Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Vol. 2, No. 3, Maret 2018, hlm. 1054-1062
e-ISSN: 2548-964X http://j-ptiik.ub.ac.id
Identifikasi Kondisi Kesehatan Ayam Petelur Berdasarkan Ciri Warna HSV Dan Gray Level Cooccurence Matrix (GLCM) Pada Citra Jengger Dengan Klasifikasi K-Nearest Neighbour Maharani Tri Hastuti1, Agus Wahyu Widodo2, Candra Dewi3 Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Salah satu cara pemeliharaan ayam petelur yang baik adalah melakukan pemisahan ayam yang memiliki kondisi sehat dan tidak sehat secara cepat dan tepat. Namun terbatasnya ahli seperti dokter hewan dan penyuluh kesehatan di wilayah pedesaan menyebabkan proses tersebut kurang diperhatikan. Sehingga diperlukan suatu sistem untuk mengidentifikasi kondisi kesehatan ayam secara otomatis. Pada kasus ini gejala klinis yang nampak pada ayam petelur sakit dapat diamati melalui perubahan warna dan tekstur di area jengger. Ayam sehat memiliki jengger berwarna merah cerah dan tekstur yang kasar sedangkan ayam sakit memiliki ciri sebaliknya. Solusi yang bisa diterapkan pada permasalahan tersebut yaitu pengolahan citra digital ekstraksi fitur warna HSV dan graylevel coocurence matrix (GLCM). Metode GLCM yang digunakan berorientasi 4 arah sudut yaitu 00, 450,900 dan 1350 dengan jarak d=1. Dari hasil ekstraksi maka akan diperoleh nilai warna HSV dan nilai statistik GLCM seperti entropi, energi, homogenitas, kontras serta korelasi sebagai fitur input klasifikasi K-NN. Sebanyak 26 fitur data uji dihitung jarak euclideannya dengan data latih untuk mencari kelas dari data input. Berdasarkan hasil pengujian, nilai akurasi terbaik didapat pada saat klasifikasi dengan GLCM 4 arah atau 00 + HSV dan jumlah K=3, K= 11 atau K = 15 yaitu 100% kebenarannya. Kata kunci: ayam petelur, ekstraksi fitur, GLCM, HSV, jengger, K-NN, warna, tekstur Abstract One way of the good maintenance to laying chickens is separate the healthy and unhealthy chicken in defference cage quickly and correctly. But, in reality there’s so many stock farmer who don’t have fast response about the issue. Other than that, in the rural area we couldn’t find any veterinarian or farm expert easily. So, we need a system to identify the condition of chicken health automatically. In this case, clinical symptoms in sick laying chickens can be observed through changes in color brightnes and texture in the wattle. Healthy laying chicken has bright red wattle and it tends to feel rough. The solution that can be applied to this problem is image processing with HSV color and graylevel coocurence matrix (GLCM) feature extraction. In this study GLCM method oriented by 4 angles that are 00, 450,900 and 1350 with d=1. From the extraction results we will get the values of HSV and statistic feature of GLCM such as entropy, energy, homogeneity, contrast and correlation for K-NN classification’s input. A total of 26 testing data features will be calculated its euclidean distance with training data to search classes from input data. Based on the result of this study, the best accuracy obtained when classification with (GLCM 4 directions or 0 0) + all component of HSV and the number K = 3, K = 11 or K = 15 that is 100% correctness. Keywords: laying chickens, color, feature extraction, GLCM, HSV, K-NN, texture, wattle
1.
ternak yang cengeng kesalahan dari segi pemeliharaan akan mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit menurut Abidin dalam (Bahrul, 2014). Pemeliharaan ayam petelur membutuhkan penanganan khusus dan sangat penting untuk diperhatian. Karena dengan pemeliharaan yang baik akan menghasilkan
PENDAHULUAN
Ayam ras petelur merupakan hasil persilangan berbagai perkawinan silang dan seleksi yang sangat rumit serta upaya perbaikan manajemen pemeliharaan secara terus menerus. Akibatnya ayam ras petelur bisa disebut hewan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
1054
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
pertumbuhan ayam yang baik, kondisi ayam yang sehat, tingkat mortalitas yang rendah dan pada akhirnya akan menghasilkan ayam petelur dengan produksi telur yang tinggi. (Zulfikar, 2013). Ada beberapa faktor penting yang berpengaruh pada kesehatan ternak unggas yaitu managemen, lingkungan dan tipe unggas. Manajemen terbagi atas dua macam yaitu intensive system dan extensive system. Intensive system adalah pemeliharaan dalam kandang sedangkan extensive system dilakukan dengan cara membebaskan ternak di lingkungan terbuka, sistem ini biasanya diterapkan di daerah pedesaan yang memiliki ternak untuk diambil telur dan dagingnya. Faktor lingkungan dapat berupa tipe kandang, tipe dasaran dan iklim. Terakhir tipe ternak yang antara lain: dual purpose (diambil daging dan telurnya), commercial broilers dan layers (Oliver, 2000). Dalam memelihara unggas beberapa hal yang perlu diketahui antara lain: pertimbangan untuk membeli ayam dengan kualitas bagus dan tidak memiliki kelainan fisik atau tanda-tanda berpenyakit, mendapatkan saran dari dokter hewan atau penyuluh kesehatan ternak, dan mampu memisahkan ayam sakit dari golongan ayam sehat. Pemisahan ini bisa mencegah adanya penyakit menular dan memulihkan kondisi ayam yang tidak sehat dengan perlakuan yang lebih intensif (Oliver, 2000). Kondisi ternak yang tidak sehat dapat di sebabkan oleh beberapa faktor seperti stress (cekaman), defisiensi zat makanan, parasit penyakit karena protozoa, penyakit karena bakteri, penyakit karena virus dan penyakit karena cendawan (Suprijatno & Atmomarsono, 2005). Dalam keadaan yang tidak sehat akan nampak gejala klinis yang mampu diamati baik dari penampilan fisik dan tingkah laku pada ayam. Penampilan fisik akan lebih cepat dikenali jika dibandingkan dengan tingkah laku yang memerlukan pengamatan dalam rentang waktu tertentu untuk melihat perubahan pola yang terjadi. Pengelompokan ayam yang sehat dan tidak sehat dapat dilihat dari tingkat kecerahan warna dan tekstur pada jengger. Ayam yang sehat cenderung memiliki jengger merah terang dan tekstur kasar, sedangkan ayam yang tidak sehat memiliki jengger pucat dan tekstur lebih lembut. Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
1055
Di wilayah pedesaan tidak semua peternakan dapat melakukan pemisahan dengan cepat dan benar. Peternakan dalam skala kecil menengah cenderung melakukan pemisahan tanpa adanya prosedur uji laboraturium sehingga sering kali ditemukan kesalahan dalam penanganan ataupun kurang tanggap dalam meilhat perubahan yang terjadi pada ternak. Di sisi lain, terbatasnya jam kerja tidak memungkinkan dokter hewan atau penyuluh peternakan untuk dapat memperhatikan peternakan di masyarakat setiap saat. Oleh karena itu diperlukan alat bantu dalam mengenali kondisi awal kesehatan ayam petelur. Pengolahan citra telah menjadi temuan yang menarik dalam bidang penelitian, utamanya di bidang kesehatan yang memiliki tantangan tersendiri dalam memproses berbagai tipe citra medis. Penggunaan terbesar dilakukan dalam diagnosis penyakit seperti tumor, kanker, diabetes dan sebagainya. Selain itu pada kasus pemisahan kualitas bahan pakan, pemisahan ternak berdasakan kondisi kesehatan, serta pengelompokan jenis buah dan sayuran yang dapat dilihat dari tampilan visualnya, karakteristik citra merupakan parameter penting yang dapat diproses dalam citra digital. Citra dikelompokan atau diklasifikasikan jika terdapat ciri khusus sebagai pembeda antar citra seperti warna, tekstur, bentuk, dan ukuran. Pada penelitian ini ciri khusus yang dapat mengidentifikasi kondisi kesehatan ayam petelur antara lain warna dan tekstur. Ciri warna merepresentasikan jenis, tingkat kemurnian, dan kecerahan warna. Sedangkan tekstur menampilkan keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital. Oleh karena itu penggabungan dua ciri tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal pada proses klasifikasi citra dalam permasalahan identifikasi kondisi kesehatan ayam petelur. Salah satu metode yang cukup mumpuni dalam ekstraksi tekstur adalah metode Graylevel Cooccurence Matrix (GLCM). Pada ekstraksi fitur warna model HSV digunakan karena mampu memisahkan komponen intensitas citra warna. Kedua metode tersebut telah dibahas pada penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
Wibawanto dkk. (2008) dalam (Listia & Harjoko, 2014) mengatakan fitur-fitur dengan GLCM menggunakan 4 arah (1350,900,450,00 ) dan jarak = 1 dapat digunakan untuk membedakan antara massa kistik dan massa non kistik meliputi citra mioma dan citra tumor padat pada citra ultrasonografi. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Listia & Harjoko (2014) membandingkan tiga metode ektraksi ciri tekstur Gray Level Cooccurence Matrix (GLCM) yaitu GLCM 4 arah (d=1 dan d=2) , GLCM 8 arah (d=1) dan GLCM 16 arah (d=2). Fitur yang digunakan ada 5 yaitu kontras, energi, entropi, korelasi dan homogenitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fitur ekstraksi GLCM 4 arah (00, 450, 900,1350) dengan jarak d=1 memiliki akurasi terbaik dalam mengklasifikasi mammogram yaitu sebesar 81,1% dan khusus pada arah 0 0 akurasi klasifikasi diperoleh sebesar 100%. Penelitian yang dilakakukan oleh Budianita, Jasril, & Handayani (2015) metode histogram model warna HSV dan ekstraksi fitur tekstur menggunakan orde dua GLCM dapat memperoleh ciri pembeda antara citra daging sapi dan babi yang selanjutnya diklasifikasikan menggunakan metode K-NN. Hasil akhir dari penlitian ini yaitu program dapat mengklsifikasikan daging sapi dan babi dengan akurasi sebesar 88,75% pada pengujian tanpa background sedangkan pengujian dengan background keberhasilannya sebesar 73,375%. Kemudian penelitian yang hanya menggunakan perbandingan kadar warna HSV saja dapat mengklasifikasikan varietas tomat merah berdasarkan tingkat atau tahapan kematangan ke dalam kelas Ripe (matang), Half-Ripe (setengah matang), dan Un-Ripe (tidak matang). Dari proses pengujian yang dilakukan pada 10 data uji pada masing-masing kelas didapat bahwa keberhasilan pengujian tomat matang mencapai 90%, tomat setengah matang 90% dan tomat mentah 100%, sehingga total keberhasilan adalah 95% dengan error 5% (Ary, 2009) Perbandingan kadar HSV merupakan metode ekstraksi ciri warna yang sederhana secara komputasi namun dapat bekerja optimal pada objek yang sesuai. Metode GLCM menghitung ciri orde kedua yang memperhatikan probabilitas hubungan Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
1056
ketetanggaan antar dua piksel pada jarak dan orientasi tertentu. Metode tersebut digunakan ketika ciri statistik orde pertama seperti: mean, variance, skewness, kurtosis dan entropy pada tekstur tidak dapat digunakan lagi. Sehingga GLCM dapat diterapkan untuk menghitung ciri orde kedua seperti: Angular Second Moment, Kontras, Korelasi, Varians, Inverse Different Moment dan Entropy. Melihat dari beragamnya penerapan metode ekstraksi warna HSV dan kegunaan ekstraksi GLCM pada objek citra, maka peneliti mengusulkan penelitian dengan topik “Identifikasi Kondisi Kesehatan Ayam Petelur Berdasarkan Ciri Warna HSV dan Gray Level Cooccurence Matrix (GLCM) pada Citra Jengger dengan klasifikasi K-Nearest Neighbour”. Ciri yang dihasilkan dari kedua metode tersebut kemudian menjadi parameter pada proses klasifikasi dengan metode KNearest Neighbour untuk mengelompokkan ayam petelur ke dalam kelas sehat dan tidak sehat. 2. KONDISI AYAM PETELUR Pada penelitian ini ayam petelur digolongkan dalam dua kondisi yaitu ayam sehat dan tidak sehat. Kedua kondisi tersebut didasarkan pada ciri fisik ayam petelur kususnya terdapat di bagian jengger atau pial. Adapun ciri-ciri yang dapat dilihat pada ayam petelur dengan kondisi sehat seperti warna jengger merah terang, tekstur terasa kasar, lekukan cenderung lancip, dan ketebalannya tipis. Sedangkan pada ayam yang tidak sehat memiliki kondisi sebaliknya seperti warna jengger pudar atau pucat, tekstur lebih lembut, lekukan tumpul, dan ketebalaannya lebih tebal. Dari beberapa ciri yang ada, cukup diambil dua ciri pembeda untuk dilakukan ekstraksi dan klasifikasi yaitu tekstur dan warna. Hal tersebut dipertimbangkan karena dengan dua ciri tersebut sistem sudah mampu membedakan antara ayam petelur sehat dan tidak sehat menurut pandangan pakar. Perbedaan ciri ayam petelur terdapat pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1. Perbandingan ciri ayam petelur Bagian Tubuh Kepala muka
dan
Ciri Petelur yang sehat Kasar, lebar, merah, cerah
Ciri petelur yang tidak sehat Halus, kecil, dan pucat
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
Jenggel Pial
dan
Kasar, lembab, lebih lebar, merah cerah, bagian tepi runcing
1057
Pucat, Lembut, tebal, dan bagian tepi tumpul
Data citra diperoleh dari peternakan ayam Desa Sekarputih, Pendem Junrejo, Batu No.54A yang dimati secara langsung dengan memotret beberapa ayam yang dipilih secara acak. Penelitian yang dilakukan hanya berfokus pada ciri yang terdapat di bagian jengger ayam petelur seperti bentuk, warna, dan tekstur oleh karena itu citra yang didapat hanya pada bagian kepala ayam. Setelah memperoleh data yang cukup maka akan dilakukan klasifikasi dari pakar yaitu Prof. Dr. Drh. Pratiwi Trisusuwati, MS Kepala Laboraturium Epidemiologi Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya untuk mendapat validitas data training. Gambar 2. Diagram alur sistem
3.1 Preprocessing
a
b
Gambar 1. a. citra ayam petelur sehat dan b. citra ayam petelur tidak sehat
3. METODOLOGI Dalam mengidentifikasi kondisi kesehatan ayam petelur metode yang diterapkan adalah klasifikasi K-NN dengan ekstraksi warna HSV dan graylevel cooccurrence matrix (GLCM) pada citra jengger. Gambaran sistem secara garis besar meliputi akuisisi citra, preprocessing, ekstrasi ciri dan klasifikasi citra. Preprocessing meliputi resize dan konversi warna, ekstraksi fitur dengan HSV dan GLCM serta tahap klasifikasi dengan K-NN yang ditunjukkan pada gambar 2.
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Preprocessing bertujuan untuk mendapatkan citra dengan ukuran dan format warna tertentu yang selanjutnya citra siap digunakan untuk proses selanjutnya. Dimana tahap awal yang dilakukan adalah menentukan ukuran citra input agar semua citra input yang akan diolah memiliki nilai ukuran yang sama. Langkah selanjutnya melakukan proses konversi warna. Sesuai dengan kebutuhan pada pengolahan citra tahap ekstrasi ciri warna HSV dan ciri tekstur GLCM maka akan ada 2 format warna yang dibutuhkan yaitu warna grayscale dan warna HSV. 3.2 Ekstraksi ciri warna Ciri warna diperoleh melalui perhitungan nilai HSV pada citra ayam petelur. Pengambilan nilai mean dan kadar Hue, Saturation dan Value didapat dari citra hasil konversi RGB ke dalam format warna HSV. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses pemisahan warna H, S, dan V. Tahap perhitungan nilai HSV diawali dengan konversi citra RGB ke format HSV. Kemudian pengambilan masing-masing komponen warna pada HSV yang dapat dihitung nilai mean dan kadar warnanya. Berikut langkah-langkah perhitungan ekstraksi HSV.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
1058 0 (0 0 2
1. Citra RGB dikonversikan dalam format warna HSV 2. Setelah itu citra HSV akan dihitung nilai mean masing-masing warna H, S, dan V dengan rumus berikut: ̅= 𝐻
512 ∑512 𝑖=1 ∑𝑗=1 𝐻𝑖𝑗
512×512
𝑆̅ =
512 ∑512 𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑆𝑖𝑗
512×512
𝑉̅ =
512 ∑512 𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑉𝑖𝑗
512×512
0 0 2 2
1 1 2 3
1 1) 2 3
Gambar 3 Matriks asal, matriks I
(1)
Dengan i,j adalah posisi piksel, Hij adalah nilai Hue pada piksel i,j; Sij adalah nilai Saturation pada piksel i,j; V ij adalah nilai Value pada piksel i,j 3. Nilai dari rata-rata H, S, dan V akan diubah menjadi rasio yang menyatakan besarnya kadar H, S, dan V dengan rumus sebagai berikut: ̅ 𝐻
𝑆̅
̅ 𝑉
ℎ = 𝐻̅+𝑆̅+𝑉̅ 𝑠 = 𝐻̅+𝑆̅+𝑉̅ 𝑣 = 𝐻̅ +𝑆̅+𝑉̅
(2)
3.3 Ekstraksi ciri tekstur Pada ciri tekstur digunakan GLCM 4 arah dengan orientasi 00, 450, 900, dan 1350 dan jarak yang akan digunakan adalah jarak 1 piksel tetangga (d=1). Proses awal adalah penentuan jarak piksel yaitu d = 1, dan akan dihitung pada orientasi 4 arah, 00, 450,900,1350. Sebagai contoh, untuk arah 00 dan jarak d=1 artinya koordinat (x, y) adalah (1,0). Setelah menentukan arahnya, selanjutnya membentuk matriks kookurensi dengan cara menghitung frekuensi kemunculan pasangan nilai keabuan piksel referensi dan piksel tetangga pada jarak dan arah yang ditentukan. Dalam kasus ini matriks kookurensi adalah 256x256 dan tidak dilakukan konversi atau penyederhanaan. Selanjutnya menjumlahkan semua elemen untuk menghitung probabilitas setiap elemen dengan cara membagi setiap elemen GLCM dengan total jumlah semua elemen. Proses pembentukan elemen matriks kookurensi pada GLCM ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 4 Pembentukan matriks kookurensi dari matrik I
Langkah terakhir adalah menghitung ciri statistik GLCM yaitu kontras, energi, entropi, korelasi dan homogenitas. 3.4 Fitur Statistik GLCM Berikut ini fitur-fitur GLCM yang digunakan dalam ekstraksi ciri dengan ukuran matriks kookurensi K× K (Haralick, 1973) yaitu: 1. Entropi Entropi menyatakan ukuran ketidakteraturan aras keabuan di dalam citra, yang didefinisikan dengan rumus berikut: 𝐸𝑛𝑡𝑟𝑜𝑝𝑖 = ∑ ∑ 𝑝(𝑖 , 𝑗) log 𝑝(𝑖, 𝑗) 𝑖
(3)
𝑗
2. Kontras Fitur kontras digunakan untuk mengukur kekuatan perbedaan intensitas dalam citra dinyatakan dengan: 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠 = ∑ ∑ 𝑃𝑖,𝑗 (𝑖 − 𝑗)2 𝑖
𝑗
(4)
3. Angular Second Moment (ASM) Fitur ASM atau energi digunakan untuk mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada matriks co-occurrence, dan didefinisikan dengan: (5) 𝐴𝑆𝑀 = ∑ ∑ 𝑝2 (𝑖 , 𝑗) 𝑖
𝑗
4. Inverse Different Moment (IDM) Kebalikan dari kontras adalah IDM atau homogenitas, yaitu untuk mengukur kehomogenan variasi intensitas dalam citra, dan didefinisikan dengan: Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
1059
rumus sebagai pada Persamaan (8). 𝐼𝐷𝑀 = ∑ ∑ 𝑖
𝑗
𝑝(𝑖, 𝑗) 1+|𝑖−𝑗|
5. Korelasi Korelasi merupakan ukuran ketergantungan linear antarnilai aras keabuan dalam citra dihitung dengan menggunakan rumus: 𝐾 𝐾 (7) (1 − 𝑚𝑟 ) − (𝑗 − 𝑚𝑐 )𝑃𝑖𝑗 𝐾𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖 = ∑ ∑ 𝑖=1 𝑗=1 𝐾
𝜎𝑟 𝜎𝑐
𝐾
𝑚𝑟 = ∑ 𝑖 ∑ 𝑃𝑖𝑗 𝑖=1 𝑗=1 𝐾 𝐾
𝑚𝑐 = ∑ 𝑗 ∑ 𝑃𝑖𝑗 𝑗=1 𝐾
𝜎𝑟2
𝑖=1
= ∑(𝑖 − 𝑖=1 𝐾
𝐾
𝑚𝑟 )2 ∑ 𝑃𝑖𝑗 𝑗=1 𝐾
𝜎𝑐2 = ∑(𝑗 − 𝑚𝑐 )2 ∑ 𝑃𝑖𝑗 𝑗=1
𝒏
(6)
𝑖=1
Keterangan: Pi,j = Probabilitas pasangan intensitas padalam baris ke-i dan kolom ke-j 𝑚𝑟 = Rata-rata untuk baris 𝑚𝑐 = Rata-rata untuk kolom 𝜎𝑟 = Standar deviasi untuk baris 𝜎𝑐 = Standar deviasi untuk kolom 3.5 Klasifikasi K- Nearest Neighbour Algoritma K-Nearest Neighbor (k-NN atau K-NN) adalah sebuah metode untuk melakukan klasifikasi terhadap objek berdasarkan data pembelajaran yang jaraknya paling dekat dengan objek tersebut. Klasifikasi yang berdasar pada teorema bayes sangat cocok digunakan untuk dimensi masukan yang sangat besar. Menurut Whidhiasih, 2013 prinsip kerja K-NN adalah mencari jarak terdekat antara data yang akan dievaluasi dengan K tetangga (neighbour) terdekatnya dalam data pelatihan. Data pelatihan diproyeksikan ke ruang berdimensi banyak, dimana masing-masing dimensi merepresentasikan fitur dari data. Setelah memperoleh nilai HSV dan ciri statistik GLCM maka data akan digabungkan yang kemudian menjadi fitur input metode klasifikasi K-NN. Dekat atau jauhnya tetangga biasanya dihitung berdasarkan jarak Euclidean dengan Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
𝒅𝒊 (𝑷, 𝑸) = √∑
𝒊=𝟏
(𝒑𝒊 − 𝒒𝒊 )𝟐
(8)
Keterangan: P dan Q = titik pada ruang vektor n dimensi pi dan q i = besaran scalar untuk dimensi ke i 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini terdapat 4 macam pengujian yang dilakukan. Pengujian yang pertama adalah fitting data latih yaitu mengukur ketepatan dan konsistensi dari hasil klasifikasi 20 data latih. Kedua, menguji akurasi hasil klasifikasi dengan GLCM 4 arah dan komponen Hue (H), Saturation (S), Value (V), HS, HV, SV, dan HSV. Ketiga, menguji akurasi hasil klasifikasi dengan GLCM arah 00, 450, 900, 1350 dan 4 arah. Dalam pengujian GLCM dan HSV nilai K yang digunakan adalah 3. Dan terakhir menguji akurasi hasil klasifikasi dengan nilai K=3, K=11, K=15, dan K=19 pada GLCM 4 arah dan komponen HSV. Dari Pengujian tersebut maka dapat dilihat pengaruh nilai HSV, arah GLCM dan nilai K terhadap klasifikasi K-NN. 4.1 Fitting data latih Fitting data latih dilakukan dengan menguji masing-masing 20 data latih. Data yang menjadi input merupat data yang sama dengan data latih. Pertama memasukkan data satu untuk melihat apakah data tersebut telah sesuai dengan target hasil yang diinginkan. Jika data yang diuji adalah data ayam sehat maka ouput harus mengklasifikasikannya ke dalam ayam sehat begitu pun sebaliknya. Jika terjadi error maka akan mengurangi akurasi metode yang diterapkan. Tabel 2 menunjukkan hasil dari fitting data. Tabel 2 Hasil pengujian fitting data latih Dat a Uji Ke1
Targ et
Nama
Nila ik
Kecocok an
Sehat
ah1.jpg
3
2
Sehat
ah2.jpg
3
3
Sehat
ah3.jpg
3
Ayam Sehat Ayam Sehat Ayam
Hasil
Nilai jarak euclidien
Benar
0.714383
Benar
0.671899
Benar
0.575601
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer Sehat 4
Sehat
ah4.jpg
3
5
Sehat
ah5.jpg
3
6
Sehat
ah6.jpg
3
7
Sehat
ah7.jpg
3
8
Sehat
ah8.jpg
3
9
Sehat
ah9.jpg
3
10
Sehat
3
11
Sakit
ah10.jp g as1.jpg
12
Sakit
as2.jpg
3
13
Sakit
as3.jpg
3
14
Sakit
as4.jpg
3
15
Sakit
as5.jpg
3
16
Sakit
as6.jpg
3
17
Sakit
as7.jpg
3
18
Sakit
as8.jpg
3
19
Sakit
as9.jpg
3
20
Sakit
as10.jp g
3
3
Ayam Sehat Ayam Sehat Ayam Sehat Ayam Sehat Ayam Sehat Ayam Sehat Ayam Sehat Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit Ayam Sakit
Benar
0.45755
Benar
0.338049
Benar
0.511685 4 0.408344
Benar Benar Benar
0.761892 3 0.631458
Benar
0.430001
Benar
0.181909
Benar
0.190314
Benar
0.26673
Benar
0.461957
Benar
0.274036
Benar
0.160315
Benar
0.346878
Benar
0.542283
Benar
0.402259
Benar
0.36646
Pada fitting data latih akan dicari kecocokan antara data latih terhadap target yang ingin dicapai. Dalam kasus ini target data adalah kelas ayam sehat dan ayam sakit. Apabila data latih diambil dari kelas ayam sakit maka hasil yang keluar seharusnya adalah ayam sakit dan sebaliknya apabila data latih yang diambil dari kelas ayam sehat maka hasilnya adalah ayam sehat. Setelah dilakukan fitting terhadap 20 data baik ayam sakit maupun ayam sehat menunjukkan bahwa data memiliki kecocokan 100% atau hasil keseluruhannya benar. Sehingga 20 data tersebut memenuhi kriteria sebagai data latih pada sistem identifikasi kondisi kesehatan ayam petelur pada citra jengger. 4.2 Hasil pengujian pengaruh komponen warna HSV pada GLCM 4 arah + K=3 Pengujian ini untuk mengetahui pengaruh masing-masing komponen warna HSV terhadap tingkat kebenaran klasifikasi data. Ketiga komponen penyusun warna HSV telah dihitung Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
1060
nilai mean dan kadar warnanya yaitu mean H, mean S, dan mean V serta Kadar H, kadar S, dan kadar V kemudian diuji dengan menghilangkan salah satu nilainya. Apabila ingin menguji nilai S maka komponen yang digunakan hanya S begitu pula untuk komponen lain atau kombinasinya. Data yang digunakan adalah 10 data ayam sehat dan 10 data ayam sakit. Hasil pengujian pengaruh komponen warna HSV akan ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Hasil pengujian akurasi parameter HSV pada GLCM 4 arah + K=3
Pada pengujian pengaruh komponen warna HSV akan dilihat ketepatan dalam mengklasifikasikan data apabila hanya menggunakan satu atau beberapa kombinasi dari komponen warna HSV. Disini pengujian dilakukan dengan mengambil komponen H, S, atau V dan kombinasi HS, HV, atau SV pada setiap data uji. Ada 10 data yang akan diuji yaitu 5 data ayam sakit dan 5 data ayam sehat. Terdapat 5 data yang mengalami kesalahan klasifikasi atau misclassification dimana semuanya merupakan kelas ayam sehat. Sedangkan pada kelas ayam sakit kelima data teridentifikasi dengan benar. Pada kombinasi ketiga komponen HSV seluruh data memiliki akurasi 100 % atau semua benar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi dari ketiga komponen HSV memiliki akurasi yang lebih tinggi daripada hanya menggunakan satu atau dua komponennya saja.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
4.3 Hasil pengujian pengaruh orientasi arah GLCM pada HSV + K=3 Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh orientasi arah GLCM terhadap tingkat kebenaran klasifikasi data. Masing- masing arah GLCM yaitu pada sudut 00, 450, 900, dan 1350 akan diuji dengan cara memakai salah satu arah orientasi untuk setiap data input. Selanjutnya akan dihitung berapa data yang benar jika hanya menggunakan arah 00, 450, 900, 1350 atau menggunakan keempat arah orientasi tersebut. Hasil pengujian pengaruh orientasi arah GLCM akan ditunjukkan pada Gambar 6.
1061
NN dengan fitur input nilai statistik GLCM 4 arah + warna HSV. Nilai K berguna untuk menentukan jumlah ketetanggaan yang diinginkan. Nilai K yang diinputkan adalah angka ganjil. Jumlah angka ganjil tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi hasil yang seimbang antar dua kelas. Hasil pengujian pengaruh nilai K pada klasifikasi K-NN akan ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Hasil pengujian akurasi nilai K pada GLCM 4 arah + HSV
Gambar 6 Hasil pengujian akurasi arah sudut GLCM pada HSV + K=3
Pada pengujian pengaruh orientasi arah GLCM akan diukur tingkat akurasi disetiap arah sudut terhadap ketepatan hasil klasifikasi. Ada 10 data yang akan diuji yaitu 5 data ayam sakit dan 5 data ayam sehat. Setelah dilakukan pengujian terdapat beberapa data yang mengalami misclassification yaitu pada arah 450, 900, 1350 dengan akurasi terendah pada sudut 1350 sebesar 70%. Sedangkan pada sudut 00 memiliki akurasi tertinggi sebesar 100%. Pada sudut tersebut memiliki tingkat akurasi yang sama dengan kombinasi keempat arah GLCM. Sehingga dapat dikatakan bahwa sudut 00 memiliki tingkat akurasi terbaik. 4.4 Hasil pengujian pengaruh nilai K pada GLCM 4 arah + HSV Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai K terhadap hasil klasifikasi KFakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
Berdasarkan hasil pengujian pengaruh nilai K pada HSV + GLCM 4 arah K =3, K =7, K =15, K=19 menunjukkan akurasi yang berbeda pada setiap nilai K. Data yang digunakan masih sama dengan pengujian-pengujian sebelumnya yaitu 5 data ayam sakit dan 5 data ayam sehat. Pada nilai K = 3 menunjukkan hasil yang optimal dengan tingkat kebenaran atau akurasi sebesar 100%. Hasil tersebut juga serupa di saat pengujian K =11 dan K =15 yang juga mencapai 100%. Sedangkan pada nilai K =7 dan K =19 ditemukan beberapa kesalahan dimana seharusnya data masuk dalam kelas sehat dikenali pada kelas sakit. Akurasi terendah terdapat pada nilai K =19 yaitu 80%. 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian dan analisis yang telah selesai dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Identifikasi kondisi kesehatan ayam petelur dapat dilakukan dengan menerapkan metode ekstraksi warna HSV dan ekstraksi tekstur graylevel
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer
cooccurrence matrix serta klasifikasi KNN
2.
Klasifikasi dengan nilai K=3 dan GLCM 4 arah memperoleh akurasi 100% pada ketiga komponen HSV.
3.
Klasifikasi dengan nilai K=3 dan HSV memperoleh akurasi 100% pada GLCM 0 0 dan 4 arah
4.
Klasifikasi dengan ekstraksi warna HSV dan GLCM 4 arah memperoleh akurasi 100% pada K=3, K=11, dan K=15
6. DAFTAR PUSTAKA Ary,
N. (2009). Klasifikasi Tingkat Kematangan Tomat Merah dengan Metode Perbandingan Kadar Warna. 112.
Bahrul, S. (2014). Pilihan Peternak Ayam Ras Petelur Terhadap Pemeliharaan Fase Grower atau Fase Layer Di Kecamatan Mattirobulu Kabupaten Pinrang. Makasar: Universitas Hasanuddin. Budianita, E., Jasril, & Handayani, L. (2015). Implementasi pengolahan citra dan klasifikasi K-Nearest Neighbour untuk membangun aplikasi pembeda daging sapi dan babi. Jurnal Sains,Teknologi dan Industri, 242-247. Haralick, R., Shanmugam, & K. Dinstein, I. (1973). Textural features for image classification. IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics,SMC-3, 610-621. Kadir, A., & Susanto, A. (2013). Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra. Yogjakarta: Penerbit ANDI. Listia, R., & Harjoko, A. (2014). Klasifikasi Massa pada Citra Mammogram Berdasarkan Gray Level Cooccurence Matrix (GLCM) . IJCCS, 59-68. Oliver, A. (2000). Are My Chickens Healthy? Retrieved Agustus 2, 2017, from www.nda.agric.za
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya
1062
Prasetyo, E. (2011). Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya. Yogjakarta: CV.ANDI OFFSET. Rakhmawati, R. P. (2013). Sistem Deteksi Jenis Bunga Menggunakan Nilai HSV dari Citra Mahkota Bunga. Semarang: UNISBANK. Sumarno. (2009). Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Di Peternakan PT. SARI UNGGAS FARM . Surakarta: Fakutas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Suprijatno, & Atmomarsono. (2005). Ilmu Dasar Ternak. Jakarta. Hal: 136-137.: Penebar Swadaya. Whidhiasih, R. N. (2012). Pengembangan Model Klasifikasi Kematangan Buah Manggis berdasarkan Warna Menggunakan Fuzzy Neural Network. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Zulfikar. (2013). Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. Jurnal Peternakan