PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA, DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT MODIFIKASI GOING CONCERN (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2012) Yani Purwati 1) , Willy Sri Yuliandhari 2) 1)
Jurusan Akuntansi Universitas Telkom
[email protected] 2) Universitas Telkom
[email protected] Abstract - This research aims to investigate the effect of financial distress, previous year audit’s opinion and audit’s quality on going concern audit’s modification opinion. A samples of 18 manufacturing companies listed at Indonesia Stock Exchange from 2009-2012. Logistic regression is used to examine the hypothesis. The results indicate that previous year audit’s opinion is significantly affect the going concern audit opinion. On the other hand financial distress and audit’s quality does not have effect on going concern opinion. Keywords : going concern audit’s modification opinion, financial distress, previous year audit’s opinion, audit’s quality.
1
I. PENDAHULUAN Kebutuhan akan informasi bisnis yang akurat menjadi salah satu kebutuhan utama bagi para pelaku bisnis. Hal ini tak dapat dipungkiri karena informasi ini nantinya akan mempengaruhi berbagai pihak dalam membuat keputusan bisnis. Auditor mempunyai peranan penting dalam menjembatani antara kepentingan pengguna laporan keuangan dan kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Keberadaan entitas bisnis telah banyak diwarnai oleh kasus kecurangan dengan memanipulasi data keuangan yang melibatkan banyak pihak dan berdampak luas. Peristiwa tersebut pernah terjadi pada beberapa perusahaan besar di Amerika dan juga di Indonesia, seperti Kimia Farma Tbk dan Great River Tbk yang menyebabkan profesi akuntan publik banyak mendapat kritikan. Auditor dianggap ikut andil dalam memberikan informasi yang salah, sehingga banyak pihak yang merasa dirugikan. Atas dasar kasus tersebut, maka AICPA (American Institute of Certified Accountants) mensyaratkan bahwa auditor harus mengemukakan secara jelas apakah perusahaan klien dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian setelah pelaporan. Meskipun auditor tidak bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup sebuah perusahaan tetapi dalam melakukan audit kelangsungan hidup perlu menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini. SPAP SA Seksi 341 menyatakan bahwa opini audit modifikasi going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang ditentukan . Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup (going concern) suatu perusahaan. Inilah yang menjadi alasan kenapa auditor diminta untuk mengevaluasi atas kelangsungan hidup perusahaan dalam batas waktu tertentu. Dengan adanya keraguan perusahaan untuk dapat melakukan kelangsungan usahanya, maka auditor dapat memberikan opini going concern (opini modifikasi). Opini ini merupakan bad news bagi pemakai laporan keuangan. Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk memprediksi kelangsungan hidup sebuah
perusahaan, sehingga banyak auditor yang mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern. Penyebabnya adalah adanya hipotesis self-fulfilling prophecy yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini going concern, maka perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya (Januarti , 2009). Fenomena yang terjadi beberapa tahun belakangan yaitu meningkatnya tuntutan hukum terhadap kantor akuntan. Weiss (2002) dalam Tucker et al., (2003) menemukan bahwa dari 228 perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan. Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan mengapa perusahaan yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian tiba-tiba berhenti beroperasi. Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu yang tidak pasti, para investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan keuangan perusahaan (Chen dan Church, 1996). Meskipun auditor tidak bertanggungjawab atas kelangsungan hidup usaha suatu entitas, dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) seksi 341 tahun 2011 menyebutkan bahwa Auditor bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan audit. Masalah going concern merupakan masalah kompleks dan akan senantiasa ada. Masalah yang sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk memprediksi kelangsungan hidup suatu perusahaan, sehingga banyak auditor mengalami dilema antara moral dan etika dalam memberikan opini going concern (Praptitorini dan Januarti, 2011). Penyebab lainnya adalah tidak terdapat prosedur penetapan status going concern yang terstruktur sehingga menyebabkan kegagalan audit (audit failures). Oleh karena itu pemberian status going concern bukanlah suatu tugas yang mudah (Koh dan Tan,1999 dalam Januarti, 2009). Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur yang pasti untuk menentukan status going concern pada perusahaan.
2
Menurut Mutchler (1985) kriteria perusahaan akan menerima opini audit modifikasi going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, 2 s/d 3 tahun berturutturut rugi, dan defisit. Financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau insolvensi. Kebangkrutan sebagai kegagalan keuangan (financial failure) dan kegagalan ekonomi (economic failure) (Ramadhani dan lukviarman, 2009). Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah terkait dengan kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada tahun berjalan. Setyarno et al., (2006); Prapitorini dan Januarti (2007); dan Januarti (2009), menyatakan ada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila tahun sebelumnya mendapat opini going concern, maka kemungkinan besar akan mendapat opini going concern pada tahun berikutnya, mengingat untuk memperbaiki kinerja perusahaan dibutuhkan waktu relatif lama. Barnes et al. (1993) dalam Praptitorini dan Januarti (2011) berpendapat bahwa ketika seorang auditor sudah memiliki reputasi yang baik maka ia berusaha mempertahankan reputasi dan menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa merusak reputasinya tersebut, sehingga mereka selalu objektif terhadap pekerjaan. Selain reputasi auditor, ketika dalam industri juga terdapat auditor spesialis maka investor akan lebih percaya pada laporan keuangan yang diaudit oleh auditor spesialis. Auditor yang memiliki spesialisasi pada industri tertentu pasti akan memiliki pemahaman dan pengetahuan lebih baik mengenai risiko bisnis industri tersebut sehingga auditor spesialis akan lebih tau tentang kelangsungan hidup perusahaan pada industri tersebut. Selain itu spesialisasi auditor juga dapat digunakan untuk membangun reputasi auditor (Craswell et al,. 1995 dalam Praptitorini
dan Januarti, 2011). Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Financial Distress, Opini Audit Tahun Sebelumnya, dan Kualitas Audit Terhadap Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going Concern (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 20092012)”.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Agensi Hubungan utama teori agensi dalam bisnis adalah (1) antara pemegang saham dan manajer (2) antara kreditor dan pemegang saham. Hubungan ini tidak selalu harmonis, teori keagenan berkaitan dengan konflik agensi, atau konflik kepentingan antara agen dan pelaku (Anthony dan Govindarajan, 2005). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas pihakpihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan keuangan. Dalam agency theory, pemilik perusahaan membutuhkan auditor untuk memverifikasi informasi yang diberikan manajemen kepada pihak perusahaan. Sebaliknya, manajemen memerlukan auditor untuk memberikan legitimasi atas kinerja yang mereka lakukan (dalam bentuk laporan keuangan), sehingga mereka layak mendapatkan insentif atas kinerja tersebut. Disisi lain, kreditur membutuhkan auditor untuk memastikan bahwa uang yang mereka kucurkan untuk membiayai kegiatan perusahaan, benar-benar digunakan sesuai dengan persetujuan yang ada, sehingga kreditur bisa menerima bunga atas pinjaman yang diberikan. Akuntan publik diharapkan dapat memberikan informasi yang disajikan secara wajar yang menggambarkan keadaan sebenarnya atas kondisi perusahaan yang di auditnya. Akuntan publik bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan dan mengungkapkan permasalahan going concern yang dihadapi perusahaan apabila auditor meragukan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
3
2.2. Opini Audit Modifikasi Going Concern Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha . SPAP SA Seksi 341 menyatakan bahwa opini audit modifikasi going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang ditentukan . Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi juga harus lebih mewaspadai hal-hal potensial yang dapat mengganggu kelangsungan hidup (going concern) suatu perusahaan. Inilah yang menjadi alasan kenapa auditor diminta untuk mengevaluasi atas kelangsungan hidup perusahaan dalam batas waktu tertentu. Dengan demikian, auditor dapat memberikan opini modifikasi going concern mengenai keberlangsungan hidup perusahaan jika ada temuan menyangkut keraguan perusahaan dalam menjalankan kelangsungan usahanya (Januarti, 2009) Mutchler (1985) mengungkapkan beberapa kriteria perusahaan akan menerima opini audit going concern. Kriteria tersebut adalah apabila mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya. Selain itu, perusahaan yang sedang dalam proses likuidasi, mempunyai modal yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, 2 s/d 3 tahun berturut-turut rugi, dan laba ditahan negatif. 2.3. Financial Distress Kesulitan keuangan (financial distress) dapat didefinisikan sebagai suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuangan perusahaan selama periode tertentu yang digambarkan dengan mengalami laba bersih (net profit) negatif selama beberapa tahun yang akhirnya akan mengarah ke kebangkrutan (Ross et al., (2002) dalam Fitrianasari dan Januarti (2008)). Mc Keown (1991) dalam Januarti (2009) mengemukakan perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan (financial distress), auditor tidak pernah memberikan opini audit going concern. Sebaliknya, semakin memburuk atau terganggu kondisi perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan peusahaan menerima opini audit going concern. Pada perusahaan yang kondisinya buruk, banyak ditemukan indikator masalah going concern. Manajemen sering dihadapkan pada kegagalan dalam membesarkan perusahaan. Akibatnya kelangsungan hidup (going concern) perusahaan ke depan tidak jelas. Perusahaan menjadi tidak sehat
atau sakit, bahkan berkelanjutan mengalami krisis yang berkepanjangan. Kondisi ini dapat mengakibatkan kearah kebangkrutan atau likuidasi ataupun insolvabilitas. Kebangkrutan (bankruptcy) diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003 dalam Ramadhany, 2004). Ramadhany (2004) dalam Santosa dan Wedari (2007) mengemukakan bahwa kondisi keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan kenyatannya. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan indikator masalah going concern. Kondisi ini digambarkan dari rasio keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam kondisi buruk (sakit). Perusahaan yang baik (sehat) mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang sewajarnya sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang baik akan lebih besar dibandingkan dengan jika profitabilitasnya rendah (Petronela, 2004 dalam Santosa dan Wedari, 2007). 2.4. Opini Audit Tahun Sebelumnya Setyarno et. al. (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan opini going concern akan mempertimbankan opini audit going concern yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Opini audit tahun sebelumnya ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu auditee dengan opini going concern (Going concern Audit Opinion) dan tanpa opini going concern (Non Going concern Audit Opinion). Opini audit tahun sebelumnya akan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan perusahaa menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Venuty (2007) dalam Januarti (2009) menyatakan bahwa penyebab masalah tersebut adalah adanya hipotesis self-fulfilling properchy yang menyatakan bahwa apabila auditor memberikan opini going concern, maka perusahaan akan menjadi cepat bangkrut karena banyak investor yang akan membatalkan investasinya atau kreditor yang menarik dananya. Perusahaan yang menerima opini audit going concern akan mengalami kesulitan keuangan dalam satu tahun kedepan sehingga akan berdampak pada kelangsungan hidup perusahaan.
4
Hal ini dibuktikan dengan penelitian oleh Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno et al., (2006); Praptitorini dan Januarti (2007) serta Januarti (2009) memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini audit going concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali opini audit going cocern pada tahun berikutnya.
2.5. Kualitas Audit Watkins et al (2004) menjabarkan kualitas audit sebagai kompetensi auditor dalam menyediakan jasa audit yang berkualitas. Kompetensi auditor dipandang sebagai kemampuan untuk mempertinggi kualitas suatu laporan keuangan bagi perusahaan. Oleh karena itu, auditor yang berkualitas tinggi diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan investor. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2011) dalam PSA 30 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor atas kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya harus didasarkan pada penilaian auditor yang berkualitas. Selama ini kualitas auditor dikaitkan dengan ukuran dan reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP). Auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit khusus yang mewakili industri tersebut, tetapi membutuhkan pengembangan keahlian lebih daripada auditor pada umumnya. Sehingga, para peneliti memiliki hipotesis bahwa auditor dengan konsentrasi tinggi dalam industri tertentu akan memberikan kualitas yang lebih tinggi (Wooten, 2003 dalam Januarti dkk, 2011).
perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancarnya. Kesulitan keuangan akan menyebabkan perusahaan mengalami arus kas negatif rasio keuangan yang buruk dan gagal bayar pada perjanjian utang. Pada akhirnya, kesulitan keuangan ini akan mengarah ke kebangkrutan sehingga going concern perusahaan diragukan. 2.
Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit Modifikasi Going Concern Opini audit tahun sebelumnya merupakan opini audit going concern yang telah diterima auditee pada tahun sebelumnya (Setyarno, et al., 2006). Apabila pada tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Perusahaan yang menerima opini going concern tahun sebelumnya mengindikasikan adanya keraguan tentang kelangsungan hidup perusahaan sampai periode berikutnya (Januarti, 2009). 3.
Kualitas Audit Terhadap Opini Audit Modifikasi Going Concern
Watkins et al (2004) menjabarkan kualitas audit sebagai kompetensi auditor dalam menyediakan jasa audit yang berkualitas. Kompetensi auditor dipandang sebagai kemampuan untuk mempertinggi kualitas suatu laporan keuangan bagi perusahaan. Oleh karena itu, auditor yang berkualitas tinggi diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan investor. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2011) dalam PSA 30 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor atas kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya harus didasarkan pada penilaian auditor yang berkualitas. Pemakai laporan keuangan lebih percaya pada laporan keuangan yang diaudit oleh auditor berkualitas tinggi dibanding auditor kurang berkualitas. Dalam upaya menciptakan kualitas hasil audit, auditor spesialis industri akan lebih paham dalam melakukan penilaian serta pertimbangan terhadap kondisi dan peristiwa yang dapat menimbulkan kesangsian terhadap keberlangsungan usaha (going concern).
2.6. Kerangka Pemikiran 1.
Financial Distress Terhadap Opini Audit Modifikasi Going Concern
Variabel Independen
Variabel Dependen
Ross et al., (2002) dalam Fitrianasari dan Januarti (2008) menyatakan bahwa financial distress yaitu kondisi dimana arus kas operasi Kesulitan Keuangan (Financial Opini Audit Distress) Tahun Sebelumnya Kualitas
5
Opini Audit Going Concern
untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antar variabel.
3.2 Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan 1 variabel dependen dan 3 variabel independen. Penjelasan setiap variabel tersaji pada tabel 1.
Tabel 1 Pengaruh Parsial Operasional Variabel Pengaruh Simultan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.7. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian, yaitu: 1. Financial Distress, opini audit tahun sebelumnya, dan kualitas audit berpengaruh signifikan secara simultan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada sektor industri manufaktur tahun 2009-2012. 2. Financial distress berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada sektor industri manufaktur tahun 2009-2012. 3. Opini audi tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada sektor manufaktur tahun 2009-2012. 4. Kualitas audit berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada sektor manufaktur tahun 2009-2012.
Variab el Teruk ur Financ ial Distres s (X1)
Opini Audit Tahun Sebelu mnya (X2)
Konsep Variabel
Indikator
Financial distress adalah kondisi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang menyebabkan perusahaan mengalami arus kas negatif, rasio keuangan yang buruk dan gagal bayar pada perjanjian utang (Ross et al., 2002 dalam Fitrianasari dan Januarti (2008).
Mengguna kan model prediksi kebangkrut an Z Score
Opini audit going concern yang telah diterima auditee pada tahun sebelumnya (Setyarno et al., 2006).
Variabel dummy.
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif verifikatif bersifat kausalitas. Penelitian ini berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Penelitian ini termasuk jenis verifikatif yang bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis. Penelitian ini bersifat kausalitas yang bertujuan
Skal a
Rasio
Z=1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3+0,6 X4+ 0,999X5
Nomi nal
1 = opini going concern pada tahun sebelumny a 0 = non going concern.
Kualita s Audit (X3)
Auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit khusus yang mewakili
Variabel Dummy:
Nomi nal
1 = auditor yang memiliki spesialisasi
6
Opini Audit Modifi kasi Going Concer n (Y)
industri tersebut, tetapi akan membutuhkan pengembangan keahlian lebih daripada auditor pada umumnya. Sehingga, auditor yang spesialis dalam industri tertentu akan memberikan kualitas yang lebih tinggi (Wooten, 2003 dalam Januarti dan Praptitorini, 2011).
industri.
No
Kriteria
Jumlah
0 = auditor nonspesialisasi industri.
1.
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI secara konsisten pada periode 20092012.
123
2.
Perusahaan manufaktur tidak menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen untuk yang berakhir 31 Desember selama periode tahun 2009-2012
(34)
3.
(68)
Opini audit modifikasi going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, SA seksi 341).
Variabel dummy.
Perusahaan manufaktur yang tidak mengalami rugi bersih minimal dua tahun berturut-turut pada laporan keuangan selama periode penelitian tahun 2009– 2012. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangannya tidak dalam mata uang rupiah.
Nomi nal
1 = terdapat opini audit going concern
4.
(3)
Total Sampel Akhir
18
3.4 Teknik Analisis Data 0 = tidak ada opini audit going concern
3.3 Populasi Dan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan mengacu pada perusahaan-perusahaan manufaktur pada periode 2009-2012. Alasan dipilihnya industri ini adalah untuk menghindari adanya industrial effect yaitu risiko industri yang berbeda antar suatu sektor industri yang satu dengan yang lain (Setyarno, dkk., 2006). Sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan metode Purposive Sampling. Alasan penggunaan metode purposive sampling didasarkan atas pertimbangan sampel data yang dipilih memenuhi kriteria yang diambil oleh peneliti, yaitu perusahaan yang mengalami kerugian minimal 2 tahun berturut-turut selama tahun pengamatan (2007-2010) sebanyak 18 perusahaan.
Tabel 2 Kriteria Pengambilan Sampel
Analisis Regresi Logistik Dalam pengelolaan data, peneliti menggunakan analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik (logistic regression) karena variabel dependennya adalah nominal (dummy) dan variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metric dan non metric (nominal). Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel independen yang digunakan dalam model, artinya variabel penjelasnya tidak harus memiliki distribusi normal, linier maupun memiliki varian yang sama. Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: GC = a + b1 ZSCORE + b2 PO + b3 QASPEC + e Keterangan : GC : Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika opini non going concern) a : Konstanta b : Koefisien regresi ZSCORE : Prediksi kebangkrutan menggunakan model Zscore PO : Opini tahun sebelumnya (variabel dummy, 1 jika opini going concern, 0 jika opini non going concern)
7
QASPEC : Auditor industry specialization (Diukur dengan persentase jumlah perusahaan yang diaudit oleh sebuah kantor akuntan publik (auditor). e : error
Kualitas Audit Frequen Percent cy
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
0
60
83.3
83.3
83.3
V 1 ali d T ot al
12
16.7
16.7
100.0
72
100.0
100.0
Sumber: data sekunder yang telah diolah
4.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif financial distress disajikan pada tabel 3. Sedangkan untuk variabel opini audit tahun sebelumnya tersaji dalam table 4 dan kualitas audit disajkan dalam tabel 5.
4.2 Pengujian Hipotesis Dan Pembahasan Pengujian Kelayakan Model Regresi (Goodness of Fit)
Tabel 3. Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-
Tabel 6. Goodness of Fit Hosmer and Lemeshow Test
Descriptive Statistics N
Min
Max
Financial Distress
72 -7,12550
Valid N (listwise)
72
Valid Cumulative Percent Percent
7,10499
Mean
-,37542
2012
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Std. Deviatio n
Step
Chi-square
Df
Sig.
1
5.900
8
.658
2,72124
Sumber : Data sekunder yang telah diolah, 2014
Pada table 4.8 ditunjukkan bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow Test sebesar 5.900 dengan probabilitas signifikansi 0,658 dimana 0,658 > 0.05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak (Ho diterima). Hal ini berarti model regresi dipergunakan dalam penelitian ini layak dipakai untuk analisis selanjutnya karena cocok dengan data observasinya.
Tabel 4. Opini Audit Tahun Sebelumnya Sumber: data sekunder yang telah diolah Freq. Percent Tabel 5
V a l i d
Valid Percent
Cumula tive Percent
0
27
37.5
37.5
37.5
1
45
62.5
62.5
100.0
Total
72
100.0
100.0
Tabel 7. Ketepatan Klasifikasi Model
8
Sumber: Data sekunder yang telah diolah, 2014
Predicted Going Concern
Observed
Estimasi yang benar untuk perusahaan sampel yang menerima opini audit going concern sebesar 89,6% atau secara keseluruhan tingkat ketepatan prediksi sebesar 90,3%.
Step 1
-2 Log Likelihood 91.658
Step 1
40.200
Percentage Correct
0
22
2
91.7
1
5
43
89.6 90.3
signifikansi sebesar 0.000 (p-value 0.000 < 0.05), maka H0 ditolak atau H1 diterima, artinya variabel financial distress, opini audit tahun sebelumnya, dan kualitas audit secara bersama-sama berpengaruh terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern.
Tabel 8. Overall Model Fit
Step 0
1
Overall Percentage
4.3 Pengujian Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Iteration
Going Concern
0
Sumber: Data sekunder yang telah diolah, 2014
4.5 Koefisiensi Deteriminasi (Model Summary) Tabel 10. Model Summary
Statistik -2LogL digunakan untuk menentukan apakah model menjadi lebih baik jika ditambahkan variabel bebas. Pada tabel 4.11 ditunjukkan uji kelayakan dengan memperhatikan angka pada awal -2 Log Likelihood (LL) Block Number = 0, sebesar 91.658 dan pada -2 Log Likelihood (LL)Block Number = 1 sebesar 40.200. Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan nilai -2 Log Likelihood di block 0 dan block 1, artinya bahwa secara keseluruhan model regresi logistik yang digunakan merupakan model yang baik. 4.4 Hasil Analisis Regresi Logistik ( Pengujian Simultan) Tabel 9. Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square
Df
Sig.
Step
51.458
3
.000
Step 1 Block
51.458
3
.000
Model
51.458
3
.000
Step 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
.511
.709
40.200a
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode regresi logistik maka didapat koefisien determinasi yang dilihat dari Nagelkerke R square adalah 0.709, artinya kombinasi variabel independen yaitu financial distress, opini audit tahun sebelumnya, dan kualitas audit mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen yaitu pemberian opini audit going concern adalah sebesar 70.9% sedangkan sisanya 29.1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model. 4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik (Pengujian Parsial) Tabel 11
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014 Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik
Dari hasil pengujian regresi logistik, melihat tabel 4.11 Omnibus Test of Coefficients, diketahui nilai chi-square = dan degree of freedom = 3 adapun
dengan Model 51.458 tingkat
Variables in the Equation
9
B
ZSCOR E PO Step 1
a
QASPE C Constant
-.375
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp( B)
.294 1.625
1
.202
.687
3.45 1.105 9.788 7
1
.002
31.71 7
.034 1.461
.001
1
.981
1.035
.645 1.787
1
.181
.422
-.862
hanya melihat kesulitan keuangan yang dihadapi, tetapi juga melihat kinerja dari keseluruhan kegiatan perusahaan apakah masih dapat mempertahankan kelangsungan usahanya atau tidak (Wismanita, 2012). Menurut hasil perhitungan yang dilakukan penulis bahwa masih banyak perusahaan yang terklasifikasi bangkrut menurut Altman Z-Score, ternyata banyak yang mendapatkan opini audit Non Going Concern (NGC) sehingga menyebabkan pengaruh dari financial distress yang dihitung berdasarkan model prediksi kebangkrutan Altman Z-Score menjadi tidak berpengaruh secara signifikan.
a. Variable(s) entered on step 1: ZSCORE, PO, QASPEC. Sumber: Data sekunder yang diolah
1.
Pengaruh Financial Distress terhadap Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going Concern Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel financial distress (ZSCORE) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern, karena probabilitas variabel ini sebesar 0.202 yang nilainya jauh di atas (α) 0.05. Nilai koefisien regresi variabel financial distress -0.375, arah koefisien dalam penelitian ini bertanda negatif. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat financial distress Altman Z-score mengindikasikan perusahaan dalam kondisi sehat sehingga kecenderungan perusahaan tersebut menerima opini audit going concern semakin kecil. Dan semakin rendah nilai Altman Z-score mengindikasikan perusahaan dalam kondisi bangkrut kecenderungan perusahaan menerima opini audit going concern semakin besar. Opini audit Non Going Concern (NGC) pada sampel penelitian terdapat 24 sampel dari total 72 sampel, ternyata sebagian besar yang menerima opini audit non going concern merupakan perusahaan yang berkategori bangkrut yaitu sebanyak 12 sampel. Hal tersebut yang menyebabkan financial distress tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, karena masih banyak perusahaan yang bangkrut ternyata masih mendapatkan opini audit Non Going Concern (NGC). Hasil ini sejalan dengan penelitian Santosa et. all (2007) bahwa financial distress tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern kepada perusahaan yang akan bangkrut. Jumlah sampel yang kurang dapat mempengaruhi tingkat signifikansi dan juga karena pada saat auditor memberikan opini audit perusahaan, auditor tidak
2. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going Concern Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya (PO) berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern perusahaan, dimana berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya memiliki p-value 0.002 < alpha 0.05. Nilai koefisien regresi variabel opini audit tahun sebelumnya sebesar 3.457, arah koefisien dalam penelitian ini bertanda positif, yang berarti semakin tinggi nilai opini audit going concern tahun sebelumnya dalam suatu perusahaan maka semakin besar kemungkinan penerimaan opini audit going concern tahun berikutnya. Opini audit tahun sebelumnya (PO) berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern perusahaan karena dari total 72 sampel terdapat 65 sampel yang menerima opini audit yang sama dengan tahun sebelumnya. Dan dari total 48 sampel yang mendapat opini audit going concern ternyata 43 sampel mendapat opini going concern pula pada tahun sebelumnya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Susanto (2007) bahwa opini audit tahun sebelumnya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern kepada perusahaan yang akan bangkrut. Setyarno et. al. (2006) dalam Santosa dan Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan opini going concern akan mempertimbankan opini audit going concern yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya akan berkecenderungan mendapatkan opini audt going concern pula pada tahun berjalan. Sehingga opini
10
audit tahun sebelumnya (PO) berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit going concern perusahaan karena terdapat 90,3% sampel yang menerima opini audit yang sama dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut yang membuat opini audit tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. 3.
Pengaruh Kualitas Audit terhadap Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going Concern Hasil uji regresi logistik memperlihatkan bahwa kualitas audit (QASPEC) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern, karena probabilitas variabel ini sebesar 0.981 yang nilainya jauh di atas (α) 0.05. Nilai koefisien regresi variabel kualitas audit sebesar 0,034, arah koefisien dalam penelitian ini bertanda positif, yang berarti semakin tinggi kualitas audit yang dalam penelitian ini diukur menggunakan auditor spesialis maka semakin besar kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Tidak signifikannya pengaruh kualitas audit terhadap penerimaan opini audit going concern karena dari total 72 sampel hanya terdapat 12 sampel yang diaudit oleh auditor spesialis industri. Hasil ini sejalan dengan penelitian Bruynseels et al (2006) dan Geiger dan Raghunandan (2002) bahwa auditor spesialis industri tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memberikan opini audit going concern kepada perusahaan yang akan bangkrut. Menurut hasil perhitungan yang dilakukan penulis bahwa KAP yang terklasifikasi dalam auditor spesialis industri dalam sektor industri manufaktur hanya KAP Purwantoro, Suherman dan Surya karena memiliki klien di sektor manufaktur > 15%. Namun KAP Purwantoro, Suherman dan Surya memiliki banyak klien di sektor manufaktur pada perusahaan perusahaan dengan skala besar dan memiliki kondisi keuangan yang sehat yaitu memiliki laba bersih yang positif, sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perusahaan dalam kondisi laba bersih yang negatif. Sehingga menyebabkan pengaruh dari auditor spesialis industri dalam memberikan kualitas yang lebih baik menjadi tidak berpengaruh secara signifikan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan regresi logistik variabel Financial distress, Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Kualitas audit secara simultan berpengaruh signifikan sebesar 70,9% terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern. Sedangkan sisanya dijelaskan faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model. 2. Financial distress (ZSCORE) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern. 3. Opini audit tahun sebelumnya (PO) berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap opini audit modifikasi going concern. 4. Kualitas audit (QASPEC) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mencoba memberikan saran bagi penelitian selanjutnya sebagai berikut: 1. Menambah populasi dan sampel penelitian agar tidak terbatas pada perusahaan manufaktur saja, tentunya dengan tetap memperhatikan perbedaan antara satu sektor industri dengan sektor yang lain. Selain itu untuk melihat adanya spesialisasi auditor di masing-masing industri. 2. Memperpanjang periode tahun pengamatan agar dapat melihat kecenderungan auditor dalam memberikan opini audit going concern dalam jangka panjang.
REFERENSI Arens et. al. (2011). Auditing dan Jasa Assurance: Pendekatan Terpadu Adaptasi Indonesia Buku I. Jakarta: Erlangga. Balsam, S., Krislinan, J. & Yang, J.S. (2003). Auditor Industry Specialization . Auditing: A Journal of Practice and Theory, Volume 22 No.2:71-97. BAPEPAM. (2002). Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal Tanggal 27 Desember 2002. Jakarta:BAPEPAM BAPEPAM. (2002). Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal No. SE-02/PM/2002 Tanggal 27 Desember 2002 tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan
11
Publik Industri Jakarta:BAPEPAM
Manufaktur.
Barnes, Paul dan HD. Huan. (1993) . The Auditors Going Concern Decision : Some UK Evidence Concerning Independence and Competence. Journal of Business, Finance and Accounting 20. 213-228 Brigham, E.F.dan Gapenski, LouisC. (1996). Intermadiate finance management .(5th edition). Harbor Drive: The Dryden Press. Bruynseels, Liesbeth, W. Robert Knechel dan Marleen Willekens . (2001) . Do Industry Specialists and Business Risk Auditors Enhance Audit Reporting Accuracy?. Social Science Research Network (SSRN) Journal : The Accounting Review. Carcello, J.V. and Neal, T.L (2000). Audit Committee Composition and Auditor Reporting. The Accounting Review. Volume 75 No.4 453-467. Chen, K. C. W., and B. K. Church. (1996). Going Concern Opinion and the Market’s Reaction to Bankruptcy Fillings. The Accounting Review: 117-128 Craswell, A.T., Francis, J.R. & Taylor, S.L. (1995). Auditor Band Name Reputations and Industi Specializations. Journal of Accounting and Economics, Volume 20:297-322 DeAngelo,L.E. (1981). Auditor Size and audit quality. Journal of Accounting & Economics. Fanny, Margaretta dan Saputra, S. (2005). Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan Publik. Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978. Geiger, M.A., dan Raghunandan,K. (2002). Going Concern Opinions in the ‘New’ Legal Environment. Accounting Horizons. Vol 16. No.1. March : 1726 Ghozali, Imam. Multivariate
2006. Aplikasi Analisis Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Diponegoro.
Penerbit
Universitas
Hendriksen, Eldon S dan Michael F Van Breda. (2000). Teori Akuntansi. Edisi Kelima. Batam: Interaksara. Herusetya, Antonius. (2009). Pengaruh Ukuran Auditor dan Spesialisasi Auditor Terhadap Kualitas Laba. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia , Vol. 6, No. 1, Juni 2009: 46-70. Ikatan
Akuntan Indonesia. Profesional Akuntan Salemba Empat
(2011). Publik.
Standar Jakarta:
Januarti, Indira. (2009). Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern (Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XII. Palembang: 4-6 November. Januarti, Indira dan Ella Fitrianasari. (2008). Analisis Rasio Keuangan dan rasio Non Keuangan yang Mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini Audit Going Concern pada Auditee (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEJ 2000 – 2005). Jurnal MAKSI,Vol 8 no. 1, pp 43-58. Lembaga Penelitian Smeru. (2009). Pemantauan Dampak Sosial-Ekonomi Krisis Keuangan Global 2008/2009 di Indonesia. Pemantauan Media No.04/LF/2009 Mayangsari, Sekar. (2003). Pengaruh Kualitas Audit, Independensi terhadap Integritas Laporan Keuangan . Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya. Mulyadi. (2010). Auditing Buku Dua, Edisi Ke Enam . Jakarta: Salemba Empat. Mutchler J.F, William Hopwood, dan James McKeown. (1997). The Influence Of Contrary Information and Mitigating Factors on Audit Opinion Decisions on Bankrupt Companies. Journal of Accounting Research. Vol. 35. No. 2 (Autumn). pp. 295.310.
12
Mutchler, J.F. (1985). A Multivariate Analysis of The Auditor’s Going Concern Opinion Decision. Auditing : A Journal of Accounting Research. Vol. 23, No. 2, Autumn. Praptitorini, Mirna Dyah dan Indira Januarti. (2011). Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaaan Opini Going concern . Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Volume 8 - No. 1, Juni 2011 Ramadhani, Ayu Suci dan Niki Lukviarman. (2004). Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI . Jurnal Siasat Bisnis Vol. 13 No. 1. April Hal: 15-28. Santosa, Arga Fajar dan Linda Kusumaning Wedari. (2007). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern. JAAI, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 141158. Sanusi, Anwar. (2011). Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Sektor Manufaktur . Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 11, No. 3, Desember 2009: 155-173. Swandayani, Reyza Farah. (2012) . Pengaruh Kualitas Audit, Financial Distress dan Strategi Emisi Saham Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Tucker, Robert R., Ella Mae Matsumura, dan K. R. Subramanyam. (2003). Going Concern Judgements: An Experimental Test of The Self-fulfilling Prophecy and Forecast Accuracy . http://www.ssrn.com Watkins, Ann. L, William Hillison and Susan E. morecroft. (2004). Audit Quality : A Synthesis Of Theory And Empirical Evidence . Journal of Accoounting Literature Vol.23. Pp. 153-193 Wismanita, Sevioksi . (2012) . Pengaruh Financial Distress, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Kepemilikan Institusional, dan Proporsi Komisaris Independen Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. www.bapepam.go.id/ diakses pada Februari 2014 www.bi.go.id/ diakses pada Maret 2014 www.detik.finance.com/ diakses pada Januari 2014 www.idx.co.id/ diakses pada Desember 2013.
Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: Salemba empat.
www.sahamok.com/ diakses pada Desember 2013 www.tempo.com/ diakses pada Desember 2013
Setyarno, Indira dan Faisal. (2006). Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern . Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang. Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suharisimi, (2002). Metode Riset Bisnis. Bandung: PT. Tarsito. Susanto, Yulius Kurnia. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Going Concern pada Perusahaan Publik
Biodata Penulis Yani Purwati, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Akuntansi Universitas Telkom Bandung, Lulus Tahun 2014.
Willy Sri Yuliandhari, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Akuntansi Universitas Padjajaran Bandung. Memperoleh gelar Magister Management (MM) Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Widyatama Bandung. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Telkom Bandung
13