DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA/KABUPATEN DI PROVINSI BANTEN
GAGAS ARIASAKTI WINATA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Perekonomian dan Kinerja Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Gagas Ariasakti Winata NIM H14100014
ABSTRAK GAGAS ARIASAKTI WINATA. Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Perekonomian dan Kinerja Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Banten. Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA. Pemekaran wilayah diharapkan dapat mengatasi masalah kesenjangan kesejahteraan. Tujuan penelitian ini untuk melihat kecenderungan pengaruh pemekaran menggunakan analisis deskriptif dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perekonomian dan kinerja pemerintah daerah menggunakan analisis data panel. Variabel-variabel penduga model PDRB adalah Pendapatan Daerah (PD), IPM, Porsi Belanja Modal (PBM), dan Variabel Dummy Pemekaran (D). Pendugaan model IPM menggunakan variabel-variabel Puskesmas (PSKM), Tingkat Buta Huruf (TBH), Populasi Terdidik (POPT), PDRBK, dan Variabel Dummy Pemekaran (D). Hasil penelitian memperlihatkan pelayanan pendidikan di Daerah Induk (DI) cenderung mengalihkan bebannya ke Daerah Otonomi Baru (DOB) dan kualitas pelayanan kesehatan di DOB lebih baik dari DI pasca pemekaran. Pemekaran wilayah menjadikan DOB memiliki keunggulan kualitas SDM dibandingkan dengan DI, dengan koefisien variabel Tingkat Buta Huruf dan Puskesmas dari DOB lebih tinggi dibandingkan DI masing-masing sebesar 0.0005 dan 0.0015. Pasca pemekaran wilayah, pertumbuhan ekonomi DOB menjadi lebih baik dari DI dengan koefisien variabel PBM dari DOB lebih tinggi dari DI sebesar 0.0047. Kata kunci: Banten, ipm, data panel, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi.
ABSTRACT GAGAS ARIASAKTI WINATA. Regional Unfoldment’s Impact on Economic Development and Regional Goverment’s Performance of The Cities and Districs in Banten Province. Supervised by BAMBANG JUANDA. Unfoldment of the region is expected to overcome welfare inequalities. The objectives of this research is to see the trend of unfoldment impact using descriptive analysis and analyze factors affecting economic development and performance of regional goverment using panel data analysis. Panel data analysis using alleged model of economic growth (PDRB) and human development (IPM). Independent variables of PDRB model are regional goverment income (PD), human development index (IPM), portion of regional goverment capital spending (PBM), and dummy variable of unfoldment (D). Independent variables of IPM model are domestic public health facilities (PSKM), illiteracy rate of population (TBH), rate of educated population (POPT), regional gdp per capita (PDRBK), and dummy variable of unfoldment (D). The result of study shows that the mother region (DI) tend to transferring the burden of public education service to the new autonomous region (DOB). Meanwhile, the quality of public health service better in DI than DOB. The unfoldment made DOB has a better human resource quality than DI, with higher coefficient of TBH and PSKM than DI (higher -0.0005 and 0.0015). The unfoldment made DOB has a better economic development than DI, with higher coefficient of PBM than DI (higher 0.0047). Keywords: economic growth, banten, ipm, panel data, public service.
DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA/KABUPATEN DI PROVINSI BANTEN
GAGAS ARIASAKTI WINATA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
v
Judul Skripsi : Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perkembangan Perekonomian dan Kinerja Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Banten Nama : Gagas Ariasakti Winata NIM : H14100014
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Segala puji hanya untuk Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta beserta isinya. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kemudahan dan kemampuan dalam setiap langkah penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senatiasa tercurah kepada Qudwah Hasanah kita, Rasulullah Saw, yang telah mengajarkan al-Islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan bagi umat manusia sejagad raya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. Adapun judul skripsi ini adalah DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH TERHADAP PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN DAN KINERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA/KABUPATEN DI PROVINSI BANTEN. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda M.S. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.S.Agr. dan Ranti Wiliasih, S.P, M.Si. selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat. 3. Dosen, staf penunjang dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan. 4. Ayah dan Ibu yang selalu memberikan semangat dan doa di setiap waktu. 5. Fathia tersayang yang selalu menemani di setiap keadaan dan menjadi teman hidup yang luar biasa. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Maret 2016
Gagas Ariasakti Winata H14100014
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN RUANG LINGKUP PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN JENIS DAN SUMBER DATA METODE ANALISIS Analisis Deskriptif Kualitas Pelayanan Publik Indeks Pembangunan Manusia Pertumbuhan Ekonomi Analisis Data Panel Model Dugaan IPM Model Dugaan PDRB HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS DESKRIPTIF Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pelayanan Publik Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah ANALISIS DATA PANEL Uji Kesesuaian Model Uji Klasik Terhadap Model Model Dugaan IPM Model Dugaan PDRB SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
VIII VIII VIII 1 1 2 4 4 4 6 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 12 12 12 19 20 22 22 22 22 24 25 25 26 26 28 32
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Data jumlah daerah di Indonesia Sumber-sumber data Hasil Estimasi Fixed Effect Model Hasil Estimasi Fixed Effect Model
1 8 23 24
DAFTAR GAMBAR 1 Porsi PAD Kabuapten/Kota terhadap total PAD Kabuapten/Kota di Provinsi Banten 3 2 Kerangka pemikiran 7 3 Beban fasilitas pendidikan tingkat dasar Kabupaten Serang dan Kota Serang 12 4 Beban fasilitas pendidikan tingkat menengah Kabupaten Serang dan Kota Serang 13 5 Beban fasilitas pendidikan tingkat dasar Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 14 6 Beban fasilitas pendidikan tingkat menengah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 14 7 Beban tenaga pendidikan tingkat dasar Kabupaten Serang dan Kota Serang 15 8 Beban tenaga pendidikan tingkat menengah Kabupaten Serang dan Kota Serang 15 9 Beban tenaga pendidikan tingkat dasar Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 16 10 Beban tenaga pendidikan tingkat menengah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 16 11 Beban fasilitas kesehatan Kabupaten Serang dan Kota Serang 17 12 Beban fasilitas kesehatan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 18 13 Beban tenaga kesehatan Kabupaten Serang dan Kota Serang DOB 18 14 Beban tenaga kesehatan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 19 15 IPM Kabupaten Serang dan Kota Serang 20 16 IPM Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 20 17 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Serang dan Kota Serang 21 18 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uji Normalitas Model Dugaan IPM Uji Chow Model Dugaan IPM Uji Hausman Model Dugaan IPM Uji Normalitas Model Dugaan PDRB Uji Chow Model Dugaan PDRB Uji Hausman Model Dugaan PDRB Hasil Estimasi fixed effect Model Dugaan IPM Hasil Estimasi fixed effect Model Dugaan PDRB Uji Multikolinearitas Model Dugaan IPM Uji Multikolinearitas Model Dugaan PDRB
28 28 28 28 29 29 29 29 31 31
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sentralisasi pembangunan sudah terbukti tidak efektif untuk membuat pembangunan yang merata. Bahkan terkesan pemerintah pusat memaksakan rancangan pembangunan daerah yang sebetulnya tidak dibutuhkan daerah tersebut. Rencana pembangunan yang bersifat sentralistik seringkali menafikan nilai-nilai daerah dan aspirasi lokal suatu daerah. Hasil program pembangunan yang diharapkan jarang yang memenuhi harapan yang diinginkan. Rakyat di daerah pun mulai member perhatian lebih terhadap situasi ini, termasuk elit-elit daerahnya. Aspirasi untuk menghendaki adanya pemekaran atau pembentukan daerah otonom baru pun tidak dapat dihindarkan. Alasan sosial yang mendasari keinginan untuk melakukan pemekaran wilayah pun dapat dilihat jelas. Masyarakat merasakan kurangnya perhatian dari pemerintah setempat, terutama dalam hal pembangunan. Kehadiran aparatur pemerintah daerah yang secara fisik dan psikologis lebih dekat dengan rakyatnya untuk memahami permasalahan mereka sangat diperlukan. Selain itu ada juga yang memakai dasar mereka ingin melepaskan diri dari ikatan administrasi wilayah di atasnya, karena masalah jauhnya pusat pemerintahan dari tempat tinggal mereka. Banyak daerah yang memiliki kekayaan alam namun masyarakatnya kurang sejahtera, karena mendapatkan perlakuan tidak adil dari pusat pemerintahan daerahnya, sehingga terjadi kesenjangan. Sementara di lain pihak, terdapat beberapa kasus pemekaran wilayah justru membuat senang pemerintahan pusat daerah sebelumnya, karena beban pembangunan yang harus mereka tanggung berkurang. Harapan untuk mengatasi kesenjangan kesejahteraan antar wilayah dapat tergambar dari Tabel 1, yang menjelaskan jumlah daerah hasil pemekaran wilayah sebagai penerapan dari Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian disempurnakan lewat penggantinya yaitu UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberikan peluang kepada Tabel 1 Data jumlah daerah di Indonesia Wilayah Provinsi Kabupaten Kota Kecamatan Kelurahan Desa
Sebelum desentralisasi 1999
Sesudah desentralisasi 1999
Persentase perubahan (%)
26 234 59 5480 5935 59834
34 415 93 6994 8309 72944
30,7 77,3 57,6 27,6 40 21,9
Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 tahun 2013
2
daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk membentuk daerah pemekaran baru. Secara rinci pelaksanaan pemekaran diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Landasan utama dari penetapan pemekaran wilayah seharusnya disandarkan pada landasan logis yang komprehensif. Menurut Rustiadi (2009), beberapa landasan logis yang harus dijadikan pondasi dalam melakukan pemekaran wilayah yaitu: 1. Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan memberikan kewenangan lebih kepada masyarakat lokal untuk mengelola potensi sumber daya wilayah secara arif sesuai kapasitasnya. 2. Partisipasi dan rasa memiliki dari masyarakat meningkat. 3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas perekonomian serta menjaga keberlanjutannya. 4. Memberikan akumulasi nilai tambah secara lokal dan kesejahteraan masyarakat meningkat. 5. Menciptakan prinsip keadilan dalam mencapai kesejahteraan dan pencapaian kesejahteraan yang berkeadilan, sehingga dapat memperkuat ketahanan nasional. Pembentukan kota/kabupaten baru melalui mekanisme pemekaran wilayah diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat wilayah induk dan wilayah pemekarannya. Menurut Juanda (2007) bahwa pemekaran wilayah akan memberikan manfaat bagi daerah baru dan masyarakat lokal yang dikelompokkan dalam tujuh manfaat, diantaranya adalah: 1. Peningkatan pelayananan pemerintah daerah terhadap masyarakat. 2. Kemungkinan pengelolaan SDA dengan prinsip-prinsip kearifan lokal dan berkelanjutan. 3. Partisipasi masyarakat dan rasa memiliki dapat semakin meningkat. 4. Efisiensi dan efektivitas pengelolaan SDA kemungkinan meningkat. 5. Kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dapat terwujud.
Perumusan Masalah
Desentralisasi telah berjalan semenjak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Mulai saat itu setiap daerah terkesan berlomba-lomba untuk memekarkan diri, dengan tujuan ingin meningkatkan perekonomian daerahnya. Tujuan pemekaran yaitu untuk meningkatkan kemandirian daerah ternyata hingga saat ini belum tercapai. Banyak faktor yang dapat memicu kegagalan ini, diantaranya seperti yang disebutkan dalam Jurnal Otonomi Daerah (2009) yaitu banyak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan, baik pelanggaran sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain seperti pengusaha. Beberapa pelanggaran tersebut
3
diantaranya adanya mark-up ataupun mark-down harga aset pemda, pemberian izin pengelolaan sumber daya alam kepada pihak yang tidak memiliki kemampuan yang sesuai guna kepentingan pribadi, penyusunan APBD yang diatur Kepala Daerah, pemberian dana kepada pejabat dengan dibebankan ke anggaran, dan hal lain yang tidak diperkenankan. Hal ini tentu memengaruhi keberhasilan dari pemekaran dan mungkin ini yang menjadi alasan mengapa banyak pemekaran dinyatakan belum berhasil. Spesifik untuk daerah pemekaran wilayah Kabupaten/Kota baru di Provinsi Banten, semenjak berdirinya Provinsi Banten pada tahun 2001, terdapat dua wilayah pemekaran baru, yaitu Kota Serang (daerah induk Kabupaten Serang) dan Kota Tangerang Selatan (daerah induk Kota Tangerang). Pada tanggal 2 November 2007 Kota Serang ditetapkan berdiri melalui UU No.32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang. Sejak tahun 2008 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten bertambah menjadi tujuh wilayah, dengan Kota Serang sebagai wilayah baru dicanangkan sebagai ibukota Provinsi Banten. Kemudian disusul dengan terbitnya UU No.51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan, dengan tujuan Kota Tangerang Selatan didirikan untuk membantu mempercepat proses pembangunan di provinsi Banten. Perbedaan porsi Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya akan disebut PAD, dari masing-masing Kabupaten/Kota terhadap total PAD semua Kabupaten/Kota di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar 1. Porsi daerah hasil pemekaran, Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan, mengalami perbaikan dengan jarak yang semakin menyusut dengan Daerah Induknya, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang. Fakta ini dapat memberikan gambaran awal bahwa 0,45 0,4 0,35 Porsi
0,3 0,25 0,2
0,15 0,1 0,05 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang Kab. Serang Kota Cilegon Kota Serang Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Gambar 1 Porsi PAD Kabuapten/Kota terhadap total PAD Kabuapten/Kota di Provinsi Banten
4
pemekaran yang terjadi berhasil menjadikan Daerah Otonomi Baru, selanjutnya disebut DOB, dapat memenuhi tujuan utama dari kebijakan pemekaran wilayah. Atas dasar hal inilah maka penelitian ini akan berfokus kepada menganalisis dampak pemekaran wilayah yang menghasilkan Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan sebagai dua kota baru yang diproyeksikan sebagai penggerak baru roda perekonomian Provinsi Banten. Oleh sebab itu, maka diperlukan analisis khusus untuk melihat sejauh mana dampak pemekaran wilayah ini memberikan andil terhadap perkembangan perekonomian dan kinerja pemerintah daerah. Perkembangan perekonomian dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi dan perkembangan kualitas pembangunan SDM. Kemudian kinerja pemerintah daerah dapat dilihat dari perubahan kualitas pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama pemerintah daerah. Ketiga hal ini dirasa cukup untuk memberikan gambaran awal sejauh mana keberhasilan pemekaran wilayah ini dapat tercapai sesuai harapan saat pembentukannya.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Mengkaji dampak pemekaran wilayah Kota/Kabupaten di Provinsi Banten terhadap perkembangan ekonomi, perkembangan kualitas pembangunan SDM, dan kualitas pelayanan publik. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan kualitas pembangunan SDM sebelum dan setelah pemekaran Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya melihat dampak pemekaran wilayah Kabupaten/Kota yang terjadi di Provinsi Banten dala rentang waktu 2003-2012, terhadap pertumbuhan ekonomi (yang dilihat dari pertumbuhan PDRB), perkembangan IPM, dan kualitas pelayanan publik (yang diwakili oleh pelayanan kesehatan dan pendidikan).
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian yang dilakukan Juanda dan Masrizal (2014) pemekaran wilayah erat kaitannya dengan kapasitas fiskal daerah, terutama relenvansinya dengan Dana
5
Alokasi Umum (DAU). Sejak tahun 2006, pertumbuhan DAU melebihi tingkat inflasi tahunan rata-rata. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pagu alokasi DAU nasional, sehingga pembagian DAU per daerah sebagian besar juga menunjukkan peningkatan. Walaupun terjadi kenaikan nilai DAU tetapi karena terjadi pemekaran wilayah daerah secara besar-besaran sejak tahun 2006 maka secara riil sebagian besar DAU terserap untuk mengakomodasi pertumbuhan DOB. Berdasarkan hal tersebut maka muncul kecurigaan bahwa pemekaran wilayah hanyalah strategi lain bagi daerah untuk memperbesar porsi DAU sebagai kompensasi atas ketidakmampuan untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah. Kajian Abdullah (2011) tentang dampak pemekaran wilayah terhadap pembangunan daerah menunjukkan bahwa Kabupaten Mamasa tidak layak dimekarkan. Data yang digunakan yaitu: PDRB, Unsur APBD, IPM, Fasilitas Kesehatan, Fasilitas Pendidikan, Data Kelayakan Pemekaran Wilayah, dan Data Aparatur Pemerintahan. Metode analisis yang digunakan adalah Indeks Diversitas Entropi (IDE), Analisis Regresi dengan peubah dummy, analisis deskriptif, analisis IPM, dan analisis skoring. Dampak pemekaran wilayah terhadap pembangunan ekonomi menunjukkan penduduk miskin relatif rendah setelah dimekarkan. Laju pertumbuhan PDRB, perkembangan struktur ekonomi, dan pengaruh pemekaran wilayah terhadap PDRB masih lebih rendah dibandingkan dengan wilayah induknya. Dampak pemekaran wilayah terhadap kapasitas fiskal menunjukkan Kabupaten Mamasa lebih baik pada laju pendapatan daerah dibandingkan daerah induknya. Perkembangan belanja langsung daerah, perkembangan DBH, dan pengaruh pemekaran wilayah terhadap PAD masih lebih baik daerah induknya. Kualitas pelayanan publik masih lebih baik Kabupaten Mamasa dibandingkan induknya baik dalam fasilitas kesehatan maupun pendidikan. Kualitas infrastruktur jalan dan kualitas aparatur pemda masih lebih baik daerah induknya. Pratiwi (2011) meneliti tentang dampak desentralisasi fiskal dan pemekaran wilayah terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bogor dan Kota Depok. Data yang digunakan yaitu: Unsur APBD, PDRB, jumlah penduduk, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan, fasilitas tempat berobat, panjang jalan yang rusak, jumlah murid, dan jumlah sekolah. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis ekonometrika persamaan simultan, dan analisis non parametrik berupa uji Exact Fisher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan nilai rasio kemandirian keuangan daerah (KKD), kemampuan keuangan daerah Kabupaten Bogor dan Kota Depok setelah desentralisasi fiskal justeru terlihat menurun, yaitu dari kemampuan keuangan yang tinggi pada tahun 1994 – 1997 menjadi rendah pada tahun 2007 dan 2008. Kota Depok sejak pertama berdiri tahun 2000 memiliki rasio KKD rendah dan tahun 2008 menurun menjadi rendah sekali. Hal ini disebabkan karena porsi PAD yang masih sangat rendah dibandingkan dengan penerimaan dari bantuan pemerintah pusat/provinsi dan pinjaman. Pemerintah Kabupaten Bogor dan Kota Depok sangat efektif dalam merealisasikan PAD yang terlihat dari rasio efektifitas keuangan daerah (EKD) yang nilainya rata-rata diatas 100 persen. Dari empat variabel (Porsi Belanja Modal, Pengangguran, PDRB per Kapita, dan Kemiskinan) yang dijadikan indikator dalam penelitian ini, hanya tingkat kemiskinan yang terlihat lebih baik setelah pelaksanaan desentralisasi fiskal diberlakukan. Pemekaran wilayah berdampak positif terhadap belanja modal dan
6
tingkat kemiskinan, terbukti bahwa alokasi belanja modal dan penurunan tingkat kemiskinan di Kota Depok lebih baik dibandingkan Kabupaten Bogor sehingga pemekaran wilayah Kabupaten Bogor menjadi Kabupaten Bogor dan Kota Depok sudah tepat dilakukan karena Kota Depok mampu menunjukkan kinerja perekonomian yang lebih baik dan membuat masyarakatnya lebih sejahtera. Puspandika (2007) menganalisis tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan masyarakat. Data yang digunakan yaitu: data PDRB per kapita menurut propinsi 2001-2005 berdasarkan harga konstan tahun 2000; jumlah penduduk menurut propinsi 2001-2005; dan data IPM 2001-2005. Metode analisis yang digunakan adalah Indeks Williamson dan analisis data panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan antar propinsi di Indonesia berada pada kategori tinggi dengan nilai indeks lebih dari 0,8. Hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap kesejahteraan masyarakat terlihat dari besarnya pengaruh pengeluaran riil per kapita masyarakat terhadap indeks pembangunan manusia. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, maka masyarakat harus melakukan pengeluaran yang lebih banyak. Yunitasari (2007) meneliti tentang hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia Provinsi Jawa Timur. Data yang digunakan yaitu : PDRB, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, APBD, IPM, dan IDJ. Metode analisis yang digunakan adalah analisis data panel dengan Indeks Pembangunan Manusia sebagai variabel terikat. Hasil penelitian menunjukkan PDRB per kapita (PDRBK), tingkat kemiskinan (K), pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan (PPP), pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan (PPK) serta kebijakan otonomi daerah berpengaruh signifikan terhadap IPM Jawa Timur. Sedangkan indeks pemberdayaan jender (IDJ) yang menggambarkan peran perempuan tidak berpangaruh signifikan.
Kerangka Pemikiran
Pemekaran Kota Serang merupakan hasil dari perencanaan dengan memproyeksikan Kota Serang sebagai daerah Ibukota Provinsi Banten yang baru. Hal yang berlawanan dengan pemekaran Kota Tangerang Selatan, karena disebabkan pertumbuhan kaum urban dan perkembangan sentra niaga yang membutuhkan efisiensi birokrasi. Terdapat 3 hal yang dilihat sebagai kajian dampak adanya pemekaran wilayah Kota/Kabupaten di Provinsi Banten yaitu perkembangan ekonomi wilayah, perkembangan kualitas pembangunan SDM, dan perkembangan pelayanan publik di Kabupaten/Kota yang terkait pemekaran di Provinsi Banten. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah di Provinsi Banten dilihat data PDRB Kabupaten/Kota sebelum dan setelah pemekaran untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan ekonomi wilayah. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah di Provinsi Banten dilihat dari data IPM Kabupaten/Kota sebelum dan setelah pemekaran untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan pembangunan manusia.
7
1. Peningkatan pelayananan publik. 2. Pengelolaan SDA dengan prinsip-prinsip kearifan lokal dan berkelanjutan. 3. Peningkatan partisipasi masyarakat dan rasa memiliki. 4. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan SDA. Kajian Dampak Pemekaran Wilayah
Pelayanan Publik
Pemekaran Wilayah Menghasilkan Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan
Jumlah Kota/Kabupaten di Provinsi Banten Bertambah Menjadi 8
Pembangunan Wilayah Pemekaran Mempengaruhi Pembangunan Kota/Kabupaten Lain di Provinsi Banten
Pembangunan Manusia
Analisis Deskriptif
Pembangunan Ekonomi
Analisis Data Panel Kebijakan Pembangunan
Gambar 2 Kerangka pemikiran. menyebabkan, menjadi masukan/referensi
dapat dianalisis,
Terakhir, data ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan serta tenaga pengajar dan tenaga kesehatan untuk mengetahui gambaran tingkat pelayanan publik sebelum dan sesudah pemekaran. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan data panel. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui kecenderungan perkembangan ekonomi wilayah, perkembangan kualitas pembangunan SDM, dan perkembangan pelayanan publik. Analisis data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi wilayah dan perkembangan kualitas pembangunan SDM.
8
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang diambil merupakan data dari 8 Kabupaten dan Kota di provinsi Banten. Periode pengambilan data dibagi menjadi dua, yaitu periode sebelum terjadi pemekaran dan setelah terjadi pemekaran wilayah. Periode sebelum terjadi pemekaran wilayah yaitu tahun 2003-2007, hanya enam Kabupaten dan Kota yang datanya tersedia. Pada periode setelah terjadi pemekaran wilayah tahun 2008-2012, jumlah Kabupaten dan Kota bertambah menjadi delapan dengan bertambahnya dua daerah hasil pemekaran. Data fasilitas kesehatan direpresentasikan dengan data jumlah puskesmas sebagai fasilitas kesehatan Tabel 2 Sumber-sumber data Variabel Sumber data Fasilitas Kesehatan BPS Provinsi, Kabupaten/Kota Fasilitas Pendidikan BPS Provinsi, Kabupaten/Kota Tingkat Buta Huruf BPS Provinsi, Kabupaten/Kota Indeks Pembangunan Manusia BPS Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota Kemiskinan BPS Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota PDRB Dinas Pendapatan Kabupaten/Kota PDRB per Kapita Dinas Pendapatan Kabupaten/Kota Pendapatan Daerah Dinas Pendapatan Kabupaten/Kota Populasi Terdidik BPS Provinsi, Kabupaten/Kota Porsi Belanja Modal Dinas Pendapatan Kabupaten/Kota tingkat satu yang dapat menjangkau sampai ke pelosok-pelosok daerah. Data fasilitas pendidikan direpresentasikan dengan jumlah sekolah yang terdaftar di daerah setempat.
Metode Analisis
Metode analisis data yang dipakai adalah analisis deskriptif dan data panel. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum dan narasi terkait dampak pemekaran wilayah terhadap kualitas pelayanan publik, pembangunan ekonomi wilayah, dan kualitas pembangunan SDM daerah. Sementara metode data panel digunakan untuk mengetahui hal-hal yang mempengaruhi pembangunan ekonomi wilayah dan kualitas pembangunan SDM
9
daerah. Analisis data panel dengan bantuan program aplikasi Microsoft Excel 2010 dan E-Views 7.0 pada taraf nyata 5 persen.
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk melihat kecenderungan perubahan dari indikator yang ingin diamati. Perubahan yang diamati merupakan perbandingan antara keadaan sebelum dan setelah kebijakan pemekaran wilayah dilaksanakan. Subjek pengamatan merupakan semua Daerah Induk maupun DOB, karena kedua jenis daerah pasti terpengaruh dampak pemekaran wilayah. Kualitas Pelayanan Publik Analisis ini digunakan untuk mengetahui dampak pemekaran terhadap kualitas pelayanan publik, yang direpresentasikan oleh pelayanan pendidikan dan kesehatan. Pemilihan ini berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Juanda et al (2014) yang intinya menjadikan pelayanan kesehatan dan pendidikan menjadi dua dari tiga, bersama pelayanan pekerjaan umum, sebagai indikator Standar pelayanan Nasional (SPN) dalam relenvansinya terhadap pengalokasian Dana Alokasi Khusus (DAK) . Pelayanan pendidikan didekati dengan Rasio Murid per Sekolah (RMS) dan Rasio Murid per Guru (RMG). Jumlah murid dan guru yang dipakai dalam analisis ini adalah data murid dan guru yang terdaftar di sekolahsekolah di Kota atau Kabupaten setempat. Analisis melalui rasio ini akan dibagi dua, yaitu untuk pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTS) dan pendidikan menengah (SMA/SMK/MA). Pelayanan kesehatan didekati dengan Rasio Penduduk per Fasilitas Kesehatan Tingkat Satu atau Puskesmas (RPF) dan Rasio Penduduk per Dokter (RPD). Jumlah dokter yang dipakai dalam analisis ini adalah data dokter yang terdaftar berpraktek di Kota atau Kabupaten setempat. Rasio Murid per Sekolah (RMS) umlah urid Kabupaten Kota R S umlah Sekolah Kabupaten Kota Rasio Murid per Guru (RMG) umlah urid Kabupaten Kota R G umlah Guru Kabupaten Kota Rasio Penduduk per Fasilitas Kesehatan (RPF) umlah Penduduk Kabupaten Kota RP umlah asilitas Kesehatan Kabupaten Kota Rasio Penduduk per Dokter (RPD) umlah Penduduk Kabupaten Kota RP umlah Dokter Kabupaten Kota Indeks Pembangunan Manusia Analisis deskriptif untuk menganalisis perkembangan kualitas pembangunan SDM dengan menggunakan pendekatan Indeks Pembangunan
10
Manusia (IPM) yang diambil dari data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut laman resmi BPS, IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bagian pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar, yaitu: 1. Lamanya hidup dengan indikator Angka Harapan Hidup 2. Pengetahuan dengan indikator Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah 3. Standar hidup layak dengan indikator Pengeluaran Riil Perkapita. Pertumbuhan Ekonomi Analisis deskriptif juga dipakai untuk mengetahui dampak pemekaran terhadap pembangunan ekonomi wilayah. Menurut pemaparan Sukirno (2007) laju pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK). Laju Pertumbuhan PDRB PPDR Dimana: LPPDRBt PDRBt PDRBt-1
t
PDR
t
PDR
PDR
t
t
= Laju pertumbuhan PDRB pada tahun ke- t = PDRB ADHK pada tahun ke- t = PDRB ADHK pada tahun ke- t-1
Analisis Data Panel Model Dugaan IPM Perumusan model dugaan didasarkan pada komponen penyusun IPM yang terdiri dari Angka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Pengeluaran per Kapita Riil (PKR). Komponen PKR direpresentasikan dengan variabel PDRBK ADHK, sedangkan Tingkat Buta Huruf (TBH) mewakili komponen AMH. Komponen RLS dan AHH masingmasing digambarkan dengan variabel Populasi Terdidik (POPT) dan Jumlah Rumah Sakit (RS). Semua variabel tersebut ini diperkirakan akan secara signifikan berdampak positif terhadap peningkatan nilai IPM, kecuali variabel TBH yang akan berdampak signifikan negatif. Variabel Dummy Pemekaran (DP) ditambahkan untuk mengukur signifikansi pengaruh pemekaran wilayah terhadap perubahan nilai IPM. Pemekaran wilayah secara langsung mempengaruhi nilai PDRBK Kota/Kabupaten terkait, sehingga variabel PDRBKVDP ditujukan untuk menilai tingkat signifikansi interaksi tersebut. Kedua variabel tambahan tersebut diduga berdampak signifikan positif. Atas dasar ini maka disusun persamaan sebagai berikut:
Dimana: IPMit
= Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t
11
PDRBKit TBHit POPTit PSKMit TBHVDit PSKMVDit Dit ɛ i t
= PDRB per Kapita ADHK Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t (rupiah) = Tingkat Buta Huruf Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t (%) = Persentase Populasi Terdidik SMA Ke Atas Kabupaten/Kota kei tahun ke-t (%) = Jumlah Puskesmas Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t = Interaksi TBH dan Variabel Dummy Pemekaran Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t = Interaksi PSKM dan Variabel Dummy Pemekaran Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t = Dummy Pemekaran Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t = 0, Bukan Wilayah Pemekaran = 1, Wilayah Pemekaran = Galat/Eror = 1,2,3,4,5,6,7,8 = 2003,2004,2005,2006,2007,2008,2009,2010,2011,2012
Model Dugaan PDRB Output tumbuh melalui kenaikan input dan melalui kenaikan produktifitas yang terjadi sebagai akibat perbaikan dalam teknologi dan peningkatan kemampuan angkatan kerja (Dornbusch, 2001). Semakin meningkatnya kemampuan tenaga kerja juga akan meningkatkan output, sehingga kualitas SDM yang diwakili oleh nilai IPM akan mempengaruhi output (PDRB). Kemudian teori dasar output menyatakan bahwa output merupakan fungsi dari pengeluaran pemerintah, sehingga Porsi Belanja Modal (PBM) dan Pendapatan Daerah (PD) akan mempengaruhi nilai output. Variabel PBM, IPM, dan PD diduga akan berpengaruh positif terhadap PDRB. Pemekaran wilayah secara langsung mempengaruhi postur pendapatan daerah, sehingga signifikansi pengaruh interaksi tersebut akan diukur dengan variabel PDVDP. Variabel Dummy Pemekaran (DP) ditambahkan untuk mengukur signifikansi pengaruh pemekaran wilayah terhadap perubahan nilai PDRB. Berdasarkan uraian diatas maka model dugaan persamaan PDRB yang dibangun adalah sebagai berikut:
Dimana: PDRBit PBMit PDit IPMit PBMVDit Dit
= Pendapatan Domestik Regionsl Bruto ADHK Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t (Rupiah) = Porsi Pengeluaran Belanja Modal Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t (%) = Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t (rupiah) = Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t = Interaksi Pendapatan Daerah dan Variabel Dummy Pemekaran Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t = Variabel Dummy Pemekaran Kabupaten/Kota ke-i tahun ke-t = 0, Bukan Wilayah Pemekaran = 1, Wilayah Pemekaran
12
ɛ i t
= Galat/Eror = 1,2,3,4,5,6,7,8 = 2003,2004,2005,2006,2007,2008,2009,2010,2011,2012
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pelayanan Publik
Rasio (Orang/Unit)
Untuk mengetahui perubahan kualitas pelayanan publik di sektor pendidikan, terutama dari segi infrastrukturnya, maka dapat dilihat dari beban kerja fasilitas pendidikan, dalam hal ini direpresentasikan oleh sekolah. Rasio Murid per Sekolah (RMS) dijadikan indikator untuk menilai daya tampung sekolah. Semakin rendah RMS yang dimiliki, maka semakin baik kualitas infrastruktur pelayanan publik di sektor pendidikan. RMS yang rendah memberikan dampak beban pelayanan yang ditanggung sekolah semakin ringan, sehingga dapat memberikan pelayanan pendidikan yang lebih optimal. Pelayanan pendidikan yang optimal akan membantu meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah dari segi infrastruktur. RMS yang dibahas hanya yang dimiliki oleh pemerintah atau sekolah negeri, agar lebih tepat menggambarkan kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Agar ada perbandingan, maka akan dibandingkan antara RMS masing-masing DOB (kota Serang dan Kota Tangerang Selatan) dengan Daerah Induknya (Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang). Pada Gambar 3 yang menunjukkan RMS pendidikan dasar, RMS yang dimiliki oleh Daerah Induk Kabupaten Serang cenderung stagnan, sedangkan untuk DOB Kota Serang memiliki tren RMS yang semakin tinggi. Melihat gap 1000 800 600 400 200 0 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Tahun Ajaran Gambar 3 Beban fasilitas pendidikan tingkat dasar Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB
13
Rasio (Orang/Unit)
grafik yang stagnan, sekilas dapat terlihat bahwa pemekaran wilayah tidak memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan pada tingkat pendidikan dasar bagi Daerah Induk maupun DOB. Jika dianalisis lebih dalam lagi berdasarkan fakta di lapangan, banyak siswa yang tidak berdomisili di daerah DOB tetapi terdaftar sebagai siswa dari sekolah di wilayah DOB. Hal ini disebabkan karena DOB Kota Serang diproyeksikan sebagai Ibukota Provinsi Banten, sehingga mendapatkan perhatian pembangunan yang tinggi. Hal ini menarik minat siswa dari luar daerah untuk bersekolah disana karena anggapan bahwa sekolah-sekolah di Kota Serang lebih berkualitas dibandingkan sekolah-sekolah di daerah mereka. Bukan berarti beban pelayanan pendidikan yang dimiliki Daerah Induk berkurang dan DOB belum memiliki kemampuan untuk mengatasi beban limpahan dari Daerah Induk. Pada Gambar 4 yang menunjukkan RMS pendidikan menengah, RMS yang dimiliki oleh Daerah Induk Kabupaten Serang memiliki tren menurun dan DOB Kota Serang memiliki tren RMS yang semakin tinggi. Penurunan tren RMS Kabupaten Serang menunjukkan beban yang ditanggung fasilitas pendidikan menengah berkurang. Pelimpahan beban ini tersalurkan ke Kota Serang, bahkan kenaikan ekstrim yang terjadi pada periode 2011-2013 menunjukkan pelimpahan 1200 1000 800 600 400 200 0 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Tahun Ajaran Gambar 4 Beban fasilitas pendidikan tingkat menengah Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB siswa ke Kota Serang juga terkirim dari daerah lain. Hal ini dapat dilihat dari gap grafik RMS yang terlalu besar. Menurut penjelasan di atas, berarti melebarnya gap bukan berarti kemampuan pembangunan infrastruktur pendidikan DOB lebih rendah dibandingkan Daerah Induknya. Penyebab kelimpahan secara umum sama seperti pada kasus yang terjadi pada fasilitas pendidikan dasar. Pada Gambar 5 yang menunjukkan RMS pendidikan dasar, RMS yang dimiliki oleh Daerah Induk Kabupaten Tangerang mengalami tren sedikit meningkat, sedangkan untuk DOB Kota Tangerang Selatan memiliki tren RMS yang stagnan. Melihat gap grafik yang cenderung stagnan, sekilas dapat terlihat bahwa pemekaran wilayah tidak memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas infrastruktur pendidikan pada tingkat pendidikan dasar bagi Daerah Induk maupun DOB. Jika dianalisis lebih dalam lagi berdasarkan fakta di lapangan, banyak siswa yang tidak berdomisili di daerah DOB tetapi terdaftar sebagai siswa dari sekolah di wilayah DOB. Hal ini disebabkan karena Kota Tangerang Selatan
Rasio (Orang/Unit)
14
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 2009-2010
2010-2011 2011-2012 Tahun Ajaran
2012-2013
Gambar 5 Beban fasilitas pendidikan tingkat dasar Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
Rasio (Orang/Unit)
merupakan wilayah yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat karena memegang peranan sebagai salah satu Kota Satelit DKI Jakarta. Cepatnya pertumbuhan penduduk mempengaruhi percepatan pembangunan, sehingga menarik minat siswa dari luar daerah untuk bersekolah disana karena anggapan bahwa sekolah-sekolah di Kota Tangerang Selatan lebih berkualitas dibandingkan sekolah-sekolah di daerah mereka. Pada Gambar 6 yang menunjukkan RMS pendidikan menengah, RMS Daerah Induk Kabupaten Tangerang dan DOB Kota Tangerang Selatan samasama memiliki tren RMS yang semakin tinggi. Gap grafik yang semakin membesar menjadikan kondisinya sama seperti sebelumnya pada RMS pendidikan dasar. Perbedaan data ekstrim terdapat pada grafik Kota Tangerang Selatan di tahun 2012-2013. Hal ini disebabkan karena pada periode waktu 2000 1500 1000 500 0 2009-2010
2010-2011 2011-2012 Tahun Ajaran
2012-2013
Gambar 6 Beban fasilitas pendidikan tingkat menengah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
15
Rasio (Orang /Orang)
tersebut Kota Tangerang Selatan sudah berubah menjadi wilayah tempat tinggal sekalogus sentra bisnis, sehingga banyak bermunculan sekolah-sekolah bertaraf nasional maupun internasional. Hal ini menjadi daya tarik lebih bagi siswa untuk memilih bersekolah di wilayah Kota Tangerang Selatan. 60 50 40 30 20 10 0 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Tahun Ajaran
Gambar 8 Beban tenaga pendidikan tingkat dasar Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB
Rasio (Orang /Orang)
Selanjutnya untuk melihat kualitas pelayanan pendidikan dari segi noninfrastruktur maka didekati dengan menghitung beban pengajaran yang dimiliki tenaga pengajar atau guru. Penghitungan ini didekati dengan Rasio Murid per Guru (RMG) pada sekolah negeri saja seperti RMS. Semakin rendah nilai RMG maka semakin baik, berarti jumlah murid yang menjadi tanggungan tiap guru semakin sedikit. Artinya beban pengajaran yang makin rendah menyebabkan pelayanan pengajaran lebih optimal dan kualitas pendidikan menjadi lebih baik. Pada Gambar 7 yang menunjukkan RMG pendidikan dasar, RMG yang dimiliki Daerah Induk Kabupaten Serang maupun DOB Kota Serang memiliki tren meningkat. Gap grafik sempat melebar pada periode 2010-2012 dengan DOB memiliki nilai RMG yang sempat jauh lebih rendah dibandingkan daerah Induknya, tetapi gap menyusut di tahun 2013 bahkan DOB hampir memiliki nilai 25 20 15 10 5 0 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 Tahun Ajaran
Gambar 7 Beban tenaga pendidikan tingkat menengah Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB
16
Rasio (Orang /Orang)
RMG yang sama dengan Derah Induknya. Hal ini berarti bukan hanya siswa di Kabupaten Serang yang tertarik bersekolah di Kota Serang, tetapi daerah lain di sekitarnya juga karena kenaikan RMG yang dialami DOB sangat ekstrim. Pada Gambar 8 yang menunjukkan RMG pendidikan menengah, RMG ysng dimiliki Daerah Induk Kabupaten Serang memiliki tren menurun dan DOB Kota Serang memiliki tren meningkat. Bahkan grafiknya bersilangan pada periode 2012-2013 dengan nilai RMG DOB jauh lebih tinggi dibandingkan Daerah Induknya. Perubahan ekstrim ini disebabkan limpahan beban pengajaran yang didapatkan oleh DOB hampir sebagian disebabkan perpindahan siswa dalam jumlah yang besar dari Kabupaten Serang ke Kota Serang. Hal ini dilihat dari perubahan nilai RMG pasca persilangan grafik terjadi. 120 100 80 60 40 20 0 2009-2010
2010-2011 2011-2012 Tahun Ajaran
2012-2013
Gambar 10 Beban tenaga pendidikan tingkat dasar Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
Rasio (Orang /Orang)
Pada Gambar 9 yang menunjukkan RMG pendidikan dasar, RMG yang dimiliki Daerah Induk Kabupaten Tangerang maupun DOB Kota Tangerang Selatan memiliki tren meningkat. Gap grafik melebar pada periode 2012-2013 dengan DOB memiliki nilai RMG yang jauh lebih tinggi dibandingkan daerah 35 30 25 20 15 10 5 0 2009-2010
2010-2011 2011-2012 Tahun Ajaran
2012-2013
Gambar 9 Beban tenaga pendidikan tingkat menengah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
17
Rasio (Orang /Unit)
Induknya. Kenaikan RMG yang ekstrim ini mengindikasikan bahwa siswa di Kabupaten Tangerang dan mungkin daerah sekitarnya sangat tertarik bersekolah di Kota Tangerang Selatan yang dianggap memiliki sekolah lebih berkualitas. Pada Gambar 10 yang menunjukkan RMG pendidikan menengah, RMG ysng dimiliki Daerah Induk Kabupaten Tangerang memiliki tren menurun dan DOB Kota Tangerang Selatan memiliki tren meningkat. Bahkan grafiknya bersilangan pada periode 2012-2013 dengan nilai RMG DOB jauh lebih tinggi dibandingkan Daerah Induknya. Perubahan ekstrim ini disebabkan limpahan beban pengajaran yang didapatkan oleh DOB sebagian besar disebabkan perpindahan siswa dalam jumlah yang besar dari Kabupaten Tangerang ke Kota Tangerang Selatan. Hal ini dilihat dari perubahan nilai RMG pasca persilangan grafik terjadi. Pada bidang pelayanan kesehatan, ketersediaan fasilitas kesehatan diukur Rasio Penduduk per Fasilitas Kesehatan (RPF). Hal ini untuk menunjukkan beban pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh tiap fasilitas kesehatan yang ada. Semakin rendah beban pelayanan yang dimiliki oleh tiap fasilitas kesehatan, maka seharusnya semakin baik pelayanan kesehatan yang diterima pasien, sehingga pelayanan kesehatan dapat berjalan secara optimal. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 11, Daerah Induk Kabupaten Serang memiliki tren RPF yang meningkat dan DOB Kota Serang memiliki tren RPF menurun. Gap grafik kedua daerah membesar di tahun 2012 dengan nilai RPF DOB jauh lebih rendah dari Daerah Induknya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena percepatan pembangunan di Kota Serang menyebabkan pembangunan fasilitas kesehatan tingkat satu dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk, sedangkan keadaan terbalik terjadi di Kabupaten Serang. 50000 40000 30000 20000 10000 0 2009
2010
2011
2012
Tahun Gambar 11 Beban fasilitas kesehatan Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB
Pada Gambar 12, Daerah Induk Kabupaten Tangerang dan DOB Kota Tangerang Selatan sama-sama memiliki tren RPF menurun dengan gap yang melebar di tahun 2012. Grafik RPF DOB lebih miting dibandingkan Daerah Induknya, sehingga dapat disimpulkan kalau DOB lebih mampu menyamakan kecepatan pembangunan fasilitas kesehatan tingkat satu dengan pertambahan penduduk dibandingkan Daerah Induknya.
Rasio (Orang /Unit)
18
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 2010
2011 Tahun
2012
Gambar 12 Beban fasilitas kesehatan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
Rasio (Orang /Orang)
Pelayanan kesehatan di daerah DOB Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan membaik karena pemekaran wilayah memaksa kedua daerah tersebut untuk membentuk daerah administratif baru di bawahnya sampai tingkat Kelurahan atau Desa. Kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat satu di tiap Kelurahan atau Desa memberikan ruang bagi pembangunan fasilitas kesehatan tingkat satu yang lebih banyak., sehingga DOB dapat menekan angka RPF di wilayahnya. Ketersediaan tenaga medis atau dokter diukur dengan Rasio Penduduk per Dokter (RPD). Hal ini menggambarkan berapa banyak penduduk yang menjadi tanggungan tiap dokter. Gambaran ini sangat mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Semakin kecil nilai RPD, maka semakin ringan beban pelayanan kesehatan yang dimiliki seorang dokter. Semakin ringan beban yang dimiliki, maka seharusnya semakin baik kualitas pelayanan kesehatan oleh tiap dokter. Data yang ditunjukkan Gambar 13, Daerah Induk Kabupaten Tangerang dan DOB Kota Tangerang Selatan memiliki tren RPD yang sama-sama menurun. Gap 20000 15000 10000
5000 0 2009
2010
2011
2012
Tahun Gambar 13 Beban tenaga kesehatan Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB
Rasio (Orang /Unit)
19
20000 15000 10000 5000 0 2010
2011 Tahun
2012
Gambar 14 Beban tenaga kesehatan Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
grafik kedua daerah semakin menyusut dan pada periode 2011-2012 gap grafiknya relatif stagnan. Penyusutan ini diakibatkan nilai RPD Daerah Induk menurun drastis dari tahun 2009 ke 2011. Hal ini dimungkinkan karena penambahan jumlah tenaga dokter di Kabupaten Serang untuk mengompensasi ketidakmampuan membangun fasilitas kesehatan tingkat satu yang lebih banyak, seperti yang dijelaskan pada pemaparan RPF Kabupaten Serang. Pada Gambar 14, Daerah Induk Kabupaten Tangerang dan DOB Kota Tangerang Selatan sama-sama memiliki tren RPD menurun, walaupun penurunan Kabupaten Tangerang sangat tipis. Gap grafik kedua daerah menyusut di tahun 2011, dengan penurunan nilai RPD DOB yang sangat drastis bahkan dibawah nilai RPD Daerah Induk. Kemungkinan terbesar penyebabnya adalah terjadi penambahan jumlah tenaga dokter dalam jumlah besar di wilayah Kota Tangerang Selatan, karena sejalan dengan banyaknya pembangunan fasilitas kesehatan tingkat satu seperti yang dijelaskan pada pemaparan RPF Kota Tangerang Selatan.
Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Penghitungan resmi yang dipakai seperti tercantum di dalam laman resmi BPS (2014), untuk mengukur tingkat pembangunan manusia adalah dengan menggunakan indeks komposit yang disebut IPM. Seperti tersaji pada Gambar 15, IPM dari Daerah Induk Kabupaten Serang dan DOB Kota Serang sama-sama mengalami kenaikan. Perbedaannya adalah angka IPM Kota Serang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Serang dan gap grafiknya membesar dengan angka IPM Kota Serang tumbuh lebih cepat. Penjelasan dari fenomena ini dapat disimpulkan dari pemaparan tentang pelayanan publik sebelumnya. Melalui pemekaran wilayah, DOB Kota Serang berhasil secara garis besar meningkatkan kualitas pelayanan kesehatannya. Hal ini berpengaruh langsung terhadap perbaikan taraf kehidupan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan angka IPM Kota Serang.
20 74
IPM
72 70 68 66 64
2008
2009
2010 Tahun
2011
2012
Gambar 15 IPM Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB Alasan yang sama menyebabkan fenomena pada Gambar 16, walaupun sama-sama memiliki tren meningkat tetapi DOB Kota Tangerang Selatan memiliki angka IPM lebih tinggi dari Daerah Induk Kabupaten Tangerang dan gap grafiknya membesar dengan angka IPM Kota Serang tumbuh lebih cepat. 78
IPM
76 74 72 70 68 2009
2010
2011
2012
Tahun Gambar 16 IPM Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Pertumbuhan ekonomi menunjukkan gerak berbagai sektor pembangunan dan juga adalah sumber penciptaan lapangan kerja. Adanya peningkatan nilai tambah di perekonomian mengisyarakatkan peningkatan aktifitas ekonomi, baik yang sifatnya internal di daerah yang bersangkutan, maupun dalam kaitannya dengan interaksi antar daerah. Pertumbuhan dan perkembangan struktur ekonomi di dekati dengan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada saat sebelum dan setelah adanya pemekaran wilayah di Provinsi Banten . Nilai PDRB merupakan cerminan jumlah produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi oleh berbagai unit produksi dalam jangka waktu tertentu (1 tahun). Data yang dianalisis PDRB Non Migas dengan harga konstan karena
Pertumbuhan Ekonomi (%)
21 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
2009
2010
2011
2012
Tahun Gambar 17 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Daerah Induk, DOB
Pertumbuhan Ekonomi (%)
dianggap perhitungan pertumbuhan ekonomi dengan harga konstan bersifat fixed rate lebih memudahkan dalam penilaian terhadap perkembangannya. Pada Gambar 17, Kota Serang dapat melampaui persentase pertumbuhan ekonomi Kabupaten Serang. Pertumbuhan ekonomi kedua daerah mengalami peningkatan pasca pemekaran wilayah, tetapi pada tahun 2012, kedua daerah mengalami penurunan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Serang turun sebesar 0,08 persen dan Kota Serang sebesar 0,79 persen. Penurunan pertumbuhan ekonomi kedua daerah ini bukan disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan pasca pemekaran wilayah, tetapi lebih karena faktor eksternal lain, seperti perlambatan ekonomi secara nasional yang terjadi pada periode tersebut. Hal yang serupa terjadi pada Gambar 18, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang sama-sama memiliki pertumbuhan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
2010
2011 Tahun
2012
Gambar 18 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Daerah Induk, DOB
22
yang meningkat pasca pemekaran wilayah, tetapi pertumbuhan ekonomi keduanya menurun masing masing 0,28 persen dan 0,5 persen pada tahun 2012.
Analisis Data Panel
Uji Kesesuaian Model Penentuan model terbaik yang digunakan pada analisis data panel dilakukan dengan cara melakukan uji Chow dan uji Hausman kepada kedua model. Berdasarkan hasil uji Chow dan Hausman, Model Dugaan IPM memiliki probabilitas Chi-Sq mencukupi syarat, sehingga dianalisis menggunakan Fixed Effect Model. Kemudian berdasarkan hasil uji Chow dah Hausman menunjukkan , probabilitas Chi-Sq mencukupi syarat sehungga Model Dugaan PDRB ditetapkan dianalisis menggunakan Fixed Effect Model.
Uji Klasik Terhadap Model Uji asumsi klasik terhadap kedua model menggunakan uji normalitas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi, dan uji multikolinearitas. Hasil uji Normalitas, kedua model memiliki nilai probabilitas Jarque-Bera > taraf nyata 5%, sehingga dapat disimpulkan error-term terdistribusi normal. Kemudian uji Heterokedastisitas menunjukkan kalau kedua model terbebas dari masalah heterokedastisitas atau memiliki varian error yang sama. Uji Autokorelasi menghasilkan kedua model memiliki nilai Durbin-Watson yang mencukupi untuk dikategorikan tidak memiliki masalah korelasi serial atau autokorelasi. Uji Multikolinearitas menunjukkan kedua model tidak memiliki nilai korelasi variabel bebas yang melebihi nilai residual, sehingga terbebas dari masalah multikolinearitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua model bersifat BLUE.
Model Dugaan IPM Hasil estimasi menunjukkan bahwa seluruh variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Nilai adjusted R-squared memberikan pengertian bahwa variasi variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen lebih dari 99 persen. PDRB per Kapita, Populasi terdidik, dan jumlah puskesmas memberikan pengaruh positif terhadap perubahan nilai IPM. Sedangkan tingkat buta huruf (TBH) memberikan efek negatif bagi perubahan IPM, yaitu jika tingkat buta huruf menurun maka nilai IPM akan meningkat. Penjelasan lebih lanjut untuk mengetahui besaran koefisien dari tiap variabel independen dapat dijelaskan ke dalam dua kondisi, yaitu kondisi pada daerah induk dan daerah hasil pemekaran. Penjelasan yang berbeda dari dua kondisi tersebut dikarenakan terdapat interaksi antara variabel tingkat buta huruf dan
23
Tabel 3 Hasil Estimasi Fixed Effect Model Variable LNPDRBK TBH POPT PSKM TBHVD PSKMVD D C
Coefficient Std. Error t-Statistic 0.0276 -0.0005 0.0014 0.0009 -0.0005 0.0015 3.6869 2.7929
0.0035 0.0008 0.0003 0.0002 0.0079 0.0005 0.0577 0.0395
7.8770 -0.5961 4.9297 3.9234 -0.0689 2.9747 63.8940 70.6742
Prob. 0.0000 0.0332 0.0000 0.0002 0.0453 0.0041 0.0000 0.0000
jumlah puskesmas dengan variabel dummy pemekaran wilayah. Pada daerah yang bukan hasil pemekaran wilayah diasumsikan variabel dummy sama dengan nol. Sedangkan daerah hasil dari pemekaran wilayah diasumsikan variabel dummy sama dengan satu. Pada daerah yang bukan merupakan hasil dari terjadinya pemekaran wilayah, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
Sehingga pada daerah tersebut yang juga dapat disebut sebagai Daerah Induk, setiap terjadi perubahan PDRB per Kapita, Tingkat Buta Huruf, Populasi Terdidik, dan Jumlah Puskesmas sebesar satu persen, maka berturut-turut akan mempengaruhi nilai IPM sebesar 0.0276 persen, -0.0005 persen, 0.0014 persen, dan 0.0009 persen. Variabel PDRB per Kapita menjadi penyumbang terbesar perubahan nilai IPM di Provinsi Banten, diikuti setelahnya berturut-turut oleh variabel Populasi Terdidik, Jumlah Puskesmas, dan Tingkat Buta huruf. Pada daerah yang dimekarkan atau dapat disebut Daerah Otonomi Baru, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
Sehingga pada daerah tersebut yang juga dapat disebut sebagai Daerah Otonomi Baru, setiap terjadi perubahan PDRB per Kapita, Tingkat Buta Huruf, Populasi Terdidik, dan Jumlah Puskesmas sebesar satu persen, maka berturut-turut akan mempengaruhi nilai IPM sebesar 0.0276 persen, -0.0010 persen, 0.0014 persen, dan 0.0024 persen. Walaupun urutan besaran dampak yang diberikan oleh variabel independennya tidak berubah, tetapi terdapat perubahan signifikan pada koefisien variabel TBH dari -0.0005 pada Daerah Induk, menjadi -0.0010 pada wilayah DOB. Begitu pula dengan yang terjadi pada koefisien variabel PSKM, dari 0.0009 pada Daerah Induk, menjadi 0.0024 pada wilayah DOB. Hal ini
24
menjadikan dampak dari perubahan variabel TBH sebesar satu persen mempengaruhi perubahan IPM pada wilayah DOB menjadi lebih besar -0.0005 persen dari daerah non DOB. Begitupun dampak dari perubahan variabel PSKM sebesar satu persen mempengaruhi perubahan IPM pada wilayah DOB menjadi lebih besar 0.0015 persen dari daerah non DOB.
Model Dugaan PDRB Hasil estimasi menunjukkan bahwa seluruh variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Nilai adjusted R-squared memberikan pengertian bahwa variasi variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen lebih dari 99 persen. Porsi Belanja Modal, Pendapatan Daerah dan IPM memberikan pengaruh positif terhadap perubahan nilai PDRB. Penjelasan lebih lanjut untuk mengetahui besaran koefisien dari tiap variabel independen dapat dijelaskan ke dalam dua kondisi, yaitu kondisi pada daerah Tabel 4 Hasil Estimasi Fixed Effect Model Variable PBM LNPD IPM PBMVD D C
Coefficient Std. Error t-Statistic 0.0030 0.2101 0.0444 0.0047 24.9525 19.4088
0.0020 0.0396 0.0261 0.0040 1.3241 0.9894
1.4841 5.3055 1.7047 1.1594 18.8449 19.6164
Prob. 0.0425 0.0000 0.0429 0.0204 0.0000 0.0000
induk dan daerah hasil pemekaran. Penjelasan yang berbeda dari dua kondisi tersebut dikarenakan terdapat interaksi antara variabel Porsi Belanja Modal dengan variabel dummy pemekaran wilayah. Pada daerah yang bukan hasil pemekaran wilayah diasumsikan variabel dummy sama dengan nol. Sedangkan daerah hasil dari pemekaran wilayah diasumsikan variabel dummy sama dengan satu. Pada daerah yang bukan merupakan hasil dari terjadinya pemekaran wilayah, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
Sehingga pada daerah tersebut yang juga dapat disebut sebagai Daerah Induk, setiap terjadi perubahan Porsi Belanja Modal, Pendapatan Daerah, dan IPM sebesar satu persen, maka berturut-turut akan mempengaruhi nilai PDRB sebesar 0.0030 persen, 0.2101 persen. Dan 0.0444 persen. Variabel Pendapatan Daerah menjadi penyumbang terbesar perubahan nilai PDRB Provinsi Banten, diikuti setelahnya bertutur-turut oleh variabel IPM dan Porsi Belanja Modal. Pada daerah yang dimekarkan atau dapat disebut Daerah Otonomi Baru, maka didapatkan persamaan sebagai berikut:
25
Sehingga setelah terjadinya pemekaran wilayah, setiap terjadi perubahan Porsi Belanja Modal, Pendapatan Daerah, dan IPM sebesar satu persen, maka berturutturut akan mempengaruhi nilai PDRB sebesar 0.0077 persen, 0.2101 persen dan 0.0444 persen. Variabel Pendapatan Daerah menjadi penyumbang terbesar perubahan nilai PDRB Provinsi Banten, diikuti setelahnya bertutur-turut oleh variabel IPM dan Porsi Belanja Modal. Walaupun urutan besaran dampak yang diberikan oleh variabel independennya tidak berubah, tetapi terdapat perubahan signifikan pada koefisien variabel PBM dari 0.003 pada Daerah Induk, menjadi 0.0077 pada wilayah DOB. Hal ini menjadikan dampak dari perubahan variabel PBM sebesar satu persen mempengaruhi perubahan PDRB pada wilayah DOB menjadi lebih besar 0.0047 persen dari daerah non DOB.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemekaran wilayah terkesan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di Daerah Induk dan belum memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas layanan pendidikan di wilayah DOB. Sebenarnya yang terjadi adalah terjadi pelimpahan beban dari Daerah Induk akibat sejumlah siswa yang memilih untuk bersekolah di wilayah DOB. Hal ini karena stigma bahwa kualitas sekolahsekolah di wilayah DOB lebih baik dibandingkan sekolah-sekolah di daerah mereka. Stigma ini sejalan dengan percepatan pembangunan yang terjadi di DOB Kota Serang yang diproyeksikan sebagai Ibukota Provinsi Banten dan DOB Kota Tangerang Selatan yang tumbuh sebagai kawasan hunian kaum urban dan kawasan niaga sebagai relevansinya sebagai salah satu Kota Satelit dari Provinsi DKI Jakarta. Sektor pelayanan kesehatan di wilayah DOB mengalami perbaikan pasca dimekarkan karena meningkatnya kebutuhan fasilitas kesehatan tingkat satu dan tenaga dokter. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari bertambahnya wilayah administratif di bawah pemerintahan baru DOB yang meliputi penambahan jumlah kecamatan dan desa/kelurahan. Kualitas pembangunan manusia yang diindikasi oleh angka IPM menunjukkan bahwa kualitas pembangunan manusia di wilayah DOB lebih tinggi dibandingkan Daerah Induknya, dengan gap yang semakin melebar tiap tahunnya. Hal ini sebagai implikasi dari pembangunan wilayah DOB seperti sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Pembangunan fisik dan lokasi strategis DOB berimplikasi kepada peningkatan kualitas SDM yang menempati wilayah DOB. Perumbuhan ekonomi DOB lebih tinggi dibandingkan Daerah Induknya. Hal ini sebagai implikasi langsung dari pembangunan fisik dan SDM yang lebih
26
berkualitas di DOB dibandingkan Daerah Induknya. Penyebab logisnya seperti dijabarkan di paragraf sebelumnya. Pada wilayah Daerah Induk maupun DOB, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan angka IPM adalah PDRB per kapita, populasi terdidik, jumlah fasilitas kesehatan tingkat satu atau puskesmas, dan tingkat buta huruf penduduknya. Walaupun demikian, faktor jumlah puskesmas dan tingkat buta huruf penduduknya berdampak lebih besar bagi perubahan angka IPM di DOB dibandingkan Daerah Induknya. Pada analisis tingkat PDRB, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah Porsi belanja modal pemerintah darah, pendapatan daerah, dan angka IPM. Pada analisis ini ditemukan bahwa faktor porsi belanja pemerintah DOB berdampak lebih besar bagi pertumbuhan PDRB dibandingkan Daerah Induknya.
Saran
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penelitian ini, maka saran yang dapat disampaikan adalah: 1. Pemekaran wilayah harus direncanakan secara matang terkait hubungannya dengan kemampuan Daerah Induk dan DOB dalam mengatasi distorsi pembangunan yang terjadi pasca pemekaran, agar tujuan pemekaran wilayah untuk meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan kedua wilayah tercapai. 2. Pembangunan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor pendidikan dan kesehatan Daerah Induk mutlak diperlukan agar tidak terjadi pelimpahan beban ke DOB. 3. Penelitian lebih lanjut dipelukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan kualitas pelayanan publik pasca pemekaran wilayah di Provinsi Banten.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah MA. 2011. Kajian Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Pembangunan Daerah (Studi kasus: Kabupaten Mamasa, Provinsi Sulawesi Barat) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. c2014. Indeks Pembangunan manusia [Internet]. [diunduh pada 2014 maret 3]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/26. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah KEMDAGRI. 2009. Modus TPK dalam Penyalahgunaan Anggaran Daerah. Jurnal Otonomi Daerah Vol. IX No. 1 Februari-Maret 2009 : 33-34.
27
[DPR] Dewan Perwakilan Rakyat. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): DPR [DPR] Dewan Perwakilan Rakyat. 1999. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta (ID): DPR. [DPR] Dewan Perwakilan Rakyat. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta (ID): DPR. [DPR] Dewan Perwakilan Rakyat. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): DPR. [DPR] Dewan Perwakilan Rakyat. 2007. Undang-undang No.32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang. Jakarta (ID): DPR. [DPR] Dewan Perwakilan Rakyat. 2008. UU No.51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan. Jakarta (ID): DPR. Dornbusch, Rudi. 2001. A Primer On Emerging Market Crises. NBER Working (No.8326) [Internet]. [diunduh 2014 Maret 3]; F3(JEL): 3. Tersedia pada: http://treasury.worldbank.org/bdm/pdf/primer_emerging_markets_crises.pdf. Juanda B. 2007. Pemekaran Daerah Serta Implikasinya Terhadap APBN. Jurnal Ekonomi Volume XXV, Edisi Oktober 2007: 157-171. Juanda B, Paddu AH, Robiani B, Kaiwai HZ. 2014. Kajian Atas Indikator Standar Pelayanan Nasional Di Bidang Layanan Publik Dasar Yang Relevan Dengan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus. Jakarta (ID): DJPK Kementerian Keuangan RI. Juanda B, Masrizal. 2014. Formulasi DAU yang optimal untuk tahun 2015 dan transisi menuju penerapan revisi UU nomor 33 tahun 2004. Di dalam: Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal, editor. Buku 8 Policy Briefs 2014; 2014; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): DJPK Kementerian Keuangan RI. Hlm 25-30. [KEMDAGRI] Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Pratiwi E. 2011. Dampak Desentralisasi Fiskal dan Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Bogor dan Kota Depok [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Puspandika BA. 2007. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Darah: Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Kesejahteraan Masyarakat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju D. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia. [SEKNEG] Sekretariat Negara. 2007. Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Sukirno S. 2007. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta (ID): Kencana. Sukirno S. 2007. Makroekonomi Modern. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Yunitasari M. 2007. Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Pembangunan Manusia Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
28
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji Normalitas Model Dugaan IPM
Lampiran 2 Uji Chow Model Dugaan IPM Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic
d.f.
Prob.
1295.061094 395.598443
(7,65) 7
0.0000 0.0000
Lampiran 3 Uji Hausman Model Dugaan IPM Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
5.015.480.105
7
0.0000
Lampiran 4 Uji Normalitas Model Dugaan PDRB
29
Lampiran 5 Uji Chow Model Dugaan PDRB Effects Test Cross-section F Cross-section Chi-square
Statistic
d.f.
Prob.
112.935.077 203.950.533
-7,67 7
0.0000 0.0000
Lampiran 6 Uji Hausman Model Dugaan PDRB Test Summary
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
382.798.052
5
Cross-section random
Prob. 0.0000
Lampiran 7 Hasil Estimasi fixed effect Model Dugaan IPM Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNPDRBK LTRS POPT PSKM LTRSVD PSKMVD D C
0.027597 -0.000476 0.001424 0.000891 -0.000547 0.001480 3.686868 2.792902
0.003503 0.000798 0.000289 0.000227 0.007947 0.000498 0.057703 0.039518
7.876978 -0.596104 4.929733 3.923433 -0.068867 2.974689 63.89401 70.67416
0.0000 0.0332 0.0000 0.0002 0.0453 0.0041 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999984 0.999980 0.006425 0.002683 298.5958 286713.8 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
3.603375 1.448265 7.089895 6.643265 6.910829 1.236416
Lampiran 8 Hasil Estimasi fixed effect Model Dugaan PDRB Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
PBM LNPD IPM PBMVD D C
0.002992 0.210069 0.044424 0.004664 24.95245 19.40877
0.002016 0.039595 0.026060 0.004023 1.324098 0.989415
1.484097 5.305462 1.704.695 1.159402 18.84486 19.61641
0.0425 0.0000 0.0429 0.0204 0.0000 0.0000
30
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.999911 0.999895 0.122366 1.003219 61.63742 62530.96 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
29.62775 11.92627 1.215936 0.828856 1.060744 0.667208
31
Lampiran 9 Uji Multikolinearitas Model Dugaan IPM LNPDRBK TBH POPT PSKM LNPDRBKVD TBHVD POPTVD PSKMVD D
LNPDRBK 1.000000 0.524359 0.626835 0.635137 0.127775 0.123478 0.122367 0.115955 0.127716
TBH 0.524359 1.000000 -0.131119 0.635408 -0.127497 -0.099017 -0.147127 -0.151506 -0.127457
POPT 0.626835 -0.131119 1.000000 0.326289 0.365395 0.301177 0.416332 0.420473 0.365287
PSKM 0.635137 0.635408 0.326289 1.000000 -0.134763 -0.175695 -0.075704 -0.033919 -0.135233
LNPDRBKVD 0.127775 -0.127497 0.365395 -0.134763 1.000000 0.967484 0.957171 0.901882 0.999965
TBHVD 0.123478 -0.099017 0.301177 -0.175695 0.967484 1.000000 0.860221 0.775696 0.767634
POPTVD PSKMVD D 0.122367 0.115955 0.127716 -0.147127 -0.151506 -0.127457 0.416332 0.420473 0.365287 -0.075704 -0.033919 -0.135233 0.957171 0.901882 0.999965 0.860221 0.775696 0.767634 1.000000 0.977317 0.957053 0.977317 1.000000 0.700918 0.957053 0.700918 1.000000
Lampiran 10 Uji Multikolinearitas Model Dugaan PDRB
PBM LNPD IPM PBMVD LNPDVD IPMVD D
PBM
LNPD
IPM
PBMVD
LNPDVD
IPMVD
D
1.000000 0.626909 0.646513 0.282060 0.064271 0.062215 0.054592
0.626909 1.000000 0.693516 0.114369 0.127388 0.126650 0.126074
0.646513 0.693516 1.000000 0.141447 0.163329 0.163529 0.162806
0.282060 0.114369 0.141447 1.000000 0.817570 0.814773 0.703752
0.064271 0.127388 0.163329 0.817570 1.000000 0.999490 0.999217
0.062215 0.126650 0.163529 0.814773 0.999490 1.000000 0.999575
0.054592 0.126074 0.162806 0.703752 0.999217 0.999575 1.000000
32
RIWAYAT HIDUP Penulis pada tanggal 1 Oktober 1991 di Depok, Jawa Barat. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Nawawi Nata dan Wahyu Trimulyani. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan dengan menamatkan sekolah menengah dari SMA Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis memilih Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai tempat untuk menempa dan mengasah pola pikir sebagai landasan agar penulis dapat berperan aktif membangun Indonesia. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti Badan Eksekutif Mahasiswa FEM, Himpro Hipotesa, FORCES IPB, KAMMI IPB, dan Rohis Kelas Ilmu Ekonomi angkatan 47.