Selanjutnya kayu mangium tersebut berada pada kisaran kelas kuat III untuk pengkelasan
78
berdasar berat jenis, dan dengan format perkalian terhadap berat jenisnya, tegangan ijin mangium dapat diperoleh baik dalam kelompok mutu A maupun mutu B. Banyak faktor yang menyebabkan sifat kayu bervariasi sehingga menyebabkan kelas kuatnya juga beragam. Mata kayu, sebagai salah satu contoh, merupakan cacat yang bersifat alami bagi jenis mangium yang hingga kini perlu penanganan serius kalau ingin diperoleh kayu dengan kelas yang lebih baik. Dengan demikian teknik budidaya tanaman mangium seperti
pencegahan
putusnya akar pada proses penanaman, perlakuan penjarangan saat pohon muda dan sebagainya merupakan beberapa contoh menghindari cacat alami ini. Hal tersebut perlu dilakukan karena meskipun tanaman ini tergolong monopodial karena mampu melakukan self pruning (gugur cabang di saat umur muda), pada kondisi tanaman yang padat maka bantuan pemangkasan tetap harus dilakukan. Sesuai dengan kebutuhan sifat mekanisnya, mangium 17 tahun bisa digunakan untuk kayu struktural karena berada pada kelas yang cukup baik. Sesuai dengan Tabel 33 di atas, kelas kuat mangium berdasar tegangan yang diperkenankan, termasuk dalam kelas kuat III. Dengan posisinya pada kelas kuat III tersebut maka jenis ini sekelas dengan mersawa, merawan, perupuk, sintuk, mahoni, medang, sungkai dan bungur. Dengan proses rekayasa kayu (engineered wood) maka mangium dari hutan tanaman umur 17 tahun mampu menggantikan kayu hutan alam yang memerlukan waktu puluhan tahun untuk memperoleh hasil yang sama. Dengan demikian tidak perlu ada keraguan bagi perencana bangunan untuk menempatkan mangium sebagai substitut terhadap beberapa jenis umum yang selama ini dikenal. Tabel 34. Kode Mutu Mangium Berdasar Kuat Acuan Sesuai RSNI (2002). Parameter
Ew
Fb
F t//
F c//
F v//
F c┴
10.604
88,5
134,80
39,64
11,12
9,21
E11
-
-
-
-
-
Nilai referensi RSNI-2002 E11(MPa)
-
20
19
25
4,5
10
Pemutuan CKBC ASD ke LRFD
-
Pemutuan CKBC LRFD
-
E24 E24
>E26 E25
E13 E14
>E26 <E10
<E10 <E10
Pemutuan balok ASD ke LRFD
E16
-
-
-
-
-
Pemutuan Balok LRFD
E14
-
-
-
-
-
Nilai hasil penelitian (MPa) Kelas Mutu berdasar E w
Ket.: Ew = modulus elastisitas lentur, Fb = Kuat lentur, Ft// = Kuat tarik // serat, Fc// = Kuat tekan // serat,
Fv// = Kuat geser // serat, Fc˔ = Kuat tekan tegaklurus serat.
Pengkelasan mutu kayu di Indonesia terkini adalah menggunakan Rancangan Standar Nasional Indonesia (R-SNI, 2002) yang merupakan revisi NI-5 PKKI 1961.
79
Dalam standar tersebut nilai desain disebut kuat acuan dan setiap kelas mutu diberi kode mutu yang berjenjang sesuai dengan nilai beberapa sifat mekanis yang dimilikinya. Untuk kayu mangium yang diteliti, kode mutu yang sesuai dengan sifat mekanis mangium tersebut adalah sebagaimana Tabel 34 di atas. Tabel tersebut menunjukkan bahwa mangium 17 tahun yang ditetiliti memiliki kode mutu kuat acuan E-11 yang didasarkan pada nilai modulus elastisitasnya.
Nilai kuat acuan E-11 ini sesuai pula
dengan hasil penelitian Sulistyawati (2009) yang memperoleh nilai E10-E12. Meski demikian, dari hasil sifat mekanis selain modulus elastisitas, tampak bahwa mangium yang diteliti memiliki nilai kuat lentur, tarik, tekan sejajar serat dan geser yang berada jauh di atas kuat acuannya, kecuali pada kuat tekan tegaklurus serat. Hal ini merupakan kelebihan dari mangium ini, sehingga dalam suatu penyusunan perencanaan, terdapat 3 nilai mangium (nilai kuat lentur, kuat tarik dan tekan sejajar serat) yang dapat dibanggakan karena berada di atas nilai kuat acuannya. Dalam Tabel 34 diatas juga ditunjukkan rangkuman kode mutu mangium (menurut kode mutu kuat acuan RSNI 2002) berdasarkan pemutuan CKBC dan balok atas nilai sifat mekanis selain modulus elastisitas mengikuti metoda ASD yang di LRFD-kan (format conversion), dan mengikuti metoda LRFD (realibility normalization). Hasilnya adalah kode mutu E24 berdasar nilai kuat lentur dan E25 - >E26 berdasar nilai tarik sejajar serat, kode mutu E13-E14 berdasar sifat kekuatan tekan sejajar serat dan kode mutu <E10 untuk tekan tegaklurus serat. Nilai geser sejajar serat menghasilkan kode mutu dengan rentang yang sangat jauh berdasar kedua format, hal ini disebabkan penggunaan model sebaran yang berbeda pada kedua format yang digunakan. Sementara itu, pemutuan atas dasar nilai modulus elastisitas lentur menghasilkan E14 dan E16 bila dihitung atas nilai elatisitas lentur balok berdasar prosedur realibility normalization dan format conversion.
80
81
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN 1.
Hasil Densifikasi Kayu Mangium Pemadatan kayu mangium telah dilakukan terhadap 24 lempengan papan ukuran 30 x
20 cm dengan tebal 30 mm, dan diperoleh nilai pengurangan kayu dan persen kenaikan sifat mekanis sebagaimana Tabel 35 berikut. Dalam tabel tersebut juga dicantumkan sifat mekanis kayu ulin yang digunakan sebagai pasak. Tabel 35. Perubahan Sifat Mekanis Mangium Akibat Pemadatan dan Sifat Ulin Bahan Pasak Sebelum Sesudah Perubahan Sifat No Rataan Pemadatan Pemadatan (%) A. Mangium 1 Tebal (mm) 30,08 26,84 -10,77 2 Berat Jenis 0,57 0,62 +9,60 3 MoE (kgf/cm2) 138.365 144.506 +4,44 2 4 MoR (kgf/cm ) 902,55 1.278 +41,60 5 Kekerasan radial (kgf/cm2) 427,56 467,83 +9,42 6 Kekerasan tangensial (kgf/cm2) 490,22 503,17 +2,64 B. Ulin 1 MoE (kgf/cm2) 307.481 2 MoR (kgf/cm2) 1.458 3 Kekerasan radial (kgf/cm2) 794 4 Kekerasan tangensial (kgf/cm2) 883
Tabel 35 di atas menunjukkan bahwa proses pengempaan mangium umur 17 tahun hanya mampu meningkatkan kepadatan 11%
karena apabila dilakukan penambahan
waktu maka permukaan mangium menjadi kehitaman (gosong) dan dikhawatirkan akan merusak kayu. Meski demikian terjadi kenaikan yang cukup tinggi pada keteguhan lentur sampai dengan 42%, sementara pada berat jenis dan kekerasan radial sampai 9%, serta 4% pada nilai modulus elastisitas lenturnya. Kenampakan permukaan mangium yang dipadatkan menjadi lebih gelap dan berkilap.
2.
Data Identifikasi Pasak dan Komponen Sambungan yang Digunakan Identifikasi pasak telah dilakukan baik untuk pasak yang dibuat dari kayu
mangium yang sama dengan komponen sambungan, pasak dari kayu mangium yang sama namun diberi perlakuan densifikasi, pasak yang dibuat dari kayu ulin maupun pasak baja. Data identifikasi pasak meliputi kadar air dan berat jenis baik pada pasak bulat maupun pasak segi empat sebagaimana Tabel 36 berikut.
82 Tabel 36. Rekapitulasi Data Pasak yang Digunakan No A. 1 2 3 4 B. 1 2 3 4
Jenis Pasak Pasak Bulat Pasak mangium sejenis Pasak mangium dipadatkan Pasak ulin Pasak baja Pasak Segi empat Pasak mangium sejenis Pasak mangium dipadatkan Pasak ulin Pasak baja
Jumlah
Kadar Air (%)
CoV(%)
Berat Jenis
CoV(%)
56 56 56 56
17,12 14,23 11,40 -
4,48 14,11 8,63 -
0,69 0,74 0,97 7,51
3,98 13,29 6,52 1,82
48 48 48 48
17,22 11,74 11,05 -
10,10 11,65 4,62 -
0,69 0,75 1,06 7,66
13,18 6,08 2,06 7,39
Komponen sambungan kayu untuk semua perlakuan juga telah diteliti kadar air dan berat jenisnya. Rataan data identifikasi semua komponen sambungan tersebut adalah sebagaimana tampak pada Tabel 37 berikut. Tabel 37. Kadar Air dan Berat Jenis Komponen Sambungan No 1 2 3 4 5
Keterangan Nilai maksimum Nilai minimum Nilai rataan Deviasi standar Koef variasi (%)
Kadar Air (%) 19,93 15,23 17,64 1 5,67
Berat Jenis 0,75 0,48 0,61 0,06 9,63
3. Kemampuan 13 Sistem Sambungan pada Ukuran Komponen yang Sama Pengujian sistem sambungan dengan menggunakan berbagai sistem sambungan pada ukuran komponen yang sama dicoba dibuat dengan menggunakan variasi bentuk dan bahan pasak penahan geser, variasi jenis pengencang, dan dibandingkan pula dengan perlakuan penggunaan sambungan pasak baut (tanpa penahan geser), pengencang bambu dan plat klam serta penggunaan laminasi perekat. Variasi bentuk penahan geser adalah bentuk bulat dan segi empat, sedang variasi bahan pasak penahan geser adalah pasak penahan geser yang dibuat dari kayu mangium sejenis, mangium dipadatkan, ulin dan baja. Hasil pengujian dipaparkan pada Tabel 38
berikut, dimana nilai kekuatan
terendah dicapai oleh sambungan 5 (sambungan dengan pasak penahan geser bulat yang dibuat dari mangium tanpa perlakuan dan pengencang plat klam), sementara tertinggi dicapai oleh sambungan 13 (sambungan dengan pasak penahan geser baja segiempat). Sambungan dengan pasak bambu memiliki sesaran yang sangat tinggi (11,6 mm)
83
sementara sambungan perekat menghasilkan keruntuhan yang tiba-tiba pada sesaran hanya 1 mm. Tabel 38.
Nilai Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran 13 Jenis Sistem Sambungan pada Titik Maksimum dan Batas Proporsi
Nomor Jenis Sambungan* 5 3 4 2 8 12 6 10 7 11 1 9 13
P Maksimum (x103 kgf) 1,33 2,02 2,19 3,18 3,96 4,88 5,29 5,66 5,93 6,36 6,59 6,79 8,35
P Batas Proporsi (x103 kgf) 0,72 0,72 1,29 1,48 2,25 2,60 2,85 2,81 3,17 2,40 0,75 3,53 4,12
S Maks (mm) 3,25 11,60 4,10 3,80 3,03 2,68 3,95 5,05 5,15 5,60 1,00 5,00 5,55
S Batas Prop (mm) 1,05 2,85 1,55 1,75 1,10 1,15 1,50 1,85 2,00 1,85 0,25 1,60 1,85
*Ket.: 1 = (sambungan) perekat, 2 = baut, 3 = bambu, 4 = (pasak) bulat mangium (pengencang) bambu, 5 = bulat mangium plat klam, 6 = bulat mangium baut, 7 = bulat mangium padat baut, 8 = bulat ulin baut, 9 = bulat baja baut, 10 = segiempat mangium baut, 11 = segiempat padat baut, 12 = segiempat ulin baut, 13 = segiempat baja baut. P = nilai kemampuan sistem sambungan, S = sesaran
Nilai kemampuan terendah dicapai oleh sambungan 5 (sambungan dengan pasak penahan geser bulat yang dibuat dari mangium tanpa perlakuan dan pengencang plat klam),
sementara tertinggi dicapai oleh sambungan 13 (sambungan dengan pasak
penahan geser baja segiempat). Sambungan dengan pasak bambu memiliki sesaran yang sangat tinggi (11,6 mm) sementara sambungan perekat menghasilkan keruntuhan yang tiba-tiba pada sesaran hanya 1 mm. Gambar 20 berikut menunjukkan histogram kemampuan sistem sambungan dan sesaran yang terjadi dengan ukuran contoh uji yang sama namun dilakukan perbedaan pada penggunaan alat sambungnya, diantaranya adalah penggunaan pasak penahan geser, pasak melintang, klam dan perekat yang hasilnya sangat beragam. Sambungan dengan menggunakan perekat (jenis sambungan 1) menunjukkan kemampuan yang sangat tinggi dengan batas proporsi yang sangat rendah, dan terjadi dalam rentang sesaran yang sangat rendah pula (0,25 mm pada batas proporsi). Hal itulah yang kiranya perlu diwaspadai pada konstruksi sambungan berperekat, karena keruntuhan bisa terjadi secara tiba-tiba meski kosntruksi tampak kokoh.
84
Gambar 20.
(a) (b) Histogram Nilai Kemampuan Sambungan (P, kgf) Maksimum dan pada Batas Proporsi (Gambar 20a), dan Sesaran (Slip, mm) Maksimum dan pada Batas Proporsi (Gambar 20b) pada 13 Macam Sistem Sambungan. (Keterangan: 1 = (sambungan) perekat, 2 = baut, 3 = bambu, 4 = (pasak) bulat mangium (pengencang) bambu, 5 = bulat mangium plat klam, 6 = bulat mangium baut, 7 = bulat mangium padat baut, 8 = bulat ulin baut, 9 = bulat baja baut, 10 = segiempat mangium baut, 11 = segiempat padat baut, 12 = segiempat ulin baut, 13 = segiempat baja baut).
Perbedaan antar perlakuan dicoba diketahui melalui ANOVA (Analysis of Variance) melalui Program Minitab versi 14 untuk data kemampuan maksimum sambungan dan kemampuan sistem sambungan pada batas proporsi, seperti terurai pada Tabel 39a dan 39b berikut. Tabel 39a. ANOVA P Maksimum (kgf) Vs. Jenis Sambungan Source DF SS MS F Jenis sambungan 12 217.633.012 18.136.084 23,78 Error 39 29.747.318 762.752 Total 51 247.380.330 S = 873,4 R-Sq = 87,98% R-Sq(adj) = 84,28%
P 0,000
Tabel 39b. ANOVA P pada Batas Proporsi (PL) (kgf) Vs Jenis Sambungan Source DF SS MS F P Jenis sambungan 12 61.103.517 5.091.960 16,40 0,000 Error 39 12.108.471 310.474 Total 51 73.211.987 S = 557,2 R-Sq = 83,46% R-Sq(adj) = 78,37% Karena kedua ANOVA menunjukkan nilai F yang lebih besar dari P yang berarti perlakuan dalam bentuk
jenis sambungan yang berbeda-beda dinyatakan berbeda
signifikan sehingga perlu diuji lebih lanjut guna mengetahui perlakuan yang mana saja yang signifikan tersebut. Uji lanjut menggunakan program Minitab versi 14 dengan interpretasi perbandingan berpasangan menurut Fisher’s Test (yang sering disebut juga dengan Least Significant Difference), seperti diuraikan dalam Lampiran 21 (untuk P maksimum) dan Lampiran 22
85
(untuk P pada batas proporsi). Ketentuan interpretasi Fisher’s Test bahwa bila interval rata-rata untuk sepasang level faktor yang dibandingkan memuat bilangan nol maka keputusannya adalah keduanya memiliki rata-rata kemampuan sambungan maksimum yang sama. Rekapitulasi hasil signifikansi pada kemampuan maksimum dan kemampuan pada batas proporsi adalah sebagaimana diuraikan pada Tabel 40 berikut. Tabel 40. Signifikansi Antar Perlakuan pada Kemampuan (P) Maksimum Sambungan (Bag Atas) dan pada P Batas Proporsi (Bag. Bawah) Perlakuan
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
-
1 2 3 4 5 6 7 8
* * * * ns * *
* ns ns ns * ns ns
* ns ns ns * ns ns
* * ns ns ns ns ns
* * * * * * ns
ns * * * * ns *
* ns * * * * * -
ns * * * * * ns *
ns * * * * ns ns *
ns * * * * ns ns *
* * * * * ns ns *
* * * * * * * *
13 12 11 10 9 8 7
9 10
* *
ns *
ns *
ns *
ns *
ns *
ns *
*
ns -
ns ns
* ns
* *
6 5
11 12
* *
* *
* *
* *
* *
* *
* *
* *
ns ns
ns
* -
* *
4 3
13 -
* *
* *
* *
* *
* *
ns *
* *
* *
ns ns
ns ns
ns ns
ns
2 1
-
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Perl
Ket: * = signifikan, selain itu adalah non signifikan, 1 = (sambungan) perekat, 2 = baut, 3 = bambu,
4 = (pasak) bulat mangium (pengencang) bambu, 5 = bulat mangium plat klam, 6 = bulat mangium baut, 7 = bulat mangium padat baut, 8 = bulat ulin baut, 9 = bulat baja baut, 10 = segiempat mangium baut, 11 = segiempat padat baut, 12 = segiempat ulin baut, 13 = segiempat baja baut).
Dari Tabel 40 diatas, ditinjau dari nilai kemampuan (P) maksimumnya tampak bahwa perlakuan 7 (sambungan dengan pasak penahan geser mangium bulat dipadatkan) dan perlakuan 10 (sambungan dengan pasak penahan geser segiempat mangium tanpa perlakuan) merupakan perlakuan yang paling banyak memiliki nilai yang sama (non signifikan) terhadap 6 perlakuan sejenisnya. Selebihnya adalah perlakuan 11 (5 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 1, 6 dan 9 (4 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 2, 3, 4 dan 12 (3 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 5 (2 perlakuan lain bernilai sama) dan perlakuan 8 yang hanya sama nilainya dengan perlakuan 2. Perlakuan 13 (sambungan dengan pasak penahan geser baja segi empat) memiliki nilai yang tertinggi dan jauh melampaui (non signifikan) terhadap 12 perlakuan lainnya. Hasil dari signifikansi tersebut adalah jika pemilihan jenis sambungan sesuai perlakuan 13
86
memberikan nilai kemampuan tertinggi dan tidak disamai oleh 12 jenis lainnya, selain itu ada 6 kelompok level lain yang nilainya sama. Tabel 41 berikut menggambarkan kelompok level perlakuan yang bernilai sama tersebut dalam format yang berbeda. Tabel 41. Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada P Maksimum dan Batas Proporsi. P Batas Proporsi Perlakuan yang Kelompok Perlakuan Perlakuan yang Bernilai Sama Pembanding* Bernilai Sama Terhadap Terhadap Pembanding Pembanding A 13 I 13 9 B 8 2 J 1 2,3,4,5 C 5 3, 4 3 1,2,4,5 D 2 3,4,8 4 1,2,3,5 3 2,4,5 5 1,2,3,4 4 2,3,5 9 6,7,10,13 12 6,7,10 K 2 1,3,4,5,8 E 1 7,9,10,11 7 6,9,10,11,12 6 7,10,11,12 8 2,6,10,11,12 9 1,7,10,11 11 6,7,8,10,12 F 11 1,6,7,9,10 12 6,7,8,10,11 G 7 1,6,9,10,11,12 L 6 7,8,9,10,11,12 10 1,6,7,9,11,12 10 6,7,8,9,11,12 *Ket: 1 = (sambungan) perekat, 2 = baut, 3 = bambu, 4 = (pasak) bulat mangium (pengencang) bambu, 5 = bulat mangium plat klam, 6 = bulat mangium baut, 7 = bulat mangium padat baut, 8 = bulat ulin baut, 9 = bulat baja baut, 10 = segiempat mangium baut, 11 = segiempat padat baut, 12 = segiempat ulin baut, 13 = segiempat baja baut. Kelompok
P Maks Perlakuan Pembanding*
Tabel 41 menjelaskan perilaku sambungan pada batas proporsi, dimana perlakuan 10 dan 6 merupakan perlakuan yang paling banyak memiliki nilai yang sama (non signifikan) terhadap 6 perlakuan sejenisnya. Selebihnya adalah perlakuan 2,7,8,11 dan 12 (5 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 1, 3,4,5 dan 9 (4 perlakuan lain bernilai sama) dan perlakuan 13 (pasak penahan geser baja segi empat) yang hanya sama nilainya dengan perlakuan 9 (pasak penahan geser baja bulat), dan keduanya merupakan rataan tertinggi dibanding 11 perlakuan lainnya. Perbedaan antar perlakuan juga dicoba diketahui melalui ANOVA (Analysis of Variance) melalui Program Minitab versi 14 untuk data sesaran maksimum sambungan dan sesaran pada batas proporsi, seperti terurai pada Tabel 42a dan 42b berikut. Tabel 42a. ANOVA Sesaran Maksimum pada Sambungan (mm) Vs jenis Sambungan Source DF SS Jenis sambungan 12 295,39 Error 39 60,07 Total 51 355,46 S = 1,241 R-Sq = 83,10% R-Sq(adj) = 77,90%
MS 24,62 1,54
F P 15,98 0,000
87 Tabel 42b. ANOVA Sesaran pada Batas Proporsi (PL) (mm) Vs Jenis Sambungan Source DF SS MS Jenis sambungan 12 19,03 1,50 Error 39 6,75 0,17 Total 51 24,78 S = 0,4160 R-Sq = 72,76% R-Sq(adj) = 64,38%
F 8,68
P 0,000
Karena kedua ANOVA menunjukkan nilai F yang lebih besar dari P yang berarti perlakuan dalam bentuk jenis sambungan yang berbeda-beda memberikan nilai sesaran maksimum dan sesaran pada batas proporsi yang berbeda signifikan. Lampiran 23 - 24 menunjukkan hasil ANOVA (Analysis of Variance) sesaran maksimum dan sesaran pada batas proporsi sekaligus uji lanjutnya menurut Fisher’s Test
dengan memanfaatkan
program Minitab versi 14. Tabel 43.
Signifikansi Antar Perlakuan pada Sesaran (S) Maksimum Sambungan (Bag Atas) dan pada S Batas Proporsi (Bag. Bawah)
Perlakuan
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
* * ns ns ns * ns ns * ns
* * * * ns ns * ns ns ns
* ns * ns ns * ns ns * ns
* ns * ns ns * ns ns * ns
* ns * ns ns ns ns ns ns ns
* ns * ns * ns * ns ns ns
* ns * ns ns ns * ns * ns
* ns * ns ns ns ns * ns ns
* ns * ns * ns ns * ns ns
* * * ns * ns ns * ns ns -
ns ns * ns ns ns * ns * * *
* ns * ns * ns ns * ns ns ns
13 12 11 10 9 8 7 6 5 4
12 13
* ns
* *
* ns
* ns
* ns
* *
* ns
* ns
* *
* ns
*
* -
3 2
-
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
1
-
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
Perl
Ket:
1 = (sambungan) perekat, 2 = baut, 3 = bambu, 4 = (pasak) bulat mangium (pengencang) bambu, 5 = bulat mangium plat klam, 6 = bulat mangium baut, 7 = bulat mangium padat baut, 8 = bulat ulin baut, 9 = bulat baja baut, 10 = segiempat mangium baut, 11 = segiempat padat baut, 12 = segiempat ulin baut, 13 = segiempat baja baut.
Hasil uji lanjut sesaran menggunakan program Minitab versi 14 dengan interpretasi perbandingan berpasangan menurut Fisher’s Test (yang sering disebut juga dengan Least Significant Difference) dipaparkan sebagaimana Tabel 43 diatas. Tabel 43 menunjukkan sesaran maksimum untuk perlakuan 3 (sambungan pasak bambu) signifikan perbedaannya terhadap 12 perlakuan lainnya, kemudian diikuti oleh perlakuan 1 (sambungan perekat) yang sama nilai sesaran maksimumnya dengan
88
perlakuan 12 (sambungan pasak penahan geser ulin segi empat). Selain itu masih terdapat 6 kelompok perlakuan yang memiliki nilai sesaran yang tidak signifikan, meliputi perlakuan 8 (5 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 5, 11 dan 12 (6 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 7, 10 dan 13 (7 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 9 (8 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 2 (9 perlakuan lain bernilai sama), serta perlakuan 4 dan 6 (10 perlakuan lain bernilai sama). Kemudian pada sesaran di batas proporsi menunjukkan bahwa perlakuan 1(sambungan perekat) dan 3 (sambungan pasak bambu) sama-sama memiliki nilai sesaran batas proporsi yang signifikan terhadap semua perlakuan di sesama levelnya. Selain itu perlakuan terbagi dalam 3 kelompok yang berjumlah perlakuan yang bernilai sama, yakni perlakuan 5, 8 dan 12 (5 perlakuan lain bernilai sama), perlakuan 2, 7, 10, 11 dan 13 (7 perlakuan lain bernilai sama) serta perlakuan 4, 6 dan 9 (10 perlakuan lain bernilai sama). Tabel 44 berikut mempermudah pengelompokan perlakuan yang bernilai sama tersebut. Tabel 44. Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada Sesaran Maksimum dan Batas Proporsi. Sesaran Maksimum Sesaran Batas Proporsi Perlakuan Perlakuan yang Bernilai Kelom- Perlakuan Perlakuan yang Bernilai PembanSama Terhadap pok Pembanding* Sama Terhadap Pembanding Pembanding ding* A 3 I 1 B 1 12 3 C 8 2, 4,5,6,12 J 5 4,6,8,9,12 D 5 2,4,6,8,9,12 8 4,5,6,9,12 11 4,6,7,9,10,13 12 4,5,6,8,9 12 1,2,4,5,6,8 K 2 4,6,7,9,10,11,13 E 7 2,4,6,9,10,11,13 7 2,4,6,9,10,11,13 10 2,4,6,7,9,11,13 10 2,4,6,7,9,11,13 13 2,4,6,7,9,10,11 11 2,4,6,7,9,10,13 F 9 2,4,5,6,7,10,11,13 13 2,4,6,7,9,10,11 G 2 4,5,6,7,8,9,10,12,13 L 4 2,5,6,7,8,9,10,11,12,13 H 4 2,5,6,7,8,9,10,11,12,13 6 2,4,5,7,8,9,10,11,12,13 6 2,4,5,7,8,9,10,11,12,13 9 2,4,5,6,7,8,10,11,12,13 *Ket: 1 = (sambungan) perekat, 2 = baut, 3 = bambu, 4 = (pasak) bulat mangium (pengencang) bambu, 5 = bulat mangium plat klam, 6 = bulat mangium baut, 7 = bulat mangium padat baut, 8 = bulat ulin baut, 9 = bulat baja baut, 10 = segiempat mangium baut, 11 = segiempat padat baut, 12 = segiempat ulin baut, 13 = segiempat baja baut. Kelompok
4. Kemampuan Sistem Sambungan pada Variasi Bentuk, Jumlah dan Bahan Pasak penahan Geser a. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Beban Maksimum Ulangan sebanyak empat (n = 4) dilakukan terhadap setiap perlakuan sambungan kayu, dan menghasilkan nilai rataan kemampuan sistem sambungan dalam menahan beban dan sesaran pada titik maksimum tersebut sebagaimana diuraikan dalam Tabel 45.
89
Tabel 45. Rataan Kemampuan Menahan Beban Maksimum dan Sesaran Sambungan No. A. 1
Keterangan Pasak Bulat Sepasang
2
Dua Pasang
3
Tiga Pasang
Nilai Beban Maks (x103 kgf) Sesaran (mm) Beban Maks (x103 kgf) Sesaran (mm) Beban Maks (x103 kgf) Sesaran (mm)
Sejenis 5,29 3,95 7,29 4,20 10,61 5,05
B. Pasak Segi Empat 1 Sepasang Beban Maks (x103 kgf) Sesaran (mm) 2 Dua Pasang Beban Maks (x103 kgf) Sesaran (mm) 3 Tiga Pasang Beban Maks (x103 kgf) Sesaran (mm)
5,66 5,05 8,28 5,35 13,19 5,85
Bahan Pasak Dipadatkan Ulin 5,93 4,27 5,15 3,03 8,10 7,32 4,70 4,10 9,99 9,15 4,05 3,35 6,36 5,60 8,29 5,15 12,74 5,15
4,88 2,68 7,89 3,55 11,53 4,55
Baja 6,79 5,00 9,84 5,25 13,43 4,00 8,35 5,55 10,13 4,35 15,69 5,65
Keterangan: Data masing-masing perlakuan (n = 4) dicantumkan dalam Lampiran 25.
Dari Tabel 45 diatas tampak bahwa dari semua perlakuan yang dilakukan, sambungan dengan sepasang pasak ulin berbentuk bulat memiliki kemampuan menahan beban maksimum terendah yakni hanya sebesar 4.265 kgf, sedangkan nilai tertinggi dihasilkan oleh sambungan pasak baja berbentuk segi empat dengan susunan tiga pasang yang mampu menahan beban sampai 15.686 kgf, dengan grafis sebagai Gambar 21 berikut:
Gambar 21.
(a) (b) Rataan Kemampuan Menahan Beban (P, kgf) Maksimum (Gambar 21a) dan Sesaran (mm) pada Beban Maksimum (Gambar 21b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Variasi Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak yang Berbeda
Gambar 21 menunjukkan bahwa penambahan jumlah pasak penahan geser akan meningkatkan kemampuan sistem sambungan yang dibuat, dan pasak baja memberikan nilai kemampuan menahan beban yang tertinggi pada setiap kelompok jenis pasak. Namun demikian, pada nilai sesaran pada titik kemampuan maksimum,
90
penambahan jumlah pasak tidak memberikan efek yang sama seperti halnya pada kemampuannya. Kemampuan menahan beban untuk sistem sambungan yang dibuat, dapat dikatagorikan berdasar faktor pengaruh perlakuan yang dilakukan, yakni faktor bentuk pasak (2 level), faktor jumlah pasak (3 level) dan faktor bahan pasak (4 level). Gambaran kemampuan sistem sambungan berdasar faktor tersebut dapat dijelaskan sebagaimana Tabel 46 dan Gambar 22 berikut. Tabel 46. Rataan Kemampuan Beban Maksimum Sambungan Menurut Faktor dan Level Jenis Pasak Bulat Segi Empat
Nilai Rataan (kgf) 8.207 9.433
Jumlah Pasak 1 Pasang 2 Pasang 3 Pasang
(a)
Nilai Rataan (kgf) 5.937 8.448 12.075
(b)
Bahan Pasak Sejenis Padat Ulin Baja
Nilai Rataan (kgf) 8.474 8.569 7.540 10.697
(c)
Gambar 22. Beban (P) Maksimum (kgf) yang Mampu Ditahan Oleh Sambungan Berdasar (a). Bentuk, (b). Jumlah Pasang dan (c). Bahan Pasak.
Gambar
22(a)
menunjukkan sambungan dengan pasak segi empat memiliki
kemampuan menahan beban lebih tinggi dibanding pasak bulat, dengan selisih sebesar 1.226 kgf atau sebesar 14,86%. Untuk jumlah pasang pasak yang digunakan, bertambahnya pasangan pasak yang digunakan akan menambah kemampuan menahan beban maksimum sambungan. Gambar
22(b) menunjukkan kenaikan masing-masing
sebesar 2.511 kgf (42,25%) dan 5.138 kgf (103,2%) untuk penambahan satu dan dua pasang pada sambungan. Kemampuan sambungan menahan beban maksimum juga bergantung pada bahan pasak yang digunakan. Gambar
22(c) menunjukkan perbedaan
itu yakni berturut-turut dari yang terendah adalah pasak ulin, pasak kayu mangium yang sejenis dengan komponen sambungan, pasak kayu mangium yang dipadatkan dan tertinggi dicapai oleh pasak baja. Apabila kemampuan sambungan dengan pasak geser baja adalah 100%, maka berturut-turut prosentase kemampuan sambungan pasak geser
91
ulin, mangium sejenis dan mangium dipadatkan terhadap kemampuan sambungan dengan pasak geser besi adalah sebesar 70,5%; 79,23% dan 80,16%. Bertambahnya jumlah pasak akan berpengaruh positif pada kemampuan menahan beban maksimum sambungan. Pengaruh tersebut dapat dipaparkan dalam persamaan regresi eksponensial, yang ditinjau baik dari jenis bahan pasak, bentuk pasak maupun sebagai suatu sambungan. Gambar 23 dan Tabel 47 berikut menunjukkan hubungan tersebut, dengan nilai koefisien determinasi yang cukup baik.
Gambar 23. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pasang) Terhadap Kemampuan Maksimum (P Maks) Sambungan (kgf) pada Beberapa Faktor Pasak.
Tabel 47. Persamaan Hubungan Eksponensial Jumlah Pasak Terhadap Kemampuan MaksimumSambungan Pada Beberapa Faktor Pasak No Jumlah Pasak pada Persamaan Koef. Determinasi (R2) 1. Pasak sejenis y = 3667e0,391x R² = 0,947 0,303x 2. Pasak sejenis densifikasi y = 4280e R² = 0,743 3. Pasak ulin y = 3164e0,405x R² = 0,921 0,329x 4. Pasak baja y = 5322e R² = 0,924 0,335x 5. Pasak bulat y = 4000e R² = 0,776 0,379x 6. Pasak segi empat y = 4171e R² = 0,827 0,357x 7. Sambungan berpasak y = 4085e R² = 0,770 Ket.: y = nilai maksimum kemampuan menahan beban (kgf), x = jumlah pasak (pasang).
Diantara jenis bahan pasak, nilai koefisien determinasi pasak densifikasi dibawah nilai pasak sejenis, ulin atau baja, sementara itu pasak bulat hanya berselisih 0,05 dibawah nilai pasak segi empat. Proses densifikasi bahan pasak yang harus dibuat per lempeng diduga memberikan andil dalam ketidak seragaman hasil pemadatan. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi, membuktikan hubungan yang semakin baik, dan meski demikian semua perlakuan telah membuktikan hubungan yang baik karena koefisien determinasi yang tinggi.
92
Gambaran serupa, yakni kenaikan kemampuan sistem sambungan yang naik seiring kenaikan jumlah pasak penahan geser, juga bisa dilihat pada Gambar 24 dan Tabel 48 berikut. Persamaan hubungan dalam regresi linear ditunjukkan bagi pertambahan jumlah pasak di setiap jenis perlakuan bentuk dan bahan pasak penahan geser, yang menunjukkan hubungan
yang baik terbukti dengan nilai koefisien determinasi yang
tinggi.
Gambar 24. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pcs) Terhadap Kekuatan Maksimum (P Maks) Sambungan (kgf) pada Bentuk dan Bahan Pasak yang Berbeda
Gambar 24 diatas adalah tinjauan kenaikan kemampuan pada setiap jenis perlakuan bentuk dan bahan pasak penahan geser pada sistem sambungan untuk setiap kenaikan pasak yang ditambahkan. Nilai tertinggi dicapai oleh pasak segiempat baja yang diikuti bulat
baja dan terendah adalah pasak
bulat ulin, sementara pasak lainnya saling
menyilang diantara ketiga grafik tersebut. Tabel 48. Persamaan Hubungan Regresi Linear Jumlah Pasak Terhadap Kekuatan Maksimum Sambungan Pada Beberapa Faktor Pasak Faktor Pasak Bulat 1. Sejenis 2. Sejenis Densifikasi 3. Ulin 4. Baja Pasak Segiempat 1. Sejenis 2. Sejenis Densifikasi 3. Ulin 4. Baja
Persamaan regresi linear
R2
y=2236+1396x y=3948+1014x y=2097+1220x y=3382+1659x
0,973 0,998 0,963 0,997
y=1590+1883x y=2753+1594x y=1454+1661x y=3993+1845x
0,980 0,950 0,997 0,921
Ket.: y = Nilai maksimum kemampuan menahan beban (kgf), x = jumlah pasak (pcs).
93
Hubungan penambahan jumlah pasak pada sistem sambungan yang diberi perlakuan bentuk dan bahan pasak memberikan nilai koefisien determinasi yang sangat baik, semuanya diatas nilai 0,9. Untuk mengetahui adanya pengaruh faktor bentuk pasak, jumlah pasak dan jenis bahan pasak pada nilai kemampuan menahan beban maksimum sambungan, data diolah berdasarkan sidik ragam (Uji F) dalam bentuk percobaan faktorial dalam rancangan RCBD (Randomized Completely Block Design) sesuai Gomez dan Gomez (1995) seperti tertera pada Tabel 49 berikut. Tabel 49. ANOVA Nilai P Maksimum Sambungan SV
DB
Ulangan
r-1=3
(Perl)
(abc-1=23)
A B C
a-1=1 b-1=2 c-1=3
JK
KR
F-hit
F0.05
F0.01
1.675.013
558.337
1,02
2,76
4,13
807.572.400
35.111.843
6,25**
1,7
2,12
36.033.236
**
4
7,08
**
3,15
4,98
**
2,76
4,13
**
3,15
4,98
36.033.236 609.393.077 128.258.013
304.696.538 42.752.671
65,94 557,59 78,24
AB
(a-1)(b-1)=2
17.460.264
8.730.132
AC
(a-1)(c-1)=3
266.117
88.705
0,16
2,76
4,13
13.086.167
2.181.027
**
2,23
3,08
3.075.524
512.587
0,99
2,23
3,08
37.705.182
546.451
BC
(b-1)(c-1)=6
ABC
(a-1)(b-1)(c-1)=6
Galat
(abc-1)(r-1)=69
15,98
3,99
Total abcr-1=95 846.952.596 Ket.: SV = Sumber variasi, DB = Derajat bebas, JK = Jumlah kuadrat, KR = Kuadrat rataan, ** = sangat signifikan
Tabel analisis sidik ragam (ANOVA, Analysis Of Variance) di atas membuktikan bahwa kemampuan sambungan dalam menahan beban maksimum dipengaruhi oleh faktor A (bentuk pasak), faktor B(jumlah pasak), faktor C(jenis bahan pasak), faktor AB (interaksi bentuk dan jumlah pasak) dan faktor BC (interaksi jumlah dengan jenis bahan pasak). Dari Tabel 49 juga dapat disimpulkan bahwa ulangan yang dilakukan terhadap tiap perlakuan (n = 4) memberikan nilai yang tidak signifikan, berarti setiap contoh uji bernilai sama terhadap sesama perlakuan. 1). Pengaruh Faktor Tunggal pada P Maksimum Uji lanjutan terhadap faktor tunggal yang sangat signifikan berpengaruh terhadap kemampuan maksimum sambungan dilakukan menggunakan uji HSD (Honestly Significant Difference, Uji Beda Tulus) sebagai alat pembanding terhadap nilai rataan setiap perlakuan yang akan diuji-lanjutkan.
94
Pada faktor A (bentuk pasak) pasak segiempat lebih kuat dibanding pasak bulat pada pencapaian kemampuan maksimum dengan selisih kemampuan sebesar 1.226 kgf. Bentuk segiempat lebih mampu menahan beban karena memiliki sisi datar yang mampu menahan tekanan komponen sambungan yang berada diatasnya, sementara pasak bulat lebih lemah karena permukaannya yang cenderung miring. Tabel 50. Signifikansi Pengaruh Faktor A (Bentuk Pasak), Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada P Maksimum Jenis Pasak Bulat Segiempat
Ket.:
Nilai Rataan (kgf) 8.207 a 9.433 b
Jumlah Pasak 1 Pasang 2 Pasang 3 Pasang
Nilai Rataan (kgf) 5.937 c 8.448 d 12.075 f
Bahan Pasak Sejenis Padat Ulin Baja
Nilai Rataan (kgf) 8.474 g 8.569 g 7.540 h 10.697 i
Nilai rataan yang ber notasi (subscript) sama menunjukkan hal yang tidak signifikan, selain itu adalah hal yang signifikan. HSD (69; 2) pada 0,05 = 43,46 dan pada 0,01 = 57,66. HSD (69; 3) pada 0,05 = 78,30 dan pada 0,01 = 93,33. HSD (69; 4) pada 0,05 = 114,79 dan pada 0,01 = 140,88 (lihat Lampiran 26)
Tabel 50 menunjukkan bahwa setiap penambahan jumlah pasak menghasilkan kenaikan kemampuan menahan beban secara signifikan. Tren kenaikan itu telah dibuat persamaannya seperti pada Tabel 47. Uji lanjutan terhadap faktor C (jenis bahan pasak) memberikan gambaran bahwa pemadatan yang dilakukan tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan menahan beban maksimum sambungan. Pemadatan tersebut hanya menaikkan rataan kemampuan sebesar 95 kgf, dan nilai tersebut tidak signifikan. Demikian pula untuk pasak kayu ulin, ternyata secara signifikan jauh berada dibawah kemampuan kayu mangium, bahkan yang tidak dipadatkan sekalipun. Sedangkan untuk pasak baja, kemampuan menahan beban secara signifikan jauh berada di atas pasak mangium maupun ulin. 2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada P Maksimum Tabel 51 berikut menunjukkan pengaruh interaksi faktor A (bentuk pasak) dan faktor B (jumlah pasak), yang membuktikan bahwa semua interaksi perlakuan yang terjadi saling sangat signifikan satu dengan yang lain. Dalam Lampiran 27 diuraikan pengaruh interaksi faktor B (jumlah pasak) dengan faktor C (bahan pasak). Dari 66 kombinasi perbandingan interaksi antar faktor yang terjadi, sebagian besar pengaruh interaksi antar faktor menunjukkan hal yang sangat signifikan, kecuali hanya pada 4(empat) perbandingan interaksi yang menunjukkan hal yang tidak signifikan dan 1(satu) interaksi faktor yang signifikan. Interaksi yang tidak
95
signifikan terjadi antara pasangan b1c4-b2c1, b1c4-b2c3, b2c1–b2c2 dan b2c1–b2c3, sementara pasangan yang signifikan terjadi pada b2c4 – b3c3. Tabel 51. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B Interaksi a1b2 a1b3 a2b1 a2b2 ** ** ** a1b1 2.617,84 5.290,94 731,52 3.136,95** a1b2 2.673,10** 1.886,32** 519,11** ** a1b3 4.559,42 2.153,99** a2b1 2.405,43** a2b2 -
a2b3 7.716,24** 5.098,40** 2.425,30** 6.984,72** 4.579,29**
Ket.: Nilai yang bernotasi (superscript) = ** masing-masing menunjukkan hal yang sangat sigifikan untuk beda pasangan (nilai rataan) perlakuan. HSD (69;6) pada 0,05 = 191,48 dan pada 0,01 = 229,10 (lihat Lampiran 26). a1=pasak bulat, a2=pasak segi empat., b1= pasak mangium sejenis, b2= pasak mangium dipadatkan, b3= pasak ulin dan b4 = pasak baja.
b. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Batas Proporsi Penghitungan kemampuan sistem sambungan dan besarnya sesaran yang terukur pada titik batas proporsi dibeberkan dalam Tabel 52 berikut. Tabel 52. Rataan Kemampuan Beban pada Batas Proporsi dan Sesaran Sambungan No.
Keterangan
A. Pasak Bulat Sepasang
Bahan Pasak Nilai 3
Beban PL (*10 kgf) Sesaran (mm)
2
Dua Pasang
Beban PL (*103 kgf) Sesaran (mm)
3
Tiga Pasang
Beban PL (*103 kgf) Sesaran (mm)
Sejenis 2,85 1,50 4,18 1,55 5,64 1,85
Dipadatkan 3,17 2,00 3,79 1,45 5,31 1,75
Ulin 2,25 1,10 3,16 1,40 5,15 1,30
Baja 3,53 1,60 4,76 1,60 7,29 1,25
2,59 1,15 3,67 1,35 6,49 1,95
4,14 1,85 2,35 1,40 7,09 1,90
B. Pasak Segi Empat
1
Sepasang
Beban PL (*103 kgf) Sesaran (mm)
2
Dua Pasang
3
Tiga Pasang
Beban PL (*103 kgf) Sesaran (mm) Beban PL (*103 kgf) Sesaran (mm)
2,81 1,85 4,16 1,95 5,46 2,10
2,40 1,85 3,88 1,95 6,61 2,20
Ket.: Data masing-masing perlakuan (n = 4) dicantumkan dalam Lampiran 25
Perbedaan nilai kemampuan antar perlakuan pada sistem sambungan di titik batas proporsi tersebut secara lebih jelas
ditunjukkan pada Gambar 25 berikut, dimana
perlakuan yang menghasilkan kemampuan terbesar pada batas proporsi adalah sambungan dengan 3 pasang pasak penahan geser dari baja bulat sebesar 7.290 kgf, sedang terendah adalah sepasang pasak bulat ulin (2.246 kgf).
96
(a) (b) Gambar 25. Rataan Kemampuan Menahan Beban (kgf) pada Batas Proporsi (Gambar 25a) dan Sesaran (mm) pada Batas Proporsi (Gambar 25b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak yang Berbeda
Namun berbeda dengan hasil kemampuannya, sesaran yang terjadi pada batas proporsi lebih seragam, dan pasak kayu mangium yang dipadatkan menghasilkan sesaran yang relatif tinggi diantara sesama pasak yang lain. Tiga pasang pasak mangium yang dipadatkan menghasilkan sesaran tertinggi (2,20 mm) sedangkan terendah adalah sepasang pasak ulin (1,10 mm). Bila mengikuti Wiryomartono (1977) dan Yap (1984) yang membatasi penggunaan konstruksi sambungan kayu yang mensyaratkan
sesaran maksimum 1,5 mm, maka
Gambar 25(b) membuktikan ketidakmampuan pencapaian syarat itu. Sesaran yang terjadi sangat variatif bahkan bila pasak dibuat dari baja sekalipun, namun semuanya mampu melalui batas sesaran 1 mm. Sucahyo (2010) telah menyarankan hal yang sama, bahwa untuk penggunaan suatu sambungan paku sesaran maksimum adalah 1 mm. Kemampuan sistem sambungan pada batas proporsi ini bisa diuraikan sesuai faktor yang mungkin mempengaruhi kinerja sistem. Faktor tersebut adalah jenis pasak, jumlah pasak dan bahan pasak itu sendiri. Uraian kemampuan menahan beban pada batas proporsi sesuai dengan faktornya dapat diuraikan pada Tabel 53 dan perbedaan hasilnya dijelaskan pada Gambar 26 berikut.
97 Tabel 53. Nilai Rataan P Pada Batas Proporsi Berdasar Faktor dan Level Nilai Rataan (kgf) 4.257 4.305
Jenis Pasak Bulat Segi Empat
Jumlah Pasak 1 Pasang 2 Pasang 3 Pasang
Nilai Rataan (kgf) 2.969 3.744 6.130
Bahan Pasak Sejenis Padat Ulin Baja
Nilai Rataan (kgf)
4.182 4.196 3.885 4.861
(a). (b). (c). Gambar 26. Nilai Rataan P (kgf) pada Batas Proporsi Berdasar Faktor yang Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.Bahan Pasak.
Gambar 26 menunjukkan hasil yang menonjol pada perbedaan jumlah pasak yang digunakan, dimana semakin banyak pasak yang digunakan maka kemampuan menahan beban sampai batas proporsi semakin besar.
Bentuk pasak bulat atau segiempat
menghasilkan nilai yang berimbang, sementara pasak ulin memiliki rataan kemampuan terendah dibanding tiga jenis bahan pasak lainnya. Tabel 54. ANOVA Kemampuan Sistem Sambungan dalam Mencapai Batas Proporsi SV
DB
Ulangan
r-1=3
(Perlakuan)
(abc-1=23)
A
a-1=1
B C AB AC BC
b-1=2 c-1=3 (a-1)(b-1)=2 (a-1)(c-1)=3 (b-1)(c-1)=6
JK
KR
Fhitung
F0.05 *
F0.01
4.533.505
1.511.168
3,53
2,76
4,13
219.401.425
9.539.192
22,30**
1,7
2,12
54.641
54.641
0,13
4
7,08
86.857.123
**
3,15
4,98
**
2,76
4,13
*
3,15
4,98
**
2,76
4,13
**
2,23
3,08
**
2,23
3,08
173.714.246 12.266.490 4.194.578 6.118.368 12.020.914
4.088.830 2.097.289 2.039.456 2.003.486
ABC
(a-1)(b-1)(c-1)=6
11.032.189
1.838.698
Galat
(abc-1)(r-1)=69
29.516.004
427.768
Total
abcr-1=95
203,05
9,56
4,90 4,77
4,68
4,30
253.450.934
Ket.: SV = Sumber variasi, DB = Derajat bebas, JK = Jumlah kuadrat, KR = Kuadrat rataan, * = signifikan, ** = sangat signifikan
98
Untuk membuktikan dugaan tersebut, Tabel 54 diatas memaparkan perhitungan ANOVA yang diolah berdasarkan sidik ragam (Uji F) dalam bentuk percobaan faktorial dalam rancangan R(C)BD (Randomized Completely Block Design) sesuai Gomez dan Gomez (1995) bagi kemampuan sistem menahan beban sampai batas proporsi. ANOVA diatas membuktikan bahwa jenis pasak bulat tidak berbeda secara signifikan terhadap jenis pasak lainnya (pasak segiempat), sementara penggunaan jumlah pasak serta pemakaian bahan pasak yang berbeda menghasilkan nilai batas proporsi yang sangat signifikan. Tabel 54 juga memberikan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh interaksi antar faktor yang sangat signifikan terutama pada faktor bahan pasak (faktor C) yang dikombinasikan pada bentuk pasak (AC) maupun jumlah pasak (BC). Bahkan, interaksi ketiga faktor (ABC) juga menghasilkan nilai kemampuan menahan beban yang sangat signifikan.
1). Pengaruh Faktor Tunggal pada Batas Proporsi Uji lanjutan terhadap faktor tunggal (pengaruh jumlah dan bahan pasak) terhadap kemampuan maksimum sambungan menggunakan uji HSD (Honestly Significant Difference, Uji Beda Tulus) sebagai alat pembanding terhadap nilai rataan setiap perlakuan yang akan diuji-lanjutkan. Berbeda dalam pengaruh bentuk pasak pada
beban maksimum,
pencapaian
kemampuan sistem sambungan pada titik batas proporsi tidak dipengaruhi oleh bentuk pasak (faktor A), atau dengan kata lain bentuk bulat tidak berbeda secara signifikan dibanding bentuk segiempat. Namun faktor tunggal yang lain yaitu jumlah (B) dan bahan pasak (C) masing-masing berpengaruh secara signifikan, seperti terbukti pada Tabel 55 berikut. Tabel 55. Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Batas Proporsi Jumlah Pasak Nilai rataan (kgf) 1 Pasang 2.969 a 2 Pasang 3.744 b 3 Pasang 6.130 c
Bahan Pasak Kayu mangium sejenis Kayu mangium dipadatkan Kayu ulin Baja
Nilai rataan (kgf) 4.182 d 4.196 d 3.885 e 4.861 f
Ket.: Nilai rataan yang ber notasi (subscript) sama menunjukkan hal yang tidak signifikan, selain itu adalah hal yang signifikan. HSD (69; 3) pada 0,05 = 69,28 dan pada 0,01 = 82,75. HSD (69; 4) pada 0,05 = 101,57 dan pada 0,01 = 124,65 (lihat Lampiran 28)
99
2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada Batas Proporsi Interaksi faktor A dan B yang terjadi pada besarnya kemampuan sambungan pada batas proporsi dijelaskan pada Tabel 56 berikut. Tabel 56. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B pada Batas Proporsi a1b2 a1b1
a1b3 **
1.023,52
a2b1
2.897,54
**
37,67
1.874,01
**
985,85
a1b2
-
a1b3
-
-
2.859,86
a2b1
-
-
-
a2b2
a2b3
564,31
**
3.462,21
**
**
459,21
**
2.438,69
**
**
2.333,22
**
564,68
**
526,64
**
3.424,54
**
a2b2 2.897,90 ** Ket.: Yang bernotasi (superscript) = * dan ** masing-masing menunjukkan hal yang signifikan dan sangat sigifikan untuk beda pasangan (nilai rataan) perlakuan. Selain itu adalah hal yang non signifikan. HSD (69;6) pada 0,05 = 169,41 dan pada 0,01 = 202,70 (lihat Lampiran 28)
Interaksi faktor bentuk pasak dan jumlah pasak hampir mempengaruhi semua nilai kemampuan sistem sambungan pada batas proporsi, kecuali hanya pada interaksi a1b1 dan a2b1 yang tidak menunjukkan hal yang signifikan. Interaksi faktor A dan C yang terjadi pada besarnya kemampuan sambungan pada batas proporsi dijelaskan pada Tabel 57 berikut. Tabel 57. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor C pada Batas Proporsi a1c2
a1c3
a1c4
a2c1
a2c2
a2c3
a2c4
a1c1
128,05
703,81
**
972,64
**
79,39
75,27
29,28
306,48
**
a1c2
-
575,76
**
1.100,69
**
48,66
203,32
157,33
434,53
**
a1c3
-
-
1.676,45
**
624,42
**
779,08
**
733,09
**
1.010,29
**
a1c4
-
-
-
1.052,03
**
897,37
**
943,35
**
666,16
**
a2c1
-
-
-
-
154,66
108,67
385,87
**
a2c2
-
-
-
-
-
45,99
231,21
a2c3 277,19 * Ket.: Yang bernotasi (superscript) = * dan ** masing-masing menunjukkan hal yang signifikan dan sangat sigifikan untuk beda pasangan (nilai rataan) perlakuan. Selain itu adalah hal yang non signifikan. HSD (69;8) pada 0,05 = 240,86 dan pada 0,01 = 284,29 (lihat Lampiran 28)
Sebagian besar pengaruh interaksi faktor A dan C menghasilkan pengaruh yang sangat signifikan pada kemampuan sambungan pada batas proporsi. Terdapat 12 (duabelas) perbandingan interaksi yang tidak menunjukkan hal yang tidak signifikan atau signifikan, selebihnya adalah hal yang sangat signifikan. Selanjutnya dalam interaksi 3 faktor (A, B dan C) pada batas proporsi diuraikan dalam Lampiran 29. Dalam lampiran tersebut dapat ditemui 9 perbandingan perlakuan
100
yang signifikan, utamanya adalah a1b3c4 yang signifikan dengan 5 perlakuan lainnya, dan perlakuan a2b3c4 yang signifikan terhadap 4 perlakuan lainnya. c. Kemampuan Sistem Sambungan pada Sesaran yang Sama Kemampuan sistem sambungan yang diukur pada besaran nilai sesaran yang sama dicoba diketahui dengan cara memasukkan nilai sesaran dimaksud pada setiap persamaan regresi kurva tegangan – regangan sehingga didapatkan nilai tegangannya. Besaran sesaran yang digunakan adalah 1 mm dengan pertimbangan bahwa bila digunakan sesaran 1,5 mm, sebagai batas sesaran maksimum yang diijinkan sesuai Wiryomartono (1977) dan Yap (1984), maka terdapat nilai tegangan yang bias karena ada beberapa sambungan yang mencapai batas proporsi dibawah 1,5 mm. Dengan demikian diharapkan hasil nilai tegangan yang terjadi adalah nilai ketika sambungan masih dalam keadaan bekerja menahan beban. Hasil kemampuan sambungan pada sesaran 1 mm
tersebut adalah
seperti tercantum pada Tabel 58 berikut. Tabel 58. Nilai Rataan Kemampuan Sambungan (x103 kgf) pada Sesaran 1 mm Bentuk Pasak Jumlah Pasak Bahan Pasak (C) Mangium Mangium (A) (B) Sejenis Dipadatkan Ulin (c1) (c2) (c3) Bulat (a1) 1 Pasang (b1) 2,09 1,74 2,12 2 Pasang (b2) 3,08 2,86 2,27 3 Pasang (b3) 3,23 3,15 4,08 Segiempat (a2) 1 Pasang (b1) 1,56 1,19 2,52 2 Pasang (b2) 2,27 1,88 2,73 3 Pasang (b3) 2,51 3,16 3,55
Baja (c4) 2,46 3,21 6,21 2,31 1,64 3,72
Ket.: Data masing-masing perlakuan (n = 4) dicantumkan dalam Lampiran 25
Nilai kemampuan sambungan sebagaimana Tabel 58 diatas menunjukkan kondisi kerja pasak geser pada sesaran 1 mm yang belum mencirikan kemampuan masingmasing bahan pasak namun penambahan pasak cenderung menaikkan kemampuan. Pendugaan ini sesuai dengan histogram pada Gambar 27 berikut.
101
Gambar 27. Histogram Kemampuan Sambungan pada Sesaran 1 mm
Gambar 27 menunjukkan bahwa kemampuan sistem sambungan pada sesaran 1 mm cenderung mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah pasak geser yang digunakan. Meski demikian tampak terdapat perolehan kemampuan sambungan dengan 3 pasang pasak bulat baja yang paling menonjol (mencapai 6.210 kgf) dibandingkan dengan sistem sambungan lainnya. Nilai tersebut diperoleh pada sesaran dibawah batas proporsi sistem sambungan yang bersangkutan (1,3 mm), dan hal ini menjelaskan bahwa sistem telah bekerja dengan baik. Sementara itu, dua pasang pasak baja segiempat pada sistem sambungan mengalami kemampun yang rendah, bahkan lebih rendah dibandingkan kemampuan sepasang pasak dengan bahan sama. Kesulitan pembuatan bentuk pasak segiempat menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian nilai kemampuan tersebut, meskipun bahan komponen sambungan tidak mengandung cacat. Tabel 59 dan Gambar 28 menggambarkan rataan capaian kemampuan sambungan pada sesaran 1 mm ditinjau dari jenis, jumlah dan bahan pasak geser yang digunakan. Tabel 59. Nilai Rataan P(kgf) Sambungan pada Sesaran 1mm Berdasar Faktor yang Digunakan Nilai Jumlah Nilai Bahan Nilai Jenis Pasak Rataan (kgf) Pasak Rataan (kgf) Pasak Rataan (kgf) Bulat 3.041 1 Pasang 1.997 Mangium 2.457 Segi empat 2.421 2 Pasang 2.494 M. Padat 2.329 3 Pasang 3.701 Ulin 2.879 Baja 3.258
102
(a) (b) (c) Gambar 28. Nilai Rataan P (kgf) pada Sesaran 1 mm Berdasar Faktor yang Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.Bahan Pasak
Tabel 59 dan Gambar 28a menunjukkan bahwa pada posisi sesaran 1 mm kemampuan sistem sambungan yang menggunakan pasak bulat mampu mencapai kemampuan yang lebih tinggi daripada pasak segi empat, dan kondisi tersebut berbeda dengan kemampuan sistem sambungan pada sesaran batas proporsi dan sesaran maksimum yang pada keduanya pasak segiempat mampu mencapai kemampuan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sampai pada sesaran 1 mm pasak bulat lebih elastis akibat sistem perpaduan pasak geser dan komponen sambungan yang lebih kompak dibanding pasangan komponen dengan pasak segiempat. Pasak geser berbahan ulin (Gambar 28c) juga menunjukkan hal yang berbeda dengan posisi pada batas proporsi dan sesaran maksimum, karena nilai kemampuan sambungannya lebih tinggi dibanding pasak mangium dan pasak mangium dipadatkan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa sampai pada sesaran 1 mm
pasak ulin masih mampu bekerja dan belum mencapai
kondisi kegagalannya sebagai pasak, masih menunjukkan kemampuan ulin yang lebih keras dibanding mangium. Analisis lebih lanjut dilakukan melalui ANOVA guna membuktikan adanya pengaruh faktor tunggal ataupun interaksi antar faktor yang mempengaruhi kemampuan sambungan. Tabel 60 menggambarkan tabulasi percobaan faktorial dalam rancangan RCBD (Randomized Completely Block Design) sesuai Gomez dan Gomez (1995) bagi kemampuan sistem menahan beban sambungan pada sesaran 1 mm.
103
Tabel 60. SV Ulangan (Perl.) A B C AB AC BC ABC Galat Total
ANOVA Nilai P Sambungan pada Sesaran 1mm DB JK KR F-hitung r-1=3 2666469 888822 1,30 (abc-1=23) 99003743 4304511 6,30 ** a-1=1 9230691 9230691 13,52 ** b-1=2 49117972 24558986 35,98 ** c-1=3 12862353 4287451 6,28 ** (a-1)(b-1)=2 2235678 1117839 1,64 (a-1)(c-1)=3 7034839 2344946 3,44 * (b-1)(c-1)=6 12872101 2145350 3,14 ** (a-1)(b-1)(c-1)=6 5650108 941684 1,38 (abc-1)(r-1)=69 47095476 682543 abcr-1=95 1,49E+08
F 0,05 2,76 1,7 4 3,15 2,76 3,15 2,76 2,22 2,22
F 0,01 4,13 2,12 7,08 4,98 4,13 4,98 4,13 3,07 3,07
Ket.: SV = Sumber variasi, DB = Derajat bebas, JK = Jumlah kuadrat, KR = Kuadrat rataan, • = signifikan, * * = sangat signifikan,.
Tabel 60 diatas membuktikan bahwa bentuk pasak, jumlah pasak dan pemakaian bahan pasak yang berbeda menghasilkan nilai kemampuan sistem sambungan yang sangat signifikan, yang berarti masing-masing bentuk, jumlah dan bahan mampu menunjukkan kemampuan menahan beban yang berbeda sesuai karakter masing-masing. Tabel 60 juga memberikan kesimpulan bahwa pengaruh interaksi antar faktor yang sangat signifikan hanya terjadi pada interaksi faktor B (jumlah pasak) dan faktor C (bahan pasak), dan selain itu interaksi antar faktor tidak berbeda sangat signifikan. Sementara itu, lebih jauh dijelaskan signifikansi level yang sangat signifikan dalam suatu faktor tunggal sebagaimana disebutkan dalam Tabel 61 berikut. Tabel 61. Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor A(Bentuk Pasak), B(Jumlah
Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Sesaran 1mm. Jenis Pasak Bulat Segi empat
Ket.:
Nilai Rataan (kgf) 3.041 a 2.421 b
Jumlah Pasak 1 Pasang 2 Pasang 3 Pasang
Nilai Rataan (kgf) 1.997 c 2.494 d 3.701 e
Bahan Pasak Mangium M. Padat Ulin Baja
Nilai Rataan (kgf) 2.457 f 2.329 f 2.879 g 3.258 h
Nilai rataan yang ber notasi (subscript) sama menunjukkan hal yang tidak signifikan, selain itu adalah hal yang signifikan. HSD (69; 2) pada 0,05 = 48,57 dan pada 0,01 = 664,44. HSD (69; 3) pada 0,05 = 87,51 dan pada 0,01 = 104,3. HSD (69; 4) pada 0,05 = 128,29 dan pada 0,01 = 157,45 (lihat Lampiran 30)
Tabel 61 memastikan bahwa semua level dalam faktor tunggal yang mempengaruhi kemampuan kayu sangat signifikan, kecuali pada bahan pasak bulat dan segiempat. Kenaikan kepadatan pasak mangium sampai 10,77%
ternyata tidak
104
mempengaruhi kemampuan sambungan baik pada sesaran 1 mm, pada batas proporsi maupun sampai pada kemampuan maksimumnya. 5. Kemampuan Sambungan pada Beberapa Standar yang Berlaku Kemampuan tekan atau tarik maksimum sejajar serat kayu hasil pengujian bila direduksi dengan faktor keamanan disebut dengan tegangan ijin. Apabila tegangan ijin dikalikan dengan luas penampang batang kayu yang digunakan, maka diperoleh beban ijin. PKKI (1961) menyebutkan bahwa faktor keamanan sambungan tampang dua adalah 1/(2,3). Tabel 62.
Rekapitulasi Kemampuan Ijin Sambungan pada Beberapa Standar Sesaran yang Berlaku Standar Amerika Australia Indonesia P-Batas Prop P-Maks Parameter 0,38mm 0,8mm 1,5mm PMax/2,3 1,66mm 4,6mm Nilai P (kgf) 1.035 2.203 3.948 3.822 4.281 8.790 SR to PL(%) 24,17 51,46 92,21 89,27 100,00 SR to Max(%) 11,77 25,06 44,91 43,48 48,70 100,00
Ket.: P Ijin = P/2,3 (kgf), PKKI (1961), SR= Strength ratio. Rataan sesaran pada proportional limit (1,66 mm) dan pada titik maksimum (4,6 mm) diperoleh dari penelitian. Standar sesaran Amerika dan Australia diambil dari Sucahyo (2009). Sesaran maksimum Indonesia 1,5mm diambil dari Wiryomartono (1977) dan Yap (1984).
Dengan demikian bila dibandingkan dengan beberapa standar negara lain, nilai tegangan ijin sistem sambungan yang diperoleh dari rataan perlakuan variasi bentuk, jumlah dan bahan pasak geser pada sistem sambungan yang dibuat dalam penelitian ini dapat diuraikan dalam Tabel 62 diatas. Tampak kedekatan rasio antara standar dengan kemampuan aktual sistem sambungan sangat bervariasi tergantung negara pengguna standar tersebut. Rasio yang berlaku di Amerika sangat kecil (24% dan 11% terhadap batas proporsi dan kemampuan maksimumnya), sementara Australia dan Indonesia (Wiryomartono, 1977; Yap, 1984) lebih tinggi. Apabila digunakan PKKI (1961) maka kemampuan ijin sistem sambungan yang dibuat berada pada 89% dan 43% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya, sementara bila digunakan nilai sesaran maksimum (1,5 mm) maka sambungan tersebut berada pada 92% dan 44% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya. Nilai rasio yang diperoleh ternyata tidak berselisih jauh antara batasan kemampuan maksimum (P ijin = P Maks/2,3) dengan batasan sesaran maksimum yang diijinkan (1,5 mm).
105
P-ijin sambungan menurut Wiryomartono (1977) adalah sebesar 1/3 beban maksimum dengan sesaran maksimum 1,5 mm sementara Yap (1984) menyatakan P/2,75 dengan sesaran maksimum yang sama. Dengan demikian bisa diambil beberapa nilai atas persyaratan yang diberlakukan seperti Tabel 63 berikut. Tabel 63. Kemampuan yang Diijinkan Pada Sistem Sambungan Sesuai Penelitian No 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan P Maksimum P pada Sesaran 1,5 mm P-Ijin = P maks/2,3 P-Ijin = P maks/2,75 P-Ijin = P maks/3
Nilai (kgf) 8.790 3.948 3.822 3.196 2.930
% Rasio PL (4.281 kgf) 205 92 89 75 68
% Rasio PMax (8.790 kgf) 100 45 43 36 33
Tabel 49 di atas menunjukkan beberapa pilihan yang bisa diambil atas rumusan yang diberikan, yang semuanya masih berkisar antara 68 – 92% dari kemampuan sambungan sampai pada batas proporsi. Rasio sebesar 92% terhadap batas proporsi akan dicapai bila sesaran 1,5 mm diterapkan bagi sambungan yang dibuat seperti pada
contoh uji
penelitian. Angka tersebut cukup riskan bila melihat grafik kemampuan sesaran masingmasing perlakuan yang variatif dan ada yang dibawah 1,5 mm (Gambar 25b). Oleh sebab itu penurunan batas sesaran menjadi 1 mm akan lebih bijaksana.
6. Kemampuan Maksimum Tiap Pasak Penahan Geser Hasil pengujian sistem sambungan dengan menggunakan variasi pasak penahan geser yang terbagi atas bentuk, jumlah dan bahan pasak yang
berbeda, dapat
menghasilkan nilai kemampuan masing-masing pasak penahan geser. Kemampuan maksimum tiap pasak penahan geser tersebut tentunya hanya berlaku pada komponen sambungan jenis mangium sesuai yang diteliti, yang mungkin akan berbeda bila diterapkan pada komponen sambungan dengan jenis kayu yang lain. Tabel 64 dan Gambar 29 berikut menguraikan kemampuan nilai tiap pasak, yang dihitung dari hasil pembagian nilai kemampuan maksimum tiap sistem sambungan dengan jumlah pasak penahan geser yang digunakan.
106 Tabel 64. Kemampuan Tiap Pasak Sesuai Perlakuan Bentuk Pasak (A)
Bulat (a1) Segi empat (a2)
Jumlah Pasak (B) 1 Pasang (b1) 2 Pasang (b2) 3 Pasang (b3) 1 Pasang (b1) 2 Pasang (b2) 3 Pasang (b3)
Pasak Sejenis (c1) 2.647 1.823 1.813 2.831 2.129 2.200
Bahan Pasak (C) Pasak Padat Pasak Ulin (c2) (c3) 2.966 2.133 2.026 1.882 1.665 1.524 3.181 2.441 2.072 1.973 2.123 1.921
Pasak Baja (c4) 3.397 2.459 2.238 4.152 2.533 2.614
Gambar 29. Kemampuan (P) Tiap Pasak Sesuai Penempatan dalam Perlakuan Tabel 64 menguraikan kemampuan tiap pasak pada setiap variasi sistem sambungan yang dibuat. Ditinjau dari persatuan bahan, pasak baja memiliki nilai kemampuan pasak terbesar, sementara pasak ulin memiliki kemampuan terendah di semua sistem yang dibuat. Kemampuan pasak sejenis dan sejenis yang dipadatkan saling unggul di beberapa sistem, namun kemampuan keduanya masih berada diantara kemampuan pasak baja dan ulin. Hampir semua nilai menunjukkan nilai kemampuan satuan pasak yang menurun seiring dengan bertambahnya jumlah pasak yang digunakan, yang berarti kenaikan kemampuan menahan beban akibat penambahan pasak tidak linear dengan jumlah tiap pasak yang ditambahkan. Grafik penurunan tersebut diperjelas seperti Gambar 30 berikut.
107
Gambar 30. Regresi Eksponensial Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada Penambahan Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan.
Tabel 65. Regresi Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada Penambahan Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan dengan Bentuk dan Bahan Pasak Berbeda Sistem Sambungan Pasak Bulat Sejenis Sejenis dipadatkan Ulin Baja Pasak Segiempat Sejenis Sejenis dipadatkan Ulin Baja
Regresi Eksponensial
Regresi Linear
Persamaan y = 3008e-0.09x y = 3837e-0.14x y = 2558e-0.08x y = 4027e-0.10x
R2 0,760 0,966 0,978 0,908
Persamaan y = 2928-208.5x y = 3519-325.1x y = 2454-152x y = 3856-289.5x
R2 0,758 0,937 0,989 0,886
y = 3046e-0.06x y = 3610e-0.10x y = 2667e-0.06x y = 4793e-0.11x
0,654 0,705 0,832 0,699
y = 3018-157.85x y = 3516-264.45x y = 2631-129.9x y = 4637-384.4x
0,667 0,714 0,824 0,710
Ket.: y = Nilai maksimum kemampuan menahan beban (kgf), x = jumlah pasak (pcs).
Persamaan regresi yang menghubungan jumlah pasak pada nilai kemampuan tiap pasak dalam menahan kemampuan beban pada sistem sambungan yang diteliti, dicantumkan dalam Tabel 65. Regresi eksponensial dan regresi linear yang dibuat menunjukkan nilai koefisien determinasi yang tinggi, menunjukkan bahwa keduanya memiliki hubungan yang kuat. Dengan demikian jumlah pasak menaikkan nilai kemampuan sistem sambungan, namun bila dihitung kekuataan per pasak di setiap sistem sambungan, nilai kemampuan tiap pasak menurun. 7. Kerusakan Pasak Geser Karena pasak geser menjadi koneksi distribusi beban dari komponen inti sambungan (main member) menuju kedua komponen samping, maka pasak geser menjadi tumpuan
108
utama kemampuan sambungan. Bila pasak geser tidak mampu mendistribusikan seluruh beban yang diterima maka akan mengalami kerusakan pada pasak tersebut. Pada umumnya kerusakan pasak dapat dikategorikan dalam tiga kelompok, yakni pasak geser yang berubah bentuk menjadi lonjong, bertakik akibat gaya tekan, dan pasak geser yang terbelah akibat dorongan geser sehingga terjadi pemisahan antar serat pasak (rolling shear). Kondisi pasak geser setelah pengujian dapat dilihat seperti pada Gambar 31.
Gambar 31a. Kerusakan pada Komponen Sambungan Bila Digunakan Pasak Baja
Gambar 31b. Pelonjongan Pasak Bulat dan Rolling Shear pada Pasak Geser
109
Gambar 31c. Kerusakan Pasak Segi Empat dan Contoh Kerusakan Pasak Geser Pada umumnya kerusakan sistem sambungan akibat pembebanan terjadi pada pasak penahan geser, kecuali pasak penahan geser dengan bahan baja. Bila sambungan menggunakan pasak geser baja, maka kerusakan akan terjadi pada komponen penyusun sambungan (connection member) akibat desakan. Pada sistem sambungan yang menggunakan pasak kayu, komponen sambungan masih utuh meski pada saat pengujian tampak terjadi pelonjongan pada pasak gesernya. Bila beban terus berlanjut sementara pasak masih mampu menahan, maka mulai terjadi pelonjongan bentuk pasak bulat atau terjadi perubahan permukaan pasak segi empat yang mulai miring ke dalam. Terdapat celah di sudut atas pada komponen sisi sambungan dan di sudut bawah pada komponen utama sambungan mengindikasikan bahwa pasak geser telah bekerja dengan baik karena menanggung beban, sementara pengencang belum turut memikul beban karena lubang pengencang dibuat lebih besar daripada diameter pengencangnya. Apabila pasak geser telah rusak, barulah pengencang mulai tampak menahan beban yang dicirikan dengan bunyi kerusakan pasak dan mulai terdapat ketegangan pada pengencang. Pada saat itulah pengujian dihentikan sehingga pengencang baut dapat dilepas kembali dengan mudah setelah pengujian dilaksanakan dan relatif masih tampak lurus. Pada sistem sambungan yang tidak menggunakan pasak penahan geser, baut atau bambu yang berfungsi sebagai konektor tampak berubah bentuk mengikuti penurunan komponen inti sambungan dan tidak dapat lagi dilepas dari lubang pasak pada komponen sambungan.
110
8. Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Geser Gelinding Kemampuan sambungan kayu dengan pasak geser kayu mangium berbahan sama (mangium tanpa perlakuan pemadatan) dapat dianggap sebagai kekuatan (kerja) geser gelinding (rolling shear) dari pasak geser mangium yang tersebut. Nilai geser gelinding mangium 17 tahun adalah sebesar 91,25 kgf/cm2 sebagaimana hasil perhitungan pada Lampiran 31. Nilai geser gelinding yang digunakan dalam validasi adalah nilai geser gelinding pada seluas permukaan bidang geser pada pasak geser, yakni nilai kemampuan maksimum sambungan dibagi dengan luas bidang geser (garis tengah pasak geser dikalikan dengan panjang pasak gesernya). Pada sambungan dengan 1, 2 dan 3 pasang pasak geser akan memperoleh luas bidang yang harus diperhitungkan sebagai bidang yang dikenai geser gelinding adalah sebesar masing-masing 32, 64 dan 96 cm2. Hasil validasi kemampuan sambungan dengan menggunakan nilai geser gelinding pasak geser mangium dapat diuraikan dalam Tabel 66 berikut. Tabel 66. Nilai Geser Gelinding pada Kemampuan Maksimum Sistem Sambungan Jenis Sambungan P Maksimum Geser Gelinding (kgf/cm2) Pasak Bulat: Sepasang 5.290 165,31 Dua Pasang 7.290 113,91 Tiga Pasang 10.610 110,52 Pasak Segi Empat: Sepasang 5.660 176,88 Dua Pasang 8.280 129,38 Tiga Pasang 13.190 137,39 Rataan Geser Gelinding Pasak Sambungan 138,89 Geser Gelinding CKBC 91,25 Rasio Geser Gelinding Sambungan Vs CKBC (%) 152,22
Tabel 66 membuktikan bahwa geser gelinding (rolling shear) pada pasak geser benar-benar berperan dalam proses penyaluran gaya dari komponen inti sambungan ke komponen samping pada sambungan tampang dua, bahkan nilai kemampuan sambungan melebihi nilai geser gelinding CKBC. Hal tersebut dimungkinkan karena pada uji geser gelinding CKBC menggunakan beban baja lancip pada kayu, sedangkan pada sambungan adalah tekanan kayu dengan kayu. Penggunaan baja lancip tentunya memudahkan proses pembelahan bidang geser. Disamping itu, pembebanan kayu pada kayu diduga menimbulkan “fondasi elastis” (elastic fondation) yang menjadikan nilai geser gelinding pada sistem sambungan menjadi lebih besar.
111
9.
Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Tekan Sejajar Serat Pada sambungan tampang dua dengan pasak geser dari baja, kerusakan terjadi pada
komponen sambungan sedangkan pasak geser tidak mengalami kerusakan apapun. Bentuk kerusakan pada komponen sambungan pada umumnya adalah lubang pasak yang tertekan oleh pasak geser baja sedemikian sehingga posisi pasak geser yang semula datar (horisontal) menjadi miring karena desakan beban (lihat Gambar 31a). Dengan demikian kemampuan sambungan diasumsikan sebagai kemampuan tekan sejajar serat kayu mangium pada lubang pasak komponen sambungan, dan kemampuan sambungan dapat dilakukan validasi melalui pendekatan kekuatan tekan sejajar serat mangium tersebut. Karena posisi pasak geser yang berubah miring mengikuti arah pembebanan, maka lebar bidang yang menderita tekan sejajar serat di setiap lubang pasak geser adalah sebesar 10 mm di bagian bawah lubang pasak komponen samping dan 10 mm di bagian atas lubang pasak pada komponen inti. Pada sambungan dengan 1, 2 dan 3 pasang pasak geser akan memperoleh luas bidang yang harus diperhitungkan sebagai bidang yang dikenai tekan sejajar serat adalah sebesar masing-masing 32, 64 dan 96 cm2. Dengan demikian
kuat tekan sejajar serat pada sambungan adalah kemampuan maksimum
sambungan dibagi luas bidang yang dikenai gaya tekan sejajar serat tersebut. Sementara itu, nilai besarnya tekanan sejajar serat kayu mangium (diperoleh dari penelitian sifat dasar) yaitu sebesar 402,13 kgf/cm2. Nilai hasil validasi dapat dilihat pada Tabel 67. Tabel 67. Rasio Nilai Tekan Sejajar Sistem Sambungan dengan Tekan Sejajar Mangium P Maksimum Tekan Sejajar Serat Sistem (kgf) Sambungan (kgf/cm2) : Sepasang 6.790 212,18 Dua Pasang 9.840 153,75 Tiga Pasang 13.430 139,89 Pasak Segiempat: Sepasang 8.350 260,93 Dua Pasang 10.130 158,28 Tiga Pasang 15.690 163,43 Rataan Tekan Sejajar Serat Pasak Baja ke Komponen Sambungan (kgf/cm2) 181,41 2 Kuat Tekan Sejajar Serat Mangium (kgf/cm ) 402,13 Rasio Tekan Sejajar Serat (%) 45,11 Jenis Pasak Bulat
Tabel 67 membuktikan bahwa nilai tekan sejajar serat pada komponen sambungan mangium memiliki nilai yang lebih rendah dibanding nilai tekan sejajar serat mangium yang sebenarnya. Kekuatan tekan sejajar serat sambungan yang hanya mampu mencapai separuh (45,11%) dari nilai kekuatan tekan sejajar serat mangium tersebut disebabkan perubahan posisi pasak geser baja yang tadinya rata berubah menjadi miring karena
112
tekanan, sehingga permukaan bidang tekan sejajar serat tidak sepenuhnya menerima beban yang merata. Hal tersebut menyebabkan kehancuran komponen sambungan lebih mungkin terjadi terlebih dahulu pada bagian yang paling terdesak baja pasak geser, sehingga nilainya menjadi lebih kecil. Perbedaan nilai persentase juga tampak
pada pasak geser baja bulat yang nilai
persentasenya lebih kecil daripada nilai persentase pada pasak segi empat. Hal tersebut terjadi karena bentuknya yang bulat membuat dorongan pada lubang pasak menjadi lebih lemah dibanding bentuk segi empat yang lebih siku dan tajam sehingga lebih mencengkeram dan kemampuannya lebih besar. 10.
Penerapan Pasak Geser pada Balok Susun Pasak geser baja juga telah dicobakan sebagai pasak geser pada balok susun. Satu
unit balok susun terdiri atas satu balok komponen inti (main member) berupa balok berukuran 60 x 80 mm dan dua balok komponen samping (side member) berukuran 40 x 80 mm dengan panjang 260 mm, sehingga balok susun akan terbentuk dengan ukuran 80 x 140 x 260 mm. Balok susun tersebut disusun dengan menggunakan pasak geser baja bulat dan pasak geser segi empat yang dipasang horizontal (searah dengan bidang susun) seperti halnya pada sambungan kayu tampang dua dengan jarak antar pasak geser sebesar 12 cm. Pengencang baut yang sama dengan sistem pengencang pada sambungan kayu (arah vertikal bidang susun) dipasang dengan jarak antar pengencang sebesar 12 cm. Pengujian balok susun menggunakan UTM Baldwin dengan sistem Two Point Loading dengan bidang sempit (edge) sebagai bidang tumpu beban.
Bentuk pasak geser dan
pengujiannya seperti tampak pada Gambar 32 berikut.
Gambar 32a. Balok Susun Berpasak Geser Baja Bulat dan Segi Empat
113
Gambar 32b. Pengujian Balok Susun Berpasak Geser dan Kerusakan Berupa Retak Antar Pasak Geser Hasil pengujian balok susun dengan pasak geser membuktikan bahwa pasak geser mampu menaikkan kekuatan balok utuh, sebagaimana Tabel 68 dan Gambar 33 berikut. Tabel 68. Nilai MoR dan MoE Balok Utuh dan Balok Susun Jenis Balok Balok Utuh
Balok Susun Pasak Segi-4 Balok Susun Pasak Bulat
MoR(kgf/cm2) 449 589 684
Kenaikan % 31 52
MoE(kgf/cm2) 51.780 55.669 66.547
Kenaikan % 7,5 28,5
Ket.: Balok utuh (n = 33) ukuran 5x8x260cm diuji dengan UTM Shimadzu.
Gambar 33. Histogram Balok Utuh dan Balok Susun Berpasak Geser Pengujian balok susun berpasak geser bulat memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan balok susun berpasak geser segi empat. Beberapa hal yang bisa menjadi alasan kelebihan balok susun berpasak geser bulat antara lain: 1. Dalam proses pembuatan lubang pasak, bentuk lubang pasak bulat lebih mudah dan lebih cepat dikerjakan karena hanya melalui satu kali proses pengeboran.
114
2. Hasil proses lubang pasak bulat lebih seragam sehingga pada proses pemasangannya akan menghasilkan balok susun yang lebih kokoh. 3. Pada pengujian balok susun berpasak segiempat lebih mudah terjadi retak antar lubang pasak geser karena pengaruh gaya tekan dan tarik akibat pembebanan bentang balok (lihat Gambar 32b), sementara pasak bulat tampak lebih padat dan kompak. Balok susun dengan pasak geser bulat meningkatkan MoR dan MoE balok masing-masing 52 dan 28,5% dibandingkan dengan balok utuhnya. Manfaat lain dari balok susun adalah diperolehnya dimensi yang lebih besar, dapat membuang kayu yang mengandung cacat atau tidak memposisikannya pada bagian kritis seperti di tengah bentang. Aplikasi sambungan geser pada balok susun ini dapat dihitung diagram gaya lintangnya (shearing force diagram) sebagaimana Lampiran 32.
115
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan a. Kayu mangium 17 tahun masih memiliki nilai rataan sifat fisik dan mekanik yang tidak jauh berbeda dari usia muda (8-12 tahun) namun warna kayu dan unsur dekoratifnya tampak lebih nyata, dan sifat mekanik kayu ini cenderung menurun seiring dengan posisi ketinggian pada batang meski beberapa sifat tidak signifikan. Mangium umur 17 tahun memiliki sifat mekanis yang sangat erat hubungannya dengan berat jenis, khususnya adalah kekerasan bidang radial, kekerasan bidang tangensial, kekuatan geser sejajar serat, kekuatan lentur, kekuatan tarik tegaklurus serat, kekuatan tarik sejajar serat dan kekakuan, masing-masing dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,81; 0,79; 0,74; 0,73; 0,73; 0,66 dan 0,62. b. Kayu mangium mampu digunakan sebagai bahan konstruksi karena termasuk dalam kelas kuat III menurut PKKI (1961). Jika modulus elastisitas CKBC digunakan sebagai penentuan kelas kualita berdasarkan RSNI (2002), mangium termasuk kayu dalam kode mutu E11. Pengujian mutu kayu mangium untuk kayu konstruksi atas dasar sifat mekanis selain MoE melalui format conversion dan realibility normalization menghasilkan kode mutu E24- >E26 untuk nilai kuat lentur dan tarik sejajar serat serta E13-E14 untuk kuat tekan sejajar serat, sedangkan kuat geser sejajars erat dan kuat tekan tegaklurus serat hanya menunjukkan kode mutu <E10. Melalui pengamatan visual (visual grading) balok mangium berada pada kode mutu <E10, sementara dengan metoda LRFD (dengan format yang sama) menghasilkan kode mutu E16 dan E14. c. Untuk sortimen Contoh Kecil bebas cacat (CKBC), prediktor kekakuan dinamis (MoE d ) dapat digunakan untuk memperoleh nilai kekakuan dan keteguhan lentur statis (MoE s dan MoR s) serta prediktor MoE s untuk memperoleh MoR s dengan koefisien korelasi sebesar masing-masing 0,76; 0,75 dan 0,86. Untuk sortimen balok, prediktor MoE d dapat digunakan untuk memperoleh nilai kekakuan dan keteguhan lentur Panter (MoE p dan MoR p ) dengan koefisien korelasi 0,5, dan prediktor kecepatan gelombang ultrasonik (V) dapat digunakan untuk memperoleh MoE d , MoE s dan MoE p dengan koefisien korelasi sebesar masing-masing 0,57; 0,42 dan 0,64.
116
d. Pasak segiempat lebih kuat dibanding pasak bulat pada capaian kemampuan maksimum dan kemampuan pada sesaran 1 mm, tapi tidak berbeda signifikan pada titik batas proporsi. Setiap penambahan jumlah pasak menghasilkan kenaikan kemampuan menahan beban secara signifikan, dan setiap bahan pasak memiliki karakter hubungan masing-masing terhadap kemampuan sistem sambungannya dengan nilai koefisien korelasi > 0,7. Kemampuan sambungan dengan pasak geser ulin. Mangium dan mangium dipadatkan berturut-turut sebesar 70,5%; 79,23% dan 80,16% bila dibandingkan dengan kemampuan maksimum sambungan dengan pasak geser besi. e. Meski menambah permukaan kayu menjadi lebih gelap dan berkilap, pemadatan pasak mangium tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan menahan beban maksimum sambungan. f. Pencapaian sesaran pada batas proporsi bervariasi dari 1,1 mm sampai dengan 2,2 mm,
sehingga syarat pencapaian maksimum sebesar
1,5 mm
bagi sebagian
sambungan tidak terpenuhi meskipun semua sambungan mampu melewati batas 1 mm. g. Kemampuan ijin sistem sambungan berada pada 89% dan 43% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya, sementara bila digunakan nilai sesaran maksimum (1,5 mm) maka kemampuan ijin sistem sambungan tersebut berada pada 92% dan 44% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya. h. Pada sistem sambungan yang berbeda, nilai kemampuan terendah dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser bulat yang dibuat dari mangium tanpa perlakuan dan pengencang plat klam,
dan kemampuan tertinggi dicapai oleh
sambungan dengan pasak penahan geser baja segiempat, sedangkan sambungan dengan pasak bambu memiliki sesaran yang sangat tinggi (11,6 mm), sementara sambungan perekat menghasilkan keruntuhan yang tiba-tiba pada sesaran hanya 1 mm. 2. Saran a. Batas sesaran maksimum sambungan kayu sebesar 1,5 mm sebaiknya diturunkan menjadi 1 mm karena pada batas 1,5 mm tersebut beberapa sambungan sudah melampaui batas proporsinya. b. Peningkatan kualitas kayu mangium sebagai bahan bangunan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara seperti sistem budidaya dan penerapan silvikultur yang
117
lebih baik, peningkatan teknologi dan kualitas kayu
serta usaha mengurangi
keraguan konsumen dalam menggunakan mangium melalui sosialisasi dan percontohan mangium sebagai bahan bangunan. c.
Perlu penelitian lebih lanjut dengan variasi bagian kayu, jumlah contoh uji dan sumber perolehan bahan sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif.
118
119
DAFTAR PUSTAKA APA-EWA. 2002. Understanding Engineered Wood Products. www.WoodUniversity.org. Diunduh 23 Desember 2003. ASCE. 1996. Mechanical Connections in Wood Structures. Prepared by The Task Committee on Fasteners of the Committee on Wood of the Structural Division.. ISBN 0-78440110-1. American Society of Civil Engineers. USA: 127-140. ASTM Standards. 2008. Standard Practice for Establishing Allowable Properties for Structural Glued Laminated Timber (Glulam). D 3737-01b. Vol.04.10: Wood. Section 4: Construction. West Conshohocken, PA, United States. ASTM Standards. 2008. Standard Practice for Establishing Structural Grades and Related Allowable Properties for Visually Graded Lumber. D 245-00. Vol.04.10: Wood. Section 4: Construction. West Conshohocken, PA, United States. ASTM Standards. 2008. Standard Practice for Evaluating Allowable Properties for Grades of Structural Lumber. D 2915-98. Vol.04.10: Wood. Section 4: Construction. West Conshohocken, PA, United States. ASTM Standards. 2008. Standard Specification for Computing The Reference Resistance of Wood Based Materials and Structural Conection for Load and Resistance Factor Design. D 5457-93(Reapproved 1998). Vol.04.10: Wood. Section 4: Construction. West Conshohocken, PA, United States. ASTM Standards. 2008. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. D 143-94(Reapproved 2000). Vol.04.10: Wood. Section 4: Construction. West Conshohocken, PA, United States. ASTM Standards. 2008. Standard Test Methods of Static Tests of Lumber in Structural Sizes. D 198-99. Vol.04.10: Wood. Section 4: Construction. West Conshohocken, PA, United States. NDS. 2007. National Design Specification for Wood Construction with commentary and Supplement: Design Values for wood Construction 2005 Edition. AF&PA American Wood Council. Washington PKKI. 1961. NI-5 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan Dirjen Ciptakarya Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. R-SNI. 2002. Konsensus Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. REDD-Indonesia News. 2010. Deforestasi Terencana Diterapkan. www.reddindonesia.org/berita/detail/read/deforestasi-terencana. Diunduh 29 September 2010 SKI. 1988. C-bo-010-1987. Standar Kehutanan Indonesia. Spesifikasi Kayu Bangunan untuk Perumahan.Departemen Kehutanan RI Dirjen Pengusahaan Hutan, Jakarta USDA. 1999. Wood Hand-Book. Wood as an Engineering Materials. Forest Products Laboratory. Madison. Chapter 19: Specially Treatments (19-1) Alamsyah E.M., Rahman O. 2002. Karakteristik Sambungan Jari dan Lidah pada Bilah Sambung Kayu Mangium, Tusam dan Sukun. Proseding Seminar Nasional V MAPEKI. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Anonim. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Dirjen Kehutanan Departemen Pertanian. Jakarta. Anonim. 1998a. Fascinating World of Glulam Beams. Asian Furniture. Vol 4. No. 2 JuneAugust 1998. Singapore. Anonim. 1998b. The Many Advantages of Using Glued Laminated Timber. Asian Timber, Volume 7. No. 1 January 1998. Singapore. Anonim. 2001. Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari di Indonesia. Laporan Misi Teknis ITTO untuk Indonesia. Jakarta. Ayina O., Ngamveng, J.N., Morlier, P. 2000. Densified Wood and Tropical Wood. Comparative Study of Sorptive Properties. Proceeding of World Conference on Timber Engineering 2000. Session 3. July 31 – August 3.2000. Canada. P.3.3.1.1-3.3.1.7
120 Balfas J. 1995. Teknologi Laminasi Sebagai Satu Alternatif dalam Pemanfaatan Kayu Bulat Hasil Penjarangan. Duta Rimba No. 183-184/XX/1995. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor. Blass H.J., Aune P., Choo, B.S., Gorlacher, R., Griffiths, D.R., Hilson, B.O., Racher, P., Steck, G. 1995. Timber Engineering. Structural Education Program (STEP), STEP 1 and STEP 2. Centrum Hout. The Netherlands. Bodig J., Jayne, J.A. 1982. Mechanics of Wood and Wood Composites. Van Nostrand Reinhold Co. New York. 712 p. Brown H.P, Panshin, A.J., Forsaith, C.C. 1952. Textbook of Wood Technology. Vol. II Mc.Graw-Hill Book Company. New York. Curry W.T. 1955. Laminated Versus Solid Timber Beams. Forest Product Research Laboratory. Coleman G.D. 1966. Woodworking Factbook. Robert Speller & Sons. New York. Cowd M.A. 1991. Kimia Polimer. Penerbit ITB. Bandung. Den Berger, L.G. 1923. De Gronslagen Voor de Classificatie van Nederlansch Indische Timmerhoutsoorten. Tectona Vol. XVI. Didi D.P. 2002. Studi Perbandingan Penggunaan Pipa Ledeng, Pipa Karbon dan Baut sebagai Pasak pada Beban Aksial. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Univ. Tarumanegara. Jakarta Diebold R, Schleifer A, Glos P. 2002. Machine Grading of Structural Sawn Timber from Various Softwood and Hardwood Species. Proceedings of The 12th International Symposium on Nondestructive Testing of Wood, University of Western Hungary. Sopron. Pp 139-143. Djojosoebroto, J. 2003. Potensi Kayu Konstruksi dan Acacia mangium. Makalah Seminar Nasional Dalam Rangka Peresmian Pusat Studi Konstruksi Kayu. FTSP Universitas Trisakti, 12 agustus 2003. Jakarta. Faherty K.F., Williamson, T.G.. 1999. Wood Engineering and Construction Handbook. McGraw-Hill.Inc. New York. Fellmoser P., Blaß, H.J. 2004. Influence Of Rolling Shear Modulus On Strength And Stiffness Of Structural Bonded Timber Elements. International Council For Research And Innovation In Building And Construction Working Commission W18 - Timber Structures. Meeting Thirty-Seven. Edinburgh. UK. Firmanti A., Surjokusumo, S., Komatsu, K., Kawai, S., Subiyanto, B.. 2003. Utilizing Acacia mangium for Construction Materials. In: Proceedings International Symposium on Sustainable Utilization of Acacia mangium. Editors: Baba K., Y. Honda, Y. Imamura, S. Kawai, F. Tanaka, T. Umezawa, W. Dwianto. 2003. JSPS-LIPI Core University Program. October 21-22, 2003. Wood Research Institute, Kyoto University, Uji, Kyoto, Japan. Freese F. 1967. Elementary Statistical Method for Foresters. Agricutural Handbook US Department of Agriculture, Forest Service. Wisconsin. Ginoga B. 1997. Beberapa Sifat Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) pada Beberapa Tingkat Umur. Buletin Penelitian Hasil Hutan 13(5): 132-149 Ginoga B. 1998. Mutu Dolok, Berat Jenis dan Kekuatan Balok Lamina Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) dan Kayu Sungkai (Peronema canescens Jack.). Buletin Penelitian Hasil Hutan 16(2): 79-92. Ginoga B., Rachman, O., Malik, J. 1999. Petunjuk Teknis Penggergajian Dolok Diameter Kecil. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Gomez K.A., Gomez, A.A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Penerbit Univ. Indonesia. Jakarta. Gopar M., Subyakto. 2002. Physical and Mechanical Properties of Zephyr Board Made from Gombong Bamboo. Proceedings The Fourth International Wood Science Symposium. LIPI Serpong, Indonesia. Hong T.P., Djokowahjono, F.H. 1994. Konstruksi Kayu. Penerbitan Univ. Atma Jaya. Yogyakarta. Houwink R., Salomon, G.. 1967. Adhesion and Adhesives. Volume 2 (Applications). Elsevier Publishing Company. Amsterdam – London – New York.
121 Inoue M., Mori, T.. 2002. Wood/Bamboo Nail for Timber Construction. Proceedings The Fourth International Wood Science Symposium. LIPI Serpong. Indonesia. Iriawan N., Astuti, S.P. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Andi Offset. Yogyakarta: 243-256. Ismanto A. 1995. Ketahanan Beberapa Jenis Kayu HTI Terhadap Penggerek Kayu di Laut. Prosiding Ekspose Hasil Litbang dan Sosek Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan. Bogor. Janssen J.J.A. 1993. Mechanical Properties of Bamboo. Kluwer Academic Publishers. Netherlands. Karlinasari L, Surjokusumo S, Hadi Y.S, Nugroho N. 2005. Non Destructive Testing on Six Tropical Woods Using Ultrasonic Method. 6th International Wood Science Symposium. Bali. Khaerudin. 1994. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta Killmann W., Koh, M.P.. 1988. Oil Palm Stem Densification Using Amonia Treatment: A Preliminary Study. Journal Tropical Forest Science 1(1): 1-10, Malaysia Kliwon S., 1999. Pembuatan Papan Partikel dari Kayu Akasia mangium. Laporan Proyek Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor. .Kollmann F.P.P., Kuenzi, E.W., Stamm, A.J.. 1975. Principles of Wood Science and Technology. Vol II. Wood Based Materials. Springer-Verlag. New York. Kollmann F.F.P., Cote, W.A. Jr. 1968. Principles of Wood Science and Technology I. Solid Wood. Springer Ferlag. New York Inch Kompasa. 6 Pebruari 2004. “Digagalkan, Penyelundupan Ribuan Kayu Log ke Cina”. Kompasb. 7 Nopember 2003. “Carbon Trading: Membisniskan Hutan Tanpa Merusaknya”. Madsen B., 1992. Structural Behaviour of Timber. Timber Engineering Ltd. Canada. Madsen B., 2000. Behaviour of Timber Connections. Timber Engineering ltd. Canada. Malik J., Santoso, A. Rachman, A., O. 2006 Sari Penelitian Mangium. www.dephut.go.id/bphh/sari +mangium/pdf. Diunduh 10 Juni 2010. Mardikanto T.R, Karlinasari, L., Bahtiar, E.T. 2011. Sifat Mekanis Kayu. IPB Press. Marsoem, S.N. 2004. Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman Acacia mangium, dalam Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium: Pengalaman di PT Musi Hutan Persada Sumatera Selatan. Editor: Eko Bhakti Hardiyanto dan Hardjono Arisman. Palembang. 301-316. Martawijaya A., Barly. 1987. Keterawetan Beberapa Jenis Kayu Hutan Tanaman Industri. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Martawijaya A., Barly. 1990. Keawetan dan Keterawetan Beberapa Jenis Kayu yang Berasal dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman. Prosiding Diskusi HTI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Mitchell H.L. 1972. How PEG Helps the Hobbyist Who Work with Wood. US Department of Agriculture. Washington DC. Moody R.C., Hernandez, R. 1997. Glued-Laminated Timber. In: Engineered Wood Products. A Guide for Specifiers, Designers and Users. Smulski S. (Ed.) 1997. PFS Research Foundation. Madison, Wisconsin. p: 1-1 – 1-15 Muladi S. 1996. Quantification and Use of Dipterocarp Wood Residue in East Kalimantan. In: Schulte A., D. Schone (Editors): Dipterocarp Forest Ecosystems: Toward Sustainable Management. World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd. Singapore. Murhofiq, S. 2000. Pengaruh Pemadatan Arah Radial Disertai Suhu Tinggi terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Agatis dan Sengon. Skripsi Fahultas Kehutanan IPB. Bogor (tidak diterbitkan). Muslich M., Sumarni, G. 1993. Tipe dan Intensitas Serangan Penggerek Kayu di Laut pada Beberapa Jenis Kayu HTI. Prosiding Diskusi Sifat dan Kegunaan Kayu HTI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Navi P., Girardet, F. Heger, F. 2000. Thermo-Hydro-Mechanical Post-Treatments of Densified Wood. In: Evans, P.D. 2000: Proceeding of 5th Bio-Based Composites Symposium. 10-13 December 2000. Canberra. Dept. of Forestry, the Australian National University. P 439447.
122 Nugroho N., Ando, N. 2001. Development of Structural Composite Product Made From Bamboo II: Fundamental Properties of Laminated Bamboo Lumber. Journal of Wood Science. Vol. 47 pp. 237-242. Ogata Y., Fujita, M., Nobuchi, T., Sahri, M.H. 2002. Anatomical Investigation of Wood and Vessel Orientation I Acacia mangium. Proceedings of The Fourth International Wood Science Symposium. LIPI. Serpong. Oliveira F.G.R, de Campos J.A.O, Sales A. 2002. Ultrasonic Measurements in Brazilian Hardwoods. Material Research Journal. Vol. 5 No.1. Pp 51-55. Pandit I.K.N., 1995. Anatomi Kayu. Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Fakultas Kehutanan IPB. IPB Press. Bogor. Pasaribu R.A., Roliadi, H. 1990. Komponen Kimia dan Dimensi Serat Beberapa Jenis Kayu yang Berasal dari Hutan Tanaman dan Alam. Prosiding Diskusi HTI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Pelangi. 2002. Hutan Lindung Dikorbankan Untuk Tambang: Akankah Hutan di Indonesia Tinggal Kenangan?. www.pelangi.org. Dikunjungi 18 November 2002. Perkins R.H., Suddarth, S.K. 1958. Shear-Pin Joints With 2x4, 2x6 and 2x8 Lumber for Axial Loading.Research Bulletin No. 659, Feb 1958. Wood Research Laboratory. Purdue Univ. Pinyopusarerk K., Liang, S.B., Gunn, B.V.. 1993. Taxonomy, Distribution, Biology and Use as an Exotic, In: Awang K., D. Taylor (editors): Acacia mangium, Growing and Utilization. MPTS Monograph Series No.3. Bangkok. Pradipto S, 2005. Pengujian Keteguhan Lentur Kayu Mangium dengan Berbagai Metoda Non Destruktif. Skripsi DTHH Fakultas Kehutanan IPB. Bogor (tidak diterbitkan). Pranata, A.P. 2011. Perilaku Lentur Balok Laminasi-baut Kayu Indonesia. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan. Bandung (tidak diterbitkan). Purwita T. 2011. Hutan Tanaman: Peluang dan Tantangan. Makalah pada Studium General Prawisuda Sarjana Fakultas Kehutanan IPB. Bogor, 19 September 2011. Rahardi F. 2004. Memperbaiki Tata Air dengan Bambu. Kompas 20 Januari 2004. hal 10 kol.1-4. Richter H.G., Dallwitz, M.J. 2000. Commercial Timbers: Description, Illustrations, Identification, and Information Retrieval. http://biodiversity.uno.edu/delta. Dikunjungi 10 Pebruari 2004. Rosen H.N. 1976. Moisture Absorbtion and Swelling in Polyethylene Glicol and Polymethyl Methacrylate Treated Wood at High Relative Humidity. Wood and Fiber, Vol. V, No. 7. Ruhendi S. 1986. Perekat dan Perekatan. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fak. Kehutanan IPB. Bogor (tidak diterbitkan). Rulliaty S., Mandang, Y.I. 1988. Struktur Anatomi Beberapa Jenis Kayu Hutan Tanaman Industri. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol.5 No. 6. Bogor. Sahri, M.H., Bokhari, S. 2003. Wood Structures and Wood Properties Relationship in Planted Acacias: Malaysian Examples. International Symposium on Sustainable Utilization of Acacia mangium. October 21-22, 2003. Kyoto University. Kyoto. 24-34. Scharai-Rad M, Kambey, E. 1989. The Wood of Acacia mangium Willd, It’s Properties and Possible Uses. GFG-Report No.14. Samarinda. Sindusuwarno, Utomo, D.I. 1981. Acacia mangium Jenis Pohon yang Belum Banyak Dikenal. Duta Rimba 7(48): 2-4. Siswadi, Sarjono, W., Wigroho, H.Y., Ervianto, W.I. 1999. Analisis Struktur Statik Tertentu. Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Smulski S. 1997. Engineered Wood Products. A Guide for Specifiers, Designers and Users. PFS Research Foundation. Madison, Wisconsin. p: ix Snedecor G.W. 1967. Statistical Method. Sixth Edition. Oxford and IBM Publishing Co. New Delhi. Stamm A.J. 1964. Wood and Cellulose Science. The Ronald Press Company. New York. Subiyakto. 1989. Tinjauan tentang Pemanfaatan Kayu di Masa Depan. Duta Rimba No. 111112/XV/1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Sucahyo. 2010. Perilaku Kekuatan Sambungan Geser Ganda Batang kayu Dengan Paku Majemuk Berpelat Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksial Tekan. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor (tidak diterbitkan).
123 Sudarsono M.A. 2001. Kondisi dan Nasib Hutan Alam, Kongres Kehutanan Indonesia III. Gedung Manggala Wanabakti. 25-28 Oktober 2001. Jakarta. Sulistyawati, I. 2009. Karakteristik Kekuatan dan Kekakuan Balok Glulam Kayu Mangium. Disertasi Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor (tidak diterbitkan). Sulistyono. 2001. Studi Rekayasa Teknis, Sifat Fisis, Sifat Mekanis dan Keandalan Konstruksi Kayu Agatis (Agathis loranthifolia Salisb.) Terpadatkan. Thesis Program Pascasarjana IPB. Bogor (tidak diterbitkan). Surjokusumo S. 1982. Laporan Studi Mekanikal Stress Grading. Lembaga Penelitian IPB. Bogor Surjokusumo S. 1993. Kayu Sebagai Bahan Bangunan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Surjokusumo S., Bahtiar, E.T.. 1999. Kayu Indonesia sebagai Bahan Rekayasa Konstruksi Kayu. Seminar Sehari HAKI, 8 September 1999. Surjokusumo S., Bahtiar, E.T.. 2000. Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi Indonesia dengan Mesin Pemilah Panter dalam Format Allowable Stress Design (ASD) dan Load and Resistance Factor Design (LRFD). Pusat Studi Ilmu Hayati. Lembaga Peneltian Institut Pertanian Bogor. Surjokusumo S, Bahtiar, E.T., Nugroho, N. 2003. Mutu Kayu Indonesia. Seminar Nasional Pemberdayaan Kayu Konstruksi. 12 Agustus 2003. Pusat Studi Konstruksi Kayu (PSKK) FTSP. Univ. Trisakti. Jakarta Sutigno P, Masano. 1986. Pengaruh Banyaknya Lapisan Terhadap Sifat Kayu Lamina Meranti. Duta Rimba 73-74/XII/1986. Jakarta. Suwinarti W. 1999. Proses Pulping Campuran Beberapa Jenis Kayu dari Hutan Tanaman Industri dengan Menggunakan Metode Kraft. Thesis Program Studi Ilmu Kehutanan Program Pascasarjana Magister Univ. Mulawarman (tidak diterbitkan). Tomme. F.Ph., Girardet, F., Gfeller, B. dan Navi, P. 1998. Densified Wood: An Innovative Products with Highly Enchanced Character. Proceeding 5th World Conference on Timber Engineering Vol.2. Montreaux, Swizerland: 640-647. Tsai L.M. 1993. Growth and Yield. In: Acacia mangium, Growing and Utilization. Editors: K.Awang and D. Taylor. MPTS Monograph Series No. 3 Bangkok, Thailand. Tsoumis G.T. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold Publ. New York. Williamson, Thomas G. 2002. APA Engineered Wood Handbook. New York: Mc-Graw Hill. Wirjomartono S. 1958. Konstruksi Kaju Berlapis Madjemuk (Glued Laminated Wood Cosntruction). PT. Penerbitan Universitas. Wiryomartono S. 1977. Konstruksi Kayu. Fakultas Teknik Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta: 5783. Yano H. 2000. High Strength Wood Based Materials. In: Evans, P.D. Proceedings of 5th BioBased Composites Symposium. 10-13 December 2000. Canberra. Dept. of Forestry, The Australian National University. P 151-156. Yap K.H.F. 1984. Konstruksi Kayu. Bina Cipta. Bandung: 12-17, 65-68.
124
125
Lampiran 1. Daftar Makalah yang telah Dipublikasikan Terkait dengan Penelitian Disertasi Dwi Joko Priyono, Surjono Surjokusumo, Yusuf S.Hadi dan Naresworo Nugroho: No 1.
2.
Topic/Judul The Effect of Density and Wave Velocity Differences on The Stiffness of Small Clear and Full Sized Specimen of Mangium Wood Physical and Mechanical Properties of 17 Years Old Mangium
3.
Hubungan Berat Jenis Terhadap Sifat Mekanis Mangium Contoh Kecil Bebas Cacat
4.
Pendugaan Kekakuan Mangium Umur 17 Tahun Melalui Uji Non Destruktif
5.
Pendugaan Kekakuan Mangium Umur 17 Tahun Melalui Uji Non Destruktif (dengan tambahan data dan pembahasan ad. 4) Bahan Pasak Penahan Geser pada Kekuatan Sambungan Tampang Dua
6.
7.
Equations of The Sum of Bearing Slip Connector To The Strength of Double Shear Connection On Different Connector Materials
Dipublikasikan pada Symposium of International Wood Research Society (IWORS) II Symposium of International Wood Research Society (IWORS) II Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIII Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIII Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, Akreditasi A (LIPI). Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV Symposium of International Wood Research Society (IWORS) III
Bulan/Tahun Sanur, Bali 12-13 Nopember 2010 Sanur, Bali 12-13 Nopember 2010 Sanur, Bali 10-11 Nopember 2010 Sanur, Bali 10-11 Nopember 2010 Terbit 2011
Nopember
UGM, Yogyakarta, 2 Nopember 2011
UGM, Yogyakarta 3-4 November 2011
126
Lampiran 2. Status Pengetahuan (State of the Art) Penelitian Sambungan Tampang Dua dengan Pasak Penahan Geser No. 1.
Tahun 1973
2.
1977
3.
1980
4.
1980
5.
1983
6.
1984
7.
1999
8.
1999
9.
2002
10.
2003
11.
2010
12.
2010
Pernyataan Penelitian Sambungan kayu adalah lokasi sederhana yang menghubungkan dua bagian atau lebih menjadi satu dengan bentuk tertentu pada ujung perlekatan. Beban ijin sambungan adalah 1/3 beban maksimum/beban rusak atau ditetapkan pada sesaran 1.5 mm. Pasak harus lebih keras dari komponen sambungan Kekuatan sambungan kayu sangat dipengaruhi oleh komponen pembentuk sambungan, yaitu balok yang akan disambung, alat sambung dan bentuk sambungan Makin tinggi kerapatan maka kekuatan sambungan akan meningkat meski tidak bersifat linier. Perilaku elastik lebih tergantung pada kerapatan daripada sifat atau karakteristik anatomi kayu Sambungan pasak memiliki 40% pengurangan luas tampang, berbeda dengan laminasi perekat yang 0%, namun pengurangan tampang ini masih dibawah paku (50%) dan diatas baut (30%). Meski demikian, perekat dalam konstruksi cukup berbahaya karena dapat mengakibatkan keruntuhan yang tiba-tiba bila pembebanan melampaui daya dukung Kekuatan dan kestabilan struktur dan tergantung pada kekuatan sambungan dalam memadukan satu komponen dengan komponen lainnya sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh Konektor geser akan memperbesar tahanan bidang geser apabila dibandingkan hanya menggunakan perkuatan baut Sambungan baut bisa ditambah dengan konektor geser yang diletakkan diantara lapisan kayu pada posisi tegaklurus arah serat kayu Laminasi adalah gabungan beberapa lapis kayu yang disusun menjadi satu kesatuan, dan salah satu metoda sambungan pada laminasi kayu adalah sistem sambungan mekanis dengan memanfaatkan baut sebagai konektor Dengan penambahan jumlah konektor geser, gaya maksimum yang dapat dipikul sambungan tidak signifikan, kekakuan meningkat 130 – 321% Kombinasi pasak baut dan konektor geser menaikkan 6 – 11% kekakuan sambungan dibanding tanpa konektor geser, sebaliknya bila digunakan pasak baut seluruhnya akan mencapai 10-55% lebih tinggi dalam beban ultimate dibanding kombinasi baut dan konektor geser
Peneliti Hoyle, R.J.Jr
Wiryomartono, S.
Suryokusumo, et al.
Suryokusumo, et al. Beery et al. Felix Yap
Forest Product Laboratory
Faherty, et al. Williamson, et al.
Bodiq, et al.
Indah Sulistyawati
Indah Sulistyawati
127
Lampiran 3. Kerapatan Kering Udara Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH
BAGIAN TENGAH
BAGIAN ATAS
Ww (gr) Llw(mm)LT w(mmLRw(mmBJw(gr/cWw (gr Llw(mm)LT w(mmLRw(mmBJw(gr/ Ww (gr)Llw(mm LT w(m LRw(mmBJw(gr/
No
1
9.15
24.41
25.09
23.63
0.63 10.08
25.53
25.35
25.48
0.61
10.06
25.22
25.50
25.34
0.62
2
10.05
24.30
23.99
24.78
0.70
9.82
25.25
25.60
25.47
0.60
10.12
25.39
25.36
25.74
0.61
3
9.10
24.72
23.52
24.88
0.63
8.53
24.46
24.84
25.14
0.56
9.74
25.42
25.64
25.32
0.59
4
8.96
24.36
24.65
24.94
0.60
9.26
25.13
25.26
24.94
0.58
9.68
25.36
25.51
25.50
0.59
5
9.72
24.85
24.18
24.95
0.65
9.62
25.04
25.35
25.36
0.60
10.15
25.29
25.50
25.55
0.62
6
8.63
24.00
23.65
25.49
0.60 10.06
24.88
25.54
25.72
0.62
9.57
25.09
25.69
25.13
0.59
7
9.05
24.33
25.24
23.85
0.62
9.03
25.07
25.10
25.00
0.57
10.18
25.72
25.44
25.71
0.61
8
9.17
24.73
25.34
24.96
0.59
9.60
25.64
25.15
25.41
0.59
9.53
24.85
25.70
23.13
0.65
9
9.15
24.57
24.57
24.84
0.61
9.07
25.24
24.54
25.07
0.58
9.54
24.85
25.75
25.31
0.59
10
9.54
24.55
25.00
25.35
0.61
9.61
25.65
25.47
25.30
0.58
9.21
25.32
24.13
25.32
0.60
11
8.52
24.48
25.26
23.96
0.57
9.33
25.11
25.23
25.16
0.59
9.97
25.18
25.54
25.46
0.61
12
8.68
24.70
23.58
25.67
0.58
9.64
25.49
25.50
25.69
0.58
10.33
25.50
25.60
25.33
0.62
13
8.78
24.46
23.93
24.94
0.60
9.45
25.11
25.16
25.35
0.59
10.12
25.61
25.63
25.76
0.60
14
8.70
23.15
24.79
24.91
0.61
9.57
25.16
25.48
25.30
0.59
9.68
25.43
25.54
25.63
0.58
15
9.49
24.73
24.55
25.34
0.62
9.56
25.70
25.18
25.36
0.58
9.54
24.94
25.63
25.23
0.59
16
9.06
22.70
24.00
25.71
0.65
9.23
24.99
25.08
25.39
0.58
10.12
25.45
25.64
25.40
0.61
17
9.17
24.74
24.97
25.61
0.58 10.12
25.36
25.62
25.55
0.61
10.09
25.46
25.04
25.68
0.62
18
10.29
23.92
23.45
25.37
0.72 10.80
25.26
25.29
25.26
0.67
9.43
25.42
24.14
25.33
0.61
19
9.47
24.18
23.85
25.10
0.65
9.41
24.94
25.35
24.09
0.62
9.59
25.20
25.52
25.64
0.58
20
8.95
24.26
23.84
25.13
0.62
9.40
25.52
24.89
23.23
0.64
9.22
25.29
25.35
24.27
0.59
21
9.10
23.91
24.42
24.14
0.65
9.34
24.09
25.26
24.47
0.63
8.91
24.47
23.89
25.55
0.60
22
9.20
23.63
25.12
24.71
0.63
9.60
25.47
25.31
24.06
0.62
9.16
25.48
23.96
25.35
0.59
23
8.97
24.39
25.16
25.17
0.58
9.98
24.97
25.31
25.35
0.62
9.47
24.81
25.44
25.55
0.59
24
8.97
23.11
25.13
24.55
0.63
9.68
24.90
25.49
24.65
0.62
9.11
24.91
24.18
25.39
0.60
25
10.10
24.69
24.30
24.71
0.68 10.47
25.85
25.12
24.64
0.65
9.39
25.43
25.41
24.26
0.60
26
9.13
24.26
24.99
25.13
0.60
8.99
25.53
24.63
23.00
0.62
9.63
25.27
25.55
25.24
0.59
27
10.85
24.16
23.37
25.55
0.75
9.66
24.80
24.66
25.45
0.62
9.41
25.34
24.39
25.57
0.60
28
8.96
24.74
24.42
24.66
0.60
9.85
25.62
25.26
24.61
0.62
10.31
25.60
25.69
25.63
0.61
29
9.29
24.59
25.19
24.59
0.61
9.58
23.88
25.43
25.27
0.62
10.10
25.70
25.64
25.42
0.60
9.22
24.44
24.92
24.76
0.61
9.95
25.43
25.36
25.13
0.61
9.62
25.55
25.39
25.55
0.58
Min
30
8.52
22.70
23.37
23.63
0.57
8.53
23.88
24.54
23.00
0.56
8.91
24.47
23.89
23.13
0.58
Max
10.85
24.85
25.34
25.71
0.75 10.80
25.85
25.62
25.72
0.67
10.33
25.72
25.75
25.76
0.65
Av
9.25
24.27
24.48
24.91
0.63
9.61
25.17
25.23
25.00
0.61
9.70
25.29
25.25
25.31
0.60
SD
0.52
0.53
0.63
0.52
0.04
0.45
0.45
0.28
0.66
0.02
0.39
0.29
0.60
0.54
0.01
CV(%)
5.60
2.17
2.59
2.10
6.70
4.70
1.79
1.11
2.65
4.11
4.02
1.15
2.36
2.12
2.41
128
Lampiran 4. Kerapatan Kering Mutlak Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
BAGIAN T ENGAH
BAGIAN AT AS
Wo (gr)Llo(mm)LT o(mmLRo(mmBJo(gr/cWo (gr Llo(mmLT o(mmLRo(mmBJo(gr/Wo (gr Llo(mm LT o(mmLRo(mm BJo(gr/c 1
7.85
24.40
24.24
22.85
0.58
8.64
25.41
24.28
24.75
0.57
8.55
25.18
24.53
24.13
0.57
2
8.65
24.35
23.46
23.92
0.63
8.36
25.19
24.70
24.43
0.55
8.60
25.35
24.33
24.66
0.57
3
7.92
24.88
22.91
24.68
0.56
7.35
24.29
24.42
24.21
0.51
8.33
25.40
24.00
24.32
0.56
4
7.70
24.00
23.75
24.75
0.55
7.94
25.52
24.30
24.10
0.53
8.27
25.31
24.62
24.71
0.54
5
8.35
24.66
23.20
24.47
0.60
8.20
24.83
24.16
24.52
0.56
8.63
25.15
24.49
24.51
0.57
6
7.44
24.37
22.88
24.91
0.54
8.59
24.87
24.48
24.71
0.57
8.21
24.91
25.04
24.14
0.55
7
7.77
24.07
24.46
22.76
0.58
7.76
25.41
24.06
24.38
0.52
8.64
25.42
24.48
24.74
0.56
8
7.92
24.38
24.39
24.68
0.54
8.23
25.49
24.33
24.42
0.54
8.17
24.81
24.93
24.06
0.55
9
7.87
24.27
23.76
24.44
0.56
7.81
25.04
23.57
24.57
0.54
8.19
24.79
24.88
24.31
0.55
10
8.21
24.36
23.81
24.81
0.57
8.23
25.46
24.37
24.62
0.54
7.80
25.22
23.35
24.20
0.55
11
7.36
24.31
24.18
23.04
0.54
8.03
24.83
24.30
24.72
0.54
8.46
24.96
24.61
24.43
0.56
12
7.48
24.76
22.70
24.99
0.53
8.19
25.19
24.59
24.85
0.53
8.79
25.42
24.60
24.24
0.58
13
7.58
24.48
23.09
24.12
0.56
8.11
25.16
24.29
24.47
0.54
8.59
25.54
24.56
24.78
0.55
14
7.48
23.09
23.65
24.33
0.56
8.24
25.15
24.68
24.28
0.55
8.30
25.43
24.73
24.43
0.54
15
8.21
24.63
23.58
24.70
0.57
8.25
25.24
24.38
24.32
0.55
8.19
24.79
24.94
24.17
0.55
16
7.80
22.82
23.03
24.96
0.59
7.94
25.00
24.14
24.55
0.54
8.57
25.38
24.66
24.31
0.56
17
7.87
24.74
23.85
24.34
0.55
8.66
25.20
24.44
24.96
0.56
8.54
25.40
23.97
24.71
0.57
18
8.89
24.03
22.98
24.50
0.66
9.28
25.21
24.19
24.73
0.62
7.97
25.41
23.23
24.30
0.56
19
8.14
24.40
22.90
24.63
0.59
8.13
25.12
24.10
23.74
0.57
8.21
25.31
24.65
24.73
0.53
20
7.76
24.38
22.90
24.52
0.57
8.12
25.32
23.64
22.85
0.59
7.82
25.11
24.27
23.42
0.55
21
7.84
23.65
23.94
23.01
0.60
8.05
24.18
24.40
23.87
0.57
7.55
24.57
22.94
24.54
0.55
22
7.92
23.42
24.53
23.60
0.58
8.27
25.38
24.03
23.59
0.58
7.76
25.55
23.23
24.30
0.54
23
7.72
24.79
24.38
24.14
0.53
8.60
24.77
24.64
24.61
0.57
8.11
24.75
24.18
24.88
0.54
24
7.76
22.95
24.59
23.50
0.59
8.33
24.74
24.60
23.82
0.57
7.71
24.94
24.43
24.33
0.52
25
8.70
24.41
23.88
23.54
0.63
9.03
25.39
24.31
23.93
0.61
7.97
25.23
24.41
23.38
0.55
26
7.91
24.24
24.57
23.98
0.55
7.78
25.14
23.42
22.58
0.58
8.25
25.16
24.80
24.21
0.55
27
9.40
25.04
22.86
22.87
0.72
8.29
25.26
23.62
24.85
0.56
7.96
25.33
23.53
24.44
0.55
28
7.73
24.01
23.29
24.14
0.57
8.47
25.11
24.58
23.67
0.58
8.77
25.44
24.44
24.56
0.57
29
8.06
24.23
24.66
23.64
0.57
8.27
24.05
24.48
24.48
0.57
8.59
25.35
24.61
24.32
0.57
30 Min
8.01
24.29
24.36
23.84
0.57
8.58
25.14
24.39
24.26
0.58
8.26
25.38
24.47
24.74
0.54
7.36
22.82
22.70
22.76
0.53
7.35
24.05
23.42
22.58
0.51
7.55
24.57
22.94
23.38
0.52
Max
9.40
25.04
24.66
24.99
0.72
9.28
25.52
24.70
24.96
0.62
8.79
25.55
25.04
24.88
0.58
Av
7.98
24.21
23.69
24.09
0.58
8.26
25.07
24.26
24.26
0.56
8.26
25.20
24.33
24.37
0.55
SD
0.45
0.55
0.64
0.68
0.04
0.38
0.37
0.33
0.56
0.02
0.33
0.26
0.55
0.35
0.01
CV(%)
5.65
2.25
2.70
2.84
6.94
4.61
1.48
1.37
2.31
4.40
4.04
1.05
2.27
1.42
2.53
129
Lampiran 5. Berat Jenis Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH BAGIAN TENGAH No
Llw(mmLT w(mmLRw(mmWo(gr) BJ 1
24.41
25.09
23.63
7.85
0.54
Llw(mm)LT w(mmLRw(mmWo(gr)BJ 25.53
25.35
25.48
8.64
0.52
BAGIAN ATAS Llw(mm LT w(mmLRw(m Wo(gr) BJ 25.22
25.50 25.34
8.55
0.52
2
24.30
23.99
24.78
8.65
0.60
25.25
25.60
25.47
8.36
0.51
25.39
25.36 25.74
8.60
0.52
3
24.72
23.52
24.88
7.92
0.55
24.46
24.84
25.14
7.35
0.48
25.42
25.64 25.32
8.33
0.51
4
24.36
24.65
24.94
7.70
0.51
25.13
25.26
24.94
7.94
0.50
25.36
25.51 25.50
8.27
0.50
5
24.85
24.18
24.95
8.35
0.56
25.04
25.35
25.36
8.20
0.51
25.29
25.50 25.55
8.63
0.52
6
24.00
23.65
25.49
7.44
0.51
24.88
25.54
25.72
8.59
0.53
25.09
25.69 25.13
8.21
0.51
7
24.33
25.24
23.85
7.77
0.53
25.07
25.10
25.00
7.76
0.49
25.72
25.44 25.71
8.64
0.51
8
24.73
25.34
24.96
7.92
0.51
25.64
25.15
25.41
8.23
0.50
24.85
25.70 23.13
8.17
0.55
9
24.57
24.57
24.84
7.87
0.52
25.24
24.54
25.07
7.81
0.50
24.85
25.75 25.31
8.19
0.51
10
24.55
25.00
25.35
8.21
0.53
25.65
25.47
25.30
8.23
0.50
25.32
24.13 25.32
7.80
0.50
11
24.48
25.26
23.96
7.36
0.50
25.11
25.23
25.16
8.03
0.50
25.18
25.54 25.46
8.46
0.52
12
24.70
23.58
25.67
7.48
0.50
25.49
25.50
25.69
8.19
0.49
25.50
25.60 25.33
8.79
0.53
13
24.46
23.93
24.94
7.58
0.52
25.11
25.16
25.35
8.11
0.51
25.61
25.63 25.76
8.59
0.51
14
23.15
24.79
24.91
7.48
0.52
25.16
25.48
25.30
8.24
0.51
25.43
25.54 25.63
8.30
0.50
15
24.73
24.55
25.34
8.21
0.53
25.70
25.18
25.36
8.25
0.50
24.94
25.63 25.23
8.19
0.51
16
22.70
24.00
25.71
7.80
0.56
24.99
25.08
25.39
7.94
0.50
25.45
25.64 25.40
8.57
0.52
17
24.74
24.97
25.61
7.87
0.50
25.36
25.62
25.55
8.66
0.52
25.46
25.04 25.68
8.54
0.52
18
23.92
23.45
25.37
8.89
0.62
25.26
25.29
25.26
9.28
0.58
25.42
24.14 25.33
7.97
0.51
19
24.18
23.85
25.10
8.14
0.56
24.94
25.35
24.09
8.13
0.53
25.20
25.52 25.64
8.21
0.50
20
24.26
23.84
25.13
7.76
0.53
25.52
24.89
23.23
8.12
0.55
25.29
25.35 24.27
7.82
0.50
21
23.91
24.42
24.14
7.84
0.56
24.09
25.26
24.47
8.05
0.54
24.47
23.89 25.55
7.55
0.51
22
23.63
25.12
24.71
7.92
0.54
25.47
25.31
24.06
8.27
0.53
25.48
23.96 25.35
7.76
0.50
23
24.39
25.16
25.17
7.72
0.50
24.97
25.31
25.35
8.60
0.54
24.81
25.44 25.55
8.11
0.50
24
23.11
25.13
24.55
7.76
0.54
24.90
25.49
24.65
8.33
0.53
24.91
24.18 25.39
7.71
0.50
25
24.69
24.30
24.71
8.70
0.59
25.85
25.12
24.64
9.03
0.56
25.43
25.41 24.26
7.97
0.51
26
24.26
24.99
25.13
7.91
0.52
25.53
24.63
23.00
7.78
0.54
25.27
25.55 25.24
8.25
0.51
27
24.16
23.37
25.55
9.40
0.65
24.80
24.66
25.45
8.29
0.53
25.34
24.39 25.57
7.96
0.50
28
24.74
24.42
24.66
7.73
0.52
25.62
25.26
24.61
8.47
0.53
25.60
25.69 25.63
8.77
0.52
29
24.59
25.19
24.59
8.06
0.53
23.88
25.43
25.27
8.27
0.54
25.70
25.64 25.42
8.59
0.51
30
24.44
24.92
24.76
8.01
0.53
25.43
25.36
25.13
8.58
0.53
25.55
25.39 25.55
8.26
0.50
Min
22.70
23.37
23.63
7.36
0.50
23.88
24.54
23.00
7.35
0.48
24.47
23.89 23.13
7.55
0.50
Max
24.85
25.34
25.71
9.40
0.65
25.85
25.62
25.72
9.28
0.58
25.72
25.75 25.76
8.79
0.55
Av
24.27
24.48
24.91
7.98
0.54
25.17
25.23
25.00
8.26
0.52
25.29
25.25 25.31
8.26
0.51
SD
0.53
0.63
0.52
0.45
0.04
0.45
0.28
0.66
0.38
0.02
0.29
0.60
0.54
0.33
0.01
CV(%)
2.17
2.59
2.10
5.65
6.74
1.79
1.11
2.65
4.61
4.28
1.15
2.36
2.12
4.04
2.30
130
Lampiran 6. Kadar Air Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
Ww (gr) Wo(gr)
BAGIAN T ENGAH
KA(%)
Ww (gr) Wo(gr)
BAGIAN AT AS
KA(%) Ww (gr) Wo(gr)
KA(%)
1
10.06
8.55
17.62
10.08
8.64
16.76
9.15
7.85
16.50
2
10.12
8.60
17.67
9.82
8.36
17.40
10.05
8.65
16.26
3
9.74
8.33
16.82
8.53
7.35
16.08
9.10
7.92
14.92
4
9.68
8.27
17.00
9.26
7.94
16.70
8.96
7.70
16.30
5
10.15
8.63
17.66
9.62
8.20
17.40
9.72
8.35
16.38
6
9.57
8.21
16.52
10.06
8.59
17.10
8.63
7.44
15.96
7
10.18
8.64
17.86
9.03
7.76
16.37
9.05
7.77
16.51
8
9.53
8.17
16.64
9.60
8.23
16.67
9.17
7.92
15.81
9
9.54
8.19
16.48
9.07
7.81
16.10
9.15
7.87
16.34
10
9.21
7.80
18.00
9.61
8.23
16.82
9.54
8.21
16.18
11
9.97
8.46
17.85
9.33
8.03
16.21
8.52
7.36
15.80
12
10.33
8.79
17.47
9.64
8.19
17.71
8.68
7.48
15.94
13
10.12
8.59
17.86
9.45
8.11
16.58
8.78
7.58
15.91
14
9.68
8.30
16.72
9.57
8.24
16.14
8.70
7.48
16.37
15
9.54
8.19
16.42
9.56
8.25
15.93
9.49
8.21
15.68
16
10.12
8.57
18.08
9.23
7.94
16.28
9.06
7.80
16.03
17
10.09
8.54
18.14
10.12
8.66
16.85
9.17
7.87
16.44
18
9.43
7.97
18.29
10.80
9.28
16.40
10.29
8.89
15.75
19
9.59
8.21
16.72
9.41
8.13
15.73
9.47
8.14
16.34
20
9.22
7.82
17.82
9.40
8.12
15.72
8.95
7.76
15.28
21
8.91
7.55
18.12
9.34
8.05
16.08
9.10
7.84
16.08
22
9.16
7.76
18.09
9.60
8.27
16.05
9.20
7.92
16.14
23
9.47
8.11
16.74
9.98
8.60
16.09
8.97
7.72
16.22
24
9.11
7.71
18.10
9.68
8.33
16.20
8.97
7.76
15.60
25
9.39
7.97
17.80
10.47
9.03
16.01
10.10
8.70
16.09
26
9.63
8.25
16.72
8.99
7.78
15.62
9.13
7.91
15.45
27
9.41
7.96
18.23
9.66
8.29
16.45
10.85
9.40
15.41
28
10.31
8.77
17.50
9.85
8.47
16.23
8.96
7.73
15.95
29
10.10
8.59
17.61
9.58
8.27
15.86
9.29
8.06
15.26
30
9.62
8.26
16.46
9.95
8.58
16.07
9.22
8.01
15.10
Xmin
8.91
7.55
16.42
8.53
7.35
15.62
8.52
7.36
14.92
Xmax
10.33
8.79
18.29
10.80
9.28
17.71
10.85
9.40
16.51
Rataan
9.70
8.26
17.43
9.61
8.26
16.39
9.25
7.98
15.93
SD
0.39
0.33
0.64
0.45
0.38
0.52
0.52
0.45
0.43
CV(%)
4.02
4.04
3.67
4.70
4.61
3.19
5.60
5.65
2.73
131
Lampiran 7. Susut Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH an1(mm) ao(mm)
No
BAGIAN T ENGAH Sh n1-o(%) an1(mm)
ao(mm)
BAGIAN AT AS
Sh n1-o(%) an1(mm) ao(mm) Sh n1-o(%)
1
79.22
77.71
1.91
84.27
82.67
1.90
77.30
75.85
1.88
2
79.73
78.08
2.07
84.35
82.83
1.80
77.41
75.81
2.07
3
79.41
77.79
2.04
84.38
82.66
2.04
77.22
75.83
1.80
4
79.58
78.30
1.61
84.03
82.59
1.71
77.40
75.84
2.02
5
79.42
78.00
1.79
84.19
82.76
1.70
77.17
75.94
1.59
6
79.50
77.92
1.99
84.43
82.97
1.73
77.49
75.73
2.27
7
79.24
77.52
2.17
84.49
83.03
1.73
77.29
75.82
1.90
8
79.23
77.89
1.69
84.47
83.03
1.70
77.41
75.95
1.89
9
79.61
78.02
2.00
84.13
82.53
1.90
77.43
76.06
1.77
10
79.41
78.05
1.71
84.56
82.73
2.16
77.38
75.97
1.82
11
79.92
78.18
2.18
84.59
83.00
1.88
77.38
75.88
1.94
12
79.08
77.74
1.69
84.29
82.65
1.95
77.40
75.99
1.82
13
79.63
77.71
2.41
84.42
82.66
2.08
77.53
75.93
2.06
14
79.17
77.76
1.78
84.24
82.50
2.07
77.42
75.84
2.04
15
79.51
78.23
1.61
84.22
82.55
1.98
77.45
75.92
1.98
16
78.92
77.08
2.33
84.96
82.62
2.75
77.40
75.97
1.85
17
79.12
77.65
1.86
84.47
82.73
2.06
77.30
75.81
1.93
18
79.71
77.85
2.33
84.25
82.57
1.99
77.43
75.96
1.90
19
79.10
77.53
1.98
84.31
82.89
1.68
77.29
75.89
1.81
20
79.84
78.22
2.03
84.13
82.62
1.79
77.57
76.00
2.02
21
78.90
77.33
1.99
84.24
82.72
1.80
77.47
75.91
2.01
22
79.64
78.17
1.85
84.43
82.65
2.11
77.28
75.77
1.95
23
79.20
77.78
1.79
84.56
83.07
1.76
77.27
75.84
1.85
24
79.10
77.57
1.93
84.48
83.11
1.62
77.34
76.07
1.64
25
79.76
78.10
2.08
84.38
82.72
1.97
77.38
75.97
1.82
26
79.71
78.20
1.89
84.34
82.67
1.98
77.23
75.93
1.68
27
78.97
77.14
2.32
83.93
82.67
1.50
77.42
75.93
1.92
28
79.29
77.64
2.08
84.07
82.69
1.64
77.35
75.78
2.03
29
78.99
77.74
1.58
84.20
82.63
1.86
77.36
75.97
1.80
30
78.76
77.13
2.07
84.58
82.59
2.35
77.35
75.88
1.90
Xmin
78.76
77.08
1.58
83.93
82.50
1.50
77.17
75.73
1.59
Xmax
79.92
78.30
2.41
84.96
83.11
2.75
77.57
76.07
2.27
Rataan
79.36
77.80
1.96
84.35
82.74
1.91
77.37
75.90
1.90
SD
0.31
0.34
0.23
0.21
0.17
0.25
0.09
0.08
0.14
CV(%)
0.39
0.43
11.54
0.24
0.21
12.89
0.12
0.11
7.31
132
Lampiran 8. Susut Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
bn1(mm) bo(mm) 1
55.55
52.90
BAGIAN T ENGAH
BAGIAN AT AS
Sh n1-o(%) bn1(mm) bo(mm) Sh n1-o(%) bn1(mm) bo(mm) Sh n1-o(%) 4.77
54.78
52.11
4.87
53.76
51.46
4.28
2
55.61
52.57
5.47
54.86
52.88
3.61
53.60
51.19
4.50
3
55.34
52.32
5.46
54.90
52.64
4.12
54.62
52.30
4.25
4
55.27
53.17
3.80
55.34
53.49
3.34
53.96
51.36
4.82
5
55.62
53.16
4.42
54.80
52.15
4.84
54.02
51.44
4.78
6
55.62
52.94
4.82
55.44
53.53
3.45
54.15
51.78
4.38
7
55.77
53.32
4.39
54.94
52.07
5.22
54.04
51.67
4.39
8
55.17
53.00
3.93
55.25
52.23
5.47
54.30
52.07
4.11
9
55.61
52.89
4.89
54.56
52.45
3.87
54.05
51.61
4.51
10
55.24
52.67
4.65
54.85
52.23
4.78
54.21
51.89
4.28
11
55.49
53.07
4.36
55.39
53.17
4.01
53.76
51.47
4.26
12
55.12
52.54
4.68
55.30
53.04
4.09
53.81
51.66
4.00
13
55.59
52.97
4.71
54.82
52.12
4.93
54.25
51.94
4.26
14
55.10
52.43
4.85
54.91
52.19
4.95
53.89
51.52
4.40
15
55.31
52.87
4.41
54.99
52.20
5.07
53.68
51.16
4.69
16
55.06
52.30
5.01
55.54
53.48
3.71
53.44
51.25
4.10
17
55.45
53.25
3.97
55.04
52.48
4.65
53.88
51.53
4.36
18
55.10
52.35
4.99
55.23
53.10
3.86
54.24
51.91
4.30
19
55.44
52.44
5.41
55.61
53.53
3.74
53.91
51.77
3.97
20
55.52
52.90
4.72
55.24
53.09
3.89
54.19
51.92
4.19
21
55.29
53.04
4.07
55.51
52.58
5.28
53.45
51.29
4.04
22
55.18
52.20
5.40
55.34
53.10
4.05
54.20
52.03
4.00
23
55.45
52.81
4.76
55.23
52.50
4.94
53.80
51.58
4.13
24
55.59
52.30
5.92
54.89
52.31
4.70
53.38
51.31
3.88
25
55.68
53.26
4.35
54.97
52.79
3.97
53.89
51.68
4.10
26
55.52
53.08
4.39
54.91
52.43
4.52
53.55
51.24
4.31
27
55.47
53.27
3.97
55.14
52.38
5.01
53.64
51.50
3.99
28
55.26
53.03
4.04
55.02
52.08
5.34
54.47
52.24
4.09
29
55.34
52.86
4.48
55.49
53.50
3.59
54.19
52.29
3.51
30
55.05
52.55
4.54
55.30
53.03
4.10
54.40
52.18
4.08
Xmin
55.05
52.20
3.80
54.56
52.07
3.34
53.38
51.16
3.51
Xmax
55.77
53.32
5.92
55.61
53.53
5.47
54.62
52.30
4.82
Rataan
55.39
52.82
4.65
55.12
52.70
4.40
53.96
51.67
4.23
SD
0.21
0.34
0.52
0.27
0.51
0.64
0.32
0.34
0.27
CV(%)
0.37
0.64
11.16
0.49
0.96
14.44
0.59
0.66
6.42
133
Lampiran 9. Pengembangan Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH BAGIAN TENGAH BAGIAN ATAS No
ao(mm) aw(mm) Swo-w(%) ao(mm) aw(mm) Swo-w(%) ao(mm) aw(mm) Swo-w(%) 1
75.85
78.00
2.83
77.71
80.16
3.15
82.67
85.05
2.88
2
75.81
78.18
3.13
78.08
79.93
2.37
82.83
84.82
2.40
3
75.83
78.38
3.36
77.79
79.66
2.40
82.66
84.85
2.65
4
75.84
78.63
3.68
78.30
80.08
2.27
82.59
85.01
2.93
5
75.94
78.15
2.91
78.00
79.83
2.35
82.76
84.63
2.26
6
75.73
78.05
3.06
77.92
79.82
2.44
82.97
84.90
2.33
7
75.82
78.04
2.93
77.52
80.51
3.86
83.03
85.15
2.55
8
75.95
78.05
2.76
77.89
80.13
2.88
83.03
84.81
2.14
9
76.06
78.27
2.91
78.02
79.97
2.50
82.53
84.61
2.52
10
75.97
78.26
3.01
78.05
79.68
2.09
82.73
84.97
2.71
11
75.88
78.39
3.31
78.18
80.38
2.81
83.00
85.55
3.07
12
75.99
78.01
2.66
77.74
79.73
2.56
82.65
84.97
2.81
13
75.93
77.04
1.46
77.71
79.93
2.86
82.66
84.75
2.53
14
75.84
77.03
1.57
77.76
79.61
2.38
82.50
84.69
2.65
15
75.92
78.09
2.86
78.23
79.98
2.24
82.55
84.61
2.50
16
75.97
78.15
2.87
77.08
79.32
2.91
82.62
84.63
2.43
17
75.81
78.51
3.56
77.65
79.52
2.41
82.73
84.62
2.28
18
75.96
78.11
2.83
77.85
80.04
2.81
82.57
85.16
3.14
19
75.89
77.93
2.69
77.53
79.64
2.72
82.89
84.76
2.26
20
76.00
78.32
3.05
78.22
80.61
3.06
82.62
84.53
2.31
21
75.91
78.10
2.88
77.33
79.09
2.28
82.72
84.67
2.36
22
75.77
78.35
3.41
78.17
80.31
2.74
82.65
84.87
2.69
23
75.84
78.08
2.95
77.78
80.30
3.24
83.07
85.15
2.50
24
76.07
78.20
2.80
77.57
80.11
3.27
83.11
84.78
2.01
25
75.97
77.99
2.66
78.10
80.27
2.78
82.72
84.67
2.36
26
75.93
77.97
2.69
78.20
80.22
2.58
82.67
85.46
3.37
27
75.93
78.15
2.92
77.14
79.52
3.09
82.67
84.51
2.23
28
75.78
78.02
2.96
77.64
79.79
2.77
82.69
84.59
2.30
29
75.97
78.14
2.86
77.74
79.18
1.85
82.63
85.10
2.99
30
75.88
78.05
2.86
77.13
79.24
2.74
82.59
85.22
3.18
Xmin
75.73
77.03
1.46
77.08
79.09
1.85
82.50
84.51
2.01
Xmax
76.07
78.63
3.68
78.30
80.61
3.86
83.11
85.55
3.37
Rataan
75.90
78.09
2.88
77.80
79.89
2.68
82.74
84.87
2.58
SD
0.08
0.33
0.45
0.34
0.39
0.41
0.17
0.27
0.34
CV(%)
0.11
0.42
15.63
0.43
0.49
15.32
0.21
0.32
13.17
134
Lampiran 10. Pengembangan Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
bo(mm)
bw(mm)
BAGIAN T ENGAH
BAGIAN AT AS
Swo-w(%) bo(mm) bw(mm) Swo-w(%) bo(mm) bw(mm)
Swo-w(%)
1
52.90
57.32
8.36
52.11
55.85
7.18
51.46
54.76
6.41
2
52.57
56.98
8.39
52.88
55.83
5.58
51.19
54.36
6.19
3
52.32
56.80
8.56
52.64
56.03
6.44
52.30
55.46
6.04
4
53.17
56.74
6.71
53.49
56.20
5.07
51.36
54.45
6.02
5
53.16
57.52
8.20
52.15
55.84
7.08
51.44
54.66
6.26
6
52.94
57.12
7.90
53.53
56.74
6.00
51.78
55.24
6.68
7
53.32
57.39
7.63
52.07
55.93
7.41
51.67
54.90
6.25
8
53.00
57.03
7.60
52.23
55.95
7.12
52.07
55.03
5.68
9
52.89
57.43
8.58
52.45
55.79
6.37
51.61
54.91
6.39
10
52.67
57.05
8.32
52.23
55.88
6.99
51.89
55.00
5.99
11
53.07
57.35
8.06
53.17
56.27
5.83
51.47
54.92
6.70
12
52.54
56.97
8.43
53.04
56.11
5.79
51.66
54.74
5.96
13
52.97
57.28
8.14
52.12
55.80
7.06
51.94
55.24
6.35
14
52.43
56.94
8.60
52.19
55.83
6.97
51.52
54.97
6.70
15
52.87
57.25
8.28
52.20
55.86
7.01
51.16
54.68
6.88
16
52.30
56.74
8.49
53.48
56.11
4.92
51.25
54.60
6.54
17
53.25
57.07
7.17
52.48
55.66
6.06
51.53
54.45
5.67
18
52.35
57.35
9.55
53.10
56.29
6.01
51.91
55.30
6.53
19
52.44
57.03
8.75
53.53
56.26
5.10
51.77
54.69
5.64
20
52.90
57.06
7.86
53.09
55.77
5.05
51.92
55.00
5.93
21
53.04
56.94
7.35
52.58
55.87
6.26
51.29
54.58
6.41
22
52.20
56.79
8.79
53.10
56.12
5.69
52.03
55.10
5.90
23
52.81
57.30
8.50
52.50
55.83
6.34
51.58
54.70
6.05
24
52.30
57.46
9.87
52.31
55.03
5.20
51.31
54.47
6.16
25
53.26
57.91
8.73
52.79
55.90
5.89
51.68
54.83
6.10
26
53.08
57.61
8.53
52.43
56.32
7.42
51.24
54.36
6.09
27
53.27
57.30
7.57
52.38
55.76
6.45
51.50
54.55
5.92
28
53.03
56.80
7.11
52.08
55.83
7.20
52.24
55.38
6.01
29
52.86
57.38
8.55
53.50
56.26
5.16
52.29
55.07
5.32
30
52.55
56.89
8.26
53.03
56.17
5.92
52.18
55.52
6.40
Xmin
52.20
56.74
6.71
52.07
55.03
4.92
51.16
54.36
5.32
Xmax
53.32
57.91
9.87
53.53
56.74
7.42
52.30
55.52
6.88
Rataan
52.82
57.16
8.23
52.70
55.97
6.22
51.67
54.86
6.17
SD
0.34
0.29
0.67
0.51
0.29
0.79
0.34
0.33
0.36
CV(%)
0.64
0.50
8.13
0.96
0.53
12.70
0.66
0.60
5.80
135
Lampiran 11. MOR Bagian Bawah, Tengah dan Atas No
a (mm) b(mm) P (kg)
MOR (kg/cm a (mm) b(mm) P (kg) MOR (kg/cma (mm) b(mm)
P (kg)
MOR (kg/cm
1
25.77
24.71 272.74
897.52
25.35
24.98 252.50
849.39
23.36
23.13 177.93
761.23
2
24.04
24.92 291.47
1092.89
25.60
25.59 241.45
777.46
24.36
24.65 274.62
1013.81
3
25.41
25.50 276.31
906.25
25.51
24.05 240.40
829.45
23.97
24.21 242.37
940.89
4
25.98
25.13 264.30
841.44
25.67
26.12 272.70
855.58
24.51
24.81 214.29
776.38
5
25.49
25.25 248.49
817.89
24.65
25.34 230.41
808.09
23.76
24.49 228.70
893.28
6
25.84
24.41 306.21
1014.51
24.32
25.37 245.19
882.36
24.89
24.89 235.28
823.94
7
25.44
25.18 255.90
847.96
25.40
25.36 241.28
796.34
24.87
24.63 274.72
973.81
8
25.66
25.16 263.17
857.83
25.39
24.94 278.31
934.78
24.52
25.57 291.07
1022.40
9
25.82
25.96 200.02
624.09
24.71
25.60 257.20
888.54
24.64
24.34 276.00
1008.56
10
25.94
25.27 270.28
858.35
25.57
24.10 252.05
863.79
25.09
25.67 270.57
904.16
11
26.33
24.46 266.48
848.58
25.14
24.44 244.97
856.40
25.08
24.83 246.01
850.59
12
25.40
25.40 298.26
982.84
25.35
25.39 260.58
862.41
24.54
24.85 239.77
865.18
13
25.50
25.03 300.33
996.45
24.66
25.97 307.07
1049.95
25.55
25.35 213.64
697.14
14
25.91
25.17 264.73
846.03
25.74
25.03 239.43
779.64
25.66
24.98 249.73
819.90
15
25.39
24.22 340.84
1178.82
25.28
24.72 266.09
909.54
25.77
24.69 293.69
967.25
16
25.37
24.79 265.24
897.67
26.14
24.77 321.94
1027.15
24.16
24.67 238.01
892.53
17
25.32
24.80 288.44
979.65
25.87
25.57 272.94
861.26
24.99
23.48 256.52
944.70
18
25.35
22.95 275.14
1007.43
25.58
25.35 329.78
1073.58
24.24
23.57 230.16
897.44
19
25.35
24.35 269.29
929.32
25.49
25.47 280.77
916.16
24.49
24.25 242.82
901.53
20
24.47
25.68 215.41
756.46
25.47
25.67 252.47
818.68
24.85
24.40 206.76
740.99
21
25.45
24.72 260.33
878.01
25.77
26.41 305.31
940.02
25.20
24.15 238.16
838.58
22
26.47
23.29 303.29
1003.64
25.85
24.40 281.45
932.15
25.41
25.92 227.20
733.09
23
26.75
24.64 260.01
796.35
25.25
25.95 282.93
923.43
24.55
23.69 210.91
797.66
24
25.40
25.08 247.61
826.36
25.57
24.18 257.54
879.69
24.85
23.12 206.90
782.54
25
25.16
23.45 304.04
1106.01
25.49
24.77 262.31
880.11
25.10
25.35 235.68
796.87
26
25.48
24.81 311.61
1044.66
25.44
24.70 232.89
786.71
24.76
25.52 281.60
971.94
27
24.97
25.59 257.88
872.76
25.20
25.82 295.28
972.46
25.59
25.52 282.57
913.05
28
25.92
25.01 222.28
714.35
26.29
25.85 275.16
831.64
25.65
25.30 306.11
993.06
29
25.15
23.90 173.13
618.43
25.39
25.35 248.49
821.12
25.14
23.70 138.10
497.86
30
24.92
25.30 243.17
835.78
25.37
25.41 252.90
835.03
24.77
25.25 226.10
788.08
24.04
22.95 173.13
618.43
24.32
24.05 230.41
777.46
23.36
23.12 138.10
497.86
Min Max
26.75
25.96 340.84
1178.82
26.29
26.41 329.78
1073.58
25.77
25.92 306.11
1022.40
rataan
25.52
24.80 267.21
895.94
25.42
25.22 266.06
881.43
24.81
24.63 241.87
876.34
130.06
0.42
76.24
0.58
SD
0.54
0.70
34.54
0.62
25.86
0.76
36.02
114.13
136
Lampiran 12. MOE Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
BAGIAN T ENGAH
a (mm) b(mm) dF (kg) df(mm) MOE(kg/ca (mm) b(mm) dF (kg)
BAGIAN AT AS
df(mm MOE(kg/cma (mm) b(mm) dF (kg)
1
23.4
23.1
50.0
0.0
120115
25.8
24.7
50.0
0.0
92318
25.4
2
24.4
24.7
50.0
0.0
107439
24.0
24.9
50.0
0.0
122728
3
24.0
24.2
50.0
0.0
97188
25.4
25.5
50.0
0.0
98952
4
24.5
24.8
50.0
0.0
117028
26.0
25.1
50.0
0.0
5
23.8
24.5
50.0
0.0
103099
25.5
25.3
50.0
6
24.9
24.9
50.0
0.0
90241
25.8
24.4
50.0
7
24.9
24.6
50.0
0.0
117926
25.4
25.2
8
24.5
25.6
50.0
0.0
97655
25.7
25.2
9
24.6
24.3
50.0
0.0
104849
25.8
10
25.1
25.7
50.0
0.0
116269
11
25.1
24.8
50.0
0.0
113038
12
24.5
24.9
50.0
0.0
13
25.6
25.4
50.0
0.0
14
25.7
25.0
50.0
15
25.8
24.7
50.0
16
24.2
24.7
17
25.0
18
24.2
19 20
df(mmMOE(kg/c
25.0
50.0
0.0 108965
25.6
25.6
50.0
0.0
92091
25.5
24.1
50.0
0.0
98801
100566
25.7
26.1
50.0
0.0
98785
0.0
93200
24.7
25.3
50.0
0.0 115875
0.0
114073
24.3
25.4
50.0
0.0
97852
50.0
0.0
100350
25.4
25.4
50.0
0.0
94589
50.0
0.0
99131
25.4
24.9
50.0
0.0 100596
26.0
50.0
0.0
80402
24.7
25.6
50.0
0.0 100462
25.9
25.3
50.0
0.0
101612
25.6
24.1
50.0
0.0
26.3
24.5
50.0
0.0
96760
25.1
24.4
50.0
0.0 100532
122443
25.4
25.4
50.0
0.0
112464
25.4
25.4
50.0
0.0
104299
25.5
25.0
50.0
0.0
112331
24.7
26.0
50.0
0.0 114073
0.0
112658
25.9
25.2
50.0
0.0
95788
25.7
25.0
50.0
0.0 100810
0.0
119628
25.4
24.2
50.0
0.0
123488
25.3
24.7
50.0
0.0 120587
50.0
0.0
97140
25.4
24.8
50.0
0.0
107844
26.1
24.8
50.0
0.0 110682
23.5
50.0
0.0
112675
25.3
24.8
50.0
0.0
110541
25.9
25.6
50.0
0.0
23.6
50.0
0.0
117486
25.4
23.0
50.0
0.0
109868
25.6
25.4
50.0
0.0 116306
24.5
24.3
50.0
0.0
113916
25.4
24.4
50.0
0.0
106756
25.5
25.5
50.0
0.0
98020
24.9
24.4
50.0
0.0
108915
24.5
25.7
50.0
0.0
93029
25.5
25.7
50.0
0.0
99633
21
25.2
24.2
50.0
0.0
92975
25.5
24.7
50.0
0.0
102467
25.8
26.4
50.0
0.0
99024
22
25.4
25.9
50.0
0.0
111422
26.5
23.3
50.0
0.0
103460
25.9
24.4
50.0
0.0 106828
23
24.6
23.7
50.0
0.0
116169
26.8
24.6
50.0
0.0
93106
25.3
26.0
50.0
0.0 132051
24
24.9
23.1
50.0
0.0
98806
25.4
25.1
50.0
0.0
106018
25.6
24.2
50.0
0.0 102496
25
25.1
25.4
50.0
0.0
105366
25.2
23.5
50.0
0.0
125985
25.5
24.8
50.0
0.0 110923
26
24.8
25.5
50.0
0.0
123627
25.5
24.8
50.0
0.0
120691
25.4
24.7
50.0
0.0
27
25.6
25.5
50.0
0.0
116811
25.0
25.6
50.0
0.0
103824
25.2
25.8
50.0
0.0 111910
28
25.7
25.3
50.0
0.0
119876
25.9
25.0
50.0
0.0
97623
26.3
25.9
50.0
0.0
94482
29
25.1
23.7
50.0
0.0
79072
25.2
23.9
50.0
0.0
92478
25.4
25.4
50.0
0.0
99860
30
24.8
25.3
50.0
0.0
105010
24.9
25.3
50.0
0.0
114427
25.4
25.4
50.0
0.0 100099
Min
23.4
23.1
50.0
0.0
79072
24.0
23.0
50.0
0.0
80402
24.3
24.1
50.0
0.0
Max
25.8
25.9
50.0
0.0
123627
26.8
26.0
50.0
0.0
125985
26.3
26.4
50.0
0.0 132051
rataan
24.8
24.6
50.0
0.0
108771
25.5
24.8
50.0
0.0
104409
25.4
25.2
50.0
0.0 103424
SD
0.6
0.8
0.0
0.0
10708
0.5
0.7
0.0
0.0
10776
0.4
0.6
0.0
0.0
9592
CV(%)
2.3
3.1
0.0
15.6
10
2.1
2.8
0.0
9.0
10
1.7
2.4
0.0
9.4
9
97342
91600
98787
88645
88645
137
Lampiran 13. Kekuatan Tekan Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
a (mm) b(mm) P (kg)
BAGIAN T ENGAH Compr(kg/ca (mm) b(mm) P (kg)
BAGIAN AT AS Compr(kg a (mm) b(mm) P (kg)
Compr(kg/c
1
26.03 24.77
2678.49
415.42
25.47
25.13
2759.06
431.06
26.38
24.52
2540.09
392.69
2
24.98 26.07
2250.41
345.56
24.54
24.31
2500.75
419.19
25.59
26.09
2790.28
417.93
3
25.48 25.83
2562.44
389.34
24.86
24.06
2379.73
397.86
23.79
24.81
2653.80
449.62
4
24.08 26.13
2798.93
444.83
24.72
25.21
2828.09
453.81
25.89
26.49
2906.33
423.77
5
25.55 26.14
2382.25
356.69
25.65
25.00
2736.26
426.71
26.36
25.54
2716.41
403.49
6
24.83 26.21
2825.04
434.09
25.48
25.35
2897.16
448.53
26.65
26.56
2797.51
395.23
7
25.41 24.39
2277.99
367.57
25.81
25.92
2547.66
380.82
26.57
26.41
2759.86
393.30
8
24.49 26.17
2338.34
364.85
25.55
25.50
2571.72
394.72
24.93
23.86
2345.26
394.27
9
24.99 25.49
2887.21
453.25
24.13
23.79
2361.30
411.34
25.01
23.60
2421.36
410.24
10
25.58 24.72
2506.72
396.42
24.90
25.11
2466.44
394.48
23.83
24.80
2498.44
422.76
11
26.15 25.10
3075.87
468.62
25.53
24.99
2858.76
448.09
25.63
26.46
2942.35
433.87
12
25.48 25.81
2682.68
407.93
24.95
26.48
2874.02
435.01
23.45
24.84
2171.60
372.81
13
25.69 24.66
2248.91
354.99
25.07
25.51
2647.51
413.97
24.86
23.59
2350.18
400.75
14
24.71 26.11
2507.15
388.60
25.16
25.50
2702.00
421.15
26.80
26.33
3119.26
442.05
15
24.98 25.66
2261.79
352.86
25.67
25.06
1573.37
244.58
23.92
24.82
2091.52
352.29
16
25.90 26.28
2469.56
362.82
25.07
25.14
2305.01
365.72
25.33
26.34
2825.77
423.53
17
25.07 26.10
2751.04
420.44
25.80
24.77
1938.92
303.40
25.81
26.43
2868.20
420.46
18
25.06 25.71
2843.28
441.30
25.45
24.63
2461.59
392.70
26.24
25.80
2387.35
352.64
19
25.54 24.65
2716.60
431.51
25.34
24.99
2856.43
451.08
26.01
26.50
2861.01
415.08
20
25.77 25.11
2316.21
357.94
24.69
24.44
2444.54
405.11
26.47
25.60
2551.96
376.60
21
26.28 24.04
3109.46
492.18
24.21
23.52
2320.15
407.46
26.82
22.36
2525.08
421.06
22
25.26 24.77
2698.90
431.35
25.82
25.02
2815.24
435.78
26.36
23.47
2452.63
396.44
23
25.14 25.47
2505.81
391.34
25.26
24.99
2991.81
473.95
26.29
22.75
2211.71
369.79
24
26.00 24.98
2668.16
410.81
26.18
25.75
2291.58
339.93
26.52
26.23
2905.82
417.73
25
26.07 25.90
2429.55
359.82
25.11
25.44
1935.07
302.92
26.58
23.57
2489.70
397.40
26
26.22 24.74
2837.87
437.48
25.16
25.35
2461.63
385.95
25.78
26.58
2660.88
388.32
27
25.29 24.15
2496.16
408.70
25.45
25.12
2730.16
427.05
23.53
24.98
2291.09
389.79
28
25.52 25.12
2899.24
452.26
24.46
23.92
2393.02
409.01
24.70
26.14
2424.11
375.45
29
25.67 24.98
2564.16
399.88
24.99
24.55
2614.07
426.09
26.50
26.58
2634.88
374.08
30
25.26 25.69
2770.37
426.91
24.95
25.58
2633.11
412.57
26.65
24.69
2251.87
342.24
Min
24.08 24.04
2248.91
345.56
24.13
23.52
1573.37
244.58
23.45
22.36
2091.52
342.24
Max
26.28 26.28
3109.46
492.18
26.18
26.48
2991.81
473.95
26.82
26.58
3119.26
449.62
rataan
25.42 25.37
2612.02
405.53
25.18
25.00
2529.87
402.00
25.64
25.22
2581.54
398.86
241.99
39.05
0.49
0.65
316.82
49.46
1.06
1.28
261.14
26.63
SD
0.53
0.68
138
Lampiran 14. Kekuatan Tekan tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN T ENGAH
BAGIAN BAWAH No
a (mm) 1
25.71
b(mm) 25.69
P (kg)
Compr(kg/ca (mm) b(mm) P (kg)
674.89
102.18
25.43
24.69
604.40
BAGIAN AT AS Compr(kga (mm) 96.26
23.17
b(mm) 24.80
P (kg) 410.35
Compr(kg/c 71.41
2
25.56
25.76
689.84
104.77
25.01
24.67
591.31
95.84
25.31
24.56
426.69
68.64
3
25.97
25.24
651.47
99.39
24.26
24.23
583.01
99.18
25.97
23.08
442.16
73.77
4
25.80
25.71
619.82
93.44
25.03
25.05
626.97
99.99
25.35
24.15
455.37
74.38
5
25.96
25.80
691.33
103.22
25.39
24.78
611.98
97.27
25.38
24.01
405.68
66.57
6
25.65
25.90
585.87
88.19
25.32
24.70
564.74
90.30
25.67
23.97
465.12
75.59
7
26.07
25.80
682.40
101.46
24.48
25.07
641.22
104.48
25.77
23.47
555.81
91.90
8
25.85
24.60
608.94
95.76
25.09
24.84
626.35
100.50
26.08
24.98
681.23
104.57
9
26.05
25.90
685.25
101.56
25.38
24.80
617.05
98.03
25.26
24.67
466.61
74.88
10
25.81
25.67
734.71
110.89
25.21
25.03
636.73
100.91
25.87
23.78
467.44
75.98
11
25.56
25.80
648.60
98.35
25.22
24.11
602.19
99.04
25.52
22.70
500.42
86.38
12
25.83
25.56
745.00
112.84
25.09
24.98
607.49
96.93
25.16
24.38
526.91
85.90
13
25.55
23.84
608.30
99.87
25.38
24.80
617.38
98.09
25.48
23.77
441.97
72.97
14
26.21
25.79
682.93
101.03
25.50
24.99
614.49
96.43
25.07
24.39
415.54
67.96
15
26.27
25.80
750.22
110.69
25.40
25.01
662.53
104.29
25.14
24.11
524.50
86.53
16
26.45
25.34
625.45
93.32
24.69
25.24
685.70
110.03
24.91
24.63
465.79
75.92
17
25.53
24.59
678.13
108.02
24.57
25.27
585.20
94.25
25.20
24.75
508.24
81.49
18
25.88
25.82
764.39
114.39
25.38
24.85
630.20
99.92
25.67
23.96
413.34
67.20
19
26.30
25.73
724.78
107.11
24.86
24.79
630.51
102.31
25.56
24.37
510.17
81.90
20
25.87
25.59
692.26
104.57
24.78
25.03
670.73
108.14
26.28
22.87
490.34
81.58
21
26.41
25.34
749.91
112.06
25.18
24.77
607.53
97.41
24.92
24.62
587.84
95.81
22
25.86
25.46
731.27
111.07
25.26
24.83
643.86
102.66
24.95
22.89
382.43
66.96
23
26.25
25.46
697.44
104.36
25.21
24.64
627.95
101.09
25.21
24.40
503.93
81.92
24
26.40
26.03
725.55
105.58
25.22
24.85
620.37
98.99
24.65
24.20
497.59
83.41
25
26.32
25.66
706.91
104.67
24.45
24.93
604.03
99.10
24.72
24.14
408.80
68.51
26
25.87
23.98
690.13
111.25
25.42
24.85
614.50
97.28
24.91
24.78
455.28
73.76
27
26.03
25.73
669.91
100.02
25.80
25.01
625.99
97.01
25.27
24.47
439.86
71.13
28
26.11
25.99
732.28
107.91
25.61
24.59
616.17
97.84
24.99
24.13
484.68
80.38
29
25.81
25.96
649.75
96.97
25.48
24.55
618.34
98.85
25.47
25.43
556.35
85.90
30
26.00
25.81
595.00
88.67
25.33
24.15
578.58
94.58
25.36
24.89
424.25
67.21
Min
25.53
23.84
585.87
88.19
24.26
24.11
564.74
90.30
23.17
22.70
382.43
66.57
Max
26.45
26.03
764.39
114.39
25.80
25.27
685.70
110.03
26.28
25.43
681.23
104.57
rataan
25.96
25.51
683.09
103.12
25.15
24.80
618.92
99.23
25.28
24.18
477.16
78.02
SD
0.27
0.55
49.33
6.97
0.37
0.28
26.14
3.98
0.56
0.66
63.45
9.34
CV(%)
1.05
2.16
7.22
6.75
1.46
1.12
4.22
4.01
2.22
2.72
13.30
11.97
139
Lampiran 15. Kekuatan Tarik Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
a (mm) b(mm) P (kg)
BAGIAN T ENGAH
BAGIAN AT AS
T ensile(kg/c a (mm b(mm) P (kg) T ensile(kg/ca (mm) b(mm) P (kg)
1
4.1
3.0
207.5
1714.8
6.2
2
5.8
4.9
278.2
987.0
3
6.4
3.8
366.0
1500.9
4
4.3
2.4
97.3
946.3
5
6.1
1.2
254.3
3383.7
6
6.3
3.7
277.9
1202.7
6.5
6.6
3.8
241.0
T ensile(kg
4.1
263.9
1037.5
955.3
5.1
3.9
303.6
1521.5
6.0
2.8
206.7
1217.6
6.2
3.0
181.6
960.5
6.1
3.1
198.3
1066.1
6.3
3.8
185.8
777.7
6.2
4.1
359.2
1401.6
5.2
4.0
289.9
1396.4
5.9
3.3
320.4
1639.4
3.8
314.9
1289.7
5.6
4.0
327.1
1456.2
7
5.6
2.2
190.4
1564.2
5.8
2.7
180.2
1150.3
6.7
4.3
279.2
963.4
8
5.9
3.8
234.5
1038.8
5.6
4.1
431.9
1887.0
6.3
4.5
380.7
1350.5
9
5.9
3.1
304.5
1638.3
5.1
3.9
326.8
1652.7
6.9
3.1
321.3
1486.0
10
6.1
3.6
387.0
1744.9
6.6
3.9
511.7
1996.6
7.2
3.3
420.6
1754.4
11
6.1
2.0
106.8
875.5
6.5
3.6
443.5
1925.1
6.3
3.3
202.2
956.5
12
5.7
3.9
380.0
1731.5
6.4
2.7
247.3
1431.8
5.7
3.6
360.5
1725.5
13
5.8
3.6
254.5
1228.0
5.7
4.1
362.9
1564.4
6.7
2.9
233.1
1192.8
14
5.4
2.2
166.6
1391.9
4.7
3.6
222.7
1317.1
6.4
3.5
244.6
1094.8
15
5.8
4.6
340.1
1294.8
5.8
2.7
271.9
1738.6
5.4
4.7
384.5
1511.5
16
4.9
4.2
250.5
1230.3
6.6
3.1
281.9
1375.2
6.1
4.1
286.2
1158.7
17
5.9
4.3
351.8
1383.4
4.8
3.4
185.4
1156.8
6.5
3.9
309.6
1241.0
18
5.0
3.3
169.6
1039.4
4.7
3.7
280.7
1613.8
6.0
3.9
297.4
1277.8
19
4.3
3.1
209.2
1557.3
6.7
4.3
379.2
1318.2
7.0
4.6
374.0
1164.2
20
5.3
4.0
281.0
1317.5
5.9
3.2
195.1
1030.4
5.8
4.0
235.1
1025.2
21
6.0
3.3
336.5
1734.6
6.2
3.4
373.9
1765.1
6.3
4.2
344.5
1311.5
22
5.3
4.0
323.3
1521.3
6.4
2.3
222.6
1517.5
5.4
4.5
402.3
1667.9
23
4.7
4.1
305.1
1612.5
6.3
2.3
284.7
1977.1
5.6
3.9
112.9
515.4
24
4.7
3.7
157.3
908.0
5.9
3.2
288.0
1526.2
6.1
4.8
474.7
1643.0
25
5.8
2.4
134.0
959.4
6.6
3.8
378.9
1513.5
5.9
3.8
380.5
1716.2
26
6.2
3.9
339.1
1427.4
6.2
3.0
327.5
1743.4
6.3
4.9
616.4
2016.4
27
4.8
3.1
262.8
1755.4
5.8
4.0
189.2
833.2
5.7
4.7
144.5
541.5
28
5.8
2.8
247.2
1541.2
6.3
3.1
192.8
973.2
6.7
4.9
226.8
689.3
29
5.5
2.9
204.2
1287.8
5.5
2.3
110.8
862.0
5.9
2.2
161.3
1263.4
30
4.5
4.5
293.2
1441.4
5.9
3.4
241.9
1232.2
5.7
4.0
237.1
1032.8
Min
4.1
1.2
97.3
875.5
4.7
2.3
110.8
777.7
5.4
2.2
112.9
515.4
Max
6.4
4.9
387.0
3383.7
6.7
4.3
511.7
1996.6
7.2
4.9
616.4
2016.4
rataan
5.5
3.4
257.0
1432.0
5.9
3.4
282.4
1402.8
6.2
3.9
302.8
1267.9
SD CV(%)
0.7
0.9
80.1
460.4
0.6
0.6
91.7
351.3
0.5
0.7
105.7
359.5
11.9
25.2
31.2
32.2
10.1
16.9
32.5
25.0
7.7
17.3
34.9
28.4
140
Lampiran 16. Kekuatan Tarik Tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
a (mm) b(mm) P (kg)
BAGIAN T ENGAH T ensile(k a (mm) b(mm) P (kg)
BAGIAN AT AS
T ensile(k a (mm) b(mm)
P (kg)
T ensile(kg
1
27.4
48.6
654.0
49.3
27.1
48.6
669.5
50.9
25.1
48.5
541.6
44.5
2
26.8
49.4
693.8
52.4
25.3
49.3
573.9
45.9
27.5
49.0
424.1
31.5
3
26.2
49.5
498.7
38.5
27.5
48.9
509.2
37.8
27.3
49.2
816.2
60.8
4
27.5
50.0
873.1
63.7
26.3
48.0
689.1
54.6
28.4
49.6
567.0
40.2
5
25.6
50.2 1094.6
85.3
25.3
50.2
754.4
59.4
27.9
48.9
461.8
33.9
6
27.2
49.8
760.7
56.3
26.6
48.8
817.1
63.1
27.5
49.5
548.5
40.3
7
27.6
49.0
680.2
50.4
27.6
49.9
625.0
45.3
26.1
49.3
766.5
59.5
8
27.4
50.1
859.7
62.6
26.3
47.7
642.5
51.3
26.2
49.3
611.1
47.3
9
27.1
50.1
616.4
45.4
26.1
49.4
557.7
43.3
26.8
49.5
382.7
28.9
10
28.0
50.1 1018.4
72.5
27.7
48.8
690.5
51.1
28.2
49.0
534.9
38.8
11
27.2
49.6
658.6
48.9
26.4
50.1
732.3
55.3
28.3
48.7
450.1
32.7
12
27.4
49.7
573.2
42.1
26.4
48.5
659.4
51.6
27.5
49.6
728.9
53.5
13
27.9
49.6 1040.9
75.1
25.6
50.2
681.5
53.0
28.7
49.2
471.4
33.4
14
28.5
49.1
858.9
61.4
25.1
49.6
653.1
52.5
28.9
48.9
764.8
54.1
15
26.1
50.2
812.7
62.0
25.8
49.4
492.7
38.7
26.8
49.6
936.4
70.6
16
25.9
49.2
434.2
34.0
26.4
49.3
836.0
64.1
27.1
50.0
682.6
50.4
17
25.6
50.6
702.4
54.2
26.5
50.2
541.6
40.7
26.5
50.1
569.0
42.9
18
26.3
49.0
449.5
34.8
25.2
49.7
488.8
39.1
27.8
50.0
588.1
42.3
19
26.0
49.4
416.1
32.4
25.9
49.3
585.9
45.8
27.0
49.2
672.7
50.6
20
26.2
48.9
582.1
45.4
26.3
49.0
496.5
38.5
27.8
49.4
650.8
47.4
21
25.9
50.0 1017.8
78.7
25.1
49.4
672.8
54.2
27.7
50.2
505.5
36.4
22
27.6
50.2 1029.4
74.2
26.1
50.1
826.3
63.2
27.1
49.6
755.2
56.2
23
27.6
49.6
727.9
53.2
26.5
49.2
871.4
66.8
28.7
49.0
446.3
31.8
24
27.1
50.3
476.2
34.9
25.4
49.6
676.0
53.6
27.1
48.9
481.8
36.4
25
26.6
50.3
893.5
66.7
25.6
50.3
540.8
42.0
27.1
49.6
490.1
36.4
26
26.7
50.1
789.9
59.2
25.6
49.5
612.3
48.2
24.9
49.9
572.6
46.1
27
29.6
49.7
841.0
57.1
25.9
48.7
776.9
61.6
27.0
49.5
511.6
38.4
28
25.7
49.3
573.0
45.3
25.6
49.6
563.0
44.4
27.2
49.2
675.7
50.5
29
25.9
50.6
455.3
34.7
25.5
48.3
717.3
58.4
26.6
50.1
536.8
40.3
30
25.7
49.0
416.6
33.1
25.9
49.0
629.0
49.5
27.9
49.8
386.8
27.8
Min
25.6
48.6
416.1
32.4
25.1
47.7
488.8
37.8
24.9
48.5
382.7
27.8
Max
29.6
50.6 1094.6
85.3
27.7
50.3
871.4
66.8
28.9
50.2
936.4
70.6
rataan
26.9
49.7
716.6
53.5
26.1
49.3
652.7
50.8
27.3
49.4
584.4
43.5
SD
1.0
0.5
206.8
14.8
0.7
0.7
107.1
8.3
0.9
0.4
135.7
10.4
CV(%)
3.6
1.1
28.9
27.7
2.8
1.4
16.4
16.4
3.5
0.9
23.2
23.9
141
Lampiran 17. Kekuatan Geser Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas BAGIAN BAWAH No
a (mm)
BAGIAN T ENGAH
b(mm) P (kg)
Shear(kg/cm a (mm) b(mm)
P (kg)
BAGIAN AT AS Shear(kg/cm a (mm)
b(mm)
P (kg)
Shear(kg/cm2
1
51.0
49.2 3199.0
127.4
50.2
49.8
2866.5
114.8
49.1
50.6 2350.8
94.8
2
50.5
47.6 3382.5
140.8
50.3
49.8
3166.1
126.5
49.2
49.2 2941.8
121.5
3
50.3
48.8 3372.8
137.2
50.7
49.1
2865.8
115.3
49.0
50.3 2108.7
85.5
4
51.0
48.8 3146.4
126.3
50.0
49.6
2883.9
116.3
49.7
49.8 2829.3
114.5
5
51.1
49.2 3401.8
135.4
49.9
48.9
2824.0
115.7
48.8
49.8 2784.4
114.8
6
51.2
49.4 3108.4
122.9
49.9
49.7
2761.7
111.3
49.0
50.1 1934.9
78.8
7
51.1
49.0 2738.9
109.5
50.2
49.6
2421.4
97.2
48.9
49.6 2152.7
88.8
8
51.5
48.9 3345.2
133.0
50.7
49.7
2504.2
99.4
49.7
49.8 2314.6
93.7
9
51.1
50.6 2541.4
98.2
50.2
49.0
2723.9
110.8
49.2
50.0 2387.0
97.1
10
50.9
49.4 2969.4
118.1
50.1
49.6
3000.8
120.7
49.2
49.4 2329.5
95.9
11
51.0
50.4 3114.8
121.1
50.1
49.8
2395.8
96.0
49.2
50.2 2191.7
88.7
12
51.1
48.8 2717.3
109.1
50.5
49.6
2662.8
106.3
49.0
49.7 2340.5
96.3
13
50.8
50.1 2993.0
117.6
50.5
49.4
3264.9
131.0
49.2
49.6 2014.8
82.5
14
50.9
49.9 3144.9
123.9
50.5
49.8
3026.6
120.4
49.1
49.9 2308.1
94.1
15
51.1
49.3 2276.2
90.5
50.4
49.5
3763.9
150.8
48.8
49.9 2568.3
105.4
16
50.9
49.0 2385.7
95.7
50.0
49.5
3120.7
126.3
49.2
49.2 2779.4
114.9
17
51.3
48.8 3139.4
125.4
50.7
49.5
3095.7
123.3
49.0
50.0 2131.1
87.0
18
51.2
49.3 3429.6
136.1
50.4
49.5
2765.9
111.0
49.2
49.5 2535.9
104.1
19
51.2
48.9 2362.7
94.3
50.1
49.1
2593.2
105.4
49.1
50.3 2126.2
86.1
20
50.9
49.1 4224.0
169.0
50.0
49.9
2189.8
87.7
49.3
49.5 2162.3
88.6
21
50.5
48.1 3357.5
138.3
49.9
49.6
2786.5
112.6
49.3
50.0 2052.0
83.3
22
51.0
50.1 3215.5
125.7
50.0
49.5
2696.4
108.9
49.2
49.6 2330.5
95.5
23
51.1
48.8 3422.0
137.2
50.1
49.8
6206.3
248.7
49.2
49.7 2179.7
89.1
24
50.9
48.6 3315.3
133.9
50.1
49.7
3145.9
126.3
49.4
50.4 2226.2
89.4
25
50.7
50.5 2330.2
90.9
50.2
49.5
2640.0
106.2
49.8
49.7 2522.9
101.9
26
51.2
49.1 3301.0
131.2
50.3
49.2
2626.6
106.1
49.1
50.4 2576.3
104.1
27
50.8
48.9 3560.3
143.4
50.3
49.3
2813.2
113.6
49.3
49.1 2458.8
101.6
28
50.9
49.0 3355.0
134.3
50.1
49.5
2569.9
103.7
49.1
49.9 2233.8
91.1
29
51.0
48.9 3649.3
146.4
50.2
49.9
2817.2
112.6
49.7
50.1 2282.2
91.5
30
51.2
49.5 2933.1
115.9
50.2
49.5
2730.7
109.9
49.0
49.1 2661.5
110.7
Min
50.3
47.6 2276.2
90.5
49.9
48.9
2189.8
87.7
48.8
49.1 1934.9
78.8
Max
51.5
50.6 4224.0
169.0
50.7
49.9
6206.3
248.7
49.8
50.6 2941.8
121.5
rataan
51.0
49.2 3114.4
124.3
50.2
49.5
2931.0
117.8
49.2
49.8 2360.5
18.1
0.2
0.3
688.5
27.5
0.3
SD
0.2
0.7
435.7
0.4
257.2
96.4 10.9
142 Lampiran 18. Kekerasan (kg/cm2) Arah Tangensial dan Radial Bagian Bawah, Tengah dan Ata BAGIAN BAWAH No
T 1
BAGIAN T ENGAH R
576
T 525
BAGIAN AT AS
R 431
T 399
R 552
502
2
630
578
398
287
534
380
3
558
381
390
359
365
348
4
492
458
605
405
468
436
5
600
419
439
349
430
371
6
496
467
457
417
522
401
7
524
477
405
322
456
449
8
450
403
570
452
493
472
9
605
400
356
323
546
509
10
463
417
380
353
450
360
11
566
506
405
370
412
362
12
440
414
427
390
430
396
13
496
429
386
383
411
389
14
487
457
528
470
484
421
15
600
423
346
307
500
390
16
523
482
409
384
498
446
17
605
551
620
500
416
355
18
501
492
396
354
468
380
19
520
490
396
361
497
447
20
528
428
429
399
462
434
21
456
410
370
362
411
391
22
565
550
615
540
353
342
23
630
625
544
533
436
394
24
440
435
435
416
482
477
25
463
434
605
566
447
405
26
620
605
549
507
411
337
27
615
600
537
504
365
317
28
625
615
548
538
378
337
29
635
625
579
507
415
366
30
620
615
471
450
450
446
Min
440
381
346
287
353
317
Max
635
625
620
566
552
509
544.3
490.36667
467.53333
416.9
451.4
402
rataan SD
66.306576
78.949344
87.684675
77.960799
53.209799
50.567128
CV(%)
12.181991
16.100063
18.754743
18.70012
11.787727
12.578888
143
Lampiran 19. Strength Ratio 30 Balok Mangium dari Cacat Mata Kayu No
B1(cm)
B2(cm)
Ky 1
Tabel 2 100 100 100 100 100 100 1.5 76.853 100 100 100
(Tabel 2) 100 2.25 61.7495 100 100 100 100 100 100 100 100
100 1.5 76.853 1 86.922 2 66.784 100
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bag tengah A1(cm)
Bag tengah A2(cm)
(Tabel 3)
(Tabel 3)
100 0.4 97.576 1 93.235 100 100 1.2 91.788 100 100 100 100
100 100 0.5 96.8525 100 1 93.235 100 100 100 0.75 95.04375 100
100 1 86.922 1.5 76.853 100 0.5 96.991
100 1.2 91.788 1 93.235 1.75 87.80875 3.25 76.95625
100 2.75 80.57375 1.5 89.6175 1.5 89.6175 2.5 82.3825
100
100
100
100
100
100
100
100
100 2.5 56.715 0.6 94.9772 2 66.784 100
100 100 100 100 1.5 76.853
100 1.5 89.6175 1.5 89.6175 2 86 1 93.235
100 1 93.235 100 2 86 100
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 23 25
Bag kiri kanan A1(cm)
Bag kiri kanan A2(cm)
(Tabel 4) 0.7 88.4418 1 85.155 1.5 79.677 1.5 79.677 1.5 79.677 1.75 76.938 100 100 100 100 0.7 88.4418 2 74.199 1 85.155 1 85.155 3 63.243 3 63.243 100 0.3 92.8242 1.5 79.677 2.5 68.721 100 0.5 90.633
(Tabel 4) 2 74.199 1.4 80.7726 100 0.5 90.633 1 85.155 100 1 85.155 1.2 82.9638 0.5 90.633 0.5 90.633 100 4 52.287 1.75 76.938 0.5 90.633 2.2 72.0078 2.6 67.6254 2 74.199 100 2 74.199 0.8 87.3462 1.6 78.5814 100
SR(%) Rataan
SR(%) Tengah Bentang
SR Terkecil
93.77347
100
74.199
87.54218
98.788
61.7495
94.96075
95.04375
79.677
95.05167
100
79.677
93.01117
96.6175
79.677
94.78767
95.894
76.938
93.668
100
76.853
97.16063
100
82.9638
97.61279
97.52188
90.633
98.43883
100
90.633
98.07363
100
88.4418
77.10379
86.18088
52.287
84.78675
91.42625
76.853
86.66638
88.71313
66.784
81.93009
79.66938
63.243
88.47807
100
63.243
95.69983
100
74.199
98.80403
100
92.8242
82.24058
91.42625
56.715
90.11032
94.80875
68.721
86.22757
86
66.784
93.4535
96.6175
76.853
144
Lampiran 19. (lanjutan) 26 27 28 29 30 31 32 33
100 2 66.784 1 86.922 100 100 100 100 100
1 86.922 1 86.922 100 100 100 100 1 86.922 1.2 82.8944
1.75 87.80875 100 100 100 100 1.5 89.6175 100 100
100 2.5 82.3825 0.75 95.04375 100 100 1.75 87.80875 100 100
2.5 68.721 100 100 100 1.1 84.0594 1.5 79.677 100 100
2 74.199 2 74.199 2 74.199 1 85.155 0.9 86.2506 2 74.199 100 100
86.27513
93.90438
68.721
85.04792
91.19125
66.784
92.69413
97.52188
74.199
97.52583
100
85.155
95.05167
100
84.0594
88.55038
88.71313
74.199
97.82033
100
86.922
97.14907
100
82.8944
Keterangan: A1= muka lebar 1, A2 = Muka lebar 2, B1 = Muka tebal 1, B2 = muka tebal2. Baris pertama pada nomor kayu: diameter cacat Baris kedua pada nomor kayu: Strength Ratio (%)
145
Lampiran 20. Besarnya Mata Kayu (cm) dan Kelas Mutu Berdasar PKKI (1961)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
B1(cm) 1.5 -
B2(cm) 2.25 -
1.5 1 2
1 1.5
Bag tengah A2(cm) 0.5 1 0.75 -
1.2 1 1.75 3.25
2.75 1.5 1.5 2.5
-
-
0.5
2.5 0.6 2
-
2 1 -
Bag tengah A1(cm) 0.4 1 1.2 -
1.5 1 1 -
1.5 1.5 2 1 1.75 -
1 2 2.5 0.75 -
1.5 1 1.2
-
1.75 -
Bag kiri kanan A1(cm) 0.7 1 1.5 1.5 1.5 1.75 0.7 2 1 1 3 3 0.3 1.5 2.5 0.5 2.5 1.1 1.5 -
Ukuran Balok 6x12x260cm Mutu A, besar mata kayu ≤1/6 lebar dan ≤3,5 cm Mutu B, besar mata kayu ≤1/4 lebar dan ≤5 cm
Bag kiri kanan A2(cm) 2 1.4 0.5 1 1 1.2 0.5 0.5 4 1.75 0.5 2.2 2.6 2 2 0.8 1.6 2 2 2 1 0.9 2 -
MK terbesar (cm) 2 2.25 1 1.5 1.5 1.75 1.5 1.2 0.75 0.5 0.7 4 1.75 1.75 3.25 3 2 0.3 2.5 2.5 2 1.5 2.5 2.5 2 1 1.1 2 1 1.2
Kelas mutu A B A A A A A A A A A B A A B B A A B B A A B B A A A A A A
146 Lampiran 21. One-way ANOVA: P Maks (kg) versus Jenis sambungan Source Jenis sambungan Error Total S = 873.4
Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
DF 12 39 51
SS 217633012 29747318 247380330
R-Sq = 87.98%
Mean 6595.0 3185.0 2022.2 2193.2 1329.7 5294.8 5930.5 3956.8 6793.1 5662.5 6361.9 4881.6 8353.7
StDev 2718.8 253.4 226.0 162.2 124.6 220.0 277.2 870.8 233.9 719.0 430.4 749.2 406.0
MS 18136084 762752
F 23.78
P 0.000
R-Sq(adj) = 84.28%
Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev --------+---------+---------+---------+(--*---) (---*--) (--*---) (---*--) (--*---) (--*---) (---*--) (---*--) (--*---) (---*--) (--*---) (---*--) (--*---) --------+---------+---------+---------+2500 5000 7500 10000
Pooled StDev = 873.4 Fisher 95% Individual Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Jenis sambungan Simultaneous confidence level = 28.75% Jenis sambungan = 1 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-2 -4659.1 -3409.9 -2160.8 (-*--) 3 -5821.9 -4572.8 -3323.7 (--*-) 4 -5650.9 -4401.8 -3152.7 (-*--) 5 -6514.4 -5265.3 -4016.2 (-*--) 6 -2549.3 -1300.1 -51.0 (-*--) 7 -1913.6 -664.5 584.6 (--*-) 8 -3887.3 -2638.2 -1389.1 (--*-) 9 -1051.0 198.1 1447.2 (-*--) 10 -2181.6 -932.5 316.6 (-*--) 11 -1482.2 -233.0 1016.1 (--*-) 12 -2962.5 -1713.4 -464.3 (--*-) 13 509.6 1758.7 3007.8 (--*-) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000
147
Lampiran 21. (lanjutan) Jenis sambungan = 2 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-3 -2412.0 -1162.8 86.3 (--*-) 4 -2241.0 -991.9 257.3 (-*--) 5 -3104.5 -1855.4 -606.2 (-*--) 6 860.7 2109.8 3358.9 (-*--) 7 1496.3 2745.4 3994.6 (-*--) 8 -477.4 771.7 2020.9 (--*-) 9 2358.9 3608.0 4857.2 (-*--) 10 1228.3 2477.5 3726.6 (--*-) 11 1927.8 3176.9 4426.0 (-*--) 12 447.4 1696.6 2945.7 (-*--) 13 3919.5 5168.6 6417.8 (-*--) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan = 3 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-4 -1078.2 171.0 1420.1 (-*--) 5 -1941.7 -692.5 556.6 (--*-) 6 2023.5 3272.7 4521.8 (--*-) 7 2659.2 3908.3 5157.4 (--*-) 8 685.4 1934.6 3183.7 (--*-) 9 3521.8 4770.9 6020.0 (--*-) 10 2391.2 3640.3 4889.4 (-*--) 11 3090.6 4339.7 5588.9 (--*-) 12 1610.3 2859.4 4108.5 (--*-) 13 5082.3 6331.5 7580.6 (--*-) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan = 4 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-5 -2112.6 -863.5 385.6 (-*--) 6 1852.6 3101.7 4350.8 (-*--) 7 2488.2 3737.3 4986.4 (-*--) 8 514.5 1763.6 3012.7 (--*-) 9 3350.8 4599.9 5849.0 (-*--) 10 2220.2 3469.3 4718.5 (--*-) 11 2919.7 4168.8 5417.9 (-*--) 12 1439.3 2688.4 3937.6 (-*--) 13 4911.4 6160.5 7409.6 (-*--) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan =
5 subtracted from:
Jenis sambungan 6 7 8 9 10 11 12 13
Center 3965.2 4600.8 2627.1 5463.4 4332.8 5032.3 3551.9 7024.0
Lower 2716.1 3351.7 1378.0 4214.3 3083.7 3783.2 2302.8 5774.9
Upper 5214.3 5849.9 3876.2 6712.5 5582.0 6281.4 4801.1 8273.1
-------+---------+---------+---------+-(--*-) (-*--) (-*--) (--*-) (--*-) (-*--) (-*--) (-*--) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000
148
Lampiran 21. (lanjutan) Jenis sambungan = 6 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-7 -613.5 635.6 1884.8 (-*--) 8 -2587.2 -1338.1 -89.0 (-*--) 9 249.1 1498.2 2747.4 (--*-) 10 -881.5 367.6 1616.8 (--*-) 11 -182.0 1067.1 2316.2 (-*--) 12 -1662.4 -413.2 835.9 (-*--) 13 1809.7 3058.8 4307.9 (-*--) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan = 7 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-8 -3222.8 -1973.7 -724.6 (-*--) 9 -386.5 862.6 2111.7 (--*-) 10 -1517.1 -268.0 981.1 (-*--) 11 -817.7 431.5 1680.6 (--*-) 12 -2298.0 -1048.9 200.3 (--*-) 13 1174.1 2423.2 3672.3 (--*-) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan = 8 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-9 1587.2 2836.3 4085.4 (--*-) 10 456.6 1705.7 2954.9 (-*--) 11 1156.1 2405.2 3654.3 (--*-) 12 -324.3 924.8 2174.0 (--*-) 13 3147.8 4396.9 5646.0 (--*-) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan = 9 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-10 -2379.7 -1130.6 118.5 (--*-) 11 -1680.3 -431.1 818.0 (-*--) 12 -3160.6 -1911.5 -662.3 (-*--) 13 311.5 1560.6 2809.7 (-*--) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan = 10 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-11 -549.7 699.4 1948.6 (-*--) 12 -2030.0 -780.9 468.2 (-*--) 13 1442.0 2691.2 3940.3 (-*--) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000 Jenis sambungan = 11 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-12 -2729.5 -1480.3 -231.2 (-*--) 13 742.6 1991.7 3240.9 (--*-) -------+---------+---------+---------+--5000 0 5000 10000
149 Lampiran 22. One-way ANOVA: P pada PL (kg) versus Jenis Sambungan Source Jenis Sambungan Error Total S = 557.2 R-Sq
DF SS MS F P 12 61103517 5091960 16.40 0.000 39 12108471 310474 51 73211987 = 83.46% R-Sq(adj) = 78.37% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev ---------+---------+---------+---------+ 1 4 749.3 1237.4 (---*----) 2 4 1484.6 604.7 (---*----) 3 4 722.7 102.3 (----*----) 4 4 1296.0 96.8 (----*---) 5 4 721.3 122.1 (----*----) 6 4 2850.3 303.5 (----*---) 7 4 3170.8 199.3 (---*----) 8 4 2246.3 527.9 (----*---) 9 4 3533.1 311.9 (---*----) 10 4 2810.7 668.2 (---*----) 11 4 2403.0 798.7 (----*----) 12 4 2599.3 507.0 (----*---) 13 4 4138.1 505.3 (---*----) ---------+---------+---------+---------+ 1200 2400 3600 4800 Pooled StDev = 557.2 Fisher 95% Individual Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Jenis Sambungan Simultaneous confidence level = 28.75% Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 2 -61.7 3 -823.6 4 -250.3 5 -825.0 6 1304.0 7 1624.5 8 700.0 9 1986.8 10 1264.4 11 856.7 12 1053.1 13 2591.9
Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower -1558.8 3 4 -985.5 5 -1560.2 6 568.8 7 889.3 8 -35.2 9 1251.6 10 529.2 11 121.5 12 317.9 13 1856.6
1 subtracted from: Center 735.2 -26.7 546.7 -28.1 2100.9 2421.4 1497.0 2783.8 2061.3 1653.7 1850.0 3388.8
-------+---------+---------+---------+-(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*---) (---*--) (--*--) (--*--) (--*--) (---*--) (--*---) (---*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 2 subtracted from: Center -761.9 -188.5 -763.3 1365.7 1686.2 761.8 2048.6 1326.1 918.5 1114.8 2653.6
Upper 1532.1 770.3 1343.6 768.9 2897.9 3218.4 2293.9 3580.7 2858.3 2450.6 2646.9 4185.7
Upper 35.1 608.4 33.7 2162.7 2483.2 1558.7 2845.5 2123.0 1715.4 1911.7 3450.5
-------+---------+---------+---------+-(--*--) (--*--) (--*--) (--*---) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (---*--) (--*---) (---*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000
150 Lampiran 22. (Lanjutan) Jenis Sambungan = J. Sambngn Lower 4 -223.6 5 -798.3 6 1330.7 7 1651.2 8 726.7 9 2013.5 10 1291.1 11 883.4 12 1079.7 13 2618.5
Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 5 -1371.7 6 757.3 7 1077.8 8 153.3 9 1440.2 10 717.7 11 310.0 12 506.4 13 2045.2
Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 6 1332.0 7 1652.5 8 728.1 9 2014.9 10 1292.4 11 884.8 12 1081.1 13 2619.9
Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 7 -476.5 8 -1400.9 9 -114.1 10 -836.6 11 -1244.2 12 -1047.9 13 490.9
Jenis Sambungan = Sambungan Lower 8 -1721.4 9 -434.6 10 -1157.0 11 -1564.7 12 -1368.4 13 170.4
3 subtracted from: Center Upper -------+---------+---------+---------+-573.4 1370.3 (--*--) -1.4 795.6 (--*--) 2127.6 2924.6 (---*--) 2448.1 3245.0 (--*--) 1523.6 2320.6 (--*--) 2810.5 3607.4 (--*--) 2088.0 2884.9 (--*---) 1680.3 2477.3 (--*--) 1876.7 2673.6 (---*--) 3415.5 4212.4 (---*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 4 subtracted from: Center -574.7 1554.2 1874.7 950.3 2237.1 1514.6 1107.0 1303.3 2842.1
-------+---------+---------+---------+-(--*--) (--*--) (--*---) (--*--) (--*--) (--*--) (--*---) (--*--) (--*---) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 5 subtracted from: Center 2129.0 2449.5 1525.0 2811.8 2089.4 1681.7 1878.1 3416.8
Upper 222.2 2351.2 2671.7 1747.2 3034.0 2311.6 1903.9 2100.3 3639.1
-------+---------+---------+---------+-(---*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*---) (--*--) (---*--) (---*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 6 subtracted from: Center 320.5 -604.0 682.9 -39.6 -447.3 -250.9 1287.9
Upper 2925.9 3246.4 2322.0 3608.8 2886.3 2478.7 2675.0 4213.8
Upper 1117.4 193.0 1479.8 757.3 349.7 546.0 2084.8
-------+---------+---------+---------+-(--*--) (---*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 7 subtracted from: Center Upper -------+---------+---------+---------+--924.5 -127.5 (--*--) 362.4 1159.3 (--*---) -360.1 436.8 (---*--) -767.7 29.2 (--*--) -571.4 225.5 (--*--) 967.4 1764.3 (--*--) -------+---------+---------+---------+--
151
Lampiran 22. (Lanjutan). Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 9 489.9 10 -232.6 11 -640.2 12 -443.9 13 1094.9
Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 10 -1519.4 11 -1927.1 12 -1730.7 13 -191.9
8 subtracted from: Center 1286.8 564.4 156.7 353.0 1891.8
Upper 2083.8 1361.3 953.6 1150.0 2688.8
-------+---------+---------+---------+-(--*--) (--*--) (---*--) (--*---) (---*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 9 subtracted from: Center -722.5 -1130.1 -933.8 605.0
Upper 74.5 -333.2 -136.8 1402.0
-------+---------+---------+---------+-(--*--) (--*---) (--*--) (--*---) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 Jenis Sambungan = 10 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-11 -1204.6 -407.6 389.3 (--*---) 12 -1008.3 -211.3 585.6 (--*--) 13 530.5 1327.5 2124.4 (--*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 Jenis Sambungan = 11 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-12 -600.6 196.3 993.3 (--*--) 13 938.2 1735.1 2532.1 (--*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000 Jenis Sambungan = 12 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper -------+---------+---------+---------+-13 741.9 1538.8 2335.7 (--*--) -------+---------+---------+---------+--2500 0 2500 5000
152 Lampiran 23. One-way ANOVA: Sesaran maks Samb (mm) vs. Jenis Sambungan Source Jenis Sambungan Error Total S = 1.241 R-Sq
Level 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
DF SS MS F P 12 295.39 24.62 15.98 0.000 39 60.07 1.54 51 355.46 = 83.10% R-Sq(adj) = 77.90% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev
Mean 1.000 3.800 11.600 4.100 3.250 3.950 5.150 3.025 5.000 5.050 5.600 2.675 5.550
StDev 0.283 0.231 3.051 0.346 0.755 1.340 0.772 1.047 1.120 0.661 1.233 1.193 1.330
-+---------+---------+---------+-------(---*--) (---*--) (--*---) (---*--) (--*---) (--*---) (---*--) (---*--) (--*---) (--*---) (---*---) (---*--) (---*--) -+---------+---------+---------+-------0.0 3.5 7.0 10.5
Pooled StDev = 1.241 Fisher 95% Individual Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Jenis Sambungan Simultaneous confidence level = 28.75% Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 2 1.025 3 8.825 4 1.325 5 0.475 6 1.175 7 2.375 8 0.250 9 2.225 10 2.275 11 2.825 12 -0.100 13 2.775
Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 3 6.025 4 -1.475 5 -2.325 6 -1.625 7 -0.425 8 -2.550 9 -0.575 10 -0.525 11 0.025 12 -2.900 13 -0.025
1 subtracted from: Center 2.800 10.600 3.100 2.250 2.950 4.150 2.025 4.000 4.050 4.600 1.675 4.550
Upper 4.575 12.375 4.875 4.025 4.725 5.925 3.800 5.775 5.825 6.375 3.450 6.325
--------+---------+---------+---------+(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 2 subtracted from: Center 7.800 0.300 -0.550 0.150 1.350 -0.775 1.200 1.250 1.800 -1.125 1.750
Upper 9.575 2.075 1.225 1.925 3.125 1.000 2.975 3.025 3.575 0.650 3.525
--------+---------+---------+---------+(--*--) (--*-) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0
153 Lampiran 23. (lanjutan) Jenis Sambungan = 3 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+4 -9.275 -7.500 -5.725 (--*-) 5 -10.125 -8.350 -6.575 (--*--) 6 -9.425 -7.650 -5.875 (--*--) 7 -8.225 -6.450 -4.675 (--*--) 8 -10.350 -8.575 -6.800 (--*--) 9 -8.375 -6.600 -4.825 (--*--) 10 -8.325 -6.550 -4.775 (--*--) 11 -7.775 -6.000 -4.225 (--*--) 12 -10.700 -8.925 -7.150 (--*--) 13 -7.825 -6.050 -4.275 (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 Jenis Sambungan = 4 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+5 -2.625 -0.850 0.925 (--*--) 6 -1.925 -0.150 1.625 (--*--) 7 -0.725 1.050 2.825 (--*--) 8 -2.850 -1.075 0.700 (--*--) 9 -0.875 0.900 2.675 (--*-) 10 -0.825 0.950 2.725 (--*--) 11 -0.275 1.500 3.275 (--*-) 12 -3.200 -1.425 0.350 (--*--) 13 -0.325 1.450 3.225 (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 Jenis Sambungan = 5 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+6 -1.075 0.700 2.475 (--*--) 7 0.125 1.900 3.675 (--*--) 8 -2.000 -0.225 1.550 (--*--) -0.025 1.750 3.525 (--*--) 9 10 0.025 1.800 3.575 (--*--) 11 0.575 2.350 4.125 (--*--) 12 -2.350 -0.575 1.200 (--*--) 13 0.525 2.300 4.075 (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 Jenis Sambungan = 6 subtracted from: Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+7 -0.575 1.200 2.975 (--*--) 8 -2.700 -0.925 0.850 (-*--) 9 -0.725 1.050 2.825 (--*--) 10 -0.675 1.100 2.875 (--*--) 11 -0.125 1.650 3.425 (--*--) 12 -3.050 -1.275 0.500 (--*--) 13 -0.175 1.600 3.375 (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 Jenis Sambungan = 7 subtracted from: Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+8 -3.900 -2.125 -0.350 (-*--) 9 -1.925 -0.150 1.625 (--*--) 10 -1.875 -0.100 1.675 (--*--) 11 -1.325 0.450 2.225 (--*--) 12 -4.250 -2.475 -0.700 (--*--) 13 -1.375 0.400 2.175 (--*--)
154
Lampiran 23. (lanjutan) Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 9 0.200 10 0.250 11 0.800 12 -2.125 13 0.750
Jenis Sambungan = Jenis Sambungan Lower 10 -1.725 11 -1.175 12 -4.100 13 -1.225
8 subtracted from: Center 1.975 2.025 2.575 -0.350 2.525
Upper 3.750 3.800 4.350 1.425 4.300
--------+---------+---------+---------+(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 9 subtracted from: Center 0.050 0.600 -2.325 0.550
Upper 1.825 2.375 -0.550 2.325
--------+---------+---------+---------+(--*--) (--*--) (--*--) (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 Jenis Sambungan = 10 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+11 -1.225 0.550 2.325 (--*--) 12 -4.150 -2.375 -0.600 (--*--) 13 -1.275 0.500 2.275 (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 Jenis Sambungan = 11 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+12 -4.700 -2.925 -1.150 (--*--) 13 -1.825 -0.050 1.725 (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0 Jenis Sambungan = 12 subtracted from: Jenis Sambungan Lower Center Upper --------+---------+---------+---------+13 1.100 2.875 4.650 (--*--) --------+---------+---------+---------+-6.0 0.0 6.0 12.0
155 Lampiran 24. One-way ANOVA: Ses PL (mm) versus Jenis sambungan Source DF SS MS F P Jenis sambungan 12 18.028 1.502 8.68 0.000 Error 39 6.750 0.173 Total 51 24.778 S = 0.4160 R-Sq = 72.76% R-Sq(adj) = 64.38% Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level N Mean StDev --+---------+---------+---------+------1 4 0.2500 0.1000 (----*---) 2 4 1.7500 0.3416 (----*---) 3 4 2.8500 0.7550 (---*----) 4 4 1.5500 0.4123 (---*----) 5 4 1.0500 0.3000 (----*---) 6 4 1.5000 0.3464 (---*---) 7 4 2.0000 0.4899 (---*---) 8 4 1.1000 0.2582 (---*---) 9 4 1.6000 0.3266 (---*---) 10 4 1.8500 0.1915 (----*---) 11 4 1.8500 0.3416 (----*---) 12 4 1.1500 0.7188 (----*---) 13 4 1.8500 0.3000 (----*---) --+---------+---------+---------+------0.0 1.0 2.0 3.0 Pooled StDev = 0.4160 Fisher 95% Individual Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Jenis sambungan Simultaneous confidence level = 28.75% Jenis sambungan = Jenis sambungan Lower 2 0.9050 3 2.0050 4 0.7050 5 0.2050 6 0.6550 7 1.1550 8 0.2550 9 0.7550 10 1.0050 11 1.0050 12 0.3050 13 1.0050
Jenis sambungan = sambungan Lower 3 0.5050 4 -0.7950 5 -1.2950 6 -0.8450 7 -0.3450 8 -1.2450 9 -0.7450 10 -0.4950 11 -0.4950 12 -1.1950 13 -0.4950
Jenis sambungan =
1 subtracted from: Center 1.5000 2.6000 1.3000 0.8000 1.2500 1.7500 0.8500 1.3500 1.6000 1.6000 0.9000 1.6000
Upper 2.0950 3.1950 1.8950 1.3950 1.8450 2.3450 1.4450 1.9450 2.1950 2.1950 1.4950 2.1950
------+---------+---------+---------+--(---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 2 subtracted from: Center Upper ------+---------+---------+---------+--1.1000 1.6950 (---*---) -0.2000 0.3950 (---*---) -0.7000 -0.1050 (---*---) -0.2500 0.3450 (---*---) 0.2500 0.8450 (---*---) -0.6500 -0.0550 (---*---) -0.1500 0.4450 (---*---) 0.1000 0.6950 (---*---) 0.1000 0.6950 (---*---) -0.6000 -0.0050 (---*---) 0.1000 0.6950 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 3 subtracted from:
156 Lampiran 24.(lanjutan) Jenis sambungan 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Lower -1.8950 -2.3950 -1.9450 -1.4450 -2.3450 -1.8450 -1.5950 -1.5950 -2.2950 -1.5950
Center -1.3000 -1.8000 -1.3500 -0.8500 -1.7500 -1.2500 -1.0000 -1.0000 -1.7000 -1.0000
Upper -0.7050 -1.2050 -0.7550 -0.2550 -1.1550 -0.6550 -0.4050 -0.4050 -1.1050 -0.4050
------+---------+---------+---------+--(---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0
Jenis sambungan = 4 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--5 -1.0950 -0.5000 0.0950 (---*---) 6 -0.6450 -0.0500 0.5450 (---*---) 7 -0.1450 0.4500 1.0450 (---*---) 8 -1.0450 -0.4500 0.1450 (---*---) 9 -0.5450 0.0500 0.6450 (---*---) 10 -0.2950 0.3000 0.8950 (---*---) 11 -0.2950 0.3000 0.8950 (---*---) 12 -0.9950 -0.4000 0.1950 (---*---) 13 -0.2950 0.3000 0.8950 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 Jenis sambungan = 5 subtracted from: sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--6 -0.1450 0.4500 1.0450 (---*---) 7 0.3550 0.9500 1.5450 (---*---) 8 -0.5450 0.0500 0.6450 (---*---) 9 -0.0450 0.5500 1.1450 (---*---) 10 0.2050 0.8000 1.3950 (---*---) 11 0.2050 0.8000 1.3950 (---*---) 12 -0.4950 0.1000 0.6950 (---*---) 13 0.2050 0.8000 1.3950 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 Jenis sambungan = 6 subtracted from: sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--7 -0.0950 0.5000 1.0950 (---*---) 8 -0.9950 -0.4000 0.1950 (---*---) 9 -0.4950 0.1000 0.6950 (---*---) 10 -0.2450 0.3500 0.9450 (---*---) 11 -0.2450 0.3500 0.9450 (---*---) 12 -0.9450 -0.3500 0.2450 (---*---) 13 -0.2450 0.3500 0.9450 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 Jenis sambungan = 7 subtracted from: sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--8 -1.4950 -0.9000 -0.3050 (---*---) 9 -0.9950 -0.4000 0.1950 (---*---) 10 -0.7450 -0.1500 0.4450 (---*---) 11 -0.7450 -0.1500 0.4450 (---*---) 12 -1.4450 -0.8500 -0.2550 (---*---) 13 -0.7450 -0.1500 0.4450 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0
157
Lampiran 24.(lanjutan) Jenis sambungan = 8 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--9 -0.0950 0.5000 1.0950 (---*---) 10 0.1550 0.7500 1.3450 (---*---) 11 0.1550 0.7500 1.3450 (---*---) 12 -0.5450 0.0500 0.6450 (---*---) 13 0.1550 0.7500 1.3450 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 Jenis sambungan = 9 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--10 -0.3450 0.2500 0.8450 (---*---) 11 -0.3450 0.2500 0.8450 (---*---) 12 -1.0450 -0.4500 0.1450 (---*---) 13 -0.3450 0.2500 0.8450 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 Jenis sambungan = 10 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--11 -0.5950 0.0000 0.5950 (---*---) 12 -1.2950 -0.7000 -0.1050 (---*---) 13 -0.5950 0.0000 0.5950 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 Jenis sambungan = 11 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--12 -1.2950 -0.7000 -0.1050 (---*---) 13 -0.5950 0.0000 0.5950 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0 Jenis sambungan = 12 subtracted from: Jenis sambungan Lower Center Upper ------+---------+---------+---------+--13 0.1050 0.7000 1.2950 (---*---) ------+---------+---------+---------+---1.5 0.0 1.5 3.0
158
Lampiran 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) No
Kode
(1)
(2)
Kode Stat (3)
P-0.38 (USA) (4)
P-0.8 (AUS)
P-1.5(INA)
P-Prop L
(5)
(6)
(7)
P-Max (8)
S Prop Limit
S P-Max
P pada S 1mm
(9)
(10)
(11)
1
A1Xa
a1b1c1.a
631.79
1305.51
2306.00
2436.44
5079.72
1.60
5.40
1606.98
2
A1Xb
a1b1c1.b
1324.91
2585.12
4235.34
3114.03
5322.89
1.00
2.20
3114.03
3
A1Xc
a1b1c1.c
552.82
1493.31
2860.43
3035.29
5589.12
1.60
3.80
1909.47
4
A1Xd
a1b1c1.d
773.66
1432.43
2427.91
2815.33
5187.63
1.80
4.40
1729.92
rataan
820.80
1704.09
2957.42
2850.27
5294.84
1.50
3.95
2090.10
CV%
42.43
34.77
29.91
10.65
4.15
23.09
33.93
33.20
5
A1Ya
a1b2c1.a
2530.72
4235.78
6255.91
4917.76
7344.10
1.00
2.40
4917.76
6
A1Yb
a1b2c1.b
269.83
1233.16
2664.99
3212.15
6283.54
1.80
4.40
1664.41
7
A1Yc
a1b2c1.c
1337.04
2252.16
3626.70
4158.14
7895.88
1.80
5.60
2664.10
8
A1Yd
a1b2c1.d
1439.17
2573.43
4211.74
4420.06
7641.63
1.60
4.40
3073.68
rataan
1394.19
2573.63
4189.83
4177.03
7291.29
1.55
4.20
3079.99
CV%
66.27
48.44
36.23
17.15
9.72
24.43
31.59
44.18
9
A1Za
a1b3c1.a
1076.64
2457.94
4532.26
5334.08
10632.06
1.80
5.00
3079.66
10
A1Zb
a1b3c1.b
877.53
2188.47
4182.60
5460.99
10576.47
2.00
5.00
2782.55
11
A1Zc
a1b3c1.c
1602.96
2993.83
5056.24
5842.27
10647.28
1.80
5.20
3615.71
12
A1Zd
a1b3c1.d
1202.30
2735.23
5031.55
5916.75
11665.10
1.80
5.20
3424.30
rataan
1189.86
2593.87
4700.66
5638.52
10880.23
1.85
5.10
3225.56
CV%
25.73
13.41
8.96
5.05
4.82
5.41
2.26
11.45
13
A2Xa
a1b1c2.a
956.54
1537.88
2425.55
2997.43
5585.70
2.00
5.60
1801.86
14
A2Xb
a1b1c2.b
635.52
1367.49
2480.32
3193.21
6229.20
2.00
5.40
1699.10
15
A2Xc
a1b1c2.c
133.07
848.79
1948.77
3442.72
6059.81
2.60
5.60
1174.92
16
A2Xd
a1b1c2.d
860.95
1836.59
3231.20
3049.68
5850.17
1.40
4.00
2264.57
rataan
646.52
1397.69
2521.46
3170.76
5931.22
2.00
5.15
1735.11
CV%
56.89
29.63
21.02
6.29
4.68
24.49
15.00
25.77
17
A2Ya
a1b2c2.a
1716.45
2789.09
4348.39
3715.08
7688.15
1.20
4.20
3263.74
18
A2Yb
a1b2c2.b
1480.73
2570.31
4185.99
3970.51
8509.00
1.40
5.00
3057.48
19
A2Yc
a1b2c2.c
1135.20
2237.92
3871.75
4084.34
8215.39
1.60
5.00
2730.75
20
A2Yd
a1b2c2.d
597.29
1841.60
3665.95
3424.42
7996.07
1.60
4.60
2394.67
rataan
1232.42
2359.73
4018.02
3798.59
8102.15
1.45
4.70
2861.66
CV%
39.44
17.51
7.64
7.72
4.28
13.21
8.15
13.31
21
A2Za
a1b3c2.a
559.07
2130.53
4447.19
4747.27
9841.39
1.60
4.20
2831.01
22
A2Zb
a1b3c2.b
1468.34
2937.25
5131.24
5418.73
10102.87
1.60
3.80
3596.53
23
A2Zc
a1b3c2.c
247.82
1443.91
3347.72
5630.76
9640.97
2.40
4.20
1999.29
24
A2Zd
a1b3c2.d
1888.32
3467.35
5752.49
5452.56
10377.30
1.40
4.00
4164.45
rataan
1040.89
2494.76
4669.66
5312.33
9990.63
1.75
4.05
3147.82
CV%
73.63
35.69
22.06
7.30
3.20
25.34
4.73
29.88
159
Lampiran 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) (Lanjutan) (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
25
A3Xa
a1b1c3.a
815.03
1788.75
3038.26
2193.37
3894.82
1.00
2.30
2193.37
26
A3Xb
a1b1c3.b
857.95
1432.61
2283.03
2169.76
4306.29
1.40
4.20
1689.28
27
A3Xc
a1b1c3.c
927.73
1671.15
2503.35
1671.15
2786.43
0.80
2.00
1960.82
28
A3Xd
a1b1c3.d
1421.50
2261.14
3397.99
2950.95
4839.46
1.20
3.60
2619.44
rataan
1005.55
1788.41
2805.66
2246.31
3956.75
1.10
3.03
2115.73
CV%
27.96
19.47
18.05
23.50
22.01
23.47
34.61
18.62
29
A3Ya
a1b2c3.a
342.57
1131.22
3282.48
2998.50
7665.97
1.40
3.80
1784.78
30
A3Yb
a1b2c3.b
492.06
1383.06
2854.60
3063.45
7571.17
1.60
3.80
1805.22
31
A3Yc
a1b2c3.c
1463.85
2714.88
4477.76
3259.65
7434.82
1.00
3.80
3259.65
32
A3Yd
a1b2c3.d
982.35
1853.74
3145.49
3313.64
6593.69
1.60
5.00
2243.29
rataan
820.21
1770.72
3440.08
3158.81
7316.41
1.40
4.10
2273.23
CV%
62.02
39.36
20.77
4.80
6.71
20.20
14.63
30.39
33
A3Za
a1b3c3.a
776.46
2747.28
5501.13
5840.36
9877.50
1.60
3.80
3601.80
34
A3Zb
a1b3c3.b
2124.62
4102.19
6618.47
5659.40
8421.61
1.20
2.40
4920.58
35
A3Zc
a1b3c3.c
1875.01
3703.04
6243.46
5232.20
9778.16
1.20
3.20
4493.46
36
A3Zd
a1b3c3.d
1321.54
2691.34
4661.74
3865.13
8509.23
1.20
4.00
3294.18
rataan
1524.41
3310.96
5756.20
5149.27
9146.62
1.30
3.35
4077.50
CV%
39.43
21.22
15.02
17.35
8.62
15.38
21.46
18.59
37
A4Xa
a1b1c4.a
1109.71
2322.61
4007.76
3337.03
6593.98
1.20
4.00
2846.98
38
A4Xb
a1b1c4.b
634.32
1402.39
2568.24
3313.54
6751.29
2.00
6.60
1750.06
39
A4Xc
a1b1c4.c
1635.57
2525.56
3819.15
3984.58
6697.00
1.60
4.60
2919.36
40
A4Xd
a1b1c4.d
932.82
1889.19
3311.64
3497.35
7129.99
1.60
4.80
2317.48
rataan
1078.10
2034.94
3426.69
3533.13
6793.06
1.60
5.00
2458.47
CV%
38.98
24.49
18.78
8.83
3.44
20.41
22.39
22.09
41
A4Ya
a1b2c4.a
1529.82
2915.48
4955.42
4684.62
10141.86
1.40
5.20
3532.69
42
A4Yb
a1b2c4.b
1497.20
3013.59
5209.60
4921.24
9800.67
1.40
4.20
3683.28
43
A4Yc
a1b2c4.c
1267.05
2363.88
4025.22
4673.44
9659.09
1.80
5.80
2859.81
44
A4Yd
a1b2c4.d
1008.43
2226.74
4055.03
4761.19
9740.22
1.80
5.80
2774.90
rataan
1325.62
2629.92
4561.32
4760.12
9835.46
1.60
5.25
3212.67
CV%
18.23
14.92
13.39
2.40
2.16
14.43
14.38
14.38
45
A4Za
a1b3c4.a
2110.74
4354.32
7540.08
7127.33
13346.47
1.40
4.20
5335.14
46
A4Zb
a1b3c4.b
3918.90
6711.43
10189.95
7855.25
12686.99
1.00
2.60
7855.25
47
A4Zc
a1b3c4.c
2376.51
4352.83
7232.46
6852.78
13833.35
1.40
4.80
5228.42
48
A4Zd
a1b3c4.d
3269.19
5468.88
8567.94
7326.57
13855.20
1.20
4.40
6426.66
rataan
2918.84
5221.86
8382.61
7290.48
13430.50
1.25
4.00
6211.37
CV%
28.46
21.52
15.91
5.81
4.08
15.32
24.15
19.68
160
Lampiran 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) (Lanjutan) (1) 49
(2)
(3)
B1Xa
a2b1c1.a
(4) 458.78
(5) 1396.79
(6) 2785.41
(7)
(8)
3313.65
6309.21
(9) 1.80
(10) 4.60
(11) 1815.83
50
B1Xb
a2b1c1.b
622.60
1422.17
2610.90
3349.87
5856.64
2.00
5.00
1780.16
51
B1Xc
a2b1c1.c
597.36
1169.72
2059.14
2645.06
5850.90
2.00
6.00
1432.07
52
B1Xd
a2b1c1.d
396.97
954.80
1817.62
1934.05
4633.20
1.60
4.60
1209.86
rataan
518.92
1235.87
2318.27
2810.66
5662.49
1.85
5.05
1559.48
CV%
20.93
17.73
19.64
23.78
12.70
10.35
13.09
18.62
53
B1Ya
a2b2c1.a
1088.20
2181.26
3836.89
4056.45
8483.48
1.60
4.40
2675.49
54
B1Yb
a2b2c1.b
1486.58
2636.06
4358.79
5023.21
9229.17
1.80
4.80
3152.90
55
B1Yc
a2b2c1.c
260.57
1163.33
2540.99
4079.10
7741.52
2.40
6.40
1573.14
56
B1Yd
a2b2c1.d
436.90
1299.97
2624.96
3484.55
7652.71
2.00
5.80
1693.01
rataan
818.06
1820.16
3340.41
4160.83
8276.72
1.95
5.35
2273.63
CV%
69.72
38.82
26.97
15.32
8.89
17.52
17.10
33.71
57
B1Za
a2b3c1.a
104.49
1170.51
2999.73
4346.51
13759.04
2.00
5.20
1686.45
58
B1Zb
a2b3c1.b
1981.92
3434.30
5662.88
7107.75
14257.43
2.00
6.00
4095.53
59
B1Zc
a2b3c1.c
697.28
1780.81
3482.95
5480.83
11328.47
2.40
6.00
2280.37
60
B1Zd
a2b3c1.d
18.70
1365.43
3479.45
4889.56
13447.56
2.00
6.20
1986.09
700.60
1937.76
3906.25
5456.16
13198.12
2.10
5.85
2512.11
rataan
129.31
53.14
30.54
21.89
9.78
9.52
7.58
43.12
61
B2Xa
CV% a2b1c2.a
243.03
974.09
2100.38
3111.48
6984.07
2.20
7.20
1307.64
62
B2Xb
a2b1c2.b
458.08
1138.77
2181.99
2857.29
6000.93
2.00
5.60
1448.48
63
B2Xc
a2b1c2.c
223.77
883.61
1917.97
2336.26
6185.28
1.80
5.40
1187.48
64
B2Xd
a2b1c2.d
213.02
617.14
1434.87
1307.02
6277.46
1.40
4.20
832.39
rataan
284.48
903.40
1908.80
2403.01
6361.93
1.85
5.60
1194.00
CV%
40.92
24.14
17.53
33.24
6.77
18.46
22.02
22.08
856.15
2002.14
3714.09
4372.01
8450.53
1.80
4.80
2516.53
65
B2Ya
a2b2c2.a
66
B2Yb
a2b2c2.b
419.10
1323.77
2721.70
3636.16
7651.75
2.00
5.00
1737.19
67
B2Yc
a2b2c2.c
620.44
1695.84
3326.37
3963.25
8445.22
1.80
5.00
2182.34
68
B2Yd
a2b2c2.d
381.07
609.38
2150.51
3554.61
8611.32
2.20
5.80
1063.68
rataan
569.19
1407.78
2978.17
3881.51
8289.70
1.95
5.15
1874.94
CV%
38.34
42.64
23.05
9.57
5.21
9.82
8.61
33.50
69
B2Za
a2b3c2.a
408.46
1442.71
3123.60
6545.12
13753.17
3.00
6.60
1928.43
70
B2Zb
a2b3c2.b
1015.36
2794.69
5605.55
7494.92
12877.99
2.00
3.60
3617.52
71
B2Zc
a2b3c2.c
1551.66
3117.63
5451.34
6345.80
11635.54
1.80
4.60
3819.64
72
B2Zd
a2b3c2.d
1362.92
2682.22
4716.10
6042.61
12685.86
2.00
5.80
3284.37
rataan
1084.60
2509.31
4724.15
6607.11
12738.14
2.20
5.15
3162.49
CV%
46.33
29.28
24.03
9.49
6.83
24.62
25.64
26.93
161
Lampiran 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) (Lanjutan) (1
(2)
(3)
(4)
(9)
(10)
(11)
73
B3Xa
a2b1c3.a
1544.81
2524.98
3763.25
2929.20
4629.15
1.00
2.40
2929.20
74
B3Xb
a2b1c3.b
640.91
1508.31
2775.36
2938.14
5236.80
1.60
3.60
1893.11
75
B3Xc
a2b1c3.c
374.23
1043.90
2176.08
2667.44
5693.01
1.80
3.60
1365.34
76
B3Xd
a2b1c3.d
2533.78
3613.34
3898.94
1862.60
3967.42
0.20
1.10
3888.01
rataan
1273.43
2172.63
3153.41
2599.35
4881.60
1.15
2.68
2518.91
CV%
76.82
52.58
26.06
19.50
15.35
62.50
44.59
44.48
361.53
1516.57
3277.39
3512.17
7327.97
1.60
3.60
2040.61
77
B3Ya
a2b2c3.a
(5)
(6)
(7)
(8)
78
B3Yb
a2b2c3.b
330.84
1597.75
3537.20
3796.70
8708.12
1.60
4.00
2173.82
79
B3Yc
a2b2c3.c
2310.35
3694.93
5538.11
4280.80
7597.29
1.00
3.20
4280.80
80
B3Yd
a2b2c3.d
242.62
1764.06
3975.97
3077.57
7939.19
1.20
3.40
2437.34
rataan
811.33
2143.33
4082.16
3666.81
7893.14
1.35
3.55
2733.14
CV%
123.33
48.50
24.80
13.77
7.58
22.22
9.62
38.23
81
B3Za
a2b3c3.a
689.64
2220.54
4500.95
5922.35
11002.98
2.00
5.40
2906.66
82
B3Zb
a2b3c3.b
2872.50
4933.24
7753.26
7397.43
11610.34
1.40
3.80
5817.35
83
B3Zc
a2b3c3.c
755.31
2051.86
4079.49
5940.54
11056.54
2.20
4.60
2648.18
84
B3Zd
a2b3c3.d
658.19
2152.54
4506.52
6689.73
12439.54
2.20
4.40
2842.53
rataan
1243.91
2839.54
5210.06
6487.51
11527.35
1.95
4.55
3553.68
CV%
87.34
49.22
32.77
10.85
5.79
19.42
14.52
42.58
85
B4Xa
a2b1c4.a
268.62
1090.34
2354.27
3486.20
7762.56
2.20
7.40
1464.93
86
B4Xb
a2b1c4.b
1202.72
2452.05
4280.54
4515.86
8628.51
1.60
4.80
3006.84
87
B4Xc
a2b1c4.c
946.13
1994.67
3568.11
4558.73
8413.04
2.00
5.60
2466.43
88
B4Xd
a2b1c4.d
275.33
1671.50
3726.06
3991.77
8610.54
1.60
4.40
2293.26
673.20
1802.14
3482.24
4138.14
8353.66
1.85
5.55
2307.87
rataan
70.56
31.77
23.31
12.21
4.86
16.22
23.97
27.68
89
B4Ya
CV% a2b2c4.a
428.52
1013.35
2173.73
2358.44
10102.30
1.60
4.60
1321.20
90
B4Yb
a2b2c4.b
520.82
1008.15
2045.88
1566.62
10029.91
1.20
4.60
1275.88
91
B4Yc
a2b2c4.c
1087.42
1800.53
3076.66
3657.10
10567.95
1.80
4.80
2153.96
92
B4Yd
a2b2c4.d
679.54
1404.65
3006.42
1812.14
9831.86
1.00
3.40
1812.14
rataan
679.07
1306.67
2575.67
2348.58
10133.00
1.40
4.35
1640.80
CV%
42.90
28.93
21.01
39.73
3.08
26.08
14.72
25.57
a2b3c4.a
136.96
1390.30
3428.92
4846.60
15489.26
2.00
6.20
1979.17
93
B4Za
94
B4Zb
a2b3c4.b
1315.14
3505.00
6977.99
9323.42
14492.49
2.00
3.20
4519.83
95
B4Zc
a2b3c4.c
1327.81
3092.99
5748.35
6776.68
14106.53
1.80
5.60
3888.22
96
B4Zd
a2b3c4.d
1937.77
3680.70
6374.08
7447.45
18654.06
1.80
7.60
4477.22
rataan
1179.42
2917.25
5632.33
7098.54
15685.58
1.90
5.65
3716.11
CV%
63.87
35.90
27.56
26.04
13.15
6.08
32.49
32.11
162
Lampiran 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) (Lanjutan) (1)
(2)
(3)
97
A1XMa
-
98
A1XMb
99 100
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
285.35
528.40
870.96
733.72
1456.40
1.20
4.00
-
-
372.71
608.56
930.12
803.26
1352.19
1.20
3.40
-
A1XMc
-
372.71
608.56
930.12
803.26
1352.19
1.20
3.40
-
A1XMd
-
389.91
671.02
1001.01
544.93
1157.82
0.60
2.20
-
rataan
-
355.17
604.14
933.05
721.29
1329.65
1.05
3.25
-
CV%
-
13.30
9.68
5.70
16.92
9.37
28.57
23.23
-
101
CFLa
-
131.97
251.03
442.53
574.01
1806.86
2.00
8.00
-
102
CFLb
-
10.12
167.51
417.30
778.22
2229.01
2.60
10.40
-
103
CFLc
-
0.00
100.25
261.39
738.65
1847.39
3.80
13.00
-
104
CFLd
-
120.33
238.24
427.12
799.77
2205.49
3.00
15.00
-
rataan
-
65.61
189.25
387.08
722.66
2022.19
2.85
11.60
-
CV%
-
106.99
36.87
21.81
14.15
11.18
26.49
26.30
-
105
A1XLa
-
852.76
1128.20
1528.36
1365.88
2401.67
1.20
4.40
-
106
A1XLb
-
427.15
854.49
1439.58
1208.29
2241.44
1.20
3.60
-
107
A1XLc
-
331.74
652.44
1115.91
1392.60
2071.76
2.00
4.20
-
108
A1XLd
-
218.68
552.89
1037.43
1217.36
2057.73
1.80
4.20
-
rataan
-
457.58
797.01
1280.32
1296.03
2193.15
1.55
4.10
-
CV%
-
60.51
31.86
18.75
7.47
7.39
26.60
8.45
-
CFKa
-
240.90
707.05
1434.05
2098.66
3521.17
2.20
4.00
-
109 110
CFKb
-
149.15
381.40
828.19
759.80
3033.27
1.40
4.00
-
111
CFKc
-
370.65
843.17
1563.76
1846.97
3223.46
1.80
3.60
-
112
CFKd
-
210.55
560.20
1148.24
1232.79
2952.20
1.60
3.60
-
rataan
-
242.81
622.95
1243.56
1484.55
3182.53
1.75
3.80
-
CV%
-
38.46
31.82
26.28
40.74
7.94
19.52
6.08
-
113
NFa
-
223.15
2308.26
10641.81
272.86
4069.58
0.40
1.00
-
114
NFb
-
681.28
3477.04
12102.19
29.38
7798.73
0.20
1.20
-
115
NFc
-
454.99
2082.20
7251.58
96.13
4660.00
0.20
1.20
-
116
NFd
-
6384.28
11897.22
10758.60
2599.02
9851.58
0.20
0.60
-
rataan
-
1935.93
4941.18
10188.54
749.35
6594.97
0.25
1.00
-
CV%
-
153.49
94.66
20.29
165.13
41.23
40.00
28.28
-
117
NGa
-
1573.31
4511.82
9290.04
5203.55
7260.49
0.90
1.20
-
118
NGb
-
7529.10
11631.88
19511.30
7713.84
7713.84
0.40
0.40
-
119
NGc
-
2161.52
6108.90
13307.38
8086.59
8086.59
1.00
1.00
-
120
NGd
-
1640.00
5470.60
16356.36
618.40
8006.66
0.20
1.00
-
rataan
-
3225.98
6930.80
14616.27
5405.60
7766.90
0.63
0.90
-
CV%
-
89.30
46.20
29.84
63.61
4.81
61.80
38.49
-
163
Lampiran 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) (Lanjutan) (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
121
NHa
-
1498.30
4923.38
11391.28
135.03
9446.44
0.20
1.30
-
122
NHb
-
3757.74
7008.92
10614.31
3931.06
11465.64
0.40
1.80
-
123
NHc
-
6293.77
13986.56
32814.40
3824.30
9986.22
0.20
0.60
-
124
NHd
-
2892.47
6163.31
10128.25
1285.91
7485.75
0.20
1.00
-
rataan
-
3610.57
8020.54
16237.06
2294.07
9596.01
0.25
1.18
-
CV%
-
55.85
50.73
68.14
82.32
17.15
40.00
43.05
-
Keterangan: Nomor Dan Kode Sample Sambungan Nomor sample 1 -- 4 5 -- 8 9 -- 12 13 -- 16 17 -- 20 21 -- 24 25 -- 28 29 -- 32 33 -- 36 37 -- 40 41 -- 44 45 -- 48 49 -- 52 53 -- 56 57 -- 60 61 -- 64 65 -- 68 69 -- 72 73 -- 76 77 -- 80 81 -- 84 85 -- 88 89 -- 92 93 -- 96 97 -- 100 101 -- 104 105 -- 108 109 -- 112 113 -- 116 117 -- 120 121 -- 124
Kode nama A1Xa - A1Xd A1Ya - A1Yd A1Za - A1Zd A2Xa - A2Xd A2Ya - A2Yd A2Za - A2Zd A3Xa - A3Xd A3Ya - A3Yd A3Za - A3Zd A4Xa - A4Xd A4Ya - A4Yd A4Za - A4Zd B1Xa - B1Xd B1Ya - B1Yd B1Za - B1Zd B2Xa - B2Xd B2Ya - B2Yd B2Za - B2Zd B3Xa - B3Xd B3Ya - B3Yd B3Za - B3Zd B4Xa - B4Xd B4Ya - B4Yd B4Za - B4Zd A1XMa - A1XMd CFLa - CFLd A1XLa - A1XLd CFKa - CFKd NFa - NFd NGa - NGd NHa - NHd
Kode statistik a1b1c1.a - a1b1c1.d a1b2c1.a - a1b2c1.d a1b3c1.a - a1b3c1.d a1b1c2.a - a1b1c2.d a1b2c2.a - a1b2c2.d a1b3c2.a - a1b3c2.d a1b1c3.a - a1b1c3.d a1b2c3.a - a1b2c3.d a1b3c3.a - a1b3c3.d a1b1c4.a - a1b1c4.d a1b2c4.a - a1b2c4.d a1b3c4.a - a1b3c4.d a2b1c1.a - a2b1c1.d a2b2c1.a - a2b2c1.d a2b3c1.a - a2b3c1.d a2b1c2.a - a2b1c2.d a2b2c2.a - a2b2c2.d a2b3c2.a - a2b3c2.d a2b1c3.a - a2b1c3.d a2b2c3.a - a2b2c3.d a2b3c3.a - a2b3c3.d a2b1c4.a - a2b1c4.d a2b2c4.a - a2b2c4.d a2b3c4.a - a2b3c4.d -
Keterangan: Bentuk Pasak: A = a1 = Pasak bulat B = a2 = Pasak segi empat Jenis Pasak: 1 = c1 = Pasak kayu sejenis ( mangium) 2 = c2 = Pasak kayu sejenis dipadatkan 3 = c3 = Pasak kayu ulin 4 = c4 = Pasak besi Jumlah Pasak: X = b1 = Sepasang Y = b2 = Dua pasang Z = b3 = Tiga pasang ulangan = a,b,c,d.
Bahan Pengencang: K = Baut L = Bambu M = Plat klam N = Perekat F,G,H = panjang 20, 28 ddan 36 cm C = Tanpa pasak
164
Lampiran 26. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) P Maksimum HSD = q α* Se . Se = √ KRG/Ulangan Daftar Nilai Se Untuk Berbagai Faktor dan Jumlah Ulangan Faktor
A
Ulangan Se
B
C
AB
AC
BC
ABC
48
32
24
16
12
8
4
15.4005
23.1007
30.801
46.2015
61.602
92.403
184.806
Daftar Nilai q (dbf galat, jumlah perlakuan) dan Nilai HSD (lihat Yitnosumarto (1991, 295-296) Rincian P = banyaknya perlakuan DB Galat = 69
HSD
2
3
4
6
8
12
(0.05):
2.82217
3.38957
3.72696
4.14435
4.41913
4.78652
(0.01):
3.74435
4.04
4.57391
4.9587
5.21609
5.55826
(0.05):
43.4629
78.3015
114.794
191.475
272.227
442.289
(0.01):
57.6648
93.327
140.881
229.099
321.321
513.6
165
Lampiran 27. Tabel Pengaruh Interaksi Faktor B dan Faktor C pada Kemampuan Beban Maksimum b1c2
b1c3
b1c1
667.91392
b1c2
b1c4
b2c1
2070.0109
b2c2
b2c3
b3c2
905.3165
-
1573.2304
**
b1c3
-
-
-1402.097 2975.3274
b1c4
-
-
-
b2c1
-
-
-
-
-3622.581 647.25362 292.19598
b2c2
-
-
-
-
-
486.01027
b2c3
-
-
-
-
-
-
-4505.568 3837.6541 5410.8845 2435.5571 2080.4994 1788.3034 2274.3137
b2c4
-
-
-
-
-
-
-
6560.5121 5892.5982 7465.8286 4490.5012 4135.4435 3843.2475 4329.2578 2054.9441
b3c1
-
-
-
-
-
-
-
b3c2
-
-
-
-
-
-
b3c3
-
-
-
-
-
-
**
**
**
**
**
**
**
**
**
2231.2543 1563.3404 3136.5708 161.24336
b3c1
2425.0686 1757.1547 3330.3851 355.05765
**
2717.2645 2049.3506
b2c4
**
**
**
**
**
193.81429 *
**
**
**
**
b3c4
-4858.323 4190.4091 5763.6395 2788.3121 2433.2544 2141.0585 2627.0687 352.75502
**
1702.1891
**
**
-5217.81 6791.0404
**
-3815.713 3460.6554 3168.4594 3654.4697
**
-1380.156
**
-
674.78815
**
-
-
-
1027.4009
-
-
-
-
**
**
**
**
**
**
b3c3
5885.7239
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
-9079.379 8411.4651 9984.6955 7009.3681 6654.3104 6362.1145 6848.1247
**
-4573.811 2518.8669 3193.6551
**
-4221.056
**
Catatan: Yang bernotasi (superscript) = * dan ** masing-masing menunjukkan hal yang signifikan dan sangat sigifikan untuk beda pasangan (nilai rataan) perlakuan. Selain itu adalah hal yang non signifikan. HSD (69; 12) pada 0.05 = 442.29 dan pada 0.01 = 513.60 (lihat Lampiran 26)
**
**
**
**
**
**
**
**
166
Lampiran 28. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Kemampuan Beban pada Batas Proporsi HSD = q α* Se . Se = √ KRG/Ulangan Daftar Nilai Se Untuk Berbagai Faktor dan Jumlah Ulangan Faktor A B C AB AC Ulangan 48 32 24 16 12 Se 13.6258 20.4387 27.2517 40.8775 54.5033
BC 8 81.755
ABC 4 163.51
Daftar Nilai q (dbf galat, jumlah perlakuan) dan Nilai HSD (lihat Yitnosumarto (1991, 295-296) Rincian P = banyaknya perlakuan 2 3 4 6 8 12 24 DB Galat = 69 (0.05): 2.82217 3.38957 3.72696 4.14435 4.41913 4.78652 6.0513 (0.01): 3.74435 4.04 4.57391 4.9587 5.21609 5.55826 6.80526 HSD
(0.05): (0.01):
38.4545 69.2785 101.566 169.411 240.857 51.0199 82.5725 124.647 202.699 284.294
391.322 454.416
989.449 1112.73
167 Lampiran 29. Pengaruh Interaksi Faktor A, B dan C bagi Kemampuan Sistem Sambungan pada Batas Proporsi a1b1c2 a1b1c1
-80.121413
a1b1c2
-
a1b1c3
a1b1c4
150.99144 -170.71318
a1b2c1 -331.6886
a1b2c2
a1b1c3
-
-
-
-
-
a1b2c1
-
-
-
a1b2c4
a1b3c1
a1b3c3
a1b3c4
2.9870675 -397.34118 -616.94024 -535.39285 -494.62881 -1029.9313 *
-321.70461 -482.68004 -388.06994 -228.12578 -628.45403 -848.05309 -160.97543 -66.365325 -
a1b3c2
-237.0785 -77.134345 -477.46259 -697.06165 -615.51426 -574.75023 -1110.0527 *
231.11285 -90.591763 -251.56719 -156.95709
a1b1c4
a1b2c3
94.6101
a1b2c2
-
-
-
-
-
a1b2c3
-
-
-
-
-
-766.5057 -725.74166 -1261.0441 **
93.57883 -306.74941 -526.34848 -444.80109 -404.03705
a2b1c1 9.90397 90.025383 -141.08747
-939.3395
180.61715
254.55426 -145.77399 -365.37305 -283.82566 -243.06163 -778.36408
341.59257
159.94416 -240.38409 -459.98315 -378.43576 -337.67173 -872.97418 -
-400.32824 -619.92731 -538.37992 -497.61588 -1032.9183 * -219.59906 -138.05168 -97.287638 -632.59009
246.98247 87.038315
a1b2c4
-
-
-
-
-
-
-
a1b3c1
-
-
-
-
-
-
-
-
81.547388
122.31143 -412.99103
706.96562
a1b3c2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40.764037 -494.53841
625.41823
a1b3c3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-535.30245
a1b3c4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
487.36656
584.6542 1119.9566 **
a2b1c1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b1c2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b1c3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b1c4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b2c1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b2c2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b2c3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b2c4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b3c1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b3c2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
a2b3c3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Catatan: Yang bernotasi (superscript) = * dan ** masing-masing menunjukkan hal yang signifikan dan sangat sigifikan untuk beda pasangan (nilai rataan) perlakuan. Selain itu adalah hal yang non signifikan. HSD (69;24) pada 0.05 = 989.448 dan pada 0.01 =
1,112.73 (lihat Lampiran 28)
168 Lampiran 29. Pengaruh Interaksi Faktor A, B dan C bagi Kemampuan Sistem Sambungan pada Batas Proporsi (Lanjutan) a2b1c2
a2b1c3
a2b1c4
a2b2c1
a2b2c2
a2b2c3
a2b2c4
a2b3c1
a2b3c2
a2b3c3
a2b3c4
a1b1c1
111.81515
62.73191
-321.96701 -327.63879 -257.80838 -204.13448
125.42433
-651.47245 -939.20964
-909.30993
-1062.0658 *
a1b1c2
191.93656
142.85332
-241.8456 -247.51738 -177.68696 -124.01306
205.54574
-571.35104 -859.08823
-829.18851
-981.94439
a1b1c3
-39.176287
-88.259528
a1b1c4
282.52833
233.44509
a1b2c1
443.50375
394.42051
-472.95845 -478.63023 -408.79981 -355.12591 -25.567113 -151.25384 -156.92561 9.7215875
4.0498125
-802.46389 -1090.2011 *
-1060.3014 *
-1213.0572 **
-87.0952
-33.4213
296.1375
-480.75928 -768.49646
-738.59675
-891.35263
73.880225
127.55413
457.11293
-319.78385 -607.52104
-577.62133
-730.3772
a1b2c2
348.89365
299.81041
-84.888513 -90.560288 -20.729875
32.944025
362.50283
-414.39395 -702.13114
-672.23143
-824.9873
a1b2c3
188.9495
139.86626
-244.83267 -250.50444 -180.67403 -127.00013
202.55867
-574.33811 -862.07529
-832.17558
-984.93146
a1b2c4
589.27774
540.1945
155.49558
149.8238
219.65421
273.32811
602.88691
-174.00986 -461.74705
-431.84734
-584.60321
a1b3c1
808.8768
759.79356
375.09464
369.42286
439.25328
492.92718
822.48598
45.5892 -242.14799
-212.24828
-365.00415
a1b3c2
727.32941
678.24617
293.54725
287.87548
357.70589
411.37979
740.93859
-35.958188 -323.69538
-293.79566
-446.55154
700.17455
-76.722225 -364.45941
-334.5597
-487.31558
200.74275
47.986875
a1b3c3
686.56538
637.48214
252.78321
247.11144
316.94185
370.61575
a1b3c4
1221.8678 **
1172.7846 **
788.08566
782.41389
852.2443
905.9182
1235.477 **
458.58022
170.84304
a2b1c1
101.91118
52.82794
-331.87098 -337.54276 -267.71235 -214.03845
115.52036
a2b1c2
-
-49.08324
-433.78216 -439.45394 -369.62353 -315.94963
13.609175
-763.2876 -1051.0248 *
a2b1c3
-
-384.69892
62.692415
-714.20436 -1001.9415 *
-
a2b1c4
-
-
-
a2b2c1
-
-
-
-390.3707 -320.54029 -266.86639 -5.671775 -
-661.37642 -949.11361
-919.2139 -1021.1251 * -972.04184
-1071.9698 * -1173.881 ** -1124.7977 **
64.158638
117.83254
447.39134
-329.50544 -617.24263
-587.34291
-740.09879
69.830413
123.50431
453.06311
-323.83366 -611.57085
-581.67114
-734.42701
a2b2c2
-
-
-
-
-
a2b2c3
-
-
-
-
-
53.6739 -
a2b2c4
-
-
-
-
-
-
383.2327
-393.66408 -681.40126
-651.50155
-804.25743
329.5588
-447.33798 -735.07516
-705.17545
-857.93133
-776.89678
-1034.7343 *
-1187.4901 **
-
-1064.634 *
a2b3c1
-
-
-
-
-
-
-
-
-287.73719
-257.83748
-410.59335
a2b3c2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
29.899713
-122.85616
a2b3c3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-152.75588
167
168
169 Lampiran 30.
Nilai HSD (Honestly Significant Difference) P pada Sesaran 1 mm
HSD = q α* Se . Se = √ KRG/Ulangan Daftar Nilai Se Untuk Berbagai Faktor dan Jumlah Ulangan Faktor A B C AB AC BC ABC Ulangan 48 32 24 16 12 8 4 Se 17.2117 25.81755 34.4234 51.63511 68.84681 103.2702 206.5404
Daftar Nilai q (dbf galat, jumlah perlakuan) dan Nilai HSD (lihat Yitnosumarto (1991, 295-296) Rincian P = banyaknya perlakuan 2 3 4 6 8 12 DB Galat = 69 (0.05): 2.822174 3.389565 3.726957 4.144348 4.41913 4.786522 (0.01): 3.744348 4.04 4.573913 4.958696 5.216087 5.558261 HSD
(0.05): 48.57442 87.51028 128.2945 213.9938 304.243 494.3051 (0.01): 64.4466 104.3029 157.4497 256.0428 359.1109 574.0028
170
Lampiran 31. Nilai Geser Gelinding (Rolling Shear) Mangium 17 Tahun
No 1 2 3 4 5 Max Min rataan Sdev CV%
Arah Tangensial b h P max RS 50,86 31,49 1390,89 86,84 50,41 32,25 1320,14 81,20 50,39 31,93 1505,10 93,54 50,18 31,26 1785,31 113,81 50,3 31,39 1317,98 83,47 1785,31 113,81 1317,98 81,20 1463,88 91,77 195,12 13,17 13,32 14,35
No 6 7 8 9 10 Max Min rataan Sdev CV%
Arah Radial b h P max 5,74 31,46 1375,95 50,87 32,07 1364,95 50,98 32,09 1508,45 50,73 31,76 1501,962 50,2 31,89 1573,86 1573,86 1364,95 1465,03 90,89 6,20
RS 86,19 83,66 92,20 93,22 98,31 98,31 83,66 90,72 5,83 6,43
171
Lampiran 32. Shearing Force Diagram Balok Susun Berpasak Penahan Geser Penelitian
4 6 4 6
8
12
12
Panjang bentang = 260 cm, panjang tumpuan = 240 cm. Pengencang = 20 buah, 19x12 cm = 228 cm. Jarak ujung 2 x 6 = 12 cm Pasak geser = 19 buah, 18 x 12 cm = 216 cm. Jarak ujung = 2 x 12 = 24 cm Diameter pasak bulat = 20 mm
SFD (Shearing Force Diagram) Diagram Gaya Lintang
A
B 80
80
80
+ -
14
172 .
A A
C
D
B
Beban P makx = 6790 kg, jadi P/2 = 3395 kgf. Momen statis S = bh * a = 8* 4* 5 = 160. ( 5 = ½ bag bawah + ½ bagian tengah = 2+3 = 5). I = 1/12 bh3 = 1/12 * 8 * 143 = 1829,33
Kontrol tegangan di garis netral bila balok utuh: Geser maks = τ maks = 3D/2bh = 3*3395/2* 8*14 = 45,468 kg/cm 2.
Kontrol tegangan pada balok susun ( 3 lapisan):
Geser maks = τ maks = DS/bI = 3395 * 160 / 8 * 1829,33 = 37,117 kg/cm2. Nilai 37,33 adalah kekuatan geser maks komponen kayu maksimum (sampai rusak), karena pasak besi utuh dan komponen sambungan rusak.
Bila ditinjau dari kuat tekan mangium hsl uji ckbc: Tekan maks = P/A = 402,13/8 = 50,26 kg/cm2. ( P tekan // serat = 402,13 kg/cm2, panjang pasak = 8 cm, tekan bekerja pada ½ diameter = 1 cm, jadi A = 8 * 1 = 8 cm2.) Dengan kondisi pasak besi tidak rusak, berarti komponen sambungan mangium mampu menahan P sebesar 37,117 kg/cm2.
165
Lampiran 27. Tabel Pengaruh Interaksi Faktor B dan Faktor C pada Kemampuan Beban Maksimum b1c2
b1c3
b1c1
667.91392
b1c2
b1c4
b2c1
2070.0109
b2c2
b2c3
b3c2
905.3165
-
1573.2304
**
b1c3
-
-
-1402.097 2975.3274
b1c4
-
-
-
b2c1
-
-
-
-
-3622.581 647.25362 292.19598
b2c2
-
-
-
-
-
486.01027
b2c3
-
-
-
-
-
-
-4505.568 3837.6541 5410.8845 2435.5571 2080.4994 1788.3034 2274.3137
b2c4
-
-
-
-
-
-
-
6560.5121 5892.5982 7465.8286 4490.5012 4135.4435 3843.2475 4329.2578 2054.9441
b3c1
-
-
-
-
-
-
-
b3c2
-
-
-
-
-
-
b3c3
-
-
-
-
-
-
**
**
**
**
**
**
**
**
**
2231.2543 1563.3404 3136.5708 161.24336
b3c1
2425.0686 1757.1547 3330.3851 355.05765
**
2717.2645 2049.3506
b2c4
**
**
**
**
**
193.81429 *
**
**
**
**
b3c4
-4858.323 4190.4091 5763.6395 2788.3121 2433.2544 2141.0585 2627.0687 352.75502
**
1702.1891
**
**
-5217.81 6791.0404
**
-3815.713 3460.6554 3168.4594 3654.4697
**
-1380.156
**
-
674.78815
**
-
-
-
1027.4009
-
-
-
-
**
**
**
**
**
**
b3c3
5885.7239
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
-9079.379 8411.4651 9984.6955 7009.3681 6654.3104 6362.1145 6848.1247
**
-4573.811 2518.8669 3193.6551
**
-4221.056
**
Catatan: Yang bernotasi (superscript) = * dan ** masing-masing menunjukkan hal yang signifikan dan sangat sigifikan untuk beda pasangan (nilai rataan) perlakuan. Selain itu adalah hal yang non signifikan. HSD (69; 12) pada 0.05 = 442.29 dan pada 0.01 = 513.60 (lihat Lampiran 26)
**
**
**
**
**
**
**
**
173
Ditinjau dari A-C: gaya geser yang diderita pasak karena beban = L = l AC * τ Maks * b = 80 * 45,468 * 8 = 29099,52 kg Gaya geser yang diterima tiap pasak = 29099,52/2x6 = 2424,96 kg (2 baris pasak, sepanjang 80 cm ada 6 pasak) Luas desak = L/ desak // = 29099,52/ 402,13 = 72,36 cm2. Luas desak = n.t.b. = 12 * 2 * 8 = 192 cm2.
Jadi luas kemampuan desak pasak > luas desak yang diderita.