KADERISASI PADA BASIS SOSIAL PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DI PERGURUAN TINGGI (Studi Kasus Jamaah Tarbiyah UI) Elsi Anismar Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected] ABSTRAK Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai politik Islam yang lahir dari sebuah gerakan sosial keagamaan yang sering disebut Tarbiyah. Universitas Indonesia merupakan salah satu kampus yang menjadi titik awal berkembangnya Jamaah Tarbiyah di Indonesia. Hingga saat ini Tarbiyah kampus masih menjadi salah satu basis sosial utama PKS. Penelitian ini membahas bagaimana Jamaah Tarbiyah UI sebagai basis sosial PKS melakukan proses kaderisasi terhadap anggotanya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam. Penelitian ini memaparkan Jamaah Tarbiyah UI memiliki struktur organisasi yang berkoordinasi dengan PKS, namun hal ini disamarkan. Jamaah Tarbiyah UI membangun sistem mulai dari rekrutmen, kaderisasi, dan pembinaan yang sistematis. Hal ini tidak lain adalah strategi yang dilakukan PK dalam rangka mempertahankan basis sosialnya dari kalangan kaum muda terdidik. Kata Kunci
: Jamaah Tarbiyah UI, Kaderisasi, basis sosial, PKS. ABSTRACT
PKS is an Islamic political party which was formed by a social of religious movement named Tarbiyah. UI is one of Universities that becomes the starting point of Jamaah Tarbiyah development. Tarbiyah is still one of the main bases of PKS. This thesis use qualitative method with indepth interview. This study deals with how Jamaah Tarbiyah UI as the social base of PKS does the process of cadre formation to their members. It also discusses further that Jamaah Tarbiyah UI has an organization structure that is coordinated with PKS which is not officially published. Jamaah Tarbiyah UI also develops the system of the recruitment, cadre formation, and systematical training. All of these are the strategies done by PKS in order to maintain their social base of educated youth. Keywords
: Jamaah Tarbiyah UI, regeneration, social base, PKS
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Keberadaan partai politik Islam memiliki dinamika tersendiri dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Terbukanya demokrasi yang ditandai dengan reformasi 1998 menumbuhkan kembali semangat pendirian partai-partai Islam di Indonesia (Baswedan, 2004; Liddle dan Mujani, 2009). Partai Keadilan Sejahtera (PKS) – sebelumnya Partai Keadilan – merupakan salah satu partai Islam yang mampu mepertahankan eksistensinya hingga saat ini dalam kontestasi politik di Indonesia. Hamayotsu (2011) menjelaskan PKS merupakan partai yang paling berhasil dalam memperluas basis dukungannya dibandingkan dengan partai Islam lainnya. PKS dianggap sebagai partai Islam yang paling berhasil pasca berakhirnya rezim orde baru (Bubalo dkk, 2008). Fealey (dalam Muhtadi, 2012) juga menyatakan bahwa PKS merupakan partai Islam terbesar di Indonesia dan merupakan partai Islam yang paling berhasil dalam kontestasi politik Indonesia hingga pemilu 2009. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan PKS dalam arena politik Indonesia adalah partai ini mempunyai basis massa yang kuat dan relatif solid. Partai ini merupakan Transforamsi dari gerakan dakwah kampus atau sering juga disebut dengan Tarbiyah (Hamoyatsu, 2011). Rahmat (2008) menjelaskan, sejak awal terbentuknya partai yang menjadi modal dalam mengisi struktur dari pusat hingga daerah adalah para kader yang berasal dari Jamaah Tarbiyah. Merekalah yang mengisi kepengurusan dan menjadi kader-kader partai. Sebagai sebuah partai kader, pembinaan terhadap para kader merupakan hal yang paling mendasar bagi partai ini. Karena dalam pemahaman Tarbiyah, pembinaan terhadap individu merupakan langkah awal bagi pembinaan keluarga, masyarakat, hingga negara. Secara umum terdapat tiga cara pengkaderan yang dilakukan PKS, yaitu melalui Jamaah Tarbiyah, melalui organisasi-organisasi underbow PKS, dan pengkaderan formal kepartaian. Dari ketiga sistem pengkaderan Tarbiyah sampai saat ini masih menjadi sistem pengkaderan yang paling utama bagi PKS. Hal ini dikarenakan struktur kepartain formal belum dapat menggantikan basis informal Tarbiyah yang telah dibangun hampir selama tiga dekade, singkatnya hingga saat ini dapat dikatakan tulang punggung PKS yang sebenarnya adalah jaringan Jamaah Tarbiyah. Hingga saat ini pun Jamaah Tarbiyah masih terus berkembang di kampus-kampus di Indonesia, termasuk di Universitas Indonesia. Sistem pengkaderan di kampus-kampus inilah yang menjadi kerangka dasar bagi pengkaderan PKS (Ibid). Jamaah Tarbiyah kampus merupakan salah satu basis sosial yang paling utama bagi PKS. Keberadaan Tarbiyah kampus sangat menguntungkan bagi PKS, karena kelompok ini melakukan rekrutmen dan kaderisasi secara kontinu di kampus-kampus. Kaderisasi yang dilakukan Jamaah Tarbiyah kampus adalah sejalan dengan kaderisasi PKS sendiri. Sejauh ini, belum terlalu banyak kajian yang membahas bagaimana proses kaderisasi PKS yang dilakukan melalui Tarbiyah kampus, yang merupakan salah satu basis sosial utamanya. Terkait Tarbiyah UI sendiri, terdapat beberapa kajian yang pernah dilakukan. Penelitian Adriyan (2011) terkait pemahaman keislaman di kampus UI memperlihatkan hasil bahwa Kelompok Tarbiyah merupakan kelompok pemahaman yang paling dominan di kampus UI. Jamaah Tarbiyah juga menjadi kelompok yang paling berpengaruh di Lembaga Dakwah Kampus (Salam UI). Jamaah Tarbiyah menjadikan kaderisasi dalam organisasi Salam UI sebagai sarana untuk menyebarkan pemahamannya. Selanjutnya terdapat studi geopolitik yang dilakukan Budiman (2014). Penelitian ini melihat perubahan teritorial persaiangan antar kelompok pergerakan mahasiswa yang ada di UI. Kelompok pergerakan mahasiswa yang dilihat adalah tiga kelompok yang dianggap paling dominan dalam pergerakan mahasiswa UI, yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), dan Jamaah Tarbiyah. Pada akhirnya hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa hingga saat ini kelompok Tarbiyah merupakan yang paling kuat pengaruhnya dan mengusasai hingga 80% organisasi kemahasiswaan di kampus UI. Selanjutnya juga terdapat studi tentang Halaqoh Tarbiyah yang menjadi sarana pendidikan politik bagi para kader PKS (Yudidarmadi, 2009). Penelitian ini memaparkan bahwa sistem Tarbiyah (liqo/halaqoh) yang dilakukan di kampus-kampus merupakan sarana utama dalam kaderisasi PKS. Melalui sistem ini pula para kader Tarbiyah/PKS mendapatkan pendidikan politik. Dalam penelitian ini hanya melihat liqo sebagai sarana pengkaderan terhadap Jamaah Tarbiyah kampus. Akan tetapi belum melihat bagaimana Tarbiyah kampus melakukan proses kaderisasi terhadap para anggotanya. Dalam ketiga studi tersebut memang disinggung bahwa Jamaah Tarbiyah berafiliasi dengan PKS. Akan tetapi studi-studi yang ada belum melihat bagaimana Jamaah Tarbiyah sebagai basis sosial PKS melakukan
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
proses kaderisasi terhadap para kadernya yang ada di kampus-kampus, khususnya UI. Hal ini penting karena Jamaah Tarbiyah kampus merupakan salah satu basis sosial utama dan sumber pengkaderan bagi partai ini. Selain itu, UI merupakan salah satu kampus yang menjadi titik awal kemunculan Jamaah Tarbiyah. Sebagai salah satu basis sosial utama PKS, keberadaan Tarbiyah kampus tentunya sangat menguntungkan bagi PKS. Jika relasi antara PKS dan Jamaah Tarbiyah kampus retak, tentunya akan berpengaruh terhadap proses kaderisasi dan elektabilitas partai. Hal ini dikarenakan pengkaderan Jamaah Tarbiyah di kampus-kampus masih menjadi pengkaderan yang utama bagi partai ini. Selanjutnya, menjadi menarik untuk melihat bagaimana kaderisasi yang dilakukan Jamaah Tarbiyah yang secara formal tidak terlembaga, namun tetap terus melakukan kaderisasi secara kontinu di kampus-kampus termasuk UI. Bagaimana proses pengkaderan yang dilakukan mulai dari rekrutmen hingga pembinaan yang dilakukan terhadap mahasiswa UI yang menjadi anggota Tarbiyah. Hal inilah yang akan dilihat lebih lanjut dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara mendalam dan dari sumber literatur terkait. Tabel 3.1 Karakteristik Informan Karakteristik Alumni UI dan sudah aktif di Tarbiyah sejak sebelum Partai Keadilan (Sejahtera) terbentuk. (Pengamat/akademisi) Alumni UI yang masih aktif di Tarbiyah UI dan merupakan kader inti Partai Keadilan Sejahtera
YM
MO JR
Mahasiswa aktif UI dan aktif di Tarbiyah UI.
Mantan anggota Jamaah Tarbiyah UI.
Informan Alumni UI, meneliti dan menulis buku, disertasi, dan jurnal terkait Tarbiyah dan PKS Alumni UI angkatan 2002, aktif di Tarbiyah UI hingga 2011, kader inti PKS. Alumni UI angkatan 2006, aktif Tarbiyah UI hingga saat ini, kader inti PKS.
RH
Mahasiswa UI angkatan 2010, aktif tarbiyah hingga saat ini
AM
Mahasiswa UI angkatan 2010, aktif Tarbiyah hingga saat ini, Sekjend SALAM UI. Alumni UI angkatan 2006, aktif Tarbiyah UI hingga 2011.
MA
Tinjauan Teoritis Kemunculan Jamaah Tarbiyah di Indonesia Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kemunculan jamaah Tarbiyah di Indonesia. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan Machmudi (2006) yang berjudul “Islamising Indonesia: The Rise of Jamaah Tarbiyah and Prosperous Justice Party (PKS)”. Hasil studi ini menunjukkan bahwa Tarbiyah dan PKS sebagai kendaraan politiknya merupakan kekuatan baru Islam yang muncul di Indonesia. Studi ini fokus pada tiga hal yaitu bagaimana kemunculannya, ideologi, dan upaya-upaya yang dilakukan dalam “islamisasi” Indonesia.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Salah satu poin penting dari hasil dari studi ini yang adalah menjelaskan bahwa Jamaah Tarbiyah mempunyai sejarah panjang sejak awal kemunculannya di Indonesia. Dimulai dari kelompok-kelompok liqo, lembaga-lembaga kajian keislaman kampus, mendirikan jaringan dakwah antar kampus (FSLDK – Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus), mendirikan KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Hingga pada akhirnya mendirikan Partai Keadilan pada 1999 yang kemudian bertransformasi menjadi Partai Keadilan sejahtera pada 2003. Studi selanjutnya, dilakukan Damanik (2001), yang berjudul “Transformasi Gerakan Sosial Keagamaan di Indonesia : Studi Tentang Gerakan Dakwah Kampus Menjadi Partai Keadilan”. Hasil penelitian yang dilakukan memperlihatkan bahwa gerakan dakwah kampus (merujuk pada Jamaah Tarbiyah) merupakan gerakan sosial keagamaan yang lahir akibat restrukturisasi politik pada era orde baru. Kampus, merupakan salah satu institusi pendidikan yang tak luput dari praktek represifnya kebijakan pemerintahan orde baru. Pada tingkat universitas diberlakukan SK Menteri tentang NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) dimana semua lembaga-lembaga formal sepenuhnya dikontrol oleh birokrat kampus. Hal ini menimbulkan respon yang beragam dari para mahasiswa, salah satunya dibentuknya kajian/diskusi informal tentang berbagai disiplin ilmu, termasuk diskusi keislaman. Kelompok-kelompok diskusi keislaman ini membangun jaringannya di masjid-masjid kampus. Hal ini berkembang di berbagai kampus umum di Indonesia, seperti UI, ITB, UGM, UNPAD, dan lain sebagainya. Kelompok inilah yang menjadi titik awal berkembangnya Jamaah Tarbiyah di Indonesia. Selanjutnya dijelaskan transformasi yang dialami Jamaah Tarbiyah hingga akhirnya mendirikan partai politik. Dimulai dari diskusi keislaman di masjd-masjid kampus pada tahu 1980an. Pada tahun 1990an gerakan ini mulai mengambil peran dan tampil dalam masyarakat melalui pembentukan lembaga-lembaga, seperti lembaga pendidikan (Nurul Fikri), majalah (Sabili), percetakan, dan lain sebagainya. Di tahun 1990an ini juga gerakan dakwah kampus inipun mulai menguasai lembaga-lembaga formal kemahasiswaan yang ada di kampus-kampus besar di Indonesia ; UI. ITB, UGM, IPB, dll. Pada tahun 1998, menanggapi kondisi sosialpolitik pemerintahan yang tidak stabil dari gerakan ini juga lahir organisasi mahasiswa Islam KAMMI. Setelah berakhirnya pemerintahan Soeharto pada mei 1998 dan momen tersebut menjadi titik awal lebih terbukanya demokratisasi di Indonesia, gerakan ini memutuskan untuk mendirikan partai politik yaitu Partai Keadilan (Sekarang PKS). Selain itu, dalam buku yang berjudul “Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus Ke Gedung Parlemen” karya Muhammad Imdadun Rahmat (2008) juga menjelaskan kemunculan jamaah tarbiyah dan keterkaitannya dengan PKS. Dijelaskan bahwa PKS merupakan partai yang berawal dari sebuah gerakan keislaman di kampus-kampus besar Indonesia pada masa pemerintahan orde baru. Berdasarkan studi yang dilakukan, gerakan Tarbiyah di Indonesia terkait dengan lima elemen penting. Pertama, DDII (Dewan Dakwah Islam Indonesia) yang merupakan sebuah lembaga yang tokoh utamanya adalah Mohammad Natsir. Lembaga ini merupakan inisiator sekaligus pembentuk dasar-dasar strategi Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Kedua, jaringan Lembaga Dakwah Kampus (LDK). LDK sendiri berawal dari berbagai kegiatan keislaman dan pelatihan kepemimpinan yang dilaksanakan di Masjid Salman (masjid kampus ITB). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sering mengikutsertakan peserta dari kampus-kampus lain, seperti UI, UGM, dan IPB. Para peserta yang ikut inipun kemudian mengembangkan diskusi dan pelatihan keislaman yang serupa di kampus mereka masing-masing. Sehingga, pada akhirnya LDK juga berkemang di kampus-kampus lain. Ketiga, para alumnus perguruan tinggi luar negeri khususnya Timur Tengah. Para alumnus Timur Tengah ini berperan dalam memperkenalkan dan memformulasikan model pendidikan sistem Tarbiyah Ikhwanul Muslim kepada jaringan Lembaga Dakwah Kampus. Keempat, para aktifis ormas Islam. Kelima, para dai lulusan pesantren. Kombinasi dari kelima aspek tersebut menghasilkan pertumbuhan jaringan dakwah yang makin lama makin cepat. Hal ini terlihat pada tahun 1986 diadakan pertemuan jaringan LDK di UGM yang diikuti oleh 13 pergutuan tinggi. Sedangkan pertemuan kedua yang dilakukan di ITB dihadiri oleh lebih banyak lagi perguruan tinggi. Pada pertemuan ketiga dihadiri oleh 30 LDK dari berbagai universitas yang ada. Selanjutnya pertemuan-pertemuan ini diadakan secara berkala untuk membahas strategi perluasan dan perkembangan LDK. Hingga akhirnya pada 1998 jaringan ini telah tersebar pada 64 perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Pada sebagian besar perguruan tinggi, aktivis Tarbiyah menjadi kekuatan yang dominan dalam lembaga kemahsiswaan kampus.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Ketiga penelitian tersebut belum menyinggung bagaimana proses kaderisasi yang dilakukan dalam Jamaah Tarbiyah yang ada di kampus-kampus. Namun, dalam penelitian ini ketiga penelitian tersebut berkontribusi dalam memberikan gambaran bagaimana muncul dan berkembangnya Jamaah Tarbiyah di Indonesia hingga akhirnya melahirkan partai politik. Jamaah Tarbiyah Universitas Indonesia Terdapat beberapa studi yang pernah dilakukan terkait Jamaah Tarbiyah di Universitas Indonesia. Penelitian Damanik (2001) memberikan sedikit gambaran bagaimana awal pergerakan Jamaah Tarbiyah di kampus UI. Berdasarkan hasil penelitan, Universitas Indonesia merupakan salah satu kampus yang menjadi tempat lahir dan berkembangnya Jamaah Tarbiyah. Gerakan Dakwah Kampus (mengacu pada Tarbiyah) awalnya berkembang dari usrah yang dibentuk di mesjid kampus Arif Rahman Hakim, Salemba. Memasuki tahun 1990an Tarbiyah berkembang sangat pesat di UI, pada saat itu diperkirakan sekitar 10% dari mahasiswa UI merupakan aktifis Tarbiyah (GDK). Selain itu, lembaga-lembaga formal kemahasiswaan juga sering kali di ketuai oleh mahasiswa yang berasal dari Jamaah Tarbiyah ini. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa Tarbiyah sangat berkembang di UI. Selanjutnya studi yang dilakukan Adriyan (2011) yang mengangkat tema “Peran Lembaga Dakwah Kampus dalam Kaderisasi Mahasiswa Muslim di Perguruan Tinggi Negeri (Studi Kasus Nuansa Islam Universitas Indonesia-SALAM UI)”. Penelitian tersebut menemukan bahwa terdapat tiga kelompok keislaman yang mendominasi di Universitas Indonesia yaitu HTI, Salafi, dan Tarbiyah. Dari ketiga kelompok keislaman tersebut kelompok Tarbiyahlah yang paling mendominasi dan berpengaruh di organisasi Salam UI. Hal ini disebabkan karena para kader-kader tarbiyahlah yang mewujudkan berdirinya Lembaga Dakwah Kampus yang ada di UI sejak 20 tahun lalu. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sistem kaderisasi yang dilakukan kelompok Tarbiyah sejalan dengan sistem kaderisasi yang dilakukan lembaga dakwah kampus di UI (SALAM). Penelitian ini memberikan gambaran bahwa di kampus UI Tarbiyah merupakan kelompok keislaman yang mendominasi pada organisasi keislaman kampus. Dalam studi ini juga dinyatakan bahwa Jamaah Tarbiyah UI seringkali dikaitkan dengan PKS. Selanjutnya terdapat penelitian Budiman (2014) yang mengangkat tema “Geopolitik Islam Kampus UI”. Penelitian ini memaparkan bahwa gerakan mahasiswa di UI didominasi oleh kelompok-kelompok yang berlabel Islam. Penelitian ini berusaha melihat persaingan antara kelompok pergerakan yang ada. Hasil penelitian ini memperlihatkan terdapat tiga kelompok gerakan dalam persaingan politik kampus di UI yaitu, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), dan Jamaah Tarbiyah. Dari ketiga kelompok tersebut Jamaah Tarbiyah merupakan kelompok yang paling dominan dalam politik kampus. Hampir 80% organisasi kemahasiswaan dikuasai oleh aktivis Tarbiyah. Dalam penelitian ini juga dikemukakan bahwa Jamaah Tarbiyah UI merupakan afiliasi dari PKS. Selanjutnya juga terdapat penelitian yang dilakukan Aay Muhammad Furkon (2004) yang berjudul “Partai Keadilan Sejahtera; Ideologi Politik dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer”. Pada dasarmya penelitian ini mengkaji dan menelusuri ideologi politik PKS, dimulai dari kemunculan gerakan Tarbiyah hingga didirikannya PK dan kemudian bertransformasi menjadi PKS. Namun, dalam salah satu sub-bab nya, hasil penelitian ini menjelaskan bagaimana dinamika gerakan dakwah kampus (gerakan Tarbiyah) di kampus UI hingga periode 1990-an. Dijelaskan bahwa masjid kampus Arif Rahman Hakim (Salemba) merupakan salah satu masjid kampus yang paling menonjol kegiatan keislamannya. Berawal dari Aus Hidayat yang merupakan alumni Latihan Mujahid Dakwah (LMD) di kampus ITB yang kemudian mengembangkan kajian-kajian keislaman serupa di UI. Kelompok-kelompok awal yang terbentuk ini mendapat bimbingan langsung dari Hilmi Aminuddin dan Rahmat Abdullah yang merupakan tokoh-tokoh awal yang membawa dan menyebarkan ideologi ikhwanul muslimin dan Tarbiyah di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, kajian Islam dalam kelompok-kelompok kecil ini terus berkembang. Pada dekade kedua setelah kemunculannya Jaringan Tarbiyah ini telah berkembang di banyak kampus di Indonesia. Dikampus UI sendiri pada periode ini, para aktivis Tarbiyah mulai menempati posisi-posisi penting pada organisasiorganisasi kemahasiswaan.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Dalam keempat studi yang telah dipaparkan memang telah disinggung bahwa Jamaah Tarbiyah UI merupakan salah satu titik awal perkembangan Jamaah Tarbiyah yang akhirnya mendirikan PKS. Sejak awal kemunculannya hingga saat ini para aktivis Tarbiyah UI mampu mendominasi organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada. Akan tetapi dalam studi-studi tersebut belum membahas bagaimana Jamaah Tarbiyah yang merupakan basis sosial utama PKS melakukan pengkaderan terhadap mahasiswa di kampuskampus, khususnya UI. Jamaah Tarbiyah sebagai Basis Sosial PKS Hamayotsu (2011) dalam tulisannya “The Political Rise of the Prosperous Justice Party in Post-Authoritarian Indonesia” mengkaji bagaimana partai Islam, dalam hal ini PKS mengatur dan membangun basis dukungan massa yang kuat. PKS dianggap sebagai partai Islam yang berhasil memperluas basis dukungan ditengahtengah kegagalan partai Islam lainnya dalam memperoleh dukungan. Tulisan ini didasarkan pada penelitian kualitatif yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Sulawesi Selatan, Banten, dan Yogyakarta dalam rentang waktu 2008 hingga 2010. Dijelaskan bahwa PKS (sebelumnya Partai Keadilan), dibentuk pada tahun 1998 oleh para pemimpin Muslim yang aktif dalam gerakan dakwah kampus tarbiyah pada awal transisi demokrasi. Dari awal, PKS merekrut kaum muda muslim terdidik dalam struktur kader untuk mengembangkan partai. Ditekankan dua hal yang membuat PKS mempunyai basis massa yang kuat. Pertama, hubungan antara partai dan basis massanya yang relatif solid. Kedua, strategi community buliding yang dilakukan oleh PKS dianggap memberikan kesejahteraan baik material dan spiritual. Hal ini dianggap menjadi kunci bagaimana partai ini bisa membangun basis massa yang cukup kuat. Karena berfokus pada masyarakat luas, penelitian ini belum melihat bagaimana Jamaah Tarbiyah kampus yang juga merupakan basis sosial PKS mmelakukan kaderisasi terhadap para anggotanya. Dalam hal ini, kampus adalah salah satu lembaga tumbuh dan berkembangnya Jamaah Tarbiyah yang sangat erat kaitannya dengan PKS. Sistem Rekrutmen dan Kaderisasi PKS Dalam studi yang dilakukan Muhtadi (2012) dijelaskan prose rekrutmen dan kaderisasi PKS secara umum. Dijelaskan dalam melakukan proses kaderisasi PKS memanfaatkan sumber daya Jamaah Tarbiyah yang telah ada sebagai sumber kadernya. Jaringan Tarbiyah ini pada umumnya melakukan diskusi keislaman secara rutin dan dituntut untuk mengamalkan norma dan nilai Islam dalam semua aspek kehidupan mereka. Secara umum terdapat dua metode yang digunakan PKS dalam proses rekrutmen, yaitu metode rekrutmen individual dan pola rekrutmen institusional. Pertama, metode rekrutmen individual (dakwah fardhiyah). Metode ini dijalankan dengan bentuk pendekatan personal secara langsung kepada orang-orang yang terlihat potensial untuk menjadi kader. Dengan kata lain rekrutmen yang dijalankan dibangun atas relasi sosial yang telah ada dan pada saat yang sama hal ini menumbuhkan solidaritas baru berdasarkan kepercayaan, komitmen, dan loyalitas yang sama. Para calon kader yang akan direkrut diajak berpartisipasi dalam serangkaian forum dan kegiatan yang diorganisir oleh PKS. Kegiatan-kegiatan tersebut diorganisir dengan sedemikian rupa dan dilakukan secara kontinu. Hal ini bertujuan agar para anggota dapat memiliki nilai dan pemahaman yang sama.Kedua, pola rekrutmen institusional yang melibatkan struktur formal kepartaian maupun oraganisasi-organisasi afiliasi PKS. Selain itu pola rekrutmen ini juga memanfaatkan institusi keagmaan dan institusi pendidikan seperti sekolah ataupun universitas. Dua pola rekrutmen tersebut bertujuan untuk memobilisasi massa sebanyak mungkin untuk menjadi simpatisan PKS. Para individu ini diharapkan dapat terlibat dalam kegiatan sosial-politik yang dirancang oleh partai. Mekanisme rekrutmen seperti ini merupakan karakter dasar PKS yang mementingkan kuantitas dukungan dari masyarakat sebagai tiket memenangkan pemilu. Walaupun pada akhirnya mereka tidak bersedia menjadi kader aktif, minimal PKS mempunyai orang-orang yang simpatik terhadap agenda dan perjuangan PKS. Kedua, rekrutmen bertujuan untuk mendaftar kader-kader potensial melalui mekanisme rekrutmen yang selektif. Sebagai partai kader yang memiliki sistem rekrutmen ketat, PKS mewajibkan para kadernya terlibat
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
aktif dalam serangkaian pelatihan intensif. Pelatihan-pelatihan ini mempunyai tingkatan tersendiri yang mencakup proses pembelajaran (ta’lim), mengasah kemampuan organisasi ( tandzim), pengembangan karakter dan internalisasi ajaran Islam (taqwin), dan evaluasi (taqwim). Proses kaderisasi ini menghasilkan enam tingkatan kader (pemula, muda, madya, dewasa, ahli, purna). Selanjutnya terdapat studi yang dilakukan Yudidarmadi (2009) dengan tema “Halaqah Tarbawiyah; Sarana Pendidikan Politik Kader PKS”. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa liqo merupakan sarana kaderisasi utama bagi para kader PKS. Hal ini merupakan adopsi dari organisasi Ikhwanul Muslimin yang berkembang di Timur Tengah. Diantara sarana kaderisasi yang dimiliki oleh PKS liqo/halaqah ini merupakan yang paling utama. Dijelaskan bahwa liqo/halaqah sangat diandalkan sebagai alat indoktrinasi dan pendidikan politik bagi para kader PKS. Terdapat tiga hal yang ingin dicapai melalui liqo/halaqah. Pertama, pembentukan kepribadian Islam. Kedua, pembentukan kepribadian aktivis gerakan. Ketiga pembentukan kepribadian politik dan sosok muslim negarawan. Kedua studi ini memberikan gambaran secara umum bagaimana rekrutmen dan kaderisasi yang dilakukan PKS. Akan tetapi, studi ini belum melihat bagaimana proses rekrutmen dan kaderisasi tersebut dilakukan di kampus-kampus yang merupakan basis Jamaah Tarbiyah, khususnya UI. Basis Sosial, Kaderisasi, dan Sosialisasi Terdapat beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu basis sosial, kaderisasi, dan sosialisasi. Huntington (1976) menjelaskan terdapat lima kelompok yang menjadi basis sosial politik. Pertama kelas, yang merupakan kelompok individu yang mempunya kesamaan status sosial dan ekonomi. Kedua, kelompok komunal; merupakan kelompok individu yang terdiri dari etnis atau kelompok agama yang sama. Ketiga, neighborhood; merupakan kelompok individu yang secara geografis tinggal dalam tempat/lingkungan yang sama. Keempat, partai; merupakan kelompok individu yang mengindentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama dan berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan. Kelima, faksi/golongan; merupakan kelompok individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus satu sama lain. Salah satu bentuknay adalah pengelompokan patron-klien yang merupakan suatu golongan yang melibatkan pertukaran kepentingan satu sama lain dimana mereka tidak mempunyai status yang sama. Dalam penelitian ini yang akan dilihat sebagai basis sosial adalah Jamaah Tarbiyah UI yang terdiri dari kumpulan mahasiswa muslim yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok komunal. Konsep selanjutnya adalah kaderisasi. Syamsudin (Dalam Huriyah, 2004) menjelaskan bahwa kaderisasi adalah serangkaian proses yang dilalui oleh orang-orang tertentu yang bertujuan untuk penyerapan nilai-nilai tertentu pula terhadap individu tersebut. Terdapat dua tujuan kaderisasi dalam politik, yang pertama untuk mencapai atau menciptakan budaya politik dalam proses kaderisasi yang berlangsung. Tujuan yang kedua adalah mempengaruhi budaya politik yang sudah ada, namun budaya tersebut dianggap belum sejalan dengan tujuan pengkaderan. Selanjutnya, kaderisasi juga dapat diartikan sebagai sebuah proses mempersiapkan individu-individu yang akan mempunyai nilai-nilai yang dapat mencerminkan identitas lembaga/organisasi dimana mereka menjadi bagian. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana Jamaah Tarbiyah UI sebagai basis sosial dari PKS melakukan proses kaderisasi terhadap anggotanya. Konsep selanjutnya yang digunakan dalam studi ini adalah sosialisasi. Berger dalam The Construction of Social Reality (1991) menjelaskan Sosialisasi merupakan proses belajar seorang individu dalam masyarakat. Individu tidak terlahir dari anggota masyarakat, tetapi individu menjadi bagian dari masyarakat dalam suatu proses yang dinamakan sosialisasi. Sosialisasi dibagi kedalam dua tahap, yaitu primer dan sekunder. Sosialisasi primer merupakan sosialisasi yang dialami individu semasa kecil dalam lingkungan keluarganya. Sedangkan sosialisasi sekunder merupakan proses lanjutan dari sosialisasi primer. Pada tahap ini, individu mengalami internalisasi dari institusi/lembaga yang menjadi “sub world” bagi individu tersebut. Lingkup dari proses sosialisasi ini ditentukan oleh kompleksitas, pembagian kerja, dan distribusi pengetahuan masyarakat yang menyertainya. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, Jamaah Tarbiyah merupakan salah satu basis sosial bagi PKS. Dalam penelitian ini, akan dilihat apa dan bagaimana sosialisasi yang didapatkan anggota Jamaah Tarbiyah UI.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Apa dan bagaimana sosialisasi yang diberikan kepada anggota Jamaah Tarbiyah melalui pembinaan yang dilakukan kepada mereka. Dari Jamaah Tarbiyah UI hingga Partai Keadilan Sejahtera Represifnya pemerintah pada rezim orde baru tidak memungkinkan bagi politik aliran (Islam) untuk berkembang. Islam politik ditahan pergerakannya pada saat itu, salah satunya terlihat dari dicegahnya pembentukan kembali Masyumi, yang pada periode sebelumnya merupakan partai Islam terbesar (Baswedan, 2004). Namun, keadaan tersebut tidak menyurutkan semangat para tokoh politik Islam pada masa itu. Pada 1967 dipelopori oleh Moh Natsir dan beberapa mantan elit Masyumi lainnya didirikanlah Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) (Muhtadi, 2012). Selanjutnya, Furkon (2004) menjelaskan, menurut Moh Natsir dalam konteks dakwah Indonesia selain pesantren dan masjid, yang menjadi fondasi dakwah adalah kampus. Oleh karena itu, setahun setelah DDII berdiri, Moh Natsir melakukan pembinaan terhadap 40 orang mahasiswa dan dosen yang berasal dari berbagai kampus di pulau Jawa seperti UGM, ITB, UNPAD, dan UI. Para mahasiswa yang telah dibina ini diminta untuk mengembangkan kembali apa yang telah didapatkan dari pembinaan tersebut, di kampus masing-masing (Yudidarmadi, 2009). Di Universitas Indonesia sendiri Masjid kampus Arif Rahman Hakim Salemba dapat dikatakan sebagai basis awal pergerakan Jamaah Tarbiyah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, Latihan Mujahid Dakwah yang diselenggarakan di ITB merupakan salah satu titik awal berkembangnya dakwah kampus, yang selanjutnya menganut sistem “Tarbiyah”. Rahmat (2008) menjelaskan, para alumni pelatihan LMD yang berasal dari UI juga mengembangkan kegiatan yang serupa di masjid Arif Rahman Hakim kampus UI Salemba. Pada saat itu mulai dikembangkanlah kegiatan-kegiatan kajian keislaman di beberapa fakultas. Seperti program Integratif Studi Terpadu Islam (ISTI), pada fakultas MIPA juga menamakan kegiatan mereka dengan ISTI. Sedangkan di Fakultas Ekonomi didirikan Studi Islam Terpadu, di FISIP dinamakan Kajian Dasar Islam (Kadais), dan di Fakultas Sastra terdapat Forum Kajian Dasar Islam (Fondasi). Hal senada terkait awal perkembangan Jamaah Tarbiyah di UI, juga disampaikan oleh salah satu informan. “Kalau di UI berkembang secara pesat ya, itu tahun 1980an itu sudah mulai. Jadi waktu itu banyak mantan aktivis-aktivis HMI ya, yang sudah mulai jenuh dengan aktifitas HMI yang terlalu politis ya, kemudian ingin lebih fokus pada kegiatan dakwah. Kemudian mereka mulai fokus untuk mengembangkan itu, di MIPA, di Sastra, dan di yang lain”. (Wawancara dengan informan YM, 12 Mei 2014). Dapat dikatakan bahwa pertengahan 1980-an merupakan periode awal berkembangnya Jamaah Tarbiyah di kampus Universitas Indonesia. Pada periode awal perkembangannya pergerakan Jamaah Tarbiyah di kampus UI masih pada forum-forum yang dikembangkan pada tingkat fakultas. Lebih lanjut Furkon (2004) menjelaskan, di antara generasi 1980an di UI sendiri terdapat beberapa mahasiswa yang sudah pernah mengikuti pelatihan LMD dan mengembangkan hal yang serupa di kampus UI. Aus Hidayat, mahasiswa jurusan Sastra Arab pada saat itu membentuk pengajian kecil di kampus UI yang disebut Tadabur. Kelompok pengajian ini pun berkembang cukup cepat di kampus UI, pada 1983 terdapat alumni LMD lainnya yang mengembangkan kelompok pengajian serupa, yaitu Zaenal Muttaqien. Kelompok-kelompok pengajian ini kemudian diberi nama halaqah. Hal senada juga disampaikan informan Seiring berjalannya waktu kelompok-kelompok pengajian seperti ini terus berkembang di kampus UI. Mereka yang mengikuti dan mengembangkan kelompok-kelompok liqo ini semakin disiplin dalam mengamalkan ajaran Islam. Selain itu mereka juga semakin giat mengkaji buku-buku dari para tokoh Ikhwanul Muslimin, terutama tentang konsep Tarbiyah. Di sisi lain hal ini membuat mereka secara tidak langsung sering menyebut konsep Tarbiyah sebagai landasan bagi pembinaan yang dilakukan. Selanjutnya, lama-kelamaan penggunaan istilah Tarbiyah inipun digunakan untuk menyebut pengajian-pengajain dalam kelompok kecil (liqo) yang dilakukan. Berbeda dengan ITB yang menyebut kelompok-kelompok pengajiannya dengan usrah, di kampus UI sendiri ini disebut dengan liqo (Furkon, 2004). Jamaah Tarbiyah terus bertransformasi dari waktu ke waktu sejak awal kemunculannya. Pada awal kemunculannya yang dipicu oleh represifnya rezim orde baru pada saat itu Jamaah Tarbiyah masih berupa
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
gerakan dakwah kampus. Gerakan ini tidak terlembaga, masih sebatas kajian-kajian dan diskusi keislaman yang berbasis di masjid-masjid kampus. Memasuki pertengahan 1980an, gerakan ini mulai bermetamorfosis, para aktivis Tarbiyah mulai masuk kedalam Unit Kegiatan Mahasiswa yang resmi yaitu Lembaga Dakwah Kampus. Dengan berada di dalam UKM resmi, tentunya memberi keuntungan pada Jamaah Tarbiyah. UKM tentunya mendapatkan bantuan finansial dari birokrat kampus untuk keberlangsungan organisasi, selain itu metamorfosis menjadi Lembaga Dakwah pada saat itu tentunya mengurangi kecurigaan pemerintahan yang represif terhadap gerakan mahasiswa pada saat itu. Lembaga Dakwah tentunya akan dipandang hanya sebatas lembaga kemahasiswan yang berfokus pada dakwah Islam saja (Muhtadi, 2012). Dikampus UI sendiri pada pertengahan 1980an, LDK resmi didirikan oleh para mahasiswa yang aktif dalam dakwah kampus. Beberapa waktu setelah berdiri, LDK menjalin jejaring dengan lembaga dakwah di kampus-kampus lainnya dengan mendirikan Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK). Forum ini dibentuk sebagai wadah koordinasi bagi aktivis dakwah di berbagai kampus di seluruh Indonesia dengan tujuan terbangunnya jejaring dakwah yang lebih terorganisir (Ibid). Memasuki 1990an, Jamaah Tarbiyah mulai muncul di tengah-tengah masyarakat. Hal ini terlihat dari munculnya beberapa lembaga yang dibentuk oleh kelompok Tarbiyah ini. Diantaranya lembaga pendidikan (Nurul Fikri), lembaga kajian (SIDIK), lembaga pendidikan islam (Al hikmah), hingga percetakan dan majalah; Syamil dan Sabili (Furkon, 2004; Rahmat 2008). Lebih lanjut Damanik (dalam Furkon, 2004) menjelaskan, setiap lembaga yang dibentuk pada akhirnya bertujuan untuk pengembangan Jamaah Tarbiyah sendiri. Nurul Fikri merupakan lembaga pendidikan (bimbingan belajar) bagi siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. Dalam sistem pembelajarannya disisipkan materi-materi keislaman. Selanjutnya juga terdapat lembaga kajian yang bertujuan untuk pengembangan kajian keislaman yaitu SIDIK (Studi dan Informasi Dunia Islam Kontemporer). Selaini itu juga dibentuk Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Dakwah (LPPD – Khairu Ummah) yang bertujuan sebagai fasilitator tenaga pembinaan keislaman bagi masyarakat umum. Sejalan dengan munculnya Jamaah Tarbiyah dalam bentuk lembaga-lembaga publik, di kampuskampus pun kelompok ini semakin berkembang dan memperlihatkan pengaruhnya. Hampir di setiap kampuskampus besar seperti UI, ITB, IPB, dan UGM organisasi formal kemahasiswaannya didominasi oleh aktifis Tarbiyah (Rahmat, 2008). Memasuki akhir 1990an, tepatnya pada 1998 saat diadakannya pertemuan ke-10 FSLDK di Malang beberapa aktivis LDK mengumumkan terbentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Namun, pendirian KAMMI ini ternyata tidak sepenuhnya didukung oleh aktivis LDK. Tumbangnya rezim orde baru pada Mei 1998, memicu tokoh-tokoh KAMMI untuk mempertimbangkan pembentukan partai politik Islam. Ide ini ternyata juga mendapat respon yang baik dari sebagian aktivis dakwah kampus yang mempunyai pandangan sumber daya gerakan dakwah yang telah mereka miliki sudah seharusnya ditransformasikan ke dalam sebuah partai politik. Namun, disisi lain terdapat pula sebagian aktivis dakwah yang menolak pendirian partai politik dan mengusulkan gerakan dakwah cukup menjadi organisasi non-politik (Muhtadi, 2012). Dalam situasi perbedaan pendapat antara perlu tidaknya mendirikan sebuah partai politik, musyawarah pun diperbesar dengan mengadakan survei. Survei ini melibatkan seluruh aktivis dakwah kampus dan non-kampus. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam survei adalah untuk mengetahui sejauh mana keinginan aktivis dakwah dalam menyikapi reformasi yang tengah terjadi saat itu. Survei dilakukan terhadap 6000 responden yang termasuk dalam seluruh komponen aktivis dakwah. Hasil survei menunjukkan 86% lebih mengiginkan pendirian partai politik, sedangkan sisanya sekitar 27% mengiginkan untuk mempertahankan organisasi masyarakat, dalam bentuk yayasan, LSM, kampus pesantren, dan berbagai lembaga lainnya. Hasil jejak pendapat memperlihatkan bahwa sebagian besar Jamaah Tarbiyah menginginkan dibentuknya partai politik. Pendirian partai ini juga dilihat oleh Jamaah Tarbiyah sebagai kesempatan dalam rangka mengembangkan komitmen dan meraih cita-cita dakwah dalam tahap yang lebih lanjut (Damanik, 2001). Selanjutnya dilakukanlah musyawarah lanjutan oleh 52 orang aktivis Tarbiyah, yang akhirnya memutuskan untuk berdirinya partai politik yang diberi nama Partai Keadilan. Musyawarah juga memutuskan mengangkat Nur Mahmudi Ismail sebagai presiden partai, Salim Segaf Al Jufri sebagai ketua dewan syuro, dan Anis Matta sebagai sekretaris jendral (Rahmat, 2008). Sejak dibentuknya Partai Keadilan, yang menjadi modal awal terbentuknya struktur dari pusat hingga daerah adalah para kader yang berasal dari Jamaah Tarbiyah. Merekalah yang mengisi kepengurusan dan menjadi kader-kader partai. Pada masa periode awal didirikannya Partai Keadilan, kader Tarbiyah mencapai
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
42.202 orang, pada tahun 2004 jumlah kader meningkat signifikan menjadi 394.190, dan hingga 2009 jumlah kader diperkirakan mencapai satu juta orang dan tentunya terus bertambah hingga saat ini. Pada pemilu 1999, Partai Keadilan hanya memperoleh sekitar 1.4% suara sehingga partai ini terhalang oleh electoral threshold yang tentunya tidak memungkinkan PK untuk dapat ikut serta dalam pemilu berikutnya. Terkait dengan hal ini, PK memutuskan untuk mendirikan partai baru yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada April 2002. Sebenarnya partai ini tidak sama sekali baru, karena visi dan misi partai tidak bergeser dari Partai Keadilan (Rahmat, 2008). Transformasi Jamaah Tarbiyah
Gerakan dakwah kampus
Lembaga dakwah kampus
Lembaga di masyarakat
KAMMI – PK – PKS
Pengorganisasian Jamaah Tarbiyah UI Jamaah tarbiyah mempunyai struktur yang menaunginya. Struktur organisasi ini tidak diberitahukan kepada publik. Bahkan, di kalangan Tarbiyah sendiri, tidak semua orang mengetahui siapa saja yang terlibat dalam struktur ini. Berikut struktur Tarbiyah Universitas Indonesia yang digambarkan oleh informan dalam penelitian ini Struktur Organisasi Jamaah Tarbiyah UI Bidang Kampus PKS s Wilayah Dakwah II /Jabar Dosen-dosen
Dosen-dosen
Dosen-dosen
Ketua Majelis Syuro
Bidang Keilmuan
PJ Fakultas
Koord Fakultas
Bidang Kaderisasi
PJ Fakultas
Bidang Sospol
PJ Fakultas
Sekjend Majelis Syuro
Bidang Syiar
PJ Fakultas
Bidang Kemuslimahan
PJ Fakultas
Sumber: Digambarkan oleh informan JR Setiap elemen dalam struktur organisasi tersebut mempunyai tugas masing-masing. Pembagian tugas pada setiap posisi pada struktur Tarbiyah UI pada akhirnya bertujuan untuk mewujudkan apa yang menjadi tujuan organisasi mereka, yakni apa yang disebut dengan tujuan dakwah kampus. Seperti terlihat dalam bagan, Jamaah Tarbiyah UI diketuai oleh seorang ketua majelis syuro dan mempunyai wakil-wakil majelis syuro pada tiap bidangnya. Dibawah ketua majelis syuro terdapat bidang-bidang yang mempunyai tim masing-masing.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Bidang-bidang tersebut adalah Sosial Politik (sospol), keilmuan, kaderisasi, syiar, dan kemuslimahan. Kecuali bidang kemuslimahan, setiap tim dikepalai oleh dua orang (laki-laki dan perempuan). Terlepas dari struktur Tarbiyah UI pada level mahasiswa, seperti terlihat pada bagan diatas ketua majelis syuro masih terdapat beberapa struktur yang diisi oleh dosen-dosen. Para dosen ini merupakan dosen UI yang terlibat dalam Jamaah Tarbiyah. Selain itu, jika ditarik lagi keatas ketua majelis syuro UI dibawahi oleh Bidang Kampus PKS Wilayah Dakwah Jawa Barat, namun Bidang Kampus PKS ini tidak memberikan komando langsung terhadap ketua majelis syuro, hanya sekedar koordinasi saja. Para dosen yang terlibat dalam Jamaah Tarbiyah bertugas untuk mengarahkan agar Jamaah Tarbiyah tetap berada pada tujuan mereka. Begitupun dengan bidang kampus PKS wilayah dakwah Jawa Barat juga bertugas berkoordinasi dengan ketua majelis syuro Tarbiyah UI. Salah satu bentuk koordinasinya dicontohkan oleh informan sebagai berikut “iya, diatasnya itu, sebenernya bukan garis komando sih, garisnya putus-putus sih, garis koordinasi aja. Itu bidang kampus PKS wilayah dakwah II /Jabar Iya, itu dia yang, misalnya dia(majelis syuro) ada strategi apa, oh demo nih, misalnya Obama dateng, atau Jokowi dateng, dia laporan dulu, kalo oke sip, dia bilang ke bidang politiknya”. (Wawancara dengan informan JR, 18 April 2014). Jadi, majelis syuro Tarbiyah UI melakukan koordinasi dengan PKS pada setiap strategi/rencana yang akan dilakukan. Koordinasi yang dilakukan, baik dengan PKS ataupun para dosen-dosen yang juga terlibat dalam struktur Tarbiyah tentunya agar Jamaah Tarbiyah tetap berada pada jalurnya dalam mencapai tujuan mereka, yaitu apa yang disebut dengan tujuan dakwah kampus. Mesikipun Jamaah Tarbiyah UI mempunyai struktur kepengurusan dan sistem kaderisasi serta pembinaan yang jelas dan sistematis, Namun, hal ini bersifat amniyah (rahasia). Hal ini tidak diketahui oleh publik, bahkan di kalangan Jamaah Tarbiyah sendiri tidak semua pihak mengetahuinya. Bagaimana struktur organsisasi dan sistem yang dibangun dijalankan hanya diketahui oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini diungkapkan salah seorang mahasiswa UI yang aktif dalam Jamaah Tarbiyah “Sebenernya sih gak boleh, dulu tuh waktu awal-awal pernah dibilangin, walaupun sekarang gerakannya sudah zohir, terbuka, tapi kalian tidak boleh. Masalah MS adalah amniyah (rahasia)”. Mereka yang mengetahui hal ini adalah yang terlibat dalam struktur beserta tim yang telah dijelaskan sebelumnya. Para anggota Tarbiyah yang terlibat ini pada awalnya disebut dengan Aktivis Dakwah Kampus (ADK). ADK adalah para anggota Jamaah Tarbiyah yang telah mengikuti pembinaan dalam kurun waktu tertentu dan dianggap sudah memenuhi kriteria ADK. Ketika sampai pada tahapan tersebut mereka diberikan pemahaman bagaimana pentingnya dakwah kampus. Hal apa yang menjadi tujuan dakwah kampus. Selanjutnya mereka diikutsertakan dalam suatu kegiatan yang dinamakan daurah Lebih lanjut, akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya. Rekrutmen dan Kaderisasi PKS melalui Jamaah Tarbiyah UI Untuk tetap mempertahankan eksistensinya, Jamaah Tarbiyah UI tentunya melakukan rekrutmen anggota. Adriyan (2011) menjelaskan bahwa kelompok kegamaan Islam yang paling dominan di kampus UI adalah kelompok Tarbiyah. Begitupun pada Lembaga Dakwah Kampus UI (Nuansa Islam-SALAM UI) lembaga ini hampir sepenuhnya dikuasai kelompok Tarbiyah dan menggunakan sistem pembinaan dan kaderisasi Jamaah Tarbiyah. Jadi dapat dikatakan, identitas Tarbiyah sangat melekat pada anggota organisasi dakwah kampus SALAM UI. Sementara disisi lain, dilihat dari sudut pandang Jamaah Tarbiyah, di kampus UI sendiri koor Jamaah Tarbiyah itu sendiri berada pada lembaga dakwah. Dapat dikatakan Jamaah Tarbiyah mempunyai sistem rekrutmen yang sistematis. Disatu sisi, rekrutmen yang dilakukan seiring sejalan dengan rekrutmen yang dilakukan Lembaga Dakwah Kampus – SALAM UI. Jadi, ketika mahasiswa mengikuti rekrutmen sebagai anggota SALAM UI secara tidak langsung ia menjadi bagian dari Jamaah Tarbiyah. Sementara disisi lain, sistem kaderisasi dalam Jamaah Tarbiyah itu sendiri tetap dijalankan. Dimana setiap mahasiswa yang sudah mengikuti kegiatan rohis sejak SMA dan pada akhirnya melanjutkan pendidikan di UI akan otomatis terdaftar didalam sistem kaderisasi Jamaah Tarbiyah UI. Hal ini diungkapkan informan yang sudah mengikuti rohis dari SMA.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
“Jadi pas maba, itu saya dateng ke stand Salam itu udah ada nama saya, oh ini JR, FIB, sastra korea. Nah loh kok tau kak? Iya ini dari bang wawan gitu.… ya itu di dakwah kampus kita ada yang namanya penanggung jawab kaderisasi. Itu saya bilang ke dia antum tolong masukin ini ke list antum sebagai kader. Jadi itu emang udah di track gitu ya, di dicatet, satu persatu, siapa yang dulunya rohis, kemudian masuk UI dan di kader” (Wawancara dengan informan JR, 6 April 2014) Dari kutipan wawancara tersebut terlihat bahwa sistem rekrutmen dan kaderisasi yang dibangun Jamaah Tarbiyah ternyata tidak hanya pada tataran perguruan tinggi. Namun, sejak level sekolah menengahpun sudah menjadi sasaran rekrutmen dan kaderisasi, yaitu melalui kegiatan rohis sekolah. Jadi, para mahasiswa yang terlibat aktif dalam kegiatan rohis pada saat SMA, akan otomatis di “transfer” untuk mengikuti kaderisasi di lembaga dakwah kampus. Selain proses transfer tersebut, Jamaah Tarbiyah juga mempunyai strategi untuk merekrut anggota baru yang belum pernah terlibat dalam kegiatan rohis sebelumnya. Ditingkat kampus khususnya terdapat beberapa strategi yang dilakukan dalam merekrut kader-kader baru. Pertama, asistensi agama Islam yang merupakan sebuah sistem pemberian materi tambahan terhadap mata kuliah MPK Agama Islam yang diberikan kepada mahasiswa semester dua. Mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok memiliki satu orang mentor yang biasanya merupakan anggota lembaga dakwah fakultas. Kegiatan ini dilakukan rutin satu kali seminggu selama satu semester, diakhir semester bersamaan dengan ujian akhir, juga dilaksanakan evaluasi terhadap materi yang telah diberikan. Setelah dilakukan evaluasi setiap mahasiswa diberikan dan diminta mengisi form apakah mempunyai keinginan untuk melanjutkan kegiatan mentoring atau tidak. Mahasiswa yang berkeinginan untuk melanjutkan kegiatan mentoring diminta untuk mencantumkan nomor kontak. Selanjutnya akan dihubungi dan diikutsertakan dalam kegiatan mentoring rutin Tarbiyah. Kedua, melalui lembaga dakwah tingkat fakultas ataupun universitas. keduanya mempunyai peran yang cukup besar dalam menjaring anggota baru Tarbiyah. Setiap tahun tentunya lembaga dakwah membuka rekrutmen anggota baru lembaganya. Para mahasiswa yang direkrut oleh lembaga dakwah tentunya secara otomatis akan menjadi bagian dari Jamaah Tarbiyah. Selain itu, lembaga dakwah bisa menjaring mahasiswa dengan kegiatan-kegiatan yang terbuka untuk umum, bagi mahasiswa secara keseluruhan. Misalnya, setiap awal semester ganjil lembaga dakwah pada setiap fakultas mengadakan kegiatan yang ditujukan untuk para mahasiswa baru. Kegiatan yang dilakukan biasanya berupa camp latihan kepemimpinan. Dari kegiatan ini biasanya aka nada mahasiswa-mahasiswa yang tertarik untuk mengikuti kegiatan Tarbiyah. Selain itu, lembaga dakwah seringkali mengadakan kajian-kajian yang terbuka untuk umum. Kajian-kajian yang dilakukan biasanya belum terikat. Namun, lama-kelamaan akan terlihat siapa yang memang tertarik untuk mengikuti kegiatan Tarbiyah selanjutnya. Ketiga, dakwah fardhiyah yang merupakan sebuah konsep dalam Islam, dimana setiap individu mempunyai kewajiban dakwah terhadap individu lainnya. Dalam Jamaah Tarbiyah konsep dakwah fardhiyah ini dijadikan kewajiban bagi setiap anggota Tarbiyah. Setiap orang wajiib/harus mempunyai target untuk dakwah fardhiyah mereka, yang nantinya akan diajak untuk mengikuti kegiatan/pembinaan Tarbiyah. Misalnya, ketika seorang anggota Tarbiyah aktif pada organisasi BEM ia harus mempunyai target yang dianggap potensial untuk bergabung di Tarbiyah. Dengan kata lain setiap anggota Tarbiyah harus melakukan pendekatan personal terhadap targetnya. Hal ini biasanya dilakukan dengan cara berdiskusi secara personal dengan target yang dimaksud, biasanya tema yang dibicarakan seputar urgensi mahasiswa berpolitik dan lain sebagainya. Hal ini terus dilakukan hingga pada akhirnya target yang dimaksud tertarik dan akhirnya diajak mengikuti kegiatan Tarbiyah. Proses Rekrutmen Anggota Jamaah Tarbiyah UI Sudah mengikuti rohis SMA Belum mengikuti rohis SMA
Transfer/otomatis
Lembaga Dakwah Kampus/Fakultas Asistensi Agama Islam Lembaga Dakwah Dakwah Fardhiyah
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Walaupun terdapat sistem rekrutmen yang sistematis seperti yang dijabarkan sebelumnya. Namun, para mahasiswa UI yang merupakan bagian dari Jamaah Tarbiyah pada awalnya tidak menyadari bahwa mereka berada di dalam sistem Tarbiyah. Pada awalnya mereka merasa hanya mengikuti kegiatan rohis, namun lama-kelamaan secara tidak langsung mereka akan menyadari bahwa apa yang mereka jalani adalah sebuah sistem yang disebut Tarbiyah. “Ya gue ikut mentoring pas kelas 2 SMA, diajakin sama alumni. Tapi gue belum tau tuh namanya tarbiyah. mentoring itu kan tujuannya gimana mencetak supaya orang-orang bisa berafiliasi sama islam, kayak gitu. Jadi baru tau oh ini namanya Tarbiyah, itu pas kelas 3.” (Wawancara dengan informan AM, 14 April 2014) Proses rekrutmen terhadap para mahasiswa yang pada akhirnya masuk ke dalam Jamaah Tarbiyah UI sendiri sebenarnya adalah awal dari proses rekrutmen PKS. Memang tidak semua mahasiswa yang menjadi anggota Jamaah Tarbiyah UI akan menjadi kader PKS, namun rekrutmen ke dalam Jamaah Tarbiyah ini merupakan langkah awal dari proses rekrutmen kader PKS di perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan Muhtadi (2012) bahwa salah satu pola rekrutmen yang dijalankan PKS adalah rekrutmen institusional melalui struktur formal PKS maupun organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan PKS dengan berkerja sama dengan institusi pendidikan seperti sekolah atau universitas. Pada penelitian ini terlihat bahwa Jamaah Tarbiyah UI sebagai basis sosial PKS melakukan rekrutmen yang sekaligus merupakan salah satu strategi perekrutan bagi partai. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, rekrutmen yang dilakukan Jamaah Tarbiyah UI merupakan langkah awal bagi rekrutmen kader PKS. Begitu juga dengan sistem kaderisasi yang dilakukan terhadap Jamaah Tarbiyah UI. Sistem ini sejalan dengan sistem kaderisasi yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera. Karena sistem Tarbiyah – liqo/halaqah; pengajian pekanan – inilah yang diterapkan dalam kaderisasi Jamaah Tarbiyah UI. Ketika seorang mahasiswa berada dalam sistem Tarbiyah, secara tidak langsung dia sudah berada dalam sistem kaderisasi Partai Keadilan Sejahtera. “…kader aktivis dakwah kampus adalah kader Partai Keadilan Sejahtera. kalo menurut itu iya automatic, otomatis, tapi ya itu belum kader inti, namanya kader pendukung. Kalo kader pendukung berarti ya sewaktu-waktu dia bisa lepas, gak taat, sami’na waata’na (kami dengar, kami taat – kutipan ayat Alquran.), makanya memang tanda kutip banyak mahasiswa yang bandel sama PKS”. (Wawancara dengan informan J, 6 April 2014) Dimulai dari Liqo, hingga diajak ke Partai Para mahasiswa yang telah terekrut menjadi bagian dari Jamaah Tarbiyah dikelompokkan kedalam kelompok-kelompok liqo/halaqah. Liqo/halaqah adalah salah satu sarana pembinaan utama terhadap kaderkader Tarbiyah. Liqo merupakan pengajian pekanan bagi Jamaah Tarbiyah. Liqo dilakukan berkelompok, biasanya satu kelompok terdiri dari 5-10 orang dan dipimpin oleh seorang mentor yang disebut murabbi. Kegiatan ini wajib dilaksanakan oleh semua tingkatan kader. Salah seorang informan yang merupakan kader inti PKS mengungkapkan“Liqo aja, liqo itu wajib. Bahkan nih, misalnya sekarang udah menteri nih dia, masih wajib tuh liqo. Dalam sebulan kalo gak liqo dua atau tiga kali, itu udah dapet surat peringatan harusnya”. Jadi dapat dikatakan bahwa kegiatan liqo merupakan suatu kegiatan wajib bagi para kader Jamaah Tarbiyah. Bahkan ketika kader tidak mengikuti kegiatan akan diberikan peringatan. Dalam kegiatan liqo, para kader diberikan materi-materi yang telah disusun secara sistematis. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelaskan Imdadun (2008) bahwa sistem pembinaan yang dilakukan terhadap para anggota Tarbiyah di kampus memiliki standar dan kurikulum tersendiri. Materi pembinaan ini sendiri, menurut salah satu informan berasal dari departemen kaderisasi PKS. “Walaupun kita saling mengetahui kalau ini adalah kaderisasi Partai Keadilan Sejahtera. Saya selalu bilang kalo ini gak kaderisasi Partai Keadilan Sejahtera lalu apa lagi? Orang materinya dari departemen kaderisasi.”
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Secara umum para anggota Jamaah Tarbiyah diberikan materi terkait keislaman, mulai dari belajar Al quran, aqidah, tauhid, dan lain sebagainya. Pada tahap awal kader akan diberikan pemahaman bagaimana pemaknaan syahadat yang benar, ma’rifatullah (mengenal Allah), ma’rifatul islam (mengenal Islam), ma’rifaturrasul (mengenal rasul), serta ma’rifatul insan (mengenal sesama manusia). Para kader diajarkan bagaimana berislam secara utuh, yang dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sosial, serta pada tataran negara. Selain itu, para kader juga diberikan materi terkait pemikiran Ikhwanul Muslimin dan Hasan Albanna, yang merupakan akar dari gerakan Tarbiyah. Materi yang diberikan tentunya akan terus meningkat berdasarkan lama waktu para kader mengikuti kegiatan liqo. Tidak hanya menerima materi-materi keislaman, selama proses pembinaan para kader juga terus dipantau oleh murabbinya. Setiap murabbi dalam kelompok liqo mempunyai semacam form/raport yang berisikan penilaian terhadap anggota kelompoknya, yang disebut form mutabaah. Pada intinya form ini berisi penilaian terhadap para kader, seperti amalan harian dalam Islam; shalat malam, puasa sunnah, hafalan Al quran, dan lain sebagainya. Selain itu juga terdapat penilaian terhadap kepribadian setiap kader, seperti tidak merokok, tidak pacaran, tidak mabuk-mabukan, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan form tersebut bertujuan untuk menilai kepribdian para kader. Mereka menganggap poin-poin penilaian tersebut sebagai karakteristik seorang “muslim yang baik”. Jadi, dapat dikatakan bahwa kegiatan liqo merupakan pembinaan yang utama dalam proses kaderisiasi Jamaah Tarbiyah UI. Melalui kegiatan liqo lah semua hal terkait anggota Jamaah Tarbiyah dipantau untuk diberikan penilaian. Pada akhirnya penilaian yang dilakukan oleh para murabbi terhadap anggota kelompok liqo nya inilah yang dijadikan acuan tingkatan kader setiap anggota Jamaah Tarbiyah. Kemudian dari anggota yang telah mengikuti liqo akan dilihat siapa yang bisa untuk lanjut ke tahap berikutnya. Mereka-mereka yang dianggap telah memenuhi kriteria akan diikutkan suatu kegiatan yang dinamakan Daurah. Bagi para mahasiswa yang sudah pernah mengikuti kegiatan rohis sebelumnya, mereka akan diikutkan dalam daurah tarqiyah. Sedangkan bagi para mahasiswa yang belum pernah mengikuti kegiatan rohis diikutkan dalam daurah istimewa. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan diluar kampus, rangkaian acara dan materi Daurah biasanya berkisar sekitar peran pemuda Islam ataupun materi-materi kepemimpinan. Selanjutnya mereka diminta untuk berkomitmen untuk Islam dan untuk dakwah. Setelah mengikuti kegiatan daurah, mereka kembali mengikuti liqo namun dengan murabbi yang berbeda. Jika liqo sebelum daurah yang menjadi murabbi mereka adalah para mahasiswa UI, setelah mengikuti daurah mereka dibuatkan kelompok liqo baru dengan murabbi seorang ustadz. Kemudian selanjutnya, mereka dijadikan Aktivis Dakwah Kampus (ADK). Selanjutnya para ADK mengikuti “sekolah pengkaderan” selama beberapa bulan (biasanya 2-3 bulan). Sekolah pengkaderan merupakan istilah yang digunakan untuk pelatihan yang diberikan kepada ADK. Dalam pelatihan ini ADK dikelompokkan kedalam bidang-bidang yang ada: sosial politik (sospol), syiar, keilmuan, kaderisasi, dan kemuslimahan. Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam struktur Tarbiyah terdapat bidangbidang yang mempunyai tim sendiri. Tim-tim pada setiap bidang inilah yang memfasilitasi/menyelenggarakan pelatihan ADK dalam sekolah pengkaderan. Dalam setiap pertemuan biasanya didatangkan alumni-alumni UI yang tentunya juga merupakan Jamaah Tarbiyah untuk memberikan materi. Dalam mengikuti kelas di sekolah pengkaderan ini, para ADK di plot sesuai kecenderungan minatnya, apakah di sospol, syiar, keilmuan, atau kaderisasi. Dalam pelatihan-pelatihan ini pula, para ADK dipersiapkan/diarahkan pada bidang yang menjadi minat masing-masing. Seperti yang disampaikan oleh informan JR “jadi udah di plot sesuai dengan kecenderungan dan bakat dia kemana”. Pada pelatihan sospol misalnya, ADK yang mengikuti kelas ini dipersiapkan untuk menjadi calon ketua BEM, tingkat UI ataupun fakultas. Pada kelas syiar (dakwah) para ADK dipersiapkan untuk mengisi kepengurusan lembaga-lembaga dakwah. Sedangkan di kelas keilmuan, diisi oleh para ADK yang diproyeksikan untuk menjadi mahasiswa berprestasi (mapres). Secara umum para ADK diberikan materi terkait urgensi dakwah kampus, kepemimpinan, manajemen, dan lain sebagainya. Setelah mendapatkan materi umum barulah para ADK dibagi kedalam bidang-bidang yang ada. Selanjutnya, tiap-tiap bidang diberikan pelatihan oleh alumni-alumni yang kompetensinya sesuai dengan bidang yang ada. Setelah melewati tahapan-tahapan hingga menjadi ADK dan mengikuti sekolah pengkaderan. Para kader Tarbiyah akan diberitahu bahwa tahapan selanjutnya adalah partai.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
“Nah itu udah ikut liqo itu, udah ikut daurah istimewa itu, udah ADK, udah mulai tuh, ditanya, gakpapa kan antum ke partai, oh gakpapa bang, yaudah kita ajak. Kalau dia menolak, yaudah berarti dia emang gak pengen lanjut lagi ke politik. Udah cukup dia belajar Islam biasa aja, di dakwah aja”. (Wawancara dengan informan JR, 6 April 2014). Para ADK yang akan diberitahu ini tentunya yang telah memenuhi karakteristik/kriteria tertentu yang telah ditentukan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, setiap murabbi harus memantau terus setiap anggota liqo nya. Setiap murabbi juga melakukan penilaian terhadap anggota liqo nya. Biasanya, setelah menamatkan kuliah setiap anggota Jamaah Tarbiyah masih diharuskan berpartisipasi dalam pembinaan Tarbiyah di kampus UI. Jika mereka tidak memungkinkan untuk berpartisipasi di Tarbiyah UI karena pindah domisili, mereka tetap diharuskan untuk berpartisipasi di daerah mereka tersebut. Pada saat telah menyelesaikan kuliah ini biasanya banyak diantara anggota Jamaah Tarbiyah mengalami peningkatan jenjang kader ke tingkat yang lebih tinggi. Jika sebelumnya mereka berada pada tingkatan kader pemula atau muda (kader pendukung), pada saat lulus kuliah para kader yang dianggap layak akan dinaikkan ke tingkat berikutnya yaitu kader madya PKS (kader inti). Pada tingkatan ini status kader tidak lagi sebagai kader pendukung, seperti saat masih mahasiswa. Tingkatannya naik menjadi kader Madya yang merupakan kader inti PKS. Pada tingkatan ini kader disumpah untuk terus berkhidmat pada partai. Pada tingkatan ini kader sepenuhnya terikat dengan partai, tidak lagi seperti saat menjadi kader pendukung. Pada tingkatan ini kader terlibat aktif dalam partai dan sudah dimintai sumbangan wajib dari penghasilan mereka. Pada tingkatan ini juga para kader sudah bisa berpartisipasi untuk maju sebagai calon legislatif yang mewakili PKS dengan serangkaian fit and proper tes yang ditetapkan oleh partai. Penanaman Nilai-nilai dalam Jamaah Tarbiyah UI Seperti telah disinggung sebelumnya, salah satu pembinaan utama terhadap para kader adalah liqo. Melalui pembinaan secara kontinu yang dilakukan, para kader mendapatkan penanaman nilai-nilai keislaman sesuai dengan pemahaman Tarbiyah. Hal ini memperkuat temuan Yudidarmadi (2009) yang menjelaskan bahwa liqo merupakan sarana utama dalam proses kaderisasi PKS. Dalam kegiatan liqo para anggota jamaah ditanamkan nilai-nilai Tarbiyah. “Jadi tuh ada sepuluh muwshafat tarbiyah, jadi ada sepuluh hal yang harus dicapai dalam tarbiyah ini. Salimul aqidah (aqidah yang bersih), Salimul aqidah (aqidah yang bersih , shahihul ibadah (Ibadah yang benar) , Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh), Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani), Mutsaqqoful Fikri (cerdas dalam berpikir), Mujahadatun Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu), Harishun ‘ala Waqtihi (manajemen waktu yang baik), Qodirun ‘alal Kasbi (mandiri), Naafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)” (Wawancara dengan informan RH, 19 April, 2014). Jadi pada intinya terdapat sepuluh hal yang menjadi inti dari Tarbiyah. Nilai-nilai Tarbiyah yang telah tertanam pada kader Tarbiyah ini merupakan hasil dari proses belajar atau yang disebut Berger (1991) sebagai sosialisasi. Pada pertemuan rutin yang dilakukan setiap minggunya mereka diberikan materi-materi keislaman, juga disosialisasikan bagaimana menjadi muslim yang baik. Mereka dipupuk dengan nilai-nilai bahwa setiap pribadi harus menjadi muslim yang baik mulai dari diri sendiri, kemudian keluarga, lingkungan sosial hingga pada tataran negara. Karena hal ini disosialisasikan secara terus menerus, para kader percaya bahawa pengetahuan yang mereka terima melalui Tarbiyah dapat membentengi diri mereka dari hal-hal yang tidak baik. Hal ini diungkapkan salah seorang informan yang merupakan kader inti PKS,“Kenapa harus wajib liqo? Itu yang jadi pengontrol sosialnya, social controlnya disitu kan, kayak udah ada social controlnya ini juga masih ada yang melenceng”. Dalam hal ini proses sosialisasi yang dilalui oleh anggota Jamaah Tarbiyah UI merupakan sosialisasi sekunder. Proses sosialisasi terhadap Jamaah Tarbiyah dimulai sejak anggotanya mengikuti kegiatan liqo pertama kali. Proses ini terus berlanjut karena kegiatan liqo dilakukan secara kontinu. Selama proses ini berlangsung mereka diberikan materi dan pemahaman terkait Tarbiyah yang pada akhirnya terinternalisasi
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
pada setiap anggota. Hingga mereka meyakini bahwa apa yang mereka jalani merupakan sesuatu yang membawa kebaikan kepada diri mereka. Para kader Tarbiyah pun percaya bahwa sistem Tarbiyah yang menanungi mereka saat ini adalah suatu sistem yang baik dan ideal. Penanaman nilai-nilai dalam proses kaderisasi Jamaah Tarbiyah sangat efektif dalam menghasilkan kader-kader yang loyal, patuh terhadap apa yang diperintahkan kepada mereka. Dalam proses pembinaan, para kader kerap kali mendapatkan tugas-tugas seperti membaca buku-buku terkait Ikhwanul Muslimin, pemikiran Hassan Albanna, dan buku-buku keislaman lainnya. Tidak hanya ditugaskan membaca terkait pemahaman Tarbiyah dan keislaman, para kader juga diminta untuk mempelajari buku-buku bertema manajemen, kepemimpinan, dan tema-tema lain yang dianggap dapat mengembangkan kepribadian para kader. Para kader tidak hanya diberikan tugas-tugas untuk memperkaya pengetahuan tentang pemahaman Tarbiyah dan pengembangan diri. Seperti dijelaskan sebelumnya setiap kader mempunyai kewajiban dakwah fardhiyah. Penugasan dakwah fardhiyah terhadap para kader bertujuan untuk merekrut lebih banyak lagi orang untuk bergabung dalam Jamaah Tarbiyah. Karena penanaman nilai-nilai yang sudah sedemikian rupa, para kader cenderung mengikuti dan melaksanakan apa yang ditugaskan kepada mereka. Dapat dikatakan keloyalan para kader Tarbiyah terhadap Jamaah dan partai merupakan suatu keberhasilan penanaman nilai-nilai yang dilakukan. Loyalitas kader tidak hanya terlihat pada pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan, tetapi juga dalam pandangan mereka terhadap para tokoh-tokoh PKS. Kalo aku nih ya, gak tau ya kalo yang lain. Aku pengen Indonesia itu terkondisikan, aku gak mau Indonesia di pimpin oleh orang yang gak baik. Dan yang aku tau, orang-orang didalem ini, dari dulu udah dibina, ditempa, apalagi yang udah dari yang dulu-dulu nih, masa mereka dengan mudah bakal menjual idealismenya, cuman garagara duit, gak mungkin rasanya. Ya gitu dari yang aku lihat, denger, misalnya nih Ust Anis Matta, istirahatnya aja baca al quran, ngaji, di mobil ngaji, bahkan itu supirnya sendiri yang ngomong. Gak mungkin bohong juga kan. Gini, kan orang yang udah bener ibadahnya, pokoknya yang mendasar dari tauhidnya, apa yang keluar dan dilakukannya itu insyaAllah adalah sesuatu yang bener, bukan dari setan. (Wawancara dengan informan RH 19 April 2014) Kader Jamaah Tarbiyah UI melihat bahwa orang-orang yang terlibat dalam PKS, terutama tokohtokoh PKS adalah individu yang juga telah melewati pembinaan lebih dulu dibandingkan mereka. Selain itu juga dianggap para tokoh partai ini merupakan orang yang taat dan menjalankan nilai-nilai Islam. Karena dianggap telah mempunyai pemahaman beragama yang baik, maka tindakan yang dilakukan oleh tokoh partai dianggap suatu yang baik pula. Pemahaman seperti ini muncul, karena proses internalisasi nilai yang telah dilalui oleh para kader Tarbiyah UI. Jamaah Tarbiyah UI sebagai Basis Sosial PKS Berdasarkan hasil penelitian Adriyan (2011) Jamaah Tarbiyah UI merupakan kelompok keislaman yang paling mendominasi di kampus UI. Kelompok Tarbiyah melakukan rekrutmen dan kaderisasi anggotanya melalui SALAM UI – organisasi keislaman tingkat UI. Lebih lanjut dalam penelitian ini ditemukan bahwa Jamaah Tarbiyah UI memiliki sistem dan struktur organisasi tersendiri, walaupun hal tersebut disamarkan. Secara struktur organisasi formal Jamaah Tarbiyah memiliki garis koordinasi dengan PKS. Seperti telah dijelaskan pada kerangka konsep, partai politik merupakan sebuah organisasi yang mencalonkan kandidat yang mewakilinya untuk maju dalam pemilihan umum untuk mendapatkan tempat dalam pemerintahan (Wekkin dkk, dalam Janoski 2005). Sebagai sebuah organisasi yang memiliki tujuan agar dapat dipilih oleh masyarakat tentunya partai politik akan melakukan strategi-strategi tertentu. Salah satunya adalah dengan membangun basis massa yang solid. Berdasarkan hasil studi Hamayotsu (2011) PKS merupakan salah satu partai di Indonesia yang mempunyai basis masa yang kuat. Terdapat dua hal yang mendukung kuatnya basis massa PKS, hubungan partai dan massa yang relatif solid serta community building yang dilakukan PKS dianggap memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Sampai sekarang Jamaah Tarbiyah memang menjadi salah satu basis sosial utama bagi PKS. Menambahkan hasil studi Hamayotsu (2011) dalam penelitian ini terlihat bahwa Tarbiyah kampus, dalam hal ini UI memiliki hubungan yang erat dengan PKS. Secara struktur organisasi Tarbiyah pun terlihat, terdapat
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
garis koordinasi antar majelis syuro Tarbiyah UI dengan bidang kampus PKS wilayah dakwah Jawa Barat. Secara historis, UI merupakan salah satu kampus yang menjadi titik awal pergerakan Jamaah Tarbiyah di Indonesia. Hingga saat ini, Jamaah Tarbiyah dikampus UI masih terus berkembang dan mempertegas eksistensinya. Salah satunya, hal ini dibuktikan dengan berhasilnya para kader Tarbiyah menguasai lembaga kemahasiswaan (BEM) selama dua dekade terakhir. Jamaah Tarbiyah membangun sistem yang sedemikian rupa, dalam menjalankan kegiatannya di kampus UI. Mereka mempunyai struktur kepengurusan dengan job desk masing-masing yang sangat jelas. Namun tidak semua anggotanya mengetahui hal tersebut. Karena hal ini dianggap sebagai rahasia, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang dilibatkan dalam sistem tersebut. Jadi, jika bagian dari Jamaah Tarbiyah sendiri tidak mengetahui sistem yang ada, apalagi publik sebagai outsider. Mungkin sebagian besar hanya akan melihat, ini sebagai kumpulan Jamaah Pengajian. Karena disatu sisi mereka tidak terlembaga secara formal, mereka tidak mendeklarasikan diri sebagai organisasi massa atau sejenisnya. Tetapi disisi lain eksistensi mereka ada dan diakui walaupun mereka tidak terlembaga secara formal. Dapat dikatakan bahwa kampus sebagai sebuah lembaga pendidikan pada hakikatnya harus netral dari segala bentuk afiliasi politik. Oleh karena itu, segala hal yang sekiranya akan terlihat hubungannya dengan partai disamarkam/dirahasiakan oleh Jamaah Tarbiyah UI. Kaderisasi yang dilakukan Jamaah Tarbiyah UI seiring sejalan dengan kaderisasi PKS. Namun, sebagian besar anggotanya tidak mengetahui bahwa mereka berada dalam sebuah sistem pengkaderan. Hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah strategi yang dilakukan dalam upaya merekrut lebih banyak kader. Karena para mahasiswa yang mengikuti kegiatan Tarbiyah hanya merasa mengikuti kegiatan keislaman (anggota organisasi keislaman ataupun yang hanya mengikuti liqo). Ketidaktahuan terhadap proses pengkaderan yang dilakukan ini terjadi karena memang kelompok liqo yang ada dalam Jamaah Tarbiyah UI memiliki banyak tingkatan atau lapisan. Tingkatan-tingkatan kelompok liqo ini hanya diketahui oleh murabbi, karena murabbi lah yang melakukan pemantauan dan penilaian terhadap anggota liqo nya. Karna kan layer nya banyak, layer yang liqo yang mana nih yang dikasi tau kalo ini pengkaderan PKS atau apa atau apalah. Karna memang terlalu banyak dan pengen merekrut lebih banyak orang. Kalau misalnya dari awal orang udah tau ya udah keluar duluan. Kalo misalnya gak tau kan santai-santai dulu, sampai once upon a time.. yaa oh ini ternyata. Bahkan ketika dia seorang ADK itu banyak yang gak tau, mikirnya ya ini kumpul-kumpul orang sebagai tempat tukar pikiran, aktivis islam.” (Wawancara dengan informan MA, 23 April 2014). Ketidaktahuan anggota Jamaah Tarbiyah tentang sistem pengkaderan dapat dikatakan merupakan suatu hal yang menguntungkan. Karena banyak yang mengira kegiatan Tarbiyah seperti liqo yang mereka ikuti hanya sekedar pengajian atau diskusi keislaman yang tidak terkait dengan pihak manapun. Karena pada dasarnya yang mengamati dan melakukan penilaian kepada para kader adalah murabbi nya saja. Proses pengkaderan Jamaah Tarbiyah menggunakan liqo sebagai sarana utama pembinaan bagi para kader. Melalui pembinaan yang diberikan, terbukti bahwa nilai-nilai yang diajarkan terinternalisasi dengan baik pada anggota mereka. Hal ini tentunya menjadi sangat menguntungkan bagi Tarbiyah/PKS, karena terinternalisasinya nilai-nilai tersebut melahirkan kader-kader yang sangat loyal terhadap partai. Keloyalan terhadap partai dapat terlihat dari keikutsertaan kader Tarbiyah UI dalam kampanye-kampanye PKS. Hal ini dinyatakan oleh salah satu anggota Jamaah Tarbiyah UI “Ya mulai disinggung-singgung tentang kepemimpinan, nanti diakaitin. Yang paling jelas itu pas waktu Aher. Diajak untuk direct selling ke orang-orang sekitar Depok.” Selain dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan partai, para murabbi Jamaah Tarbiyah UI juga mengingatkan para anggota kelompoknya untuk memilih perwakilan PKS dalam proses elektoral. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa para kader memiliki loyaitas yang tinggi terhadap partai, minimal hal ini ditunjukkan dengan partisipasi mereka dalam memilih PKS pada saat pemilu. Mereka percaya bahwa perwakilan PKS merupakan individu-individu yang telah melewati proses pembinaan yang lebih panjang dan tentunya mempunyai kapabilitas yang baik. Merujuk pada Huntington dan Nelson (1976) keikutsertaaan para anggota Jamaah Tarbiyah UI dalam mendukung PKS merupakan satu bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh Jamaah Tarbiyah UI. Partisipasi politik yang dilakukan termasuk kedalam electoral activity.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Salah satu basis sosial dalam partisipasi politik yang dikemukakan Huntington dan Nelson (1976) Jamaah Tarbiyah UI merupakan basis politik PKS, yang merupakan kelompok komunal. Salah satu bentuk kelompok komunal adalah kumpulan individu-indvidu yang berkumpul dan berasal dari agama yang sama. Jamaah Tarbiyah UI dalam penelitian ini dapat dikategorikan kedalam kelompok komunal. Dimana kelompok ini berisikan orang-orang yang mempunyai agama yang sama, yaitu Islam. Jamaah Tarbiyah UI dapat dikatakan sebagai salah satu basis sosial PKS dalam partisipasi politik. PKS sebagai partai yang ikut dalam partisipasi politik Indonesia tentunya mempunyai tujuan untuk mendapatkan tempat dan mempunyai pengaruh sistem pemerintahan. Selain itu Hal ini merupakan strategi yang dilakukan Partai Keadilan Sejahtera untuk mempertahankan basis sosial atau basis dukungannya yang berasal dari kalangan mahasiswa. Karena sejak awal, basis sosial utama bagi PKS adalah kaum muda terdidik perkotaan. Proses Kaderisasi PKS dalam Kaderisasi Jamaah Tarbiyah UI Kader inti Saat lulus kuliah di lantik menjadi kader inti
Madrasah (sekolah pengkaderan)
Berstatus : kader pendukung PKS Tingkatan di PKS à kader pemula dan kader muda
Proses kaderisasi
Diajak ke partai
ADK
Daurah
Mentoringà Liqo
• Terjadi proses penanaman nilainilai (sosialisasi) à internalisasi à meng-hasilkan kader yang loyal terhadap Jamaah/partai • Diajak berpartisipasi untuk mendukung partai à partisipasi politik
Rohis/LDK/LDF F
Rekrutmen
Penutup Dalam sistem politik demokratis Indonesia basis sosial merupakan suatu elemen penting bagi partai politik. Basis sosial berguna untuk sumber dukungan bagi partai, mulai dari memberikan suara dalam proses elektoral hingga sebagai sumber kaderisasi bagi partai. Mahasiswa sebagai representasi kaum muda terdidik tentunya menjadi salah satu kelompok potensial bagi partai politik untuk direkrut sebagai kader. Jamaah Tarbiyah merupakan basis sosial utama dari PKS dan masih menjadi sumber pengakaderan utama hingga saat ini.. Sebagai basis sosial PKS Jamaah Tarbiyah terus memberikan dukungan dan loyalitasnya terhadap partai. Loyalitas Jamaah Tarbiyah UI sebagai basis sosial PKS sudah dimulai sejak Jamaah Tarbiyah melakukan proses pengkaderan. Dimulai dari rekrutmen, kemudian kaderisasi, dan pembinaan terhadap para kader.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Semua tahapan yang dilalui mempunyai sistem yang sangat ketat dan sistematis. Dalam pembinaan yang dilakukan terhadap para kader Jamaah Tarbiyah UI, tidak hanya diberikan pendidikan terkait keislaman tapi juga tentang politik. Hal ini dikarenakan proses pengkaderan Jamaah Tarbiyah UI seiring sejalan dengan pengkaderan PKS. Di kampus UI sendiri Jamaah Tarbiyah menjadi kelompok yang dominan, hal ini ditunjukkan salah satunya dengan dominasi Tarbiyah dalam organisasi mahasiswa (BEM). Penguasaan Kelompok Tarbiyah pada organisasi kemahasiswaan dapat dilihat sebagai bagian dari praktek “politik” dari para kader Tarbiyah di kampus UI. Hal ini dikarenakan dalam proses kaderisasi yang dilakukan para kader dituntut untuk dapat berpengaruh dalam organisasi kemahasiswaan yang ada. Hal ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk usaha dalam mempersiapkan kader-kader yang nantinya akan berkontribusi langsung terhadap partai. Dari proses kaderisasi yang dilakukan berhasil menumbuhkan loyalitas dan kepercayaan yang tinggi terhadap Jamaah dan Partai. Hal ini dibuktikan dengan kesediaan para kader mendukung PKS dalam setiap proses elektoral. Tidak hanya sekedar memberikan suara terhadap partai, para anggota Tarbiyah kerap kali dilibatkan dalam proses kampanye ataupun kegiatan partai lainnya. Berdasarkan hal tersebut tentunya PKS sebagai partai akan terus berusaha mempertahankan Jamaah Tarbiyah kampus sebagai sumber basis sosial mereka.
Sumber Referensi Adriyan, Rizki Yuli. (2011). Peran Lembaga Dakwah Kampus dalam Kaderisasi Mahasiswa Muslim di Perguruan Tinggi Negeri (Studi Kasus SALAM UI)”. Skripsi Program Studi Sosiologi FISIP UI. Baswedan, Anies Rasyid. (2004) Political Islam In Indonesia, Present and Future Trajectory. Asian Survey, Vol. 44. No. 5 (September/October 2004), 669-690. Budiman, Ibnu. (2014). Geopolitik Islam Kampus UI: Indonesia, Islam, dan Ikhwah (n). Yogyakarta: Gre Publishing. Berger, Peter L and Thomas Luckmann. (1991). The Social Construction of Reality; A Treatise in the Sociology of Knowledge. Handsworth: Penguin Publishing. Damanik, Ali Said. (2001). Transformasi Gerakan Sosial Keagamaan di Indonesia: Studi tentang Gerakan Dakwah Kampus Menjadi Partai Keadilan” Skripsi Program Studi Sosiologi FISIP UI. Furqon, Aay Muhammad. (2004). Partai Keadilan Sejahtera Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda Muslim Indonesia Kontemporer. Jakarta: Teraju. Hamayotsu, Kiuke. (2011). The Political Rise of the Prosperous Justice Party in Post-Authoritarian Indonesia. Asian Survey, Vol 51. No. 971-992. Huntington, Samuel P and Joan M Nelson. (1976) No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. USA: President and Fellows of Harvard College. Hurriyah. (2004). Sistem Kaderisasi Partai Keadilan Sejahtera. Skripsi Program Studi Ilmu Politik FISIP UI. Machmudi, Yon. (2008). Islamising Indonesia : the rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party. Canberra: ANU E Press. Muhtadi, Burhanuddin. (2012) Dilema PKS : Suara dan Syariah. Jakarta ; Gramedia. Mujani, Saiful dan Liddle. (2009) Muslim Indonesia’s Secular Democracy. Asian Studies, Vol 49. No. 4 (Juli/Agustus 2009). 575-590.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014
Machmudi, Yon (2008). The Emergence of the New Santri in Indonesia: The Case Study of Jamaah Tarbiyah. Journal of Indonesian Islam, Vol. 02, Number 01, June. Rahmat, Muhammad Imdadun. (2008) Ideologi Politik PKS ; Dari Masjid Kampus Ke Gedung Parlemen. Yogyakarta ; LKIS. 2008. Tanuwidjaja, Sunny. (2010). Political Islam and Islamic Parties in Indonesia : Critically Assessing the Evidence of Islam’s Political Decline. Contemporary Southeast Asia Vol. 32 No. 1. 29-29. Tomsa, D. (2012) Moderating Islamism in Indonesia: Tracing Patterns of Party Change in the Prosperous Justice Party. Political Research Quarterly, vol. 65, no. 3, pp. 486-498. Yudidarmadi. (2009). Halaqoh Tarbawiyah: Sarana Pendidikan Politik Kader Partai Keadilan Sejahtera. Skripsi Program Studi Ilmu Politik. FISIP UI.
Kaderisasi pada..., Elsi Anismar, FISIP UI, 2014