EFISIENSI PENGGUNAAN Ca(OCl)2 DAN NaOCl SEBAGAI DESINFEKTAN PADA AIR HASIL OLAHAN PDAM Tirta Pakuan
JURNAL SKRIPSI
Disusun Oleh: OCKTAVIANNUS AMEN 062108022
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor 2012
1
EFFICIENCY OF Ca(OCl)2 and NaOCl AS WATER DISINFECTANT IN PDAM TIRTA PAKUAN INSTALATION Ocktaviannus Amen1); Sutanto2); Rinda Lilianti3) 2). Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan 3). Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan ABSTRACT An important step in the processing of the processesd water to produce drinking water that is with disinfection process. To determine the optimum dose disinfection be done by determination breakpoint chlorination. The purpose of this study is to determine the ability of the disinfectant Ca(OCl)2 and NaOCl instalation water treatment PDAM Tirta Pakuan. In this research several stages include: stages of sampling, sample analyzing stage and data processing sample phase. Sampling was performed on the processed water in PDAM Tirta Pakuan installation Dekeng. Phase analysis of the samples was done in two parts : Preliminary analysis and the analysis of breakpoint chlorination. Preliminary analyzes include determination of pH, odor, color, turbidity, and ammonia levels. Analysis of breakpoint chlorination using spectrophotometer UV-Vis. The results showed that the disinfectant Ca(OCl)2 and NaOCl can be used for the disinfection of water processed PDAM Tirta Pakuan and dose of disinfectant used to in reach the breakpoint chlorination were different. Breakpoint chlorination for Ca(OCl) 2 in processed water of PDAM Tirta Pakuan occurs in the addition dose of 0,5 mg Ca(OCl)2/L, while for NaOCl occurred at doses 0,7 mg NaOCl/L. Desinfectant Ca(OCl)2 is more efficient than NaOCl as economically. Keywords: Processed Water of PDAM Tirta PAkuan, Ca(OCl)2, NaOCl, Breakpoint Chlorination. PENDAHULUAN Air merupakan pelarut yang baik, sehingga air di alam tidak pernah murni, akan selalu mengandung berbagai zat terlarut maupun zat tidak terlarut serta mengandung mikroorganisme atau jasad renik. (Alaerts dan Santika, 1984). Sumber-sumber air di bumi antara lain yaitu: air hujan, air permukaan, dan air tanah. Sifat fisika air yaitu air tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau kemudian sifat kimia air di dalam 1 molekul air terdapat dua buah atom hidrogen yang berikatan dengan I atom oksigen. Za-zat yang terkandung dalam air antara lain zat organik, amoniak, dan besi. Menurut PDAM Tirta Pakuan (1992) proses pengolahan air digolongkan menjadi dua jenis yaitu: Pengolahan lengkap (Complete Treatment Process)
dan Pengolahan sebagian (Partial treatment Process). Apabila kandungan berbagai zat maupun mikroorganisme yang terdapat di dalam air melebihi ambang batas yang diperbolehkan kualitas air akan terganggu maka itu perlu adanya pengolahan air bersih maupun air minum. Desinfeksi ialah pemusnahan mikroorganisme penyebab penyakit, dengan kata lain desinfeksi mengacu pada penghancuran penyakit secara selektif yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat kimia yang digunakan untuk proses desinfeksi disebut desinfektan. Klorinasi merupakan suatu cara desinfeksi yang bersifat kimia. Cara klorinasi merupakan cara yang memuaskan untuk melakukan desinfeksi air dengan kontaminasi tidak terlalu berat (Winarno, 1986). Di dalam 2
prosesnya, bakteri koliform juga spesies indikator akan dapat dimusnahkan dan total bakteri terhitung akan dapat dikurangi (Mc Ghee, 1991). Titik retak klorinasi merupakan jumlah klor yang dibutuhkan sehingga semua zat yang dapat dioksidasi akan teroksidasi , amoniak hilang sebagai N2dan masih ada residu klor aktif terlarut yang konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmian kuman-kuman. Kalsium hipoklorit merupakan senyawa klor yang berbentuk bubuk atau tablet. Senyawa ini mengandung klor aktif sekitar 70% dan merupakan bahan kimia yang paling baynyak digunakan untuk desinfeksi. Natrium hipoklorit adalah salah satu produk pemurnia air yang sudah diperkenalkan dan direkomendasikan
oleh Departemen Kesehatan Indonesia sebagai bagian dari pengolahan Air Minum Rumah Tangga (PAM RT). Berdasarkan hal-hal tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian tentang efisiensi penggunaan desinfektan Ca(OCl)2 dan NaOCl dengan menggunakan metode breakpoint chlorination dengan sampel air hasil olahan di PDAM Tirta Pakuan yang bertujuan untuk membandingkan efisiensi penggunaan Ca(OCl)2 dan NaOCl sebagai desinfektan pada air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan sehingga mengetahui dosis optimum dari kedua desinfektan untuk mencapai titik retak klorinasi serta efisiensi secara ekonomi (biaya produksi Per bulan) yang bertujuan sebagai saran terutama bagi PDAM Tirta Pakuan.
METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dilakukkan tahap pengambilan sampel, tahap analisis sampel dan tahap pengolahan data. Tahap pengambilan sampel dilakukan pada air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan. Tahap analisis sampel dilakukkan dalam dua bagian yaitu analisis pendahuluan dan analisis titik retak klorinasi. Analisis pendahuluan meliputi pengamatan terhadap total bakteri E. Coli, pengukuran pH, penetapan suhu, penetapan warna, penetapan kadar amoniak, penetapan kekeruhan. Pengukuran total E. coli yang digunakan di PDAM adalah metode membran filter. Disiapkan vakum filter yang telah disterilisasi kemudia diletakkan diatasnya kertas saring dengan pinset. Dimasukkn sampel air sebanyak 100 mL ke dalam corong stainless. Kemudian sampel disaring dengan menggunakan vakum. Kertas saring
diangkat dimasukkan ke dalam media agar-agar. Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Dihitung bakterinya dengan menggunakan colony counter. Pengukuran pH pada sampel dengan menggunakan pH meter digital. Mulanya alat pH meter dikalibrasi dengan larutan penyangga yang bersifat asam, basa dan netral, kemudian pH meter dicelupkan ke dalam sampel dan dibaca angka yang tertera pada alat. Penetapan amoniak menggunakan metode Nessler. Sampel dipipet sebanyak 25 mL lalu tambahkan larutan kalium natrium tartat sampai larutan jernih dan 0,5 nL pereaksi Nessler, biarkan 15 menit lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis. Penetapan suhu/temperatur sampel menggunakan alat termometer. Dicelupkan alat termometer ke dalam sampel, kemudian dicatat suhu yang terbaca. 2
Penetapan warna yaitu perbandingan warna dengan menggunakan alat yang disebut komparator. Sampel yang akan diperiksa diaduk, kemudian dituangkan ke dalam tabung komparator warna lalu diperiksa menggunakan komparator warna. Penetapan kekeruhan sampel menggunakan metode turbidimetri yaitu dengan alat turbidimeter. Pertama-tama alat dikalibrasi dahulu setelah itu sampel diaduk dan dimasukkan ke dalam tabung, lalu diukur. Proses penetapan analisis titik retak klorinasi untuk masing-masing desinfektan baik NaOCl maupun Ca(OCl)2 menggunakan metode DPDspektrofotometri dengan menetapkan absorbans sampel pada panjang gelombang 515 nm. Ke dalam labu ukur 100 mL dibuat 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9 ppm dengan dimasukkan masing-masing 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; 4,5 mL larutan induk 10 mg Ca(OCl)2/L, kemudian masing-masing labu diencerkan dengan sampel, kemudian ditambahkan tablet DPD no.1, didiamkan selama 45 menit, setelah itu di ukur absorbansinya dengan instrument spektrofotometer UV-Vis. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk NaOCl. Dari data residu klor yang di dapat lalu diplot terhadap dosis klor, titik retak klorinasi kedua desinfektan yang dibandingkan pada keadaan dimana residu klor mengalami penurunan pada dosis klor tertentu dan akan kembali naik apabila dosis klor ditambahkan. Tahap pengolahan data adalah cara yang dilakukkan untuk mengetahui efisiensi dari kedua desinfektan yang dibandingkan dengan menetapkan konsentrasi residu klor aktif melalui perhitungan absorbans dengan persamaan garis linier yang didapatkan dari
pembuatan kurva standar klor. Data residu klor diplot terhadap dosis klor yang diberikan sehingga didapatkan kurva yang menunjukan titik balik minimum residu klor pada dosis tertentu. Dosis klor dimana terjadi titik balik residu klor aktif merupakan titik retak klorinasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Parameter Bakteriologi dan Kimia Untuk parameter kimia dan bakteriologi air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan mengacu pada standar Peraturan Menteri Kesehatan R.I No: 416 /MENKES/PER/IX/1990. Sebelum melakukan analisis titik retak klorinasi perlu diadakan pengukuran bakteri jumlah E. Coli, pH dan amonia karena pH, bakteri dan ammonia sangat mempengaruhi proses klorinasi. Adapun hasil pengukuranya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Data hasil pengukuran parameter bakteriologi dan kimia pada air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan No. 1. 2. 3. 4.
Parameter Analisis E. Coli Total Coli pH Amonia
* 0
Sesudah Klorinasi 37
10 7,5 1,5
65 7,20 0,0750
Sebelum Klorinasi 0 0 7,15 0
* Peraturan Menteri Kesehatan R.I No: 416 /MENKES/PER/IX/1990 Berdasarkan Tabel 3. Air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan terkandung E. Coli diatas standar yaitu 37 bakteri/mL sampel dan total Coli sebanyak 65 bakteri/mL 3
Tabel 4. Data hasil pengukuran parameter fisik pada sampel air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan
sampel melebihi batas yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I No: 416 /MENKES/PER/IX/1990, tetapi setelah mengalami proses klorinasi tidak ditemukan adanya kandungan bakteri lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa klorinasi berjalan. Derajat keasaman berdasarkan hasil pengukuran sebelum klorinasi yaitu sebesar 7,20 nilai pH ini masih dapat diakatakan baik untuk proses klorinasi, setelah klorinasi dilakkukan lagi pengukuran terhadap pH dan didapatkan senilai 7.15 karena kedus desinfektan yang dibandingkan merupakan oksidator maka bersifat asam sehingga menurunkan pH. Berdasarkan tabel dapat diketahui air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan sebelum proses klorinasi mengandung amoniak dibawah ambang batas yang ditetapkan yaitu 0,0750 mg/L, namun setelah poses klorinasi tidak terkandung lagi amoniak karena telah habis bereaksi dengan HOCl dan terurai menjadi gas nitrogen, asam klorida, dan molekul air. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Data yang tertera pada tabel menjelaskan tentang bagaimana keadaan sifat fisika air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan instalasi Dekeng yang digunakan sebagai sampel untuk analisis efisiensi kedua desinfektan yang akan dibandingkan dengan cara penentuan titik retak klorinasi. Adapun analisisnya meliputi penetapan warna, penetapan bau, pengukuran kekeruhan, pengukuran suhu. Hasil penetapan dan pengukuran dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.
No.
satuan
*
1.
Parameter Analisis Warna
--
2.
Bau
--
3. 4.
Kekeruhan Suhu
NTU 0 C
Tidak berwarna Tidak berbau 25 Suhu udara ±30C
Hasil analisis Tidak berwarna Tidak berbau 0,8 25,2
* Peraturan Menteri Kesehatan R.I No: 416 /MENKES/PER/IX/1990 Sesuai dengan hasil yang tertera pada Tabel 4 sifat fisika air antara lain warna, bau, kekeruhan, dan suhu. Hasil analisa parameter fisika air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan menunjukkan bahwa masih di berada di bawah ambang batas yang ditetpkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan R.I No: 416 /MENKES/PER/IX/1990 karena hasilnya tidak berwarna, tidak berbau, kemudian nilai kekeruhan yang didapat berada jauh dibawah ambang batas yaitu 0,8 NTU. Hal ini disebabkan karena kekeruhan air telah menurun drastis ketika proses sebelumnya yaitu flokulasi dan koagulasi. Suhu yang diukur dapat dikatakan baik untuk proses klorinasi yaitu sebesar 25,20C dan mengindikasikan bahwa klorinasi berjalan lebih efektif, karena klorinasi akan lebih efektif pada suhu yang lebih tinggi dari 250C (PDAM, 1992). Hasil Pengukuran Analisis Titik Retak Klorinasi Titik retak klorinasi adalah suatu kondisi yang mana semua zat yang dapat dioksidasi akan teroksidasi, amoniak terurai sebagai gas N2 dan terdapat residu klor untuk pembasmian kuman-kuman. Adapun hasil pengukuran analisis titik retak klorinasi antara Ca(OCl)2 dan 4
NaOCl yang menunjukan efisiensi keduannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Residu Klor aktif (mg Cl2/L)
2.2 2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Tabel 4. Perbandingan Penetapan Titik Retak Klorinasi Kedua Desinfektan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Konsentrasi (mg/L) Ca(OCl)2 NaOCl 0,1 0,1 0,2 0,2 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5 0,6 0,6 0,7 0,7 0,8 0,8 0,9 0,9
Residu klor (mg/L) Ca(OCl)2 NaOCl 0,022 0,002 0,135 0,078 0,225 0,191 0,820 0,415 0,685 0,292 0,809 0,898 1,258 0,191 1,550 0,831 1,921 1,146
B A 0
0.1
0.2
0.3
0.4
C E D F
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
Dosis mg Ca(OCl)2/L)
Gambar 3. Grafik Titik Retak Klorinasi Air Hasil Olahan PDAM Tirta Pakuan Untuk Ca(OCl)2 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Residu Klor aktif (mg Cl2/L)
No.
Dalam penetapan titik retak klorinasi, apabila penambaham dosis klor aktif semakin besar, maka konsentrasi residu klor aktif akan semakin meningkat Dengan mengetahui titik retak klorinasi, jumlah klor yang dibutuhkan agar proses klorinasi berlangsung dapat diketaui. Dari data tersebut terlihat bahwa konsentrasi residu klor aktif aik sesuai dengan banyaknya klor yang ditambahkan. Namun konsentrasi residu klor mengalami penurunan yang drastis ketika penambahan dosis klor 0,5 mg Ca(OCl)2/L dan kembali naik pada penambahan dosis klor 0,6 mg Ca(OCl)2/L. Kondisi yang terjadi pada penambahan 0,5 mg Ca(OCl)2 dengan residu klor sebesar 0,292 mg Cl2/L dikatakan sebagai titik retak klorinasi. Begitu pula untuk desinfektan NaOCl kondisi yang terjadi pada penambahan 0,7 mg NaOCl/L dengan residu klor sebesar 0,191 mg Cl2/L dikatakan sebagai titik retak klorinasi. Dan untuk lebih jelasnya data dari Tabel 4 dapat ditampilkan grafik yang menunjukan hubungan antara dosis desinfektan dengan residu klor dan perbandingan terhadap efisiensi kedua desinfektan secara dosis atau konsentrasi.
B 0
0.1
A
0.2
0.3
0.4
C 0.5
0.6
E D 0.7
F0.8
0.9
Dosis mg NaOCl/L)
Gambar 4. Grafik Titik Retak Klorinasi Air Hasil Olahan PDAM Tirta Pakuan Untuk NaOCl. Berdasarkan Gambar 3 dan 4 dapat dilihat hubungan antara residu klor yang dihasilkan dengan dosis dari masing-masing desinfektan untuk mencapai titik retak klorinasi. Dari grafik tersebut ada 6 tahap tahap A menunjukan oksidasi zat pereduksi, tahap B yaitu pembentukan senyawa kloramin, tahap C proses penguraian senyawa kloramin menjadi gas N2, tahap D merupakan titik retak klorinasi, tahap E terbentuknya klor aktif dan tahap F adalah dosis klor untuk desinfeksi. Biaya Produksi Satu hal yang perlu dipertimangkan dalam proses pengolahan air selain kualitas air yaitu biaya produksi. Diliht dari segi dosis yag 5
digunakan desinfektan Ca(OCl)2 lebih efisien dibandingkan NaOCl dan juga dari segi ekonomi (biaya) kalsium hipoklorit lebih unggul dengan diketahui debit air PDAM Tirta Pakuan adalah 1000 liter/detik. Adapun perbandingan biaya produksi keduanya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data Selisih Biaya Produksi Kedua Desinfektan No. 1. 2.
Nama Ca(OCl)2 NaOCl
* 1296 1814,4
** 10.000 13.000
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa desinfektan kalsium hipoklorit dan natrium hipoklorit dapat digunakan dalam proses klorinasi untuk air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan dan desinfektan kalsium hipoklorit lebih efisien dibandingkan natrium hipoklorit ditinjau dari efisiensi dosis maupun efisiensi ekonomi (biaya produksi Per bulan). Adapun saran yang dapat diberikan pada PDAM Tirta Pakuanyaitu tetap menggunakan kalsium hipoklorit selain lebih unggul dari segi ekonomi kalsium hipoklorit amat baik digunakan sebagai desinfektan karena air hasil olahan PDAM Tirta Pakuan memiliki tingkat kesadahan yang rendah serta lebih efisien dari segi dosis dibandingkan dengan natrium hipoklorit.
*** 12.960.000 23.587.200
* Kebutuhan Per bulan (Kg/Bulan) ** Harga Per Kg (Rp.) ***Biaya Produksi Per bulan (Rp.) Dari Tabel 7, menunjukkan bahwa diltinjau dari segi ekonomi (biaya) sangat terlihat jelas desinfektan kalsium hipoklorit lebih hemat dibandingkan dengan natrium hipoklorit dengan selisih biaya produksi Per bulan sebesar Rp. 10.627.200 ( Sepuluh juta Enam ratus delapan puluh tujuh ribu Dua ratus rupiah).
UCAPAN TERIMA KASIH: Saya ucapkan terima kasih kepada Perusahaan Daerah air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Bogor yang telah memfasilitasi penelitian ini.
6
Underwood, A.L & R.A. Day. 1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta. Edisi kelima Jakarta. Edisi Kelima. Winarno, F. G. 1986. Air Minum Untuk Industri Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. & S.S.Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. APHA. 2005. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. American Public Association Washington DC. Edisi 21. Culp, R. L. & Gearge M. W. 1987. Handbook of Waste Water Treathment. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Edisi 2. Johnson, J. D. 1977. Desinfection Water and Wastewater. Ann Arbor Science Publisher, Inc. Michigan. United of America. Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. A. Saptorahardjo (a.b.). Cet 1. Jakarta: UI-Press. 195-218. Laboratorium PDAM Tirta Pakuan. 2010. Standart Operation Procedur ISO 9001 :2008. PDAM Tirta Pakuan. Bogor. Mc Ghee, J. T. 1991. Waste Water Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse. Mc Graw-Hill Publishing Company. New York. Metcalf & Eddy. 1991. Water Supply and Sewerage. Edisi 6. Mc Graw-Hill International Edition. New York. Perusahaan Daerah Air Minum. 1992. Desinfeksi Air. Perusahaan Daerah Air Minum. Bogor. Prihanto. 1999. Siklus Air. Penerbit VEDC. Malang
7