JURNAL PENELITIAN
NILAI BUDAYA SUKU SALUAN DI KABUPATEN BANGGAI DITINJAU DARI SEGI PENGKAJIAN PUISI LISAN UMAPOS
ASRI UMAR NIM 311309013
ABSTRAK Umar, Asri. 2013. “Nilai Budaya Suku Saluan di Kabupaten Banggai Ditinjau dari Segi Pengkajian Puisi Lisan Umapos. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I. Dr. Muslimin, M.Pd dan Pembimbing II. Siti Rachmi Masie, S.Pd. M.Pd. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan meliputi uraian tentang Nilai Budaya Suku Saluan di Kabupaten Banggai Ditinjau dari Segi Pengkajian Puisi Lisan Umapos. Artinya, umapos ini memiliki struktur berbentuk batin dan lahir. Struktur batin meliputi (1) tema penghormatan; (2) rasa penyerahan diri; (3) nada atau sikap rendah hati; (4) amanat tentang tanggung jawab dari pemerintah kepada masyarakt, sedangkan pembahasan struktur lahir meliputi (1) diksi atau pilihan kata dalam umapos ini yaitu kata darah; (2) imaji; (3) kata nyata; (4) majas; (5) ritme dan rima. Nilai budaya dalam puisi lisan umapos ini meliputi, (1) kemauan keras; (2) kasih sayang; (3) kecerdikan; (4) berbudi luhur; (5) bertawaqal; (6) tahan penderitaan; (7) rendah hati; (8) kesaktian; (9) bekerja sama dan; (10) rasa hormat. Simpulan dan saran Kata Kunci: Nilai, Budaya, Sastra Lisan, dan Umapos
PENDAHULUAN Sastra pada umumnya terdiri atas dua bentuk yaitu bentuk lisan dan bentuk tulisan. Sastra yang berbentuk lisan seperti mantra, bidal, pantun, gurindam, syair, dan seloka. Sedangkan novel, cerpen, puisi, dan drama adalah termasuk jenis sastra yang berbentuk tertulis. Menurut Hutomo (dalam Didipu, 2011 : 43) bahwa kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan
1
warga suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan dari mulut ke mulut. Di daerah Banggai terdapat sastra yang berupa sastra daerah Banggai misalnya di bidang puisi, terdapat umapos. Di bidang prosa pun Sastra daerah yang telah disebutkan terdahulu merupakan sastra lisan daerah, belum diketahui keberadaannya, sebab hanya diketahui puisi dalam bentuk umapos, karena penyebarannya secara lisan dari mulut ke mulut dan sifatnya anonim. Adapun masalah yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Generasi muda tidak lagi mengetahui bahasa dearah yang dituturkan pada saat pelaksanaan penyambutan tamu. (2) Pengaruh perkembangan budaya suku saluan di Kabupaten Banggai. (3) Generasi muda hanya suka memperhatikan setiap prosesi upacara penyambutan tamu yang berlangsung dan tanpa mengetahui gambaran budaya yang
terkandung dalam puisi
lisan Umapos. (4) Hambatan-hambatan perkembangan budaya suku saluan di Kabupaten Banggai. (5) Nilai Budaya suku saluan di Kabupaten Banggai dalam Puisi Lisan Umapos. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana struktur teks puisi lisan Umapos? (2) Bagaimana nilai budaya suku saluan di Kabupaten Banggai dalam Puisi Lisan Umapos? Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Peneliti, untuk menambah wawasan pengetahuan tentang khasanah kesusastraan
Indonesia, khususnya sastra
daerah Banggai dan gambaran yang jelas tentang Nilai budaya dalam puisi lisan Umapos. (2) Masyarakat Banggai, untuk menambah rasa cinta terhadap budaya daerah khususnya pada sastra lisan Umapos. (3) Pemerintah Daerah, Kegunaan bagi Pemerintah yaitu, (a) sebagai bahan acuan untuk melestarikan kembali sastra daerah yang ada di Banggai, (b) sebagai bahan masukan terhadap perkembangan budaya Banggai agar tetap dilestarikan sebagai salah satu khasanah sastra Indonesia. (4) Lembaga Pendidikan, bagi lembaga pendidikan diharapkan menjadi bahan acuan bagi siswa maupun mahasiswa. Selain itu, dapat menjadi bahan referensi oleh mahasiswa dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan sastra daerah (lisan). METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan 2
menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Menurut Nawawi (dalam Siswantoro, 2010: 56) menjelaskan metode deskriptif sebagai berikut: Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Untuk lebih jelasnya, dapat diikuti langkah yang ditawarkan oleh Goldmann (dalam Jabrohim dkk, 2001: 64) yaitu: Pertama, penelitian sastra dapat diikuti sendiri. Mula-mula sastra diteliti strukturnya untuk membuktikan jaringan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang padu dan holistik. Kedua, penghubungan dengan sosial budaya. Struktur-struktur kesatuan karya sastra dihubungkan dengan sosio budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungakan dengan struktur mental yang berhubungan dengan pandangan dunia pengarang. Sumber data ini diperoleh dari 1) Informan Informan adalah orang yang memberikan informasi. Benard (dalam Endraswara, 2006:239) mengatakan bahwa untuk menentukan informan harus menghendaki seorang informan itu paham terhadap budaya yang dibutuhkan. Dengan kata lain, yang menjadi informan yaitu seseorang yang memahami puisi lisan Umapos. 2) Naskah puisi lisan umapos itu sendiri. Teknik pengumpulan data ini diperoleh melalui dengan teknik wawancara dan teknik perekam. (1) Wawancara ditujukan kepada informan. Isi wawancara berhubungan dengan puisi lisan umapos. Selain itu wawancara diarahkan pada terjemahan kata-kata yang sulit diterjemahkan sendiri. (2) Hasil wawancara berupa tuturan lisan dari informan direkam melalui tape recorder. Setelah data terkumpul, selanjutnya data tersebut dianalisis. Adapun teknik analisis data mencakup hal-hal sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan struktur teks Umapos, pada bagian keseluruhan teks puisi Umapos diuraikan lengkap dengan terjemahannya. (2) Menganalisis puisi dengan memberikan makna dan arti. (3) Menganalisis nilai budaya yang terdapat pada puisi lisan Umapos berdasarkan pendekatan. (4) Pengorganisasian hasil pengolahan data secara keseluruhan dan tersistematis dalam bentuk laporan penelitian yang utuh.
3
Hasil Penelitian dan Pembahasan Puisi lisan Umapos memiliki makna pengharapan kepada pemerintah dan merupakan suatu penghormatan tertinggi kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Bupati.
Puisi
lisan
Umapos menceritakan tentang suatu penyambutan terhadap pemerintah. Selengkapnya diuraikan berikut ini:
Bait I Sosa’ kitano laulaing Tuma nu kami layat Salamat kopian Memoilinganto na layato I tombuli utano, Bait II Tongi akon madodo Na kaamanan nu kami layat Da mba osumbu Totimpas palenta anu maima Aiyamo na layat I hata nu Bunta Monsimpala palenta anu mopute Bait III Salamat Kopian Sinongkabotmo tumangku I Bupati Pinsop mae I uno nu hata nu Bunta Liasakon bala apu bala uwe Beiakon umun-umun panjang Na tumangku I Bupati Bait IV Sidutu langkai sidutu bengkele Na montongi pamalenta Kongkomi mae madodo Na kami lipu nu Bunta Bait V Madi pinoko sumbu Dodop hipuan Dagi ko idek nu tano Lapas mule monghibu uwe nu Bunta Bait VI Madi oko monsumbu Aiya mo konyo laki-laki Anu mongkaoho momposaangu baso I hata nu Bunta
Hormat kami kepadamu Bapak kami rakyat Selamat dan terimah kasih Sudah melihat rakyatmu Di ujung tanah, Pegang erat-erat Keamanan kami rakyat Tidak akan di tahu Tersimpan perintah yang baik Inilah kami rakyat di tanah Bunta Senang menerimah perintah yang bersih Selamat dan terimah kasih Telah bertemu Bapakku Bupati Silahkan masuk dalam wilayah Bunta Jauhkanlah bala api bala air Berikanlah umur-umur panjang Bapakku Bupati Sampai tua Bapak dan Ibu Memegang pemerintah Pegang erat-erat Kami kumpulan masyarakat bunta Tidak diketahui Besok hari Ada kekacauan daerah Setelah itu mengkaburkan airnya bunta Tidak diketahui Inilah yang dikatakan laki-laki Yang mau mempersatukan darah Di tanah bunta
4
1. Struktur Batin Umapos 1) Tema Puisi lisan Umapos menceritakan tentang penghormatan rakyat Banggai terhadap Bupati dalam memegang amanah sebagai pemerintah di daerah tersebut. Masyarakat Banggai mengharapkan agar daerahnya menjadi daerah yang makmur dan sejahtera tanpa adanya kekacauan. Sosa’ kitano laulaing Tuma nu kami layat Salamat kopian Memoilinganto na layato I tombuli utano,
Hormat kami kepadamu Bapak kami rakyat Selamat dan terima kasih Sudah melihat rakyatmu Di ujung tanah,
2) Rasa (feeling) Sentuhan perasaan penulisannya dalam bentuk kepuasan, keheranan, kesedihan, kemarahan atau yang lain. Dalam umapos di atas, terdapat struktur rasa (feeling) yang tampak adalah rasa penyerahan diri. Salamat Kopian Sinongkabotmo tumangku I Bupati Liasakon bala apu bala uwe Beiakon umun-umun panjang Na tumangku I Bupati
Selamat dan terimah kasih Telah bertemu Bapakku Bupati Jauhkanlah bala api bala air Berikanlah umur-umur panjang Bapakku Bupati
Rasa penyerahan diri, tercermin pada bait ketiga baris ketiga “Liasakon bala apu bala uwe “jauhkanlah bala api bala air”, yang memohon kepada Allah agar kiranya dijauhkan dari kekacauan atau pun musibah baik dalam bentuk musibah banjir atau kebakaran. 3) Nada (tone) Nada adalah sikap penyair terhadap pembacanya, misalnya sikap rendah hati, menggurui, mendikte, persuasif, dan lain-lain. Umumnya, sikap merupakan ciri khas manusia yang selalu menentukan perilaku. Dalam kehidupan sehari-hari, sikaplah yang paling menonjol dalam pergaulan maupun hubungan dalam bermasyarakat. Sosa’ kitano laulaing Tuma nu kami layat Salamat kopian Memoilinganto na layato I tombuli utano,
Hormat kami kepadamu Bapak kami rakyat Selamat dan terima kasih Sudah melihat rakyatmu Di ujung 5
tanah,
Bait di atas memiliki sikap rendah hati, hal ini dapat dilihat pada kata baris ke-5, yang menyatakan diri masyarakat sebagai masyarakat yang berada di ujung tanah. Hal ini berarti masyarakat merendahkan dirinya sebagai masyarakat yang terpencil, jauh dari keramaian. Jadi, ketika membacakan puisi ini maka dapat ditemukan nada yang cukup menyedihkan. 4) Amanat (intention) Setiap karya sastra tidak pernah hadir dalam keadaan kosong. Selamanya karya sastra mengandung tujuan atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembacanya. Amanat adalah sesuatu yang ingin disampaikan penyair melalui karyanya. Untuk lebih jelasnya berikut ini penggalan puisi lisan Umapos yang mengandung amanat. Sosa’ kitano laulaing Tuma nu kami layat Salamat kopian Memoilinganto na layato I tombuli utano,
Hormat kami kepadamu Bapak kami rakyat Selamat dan terimah kasih Sudah melihat rakyatmu Di ujung tanah,
Bait pertama di atas mengandung amanat bahwa jika menjadi seorang pemimpin tidak harus pilih kasih terhadap rakyatnya, karena kebanyakan jika seseorang telah menjadi pemimpin hanya masyarakat yang berada di wilayah perkotaan atau sekitarnya yang sering di jamah olehnya, wilayah-wilayah terpencil sering di kesampingkan. 2 Struktur Fisik Umapos 1) Diksi (diction) Diksi merupakan pilihan kata yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan dalam puisi. Berikut adalah contoh diksi dalam puisi Umapos: Madi oko monsumbu Aiya mo konyo laki-laki Anu mongkaoho momposaangu baso I hata nu Bunta
Tidak diketahui Inilah yang dikatakan laki-laki Yang mau mempersatukan darah Di tanah bunta
Kata darah terdapat pada bait keenam baris ketiga di atas adalah, darah bukan berarti peperangan atau perkelahian (pertumpahan darah), tetapi melainkan suatu keinginan masyarakat untuk bekerja sama dalam membangun daerah. Artinya, dengan hasil kerjasama sehingga kekuatan yang berpuncak pada darah semakin naik mengakibatkan semangat dan berenergi. 6
2) Imaji atau PenNilaian (imagery) Imaji merupakan gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indra penglihatan). Melalui Nilaian/imaji dalam puisi, pembaca akan turut merasakan langsung apa yang dirasakan pengarang melalui imajinasi. Sebagai contoh, imaji penglihatan dalam umapos berikut ini. Madi pinoko sumbu Dodop hipuan Dagi ko idek nu tano Lapas mule monghibu uwe nu Bunta
Tidak diketahui Besok hari Ada kekacauan daerah Setelah itu mengkaburkan airnya bunta
Kata dan kalimat yang dicetak miring dan tebal menunjukkan keterlibatan organ atau indra mata. Penutur seakan-akan melihat air yang telah dikaburkan, di mana air itu merupakan suatu tanda dari kekacauan. Artinya jika air masih jernih itu berarti tidak ada kekacauan yang terjadi, begitu pun sebaliknya. Maksud dari kata air yang telah dikaburkan adalah bukan selain air biasa yang dilihat melalui mata yang mengalir di sungai, kali, dan sumur, tapi melainkan air yang dimaksudkan adalah air disimbolkan sebagai keamanan dalam suatu daerah. 3) Kata Nyata Kata nyata adalah kata yang jika dilihat secara denotatif sama, tetapi secara konotatif tidak sama menurut kondisi situasi pemakainya. Kata nyata mendukung hadirnya imaji dalam puisi. Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu. Pada kata monghibu uwe “mengkaburkan air” terdapat kata nyata yang mendukung hadirnya imaji penglihatan. Kata monghibu uwe berkaitan dengan sesuatu hal tentang suatu kejadian. Dengan demikian, saat penutur melakukan penyambutan itu mengharapkan kepada pemerintah (Bupati) untuk meghimbau kepada masyarakat agar selalu menjaga keamanan di suatu daerah. Hal ini terlihat pada bait puisi lisan umapos berikut.
7
Madi pinoko sumbu Dodop hipuan Dagi ko idek nu tano Lapas mule monghibu uwe nu Bunta
Tidak diketahui Besok hari Ada kekacauan daerah Setelah itu mengkaburkan airnya bunta
Maksud dari kata monghibu uwe adalah mengkaburkan air. Bila air dikaburkan petanda kekacauan dilakukan. Kata mengkaburkan air bukan berarti manusia/orang menggerakkan air di kali, sungai maupun di mana asalnya air lalu dikeruhkan atau digoyang sehingga air jadi keruh atau kabur/kotor, tetapi yang dimaksud adalah jangan menimbulkan kekakacauan di daerah. Sebagai pemerintah, tidak mengingkan hal-hal yang akan merugikan daerahnya, sebagai langkah satu antisipasi adalah pemerintah selalu mengimbau kiranya para masyarakat jangan pernah mengkaburkan air. 4) Majas (figurative language) Untuk lebih membangkitkan imajinasi dalam situasi puisi, digunakan majas atau figurative language, cara penyair menjelaskan pikirannya melalui gaya bahasa yang indah dalam bentuk puisi. Dalam Umapos terdapat majas Pleonasme dan majas Antithesis. Majas Pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud untuk menegaskan arti suatu kata. Dalam Umapos ini, gaya bahasa pleonasme tampak pada bait yang berhuruf tebal berikut di bawah ini. Salamat Kopian Sinongkabotmo tumangku I Bupati Pinsop mae I uno nu hata nu Bunta Liasakon bala apu bala uwe Beiakon umun-umun panjang Na tumangku I Bupati
Selamat dan terima kasih Telah bertemu Bapakku Bupati Silahkan masuk dalam wilayah Bunta Jauhkanlah bala api bala air Berikanlah umur-umur panjang Bapakku Bupati
Ditinjau dari segi pleonasme, Umapos ini terdapat kata-kata yang menyatakan kata-kata yang berlebihan, seperti yang telah dicontohkan pada kutipan umapos di atas Namun, bila dikaji lebih mendalam kata pinsop mae I Uno, dapat diartikan sebagai satuan kalimat yang berarti mempersilahkan kepada Bupati untuk masuk ke wilayah bunta. Maksud dari kata “Beiakon umun-umun panjang „Berikanlah umur-umur panjang” adalah bukan berati memberikan umur panjang terhadap Bupati tapi melainkan penghormatan dari rakyat jelata terhadap tamu agung/tamu pembesar dari daerah. Bila ditinjau dari segi makna 8
majas pleonasme mengandung kata berlebihan “memberikan umur panjang”, kata “memberikan umur panjang” tersebut hanya sebagai kata perangai atau perantara. Secara harfiah pemberian umur panjang hanya milik Allah swt semata, manusia tidak mempunyai kelebihan untuk menambah dan mengurangi umur seseorang. Majas antitesis
adalah majas yang menggunakan kata-kata yang berlawanan untuk
mengungkapkan suatu maksud. dalam umapos ini, gaya bahasa antithesis tampak pada bait berikut di bawah ini: Sidutu langkai sidutu bengkele Na montongi pamalenta Kongkomi mae madodo Na kami lipu nu Bunt
Sampai tua Bapak dan Ibu Memegang pemerintah Peganglah erat-erat Kami kumpulan masyarakat Bunta
Kata yang bergaris miring dan tebal di atas merupakan wujud dari majas antithesis. Kata sidutu langkai sidutu bengkele “sampai tua Bapak dan Ibu” merupakan kata yang berlawanan, tetapi mempunyai maksud tertentu. Maksud dari kata sidutu langkai sidutu bengkele “sampai tua bapak dan ibu” mengandung kata berlawanan. Maksudnya adalah orang yang menjabat sebagai Bupati. Kadang boleh laki-laki, kadang juga bisa perempuan. 5) Ritme dan Rima (Rhythm and Rime) Rima berdasarkan bunyi terdiri atas rima sempurna, rima tak sempurna, rima mutlak, rima terbuka, rima tertutup, rima aliterasi, rima asonansi, dan rima disonansi. Sedangkan rima berdasarkan letak kata-katanya dalam baris dibagi atas rima awal, rima tengah, rima tegak, rima datar, rima sejajar, rima berpeluk, rima bersilang, rima rangkai, rima kembar, dan rima patah. Berikut ini contoh rima atau persajakan dalam umapos. Umapos adalah salah satu dari puisi yang ada di Kabupaten Banggai. Puisi Umapos masih diwarnai bentuk puisi lama karena masih didominasi oleh keterikatan dengan rima kembar a-a-b-b. Perhatikan bait berikut. Budaya yang Terkandung dalam Umapos 1) Kemauan keras Untuk mencapai suatu keberhasilan diwali dengan kemauan yang keras. Dari kemauan keras itulah seseorang dapat mewujudkan apa yang hendak dicita-citakan. Makna yang
9
terkandung pada puisi lisan umapos ini yaitu keinginan dan kemauan yang keras untuk mempersatukan rakyatnya, khususnya rakyat Bunta. 2) Kasih sayang Dalam masyarakat sikap saling menyayangi tak bisa dilepas ataupun dipungkiri, karena memang hal itu telah menjelma di jiwa setiap manusia. Pada masyarakat Bunta kasih sayang dan cinta tetap terpatri dari tingkah laku mereka. Hal ini digambarkan melalui puisi lisan umapos dalam acara penyambutan tamu Bupati di Kabupaten Banggai. 3) Kecerdikan Manusia yang cerdas dan cerdik dapat menjadikan hidupnya sukses atau pun berhasil. Bukan hanya dengan otot atau anggota tubuh lainnya berperan aktif, akan tetapi otak dan cara mengolah otak itu pula manusia akan mendapatkan garis finis. Hal inilah yang sering terlihat dalam kebudayaan masyarakat ataupun kebudayaan individual itu sendiri. 4) Berbudi luhur Memilki budi yang luhur merupakan salah satu kategori masyarakat yang sejahtera. Tuhan menganjurkan umatnya untuk berperilaku baik atas sesamanya agar kehidupannya menjadi harmonis dan damai. Begitupula yang tertuang dalam puisi lisan umapos, masyarakat dan pemimpin memiliki keakraban yang kuat karena sifat dari keduanya saling menunjang, artinya baik rakyat dan penguasa memilki budi pekerti yang luhur. 5) Bertawakal pada Allah SWT Bertawakal pada Allah SWT bukan hanya dianjurkan pada setiap individu tertentu, akan tetapi semua umat muslim pada umumnya. Sebagai manusia yang beragama dan berpedoman maka tawakal, ikhtiar wajib menjadi suatu aktivitas dalam hidupnya. Dalam puisi lisan umapos masyarakat memiliki sifat tawakal terhadap Tuhan dengan rajin berdoa dan berikhtiar kepadaNya. 6) Tahan penderitaan Dalam puisi lisan umapos masyarakatnya adalah masyarakat yang memegang erat kedamaian dan keharmonisan dalam lingkungannya. Walapun berada dalam keadaan yang bagaimanapun dan dalam kondisi seperti apa pun mereka siap untuk menerima hal itu, karena memang Allah menciptakan hati untuk ikhlas dan berlapang dada. 7) Rendah hati
10
Selaku hamba Allah manusia pada umumnya adalah sama dihadapan-Nya. Untuk itu, manusia harus lebih merendah hati dan tidak menyombongkan diri karena semuanya hanyalah milik Allah semata. Dalam puisi lisan umapos mengandung makna pemimpin yang harus bersifat rendah hati terhadap rakyatnya agar rakyat akan menjadi pendukung sejati akan dirinya dalam hal apa pun. 8) Kesaktian Setiap daerah memiliki ciri khas kesaktian masing-masing, begitupula yang terdapat dalam daerah Banggai. Kesaktian yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kepandaian, ketangkasan, bela diri, dan ilmu kanuragan atau magis. Di daerah Banggai budaya magis masih terlihat sangat kental, hal ini dilihat melaui bait-bait puisi lisan umapos. 9) Bekerja sama Suatu pekerjaan yang berat akan terselesaikan dengan cara gotong royong, dalam hal ini kerja sama akan menunjang suatu harapan. Misalnya ketika kita akan mengadakan acara besarbesaran, jika tak dilakukan secara bersama maka acara tersebut tak dapat terselenggara dengan yang diharapkan. Melalui penggambaran puisi lisan umapos inilah dapat dilihat antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pemimpin terdapat kerjasama yang baik. 10) Rasa hormat Dalam puisi lisan umapos di Kabupaten Banggai digambarkan secara jelas bentuk penghormatan seluruh rakyat terhadap pemimpin mereka, dalam hal ini seorang Bupati. Dengan rasa hormat itulah menjadikan pemimpin berwibawa dan dapat didengar semua perintahnya dalam ranah perubahan ke arah positif. PENUTUP Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Struktur teks puisi lisan Umapos dibangun oleh seperangkat struktur, yakni struktur batin dan struktur fisik, yang kesemuanya saling berhubungan. Adapun struktur batin terdiri atas tema, rasa, nada, amanat, struktur fisik yakni diksi, imaji, kata nyata, majas, ritme dan rima. 2) Nilai budaya suku saluan di Kabupaten Banggai dalam Puisi Lisan Umapos terlihat dari beberapa nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Struktur-struktur kebudayaan yang 11
terkandung dalam puisi lisan umapos terdiri dari 10 bagian, yaitu kemauan keras, kasih sayang, kecerdikan, berbudi luhur, bertawakal kepada Allah SWT, tahan penderitaan, rendah hati, kesaktian, bekerja sama dan rasa hormat. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Struktur teks puisi lisan Umapos dibangun oleh seperangkat struktur, yakni struktur batin dan struktur fisik, yang kesemuanya saling berhubungan. Adapun struktur batin terdiri atas tema, rasa, nada, amanat, struktur fisik yakni diksi, imaji, kata nyata, majas, ritme dan rima. 2) Nilai budaya suku saluan di Kabupaten Banggai dalam Puisi Lisan Umapos terlihat dari beberapa nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Struktur-struktur kebudayaan yang terkandung dalam puisi lisan umapos terdiri dari 10 bagian, yaitu kemauan keras, kasih sayang, kecerdikan, berbudi luhur, bertawakal kepada Allah SWT, tahan penderitaan, rendah hati, kesaktian, bekerja sama dan rasa hormat.
DAFTAR PUSTAKA Didipu, Herman. 2011. Sastra Daerah Konsep Dasar, Penelitian, dan Pengkajiannya. Gorontalo: Ideas Publishing. -------------. 2013. Teori Pengkajian Sastra (Sebuah Pengantar). Bandung: Mujahid Press. Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. -------------. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo. Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Jabrohim dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta. Siswantoro.
2010. Metode Penelitian Sastra Pustaka Pelajar.
12
:
Analisis Struktur Puisi.
Yogyakarta: