PERILAKU KEKUATAN SAMBUNGAN GESER GANDA BATANG KAYU DENGAN PAKU MAJEMUK BERPELAT SISI BAJA AKIBAT BEBAN UNI-AKSIALTEKAN
SUCAHYO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perilaku Kekuatan Sambungan Double Shear Balok Kayu dengan Paku Berpelat Sisi Baja pada Beberapa Diameter dan Jumlah Paku Majemuk adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2010
Sucahyo
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perilaku Kekuatan Sambungan Geser Ganda Batang Kayu dengan Paku Majemuk Berpelat Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksil Tekan adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari disertasi ini.
Bogor, Agustus 2010
Sucahyo NIM E263070011
RINGKASAN
SUCAHYO. Perilaku Kekuatan Sambungan Geser Ganda Batang Kayu dengan Paku Majemuk Berpelat Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksial Tekan. Dibimbing oleh NARESWORO NUGROHO, SURJONO SURJOKUSUMO dan IMAM WAHYUDI. Pada prinsipnya suatu bangunan struktural menuntut tiga aspek penting, yaitu kekakuan (stiffness), kekuatan (strength) dan kestabilan (stability) struktur. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketiga aspek penting tersebut adalah macam sambungan yang digunakan. Sambungan kayu merupakan titik kritis atau terlemah yang terdapat pada elemen atau titik hubung dari suatu bangunan struktural. Pada bangunan struktural sistim perangkaannya harus diupayakan agar sambungan pada elemen atau titik-titik hubungnya hanya bekerja gaya uniaksial tarik atau tekan saja. Macam sambungan kayu yang bersifat kritis dan perlu diperhitungkan berdasarkan kaidah ilmiah adalah sambungan tarik, geser dan momen. Sambungan tarik pada kayu juga rentan terhadap sesaran dan ini merupakan kelemahan berikutnya. Sambungan kayu sekarang ini dapat didisain dengan ketelitian yang sama seperti bagian-bagian lain dari struktur. Alat sambung tipe dowel seperti paku digunakan untuk disain sambungan dengan pertimbangan bahwa gaya-gaya yang dipikul dan disalurkan relatif kecil. Walaupun paku secara umum digunakan untuk konstruksi ringan namun kemungkinan untuk digunakan pada konstruksi struktural yang memikul beban tinggi (heavy timber constructions) bisa saja diterapkan. Penelitian sambungan kayu ukuran pemakaian (full scale) dengan paku untuk jenis kayu yang memiliki kerapatan atau berat jenis sedang sampai tinggi belum banyak dilakukan apalagi diaplikasikan pada konstruksi struktural. Tujuan penelitian ini adalah ingin menerangkan perilaku dan menentukan besar pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja akibat beban uniaksial tekan sepuluh jenis kayu tropis Indonesia. Tujuan lainnya adalah merumuskan model regresi hubungan antara kekuatan sambungan kayu geser ganda balok kayu dengan paku tunggal berpelat sisi baja dengan kerapatan kayu menurut diameter paku. Disamping itu juga ingin menyusun tabel kelas mutu sambungan geser ganda menurut beberapa diameter paku pada sesaran tertentu. Bahan penelitian untuk sambungan paku adalah sepuluh jenis kayu yang memiliki sebaran kerapatan (ρ) atau berat jenis (BJ) rendah sampai tinggi, yaitu sengon (Paraserianthes falcataria), kayu nangka (Arthocarpus sp), borneo super, meranti merah (Shorea spp), punak (Tetramerista glabra), kapur (Dryobalanops spp), rasamala (Altingia Excelsa), mabang (S.pachyphylla), kempas (Koompassia malaccensis) dan bangkirai (Shorea laevis). Kesepuluh jenis kayu tersebut di peroleh dalam bentuk balok kayu berukuran penampang 6 cm (tebal) x 12 cm (lebar) dengan panjang 400 cm, kemudian dikeringkan secara alami sampai mencapai kadar air kering udara. Bahan lain adalah paku terdiri dari tiga ukuran diameter, yaitu 4,1 mm (panjang 10 cm); 5,2 mm (12 cm); dan 5,5 mm (15 cm). Pelat sambung yang digunakan adalah pelat baja berukuran penampang 1,5 cm (tebal) x 12 cm (lebar) dengan panjang 30 cm. Pada setiap lempeng baja dibuat lubang bor dimana besarnya disesuaikan dengan ukuran diameter paku
sementara jarak lubang untuk paku disesuaikan dengan ukuran kayu dan pelat sambung (NDS, 2005). Metoda pengujian sifat fisik yang meliputi ρ, BJ dan KA didasarkan pada standar Amerika, yaitu American Society for Testing and Materials (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000) Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber dan sifat mekanik kekuatan tekan//serat kayu berdasarkan standar Inggris, British Standard -BS 373 tahun 1957. Pengujian kekuatan sambungan geser ganda didasarkan atas metoda eksplorasi. Contoh uji sambungan geser ganda seharusnya dibuat dari 2 buah batang kayu dari jenis yang sama dan berukuran sama, yaitu masing-masing batang berukuran penampang 6 cm x 12 cm dengan panjang 40 cm. Namun dalam pengujian hanya digunakan sebuah batang karena pengujian dilakukan dengan pembebanan uniaksial tekan. Penyambungan mekanis batang tersebut dilakukan dengan menggunakan pelat sambung baja, dimana pada setiap pelat sambung baja dibuat lubang sebesar ukuran diameter paku. Selanjutnya pada setiap ukuran diameter per pelat sambung dibuat 4, 6, 8 dan 10 buah lubang sambungan. Contoh uji sambungan geser ganda dan tekan sejajar serat diuji kekuatan mekaniknya masing-masing menggunakan UTM merk Baldwin kapasitas 30 ton dan UTM Instron kapasitas 5 ton. Penentuan kekuatan tarik sejajar serat kayu menggunakan persamaan empirik Ft// = 172,5 SG1,05, dimana SG adalah kerapatan kayu yang diukur pada rentang kadar air 12-15% (Tjondro, 2007). Nilai disain lateral (Z) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah notasi yang menggambarkan nilai tegangan ijin per paku yang diperoleh dari pengujian empirik sambungan geser ganda berpelat sisi baja. Pada pengujian sambungan tarik dengan paku yang diberi beban tekan sulit menentukan beban maksimumnya. Oleh karena itu pada pengujian tersebut biasanya ditentukan besarnya beban yang terjadi pada displacement (sesaran) tertentu, yaitu sesaran sebesar 0,38 mm (standar Amerika); 0,80 mm (standar Australia); 1,50 mm (Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia/PKKI NI-5 tahun 1961) dan 5,00 mm (beban runtuh/rusak). Menurut Wiryomartono (1977) beban ijin sambungan dengan paku dapat ditetapkan 1/3 x beban maksimum (beban rusak) atau ditetapkan dari beban pada sesaran 1,50 mm. Untuk mengetahui perilaku dan menentukan besar pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap nilai Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu yang diteliti data diolah dan dianalisis secara deskriptif. Kekuatan atau nilai disain lateral Z sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja meningkat dengan meningkatnya BJ atau kerapatan kayu. Rataan Z juga meningkat dari diameter paku 4,1 mm-5,2 mm namun menurun kembali pada diameter 5,5 mm pada berbagai sesaran (0,38 mm; 0,80 mm;1,5 mm dan 5,0 mm). Sebaliknya jumlah paku (4-10 buah) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan Z. Jenis kayu, jumlah dan diameter paku serta interaksi keduannya tidak mempengaruhi sesaran batas proporsional. Rataan umum sesaran batas proporsional adalah 1,24 mm dan merupakan batas nilai disain lateral Z maksimal sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja untuk sepuluh jenis kayu di daerah elastis. Sebaliknya hanya interaksi jumlah dengan diameter paku saja yang tidak berpengaruh nyata terhadap sesaran pada batas maksimum. Tidak ada satupun sesaran pada batas maksimum yang nilainya mencapai 5,00 mm. Rataan umum dan nilai terbesar sesaran pada batas maksimum masingmasing adalah 3,06 mm dan 3,48 mm (paku berdiameter 5,5 mm).
Rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda berdasarkan pendekatan teoritis (Percobaan I) relatif sama dan tidak berbeda nyata dengan pendekatan batas maksimum (Percobaan III). Namun nilai Z dari kedua pendekatan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rataan Z yang diperoleh dari pendekatan teoritis-empiris (Percobaan II)(EC5, 2007) dan pendekatan batas sesaran 1,5 mm (PKKI-NI 1961)(Percobaan III). Dengan demikian nilai disain lateral Z yang paling moderat dan realistis untuk kayu tropis Indonesia adalah pendekatan batas proporsional (Percobaan III) hasil uji empiris. Nilai rataan Z yang disebutkan terakhir berada diantara nilai ekstrim dari kedua kelompok pendekatan di atas. Model regresi dalam bentuk persamaan pangkat (power regression type) merupakan model terbaik untuk menduga nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja dari kerapatan kayu G (g/cm3) baik pada sesaran 0,38 mm; 0,80 mm; 1,50 maupun 5,00 mm untuk pemakaian 3 ukuran diameter paku. Telah dibuat tabel kelas mutu sambungan geser ganda untuk masing-masing diameter paku tertentu menurut kerapatan kayu (0,25-0,95 g/cm³) dan beberapa tingkat sesaran (1,00 mm; 1,50 mm dan 5,00 mm). Penelitian ini menyarankan agar titik proporsional sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja nilainya perlu ditetapkan sebesar 1,00 mm. Nilai sesaran tersebut digunakan untuk menggantikan sesaran 1,50 mm sebagaimana ditetapkan PKKI NI-5 tahun 1961. Sesaran 5,00 mm dapat ditetapkan sebagai batas maksimum kurva beban-sesaran sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja.
Kata kunci : Beban ijin tarik sejajar serat kayu, kerapatan, nilai disain lateral, sambungan geser ganda, sesaran
ABSTRACT
SUCAHYO. Behaviour of Double Shear Connections Strength Wood Beam with Nails of Steel Side Plates under Uni-Axial Compression Loading. Under the direction of NARESWORO NUGROHO, SURJONO SURJOKUSUMO and IMAM WAHYUDI
Connection is the weakest point of the structural building. Structural construction building system must try to ensure that there is only a tensile force or just axial compression that is working on the connection. This research objective is to analysis the behaviour of the strength or the lateral design values (Z) double shear connections wood beam with nails of steel side plates under uni-axial compression loading of ten Indonesian wood species. The research results showed that average moisture content (MC) for the main member varies from 13.3 to 22.5% while average specific gravity (SG) from 0.27 to 0.76 and then wood density from 0.31 to 0.89 g/cm3. From this average value of MC, SG and wood density the lowest was sengon and the highest was rasamala wood. Average allowable load of compression parallel to grain (F c// ) and parallel tensile to grain (F t// ) was sengon, but the highest was bangkirai. There was a general tendency that F c// and Ft// was linier to SG or ρ of those wood. Ft// was approximately 2 times greater than its F c// . The number of nail (4-10 pieces) did not give effect of average Z value, but with the nail diameter 4.1 to 5.2 mm Z value increased significantly and this value decreased on 5.5 mm diameter nail. Average Z value were also increases with increasing of SG of wood for several displacement such as 0.38 mm displacement (American Standard), 0.80 mm (Australian Standard), 1.50 mm (Indonesian Standard) and 5.0 mm (breaking load), respectively. The increasing of Z happens because SG effect. At 5.0 mm displacement the increase of Z is not as sharp as 0.38 mm, 0.80 mm and 1.5 mm displacement. On the contrary wood species, amount and diameter size of nails didn’t effect to proportional limit of double shear connections. Power regression type was the best equation to predict Z of wood density for several diameters of nails.
Keywords: Allowable load of tensile parallel to grain, density, displacement, double shear connection, lateral design values
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB
PERILAKU KEKUATAN SAMBUNGAN GESER GANDA BATANG KAYU DENGAN PAKU MAJEMUK BERPELAT SISI BAJA AKIBAT BEBAN UNI-AKSIALTEKAN
SUCAHYO
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Mayor Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Disertasi
Nama NIM
: Perilaku Kekuatan Sambungan Geser Ganda Batang Kayu dengan Paku Majemuk Berpelat Sisi Baja akibat Beban UniAksial Tekan : Sucahyo : E263070011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.S. Ketua
Prof.(EMERT).Dr.Ir. Surjono Surjokusumo, M.S.F. Anggota
Prof.Dr.Ir.ImamWahyudi, M.S. Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. I. Wayan Darmawan, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 20 Agustus 2010
Tanggal Lulus :
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Johannes A. Tjondro, M.Eng. Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, M.S.
Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Ir. Iswandi Imran, MASc., Ph.D Dr. Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan tema perilaku kekuatan sambungan geser ganda ini merupakan salah satu kegiatan tahap akhir dari serangkaian studi doktoral dalam rangka penyusunan disertasi, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program doktor pada Mayor Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan, Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr.Ir. Naresworo Nugroho, MS., Prof (Emr.). Ir. Surjono Surjokusumo, MSF. PhD dan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS. sebagai pembimbing atas arahan, kritik, saran serta dorongan semangat yang diberikan selama proses studi doktor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat jajaran pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB; mantan pimpinan Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Dr. Ir. Cecep kusmana, MS., dan Prof. Dr. Ir. Yusram Massijaya, MS., serta Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr., dan Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS., atas kesempatan studi program doktoral yang diberikan di IPB. Penulis sampaikan pula ucapan terima kasih kepada yang terhormat Dr. Ir. Dede Hermawan MSc., dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, MSc., sebagai mantan pimpinan Departemen Hasil Hutan serta Dr. Ir. I. Wayan Darmawan, MSc. dan Arinana, S.Hut, MSc., selaku Ketua dan Sekretaris Dept. Hasil Hutan IPB atas kegiatan studi yang disediakan dan diselenggarakan pada Mayor Rekayasa dan Peningkatan Mutu Hasil Hutan. Penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Dr. Ir. Johannes Adhijoso Tjondro, M.Eng. dan Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS., selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup serta Prof. Ir. Iswandi Imran, MASc., PhD dan Dr. Ir. Lilik Pujantoro M.Agr., selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian terbuka atas masukan-masukan yang sangat tajam dan substansial serta saransaran konstruktif yang diberikan bagi perbaikan disertasi ini. Terima kasih kepada saudara Yeyet, Ace Amirudin Mansur, Srijanto, Vivin Ziannita dan Riva Fachrurrazi atas bantuan dan dukungan pada penelitian laboratorium. Terima kasih juga kepada Sdr Amin Suroso, ST; Muh. Irfan; Kadiman dan Suhada atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian berlangsung. Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan kepada DIKTI atas beasiswa pendidikan (BPPS) dan dukungan dana Hibah Penelitian Fundamental tahun 2008. Terima kasih yang setinggi-tingginya kepada seluruh kolega (Bapak dan Ibu Dosen, Dept. Hasil Hutan IPB) atas kerjasama, dukungan moril dan motivasi yang terus disampaikan selama masa pendidikan doktoral. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan terima kasih atas kebersamaannya selama masa studi. Terakhir, ungkapan terima kasih yang paling dalam dari lubuk hati disampaikan keharibaan orangtua (Alm.); isteri dan anak-anak tercinta atas segala doa, kesabaran, dorongan dan kasih sayangnya. Semoga Allah SWT Yang Maha Berkehendak tidak henti-hentinya membalas seluruh kebaikan yang telah Bapak, Ibu dan Saudara/i berikan, dan semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi keteknikan kayu. Bogor, Agustus 2010 Sucahyo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 1 Mei 1958 dari ayah Sadiyo dan ibu Naelly. Penulis merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara. Tahun 1976 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tegal dan pada tahun yang sama lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru (SIPENMARU) IPB melalui jalur PROYEK PERINTIS II. Penulis memilih Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan lulus pada tahun 1981. Pada tahun 1985 penulis melanjutkan studi jenjang pendidikan S2 pada program studi Ilmu Perkayuan dan Pengelolaan Hutan Fakultas Pascasarjana IPB dengan sponsor Beasiswa TMPD dan lulus pada tahun 1989. Penulis bekerja di Almamater sebagai staf pengajar tetap bidang keteknikan kayu di Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB terhitung sejak tahun 1985 sampai sekarang. Di penghujung karier sebagai dosen, pada tahun 2007 penulis melanjutkan kembali studi program doktor pada Sekolah Pascasarjana IPB, kembali dengan sponsor sama BPPS dan lulus tahun 2010. Selama bekerja sebagai staf pengajar, penulis menjadi anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) dan aktif mengikuti Seminar Nasional MAPEKI yang diselenggarakan setiap tahunnya. Selama mengikuti pendidikan program S3 paling tidak lima karya ilmiah yang terkait dengan disertasi penulis telah disajikan pada Seminar Nasional MAPEKI X di Pontianak tahun 2007, MAPEKI XI di Palangkaraya tahun 2008, MAPEKI XII di Bandung tahun 2009 dan Simposium Nasional Forum Teknologi Hasil Hutan (FTHH) di Bogor tahun 2009. Disamping itu dua artikel ilmiah juga merupakan bagian tulisan yang tidak terpisahkan dari disertasi penulis dengan judul Nilai Disain Acuan Sambungan Kayu Geser Ganda dengan Paku Berpelat Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksial Tekan menurut Berbagai Analisis Pendekatan; dan Nilai Disain Lateral Sambungan Geser Ganda Batang Kayu Tropis dengan Paku Berpelat Sisi Baja masing-masing telah dimuat pada jurnal ilmiah Perennial Hasil Hutan dan Kehutanan edisi Januari Vol. 6 No.1 Tahun 2010, Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar; dan jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan edisi Juni Vol. 3 No. 1 Tahun 2010, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR NOTASI ......................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xix
PENJELASAN ISTILAH ............................................................................
xxii
PENDAHULUAN ....................................................................................... Latar Belakang .................................................................................... Perumusan Masalah ............................................................................ Tujuan Penelitian ................................................................................ Novelty Penelitian ............................................................................... Hipotesis Penelitian .............................................................................
1 1 3 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Sambungan kayu ................................................................................. Kayu sebagai Batang Sambungan ........................................................ Paku sebagai Alat Sambung ................................................................ Sambungan Kayu dengan Paku ........................................................... Persamaan Batas Leleh ........................................................................ Gambaran Umum Jenis Kayu .............................................................. Kayu Sengon .............................................................................. Kayu Nangka .............................................................................. Kayu Rasamala ........................................................................... Kayu Borneo Super .................................................................... Kayu Meranti Merah .................................................................. Kayu Kapur ................................................................................ Kayu Bangkirai ........................................................................... Kayu Kempas ............................................................................. Kayu Mabang ............................................................................. Kayu Punak ................................................................................
7 7 7 9 10 13 15 15 15 16 17 17 18 19 20 20 21
BAHAN DAN METODA PENELITIAN ..................................................... Tempat dan Waktu .............................................................................. Bahan dan Alat .................................................................................... Metoda Penelitian ............................................................................... Pengujian Sifat Fisik ................................................................... Kekuatan Tekan Maksimum Sejajar Serat Kayu ......................... Kekuatan Tarik Sejajar Serat Kayu ............................................. Kekuatan Sambungan Geser Ganda ............................................ Percobaan I - Pendekatan Teoritis ............................................... Percobaan II - Pendekatan Teoritis dan Empiris ........................... Percobaan III - Pendekatan Empiris ............................................
23 23 23 25 27 28 29 29 29 34 38
xii
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu ......................................... Beban Ijin Tekan dan Tarik Sejajar Serat Kayu ................................... Nilai Disain Lateral Z Sambungan Geser Ganda .................................. Percobaan I - Pendekatan Teoritis ............................................... Percobaan II - Pendekatan Teoritis dan Empiris ........................... Formula Amerika Serikat ................................................... Formula Uni Eropa ............................................................ Percobaan III - Pendekatan Empiris ............................................ Nilai Disain Total T ........................................................... Nilai Disain Lateral Z menurut Beberapa Negara ............... Nilai Disain Lateral Z pada Batas Proporsional dan Maksimum ......................................................................... Sesaran pada Batas Proporsional dan Maksimum ............... Pola Kerusakan Sambungan ............................................... Nilai Disain Lateral Z Menurut Berbagai Analisis Pendekatan .... Analisis Kontur Gaya-Sesaran .................................................... Model Regresi Sambungan Geser Ganda .................................... Kelas Mutu Sambungan Geser Ganda .........................................
42 42 44 46 46 50 50 51 53 53 55
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... Kesimpulan ......................................................................................... Saran ...................................................................................................
79 79 80
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
81
LAMPIRAN .................................................................................................
85
61 63 65 68 72 76 77
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3
4
5
Faktor reduksi R d menurut ukuran diameter paku dan mode kerusakan ...........................................................................................
32
Kekuatan tumpu paku (Fe) berdasarkan berat jenis kayu untuk paku berdiameter kurang dari 6,4 mm.................................................
33
Beban total dan sesaran sambungan geser ganda contoh uji A3 B 4 C 3 U 2 pada 3 arah salib-sumbu menurut percobaan III dan pendekatan model simulasi MEH menggunakan program ADINA ver.8.5.2......
74
Power regression type hubungan antara nilai disain lateral Z dengan kerapatan kayu G (g/cm3) sambungan geser ganda berpelat sisi baja menurut sesaran dan diameter paku ....................................................
77
Kelas mutu sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja untuk sesaran 1,00 mm, 1,50 mm dan 5,00 mm dengan 3 ukuran diameter paku berdasarkan kerapatan kayu ..............
78
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Geometrik contoh uji sambungan geser ganda untuk jumlah paku 10 buah ..................................................................................................
26
Sketsa gambar contoh uji sambungan geser ganda menurut jumlah paku ..................................................................................................
27
3
Pengujian kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu ....................
28
4
Mode kerusakan sambungan geser tunggal (single shear connections) dan geser ganda (double shear connections) ......................................
31
5
Pengujian kekuatan lentur paku .........................................................
35
6
Disain alat pendukung uji kuat tumpu paku (a) dan pengujian kuat tumpu paku (b) ..................................................................................
36
7
Pengujian kekuatan tarik maksimum paku .........................................
37
8
Pengujian sambungan geser ganda dengan pembebanan uni-aksial tekan : (a) UTM Baldwin, (b) contoh uji dengan 6 batang paku dan (c) contoh uji dengan 10 batang paku .................................................
39
9
Batas proporsional dan maksimum pada kurva beban-sesaran ............
40
10
Diagram alir penelitian kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja sepuluh jenis kayu ...............
41
11 Berat jenis dan kerapatan (g/cm³) sepuluh jenis kayu .........................
42
12 Kadar air (%) sepuluh jenis kayu .......................................................
43
13 Beban ijin tekan sejajar serat dan tarik sejajar serat sepuluh jenis kayu
45
2
14 15
Pola sebaran rataan Z menurut mode kerusakan untuk setiap diameter paku ...................................................................................................
47
Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) .....................
48
16 Kurva model regresi polynomial hubungan antara nilai disain lateral Z dengan berat jenis dari sepuluh jenis kayu .......................................... 17
18
19 20
49
Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda tujuh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(AWC, 2005) .......................................
50
Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda tujuh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(EC5; Porteous dan Kermani, 2007) .....
52
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,38 mm .................
53
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda
xv
menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,80 mm .................
54
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 1,50 mm...................
54
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 5,00 mm ..................
55
Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu menurut diameter paku pada sesaran 0,38 mm, 0,80 mm, 1,50 mm dan 5,00 mm .......................................................
55
24 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu untuk semua jenis .................................................
56
25 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,38 mm ..................
57
26 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,80 mm .................
57
27 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 1,50 mm ..................
58
28 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter paku pada sesaran 5,00 mm ....................................
58
29 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jumlah paku pada sesaran 5,00 mm.......................................
59
30 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada batas proporsional dan maksimum ...............
61
31 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter paku pada batas proporsional dan maksimum ........
62
32 Pola sebaran rataan sesaran sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada batas proporsional dan maksimum ...............
63
33 Pola sebaran rataan sesaran sambungan geser ganda menurut diameter paku pada batas proporsional dan maksimum .....................................
64
34 Pola sebaran rataan sesaran sambungan geser ganda menurut jumlah paku pada batas proporsional dan maksimum .....................................
65
35 Mode kerusakan IV sambungan geser ganda batang kayu meranti merah dan bangkirai dengan 10 buah paku .........................................
66
36 Mode kerusakan IV sambungan geser ganda batang kayu meranti merah dan bangkirai dengan 4 buah paku ...........................................
67
37 Beberapa contoh mode kerusakan IV sambungan geser ganda.............
67
38 Pola sebaran rataan umum nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut berbagai analisis pendekatan ......................................
69
39 Pola sebaran rataan umum nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada berbagai analisis pendekatan..............
70
21 22 23
xvi
40 Struktur makroskopis penampang melintang kayu (a) kempas dan (b) Kapur (perbesaran 30 X) ....................................................................
71
41 Pola sebaran rataan umum nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter paku pada berbagai analisis pendekatan .......
71
42
Persamaan regresi linier hubungan beban total dengan sesaran sambungan geser ganda menurut model simulasi MEH menggunakan program ADINA ver.8.5.2.....................................................................
43 Model-model persamaan regresi hubungan beban total dengan Sesaran sambungan geser ganda menurut percobaan III………… 44 Model simulasi MEH untuk sesaran maksimum batang utama sambungan geser ganda menurut 3 arah utama salib-sumbu................
75 75 76
xix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6
Kadar air (%) batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu ..................................................
85
Rataan kadar air (%) batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu ....................................
87
Berat jenis batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu ..................................................
88
Rataan berat jenis batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu ....................................
90
Kerapatan (g/cm3) batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu ....................................
91
3
Rataan kerapatan (g/cm ) batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu ......................
93
Beban ijin tekan//serat (N) batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu .......................
94
Rataan beban ijin tekan//serat (N) batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu ............
96
Beban ijin tarik//serat (N) batang kayu sambungan geser ganda menurut beberapa diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu .......
97
Rataan beban ijin tarik//serat (N) batang kayu sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu .......................
99
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu berdasarkan percobaan I (teoritis) .............................................................................................
100
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu berdasarkan percobaan I (teoritis) .............................................................................................
105
13 Berat jenis paku menurut ukuran diameter paku .................................
106
7 8 9 10 11
12
14 15
16
Kuat tumpu paku (Fes) pada pelat sisi baja menurut ukurandiameter paku ...................................................................................................
107
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu berdasarkan percobaan II (teoritisempiris) ..............................................................................................
108
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(AWC, 2005) ...........................................................
109
xx
17
Analisis sidik ragam nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut percobaan I-teoritis dan percobaan II (teoritis-empiris) (AWC, 2005) pada mode kerusakan IV .......................................................... 110
18
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(EC5, 2007) .............................................................
111
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran 0,38 mm ................
112
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran 0,38 mm .
114
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran 0,80 mm ................
115
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran 0,80 mm .
117
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran1,50 mm .................
118
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran 1,50 mm..
120
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran 5,00 mm ................
121
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu pada sesaran 5,00 mm...
123
27 Analisis sidik ragam nilai disain lateral Z pada sesaran 0,38 mm .......
124
28 Analisis sidik ragam nilai disain lateral Z pada sesaran 0,80 mm .......
124
29 Analisis sidik ragam nilai disain lateral Z pada sesaran 1,50 mm .......
125
30 Analisis sidik ragam nilai disain lateral Z pada sesaran 5,00 mm .......
125
19
20 21 22 23 24 25 26
31 32 33 34 35 36
Uji beda rata-rata nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada sesaran 0,80 mm (Metoda Duncan) .............
126
Uji beda rata-rata nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada sesaran 5,00 mm (Metoda Duncan) .............
127
Uji beda rata-rata nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jumlah paku pada sesaran 5,00 mm (Metoda Duncan) .........
128
Uji beda rata-rata nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter paku pada sesaran 5,00 mm (Metoda Duncan) .......
128
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu pada batas proporsional .................
129
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu pada batas proporsional ..
131
xxi
37 Analisis sidik ragam nilai disain lateral Z pada batas proporsional ...... 38
131
Sesaran (mm) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu pada batas proporsional ....................................
132
Rataan sesaran (mm) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu tropis pada batas proporsional...............
134
Analisis sidik ragam sesaran sambungan geser ganda pada batas proporsional ......................................................................................
135
Nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu pada batas maksimum ..................
136
Rataan nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu pada batas maksimum ....
138
43 Analisis sidik ragam nilai disain lateral Z pada batas maksimum ........
138
39 40 41 42
44
Sesaran (mm) sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu pada batas maksimum .....................................
139
Rataan sesaran (mm) sambungan geser ganda menurut diameter paku tujuh jenis kayu pada batas maksimum ..............................................
141
Rataan sesaran (mm) sambungan geser ganda menurut jumlah paku tujuh jenis kayu pada batas maksimum ..............................................
141
47 Analisis sidik ragam sesaran pada batas maksimum ...........................
142
45 46
48 49
Daftar titik sesaran menurut sumbu X, Y dan Z (titik nomor 3401) model simulasi MEH menggunakan program ADINA v.8.5.2. ..........
143
State of the art penelitian perilaku sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja akibat beban uni-aksial tekan ..................................................................................................
146
xvii
DAFTAR NOTASI (cm2)
A
Luas penampang
BJ
Berat jenis berdasarkan berat kering oven pada kadar air kering udara per kerapatan air
CD
Faktor lama pembebanan
C di
Faktor diafragma
C eg
Faktor end grain
CM
Faktor layanan basah/penyesuaian kadar air
Ct
Faktor suhu
C tn
Faktor toenail
G atau ρ
Kerapatan atau berat jenis kayu berdasarkan berat per Volume pada kadar air 12-18%
D atau d
Diameter paku
Fax,Rk
Kapasitas cabut paku karakteristik
F c//
Kekuatan tekan sejajar serat kayu
(kg/cm2)
F t//
Kekuatan tarik sejajar serat kayu
(kg/cm2)
F c//
Beban ijin tekan sejajar serat kayu
(N)
F t//
Beban ijin sejajar serat kayu
(N)
Fb
Kekuatan lentur paku
(psi)
Fe
Kekuatan tumpu paku
(psi)
F em
Kekuatan tumpu paku pada batang utama kayu
(psi)
F es
Kekuatan tumpu paku pada pelat sisi baja
(psi)
Fb
Kekuatan lentur paku
(psi)
F d,1
Kapasitas dukung beban karakteristik per paku per bidang geser
f h,2,k
Kekuatan lekat/benam karakteristik paku kedalam batang kayu (MPa)
Fyb
Kekuatan lentur leleh paku
(psi)
Fu
Kekuatan tarik ultimat/maksimum pelat sisi baja (AWC, 2005)
(psi)
Fun
Kekuatan tarik ultimat/maksimum paku
(psi)
fu
Kekuatan tarik paku (EC5, 2007)
(N/mm2)
M y,Rk
Momen leleh paku karakteristik
(N/mm)
(g/cm3) (in., mm) (N)
(N)
xviii
KA
Kadar air kayu
(%)
KD
Koef.diameter untuk sambungan dengan alat sambung D≤0,25”
Pmax.
Beban maksimum
(kg)
Pun
Beban atau gaya tarik ultimat/maksimum paku
(kg)
L
Penetrasi paku kedalam kayu
(in.)
L
Panjang bentang paku
(cm)
lm
Penetrasi paku kedalam batang utama kayu
(in.)
ls
Penetrasi paku kedalam pelat sisi baja
(in.)
T
Nilai disain total
(N)
t
Tebal batang utama kayu
Z
Persamaan batas leleh
(lb)
Z
Nilai disain lateral rujukan
(N)
Z’
Nilai disain lateral yang telah dikonversi dengan berbagai faktor penyesuaian
(lb)
(cm)
PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan kayu untuk hampir semua bangunan struktural masih sangat umum bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kayu yang digunakan untuk bangunan struktural umumnya terdiri dari jenis lokal, seperti kayu nangka, rasamala, puspa, sengon, kayu durian, kayu mangga dan lain sebagainya serta jenis komersial yang didominasi oleh jenis-jenis kayu luar Jawa seperti meranti, punak, mabang, kapur atau kamper, keruing, kempas, bangkirai, damar laut dan kayu-kayu campuran seperti borneo super. Jenis-jenis kayu tersebut memiliki variabilitas sifat fisik maupun mekanik yang sangat tinggi sebagai akibat pengaruh sifat-sifat genetik dan faktor lingkungan selama pertumbuhannya. Bangunan struktural sebagai bagian dari konstruksi teknik dirancang dengan memperhitungkan persyaratan keamanan yang tinggi demi keselamatan dan kenyamanan penghuninya. Pada semua konstruksi teknik bagian-bagian pelengkap suatu bangunan harus diberi ukuran-ukuran fisik yang akurat agar dapat menahan gaya-gaya yang sesungguhnya atau yang mungkin akan diberikan kepadanya (Popov, 1984). Pada prinsipnya suatu bangunan struktural menuntut tiga aspek penting, yaitu kekakuan (stiffness), kekuatan (strength) dan kestabilan (stability) struktur. Kekuatan, kekakuan dan kestabilan suatu bangunan struktural kayu dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya bentuk rancang bangun, jenis kayu yang digunakan, macam sambungan dan beban yang dipikulnya. Sambungan kayu merupakan titik kritis atau terlemah yang terdapat pada elemen atau titik hubung dari suatu bangunan struktural (Tular dan Idris, 1981). Pada umumnya sistim batang rangka bangunan struktural hendaknya diupayakan sedemikian rupa agar sambungan yang terdapat pada elemen atau titik-titik hubungnya hanya bekerja gaya uni-aksial tarik atau tekan saja. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kekakuan struktur yang tinggi karena struktur terhindar dari bahaya tekukan. Namun demikian berdasarkan macam beban yang bekerja dan jenis strukturnya, disamping beban uni-aksial tersebut, elemen atau titik-titik hubung bangunan struktural dapat saja memikul atau menyalurkan beban lentur, geser dan atau
momen lentur. Macam sambungan kayu yang bersifat kritis dan perlu penanganan serius sehingga perlu diperhitungkan berdasarkan kaidah ilmiah adalah sambungan tarik, geser dan sambungan momen. Hal ini disebabkan kekuatan sambungan kayu, khususnya yang menerima gaya tarik luas bidang kontak dari komponen atau batang utamanya digantikan oleh luas bidang tarik atau geser dari alat sambungnya sehingga kekuatan sambungan tarik umumnya lebih rendah dan sulit menyamai besar kekuatan batang utamanya. Sambungan tarik pada kayu juga rentan terhadap sesaran dan ini merupakan kelemahan berikutnya. Kekuatan sambungan kayu sangat dipengaruhi oleh komponen pembentuk sambungan, yaitu balok kayu yang akan disambung, alat sambung dan macam atau bentuk sambungan (Surjokusumo 1984). Alat sambung tipe dowel seperti paku merupakan salah satu alat sambung mekanis, relatif murah dibandingkan baut dan mudah diperoleh dipasaran serta mudah pengerjaannya. Kebiasaan praktisi bangunan di Amerika Serikat menggunakan paku untuk disain sambungan dilakukan dengan pertimbangan bahwa gaya-gaya yang dipikul dan disalurkan relatif kecil, dan menggunakan baut bila memikul dan menyalurkan gaya yang lebih besar. Dengan demikian walaupun
paku
umumnya
digunakan untuk
konstruksi ringan,
namun
kemungkinan untuk digunakan pada konstruksi struktural yang memikul beban tinggi (heavy timber construction) bisa saja diterapkan, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa disainer bangunan di Uni Eropa dan New Zealand (Breyer et al. 2007). Pandangan bahwa paku hanya mampu memikul atau menyalurkan beban rendah terutama disebabkan penelitian sambungan kayu ukuran pemakaian atau skala penuh (full scale) dengan paku untuk jenis kayu yang memiliki kerapatan atau berat jenis sedang sampai tinggi belum banyak dilakukan di Indonesia. Menurut Faherty dan Williamson (1989) sambungan-sambungan kayu sekarang ini sebenarnya sudah dapat didisain dengan ketelitian yang sama seperti bagian-bagian lain dari struktur. Namun demikian disain dan praktek konstruksi yang buruk sering dilakukan terutama terkait dengan pengendalian kekuatan atau kemampuan pengendalian selama masa layanan (serviceability) dari suatu sambungan pada sistim bangunan struktural.
2
Perkembangan terakhir disain sambungan kayu di negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dalam aplikasi berbagai tipe sambungan kayu termasuk sambungan geser ganda (double shear connections) papan atau batang/balok kayu - pelat logam dengan paku didasarkan pada perhitungan nilai disain rujukan yang diperoleh dari persamaan batas leleh (yield limit equations). Persamaan batas leleh tersebut menurut Tjondro (2007) pertama kali diperkenalkan oleh Johansen’s (1949) didasarkan pada prinsip-prinsip mekanika teknik untuk memprediksi kekuatan leleh dari lentur baut tunggal dan tahanan dari kayu saat hancur. Dalam banyak hal prinsip ini berlaku juga untuk alat sambung tipe dowel lainnya termasuk paku. Disain sambungan kayu baik geser tunggal maupun geser ganda dengan alat sambung paku di Indonesia didasarkan pada Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 1961) (1979) dan selanjutnya disempur nakan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI, 2002). Dalam penyusunannya, kedua peraturan konstruksi kayu ini belum mengakomodasikan kedua parameter tersebut. Disamping itu ketentuan mengenai beberapa variabel utama sambungan tampang satu (geser tunggal) yang tercantum dalam PKKI 1961 masih terbatas besaran maksimumnya, yaitu berat jenis kayu, diameter paku dan tebal batang sambungan masing-masing 0,6; 5,2 mm dan 40 mm. Penelitian tentang sifat mekanik kekuatan lentur paku, tahanan lekatan atau kuat tumpu paku baik pada batang utama kayu (main member) maupun batang/pelat tepi baja (site member) serta kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja pada berbagai jenis kayu tropis Indonesia belum banyak dilakukan.
Perumusan Masalah Aplikasi sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk pada bangunan-bangunan struktural, apalagi yang memikul beban-beban sangat tinggi belum ada laporan dan belum pernah dilakukan di Indonesia. Kalaupun ada sambungan paku pada bangunan struktural yang menerima beban cukup tinggi, maka umumnya disain sambungan lebih didasarkan atas intuisi atau pengalaman lapangan. Dengan demikian terdapat dugaan kuat bahwa penggunaan paku dan kayu sebagai elemen bangunan struktural sangat berlebihan atau boros bahan baik
3
dalam hal jumlah dan mutu paku maupun dimensi penampang dan mutu kayu. Pemborosan ini lebih disebabkan disamping belum tersedianya data teknik (nilai disain struktural paku dan mutu kayu konstruksi) di lapangan, juga praktek konstruksi kayu berasaskan keteknikan sulit dan belum secara meluas diterapkan dikalangan masyarakat. Bentuk bangunan struktural, khususnya gelagar rangka batang umumnya dirancang sedemikian rupa sehingga komponen atau elemen-elemen penyusun rangka bangunan tersebut hanya menerima beban tekan atau tarik uni-aksial saja. Kekakuan dan kekuatan bangunan struktural sangat ditentukan oleh kekakuan dan kekuatan elemen penyusunnya serta kekakuan dan kekuatan sambungan yang terdapat pada elemen atau titik hubung antar elemen penyusunnya. Titik kritis bangunan struktural bukan terletak pada elemen utamanya, yaitu batang atau balok kayunya namun terdapat pada sambungan kayu yang memikul beban tarik, geser atau momen lentur. Penelitian untuk mengkaji fenomena sambungan kayu ukuran pemakaian (full scale) menggunakan paku majemuk karena pengaruh gaya-gaya tarik belum banyak dilakukan. Dengan demikian penelitian ini mencoba mempelajari dan mengamati fenomena yang terjadi dari sambungan tersebut untuk sepuluh jenis kayu tropis yang terdapat di Indonesia. Dalam rangka menjelaskan fenomena yang terjadi dari suatu sambungan kayu sepuluh jenis kayu dengan paku majemuk karena pengaruh gaya tarik, maka berbagai parameter atau data utama dan penunjang berupa data sifat fisik dan mekanik bahan kayu, paku dan pelat baja serta data contoh uji sambungan diperoleh melalui pengujian laboratorium. Data atau informasi mengenai kekuatan tarik maksimum sejajar serat kayu dibutukan untuk melihat sampai seberapa jauh penurunan kekuatan sambungan dibandingkan dengan kekuatan kayu solidnya. Data kekuatan tarik tersebut diturunkan atau diperoleh dari model-model pendugaan empirik berbagai sifat mekanis dari sifat fisiknya yang dikembangkan oleh Tjondro, (2007). Hal ini dilakukan dengan pertimbangan atau berdasarkan pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pengujian kekuatan tarik sejajar serat kayu apalagi dalam ukuran lapangan relatif sulit dilakukan. Pada pengujian ukuran penuh gaya yang dibutuhkan untuk merusak contoh uji dari jenis-jenis
4
kayu berkerapatan sedang sampai tinggi sangat besar, sehingga menyulitkan dalam pembuatan asesories (grip) sebagai pencengkeram contoh uji, karena diduga timbul tegangan-tegangan sekunder. Data kerapatan dan kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu diperlukan untuk melihat kemampuan alat sambung paku menumpu/menekan/membenam pada kayu. Data kadar air diukur setelah batang kayu mencapai kadar air kesetimbangan (kering udara) yaitu kadar air kayu pada kondisi setimbang dengan temperatur dan kelembaban udara relatif disekitarnya.
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini meliputi beberapa hal, yaitu : 1. Menerangkan perilaku dan menentukan besar pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja akibat beban uni-aksial tekan sepuluh jenis kayu tropis Indonesia. 2. Menentukan kekuatan dan sesaran pada batas proporsional dan batas maksimum dari kurva beban-sesaran sambungan geser ganda. 3. Merumuskan model-model regresi hubungan antara kekuatan sambungan kayu geser ganda batang kayu dengan paku tunggal berpelat sisi baja dengan kerapatan kayu menurut diameter paku. 4. Menyusun tebel kelas mutu sambungan geser ganda menurut beberapa diameter paku pada sesaran tertentu.
Novelty Penelitian Novelty yang telah diperoleh setelah mengadakan penelitian kekuatan sambungan geser ganda berdasarkan pendekatan teoritis dan pengujian empiris adalah sebagai berikut: 1. Nilai disain lateral Z sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja yang berada diluar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI)-NI 1961 meliputi : a. Dimensi tebal penampang batang kayu 55 mm
5
b. Dimensi tebal pelat baja 15 mm c. Diameter paku 5,5 mm d. Jenis kayu yang memiliki kerapatan tinggi (> 0,70 g/cm3), yaitu rasamala, mabang, kempas, kapur dan bangkirai. 2. Nilai disain lateral Z sambungan geser ganda dapat ditetapkan pada sesaran di daerah elastis, yaitu 1,00 mm, bukan 1,50 mm sebagaimana diatur dalam PKKI-NI 1961. 3. Sesaran pada batas maksimum sambungan geser ganda terjadi dibawah 5,00 mm dari kurva beban-sesaran. 4. Model regresi power merupakan model terbaik untuk menduga nilai disain lateral Z sambungan geser ganda dengan paku berpelat sisi baja dari kerapatan kayu. 5. Tersusunnya tabel kelas mutu sambungan geser ganda dengan rentang kerapatan kayu 0,21-0,99 g/cm3 menurut diameter paku (4,1; 5,2; dan 5,5 mm) dan sesaran sambungan (1,00; 1,50; dan 1,50 mm).
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1. Faktor diameter dan jumlah paku mempengaruhi kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja menurut berbagai jenis kayu tropis Indonesia 2. Terdapat hubungan regresi antara kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku tunggal berpelat besi baja dengan diameter dan jumlah paku pada berbagai berat jenis dan atau kerapatan kayu tropis Indonesia.
6
TINJAUAN PUSTAKA Sambungan Kayu Menurut Hoyle (1973) sambungan adalah lokasi sederhana yang menghubungkan dua bagian atau lebih menjadi satu dengan bentuk tertentu pada ujung-ujung perlekatannya. Tular dan Idris (1981) menyatakan bahwa sambungan merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi. Dalam pelaksanaan konstruksi kayu, harus diperhatikan cara menyambung, serta menggabungkan kayu tertentu sehingga dalam batas-batas tertentu gaya tarik dan gaya tekan yang timbul dapat diterima atau disalurkan dengan baik. Tujuan penyambungan kayu adalah untuk memperoleh panjang yang diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka batang sesuai dengan yang di inginkan. Sebuah sambungan pada suatu konstruksi merupakan titik kritis atau terlemah pada konstruksi tersebut. Oleh karena itu, kayu yang akan disambung harus merupakan pasangan yang cocok dan tepat, penyambungan tidak boleh sampai merusak kayu yang disambung tersebut, sesudah sambungan jadi hendaknya diberi bahan pengawet agar tidak cepat lapuk dan sebaiknya sambungan kayu yang dibuat terlihat dari luar agar mudah untuk dikontrol (Surya, 2007). Kekuatan sambungan tergantung pada kekuatan komponen penyusunnya, yaitu kayu yang disambung dan alat sambungnya. Sesuai dengan teori mata rantai kekuatan sambungan banyak ditentukan oleh komponennya yang terlemah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan sambungan adalah kerapatan kayu, besarnya beban yang diberikan dan keadaan alat sambungnya (Surjokusumo 1984). Kayu sebagai Batang Sambungan
Berat jenis atau kerapatan dan kadar air kayu, terutama kadar air dibawah titik jenuh serat merupakan sifat fisik utama yang sangat mempengaruhi kekuatan atau sifat mekanik kayu. Peraturan konstruksi kayu Indonesia (PKKI) NI 5-1961 mengklasifikasikan kayu berdasarkan kelas kuat, mutu dan keawetannya. Pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2002 penetapan kekuatan kayu dilakukan
menurut
acuan
berdasarkan
pemilahan
mekanis,
yaitu
kekuatannya
dikelompokkan berdasarkan pada besarnya modulus elastisitas. Sedangkan sifat mekanik pada kayu di Amerika dikorelasikan dengan berat jenisnya seperti ditabelkan pada Tabel 4-11a. dari Forest Products Laboratory, 1999. Menurut Courney (2000) perilaku tekan bahan padat seluler seperti kayu dipengaruhi oleh tebal dinding sel, bentuk sel, diameter rongga sel, distribusi kerapatan dan sifat-sifat mekanis zat dinding sel itu sendiri. Tabarsa dan Chui (2001) menunjukkan bahwa perilaku kayu dalam tekan arah transversal sangat tergantung pada ciri-ciri anatomi kayu tersebut. Berbeda dengan Beery et al. (1983) perilaku elastis lebih tergantung pada kerapatan dari pada sifat atau kharakteristik anatomi kayu. Kennedy (1968) dalam Muller, et al. (2003) memperkuat kecenderungan pengaruh kerapatan dan juga menemukan hubungan antara perilaku mekanis dengan proporsi kayu akhir serta perbedaan-perbedaan kayu awal dengan kayu akhir. Courney (2000) menjelaskan perbedaan perilaku dinding sel karena pengaruh pembebanan. Jika material dinding sel adalah daktil maka tegangan rusak/leleh berhubungan dengan sifat plastis dinding sel. Selanjutnya pada awal kolaps plastis dari bahan pada seluler plastis, tegangan sering mengalami penurunan tiba-tiba (mendadak) serta tegangan siklik dimana tegangan rata-rata periode stabil telah terjadi. Sebaliknya apabila material brittle (rapuh) maka kerusakan berhubungan dengan dinding-dinding sel yang rusak/patah. Pada kasus kayu daun lebar dengan pori tersebar merata (bahan padat seluler elastomeric) Courney (2000) menjelaskan bahwa kerusakan karena beban tekan tegak lurus tersebut disebabkan oleh deformasi plastis sel. Kurva tegangan-regangan akibat tekan bahan padat seluler elastomeric adalah smooth, periode stabil berlangsung cukup lama sampai regangan memasuki awal pemadatan kemudian kurva secara bertahap kemiringannya meningkat sampai pemadatan regangan dicapai. Kollmann (1959, 1982) dalam Muller et al. (2003) menyatakan bahwa kekuatan tekan tegak lurus serat kayu ditentukan oleh tegangan kritis dinding sel tunggal. Tekukan dinding sel merupakan titik terlemah sebagai awal kerusakan. Bodig (1963) dan Beery et al. (1983) menjelaskan karakteristik kerusakan sebagai fungsi zona lemah dalam kayu, dimana secara alami ditentukan oleh elemen-
8
elemen anatomi yang seragam. Menurut Beery et al. (1983) penurunan tegangan maksimum kayu akibat pembebanan arah radial diakibatkan bertambahnya bidang pembuluh dan lebar jari-jari.
Paku sebagai Alat Sambung
Dari beberapa tipe paku utama yang digunakan dalam aplikasi struktural, maka paku umum dan paku panjang merupakan paku paling luas digunakan di Indonesia. Sama seperti paku lainnya paku umum memiliki ujung paku berbentuk diamond. Dalam buku ajar Design of Wood Structures, Allowable Stress Design (ASD)/Load Resistance and Factor Design (LRFD) (Breyer et al. 2007) dicantumkan panjang paku umum berkisar dari 5,08-15,24 cm dengan diameter berkisar dari 2,87-6,68 mm. Paku umum tersebut terbuat dari kawat baja karbon rendah dengan batang datar (lurus) dan ujung diamond. Karena diameter paku umum lebih besar dibandingkan diameter tipe paku lainnya, paku umum memiliki kecenderungan melentur yang kecil saat dipukul atau dipalu secara manual. Kekuatan lentur paku umum, box dan paku sinker berdasarkan Tabel NDS (National Design Spesification for Wood Construction ASD/LRFD (2005) dari kisaran diameter paku 2,87-6,68 mm adalah 100-70 ksi (7.031-4.922 kg/cm2). Kekuatan lentur paku (nail bending yield strength) merupakan salah satu parameter penting untuk menghitung nilai disain rujukan (tegangan ijin format ASD) dari sambungan kayu paku tunggal dari persamaan batas leleh (yield limit equations). Wiryomartono (1977) mengatakan bahwa aplikasi paku sebagai alat sambung pada konstruksi kayu pada dasarnya didisain untuk memikul beban geseran dan lenturan. Sambungan dengan paku pada dasarnya serupa dengan sambungan dengan baut tanpa mur serta cincin-cincin tutup. Tetapi pemindahan gaya dapat berlangsung lebih baik daripada dengan cara terakhir, karena paku itu tertanam erat didalam kayu. Hal ini disebabkan paku-paku tersebut dipukulkan begitu saja atau dipukulkan kedalam lubang yang lebih sempit yang dibuat sebelumnya.
9
Muller dalam Wiryomartono (1977) meneliti sambungan double shear balok kayu Pinus silvestris lebar 5,1 cm dengan paku bulat diameter 5,1 mm menghasilkan tegangan desak kayu (σ ds) 394 kg/cm2 dan P max per paku sebesar 478 kg. Dengan menggunakan kayu Swedish fir lebar balok 5.3 cm kekuatan desaknya (σ ds) menjadi 305 kg/cm2 dan P max per paku 474 kg. Menurut Soehendrodjati (1990) paku sebagai alat sambung sudah banyak digunakan, baik untuk penyambung perabotan rumah tangga, kusen, pintu, jendela maupun pada struktur bangunan. Wirjomartono (1977) mengatakan beberapa keuntungan penggunaan paku, yaitu harganya murah, sambungan bersifat kaku dan sesarannya kecil, sehingga struktur menjadi lebih kokoh, pelaksanaan pekerjaan cepat, mudah, dan tidak memerlukan tenaga ahli, perlemahan pada tampang tergolong kecil serta penyimpangan arah gaya terhadap arah serat tidak mempengaruhi kekuatan dukung. Menganggap efisiensi suatu konstruksi kayu (fiktif) tanpa sambungan sama dengan 100%, maka overall efficiency konstruksi dengan alat penyambung paku dan baut masing-masing dapat dinilai sebesar 50% dan 30% (Yap, 1984).
Sambungan Kayu dengan Paku
Dalam kaitan dengan nilai disain sambungan paku, PKKI
(Peraturan
Konstruksi Kayu Indonesia) 1961 telah mengakomodasikan syarat-syarat yang harus diperhatikan pada sambungan paku, diantaranya kekuatan paku tidak dipengaruhi oleh besarnya sudut penyimpangan antara arah gaya dan arah serat; apabila dalam suatu baris terdapat lebih dari 10 batang paku, maka kekuatan paku harus dikurangi dengan 10%, dan jika lebih dari 20 batang
harus dikurangi
dengan 20%; jarak paku minimum harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, dalam arah gaya : 12 d untuk tepi kayu yang dibebani, 5 d untuk tepi kayu yang tidak dibebani dan jarak antara baris-baris paku, sedangkan dalam arah tegak lurus arah gaya : 5 d untuk jarak sampai tepi kayu dan 5 d untuk jarak antara barisbaris paku. Wirjomartono (1977) dan hasil penelitian Surjokusumo et al. (1980) mengatakan bahwa kekuatan sambungan kayu dipengaruhi oleh jenis kayu.
10
Banyak penelitian menyebutkan peranan jenis kayu dalam hal ini kerapatan kayu atau tebal dinding sel kayu sangat besar dalam mempengaruhi kekuatan sambungan kayu. Penelitian Surjokusumo et al. (1980) menyimpulkan bahwa makin tinggi kerapatan kayu dan jumlah paku maka kekuatan sambungan akan meningkat, tetapi peningkatan ini tidak bersifat linier. Pemakaian jumlah paku yang besar pada kayu dengan kerapatan tinggi cenderung akan memperbesar perlemahan sambungan. Selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata kekuatan per paku akan meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu tetapi cenderung konstan dengan bertambahnya jumlah paku. Pada sambungan paku terdapat dua tipe pembebanan yaitu pembebanan lateral dan pembebanan withdrawal (Hoyle, 1973). Wood Handbook (FPL, 1987) mencantumkan
rumus
empiris
ketahanan
cabut/withdrawal
(withdrawal
resistance) adalah p = 7,850 G5/2DL, dan ketahanan samping/lateral (lateral resistance)
pada sesaran 0,015 inch adalah
p = KD3/2,
dimana p : beban
maksimum (pounds); L : penetrasi paku kedalam kayu (inch); G : kerapatan atau berat jenis kayu berdasarkan berat per volume pada kadar air 12% ; D : diameter paku (inch) dan K : konstanta atau koefisien. Dibandingkan ketahanan lateral, maka data atau informasi mengenai uji ketahanan withdrawal umumnya tidak begitu penting pada aplikasinya untuk bangunan-bangunan struktural sehingga kurang diperhitungkan atau sering diabaikan. Dari formula tersebut dapat dilihat bahwa ketahanan lateral sambungan kayu sangat dipengaruhi oleh diameter paku sebagai alat sambungnya. Berbeda dengan hasil penelitian Sadiyo dan Suharti (2004) dimana beban maksimum (ultimate) sambungan kayu single shear dengan pembebanan lateral sangat dipengaruhi oleh diameter dan berat jenis kayu, seperti dari model matematis yang dihasilkan, yaitu P = 19,95 GD2.07. Selanjutnya ternyata terdapat perbedaan cukup besar antara konstanta persamaan ini dengan persamaan penelitian Pun (1987), yaitu P = 45,6 GD1.59, sehingga grafik persamaannya lebih besar atau berada di atas grafik persamaan pertama. Hal ini terutama disebabkan oleh perbedaan tipe/macam sambungan yang digunakan, dimana persamaan pertama dihasilkan dari pengujian menggunakan single shear connections (geser tunggal/tampang satu) sedangkan penelitian Pun (1987) menggunakan double shear connections (geser ganda/tampang dua). Selanjutnya
11
dikatakan bahwa double shear connections mampu menahan beban lebih besar dibandingkan bentuk single shear connections. Kajian atau penelitian mutakhir (Thelandersson dan Larsen, 2003) menyajikan banyak formula sambungan kayu, baik untuk sambungan single shear maupun double shear. Berkaitan dengan penelitian ini, selanjutnya dinyatakan formula atau rumus kekuatan sambungan double shear menggunakan pelat logam dengan alat sambung dowel dengan tumpuan tetap (fix support) adalah sebagai berikut : 1. Kerusakan terjadi pada balok kayu utama sedangkan alat sambung tipe dowel (paku atau baut) tidak mengalami kerusakan, maka R = 0,5 fh,2 t 2 d. 2. Balok kayu utama dan alat sambung dowel mengalami kerusakan, maka R = √2√M y f h,2 d; dimana R kekuatan sambungan per alat sambung per bidang geser,
M y momen yang terjadi pada alat sambung dowel, fh,2 kekuatan
melekat atau mengikat alat sambung dowel pada balok utama kayu, t 2 tebal balok kayu dan d diameter alat sambung dowel. Menurut Hoyle (1973) dan Pun (1987) pembebanan lateral yang dihasilkan dari sambungan kayu menggunakan paku jauh lebih besar dibandingkan pembebanan withdrawal,
sehingga
dijadikan dasar dalam
pembuatan sambungan yang baik. Model matematis pembebanan withdrawal menggunakan alat sambung baut (FPL, 1999) adalah P = 45,51 G2DL (metric), sedangkan untuk pembebanan lateral belum tersedia modelnya. Hal ini disebabkan
disainer bangunan dalam menggunakan metoda disain dan data
kekuatan baut (drift bolts) lebih didasarkan pada pengalaman. Perkembangan terakhir studi sambungan kayu dikemukakan oleh Blass dalam timber engineering (2003) tentang fenomena sambungan-sambungan kayu dengan berbagai alat sambung dowel. Dari hasil pengamatannya dikatakan bahwa terdapat tiga parameter utama yang cenderung mempengaruhi kekuatan sambungan menggunakan alat sambung dowel (paku atau baut), yaitu : 1. Kemampuan lentur alat sambung dowel. Kemampuan melentur ini sangat tergantung dari diameter dan kekuatan bahan atau alat sambungnya. 2. Kemampuan lekat atau benam (embedding strength) alat sambung kedalam kayu solid atau
kayu komposit. Kekuatan membenam tersebut terutama
tergantung dari kerapatan kayu dalam mencengkeram paku atau baut. Dengan
12
demikian terdapat kaitan langsung dengan luas permukaan (diameter dan panjang) alat sambung yang masuk kedalam kayu. 3. Kekuatan withdrawal terutama pada alat sambung yang memiliki permukaan tidak halus. Persamaan Batas Leleh Tjondro, (2007) mengatakan bahwa perkembangan persamaan batas leleh pertama kali diperkenalkan oleh Johansen’s (1949) yang didasarkan atas prinsipprinsip mekanika teknik untuk memprediksi kekuatan leleh dari lentur baut tunggal dan tahanan dari kayu saat hancur. Menurut buku baku Design of Wood Structures, ASD/LRFD (2007) yang dimaksud Tjondro (2007) dengan model batas leleh adalah yield limit equations, kekuatan leleh dari lentur baut tunggal adalah dowel (bolt) bending yield strength dan tahanan kayu saat hancur adalah dowel bearing strength atau embedding strength. Tjondro (2007) menggunakan istilah yang disebut terakhir dengan nama kuat tumpu baut, yaitu suatu sifat mekanik bahan yang ditentukan berdasarkan hasil uji yang menggambarkan kuat batas dari kayu disekeliling lubang yang terbebani tekan oleh alat sambung tipe dowel. Persamaan atau model Johansen (1949) tersebut kemudian diperbaiki oleh Maclain dan Thangjitham (1983), dan Solltis et al. (1986) dalam Tjondro (2007) memprediksi kuat leleh dari sambungan. Harding dan Fowkes (1984) menggunakan 5% offset yield untuk menentukan kuat leleh sambungan baut dengan asumsi elastis-plastis sempur na. Karena paku juga merupakan salah satu alat sambung tipe dowel selain baut, maka persamaan nilai disain rujukan Z (nilai disain rujukan format ASD) sambungan single maupun double shear batang kayu-pelat baja dengan sambungan baut yang diperoleh dari persamaan batas leleh pada prinsipnya berlaku juga untuk alat sambung paku setelah memperhatikan beberapa faktor penyesuaian yang diatur dalam buku Design of Wood Structures, ASD/LRFD (2007) dan buku pelengkapnya National Design Spesification for Wood Constructions ASD/LRFD (2005). Perzamaan Z sambungan double shear batang kayu-pelat baja dengan paku tunggal sangat dipengaruhi oleh parameter nail bearing strength (F e ) dan nail bending yield strength (Fyb ), faktor diameter paku (D), penetrasi (panjang) paku dalam balok utama (ℓ m ) dan dalam pelat baja (ℓ s )
13
serta faktor reduksi ukuran relatif diameter paku (R d ).
Buku tersebut
mencantumkan hanya 4 persamaan batas leleh dengan 4 mode (pola) kerusakan untuk sambungan double shear dengan alat sambung tipe dowel. Kekuatan tumpu dowel (dowel bearing strength) Fe untuk beberapa jenis kayu yang telah diberikan adalah konstan untuk alat sambung yang memiliki diameter kecil (D ≤ 0,25”) tanpa mempedulikan sudut beban terhadap serat kayu. Kekuatan tumpu dowel dalam hubungannya dengan paku merupakan suatu fungsi dari berat jenis kayu. Kekuatan tumpu paku terhadap pelat/lempeng baja yang dibentuk dalam kondisi dingin (cold-formed steel) ditetapkan sebesar 1,375 kali kekuatan tarik ultimat (Fu ) dari pelat baja atau F es = 1,375 F u . Berdasarkan buku NDS (2005) besarnya dowel bearing strength untuk pelat sisi baja (F es ) adalah sebesar 61.850 psi. Hasil penelitian nilai ℓ m untuk paku umum terhadap kapasitas alat sambung didasarkan pada persamaan batas leleh dengan penetrasi paku p = 10D pada batang utama (main member), dan secara langsung dapat diaplikasikan untuk sambungan dengan p ≥ 10D. Untuk sambungan paku dengan 6D ≤ p < 1 0 D, digunakan faktor pengurangan sebesar p/10D yang dihitung untuk penetrasi paku setelah dikurangi bagian batang utamanya. Hasil yang diperoleh melalui kajian alat sambung paku, rumus untuk kekuatan lentur leleh paku umum dan paku panjang terbuat dari kawat baja karbon rendah, selanjutnya dikembangkan menjadi persamaan Fyb = 130,4 213,9D. Pada persamaan tersebut, D menyatakan diameter alat sambung (in.), dan Fyb adalah kekuatan lentur leleh paku (ksi). Perlu diingat bahwa F yb dalam persamaan lainnya dinyatakan dalam satuan psi. Apabila nilai-nilai disain sambungan diperoleh dari persamaan-persamaan batas leleh dan atau dari tabel NDS pendukung (2005), proses disain hendaknya merujuk pada praktek rekayasa konstruksi. Pendekatan tersebut bukan hal yang umum dalam praktek manufaktur untuk mengidentifikasi atau mengenal kekuatan lentur alat-alat sambung yang digunakan dalam konstruksi kayu.
Namun
demikian spesifikasi utama untuk paku-paku di Amerika Serikat saat ini merupakan
bagian
yang
penting
sebagai
pembekalan
tambahan
yang
14
memungkinkan pembeli untuk mengenali paku konstruksi teknik dengan kekuatan lentur. Karena spesifikasi kekuatan lentur leleh untuk alat sambung relatif baru, maka telah direkomendasikan dimana para disainer dapat merinci paku konstruksi teknik atau mengidentifikasi F yb minimum untuk setiap jenis paku yang digunakan dalam disain.
Gambaran Umum Jenis Kayu Kayu Sengon Kayu sengon (nama botanis Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen syn.) termasuk famili Leguminoseae dengan nama daerah jeungjing (Jawa Barat), sengon laut (Jawa Tengah dan Jawa Timur), sengon sabrang, sika dan wahagom. Ciri umum dari kayu ini adalah bagian teras dan gubalnya sukar dibedakan, warnanya abu-abu kecokelatan atau putih merah kecokelatan pucat. Tekstur yang dimiliki agak kasar sampai kasar, arah serat terpadu dan kadang-kadang lurus, dan sedikit bercorak dengan kekerasan agak lunak dan beratnya ringan. Ciri anatomi kayu sengon yaitu porinya berbentuk bulat sampai oval, tersebar, soliter dan gabungan pori yang terdiri dari 2-3 pori, jumlahnya sedikit 47 per mm2, diameter tangensial sekitar 160-340 µ dan bidang perforasinya sederhana. Parenkim umumnya menyinggung pori sepihak (scanty) sampai selubung (vasicentric), kebanyakan parenkim apotrakeal sebar yang terdiri 1-3 sel membentuk garis-garis tangensial diantara jari-jari. Jari-jari kayu umumnya sempit terdiri dari 1-2 seri, 6-12 per mm arah tangensial dengan komposisi seragam (homoseluler) yang hanya terdiri dari sel baring. Kayu sengon memiliki berat jenis rata-rata 0,33 (0,24-0,49); kelas awet: IV-V
dan kelas kuat:IV-V. Kayu ini digunakan sebagai bahan bangunan
perumahan terutama di pedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wool semen, kelom dan barang kerajinan lainnya (Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu Nangka Kayu nangka dengan nama botanis Artocarpus heterophyllus termasuk ke dalam famili Moraceae. Jenis ini dibudidayakan di seluruh Asia yang beriklim tropis dan banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan bahan baku meubel.
15
Kayu memiliki berat jenis rata-rata 0,66 dengan kelas kuat II dan kelas awet II-III. Selain itu ciri umum lainnya adalah seratnya agak kasar dan berwarna kuning sitrun mengkilat. Warna kuning tersebut disebabkan oleh adanya kandungan morine. Zat ini dapat diekstrak dengan air mendidih atau alkohol. Morine dapat digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan. Penelitian yang dilakukan oleh Isrianto (1997) menunjukkan bahwa selama pengeringan dari keadaan basah sampai kering udara, penyusutan yang terjadi pada bidang radial (R) dan bidang tangensial (T) hampir sama dan relatif stabil (T/R ratio mendekati 1) (Martawijaya et al. 1989).
Kayu Rasamala Kayu rasamala (nama botanis Altingia excelsa Noronha) dengan nama daerah mala (Jawa), tulasan (Sumatera), dan mandung (Minang kabau), memiliki berat jenis rata-rata 0,81 (0,61-0,90). Kayu tergolong kelas awet II (III) dan kelas kuat II, dengan kegunaan sebagai bahan perumahan (tiang dan balok), jembatan, tiang listrik dan telepon dan bantalan rel (Mandang dan Pandit 1997). Ciri umum kayu ini antara lain: bagian teras berwarna kelabu pucat merah kecokelatan, tidak jelas batas dengan gubal yang biasanya berwarna lebih terang, yaitu kelabu terang kemerahan. Permukaan kayu agak licin dan sedikit mengkilap, terutama pada bidang radial, dengan tekstur halus dan rata. Kekerasan kayu agak keras sampai keras dan tes buihnya negatif. Menurut Mandang dan Pandit (1997), ciri anatomi dari kayu rasamala adalah pembuluh atau pori baur, sebagian besar soliter, sedikit yang berganda radial, miring sampai tangensial yang terdiri atas 2 pori, jumlahnya sekitar 26-48 per mm2, diameter tangensial sekitar 60-110 µ, bidang perforasi bentuk tangga. Parenkimanya bertipe apotrakea, jarang sampai cukup banyak, tersebar dalam kelompok mengikut i jari-jari, atau arah tangensial, terdiri atas 2-6 sel dan mengandung banyak endapan getah. Jari-jari agak lebar, terdiri atas 2-4 seri, 8-11 per mm arah tangensial, dan heteroseluler. Pada bidang radial jari-jari sangat jelas karena berisi endapan yang berwarna merah kecokelatan. Saluran interselulernya berupa saluran aksial yang kadang-kadang tersusun dalam deret konsentrik.
16
Kayu Borneo Super Jenis kayu borneo super bukan merupakan nama jenis kayu dari spesies tertentu atau bukan pula pengelompokan kayu yang seluruhnya berasal dari pulau Kalimantan. Borneo super lebih merupakan nama perdagangan menurut perusahaan kayu. Kayu borneo super merupakan campuran dari beberapa jenis kayu yang berlainan. Pengelompokan jenis kayu yang dilakukan oleh perusahaan yang memperjual belikan kayu didasarkan pada kelas awet dan jelas kuat yang tidak jauh berbeda. Rulliaty dan Sumarliani (1991) menyatakan bahwa dari jenisjenis kayu yang diperdagangkan banyak ditemukan campuran jenis-jenis kayu lain. Yang terbanyak yaitu pada jenis kayu dengan nama dagang borneo dengan 21 jenis kayu yang berlainan. Persentase untuk jenis meranti merah (Shorea spp.) hanya 4 %, sedangkan jenis lain yang paling banyak dicampurkan yaitu tepis (Polyathia hypoleuca) 26,7%, durian (Durio sp.) 13,3 %. Ketiga jenis kayu yang terakhir ini memiliki berat jenis, kelas awet dan kelas kuat yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kayu meranti merah. Pada jenis kayu dengan nama dagang borneo super, persentase paling tinggi berasal dari jenis meranti merah (32%). Jenis lain yang dicampurkan dan memiliki persentase besar adalah nyatoh sebesar 13%. Pencampuran jenis kayu yang berlainan kedalam satu kelompok nama dagang bisa disebabkan oleh sulitnya mendapatkan bahan kayu. Seiring dengan sulitnya untuk memperoleh bahan kayu dari hutan alam dan hutan produksi saat ini, memungkinkan percampuran jenis kayu yang lebih banyak kedalam nama dagang menurut perusahaan. Hasil akhir penelitian yang dilakukan oleh Rulliaty dan Sumarliani (1991) menyatakan bahwa beberapa jenis kayu yang kurang dikenal, seperti kayu kereta (Swintonia sp.), Gymnacranthera sp., kelapa tupai (Kokoona sp.) dan sendok-sendok (Endospermum malaccense), secara sengaja maupun tidak sengaja turut diperdagangkan.
Kayu Meranti Merah Kayu meranti merah dengan nama botanis Shorea spp (kurang lebih 22 spesies utama) termasuk famili Dipterocarpaceae memiliki nama daerah meranti, banio atau ketuko (Sumatera); damar, lanan, tengkawang atau abang
17
(Kalimantan); kayu bapa atau sehu (maluku). Ciri umum dari kayu ini adalah warna kayu teras bervariasi dari hampir putih, coklat pucat, merah jambu, merah muda, merah kelabu, merah-coklat muda dan merah sampai merah tua atau coklat tua. Kayu gubal berwarna lebih muda dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras berwarna putih, putih kotor, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan sangat muda biasanya kelabu, tebal 2-8 cm.. Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata, lebih kasar dari meranti putih dan meranti kuning. Ciri anatomi kayu meranti merah yaitu porinya sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2-3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial, diameter umumnya 200-300 μ, kadangkadang lebih dari 400 μ, frekuensi 2-8 per mm2, kadang-kadang berisi tilosis, gom atau damar berwarna coklat. Kayu ini umumnya mempunyai saluran aksial tersusun dalam deretan tangensial yang kontinu, kadang-kadang terdapat deretan yang pendek. Jari-jari seluruhnya multiseriat, berukuran sedang dengan lebar maksimum 75 μ, tinggi bervariasi antara 125-3375 μ, frekuensi 4-5 per mm, kadang-kadang berisi kristal Ca-oksalat secara sporadis. Panjang serat rata-rata bervariasi dari 1,150-1,530 μ, diameter dari 19,2-26,0 μ, tebal dinding 2,4-462 μ dan dimeter lumen dari 13,6-19,3 μ tergantung jenis (species) kayunya. Berdasarkan berat jenisnya dibedakan antara meranti merah ringan dengan berat jenis kurang dari 0,60 (yang disebut meranti merah saja) dan meranti merah berat dengan berat jenis 0,60 atau lebih. Kayu meranti merah secara umum memiliki kelas awet III-V, kecuali S.ovata yang termasuk kelas awet III-II, dan kelas kuat bervariasi dari II-V tergantung jenis kayunya. Kayu ini terutama digunakan
untuk venir dan kayu lapis, dapat juga dipakai untuk bangunan
perumahan sebagai rangka, balok, galar, kaso, pintu dan jendela, dinding, lantai dan sebagainya. Selain itu dapat juga digunakan sebagai kayu perkapalan (Martawijaya et al., 1981).
Kayu Kapur Kayu kapur dengan nama botanis Dryobalanops spp termasuk famili Dipterocarpaceae dengan nama daerah ampadu, bayau, ampalang kapur hitam, kapur naga, kapur sintuk atau sintok (Sumatera); haburuan, kaberun, kamfer,
18
kuras (Kalimantan). Ciri umum dari kayu kapur adalah kayu teras berwarna merah atau merah kelabu pada D. aromatica, sedang pada D. lanceolata dan D. beccarii warnanya lebih muda. Kayu gubal berwarna hampir putih sampai coklat kuning muda, tebal antara 2-8 cm dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras. Ciri anatomi kayu kapur yaitu porinya hampir seluruhnya soliter, kadangkadang bergabung 2-3 dalam arah radial atau tangensial, diameter cukup kecil sampai agak lebar, frekuensi 3-7 per mm2, bidang perforasi sederhana dalam posisi agak miring, pori berisi tilosis dan zat yang berwarna merah coklat. Kayu ini mempunyai saluran interselular aksial lebih kecil dari pori, berderetan arah tangensial panjang, berisi damar berwarna putih. Jari-jari kayu heteroselular, lebar 50-100 μ, tinggi kurang 2 mm dengan frekuensi 5-10 μ, banyak berisi silika. Panjang serat D. aromatica dan D. beccarii berturut-turut 1.736 μ dan 1.179 μ dengan diameter 20,5 μ dan 21,6 μ, tebal dinding 4,6 μ dan 3,0 μ serta diameter lumen 11,3 μ dan 15,6 μ. Berat jenis kapur berkisar dari 0,60-0,94 tergantung dari spesiesnya, dengan kelas kuat antara I-II. Kayu kapur termasuk kelas awet II-IV. Kayu D. aromatica dapat dipakai untuk balok, tiang, rusuk dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, serta dapat juga digunakan untuk perkapalan, peti (koper), mebel dan juga peti mati. Kayu D. Lanceolata dan D. Beccarii dipakai untuk perahu, balok, tiang dan konstruksi atap pada bangunan perumahan, juga untuk mebel dan peti (koper). Di Sabah kayu kapur dipakai untuk kayu lapis, konstruksi berat di tempat yang tidak ada serangan rayap yang hebat, lantai, papan ampig, mebel murah, gading-gading dan papan kapal, sirap yang digergaji, karoseri dan peti pengepak untuk barang berat (Martawijaya et al., 1981).
Kayu Bangkirai Kayu bangkirai dengan nama botanis Shorea laevis Ridl. (syn. S. laevifolia Endert) termasuk famili Dipterocarpaceae memiliki nama daerah anggelam, bangkirai, benuas (Kalimantan). Ciri umum dari kayu bangkirai adalah kayu teras berwarna kuning-coklat, kayu gubal coklat muda pucat kekuning-kuningan. Ciri anatomi kayu bangkirai yaitu porinya sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2-4 dalam arah radial kadang-kadang dalam arah tangensial atau
19
miring, berbentuk bundar atau lonjong diameter 100-300 μ, frekuensi 2-10 per mm2, bidang perforasi sederhana, pori berisi banyak tilosis. Kayu ini mempunyai saluran interselular vertikal hampir selalu lebih kecil dari pori, kadang-kadang sama besar, tersusun dalam deretan memanjang arah tangensial, kadang-kadang dalam deratan pendek, berisi damar berwarna putih. Jari-jari satu macam, sempit dan pendek, frekuensi 6-8 μ, kadang-kadang berisi endapan berwarna coklat. Panjang serat 1.230 μ dengan diameter 19,9 μ, tebal dinding 1,9 μ serta dimeter lumen 16,1 μ. Berat jenis bangkirai 0,91 dengan kelas kuat I-II. Kayu bangkirai termasuk kelas awet I-II (III), sedang daya tahannya terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephalus Light termasuk kelas III. Kayu bangkirai digunakan untuk konstruksi berat di bawah atap maupun ditempat terbuka, antara lain untuk bangunan jembatan, bantalan, tiang listrik, lantai, bangunan maritim, perkapalan, karoseri dan perumahan (Martawijaya et al., 1981).
Kayu Kempas Kayu kempas dengan nama botanis Koompassia malaccencis Maing. Termasuk famili Caesalpiniaceae yang memiliki kayu teras berwarna merah kecoklatan, mudah dibedakan dengan gubalnya yang berwarna coklat sangat muda sampai kuning coklat muda. Tekstur kasar sampai sangat kasar, arah serat lurus berombak sampai berpadu dan permukaan kayu agak mengkilap, dan sering mempunyai kulit tersisip (includid phloem). Kayunya sangat keras dan berat dengan berat jenis rata-rata 0,95 (0,68-1,29), kelas awet III-IV dan kelas kuat I-II. Kempas dapat digunakan untuk bahan baku berat, bantalan kereta api, tiang listrik dan tiang telepon (sebaiknya diawetkan), bangunan pelabuhan, kerangka pintu dan jendela dan lantai rumah (Pandit dan Ramdan, 2002).
Kayu Mabang Kayu mabang termasuk dalam kelompok meranti merah dengan nama latin Shorea pachyphylla dari suku Dipterocarpaceae. Nama lain dari kayu mabang ini adalah meranti kerucup. Penyebaran kayu ini hanya dapat dijumpai di daerah Kalimantan pada daerah tanah bergambut. Ciri umum kayu mabang antara lain, pohon besar, batang merekah dan bersisik, banir besar, dan pada umunya
20
berdamar. Kulit luar dan dalam tebal, berurat-urat, kayu warna merah atau kemerah-merahan, gubalnya kuning pucat, isi kayu bewarna merah. Ciri anatomi kelompok kayu meranti merah ini antara lain memiliki pori yang sebagian besar soliter, sebagian kecil bergabung 2-3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok dalam arah diagonal atau tangensial, diameter umumnya 200-300 mikron kadang-kadang lebih dari 400 mikron, frekuensi 2-8 per mm2, kadang-kadang berisi tilosis, gom atau damar coklat. Jari-jari hampir seluruhnya multiserat, berukuran sedang dengan lebar maksimum 75 mikron, tinggi bervariasi antara 125-3375 mikron, frekuensi 4-5 per mm, kadang-kadang berisi kristal Ca-oksala secara sporadic. Kayu mabang ini memiliki rata-rata berat jenis 0,77 (0,52–0,92), kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu mabang dapat dipakai untuk venir dan kayu lapis, bahan konstruki (rangka, balok, galar, kaso, pintu, jendela, dinding, lantai), kayu perkapalan, peti pengepak, mebel murah, peti mati dan alat musik. Jenis kayu ini pada umumnya dapat dipaku dan disekrup dengan baik, tetapi cenderung pecah apabila menggunakan kayu yang cukup besar (Anonim, 1991). Kayu Punak Kayu punak memiliki nama latin Tetramerista glabra miq. Kayu ini termasuk dalam family Theaceae dengan daerah penyebaran Sumatera dan Kalimantan. Nama lain dari kayu ini adalah punah, lempunak. Ciri umum kayu punak ini memiliki warna coklat merah muda kekuning-kuningan dan tekstur kasar. Kayu punak memiliki rata-rata berat jenis 0,76 (0,55–0,90), kelas awet IIIIV dengan kelas kuat II. Kayu punak tergolong mudah untuk dikerjakan dan dapat digunakan sebagai kayu bangunan, plywood, kayu perkakas, lantai, papan, rangka pintu dan jendela, kayu perkapalan, tiang, moulding (Anonim, 2008). Damayanti dan Mandang (2007) menjelaskan bahwa ciri utama yang dapat dijumpai pada identifikasai kayu punak berupa teras kuning jerami sampai coklat merah muda, keras, pembuluh hampir seluruhnya berganda radial, parenkim kelompok baur, jari-jari dua ukuran lebar. Sedangkan ciri anatomi dari kayu punak ini adalah soliter dan berganda radial 2-6 sel, diameter 200 mikron, frekuensi 2-3 per mm2, bidang perforasi bentuk tangga, tilosis jarang, endapan coklat merah. Parenkim
21
baur atau kelompok baur berupa garis-garis tangensial pendek diantara jari-jari. Jari-jari dua macam lebar, agak sempit dan agak lebar, frekuensi 10 per mm. Kayu punak juga dikenal dengan nama lain seperti punak tembaga/bubur/daun halus/daun lebar/, biro-biro, enmalakkok, malakko, birah-birah (Sumatera), kayu tanah, asam, miyapok, carengga (Kalimantan).
22
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian empiris pengujian sambungan geser ganda di bengkel kerja dan laboratorium terdiri dari tiga kelompok kegiatan, yaitu
penyiapan bahan,
pembuatan contoh uji dan pengujian. Penyiapan bahan-bahan kayu untuk pembuatan contoh uji sifat fisik dan mekanik kayu serta pembuatan batang sambungan geser ganda dilakukan di workshop pengerjaan kayu pada Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu. Pengujian
contoh uji sifat fisik kayu
dilakukan di Laboratorium Kayu Solid Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, sedangkan pembuatan dan pengujian contoh uji sambungan, pengujian lentur paku dan kuat tumpu paku pada batang utama serta pengujian contoh uji sifat mekanik kayu dilakukan di laboratorium Keteknikan Kayu pada Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Pengujian kuat tarik maksimum paku dilakukan di Bagian Metalurgi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong. Pengenalan atau identifikasi jenis kayu dilakukan di laboratorium Anatomi Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Departemen Kehutanan RI. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 18 bulan mulai bulan Mei 2008 sampai dengan Oktober 2009. Pembagian waktu untuk setiap kegiatan yaitu mulai dari pengadaan bahan kayu dan penyiapan bahan uji dilakukan selama kurang lebih enam bulan sedangkan pembuatan contoh uji, pengujian, pengolahan dan analisa data dilakukan selama dua belas bulan. Bahan dan Alat Bahan penelitian adalah kayu lokal berasal dari daerah disekitar Bogor dan kayu luar Jawa yang memiliki sebaran berat jenis (BJ) atau specific gravity sangat rendah sampai sangat tinggi, antara lain kelompok BJ sangat rendah, yaitu kayu sengon (Paraserianthes falcataria); kelompok BJ sedang terdiri dari 5 jenis kayu, yaitu nangka (Arthocarpus sp), meranti merah (Shorea spp), borneo super, punak (Tetramerista glabra) dan rasamala (Altingia excelsa); kelompok BJ tinggi terdiri dari 3 jenis kayu, yaitu mabang (S.pachyphylla), kempas (Koompassia malaccensis), kapur (Dryobalanops spp) serta kelompok BJ sangat tinggi, yaitu
bangkirai (Shorea laevis). Bagian kayu yang digunakan tidak membedakan antara kayu gubal dengan kayu terasnya. Kayu sengon dan kayu nangka diperoleh dari penggergajian kayu yang berlokasi di Kampung Carangpulang, Desa Cikarawang, Dramaga, sedangkan kayu rasamala dari penggergajian di Desa Leuwiliang, Jasinga, Bogor. Tujuh jenis kayu tropis lainnya di peroleh dari toko bangunan di Bogor dalam bentuk balok kayu berukuran penampang 6 cm (tebal) x 12 cm (lebar) dengan panjang balok 400 cm. Ketujuh jenis kayu tersebut dipilih secara teliti dan cermat serta dipilah secara visual, yaitu pengamatan fisik kayu per individu balok pada keempat permukaan, meliputi keseragaman warna dan bentuk persegi balok, kelurusan balok, bebas dari cacat alami dan ukuran dimensi balok. Kadar air kesepuluh jenis kayu diperkirakan masih di atas 20%, maka sebelum diteliti kayu tersebut harus dikeringkan untuk mendapatkan kadar air kesetimbangan (KAK) atau kadar air kering udara. Bahan penelitian berupa balok kayu ini dipotong sepanjang 50 cm, ditumpuk rapi menggunakan batang-batang ganjal (sticker) dan dikeringkan secara alami di ruangan pada suhu kamar selama 75 hari. Bahan penelitian lainnya adalah paku tampang bulat dengan permukaan halus atau licin (smooth round nails) terdiri dari tiga ukuran diameter, yaitu 4,1 mm (panjangnya 10 cm); 5,2 mm (12 cm); dan 5,5 mm (15 cm). Pemilihan jenis paku bulat ini didasarkan atas pertimbangan bahwa paku tersebut tersedia dalam jumlah yang cukup dan mudah diperoleh di berbagai toko bangungan di seluruh Indonesia. Namun demikian karena keragaman mutu paku bulat di pasaran Indonesia cukup tinggi, maka dalam pemilihan dan penentuan mutu paku dilakukan asas kehati-hatian, yaitu hanya dipilih paku struktural yang mengandung unsur baja di toko besi dan bangunan tertentu di kota Bogor. Jumlah paku yang digunakan sebagai alat sambung untuk masing-masing jenis kayu adalah 252 batang paku. Pelat sambung yang digunakan adalah
pelat baja
berukuran penampang 1,5 cm (tebal) dan 12 cm (lebar) dengan panjang pelat 30 cm sebanyak 12 pasang (24 lempeng). Pada setiap lempeng baja dibuat lubang bor, dimana besar lubang tersebut disesuaikan dengan diameter paku sementara jarak lubang untuk paku disesuaikan dengan ukuran kayu dan pelat sambung (AWC, 2005).
24
Peralatan utama penelitian adalah Universal Testing Machine (UTM) merk Baldwin model 60WHVL- 60.000LB.CAP, seri 60WHVL-1017 kapasitas 30 ton digunakan untuk pengujian kekuatan sambungan geser ganda. UTM merk Instron series IX version 8.27.00 kapasitas 5 ton digunakan untuk pengujian kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu (Maximum Crushing Strength) dan UTM merk LogTech kapasitas 15.000 kgf untuk pengujian kekuatan tarik ultimat paku. Alat-alat penelitian yang digunakan dalam penyiapan dan pembuatan contoh uji adalah gergaji untuk memotong dan membelah kayu, meteran untuk mengukur panjang bahan dan contoh uji, mesin bor untuk melobangi kayu sebelum disambung serta mesin serut (double planner) untuk meratakan sisi tebal dan lebar kayu. Disamping peralatan utama digunakan juga peralatan pendukung penelitian, meliputi alat-alat untuk mengukur kadar air, kerapatan dan berat jenis kayu, yaitu kaliper untuk mengukur dimensi contoh uji, timbangan elektrik untuk mengukur berat contoh uji dan oven digunakan untuk mengeringkan contoh uji hingga kering tanur. Pembuatan contoh uji sambungan dilakukan dengan menggunakan palu untuk memukul atau memasukan (penetrasi) paku kedalam kayu, klem penjepit untuk menjepit kayu saat proses pemakuan kayu dengan pelat baja, dan gergaji besi digunakan untuk memotong paku setelah pengujian agar pelat baja terlepas dari kayu dan dapat digunakan kembali.
Metode Penelitian Metoda pengujian sifat fisik yang meliputi kerapatan, berat jenis dan kadar air didasarkan pada standar Amerika, yaitu American Society for Testing and Materials (ASTM) D-143 tahun 1994. Pengujian sifat mekanik meliputi kekuatan tekan sejajar serat kayu menggunakan standar Inggris BS-373 tahun 1957 dan kekuatan sambungan kayu, kekuatan lentur paku (nail bending yield strength) dan kuat tumpu paku (nail embedding strength) pada batang utama didasarkan pada metoda eksplorasi. Pengujian kuat tarik maksimum paku untuk penentuan kuat tumpu paku pada pelat sisi baja didasarkan pada ASTM 2000 : Test Method of Tension of Methallic Material, Standard E8. Kekuatan tarik sejajar serat kayu
25
diduga dari model atau persamaan empirik yang dikembangkan oleh Tjondro (2007). Dimensi contoh uji tekan sejajar serat kayu adalah 2 cm x 2 cm x 6 cm, dan contoh uji kadar air, kerapatan dan berat jenis dibuat dari contoh dan dimensi yang sama yaitu 5 cm x 5 cm x 5 cm. Contoh uji sambungan geser ganda dibuat dari 2 (dua) batang kayu dari jenis kayu yang sama dan berukuran sama, yaitu masing-masing batang berukuran penampang 6 cm (tebal) x 12 cm (lebar) dengan panjang 40 cm. Penyambungan mekanis antar dua batang dilakukan dengan menggunakan pelat sambung baja berukuran penampang 1,5 cm (tebal) x 12 cm (lebar) dengan panjang 30 cm. Pada setiap pelat sambung baja dibuat lubang sebesar ukuran diameter menurut masing-masing alat sambung paku. Selanjutnya pada setiap ukuran diameter paku per pelat sambung dibuat 4 (empat), 6 (enam), 8 (delapan) dan 10 (sepuluh) buah lubang sambungan. Contoh uji sambungan ini selanjutnya disebut sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja atau selanjutnya cukup ditulis sambungan geser ganda. Pengaturan geometrik sambungan geser ganda mengacu pada AWC 2005 dan contoh sketsa gambar geometrik tersebut untuk 10 buah paku disajikan pada Gambar 1. Sketsa gambar contoh uji sambungan geser ganda menurut jumlah paku disajikan pada Gambar 2. Kekuatan contoh uji sambungan geser ganda maupun kekuatan contoh uji tekan sejajar serat kayu pengujian mekaniknya masing-masing dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (UTM) merk Baldwin dan UTM merk Instron.
Gambar 1 Geometrik contoh uji sambungan geser ganda untuk jumlah paku 10 buah
26
Gambar 2 Sketsa gambar contoh uji sambungan geser ganda menurut jumlah paku Pengujian Sifat Fisik Pengujian sifat fisik kadar air (KA), kerapatan (ρ) dan berat jenis (BJ) dilakukan sebagai berikut. Contoh uji ditimbang untuk mengetahui berat awal atau berat kering udara (B KU). Volume kering udara (V KU ) dihitung dengan mengalikan dimensi panjang, lebar dan tebal contoh uji. Pengukuran dimensi contoh uji tersebut dilakukan dengan menggunakan kaliper. Contoh uji kemudian dimasukkan kedalam oven bersuhu 103 ± 20C selama 24 jam dan kemudian ditimbang. Selanjutnya contoh uji dimasukkan kembali ke dalam oven dengan suhu yang sama selama 10 menit dan ditimbang kembali. Kegiatan ini dilakukan berulang sampai diperoleh berat konstan atau berat kering oven (B KO ). Berat jenis, kerapatan dan kadar air kayu dihitung dengan rumus berikut:
Dimana KA KU = kadar air kering udara (%)
27
Pengujian sifat mekanik kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu (F c// ) atau maximum crushing strength (MCS) dan kekuatan sambungan geser ganda dengan pembebanan uni-aksial tekan atau pembebanan lateral (ketahanan lateral atau lateral resistance) dilakukan sebagai berikut. Kekuatan Tekan Maksimum Sejajar Serat Kayu Pengujian tekan maksimum sejajar serat kayu dilakukan dengan memberikan beban pada arah sejajar serat kayu dengan kedudukan contoh uji vertikal, dengan pemberian beban perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan (Gambar 3).
Gambar 3 Pengujian kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu
Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh contoh uji. Nilai kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu dihitung dengan rumus: F c// = P maks. /A Dimana: F c//
= kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu (kg/cm2)
P maks.
= beban maksimum sampai contoh uji mengalami kerusakan (kg)
A
= luas penampang contoh uji (cm2)
28
Kekuatan Tarik Sejajar Serat Kayu Kekuatan tarik sejajar serat kayu (Ft// ) untuk 10 jenis kayu yang diteliti dihitung dan ditentukan berdasarkan model atau persamaan empirik kuat tarik sejajar serat hasil penelitian Tjondro (2007) sebagai berikut : F t// = 172,5 G1,05 dimana G adalah berat jenis kayu yang dihitung berdasarkan berat kayu kering tanur terhadap volume pada KA kering udara (KA=12-15%). Kekuatan Sambungan Geser Ganda Percobaan I - Pendekatan Toritis Percobaan I dalam penelitian ini merupakan percobaan yang didasarkan atas pendekatan teoritis dalam menentukan kekuatan atau nilai disain lateral Z sambungan geser ganda. Nilai disain lateral Z yang dimaksud dalam penelitian ini adalah notasi yang menggambarkan nilai beban ijin (format ASD-Allowable Stress Design) per paku sambungan geser ganda (double shear connections) yang diperoleh dari persamaan batas leleh (yield limit equations)(AWC, 2005). Pada praktek konstruksi kayu dilapangan nilai disain lateral rujukan Z ini harus dikonversi (digandakan) kedalam nilai disain yang disesuaikan Z’. Faktor-faktor penyesuaian tersebut meliputi faktor lama pembebanan (C D ), faktor layanan basah/penyesuaian kadar air (C M ), faktor suhu (C t ), faktor end grain (C eg ), faktor diafragma (C di ) dan faktor toenail (C tn). Sambungan paku pada bangunan struktural yang digunakan secara cermat dan teliti dibawah kondisi ini, faktorfaktor penyesuaiannya sama semuanya, yaitu nilainya 1 (satu) sehingga Z’=Z dalam format ASD. Penelitian ini membatasi nilai disain lateral rujukan Z sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja dalam format ASD (bukan LRFD) dimana sambungan didisain sedemikian rupa sehingga semua faktor penyesuaian nilainya = 1. Dengan demikian besar nilai disain lateral rujukan Z = nilai disain lateral yang disesuaikan Z’. Menurut Wiryomartono (1977) untuk aplikasi struktural maka beban ijin per paku “Z” sambungan tampang dua “double shear connections” harus
29
diperhitungkan 2 kali lebih besar dari sambungan tampang satu “single shear connections”. Nilai Z dari sambungan geser ganda dengan pembebanan lateral (lateral resistance), yaitu arah gaya tegak lurus terhadap sumbu memanjang paku dan arah sumbu memanjang paku tegak lurus terhadap serat kayu dianalisis menggunakan teori (persamaan batas kekuatan) yang dikembangkan berdasarkan mekanika teknik yang memperhitungkan geometrik sambungan dan sifat-sifat mekanik bahan. Persamaan batas nilai disain acuan atau lateral Z ini diturunkan melalui serangkaian pengujian kekuatan lentur paku (nail bending yield strength) (Fyb ); kekuatan tumpu paku pada batang utama kayu (main member nail bearing strength) (F em ) dan kekuatan tumpu paku pada pelat sisi baja (side member nail bearing strength) (F es ) dari berbagai ukuran dan mutu. Dalam penelitian ini diasumsikan tumpuan sambungan yang digunakan pada kedua pelat baja adalah tumpuan pin (pinned support), sehingga formula atau rumus umum untuk menghitung Z dari sambungan geser ganda batang kayu-pelat baja dengan alat sambung paku (AWC, 2005) sebagai berikut : a. Z = D(ℓ m )(F em )/R d apabila kerusakan terjadi pada batang utama kayu (main member) sedangkan alat sambung paku masih utuh atau tidak mengalami kerusakan sama sekali, dan b. Z = 2D(ℓ s )(Fes )/R d apabila kerusakan terjadi pada kedua pelat sisi baja dan alat sambung paku masih utuh; c. Z = 2k 3 D(ℓ s )(Fem )/(2+R e )R d apabila alat sambung paku melentur (plastic hinge) dan terjadi kerusakan pada pelat sisi baja; d. Z = (2D2/R d ) √2(F em )(F yb )/3(1+R e ) apabila alat sambung paku melentur (plastic hinge) pada kedua bagian (balok kayu dan pelat sisi baja), dimana : Z D Fyb lm ls Fem Fes Rd
= = = = = = = =
Persamaan batas leleh (lb.) Diameter paku (in.) Kekuatan lentur leleh paku (psi) Penetrasi paku kedalam batang utama kayu (in.) Penetrasi paku kedalam pelat sisi baja (in.) Kekuatan tumpu paku pada batang utama kayu (psi) Kekuatan tumpu paku pada pelat sisi baja (psi) Faktor reduksi
30
k3
=
Re
=
Berdasarkan pendekatan rumus F yb = 130,4 – 213,9D (AWC, 2005) maka nilai F yb untuk ukuran diameter paku 4,1 mm (0,162 in); 5,2 mm (0,207 in); dan 5,5 mm (0,216 in) masing-masing adalah 96 ksi, 86 ksi, dan 84 ksi. Pada aplikasi konstruksi kayu dilapangan nilai Fyb
tersebut pada Tabel NDS dibulatkan
menjadi 90, 80, dan 80 psi. Dalam AWC (2005) dinyatakan bahwa tipe kerusakan untuk sambungan geser ganda dibagi menjadi 4 mode. Mode kerusakan sambungan geser tunggal (single shear connections) dan geser ganda (double shear connections) menurut rumus diatas berturut-turut dikenal dengan nama mode kerusakan I m, I s , III s dan IV (Gambar 4).
(Sumber : Breyer et al. 2007)
Gambar 4
Mode kerusakan sambungan geser tunggal (single shear connections) dan geser ganda (double shear connections)
31
Nilai faktor reduksi R d ditetapkan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam AWC (2005), sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Faktor reduksi R d menurut ukuran alat sambung dan mode kerusakan Ukuran Alat Sambung
Mode Kerusakan
0.25”≤ D ≤1”
Im, Is II IIIm, IIIs, IV Im, Is, II, IIIm, IIIs, IV
D < 0.25”
Faktor Reduksi Rd 4 KӨ KӨ KӨ KD
Sumber : (AWC, 2005) Keterangan : KӨ = 1 + 0.25 (Ө/90) Ө = sudut antara arah beban terhadap serat kayu (0o ≤ sembarang batang kayu dalam sebuah sambungan D = diameter alat sambung (in.) = 2.2 untuk D ≤ 0.17” KD KD = 10 D + 0.5 untuk 0.17” ≤ D ≤ 0.25”
Ө
≤ 90o) untuk
Menurut sifat pengujiannya, kekuatan tumpu paku pada batang kayu atau nail bearing strength for wood member (Fe ) memiliki nilai yang berbeda tergantung jenis kayu (berat jenis) yang digunakan baik sebagai batang utama (main
member)(Fem )
maupun
sebagai
batang
tepi
dalam
bentuk
balok/papan/papan komposit (side member)(Fes ) dari sambungan geser ganda. AWC (2005) menyajikan daftar kekuatan tumpu paku pada batang kayu (Fe ) berdasarkan berat jenis kayu untuk paku berdiameter kurang dari 6,4 mm (D ≤ 0,25”) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan demikian berdasarkan Tabel 2 tersebut data berat jenis sepuluh jenis kayu pada penelitian ini dapat digunakan untuk menentukan nilai kekuatan tumpu paku pada batang utama kayu (Fem ). Sedangkan pada konteks sambungan paku menggunakan pelat sisi baja, nilai Fes untuk batang utama dan batang tepi juga berbeda. Kekuatan tumpu paku pada pelat sisi baja (F es ) yang dalam proses pembuatannya mendapat perlakuan dingin (cold-rolled steel side member), secara konservatif dapat ditetapkan besarnya, yaitu F es = 1,357 F u dimana Fu adalah kekuatan tarik ultimat pelat sisi baja (ultimate tensile strength of the steel side plate). Pada sisi lain apabila Fes
32
ditetapkan berdasarkan pelat sisi baja yang proses pembuatannya mendapat perlakuan panas (hot-formed steel side member), maka digunakan rumus Fes = 1,5 Fu . Pada penelitian ini digunakan paku dan pelat sisi baja yang diasumsikan dalam proses pembuatannya mendapat perlakuan dingin maka nilai Fes yang dipakai adalah sebesar 61850 psi (AWC, 2005). Tabel 2 Kekuatan tumpu paku (F e ) berdasarkan berat jenis kayu untuk paku berdiameter kurang dari 6,4 mm Berat Jenis, G 0,73 0,72 0,71 0,70 0,69 0,68 0,67 0,66 0,65 0,64 0,63 0,62 0,61 0,60 0,59 0,58 0,57 0,56 0,55 0,54 0,53 0,52 0,51 0,50 0,49 0,48 0,47 0,46 0,45 0,44 0,43
F e ( D < ¼” ) (psi) 9.300 9.050 8.850 8.600 8.400 8.150 7.950 7.750 7.500 7.300 7.100 6.900 6.700 6.500 6.300 6.100 5.900 5.700 5.550 5.350 5.150 5.000 4.800 4.650 4.450 4.300 4.150 4.000 3.800 3.650 3.500
Sumber : (AWC, 2005) Nilai-nilai hasil perhitungan kekuatan tumpu paku dibulatkan keangka 50 psi. Dari semua data yang diperoleh selanjutnya dihitung nilai Z. Nilai Z yang 33
digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini ditetapkan dari nilai Z minimum yang diperoleh dari perhitungan keempat persamaan batas leleh kekuatan sambungan geser ganda. Apabila nilai berat jenisnya tidak tercantum dalam Tabel 2, maka menurut AWC (2005) dapat digunakan rumus Fe (D < ¼”) = 16600 G1.84, dimana Fe adalah kekuatan tumpu paku (psi), D diameter paku (in) dan G berat jenis kayu yang diukur pada kondisi kering tanur.
Percobaan II - Pendekatan Teoritis dan Empiris Percobaan II dalam penelitian ini merupakan hibrida antara pendekatan teoritis dengan uji empiris. Penentuan nilai disain lateral Z yang dilakukan pada percobaan II dibedakan atas 2 (dua) standar pendekatan, yaitu Amerika Serikat (AWC, 2005) dan Uni Eropa, Eurocode 5 (EC5) (Porteous dan Kermani, 2007). AWC (2005) menggunakan istilah nilai disain lateral rujukan Z dan pendekatan teoritis yang dimaksud pada percobaan II ini adalah tetap menggunakan 4 persamaan batas leleh (Z) sambungan geser ganda batang kayu dengan paku tunggal berpelat sisi baja pada berbagai diameter paku, namun beberapa variabel kunci diuji secara empiris. Variabel kunci yang dimaksud adalah kekuatan lentur paku (Fb ), kekuatan tumpu paku pada batang utama kayu (Fem ) dan kekuatan tumpu paku pada pelat sisi baja (Fes ). Pengujian lentur paku adalah pengujian sifat mekanis atau kekuatan lentur paku yang dilakukan dengan memberikan beban terpusat ditengah bentang pada arah tegak lurus sumbu memanjang paku secara perlahan-lahan sampai contoh uji mengalami kerusakan. Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh paku. Notasi F yb pada percobaan I yang digunakan untuk menentukan persamaan batas leleh (Z) diasumsikan dapat digantikan oleh Fb pada percobaan II. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa walaupun Fb > Fyb dan Fb diasumsikan dapat digunakan pada persamaan batas leleh, nilai disain lateral rujukan Z yang dihasilkan dari percobaan II ini masih relevan untuk diperbandingkan dengan percobaan I (teoritis) dan III (empiris). Sama seperti percobaan I (teoritis), nilai disain lateral Z pada percobaan II juga harus dikonversi dengan beberapa faktor penyesuaian untuk mendapatkan
34
nilai disain Z’. Pada percobaan II juga sambungan didisain sedemikian rupa sehingga semua faktor penyesuaian nilainya = 1. Dengan demikian besar nilai disain lateral rujukan Z = nilai disain lateral yang disesuaikan Z’. Pengujian hibrida (II) ini dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron series IX version 8.27.00. Gambar 5 memperlihatkan uji sifat mekanik atau kekuatan lentur paku.
Gambar 5 Pengujian kekuatan lentur paku Modulus of Rupture (MOR) atau kekuatan lentur paku (Fb ) dihitung dengan menggunakan rumus F b = P max. L/πr3, dimana P max. = beban maksimum (kg), L = panjang bentang (cm) dan r = jari-jari penampang paku (cm). Nilai F yb menurut AWC (2005) ditetapkan pada batas leleh paku (5% offset diameter), namun dalam penelitian ini lebih mengacu pada beban atau batas maksimum (Fb ). Pengujian kekuatan tumpu paku merupakan pengujian pembenaman paku pada batang utama kayu. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk Instron series IX version 8.27.00. Pengujian kekuatan tumpu paku tersebut dilakukan dengan memberikan beban merata pada arah tegak lurus sepanjang sumbu batang paku secara perlahan-lahan sampai paku terbenam atau tertanam dalam kayu. Beban tersebut merupakan beban maksimum yang dapat diterima oleh kayu. Ukuran penampang contoh uji kekuatan tumpu paku adalah 5,5 cm x 5,0 cm x 20 cm. Pengujian kekuatan tumpu paku pada batang utama kayu (Fem ) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Fem = P maks. /Dt,
35
dimana Pmaks. = beban maksimum benam paku kedalam batang kayu (maximum embedding load)(kg), D = diameter paku (cm) dan t = tebal batang utama kayu (cm). Alat pendukung dan pengujian kekuatan tumpu paku
disajikan pada
Gambar 6.
(a)
(b)
Gambar 6 Disain alat pendukung uji kekuatan tumpu paku (a) dan pengujian kekuatan tumpu paku (b) Pengujian kekuatan tarik ultimat/maksimum paku atau nail ultimate tensile strength (F un ) merupakan pengujian sifat mekanis paku untuk keperluan penentuan kekuatan tumpu paku pada pelat sisi baja (Fes ). Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine merk LogTech kapasitas 15.000 kg. Pengujian kekuatan tarik maksimum paku tersebut dilakukan dengan memberikan beban tarik pada arah sejajar sumbu batang paku secara perlahanlahan sampai paku mengalami kerusakan. Beban tersebut merupakan beban ultimat/maksimum (Pun ) yang dapat diterima oleh paku. Ukuran luas penampang paku berdiameter 4,1 mm; 5,2 mm; dan 5,5 mm masing-masing adalah 0,1321 cm2 ; 0,2125 cm2; dan 0,2377 cm2. Kekuatan tarik maksimum paku dihitung dengan menggunakan rumus Fun = Pun /A, dimana P un = beban atau gaya tarik ultimat/maksimum paku (kg) dan A = luas penampang paku (cm2). Kekuatan tumpu paku pada pelat sisi baja (Fes ) dihitung menurut asumsi bahwa pelat baja dibentuk pada proses dingin (cold-formed steel side members) yang menurut AWC (2005) besarnya Fes = 1,375 F u . Menurut Breyer et al. (2005) sebenarnya
36
yang dimaksud variabel Fu dalam persamaan tersebut adalah kekuatan tarik ultimat dari material pelat bajanya (side member). Namun dalam penelitian ini karena tingkat kesulitan dan kerumitan pembuatan contoh uji tarik maksimum dari material pelat baja sangat tinggi termasuk didalamnya perangkat uji mekaniknya, maka sebagai pengganti digunakan paku sebagai contoh uji. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa mutu material pelat baja dianggap sama dengan material paku. Mesin pengujian universal (UTM) untuk uji mekanik kekuatan tarik maksimum paku disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Pengujian kekuatan tarik maksimum paku Pada pendekatan standar Uni Eropa, Eurocode 5 (EC5) (Porteous dan Kermani, 2007) digunakan istilah kapasitas dukung beban karakteristik per paku per bidang geser (characteristic load-carrying capacity per nail per shear plane) (Fd.1 ) sebagai pengganti nilai disain lateral Z sambungan geser ganda batang kayu dengan pelat baja. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai disain lateral Z adalah :
Fd,1 = 2.3 √M y,Rk · fh,2,k · d + (0.25) Fax,Rk , dimana : F d,1
= kapasitas dukung beban karakteristik per paku per bidang geser (N)
M y,Rk = momen leleh paku karakteristik (N/mm) f h,2,k
= kekuatan lekat/benam karakteristik paku kedalam batang kayu (MPa)
d
= diameter paku (mm)
Fax,Rk = kapasitas cabut paku karakteristik (N).
37
Rumus di atas berlaku untuk sambungan geser ganda batang kayu dengan paku tunggal berpelat sisi baja, dimana spesifikasi ukuran pelat baja tergolong pelat tebal. Momen leleh paku karakteristik atau characteristic nail yield moment untuk paku bulat permukaan halus/licin (diameter < 6,00 mm) dihitung dengan rumus M y,Rk = 0,3 f u d2.6, dimana f u adalah kekuatan tarik paku (N/mm2) dan d adalah diameter paku (mm). Pada percobaan II tidak dilakukan pengujian kekuatan cabut paku, sehingga dalam perhitungan nilai F d,1 digunakan pendekatan penentuan F ax,Rk kapasitas cabut paku karakteristik berdasarkan rumus Fax,Rk atau P = 7.850 G5/2DL pada sesaran sambungan 0,015 in., dimana P = beban maksimum (pounds); L = penetrasi paku kedalam kayu (in.); G = kerapatan atau berat jenis kayu berdasarkan berat per volume pada kadar air 12%; D = diameter paku (in.) (FPL, 1999). Berbeda dengan pendekatan standar Amerika (AWC, 2005), dimana pada percobaan II ini nilai kekuatan lentur leleh paku (Fyb ) pada rumus Z digantikan dengan kekuatan lentur paku (Fb ), sedangkan pada pendekatan standar Uni Eropa, EC5 (Porteous dan Kermani, 2007) penghitungan Z atau Fd,1 betulbetul menggunakan momen lentur pada batas leleh (M y,Rk ).
Percobaan III - Pendekatan Empiris Percobaan III dalam penelitian ini merupakan uji empiris (laboratorium) dalam rangka menentukan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda pada berbagai diameter dan jumlah paku sepuluh jenis kayu tropis Indonesia. Pada pengujian sambungan tarik sangat sulit menentukan beban maksimumnya.
Dalam pengujian kekuatan kayu sebagai bahan pada saat
mencapai beban maksimum (bahan telah mengalami kerusakan) umumnya tidak akan terjadi peningkatan beban lagi walaupun pengujian terus dilanjutkan. Keadaannya berbeda untuk pengujian sambungan tekan batang kayu, dimana beban akan meningkat terus walaupun telah dicapai beban maksimum atau kerusakan awal dari sambungan. Hal ini disebabkan karena setelah beban maksimum pertama dicapai dan pengujian tetap dilanjutkan terjadi pemadatan selsel kayu yang dapat menyebabkan penambahan beban lagi. Oleh karena itu pada pengujian sambungan geser ganda akibat beban uni-aksial tekan tersebut perlu
38
ditentukan berapa besarnya beban yang terjadi pada
displacement (sesaran)
tertentu. Pada penelitian ini ditentukan nilai Z tersebut pada beberapa sesaran, yaitu pada sesaran 0,38 mm (FPL, 1999); 0,80 mm (Standar Australia); 1,50 mm (PPKI,1961) dan pada sesaran 5,00 mm. Pada tiga sesaran yang disebutkan pertama diasumsikan bahwa beban yang bekerja pada sambungan masih berada di daerah elastis-linier dari kurva gaya-sesaran. Sedangkan pada sesaran yang disebutkan terakhir standar pengujian sambungan geser ganda mengindikasikan bahwa pada sesaran 5,00 mm baik single maupun double shear connections diasumsikan telah mengalami kerusakan/kehancuran/keruntuhan (daerah plastisinlinier). Nilai disain lateral Z kekuatan sambungan geser ganda menurut berbagai sesaran ini diperoleh secara empiris melalui pengujian di laboratorium. Pengujian sambungan geser ganda disajikan pada Gambar 8. Disamping nilai Z menurut berbagai sesaran yang diperoleh secara empiris tersebut
dilakukan pula penentuan beban pada batas proporsional dan batas
maksimum. Pendekatan untuk menetapkan batas proporsional dilakukan dengan cara memotong persamaan regresi linier sederhana pada daerah elastis (garis A) dengan persamaan regresi polynomial pada daerah plastis (garis B) dari kurva gaya-sesaran. Sedangkan beban pada titik ultimat/maksimum diperoleh dengan cara memotong persamaan regresi polynomial daerah plastis (garis B) dengan persamaan regresi linier sederhana daerah inelastis/plastis (garis C) dari kurva gaya-sesaran, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 9.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Pengujian sambungan geser ganda dengan pembebanan uni-aksial tekan : (a) UTM Baldwin, (b) contoh uji dengan 6 batang paku dan (c) contoh uji dengan 10 batang paku
39
Beban (N)
Sesaran (mm)
Gambar 9 Batas proporsional dan maksimum pada kurva beban-sesaran
Nilai-nilai disain lateral Z yang diperoleh melalui pendekatan teoritis (percobaan I) dan pendekatan hibrida (percobaan II) diperbandingkan terhadap nilai Z hasil pengujian empiris (percobaan III), terutama yang didasarkan atas standar Amerika Serikat (AWC, 2005), Australia (SAA) dan Indonesia (PKKI 1961). Analisis perbandingan ini dilakukan untuk melihat sampai seberapa jauh deviasi nilai Z yang terjadi baik melalui pendekatan teoritis, hibrida maupun pendekatan empiris. Alur pemikiran penelitian sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja disajikan pada Gambar 10. Untuk mengetahui perilaku dan menentukan besar pengaruh diameter dan jumlah paku terhadap kekuatan sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu, maka data pengamatan diolah dan dianalisis dengan menggunakan percobaan faktorial dalam rancangan kelompok/blok 3 x 4 x 10. Faktor ukuran diameter paku (A) terdiri dari 3 variasi, yaitu A1 = 4,1 mm, A 2 = 5,2 mm, A 3 = 5,5 mm dan faktor jumlah paku (B) terdiri dari 4 variasi, yaitu B 1 =4 buah, B 2 =6 buah, B 3 =8 buah dan B 4 =10 buah. Sedangkan faktor jenis kayu (C) merupakan kelompok/blok terdiri dari 10 jenis, yaitu C 1 =sengon, C 2 =nangka, C 3 =meranti merah, C 4 =borneo super, C 5 =punak, C 6 =rasamala, C 7 =mabang, C 8 =kempas, C 9 =kapur dan C 10 =bangkirai. Dalam setiap satuan percobaan dilakukan tiga kali ulangan. Model umum statistik linier dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Y ijk = µ+ A i + B j + (AB) ij + C k + ε ijkl, dimana :
40
Y ijk
= nilai pengamatan pada factor A taraf ke-i factor B taraf ke-j pada ulangan ke-l µ = rataan umum Ai = pengaruh utama faktor A taraf ke-i Bj = pengaruh utama faktor B taraf ke-j (AB) ij = pengaruh interaksi faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j Ck = pengaruh kelompok/blok C taraf ke-k εijkl = kesalahan (galat) percobaan pada faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j kelompok/blok C taraf ke-k ulangan ke-l. Apabila pengaruh faktor utama dan kelompok/blok atau interaksi antar faktor utama nyata pada tingkat kepercayaan 95% atau 99%, maka pengolahan dan analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji beda wilayah Duncan. Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis regresi linier sederhana adalah MINITAB v.15.1 dan untuk analisis sambungan dengan metode elemen hingga menggunakan perangkat lunak ADINA v.8.5.2.
PERCOBAAN I (TEORITIS)
PERCOBAAN II (TEORITIS-EMPIRIS)
PERCOBAAN III (EMPIRIS)
Gambar 10 Diagram alir penelitian kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja sepuluh jenis kayu
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Jenis, Kerapatan dan Kadar Air Kayu
Berat jenis dan atau kerapatan kayu merupakan salah satu sifat fisik utama disamping kadar air kayu yang mempunyai korelasi kuat dengan sifat mekanik atau kekuatan kayu. Pada kayu kecil bebas cacat umumnya peningkatan BJ kayu berbanding lurus dengan kekuatannya. Sebaliknya kekuatan dan kekakuan kayu meningkat justeru dengan menurunkan kadar air kayu di bawah titik jenuh serat. Rataan berat jenis dan kerapatan 10 jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 11. Sebaran rataan berat jenis tersebut sangat bervariasi dari terendah kayu sengon (0,27) sampai dengan tertinggi kayu bangkirai (0,76). Sebaran berat jenis ini sejalan dengan kerapatan kayu, dimana kayu sengon memiliki kerapatan rata-rata terendah (0,31 g/cm3) dan bangkirai tertinggi (0,89 g/cm3). Selain sengon kayu lainnya memiliki berat jenis dan atau kerapatan dengan klasifikasi sedang sampai tinggi. Berat jenis kayu yang ditentukan berdasarkan berat kayu tanpa air dapat dijadikan dasar dalam mengelompokkan kayu yang diteliti menjadi beberapa klasifikasi, yaitu sangat rendah (sengon), sedang (nangka, m.merah, b.super, punak dan rasamala), tinggi (mabang, kempas dan kapur) dan sangat tinggi (bangkirai).
Keterangan : Angka dalam kurung adalah KA kayu (%) Gambar 11 Berat jenis dan kerapatan (g/cm³) sepuluh jenis kayu
42
Gambar 11 memperlihatkan rataan kerapatan 10 jenis kayu tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rataan berat jenisnya. Perbedaan ini terutama disebabkan oleh pengaruh kadar air contoh uji saat pengukuran. Sebaran rataan kadar air bervariasi dari terendah kayu sengon (13,28%) sampai dengan tertinggi kayu rasamala (22,54%). Kadar air seluruh jenis kayu yang diteliti berada dibawah kadar air titik jenuh serat (diasumsikan 30%) namun empat jenis diperkirakan belum mencapai kadar air kesetimbangan (KAK), yaitu kayu mabang, borneo super, rasamala dan kapur (Gambar 9). Kadar air kesetimbangan di daerah Bogor dan sekitarnya berkisar dari 12-18% tergantung suhu (T) dan kelembaban udara relatif (RH) saat itu. Perbedaan kadar air ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis kayu, tempat tumbuh dan umur dari pohon. Tingginya kadar air rata-rata keempat jenis kayu tersebut (≥ 18%) menunjukkan bahwa waktu pengeringan alami selama 75 hari dianggap belum mampu menurunkan kadar air kayu tersebut hingga mencapai KAK dengan T dan RH lingkungan sekitarnya. Hasil selengkapnya pengujian kadar air, berat jenis dan kerapatan jenis kayu yang diteliti disajikan pada Lampiran 1, 3 dan 5 serta hasil rataannya disajikan pada Lampiran 2, 4 dan 6. Gambar 12 berikut ini menyajikan sebaran rataan kadar air sepuluh jenis kayu yang diteliti.
Gambar 12 Kadar air (%) sepuluh jenis kayu
43
Beban Ijin Tekan dan Tarik Sejajar Serat Kayu
Kekuatan tekan dan tarik maksimum sejajar serat kayu hasil uji laboratorium yang telah direduksi dengan faktor keamanan dinamakan sebagai tegangan ijin. Apabila tegangan ijin ini dikalikan dengan luas penampang batang kayu maka akan diperoleh beban ijin. Faktor keamanan untuk softwood adalah 1/(2,1) dan hardwood 1/(2,3). Rataan beban ijin tekan dan tarik sejajar serat kayu 10 jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 13. Sebaran rataan beban ijin tekan sejajar serat sangat bervariasi dari terendah kayu sengon 65.843 N dan tertinggi kayu bangkirai 196.114 N. Gambar 13 menunjukkan bahwa peningkatan beban ijin tekan ini tidak selalu berbanding lurus dengan bertambahnya kerapatan kayu. Pada penelitian ini kayu rasamala dengan kerapatan tinggi (0,71) menghasilkan rataan beban tekan maksimum sejajar serat (99.157 N) lebih rendah dibandingkan kayu nangka (129.077 N), meranti merah (124.520 N), borneo super (144.131 N) dan punak (129.674 N) walaupun empat jenis kayu yang disebutkan terakhir memiliki kerapatan ≤ 0,66. Menurut Courney (2000) perilaku tekan bahan padat seluler seperti kayu diantaranya dipengaruhi oleh tebal dinding sel dan distribusi kerapatan kayu tersebut. Beery et al. (1983) menyatakan bahwa perilaku elastis lebih tergantung pada kerapatan daripada karakteristik anatomi kayu. Perbedaan kuat tekan penelitian ini disebabkan rataan KA dan juga berarti ρ rasamala lebih tinggi dibandingkan rataan KA dan ρ keempat jenis kayu tersebut. Pola sebaran ρ ini fenomenanya sama seperti BJ kayu tersebut. Selain faktor KA kayu rasamala bersifat regas. Gejala ini sama dengan kayu kapur walaupun kerapatannya (0,80) lebih tinggi dibandingkan kayu kempas (0,76) tetapi rataan beban ijin tekannya (166.477 N) lebih rendah dari kayu kempas (188.446 N). Perbedaan kekuatan antar jenis kayu ini menandakan bahwa ikatan antar sel penyusunnya terutama antar sel jari-jari kayu dan antara sel jari-jari dengan sel didekatnya diduga kurang kuat, sehingga ketahanan dalam mendukung atau menahan beban tekan menjadi rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerapatan atau berat jenis bukan merupakan satu-satunya peubah atau variabel utama semata dalam
44
menentukan kekuatan suatu jenis kayu. Walaupun secara umum terdapat tendensi yang sangat kuat bahwa kerapatan berbanding lurus dengan kekuatan kayu.
Keterangan : Angka dalam kurung adalah kerapatan kayu (g/cm3) Gambar 13 Beban ijin tekan sejajar serat dan tarik sejajar serat sepuluh jenis kayu
Pada Gambar 13 terdapat kecenderungan pola sebaran rataan beban ijin tekan ini sejalan dengan beban ijin tarik, namun pada beberapa kayu masih terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Kayu nangka, meranti merah, punak dan rasamala memiliki rataan kuat tekan sejajar serat lebih rendah dibandingkan dengan kayu borneo super tetapi keempat kayu tersebut justeru memiliki kuat tarik yang lebih tinggi bahkan kayu punak perbedaan kekuatan tersebut sangat signifikan. Tampaknya kayu borneo super memiliki kerapatan dan kuat tekan sejajar serat yang tinggi tetapi tidak sebanding dengan kuat tariknya. Sebenarnya rataan beban ijin tarik ini bersifat mendekati linier karena diturunkan dan diperoleh dari persamaan empiris kekuatan tarik sejajar serat (Tjondro, 2007) Ft// = 172,5 G1,05, dimana G adalah berat jenis kayu dimana volume contoh uji ditentukan pada rentang kadar air 12-15%. Namun dengan pertimbangan faktor penyesuaian kekuatan dan kekakuan kayu pada kadar air maksimal 19% dan 15% (ASTM D 143-2000) sebaran rataan beban tarik sejajar serat 10 jenis kayu menunjukkan pola yang lebih mendekati rataan beban tekan sejajar serat dibandingkan pola sebaran BJ atau kerapatan kayu. Adapun rataan beban ijin tekan sejajar serat kayu diperoleh dari uji empiris contoh kecil bebas cacat.
45
Kekuatan tekan maksimum sejajar serat mempunyai hubungan yang positif dengan kekuatan tarik. Dimana secara keseluruhan dari dua sifat ini, semakin tinggi kerapatan kayu maka kekuatan dalam menahan beban tarik dan tekan sejajar serat akan semakin besar pula. Besarnya nilai kerapatan kayu dan tekan maksimum sejajar serat digunakan untuk menduga kekuatan atau kemampuan paku sebagai alat sambung dalam
menekan/membenam/melekat
pada kayu. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu dengan kerapatan dan kekuatan tekan maksimum sejajar serat yang tinggi kekuatan paku untuk membenam/melekat dalam kayu yang dicirikan oleh nilai beban ijin total (nilai disain total T) dan beban ijin per paku (nilai disain lateral Z) pada pengujian kekuatan sambungan geser ganda seharusnya lebih tinggi pula. Akan tetapi pernyataan tersebut tidak selalu berbanding lurus, terbukti pada kayu rasamala meskipun memiliki kerapatan paling tinggi akan tetapi kekuatan sambungan geser ganda dan tekan maksimum sejajar serat yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kayu nangka, borneo super dan punak yang kerapatannya lebih rendah. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa selain dipengaruhi oleh kerapatan atau berat jenis kayu, kekuatan sambungan tarik dan kekuatan tekan maksimum sejajar serat kayu juga dipengaruhi oleh faktor kadar air, struktur anatomi dan kuat-tidaknya ikatan antar sel-sel penyusun kayu.
Nilai Disain Lateral Z Sambungan Geser Ganda Percobaan I - Pendekatan Teoritis Rataan nilai disain lateral (Z) sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja sepuluh jenis kayu selanjutnya cukup disebut rataan Z sambungan geser ganda menurut diameter paku disajikan pada Lampiran 11. Hasil perhitungan rataan Z sambungan geser ganda pada Lampiran 11 yang diperoleh secara teoritis dari persamaan batas kekuatan memperlihatkan bahwa mode kerusakan IV (bentuk kerusakan sendi plastik pada kedua bidang geser) memberikan nilai Z minimum untuk semua diameter paku dan jenis kayu. Kecuali kayu sengon dengan diameter paku 4,1 mm (601 N) dan 5,2 mm (682 N) mode kerusakannya I m (kerusakan terjadi pada batang kayunya). Dengan demikian
46
batang kayu sengon dengan kerapatan 0,31 tidak mampu menahan kekuatan tumpu paku (diameter 4,1 mm dan 5,2 mm) disekitar lubang paku sehingga batang kayu tersebut robek atau belah sedangkan sumbu batang pakunya masih utuh. Pada prinsipnya gaya atau beban yang bekerja pada pengujian kekuatan tumpu paku adalah kombinasi antara gaya yang menggeser sejajar serat kayu dengan gaya yang mendesak atau menekan tegak lurus serat kayu disekitar lubang paku. Apabila kekuatan geser sejajar dan tekan tegak lurus serat kayu disekitar lubang paku lebih rendah dari kekuatan tumpu paku maka terjadi retak atau belah pada kayu tersebut. Gambaran pola sebaran rataan Z sambungan geser ganda menurut mode kerusakan dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Pola sebaran rataan Z menurut mode kerusakan untuk setiap diameter paku Gambar 14 juga menunjukkan bahwa mode I s (kerusakan pada pelat sisi baja) merupakan bentuk kerusakan yang kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi seperti ditunjukkan dengan nilai Z yang sangat tinggi (>23.800 N) untuk ketiga diameter paku dibandingkan tiga mode lainnya (<5.700 N). AWC (2005) menyediakan 4 mode kerusakan dari persamaan batas leleh (Z) sambungan geser ganda, sedangkan Tjondro (2007) menyatakan bahwa pada sambungan kayu dengan penyambung pelat baja ada tiga ragam keruntuhan (mode kerusakan) yang dapat terjadi, yaitu mode I m , III s dan IV. Dengan demikian pernyataan Tjondro sangat sejalan dengan penelitian ini, karena nilai Z yang diperoleh tidak logis atau
47
sangat tinggi. Nilai disain lateral minimum menunjukkan bahwa mode kerusakan yang terjadi pada sambungan geser ganda tersebut merupakan bentuk kerusakan yang paling kritis dan paling dulu terjadi dibandingkan mode kerusakan lainnya. Dengan demikian nilai Z minimun ditetapkan sebagai nilai disain struktural untuk praktek konstruksi kayu di lapangan pada sambungan yang sedang diamati. Selanjutnya data dan pola sebaran rataan Z sambungan geser ganda dari mode kerusakan IV disajikan pada Gambar 15. Pola sebaran Z seperti diperlihatkan pada Gambar 15 menunjukkan adanya kecenderungan umum bahwa semakin tinggi BJ atau kerapatan kayu maka semakin tinggi pula rataan Z sambungan geser ganda untuk semua diameter paku kecuali kayu nangka. Kayu nangka memiliki serat terpadu (interlocked grain) yang diduga dapat meningkatkan nilai disain lateral Z.
Gambar 15 Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) Fenomena pada Gambar 15 memperlihatkan bahwa peranan tebal dinding sel kayu sangat tinggi dalam menentukan besar nilai disain lateral Z. Demikian halnya diameter paku, makin besar diameter paku maka semakin besar pula rataan Z untuk semua jenis kayu. Pada percobaan I ini, model regresi polynomial merupakan bentuk hubungan atau persamaan yang terbaik untuk menduga rataan Z dari diameter paku, sebagaimana ditunjukkan oleh R2 > 90%.
48
Gambar 16 Kurva model regresi polynomial hubungan antara nilai disain lateral Z dengan berat jenis dari sepuluh jenis kayu Pada Gambar 16 kurva nilai disain lateral Z diameter paku 5,5 mm berada diatas kurva diameter paku 5,2 dan 4,1 mm. Demikian halnya garis kurva 5,2 mm diatas kurva 4,1 mm. Berdasarkan kecenderungan ini dapat dikatakan bahwa rataan Z semakin meningkat dengan meningkatnya diameter paku. Rasio beban ijin tarik sejajar serat kayu terhadap nilai disain lateral Z sangat bervariasi dari 88 kali (kayu rasamala dengan Ø paku 5,2; 5,5 mm) sampai dengan 165 kali (kayu sengon dengan Ø paku 4,1 mm), tergantung dari kerapatan kayu dan diameter paku. Terdapat kecenderungan semakin besar diameter paku rasio tersebut semakin menurun untuk semua jenis kayu, sedangkan pengaruh kerapatan atau jenis kayu tidak berpola. Namun demikian rasio tersebut untuk paku berdiameter 5,2 mm relatif sama atau tidak berbeda nyata dengan paku 5,5 mm. Rasio ini menggambarkan bahwa untuk mencapai kekuatan terbesarnya sambungan geser ganda dengan paku berdiameter kecil membutuhkan paku dalam jumlah lebih banyak dibandingkan paku diameter besar. Walaupun angka-angka rasio beban ijin tekan sejajar serat kayu terhadap nilai disain lateral Z besarnya sekitar 0,5 kali bila dibandingkan dengan rasio beban ijin tariknya, namun demikian fenomena atau pola sebaran rasio tersebut relatif sama antara beban ijin tekan sejajar dengan tarik sejajar serat kayu.
49
Percobaan II - Pendekatan Teoritis dan Empiris Formula Amerika Serikat Data hasil perhitungan nilai disain lateral Z (lb) yang diperoleh berdasarkan percobaan II (pendekatan teoritis dan empiris) didasarkan pada rumus/formula Amerika Serikat (AWC, 2005). Nilai disain lateral Z tersebut dan nilai rataannya dalam Newton (N) masing-masing disajikan pada lampiran 15 dan 16. Sama halnya dengan percobaan I, maka hasil perhitungan rataan Z (Lampiran 16) memperlihatkan bahwa mode kerusakan IV (bentuk kerusakan engsel/sendi plastis pada kedua bidang geser) memberikan nilai Z minimum untuk semua diameter paku dan tujuh jenis kayu yang diteliti. Selanjutnya data dan pola sebaran rataan Z dari mode kerusakan IV diperlihatkan pada Gambar 17.
Gambar 17 Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda tujuh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(AWC, 2005) Pola sebaran Z pada Gambar 17 menunjukkan adanya kecenderungan umum bahwa semakin tinggi BJ atau kerapatan kayu maka semakin tinggi pula rataan Z untuk semua jenis kayu kecuali kayu kapur-diameter paku 5,2 mm dan 5,5 mm nilai Z-nya lebih rendah dibandingkan kayu kempas. Perbedaan tersebut terutama disebabkan kempas memiliki serat terpadu (interlocked grain) sehingga untuk paku berdiameter besar dapat meningkatkan embedding strength (kekuatan
50
lekat/benam paku). Fenomenanya hampir sama untuk kayu mabang-diameter paku 5,5 mm dibandingkan dengan kayu punak. Fenomena pada Gambar 17 membuktikan bahwa peranan tebal dinding sel kayu sangat tinggi dalam menentukan besar nilai disain lateral Z sambungan geser ganda.
Pola sebaran rataan Z sedikit berbeda menurut diameter paku,
dimana semakin besar diameter paku tidak selalu diikuti dengan peningkatan rataan Z untuk semua jenis kayu. Pada empat jenis kayu yang tergolong memiliki BJ tinggi (mabang, kempas, kapur dan bangkirai) rataan Z sambungan geser ganda dengan paku 5,2 mm justeru lebih tinggi dibandingkan paku diameter lebih besar (5,5 mm). Paku dengan diameter besar bila ditekan dengan beban merata sepanjang sumbu batang pakunya dimana arah beban sejajar serat kayu maka cenderung menggeser atau membelah kayu lebih besar dibandingkan paku diameter kecil. Kualitas fisik paku salah satunya BJ paku juga mempengaruhi nilai disain lateral Z sambungan geser ganda. Paku diameter 5,2 mm memiliki BJ (8,05) jauh lebih tinggi dibandingkan dua paku lainnya. Paku diameter 4,1 mm dan 5,2 mm masing-masing memiliki BJ 7,15 dan 7,37. Perbedaan BJ ini menunjukkan bahwa kualitas paku berdiameter 5,2 mm lebih baik dibandingkan paku 4,1 mm dan 5,5 mm karena kemungkinan kandungan unsur bajanya lebih tinggi.
Formula Uni Eropa Data hasil perhitungan nilai disain lateral Z (N) yang diperoleh berdasarkan percobaan II (pendekatan teoritis dan empiris) didasarkan pada standar Uni Eropa (EC5) (Porteous dan Kermani, 2007). Rataan nilai disain lateral Z tersebut disajikan pada lampiran 18. Dibandingkan standar Amerika (AWC, 2005) maka nilai-nilai disain lateral Z menurut EC5 sedikit lebih tinggi, yaitu berkisar dari terendah 2736 N (sengon - Ø paku 4,1 mm) sampai dengan tertinggi 6638 N (bangkirai - Ø paku 5,5 mm). Pola sebaran Z seperti diperlihatkan pada Gambar 18 juga menunjukkan adanya kecenderungan umum bahwa semakin tinggi BJ atau kerapatan kayu maka semakin tinggi pula rataan Z untuk semua jenis kayu kecuali kayu kapur-diameter paku 4,1; 5,2; dan 5,5 mm nilai Z-nya lebih rendah dibandingkan kayu kempas. Perbedaan ini terutama disebabkan
51
kempas memiliki serat terpadu (interlocked grain) sehingga untuk paku berdiameter besar dapat meningkatkan kekuatan tumpu paku atau embedding strength (kekuatan lekat/benam paku kedalam batang kayu). Hal yang sama atau fenomena yang serupa juga terjadi pada kayu mabang–diameter paku 5,5 mm nilai disain lateral Z-nya lebih rendah dibandingkan kayu punak, walaupun BJ kayu yang disebutkan terakhir lebih rendah dibandingkan kayu mabang.
Gambar 18 Pola sebaran nilai disain lateral Z sambungan geser ganda tujuh jenis kayu menurut diameter paku (mode kerusakan IV) berdasarkan percobaan II (teoritis-empiris)(EC5; Porteous dan Kermani, 2007) Gambar 18 juga memperlihatkan fenomena yang berbeda dimana sebaran nilai Z untuk paku diameter 5,5 mm lebih tinggi dibandingkan paku diameter 5,2 mm untuk semua jenis kayu. Disamping itu nilai disain lateral Z semakin meningkat dengan meningkatnya diameter paku untuk hampir semua jenis kayu (EC5, 2007). Fenomena ini berbeda menurut AWC (2005) dimana nilai disain lateral Z paku diameter 5,2 mm lebih tinggi dibandingkan paku 5,5 mm. Apabila variabel momen lentur paku didasarkan atas beban maksimum, maka garis kecenderungan nilai-nilai Z yang diperoleh menurut EC5 (Porteous dan Kermani, 2007) berada diatas atau akan lebih besar lagi dibandingkan pendekatan AWC (2005), baik untuk semua jenis kayu menurut masing-masing diameter paku. Nilai disain lateral Z yang diuraikan di atas didasarkan atas
52
momen lentur leleh paku karakteristik atau characteristic nail fastener yield moment (M y,Rk ).
Percobaan III - Pendekatan Empiris Kekuatan sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja dinyatakan dalam nilai rataan beban ijin total (nilai disain total T) dan rataan beban ijin per paku (nilai disain lateral Z) untuk sepuluh jenis kayu yang diteliti pada tingkat sesaran 0,38; 0,80; 1,50 dan 5,0 mm yang diperoleh dari uji empiris.
Nilai Disain Total Rataan nilai disain total T sambungan geser ganda diperoleh dari penggandaan rataan nilai disain lateral Z untuk masing-masing sesaran (Lampiran 19, 21, 23 dan 25) dengan jumlah paku. Dari hasil penggandaan tersebut dibuat histogram rataan T untuk masing-masing sesaran sebagaimana disajikan pada Gambar 19, 20, 21, dan 22. Gambar 19 s/d 22 memperlihatkan bahwa secara umum terdapat kecenderungan rataan nilai disain total T sambungan geser ganda mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah dan ukuran diameter paku untuk masing-masing sesaran. Demikian halnya berdasarkan berat jenis atau kerapatannya (berturut-turut dari sengon-bangkirai menggambarkan berat jenis atau kerapatan rendah-tinggi), nilai rataan disain total T sambungan geser ganda meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu.
Gambar 19
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,38 mm 53
Gambar 20
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,80 mm
Khusus pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa rataan nilai disain total T pada pemakaian 10 buah paku berdiameter 5,5 mm meningkat drastis dibandingkan 3 histogram sebelumnya untuk perlakuan yang sama. Fenomena ini mengindikasikan bahwa pada sesaran 5,0 mm sebenarnya telah memasuki daerah inelastis/plastis diduga karena telah terjadi pemadatan dan kehancuran serat di sekitar lubang paku.
Gambar 21
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 1,50 mm
54
Gambar 22
Pola sebaran rataan nilai disain total T sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 5,00 mm
Nilai Disain Lateral Menurut Beberapa Negara Pola sebaran Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,38 mm, 0,80 mm, 1,50 mm dan 5.00 mm disajikan pada Gambar 23. Terdapat kecenderungan umum (Gambar 23) dimana rataan Z sambungan geser ganda dengan paku semakin meningkat dengan meningkatnya ρ (jenis) kayu, sesaran dari 0,38 mm – 1,50 mm dan menurun kembali pada sesaran 5,00 mm. Demikian halnya pengaruh diameter paku meningkatkan rataan Z dari diameter 4,1mm ke diameter 5,2 mm namun menurun kembali pada diameter paku 5,5 mm.
Gambar 23 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu menurut diameter paku pada sesaran 0,38; 0,80; 1,50 dan 5,00 mm
55
Analisis sidik ragam (Lampiran 27 s/d 30) menunjukkan bahwa jenis kayu (kerapatan) sebagai kelompok/blok percobaan serta interaksi antara diameter dan jumlah paku memberikan pengaruh nyata terhadap nilai disain lateral Z untuk semua sesaran pada tingkat nyata 5% kecuali sesaran 5,00 mm interaksi tidak nyata. Gambaran pengaruh kelompok untuk semua sesaran disajikan pada Gambar 24. Sebaran rataan Z sambungan geser ganda balok kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja sepuluh jenis kayu untuk sesaran 0,38 mm (Amerika Serikat) memiliki pola atau garis kecenderungan yang sama dengan sesaran 0,80 mm (Australia) dan 1,50 mm (Indonesia), yaitu semakin meningkat dengan meningkatnya kerapatan kayu dan sesarannya. Namun pola sebaran Z pada sesaran 5,00 mm (beban maksimum/hancur) memperlihatkan pola yang sedikit berbeda yaitu tidak setajam tiga sesaran lainnya. Dasar perhitungan Z untuk tiga sesaran yang disebutkan pertama menganggap bahwa beban ijin masih berada di daerah elastis linier sedangkan pada sesaran 5,00 mm telah memasuki daerah plastis (kehancuran/keruntuhan).
Gambar 24 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda sepuluh jenis kayu untuk semua sesaran Perhitungan Z pada sesaran 5,00 mm memperhitungkan faktor keamanan 2.75 (Wirjomartono, 1977). Rataan Z kayu rasamala dan kapur (Gambar 24) juga memperlihatkan fenomena yang berbeda dengan kayu lainnya. Kedua kayu ini
56
memiliki BJ atau kerapatan yang tinggi namun rataan Z-nya lebih rendah dari beberapa kayu lainnya yang justeru lebih rendah BJ atau kerapatannya. Kayu rasamala memiliki kerapatan tinggi tetapi dalam proses pengeringan sering mengalami retak atau pecah permukaan sehingga memiliki keteguhan belah yang rendah. Dengan demikian ikatan antara sel atau serat kayu rasamala tidak sekuat kayu lain yang memiliki berat jenis relatif sama. Gambaran pengaruh perlakuan berupa interaksi antara faktor diameter dan jumlah paku untuk tiga sesaran di daerah elastis disajikan pada Gambar 25, 26 dan 27.
Gambar 25 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,38 mm
Gambar 26 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 0,80 mm 57
Gambar 27 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran 1,50 mm Pola atau garis kecenderungan rataan Z yang diperlihatkan dari ketiga Gambar tersebut sama satu dengan lainnya, hanya saja berbeda besaran rataan Znya. Semakin besar sesaran semakin tinggi pula rataan Z-nya untuk jumlah paku yang sama. Pola interaksi yang ditunjukkan Gambar 25-27 memperlihatkan rataan Z tertinggi untuk pemakaian paku berdiameter 4,1 mm; 5,2 mm; dan 5,5 mm masing-masing diperoleh dari jumlah 10, 6, dan 8 buah paku. Berbeda dengan gambaran pengaruh interaksi yang tidak nyata namun perlakuan faktor utama diameter dan jumlah paku berbeda nyata untuk sesaran 5,00 mm (daerah elastis) (Gambar 28) menunjukkan rataan Z meningkat dari pemakaian diameter paku 4,1 mm ke 5,2 mm dan menurun kembali pada diameter 5,5 mm.
Gambar 28 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter paku pada sesaran 5,00 mm
58
Fenomena ini disebabkan kekuatan lentur paku berdiameter besar cenderung semakin rendah bila dibandingkan paku berdiameter kecil. Disamping itu untuk meningkatkan kekuatan paku-paku berdiameter kecil biasanya mutu baja bahan pakunya juga ditingkatkan oleh pabrikan (Breyer et al. 2007). Sedangkan Gambar 29 memperlihatkan peningkatan rataan Z dari 4-8 buah paku kemudian turun kembali pada 10 buah paku.
Gambar 29 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jumlah paku pada sesaran 5,00 mm Berdasarkan Tabel 11P COMMON WIRE, BOX, or SINKER: Reference Lateral Design Values (Z) for Single Shear (two member) Connections (AWC, 2005) dicantumkan nilai Z sambungan geser tunggal batang kayu ρ = 0,55 g/cm3 dengan pelat sisi logam (Mixed maple dan Southern pine) untuk paku umum diameter 4,1 mm; 5,2 mm dan 5,5 mm masing-masing besarnya 209 lb (926 N), 270 lb (1.200 N) dan 285 lb (1.269 N). Menurut Wirjomartono (1977); Porteous dan Kermani (2007) beban ijin per paku (Z ) sambungan geser ganda 2 kali lebih besar dari sambungan geser tunggal. Dengan demikian nilai Z berdasarkan standar Amerika tersebut masing-masing adalah 1.852; 2.400; dan 2.538 N atau menurut standar Indonesia (PKKI, 1979) untuk kayu dengan ρ = 0,60 g/cm3 masingmasing adalah 1.803 N dan 2.783 N (tidak tersedia nilai Z untuk paku berdiameter 5,5 mm). Uji empiris penelitian ini memperlihatkan dengan diameter paku dan ρ kayu yang relatif sama kayu-kayu tropis Indonesia memiliki Z pada sesaran 1,50 mm kurang lebih 1,5 kali lebih tinggi untuk diameter 4,1 mm dan 5,2 mm serta 59
kurang lebih sama pada sesaran 5,00 mm untuk semua diameter paku. Fenomena tersebut berlaku juga untuk kelas kerapatan kayu lainnya. Sebaran rataan Z dengan meningkatnyarataan kerapatan pada sesaran 5,00 mm tidak setajam (lebih landai) dibandingkan Z pada sesaran 1,50 mm. Menurut Bleron dan Duchanois (2006) sambungan geser tunggal dengan alat sambung dowel menurut berbagai diameter dowel dan sudut beban-serat pada sesaran/displacement 5,0 mm telah memperlihatkan daerah plastis sambungan. Pada kurva gaya-sesaran titik atau batas proporsional dari berbagai variabel yang diuji berada dibawah 2,00 mm. Wirjomartono (1977) menetapkan sesaran 1,50 mm sambungan dengan paku, baut, pasak atau perekat sebagai dasar dalam menetapkan beban ijin per alat sambung karena dipandang masih berada di daerah elastis. Selanjutnya dikatakan apabila beban ijin per paku (Z) akan ditetapkan berdasarkan beban maksimum (rusak/hancur) yang dalam penelitian ini diasumsikan terjadi pada sesaran 5,00 mm maka harus diperhitungkan faktor keamanan sebesar 2,75 atau 3,00 (PKKI, 1979). Faktor keamanan sebagai faktor penyesuaian inilah yang menyebabkan rataan Z
yang ditetapkan menurut beban runtuh/hancur (daerah plastis) pada
sesaran 5,00 mm lebih rendah dibandingkan rataan Z pada sesaran 1,50 mm (daerah elastis). Walaupun demikian rataan Z pada sesaran 5,00 mm untuk beberapa jenis kayu berkerapatan tinggi seperti kempas, kapur dan bangkirai masih lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditetapkan oleh PKKI (1979) dan AWC (2005). Kayu tropis atau kayu daun lebar memiliki struktur anatomi lebih kompleks dibandingkan kayu daun jarum yang lebih homogen. Dengan struktur seperti ini kayu daun lebar (hardwood) diduga memiliki kekuatan dan kekakuan lebih tinggi dibandingkan kayu daun jarum (softwood) pada tingkat kerapatan kayu yang sama. Secara genetik kayu yang tumbuh di daerah tropis lebih beragam sehingga rentang variasi sifat fisik, mekanik dan struktur anatominya sangat tinggi. Dengan demikian variasi dari BJ atau ρ kayu penelitian ini yang bersumber dari kayu sejenis, antar jenis kayu dan atau tempat tumbuh yang berbeda yang menyebabkan berbedanya rataan Z yang dihasilkan.
60
Nilai Disain Lateral Z pada Batas Proporsional dan Maksimum Data hasil penentuan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu tropis pada batas proporsional dan maksimum masing-masing disajikan pada Lampiran 35 dan 41 serta data rataannya pada lampiran 36 dan 42. Nilai Z pada batas proporsioanal merupakan titik perpotongan antara persamaan regresi linier sederhana pada daerah elastis dengan persamaan kuadratik pada daerah inelastis dari diagram gaya-sesaran sambungan geser ganda. Sedangkan nilai Z pada beban maksimum diperoleh dari perpotongan antara persamaan kuadratik pada daerah inelastis dengan persamaan regresi linier sederhana pada daerah inelastik. Garis rataan Z sambungan geser ganda pada batas proporsional (Gambar 30) berada jauh diatas garis rataan Z pada batas maksimum.
Gambar 30 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada batas proporsional dan maksimum Terdapat kecenderungan umum bahwa semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin tinggi pula rataan Z sambungan geser ganda baik yang ditetapkan berdasarkan batas proporsional maupun batas atau beban maksimum.
Dasar
pembentukan rataan Z pada batas maksimum adalah membagi beban maksimum per paku dengan faktor keamanan 2,75 (PKKI, 1979). Apabila rataan Z pada batas proporsional dapat dijadikan dasar dalam praktek disain struktural sambungan geser ganda maka faktor keamanan yang ditetapkan PKKI tersebut terlalu tinggi. Faktor keamanan berdasarkan batas proporsional hasil penelitian ini berkisar dari
61
terendah 1,58 (punak), 1,64 (m.merah), 1,67 (mabang), 1,68 (kapur), 1,69 (kempas), 1,74 (borneo super), dan 1,76 (bangkirai). Sebaran besaran faktor keamanan dari tujuh jenis kayu tersebut relatif seragam atau tidak berbeda secara signifikan, namun untuk kepentingan keamanan sambungan dalam struktur bangunan sebaiknya ditetapkan faktor keamanan 1,80. Besarnya rataan umum nilai disain lateral Z pada batas proporsional dan maksimum masing-masing adalah 2.344 N (standar deviasi 319 N) dan 3.829 N (standar deviasi 440) dan
Analisis keragaman untuk nilai disain lateral Z pada
batas proporsional dan batas maksimum memperlihatkan bahwa selain jumlah paku, faktor kelompok (jenis kayu) dan diameter paku sangat nyata pengaruhnya. Faktor interaksi antar diameter dan jumlah paku walaupun pengaruhnya nyata pada selang kepercayaan 99% tetapi besaran F tabelnya hampir mendekati F hitung. Dalam rangka penyederhanaan masalah dan kemudahan
kepentingan
aplikasi praktek konstruksi di lapangan pengaruh interaksi yang rumit ini dianggap kecil pengaruhnya atau dapat saja diabaikan. Pola kesejajaran garis sebaran rataan Z sambungan geser ganda menurut diameter paku relatif sama dengan jenis kayu, yaitu batas proporsional berada diatas garis sebaran rataan Z pada batas atau beban maksimum (Gambar 31). Namun demikian rataan Z terbesar diperoleh dari paku berdiameter 5,2 mm.
Gambar 31 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter paku pada batas proporsional dan maksimum
62
Sesaran pada Batas Proporsional dan Maksimum Data hasil penentuan sesaran sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja menurut diameter dan jumlah paku tujuh jenis kayu tropis pada batas proporsional dan maksimum masing-masing disajikan pada Lampiran 38 dan 44 serta data rataannya pada Lampiran 39 dan 45. Sesaran pada batas proporsional dan maksimum diperoleh dengan cara yang sama saat penentuan nilai Z, sebagaimana diuraikan di atas. Sejalan dengan hasil analisis keragaman dimana semua variabel yang diteliti, yaitu faktor kelompok (jenis kayu), faktor perlakuan (jumlah dan diameter paku) serta interaksi antar perlakuan tidak mempengaruhi sesaran pada batas proporsioal pada tingkat nyata 1% (lampiran 40). Pada analisis seperti ini rataan umum sesaran batas proposional adalah 1,24 mm dengan standar deviasi (SD) 0,14 mm. Dengan demikian besar sesaran 1,50 mm yang ditetapkan PKKI (1979) sudah melampaui batas proporsional atau telah memasuki daerah plastis non linier. Perilaku sesaran pada batas proporsional ini berbeda jauh bila dibandingkan dengan sesaran pada batas maksimum (Gambar 32).
Selain faktor interaksi,
faktor kelompok (jenis kayu) dan faktor perlakuan (diameter dan jumlah paku) berpengaruh nyata terhadap sesaran pada beban maksimum sambungan geser ganda tujuh jenis kayu.
Gambar 32 Pola sebaran rataan sesaran sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada batas proporsional dan maksimum
63
Besar rataan umum sesaran pada batas masimum adalah 3,18 mm dengan SD 0,19 mm, dimana kayu borneo super, punak, mabang dan kempas sesarannya lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan ketiga jenis kayu lainnya. Sesaran pada batas maksimum ini berada dibawah sesaran untuk uji embedding strength yang mengasumsikan 5,00 mm merupakan batas kerusakan contoh uji sambungan (Bleron, 2006). Sesaran pada batas maksimum semakin meningkat dengan meningkatnya diameter paku (Gambar 33). Sesaran terbesar (3,48 mm, SD 0,26 mm) terjadi pada paku berdiameter 5,5 mm dan nilai ini berbeda nyata dengan sesaran paku 5,2 mm dan 4,1 mm. Disamping faktor atau sifat duktilitas bahan seluler kayu perilaku sesaran pada batas maksimum juga dipengaruhi oleh luas permukaan bidang paku. Dengan beban yang sama paku berdiameter besar memiliki kemampuan membelah atau menggeser sel/serat pada arah sejajar sumbu memanjang sel lebih besar dibandingkan paku diameter kecil. Apabila beban ditingkatkan maka kayu akan terbelah atau terjadi luncuran (sesaran) sambungan yang besar.
Gambar 33
Pola sebaran rataan sesaran sambungan geser ganda menurut diameter paku pada batas proporsional dan maksimum
Analisis keragaman juga menunjukkan bahwa faktor jumlah paku berpengaruh nyata terhadap sesaran pada batas maksimum (Lampiran 43). Sesaran sambungan geser ganda dengan 4 batang paku lebih rendah dan berbeda nyata dengan sesaran ketiga jumlah paku lainnya. Sambungan dengan jumlah 6, 8, dan 10 batang paku relatif sama besar sesarannya pada batas maksimum. Walaupun
64
terdapat perbedaan sesaran pada beban maksimum tersebut namun untuk kepentingan praktis perbedaan tersebut dapat diabaikan karena tidak mengandung makna yang berarti.
Gambar 34 Pola sebaran rataan sesaran sambungan geser ganda menurut jumlah paku pada batas proporsional dan maksimum Pola Kerusakan Sambungan Nilai disain lateral yang ditetapkan berdasarkan percobaan I-pendekatan teoritis adalah nilai Z terkecil/minimum yang diperoleh dari persamaan batas leleh. Nilai Z tersebut diperoleh dari mode kerusakan IV, yaitu suatu bentuk kerusakan sambungan geser tunggal atau geser ganda dimana paku sepanjang lubang pelat sisi baja (side member) tidak mengalami kerusakan sedangkan didekat batang kayu utama (main member) mengalami lentur plastis (plastic hinge). Nilai Z ini sejalan dengan bentuk kerusakan (mode IV) yang dihasilkan dari percobaan IV-pendekatan empiris. Tidak semua jenis kayu diamati pola kerusakan sambungannya. Pola kerusakan sambungan geser ganda yang diamati pada percobaan IV adalah sambungan dengan batang kayu meranti merah (mewakili kayu BJ sedang) dan kayu bangkirai (BJ sangat tinggi). Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa pola/mode kerusakan sambungan geser ganda untuk semua jenis kayu dianggap sama, yaitu mode kerusakan IV. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerusakan sambungan geser ganda baik menggunakan kayu meranti merah maupun bangkirai memperlihatkan pola
65
yang sama yaitu pola IV. Kerusakan paku disepanjang lubang pelat sisi baja jelas tidak mungkin terjadi karena kekuatan tekan pelat baja jauh lebih tinggi dibandingkan kekuatan tegak lurus sepanjang sumbu paku, sedangkan sepanjang batang kayu sangat tergantung pada BJ atau tebal dinding sel kayu. Pada kasus sambungan geser ganda dengan 10 buah paku (Gambar 35) garis momen atau lentur plastis paku berdiameter kecil (4,1 mm dan 5,2 mm) pada kayu meranti merah (BJ sedang) lebih tajam dibandingkan paku berdiameter besar (5,5 mm). Fenomenanya sama dengan kayu bangkirai hanya saja garis lengkung paku berdiameter kecil lebih landai dibandingkan paku berdiameter besar. Perbedaan kelengkungan garis momen ini pada kayu sejenis disebabkan BJ paku berdiameter 5,2 mm jauh lebih tinggi (8,05) sehingga lebih kuat menahan beban merata sepanjang sumbu paku dibandingkan paku 4.1 mm (7,15) dan 5.5 mm (7,37). Sedangkan perbedaan antar jenis kayu lebih disebabkan oleh pengaruh berat jenis atau kerapatan kayu. Gambar 35 juga memperlihatkan bahwa sebaran beban lateral disepanjang sumbu batang kayu baik kayu meranti merah maupun kayu bangkirai merata sama besarnya, seperti diperlihatkan dengan bentuk paku yang melengkung sama antar satu paku dengan paku lainnya pada batang kayu yang sama.
Keterangan : A i = Ø paku ke i, dimana i=1 (4,1 mm), i=2 (5,2 mm), i=3 (5,5 mm) Bi = ∑ paku ke i, dimana i=1 (4 paku), i=2 (6 paku), i=3 (8 paku), i=4 c (10 paku)
Gambar 35 Mode kerusakan IV sambungan geser ganda batang kayu meranti merah dan bangkirai dengan 10 buah paku
66
Pada kasus jumlah paku hanya 4 buah (Gambar 36) pola kerusakan antar satu paku dengan paku lainnya pada batang kayu yang sama juga tidak memperlihatkan perbedaan garis lengkung plastis yang nyata. Namun demikian perbedaan garis lengkung plastis paku berdiameter 4,1 mm dan 5,2 mm dibandingkan 5,5 mm baik kayu meranti merah maupun bangkirai tidak setajam pemakaian 10 buah paku. Hal ini disebabkan untuk mencapai sesaran yang sama (5 mm) maka beban total yang dipikul sambungan dengan jumlah paku sedikit (4 paku) lebih rendah dibandingkan paku banyak (10 paku).
Keterangan : A i = Ø paku ke i, dimana i=1 (4,1 mm), i=2 (5,2 mm), i=3 (5,5 mm) B i = ∑ paku ke i, dimana i=1 (4 paku), i=2 (6 paku), i=3 (8 paku), i=4 (10 paku)
Gambar 36 Mode kerusakan IV sambungan geser ganda batang kayu meranti merah dan bangkirai dengan 4 buah paku
Keterangan : A i = Ø paku ke i, dimana i=1 (4,1 mm), i=2 (5,2 mm), i=3 (5,5 mm) B i = ∑ paku ke i, dimana i=1 (4 paku), i=2 (6 paku), i=3 (8 paku), i=4 (10 paku)
Gambar 37 Beberapa contoh mode kerusakan IV sambungan geser ganda 67
Fenomena pemakaian 4 buah paku juga semakin mempertegas sebaran beban lateral yang merata dan sama besarnya disepanjang sumbu aksial atau sumbu batang kayu. Gambar 37 juga merupakan beberapa contoh
mode
kerusakan IV sambungan geser ganda batang untuk kayu nangka dan rasamala. Memperhatikan mode kerusakan pada Gambar 37 sebenarnya sedikit berbeda dibandingkan dengan mode kerusakan IV sambungan geser ganda menurut EWC (2005). Mode kerusakan sambungan (bentuk paku) pada percobaan III (empiris) memperlihatkan 2 (dua) buah sendi plastis hanya terjadi pada batang kayunya (lubang paku pada pelat masih utuh), sedangkan mode IV pada percobaan I (teoritis) (EWC, 2005) terdapat masing-masing 1 (satu) buah sendi plastis di pelat bajanya dan 2 (dua) buah pada batang kayunya. Perbedaan tersebut disebabkan tebal pelat baja pada percobaan III (empiris) jauh lebih besar (15 mm) dibandingkan tebal pelat baja percobaan I (teoritis) atau menurut AWC (2005), yaitu maksimum 6,1 mm. Dengan demikian terdapat dugaan kuat sifat tumpuan percobaan III pada kedua pelat bajanya lebih mengarah pada semi rigid sedangkan percobaan I tumpuan pin (pinned support).
Nilai Disain Lateral Z Menurut Berbagai Analisis Pendekatan Tanpa memperhatikan pengaruh berbagai variabel yang diteliti rataan umum Z sambungan geser ganda yang dihasilkan dari percobaan I-teoritis (standar Amerika Serikat) relatif sama dengan percobaan III-beban maksimum (Gambar 38). Percobaan yang disebutkan terakhir merupakan uji empiris sambungan geser ganda dengan paku majemuk dan mempertimbangkan faktor keamanan 2,75 (PKKI, 1979). Dengan demikian para disainer dalam aplikasi konstruksi dapat saja menggunakan nilai-nilai disain struktural sambungan geser ganda dengan paku berdasarkan percobaan III ini karena dipandang relatif aman. Besaran nilai disain dua percobaan tersebut di atas jauh lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan hasil yang diperoleh dari percobaan II-teoritis&empiris (AWC, 2005); percobaan II-teoritis&empiris (EC5; Porteous dan Kermani, 2007); dan percobaan III-batas proporsional apalagi dengan percobaan III-batas sesaran 1,50 mm. Apabila praktek konstruksi didasarkan pada PKKI (1979) yang membatasi
68
pada sesaran sambungan 1,50 mm, maka nilai Z yang digunakan terlalu overestimasi karena sebenarnya sambungan telah melewati batas proporsional (sekitar 1,24 mm dengan SD 0,14 mm). Nilai disain lateral Z menurut PKKI (1979) sedikit lebih tinggi dibandingkan percobaan II-standar Uni Eropa (EC5, Porteous dan Kermani, 2007).
Gambar 38 Pola sebaran rataan umum nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut berbagai analisis pendekatan Percobaan II yang memadukan pendekatan teoritis dengan uji empiris paku tunggal tampaknya lebih realistis, karena rataan umum Z berada sedikit dibawah batas proporsional. Dengan demikian perlu dikaji ulang dasar penetapan sesaran 1,50 mm sebagai batas penetapan tegangan ijin per paku (nilai disain lateral Z) selain penetapan Z yang didasarkan atas beban maksimum (PKKI, 1979). Namun percobaan II yang didasarkan pendekatan EC5 (Porteous dan Kermani, 2007) nilai-nilai disainnya berada di atas batas proporsional bahkan mendekati PKKI-NI 1961 atau telah memasuki daerah plastis.
Dengan
mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya penetapan sesaran sambungan menurut standar Australia (0,80 mm), sesaran batas proporsional hasil penelitian ini dan besaran SD-nya maka sesaran 1,00 mm dapat dipertimbangkan untuk ditetapkan sebagai batas aman kekuatan sambungan geser ganda dengan paku berpelat sisi baja. Penentuan nilai disain lateral Z yang didasarkan atas beban maksimum (runtuh/hancur) adalah membagi beban maksimum per paku dengan faktor 69
keamanan 2,75 (PKKI, 1979). Apabila nilai disain lateral Z pada batas sesaran 1,00 mm dapat dijadikan dasar dalam praktek disain sambungan geser ganda maka faktor keamanan yang ditetapkan PKKI-NI 1961 tersebut masih terlaku tinggi. Faktor keamanan berdasarkan batas sesaran 1,00 mm hasil penelitian ini berkisar dari terendah 1,54 (kapur), 1,74 (m.merah), 1,78 (mabang), 1,89 (bangkirai), 1,94 (kempas), 1,97 (punak), dan 2,10 (borneo super). Sebaran besaran faktor keamanan dari tujuh jenis kayu tersebut sangat bervariasi atau berbeda secara signifikan, namun untuk kepentingan keamanan sambungan dalam struktur bangunan sebaiknya ditetapkan faktor keamanan tertinggi yaitu 2,10. Terdapat kecenderungan umum (Gambar 39) bahwa rataan Z meningkat secara signifikan dengan meningkatnya BJ atau kerapatan kayu. Demikian pula pola atau kesejajaran garis sebaran rataan Z tersebut relatif sama antara pendekatan satu dengan pendekatan lainnya. Kalaupun ada anomali untuk jenis kayu tertentu, misalnya kayu kapur maka hal tersebut lebih disebabkan bukan oleh faktor tebal dinding sel. Kemungkinan lain bukan kayu kapur sebagai anomali tetapi justeru kayu kempas dengan serat terpadunya walaupun memiliki BJ lebih rendah dari kapur tetapi rataan Z-nya menjadi lebih tinggi. Gambar 40 memperlihatkan perbedaan struktur makroskopis pada penampang melintang kedua jenis kayu tersebut.
Gambar 39 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut jenis kayu pada berbagai analisis pendekatan
70
Berdasarkan ukuran diameter paku, pola sebaran atau garis kesejajaran rataan Z relatif sama antara ketiga diameter khususnya antar paku 4,1 mm dengan 5,2 mm menurut berbagai pendekatan. Dari sudut kajian menurut berbagai pendekatan fenomena sebaran rataan Z ini sama dengan sebaran rataan umum Z (Gambar 41).
(a). Kempas
(b). Kapur
Gambar 40 Struktur makroskopis penampang melintang kayu (a) kempas dan (b) kapur (perbesaran 30 X)
Gambar 41 Pola sebaran rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut diameter paku pada berbagai analisis pendekatan Paku 5,2 mm memberikan nilai rataan Z paling tinggi diikuti oleh paku 5,5 mm untuk hampir semua pendekatan, kecuali pendekatan II EC5 (2007) nilai 71
disain Z paku 5,5 mm lebih tinggi dibandingkan paku 5,2 mm. Rataan Z terendah dihasilkan dari paku 4,1 mm untuk semua pendekatan. Disamping diduga mutu paku yang rendah perbedaan rataan Z tersebut juga disebabkan oleh luasan permukaan paku 5,5 mm lebih besar dari paku 5,2 mm sehingga lebih mudah menggeser atau membelah serat searah sumbu batang dan mendesak/mendorong kearah tegak lurus serat kayu sebagai awal keretakan atau pembelahan kayu. Faktor BJ paku yang tinggi pada paku diameter 5,2 mm yang berarti mengandung unsur besi/baja yang tinggi dapat pula meningkatkan kekuatan lentur paku. Analisis Kontur Gaya-Sesaran Analisis kontur gaya-sesaran dengan model simulasi metode elemen hingga (MEH) menggunakan perangkat lunak/program ADINA v.8.5.2 dilakukan untuk melihat distribusi gaya dan sesaran disekitar lubang paku atau pada suatu titik tertentu dari batang utama kayu sambungan geser ganda berdasarkan pendekatan model simulasi. Menurut Tjondro (2007) perangkat lunak seperti ADINA v.8.3 mungkin mempunyai kemampuan untuk memodelkan material ortotropik, kontak elemen, dan fraktur dengan penjalaran retak (2-D). Pada analisis ini hanya diambil satu kasus dari 360 satuan percobaan dengan asumsi bahwa fenomena atau perilaku model simulasi yang dihasilkan kurang lebih sama antar satuan percobaan sehingga dapat dianggap merepresentasikan atau menggambarkan perilaku keseluruhan anggota populasi. Contoh uji sambungan paku majemuk yang ditetapkan secara sistimatik dan diambil sebagai kasus adalah A 3 B 4 C 3 U 2 (contoh uji sambungan geser ganda batang kayu meranti merah, jumlah paku 10 buah, diameter paku 5,5 mm pada ulangan ke-2). Data yang di input kedalam perangkat lunak/program ADINA v.8.5.2 metoda elemen hingga adalah sebagai berikut : 1. Modulus young’s menggunakan persamaan empiris yang dikembangkan Tjondro (2007) E e// = 15.052 G1,20, dimana E e // atau E L adalah modulus elastisitas tekan//serat kayu arah longitudinal di daerah elastis (MPa) dan G adalah berat jenis kayu pada KA 12-15%. Dengan demikian besarnya E L meranti merah = 15.052 (0,53)1,20 = 7.026 MPa. Besarnya E R dan E T meranti merah dihitung melalui pendekatan besaran rasio E R /E L dan
72
E T /E L kayu Walnut (Black) masing-masing sebesar 0,106 dan 0,056. Berdasarkan besarnya E L meranti merah 7.026 MPa dan substitusi kedalam rasio modulus young’s tersebut diperoleh nilai E R dan E T masing-masing sebesar 745 MPa dan 393 MPa. 2. Nilai poisson’s ratio menggunakan data kayu Walnut (Black) dengan SG pada kadar air 12% sebesar 0,55 sebagai berikut : υ LR =0,495; υ LT =0,632 dan υ RT =0,718. 3. Shear modulus atau modulus geser (G) untuk jenis kayu meranti merah adalah G LR =597, G LT =436 dan G RT =148 MPa. Nilai G tersebut diperoleh dari rasio G/E (Wood Handbook, 1999) kayu Walnut (Black) sebagai berikut : G LR /E L =0,085, G LT /E L =0,062 dan G RT /E L =0,021, dimana E L atau E e// serat jenis meranti merah (Tjondro, 2007) = 7.026 MPa. 4. Data fisik-mekanik untuk material baja meliputi BJ, E, F y dan υ diasumsikan masing-masing besarnya 0,0000858 N/mm3, 210.000 MPa, 240 MPa dan 0,30. Data empiris BJ dan E paku (Ø=5,2 mm) masingmasing adalah 0,0000789 N/mm3 dan 29.000 MPa, sedangkan υ paku diasumsikan besarnya 0,30.
Data empiris BJ meranti merah adalah
0,00000520 N/mm2. 5. Hasil pengujian empirik beban total sambungan geser ganda 10 batang paku untuk batang kayu meranti merah pada sesaran 0,38 mm, 0,80 mm, 1,50 mm dan 5,00 mm masing-masing besarnya 7.980 N, 16.030 N, 36.280 N dan 58.735 N. Dari proses input data tersebut di atas kedalam model simulasi MEH menggunakan perangkat lunak ADINA Ver. 8.5.2 diperoleh daftar titik sesaran menurut sumbu X, Y dan Z (mengambil kasus titik nomor 3401) pada respon kisaran tahapan beban, sebagaimana disajikan pada lampiran 48. Titik nomor 3401 pada model simulasi dari contoh uji A 3 B 4 C 3 U 2 merupakan titik yang mengalami sesaran maksimum terletak di bagian bawah dari batang utama (main member) sambungan geser ganda. Berdasarkan Lampiran 48 selanjutnya dibuat Tabel yang memuat perbandingan hasil percobaan III- empiris dengan model simulasi MEH program ADINA ver 8.5.2, sebagai berikut.
73
Tabel 3 Beban total dan sesaran sambungan geser ganda contoh uji A 3 B 4 C 3 U 2 pada 3 arah salib-sumbu menurut percobaan III dan pendekatan model simulasi MEH menggunakan program ADINA ver.8.5.2 Percobaan IIIUji Empiris Beban Sesaran Z Total (N) (mm) 7.840 0,33 7.980 0,38 16.030 0,80 16.660 0,82 19.600 1,00 21.560 1,12 24.500 1,34 36.280 1,50 42.140 3,00 58.735 5,00
Pendekatan Model Simulasi Beban Total (N) 4.000 5.000 9.000 10.000 13.000 14.000 16.000 18.000 36.000 60.000
Sesaran X (mm) 0,007 0,008 0,015 0,017 0,022 0,024 0,027 0,031 0,062 0,103
Sesaran Y (mm) 0,026 0,033 0,059 0,065 0,085 0,091 0,104 0,117 0,234 0,389
Sesaran Z (mm) 0,331 0,414 0,745 0,827 1,076 1,158 1,332 1,489 2,979 4,964
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada tingkat pembacaan sesaran yang relatif sama pada arah sumbu Y yaitu dari 0,33–1,50 mm untuk kedua pendekatan tersebut maka beban total yang dibaca dari percobaan III jauh lebih besar (1,5-2,0 kali) dari pendekatan model simulasi. Terdapat kecenderungan setelah sesaran 1,50 mm perbandingan kedua pendekatan tersebut semakin mendekati 1,0 sebagaimana ditunjukkan oleh sesaran maksimum 5,00 mm beban yang terbaca adalah sekitar 60.000 ton. Dari variabel beban total dan sesaran tersebut diperoleh persamaan regresi model simulasi sampai sesaran 5,00 mm cenderung linier sempurna (Y = 12088X – 2,494 dengan R2 = 1,00)(Gambar 42) sedangkan percobaan III-uji empiris sampai dengan sesaran 1,12 mm berupa persamaan regresi linier sederhana (Y = 17144X – 2412 dengan R2 = 0,998) seperti dapat dilihat Gambar 43. Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa pendekatan model simulasi mengganggap sampai dengan sesaran 5,00 mm sambungan geser ganda belum mengalami kerusakan. Berbeda dengan percobaan empiris dimana sampai dengan sesaran 1,50 mm sambungan sepertinya telah memasuki daerah inelastis (persamaan regresi polynomial).
74
Gambar 42 Persamaan regresi linier hubungan beban total dengan sesaran sambungan geser ganda menurut model simulasi MEH menggunakan program ADINA v.8.5.2
Gambar 43 Model-model persamaan regresi hubungan beban total dengan sesaran sambungan geser ganda menurut percobaan III Sejalan dengan analisis dan pembahasan terdahulu mengenai sesaran pada batas proporsional dan maksimum pada percobaan III maka terdapat dugaan kuat bahwa sampai dengan sesaran 1,12 mm garis kurva hubungan beban-sesaran masih bersifat linier elastis. Besarnya perbedaan fenomena kurva gaya-sesaran dari kedua pendekatan tersebut menunjukkan bahwa asumsi-asumsi yang digunakan pada pendekatan model simulasi mungkin masih belum mendekati keadaan yang sebenarnya. 75
Untuk mendapatkan gambaran pendekatan model simulasi berikut ini disajikan gambar hasil proses pengolahan data model simulasi MEH menggunakan program ADINA ver. 8.5.2. Informasi yang dapat diambil dari Gambar 43 adalah bahwa displacement atau sesaran atau perpindahan maksimum batang utama sambungan geser ganda pada arah sumbu X (depan), Y (horizontal) dan Z (vertikal) masing-masing besarnya 0,32 mm, 1,33 mm dan 4,67 mm. Perpindahan batang utama tersebut kearah sumbu X dan Y dapat diabaikan karena nilainya kecil, walaupun sebenarnya dalam suatu struktur sambungan yang baik pergerakan sebaiknya hanya terjadi pada arah sumbu Z saja. Pergerakan hanya ke satu arah ini disebabkan gaya yang bekerja bersifat uni-aksial tekan atau tarik sejajar serat kayu.
Gambar 44
Model simulasi MEH untuk sesaran maksimum batang utama sambungan geser ganda menurut 3 arah utama salib-sumbu Model Regresi Sambungan Geser Ganda
Sebaran rataan Z untuk sambungan dengan paku majemuk (Gambar 23 dan 24) dan penelitian Surjokusumo (1980) menunjukkan bahwa beban ijin per paku relatif tidak begitu berpengaruh terhadap peubah jumlah paku dalam sambungan lateral. Analisis keragaman benar menunjukkan adanya pengaruh perlakuan berupa interaksi antara diameter dan jumlah paku terhadap nilai disain lateral Z, tetapi F hitung jumlah paku tidak berbeda jauh dengan F tabel pada tingkat nyata 5%. Indikasi ini cenderung memperlihatkan tidak adanya pengaruh
76
jumlah paku terhadap nilai Z, sehingga penelitian-penelitian kekuatan sambungan dalam dekade belakangan ini dengan alat sambung dowel lebih difokuskan pada penelitian dowel tunggal. Berdasarkan kecenderungan umum bahwa ρ berbanding lurus dengan kekuatan sambungan maka dipilih secara sistimatis data rataan ρ kayu dan Z minimum dalam rangka mencari model regresi hubungan kedua variabel tersebut. Model regresi power (power regression type) merupakan model terbaik untuk menduga nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda batang kayu dengan paku dari kerapatan kayu/density G (g/cm3) pada beberapa sesaran. Kekuatan sambungan dengan paku dalam bentuk model regresi ini sejalan dengan modelmodel pada Forest Products Laboratory : FPL (1999), Sadiyo dan Suharti (2004) dan Pun (1987) untuk beban ultimat sambungan geser tunggal. Tabel 4 Power regression type hubungan antara nilai disain lateral Z dengan kerapatan kayu G (g/cm3) sambungan geser ganda menurut sesaran dan diameter paku S E S A R A N (mm) Ø (mm)
0.38
0.80
1.00
1.50
5.00
Z (N)
R
Z (N)
R
Z (N)
R
Z (N)
R
Z (N)
R2
4.1
Z= 2783G1.76
0.92
Z = 4187G1.47
0.93
Z = 4872G1.41
0.93
Z = 5665G1.18
0.93
Z = 2728G0.84
0.96
5.2
Z= 3736G1.63
0.92
Z = 6321G1.65
0.93
Z = 7529G1.64
0.92
Z = 8728G1.39
0.85
Z = 3683G0.78
0.94
5.5
Z= 2447G1.98
0.86
Z = 4160G1.80
0.85
Z = 5567G1.86
0.90
Z = 6337G1.61
0.84
Z = 4175G1.02
0.93
2
2
2
2
Model regresi pada Tabel 4 dapat digunakan untuk menyusun Tabel kelas mutu sambungan yang merupakan gambaran nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja menurut beberapa sesaran dan diameter paku.
Kelas Mutu Sambungan Geser Ganda Tabel 5 berikut menyajikan kelas mutu sambungan geser ganda dengan paku berpelat sisi baja untuk sesaran 1,00 mm, 1,50 mm dan 5,00 mm dengan 3 ukuran diameter paku pada sepuluh jenis kayu tropis Indonesia.
77
Tabel 5
Kelas Mutu Sambungan
Kelas mutu sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja (N) untuk sesaran 1,00 mm, 1,50 mm dan 5,00 mm dengan 3 ukuran diameter paku berdasarkan kerapatan kayu
Kerapatan Kayu (g/cm3)
Ø Paku (mm) (Sesaran 1,00 mm)
Ø Paku (mm) (Sesaran 1,50 mm)
Ø Paku (mm) (Sesaran 5,00 mm)
4,1
5,2
5,5
4,1
5,2
5,5
4,1
5,2
5,5
I
0,95 (0,90-0,99)
4530
6920
5060
5680
8140
6470
3030
3600
3640
II
0,85 (0,80-0,89)
3870
5760
4110
4970
7050
5400
2740
3300
3340
III
0,75 (0,70-0,79)
3240
4690
3260
4280
5990
4410
2450
3000
3020
IV
0,65 (0,60-0,69)
2650
3700
2498
3600
4970
3500
2150
2690
2700
V
0,55 (0,50-0,59)
2100
2810
1830
2950
4000
2670
1850
2370
2370
VI
0,45 (0,40-0,49)
1580
2020
1260
2310
3080
1920
1540
2030
2030
VII
0,35 (0,30-0,39)
1110
1340
790
1710
2220
1280
1230
1680
1670
VIII
0,25 (0,20-0,29)
690
770
420
1140
1430
740
900
1300
1280
78
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Terdapat kecenderungan umum bahwa nilai disain lateral Z sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja meningkat dengan meningkatnya berat jenis atau kerapatan kayu pada semua sesaran (0,38; 0,80; 1,50 dan 5,00 mm). Dengan demikian kayu bangkirai, kempas dan kapur memiliki rataan nilai disain lateral Z lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kayu borneo super, meranti merah, punak, mabang dan nangka apalagi kayu sengon. Namun untuk kayu rasamala walaupun memiliki BJ lebih tinggi tetapi nilai disain leteral Z-nya lebih rendah dari kayu nangka, meranti merah, borneo super, dan punak. Hal yang sama juga terjadi pada kayu kapur (BJ tinggi) dibandingkan dengan kayu kempas yang memiliki BJ rendah. 2. Nilai disain total T sambungan geser ganda semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah paku (4-10 buah) dan diameter paku (4,1 mm, 5,2 mm dan 5,5 mm) kecuali jumlah paku 10 buah dengan diameter 5,5 mm lebih rendah dari jumlah paku 8 buah untuk semua jenis kayu. Namun untuk keperluan praktis pada praktek konstruksi kayu di lapangan pengaruh interaksi yang rumit tersebut dapat diabaikan sehingga nilai disain lateral Z geser ganda sama atau relatif tidak dipengaruhi oleh jumlah paku. Nilai disain lateral Z paku berdiameter 5,2 mm dan 5,5 mm lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan dengan paku berdiameter 4,1 mm pada semua sesaran dan jenis kayu. 3. Jenis kayu, jumlah dan diameter paku serta interaksi jumlah dengan diameter paku tidak mempengaruhi sesaran batas proporsional. Rataan umum sesaran batas proporsional adalah 1,24 mm dan merupakan batas aman nilai disain lateral Z terbesar sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja untuk sepuluh jenis kayu di daerah elastis. Sebaliknya pada batas maksimum hanya interaksi jumlah dengan diameter paku saja yang tidak mempengaruhi
sesaran sambungan geser ganda. Tidak ada satupun
sesaran pada batas maksimum yang nilainya mencapai 5,00 mm. Rataan 79
umum dan terbesar sesaran pada batas maksimum masing-masing adalah 3,06 mm dan 3,48 mm. Rataan sesaran yang disebutkan terakhir diperoleh dari paku berdiameter 5,5 mm. 4. Rataan nilai disain lateral Z sambungan geser ganda menurut Percobaan I relatif sama dan tidak berbeda nyata dengan Percobaan III (batas maksimum). Namun nilai Z dari kedua percobaan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan rataan Z yang diperoleh dari Percobaan II (EC5, 2007) dan Percobaan III (batas sesaran 1,5 mm; PKKI-NI 1961). Dengan demikian nilai disain lateral Z yang paling realistis untuk kayu tropis Indonesia adalah pendekatan batas proporsional (Percobaan III) hasil uji empiris. Nilai rataan Z yang disebutkan terakhir berada diantara nilai ekstrim dari kedua kelompok pendekatan di atas. 5. Model regresi dalam bentuk persamaan power merupakan model terbaik untuk menduga
nilai disain lateral Z (N) sambungan geser ganda batang kayu
dengan paku berpelat sisi baja dari kerapatan kayu D (g/cm3) untuk semua sesaran pada ketiga ukuran diameter paku. Berdasarkan model tersebut dapat disusun Tabel kelas mutu sambungan geser ganda batang kayu dengan paku berpelat sisi baja untuk masing-masing diameter paku (4,1; 5,2 dan 5,5 mm) menurut kerapatan kayu (0,25-0,95 g/cm³) dan beberapa tingkat sesaran sambungan (0,38; 0,80; 1,50 dan 5,00 mm).
Saran
1. Batas atau titik proporsional sambungan geser ganda batang kayu dengan paku majemuk berpelat sisi baja dari kurva beban-sesaran nilainya perlu ditetapkan sebesar 1,00 mm menggantikan sesaran 1,50 mm sebagaimana ditetapkan PKKI NI-5 1961. Sesaran 5,00 mm dapat ditetapkan sebagai batas maksimum kurva beban-sesaran sambungan geser ganda
batang kayu dengan paku
majemuk berpelat sisi baja.
2. Perlu penyempurnaan dari model simulasi MEH menggunakan program ADINA ver.8.5.3 dalam menjelaskan perilaku sambungan geser ganda karena kendala faktor kontak elemen dan data primer material ortotropik (kayu) dan pelat baja.
80
DAFTAR PUSTAKA Alexiou, P.N. 1994. Elastic Properties of Eucalyptus pilularis Sm. Perpendicular to the Grain. Holzforchung 48: 55-60. Anonim. 1991. Vademicum Dipterocarpaceae (Terbitan 02/Th I/91, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depertemen Kehutanan RI). http://indonesianforest.com/Dipterocarpaceae/Pemanfaatan%20hasilmeran timerah.pdf. [15 Nopember 2008]. ______.2008.Identifikasi kayu Indonesia. http://indonesianforest.com/frameset.php.htm. [17 Nopember 2008] American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber. ASTM Standard D143-94. Annual Book of ASTM Standards v4.10. ASTM, Philadelphia, PA. American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Test Methods for Mechanical Fastener in Wood. ASTM Standard D5652-95. Annual Book of ASTM Standard v4.10. ASTM, Philadelphia, PA. American Society for Testing and Materials. 2002. Standard Test Methods for Evaluating Dowel Bearing Strength for Wood and Wood-Based Products. ASTM Standard D5764-97a. Annual Book of ASTM Standards v4.10. ASTM, Philadelphia, PA. American Wood Council. 2005. National Design Specification: For Wood Construction, ASD/LRFD. American Forest & Paper Association, 2005 Edition. Washington, DC 20036 Beery, W.H., Ifju, G., and McLain, T.E. 1983. Qualitative Wood AnatomyRelating Anatomy to Transverse Tensile Strength. Wood Fiber Sci. 15:395-407. Blass, H.J.1994. Characteristic Strength of Nails Joins. Forest Products Journal, Vol.44 No.4, 33-39, 1994. Bleron, L and Duchanois, G. 2006. Anggle to the Grain Embedding Strength Concerning Dowel Type Fasteners. Forest Products Journal; 56,3; ABI/INFORM Global pg.44. Bodig, J. 1963. The Peculiarity of Compression of Conifer in Radial Direction. Forest Products Journal. 13:438. Bodig, J. and Jayne, B.A. 1993. Mechanics of Wood and Wood Composites. Krieger Publishing Co, Malabar, Florida.
81
Breyer, D.E., Fridley, K.J., Cobean, K.E., and Pollock, D.G. 2007. Design of Wood Structures, ASD/LRFD. RR Donnelley. McGraw-Hill Professional, New York. Courney, T.H. 2000. Mechanical Behaviour of Materials. Chapt. 14:686-714. McGraw-Hill International Editions. Damayanti, R. dan Mandang, Y.I. 2007. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Kurang Dikenal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1979. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. NI-5. Yayasan Normalisasi Penyelidikan Masalah Bangunan. Faherty, K.F and T.G. Williamson. 1989. Wood Engineering and Construction Handbook. McGraw-Hill Publishing Company. New York. Finite
Elemen Model, PROGRAM ADINA v.8.2. http://www.rapidhop.com/getfull-adina+system+8.2-ahmedlouz1749749.htm. [23 Mei 2010]
Finite
Elemen Model, PROGRAM ADINA V.8.5.3 http://www.rapidhop.com/getfull-adina+system+8.5+finite+element+analysis+software-7171385.htm.[23Mei 2010]
pada
pada
Forest Products Laboratory. 1999. Wood Handbook : Wood as an Engineering Material. USDA Forest Service, Madison, Wisconsin. Frick, H. 1982. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Cetakan Kedelapan. Kanisius. Yogyakarta. Haygreen, J.G. and Bowyer, J.L. 1993. Forest Products and Wood Science, An Introduction. Iowa State University Press. Ames, Iowa. Harding, N. and Fowkes, A.H.R. 1984. Bolted Timber Joints. The Proceedings of Facific Timber Engineering Conference Aukland, New Zealand. Hoyle, R.J.Jr. 1973. Wood Technology in The Design of Structure. Mountain Press Publishing Company. Missoula, Montana. USA. Isrianto. 1997. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Kayu Nangka [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Mandang, Y.I dan Pandit, I.K.N. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea Bogor dan Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan. Bogor
82
Martawijaya, A., Kartasujana, I., Kadir, K. dan Prawira, S.A. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian Hutan dan Balai Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor Martawijaya, A., Kartasujana, I., Mandang,Y.I., Prawira, S.A. dan Kadir, K. 1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Muller, U., Wolfgang, G. and Alfred, T. 2003. Effects of Cell Anatomy on the Plastic and Elastic Behaviour of Different Wood Species Loaded Perpendicular to Grain. International Association of Wood Anatomist & IAWA Journal. Vol. 24 (2) 2003. Published at the National Herbarium Netherland Leiden, The Netherlands. Nugrowarsito. 1992. Studi Mengenai Sambungan Baut pada Kayu dari Beberapa Kelas Kerapatan. Tesis. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pandit, I.K.N. dan Ramdan, H. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit , Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Panshin, A.J. and C. de Zeeuw. 1980. Text Book of Wood Technology. McGrawHill Book Company, Inc. New York. Pun, C.Y. 1987. Structural Timber Joints. Malayan Forest Record No. 32. Forest Research Institut Malaysia. Kuala Lumpur. Popov, E.P. 1984. Mekanika Teknik (Mechanics of Materials). Edisi Kedua (Versi SI). Diterjemahkan oleh Zainul Astamar Tanisan. Penerbit Erlangga. Jakarta. Porteous, J. and Kermani, A. 2007. Structural Timber Design to Eurocode 5. Blackwell Science Ltd, a Blackwell Publishing company. Malden, MAUSA. Rulliaty, S. dan Sumarliani, N. 1991. Identifikasi Jenis Kayu Perdagangan dan Kurang Dikenal yang Diperdagangkan di DKI Jakarta. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol.8, No.5, (1991) pp. 196.201. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Soehendrajati, R.J.B. 1990. Kayu untuk Struktur Jilid 1, Bahan Kuliah Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sadiyo, S dan Suharti, A. 2004. Kajian Hubungan antara Kekuatan Sambungan paku dengan Diameter Paku dan Berat Jenis pada Beberapa Kayu Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol.3, No.1. (Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia).
83
Solltis, L.A., and Wilkinson, T.L. 1997. Mechanical Connections in Wood Structures, Chapter 4: Bolts, Drift Bolt, and Pins. ASCE Manuals and Reports on Engineering Practice No.84, American Society of Civil Engineers. Standar Nasional Indonesia. 2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia, Badan Standarisasi Nasional. Surya, P.E. 2007. Aneka Cara Menyambung Kayu, Cetakan VIII. Puspa Swara. Jakarta Suryokusumo,S., S.Sadiyo., Marzufli., A.A.Bismo dan A.Ch.Setyo.1980. Sistim Keteknikan Kayu. Studi Sambungan Gang Nail dan Sambungan Paku. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Surjokusumo, S. 1984. Penggunaan Panel Kayu Khususnya Kayu Lapis Ditinjau dari Segi Keteknikan. Proceedings Seminar Fokus Kayu Lapis, 84. Jakarta. Tabarsa, T. and Chui. Y.H. 2001. Characterizing Microscopic Behaviour of Wood under Transverse Compression, II. Effect of Species and Loading Direction. Wood Fiber Sci. 33: 223-232. Thelandersson, S., and Larsen, H.J. 2003. Timber Engineering. John Wiley & Sons Ltd, England. Tjondro, J.A. 2007. Perilaku Sambungan Kayu dengan Baut Tunggal Berpelat Sisi Baja Akibat Beban Uni-Aksial Tarik. Disertasi Program Doktor Ilmu Teknik Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Trayer, G.W. 1932. The Bearing Strength of Wood under Bolts. FPL-ABT-332. Madison, WI: U.S. Department of Agriculture, Forest Service, Forest Products Laboratory. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York. Tular dan Idris. 1981. Sekilas Mengenai Struktur Bangunan Kayu di Indonesia. Proceeding Lokakarya Standarisasi Kayu Bangunan. Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wirjomartono, S. 1977. Konstruksi Kayu, Jilid I, Cetakan VI, Bahan-Bahan Kuliah Penerbit Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yokyakarta. Yap, K.H.F. 1964. Konstruksi Kayu. Penerbit Bina Cipta, Bandung.
84