Kajian Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Perekat akibat Beban Vertikal Joscelind1 dan Heru Purnomo1 1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Saat ini, jembatan banyak dibangun dengan sistem beton pracetak di mana jembatan dibagi ke dalam beberapa segmen. Setiap segmen dihubungkan dengan sambungan geser hingga membentuk struktur utuh. Sambungan geser berfungsi mentransfer gaya geser dari sambungan ke seluruh struktur jembatan, jadi harus didesain dengan baik. Desain terbaik terdapat pada sambungan yang memiliki beban potensial retak terbesar. Sambungan yang memiliki beban potensial retak terbesar adalah sambungan kunci geser jamak yang diberikan perekat/epoxy. Daya cengkram dan lekatan epoxy membuat sambungan mampu mendistribusikan gaya geser secara merata. Penelitian sambungan dilakukan dengan memodelkan sambungan kunci geser tunggal dengan epoxy dari jurnal rujukan dan dikembangkan dengan memberikan variasi lebar kunci, tinggi kunci bagian depan, jarak antar kunci, dan tebal epoxy pada sambungan kunci geser jamak. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil eksperimen dengan pemodelan sambungan kunci geser tunggal dan untuk mengetahui pengaruh lebar kunci, tinggi kunci, jarak antar kunci, serta tebal epoxy terhadap beban potensi awal terjadinya keretakan. Pemodelan dilakukan dengan program ANSYS. Hasil pemodelan menunjukkan beban potensial retak terbesar terdapat pada sambungan dengan sudut kunci 60° untuk jarak antar kunci 66,675 mm dan 45° untuk jarak antar kunci 100,0125 mm.
Study of Epoxied Multiple Shear Key Subjected to Vertical Load Abstract Currently, bridges are built with precast concrete system in which the bridges are divided into several segments. Each segment is connected by a shear key to form a complete structure. Shear key has a function to transfer shear forces from shear key to the bridge structure, so it must be designed properly. The best design can be found in shear key with the biggest load of potential cracking. Shear key with the biggest load of potential cracking is multiple shear key with bonding agent/epoxy. Interlocking key forces and epoxy bonding made the shear key can transfer shear forces evenly. Research of shear key was conducted by modeling a single shear key with epoxy of the journal reference and developed by providing several variations such as width of the key, height of the key, distance between keys, and the thickness of epoxy. This study aimed to compare the result of experiment with modeling of single shear key and to determine the influence of width of the key, height of the key, distance between keys, and the thickness of epoxy to the load of potential cracking. Modeling done by ANSYS program. Modeling results showed that the biggest load of potential cracking was found in shear key with key angle 60° for distance between keys 66,675 mm and 45° for distance between keys 100, 0125 mm. Keyword : Shear key, epoxied joint, load of potential cracking, width of key, height of key, distance between keys, epoxy thickness
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Pendahuluan Saat ini jembatan yang banyak digunakan di Indonesia adalah jembatan segmental. Jembatan ini terdiri dari segmen-segmen yang harus dihubungkan untuk membentuk struktur jembatan secara utuh. Setiap segmennya dihubungkan dengan sambungan geser (shear key). Sambungan ini berfungsi untuk mentransfer gaya geser yang bekerja pada sambungan ke seluruh struktur jembatan. Dari fungsinya tersebut dapat dilihat bahwa sambungan geser berperan penting menjaga ketahanan struktur jembatan. Oleh sebab itu, sambungan geser harus didesain dengan baik. Kerusakan pada sambungan dapat mengakibatkan kegagalan struktur jembatan. Para pakar menyadari peran penting dari sambungan geser tersebut. Oleh karena itu para pakar terus melakukan penelitian untuk memperoleh desain sambungan yang dapat mentransfer gaya geser paling baik ke seluruh struktur jembatan. Penelitian dilakukan dengan 2 metode, yaitu : eksperimen dan atau pemodelan. Kedua metode penelitian tersebut sangat berkorelasi antara satu dengan yang lainnya. Banyak pakar melakukan pemodelan untuk membuktikan keakuratan hasil eksperimen yang telah dilakukan terlebih dahulu. Hal tersebut tercapai saat eksperimen dan pemodelan menunjukkan hasil yang sama. Selain itu para pakar melakukan pemodelan karena metode ini memiliki banyak kelebihan, seperti : mampu mengalanisa perilaku sambungan geser dengan bentuk yang rumit untuk mewakili kondisi sambungan yang sebenarnya tanpa harus melakukan eksperimen dan memberikan beberapa variasi sambungan untuk mengoptimalkan perilaku sambungan sehingga melahirkan desain baru pada sambungan. Kelebihan-kelebihan tersebut menyebabkan metode ini tetap digunakan para pakar hingga sekarang. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, para pakar menemukan bahwa kekuatan sambungan geser akan meningkat 20%-40% saat sambungan tersebut diberikan perekat/epoxy. Kehadiran epoxy menyebabkan jembatan berperilaku monolit di mana jembatan seolah-olah merupakan suatu stuktur utuh yang tidak memiliki sambungan geser. Sebenarnya jembatan yang terbagi-bagi ke dalam beberapa segmen tetap memiliki kelemahan karena terdapat ketidaksempurnaan dalam penghubungan segmen-segmen tersebut. Oleh karena itu, epoxy diberikan di antara penghubungan 2 segmen untuk mengantisipasi ketidaksempurnaan yang dapat terjadi. Penelitian terhadap perilaku sambungan geser yang menggunakan epoxy khususnya pada sambungan kunci geser jamak akan dibahas pada penulisan jurnal ini.
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Metode yang dipilih pada penelitian kali ini adalah pemodelan yang awalnya digunakan untuk membuktikan hasil eksperimen pada sambungan kunci geser tunggal dengan perekat/epoxy setebal 3 mm yang diberikan prategang sebesar 500 psi. Hasil yang diharapkan adalah eksperimen menunjukkan hasil yang sama dengan pemodelan. Apabila kondisi tersebut tercapai maka pemodelan dinyatakan benar dan dapat menggambarkan kondisi sambungan geser yang sebenarnya. Setelah itu pemodelan akan dilanjutkan dengan memberikan beberapa variasi pada sambungan geser, seperti : jumlah kunci, sudut kunci dengan variasi lebar kunci dan tinggi kunci bagian depan, jarak antar kunci, serta tebal epoxy. Pemodelan dilakukan dengan software ANSYS yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode elemen hingga.
Tinjauan Pustaka Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan metode konstruksi di Indonesia. Perkembangannya ditunjukkan dengan lahirnya sistem beton pracetak yang mampu menggantikan sistem beton konvensional. Perbedaan dari kedua metode dapat dilihat dari proses produksinya. Pada sistem beton pracetak, beton akan dicor/dicetak di suatu tempat tertentu lalu dibawa ke lokasi pemasangan saat beton mengeras untuk digabungkan membentuk suatu struktur utuh. Berbeda dengan sistem beton konvensional, proses pengecoran dan pemasangannya dilakukan di tempat yang sama. Perbedaan lainnya dapat dilihat dari kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh sistem beton pracetak yang tidak terdapat pada sistem beton konvensional, seperti : menyederhanakan proses pelaksanaan konstruksi, mempercepat waktu pelaksanaan proyek, menjaga biaya proyek tetap ekonomis, tidak merusak lingkungan karena proses pengecoran dan perawatan dilakukan di pabrik, mempermudah proses pengontrolan, dan lain sebagainya (Lim, 1987). Beton ini juga mampu menjawab kebutuhan global dari perkembangan proyekproyek konstruksi di Indonesia yang menuntut kualitas, keefektifan, dan keefisienan dari suatu proyek dengan tetap menjaga pengaruhnya terhadap lingkungan. Atas dasar itulah, beton pracetak banyak diaplikasikan pada proyek-proyek konstruksi di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah proyek jembatan. Jembatan beton pracetak disebut dengan jembatan segmental karena jembatan akan membentuk suatu struktur yang utuh ketika segmen-segmennya dihubungkan. Teknik penghubungannya dapat disesuaikan dengan panjang bentang jembatan. Ada beberapa metode
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
yang digunakan dalam menyusun segmen-segmen jembatan beton pracetak, diantaranya adalah : cantilevering method yang terdiri dari balanced cantilever method dan progressive placement method, incremental launching, dan span by span erection (Poldony, 1982). Segmen-segmen jembatan beton pracetak akan dihubungkan dengan sambungan geser. Sambungan geser (shear key) adalah sambungan yang ditempatkan di antara 2 segmen jembatan yang awalnya terpisah untuk kemudian dihubungkan membentuk suatu struktur yang utuh (Lim, 1987). Sambungan ini berfungsi untuk menahan geser pada dua segmen tersebut. Sambungan geser pada umumnya akan ditempatkan di bagian web girder jembatan (Koseki, 1983). Berdasarkan fungsi sambungan geser di atas dapat diketahui bahwa sambungan akan menentukan kapabilitas struktur dengan memastikan bahwa gaya geser akan disalurkan dengan baik melalui sambungan ke struktur jembatan (Koseki, 1983). Selain itu dia juga mengatakan, “Sambungan geser juga berperan penting untuk menentukan daya tahan struktur dengan melindungi tendon terhadap korosi ketika terdapat tendon yang melewati sambungan tersebut. Ketahanan tendon harus dapat dijaga. Sambungan geser tidak boleh terlalu sensitif terhadap kondisi atmosfer.” (Koseki, 1983, hal. 3). Lim (1987) juga menuliskan, “Apabila terdapat kerusakan pada sambungan, hal ini dapat mengakibatkan korosi pada tulangan yang terdapat dalam sambungan lalu akan berlanjut pada kegagalan struktur” (hal. 7). Sambungan geser dapat dikategorikan ke dalam 2 kelompok, yaitu : sambungan kering (dry connection) dan sambungan basah (wet connection). Sambungan kering adalah sambungan yang tidak menggunakan perekat/epoxy di antara segmen-segmen beton pracetak yang dihubungkan. Permukaan elemen-elemen beton yang dihubungkan adalah kasar (Oral, Mourad, & S. Michael, 1990). Permukaan yang kasar akan memberikan gaya gesek pada bidang kontak kedua elemen yang dihubungkan. Gaya gesek tersebut yang akan berfungsi menahan gaya geser pada sambungan atau sebagai gaya lawan terhadap beban. Menurut Lim (1987), “Besar Perlawanan yang diberikan sebanding dengan tekanan yang bekerja” (hal 9). Berbeda dengan sambungan basah yang menggunakan perekat/epoxy di antara 2 elemen beton pracetak yang digabungkan. Ketebalan epoxy yang biasa digunakan pada sambungan berkisar 0,8-1,6 mm (Oral, Mourad, & S. Michael, 1990). Kekuatan pada sambungan ini bergantung penuh pada kekuatan perekat/epoxy. Di mana kekuatan lekatan dari epoxy sama dengan kekuatan geser beton. Epoxy adalah resin termoseting yang memiliki kekuatan adhesif yang tinggi, keras, kaku dan getas (Lim, 1987). Koseki (1983) menyatakan, “Terdapat beberapa fungsi utama epoxy pada sambungan segmental, yaitu : dalam keadaan cair epoxy akan berfungsi sebagai
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
pelumas yang akan meratakan permukaan yang tidak beraturan dengan menggabungkan permukaan dan mencocokannya dengan segmen yang berdekatan, sedangkan dalam kondisi perawatan/pengawetan, epoxy berfungsi untuk mencegah masuknya air yang dapat mengakibatkan korosi pada tendon, mentransfer gaya geser, serta memberikan kekakuan pada struktur” (hal.4). Pengaruh pemberian epoxy pada sambungan geser basah adalah menghilangkan friksi pada permukaan segmen-segmen yang dihubungkan. Friksi terdapat pada sambungan ketika perekat/epoxy rusak/hancur. Tahanan friksi yang akan melawan gaya geser yang diterima oleh sambungan geser (Koseki, 1983). Kekuatan epoxy ditentukan oleh 2 parameter, yaitu : kekakuan/kekerasan epoxy dan penyesuaian posisi segmen-segmen yang digabungkan. Kegagalan pada sambungan yang menggunakan epoxy bersifat getas (Oral, Mourad, & S. Michael, 1990). Sambungan kering dan basah memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Lim (1987), “Tegangan ultimit pada sambungan kering yang tidak menggunakan epoxy lebih rendah 20%-40% dibandingkan dengan tegangan ultimit pada sambungan basah yang menggunakan epoxy. Sambungan kering bersifat lebih daktail karena tahanan geser sepenuhnya diperoleh dari tahanan friksi pada bidang kontak yang kasar, sedangkan sambungan basah dengan epoxy bersifat lebih getas. Selain itu, sambungan kering pada umumnya gagal karena retak slip yang terjadi pada sambungan, sedangkan sambungan basah pada umumnya gagal karena retak tarik yang terjadi di belakang sambungan. Bentuk-bentuk sambungan geser dapat dibagi 3, yaitu : sambungan datar (no key), sambungan kunci tunggal (single key), dan sambungan kunci jamak (multiple keys).
Gambar 1. Bentuk-Bentuk Sambungan Geser Sumber : (Koseki, 1983)
Ketiga sambungan memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristiknya ditentukan oleh bentuk geometri dan ada atau tidaknya epoxy. Perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat dari tabel 1 di bawah ini :
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Tabel 1. Karakteristik-Karakteristik Sambungan Geser Specimen
Type of Joint Key
Epoxy
Shear Carrying Mechanism
1
No-Key
No
Friction
2
Single Key
No
Friction + Key
3
Multiple Keys
No
Friction + Keys
4
No-Key
Yes
Friction + Epoxy Bonding
5
Single Key
Yes
Friction + Key + Epoxy Bonding
6
Multiple Keys
Yes
Friction + Keys + Epoxy Bonding
7
Monolithic Specimen (No-Joint)
Vc + Vs
Sumber : (Koseki, 1983)
Dari beberapa bentuk sambungan geser yang dikombinasikan dengan epoxy atau tidak, karakteristik sambungan geser yang paling baik terdapat pada sambungan kunci geser tunggal dan jamak yang menggunakan epoxy. Kedua sambungan tersebut memiliki kekuatan daya cengkram dari bentuk kunci sambungan ditambah dengan kekuatan lekatan dari epoxy yang digunakan. Pernyataan tersebut telah dibuktikan dari penelitian yang dituliskan oleh Koseki tahun 1983 pada Jurnal Exploratory Study of Shear Strength of Joints for Precast Segmental Bridges. Hasil eksperimen tersebut menunjukkan bahwa tahanan beban terbesar sebelum mencapai batas gagal terdapat pada sambungan kunci geser tunggal dan jamak dengan epoxy, seperti pada gambar 2 di bawah ini :
Gambar 2. Grafik Hubungan antara Beban terhadap Pergeseran Sambungan yang tidak dan Menggunakan Epoxy Sumber : (Koseki, 1983)
Grafik pada gambar 2 menunjukkan batas beban yang dapat ditahan oleh sambungan sebelum sambungan tersebut gagal.
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Terdapat beberapa fase kegagalan pada sambungan. Fase-fase kagagalan tersebut dapat dilihat dari gambar 3 di bawah ini :
Gambar 3. Fase kegagalan Retak pada Sambungan Geser Sumber : (Koseki, 1983)
Fase-fase retak pada gambar 3 terbentuk saat sambungan diberikan beban yang ditingkatkan secara berkelanjutan. Pada fase 1, retak yang terjadi merupakan retak S yang terdapat di ujung atas dan bawah sambungan. Setelah itu berkembang ke fase 2, di mana retak semakin banyak sejajar dengan jalur beban. Retak S mengakibatkan rotasi dan tegangan tarik pada sambungan yang mengakibatkan terjadinya retak M. Kemudian pada fase 3, saat beban yang diberikan semakin besar, terjadi propagansi retak di sepanjang badan belakang sambungan geser. Akhirnya pada fase 4, terjadi kegagalan pada sambungan karena retak yang terbuka. Untuk mencegah kegagalan pada sambungan, para pakar terus melakukan penelitian dengan 2 metode, yaitu : eksperimen dan atau pemodelan. Penelitian dilakukan untuk meninjau perilaku sambungan dalam mendistribusikan gaya geser yang diterima dan untuk mengetahui batas tahanan beban yang dapat bekerja sebelum sambungan tersebut gagal. Dengan demikian, para pakar dapat mencegah bahkan menghindari terjadinya kegagalan pada sambungan dalam skala kecil yang dapat berkembang menjadi kegagalan struktur. Metode pemodelan menggunakan analisis numerik dengan metode elemen hingga. Metode ini dijalankan dengan sistem komputerisasi dalam sebuah program. Tujuan penelitian kali ini juga tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan para pakar, yaitu : untuk memvalidasi hasil eksperimen pada sambungan kunci geser tunggal dengan epoxy yang kemudian dikembangkan untuk mendapatkan desain baru pada sambungan di mana sambungan kunci geser jamak diberikan variasi lebar kunci, tinggi kunci bagian depan, jarak antar kunci, dan tebal epoxy. Parameter hasil yang ditinjau dari penelitian ini berupa tahanan beban dan daerah potensial retak pada sambungan.
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Metodologi Penelitian Penelitian dilakukan dengan mempelajari, meninjau, dan memodelkan eksperimen yang telah dilakukan pada sebuah segmen jembatan dari Jurnal Shear Behavior of Joints in Precast Concrete Segmental Bridges. Data yang digunakan pada pemodelan ini merupakan data-data dari eksperimen tersebut. Hasil pemodelan tersebut akan dibandingkan dengan eksperimen. Diharapkan hasil keduanya sama.
Mulai
Kajian Pustaka
Penentuan Parameter
Modelisasi Shear Key berdasarkan Rujukan
N
Modelisasi sudah sesuai dengan Rujukan ?
Y Implementasi Variasi Parameter pada Pemodelan Shear Key
Analisis Perilaku Shear Key terhadap Parameter yang telah Ditentukan
Kesimpulan
Selesai
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Penelitian sambungan kunci geser tunggal dengan epoxy sebagai model validasi dan sambungan kunci geser jamak dengan epoxy sebagai model variasi sama-sama menggunakan paramater-parameter dasar pemodelan yang terdapat pada eksperimen, seperti berikut : Tabel 2. Data - Data Teknis Beton dan Epoxy Concrete Density (kg/m3)
2400
Young's Modulus (Mpa)
31608,9
Poisson's Ratio
0,2
Bulk Modulus (Pa)
1,76E+10
Shear Modulus (Pa)
1,32E+10
Tensile Ultimate Strength (Mpa)
3,362707
Compressive Ultimate Strength (Mpa)
45,22961
Epoxy Density (kg/m3)
1186
Young's Modulus (Mpa)
1960
Poisson's Ratio
0,36
Bulk Modulus (Pa)
2,33E+09
Shear Modulus (Pa)
7,21E+08
Yield Strength (Mpa)
27,5
Tangent Modulus (Mpa)
1091,27
Tensile Yield Strength (Mpa)
34,6
Compressive Yield Strength (Mpa)
76
Tensile Ultimate Strength (Mpa)
41,12903
Compressive Ultimate Strength (Mpa)
151,6129
Sumber : (Buyukozturk, 1990)
Parameter dasar lainnya yang digunakan dalam pemodelan adalah geometri sambungan yang sesuai dengan geometri saat eksperimen dilakukan, seperti pada gambar 4 berikut :
(a)
(b)
Gambar 4. Geometri Sambungan Kunci Geser Tunggal untuk (a) Eksperimen dan (b) Pemodelan Sumber : (a) (Buyukozturk, 1990) dan (b) (Olahan Sendiri)
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Gambar 4 merupakan gambar geometri sambungan kunci geser tunggal dengan epoxy untuk model validasi, sedangkan gambar 5 di bawah ini merupakan gambar geometri sambungan kunci geser jamak yang diberikan variasi lebar kunci, tinggi kunci bagian depan, jarak antar kunci, dan tebal epoxy. Parameter perubahan geometri sesuai dengan variasi-variasi yang diberikan, disimbolkan dengan huruf “x” untuk lebar kunci, “y” untuk tinggi kunci bagian depan, “h” untuk tinggi kunci bagian belakang, “H-h” untuk jarak antar kunci, dan simbol “!” untuk sudut kunci. Perlu diketahui bahwa perubahan lebar dan tinggi kunci bagian depan bergantung kepada sudut kunci “!” pada sambungan.
Gambar 5. Geometri Model Variasi Sambungan Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 3. Dimensi Variasi Sambungan Kunci Geser Jamak
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Lebar Kunci Geser Tinggi Kunci Geser Bagian Depan Sudut Kunci Geser (x) (y) (α) 9,165435523 mm 15,875 mm 27,49630657 mm 9,165435523 mm 15,875 mm 27,49630657 mm 9,165435523 mm 15,875 mm 27,49630657 mm 15 mm 15 mm 15 mm 15 mm 15 mm 15 mm
66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 46,46347577 mm 68,425 mm 81,10449192 mm 98,425 mm 46,46347577 mm 68,425 mm
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
30° 45° 60° 30° 45° 60° 30° 45° 60° 30° 45° 60° 90° 30° 45°
Jarak Antar Kunci Geser (H-h) 33,3375 mm 33,3375 mm 33,3375 mm 66,675 mm 66,675 mm 66,675 mm 100,0125 mm 100,0125 mm 100,0125 mm 33,3375 mm 33,3375 mm 33,3375 mm 33,3375 mm 66,675 mm 66,675 mm
16 17 18 19 20 21
15 mm 15 mm 15 mm 15 mm 15 mm 15 mm
81,10449192 mm 98,425 mm 46,46347577 mm 68,425 mm 81,10449192 mm 98,425 mm
60° 90° 30° 45° 60° 90°
66,675 mm 66,675 mm 100,0125 mm 100,0125 mm 100,0125 mm 100,0125 mm
Sumber : Olahan Sendiri
Dalam pemodelan sambungan, terdapat parameter-parameter dasar yang harus didefinisikan sendiri di dalam program, seperti : kontak model, meshing, kondisi batas, posisi beban, dan konsep analisis yang dipakai. Sambungan kunci geser akan dimodelkan dengan 3D menggunakan analisis linear. Kontak model dibutuhkan di dalam pemodelan karena sambungan yang dimodelkan terbagi atas 3 geometri yang awalnya terpisah, yaitu : sambungan male, sambungan female, dan epoxy. Kontak model akan menghubungkan ketiga permukaan tersebut. Kontak model berfungsi untuk mendefinisikan hubungan antar 2 permukaan saat menerima beban yang bekerja. Pada pemodelan, kontak model akan diberikan di antara sambungan male dengan epoxy dan epoxy dengan sambungan female. Kontak model terdiri dari permukaan kontak dan target. Permukaan kontak merupakan permukaan yang memberikan penetrasi saat dibebani ke permukaan yang dituju, sedangkan permukaan target merupakan permukaan yang menerima penetrasi atau permukaan yang dituju oleh permukaan kontak. Pada pemodelan permukaan kontak antara hubungan sambungan male ke epoxy adalah sambungan male dan permukaan target adalah epoxy. Berbeda dengan hubungan permukaan kontak epoxy ke sambungan female, permukaan kontak pada hubungan ini adalah epoxy, sedangkan permukaan target adalah sambungan female. Kontak model yang diberikan di antara sambungan dan epoxy tersebut bersifat bonded dan fleksibel. Berikut merupakan gambar posisi kontak diantara sambungan male ke epoxy dan epoxy ke female.
Gambar 6. Permukaan Kontak pada Sambungan Male Sumber : Olahan Sendiri
Gambar 7. Permukaan Target pada Epoxy Sumber : Olahan Sendiri
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Gambar 8. Permukaan Target pada Sambungan Female Sumber : Olahan Sendiri
Gambar 9. Permukaan Kontak pada Epoxy Sumber : Olahan Sendiri
Setelah menentukan kontak model pada sambungan, parameter penting lainnya yang harus ditentukan di dalam program adalah meshing. Meshing merupakan pengaturan jumlah elemen untuk mendapatkan hasil yang konvergen. Hasil yang akurat didapatkan ketika meshing diperhalus atau jumlah elemen yang digunakan diperbanyak. Untuk mengatur jumlah elemen maka harus diketahui terlebih dahulu geometri elemen yang digunakan karena meshing ditentukan sesuai dengan geometri elemennya. Pemodelan sambungan kunci geser jamak dilakukan dalam 3D jadi elemen yang digunakan adalah elemen SOLID3D dengan elemen hingga tipikal berbentuk hexahedron 8 nodal yang memiliki 3 derajat kebebasan translasi di setiap nodalnya. Konsep pemodelan 3D dengan elemen solid dipilih karena elemen tersebut memberikan hasil yang paling akurat dibandingkan dengan elemen 3D lainnya dan pemodelan 2D. Elemen-elemen yang dipakai dalam pemodelan sambungan dengan 3D adalah SOLID186 untuk sambungan geser male, female, dan epoxy, CONTA174 untuk pemodelan permukaan kontak, dan TARGE170 untuk pemodelan permukaan target. Elemen SOLID186 terdiri dari 20 nodal dengan 3 derajat kebebasan pada setiap nodalnya, yaitu translasi dalam arah x,y, dan z. Elemen CONTA174 dan TARGE170 terdiri dari 8 nodal dengan tiga derajat kebebasan translasi per nodalnya, yaitu ux, uy, dan uz. Pengaturan meshing yang sesuai dengan elemen-elemen 3D adalah hexahedron 8 nodal dengan nodal sisi pada masing-masing elemennya. Selain meshing, paramater lain yang harus didefinisikan sendiri di dalam program adalah kondisi batas atau dengan kata lain posisi dan jenis perletakan. Penentuan kondisi batas pada pemodelan sambungan geser dilihat dari kondisi sambungan saat eksperimen. Jenis kondisi batas yang sesuai dengan kondisi eksperimen adalah ditempatkannya perletakan sendi pada bagian bawah sambungan female, seperti yang ditunjukkan pada gambar 13 berikut :
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
(a)
(b)
Gambar 10. Penempatan Kondisi Batas pada (a) Eksperimen dan (b) Pemodelan Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Epoxy Sumber : (a) (Buyukozturk, 1990) dan (b) (Olahan Sendiri)
Parameter lainnya yang harus didefinisikan sendiri di dalam program adalah posisi pembebanan. Kondisi pembebanan juga disesuaikan dengan beban yang bekerja saat eksperimen. Definisi beban yang diberikan pada pemodelan merupakan beban permukaan dengan posisi dan besar luasan yang disesuaikan dengan eskperimen, seperti pada gambar 14 berikut :
(a)
(b)
Gambar 11. Penempatan Posisi Beban pada Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Epoxy saat (a) Eksperimen dan (b) Pemodelan Sumber : (a) (Buyukozturk, 1990) dan (b) (Olahan Sendiri)
Parameter terakhir yang harus ditentukan di dalam pemodelan adalah konsep analisis yang dipakai yaitu load control. Konsep analisis dengan menggunakan load control akan dibagi ke dalam beberapa substep. Ketentuan pembagiannya adalah beban maksimum sesuai jurnal rujukan dibagi dengan interval waktu tertentu. Penentuan interval waktu yang digunakan di dalam substep dihitung dengan cara di bawah ini : Interval waktu =
!"#$%&'( !"#$%&'()(*+(!!) !"#$%&'()(*+ !"#$ (
!! ) !
∶ beban maksimum
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
(1)
Hasil Penelitian dan Pembahasan Pemodelan sambungan awalnya dilakukan sesuai dengan eksperimen dari jurnal rujukan yaitu pemodelan pada sambungan kunci geser tunggal dengan epoxy 3 mm. Hasil pemodelan harus sama dengan hasil eksperimen untuk membuktikan bahwa pemodelan yang dilakukan benar. Dalam mencapai hal tersebut terdapat beberapa tipe elemen yang ditinjau dalam pemodelan, yaitu : elemen SOLID3D, SHELL181, dan PLANE183. Hasil pemodelan dari ketiga elemen tersebut dengan parameter hasil berupa tegangan geser dan perpindahan vertikal rata-rata dapat dilihat dari uraian di bawah ini :
Tegangan Geser Rata-Rata (Mpa)
Perbandingan Hasil Eksperimen dengan Pemodelan Sambungan Kunci Geser Tunggal dengan Epoxy 3 mm 12 10 8 6 4 2 0
12 10 8 6 4 2 0 0
1
2
Hasil Eksperimen Hasil Pemodelan
3
Perpindahan Vertikal Rata-Rata (mm) Gambar 12. Grafik Perbandingan Hasil Eksperimen dengan Pemodelan Sambungan dengan Elemen SOLID186 Sumber : Olahan Sendiri
Tabel 4. Perbandingan Hasil Pemodelan Validasi dengan Elemen Solid, Shell, dan Plane
SOLID186
Hasil Pemodelan Sambungan Kunci Geser Tunggal dengan Epoxy Tegangan Geser Rata-Rata Perpindahan Vertikal Kesalahan Relatif (%) (Mpa) Rata-Rata (mm) Teganga Geser Perpindahan Eksperimen Pemodelan Eksperimen Pemodelan Rata-Rata Vertikal Rata-Rata 10,29111833 10,45633243 0,6 0,5102262 1,605404701 14,9623
SHELL181
10,29111833
9,718391
0,6
0,517
5,56
13,83
PLANE183
10,29111833
10,32115
0,6
0,501
2,64
16,5
Elemen
Sumber : Olahan Sendiri
Dari hasil pemodelan di atas dapat dilihat bahwa pemodelan dengan SOLID3D menunjukkan hasil pemodelan yang paling akurat dan pemodelan dapat digunakan sebagai acuan untuk pemodelan selanjutnya.
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Setelah menyimpulkan bahwa pemodelan validasi cukup valid maka pemodelan dapat dikembangkan dengan memberikan variasi lebar kunci, tinggi kunci bagian depan, dan tebal epoxy yang dipadukan dengan variasi jarak antar kunci. Berikut hasil dari pemodelan variasi
Beban Potensial Retak (N)
berupa beban potensial retak yang ditunjukkan pada grafik di gambar 16 dan 17 :
Beban Potensial Retak pada Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Epoksi 3 mm yang Diberikan Variasi Lebar dan Jarak antar Kunci 80000 71171.5456 62275.1024 66723.324 60000 57826.8808 57826.8808 44482.216 48930.4376 53378.6592 40000 40033.9944 20000 0 30°
45° Sudut Kunci (°)
H-h = 33,3375 mm H-h = 66,675 mm H-h = 100,0125 mm
60°
Gambar 13. Perbandingan Beban Potensial Retak pada Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Epoxy yang Diberikan Variasi Lebar Kunci dan Jarak antar Kunci
Beban Potensial Retak (N)
Sumber : Olahan Sendiri
Beban Potensial Retak pada Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Epoksi 3 mm yang Diberikan Variasi Tinggi Kunci Bagian Depan dan Jarak antar Kunci 80000 H-h = 33,3375 mm 71171.5456 71171.5456 62275.1024 H-h = 66,675 mm 62275.1024 60000 48930.4376 H-h = 100,0125 mm 57826.8808 57826.8808 48930.4376 31137.5512 40000 48930.4376 22241.108
20000
17792.8864
0 30°
45° 60° Sudut Kunci (°)
90°
Gambar 14. Perbandingan Beban Potensial Retak pada Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Epoxy yang Diberikan Variasi Tinggi Kunci Bagian Depan dan Jarak antar Kunci Sumber : Olahan Sendiri
Dari hasil pemodelan di atas dapat dilihat bahwa beban potensial retak yang terbesar terdapat pada sambungan dengan sudut kunci 60° untuk jarak antar kunci 66,675 mm dan 45° untuk jarak antar kunci 100,0125 mm. Dasar analisa terhadap hasil pemodelan tersebut
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
dirujuk dari Jurnal Exploratory Study of Shear Strength of Joints for Precast Segmental Bridges. Jurnal tersebut menuliskan bahwa besar beban potensial retak pada sambungan dipengaruhi oleh perubahan beberapa variabel pada geometri sambungan, seperti : lebar kunci, tinggi kunci bagian depan, dan jarak antar kunci. Jurnal tersebut menuliskan bahwa beban potensial retak semakin besar saat perbandingan lebar kunci terhadap tinggi kunci bagian depan (x/y) semakin besar dan perbandingan tinggi kunci terhadap jarak antar kunci (h/(H-h)) semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh saat lebar kunci sambungan semakin besar, maka semakin besar pula luas distribusi gaya geser pada sambungan sehingga tegangan geser yang ditimbulkan akibat beban yang bekerja akan semakin kecil. Berdasarkan konsep Analisa Tegangan Lingkaran Mohr, tegangan geser yang semakin kecil menghasilkan tegangan tarik yang semakin besar. Saat tegangan tarik semakin besar maka akan semakin besar pula tahanan beban potensial pada sambungan sebelum sambungan tersebut berpotensi mengalami kegagalan tarik. Begitu pula saat semakin jauh jarak antar kunci sambungan maka daerah distribusi gaya geser pada sambungan akan semakin besar. Tegangan tendon yang bekerja pada sambungan merupakan gaya normal terhadap luas distribusi gaya geser di bidang lurus kunci. Saat luas distribusi gaya geser semakin besar dengan tegangan tendon bernilai tetap maka gaya prategang tendon yang bekerja pada sambungan juga akan semakin besar. Gaya prategang tendon merupakan gaya perlawanan terhadap gaya geser yang bekerja pada sambungan. Semakin besar gaya prategang tendon, semakin aman sambungan geser atau semakin besar tahanan beban vertikal yang bekerja sebelum sambungan berpotensi mengalami kegagalan tarik. Perlu diketahui kegagalan tarik terjadi saat gaya geser yang bekerja melampaui gaya prategang tendon pada sambungan. Berdasarkan analisis rasio (x/y), terbukti bahwa sambungan yang menghasilkan lebar kunci paling besar saat diberikan variasi lebar kunci adalah sambungan dengan sudut kunci 60°. Jadi dapat disimpulkan hasil pemodelan sesuai dengan dasar analisa dari jurnal yang dirujuk. Begitu pula dengan analisis rasio (h/(H-h)), semua hasil pemodelan menunjukkan bahwa beban potensial retak pada sambungan dengan jarak antar kunci 66,675 mm dan 100,0125 mm selalu lebih besar dibandingkan dengan jarak antar kunci 33,375 mm. Untuk hal ini pun pemodelan sesuai dengan analisis dari jurnal rujukan. Namun, secara keseluruhan hasil pemodelan tidak sepenuhnya mengikuti konsep analisis dari jurnal rujukan karena terdapat 2 desain sambungan terbaik dengan beban potensial retak terbesar, yaitu : sambungan dengan sudut kunci 60° untuk jarak antar kunci 66,675 mm dan 45° untuk jarak antar kunci 100,0125 mm. Apabila mengikuti jurnal rujukan sepenuhnya, hanya terdapat satu desain
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
sambungan terbaik yaitu sambungan dengan sudut kunci 60° dan jarak antar kunci 100,0125 mm karena sambungan tersebut memiliki lebar kunci yang paling besar dengan jarak antar kunci yang paling jauh. Peninjauan terhadap perbedaan tersebut dilakukan pada nilai tegangan tarik sambungan yang dikaitkan dengan lama pembebanan sambungan. Kontur tegangan tarik yang ditinjau pada sambungan dengan variasi lebar kunci dan tinggi kunci bagian depan adalah kontur tegangan tarik pada sambungan dengan sudut kunci 45° dan 60° dengan jarak antar kunci 100,0125 mm.
Gambar 15. Kontur Tegangan Utama Sambungan dengan Variasi Lebar Kunci untuk Sudut Kunci 45° Sumber : Olahan Sendiri
Gambar 16. Kontur Tegangan Utama Sambungan dengan Variasi Lebar Kunci untuk Sudut Kunci 60° Sumber : Olahan Sendiri
Dari kontur pada gambar 19 dan 20 dapat dilihat bahwa sambungan kunci geser jamak dengan epoxy pada sudut kunci 60° lebih cepat mengalami gagal tarik dibandingkan dengan sambungan dengan sudut kunci 45°. Kegagalan tarik pada sudut 60° terjadi pada detik ke-137,26 dengan besar tegangan tarik maksimum berada di ujung bawah kunci sambungan. Berbeda dengan sambungan kunci geser jamak dengan sudut kunci 45°. Potensi kegagalan tarik terjadi pada detik ke-147,81. Semakin besar waktu yang menyebabkan kegagalan tarik maka akan semakin besar tahanan beban potensial tarik pada sambungan. Ini didasarkan pada konsep analisis sambungan yaitu load control. Oleh karena itu terbukti bahwa tahanan beban terbesar terdapat pada sambungan dengan sudut kunci 45°. Tidak berbeda dengan tinjauan kontur tegangan tarik pada sambungan yang diberikan variasi tinggi kunci bagian depan.
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Interval waktu pembebanan pada sambungan kunci geser jamak dengan sudut kunci 60° dengan jarak antar kunci 100,0125 mm sebelum berpotensi menimbulkan kegagalan tarik adalah 116,14 detik, sedangkan pada sambungan dengan sudut kunci 45° adalah 168,93 detik. Sambungan dengan sudut kunci 45° memiliki interval waktu pembebanan yang lebih lama sebelum berpotensi mengalami kegagalan tarik sehingga beban potensial retak yang terdapat pada sambungan juga lebih besar dibandingkan dengan sambungan yang memiliki sudut kunci 60°.
Beban Potensial Retak (N)
Beban Potensial Retak pada Sambungan dengan Variasi Lebar Kunci dan Tebal Epoxy 100000 80000 60000 40000
80067.9888 75619.7672 66723.324 75619.7672 66723.324 57826.8808
62275.1024 57826.8808 57826.8808
20000 0 1
2 Tebal Epoxy (mm)
3
Sudut 30 - H-h = 100,0125 mm Sudut 45 - H-h = 100,0125 mm Sudut 60 - H-h = 100,0125 mm
Gambar 17. Perbandingan Beban potensial retak pada Sambungan Kunci Geser Jamak dengan Epoxy yang Diberikan Variasi Tebal Epoxy dan Jarak antar Kunci Sumber : Olahan Sendiri
Dari hasil pemodelan sambungan yang diberikan variasi tebal epoxy, dapat dilihat bahwa semakin tebal epoxy semakin rendah beban potensial retak sambungan. Hal ini diakibatkan oleh semakin tebal epoxy maka akan semakin meningkat kekakuan epoxy tersebut sehingga terjadi ketidakstabilan sambungan dalam merespon beban yang bekerja. Konsentrasi tegangan karena epoxy yang terlalu kuat akan terjadi di daerah sambungan kunci geser male karena sambungan tersebut mendapat kontak langsung dari beban vertikal.
Kesimpulan a.
Semakin besar sudut pada sambungan kunci geser jamak, maka akan semakin besar kapasitas beban maksimum sambungan. Namun, kondisi ini hanya berlaku untuk sambungan dengan jarak antar kunci 66,675 mm dan tidak berlaku untuk sambungan dengan sudut 90°.
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
b.
Semakin lebar sambungan kunci geser jamak, maka semakin besar kapasitas beban maksimum sambungan. Namun, kondisi ini hanya berlaku untuk sambungan dengan jarak antar kunci 66,675 mm dan tidak berlaku untuk sambungan dengan sudut 90°.
c.
Semakin tinggi kunci bagian depan sambungan kunci geser jamak, maka semakin besar kapasitas beban maksimum sambungan. Namun, kondisi ini hanya berlaku untuk sambungan dengan jarak antar kunci 66,675 mm dan tidak berlaku untuk sambungan dengan sudut 90°.
d.
Semakin besar jarak antar kunci pada sambungan kunci geser jamak, maka semakin besar kapasitas beban maksimum sambungan. Kondisi ini tidak berlaku secara mutlak. Untuk sambungan dengan sudut kunci 30° dan 60°, kondisi ini berlaku sampai jarak antar kunci 66,675 mm, sedangkan untuk sambungan dengan sudut kunci 45° kondisi berlaku saat jarak antar kunci sambungan sebesar 100,0125 mm.
e.
Semakin tebal epoxy yang diberikan, maka semakin kecil kapasitas beban maksimum sambungan.
Saran a.
Dalam mendesain sambungan, sudut kunci pada sambungan sebisa mungkin menghasilkan lebar kunci terbesar dengan sisi miring yang memadai. Namun, kondisi ini tidak berlaku secara mutlak harus disesuaikan dengan jarak antar kunci sambungan.
b.
Perekat/epoxy tidak boleh diberikan terlalu tebal karena akan memberikan kekakuan yang berlebih pada sambungan sehingga terjadi ketidakstabilan dalam merespon gaya yang bekerja. Namun, epoxy yang digunakan tidak boleh telalu tipis juga agar mampu memberikan daya lekat yang cukup antar permukaan sambungan yang dihubungkan. Untuk lebih memahami perilaku sambungan yang menggunakan epoxy, sambungan harus dianalisis secara nonlinear sehingga batas dan jenis kegagalan sambungan dapat diketahui dengan jelas
c.
Untuk lebih memahami karakteristik sambungan kunci geser jamak yang menggunakan epoxy, jumlah kunci geser lebih dari 2 kunci dapat dijadikan objek penelitian selanjutnya
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014
Daftar Referensi Buyukozturk, Oral., Mourad M. Bakhoum, and S. Michael Beattie. (1990). Shear Behavior of Joints in Precast Concrete Segmental Bridges. Journal of Structural Engineering, 3380-3401. Cook, R.D., Malkus, D.S., and Plesha, M.E. (1989). Concept and Applications of Finite Element Analysis, third editions. New York: Joh Wiley and Sons. Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. (2004). Perkuatan Struktur Atas Jembatan Pelat Berongga dengan Metode Prategang Eksternal. Jakarta: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Ibrahim, A. M. (2010). Parametric Study of Continuous Concrete Beam Prestressed with External Tendon. Jordan Journal of Civil Engineering, 211-221. Koseki, K., and Breen, J.E. (1983). Exploratory Study of Shear Strength of Joints for Precast Segmental Bridges. United States: Department of Transportation. Liang, Y.M., and K.M Liechti. (1996). On The Large Deformation and Localization Behavior of an Epoxy Resin Under Multiaxial Stress States. International Journal of Solids and Structures, 1479–1500. Lucko, G. (1999). Means and Methods Analysis of a Cast-In-Place Balanced Cantilever Segmental Bridge :The Wilson Creek Bridge Case Study. ASCE, 1-41. Ma'arif, F. (2012). Analisis Struktur Jembatan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Poldony, W., and Muller, J.M. (1982). Construction and Design of Prestressed Conrete Segmental Bridges. New York: John Wiley and Sons. Rombach, G. (2002). Precast Segmental Box Girder Bridges with External Prestressing Design and Construction. Harburg: Techinal University of Hamburg. Saatcioglu, Murat., and Salim R. Razvi. (1992). Strength and Ductility of Confined Concrete. Journal of Structural Engineering, 1590–1607. LISENSI ANSYS **************************************** ANSYS, Inc. Product License Pack **************************************** The attached license file(s) were created using the following information: Customers: University of Indonesia (668487) Originator:
HADOBBIN
****************************************
Kajian sambungan..., Joscelind, FT UI, 2014