KAJIAN AWAL TENTANG LUKISAN DINDING GUA DI LIANG BANGKAI, KALIMANTAN SELATAN Bambang Sugiyanto Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; Telepon (0511) 4781716; Facsimile (0511) 4781716; email:
[email protected] Artikel masuk pada 11 April 2014
Artikel direvisi pada 1 Oktober 2014
Artikel selesai disunting pada 10 Oktober 2014
Abstrak. Sejak ditemukannya lukisan dinding gua untuk pertama kali pada tahun 1988 di Liang Kaung,Kalimantan Barat, yang kemudian diikuti dengan penemuan lukisan dinding lain di wilayah Kalimantan Timur, tampaknya temuan lukisan-lukisan di dinding gua di Kalimantan mulai bermunculan. Fenomena ini mungkin terjadi akibat dari semakin terbukanya kawasan hutan di sekitar pegunungan atau perbukitan karst yang ada. Terbukanya akses ini memudahkan kita untuk mengunjungi gua-gua yang banyak terdapat di pegunungan karst tersebut, dan akhirnya menemukan lukisan kuna pada dinding gua. Lukisan dinding dari bahan arang yang ditemukan di Bukit Bangkai, Kalimantan Selatan, merupakan salah satu temuan yang terbaru. Artikel ini akan membahas jenis lukisan dinding yang ada di gua dan ceruk di Bukit Bangkai. Pembahasan ini didasarkan pada pengamatan langsung terhadap motif gambar yang ada pada dinding gua, yang dilanjutkan studi pustaka, memperbandingkan dengan temuan yang sama di situs lainnya di Kalimantan. Kajian lukisan dinding gua ini menunjukkan bahwa jenis lukisan dinding gua di Bukit Bangkai hanya berwarna hitam dan dalam kondisi kabur. Kata Kunci : lukisan dinding, Bukit Bangkai, Kalimantan Selatan Abstract. Preliminary Studi of Rock-arts in Liang Bangkai, South Kalimantan. Since the first discovery of rock arts at Liang Kaung (West Kalimantan) in 1988, and was followed by the discovery of rock arts in East Kalimantan, it is apparently that rock arts began to emerge. This phenomenon may be a result of cleared forest at surrounding mountains or karst hills. The new access allowed us to explore the caves and found the ancient paintings on the cave walls. The paintings of charcoal material have been found in Bukit Bangkai, as the latest findings. This article will discuss the type of rock arts in Bukit Bangkai. The discussion is based on direct observation of the existing image motifs on the walls of the cave, which continued by studying literature to compare with similar findings in other sites in Borneo. The study of these rock arts indicates that the rock arts type at Bukit Bangkai has only in black and in hazy conditions. Keywords: rock-art, Bukit Bangkai, South Kalimantan
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Lukisan arang merupakan salah satu temuan yang jarang didapatkan di wilayah Kalimantan secara umum, termasuk di Kalimantan Selatan. Berdasarkan data hasil penelitian, lukisan arang ditemukan antara lain di Gua Niah (Serawak), Gua Mardua dan Gua Tewet (Kutai Timur), Gua Batu Cap (Kayong Utara), serta Liang Kaung (Kapuas Hulu) (Chazine 2003; Fage and Chazine 2010). Lukisan arang yang ditemukan di kelima situs di atas terbagi dalam dua kelompok, yaitu: kelompok pertama adalah kelompok lukisan arang saja dan kelompok kedua, kelompok lukisan arang yang bercampur
Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin
dengan lukisan lain (lukisan cat). Kelompok situs lukisan arang saja terdapat di Gua Niah, Gua Batu Cap, dan Liang Kaung, sementara di Gua Tewet dan Gua Mardua terdapat gabungan lukisan arang dengan lukisan cat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lukisan dinding yang menggunakan bahan oker (cat) tampaknya merupakan hasil karya manusia prasejarah yang lebih tua daripada yang menggunakan bahan arang. Tetapi pada beberapa kasus ada kemungkinan juga lukisan dinding dari bahan arang mempunyai umur yang lebih tua. Perdebatan ini masih memerlukan pembuktian melalui serangkaian kegiatan penelitian yang lebih
59
intensif. Salah satu yang ingin diungkapkan dalam artikel ini adalah lukisan dinding yang ada di situs Liang Bangkai, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. 2. Permasalahan Lukisan dinding di situs gua dan ceruk di Bukit Bangkai, merupakan temuan yang pertama di wilayah Kalimantan Selatan yang berada di situs hunian prasejarah. Sebelumnya memang ada laporan tentang adanya lukisan dinding di sebuah gua di wilayah Kecamatan Hampang, Kotabaru, yaitu di situs Liang Batu Batulis. Situs Liang Batu Batulis merupakan situs yang erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat (tradisi pemujaan), bukan merupakan situs hunian prasejarah. Oleh karena itu, lukisan dinding yang ada di situs gua dan ceruk di Bukit Bangkai mempunyai posisi yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan sejarah lokal di wilayah Kalimantan Selatan khususnya, dan Kalimantan pada umumnya. Berdasarkan hal itu maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: a. Apa jenis lukisan dinding yang ada di situs Liang Bangkai? b. Di bagian mana lukisan tersebut ditempatkan? c. Apa fungsi lukisan dinding itu? d. Bagaimana hubungannya dengan budaya lukisan dinding yang berkembang di Kalimantan secara umum? B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah eksploratif-deskriptif. Data dikumpulkan melalui pengamatan langsung terhadap objek lukisan dinding gua yang ada di Kalimantan Selatan, tepatnya di Liang Bangkai. Kemudian data primer ini dilengkapi dengan data sekunder yang didapatkan dari studi kepustakaan. Situs lukisan dinding gua yang ada di Kalimantan Selatan akan dibandingkan dengan temuan di
1
60
wilayah Kalimantan lainnya. Dengan studi komparasi ini diharapkan lukisan dinding gua yang ada di Kalimantan Selatan dapat diketahui secara lebih lengkap dan jelas. C. Pembahasan Lukisan dinding merupakan temuan arkeologi yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan tentang kebudayaan dan sejarah kehidupan manusia. Di luar Indonesia, lukisan dinding antara lain ditemukan di Eropa, Asia, Australia, dan Amerika. Di tempat tersebut, terdapat lukisan dinding gua yang dianggap lebih tua daripada yang ada di Indonesia, dan dianggap sebagai hasil budaya dari masyarakat yang hidup berburu dan mengumpulkan makanan pada tingkat sederhana (Poesponegoro 1993, 161). Lukisan dinding ini menggambarkan kehidupan sosialekonomi dan kepercayaan masyarakat pada masa itu. Sikap hidup masyarakat terpancar pada lukisanlukisan dinding tersebut, sekaligus curahan nilainilai estetika dan magis yang berhubungan erat dengan totem serta upacara-upacara adat lainnya. Di Indonesia, lukisan dinding diperkirakan merupakan hasil budaya yang baru dicapai oleh masyarakat berburu tingkat lanjut, dan tersebar di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kepulauan Maluku, Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Penemuan lukisan dinding di Indonesia dimulai di wilayah Papua, kemudian berlanjut ke daerah Kepulauan Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan, dan yang terbaru adalah Sumatera1. Di Papua, selain di Teluk Berau, lukisan dinding juga ditemukan tersebar di Papua Barat, di sekitar Teluk Seireri (Pulau Muamuran dan Roon), di sekitar Danau Sentani, di gua-gua di Cumainit (Jegriffi), dan Penfelu (Tainda). Pada umumnya lukisan dinding di Papua, terdiri atas gambar telapak tangan dan kaki yang seolah-olah ditaburi dengan cat merah. Di Kepulauan Maluku, selain di Teluk
Lukisan dinding gua di Papua pertama dilaporkan oleh Röder, ketika mengikuti ekspedisi Leo Franbenius dari Forschüngsinstitut für Kulturmorphologie (Frankfurt am Main) pada tahun 1937, di daerah pantai selatan Teluk Berau, di pulau-pulau Ogar, dan di Gua Dudumunir di Pulau Arguni. Lukisan dinding di Kepulauan Maluku juga dilaporkan oleh Röder pada tahun yang sama di Pulau Seram, yaitu di sepanjang Teluk Seleman. Di Sulawesi Selatan, lukisan dinding pertama kali dilaporkan pada tahun 1950 oleh C.H.M. Heeren-Palm di Situs Leang PattaE. Di Sulawesi Tenggara, lukisan dinding dilaporkan oleh Kosasih S.A. pada tahun 1977, khususnya yang terdapat di Gua Lasabo, Tangga Ara, Metandono, dan Kobori (Poesponegoro 1993, 161-166). Lukisan dinding di Kalimantan banyak ditemukan di gua-gua yang ada di kawasan karst di Kabupaten Kutai Timur dan Berau (Fage and Chazine 2010). Lukisan dinding di Sumatera ditemukan di Situs Gua Harimau, Sumatera Selatan.
Bambang Sugiyanto “Kajian Awal Tentang Lukisan Dinding Gua di Liang Bangkai” 59-68
Seleman, lukisan juga ditemukan pada dinding karang di atas Sungai Toala di bagian barat daya Pulau Seram, di bagian selatan, dan barat laut, serta di salah satu pulau kecil di Kepulauan Kei. Di wilayah Sulawesi, laporan tentang temuan lukisan dinding pertama kali dilaporkan oleh C.H.M. Heeren-Palm, di situs Leang PattaE. Di gua ini ditemukan gambar telapak tangan dengan latar belakang cat merah, seekor babi rusa yang sedang meloncat dengan busur panah tertancap di bagian jantungnya (Poesponegoro 1993, 164). Selain gambar telapak tangan, pola lukisan dinding gua pada beberapa situs di atas mempunyai persamaan dan perbedaan. Beberapa motif lukisan dinding yang ada itu antara lain: motif topeng (wajah manusia), lambang matahari, manusia dengan perisai, manusia jongkok dengan tungkai terbuka lebar dan tangan terangkat, motif orang menari atau berkelahi, orang dalam perahu, motif burung, motif perahu, motif binatang, dan lambang geometris lainnya. Motif lukisan dinding di atas digambarkan dengan warna merah, hitam, dan putih. Menurut Röder, lukisan dinding yang berwarna merah adalah yang tertua, kemudian yang berwarna hitam, dan putih yang paling muda (Poesponegoro 1993, 165). Khusus wilayah Kalimantan, lukisan dinding banyak ditemukan di gua-gua di wilayah Kalimantan Timur (Kabupaten Kutai Timur dan Kabupaten Berau). Setidaknya, ditemukan sekitar 30 situs gua yang mempunyai lukisan dinding di kawasan karst di atas. Selain Kalimantan Timur, lukisan dinding juga ditemukan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Barat, lukisan dinding ditemukan di situs Gua Batu Cap, di Desa Sedahan, Kabupaten Kayong Utara, sementara di Kalimantan Selatan, lukisan dinding ditemukan pada beberapa gua dan ceruk di kawasan karst di Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu dan Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru (Sugiyanto 2013; Hartatik 2012). Lukisan dinding yang ditemukan di wilayah Kalimantan Selatan, mempunyai kecenderungan berbeda dengan yang ditemukan di situs-situs di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Pada kedua daerah di atas, jenis lukisan dinding yang ditemukan adalah lukisan dinding yang
Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin
menggunakan bahan cair (cat pewarna), dan ada beberapa yang merupakan gabungan dengan lukisan dinding berupa goresan hitam (arang?). Penggabungan ini sering disebut dengan decorated hand stencil (Clegg 1983,94-95 vide Permana 2013). Pada awalnya dibuat gambar telapak tangan dengan teknik stencil yang dilanjutkan mengisi bagian yang kosong dengan hiasan garis, titik, dan lainnya. Kemungkinan besar, gambar telapak tangan ini pada awalnya difungsikan sebagai tanda tangan atau tanda kenal diri seorang pembuat lukisan gua. Setelah pemilik lukisan meninggal, maka diberi gambar tambahan berupa garis atau titik pada bagian tengah cetakan telapak tangan tersebut. Menurut McCarthy, penambahan gambar itu mempunyai tujuan untuk menghidupkan dan memberikan kekuatan kepada roh untuk menjalani kehidupan di dunianya yang baru (McCarthy 1979, 80-82 vide Permana 2013). Lukisan dinding berupa goresan arang hitam merupakan satu-satunya temuan lukisan dinding di Kalimantan Selatan. Lukisan dinding gua itu antara lain ditemukan di situs Liang Bangkai, Ceruk Bangkai 1a, Ceruk Bangkai 12 (ketiga situs ini berada dalam satu perbukitan), dan Liang Batu Batulis. Liang Bangkai merupakan sebuah ceruk besar yang dihuni oleh kelompok manusia prasejarah dengan kegiatan utama adalah pembuatan alat batu (mesolitik). Lukisan dinding gua di Liang Bangkai berada pada tiga tempat, yaitu tiga buah ceruk kecil lain yang ada di sekitar Liang Bangkai. Terdapat beberapa jenis lukisan dinding di Liang Bangkai, seperti motif perahu, motif bunga, motif geometris, dan motif lainnya yang belum jelas. Dari tiga buah lokasi lukisan dinding di Liang Bangkai, lokasi yang pertama berada pada sebuah lorong kecil di dinding di depan kotak G14. Sebuah lorong pendek dan sempit, sehingga untuk memasukinya harus menunduk dan berjalan menyamping. Di lorong ini tepatnya di bagian dinding sebelah kiri dari pintu masuk, terdapat beberapa lukisan dinding yang belum bisa dijelaskan apa bentuk atau motifnya. Kemungkinan motif lukisan dinding tersebut antara lain: motif geometris, dan motif lainnya yang tidak jelas (lihat foto 1).
61
Foto 1a (atas); 1b (tengah); 1c (bawah). Tiga motif lukisan dinding di antaranya yang ada di ceruk kecil di depan kotak G14 di Liang Bangkai (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin).
Foto 2 a (atas); 2b (tengah); 2c (bawah). Tiga motif lukisan dinding di ceruk kecil dekat telaga air di Liang Bangkai (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin).
Lukisan dinding ditemukan di sebuah ceruk kecil dekat telaga air di Liang Bangkai, yang hanya berupa tiga buah gambar saja (lihat foto 2). Lokasi lukisan dinding di Liang Bangkai, berada di lorong gua dekat kotak K10 (tepatnya di sebelah timurnya). Di sini terdapat beberapa motif
lukisan, dan yang agak jelas adalah motif manusia, duri ikan, dan perahu (lihat foto 3). Ceruk ini mempunyai ukuran yang kecil dan cukup panjang, sehingga untuk mengamati gambar yang ada harus dengan merunduk atau jongkok dan memerlukan bantuan sinar lampu. Lukisan dinding di sini hampir
62
Bambang Sugiyanto “Kajian Awal Tentang Lukisan Dinding Gua di Liang Bangkai” 59-68
Foto 4a (atas); 4b (tengah); 4c (bawah). Tiga buah motif lukisan arang di Ceruk Bangkai 1a (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin).
Foto 3a (atas) Motif manusia; 3b (tengah) Motif duri ikan; 3c (bawah) Motif perah. Ketiganya berada di lorong sempit di sebelah timur kotak K10 di Liang Bangkai (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin).
semuanya ditempatkan di bagian langit-langit lorong, sehingga cukup memudahkan pada saat mengamatinya. Selain di Liang Bangkai, lukisan dinding juga ditemukan di Ceruk Bangkai 1a dan Ceruk Bangkai 10. Ceruk Bangkai 1a, hanya berjarak sekitar 50 meter dari Liang Bangkai, dan berupa ceruk kecil
Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin
dan dangkal. Lukisan dinding di ceruk ini berada di dinding atas dan di bagian bawah sebuah stalagtit. Ceruk Bangkai ini secara morfologi tidak layak huni, karena berada di depan sebuah sungai kecil sehingga kondisinya selalu basah dan lembab. Lukisan dinding yang ada di Ceruk Bangkai 1a tampak pada foto 4. Kondisi Ceruk Bangkai 12 hampir sama dengan Ceruk Bangkai 1a, yaitu basah dan lembab. Sebenarnya Ceruk Bangkai 12 merupakan sebuah lorong gua yang tidak begitu panjang, dan mempunyai dua buah pintu masuk. Bagian dalamnya hampir selalu digenangi air, apalagi di musim hujan, sehingga tidak layak huni. Lukisan dinding di ceruk ini berada di dinding sebelah kiri jika kita masuk dari pintu timur menuju ke pintu utara.
63
Lukisan dinding di ceruk ini lebih bervariatif jika dibandingkan dengan yang ada di Ceruk Bangkai 1a. Selain terdapat motif yang kurang begitu jelas, di Ceruk Bangkai 12 ada juga motif perahu dan orang yang jelas (lihat foto 6). Gambar seorang manusia dan tiga buah perahu ini berada dalam satu panel lukisan yang sama, sehingga diperkirakan mempunyai hubungan yang sangat erat di antara keduanya. Lukisan dinding di Ceruk Bangkai 12 ini semuanya berada di dinding sebelah kiri, pada ketinggian antara 50 sampai 80 cm dari lantai ceruk yang kering. Di Ceruk Bangkai 10 ini tidak ditemukan artefak lainnya, bahkan lantainya merupakan batuan karst langsung tanpa adanya deposit tanah. Kondisi ini bisa terjadi karena jika musim hujan, ceruk ini selalu dilalui air sehingga menjadi sungai yang mengalir di antara dua buah pintu masuk. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lukisan dinding yang ada di Liang Bangkai, Ceruk Bangkai 1a, dan Ceruk Bangkai 12, mempunyai banyak ragam bentuknya. Sebagian besar memang menunjukkan motif gambar yang kurang jelas, dan hanya sedikit yang mempunyai motif gambar yang jelas. Beberapa motif gambar yang jelas antara lain: motif manusia, motif perahu, motif duri ikan, dan motif geometris. Motif manusia yang paling jelas ditemukan di lorong sempit di sebelah timur kotak K10 di Liang Bangkai, sementara motif gabungan manusia dan perahu yang paling jelas ada di Ceruk Bangkai 12. Selain itu, di Ceruk Bangkai 12, juga ada motif duri ikan yang mirip dengan lukisan dinding yang ada di Liang Kaung (Kalimantan Barat) dan Liang Sara (Kalimantan Timur). Semua gambar yang ada di situs gua dan ceruk di Bukit Bangkai dibuat dengan goresan bahan lukisan warna hitam. Penempatan lukisan dinding di situs-situs di Bukit Bangkai, pada umumnya ditempatkan pada dinding gua yang berada tidak terlalu tinggi. Ketinggian lokasi gambar berkisar antara 50 – 80 cm dari atas permukaan tanah. Penempatan gambar ini pada umumnya berkaitan erat dengan fungsi dari lukisan tersebut. Sebuah lukisan dinding dibuat dengan maksud dan tujuan yang jelas, meskipun tidak menutup kemungkinan lukisan tersebut hanya mencerminkan perasaan keindahan
64
atau seni semata. Pada kehidupan manusia prasejarah, lukisan dinding mempunyai arti dan fungsi khusus yang pada umumnya berhubungan dengan keinginan dan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Atau ada juga yang menggambarkan perjalanan arwah, upacara ritual, peperangan, perburuan, dan masih banyak lagi tema lainnya (Poesponegoro 1993). Tema lukisan itu ada yang jelas tergambarkan, tetapi ada juga yang tersiratkan dalam penggambarannya. Sementara tema perburuan pada umumnya digambarkan dengan jelas dan mudah dimengerti. Khusus di Bukit Bangkai, lukisan dinding yang ada mempunyai motif yang kurang jelas. Hanya beberapa lukisan saja yang jelas bentuk dan motifnya, seperti motif manusia, motif duri ikan, dan motif perahu di lorong sempit di Liang Bangkai. Motif lukisan lain yang cukup jelas ada di Ceruk Bangkai 12, seperti: motif manusia dengan tiga buah perahu dan motif topeng. Keberadaan lukisan dinding gua di situs Liang Bangkai, yang merupakan situs hunian dengan kecenderungan sebagai perbengkelan, tampaknya merupakan ungkapan perasaan saja. Tidak ada tanda-tanda atau indikasi yang mengarahkan fungsi lukisan dinding tersebut dengan kegiatan lain seperti pemujaan atau penguburan. Sampai tulisan ini dibuat, di Liang Bangkai memang belum ditemukan sisa-sisa kegiatan penguburan dari kelompok manusia yang menempati ceruk tersebut. Sementara lukisan dinding di Ceruk Bangkai 1a dan 12, jelas dibuat pada dinding gua/ceruk yang tidak digunakan sebagai hunian. Morfologis kedua ceruk ini jelas tidak layak huni, sehingga menimbulkan pertanyaan kenapa lukisan dinding gua dibuat pada dinding gua atau ceruk yang tidak dihuni? Di Kalimantan Timur, hampir semua lukisan dinding gua dibuat dalam gua atau ceruk yang berada jauh di atas permukaan tanah, dan bukan merupakan situs hunian. Fage dan Chazine menyimpulkan bahwa lukisan dinding gua di Kalimantan Timur sengaja dibuat pada gua dan ceruk yang khusus digunakan untuk pemujaan (Fage and Chazine 2010). Indikasi adanya hubungan budaya antara kelompok masyarakat prasejarah yang membuat lukisan dinding di situs-situs di Bukit Bangkai, dengan kelompok masyarakat pendukung budaya
Bambang Sugiyanto “Kajian Awal Tentang Lukisan Dinding Gua di Liang Bangkai” 59-68
Foto 6. Motif orang dan tiga buah perahu di Ceruk Bangkai 12 (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin).
Foto 7. Contoh gambar di Situs Gua Beloyot, gabungan gambar telapak tangan dan binatang dengan warna merah serta motif manusia dalam warna hitam (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin).
Foto 5a (atas); 5b (tengah); 5c (bawah). Motif topeng dan motif lukisan dinding lainnya di Ceruk Bangkai 12 (dok. Balai Arkeologi Banjarmasin).
yang sama di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat belum terungkapkan dengan jelas, karena keterbatasan data yang ada. Sementara ini, di Kalimantan Selatan, lukisan dinding gua hanya ditemukan di gua dan ceruk yang ada di kawasan karst di Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru. Lukisan dinding yang ada pun adalah lukisan dinding gua yang digoreskan dengan warna hitam.
Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin
Lukisan dinding gua dengan bahan oker (cat) belum ditemukan di wilayah Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, kedua jenis lukisan dinding gua ini seringkali ditemukan pada dinding gua atau ceruk yang sama. Bahkan tidak jarang kedua lukisan ini ditempatkan secara bersamaan atau tumpang tindih satu dan lainnya. Seperti misalnya, lukisan dinding gua yang ada di Kalimantan Timur. Di situs Gua Beloyot terdapat lukisan dinding gua yang terdiri dari gambargambar telapak tangan negatif dengan warna merah, yang digabungkan dengan gambar lainnya yang berwarna hitam. Berdasarkan jenis lukisan dinding gua, kemungkinan besar ada dua budaya lukisan dinding yang berkembang di Kalimantan secara umum, yaitu budaya lukisan dinding gua berbahan
65
oker (cat) sebagai budaya yang lebih tua, dan lukisan dinding gua berbahan arang yang lebih muda. Apakah ini berarti budaya lukisan dinding di wilayah Kalimantan Selatan lebih muda, dan merupakan perkembangan yang lebih kemudian dari mereka yang berkembang di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat? Ataukah ada perkembangan budaya lukisan dinding secara bersamaan antara lukisan dinding yang berbahan oker (cat) dengan berbahan arang, yang tampak pada bukti “tumpang tindihnya” kedua jenis lukisan di atas pada beberapa situs di Kalimantan Timur. Semua itu masih perlu diuji lagi dalam penelitian lanjutan yang lebih cermat dan teliti, baik di wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, maupun Kalimantan Selatan. D. Penutup Temuan lukisan dinding gua di gua dan ceruk di Bukit Bangkai, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, membuktikan bahwa wilayah Kalimantan Selatan juga mendapat pengaruh budaya lukisan dinding gua yang cukup kuat, meskipun sampai saat ini baru jenis lukisan dinding gua berwarna hitam yang ditemukan. Lukisan dinding gua yang ada di gua dan ceruk di Bukit Bangkai hanya dibuat dengan warna hitam dan kondisinya banyak yang sudah kabur. Warna
lukisan dinding gua ini berbeda dengan yang ditemukan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat, yaitu gambar-gambar dengan warna merah, putih, dan hitam. Penggambarannya pada dinding gua dan ceruk yang cukup terjangkau sehingga mudah diamati. Berdasarkan pengamatan dan pembahasan pada bagian sebelumnya, budaya prasejarah yang dikembangkan oleh masyarakat yang tinggal di gua dan ceruk di Bukit Bangkai adalah budaya pembuatan alat batu yang sangat intensif. Budaya ini diikuti dengan kemampuan dan teknologi perburuan binatang dan peramuan bahan makanan yang berasal dari sungai dan sumber air di sekitarnya, serta pembuatan wadah makanan dari tanah liat yang dibakar. Pada perkembangan yang paling akhir, tampaknya mereka mulai mengungkapkan rasa, pengalaman, serta harapan dengan menggambar sesuatu pada dinding gua. Lukisan dinding gua di sini kemungkinan besar sengaja dibuat oleh manusia prasejarah sebagai ungkapan perasaan seni saja tanpa adanya indikasi fungsi lainnya. Hal ini didukung dengan penempatannya pada dinding-dinding gua hunian (perbengkelan) dan situs ceruk yang tidak layak huni, yang mengarahkan pada interpretasi sementara bahwa fungsi lukisan dinding ini dibuat hanyalah sekedar “ungkapan seni”.
Referensi
Chazine, Jean-Michel. 1994. New archaeological perspective for Borneo and especially Kalimantan Provinces. Makalah pada 15th IPPA Congress Chiang Mai, Thailand. _______. 2003. Rock art and ceramics in East Borneo: logical discovery or new cornerstone? Dalam Pacific Archeaology Assessments and Prospect. Noumea Kane, 43-52. _______. 2005a. Decoding the hands. Dalam National Geographic 208 (2) August: 44-45.
66
_______. 2005b. Rock-art, burials, and habitations: caves in East Kalimantan. Asian Perspective 44 (1): 219-230. _______. 2006. Recent rock-art and archaeological discoveries in East Kalimantan, Indonesia. Dalam Proceedings of the 18th Congress of Indo-Pacific Prehistory Assosiation, Manila, Philippines, 20-26 March, 16-22. Canberra: Australian National University. Fage, Luc-Henry dan Jean-Michel Chazine. 2010. Borneo: memory of the caves. Le Kalimanthrope.
Bambang Sugiyanto “Kajian Awal Tentang Lukisan Dinding Gua di Liang Bangkai” 59-68
Hartatik. 2012. Religi dan teknologi tradisional suku Dayak Meratus di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Belum terbit. Permana, Cecep Eka. 2013. Kajian tentang gambar telapak tangan prasejarah. http:// w w w. 4 s h a r e . c o m / o f f i c e / k K j f n t 7 b / Kajian_Tentang_Gambar_Telapak_Tangan_html. Poesponegoro, Marwati et. al. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid I. Jakarta: Balai Pustaka. Sugiyanto, Bambang. 2012. Penelitian ekskavasi Situs Liang Bangkai, Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, tahap III.
Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin
Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Belum terbit. Sugiyanto, Bambang, Jatmiko, dan Yuka Nurtanti Cahyaningtyas. 2013. Penelitian ekskavasi Situs Liang Bangkai, Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, tahap IV. Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Belum terbit. Sugiyanto, Bambang et. al. 2014. Penelitian ekskavasi Situs Liang Bangkai, Desa Dukuhrejo, Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, tahap V. Laporan Penelitian Arkeologi. Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin. Belum terbit.
67
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
68
Bambang Sugiyanto “Kajian Awal Tentang Lukisan Dinding Gua di Liang Bangkai” 59-68