Kajian An Nur SUMBER HUKUM ISLAM Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah AL-‐QURAN, HADIST, IJMA dan QIYAS. Para Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-‐dalil tersebut di atas (Al Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas). Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-‐hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya. Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia. Ekstrimisme timbul akibat tidak adanya rasa toleransi (intolerance). Al-‐Quran dipahami hanya secara text book dan tidak menghargai pendapat ulama yang berbeda pendapat dengan dirinya. HADIST, adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-‐Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-‐Qur'an. HADIST ada 2 BAGIAN 1. SANAD dari segi bahasa artinya sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran, bicara tentang orang yang meriwayatkannya. Para ahli hadis sangat hati-‐hati dalam menerima suatu hadis kecuali apabila mengenal dari siapa mereka menerima setelah benar-‐benar dapat dipercaya. Contoh SANAD : “telah memberitahukan kepadaku Muhammad bin almusannah ujarnya: abdul-‐ wahhab as-‐saqafi telah menyebarkan kepada ku ujarnya: telah bercerita kepadaku ayyub atas pemberitahuan abi kilabah dari anas dari Nabi Muhammad saw, sabdanya: tiga perkara, yang barang siapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan iman’ 1. Allah dan rasulnya hendaknya lebih dicintai daripada selainnya. 2. Kecintaannya kepada seseorang, tak lain karena Allah semata-‐mata dan 3. Keenggananmya kembali kepada kekufuran, seperti keengganannya dicampakkan ke neraka SANAD ada 3: 1. Sanad Shahih (Kuat) Hadits shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang-‐orang kepercayaan, kuat ingatannya dengan sempurna, bersambung-‐sambung sanadnya, bersambung-‐sambung mulai dari awal sampai Nabi (musnad),
1
Kajian An Nur
tiada bercacad dan tiada syadz atau tiada bertentangan dengan hadits yang sudah dipandang kuat. 2. Sanad Hasan (Sedang) Hadits yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta, tiada terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya. 3. Sanad Dhoif (Lemah) Hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-‐syarat hadits shahih atau hadits hasan.
Gambaran Sanad Hadits Dhoif 1. Abu Isa (=Turmudzi) 2. ’Aisyah 3. Rasulullah SAW
Turmudzi tidak bertemu dan tidak sezaman dengan ’Aisyah. Jadi tentu antara kedua-‐duanya itu ada beberapa orang rawi lagi. Karena disebut rawi-‐rawinya ini, maka dinamakan gugur, seolah-‐olah hadits itu tergantung. Karena itulah dinamakan Mu’allaq. Setiap hadits Mu’allaq hukumnya lemah, tidak boleh dipakai. Oleh sebab itu, hadits tersebut tidak boleh dipakai 2. MATAN yaitu materi atau lafazh hadits itu sendiri (isi kandungan hadist). Pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad terakhir, baik isi pembicaraan itu sabda Nabi Saw, sahabat ataupun tabi’in, baik isi pembicaraan itu berupa perbuatan Nabi Saw maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi Saw. Contoh MATAN Misalnya perkataan Anas bin Malik ra. : Kami shalat bersama-‐sama Rasulullah Saw. pada saat udara sangat panas, jika salah seorang dari kami tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah, maka ia bentangkan pakaiannya lalu sujud di atasnya”.(Bukhari, Shahih Bukhari, Juz: II, hal: 66
2
Kajian An Nur FUNGSI HADIST 1. Hadist menjelaskan Al-‐Quran, menguatkan sesuatu yang sudah tertera di dalam Alquran. 2. Hadist menafsirkan ayat-‐ayat Al Quran (keterangannya tidak ada dalam Al-‐Quran Misalnya ayat yang mewajibkan shalat masih mujmal pada bilangan shalat, maka datanglah hadist untuk menjelaskan yang mujmal tersebut, "Shalatlah seperti kalian lihat aku shalat." Contoh lain tentang memakan bangkai, maka lihatlah Qs. Al-‐Maidah ayat 1, 2 dan 3 1. Hai orang-‐orang yang beriman, penuhilah aqad-‐aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-‐hukum menurut yang dikehendaki-‐Nya. 2. Hai orang-‐orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-‐syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-‐bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-‐binatang had-‐ya, dan binatang-‐binatang qalaa-‐id, dan jangan (pula) mengganggu orang-‐orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-‐kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-‐halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-‐ menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-‐menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-‐Nya. 3. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-‐orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-‐Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-‐cukupkan kepadamu nikmat-‐Ku, dan telah Ku-‐ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
3
Kajian An Nur Haram dan Halalnya Penyembelihan Hewan 1. Agama yang dianut oleh penyembelih sangat berpengaruh pada kehalalan hewan sembelihannya. Hanya mereka yang beragama Islam atau ahli kitab (Nasrani dan Yahudi) yang dianggap sah sembelihannya. Kesimpulannya, orang yang beragama Hindu, Budha, Konghuchu, Majusi, Shinto dan lain-‐lain, tidak sah jika menyembelih dan sembelihannya haram dimakan. 2. Teknik Penyembelihan Selain masalah agama orang yang menyembelih hewan, yang juga sangat menentukan benar tidaknya penyembelihan hewan dalam syariat Islam adalah masalah teknik penyembelihan itu sendiri. 1. Masih Hidup Ketika Disembelih. Hewan yang disembelih itu harus hewan yang masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam keadaan sudah mati. 2. Teknis penyembelihan hewan yang lain adalah penggunaan alat untuk menyembelih. Perlu diperhatikan bahwa yang dimaksudkan dengan menyembelih hewan adalah memotong urat leher dan saluran darah, agar semua darah yang ada di tubuh hewan itu keluar dari tubuh secepatnya dan kemudian hewan itu mati.Tempat yang paling tepat untuk penyembelihan itu adalah bagian leher. Mengapa? Karena di bagian leher itulah aliran darah paling banyak dan debitnya paling tinggi. Sebab darah yang mengalir ke otak memang dipompa dengan kuat oleh jantung dengan melewati leher. Alat yang berupa benda-‐benda tumpul dan digunakan untuk membunuh bukan dengan menyembelih—misalnya palu godam, martil, pemukul, dan sejenisnya—tidak boleh digunakan. 3. Niat dan Tujuannya Jika diketahui mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih, semisal mereka menyembelih atas nama Isa Almasih, ‘Udzair, atau berhala atau sesajen, pada saat ini sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah. (QS. Al-‐Maidah: 3) Para ulama telah mengklasifikasikan makanan yang ada di negara non-‐Muslim (bukan ahli kitab) yang dapat dikonsumsi 1. Makanan yang bukan berbetuk hewan. seperti roti, tumbuh-‐tumbuhan, minyak, dan lain-‐lain. Mereka berpendapat makanan yang jenisnya seperti ini boleh saja kita konsumsi selama tidak dicampurkan dengan najis, seperti bercampur dengan kotoran, dan lemak babi. 2. Makanan yang berbentuk hewan, hewan yang hidupnya di laut misalnya ikan dsb karena hewan yang hidup di laut tidak berhajat kepada
4
Kajian An Nur sembelihan. Makanan apa saja yang dibuat dari hewan yang hidup di laut boleh di makan.
(Fungsi Hadist..) 3. Hadits berfungsi menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam Al-‐Qur’an. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw bersabda yang artinya : “seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-‐laki istri (keponakan istri).” Ketentuan yang terdapat dalam hadits di atas tidak ada dalam AL-‐Qur’an. Yang ada dalam AL-‐Qur’an hanya larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara perempuan si istri (kakak atau adik perempuannya), sebagai mana disebutkan dalam firman Allah: Artinya : “dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah terjadi pada masa lalu.” (Q.S An-‐Nisa : 23)
5
Kajian An Nur BID'AH maknanya adalah setiap hal yang baru dalam agama. 1. Bid’ah Hasanah adalah suatu hal yang tidak bertentangan hukum syara’. Hal tersebut justru mendorong orang untuk taat kepada Allah Swt dan memberikan kemaslahatan kepada umat. Misalnya penambahan shalat tarawih lebih dari depan bagi yang menginginkan. Termasuk bid’ah hasanah juga masjid bisa pakai kubah/tidak, adanya mobil, pesawat dan lain-‐lain. Juga berbagai metode penemuan strategi atau metode pendidikan agar manusia taat kepada Allah dan sebagainya. 2. Bid’ah Sayyiah (Dhalalah) bermakna segala sesuatu yang bertentangan nash syar’i. Bid’ah bias berarti dalam masalah aqidah atau syariah. Seperti mengatakan Tuhan ada tiga. Atau shalat lima waktu tidak wajib. Bid’ah Dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafian sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, mengkafirkan orang tua Rasul SAW, mengkafirkan dan memusyrikkan orang-‐orang muslim tanpa bukti, membuat teror dan kerusakan dimana-‐mana, menyatakan bahwa Allah bertempat Nabi SAW memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah (Al qur’an dan As Sunnah), sebagaimana sabda beliau SAW berikut ini : “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim Bab Zakat dan Bab Al ‘Ilm). Saudara muslim yang gemar membid’ahkan, mengkafirkan dan memusyrikkan umat Islam. Orang seperti ini biasa disebut sebagai TAKFIRI, yaitu orang yang gemar menganggap kafir sesama muslim. Rasullulah melarang perbuatan keji ini. IJMA adalah kesepakatan para ulama untuk menentukan / istinbat suatu hukum untuk suatu urusan/perihal yang belum pernah ditemukan saat Nabi SAW hidup. Contoh Ijma saat masih para sahabat utama hidup dilakukan saat penentuan khalifah pengganti Nabi SAW setelah kewafatannya. Selanjutnya ijma menjadi tradisi dengan cara musyawarah para sahabat yg alim, dan dilanjutkan oleh para alim ulama hingga saat ini. Contoh: Hukum Rokok yang sekarang masih simpang siur, ada yang bilang Makruh ada yang bilang haram. Tapi menurut IJMA"(Pendapat) Ulama Rokok adalah haram, tapi masih ada yang mengatakan bahwa rokok adalah makruh. Rujukan Rokok ini ada, pada hadit Rasul saw. yang menyatakan bahwa sesuatu yang mudharat (bahaya)nya lebih besar dari manfaatnya adalah haram.
6
Kajian An Nur QIYAS adalah upaya unutk menganalogikan/membandingkan sesuatu dengan obyek yg telah ditentukan dalam Quran dan hadits dan kesepakatan Sahabat2. Misal, penentuan jumlah nasab zakat beras, maka diqiyaskan dengan jumlah nasab pada gandum. Contoh NARKOBA.. jaman Nabi tidak ada narkoba, tetapi ada arak yang haram hukumnya. Disini narkoba juga memabukkan, jadi hukum narkoba disamakan (di-‐Qiyas-‐kan) dengan hukumnya arak yaitu Haram. -‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐-‐ Sepak terjang kaum radikalisme 1. Melemahkan hadis yang bertentangan dengan pahamnya. 2. Mengkafirkan semua muslim yang tidak sepaham dengan mereka. 3. Mereka menganggapnya suatu pekerjaan yang bid’ah,dan mereka tidak menerima qaidah yang menyatakan bid’ah itu dibagi menjadi 2 (bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah).Mereka mengambil Al-‐Qur’an dan Hadits secara harfiyah saja. Mudah mengatakan ini bid’ah itu bid’ah. 4. Bagi mereka bila ajaran tidak sejalan maka dipandang “kafir” maka halal darahnya! http://www.manhajul-‐anbiya.net/isis-‐al-‐qaedah-‐dan-‐berbagai-‐aliran-‐khawarij-‐ lainnya-‐bahaya-‐laten-‐terhadap-‐islam-‐dan-‐umat-‐islam/
7