FAKTOR-FAKTOR STRUKTUR MODAL PADA NON-BANK FINANCIAL INSTITUTION (NBFIS) DI INDONESIA CAPITAL STRUCTURE DETERMINANTS OF NON-BANK FINANCIAL INSTITUTIONS (NBFIS) IN INDONESIA K. Bagus Wardianto Dosen Jurusan Administrasi Bisnis FISIP Universitas Lampung, Bandar Lampung HP. 081366822679, email:
[email protected]
ABSTRACT This research investigates into the capital structure determinants of Non-Bank Financial Institutions (NBFIs) in LQ45 firms during the period of 2004-2011. For this purpose, leverage is taken as dependent variable while tangibility, growth, size, profitability, non-debt tax shield, volatility and debt(t-1) are selected as independent variables. The study has shown that tangibility, size and profitability are significant in explaining variation in leverage of the NBFIs in LQ45 firms while growth, non-debt tax shield and volatility are insignificant in explaining variation in leverage of the NBFIs in LQ45 firms. Keywords: Leverage, tangibility, growth, size, profitability, NDTS, volatility.
I. PENDAHULUAN Struktur modal yang optimal merupakan pilihan alternatif kombinasi modal sendiri dan modal utang jangka panjang yang menghasilkan nilai perusahaan tinggi dan biaya modal (cost of capital) rendah, serta mengun-tungkan bagi pemilik karena earning per share (EPS) dan nilai perusahaan semakin meningkat dengan adanya pengambilan keputusan struktur modal ini. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan struktur modal perlu dilakukan secara optimal dan selektif, karena setiap sumber modal mempunyai kriteria waktu, risiko dan biaya yang beragam. Sehingga di sini diperlukan sebuah perencanaan keuangan (financial planning) yang tepat. Dalam kenyataannya banyak faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan struktur modal ini. Diantaranya adalah jenis perusahaan, ukuran perusahaan (size), tingkat pertumbuhan perusahaan (growth), profitabilitas perusahaan (profitability), struktur aktiva (tangibility) yang dimiliki perusahaan, risiko yang dihadapi perusahaan, jumlah utang periode sebelumnya. Di samping kondisi mikro tersebut juga terdapat beberapa kondisi makro yang mempengaruhi pengambilan keputusan struktur modal, diantaranya adalah tingkat pajak yang berlaku, tingkat suku bunga dan tingkat inflasi yang terjadi pada periode tersebut dan yang diprediksikan akan terjadi pada periode yang akan datang. Faktor-faktor penentu dalam struktur modal, menurut Brigham dan Houston (2001), adalah, pertama, Stabilitas Penjualan. Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Perusahaan umum, karena permintaan atas produk atau jasanya stabil, secara historis mampu menggunakan lebih banyak leverage keuangan daripada perusahaan industri. Kedua Struktur Aktiva. Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan
tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu, perusahaan real estate biasanya mempunyai leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang terlibat dalam penelitian teknologi tinggi tidak demikian. Ketiga Leverage Operasi. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia mempunyai risiko bisnis yang lebih kecil. Keempat Tingkat Pertumbuhan. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang, yang mendorong perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang tumbuh dengan pesat seringkali menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang. Kelima Profitabilitas. Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. Meskipun tidak ada pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan praktis atas kenyataan ini adalah bahwa perusahaan yang sangat menguntungkan, seperti Intel, Microsoft, dan Coca-Cola memang tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembaliannya yang tinggi memungkinkan mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal. Keenam Pajak. Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan utang. Ketujuh Pengendalian. Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50 persen) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko pengambilalihan. Kedelapan Sikap Manajemen. Karena tidak seorangpun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya, manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah utang yang lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain lebih cenderung menggunakan banyak utang dalam usaha mengejar laba yang lebih tinggi. Kesembilan Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Penilai Peringkat. Tanpa memperhatikan analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi keputusan struktur keuangan. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan membicarakan struktur modalnya dengan pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat serta sangat memperhatikan masukan yang diterima. Kesepuluh Kondisi Pasar. Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka panjang dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal. Kesebelas Kondisi Internal Perusahaan. Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkannya. Misalnya, andaikan suatu perusahaan baru saja menyelesaikan program litbang-nya dan perusahaan tersebut meramalkan laba yang tinggi dalam waktu dekat. Namun, kenaikan laba tersebut belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam harga saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham – ia lebih menyukai pembiayaan dengan utang sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan tercermin pada harga saham. Kemudian pada saat itu perusahaan akan menerbitkan saham biasa, melunasi utang, dan kembali pada struktur modal yang ditargetkan.
Kedua belas Fleksibilitas Keuangan. Mempertahankan fleksibilitas keuangan, jika dilihat dari sudut pandang operasional, berarti mempertahankan kapasitas cadangan yang memadai. Menentukan kapasitas cadangan yang memadai tersebut bersifat pertimbangan, tetapi hal itu jelas tergantung pada berbagai faktor, termasuk ramalan kebutuhan dana perusahaan, ramalan kondisi pasar modal, keyakinan manajemen atas ramalannya, dan berbagai akibat dari kekurangan modal. Sedangkan menurut Atmaja (2003) faktor-faktor penentu struktur modal adalah, pertama, Kelangsungan hidup jangka panjang (Long-run viability). Manajer perusahaan besar, khususnya yang menyediakan produk dan jasa yang penting, memiliki tanggungjawab untuk menyediakan produk dan jasa yang berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat penggunaan utang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan. Kedua Konservatisme manajemen. Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat utang yang “konservatif” pula (sedikit utang) daripada berusaha memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak utang. Ketiga Pengawasan. Pengawasan utang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan dari pihak kreditor (misalnya, melalui kontrak perjanjian atau covenant). Pengawasan ini dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat keputusan perusahaan. Keempat Struktur aktiva. Perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan utang cenderung menggunakan utang yang lebih besar. Misalnya, perusahaan real estate cenderung menggunakan utang yang lebih besar daripada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi. Kelima Risiko bisnis. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis (variabilitas keuntungannya) tinggi cenderung kurang dapat menggunakan utang yang besar (karena kreditor akan meminta biaya utang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage, dll. Keenam Tingkat pertumbuhan. Faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Karena adanya faktor “asymmetric information” serta kenyataan bahwa flotation cost berutang lebih rendah daripada flotation cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan utang yang lebih besar daripada perusahaan dengan pertumbuhan rendah. Ketujuh Pajak. Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran deviden tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan utang. Kedelapan Cadangan kapasitas peminjaman. Penggunaan utang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya modal akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan utang yang masih memberikan kemungkinan menambah utang di masa mendatang dengan biaya yang relatif rendah. Ini berarti perusahaan harus menggunakan utang lebih sedikit dari yang disarankan oleh model MM. Kesembilan Profitabilitas. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan yang tinggi menggunakan utang yang relatif kecil. Hal ini karena, tingkat keuntungan yang tinggi memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk memperoleh sebagian besar pendanaan dari laba ditahan. Beberapa hal lainnya yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan struktur modal menurut Hanafi (2004) adalah sebagai berikut: Stabilitas Penjualan. Perusahaan yang mempunyai penjualan yang stabil, bisa menggunakan utang yang semakin tinggi. Semakin stabil penjualan suatu perusahaan, semakin mampu perusahaan tersebut menutup kewajiban-kewajibannya. Jika kondisi ekonomi memburuk, perusahaan dengan penjualan yang stabil mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk bisa menutup kewajibannya. Industri utilitas (misal: listrik) cenderung mempunyai utang yang lebih tinggi, karena penjualan utilitas relatif stabil (semua orang menggunakan listrik). Tingkat Pertumbuhan Penjualan. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan yang tinggi akan lebih menguntungkan jika memakai utang. Perhitungan financial leverage menunjukkan bahwa
dengan menggunakan utang, EPS bisa dimaksimumkan jika penjualan cukup tinggi. Pada sisi yang lain, perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi biasanya mempunyai harga saham yang tinggi (PER tinggi). Karena itu akan menguntungkan jika perusahaan menerbitkan saham (memanfaatkan harga yang masih tinggi). Manajer keuangan dengan demikian harus mempertimbangkan trade off antara penggunaan utang dan saham dalam situasi tersebut. Struktur Aset. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang lebih besar (yang berusia panjang), apalagi jika digabung dengan tingkat permintaan produk yang stabil, akan menggunakan utang yang lebih besar. Perusahaan yang mempunyai aset lancar lebih banyak (persediaan pada supermarket), yang nilainya akan tergantung dari profitabilitas perusahaan, akan menggunakan utang yang lebih sedikit. Sikap Manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan utang yang lebih sedikit, dan sebaliknya. Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaannya akan menggunakan utang yang lebih banyak. Sebaliknya, jika perusahaan tidak berkepentingan terhadap kendali perusahaan, akan cenderung menerbitkan saham baru. Sebagai contoh, manajer perusahaan publik yang kepemilikannya sudah tersebar, akan cenderung menerbitkan saham baru. Penerbitan saham tersebut mengakibatkan kepemilikan semakin tersebar, dan memperkuat posisi manajer. Adapun menurut Moeljadi (2006) struktur modal ditentukan oleh beberapa faktor struktur modal yang lalu; nilai D/S industri sejenis; besarnya aktiva; pertumbuhan aktiva perusahaan; stabilitas earnings; tingkat inflasi yang diharapkan; divided-payout ratio; tingkat pertumbuhan perusahaan; biaya emisi saham baru; biaya utang; tarif pajak perusahaan; dan penyebaran pemilikan perusahaan. Secara empiris di dalam penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Abu Sayeed (2011) terhadap 46 perusahaan yang terdaftar pada Dhaka Stock Exchange (DSE) selama tujuh tahun (1999 -2005), sehingga menghasilkan 322 sampel, mengatakan: “The results show that agency costs are negatively affecting the total debt ratios of Bangladeshi companies. Tax rate is having positive impact only for long term debt and non debt tax shields such as depreciations are negatively impacting on total debt ratio. Bankruptcy costs and profitability are irrelevant in determining leverage ratios, while firm size has positive impact in determining both total and long term debt ratios. Collateral value of assets positively influence only total debt ratio whereas number of years in operation does not have very significant impacts on the capital structure determination. Another variable - industry characteristic, has been found to be a significant determinant of debt ratios.” Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin and Khairuddin Yusop (2012) melakukan penelitian terhadap 10 perusahaan developer, yang dibagi menjadi dua, yaitu lima perusahaan developer terbaik dan lima perusahaan developer terburuk selama periode 2001-2010. Mereka menyimpulkan: “The study has shown that only profitability and tangibility are significant in explaining variation in leverage of the top five developers while non-debt tax shield, growth opportunity and liquidity are insignificant in explaining variation in leverage of the top five developers.” Adapun Chinmoy Ghosh, Milena Petrova dan Adam Wang (2012) yang melakukan penelitian selama 1950 – 2008 menyimpulkan: “Our results show that the constructed variable, weighted average historical profitability, has a strong negative impact on the firm’s current capital structure. This impact is robust for small vs. large firms, high vs. low growth firms and is not influenced by market conditions. Our findings imply that the firm’s capital structure is to a large extent the outcome of accumulating historical operating profits.” Thian Cheng Lim (2012) melakukan penelitian pada perusahaan jasa keuangan di Cina dengan periode 2005-2009. Kesimpulan yang dia buat adalah: “The results show that profitability, firm size, non-debt tax shields, earnings volatility and non-circulating shares are significant influence factors in financial sector. Moreover, firm size is positively related to the corporate leverage ratio. It is also found that Chinese institutional characteristic affects the capital choice decision. While it confirmed that capital structure determinant of financial firms are similar to other industry, the largely state ownerships do affect capital structure choices.” Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour dan Ali Javanmard (2012) terhadap 70 perusahaan yang terdaftar pada Teheran Stock Exchange selama 2001-2010 mengatakan: “Based on literature of capital structure we define some of the variables such as size,
profitability, Growth Opportunities and dividend payout as the most effective variables over capital structure, then their relationship tested by using multiple regression techniques. Because of variant nature of debt under different debt maturities, in this paper, the liabilities divided in too short term liabilities, long term liabilities and total liabilities. Findings indicate that during the study period, profitability is negatively associated with capital structure, which can be described by pecking order Theory, So the findings of this study shows that the capital structure in Iran are not consistent with the findings of Static Trade-off Theory and there is no meaningful correlation between other factors and capital structure.” Terakhir penelitian yang dilakukan oleh Sayla Sowat Siddiqui (2012) pada 24 perusahaan untuk periode 2006-2008 menghasilkan: “It is found that factors such as debt service coverage, liquidity ratio, growth rate, operating leverage, firm size and age of the firm have significant influences on the leverage structure chosen by NBFIs in the Bangladesh context.” Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas dan untuk melihat konsistensi hasil penelitian terdahulu sehingga sangat penting untuk diteliti bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan struktur modal pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Kekhususan dalam penelitian ini adalah obyek penelitian yang diteliti berbeda dan waktu penelitiannya juga berbeda. Sehingga diharapkan bisa mendapatkan hasil yang benar-benar menguji secara ilmiah faktor-faktor penentu dalam struktur modal pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Lebih khusus lagi sebagai obyek penelitian di sini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam daftar LQ 45 di Bursa Efek Indonesia (BEI), hal ini karena perusahaan-perusahaan tersebut merupakan jenis perusahaan teraktif dalam BEI sehingga lebih memungkinkan untuk diteliti keterkaitan aktiva perusahaan, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan risiko bisnis dalam mengambil keputusan struktur modal. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan-perusahaan nonkeuangan LQ45 periode 2004-2011.
II. HIPOTESIS 1. Secara parsial terdapat pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non-Debt Tax Shield (NDTS) dan volatility terhadap struktur modal. 2. Secara bersama-sama terdapat pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non-Debt Tax Shield (NDTS) dan volatility terhadap struktur modal. 3. Prfitabilitas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan struktur modal.
III. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksplanasi asosiatif. Tingkat eksplanasi menurut David Kline, dalam Sugiyono (2006), adalah tingkat penjelasan, sehingga penelitian ini bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Populasi dan Sampel Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang selalu listing dalam daftar LQ 45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2011. Pemilihan data dan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling type judgement sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang ditetapkan untuk pengambilan sampel sebagai berikut: 1. Perusahaan yang selalu listing dalam daftar LQ 45 di Bursa Efek Indonesia yang telah memplubikasikan laporan keuangan secara terus menerus selama periode penelitian, yaitu tahun 2004 sampai dengan tahun 2011.
2. Perusahaan-perusahaan yang diteliti harus termasuk dalam daftar perusahaan LQ 45 yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia dan bukan perusahaan perbankan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari adanya bias yang disebabkan karena adanya perbedaan klasifikasi perusahaan. 3. Perusahaan-perusahaan LQ 45 yang menyajikan laporan rugi-laba mempunyai perolehan laba dan tidak rugi, karena laba yang negatif sebagai penyebut dalam rasio menjadi tidak bermakna dalam perhitungan rasio keuangan. Berdasarkan kriteria di atas, maka terdapat 10 perusahaan yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini. Kesebelas perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: Astra Agro Lestari Tbk (AALI); Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM); Astra Internasional Tbk (ASII); International Nickel Ind. Tbk (INCO); Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF); Indosat Tbk (ISAT); Kalbe Farma Tbk (KLBF); Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA); Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan United Tractors Tbk (UNTR). Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dari laporan keuangan perusahaan-perusahaan non perbankan yang termasuk dalam daftar LQ 45 yang memenuhi kriteria di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2011. Definisi Operasional 1. Tangibility (X1) merupakan jumlah aktiva tetap yang bisa digunakan sebagai agunan dalam mengajukan utang oleh perusahaan. Ukuran yang digunakan, sebagai tangibility, adalah perbandingan antara aktiva tetap (fixed assets) dengan total aktiva (total assets). 2. Pertumbuhan perusahaan (X2) merupakan kemampuan perusahaan dalam mengembangkan usahanya selama satu tahun yang tercermin dari perkembangan jumlah aktiva perusahaan. Ukuran yang digunakan, sebagai pertumbuahan perusahaan, adalah: a percentage increase in total assets. 3. Ukuran perusahaan (X3) merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun. Ukuran yang digunakan, sebagai ukuran perusahaan, adalah dengan mengkalikan logaritma natural (Ln) dengan total penjualan. 4. Profitabilitas (X4) merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan atas kegiatan usaha perusahaan selama satu tahun. Ukuran yang digunakan, sebagai prifitabilitas, yaitu return on assets (ROA). 5. Volatility (X5) merupakan risiko-risiko bisnis dan potensi kebangkrutan yang dihadapi oleh perusahaan yang diukur dengan menggunakan standar deviasi dari return on assets (ROA). 6. Non-debt Tax Shield (NDTSit) (X6) adalah besarnya biaya yang mendatangkan keuntungan pajak bagi perusahaan selain biaya bunga. Non-debt Tax Shield (NDTSit) dalam penelitian ini diukur dengan Depresiasi dibagi Total Assets 7. Leverage (Y) merupakan pendanaan perusahaan yang berasal dari utang atau pinjaman dengan jangka waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun yang diukur dari total utang jangka panjang (Long Term Debt) dibagi Total Aset pada neraca perusahaan setiap tahunnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian asumsi klasik Metode regresi OLS akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu uji normalitas, tidak terdapat multikolinearitas, tidak terdapat autokorelasi, dan tidak terdapat heteroskedastisitas. a. Asumsi Normalitas Model yang sempurna adalah model yang bisa menghasilkan nilai estimasi pada Y yang sama persis dengan nilai Y asal (nilai residual sama dengan 0). Akan tetapi hal ini adalah sulit, hanya bisa diharapkan bahwa nilai residual yang akan menyebar normal dengan nilai rata-rata sama dengan 0.
Artinya frekuensi nilai residual di sekitar nol memiliki frekuensi yang cukup besar pada nilai-nilai selisih yang ekstrem yaitu jauh di bawah nol atau jauh di atas nol (Gujarati, 2007). Ghozali (2009) mengatakan salah satu cara handal untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak dapat dilakukan dengan analisis grafik normal p-p plot of regression standardized residual yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis diagonal, dan ploting data sesungguhnya akan dibandingkan dengan garis lurus diagonal. Jika distribusi data adalah normal maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. b.
Uji-Multikolinearitas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol (Ghozali, 2009). Ada atau tidak adanya gejala multikolonieritas dapat dilihat dari nilai Varian Inflation Factor (VIF). Dimana bila nilai VIF tidak lebih dari 10 maka berarti dalam model regresi tidak terdapt multikolinieritas. c. Uji-Heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dasar analisis untuk melihat ada tidaknya heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scaterplot, (Ghozali : 2009) adalah: Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedasatisitas Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah angka pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. d. Uji-Autokorelasi Uji auto korelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2009). Dalam bukunya Gujarati, (2007), mengatakan bahwa untuk mengetahui ada tidaknya gejala ini dalam model analisis regresi yang digunakan, maka harus dilakukan pengujian dengan metode Durbin-Watson. Dan menurut Santoso (2003), secara umum dapat diambil patokan, bahwa : ~ Angka D-W di bawah –2 berarti ada autokorelasi positif. ~ Angka D-W di antara –2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. ~ Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif. Model Penelitian Regresi berganda yang mengukur intensitas dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen, serta membuat dugaan nilai variabel dependen (Y) atas dasar nilai variabel independen (X), dengan model persamaan regresi:
Lit = α + βTTit + βGGit + βSSit + βPPit + βNDTSNDTSit + βVVit+ εit Di mana: Lit = Tit = Git = Sit = Pit = NDTSit = Vit =
Leverage perusahaan sampel i pada tahun ke t. Tangibility perusahaan sampel i pada tahun ke t. Growth/pertumbuhan perusahaan sampel i pada tahun ke t. Size/ukuran perusahaan sampel i pada tahun ke t. Profitability/profitabilitas perusahaan sampel i pada tahun ke t Non-Debt Tax Shiled perusahaan sampel i pada tahun ke t. Volatility perusahaan sampel i pada tahun ke t.
Koefisien Determinasi Berganda Untuk mengetahui kontribusi variabel dependen terhadap variasi (naik turunnya) variabel independen maka digunakan koefisien determinasi berganda, dengan rumus : 2
R =
Jumlah Kuadrat Regresi Jumlah Kuadrat Total
2
Semakin nilai R mendekati 1 maka semakin cocok garis regresi untuk meramalkan variabel tak bebas. Pengujian Hipotesis Untuk menguji H1, yaitu uji signifikansi variabel bebas (xi) terhadap variabel terikat (Y), akan dilakukan dengan uji statistik F untuk melihat pengaruh secara simultan dan uji statistik t untuk melihat pengaruh secara parsial. a. Uji F-stat Pengujian hipotesis secara simultan adalah: Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05) maka H0 ditolak dan H1 diterima. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05) maka H0 diterima dan H1 ditolak. b. Uji t Pengujian hipotesis secara parsial adalah: Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05) maka H0 ditolak dan H1 diterima. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05) maka H0 diterima dan H1 ditolak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuktian dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh variabel-variabel tangibility, pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non-Debt Tax Shield (NDTS) dan volatility yang diuji terhadap tingkat leverage perusahaan sampel. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita mengestimasi hasil dari model regresi yang diajukan dengan tujuan agar estimasi ordinary least square (OLS) dari koefisien regresi menjadi tidak bias sebagaimana yang telah dituliskan pada bab metode penelitian, dengan harapan bahwa pengambilan keputusan dari estimasi koefisien regresi hasil uji statistik dapat mendekati keadaaan yang sebenarnya. Berikut ini adalah hasil uji statistik, bantuan software SPSS for Windows versi 17, yang membuktikan bahwa hasil perhitungan analisis dari penelitian ini bebas dari masalah-masalah uji asumsi klasik:
Uji Normalitas Adapun uji normalitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Analisis Grafik Normal PP Plot of Regression Standardized Residual Sumber : Data diolah
Berdasarkan Gambar 1 di atas mem-perlihatkan bahwa data berada dan tersebar di sekitar garis diagonal yang berarti bahwa data dari penelitian ini dapat dinyatakan telah memenuhi persyaratan normalitas yang diberlakukan. Non-Heteroskedastisitas Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scaterplot (Ghozali, 2009). Uji non-heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Grafik Scaterplot Sumber : Data diolah
Hasil uji scaterplot pada uji statistik memperlihatkan gambar berupa titik-titik yang tersebar secara acak baik di atas maupun di bawah dari angka 0 (nol) pada sumbu Y. Diagram scater plot seperti pada gambar 2 di atas membuktikan bahwa model regresi dari penelitian ini telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
Non-Multikolinearitas Gejala ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari nilai Varian Inflation Factor (VIF). Dimana bila nilai VIF tidak lebih dari 10 (Ghozali: 2009) maka berarti dalam model regresi tidak terdapat multikolinieritas. Berikut ini disajikan data dari nilai VIF : Tabel 1. Nilai Tolerance dan Varian Inflation Factor (VIF) Collinearity Statistics
Model 1
Tolerance
VIF
Tangibility
.813
1.230
Growth
.609
1.643
Size
.452
2.214
Profitability
.458
2.182
Volatility
.577
1.733
NDTS
.845
1.183
(Constant)
Sumber : Data diolah
Berdasarkan pada tabel 1 di atas, maka model yang diajukan dalam penelitian ini tidak mengalami gejala multikolonieritas, hal ini karena nilai tolerance berada di atas 0,1 dan nilai VIF berada di bawah 10. Dengan demikian semua model yang diajukan dalam penelitian ini terbebas dari salah satu penyimpangan asumsi model yaitu non-multikolonieritas. Non-Autokorelasi Untuk menguji ada atau tidaknya auto korelasi dapat dideteksi dengan melihat nilai DurbinWatson, yang ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 : Nilai Durbin-Watson Model Model 1
Durbin-Watson 1.766
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 2 di atas nilai Durbin-Watson untuk semua model berada di atas -2 dan berada di bawah 2 yang berarti sesuai pendapat dari Santoso (2001) bahwa semua model regresi yang diajukan dalam penelitian ini terlepas dari masalah auto korelasi. Analisis Regresi Koefisien Determinasi Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa Adjusted R Square bernilai 0,353 artinya bahwa tingkat leverage dalam penelitian ini 35,5% dipengaruhi oleh tangibility, pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non Debt Tax-Shied (NDTS) dan volatility. Sedangkan sebesar 64,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel penelitian ini. Tabel 3 Model Summaryb Model 1
R .634a
Sumber : Data diolah
R Square Adjusted R Square .402 .353
Hal tersebut menunjukkan bahwa utang jangka panjang perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang digunakan menjadi variabel-variabel independen dalam penelitian ini, tetapi ada faktor lain seperti pengendalian yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Brigham dan Houston (2001) mengatakan bahwa pengaruh utang dibandingkan saham terhadap posisi pengendalian manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50 persen) tetapi sama sekali tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko pengambilalihan. Utang jangka panjang juga dipengaruhi oleh Kelangsungan hidup jangka panjang (Long-run viability). Manajer perusahaan besar, khususnya yang menyediakan produk dan jasa yang penting, memiliki tanggungjawab untuk menyediakan produk dan jasa yang berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat penggunaan utang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan. (Atmaja: 2003). Sikap manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan utang yang lebih sedikit, dan sebaliknya. (Hanafi: 2004). Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaannya akan menggunakan utang yang lebih banyak. Sebagai contoh, manajer perusahaan publik yang kepemilikannya sudah tersebar, akan cenderung menerbitkan saham baru. Penerbitan saham tersebut mengakibatkan kepemilikan semakin tersebar, dan memperkuat posisi manajer. Atau manajemen yang selalu mengoptimalkan peluang yang ada dengan utang jangka panjang, contohnya manajemen mengeluarkan utang untuk bisnis yang baru tetapi biaya utang yang ada dibebankan kepada bisnis utama yang sudah jalan, sehingga dalam laporan keuangan perusahaan untuk bisnis utama terdapat komposisi utang yang terlalu besar. Pajak. Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan utang. (Brigham dan Houston: 2001) Di samping itu masih ada beberapa faktor yang lain diantaranya: tingkat inflasi yang diharapkan; divided-payout ratio; biaya emisi saham baru; biaya utang; dan penyebaran pemilikan perusahaan. (Moeljadi: 2006) Persamaan Regresi Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah: Y = 0,195 + 0,178X1 - 0,098X2 + 3,338X3 - 0,540X4 + 0,176X5 - 0,075X6 Di mana: Y = Leverage X 1 = Tangibility X 2 = Pertumbuhan (growth)
X 4 = Profitabilitas (profitability) X 5 = Volatility X6 = Non Debt Tax-Shied (NDTS)
X 3 = Ukuran perusahaan (size) Hal ini menjelaskan bahwa ada pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, volatility dan NDTS terhadap struktur modal. Pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, volatility dan NDTS terhadap struktur modal secara lebih jelas dapat dilihat dari pengujian hipotesis berikut ini: Berdasarkan hasil uji Anova atau F Test pada Tabel 4 diperoleh bahwa F hitung adalah 9,513 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena probabilitas (0,000) lebih kecil dari 0,05, maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi struktur modal. Dengan kata lain, tangibility, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, volatility dan NDTS secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap struktur modal. Tabel 4 ANOVA Model 1 Regression Residual Total
F
Sig.
8.175
.000a
Sumber: Data diolah
Adapun secara parsial pengaruh masing-masing variabel terhadap struktur modal, dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah. Tabel 5 Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) Tangi. Growth Size Prof Vol NDTS
Unstand. Coef. B Std. Error .195 .042 .178 .054 -.098 .073 3.338 1.113 -.540 .117 .176 .173 -.075 .080
t
Sig.
4.662 3.313 -1.350 2.999 -4.636 1.019 -.936
.000 .001 .181 .004 .000 .311 .352
Sumber: Data diolah
Berdasarkan Tabel 5 di bawah, maka dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel yang secara parsial berpengaruh terhadap strukutr modal yaitu tangibility, ukuran perusahaan dan profitabilitas. Hal ini dapat diketahui dari tingkat signifikansi ketiga variabel ini dibawah tingkat toleransi kesalahan 5% (0,05) yaitu 0,010 untuk tangibility, 0,004 untuk ukuran perusahaan, dan 0,000 untuk profitabilitas. Artinya secara parsial variabel-variabel tangibility, ukuran perusahaan dan profitabilitas dapat digunakan untuk memprediksikan struktur modal perusahaan. Adapun variabel-variabel pertumbuhan perusahaan, volatility dan NDTS secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal. Hal ini karena tingkat signifikansi variabel tersebut lebih besar dari pada toleransi tingkat kesalahan 5% (0,05) yaitu pertumbuhan perusahaan sebesar 0,181; volatility sebesar 0,311 dan NDTS sebesar 0,352. Artinya secara parsial variabelvariabel pertumbuhan perusahaan, volatility dan NDTS tidak dapat digunakan untuk memprediksikan struktur modal perusahaan. Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana kondisi koefisien regresi dari masing-masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Variabel X1 (Tangibility) Secara parsial variabel XI (tangibility) memiliki nilai probabilitas (siginifikansi) 0,001 lebih kecil dari toleransi kesalahan () yang diberlakukan yaitu sebesar 5% (0,05) artinya secara parsial variabel X1 (tangibility) berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. Adapun nilai koefisien regresi sebesar 0,178 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang akan bertambah sebesar Rp. 0,178. Hasil penelitian sejalan penelitian yang dilakukan oleh Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin and Khairuddin Yusop (2012) yang menyatakan tangibility berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. Namun hasil temuan penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Sayla Sowat Siddiqui (2012) yang menyatakan tangibility berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang
2. Variabel X2 (growth/pertumbuhan) Koefisien regresi dari variabel X2 (growth/pertumbuhan) menunjukkan angka probabilitas (signifikansi) secara parsial sebesar 0,181 yang berarti lebih besar dari pada tingkat toleransi kesalahan yang diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang. Adapun nilai koefisien regresi sebesar -0,098 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang akan berkurang sebesar Rp. 0,098. Hasil temuan penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin and Khairuddin Yusop (2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang. Namun hasil temuan ini berbeda dengan penelitian dari Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour, Ali Javanmard (2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan (growth) berpengaruh secara signifikan. 3. Variabel X3 (size/ukuran perusahaan) Koefisien regresi dari variabel X3 (size/ukuran perusahaan) menunjukkan angka probabilitas parsial (siginfikansi t) sebesar 0,004 yang berarti lebih dari tingkat toleransi kesalahan yang diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. Adapun nilai koefisien regresi sebesar 3,338 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang akan bertambah sebesar Rp. 3,334. Hasil temuan ini sama dengan penelitian dari Thian Cheng Lim (2012); Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour dan Ali Javanmard (2012); dan Sayla Sowat Siddiqui (2012) yang menyatakan ukuran perusahaan/size memiliki pengaruh yang signifikan terhadap utang jangka panjang. Akan tetapi hasil temuan penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Chinmoy Ghosh, Milena Petrova dan Adam Wang (2012) yang menyatakan bahwa size (ukuran) perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang. 4. Variabel X4 (profitabilitas) Koefisien regresi dari variabel X4 (profitabilitas) menunjukkan angka probabilitas parsial (siginfikansi t) sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari tingkat toleransi kesalahan yang diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. Adapun nilai koefisien regresi sebesar -0,540 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang akan berkurang sebesar Rp. 0,540. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mohammad Abu Sayeed (2011); Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin and Khairuddin Yusop (2012); Chinmoy Ghosh, Milena Petrova dan Adam Wang (2012); Thian Cheng Lim (2012); serta Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour dan Ali Javanmard (2012) yang menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. Perusahaan dengan tingkat keuntungan yang lebih besar memiliki sumber pendanaan internal yang lebih besar dan memiliki kebutuhan untuk melakukan pembiayaan investasi melalui pendanaan eksternal yang lebih kecil. Karena itu, teori pecking order memprediksi hubungan yang berkebalikan antara profitabilitas dengan tingkat utang jangka panjang. Sebaliknya, teori tradeoff memprediksi bahwa semakin tinggi tingkat keuntungan perusahaan menyebabkan perusahaan meningkatkan jumlah utangnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengurangan atau penghematan pajak (Atmaja: 2003). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa profitabilitas secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah yang negatif terhadap utang jangka panjang, maka variabel profitabilitas pada perusahaan LQ45 mendukung konsep pecking order. 5. Variabel X5 (Volatility) Koefisien regresi dari variabel X5 (volatility) menunjukkan angka probabilitas parsial (siginfikansi t) sebesar 0,311 yang berarti lebih besar dari tingkat toleransi kesalahan yang diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang periode berjalan. Adapun nilai koefisien regresi sebesar 0,176 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang periode berjalan akan
bertambah sebesar Rp. 0,176. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dari Thian Cheng Lim (2012) yang menyatakan bahwa volatility secara parsial berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. 6. Variabel X6 (Non Debt Tax Shield/NDTS) Koefisien regresi dari variabel X6 (Non Debt Tax Shield/NDTS) menunjukkan angka probabilitas parsial (siginfikansi t) sebesar 0,352 yang berarti lebih besar dari tingkat toleransi kesalahan yang diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang periode berjalan. Adapun nilai koefisien regresi sebesar -0,075 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang periode berjalan akan berkurang sebesar Rp. 0,026. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mohammad Abu Sayeed (2011) yang menyatakan NDTS berpengaruh secara signifikan dengan hubungan yang berlawanan arah terhadap utang jangka panjang. Serta hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dari Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin dan Khairuddin Yusop (2012)yang menyatakan bahwa NDTS secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang. Standardized Coeficients () Nilai standardized coefisien () digunakan untuk mengetahui variabel-variabel manakah yang dominan mempengaruhi utang jangka panjang perusahaan-perusahaan LQ45 yang digunakan dalam penelitian ini, berikut ini disajikan tabel 6 tentang standardized coefisien (). Berdasarkan tabel 6 di bawah ini dapat diketahui bahwa profitabilitas memiliki nilai beta yang tertinggi, yaitu sebesar -0,620. Hal ini menunjukkan bahwa diantara variabel-variabel yang lainnya profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi struktur modal perusahaan. Tabel 6 Standardized Coefficients Model 1 (Constant) Tangibility Growth Size Profitability Volatility NDTS
Stand Coef. Beta .332 -.157 .404 -.620 .121 -.092
Sumber : Data diolah
Profitabilitas merupakan variabel dominan dengan arah yang negatif menunjukkan bahwa sumber pendanaan perusahaan diutamakan terlebih dahulu dari sumber internal, berupa penyisihan laba ditahan, baru kemudian ketika tidak memenuhi baru mencari utang jangka panjang dan alternatif yang terakhir adalah dengan menjual saham. Hasil penelitian ini semakin memperkuat temuan bahwa perusahaan-perusahaan LQ45 lebih cenderung mendukung konsep pecking order.
V. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Tangibility, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, volatility dan NDTS secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan-perusahaan non perbankan yang terdaftar dalam LQ45.
Secara parsial tangibility, ukuran perusahaan dan profitabilitas, berpengaruh signifikan terhadap struktur modal pada perusahaan-perusahaan non perbankan yang terdaftar dalam LQ45. Adapun pertumbuhan perusahaan, NDTS dan volatility yang secara parsial terbukti tidak berpengaruh terhadap struktur modal pada perusahaan-perusahaan non perbankan yang terdaftar dalam LQ45. Profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan dalam menentukan struktur modal perusahaan-perusahaan non perbankan yang terdaftar dalam LQ45, dan dengan arah hubungannya yang negatif terhadap struktur modal maka perusahaan-perusahaan sampel mendukung konsep pecking order. Dalam mengamati pola perkembangan utang jangka panjang ada enam variabel yang dapat diperhatikan oleh para manajemen perusahaan dalam menentukan keputusan struktur modalnya, yaitu : tangibility, pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (size), profitabilitas, non-debt tax shield, dan volatility. Para manajemen perusahaan sebaiknya jangan terlalu berpatokan pada variabel-variabel tersebut di atas saja tetapi juga harus memperhatikan variabel-variabel lain yang tidak disebutkan dalam penelitian ini (seperti: pajak, bunga, inflasi, informasi asymetris, sikap manajemen, risiko bisnis) karena hasil penelitian menunjukan kemampuan seluruh variabel penelitian dalam memprediksi utang jangka panjang hanya kecil.Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dapat menggunakan jumlah populasi yang lebih luas dengan menggunakan seluruh perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dan menggunakan cluster sampling sebagai teknik pengambilan sampel dengan harapan bahwa hasil penelitian dapat digeneralisir. Sebaiknya penelitian yang akan datang dapat menggunakan variabel-variabel adanya pajak, bunga, inflasi, informasi asymetris, sikap manajemen, risiko bisnis dan agency theory yang hasilnya diharapkan dapat lebih mendekati kepada keadaan yang sebenarnya dari faktor-faktor yang mempengaruhi utang jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA Atmaja, Lukas Setia. 2003. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Andi Offset Brigham, E.F dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan Buku 1. Jakarta: Erlangga Brigham, E.F dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan Buku 2. Jakarta: Erlangga. Djarwanto dan Subagyo, Pangestu. 1996. Statistik Induktif. Cetakan Ketiga. BPFE. Yogyakarta. Hanafi, Mamduh M. 2004. Manajemen Keuangan Edisi 1. Yogyakarta: BPFE Ghosh, Chinmoy, Milena Petrova dan Adam Wang. 2012. Determinants of Capital Structure: A Long Term Perspective. http://www.lehigh.edu/~jms408/Milena_2012.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012. Keshtkar, Rasoul. Hashem Valipour dan Ali Javanmard. 2012. Determinants of Corporate Capital Structure under Different Debt Maturities: Empirical Evidence from Iran. International Research Journal of Finance and Economics. Hal. 46-53. http://www.internationalresearch journaloffinanceandeconomics.com/ISSUES/IRJFE_90_03.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012. Lim, Thian Cheng. 2012. Determinants of Capital Structure Empirical Evidence from Financial Services Listed Firms in China. International Journal of Economics and Finance Vol. 4, No. 3; March 2012. Hal. 191-203. http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijef/article/view/ 15161/10278. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012. Moeljadi. 2006. Manajemen Keuangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, Jilid 1. Malang: Bayumedia Publishing
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Sartono, Agus. 1996. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Edisi Ketiga. Penerbit BPFE Yogyakarta. Sayeed, Mohammad Abu. 2011. The Determinants of Capital Structure for Selected Bangladeshi Listed Companies. International Review of Business Research Papers Vol. 7. No. 2. March 2011. Hal. 21-36. http://www.bizresearchpapers.com/3.%20Abu%20Sayeed-FINAL.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012. Siddiqui, Sayla Sowat. 2012. Capital Structure Determinants of Non-Bank Financial Institutions (NBFIs) in Bangladesh. World Review of Business Research Vol. 2. No. 1. January 2012. Hal. 60–78. http://www.internationalresearchjournaloffinanceandeconomics.com/ISSUES/IRJFE_ 90_03.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012. Sugiono. 2008. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta Syamsuddin, Lukman. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Konsep Aplikasi dalam: Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Wahab, Rabiah Abdul, M.S.M. Amin dan K. Yusop. 2012. Determinants of Capital Structure of Malaysian Property Developers. Middle-East Journal of Scientific Research. Hal. 1013-1021. http://idosi.org/mejsr/mejsr11%288%2912/4.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012.