Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
Rencana Pengembangan Kawasan Pasar Lama Tangerang Yustisia Kristiana, Vasco A. H. Goeltom, Lintang Ayu Nugrahaning Tyas Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan
[email protected] Abstract - History of Tangerang City can not be separated from the Old Market area of the which extends along the banks of the east River Cisadane. Layout of the area is still intact and must be saved Immediately Chinatown as more typical building that has changed in terms of both form and use. Less than optimal arrangement has transformed this area into a slum so very detrimental imaging Tangerang City alone has awarded clean city as one of the cleanest Cities in Indonesia. Conservation Efforts should be made to preserve the cultural heritage owned by the city of Tangerang. Old Market requires planning for regional development. Value and potential of the region could be developed and preserved, there should be facilitated by the government so tourism can be developed and increase of the marketability of the Old Market Tangerang. Key words: development, conservation, cultural heritage Abstract - History of Tangerang City cannot be separated from the Pasar Lama area which extends along the banks of the east River Cisadane. Layout of the area is still intact and must be immediately saved as more typical building Chinatown that has changed in terms of both form and use. Less than optimal arrangement has transformed this area into a slum so very detrimental imaging Tangerang City alone has awarded clean city as one of the cleanest cities in Indonesia. Conservation efforts should be made to preserve the cultural heritage owned by the city of Tangerang. Pasar Lama requires planning for regional development. Value and potential of the region could be developed and preserved, there should be facilitated by the government so tourism can be developed and increase the marketability of the Pasar Lama Tangerang. Key words: development, conservation, cultural heritage 1.1. PENDAHULUAN Kawasan Pecinan di Pasar Lama merupakan cikal bakal pusat Kota Tangerang atau bahkan bisa disebut zero point kota karena di kawasan inilah pusat kota Tangerang terbentuk. Penduduk Tionghoa di Tangerang juga dikenal dengan sebutan Cina Benteng telah turun temurun tinggal di Kawasan Pecinan dan sekitarnya, khususnya di sepanjang Sungai Cisadane yang menuju ke hilir di Pantai Utara Pulau Jawa. Daerah Sewan Neglasari, Selapajang, Kampung Melayu, Tegal Angus, Tanjung Burung, Tanjung Kait dan Tanjung Pasir merupakan konsentrasi penyebaran komunitas Tionghoa. Mereka adalah penduduk asli kawasan ini dan berprofesi sangat beragam mulai dari buruh tani, nelayan, peternak, karyawan pabrik, buruh cuci, tukang kayu maupun pedagang makanan kecil. Sejarah Kota Tangerang sangatlah sulit untuk dipisahkan dengan kawasan Pasar Lama yang terbentang sepanjang tepian Timur Sungai Cisadane dan terdiri dari beberapa jalan dan gang-gang kecil, di antaranya Jl. Cilame, yang merupakan pasar tradisional sampai saat ini, Jl. Cilangkap, Jl. Cirarab dan Jl. Kali Pasir yang tata letaknya masih utuh dan harus secepatnya diselamatkan karena semakin banyak bangunan khas Pecinan yang telah berubah baik dari segi bentuk maupun penggunaannya. Penataan yang kurang optimal telah mengubah kawasan ini menjadi ISSN : 2087 - 0086
sangat kotor, terkesan jorok dan kumuh sehingga sangat merugikan pencitraan Kota Tangerang sendiri yang telah begitu gemilang mendapatkan penghargaan Adipura sebagai salah satu kota terbersih di Indonesia. Oleh karena itulah, pentingnya perhatian untuk bukan saja menyelamatkan kawasan ini dari kehancuran tetapi bahkan menjadikannya sebuah kawasan wisata berwawasan budaya yang dibangun atas dasar swadaya dan swakarsa masyarakat setempat dengan kerja sama dan dukungan yang sepenuhnya dari pemerintah. Menurut Piagam Burra tahun 1981, pengertian konservasi atau pelestarian budaya merupakan suatu penanganan suatu tempat agar kecirikhasan budaya (cultural significance) dapat dipertahankan dengan memanfaatkan fungsi lindung dan budi dayanya. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Konservasi dapat pula mencakup preservasi, restorasi, rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi. Pusaka (heritage) merupakan padanan kata yang lain dari “Warisan”. Bila pusaka tersebut telah memiliki penetapan hukum, maka digunakan kata “Cagar“, seperti misalnya Cagar Alam atau Cagar Budaya (Adishakti, 2003). Berdasarkan “Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia“ yang dideklarasikan di Ciloto pada tanggal 13 Desember 2003 yang telah menyepakati bahwa Pusaka Indonesia adalah 1
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
Pusaka Alam, Pusaka Budaya dan Pusaka Saujana (JPPI dan ICOMOS, 2003). Pelestarian merupakan terjemahan dari conservation (konservasi). Pengertian pelestarian terhadap peninggalan lama pada awalnya dititikberatkan pada bangunan tunggal atau benda-benda seni, namun kini telah berkembang ke ruang yang lebih luas, seperti kawasan hingga kota bersejarah serta komponen yang semakin beragam seperti skala ruang yang intim (intimate space), pemandangan yang indah (beautiful view), suasana (atmosphere), keunikan rona (unique ambience) dan sebagainya (Adishakti 2003). Konsep pelestarian ini bisa berbentuk pembangunan atau pengembangan dalam bentuk upaya preservasi, restorasi, replikasi, rekonstruksi, revitalisasi dan atau penggunaan baru suatu aset masa lalu (Sidharta, 1989). Pelestarian adalah upaya pengelolaan pusaka melalui serangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengembangan secara selektif dan konsisten untuk menjaga kesinambungan, keserasian dan daya dukungnya yang efektif dalam menjawab dinamika jaman untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih berkualitas (JPPI dan ICOMOS, 2003). Pelestarian pusaka bukanlah romantisme masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu dengan berbagai perkembangan zaman yang terseleksi. Secara spesifik, pelestarian bertujuan untuk: 1. Berdasarkan kekuatan aset lama, memberikan kualitas kehidupan masyarakat yang lebih baik, melakukan pencangkokkan program-program yang menarik, kreatif dan berkelanjutan, merencanakan program partisipasi dengan menghitung estimasi ekonomi agar menghasilkan keuntungan dan peningkatan pendapatan, serta pengolahan lingkungan yang ramah. 2. Menjadi alat dalam mengolah transformasi dan revitalisasi suatu lingkungan bersejarah, serta menciptakan pusaka masa mendatang (future heritage). 3. Tetap memelihara identitas dan sumber daya lingkungan serta mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik (the total system of heritage conservation). 4. Konsekuensinya, perubahan yang dimaksud bukanlah terjadi secara drastis, namun perubahan secara alami dan ISSN : 2087 - 0086
terseleksi (selected gradual natural changes). 5. Pelestarian berarti pula preserving purposefully; giving not merely continued useful existence. Jadi fungsi seperti juga bentuk menjadi pertimbangan utama dan tujuannya bukan untuk mempertahankan pertumbuhan suatu perkotaan, namun manajemen perubahan. Terdapat beberapa poin yang menjadi alasan mengapa kawasan Kota Lama Tangerang perlu dilestarikan, di antaranya adalah Memiliki nilai sejarah, Memiliki keunikan dan keindahan; Memiliki nilai ilmiah; Memiliki nilai sosial. Nilai dan potensi yang dimiliki oleh kawasan ini dapat dikembangkan dan dilestarikan, sehingga perlu disusun Rencana Pengembangan Kawasan Pasar Lama Tangerang yang akan digunakan sebagai acuan dalam implementasi di kawasan tersebut. Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan acuan atau referensi yang lebih terarah bagi pemangku kepentingan dalam lingkup Kawasan Pasar Lama Tangerang. 1.2. TINJAUAN PUSTAKA a. Pariwisata Budaya Menurut Geriya (1995) pariwisata budaya adalah salah satu jenis pariwisata yang mengandalkan potensi kebudayaan sebagai daya tarik yang paling dominan serta sekaligus memberikan identitas bagi pengembangan pariwisata tersebut. Dalam kegiatan pariwisata terdapat sepuluh elemen budaya yang menjadi daya tarik wisata yaitu (Shaw dan William, 1997): Kerajinan, Tradisi, Sejarah dari suatu tempat atau daerah, Arsitektur, Makanan lokal atau tradisional, Seni dan musik, Cara hidup suatu masyarakat, Agama, Bahasa, Pakaian lokal atau tradisional Pariwisata budaya merupakan aktivitas yang memungkinkan wisatawan untuk mengetahui dan memeroleh pengalaman tentang perbedaan cara hidup orang lain, merefleksikan adat dan istiadatnya, tradisi religiusnya dan ide-ide intelektual yang terkandung dalam warisan budaya yang belum dikenalnya (Borley, 1996). Sirtha (2001) dalam Arismayanti (2006) mengemukakan motivasi pariwisata budaya antara lain: 1. Mendorong pendayagunaan produksi daerah dan nasional; 2. Mempertahankan nilai-nilai budaya, norma, adat istiadat dan agama; 3. Memiliki wawasan lingkungan hidup, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. 2
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
b. Pusaka Budaya Pusaka (heritage) merupakan padanan kata yang lain dari warisan. Bila pusaka tersebut telah memiliki penetapan hukum, maka digunakan kata cagar, seperti misalnya cagar alam atau cagar budaya (Adishakti, 2003). Pusaka yang bersifat material disebut sebagai Benda Cagar Budaya. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya mendefinisikan Benda Cagar Budaya sebagai: 1. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang- kurangnya 50 tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurangkurangnya 50 tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; 2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Jadi yang dimaksud dengan pusaka bisa berupa hasil kebudayaan manusia maupun alam beserta isinya. Berdasarkan Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia pada tahun 2003 yang telah menyepakati bahwa Pusaka Indonesia adalah pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana (JPPI, dan ICOMOS, 2003): 1. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. 2. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa dan karya yang istimewa dari lebih 1.128 suku bangsa di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2011), secara sendirisendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka Budaya bisa merupakan pusaka berwujud (tangible heritage) dan pusaka tidak berwujud (intangible heritage). 3. Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu. Pusaka saujana sejak dekade terakhir ini dikenal dengan pemahaman baru yaitu cultural landscape (saujana budaya), yakni yang menitikberatkan pada keterkaitan antara budaya dan alam sehingga menjadikannya sebagai fenomena kompleks dengan identitas yang berwujud dan tidak berwujud. Pusaka (heritage) yang diterima dari generasi sebelumnya sangatlah penting sebagai ISSN : 2087 - 0086
landasan dan modal awal bagi pembangunan masyarakat Indonesia di masa depan. c. Konservasi Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai dan bukan secara fisik saja. Pelestarian merupakan upaya untuk menciptakan pusaka budaya masa mendatang (future heritage). Bentuk-bentuk dari kegiatan konservasi antara lain: 1. Restorasi (dalam konteks yang lebih luas) adalah kegiatan mengembalikan bentukan fisik suatu tempat kepada kondisi sebelumnya dengan menghilangkan tambahan- tambahan atau merakit kembali komponen eksisting menggunakan material baru. 2. Restorasi (dalam konteks terbatas) adalah kegiatan pemugaran untuk mengembalikan bangunan dan lingkungan cagar budaya semirip mungkin ke bentuk asalnya berdasarkan data pendukung tentang bentuk arsitektur dan struktur pada keadaan asal tersebut dan agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. 3. Preservasi (dalam konteks yang luas) adalah kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu tempat dalam kondisi eksisting dan memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan. 4. Preservasi (dalam konteks yang terbatas) adalah bagian dari perawatan dan pemeliharaan yang intinya adalah mempertahankan keadaan sekarang dari bangunan dan lingkungan cagar budaya agar kelayakan fungsinya terjaga dengan baik. 5. Konservasi (dalam konteks yang luas) adalah semua proses pengelolaan suatu tempat hingga terjaga signifikasi budayanya. Hal ini termasuk pemeliharaan dan mungkin (karena kondisinya) termasuk tindakan preservasi, restorasi, rekonstruksi, konsolidasi serta revitalisasi. Kegiatan 3
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
6.
7.
8.
9.
10.
ini merupakan kombinasi dari beberapa tindakan tersebut. Konservasi (dalam konteks terbatas) dari bangunan dan lingkungan adalah upaya perbaikan dalam rangka pemugaran yang menitikberatkan pada pembersihan dan pengawasan bahan yang digunakan sebagai konstruksi bangunan, agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi. Rekonstruksi adalah kegiatan pemugaran untuk membangun kembali dan memperbaiki seakurat mungkin bangunan dan lingkungan yang hancur akibat bencana alam, bencana lainnya, rusak akibat terbengkalai atau keharusan pindah lokasi karena salah satu sebab yang darurat, dengan menggunakan bahan yang tersisa atau terselamatkan dengan penambahan bahan bangunan baru dan menjadikan bangunan tersebut layak fungsi dan memenuhi persyaratan teknis. Konsolidasi adalah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan tetap layak fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur. Revitalisasi adalah kegiatan pemugaran yang bersasaran untuk mendapatkan nilai tambah yang optimal secara ekonomi, sosial, dan budaya dalam pemanfaatan bangunan dan lingkungan cagar budaya dan dapat sebagai bagian dari revitalisasi kawasan kota lama untuk mencegah hilangnya aset-aset kota yang bernilai sejarah karena kawasan tersebut mengalami penurunan produktivitas. Pemugaran adalah kegiatan memperbaiki atau memulihkan kembali bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya ke bentuk aslinya dan dapat mencakup pekerjaan perbaikan struktur yang bisa dipertanggungjawabkan dari segi arkeologis, historis dan teknis. Kegiatan pemulihan arsitektur bangunan gedung dan lingkungan cagar budaya yang disamping perbaikan kondisi fisiknya juga demi pemanfaatannya secara fungsional yang memenuhi persyaratan keandalan bangunan.
ISSN : 2087 - 0086
d. Lansekap Sejarah Lansekap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat digolongkan sebagai keindahan (beauty) bila memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan antar seluruh komponen pembentuknya dan dikatakan ugliness bila tidak terdapat unsur kesatuan (unity) diantara komponenkomponen pembentuknya (Simonds, 1983). Sedangkan menurut Eckbo (1964), lansekap adalah ruang di sekeliling manusia yang mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan serta merupakan pengalaman terus menerus di sepanjang waktu dan seluruh ruang kehidupan manusia. Dalam konteks lansekap sejarah, menurut Goodchild (1990) merupakan area tertentu yang memiliki karakteristikkarakteristik tertentu atau berupa komposisi beberapa feature yang menjadikan area tersebut dapat dikenali sebagai salah satu tipe lansekap sejarah yang telah diakui. Tipe-tipe tersebut mencakup: 1. Lansekap pedesaan, yang mencirikan karakter desa pada periode waktu tertentu pada masa lalu; 2. Lansekap perkotaan, yang mencirikan karakter kota pada periode waktu tertentu di masa lalu; 3. Lansekap industri, yang memiliki buktibukti fisik sebagai lokasi penting dalam perkembangan industri; 4. Lansekap yang terkait dengan bangunan atau monumen sejarah dari individu atau sekelompok masyarakat; 5. Taman dan tempat rekreasi bersejarah; 6. Lansekap yang berhubungan dengan sesorang atau masyarakat atau peristiwa penting dalam sejarah; 7. Lokasi yang sejak dahulu telah dikenal karena pemandangannya yang indah. Sedangkan menurut Harvey dan Buggey (1988), lansekap sejarah merupakan lansekap yang berasal dari masa lampau dan didalamnya terdapat bukti fisik tentang keberadaan manusia. Lansekap tersebut menitikberatkan kepada lansekap budaya, yaitu berkaitan dengan kontribusi manusia terhadap karakter lahan yang ada. Kontribusi ini berupa kemampuan manusia untuk berinteraksi dan mengeksploitasi lingkungannya, yang membuat tempat hidup manusia di dunia menjadi istimewa dan menjadi lansekap yang bernilai sejarah (Goodchild, 1990).
4
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
e. Lansekap Sejarah di Perkotaan Kota merupakan lansekap buatan manusia yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan untuk keperluan hidupnya (Simonds, 1983). Kota juga dapat diartikan sebagai suatu konsentrasi penduduk dalam suatu wilayah geografi tertentu yang menghidupi dirinya sendiri secara relatif permanen dari kegiatan ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Kota dapat merupakan sebuah pusat industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan atau mencakup semua kegiatan tersebut (Gallion dan Eisner, 1996). Sementara Rapoport (1985), menggunakan beberapa kriteria untuk mendefinisikan suatu kota, yaitu berukuran dan berpenduduk besar, bersifat permanen, memiliki kepadatan minimum, memiliki struktur dan pola dasar, tempat orang melakukan aktivitasnya, mempunyai sarana dan prasarana kota, masyarakat heterogen, sebagai pusat kegiatan ekonomi, layanan dan difusi sesuai dengan jaman dan daerahnya. Kawasan bersejarah merupakan elemen positif yang menunjukkan kualitas dari suatu kota. Perencanaan kota yang kurang tepat, seperti mengganti karakter suatu kawasan bersejarah menjadi kawasan komersial atau pemukiman dapat mengakibatkan penurunan kualitas suatu lansekap bersejarah. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk melestarikan kembali dalam menunjang program pembangunan kota (Attoe, 1988). Attoe (1988) juga menyatakan bahwa perlindungan benda bersejarah merupakan bagian penting dari perencanaan kota. Perlindungan ini dapat meliputi penggunaan kembali yang bersifat adaptif, rehabilitasi, dan pembangunan kembali kawasan kuno yang terletak di pusat kota. Simonds (1983) juga mengemukakan bahwa kawasan kota kuno (kota lama) mempunyai daya tarik dari nilai monumental, baik plasa, bangunan, halaman gedung, istana, lapangan dan air mancur. Kota digambarkan sebagai seni tiga dimensi yang terbentuk dari keberadaan bangunan dan ruang terbuka. f. Elemen Perancangan Kota Rancang kota menyangkut manajemen suatu pembangunan fisik dari kota. Pembatasan dari pengertiannya ditekankan pada suatu bentuk fisik berupa tempat (place) yang merupakan suatu ruang olah manusia yang dianggap mempunyai makna. Rancang kota menitikberatkan pada hubungan elemen fisik kota sebagai suatu bentuk jaringan yang tidak dapat berdiri sendiri. Sifat rancang kota mengarahkan, ISSN : 2087 - 0086
membatasi masyarakat sebagai pemakai ruang kota dengan memberikan ruang hidup yang lebih baik. Elemen-elemen rancang kota menurut Shirvani (1985) dibagi menjadi: 1. Tata guna lahan (land use) Prinsip tata guna lahan adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga kawasan tersebut berfungsi dengan seharusnya. 2. Tata massa dan bentuk bangunan (building form and massing) Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh tinggi dan besarnya bangunan, koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), sempadan, skala, material, warna dan sebagainya. 3. Sirkulasi dan parkir (circulation and parking) Sirkulasi kota meliputi prasarana jalan yang tresedia, bentuk struktur kota, fasilitas layanan umum, dan jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat. Semakin meningkatnya transportasi maka area parkir sangat dibutuhkan di pusatpusat kegiatan kota. 4. Ruang terbuka (open space) Ruang terbuka selalu berhubungan dengan lansekap. Lansekap terdiri dari elemen keras dan elemen lunak. Ruang terbuka biasanya berupa lapangan, jalan, sempadan, sungai, taman, makam, dan sebagainya. 1. Jalur pejalan kaki (pedestrian ways) Sistem pejalan kaki yang baik adalah mengurangi ketergantungan dari kendaraan bermotor dalam areal kota, meningkatkan kualitas lingkungan dengan memprioritaskan skala manusia dan lebih mengekspresikan aktivitas pedagang kaki lima serta mampu menyajikan kualitas udara. Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan adanya interaksi pada elemen-elemen dasar desain tata kota, harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas serta sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. 2. Pendukung kegiatan (activity support) Pendukung kegiatan adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk pendukung kegiatan antara lain taman kota, taman rekreasi, pusat perbelanjaan, taman budaya, perpustakaan, pusat 5
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
perkantoran, kawasan pedagang kaki lima dan pejalan kaki, dan sebagainya. 3. Tata informasi (signage) Tata informasi menjadi elemen visual yang penting dalam ruang kota. Keberadaanya memengaruhi pengguna jalan baik pejalan kaki maupun pengendara kendaraan dengan memberikan bentuk untuk dikenali menjadi tujuan utama dari tata informasi tersebut. Bentuk-bentuk tata informasi dapat berupa papan reklame komersial, penunjuk jalan, tanda-tanda lalu lintas atau informasi umum bagi pengguna jalan setempat. Tanda yang didesain dengan baik menyumbangkan karakter fasad bangunan dan menghidupkan street space serta memberikan informasi bisnis. 4. Pelestarian (preservation) Perlindungan tidak selalu berhubungan dengan struktur dan tempat-tempat yang memiliki arti sejarah. Perlindungan juga dilakukan terhadap lingkungan tempat tinggal (pemukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas. Manfaat dari adanya perlindungan antara lain adalah peningkatan nilai lahan, peningkatan nilai lingkungan, menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek komersial, menjaga identitas kawasan perkotaan dan peningkatan pendapatam dari pajak dan retribusi
3.1. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan adalah (1) penelitian deskriptif yaitu dengan membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, aktual, mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu dan (2) pendekatan historis (sejarah) dengan membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensintesiskan bukti- bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat (Darjosanjoto, 2006). penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti (Moleong, 2010). Jenis data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Menurut Sekaran dan Bougie (2013) data primer adalah data yang ISSN : 2087 - 0086
dikumpulkan melalui kuesioner ataupun wawancara untuk mencari solusi dari masalah penelitian yang ditemukan. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara. Data sekunder adalah informasi yang didapatkan dari sumber yang telah ada seperti data perusahaan, data yang diperoleh dari pemerintah, dan industri yang disediakan oleh media, websites, internet, buku-buku dan lainnya (Sekaran dan Bougie, 2013). Data sekunder diperoleh melalui studi literatur (buku, jurnal, karya ilmiah dan dokumen terkait) serta data yang berasal dari instansi. 3.2. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Analisis SWOT Kawasan Pasar Lama Tangerang merupakan kawasan Pecinan. Karakteristik kawasan Pecinan secara umum yaitu: 1. Memiliki peran dan kedudukan yang cukup penting dalam sebuah kota; 2. Memiliki pola permukiman dan karakter bangunan yang khas; 3. Pemerintah setempat melakukan tindakan penataan dan peremajaan kawasan sebagai obyek wisata (urban heritage tourism); 5. Berkonsep jalur pejalan kaki terbuka (open mall, city walk); 6. Terdapat landmark berupa patung, kelenteng, pintu gerbang, kuil dan bangunan arsitektural lainnya; 7. Adanya akulturasi budaya seperti Arab, India dan kaum pribumi; 8. Ukuran luasan kawasan (district) tidak menjadi tolak ukur pembentukan dan perkembangan kawasan Pecinan; 9. Eksistensinya sangat dipengaruhi dari ekspansi eksternal dan proses pergolakan internal kota setempat, contohnya kolonialisme, intervensi negara lain, kebijakan pemerintahan atau kerajaan, dan lain sebagainya. Analisis SWOT dilakukan untuk mengetahui kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang memengaruhi keberlanjutan Kawasan Pasar Lama Tangerang sebagai kawasan wisata budaya: 1. Kekuatan (strength) a. Lokasi Kawasan Pasar Lama berada di pusat kota Tangerang yang terus tumbuh dan berkembang dengan pesat; b. Memiliki nilai sejarah; c. Keanekaragaman budaya yang terdapat di Kawasan Pasar Lama Tangerang; d. Kemauan para tokoh masyarakat untuk melestarikan kebudayaan lokal. 2. Kelemahan (weakness) 6
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
a. Adanya area yang padat, semrawut dan tidak sesuai dengan karakter Pecinan; b. Kurangnya minat generasi muda untuk melestarikan budaya; c. Tidak adanya rencana penataan kawasan yang baik; d. Terbatasnya dana untuk melestarikan bangunan berlanggam Cina; 3. Peluang (opportunity) a. Ditetapkannya Kawasan Pasar Lama Tangerang sebagai kawasan cagar budaya; b. Dukungan masyarakat dan organisasi dalam pelestarian kawasan. 4. Ancaman (threat) a. Belum terintegrasinya Kawasan Pasar Lama Tangerang sebagai kawasan wisata budaya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang; b. Pesatnya infiltrasi budaya luar dan masyarakat pendatang yang dapat mengikis karakter budaya lokal, khususnya budaya Cina. Selanjutnya disusun strategi yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan Kawasan Pasar Lama Tangerang, empat pertimbangan strategi yang disarankan, yaitu strategiSO (strengthopportunity), strategi WO (weakness-threat), strategi ST (strength- threat) dan strategi WT (weakness-threat): 1. Strategi S-O a. Meningkatkan dan memperkuat karakter kawasan yang berbudaya lokal dan bersejarah; b. Penetapan Kawasan Pasar Lama Tangerang sebagai kawasan wisata budaya diikuti dengan menetapkan sistem zonasi; c. Meningkatkan koordinasi dan kerja sama antar masyarakat, organisasi dan pemerintah sehingga dapat mendukung kegiatan pelestarian dan pengembangan kawasan. 2. Strategi W-O a. Mengadakan tradisi budaya lokal sebagai agenda rutin untuk meningkatkan minat dan apresiasi generasi muda; b. Perbaikan dan penataan ulang kota yang rusak agar menjadi lebih baik dan dapat mendukung pengembangan kawasan wisata budaya; c. Adanya peraturan dari pemerintah yang tegas untuk menindaklanjuti berkembangnya kawasan yang semakin padat dan pembangunan bangunan ISSN : 2087 - 0086
d.
3. a.
b. c.
4. a. b. c.
b.
yang berbeda karakter dengan karakter kawasan; Adanya insentif dari pemerintah untuk melestarikan bangunan berarsitektur Tionghoa. Strategi S-T Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang perlu dibuat rencana yang mengintegrasikan upaya pengembangan Kawasan Pasar Lama Tangerang sebagai kawasan cagar budaya; Mengenalkan budaya Cina pada masyarakat luas melalui festival budaya; Pemerintah dan organisasi yang peduli terhadap budaya mengadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai sejarah kawasan serta pentingnya pelestarian Kawasan Pasar Lama Tangerang. Strategi W-T Penetapan zona pelestarian (zona inti dan penyangga); Mengintegrasikan upaya konservasi dengan pengembangan zona; Mencegah semakin terkikisnya budaya dengan memberikan pembelajaran secara berkelanjutan kepada generasi muda; Melibatkan peran setiap masyarakat dalam setiap kegiatan perlindungan, pemeliharaan dan pengembangan Kawasan Pasar Lama Tangerang.
b. Analisis Elemen Perancangan Kota Sebagai sebuah kota peninggalan yang penuh sejarah dan menjadi awal berkembangnya kota Tangerang, Kawasan Pasar Lama Tangerang ini mampu mendukung pariwisata kota Tangerang. Dalam menganalisis kondisi eksisting Kawasan Pasar Lama Tangerang lingkup wilayahnya adalah kawasan Pecinan Pasar Lama Tangerang dengan menggunakan elemen perancangan kota menurut Shirvani (1985). Rancang kota menitikberatkan pada hubungan elemen fisik kota sebagai suatu bentuk jaringan yang tidak dapat berdiri sendiri. Sifat rancang kota mengarahkan, membatasi masyarakat sebagai pemakai ruang kota dengan memberikan ruang hidup yang lebih baik. Delapan elemen perancangan kota tersebut yaitu Tata guna lahan (land use), Tata massa dan bentuk bangunan (building form and massing), Sirkulasi dan parkir (circulation and parking), Ruang terbuka (open space), Jalur pejalan kaki (pedestrian ways), Pendukung kegiatan (activity support), Tata informasi (signage), Pelestarian (preservation). 7
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
Kawasan Pasar Lama Tangerang saat ini merupakan kawasan campuran yang mencakup kawasan perdagangan dan jasa, perkantoran, dan perumahan. Kawasan perdagangan dan jasa serta kegiatan ekonomi usaha kecil dan menengah terletak di sekitar Pasar Anyar dan sepanjang koridor Jalan Ki Samaun dan Ki Asmawi yang membentuk pola memita (ribbon pattern). Hasil analisis elemen rancang kota secara lengkap adalah sebagai berikut: 1. Tata guna lahan a. Pemukiman Bangunan yang ditinggal oleh penghuninya, sehingga rumah tidak terawat dan rusak. Kondisi ini menimbulkan citra kumuh pada Kawasan Pasar Lama Tangerang. b. Komersial Kawasan pertokoan berupa perdagangan dan jasa di sepanjang Jalan Kisamaun menimbulkan kemacetan. 2. Tata massa dan bentuk bangunan a. Pemukiman Terdapat bangunan yang masih memiliki unsur historis Pecinan, tetapi di sisi lain terdapat bangunan yang bergaya modern, sehingga nilai historis di kawasan ini sedikit hilang. b. Komersial Bentuk bangunan di kawasan komersial lebih dominan bergaya modern, sehingga dari segi fisik kesan “kota lama” kurang terlihat. 3. Sirkulasi dan parkir a. Sirkulasi Kemacetan menjadi masalah utama di kawasan ini, dikarenakan PKL yang beroperasi di ruas Jalan Kisamaun. Masalah ini membuat sirkulasi di Pasar Lama Tangerang terganggu. b. Parkir On street parking membuat kemacetan di saat kondisi jalan sedang ramai, ditambah PKL yang beroperasi di sepanjang jalan. 4. Ruang terbuka Ruang terbuka di Kawasan Pasar Lama Tangerang khususnya di permukiman masih kurang. 5. Jalur pejalan kaki a. Pemukiman Belum adanya jalur khusus untuk pejalan kaki di kawasan permukiman Pasar Lama Tangerang. Jalan yang ada masih dilewati kendaraan bermotor, sehingga belum bisa dikategorikan sebagai jalur pejalan kaki. b.
Komersial
ISSN : 2087 - 0086
c.
6. a.
b.
c.
7. a.
b.
c.
Jalur untuk pejalan kaki sudah ada, namun jalur ini dipakai PKL untuk berjualan dan membuang sampah, sehingga mengganggu pergerakan pejalan kaki. Kondisi fisiknya juga tergolong kurang baik dan tidak didukung oleh street furniture yang memadai. Ruang terbuka Sudah terdapat jalur pejalan kaki di area ruang terbuka namun belum didukung oleh street furniture yang memadai. Pendukung kegiatan PKL Di Kawasan Pasar Lama Tangerang, PKL menimbulkan kesemrawutan pergerakan seperti memakai jalur pejalan kaki untuk berjualan, sehingga mengganggu pergerakan. Museum Tidak adanya signage atau papan penanda menuju kawasan ini, banyak masyarakat yang mengunjungi Pasar Lama Tangerang dan tidak mengetahuinya. Khusus Masyarakat memiliki keragaman budaya seperti upacara, perayaan dan ritual yang diselenggarakan untuk menunjang Kawasan Pasar Lama sebagai kawasan wisata budaya. Tata informasi Pemukiman Tidak adanya papan penanda di kawasan ini, lampu-lampu juga tidak ada yang berguna sebagai identitas kawasan Pecinan. Komersial Bentuk papan yang tidak teratur dan mengganggu lalu lintas. Ruang terbuka Tidak adanya papan penanda di lokasi ini.
8. Pelestarian a. Pemukiman Minimnya upaya pelestarian bangunan yang berlanggam Tionghoa. b. Komersial Belum adanya upaya pelestarian bangunan yang bercirikan kawasan Pecinan. c. Analisis Kondisi Non Fisik Perubahan dalam masyarakat Cina Benteng meliputi aspek sosial, ekonomi dan budaya. Berdasarkan aspek sosial masyarakat Cina Benteng sudah berakulturasi dan beradaptasi dengan lingkungan dan kebudayaan lokal. Bila dilihat dari aspek ekonomi, terjadi perubahan dari awalnya berbasis agraris ke arah urban. Sedangkan 8
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
pada aspek budaya, walaupun mendapatkan pengaruh baru, sebagian besar masyarakat Cina Benteng tetap menjalankan tradisi budayanya. Tabel 1. Analisis Kondisi Masyarakat Cina Benteng Indikator Aspek Sosial
Aspek Ekonomi
Paramater Hubungan internal sosial komunitas Hubungan eksternal sosial komunitas Aktivitas ekonomi
Wujud aktivitas ekonomi
Aspek Budaya
Bahasa
Sistem religi
Non
Fisik
Deskripsi Sistem sosial etnis Cina memengaruhi kehidupan sosial kemasyarakatan MasyarakatCinaBentengsud ahberakulturasidanberadapt asidenganlingkungandanke budayaanlokal. Mata pencaharian masyarakat Cina Benteng mayoritas adalah pedagang, selain itu petani, peternak dan nelayan. Wujud aktivitas ekonomi terlihat dari keberadaan KawasanPasarLamaTanger ang sebagai kawasanperdagangandanja sa. Tidak lagi berbahasa Cina, logat masyarakat Cina Benteng adalah Sunda bercampur Betawi. Sistem kepercayaan yang dianut adalah Kristen, Kong Hu Cu, Budha dan Islam. Keberadaan masyarakat Tionghoa di kawasan ini memunculkan kelenteng sebagai tempat beribadah. Untuk upacara keagamaan masyarakat Cina Benteng masih mempertahankan upacara pernikahan gaya Dinasti Manchu (Qing), dengan mengenakan pakaian gaya Dinasti Manchu seperti Manchu robe dan Manchu hat pada saat menikah.
Sumber: Hasil olahan data (2014) 4.1. KESIMPULAN Kawasan Pecinan di Pasar Lama merupakan cikal bakal pusat kota Tangerang atau bahkan bisa disebut zero point kota karena di kawasan inilah pusat kota Tangerang terbentuk. Kawasan Pasar Lama Tangerang perlu dilestarikan karena memiliki nilai sejarah, memiliki keunikan dan keindahan, memiliki nilai ilmiah, dan memiliki nilai sosial. Pelestarian Pasar Lama Tangerang mendukung pengembangan kawasan ini menjadi kawasan wisata budaya yang nantinya dapat menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara yang mana jumlah wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara ke kota Tangerang mengalami peningkatan setiap tahunnya. ISSN : 2087 - 0086
Kawasan Pasar Lama Tangerang memiliki potensi untuk menjadi daya tarik wisata, terutama daya tarik wisata budaya. Di kawasan ini memiliki bangunan bersejarah hingga ritual budaya yang mencirikan kearifan lokal. Permasalahan yang terdapat di Kawasan Pasar Lama Tangerang adalah kurangnya penataan terhadap bangunan bersejarah dan ruang publik. Untuk pengembangan Kawasan Pasar Lama Tangerang sebagai kawasan wisata budaya maka dilakukan analisis SWOT, elemen perancangan kota dan kondisi non fisik. 4.2. SARAN 1. Menetapkan rencana pelestarian / perlindungan kawasan yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; 2. Penerapan sistem zonasi dengan mempertimbangkan karakter kawasan dan perlindungan terhadap elemen-elemen bersejarah; 3. Perbaikan dan penataan ulang kota yang rusak agar menjadi lebih baik dan dapat mendukung pengembangan kawasan; 4. Adanya peraturan dari pemerintah yang tegas untuk menindaklanjuti berkembangnya kawasan yang semakin padat dan pembangunan bangunan yang berbeda karakter dengan karakter kawasan; 5. Adanya insentif dari pemerintah untuk bangunan berarsitektur Tionghoa. Sementara strategi yang terkait dengan peran serta semua pihak mencakup antara lain: 1. Meningkatkan dan memperkuat karakter kawasan yang berbudaya lokal dan bersejarah; 2. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar masyarakat, organisasi dan pemerintah sehingga dapat mendukung kegiatan pelestarian dan pengembangan kawasan; 3. Mengenalkan budaya Cina pada masyarakat luas melalui festival budaya; 4. Pemerintah dan organisasi sejarah dan budaya mengadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai sejarah kawasan serta pentingnya pelestarian kawasan Pecinan; 5. Mengadakan tradisi dan budaya Tionghoa sebagai kegiatan rutin untuk meningkatkan minat dan apresiasi masyarakat; 9
Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 – 2015 – lppm3.bsi.ac.id/jurnal
6. Mencegah semakin terkikisnya budaya dengan pembelajaran kepada generasi muda; 7. Melibatkan peran setiap masyarakat dalam setiap kegiatan perlindungan, pemeliharaan dan pengembangan kawasan. DAFTAR PUSTAKA [1] Adishakti, Laretna T. 2003. Program Pelestarian Kawasan Pusaka. Study Group for Architecture and Urban Heritage Conservation, Department of Architecture, Faculty Engineering, Gadjah Mada University, Yogyakarta. [2] Attoe,W.O.1988.PerlindunganBendaBe rsejarah.DidalamA.J.Catanesedan J.C.Snyder,editor.PengantarPerencan aanKota.Jakarta:Erlangga. [3] Borley, L. 1995. Heritage and Environmental Management: The International Perspective Tourism and Culture, Global Civilisation in Change, Inetnational Conference Proceedings, (pp. 180-188). Yogyakarta. [4] Burra. 1981. The Charter for the Conservation of Place of Cultural Significance. Homepage Online. Available at http://www.icomos.org/en/chartersand-texts; Internet; accessed 1 November 2014. [5] Darjosanjoto. 2006. Penelitian Arsitektur di Bidang Perumahan dan Permukiman. Surabaya: ITS Press. [6] Eckbo,G.1964.UrbanLandscapeD esign.NewYork:McGraw Hill. [7] Gallion,A.B.danEisner,S.1996.Pengant arPerancanganKota:DesaindanPerenc anaanKota.Jakarta:PenerbitErlangga. [8] Geriya, Wayan. 1995. Pariwisata dan Dinamika Kebudayan Lokal, Nasional, Global. Denpasar: Upada Sastra. [9] Goodchild,P.H.1990.SomePrinciplesFo rtheConservationofHistoricLandscapes .Didalam: DiscussionofPreparationofThe13th AnnualMeetingoftheAllianceforHistoric
ISSN : 2087 - 0086
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
LandscapePreservation. 24 April1990.UnitedKingdom:ICOMOS(U K)HistoricGardenandLandscapesCom mittee. Harvey,R.R.dan Buggey, S. 1988.HistoricLandscapeSection630.Di dalam:C.W.HarrisandN.T.Dines,editor. TimeSaverStandarsForLandscapeArch itecture.NewYork:McGraw Hill. JaringanPelestarianPusakaIndonesiad anInternationalCouncilonMonumentsa ndSites. 2003. Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia. Homepage Online. Available at http://www.international.icomos.org/ch arters/indonesia-charter.pdf; Internet; accessed 1 November 2014. Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rapoport,A. 1985.TentangAsalUsulKebudayaanPe mukiman.Didalam:A.J.Catanese, A.Rapaport,A. B. Gallion, S.EisnerdanP.D.Spreiregen,editor.Pen gantarSejarahPerencanaanPerkotaan. Bandung:Intermedia. Undang-Undang Republik Indonesia 1992, No. 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (1992). Sekaran, Uma dan Bougie, Roger. 2013. Research Methods for Business, 6th ed. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd. Shaw G. dan Williams, A.M. 2004. Tourism ann Tourism Spaces. London: Sage Publications Ltd. Sidharta, Eko Budihardjo. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Simonds,J.O.1983.LandscapeAr chitecture.NewYork:McGrawHillBookCo.,Inc Shirvani, Hamid. 1985. The Urban Design Process.New Yoork: Van Nostrand Reinhold.
10