KADAR BLOOD UREA NITROGEN DAN KREATININ ANAK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI PAKAN DENGAN TAMBAHAN MINERAL Zn
ADITIA DWI CAHYONO
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kadar Blood Urea Nitrogen dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014 Aditia Dwi Cahyono NIM B04100139
ABSTRAK ADITIA DWI CAHYONO. Kadar Blood Urea Nitrogen Dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn. Dibimbing oleh SUS DERTHI WIDHYARI dan ANITA ESFANDIARI. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kadar Blood Urea Nitrogen dan kreatinin darah anak sapi Friesian Holstein (FH) yang diberi tambahan mineral Zn dalam pakannya. Penelitian ini menggunakan sembilan ekor anak sapi FH yang sehat secara klinis, umur antara 6-10 bulan. Hewan coba dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri atas tiga ekor, yaitu kelompok sapi kontrol (diberi pakan tanpa tambahan Zn), kelompok sapi yang diberi pakan dengan tambahan Zn 60 ppm, dan kelompok sapi yang diberi pakan dengan tambahan Zn 120 ppm. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis, pada saat sebelum dan setelah diberi perlakuan setiap bulan selama tiga bulan untuk dianalisis terhadap kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin dalam darah. Kadar BUN dan kreatinin darah diperiksa menggunakan spektrofotometer. Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa kadar BUN dan kreatinin, masing-masing berkisar antara 8.15 - 18.50 mg/dL dan 0,64 - 0,77 mg/dL. Kadar BUN dan kreatinin darah paling tinggi ditemukan pada kelompok anak sapi dengan perlakuan 60 Zn ppm. Dapat disimpulkan, kadar BUN dan kreatinin darah pada anak sapi FH yang diberi tambahan Zn dalam pakannya masih berada dalam kisaran normal. Suplementasi Zn dalam pakan sebesar 60 dan 120 ppm yang diberikan selama 3 bulan aman untuk anak sapi FH. Kata kunci: Zn, BUN, kreatinin, anak sapi, Friesian Holstein.
ABSTRACT ADITIA DWI CAHYONO. Blood Urea Nitrogen And Creatinine Level Of Friesian Holstein Calves Supplemented By Zn. Supervised by SUS DERTHI WIDHYARI and ANITA ESFANDIARI The objective of this experiment was to study the concentration of blood urea nitrogen and creatinine of Friesian Holstein (FH) calves, received feed supplemented by Zn. Nine healthy Holstein calves, 6-10 months old were used in this experiment . The calves were devided into three groups, consisted of three calves, i.e. with zero ppm (control), 60 ppm and 120 ppm of Zn supplementation, respectively. Blood samples were collected from jugular vein for blood urea nitrogen and creatinine analysis, prior to and every month following treatment for three months. Blood urea nitrogen and creatinine concentrations were analysed using spectrophotometer. Results of the experiment indicated that the BUN and creatinine concentration ranging between 8.15 - 18.50 mg/dL and 0,64 - 0,77 mg/dL, respectively. The highest concentration of BUN and creatinine were on the calves supplemented by 60 ppm of Zn. In conclusion, the concentration of BUN and creatinine on calves supplemented by Zn were in a normal range. The supplementation of 60 and 120 ppm Zn given for 3 months were safe for Holstein calves. Keyword : Zn, BUN, creatinine, calves, Friesian Holstein
KADAR BLOOD UREA NITROGEN DAN KREATININ ANAK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN YANG DIBERI PAKAN DENGAN TAMBAHAN MINERAL Zn
ADITIA DWI CAHYONO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Kadar Blood Urea Nitrogen dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn Nama : Aditia Dwi Cahyono NIM : B04100139
Disetujui oleh
Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi Pembimbing I
Dr Drh Anita Esfandiari, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga Skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kadar Blood Urea Nitrogen Dan Kreatinin Anak Sapi Friesian Holstein Yang Diberi Pakan dengan Tambahan Mineral Zn, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Kedua orang tua Bapak Sediyono dan Ibu Rum Asmawati, nenek Jainem, kakak Yusufa Candra Ardiana, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. 2. Ibu Dr Drh Sus Derthi Widhyari, MSi dan Dr Drh Anita Esfandiari, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan, ilmu, dan bimbingan kepada penulis. Dr Drh Heru Setijanto, PAVet(K) selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan selama proses perkuliahan. 3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Sahabat JANCUKERS atas segala bentuk dukungan dan motivasinya, teman satu penelitian Asrang Bin Abdullah, Danny Nugroho, Sistha Pangastuti, Novialita A. Putri, Bima Febriyan dan seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan seluruh pihak yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian sekripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan ilmu pengetahuan.
Bogor, Desember 2014
Aditia Dwi Cahyono
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE PENELITIAN
5
Waktu dan Tempat Penelitian
5
Materi Penelitian
5
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN SIMPULAN DAN SARAN
6 10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
13
DAFTAR TABEL 1. Kebutuhan Mineral Sapi Perah 2. Rataan dan simpangan baku kadar BUN (mg/dL) anak sapi Freisian Holstein sebelum dan sesudah diberi tambahan mineral Zn 3. Rataan dan simpangan baku kadar Kreatinin (mg/dL) anak sapi Freisian Holstein sebelum dan sesudah diberi tambahan mineral Zn
3 7 9
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan bermanfaat untuk masyarakat. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan sapi perah yang paling banyak dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena sapi FH merupakan sapi perah dengan produksi susu paling tinggi dan memiliki kemampuan berkembang yang lebih baik jika dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya (Sudono et al. 2003). Keberhasilan peternakan sapi perah diantaranya ditentukan oleh kemampuan dalam pemeliharaan dan manajemen pakan. Pakan merupakan salah satu faktor yang penting pada peternakan sapi perah. Ketersediaan pakan, baik secara kuantitas maupun kualitas, sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan. Untuk itu, diperlukan pakan dengan kandungan nutrisi optimal, termasuk diantaranya kandungan mineral Zn (Suprijati 2013). Mineral Zn diperlukan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit, mukosa saluran cerna dan hampir semua sel di dalam tubuh. Mineral Zn berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel, perkembangan seksual, mengaktifkan hormon pertumbuhan (Lieberman dan Bruning 1990), dan memegang peranan penting dalam sistem tanggap kebal (Paik 2001). Suplementasi Zn pada pakan dapat meningkatkan nafsu makan (Droke et al. 1998 ; Widhyari et al. 2009) dan meningkatkan daya tahan sapi perah terhadap kasus mastitis (Klaus dan Rink 2003; Tanaka et al. 2001). Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya mineral Zn adalah terjadinya penurunan nafsu makan sampai dengan gangguan sistem pertahanan tubuh (Widhyari 2012). Apabila terjadi defisiensi Zn, maka aktivitas mikroba rumen tidak optimal sehingga tingkat pemanfaatan pakan menjadi lebih rendah yang dapat menurunkan produktivitas ternak (Little et al 1989 ; McDowell 1992), reproduktivitas dan kesehatan ternak (Darmono 2007). Mineral Zn dapat berperan sebagai imunostimulan (Widhyari et al. 2009). Penelitian tentang peranan dan dampak defisiensi mineral Zn telah banyak dilakukan. Namun, efek pemberian Zn dalam pakan terhadap fungsi organ ginjal belum banyak dilaporkan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mempelajari efek pemberian mineral Zn dalam pakan terhadap fungsi organ ginjal. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin anak sapi Friesian Holstein setelah pemberian tambahan mineral Zn dalam pakan. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang status fungsi ginjal pada anak sapi FH setelah pemberian tambahan Zn dalam pakannya melalui gambaran blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin darah.
2 TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein Bangsa sapi Holstein berasal dari propinsi Friesland (Belanda atau Holland). Sapi tersebut di Belanda disebut Holstein Friesian, di Amerika disebut Holstein. Bangsa sapi Holstein di Indonesia dinamakan sapi Fries Holland atau Friesian Holstein (FH) (Soetarno 2003). Menurut Soetarno (2003), ciri-ciri sapi FH antara lain bulu berwarna belang hitam putih dengan batas yang jelas. Dahi, perut dan ambing, bulu kipas ekor, dan keempat kaki mulai dari lutut ke bawah berwarna putih. Sapi FH berukuran lebih besar dibandingkan dengan sebagian besar ternak lainnya dalam satu breed / bangsa. Bobot badan ideal sapi FH jantan dan betina dewasa masing-masing sekitar 1000 kg dan 682 kg (Sudono et al. 2003). Sapi FH merupakan sapi perah yang memiliki produksi susu paling tinggi dengan kadar lemak susu yang rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya, baik di daerah tropis maupun subtropis. Produksi susu sapi FH per masa laktasi di tempat asalnya rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter per hari (Putranto 2006). Rata-rata sapi FH di Indonesia menghasilkan air susu sekitar 5000 Kg atau lebih per laktasi (305 hari) atau 16 liter/hari (SNI 1998). Namun demikian, menurut Sudono et al. (2003), rata-rata produksi susu sapi perah di Indonesia hanya 10 liter/ekor/hari atau kurang lebih 3.050 Kg per-laktasi. Kemampuan produksi seekor sapi perah FH sangat ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Produktivitas sapi perah FH di Indonesia umumnya masih belum mencapai optimal seperti potensi genetiknya (Thalib et al. 1999; Gusharyanto 1994). Potensi genetik sapi perah FH yang baik tanpa didukung oleh pemberian pakan yang optimal tidak akan menghasilkan ternak dengan produktivitas yang sesuai dengan potensi genetiknya. Padahal pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan pada periode/status produksi seekor ternak sangat penting dalam menunjang produktivitasnya. Periode produksi sapi perah terdiri dari: (1) periode umur baru dilahirkan sampai umur disapih, (2) periode lepas sapih sampai umur 10 bulan, (3) periode dara dari umur 11 bulan sampai siap dikawinkan pada umur 15-16 bulan, (4) periode bunting pertama dari umur 16 bulan sampai melahirkan pertama sekitar umur 24 bulan; (5) periode laktasi dan bunting dan (6) periode kering kandang. Kebutuhan nutrisi khususnya protein dan energi dari setiap periode berbeda (Niezen 1996). Periode yang paling menentukan tercapainya potensi genetik sapi perah yaitu mulai dari umur lepas sapih (4-5 bulan) sampai siap untuk dikawinkan pertama kali (15-16 bulan). Periode ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu umur lepas sapih sampai 10 bulan dan umur 11 bulan sampai siap dikawinkan pertama kali (15-16 bulan). Pemenuhan kebutuhan protein dan energi pada periode umur 4-10 bulan sangat penting dalam menunjang pembentukan sel-sel alveoli kelenjar susu (Niezen 1996). Perkembangan sel alveoli yang optimum akan menghasilkan sapi perah dengan produksi susu yang tinggi. Looper dan Bethard (2000) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan protein dan energi pada periode umur 4-10 bulan dan periode umur 11-16 bulan penting untuk dapat menghasilkan bobot badan ideal yang siap untuk dikawinkan pertama kalinya yaitu 320 kg untuk sapi perah jenis FH.
3 Mineral Zn Mineral Zn merupakan salah satu mineral mikro yang dibutuhkan bagi setiap sel di dalam tubuh. Kecukupan mineral ini penting dalam menjaga kesehatan secara optimal. Widodo (2002) mengemukakan bahwa mineral mikro dibutuhkan hanya dalam jumlah kecil, karena apabila dikonsumsi dalam jumlah besar dapat bersifat racun. Mineral Zn berperan dalam pertumbuhan dan pembelahan sel, perkembangan seksual, produksi sperma yang sehat, pembentukan embrio, berperan selama kehamilan dan mengaktifkan hormon pertumbuhan. Selain itu Zn merupakan komponen penting pada struktur dan fungsi membran sel. Zn berfungsi sebagai antioksidan, dan berperan dalam sistem tanggap kebal serta sebagai kofaktor berbagai enzim (Lieberman dan Bruning 1990). Tabel 1 Kebutuhan mineral sapi perah Sapi Perah
Ca
P
Mg
S ( % ppm) 0,16 0,16 0,16 0,16
Na
Fe
Mn
Zn
Pejantan 0,30 0,19 0,65 50 40 40 Dara (Umur 60,41 0,30 0,65 50 40 40 12 Bulan) Induk Awal 0,77 0,48 0,25 0,25 1,00 50 40 40 Laktasi Laktasi 0,43 0,28 0,20 0,20 0,90 50 40 40 (Produksi Susu 7-13 kg/hari) Laktasi 0,51 0,33 0,20 0,20 0,90 50 40 40 (Produksi Susu 13- 20kg/hari) Masa Kering 0,39 0,24 0,16 0,16 0,65 50 40 40 * Keterangan : Ca = kalsium ; P = fosfor ; Mg = magnesium ; S = sulfur ; Na = natrium ; Fe = besi ; Mn = mangan ; Zn = seng Sumber: National Research Council (1989)
Menurut Arora (1995), suplementasi Zn dapat meningkatkan daya tahan sapi perah terhadap mastitis, dan mineral Zn memiliki peran penting dalam meningkatkan aktivitas mikroba rumen. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Harmon dan Torre (1997) bahwa suplementasi Zn dapat meningkatkan sistem imunitas yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kejadian mastitis pada sapi perah. Tillman et al. (1984) mengemukakan bahwa Zn berperan penting dalam metabolisme dan proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun untuk pemeliharaan kesehatan. Mineral Zn merupakan metaloenzim yang terlibat dalam enzim polimerase DNA, peptidase karboksi A dan B, serta alkalin fosfatase. Enzim-enzim tersebut berperan dalam sintesis asam nukleat (RNA, DNA) polimerase dan sintesis protein (Lieberman dan Bruning 1990). Mineral Zn merupakan katalisator beberapa enzim. Lebih dari 300 enzim memerlukan Zn seperti enzim dehidrogenase, superoksida dismutase, alkalin fosfatase, aminopeptidase, karboksipeptidase dan kolagenase (Underwood dan Suttle 2001). Zn juga berfungsi di dalam sintesis hormon seperti insulin dan glukagon, berperan dalam metabolisme karbohidrat, keseimbangan asam basa dan metabolisme vitamin A (Linder 1992).
4 Kandungan Zn pada hijauan pakan dilaporkan berkisar antara 20-30 mg/kg, sedangkan kebutuhan Zn untuk ternak ruminansia adalah 33-50 mg/kg pakan (Suprijati 2013). Defisiensi Zn dapat menyebabkan penurunan nafsu makan, dermatitis, pertumbuhan lambat, kematangan seksual lambat, infertilitas dan imunodefisiensi. Widhyari (2012) berpendapat bahwa dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya mineral Zn adalah terjadinya penurunan nafsu makan sampai pada gangguan sistem pertahanan tubuh. Ginjal Ginjal merupakan suatu sistem filtrasi alami tubuh yang mempunyai beberapa fungsi utama yaitu menyaring produk hasil metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh dan mempertahankan pH cairan tubuh (Kusumawati dan Sardjana 2006). Sennang et al. (2005) melaporkan bahwa ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan. Gagal ginjal akut merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal secara mendadak akibat terjadinya peningkatan hasil metabolit seperti ureum dan kreatinin. Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Kumala 2011). Menurut Kusumawati dan Sardjana (2006), suplementasi zat dalam pakan sebelum diterapkan secara luas sebagai imbuhan atau formulasi pakan hewan terlebih dahulu harus diperiksa pengaruhnya terhadap fungsi hati dan fungsi ginjal. Suplementasi mineral Zn dalam pakan tersebut diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan berat badan anak sapi Friesian Holstein. Namun demikian suplementasi mineral-mineral mikro seperti Zn hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil, karena apabila termakan dalam jumlah besar dapat bersifat racun (Widodo 2002). Piliang (2002) menyatakan bahwa ginjal bukan organ utama tempat ekskresi mineral Zn. Ekskresi Zn, sejumlah kurang lebih dua pertiga dari asupan Zn dalam tubuh, terutama melalui feses dan hanya sebagian kecil diekskresi di urin (Dewoto 2007). Underwood (2001) menyatakan bahwa ekskresi mineral Zn yang utama adalah melalui sekresi pankreatik dan feses, hanya sedikit Zn yang dibuang melalui urin. Biokimiawi Darah Blood urea nitrogen (BUN) adalah konsentrasi urea dalam serum atau plasma, merupakan salah satu indikator penting fungsi ginjal (Sennang et al. 2005). Urea dibentuk dalam hati dari katabolisme asam amino dan merupakan produk metabolisme protein. Ekskresi hasil metabolisme protein dan asam amino tersebut sebagian besar tergantung pada organ ginjal (Baron 1990). Kadar BUN dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi (Kusumawati dan Sardjana 2006). Kadar normal BUN pada sapi FH berkisar antara 6-27 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003). Kadar BUN dapat digunakan sebagai petunjuk Laju Filtrasi Ginjal (LFG). Penyakit ginjal kronik dapat diindikasikan oeh menurunnya kecepatan
5 Laju Filtrasi Glomerulus, dengan adanya kadar BUN dan kreatinin yang meningkat dalam sirkulasi darah. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia. Kreatinin adalah produk masa otot yang merupakan hasil pemecahan kreatinfosfat (Meyer dan Harvey 2003). Menurut Frandson (1992), kreatinin merupakan produk akhir metabolisme kreatinfosfat yang terjadi di dalam otot. Kadar kreatinin merupakan indeks LFG yang lebih cermat dibandingkan dengan BUN, karena BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam diet dan katabolisme protein tubuh (Prince dan Wilson 1995). Kreatinin dihasilkan dari kreatin, sebuah molekul yang sangat penting untuk produksi energi di otot, yang kemudian dialirkan melalui sirkulasi darah menuju ginjal, sebagian besar disaring oleh ginjal dan diekskresikan lewat urin. Kreatinin dalam darah meningkat apabila fungsi ginjal berkurang. Berbeda dengan BUN, perubahan kadar kreatinin dalam darah tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis seperti jenis kelamin dan umur (Kerr 2002). Kadar kreatinin pada sapi berkisar antara 0,2-2,6 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan rakyat di desa Citapen kecamatan Ciawi Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai Oktober 2013. Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium komersial di Bogor dan Laboratorium Patologi Klinik Divisi Penyakit Dalam Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan meliputi spektrofotometer, cool bag, tabung reaksi, tempat serum, freezer. Bahan-bahan yang diperlukan meliputi seperangkat kit ureum dan kreatinin, sampel darah sapi, aquades, Zn biokompleks, serta pakan sapi berupa rumput dan konsentrat. Hewan Coba Penelitian ini menggunakan 9 ekor anak sapi Friesian Holstein (FH) umur berkisar antara 6-10 bulan. Pakan yang diberikan berupa rumput dan konsentrat yang disesuaikan dengan kebutuhan ternak. Air minum diberikan secara ad libitum. Pakan yang diberikan sesuai kebutuhan standard National Research Council (NRC). Hewan coba dibagi ke dalam tiga kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri dari 3 ekor, yaitu kelompok kontrol (tanpa suplementasi Zn), kelompok yang disuplementasi Zn 60 ppm, dan kelompok yang disuplementasi Zn 120 ppm.
6 Pengambilan Sampel Darah Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum dan setelah suplementasi Zn, setiap bulan selama tiga bulan. Sampel darah diambil sebanyak 10 ml menggunakan disposable syringe melalui vena jugularis. Sampel darah kemudian didiamkan selama 1-2 jam pada suhu ruang sampai keluar serum, kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Serum segera dipisahkan dan disimpan dalam freezer sampai analisis dilakukan. Analisis dilakukan terhadap parameter biokimiawi darah. Pemeriksaan Biokimiawi Darah Parameter biokimiawi darah yang dianalisis meliputi blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin. Analisis dilakukan menggunakan kit komersial dengan alat spektrofotometer. Analisis Data Data disajikan sebagai nilai rata-rata dan standar error 5% (X±SE), dan dianalisis dengan metode ANOVA.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) Blood urea nitrogen (BUN) adalah konsentrasi urea dalam serum atau plasma, merupakan salah satu indikator penting fungsi ginjal (Sennang et al. 2005). Urea dibentuk dalam hati dari katabolisme asam amino dan merupakan produk metabolisme protein. Hasil metabolisme protein dan asam amino tersebut ekskresinya sebagian besar tergantung pada organ ginjal (Baron 1990). Tabel 2 memperlihatkan rataan kadar BUN anak sapi FH sebelum dan setelah penambahan Zn dalam pakan. Tabel 2 Rataan dan simpangan baku kadar BUN (mg/dL) anak sapi Friesian Holstein sebelum dan setelah diberi tambahan Zn dalam pakan Perlakuan
0
1 a
Kontrol
13.97 ± 0.06
Zn 60 ppm
18.50 ± 0.06 b
Waktu Pengamatan (bulan) 2
14.10 ± 0.04
a
18.27 ± 0.04 b
3
a
8.15 ± 0.06 a
12.33 ± 0.07 a
9.80 ± 0.08 a
10.03 ± 0.06
Zn 120 ppm 14.27 ± 0.02 a 15.67 ± 0.03 a 9.83 ± 0.07 a 8.43 ± 0.08 a Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0.05)
Secara statistik dijumpai adanya perbedaan yang nyata antar kelompok perlakuan (P>0,05) sebelum dan 1 bulan setelah pemberian suplementasi mineral Zn, dimana pada kelompok suplementasi Zn 60 ppm menunjukkan kadar BUN yang lebih tinggi. Profil kadar BUN semua kelompok perlakuan cenderung
7 mengalami peningkatan pada bulan pertama dan mengalami penurunan pada bulan berikutnya, kecuali pada kelompok Zn 60 ppm. Kelompok Zn 60 ppm cenderung mengalami penurunan kadar BUN setelah suplementasi Zn. Namun demikian, kadar BUN pada semua kelompok perlakuan pada penelitian ini masih berada dalam kisaran referensi normal 6-27 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003). Hasil penelitian yang sama dilaporkan oleh Engle et al. (1997) dalam Arelovich et al. (2008) bahwa suplementasi Zn dalam pakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar BUN. Suplementasi Zn sebesar 60 ppm memberikan gambaran kadar BUN yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dan kelompok suplementasi Zn 120 ppm. Kadar BUN tertinggi dijumpai pada kelompok suplemenasi Zn 60 ppm. National Research Council (1989) merekomendasikan penambahan Zn pada pakan ternak sebaiknya berkisar antara 40-60 ppm. Secara umum hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar BUN setelah 2 bulan pemberian suplementasi Zn pada pakan, dan kadarnya terus menurun hingga pengamatan selesai. Penurunan BUN terjadi pada ketiga kelompok perlakuan. Menurunnya kadar BUN setelah 2 bulan pemberian suplementasi Zn diduga berhubungan dengan kandungan nutrisi, terutama protein di dalam pakan. Kondisi perubahan fisiologis dan meningkatnya kebutuhan protein anak sapi FH serta rendahnya kandungan protein di dalam pakan pada periode ini diduga dapat menyebabkan terjadinya penurunan BUN. Prince dan Wilson (1995) melaporkan bahwa kadar BUN dipengaruhi oleh jumlah protein dalam pakan dan katabolisme protein tubuh. Kenaikan berat badan yang cukup signifikan akibat suplementasi mineral Zn dalam pakan tanpa diimbangi peningkatan jumlah intake protein, faktor keragaman umur dan jenis kelamin anak sapi FH dalam satu kelompok dengan jumlah anak sapi yang sedikit diduga juga dapat memengaruhi nilai rataan kadar BUN. Dugaan tersebut didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Kerr (2002) bahwa perubahan kadar BUN dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis seperti jenis kelamin dan umur, sehingga perlu diperiksa kandungan protein dalam pakan selama pengamatan dan juga dipertimbangkan keragaman umur serta jenis kelamin dalam satu kelompok perlakuan. Kadar BUN selama pengamatan berfluktuasi pada kisaran normal antara 8.15 - 18.50 mg/dL, dimana kadar BUN sapi FH normal berada pada selang 6-27 mg/dL menurut Meyer dan Harvey (2003). Hasil tersebut menandakan bahwa suplementasi Zn sebesar 60 ppm dan 120 ppm dalam pakan tidak memengaruhi kadar BUN dalam darah. Pendapat yang sama dilaporkan oleh Engle et al. (1997) dalam Arelovich et al. (2008) bahwa suplementasi Zn dalam pakan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kadar BUN. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa organ ginjal tidak mengalami gangguan fungsi akibat adanya penambahan mineral Zn hingga 120 ppm di dalam pakan yang diberikan selama 3 bulan. Kadar BUN dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi. Pemayun (2002) melaporkan bahwa kadar BUN menggambarkan keseimbangan antara pembentukan urea dan katabolisme protein serta ekskresi urea oleh organ ginjal. Kadar BUN dapat juga digunakan sebagai petunjuk Laju Filtrasi Ginjal (LFG). BUN dan kreatinin merupakan hasil metabolisme protein yang pembuangannya diatur oleh ginjal (Kaneko 2008). Baron (1990),
8 mengemukakan bahwa adanya kerusakan pada sel glomerulus akan menyebabkan laju filtrasi glomerulus menurun dan mengakibatkan kenaikan kadar BUN dan kreatinin dalam darah. Kadar BUN dan kreatinin yang meningkat diatas kisaran normal dapat mengindikasikan adanya penyakit ginjal kronik. Kerusakan ginjal tersebut menyebabkan ginjal tidak dapat mengekskresikan hasil metabolisme yang tidak berguna, terutama ureum dan kreatinin. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar BUN dalam darah adalah pemberian obat-obatan seperti golongan aminoglikosida, diuretik, kortikosteroid, adanya pendarahan pada saluran pencernaan, dan adanya obstruksi saluran kemih. Namun demikian, menurut Meyer dan Harvey (2003), tingginya kadar BUN dalam darah tidak selalu menjadi tanda adanya kerusakan organ ginjal. Jumlah urea yang dikeluarkan akan menurun pada keadaan dehidrasi atau shock, sehingga kadar BUN dalam sirkulasi darah juga akan meningkat pada kondisi-kondisi tersebut. Kadar Kreatinin Kreatinin adalah produk masa otot yang merupakan hasil pemecahan kreatinfosfat (Meyer dan Harvey 2003). Menurut Frandson (1992), kreatinin merupakan produk akhir metabolisme kreatinfosfat yang terjadi di dalam otot. Kreatinin yang terbentuk akan dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, kemudian dialirkan melalui sirkulasi darah menuju ke organ ginjal. Kreatinin difiltrasi oleh glomerulus di dalam ginjal. Jika terdapat gangguan pada fungsi filtrasi ginjal maka kadar kreatinin dalam darah akan meningkat, dan kenaikan ini dapat digunakan sebagai indikator adanya gangguan fungsi ginjal. Tinggi atau rendahnya kadar kreatinin dalam darah juga dapat digunakan sebagai gambaran berat ringannya gangguan fungsi ginjal. Rataan kadar kreatinin anak sapi FH sebelum dan setelah penambahan Zn dalam pakan dapat dilihat pada Tabel 3. Profil kadar kreatinin pada anak sapi FH cenderung mengalami peningkatan setelah suplementasi Zn. Kadar kreatinin kelompok perlakuan suplementasi Zn 60 ppm dan 120 ppm stabil pada bulan pertama dan cenderung mengalami peningkatan pada bulan kedua hingga selesainya pengamatan. Meskipun demikian, kadar kreatinin pada semua kelompok perlakuan masih berada dalam kisaran nilai normal menurut Meyer dan Harvey (2003). Tabel 3 Rataan dan simpangan baku kadar kreatinin (mg/dL) anak sapi Freisian Holstein sebelum dan setelah diberi tambahan Zn dalam pakan Perlakuan
0
1 a
Waktu Pengamatan (bulan) 2
0.67 ± 0.04
ab
0.67 ± 0.065
3
a
0.67 ± 0.07 a
Kontrol
0.68 ± 0.06
Zn 60 ppm
0.70 ± 0.06 a
0.70 ± 0.04 b
0.76 ± 0.075 a
0.77 ± 0.08 a
Zn 120 ppm
0.64 ± 0.02 a
0.64 ± 0.03 a
0.69 ± 0.07 a
0.71 ± 0.08a
Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0.05)
9 Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p>0,05) pada bulan pertama setelah suplementasi antara kelompok perlakuan Zn 60 ppm dengan Zn 120 ppm, dimana kadar kreatinin pada kelompok suplementasi Zn 60 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok Zn 120 ppm. Setelah itu kadar kreatinin pada semua kelompok perlakuan cenderung stabil hingga selesainya waktu pengamatan. Kadar kreatinin relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan kadar BUN, karena kadar BUN dipengaruhi oleh jumlah asupan protein dalam pakan dan katabolisme protein tubuh, sedangkan kadar kreatinin tidak dipengaruhi oleh faktor di luar ginjal (Prince dan Wilson 1995). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kreatinin berfluktuasi pada kisaran normal antara 0,64 - 0,77 mg/dL, dimana kadar kreatinin sapi FH normal berada pada selang 0,2-2,6 mg/dL (Meyer dan Harvey 2003 ; Wahjuni dan Bijanti 2006). Hasil tersebut menandakan bahwa suplementasi Zn sebesar 60 dan 120 ppm dalam pakan tidak memengaruhi kadar kreatinin dalam darah. Jumlah kreatinin yang dihasilkan setara dengan masa otot rangka yang dimilikinya. Kreatinin banyak terdapat dalam urat daging untuk menyuplai energi. Senyawa ini terdapat sedikit pada plasma hewan dewasa, sedangkan pada plasma hewan yang sedang tumbuh terdapat lebih banyak. Kadar kreatinin di dalam darah tidak hanya dipengaruhi oleh fungsi ginjal namun juga oleh fungsi hati dan massa otot (Jeyaratnam 1996). Kadar kreatinin dalam darah lebih sensitif dalam mendeteksi adanya kerusakan organ ginjal dibandingkan dengan kadar ureum, karena kreatinin tidak mengalami reabsorbsi dan sekresi oleh tubulus ginjal. Oleh karena itu kadar kreatinin dalam darah merupakan indeks LFG yang lebih teliti dibandingkan dengan BUN. Peningkatan kadar kreatinin di dalam darah dapat disebabkan oleh adanya kerusakan ginjal terutama karena gangguan filtrasi glomerulus, nekrosis tubulus akut, dehidrasi dan pada gagal ginjal (Wahjuni dan Bijanti 2006). Ginjal merupakan suatu sistem filtrasi alami tubuh yang mempunyai beberapa fungsi utama yaitu menyaring produk hasil metabolisme yang tidak berguna bagi tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh dan mempertahankan pH cairan tubuh. Hasil pemeriksaan laboratorium dapat memberikan informasi adanya perubahan komposisi bahan-bahan yang secara normal difiltrasi oleh ginjal, dapat membantu mengidentifikasi penyebab gangguan pada fungsi ginjal, dan menunjukkan tingkat kerusakan organ ginjal (Kusumawati dan Sardjana 2006). Menurut Gurung et al. (1998), pengaruh pemberian pakan ternak terhadap fungsi ginjal dapat diperiksa berdasarkan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Scholz (2005) bahwa kadar BUN dan kreatinin dalam darah merupakan parameter yang sangat sensitif untuk menggambarkan fungsi organ ginjal. Menurut Kamarudin dan Salim (2002), ginjal merupakan organ tubuh yang menerima 25 -30% sirkulasi darah untuk dibersihkan. Oleh karena itu, ginjal sangat rentan terhadap pengaruh zat yang bersifat toksik. Gangguan fungsi ginjal dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar BUN dan kreatinin dalam darah. Peningkatan kadar BUN dapat disebabkan oleh peningkatan metabolisme protein, sedangkan peningkatan kadar kreatinin di dalam darah dapat disebabkan oleh adanya kerusakan ginjal terutama karena gangguan filtrasi glomerulus, misalnya nekrosis tubulus akut. Namun demikian, adanya peningkatan kadar
10 BUN dan kreatinin dalam darah tidak selalu mengindikasikan adanya gangguan fungsi ginjal, seperti yang dinyatakan oleh Pemayun (2002), bahwa pada keadaan dehidrasi jumlah urea yang dikeluarkan akan menurun sehingga kadar urea dalam sirkulasi darah akan meningkat pada kondisi tersebut. Hasil yang diperoleh dari pengamatan terhadap 9 ekor anak sapi FH menggambarkan kadar ureum dan kreatinin yang masih dalam kisaran normal, baik pada kelompok sapi dengan suplementasi Zn 60 ppm maupun 120 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa suplementasi Zn sebanyak 60 dan 120 ppm dalam pakan tidak mengganggu kesehatan anak sapi, terutama fungsi organ ginjal.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kadar BUN dan kreatinin darah pada anak sapi FH yang diberi tambahan Zn dalam pakannya masih berada dalam kisaran normal. Suplementasi Zn dalam pakan sebesar 60 dan 120 ppm yang diberikan selama 3 bulan aman untuk anak sapi FH. Saran Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh suplementasi Zn terhadap fungsi organ lainnya misalnya terhadap fungsi organ hati dengan jumlah hewan coba yang lebih banyak, waktu pengamatan yang lebih lama, sumber Zn yang berbeda, dan pemeriksaan terhadap jumlah intake protein dalam pakan serta pertimbangan keragaman umur dan jenis kelamin anak sapi Friesian Holstein.
DAFTAR PUSTAKA Arelovich HM, Laborde HE, Amela MI,Torrea MB, Martínez MF. 2008. Effects of dietary addition of zinc and(or) monensin on performance, rumen fermentation and digesta kinetics in beef cattle. J Agr Res Spain. 6(3):362372. Arora SP. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. 2nd Ed. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Baron DN. 1990. Patologi Klinik (A Short Textbook of Chemical Pathology). Jakarta (ID): CV. ECG, Penerbit Buku Kedokteran. Darmono. 2007. Mineral deficiency disease in ruminats and its prevention. J Litbang Pertanian. 26:104-108. Dewoto HR. 2007. Vitamin dan Mineral. Farmakologi dan Terapi Edisi kelima. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta (ID): Percetakan Gaya Baru. 769-92. Droke EA, Gengelbach GP, Spears JW. 1998. Influence of Level and Source (Inorganic vs Organic) of Zinc Supplementation on Immune Function in Growing Lambs. J Anim Sci.11:139-144.
11 Engle TE, Nockels CF, Hossner KL, Kimberling CV, Toombs RE, Yemm RS,Weaber DL, Johnson AB. 1997. Marginal zinc deficiency affects biochemical and physiological parameters in beef heifer calves. Asian Australasian. J Anim Sci. 10: 471-477. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Gusharyanto. 1994. Parameter Produksi dan Reproduksi, Evaluasi Nilai Pemuliaan Pejantan serta Induk Sapi Perah Friesh-Holland di Beberapa Perusahaan Peternakan.[Thesis]. Bogor (ID): Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Gurung NK, Rankins DL, Shelby RA, Goel S. 1998. Effects of fum onisin b1contaminated feeds on weanling angora goats. J Anim Sci. 76: 2863–2870. Harmon RJ, Torre PM. 1997. Economic Implication of Copper and Zinc Proteinates : Role in Mastitis Control. Lexington(US): Departement of Animal Science, University of Kentucky Pr. Jeyaratnam J. 1996. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta (ID): EGC. Kamarudin M, Salim MN. 2002. Pengaruh pemberian air perasan daun pepaya pada ayam: respon terhadap patofisiologik ginjal. J Sain Vet. 10 (1) : 5-8. Kaneko JJ. 2008. Clinical Biochemistry of Domestic Animal. London (GB): San Diego Academic Pr. Kerr MG. 2002. Veterinary Laboratory Medicine, Clinical Biochemistry and Hematology. 2nd Ed. Blackwell Science. Klaus-Helge IBS, Rink L. 2003. Zinc-altered immune function. J Nutr. 133:1452 1456. Kusumawati D, Sardjana IKW. 2006. Perbandingan pemberian cat food dan pindang terhadap pH urin, albuminuria, dan bilirubin kucing. MKH. 22 (2): 131-135. Lieberman, Bruning N. 1990. The Real Vitamin and Mineral Book. New York (US): Avery Group. Linder MC. 1992. Nutrisi dan Metabolisme Karbohidrat (Terjemahan). Linder (ed) Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Little DA, Kompiang S, Peterham RJ. 1989. Mineral composition of Indonesian ruminant forages. Trop Agric. 66:33-37. Looper M, Bethard. 2000. Management Considerations in Holstein Heifer Development. Las Cruces (MX):New Mexico State University Pr. McDowell LR. 1992. Minerals in animal and human nutrition. London (GB): Academic Press. Meyer DJ, Harvey J. 2003. Interpretation And Diagnosis. 2nd Ed. Philadelphia (US): WB. Saunders. Muttaqin A, Kumala S. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta (ID): Salemba Medika. National Research Council, (1989). Everybody Counts : A Report to the Nations on the Future of Mathematic. Wasingthon DC(US) : National Academy Pr. Niezen JH, Grieve DG, McBride BW, Burton JH. 1996. Effect of plane nutrition before and after 200 kilograms of body weigh on mammary development of prepubertal Holstein heifer. J Dairy Sci. 79: 1255.
12 Paik IK. 2001. Application of chelated minerals in animal production. Asian-Aust. J Anim. Sci. 14:191 – 198. Pemayun IGAGP. 2002. Evaluation of nephrotomy without sutures in dog. J Vet. 3(2): 94-96. Piliang WG. 2002. Nutrisi Mineral. Edisi kelima. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pr. Prince SA, Wilson LM. 1995.Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta (ID): EGC. Putranto EH. 2006. Analisis Keuntungan Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Jawa Tengah. Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang dan Kota Semarang [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Scholz MC. 2005. Laboratory tests defined. PCRI. 8(2) : 1-6. Soetarno T. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Pr. Sennang N, Sulina, Badji A, Hardjoeno. 2005. Laju Filtrasi Glomerulus pada Orang Dewasa Berdasarkan Tes Klirens Kreatinin Menggunakan Persamaan Cockroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease. J Med Nus. (24)2:80-84. Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI 01-3141-1998 tentang Susu Segar. Jakarta (ID):Badan Standardisasi Nasional. Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka Pr. Suprijati. 2013. Seng Organik Sebagai Imbuhan Pakan Ruminansia. Wartazoa. 23 (3):142-157. Tanaka SE, Takakahashi, Matsui T, Yano H. 2001. Zinc promotes adipocyte differentiation in vitro. Asian-Aust. J Anim Sci. 14(7): 966 – 969. Thalib C, Anggraeni A, Diwyanto K. 1999. Evaluasi Genetik Sapi Perah di Indonesia. [Laporan Akhir]. Bogor (ID) : Balai Penelitian Ternak. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Underwood EJ, Suttle NF. 2001. The mineral nutrition of livestock. 3rd ed. Oxon (UK): CABI Publishing. Wahjuni RS, Bijanti R. 2006. Uji Efek Samping Formula Pakan Komplit terhadap Fungsi Hati dan Ginjal Pedet Sapi Friesian Holstein. Media Vet. (22):174179. Widhyari SD, Wientarsih I, Soehartono H, Kompiang IP, Winarsih W. 2009. The Efectivity Of Zinc Mineral And Herb Combination As Immunomodulator. JIPI. 14 (1): 30-14. Widhyari SD. 2012. Peran dan Dampak Defisiensi Zinc (Zn) Terhadap Sistem Tanggap Kebal. Wartazoa. 22 (3): 141-148. Widodo W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Malang (ID):Fakultas Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.
13 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 19 Maret 1992 dari ayah Sediyono dan ibu Rum Asmawati. Penulis adalah putra kedua dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Madiun dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi staf Departemen Badan Olahraga dan Seni BEM FKH IPB pada tahun ajaran 2011/2012, menjadi ketua Klan Kambing HIMPRO RUMINANSIA FKH IPB pada tahun ajaran 2012/2013, menjadi Ketua Divisi Kaderisasi Pengurus Cabang IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia) pada tahun ajaran 2013/2014. Bulan Januari-Februari 2012 penulis melaksanakan magang di peternakan sapi perah rakyat Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan. Bulan Juni-Juli 2013 penulis melakukan pengabdian masyarakat pemberian obat cacing dan vitamin di peternak sapi masyarakat Kabupaten Bondowoso. Penulis pernah aktif menjadi Ketua Pelaksana acara VISI (Veterinery Integrity and Skill Impovement) 2013, menjadi Ketua acara Veterinery Leadership 2013 dan menjadi Ketua acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia tingkat Nasional (PIMVETNAS) 2013. Penulis juga aktif mengikuti Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2013 dan 2014 cabang Futsal dan Sepak Bola, serta Olimpiade Veteriner pada tahun 2012 dan 2013. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis adalah Juara 2 Olimpiade Veteriner cabang Futsal 2012 dan Juara 2 Olimpiade Mahasiswa IPB 2014 cabang sepak bola.