MASALAH PEMANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN Drs. Misbachul Munir,S.H. PENDAHULUAN
Diantara tugas dari Juru sita/Juru sita pengganti adalah
menyampaikan surat panggilan (relaas) dan pemberitahuan kepada para pihak. Baik pihak‐pihak itu yang bersengketa yakni pihak penggugat, tergugat, turut tergugat maupun saksi/saksi ahli.
Pemanggilan atau panggilan, berdasarkan atas perintah Ketua
Pengadilan atau Ketua Sidang, Juru Sita/Juru Sita Pengganti bertugas menyampaikan panggilan kepada para pihak dan kepada para saksi atau saksi ahli untuk menghadiri sidang di Pengadilan, disamping itu juga tugas menyampaikan pemberitahuan kepada para pihak atau pihak yang berkepentingan antara lain : a. Pemberitahuan isi putusan/penetapan Pengadilan. b. Pemberitahuan putusan PTA dan MA. c. Pemberitahuan pernyataan banding kepada terbanding. d. Pemberitahuan memori banding dan kontra memori banding. e. Pemberitahuan pernyataan kasasi kepada termohon kasasi. f. Pemberitahuan memori kasasi dan kontra memori kasasi. g. Pemberitahuan pernyataan PK. h. Pemberitahuan memori PK dan kontra memori PK.1 Melakukan pemanggilan terhadap para pihak adalah tugas yang teramat penting, yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab juru sita atau juru sita pengganti yang pelaksanaannya tidak boleh dilakukan secara sembrono.Terutama panggilan terhadap para pihak yang pertama kali untuk bersidang, apabila panggilan tersebut telah dilakukan dengan patut dan pihak yang bersangkutan tidak datang tepat pada waktunya atau tidak 1
Sarwohadi,SH.,MH. dkk, Sekitar Kejurusitaan Bimbingan Teknis Jurusita/Jurusita Pengganti Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Mataram, halaman 7‐8.
1
mengirim kuasanya untuk menghadiri sidang tersebut, akan berakibat fatal bagi pihak yang dipanggil itu, yaitu gugatan yang diajukan akan digugurkan atau akan diputus dengan verstek, dengan segala akibat hukumnya.Demikian juga pemberitahuan putusan pengadilan, baik itu putusan Pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tingkat banding dan Mahkamah Agung, kepada para pihak yang bersangkutan secara resmi oleh juru sita atau juru sita pengganti, harus terbukti secara otentik dan sempurna, karena dari hari berikutnya hari penyampaian pemberitahuan itu secara resmi, dihitung tenggang waktu perlawanan terhadap putusan verstek, banding, kasasi dan peninjauan kembali, yang apabila tenggang waktu itu terlampaui dan tidak dipergunakan oleh pihak yang bersangkutan, akan berakibat sangat serius bagi pihak yang diberi tahu secara resmi itu, yaitu bahwa permohonannya itu tidak dapat diterima dan putusan yang terhadapnya diajukan upaya hukum itu, lalu berkekuatan hukum yang tetap, dengan segala akibat hukumnya.2 Makalah ini disusun guna merefresh/menyegarkan kembali pengetahuan para juru sita/juru sita pengganti mengenai beberapa ketentuan yang harus diketahui dan dipedomani dalam melaksanakan tugas pemanggilan dan pemberitahuan sehingga akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar. Pemanggilan Dengan Sah dan Patut. Panggilan harus dilakukan dengan secara sah maksudnya ialah pemanggilan harus disampaikan kepada orang yang bersangkutan itu sendiri di tempat diamnya atau tempat tinggalnya dan bila yang bersangkutan tidak dijumpai maka panggilan diserahkan melalui Kepala Desa/Lurah dengan permintaan agar Kepala 2
Retnowulan Sutantio, SH, Jurusita Tugas dan Tanggung Jawabnya,Proyek Pembinaan Teknis Yustisial Mahkamah Agung RI, Jakarta, 1998, halaman 4.
2
Desa/Lurah segera menyerahkan kepada yang bersangkutan (pasal 390 (1) HIR / pasal 718 (1) RBg).Jika tergugat tidak diketahui alamatnya maka surat panggilan disampaikan kepada Bupati dengan jalan menempelkannya pada pintu umum ruang persidangan Pengadilan (Pasal 390 (3) HIR / Pasal 718 (3) RBg).3 Disamping istilah sah dan patut ada juga yang menggunakan istilah resmi dan patut.Arti “resmi” dalam suatu pemanggilan adalah panggilan secara tertulis yang dilaksanakan Juru Sita/ Juru Sita Pengganti dalam wilayah hukum Pengadilan yang bersangkutan dan disampaikan kepada pihak yang berperkara di tempat yang ditunjuk dalam surat gugatan atau berita acara sidang (jika terjadi perubahan alamat atau pemberian kuasa).4 Arti pemanggilan dengan patut. Pemanggilan kepada pihak dianggap patut apabila pemanggilan dilaksanakan sesuai ketentuan undang‐undang, yakni pemanggilan dilaksanakan oleh juru sita ditempat kediaman pihak yang dipanggil (bukan tempat lain) dengan memperhatikan tenggang waktu tidak boleh kurang dari 3 hari kerja dengan hari sidang (pasal 122 HIR/146 RBg) dan pasal 26 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975.5
Ada perbedaan antara RBg dan HIR dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dalam menggunakan istilah “hari”. Dalam pasal 146 RBg dan pasal 122 HIR dengan jelas tertulis bahwa tiga hari itu adalah “tiga hari kerja”, sedangkan dalam pasal 26 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 hanya tertulis “tiga hari” tanpa ada tambahan “kerja”.Namun demikian dalam Buku II Tahun 2013 pada halaman 3
Sarwohadi,SH.,MH. dkk, Opcit, halaman 8‐9. Drs.H.Syaifuddin, SH.,M.Hum dkk, Buku Pintar Teknis Yustisial Dalam Praktik Peradilan Agama, Perdana Publishing, Medan, 2011, halaman 9. 5 Sarwohadi,SH.,MH. dkk, Opcit, halaman 9. 4
3
27 dinyatakan bahwa tenggang waktu itu adalah tiga hari kerja, dengan demikian kata‐kata “tiga hari” dalam pasal 26 ayat (4) PP Nomor 9 Tahun 1975 harus dibaca “tiga hari kerja”. Apa Yang Dimaksud Dengan Tempat Tinggal, Kediaman/Domisli dijelaskan dalam pasal‐pasal berikut ini : a. Pasal 17 KUH Perdata : Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggalnya, dimana ia menempatkan pusat kediamannya, dalam hal tidak adanya tempat tinggal yang demikian maka tempat kediaman sewajarnya dianggap sebagai tempat tinggal.Bagaimana jika seseorang menunjuk dengan beralamat?Alamat tidak mempunyai kepastian karena seseorang bisa menunjuk alamat (addres) lebih dari satu tempat sehingga dapat berpindah‐ pindah tidak ada kepastian. b. Pasal 18 KUH Perdata : Perpindahan tempat tinggal dilakukan dengan memindahkan rumah kediamannya ke tempat lain, ditambahkan pada maksud akan menempatkan pusat kediamannya di tempat itu. Bagaimana jika seseorang mempunyai tempat tinggal lebih dari satu ?Hal tersebut dapat dilihat mana yang lebih menjadi pusat kediamannya sehari‐hari terutama dalam kegiatan kemasyarakatannya. Bagaimana jika seseorang menyatakan pindah tempat tinggalnya dari satu tempat tinggal ke satu tinggal yang lain ? Hal tersebut dapat dilihat dari bukti apakah yang bersangkutan telah memberitahukan kepada Kepala Desa/Lurah.6 c. Pasal 19 KUH Perdata : Maksud itu dibuktikan dengan menyampaikan suatu pemberitahuan kepada Kepala Pemerintah, baik ditempat yang 6
Ibid, halaman 10‐11.
4
ditinggalkannya maupun d itempat kemana rumah kediamannya itu dipindahkannya, dalam hal tak adanya pemberitahuan bukti tentang adanya maksud itu akan disimpulkan dari keadaan. d. Pasal 20 KUH Perdata : Mereka yang ditugaskan pada jabatan‐jabatan umum, dianggap mempunyai tempat tinggal, dimana mereka menunaikan jabatan‐jabatan itu. Mana yang lebih utama domisili rumah atau tempat tugas ? Jika seseorang mempunyai domisili rumah dan tempat tugas maka domisili rumah yang lebih utama, sedangkan domisili tempat tugas hanya dapat dipergunakan bilamana seseorang domisilinya jauh dan kenyataannya orang tersebut baik siang malam tinggal di tempat tugasnya. e. Pasal 21 KUH Perdata : Seorang perempuan bersuami dan tidak berpisah meja dan ranjang, tak mempunyai tempat tinggal yang lain, melainkan tempat tinggal suaminya, anak‐anak belum dewasa mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang tua mereka, atau tempat tinggal wali mereka, orang‐orang dewasa yang ditaruh di bawah pengampuan, mengikuti tempat tinggal pengampu mereka. Bagaimana dengan seorang suami yang tidak mempunyai tempat tinggal lain kecuali ia bertempat tinggal di tempat tinggal di tempat tinggal isterinya ? Suami yang demikian domisilinya di tempat tinggal isterinya.7 f. Pasal 22 KUH Perdata : Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, para pekerja buruh mempunyai tempat tinggal di rumah 7
Ibid, halaman 11‐12.
5
majikan mereka, jika mereka ikut diam dalam rumah kediaman si majikan. Bagaimana dengan domisili seorang pembantu rumah tangga ? Seorang pembantu rumah tangga domisilnya di rumah majikannya. g. Pasal 23 KUH Perdata : Rumah kematian seorang yang telah meninggal dunia, dianggap terletak dimana orang yang meninggal mempunyai tempat tinggalnya terakhir. Untuk menentukan kewenangan relatif Pengadilan Agama terhadap pewaris dimana akan diajukan gugatan waris ada dimana pewaris meninggal mempunyai tempat tinggalnya yang terakhir, jadi bukan dimana tempat ia meninggal atau bukan dimana ia dimakamkan.
Cara Pemanggilan terhadap orang yang tidak bertemu langsung.
Menurut ketentuan Pasal 390 (1) HIR/718 (1) RBg.
Tiap‐tiap Juru Sita, kecuali yang akan disebut di bawah ini,
harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai disitu, kepada Kepala Desanya atau Lurah Bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat Juru Sita itu pada orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu pernyataan menurut hukum.
Pemanggilan terhadap orang yang tidak dapat bertemu langsung
maka Juru Sita harus menyerahkan surat panggilan tersebut kepada Kepala Desa/Lurah dengan perintah agar Kepala Desa/Lurah segera menyerahkan kepada yang bersangkutan.Panggilan harus melalui Kepala Desa/Lurah tidak boleh melalui RT/RW karena RT/RW bukan termasuk Pejabat Publik.
Cara pemanggilan di luar yurisdiksi Pengadilan Agama atau
berada di wilayah Pengadilan Agama lain. 6
Jika pihak atau seseorang yang akan dipanggil berada di luar
yurisdiksi relatif, maka pemanggilan dilakukan berdasarkan Pasal 5 RV.Yaitu Pengadilan Agama yang menyidangkan minta bantuan pemanggilan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat kediaman orang yang akan dipanggil tersebut yang di lingkungan Pengadilan Agama dikenal dengan istilah Tabayun.
Direktur Jenderal Badilag Mahkamah Agung R.I. telah
mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung R.I. Nomor 2273.a/DJA/KP.01.1/SK/VIII/2014 tertanggal 15 Agustus 2014 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Dan Pemanfaatan Portal Tabayun Di Lingkungan Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung R.I.
Beberapa hal yang perlu diketahui dari S.K. Dirjen Badilag tersebut
dalam BAB I Pengertian Dan Istilah Pasal 1 antara lain dijelaskan sebagai berikut : ‐ Tabayun adalah kegiatan melakukan verifikasi dan validasi terhadap proses pemanggilan/pemberitahuan para pihak yang berdomisili di wilayah yurisdiksi pengadilan agama yang berbeda dalam wilayah Indonesia. ‐ Portal Tabayun adalah situs elektronik yang disediakan dan dibuat oleh Dierktorat Jenderal Badan Peradilan Agama yang merupakan bagian dari situs elektronik Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama yang dapat diakses dengan alamat tabayun.badilag.net ‐ Petugas penerima tabayun adalah petugas khusus pada satuan kerja yang bertugas menerima surat bantuan pemanggilan/pemberitahuan ‐ Petugas pengirim tabayun adalah petugas khusus pada satuan kerja yang bertugas mengirimkan surat permohonan tabayun dan atau surat pengantar pemanggilan/pemberitahuan serta relaas.
7
Dalam BAB II RUANG LINGKUP Pasal 2 dijelaskan bahwa ruang lingkup layanan dan pemanfaatan portal tabayun di lingkungan Badan Peradilan Agama meliputi : 1. Layanan pengiriman surat bantuan pemanggilan sidang. 2. Layanan pengiriman relaas pemanggilan sidang. 3. Layanan pengiriman surat bantuan pemberitahuan isi putusan. 4. Layanan pengiriman relaas pemberitahuan isi putusan. 5. Monitoring pelaksanaan bantuan pemanggilan. 6. Pengawasan adminsitrasi bantuan pemanggilan. Dalam BAB III Pemanfaatan Portal Tabayun Pasal 5 ditegaskan bahwa setiap Pengadilan dalam lingkungan Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI diwajibkan untuk memanfaatkan aplikasi portal tabayun Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama MA RI sebagai alat bantu komunikasi, koordinasi dan monitoring serta pengawasan proses pemanggilan para pihak antar pengadilan.Untuk lebih jelasnya agar dipelajari Keputusan Dirjen Badilag tersebut dengan cara men down loadnya dari Badilag.net.
Cara pemanggilan terhadap orang yang tidak diketahui
alamatnya. Untuk perkara selain perceraian diatur dalam Pasal 390 (3) HIR/718 (3) RBg.Yaitu surat Juru Sita itu disampaikan kepada Bupati, yang dalam daerahnya terletak tempat tinggal Penggugat.Bupati memaklumkan surat juru sita itu dengan menempelkannya pada pintu umum kamar persidangan dari hakim yang berhak itu.Dalam Buku II Edisi Revisi Tahun 2013 pada halaman 27 dirumuskan dengan kalimat sebagai berikut : Jika tempat kediaman pihak yang dipanggil tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilannya dilaksanakan melalui bupati/walikota setempat dengan cara menempelkan surat
8
panggilan pada papan pengumuman pengadilan agama/mahkamah syar’iyah. Untuk perkara perceraian, pemanggilan terhadapTergugat/Termohon yang tidak diketahui tempat kediamannya diatur secara khusus oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai berikut : a. Panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau media massa lain yang ditetapkan oleh pengadilan. b. Pengumuman melalui surat kabar atau surat‐surat kabar atau mass media dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. c. Tenggang waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurang‐kurangnya 3 bulan. Pemanggilan terhadap Tergugat yang berada di luar negeri. Diatur dalam pasal 20 (3) jo pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Dalam hal seperti ini pemanggilan dilakukan dengan melalui Direktur Jendral Protokol Departemen Luar Negeri untuk diteruskan ke Kedutaan Besar R.I. di negara yang bersangkutan. Demikian juga apabila negara tersebut belum mempunyai hubungan diplomatik dengan negara Indonesia maka pemanggilan tersebut dimohonkan bantuan di negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan negara Republik Indonesia sedang negara tersebut mempunyai hubungan diplomatik dengan negara dimana terpanggil bertempat tinggal.8
8
Drs.Wildan Suyuthi,SH.,MH, Sita Dan Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan, Tata Nusa, Jakarta, 2004, halaman 19‐20.
9
Dalam Buku II Edisi Revisi Tahun 2013 pada halaman 28 dijelaskan sebagai berikut : ‐ Pemanggilan terhadap Tergugat/Termohon yang berada di luar negeri harus dikirim melalui kementerian luar negeri cq. Dirjen protokol dan konsuler dengan tembusan disampaikan kepada kedutaan besar Indonesia di negara yang bersangkutan. ‐ Permohonan pemanggilan sebagaimana tersebut diatas tidak perlu dilampiri surat panggilan, permohonan tersebut dibuat tersendiri yang sekaligus berfungsi sebagai surat panggilan (relaas). Meskipun surat panggilan (relaas) itu tidak kembali atau tidak dikembalikan oleh Dirjen Protokol dan Konsuler, panggilan tersebut sudah dianggap sah, resmi dan patut (Surat Ketua Mahkamah Agung kepada Ketua Pengadilan Agama Batam Nomor 055/75/91/1/UMTU/Pdt./1991 tanggal 11 Mei 1991). ‐ Tenggat waktu antara pemanggilan dengan persidangan sekurang‐kurangnya 6 bulan sejak permohonan pemanggilan dikirimkan.9 BEBERAPA PERMASALAHAN DAN PENYELESAIANNYA TERKAIT PEMANGGILAN. 1. Bagaimana apabila Lurah/Kepala Desa, Sekretaris Lurah/Sekretaris Desa atau yang dipersamakan dengan itu menolak menerima atau menanda tangani relaas panggilan ? Jawab : Juru Sita / Juru Sita Pengganti menulis dalam berita acara panggilan / relaas panggilan tentang penolakan tersebut beserta alasan penolakannya. 2. Apabila pihak yang dipanggil dapat ditemui oleh Juru Sita/Juru Sita Pengganti di tempat kediamannya dan dapat berbicara langsung dengannya, tetapi dia tidak mau menerima dan 99
Mahkamah Agung RI, Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama,Buku II, Edisi Revisi 2013, halaman 28.
10
menanda tangani relaas panggilan, apakah panggilan tersebut harus disampaikan melalui Lurah/Kepala Desa ? Jawab : Juru Sita/ Juru Sita Pengganti mencatat pada berita acara panggilan / Relaas panggilan “ bahwa telah bertemu dan berbicara dengan yang bersangkutan tetapi yang bersangkutan tidak mau menerima dan menanda tangani relaas panggilan tersebut”, sehingga tidak diperlukan lagi penyampaian melalui Lurah/Kepala Desa atau yang dipersamakan dengan itu.Pemanggilan seperti ini telah dianggap sah. 3. Bagaimana apabilan ternyata yang dipanggil itu bisu, tuli atau buta ? Jawab : Relaas panggilan tetap disampaikan kepada Tergugat dan apabila terdapat kesulitan dalam berkomunikasi, maka Juru Sita/ Juru Sita Pengganti dapat meminta bantuan kepada keluarganya dengan menyebutkan nama keluarga yang mendampingi Tergugat untuk menjelaskan maksud surat tersebut, dengan menuliskan dalam relaas panggilan bahwa “ Bertemu dengan Tergugat secara langsung di tempat kediamannya dengan didampingi oleh keluarganya karena Tergugat bisu/tuli/buta. 4. Bagaimana melakukan pemanggilan bagi pihak yang buta huruf ? Jawab : Juru Sita / Juru Sita Pengganti mencatat dalam berita acara pemanggilan “ Bahwa telah bertemu dan berbicara dengan yang bersangkutan, tetapi yang bersangkutan buta huruf, lalu Juru Sita atau Juru sita pengganti membacakan maksud dari surat panggilan tersebut kepada yang bersangkutan dan menerangkan panggilan tidak dapat ditanda tangani yang bersangkutan karena buta huruf. 5. Apakah boleh menyampaikan panggilan kepada pihak‐pihak diluar jam kerja atau pada malam hari atau hari libur atau hari besar ?
11
Jawab : Juru Sita / Juru Sita Pengganti tidak boleh melaksanakan pemanggilan kepada pihak‐pihak sebelum jam enam pagi dan setelah jam enam sore,hal itu boleh dilakukakan apabila diizinkan oleh Ketua Pengadilan karena ada hal‐hal yang mendesak (pasal 18 Rv).Tidak satupun tindakan juru sita/ juru sita pengganti dapat dilakukan pada hari Minggu, kecuali berdasarkan perintah khusus dari Ketua Pengadilan (pasal 17 Rv). 6. Bagaimana penyampaian panggilan kepada pihak yang sedang berada di rumah tahanan (rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (lapas) karena berstatus tahanan ataupun terpidana ? Jawab : Penyampaian relaas kepada pihak yang kondisinya seperti tersebut diatas disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan.Jika tidak dapat bertemu (tidak diizinkan atau tidak bersedia ditemui), maka disampaikan melalui petugas rutan atau lapas dan relaas dibubuhi tanda tangan petugas rutan atau lapas tersebut.10 Dalam Buku Tanya Jawab Permasalahan dari Daerah Lingkungan Peradilan Agama pada Rakernas MARI tahun 2010 di Balikpapan ada permasalahan yang disampaikan oleh PTA Palembang sebagai berikut.Panggilan tergugat yang berada dalam tahanan (LP) dan juru sita tidak bertemu langsung dengan yang bersangkutan, apakah tanda tangan petugas LP dapat disamakan dengan tanda tangan lurah/petugas kelurahan ?Jawaban dari nara sumber, pada asasnya panggilan harus disampaikan kepada yang bersangkutan di tempat tinggal/kediamannya, apabila tidak ketemu dengan yang bersangkutan, panggilan disampaikan via desa/kelurahan.(Pedomani Pasal 390 ayat (1) HIR).Petugas LP tidak bisa disamakan dengan kepala desa/lurah. 10
Drs.H.Syaifuddin,SH.,M.Hum dkk, Opcit, halaman 12.
12
7. Bagaimanakah cara menyampaikan panggilan kepada kuasa hukum para pihak bila juru sita/juru sita pengganti tidak bertemu dengan kuasa hukum tersebut di kantornya, apakah Juru sita/Juru sita pengganti dapat melakukan pemanggilan melalui pegawainya ? Jawab : Panggilan tidak boleh disampaikan melalui pegawai kuasa hukumnya karena pegawai tersebut bukan pihak formil. 8. Apabila panggilan yang disampaikan Juru sita/Juru sita pengganti tidak sah menurut penilaian Hakim Ketua Majelis dan tidak sahnya tersebut disebabkan kesalahan/kelalaian Juru Sita/Juru Sita Pengganti, kepada siapakah biaya pemanggilan dibebankan untuk persidangan berikutnya ? Jawab : Apabila panggilan yang disampaikan oleh Juru Sita /Juru Sita Pengganti tidak sah menurut penilaian Hakim Ketua Majelis karena kekeliruan/kesalahan Juru Sita /Juru Sita Pengganti, maka Juru Sita / Juru Sita Pengganti dihukum untuk mengganti biaya panggilan tersebut. (vide pasal 21 Rv dan pasal 193 ayat (5) RBg). 9. Pemanggilan para pihak yang tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilan melalui Bupati/Walikota (Pasal 718 ayat 3 Rbg. Pasal 390 ayat 5 HIR) namun hal ini sulit dilakukan di Provinsi Bali.Bagaimana solusinya ? Pemecahan Masalah. Pemanggilannya langsung relaas ditempelkan pada papan pengumuman Pengadilan Agama. Khusus untuk Bali dapat dibenarkan. (Pemecahan Permasalahan Hukum Di Lingkungan Peradilan Agama Rakernas MARI Tahun 2011). 10.Dalam praktik pemanggilan, Juru Sita lebih gampag menjumpai Ketua RW dan Ketua RT dari pada Kepala Desa/Lurah, disamping itu Ketua RW dan Ketua RT lebih mengetahui warganya.Bolehkah 13
Juru Sita menyimpangi ketentuan Pasal 390 ayat (1) HIR/Pasal 718 ayat (1) R.Bg dan Pasal 3 RV ? Pemecahan Masalah. Tidak boleh.(Tanya Jawab Permasalahan Dari Daerah Lingkungan Peradilan Agama Rakernas MARI Tahun 2010). 14
DAFTAR PUSTAKA 1. Departemen Agama R.I., Himpunan Peraturan Perundang‐ Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, 2001. 2. Mahkamah Agung R.I., Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Buku II,Edisi Revisi 2013,Jakarta, 2013. 3. Sutantio, Retnowulan, Jurusita Tugas Dan Tanggung Jawabnya,Jakarta :Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung RI,1998. 4. Sarwohadi, A. Jakin Karim dan Salman Asyakiri, Sekitar Kejurusitaan Bimbingan Teknis Jurusita/Jurusita Pengganti Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Mataram, Pengadilan Tinggi Agama Mataram, 2015. 5. Syaifuddin, Darmansyah dan Bakti Ritonga, Buku Pintar Teknis Yustisial Dalam Praktik Peradilan Agama,Medan:Perdana Publishing, 2011. 6. Suyuthi,Wildan, Sita Dan Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan,Jakarta :Tatanusa, 2004.
15