FREE MAGAZINE April, 2011 No.12
Kearifan Lokal:
Perahu Nusantara: Warisan yang Terus Memanggil Nasional:
Koalisi di Tengah Politik Undur-undur Inspirasi
Menggagas Indonesia Berkebun Sederhana
Sang Pejuang
“Kita Membicarakan Semua Hal Kecuali yang Hal Penting” (Jusuf Kalla)
Daftar Isi
Dari Redaksi
Edisi 12 April 2011
Mas Indri 05| Dari Redaksi 06| Surat Pembaca 08| Nika-Niki NASIONAL 10| Partai Koalisi di Tengah Politik
Undur-undur
ND KREDO 16| Enggartiasto Lukita:
“Kita Bisa Maju Seperti India dan Pakistan”
INSPIRASI 18| Ridwan Kamil
Menggagas Indonesia Berkebun Secara Sederhana
SUARA DAERAH 24| Menanam Akar di Gerbang Jawa-
Sumatera 28| Lukman Hakim: Membangun Manfaat Nasional Demokrat 35| Agenda & Momen
HUKUM 38| Proyek Baru Kapolri: Detasemen
Penanggulangan Anarkis
SANG PEJUANG
90 | Jusuf Kalla “Kita Membicarakan Semua Hal, Kecuali Hal yang Penting” PARLEMEN 42| Tenaga Ahli: Kebutuhan Fungsional
atau Sekadar Balas Jasa? 46| Pius Lustrilanang: “Tenaga Ahli Jangan Memiliki Hubungan Darah”
GAYA & POLITIK 48| Membaca Ruang Kerja Anggota
Dewan
PENDIDIKAN 64| Gerakan Pramuka yang Kehilangan
Muka dan Pemuka
PUSTAKA 84| Sejarah Blambangan di Tengah
Dongeng Damarwulan
KEARIFAN LOKAL 70| Perahu Nusantara Warisan Bahari
yang Terus Memanggil
INDONESIAKU 74| Menghirup Paru-Paru Dunia di
Gunung Leuser
79| Pesona Adrenalin di Kolong
Jembatan Citarik
SENI 84| Gending Seblang Banyuwangian
sampai Dangdut Koplo
EKONOMI & BISNIS 54| Ayo ke Bank-Bank Daerah 58| Kodrat Wibowo, Ph.D:
87| Tari Tradisi di Tengah Irama
URBANISME 60| Impian Rumah Murah bagi Kaum
Manfaat Publik Delapan Kebijakan Perpajakan Baru
Metropolitan
97| Kartun ESEI REDAKSI 98| Noorca M Massardi:
Negara ¾ Gagal
Jangan mengira majalah ini bisa hadir setiap bulan ke hadapan Anda hanya dengan leyeh-leyeh. Ada kerjakeras, semangat, dan keuletan di sana. “Walau ditujukan untuk internal sebuah organisasi kemasyarakatan, kita tak ingin majalah ini tampil asal-asalan. Isinya harus bagus, data dan faktanya akurat, analisisnya obyektif, dan penampilannya harus oke,” kata Noorca M. Massardi, pemimpin redaksi, berkali-kali. Karena itulah, sejumlah naskah yang kami terima dari luar, atau dari kalangan internal Nasional Demokrat – sebagaimana juga banyak tulisan kami sendiri – terpaksa ditolak atau diganti. Semata demi yang terbaik. Dan, salah seorang awak redaksi yang kerap menjaring dan mememoloti tulisan-tulisan kiriman itu adalah Indri Ariefiandi. Khususnya yang datang dari lingkungan Nasional Demokrat. Indri memang kami biarkan untuk “kelayapan” di Kantor Pusat Nasional Demokrat di Jalan Gondangdia, Jakarta Pusat. Tak hanya untuk mengumpulkan data untuk rubrik Agenda & Momen berkaitan kegiatan internal Nasional Demokrat, tapi mungkin juga meminta Anda untuk menulis di majalah ini. Selain menangani sejumlah rubrik, “Mas Indri” (bukan “Mbak Indri” seperti dikesankan oleh namanya) kami tugaskan sebagai penghubung utama kami dengan jajaran pengurus Nasional Demokrat. Baik di Pusat maupun di Wilayah. Terutama dalam menggali gagasan dan sosok
yang layak ditampilkan dan diteladani di majalah ini. Meskipun, selain rubrik-rubrik yang “khas Nasional Demokrat” seperti Agenda & Momen, ND Kredo, NikaNiki, Angka dan Aksara, Suara Daerah, dan Sang Pejuang – Mas Indri juga bertanggungjawab atas rubrik Parlemen dan Wawancara Parlemen. Sehingga, jangan heran pula bila ia sering muncul di Senayan. Sementara, ia pun kami tugasi sebagai Koordinator Liputan (Korlip). “Walau tim kita tak begitu besar, fungsi koordinator liputan itu jangan sampai hilang,” kata Noorca. Nah, karena banyaknya tugas dan beban yang menjadi tanggungjawab Mas Indri, tak aneh bila ayah seorang anak yang tinggal di kawasan Bogor, itu kerap kami panggil sebagai “Wakil Pemred”. Tentu saja dengan maksud berseloroh. Tentang Sang Pejuang, suatu hari pada pekan terakhir Maret lalu, ia mengirim sebuah SMS kepada seluruh jajaran redaksi. “Akhirnya, setelah 40 hari tiada henti menyambangi rumah JK dan mengirim 90 SMS untuk memastikan waktu wawancara, nanti sore kita diterima JK di rumahnya,” tulis Indri. Kita tahu, JK yang dimaksud adalah Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI, yang akhirnya bisa kami tampilkan dalam AND edisi ini. Dan, munculnya sejumlah nama di rubrik itu memang tak lepas dari kerjakeras, semangat, dan keuletan Mas Indri. Maklumlah, dia juga mantan aktivis yang menentang Rezim Orde Baru, belasan tahun lalu.
REDAKSI
Miskin Kota
Inisiator dan Deklarator Nasional Demokrat
Inisiator dan Deklarator Nasional Demokrat
Surya Paloh • Sri Sultan Hamengku Buwono X • Prof. Dr. Syafii Maarif • DR. (Hc) Ir. H. Siswono Yudo Husodo • H. Syamsul Mu’arif, B.A • Dra. Khofifah Indar Parawansa • Prof. DR. Didik J. Rachbini • Prof. Dr. Soleh Solahuddin • Prof. Dr. Bachtiar Aly, M.A • Prof. Dr. T. Bahri Anwar •Prof. Dr. Fredrik L. Benu, M.Si, Ph.D • Prof. Dr. Thomas Suyatno • Prof. Dr. Tarnama Sinambela • Anies Baswedan, Ph.D • Rizal Sukma, Ph.D • Eep Saefulloh Fatah • H. Sayed Fuad Zakaria, S.E • Danny P Thaharsyah • Jeffrie Geovanie • Drs. H.M. Ade Surapriatna, S.H, M.H Erik Satrya Wardhana Drs. Enggartiasto Lukita Budi Supriyanto, S.H, M.H
• Budiman Sudjatmiko, M.Sc, M. Phil. • A. Malik Haramain, M.Si • Ir. H. Zulfadhli • Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M • Edison Betaubun, S.H, M.H • Ir. A. Edwin Kawilarang • Drs. Akbar Faizal, M.Si • Ir. Ahmad Rofiq • Paskalis Kossay, S. Pd., M.M • Ilham Arif Siradjudin, M.M • Drs. Zulfan Lindan • Ferry Mursyidan Baldan • Patrice Rio Capella, S.H • DR. Poempida Hidayatulloh, B. Eng. Ph.D. DIC • Samuel Nitisaputra • Melkiades Laka Lena •Sugeng Suparwoto • Drs. Djaffar H. Assegaff • Meutya Viada Hafid, B. Eng • Romy H. R. Soekarno • Frangky Sahilatua • Willy Aditya, S. Fil., MDM • Martin Manurung, S.E, M.A
4
April 2011
April 2011
5
Surat Pembaca
MANAJEMEN Pemimpin Umum/ Pemimpin Perusahaan Jeffrie Geovanie Wakil Pemimpin Umum Sayed Fuad Zakaria Joice Triatman Wakil Pemimpin Perusahaan Muhammad Surya Chantal Della Concetta Konsultan Indra Jaya Sihombing Yoga P. Simson Manajer Operasional Tyas Sastradipradja REDAKSI Pemimpin Redaksi Noorca M Massardi Sidang Redaksi: Heryus Saputro Indri Ariefiandi Maman Gantra Saeno M Abdi Desain & Grafis Ade E Caswara Ali Atha Sekretariat Lily Fachry Keuangan Khairul Syarif Distribusi Hadi Joko Subiyanto Alamat Redaksi Jl Wahid Hasyim No 194 Kampung Bali Tanah Abang, Jakarta 10250 Telp. 021-3160681
Untuk Anggota DPR RI Sebagaimana anggota masyarakat lainnya, belakangan ini saya kian prihatin dengan perilaku anggota DPR RI. Belum lama berselang, mereka melakukan studi banding ke luar negeri dengan anggaran ratusan milliar. Kini, mereka juga ramairamai hendak membangun gedung DPR RI yang kabarnya supermewah dan akan menghabiskan anggaran hingga trilliunan rupiah. Saya tak habis pikir, apa yang ada di benak para anggota DPR RI itu? Pada saat sebagian besar rakyat menganggap kinerja mereka tak juga membaik, mereka malah semakin berulah dan kian membenarkan kecurigaan rakyat selama ini bahwa para anggota DPR itu sebenarnya hanya mewakili kepentingan diri sendiri. Bukan kepentingan rakyat seperti yang selama ini mereka klaim. Cilakanya, kritik yang dilontarkan banyak kalangan, baik secara lisan maupun tulisan, seakan dianggap angin lalu, Para anggota DPR itu bergeming. Apakah mereka tak bisa mendengar dan membaca? Atau, seperti dikatakan banyak pihak, mereka telah kehilangan kepekaan dan keprihatinannya kepada bangsa ini sejak lama? Saya berharap, anggota DPR RI yang terhormat segera menyadari kekeliruannya selama ini. Semoga! Malik Ahmad Warung Buncit, Mampang, Jakarta
Keragaman yang Terkoyak Akhir-akhir ini bangsa kita selalu dirundung konflik dan kekerasan SARA, yang ironisnya justru terjadi pada era 6
April 2011
reformasi dan kebebasan. Banyak orang dan kelompok seakan boleh melakukan apa saja. Padahal tindakan mereka seringkali melanggar dan tidak menghormati hukum. Karena hukum di negeri ini sudah kehilangan wibawanya? Terlepas dari itu semua, saya merasa tindakan sebagian orang dan golongan itu lambat-laun akan merusak dan menghancurkan kekuatan negeri ini: Keragaman etnis, bahasa, budaya, dan keyakinan. Karena itu, sudah seharusnya bila pemerintah menindak tegas setiap anarkisme yang mengancam kerusakan modal berbangsa dan bernegara itu. Sebab, kalau tidak, kaum anarkis itu akan semakin leluasa dan merasa tak bersalah atas apa yang telah mereka lakukan selama ini. Hal lainnya: Akan banyak orang yang kecewa dengan pemerintah jika tindakan anarkis itu dibiarkan begitu saja. Bukankah mereka tak ubahnya mendirikan negara di dalam negara, dan tidak menghargai orang lain? Paahal, tujuan bernegara, sebagaimana tersaji dalam konstitusi, seakan diabaikan. Bahkan diinjak-injak. Saya sangat kecewa melihat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama ini seolah tak berdaya menyelesaikan masalah itu. Anwar Syueb, Jl. Semanggi 1, Ciputat, Banten
Konsistensi Kebijakan Pemerintah Banyak orang mulai was-was dengan kemungkinan krisis pangan yang akan dialami dunia pada 2011 ini. Dan, itu wajarwajar saja. Hanya, pertanyaan saya: Sudah sejauh mana pemerintah kita mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengantisipasi krisis pangan itu? Dan, sejauh mana konsistensi pemerintah dalam program keragaman pangan? Hal terakhir tadi saya tegaskan, karena banyak sekali ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan programnya. Ketidakkonsistenan itu tak hanya dalam hal manajemen isu. Tapi, juga dalam penerapannya di lapangan. Dulu, ketika pemerintah menggembargemborkan soal enerji alternatif, dan masyarakat diminta memakai briket batubara, briket dimaksud sulit didapat di pasar. Belum lagi program itu berjalan baik, pemerintah tiba-tiba mengkampanyekan pemakaian gas elpiji. Apa sebenarnya mau pemerintah? Demikian pula dalam hal keragaman pangan. Dulu, pada era PresidenGus Dur dan Megawati, pemerintah sempat menyinggung-nyinggung soal kekayaan nabati Indonesia. Itu dilakukan dengan menggalakkan penanaman tanaman garut di sejumlah kawasan. Namun, ketika masyarakat sudah gandrung menanam garut, pemerintah seperti lupa dengan apa yang dikatakan sebelumnya: Mengatur dan menampung hasil tanaman tersebut. Pemerintah memang berwenang mengubah kebijakan. Namun, karena itu, mereka hendaknya berpikir sejuta kali sebelum mengeluarkan kebijakannya. Terlebih yang sifatnya mengubah kebijakan sebelumnya, bahkan yang dikeluarkan rezim lain. Kalau kebijakan rezim lama itu bagus, kenapa tidak dilanjutkan? Pemerintah tak akan kehilangan martabatnya karena itu. Justru menumbuhkan respek dan kepercayaan dari masyarakat. Bahwa, mereka memang seorang pemimpin, seorang negarawan. Bukan oportunis yang hanya memuaskan egonya sendiri. Ridwan Fauzi Jl. Suralaya, Buah-Batu, Bandung
Baliho Pemilukada Banten Seperti dilansir harian Kabar Banten, 21 Maret lalu, akhir tahun nanti Banten akan kembali melakukan pemilukada untuk memilih gubernur dan wakil gubernur. Toh, meski pemilukada itu baru akan berlangsung Oktober-November nanti, baliho-baliho ukuran raksasa sudah mulai ramai dipasang di mana-mana. Isinya, tentu saja bergambar gubernur saat ini. Hati saya miris melihat itu semua. Selama ini banyak sekali infrastruktur yang
Jalan Gresik-Lamongan Pada 27 Maret lalu, jalan raya GresikLamongan kembali tergenang air. Itu akibat meluapnya sungai Lamongan yang ada di sekitar jalan itu. Kemacetan parah pun terjadi, lengkap dengan ulah kreatif warga dalam meredam kesal selama banjir dan macet: Mencari ikan di kali Ambengan akibat jebolnya tambak ikan yang ada di kawasan itu. Kemacetan itu sendiri mencapai 10 km – mulai dari Kecamatan Duduk Sampeyan hingga masuk Kabupaten Lamongan. Sekilas, peristiwa itu biasa-biasa saja. Namun, peristiwa itu kembali menunjukkan parahnya kondisi infrastruktur di negeri kita, khususnya di Jawa Timur, lebih khusus lagi di Gresik dan Lamongan. Sejak lama masyarakat mendambakan perbaikan terbilang rusak dan cukup parah seakan tak mendapat perhatian dan penanganan serius dari pemerintah provinsi Banten. Sebutlah gedung-gedung sekolah yang tidak layak atau jalan-jalan yang rusak. Bahkan, kompleks Pemerintah Provinsi Banten (KP3B) belakangan dikabarkan sudah banyak yang bocor dan rusak. Padahal pembangunannya menelan anggaran yang sangat besar. Saya pun bertanya: Kenapa dana yang dipakai untuk pemasangan dan pembuatan baliho-baliho tadi tak dipergunakan untuk mengatasi kerusakan infrastruktur di Banten? Setidaknya untuk memperbaiki atap-atap di kantor Pemprov Banten yang konon bocor. Itu tentunya akan menjadi kampanye yang jauh lebih efektif dan elegan – meskipun, perbaikan
saluran air di daerah itu. Namun, sampai kini hal tersebut tak terwujud. Perbaikan yang ada hanya tambal sulam. Sehingga, bantaran sungai dengan mudah ambrol dan airpun melimpah ruah, membanjiri jalan raya. Padahal, jalan raya Ambeng-ambeng pun tak seluruhnya mulus. Sehingga, air dan lubang kian memperlambat laju perjalanan sebagaimana terjadi setiap kali hujan turun. Sampai kapan kita bisa lebih arif menangani kehidupan ini? Agar, setidaknya, anak-anak kami yang bersekolah di SDN Ambeng-ambeng tak mengalami kesulitan karena halamannya becek akibat banjir. Maksum Buchori Ambeng-ambeng, Watangrejo, Gresik infrastruktur itu sebuah kewajiban pemerintah. Terlebih, sebagaimana terlihat pada nama-nama yang ada di baliho-baliho tadi, dari dinas-dinas pemerintahan di lingkungan Pemrpov Banten. Ahmad Febriansyah Jl. Veteran, Padang
Kirim Surat Pembaca
Surat pembaca dikirimkan melalui email ke redaksi.and@gmail. com. dengan dilampiri fotokopi KTP atau identitas lainnya. Harap mencantumkan nama dan alamat email yang jelas. Redaksi berhak mengedit setiap surat yang dimuat. April 2011
7
Nika-Niki
Nika-Niki
Sri Unggul Azul Sjafrie
Tidak Konsisten
Badan Rescue Nasional Demokrat (BRND) sangat berbeda dengan badan rescue lain di Indonesia. BRND tidak selalu hadir di setiap bencana. Lo? “Tak perlu menunggu terjadinya bencana untuk melakukan aksi kepedulian,” kata Sri Unggul Azul Sjafrie, anggota BR Nasional Demokrat. Sosok yang akrab dipanggul Azul itu memberi contoh: Ramadhan 1431 lalu, bersama perusahaan catering Indocater, BRND selama sebulan penuh mengadakan sahur bersama warga. Selain itu, bekerjasama dengan Wanadri, BRND juga melakukan penghijauan di salah satu Kawasan Konservasi Taman Buru Masigit Kareumbi, perbatasan Sumedang- Garut, Jawa Barat. “Itu hanya sebagian kecil aksi kepedulian Badan Rescue Nasional Demokrat untuk Indonesia,” kata pria yang seharihari berkantor di Jl. Gondangdia, Jakarta Pusat itu. Toh, BRND juga ikut ambil bagian dalam penanganan gempa di Simeuleu dan Serui, dan meletusnya Gunung Sinabung dan Gunung Merapi, serta Tsunami di Mentawai. Tetapi, kata Azul, aksi kemanusian yang dilakukan di sana lebih sederhana. Seperti membuat dapur umum, melakukan pelayanan kesehatan, konseling psikologi atau mengirimkan logistik. “Dan, itulah yang biasanya sering dinomerduakan oleh orang-orang lain,” kata Azul. n
Mahkamah Konstitusi menolak uji materi UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR/DPD/ DPRD (MD3). Dan, itu tentu saja mengecewakan anggota DPR RI asal Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Lily Chadidjah Wahid. “Saya kecewa terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi itu. Terutama, menyangkut Pasal 20A tentang hak imunitas anggota DPR,” kata Lily kepada pers di Gedung DPR beberapa waktu lalu. Lily, yang baru saja dipecat dari PKB, menilai keputusan MK itu aneh. Sebab, keputusan itu bisa ditafsirkan seolah MK membenarkan bahwa kedaulatan bukan di tangan rakyat tapi di tangan partai politik. “Saya mendukung usulan angket mafia pajak itu adalah karena hak saya sebagai anggota dan dilindungi UUD 45,” kata Lily. Menurut Lily, yang juga dipecat dari DPR, MK sebelumnya telah membuat keputusan bahwa anggota DPR dipilih dengan asas proporsional dan terbuka. Namun, begitu dia dikenakan sanksi karena menyuarakan aspirasi rakyat, kemudian meminta MK untuk uji materi Pasal 213 UU MD3, ternyata permohonannya itu ditolak MK. Maka lembaga itu dinilai Lily tidak konsisten. “Keputusan MK itu tidak cocok atau kontraproduktif dengan keputusannya yang pertama” kata adik kandung almarhum Gus Dur itu. n
Illustrasi W Mansoer
Lebih Sederhana
Arie Putra Bintana
Angelina Sondakh
Dalam waktu dekat, Badan Budaya Pengurus Wilayah Nasional Demokrat DKI Jakarta akan mengadakan seminar kebudayaan. “Itu adalah keinginan atau petunjuk dari Ketua Wilayah Nasional Demokrat DKI Jakarta Jeffrie Geovanie. Beliau meminta pengurus DKI, dalam hal ini Badan Budaya, untuk menyelenggarakan seminar budaya sebagai program pertama,” kata Arie Putra Bintana, Wakil Ketua Bidang Kaderisasi Nasional Demokrat Wilayah DKI Jakarta. Walau termasuk dalam program jangka pendek, kegiatan tersebut diharapkan mampu memancing program-program budaya di daerah lain. Sebab, kata Arie, sudah sepatutnyalah bidang budaya yang lebih dulu dibenahi di Indonesia. “Dengan menghidupkan kembali budaya lokal akan mengubah kebiasaan atau tingkah laku masyarakat yang sudah agak kebarat-baratan,” katanya. Selain itu, menurut Arie, April ini rencananya akan ada Deklarasi Pengurus Kota Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Kepulauan Seribu serta Jakarta Pusat. “Belum tahu mana yang lebih dulu. Tapi, semua sudah siap, tinggal mencari gedung dan waktu kosong dari pengurus wilayah. Sebab Surat Keputusan Pengurus Kota itu SK-nya dari Pusat, jadi dari Pusat harus ada yang mewakili,” kata Arie. n
Duka masih menyelimuti Angelina Sondakh. Namun, anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat itu tidak kehilangan daya kritisnya. Ia, misalnya, menilai RUU Tata Kelola Perguruan Tinggi sebuah langkah kongkret dalam meningkatkan daya saing bangsa dengan mencetak SDM berkualitas tinggi. “Dalam iklim makin kompetitif, pendidikan tinggi yang mampu menghasilkan sumberdaya manusia yang menguasai ilmu, teknologi, seni, mandiri, kritis, inovatif, kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, dan berani membela kebenaran untuk kepentingan nasional, sangatlah diperlukan,” kata janda dari almarhum Adjie Massaid itu. Guna merevisi Undang-Undang tentang Badan Hukum Milik Negara (UU BHMN), yang dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi, itu Angelina menganggap Rancangan Undang Undang (RUU) Tata Kelola Perguruan Tinggi (PT) harus dilakukan semaksimal mungkin. Menurut Angelina, RUU yang terdiri dari tujuh Bab dan 128 pasal tersebut, harus mengubah anggapan bahwa status BHMN selama ini hanya komodifikasi dan komersialiasi PTN. “Status BHMN pada dasarnya bertujuan membuat suasana kemandirian dan otonomi kampus makin berkembang, dan berpotensi besar menciptakan pendidikan dengan kualitas yang bagus,” katanya. n
April 2011
Tidak Kehilangan
Illustrasi W Mansoer
Illustrasi W Mansoer
Lebih Dulu
8
Illustrasi W Mansoer
Lily Wahid
April 2011
9
nasional
Partai Koalisi di Tengah Politik Undur-undur
Isu reshufle kabinet yang merebak awal Maret, ternyata tak terbukti. SBY mulur mungkret. Sementara, PKS, yang paling terancam, kini diterpa isu penggelapan dana. teks Indri ariefiandi
K
e k e c e w a a n M a rd i s e a k a n mencapai puncaknya. “Hancur. Semuanya hancur sud ah,” katanya, akhir Maret lalu. “Kalaupun menjadi partai terbuka, mbok ya tetap menjadi partai yang bersih dari korupsi. Jangan malah ikut-ikutan seperti yang lain,” kata ayah dua anak itu. Ia pun bertutur tentang “silsilah keluarganya.” Walau tak seorang pun menjadi politisi, keluarga kakekneneknya pendukung tulen Masyumi. “Salah seorang bibi saya sampai dinamai Siti Masyuriah,” kisah Mardi ihwal keMasyumi-an keluarganya. Dan, ketika Masyumi bubar, kemudian PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dianggap sebagai representasi partai Islam. Ke sanalah pilihan politik keluarga Mardi bermuara. Meskipun, ketika reformasi melahirkan Partai Bulan Bintang, yang dianggap pewaris sah pikiran-pikiran Masyumi, Mardi lebih memilih Partai Keadilan sebagai pilihan politiknya. Pun ketika akibat ketentuan baru tentang peserta pemilu, partai itu berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). “Saya tak memiliki kartu anggota PKS. Tapi, setiap kali mereka bikin acara, saya pasti datang,” kata Mardi. Namun, pernyataan Yusuf Supendi, salah seorang pendiri PKS, benar-benar
10
April 2011
menghancurkan hatinya. Maklum, tuduhan itu telah meluruhkan citra bersih partai yang selama ini terpatri di hatinya. Yusuf Supendi, mantan anggota Komisi X DPR-RI, itu melaporkan tiga petinggi PKS ke Badan Kehormatan DPR. Tak tanggung-tanggung, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, Sekjen PKS Anis Matta, dan Ketua Dewan Majelis Syuro Hilmi Aminudin – dituduhnya telah menggelapkan dana partai. Anis, misalnya, disebut-sebut mencatut Rp 10 miliar dana pilkada DKI Jakarta 2007, yang diberikan calon gubernur yang diusung PKS saat itu, mantan Wakapolri Adang Daradjatun. Ia juga menuding Luthfi giat memperkaya diri sendiri dengan menggunakan posisinya di partai. Hilmi pun demikian: Gesit mengumpulkan setoran untuk memperkaya diri.
Yusuf Supendi, mantan anggota Komisi X DPRRI, itu melaporkan tiga petinggi PKS ke Badan Kehormatan DPR.
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono Hancur. Semuanya hancur sudah.
April 2011
11
nasional
“Pada saatnya, kalau memang diperlukan, akan saya jelaskan pada publik, supaya terang, apa sebenarnya substansi dari kesepakatan itu,” kata Presiden SBY, 1 Maret lalu itu. Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus yang juga pendiri dan Ketua Umum Gerindra. Namun usaha tersebut juga gagal. Meskipun, kegagalan itu tak seheroik PDIP. Tapi, menurut sumber AND di Partai Demokrat, karena Gerindra ternyata meminta beberapa pos menteri yang menjadi jatah Demokrat. Sementara itu, Golkar dipastikan aman tenteram di dalam koalisi. Terutama karena pertemuan SBYAburizal tadi. Meskipun dalam pidatonya tadi, SBY menyebut-nyebut butir-butir kesepakatan, Golkar merasa tak satupun melanggar 11 butir kesepakatan itu. Apakah ke-11 butir kesepakatan itu?
“Pada saatnya, kalau memang diperlukan, akan saya jelaskan pada publik, supaya terang, apa sebenarnya substansi dari kesepakatan itu,” kata Presiden SBY, 1 Maret lalu itu. Yang jelas, dalam pertemuan di Istana, 8 Maret lalu itu, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie dan SBY menyepakati empat hal: Harus ada koridor dalam koalisi, menyepakati target-target yang ingin dicapai, harus ada etika di antara anggota koalisi, dan pentingnya komunikasi di antara peserta koalisi. “Intinya, kita sepakat untuk memperbaiki koalisi menjadi lebih baik,” kata Aburizal Bakrie. Soal reshuffle kabinet, kata
Gerindra Ternyata meminta beberapa pos menteri yang menjadi jatah Demokrat.
Ketika usul hak angket soal Mafia Pajak berkumandang di DPR, bersama Golkar, para anggota DPR dari PKS bersikap tak bersahabat. dengan Partai Demokrat. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang selama ini mencitrakan dirinya sebagai “partai paling bersih,” itu memang tak hanya diratapi Mardi. Tapi, juga oleh para kolega mereka di Sekretariat Gabungan Koalisi. Sampai-sampai, perseteruan mereka dengan anggota Setgab lainnya, khususnya Partai Demokrat, sempat mengangkat kembali isu reshufle kabinet. Disebutkan, salah satu menteri yang akan digusur Presiden SBY adalah Tifatul Sembiring. Selain komentar-komentarnya kerap dinilai tidak tepat, kebijakan Menteri Informasi dan Komunikasi itu pun dinilai memble. Tifatul dianggap tak bisa menenteramkan partainya. Khususnya, ketika usul hak angket soal Mafia Pajak berkumandang di DPR, bersama Golkar, para anggota DPR dari PKS bersikap tak bersahabat. dengan 12
April 2011
Partai Demokrat. Keruan saja sikap itu menyulut kemarahan induk semang koalisi mereka, Partai Demokrat. Tak kurang dari SBY sendiri, dalam pidatonya pada 1 Maret lalu, yang menyinggungnyinggung soal “satu dua partai politik yang melanggar kesepakatan.” SBY meminta keduanya secara ksatria mengundurkan diri dari koalisi. Namun, seperti isu sejenis sebelumnya, semua itu mengalami antiklimaks manakala isu bongkar pasang kabinet koalisi itu terlihat kempes. Pramono Anung dari PDI Perjuangan menyebut isu perombakan koalisi itu cuma gertak sambal belaka. Presiden SBY, seperti biasa, memainkan politik andalannya: Mulur mungkret -- sampai-sampai, ada yang menyebut gaya politik seperti itu sebagai politik undur-undur. Meskipun,
kali ini, SBY memiliki sikap berbeda dengan partainya. Di tengah desakan para elite Partai Demokrat agar segera menggusur keberadaan partai-partai pembangkang, itu dia malah mengadakan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Tak pelak, koalisi yang dituduh retak itu utuh kembali. Publik pun kecewa. Meskipun, ada juga yang riang gembira. Bukan karena PKS tak jadi mundur dari kabinet. Tapi, karena melihat masih ada politisi yang tak terjebak dalam urusan bagi kekuasaan semata. Misalnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Mudah ditebak, kunjungan Menko Ekuin Hatta Rajasa ke rumah Megawati beberapa waktu lalu, tak lain demi menarik PDIP ke kubu koalisi. Namun, Megawati menolak tawaran berkubu di Sekretariat Gabungan tersebut. PDIP tetap di jalur oposisi. Gerindra pun menolak tawaran sejenis. Sukacita dengan sikap Gerindra dalam hal angket Mafia Pajak, berkalikali, sejumlah elite Demokrat mengeluelukan partai itu layak mendapat tempat dalam kabinet. Bahkan, posisi Menteri Pertanian pun disebut akan diduduki
PKS Sudah berinteraksi sejak 2004.
Aburizal, sama sekali tak disinggung di dalam pertemuan itu. Berbeda dengan Golkar dan anggota koalisi lainnya, PKS satu-satunya anggota yang belum “berkomunikasi intens” dengan SBY. Itu sebabnya partai itu masih diisukan bakal terpental dari kabinet. Meskipun, atas spekulasi itu PKS menampiknya dengan tegas. Menurut mereka, ada pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan partai tersebut di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Adalah Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq yang mengungkapkan hal tersebut seusai diskusi bertajuk “Koalisi Undurundur” di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, 12 Maret lalu. Ia menduga di luar konteks manajemen koalisi, memang ada pihak yang tidak suka, dengan alasan atau tujuan apa pun, terhadap keberadaan PKS di pemerintahan. Sayang, ia enggan menjelaskan pihak yang dimaksud. Hanya, menurut Mahfudz, pihak-pihak yang tak suka itu berasal dari partai politik yang mempunyai akses langsung dan tak langsung kepada Presiden SBY. Toh, PKS tetap menyakini kalau Presiden tak akan mudah terpengaruh. “Saya yakin pak SBY lebih kenal dengan PKS, karena sudah berinteraksi sejak 2004, sehingga informasi-informasi itu tidak mempengaruhi beliau,” kata Mahfudz Siddiq. Selanjutnya, Ketua Komisi I DPR itu mendesak agar upayaupaya semacam itu dihentikan. Menurut Mahfudz, kendati tak akan berpengaruh kepada SBY, isu-isu tadi akan mewarnai situasi dan kondisi di dalam koalisi. A n e h nya , M a h f u d z m e n g a k u , partainya masih bingung mengenai 11 poin kesepakatan koalisi yang disebutsebut Presiden dalam pidatonya tersebut. “Kami belum paham kontrak politik yang dimaksud memuat 11 poin itu yang mana?” kata Mahfud, seakan mewakili keheranan publik. Meskipun demikian, kata Mahfudz, sebelumnya memang ada dua kesepakatan antara PKS dengan Presiden SBY. “Itu tertuang dalam piagam koalisi. Isinya pun normatif saja, berisi agenda koalisi. Antara lain, kerja sama di legislatif, dibentuknya Sekretariat Gabungan, agenda di bidang politik, ekonomi, dan lainnya,” kata Mahfudz. Karena itulah Mahfudz berharap agar Partai Demokrat segera mengirim surat resmi soal itu kepada PKS. Lho…? n April 2011
13
kolom
Demokrasi Liberminus
Berbagai eksperimentasi tentang demokrasi pernah dilakukan di negeri ini. Jangan-jangan kita hanya hidup di negara dengan fantasi demokrasi. Kolom Bonnie Triyana
I
ndonesia adalah negeri di mana demokrasi selalu dieksperimetasikan. Sejak revolusi kemerdekaan Indonesia ada empat kali masa penerapan sistem demokrasi. Pertama, demokrasi liberal pada masa awal kemerdekaan, kedua, masa demokrasi terpimpin, ketiga, masa demokrasi pancasila dan keempat, masa demokrasi transisi yang sekarang masih berlangsung. Para pendiri bangsa ini sadar betul bahwa demokrasi adalah jawaban bagi Indonesia, bangsa yang selama beratus tahun ditindas penjajahan kolonial yang berbasiskan pada sistem apartheid. Rakyat bumiputra Hindia Belanda (cikal bakal Indonesia) diposisikan sebagai kelas terendah di dalam stratifikasi sosial masyarakat jajahan, setelah warga Eropa (Europeesch) dan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen). Sebagai inlanders, tak ada kesempatan yang setara dengan warga kelas satu dan dua untuk mengakses
14
April 2011
kehidupan yang lebih baik, kecuali anak bangsawan tinggi yang bisa menempuh pendidikan sama tingginya dengan orangorang Belanda dan Timur Asing. Karena pengalaman buruk pada masa lalu itulah negara demokrasi menjadi jawaban sekaligus jalan menuju keadilan dan kemakmuran di negeri ini. Dalam alam demokrasi kesetaraan, keadilan dan kebebasan menjadi syarat mutlak. Secara normatif demokrasi adalah kekuasaan di tangan rakyat. Rakyatlah yang menentukan kendali negara, melalui lembaga-lembaga perwakilan yang keanggotaannya ditentukan melalui pemilihan umum yang demokratis. Pemerintah yang terpilih karena mandat rakyat harus mampu menjamin keberlangsungan demokrasi, yang artinya pula memberi jaminan kepada rakyat bahwa mereka dipimpin oleh orang-orang yang amanah dan mampu bertindak adil – meminjam istilah sastrawan Pramoedya Ananta Toer – “sejak dalam pikiran.” Apabila tak bisa mengemban amanah, atau malah justru membiarkan setiap tindakan yang mencederai rasa keadilan itu berlangsung terus-menerus, maka tak ada kata lain yang bisa terlontar kecuali: gagal. Yang terjadi di Indonesia sejak zaman awal kemerdekaan hingga hari ini adalah demokrasi prosedural, sementara esensi demokrasi itu sendiri terabaikan. Pada zaman Orde Baru misalnya, pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali, namun hasilnya bisa ditebak: pemenangnya Golkar dan presidennya Soeharto. Nama yang digunakan dalam masa demokrasi Orde Baru pun tak
kalah agungnya, “Demokrasi Pancasila”. Namun pelanggaran terhadap Pancasila marak terjadi. Para ahli dan sarjana paling haibat pun menamakan zaman Orde Baru sebagai zaman otoritarian, sebuah istilah yang berlawanan dengan demokrasi. Lantas Soeharto tumbang. Indonesia memasuki zaman transisi menuju demokrasi. Seperti sejarah yang berulang, semua orang di negeri ini berkehendak tak lagi mengulangi kesalahan Orde Baru, sebagaimana zaman awal kemerdekaan yang membuang jauh-jauh semua hal berbau kolonial. Pemilihan langsung diselenggarakan. Rakyat punya kuasa, satu orang satu pilihan. Setiap individu di negeri ini punya hak menentukan nasib
bangsanya. Lagi-lagi demokrasi kehilangan esensinya. Saben masa kampanye datang, elite yang maju, baik untuk jadi wakil rakyat maupun presiden, mengunjungi pasar tradisional, memamerkan keintimannya dengan rakyat, betapa pun itu dibangun demi citra, demi penggambaran mulia seorang calon pemimpin. Panggung politik mendadak jadi panggung selebritas, di mana aktor-aktornya tak lebih dari bintang iklan sabun colek, atau minyak angin yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Ketika pesta demokrasi usai, semua pun seolah usai. Piring kotor dibiarkan teronggok. Persoalan yang datang
semakin merunyam. Beberapa waktu lalu, kita bisa saksikan bagaimana jamaah Ahmadiyah dibantai secara sadistis. Tiga orang tewas. Pemerintah yang disebutsebut sebagai hasil pemilihan langsung rakyat dari zaman demokrasi yang agung, itu pun entah pergi ke mana. Di pelbagai situs jejaring sosial, sumpah serapah berhamburan. Mereka merangkum semua keadaan itu dalam satu kalimat nyelekit: Negara Gagal. Jika demikian demokrasi apa gerangan yang sedang terjadi di negeri ini? Ketika pemerintah tak hadir dalam setiap ketidakadilan, ketika individu tak lagi bebas menjalankan keyakinannya, ketika elite dengan seenak perutnya
mengorupsi apa yang bukan haknya, ketika hukum diobrak-abrik segelintir mafia, dan ketika si miskin mati sebagai si miskin yang mayatnya teronggok di bangsal rumah sakit tanpa tersentuh karena tak mampu bayar? Jangan-jangan, kita semua sedang berilusi dan hidup di negara dengan fantasi demokrasi, padahal yang sedang berjalan sekarang tak lebih hanyalah pseudo demokrasi. n
Bonnie Triyana sejarawan, Pemimpin Redaksi Majalah Historia Online. April 2011
15
ND KREDO
Ketua Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Nasional DPP Nasional Demokrat
Enggartiasto Lukita:
“Kita Bisa Maju Seperti India dan Pakistan”
Walau merupakan negara makmur, kemakmuran Indonesia tak pernah dirasakan rakyatnya. Sebab, pengelolaan kekayaan itu tidak ditujukan untuk kepentingan masyarakat. teks INDRI ARIEFIANDI Foto bobby ranggadipura
I
ndonesia adalah negara kaya namun relatif masih belum makmur dan sejahtera. Hal itu terlihat dari masih rendahnya angka GDP (Gross Domestic Product), penerimaan pemerintah dari Pajak (PPn dan PPh), nonPajak, cadangan devisa, serta masih sempitnya lapangan pekerjaan. Sebagai Ketua Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Nasional DPP Nasional Demokrat, Enggartiasto Lukito menilai hal itu terjadi karena tiadanya good will dari pejabat negara. Menurut Enggar, walau merupakan negara makmur, kemakmuran Indonesia tak pernah dirasakan rakyatnya. Sebab, pengelolaan kekayaan itu tidak ditujukan untuk kepentingan masyarakat. “Kita memproduksi gas dan gas itu diekspor antara lain ke negara tetangga kita, misalnya Singapura, sehingga Singapura dapat menyelenggarakan F1 dan harga listrik di Singapura murah,” kata Enggar. Di Indonesia, listrik masih jadi masalah dan mahal harganya, karena kita mempergunakan minyak dengan mesin diesel sebagai pembangkitnya. Padahal, kalau Indonesia menggunakan gas sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, biaya produksi listrik akan turun dan kemungkinan pemutusan hubungan listrik semakin kecil. Dengan miris Enggar mengatakan, Indonesia merupakan negara makmur dan subur. Namun, kesuburan bumi Indonesia itu tidak berimbas positif kepada kaum tani. Pada saat panen padi misalnya, sudah dapat dipastikan harga gabah akan turun karena produksi melimpah ruah. “Hal itu karena pemerintah tidak siap menghadapinya,” kata Enggar. Ironisnya, Bulog memilih membeli beras impor yang lebih mahal dan bebas 16
April 2011
bea masuk ketimbang membeli gabah dalam negeri dengan harga mahal. Padahal, Bulog bertugas menyediakan pangan bagi masyarakat dengan harga yang terjangkau di seluruh daerah, serta mengendalikan harga pangan di tingkat produsen dan konsumen. Karena itu, sebuah gerakan perubahan mutlak diperlukan. Sebab, Enggar juga bermimpi negeri ini bisa maju seperti Pakistan dan India. “Pakistan bisa membuat F16 di negerinya dan mengekspor pesawat itu. Demikian juga India, membuat Sukhoi dan mengekspornya,” kata suami Kho Pik Hiang itu. Dan, hal itu bukan mustahil bagi Indonesia yang punya banyak BUMN pengelola industri strategis. Kita tinggal membeli lisensi dari pihak prinsipal. Sebagai anggota Komisi 1 DPR RI, ia melihat rencana pembelian alutsista (peralatan untuk sistem pertahanan) yang dibutuhkan Indonesia selama ini, mengacu kepada kebutuhan pembelian dalam satu tahun. Padahal, jika rencana strategis pembelian itu meliputi jangka yang lebih panjang, misalnya lima tahun, Indonesia dapat mengajukan syarat seperti yang diajukan India dan Pakistan: Berhak memproduksi dan mengekspor pesawatpesawat yang dibelinya. “Kalau kita buat rancangan strategis selama lima tahun, maka tender tidak akan sulit didapat. Saya yakin mereka mau, dan pasti biayanya akan lebih murah. Bahkan kita bisa meminta syarat untuk membuat alutsista tersebut di Indonesia bekerjasama dengan BUMN industri strategis kita. Berapa banyak keuntungan yang akan kita capai?” kata Enggar. Mengenai konsep ekonomi kerakyatan yang ditawarkan Nasional Demokrat kepada rakyat Indonesia, pria kelahiran
Cirebon itu menjelaskan: Ia akan fokus menangani pelaku industri kecil. Sehingga, ada dua faktor yang sekaligus dapat dilakukan: “Kita berbicara ekonomi riil masyarakat, sekaligus berbicara mengenai kesejahteraan masyarakat kecil lebih dulu,” kata Enggar. Golongan ekonomi lainnya? “Golongan menengah ke atas, katakanlah kalangan industri, walaupun terpukul, namun relatif masih dapat survive,” kata Enggar. Enggar juga menekankan pentingnya membenahi infrastruktur. “Bagaimana kita bisa menjangkau seluruh pelosok, terutama yang jauh, kalau sekarang kita tidak punya pelaksana atau infrastrukturnya?” kata mantan Ketua REI itu.n Enggartiasto Lukita, lahir di Cirebon, 12 Oktober 1951. Pendidikan Terakhir: IKIP Bandung (1977) Pengalaman Organisasi: Bidang Pemerintahan: - Anggota DPR (Komisi I FPG) (2009-2014) - Anggota DPR (Komisi V FPG) (2004-2009) - Anggota DPR (Komisi IV FPG) (2000-2004) - Anggota MPR (1997-1999) - Anggota Dewan Riset Nasional (1994-1999) Bidang Politik: - Ketua DPP Partai Golkar (2004-2009) - Wakil Bendahara Umum DPP PG (1998-2004) - Anggota Wanhat Golkar Jak-Sel (1992-1997) - Wakil Bendahara Umum DPP AMPI (1990-1995) Bidang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas): - Ketua Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Nasional DPP Nasional Demokrat (sejak 2009) - Ketua PPK Kosgoro 1957 (2003-2008) - Ketua PPK Kosgoro 1957 (1995-2000) April 2011
17
INSPIRASI
M. Ridwan Kamil
Menggagas Indonesia Berkebun Secara Sederhana
Melalui Gerakan Indonesia Berkebun, ia mengajak menumbuhkembangkan lingkungan yang lebih baik. Inisiatif publik yang dibangun secara sederhana dan menyenangkan. teks Heryus saputro
18
April 2011
Foto Bobby Ranggadipura
S
uatu kali, harian Media Indonesia menyajikan berita bertajuk “Komunitas Berkebun Panen Perdana.” Berita yang biasa-biasa saja, sebetulnya. Apa sih anehnya pekebun memanen hasil? Tapi, itu jadi menarik ketika para pekebun yang dimaksud, itu ternyata anak-anak TK, remaja, dan kakek-nenek, yang tergabung dalam Komunitas Jakarta Berkebun. Lebih menarik lagi, mereka memanen hasil nyatanya pada lahan-lahan tidur di bekas Bandara Kemayoran, Jakarta. Di lahan milik pengembang Springhill, itu pada Minggu pagi, 6 Maret 2011, mereka memanen kangkung. Hasil panen yang lumayan menggunung, itu ditumpuk di sisi kebun, tempat sejumlah sedan para pekebun terparkir rapi. Agak siang, hasil panen itu dibagi-bagikan: untuk para pekebun, juga masyarakat urban di kampungkampung sekitar. “Asyik, nyayur…!” teriak seorang perempuan muda, sembari mengibar-ngibarkan ikatan kangkung yang didapatnya, sebelum kemudian berlalu dengan mobil sedannya. “Setelah ini, mungkin kami akan menanam sawi, selada dan tomat di lahan ini,” kata M. Ridwan Kamil, 41 tahun, arkitek di belakang gerakan itu. Bersama temantemannya, setahun lalu ia membuat gerakan urban farming di pelbagai kota dalam wadah besar bernama “Indonesia Berkebun.” Di banyak kota negara maju, urban farming sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Mereka tak cuma menanami cuplik-cuplik lahan di halaman rumah masing-masing, bahkan atap-atap gedung dijadikan lahan roof farming. Gerakan itu tak sekadar menumbuhkan kehijauan berupa taman bunga, tapi juga bertanam sesuatu yang secara berkala bisa dipanen dan bermanfaat untuk dimakan. “Jadi, mengapa gerakan dari bawah ini juga tak mulai dimasyarakatkan di Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia?” kata Ridwan Kamil, Sarjana Teknik dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu. Menurut Ridwan, yang menjadi salah seorang anggota Tim Penasihat Arsitektur Kota Provinsi DKI Jakarta, bila dilihat dari udara, lewat jaringan Google misalnya, “Jakarta ternyata enggak benar-benar padat. Memang ada titik-titik yang amat padat, tapi tidak optimal. Di sana-sini masih banyak yang ‘bolong’. Ada ratusan hektare lahan nganggur, terbengkalai atau tak terpakai. Lahan tidur seperti itu kan sayang, mubazir bila terus dibiarkan,” kata Ridwan. Peraih Master of Urban Design dari College of Environmental Design – University of California-Berkeley, Amerika Serikat, itu juga menilai kota-kota di Indonesia umumnya berkembang sebagai kota yang sakit, yang pembangunannya tidak
Di salah satu cafe rancangannya Setelah ini mungkin kami akan menanam sawi, selada dan tomat di lahan ini.
April 2011
19
INSPIRASI
Diantara tim kerja Dari kalangan ekonomi mana saja.
seimbang. Infrastruktur kota dibangun dengan mendahulukan kepentingan ekonomi, dan melupakan, bahkan sering meniadakan, aspek ekologi serta sosial. RTH (ruang terbuka hijau) amat kurang. Ada memang taman-taman, tapi tidak dirancang sebagai taman untuk bermain dan berekreasi: bukan untuk kegiatan motorik. “Memang, kita bisa duduk bengong di taman. Tapi, lama-lama kan bosan juga kalau cuma bengong. Akibatnya, orang kota rekreasinya malah ke mal. Itu cuma satu contoh,” ungkap arkitek, desainer tata kota, penulis, dan dosen ITB Bandung itu. Dan, semua itu terjadi karena ruang terbuka hijau kurang disediakan. “Teori akademiknya kan harus ada 30 persen ruang terbuka hijau di sebuah kota. 20
April 2011
Sementara Kota Jakarta misalnya, RTHnya kurang dari angka itu,” kata Ridwan. Penasihat Ekonomi Kreatif Taiwan sejak 2010, itu juga menyatakan bahwa terkait krisis pangan yang melanda dunia saat ini, manusia kota seharusnya bisa memproduksi makanannya sendiri. “Mungkin tidak seratus persen, tapi bisa. Karena itu saya meluncurkan ‘Gerakan Indonesia Berkebun.’ Sebuah komunitas orang kota yang mau bergerak mengonversi lahan-lahan terbengkalai menjadi lahan ekologi. Artinya, lahan itu tidak sekadar hijau tapi juga produktif menghasilkan sesuatu untuk dimakan. Jadi, kita berkebun beneran. Ada yang menanam cabe, bawang, kangkung dan sebagainya. Hijaunya dapat, nilai ekonominya ada, plus nilai edukasi karena
targetnya adalah anak-anak Jakarta, dari kalangan ekonomi mana saja.” Dan, aktivitas itu, selain telah berlangsung di pelbagai lokasi di Jakarta, juga mulai dijalankan di Bandung, kota kelahiran Ridwan. Karena itulah, Ridwan haqul yakkin gerakan itu akan terus berkembang dan mekar di banyak kota di Indonesia. Melalui jejaring sosial semisal Facebook dan microblogging Twitter, kini aktivis Gerakan Indonesia Berkebun sudah mencapai ribuan orang. Dengan urban farming itu, maka saat-saat weekend anak-anak muda punya pilihan selain dolan ke mal, yaitu menyiram tanaman. Menur ut Ridwan, lahan satu hektare yang dipinjamkan developer di Kemayoran Jakarta Pusat kepada kelompoknya merupakan contoh. “Yang berkebun juga warga apartemen dan warga lain di sekitar Kemayoran. Begitu juga dengan lahan-lahan yang kami buat di Bintaro, di Cengkareng, dan lainlain. Masyarakat sekitarlah aktivisnya. Lama-lama orang Jakarta jadi punya pilihan dalam berekreasi yang positif, sambil mengoptimalkan lahan-lahan yang terbengkalai itu,” kata tokoh kreatif Indonesia yang antara lain memimpin Bandung Creative City Foundation (BCCF) itu. Tentu saja Ridwan tak sendiri. Komunitasnya didukung aktivis dari berbagai latar keilmuan. Sebut saja ahli ekologi, yang mengecek keasaman tanah hingga bisa mengusulkan dengan jitu apa yang sebaiknya ditanam di sebuah lahan. “Di Kemayoran cocoknya kangkung, ya kita tanam kangkung. Di tempat lain mungkin lain lagi. Bisa selada, bayam atau lainnya. Di Bandung, di Cigadung, cocoknya stroberi, pisang, dan lain-lain.” Di situlah ‘seru’nya gerakan berkebun itu. Bayangkan bila seluruh lahan tidur di pelbagai kota diaktifkan, dan masyarakat sekitar bergerak menanami lahan-lahan yang dipinjamkan pemiliknya: sebuah
Foto Koleksi pribadi
Ada ratusan hektare lahan nganggur, terbengkalai atau tak terpakai. Lahan tidur seperti itu kan sayang, mubazir bila terus dibiarkan
April 2011
21
INSPIRASI
Mesjid Al Irsyad, Bandung Enggak kreatif kalo enggak traveling.
budaya urban baru yang positif. Dan, untuk itu, ia memanfaatkan jaringan para pengembang yang tata rancangannya ia buat. “Karena di situ saya arsiteknya, saya lalu usul kepada klien-klien saya yang tanahnya masih tidur, untuk kami pinjam,” kata Ridwan. Dalam praktik urban farming, Ridwan menerapkan teori fun, happy, seru. “Berkebun bukan untuk susah, tapi buat rekreasi. Misalnya di sepetak tanah kita buat menjadi sepuluh baris. Tiap baris kita kasih nama sebuah kota: Ambon, Palangkaraya, dan lain-lain. Jadi menggabungkan edutainment dan ekologi. Dari anak TK hingga nenek-nenek berusia 65 tahun bisa ikut menanam. Pengelola kebun namanya Wali Kebun,” kata Principal di PT. Urbane Indonesia, sebuah konsultan arkitek dan desain tata kota di Bandung, yang juga melayani klien-klien dari Bahrain, Beijing, Dubai, Hong Kong, San Francisco, Singapura, dan Thailand. Ridwan terbilang sebagai arsitek dan urban designer muda Indonesia yang kian moncer. Sejak 1996, sedikitnya ia telah memenangkan 45 penghargaan di bidang desain dan arkitektur dari pelbagai lomba di dalam dan luar negeri. Bahkan ia tercatat sebagai Top Ten Architecs 2010 Indonesia dari BCI Asia. 22
April 2011
Kesibukannya seabreg. Menulis untuk berbagai penerbitan di dalam dan luar negeri, sejak 1995. Juga bekerja sebagai Junior Urban Disain, Pusat Studi Urban Disain (PSUD) Jurusan Arsitektur – Institut Teknologi Bandung. Dosen Jurusan Arsitektur ITB sejak 1995 dan Principal PT Urbane Indonesia sejak 2004. Ridwan juga aktif di sejumlah organisasi/ afiliasi profesi semisal anggota asosiasi American Institute of Architect (AIA), American Planning Association (APA), Berkeley Urban Forum, dan Asosiasi Arsitek Indonesia (IAI). Alumni SIF ASEAN Visiting Student ini juga pernah menjadi Ketua Persatuan Mahasiswa Indonesia (Permias) UC Berkeley (19992000). Ketika enam tahun Ridwan tinggal di Amerika dan Hong Kong, seorang anaknya lahir di Amerika Serikat. Sedikitnya ia telah mengunjungi 99 kota di luar Indonesia. “Baik itu merupakan
kota-kota yang jelek, maupun yang amat representatif sebagai hunian,” ungkap suami dari Atalia Praratya, dan ayah dari Emmeril Khan Muntadz (11) serta Camillia Laetitia Azzahra (7). Toh, pengalaman hidup merupakan guru yang baik. Semua rancang-bangun karyanya, yang mencakup lebih dari 280 rancangan – baik superblock maupun sekadar sesosok gedung, baik eksterior maupun interior, di Indonesia maupun luar negeri –datang dari pengalamannya melihat dunia lain di luar sana. Dari pengalaman itu Ridwan mendapatkan teori sendiri: bagaimana membangun arsitektur sebuah kota dengan caracara baru dan mengedepankan fungsi ekonomi, ekologi, dan sosial. “Saya enggak kreatif kalo enggak travelling,” katanya, serius. Minimal, lima kali dalam setahun ia ngeboyong keluarganya nglencer ke berbagai tempat. Khususnya untuk menikmati kota-kota
Ridwan tak sendiri. Komunitasnya didukung aktivis dari berbagai latar keilmuan. Sebut saja ahli ekologi, yang mengecek keasaman tanah hingga bisa mengusulkan dengan jitu apa yang sebaiknya ditanam di sebuah lahan.
baru, atau mengulang langkah melihat kota-kota yang sudah membuatnya kagum dan penasaran. Ada banyak kota yang Ridwan suka. Top-nya adalah Sydney, Porto di Portugal, dan London. “Ubud di Bali juga saya suka. Kota itu selalu bikin hati saya rileks,” kata penyuka olahraga futsal ini. “Jakarta…, saya tidak suka, walau kini saya juga berkantor di sini, dua hari dalam seminggu,” katanya renyah. Menurut Ridwan, Jakarta tipe kota yang amat tidak teratur. Pembangunan di Jakarta dikepung bangunan-bangunan yang individualis. Cenderung mengedepankan aspek ekonomi. Jarang yang ramah sosial, apalagi ramah lingkungan. Jakarta, juga kota-kota lain di Indonesia umumnya berkembang sebagai kota sakit, yang (pembangunannya) tidak seimbang. Mestinya bangunan-bangunan di kota menyediakan ruang-ruang terbuka untuk manusia. Umumnya, bangunan di kota-kota Indonesia menghabiskan lantai dasarnya untuk halaman parkir. Padahal, itu lantai yang paling berharga bagi manusia. “Kalau kita jalan-jalan
ke kota-kota besar di dunia: Singapura, Hong Kong, Tokyo, Eropa, Amerika, lantai dasarnya itu penuh dengan pedestrian yang baik dan nyaman. Enggak ada tempat-tempat parkir yang berlebihan seperti di kita. Gedung-gedung kita, mana ada pedestrian di lantai dasarnya?” Oleh karena itu, Ridwan punya obsesi memanusiawikan Jakarta. Dan, itu tak cuma terlihat dari pelbagai rancangannya. Superblok Taman Rasuna dengan ‘menara’ Epicentrum yang cantik di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, misalnya, bisa menjadi contoh bagaimana seharusnya ‘lahan tidur’ di sebuah kota diremajakan dan dikembangkan. Lahan yang lama terbengkalai, itu kini jadi salah satu potret hunian apik di Jakarta. Sejumlah bangunan tinggi hadir sebagai ‘rumah susun’ kelas atas, tapi warganya tetap punya ruang terbuka luas dan lebar untuk jogging dan olahraga, dengan memanfaatkan atap gedung-gedung fasilitas umum, yang ada di antara bangunan-bangunan jangkung tersebut. “Memperbaiki Jakarta atau kotakota lain di Indonesia bukan hal yang
muskil. Masih selalu ada harapan untuk memperbaiki lingkungan di perkotaan. Dan, itu bisa dimungkinkan selama pihak developer (yang hendak membangun sebuah kawasan) memiliki visi yang jelas akan tata lingkungan yang sehat dan manusiawi. Itu bisa ditopang oleh desain bangunan atau kompleks bangunan yang sehat, dengan mengedepankan masalah lingkungan yang memanusiakan masyarakat urban,” ungkap Ridwan. Dalam merancang, ia mendengarkan dulu visi dan misi dari owner yang hendak membangun sebuah kawasan atau ruang. “Tapi saat lahannya besar, maka klien saya menjadi dua: satu, owner, satunya lagi masyarakat.” Ridwan juga harus berpikir bagaimana ruang-ruang yang dirancangnya, itu bisa dinikmati semua orang. Klien happy dan masyarakat yang nantinya di-“warisi” bangunan-bangunan tersebut juga happy dan punya nilai tambah. Bagian dari tanggungjawab kepada masyarakat itu pula yang mendorong Ridwan menggagas Gerakan Indonesia Berkebun. n
Disamping maket salah satu rancangannya Ditopang oleh desain bangunan atau kompleks bangunan yang sehat.
April 2011
23
s uara daerah
Menanam Akar di Gerbang Jawa-Sumatera DPW Bengkulu telah merekrut lebih dari 2.000 anggota Nasional Demokrat. Bulan ini, satu DPC akan dikukuhkan. Demi mengembangkan potensi yang ada di daerah itu. teks Heryus Saputro Foto Bobby ranggadipura
Sebagian anggota DPW Bengkulu Kerjasama dengan Dinas Kesehatan Benteng.
24
April 2011
T
i ga h ar i del a pan ko ta d an kabupaten! Itulah gerak cepat yang dilakukan Ketua Nasional Demok rat Prov insi B anten H. Sam R achmat, SE , MM dalam memasyarakatkan gerakan restorasi organisasi kemasyarakatan Nasional Demokrat di wilayahnya. “Ada banyak kerja yang mesti dilakukan. Untuk itu keberadaan organisasi Nasional Demokrat di provinsi ini harus benar-benar solid dan dirasakan keberadaannya oleh segenap lapisan masyarakat,” kata Sam Rachmat.
Untuk itu, secara simultan selama tiga hari (16, 19, dan 20 Maret 2011), ia mengundang Pengurus Pusat Nasional Demokrat untuk meresmikan Nasional Demokrat tingkat Kabupaten dan Kota se-Banten. “Nasional Demokrat memang harus mengakar ke masyarakat. Karena restorasi Indonesia yang lebih baik sebagaimana Nasional Demokrat cita-citakan, memang berpangkal pada apa yang diinginkan masyarakat di daerah masing-masing. Dari kebaikan restorasi di daerah-daerah,
itu kita bisa berharap tumbuhnya kebaikan di segenap persada Nusantara. Untuk itu, amat bijak bila Nasional Demokrat di tiap wilayah provinsi, bisa segera membangun kepengurusan tingkat kabupaten kota, dan diteruskan ke tingkat kecamatan, tingkat kelurahan, tingkat RW dan RT,” kata Ketua Umum Nasional Demokrat Surya Paloh di GOR Cilegon. Sesi pertama itu diwarnai pelantikan Kepengurusan Daerah Nasional Demokrat Kota Cilegon serta Kota Serang dan Kabupaten Serang. Adapun sesi kedua – meliputi Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta Kota Tangerang Selatan – dilakukan di GOR Puspitek, Serpong. Selain Sekretaris Jenderal Nasional Demokrat Syamsul Mu’arif, hadir pula Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan Nasional Demokrat Ferry Mursyidan Baldan, serta Ketua Dewan Pembina Nasional Demokrat Wilayah Provinsi Bali IGK Manila. “Kehadiran Nasional Demokrat di tiga kabupaten kota ini amat penting, mengingat topografis daerahnya berbatasan langsung dengan seluruh wilayah barat Jakarta, yang merupakan ‘pusat’ pelbagai persoalan nasional. Bahkan kita semua mafhum, pintu gerbang internasional menuju Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta, berada di wilayah ini,” kata Syamsul Mu’arif, dalam pidato pelantikannya. “Anggota Nasional Demokrat di Tangerang-Raya harus bisa mengantisipasi pelbagai nilai positif ini, untuk bersama berbagai elemen masyarakat yang ada, kita kembangkan pada hal-hal bermanfaat bagi kemajuan Indonesia yang lebih baik,” lanjut Syamsul. Esoknya, di GOR Pandeglang, giliran Ferry Mursyidan Baldan yang memuji
Kehadiran Nasional Demokrat di tiga kabupaten kota ini amat penting, mengingat topografis daerahnya berbatasan langsung dengan seluruh wilayah barat Jakarta, yang merupakan ‘pusat’ pelbagai persoalan nasional. April 2011
25
s uara daerah
suara daerah
kali Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang. Prasasti itu baru ditemukan pada 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Isinya: Pengagungan terhadap keberanian Purnawarman, seorang raja Tarumanagara yang terkenal. SesurutnyaTarumanagara, yang menurut beberapa sejarawan akibat serangan kerajaan Sriwijaya, kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa -- dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes -dilanjutkan Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan Tome Pires, penjelajah Portugis, 1513, Banten menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Perdagangan yang ramai dan masyarakatnya yang terbuka membuat pelabuhan Banten dikenal bangsa-bangsa Eropa dan Arab – selain Cina dan India. Tak pelak, sejak lama kawasan ini menjadi pintu gerbang Indonesia. Terlebih
sekarang ini. Selain memiliki Bandar Udara Soekarno-Hatta, Selat Sunda yang memisahkan Jawa dan Sumatera menjadi perlintasan kapal-kapal besar yang menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan negara-negara di Asia Tenggara, semisal Thailand, Malaysia, dan Singapura. Sementara, pelabuhan Cigading dan lainnya, menjadi pelabuhan alternatif bagi kapal-kapal yang sedianya akan berlabuh di Tanjungpriok, Jakarta. Walhasil, Banten memang istimewa. Ditambah dengan keberadaan Gunung Krakatau yang leutusannya pada 1883 menggegerkan jagat raya, pun Taman Nasional Ujung Kulon yang dinyatakan Unesco sebagai salah satu heritage dunia, menjadikan Banten tak semata penghubung Jawa dan Sumatera. Tapi, juga menjadi tujuan para pencari kerja. Maklum, seperti disebutkan sebuah data yang dilansir BPPT (Badan Pengkajian
Pengurus Daerah Nasional Demokrat Wilayah Banten
Sebagian anggota DPW Bengkulu Kerjasama dengan Dinas Kesehatan Benteng.
(8 Kota/Kabupaten, 156 Kecamatan, 1.535 Kelurahan/Desa)
Bila tak diantisipasi dengan baik, ironi dan tragedi yang dialami rakyat Banten akan lebih memilukan lagi bila jembatan yang menghubungkan Lampung dengan Banten itu terwujud. kesigapan Sam Rahmat. “Salut kepada saudara Sam Rahmat, yang pada siang ini telah berhasil menuntaskan deklarasi Nasional Demokrat daerah kabupaten/ kota se-Provinsi Banten,” kata Mursyidan, seraya menegaskan watak dan cita-cita Nasional Demokrat. “Nasional Demokrat ad al ah gerak an p er ubahan yang berikhtiar menggalang seluruh warga negara dari berbagai lapisan dan golongan di seluruh Indonesia. Gerakan restorasi lebih baik, yang dicita-citakan Nasional Demokrat, tak bertumpu dan berpusat di Kepengurusan Pusat di Jakarta. Gerakan perubahan harus ditumbuhkan dari titik-titik sumbunya di daerah-daerah,” katanya. 26
April 2011
Tak pelak, semua itu menumbuhkan kebanggaan tersendiri buat Rahmat. Terlebih, antusiasme masyarakat Banten tak hanya ditunjukkan dengan terbentuknya pengurus di delapan kota dan kabupaten di provinsi itu. Juga, karena kehadiran ribuan anggota masyarakat yang memadati tiga acara deklarasi dan pelantikan tersebut. “Tapi kerja belum selesai,” kata Rahmat. Mencakup 156 Kecamatan dan 1.535 desa serta kelurahan, upaya memasyarakatkan Nasional Demokrat di provinsi itu bukan hal mudah. Perlu kerja keras dan pengorbanan yang tak sedikit. “Tapi, insya Allah, dengan dukungan, semangat, dan kerja keras semua pihak, konsolidasi
keorganisasian ini akan selesai sebelum Agustus tahun ini,” ungkap Sam. Menurut Sam, silaturahmi yang tulus merupakan kunci keberhasilan konsolidasi maupun pelaksanaan citacita Nasional Demokrat. “Para pengurus harus mau berbagi waktu untuk door to door, bersilaturahmi dari rumah ke rumah, berbincang dengan siapa saja. Dengan demikian, bisa diperoleh apa saja keluhan masyarakat yang mungkin bisa diangkat. Juga, untuk diwacanakan ke para pihak terkait, dan pihak yang berkompeten di pemerintahan. Insya Allah, sebelum Nasional Demokrat berulang tahun yang ke-2, masalah-masalah yang ada di Banten sudah bisa kami petakan untuk dicarikan solusinya,” kata Sam. Pada abad ke 5, Banten merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan era Tarumanagara ini adalah Prasasti Ci Danghiyang atau Prasasti Lebak, yang ditemukan di kampung Lebak, di tepi
Ketua Daerah Kota Cilegon Sekretaris
: H. Rosyid Haerudin, Sp, MM : Erik Rebi’in, SE
Ketua Daerah Kota Serang Sekretaris
: Hj. Teti Kurnaeti, SE : E. Muclis
Ketua Daerah Kabupaten Serang Sekretaris
: H. Hasan Makuri, S.Sos : Drs H Komaro Sifai
Ketua Daerah Kota Tangerang Sekretaris
: H. Ali Nurdin Abdulgani : Ahyani
Ketua Daerah Kota Tangerang Selatan : Ir Suryadi Hendarman, MM Sekretaris : H. Tubagus Imanudin Spd. Ketua Daerah Kabupaten Tangerang : H. Tasril Jamal SE, MM Sekretaris : H. Adang Iskandar Ketua Daerah Kabupaten Pandeglang : H. Beni Sudrajat Sekretaris : M. Redy, SE, MM Ketua Daerah Kabupaten Lebak Sekretaris
: Dedi Jubaedi, S. Sos. : H. Cecep Ruhyandiwirya
dan Penerapan Teknologi), wilayah yang pernah menjadi bagian Provinsi Jawa Barat, itu menjadi tempat mukim sekitar 60 persen kawasan industri di Indonesia. Ditambah dengan potensi lainnya -baik mineral, obyek wisata, budaya, dan lainnya – Banten sudah selayaknya menjadi daerah yang makmur. Namun, itulah masalahnya. Faktanya, kawasan yang memiliki luas 9.160,70 km² itu menjadi bagian dari ironi dan tragedi yang menimpa negeri ini. Alihalih makmur, kesejahteraan rakyat Banten jauh dari menggembirakan. Itu tercermin dari rendahnya IPM (Indeks Pembangunan Manusia) di wilayah itu. Hanya menduduki peringkat 23 dari seluruh provinsi Indonesia. Tak aneh bila kita menemukan pelaku terorisme dan para demonstran sewaan yang berasal dari daerah Banten. Bahkan, belum lama ini, kita pun dihebohkan dengan peristiwa Cikeusik. Godaan lain ada di depan mata: Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda. Bila tak diantisipasi dengan baik, ironi dan tragedi yang dialami rakyat Banten akan lebih memilukan lagi bila jembatan yang menghubungkan Lampung dengan Banten itu terwujud. Sebab, proyek tersebut tak ubahnya buah simalakama: Bila Pemprov Banten sigap memelihara dan mengundang masuk para investor agar berusaha di wilayahnya, dayatarik Banten bagi masyarakat luar akan semakin menggoda. Sebaliknya, bila ia kurang sigap, Banten hanya bisa gigit jari. Malah, alih-alih didatangi investor baru, investor lama pun bisa hengkang dari tempat itu. Pun para pencari nafkah dari Sumatera. Mereka lebih memilih timur Jakarta yang lebih strategis – lebih dekat ke ibukota Jawa Barat, Bandung, yang jelas lebih menarik. Atau malah memilih Cirebon, yang juga tengah giat memperbaiki infrastruktur dan kualitas SDM-nya. Semua itulah rupanya, yang juga disadari Sam R ahmat dan kawankawan. “Masyarakat Banten harus bisa mengantisipasi kemajuan itu. Ekonomi yang berpihak kepada masyarakat mesti segera ditumbuhkan. Potensi hasil bumi Banten harus bisa memberi arti pada masyarakat banyak di wilayah ini. Nasional Demokrat akan coba memberi masukan, apa-apa saja yang bisa dilakukan masyarakat untuk lebih memberdayakan perekonomian rakyat,” kata Sam. n April 2011
27
s uara daerah
K ol o m
Membangun Manfaat Nasional Demokrat Tatkala politik menjadi panglima, rakyat tak kebagian space untuk bicara tentang kondisi ekonominya.
B
anyak anggapan di masyarakat kalau Nasional Demokrat akan ber metamor fosis menjadi par tai p oli t ik . A ng ga pan tersebut beralasan: Pertama, saat ini suasana sosial masyarakat, nyaris di semua bidang, terasa sangat kental nuansa politis. Bahkan, memilih calon menantu pun barangkali dianggap perlu mempertimbangkan “faktor politik.” Akibat politik menjadi penentu segala hal, rakyat tak lagi kebagian space untuk bicara tentang kondisi ekonominya. Persoalan pendidikan dan membangun karakter serta budaya bangsa tenggelam di bawah arus berita dan komentar politik yang identik dengan intrik para elite. Sementara, rakyat harus menerima kenyataan nyaris tak ada politisi yang serius memperjuangkan nasib mereka. Kedua, para inisiator dan deklarator Nasional Demokrat dikenal publik sebagai tokoh nasional yang tak bisa dipisahkan dengan dinamika politik dan partai 28
April 2011
politik, sejak Orde Baru hingga hari ini. Dua di antaranya: Surya Paloh dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Mereka sangat dikenal dan diakui punya peran penting dalam percaturan elite politik nasional. Karena itu, wajar masyarakat luas menduga Nasional Demokrat adalah cikal-bakal partai politik. Ormas pengusung semangat restorasi ini lahir di tengah situasi politik dan hukum yang sedang carut-marut. Parpol berakrobat menunggangi rakyat. Para politisi berebut kursi. Hukum menjadi acara jual beli. Rakyat ikut tertular pragmatisme dengan menjual murah suara pada pemilu dan pilkada. Konstituen tak peduli lagi—atau lebih tepat, tak kuasa berbuat apa-apa— atas kelakuan politisi yang terlanjur dipilihnya. Ketulusan, kejujuran, dan pengabdian seperti koleksi barang antik yang teramat sulit ditemui. Politik yang sejatinya adalah cara berkhidmat untuk rakyat, diselewengkan menjadi sekadar cara memuaskan syahwat akan tahta dan harta. K ondisi tersebut mel ahirk an sikap apatis rakyat terhadap politik, partai politik, juga para politisi. Itu yang kemudian menyebabkan ”umur kepercayaan” konstituen terhadap partai relatif pendek. Konstituen ideologis adalah segmen yang semakin sempit di antara pemilih pragmatis yang kian membesar. Mayoritas konstituen cenderung ”tutup mata” terhadap siapa atau partai apa yang dipilih, yang penting besar imbalan atas pilihannya itu. Mayoritas rakyat miskin menjadi pemilih yang rentan politik uang. Maka, ketika pemilu atau pilkada, yang menjadi ukuran adalah ”tebal kantong” pesertanya.
Illustrasi Mansoer Widro
Kolom lukman hakim
Soal kapabilitas dan kualitas calon, tak signifikan untuk dipertimbangkan. Dampak politik transaksional—yang dibahas dalam Rapimnas I Nasional Demokrat awal Februari lalu di Jakarta— menjebak bangsa ini dalam sembilan dimensi krisis: krisis identitas, ideologi, kepercayaan, semangat kebangsaan, sistem politik, manajemen birokrasi negara, kesejahteraan rakyat, kedaulatan ekonomi, dan kelestarian lingkungan alam. Sebagai ormas, Nasional Demokrat punya keleluasaan dan keluasan ruang gerak untuk terus menggulirkan agenda
restorasi. Karena itu, agenda serta pembahasan yang penting dihela Nasional Demokrat adalah restorasi menyeluruh terhadap institusi kemasyarakatan termasuk partai politik, juga institusi negara baik pemerintah maupun parlemen, yang meliputi sikap mental maupun aspek institusionalnya. Dalam kondisi sekarang, menjalankan agenda restorasi jauh lebih penting dibanding “shopping baju” ormas atau partai, pada saat Nasional Demokrat tengah membangun kelembagaan dan instrumen pendukung di daerah-daerah. Keunggulan Nasional Demokrat sebagai
“ormas pelangi” adalah menjadi tempat netral dan terbuka bagi semua kalangan; ini menjadi kekuatan sekaligus memberi harapan dan jawaban atas skeptisisme publik terhadap parpol yang ada. Visi misi yang ditawarkan Nasional Demokrat harus mampu diejawantahkan dalam kerja nyata. Agenda restorasi perlu diwujudkan dengan merekayasa faktor yang merusak bangsa ini, menjadi faktor yang membangun. Pluralitas dan kesetaraan yang dibawakan Nasional Demokrat, hendaknya dapat membantu dan mendorong rakyat untuk merebut dan menciptakan peluang untuk mewujudkan
kesejahteraan. Karena itu, mazhab politik Nasional Demokrat adalah utilitarianisme, bukan pragmatisme. Nasional Demokrat berpolitik untuk kemanfaatan rakyat. Maka, menjadi partai atau tetap sebagai ormas, bukan pokok persoalan. Yang terpenting bagaimana Nasional Demokrat tetap bisa memberikan nilai lebih berupa kemanfaatan bagi rakyat dan bangsa ini. Salam restorasi! n Lukman Hakim adalah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Nasional Demokrat Provinsi Lampung. April 2011
29
s uara daerah
FORMULIR KEANGGOTAAN
Nama Lengkap
: ........................................................................................................................................
Nama Panggilan
: ........................................................................................................................................
No. KTP
: ........................................................................................................................................
Tempat/Tgl. Lahir
: ........................................................................................................................................
Jenis Kelamin
: ........................................................................................................................................
Gol. Darah
: ........................................................................................................................................
Profesi/Pekerjaan
: ........................................................................................................................................
Riwayat pendidikan
: ........................................................................................................................................
Alamat Lengkap
: ........................................................................................................................................ .......................................................................................................................................... ..........................................................................................................................................
RT/RW
: ........................................................................................................................................
Kel
: ........................................................................................................................................
Kecamatan
: ........................................................................................................................................
Telp/HP
: ........................................................................................................................................
Alamat email
: ........................................................................................................................................ ..........................................................................................................................................
Yang bisa dihubungi dalam kondisi darurat, Nama
: ........................................................................................................................................
Telp/HP
: ........................................................................................................................................
Alamat
: ........................................................................................................................................ .......................................................................................................................................... .......................................................................................................................................... ......................, .......................................... ttd
30
April 2011
Catatan: Mohon lampirkan photocopy KTP dan Pas Photo 3x4 e-mail:
[email protected]
(
) April 2011
31
Lipat disini Lipat disini
KIRIMAN BALASAN TANPA PERANGKO
No. IJIN : 45 /KIRBAL / JAT /DIVRE-IV /2010 BERLAKU s/d. 31 Desember 2012
Anda Akan Melakukan Perubahan
AGENDA & MOMEN
Untuk diserahkan kepada:
April 2011
Kepada: PT. POS INDONESIA (PERSERO) Kantor Pos Jakarta Timur 13000
34
Nasional Demokrat Jl. R.P. Soeroso No. 46 Gondangdia Lama Jakarta Pusat 10350
AGENDA & MOMEN
Gondangdia, Jakarta Ketua Umum Nasional Demokrat Surya Paloh menerima kunjungan Sekretaris Jendral Fretelin Mari Alkatiri, 3 Maret 2011. Mari mengusulkan Indonesia segera menggagas pertemuan tingkat tinggi ASEAN untuk membahas perkembangan Timur Tengah dan dampaknya terhadap negara-negara ASEAN. April 2011
35
AGENDA & MOMEN
AGENDA & MOMEN
Pandeglang Deklarasi dan pelantikan pengurus Nasional Demokrat Kota Pandeglang dan Kabupaten Lebak diwarnai atraksi kesenian khas Banten: Debus. Kesenian ini kombinasi antara seni tari, seni suara, dan seni musik. Nuansa magis cukup kental.
36
Gondangdia, Jakarta
Tangerang
Pengurus Nasional Demokrat Kota Depok menyumbangkan tong sampah kreasi mereka. Langkah nyata lain Nasional Demokrat.
“Saya nggak usah cape keliling kampung. Mangkal di sini aja baksonya laris,” kata Mas Bajo, yang biasa keluar masuk kampong menjajakan dagangannya. Inilah salah satu manfaat langsung kehadiran Nasional Demokrat bagi rakyat kecil.
April 2011
April 2011
37
Hukum Hukum
Proyek Baru Kapolri: Detasemen Penanggulangan Anarkis Reformasi di tubuh kepolisian masih berkutat pada soal gaji. Profesionalisme dan kesigapan sebagai penegak hukum seakan diabaikan. Polisi harus berbagi peran? teks Maman Gantra
Anggota Gegana Sudah tahu, bom kok penangannya seperti itu?
38
April 2011
A
da adagium klasik di kalangan kepolisian: Satu kaki di penjara, kaki lain di kuburan. Maknanya, pekerjaan polisi memang penuh risiko. Sekaligus serba salah. Terlebih di era serba repot seperti sekarang ini. Apa pun yang dilakukan polisi seringkali dinilai tidak tepat – untuk sekadar menghindari kata yang lebih menghakimi: “selalu salah”. Contohnya menimpa Dodi Rahmawan, Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Timur Kompol. Seperti kita tahu, Komisaris itu harus menjalani rawat inap di ICU Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangkusumo sampai lima hari karena luka yang dideritanya setelah mencoba menjinakkan bom yang dikirim lelaki tak dikenal ke Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur. Sebagaimana kita saksikan di layar televisi, Dodi menjinakkan bahan peledak yang dirakit dalam sebuah buku, itu dengan tangan kosong dan tanpa pelindung apa-apa. Bom buku itu hanya dialasi selembar keset sabut kelapa dan kain pel. Sementara, seorang pria lain mengguyurkan air selang ke buku berisi bom itu. Konon, tindakan itu dilakukannya berdasarkan guidance yang ia terima dari koleganya, seorang anggota Gegana. Atas perbuatannya, itu Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Sutarman, menilai Dodi telah menyalahi prosedur sekaligus ceroboh karena membahayakan dirinya sendiri dan juga orang lain. Sementara, Kabag Penum Mabes Polri Kombes Boy Rafli Amar menyebutnya sebagai “terlalu bersemangat” – tentu saja dengan nada setengah berseloroh. Bisa jadi, Dodi menyalahi prosedur. Namun, itu dia lakukan demi menyelamatkan nyawa orang lain. Terlebih, alpanya kehadiran Tim Gegana ke lokasi itu bisa juga dipertanyakan lebih jauh. Adakah tim penjinak bom itu sama sekali tak diberitahu? Diberitahu tapi tak diminta datang? Atau, mereka terlambat datang karena terhalang kemacetan ibukota yang kian menggila – sementara markas mereka nun di
Kelapadua sana, sekitar 30 kilometer dari lokasi? Atau, mereka memang enggan datang? Walhasil, Dodi pun harus melakukan kenekadan itu: Menjinakkan bom hanya dengan tangan kosong dan peredam berupa keset sabut kelapa. Maka, polisi pun kembali menjadi bahan cemoohan. Maklum, seperti disebut tadi: Kecerobohan dan kebodohan itu dipaparkan secara telanjang lewat kamera televisi. “Sudah tahu bom, kok penanganannya seperti itu? Tidak profesional banget,” kata Rinasari Azwar, siswi sebuah SMP di Jakarta Pusat. Alihalih mendapat simpati, tindakan heroik Dodi itu malah dilecehkan. “Bodoh banget,” kata Rinasari. C ilakanya , “ kecerobohan” itu tak hanya dilakukan Dodi. Tapi, juga Kapolri Jenderal Timoer Pradopo. Menyusul peristiwa anarkis di Cikeusik, Temang gung , dan Pasuruan, awal Maret lalu, ia mengumumkan rencana briliannya: Membentuk Detasemen Penang gulangan Anarkis. Seper ti namanya, tugas detasemen itu adalah memukul aksi anarkis yang dilancarkan massa, baik terhadap sesama warga ne gara maupun terhad ap aparat keamanan atau pemerintah. “Sementara kita siapkan untuk lima kota besar. Di Jawa, Medan, Palembang , dan Makassar,” kata Kapolri, seperti dikutip Kompas.com. S o n t a k , re n c a n a K a p o l r i i t u membuat orang-orang berkerut kening. Soalnya, selain terkesan reaktif atas peristiwa-peristiwa kekerasan yang terjadi beberapa waktu sebelumnya, pembentukan detasemen itu hanya menunjukkan ketidakmampuan polisi memahami tugas pokoknya. Sekaligus ketidakbecusan mereka dalam mengatasi aksi-aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok warga masyarakat. Padahal, fungsi utama kepolisian adalah melindungi warganya dari aksi-aksi kriminalitas. Lagipula, anarkisme yang dimaksud, frekuensinya tak setinggi aksi-aksi kejahatan itu. Tak ubahnya dengan terorisme. Kasusnya sangat
Polisi pun kembali menjadi bahan cemoohan. Maklum, seperti disebut tadi: Kecerobohan dan kebodohan itu dipaparkan secara telanjang lewat kamera televisi. April 2011
39
Hukum
sporadis. Sementara, selain memiliki satuan intelijen, kepolisian juga memiliki beberapa unit pasukan terkait dengan pengendalian aksi-aksi massa tersebut. Mulai dari Pasukan Anti Huru-Hara (PHH) sampai Pengendalian Massa (Dalmas). Kalau saja intelijen polisi bisa berfungsi dengan baik, banyak peristiwa kekerasan dan kejahatan bisa dicegah. Jajaran intelijen polisi sejatinya bisa melakukan deteksi dini terhadap pelbagai peristiwa. Bahkan, untuk peristiwa yang tak berpotensi membuahkan kekerasan dan anarkisme sekali pun. Atas laporan intelijen itulah, para petugas lainnya bisa melakukan antisipasi. Toh, sejumlah kekerasan tak terjadi sertamerta begitu saja. Kalaupun polisi tak bisa mencegah terjadinya kerumunan massa, setidaknya mereka bisa mencegah kemarahan massa yang berujung pada kekerasan. Hal seperti itulah juga yang dilihat banyak pihak. Misalnya, Neta S. Pane dari Indonesia Police Watch (IPW). Menurut Neta, tindakan anarkis muncul
Kalau saja intelijen polisi bisa berfungsi dengan baik, banyak peristiwa kekerasan dan kejahatan bisa dicegah. Jajaran intelijen polisi sejatinya bisa melakukan deteksi dini terhadap pelbagai peristiwa. bukan karena perlu atau tidaknya detasemen seperti itu. Masalah anarkis muncul karena lemahnya intelijen serta koordinasi antara polsek, polres, dan polda. Karena itu, Neta menyarankan penguatan intelijen kepolisian di tingkat polsek. Bukannya membuat detasemen baru. Selain itu, polisi juga memiliki unit kamtibmas sampai di tingkat polsek. Bahkan, di wilayah terkecil, itu mereka juga memiliki Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat. Nah, kalau lembaga-lembaga itu bisa berfungsi sekaligus berkoordinasi dengan baik hal-hal yang tidak diinginkan pun bisa dihindari. Termasuk aksi-aksi anarkis itu. “ Yang paling penting adalah
kepedulian dari para kapolres. Sejauh mana mereka peduli terhadap laporan anak buahnya, kemudian melakukan pemetaan, melakukan deteksi dini, lalu berkoordinasi dengan polda, dan seterusnya,” kata Neta. “Sebenarnya, dari segi keberadaan pasukan, standar operasional, protap, Dalmas sudah sangat ideal. Kenapa harus dibentuk lagi detasemen baru?” kata Neta lagi. Lagipula, penambahan detasemen itu pasti akan mengakibatkan pembengkakkan ang garan, dan munculnya jabatan-jabatan baru yang tak perlu. Selain itu, keberadaan Detasemen Penanggulangan Anarkis itu, nantinya juga akan bertentangan dengan tugas
Aksi kekerasan Yang paling penting adalah kepedulian dari para kapolres.
40
April 2011
Foto MI/Panca Syurkani
Demonstrasi damai umat Islam Membentuk organisasi baru harus jelas kebutuhannya.
utama Polri sebagai aparat keamanan yang mengedepankan tindakan preventif. Sementara, kalau detasemen itu jadi dibentuk , itu sama sa ja mengarahkan polisi ke tindakan represif dan menjadikan polisi seperti pemadam kebakaran. Karena itulah Neta mewantiwanti agar DPR tak merestui rencana Kapolri itu. “Kalau ini sampai terjadi, keadaan jadi tambah repot,” kata Neta, seraya menunjuk dampak lainnya, yang tak kalah mengkhawatirkan: Kalau tidak ada konflik di masyarakat, detasemen itu bisa saja merekayasa konflik sehingga terjadi aksi anarkis agar detasemen itu terlihat punya jasa. Dan, di mata Neta, gagasan pembentukan detasemen baru itu tak lepas dari adanya ‘pesan sponsor’. Terutama, terkait ancaman ormas yang akan melakukan perlawanan untuk menggulingkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kalau ormas mereka dibubarkan. Seperti Neta, Prof. Dr. Bambang Widodo Umar, staf pengajar Program Pascasarjana UI-Kajian Ilmu Kepolisian, juga mengingatkan agar pembentukan detasemen itu dipikirkan matang-
Kalau tidak ada konflik di masyarakat, detasemen itu bisa saja merekayasa konflik sehingga terjadi aksi anarkis agar detasemen itu terlihat punya jasa. matang. Membentuk organisasi baru har us jelas kebutuhannya. K alau aksi massa anarkis di Cikeusik dan Temanggung dianggap sebagai pemicu pembentukan detasemen tersebut, katanya, dasarnya tidak kuat. Aksi anarkis di kedua tempat itu akarnya panjang, yang tak mungkin diatasi dengan membentuk detasemen baru. “Aksi anarkis itu bisa ditanggulangi oleh fungsi-fungsi kepolisian yang sudah ada. Ada intelijen, Brimob, dan lain-lain, yang bisa dimanfaatkan,” katanya. Bambang khawatir, pembentukan detasemen anti-aksi anarkis itu justru akan menonjolkan tindakan represif. Padahal, masalah keamanan mestinya bukan hanya ditangani polisi. Satpam, polisi pamong praja, polisi khusus, bahkan TNI, seharusnya ikut pula diberi peran aktif. Sementara, polisi bertindak selaku koordinator semua
potensi itu. Bukannya merasa bisa melakukan segalanya sendirian. “Selama ini, kepolisian tidak mengoordinasikan unsur-unsur tadi secara sistemis,” kata Bambang. Bambang juga mengusulkan, kalau sekadar menghadapi pedagang kaki lima, serahkan ke Satpol PP. Kalau ada gangguan keamanan lebih besar seperti pemberontakan atau teror, libatkan TNI. Kalau menghadapi ormas atau gerombolan, katanya, bolehlah itu urusan polisi. “Yang penting, sebagai penang gung jawab keamanan d an ketertiban, polisi mesti melakukan koordinasi,” kata Bambang lagi. Jadi, polisi harus mengubah mindset bahwa untuk setiap perkara harus ada satuan khusus di kepolisian. Apalagi kalau tujuannya sekadar mencari proyek: dana dan kenaikan jabatan. Ini Negara hukum bukan Negara proyek. n April 2011
41
PAR LE MEN
Tenaga Ahli: Kebutuhan Fungsional atau Sekadar Balas Jasa? Jumlah Tenaga Ahli untuk setiap anggota DPR akan ditambah. Karena kebutuhan fungsional atau hanya kiat membalas jasa? Atau, sebagai dalih perlunya gedung baru? teks indri ariefiandi Foto Bobby ranggadipura
Sidang DPR Menangani 3 sampai 6 lingkup kerja dan berinteraksi dengan 4 sampai 14 mitra kerja.
42
Maret 2011
K
etua DPR RI Marzuki Alie pernah berkata: Terbatasnya tenaga ahli DPR menjadi kendala utama dalam menganalisis dan menyusun anggaran dan keuangan negara. Karena itulah, pihaknya akan menambah Tenaga Ahli DPR – baik bagi anggota maupun untuk fraksi. “Mungkin 1 atau 2 lagi untuk anggota, serta 5-7 Tenaga Ahli untuk fraksi,” kata Marzuki. Sontak, seperti biasa, pernyataan Marzuki itu mengundang dukungan dan kecaman. Para pengecam, menilai DPR tak tahu diri sekaligus mengadaada. “Kemarin Dana Aspirasi, sekarang Tenaga Ahli. Ujung-ujungnya, duit juga,” kata Muhiran, warga Kayumanis, Jakarta Timur. Sementara, para pendukung, menganggap hal tersebut wajar-wajar saja. Terutama, mengingat tugas seorang anggota DPR memang tak ringan. “Untuk mendapatkan sebuah undang-undang yang baik, dibutuhkan tenaga profesional. Demikian pula penyelesaian sejumlah masalah yang ada. Mereka itulah yang mengisi jabatan Tenaga Ahli,” kata Jafar Fakhrurozi, guru di sebuah SMA swasta di Sawangan, Bogor. Ferrari Roemawi, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, memberikan sebuah ilustrasi: setiap komisi di DPR menangani 3 sampai 6 lingkup kerja dan berinteraksi dengan 4 sampai14 mitra kerja -- kementerian, komisi, badan, dan lembaga. Maka, jika mengacu pada lingkup kerja, itu seorang anggota DPR membutuhkan sedikitnya 3 sampai 6 Tenaga Ahli untuk membantunya menjalankan fungsi legislasi. Sementara, sekarang ini, setiap anggota DPR hanya memiliki seorang Tenaga Ahli plus seorang asisten pribadi. “Kalau di Amerika Serikat, seorang anggota memiliki sampai 20 Tenaga Ahli. Minimal mereka menguasai tiga disiplin ilmu,” kata anggota Komisi VI itu. “Belum lagi mengenai UU, harus ada tenaga ahli yang menguasai hal tersebut terutama tata bahasa dalam UU. Paling tidak, ada yang meringkas sehingga kita dapat membaca dengan efektif,” kata Ferrari. Pernyataan Ferrari soal Tenaga Ahli Kongres (Senat dan DPR) Amerika, itu memang benar adanya. Setiap Senator dibantu 20-30 staf. Sementara setiap anggota DPR (House of Representatives/ HoR), dibantu 10-15 orang staf. Bahkan, ketika Hillary R Clinton menjadi senator ia dibantu 26 staf (16 di Washington dan
10 di kantor daerah pemilihan/dapil). Selain itu, ia juga memiliki 15 staf lain yang digaji dari koceknya sendiri, berbeda dari ke-26 staf tadi yang dibayar negara. Sementara, anggota HoR James A Leach didukung 9 staf di kantor pusat dan 7 staf di dapil. Staf di dapil itu bertugas khusus menyerap aspirasi dan bekerja melayani warga konstituennya. Di Prancis setiap anggota parlemen dibantu 5 staf ahli dengan anggaran 8 ribu euro per bulan. Begitu pun di Filipina. Seorang anggota DPR Filipina dibantu 5-7 orang staf ahli, dengan gaji sekitar 7,8 juta peso plus 1,6 juta peso untuk transportasi lokal. Karena itulah, gagasan DPR soal penambahan Tenaga Ahli sejatinya tak berlebihan. Banyak dan ragamnya persoalan mengharuskan seorang anggota dewan memiliki staf. Terlebih, untuk hal-hal yang sifatnya teknis. Baik menyangkut legislasi, pengawasan, maupun budgeting. Bahkan, untuk urusan politik pun, termasuk menjalin komunikasi dengan konstituen atau calon konstituen, atau malah dengan kalangan pewarta, sejatinya seorang anggota DPR juga memiliki Tenaga Ahli. “Selain memberikan sumbangan pemikiran, saya juga membantu meningkatkan citra anggota DPR yang saya bantu melalui jaringan saya,” kata Tri Soekarno Agung, seorang tenaga ahli yang memiliki latar belakang pewarta media nasional. Karena itu, tahun lalu BURT (Badan Urusan Rumah Tangga) DPR memberikan tambahan seorang Tenaga Ahli lagi kepada setiap anggota DPR demi meningkatkan performa dan kualitas mereka. Kelak, pada 2014, manakala gedung baru DPR telah selesai dibangun, setiap anggota DPR akan memiliki lima tenaga ahli ditambah satu asisten.
Ketika Hillary R Clinton menjadi senator ia dibantu 26 staf (16 di Washington dan 10 di kantor daerah pemilihan/dapil). Selain itu, ia juga memiliki 15 staf lain yang digaji dari koceknya sendiri. April 2011
43
PAR LE MEN
besar ruangan 2 x 5 m disekat dua: untuk anggota dan minimal 2 staf, aspri dan tenaga ahli. “Sangat tidak nyaman untuk ukuran kerja yang (seharusnya) menguras begitu banyak energi dan konsentrasi,” jelas Mansyur. Belum lagi kalau kedatangan tamu lebih dari dua orang di ruang kerja itu. Toh, itu baru menyangkut gedung. Kecaman terhadap rencana penambahan Tenaga Ahli itu juga dikaitkan dengan balas jasa para anggota dewan sendiri. Artinya, alih-alih menciptakan sebuah DPR yang berkualitas, kehadiran Tenaga Ahli itu ditengarai hanya untuk mengembangkan perkoncoan semata. Para anggota DPR pasti hanya merekrut kalangan dekatnya sebagai Tenaga Ahli. Sebagai balas budi atas jasa-jasa yang bersangkutan semasa si anggota berkampanye atau berpolitik, dan bukan berdasarkan kualifikasi yang dipersyaratkan. “Tidak ada urusan dengan balas jasa. Kemampuan. Meskipun, kemampuan saja tidak akan cukup jika tidak dibarengi dengan etos kerja yang maksimal. Bekerja untuk parlemen ini seakan tak ada waktu kerjanya,” kata Ferrari, membantah
Staf anggota DPR Dua hal itu tidak ada hubungannya sama sekali.
Bila beker ja sungguh-sungguh demi kepentingan rakyat, tugas seorang anggota DPR memang tak ringan. Sesuai fungsinya, setiap hari DPR selalu berinteraksi dengan berbagai pihak. Terutama dengan pihak eksekutif seperti para menteri beserta jajarannya, para kepala lembaga plus jajarannya, para komisaris dan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait, serta kalangan masyarakat – mulai dari para aktivis mahasiswa, pers, sampai LSM. Rangkaian rapat diadakan untuk membahas rancangan undang-undang, mengkritisi, dan mengontrol APBN, s e r t a m e n g e ce k d a n m e n g aw a s i kesesuaian program pemerintah dengan pelaksanaannya di lapangan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, tak jarang para anggota dewan, yang umumnya berganti setiap lima tahun dan berasal dari latar-belakang beragam, harus berhadapan dengan menteri. Demi memahami sebuah masalah, mereka harus berdiskusi dan berdebat. Seorang menteri, dalam rapat tersebut, didampingi belasan bahkan puluhan staf eksekutif. Mulai dari 44
April 2011
kekhawatiran tadi. Meskipun, di mata Pius, politik balas budi itu bukannya tidak mungkin. Hanya, pihaknya berupaya membatasi semaksimal mungkin, dengan memberikan kriteria ketat, agar posisi Tenaga Ahli itu benar-benar diisi orangorang yang kompeten. Bahkan, seperti disampaikan Marzuki Alie, pada 2009 silam, perekrutan Tenaga Ahli itu disertai mekanisme uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test). “Ujian itu dilakukan Sekretariat Jenderal DPR. Tujuannya untuk mengetahui apakah calon Tenaga Ahli itu layak menjadi pembantu anggota dewan atau tidak. Jika mereka lolos, maka gajinya berasal dari keuangan negara,” kata Marzuki. Sebaliknya jika dalam ujian itu si calon dinyatakan gagal, tapi anggota dewan
tetap ingin merekrutnya, maka Tenaga Ahli itu tidak digaji negara. Melainkan oleh anggota DPR yang bersangkutan. “Sekarang ini, banyak yang direkrut seperti itu,” kata Marzuki. Dan itu, bagi Ferrari, bukan hal aib. “Apa pun, seorang anggota DPR harus nyaman bekerjasama dengan Tenaga Ahli itu. Sejauh itu tetap mengacu kepada kriteria yang telah ditetapkan, kenapa tidak?” kata Ferrari. Toh, apa pun kritik dan komentar masyarakat, karena para anggota DPR adalah orang yang ditugaskan oleh jabatannya antara lain untuk membuat undang-undang dengan dibiayai negara, maka tak seorang pun bisa menghalangi apa pun keputusan mereka. Jadi, sumangga kersa. Terserah dan tersila saja. Mudahmudahan sih, masih memiliki nurani. n
Karena para anggota DPR adalah orang yang ditugaskan oleh jabatannya antara lain untuk membuat undang-undang dengan dibiayai negara, maka tak seorang pun bisa menghalangi apa pun keputusan mereka.
Bila bekerja sungguh-sungguh demi kepentingan rakyat, tugas seorang anggota DPR memang tak ringan. Sesuai fungsinya, setiap hari DPR selalu berinteraksi dengan berbagai pihak. direktur jenderal, kepala badan, staf ahli, sampai kepala biro. Sehingga, si Menteri pun bisa dengan baik memaparkan persoalan. Sementara, seorang anggota DPR hanya di-back-up seorang tenaga ahli. Bagi para anggota DPR yang memiliki spesialisasi keilmuan sesuai dengan komisi atau masalah yang dibahas, hal itu tak terlalu sulit. Ia bisa dengan cepat beradaptasi. Namun, bagi para anggota yang berlatar keilmuan berbeda, apalagi ia bukan termasuk pembelajar cepat, maka penyesuaian itu agak sulit dilakukan. Sehingga, rapat pun jadi timpang. Maka, penambahan Tenaga Ahli itu mutlak diperlukan. Sayangnya, rencana penambahan Tenaga Ahli bagi anggota DPR tersebut muncul manakala rencana pembangunan gedung baru DPR mengemuka. Sehingga, muncul tudingan
bahwa penambahan Tenaga Ahli itu semata demi mengegolkan pembangunan gedung baru tersebut. Atas tuduhan dan kecaman itu, tentu saja, Wakil Ketua BURT DPR Pius Lustrilanang membantahnya. “Dua hal itu tidak ada hubungannya sama sekali,” kata Pius. Menurut Pius, rancangan gedung baru DPR memang dipersiapkan berdasarkan proyeksi lima tenaga ahli dan satu asisten pribadi anggota, dan bukan sebaliknya. Bukan tenaga ahli dulu diisi, agar dijadikan alasan untuk membuat gedung baru karena ruangan menjadi sempit. Pernyataan Pius, itu mendapat dukungan dari seorang mantan Tenaga Ahli anggota DPR, Mansyur Sulaiman. Menurut dia, kondisi ruang kerja anggota DPR saat ini memprihatinkan. Dengan
Rapat Komisi DPR Tidak ada urusan dengan balas jasa. April 2011
45
PARLEMEN
PARLEMEN
S
alah seorang anggota DPR yang kerap membuat pernyataan kontroversi al ad alah P ius Lustrilanang. Posisi politisi Partai Gerindra sebagai Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, itu membuatnya acap tampil di media guna menjelaskan keputusan-keputusan BURT yang seringkali tak populer. Beberapa bulan lalu misalnya, bersama Ketua BURT yang juga Ketua DPR Marzuki Alie, ia kembali harus jungkir balik mencoba mempertahankan rancangan gedung baru DPR yang nilai pembangunan beserta perlengkapannya mencapai Rp 1,8 triliun. Belum lagi soal itu reda, DPR memutuskan akan menambah Tenaga Ahli. Terhitung 1 Januari 2012, setiap anggota DPR periode 2009-2014 akan mendapatkan tambahan satu orang Tenaga Ahli. Sedangkan ke depan, untuk periode berikutnya, setiap anggota akan menambah lima Tenaga Ahli dan satu asisten. Pertimbangannya, seorang anggota dewan kerap melaksanakan dua hingga tiga tugas yang berbeda sekaligus. Sementara, Tenaga Ahli yang ada sekarang tidak mampu menangani masalah yang ada. Benarkah demikian? Berikut petikan wawancara Indri Ariefiandi dari majalah AND dengan Wakil Ketua BURT Pius Lustrilanang:
Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi Partai Gerindra
Pius Lustrilanang:
“Tenaga Ahli Jangan Memiliki Hubungan Darah” 46
April 2011
Apa sih alasan utama penambahan Tenaga Ahli bagi anggota DPR itu? Masyarakat menilai anggota DPR itu harus menjadi superman. Padahal tidak seperti itu. Kalau mau diungkap, saat ini persyaratan minimal anggota DPR adalah S1. Padahal, dia hanya memiliki legitimasi politik karena dia dipilih. Sementara, tidak ada sekolah untuk menjadi anggota DPR. Artinya, begitu masuk parlemen, di situlah dia belajar. Kemampuan belajarnya sangat tergantung pada kemampuan intelektual masing-masing individu. Sementara, anggota DPR dipilih bukan untuk memahami semua hal secara teknis. Anggota DPR diperlukan untuk mengambil keputusan politik. Lalu, pemahaman secara teknis, itu siapa yang harus menyediakan? Itulah Sekjen DPR, sebagai sistem pendukung. Idealnya berapa banyak Tenaga Ahli yang diperlukan seorang anggota DPR? Idealnya anggota DPR memiliki Tenaga Ahli sendiri. Karena minimal dia harus mengurusi tiga kementerian. Jika
”Tidak ada sekolah untuk menjadi anggota DPR. Artinya, begitu masuk parlemen, di situlah dia belajar. Kemampuan belajarnya sangat tergantung pada kemampuan intelektual masing-masing.”
satu kementerian saja sudah mengacu kepada beberapa disiplin ilmu, bayangkan jika harus mengurus tiga kementerian. Jadi, minimal harus mengacu kepada tiga disiplin ilmu. Bahan-bahan akademis dan teknis itulah yang dipersiapkan Tenaga Ahli. Idealnya berapa? Idealnya, setiap Tenaga Ahli paham atas satu kementerian. Karena itu, jika di komisi itu mengurusi tiga kementerian maka minimal mereka harus memiliki tiga Tenaga Ahli. Tetapi proyeksi kita untuk tahun 2014 diperlukan sampai lima Tenaga Ahli. Jika Tenaga Ahli sudah cukup, apakah studi banding diperlukan anggota DPR? Itu dua hal yang berbeda. Mengenai studi banding, walaupun saya tidak lagi menyebutnya sebagai studi banding, ada sebutan lainnya, karena memang ada studi banding dan ada pula perjalanan dinas luar negeri. DPR dengan tiga fungsi maksimalnya baru dapat dimulai pada 2005. Sebelumnya, cuma tukang stempel murni. Kemudian, pada saat berfungsi maksimal, otomatis ang gota DPR harus belajar kepada lembaga-lembaga parlemen yang sudah menjalankan hal itu secara maksimal, atau mungkin yang sudah puluhan tahun. Lalu di mana mereka harus belajar? Sudah tentu harus belajar dengan mitranya di luar negeri atau kepada parlemen di luar negeri. Karena itulah dipandang perlu adanya studi banding. Dan jangan lupa, anggota DPR itu terlibat dalam pergaulan internasional. Oleh sebab itu, mereka perlu bukan hanya studi banding, tetapi yang terpenting bergaul di dalam pergaulan internasional. Nanti, jika tetap perlu studi banding, mungkin yang pergi akan lebih banyak staf dibanding anggota. Saat ini kan komposisinya masih banyak anggota DPR. Tenaga Ahli itu bisa mengajukan diri atau diajukan anggota DPR? Ada dua. Pertama, Tenaga Ahli untuk
anggota. Itu anggota sendiri yang akan merekrutnya, sementara Sekjen dan DPR hanya mempersiapkan kriteria minimal saja. Sebetulnya, BURT menginginkan agar Tenaga Ahli minimal S2. Tetapi karena Tenaga Ahli itu bekerja untuk anggota maupun di partai, kemudian ada pertimbangan-pertimbangan loyalitas, politik, dan sebagainya, termasuk balas jasa. Maka kriteria itu diturunkan, tetapi minimal S1. Kalau untuk di komisi dan alat kelengkapan yang lain, hal itu sudah tidak dapat ditawar: S2 semua. Tapi, Tenaga Ahli itu kan hanya balas jasa bagi tim sukses anggota DPR? Ya, sebagian. Sebab itulah, kriterianya kami perketat. Kalau tidak begitu, nanti yang tidak qualified akan mudah jadi Tenaga Ahli, padahal kemampuannya tidak ada. BURT berupaya memperketat syarat tersebut. BURT juga berupaya, ke depan, jangan sampai ada Tenaga Ahli yang memiliki hubungan darah dengan anggota. Minimal keluarga setingkat ke atas dan ke samping. Tetapi itu akan kembali kepada moralitas masing-masing anggota. Tetapi setahu saya di Perancis mereka juga bebas membuat syarat bagi Tenaga Ahli. Bahkan memperkerjakan isteri dan anaknya. Yang penting, kita tetapkan saja kriteria yang baku. n
Pius Lustrilanang S.Ip.M.Si Tanggal lahir: 19 Oktober 1968 Karir: Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi Partai Gerindra (2009-2014) CEO, PT Brigass Trilanang Security (2001 – sekarang). Pendidikan: Pasca Sarjana Universitas Indonesia: Kajian Ilmu Kepolisian, Manajemen Security (2004) Universitas Katolik Parahyangan, Bandung: Hubungan Internasional (1987) April 2011
47
gaya gaya && politik politik
Tempat kerja, yang merupakan bagian dari faktor situasional, secara psikologis memberi motivasi kepada seseorang untuk menghasilkan kinerja yang diharapkan.
Anggota DPR Fraksi PDIP Dedy Suwandi Gumelar di ruang kerjanya Dilengkapi dengan furnitur yang rata-rata sama.
Membaca Ruang Kerja Anggota Dewan Ruang kerja bisa jadi petunjuk bagaimana si empunya memandang penting ruangan dan pekerjaannya. teks saeno m abdi Foto Bobby ranggadipura 48
April 2011
I
nteraksi manusia dan ruang kerja akan memproduksi berbagai hal, begitu kata teori. Dalam interaksinya, tentu saja kedua obyek itu akan saling mempengaruhi. Jika dikaitkan dengan produktivitas dan efektivitas, sejatinya sangat banyak faktor yang terlibat dan mempengaruhi keberhasilan pekerjaan itu. Konon, secara garis besar, faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja seseorang dapat dibagi ke dalam faktor individual dan faktor situasional. Jika faktor individual berasal dari diri orang itu sendiri, seperti usia, pendidikan,
motivasi, pengalaman, maka faktor situasional berasal dari luar diri seseorang. Tata letak ruang kerja, peralatan, kondisi pekerjaan, karakteristik lingkungan dan seterusnya, adalah contoh dari faktor situasional. Berbeda dengan faktor individual, faktor situasional dapat diubah untuk memberikan pengaruh positif pada kinerja seseorang. Tempat kerja, yang merupakan bagian dari faktor situasional, secara psikologis memberi motivasi kepada seseorang untuk menghasilkan kinerja yang diharapkan. Namun, satu hal yang pasti, hubungan antara ruang kerja dan
pengisinya tentu tak lepas dari persepsi si penghuni. Lalu, bagaimana anggota DPR RI mempersepsi ruang kerjanya masingmasing? Kabarnya, di Gedung Dewan sana ada yang memandang ruang kerja dari aspek fungsional. Ada juga yang lebih mengedepankan aspek kelayakan: layak untuk dirinya, status sosialnya, dan layak dari sudut prestise seorang pejabat negara. Karena itu, tak aneh jika ada ruang kerja anggota dewan yang dibikin lebih bagus, dengan biaya sendiri. Secara ketentuan, itu memang dimungkinkan. Tapi, ada anggota yang lebih memilih “tidak mengutak-atik” ruang kerja yang sudah disediakan untuknya. Setidaknya ada sekitar 500-an ruang kerja yang tersebar di 23 lantai Gedung Nusantara I. Ruangan dengan sekat papan partisi tersebut rata-rata berbentuk persegi, ditambah ruang asisten pribadi serta staf ahli yang biasanya diisi dua sampai tiga orang di dalamnya. Ruangan masing-masing anggota dewan dilengkapi dengan furnitur yang rata-rata sama. Di bilik asisten ada dua meja kayu dengan pernis coklat dan kain biru serta lemari loker. Sedangkan di ruang utama, terdapat sofa tamu beserta meja, kursi utama anggota dan meja kerja serta dua lemari multi fungsi yang biasanya digunakan untuk menaruh buku-buku dan televisi. Praktis tidak ada kemewahan yang mencolok di dalamya. Kalaupun ada televisi flat, kulkas, dan perabot lainnya, maka bisa dipastikan barang-barang tersebut adalah barang milik pribadi anggota Dewan. Atas inisiatif dan biaya sendiri itulah, misalnya, fraksi Golkar di DPR pernah merenovasi ruang yang disediakan untuk mereka. Pada awal setelah renovasi, ramai dibicarakan betapa ruangan Fraksi Partai Golkar di lantai 12 memiliki kemewahan setara hotel bintang lima. Ubin di lantai April 2011
49
gaya & politik
50
April 2011
April 2011
51
gaya & politik
gaya & politik
dan kertas tertumpuk di buffet di sebelah meja kerjanya. Soal sofa, Reni tak berniat menggantinya. “Sejauh ini belum ada yang komplain, kok,” ujarnya setengah berseloroh. Apakah ia merasa nyaman dengan kondisi yang ada? Reni tak memberi jawaban pasti. “Ya, nyaman gak nyaman,” ujarnya mengambang. “Tapi, yang penting selama fasilitas yang sifatnya fisik masih bisa menunjang kinerja dewan, saya kira enggak masalah,” lanjutnya. Karena itu, Reni tak segan membawa bantal sendiri ketika dirasa kursi tempatnya duduk saat menganalisis RUU atau pekerjaan lainnya, dirasa membuat tubuhnya pegal. Soal itu, Reni menyebutnya ringan sebagai “risiko bagi yang sering berada di ruangan.” Dedy Suwandi Gumelar alias Mi’ing pun memilih konsep fungsional. Suatu ketika, demikian tutur anggota dewan dari PDIP itu kepada fotografer Bobby R ang gadipura dari majalah AND, sang istri mencoba kursi kerja Mi’ing. Sang istri malah kejepit, karena jarak antarlengan kursi yang kurang lebar.
Interior ruang kerja anggota DPR Aktivitas saya lebih sering di luar ruang kerja.
Ada ruang kerja anggota dewan yang dibikin lebih bagus, dengan biaya sendiri. Secara ketentuan, itu memang dimungkinkan. Tapi, ada anggota yang lebih memilih “tidak mengutak-atik” ruang kerja yang sudah disediakan untuknya. 12 terbuat dari marmer, seluruh dinding di area pintu lift ditambah dengan lapisan kayu berwarna cokelat, plafon dipercantik, dan pencahayaan baru membuat benderang suasana di lantai itu. Persis di depan ruang pimpinan FPG terdapat sebuah ruang rapat dengan dinding dan pintu terbuat dari kaca. Anggota FPG ataupun tamu juga bisa menikmati saluran TV kabel dengan TV flat 21 inch yang disediakan tepat di depan sofa bergaya minimalis dengan balutan kulit warna hitam. Kehadiran meja kaca antik semakin menunjukkan bagaimana ruangan itu ditata dengan saksama. Indonesia Monitor menulis: Suasana mewah langsung terasa saat memasuki ruangan fraksi yang dipimpin Setya Novanto. Bos Hotel Mulia, itu memang sengaja menyulap interior ruang kerja DPR 52
April 2011
yang terlihat kusam dengan gaya minimalis. Apa yang pernah dilakukan FPG tentu merupakan pilihan, yang dimungkinkan oleh aturan yang ada. Sama halnya dengan cara Basuki Tjahaya Purnama (BTP) menyikapi ruang kerjanya. “Saya bisa dikatakan hampir enggak butuh ruang kerja, aktivitas saya lebih sering di luar ruang kerja. Saya paling ke ruang kerja sebentar saja, itu pun tidak setiap hari,” kata salah seorang anggota FPG dari daerah pemilihan Bangka-Belitung itu. Anggota Dewan dari Partai Golkar itu pun menerima dan membiarkan ruang kerjanya tetap seperti apa adanya. “Isi ruangan sesuai dengan yang disediakan sekretariat. Tak ada ornamen apa-apa di ruang kerja saya. Paling kalau ada foto dari daerah ya saya tempel, ada kalender ya saya tempel.” Bagi mantan Bupati Belitung, itu
ruang kerja mestinya didedikasikan untuk para staf. Karena itu, ruang kerja pribadinya sendiri sengaja dibuat lebih kecil dari ukuran yang disediakan. “Dengan begitu staf mendapat ruang kerja yang tak terlalu sempit.” Jadi jangan heran, kalau ruang kerja BTP sebagai anggota dewan tergolong biasabiasa saja. Dan, hanya muat untuk satu meja kerja dan satu set kursi tamu. Lalu di mana toiletnya? Untuk sekadar cuci tangan atau buang air kecil, BTP, staf juga para tamu, kudu menuju rest room bersama. “Dibandingkan dengan ruang kerja perusahaan swasta, ini memang jelek. Tapi, bukan itu yang penting,” ujar BTP seraya mengiyakan kalau ia lebih suka melihat ruangan dari aspek fungsinya. Seperti halnya BTP, Reni Marlinawati anggota DPR RI Fraksi PPP di Komisi X, juga penganut paham fungsional. Bedanya, Reni memilih menambah interior dengan aksen-aksen kecil. Tengok misalnya kaligrafi Surat AlFatihah di ruang kerjanya. Juga ada foto keluarga: foto suami dan anak-anaknya. Selain itu, juga ada jam dinding, lukisan bunga, satu set televisi yang semuanya dibeli sendiri. Sementara, sejumlah buku
Walhasil, digantilah kursi itu dengan yang sekarang. Sementara, untuk menyimpan buku di ruang kerja, sang istri pun merelakan rak bukunya untuk suami. Perlengkapan lain di ruang kerja Mi’ing adalah kulkas dan satu unit TV kreditan. “Itu saya kredit dari toko China,” ujarnya tanpa bermaksud menyinggung masalah SARA. Jadwal kerja, yang kadang membuat anggota dewan tak bisa beristirahat, cukup disiasati Mi’ing dengan menyediakan sofa lipat. Itu pun dibawanya dari rumah. “Kenapa beli yang mahal kalau yang saya bawa dari rumah lebih murah dan lebih bagus?” kata Mi’ing. Sofa asli, yang disediakan sekretariat DPR, tak bisa dia pakai bahkan untuk sekadar meluruskan badan. Sebab, membuat gatal kalau dipakai tiduran. Tentu saja, Mi’ing, seperti BTP juga Reni, tak sekali pun berniat menjadikan ruang kerjanya untuk tempat tidur. Bagi ketiganya, bukan ruang kerja dan perlengkapannya yang membuat mereka bekerja. Itu semua, hanyalah faktor situasional yang bisa dikalahkan oleh niat
dan kemauan, yang merupakan bagian dari faktor individual seseorang. Entah dengan anggota dewan lainnya.n
Tunggu Dulu…! Ruangan anggota dewan diisi dengan furnitur inventaris yang sama. Barang-barang lain merupakan bawaan masing-masing anggota dewan. Atas inisiatif dan dana sendiri, dimungkinkan melakukan renovasi ruang kerja. Toilet dan kamar mandi hanya ada di luar, dan boleh dipakai oleh semua orang, bahkan untuk tamu, juga para sopir dan pekerja di setiap lantai
Ruangan staf anggota DPR Tak sekali pun berniat menjadikan ruang kerjanya untuk tempat tidur.
April 2011
53
ekonomi & bisnis
Ayo ke Bank Bank Daerah
Sebagai lembaga keuangan yang lahir di daerah, bank pembangunan daerah sangat berpotensi untuk maju. Mampukah menjadi pemenang di tanah kelahirannya sendiri? teks Saeno m abdi Foto bobby ranggadipura
U
ndang-Undang No.32/2004 tentang Pemerintah Daerah bisa jadi merupakan salah satu ‘vitamin’ penting bagi kehadiran Bank Pembangunan Daerah (BPD). Sebab, dengan UU tersebut, daerah memiliki hak dan wewenang (selain tentu saja kewajiban) untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Seiring pelaksanaan otonomi daerah, pusaran dana di daerah lebih kencang berputar dibanding saat semuanya serba diurus pusat. Semua itu, tentu menjadi potensi yang bisa dikelola bank daerah seoptimal mungkin. Berbicara tentang potensi BPD, Dibyo Rahardjo Mantan Direktur Unit Khusus Manajemen Informasi BI memiliki komentar menarik. “BPD peringkatnya mungkin berada di tengah, tidak di atas tidak juga di bawah, tapi promising,” katanya. Dibyo melanjutkan, kalau dikelola dengan baik, secara profesional BPD akan tumbuh menjadi lembaga keuangan yang sangat menjanjikan. “Dia akan maju, karena jelas dia milik pemda. Pemda proyeknya banyak, segala proyek swasta atau pemerintah yang masuk ke daerah harus mendapat izin pemda. Sehingga, sebetulnya pemda bisa mengatur: ‘oke kamu saya beri izin, tapi kerja sama juga dengan bank kita, dong.’ 54
April 2011
Sri Adiningsih memiliki pandangan mirip. Ekonom dari Yogya itu sangat memberi tekanan ketika menyebut BPD sangat berpeluang maju. Bank local alias BPD di Indonesia saat ini berjumlah 26. “Mereka tidak banyak, tapi mengerti benar bisnisnya dan mengenal dengan baik karakteristik masyarakat di sekitarnya,” kata Adiningsih. Dan, ihwal itulah yang menjadi modal penting bagi BPD. Belum lagi, belakangan BPD paling tidak di Yogya dan Jawa Tengah, makin agresif mendekatkan diri dengan masyarakat sekitar. Adiningsih yakin, jika pandai melakukan berbagai terobosan maka BPD pun akan semakin populer. Artinya, semakin berada di hati publik dan kian besar kontribusinya kepada daerah, maka tambah besar pula peluang BPD menjadi bank terkemuka. Jalan ke arah itu bisa dikatakan terbuka sudah. Pada pengujung 2010, Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia, mengabarkan bagaimana BPD akan diarahkan. BPD ditempatkan sebagai ujung tombak sekaligus tulang punggung penopang ekonomi daerah. Posisi yang dialokasikan itu tak pelak mensyaratkan pembenahan BPD. Untuk itu, BI bersama Asbanda (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah) telah menyusun blueprint pembenahan BPD yang diarahkan untuk mendukung
Bank Jabar Mereka tidak banyak, tapi mengerti bisnisnya.
perekonomian daerah. “Cetak biru itu masuk ke dalam revisi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) 2010 dan berada di pilar pertama perbankan Indonesia yakni, ketahanan modal,” kata Darmin Nasution saat Penandatanganan Komitmen bersama menjadikan BPD sebagai Bank Terkemuka pada 21 Desember lalu. Dengan cetak biru tersebut diharapkan 26 BPD di Indonesia punya kerangka pembangunan daerah yang lebih terarah. Cetak biru itu memang dimaksud untuk menetapkan tiga area sebagai fokus utama pengembangan BPD. Pertama,
ketahanan kelembagaan yang kuat yang bertujuan mengembangkan rasio modal. Kedua, BPD sebagai agen pembangunan d aerah ber tu juan meningkatkan perekonomian daerah. Dan, ketiga, peningkatan akses masyarakat dalam financial inclusion guna mempermudah akses masyarakat ke perbankan daerah, minimal sampai tingkat kecamatan. Pada kesempatan itu, Darmin juga berharap BPD dapat menjadi bank terkemuka atau regional champion di negeri sendiri. Ihwal modal, BPD selama ini memang sangat tergantung pada pemda. Dalam bahasa Mirza Adityaswara, ekonom dari
Bank Mandiri, BPD mendapat dana dari APBD pemda dan menyalurkan kredit kepada pegawai pemda. Karena itu, agar kemampuan pendanaannya lebih kuat, BPD perlu melebarkan sayap ke daerah lain dan memanfaatkan pasar modal. Sedangkan di bidang kredit, lanjut Mirza, BPD harus mampu bersaing dengan bankbank besar yang masuk wilayah provinsi tersebut. Ekspansi ke daerah lain, menurut Dibyo, secara peraturan memang dimungkinkan. “BPD karena milik pemda maka disebut Bank Pembangunan Daerah. Walau begitu, karena bentuknya
bank maka ia bisa beroperasi di mana pun di wilayah Indonesia. Itu tidak beda dengan bank lain. Yang membedakan hanyalah faktor kepemilikannya.” Jadi, tidak aneh, jika ada Bank Jateng, Bank Sumut, Bank Jabar, atau bank-bank daerah lain yang membuka perwakilan di Jakarta. Selintas, memang unik membaca papan nama perusahaan Bank Jateng Jakarta di kawasan Jl. Panglima Polim, Jakarta Selatan. Tapi, begitulah kenyataannya. Bank-bank daerah, karena aturan memungkinkan, telah banyak yang membuka kantor cabangnya di ibukota. Bisa ditebak, perluasan jaringan itu April 2011
55
ekonomi & bisnis
ekonomi & bisnis
Kegiatan BPD Sarana ekspansi penyaluran kredit yang tak kecil.
tentu dalam rangka menyerap dana yang lebih besar dibanding hanya berkutat di daerahnya sendiri. Dalam bahasa Direktur Utama Bank Jateng, Hariyono, saat meresmikan pembukaan cabang di Jakarta pada Maret 2010, ekspansi itu diharapkan menjadi pintu masuk bagi investasi dari Jakarta ke Jateng. Tak hanya itu. Bank Jateng juga hadir untuk mendekatkan diri dengan warga Jateng yang di Jakarta. Dengan kata lain, bank daerah lain pun memiliki motif yang kurang lebih sama dengan Bank Jateng saat membuka perwakilannya di Jakarta. Bank Papua merupakan contoh lain. Pembukaan cabang di Jakarta pada Oktober dua tahun lalu dimaksudkan untuk menciptakan segmen pasar baru: terutama nasabah korporasi. Sementara itu, di daerahnya sendiri, bank daerah pun tak tinggal diam. Kehadiran bank perkreditan rakyat (BPR) dipandang sebagai sarana ekspansi penyaluran kredit yang tak kecil. Tak aneh jika sejak akhir Mei 2010, BPD berancang-ancang untuk menjadi Apex bank, alias bank jangkar yang menjadi induk bagi BPD di daerahnya masing56
April 2011
Market yang sangat captive tidak akan berarti apa-apa jika seluruh pejabat pemdanya (sebagai pemegang saham mayoritas) tidak homogen dalam men-treat BPD masing. Targetnya jelas: mendongkrak kinerja dengan menjalin pola kemitraan yang saling menguntungkan. Simbiosis mutualisme macam itu bisa terjadi karena menurut Adiningsih, BPR akan terbantu karena BPD memiliki jaringan dan bisa memperkuat pendanaan bank perkreditan rakyat. Pendeknya, dengan makin dekatnya hubungan BPR dan BPD maka penyaluran kredit dari bank milik pemerintah daerah itu pun akan terdongkrak. Kini, memang belum semua BPD menjadi bank Apex. Dari struktur dana, masing-masing BPD memang tak sama. Ada BPD yang bermodal relatif besar dan ada yang masih kecil. Sementara untuk menjadi Apex bank otomatis diperlukan dana siaga. Adapun Mulyanto, Pengurus Asbanda mengatakan, dengan menjadi sumber
pendanaan terakhir bagi BPR, penting bagi BPD untuk memiliki kemampuan dana apabila suatu ketika BPR membutuhkan penyelamatan. “Syarat untuk jadi BPD sebenarnya tidak ada, tapi memang yang penting modal harus cukup. Cukup kan tidak bisa diukur dari segi jumlah. Kalau bagi saya, Rp 1 triliun itu sudah relatif cukup,” ujar Mulyanto saat jumpa pers di acara Mukernas XI Asbanda di Jakarta, pertengahan Februari lalu. Mulyanto yang merupakan Direktur Bank Jatim, itu juga menyatakan, dari 26 BPD , ada yang telah memiliki kecukupan modal Rp 1 triliun di antaranya Bank Jatim, Bank Jabar-Banten, Bank Jateng, dan Bank Sumut.””Sisanya relatif mungkin sekira ratusan.” Bank Jatim sendiri sudah mendeklarasikan diri sebagai apex bank dan menaungi 262 BPR.
Kesiapan masing-masing BPD untuk menjadi Apex bank memang beragam. Bank Nagari (BPD Sumatera Barat) termasuk yang menyatakan kesiapannya. Sementara, hingga Januari lalu, Bank Jawa Barat-Banten masih melakukan konsolidasi untuk menambah permodalan bagi BPR yang dimiliki Pemda Jabar. Terlepas kondisi masing-masing BPD, Ketua Asbanda Winnie Erwindia menyebutkan peta kompetisi untuk jadi Apex bank tidaklah sederhana. “Peta kompetisinya cukup ketat, karena beberapa bank,walaupun tidak dengan istilah Apex, sudah memberikan fasilits kepada BPR.” Untuk memenangkan kompetisi, lanjut Winnie, BPD harus membuat business model yang lebih menarik sebagai wujud dari program BPD Regional Champion (BRC).” Selain musti memikirkan kesiapan dana jika menjadi pengayom BPR, BPD sendiri belum terlepas dari kenyataan masih memerlukan modal yang mencukupi. Winnie tak menampik jika kecukupan modal merupakan masalah terberat BPD. Itu ter jadi “karena kemampuan APBD, aturan atau perda, juga pemahaman pejabat pemda tentang perbankan. “ Salah satu jalan keluar dari masalah ini, “pada 21 Desember 2010 telah ditandatangani MoU antara Dirkom (Direktur Komersial) BPD se-Indonesia dengan 33 Gubernur dan 33 Ketua DPRD untuk komitmen penambahan modal melalui berbagai cara antara lain APBD,” tambah Winnie. Jika pada awalnya 100 persen milik pemerintah daerah, kini BPD harus bersaing dengan bank lain, yang memiliki modal dari kalangan swasta atau dari hasil go public. Maka, ujar Dibyo, BPD pun harus go public. “Tapi syarat-syarat untuk go public belum semua BPD bisa penuhi. BPD yang maju lah yang bisa go public, yang tidak bisa berarti harus menunggu,” ujarnya. Dibyo menilai, dalam kesiapan menawarkan diri di pasar modal, “BJB (Bank Jabar-Banten) berada di posisi terdepan untuk maju sebagai bank terbuka.” Itu sebabnya BJB menjadi BPD pertama yang melakukan IPO (initial public offering). Namun, lanjut Dibyo, di samping modal, kekompakan setiap pemegang saham menjadi penting. Market yang sangat captive tidak akan berarti apa-apa jika seluruh pejabat pemdanya (sebagai
pemegang saham mayoritas) tidak homogen dalam men-treat BPD. Di luar itu, dan ini yang utama, pemilik, pengurus, dan pegawai BPD harus memiliki inisiatif dan senantiasa inovatif. “Kalau cuma menggantungkan diri pada proyek dari pemerintah, ya kalah dia.” BPD memang masih tertinggal dari bank lainnya. Agar meningkat kinerjanya, pemda sebagai pemegang saham harus menerapkan prinsip-prinsip pencapaian kinerja seperti di bank-bank komersial yang lain, “Dan, harus tetap prudent,” ujar Mirza. Jadi, ayo, berlarilah BPD sekencang mungkin. Tapi, jangan sembrono! n
Tunggu Dulu…! Sudah lama mayoritas BPD bergerak di sektor kredit untuk umkm, namun kredit ke PNS atau kredit multiguna lah yang lebih menonjol. Saat ini, hampir semua BPD menyalurkan KUR. Hingga Desember 2010, data BI menyebutkan, total 26 BPD di Indonesia baru memiliki 1.413 kantor.
Bank Kalbar Peta kompetisinya cukup ketat.
April 2011
57
kolom
Manfaat Publik Delapan Kebijakan Perpajakan Baru
lainnya yang menguntungkan beberapa gelintir orang di luar aturan hukum (ilegal) dibandingkan mengurangi beban pajak lewat kegiatan menyumbang yang jelas-jelas memberi manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan. Kebijakan ke-(vi) adalah disempurnakannya PP nomor 94 tahun 2010 mengenai tax holiday. Kebijakan ini mengatur dengan lebih baik penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan PPh dalam tahun berjalan sehingga memudahkan Kementerian Keuangan dalam memberikan fasilitas pembebasan PPh (tax holiday). Kebijakan ke-(vii) adalah penyederhanaan prosedur pembebasan PPh pasal 22 impor atas impor barang. Selain memperkecil celah-celah dalam rangkaian prosedur yang mungkin dimanfaatkan pihak-pihak pencari rente,
Kewenangan Ditjen Pajak yang terlalu besar perlu dibatasi guna mengembalikan trust masyarakat serta mendorong optimisme terhadap perekonomian nasional. Kolom Kodrat Wibowo, Ph.D
58
April 2011
bersifat “friendly” terhadap interest para pelaku usaha seperti “tax holiday”, juga secara seimbang tetap menegaskan sikap nonkompromi aparat pajak terhadap praktik pelanggaran pajak dan nonoptimalisasi pemungutan pajak seperti kesetaraan PPn dan PPh Film impor dan penetapan PMK penegakan sanksi bagi petugas pajak. Semoga ini menjadi awal yang baik dari upaya pembenahan lembaga Ditjen Pajak. Mengembalikan reputasi dan kinerja mereka, serta mendorong optimisme dan pemulihan trust masyarakat terhadap kondisi perekonomian saat ini dan mendatang. n Kodrat Wibowo, Ph.D adalah Pengamat Keuangan Publik. Saat ini menjabat Kepala Departemen Ilmu Ekonomi, FE-Unpad.
ini sudah lama diberlakukan namun memang tidak secara tegas dinyatakan bahwa film adalah sebuah karya yang tidak hanya berbentuk media namun juga menghasilkan royalti atau pemanfaatan hak atas karya film tersebut oleh para importir. Kebijakan ke-(v) pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) No.93 Tahun 2010 tentang sumbangan penanggulangan bencana nasional, litbang, fasilitas pendidikan, olahraga, dan infrastruktur sosial. Dengan PP ini, masyarakat umum dan perusahaan bisa memperoleh fasilitas fiskal untuk setiap upaya mereka melakukan sumbangansumbangan tanpa harus khawatir terhadap kemungkinan pembebanan pajak. Di negara-negara maju, aturan fasilitas fiskal terhadap sumbangan ini telah bertransformasi menjadi suatu budaya, di mana budaya masyarakatnya untuk berderma dan menyisihkan harta seakan lebih diakibatkan oleh sistem fiskal daripada oleh nilai moral bahkan agama. Di Indonesia, ada orang-orang yang lebih memilih menghindari beban pajak, melalui praktik-praktik penghindaran pajak dan pelanggaran-pelanggaran
Di Indonesia, ada orang-orang yang lebih memilih menghindari beban pajak, dibandingkan mengurangi beban pajak lewat kegiatan menyumbang yang jelas-jelas memberi manfaat bagi masyarakat yang membutuhkan.
Illustrasi W Mansoer
J
auh sebelum kasus penyelewengan pajak marak diberitakan dan masuk ke dalam kewenangan KPK, sudah banyak suara yang mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas Ditjen Pajak secara kelembagaan. Penulis pernah menyatakan bahwa saatnya sudah tiba untuk membenahi ulang kewenangan Ditjen Pajak yang dirasa terlalu besar dan performanya cenderung sulit disentuh hierarki yang lebih tinggi, khususnya Kementerian Keuangan (Koran Jakarta, 02/11/09). Pe m b a t a s a n k e w e n a n g a n i n i akhirnya dijadikan Menkeu baru, Agus Martowardojo, sebagai prioritas utama. Terdapat 8 kebijakan utama perpajakan yang segera dikeluarkan yakni: (i) pemisahan fungsi pembuatan
kebijakan perpajakan dari Ditjen Pajak ke Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Sesuai tugas dan fungsinya, BKF memang menjalankan upaya kebijakan di bidang fiskal dan keuangan, dengan kata lain lebih dominan dalam aspek legislatif. Upaya membenahi dan memberikan kerangka aturan bagi para aparat pajak menjadi prioritas kedua yaitu kebijakan (ii) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menegaskan KUHP 36a mengenai penegakan sanksi bagi para petugas pajak yang melakukan pelanggaran. Khusus transparansi dan akuntabilitas, Menkeu mengeluarkan kebijakan ke(iii), yaitu Penandatanganan MoU antara DJP dengan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) untuk membentuk opini wajar tanpa pengecualian (WTP). Dengan keterlibatan IAPI, pelaporan keuangan dapat dilakukan lebih baik dan Ditjen Pajak dapat lebih berkonsentrasi pada pelanggaran-pelanggaran wajib pajak yang memang secara opini dinyatakan tidak wajar oleh akuntan publik. Kebijakan ke-(iv) adalah penegasan dan perbaikan pemberlakuan PPN untuk film impor dan nasional sehingga akan terjadi kesetaraan antara keduanya. PPN
langkah ini juga dapat menjadi upaya peningkat peringkat kemudahan investasi Indonesia di mata internasional. Pada pertengahan 2010, Japan Credit Rating Agency (JCR) menaikkan sovereign rating to Investment Grade Indonesia, dari BB+ menjadi BBB-. Ini adalah kenaikan peringkat investasi pertama Indonesia dalam 13 tahun terakhir. Pada tahun yang sama, sovereign rating Indonesia adalah BB+/stabil dari Fitch, BB+/stabil dari R&I, BB/positive dari S&P, dan Ba2/ positive dari Moody’s. Terakhir (viii) perlakuan perpajakan untuk menyederhanakan birokrasi penyaluran bantuan. Penyederhanaan ditujukan untuk mendukung kegiatankegiatan yang terkait bantuan hibah dan sumbangan. Wewenang birokrasi ini diserahkan kepada Dirjen Bea Cukai. Hampir seluruh kebijakan tersebut
April 2011
59
urbanisme
urbanisme
P
Rumah Susun Kata ’rumah’ dan ’murah’ merupakan pasangan anagram yang menarik.
Impian Rumah Murah bagi Kaum Miskin Kota Wilayah kumuh kian menyebar, dari pusat kota ke pinggiran. Bagaimana pemerintah akan menatanya? teks saeno m. abdi foto Bobby ranggadipura
60
April 2011
ada suatu petang menjelang magrib. Seorang pria dewasa tampak meng hel a s ebuah gerobak bermuatan barangbarang rongsokan. Di atas tumpukan kardus dan barang bekas lainnya, itu seorang balita terlihat lelap menikmati tidurnya. Tubuhnya tergolek tenang saat gerobak pria yang mungkin ayahnya, itu terangguk-angguk di jalanan Pasar Minggu. Bersama barisan motor yang berduyun ke arah Depok, sang ayah membawa gerobak itu di tengah keriuhan dan asap knalpot. “Hati-hati anaknya jatuh Pak,” kata seorang pengendara motor yang mendahuluinya. “Iya…!” jawab sang ayah sambil terus menaik gerobaknya. Itu memang situasi yang aneh. Pada saat orang lain khawatir, ayah beranak itu nampak nyaman dan merasa aman dengan rumah-gerobak itu. Kalaulah syarat sebuah rumah adalah sekadar nyaman dan merasa aman, bisa jadi gerobak itu memang layak untuk sang ayah dan anaknya. Tapi, ketika dibandingkan dengan rumah orang lain, apalagi jika dikaitkan dengan definisi bahwa rumah adalah bangunan dengan struktur beton, maka gerobak bukanlah pilihan lazim untuk sebuah tempat bermukim. Apalagi nyaman dan aman. Hal yang sama, juga berlaku bagi para penghuni kolong jembatan dan tempat lain yang menjadi perumahan ‘tak layak’ kaum miskin kota. Kata ‘rumah’ dan ‘murah’ merupakan pasangan anagram yang menarik. Apalagi jika ditambah kata: harum. Rumahmurah-harum menjadi rangkaian kata menyenangkan bagi penghuninya. Tapi, susunan kata tersebut bisa jadi hanya berhenti sebatas anagram. Terlebih bagi kaum miskin kota. Sebab, jangankan memimpikan rumah murah dan harum, sekadar memburu uang untuk makan hari-hari saja sudah kepayahan. Karena itulah, tak sedikit orang di kota yang memilih memiliki rumah portabel. Bisa dipindah ke mana-mana. Maka, tengoklah, sejumlah orang tak lepas dari gerobak yang dibawanya. Gerobak itu memiliki fungsi beragam. Tempat menaruh kardus dan barang bekas lainnya, yang mereka jumput dari tempat sampah, dari tepi jalan, atau dari mana saja. Barang-barang pungutan itu mereka pilah untuk dikumpulkan dan diuangkan kepada ‘bos’ pengumpul. Di
dalam gerobak, bisa juga seorang anak manusia lahir dan tumbuh kembang. Dan, di dalam gerobak pula seseorang bisa menutup mata menuju ke haribaan Sang Pencipta. Dalam salah satu makalahnya, Ketua KP3R (Koalisi Peduli Perumahan dan Pemukiman untuk Rakyat) Ir. M. Jehansyah Siregar, MT., Ph.D yang juga Ketua Kelompok Keahlian Perumahan dan Pemukiman ITB (Institut Teknologi Bandung ) mengatakan, dikaitkan dengan perumahan dan pemukiman, maka istilah keamanan bermukim dapat diartikan sebagai adanya jaminan akses yang luas bagi setiap keluarga, untuk bisa memperoleh tempat tinggal layak dengan harga terjangkau, melalui sistem penyediaan tempat tinggal (perumahan dan pemukiman) yang berkeadilan. Keamanan bermukim juga berarti adanya jaminan bagi setiap keluarga atau perorangan untuk mendapatkan proses pemberdayaan dan akses ke sumbersumber daya kunci perumahan dan pemukiman, dalam upaya memperoleh tempat tinggal yang layak dan terjangkau. Selain itu, keamanan bermukim juga berarti adanya keamaan (perlindungan) bagi setiap keluarga atau perorangan. Karena itulah, untuk saat ini, mereka sementara tetap ingin mempertahankan tempat tinggal miliknya. Meski belum memenuhi standar layak , proses penyediaan di butir pertama dan kedua itu masih berlangsung. Menurut Jehansyah, belum meluasnya kepastian bagi semua warga negara untuk bermukim secara layak dan aman, membuat prinsip keamanan bermukim menjadi penting untuk diajukan. “Dalam
Jangankan memimpikan rumah murah dan harum, sekadar memburu uang untuk makan hari-hari saja sudah kepayahan. Karena itulah, tak sedikit orang di kota yang memilih memiliki rumah portabel. April 2011
61
urbanisme
istilah kebijakan pembangunan, belum ada akses yang memadai bagi seluruh warga masyarakat untuk bertempat tinggal dan melangsungkan kehidupan yang bermartabat,” begitu tulis Jehansyah. Lalu bagaimana seharusnya kebijakan perumahan diterapkan? Mengutip Jehansyah, Yu Sing yang dikenal sebagai arsitek dengan konsep rumah murahnya menyebutkan, implementasi pengadaan hunian bagi kelompok miskin kota (KMK) atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), tidak semestinya diserahkan kepada pihak swasta. Mereka hanya fokus mencari keuntungan. Naturnya berbeda. Jadi, pemerintah yang perlu memegang peranan. Bersama sejumlah koleganya, Yu Sing pernah membuat sebuah konsep tentang kampung vertikal. Konsep tersebut bisa jadi cukup relevan untuk rumah bagi kaum miskin kota yang harus berumah di dalam gerobak. Juga, bagi mereka yang sering diusir dari satu tempat ke tempat lain, tanpa sedikit pun bisa mengecap rasa aman yang mestinya disediakan sebuah rumah. K o n s e p t e r s e b u t d i t aw a r k a n untuk sayembara terbatas penataan stren kali Surabaya. “Idenya adalah melegalkan lahan tersebut, tapi agar saling menguntungkan, usulan solusinya penataan ulang dengan strata title atau kampung vertikal tersebut.” Dengan tanpa melakukan penggusuran, sementara kepemilikan lahan dikembalikan kepada negara, di atas wilayah stren kali Surabaya, itu dibangun kampung vertikal dengan ketinggian bisa sampai 5 lantai. Lantai 1 menjadi area multifungsi komersial sebagai fasilitas bersama. Lantai 2 sampai 4 (atau 5, yang masih bisa digunakan penghuni tanpa perlu menggunakan lift) dialokasikan sebagai wilayah hunian, ruang sosial dan warung seperti kampung pada umumnya. Sederhananya, jika pada perumahan konvensional semua itu horizontal, berdiri di atas lahan secara mendatar, Yu Sing dan kawan-kawannya ‘sedikit memutarnya.’ “Semuanya ada, hanya kini berada di atas,” ujar Yu Sing. Kemudian, agar lahan bernilai ekonomis, dan pemanfaatan lahan kota lebih efisien, maka jumlah hunian tadi, sekitar dua kali lipat dari total jumlah warga semula. Tentu saja, warga lama akan tetap mendapatkan kembali huniannya dengan cara mencicil. Hunian tersebut 62
April 2011
urbanisme
Yang lebih lemah perlu mendapat perhatian lebih banyak, karena yang kuat bisa menyediakan kebutuhannya sendiri. arkitek komunitas, LSM dan lainnya juga penting, agar orientasinya tidak hanya sebatas proyek. Karena itu menyangkut hidup manusia yang kompleks dengan berbagai soal.” Jadi, ketika sebagian masyarakat berpunya bisa menikmati rumah atau bangunan strata title setingkat apartemen dan seterusnya, mestinya para KMK/ MBR pun memiliki kesempatan memiliki “hunian” sejenis, meski dengan bobot “chasing” yang disesuaikan. Yu Sing menambahkan, “yang lebih lemah perlu mendapat perhatian lebih banyak, karena yang kuat bisa menyediakan kebutuhannya sendiri.” Sejauh ini, pemerintah melalui K ementer i an Per umahan R ak yat menargetkan tahun ini bisa membangun 100 ribu rumah murah seharga Rp 20 juta. Rumah tersebut bisa dimiliki dengan
cara membayar cicilan Rp 200 ribu/ bulan atau Rp 7 ribu/hari selama 1015 tahun. Menpera Suharso Monoarfa menyebutkan, untuk tahap pertama, pengadaan rumah akan diprioritaskan bagi para nelayan dengan melibatkan pemerintah daerah dan Perumnas. Sementara menurut Jehansyah Siregar, proyek rumah murah senilai Rp 25 juta tersebut harus diarahkan pada masyarakat berpenghasilan rendah, yang tinggal di kawasan pemukiman kumuh di kota besar, baik di pusat kota maupun di daerah pinggiran kota. Bagi Yu Sing, soal lokasi, “Kalau dipinggirkan, seperti perumahan tipe kecil yang ada selama ini: jauh dari pusat kota atau tempat bekerja. Akibatnya, biaya transportasi mahal dan polusi makin banyak, serta menyebabkan kemacetan…!” Lalu, bagaimana rumah murah untuk
KMK/MBR itu kelak akan berwujud? Dan, apakah gagagsan itu bisa berkelanjutan tak peduli siapa pun yang kelak akan mengelola negeri ini? n
Tunggu Dulu…! Kementerian Perumahan Rakyat menargetkan tahun ini bisa membangun 100 ribu rumah murah seharga @ Rp 20 juta, yang dicicil Rp 200 ribu/bulan atau Rp 7 ribu/hari selama 10-15 tahun. KMK/MBR perlu diberi kesempatan untuk mencicil rumah semampu mereka. Lokasi rumah murah jauh dari pusat kota atau tempat bekerja akan menyebabkan biaya transportasi mahal, polusi makin banyak, dan kemacetan di jalan raya.
Suasana di Rusin Hanya 60 persen.
Belum meluasnya kepastian bagi semua warga negara untuk bermukim secara layak dan aman, membuat prinsip keamanan bermukim menjadi penting untuk diajukan. dirancang beragam dan berbaur antara tipe kecil, menengah, serta agak besar. “Sebagian hunian baru, bisa sewa atau dijual dan lebih mahal daripada penghuni lama,” lanjut Yu Sing. Tentu tak hanya Yu Sing dkk yang mempunyai konsep seperti itu. Jauh sebelum Yu Sing, Mustafa Pamuntjak, salah seorang arkitek senior, sempat punya konsep ‘rumah tumbuh’ untuk masyarakat di daerah kumuh. Dalam konsep Mustafa, pemerintah hanya menyediakan struktur beton untuk rumah masyarakat di daerah kumuh tersebut. Calon rumah itu dibangun di atas lahan yang selama ini dihuni masyarakat. Kemudian, masing-masing pengisi unit rumah tadi diberi kebebasan
bagaimana “mewujudkan” rumahnya masing-masing. “Jika mereka baru bisa membuat dinding bukan bata, ya biar saja. Nanti sejalan dengan kemampuannya, dinding rumahnya akan dia ganti. Jika tadinya dari kardus, mungkin akan diubah dengan seng dan seterusnya sampai dia sanggup memiliki rumah berdinding batu bata,” papar Mustafa suatu ketika. Yu Sing setuju jika KMK/MBR itu tak hanya diberi hak sewa. Kepada mereka juga diberi kesempatan untuk mencicil rumah dengan besar cicilan semampu mereka, tapi dengan pembayaran yang konsisten. Kepastian bunga serendah-rendahnya pun sangat diperlukan. Yu Sing juga mengingatkan pentingnya pendampingan. “Peran pendamping warga, misalnya
Pembangunan rumah murah Menyangkut hidup manusia yang kompleks dengan berbagai soal.
April 2011
63
PENDIDIKAN
Gerakan Pramuka yang Kehilangan Muka dan Pemuka Pramuka mendidik dan mengajarkan nilai luhur dan keterampilan praktis. Namun, eksistensinya kini terabaikan. Pun setelah ada undang-undangnya.
teks maman gantra & Sulaiman Djaya
T
anyakanlah kepada Iwan Abdurachman tentang apa salah satu faktor yang membuatnya bisa menjadi sosok seperti sekarang: Sarjana pertanian yang dikenal sebagai pecinta alam dan musisi lagulagu balada, itu pasti akan menyebut pramuka atau kepanduan, semasa ia sekolah di Bandung, era 1950-an. “Sejak SMP, saya sering berkemah sendirian ke daerah Ciumbuleuit atau Punclut,” kata Iwan, suatu kali, menyebut dua kawasan di Bandung utara. Dan, berkemah yang Iwan maksudkan tak semata bermakna hedonis sebagaimana dibayangkan banyak orang sekarang. Berkemah hanya salah satu manifestasi dari ajaran kepanduan yang didapatnya. Sebab, selain teknis membangun bivak, memilih lahan yang tepat untuk berkemah, memasak, dan menghindar dari reptil berbahaya, ada nilai dan semangat yang lebih mendasar: kemandirian, kepercayaan diri, mencintai sekaligus menghormati alam sekitar, sampai nasionalisme, 64
April 2011
religiusitas, dan patriotisme. Maka, ketika SMA pun ia tak kikuk bergaul dengan para mahasiswa penempuh rimba, Wanadri, di mana kini ia menjadi salah seorang ikonnya. “Semua itu, tak lepas dari pendidikan kepramukaan yang saya ikuti waktu kecil,” kata sosok yang sering disapa Abah Iwan itu. Kalaupun si Abah terlalu “berat” sebagai contoh, mengingat bakat dan karakternya yang menonjol, ada baiknya kita juga bertanya kepada Bahrum Tobing. Ia bukan tokoh terkenal. Profesinya pun hanya mantan kontraktor kelas menengah di kota Bogor, dan kini beternak itik di kawasan Karawang, Jawa Barat. “Banyak nilai yang saya dapatkan dari kepramukaan,” katanya. “Antara lain, solidaritas dan kerjasama antar kelompok, sekaligus penghargaan terhadap individu,” kata Bahrum. Karena itulah, Bahrum sengaja menitipkan dua anaknya di Bandung karena, selain rumah adiknya cukup l a pang , i a tahu s e kol ah tempat anak-anaknya menuntut ilmu itu
mengistimewakan kegiatan pramuka. “Kegiatan pramuka cukup komplet,” kata Bahrum. Ia lalu menyebut satu per satu kegiatan di sana. Mulai dari barisberbaris, teknik survival di tengah alam, pemahaman nilai kebangsaan, sampai nilai keagamaan. Namun, tak semua orang memiliki pengalaman dan pemahaman seperti Abah Iwan dan Bahrum. Dengar saja pernyataan Udin, tukang las di kawasan Kayumanis, Jakarta Timur. “Anak saya tidak ada yang ikut pramuka. Buat apa? Hanya nambah biaya saja,” katanya. Soal ekonomi, memang, yang jadi alasan utama. Tapi, seperti dikisahkan Udin selanjutnya: Anak-anak tetangganya yang ikut pramuka, setiap kali latihan pramuka, praktis tak melakukan apaapa. “Hanya nyanyi-nyanyi. Karena pelatihnya pun guru matematika di sekolah itu,” kata Udin. Maksud dia, pembimbing kepramukaan di sekolah tadi adalah guru biasa yang tak memiliki brevet kepramukaan, terlebih sebagai pembimbing pramuka.
PRAMUKA Buat apa? Hanya menambah biaya saja.
April 2011
65
PENDIDIKAN
Berlatih upacara bendera Aparat negara dalam menjalankan pendidikan luar sekolah dan keluarga.
Sejak lama diabaikan banyak pihak. Tidak dalam hal pengakuan keunggulan dan manfaatnya, tapi dalam praktik pelaksanaannya. Da n , i t u l a h t a m p a k nya ya n g juga dihadapi banyak sekolah: Tak punya pembimbing yang memadai. “Jangankan untuk membayar honor pembina pramuka, untuk honor guru pun anggarannya terbatas. Karena itu, kami tak memiliki pembimbing pramuka yang memang dilatih atau memiliki pengalaman untuk itu,” kata seorang kepala sebuah sekolah swasta di bilangan Salemba, Jakarta Pusat. Selama ini, kata si kepala sekolah tadi, pihaknya pun tak memaksa para siswanya untuk mengikuti kegiatan pramuka. Toh, sifatnya ekstra kurikuler alias tidak wajib. Meskipun, anehnya, sekolah itu setiap enam bulan sekali mengadakan perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) di bumi perkemahan Cibubur, 66
April 2011
Jakarta Timur. “Harus saya akui, setiap kali Persami, ‘musibah’ yang kami alami: Sejumlah orangtua agak merengut karena anaknya sakit sepulang Persami. Selain tak pernah camping, penanganan kami untuk keg iatan seper ti itu juga belum memadai,” kata si kepala sekolah. Toh, acara berkemah itu tetap diagendakan dalam kegiatan sekolah. Sebagai latihan untuk semua pihak: Para guru, anak-anak, maupun orangtua. Siapa tahu, setiap pihak menyadari pentingnya kegiatan kepramukaan. Memiliki sejarah panjang, gerakan yang dilanisr Sir Robert Baden Powell pada awal abad 20, itu sejak lama diabaikan banyak pihak. Tidak dalam hal pengakuan keunggulan dan manfaatnya, tapi dalam praktik pelaksanaannya.
Kepres Nomor 238 Tahun 1961 Tentang Gerakan Pramuka, yang melebur seluruh organisasi kepanduan di Indonesia menjadi Pramuka, belakangan berkelindan dengan problem dasar negeri ini: Krisis moral. Pemerintahan Soeharto menaruh perhatian cukup besar terhadap gerakan itu, memang. Tak kurang dari Wakil Presiden Hamengkubuwono IX, seorang anggota pramuka sejati, yang mengepalai Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Namun, formalisme yang ada kerap menjerumuskan kegiatan pramuka semata kegiatan baris-berbaris, dan anak-anak kecil berseragam cokelat tua-cokelat muda. Nilai-nilai yang ada di sana, nyaris tak menapak sanubari mayoritas anak-anak yang terlibat. Dan, itu tak terlalu mengherankan. Toh, pendidikan sekolah pun dalam banyak hal gagal menjalankan misinya. Itu, tak hanya bisa dilihat pada wabah korupsi yang melanda kehidupan kita, tapi juga cacat peradaban sekarang ini:
korupsi dan mental korupsi, pemujaan terhadap materi dan yang serba instan, dan mengabaikan serta menyepelekan proses. Dan, semua itu, berbaur dengan hal-hal yang lebih teknis dan praktis: Rend ahnya kemampuan ekonomi mayoritas warga dan ketiadaan guru pembina pramuka yang memadai di sekolah. Walhasil, gerakan pramuka pun kian merana dan kehilangan muka. Seperti diisyaratkan di atas, situasi itu ternyata belum banyak berubah hingga sekarang. Meskipun, secara hukum dan perundang-undangan, kehadiran dan manfaat kepramukaan diakui oleh sistem pendidikan nasional kita. Gerakan itu tak hanya disinggungsinggung dalam UU Pendidikan Nasional, setidaknya dalam penjelasan Pasal 26 Ayat 3 tentang pendidikan pemuda, tapi juga memiliki undang-undang tersendiri: UU Pramuka, yang disahkan 26 Oktober tahun lalu. Di sana, gerakan pramuka ditegaskan sebagai aparat negara dalam menjalankan pendidikan luar sekolah dan keluarga. “Undang-undang itu diniatkan untuk menghidupkan kembali semangat dan perjuangan yang dijiwai nilai-nilai Pancasila,” kata Ketua Komisi Pendidikan DPR RI Mahyuddin, mengingatkan peran pentingnya kepramukaan. Tak hanya itu. Pemer intahan Soesilo Bambang Yudhoyono sendiri menaruh perhatian terhadap gerakan
Kurikulumnya harus di-update dengan cara menampilkan materi yang menarik tanpa meninggalkan substansi yang ada. ini. Bertepatan dengan Hari Pramuka, 14 Agustus 2006, SBY mencanangkan Revitalisasi Gerakan Pramuka. “Revitalisasi Gerakan Pramuka adalah pemberd ayaan Gerakan Pramuka yang dilakukan secara sistematis, berkelanjutan dan terencana, untuk lebih meningkatkan peran, fungsi dan tugas pokok Gerakan Pramuka, serta memperkokoh eskistensi organisasi Gerakan Pramuka,” demikian makna revitalisasi yang dimaksud. Nah, dalam upaya merevitalisasi Gerakan Pramuka itu, 5-6 Agustus 2010 lalu, di Hotel Sahid Jakarta, digelar Lokakarya Gerakan Pramuka. Selain pengurus Kwarnas dan Kwarda, sejumlah wakil dari Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, juga ikut hadir dalam lokakarya tersebut. Hasilnya? “Sejak dicanangkannya Revitalisasi Gerakan Pramuka, sampai saat ini belum ada tanda-tanda atau petunjuk yang kongkret tentang itu,” kata sebuah penyataan di situs pramuka.net. Artinya, sebagaimana semua kebijakan
pemerintah belakangan ini, semua itu hanya berhenti sebagai wacana, imbauan, harapan, permohonan, dan bukan bersifat perintah yang imperative, alias dilaksanakan segera. “Tidak seperti itu juga. Banyak hal yang sudah kami lakukan untuk merevitalisasi gerakan pramuka,” kata Kabag Humas Kwarnas Pramuka, Saiko Damai, 17 Maret lalu. Sebab, Saiko dan kawan-kawan sadar, nilai-nilai kepramukaan yang ideal, itu tetap relevan sepanjang zaman. Karena itu pula, akan terus disebarluaskan, katanya. Bila perlu, seperti dising gung Wakil Presiden Boediono dalam acara Sosialisasi Nasional Undang-undang Gerakan Pramuka di Universitas Negeri Semarang, 26 Maret lalu, dengan mengupdate kurikulum. “Kurikulumnya harus di-update dengan cara menampilkan materi yang menarik tanpa meninggalkan substansi yang ada,” kata Boediono. Dan, sekali lagi, itu pun tetap sekadar wacana. Bukan perintah dari sebuah pemerintahan yang berkuasa dan berdaulat. n
PERSAMI Tak semata bermakna hedonis.
April 2011
67
pusTaka
Sejarah Blambangan di Tengah Dongeng Damarwulan Riwayat Blambangan sudah menjadi bagian dari kisah Damarwulan-Minak Jinggo. Beruntung, pelbagai dokumen kepustakaan menorehkan sejumlah informasi faktual. teks Dwi Pranoto
S
ejak berpusat di sekitar Panarukan pada abad 16, Blambangan telah menjadi rebutan antara kerajaan besar di Jawa Tengah (Demak) dan Bali (Gelgel). Begitu pun ketika beribukota di pesisir selatan Jawa, Puger-Jember, kerajaan Mataram berkalikali menggempur Blambangan, dan setidaknya dua kali berhasil mengangkut ribuan orang Blambangan ke Mataram. Dalam cerita Digdaja di Majalah Penghidupan yang diterbitkan Tan’s Drukkerij, Surabaia, No.128, Agustus 1935 (bersambung dalam Tjoban, majalah yang sama edisi No. 133, Januari 1936), Tan Boen Swie menceritakan ihwal para lelaki Blambangan yang dibawa ke Mataram untuk mencoba keampuhan keris. Sebilah keris akan disebut ampuh apabila keris itu mampu menembus tubuh lelaki Blambangan. Sedangkan para perempuan Blambangan, yang dipercaya mempunyai air susu bewarna setengah wulung (semi indigo/nila) sebagai sumber kedigdayaan orang-orang Blambangan, dipaksa menyusui anakanak bangsawan Mataram. Sementara itu, berdasarkan versi sejumlah sejarawan, Mataram mengangkut ribuan orang Blambangan semata untuk dijadikan tenaga kerja, dan sebagian direkrut menjadi pasukan prajurit Mataram andal karena kedigdayaannya. Ketika masih bernama Kedaton Timur, dengan penguasanya Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selir, Blambangan sempat mengalami perang besar dengan Majapahit. Peristiwa yang dikenal sebagai perang Paregreg, itu dianggap sebagai inspirasi untuk penulisan Serat Damarwulan. Walau banyak ketaksesuaian antara tokoh dan tarikh Perang Paregreg dan Serat Damarwulan, banyak yang percaya 68
April 2011
Minak Jinggo, itu adalah sosok fiksi Bhre Wirabhumi. Bila Minak Jinggo tewas dengan kepala dipenggal Damarwulan, maka Bhre Wirabhumi gugur dipenggal oleh Bra Narapati atau Raden Gajah. Sejak itu, dari masa ke masa, Blambangan tak pernah sepi dari konflik. Baik konflik internal maupun upaya penaklukan oleh Demak, Mataram, Gelgel, Buleleng, Mengwi sampai Kompeni Belanda ( VOC). Masa damai yang agak panjang di kerajaan Blambangan hanya terjadi pada era kekuasaan raja Blambangan paling mashur: Prabu Tawang Alun (1665–1692). Menjelang keruntuhannya, wong Blambangan memberikan perlawanan terakhir yang hebat. Dengan menduduki Bayu, bekas ibu kota kerajaan pada zaman Raja Tawang Alun, Rempeg membangun kekuatan massa rakyat untuk mematahkan kekuasaan VOC di Blambangan. Perang Bayu, itu seringkali diasosiasikan sebagai pertempuran atau perlawanan orang-orang Banyuwangi meng usir K ompeni B eland a d ar i Blambangan. Faktanya, perang yang lebih terkenal dengan “Puputan Bayu” itu tak hanya menghadapkan orangorang Blambangan dengan Kompeni. Sebagaimana pemicu pertempuran yang tak tunggal, pada perang Bayu, yang saling berhadapan adalah pelbagai etnik yang ada di Indonesia selain bangsa Eropa. Secara garis besar boleh dikatakan perang Bayu memperhadapkan bangsa Eropa, Blambangan, Madura, dan JawaMataraman pada satu pihak, dan orangorang Blambangan, Bali, Bugis, China dan diam-diam juga disokong Inggris, di pihak lain. Setelah beberapa penyerbuan VOC ke Bayu gagal memadamkan pemberontakan, bahkan sering menderita kekalahan
dengan kematian sebagian besar pasukan, dan terlukanya komandan penyerbuan, VOC lantas berupaya mengisolasi Bayu. Mereka memutus jalur-jalur logistik berikut membakar gudang-gudang makanan, dan memusnahkan tanaman pangan, seperti yang terjadi di Gambiran, Songgon, Temuguruh, dan Grajagan. Setelah “Puputan Bayu,” wilayah Blambangan (Banyuwangi) menjadi lengang. Di samping amuk kematian yang disebabkan bedil VOC, juga mereka
dilanda kelaparan, wabah penyakit, dan migrasi besar-besaran orang Blambangan ke luar daerah. Akibatnya, jumlah penduduk Blambangan sangat berkurang. Pada akhir 1772, penduduk Blambangan tinggal 3 ribu jiwa atau 8,3 persen dari jumlah penduduk sebelum pendudukan Belanda. (S. Margana: The “Puputan Bayu”: War, Disease, and Demographic Catastrophe in Blambangan, 1771 – 1773). To h , j at u h nya p e m e r i n t a h a n Blambangan ke tangan VOC secara “mutlak” , tak berarti perlawanan wong Blambangan usai. Pemberontakan terhadap tentara VOC masih berlangsung secara sporadis dan terpecah-pecah. Bahkan, para petani pun melakukan pembangkangan massal sehingga lahanlahan persawahan terbengkalai. Walau peringatan hari jadi kota
Banyuwangi (versi pemerintah RI) kini ditetapkan bertepatan dengan berkobarnya salah satu serial perang Bayu paling brutal, namun “kenangan” atas Puputan Bayu nyaris tak dimilki orang Banyuwangi. Kenangan atas keberanian dan kepastian tragis peristiwa Bayu, seolah diuapkan oleh perang Damarwulan–Minakjinggo. Realitas, akhirnya harus menyerah pada kerajaan khayal. Hulu genealogi sosial yang melimpahkan inspirasi keteguhan, keberanian, sekaligus cermin pengkhianatan dan kepengecutan, itu dipaksa menelan gambaran yang melulu hina-dina, dengan riang gembira. Minakjinggo, tokoh rekaan yang buruk rupa dan berwatak angkara, tumbuh meraksasa melampau dunia panggung
Walau banyak ketaksesuaian antara tokoh dan tarikh Perang Paregreg dan Serat Damarwulan, banyak yang percaya Minak Jinggo, itu adalah sosok fiksi Bhre Wirabhumi.
seni drama, dan dianggap mengeram dalam diri orang-orang Banyuwangi. Dan, yang tak kalah ironis adalah, lagu gubahan Endro Wilis, Podo Nginang, yang mengisahkan hebatnya pertempuran Bayu, sejak kemelut politik 1965 “dilarang” dinyanyikan oleh masyarakat Banyuwangi! n
Tunggu Dulu…! Perang Bayu seringkali diasosiasikan sebagai pertempuran atau perlawanan orang Banyuwangi mengusir Kompeni Belanda dari Blambangan. Pada Perang Bayu, yang saling berhadapan adalah pelbagai etnik di Indonesia, selain bangsa Eropa. Kenangan atas “Puputan Bayu”itu kini nyaris tak dimiliki oleh wong Banyuwangi.
Pantai Muncar Sejak kemelut politik 1965 ”dilarang” dinyanyikan oleh masyarakat Banyuwangi
April 2011
69
kearifan lokal
Perahu Nusantara Warisan Bahari yang Terus Memanggil Taman Nasional Gunung Leuser tak hanya menjadi paru-paru dunia. Ia juga menyediakan tantangan petualangan dan keindahan bagi pengunjungnya. tekS Heryus Saputro
Phinisi Pelbagai interaksi budaya bahari tergambar di dinding prasasti itu.
70
April 2011
Nenek moyangku orang pelaut Membentang layar luas samudra Menerjang ombak tiada takut Ditentang badai sudah biasa...!
I
ndonesia memang sebuah negeri bahari, archipel-nation terluas di dunia. Lebih dari 17 ribu pulau disatukan laut Nusantara. Kejayaan laut, keakraban bangsa ini pada dunia bahari, terukir pada prasasti-prasasti kuna. Juga tersimpan dalam lembaran sejarah yang tersebar di banyak negeri. Indonesia pada paruh pertama milenium pertama, sudah dikenal luas dalam pergaulan Internasional. Jauh sebelum masyarakat Barat mencium harumnya rempah-rempah dari Timur, dan kemudian berbondong-bondong datang ke perairan Nusantara, berjenis perahu dagang asal Indonesia sudah merapat ke pelbagai pelabuhan tua di China, Jepang, India, bahkan pucuk kerucut Laut Merah, Mesir. Tengok dan cermatilah bilah-bilah dinding Candi Borobudur di Jawa Tengah. Di situ antara lain tertata nukilan aktivitas kaum bahari Nusantara, yang dengan kapal-kapal bercadik mengarungi samudra luas, di gigir gelombanggelombang besar. Pelbagai interaksi budaya bahari tergambar di dinding prasasti itu. Dunia juga mencatat bahwa perahuperahu nade khas Mandar, Sulawesi Barat, sejak abad ke-5 biasa menangkap ikan di perairan Australia. Perahu janggolan dari Madura atau phinisi dari Tana Beru – Bulukumba, Sulawesi Selatan, biasa singgah di pelabuhan-pelabuhan di Laut Merah atau pun Pulau Madagaskar. Bahkan, di Tanjung Harapan, di ujung tanduk Afrika, ada perkampungan Bugis. Sementara perkampungan Suku Bajo, yang dunia internasional menjulukinya sebagai Gipsy-laut Indonesia, tersebar di pelbagai pelosok laut Asia Tenggara. Terdiri dari lebih 400 etnik budaya, Indonesia tercatat memiliki ragam jenis perahu tradisional. Setiap etnik di pesisir, memiliki pengetahuan membuat perahu sendiri. Saling-silang pengetahuan, berkaca pada jenis perahu mancanegara yang menyinggahi pelabuhan permai Indonesia, menjadikan jenis perahu tradisional Indonesia kian beragam. Sampan dan jukung bisa jadi merupakan dasar perahu Indonesia. Keragaman bentuk dan nama bertambah
saat cadik digunakan untuk pengimbang agar perahu tak terbalik diterkam ombak. Perahu lancang kuning yang populer di kawasan Sumatera, dan konon menjadi pendukung utama armada laut Sriwijaya pada abad ke-7, merupakan pengembangan dari bentuk jukung. Sementara perahu golekan lete dari Madura, yang konon merupakan bagian dari pendukung utama armada laut Majapahit abad ke-14, adalah pengembangan dari bentuk sampan. Budaya Madura juga mengenal bentuk perahu janggolan yang mampu menanggung beban muatan hingga 200 ton. Sulawesi mewarisi kearifan pengetahuan budaya perahu paling beragam. Di kawasan budaya BugisMakassar-Mandar misalnya, dikenal lebih dari 70 jenis perahu tradisional. Ada sampan lepa-lepa, ada perahu bercadik tunggal sappe. Ada pula payang, perahu bercadik penjaring ikan. Budaya setempat juga mengenal perahu jarangka, sande atau sandek, pajala, patorani, lambok (sejenis jukung berkemampuan angkut 15-16 ton), dan tentu saja kita tak bisa melupakan phinisi. Phinisi menjadi penting untuk lebih dicermati, khususnya terkait teknis pembuatannya yang cenderung menafikan konsep umum. Biasanya, perahu yang bukan berasal dari batang kayu utuh, sebagaimana pembuatan perahu lesung, dibuat dengan lebih dulu mengerjakan rangka ‘dalam’ perahu, baru kemudian bagian cembung yang menjadi dindingnya. Tapi, teknis tradisional pembuatan phinisi berbeda. Turun-temurun, para ahli pembuat phinisi di Tana Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan, terlebih dulu membuat bagian cembung yang akan diapungkan ke air. Setelah wadah cembung dihasilkan, dibuatkan kerangka penguat di dalamnya. Di antara kerangka penguat itu lantas dibuat paparan geladak, yang sekaligus menghasilkan ruang palka di bagian
Terdiri dari lebih 400 etnik budaya, Indonesia tercatat memiliki ragam jenis perahu tradisional. Setiap etnik di pesisir, memiliki pengetahuan membuat perahu sendiri. April 2011
71
kearifan lokal
bawahnya. Ruang-ruang lain kemudian dibangun di atas geladak bila diperlukan. Teknik unik itu sempat mengejutkan para ahli pembuatan kapal modern dari Barat. Mereka boleh bilang “Nonsens...!” tapi kenyataannya memang begitu. Tahun 1986 pemerintah sengaja membangun sebuah phinisi baru yang pengerjaannya dilakukan para ahli dari Tana Beru. Setelah jadi, uji pelayaran pun dilakukan dan pelbagai media mancanegara ramai meliputnya. Kapal Phinisi Nusantara itu tetap mengedepankan ciri-ciri fisik tradisional, antara lain dua tiang tinggi menjulang di geladak. Di kedua tiang itu mengembang dua layar utama dan dua layar puncak, plus tujuh layar lain di bagian depan. Diawaki sebelas ABK pimpinan Captain
Gita Hardjakusuma, Phinisi Nusantara berlayar selama 68 hari menempuh 11 ribu mil laut dari Jakarta menuju Bitung, dan berlabuh di Vancouver – Kanada, untuk hadir dalam pameran internasional di negeri itu. Usai pameran, Phinisi Nusantara masih berlayar sejauh dua minggu menepuh 1.000 mil laut, sebelum kemudian dipajang di Museum Bahari San Diego, Amerika Serikat. Ekspedisi itu tak cuma membuktikan kepada dunia akan ketangguhan phinisi, tapi sekaligus membuktikan catatan sejarah bahwa di Acopulo, Meksiko, pernah ditemukan fosil kapal phinisi Indonesia. Ketangguhan phinisi dan jenis kapalkapal tradisional Indonesia lainnya, memang terekam sejarah sejak lama.
Kapal Phinisi Nusantara itu tetap mengedepankan ciri-ciri fisik tradisional, antara lain dua tiang tinggi menjulang di geladak. Di kedua tiang itu mengembang dua layar utama dan dua layar puncak, plus tujuh layar lain di bagian depan.
Perahu Cadik Rasanya, tak mungkin Gajahmada mengucap sumpah itu.
72
April 2011
Ingat, apa yang mendasari Gajahmada d i a b ad ke - 1 4 b e ra n i - b e ra n i nya mengucapkan Sumpah Palapa? Rasanya, tak mungkin Gajahmada mengucap sumpah itu di depan Hayamwuruk, bila ia tak yakin akan dukungan moda transportasi tangguh untuk menjangkau kawasan luas Nusantara yang ingin dipersatukannya. Moda transportasi itu tak lain Armada Laut Majapahit pimpinan Laksamana Nala, yang membawahkan ratusan kapal besar. Kapal-kapal besar dari berbagai jenis yang ada di Nusantara, dengan fungsinya masing-masing. Beberapa kapal besar dari jenis golekan lete dan phinisi, konon bertindak sebagai ‘kapal induk’, kapal-kapal lain mendukung di sekitarnya. Dengan armada besar itu, Gajahmada menyambangi pusatpusat kekuasaan di berbagai pulau di Nusantara, mengajak mereka bergabung dan bersatu menjadi sebuah kekuatan besar di perairan Nusantara, khususnya untuk menangkal kekuatan asing regional yang saat itu mulai mengincar. K e t a n g g u h a n p e ra h u - p e ra h u tradisional Nusantara juga mengingatkan
Ketangguhan perahuperahu tradisional Nusantara juga mengingatkan kita pada sosok Malahayati, perempuan pertama yang diakui dunia sebagai Laksamana Armada Kapal Perang. kita pada sosok Malahayati, perempuan pertama yang diakui dunia sebagai Laksamana Armada Kapal Perang. Namanya mudah ditemukan di literatur Barat maupun China. Bahkan peneliti b a rat me nye j a j a r k a n nya de n ga n Semiramis, Permaisuri Raja Babilonia dan Katherina II, Maharani dari Rusia. Malahayati bernama asli Keumala Hay a t i , h i d u p s e m a s a K e ra j a a n (Kesultanan) Atjeh dipimpin Sultan Alaiddin Ali Riayat Syah IV (1589-1604). Malahayati awalnya dipercaya sebagai kepala pengawal dan protokol di dalam dan luar istana. Karirnya menanjak setelah sukses “menghajar” kapal perang Belanda dipimpin Jenderal Cornelis de Houtman. Bahkan, jenderal yang terkenal kejam itu tewas di tangan Malahayati dalam pertempuran satu lawan satu, di geladak kapal 11 September 1599. Diberi anugerah gelar Laksamana, Malahayati pun menjadi Laksamana Perempuan Pertama di Dunia. Ia juga sukses menghalau Portugis dan Inggris dari Aceh. Kisah Laksamana Malahayati walau tidak banyak, semua bercerita tentang kepahlawanannya. Saat dibentuk pasukan yang terdiri dari para janda, kemudian dikenal dengan nama pasukan Inong Balee, Malahayati adalah panglimanya. Suami Malahayati gugur pada pertempuran melawan Portugis. Beranggotakan 2 ribu orang prajurit perempuan, pasukan tersebut mempunyai benteng pertahanan sendiri. Sisa-sisa pangkalan Inong Balee masih ada di Teluk Kreung Raya. Di bawah kepemimpinan Malahayati, Angkatan Laut Kerajaan Aceh terbilang besar dengan armada ratusan kapal perang. John Davis, nakhoda sebuah kapal Belanda, sempat mengunjungi Kerajaan Aceh pada masa Malahayati menjadi
Sandeq Peneliti barat menyejajarkannya dengan Semiramis.
Laksamana. Menurut nakhoda berkebangsaan Inggris, itu Kerajaan Aceh pada masa itu mempunyai armada laut yang terdiri dari 100 kapal perang, di antaranya ada yang berkapasitas 400 500 penumpang. Sesuatu yang meng gegerkan bangsa Eropa, terutama Belanda, dan yang sekaligus menunjukkan kewibawaan Laksamana Keumalahayati, terjadi ketika Mahkamah Amsterdam menjatuhkan hukuman denda kepada Paulus Van Caerden sebesar 50 ribu gulden, dan benar-benar dibayarkan kepada Aceh. Denda tersebut merupakan buntut tindakan Paulus Van Caerden menenggelamkan kapal dagang Aceh, serta merampas muatannya berupa lada, lalu pergi meninggalkan Aceh. Siapa bilang, bangsa kita bukan bangsa pelaut?! n
Tunggu Dulu…! Terdiri dari lebih 400 etnik budaya, Indonesia tercatat memiliki ragam jenis perahu tradisional. Di bawah kepemimpinan Malahayati, Angkatan Laut Kerajaan Aceh terbilang besar dengan armada ratusan kapal perang. Pelbagai larangan pembuatan kapal diberlakukan Belanda sepanjang abad-abad kolonialismenya di Nusantara. Masyarakat pun kian dijauhkan dari dunia kebaharian. Kenapa malu menyebut nenekmoyang kita orang pelaut…?!
April 2011
73
kearifan indonesiaku loka l
Menghirup Paru-Paru Dunia di Gunung Leuser
Taman Nasional Gunung Leuser tak hanya menjadi paru-paru dunia. Ia juga menyediakan tantangan petualangan dan keindahan bagi pengunjungnya. tekS Heryus Saputro
D
i o n m e n i n g ga l k a n r i n t i s setapak, ber jalan tegap m e n e ra b a s s e m a k h u t a n setinggi lebih dari dua meter. Ketika hutan benar-benar tertutup belitan akar dan duri rotan, dengan mudah ia menyibak dan membuat rongga jalan. Tubuhnya yang superbesar dan gendut itu pun berhasil lolos tanpa sekuntum duri pun menggores kulit. Jangan kaget! Dion adalah nama seekor gajah jantan terlatih milik Yayasan Leuser Indonesia, yang mengelola Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Dion tergabung dalam Unit Patroli Gajah (UPG) Aceh Tamiang Forest Protection Team, yang bekerja untuk pengamanan kawasan hutan lindung di perbatasan Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darusalam, dan Langkat, Sumatera Utara, itu. Bersama gajah-gajah lain anggota UPG yang ditunggangi para polisi hutan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah I Sumatera Utara, Dion rutin berpatroli menjaga kawasan hutan di Arasnapal, Besitang, Langkat (sekitar 160 kilometer dari Kota Medan). Tugas yang bukan tanpa hambatan. Tak jarang, kawanan penjahat melakukan perlawanan, dengan menembakkan senjata api ke arah petugas atau ke tubuh Dion dan gajah-gajah lain. Bahkan, pernah Dion nyaris mati terendam banjir. Ceritanya, selepas patroli di hutan, 74
April 2011
Dion diistirahatkan pawangnya di pos BKSDA setempat. Seperti biasa, seusai patroli ataupun sehabis mandi dan bermain air di sungai, Dion istirahat dengan salah satu kaki dirantai. Begitulah prosedurnya. Tak dinyana d al am b eb erapa menit, saat para pawang beristirahat di pondoknya masing-masing, Sungai Besitang yang mengalir di pinggir pos meluap, dan sebentar saja menggenangi areal sekitar. Bahkan, banjir ikut menenggelamkan bukit kecil tempat Dion tertambat. Cuma moncongnya yang tampak melambai-lambai, sementara petugas yang ada tak bisa berbuat apa-apa. Dion baru bisa diselamatkan pada Sabtu, 23 Desember 2006, seiring menyusutnya luapan air. Dion cuma satu bagian dari kisah menarik tentang TNGL. Taman seluas 1.094.692 hektare, itu (konon lebih luas dari dataran negeri Swedia), berada di perbatasan dua provinsi: Nanggroe Aceh Darusalam dan Sumatera Utara. Taman Nasional terluas Indonesia yang kerap dijuluki sebagai ‘paru-paru’ dunia, itu merupakan cagar biosfir yang lengkap, mewakili tipe ekosistem hutan pantai, hutan hujan tropika dari dataran rendah hingga pegunungan. Di Provinsi NAD, TNGL meliputi Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, dan Aceh Tamiang. Sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang melingkari TNGL meliputi Kabupaten
Panorama Gunung Leuser Dion cuma satu bagian dari kisah menarik tentang TNGL.
Dairi, Karo dan Langkat. Taman Nasional itu mengambil nama dari Gunung Leuser” Gunung Leuser yang menjulang dengan ketinggian 3.404 meter di atas permukaan laut di Nanggroe Aceh Darussalam. Taman Nasional itu meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan yang diliputi hutan hujan tropis yang lebat, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Secara yuridis formal keberadaan TNGL untuk pertama kali dituangkan dalam Pengumuman Menteri Pertanian
Nomor: 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 (lima) Taman Nasional di Indonesia, yaitu; TN. Gunung Leuser, TN. Ujung Kulon, TN. Gede Pangrango, TN. Baluran, dan TN. Komodo. Berdasarkan itu, luas TN. Gunung Leuser adalah 792.675 hektare. Pengumuman tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor: 719/Dj/VII/1/80, tanggal 7 Maret 1980, yang ditujukan kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser berisi status kewenangan pengelolaan TN. Gunung Leuser kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser. Sebagai dasar legalitas dalam rangkaian proses pengukuhan kawasan
Tak jarang, kawanan penjahat melakukan perlawanan, dengan menembakkan senjata api ke arah petugas atau ke tubuh Dion dan gajah-gajah lain. Bahkan, pernah Dion nyaris mati terendam banjir. hutan, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 276/ Kpts-II/1997 tentang Penunjukan TN. Gunung Leuser seluas 1.094.692 hektare di Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara. Disebutkan bahwa TN. Gunung Leuser terdiri dari gabungan: Suaka Margasatwa Gunung L euser (416.500 hektare), Suaka
Margasatwa Kluet (20 ribu hektare), Suaka Margasatwa Langkat Barat (51 ribu hektare), Suaka Margasatwa Langkat Selatan (82.985 hektare), Suaka Margasatwa Sekundur (60.600 hektare), Suaka Margasatwa Kappi (142.800 hektare), Taman Wisata Gurah (9.200 hektare), serta Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas seluas 292.707 April 2011
75
kearifan loka l
hektare. Ada banyak jalan menuju TNGL. Bahkan dapat dikatakan setiap ‘kaki’ TNGL yang menebar di kabupatenkabupatan NAD dan Sumatera Utara, bisa dijadikan tempat masuk. Pelbagai kawasan wisata di kedua wilayah provinsi tersebut, yang berbatasan langsung, juga bisa disebut sebagai gerbang masuk. Silakan mau masuk dari mana. Sekundur, Takengon, Gayo Lues, Gayo Alas, Kutacane di wilayah provinsi NAD; atau masuk dari kawasan Sumatera Utara. Semua sama menariknya. Salah satu gerbang masuk TNGL ya n g p a l i n g p o p u l e r d i k u n j u n g i pelancong adalah Batulawang (sekitar 100 kilometer dari Kota Medan). Disebut Batulawang karena di kawasan wisata di
tepi Sungai Bohorok, itu terdapat gua alam dengan pelbagai lawang (pintu) yang sebetulnya merupakan jalinan stalaktit dan stalakmit. Untuk mencapai gerbang TNGL, pelancong biasa menyeberangi Sungai Bohorok yang deras, dengan perahu sampan bertali kait, yang tersambung dengan rentang kawat baja di bagian atas. Pemandu wisata yang baik biasanya akan membekali diri dengan kantung besar berisi buah-buahan hasil panen, yang banyak dijual masyarakat sekitar kawasan. Atau bila tiba musimnya, ada beberapa rumah penduduk di dekat gerbang yang memiliki pohon-pohon kemundung atau menteng. Menyusur i jalan berliku d an m e n d a k i , m e n i n g g a l k a n ke b u n -
Dion bersama pelatihnya Biasanya akan membekali diri dengan kantung besar berisi buah-buahan.
76
April 2011
kebun buah para atau buah karet milik penduduk, terhampar lebatnya hutan TNGL, yang banyak diimbuhi sungaisungai dan air terjun. Di salah satu aliran sungai itulah pelancong bisa melakukan doughnut rafting, meluncur mengikuti arus sungai, dengan mengapung di atas ban dalam bus atau truk, hingga menuju ke aliran Bohorok, dan berakhir di kawasan pelancongan Bukitlawang. Tak kalah menantang ad alah kawasan hutan TNGL itu sendiri. Jika menyusup agak ke dalam dari jalan setapak, akan kita temukan pelbagai tumbuhan langka dan khas. Sebut misalnya daun payung raksasa (Johannesteijsmannia altifrons), sejenis pohon palma yang daun-daunnya mirip payung-payung raksasa mengembang di udara. Ber jenis bunga raf lesia (Rafflesia atjehensis dan R. micropylora) juga tumbuh di persada hutan TNGL. Juga Rhizanthes zippelnii, bunga terbesar dengan diameter 1,5 meter. Pohon ara atau kalangan ilmiah menyebutnya beringin-pencekik, juga banyak tumbuh di kawasan itu. Mereka membelit pohonpohon yang menjadi inangnya hingga kering dan mati, sebelum ia tumbuh digdaya menguasai areal sekitar dengan akar-akar gantungnya yang menebar ke mana-mana. Sekitar dua jam ber jalan dari gerbang masuk di seberang Bukitlawang, jalan setapak seperti terputus! Di situ tegak menjulang sepokok pohon dengan diameter batang antara 1,5–2 meter, setinggi sekitar 100 meter. Itulah pohon damar kucing (Eucaliptus dammara) yang merupakan pohon tertua sejenisnya di dunia ini!
Pelancong bisa melakukan doughnut rafting, meluncur mengikuti arus sungai, dengan mengapung di atas ban dalam bus atau truk, hingga menuju ke aliran Bohorok, dan berakhir di kawasan pelancongan Bukitlawang. April 2011
77
indonesiaku
Pesona Adrenalin di Kolong Jembatan Citarik
Kolong Jembatan Pajagan yang melintang di pinggang Citarik di Desa Cigelong Kecamatan Cikidang, kini menjadi primadona wisata Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. teks Heryus Saputro
P
erahu karet meliuk-liuk di atas arus deras Citarik, sementara batu-batu hitam segede gajah bertonjolan di sepanjang sungai. Enam penumpang perahu itu terus mendayung mengikuti arahan driveguide yang duduk di belakang. Dengan kedua tangannya ia terus mengolah
dayung, mengendalikan perahu agar tetap aman mengarung ke depan. “Kiri dayung kuat…! Kanan tahan…! Yaaak, sip…!” aba-aba si pandu-kemudi. Penumpang yang duduk di sebelah kiri pun mendayung kuat-kuat, sementara yang di sebelah kanan menghentikan dayungannya, agar perahu bisa bergerak
menyerong, menghindari tonjolan batu besar yang mengadang. Citarik memang punya banyak jeram yang mesti diselinapi. Dalam satu trip pengarungan sejauh 5–12 kilometer, dengan durasi antara dua hingga empat jam, ada lebih dari 25 buah jeram yang mesti dilewati. Umumnya, dengan
Orangutan di TNGL Ternyata bekal buah-buahan itu bukan untuk cemilan pelancong.
Kejutan lain muncul sekitar setengah jam berjalan dari lokasi tumbuhnya pohon damar-kucing. Sunyi hutan bisa tiba-tiba dipecahkan suara gemersak di bagian atas kanopi hutan. Sesosok bayangan kecokelatan semu merah bergerak mendekat. Itulah urangutan (Pongo abelii), salah satu penduduk asli TNGL. Mereka (karena di ketiak urangutan betina itu tampak seekor anaknya yang terus asyik menyusu) seper ti senga j a mend atang i d an menghadang jalan pendatang. Apa pasal? Per tanyaan itu ter jawab saat pemandu membuka bungkusan berisi buah-buahan segar. Ternyata bekal buah-buahan itu bukan untuk camilan pelancong, melainkan oleh-oleh buat si Pongo, yang dengan senang hati berayun-ayun di akar-akar pohon, atau bersengaja mejeng tak lebih dari satu meter di depan rombongn. Bahkan, ia siap menerima buah-buahan yang disodorkan kepadanya. TNGL dihuni ragam hewan langka. Biawak dan tapir (Tapirus tapirus) kerap tampak di antara bayang-bayang hutan. Kawanan babi merupakan pemandangan biasa di setiap kaki melangkah. Suara lutung (Hylobates molloch) dan siamang 78
April 2011
(Hylobates syndactylus syndactylus) selalu mengejutkan langkah, walau mereka berteriak di ketinggian dahan. Juga kepak burung rangkong (Buceros bicornis) di puncak cabang pohonan. Kambing hutan (Capricornis sumatraensis), rusa sambar (Cervus unicolor), dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis sumatrana) juga merupakan penghuni TNGL. Taman Nasional Gunung Leuser adalah salah satu yang ditetapkan U N E S C O s e b a g a i C a g a r B i o s f i r. Berdasarkan kerjasama IndonesiaMalaysia, juga ditetapkan sebagai “Sister Park” dengan Taman Negara National Park di Malaysia. Tapi yang paling menarik adalah: TNGL merupakan satu-satunya kawasan konservasi di mana empat mamalia besar hidup berdampingan. Keajaiban itu tak dijumpai di tempat lain di dunia. Keempat mamalia besar itu adalah mawas/orangutan (Pongo abelii) siamang, gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), dan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Indonesia memang kaya. Kitalah yang kadang salah menafsirkannya! n
Tunggu Dulu…! Rute menuju lokasi: Medan-Kutacane berjarak ± 240 km atau 8 jam dengan mobil Kutacane-Gurah/Ketambe ± 35 km atau 30 menit dengan mobil Medan-Bohorok/Bukit Lawang ± 60 km atau 1 jam dengan mobil Medan-Sei Betung/Sekundur ± 150 km atau 2 jam dengan mobil Medan-Tapaktuan ± 260 km atau 10 jam dengan mobil. Dari belukar hutan, masyarakat telah lama memindahkan berjenis kentang rambat (uwi/gembili, hembolo, dan gadung) ke pekarangan-pekarangan rumah. Banyak pohon sagu di wilayah timur Indonesia dibiarkan begitu saja, hingga tumbuh bunga dan empelur batangnya kopong lagi. Tiap panen di berbagai daerah, bergunung-gunung tumpukan umbi singkong terbengkalai dan busuk tak termanfaatkan. Berdayung di atas deras Citarik Ada lebih dari 25 jenis jeram yang mesti di lewati. April 2011
79
indonesiaku
Tak jarang terjadi juga ketidak-kompakan di antara penumpang atau ‘perintah’ pandu-kemudi ditangkap secara salah oleh peserta. kerjasama yang kompak antarpeserta, dengan selalu mendengar ‘perintah’ pandu-kemudi (drive-guide), jeramjeram itu bisa terlalui dengan nyaman. Bahkan, ketika menahan bantingan arus di ‘dasar’ jeram yang kerap membuat perahu dipenuhi air. Namun, tak jarang terjadi juga ketidak-kompakan di antara penumpang atau ‘perintah’ pandu-kemudi ditangkap secara salah oleh peserta. Semisal, saat ada perintah “Boom…!” yang berarti akan ada benturan di hidung perahu, dan untuk itu tubuh harus merunduk ke dalam perahu, ada saja satu dua penumpang yang tidak tanggap. Ujungujungnya, saat perahu membentur bongkah batu, tubuh-tubuh yang tak siap
itu terlempar jatuh ke air. Syukurlah, aktivitas wisata arung jeram yang baik, selalu mengedepankan aspek safety. Jadi, begitu ada penumpang (dengan pelampung nyaman di badan) ter jatuh ke air, secepat itu pula pertolongan diberikan. Gulungan tali segera dilempar, atau dayung-dayung peserta wajib diasongkan ke arah korban di air, untuk kemudian diangkat kembali ke atas perahu. Sungguh aktivitas yang amat memicu adrenalin! Dan, bila dilakukan dengan baik dan benar, akan selalu meninggalkan kenangan indah tak terlupakan bagi jiwa-jiwa penikmatnya. Ratusan pelancong dalam dan luar negeri bergantian menikmati jeramjeram dari bagian hulu menuju hilir Citarik, dengan home-base di sekitar kolong Jembatan Pajagan. “Tak pernah terbayangkan, ‘tempat jin buang anak’ itu bisa seramai ini,” ungkap almarhum Adjie Massaid, sekali waktu. Adjie benar. Memang tak pernah terbayangkan bahwa Citarik akan seramai sekarang. Istilah ‘tempat jin buang anak’ rasanya amat tepat. Hingga tahun 1990, nyaris tak ada aktivitas ‘modern’ apa pun
Pemandangan di kawasan CItarik Kehidupan hanya tampak saat para perempuan mencuci atau mandi.
80
April 2011
di sepanjang aliran sungai yang berhulu di kawasan hutan Gunung Halimun dan bermuara di Pantai Pelabuhan Ratu itu. Kehidupan hanya tampak saat para perempuan mencuci atau mandi,dan satu dua warga memasang bubu atau duduk diam mengail ikan. Selebihnya, cuma senyap dan kabut hutan. Jembatan Pajagan di Desa Cigelong Kecamatan Cikidang juga sama sepinya. Itulah jembatan besi yang menghubungkan ruas jalan aspal (yang lebih kerap tanpa aspal) sepanjang 43 kilometer. Jalan pintas yang menghubungkan kawasan ParungkudaCibadak dengan kawasan Pelabuhan Ratu. Hutan karet, kebun teh, kebun pisang dan ladang-ladang penduduk, plus belukar hutan, merupakan pemandangan umum di kiri-kanan jalan itu. Ada satu dua truk atau minibus melintas dari arah Parungkuda-Cibadak, tapi hanya sampai Cikidang. Selebihnya, masyarakat mesti berjalan kaki atau naik ojek motor (yang bannya dilengkapi jalinan rantai agar tidak slip di tanah berlumpur) untuk bisa pulang ke desanya di ceruk-ceruk hutan. Kalaulah ada kalangan luar yang
Camping Ground Citarik Terlalu berharga untuk dibiarkan begitu saja.
datang ke lokasi sepi itu, paling para pehobi menembak yang dengan jip-jip 4-WD menyuruk-nyuruk masuk belukar berburu babi hutan. Atau para pecinta alam dari Bandung-Bogor-JakartaSukabumi, yang biasa menjadikan kawasan itu sebagai ajang ragam aktivitas: menjelajah ataupun berkemah. Tapi Citarik terlalu berharga untuk dibiarkan begitu saja. Kebetulan, pada 1990, olahraga arung jeram mulai diminati kalangan muda. Salah seorang perintis arung jeram Indonesia, Lodi Korua, kerap memanfaatkan arus deras Citarik untuk uji nyali. Arus sungai itu sangat bagus dan konstan, dengan jeram-jeram Grade-III yang menantang untuk diarungi dengan perahu karet. Dari sekadar berlatih dengan temantemannya, belakangan Lodi tergerak mengajak tim-tim arung jeram dari luar negeri menjajal denyut riam-riam Citarik. “Saya kira, Lodi yang pertama memanfaatkan Citarik sebagai ajang wisata arung jeram,” ungkap John Lede, salah seorang pegiat arung jeram Indonesia. Dengan grup Tropical yang dibangunnya, Lodi mulai mengundang p e m i n a t u m u m b e ra r u n g j e ra m bersamanya. “Base-nya memang di kolong Jembatan Pajagan itu,” kata Amalia Yunita, salah seorang pengurus
Arus sungai itu sangat bagus dan konstan, dengan jeram-jeram Grade-III yang menantang untuk diarungi dengan perahu karet. Dari sekadar berlatih dengan teman-temannya, belakangan Lodi tergerak mengajak tim-tim arung jeram dari luar negeri. perhimpunan arung jeram dunia, yang kemudian menjadi istri Lodi. Apa yang dirintis Lodi berbuah positif bagi perkembangan kawasan Citarik. Kini, bila menyebut wisata Citarik, tak bisa tidak, yang dimaksud adalah kawasan seputar kolong Jembatan Pajagan. Tiap Sabtu-Minggu khususnya, puluhan sedan, jip dan belasan bus dari Jakarta dan kota-kota lain datang dan menurunkan para pelancong untuk berarung jeram. Kini setidaknya ada dua operator besar yang menyediakan paketpaket wisata arung jeram: ArusLiar yang dikelola Lodi dan Yuni, serta Caldera Adventure yang dikelola pasangan Elco dan Iyel. Siapa pun boleh mengikuti wisata yang amat memacu adrenalin itu. Mulai dari anak berusia 7 tahun sampai mereka yang berusia 75 tahun (bahkan pernah ada peserta berusia 80 tahun). Semua boleh ikut, asal sehat, siap berbasah-
basah, dan mau ikut mendayung perahu, walau untuk itu semua setiap peserta harus membayar. Mendayung dan mendayung, menyelinap di antara batubatu besar, mengempas ke bawah riam jeram, menikmati panorama hutan dan sungai, bertemu kawanan burung atau monyet buntut panjang, atau biawak yang nongkrong di atas batu menunggu mangsanya. Aha…! Membayangkannya saja sudah terasa eksotis! L odi d an Yuni, ataupun E lco danIyel, tak menggelar wisata arung jeram dengan semena-mena. “Urusan keselamatan merupakan hal yang perlu selalu diterapkan di sepanjang jalur trip,” ungkap Yuni. Hal sama juga dinyatakan Iyel dan para pegiat arung jeram lainnya. Setiap peserta tak cukup sekadar diasuransikan. Mereka juga dijauhkan sejauh-jauhnya dari kemungkinan bahaya saat di sungai. Standar internasional diberlakukan saat memilih perahu April 2011
81
indonesiaku
tepian sungai itu, khususnya di sekitar kolong Jembatan Pajagan, ArusLiar maupun Caldera A dventure juga menyediakan akomodasi berupa rumahrumah panggung atau bungalow yang memanfaatkan bahan-bahan dari alam sekitar. Sejumlah restoran penyedia hidangan lokal, tumbuh dan dikelola masyarakat setempat. Juga ada kios-kios penyedia bahan kebutuhan hari-hari, termasuk ‘pabrik’ sandal gunung yang diusahakan pemuda setempat bernama Ucun. Bahkan Ucun juga berhasil mengembangkan jasa wisata bodyrafting, rafting dengan menggunakan pelampung-selancar yang dibuatnya sendiri. Sebagai pemandu, Ucun juga menggunakan pemuda kampungnya. Usaha kreatif yang tumbuh bersamaan dengan berkembangnya wisata di Citarik. Citarik kini menjadi ajang wisata arung jeram paling populer di Indonesia, bahkan mengalahkan Ayung River yang berhulu di perbukitan Ubud, di Bali. Jalan Raya Cikidang kini menjadi jalan raya yang mulus. Pelbagai ajang wisata juga tumbuh di sepanjang jalur tersebut. Kebun-kebun dan pabrik teh yang dulu sepi, kini banyak dikunjungi rombongan pelancong. Taman berburu juga hadir bertetangga dengan Citarik. Pendeknya, Citarik menjadi sebuah contoh, bagaimana kehidupan yang lebih baik, tumbuh dan berkembang dan sungguh-sungguh memanfaatkan tenaga dan sumberdaya lokal! n
Bagian lain dari CItarik Kehidupan yang lebih baik.
karet, juga pada ragam perlengkapan lainnya: dayung, helmet dan pelampung yang mesti dikenakan dengan baik dan benar oleh tiap peserta. Ada sesi khusus pengenalan tentang apa dan bagaimana aktivitas arung jeram kepada penumpang menjelang pengarungan. Tim rescue (penyelamat) juga selalu ikut dalam tiap pengarungan. Para drive-guide harus mengantongi sertifikat kelulusan pemandu arung jeram. Tim medis mesti siap terjun memberikan pertolongan pertama bila ada ‘crash’ di air. Dengan begitu, arung jeram menjadi aktivitas wisata yang menyenangkan. Sesuai prinsip ekowisata, aktivitas arung jeram di Citarik juga memberi nilai tambah bagi perekonomian setempat. Masyarakat Citarik ikut mencicipi ‘roti’ 82
April 2011
wisata yang berkembang di kampungnya. “Sejak arung jeram ada di Citarik, kami para remaja di seputar sini, sudah diajak latihan menjadi pemandu,” ungkap Abo, salah seorang warga Citarik yang kini menjadi kepala pemandu di ArusLiar. Berbagai kursus diberikan Lodi kepada para pemuda Citarik. Dari pengenalan teknik dasar arung jeram, teknik menjadi pimpinan perahu saat berarung jeram, hingga kursus bahasa Inggris, kata Abo yang bersama tim ArusLiar kerap memenangkan kejuaraan arung jeram internasional, antara lain di Jepang, China dan New Zealand. Dari ‘sekadar’ ajang arung jeram, Citarik kini tampil sebagai destinasi pelancongan yang lumayan komplet di Sukabumi. Di sepanjang kedua
Tunggu Dulu…! Asal sehat, siap berbasah-basah, dan mau ikut mendayung perahu, siapa pun boleh ikut serta dalam wisata yang memicu adrenalin ini. Peserta berkisar antara usia 7 tahun sampai 75 tahun. Bahkan pernah ada peserta berusia 80 tahun. Citarik kini menjadi ajang wisata arung jeram paling populer di Indonesia, bahkan mengalahkan Ayung River, di Ubud, Bali.
April 2011
83
Seni
Seni
Gandrung Banyuwangi Bisa dikatakan sebagai seni musik peralihan.
Gending Seblang Banyuwangian sampai Dangdut Koplo Gending Banyuwangi tak pernah henti memperbarui diri. Bukti lain kekenyalan seni tradisional. Meskipun, perlindungan hukum dan ekonomi tak selalu berpihak kepadanya. teks Dwi Pranoto
84
April 2011
Dengarlah dia menyanyikan gendingnya, “Cengkir Gading” dan meng gerakan kipasnya. Lalu rakyat Blambangan yang dewasa dan masih kanak-kanak, mengalir ke suatu tempat. Dan, di luar kesadaran mereka, riwayat yang telah lampau diproyeksikan kembali. Irama yang gembira dari tarian Ciwa di Chidambaram, tariannya si Gandri di Cungking, pusat dari segala-galanya, yakni dalam hati manusia. (Gandroeng Van Banjoewangi, John Scholte, 1927).
S
ejak zaman Blambangan kuno hingga Banyuwangi modern, masyarakat Using tak kehabisan gending-gending untuk didendangkan. Dari Gandrung yang diwarisi dari Seblang, Angklung Paglak yang disenandungkan di ketinggian pondok pengusir burung di persawahan, sampai Angklung Caruk yang penuh tempik dan direkam dalam bentuk piringan hitam, kaset maupun vcd. Namun tentu saja gending Banyuwangian
Seni
memiliki karakteristik berbeda pada tiap zamannya. Gending-gending Seblang yang berfungsi sebagai elemen ritual, memiliki irama berulang yang ritmis. Syair-syairnya dibangun dari pasemon dengan kiasan berlapis serta menggambarkan kehidupan masyarakat, seringkali erotik, dan dinafasi tanah persawahan. Sementara Gandrung, yang sejak masa Gandrung pria telah berfungsi sebagai hiburan atau seni tari pergaulan, menyanyikan gending-gending sembarang – kecuali pada babak awal dan akhir pagelaran – sesuai permintaan pemaju (pengibing). Karena tidak ada gending yang diciptakan khusus untuk pagelaran Gandrung, pada dasarnya gending-gending Gandrung tak memiliki ciri khas tertentu. Musik Angklung Banyuwangi barangkali bisa dikatakan sebagai seni musik peralihan dari gending-gending klasik Seblang yang ritmis,`magis, dan erotis, ke lagu-lagu banyuwangian modern. Angklung Paglak terdiri dari dua ancak yang masing-masing terdiri dari tiga belas potong bambu tersusun berjajar dari nada rendah ke tinggi. Satu ancak pembawa gending dan satu ancak lainnya ngeleboni gending. Angklung Paglak juga dimainkan di tempat terbuka, seperti di halaman rumah, pada tanggal 14, 15, 16, tiap bulan pada penanggalan lunar atau pada saat bulan purnama. Gending-gending yang dimainkan dengan Angklung Paglak adalah gending-gending Gandrung. Pada perkembangan berikutnya, karena pengar uh Bali, perangkat Angklung Paglak mengalami penambahan instrumen yakni, slenthem, saron, peking, kendang dan gong yang semua terbuat dari besi. Angklung Paglak yang mengalami penambahan sejumlah instrumen itu kemudian disebut tabuhan bali-balian. Angklung kemudian tak hanya dimainkan di atas pondok pengusir burung atau saat bulan purnama, tapi juga untuk hiburan saat hajatan, sunatan atau perkawinan. Saat hajatan itulah biasanya ditanggap dua kelompok angklung yang saling beradu ketangkasan, kecermatan, dan kejelian dalam menebak lagu. Permainan itu disebut angklung caruk. Selepas zaman Jepang, banyak digubah gending-gending baru yang diciptakan Mohamad Arief, Endro Wilis dan Mahfud. Mulailah babak baru musik “modern” Banyuwangi. Pertanda paling
Selepas zaman Jepang, banyak digubah gendinggending baru yang diciptakan Mohamad Arief, Endro Wilis dan Mahfud. Mulailah babak baru musik “modern” Banyuwangi. kentaranya adalah gending-gending tak lagi diciptakan secara anonim seperti pada masa Seblang, tapi dikenali siapa penciptanya. Artinya, lagu-lagu itu tak lagi bersifat lisan namun dituliskan dengan syair dan notasi lagu. Mohamad Arief menuliskan dengan notasi ji, ro, lu, pat, mo, nem, sedang Mahfud dianggap paling mula menggunakan notasi pentatonis. Tentang M. Arief, sejak zaman Belanda ia memang menjadi pemilik sekaligus pemimpin kelompok angklung. Pada masa itu kelompok angklungnya selain main di panggung-panggung hajatan juga sering diundang main di serambi depan gedung bioskop. Kelompok angklung M. Arief itu jadi penanda jika bioskop sedang memutar film Jawa, istilah masa itu untuk film yang menceritakan kisah Indonesia dan diperankan orang Indonesia. Namun, lagu-lagu dimainkan kelompok angklungnya, berbeda dengan gending-gending Gandrung dan Seblang. Walaupun dasarnya bertalian dengan gending-gending Gandrung dan Seblang, antara lain pengulangan wangsalan alias pantun, namun syair lagu-lagu M. Arief telah meninggalkan gaya pasemon dengan kiasan yang berlapis-lapis. Lebih lugas, jenaka, dan kadangkala ironis dengan irama girang seperti gendinggending dolanan. Gaya khas M. Arief itu bisa disimak dalam Genjer-genjer, Donadone Sumping, Sekolah, atau Lurkung. Tema syair lagu-lagu M. Arief memang mengungkap kehidupan masyarakat jelata, kesulitan dan kepahitan hidup yang dialami akibat ketimpangan relasi produksi atau praktik penghisapan penguasa tanpa jatuh pada keputusasaan. Seringkali kritik dilancarkan dengan cara jenaka, sebanding dengan kidungan Cak Durasim. Simak misalnya kritik dia tentang kesulitan pangan pada zaman Jepang lewat dua baris syair lagu Lurkung April 2011
85
Seni
Sebagaimana M. Arief, lagu-lagu Endro Wilis pun mengungkapkan kepahitan hidup rakyat jelata akibat ketakadilan dalam relasi produksi. Namun kritik Endro dilancarkan dengan lebih tandas dan meradang. berikut: Kung golet lurkung (Kung cari lurkung)/ Zaman Jepang boyok melengkung (Zaman Jepang punggung melengkung). Sebagaimana M. Arief, lagu-lagu Endro Wilis pun mengungkapkan kepahitan hidup rakyat jelata akibat ketakadilan dalam relasi produksi. Namun kritik Endro dilancarkan dengan lebih tandas dan meradang, seringkali diekspresikan dengan irama mars yang menggebu seperti dalam lagu Podho Nginang dan Nelayan. Namun, setelah peristiwa politik yang merenggut banyak hal dari kehidupan pribadi dan sosialnya, yakni 1965, syair lagu-lagu Endro menjadi lebih biografis-kontemplatif, sarat dengan pertimbangan filosofis dalam bahasa kias yang agak pekat. Misalnya dalam lagu Dhonge Mekar dan Jaran Ucul. Gending Banyuwangi mengalami masa sunyi pada 1966 sampai 1970-an.
Baru pada 1980-an muncul Hawadin, Sutrisno dan Andi Suroso dari Banyuwangi Selatan, Genteng. Namun tema lagu-lagu mereka bergeser. Dengan irama yang lebih dekat dengan dangdut dan lagu pop-mandarin, para pencipta lagu dari Genteng lebih banyak menyuguhkan asmara pria-wanita, terutama remaja. Pada masa itulah dikenal istilah kendang kempul, jenis gending yang cenderung memikat khalayak dengan bahasa yang gampang dan bahkan terkadang vulgar. Mereka juga menandai kemunculan industri rekaman lokal. Salah satu lagu populer pada masa itu adalah Rehana. Tema-tema asmara remaja itu berlanjut dalam lagu-lagu ciptaan Catur Arum, Yons D.D dan Adistya Mayasari, yang merupakan angkatan penggubah lagu banyuwangian masa kini, angkatan 2000. Namun, lagu-lagu mereka lebih
Seni
menyerap pengaruh irama beragam: Dari langgam Jawa, bossa, blues, sampai dangdut koplo. Selain itu, angkatan terbaru itu juga memiliki kesadaran lebih akan nilai komoditas lagu-lagu yang mereka ciptakan. Karenanya mereka lebih rapi dalam urusan manajerial dibandingkan angkatan pendahulunya. Bahkan, Adistya Mayasari, memilih memproduksi sendiri rekaman lagu-lagunya. Angkatan terbaru ini juga dikenal dengan jenis musik patrol orchestra. Pelopornya grup Patrol Orkestra Banyuwangi yang digawangi Catur Arum dan Yons D.D dengan lagu hitsnya Layangan dan Semebyar. Hari ini, produksi rekaman lagu-lagu Banyuwangian dengan pelbagai format mengalami kemajuan kuantitatif luar biasa. Distribusinya pun meluas sampai ke luar wilayah Banyuwangi. Namun, persoalan sama tetap merundung: Sirna perlindungan hukum yang layak dan sebagian besar para pencipta lagu itu pun kerap tak mendapatkan apa-apa dari pelbagai kegiatan ekonomis yang melibatkan lagu-lagu mereka. Nasib khas kesenian tradisional kita. Sungguh mengenaskan!! n
Tari Tradisi di Tengah Irama Metropolitan
Tari tradisional, sebagaimana musik tradisional, justru hidup dalam upacara perkawinan atau sunatan. Sementara, di gedung pertunjukan, termasuk di televisi, ia tertelan oleh pentas kesenian lain. Terutama seni pop atau budaya massa. teks Maman Gantra & Sulaiman Djaya
Pentas Tari Relaksasi dari kehidupan dengan menari.
P
Seblang Bakungan Bahasa yang gampang dan bahkan terkadang vulgar.
86
April 2011
anas menyengat di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Memasuki Gedung Wayang Orang Bharata, tak jauh dari terminal Senen, ke arah utara, hawa panas itu masih terasa. Namun, begitu melewati pintu yang memisahkan lobi kecil itu dengan ruang pertunjukan, kesejukan langsung menyapa. Tak semata embusan penyejuk ruangan. Namun, suara gending itu. Juga gemulai tangan tiga perempuan di
sana. “Kami sedang melakukan Majelis Reboan,” kata Umar, salah seorang staf gedung pertunjukan. “Maksudnya, latihan tiap hari Rabu,” katanya lagi. Seakan takut istilahnya disalahartikan. Satu jam kemudian, para penari muncul di ruang lobi. Juga, beberapa nayaga. Latihan tengah rehat. “Inilah yang kami lakukan,” kata Sri Hastuti, salah seorang penari. Bersama dua orang temannya, Lika dan Dewi, ia meninggalkan
kantornya di kawasan Kemang sana. “Hanya untuk berlatih tari,” tandasnya, seraya tersenyum. Dan itu, kata Menik, panggilan Sri Hastuti, ia lakukan sejak dua tahun silam. “Melakukan relaksasi dari kehidupan dengan menari,” katanya. Tak ada semacam kegenitan dalam nada suaranya, juga mimik wajahnya, ketika mengemukakan motivasinya meninggalkan kerumitan kerja seharihari, hanya untuk berlatih tari. Tak April 2011
87
Seni
Seni
Seorang penari di ruang rias Dari segi honor tak semahal pemain band atau penyanyi pop.
terlontar misalnya, bahwa apa yang ia lakukan itu demi “melestarikan senibudaya tradisi” sebagaimana kerap kita dengar. Meskipun, kita tahu, di tengah lalulintas Jakarta yang nyaris macet total, perjalanan dari Kemang, bagian selatan Jakarta, ke Senen adalah sebuah pengorbanan yang lumayan. Dan itu, semata dilakukan demi menari. Dan, asal tahu, Menik, Dewi, maupun Lika, bukanlah para penari profesional. Seharihari, Menik mengelola sebuah apartemen dan butik kecil tak jauh dari rumahnya di Kemang sana. Sementara Dewi bekerja sebagai account executive di sebuah biro iklan. Lika? Staf di sebuah kantor notaris di kawasan Kuningan. Sikap santai itu agak pudar pada Haris, warga Kayumanis, Matraman, Jakarta Timur -- wilayah yang sempat tenar karena anak-anak remajanya kerap tawuran dengan remaja dari kampung seberangnya. “Saya menyuruh anakanak belajar menari, karena lumayan bisa mentas dalam upacara kawinan,” katanya. Baginya, belajar menari tradisi merupakan bagian dari bisnis organizer resepsi pernikahan yang dilakukan adiknya. “Tak jarang klien adik saya itu menginginkan ada sajian tari tradisional. Daripada mencari penari lain, ya mending keponakan sendiri,” katanya. Karena itu, 88
April 2011
Panen atau ajegnya pagelaran tari tradisional dalam upacara-upacara perkawinan, setidaknya resepsi pernikahan, rupanya tak selaras dengan pertunjukan tari yang digelar di gedung-gedung pertunjukan. Haris tak segan mengantar dua anaknya yang masih SD dan SMP ke Rawamangun atau Pulogadung. Di kedua tempat itulah, anak-anaknya belajar tari Minang dan tari Sunda. Menurut Randi, adik Haris yang menekuni bisnis jasa organizer tadi, permintaan pada upacara adat cukup tinggi. Terutama, adat Jawa, Sunda, dan Minang. Dan, biasanya, para pelanggan juga minta disediakan pertunjukan tari tradisional – selain musik tradisional etnis bersangkutan. “Tahun lalu saja, saya sampai harus pergi ke Sumedang. Mencari pemain tarawangsa, karena klien meminta itu,” katanya. Dalam hitungannya, dari 37 pesta pernikahan yang ditangani tahun lalu, 30 di antaranya meminta jasa “upacara adat komplet” – yang maknanya termasuk pagelaran tari dan musik tradisional. Laporan senada juga disampaikan Winda dari Bekasi. Menurut Winda, permintaan tari tradisi tak pernah
sunyi. “Setidaknya setelah Pak Harto turun,” katanya. Dan, itu mengagetkan Dore, suaminya . Seba gai alumni sekolah seni di Bandung, dan memilih seni tradisi sebagai profesinya, ia sadar benar bahwa masadepannya terbilang suram. “Kan, sejak lama kalau kesenian tradisi itu dipinggirkan? Baik oleh modernisasi, globalisasi, maupun sikap fundamentalisme sebagian masyarakat,” kata Dore. Bahkan, masih kata Dore, tak hanya seni tradisi. “Sebenarnya, seluruh kesenian serius, yang sifatnya lebih mengutamakan nilai, selalu tersisih. Dan, itu terjadi pada setiap zaman,” katanya. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini permintaan pertunjukan seni tradisi, termasuk tari, cukup lumayan. Terutama, jenis tari yang bisa dimainkan seorang sampai tiga orang. “Meskipun, mungkin, dari segi honor tak semahal pemain band atau penyanyi pop,” kata Dore. Maklum, upacara adat Sunda yang terbilang komplet bisa melibatkan 100
orang. “Itu sebenarnya sebuah pagelaran kolosal,” katanya. Walhasil, honor Rp 10-15 juta itu jatuhnya tak seberapa manakala sampai ke setiap pemain. “Penari saya paling dibayar Rp 250 ribu sekali tampil. Tapi, kalau lagi musim kawin, mereka bisa tampil sampai 12 kali. Lumayan juga, kan?” kata Dore. Panen atau ajegnya pagelaran tari tradisional dalam upacara-upacara p e r k aw i n a n , s e t i d a k ny a re s e p s i per nikahan, r upanya tak selaras dengan pertunjukan tari yang digelar di gedung-gedung pertunjukan. Data yang disodorkan Humas Taman Ismail Marzuki misalnya, menyebutkan: Sepanjang 2010, acara dan kegiatan yang berkaitan dengan tari hanya berkisar sembilan persen. Persentase tersebut merupakan representasi terkecil dibanding seni rupa yang menempati urutan pertama sebesar 33 persen, disusul teater 27 persen, musik 16 persen dan film 11 persen. Sementara, persentase tari yang sembilan persen tadi masih harus direcah lagi menjadi modern dance, foreign dance, dan traditional dance. Pendeknya, pementasan tari tradisional memang langka. Karena itulah, mungkin, anak muda seperti Asry Meri merasa prihatin melihat situasi itu. “Terus terang saya prihatin dengan kurangnya minat generasi muda saat ini pada warisan seni tradisional,” ujar Asri. “Tapi, karena itulah saya bersemangat untuk aktif dan menghidupkan seni tradisional, terutama seni tari tradisi yang tengah saya geluti saat ini,” kata koreografer muda yang pertengahan April 2011 mentas di Teater Salihara, Pejaten, Jakarta Selatan. Hal senada juga diungkapkan Dewi Nurnaeny, alumnus IKJ yang bersama Asri menggiatkan seni tari tradisional di kalangan generasi muda, khususnya mahasiswa IKJ. “Saya memang ingin menggerakkan minat pada seni tari tradisi di kalangan anak-anak muda. Karena itulah saya aktif berlatih bersama para mahasiswi dan teman-teman yang dilatih Mbak Asri,” kata Dewi. Ketika ditanya, seni tari tradisional apa saja yang selama ini dieksplorasi Asri dan kawan-kawan, mereka menyebut beberapa bentuk tari tradisional semisal Tari Golek, Tari Kelana Halus, Tari Menak, dan Tari Topeng. “Itu baru beberapa dari ratusan bentuk tari tradisional yang pernah hidup dalam masyarakat Indonesia,” ujar Asri dan Dewi. Sebulan
sekali, mereka pun mengadakan pentas seni tari tradisi yang dimainkan para mahasiswi. Melihat beragamnya realitas yang dilihat sumber-sumber di atas, memang seperti itulah realitas seni tari tradisional di tengah kehidupan metropolitan dewasa ini. Atau, jangan-jangan, juga di seluruh persada nusantara. Bahwa, tari tradisional, sebagaimana musik tradisional, justru hidup dalam upacara perkawinan atau sunatan. Sementara, di gedung pertunjukan, termasuk di televisi, ia tertelan oleh pentas kesenian lain. Terutama seni pop atau budaya massa. Patutkah kita meratapi hal itu? Bagi seniman profesional seperti Asry misalnya, mungkin iya. Tapi, bagi sosok
seperti Menik dan kawan-kawan, hal itu dianggap biasa-biasa saja. “Seperti makanan, setiap orang ‘kan punya selera masing-masing? Hanya, lewat hukum dan kekuasaannya, pemerintah dan jajarannya bertugas menjaga kesehatan dan kebersihan setiap jenis makanan tadi. Sekaligus memberi ruang yang adil bagi setiap makanan, itu agar mereka bisa punya peluang yang sama untuk bisa dipilih setiap orang,” kata Menik membuat ibarat. Pertanyaannya: Pemerintah, juga stake holder lainnya, sudahkah bersikap adil dalam menjaga “kesehatan” dan memberikan ruang dan peluang yang sama bagi kesenian tradisional itu, termasuk seni tarinya? n
Topeng Indramayu Setiap orang ’kan punya selra masing-masing.
April 2011
89
SANG PEJUANG
SANG PEJUANG
Ketua Palang Merah Indonesia (PMI)
Jusuf Kalla
“Kita Membicarakan Semua Hal, Kecuali Hal yang Penting” teKS indri ariefiandi foto ROBBY RANGGADIPURA
D
ari saudagar menjelma jadi politisi. Dari politisi menjadi negarawan. Itulah, kiranya, “jalan hidup” yang dilakoni Mantan Wakil Presiden Drs. H. Muhammad Jusuf Kalla alias JK. Dan, sebagai negarawan, JK yang kelahiran Watampone, Bone, Sulawesi Selatan, pada 15 Mei 1942, itu tak henti melontarkan pernyataan cerdas yang sirna dari tafsir ganda dan kepentingan pribadi atau kelompok. Ketika warga Ahmadiyah di Cikeusik diserang warga, dan kekerasan di Temanggung, Jawa Tengah, menyusulnya, sebagai misal, JK langsung meminta masyarakat agar tak berbuat anarkis. Sehingga, tak aneh bila DPR memandang perlu mengundang JK untuk ikut berdialog membahas penyelesaian kedua kasus itu. Sebelumnya, JK juga berperan dalam menyelesaikan konflik Poso dan Ambon. Hal serupa ia lakukan dalam penyelesaian konflik bersenjata di Aceh. Pernjanjian Stockholm, yang menjadi dasar penyelesaian Aceh, tak lepas dari keterlibatan JK. “Semua konflik itu pemicunya sama. Mereka merasa termarjinalisasi. Unsur identitas kelompok, suku, agama melengkapi kemudian,” kata JK ihwal “spesialisasinya” itu. Dan, Sabtu, 26 Maret silam, tim AND mewawancarainya di kediaman Jl. Dharmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang terkadang diramaikan oleh kehadiran tiga cucu lelakinya. Berikut petikannya: Anda baru kembali dari Dubai. Bagaimana revolusi rakyat di Timur Tengah saat ini, dan kaitannya dengan campur tangan Amerika dan Sekutu Barat di sana? Iya. Kalau Irak dengan mudahnya dikuasai Amerika, tetapi kemudian Amerika kapok. Karena itu Amerika tidak ingin lagi berada di depan. Tapi juga saya katakan: campur tangan Amerika dan Sekutu Barat itu merupakan tindakan yang tidak dapat kita benarkan. Jangan sampai persoalan di dalam negeri suatu negara, kemudian diintervensi oleh negara lain. Itu sangat berbahaya. Dalam konteks internasional, diplomasi, dan kemanusiaan, apakah boleh suatu negara membantai warganya sendiri, dan masyarakat internasional harus diam? Oh, pasti tidak. Tapi berapa yang meninggal di Libya? Baru 30 orang, sampai saat terakhir. Tetapi berapa ribu orang yang meninggal di Israel dan apa tindakan Amerika di Israel? Dan berapa puluh resolusi PBB dikeluarkan untuk Israel? Ini? Baru berapa jam resolusi PBB dikeluarkan, Libya langsung dibom. Padahal, itu baru berupa ketentuan No Flying Zone (Zona Larangan Terbang). Jika mandatnya adalah No Flying Zone maka yang harus dihantam adalah setiap pesawat Libya yang terbang di wilayah itu. Bukan menghantam yang sedang berada di bawah, di darat. Dulu juga pernah kejadian seperti itu. No Flying Zone. Mereka tidak melakukan pengrusakan terhadap seluruh aset militer yang berada di darat. Tetapi ini seluruh yang di darat dibumihanguskan! Hal seperti itu tidak bisa dibiarkan. Contoh, pemberontakan-pemberontakan di Indonesia. Jika terjadi pemberontakan di Indonesia, sebagai pemerintah, mau Anda apakan pemberontakan tersebut?
90
April 2011
April 2011
91
SANG PEJUANG
Tapi, bagaimana situasi dalam negeri kita dua tahun terakhir ini? Soal situasi dalam negeri, kita tidak tahu apa tindakan pemerintah. Tapi, Indonesia merupakan Negara yang paling mampu berbuat yang paling baik. Ekonomi kita paling mampu mendukung itu semua. Cuma, mungkin kita tidak mengaturnya dengan baik. Kedua, mengenai korupsi, harus diselesaikan dengan sepenuh hati. Tidak boleh dengan
Jangan sampai persoalan di dalam negeri suatu negara, kemudian diintervensi oleh negara lain. Itu sangat berbahaya. Kalau mereka salah, pasti pemerintah akan hentikan hal itu. Kemudian, ketika akibat hal itu lalu ada kerusuhan, dan mereka lalu meminta bantuan, dan kemudian Amerika datang, apa yang akan kita lakukan? Itu tidak boleh terjadi. Di Libya, baru 30 orang yang meninggal, tidak lebih. Kalau dibilang satu korban saja sudah banyak, ya saya sepakat, karena hal itu benar. Tetapi kita tak bisa main serbu begitu saja. Apa yang harus dikatakan Indonesia atas serangan terhadap Libya itu? Indonesia harus mengecam tindakan tersebut. Jangan jadikan hal itu sebagai pembenaran. Memangnya Indonesia setuju jika suatu pemerintahan yang berdaulat, walaupun dianggap otoriter, ke mud i a n k at a k a n l a h ra k yat nya melawan, lalu pemerintah itu diserang dari luar? Nanti, jika terjadi suatu masalah di Papua, dan rakyat Papua meminta bantuan, bisa diserang juga 92
April 2011
Indonesia. Kemudian, jika sesuatu terjadi di Sulawesi, bisa saja tiba-tiba Amerika menduduki Sulawesi. Anda mau hal seperti itu terjadi di Indonesia? Itu, kan persoalan dalam negeri Indonesia? Coba Anda cari informasi, berapa banyak orang meninggal pada saat Libya belum diserang Amerika. Tidak lebih dari 50 orang! Apa sesungguhnya penyebab utama revolusi rakyat di di Timur Tengah? Ada tiga hal pokok yang menjadi penyebabnya. Pertama, krisis ekonomi yang mengakibatkan mahalnya harga kebutuhan pokok. Kedua, pemerintahan otoritarian yang natidemokrasi dan berkuasa lebih dari 30 tahun, dan Ketiga, pemerintahan yang korup. Jadi, tu bukan digerakkan oleh agama? Mengapa harus ada agama? Karena kebetulan semua beragama Islam? Mesir, kalau kita bicara konteks agama, yang memprotes beragama Islam. Yang diprotes
juga beragama Islam. Tunisia demikian juga. Itu lebih disebabkan oleh aspek kebangsaan. Tidak ada hubungan dengan fundamentalisme. Ikhwanul Muslimin di Mesir malahan bergerak belakangan. Yang pertama bergerak justru anak muda. Dan, itu tidak akan ada dampaknya ke Indonesia. Terkecuali telah terjadi ketiga hal tersebut tadi. Lihat saja Soeharto jatuh karena itu pada 1998. Dia terlalu lama berkuasa dan pemerintahannya korup. Setelah BBM naik, semua naik, terjadi krisis ekonomi. Saat ini, Indonesia juga mengalami kesulitan ekonomi, korupsi merajalela, dan pemerintahan mulai otoriter… Kalau hal itu membesar, maka itu akan berakibat sama. Memang, saya bilang efeknya begitu jika pangan atau ekonomi memburuk, karena sejarah mengatakan hal itu. Zaman Soekarno juga begitu. Harga bensin naik, bus kota naik, korupsi, dan otoriter Soekarno, ya jatuh. Soeharto berulang lagi. Siapa pun pemerintahan yang berbuat seperti itu, akan mengalami pengulangan.
lip service saja. Mengenai demokrasi, jangan sampai tiga kali, jangan sampai kekuasan untuk mempertahankan kekuasaan. Itu bahaya. Dan, kita harus memberikan warning kepada pemerintah supaya tidak terjadi hal itu. Begitu timbul ketiga hal itu, maka negara apa pun di dunia ini akan kena. Tidak perlu ada pemimpin untuk melakukan hal itu. Jangan lupa. Dulu, sewaktu 1960an, 1970an, masih diperlukan adanya sebuah
sentral untuk memberitahukan hal itu. Karena itu di era tersebut, ketika terjadi coup yang akan diserbu pertamakali adalah stasiun radio dan stasiun televisi, untuk memberikan instruksi. Tapi sekarang, dengan internet, sms paling sedikit, facebook, twitter, itu bisa membuat setiap orang menjadi komandan. Sehingga orang tidak perlu repot-repot merebut televisi ataupun radio. Itu yang terjadi di republik ini beberapa waktu lalu. Marcos di Filipina juga mengalami hal yang sama: Krisis ekonomi, otoriter dan korup, lalu tumbanglah dia. Apa yang salah dari pemerintahan kita saat ini? Kita terlalu lama dan terlampau banyak membicarakan semua hal, kecuali hal yang penting. Kita semua, bukan saja pemerintah. Lihat saja berapa bulan kita bicara mengenai Gayus, bicara tentang Century, bicara soal reshuffle kabinet? Itu semua makan waktu berbulan-bulan. Tetapi fundamentalnya, seperti bagaimana meningkatkan kondisi pangan, bagaimana meningkatkan ekonomi, bagaimana kita perbaiki, bagaimana kita benahi infrasturktur secara serius, walau ini dibicarakan, tetapi justru hanya sambil lalu saja. Di luaran, termasuk di internet, muncul opini “rindu JK.” Respon Anda? Kalau saya, saya berbuat apa yang mampu saya laksanakan sekarang. Kegiatan sosial di Palang Merah, saya tetap menjaga ini atau itu, karena saya tetap memberikan saran-saran kepada Presiden, dan secara rutin memberikan masukan. Saya selalu meminta waktu untuk menyampaikan apa yang saya lihat dan saya rasakan. Tetapi yang kurang adalah tindakan. Kesenjangannya di mana? Bukan karena ada kesenjangan. Instruksi, tindakan, ada pegangan yang namanya leadership, kepemimpinan. Pemimpin itu akan membawa orang dengan visi yang jelas, akan membawa me re k a ke m a n a . Te nt u de n ga n melakukan tindakan, baik itu yang sulit maupun yang tidak populer. Yang tidak dilakukan saat ini adalah tidak mau mengambil tindakan yang sulit, terlebih jika tindakan itu tidak populer. Mungkin yang dulu, itulah tindakan yang sering April 2011
93
SANG PEJUANG
saya lakukan, yang tidak populer dan sulit. Sehingga, jika perlu menaikkan BBM, ya saya naikkan BBM. Biar saja kalau ada yang berbicara keras. Kalau ada yang mempersoalkan aliran-aliran, ya kita selesaikan. Karena hal itu diperbolehkan. Yang tidak boleh adalah membiarkan masyarakat membicarakan hal yang sepele-sepele. Jangan itu. Kalau saat ini berbulan-bulan membicarakan mengenai Ahmadiyah. Jangan menyimpan saja. Kalau masyarakat sudah capek berbicara, baru mengeluarkan tindakan. Jadi, sekarang ini masalah dibiarkan sampai orang capek. Berapa banyak enerji yang hilang untuk bangsa ini? Berapa kesempatan yang hilang juga? Sebagai Wakil Presiden, Anda selalu mengatakan: “Saya perintahkan!” Bukan: “Saya imbau,” “Saya harap,” atau “Saya minta...” sebagaimana selalu diucapkan Presiden SBY. Seolah kekuasaan tidak di tangan dia. Itu karena problem psikologis atau apa? Ya, kadang-kadang pembawaan juga, style. Karena itu saya katakan, kalau saya diminta berbicara soalsoal pemerintahan, maka pemerintah itu memerintah, karena itu namanya Pemerintah. Bukan Pengimbau Republik Indonesia tetapi Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah itu berasal dari kata “perintah”. Sehingga tidak perlu mengatakan, saya harap, saya minta. Tapi “Laksanakan ini, ya! Seminggu harus
Pemerintah itu memerintah, karena itu namanya Pemerintah. Bukan Pengimbau Republik Indonesia tetapi Pemerintah Republik Indonesia. lapor, ya!” Apa pun. Tanya saja kepada para menteri. Saya selalu katakan: laksanakan ini dan seminggu lapor! Saya juga berikan sedikit penjelasan mengenai caranya. Sehingga begitu saya perintahkan maka saya yang bertanggungjawab. Itu karena style tadi. Perintah itu berarti juga langsung bertanggungjawab. Kalau Anda berharap, mengimbau, itu berarti Anda melepaskan diri, risiko mereka yang bertanggungjawab, karena Anda tidak mau mengambil resiko tersebut. Kalau perintah maka mereka akan mengatakan: saya diperintah atasan. Sehingga ketika ada kesalahan, mereka akan merasa terlindungi, karena sayalah sebagai atasannya, yang bertanggungjawab. Ketika gempa dahsyat di Jepang Anda ada di sana. Apakah tanggap darurat mereka sama dengan apa yang pernah kita lakukan saat tsunami Aceh? Kita lihat dulu perbandingannya. Bencananya hampir sama. Korban kita hampir 200 ribu meninggal, Jepang kurang lebih 25 sampai 30 ribu. Kirakira 10 persen dari korban di Indonesia.
Tapi, dari segi materi, kerugian Indonesia enam miliar dollar. Tapi Jepang 30 kali lipat hingga 300 miliar dollar. Meskipun, yang paling parah di sana dampak nuklirnya itu. Toh, dalam segi kecepatan, bukan karena saya Ketua Bakornas-nya saat tsunami Aceh, itu Indonesia selalu menjadi contoh kecepatan menyelesaikan bencana. Sekali lagi, bukan karena saya ketua Bakornas. Sewaktu terjadi gempa di Haiti, headline di majalah TIME: “Look Indonesia” atau belajarlah dari Indonesia. Sama dengan Srilanka, itu tidak belajar dari Indonesia. Sebab, saat tsunami terjadi di Indonesia, solidaritas nasional, solidaritas internasional, itu luar biasa. Dan, kita selesaikan tahapannya dengan benar. Tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, serta sekaligus kita damaikan Aceh. Sehingga sampai kini selalu menjadi contoh. Sudah masuk dalam sejarah. Itu saya rancang semua. Dan, schedule yang sudah ditetapkan, saya taati. Anda belajar dari mana? Kan, ketika itu belum ada ilmunya?
Kalau Nasional Demokrat itu menjadi parpol, maka mereka harus bicara di DPR. Kalau dia LSM dia tentu demo di lapangan. Tetapi ternyata tidak. Karena isinya adalah para intelektual dan cendekiawan. Pengalaman saja. Logika saja. Dengan pengalaman yang bermacam-macam, kita dapat mengeluarkan hal-hal seperti itu. Pengalaman saya di bisnis, pengalaman saya menjadi kontraktor, pengalaman saya menghadapi banjir, pengalaman menghadapi konflik, semua bercampur... Tentang Nasional Demokrat. Bagaimana prospek organisasi massa ini? Setiap kita memiliki tanggungjawab masing-masing dan kepentingan. Kepentingan saya dan semua: rakyat maju kita akan senang. Karena saya p e n g u s a h a , m a k a a g a r e ko n o m i baik, kepentingan saya seperti itu. Kepentingan kita sebagai intelektual
94
April 2011
agar kemajuan di bidang pendidikan dan sebagainya. Kita bersatu untuk kepentingan bersama. Begitu tujuan dan kepentingan bersama kita terasa lamban atau kurang, tentu masyarakat, antara lain Nasional Demokrat, berusaha mengingatkan setidak-tidaknya, dan kemudian mencarikan jalan keluar. Karena cara kita bermasyarakat seperti itu. Kalau Nasional Demokrat itu menjadi parpol, maka mereka harus bicara di DPR. Kalau dia LSM dia tentu demo di lapangan. Tetapi ternyata tidak. Karena isinya adalah para intelektual dan cendekiawan, serta politisi nonparpol, yang ingin memberikan alternatif. Karena concern masyarakat kita adalah mencapai tujuan kita bersama.
Kalau ada yang mengingatkan perlunya karakter, jatidiri, dan martabat bangsa, kembali ke Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan Dasar Negara, mengapa ada yang mencemooh sebagai kuno dan ketinggalan zaman…? Selama ini tidak ada yang salah dalam berbicara soal itu. Tapi dalam Pancasila dan UUD 1945 itu bukan pasal-pasalnya yang penting, tetapi pelaksanaannya. Contohnya, ada yang berkata bahwa kesadaran berbangsa kita kurang, karena UUD nya. Lalu, kenapa UUD-nya yang disalahkan dan bukan pelaksanaannya? Kita lihat contoh paling kecil. Ketika sakit-sakit sedikit kita ke Singapura untuk berobat. Itu ada yang salah dalam pemahaman kita kepada negara. Tetapi itu juga tidak salah, karena kita juga ingin sehat dan ingin cepat. Begitupun ketika kita kesulitan mencari sepatu, kemudian kita mencari sepatu buatan luarnegeri. Apakah itu berarti kita tidak mencintai bangsa ini? Mencintai. Mencintai dalam artian apa? Dalam pelaksanaannya, kita mencintai itu kadang-kadang dasarnya kurang. Bukan karena UUD, bukan karena salah Pancasila. n April 2011
95
Barometer
katanyatanya
Meningkat
Menurun
Naik Turun
PKS
Katanya Indonesia (pernah) memiliki jajaran intelijen yang hebat. Nyatanya kini banyak peristiwa baru ketahuan setelah kejadian.
Yusuf Supendi, salah seorang pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS), membongkar aib beberapa petinggi PKS. Menurut Yusuf, Presiden PKS yang juga anggota Komisi I DPR, Luthfi Hasan Ishaaq, mengkorupsi dana Pemilihan Umum 1999, yang 94 persennya adalah sumbangan Timur Tengah. Sementara, pada Pilpres 2004, Luthfi juga menerima dana dari Jusuf Kalla sebesar Rp 34 miliar. Adapun Sekjen PKS Anis Matta, yang juga Wakil Ketua DPR, disebut Yusuf menggelapkan dana Pilkada DKI Jakarta sampai Rp 10 miliar.
PKB Katanya Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin hanya bisa berjalan lagi bila ada dana minimal Rp 1 miliar per tahun. Dan, usai dihebohkan masyarakat karena Pemda DKI Jakarta hanya memberikan hibah Rp 50 juta setahun, Gubernur DKI Fauzi Bowo berjanji akan mengalokasikan dana Rp 1 miliar. Nyatanya Pemda DKI hanya menganggarkan bantuan Rp 310 juta setahun ditambah dana hibah Rp 50 juta.
Usai kemenangan kubu yang menolak dibentuknya Panja Anti Mafia Pajak, dua anggota DPR RI asal Fraksi PKB, Effendy Choirie dan Lily Chadijah Wahid, mendapat hadiah pemecatan dari partainya. Konsekuensinya, mereka harus berhenti sebagai anggota DPR. Pemecatan tersebut dinilai banyak kalangan sangat bermuatan politis. Sebab, hanya mereka yang tidak mengikuti instruksi partai untuk menolak dibentuknya Panja Anti Mafia Pajak. Selain itu, Choiri dan Wahid juga dinilai tidak menghargai pimpinan partai.
Polri
Katanya Jaksa Dwi Seno Widjanarko jaksa intel terbaik se-Provinsi Banten. Nyatanya kini ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasaan oleh KPK.
96
April 2011
Nurdin Halid Kisruh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) tak akan terjadi seandainya Nurdin Halid jujur dari awal. Terutama, terkait surat teguran Asosiasi Sepak Bola Dunia (FIFA) yang melarang Nurdin menjadi Ketua Umum PSSI, sekaligus memintanya mengulangi pemilihan Ketua Umum PSSI yang dilakukan sehari setelah ratifikasi perubahan statuta, 20 April 2007. Berlindung di balik hak asasi dan demokrasi, Nurdin malah ngotot mencalonkan diri kembali. Dan, waktu, biaya serta tenaga pun terbuang sia-sia. Setidaknya, ketika orangorang harus melakukan demo besar-besaran demi meminta dia turun sekaligus mencegah Nurdin kembali memimpin PSSI.
Ilustrasi Widro Mansoer
Katanya Perserikatan Bangsa-Bangsa hanya menerapkan zona larangan terbang di atas langit Libya dan akan menembak jatuh setiap pesawat Libya yang mengangkasa. Nyatanya pasukan NATO menggempur daratan negeri itu dengan alasan melindungi warga sipil yang dibantai pasukan pemerintah pendukung pemimpin Libya Muamar Khadafi.
Tindakan spontan Kasat Reskrim Polres Jakarta Timur (Jaktim) Kompol Dodi Rahmawan dalam menangani “bom buku” di markas Jaringan Islam Liberal, Utan Kayu, Jakarta Timur, bisa jadi cukup heroik. Namun, tindakan itu dinilai Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Sutarman sebagai menyalahi prosedur sekaligus ceroboh. Soalnya, Dodi mencoba menjinakkan bom tersebut dengan tangan kosong dan semata berdasaw rkan petunjuk rekannya di kesatuan Gegana yang diterimanya lewat handphone. Tak aneh bila tangannya terluka sampai disebutsebut harus diamputasi akibat ledakan bom buku yang gagal dijinakkan itu.
Esei Redaksi
Negara /4 Gagal 3
Melonjaknya distrust terhadap lembaga, aparatur, dan Pemerintahan, membuka peluang bagi Nasional Demokrat untuk memulihkan harapan dan kepercayaan seluruh Rakyat. ESEI Noorca m. massardi
98
April 2011
Illustrasi Widro Mansoer
T
erpilihnya Indonesia sebagai calon anggota Kelompok Negara Gagal (Failed States List) karena sejumlah kriteria yang dibutuhkan nyaris terpenuhi, agaknya tak banyak membuat galau para pengelola negeri ini. Sebagaimana kita tahu, ada empat indikator sosial yang, walau belum disepakati para pakar sebagai ukuran baku, namun peranannya dinilai signifikan bagi terciptanya Negara Gagal. Pertama, kekurangan pangan dan sumber alam bagi kehidupan; timbulnya kerawanan menyangkut wilayah perbatasan akibat pemekaran; konflik kepemilikan lahan; dan kerusakan lingkungan hidup. Kedua, pengungsian penduduk dari satu tempat ke tempat lain akibat konflik, kekerasan, bencana alam, yang menimbulkan dampak kekurangan pangan, penyakit, kekurangan air bersih, perebutan lahan, dan kerawanan kemanusiaan dan keamanan. Ketiga, akibat ketidakadilan (masa lalu dan masa kini), warga suatu kelompok atau wilayah saling melakukan pembalasan, termasuk terhadap aparat birokrasi dan keamanan, baik karena masalah harta, tahta, kuasa, politik, agama, suku, atau semata karena semangat nasionalisme berlebihan. Dan, keempat, larinya para cendekiawan, kelompok profesi, dan para politisi dari kelompok Kelas Menengah ke wilayah lain atau ke luar negeri. Selain indikator sosial itu, ada dua indikator ekonomi yang signifikan bagi sebuah Negara Gagal. Pertama, semakin tajamnya ketimpangan ekonomi, dan terciptanya kesenjangan di bidang pendidikan, lapangan pekerjaan, status ekonomi. Kedua, kemerosotan ekonomi baik berdasarkan penurunan pendapatan per kapita, GNP, peningkatan utang, ketimpangan neraca perdagangan, menurunnya harga komoditi, dan investasi asing serta pertumbuhan ekonomi terselubung, seperti perdagangan narkoba, penyelundupan, pelarian modal Terakhir, ada enam indikator politik yang membawa suatu negeri ke arah kegagalan. Pertama, kriminilisasi dan atau delegitimasi Negara: akibat korupsi yang merajalela, atau kekuasaan hanya ditujukan untuk keuntungan para elite penguasa; para politisi menolak transparansi dan akuntabilitas atas kinerja mereka; meluasnya tingkat ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat atas lembaga-lembaga negara dan kinerjanya. Kedua, kemerosotan kualitas pelayanan umum; termasuk kegagalan memberikan jaminan dan perlindungan keamanan bagi masyarakat dari ancaman terorisme dan kekerasan; ketidakmampuan memberikan pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, kebersihan, dan transportasi umum. Ketiga, meluasnya pelanggaran hak asasi manusia. Keempat, munculnya kelompok atau organisasi kemasyarakatan yang (diam-diam) didukung Negara atau aparat keamanan dan pemerintahan. Mereka menggunakan kekerasan untuk
mencapai tujuannya, antara lain, menindas oposisi, menyerang warga sipil lain, menekan media massa, mempolitisasi proses hukum, menyerang organisasi agama, atau kelompok seni budaya yang berbeda paham atau berlawanan dengan kebijakan pemerintah. Kelima, meningkatnya konflik atau friksi di kalangan elite atau lembaga kekuasaan pemerintahan, dengan menggunakan retorika nasionalisme yang agresif, menghasut komunitas lain, atau menghimpun solidaritas komunal. Dan, Keenam, adanya intervensi dari negara atau kekuatan militer asing untuk menyelesaikan permasalahan di dalam negeri, sehingga menimbulkan ketimpangan kekuatan di dalam negara, dan mengakibatkan ketergantungan kepada kekuatan negara lain. Dari 12 indikator sosial ekonomi dan politik, itu paling tidak kita memang telah memenuhi sembilan indikator yang ada, walau tidak dalam derajat sepenuhnya. Dengan kata lain, kondisi negeri ini sekarang, sudah bisa disebut sebagai sebuah Negara ¾ Gagal. Kondisi yang amat mencemaskan itu kian diperparah dengan semakin tingginya tingkat distrust, atau ketidakpercayaan di seluruh bangunan piramida yang mendukung keberadaan Negara-Bangsa ini. Yakni, ketidakpercayaan antarindividu-kelompok-masyarakat. Distrust inter/antar-agama/kepercayaan. Distrust inter/ antar-partai-politik. Distrust inter/antar-lembaga-penegakanhukum. Distrust inter/antar-anggota-koalisi-pemerintahan. Dan, yang lebih parah adalah melonjaknya distrust atau ketidakpercayaan rakyat terhadap seluruh lembaga, aparatur, dan personalia di dalam Pemerintahan yang dikelola dan dikendalikan Presiden dan Wakil Presiden saat ini. Sebuah kondisi yang – apa boleh buat – memberikan peluang bagi kekuatan alternatif seperti Nasional Demokrat. untuk menyelamatkan dan memulihkan harapan serta kepercayaan seluruh Rakyat Indonesia. n
n
Maret 2011
99