i
Jurnal Penelitian
ISLAM EMPIRIK
Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P3M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah
Jurnal Penelitian
ISLAM EMPIRIK
Meretas Nalar Islam, Mengusung Nalar Terapan Vol 5, Nomor 1, Januari - Juni 2012
ISSN: 1693-6019
PEMIMPIN UMUM Ahmad Supriyadi
Jurnal Penelitian ISLAM EMPIRIK diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STAIN Kudus setiap enam bulan sekali dan menerima setiap karya tulis sesuai dengan maksud jurnal tersebut diatas. Naskah diketik rapi sekitar 20 halaman spasi 1.5 beserta biodata penulis dan mencantumkan daftar pustaka sebagai sumber referensi. redaksi berhak memperbaiki susunan kalimat tanpa merubah isi tulisan yang dimuat
PEMIMPIN REDAKSI M. Saekhan Muchith SEKRETARIS REDAKSI Santoso DEWAN REDAKSI Mas’udi Amin Nasir Murtadlo Ridwan PENYUNTING AHLI Muhammad Ivan Alfian Ahmad At tabik Ahmad Zain Muhammad Mustaqim TAT USAHA Dwi Sulistiono Ahmad Anif Nur Kholis
Alamat Redaksi P3M STAIN Kudus Jl. Conge Ngembalrejo PO BOX 51 Telp. (0291) 432677, Fax 441613 Kudus 59322 Email:
[email protected]
Diterbitkan Oleh Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus Jawa Tengah
DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi......................................................................... v - vi Daftar Isi............................................................................................ vii - viii
PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT TINJAUAN FIQIH .
Oleh: Dr. H. Abdurrohman Kasdi, Lc, M.Si........................... 1 - 26
. MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI
.
SISTEM PENDIDIKAN TERPADU INSANTAMA BOGOR Oleh: Agus Retnanto................................................................. 27 - 76
LEGALITAS LEMBAGA KEUANGAN GADAI
SYARIAH DI INDONESIA (Studi Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ”PERUM” Pegadaian)
.
Oleh: Ahmad Supriyadi........................................................... 77 - 126
KEUNGGULAN KOMPETITIF BERKELANJUTAN MELALUI RANTAI NILAI DAN STRATEGI BERSAING PADA MINI MARKET .
Oleh:Muhammad Husni Mubarok.......................................... 127 - 152
RELIGIUSITAS ANAK JALANAN DI KAMPUNG ARGOPURO DESA HADIPOLO KABUPATEN KUDUS .
Oleh: Irzum Farihah, S.Ag., M.Si............................................. 153 - 176
-v-
KONSTRUKSI MODEL PENILAIAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS .
Oleh: Ismanto............................................................................... 177 - 204
EPISTEMOLOGI MULLĀ SADRĀ (Kajian Tentang Ilmu Husu>li> dan Ilmu Hudu>ri>) .
Oleh: Fathul Mufid..................................................................... 205 - 234
PERGULATAN PEMIKIRAN ISLAM DI RUANG PUBLIK MAYA (Analisis Terhadap Tiga Website Organisasi Islam di Indonesia) .
Oleh: Muhamad Mustaqim........................................................ 235 - 258
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI SIMBIOSIS PARASITISMA (Studi Analisis Persoalan Riba dalam Kajian Normatif Filosofis) .
Oleh: H. Solikhul Hadi, M.Ag.................................................. 259 - 282
POLA KEBERAGAMAAN KAUM TUNA RUNGU
WICARA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
.
Oleh: Sulthon, M.Ag.................................................................. 283 - 318
- vi -
PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT TINJAUAN FIQIH
Oleh: Dr. H. Abdurrohman Kasdi, Lc, M.Si1
Abstrak Pernikahan beda agama adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang beda agama. Pernikahan ini menjadi salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama. Persoalan ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak yang pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki dasar hukum berupa dalil maupun argumen rasional yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan kajian deskriptif-komparatifanalitis. Mendiskripsikan tentang pernikahan beda agama, mengkomparasikan pendapat ulama, kemudian menganalisisnya secara kritis. Studi banding (komparasi) dilakukan terhadap beberapa pendapat, baik yang melarang pernikahan beda agama maupun yang memperbolehkannya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa ulama berbeda pendapat tentang pernikahan beda agama dalam beberapa pendapat: pertama, kelompok yang membolehkan nikah antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imam Madzhab Empat; kedua, kelompok yang mengharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalangan Syi’ah Imamiyah; ketiga, kelompok yang berpendapat bahwa perempuan Ahli Kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan. Kata Kunci: Nikah Beda Agama, Madzhab, Jumhur Ulama, Fiqih Penulis adalah Dosen Tetap STAIN Kudus, alumni Fakultas Syari’ah Universitas al-Azhar dan Doktor Hukum Islam IAIN Walisongo Semarang. 1
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
1
Abdurrohman Kasdi
A. Pendahuluan Dalam pandangan fiqih, pernikahan yang ideal adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang sekufu (seimbang), sehingga tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Keluarga yang demikian, akan diselimuti rasa tenteram dan penuh cinta kasih sayang. Pernikahan seperti itu hanya akan terjadi jika suami istri berpegang pada agama yang sama, keduanya beragama Islam dan menjalankan syari’at Islam. Apabila agama keduanya berbeda, maka akan timbul berbagai persoalan dalam keluarga, seperti dalam pelaksanaan ibadah, memilih pendidikan anak, pembinaan karir anak dan permasalahan lainnya. Kemungkinan terjadinya nikah beda agama biasanya di beberapa negara yang hiterogen dan majemuk, seperti bangsa Indonesia yang dikenal dengan “Bhinneka Tunggal Ika” (berbeda-beda tetapi tetap satu juga). Ini menunjukkan bahwa masyarakat yang majemuk, terutama bila dilihat dari segi etnis, suku bangsa dan agama mempunyai potensi munculnya nikah beda agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat yang majemuk dihadapkan pada perbedaan– perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar sesama warga. Oleh karena itu, masalah hubungan antar umat beragama mendapat perhatian serius dari pemerintah dan warga masyarakatnya. Fenomena bangsa yang majemuk ini menjadikan pergaulan di masyarakat semakin hiterogen dan beragam. Hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau, seorang Muslim dan Muslimat sekarang ini banyak berinteraksi dan bermuamalah dengan non-Muslim. Seorang Muslim dan Muslimat yang hidup di negara yang majemuk seperti ini hampir dipastikan sulit untuk menghindari pergaulan dengan orang yang beda agama. Permasalahan akan muncul apabila interaksi ini kemudian memunculkan ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya 2
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan. Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama menjadi persoalan yang terjadi pada setiap masyarakat yang hiterogen. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan nonMuslim yang selanjutnya disebut sebagai pernikahan beda agama. Persoalan ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak yang pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki dasar hukum berupa dalil maupun argumen rasional yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalildalil Islam tentang pernikahan beda agama. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan kajian deskriptif-komparatifanalitis. Mendiskripsikan tentang pernikahan beda agama, mengkomparasikan pendapat ulama, kemudian menganalisisnya secara kritis. Studi banding (komparasi) dilakukan terhadap beberapa pendapat, baik yang melarang pernikahan beda agama maupun yang memperbolehkannya. B. Konsep Pernikahan Beda Agama Sebelum memaparkan lebih jauh tentang pernikahan beda agama, alangkah baiknya dijelaskan terlebih dulu tentang definisi nikah baik menurut syari’ah maupun menurut undangundang. Nikah menurut Muhammad Abu Ishrah adalah akad yang memberikan faidah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita, serta mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya, serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing. Adapun definisi nikah menurut jumhur ulama adalah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau ziwaj atau yang semakna dengan keduanya (Darajat, 1995: 37). Sedangkan pengertian pernikahan menurut Undangundang No. 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
3
Abdurrohman Kasdi
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Bab 1 Pasal 1). Maksud dari pernikahan beda agama adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita yang beda agama. Masalah pernikahan berbeda agama ini sebenarnya terbagi dalam 2 kasus keadaan, antara lain: pertama, pernikahan antara laki-laki non-Muslim dengan wanita Muslimah, dan kedua, pernikahan antara laki-laki Muslim dengan wanita non-Muslimah. Yusuf Qardhawi membagi golongan non-Muslim menjadi beberapa golongan, di antaranya: Golongan Musyrik, Mulhid, Murtad, Baha’i, dan Ahli Kitab (Qardhawi, 1978: 402406). Musyrik adalah penyembah berhala atau orang yang menyekutukan Allah, Mulhid adalah golongan orang-orang yang menganut ateis, Murtad adalah golongan orang yang keluar dari agama Islam, Baha’i termasuk di antara golongan orang-orang yang Murtad, dan Ahli Kitab adalah kaum Yahudi dan Nashrani (Chuzaimah dan Hafizh Anshary (ed.), 2002: 13). Sedangkan menurut al-Jaziry dalam bukunya Kitab alFiqh `alâ al-Madzâhib al-Arba’ah,, golongan non-Muslim dibagi menjadi tiga golongan: pertama, golongan yang tidak berkitab, baik samawi maupun kitab lainnya. Mereka adalah penyembah berhala, dan orang-orang Murtad disamakan dengan mereka. Kedua, golongan yang mempunyai kitab semacam samawi. Mereka adalah orang-orang Majusi yang menyembah api. Mereka mengubah-ubah kitab yang diturunkan kepada mereka dan membunuh nabi mereka dari Zaradusyta. Ketiga, golongan yang mempunyai kitab suci samawi. Mereka adalah orang-orang Yahudi yang percaya kepada Taurat dan orang-orang Nashrani yang mempercayai Injil (al-Jazairi, 1986: 11). Adapun non-Muslim dalam al-Qur’an dibagi menjadi dua bagian di antaranya adalah: pertama, kaum Musyrikin. Al-Qur’an menyebut tentang golongan Musyrikin, sekaligus menjadi dasar hukum nikah antara kaum Muslimin dan Muslimat dengan mereka yaitu firman Allah SWT.: 4
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝﮞ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221)
Kedua, Ahli Kitab. Sebagaimana firman Allah:
ﯚ ﯛ ﯜ ﯝﯞ ﯟ ﯠ ﯡ ﯢ ﯣ ﯤ ﯥ ﯦ ﯧﯨ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮﯯﯰﯱﯲﯳﯴﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻﯼ ﯽ ﯾ ﯿﰀﰁﰂﰃﰄﰅﰆﰇ “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Mâ’idah: 5) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
5
Abdurrohman Kasdi
Ulama sangat bervariasi dan tidak ada kata sepakat (ijma’) dalam menetapkan Musyrik dan Ahli Kitab. Sebagian ulama memasukkan istilah Ahli Kitab ke dalam kategori Musyrik, dan ada pula yang membedakan keduanya secara tegas. Ibn Umar misalnya, ia menganut yang pertama, sebagaimana ditegaskan: “Saya tidak melihat syirik yang lebih berat dari perkataan wanita itu bahwa tuhannya Isa” (ash-Shabuni, 1972: 536). Sedangkan seperti Syaikh Mahmud Syaltut, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan yang sependapat dengan mereka membedakan dengan jelas antara musyrik dengan ahli kitab (Ridha, 1380 H: 186-187). Qatadah, seorang mufassir dari kalangan tabi’in, sebagaimana dikutip oleh Rasyid Ridha, berpendapat bahwa yang dimaksud musyrik dalam ayat 221 surat al-Baqarah adalah penyembahan berhala pada saat al-Qur’an turun. Karena itu ayat tersebut tidak tegas melarang menikahi dengan orang Musyrik selain bangsa Arab, seperti Cina/Konghucu, Budha, dan lain-lain (Ridha, 1380 H: 190). Rasyid Ridha lebih tegas lagi, ia menganggap bahwa Majusi (penyembahan api ) Shabi’in (penyembahan bintang) sebenarnya mereka dulunya mempunyai kitab dan nabi, namun karena masanya sudah terlalu lama dan jarak yang terlalu jauh dengan nabi maka kitab yang asli tidak dapat diketahui (Ridha, 1380 H: 186-187). Pendapat inilah yang dijadikan ketentuan oleh negara Pakistan. Rasyid Ridha mendasarkan pendapatnya pada firman Allah SWT.:
ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ
“Sesungguhnya kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, serta tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan. (QS. Fatir: 24)
Juga firman Allah:
ﭨ ﭩ ﭪ ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ ﭯ ﭰﭱ ﭲ ﭳ ﭴﭵ ﭶﭷﭸ 6
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
“Orang-orang yang kafir berkata, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu tanda (kebesaran) dari Tuhannya?” Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan; dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (QS. Ar-Ra’d: 7)
Juga firman Allah:
ﮯﮰﮱﯓﯔﯕﯖﯗ ﯘ ﯙﯚﯛ ﯜﯝﯞﯟ ﯠﯡﯢ ﯣ ﯤﯥﯦ ﯧ ﯨﯩ ﯪ ﯫ ﯬ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. AlHadîd: 16)
Juga firman Allah:
ﭴ ﭵ ﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺﭻ ﭼ ﭽ ﭾ
“Dan dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati, amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. AlMukmin: 78)
Di samping itu, ada pendapat lain dari ulama Syafi’iyah yang menegaskan bahwa yang dimaksud Ahli Kitab yang halal dinikahi adalah mereka yang memeluk agama nenek moyangnya sebelum Nabi Muhammad diutus dan setelah itu tidak dapat dikatakan lagi Ahli Kitab (as-Sayis, 1953: 168). C. Hasil Penelitian dan Pembahasan Realita masyarakat sekarang ini sangat majemuk, yang terdiri dari berbagai macam suku, golongan, ras dan agama serta kaya akan budaya. Hiterogenitas masyarakat yang majemuk itu sangat memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, antargolongan bahkan antar agama. Namun hal yang terakhir ini bagi umat Islam merupakan hal yang sangat peka, bahkan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
7
Abdurrohman Kasdi
sangat merisaukan sebagian umat Muslim di manapun mereka berada (Baidan, 2001: 23). Persoalan sosial yang kompleks tersebut tentunya harus didekati melalui berbagai disiplin ilmu, sehingga persoalan-persoalan tersebut bisa terjawab dengan benar dan jelas serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Pernikahan beda agama antara Muslim dengan nonMuslim dalam perspektif fiqih, tentunya berangkat dari pene lusuran terhadap sumber pokok ajaran Islam (al-Qur’an dan sunnah) serta pendapat ulama dalam mencermati perkembangan hukum Islam tentang hal tersebut. Untuk mempersingkat pembahasan, paling tidak ada dua golongan yang disebutkan dalam al-Qur’an, yaitu golongan Musyrik dan golongan Ahli Kitab yang sekaligus menjadi dasar hukum pernikahan antara Muslim dengan mereka. C.1. Pernikahan pria Muslim dengan wanita non-Muslimah Dalam konteks fiqih, wanita non-Muslimah yang dimaksud dalam pernikahan ini dibagi menjadi dua: Pertama, pernikahan pria Muslim dengan wanita Musyrik dan wanita Murtad. Semua ulama sepakat bahwa seorang pria Muslim haram hukumnya menikahi wanita Musyrik dan wanita Murtad. Dasar hukumnya adalah: 1. Tentang keharaman menikahi wanita Musyrik, Allah SWT. berfirman:
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝﮞ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik
8
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221)
2. Tentang keharaman menikahi wanita Murtad. Seorang wanita yang Murtad dari agama Islam dianggap tidak beragama, sekalipun ia pindah ke agama Samawi (Abu Zahra, t.th.: 114). Apabila seorang pria Muslim menikahi wanita Ahli Kitab, kemudian istrinya pindah ke agama orang kafir yang bukan Ahli Kitab, maka wanita itu boleh dipaksa untuk masuk Islam. Jika tidak mau maka harus ditalak. Ulama fiqih sepakat bahwa seorang pria Muslim tidak boleh menikah dengan wanita yang tidak beragama Samawi (agama yang mempunyai kitab dan diturunkan oleh Allah melalui Nabi, serta agama Samawi ini namanya disebut dalam al-Qur’an). Wanita yang tidak beragama samawi tidak boleh dinikahi, karena mereka termasuk golongan Musyrikat yang dilarang dinikahi dalam surat Al-Baqarah ayat 221 di atas. Kedua, pernikahan pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab. Ibrahim Hosen mengelompokkan pendapat para ulama’ mengenai pernikahan tersebut, dalam tiga kelompok, yakni ada yang menghalalkan, ada yang mengharamkan dan ada yang menyatakan halal tetapi secara politik tidak diperkenankan (Husen, 1971: 201-204). Secara detil pengelompokan Ibrahim Hosen ini sebagai berikut: 1. Kelompok yang membolehkan nikah antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imam Madzhab Empat. Mereka mendasarkan pendapatnya pada: EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
9
Abdurrohman Kasdi
Pertama, dalil al-Qur’an surat Al-Mâ’idah ayat 5:
ﯨﯩﯪﯫﯬ ﯭﯮﯯﯰ ﯱﯲﯳﯴﯵ ﯶﯷﯸ ﯹ ﯺ ﯻﯼ
“(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundikgundik.” (QS. Al-Mâ’idah: 5)
Kedua,Ahli Kitab tidak termasuk Musyrikin. Surat Al-Baqarah ayat 221 bersifat umum, sedangkan surat AlMâ’idah ayat 5 berfungsi mengkhususkan keumuman surat Al-Baqarah ayat 221. Mereka juga mengatakan bahwa surat Al-Mâ’idah ayat 5 merupakan nasikh dari surat Al-Baqarah ayat 221. Ketiga, sejarah telah menunjukkan bahwa beberapa sahabat Nabi pernah menikahi wanita Ahli Kitab. Pada zaman nabi ada beberapa sahabat yang melakukannya (Abu Zahra, 1991: 113). Mayoritas sahabat (kecuali Abdullah bin Umar) telah sepakat bahwa menikahi wanita-wanita Ahli Kitab hukumnya boleh. Dalam praktiknya ada di antara sahabat yang menikahi Ahli Kitab, seperti Thalhah bin Ubaidillah. Perlu diketahui bahwa menurut Imam Syafi’i, wanita Ahli Kitab yang halal dinikahi oleh seorang pria Muslim adalah wanita yang menganut agama Yahudi dan Nasrani sebagai agama keturunan dari nenek moyang mereka yang menganut agama tersebut sejak masa sebelum Nabi Muhammad Saw. diutus menjadi Rasul, berarti sebelum al-Qur’an diturunkan. Dengan demikian, orang yang baru menganut agama Yahudi dan Nasrani sesudah al-Qur’an diturunkan, tidak dianggap Ahli Kitab. Hal ini karena ada 10
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
ungkapan min qablikum (dari sebelum kamu) dalam surat Al-Mâ’idah ayat 5. Ungkapan min qablikum tersebut menjadi qayyid bagi Ahli Kitab yang dimaksud. 2. Kelompok yang mengharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalangan Syi’ah Imamiyah. Ketika Ibn Umar ditanya tentang menikahi wanita Yahudi dan Nasrani, ia menjawab, “Sesungguhnya Allah SWT. mengharamkan wanita-wanita Musyrik bagi kaum Muslimin. Saya tidak tahu, syirik manakah yang lebih besar daripada seorang wanita yang berkata bahwa Tuhannya adalah Nabi Isa, sedangkan Nabi Isa adalah seorang di antara hamba Allah SWT (Ibnu Hazm, t.th.: 445). Dasar hukum yang digunakan oleh kelompok ini adalah: Pertama, pemahaman terhadap al-Qur’an surat alBaqarah ayat 221:
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝﮞ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita Musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik dari wanita Musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang Musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang Musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221)
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
11
Abdurrohman Kasdi
Kedua, firman Allah SWT. dalam surat Mumtahanah ayat 10:
ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮ ﯯ ﯰ ﯱﯲ ﯳ ﯴ ﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ ﯺ ﯻ ﯼﯽ ﯾ ﯿ ﰀﰁ ﰂ ﰃﰄ ﰅ ﰆ ﰇ
“Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Mumtahanah: 10)
Menurut kelompok ini, kedua ayat di atas melarang seorang pria Muslim menikahi wanita-wanita kafir. Ahli Kitab termasuk golongan orang kafir Musyrik karena orang Yahudi menuhankan Uzer dan orang Nasrani menuhankan Isa bin Maryam, sedangkan dosa syirik tidak diampuni oleh Allah jika mereka tidak mau bertaubat kepada Allah SWT. Imam Muhammad ar-Razi dalam at-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib menyebutkan bahwa ayat tersebut sebagai ayat-ayat permulaan yang secara eksplisit menjelaskan hal-hal yang halal (mâ yuhallu) dan hal-hal yang dilarang (mâ yuhramu). Menikahi orang Musyrik dan Ahli Kitab merupakan salah satu perintah Allah dalam kategori “haram” dan “dilarang” (ar-Razi, 1995: 59). Imam ar-Razi juga berpandangan bahwa dalam beberapa ayat di dalam al-Qur’an memasukkan Kristen dan Yahudi sebagai Musyrik. Kategori Musyrik dalam kedua agama samawi tersebut, dikarenakan orang-orang Yahudi menganggap Uzair sebagai anak Tuhan, sedang orangorang Kristen menganggap al-Masih sebagai anak Tuhan. Dapat dilihat bagaimana al-Qur’an secara cermat dan jelas membedakan pengertian antara Musyrik dan Ahli Kitab. Dalam surat al-Baqarah ayat 5, Allah berfirman, “Orangorang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang Musyrik tidak 12
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
menginginkan diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu…” Dalam surat al-Bayyinah ayat 1, Allah juga menyebutkan, “Orang-oring kafir dari Ahli Kitab dan orangorang kafir Musyrik tak akan melepaskan (kepercayaan mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata.” Ketiga, surat Al-Mâ’idah ayat 5 yang dijadikan dalil bagi kelompok yang membolehkan pria Muslim menikahi wanita Ahli Kitab, menurut kelompok ini hendaknya dipahami sebagai wanita Ahli Kitab yang telah masuk Islam, atau dimungkinkan pengertiannya adalah menikahi Ahli Kitab pada saat wanita masih sedikit. 3. Kelompok yang berpendapat bahwa perempuan Ahli Kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hal: Pertama, riwayat Umar ibn Khaththab yang memerintahkan kepada para sahabat yang beristri Ahli Kitab untuk menceraikannya, lalu para sahabat mematuhinya kecuali Hudzaifah. Maka Umar memerintahkan kedua kalinya kepada Hudzaifah, “Ceraikanlah ia.” Lalu Hudzaifah berkata kepada Umar, “Maukah kamu menjadi saksi bahwa menikahi perempuan Ahli Kitab itu adalah haram?” Umar menjawab, “Ia akan menjadi fitnah, ceraikanlah”, kemudian Hudzaifah mengulangi permintaan tersebut, namun jawab Umar, “Ia adalah fitnah.” Akhirnya Hudzaifah berkata, “Sesungguhnya aku tahu ia adalah fitnah tetapi ia halal bagiku.” Setelah Hudzaifah meninggalkan Umar, barulah ia mentalak istrinya. Kemudian ada sahabat yang bertanya kepadanya, “Mengapa tidak engkau talak istrimu ketika diperintah Umar?” Jawab Hudzaifah, “Karena aku tidak ingin diketahui orang bahwa aku melakukan hal-hal yang tidak layak.” (Ibnu Qudamah, t.th.: 590). Kedua, menikahi wanita Ahli Kitab berbahaya karena dikhawatirkan si suami akan terikat hatinya, apalagi setelah mereka memperoleh keturunan. Bolehnya pernikahan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
13
Abdurrohman Kasdi
wanita Ahli Kitab akan menjadi persoalan karena kebolehan itu tidak mutlaq tetapi muqayyad. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa wanita Ahli Kitab yang berada di Darul Harbi, merupakan pembuka pintu fitnah. Melakukan pernikahan dengan mereka hukumnya makruh tahrim, karena akan mengakibatkan mafasid. Menikahi wanita Ahli Kitab Dzimmi yang tunduk pada undangundang Islam hukumnya makruh tahrim. Sedangkan ulama Madzhab Maliki terbagi menjadi dua pendapat; pertama, menikahi wanita Ahli Kitab hukumnya makruh mutlak, baik Dzimmi maupun Harbi. Kedua, tidak makruh secara mutlak, karena ada ayat yang membolehkannya. Adapun menurut ulama kontemporer, ada beberapa pendapat tentang pernikahan pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab: 1. Al-Jaziri berpendapat bahwa hukum pernikahan antara pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab hukumnya mubah, akan tetapi menjadi persoalan bagi suami (muslim) terlebih setelah punya anak. Sebab kemudahan itu tidak bersifat mutlaq, namun muqayyad (a1-Jazairi, 1986: 76). 2. Menurut Sayyid Sabiq, hukum pernikahan antara pria Muslim dengan wanita Ahli Kitab, meskipun jaiz tetapi makruh karena menurutnya suami tersebut tidak terjamin bebas dari fitnah istri. Terlebih dengan kitabiyah harbiyah (Sabiq, 1973: 101). 3. Demikian juga dengan Yusuf Qardhawi yang berpendapat bahwa kebolehan nikah dengan wanita kitabiyah tidak mutlaq, tetapi terikat dengan qayid‑qayid yang perlu diperhatikan, yaitu: a. wanita Ahli Kitab itu benar-benar berpegangan pada ajaran Samawi, tidak ateis dan murtad. b. wanita Ahli Kitab itu muhshanah (memelihara dirinya dari perbuatan zina). c. Ia tidak kitabiyah harbiyah. Hal ini berarti kitabiyah 14
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
dzimmiy hukumnya boleh. d. Dipastikan tidak terjadi “fitnah”, baik dalam kehidupan rumah tangga terlebih dalam kehidupan sosial masyarakat. Sehingga semakin tinggi kemungkinan terjadi fitnah dan mafsadah, maka semakin besar tingkat larangan dan keharamannya (Qardhawi, 1978: 470). 4. Rasyid Ridha mengemukakan, “Kami telah memperingatkan bahaya pernikahan dengan wanita Ahli Kitab. Suami bisa tertarik mengikuti agama istrinya karena ilmu dan kecantikannya, atau karena kebodohan dan kelemahan akhlak suami. Hal ini banyak terjadi pada pernikahan pria Muslim yang lemah dengan wanita Eropa modern atau wanita Ahli Kitab lainnya. Mereka terpengaruh fitnah istri mereka, sehingga dengan prinsip saddudzdzari’ah seorang pria Muslim haram menikah dengan wanita Ahli Kitab (Ridha, 1380 H: 193). 5. Yusuf Qardhawi juga mengatakan, “Kita mengetahui bahwa nikah dengan wanita non-Muslimah pada masa kita terlarang guna menghindari dzari’ah, karena banyak madharat dan mafsadahnya, di antaranya: a. Pada abad modern, kekuasaan pria Muslim atas wanita modern semakin berkurang. Padahal pribadi wanita semakin menguat, terutama wanita Barat. b. Jika pernikahan antara pria Muslim dengan wanita nonMuslimah diperbolehkan, maka hal ini akan berpengaruh pada perimbangan antara wanita Muslimah dengan pria Muslim. Wanita Muslimah yang belum nikah akan semakin banyak dibandingkan dengan pria Muslim yang belum menikah. c. Pernikahan dengan wanita non-Muslimah akan menimbulkan kesulitan dalam interaksi suami istri dan dalam mengatur pendidikan anak-anak. Terlebih lagi jika pria Muslim dan wanita non-Muslimah berbeda tanah air, bahasa, kebudayaan, dan tradisi, misalnya EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
15
Abdurrohman Kasdi
seorang pria Muslim Indonesia menikah dengan wanita non-Muslimah dari Eropa atau negara lainnya. d. Suami mungkin bisa terpengaruh oleh agama istrinya, demikian juga anak-anaknya. Jika hal ini terjadi, maka fitnah yang dikhawatirkan itu benar-benar menjadi kenyataan. Oleh karena itu, dengan adanya empat madharat dan mafsadah di atas, menurut Yusuf Qardhawi menghindarinya harus didahulukan daripada mendatangkan mashlahat (Qardhawi, 1978: 414). Oleh karena itu, menghindari nikah beda agama harus lebih didahulukan daripada melakukannya. 6. Muhammad Quraish Shihab menyimpulkan bahwa memang surat al-Mâ’idah ayat 5 di atas membolehkan pernikahan antar pria muslim dengan wanita ahl al-kitab, tetapi izin tersebut adalah sebagai jalan keluar karena kebutuhan mendesak ketika itu, di mana kaum muslimin sering berpergian jauh melaksanakan jihad tanpa mampu kembali ke keluarga mereka, sekaligus juga untuk tujuan dakwah (Shihab, 2005: 30). C.2. Pernikahan wanita Muslimah dengan pria non-Muslim Jumhur ulama sepakat bahwa wanita Muslimah haram hukumnya menikah dengan pria non-Muslim. Hal ini karena alQur’an secara tegas menyebutkan keharamannya, sebagaimana firman Allah SWT:
ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ ﭼ ﭽ ﭾﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄﮅ ﮆ ﮇ ﮈ ﮉ ﮊ ﮋ ﮌﮍ ﮎ ﮏ ﮐ ﮑﮒ ﮓ ﮔ ﮕ ﮖ ﮗ ﮘﮙ ﮚ ﮛ ﮜﮝﮞ 16
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221)
Ayat di atas menjelaskan kepada para wali untuk tidak menikahkan wanita Muslimah dengan pria non-Muslim. Keharaman tersebut bersifat mutlak, maksudnya wanita Muslimah haram hukumnya secara mutlak menikah dengan pria non-Muslim, baik pria Musyrik maupun Ahli Kitab. Syaikh al-Maraghi dalam menafsirkan ayat di atas, menjelaskan bahwa menikahkan wanita dengan laki-laki non muslim adalah haram, berdasarkan sunah (hadits) Nabi dan ijma’ ulama. Rahasia larangan ini (menurutnya) adalah karena istri tidak punya wewenang seperti suami, bahkan keyakinan berusaha memaksa istri untuk menukar keimanannya sesuai dengan keyakinan suami, karena lemahnya posisi istri (a1Maraghi, 1974: 153). Pendapat senada juga disampaikan ash-Shabuni. Menurutnya, dalam surat al-Mâ’idah ayat 5 Allah hanya menegaskan “makananmu halal bagi mereka” dan tidak ditegaskannya wanita-wanitamu halal bagi mereka. Penegasan teks tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh ash-Shabuni, dapat dijadikan indikator bahwa hukum kedua kasus itu tidak sama, artinya dalam makanan mereka boleh saling memberi dan menerima serta masing-masing boleh menekan dari keduanya. Namun dalam kasus menikahkan wanita-wanita Muslimah dengan pria non-Muslim lebih urgen ketimbang dengan masalah “makan” serta memberikan dampak yang lebih luas, sehingga tidak ada hubungan antara keduanya dan tidak bisa diqiyaskan begitu saja (ash-Shabuni, 1972: 536). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
17
Abdurrohman Kasdi
C.3.Pernikahan Beda Agama Menurut Undang-undang Perkawinan Sebagamana telah penulis paparkan pendapat ulama fiqih, mereka sepakat bahwa seorang wanita Muslimah dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Sedangkan seorang pria Muslim dilarang menikah dengan wanita non-Muslimah yang Musyrik, namun para ulama berbeda pendapat ketika mereka menetapkan hukum pernikahan pria Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Adanya perbedaan hukum dalam masalah ini akan berimplikasi pada timbulnya putusan yang berbeda pada kasus yang sama di pengadilan, karena hakimnya mempunyai paham hukum yang berbeda, hal ini akan menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Untuk keluar dari problem tersebut para pakar hukum Islam di Indonesia telah berupaya menyatukan pendapat yang mereka kumpulkan dalam sebuah Undang-undang dan Kompilasi dengan berbagai metode dalam menyatukan pendapat itu. Usaha tersebut telah menghasilkan Undangundang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang kemudian ditetapkan dengan Inpres No. 1/1991. Agar Undang-undang Perkawinan (No. 1 Tahun 1974) dapat dilaksanakan dengan seksama, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975. Dengan demikian, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan merupakan Undang-undang yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan segala permasalahan yang terkait dengan perkawinan (nikah, talak, cerai, dan rujuk) di Indonesia, yang ditanda tangani pengesahannya pada tanggal 2 Januari 1974 oleh Presiden Soeharto. Undang-undang ini merupakan hasil usaha untuk menciptakan hukum nasional dan merupakan hasil unifikasi hukum yang menghormati adanya variasi berdasarkan agama. Dalam konteks pernikahan, UU No. 1/1974, PP. No. 9 Tahun 1975 dan Inpres No. 1/1991 merupakan peraturan yang memuat nilai-nilai hukum Islam, bahkan KHI merupakan fiqh 18
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
Indonesia yang sepenuhnya memuat materi hukum keperdataan Islam (perkawinan, kewarisan dan perwakafan). Dalam perkembangan hukum perbedaan agama dan keluarga Islam kontemporer mengalami banyak perkembangan pemikiran, antara lain dalam hal pernikahan beda agama. Sebelum diundangkannya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, di Indonesia pernah berlaku peraturan hukum antar golongan tentang pernikahan campuran, yaitu Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau peraturan tentang perkawinan campuran sebagaimana dimuat dalam Staatblad 1898 Nomor 158 (Redaksi, 1989: 744-788). Pasal 1 dari peraturan tentang perkawinan campur (GHR) itu dinyatakan bahwa yang dinamakan perkawinan campuran ialah perkawinan antara orang-orang di Indonesia yang tunduk kepada hukum yang berlainan. Terhadap pasal ini ada tiga pandangan dari para ahli hukum mengenai perkawinan antara agama. Sebagaimana diungkapkan oleh Sudargo Gautama adalah: perkawinan campuran antar agama dan antar tempat termasuk di bawah GHR, perkawinan antar agama dan antartempat tidak termasuk di bawah GHR, hanya perkawinan antar agama yang termasuk di bawah GHR (Abu Bakar, 1993: 139). Dengan berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, seperti disebut pada pasal 66 UUP, maka semua ketentuan-ketentuan perkawinan terdahulu sepanjang telah diatur dalam Undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku. Pemahaman tentang Pasal demi Pasal dari UU No.1/1974, khususnya yang berkaitan dengan perkawinan beda agama, di kalangan para ahli dan praktisi hukum, dapat dijumpai tiga pendapat: Pertama, golongan yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama merupakan pelanggaran terhadapUU No. 1/1974. Hal ini karena dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan: “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya kepercayaan itu,” demikian juga pasal 8 huruf (f): “Perkawinan dilarang antara dua orang yang mempunyai EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
19
Abdurrohman Kasdi
hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.” Kedua, golongan yang berpendapat bahwa perkawinan beda agama hukumnya sah dan dapat dilangsungkan karena telah tercakup dalam perkawinan campuran, sebagaimana termaktub dalam pasal 57 Undang-undang Perkawinan ini dan pelaksanaannya dilakukan menurut tatacara yang diatur oleh pasal 6 GHR dengan merujuk pasal 66 UU No. 1/1974. Sedangkan golongan yang ketiga berpendapat bahwa perkawinan antara agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, oleh karenanya sesuai dengan pasal 66 UU No. 1/1974, maka peraturan-peraturan lama dapat diberlakukan. Oleh karena itu, persoalan pernikahan beda agama bisa merujuk pada Peraturan Perkawinan Campuran yang terdapat pada Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau peraturan tentang perkawinan campuran sebagaimana dimuat dalam Staatblad 1898 Nomor 158. Menanggapi tiga pandangan di atas, menurut Ahmad Sukarja bahwa tidak diaturnya perkawinan antar agama secara tegas dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, karena perkawinan itu memang tidak dikehendaki pelaksanaannya. Hal ini mengacu pasal 2 ayat (1) menentukan sah atau tidaknya perkawinan. Jadi bila pasal 66 UU No. 1/1974 yang merujuk pasal 2 dan 7 ayat (2) GHR dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hukum materiil adalah terlalu dipaksakan, karena mengingat lembaga perkawinan antar agama di Indonesia kurang dikehendaki, sehingga tidak diperlukan adanya pemenuhan hukum materiil. Sedangkan terhadap pendapat yang cenderung membuka kemungkinan dipaksakannya perkawinan berbeda agama berdasarkan pasal 57 UU No. 1/1974 “…perkawinan antara dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berbeda…”, tentunya Pasal tersebut tidak dipahami secara parsial dan seharusnya antara pasal-pasal dalam bab itu dipahami secara menyeluruh dalam satu kesatuan dengan konteks perbedaan 20
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
kewarganegaraan. Dengan demikian menurut Ahmad Sukarja ketentuan boleh tidaknya perkawinan di Indonesia harus dikembalikan kepada hukum agama (Chuzaimah dan Hafizh Anshary (ed.), 2002: 31-32). Prof. HM. Rasjidi, menteri agama pertama RI, dalam artikelnya di Harian Abadi edisi 20 Agustus 1973, menyoroti secara tajam RUU Perkawinan yang dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan: “Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa, negara asal, tempat asal, agama, kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan.” Pasal dalam RUU tersebut jelas ingin mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 16 yang menyatakan: “Lelaki dan wanita yang sudah dewasa, tanpa sesuatu pembatasan karena suku, kebangsaan dan agama, mempunyai hak untuk kawin dan membentuk satu keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dengan hubungan dengan perkawinan, selama dalam perkawinan dan dalam soal perceraian.” Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam yang ditetapkan dengan Inpres No. 1/1991, dalam pasal 40 huruf c terdapat rumusan yang menetapkan perkawinan seorang pria Muslim dilarang melangsungkan perkawinan dengan wanita yang tidak beragama Islam. Dengan demikian Kompilasi Hukum Islam khususnya dalam pasal tersebut telah menghilangkan wacana perbedaan pendapat dalam masalah nikah beda agama yang sekaligus akan dapat menjaga aqidah agamanya serta mewujudkan kemaslahatan umat. Adapun posisi pemerintah (Inpres) untuk menghilangkan perbedaan dan menjaga kemaslahatan ini adalah merupakan hak yang melekat padanya sehingga mempuyai kewenangan karena dalam kaidah fiqih disebutkan:
تصرف اإلمام على الرعية منوط بالمصلحة
“Kebijakan Imam terhadap rakyat ini harus disesuaikan dengan kemaslahatan” (Mudjib, 1980: 51)
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
21
Abdurrohman Kasdi
Larangan pernikahan beda agama ini tujuannya sematamata untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga serta akidah dan kemaslahatan umat Islam. Hal ini sebagaimana kaidah fiqih yang menyebutkan; “sesuatu yang diharamkan karena saddudzdzariah dapat dibolehkan karena ada maslahat yang lebih kuat” (Syafei, 1999: 256) Dengan beberapa uraian kaidah fiqih di atas maka Presiden selaku Kepala Negara dibenarkan jika menetapkan sesuatu yang tadinya menjadi polemik di masyarakat dengan mengambil salah satu pendapat karena adanya alasan saddudzdzari’ah dan kemaslahatan umat tersebut (asy-Syaukani, t.th.: 246). Mengenai pengaturan hukum Perkawinan Campuran, terutama perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda dalam Negara Republik Indonesia berdasar Pancasila ada perbedaan pendapat di kalangan para pakar hukum di Indonesia. Ada yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia berdasar Pancasila menghormati agama-agama dan mendudukkan hukum agama dalam kedudukan fundamental. Dalam negara berdasar Pancasila tidak boleh agama-agama yang ada di Indonesia melarang perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda. Pendapat ini menyatakan bahwa UU Perkawinan tidak mengatur perkawinan (campuran) antar agama. Tiap agama telah ada ketentuan tersendiri yang melarang perkawinan beda agama. Seorang guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Muhammad Daud Ali (alm.) menjelaskan dalam bukunya yang bejudul Perkawinan Antar Pemeluk Agama Yang Berbeda, bahwa perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan yang benar menurut hukum agama dan Undangundang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk penyimpangan ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam masyarakat, tidak perlu dibuat peraturan tersendiri dan tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan 22
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
kaidah fundamental negara serta hukum agama yang berlaku di Indonesia, menurutnya selain tidak konstitusional, juga tidak legal. Lebih lanjut M. Daud Ali menyatakan: sikap negara atau penyelenggara negara dalam mewujudkan perlindungan hukum haruslah sesuai dengan cita hukum bangsa dan kaidah fundamental negara serta hukum agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia. Perkawinan antar orang-orang yang berbeda agama, dengan berbagai cara pengungkapannya sesungguhnya tidaklah sah menurut agama yang diakui keberadaannya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini karena sahnya perkawinan didasarkan pada hukum agama, maka perkawinan yang tidak sah menurut hukum agama tidak sah pula menurut Undang-undang perkawinan Indonesia. Perkawinan antar orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan benar menurut hukum agama dan Undang-undang Perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, larangan pemerintah ini muncul karena dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah dalam keluarga yang merupakan tujuan pernikahan, dan hal ini sesuai sekali dengan isi pasal 3 Kompilasi Hukum Islam. Pasangan yang beda agama akan kesulitan memperoleh sakinah dan mawaddah dalam rumah tanggganya, apalagi rahmat Allah itu juga tidak akan didapatkan. Karena pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. D. Kesimpulan Ulama sepakat bahwa seorang wanita Muslimah dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Sedangkan seorang pria Muslim dilarang menikah dengan wanita non-Muslimah yang Musyrik dan Murtad, namun para ulama berbeda pendapat ketika mereka menetapkan hukum pernikahan pria Muslim dengan perempuan Ahli Kitab: pertama, kelompok yang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
23
Abdurrohman Kasdi
membolehkan nikah antara pria muslim dengan wanita Ahli Kitab, yakni pendapat jumhur ulama (mayoritas ulama) baik ulama Salaf maupun ulama Khalaf dari Imam-imam Madzhab Empat. Kedua, kelompok yang mengharamkan menikahi wanita Ahli Kitab. Yang terkemuka dari kelompok ini dari kalangan sahabat adalah Ibn Umar, dan pendapat ini diikuti oleh kalangan Syi’ah Imamiyah. Ketiga, kelompok yang berpendapat bahwa perempuan ahli kitab halal hukumnya, tetapi secara politik tidak diperkenankan. Menikahi wanita Ahli Kitab yang berada di Darul Harbi, merupakan pembuka pintu fitnah. Melakukan pernikahan dengan mereka hukumnya makruh tahrim, karena akan mengakibatkan mafasid. Menikahi wanita Ahli Kitab Dzimmi yang tunduk pada undang-undang Islam hukumnya makruh tahrim. Selain itu, UU No. 1/1974, PP. No. 9 Tahun 1975 dan Inpres No. 1/1991 juga memuat larangan pernikahan beda agama. Larangan itu agaknya dilatarbelakangi oleh harapan akan lahirnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karen perbedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan. Bagaimana mendidik anak-anak mereka jika suami istri beda agama. Karena dalam kasus seperti ini, seorang anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibunya. Larangan pernikahan beda agama ini tujuannya sematamata untuk menjaga keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga serta akidah dan kemaslahatan umat Islam. Hal ini sebagaimana kaidah fiqh yang menyebutkan; “sesuatu yang diharamkan karena saddudzdzari’ah dapat dibolehkan karena ada maslahat yang lebih kuat.” Perkawinan beda agama ini tampaknya banyak madharatnya baik bagi saddudzari’ah maupun untuk kemaslahatan dalam membentuk suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. 24
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pernikahan Beda Agama menurut Tinjauan Fiqih
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mudjib, 2004, Kaidah-kaidah Ilmu Fiqih (al-Qawâ’id Fiqhiyyah), Jakarta: Kalam Mulia, Cet. V. Abu Bakar, Zainal Abidin, 1993, Kumpulan Peraturan Perundangundangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: alHikmah. Abu Zahrah, Muhammad, t.th., al-Ahwâl asy-Syakhsiyyah, Mesir: Dâr al-Fikr al-‘Arabi. Al-Jazairi, Abdurrahman, 1986, Kitâb al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al‘Arba’ah, Beirut: Dâr Ihyâ at-Turâts al-‘Araby. Al-Maraghi, Syaikh Musthafa, 1974, Tafsîr al-Maraghi, Beirut: Dâr al-Fikr. Ar-Razi, Muhammad Fakhr ad-Din ibn al-Allamah Dhiya’u ad-Din Umar, 1995, Tafsîr al-Fakhr ar-Razi al-Musytahar bi at-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib, dikomentari oleh Syaikh Khalil Muhyiddin al-Mays, Beirut: Dâr al-Fikir. Ash-Shabuni, Muhammad Ali, 1972, Rawâi’ul Bayân fi Tafsîr Ayat al-Ahkâm min al-Qurân, Mekah: Dâr al-Qur’an. As-Sayis, Muhammad Ali, 1953, Tafsîr Ayât al-Ahkâm, Mesir: Matba’ah Muhammad ‘Ali Sabih wâ Aulâduh. Asy-Syaukani, t.th., Irsyâd al-Fuhûl ilâ Tahqîq min ‘Ilm al-Ushûl, Surabaya: Maktabah Ahmad ibn Sa’ad ibn Nabhan. Baidan, Nasrudin, 2001, Tafsîr Maudhû’i; Solusi Qur’ani atas Masalah Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zakiah Darajat, 1995, Ilmu Fiqih, Yogyakarta: Penerbit Dana Bhakti Wakaf, jilid II. Husen, Ibrahim, 1971, Fiqih Perbandingan, Jakarta: Yayasan Ihya Ulumuddin Indonesia. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
25
Abdurrohman Kasdi
Ibnu Hazm, t.th., al-Muhallâ, Beirut: Dâr al-Fikr. Ibnu Qudamah, t.th., al-Mughni, Riyadh: al-Maktabah ar-Riyadh al-Hadîtsah. Qardhawi, Yusuf, 1978, Hudâ al-Islâm Fatâwâ Mu’âshirah, Cairo: Dâr Afaq al-Ghad. Ridha, Rasyid, 1380 H, Tafsîr al-Manâr, Mesir: Matba’ah alQahirah. Sabiq, Sayyid, 1973, Fiqh as-Sunnah, II , Beirut: Dâr Kitab al`Arabi. Shihab, Muhammad Quraish, 2005, Tafsir al-Mishbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati. Syafei, Rachmat, 1999, Ilmu Ushul Fiqh, Jakarta: Pustaka Setia.
26
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
MODEL PENGEMBANGAN KARAKTER MELALUI SISTEM PENDIDIKAN TERPADU INSANTAMA BOGOR
Oleh: Agus Retnanto
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang: (1) Mengapa Pendidikan Terpadu Insantama Bogor melakukan model pengembangan karakter melalui pendidikan terpadu? (2) Bagaimanakah model pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? (3) Bagaimanakah Budaya Sekolah yang dikembangkan pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? (4) Bagaimanakah dampak penerapan model pengembangan karakter yang dilaksanakan di Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? Penelitian difokuskan pada: Bagaimanakah model pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? Dalam penelitian ini menggunakan penelitian etnografi yaitu metode penelitian kualitatif yang mengkaji perilaku manusia dalam setting alamiah dengan fokus interpretasi budaya terhadap perilaku tersebut. Teknik pengambilan data meliputi pengamatan (untuk sumber data peristiwa), wawancara (untuk sumber data responden), dan analisis dokumen (untuk sumber data dokumen). Teknik analisis data data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif model Spreadley. Analisis tersebut terdiri atas empat langkah, yaitu analisis domein, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema. Nilai kegunaan atau urgensi dari penelitian ini diharapkan mempunyai implikasi untuk membantu menyumbangkan pemikiran yang berkaitan pendidikan, dalam rangka pencapaian
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
27
Agus Retnanto
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Sistem Pendidikan Nasional sehingga dapat menambah khasanah ilmu pendidikan khususnya dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Membantu memberikan sebuah konsep sistem pendidikan yang dapat digunakan untuk menciptakan manusia cerdas sekaligus berakhlaq mulia yang mampu mengatasi berbagai macam problem yang sedang melanda manusia Indonesia yang sedang membangun. Kata Kunci: Model Pengembangan Karakter, Sistem Pendidikan Terpadu.
A. Latar Belakang Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok. Membicarakan tujuan pendidikan akan menyangkut sistem nilai dan norma-norma dalam suatu konteks kebudayaan, baik dalam mitos, kepercayaan, religi, filsafat, ideologi dan sebagainya. Oleh karena pendidikan merupakan suatu proses sengaja dari suatu generasi kepada anak didik sebagai generasi penerus yang lebih baik, maka tujuan pendidikan diarahkan oleh perseorangan atau kelompok suatu generasi pada core value yang telah dipikirkan atau disepakati bersama. Dalam pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk menjadikan manusia yang utuh dari dua kutub: menuju manusia baik dan menuju manusia cerdas, maka model pendidikan yang dipakai adalah model pendidikan Integrasi (penyatuan) antara pendidikan yang membuat manusia baik 28
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
dengan pendidikan yang membuat manusia cerdas, diperlukan model pendidikan yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh tujuan pendidikan nasional dan misi ilmu pendidikan yaitu menciptakan manusia yang being smart dan being good (Armstrong: 2006). Dunia pendidikan menyimpan kompleksitas masalah yang sangat luas, dari masalah dasar filosofis, gagasan, visi, misi, institusi, program, manajemen, SDM, kependidikan, kurikulum, sarana prasarana, teknologi kependidikan, lingkungan pendidikan, pembiayaan, partisipasi masyarakat, kualitas output pendidikan serta relevansinya dengan dinamika masyarakat dan tuntutan sosio kultural sekitarnya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya gagasan segar dan kreatif serta upaya dinamis untuk menyelenggarakan modelmodel pendidikan Islam yang excellent, bermartabat, dan menjadi kebanggaan umat serta mampu memberikan jawaban terhadap kebutuhan pendidikan yang dapat melakukan fungsi penyelamatan fitrah sekaligus pengembangan potensi-potensi fitrah manusiawi secara padu dan berimbang. Di Indonesia pendidikan diharapkan bersifat humanis– relegius dimana dalam pengembangan kehidupan (ilmu pengetahuan) tidak terlepas dari nilai keagamaan dan kebudayaan. Masyarakat di negara kita sangat menghargai nilainilai keagamaan dan kebudayaan sebagai sumber mambangun kehidupan yang harmonis. Nilai keagamaan dan kebudayaan merupakan nilai inti bagi masyarakat yang dipandang sebagai dasar untuk mewujudkan cita-cita kehidupan yang bersatu, bertoleransi, berkeadilan, dan sejahtera. Nilai keagamaan bukan dipandang sebagai nilai ritual yang sekedar digunakan untuk menjalankan upacara keagamaan dan tradisi, tetapi diharapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan kehidupan untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan sosial, intelektual, harga diri, dan aktualisasi diri. Masyarakat mengharapkan kehidupan material dan sosial tidak dipisahkan dari nilai keagamaan sehingga EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
29
Agus Retnanto
kemakmuran material yang ingin diwujudkan tidak menjadi pemenuhan keserakahan material yang dapat menghancurkan kemanusiaan manusia. Masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, kebodohan, pengangguran, kejahatan, dan lain-lain, adalah merupakan keadaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan. Oleh karenanya pemecahan masalah sosial tersebut harus menggunakan nilai keagamaan dan kemanusiaan sebagai dasar kearifan untuk mencari cara pemecahannya, disamping cara yang bersifat ilmiah pragmatis (Sodiq A. Kuntoro, 2008). Kehidupan yang didominasi oleh pemenuhan kebutuhan material akan mendorong kehidupan yang penuh dengan konflik, ketidakadilan, kesenjangan sosial yang menghancurkan, dan menjauhkan dari hubungan persaudaraan yang harmonis, dan persamaan. Manusia menjadi dihinggapi dengan karakter kepemilikan (having character) yang membahayakan orang lain juga diri-sendiri. Having character tidak terbatas pada kepuasan menguasai benda material sebagai objek pemuasan, tetapi meluas pada penguasaan atas manusia lain dan alam sebagai bagian dari objek pemuasan (Erich Fromm dalam Sodiq A. Kuntoro, 2008). Kehidupan yang penuh persaingan dan konflik antar umat manusia lebih dipicu oleh karakter dan sikap pemilikan material yang berlebihan. Perebutan sumber-sumber alam melampaui batas-batas wilayah, sehingga mendorong untuk terjadi proses ekspansi kekuasaan politik dan ekonomi untuk sekedar memperoleh keuntungan material yang lebih banyak. Pendidikan yang selama ini berkembang lebih menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang disertai dasar yang kuat pada pengembangan karakter manusia yang memiliki hati nurani mulia. Penguasaan technical how lebih menonjol daripada pengembangan pengembangan nilai-nilai dan sikap untuk membangun manusia yang arif dan bijak. Pengembangan 30
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
sumberdaya manusia sebagai instrumen bagi perolehan kemajuan ekonomi dan persaingan lebih menonjol daripada pengembangan karakter atau akhlak manusia. Pendidikan keagamaan merupakan substansi penting bagi pendidikan di sekolah atau dalam kehidupan sosial agar pendidikan memiliki karakter humanis-relegius. Pendidikan Terpadu Insantama Bogor adalah salah satu lembaga pendidikan yang menggunakan dasar nilai-nilai Islam dalam pengembang-an ilmu pengetahuan, teknologi, dan pengembangan kepribadian peserta didiknya. Disadari bahwa di tengah-tengah masyarakat saat ini tengah berlangsung krisis multidimensional dalam segala aspek kehidupan. Kemiskinan, kebodohan, kedzaliman, penindasan, ketidakadilan di segala bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan berbagai bentuk penyakit sosial menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mengapa semua ini terjadi? Dalam keyakinan Islam, krisis multidimensi tadi merupakan fasad (kerusakan) yang ditimbulkan oleh kemaksiyatan yang dilakukan manusia setelah sekian lama hidup dalam sistem sekuleristik. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik serta paradigma pendidikan yang materialistik. Sistem pendidikan yang materialistik telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus menguasai iptek sebagaimana yang dimaui oleh pendidikan Islam. Pendidikan yang materialistik lebih memberikan suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material, semisal gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan atau apapun yang setara dan diilusikan harus segera dapat menggantikan investasi pendidikan yang telah dikeluarkan. Dalam segi yang lain, disadari atau tidak tengah terjadi proses penghilangan capaian nilai non materi berupa nilai transendental yang seharusnya menjadi nilai paling EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
31
Agus Retnanto
utama dalam pendidikan. Atas semua hal di atas, sampailah kepada kita satu kesimpulan yang sangat mengkhawatirkan, yakni terasingkannya manusia dari hakikat visi dan misi penciptaannya. Satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk keluar dari krisis pendidikan itu adalah mengembalikan proses pendidikan kepada konsepsi pendidikan Islam yang benar. Secara paradigmatis, aqidah Islam harus dijadikan sebagai penentu arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu pengetahuan serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi guru serta budaya sekolah yang akan dikembangkan. Paradigma baru yang berasaskan pada aqidah Islam ini harus berlangsung secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan yang ada, mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi. Selain itu, harus dilakukan pula solusi strategis dengan menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat fungsional, yakni: Pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen berbasis Islam, yaitu: (1) kurikulum yang paradigmatik, (2) guru yang amanah dan kaffah, (3) proses belajar mengajar secara Islami, dan (4) lingkungan dan budaya sekolah yang optimal. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah – keluarga – masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak Islam. Berangkat dari paparan di atas, maka implemetasinya adalah dengan mewujudkan lembaga pendidikan Islam 32
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
unggulan secara terpadu dalam bentuk Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT), Sekolah Menengah Umum Terpadu (SMUIT), dan Perguruan Tinggi Islam Terpadu. Dengan latar belakang di atas penulis mengajukan judul Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu Insantama Bogor. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan akar masalah yang telah dipaparkan di depan, rumusan masalah yang akan diteliti dalam disertasi ini adalah: (1) Mengapa Pendidikan Terpadu Insantama Bogor melakukan model pengembangan karakter melalui pendidikan terpadu? (2) Bagaimanakah model pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? (3) Bagaimanakah Budaya Sekolah yang dikembangkan pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? (4) Bagaimanakah dampak penerapan model pengembangan karakter yang dilaksanakan di Pendidikan Terpadu Insantama Bogor? C. Fokus Penelitian Penelitian difokuskan pada bagaimanakah model pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor. D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dari penelitian ini, tujuan penelitian ini adalah: (1) Mendapatkan jawaban secara konseptual dan empiris tentang mengapa Pendidikan Terpadu Insantama Bogor melakukan model pengembangan karakter melalui pendidikan terpadu, (2) Memperoleh gambaran tentang model pengembangan karakter siswa pada Pendidikan Terpadu Insantama Bogor (3) Mendapatkan jawaban secara empiris tentang Budaya Sekolah yang dikembangkan pada Pendidikan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
33
Agus Retnanto
Terpadu Insantama Bogor, (4) Mendapatkan jawaban secara empiris tentang dampak penerapan model pengembangan karakter yang dilaksanakan di Pendidikan Terpadu Insantama Bogor. E. Manfaat Penelitian Nilai kegunaan atau urgensi dari penelitian ini diharapkan mempunyai implikasi untuk: (1) Membantu menyumbangkan pemikiran yang berkaitan pendidikan, dalam rangka pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional dalam Sistem Pendidikan Nasional sehingga dapat menambah khasanah ilmu pendidikan khususnya dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya. (2) Membantu memberikan sebuah konsep sistem pendidikan yang dapat digunakan untuk menciptakan manusia cerdas sekaligus berakhlaq mulia yang mampu mengatasi berbagai macam problem yang sedang melanda manusia Indonesia yang sedang membangun. F. Kajian Teori 1. Kerangka Teori a. Pengertian Pendidikan Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental. Sementara Carter V. Good berpendapat Pedagogy is the art, practice, or profession of teaching. 34
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
The systematized learning or instruction concerning principles and methods of teaching and of student control and guidance; largely replaced by the term education. Ahmad D. Marimba mengemukakan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Unsurunsur yang terdapat dalam pendidikan dalam hal ini adalah: (a) usaha (kegiatan), usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan) dan dilakukan secara sadar; (b) ada pendidik, pembimbing; atau penolong; ada yang dididik atau si terdidik; (c) bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan; dalam usaha itu tentu ada alat-alat yang dipergunakan. Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuh nya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia, dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Perkembangan berikutnya menurut UU No. 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecer dasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diper lukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
35
Agus Retnanto
Dari beberapa pengertian atau batasan pendidikan redaksional namun secara essensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya. Karena itu, dengan memperhatikan batasan-batasan pendidikan tersebut, ada beberapa pengertian dasar yang perlu dipahami sebagai berikut. b. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter sebagaimana dinyatakan oleh Thomas Lickona (www. Cortland. edu.character.articles) adalah upaya mengembangkan kebajikan, yaitu keunggulan manusia sebagai fondasi dari kehidupan yang berguna, bermakna, produktif dan fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh belas kasih dan maju. Karakter yang baik meliputl tiga komponen utama, yaitu: moral knowing, moral feeling, moral action. Moral knowing meliputi: sadar moral, mengenal nilainilai moral, perspektif, penalaran moral, pembuatan keputusan dan pengetahuan tentang diri. Moral fieeling meliputi: kesadaran hati nurani, harga diri, empati, mencintai kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Moral action meliputi kompetensi, kehendak baik dan kebiasaan. Sejalan dengan itu Lickona, Ryan dan Bohlin (www. cortlandedu.character.articles) mengatakan bahwa karakter me-ngandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahm kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good) dan melakukan kebaikan (doing the good). Dalam pendidikan karakter, kebaikan itu seringkali dirangkum dalam sederet sifat-sifat baik (mulia). Dengan demikian, pendidikan karakter adalah 36
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
sebuah upaya membimbing perilaku manusia menuju standar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan untuk menghargai persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ditampilkan di sekolah. Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan-tujuan etika, tetapi praktiknya meliputi penguatan kecakapan-kecakapan yang penting yang mencakup perkembangan sosial peserta didik. Pendidikan nilai atau pendidikan karakter harus bermuatan pengalaman dan pengamalan, yang melibatkan unsur inti manusia, yaitu hati dan budi serta seluruh anggota tubuhnya (Adimassana, 2000:3536). Nilai-nilai yang dijadikan acuan dalam pendidikan nilai adalah nilai-nilai yang berharga untuk membangun kehidupan. Masyarakat, negara, agama dan keluarga mengarahkan perhatian pada nilai-nilai yang penting untuk hidup, yang menjadi dasar untuk hidup bersama dan yang memperkaya manusia melalui norma-norma. Norma-norma adalah wahana atau pedoman untuk mewujudkan nilai-nilai. Matra, jika seseorang melaksanakan suatu norma dengan sungguhsungguh; kemudian la merasakan dan menyadari nilainya, maka ia akan dapat menghayati nilai yang terkandung di dalamnya. Norma adalah aturan atau patokan (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang berfungsi sebagai pedoman bertindak atau juga sebagai tolok ukur baik-buruknya watu perbuatan. Sedangkan “nilai” menunjuk pada “kualitas” (makna, mutu, kebaikan) yang terkandung dalam suatu objek: tindakan, benda, hal, fakta, peristiwa dan lain-lain termasuk norma. Norma itu lebih untuk dimengerti dengan rasio, sedangkan nilai itu untuk ditangkap (dirasakan) dan dihayati (dialami) dengan hati nurani. Manusia hidup digerakkan oleh nilai-nilai. la harus memilih apakah mengambil nilai-nilai yang baik EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
37
Agus Retnanto
atau yang buruk, atau sama-sama balk atau nilai yang baik dan nilai yang lebih baik, bahkan terbaik. Dalam mempertimbangkan berbagai nilai yang dihadapi, manusia harus memutuskan nilai mana yang akan diambil untuk dasar tindakannya. Harapan semua orang tua dan pendidik tentunya adalah keputusan tersebut sesuai dengan nilai-nilai luhur yang meninggikan harkat dan martabat manusiawinya sehingga sisi kemanusiaan mengejawantah dalam perilaku dan perbuatannya. Max Scheler mengungkapkan bahwa nilai moral “membonceng” pada nilai-nilai lain (Bertens: 1993; 147). Artinya, nilai moral mengikuti ke mana pun seseorang pergi dan apa yang dilakukannya. Maka, pendidikan nilai sesungguhnya dapat terlaksana melalui segala macam kegiatan yang memenuhi seluruh ruang dan waktu dalam hidup seseorang di mana saja, dan sudah tentu di sekolah. Di sekolah peserta didik sebagai manusia menangkap nilai-nilai, meresapi, mentransformasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan. Pemisahan ini berlanjut sampai sekarang dengan berbagai instrumen yang digunakan mengacu pada tes intelegensi. Amstrong mengemukakan wacana yang berbeda, yaitu pengembangan manusia (human development). Hal yang paling penting dari wacana, ini adalah perhatian yang besar terhadap, manusia. Maka, wacana, pengembangan manusia memiliki perspektif yang lebih luas daripada wacana prestasi akademik. Istilah “akademik” mewakili sesuatu yang objektif dan final/terbatas, di sisi lain istilah “manusia” merepresentasikan sebuah entitas kehidupan, subjektif dan tak terbatas. Istilah “akademik” berada di luar diri dalam bentuk buku-buku, tes, kuhah, silabus dan sebagainya, sedangkan istilah “manusia” berada di sini diri kita sendiri yang sedang dibicarakan. 38
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
Istilah “pengembangan” atau “development” lebih berkonotasi pada upaya menumbuhkan, memerdekakan manusia dari beban, rintangan dan kesulitan. Istilah ini juga bermakna proses yang berlangsung terus sepanjang waktu. Maka, pengembangan manusia dalam pendidikan dapat didefinisikan menjadi “keseluruhan tindakan dan komunikasi lisan dan tertulis yang melihat tujuan pendidikan lebih mengutamakan pada upaya membantu, mendorong, memfasilitasi pertumbuhan siswa sebagai manusia utuh, termasuk di dalamnya sisi kognitif, emosional, sosial, etik, kreatif dan spiritualnya (Amstrong, 2006:39). c. Pendidikan Nilai Ada beberapa konsep atau teori yang berkaitan dengan pendidikan nilai dengan maksud agar diperoleh keutuhan kerangka pemikiran antara lain teori perkembangan bioekologis menurut Urie Bronfenbrenner, konsep tentang pendidikan nilai/ karakter, bentuk-bentuk pendidikan nilai, prinsip-prinsip pendidikan nilai, peran sekolah dalam pendidikan nilai. Dapat dikatakan bahwa hal-hal yang ada di sekeliling anak baik yang dekat maupun yang jauh, langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seorang anak sampai la dewasa kelak, bahkan selama hidupnya. Sebab, kehidupan itu sendiri merupakan sistem yang kompleks. Menumbuhkembangkan nilai-nilai insani dan Ilahi di sekolah merupakan upaya terus-menerus yang memerlukan dukungan dari orang tua untuk samasama menciptakan lingkungan belajar nilai yang. seiring sejalan. Artinya, nilai-nilai yang diperkenalkan dan diinternalisasikan di sekolah sama dengan yang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
39
Agus Retnanto
diinternalisasikan di rumah. Hal-hal yang dilarang di sekolah juga dilarang di rumah. Hal-hal yang harus dilakukan oleh subjek didik di sekolah juga harus dilakukan di sekolah sehingga kecil kesempatan anak untuk bermain peran atau menggunakan standar ganda, yaitu di sekolah bersikap patuh dan disiplin pada norma-norma, tetapi di rumah justru sebaliknya. Dengan upaya terus-menerus dari orang tua dan sekolah dalam pendidikan nilai diharapkan anak sebagai subjek didik memiliki karakter yang baik. 2. Kajian Hasil Penelitian Pendidikan, baik dari pesantren salaf maupun pesantren khalaf dan yang dikombinasikan berupa pendidikan pesantren modern belum menunjukkan tingkat ke-kaffahannya. Kurukulum pada pesantren salaf cenderung didominasi ilmu-ilmu “alat” atau ilmu-ilmu praktis beribadah yang bisa langsung dipraktikkan untuk ibadah mahdlah. Untuk ilmuilmu tentang kehidupan (sain, teknologi dan keterampilan) tidak diajarkan. Sedangkan pesantren khalaf dan pondok pesantren modern telah memasukkan ilmu-ilmu umum (sain, teknologi dan keterampilan) dengan sistem pendidikan klasikal. Namun kedua macam ilmu itu masih terpisah secara konseptual, belum dilakukan proses internalisasi, interkoneksi dan integrasi. Sehingga ilmu-ilmu sosial khususnya yang jika ditelaah lebih dalam secara ideologi Islam akan “menyesatkan” umat akan masuk begitu saja meracuni akhlaq para siswa yang berkemungkinan besar akan merusak aqidah Islam. Seperti muatan isi dalam materi IPA yang menyatakan bahwa manusia adalah keturunan dari kera, materi ekonomi yang menyatakan kebutuhan manusia tak terbatas sehingga menghalalkan keserakahan dalam hidup berekonomi, menghalalkan riba dalam bentuk bunga bank. Perjudian terselubung dalam bentuk pembelian saham dan pasar bursa. 40
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
Dalam ilmu sosial yang menyatakan agama adalah produk budaya manusia. Dalam pendidikan moral diterapkannya prinsip kebebasan individu dan lain-lain. Pendidikan nilai yang dilakukan oleh Wolfgang Althof, Berkowitz dan Marvin di Amerika. Penelitian mereka berjudut Moral Education and Character Education: Their Relationship and Roles in Citizenship Education dalam Journal of Moral Education, volume 35, December 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran sekolah dalam membantu perkembangan moral warga negara dalam masyarakat demokratis perlu difokuskan pada pengembangan moral yang lebih luas dan pengembangan karakter terkait, mengajarkan pendidikan kewarganegaraan dan mengembangkan watak dan keterampilan /ketrampilan warga negara. Masih terkait dengan pendidikan nitai adalah penelitian yang dilakukan oleh suatu lembaga di Amerika Serikat: The What Works Clearing-h o u s e ( W W C ) yang mengidentifikasi program-program pendidikan untuk me-ngembangkan karakter siswa dengan mengajarkan nilai-nilai inti (core values). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat bukti yang meyakinkan mengenai pengaruh intervensi pendidikan karakter terhadap perilaku, pengetahuan, sikap dan nilai, serta prestasi akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Ulrika Bergmark di sebuah SMP pada siswa-siswa kelas 7 dan 8 di Swedia dengan judul: “I Want People to Believe in -Me, Listen When I Say something and Remember Me “ How Student Wish to Be Treated yang dimuat dalam jurnal: Pastoral Care in Education, volume 26, nomor 4, Desember 2008 (267-269). Penelitian ini adalah penelitian fenomenologi dengan metode penelitian tindakan partisipatori dan apresiatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi suara/pendapat peserta didik mengenai gambaran tentang bagaimana mereka memperlakukan dan ingin diperlakukan oleh orang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
41
Agus Retnanto
lain. Analisis data dihubungkan dengan empat tema: menghidupkan saling pengertian, penerimaan diri yang sebagaimana adanya, pencarian kejujuran dan kebenaran, dan menjadi berpengetahuan, dikenal dan didorong. Dengan pemahaman yang komprehensif terhadap tema-tema ini menegaskan bahwa praktik pendidikan dapat dikembangkan menjadi lebih baik. Kurikulum sekolah di Swedia mengharuskan memuat pembelajaran dengan beragam mata pelajaran di samping secara simultan membantu peserta didik untuk mengembangkan diri agar menjadi warga negara yang berkarakter baik. Untuk mencapai tujuan ini peserta didik perlu ditanamkan karakter tertentu seperti respek dan tanggungjawab sehinga mereka dapat membina hubungan yang positif dan hidup dalam komunitasnya. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan karakter yang baik membawa pada perkembangan moral peserta didik sekaligus juga meningkatkan pembelajaran akademik mereka. Memberikan hak bersuara kepada peserta didik merupakan titik awal bagi pendidikan karakter. Jika orang dewasa mendengarkan dengan sungguh-sungguh peserta didiknya, praktik pendidikan dapat ditingkatkan. Penelitian Paul J. Dovre yang dimuat dalam jurnal: Education Next, volume 7 nomor 2, September 2007 (p.3845) dengan judul: From Aristotle to Angelou: Best Practice in Character Education mengemukakan bahwa gerakan pendidikan karakter di era modem muncul pada tahun 1980-an sebagai akibat dari tumbuhnya perhatian orang tua dan masyarakat karena adanya penyimpangan moral atau yang disebut sosiolog James Davison Hunter sebagai “kematian karakter”. Anomi publik ini ditangkap oleh Sanford McDonnell, ketua dari The Character Education Partnership (CEP) yang merupakan organisasi payung yang memberikan koordinasi, dorongan dan dukungan kepada sekolah-sekolah. Donnell mengatakan bahwa telah terjadi krisis karakater di seluruh Amerika. Yang harus dilakukan adalah kembali kepada nilai-nilai 42
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
inti dari warisan Amerika di dalam rumah, sekolah, bisnis, pemerintahan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Dua dekade kemudian, perlu diteliti sejauh mana kesuksesan dari gerakan pendidikan karakter tersebut. Maka, penelitian mengenai pendidikan karakter dilakukan di enam sekolah. Selama lebih dari dua bulan peneliti mengunjungi masingmasing sekolah untuk mempelajari program pendidikan karakter di sekolah masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun sekolah ini berbeda dalam hal ukuran, tipe, jenjang dan lokasi, tetapi keenam sekolah ini menyumbangkan unsur-unsur penting bagi program komprehensif pendidikan karakter. Pendidikan diarahkan oleh sejumlah nilai-nilai inti atau kebajikan. Sekolah-sekolah memberikan kesempatan yang berlimpah bagi “wacana moral” mengenai hal-hal yang kompleks dan bertentangan, juga “tindakan moral” melalui balk layanan komunitas yang teratur maupun dalam aturan di sekolah. Penelitian lain yang berkaitan dengan sekolah adalah yang dilakukan oleh Solomon, dkk. (1997) untuk mengetahui hubungan antara tindakan guru, berbagai aspek perilaku siswa dan rasa komunitas dalam diri siswa di berbagai kelas yang ada. Penelitian ini antara lain mengkaji bagaimana pengaruh sekolah terhadap perasaan siswa tentang sekolahnya sebagai suatu komunitas. G. Kerangka Berfikir Pendidikan nasional menggalakkan potensi individu secara menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan harmonis dari segi intelektual, rohani dan iman, berdasarkan kepercayaan kepada Allah Swt. Memang adanya penekanan di bidang pembentukan manusia seutuhnya baik jasmani maupun rohani dalam sistem pendidikan nasional merupakan ciri pendidikan Islam. Karena itu, dalam kurikulum terpadu yang dimuat dalam kurikulum pendidikan maupun yang melekat pada setiap mata pelajaran sebagai bagian dari EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
43
Agus Retnanto
pendidikan nilai. Oleh sebab itu, nilai-nilai agama akan selalu memberikan corak dan warna pada pendidikan nasional di Indonesia. Pendidikan terpadu mengidealkan pendidikan yang komprehensip (kaffah), dimana dalam rangka membentuk kepribadian Islam yang utuh yang disebut dengan Syaksiyyah Islamiyyah maka perlu membangun pondasi pendidikan. Pondasi pendidikan itu berupa Tsaqofah Islam (ilmu-ilmu agama) yang diintegrasikan dengan ilmu kehidupan (ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan). Keberartian Islam bagi umatnya tidak terbatas pada aspek-aspek credo dan ritus, tetapi meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Anjuran ber-Islam secara kaffah (comprehensive), sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam QS Al-Bagarah 121: 200; mengisyaratkan adanya integrasi wawasan, termasuk dalam berilmu-pengetahuan. Pada tataran ini, terdapat hubungan yanq simbiotik antara kepercayaan dan peribadatan dengan ilmu pengetahuan. Kepercayaan dan peribadatan yang benar harus ditopang oleh ilmu pengetahuan, sementara ilmu pengetahuan yang bermanfaat harus berimplikasi pada peningkatan keimanan dan peribadatan. Kurikulum Pendidikan Islam berlandaskan pada tiga pilar utama, yaitu: a) Tsaqofah Islam (pengkajian ilmuilmu Islam), b) Ilmu Kehidupan (ilmu dan teknologi dan keterampilan), c) Pembentukan Kepribadian Islam (AsySyakhshiyah al-Islamiyah). Sesuai dengan ideologi yang digunakan pada lembaga ini adalah ideologi Islam, maka di dalam kurikulum memuat peletakan dasar pembentukan kepribadian Islam: Pemberdayaan potensi aqal pada mahasiswa, yaitu: (a) memberikan bekal pada mahasiswa untuk mampu memikirkan segala sesuatu yang langsung diinderanya, (b) mampu digunakan untuk mengetahui segala sesuatu yang tidak dapat langsung diinderanya, (c) mampu memanfaatkan pengetahuan tingkat 2 untuk merekayasa alam dan sosial kemasyarakatan, (d) Menggunakan aqalnya untuk memikirkan 44
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
tentang hakikat hidup ini. Aqalnya harus mampu menjawab 3 pertanyaan besar manusia: Darimana asal kehidupan ini, Apa tujuan hidup di dunia ini, Akan ke mana setelah hidup di dunia ini? Tiga pertanyaan itu disebut ‘uqdatul kubro, (e) mengupayakan agar dari aqidahnya mampu memancarkan gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang kehidupan ini. Bagaimana mengembangkan Kepribadian (Caracter Building). Kepribadian sering hanya diukur dari; (1) Penampilan fisik seseorang atau aksesorisnya semata, (2) Karakter atau watak seseorang, (3) Sifat-sifat yang terbentuk di dalam diri seseorang. Itulah yang senantiasa ingin diwujudkan dalam kepribadian seseorang. Makna kepribadian tidak hanya sekedar itu. Manusia yang berkepribadian benar-benar dapat dibedakan dari manusia yang tidak berkepribadian. Kepribadian manusia langsung terkait dengan 2 potensi utama manusia, yaitu: (1) Aqal manusia. (2) Nafsu manusia. Dari 2 unsur inilah kepribadian manusia akan dibentuk. Bagaimana membedakannya, Semua manusia memiliki aqal dan nafsu. Perbedaan tersebut dapat disederhanakan dengan menggunakan istilah: aqal dan aqliyah, nafsu dan nafsiyah. Setiap orang mempunyai aqal, tetapi belum tentu memiliki aqliyah. Setiap orang memiliki nafsu, tetapi belum tentu memiki nafsiyah. Makna Aqliyah, memiliki makna bahwa manusia yang memiliki aqliyah adalah manusia yang memiliki aqal, tetapi aqal tersebut tidak hanya digunakan untuk berfikir begitu saja. Manusia yang memiliki aqliyah adalah manusia yang ketika akan menggunakan aqalnya untuk berfikir, pemikirannya akan dipimpin, diikat atau distandarisasi dengan pandangan hidup tertentu. Makna Nafsiyah, Manusia yang memiliki nafsiyah adalah manusia yang memiliki nafsu, tetapi nafsu tersebut tidak hanya untuk dipuasi begitu saja. Manusia yang memiliki nafsiyah adalah manusia yang ketika akan menggunakan nafsunya untuk dipenuhi, pemenuhannya akan dipimpin, diikat atau distandarisasi dengan pandangan hidup tertentu. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
45
Agus Retnanto
Membentuk Aqliyah, Untuk dapat membentuk aqliyah, manusia harus mau meningkatkan penggunaan potensi aqalnya. Potensi aqalnya harus ditingkatkan hingga dapat digunakan untuk berfikir sampai jauh kedepan. Peran aqal tidak boleh hanya sekedar untuk memenuhi tuntutan pemenuhan nafsunya saja. Aqal harus difungsikan secara mandiri, murni dan jujur. Menggunakan aqalnya untuk memikirkan tentang hakikat hidup ini. Aqalnya harus mampu menjawab 3 pertanyaan besar manusia (1) Darimana asal kehidupan ini? (2) Apa tujuan hidup di dunia ini? (3) Akan ke mana setelah hidup di dunia ini? Tiga pertanyaan itu disebut ‘uqdatul kubro. Akan terbentuk pandangan hidup yang khas bagi manusia tersebut. Pandangan hidup ini jika diyakini kebenarannya, akan menjadi keyakinan bagi seluruh hidupnya. Pandangan hidup inilah yang akan mengikat dan menstandarisasi seluruh pemikiranpemikiran selanjutnya. Pandangan hidup ini kemudian disebut dengan istilah aqidah. (Triono dkk, 2000:20-33). Membentuk Nafsiyah, pandangan hidup tersebut tidak hanya untuk untuk memimpin seluruh pemikiranpemikirannya. Pandangan hidup tersebut juga akan digunakan untuk memimpin setiap dorongan nafsu yang akan muncul dalam dirinya. Sehingga hidupnya tidak dipimpin oleh nafsu, tetapi akan dipimpin oleh pemikiran tertentu, yaitu yang berupa pandangan hidup tertentu. Terbentuknya Kepribadian Islam. Jika proses tersebut telah dilalui, maka akan terbentuklah kepribadian dalam dirinya. Yaitu kepribadian manusia yang telah tersusun dari 2 unsur: (1) Aqliyah, yaitu setiap pemikiran yang selalu distandarisasi dengan suatu Aqidah tertentu. (2) Nafsiyah, yaitu setiap pemunculan dorongan nafsu yang selalu distandarisasi dengan suatu Aqidah tertentu.
46
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
H. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan model penelitian Pendekatan dan model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif model Spreadley. Analisis tersebut terdiri atas empat langkah, yaitu analisis domein, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema. Analisis domein dimaksudkan untuk menentukan domein budaya yang berisi kategori-kategori yang bebih kecil yang meliputi istilah bagian, istilah acuan, dan hubungan semantik antara istilah bagian dan istilah acuan itu. Analisis taksonomi dimaksudkan untuk mengorganisasikan domeindomein beserta bagian-bagiannya itu sehingga terbentuk suatu konstelasi yang utuh. Analisis komponen dimaksudkan untuk mencari atribut-atribut unsur dalam setiap domein guna mengidentifikasi kontras diantara unsur-unsur dalam domein tersebut, sehingga masing-masing domein dapat diidentifikasikan secara jelas dan dapat dilihat kontrasnya dengan domein-domein lainnya. Analisis tema dimaksudkan untuk menentukan hubungan antar domein dan hubungan antara domein-domein tersebut dengan pemandangan budaya secara keseluruhan (Spraedley, 1980: 87-88). 2. Teknik pengambilan Data Sesuai dengan sumber datanya, teknik pengambilan data meliputi pengamatan (untuk sumber data peristiwa), wawancara (untuk sumber data responden), dan analisis dokumen (untuk sumber data dokumen). Dari ketiga sumber yang dapat memberikan data tersebut, peneliti membidik peristiwa seperti kegiatan belajar mengajar baik di dalam ruang maupun di luar kelas. Respoden, baik kepala sekolah, guru, siswa, orangtua siswa maupun masyarakat sekitar lembaga pendidikan. Dokumen, berupa segala bentuk informasi tertulis, seperti kurikulum, buku-buku administrasi lain yang mendukung proses pembelajaran. Peneliti juga memakai teknik
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
47
Agus Retnanto
snowball sampling denganmaksud tidak hanya mendatangi satu orang yang dipandang memiliki informasi yang dibutuhkan, namun pada tahap selanjutnya akan mendatangi orang lain atas rekomendasi orang yang sebelumnya ditemuinya. Pencarian data dapat dihentikan manakala peneliti menganggap bahwa informasi telah jenuh. 3. Teknis Analisis Data Teknis analisis data data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif model Spreadley. Analisis tersebut terdiri atas empat langkah, yaitu analisis domein, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema. 4. Validitas Data Perpanjangan DataDalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini, sebainya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang telah diperoleh itu setelah di cek kembali kelapangan benar atau tidak, berubah atau tidak. Bila setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar berarti valid, maka perpanjangan pengamatan dapat diakhiri. a. Meningkatkan Ketekunan Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Demikian juga deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. b. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap terhadap data itu. Triangulasi dalam pengujian 48
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data dan triangulasi waktu. (1) Triangulasi Sumber, Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. (2) Triangulasi Teknik, Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber data yang sama dengan teknik berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, kuesioner. Bila pada tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan/ yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Atau mingkin semua benar, karena sudut pandangnya berbeda-beda. (3) Triangulasi Waktu, Waktu juga sering mempengaruhi krebilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga kredibel. c. Analisis kasus negatif Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari kasus yang berbeda, bahkan yang bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ditemukan data yang berbeda, bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. Tetapi bila peneliti masih mendapatkan data-data yang bertentangan dengan data yang ditemukan, maka peneliti akan merubah temuannya. Hal ini tergantung seberapa besar kasus negetif yang muncul tersebut. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
49
Agus Retnanto
d. Menggunakan bahan referensi Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan atas yang telah temukanoleh peneliti. Sebagai contoh: data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi manusia/gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto, alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti kamera, handycam, alat rekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, sebaiknya data-data yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto/dokumen autentik, sehingga menjadi dapat lebih dipercaya. e. Mengadakan member check Member check adalah proses pengeceken data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/ dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data. Jadi tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data/ informan. Pelaksanaan member check dapat dilakukan setelah satu periode pengumpulan data selesai, atau setelah mendapatkan temuan, atau kesimpulan (Sugiyono, 2005: 120). Dalam rencana pelaksanaan penelitian langkah-langkah analisis tersebut tidak dilakukan secara linier berurutan setelah semua data terkumpul, melainkan dilakukan secara simultan pada saat dan setelah data terkumpul. Dengan demikian terjadi interaksi antara proses pengumpulan data dan analisis data serta elemen-elemen lain seperti pencatatan data, penulisan laporan (sementara), dan pengajuan pertanyaan 50
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
penelitian. Interaksi berbagai elemen tersebut membentuk pola siklikal. I. Hasil Penelitian 1. Sistem Pendidikan Terpadu Insantama Bogor a. Konsep Dasar Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu Pendidikan dalam pandangan Islam harus merupakan upaya sadar dan terstruktur serta sistematis untuk mensukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdullah dan khalifah Allah di muka bumi sebagaimana telah diuraikan di muka. Upaya pendidikan seperti ini harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem hidup Islam. Sebagai bagian integral dari sistem kehidupan Islam, sistem pendidikan memperoleh masukan dari supra sistem, yakni keluarga dan masyarakat atau lingkungan, dan memberikan hasil/ keluaran bagi suprasistem tersebut. Sementara subsubsistem yang membentuk sistem pendidikan antara lain adalah tujuan pendidikan itu sendiri, anak didik (pelajar/mahasiswa), manajemen, struktur dan jadwal waktu, materi, tenaga pendidik/pengajar dan pelaksana, alat bantu belajar, teknologi, fasilitas, kendali mutu, penelitian dan biaya pendidikan. Interaksi fungsional antar subsistem pendidikan dikenal sebagai proses pendidikan. Proses pendidikan ini didefinisikan Pannen dan Malati dalam buku Program Applied Approach (1996) sebagai proses tansformasi atau perubahan kemampuan potensial individu peserta didik menjadi kemampuan nyata untuk meningkatkan taraf hidupnya lahir dan batin. Proses pendidikan dapat terjadi dimana saja, sehingga berdasarkan pengorganisasian serta struktur dan tempat ferjadinya proses tersebut, dikenai adanya pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Melalui proses ini diperoleh EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
51
Agus Retnanto
hasil pendidikan yang mengacu pada tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Bagi pendidikan sekolah maka tujuan pendidikannya ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan dan tetap bermuara pada tujuan pendidikan Islam. Selanjutnya, hasil pendidikan ini dikembalikan kepada supra sistem atau lingkungan. Di dalam lingkungan inilah, hasil pendidikan akan menjadi indikator efektivitas dan efisiensi proses pendidikan dalam sistem pendidikan. Dari hasil pendidikan, sistem pendidikan beroleh umpan batik yang dapat digunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses pendidikan. Dari gambaran pendidikan secara sistemik di atas diketahui bahwa terdapatnya kesinambungan tujuan pendidikan dalam setiap jenjang pendidikan sekolah (formal) adalah semata-mata didasarkan atas kemampuan anak didik sebagai subsistem masukan dalam menjalani proses pendidikan. Untuk menjaga kesinambungan proses pendidikan dalam menjabarkan pencapaian tujuan pendidikan itu maka keberadaan kurikulum pendidikan menjadi suatu kebutuhan yang tidak terejakkan. Kurikulum pendidikan Islam sangatiah khas, unique, Kurikulum ini memiliki ciri-ciri yang sangat menonjol pada tujuan/arah pendidikannya, unsur-unsur pelaksana pendidikannya serta pada asas dan struktur kurikulumnya. b. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Islam Terpadu Insantama Bogor 1. Sekolah Dasar Islam Terpadu Insantama (Visi) Mewujudkan SDIT Insantama sebagai lembaga pendidikan yang bermutu tinggi dan unggul di Indonesia, (Misi) Menyelenggarakan pendidikan dasar berlandaskan Islam yang memadukan aspek 52
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
pembentukan kepribadian Islam, dasar-dasar penguasaan tsaqofah Islam dan sains teknologi, dalam suasana budaya pendidikan yang religius serta didukung oleh peran serta orang tua dan masyarakat. Tujuan (1) Mendidik anak muslim sehingga menjadi manusia yang cerdas, aktif-kreatif dan berkepribadian Islam, (2) Mewujudkan sebuah institusi pendidikan dasar secara terpadu, (3) Menciptakan lingkungan pendidikan integratif antara aspek afektif, kognitif dan psikomotorik dalam suasana pendidikan Islami, (4) Menggalang peran serta masyarakat dalam pembinaan anak-anak. 2. Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Insantama (Visi) Mewujudkan SMPIT Insantama sebagai lembaga pendidikan yang bermutu tinggi dan unggul di Indonesia, (Misi) Menyelenggarakan pendidikan dasar berlandasakan Islam yang memadukan aspek pembentukan kepribadian Islam, dasar-dasar penguasaan tsaqofah Islam dan sains teknologi, dalam suasana budaya pendidikan yang religius serta didukung oleh peran serta orang tua dan masyarakat. Tujuan (1) Mendidik anak muslim sehingga menjadi manusia yang cerdas, aktifkreatif dan berkepribadian Islam, (2) Mewujudkan sebuah institusi pendidikan dasar secara terpadu, (3) Menciptakan lingkungan pendidikan integratif antara aspek afektif, kognitif dan psikomotorik dalam suasana pendidikan Islami, (4) Menggalang peran serta masyarakat dalam pembinaan anak-anak. 3. Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Insantama (Visi) Mewujudkan SMAIT Insantama sebagai lembaga pendidikan yang bermutu tinggi dan unggul di Indonesia, (Misi) Menyelenggarakan pendidikan menengah atas berlandaskan Islam yang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
53
Agus Retnanto
memadukan aspek pemantapan kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan sains teknologi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, dalam suasana budaya pendidikan berpesantren serta didukung oleh peran serta orang tua dan masyarakat. Tujuan (1) Terwujudnya siswa pemimpin masa depan yang mantap dalam kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan sains teknologi hingga dapat diterima di perguruan tinggi terkemuka di dalam dan luar negeri. (2) Terwujudnya lembaga pendidikan menengah atas Islam terpadu yang bermutu tinggi dan unggul di Indonesia c. Tujuan Pendidikan Terpadu Insantama Bogor Tujuan pendidikan adalah suatu kondisi yang menjadi target penyampaian ilmu pengetahuan. Tujuan ini juga merupakan panduan dan acuan bagi seluruh kegiatan dalam sistem pendidikan. Matra, sebagaimana pengertiannya, Pendidikan Islam merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni (1) berkepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu kehidupan (iptek) dan (4) memiliki ilmu kehidupan (keterampilan) memadai. d. Memiliki Ilmu Kehidupan (Keahlian/Keterampilan) Memadai Perhatian besar Islam pada ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian, menempatkannya sebagai salah satu tujuan pendidikan Islam. Penguasaan keterampilan yang serba material ini juga merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh umat ini diindikasikan dengan terdapatnya banyak nash dalam Al Qur’an dan yang mengisyaratkan kebolehan mempelajari ilmu-ilmu pengetahuan umum atau keterampilan (seperti yang beberapa di antaranya telah 54
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
diungkapkan sebelumnya). Sebagaimana hafnya dengan iptek, Islam juga menjaclikan penguasaan keterampilan sebagai fardlu kifayah, yaitu suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan dan lainnya. e. Unsur Pelaksana Pendidikan Terpadu Insantama Bogor Berdasarkan pengorganisasian, proses pendidikan bisa dibagi menjadi doa, yakni secara formal di sekolah/ kampus dan secara nonformal di luar kampus sekolah/ lingkungan, yakni keluarga dan masyarakat. 1. Pendidikan di sekolah Terpadu Insantama Bogor Pendidikan di sekolah Terpadu Insantama Bogor pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang diorganisasikan secara formal berdasarkan struktur Herarkhis dan kronologis, dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Selain mengacu pada tujuan pendidikan yang diterapkan secara berjenjang, berlangsungnya proses pendidikan di sekolah/kampus sangat bergantung pada keberadaan subsistem-subsistem lain yang terdiri atas: anak didik (pelajar/mahasiswa); manajemen penyelenggaraan sekolah/kampus; struktur dan jadwal waktu kegiatan belajar-mengajar; materi bahan pengajaran yang diatur dalam seperangkat sistem yang disebut sebagai kurikulum; tenaga pendidik/ pengajar dan pelaksana yang bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan pendidikan; alai bantu belajar (buku teks, papan tulis, laboratorium, dan audiovisual); teknologi yang terdiri dari perangkat lunak (strategi dan taktik pengajaran) serta perangkat keras (peralatan pendidikan); fasilitas atau kampus beserta perlengkapannya; kendali mutu yang bersumber atas target pencapaian tujuan; penel’ifian EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
55
Agus Retnanto
untuk pengembangan kegiatan pendidikan-, dan biaya pendidikan guna melancarkan kelangsungan proses pendidikan. Berlangsungnya pendidikan di sekolah Dasar Islam Terpadu Insantama Bogor, berdasarkan sirah Rasul hingga masa tarikh Daulah Khilafah, dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Kurikulum pendidikan didasarkan pada Aqidah Islam. b. Mata pelajaran dan metodologi pendidikan untuk penyampaian pelajaran seluruhnya disusun sejalan dengan asas Aqidah Islam. c. Tujuan penyelenggaraan pendidikannya merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan Islam yang disesuaikan dengan tingkatan pendidikannya. d. Sejalan dengan tujuan pendidikannya, waktu belajar untuk ilmu-ilmu Islam (Tsaqofah Islamiyyah) diberikan setiap minggu dengan proporsi yang disesuaikan dengan waktu pelajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). e. Pelajaran ilmu-ilmu terapan dan sejenisnya (iptek dan keterampilan) dipisahkan dengan pelajaran guna membentuk syakhsiyyah Islamiyah dan tsaqofah lslamiyyah. Khusus untuk materi guna membentuk syakhsiyyah Mamiyah mulai diberikan di tingkat dasar sebagai materi pengenalan dan kemudian meningkat pada materi pembentukan dan peningkatan setelah usia anak didik menginjak baligh (dewasa).Sementara materi tsaqofah lslamiyyah dan pelajaran ilmuilmu terapan dan sejenisnya diajarkan secara bertingkat dari mulai tingkat dasar. f. Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan, baik negeri maupun swasta. 56
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
g. Materi pelajaran yang bermuatan paham kufur, seperti ideologi sosialis/komunis atau liberal/ kapitalis, aqidah ahli kitab dan lainnya juga ilmu-ilmu filsafat, ilmu sosial, sejarah asing, bahasa maupun sastra asing dan lainnya, hanya diberikan pada tingkat pendidikan tinggi yang tujuannya hanya untuk menjelaskan kebobrokan dan kesalahannya, bukan untuk diamalkan. Libur sekolah hanya diberikan pada hari Raya idul Fitri dan Idul Adha (termasuk hari tasyri’). Masa pendidikan berlangsung sepanjang tahun dan tujuh hari dalam seminggunya. Hal ini menjadikan umat Islam biasa beretos kerja tinggi. Secara ringkas waktu belajar untuk setiap harinya dibagi menjadi dua kelompok: (1) jam pagi, dimulai jam 07.30 hingga waktu Dhuhur (jam 12.00) atau selama empat jam ditambah waktu istirahat; (2) jam sore, dimulai sejak selesainya shalat Ashar (jam 15.30) sampai dengan jam 20.00 atau setara dengan empat jam ditambah waktu istirahat. f. Pendidikan di tengah masyarakat Hampir sama dengan pendidikan di keluarga, pendidikan di tengah masyarakat pada hakikatnya juga merupakan proses pendidikan sepanjang hayat, khususnya berkenaan dengan praktek kehidupan sehari hari yang dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada di masyarakat, utamanya tetangga, teman pergaulan, lingkungan serta sistem nilai yang berjalan. Dalam sistem Islam, masyarakat adalah salah satu elemen penting penyangga tegaknya sistem selain rasa ketaqwaan yang tertanam dan terbina pada setiap individu serta keberadaan negara sebagai pelaksana syariat Islam. Adanya sikap saling mengontrol pelaksanaan hukum Islam dan mengawasi serta mengoreksi tingkah EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
57
Agus Retnanto
laku penguasa pada masyarakat dimungkinkan mengingat masyarakat dalam perspektif Islam memiliki karakteristik tersendiri dalam membentuk perasaan taqwa dalam diri setiap individunya. Karena itu, dengan sendirinya, proses pendidikan di tengah masyarakat ini menempati posisi penting. Masyarakat Islam terbentuk dari individu-individu yang dipengaruhi oleh perasaan, pemikiran, dan peraturan yang mengikat mereka sehingga menjadi masyarakat yang solid persatuannya. g. Asas Pendidikan Terpadu Insantama Bogor Demikian pentingnya aqidah bagi kehidupan seorang muslim, maka Islam mengharuskan setiap muslim untuk memegang teguh aqidah itu dan menjadikannya dalam berfikir dan berbuat, termasuk ketika menyusun system pendidikan. Maka, kurikulum pendidikan yang dilaksanakan pun berlandaskan pada aqidah Islam. Karenanya, jika aqidah Islam teiah menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi hubungan antar sesama Muslim, asas bagi aturan dan masyarakat umumnya, dan asas bagi kehidupan bemegaranya, Maka seluruh pengetahuan yang diterima seorang muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula. Seluruh pengetahuan tidak terkecuali, balk itu berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi, hubungan sosial, masalah ekonomi, hukum, politik dan kenegaraan atau masalah apa pun yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat, wajib berlandaskan pada aqidah Islam. Namun begitu, penetapan aqidah Islam sebagai asas pendidikan tidaklah berarti bahwa setiap ilmu pengetahuan harus bersumber dari aqidah Islam. Islam tidak memerintahkan demikian. Lagi pula hal itu tidak sesuai dengan kenyataan, karena memang 58
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
tidak semua ilmu pengetahuan terlahir dari aqidah Islam. Yang dimaksud dengan menjadikan aqidah Islam sebagai asas atau dasar dari ilmu pengetahuan adalah dengan menjadikan aqidah Islam dijadikan sebagai standar penilaian. Dengan istilah lain, aqidah Islam difungsikan sebagai kaidah atau tolak ukur pemikiran dan perbuatan. h. Struktur Kurikulum Pendidikan Terpadu Insantama Bogor Secara struktural, kurikulum pendidikan Islam di sekolah/kampus dijabarkan dalam tiga komponen materi pendidikan utama yang sekaligus menjadi karakteristik khas, yakni: (1) Pembentukan SyakhSiyyah Islamiyyah (Kepribadian Islami), (2) Tsaqofah Islam dan (3) Ilmu Kehidupan (Iptek, keahlian dan Keterampilan). Sebagaimana, yang tercermin dalam Label di bawah ini, selain muatan penunjang proses pembentukan Syakhshiyyah lslamiyyah yang secara menerus pemberiannya untuk tingkat TK - SD dan SMP - SMU PT, muatan staqofah Islam dan Ilmu Kehidupan (Iptek, keahlian dan Keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masingmasing. 1. Pembentukan Syakhsiyyah Islamiyah Pembentukan Syakhsiyyah Islamiyah harus dilakukan pada semua jenjang pendidikan yang ada sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Salah satu diantaranya adalah dengan menyampaikan tsaqofah Islam kepada para siswa/ mahasiswa. Seperti tampak pada Tabel 2. Struktur dan Performa Komponen Kurikulum, pada tingkat TK hingga SD materi Syakhsiyyah Islamiyah yang diberikan adalah Materi Dasar. Hal ini mengingat EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
59
Agus Retnanto
anak didik berada, pada jenjang usia menuju baligh, sehingga lebih banyak diberikan materi yang bersifat pengenalan menumbuhkan keimanan. Barulah setelah mencapai usia baligh, yakni pada tingkat SMP, SMU dan PT, materi yang diberikan bersifat Lanjutan (Pembentukan, Peningkatan dan Pematangan). Hal ini dimaksudkan untuk memelihara dan sekaligus meningkatkan keimanan Berta keterikatan dengan syariat Islam. Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadaran yang dimiiikinya teiah berhasil melaksanakan seiuruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiyatan kepada Allah SWT. 2. Tsaqofah Islam Tsaqofah Islam adalah ilmu-ilmu yang dikembangkan berdasar akidah Islam yang sekaligus menjadi sumber peradaban Islam. Muatan inti yang kedua ini diberikan pada seluruh jenjang pendidikan sesuai dengan proporsi yang telah ditetapkan. Materi yang diberikan adalah: Pemberian materi Tsaqofah Islam sebagaimana digambarkan pada Tabel 2. Struktur dan Performa Komponen Kurikulum, diberikan secara bertingkat disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan daya serap anak didik dari fingkat TK hingga PT. Sebagai contoh, target materi TififliYzu al-Qur’an untuk tingkat SD adalah 5 juz, SMP sebanyak 2,5 juz, SMU sebanyak 2,5 juz, sedang di PT diutamakan menghafal ayat-ayat yang terkait erat dengan bidang ilmu yang ditekuninya. Sedangkan materi Ulumu al-Qur’an-nya barulah diberikan pada tingkat SMP sebagaimana materi Ulumu al-Hadist. Materi Ushul Fiqh mulai diberikan pada tingkat SMU.
60
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
h. Dana, Sarana dan Prasarana Berdasarkan sirah Nabi SAW dan tarikh Daulah Khilafah sebagaimana disarikan oleh Al Baghdadi (1996) dalam buku Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, negara memberikan jaminan pendidikan secara cumacuma (bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin. Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban yang harus dipikul negara serta diambil dari kas Baitul Maal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan atas ijma sahabat yang memberi gaji kepada para pengajar dari baitul maal dengan jumlah tertentu. i. Lembaga Pendidikan Islam Unggulan Di zaman pemerintahan Islam, sejak abad 4 Hijriah telah dibangun banyak sekolah Islam. Tetapi sebelum sekolah semodel itu dikembangkan, pendidikan ketika itu biasanya dilakukan di dalam masjid, majelis-majelis taklim dan tempat-tempat pendidikan keterampilan lainnya. Muhammad Athiyah Al Abrasi dalam buku dasar-dasar pendidikan Islam, memaparkan usaha-usaha para khalifah untuk membangun sekolah-sekolah itu. Dalam perkembangannya, setiap khalifah berlomba-lomba membangun sekolah tinggi Islam dan berusaha melengkapinya dengan sarana dan :) rasarananya. Pada setiap sekolah tinggi itu dilengkapi dengan iwan (auditorium, gedung pertemuan), asrama penampungan mahasiswa, perumahan dosen dan ulama. Selain itu, sekolah tinggi tersebut juga dilengkapi dengan kamar mandi, dapur dan ruang makan, bahkan juga taman rekreasi. Di antara sekolah-sekolah tinggi yang terpenting adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Al EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
61
Agus Retnanto
Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah Al Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah An-Nashiriyah di Kairo. Di antara madrasah-madrasah tersebut yang terballk adalah Madrasah Nizhamliyah. Sekolah ini akhirnya menjadi standar bagi daerah lain-nya di Irak, Khorasan (Iran) dan lainnya. Madrasah Al Mustanshiriyah di Baghdad didirikan oleh Khalifah AJ Mustanir pada abad ke 6 Hijriah. Sekolah ini memiliki sebuah auditorium dan perpustakaan yang dipenuhi berbagai, buku yang cukup untuk keperluan proses belajar mengajar. Selain itu, madrasah ini juga dilengkapi dengan pemandian, rumah sakit yang dokternya slap di tempat. Madrasah lain yang juga cukup terkenal adalah Madrasah Darin Hikmah di Kairo yang didirikan oleh Khalifah AI Hakim Biamrillah pada tahun 395 H. Madrasah ini adalah institut pendidikan yang dilengkapi dengan perpustakaan dan sarana serta prasarana pendidikan lainnya. Perpustakaannya dibuka untuk umum. Setiap orang boleh mendengarkan kuliah, ceramah ilmiah, simposium, aktifitas kesusastra-an, dan telaah agama. Pada perpustakaan ini, seperti juga,-pada perpustakaan lainnya, dilengkapi dengan ruang-ruang studi dan ceramah serta ruang musik untuk refreshing bagi pembaca. “Better education for better for better life” merupakan semangat bagi Lembaga Pendidikan Islam Terpadu Insantama Bogor untuk terus berkembang menjadi lebih baik. Lembaga Pendidikan Islam Terpadu Insantama Bogor berkomitmen untuk mempersembahkan metode pendidikan terbaik yang memadu-kan multi kecerdasan dalam koridor aqidah Islam yang lurus. Lembaga Pendidikan Islam Terpadu Insantama Bogor senantiasa konsisten mewujudkan visi Sekolah Islam Insantama menjadi lembaga pendidikan Islam 62
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
yang bermutu tinggi dan unggul di Indonesia. Sekolah Islam Insantama menyelenggara-kan pendidikan dasar dan menengah yang memadukan aspek pembentukan kepribadian Islam, penguasaan tsaqofah Islam dan sains teknologi dalam suasana budaya pendidikan yang religius serta didukung oleh peran serta orang tua dan masyarakat. Berbekal pengalaman satu generasi, Sekolah Islam Insantama me-nyelenggarakan sekolah dasar dalam format full day school, dan sekolah menengah dalam format boarding school (asrama). Sekolah Islam Insantama hadir di berbagai kota di Indonesia, dan siap mengantarkannya menjadi generasi muslim yang tangguh. j. Kendala Dalam membangun model pendidikan sebagaimana yang dikehendaki Islam tentu saja akan menghadapi kendala utama, yakni belum diterapkannya bangunan secara menyeluruh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Model pendidikan atau sekolah unggulan sedemikian hanya dapat diterapkan oleh Negara. k. Upaya Mengingat kendapa di atas, maka harus ditempuh aksi individual atau kelompok kalangan muslim yang memang dibenarkan oleh hukum syara’ selama memenuhi persyaratan lembaga pendidikan Islam, dari mulai asas kurikulumnya hingga operasional pendidikan keseharian. Inilah yang ditempuh melalui Pendidikan Islam Terpadu Insantama Bogor. l. Pengembangan Karakter Berdasar pada Landasan Budaya Sekolah Model pengembangan Karakter akan selalu melekat pada bagaimana kinerja sekolah tersebut dalam mengembangkan budaya sekolah. Budaya EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
63
Agus Retnanto
sekolah sebagai aspek penting bagi pengembangan kepribadian siswa. Budaya sebagai produk manusia merupakan eksternalisasi yang memproduksi tatanan sosial yang terus-menerus mendasari pemahaman bagi setiap peran yang ada pada satuan pendidikan. Konsep eksternalisasi bahwa keberadaan manusia terus-menerus mengeksternalisasi-kan diri dalam aktivitas. Aktivitas yang telah menjadi kebiasaan, menghasilkan maknamakna yang sudah tertanam sebagai hal yang rutin. Pembiasaan memberikan arah dan spesialisasi kegiatan yang berlangsung sepanjang waktu dan membentuk suatu lembaga. Proses pelembagaan tindakan sehari-hari yang sudah dilakukan oleh masyarakat secara luas menjadi milik bersama. Demikian halnya dalam kehidupan di lingkungan sekolah terjadi proses pelembagaan tindakan sehari-hari yang dilakukan oleh semua unsur yang secara luas menjadi milik sekolah. J. Kesimpulan Berangkat dari paparan di atas, maka implemetasinya adalah dengan mewujudkan lembaga pendidikan Islam unggulan secara terpadu dalam bentuk Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (TKIT), Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Islam Terpadu (SMPIT), Sekolah Menengah Umum Terpadu (SMUIT), dan Perguruan Tinggi Islam Terpadu. Pengembangan Karakter dengan Pendidikan Islam Terpadu: 1. Keterpaduan Kurikulum Kepribadian Islam, Tsaqofah Islam dan Ilmu Kehidupan. Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni (a) berkepribadian Islam, (b) menguasai tsaqofah Islam, (c) menguasai ilmu kehidupan (pengetahuan dan teknologi). Tujuan ini merupakan 64
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
konsekuensi keimanan seorang muslim dalam seluruh aktivitas kesehariannya. Identitas kemusliman akan nampak pada kepribadian seorang muslim, yakni pada pola berpikir (aqliyah) dan pola bersikapnya (nafsiyah) yang distandarkan pada aqidah Islam. Islam mendorong setiap muslim untuk maju dengan cara men-taklif-nya (memberi beban hukum) kewajiban menuntut ilmu, baik ilmu yang berkaitan langsung dengan Islam (tsaqofah Islam) maupun ilmu pengetahuan umum (iptek). Menguasai ilmu kehidupan (iptek) dimaksudkan agar umat Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik di muka bumi ini. Lebih dari itu, Islam bahkan menjadikannnya sebagai fardlu kifayah, yaitu suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu seperti teknik, kedokteran, pertanian dan sebagainya sangat dibutuhkan umat. 2. Keterpaduan Pendidikan Sekolah, Keluarga dan Masyarakat Secara faktual, pendidikan melibatkan tiga unsur pelaksana, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat. Kondisi faktual obyektif pendidikan saat ini, ketiga unsur pelaksana tersebut belum berjalan secara sinergis di samping masingmasing unsur tersebut juga belumlah berfungsi secara benar. Sinergi negatif antar ketiganya, memberikan pengaruh kualitas proses pendidikan secara keseluruhan. Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya minimasi pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam. Selanjutnya, dibuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah – keluarga – masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak Islam. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
65
Agus Retnanto
3. Keterpaduan Sekolah, Asrama/Pesantren dan Masjid Untuk meciptakan kultur sekolah yang bersih dari pengaruh negatif masyarakat, program full-day school dan boarding school merupakan alternatif yang dapat dilakukan. Karena itu, tiga poros sekolah, asrama/pesantren dan masjid yang berperan penting dalam pengembangan SDM tapi selama ini terpisah-pisah, harus dapat diharmonisasikan. Sekolah berfungsi untuk mengintroduksikan kurikulum pendidikan secara formal sesuai dengan jenjang yang ada. Asrama merupakan sarana di luar sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan formal. Sikap disiplin, kemandirian, kepemimpinan dan tanggung jawab dapat diciptakan dalam asrama. Sedangkan masjid merupakan pusat kegiatan keislaman siswa. Di masjid, siswa akan melakukan shalat berjamaah, pembinaan kepribadian dan kegiatan lainnya. Jika ketiganya diintegrasikan, diharapkan akan tercipta budaya sekolah yang ideal. Sekolah Terpadu Insantama Bogor menyediakan serangkaian materi untuk mendidik seorang anak hingga dewasa termasuk perkembangan dirinya. Namun, tanggung jawab pendidikan bukan semata-mata menjadi tanggung jawab sekolah. Kunci menuju pendidikan yang baik adalah keterlibatan orang dewasa yaitu orangtua yang penuh perhatian. Jika orang-tua terlibat langsung dalam pendidikan anak-anak di sekolah, maka prestasi anak tersebut akan meningkat. Setiap siswa yang berprestasi dan berhasil menamatkan pendidikan dengan hasil baik selalu memiliki orang-tua yang selalu bersikap mendukung. Apa yang dapat dilakukan oleh orang-tua bagi anaknya setelah mereka memasuki pendidikan di sekolah? Berikut ini beberapa hal yang perlu dilakukan oleh orang-tua agar anaknya dapat berprestasi di sekolah. 4. Dukungan Orang-Tua Orang-tua sebaiknya memberi perhatian kepada anakanak mereka dan menanamkan kepada mereka nilai dan tujuan pendidikan. Mereka juga berupaya mengetahui perkembangan 66
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
anak mereka di sekolah. Caranya adalah dengan berkunjung ke sekolah untuk melihat situasi dan lingkungan pendidikan di sekolah. Menaruh minat terhadap aktivitas sekolah akan secara langsung mempengaruhi pendidikan anak. Kerja Sama dengan Guru Biasanya apabila timbul masalah-masalah gawat, barulah beberapa orang-tua menghubungi guru anakanak mereka. Sebaiknya, orang-tua perlu mengenal guru di sekolah dan menjalin hubungan yang baik dengan mereka. Berkomunikasilah dengan guru untuk perkembangan anak. Guru juga perlu diberitahu bahwa orang tua memandang penting pendidikan anak di sekolah sebagai bagian kehidupannya. Ini akan membuat guru lebih memperhatikan anak. Hadir pada pertemuan orang-tua murid dan guru yang diselenggarakan oleh sekolah. Pada pertemuan ini, orang tua memiliki kesempatan untuk mengetahui prestasi akademis anak serta perkembangan anak di sekolah. Jika seorang guru mengatakan hal yang buruk mengenai anak, dengarkan guru tersebut dengan penuh respek, dan selidiki apa yang ia katakan. Orang tua juga dapat menanyai guru-guru di sekolah mengenai prestasi, sikap, dan kehadiran anak di sekolah. Jika seorang anak sering bermuka dua, maka penjelasan dari guru bisa jadi mengungkap hal-hal yang disembunyikan anak saat bersikap manis di rumah. 5. Menyediakan waktu untuk anak Selalu sediakan waktu yang cukup banyak bagi anak. Jika anak pulang sekolah, umumnya mereka cukup stres dengan beban pekerjaan rumah, ulangan, maupun problem lainnya. Sungguh ideal jika orang-tua misalnya seorang ibu berada di rumah pada saat anak-anak di rumah. Seorang anak akan senang bercerita ketika pulang sekolah seraya mengeluarkan semua keluhan dan bebannya kepada orang-tua. Bisa jadi mereka mulai menceritakan teman-temannya yang nakal yang mulai menawari rokok dan narkoba. Segera tanggap dengan hal tersebut jika menyediakan waktu bagi anak-anak. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
67
Agus Retnanto
6. Mengawasi kegiatan belajar di rumah Menunjukkan adanya rminat pada pendidikan anak Anda. Pastikan anak-anak Anda sudah mengerjakan pekerjaan rumah (PR) mereka. Wajibkan diri untuk mempelajari sesuatu bersama anak-anak. Membaca bersama-sama mereka. Jangan melupakan menjadwalkan waktu setiap hari untuk memeriksa pekerjaan rumah anak. Kendalikan waktu menonton TV, Internet dan bermain game dari anak-anak. 7. Megajari tanggung jawab Sekolah umumnya akan memberi banyak tugas untuk dipersiapkan anak di rumah dan di sekolah. Apakah mereka mengerjakan tugas-tugas itu dengan benar dan baik? Seorang anak dapat bertanggung jawab mengerjakan tugas mereka di sekolah jika telah mengajar mereka untuk mengerjakan tanggung jawab di rumah. Mencoba mulai memberikan anak pekerjaan rumah tangga rutin setiap hari seperti membersihkan tempat tidur sendiri menurut jadwal yang spesifik. Pelatihan di rumah seperti itu akan membutuhkan banyak upaya di pihak orang tua karena perlu diawasi. Tetapi hal itu akan mengajar anak rasa tanggung jawab yang mereka butuhkan agar berhasil di sekolah dan di kemudian hari dalam kehidupan. 8. Disiplin Jalankan disiplin dengan tegas namun dengan penuh kasih sayang. Jika Anda selalu menuruti keinginan anak, maka mereka akan menjadi manja dan tidak bertanggung jawab. Problem lain bisa muncul jika Anda terlalu memanjakan anak Anda seperti seks remaja, narkoba, prestasi yang buruk, dan masalah lainnya. 9. Kesehatan Jaga kesehatan anak agar prestasi belajarnya tidak terganggu. Buat jadwal tidur yang cukup untuk anak . Anakanak yang kelelahan tidak dapat belajar dengan baik. Lalu hindari makanan seperti junk food, karena selain menyebabkan 68
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
problem obesitas, juga mendatangkan pengaruh yang buruk terhadap kesanggupannya untuk berkonsentrasi. 10. Menjadi teman terbaik Menjadi teman terbaik bagi anak orang tua. Meluangkan waktu untuk berbagi berbagai hal dengan mereka. Seorang anak membutuhkan semua teman yang matang yang bisa ia dapatkan. Sebagai orang-tua, Anda dapat menghindari banyak problem dan kekhawatiran atas pendidikan anak Anda dengan mengingat bahwa kerja sama yang sukses dibangun di atas komunikasi yang baik. Kerja sama yang baik dengan para pendidik di sekolah juga dapat membantu melindungi anak. 11. Mengembangkan Karakter melalui Budaya Pendidikan Budaya pendidikan sebagai aspek penting bagi peningkatan mutu pendidikan. Budaya sebagai produk manusia merupakan eksternalisasi yang memproduksi tatanan sosial yang berlangsung terus-menerus mendasari pemahaman bagi setiap peran yang ada pada satuan pendidikan. Bahwa keberadaan manusia terus-menerus mengeksternalisasi diri dalam aktivitas. Aktivitas yang telah menjadi kebiasaan, menghasilkan makna-makna yang sudah tertanam sebagai hal yang rutin. Dengan demikian pembiasaan memberikan arah dan spesialisasi kegiatan yang berlangsung sepanjang watu dan membentuk suatu lembaga. Proses pelembagaan tindakan sehari-hari yang sudah dilakukan oleh masyarakat secara luas menjadi milik bersama. Demikian halnya dalam kehidupan di lingkungan sekolah terjadi proses pelembagaan tindakan sehari-hari yg dilakukan oleh semua unsur secara luas menjadi milik sekolah.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
69
Agus Retnanto
Daftar Pustaka
Abdul Mujib. 2005. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Abdurrahman Albaghdadi. 1996. Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam. Bangil: Al Izzah. Adimasana, Y.B. 2000. “Revitalisasi pendidikan nilai di dalam sektor pendidikan formal” dalam Transformasi pendidikan memasuki milenium ketiga. Ed A. Atmadi & Y.Setyaningsih. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Sanata Dharma. Ary Ginanjar Agustian. 2008, “Pembentukan habit menerapkan nilai-nilai religius,s o s i a l dan akademik”. P ro c e e d i n g . S e m i n a r d a n L o k a k a r ya N a s i o n a l Rekonstruksi Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY. 29 Juli 2008. Armstrong, Thomas. 2006. The best school. How human development research should inform educational practice. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian.Malang: UMM Press. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. Nidzom Al-Hukm fi Al- Islam. Daarul Ummah. Beirut. Lebanon. Cet. III. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. Nidzom Al-Iqtishody fi Al- Islam. Daarul Ummah. Beirut. Lebanon. Cet. IV. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. Nidzom Al- Islam. Daarul Ummah. Beirut. Lebanon. Cet. V. An-Nabhani, Taqiyuddin. 2008. Kepribadian Islam. Jilid I (Edisi Mu’tamadah) Hizbut Tahrir. Jakarta: HTI Press.
70
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
Ary Ginanjar Agustian. 2008, “Pembentukan habit menerapkan nilai-nilai religius,s o s i a l dan akademik”. P ro c e e d i n g . S e m i n a r d a n L o k a k a r ya N a s i o n a l Rekonstruksi Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY. 29 Juli 2008. Armstrong, Thomas. 2006. The best school. How human development research should inform educational practice. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development. B a ’ i n i l J u s n i . 2 0 0 6 . “ H u b u n gan prestasi belajar Pe n d i d i k a n Pa n c a s i l a dan Kewarganegaraan dengan perilaku anak dalam masyarakat.” Jurnal SOROT volume 1 nomor 1 April 2006. Pekanbaru.- FKIP - Universitas Riau. Basri, Husen Hasan. 2007. “Model Pengembangan Ekonomi Pondok pesantren Tiga Dimensi Pangkep, Sulawesi Selatan. Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan). Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. Vol. 5, Nomor 4, oktober-Desember 2007, pp. 63-85. Bertens, K. 1993. Etika. Jakarta: Gramedia. Brussells & Colorado Springs San Diego: Center For Creative Leadership. Cohen, Jonathan. 2006. “Social, emotional, ethical, and academic education: Creating a climate for learning., participation in democracy, and well-being” dalam jurnal-. Harvard Educational Review. Vol. 76. Nomor 2. Summer 2006. Darmiyati Zuchdi. 2008. “Potret pendidikan karakter di berbagai jenjang sekolah”. Proceding. Seminar dan Lokakarya Nasional Restrukturisasi Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY. 29 Juli 2008. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
71
Agus Retnanto
Davidson, ‘Matthew, et.al. “Smart and good schools” dalam Education Week, November 2007. http://www.edweek. org/ew/articles/2007/11/14 lickona.ht27.html. Dovre, Paul J.2007. “From Aristotle to Angelou: Best practice in character education” dalamiumal- Education volume 7, Nomor 2, September 2007 (p.38-45). Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan). Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. Vol. 2, Nomor 3, Oktober-Desember 2001, pp. 45-67. Eko Prasetyo. 2004. Orang Miskin Dilarang Sekolah. Yogyakarta: Insits Press. Esti Setiawati. 2008. “Pengembangan instrumen evaluasi budi pekerti siswa” dalam Jurnal PPS Universitas Negeri Yogyakarta. http-/”pps.uny.ac.id/index.php/j-7 Farid Wadjdi & Siddiq Al-Jawi et.al. 2009. Ilusi Negara Demokrasi. Bogor: Al Azhar Press. Hall, Calvin S.& Linddney, Gardner,.1981. Theories of Personality. New York: John Wiley and Sons. Harold Entwistle. 1977. Class Culture and Education. London: Great Britain University Printing House Cambridge. Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada. Hawley C. Robert & Isabel L. Hawley, 1975. Human values in the classroom A handbook for teachers. New York City: Hart Publishing Company, Inc. Jess Feist & Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. New York: The McGraw Hill Companies, Inc., 1221 Aveneu of The Americas. Karabel, Jerome and A.H. Halsey. 1977. Power and Ideology in Education (Edited and With an Introduction). New York: Oxford University Press. 72
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
McCauley, d. Cynthia, et.al. 1998. The center for creative leadership -- handbook leadership development. San Francisco: JeosseyBass Publishers – Greensboro. Lickona, Thomas, 1991. Educating for character - flow our schoolsteach respect and responsibility. New York-.Bantam Books. _______, 2008. 1’/ 1 education. character educat’on. dari www. character. org. Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. 1992. Analisis data kualitatif .Penerjemah‑Tjetep Rohendi Rohidi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Muin M, Abd. 2007.”Pondok Pesantren dan Pelayanan Masyarakat”. Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan). Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. Vol. 5, Nomor 4, oktober-Desember 2007, pp. 41-62. Noeng Muhadjir.2003. Ilmu pendidikan dan perubahan sosial. Yogyakarta: Rake Sarasin. _______________. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi V. Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin. Pervin, Lawrence A.. 1989. Personality (Theory and Research). Canada: John Wiley & Sons, Inc. Philip Suprastowo. 1994. ‘Pendidikan budipekerti di SMA’. Laporan penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian Ralitbang Depdikbud. Republika. Richard Pratte. 1977. Idelogy & Education. New York: David McKay Cmpany, Inc. Sastrapratedja, M. 2009. Epistemologi Kultural. Hand Out Kuliah Epistemologi Kultural Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
73
Agus Retnanto
Santrock, John W. 2008. PVucalionul 1’sycho/okw. Boston: Mc.Graw — Hill International Edition. Serglovanni, Thomas J. 1994. Building community in shoals. San Francisco: Jossey-Bass Publishers. Silverman, David - 1000 - Doing qualitative research - A practical handbook. London — gnd Oaks — New Delhi: Sage Publications. Siregar, Imran. 2007.”Supervisi Dalam Pembelajaran di Madrasah”. Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan). Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. Vol. 5, Nomor 4, oktober-Desember 2007, pp. 130-144. Shapiro, B. 1994. “What Children Bring to Light: A Constructivist Perspective on Children’s Learning in Science”. Ny: Teachers College Press. Spraedley, James P. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Wiston.. Strauss, Anselm and Corbin, Yuliet. 1990. Basics of Qualitative Research: Grounded Theory, Procedures and Tehniques. Newbury Park: Sage Publication. Sodiq A. Kuntoro. 2008. “Sketsa Pendidikan Humanis Religius”. Paper disampaikan sebagai bahan diskusi dosen di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Soemanto. 2007.” Persepsi siswa terhadap penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam pada SMA”. Edukasi (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan). Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. Vol. 5, Nomor 4, oktoberDesember 2007, pp. 86-101.
74
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Model Pengembangan Karakter Melalui Sistem Pendidikan Terpadu .....
Tri Lestari. 2006. “Pelaksanaan pembelajaran IMTAQ di SMAN I Plered Bantul”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Triono, Dwi Condro, 1999, Konsep Pertumbuhan dan Pemerataan Dalam Ekonomi Islam Taqiyuddi An-Nabhani (Dengan Perbandingan Sistem Ekonomi Kapitalisme). Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semarang: Media Wiyata. Ulrika Bergmark. 2008. “ I want people to believe in me, listen when I say something and remember me How student wish to be treated” dalam jurnal.- Pastoral Care in Education. Volume 26. No. 4, Desember 2008, Von Glasersfeld, E. 1992. “ Questions and Answers ABOUT Radical Constructivism. In M. Pearsall (Ed.)”. Relevant Research. Scope, Squence, and Coordination of Secondary School Science. (Vol. II, 169 – 182). Washington DC: NSTA. William F. O’neil. 2001. Ideologi-ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wolfgang Althof, Berkowitz dan Marvin. 2006. “Moral education and character education:Their relationship and roles in citizenship education” dalam Journal of Moral Educatioan, volume 35, Desember 2006. Wuryanto, 2008. “Implementasi Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran IPS”. Thesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. www.character.org. Berkowitz, Martin W & Melinda C. Bier. “What works in character education A research-driven guide for educators”. Character Education Partnership John Templeton Foundation — John E & Frances G. Pepper. Februari 2005.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
75
Agus Retnanto
www.cortland.edu/character/articles/char v.asp Diacces Rabu, 23 Januari 2008. www.kau.or.id Diacces Rabu, 23 Januari 2008. www.Sekolah Islam Terpadu Insantama Bogor. Diacses Thursday, 21 January 2010 07:49 administrator Yanti Mukhtar. Education Network for Justice (ENJ). (Republika., 10/5/2005). Kompas, 4/9/2004.
76
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
LEGALITAS LEMBAGA KEUANGAN GADAI SYARIAH DI INDONESIA
(Studi Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ”PERUM” Pegadaian )
Oleh: Ahmad Supriyadi1∗
Abstrak Sekarang telah ada PERUM Pegadaian Syariah yang bergerak di bidang jasa keuangan dengan bentuk Badan Usaha Milik Negara. Sebagai perusahaan yang di miliki oleh negara, ia harus tunduk terhadap perundang-undangan yang mengatur tentang PERUM. Pegadaian syariah yang telah beroperasi ini membutuhkan kajian aspek legalitas menurut Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ”PERUM” Pegadaian, karena keberadaannya tidak lepas dari perundang-undangan di Indonesia. Karena itu bagaimana legalitas operasional Pegadaian Syariah di Indonesia. Untuk menemukan jawaban perlu penelitian lapangan dengan memperoleh data kualitatif dan di analisis induktif. PERUM pegadaian syariah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dengan bentuk Badan Usaha Milik Negara. Sebagai perusahaan yang di miliki oleh negara, ia harus tunduk terhadap perundang-undangan yang mengatur tentang PERUM. Perundang-undangan yang mengatur tentang PERUM (Perusahaan Umum) adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian. Pegadaian Syariah sebagai perusahaan milik Negara berbadan hukum artinya memiliki modal sendiri. seluruh modalnya di miliki oleh negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi 1∗ Mahasiswa Pascasarjana Program Doktor IAIN Walisanga Semarang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
77
Ahmad Supriyadi
atas saham. Organisasi PERUM terdiri dari Direksi dan dewan pengawas PERUM. Kepengurusan PERUM dilakukan oleh Direksi. Kepengurusan Direksi meliputi kegiatan pengelolaan PERUM dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai suatu badan usaha. Para Direksi berjumlah paling banyak 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama. Penambahan jumlah anggota Direksi bila melebihi jumlah yang ditetapkan tersebut harus dilakukan dengan persetujuan PresidenOrganisasi PERUM terdiri dari Direksi dan dewan pengawas PERUM. Kepengurusan PERUM dilakukan oleh Direksi. Kepengurusan Direksi meliputi kegiatan pengelolaan PERUM dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai suatu badan usaha. Para Direksi berjumlah paling banyak 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama. Penambahan jumlah anggota Direksi bila melebihi jumlah yang ditetapkan tersebut harus dilakukan dengan persetujuan Presiden. Dalam operasional, Pegadaian Syariah di awasi oleh Dewan Pengawas Syariah sehingga produk-produk yang di operasionalkan benar-benar sesuai syariah. Kata Kunci: Legalitas, Lembaga Keuangan, Gadai, Syariah Indonesia
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Islam merupakan jalan hidup bagi pemeluknya (umat Islam). ia tidak hanya sekedar agama yang menuntun umatnya menuju kebahagiaan akhirat tapi juga menuntun menuju kebahagiaan dunia melalui aturan-aturan yang telah di cantumkan dalam syariah yang mencakup segala aspek kehidupan khususnya ekonomi. Misalnya setiap orang butuh berinteraksi dengan lainnya untuk saling menutupi kebutuhan dan saling tolong menolong diantara mereka, di situlah kedudukan Islam sebagai way of life yang lengkap dan sempurna. Kesempurnaannya ada pada kaedah-kaedah dasar dan aturan yang selaras dengan kehidupan manusia. Dengan meletakkan kaedah-kaedah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah dan juga mu’amalah (hubungan antar makhluk) maka semua pemeluk Islam diwajibkan untuk mentaatinya ataupun mempraktikkan dalam 78
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
praksis kehidupan. Sehingga sangat wajar bila interaksi umat Islam antara muslim dan non muslim pun selalu di dasarkan pada kaidah syariah. Syariah sebagai jalan hidup memerintahkan umat Islam untuk mencapai kesuksesan dan kemakmuran dengan bekerja. Kerja keras dan usaha dalam memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan sangat tergantung pada etos kerja. Sebuah penelitian tentang keterkaitan antara penghayatan dan kegairahan dalam kehidupan ekonomi oleh Sunyoto Usman (1998:99) menghasilkan adanya keterkaitan yang signifikan antara keduanya. Bahwa kelompok-kelompok tertentu yang tergolong menjalankan syariat Islam dengan lebih sungguhsungguh dalam kehidupan sosial dan kepribadiannya, kelihatan lebih mampu beradaptasi dalam kehidupan ekonomi. Catatan sejarah memperlihatkan bahwa zaman kolonial Belanda pengusaha-pengusaha industri rokok kretek di Jawa Tengah pada umumnya berasal dari kalangan santri. Begitu pula halnya dengan pengusaha-pengusaha batik dan perak di Yogyakarta dari kalangan santri. Perkembangan rahn sebagai produk di perbankan syariah belum begitu baik, hal ini disebabkan oleh keberadaan komponen-komponen pendukung produk rahn yang terbatas, seperti sumberdaya penaksir, alat untuk mentaksir, dan gudang penyimpanan barang jaminan. Oleh karena itu tidak semua bank mampu memfasilitasi keberadaan rahn ini, tetapi jika keberadaan rahn sangat dibutuhkan dalam sistem pembiayaan bank, maka bank tersebut memiliki ketentuan sendiri mengenai rahn, misalnya dalam hal barang jaminana terbatas (Heri Sudarsono, 2004:156). Rahn dipraktikkan di perbankan syariah hanyalah sebagai aturan tambahan untuk mengikat jaminan berupa benda bergerak atas pembiayaan nasabah. Walaupun di bank syariah kurang menyentuh rakyat kecil, realitas menunjukkan bahwa ternyata pegadaian konvensional mampu memberikan kontribusi aktif dalam membantu masyarakat kecil. Melihat realitas tersebut, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
79
Ahmad Supriyadi
keberadaan pegadaian syariah sangat di butuhkan rakyat muslim. Sekarang telah ada PERUM pegadaian syariah yang bergerak di bidang jasa keuangan dengan bentuk Badan Usaha Milik Negara. Sebagai perusahaan yang di miliki oleh negara, ia harus tunduk terhadap perundang-undangan yang mengatur tentang PERUM. Pegadaian Syariah merupakan salah satu unit layanan syariah yang dilaksanakan oleh Perusahaan Umum (Perum) pegadaian di samping unit layanan konvensional. Berdirinya unit layanan syariah ini didasarkan atas perjanjian bagi hasil antara Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan Perum Pegadaian dengan prinsip musyarakah. Di dalam perjanjian musyarakah Nomor 446/SP300.233/2002 dan nomor 015/ BMI/PKS/XII/2002 tanggal 20 Desember 2002, BMI sebagai pemilik modal memberikan dana kepada Perum Pegadaian untuk pendirian Pegadaian Syariah di seluruh Indonesia dan mengelolanya. Sedangkan hasil pendapatan di bagi dua 45,5% untuk BMI dan 54,5 % untuk perum pegadaian (Adul Ghofur Anshori, 2006:5). Pegadaian syariah yang telah beroperasi ini membutuhkan kajian aspek legalitas menurut Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ”PERUM” Pegadaian, karena keberadaannya tidak lepas dari perundang-undangan di Indonesia. 2. Rumusan Masalah Atas dasar latar belakang tersebut di ambi rumusan masalah bagaimana legalitas Pegadaian Syariah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ”PERUM” Pegadaian ? 3. Tujuan dan Kegunaan a). Penelitian ini untuk mengetahui aspek legalitas operasional Pegadaian Syariah di Indonesia menurut
80
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum ”PERUM” Pegadaian. 2). Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan dasar bagi manajer untuk pengembangan Pegadaian Syariah di Indonesia. 4. Metode Penelitian Penelitian yang berjudul legalitas pegadaian syariah adalah Penelitian mengenai operasional Pegadaian Syariah yang merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Untuk menyelesaikan rumusan masalah, peneliti menggunakan pendekatan yuridis untuk menemukan gambaran yang komprehensip mengenai legalitas Pegadaian Syariah. Obyek penelitian ini adalah operasional Pegadaian Syariah dan subyeknya adalah seluruh pegawai atau karyawan di Pegadaian Syariah Kudus. Data yang diperoleh berupa data primer yang dikumpulkan dengan metode wawancara dan observasi. Wawancara untuk menggali data, dilakukan kepada manajer dan karyawan di Pegadaian Syariah, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan yuridis. Laporan hasil penelitan ini berupa data sekunder dan data primer yang dikumpulkan dan dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif yaitu laporan yang memberikan gambaran secara menyeluruh dan sistematis. B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Pengertian Pegadaian Syariah Kegiatan pegadaian syariah merupakan bagian obyek kajian dari ekonomi syariah. Kegiatan ini di zaman Rarulullah telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dalam sejarah nabi pernah membeli makanan dengan menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi. Walaupun kegiatan ini sudah lama ada, namun karena kurang digali oleh para ilmuan, sehingga kesulitan untuk mendefinisikannya dalam Bahasa Indonesia. Bahkan kegiatan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
81
Ahmad Supriyadi
ini dalam term fiqih sering ada tapi untuk mempraktikkan belum bisa memasyarakat seperti sekarang ini. Pemahaman tentang pegadaian syariah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi pegadaian syariah sebagai lembaga perum dan juga pegadaian syariah dari sisi komersial atau menjalankan produk-produk yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Tapi pembahasan ini nanti padaaspek lembaga Pegadaian Syariah. Pegadaian syariah diterjemahkan dari kata ar-rahn dalam kitab-kitab fiqih (pemikiran hukum Islam) seperti dalam bidayah al-mujtahid. Ar-Rahn artinya secara terminologi adalah jaminan hutang atau gadai (Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdhor,1998:996), begitu juga dalam kamus Hans Wehr (1980:363) bahwa ar-rahn is deposit as security. Atas dasar dua pengertian secara terminologi itu dapat di simpulkan bahwa ar-rahn adalah pegadaian atau jaminan hutang. Ar-Rahn pengertian secara bahasa artinya “tetap”, “berlangsung”, dan “menahan” (Wahbah Zuhaili, 2002:4202). Adapun pengertian ar-rahn yang dimaksud adalah menahan harta yang dimiliki oleh peminjam uang sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya جعل الشئ وثيقة بدين Barang yang dijadikan jaminan tersebut haruslah punya nilai jual atau yang memiliki nilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan barang memperoleh kepastian jaminan bahwa peminjam akan melunasi pinjamannya dan bila tidak dapat melunasinya pihak penerima gadai dapat menjual barang jaminan sebagai pembayaran atas piutang nasabah (Sayyid Sabiq,1987:169). Karena itu gadai syariah perlu dicermati unsur-unsur yang ada dalam setiap kegiatannya. Menurut peneliti bahwa gadai itu ada karena adanya suatu hubungan antara satu orang atau lebih dengan seorang atau lebih dalam lingkup menjadikan barang sebagai jaminan atas pembiayaan yang diberikan oleh murtahin. Dikatakan satu orang bila yang bertemu hanya pihak rahin dan murtahin saja. Tapi bila barang yang digadaikan 82
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
(marhun) itu milik saudaranya, maka pihak yang bertemu tidak hanya dua orang tetapi tiga orang. Hubungan antara mereka tidak hanya sekedar hubungan tetapi merupakan hubungan hukum, karena hubungan yang di lakukan oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Sedangkan hubungan hukum yang dimaksud adalah melakukan kesepakatan bahwa pihak rahin sepakat menyerahkan barang untuk ditahan oleh murtahin dan membayar biaya perawatan dan sewa tempat penyimpanan serta asuransi sedangkan murtahin sepakat untuk memberikan pinjaman uang. Atas keterangan tersebut menurut peneliti bahwa gadai syariah adalah hubungan hukum antara satu orang atau lebih dengan seorang atau lebih dengan kata sepakat untuk mengikatkan dirinya bahwa di satu pihak (rahin) bersedia menyerahkan barang untuk ditahan oleh murtahin dan membayar biaya perawatan dan sewa tempat penyimpanan serta asuransi sedangkan murtahin sepakat untuk memberikan pinjaman uang tertentu sebesar nilai taksir. Pengertian tersebut perlu juga memperhatikan pengertian-pengertian yang diuraikan oleh para ahli hukum Islam antara lain : Rahn menurut Ahmad Azhar Basyir (1983:50) perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan utang. Karena itu perbuatan yang dilakukan adalah menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syariah sebagai tanggungan utang. Rahn menurut Sulaiman Rasjid (1976:295) adalah menjadikan suatu barang sebagai jaminan dalam utang piutang untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan bahwa hutang itu akan ia bayar, dan bila ia tidak bisa membayar, barang tersebut bisa di jual oleh pemberi hutang. Menurut pemahaman Fadly “rahn” berarti pemenjaraan. Misalnya perkataan mereka (orang Arab), “rahanasy syai-a” artinya apabila sesuatu itu terus menerus dan menetap. Allah berfirman: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas perbuatannya.” EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
83
Ahmad Supriyadi
(QS Al-Muddatsir: 38). Adapun menurut istilah syara’, kata rahn ialah memperlakukan harta sebagai jaminan atas hutang yang dipinjam, supaya dianggap sebagai pembayaran manakala yang berhutang tidak sanggup melunasi hutangnya. (Fathul Bari V: 140 dan Manarus Sabil I: 351). Atas dasar pengertian-pengertian di atas perlu diambil satu pemahaman sebagai patokan dalam pengertian gadai syariah yang mencakup unsur-unsur antara lain : (a) Ada syarat subyek yaitu : orang yang menggadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin) keduanya ada syarat-syarat tertentu : 1. Telah dewasa menurut hukum 2. Berakal 3. Mampu atau cakap berbuat hukum (b) Ada syarat obyek yaitu : barang yang dapat di gadaikan (marhun) dengan syarat-syarat tertentu antara lain: 1. Benda yang mengandung nilai ekonomis 2. Dapat di perjual belikan dan tidak melanggar undangundang. 3. Barang milik rahin 4. Benda bergerak (c) Adanya kata sepakat (sighot) yaitu : kata sepakat setelah negosiasi antara rahin dan murtahin yang kemudian di implementasikan dalam perjanjian. 2. Ide Pembentukan Pegadaian Syariah Pembentukan Pegadaian Syariah di awali tahun 1998 ketika beberapa general manajer dari pegadaian melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan perencanaan untuk pendirian Pegadaian Syariah. Tapi ketika itu dalam lembaga internal pegadaian ada kendala sehingga bahan-bahan itu terabaikan. Pada tahun 2000 Bank Mu’amalat Indonesia (BMI) mempunyai program yang berkaitan dengan Ar-Rahn, sehingga BMI mencari partner untuk mengaplikasikan agenda tersebut. Kemudian menawarkan 84
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
program tersebut kepada pegadaian konvensional dan di sambut dengan baik. Kerjasama ini bunyinya bahwa BMI siap membantu untuk melaksanakan ar-Rahn baik secara pembiayaan maupun pengembangan. Pada tahun 2002 mulai diterapkan sistem pegadaian syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah resmi beroperasi di Indonesia dan sebagai kantor pegadaian syariah yang pertama dibuka yaitu pegadaian cabang Dewi Sartika yang menerapkan sistem pegadaian syariah (Adul Ghofur Anshori, 2006:5). Ide pembentukan pegadaian syariah selain karena tuntutan idealisme juga dikarenakan keberhasilan terlembaganya bank dan asuransi syariah. Setelah terbentuknya bank, BMT,BPR dan asuransi syariah maka pegadaian syariah mendapat perhatian oleh beberapa praktisi dan akademisi untuk dibentuk di bawah suatu lembaga sendiri. Keberadaan pegadaian syariah atau gadai syariah atau rahn lebih dikenal sebagai bagian produk yang ditawarkan oleh bank syariah, dimana bank menawarkan kepada masyarakat bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan (Heri Sudarsono, 2008:156). Namun trend dari perkembangan rahn sebagai produk perbankan syariah belum begitu baik, hal ini disebabkan oleh keberadaan komponen-komponen pendukung produk rahn yang terbatas, seperti sumberdaya penaksir, alat untuk mentaksir, dan gudang penyimpanan barang jaminan. Oleh karena itu tidak semua bank mampu memfasilitasi keberadaan rahn ini, tetapi jika keberadaan rahn sangat dibutuhkan dalam sistem pembiayaan bank, maka bank tersebut memiliki ketentuan sendiri mengenai rahn, misalnya dalam hal barang jaminana terbatas (Heri Sudarsono, 2004:156). Rahn dipraktikkan di perbankan syariah hanyalah sebagai aturan tambahan untuk mengikat jaminan berupa benda bergerak atas pembiayaan nasabah. Pegadaian Syariah merupakan salah satu unit layanan syariah yang dilaksanakan oleh Perusahaan Umum (Perum) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
85
Ahmad Supriyadi
pegadaian di samping unit layanan konvensional. Berdirinya unit layanan syariah ini didasarkan atas perjanjian bagi hasil antara Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan Perum Pegadaian dengan prinsip musyarakah. Di dalam perjanjian musyarakah Nomor 446/SP300.233/2002 dan nomor 015/ BMI/PKS/XII/2002 tanggal 20 Desember 2002, BMI sebagai pemilik modal memberikan dana kepada Perum Pegadaian untuk pendirian Pegadaian Syariah di seluruh Indonesia dan mengelolanya. Sedangkan hasil pendapatan dibagi dua 45,5% untuk BMI dan 54,5 % untuk perum pegadaian (Adul Ghofur Anshori, 2006:5). Pegadaian Syariah di masyarakat operasionalnya mengalami banyak kendala walaupun sudah didukung oleh pegawai, manajemen dan operasioanal dari BMI namun perkembangannya belum juga bagus. Hal itu disebabkan karena masyarakat belum begitu mengenal gadai syariah (rahn) sebagai suatu lembaga keuangan mandiri. Namun di lain pihak realitas menunjukkan bahwa ternyata pegadaian konvensional mampu memberikan kontribusi aktif dalam membantu masyarakat. Melihat realitas tersebut, keberadaan pegadaian syariah tidak bisa ditunda-tunda lagi sehingga pada tahun berikutnya didirikan pegadaian syariah. 3. Legalitas Pegadaian Syariah a. Aspek Legalitas PERUM PERUM pegadaian syariah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dengan bentuk Badan Usaha Milik Negara. Sebagai perusahaan yang di miliki oleh negara, ia harus tunduk terhadap perundangundangan yang mengatur tentang PERUM. Perundangundangan yang mengatur tentang PERUM (Perusahaan Umum) adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang tata cara pembinaan dan pengaturan PERUM. Bentuk hukum Perusahaan Umum (PERUM) diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 86
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Undang-undang ini dimasukkan dalam Lembaran Negara Nomor 40 Tahun 1969. Pegadaian Syariah sebagai PERUM merupakan perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 19/Prp Tahun 1960 hal ini menurut Pasal 2 ayat (2) UndangUndang Nomor 9 Tahun 1969. sedangkan tata cara pembinaan dan pengaturan PERUM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 kemudian di cabut dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 dalam Lembaran Negara Nomor 16 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Tanggal 17 Januari 1998 kemudian di berlakukan juga Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian. Pegadaian Syariah merupakan bagian dari pegadaian umum yang secara kelembagaan merupakan perusahaan milik negara yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah dan ia sebagai badan hukum Peraturan Pemerintah yang menerangkan tentang Pegadaian yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian. Status ini di peroleh dengan mengacu pada Pasal 3 ayat (1) UndangUndang Nomor 19/Prp Tahun 1960. Menurut Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 Perusahaan Umum yang selanjutnya disebut PERUM adalah Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 yang seluruh modalnya di miliki oleh negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Jadi di sini Pegadaian Syariah merupakan badan hukum yang di miliki oleh negara dan modal seluruhnya milik negara dan tidak terbagi atas saham. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
87
Ahmad Supriyadi
Lebih jelas lagi diatur dalam Pasal 7 PP Nomor 13 Tahun 1998 bahwa PERUM adalah badan usaha milik Negara yang didirikan dengan peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah tentang pendirian PERUM sekaligus menetapkan keputusan untuk melakukan penyertaan modal negara ke dalam PERUM (AbdulKadir Muhammad, 1999:99). Dengan ketentuan ini PERUM memperoleh status badan hukum setelah peraturan pemerintah tentang pendirian PERUM berlaku. Peraturan pemerintah tersebut sekurang-kurangnya memuat (Pasal 8 PP Nomor 13 Tahun 1998): 1. Penetapan pendirian PERUM; 2. Penetapan besarnya kekayaan negara yang di pisahkan untuk penyertaan ke dalam modal PERUM; 3. Anggaran Dasar PERUM; 4. Penunjukan Menteri keuangan selaku wakil pemerintah dan pendelegasian wewenang Menteri Keuangan kepada Menteri dalam pelaksanaan pembinaan sehari-hari PERUM. Di dalam peraturan pemerintah juga dicantumkan Anggaran Dasar PERUM. Menurut ketentuan Pasal 10 PP Nomor 13 Tahun 1998 Anggaran Dasar PERUM memuat sekuarang-kurangnya: 1. nama dan tempat kedudukan PERUM; 2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PERUM; 3. Jangka waktu berdirinya PERUM; 4. Susunan dan jumlah anggota Direksi dan jumlah anggota Dewan Pengawas; dan 5. Penetapan tatacara penyelenggaraan rapat Direksi, rapat Dewan Pengawas, rapat Direksi dan atau Dewan Pengawas dengan Menteri Keuangan dan Menteri. Peraturan pemerintah tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang 88
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian yang isinya : Pasal 4 Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta. Pasal 5 Perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Pasal 6 mencakup sifat, maksud dan tujuan. Sifat usaha dari Perusahaan Pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perusahaan. Pasal 7 berisi maksud dan tujuan pegadaian. Maksud dan tujuan Perusahaan pegadaian adalah: 1. turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Kegiatan usaha pegadaian diatur dalam Pasal 8 yaitu maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Perusahaan pegadaian menyelenggarakan usaha: 1. penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai; 2. penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu adi, unit toko emas, dan industri perhiasan emas serta usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan persetujuan Menteri Keuangan. Sebagai perusahaan milik negara yang seluruh kekayaannya dimiliki oleh Negara, maka tujuan pendiriannya adalah untuk menyelenggarakan usaha yang berorientasi pada kemanfaatan umum berupa EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
89
Ahmad Supriyadi
penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan juga untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998. PERUM tidak terbagi atas saham karena itu berbeda dengan Perusahaan Terbatas (PT) dari sisi usahanya. Sifat usaha PERUM lebih berat pada pelayanan umum baik dalam penyediaan barang maupun jasa. Supaya perusahaan ini tetap berjalan dengan baik, maka boleh mendapatkan keuntungan agar bisa hidup terus berkesinambungan. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 mengatur tentang usaha PERUM yaitu dengan persetujuan Menteri Keuangan yang sekarang Kementrian Keuangan PERUM dapat melakukan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan bidang usahanya dan atau melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain. Dalam hal penyertaan modal diatur dalam Pasal 3 PP Nomor 13 Tahun 1998 yaitu penatausahaan penyertaan modal Negara dan kebijakan pengembangan usaha PERUM dilakukan oleh Dirjen Pembinaan Badan Usaha Milik Negara. Pasal ini berarti mengatur bahwa Kementrian keuangan menyelenggarakan penatausahaan setiap enyertaan modal negara ke dalam PERUM. Kemudian Kementrian keuangan mendelegasikan kewenangannya tentang pembinaan sehari-hari pelaksanaan kebijakan tersebut kepada Dirjen. Pembinaan sehari-hari yang di berikan adalah tentang pedoman kegiatan operasional PERUM baik yang dilakukan oleh Direksi maupun Dewan Pengawas berdasarkan kebijakan pengembangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan maksud agar PERUM dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna serta dapat berkembang dengan baik. Menurut penjelasan Pasal 3 bahwa sebagai suatu badan usaha maka Menteri Keuangan sangat 90
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
berkepentingan dengan modal negara yang tertanam di PERUM untuk dapat dikembangkan, karena itu masalah investasi, pembiayaan serta pemanfaatan hasil usaha PERUM perlu diarahkan dengan jelas dalam suatu kebijakan pengembangan perusahaan. Kementrian keuangan selaku pengelola kekayaan Negara menetapkan kebijakan pengembangan PERUM yang bertujuan menetapkan arah dalam mencapai tujuan perusahaan baik dalam kebijakan investasi, pembiayaan usaha, sumber pembiayaan, pengembangannya, penggunaan hasil usaha perusahaan dan kebijakan pengembangan lainnya (AbdulKadir Muhammad, 1999:99). PERUM sebagai badan usaha milik Negara diberi hak untuk menerbitkan obligasi dalam rangka pengerahan dana masyarakat. Penerbitan obligasi tersebut ditetapkan dengan peraturan pemerintah dan PERUM wajib memberitahukan rencara penerbitan obligasi itu kepada para kreditur tertentu seperti perbankan dan lembaga pembiayaan tertentu. Begitu juga apabila PERUM akan melakukan pengurangan penyertaan modal negara, ia wajib memberitahukan kepada kreditur sebelum hal itu di lakukan. b. Organisasi PERUM Pendirian PERUM di dasarkan pada Pasal 7 PP Nomor 13 Tahun 1998 bahwa PERUM adalah badan usaha milik negara yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tentang pendirian PERUM menetapkan juga keputusan untuk melakukan penyertaan modal Negara ke dalam PERUM. Dengan ketentuan ini PERUM memperoleh status badan hukum setelah peraturan pemerintah tentang pendirian PERUM berlaku. Bahkan termasuk perubahan penyertaan modal Negara juga ditetapkan dengan peraturan pemerintah, hal ini diatur dalam Pasal 9 PP Nomor 13 Tahun 1998 bahwa EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
91
Ahmad Supriyadi
perubahan penyertaan modal negara tersebut meliputi penambahan dan pengurangan penyertaan modal negara. Organisasi PERUM terdiri dari Direksi dan dewan pengawas PERUM. Kepengurusan PERUM dilakukan oleh Direksi. Kepengurusan Direksi meliputi kegiatan pengelolaan PERUM dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai suatu badan usaha. Para Direksi berjumlah paling banyak 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama. Penambahan jumlah anggota Direksi bila melebihi jumlah yang ditetapkan tersebut harus dilakukan dengan persetujuan Presiden. Struktur organisasi PERUM dapat di lihat dalam gambar berikut ini: Dewan Pengawas Direksi Direktorat Keuangan
Direktorat Operasi Dan Pemasaran
Div.Tresury
Div.Usaha Gadai
Div. Akuntansi
Div.usaha Syariah Div.Usaha Lain
Sekretariat Perusahaan
Direktorat Pengembangan Usaha
Div. Litbang Div.TI Mjmn Resiko
Kantor Wilayah
Direktorat Umum Dan SDM
Div. SDM Div.Logistik Div.Diklat
Satuan Pengawas Intern
Siapakah yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi? Mereka adalah orang perorangan yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan berkelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan perusahaan. Selain persyaratan tersebut yang dapat diangkat sebagai anggota 92
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Direksi adalah orang perorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau PERUM dinyatakan pailit. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari Menteri. Adapun lama masa jabatan anggota Direksi 5 (lima) tahun dan dapat di angkat kembali (Pasal 17 PP No. 13 Tahun 1998). Sedangkan cara pemberhentian sebelum masa jabatan berakhir di atur dalam Pasal 18 PP No. 13 Tahun 1998 bahwa Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri dapat memberhentikan anggota Direksi sebelum habis masa jabatannya apabila berdasarkan kenyataan anggota Direksi: 1. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik; 2. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan dan atau ketentuana peraturan pendirian PERUM; 3. terlibat dalam tidakan yang merugikan PERUM; 4. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang bersangkutan dengan kepengurusan perusahaan. Keputusan pemberhentian tersebut dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri. Dengan keputusan tersebut, kedudukan anggota Direksi berakhir. c. Aspek Legal Pegadaian PERUM Pegadaian secara umum di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tetapi dalam operasionalnya diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomo103 Tahun 2000. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur pendirian pegadaian, Anggaran Dasar, tempat dan kedudukan, sifat, tujuan dan maksud EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
93
Ahmad Supriyadi
pegadaian, kegiatan dan pengembangan usaha, modal pegadaian, pembianaan, direksi perusahaan pegadaian, dewan pengawas pegadaian, satuan pengawas intern, sisten akuntansi dan pelaporan, pegawai perusahaan dan penggunaan laba perusahaan. Hal tersebut secara lengkap perlu dijabarkan. Pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 mengatur bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Perusahaan, adalah Badan Usaha Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri Keuangan, dimana seluruh modalnya dimiliki Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Hal ini sudah ada di dalam lembaga Pegadaian Syariah di Indonesia yang merupakan lembaga PERUM milik negara dan seluruh modalnya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Pasal 2 tentang pendirian perusahaan pegadaian. Perusahaan pegadian didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 sebagai PERJAN Pegadaian sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990, dilanjutkan berdirinya dan meneruskan usaha-usaha selanjutnya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 3 mencakup Anggaran Dasar Perusahaan Pegadaian yaitu: (1) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Badan Usaha Milik Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan usaha menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai; (2) Perusahaan melakukan usaha-usaha berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini 94
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku; (3) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, terhadap Perusahaan berlaku Hukum Indonesia. Pasal 4 memuat tempat kedudukan dan jangka waktu, bahwa PERUM Pegadaian adalah Perusahaan yang berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta. Pasal 5 bahwa Perusahaan Pegadaian didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Pasal 6 memuat sifat, maksud dan tujuan bahwa sifat usaha dari Perusahaan Pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perusahaan. Pasal 7 bahwa maksud dan tujuan Perusahaan Pegadaian adalah: a). Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; b). Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Bagian ke-empat dari Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 mengatur tentang Kegiatan dan Pengembangan Usaha. Pasal 8 menerangkan bahwa untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Perusahaan Pegadaian menyelenggarakan usaha: a). Penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai; b). Penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu adi, unit toko emas, dan industri perhiasan emas serta usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan Perusahaan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
95
Ahmad Supriyadi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan persetujuan Menteri Keuangan. Pasal 9 menerangkan bahwa untuk mendukung pembiayaan kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan persetujuan Menteri Keuangan Perusahaan dapat: a. melakukan kerjasama usaha dengan badan usaha lain; b. membentuk anak Perusahaan; c. melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain. Bagian ke-lima dari Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 mengatur tentang modal. Pasal 10 menjelaskan bahwa modal perusahaan Pegadaian merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas sahamsaham. Besarnya modal Perusahaan pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan adalah sebesar seluruh nilai penyertaan modal Negara yang tertanam dalam Perusahaan, berdasarkan penetapan Menteri Keuangan. Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 menerangkan bahwa setiap penambahan dan pengurangan penyertaan modal Negara yang tertanam dalam Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 12 mengatur tentang penerbitan obligasi dalam rangka pengerahan dana masyarakat yaitu penerbitan obligasi dalam rangka pengerahan dana masyarakat oleh Perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan rencana penerbitan obligasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus diberitahukan oleh Perusahaan kepada para kreditor tertentu. Pasal 13 menerangkan lebih lanjut bahwa dalam hal Perusahaan menerbitkan obligasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan Negara melakukan pengurangan penyertaan modal pada Perusahaan, maka rencana pengurangan modal Negara tersebut harus diberitahukan kepada kreditur sebelum ditetapkan dengan 96
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Peraturan Pemerintah. Sedangkan pengurangan penyertaan modal Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh merugikan kepentingan pihak ketiga. Pasal 14 mengatur bahwa semua alat-alat likuid yang tidak segera diperlukan oleh Perusahaan disimpan dalam bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian ke-enam Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 mengatur tentang Pembinaan. Dalam hal pembinaan ini Pasal 15 menjelaskan bahwa : (1) Pembinaan dan pelaksanaan pembinaan sehari-hari Perusahaan dilakukan oleh Menteri Keuangan; (2) Pembinaan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan menetapkan kebijakan pengembangan usaha; (3) Kebijakan pengembangan usaha merupakan arah dalam mencapai tujuan Perusahaan, baik menyangkut kebijakan investasi, pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha Perusahaan dan kebijakan pengembangan lainnya; (4) Pembinaan sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memberikan pedoman bagi Direksi dan Dewan Pengawas dalam menjalankan kegiatan operasional Perusahaan; (5) Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disusun berdasarkan kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2); (6) Dalam rangka memantapkan pembinaan dan pengawasan Perusahaan, Menteri Keuangan sewaktuwaktu apabila diperlukan dapat meminta keterangan dari Direksi dan Dewan Pengawas. Pasal 16 Menteri Keuangan tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dilakukan
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
97
Ahmad Supriyadi
Perusahaan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perusahaan melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam perusahaan, kecuali apabila: a. Menteri Keuangan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perusahaan sematamata untuk kepentingan pribadi; b. Menteri Keuangan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan Perusahaan; atau c. Menteri Keuangan langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perusahaan. Bagian ke-tujuh Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 mengatur tentang Direksi Perusahaan. Dalam hal Direksi Perusahaan Pegadaian Pasal 17 mengatur bahwa kepengurusan Perusahaan dilakukan oleh Direksi. Sedangkan jumlah anggota Direksi paling banyak 5 (lima) orang, dan seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama. Adapun penambahan jumlah anggota Direksi melebihi jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan dengan persetujuan Presiden. Pasal 18 tentang pengangkatan anggota Direksi bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perorangan yang: a. memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan berkelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna kemajuan Perusahaan; b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau PERUM dinyatakan pailit; dan c. berkewarganegaraan Indonesia. 98
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Pasal 19 mengatur bahwa antara anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk hubungan yang timbul karena perkawinan. Jika hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terjadi sesudah pengangkatan anggota Direksi, maka anggota Direksi tersebut harus mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk dapat melanjutkan jabatannya; (1) Permohonan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak terjadinya hubungan keluarga; (2) Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat melanjutkan jabatannya sampai dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan bagi anggota Direksi tersebut mengenai dapat atau tidak dapat melanjutkan jabatan; (3) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberikan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan; (4) Dalam hal keputusan Menteri Keuangan belum dikeluarkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Menteri Keuangan dianggap memberikan keputusan bahwa anggota Direksi dapat melanjutkan jabatannya. Pasal 20 mengatur bahwa anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap: a. Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara, Daerah dan Swasta atau jabatan lain yang berhubungan dengan kepengurusan perusahaan; b. jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi/ lembaga Pemerintah Pusat atau Daerah; EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
99
Ahmad Supriyadi
c. jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Pasal 21 mengatur bahwa anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan. Anggota Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali. Pasal 22 mengatur bahwa: (1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Menteri Keuangan apabila berdasarkan kenyataan anggota Direksi: a. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik; b. tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan dan atau ketentuan Peraturan Pemerintah ini; c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan; d. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang bersangkutan dengan kepengurusan perusahaan. (2) Keputusan pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri; (3) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri Keuangan tentang rencana pemberhentian tersebut; (4) Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih dalam proses, maka anggota Direksi yang bersangkutan dapat melanjutkan tugasnya; (5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak 100
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
memberikan keputusan pemberhentian anggota Direksi tersebut, maka rencana pemberhentian tersebut menjadi batal; (6) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, merupakan pemberhentian tidak dengan hormat; (7) Kedudukan sebagai anggota Direksi berakhir dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan. Pasal 23 juga mengatur bahwa: (1) Direksi diberi tugas dan mempunyai wewenang untuk: a. memimpin, mengurus dan mengelola Perusahaan sesuai dengan tujuan Perusahaan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna Perusahaan; b. menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perusahaan; c. mewakili Perusahaan di dalam dan di luar pengadilan; d. melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengurus Perusahaan yang telah digariskan Menteri Keuangan; e. menetapkan kebijakan Perusahaan sesuai dengan pedoman kegiatan operasional yang ditetapkan Menteri Keuangan; f. menyiapkan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan; g. mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi Perusahaan sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan; h. menyiapkan struktur organisasi dan tata kerja Perusahaan lengkap dengan perincian tugasnya; i. melakukan kerjasama usaha, membentuk anak Perusahaan dan melakukan penyertaan modal EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
101
Ahmad Supriyadi
dalam badan usaha lain dengan persetujuan Menteri Keuangan; j. mengangkat dan memberhentikan pegawai Perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; k. menetapkan gaji, pensiun/jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi para pegawai Perusahaan serta mengatur semua hal kepegawaian lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; l. menyiapkan Laporan Tahunan dan laporan berkala. (2) Untuk menyelenggarakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi berwenang menetapkan kebijaksanaan teknis dan non teknis sesuai dengan kebijakan Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e. Sedangkan Pasal 24 mengatur bahwa dalam menjalankan tugas-tugas Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Direktur Utama dapat bertindak atas nama Direksi berdasarkan persetujuan para anggota Direksi lainnya dan para Direktur berhak dan berwenang bertindak atas nama Direksi, masing-masing untuk bidang yang menjadi tugas dan wewenangnya. Dan apabila salah satu atau beberapa anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan pekerjaannya atau apabila jabatan itu terluang dan penggantinya belum diangkat atau belum memangku jabatannya, maka jabatan tersebut dipangku oleh anggota Direksi lainnya yang ditunjuk sementara oleh Menteri Keuangan. Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak terjadinya keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri Keuangan menunjuk anggota Direksi yang baru untuk memangku jabatan yang terluang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Dan apabila semua anggota Direksi berhalangan tetap 102
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
menjalankan pekerjaannya atau jabatan Direksi terluang seluruhnya dan belum diangkat, maka sementara waktu pengurusan Perusahaan dijalankan oleh Dewan Pengawas; Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c, Direksi dapat melaksanakan sendiri atau menyerahkan kekuasaan tersebut kepada: a. seorang atau beberapa orang anggota Direksi; atau b. seorang atau beberapa orang pegawai Perusahaan baik sendiri maupun bersama-sama; atau c. orang atau badan lain yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut. Pasal 25 mengatur dalam melaksanakan tugasnya Direksi wajib mencurahkan perhatian dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan Perusahaan. Pasal 26 menerangkan bahwa Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) huruf a tidak berwenang mewakili Perusahaan apabila: a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Perusahaan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Perusahaan. Pasal 27 mengatur besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 28 mengatur tentang rapat direksi adalah: (1) Rapat Direksi diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali; (2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan kewajibannya;
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
103
Ahmad Supriyadi
(3) Keputusan rapat Direksi diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat; (4) Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak; (5) Untuk setiap rapat dibuatkan risalah rapat. Pasal 29 mengatur tentang rencana jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf f, sekurang-kurangnya memuat: a. evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya; b. posisi Perusahaan pada saat penyusunan Rencana Jangka Panjang; c. asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan Rencana Jangka Panjang; d. penetapan sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja Rencana Jangka Panjang beserta keterkaitan antara unsur-unsur tersebut. Kemudian rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri Keuangan, untuk disahkan. Pasal 30 mengatur isi dari rencana kerja dan anggaran perusahaan pegadaian yaitu: (1) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf f sekurangkurangnya memuat: a. Rencana Kerja Perusahaan; b. Anggaran Perusahaan; c. Proyeksi Keuangan Pokok Perusahaan; d. hal-hal lain memerlukan pengesahan oleh Menteri Keuangan. (2) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Menteri Keuangan, paling lambat 60 (enam puluh) hari 104
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
sebelum tahun anggaran dimulai, untuk memperoleh pengesahan; (3) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tahun anggaran berjalan; (4) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan belum disahkan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tersebut dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan tata cara penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Bagian ke-delapan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 mengatur tentang Dewan Pengawas. Pasal 31 mengatur bahwa pada perusahaan pegadaian dibentuk Dewan Pengawas. Adapun jumlah anggota Dewan Pengawas disesuaikan dengan kebutuhan Perusahaan paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas. Dalam hal ini Dewan Pengawas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan tujuan Perusahaan. Pasal 32 mengatur bahwa yang dapat diangkat sebagai Dewan Pengawas adalah orang perorangan yang: a. memiliki dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya; dan b. mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi, Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau PERUM dinyatakan pailit.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
105
Ahmad Supriyadi
Pasal 33 mengatur bahwa Anggota Dewan Pengawas tidak dibenarkan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan atau mengganggu kepentingan Perusahaan. Pasal 34 mengatur bahwa Dewan Pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat Departemen Keuangan dan departemen/instansi lain yang kegiatannya berhubungan dengan Perusahaan, atau pejabat lain yang ditetapkan Menteri Keuangan.
Pasal 35 mengatur bahwa : (1) Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan; (2) Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan yang sama dengan anggota Direksi dan dapat diangkat kembali; (3) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi. Pasal 36 mengatur tentang pemberhentian Dewan Pengawas bahwa: (1) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh Menteri Keuangan, apabila berdasarkan kenyataan anggota Dewan Pengawas: a. tidak melaksanakan tugasnya dengan baik; b. tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan atau ketentuan Peraturan Pemerintah ini; c. terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan; atau d. dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan dalam perusahaan. (2) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri;
106
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
(3) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan diberitahu secara tertulis oleh Menteri Keuangan tentang rencana pemberhentian tersebut; (4) Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih dalam proses, maka anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan dapat melanjutkan tugasnya; (5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan tidak memberikan keputusan pemberhentian anggota Dewan Pengawas tersebut, maka rencana pemberhentian tersebut menjadi batal; (6) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, merupakan pemberhentian tidak dengan hormat; (7) Kedudukan sebagai anggota Dewan Pengawas berakhir dengan dikeluarkannya keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan. Pasal 37 mengatur tentang tugas Dewan Pengawas antara lain: (1) Dewan Pengawas bertugas untuk: a. melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan Perusahaan yang dilakukan oleh Direksi; b. memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kegiatan pengurusan Perusahaan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan: a. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan; b. ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini; EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
107
Ahmad Supriyadi
c. kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; d. ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 38 mengatur tentang kewajiban Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugas: (1) Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban: a. memberikan pendapat dan saran kepada Menteri Keuangan mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang diusulkan Direksi; b. mengikuti perkembangan kegiatan Perusahaan, memberikan pendapat dan saran kepada Menteri Keuangan mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan Perusahaan; c. melaporkan dengan segera kepada Menteri Keuangan apabila terjadi gejala menurunnya kinerja Perusahaan; d. memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan Perusahaan. (2) Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri Keuangan secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pasal 39 mengatur tentang tugas dan kewanangan Dewan Pengawas yaitu: dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Dewan Pengawas mempunyai wewenang sebagai berikut: a. melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan Perusahaan; b. memasuki pekarangan, gedung dan kantor yang dipergunakan oleh Perusahaan; c. meminta penjelasan dari Direksi dan atau pejabat
108
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan Perusahaan; d. meminta Direksi dan atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Dewan Pengawas; e. menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan; f. berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini, memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu; g. berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini atau keputusan rapat pembahasan bersama, melakukan tindakan pengurusan Perusahaan dalam hal Direksi tidak ada; dan h. memberhentikan sementara Direksi, dengan menyebutkan alasannya. Pasal 40 mengatur bahwa untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Menteri Keuangan dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas atas beban Perusahaan. Pasal 41memuat bahwa jika dianggap perlu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dapat memperoleh bantuan tenaga ahli yang diikat dengan kontrak untuk waktu tertentu atas beban Perusahaan. Sedangkan Pasal 42 mengatur semua biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas dibebankan kepada Perusahaan dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan. Pasal 43 tentang rapat Dewan Pengawas, yaitu: (1) Rapat Dewan Pengawas diselenggarakan sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali; (2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
109
Ahmad Supriyadi
Perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan kewajiban Dewan Pengawas; (3) Keputusan rapat Dewan Pengawas diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat; (4) Dalam hal tak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak; (5) Untuk setiap rapat dibuat risalah rapat. Bagian Ke-sembilan tentang Satuan Pengawasan Intern.Bahwa Pasal 44 mengatur bagi Pegadaian Syariah bahwa: (1) Satuan Pengawasan Intern melaksanakan pengawasan intern keuangan dan operasional Perusahaan; (2) Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Sedangkan Pasal 45 mengatur bahwa Satuan Pengawasan Intern bertugas: a. membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern keuangan dan operasional Perusahaan, menilai pengendalian, pengelolaan dan pelaksanaannya pada Perusahaan serta memberikan saran-saran perbaikannya; b. memberikan keterangan tentang hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Direksi. Pegadaian Syariah juga mengikuti aturan Pasal 46 bahwa direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern. Pasal 47 atas permintaan tertulis Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 huruf b. 110
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Pasal 48 dalam pelaksanaan tugasnya, Satuan Pengawasan Intern wajib menjaga kelancaran pelaksanaan tugas satuan organisasi lainnya dalam Perusahaan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Bagian Ke-sepuluh tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan. Pasal 49. Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. Pasal 50. Perhitungan Tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pasal 51 Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perusahaan ditutup, Direksi wajib menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf l kepada Menteri Keuangan, yang memuat sekurang-kurangnya: a. Perhitungan Tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut; b. laporan mengenai keadaan dan jalannya Perusahaan serta hasil yang telah dicapai; c. kegiatan utama Perusahaan dan perubahan selama tahun buku; d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan Perusahaan; e. nama anggota Direksi dan Dewan Pengawas; dan f. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Dewan Pengawas. Pasal 52 (1) Laporan Tahunan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas serta disampaikan kepada Menteri Keuangan;
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
111
Ahmad Supriyadi
(2) Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disebutkan alasannya secara tertulis. Pasal 53 (1) Perhitungan Tahunan disampaikan oleh Direksi kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan untuk diperiksa; (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan ketentuan bahwa hasil pemeriksaannya disetujui oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; (3) Apabila Perusahaan mengerahkan dana masyarakat, pemeriksaan Perhitungan Tahunan dilakukan oleh Akuntan Publik; (4) Laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) disampaikan secara tertulis oleh Direksi kepada Menteri Keuangan untuk disahkan; (5) Perhitungan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diumumkan dalam surat kabar harian. Pasal 54 (1) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (4) membebaskan Direksi dari tanggung jawab terhadap segala sesuatunya yang termuat dalam Perhitungan Tahunan tersebut; (2) Dalam hal dokumen Perhitungan Tahunan yang diajukan dan disahkan tersebut ternyata tidak benar dan atau menyesatkan maka anggota Direksi dan Dewan Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak ketiga yang dirugikan; 112
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
(3) Anggota Direksi dan Dewan Pengawas dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya. Pasal 55 (1) Laporan berkala baik laporan triwulan, laporan semester maupun laporan lainnya tentang kinerja Perusahaan disampaikan kepada Dewan Pengawas; (2) Tembusan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Menteri Keuangan. Pasal 56. Laporan tahunan, Perhitungan Tahunan, laporan berkala dan laporan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Bagian ini, disampaikan dengan bentuk, isi dan tata cara penyusunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagian Ke-sebelas mengatur tentang Pegawai Perusahaan. Pasal 57. Pengadaan, pengangkatan, penempatan, pemberhentian, kedudukan, kepangkatan, jabatan, gaji/ upah, kesejahteraan dan penghargaan kepada pegawai Perusahaan diatur dan ditetapkan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 58 (1) Segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri tidak berlaku bagi pegawai Perusahaan; (2) Direksi dapat mengatur dan menetapkan ketentuan eselonisasi jabatan tersendiri bagi pegawai Perusahaan. Bagian Ke-duabelas tentang Penggunaan Laba
Pasal 59 (1) Setiap tahun buku, Perusahaan wajib menyisihkan
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
113
Ahmad Supriyadi
jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan tujuan, penyusutan dan pengurangan lainnya yang wajar; (2) Empat puluh lima persen (45%) dari sisa penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipakai untuk: a. cadangan umum yang dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 2 (dua) kali lipat dari modal yang ditempatkan; b. sosial dan pendidikan; c. jasa produksi; d. sumbangan dana pensiun; dan e. sokongan dan sumbangan ganti rugi. (3) Penetapan persentase pembagian laba bersih Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Pasal 60 (1) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 disetorkan sebagai Dana Pembangunan Semesta; (2) Dana Pembangunan Semesta yang menjadi hak Negara wajib disetorkan ke Bendahara Umum Negara segera setelah Laporan Tahunan disahkan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. Bagian Ke-tigabelas Mengatur tentang ketentuan lain-lain. Pasal 61. Tata cara penjualan, pemindahtanganan atau pembebanan atas aktiva tetap Perusahaan serta penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam bentuk dan cara apapun serta tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan barang oleh Perusahaan ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 114
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Pasal 62. Pengadaan barang dan jasa Perusahaan yang menggunakan dana langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 63 (1) Selain organ Perusahaan, pihak lain manapun dilarang turut mencampuri pengurusan Perusahaan; (2) Organ Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Direksi dan Dewan Pengawas; (3) Departemen/instansi Pemerintah tidak dibenarkan membebani Perusahaan dengan segala bentuk pengeluaran; (4) Perusahaan tidak dibenarkan membiayai keperluan pengeluaran Departemen/instansi Pemerintah. Pasal 64 (1) Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar Perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan; (2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perusahaan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut; (3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Pasal 65 (1) Anggota Direksi dan semua pegawai Perusahaan yang karena tindakan-tindakan melawan hukum menimbulkan kerugian bagi Perusahaan, diwajibkan mengganti kerugian tersebut; (2) Ketentuan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap anggota Direksi diatur oleh Menteri EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
115
Ahmad Supriyadi
Keuangan, sedangkan terhadap pegawai Perusahaan diatur oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 66. Semua surat dan surat berharga yang termasuk kelompok pembukuan dan administrasi Perusahaan disimpan di tempat Perusahaan atau tempat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 67 (1) Pembubaran Perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; (2) Semua kekayaan Perusahaan setelah diadakan likuidasi, menjadi milik Negara; (3) Likuidatur mempertanggungjawabkan likuidasi kepada Menteri Keuangan; (4) Menteri Keuangan memberi pembebasan tanggung jawab tentang pekerjaan yang telah diselesaikan likuidatur. Pasal 68. Pimpinan satuan organisasi dalam Perusahaan bertanggung jawab melakukan pengawasan melekat dalam lingkungan tugasnya masing-masing. BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 69 mengatur tentang Perlihan. Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan yang telah ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan ketentuan baru yang ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. 116
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
C. Analisis Pegadaian Syariah dapat dilihat dari sisi lembaga dan dari sisi bisnis, dari sisi lembaga ia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dengan bentuk Badan Usaha Milik Negara. Sebagai perusahaan yang di miliki oleh negara, ia harus tunduk terhadap perundang-undangan yang mengatur tentang PERUM. Bentuk hukum Perusahaan Umum (PERUM) diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Undang-undang ini dimasukkan dalam Lembaran Negara Nomor 40 Tahun 1969. Pegadaian Syariah sebagai PERUM merupakan perusahaan Negara yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuanketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 19/Prp Tahun 1960 hal ini menurut Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969. sedangkan tata cara pembinaan dan pengaturan PERUM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 kemudian di cabut dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 dalam Lembaran Negara Nomor 16 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Tanggal 17 Januari 1998 kemudian di berlakukan juga Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian. Pengertian Pegadaian Syariah yang mencakup unsurunsur antara lain : (a) Ada syarat subyek yaitu : orang yang menggadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin) keduanya ada syarat-syarat tertentu : 1. Telah dewasa menurut hukum 2. Berakal 3. Mampu atau cakap berbuat hukum (b) Ada syarat obyek yaitu : barang yang dapat di gadaikan (marhun) dengan syarat-syarat tertentu antara lain: 1. Benda yang mengandung nilai ekonomis EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
117
Ahmad Supriyadi
2. Dapat di perjual belikan dan tidak melanggar undangundang. 3. Barang milik rahin 4. Benda bergerak (c) Adanya kata sepakat (sighot) yaitu : kata sepakat setelah negosiasi antara rahin dan murtahin yang kemudian di implementasikan dalam perjanjian. Atas dasar pemaparan tersebut bahwa aspek legal perusahaan Pegadaian Syariah mempunyai legalitas yang sangat kuat karena Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian, tidak ada yang bertentangan dengan syariah Islam. Bahkan bila Pegadaian Syariah itu dijalankan secara konsisten berdasarkan PP tersebut, ia akan mempunyai kepastian hukum. Selain itu Pegadaian Syariah juga mempunyai aspek legalitas dari hukum Islam berupa putusan Dewan Syariah Nasional tentang Qardh yang berbunyi: Menetapkan : FATWA TENTANG AL-QARDH Pertama : Ketentuan Umum al-Qardh 1. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang memerlukan. 2. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama. 3. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. 4. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu. 5. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam akad. 6. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat: a). memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau b). menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya. 118
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Kedua : Sanksi 1. Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan bukan karena ketidak-mampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi kepada nasabah. 2. Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana dimaksud butir 1 dapat berupa --dan tidak terbatas pada-penjualan barang jaminan. 3. Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus memenuhi kewajibannya secara penuh. Ketiga : Sumber Dana Dana al-Qardh dapat bersumber dari: (a) Bagian modal LKS; (b) Keuntungan LKS yang disisihkan; dan (c) Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaqnya kepada LKS. Keempat : 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Selain legalitas Pegadaian Syariah yang kuat, ia juga mempunyai peluang besar di masyarkat karena telah mendapatkan ijin dari pemerintah. Ini merupakan peluang yang memberikan suatu harapan bahwa Pegadaian Syariah akan berkembang pesat dan menjadi lembaga yang banyak diminati oleh masyarakat muslim. Beradasarkan penelitian tim peneliti dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP tahun 2005 yang di kutip oleh Abdul Ghofur Anshori (2006:35) menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
119
Ahmad Supriyadi
Berdasarkan analisis SWOT (1) kekuatan (Strength) (2) kelemahan (Weakness), (3) peluang (oportunity) dan (4) ancaman (Threat) (Tim Peneliti dan Pengembangan Bank Syariah-DPNP, 2005) di lembaga Pegadaian Syariah dapat ditemukan: (1). Kekuatan (Strength) terhadap Pegadaian Syariah a) Pegadaian Syariah sangat di dukung oleh umat Islam di Indonesia yang merupakan penduduk mayoritas dengan jumlah yang sangat besar di banding dengan negara lain. b) Adanya dukungan dari lembaga keuangan Islam dunia. Pegadaian Syariah yang menggunakan prinsip-prinsip syariah adalah mitra utama bagi bank Islam Dunia (IDB). Hal ini dapat di pahami dari konferensi ke-2 Menteri-Menteri Luar Negeri negera muslim di seluruh dunia bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan yang telah menghasilkan kesepakatan untuk tahap pertama mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai denga prinsip-prinsip syariah. c) Sebagian besar penduduk Indonesia berekonomi lemah yang sulit mendapat pinjaman dari bank karena persyaratan yang rumit dan sulit. d) Produk Pegadaian Syariah yang punya nilai kompetitif. Pegadaian Syariah saat ini mengeluarkan beberapa produk antara lain: gadai syariah, logam mulia dan arruum. (2). Kelemahan (Weakness) terhadap Pegadaian Syariah a) Kurangnya sarana dan prasarana yang di miliki oleh Pegadaian Syariah untuk menyimpan barang. Gedung yang kecil kurang mencukupi untuk tempat barang-barang yang digadaikan karena itu perlu ada penambahan sarana dan prasarana sebagaimana pegadaian konvensional. b) Masyarakat yang kurang memahami tentang Pegadaian Syariah. Masyarakat masih berpola pikir pegadaian 120
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
konvensional dan belum banyak yang berpikir sisi syariah. Hal itu membuat para pegawai harus menjelaskan berulang-ulang kepada para nasabah. c) Kurangnya pegawai di bidang gadai syariah yang mempunyai kabapiliti dari sisi syariah dan juga dari sisi gadai. Belum banyak sarjana yang menggeluti di bidang gadai syariah, sehingga sulit mendapatkan pegawai yang profesional di bidang syariah dan juga di bidang gadai. Karena itu dalam hal syariah di perlukan Dewan Pengawas Syariah. (3). Peluang (oportunity) terhadap Pegadaian Syariah Berdirinya Pegadaian Syariah di Indonesia mempunyai peluang yang menguntungkan karena : a) Belum banyak lembaga keuangan yang menerapkan gadai syariah. Bila melihat lembaga-lembaga keuangan yang membuka produk gadai syariah masih terlalu sedikit. Bahkan kalaupun ada biasanya yang mengeluarkan produk itu adalah bank syariah. Produk gadai kalau di lakukan oleh bank, tidak akan menyentuh rakyat kecil karena untuk mendapatkan pinjaman uang di bank memerlukan persyaratan yang banyak dan persyaratan itu biasanya masyarakat kecil tidak mampu memenuhinya, sehingga Pegadaian Syariah yang menjadi penolong bagi ekonomi lemah. b) Banyaknya penduduk yang mayoritas beragama Islam dan dalam Islam melarang pemeluknya untuk bertransaksi yang mengandung riba. Islam melarang riba dalam transaksi ekonomi, sehingga penduduk Indonesia yang mayoritas muslim akan lebih percaya kepada Pegadaian Syariah di banding dengan pegadaian konvensional. c) Prinsip Pegadaian Syariah yang melayani dengan proses cepat dan biaya ringan. Prinsip ini di terapkan di Pegadaian Syariah dengan harapan sesuai dengan karakter nasabah yang menginginkan dana dengan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
121
Ahmad Supriyadi
cepat dan proses yang tidak rumit serta jaminan yang sederhana. (4). Ancaman (Threat) terhadap Pegadaian Syariah Pegadaian Syariah sebagai lembaga yang berbasis syariah dalam mengaplikasikan gadai syariah memiliki ancaman antara lain: a) Persaingan dengan rentenir yang terkadang masyarakat masih percaya kepadanya karena peminjaman uang tanpa menggunakan jaminan atau gadai apapun. b) Pemahaman masyarakat yang masih berpikir gadai konvensional sehingga Pegadaian Syariah belum bisa di percaya oleh masyarakat secara penuh. D. Simpulan PERUM pegadaian syariah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dengan bentuk Badan Usaha Milik Negara. Sebagai perusahaan yang di miliki oleh negara, ia harus tunduk terhadap perundang-undangan yang mengatur tentang PERUM. Perundang-undangan yang mengatur tentang PERUM (Perusahaan Umum) adalah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian. Pegadaian Syariah sebagai perusahaan milik Negara berbadan hukum artinya memiliki modal sendiri. seluruh modalnya di miliki oleh negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. Organisasi PERUM terdiri dari Direksi dan dewan pengawas PERUM. Kepengurusan PERUM dilakukan oleh Direksi. Kepengurusan Direksi meliputi kegiatan pengelolaan PERUM dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai suatu badan usaha. Para Direksi berjumlah paling banyak 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama. Penambahan jumlah anggota Direksi bila melebihi jumlah yang ditetapkan tersebut harus dilakukan 122
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
dengan persetujuan PresidenOrganisasi PERUM terdiri dari Direksi dan dewan pengawas PERUM. Kepengurusan PERUM dilakukan oleh Direksi. Kepengurusan Direksi meliputi kegiatan pengelolaan PERUM dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai suatu badan usaha. Para Direksi berjumlah paling banyak 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama. Penambahan jumlah anggota Direksi bila melebihi jumlah yang ditetapkan tersebut harus dilakukan dengan persetujuan Presiden. Dalam operasional, Pegadaian Syariah di awasi oleh Dewan Pengawas Syariah sehingga produk-produk yang di operasionalkan benar-benar sesuai syariah.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
123
Ahmad Supriyadi
Daftar Pustaka
Abduk Kadir Muhammad, 1998, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Abdul Ghofur Anshori, 2006, Gadai Syariah di Indonesia Konsep, Implementasi dan institusionalisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Abdul mannan,1995, Islamic economic, Theory and Practice, terjemahan oleh M. Nastangin, Teori dan Praktik Ekonomi Islam,Penerbit PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta. Abdullah bin Abdulmuhsin Alturki dan Abdulfatah Muhammad Al Hulwu, Mughni, Ibnu Qudamah Tahqiq, cetakan kedua tahun 1412H, penerbit hajar, Kairo, Mesir. Abdullah bin Muhammad Al Thoyaar, Abdullah bin Muhammad Al Muthliq dan Muhammad bin Ibrohim Alumusa, cetakan pertama tahun1425H Kitab Al Fiqh Al Muyassarah, Qismul Mu’amalah, Madar Al Wathoni LinNasyr, Riyadh, KSA hal. 115 Abu Abdillah al-Maghribi, Mawâhib al-Jalîl, V/2, Dar al-Fikr, Beirut, cet.II. 1398. Abu Bakr Jabr Al Jazairi, 2005, Ensiklopedia Muslim, Minhajul Muslim, Penerbit Buku Islam Kaffah, Edisi Revisi. Adiwarman A. Karim,2006, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Ahmad Azhar Basyir, 1983, Hukum Islam tentang Riba, UtangPiutang Gadai, al-Ma’arif, Bandung. Al Jawi, Shiddiq. Kerjasama Bisnis (Syirkah) Dalam Islam. Majalah Al Waie 57
124
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Legalitas Lembaga Keuangan Gadai Syariah di Indonesia
Al-Amaanah al ‘Aamah Lihai’at Kibar Al Ulama, 1422H, Abhaats Hai’at Kibaar Al Ulama Bil Mamlakah Al Arabiyah Al Su’udiyah, Cetakan I. Ali Anwar Yusuf,2002, Wawasan Islam, Setia Pustaka,Bandung. Ali Athwa / SHW, Majalah suara Hidayatullah, edisi 10 / XV / Dzulqa’dah-Dzulhijjah, 1423 An Nabhani, Taqiyuddin. 1996. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Surabaya: Risalah Gusti. Ari Agung Nugraha, 2004, Gambaran Umum Kegiatan Usaha Pegadaian Syariah, http://ulgs.tripod.com. Atabik Ali dan A. Zuhdi Muhdhor,1998, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Penerbit Multi Karya Grafika, Yogyakarta. Biro Perbankan Syariah, Produk Perbankan Syariah, Karim Business consulting dan Bank Indonesia, Jakarta. Choiruman Pasaribu dan Suharawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2004. Dewan Syari’ah Nasional, Fatwa Tentang Hawaluh, No. 12 / DSN – MUI / IV / 2000, Majelis Ulama Indonesia Djuhaendah Hasan,1999, Analisis Hukum Ekonomi Terhadap Hukum Pegadaian syariah di Indonesia, Magister Hukum Bisnis Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Emmy Pangaribuan S., 1999, Analisis Hukum Ekonomi Terhadap Hukum Persaingan, Makalah penataran hukum perdata dan ekonomi, UGM, Yogyakarta. Ghazali, al-Mustasyfa, dikutip oleh Umar Chapra,2000, Islam dan tantangan Ekonomi, Penerjemah Ichwan Abidin, Penerbit Gema insani Press bekerja sama dengan tazkia Institut, Jakarta. Hans Wehr, 1980, A Dictionary of Modern Written Arabic, Libanon Beirut.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
125
Ahmad Supriyadi
Heri Sudarsono,2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Penerbit Ekonosia,Yogyakarta. Hikmanto Juwono, 1998, Analisa Ekonomi Atas Hukum Pegadaian syariah. Makalah disampaikan dalam seminar tentang Pendekatan ekonomi dalam pengembangan sistem hukum nasional dalam rangka globalisasi, diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UNPAD bekerjasama dengan BAPENAS, 30 April 1998, Bandung.
126
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
KEUNGGULAN KOMPETITIF BERKELANJUTAN MELALUI RANTAI NILAI DAN STRATEGI BERSAING PADA MINI MARKET
Oleh:Muhammad Husni Mubarok
Abstrak Keadaan perekonomian terutama perkembangan dunia usaha dibidang retail semakin meningkat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dan kebutuhan mereka akan kebutuhan sehari-hari. Hal ini memicu usaha mini market untuk terus bersaing mendapatkan pangsa pasar sebanyak mungkin. Oleh karena itu, maka penelitian ini mengambil usaha mini market sebagai obyek penelitian untuk menganalisis keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dengan menganalisis rantai nilai sebagai faktor kunci suksesnya dan strategi bersaing sebagai strategi mencapai keunggulan tersebut. Kerangka teori yang digunakan adalah sustainable competitive advantage, value chain, dan strategi bersaing. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengembangkan teori yang ada. Populasi yang digunakan adalah beberapa mini market di Kudus. Fokus penelitian hanya dibatasi masalah analisis rantai nilai, strategi bersaing dan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Metode pengambilan data dengan menggunakan interview mendalam, observasi partisipatif dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan yang memuaskan, pemberian harga yang lebih murah, kenyamanan ruang berbelanja, kecepatan dalam merespon konsumen dengan rantai nilai yang efisien, penentuan lokasi dengan parkir gratis dan nyaman, penataan ruang yang luas untuk memudahkan mencari barang, pemberian promo dengan hadiah yang menarik, dan keramahan dalam menyapa konsumen merupakan strategi bersaing mini market dalam menciptakan keunggulan kompetitif
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
127
Muhammad Husni Mubarok
yang berkelanjutan yang bersumber dari rantai nilai yang efektif dan efisien. Kata kunci: keunggulan kompetitif berkelanjutan, rantai nilai, strategi bersaing.
A. Pendahuluan Perkembangan dunia usaha yang semakin kompetitif menyebabkan perubahan yang luar biasa dalam persaingan terutama dalam sektor perdagangan. Keunggulan kompetitif melalui analisis rantai nilai mempunyai peran yang sangat besar untuk memenangkan persaingan. Analisis rantai nilai akan menjadi faktor kunci sukses apabila menghasilkan keunggulan bersaing. Seringkali suatu usaha tidak bisa menemukan keunggulan bersaing tanpa melalui analisis rantai nilai. Keadaan ini memaksa manajemen untuk berupaya menemukan serangkaian nilai yang menjadikan perusahaan mampu bertahan dan berkembang dalam persaingan. Kunci persaingan dalam perdagangan adalah total nilai yang mampu di berikan kepada pembeli melebihi yang diharapkannya (Hunger & Wheelen, 2003). Hal ini memacu manajemen untuk lebih memperhatikan sedikitnya dua hal penting yaitu keunggulan dan nilai. Persoalan diatas akan membawa kita pada pentingnya menemukan keunggulan bersaing melalui analisis rantai nilai. Perubahan pada lingkungan persaingan menuntut perusahaan selalu bersikap proaktif dalam menanggapi berbagai perubahan lingkungan yang bersifat dinamis dengan menciptakan keunggulan bersaing dan mengembangkan kapabilitas melalui analisis rantai nilai. Pada hakekatnya manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sangat beragam. Kebutuhan dan keinginan itu bermacam-macam baik berupa fisik maupun non fisik, sehingga apabila setiap kebutuhan dan keinginan fisik dan non fisik mereka terpenuhi maka akan terpuaskan (Suwarsono, 2008). Akan tetapi jika tidak terpenuhi maka akan menimbulkan 128
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
rasa tidak puas. Usaha untuk memenuhi kebutuhan keinginan tersebut dapat di tempuh dengan jalan memproduksi sendiri, meminta atau pertukaran. Umumnya masyarakat modern bekerja atas dasar prinsip pertukaran. Pertukaran adalah suatu tindakan untuk memperoleh objek yang diharapkan dan seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai penggantinya. Dengan pertukaran ini kedua belah pihak berusaha untuk memenuhi semua kebutuhannya dan mencapai keberadaan yang lebih baik, dengan tidak perlu menggantungkan diri kepada sumbangan dan tidak perlu memiliki keterampilan untuk memproduksi setiap kebutuhan mereka sendiri. Kebutuhan manusia terdiri dari bermacam-macam mulai dari kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi secara rutin atau disebut juga kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan barang dan jasa. Hal ini membuka peluang bagi produsen atau perusahaan untuk menghasilkan dan menyediakan berbagai macam barang yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan tersebut. Usaha seperti inilah yang sering disebut usaha eceran (retail) yaitu bisnis yang seluruh aktivitasnya langsung berhubungan dengan penjualan barang dan jasa ke konsumen akhir untuk pemakaian non bisnis atau pribadi. Pada saat ini banyak sekali perusahaan yang berfungsi sebagai retailer yang mendistribusikan berbagai macam barang kebutuhan sehari-hari. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan, toserba, supermarket dan departemen strore di daerah perkotaan yang berskala besar maupun yang berskala kecil seperti minimarket. Mini market merupakan tempat untuk menjual berbagai macam produk yang bervariasi. Dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan berskala besar dan berskala kecil. Hal ini akan menguntungkan bagi konsumen karena tersedia alternatif pilihan produk. Baik dari segi merek, kemasan, ukuran, warna EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
129
Muhammad Husni Mubarok
maupun harga sehingga konsumen memperoleh kemudahan dalam berbelanja karena dapat memenuhi segal macam kebutuhan dan konsumen tidak perlu cemas dan takut dalam memenuhi semua kebutuhannya (Coulter, Mary, 2002). Banyaknya mini market dapat menimbulkan persaingan yang ketat diantara para retailer khususnya dalam menarik dan mempertahankan konsumen. Untuk dapat bertahan dalam dunia retailer maka retailer harus menetapkan suatu strategi pemasaran yang tepat dan jitu dengan lebih memperhatikan apa kebutuhan dan keinginan konsumen. Hal ini akan memberikan kepuasan lebih, yang dapat dirasakan oleh konsumen dan dapat mengungguli para pesaingnya. Untuk dapat mengungguli para pesaingnya dibutuhkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Keunggulan tersebut sebagai daya saing yang dapat dikembangkan dari analisis rantai nilai dan strategi bersaing yang handal. Sebagai toko eceran atau retailer, kemampuan menyediakan produk yang dibutuhkan konsumen sangat penting karena salah satu alasan kecenderungan konsumen memilih mengunjungi retailer dari pada produsen dalam memenuhi kebutuhannya karena alasan kenyamanan (convenience) yang didapatkanya. Konsumen berharap akan menemukan suatu produk atau bermacam-macam produk yang akan memenuhi segala kebutuhan untuk saat ini atau yang yang akan datang dengan hanya mengunjungi satu toko saja dengan harapan akan mudah dicari. Retailer yang hanya menyediakan satu jenis barang saja mempunyai kemungkinan tidak dapat bertahan lama dalam usahanya karena tidaklah mungkin mengharapkan setiap konsumen memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama yang dapat terpenuhi dengan menyediakan satu jenis barang saja dan konsumen tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan tenaga dengan mengunjungi berbagai produsen guna memenuhi kebutuhannya. Selain itu retailer juga harus 130
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
menerapkan strategi keragaman produk yang luas dan mendalam (product assortment), bauran pelayanan (service mix) yang dapat memuaskan konsumen dan suasana toko (store atmosphere), harus memperhatikan lebar dan kedalaman produk yang disediakan, kualitas dan kelengkapannya karena menyediakan produk yang beragam adalah penting. Kecenderungan yang ada dalam diri konsumen adalah menghendaki barang-barang yang bersifat komplementer, sehingga dengan bermacam-macam produk yang disediakan retailer akan mendorong konsumen untuk membeli produk yang saling melengkapi tersebut. Dengan adanya keragaman produk tersebut, konsumen dapat leluasa memilih apa yang menjadi kebutuhannya dan konsumen tidak perlu khawatir kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya karena apa yang dibutuhkan konsumen sudah tersedia dalam mini market tersebut. Ragam produk (product assortment), pengecer harus sesuai dengan harapan belanja pasar sasarannya karena hal ini merupakan unsur kunci dalam persaingan diantara para pengecer sejenis karena keragaman produk yang baik akan menarik niat belanja para konsumen untuk berbelanja di tempatnya dan itu merupakan salah satu untuk mempertahankan konsumen agar konsumen puas dalam berbelanja ditempat tersebut dan pada akhirnya diharapkan dapat tercapainya sasaran dan tujuan perusahaan. Studi yang dilakukan oleh Dess dan Picken (1999) menemukan bahwa pelajaran yang diambil dari food lion’s berdasarkan dari kekuatan organisasi yang menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dan memberikan manfaat yang diambil dari sekumpulan rantai nilai dari pemasok dan konsumen, dengan menambah nilai di beberapa aktivitas dengan beberapa cara sehingga mendekati pencapaian penciptaan nilai dari aktivitas. Studi yang dilakukan oleh Teng & Cumming (2002) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
131
Muhammad Husni Mubarok
menemukan bahwa pendekatan RBV merupakan pendekatan untuk menentukan keunggulan kompetitif berdasarkan sumber daya internal. Nilai kapabilitas dan sumber daya yang dilakukan dari perusahaan HP, Food Lion, dan AT&T. Studi yang dilakukan oleh Stalk, G., Evans, P., & Shulman, L. E. (1992) dengan melihat kesuksesan yang dimiliki oleh WalMart, dengan menemukan empat prinsip utama sebagai dasar persaingan kapabilitas. Dalam uraian kasus Honda pada junal tersebut, penelitinya juga mengulas perbedaan kapabilitas dan kompetensi inti. Dari beberapa penelitian terdahulu belum ada penelitian yang mengembangkan keunggulan kompetitif melalui rantai nilai dan strategi bersaing pada sektor perdagangan terutama mini market. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul: “Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan melalui Rantai Nilai dan Strategi Bersaing pada Mini Market” Adapun permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini yaitu bagaimana menciptakan, mempertahankan dan mengembangkan keunggulan kompetitif. Karena, tanpa mengembangkan keunggulan kompetitif melalui analisis rantai nilai dan strategi bersaing, tidak lagi memiliki daya saing dimasa yang akan datang. Sehingga dalam penelitian ini masalah yang dikemukakan adalah: (1)Bagaimanakah rantai nilai yang dimiliki mini market dalam bidang perdagangan dikembangkan agar diperoleh keunggulan kompetitif berkelanjutan sebagai faktor kunci sukses perusahaan? (2) Bagaimana merumuskan dan menemukan strategi bersaing yang handal sebagai keunggulan kompetitif usaha dalam bidang perdagangan untuk mencapai keuntungan diatas ratarata? Pendekatan dan konsep untuk menjawab permasalahan tersebut adalah keunggulan kompetitif berkelanjutan dengan meliputi rantai nilai dan strategi bersaing. Secara umum obyek penelitian ini terbatas hanya pada industri mini market 132
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
yang terletak di Kecamatan Kota Kabupaten Kudus, sehingga kesimpulan belum bisa menggambarkan untuk industri mini market secara keseluruhan. Lingkup yang menjadi batasan penelitian adalah terbatas pada usaha beberapa mini market di Kudus dengan menganalisis keunggulan kompetitif melalui rantai nilai dan strategi bersaing. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan keunggulan kompetitif berkelanjutan yang harus dimiliki perusahaan melalui analisis rantai nilai dan strategi bersaing. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1)Untuk menemukan dan mengembangkan keunggulan kompetitif melalui analisis rantai nilai yang dimiliki perusahaan agar dapat menjadi faktor kunci kesuksesannya. (2)Untuk menemukan strategi bersaing yang handal sebagai keunggulan kompetitif berkelanjutan sehingga dapat menjadi daya saing perusahaan dan mencapai keuntungan diatas rata-rata. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, akademis dan praktisi terutama bagi wirausahawan muda saat ini, yaitu : (1)Memberikan gambaran tentang pentingnya mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan melalui eksplorasi dari serangkaian aktivitas dalam analisis rantai nilai. (2)Memberikan gambaran tentang pentingnya merumuskan dan menerapkan strategi bersaing baik dalam level bisnis maupun industri sebagai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. (3)Menambah literatur dan lebih mengembangkan pengetahuan dalam bidang manajemen strategi terutama mengembangkan khazanah keilmuan dalam mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. (4)Memberikan informasi potensi keunggulan mini market dengan mengembangkan keunggulan kompetitif di sektor perdagangan.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
133
Muhammad Husni Mubarok
B. Metode Penelitian Untuk menentukan analisis keunggulan kompetitif berkelanjutan melalui rantai nilai dan strategi bersaing, maka jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan yang menjadi subyek penelitian adalah manajemen dari beberapa mini market di Kudus agar data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan, termasuk kepala toko, asisten kepala toko, merchandiser, kasir maupun pramusaji. Penelitian ini difokuskan pada pencarian keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dengan menggali dan mengembangkan dari rantai nilai dan strategi bersaing. Penelitian ini difokuskan pada manajemen mini market karena mini market memiliki kekhasan dalam pengelolaan berupa kontinuitas perputaran barang dalam bentuk eceran yang di sajikan dalam fasilitas ruangan yang kondusif sehingga memungkinkan pada konsumen membeli seluruh kebutuhan sehari-harinya dalam ruangan yang nyaman dan kondusif. Dari sudut pandang metodologis, data dalam penelitian ini berasal dari pihak manajemen perusahaan. Asumsi dari penelitian ini adalah bahwa pihak manajemen adalah pihak yang paling mungkin untuk dapat memberikan penilaian yang relatif obyektif tentang keunggulan kompetitif berkelanjutan, rantai nilai dan strategi bersaing. Penelitian ini membatasi pada variabel keunggulan kompetitif berkelanjutan, rantai nilai dan strategi bersaing yang terbatas hanya dari sudut pandang manajemen. Setiap penelitian ilmiah memerlukan data untuk memecahkan masalah yang diteliti. Untuk memperoleh data yang bersifat akurat, pertama yang harus dianalisis adalah data sekunder, yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer (Indriantoro & Supomo, 2002). Pengumpulan data dalam penelitian ini 134
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
dengan menggunakan tiga metode yang dimaksudkan untuk memperoleh data-data yang relevan dan akurat melalui: (1)Observasi partisipatif, (2)Wawancara mendalam, (3) Dokumentasi. Analisis data dalam penelitian kualitatif lebih difokuskan selama proses dilapangan bersamaan dengan pengumpulan data dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data kualitatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman dalam Sugiono:2008 menyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data adalah : (1) Reduksi data, (2) Penyajian data, (3) Verifikasi data / menarik kesimpulan.
C. Hasil Analisis Suatu perusahaan dikatakan mempunyai keunggulan kompetitif ketika perusahaan tersebut memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh pesaing, melakukan sesuatu yang lebih baik dari perusahaan lain, atau mampu melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh perusahaan lain. Keunggulan kompetitif menjadi suatu kebutuhan penting bagi kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang dan kelangsungan hidup perusahaan di masa mendatang. Keunggulan kompetitif merupakan segala sesuatu yang dilakukan dengan sangat baik oleh perusahaan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh pesaingnya. Ketika sebuah perusahaan dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik sedangkan perusahaan lainnya tidak dapat, atau memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain sehingga para pesaing menginginkannya, maka hal tersebut menggambarkan keunggulan kompetitif perusahaan (Thompson & Strickland: 2003). Keunggulan kompetitif sangat penting untuk didapatkan, dimiliki, dijaga dan dipertahankan demi keberhasilan jangka EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
135
Muhammad Husni Mubarok
panjang dari suatu perusahaan. Mengejar keunggulan kompetitif akan mengarahkan perusahaan kepada kesuksesan persaingan. Perusahaan tidak cukup hanya memiliki keunggulan kompetitif, karena pada umumnya keunggulan kompetitif hanya bertahan untuk periode tertentu diakibatkan karena ditiru oleh pesaing atau melemahnya keunggulan tersebut (David: 2005). Perusahaan harus berusaha mencapai keunggulan kompetitif berkelanjutan yang berarti menunjukkan upaya perusahaan dalam jangka panjang yang mampu mempertahankan posisi keunggulan kompetitf dalam industri. Keunggulan kompetitif berkelanjutan akan tercapai bila suatu perusahaan berhasil memformulasikan dan mengimplementasikan sutu strategi yang menciptakan nilai bagi konsumen dalam jangka panjang dan susah ditiru oleh pesaing. Nilai yang harus diciptakan dalam konteks persaingan adalah sesuatu yang dicari oleh konsumen seperti harga yang murah, produk yang berkualitas, merek yang terkenal, keunikan fitur dan atribut produk yang khas, dan pelayanan purna jual. Penciptaan nilai tersebut dapat meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan dengan meningkatnya pangsa pasar dan penjualan serta bisa memberi dampak pada peningkatan harga saham. Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan cara terus menerus beradaptasi dengan mengikuti tren yang ada di pasar, menyesuaikan isu persaingan serta meningkatkan kapabilitas, kompetensi inti dan sumber daya internal. Perusahaan dapat merumuskan dan mengembangkan strategi dimana pesaing tidak mampu mengimplementasikannya, melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh pesaing dalam jangka panjang (Purnomo & Zulkieflimansyah, 2005). Keunggulan kompetitif berkelanjutan dilakukan untuk memperoleh keuntungan diatas rata-rata. Keuntungan diatas 136
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
rata-rata tersebut merupakan keuntungan yang diperoleh melebihi apa yang diharapkan akan diperoleh investor dibandingkan investasi lain dengan risiko yang sama. Keuntungan diatas rata-rata menunjukkan keuntungan yang dihasilkan dengan komparasi kinerja yang melebihi perusahaan lain dalam industri yang sama (Barney, J.B, 1995). Keuntungan diatas rata-rata menjadi harapan para pemegang kepentingan terutama investor dalam melakukan analisis investasi. Dalam jangka panjang perusahaan akan menarik investasi dari perusahaan yang menghasilkan keuntungan dibawah rata-rata dan akan memilih investasi dalam perusahaan yang menghasilkan keuntungan diatas ratarata dengan minimal menghasilkan pada rata-rata industri. Para pakar dibidang strategi menawarkan tiga alternatif model untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Pertama, Model Organisasi Industri. Kedua, Model berbasis sumber daya. Ketiga, Model Gerilya (Kuncoro: 2006). Minimarket adalah toko swalayan yang hanya memiliki satu atau dua mesin register. Mini market biasanya luas ruanganya adalah antara 50 m2 sampai 200 m2 serta berada pada lokasi yang mudah dijangkau konsumen. Dalam manajemen pengelolaan layanan konsumen di dalam mini market ada dua opsi pilihan yaitu: swalayan penuh atau semi swalayan. Sebenarnya kedua jenis layanan ini selalu berdampingan tergantung situasi dan kondisi. Swalayan penuh itu berarti memberikan kebebasan kepada calon konsumen untuk melihat, mengambil dan membawa barang sendiri ke kasir untuk dibayar. Jenis pelayanan ini tentu saja memerlukan ruang / space display / pajang yang memadai sehingga barang bisa mudah dilihat, dijangkau calon konsumen. Pemilik / pengelola toko hanya terlibat dalam menghitung jumlah belanjaan, kemudian menerima pembayaran dari pembeli. Semi Swalayan adalah jenis pelayanan dimana ada batasbatas tertentu yang tidak memungkinkan calon konsumen EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
137
Muhammad Husni Mubarok
untuk melihat, dan mengambil barang secara langsung, harus meminta bantuan pemilik atau pelayan toko. Biasanya pelayanan jenis ini berlaku pada produk yang dijual dengan karakter harga mahal jadi rawan kejahatan, gampang rusak atau dalam jumlah besar pembeliannya. Pada umumnya sebuah toko yang menerapkan konsep mini market menggunakan konsep layanan ini secara berdampingan. Kadang bersamaan mengingat kedua jenis pelayanan ini sangat di pengaruhi oleh : (1) Karakter calon konsumen. (2) Karakter barang yang dijual. Kesimpulannya kedua jenis pelayanan ini dipergunakan secara bersamaan. Situasi dan kondisi sangat berpengaruh. Hanya pengelola toko yang dapat menentukan kapan konsep pelayanan tersebut dipergunakan. Mini market mengisi kebutuhan masyarakat akan warung yang berformat modern. Dengan adanya mini market, belanja sedikit di tempat yang dekat dan nyaman terpenuhi. Perilaku konsumen yang menyukai tempat belanja bersih, sejuk, dan tertata rapi membuat mini market menjadi lebih unggul dari warung dan toko. Dalam memilih toko, konsumen memiliki kriteria evaluasi dengan mempertimbangkan keunggulan yang ditawarkan masing-masing mini market diantaranya adalah faktor kenyamanan, pelayanan, kelengkapan produk, dan lain sebagainya. Analisis rantai nilai juga menjadi faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan produsen karena akan menjadi bahan perbandingan bagi konsumen untuk memilih toko mana yang akan didatangi konsumen yang memberikan nilai superior bagi pelanggan. Dalam membandingkan mini market mana yang akan dikunjungi konsumen akan mempertimbangkan beberapa hal berikut diantaranya: Pertama lokasi, Kedua promosi, Ketiga konsumen membandingkan minimarket mana yang memberikan harga yang lebih murah, Keempat konsumen mempertimbangkan kenyamanan berbelanja, Kelima kelengkapan produk, Keenam pelayanan, Berdasarkan evaluasi diatas maka mini market atau 138
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
perusahaan yang menjadi pertimbangan adalah mini market yang memiliki keunggulan kompetitif yang berkelanjutan, baik melalui strategi bersaingnya maupun yang memberikan nilai lebih aktivitas rantai nilainya. Menurut Arie De Geus (1997) dari pengalamannya memimpin perusahaan, terdapat sejumlah perusahaan yang dinilai sangat sukses dan berumur panjang dengan kriteria sebagai berikut: Perusahaan dengan jeli mampu menentukan yang harus dipertahankan dan yang harus dirubah. Memiliki identitas yang kuat, rasa memiliki dan kebanggaan yang besar terhadap perusahaan. Sangat terbuka terhadap gagasan yang unik, pemikiran yang tidak lazim atau bahkan eksentrik. Perusahaan sangat berhati-hati dalam membiayai keputusan investasinya agar tidak membebani perusahaan. Indomaret merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. Indomaret mempunyai pola waralaba yang tidak rumit sehingga dapat diterima masyarakat. Bahkan, sinergi pewaralaba (masyarakat) ini merupakan salah satu keunggulan domestik dalam memasuki era globalisasi. Begitu juga dengan Indomaret yang ada di kota Kudus, sebagian ada yang terwaralaba oleh masyarakat. Adapun lokasi Indomaret yang ada di kota Kudus yangh menjadi obyek penelitian adalah sebagai berikut: (1) Indomaret Jl. Hos. Cokroaminoto Mlati Lor, (2)Indomaret Jl. Bakti No.11 Rendeng, (3)Indomaret Jl. Sunan Muria Glantengan Terwaralaba oleh Ardi, (4)Indomaret Jl. Wahid Hasyim Panjunan, (5)Indomaret Jl. Besito Gribig Gebog. Alfamart merupakan perusahaan nasional yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan jasa eceran yang menyediakan kebutuhan pokok dan sehari-hari. Pada tanggal 1 Januari 2003 nama «Alfa Minimart» diganti menjadi «Alfamart». Sejak difranchisekan lima tahun lalu Alfamart terus berkembang pesat hingga saat ini hingga di kota Kudus, banyak tersebar mini market yang tak kalah banyaknya dengan Indomaret. Adapun lokasi Alfamart di kota Kudus yang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
139
Muhammad Husni Mubarok
menjadi obyek penelitian adalah sebagai berikut: (1)Alfamart Jl.Wahid Hasyim Panjunan, (2)Alfamart Jl. Sunan Kudus Raya, (3)Alfamart KHR Asnawi, (4)Alfamart UMK, (5)Alfamart RM. Sosrokartono. Mereka punya pelayan yang lebih baik, jam kerjanya tidak siang malam seperti warung kecil. Berbagai fasilitas yang menarik ditawarkan seperti rak-rak yang tersusun rapi, variasi produk yang sangat banyak, pembayaran yang praktis dengan sistem kasir, ruangan ber-AC, dan harga yang sangat kompetitif. Mini market tersebut buka siang malam, karyawannya menjaga secara bergantian, jenis dagangannya lebih lengkap, lampunya banyak, dindingnya putih bersih, perhitungannya lebih akurat karena pakai komputer, udaranya nyaman karena pakai AC, raknya bagus sehingga semua dagangan terpajang jelas, harganya murah dan tidak ada tawar menawar, sangat menguntungkan bagi orang yang tidak pandai tawar menawar. Tempatnya selalu strategis, modalnya cukup, mereka bisa menyediakan barang yang murah hingga yang mahal, barang dagangannya akan laku dan lancar. Keuntungan bekerja sama dengan Indomaret adalah sebagai berikut: (1)Transformasi pengetahuan bergabung dengan Indomaret akan banyak memperoleh pengetahuan. (2) Cara melihat potensi pasar serta survey lokasi dari Indomaret akan memperkaya wawasan mengenai potensi dan strategis tidaknya suatu lokasi. (3) Tidak perlu terlibat secara full time, karena dukungan sistem operasional toko yang terintegrasi. (4) Peluang berkembang bagi investor dengan dapat memiliki lebih dari 1 (satu) unit toko dengan tingkat kesibukan yang sama dan dapat diatur. (5) Minimalisasi resiko perencanaan, mulai survey lokasi sampai dengan pembukaan toko, kecepatan distribusi dan kelengkapan barang dagangan, serta dukungan manajemen toko yang solid. Berikut adalah komparasi keunggulan kompetitif dalam memberikan pelayanan dari kedua mini market dalam head to head sebagai upaya menarik konsumen. (1)Ketersediaan item 140
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
dan keragaman produk. Indomaret lebih lengkap itemnya. Beberapa item barang sulit dijumpai di Alfamart. (2)Kebersihan. Alfamart lebih unggul dan lebih bersih. Indomaret lebih banyak dijumpai gerai yang kumuh. (3)Keramahan layanan. Nilai penuh untuk Alfamart. Semua terstandar, ada welcome greeting untuk pelanggan. (4)Harga yang murah. Pasti sulit untuk melihat semua harga item. Namun keduanya saling memberikan harga yang murah secara kebalikan, meskipun indomaret relatif lebih murah. (5)Hadiah yang ditawarkan. Hadiah yang ditawarkan secara bergantian relatif menarik untuk membeli dalam jumlah besar. (6)Lokasi yang mudah dijangkau dan parkir gratis. Indomaret lebih memberikan kenyamanan dalam parkir. (7) Kecepatan layanan dalam menanggapi pertanyaan konsumen, mencarikan yang dibutuhkan, maupun melayani saat transaksi relatif sama. (8)Suasana dan luas outlet sangat mempengaruhi kenyamanan konsumen dalam berbelanja. Indomaret lebih luas dan raknya tidak tinggi sehingga memberikan kenyamanan dalam berbelanja. Konsumen tentunya sangat diuntungkan dengan keberadaan mini market dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki seperti yang telah disebutkan di atas. Dengan bidang usaha yang persis sama, pelayanan adalah hal yang harus benarbenar ditonjolkan dalam menjaga loyalitas pelanggan. Dari pengamatan di lapangan dapat dilihat beberapa keunggulan yang dapat berkelanjutan dengan menjaga kualitas pelayanan dan daya saingnya. Keunggulan kompetitif yang berkelanjutan lainnya dari mini market yang ada di kota Kudus adalah pola kemitraan yang dikembangkan dengan cukup variatif. Pertama, tipe investor yang punya lokasi layak, serta punya dana untuk renovasi dan pembelian peralatan. Mereka kemudian menggandeng Alfamart. Kedua, yang memiliki tempat tapi tidak ada dana. Biasanya Alfamart memberi talangan investasi, bisa semua atau sebagian. Ketiga, orang yang memiliki dana tetapi tidak EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
141
Muhammad Husni Mubarok
punya tempat. Lazimnya, dia diberi kesempatan mengambil alih (takeover) toko Alfamart yang sudah berjalan. Rantai nilai sebagai sebuah proses yang berkelanjutan dalam kegiatan penciptaan nilai. Nilai merupakan jumlah yang bersedia dibayarkan oleh pembeli untuk sesuatu yang diberikan oleh perusahaan. Menciptakan nilai untuk pembeli yang mampu melebihi harga pokok adalah kunci dalam menganalisis posisi kompetitif. Porter menjelaskan dua kategori dalam menganalisis rantai nilai. Pertama, lima aktivitas utama yang meliputi penyimpanan, operasi, distribusi ke konsumen, pemasaran dan penjualan, dan pelayanan. Kedua, aktivitas pendukung yang meliputi pengadaan barang, manajemen personalia, pengembangan teknologi dan infrastruktur perusahaan (Tripomo & Udan: 2005). Penilaian keunggulan kompetitif yang potensial dapat dinilai dengan empat tahap: Pertama, dengan melihat daftar kekuatan dan kelemahan dari aktivitas utama dan pendukung perusahaan. Kedua, dengan melihat mana sumber daya dan kapabilitas dari kekuatan dan kelemahan perusahaan yang mempunyai nilai, langka, sukar ditiru dan berdaya tahan. Ketiga, menentukan sumber keunggulan kompetitif dengan menambah nilai sesuatu yang diterima pelanggan. Keempat, mengevaluasi keunggulan kompetitif dan implikasinya kepada strategis (Duncan, dkk: 1998). Sembilan kegiatan yang menciptakan nilai ini terdiri dari 5 kegiatan utama dan 4 kegiatan pendukung. Setiap kategori memperlihatkan sejumlah aktivitas dari rantai nilai yang dijabarkan sebagai berikut: (1)Inbound logistics (membawa input ke perusahaan), (2)Operations (mengkonversinya menjadi produk jadi), (3)Outbound Logistics (mengirim produk jadi), (4) Marketing dan sales (memasarkannya), (5)Service (pelayanannya), (6)Procurement (Perolehan), (7)Pengembangan Teknologi, (8) Manajemen Sumber Daya Manusia, (9)Firm infrastructure (Prasarana Perusahaan). 142
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
Sembilan kegiatan yang menciptakan nilai bagi mini market terdiri dari 5 kegiatan utama dan 4 kegiatan pendukung. Setiap kategori memperlihatkan sejumlah aktivitas dari rantai nilai yang dapat memunculkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan yang dijabarkan sebagai berikut: Pertama, Inbound logistics (membawa barang dagang ke mini market). Kelebihan mini market adalah bargaining power terhadap para pemasoknya yang cukup kuat, tak kalah dibanding hypermarket. Saat ini Indomaret memiliki 600 pemasok untuk 3.000-3.500 item produk. Serta didukung oleh 12 pusat distribusi, yang menggunakan teknologi mutakhir. Begitu pula di Alfamart sistem pasokan didukung oleh 10 pusat distribusi untuk Alfamart. Saat ini Alfamart memiliki gudang seluas 12 ribu m2 untuk menyimpan sekitar 5 ribu item produk dari ratusan pemasoknya. Kedua, Operations (menjual produk dagang ke konsumen akhir). Jam buka mini market merupakan faktor penentu, apalagi toko retail di buka pagi-pagi hari terutama yang berada di daerah pemukiman. Begitu pula jika waktu dalam menutup menjadi lebih malam, akan menjadi penentu bagi kesuksesan mini market karena ramainya pelanggan. Faktor ini akan lebih dominan jika pada saat adanya momentum besar, selain membantu kebutuhan pelanggan, faktor buka mini market yang panjang mendorong ingatan pelanggan untuk menjadikan mini market menjadi rujukan utama. Ketiga, Outbound Logistics (mengirim barang dagangan). Aktivitas logistik outbound diasosiasikan dengan proses pendistribusian produk atau pelayanan kepada pembeli. Lokasi, lokasi dan lokasi itu adalah filosofi pelaku usaha, dengan menempatkan mini market di lokasi yang strategis dan ramai akan memudahkan daya tarik calon pelanggan. Kriteria lokasi strategis adalah berada di seputar keramaian, seperti area perkantoran, sekolahan, daerah kos-kosan, tempat hiburan, rumah sakit, perumahan besar, pasar, atau paling tidak lokasi sangat mudah diakses pelanggan seperti misalkan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
143
Muhammad Husni Mubarok
jalan besar atau jalur utama angkutan kota, dan ada tempat parkir yang cukup bagi para konsumen. Keempat, Marketing dan sales (memasarkannya). Persaingan yang terus berlanjut sampai kepada penurunan harga-harga produk, serta promosi-promosi berhadiah lainnya merupakan bentuk promosi untuk memenangkan persaingan. Untuk strategi pemasaran yang terintegrasi, pihak manajemen menciptakan event dan program. Dengan cara ini, brand image antara konsumen dan Alfamart bisa meningkat. Karena itu, program marketing, selain memiliki keunikan, juga mampu memberikan memorable experience kepada para pelanggan. Kelima, Service (pelayanannya). Aktivitas utama mini market dalam memberikan pelayanan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai produk seperti mendapatkan umpan balik konsumen dan menanggapinya, merespon secara cepat kebutuhan dan keperluan mendesak konsumen, dengan melakukan survei kepada pelanggan. Hal ini dilakukan dengan mengundang pelanggan, melakukan diskusi tentang pelayanan kepada mereka. Hasilnya, mereka lebih mementingkan pelayanan yang baik dengan mutu barang yang tidak diragukan. Keenam, Procurement (Perolehan). Perolehan bahan baku untuk mengoptimalkan kualitas, kecepatan, dan meminimalkan biaya yang terkait. Dalam perolehan bahan baku sistem pembayaran ke pemasok, mayoritas produk dibeli secara putus dan sebagian kecil dengan sistem konsinyasi. Dalam melakukan pembayaran sangat bervariasi. Ada yang cash, ada yang tempo 30 hari, dan juga dilakukan konsinyasi. Ketujuh, Pengembangan Teknologi. Setiap aktivitas penambahan nilai membutuhkan masukan unsur teknologi. Dari sisi sistem waralabanya, Alfamart menetapkan investasi awal senilai Rp 180-200 juta untuk pengadaan perlengkapan dan peralatan toko seperti rak dan AC serta memasok barang dagangan. Lalu, dipungut fee royalti sekitar Rp 45 juta dan other income Rp 6 juta per bulan. 144
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
Kedelapan, Manajemen Sumber Daya Manusia. Saat ini karena persaingan yang ketat, sehingga 1 toko mungkin hanya ada 6-7 orang karyawan yang dibagi 2 shift dan di kurangi kalo ada yang libur, dan bisa terjadi dalam satu shift hanya ada 2 karyawan. Padahal mereka harus mengurusi toko dari mengepel lantai, membersihkan rak, maupun mengisi barang display yang kosong. Dalam hal customer service juga sering mengadakan training, sekitar 3-6 bulan sekali. Kesembilan, Firm infrastructure (Prasarana Perusahaan). Faktor prasarana menjadi kunci kesuksesan sebuah mini market, hal ini sangat ditentukan oleh kenyamanan pelanggan, seperti misalkan tidak harus antri untuk pembayaran, lantai yang bersih, adanya penyejuk udara atau AC dan pencahayaan yang cukup. Disamping itu fasilitas tambahan akan menarik pelanggan, misalkan adanya ATM, tempat bermain untuk anak-anak, laundry bahkan ada kedai makanan. Strategi merupakan pilihan pola tindakan atau rencana tentang apa yang ingin dicapai perusahaan dan hendak menjadi apa suatu organisasi di masa yang akan datang dengan mengintegrasikan tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan serta bagaimana cara mencapai keadaan yang dinginkan tersebut dengan mengalokasikan sumber daya yang dirancang untuk mencapai tujuan tersebut (Hitt, dkk:2001). Menurut Henry Mintzberg istilah strategi dapat digunakan secara implisit dan eksplisit ke dalam lima definisi untuk membantu manajer dalam melakukan manuver terhadap pesaingnya. Lima definisi strategi tersebut adalah strategi sebagai rencana, posisi, perspektif, pengecoh, dan pola yang akan dijabarkan satu per satu (Hendrawan, S. dkk, 2003). Lima pendekatan strategi bersaing yang berbeda menurut Michael E. Porter adalah sebagai berikut: (1)Strategi pemimpin biaya rendah (low cost leadership), dengan menarik lebih luas pelanggan dengan menyediakan biaya rendah dari produk atau jasa. (2)Strategi diferensiasi yang luas (differentiation), dengan mencari diferensiasi produk yang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
145
Muhammad Husni Mubarok
perusahaan tawarkan melebihi dari pesaing dengan cara yang akan menarik lebih luas pembeli. (3)Strategi penyedia biaya terbaik (best cost), dengan memberikan pelanggan nilai yang lebih dari uang yang di belanjakan dengan menggabungkan atribut produk yang sempurna pada biaya rendah. Sedangkan targetnya adalah memberikan biaya dan harga rendah terbaik dibanding pesaing dan menawarkan produk dengan atribut yang lebih baik. (4)Strategi fokus pada celah pasar (market niche) berdasarkan biaya rendah, dengan mengkonsentrasikan pada segmen pembeli yang lebih sempit dan bersaing dalam memberikan biaya lebih rendah dari pesaingnya. (5)Strategi fokus pada celah pasar (market niche) berdasarkan pada diferensiasi, dengan mengkonsentrasikan pada segmen pembeli yang lebih sempit dan bersaing dalam memberikan atribut produk yang sesuai dengan selera konsumen dibandingkan dengan produk yang ditawarkan oleh para pesaing (Pearce & Robinson, 2007). Ada beberapa strategi yang diandalkan Indomaret untuk menjadi pemimpin pasar. Yang utama adalah franchisee fee yang murah, hanya Rp36 juta untuk jangka waktu lima tahun. Indomaret juga berusaha agar lokasi mereka berkonsep one stop shopping. Setiap gerai ada bisnis pendukung seperti bank, ATM, dan restoran kecil. Yang tak kalah penting adalah kepuasan, kemudahan, dan kenyamanan bagi konsumen. Alfamart juga memiliki strategi dalam merebut pasar. Mereka terus berekspansi ke wilayah-wilayah yang memiliki po tensi pasar. Mereka juga menyinergikan antara komunikasi dan marketing serta cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Itu pula yang membuat Alfamart mencoba mengembangkan gerai sebagai community store yang terintegrasi dengan lingkungan mereka. Beberapa strategi yang dilakukan mini market agar dapat bersaing dengan yang lain adalah sebagai berikut: Pertama, tampilan mini market yang sangat baik, sehingga membuat konsumen tertarik untuk berbelanja. Beberapa mini market 146
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
merenovasi gedung dan layout interior, beberapa yang lain hanya melakukan perapihan secukupnya. Kedua, mini market harus bersaing dalam program promosi. Ada yang memberikan diskon setiap akhir pekan, ada yang memberikan diskon item tertentu secara temporer, ada juga yang memberikan kupon berhadiah dan banyak lagi program promosi yang diluncurkan. Ketiga, membuat member card dan fasilitas lebih bagi customer yang memiliki member card. Dengan begitu, pengelola minimarket juga bisa membaca secara detail kebutuhan masing-masing customernya. Data belanja customer yang detail juga akan sangat membantu dalam melakukan program promosi yang lebih personal kepada customer. Keempat, mini market memiliki varian barang yang banyak juga quantity masing-masing item yang banyak. Singkatnya harus lebar dan dalam. Lebar berarti jika minimarket memiliki 4.000 - 18.000 item barang. dengan begitu minimarket jauh lebih lengkap dibanding lainnya. Begitu juga dengan menambah item barangnya, dengan produk lokal. Kelima, menanggapi kebutuhan akan belanja dengan jumlah besar tersebut, mini market dapat berubah bentuk menjadi mini grosir, yaitu mini market yang juga punya divisi grosir. Untuk customer yang membeli dalam jumlah banyak, mereka akan otomatis menjadi customer grosir yang tentunya juga akan mendapatakan harga grosir yang lebih murah. Keenam, mini market rame-rame merubah jam buka dan tutup toko. Meskipun masih jarang yang membuka mini marketnya 24 jam. Dalam konteks persaingan tersebut, Richard A. D’Aveni (1995) menyarankan strategi 7S baru sebagai pendekatan perencanaan strategis yang lebih fleksibel dan dinamis. S-1: Superior stakeholder satisfaction ( memberikan kepuasan pemegang kepentingan secara superior). S-2 : Strategic soothsaying (langkah stratejik mengungguli pesaing). S-3 : Speed (memposisikan berbasis kecepatan). S-4 : Surprise EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
147
Muhammad Husni Mubarok
(memposisikan untuk kejutan). S-5 : Shifting the rules of the game (mengubah aturan main). S-6 : Signaling strategic intent (memberikan isyarat). S-7 : Simultaneous and sequential strategic thrusts (serangan stratejik serentak dan berurutan). Adapun Indomaret mengaku hendak meningkatkan inovasi produknya. Salah satunya kini dikembangkan dengan meluncurkan kartu multifungsi. Smart card ini tidak hanya berfungsi untuk belanja, tapi juga untuk membayar tagihan telepon, listrik, cicilan motor dan mobil. Dengan nilai investasi Rp. 250-300 Juta pergerai. Jumlah produk private label Indomaret sekitar 100 item. Ada beberapa alasan mengapa Indomaret tergoda juga masuk ke pengelola private label. Pertama, untuk memperkuat citra merek. Yang kedua, produk ini mempunyai penggunaan massal, sehingga tidak tergantung pada fanatik produk. Ketiga, pabrik si produsen masih punya kapasitas produksi yang besar. Produsen juga menawarkan kerjasama untuk memproduksi private label. Keempat Indomaret memiliki kanal distribusi yang banyak, sehingga pemasaran produk itu lebih luas. D. Penutup Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Rantai nilai mini market di awali dari pasokan logistik ke dalam dengan bargaining power yang tinggi, sehingga memperoleh harga yang murah dan bisa dijual dengan harga yang murah pula. Sistem operasi yang menggunakan komputerisasi dan mesin cash register membuat mini market mampu memberikan pelayanan dengan cepat dan dapat tersambung dengan pemasok ketika persediaan minimal sudah mulai berkurang. Pelayanan dengan penuh keramahan dalam penyampaian logistik keluar dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif perusahaan. Kedua, Promo dengan harga spesial dapat menarik banyak konsumen yang sensitif terhadap harga. Pemberian 148
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
motivasi kepada karyawan dapat memicu keramahan karyawan untuk mencapai bonus dalam mencapai penjualan tertinggi, sehingga menjadi sumber keunggulan kompetitif mini market. Pemberian fasilitas prasarana yang nyaman dapat membuat konsumen nyaman dalam berbelanja. Ketiga, Strategi yang dapat menjadi sumber dalam memperoleh keunggulan kompetitif yang berkelanjutan sehingga menjadikan mini market mencapai keuntungan diatas rata-rata adalah memberikan pelayanan yang terbaik, memberikan harga promo sebagai bentuk strategi biaya rendah, menyediakan variasi jenis produk yang beragam dengan lebar dan dalam sebagai bentuk strategi diferensiasi. Sehingga strategi yang dipakai adalah strategi biaya terbaik.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
149
Muhammad Husni Mubarok
Daftar Pustaka
Barney, J.B.1995. Looking inside for competitive advantage. Academy of Management Executive, 9 (4): 49-61 Coulter, Mary. 2002. Strategic Management in Action, 2nd ed., New Jersy: Prentice Hall. D’Aveni, R. A. 1995. Coping with hypercompetition: Utilizing the new 7S’s framework. Academy of Management Executive. David, Fred R. 2005. Strategic Management: Concepts and Cases, 10th ed. New Jersy: Pearson Education Prentice Hall. De Gues, A. 1997. The Living Company-Habits for Survival in a Turbulent Business Environment. Boston: Harvard Business School Press. Dess, G.G., & Picken, J.C. 1999. Creating competitive (dis) advantage: Learning from Food Lion’s freefall. Academy of Management Executive, 13(3): page 97-111 Duncan, W.J., Ginter, P.M., & Swayne. 1998. Competitive advantage and internal organizational assessment. Academy of Management Executive, 12 (3): page 6-16 Hendrawan, S. dkk. 2003. Advanced Strategic Management: Back to Basic Approach. Jakarta: Gramedia PU. Hitt, Michael A, Ireland, R. Duane, Hoskisson, Robert E. 2001. Strategic Management: Competitiveness and Globalizatio. 4th Edition, Singapore: Thompson Learning Hunger, J.David & Wheelen, Thomas L. 2003. Strategic Management, 5th Edition. Yogyakarta: Andi. Kuncoro, Mudrajad. 2006. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif. Jakarta: Erlangga.
150
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Keunggulan Kompetitif Berkelanjutan Melalui Rantai Nilai dan .....
Muhammad Suwarsono. 2008. Manajemen Strategik: Konsep dan Kasus. Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Nur Indriantoro dan Bambang Supomo.2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi & Manajemen. Edisi Pertama.Yogyakarta: BPFE Pearce, J.A & Robinson, R.B. 2007. Strategic Management: Formulation, Implementation, and Control, 10th Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Purnomo, Setiawan Hari & Zulkieflimansyah. 2005. Manajemen Strategi: sebuah konsep pengantar. Jakarta: FE UI. Stalk, G., Evans, P., & Shulman, L. E. 1992. Competing on capabilities: The new rule of corporat strategy. Harvard Business Review, March-April: 57-69 Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D), Bandung: Alfabeta. Tedjo Tripomo & Udan. 2005. Manajemen Strategi. Bandung: Rekayasa Sains. Teng, B., & Cumming, J.E. 2002. Trade-off in managing resources and capabilities. Academy of Management Executive, 16(2):81-91 Thompson, Jr, Arthur A & Strickland III, A.J. 2003. Strategic Management: Concepts and Cases. Thirteenth Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
151
152
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
RELIGIUSITAS ANAK JALANAN DI KAMPUNG ARGOPURO DESA HADIPOLO KABUPATEN KUDUS Oleh: Irzum Farihah, S.Ag., M.Si
Abstrak Agama merupakan kebutuhan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Dalam agama mempunyai pedoman yang memuat tentang norma-norma yang harus dilaksanakan bagi para pemeluknya. Namun dalam merespon norma atau aturan yang ditetapkan oleh agama, masing-masing pemeluk mempunyai respon yang berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan tingkat pemahaman dan pengamalan terhadap ajaran agama. Anak jalanan yang menjadi sorotan penelitian ini, banyak menghabiskan waktunya di jalan, hal tersebut dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian yang mereka hadapi. Banyak dari mereka yang mulai lalai melaksanakan ajaran agamanya. Oleh karena itu peneliti mencoba melihat sejauhmana religiusitas anak jalanan di tengah kerasnya kehidupan mereka. Penelitian dilakukan pada anak jalanan yang bertempat tinggal di kampung Argopuro desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Sedangkan responden dalam penelitian ini sebanyak 8 anak jalanan. Dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan dan data sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah observasi dan indept interview Sedangkan pada analisis data akan digunakan proses analisis reduksi data. Hasil temuan di lapangan bahwa ternyata anak-anak jalanan di kampung Argopuro meskipun sudah banyak mengetahui aturan agama dalam beribadah, khususnya ngaji, shalat dan puasa yang mereka dapatkan melalui TPQ, ngaji malam, kegiatan keagamaan lainnya, ternyata tingkat religiusitas anak-anak masih rendah, hal ini bisa dilihat dari pelaksanaan shalat mereka yang hanya dilakukan di Mushalla saja, sedangkan di rumah dan ketika di jalanan mereka masih meninggalkan shalat. Kata kunci: agama, religiusitas, anak jalanan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
153
Irzum Farihah
A. Pendahuluan Agama bagi umatnya berfungsi sebagai pedoman hidup dan kehidupannya, secara pribadi akan menjadi Way of life bagi dirinya. Bagi ummat yang taat menjalani ketentuan agama di dalam setiap permasalahan kehidupannya, secara naluriah akan berpegang kepada agamanya, terutama apabila ia tidak menemukan acuan yang dapat ia gunakan untuk menemukan solusi bagi permasalahan-permasalahan yang dihadapi (Elizabeth, 1985: 13). Bagi individu yang sangat memahami banyak tentang hakikat agamanya, akan senantiasa berpedoman kepada agamanya dalam mengatur hidup dan kehidupannya menghadapi lingkungan alam dan sosialnya, tidak hanya ketika ia tidak mampu lagi memecahkan permasalahan-permasalahan kehidupannya, bukan hanya sebagai obat penawar atau candu seperti pendapat yang terdapat di kalangan Marxisme. Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama. Apabila seorang hamba hanya puasa, shalat, membaca al-Quran, haji, belum dapat dikatakan layak sebagi orang yang beragama. Tetapi, apabila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, tidak menghujat, maka itulah orang beragama. Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari kesalehan personalnya, melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan pribadi, tapi kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh’afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya. Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orangorang miskin meronta kelaparan. Bukan juga orang yang 154
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
setiap pergi umroh, tapi di belakang rumahnya ada anak yang tidak mampu menyelesaikan sekolahnya, dikarenakan tidak memiliki biaya. Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya: kasih sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan dengan orang lain, memberi, membantu sesama. Idealnya, orang beragama itu mesti shalat, misa, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yang santun dan berkasih sayang. Setiap individu maupun masyarakat baik dari kelas borjuis maupun kelas buruh pasti memiliki agama, yang membedakan satu dengan lainnya adalah tingkat pemaknaan dan mengimplementasikan ajaran agama tersebut, yang kemudian disebut dengan keberagamaan. Keberagamaan seseorang, masyarakat atau kelas tertentu sangat memungkinkan berbeda dan memiliki varian-varian yang berbeda pula baik secara paradikmatik maupun dalam praksisnya. Hal ini tentunya dipengaruhi banyak faktor yang melingkupinya, mulai dari letak geografis, pendidikan, kondisi sosial budaya bahkan ekonomi. Faktor ekonomi seringkali menjadi seseorang memandang agama sebelah mata, atau agama diletakakan pada porsi sekunder, hal ini dikarenakan kebutuhan ekonomi yang memaksa mereka berbuat demikian, contohnya anak jalanan, di mana waktu mereka hampir dihabiskan di jalan dengan kehidupan yang sangat keras dan terlihat jauh dari melaksanakan ajaran agama. Keberadaan anak jalanan sudah lazim kelihatan pada kota-kota besar di Indonesia. Kepekaan masyarakat kepada mereka nampaknya tidak begitu tajam. Padahal Anak merupakan karunia Ilahi dan amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
155
Irzum Farihah
pengembangannya (pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa, negara dan agama. Konsep agama yang mereka miliki bisa dipengaruhi dari kondisi lingkungan mereka. Setting yang peneliti ambil adalah anak-anak jalanan yang tinggal di kampung argopuro Hadipolo. Di mana kampung tersebut memang dialokasikan oleh pemerintah daerah sebagai kampung masyarakat yang sebagian pekerjaan mereka adalah pengamen, pengemis, pemulung dan pedagang asongan. Hal tersebut terjadi secara turun menurun. Generasi mereka tidaklah sedikit yang menjadi anak jalanan. Anak jalanan di Kampung Argopuro rata-rata mendapatkan pendidikan formal, dan rata-rata mereka sekolah di SDN 5 Hadipolo, yang mayoritas peserta didiknya berasal dari anak-anak kampung Argopuro. Selain mendapatkan pendidikan formal, sebagian anak-anak juga ada yang ikut pendidikan non formal seperti TPQ. Selain belajar di sekolah formal dan non formal, sebagian besar dari anak-anak di kampung argopuro juga mencari nafkah di jalanan, seperti mengamen dan mengemis. Hal ini disebabkan karena kebutuhan ekonomi yang menyelimuti kondisi mereka. Sehingga banyak dari anak-anak yang tidak mengikuti TPQ karena bersamaan dengan waktu/jam mereka untuk mencari uang. Agama bagi mereka rata-rata menjadi kebutuhan sekunder dan kebutuhan primer mereka adalah ekonomi. Bagi mereka kegiatan keagamaan diikuti setelah tugas untuk mencari nafkah mereka sudah selesai. Kalaupun ada kegiatan agama yang waktunya bersamaan dengan kegiatan mereka yang berkaitan dengan mencari nafkah, maka jelas mereka sangat sulit untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan pada waktu-waktu tertentu disaat mereka harus mencari nafkah di jalanan.
156
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
B. Landasan Teori Secara bahasa, kata religiusitas adalah kata kerja yang berasal dari kata benda religion. Religi itu sendiri berasal dari kata re dan ligare artinya menghubungkan kembali yang telah putus, yaitu menghubungkan kembali tali hubungan antara Tuhan dan manusia yang telah terputus oleh dosa-dosanya (www.dalimunthe.com). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesai (1993), religious adalah taan pada agama (Sholeh). Thoules (2000: 34) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi sikap religious seseorang, yaitu: 1. Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan dan lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan sikap yang disepakati oleh lingkungan tersebut. 2. Faktor pengalaman, hal ini berkaitan dengan berbagai jenis pengalaman yang membentuk sikap keagamaan seseorang. Terutama mengenai keindahan, konflik moral dan pengalaman emosional keagamaan. 3. Faktor kehidupan yang mempengaruhi dapat dibagi menjadi empat, yaitu: kebutuhan akan keamanan dan keselamatan, kebutuhan akan cinta kasih, kebutuhan untuk memperoleh harga diri dan kebutuhan yang timbul adanya ancaman kematian. 4. Faktor intelektual yang berkaitan dengan berbagai proses penalaran verbal atau rasionalisasi. 1. Dimensi Keberagamaan Pengertian agama dapat dilihat dari dua sudut, yaitu doktriner dan sosiologis psikologis. Secara doktriner agama adalah suatu ajaran yang datang dari Tuhan yang berfungsi sebagai pembimbing kehidupan manusia agar mereka hidup berbahagia di dunia dan di akhirat. Sebagai ajaran, agama adalah baik dan benar dan juga sempurna. Akan tetapi EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
157
Irzum Farihah
kebenaran, kebaikan dan kesempurnaan suatu agama belum tentu bersemayan di dalam jiwa pemeluknya. Agama yang begitu indah dan mulia secara otomatis membuat pemeluknya menjadi indah dan mulia. Adapun pengertian agama secara sosiologis psikologis adalah perilaku manusia yang dijiwai oleh nilai-nilai keagamaan, yang merupakan getaran batin yang dapat mengetur dan mengendalikan perilaku manusia, baik dalam hubungan dengan tuhan (ibadah) maupun dengan sesama manusia, diri sendiri dan terhadap realitas lainnya (Ahmad Mubarok, 2000: 4). Agama menurut Hamka adalah buah atau hasil kepercayaan dalam hati, yaitu ibadah yang sudah dilaksanakan karena adanya i’tikad (keyakinan) terlebih dahulu. Maka tidaklah dinamakan ibadah apabila tidak adanya pembenaran (tasdiq) dan tidak muncul kepatuhan (khulu’) apabila tidak adanya ketaatan yang muncul , lantaran adanya tashdiq (membenarkan), atau iman ( Hamka, 1987: 75). Istilah keberagamaan dalam pandangan Islam adalah fitroh, yaitu sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Rum ayat 30, yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Jamaluddin (1995: 98) membagi dimensi religiusitas menjadi lima aspek, yaitu: a. Aqidah (ideology) Dimensi yang mengungkap sejauh mana hubungan manusia dengan keyakinannya terhadap rukun iman (iman kepada Allah, iman kepada nabi), iman kepada kitab suci, iman kepada hari akhir, iman kepada qahla dan qadar. Jadi intinya tauhid atau mengesakan Allah.
158
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
b. Ibadah (ritual) Ibadah atau ritual merupakan dimensi yang berhubungan dengan sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang diperintahkan ajaran agamanya. Dimensi ini berkaitan dengan tingkat frekwensi intensitas dan pelaksanaan ibadah seseorang. Ibadah mahdhoh dipahami sebagi ibadah yang aturan dan tata caranya, syarat, rukunnya telah diatur secar pasti oleh ajaran Islam, yang termasuk dalam dimensi ibadah adalah, shalat, puasa, zakat, haji, berdo’a dan berzikir, membaca al-Qur’an dan lain sebagainya. c. Ihsan (penghayatan) Ihsan atau penghayatan merupakan dimensi yang berhubungan dengan masalah seberapa jauh seseorang merasa dekat dan dilihat oleh Tuhan dan kehidupan seharihari. Dimensi ini mencakup pengalaman-pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Allah dalam kehidupan, sehingga dalam hatinya timbul perasaan-perasaan tenang dan tentram dalam, takut melanggar larangan Tuhan, keyakinan menerima pembalasan, perasaan dekat dengan Tuhan (Allah) dan dorongan untuk melaksanakan perintah agama. Dimensi ihsan dalam religious Islam mencakup perasan-perasaan dekat dengan Allah, merasa nikmat dalam menjalankan ibadah, merasa diselamatkan oleh Allah, merasa bersyukur atas nikmat Allah dan merasa tenang hatinya saat mendengar asma Allah. d. Ilmu (pengetahuan) Dimensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran agamanya, terutama dalam kitab suci. Seseorang yang beragama harus mengetahui hal-hal yang pokok mengenai dasardasar keyakinan, ritus-ritus serta kitab lainnya. Dimensi ini dalam Islam menyangkut pengetahuan tentang isi alEMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
159
Irzum Farihah
Qur’an, yakni tentang ajaran pokok yang harus diimani dan dilaksanakan. e. Amal dan Akhlak Dimensi yang berkaitan dengan keharusan seseorang pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari bukti sikap dan tindakannya yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia satu dengan lainnya dan juga hubungan manusia dengan lingkungannya. Manifestasi ini dalam Islam antar lain: menghormati dan menghargai orang lain, menjunjung tinggi etika Islam, menolong sesame, berkat jujur, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya serta menjaga dan memelihar lingkungan Kesadaran beragama adalah segi agama yang terasa dalam fikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman beragama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Untuk mengukur religiusitas tersebut, kita mengenal tiga dimensi dalam Islam yaitu aspek akidah (keyakinan), syariah (praktik agama, ritual formal) dan akhlak (pengamalan dari akidah dan syariah). Keberagamaan dan religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika malakukan aktivitas lain yang mendorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi dan dimensi. Dengan demikian, agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Agama dalam pengertian Glock dan Stark sebagaimana dikutip oleh Djamaludin Ancok, adalah sistem simbol, sistem keyakinan, 160
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
sistem nilai, sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). 2. Agama dan Kehidupan Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam. Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdoa, memuja dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya. Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap adanya keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam. Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdo’a, memuja dan lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis, pasrah, dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya. Karena, keinginan, petunjuk, dan ketentuan kekuatan gaib harus dipatuhi kalau manusia dan masyarakat ingin kehidupan ini berjalan dengan baik dan selamat. Kepercayaan beragama yang bertolak dari kekuatan gaib ini tampak aneh, tidak alamiah dan tidak rasional dalam pandangan individu dan masyarakat modern yang terlalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu diyakini ada kalau konkret, rasional, alamiah atau terbukti secara empirik dan ilmiah. (Bustanuddin Agus 2006 : 1). 3. Anak Jalanan dan Kemiskinan Permasalahan anak jalanan tidak bisa dilepaskan dari kemiskinan. Berbicara masalah kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: pertama, kemiskinan kultural dan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
161
Irzum Farihah
kedua, kemiskinan struktural (Saiful Arif, 2000: 289). Kedua model tersebut tidak bisa diberi cara pandang yang sama. Demikian juga dalam cara menghadapinya. Cara yang diperganakan untuk mengentaskan kemiskinan yang diakibatkan oleh struktur yang timpang tentu saja berbeda dengan kemiskinan akibat karakter budaya dan etos kerja yang rendah. Masingmasing model kemiskinan memiliki pendekatan yang berbeda satu sama lainnya. Anak jalanan atau sering disingkat ANJAL adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya (www.wikipedia. org/wiki/Anak_jalanan, diakses pada tanggal 3 Mei 2012). Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak. Di tengah ketiadaan pengertian untuk anak jalanan, dapat ditemui adanya pengelompokan anak jalanan berdasar hubungan mereka dengan keluarga. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan, yaitu anak-anak yang turun ke jalanan dan anak-anak yang ada di jalanan. Namun pada perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu anak-anak dari keluarga yang ada di jalanan. Untuk mengatasi problema anak jalanan secara umum ada tiga pendekatan yang dapat ditawarkan. Pertama, pendekatan penghapusan (abotilion) yang berupaya menghapus gejala anak jalanan secara radikal dan menyeluruh. Kedua, pendekatan perlindungan (protection) yang berupaya melindungi hak-hak anak jalanan seperti juga hak-hak anak lainya dengan tidak berpretensi menghapus anak jalanan. Ketiga, pendekatan pemberdayaan (empowerment) yang berupaya mereduksi jumlah anak-anak jalanan dengan cara memberdayakan mereka supaya berfikiran kritis, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan politik. Ketiga pendekatan itu diterapkan sesuai dengan motif politik dan konteks sosial-budaya masyarakat bersangkutan. (Heru Nugroho, 2003 : 101). 162
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
C. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian field research, yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan atau di lingkungan tertentu (Arikunto, 1998: 11). Dalam penelitian ini penulis melakukan studi langsung ke lokasi dalam rangka untuk memperoleh data yang kongkrit tentang keberagamaan anak-anak jalanan yang tinggal di kampung Argopuro Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode diskriptif. Metode ini mencoba meneliti kondisi sekelompok manusia dengan karakter yang dimilikinya. Sesuai dengan tema, penelitian ini ingin melihat perilaku keberagamaan anak-anak jalanan yang bertempat tinggal di kampung Argopuro desa Hadipolo Kecamatan Jekulo yang dikenal dengan kampung orang-orang jalanan. Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan. Pertama, bagaimana keikutsertaan anak jalanan di Kampung Argopuro pada kegiatan keagamaan dan Kedua, bagaimana religiusitas anak jalanan di kampung Argopuro. Dari kedua permasalahan tersebut, fokus utama yang harus dieksplorasi adalah sistem kognisi atau pemahaman ajaran agama pada anak jalanan yang selama ini dianggap sebagai kaum marjinal dan jauh dari agama. Atas dasar pertimbangan tersebut, karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan yang menekankan bagaimana pikiran dan pengalaman social diciptakan dan diberi arti. Dalam studi ini, penelitian kualitatif akan dioperasionalkan melalui analisis deskriptif, dengan melakukan reinterpretasi objektif tentang fenomena sosial yang terdapat dalam permasalahan yang diteliti (Jacob, 1986:34).
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
163
Irzum Farihah
3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Kudus bagian timur, yaitu kampung argopuro Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. 4. Sumber penelitian Adapun sumber penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data Primer Data primer adalah kata-kata atau tindakan orangorang yang diamati atau diwawancarai. Dalam hal ini data primer berasal dari anak jalanan secara langsung yang tinggal di Argopuro baik yang mengikuti kegiatan keagamaan maupun tidak. Data primer merupakan data yang diperoleh dari informan secara langsung. Menurut webseter’s New Collegiate Dictionary yang dimaksud dengan informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang-ulang kata, frasa, dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber informasi. Sumber data primer penelitian ini diperoleh melalui teknik observasi langsung serta hasil wawancara terkait keberagamaan anak jalanan yang kemudian didokumentasikan dalam bentuk foto yang berkontribusi dalam temuan. Juga melalui pengajar TPQ al-Muhajirin dan para teman sebaya dari anak-anak jalanan tersebut. Unit analisis yang terlibat dalam penelitian ini adalah para anak jalanan dan masyarakat yang ada di sekitarnya (Spadley, 1997 : 35). 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data kedua yaitu, data yang diperoleh tidak langsung melalui subjek penelitian, namun diperoleh melalui pihak lain. Dalam hal ini, data sekundernya adalah kondisi keluarga dan jumlah anak jalanan yang diperoleh melalui dokumen RT setempat.
164
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
5. Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah sebagai instrument kunci. Oleh arena itu, dalam penelitian ini instrumennya adalah manusia atau human instrument (Sugiono, 2005: 2). Dalam hal ini peneliti sebagai instrument karena selain sebagai peneliti, juga sebagai pelaksana, pengumpul data, penafsir data dan peneliti juga menganilis dari hasil temuan di lapangan, sehingga bisa dikatakan sebagai pelopor hasil penelitian. Peneliti membuat beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku keberagamaan (religiusitas) para anak-anak jalanan yang tinggal di kampung argopuro. 6. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam sebuah penelitian, hal ini disebabkan tujuan dari penelitian adalah memperoleh data yang sebenarnya ada di lapangan dan sesuai dengan kondisi riilnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: observasi (pengamatan), indept interview (wawancara), dan dokumentasi. Menurut Ritzer (1992: 74) observasi biasanya digunakan terutama untuk mengamati tingkah laku yang aktual. Dalam hal ini tipe observasi yang dipergunakan adalah tipe “participant as observer” yaitu memberitahukan maksud kedatangan peneliti kepada kelompok yang diteliti. Pada mulanya peneliti memakai tipe participant observation dengan alasan peneliti berasal dari daerah tersebut, namun meskipun demikian, sangat susah untuk partisipasi penuh. Pada mulanya bisa dilakukan partisipasi penuh namun setelah kedua dan seterusnya peneliti merasa kesulitan. Metode wawancara disini adalah metode pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian (Sutrisno Hadi, 2006: 136).Wawancara Mendalam (indepth interview) yang akan dilakukan kepada beberapa informan anak-anak jalanan yang tinggal di kampung Argopuro juga kepada beberapa EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
165
Irzum Farihah
orang tua yang anaknya mengikuti kegiatan TPQ di Kampung Argopuro. Di samping wawancara mendalam, peneliti juga akan melakukan partisipasi langsung pada anak-anak jalanan yang mengikuti kegiatan keagamaan di kampung Argopuro yang akan menjadi fokus penelitian, karena dari pendekatan tersebut akan lebih mudah penelitian ini akan dianalisa dari religiusitas dari anak jalanan yang bertempat tinggal kampung Argopuro. Sedangkan metode dokumentasi yang peneliti jadikan acuan adalah berupa catatan dan foto-foto kegiatan anak-anak jalanan di kampung Argopuro. Studi dokumen merupakan pelengkap dari metode observasi dan metode wawancara dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian, hasil dari observasi dan wawancara akan lebih meyakinkan dan dapat dipercaya apabila didukung dengan dokumen dari subyek penelitian. 7. Analisis Data Teknik analisis data berupa pola yang digunakan oleh Miles dan Huberman, yaitu tahapan reduksi data, penyajian data, kemudian dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan, ketiganya merupakan proses secara terus-menerus dari sejak observasi pendahuluan, selama penelitian, dan sesudah penelitian. Sedangkan stimulant temuan penelitian ini dilakukan proses triangulasi antar berbagai sumber atau informasi yang diperoleh dari para informan sebagai subyek, serta triangulasi teknik sebagai bentuk sinergi dari berbagai teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, dan dokumentasi) terkait religiusitas anak-anak jalanan. D. Temuan dan Analisis 1. Kondisi Masyarakat Argopuro Nama Argopuro bukanlah nama sebuah desa, namun argopuro merupakan nama sebuah kampung yang dihuni oleh komunitas masyarakat pinggiran yang sebelumnya bertempat tinggal di dekat jembatan kaligelis. Kampung 166
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
Argopuro termasuk baru, yang dialokasikan oleh pemerintah daerah. Tempat tersebut disediakan oleh pemerintah daerah untuk ditempati dan menjadi hak milik pribadi dengan cara membayar cicilan uang rumah setiap hari. Adapun besarannya beragam, contohnya ada yang membayar sebesar Rp 5000,-, Rp 3000,-, Rp 2000,- selama 10 tahun, ada juga yang 15 tahun. Letak Argopuro tidaklah jauh dari jalan utama KudusSurabaya. Masuk dari jalan utama sekitar 1 km ke arah utara. Meskipun tidak jauh dari jalan utama, namun tidak ada transportasi (angkutan) yang menuju ke kampung tersebut. Argopuro tepatnya terletak di Kabupaten Kudus bagian Timur setelah jalan lingkar Kudus dan terletak di Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Penduduk masyarakat Argopuro beragam, dari berbagai daerah. Rata-rata mereka adalah perantau yang sebelumnya tinggal di pinggiran kali Gelis yang terletak di daerah Kudus Kulon (Kudus bagian Barat). Penduduk kampung argopuro bukan asli dari tempat tersebut, ada yang berasal dari Demak, Blora, Purwodadi, Surakarta, Semarang, bahkan ada yang berasal dari Jawa Timur. Jumlah penduduk secara keseluruhan masyarakat Argopuro adalah 495 orang (laki-laki maupun perempuan). Dengan perincian sebagai berikut: Orang Tua 243 Yang terdiri dari jenis kelamin Laki-laki 106 dan perempuan 137. Remaja 92 dengan jenis kelamin laki-laki : 54 dan perempuan : 38. Anak-anak : 160 dengan jenis kelamin laki-laki : 84 dan perempuan 76. 2. Mata Pencaharian Penduduk Mayoritas penduduk kampung Argopuro bekerja sebagai buruh. pengemis, pemulung dan pengamen. Meskipun dari mereka ada yang menggeluti profesi sebagai pedagang, buruh harian, tukang becak, dll. Bagi mereka yang berprofesi sebagai pedagang, rata-rata sebelumnya juga sebagai pengemis atau pengamen. Namun lama kelamaan setelah uang yang di dapat EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
167
Irzum Farihah
sudah terkumpul, akhirnya mereka beralih profesi sebagai pedagang. Namun, sedikit dari mereka yang beralih menjadi pedagang. Sebagian mereka beranggapan bahwa lebih enak menjadi pengamen dan pengemis dibanding menjadi pedagang, karena apabila menjadi pedagang masih harus mengeluarkan uang untuk dijadikan sebagai modal. Sedangkan apabila mereka menjadi pengemis dan pengamen, tanpa harus bersusah payah untuk mengeluarkan uang sebagai modal, mereka cukup bermodalkan suara yang mereka miliki (pengamen) sedangkan bagi mereka yang pemalas lebih menyukai tetap menjadi pengemis. Sedangkan yang beralih menjadi pedagang, ratarata mereka menginginkan perubahan status kehidupan mereka. Salah satu mereka yang berprofesi sebagai pedagang mengatakan lebih nyaman menjadi pedagang, karena status di masyarakat juga lebih tinggi dibanding pengemis dan juga ingin hidup mandiri tidak tergantung pada orang lain (seperti pengemis). Sebagian dari profesi pengamen yang dijalani masyarakat kampung Argopuro, tidak hanya sebagai pengamen jalanan saja. Namun sebagian dari mereka mampu mengembangkan dari bakat yang dimiliki. Mereka membentuk kelompok musik, ada yang kelompok orang tua dan ada juga kelompok remaja. Dengan demikian mereka mampu mengembangkan bakat dari sekedar pengamen jalanan menjadi kelompok musik yang sesekali di undang dalam acara pernikahan maupun yang lainnya. Mereka yang tergabung dalam kelompok musikpun selalu mengikuti even-even perlombaaan kelompok musik se Kudus maupun se Jawa Tengah. Beberapa pekerjaan itu tidak hanya dilakukan oleh orang tua (orang dewasa) saja, akan tetapi juga dilakukan oleh anak-anak dan juga para remaja pada umumnya yang tinggal di kampung Argopuro. 168
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
Data anak-anak yang ada di Argopuro tersebut, ada sekitar 120 anak yang ikut membantu pekerjaan orang tua mereka yaitu pengemis maupun pengamen. Adapun waktu mereka membatu orang tuanya di jalanan kebanyakan ketika waktu liburan sekolah dan di bulan Ramadhan. Pada bulan Ramadhan mayoritas masyarakat argopuro serempak untuk meminta-minta di jalan dan sebagian lagi mengamen. Sedangkan lokasi yang biasa dijadilkan mangkal anakanak Argopuro adalah Pasar Kliwon, Swalayan Matahari, sekitar “Menara” atau makam Sunan Kudus, sekitar makam si mbah mutamakim Kajen Pati, dan di beberapa perempatan lampu merah. misalnya, Jalan lingkar, Matahari dan Sempalan. 3. Latar Sosio-Kultural Masyarakat Argopuro Masyarakat kampung Argopura yang beragam asal daerah penduduknya, tentu beragam budaya pula yang mereka miliki. Namun mereka pada dasaranya berasal dari strata yang sama, yaitu “kelas bawah” dengan latar pekerjaan yang hampir sama. Oleh karena itu dengan adanya kesamaan dalam satu hal tersebut, maka lebih memudahkan mereka dalam membangun solidaritas, contohnya dalam gotong royong. Masyarakat kampung Argopuro yang terletak di desa Hadipolo Kecamatan Jekulo ini, secara keseluruhan masyarakatnya beragama Islam. Sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh Clifford Geerzt, masyarakat Islam di jawa bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) Islam Santri; (2) Islam Priyayi; dan (3) Islam Abangan. Meskipun seluruh masyarakat Argopuro beragama Islam, namun mereka masuk pada kategori Islam abangan. Meskipun mereka termasuk pada tipe Islam abangan, namun mereka sangat bersemangat ketika ada kelompokkelompok dari ormas Islam ataupun Lembaga Pendidikan Tinggi (seperti STAIN dan UMK) yang ingin menyampaikan ajaran agama Islam, respon mereka sangat bagus. Sebagian dari mereka tampak akan haus tentang ajaran agama yang selama ini belum pernah mereka pelajari. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
169
Irzum Farihah
Bentuk kegiatan keagamaan yang mereka laksanakan selama ini adalah pengajian rutin yang dipimpin oleh bpk Marto, yaitu salah satu penduduk kampung Argopuro, yang dianggap masyarakat sekitarnya sebagai orang yang faham terhadap ajaran agama Islam. Bentuk pengajian bapak-bapak yang diterapkan oleh bpk Marto lebih cenderung kepada pendoktrinan ajaran Islam secara tekstual, contohnya, dalam melakukan shalat 5 waktu harus dilaksanakan di Mushalla, sehingga masyarakat mempunyai anggapan, bahwa shalat itu wajib dilakukan di mushalla, sedangkan ketika di rumah, banyak dari mereka tidak melakukan shalat, karena tidak dilakukan secara berjamaah. Ritual keagamaan yang dilakukan para bapak-bapak dan ibu-ibu juga berupa banjanji dan tahlilan. Pada dasarnya, mereka senang ketika di sela-sela tahlilan diberikan mauidhoh hasanah yang memberikan pengetahuan tentang keagamaan kepada mereka, khususnya berkaitan dengan ibadah seharihari. Akan tetapi kendalanya, narasumber yang dapat mengisi di tempat tersebut sangat minim. Hal ini dikarenakan, waktu berkumpulnya mereka untuk melakukan kegiatan keagamaan adalah malam hari, sedangkan para da’i, khususnya perempuan banyak yang tidak bisa menjadi narasumber pada malam hari. 4. Kegiatan Keagamaan Anak-Anak Jalanan di Kampung argopuro Data anak-anak di kampung Argopuro sejumlah 160 anak. Sedangkan yang berprofesi sebagai anak jalanan sejumlah 120 anak (hasil wawancara dengan ketua RT Argopuro yaitu bpk. Supri pada bulan Mei 2012). Dari sebagian anak-anak yang berprofesi sebagai anak jalanan, ada sebagian dari mereka yang mengikuti sekolah sore atau TPQ kurang lebih ada 30 anak. Sejak Tahun 2007 kegiatan TPQ di kampung argopuro yang diselenggarakan oleh pihak STAIN sudah mulai dirintis, namun tidak berlangsung lama kegiatan tersebut berhenti. Akan tetapi sejak awal tahun 2010 sampai sekarang TPQ di 170
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
kampung argopuro (yang dikenal masyarakat dengan sekolah sore) berjalan dengan baik. Sebagian besar peserta TPQ adalah anak-anak dari TK sampai kelas 6. Dari 120 anak yang berprofesi sebagai anak jalanan, ada 30 anak yang mengikuti pengajian sore. Pengajian sore (TPQ) yang dirintis dari Jurusan Dakwah STAIN Kudus berlangsung dengan baik. Semula pengajian sore hanya dilakukan dua kali dalam satu minggu, yaitu: hari Selasa dan hari Kamis. Namun sejak enam bulan yang lalu para wali murid menginginkan pelaksanaannya menjadi tiga hari dalam satu minggu, yaitu: hari Selasa, hari Rabu dan hari Kamis. Sedangkan pengajarnya dari mahasiswa STAIN Kudus Jurusan Dakwah. Para pengajar TPQ terdiri dari dua orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Kegiatan TPQ dimulai dari jam 16-17.30. Biasanya pembelajaran dimulai dengan BTA adapun buku yang kita sediakan ada dua macam, yaitu iqra’, Yanbu’a, Turutan dan al-Qur’an. Sebagian dari mereka juga sudah ada yang sampai al-Qur’an, namun itu tidak banyak. Setelah BTA kemudian dilanjutkan dengan bacaan shalat serta hafalan surat-surat pendek. Harapan dari materi yang diajarkan adalah, agar anakanak mempunyai bekal dalam membaca al-Qur’an dan faham betul dengan bacaan-bacaan shalat serta bisa diterapkan anakanak dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan, ratarata mereka sekolah di SDN, yang mana pelajaran agamanya sangat minim, juga anak-anak jarang mengikuti TPQ di luar kampung Argopuro. Kegiatan TPQ yang diikuti anak-anak terkadang mengalami pasang surut. Hal ini dikarenakan, sebagian waktu sore hari mereka harus membantu orang tuanya untuk mencari nafkah di jalanan sebagai pengemis atau pengamen (hasil wawancara dengan salah satu murid TPQ pada bulan Juni 2012). Kegiatan keagamaan yang diikuti anak-anak jalanan selain mengaji di TPQ pada sore hari yang pengajarnya dari mahasiswa STAIN, sebagian dari mereka juga ikut ngaji EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
171
Irzum Farihah
khusus anak-anak pada malam hari yang diajar langsung oleh bapak Marto. Materi yang diajarkan oleh bapak Marto adalah membaca Iqra’, Turutan atau al-Qur’an. Selain kegiatan mengaji, sebagian dari anak-anak juga mengikuti kegiatan pengajian yang diadakan oleh ibu-ibu setiap malam Ahad. Akan tetapi yang boleh mengikuti acara tersebut hanya anak-anak yang sudah besar atau kelas 5 sampai SMP. Hal ini dikhawatirkan keikutsertaan anak-anak dalam pengajian malam Ahad akan mengganggu kekhusukan para ibu-ibu. Kegiatan lain yang dapat diikuti anak-anak adalah bentuk kegiatan dalam peringatan hari besar Islam. Biasanya diadakan di mushalla dan dihadiri seluruh dari warga kampung Argopuro. Pelaksanaan kegiatan hari besar Islam di kampung Argopuro tidak bisa dipastikan selalu diadakan, karena pelaksananya bukan dari masyarakat Argopuro, namun biasanya dari instansi pemerintah, ORMAS Islam atau Lembaga Pendidikan seperti STAIN dan UMK. 5. Religiusitas Anak-Anak Jalanan di Kampung Argopuro Beberapa bentuk kegiatan keagamaan yang diadakan dan diikuti oleh anak-anak jalanan yang bertempat tinggal di kampung Argopuro diharapkan bisa menjadi bekal dan pancaran melaksanakan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Banyak anak yang mengikuti kegiatan keagamaan, namun ternyata dalam realitas keseharian bentuk ajaran itu banyak yang tidak dilaksanakan. Seperti halnya ibadah shalat lima waktu. Rata-rata dari anak-anak yang berprofesi sebagai anak jalanan yang mengikuti pengajian sore (TPQ) sudah memahami bahwa ibadah shalat itu menjadi kewajiban umat Islam. Namun, pada kenyataannya, pengaplikasian shalat lima waktu hanya dikerjakan ketika dilakukan secara berjamaah di mushala. Hal tersebut dikarenakan apa yang disampaikan oleh orang yang dianggap faham agama di kampung tersebut terhadap 172
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
masyarakat dan anak-anak pemahaman yang tidak dimulai dari dasarnya. Di kampung Argopuro juga sering didatangi kelompok jamaah tabligh, mereka ingin membangun ibadah shalat masyarakat dan anak-anak dengan baik. Ajaran Islam yang disampaikan kepada mereka cenderung penekanannya pada shalat. Khususnya dalam shalat berjamaah di Mushala atau masjid. Perubahan yang tampak pada masyarakat Argopuro baik dari orang dewasa sampai anak-anak sangatlah bagus, namun jamaah tabligh tinggal di Argopuro tidak selamanya. Sehingga ketika jamaah tabligh tidak lagi berada di Argopuro terkesan bagi masayarakat, bahwa ajaran yang disampaikan atau ditinggalkan oleh jamaah tersebut adalah shalat harus dilaksanakan berjamaah di mushalla atu masjid. Hal ini, diterima oleh masyarakat Argopuro secara mentah, tanpa melihat kembali esensi kewajiban pelaksanaan shalat lima waktu dalam sehari. Dengan demikian, masyarakat hanya menerima dan melaksanakan sesuai apa yang disampaikan. Sebagai masyarakat Islam abangan, mereka hanya menerima apa yang disampaikan oleh “guru” mereka kemudian disampaikan juga kepada anak-anak mereka. Sehingga pelaksanaan shalat orang tua maupun anak-anak cenderung hanya dilakukan ketika ada jamaah shalat di mushalla saja. Sedangkan ketika tidak adanya jamaah shalat fardhu di Mushalla atau di masjid, sedikit sekali mereka yang melaksanakan ibadah shalat di rumah baik berjamaah dengan keluarga maupun dilakukan secara munfarid. Begitu juga dengan anak-anak jalanan, jika dianalogkan pada kelas buruh yang diungkapkan oleh Karl Marx tersebut. Mereka mau melaksanakan aturan-aturan agama, ketika tidak mengganggu aktifitas mereka berkaitan dengan mencari nafkah. Di mana hal tersebut merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka. Sehingga anakanak dengan mudah meninggalkan shalat (kewajiban dalam EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
173
Irzum Farihah
agamanya) ketika mereka melakukan aktifitas di jalan sebagai pengamen, pedagang asongan maupun pengemis (pemintaminta). Sedangkan ketika sudah samapai di rumah, mereka juga melaksanakan kewajiban mereka, seperti shalat di Mushalla dan mengaji di TPQ sore hari maupun di Mushalla pada malam hari. Ketika kita perhatikan pada masyarakat Argopuro baik orang dewasa maupun anak-anak secara kuantitatif orang yang mengerjakan shalat jumlahnya terus meningkat dengan melihat jamaah di Mushalla. Namun masih sangat berbeda ketika kita dekat dengan kehidupan mereka sehari-sehari. Ternyata shalat mereka hanya dilaksanakan berjamaah di Mushalla saja, sedangkan di rumah maupun di jalanan mereka sering melalaikan shalat. Selain Melaksanakan ibadah shalat, mengikuti pengajian, anak-anak jalanan yang bertempat tinggal di Argopuro juga melaksanakan ibadah puasa, meskipun mereka harus bekerja membantu orang tuanya setelah pulang sekolah, sebagian besar mereka tetap melakukan puasa. Sepert apa yang dikatakan oleh putri: “saya juga menjalankan ibadah puasa Ramadhan, meskipun harus membantu orang tua karena diwajibkan oleh Allah bagi umat Islam”. Bulan puasa bagi anak-anak jalanan di Argopuro, justru merupakan waktu yang sangat efektif bagi mereka. Berbeda dengan Putri, Fatir mengungkapkan: “Puasa memang wajib, tapi aku nek luwe yo ora poso”. Anggapan anak-anak dan orang tuanya, ketika puasa Ramadhan banyak orang kaya mengelurkan shadaqah dan zakat, oleh karena itu, tidak hanya orang tuanya saja, namun anak-anak juga disuruh membantu orang tua turun ke jalan. Meskipun rata-rat mereka tidak mau mngakui hal tersebut kepada peneliti, namun ada salah satu siswa yang menceritakan hal yang sebenarnya. Hal ini diperkuat dengan bertemunya peneliti dengan anak-anak ketika di jalanan tempat mangkal mereka saat memint-minta (mengemis) maupun mengamen. 174
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Religiusitas Anak Jalanan di Kampung Argopuro Desa Hadipuro Kab. Kudus
E. Penutup Simbol-simbol kegiatan keagamaan yang di lakukan anak-anak jalanan yang bertempat tinggal di kampung Argopuro Desa Hadipolo Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus beragam. Dari pengajian rutin pada sore hari di TPQ AlMuhajirin yang dikelola jurusan Dakwah STAIN Kudus, ngaji malam setelah shalat maghrib bersama bapk Marto, pengajian ibu-ibu dan anak muda pada malam Ahad dan Pengajian memperingati hari besar agama Islam Pengetahuan Agama yang diperoleh anak-anak melalui kegiatan keagamaan yang ada di kampung Argopuro, bisa dikatakan sangat membantu pengetahuan agama Islam pada anak-anak jalanan tersebut. Meskipun mereka sudah banyak yang mengetahui dan memahami ajaran Islam, namun mereka masih kurang dalam mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Respon terhadap ajaran agama yang mereka ketahui cenderung bersifat formalitas dan selama tidak mengganggu aktifitas mereka dalam mencari uang, maka tetap mereka laksanakan.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
175
Irzum Farihah
Daftar Pustaka Ahmad Mubarok, Konseling Agama Teori dan Kasus, Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2000. Bustanuddin Agus. 2006. Agama dalam Kehidupan Manusia Pengantar Anropologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah), Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987. Heru Nugraha, Menumbuhkan Ide-Ide Kritis, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003. James P Spradley, Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1997. Nottingham Elizabeth K., Agama dan Masyarakat Suatu Pengantar Sosiologi Agama, Jakarta : Rajawali Pers, 1985. Ritzer, George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berwajah Ganda, Jakarta: Rajawali Press, 1992. Robert H.Thouless, Pengantar Psikologi Agama, Jakarta: Rajawali, 2000. Saiful Arif, Menolak Pembangunanisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 2006 www.wikipedia.org/wiki/Anak_jalanan, diakses pada tanggal 3 Mei 2012 www.dalimunthe.com, diakses pada Mei 2012.
176
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
KONSTRUKSI MODEL PENILAIAN KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
Oleh: Ismanto
Abstrak Penelitian ini bertujuan membuat konstruksi model penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil yang sesuai dengan kondisi Sekolah Tinggi Agama Ialam Negeri Kudus. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah ber jenis penelitian ini adalah penelitian expost facto, karena data-data penilaian pelaksanaan pekerjaan yang digunakan adalah data yang sudah ada dan terkumpul. Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh data penilaian DP3 PNS pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus dari tahun 2006 sampai dengan 2008 (tiga tahun) yang dimiliki oleh sebanyak 123 pegawai. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kuisioner, untuk mendapatkan data kuantitatif tentang variabel-variabel pendukung penilaian pelaksanaan pekerjaan yaitu: kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan serta prestasi kerja. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara: a). observasi yaitu suatu cara untuk mendapatkan data dengan pengamatan secara langsung pada penilaian pelaksanan pekerjaan yang dikoordinasikan oleh subbag kepegawaian STAIN Kudus, dan b). penilaian berupa kuisioner untuk memperoleh data penilaian PNS serta c). dokumentasi, berupa statuta, dan DUK PNS. Analisis data dilakukan dengan mengukur tingkat regresi antara variabel independen dan dependen, menggunakan analisis regresi linier berganda, analisis regresi polimonial (metode kuadratik), dan analisis regresi multinomial logistik. Hasil penelitian ini memberikan model regresi multinomial EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
177
Ismanto
logistik (RML) yang paling sesuai, karena berdasarkan besaran koefisien determinasi yang dialami oleh semua PNS STAIN Kudus memberikan nilai tertinggi dan cenderung konstan atau saling mendekati dari kedua model regresi multinomial logistik yang diperoleh dalam penelitian ini. Kata kunci: Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, model regresi
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Penelitian Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu organisasi atau instansi. Oleh karena itu, diperlukan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kompetensi tinggi karena keahlian atau kompetensi akan dapat mendukung peningkatan prestasi kinerja karyawan. Selama ini pada umumnya di instansi pemerintahan belum mempunyai pegawai dengan kompetensi yang memadai, ini dibuktikan dengan masih rendahnya produktivitas pegawai dan sulitnya mengukur kinerja pegawai di lingkup instansi pemerintahan. Selama ini penilaian prestasi kinerja pegawai di STAIN Kudus masih berlaku hanya bagi PNS atau CPNS, sedangkan belum dilaksanakan secara optimal terutama dalam menilai kinerja pegawai honorer dan kontrak. Selama ini penilaian pegawai dengan kategori ini hanya ditentukan dari hasil kerjanya, belum ada kriteria penilaian yang jelas. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selama ini menggunakan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) masih dipersepsikan oleh setiap pegawai di suatu lembaga belum dapat memberikan ukuran yang obyektif atas kebijaksanaan atau keadilan penilaian atasan terhadap bawahannya. Jika dicermati sebenarnya format DP3 tersebut masih akan memunculkan keraguan bahwa DP3 tersebut bisa menggambarkan secara akurat kinerja PNS. Format DP3 juga terkesan kurang fleksibel untuk mengekspresikan hal-hal yang menjadi karakter khusus yang membedakan suatu profesi 178
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
dengan profesi lainnya. Unsur-unsur yang dinilaipun itemitemnya banyak yang tumpang tindih, dan standarnya juga tidak jelas dan imerpretable. Penilaian DP3 tersebut juga rentan dengan terjadinya bias subyektifitas. Apalagi hasil penilaian tersebut tidak pernah didiskusikan/dievaluasi bersama untuk mendapatkan feedback dari pegawai. Unsur-unsur yang digunakan dalam DP3 PNS di lembaga-lembaga milik negara sampai sekarang masih mendasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979. Adapun unsur-unsur tersebut meliputi kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Di antara unsur-unsur di atas yang dapat dijadikan tolok ukur hasil kerja (output) seorang pegawai adalah unsur prestasi kerja, yang kemudian dalam bahasa statistik disebut sebagai variabel terikat (dependent variabel), sedangkan unsur-unsur lainnya yang memuat 7(tujuh) unsur merupakan aspek input dan proses menuju kepada hasil, yang selanjutnya dalam bahasa statistik dikatakan sebagai variabel bebas (independent variabel). Jika unsur prestasi kerja sebagai aspek hasil kerja selama ini tanpa dilakukan dengan melihat sinergi 7(tujuh) unsur lainnya pada aspek input dan proses, maka secara langsung akan menyimpang dari hukum penjumlahan dalam aritmatika. Belum lagi, dalam statistika, tidak dibenarkan terjadi hubungan atau korelasi yang kuat antar variabel bebas, dengan kata lain terjadi tumpang tindih antar 7 (tujuh) unsur. Penilaian dengan menggunakan model DP3 pada sebagian instansi pemerintah masih berlaku sampai dengan sekarang, demikian pula halnya di STAIN Kudus, dilakukan hanya 1 (satu) kali dalam satu tahun dan pada setiap akhir tahun, sedangkan untuk mendapatkan persetujuan berupa penandatanganan DP3 dari setiap pegawai atas penilaian yang diberkan kepada atasannya pada setiap awal tahun berikutnya. Dari model DP3 tersebut, ada 1(satu) unsur, yaitu kepemimpinan, yang tidak biasa terisi untuk sebagian PNS, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
179
Ismanto
karena unsur tersebut hanya belaku bagi PNS yang mempunyai jabatan struktural dan pejabat fungsional (dosen) Guna pengembangan sistem karir yang berlaku di STAIN Kudus dapat berlangsung dengan sehat atas dasar penilaian kinerja pegawainya dengan metode penjumlahan, maka dipandang perlu diadakan penelitian ini lebih lanjut untuk menganalisis konstruksi model penilaian kinerja pegawai negeri sipil pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana konstruksi model penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Sekolah Tinggi Agama Ialam Negeri Kudus? B. Landasan Teori 1. Kinerja dan Penilaian Kinerja Kinerja menurut Mangkunegara (2000 : 67) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Sulistiyani (2003 : 223), kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Cushway (2002 : 1998), kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan. Mathis dan Jackson (2001 : 78), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Witmore (1997 : 104) mengartikan kinerja sebagai pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta 180
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
mengetahui dampak positif dan negative dari suatu kebijakan operasional. Menurut Mathis dan Jackson (2001 : 82), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1). Kemampuan mereka, 2). Motivasi, 3). Dukungan yang diterima, 4). Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5). Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas dapat diarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: a). faktor kemampuan, yaitu kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya, dan 2). faktor motivasi, terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Mc Cleland (1997) dalam Mangkunegara (2001 : 68), berpendapat bahwa “ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1). Memiliki tanggung jawab EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
181
Ismanto
yang tinggi 2). Berani mengambil resiko 3). Memiliki tujuan yang realistis 4). Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5). Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan, dan 6). Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan. Menurut Gibson (1987) ada 3 (tiga) faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1). Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2). Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3). Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system) Penilaian pelaksanaan pekerjaan, atau terkadang dikatakan sebagai penilaian kinerja secara komprehensif meliputi 1) apa yang telah dikerjakan karyawan selama periode tertentu, 2) bagaimana cara karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, dan 3) mengapa karyawan tersebut melaksanakan pekerjaan tersbut (Nawawi, 2003: 395). Tolok ukur penilaian kinerja sebagai ukuran kinerja karyawan yang mendukung organisasi dalam mencapai tujuannya. Beberapa organisasi menggunakan penilaian kinerja untuk hasil yang bersifat kuantitatif (angka) dan indikator kinerja untuk keadaan yang sifatnya kualitatif. Tolok ukur itu disebut standar pekerjaan yang harus dibuat jika analisis pekerjaan sudah tidak sesuai lagi untuk dipergunakan, karena sebagian atau seluruh tugas dan cara melaksanakannya sudah mengalami perubahan atau perkembangan, sebagai wujud dinamika pekerjaan. Penilaian kinerja ( performance appraisal ) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui 182
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Bernardin dan Russel (1993), Cascio (1992), dan Simamora (2004) berpendapat bahawa penilaian kinerja adalah cara mengukur konstribusi individu (karyawan) oleh atau kepada organisasi tempat mereka bekerja. Melaksanakan penilaian kinerja yang baik bukanlah suatu hal yang mudah. Ada berbagai faktor baik eksternal maupun internal yang akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja pegawai. Berbedanya lingkungan dan bentuk organisasi serta kurangnya kemampuan dan motivasi penilai dalam melaksanakan penilaian dapat mempengaruhi penilaian yang dilakukan sehingga bisa mengakibatkan bias dalam penilaian, apalagi ukuran-ukuran yang digunakan bersifat kualitatif. Dalam praktek dilapangan, penilaian atas prestasi kerja seorang PNS, walaupun menurut PP No.10 tahun 1979 tersebut dalam penilaian harus diusahakan seobyektif dan seteliti mungkin, namun pada kenyataannya sering kali adanya unsur subyektivitas yang relatif kuat dari pejabat yang menilainya, sehingga hasil dari penilaian tersebut bisa menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai, dan hasil penilaiannyapun dengan sendirinya akan mengalami bias penilaian. Hal ini akan semakin nampak bila dibandingkan metode yang digunakan dalam melakukan penilaian terhadap pegawai honorer dan kontrak. Manfaat penilaian kinerja kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah: penyesuaian-penyesuaian kompensasi, perbaikan kinerja, kebutuhan latihan dan pengembangan, pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja, untuk kepentingan penelitian pegawai, dan membantu diaknosis terhadap kesalahan desain pegawai. (http:// id.wikipedia.org/wiki/Kinerja). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
183
Ismanto
2. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) DP3 PNS adalah daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang PNS dalam jangka waktu 1(satu) tahun yang dibuat oleh Pejabat Penilai (BKN, 2004). Pejabat Penilai adalah atasan langsung PNS yang dinilai dengan ketentuan minimal kepala urusan atau pejabat lain yang sederajat. Adapun tujuannya digunakan untuk bahan pertimbangan dalam rangka pembinaan pegawai (antara lain kenaikan pangkat, kenaikan jabatan, kenaikan gaji, prioritas mendapatkan fasilitas terkait kesejahteraan, serta penetapan hukuman disiplin). Adapun regulasi yang mengatur tentang DP3 meliputi: 1). Undang-Undang Pokok Kepegawaian Nomor 8 tahun 1974 pasal 12 ayat 1 dan 2, serta pasal 20, 2). Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanakan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), 3) Keputusan Menteri Agama Nomor 493 Tahun 2003 tentang Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Peggawai Negeri Sipil di Lingkungan Departemen Agama, dan 4). Surat Edaran Menteri Agama Nomor SJ/B.IV/I/Ks.01.6/2302/2004 tentang tindak Lanjut Pelaksanaan Surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) nomor K.26-30/V/89-5/99 perihal Panduan Penilaian Pegawai melalui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Sedangkan unsur-unsur yang terdapat dalam DP3 meliputi kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan (PP nomor 10 tahun 1979). Rata-rata dari kumulatif setiap unsur di atas berupa nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut: a). amat baik = 91 - 100, b). baik = 76 - 90, c). cukup = 61 - 75, d). sedang = 51 - 60, dan e). kurang = 50 ke bawah. Kewenangan pemberian nilai berada di tangan Pejabat Penilai, artinya Pejabat Penilai wajib melakukan penilaian Pelaksanaan Pekerjaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang 184
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
derada dalam lingkungan kerjanya. Dan menurut Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 493 tahun 2003 tentang pembuatan DP3 di lingkungan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Pejabat Penilai yang diberi kewenangan tersebut adalah Ketua, Pembantu Ketua I, Pembantu Ketua II, Kepala Bagian, Kepala Subbagian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Kepala Perpustakaan, dan Kepala Laboratorium/Studio. Adapun uraian kewenangan masing-masing pejabat penilai dapat dilihat pada tabel 3 berikut: Tabel Pejabat penilai di lingkungan Seolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) merujuk pada Pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Departemen Agama diuraikan sebagai berikut: Pejabat Penilai PNS yang Dinilai Atasan Pejabat Penilai Ketua STAIN 1. Pembatu Ketua Direktur TIS 2. Pejabat fungsional setingkat IV/d dan IV/e Pembantu Ketua I 1. Dosen Ketua STAIN 2. Ketua Jurusan 3. Sekretaris Jurusan 4. Kepala Pusat enelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (P3M)/ Peneliti Ketua STAIN Pembantu Ketua II 1. Kepala Bagian Administrasi 2. Kepala Perpustakaan 3. Kepala Laboratorium 4. Pejabat fungsional setingkat IV/a s.d. IV/c 1. Kepala Subbagian Kepala Bagian 2. Pejabat fungsional Pembantu Ketua II Administrasi setingkat golongan III Kepala Subbagian 1. PNS Kepala Bagian 2. Pejabat fungsional Administrasi setingkat golongan II EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
185
Ismanto
Kepala P3M
1. Peneliti 2. PNS
Kepala Perpustakaan
1. Pustakawan 2. PNS
Pembantu Ketua II
Kepala Laboratorium/ Studio
1. Jabatan fungsional laboran 2. PNS
Pembantu Ketua II
Pembantu Ketua I
Sumber: Lampiran Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 493 tahun 2003
3. Analisis Regresi Analisis regresi merupakan suatu studi mengenai ketergantungan satu variabel yaitu variabel terikat, pada satu atau lebih variabel lainnya yaitu variabel bebas, dengan maksud menaksir dan/atau meramalkan nilai hitung (mean) atau rata-rata populasi variabel terikat, dipandang dari segi nilai yang diketahui variabel yang menjelaskan (yang belakangan) (Gujarati, 1988: 12). Sedangkan hasil analisis regresi berupa koefisien regresi untuk masing-masing variabel bebas. Koefisien regresi dicari dengan dua tujuan, yaitu, pertama, meminimumkan penyimpangan antara nilai-nilai sesuai fakta dan nilai estimasi variabel terikat, dan kedua, mengoptimalkan korelasi antara nilai susuai fakta dan nilai estimasi variabel terikat berdasarkan data yang ada (Tabachnick dan Fidell, 1996: 128). Model regresi yang digunakan pada berbagai olah data, umumnya diasumsikan terdapat hubungan linier antar variabelnya, sehingga seringkali dikatakan bahwa model ini menggunakan pendekatan regresi linier, baik regresi linier sederhana maupun ganda. Akan tetapi dalam praktek, data yang peneliti punyai belum tentu mempunyai hubungan linier. Cara sederhana ini bias dilakukan dengan melihat diagram sebaran data (diagram scatter) (Kuncoro, 2001: 104).
186
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
4. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini menggunakan konsep alur piker tinjauan model penilaian kinerja dalam penelitian ini adalah: Kerangka Konseptual Model Penilaian Kinerja: Penilaian Kinerja
Metode
Variabel (bebas: kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, dan prakarsa; terikat: prestasi kerja)
Manusia
Lain-lain
Rasional
Individu
Penjumlahan
Kelompok
Lain-lain
Musyawarah
Analisis Fungsi
Ilmiah
Tradisional
FGD NGT
Analisis Regresi Linier Ganda
Regresi Linier Nonlinier Ganda: Regresi kuadratik, regresi logistic, dll
NFGDT
Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini berupa hipotesis statistik, yang berbunyi “model regresi linier ganda, polinmial kuadratik, dan multinomial logistik, masing-masing signifikan.” EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
187
Ismanto
C. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanasi (penjelasan) dan cross sectional, yaitu bagaimana variabel-variabel yang diteliti itu akan menjelaskan obyek yang diteliti melalui data yang terkumpul dari setting penelitian yang sudah ditentukan dan pengamatan hanya dilakukan satu kali saja. Dan jenis penelitian ini adalah penelitian expost facto, karena data-data penilaian pelaksanaan pekerjaan yang digunakan adalah data yang sudah ada dan terkumpul. 2. Populasi dan Sampel Populasi untuk penelitian ini adalah seluruh data penilaian DP3 PNS pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus dari tahun 2006 sampai dengan 2008 (tiga tahun) yang dimiliki oleh sebanyak 123 pegawai. Sedangkan sampel dalam penelitian ini dengan pendekatan sampling jenuh (Sugiono, 2005: 61). Pertimbangan menggunakan total populasi untuk mendapatkan gambaran yang lebih representatif dan mengurangi tingkat kesalahan sehingga data yang diperoleh mendekati nilai sesungguhnya. 3. Definisi Operasional Kesetiaan adalah preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur tingkat kesanggupan mentaati melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang disetiai dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab. Tanggung jawab adalah preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur tingkat kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani mimikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. Ketaatan adalah preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur tingkat ketaatan seorang pegawai 188
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
negeri sipil untuk mentaati peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentatati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. Kejujuran adalah preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur tingkat ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Kerjasama adalah preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur kemampuan responden untuk bekerja bersamasama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan sehingga mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besaarnya. Prakarsa adalah preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur kemampuan seorang pegawai negeri sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Kepemimpinan preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur tingkat kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokoknya. Prestasi kerja adalah preferensi tinggi rendahnya skor pertanyaan yang mengukur hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi seorang pegawai negeri sipil antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman dan kesungguhan pegawai negeri sipil yang bersangkutan. Metode penilaian kinerja pegawai dengan menggunakan daftar pengecekan (chek list) yang memuat berbagai pernyataan yang berkaitan dengan kinerja karyawan. Jenis datanya interval dan menggunakan skala pengukuran interval sebagai skala pengukuran kuantitatif dengan pemberian angka pada kelompok dari obyek-obyek EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
189
Ismanto
yang mempunyai skala nominal dan ordinal serta mempunyai jarak yang sama dari obyek yang diukur. 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kuisioner, untuk mendapatkan data kuantitatif tentang variabel-variabel pendukung penilaian pelaksanaan pekerjaan yaitu: kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan kepemimpinan serta prestasi kerja. Dan sebagaimana penilaian PNS dengan DP3 oleh pejabat penilai, kuesioner ini terbatas pada kalangan pejabat penilai. 5. Metode Pengumpulan Data Data yang obyektif dan relevan dengan pokok permasalahan penelitian merupakan indikator keberhasilan suatu penelitian. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara: a). observasi yaitu suatu cara untuk mendapatkan data dengan pengamatan secara langsung pada penilaian pelaksanan pekerjaan yang dikoordinasikan oleh subbag kepegawaian STAIN Kudus, dan b). penilaian berupa kuisioner untuk memperoleh data penilaian PNS oleh para pejabat penilai sesuai dengan tujuan penelitian dan data yang akan dikumpulkan oleh peneliti merupakan data yang sudah ada di subbagian Kepegawaian STAIN Kudus, serta c). dokumentasi, berupa statuta, dan DUK PNS. 6. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan mengukur tingkat regresi antara variabel independen dan dependen, menggunakan analisis regresi linier berganda, analisis regresi polimonial (metode kuadratik), dan analisis regresi multinomial logistik (Sudjana, 2002:337). Adapun analisis regresi yang akan dilakukan oleh peneliti masing-masing memiliki model baik yang memuat unsur kepemimpinan maupun yang tidak, seperti berikut: 190
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus k
bi . X i 1. Model regresi linier ganda: Y = b0 + ∑ di mana b0 adalah i =1 konstanta regresi dan bi koefisien regresi.
2. Regresi polinomial (berupa regresi kuadratik), dengan k
model Y = a + ∑ (bi . X i + ci . X i2 ), di mana a adalah konstanta i =1
regresi dan bi dan ci adalah koefisien regresi. 3. Regresi logistik, dengan model 2,7183
1
Y= 1+ e
k − b0 + bi . X i i =1
∑
, di mana e =
Data yang diperoleh akan diproses dengan program SPSS for Windows versi 10.05. D. Hasil Analisis dan Pembahasan 1. Deskripsi Data Penelitian Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data dokumen DP3 yang tersimpan dalam kearsipan Subbagian Kepegawaian STAIN Kudus dan mengacu pada DUK tahun 2008, yakni sejumlah 123 PNS, yang terdiri dari pejabat fungsional (dosen), pejabat struktural, dan pegawai (termasuk di dalamnya calon dosen). Adapun rekapitulasi yang telah dilakukan peneliti terkait DUK tahun 2008 tersebut dipaparkan seperti pada beberapa tabel berikut: sebagian besar (60,16%) mempunyai ijazah strata dua, di mana mereka sebagian besar di antaranya adalah dosen. Sedangkan ada 1 orang PNS (0,81%) yang baru berijazah sekolah dasar. Sebagian besar (76,42%) mempunyai pangkat dengan golongan III dan yang paling sedikit adalah PNS dengan golongan I yang hanya 1 orang (0,81%), dan ini satu-satunya PNS dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar . Masa kerja 10 tahun ke bawah jumlahnya terbanyak (69,92%) dan yang mempunyai masa kerja di atas 30 tahun hanya 1,62%. Usia PNS antara 31 sampai dengan 40 tahun paling banyak (56,1%), sedangkan hanya ada 2 orang PNS dalam hai ini dosen yang usianya 61 tahun ke atas. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
191
Ismanto
Untuk mengetahui deskripsi data pada DP3, baik secara individual maupun kolektif, peneliti melakukan analisis statistik deskriptif, seperti nilai rata-rata DP3 seorang PNS, nilai rata-rata setiap unsur penilaian untuk sekelompok ataupun keseluruan PNS STAIN Kudus, perkembangan capaian prestasi kerja para pegawai yang segera untuk disikapi baik oleh PNS yang bersangkutan maupun atasan/pejabat penilai/supervisor, dan lain sebagainya. Adapun data yang terekam pada box data dan output SPSS mengenai analisis statistik deskriptif ini, peneliti sajikan tabel berikut: Statistics
N Mean Mode Std. Deviation Variance Minimum Maximum
Valid Missing
kesetiaan 123 0 91.89 91 .99 .99 91 96
tanggung jawab123 0 81.36 80 2.55 6.51 77 88
ketaatan 123 0 81.28 80 2.44 5.96 78 88
kejujuran 123 0 81.13 79 2.51 6.29 77 88
kerja sama 123 0 81.10 80 2.47 6.09 76 88
prekarsa 123 0 80.69 79 2.71 7.33 77 88
prestasi kerja 123 0 81.20 79 2.58 6.67 77 88
Dari tabel di atas tampak bahwa, unsur penilaian kesetiaan PNS STAIN Kudus secara rata-rata dalam kategori amat baik, sedangkan keenam unsur lainnya dalam kategori baik. 2. Deskripsi Model Penilaian Kinerja PNS STAIN Kudus Dengan melihat kembali tujuan dalam penelitian ini, yakni mengkonstruksi model regresi dan menguji masingmasing model tersebut, peneliti akan menyajikan hasil analisis yang telah dilakukan oleh program aplikasi statistik SPSS versi 10.05. Data dalam peneltian ini oleh peneliti terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu data PNS STAIN Kudus yang memiliki nilai dari unsur kepemimpian (yaitu PNS yang menduduki jabatan fungsional/dosen ataupun jabatan struktural), serta data PNS yang tidak memiliki nilai dari unsur kepemimpian (seperti PNS calon dosen dan PNS biasa). Berikut ini ditampilkan output SPSS yang menggambarkan apakah distribusi data penilaian PNS yang memiliki nilai 192
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
pada unsur kepemimpinan unsur-unsur penilaian lainnya berdistribusi normal, yakni menguji hipotesis nol yang menyatakan bahwa data penilaian PNS berdistribusi normal. Tabel Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Penilaian PNS yang Memiliki Nilai pada Unsur Kepemimpinan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
kesetiaan85
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
92.20 1.02 .260 .260 -.175 2.397 .000
tanggung jawab 85 81.78 2.61 .211 .211 -.108 1.946 .001
ketaatan85 kejujuran85 81.66 81.68 2.57 2.52 .236 .207 .236 .207 -.115 -.132 2.180 1.907 .000 .001
kerja sama85 81.49 2.55 .204 .204 -.093 1.877 .002
prekarsa85 81.29 2.77 .162 .162 -.086 1.494 .023
kepemim pinan 85
prestasi kerja85
81.18 2.31 .236 .236 -.149 2.178 .000
81.79 2.58 .161 .161 -.117 1.488 .024
a.
b. Test distribution is Normal. Calculated from data.
Sedangkan uji normalitas data penilaian PNS yang tidak memiliki nilai pada unsur kepemimpinan dapat dilihat pada tabel berikut ini: One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters Most Extreme Differences
a,b
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
kesetiaan38 91.18 .39 .496 .496 -.320 3.059 .000
tanggung jawab 38 80.42 2.18 .182 .182 -.107 1.122 .161
ketaatan38 80.42 1.88 .246 .246 -.148 1.519 .020
kejujuran38 79.89 2.02 .223 .223 -.148 1.377 .045
kerja sama38 80.21 2.04 .173 .173 -.092 1.064 .207
prekarsa38 79.34 2.00 .222 .222 -.173 1.370 .047
prestasi kerja38 79.87 2.06 .243 .243 -.103 1.496 .023
a.
b. Test distribution is Normal. Calculated from data.
Dengan Uji Kolmogorov-Smirnov satu sampel di atas terlihat bahwa, apabila nilai asymptotic significance masingmasing variabel lebih besar dari taraf signifikansi 5% maka distribusi data penilaian PNS pada unsur tertentu dapat EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
193
Ismanto
dikatakan normal, demikian pula sebaliknya. Dikarenakan ada sebagian data yang normal ataupun tidak, maka pengembangan model regresi yang disajikan berikut ini berupa model regresi linier dan model regresi nonlinier. 3. Konstruksi Model Penilaian Kinerja PNS STAIN Kudus Konstruksi model dalam penelitian ini yang dimaksud adalah model regresi, dan berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya analisis regresi yang terbentuk ada 3 (tiga) macam, yaitu regresi linier ganda (RLG), regresi polynomial kuadratik (RPK), dan regresi multinomial logistik (RML), yang masing-masing akan peneliti uraikan di bawah ini. a. Konstruksi Model Penilaian Kinerja PNS STAIN Kudus dengan Pendekatan Regresi Linier Ganda (RLG) Berdasarkan output SPSS hasil penelitian pada bab sebelumnya, peneliti dapat menelaah model dan uji atas model serta korelasi ganda yang terjadi sebagai berikut: i. Y = 2,74 + 0,01165 X 1 + 0,454 X 2 + 0,221X 3 − 0,0711X 4 + 0,229 X 5 + 0,147 X 6 − 0,0248 X 7 untuk regresi prestasi kerja atas 7 (tujuh) unsur penilaian lainnya yang memuat unsur kepemimpinan. Karena hanya variabel tanggung jawab dengan nilai signifikansi 0,002, yang jauh lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, maka berdasarkan model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa prestasi PNS STAIN Kudus dipengaruhi oleh variabel tanggung jawab dengan nilai koefien regresi sebesar 0,454. Artinya dengan asumsi bahwa apabila seorang PNS ingin menambah 1 (satu) satuan unsur tanggung jawab maka prestasi kerja yang akan dicapai akan bertambah sebesar 0,454 satuan. Sehingga dengan persamaan ini seorang PNS dapat memprediksi prestasi kerja yang akan dicapainya apabila ia melakukan penambahan pada variabel tanggung jawab. Sedangkan variabel-variabel yang lain (yaitu kesetiaan, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan) serta konstanta tidak memberikan 194
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
pengaruh yang berarti bagi PNS yang memiliki nilai dari unsur kepemimpinan. Kenyataan ini dapat dipahami, bahwa seorang pejabat fungsional (dosen) dan pejabat struktural di lingkungan STAIN Kudus untuk konteks beberapa tahun terakhir dan beberapa tahun ke depan, karena tanggung jawab bagi kedua pejabat tersebut menjadi sangat penting dalam menjalankan tugas keseharian mereka. Uji Model RLG dapat dikatakan sangat signifikan, karena nilai signifikansi sebesar 0,000 sangat jauh di bawah taraf signifikansi 5%, artinya model RLG di atas masih efektif digunakan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan, baik untuk kepentigan PNS iti sendiri maaupun pejabat penilai untuk mengontrol para PNS yang di bawah bimbingannya. i i . Y = −8,574 + 0,255 X 1 + 0,818 X 2 + 0,123 X 3 − 0,284 X 4 + 0,21 X 5 − 0,0578 X 6 untuk regresi prestasi kerja atas 6 (enam) unsur penilaian lainnya yang tidak memuat unsur kepemimpinan. Karena hanya variabel tanggung jawab dengan nilai signifikansi 0,001, yang jauh lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, maka berdasarkan model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa prestasi PNS STAIN Kudus dipengaruhi oleh variabel tanggung jawab dengan nilai koefien regresi sebesar 0,818. Artinya dengan asumsi bahwa apabila seorang PNS ingin menambah 1 (satu) satuan unsur tanggung jawab maka prestasi kerja yang akan dicapai akan bertambah sebesar 0,818 satuan. Sehingga dengan persamaan ini seorang PNS dapat memprediksi prestasi kerja yang akan dicapainya apabila ia melakukan penambahan pada variabel tanggung jawab. Sedangkan variabel-variabel yang lain (yaitu kesetiaan, ketaatan, kejujuran, kerjasama, dan prakarsa) serta konstanta tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi PNS yang memiliki nilai dari unsur kepemimpinan. Kenyataan ini dapat dipahami, bahwa EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
195
Ismanto
seorang PNS biasa/staf, sebagaimana yang dimiliki pejabat fungsional (dosen) dan pejabat struktural di lingkungan STAIN Kudus untuk konteks beberapa tahun terakhir dan beberapa tahun ke depan, karena tanggung jawab bagi kedua pejabat tersebut menjadi sangat penting dalam menjalankan tugas keseharian mereka. Uji Model RLG dapat dikatakan sangat signifikan, karena nilai signifikansi sebesar 0,000 sangat jauh di bawah taraf signifikansi 5%, artinya model RLG di atas masih efektif digunakan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan, baik untuk kepentigan PNS iti sendiri maaupun pejabat penilai untuk mengontrol para PNS yang di bawah bimbingannya. b. Konstruksi Model Penilaian Kinerja PNS STAIN Kudus dengan Pendekatan Regresi Polynomial Kuadratik (RPK) Berdasarkan output SPSS hasil penelitian pada bab sebelumnya, peneliti dapat menelaah model dan uji atas model tersebut sebagai berikut: 7 i. Y = a + ∑ (bi . X i + ci . X i2 ) berupa i =1
Y = 7,808 − 0,0535 X 1 + 0,00055 X 12 + 0,0278 X 2 + 0,0028 X 22 + 0,265 X 3 − 0,00057 X 32 − 0,441X 4 + 0,0026 X 42 + 0,786 X 5 − 0,00395 X 52 + 0,101X 6 + 0,00045 X 62 + 0,143 X 7 − 0,0011X 72
untuk regresi prestasi kerja atas 7 (tujuh) unsur penilaian lainnya yang memuat unsur kepemimpinan. Karena setiap variabel penelitian (atau unsurunsur penilaian DP3) nilai signifikansinya melebihi taraf signifikansi 5%, maka dapat dikatakan variabel-variabel bebas secara terpisah tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi prestasi kerja PNS. Uji Model RPK dapat dikatakan sangat signifikan, karena nilai signifikansi sebesar 0,000 sangat jauh di 196
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
bawah taraf signifikansi 5%, artinya model RPK di atas masih efektif digunakan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan, baik untuk kepentigan PNS iti sendiri maaupun pejabat penilai untuk mengontrol para PNS yang di bawah bimbingannya. ii. Y = a + ∑ (bi . X i + ci . X i2 ) berupa 6
i =1
Y =5 4 ,341 − 2,063 X 1 + 0,01443 X 12 + 0,0909 X 2 + 0,006 X 22 + 0,581X 3 − 0,003 X 32 + 0,846 X 4 − 0,0085 X 42 − 0,914 X 5 + 0,0071X 52 + 0,976 X 6 − 0,0069 X 62
untuk regresi prestasi kerja atas 6 (enam) unsur penilaian lainnya yang tidak memuat unsur kepemimpinan. Karena hanya variabel kesetiaan dengan nilai signifikansi masing-masing lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, maka berdasarkan model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa prestasi PNS STAIN Kudus dipengaruhi oleh variabel kesetiaan dengan nilai koefien regresi -2,063 untuk variabel kesetiaan dan 0,01443 untuk variabel kuadrat dari kesetiaan. Artinya dengan asumsi bahwa apabila seorang PNS ingin menambah 1 (satu) satuan unsur kesetiaan maka prestasi kerja yang akan dicapai PNS akan bertambah sebesar (-2,063 + 0,01443 = -2,04857) satuan atau dikatakan berkurang sebesar 2,04857. Sehingga dengan persamaan ini seorang PNS dapat memprediksi prestasi kerja yang akan dicapainya apabila ia melakukan perubahan pada variabel kesetiaan mereka, justru prestasi kerja mereka akan menurun. Sedangkan variabel-variabel yang lain (yaitu tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan) serta konstanta tidak memberikan pengaruh yang berarti bagi PNS yang tidak EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
197
Ismanto
memiliki nilai dari unsur kepemimpinan. Kenyataan ini dapat dipahami, bahwa seorang PNS (bukan pejabat fungsional (dosen) dan pejabat structural) di lingkungan STAIN Kudus untuk konteks beberapa tahun terakhir dan beberapa tahun ke depan, karena kesetiaan dari mereka kepada pimpinan bahkan institusional STAIN Kudus menjadi kehati-hatian akan kondisi organisasi yang kurang sehat beberapa tahun terakhir, walaupun memang signifikan tetapi dampaknya masih relatif kecil. Uji Model RLG dapat dikatakan sangat signifikan, karena nilai signifikansi sebesar 0,000 sangat jauh di bawah taraf signifikansi 5%, artinya model RLG di atas masih efektif digunakan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan, baik untuk kepentigan PNS iti sendiri maaupun pejabat penilai untuk mengontrol para PNS yang di bawah bimbingannya. c. Konstruksi Model Penilaian Kinerja PNS STAIN Kudus dengan Pendekatan Regresi Multinomial Logistic (RML) 1 i. Y = 1 + exp{− (131,2 + 85 ,6 X 1 + 89 ,3 X 2 + 72 ,9 X 4 + 81 ,2 X 5 + 75 ,7 X 6 )} untuk regresi prestasi kerja atas 7 (tujuh) unsur penilaian lainnya yang memuat unsur kepemimpinan. Karena hanya konstanta dengan nilai signifikansi 0,000, yang jauh lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, maka berdasarkan model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa prestasi kerja PNS STAIN Kudus dipengaruhi oleh konstanta dengan nilai koefisien regresi sebesar 131,2. Artinya dengan asumsi bahwa apabila seorang PNS akan secara otomatis prestasi kerja yang akan dicapai akan bertambah 1 (dengan melihat persamaan/ model di atas ketika disubstitusi 131,2 pada eksponensial yang besarnya 2,7183 maka Y besarnya mendekati 1). Uji Model RML dapat dikatakan sangat signifikan, karena nilai signifikansi sebesar 0,000 sangat jauh di 198
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
bawah taraf signifikansi 5%, artinya model RML di atas masih efektif digunakan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan, baik untuk kepentigan PNS iti sendiri maaupun pejabat penilai untuk mengontrol para PNS yang di bawah bimbingannya. ii. Y =
1 1 + exp{− (40 ,6 X 2 + 13 ,6 X 3 + 21 ,4 X 4 + 36 ,5 X 5 + 13 ,1X 6 )}
untuk regresi prestasi kerja atas 6 (enam) unsur penilaian lainnya yang tidak memuat unsur kepemimpinan. Karena variabel tanggung jawab dan kerja sama dengan nilai signifikansi masing-masing lebih kecil dari taraf signifikansi 5%, maka berdasarkan model regresi di atas dapat dijelaskan bahwa prestasi PNS STAIN Kudus dipengaruhi oleh variabel tanggung jawab dan kerja sama dengan nilai koefisien regresi masing-masing sebesar 40,6 dan 36,5. Artinya dengan asumsi bahwa apabila seorang PNS ingin menambah 1 (satu) satuan unsur tanggung jawab dan kerja sama maka prestasi kerja yang akan dicapai PNS akan bertambah sebesar 1 (atau mendekati 1). Uji Model RML dapat dikatakan sangat signifikan, karena nilai signifikansi sebesar 0,000 sangat jauh di bawah taraf signifikansi 5%, artinya model RLG di atas masih efektif digunakan untuk jangka waktu beberapa tahun ke depan, baik untuk kepentigan PNS iti sendiri maaupun pejabat penilai untuk mengontrol para PNS yang di bawah bimbingannya. d. Konstruksi Model Penilaian Kinerja PNS STAIN Kudus yang Sesuai untuk Konteks STAIN Kudus. Berdasarkan hasil analisis statistik yang telah dilakukan di atas, maka model yang sesuai dapat dilihat hasil komparasi antar model jika dilihat dari koefisien determinasi, nilai F, dan probabilitasnya. Adapun kondisi masing-masing model regresi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
199
Ismanto
i. Perbandingan koefisien determinasi, nilai F, dan probabilitasnya dari model regresi prestasi kerja PNS atas unsur-unsur penilaian yang melibatkan unsur kepemimpinan:
Tabel Perbandingan koefisien determinasi, nilai F, dan probabilitasnya Model Regresi RLG RPK RML
Koef. Determinasi 0,909 0,905 0,97
F 120,194 58,249 -
Nilai p 0,000 0,000 0,000
ii. Perbandingan koefisien determinasi, nilai F, dan probabilitasnya dari model regresi prestasi kerja PNS atas unsur-unsur penilaian yang tidak melibatkan unsur kepemimpinan: Tabel Perbandingan koefisien determinasi, nilai F, dan probabilitasnya Koef. Model Regresi F Nilai p Determinasi RLG 0,734 18,017 0,000 RPK
0,785
12,261
0,000
RML
0,975
-
0,000
Dari kondisi 2 (dua) tabel di atas, peneliti menggunakan model regresi yang paling sesuai untuk system penilaian kinerja PNS di STAIN Kudus adalah model regresi multinomial logistik, karena berdasarkan besaran koefisien determinasi yang dialami oleh semua PNS STAIN Kudus memberikan nilai tertinggi dan cenderung konstan atau saling mendekati dari kedua model regresi multinomial logistik yang diperoleh dalam penelitian ini. E. Penutup Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada babbab sebelumnya, pada kesempatan ini peliti memberikan 200
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
kesimpulan tentang model RLG, RPK, dan RML dapat berpotensi dipergunakan sebagai model penilaian PNS STAIN Kudus dan pada kesempatan ini diperoleh gambaran model yang paling sesuai dalam konteks dan kondisi STAIN Kudus, yaitu model regresi multinomial logistic (RML), karena berdasarkan besaran koefisien determinasi yang dialami oleh semua PNS STAIN Kudus memberikan nilai tertinggi dan cenderung konstan atau saling mendekati dari kedua model regresi multinomial logistik yang diperoleh dalam penelitian ini. Sedangkan beberapa saran terkait dengan tindak lanjut dari penelitian ini, yaitu model regresi polinomial logistik tersebut untuk dapat digunakan secara praktis di tingkat operasional dalam menghitung akumulasi nilai-nilai variabel yang ada pada daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3). Namun dalam penggunaannya harus memiliki perangkat lunak yang sudah terisi program tersebut di atas dengan formula sebagaimana hasil penelitian ini. Untuk membangun keobyektifan penilaian kinerja PNS tersebut akan lebih baik jika proses penilaian ini dapat ditampilkan secara on-line pada semua bagian ataupun unit yang ada di STAIN Kudus, sehingga PNS yang dinilai dapat secara langsung memasukkan, menghitung, dan menyimpulkan sendiri prestasi kerjanya, sehingga dengan begitu seorang PNS dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya sendiri. Sehingga diharapkan pula terjadi peningkatan kinerja PNS dapat didasarkan pada performance management yang ada.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
201
Ismanto
Daftar Pustaka
Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah. 2003. Manajemen Smber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Anwar Prabu Mangkunegara. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya. Badan Kepegawaian Negara (BKN). Surat Edaran nomor SJ/B. IV/I/Ks.01.6/2302/2004 tentang tindak Lanjut Pelaksanaan Surat Badan Kepegawaian Negara nomor K.26-30/V/89-5/99 perihal Panduan Penilaian Pegawai melalui Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Cushway, B. 2002. Human Resource Management. Jakarta: PT. Elex Media computindo. Gujarati, D. 1988. Ekonometrika Dasar. Terj. Sumarno Zain. Jakarta Erlangga. Hadari Nawawi. 2003. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta: GMU Press. http://id.wikipedia.org/wiki/ http://indosdm.com/bias-penilaian-kinerja http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/ Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 491 Tahun 2002. Statuta Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2008. Statuta Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus. Mathis, R. L. and Jackson, J. H. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerjemah Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hie. Buku Satu. Jakarta: PT.Salemba Emban Patria. 202
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Konstruksi Model Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada STAIN Kudus
Mudrajat Kuncoro. 2001. Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi). Yogyakarta. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1979. Penilaian Pelaksanakan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sudjana. 2002. Analisis Regresi dan Korelasi. Bandung. Tarsito. Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta. Tabachnick, B.G. and Fidell, L.S.. 1996.Using Multivariate Statistics (3th). New York: Harpercollins College Publisher. Whitmore, J. 1997. Coaching for Performance: Growing People, Performance and Purpose. Nicholas Brealey Publishing.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
203
204
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
EPISTEMOLOGI MULLĀ SADRĀ (Kajian Tentang Ilmu Husu>li< dan Ilmu Hudu>ri>)
Oleh: Fathul Mufid*
Abstrak Diskursus epistemologi menurut sejarah pemikiran Islam, telah lama muncul sebelum Mulla> S{adra>, terutama antara filosof Muslim Paripatetik di satu pihak, dengan filosof Iluminasi, kaum ‘Irfa>ni>, dan kaum sufi di pihak lain. Pihak pertama mengedepankan akal atau rasio sebagai alat yang paling dominan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dengan menggunakan metode demonstratif (burha>ni>). Sementara pihak kedua, pada prinsipnya berpendapat bahwa penge-tahuan yang hakiki (ma‘rifah) hanya dapat diperoleh melalui intuisi-mistik, setelah melalui proses penyucian hati (qalb) dengan berbagai bentuk latihan (riya>d}ah). Perbedaan paradigma inilah yang menurut sejarah menimbulkan perbedaan konsep epistemologi yang berujung pada klaim kebenaran (truth clim), sehingga terjadi polemik berkepanjangan. Suasana polemik epistemologi inilah yang ditemui Mulla> S}adra> dalam petualangan karir intelektualnya. Penelitian ini bertujuan untuk men-deskripsikan bangunan pemikiran epistemologi Mullā S{adrā yang dimulai dari setting pemikiran yang melatarbelakanginya, prinsip-prinsip pemikiran yang mendasari filsafatnya, rumusan pemikiran epistemologi ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S}adra>, dan tipologi pemikiran filsafatnya secara umum. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode dokumenter dalam pengumpulan data, dan analisis datanya menggunakan metode deskriptif-analisis dengan pendekatan hermeneutika dan filososfis Temuan penelitian ini adalah, bahwa ada tujuh wacana pemikiran sebelum-nya yang melatarbelakangi filsafat Mulla> S{adra>, yakni; Dosen STAIN Kudus
•
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
205
Fathul Mufid
pemikiran tradisional-normatif, pemikiran klasik Yunani-Romawi, pemikiran Kalam, pemikiran filsafat Paripatetik, tasawuf alGaza>li>, filsafat Iluminasi, dan ‘irfa>n Ibn ‘Arabi. Epistemologi Mulla> S{adra> bertumpu kepada tujuh prinsip pemikiran yang merupakan landasan seluruh pemikiran filsafatnya, yaitu; prinsip fundamentalitas wuju>d, gradasi wuju>d, kotinuitas wuju>d, wuju>d mental, gerak substansial, kesatuan subjek dan objek pengetahuan, dan alam imajinal. Ilmu H}us}u>li> menurut Mulla> S}adra> adalah pengetahuan yang didapat berdasarkan proses korespondensi atau konsepsi yang terjadi antara subjek internal dengan objek eksternal, sehingga keduanya merupakan eksistensi independen yang berbeda satu sama lain. Sementara ilmu H}ud}u>ri> diperoleh secara langsung dari Tuhan tanpa adanya pemisahan dua objek internal dan eksternal, sehingga ia terbebas dari dualisme kebenaran dan kesalahan. Tipologi filsafat Mulla> S}adra> adalah tipe “h}ikmah”, yaitu pemaduan antara visi rasional dengan visi mistik, yang kemudian diselaraskan dengan syari’ah. Kata Kunci: Mulla> S}adra>, ilmu H}us}ul> i>, ilmu H}ud}ur> i>, epistemologi, dan wuju>d.
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Menurut catatan sejarah pemikiran Islam, telah terjadi perdebatan pemikiran epistemologi antara kalangan filosof Muslim Paripatetik di satu pihak, dengan filosof Iluminasi, kaum ‘Irfa>ni>, dan kaum sufi di pihak lain. Pihak pertama mengedepankan akal atau rasio sebagai alat yang paling dominan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dengan menggunakan metode demonstratif (burha>ni>). Sementara pihak kedua, pada prinsipnya berpendapat bahwa pengetahuan yang hakiki (ma‘rifah) hanya dapat diperoleh melalui intuisi-mistik, setelah melalui proses penyucian hati (qalb) dengan berbagai bentuk latihan (riya>d}ah), sehingga mampu mengakses ilmuilmu secara langsung dari pemilik ilmu (Tuhan). Perbedaan paradigma inilah yang menurut laporan sejarah pemikiran Islam menimbulkan perbedaan konsep epistemologi yang berujung pada klaim kebenaran (truth clim) di antara mereka. 206
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
Suasana polemik epistemologis di kalangan para pemikir Islam yang berlangsung berabad-abad inilah yang ditemui Mulla> S}adra> dalam petualangan intelektualnya Permasalahannya adalah, bagaimana bangunan pemikiran epistemologi Mulla> S}adra di tengah-tengah perdebatan epistemologi diatas. Secara rinci, permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah; bagaimana setting pemikiran yang melatarbelakangi bangunan filsafat Mulla> S}adra, apa saja yang menjadi prinsip-prinsip pemikiran filsafat epistemologinya, bagaimana rumusan pemikiran epistemologi ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S}adra, serta bagaimana tipologi pemikiran filsafatnya? 2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, dibatasi pada aspek-aspek mendasar tentang epistemologi Mulla> S}adra dalam bentuk kalimat pertanyaan sebagai berikut: a. Bagaimanakah setting pemikiran yang melatarbelakangi filsafat Mulla> S{adra>? b. Bagaimana prinsip-prinsip pemikiran filsafat Mulla> S{adra>? c. Bagaimana rumusan epistemologi ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S{adra>? d. Bagaimana tipologi filsafat Mulla> S{adra> dilihat dari sudut pandang pemikiran Islam? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara spesifik bertujuan untuk mendeskripsikan beberapa hal sebagai berikut: a. Setting pemikiran yang melatarbelakangi pemikiran filsafat Mulla> S{adra>. b. Prinsip-prinsip pemikiran filsafat Mulla> S{adra> c. Rumusan epistemologi ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S{adra>. d. Tipologi pemikiran filsafat Mulla> S{adra> dilihat dari sudut pandang Filsafat Islam. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
207
Fathul Mufid
4. Metode dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah library research (penelitian kepustakaan), dengan menggunakan pendekatan metode kualitatif. Fokus penelitian ini adal\ah epistemologi, yaitu salah satu cabang pokok bahasan dalam wilayah filsafat yang memperbincangkan seluk beluk pengetahuan (Syukur, 2007: 42). Sesuai dengan bahasan sentral epistemologi, maka ruang lingkup penelitian ini adalah meliputi objek ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri>, sumber ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri, metode diperolehnya ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri, dan validitas kebenaran atau keberadaannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik documenter. Sedang metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif-analisis. Kaelan (2005: 57) menyatakan bahwa, selain penelitian filsafat memiliki ciri kualitatif, juga memiliki ciri deskriptif. Deskripsi dalam penelitian filsafat berfungsi untuk melukiskan tentang ciri-ciri khas, unsur-unsur yang terkandung di dalamnya, dan hubungan di antara unsur-unsur pemikiran tersebut. Aplikasinya adalah; pertama, reduksi data, kedua, klasifikasi data, ketiga, display data, dan keempat, penafsiran dan interpretasi data dan pengambilan kesimpulan. Pendekatan epistemologis yang digunakan peneliti dalam memahami teksteks tertulis yang merupakan sumber data adalah pendekatan Hermeneutika yang merupakan teori pengoprasian pemahaman dalam hubungannya dengan interpretasi terhadap sebuah teks untuk memahami makna pesan yang terkandung dalam teks dengan variabelnya (Wijaya, 2009: 23-24). Pendekatan kedua adalah pendekatan filosofis, yaitu berpikir untuk memahami suatu pemikiran, agar hikmah, hakikat atau inti dari suatu pemikiran dapat dimengerti secara seksama. Melalui pendekatan filosofis, seseorang tidak akan terjebak pada halhal yang bersifat formalistis dan verbalistis.
208
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
B. Profil Mulla> S}adra> Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Ibra>hi>m Yahya> al-Qawa>mi> as-Syi>ra>zi>, yang bergelar “S{adruddin”, tetapi beliau lebih populer dengan nama Mullā S{adrā. Terdapat nama atau gelar lain yang diberikan kepada beliau, yaitu al-Muta’allihi>n yang berarti orang yang memperoleh pengetahuan ketuhanan tingkat tinggi. Gelar ini diberikan kepada Mulla> S}adra> karena kedalaman pengetahuan ketuhanannya yang sangat tinggi dan mendalam. Gelar lainnya ialah “Akhund” yang berarti saudara, yaitu saudara sepengajian pengenalan ketuhanan. Mullā S{adrā dalam salah satu bukunya juga diberi gelar “Al-H{aki>m al-Ila>hi> al-Failasu>f ar-Rabba>ni>”, sebagai gambaran kedalaman ilmu dan kedekatannya kepada Tuhan. Ayahnya bernama Ibra>hi>m Yahya> as-Syi>ra>zi>, berasal dari keluarga Qawa>mi>, sebuah keluarga terpandang di kota Syi>ra>z (al-Muz}affar dalam S}adra>, 1981: )ﻨ. C. Hasil Temuan dan Pembahasan 1. Setting Pemikiran Mulla> S}adra> Pemikiran Filsafat Islam pada masa Mulla> S}adra> berada pada fase kematangan, sebagai akumulasi sejarah panjang peradaban Islam yang semula di bawah kekuasaan Muslim bangsa Arab berpindah ke bangsa non-Arab, terutama Persia ketika menjadi titik pangkal perubahan orientasi. Secara epistemologis, Mulla> S}adra> membangun “mazhab baru” Filsafat Islam dengan semangat mengintegrasikan sedikitnya tujuh setting pemikiran yang berkembang di kalangan umat Islam pada waktu itu, yakni; 1) sumber tradisional, yaitu alQur’an, al-Hadis, dan ucapan para Ima>m, 2) sumber klasik filsafat Yunani-Ramawi, 3) tradisi klasik teologi dialektis (ilmu Kalam), 4) pemikiran filsafat Aristotelian cum Neoplatonis yang di-Islamkan oleh al-Farabi dan Ibn Sina yang dikenal dengan filsafat Paripatetik, 5) tasawuf Sunni al-Gaza>li>, 6) filsafat Iluminasi Suhrawardi, dan 7) pemikiran mistik (‘Irfa>n) Ibn ‘Arabi>. Berangkat dari setting pemikiran tersebut, Mulla> S}adra> EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
209
Fathul Mufid
menemukan ide-ide baru yang segar, yang pada gilirannya membentuk maz|hab baru Filsafat Islam, yaitu al-H{ikmah alMuta‘a>liyah (Mutahhari, 2002: 13-14). 2. Prinsip-prinsip Pemikiran Filsafat Mulla> S{adra> Seluruh prinsip dari pemikiran filsafat Mulla> S}adra> saling terkait satu sama lain berkelit-kelindan yang didasarkan pada satu prinsip, yaitu wuju>d. Karenanya al-H{ikmah alMuta‘a>liyah sering kali disebut sebagai filsafat wuju>diyah. Oleh sebab itu, dalam mengkaji epistemologi Mulla> S}adra>, di samping harus memahami setting pemikiran sebelumnya, juga harus memahami prinsip-prinsip pemikiran filsafatnya yang selalu mendasari seluruh bangunan pemikirannya. 2.1. Fundamentalitas Wujud (As}a>lah al-Wuju>d) Kehakikian eksistensi (as}a>lah al-wuju>d), yaitu prinsip bahwa setiap wujud kontingen (mumkin al-wuju>d) terdiri atas dua modus, yaitu eksistensi dan esensi (kuiditas). Salah satu dari dua modus itu tentu ada yang secara nyata menjadi wadah aktual bagi (kehadiran) efek-efek pada realitas, sedangkan yang lain hanyalah “penampakan” (i‘tiba>r) yang dipersepsi oleh benak manusia. Menurut Mulla> S}adra> , dari kedua modus tersebut yang benar-benar hakiki (real) secara mendasar adalah eksistensi, sedangkan esensi (kuiditas) tidak lebih dari “penampakan” belaka (Mut}ahhari, 2002: 80). Prinsip ini merupakan prinsip dasar ontologis dalam filsafat al-H{ikmah al- Muta‘a>liyah dan merupakan prinsip paling utama yang dikemukakan Mulla> S}adra> di antara seluruh prinsip filsafatnya yang lain, mengingat seluruh prinsip filsafat berikutnya bersandar pada prinsip ini. Mulla> S}adra> dalam hal ini sebagaimana para filosof lainnya mencoba menjawab persoalan yang diperdebatkan yang terjadi di antara para filosof dan sufi, yaitu wuju>d (eksistensi) dan ma>hiyah (esensi, kuiditas). Wuju>d merupakan realitas dasar yang paling nyata dan jelas. Tidak ada suatu apapun yang dapat membatasi eksistensi, sehingga tidak mungkin seseorang dapat memberikan satu 210
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
definisi kepada wuju>d. Antara wuju>d dan ma>hiyah menurut Mulla> S}adra> hanya terjadi perbedaan dalam alam pikiran belaka, sedangkan di luar hanya terdapat satu realitas, yaitu Wuju>d (Sadrā, 1981, Jld 1: 55-56, Rahman, 1975: 32). 2.2. Gradasi Wujud (Tasyki>k al-Wuju>d) Prinsip selanjutnya yang dikemukakan Mulla> S}adra> adalah gradasi wujud. Gradasi wujud merupakan gambaran atas wujud tunggal, tetapi memiliki gradasi yang berbeda disebabkan tingkatan kualitas yang ada pada wujud tersebut. Hal ini menyebabkan wujud tersebut memiliki dua sifat pada saat yang bersamaan, yaitu ketunggalan (univok) dan keragaman (ekuivok) yang dalam istilah Mulla> S}adra> disebut “keragaman dalam ketunggalan dan ketunggalan dalam keragaman” (al-kas\ rah fi> ‘ain al-wah}dah wa al-wah}dah fi> ‘ain al-kas|rah) (Sadrā, 1981, Jld 1: 79). Berdasarkan prinsip ini Mulla> S}adra> menyatakan bahwa wujud merupakan pancaran dari “Wujud Tuhan” seperti cahaya memancarkan warna-warna. Wujud Mutlak memancarkan kuiditas-kuiditas (mahiyah) yang bersifat imka>n yang tidak lain merupakan ragam bentuk makhluk (Sadrā, 1981, Jld 1: 70-71). 2.3. Kontinuitas Wujud Prinsip kontinuitas wujud yang dikemukakan Mulla> S}adra> adalah pemikiran tentang tidak adanya perulangan wujud dan kembalinya sesuatu yang tiada (la tukarrir fi alwuju>d wa imtina>’ i‘a>dah al-ma‘du>m). Mulla> S}adra> mengemukakan pandangan bahwa tidak mungkin sebuah bentuk wujud yang telah mewujud dan kemudian menjadi tidak ada, kemudian mewujud kembali dalam realitas. Mulla> S}adra> mengemukakan alasan bahwa, personalitas wujud tersebut merupakan substansi dari wujud tersebut sendiri sebagaimana pembicaraan sebelumnya dalam prinsip as}a>lah al-wuju>d, sehingga tidak mungkin terjadi sebuah bentuk wujud mewujud dalam dua fase berbeda setelah diselingi ketiadaan. Hal tersebut akan menyebabkan realitas wujud yang satu bersumber dari dua EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
211
Fathul Mufid
wujud, sehingga sesuatu yang satu sekaligus satu adalah sesuatu yang banyak. Oleh sebab itu, tersisihkan kemungkinan akan adanya dua wujud yang sama dalam keseluruhan dimensi baik dipisahkan oleh ketiadaan ataupun tidak. Jika kita mengimajinasikan akan adanya dua wujud yang sama pada saat yang sama pastilah ada perbedaan antara keduanya karena lebih dari satu, dan hal tersebut akan mengakibatkan bersatunya dua hal yang kontradiktif (ijtima>‘ al-naqid}ain) yang secara logika ditolak (Sadrā, 1981, Jld 1: 59). 2.4. Wujud Mental (Wuju>d al-Z|ihni>) Mulla> S}adra> juga memiliki prinsip filsafat yang lain dan berkaitan dengan masalah epistemologi, yaitu wujud mental (wuju>d al-z\ihni>). Prinsip wujud mental ini timbul disebabkan persoalan persepsi terhadap objek, bagaimana suatu objek dapat diketahui. Kebanyakan filosof sebelum Mulla> S}adra> mengenal bahwa, kuiditas di balik wujud eksternal terdapat wujud yang lain yang tidak memiliki efek-efek, dan dinamakan sebagai wujud mental. Api secara eksternal yang kita lihat memiliki efek keharusan seperti panas dan membakar, tetapi api yang muncul dalam wujud mental tidaklah memiliki efek keharusan sebagaimana wujud eksternalnya. Api yang hadir dalam mental itulah yang disebut wujud mental (wuju>d z\ihni>) atau wujud internal. Sebagian filosof menganggap wujud mental yang hadir tersebut merupakan gambaran realitas eksternal seperti halnya sebuah lukisan, dan sebagian lainnya bahkan menolak wujud mental tersebut. 2.5. Gerak Substansial (al-Haraka>t al-Jauharriyyah) Persoalan penting yang selalu di bahas oleh para filosof pada umumnya adalah persoalan gerak, karena gerak merupakan bagian mendasar ketika membicarakan kuiditas. Teori tentang gerak ini sangat beragam di antara para filosof. Menurut Mulla> S}adra> tidak mungkin gerakan hanya terjadi
212
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
pada aksiden (al-‘arad})1, karena aksiden selalu bergantung pada substansi, sehingga jika terjadi gerakan pada aksiden, berarti hal tersebut menunjukkan gerakan yang terjadi pada substansi. Jika dapat terjadi gerakan pada kuantitas dan kualitas serta bagian-bagiannya yang tidak terbatas di antara keduanya secara potensial dalam arti bahwa wujud selalu membaharu dalam identitasnya baik pada kuantitas ataupun kualitas, maka hal tersebut dapat juga terjadi pada substansi formatif. Oleh sebab itu, memungkinkan bagi substansi untuk menguat dan menjadi lebih sempurna dalam zatnya sebagai wujud dengan identitas yang satu secara kontinum, berbeda dalam proses sampainya pada identitas dan kesatuan substantif (Sadrā, 1981, Jld 3: 85). 2.6. Kesatuan Subjek dan Objek Pengetahuan (Ittih}a>d al-‘A
l) Prinsip ittih}a>d al-‘a>qil wa al-ma‘qu>l adalah bahwa subjek yang melakukan proses persepsi terhadap wujud dengan objek sebagai yang dipersepsi dan korelasi subjek-objek yang mewujudkan pengetahuan, terjadi kesatuan eksistensial yang sederhana. Objektif objek yang masuk pada diri subjek dalam bentuk visual kuiditas dari wujud eksternal masuk ke dalam jiwa subjek, kemudian jiwa melakukan kreatifitasnya menciptakan wujud mental dari visual objek yang masuk tersebut. Wujud mental tersebut bukan sesuatu yang terpisah dari mental subjek karena wujud adalah sesuatu yang satu. Mulla> S{adra> membagi bentuk sesuatu objek pengetahuan kedalam dua bagian; pertama, bentuk material yang kedirian wujudnya melalui materi, ruang, tempat dan selainnya. Bentuk yang seperti ini wujudnya berdasarkan materi tidak mungkin menjadi objek pengetahuan secara aktual termasuk persepsi, kecuali secara aksidental. Kedua, adalah bentuk yang terlepas dari materi, ruang, dan tempat, baik secara sempurna, yaitu 1 ‘Arad} atau aksiden adalah sesuatu yang tidak memiliki eksistensi bebas, melainkan hanya ada di dalam eksistensi, substansi atau aksidensi lain (Sheikh, 1968: 73).
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
213
Fathul Mufid
objek pengetahuan secara aktual, atau tidak sempurna, yaitu imajinasi atau persepsi secara aktual 2.7. Alam Imajinal (al-‘A>lam al-Mis\a>l) ‘Al merupakan alam yang berada di antara alam jabarut,2 dan alam mulk3 atau alam syaha>dah. Alam imajinal merupakan alam ruhaniah yang pada satu sisi dari segi bentuk dan ukuran dapat terindera mirip dengan substansi jasmani, tetapi pada sisi lain dari segi pancaran cahayanya mirip dengan substansi intelek. Alam imajinal dari sisi keterpisahannya dari materi merupakan alam ruhaniah-ilahiyah, tetapi dari sisi ukuran dan bentuk mirip dengan alam yang memiliki hukum kejadian dan kehancuran (al-kaun wa al-fasa>d). Gagasan tentang alam imajinal sudah dimulai jauh sebelum Mulla> S{adra>, baik oleh Suhrawardi maupun Ibn ‘Arābī, meskipun filosof Paripatetik pada umumnya menolak ide ini, karena menurut mereka pada diri manusia tidak terdapat alam antara. Diri manusia merupakan gabungan dari materi dan ruhani, sehingga tidak menyisakan ruang bagi adanya alam di antara keduanya. Mulla> S{adra> melampaui Suhrawardi dan Ibn ‘Arabī dalam mensistematisasi dan mengembangkan prinsip ini (S}a>biri>,1419 H.: 72). 3. Epistemologi Ilmu H}us}u>li> Mulla> S{adra> 3.1. Definisi Ilmu H}us}u>li> dan Validitas Kebenarannya Ilmu H}us}u>li> adalah pengetahuan yang didapat berdasarkan proses korespondensi yang terjadi antara subjek internal dengan objek eksternal, sehingga keduanya merupakan eksistensi independen yang berbeda satu sama lain. Melalui kreteria korespondensi tersebut, ilmu H}us}u>li> ‘Ala>m Jabarut adalah alam Tuhan Yang Maha Kuasa, alam sumber. Hakikat Muhammad yang berhubungan dengan tingkatan sifat-sifat. Di dalam alam ini terdapat berbagai kolam atau wadah non-manifestasi yang darinya memancar eksistensi (Amstrong, 1996: 24). 3 ‘Ala>m al-Mulk adalam materi, Kerajaan lahiriyah, alam peristiwa atau Makrokosmos, alam pengalaman yang bisa diindera yang kasat mata (Amstrong, 1996:25). 2
214
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
memiliki kemungkinan benar dan juga ada kemungkinan salah, jika tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang layak. Apabila tidak ada kerentanan terhadap kesalahan, maka tidak ada pula makna bagi kebenaran. Dualisme kebenaran dan kesalahan hanya berlaku dalam perlawanan yang layak dimana kemungkinan salah satu pihaknya merupakan tolok ukur bagi kemungkinan pihak lain. 3.2. Eksistensi Ilmu H}us}u>li> Mulla> S{adra> berpendapat bahwa pengetahuan manusia berdasarkan eksistensinya ada dua macam, yaitu: eksistensi eksternal (al-wuju>d al-kha>riji> wa al-‘aini>) dan eksistensi internal (mental) (al-wuju>d al-z\ihni>). Eksistensi mental (internal) yaitu kemampuan jiwa untuk mewujudkan suatu objek eksistensi eksternal dalam bentuk visual ke dalam eksistensi internal (mental) yang bukan bebentuk visual (Sadrā, 1981, Jld 1: 166). Status wujud mental (internal) berbeda sama sekali dengan status wujud eksternal. Oleh sebab itu, ketika sesuatu menjadi objek pengetahuan, ia memperoleh suatu jenis wujud baru, di mana karakteristik wujud eksternalnya dihilang-kan dan memperoleh karakteristik tertentu yang baru (Rahman, 1975: 210). Mengenai eksistensi ilmu H}us}u>li>, dalam kitab al-Asfa>r (1981, jld 1 dan 2) Mulla> S{adra> mengelompokkan secara garis besar menjadi empat macam, yaitu: 1. Ilmu T}abi>‘iyya>t (Fisika), yaitu ilmu yang diperoleh lewat penelitian empiris yang berhubungan dengan segala sesuatu yang menyangkut dunia fisik, seperti benda mati (jama>d), mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia secara biologis. 2. Ilmu Ila>hiyya>t (Metafisika), yaitu ilmu yang diperoleh lewat penalaran logis, perasaan batin, maupun pemahaman terhadap sumber agama (al-Qur’an, Hadis, dan perkataan para Ima>m yang meliputi tiga hal. Pertama, menyangkut realitas ontologis, baik materi maupun forma, termasuk EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
215
Fathul Mufid
kajian jiwa manusia yang begitu dominan. Kedua, realitas meta-empiris (‘a>lam al-gaib), seperti surga, neraka, kenabian dan sebagainya. Ketiga, Tuhan sebagai puncak ‘a>lam gaib. 3. Ilmu Mantiq (Logika), yaitu ilmu yang mengkaji tentang kaidah-kaidah berfikir yang benar, sehingga menghasikan pada kesimpulan yang benar, terhindar dari kesalahan berfikir, atas dasar argumentasi yang benar pula. Hal ini berarti kajiannya membicarakan cara penyimpulan, analogi, dan juga dalam membuat definisi yang benar serta cara mengajukan argumentasi yang benar. 4. Ilmu Riya>d}iyya>t (Matematika), yaitu ilmu yang membahas tentang konsep pikiran yang berkaitan dengan demensi dunia fisik, tetapi bukan tentang materinya yang meliputi ilmu tentang bilangan, ukuran, ruang, dan termasuk teori gerak. 3.3. Sumber Ilmu H}us}u>li> Mengenai sumber ilmu H}us}u>li>, Mulla> S{adra> dalam kitab Iksi>r al-‘A>rifi>n (1984: 133) membagi kepada sumber ‘aqliyyah dan sumber syar‘iyyah. Sumber ‘aqliyyah ialah ilmu yang diperoleh dengan penyelidikan indera dan akal, sedangkan syar‘iyyah diperoleh melalui informasi wahyu. Ilmu syar‘i terdiri dari dua macam, yaitu ilmu Us}u>l dan ilmu Furu>‘. Ilmu Us}u>l terdiri dari ilmu Tauhid, risalah, kitab-kitab kenabian, Ima>mah, dan ilmu tentang ma‘a>d (akhirat). Ilmu Furu>‘ terdiri dari ilmu tentang fatwa-fatwa, putusan-putusan, undang-undang, pernikahan, dan lain sebaginya. Ilmu ‘aqli juga terdiri dari ilmu us}u>l dan ilmu furu>‘. Ilmu us}u>l-nya ada yang bersifat naz}a>riyah (pemikiran), yaitu ilmu ila>hiyya>t, ilmu riya>d}iyya>t, dan ilmu ta>bi‘iyya>t, dan ada yang bersifat ‘amaliyyah, yakni ilmu untuk mendidik akhlak (tahz\i>b al-akhla>q), ilmu mengatur rumah tangga, dan ilmu untuk mengatur masyarakat. Sedang ilmu furu ‘-nya banyak sekali jumlahnya, seperti ilmu menjahit pakaian, ilmu pertukangan, dan lain sebagainya.
216
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
3.4. Metode Memperoleh Ilmu H}us}ul> i> Ada dua metode, yaitu: metode naqli> dan metode ‘aqli. Metode naqli> adalah cara memperoleh ilmu berdasarkan informasi yang berasal dari sumber agama, yaitu al-Qur’an, Hadis dan perkataan orang-orang suci atau para Ima>m, terutama Imam ‘Ali ibn Abi T{a>lib Kw. Pendapat ini sejalan dengan tradisi ilmu tradisional umat Islam dari kalangan Syi‘ah Is|na> ‘Asyariyyah. Metode ‘aqli> dalam memperoleh ilmu H}us}u>li> menurut Mulla> S{adra> ada empat macam, yaitu ih}sa}si> (persepsi), takhayyul (imajinasi), tawahhum (estimasi), dan ‘aqli ta’aqquli> atau disebut dengan konsepsi atau inteleksi. Mulla> S{adra> berpendapat bahwa; pertama, pengetahuan H}us}u>li> dapat diperoleh melalui pemberdayaan akal dengan perantara pengamatan empiris (‘aqli> ih}sa>si>), melalui external sense dan internal sense yang disebut dengan persepsi. Persepsi adalah hasil pengamatan secara empiris (ihsa>si>) yang dengannya manusia mampu memperoleh pengetahuan. Kedua, takhayyul (imajinasi), yaitu memperoleh ilmu melalui pengamatan terhadap suatu objek yang tidak nampak dengan mengetahui seluruh karakternya, sesuai dengan teori al-ma‘qu>la>t al-‘asyr dari Aristoteles (Sadrā, 1981, Jld 4: 3). 4. Epistemologi Ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S{adra> 4. 1. Hakikat Ilmu H}ud}u>ri> Amin Abdullah (2006: 17) mendefinisikan ilmu H}ud}u>ri> adalah suatu bentuk pengetahuan yang diperoleh manusia begitu saja adanya, tanpa harus melibatkan kerja akal pikiran secara konsepsional, sehingga pengetahuan jenis ini terbebas dari dualisme antara kebenaran dan kesalahan. Ilmu H}ud}u>ri> dalam kajian tasawuf disebut pengetahuan Kasyfi4, dan juga disebut dengan ilmu Ladunni>, yaitu realitas eksistensial 4 Kasyfi adalah metode pemahaman tentang apa yang tertutup bagi pemahaman rasional dan sensual yang tersingkap bagi seseorang seakanakan dia melihat dengan mata telanjang (Hadziq, 2005: 33-34). Salah satu jenis pengalaman langsung yang melahirkan pengetahuan tentang hakikat diungkapkan dalam hati sang hamba dan pecinta (Amstrong, 1996: 137). EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
217
Fathul Mufid
yang hadir dalam diri subjek, atau diketahui secara kehadiran tanpa perantara apapun. Sementara pengetahuan yang antara subjek (‘a>lim) dengan objek yang diketahui (ma‘lu>m) terdapat perantara disebut pengetahuan h}us}u>li>, yaitu gambaran tentang sesuatu yang ditangkap oleh jiwa dengan perantara salah satu panca indera eksoterik (fisik) (Labib, 2004: 66). Menurut Mulla> S{adra>, ilmu H}ud}u>ri> atau ilmu Ladunni dikategorikan sebagai pengetahuan yang diperoleh manusia tanpa proses belajar dan usaha mencarinya,5 tetapi sebagai pemberian langsung dari Allah atau penarikan Ilahi. Ilmu H}ud}u>ri> dapat diperoleh manusia dengan beberapa aktifitas lain yang dapat menghubungkannya ke alam kesucian, bukan dengan cara belajar ilmu tersebut, yaitu; 1) aktifitas merenung secara serius dengan niat ikhlas mendekatkan diri kepada Alllah SWT, 2) melaksanakan perintah Allah dan berżikir dengan tekun dan rendah hati, 3) meninggalkan syahwat dengan berpuasa, dan 4) menolak pengaruh dunia dan mengasingkan diri dari manusia (Sadrā, 1981, Jld 4: 297). Mulla> S{adra> di sini nampak sejalan dengan Suhrawardi yang menyatakan bahwa ilmu H}ud}u>ri> hanya bisa diperoleh manusia dengan observasi ruhani berdasarkan muka>syafah dan illuminasi dengan lebih menekankan aspek muja>hadah,6 riya>d}ah,7 dan ibadah daripada memaksimalkan fungsi rasio (Drajat, 2005: 135-136). Ada tiga ciri utama ilmu H}ud}u>ri>, yaitu: 1) ia hadir secara eksistensial di dalam diri subjek, 2) ia bukan merupakan Maksudnya adalah tidak melalui perantara pencerapan indera (alhawas) maupun melalui proses penalaran logis dalam bentuk konsep-konsep, melainkan lewat ilham setelah kondisi hati seseorang memenuhi syarat untuk menerimanya. 6 Mujāhadah adalah kesungguhan dalam perjuangan meninggalkan sifat-sifat jelek atau upaya spiritual melawan hawa nafsu dari berbagai kecenderungan jiwa rendah (Amstrong, 1996: 190). 7 Riyādah adalah latihan spiritual dengan mengurangi makan, minum, dan tidur, serta berkiumpul dengan orang dengan memperbanyak zikir, shalat, berdo’a, dan tafakkur guna menjernihkan hati agar mempeoleh nur atau petunjuk langsung dari Allah SWT (ilha>m). Perjuangan melawan dorongan hawa nafsu atau kesungguhan dalam beribadah tanpa mengharapkan balasan, untuk memperoleh pengetahuan intuitif melalui metode kasyf (Hadziq, 2005: 34). 5
218
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
konsepsi yang dibentuk dari silogisme yang terjadi pada mental, dan 3) ia bebas dari dualisme kebenaran dan kesalahan (al-Walid, 2005: 113). Ilmu H}ud}u>ri> menurut Mulla> S}adra> pada hakikatnya terdiri dari dua tingkatan; Pertama, berupa wahyu,8 yakni bagi jiwa yang suci dari tabiat yang kotor dan buruknya perbuatan maksiat, dan suci dari akhlak yang tercela, sehingga mampu menghadap kepada Tuhannya, berserah diri kepadaNya, dan bersandar pada pancaran-Nya. Oleh sebab itu, Allah berkenan memperhatikannya dengan sebaik-baik pertolongan dan menyambut panghadapannya dengan penuh, sehingga Allah menjadikan jiwanya bagaikan lembaran kertas (lauh}}) dan pena (qalam)9 dari akal universal (‘aql al-kulli>)10. Akal universal berperan sebagai guru dan jiwa yang suci berstatus murid, sehingga berhasil memperoleh semua ilmu dan gambaran semua hakikat dengan tanpa proses belajar. Kedua, berupa ilha>m, yaitu bagi jiwa yang memperoleh pancaran Ilahi sesuai dengan kapasitas dan kersiapannya untuk mengakses apa yang ada di lembaran catatan segala sesuatu (lauh}}). Ilha>m itu mirip dengan wahyu, hanya saja wahyu lebih jelas dan lebih kuat dari pada ilha>m. Wahyu merupakan ilmu kenabian, dan ilha>m adalah ilmu Ladunni> yang keaadannya bagaikan cahaya sebuah pelita dari alam gaib yang memancar pada hati yang jernih dan bersih. Jadi, ilmu H}ud}u>ri> yang berupa wahyu maupun ilha>m adalah ilmu yang langsung Wah}yu hanya khusus untuk para Nabi, karena dia merupakan konsekuensi kenabian dan kerasulan (S}adrā, 1984: 124). Oleh sebab itu, wah} yu yang diterima oleh para Nabi dan Rasul harus disampaikan kepada umat, dan mereka yang telah mendapatkan dakwah dari para Nabi dan Rasul wajib mengikutinya. Perbedaan antara wah}yu dan ilha>m terletak pada cara penyampaiannya, yakni wah}yu melalui perantara (Jibri>l), sementara ilha>m tidak melalui perantara (Amin, 1983: 22). 9 Al-qalam adalah maujud bersifat akal yang menengahi antara Allah dan ciptaan-Nya. Di dalamnya terdapat semua bentuk atau forma segala sesuatu dalam rupa yang bersifat konseptual (S{adrā, 1377 H.: 92). 8
Akal universal lebih mulia, lebih sempurna, lebih kuat, dan lebih dekat kepada Yang Maha Tinggi dari pada jiwa universal. Dari pelimpahan akal universal menghasilkan wahyu, dan dari pancaran jiwa universal menghasilkan ilham (Solihin dan Anwar, 2002: 25). 10
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
219
Fathul Mufid
diberikan oleh Allah SWT ke dalam hati manusia yang bersih dari berbagai kotoran. 4.2. Objek Ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S{adra> berpendapat bahwa secara substansial pengetahuan yang dihasilkan oleh diri subjek merupakan bentuk (s}u>rah) dari sebuah objek yang hadir di dalam mental subjek. Kehadirannya pada alam mental merupakan bentuk eksistensi mental, sehingga persepsi subjek terhadap objek yang masuk sebagai persepsi terhadap eksistensi mental. Hal yang demikian ini merupakan objek hakiki dari ilmu H}ud}u>ri>, karena ilmu yang demikian ini merupakan eksistensi mental (internal) (Sadrā, 1981, Jld 3: 300-301). Hal yang demikian ini, karena Mulla> S{adra> mengakui adanya dua unsur wujud, yaitu ma>ddah (materi) dan s}u>rah (bentuk), yang keduanya merupakan suatu kesatuan tak terpisahkan dalam suatu realitas yang menjadi objek pengetahuan (Sadrā, 1981, Jld 5: 145). Objek ilmu H}ud}u>ri> sebagai ilmu yang diperoleh tanpa perantara apapun, wujudnya adalah seperti ilmu keakhiratan dan ilmu-ilmu penyingkapan (kasyfiyah), yang tidak bisa diperoleh kecuali dengan intuisi dan ekstase (z\auq wa wijda>n).11 Ilmu akhirat ialah ilmu yang terkait dengan hal-hal gaib yang terangkum dalarn rukun iman, yaitu pengetahuan tentang Allah, Malaikat, kitab-kitab, Rasul-Rasul dan hari kiamat. Sadrā menyebut jenis ilmu ini dengan ilmu musyāhadah12 dan muka>syafah, karena pembenarannya tidak hanya berdasarkan Wijda>n adalah ekstase spiritual yang datang kedalam hati secara tak terduga-duga. Mereka yang mengalaminya tak lagi menyaksikan dirinya sendiri dan orang lain. Kemabukan datang melalui energi spiritual yang dahsyat dan turun kepada sang hamba. Hal ini menyelimuti indera-indera dan menyebabkan reaksi-reaksi fisik yang hebat, menguasai tubuh, pikiran, dan hati (Amstrong, 19996: 313). 12 Musya>hadah adalah sejenis pengetahuan atau penyaksian langsung tentang hakikat yang terjadi dalam berbagai cara, seperti menyaksikan Allah dalam segala sesuatu, menyaksikan sebelum, sesudah, atau menyaksikan dalam segala sesuatu, dan menyaksikan Allah secara langsung (Amstrong, 1996: 202). 11
220
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
logika melainkan juga melalui mata hati (al-bas}i>rah) (Sadrā, 1974: 4). 4.3. Metode Diperolehnya Ilmu H}ud}u>ri> Menurut Mulla> S{adra>, ilmu H}ud}u>ri> hanya bisa diperoleh manusia yang telah mengosongkan jiwanya dari dorongandorongan syahwat dan kesenangan-nya, serta membersihkan dari berbagai kotoran duniawi dan sifat-sifatnya. Akibatnya hati menjadi terang bagaikan cermin yang mengkilap, dan tercetak di dalamnya berbagai bentuk hakikat segala sesuatu, karena jiwa telah menyatu dengan ‘Aql Fa‘a>l. Mulla> S{adra> dalam kitab al-Syawa>hid al-Rububiyyah (1967: 346-347) menjelaskan bahwa jiwa manusia berpotensi untuk menangkap hakikat segala sesuatu, baik yang wajib maupun yang mumkin wujudnya. Jiwa manusia itu bagaikan sebuah “cermin” yang terhalang oleh h}ija>b-h}ija>b 13 dalam menangkap hakikat segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah SWT sampai hari kiamat di Lauh}} Mah}fu>z}.14 Jika h}ija>b-h}ija>b itu bisa dihilangkan, maka nampaklah dengan jelas semua ilmu dari cermin ‘aqli ke cermin nafsani> (jiwa manusia). Mulla> S{adra> juga memiliki konsep kesempurnaan pengetahuan (ma‘rifah) melalui tahapan-tahapan dari ketidaksempurnaan menuju Yang Maha Sempurna, yang dikenal dengan al-asfa>r al-‘aqliyah al-arba‘ah (empat perjalanan akal menuju kesempurnaan), di mana seorang pejalan (sa>lik) akan memperoleh pengetahuan kakiki pada safar kedua dan ketiga (Sadrā, 1981, Jld 1: 14-17), yaitu: H{ija>b atau tirai adalah segala sesuatu dari diri manusia yang menghalanginya untuk berhubungan dengan Allah, atau orang yang kesadarnnya dikuasai oleh hawa nafsunya (Anwar, 2002: 77, S{adra>, 2004: 238). 14 Lauh} Mah}fu>z} adalah lembaran terjaga yang di atasnya al-qalam menulis nasib dan taqdir semua makhluk. Lauh} mah}fu>z} juga disebut jiwa universal (al-nafs al-kulliyyah). Substansi bersifat jiwa dan malaikat ruhaniah yang menerima ilmu-ilmu dari Qalam dan mendengar kalam Allah darinya. Al-qalam adalah maujud bersifat akal yang menengahi antara Allah dan ciptaan-Nya. Semua bentuk atau forma segala sesuatu dalam rupa yang bersifat konseptual terdapat di dalamnya (S{adra>, 1377 H.: 92). 13
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
221
Fathul Mufid
Pertama, perjalanan dari makhluk menuju Zat Yang Maha Benar (min al-khalq ila> al-H{aqq), yaitu pengembaraan dari maqa>m nafsu (nafs) ke maqa>m hati (qalb), dari maqa>m hati ke maqa>m ruh (ru>h), 15 dan dari maqa>m ru>h menuju tujuan terakhir (al-maqs}ad al-aqs}a>) atau tujuan tertinggi (al-bahjah al-kubra>). Maqa>m terakhir ini disebut juga dengan maqa>m fana>’ 16 di dalam Zat Tuhan (al-fana>’ fi> az-Z|at) yang di dalamnya terkandung rahasia (sirr), 17 yang tersembunyi (al-kha>fi),18 dan yang paling tersembunyi (al-akhfa>’).19 Sirr adalah ke-fana>’-an z|a>t-Nya, khafa> adalah ke-fana>’-an sifat dan perbuatan-Nya, dan akhfa> (paling tersembunyi) adalah ke fana>’ an kedua fana>’ di atas, baik zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Kedua, adalah perjalanan dari Tuhan menuju Tuhan dengan Tuhan (min al-H{aqq ila> al-H{aqq bi al-H{aqq). Perjalanan kedua ini dimulai dari maqa>m Zat menuju maqa>m Kamala>t Ru>h adalah pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali kepada sumbernya. Ru>h berusaha menarik hati kepada Allah, sedang nafs (jiwa rendah) berupaya menjerebabkan hati. Ru>h manusia adalah juga ru>h Allah, karena Allah telah meniupkan ru>h-Nya ke dalam diri manusia (Amstrong, 1996: 244). 16 Fana>’ adalah penafian diri atau peniadaan diri, saat bersatu dengan Allah di mana manusia mengalami peniadaan diri, yaitu hilangnya batasbatas individual dalam keadaan kesatuan. Fana>’ adalah tahap akhir dalam kenaikan atau perjalanan menuju Allah di mana sang muri>d melewati berbagai tingkatan fana>’ yang masing-masing mendekatkan dirinya pada tujuan. Ada ratusan bahkan ribuan fana>’ yang setiap kali sebuah kejahilan dihilangkan dan diganti dengan pengetahuan, sang muri>d mengalami fana>’ (Amstrong, 1996: 66). 17 Sirr atau rahasia, misterius adalah inti yang paling dalam dari wujud sesuatu merupakan istilah Sufi dan al-Qur’an yang umum dengan suatu sebaran kebijaksanaan konotasi-konotasinya. Substansi halus dan lembut dari rahmat Allah yang merupakan relung kesadaran paling dalam, tempat komunikasi rahasia antara tuhan dengan hamba-Nya. Inilah tempat paling tersembunyi di mana Allah memanifestasikan rahasia-Nya kepada diri-Nya sendiri (Amstrong, 1996: 205). 18 Kha>fi adalah kesadaran yang paling dalam yang merupakan sebuah kelembutan dan kehalusan ilahi yang tersembunyi dalam ru>h. Ia ditempatkan di sana oleh Allah sebagai amanat untuk dibangkitkan dan diaktualisasikan manakala sang pecinta telah diliputi cinta Ilahi (Amstrong, 1996:140). 19 Akhfa> adalah relung kesadaran yang paling dalam, tempat seseorang yang mengenal Allah, melihat Allah melalui Allah. Namun sesungguhnya Allah sajalah yang melihat (Amstrong, 1996: 23). 15
222
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
hingga hadir dalam kesempurnaan Tuhan dan mengetahui seluruh Nama Tuhan. Seseorang yang telah mencapai maqa>m ini, zatnya, sifatnya, dan perbuatannya fana>’ di dalam Zat, Sifat dan Perbuatan Tuhan. Dia mendengar dengan Pendengaran Tuhan, melihat dengan Penglihatan Tuhan, berjalan dengan Bantuan Tuhan, dan bertindak dengan Tindakan Tuhan. Perjalanan kedua ini berakhir sampai ke daerah kewalian (da>ira>t al-wila>ya>t). Ketiga, adalah perjalanan dari Tuhan menuju makhluk dengan Tuhan (min al-H{aqq ila> al-Khalq bi al-H{aqq). Setelah menempuh perjalanan melalui maqa>m-maqa>m, ke-fana’-annya berakhir, lalu dia kekal (baqa>’)20 dalam kekekalan (baqa>’) Tuhan. Lalu dia menempuh perjalanan melalui alam jabarut, alam malaku>t, dan alam nasu>t, lalu melihat alam semesta melalui Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan. Dia (sa>lik) mengecap nikmat ‘kenabian’, meskipun dia bukan nabi dan mem-peroleh ilmu ketuhanan melalui Zat, Sifat, dan Perlakuan Tuhan. Keempat, adalah perjalanan dari makhluk ke makhluk dengan Tuhan (min al-khalq ila> al-khalq bi al-H{aqq). Seorang sa>lik mengamati makhluk dan menangkap kesan-kesan yang ada pada makhluk itu. Dia mengetahui kebaikan dan kejahatan makhluk, lahir dan batin, di dunia ini dan di dunia yang akan datang. Dia membawa ilmu yang dibutuhkan makhluk, mengetahui mana yang membawa mad}arat dan mana yang membawa manfaat, mengetahui mana yang membahagiakan dan mana yang mencelakakan. Dia dalam kehidupannya, senantiasa bersama dengan al-H{aqq karena wujudnya telah terpaut dengan Tuhan dan perhatian-nya kepada makhluk tidak mengganggu perhatiannya kepada Tuhan. Baqa>’ adalah kebadian sesudah ke-fana>’-an, di mana kaum ‘a>rif menetap dalam Allah, tapi pergi kembali kepada makhluk dengan cinta, kemurahan, kehormatan dan kemuliaan. Dia menyuruh kembali ke dunia untuk menyempurnakan mereka yang belum sempurna. Baqa>’ adalah kembalinya sang hamba kepada manusia dalam jubah kehormatan, di mana dia melihat Allah ada dalam segala sesuatu dan pada setiap saat (Amstrong, 1996: 48). 20
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
223
Fathul Mufid
Mulla> S{adra> berpendapat bahwa, ma‘rifah dapat dicapai manusia ketika dia rnelakukan perjalanan (safar) kedua dan ketiga. Pada safar kedua, yaitu dari al-H{aqq menuju al-H{aqq bersama al-H{aqq (min al-H{aqq ila> al-H{aqq bi al-H{aqq), atau dari maqa>m fana>‘ zat menuju maqa>m kesempumaan (kama>la>t), sehingga terjadi fana>‘ yang utuh, yakni z|a>t, s}ifa>t dan af‘a>l. Manusia dalam perjalanan ini mangalami fana>‘ dengan z\a>t, s}ifat dan af’a>l Tuhan. Fana>‘ z\a>t ialah dalam bentuk sirr, fana>‘ s}ifat dan af‘a>l dalam bentuk khafi>, dan fana>‘ total (al-fana>‘ ‘an al-fana>‘iyyi>h) dalam bentuk akhfa>. Akhirnya, manusia memperoleh sirr, khafi>, dan akhfa> sekaligus (S{adrā, 1981, jld 1: 15). Manusia (sa>lik) dalam maqa>m (safar) ini mendengar dengan pendengaran Tuhan, melihat dengan penglihatan Tuhan, dan bertindak dengan tindakan Tuhan. Akhir dari perjalanan kedua ini manusia memasuki zona kewalian (da>irah al-wila>yah). Safar ini disebut dari al-H{aqq menuju al-H{aqq (min al-H{aqq ila> al-H{aqq) karena dia dengan Tuhan sudah menyatu, sehingga dirinya dan Tuhan tidak dapat dipisahkan lagi. Dia disebut bersama al-H{aqq (bi al-H{aqq), karena dia sudah mencapai taraf wali> dengan kesempumaan utuh, atau insa>n al-ka>mil, seperti dalam teori Al-Jilli>. Menurut Mulla> S{adra> dalam perjalanan ini juga mencapai fana>‘ total dengan Tuhan, sehingga mampu mengetahui rahasia segala sesuatu, termasuk rahasia-rahasia Ketuhanan. Sedangkan pada perjalanan ketiga, yaitu dari al-H{aqq menuju makhluk dengan al-H{aqq (min al-H{aqq ila> al-khalq bi alH{aqq), yakni ketika ruhani manusia mencapai zona kewalian, dengan melewati maqa>m-maqa>m di atas (sirr, khafi> dan akhfa>’), maka seseorang akan menjadi baqa>’ dalam ke-baqa>’-an Tuhan, sehingga mampu menempuh perjalanan di alam Jabarut, alam Malaku>t dan alam Nasut.21 Melalui perjalanan ini seseorang akan Na>su>t adalah alam panca indera manusia (Amstrong, 1996: 25). Dunia kemanusiaan, dicerap melalui indera fisik, dunia fenomenal materia, yang oleh al-Gaza>li> disebut sebagai ‘ala>m al-mulk wa as-syaha>dah (Trimingham, 1999: 159). 21
224
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
mengetahui rahasia-rahasia Ke-tuhanan pada alam Jaba>rut, karena dia mengecap nikmat kenabian, meski dia bukan seorang nabi. Dia juga mampu mengetahui rahasia-rahasia kemalaikatan pada alam Malaku>t, dan mampu mengetahui seluruh rahasia alam semesta pada alam Na>su>t (Sadrā, 1981, jld 1: 15-16). Jadi, ma‘rifah tampil dalam dua bentuk, yaitu muka>syafah dan musya>hadah. Muka>syafah ialah tersingkapnya tabir pembatas di antara dunia jasmani dan rohani, sehingga mampu memperoleh pengetahuan yang bersifat rahasia. Musya>hadah yaitu kemampuan manusia melihat secara rohani terhadap berbagai informasi yang bersifat rohani pula. Kedua kemampuan ini, karena diperoleh tanpa upaya rasio (rasionalisasi) yang disebut Mulla> S{adra> sebagai penyaksian langsung (wujda>n), dan karena diperoleh berdasarkan anugerah Tuhan, sehingga disebut taufi>q, hida>yah dan ilha>m (Sadrā, 1336 H., Jld 5: 235). 4.4. Validitas Keberadaan Ilmu H}ud}u>ri> Mengenai validitas keberadaan ilmu H}ud}u>ri>, Mulla> S{adra> menjelaskan adanya tiga kategori qalb atau hati manusia, yaitu: 1. Hati yang condong kepada ketakwaan, membersihkan diri dengan riya>d}ah, dan menjernihkannya dari akhlak yang kotor, serta di dalamnya terdapat dorongan untuk berbuat baik yang berasal dari alam malaku>t (Sadrā, 1366 H., Jld 5: 235). 2. Hati yang dihinakan, cenderung mengikuti nafsu syahwat, terbuka baginya pintu-pintu godaan setan, tertutup baginya pintu-pintu bimbingan Malaikat, dan semua kejahatan mempengaruhinya dengan tetap mengikuti nafsu syahwat (Sadrā, 1366 H., Jld 5: 236). 3. Hati yang silih berganti antara dorongan mentaati Allah dan mengikuti godaan setan, sehingga terjadi saling tarik menarik di antara kekuatan tentara Malaikat di satu pihak, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
225
Fathul Mufid
dan kekuatan tentara setan di pihak lain22 (Sadrā, 1366 H., Jld 5: 239). Menurut Mulla> S{adra> ilmu H}ud}u>ri> yang secara eksistensial adalah wahyu dan ilha>m diperoleh manusia lewat qalb yang memiliki kreteria tertentu, yakni qalb yang telah menjadi jiwa yang suci (al-nafs al-qudsi), sehingga memperoleh pancaran dari jiwa universal (al-nafs al-kulliyah) dengan aksesnya via bala tentara malaikat. Hati yang kotor akan memperoleh bisikan yang disebut “waswas” yang aksesnya via bala tentara setan. Oleh sebab itu, validitas ke-beradaan ilmu H}ud}u>ri> bukan berupa korespondensi antara subyek dengan obyek eksternal, tetapi koherensi atau konsistensi antara teori Mulla> S{adra> tentang hubungan jiwa yang suci (al-nafs al-qudsi>) dengan jiwa universal (al-nafs al-kulliyyah) dengan eksistensi wahyu dan ilha>m yang telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh seluruh umat Islam. Mengenai bisikan hati, al-Gazali> (2009:143) memerinci menjadi empat macam, yaitu; 1) bisikan hati yang datang dari Allah sebagai bisikan awal, maka disebut al-kha>t}ir (pengusik), b) lintasan hati yang sesuai karakteristik manusia yang disebut an-nafs (jiwa), 3) bisikan hati yang datang dari ajakan setan disebut dengan waswa>s, dan 4) bisikan hati yang datang dari Allah disebut ilha>m. Bisikan yang datang dari Allah pada awalnya, terkadang berupa kebaikan, kemuliaan dan dukungan argumentasi, tetapi kadang-kadang juga berupa keburukan sebagai ujian. Bisikan yang datang dari pemberi ilha>m tidak akan terjadi, kecuali mengandung amal baik, karena Dia Pemberi nasehat dan petunjuk. Sedang bisikan yang datang dari setan, tidak datang kecuali dengan kejahatan. Terkadang, mengandung amal baik, tetapi di baliknya ada makar dan perangkap setan. Adapun bisikan yang tumbuh dari hawa Untuk membedakan antara bisikan Malaikat dan setan adalah dengan mengujinya melalui syari’at. Jika apa yang dibisikkan itu sesuai dengan syari’at dalam semua dimensinya, maka dapat dipastikan berasal dari malikat, tetapi jika sebaliknya berarti bisikan setan. 22
226
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
nafsu, tidak bisa luput dai keburukan, tetapi kadang suka menampakkan kebaikan, namun bukan karena zatnya. Pendapat Mulla> S{adra> bahwa keberadaan ilmu H}ud}u>ri> adalah wahyu yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul, dan ilha>m yang dimiliki oleh para Nabi dan Wali23 melalui hati (qalb) yang bersih dari berbagai kotoran dan bebas dari berbagai gambaran duniawi, adalah juga sejalan dengan pendapat al-Gazali> sebagai tokoh teolog dan sufi Sunni. Al-Gazali> menyatakan bahwa, hati (qalb) adalah tempatnya ilmu hakikat dan ma‘rifah kepada Allah. Hati dapat mengetahui Allah SWT, mendekat kepada-Nya, dan beramal karena-Nya, serta berjalan menuju-Nya. Manusia dengan hati dapat menyingkap ilmu apa saja yang ada di sisi-Nya (al-Gazali>, tt., juz 3: 2). Dia juga berpendapat, bahwa orang yang berbuat dosa sesungguhnya dia telah menorehkan noda pada cermin hatinya. Sedang perbuatan taat kepada Allah yang disertai taubat dan berpaling dari dorongan syahwat, akan membuat hati menjadi cemerlang (al-Gazali>, tt., juz 3: 12). Pendapat Mulla> S{adra> tersebut koheren atau konsisten dengan al-Qur’an, surat an-Nur, ayat 35, surat al-Zumar, ayat 22, surat al-Kahfi, ayat 65, dan Hadis Nabi yang sudah diakui kebenarannya dalam keilmuan Islam. Mulla> S{adra> memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan mengurai jenis-jenis qalb menjadi tiga, yaitu qalb yang condong kepada ketakwaan, qalb yang condong kepada nafsu syahwat, dan qalb yang silih berganti antara kedua dorongan tersebut, tergantung dorongan mana yang lebih dominan. Menurut Mulla> S{adra>, qalb jenis pertama itulah yang mampu memperoleh ilha>m ilmu Ladunni via kekuatan malaikat, yang disebut Mulla> S{adra> dengan “taufi>q”, dan juga qalb yang ketiga, ketika tarikan kekuatan via malaikat yang dominan. Sedang Wali> adalah orang yang diturutkan urusannya oleh Allah, orang yang melakukan kepatuhan kepada Allah, sebagai teman dekat Tuhan (Labib, 2004: 122). Orang yang mengetahui hak-hak Allah, melakukan perintah-Nya, mempunyai hati yang bersih dalam menyikapi segala sesuatu milik Allah, dan percaya penuh kepadaNya, maka dia adalah manusia yang diridhai dan dia adalah wali Allah yang terpilih (Jumantoro dan Munir, 2005: 282). 23
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
227
Fathul Mufid
qalb jenis kedua, hanya berpotensi mendapatkan bisikan dari setan yang disebut Mulla> S{adra> dengan “waswa>s”, dan juga qalb ketiga, ketika tarikan kekuatan setan yang lebih dominan (Sadrā,1366 H., Jld 5: 235-239). Berdasarkan dari uraian di atas, jelas bahwa epistemologi ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S{adra> didukung oleh argumentasi rasional, penghayatan intuitif, dan secara formal dapat dipertanggung jawabkan secara syari’ah (al-Qur’an dan as-Sunnah). Hal ini merupakan kelebihan epistemologi ilmu H}ud}u>ri> Mulla> S{adra> dibanding dengan konsep epistemologi ilmu H}ud}u>ri Suhrawardi yang hanya bertumpu pada penghayatan intuitif dan rasio saja. 5. Tipologi Pemikiran Filsafat Mulla> S{adra> Menurut Mulla> S{adra> , memang semua metode dalam perolehan pengetahuan, yakni metode empiris, rasional, gnostis dan kasyf adalah cara yang valid. Namun, untuk mencapai pengetahuan terhadap konsep-konsep realitas metafisik, seseorang hanya bisa menggunakan motede rasional, gnostis dan penyingkapan. Alasannya adalah indera tidak memiliki akses kepada domain konsep-konsep metafisis, dan juga karena kebenaran tidak bisa diungkapkan melalui metode dialektis. Dia dalam hal mencapai pengetahuan konsep-konsep metafisis mengacu kepada metode gnostis dan burha>n dengan merujuk kepada pesan suci para Nabi. Berdasarkan tiga metode itulah Mulla> S{adra> membangun seluruh pemikiran filsafatnya yang dikenal dengan al-H}ikmah al-Muta’a>liyah. Berangkat dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut epistemologi Mulla> S{adra> proses memperoleh pengetahuan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu; pertama, dimulai dari pengalaman ruhani kemudian dicari dukungan rasio, dan kemudian diselaraskan dengan syari’at. Kedua, diawali dari pemikiran rasional kemudian dihayati dengan pengalaman ruhani, dan kemudian dicari dukungan syari’at. Ketiga, bermula dari ajaran syari’at kemudian dirasionalkan, dan seterusnya dipertajam dengan penghayatan ruhani (Sadrā, 1981, Jld 7: 324). 228
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
Mencermati model pemikiran Mulla> S{adra> di atas, yakni mendasarkan filsafatnya pada prinsip “Wuju>d”, memadukan visi filsafat dan mistik, meng-gunakan bahasa-bahasa simbol, dan meyakini kemungkinan kesatuan antara hamba dengan Tuhan, maka dapat disimpulkan bahwa tipologi pemikiran Mulla> S{adra> adalah tipe “Filsafat Sufistis” atau “ Falsafat tasawuf”24, yang merupakan puncak dari bahasan dan tujuan akhir dari “Filsafat Islam”. Jika dipahami secara cermat, tujuan pokok kajian Filsafat Islam dan tasawuf adalah samasama berupaya untuk menghantarkan manusia agar mencapai ma’rifat terhadap keberadaan “Wuju>d Mutlak”, yaitu Allah SWT. Korelasi antara Filsafat Islam dengan tasawuf adalah korelasi timbal balik, yakni mengelaborasi filsafat dengan tasawuf, atau dengan kata lain, menguraikan pengalaman mistik (rohani) dengan tolok ukur filsafat, sehingga sering di-istilahkan dengan “Filsafat Sufistis”. Falsafat Sufistis adalah pemaduan antara visi filsafat dengan visi mistis atau perpaduan antara filsafat dengan tasawuf, sehingga ajaranajarannya bercampur dengan unsur-unsur dari luar Islam, seperti filsafat Yunani, Persia, India, dan lain sebagainya. Akan tetapi orisinalitasnya sebagai ajaran Islam tetap tidak hilang, karena para tokohnya meskipun mempunyai latarbelakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan beraneka ragam sejalan dengan ekspansi Islam pada waktu itu, mereka tetap menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, terutama jika dikaitkan dengan kedudukan mereka sebagai umat Islam (Taftazani, 2003: 187). Para pemikir Islam yang beraliran filsafat sufistis termasuk Mulla> S{adra> memandang bahwa manusia mampu naik ke jenjang persatuan dengan Tuhan, sehingga pembahasannya Amin Syukur (1999: 43) membagi tasawuf menjadi tiga aliran, yaitu; a) tasawuf akhlaqi, b) tasawuf ‘amali, dan c) tasawuf falsafi>. Perlu dipahami bahwa pembagian tersebut hanya sebatas dalam kajian akademik, sehingga ketiganya tidak bisa dipisahkan secara dikotomik, sebab dalam praktik, ketiganya tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. 24
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
229
Fathul Mufid
lebih bersifat filosofis, yakni meluas ke masalah-maslah metafisika. Pembahasan filsafat sufistis meliputi hakikat manusia, hakikat Tuhan, dan proses kebersatuan manusia dengan Tuhan. Tipe filsafat sufistis ini, pembahasannya yang terpenting adalah persoalan fana>’ dan baqa>’, ittiha>d, hulul, wah}dah al-wuju>d, insa>n ka>mil, isyra>q, dan lain sebagainya. Asas dari pembahasan filsafat sufistis adalah pemaduan antara visi mistik dengan visi filsafat, sehingga banyak menggunakan terminologi filosofis dalam peng-ungkapannya, meskipun maknanya telah disesuaikan dengan konsep tasawuf yang dirumuskan. Oleh sebab itu, para tokoh filsafat sufistis pada umumnya mengenal dengan baik filsafat Yunani dengan berbagai alirannya seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Stoa, dan terutama Neo-Platonisme. D. Penutup Berdasarkan hasil penelitian tentang “Epistemologi Mulla> S{adra> (Kajian Tentang ilmu H}us}u>li> dan ilmu H}ud}u>ri) di atas, peneliti dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Ada tujuh wacana pemikiran yang merupakan setting pemikiran yang melatar-belakangi epistemologi Mulla> S{adra>, yakni; pemikiran tradisional-normatif, pemikiran klasik Yunani-Romawi, pemikiran ilmu Kalam, pemikiran filsafat Paripatetik, pemikiran tasawuf al-Gaza>li>, pemikiran Iluminasi Suhrawardi, dan pemikiran ‘Irfa>n Ibn ‘Arabi. b. Mulla> S{adra> dalam seluruh pemikiran filsafatnya, termasuk dalam pemikiran epistemologi memegangi tujuh prinsip dasar pemikiran yang merupakan landasan berpikir yang terus dipegangi secara konsisten, yaitu; prinsip fundamentalitas wuju>d, gradasi wuju>d, kotinuitas wuju>d, wuju>d mental, gerak substansial, kesatuan subjek dan objek pengetahuan, dan alam imajinal. c. 1. Ilmu H}us}u>li> adalah pengetahuan yang didapat berdasarkan proses korespondensi dan konsepssi yang terjadi antara subjek internal dengan objek eksternal, 230
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
sehingga keduanya merupakan eksistensi independen yang berbeda satu sama lain. Ilmu H}us}u>li> adalah pengetahuan deskriptif yang diperoleh manusia melalui persepsi inderawi dan abstraksi rasional, sehingga peran subjek sangat dominan. Mengenai validitas kebenaran ilmu H}us}u>li>, Mulla> S{adra> mengemukakan konsepnya bahwa, ilmu H}us}u>li> adalah merupakan gambaran secara visual atau konseptual yang dihasilkan dari suatu objek pada diri subjek, sehingga kreteria kebenarannya adalah korespondensi atau koherensi logis antara subjek dengan objek eksternal. 2. Ilmu H}ud}u>ri> pada hakikatnya adalah pengetahuan yang diperoleh manusia tanpa proses belajar atau usaha menuntut ilmu, melainkan sebagai pemberian langsung dari Allah SWT, yang eksistensinya berupa wahyu dan ilha>m lewat qalb. Ilmu H}ud}u>ri> dapat diperoleh manusia bukan dengan cara mempelajari ilmu tersebut, tetapi dengan mengosongkan jiwa dari dorongan syahwat, membersihkannya dari kotoran duniawi dan sifatsifatnya, sehingga hati menjadi seperti cermin yang mengkilap, mampu menangkap semua bentuk hakikat di Lauh}} Mah}fu>z}, dan mampu berkomunikasi dengan ‘Aql Fa‘a>l. d. Tipologi pemikiran Mulla> S{adra> dalam merumuskan konsep epistemologinya adalah melakukan sintesis antara metode ‘irfa>ni dan burha>ni> dari berbagai konsep yang pernah berkembang sebelumnya, baik filsafat maupun mistisisme, yang kemudian diselaraskan dengan al-Qur’an dan asSunnah. Mencermati model pemikiran Mulla> S{adra>, yakni memadukan visi filsafat dengan visi mistik, menggunakan bahasa-bahasa simbol, dan meyakini kemungkinan kesatuan antara hamba dengan Tuhan, maka dapat disimpulkan bahwa tipologi pemikiran Mulla> S{adra> adalah tipe “Filsafat Sufistis”, yang merupakan puncak dari perkembangan Filsafat Islam. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
231
Fathul Mufid
Daftar Pustaka
Abdullah, Amin, 2006, Islamic Studies di Perguruan Tinggi, Yoyakarta, Pustaka Pelajar. Al-Gazali>, Imam, tt., Ihya>’ ‘Ulu>m ad-Di>n, Nabhan.
Surabaya, Salim
......................, 2009, Membawa Hati Menuju Ilahi, terj. Ija Suntana, Bandung, Pustaka Hidayah Amien, Miska, M., 1983, Epistemologi Islam, Jakarta, Universitas Indonesia. Amstrong, Amatullah, 1996, Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, terj. Nasrullah dan Ahmad Baiquni, Bandung, Mizan. Asyari, Musa, 1992, Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistimologi, Aksiologi, dan Perpsektif, Yogyakarta, Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI). ....................., 2008, Filsafat Islam, Sunnah Nabi Dalam Berpikir, Yogyakarta, LESFI. al-Walid, Khalid, 2005, Muthahhari Press.
Tasawuf
Mulla>S{adra>,
Bandung,
Drajat, Amroni, 2005, Suhrawardi, Kritik Falsafah Peripatetik, Yoyakarta, LKIS. Hadziq, Abdullah, 2005, Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik, Semarang, Rasail. Jumantoro dan Munir, Syamsul, 2005, Kamus Ilmu Tasawuf, Wonosobo, Amza Labib, Muhsin, 2004, Mengurai Tasawuf, ‘Irfan, dan Kebatinan, Jakarta, Lentera. 232
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Epistemologi Mulla> Sadra>
Mut}ahhari, Murtad}a>, 2002, Filsafat Hikmah, Pengantar Pemikiran Shadra, Tim Penerjemah Mizan, Bandung, Mizan. Nasr, Sayyed, Husein, 1978, S{adr ad-Di>n Syirazi> and His Trancendent Theosophy, Teheran, Academy of Philosophy. ....................., 2009, Intelektualitas Islam, Teologi, Filsafat, dan Gnosis, Terj. Suharsono, Djamaluddin, MZ, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Nur, Syaifan, 2002, Filsafat Wujud Mulla> S{adra>, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. ...................., 2003, Filsafat Mulla> S{adra>, Jakarta, Teraju. Rahman, Fazlur, 1982, Islam and Modernity, Chicago, University of Chicago. ..................., 1975, The Philosophy Of Mulla> S{adra>, New York, State University Of New York Presss, Albany. S}abiri, Malekhah, 1419, ‘Al wa Tajarru>d Khiya>l, Teheran, Kherat Nameh Sadra, vol. 12 Sadrā, Mullā, 1981 M, al-H{ikmah al-Muta‘a>liyah fi al-Asfār al‘Aqliyah al-Arba‘ah, Beirut, Cet. III, Dar Ihya’ at-Turaś al‘Arabiyah. ...................., 1377 H., al–Maz}a>hir al-Ila>hiyyah, Qumm, Matba‘ah Maktab al-I‘lam al-Islami. ....................., 1376 H., Risa>lah al-Masya>’ir, Teheran, Chop Khoneye Sepahr. ....................., 1967, Asy-Syawa>hid ar-Rububiyah fi> Mana>hij alSulukiyah, Mashhed, University Press. ....................., 1984, Mafa>tih} al-Ga>ib, Teheran, Academy of Philosophy. ....................., 1366 H., Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kari>m. Qumm, Intisyarat Bidar. ....................., 2004, H{ikmah al-‘Arsiyah, terj. Dimitri Mahayana dan Dedy Djunaidi, Yoyakarta, Pustaka Pelajar. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
233
Fathul Mufid
....................., 1984, Iksir al-‘Arifi>n, Tokyo, Jami’ah Tokyo. .....................,_1375 H., Majmu‘ah Rasa>’il Falsafi>, 18 Risalah, Teheran, Intisyarat Hakamat. ....................., tt., Al-Warida>t al-Qalibiyah fi> Ma‘rifah al-Rububiyah, West Germany, Iranian Academy of Philosophy. ....................., 1976, Al-Mabda’ wa al-Ma‘a>d, Tehran, Iranian Academy of Philosophy. ....................., tt., Al-Masa>’il al-Qudsiyah, Masyhad, Ma‘arif Islami. ....................., tt., Mutasya>bihat al-Qur’an, Masyhad, Ma‘arif Islami. Seikh, Saeed, 1970, A Dictionary of Muslim Philosophy, Lahore, Institut of Islamic Culture. Syukur, Amin, 1999, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Solihin, M dan Rosihan Anwar, 2008, Ilmu Tasawuf, Bandung, Pustaka Setia. Suhartono, Suparlan, 2008, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jojakarta, al-Ruzz Media. Syukur, Suparman, 2007, Epistemologi Islam Skolastik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Taftazani, Abul Wafa, 2003, Pengantar Tasawuf Islam, terj. Rafi’ Usmani, Bandung, Pustaka. Trimingham, J.S, 1999, Mazhab Sufi, terj. Lukman Hakim, Bandung, Pustaka. Wijaya, Aksin, 2009, Teori Interpretasi al-Qur’an Ibn Rusyd, Kritik Ideologis-Hermeneutis, Yoyakarta, LKIS. Yazdi, Mehdi Ha’iri, 1994, Ilmu Huduri, Prinsip-Prinsip Epistemologi dalam Filsafat Islam, terj. Ahsin Muhamad, Bandung, Mizan.
234
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
PERGULATAN PEMIKIRAN ISLAM DI RUANG PUBLIK MAYA (Analisis Terhadap Tiga Website Organisasi Islam di Indonesia) Oleh: Muhamad Mustaqim
Abstrak Pergeseran ruang publik dari ruang publik yang bersifaat fisik pada ruang publik maya menjadi kontestasi bagi organisasiorganisasi sosial, termasuk organisasi Islam. Tulisan ini bermaksud menganalisis kecenderungan pergulatan pemikiran islam pada ruang publik maya, melalui website resmi masingmasing organisasi. Sebagai representasi, dipilih tiga organiosasi Islam yang yang mewakili kecenderungan dan tipologi tertentu. Yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang mewakili kelompok fundamentalis-transnasional, kemudian Jaringan Islam Liberal (JIL) yang merupakan representasi dari kelompok liberal dan Nahdhotul Ulama (NU), yang mewakili arus tengah dan moderat. Tulisan ini hany mengkaji kecenderungan dan konten yang ada di website, tidak menyorot tentang aktivitas keberagamaan organisi Islam di wilayah empiris. Kata kunci: ruang publik, website dan organisasi Islam.
A. Pendahuluan Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia mempunyai ragam aliran Islam yang variatif. Berbagai organisasi Islam, dengan kecenderungan ideologi dan madzhab tersebar di seluruh nusantara. Kecenderungan ini sangat variatif, mulai yang berhaluan garis keras – istilah untuk Islam radikal yang sering digunakan – sampai pada Islam garis lunak dengan berbagai ideologi yang mengitarinya. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
235
Muhamad Mustaqim
Dalam sejarah pergerakan bangsa, Organisasi Islam ini sangat berperan dalam berjuangan pergerakan kemerdekaan. Melalui organisasi inilah, proses ideologisasi, pendidikan dan perlawanan terhadap kolonialisme menemui titik relevansinya. Sekedar menyebut contoh, Muhammadiyyah, Persis, Nahdhatul Ulama’ sampai pada Masyumi merupakan sederet organisasi Islam yang pernah menorehkan tinta sejarah bagi perjuangan kemerdekaan. Ketika era kemerdekaan, organisasi ini masih berperan penting dalam proses pembangunan bangsa. Bahkan tak jarang dari organisasi Islam ini berkiprah dalam perjuangan politik, dari yang menjadi partai politik sampai pada pembentukan lembaga politik. Meskipun pada masa orde lama dan orde baru, tidak sedikit organisasi Islam ini yang harus dibubarkan, karena dianggap membahayakan kepentingan kekuasaan. Sehingga pada masa ini organisasi Islam dengan odeologi tertentu lebih mempilih tiarap, dari pada harus berkonfrontasi dan menuai resiko yaangh besar. Ketika kran reformasi terbuka, euforia kebebasan berpendapat dan berkumpul mencapai titik didihnya, hal ini juga berpengaruh pada perkembangan organisasi Islam. Bak jamur di musim penghujan, banyak bermunculan organisasiorganisasi Islam dengan berbagai ideologi. Mulai dari yang lokal sampai yang trans-nasional, dari yang fundamental sampai yang liberal, menghiasi wajah reformasi di Indonesia. Sampai sini, demokratisasi kemudian menjadi era baru perkembangan Islam di wilayah publik. Peran agama sebagai media dakwah mengalami perkembangan yang signifikan. Munculnya internet sebagai wahana komunikasi non-fisik semakin memberi angin segar terhadap penyebaran ideologisasi Islam ini. Sehingga peran agama ketika harus bersentuhan dengan ruang publik, tidak hanya terimplikasi pada pengertian fisik, yaitu ranah masyarakat umum, namun juga pada pengertian maya. Dan internet sebagai media komunikasi dunia maya, juga merupakan ruang publik 236
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
maya dimana perkemuan ide, komunikasi, permintaan dan penawaran bertemu. Sehingga terjadi pergeseran paradigma ruang publik itu sendiri. Istilah ruang publik, pertama kali diperkenalkan oleh Habermas, salah satu tokoh madzhab kritis generasi kedua. Dalam bukunya, Transformasi Struktural Ranah Publik (1989) Habermas mengembangkan konsepnya yang berpengaruh, tentang ranah publik. Ranah publik borjuis, yang mulai muncul pada sekitar tahun 1700 dalam penafsiran Habermas, adalah berfungsi untuk memperantarai keprihatinan privat individu dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan keluarga, yang dihadapkan dengan tuntutan-tuntutan dan keprihatinan dari kehidupan sosial dan publik. Dalam hal ini, ruang publik dibayangkan sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan ruang privat dengan kepentingan ruang publik. (Wattimena, 2007:126) Konsep ranah publik yang diangkat Habermas ini adalah ruang bagi diskusi kritis, terbuka bagi semua orang. Pada ranah publik ini, warga privat (private people) berkumpul untuk membentuk sebuah publik, di mana “nalar publik” tersebut akan bekerja sebagai pengawas terhadap kekuasaan negara. Pertukaran opini dan partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan publik menjadi ciri makna baru dari ”publik” dalm pengertian modern. (Hardiman, 2010:7) Meskipun Habermas tidak menyebut secara spesifik internet sebagai bagian dari dunia maya, namun melihat konsep dan prinsip ruang publik yang dirumuskannya, bisa disimpulkan bahwa internet termasuk bagian dari ruang publik tersebut. Habermas tidak menyebutnya karena pada saat itu, perkembangan teknologi internet belum pesat seperti saat ini. Internet baru berkembang pesat pada awal mellinium ketiga. Sampai sini, tak heran jika kemudian banyak organisasi, termasuk organisasi Islam yang memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari media informasi dan komunikasi kepada masyarakat. Sehingga hampir semua organisasi Islam saat ini EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
237
Muhamad Mustaqim
mempunyai alamat domain di dunia maya, baik itu berupa website, blog, jejaring sosial maupun lainnya. Keberadaan website sebagai media publik sangat efektif dalam rangka menjalankan peran dan fungsi organisasi. Tulisan ini akan menganalisis website beberapa organisasi Islam yang ada di Indonesia. Perbedaan ideologi dan misi antar organisasi tersebut akan menjadi perdebatan dan komunikasi publik, sehingga akan benar-benar menjadi ”ruang publik” sebagaimana yang dikehendaki oleh Habermas. Analisis difokuskan pada 3 website oragnisasi Islam di Indonesia yang mewakili ideologi dan kecenderungan tertentu. Pertama, kelompok fundamentalis-transnasional. Kelompok ini mempyunyai jaringan secara internasional, keberadaannya di Indonesia adalah bagian dari organisasi besar tersebut. Disebut fundamentalis, karena kelompok ini selalu mewacanakan Islam secara murni, seperti konsep khilafah, daulah islmaiyyah dan anti orang kafir. Kelompok ini diwakili oleh organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kedua, kelompok yang secara visi mengobarkan semangat kebebasan. Kelompok ini merupakan poros lainnya dari yang pertama, yakni liberal. Prinsip liberal dan liberation (pembebasan) menjadi agenda kelompok ini. Bahkan pendapatnya yang sering kali dianggap keluar dari koridor ”syariat” mainstream menjadikan target takfir (pengkafiran) dari berbagai pihak. Kelompok ini direpresantisikan oleh organisasi yang bernama Jaringan Islam Liberal (JIL). Kelompok ketiga, merupakan kelompok yang mencoba berada di arus tengah. Tidak terlalu fundamental, tapi juga tidak liberal. Prinsip kemaslahatan ummat menjadi paradigma keberagamaan kelompok ini. Selain itu sikap toleran, moderat,tawashut (selalu berada di tengah) menjadi bagian dari arah gerakan organisasi. Dalam hal ini kelompok ketiga diwakili oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdhotul Ulama (NU), 238
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
Tulisan ini tidak akan menganalisis tentang berbagai praktik keberagamaan secara faktual di lapangan. Namun hanya akan menekankan pada pemikiran, komunikasi, interaksi, dakwah dan gerakan”politik” yang disampaikan pada website resmi masing-masing. Ruang publik maya akan mampu terbaca dari pergulatan pemikiran pada portal virtual masing-masing kelompok. B. Wajah Baru Ruang Publik Berbicara tentang ruang publik (public sphere), tidak bisa lepas dari sosok Jurgen Habermas. Habermas adalah seorang pemikir neo-marxian, yang merupakan generasi kedua dari mazhab Kritis atau yang lebih dikenal dengan madzhab Frankfurt (Frankfurt School). Mazhab kritis ini didirikan di Jerman oleh tokoh-tokoh aliran neo-marxian seperti Adorno, Hokreimer dan Marcuse. Mereka ini kemudian dikenal dengan generasi pertama Madzhab Frankfurt. Konsep tentang ruang publik digambarkan secara jelas oleh Habermas dalam bukunya Strukturwandel der Offentlichkeit; Untersuchungen zu einer Kategorie der Burgerlichen Gesellschaft (Transformasi Struktural Ranah Publik: Suatu Penyelidikan ke dalam Kategori Masyarakat Borjuis), yang terjemahan Inggrisnya terbit pada 1989. Melalui buku tersebut, Habermas memaparkan bagaimana sejarah dan sosiologis ruang publik. Menurutnya, ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad ke-18. Pada zaman tersebut di Inggris orang biasa berkumpul untuk berdiskusi secara tidak formal di warung-warung kopi (coffee houses). Mereka di sana biasa mendiskusikan persoalan-persoalan karya seni dan tradisi baca tulis. Melalui tempat seperti inilah, kepentingan individu dapat tersalurkan. Sehingga ruang publik berperan sebagai jembatan yang menghubungkan kepentingan ruang privat dengan kepentingan ruang publik. (Wattimena, 2007:126) Pertukaran opini dan partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan publik menjadi ciri makna baru EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
239
Muhamad Mustaqim
dari ”publik” dalam pengertian modern. (Hardiman, 2010:7). Ketika individu-individu mampu mempengaruhi pendapat dan keputusan untuk kepentingan publik inilah, ruang publik mulai bekerja. Selanjutnya Jurgen Habermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan media untuk mengomunikasikan informasi dan juga pandangan. Sebagaimana yang tergambarkan di Inggris dan Prancis, masyarakat bertemu, ngobrol, berdiskusi tentang buku baru yang terbit atau karya seni yang baru diciptakan. Dalam keadaan masyarakat bertemu dan berdebat akan sesuatu secara kritis maka akan terbentuk apa yang disebut dengan masyarakat madani. Secara sederhana masyarakat madani bisa dipahami sebagai masyarakat yang berbagi minat, tujuan, dan nilai tanpa paksaan—yang dalam teori dipertentangkan dengan konsep negara yang bersifat memaksa. Selanjutnya ruang publik mampu menjadi panggung bagi gerakan-gerakan partisipasi politis dalam negara demokratis, sementara aktor gerakan tersebut tidak lain adalah para anggota masyarakat. Mereka bukan lagi orang perorang atau individu-individu, mereka adalah warga negara (Hardiman, 2010: 10). Individu dan kelompok dapat membentuk opini publik, memberikan ekspresi langsung terhadap kebutuhan dan kepentingan mereka, seraya mempengaruhi praktik politik. Untuk mewujudkan ruang publik yang sehat, setidaknya ada 2 prasyarat yang harus dipenuhi, yakni bebas dan kritis. Bebas artinya setap pihak bisa berbicara dimanapun, berkumpul dan berpartisipasi dalam debat politis. Kritis artinya siap dan mampu secara adil dan bertanggaung jawab menyoroti proses proses pengambilan keputusan yang bersifat publik (Wattimena, 2007: 127). Selain itu, harus terjamin adanya kesetaraan serta argumen yang kritis dan rasional. (Latif, 2005: 61). Para partisipan dalam wacana publik tidak terhambat oleh ketidak-setaraan dalam kuasa atau uang. Sehingga, setiap 240
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
warga negara bisa mempengaruhi negara tanpa adanya tekanan dan koersi oleh negara. Pada perkembangan selanjutnya ruang publik juga menyangkut ruang yang tidak saja bersifat fisik, seperti lapangan, warung-warung kopi dan salon, tetapi juga ruang di mana proses komunikasi bisa berlangsung. Misal dari ruang publik yang tidak bersifat fisik ini adalah media massa. Di media massa itu masyarakat membicarakan kasus-kasus yang terjadi di lingkungannya. Penguasa yang tidak menerima dikritik dan media massa yang menolak memuat sebuah artikel karena takut kepada penguasa juga sebagai tanda bahwa sebuah ruang publik belum tercipta. Di sisi lain, ruang publik menjadi wilayah konflik antar organisasi-organisasi yang berkepentingan. (Latif, 2005: 61). Setiap kelompok atau organisasi mengambil peran informatif kepada publik, dengan agenda dan misi tertentu. secara simultan, masyarakat mengimbanginya dengan masukan, kritik dan opini. Nah, internet atau dunia maya dalam hal ini adalah wajah baru dari ruang publik yang modern. Di internet, semua prasyarat yang diusulkan oleh Habermas untuk membentuk ruang pablik ideal terpenuhi. Di dunia maya, individu berkomunikasi, berafiliasi, memberikan kritik, mempengaruhi, berpolitik untuk membangun dimensi sosial publik. Sehingga internet dalam hal ini adalah metamorfosis dari ruang publik, dengan bentuk maya. Kaitannya dengan Pemikiran Islam, dalam dunia maya terjadi proses informasi, komunikasi, debat dan diskusi antara seseorang atau komunitas dengan masyarakat secara umum. Komuniksi dua arah ini tidak hanya dibatasi pada individu yang berafiliasi pada komunitas tertentu saja, namun semua dishare secara umum kepada siapapun. Sehingga komunikasi akan berjalan secara simultan dan multi komunikator. Dunia maya adalah wujud dari kebebasan publik untuk mengakses dan mempengaruhi publik lain. Demokratisasi EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
241
Muhamad Mustaqim
tanpa batas ini memungkinkan berdebatan-perdebatan akibat perbedaan pemikiran dan kepentingan antar pihak. Sebuah website dalam hal ini bebas untuk mempengaruhi, melakukan hegemoni, memberikan informasi subyektif kepada publik, sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Organisasi Islam, sebagai wadah komunikasi kolektif, tidak ketinggalan memainkan peran ”komunikatif” dalam rangka mewujudkan tujuan masing-masing. Perbedaan ideologi, paradigma dan cara pandang masing-masing organisasi akan menjadi media perdebatan yang menarik, dalam rangka mewujudkan peran publik yang sesungguhnya, sebagaimana konsepsi Habermas, mewujudkan partisipasi publik dalam mewujudkan masyarakat madani. C. Tipologi Tiga Organisasi Islam 1. Hizbut tahriri Indonesia (HTI) a. Profil Secara etimologis (bahasa) hizbut tahrir berasal dari kata hizb yang berarti partai dan tahrir yang berarti pembebas. Partai ini didirikan oleh Sheikh Taqiyyuddin al-Nabani pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis) Palestina. Oleh pendirinya, organisasi ini diakui sebagai partai politik, bukan organisasi sosial keagamaan (Afadlal dkk, 2005:265). Gerakan yang menitik beratkan perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui tegaknya kembali khilafah Islamiyah. Dalam gerakannya, organisasi ini memakai sistem dakwah yang terdiri dari 3 tahab (marhalah). Pertama, tahap pembinaan dan perkaderan, yaitu pembentukan kader pada partai. Kedua tahap interaksi dengan masyarakat. Pada tahap ini para kader diturunkan di tengah masyarakat. Dan ketiga tahap pengambil alihan kekuasaan. Pada tahap inilah pendirian negara Islamn 242
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
dan sistem khilafah mencoba dilaksanakan (Rahmat, 2006: 115) Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia. Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan. Tujuan HT adalah melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang. HT berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali negara-negara dan bangsabangsa di dunia ini. b. Website Di dunia maya, HTI dapat dilihat pada domain http://hizbut-tahrir.or.id. Website ini memuat tentang berbagai informasi yang berkaitan dengan HTI. Website ini di launching pada sekitar awal tahun 2007, sebagaimana arsip editorialnya yang tertulis April 2007. Secara tampilan, website ini didominasi oleh warna orange, dengan berbagai fitur-fitur yang memudahkan pembaca untuk memilih menu yang diinginkan. Pada tampilan menu yang terletak pada pojok kanan atas, terdapat 4 menu, yakni ‘Beranda’, ‘Tentang Kami’, ‘Kontak’ dan ‘FAQ’. Menu ’Beranda’ berisi tentang informasi terbaru yang disajikan untuk pembaca. Sehingga, ketika orang mengeklik menu tersebut akan tampak beberapa informasi terbaru atau yang dianggap penting dari beberapa menu. Menu ’Tentang Kami’ berisi tentang informasi umum tentang Hizbut Tahrir, seperti latar belakang EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
243
Muhamad Mustaqim
berdiri, tujuan, kegiatan, metode dakwah dan keanggotaan. Menu ’Kontak’ merupakan menu yang digunakan pembaca untuk dapat berkomunikasi dan mengirimkan pesan kepada website. Sedangkan menu ’FAQ’ berisi penjelasan sekitar HTI dengan format tanya jawab. Keempat menu tersebut merupakan menu profil HTI yang disediakan untuk mengetahui, berkomunikasi kepada pengelola website. Di samping keempat menu tersebut, pada bagian headline ada berbagai menu yang ditampilakan sebagai media informasi kepada pembaca. Adapun menu-menu tersebut adalah sebagai berikut: 1). Headline Berisi tentang berita-berita utama tentang peristiwa yang terkait dengan Islam. Peristiwa tersebut tidak hanya di wilayah Indonesia saja, namun di seluruh dunia. 2). Editorial Merupakan opini dari editor tentang berbagai hal yang relevan dengan berbagai peristiwa aktual. Misalnya salah satu editorial yang berjudul ”Ramadhan yang Berkualitas dan Berpengaruh”. Editorial ini berisi tentang opini editor dalam menyikapi bulan Ramadhan, dengan menawarkan buasa yang berkualitas. 3). Kantor Jubir Berisi tentang pernyataan sikap Pengurus HTI tentang fenomena keagamaan yang ada di dunia, khusunya yang berkeaan dengan sistem Islam dan khilafah. 4). Analisis Merupakan artikel penulis, yang berisi analisis terhadap berbagai hal, khususnya yang berkenaan dengan sistem syariat Islam.
244
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
5). Muslimah Fitur ini berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan dunia wanita (muslimah) dan anak-anak. Isi dari fitur ini bisa berupa berita, tips, pernyataan sikap dan lainnya. 6). Al-Islam Berisi tentang berbagai artikel tentang permasalahan yang ada di Indonesia. Artikel ini biasanya diakhiiri dengan opini al Islam, yang merupakan solusi terhadap permasalahan tersebut 7). Al-wa’ie Al wa’ie merupakan nama salah satu terbitan resmi HTI. Menu al-wa’ie pada website ini merupakan cuplikan dari majalah atau terbitan tersebut. Majalah al-wa’ie bernuansa provokatif terhadap kebijakan pemerintah. 8). News Menu ini berisi berita-berita aktual tentang dunia Islam. Seperti pada kecenderungan menu lainnya, menu news ini juga punya agenda sistem khilafah. Selain fitur-fitur tersebut, pada website ini juga ada running news (berita berjalan) yang terletak di bawah menu utama tersebut. Pada halaman bawah, memuat link-link yang terkai dengan HTI, seperti, al-Aqsho Baitul Maqdis, Hizbut Tahrir (pusat), HT Palestina, Australia, Belanda, Denmark dan lainnya. 2. Jaringan Islam Liberal (JIL) a. Profil Istilah “Islam liberal” merupakan sebuah asosiai terhadap aliran Islam yang lebih menekankan pada kebebasan berfikir (Kurzman, 2001). Melalui buku ’Islam Liberal’, Kurzman melacak akar, membuat peta, dan menyusun alat ukur Islam liberal. Sedangkan
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
245
Muhamad Mustaqim
maksud Islam Liberal dalam nama JIL merujuk pada kecenderungan pemikiran Islam modern yang kritis, progresif, dan dinamis. Jaringan Islam liberal dideklarasikan pada tanggal 8 Maret 2001. Orgaanisasi yang dimotori oleh kaum muda yang kebanyakan berlatar belakang pesantren ini pada awalnya memusatkan pada tiga aspek. Pertama, membendung munculnya fundamentalisme islam. Kedua, mencegah munculnya kekerasan yang mengatas-namakan agama. Ketiga mengembangkan demokrasi, mempromosikan penghargaan HAM dan mengembangkan paham Islam liberal yang toleran, pluralis dan emansipatif (Maksun, 2009: 40) Menurut JIL, Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut: 1). Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam. 2). Mengutamakan semangat religio-etik, bukan makna literal teks. 3). Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural. 4). Memihak pada yang minoritas dan tertindas. 5). Meyakini kebebasan beragama. 6). Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik. b. Website Jaringan Islam Liberal (JIL) dapat diakses melalui alamat http://Islamlib.com. Website ini sudah ada sejak awal didekrarasikan pertama kali pada tanggal 8 Maret 2001. Secara umum, website ini berisi tulisan, artikel, opini yang berpola pikir Islam secara liberal. Website yang didominasi warna merah dan putih ini memperkenalkan pada publik tentang gagasan-gagasan Islam liberal.Tampilan website ini bergaya sederhana, minimalis akan gambar dan simbol-simbol. Pada bagian 246
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
atas terdapat beberapa menu utama, yaitu ’Arsip’, ’Tentang JIL’, ’Program’, ’Kontak’ dan ’Donasi’. Menu arsip merupakan kumpulan tulisan-tulisan yang preña dipublikasikan mulai awal (2001) sampai Sekarang. Sehingga pembaca bis mengakses berbagai artikel yang ada mulai dari tahun 2001 secara bebas (free). Pada menu ’Tentang JIL’ berisi keterangan tentang JIL, dengan tampilan gaya tanya jawab. Misalnya pada poin pertama ada pertanyaan ”apa itu Islam Liberal”, maka dibawahnya akan dijelaskan tentang Islam liberal beserta landasan-landasannya yang terdiri dari 6 item. Pada menu program, dipaparkan tentang berbagai program yang telah dilakukan oleh JIL, seperti sindikasi penulis, talkk show, penerbitan buku, website, iklan layanan masyarakat dan diskusi keislaman. Pada menu kontak berisi tentang alamat kontak JIL. Dalam hal ini berupa alamat kantor, kontact person editor, alamat email, alamat website, telephone dan faks. Sedangkan pada menu donasi, berisi tentang tawaran donasi dari berbagai pihak, dengan menyediakan no rekening atas nama yayasan kajian Islam Utan kayu (YKIUK). Menu lainnya terdapat pada samping sebelah kanan membentuk kolom. Menu ini berisi 11 item sebagai berikut: 1). Agenda Berisi agenda terdekat yang akan dilakukan oleh JIL. Sebagai contoh pada tanggal 11 agustus 2011 agenda teraktual berjudul ”Tadarus Ramadan 1432 H/2011 Mengaji Fakhr al-Din al-Razi”, kegiatan ini dilaksanakan selama bulan ramadhan. 2). Buku Menu ini berisi resensi-resensi buku yang sejalan dengan kecenderungan Islam liberal. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
247
Muhamad Mustaqim
3). Diskusi Berisi pengumuman dan agenda diskusi yang akan dilaksanakan. Diskusi ini mengundang beberapa narasumber yang terkait dengan tema, baik berasal dari luar JIL maupun dari dalam. 4). Editorial Editorial dalam website JIL ini berisi pernyataan sikap dan opini terhadap peristiwa dan fenomena aktual yang terjadi. Editorial ditulis oleh para editor yang telah ditentukan oleh redaksi. 5). Gagasan Menu gagasan merupakan mimbar ekspresi yang disediakan kepada para pemikir JIL. Menu ini merupakan tawaran gagasan yang dilontarkan kepada publik terkait tema-tema tertentu. 6). Kliping Menu Kliping memuat berbagai tulisan yang pernah diterbitkan pada media cetak seperti koran, majalah maupun jurnal atau media elektronik, baik itu media lokal maupun nasional. Adapun penulis adalah mereka yang tulisannya bersedia dimuat di websit JIL ini. 7). Kolom Menu Kolom merupakan kumpulan tulisan bebas yang dimuat di website JIL. 8). Pernyataan pers Merupakan pernyataan resmi organisasi, tentang berbagai fenomena aktual yang terjadi. Misalnya menyikapi kasus bom di masjid mapolres Cirebon, maka JIL mengeluarkan pernyataan sikap resmi tentang teror bom di Cirebon. 9). Suara Mahasiswa Berisi tentang gagasan dan tulisan mahasiswa yang dikirimkan ke alamat website JIL. Tulisan yang dimuat 248
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
pada menu ini biasanya yang berkecenderungan liberal dan pembebasan. 10).Tokoh Menu tokoh merupakan ulasan tentang biografi tokoh tertentu yang dianggap sesuai dengan misi JIL. Beberapa tokoh yang masuk daftar menu ini diantaranya, Nasr Hamid Abu Zaid, Al Jabiri, Ihwanus Shafa, Ahmad Wahib, Ibnu Waraq, Muhammad Imarah dan sebaginya. 11).Wawancara Merupakan ringkasan ataupun transkip wawancara kepada sosok tertentu, tentang tema tertentu. Selain tersedia dalam edisi bahasa indonesia, website ini juga tersedia dalam edisi bahasa Inggris. Ketika awal membuka alamat website ini, maka akan langsung ditawarkan edisi bahasa yang akan dipilih. dalam edisi bahasa Inggris ada beberapa menu yang tidak tersedia, seperti menu tokoh dan wawancara. 3. Nahdlatul Ulama (NU) a. Profil Nahdlatul Ulama (NU) merupakan salah satu organisasi sosial keagamaan di Indonesia yang pembentukannya merupakan kelanjutan perjuangan kalangan pesantren dalam melawan kolonialisme di Indonesia. NU didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya oleh sejumlah ulama tradisional yang diprakarsai oleh KH. Hasyim Asy’ari. Organisasi ini berakidah Islam menurut paham Ahlussunah wal Jama’ah. (Feillard, 1999:9). Komite hijaz yang merupakan cikal bakal berdirinya NU, dibentuk sebagai respon atas merebaknya paham wahabi ditimur tengah. Komite Hijaz ini dibentuk di rumah Kiai Wahab Chasbullah di Surabaya EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
249
Muhamad Mustaqim
pada 31 Januari 1926, ia merupakan juru bicara kalangan tradisi yang paling vokal pada Kongres Al Islam. Untuk lebih memperkuat kesan pihak luar, komite ini memutuskan megubah diri menjadi sebuah organisasi dan menggunakan nama Nahdlatoel ‘Oelama. Pada tahun-tahun awal berdirinya, pertimbangan mengenai status Hijaz nampaknya tetap merupakan alasan tunggal kehadirannya (Bruinessen, 1994 : 34). Tujuan NU adalah Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah di tengahtengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Basis gerakan yang menjadi orientasi adalah sosial keagamaan. Meskipun dalam perjalanan sejarahnya, NU pernah juga menjadi organisasi politik (partai), yakni mulai tahun 1952 sampai tahun 1983 (Ridwan, 2004: 186). Namun dalam muktamar tahun 1983 di Situbondo, NU menyatakan kembali ke khittah 1926, artinya NU kembali pada orientasi awal organisasi, yakni organisasi sosial keagamaan (Feillard, 1999: 263). b. Website Website resmi Nahdlotul Ulama dapat di akses pada domain http://www.nu.or.id/. Tampilan website NU ini ini lebih ”rame”, karena banyak fitur, warna, gambar dan juga iklan. Warna hijau yang selama ini sering dianggap ’warna keramat” banyak mendominasi tampilan website ini. Pada sisi kiri atas, terdapat lambang NU dengan bola dunia yang selalu berputar, menjadikan tampilan ini lebih dinamis. Pada beberapa menu, mempunyai sub mwnu yang akan tampil ketika di klik. Meskipun juga ada sub menu yang ditampilkan di sebelah kanan, yakni menu ’Populer’, ’Halaqoh’, ’Buku’ dan ’Warta’. Ada 12 menu utama yang terdapat pada baris cébela atas, yaitu: 250
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
1). Beranda Berisi cuplikan beberapa menu yang dianggap penting atau aktual. 2). Warta Berisi beritaa-berita ter-update yang disajikan dari beberapa jurnalis di lapangan, yang biasanya disebut dengan NU online. 3). Warta Daerah Merupakan laporan berita dari korespondensi di daerah-daerah. Biasanya beritanya seputar kegiatan NU atau yang berkaitan dengan NU 4). Analisa Berita Berisi tentang analisis terhadap berita dan fenomena sosial oleh para editor maupun kader NU. 5). Kolom Merupakan tulisan atau opini yang di posting dari berbagai kader NU. Bentuk tulisan pada menu kolom ini bebas, artinya tentang masalah yang tidak terbatas. 6). Halaqoh Merupakan ringkasan atau transkip wawancara kepada tokoh tertentu tentang tema yang telah ditentukan oleh redaksi. 7). Fragmen Merupakan kumpulan cerita atau kisah inspiratif, dan biasanya tentang sosok yang dianggap menarik. 8). Humor Berisi tentang kumpulan cerita humor yang berkaitan dengan praktik keagamaan. 9). Teknologi Merupakan kumpulan beberapa artikel yang berhubungan dengan teknologi. Biasanya yang masih terkait dengan persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
251
Muhamad Mustaqim
10).Tentang NU Menu ini memuat profil organisasi. Pada menu ini terdapat beberapa sub-menu, yaitu Sejarah NU, Organisasi, pengurus dan Kantor. Pada sub-menu Sejarah NU, mempunyai sub-menu lagi yaitu: Seajarah, Paham Keagamaan, Sikap Kemasyarakatan, Basis Pendukung, Dinamika, Tujuan Organisasi, Struktur dan Jaringan. Sub-menu Organisasi terdiri dari sub-sub menu: Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom. Pada sub-menu Organisasi terdiri dari: Musytasyar, Syuriah dan Tanfindiyah. Sedangkan pada sub-menu Kantor terdiri dari Redaksi dan Link. 11).Buku tamu Merupakan media komunikasi antara pembaca dengan redaksi. Pembaca bisa mengirimkan komentar mapun opininya pada menu ini. 12).Index Merupakan menu untuk memudahkan pembaca ketika mengakses website ini. Index di dasarkan pada tanggal bulan dan tahun. Selain ke dua belas menu tersebut, ada juga menumenu tambahan seperti Khotbah, yang merupakan kumpulan khotbah jumat, Taushiah: berisi nasehat atau taushiah dari tokoh, Ubudiyah: merupakan pendapat atau fatwa tentang praktik ibadah dan keberagamaan. Website ini juga ditengkapi dengan fitur pencarian, sehingga memudahkan pembaca untuk mencari bacaan yang diinginkan. D. Pergulatan Pemikiran Islam Perbedaan ideologi dan kepentingan pada masingmasing organisasi Islam, membuka ruang perdebatan secara tidak langsung. Perdebatan ini bisa disebut sebagai perang 252
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
pemikiran (ghozwu al-fikr), dimana setiap pihak melancarkan serangan ideloginya di dunia maya. Bentuk serangan ini biasanya memberikan pembenaran pada dirinya (truth claim) disertai menganggap ”tidak benar” pihak lain yang tidak sehaluan dengannya. Dalam analisis ini, perang pemikiran tersebut akan dikategorikan ke dalam beberapa kategori yang sekiranya menjadi ajang pergulatan pada masing-masing organisasi Islam tersebut. 1. Ideologi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Di sini ideolgi meupakan ’payung’ yang menjadi panduan dalam menjalankan roda organisasi. Ketika menganalisis tiga organisasi Islam ini, ideologi kita pahami sebagai kerangka besar dimana organisasi itu bersandar didalamnya. Dalam hal ini, ideologi HTI menurut penulis lebih cenderung fundamentalis-utopis. Fundamentalis karena ide-ide dan sistem Islam pada masa permulaan (Rasulullah, Khulafa’ al-Rasyidin dan Khilafah) menjadi dasar untuk diterapkan pada masa kekinian. Sehingga ada upaya mengalihkan sistem Islam pada masa permulaan ke masa modern sekarang ini. Berbagai atribut yang kental pada masa Nabi di Arab diterapkan secara apa adanya pada saat kini di Indonesia. Utopis karena berupaya memimpikan kejayaan Islam yang pernah terwujud mada masa lalu. Dan kejayaan itu hanya bisa diwujudkan melalui istem khilafah islamiyyah. Kecenderungan ini bisa kita dapatkan hampir pada semua tulisan, opini, editorial, berita yang ada di website HTI. Lain halnya dengan JIL yang lebih cenderung liberalrasional. Liberal karena mereka bebas dalam berfikir dan menafsirkan otoritas keagamaan. Rasional karena hampir EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
253
Muhamad Mustaqim
dalam setiap hasil pemikirannya, peran rasio lebih didahulukan, bahkan terkadang mengesampingkan otoritas teks suci. Pemikiran liberal ini menjadi paradigma dalam beragama. Hal ini bisa ditunjukkan melalui berbagai artikel dan diskusi yang lebih bernuansa kritis dan terkadang kontroversial. Sedangkan NU lebih berideologi tradisional-moderat. Nuansa tradisional muncul karena penghargaan yang tinggi atas teks-teks klasik dan tradisi lokal. Hal ini terlihat melalui kajian-kajian kitab klasik, halaqah maupun tulisan yang banyak bersumber dari kitab-kitab kuning. Kecenderungan moderat karena bersikap lunak terhadap berbagai hal yang dianggap berseberangan. Selain itu permisif terhadap berbagai tradisi lokal yang sinkretik tetap dipertahankan, meskipun juga tidak apriori terhadap modernitas. Prinsipnya al muhafadhoh ‘ala qodim al shalih, wal ahdzu bi al jadid al ashlah. 2. Agenda Secara umum, agenda besar HTI adalah terwujudnya sistem khilafah secara internasional. Menurut HTI, sistem demokrasi yang hampir rata diberlakukan di negara-negara di dunia terbukti tidak mampu menyejahterakan masyarakat. Sehingga harus digeser dan di rubah menjadi sistem khilafah Islam (http://hizbut-tahrir.or.id/tentang-kami/) Sementara JIL mempunyai agenda besar untuk membangun pemikiran agama yang liberal, ruang dialog dan sistem sosial yang adil. Mereka menganggap Islam mainstream lebih mengekang pemikiran dan membatasi peran rasio. Selain itu ruang dialog terhadap otoritas agama relatif tertutup. Di tambah politisasi agama menjadikan sistem yang menindas dan tidak manusiawi (http://islamlib.com/id/halaman/tentang-jil). Di sisi lain agenda NU lebih bernuansa sosial kemasyarakatan, yakni menegakkan ajaran ahlussunnah waljamaah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (http://www. nu.or.id/page/id/static/14/Tujuan_ Organisasi.html) 254
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
3. Konsepsi Negara HTI memandang bahwa sistem negara yang di anut di Indonesia, yakni demokrasi mempunyai banyak kelemahan. Dan menurut mereka sistem ini terbukti tidak mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan warganya. Dan sistem khilafah adalah solusi terhadap sistem demokrasi yang dianggap gagal. Pandangan JIL lebih liberal, dimana agama menurut mereka berada pada ranah privat, sedangkan negara pada ranah publik. Negara tidak bisa mengintervensi kepentingan privat, termasuk agama. NU menyikapi konsep negara lebih moderat. Negara merupakan entitas sosial yang tidak bisa dipisahkan dari individu. NU menerima sistem Demokrasi Pancasila sebagai sistem kenegaraan yang diberlakukan di Indonesia. 4. Syariat Islam HTI merupakan salah satu organisasi Islam yang mendukung keras pemberlakuan syariat Islam di Indonesia. Melalui sistem khilafah, kholifah akan dapat melaksanakan syariat Islam secara tegas. Syariat islam adalah solusi tunggal untuk membangun moralitas dan peradaban manusia. Sedangkan JIL melalui salah satu artikel yang ada di websitenya menolak tegas pemberlakukan syariat Islam. Menurutnya syariat Islam itu universal, tidak bisa diformalisasikan, apalagi arabisme. Mereka menolak hukum pancung, potong tangan, cambuk, yang semuanya lebih beraroma arab daripada Islam. NU menanggapi penerapan syariat Islam ini secara lunak. Artinya, syariat Islam yang relevan dengan kultur dan aspek sosial masyarakat Indonesia bisa diterapkan. Sedangkan yang bertentangan dengan karakteristik Islam Nusantara, maka harus dipertimbangkan terlebih dahulu. Prinsipnya ”apa yang belum bisa dilakukan sepenuhnya, maka jangan ditinggalkan sepenuhnya”.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
255
Muhamad Mustaqim
E. Kesimpulan o Ruang publik merupakan ruang dimana antar individu mampu berinteraksi, berkomunikasi dan berpendapat secara bebas dan kritis tentang persoalan bersama. Internet dalam hal ini adalah konsepsi ruang publik modern yang mampu mempertemukan individuindividu dalam membangun masyarakat madani. o Internet sebagai ruang publik maya di manfaatkan oleh berberapa organisasi islam dalam mempromosikan kepentingan organisasi masing-masing. Perbedaan ideologi dan kepentingan antar organisasi ini terkadang melahirkan pertrungan pemikiran secara tidak langsung, atau apa yang sering disebut dengan perang pemikiran (ghozw al fikr) o Tiga organisasi Islam di Indonesia, yang masing-masing mewakil poros tertentu, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Nahdlatul Ulama’ (NU) memainkan peran ruang publik maya dalam melangsungkan tujuan organisasi. Website menyimpan berbagai agenda, hegemoni, dan ruang interaksi untuk mewujudkan visi masing-masing organisasi. Pergulatan pemikiran ini dapat dinikmati oleh publik, dan publik bisa memilih mana yang relevan, cocok, dan terbaik menurut mereka.
256
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pergulatan Pemikiran Islam di Ruang Publik Maya
Daftar Pustaka Afadlal dkk., Islam Dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: LIPI Press, 2005. Andre Feillard, NU Vis a Vis Negara. Yogyakarta: LKIS, 1999. Budi Hardiman, Ruang Publik.Yogyakarta: Kanisius, 2010. Charles Kurzman, Islam Liberal (terj.). Jakarta: Paramadina, 2001. Imdadun Rahmat, Arus Baru Radikal Islam. Jakarta: Erlangga: 2006. Maksun, Islam Sekularisme dan JIL. Semarang: Walisongo Press, 2009. Martin Van Bruinessen, NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru. Yogyakarta: LKIS, 1994. Reza Wattimena, Melampaui Negara Hukum Klasik. Yogyakarta: Kanisius, 2007. Ridwan, Paradigma Politik NU:Relasi Sunni-NU dalam Pemikiran politik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. www.hizbut-tahrir.or.id www.Islamlib.com www.nu.or.id/ Yudi Latif, Intelegensia Muslim Dan Kuasa: Geneologi Intelegensia Muslum Indonesia Abad Ke-20. Bandung: Mizan, 2005.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
257
258
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI SIMBIOSIS PARASITISMA (Studi Analisis Persoalan Riba dalam Kajian Normatif Filosofis)
Oleh: H. Solikhul Hadi, M.Ag.
Abstrak Riba is an exchange of Ribawi elements where there is a difference in time and/or quantity. The Ribawi elements mentioned by the prophet are gold for gold, silver for silver, wheat for wheat, barley for barley, dates for dates, and salt for salt. By a similar analogy, money is similar to gold and silver where it is a modern way of exchange. Therefore a contract of exchange between the insurer and insured contains a Ribawi element, i.e. levels of compensation involving varying amounts and time scales. The strict prohibition of interest in Islam is because of the following reasons. 1. Taking of interest implies appropriating another person’s property without giving them anything in exchange, because the one whom lends the other one dollar for one dollar plus gets the extra for nothing. 2. Dependent on interest prevent people from working to earn money, since the person with one dollar can earn extra dollars through interest either in advance or on later date without working for it. If it is happen to capital owner then they would not invest in the industry, trade and commerce, building and construction, as they will get extra earning without necessarily doing all of the hard work. 3. Permitting the taking of interest discourages people from doing good to one another. If interest is prohibited in a society, people will lend to each other with a good will, expecting back no more then what they have lent. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
259
Solikhul Hadi
4. Riba is also totally prohibited in Islam as because it tends to create unfair or injustice treatment between one party with another. It also exploits one by the others. In Ribawi economic the rich one tends to get more benefit compares with the poor one. The gap between the rich one and the poor one is becoming bigger and bigger as Riba have a spiral impact on increasing price for goods.
A. Pengertian Riba Dalam semua urusan niaga, setiap muslim diharamkan untuk mendapatkan keuntungan secara batil yang bertentangan dengan hukum Islam, “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu makan harta di antara kamu secara batil melainkan perniagaan yang sama-sama kamu rida” Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan larangan mendapatkan kekayaan secara batil. Islam menghalalkan perniagaan dan mengharamkan riba, yang berarti, “sesuatu yang berlebihan (dalam urusan niaga) yang ditetapkan dan diberikan kepada seseorang tanpa memberikan nilai yang seimbang kepada seseoraang yang lain yang sama-sama menyetujui sesuatu perjanjian dalam suatu pertukaran nilai mata uang yang melibatkan kedua belah pihak. ( Schacht, 1989:145). Coba kita tinjau hukum yang berhubungan dengan riba dari masa ke masa. Kita melihatnya dari Al-Qur’an: a) Oleh karena orang yahudi melakukan kezaliman, maka kami haramkan atas mereka makan yang baik-baik yang kami halalkan dahulunya dan oleh karena mereka seringkali menghalangi orang lain beribadat kepada Allah. Dan karena mereka menekan (mengambil) harta riba padahal mereka telah dilarang dari mengambilnya dank arena mereka mengambil harta orang dengan jalan yang tidak halal (batil); Kami sediakan siksa yang pedih untuk orang-orang kafir itu. Telah diketahui bahwa riba telah juga diharamkan kepada kaum Yahudi malahan sebelum kedatangan Islam, riba ini merupakan salah satu amalan buruk yang telah menyebabkan kesengsaraan demi kesengsaraan kepada 260
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
masyarakat sampai mereka tidak dapat melakukan sesuatu menurut undang-undang. b) Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda. Takutlah kamu kepada Allah, mudahmudahan kamu mendapatkan kemenangan. Ayat ini merujuk kepada riba pada zaman jahiliah, yaitu sebelum Islam yang akan dibicarakan kemudian. Perkataan ‘Takutlah kamu kepada Allah menjelaskan secara khusus tentang syarat utama untuk mencapai keberhasilan yang sebenarnya. Malahan, takut kepada Allah atau takwa, seperti yang kita ketahui merupakan dasar yang sebenarnya dan tolak ukur yang utama untuk menilai amalan atau tingkah laku manusia. c) Orang-orang yang memakan harta riba, tiada berdiri, melainkan seperti berdirinya orang gila yang dibinasakan oleh setan. Yang demikian itu karena mereka berkata; “Jual-beli itu sama seperti riba.” (Allah menjawab perkataan mereka), “Dihalalkan oleh Allah jual-beli dan diharamkan-Nya riba.” Barangsiapa yang menerima peringatan atau pengajaran dari Tuhannya dan berhenti dari amalan riba maka pekerjaan yang telah lalu itu dihalalkan dan terserahlah perkara yang telah terjadi itu kepada Allah. Dan, barangsiapa yang kembali melakukan riba, maka mereka adalah ahli neraka yang akan kekal di dalamnya. Ayat ini menjelaskan keburukan riba yang menyebabkan riba itu diharamkan. Merujuk kepada ayat ini, perniagaan berbeda dari riba sebagai penolakan pandangan Arab Jahiliah yang mengatakan “Keduanya sama seandainya kita mengambil sesuatu dalam bentuk berlebihan untuk awal sesuatu urusan niaga atau pada akhirnya apabila bayaran dibuat. d) Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba, jika kamu orang yang beriman. Maka jika kamu tidak melakukannya, ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya aakan memerangi kamu daan jika kamu bertaubat, bagi kamu pokok harta kamu; tidaklah kamu menzalimi dan tidaklah kamu dizalimi. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
261
Solikhul Hadi
Ayat ini diturunkan ketika Bani Thaqif di Taif memberi pinjaman dengan riba kepada anggota Bani Mughirah di Mekah dengan menuntut riba yang belum dijelaskan dari mereka karena mereka enggan membayarnya dengan alas an Islam telah menghapuskan riba. Hal ini menimbulkan perpecahan di antara kedua suku ini sampai mereka mengadukannya kepada ‘Attab Usaid yang menjadi Gubernur Mekah mengemukakan perkara ini kepada Rasulullah untuk mendapat keputusan. (At-Tabari, Jil. 6, 1972:13). Menurut Ibnu Abbas inilah ayat yang terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad (Bukhari, Jil. 3, 1979: 11) Perhatikan nada ayat-ayat di atas, bagaimana penegasan itu dibuat secara bertingkat-tingkat yang membayangkan penurunan wahyu untuk memantapkan hukum atau ajaran yang telah juga disebut sebelumnya. Keburukan yang bersumber dari riba amat besar dan siapa saja yang mengamalkan riba dianggap sebagai musuh Allah dan Rasul-Nya. Jelasnya, setiap orang yang beriman dipastikan memahami hakikat riba dan akibatnya, untuk menjamin dirinya dari terjebak dalam perangkap riba.
Maka untuk memahami hakikat riba secara mendalam, kita perlu menganalisis perkataan riba itu terlebih dahulu, hubungannya dan hadits-hadits Rasulullah. Perkataan riba berarti ‘tambahan’ atau ‘berlebihan’ yang melamapaui sesuatu. (At-Tabari, Jil. 6, 1972: 7) Ini terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an. ‘Dan kami lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami turunkan air atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah’. ‘Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering, tandus maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur’.
Tetapi secara teknik, perkataan ini digunakan untuk menunjukkan bahwa orang Arab Jahiliah telah menggunakan suatu kadar yang melebihi model pokoknya. ( Ar-Razi, Jil. 2, 1980:529)
262
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
Oleh karena itu dinamakan riba Jahiliah sebagai istilah yang diberikan oleh Rasulullah sebagaimana yang dipraktekkan oleh masyarakat sebelum Islam. Riba berlaku apabila seseorang itu menjual sesuatu barang kepada orang lain dengan menentukan tempo untuk membayarnya. Jika tempo yang ditentukan itu berakhir, sedangkan utang itu belum terlunaskan (orang yang utang belum dapat membayar) maka pemiutang dapat melanjutkan tempo utang itu dengan menambah jumlah bayaran. Ada sesuatu yang menjadi kebiasaan bahwa seandainya masa pembayaran sudah tiba, pengutang dapat meminta pihak pemiutang melanjutkan tempo pembayaran dengan menambah pinjaman itu lagi. Dalam sebagian kasus, pinjaman itu akan berlipat ganda dan membesar seperti binatang. Contohnya, seperti unta berumur satu tahun pada tahun pertama, dan tahun berikutnya ia berumur dua tahun dan begitulah seterusnya. Menurut ArRazi, mencari keuntungan secara riba yang terdapat dalam zaman jahiliah adalah memberikan pinjaman kepada seseorang dalam tempo yang ditentukan dan sebagian pinjaman diminta daripadanya setiap bulan sebagai bunga. Ini pada prinsipnya adalah merupakan tuntunan bayaran bagi jatuh tempo yang ditentukan atau mungkin pengutang tidak dapat menyelesaikan utangnya. Jadi, penambahan tempo pembayaran itu telah juga dijamin melalui pertambahan bunga atau faedah. Bunga atau riba seperti ini dikenal sebagai riba Nasi’ah. Pengharaman riba dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dengan lebih lanjut, yang mencakup suatu tambahan atau kelebihan bayaran yang dikenakan atas orang lain untuk pertukaran barangyang sama jenisnya. Larangan ini bertujuan untuk membendung kemungkinan terjadi perbuatan riba secara tunai disebut Radl, yang perlu diuraikan lagi sesuai dengan hadits Rasulullah: a) Dari Ubaidah bin Semit, katanya saya mendengar Rasulullah bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, barli dengan barli, kurma dengan kurma, EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
263
Solikhul Hadi
garam dengan garam, sama timbangan atau takarannya dari tangan ke tangan, dan seandainya berbeda jenisnya maka juallah (barang ini) menurut yang kamu suka asalkan (pertukaran itu) dari tangan ke tangan.” b). Dari Abu Said Al-Khudri, katanya, Rasulullah bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, barli dengan barli, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama timbangan atau takarannya dari tangan ke tangan. Orang yang memberi atau mengambil lebih dari itu dia telah melakukan riba. Dan kedua-duanya berdosa.” (Muslim, Jil. 1, 1982: 466) c). Dari Abu Said Al-Khudri, katanya Rasulullah bersabda, “Tidak boleh menjual emas dengan emas, melaainkan sama keduaanya, tidak seorang pun yang diperbolehkan memberi dengan lebihan, tidak boleh menjual perak dengan perak melainkan keduanya sama, tidak seorang pun yang diperbolehkan memberi dengan lebihan, tidak boleh berniaga untuk barang yang tidak ada (ghaib) dengan barang yang ada (hadir).” d). Dari Ibnu Mas’ud, katanya Rasulullah amat mengutuk penerima riba, pembayar riba, pencatat yang mencatatnya, dan orang yang menjadi saksi di antara kedua pihak yang terlibat, dan Rasulullah bersabda, ‘Mereka semuanya terlaknat’. Bukhari, Sahih, Kitab al-Buyu’u, Jil. 3, hlm. 28; Muslim, Sahih, Kitab al-Buyu’u, Jil. 1, ( Bukhari, Sahih, Kitab al-Buyu’u, Jil. 3, hlm. 28; Muslim, Sahih, Kitab al-Buyu’u, Jil. 1, ) e). Dari Abu Said Al-Khudri, dan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah telah melantik seorang keetua di Khaibaar, kemudian dia dating menemui Rasulullah membawa kurma yang baik (janib), lalu Rasulullah bertanya, “Apakah kurma di Khaibar seperti ini?” jawab orang itu, “Tidak, kami menukar jenis ini segantang dengan dua gantang jenis caampuraan, “ Maka sabda Rasulullah, “Jangan berbuat begitu! Juallah jenis kurma jenis campuran ini untuk mendapatkan uang, kemudian beli jenis yang baik (janib) dengan uang itu.” f) Daari Abu Said Al-Khudri, Katanya bahwa Bilal datang 264
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
menemui Rasulullah, membawa kurma barni, maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Dari mana kurma ini? Jawab Bilal, “Kurma ini kurang baik, maka saya tukarkan (jual) dua gantang kurma jenis ini dengan satu gantang jenis yang baik (barni).” Maka dengan spontan Rasulullah bersabda, “Inilah riba yang sebenarnya. Janganlah lakukan! Tetapi jika kamu hendddaak membeli kurma ini, jual dulu kurma yang kurang baik, kemudian gunakan uaang hasil penjualan itu untuk membeli kurma ini (barni).” Prinsip yang dapat dirumuskan dari hadits-hadits di atas adalah bahwa sesuatu barang hendaklah dijual dengan barang yang sama jenisnya, seperti perak dengan perak, keduanya harus sama jumlahnya daan keduanya diserahkan dengan segera. Seandainya jenisnya berbeda seperli gandum dengan berli, maka keduanya tidak perlu sama kuantitasnya, tetapi keduanya haruslah diserahkan dengan segera. Ulama fikih setuju tentang pengharaman riba, tetapi mereka mempunyai perbedaan pendapat tentang ruang lingkup pengharaman itu, apakah hukum itu hanya kepada barang yang dinyatakan dalam hadits-hadits di atas atau hukum itu meliputi barang apa saja yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum itu hanya dikenakan terhadap enam jenis barang yang disebutkan di atas, sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwa hukum itu mencakup barang lain yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Golongan ulama yang berpendapat bahwa hukum itu mencakup barang yang lain selain enam jebis barang saja mempunyai perbedaan pendapat pula tentang ‘illah’ yang berhubungan dengan pengharaman itu. ‘Menurut mazhab syafi’i dan Hanbali, hukum riba dikenakan kepada pertukaran barang semua jenis makanan, sedangkan menurut mazhab Maliki hukum itu hanya dikenakan atas barang makanan yang dapat disimpan, selanjutnya mazhab Maliki menjelaskan bahwa hukum itu dikenakan kepada semua jenis barang yang biasa dijual dengan timbangan atau takaran. ( Baillie, 1997: 295) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
265
Solikhul Hadi
Perbedaan pendapat ini bersumber dari kenyataan hadits-hadits Rasulullah yang tidak menjelaskan pelaksanaan hukum riba untuk barang selain enam jenis yang disebutkan dan berdasarkan kenyataan ini Khalifah Umar pernah berkata, ‘Nabi Muhammad telah meninggalkan dunia ini dan kita belum mendapatkan penjelasan mengenai masalah riba’ Secara umum, kata-kata Khalifah Umar dapat ditafsirkan untuk menyempitkan pengharaman riba yang dikenakan kepada enam jenis barang seperti yang telah dinyatakan oleh Rasulullah. Khalifah tidak dapat memberi makna lain sehubungan dengan hadits-hadits tersebut, sebaliknya dia mengumpulkan orang mukmin untuk meneliti hukum riba dan meminta orang menghindarinya sekalipun untuk perkara yang menyerupainya. Khalifah berkata, ‘Ayat yang terakhir diturunkan adalah mengenai riba dan Rasulullah telah wafat tanpa menjelaskan dengan lebih lanjut masalah riba. Oleh karena itu hindarilah riba dan apaapa saja yang menyerupainya. (Ibnu Hanbal, Jil. 2, 1980: 239) Kata-kata ini selaras dengan hadits Rasulullah yang artinya, “Tinggalkanlah apa saja yang kamu ragukan, dan ambillah apa saja yang tidak kamu ragukan.’ Dalam sebagian keadaan, tingkatan berjaga-jaga itu menjadi lebih tinggi, khusus dalam menghadapi masalah riba yang sangat dikutuk oleh Rasulullah. Makna dan ruang lingkup masalah riba telah juga dijelaskan. Pengharamannya tidak dapat dipersoalkan lagi, selaras dengan maksud ayat Al-Qur’an, ‘Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba’Yang sangat nyata maksudnya. Apabila makna ayat sudah jelas, maka ia tidak memerlukan penjelasan lagi, malahan Ar-Razi telah memberikan beberapa alasan yang berhubungan dengan pengharaman riba: a) Riba merupakan pertambahan yang diperoleh melalui harta orang lain tanpa membeli nilai ganti yang saksama, sedangkan Rasulullah menegaskan dalam haditsnya, bahwa harta seseorang itu haram untuk orang lain seperti pengharaman terhadap darahnya. Ada argumentasi tentang 266
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
riba yang dapat menjadi halal bagi pemiutang untuk mendapatkan kembali uang dan keuntungan yang diperoleh oleh pengutang dari uang itu. Uang itu sebenarnya milik pemiutang, maka dia mendapatkan keuntungan dengan melibatkan dalam setiap perniagaan (yang diusahakan) oleh pengutang. Akan tetapi perlulah disadari bahwa keuntungan dalam perniagaan tidak tetap, berbeda dalam kelebihan yang diperoleh melalui riba, yaitu kelebihan yang tetap. Memaksakan suatu jumlah yang tetap sebagai pengembalian untuk sesuatu yang tidak wajar terhadap pengutang. b) Diharamkan riba sebab riba menghalangi manusia dari berusaha dengan bersungguh-sungguh dalam bidang khusus (perusahaan dan perdagangan). Seandainya orang yang mempunyai uang yang diperoleh secara riba, dia akan terus bergantung pada cara yang mudah ini dan dia akan bersusah payah untuk mengisi hidupnya melalui kegiatan perdagangan dan perindustrian.sikap ini akan menghambat usaha untuk mewujudkan kemajuan dan kebahagiaan orang lain. c) Perjanjian dalam perbuatan riba menyebabkan hubungan di antara manusia dan manusia menjadi renggang. Seandainya perjanjian itu dibuat secara illegal, maka tidak susah untuk meminjamkan dan mendapatkan apa-apa lagi yang telah dipinjamkan. Akan tetapi, seandainya perjanjian itu dibuat secara legal, orang akan meminjam sekalipun kadar bunga atau faedahnya amat tinggi, untuk memenuhi kehendaknya. Ini akan menyebabkan terjadi pergeseran, pertengkaran, dan menghilangkan hubungan baik antara anggota masyarakat. d) Perjanjian dalam amalan riba mengandung unsure penipuan yang memungkinkan orang kaya untuk mendapatkan kelebihan (keuntungan yang berlebihan) dari pokoknya. Ini adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum itu dan bertentangan dengan prinsip keadilan dan saksama. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
267
Solikhul Hadi
Akibatnya orang yang kaya bertambah kaya dan orang yang miskin semakin miskin. Pengharaman riba telah dibuktikan oleh Al-Qur’an, maka tidak perlu bagi manusia mengetahui sebab-sebabnya. Kita telah membuangnya sebagai sesuatu yang haram dan kita tidak akan lagi memikirkan sebab-sebabnya. ( Ar-Razi, Jil. 2, 1973: 531. ) Seandainya kita mengkaji sejarah, akan kita dapati bahwa bukan Islam saja yang mengutuk perbuatan meminjamkan uang dengan mengenakan bunga. Cara itu juga dikutuk oleh agama Yahudi dan Kristen dan ini haruslah ada alasannya. Pasti sekali perbuatan riba mengandung keburukan karena membenarkan orang yang meminjam uang menindas orang miskin dan hidup dari hasil keringat, darah, dan penderitaan orang banyak; ia memusatkan uang kepada sejumlah kecil anggota masyarakat dan membatasi peredaran uang sercara bebas yang menimbulkan keadaan yang tidak sehat dalam kegiatan ekonomi; hal itu meenyebabkan lahirnya kapitalisme yang membagi manusia menurut kelas-kelas; setiap orang menghambakan diri kepada orang lain. Akhirnya terjadi pertentangan kelas. Ada lagi keburukannya yang lain yang menyebabkan tidak mempunyai ruang dalam undang-undang Plato dan ia ditentang dengan keras oleh tokoh utama seperti Aristoteles, sebagai suatu usaha pencarian keuntungan yang tidak alami. Dalam dunia modern pun keburukan itu jelas kelihatan dalam bentuk inflasi, deflasi, malahan dalam perputaran perniagaan memberi kesan buruk kepada kegiatan ekonomi, menyebabkan kemiskinan dan penderitaan meningkat dengan berlipat ganda. B. Beberapa Penentangan Walaupun riba diharamkan oleh Islam, namun ada orang yang membedakan utang yang produktif dari utang yang tidak produktif. Mereka menegaskan bahwa pengharaman itu tidak melibatka utang yang produktif karena kekayaan yang 268
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
diperoleh dari padanya bukan dengan cara yang tidak adil. Pengutang mendapat manfaat dari padanya dan dia akan dapat membayar bunga itu dengan mudah, selain itu dia dapat memenuhi keperluannya, yang semuanya itu diperoleh dari uang yang dipinjamkan kepadanya. Akan tetapi orang yang berpendapat seperti di atas tidak menyadari hakekat bahwa pengutang bukan selalu mendapat keuntungan dari penyatuannya, sebaliknya pemiutang jarang menanggung resiko. Jadi, tindakan pemiutang menentukan bagiannya dengan sewenang-wenang dari pengutang adalah merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Dan di samping itu, tidak ada jaminan bahwa pengutang akan menggunakan jumlah uang pinjaman itu untuk tujuan produktif saja. Ada kemungkinannya dia akan mengggunakan uang itu untuk memenuhi kehendaknya yang lain. Oleh karena itu, utang bukanlah selalu produktif. Adam Smith dan Ricardo, menjelaskan bahwa riba adalah sebagai ganti rugi yang dibayar oleh peminjam kepada pemberi pinjaman, dengan tujuan untuk menampung kerugian yang dialami oleh pemberi pinjaman karena uangnya telah digunakan oleh peminjam, atau sekurang-kurangnya dianggap sebagai ganjaran pengorbanan pemberi pinjaman yang dilakukannya dalam bentuk simpanan uang. Akan tetapi alas an ini juga tidak dapat dipertahankan karena tidaklah harus investasi dapat mendatangkan keuntungan, kerugian yang dialami besar kemungkinannya tidak dapat ditutupi. Sehubungan dengan ganjaran yang diberikan pada pemilik pinjaman karena pengorbanannya, Lord Keynes telah menyangkanya dengan alasan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang tidak beralasan karena bunga tidak dapat dijadikan sebagai ganjaran untuk tabungan. Orang dapat menyimpan uang tanpa memberi pinjaman yang dikenakan bunga dan orang dapat memperoleh bunga dengan meminjam suatu pinjaman yang tidak ditabungkan tetapi diwarisi. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
269
Solikhul Hadi
Lebih jauh lagi, ada pendapat yang mengatakan bahwa bunga dalam perdagangan tidak dapat dihukumkan haram. Sebab bunga itu hanya berlaku dalam zaman modern dan tidak terjadi pada zaman dahulu. Penddapat ini dikemukakan mungkin karena ada anggapan bahwa bunga dalam perdagangan hanyalah sebagai pajak atas pinjaman yang diberikan untuk tujuan yang produktif seperti yang dibicarakan sebelum ini. Untuk mengetahuinya dengan lebih lanjut lagi kita tinjau perdagangan di Mekah (sebelum Islam) yang telah menjadi pusat bank yang membuat pembayaran ketempat-tempat yang jauh dan sebagai suatu tempat penjelasan untuk perdagangan antar bangsa. Dan kedudukan orang arab pada masa sekarang sama seperti pada masa lampau dalam posisi geografi yang strategis yang menjadi salah-satu nadi perdagangan dunia. Kata Lammens, penelitian terhadap Al-Qur’an dan hadits akan memberi tahu kita akan kemasyhuran dan kehidupan yang makmur di Mekah, sebuah lembah yang tandus. Keadaan di situ samalah seperti keadaan di tempat orang banyakyang hiruk pikuk atau suasana bursa saham pada masa sekarang yang amat sibuk. Di Mekah senantiasa ada pembicaraan sama seperti dibursa saham, begitu juga terjadi demam uang, spekulasi yang hebat, dan juga kemewahan yang tidak diduga dan kemusnahan yang silih berganti dengan cepat. Mekah menjadi surga broker saham, dengan mengenakan bunga kepada mereka yang tidak memikirkan berbagai resiko yang disebebkan oleh pinjaman demikian pada masa dan di tempat itu. Di tempat-tempat penukaran uang, orang membuat spekulasi terhadap pertukaran mata uang. Mereka memperjudikan nasib terhadap naik dan turunnya mata uang asing dan terhadap kafilah yang membawa barang dagangan, sampainya dan kelambatannya. Pengalian uang Byzantine, Sasan, dan Yaman dengan banyaknya ke Mekah, kompleksnya system keuangan dan pengetahuan yang diperlukan untuk meneruskannya telah menyebabkan lahirnya berbagai pengurusan dan urusan dagang yang amat menguntungkan. 270
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
Dengan penjelasan di atas, dapatkah dikatakan bahwa tidak ada bunga dalam kegiatan perdagangan pada masa sebelum Islam? Atau dapatkah dikatakan bahwa pedagang-pedagang Arab berhutang hanya untuk tujuan yang tidak produktif? Sebenarnya tujuan yang produktif dan bunga dalam perdagangan terdapat pada masa itu bagai riba yang telah diharamkan oleh Islam. Menurut Islam, pengharaman ini bertujuan untuk membatasi kegiatan mendapatkan keuntungan secara tidak adil dengan menimpakan kerugian kepada pengutang sebagaimana yang telah dijelaskan. Asas keadilan Islam yang halal adalah ‘Tidak menimpakan kerugian yang tidak ditimpa kerugian’. Jangan dilupakan bahwa menburut hukum Islam tidak ada perbedaan diantara utang yang produktif dengan utang yang tidak produktif, begitu juga tidak dibedakan di antara bunga dalam perdagangan dengan yang bukaan yang perdagangan. Apa saja yang melebihi pokoknya tetap dianggap bertentangan dengan hukum. Menurut hadits Rasulullah, pinjaman apa saja yang membawa keuntungan (kepada pemberi pinjaman) adalah riba. Prinsip yang terkandung dalam hadits ini diterima oleh para shahabat dan ulama fikih. ( Ibnu Duwyan, Jil. 1, 1984: 349) Terdapat juga golongan yang menentang pengharaman riba yang dikarenakan untuk bunga denda dan bukan lagi bunga biasa. Mereka mengesampingkan ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa setiap orang yang beriman dilarang memakan riba yang berlipat ganda. Larangan ini dapat kita rujuk dengan mudah pada ayat yang diturunkan khusus untuk hal tersebut yang mengandung ayat yang artinya, ‘… Jika kamu bertaubat (dari memakan riba), maka bagimu (modal) pokok hartanu (tanpa bunga)’. Pemiutang tidak boleh mengambil lebih dari modal pokoknya. Larangan ini ditegaskan lagi oleh Rasulullah Saw. dalam haji wada. ‘Semua jenis riba dihapuskan, tetapi kamu berharak atas modal pokok kamu. Janganlah kamu dizalimi’. Allah telah menentukan pahwa tidak dapat lagi berlaku riba dan riba Abas Bin Abdul Mutholib telah dihapuskan. ( Ibnu Hisyam,Jil. 2, 1981:603. ) EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
271
Solikhul Hadi
Coba perhatikan ayat ‘Janganlah kamu melakukan kezaliman dan janganlah pula kamu dizalimi’ seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 279. dalam sabda Rasulullah di atas diulangi kalimat yang terdapat dalam Al-Qur’an untuk menjelaskan bahwa tidak ada siapapun yang teraniaya, seperti pengutang yang terpaksa menanggung kerugian terhadap modal pokoknya. Jadi tidak ada masalah yang timbul, baik bunga denda atau bunga biasa. Perkataan riba yang bermakna ‘tambahan’ atau ‘kelebihan’ (dalam perniagaan) yang dapat diistilahkan untuk tambahan yang paling rendah, sederhana, dan tinggi, melalui modal pokok yang dan sesungguhnya tidak mungkin riba dapat diijinkan dengan alasan bunga itu rendah atau biasa. Malahan, dapatkah riba dianggap remeh, dengan kata-kata, ‘biarkanlah riba berlaku, karena itu sesuatu yang biasa’, sedangkan hukum Islam memerintahkan supaya kita menghapuskan bahaya riba hingga keakar-akarnya? mengenai kutukan Rasulullah terhadap riba, Guillaume berkata, ‘tinggalkan, walau bagaimanapun, tiada tempat bagi pihak manapun dalam perniagaan.’ ( Guillaume, 1974:101 ) C. Urusan Riba di Negara bukan Islam (Dar al-Harb) Riba seperti yang dijelaskan di atas tetap diharamkan di seluruh wilayah Negara Islam walau apa pun bentuknya, namun riba itu masih memerlikan penelitian, apakah hukum itu dikenakan juga kepada perniagaan riba di antara orang Islam dan orang bukan Islam di Negara bukan Islam. Terdapat sebuah hadits mengenai masalah ini. Hadits itu diriwayatkan oleh Mukhool (maksudnya), “Tidak ada riba di antara seorang kafir harbi dengan seorang Muslim.”( Marghinani, Jil. 3, 1986: 87). Sebelum kita berbicara lebih jauh lagi tentang maksud hadits ini, baiklah kita teliti terlebih dahulu kesahihan perawi hadits termasuk. Berdasarkan penelitiaan yang dibuaat, hadits ini digolongkan ke dalam hadits mursal- yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Tabi’i (setelah sahabat) tetapi tidak diketahui dari sahabar Rasulullah yang manakah dia memperoleh hadits 272
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
itu. Jelasnya, hadits itu tidak dapat dihubungkan perawi telah terputus. Di samping itu kandungan hadits ini bertentangan dengan Al-Qur’an daaan hadits-hadits lain mengenai riba. Oleh karena itu hadits tersebut tidak dapat diterima oleh kebanyakan ulama seperti Imam Abu Yusuf, Imam Syafi’i Imam Malik, dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal, hanya saja Abu Hanifah menerimanya sebagai hujah untuk pendapatannya. “Seandainya seorang Islam masuk ke negeri bukan Islam dengan aman (jaminan keselamatan), maka tidak ada salahnya jika dia mengambil harta mereka (orang kafir harbi), dengan kebenaran dari mereka, dalam keadaan apapun juga karena dia mengambilnya menurut undang-undang, tanpa penipuan apapun dan oleh karena itu tindakan demikian telah diizinkan kepadanya.” Pendapat ini telah dicatat oleh Imam Muhammad dalam Siyar kabir, maka berdasarkan pendapat ini Kashani melakukan perjanjian secara riba dan perjanjian-perjanjian yang lain. Oleh karena itu, perjanjian yang tidak sah menurut hukum Islam dapat menjadi sah seandainya perjanjian tersebut dibuat dengan kafir harbi di Negara bukan Islam oleh orang Islam atau zimmi (orang kafir yang tinggal di negeri Islam dengan membayar pajak atau ziyah). Dalam hadits di atas terdapat perkataan Harbi yang berasal dari kata Harb (perang). Oleh karena itu kafir harbi berarti orang orang yang bukan Islam yang menetap di negeri atau masyarakat yang berperang dengan orang Islam. Amat dimaklumi bahwa, perang menyebabkan adanya perbedaan hukum sehingga hal-hal yang haram atau bertentangan dengan undang-undang menjadi halal atau dibolehkan oleh undang-undang. Contohnya, seandainya orang Islam berhasil mengalahkan orang bukan Islam maka mereka akan menjadi pemilik harta orang Islam yang mereka dapati dalam peperangan dan mereka berhak membawanya kembali ke negeri mereka sendiri. Tampaknya Imam Abu Hanifah menggunakan prinsip atau kaidah harta rampasan perang dalam hukum perniagaan riba di Dar al-harb dengan pengandaian bahwa peperangan di antara Islam dan Negara bukan Islam berkelanjutan. Dari EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
273
Solikhul Hadi
sudut pandangan jihad, atau tanggungjawab orang Islam menyebarkan Islam, dunia dibagi dua kelompok, Dar al-Islam, yaitu negeri atau Negara aman yang dikuasai oleh orang Islam dan Dar al-Harb, yaitu negeri atau Negara perang yang dikuasai oleh orang bukan Islam dan dipandang senantiasa ada peperangan diantara Dar al-Islam dan Dar al Harb. Akan tetapi situasi telah berubah karena adanya beberapa persetujuan bersama dan menurut MacDonald, teori ini dianggap tidak praktis di masa sekarang. Kita masih perlu meneliti apakah pendapat Imam Abu Hanifah dapat digunakan atau diqiaskan untuk perniagiaan riba di antara orang kafir harbi dan orang Islam, di negeri bukan Islam yang tidak mempunyai persetujuan bersama apapun dan di negeri yang sebenarnya berperang dengan negeri Islam. Menurut undang-undang antar bangsa bahwa peperangan di antara dua buah Negara menyebabkan terputusnya hubungan diplomatic di antara kedua Negara yang menetapkan perang dan peraturan umum mengenai individu tunduk pada pengumuman perang itu yang mempunyai ciriciri permusuhan, oleh karena itu tidak ada kemungkinan seseorang Islam masuk ke Negara bukan Islam dengan jaminan keamanan. Jadi, pendapat Imam Abu Hanifah yang tersebut di atas terdapat digunakan untuk urusan riba dalam masa perang, di negeri bukan Islam, di antara orang kafir harbi dan orang Islam, dalam keadaan orang Islam itu telah berada di Negara bukan Islam, secara aman sebelum pengumuman perang yang dibenarkan untuk terus tinggal di Negara itu walaupun setelah pengumuman itu. Baik kiranya untuk dicatat bahwa semasa terjadinya perang dunia pertama, hamper semua Negara yang mengumumkan perang membenarkan musuh yang tinggal di Negara-negara yang terlibat untuk terus tinggal di Negaranegara itu, malahan dalam sebaagian kasus ada Negara yang memaksa mereka berbuat demikian. Perlu diingat bahwa bukan hanya perang yang menjadi cara untuk berurusan dengan orang kafir karena orang Islam 274
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
perlu menunjukkan keikhlasan dan berurusaan dengan adil terhadap mereka yang suka akan kedamaian, ‘Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik yang berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.’ Sikap perdamaian Islam tergambar dalam keadaan aman seperti menggunakan perantaraan, perundingan, dan membuat persetujuan bersama untuk mewujudkan hubungan yang tetap di antara orang Islam dan orang bukan Islam. Secara khusus, persetujuan bersama, mempunyai peranan yang penting untuk mengekalkan keamanan dan keselamatan dan oleh karena itu banyak penekanan diberikan untuk menjamin keluhurannya.Allah berfirman, seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an, “hai orang-orang yang beriman penuilah akad-akad itu.” “Dan sempurnakanlah janji, karena janji itu diminta pertanggungjawabannya” ‘Sesungguhnya berbahagialah orangorang yang beriman…dan orang-orang... yang memelihara amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.’ “kecuali orang musrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjiannya) dengan kamu dan tidak (pula) mereka membantu siapa pun yang memusui. Maka terhadap mereka itu sempurnakanlah janjimu sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertakwa.” Ini perintah Allah pada setiap orang Islam agar mereka senantiasa menjaga kata-katanya dan menyempurnakan tanggungjawab terhadap persetujuan yang telah dibuatnya. Oleh karena itu, apabila orang musyrikin dapat dipercaya dan mereka tidak mengingkari janjiany, maka orang Islam diperintahkan untuk menyempurnakan janji atau persetujuannya sampai waktunya habis, yaitu apabila mereka mengakhiri masa perjanjian itu. Ini dianggap sebagai suatu cara pelaksanaan yang umum, dianggap selesai dan berakhirnya pelaksanaan persetujuan tersebut. Ahli tafsir menguraikan kata-kata ‘Sesungguhnya Allah menykai orang-orang yang bertakwa’ bagai penjelasan dan perintah tentang menyempurnakan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
275
Solikhul Hadi
janji adalah sebagai amalan orang yang bertakwa yang akan mendapat keridhoaan Allah. Ini dijelaskan dalam surah yang sama, yang memberi panduan atau perintah, ‘Selama mereka mempercayai kamu, maka kamu hendaklah mempercayainya karena Allah menyukai orang-orang yang bertakwa’. Ini juga dianggap sebagai suatu cara pelaksanaan yang umum.( Anderson dan Coulson, 1958: 924) Perintah ini dikukuhkan lagi oleh hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa setiap orang Islam terikat oleh janjinya dan mereka tidak dapat menyalahi janjinya. Semua ini membuktikan dengan jelas ‘pacta sunt sevenda’ dilaksanakan sepenuhnya dalam syari’at Islam sebagai yang terdapat juga dalam unddang-undang Negara ini. Dunia modern adalah sebagai pewadah untuk berbagai Negara yang terikat di antara suatu Negara dengan Negara lain oleh hubungan perjanjian, sampai ada suatu hubungan yang lebih luas daerahnya yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa Bersatu, yang juga beranggotakan Negara-negara Islam. Tujuan sama perserikatan adalah untuk mengekalkan keamanan dunia yang pernah mengalami perang. Pasal pertama yang terkaandung dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah garis besar tujuan perserikatan tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk mengekalkan keamanan dan keselamatan antar bangsa perserikatan itu, juga berusaha untuk membangun hubungan persaudaraan dikalangan anggotanya, berlandaskan prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri; untuk mencapai kerjasama antar bangsa dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan atau ciri-ciri kemanusiaan, dan untuk berperan sebagai pusat untuk mewujudkan keharmonisan tindakan Negara-negara yang terlibat untuk mencapai tujuan bersama. Sebagian dari prinsip dasar Perserikatan BangsaBangsa seperti yang terdapat dalam Piagam, pasal 2, dapat dikemukakan seperti berikut:’ Perserikatan Bangsa-Bangsa berdasarkan kedaulatan yang sama untuk setiap anggotanya; perselisihan akan 276
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
diatasi secara damai; setiap anggota berjanji tidak akan menggunakan kekerasan atau sesuatu yang berupa kekerasan yang bertenyangan dengan tujuan Perserikatan BangsaBangsa; setiap anggota harus membantu Perserikatan dalam setiap tindakannya yang selaras dengan kehendak Piagam; dan Negara-negara yang tidak menjadi anggota perserikatan Bangsa-Bangsa dikehendaki bertindak sesuai dengan prinsipprinsip ini, sebagai suatu yang perlu untuk mengekalkan keamanan dan keselamatan antar bangsa. Pasal 2, juga menjelaskan bahwa Perserikatan itu tidak akan turut campur dalam urusan dalam negeri setiap Negara, kecuali untuk mengambil langkah-langkah keamanan.’ ( Laves dan Thomson, 1980:426) Selain ini ada persetujuan yang lain yang dapat diartikan sebagai persetujuan damai, antara negara Islam dan negara bukan Islam dan dalam menghadapi sebagian persetujuan perinsip peperangan tidak dapat digunakan, maka urusan riba juga tidak diijinkan. Sekarang kita kembali kepada pandangan umum bahwa riba diijinkan dalam Negara bukan Islam karena Islam tidak turut campur terhadap terhadap urusan Negara tersebut. Perlu kiranya diingat masalah ini dilihat dari persoalan bidang kekuasaan saja. Negara Islam mempunyai bidang kekuasaan dalam wilayahnya, dan tidak berhak atas seseorang Islam yang melakukan sesuatu yang bertyentang dengan undang-undang di Negara lain. Akan tetapi, hal ini tidaklah berarti orang yang melakukan kesalahan itu terlepas dari tanggungjawabnya terhadap Allah yang mempunyai kekuasaan kepada seluruh alam. Orang Islam haruslah senantiasa waspada bahwa hukum Islam mempunyai ciri-ciri individu dan oleh karena itu hukum dapat dikenakan dimana saja mereka berada, ‘hukum Islam mengikat individu, bukan kumpulan dalam suatu wilayah; setiap orang yang beriman haruslah senantiasa memperhatikan hukum ini sekalipun mereka berada di wilayah yang bukan Islam. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
277
Solikhul Hadi
Daftar Pustaka
Abdul Fattah, Dr., al-Ijma’, Mesir, Cet. I, 1979. __________ Tarikh al-Fiqh al-Islami, Mesir, Cet. II, 1981. Abdul Hamid, Nidhamuddin, Mafhum al-Fiqh al-Islami, Muassasah al-Risalah, Beirut, 1984. Abdur Rahim, Muhammadan Jurisprudence, Lahore, 1968. Abu Zaid, Dr. Farouq, Hukum Islam : antara Tradisionalis dan Modernis, H. Husein Muhammad (terj.), P3M, Jakarta, Cet. I, 1986. Al-Albani, M. Nashiruddin, Irwa al-Ghalil Fi Takhrij Ahadits Manar al-Sabli, Maktab Islami, Damaskus dan Beirut. Ali al-Tsiqafi, Dr. Salim, Mafatih al-Fiqh al-Hambali, Mekkah, Cet. I, 1978. Ali al-Sayis, Muhammad, Tarikh al-Fiqh al-Islami, Mesir, 1957. Al-Amidi, Saif al-Din, al-Ihkam Fi Ushul al-Ahkam, Dar al-Hadits, Mesir. Anas, Malik bin, al-Muwattha’, Dar al-Fikr, Beirut, 1987.
__________ al-Mudawwanah al-Kubra, Dar Shadir, Beirut.
Anderson, J.N.D., “Recent Development in Shari’a Law”, Muslim World 40, 1950. Anshari, Endang S., Ilmu, Filsafat dan Agama, Bina Ilmu, Surabaya. Al-Asnawi, al-Tahmid Fi Takhrij al-Furu’ ‘Ala al-Ushul, Dr. M. Hasan Haitu (ed.), Muassasah al-Risalah, Beirut, Cet. II, 1984. Al-‘Asqalani, Ibnu Hajar, al-Mathalib al-‘Aliyah, Kuwait, 1970. __________ Fath al-Bari, Dar al-Fikr, Beirut. 278
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
Baltaji, Dr. Muhammad, Manahij al-Tasyri’ al-Islami Fi al-Qarn al-Tsani al-Hijri, Riyadh, 1977. Al-Bashri, al-Mu’tamad Fi Ushul al-Fiqh, Beirut, Cet. I, 1983. Coulson. Norman J., A History of Islamic Law, Edinburgh 1964. Gibb, H.A.R., Islam A Historical Survey, London, Ed. II, 1980. Gibb, H.A.R., Journal of Comparative and International Law, Seri ke-3, Vol. 34. Goiteins, S.D., Studies in Islamic History and Institution, Leiden, 1965. al-Ghazali, Abu Hamid, al-Mustashfa, Dar al-Fikr, Beirut. ________ Ihya Ulum al-Din, Mesirt 1939. Fitgerald, S.V., ”The Alleged Debt of Islamic to Roman Law,” Law Quarently Review, Vol. 67, Januari 1951. Fyzee, Asaf A.A., Outlines of Muhammadan Law, Oxford, Cet. III, 1964. al-Hajwi, Muhammad bin Hasan, al-Fikr al-Sami Fi Tarikh alFiqh al-Islami, Madinah, Cet. I, 1977. Hamid Hasan, Dr. Husain, al-Madkhal Lidirasat al-Fiqh al-Islami, Mesir, 1981. ___________ Ushul al-Fiqh, Mesir, 1970. Hamidullah, Dr. Muhammad, al-Watsaiq al-Siyasiyah, Beirut, Cet. III, 1968. Hasan, Prof. Ahmad, The Early Development of Islamic Jurisprudence, Islamic Research Institute, Islamabad, 1982. al-Hudri Beg, Muhammad, Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, Mesir, Cet. IX, 1970. Hurgronje, C. Snouch, Muhammedanism, 1916. Ibnu Abdul Barr, Jami’ Bayan al-‘Ilm, Madinah, Cet. II, 1968. Ibnu al-Atsir, Jami’ al-Ushul, Dar al-Bayan, 1969. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
279
Solikhul Hadi
Ibnu Hazm, al-Mahalli, Dar al-Fikr, Beirut. Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, Dar al-Fikr, Beirut, 1978. Ibnu Khaldun, Muqaddimah, Dar al-Jail, Beirut. Ibnu Qadamah, al-Mughni, Riyadh, 1981. Iqbal, Dr. Muhamad, The Reconstruction of Religius Though in Islam, Iqbal Academy, Lahore. Iyadh, al-Qadhi, Tartib al-Madarik, Ahmad Buhair Mahmud (ed.), Beirut, 1967. Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, I’lam al-Muqi’ien, Dar al-Jail, Beirut. Al-Jundi, Abdul Halim, al-Imam al-Syafi’ie, Dar al-Ma’arif, Mesir. Al-Khinn, Dr. Musthafa Sa’id bin, Atsar al-Ikhtilaf Fi al-Qawa’id al-Ushuliyah Fi Ikhtilaf al-Fuqaha, Muassasah al-Risalah, Beirut, Cet. II, 1982. Madkur, Dr. M. Sallam, al-Madkhal Li al-Fiqh al-Islami, Dar alNahdhah, Beirut, Cet. IV, 1969. Al-Marghinani, al-Hidayah, Mesir, 1965. Margoliouth, D.S., The Early Development of Muhammedanism, London, 1965. Mas’ud, Dr. M. Khalid, Islamic Legal Philosophy, Islamic Research Institute, Islamabad, Cet. II, 1984. Musa, Dr. M. Yusuf, al-Madkhal Lidirasat al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir. Muslehuddin, DR. Muhammad, Islamic Juriprudence and the Rule of Necessity and Need, Islamabad. Al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, Maktabah Salafiyah, Madinah. Al-Qasimi, Jamaluddin, Qawa’id al-Tahdits, Dar Ihya al-Kutub, Mesir. 280
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Simbiosis Parasitisma
Al-Qatthan, Manna’ul, al-Tasyri’ wa al-Fiqh al-Islami, Beirut, Cet. II, 1982. Al-Qurafi, al-Furuq, ‘Alim al-Kutub, Beirut. Rahman, Dr. Fazlur, ISLAM, Ahsin Muhammad (terj.), PUSTAKA, Bandung, Cet. I, 1984. _________ Islamic Methodology in History, Islamic Research Institute, Islamabad, Cet. II, 1984. Al-Razi, Fakhruddin, al-Mahshul Fi ‘Ilm Ushul al-Fiqh, Dr. Thaha Jabir al-‘Ulwani (ed.), Riyadh, 1981.
Salim, Dr. Ismail, Fiqh al-‘Ibadat al-Islamiyah, Dar alHidayah, Mesir, 1986.
Al-Sarakhsi, al-Mabsuth, Dar al-Ma’arif, Beirut. Schacht, Joseph, An Introduction to Islamic Law, Oxford, 1964. _________ The Origins of Muhammadan Jurisprudence, Oxford, Cet. II, 1959. Al-Subki, Jami’ul Jamawi’, Dar Ihya al-Kutub, Mesir. Sulaiman, Dr. Umar, Tarikh al-Fiqh al-Islami, Maktabah al-Falah, Kuwait, 1982. Al-Syafi’ie, Muhammad bin Idris, Al-Umm, Dar al-Ma’arif, Beirut, Cet. II, 1973. _________ al-Risalah, Ahmad Syakir (ed.), Mesir, 1940. Al-Syathibi, Abu Ishaq, al-Muwafaqat, Dar al-Ma’arif, Beirut. Al-Syaukani, Nail al-Authar, Dar al-Jail, Beirut. _________ Irsyad al-Fuhul, Mesir, 1937. Al-Suhuthi, al-Asybah wa al-Nadhair, Beirut, 1979. Al-Tibrizi, al-Khatib, Misykat al-Mashabih, M. Nashiruddin alAlbani (ed.), Maktab Islami, Beirut, 1961. Titus, Horald H., Living Issues in Philosophy, New York, 1943. Qardhawi, Dr. Yusuf, Fiqh al-Zakah, Muassasah ar-Risalah, Cet. II, 1973, Beirut. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
281
Solikhul Hadi
al-‘Ulwani, Dr. Thaha Fayyadh, Adab al-Ikhtilaf Fi al-Islam, Qatar, 1965. Yusuf, Abu, al-Kharaj, Mesir, Cet. II, 1352 H. Zahrah, M. Abu, Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah, Dar al-Fikr alArabi, Mesir. _________ Abu Hanifah : Hayatuhu wa ‘Asruhu wa Ara-uhu wa Fiqhuhu, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir. _________ Malik : Hayatuhu wa ‘Asruhu wa Ara-uhu wa Fiqhuhu, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir, Cet. II, 1952. _________ al-Syafi’ie : Hayatuhu wa ‘Asruhu wa Ara-uhu wa Fiqhuhu, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir, Cet. III, 1948. _________ Ibnu Hambal : Hayatuhu wa ‘Asruhu wa Ara-uhu wa Fiqhuhu, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir, Cet. I, 1941. _________ Ushul al-Fiqh, Dar al-Fikr al-Arabi, Mesir. Zaidan, Dr. Abdul Karim, al-Madkhal Lidirasat al-Syari’ah alIslamiyah, Muassasah al-Risalah, Beirut, 1981. al-Zanjani, Takhrij al-Furu’ Ala al-Ushul, Dr. M. Adib Shaleh (ed.), Muassasah al-Risalah, Beirut, Cet. IV, 1982. al-Zarqani, M. Abdul ‘Adhim, Manahil al-Irfan, Dar al-Fikr, Beirut, 1988. Madkhal al-Fiqh al-Islami, kumpulan tulisan dosen-dosen AlAzhar, Mesir, 1965.
282
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
POLA KEBERAGAMAAN KAUM TUNA RUNGU WICARA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Oleh: Sulthon, M.Ag., M.Pd.
Abstrak Penelitian ini berjudul “Pola Keberagamaan Kaum Tuna Rungu Wicara dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya .” Berdasarkan studi pendahuluan, dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai ‘berikut: 1) Bagaimana pola keberagamaan kaum tuna rungu ?; 2).Bagaimana hubungan pola keberagamaan dengan dampak psikologis ketunarunguan yang dialami ?; 3) Bagaimana pola keberagamaan kaum tuna rungu terhadap penerimaan diri sesuai kecacatan yang dialami ?; Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui bagaimana pola keberagamaan kaum tuna rungu ; 2) Untuk mengetahui bagaimana hubungan pola keberagamaan dengan dampak psikologis ketunarunguan yang dialami; 3) Untuk mengetahui bagaimana pola keberagamaan kaum tuna rungu terhadap penerimaan diri sesuai kecacatan yang dialami; Penelitian ini diharapkan dapat menemukan anatomi permasalahan dan faktor penyebab timbulnya penerimaan diri yang positif terhadap dampak kecacatan yang dialami melalui penyadaran dengan menggunakan pendekatan keagamaan. Secara implisit penelitian ini memberikan masukan dan penyadaran bagi kaum tuna rungu, sedang secara eksplisit memberikan kontribusi bagi orang tua, guru, dan masyarakat dalam rangka memperlakukan mereka secara baik dan manusiawi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologik dengan tipe etnografi. Teknik sampling dengan criterion sampling dan snowball sampling, untuk. pengumpulan datanya menggunakan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian memakai EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
283
Sulthon
analisis deskriptif analitik dengan langkah-langkah yang sudah direncanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola keberagamaan kaum tuna rungu dipengaruhi oleh berbagai aspek dan dimensi beragamanya yaitu dimensi kepercayaan, pengamalan ibadah (ritual agama), akhlak, penghayatan, dan pengetahuan agama. Keberagamaan kaum tuna rungu sangat bervariasi tergantung dari seberapa jauh pengetahuan dan pemahaman agama yang dimiliki, penghayatan terhadap agamanya, sikap tuna rungu sendiri terhadap kecacatannya, Kaum tuna rungu secara umum ada yang memiliki keberagamaan yang kuat (baik) karena dilandasi pengetahuan dan pemahaman agama, keberagamaan yang baik karena hanya meniru tidak dilandasi pengetahuan dan pemahaman agama, ada yang (biasa-biasa), dan ada yang sangat kurang (abangan). Pola keberagamaan kaum tuna rungu memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan psikologis dan sosialnya. Tuna rungu yang keberagamaanya baik (kuat) karena didukung oleh pengetahuan dan pemahaman agamnya yang juga kuat akan memiliki dampak perkembangan psikologis yang ringan atau tidak begitu berat. Sebaliknya tuna rungu yang pengetahuan dan pemahaman agamanya kurang akan berdampak besar terhadap perkembangan psikologis dan sosial yang berat. Pola keberagamaan kaum tuna rungu akan berpengaruh terhadap perkembangan psikologis dan sosial serta penerimaan diri. Key Word: Keberagamaan Tuna Rungu, Faktor yang mempengaruhinya
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Keberagamaan diartikan sebagai suatu aktivitas jasmani dan rohani manusia beragama dalam rangka merespon wahyu atau ajaran agama yang meliputi segenap aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek ubudiyah, sosial, psikologis (pikir, rasa, sikap, perilaku, pribadi), dan seterusnya secara totalitas dalam rangka mencapai pengabdian tertinggi atau menghambakan diri pada Sang kholiqnya. Secara fitrah manusia akan selalu membutuhkan agama sebagai jalan menuju kesuciannya, sebagaimana firman Allah yang artinya sebagai berikut, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah), tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia 284
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Al-Rum, 30:30). Berkaitan dengan kebutuhan akan agama dalam hidup manusia, Nasruddin Razak (1973:24) menjelaskan manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar yang bernilai mutlak untuk kebahagiaan di dunia dan setelahnya (mati), dan untuk itu Allah memberikan suatu agama sebagaimana wahyu Allah (QS Syura:13) yang artinya, “Allah telah mensyariatkan kepadamu tentang urusan agama, sebagaimana telah diwajibkan-Nya kepada Nabi Nuh, dan apa yang kami wahyukan kepada engkau, dan apa yang Kami wajibkan kepada Ibrahim dan Musa, dan kepada Isa; yaitu hendaklah kamu tegakkan agama dengan benar dan janganlah kamu bercerai-berai daripadaNya.” Keberagamaan seseorang merupakan cerminan dari pola-pola tingkah laku dan perbuatan yang selalu mendasarkan pada nilai-nilai yang diyakini. Terkait dengan perilaku beragama, yang sangat berpengaruh adalah masalah kesadaran. Pengetahuan tentang agama belum secara otomatis menimbulkan perilaku beragama bila tidak dibarengi dengan kesadaran beragama, karena kesadaran beragama merupakan kekuatan internal yang timbul dan dibangun dari keimanan, syukur, dan sabar. Kata Ibnu Qoyyim ( Hasan bin Ali Al-Hijazy, tt:106) keimanan adalah gabungan dari ilmu dan amal, amal merupakan buah dari ilmu sedang amal itu dibedakan menjadi dua yaitu amal hati yang berupa kecintaan dan kebencian dan amal badani yang berupa pengamalan atas perintah dan meninggalkan larangan, dan penopang tegaknya iman adalah syukur dan sabar karena sabar menjadi tiang penopang dalam menjalani ketaatan. Keberagamaan kaum tuna rungu memiliki pola yang spesifik karena pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran agama lebih bersifat abstrak. Mereka tidak bisa menghayati hal yang bersifat abstrak seperti apa itu iman, ihsan, surga, neraka, dan sebagainya karena tidak memiliki penguasaan bahasa EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
285
Sulthon
yang cukup. Dengan demikian hal-hal yang menyangkut kegiatan beragama secara badaniyah seperti sholat, wudlu, haji, dan seterusnya kurang dipahami bagi mereka. Setidaknya perbedaan dalam pemahaman agama pastinya akan memiliki pola-pola yang berbeda. Jika keberagamaan itu dipengaruhi oleh pengetahuan, penghayatan, penyadaran dan pengamalan agama, maka kaum tuna rungu itu tidak akan mampu mengetahui apa itu agama, bagaimana menghayati karena miskin bahasa, bagaimana penyadaranya karena penyadaran itu dimulai dari adanya pengetahuan yang jelas dan penghayatan yang sempurna serta pengamalan agama. Berdasarkan persoalan yang terjadi pada kaum tuna rungu di atas kiranya perlu diteliti tentang ”Pola Keberagamaan Kaum Tuna Rungu dan Penerimaan Diri ” 2. Rumusan Masalah a. Bagaimana pola keberagamaan kaum tuna rungu? b. Bagaimana dampak psikologis kaum tuna rungu terkait pola keberagamaanya ? c. Bagaimana penerimaan kaum tuna rungu atas kecacatan yang diderita 3. Pembatasan Masalah Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah hanya alur pola keberagamaan kaum tuna rungu dari aspek pengetahuan, penghayatan, penyadaran, dan pengamalan agama yang dipeluk, faktor yang mempengaruhi keberagamaan, dan faktor penghambatnya. 4. Signifikansi Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut; a. Secara teoritis, secara teoritis penelitian ini memberikan informasi atau pengetahuan baru tentang model keberagamaan kaum tuna rungu yang menyangkut pengetahuan, pemahaman, penyadaran, faktor yang 286
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
mempengaruhi, dan faktor penghambat keberagamaan kaum tuna rungu. b. Secara praktis, secara praktis penelitian ini memberikan sumbangan pengetahuan kepada: 1) Orang tua tuna rungu agar menerima kecacatan yang derita anaknya sebagai suatu yang datang dari Allah SWT. Dan kita sebagai manusia tinggal menerima dengan ikhlas; 2) Kaum tuna rungu agar bertambah imannya dan menerima dirinya secara wajar atas kecacatannya karena mendasarkan diri pada iradahNya yang tidak perlu disesali dan dijadikan beban dalam hidupnya sebaliknya menjadi motivasi yang mendorong untuk bertambah bertakwa atau pasrah diri secara baik; 3) Masyarakat terutama yang memiliki warga tuna rungu agar memperlakukan mereka sebagaimana layaknya manusia yang lain, tidak dilandasi oleh rasa kasihan, atau penolakan terhadapnya. B. Landasan Teori 1. Pola Keberagamaan a. Pengertian Keberagamaan Kata keberagamaan atau religiusitas berasal dari kata Religius yang berarti bersifat keagamaan: yang bersangkut paut dengan religi. (Depdikbud, 1995). Jadi religiusitas dapat dimaknai dalam hal keagamaan, yaitu pola-pola keberagamaan seseorang, religiusitas diartikan suatu aktivitas manusia beragama dalam rangka merespon wahyu atau ajaran segenap aspek kehidupan manusia mulai dari aspek pikir, sikap, dan perilakunya. Terkait dengan konsep keberagamaan sebagaimana di atas bahwa aktivitas beragama manusia dalam merespon wahyu tersebut sangat beragam variasinya ada yang beragama secara taat dan patuh benar ada yang sdang-sedang dan ada pula yang hanya EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
287
Sulthon
sekedar kamulflase dan sebagainya. Perbedaan aktivitas beragama bagi pemeluk agama tersebut disebut dengan pola beragama. b. Hubungan Keberagamaan dan Perilaku beragama. Model keberagamaan seseorang secara ideal akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam hidup dan kehidupanya. Artinya bahwa semakin baik kehidupan beragama yang dilakukan, maka akan semakin mendekati norma agama dari perilaku yang ditampilkan sebagai aktualisasi diri kehidupan beragamanya. Dalam wujud aktualisasi diri seseorang beragama akan menampilkan diri mereka dengan eksplorasi diri, introspeksi, interaksi dan perenungan diri sesuai dengan pengetahuan dan pengamalan ajaran agamanya. Perilaku beragama seseorang selalu didorong oleh dua kekuatan atau daya fisik dan batin. Jika wujud perilaku beragama adalah ibadah, maka orang beribadah kepada Allah SWT. Karena didorong oleh kekuatan untuk mendapatkan imbalan dari TuhanNya seperti pahala, surga, kenikmatan dan sebagainya dan juga oleh adanya dorongan kepuasan dan pujian. Karena dengan beribadah maka akan mendapatkan rasa kepuasan tersendiri dan hatinya merasa senang, tenang, istikomah dan sebagainya. c. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia Agama sebagai suatu keyakinan memiliki fungsi mengarahkan agar manusia menjadi terarah, lebih baik, dan sesuai dengan tujuan hidup dalam beragama. Nasiruddin Razaq (1973:31) menjelaskan bahwa manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar yang bernilai mutlak untuk kebahagiaan dunia dan akhirat yang berasal dari yang mutlak pula yaitu Allah SWT. Untuk itu Tuhan yang bersifat pengasih dan penyayang memberikan suatu anugrah pada manusia yang bernama agama. Agar manusia tidak tersesat 288
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
dalam hidupnya, maka mereka harus berpegang teguh pada agama Islam karena hanya Islamlah agama yang diridloi-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam (QS.AlImran:85) yang artinya,” Barang siapa yang mencari agama selain Islam, tidaklah akan diterima daripadanya dan diakhirat termasuk orang yang merugi.” d. Model Keberagamaan Tuna Rungu Orang yang mengalami ketunarunguan secara spesifik akan terjadi bias pemahaman, pengertian, konsep yang mereka miliki sebagai akibat dari kuranglengkapnya pembentukan konsep yang hanya mengandalkan sumber dari aspek pendengaran sehingga konsep tentang sesuatu yang masuk pada diri kaum tuna rungu menjadi abstrak termasuk konsep agama. Dari sinilah yang membedakan pemahaman dan pengetahuan orang tuna rungu menjadi sangat abstrak dan kurang seimbang sering terjadi salah persepsi dan sebagainya. Dengan demikian ketunarunguan yang diderita memiliki dampak yang kurang baik pada aspek psikisnya dan model keberagamaan. Berdasarkan hambatan yang dialami sebagaimana diuraikan di atas maka model keberagamaan kaum tuna rungu dibedakan menjadi: 1) model taat karena memahami benar ajaran agama, 2) model taat karena meniru saja tidak didasari pengetahuan agama yang baik, 3) model tidak taat terhadap ajaran agama karena tidak tahu tentang ajaran agama, dan 4) model tidak taat ajaran agama karena merasa tidak dapat menerima keadaan dirinya atau menyalahkan tuhan atau menganggap negatif terhadap keberadaan dirinya. 2. Kaum Tuna Rungu a. Pengertian Tuna Rungu Tuna rungu adalah seseorang yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendenarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
289
Sulthon
dan walaupun telah diberkan pertolongan dengan alat Bantu dengar masihtetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. (Depdiknas:2004) b. Ciri-Ciri Tunarungu Secara umum tunarungu ini memilki ciri-ciri sebagai berikut : 1)Secara nyata tidak mampu mendengar, 2) Terlambat perkembangan bahasa, 3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi, 4) Kurang atau tidak tanggap bila diajak bicara, 5) Ucapan kata tidak jelas, 6) Kualitas suara aneh atau monoton, 7) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar, 8) Banyak perhatian terhadap getaran Berat ringanya ketunarunguan akan berpengaruh pada berat ringannya hambatan dalam berkomunikasi, bagi anak yang mengalami hambatan ketunarunguan dalam taraf ringan, maka masih banyak sisa pendengaran yang dimliki sehingga anak dapat berkomunikasi dengan menggunakan sisa pendengaranya.Dan karenamasih adasisa pendngaran, maka perkembangan bahasanya juga lebih baik. c. Perkembangan Psikologis dan Sosial Tuna Rungu Sulitnya komunikasi akan berpengaruh terhadap aspek-aspek spikologis dan sosial anak tuna rungu antara lain sebagai berikut : 1). Perkembangan bahasa dan kominikasi Pendengaran mempunyai arti yang sangat penting dalam perkembangan bahasa, hanya dengan pendengaran, bahasa dapat berkembang secara maksimal, simbul bahasa sangat mudah dan wajar jika dikembangkan lewat suara dari pada dikembangkan lewat bahasa isyarat dan gerakan-gerakan tubuh. Lewat pengalaman bersama-sama, dengan orang di sekitarnya, anak akan belajar berbahasa meskipun tidak dalam proses belajar yang disengaja. 290
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
Pada anak tuna rungu perkembangan bahasa berbeda, awalnya perkembangan sukar menggunakan pendengaran, jadi terutama menggunakan penglihatan untuk mengembangkan bahasanya. Disamping tidak wajar juga akan banyak mengalami kesulitan. Hanya bisa dilakukan pada umur yang lebih tua dibanding dengan anak normal, karena membutuhkan kemampuan yang lebih sukar. Sistem lambang yang digunakan harus visual dinyatakan dengan peragaan. Dengan cara yang demikian perkembangan bahasa menjadi sangata lambat dan sukar mencapai perkembnagan maksimal. Jadi jelas bahwa ketunarunguan mengakibatkan kemiskinan bahasa, kemudian terjadi kesukaran komunikasi dengan orang lain. Karena secara timbal balik, orang tidak dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain secara wajar, tetapi karena komunikasi itu tetap sangat penting, maka dibentuk suatu komunikasi khusus. Sehingga untuk menyelaraskan kebutuhan anak dan orang lainharus melalui komunikasi dengan bahasa isyarat, atau bentuk lain dengan membaca bibir atau ucapan lesan. 2). Perkembangan kepribadian dan emosi Kepribadian pada dasarnya merupakan keseluruhan sifat dan sikap pada seseorang yang menentukan cara-caranya yang unik dalam menyesuaikan dengan lingkungan. Oleh karena itu banyak ahli berpendapat perlu diperhatikan masalah penyesuaian seseorang agar kita tahu bagaimana kepribadianya. Perkembangan kepribadian banyak ditentukan oleh hubungan antara anak dan orang tua (terutama ibu) lebih-lebih pada masa awal perkembangan anak. Dasar-dasar pembentukan kepribadian terjadi EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
291
Sulthon
pada masa awal dari kehidupan anak. Oleh karena itu kalau kita memperhatikan hubungan antar anak dan ibu kita banyak mendapatkan data-data yang bermanfaat untuk memahami kepribadian seseorang termasuk anak tuna rungu. Ada dua segi yang perlu diperhatikan dalam membahas mengenahi kepribadian dan emosi anak tuna rungu. a) Penyesuaian anak tuna rungu Jika lingkungan kurang memberikan penilaian yang baik terhadap anak berkelainan, maka anak akan memberikan penilaian kepada dirinya sendiri yang kurang baik. Inilah sebenarnya bisa menimbulkan gangguan psikologis. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan menurut Tien Supartinah (1995:41) sehingga membedakan penyesuaian anak tunarungu dan anak normal pada umumnya: 1) Manusia selain mempunyai lingkungan fisik juga dikelilingi lingkungan psikologi, yaitu semua hal yang dipikirkan , dirasakan, dan diketahui sekarang atau pada suatu saat di lingkungan fisiknya akan menjadi pikiran dalam lingkungan psikologisnya 2) Anak tuna rungu sering mengalami berbagai macam konflik , kebingungan dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam dua peranan yaitu peran dalam hidup anak tuna rungu dan hidup dalam dunia anak normal. 3) Hubungan sosial banyak ditentukan oleh komunikasi antara orang satu dengan lainya, kesulitan komunikasi tidak bisa dihindari anak tuna rungu jika ia berhubungan dengan dengan orang lain. Bahasa sebagai salah satu sarana yang penting akan membuat seseorang 292
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
terlihat dengan situasi sosial , namun bagi anak tuna rungu kemiskinan bahasa membuat ia tidak mampu terlihat secara baik dalam situasi sosialnya. Ia sulit memahami cara berpikir dan perasaan orang lain. Dan sebaliknya orang lain juga sulit memahami perasaan dan pikiranya. b) Hubungan anak tuna rungu dengan ibunya. Hubungan antara anak dan ibu merupakan dasar bagi kehidupan kepribadian dan emosi kelak, terutama dalam awal perkembangan anak, semua anak memerlukan kasih sayang dan rasa aman serta diterima oleh lingkunganya. Ibu merupakan figur yang akan menggambarkan kasih sayang dan penerimaan lingkungan. Ibunya kasar dan lingkungan semuanya adalah kasar menurut dia, anak yang kurang mendapat kasih sayang kelak ia akan sulit memberikan dan menerima kasih sayang. 3). Penyesuaian tuna rungu dengan lingkungan Sebagaiman sudah diuraikan sebelumnya bahwa penyesuaian anak tuna rungu dengan lingkunganya pada bagaimana lingkungan keluarga dan masyarakat bersikap dan bertingkah laku pada anak tuna rungu, keluarga yang menerima dan bersikap baik dan kasih sayang pada anak, maka anak tuna rungu akan menganggap baik terhadap lingkungan sekitarnya. Tapi sebaliknya bila keluarga bersikap dan berperilaku tidak baik atau menolak keberadaannya, maka anak akan merasa curiga, menganggap lingkunganya jahat kepadanya dan merekapun akan bersikap acuh dan menyendiri. 3. Landasan Religius Keberadaan Anak Cacat Selain landasan yuridis terkait dengan eksistensi anak berkelainan juga diakomodir oleh ajaran agama yang dalam EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
293
Sulthon
hal ini akan diuraikan tentang hak-hak anak berkelainan yang terdokumentasi dalam ajaran agama Islam. Secara lengkap akan diuraikan sebagai berikut : a. Qur’an Surat An-Nur: 61 yang artinya sebagai berikut: “Tidak ada halangan bagi orang buta , tidak pula bagi orang pincang, tidak pula bagi orang sakit, dan tidak pula bagi dirimu sendiri, makan bersama-sama mereka di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudara-saudaramu perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya, atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.” Ayat ini juga memberikan peringatan kepada kita agar memberikan penghormatan dan menghargai kepada orang yang kurang beruntung seperti golongan orang cacat, (buta, bisu, pincang, dan sebagainya) atau orang sakit yang biasanya disia-siakan orang atau dijauhi karena takut ketularan dan sebagainya. b. Qur’an Surat ‘Abasa yang artinya, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling(1), Karena telah datang seorang buta kepadanya, (2) Tahukah kamu barang kali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya, (4) Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (5), maka kamu melayaninya (6), Padahal tidak ada celaan atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman) (7), Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera untuk mendapatkan pengajaran (8), 294
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
Sedang ia takut kepada (Allah) (9), Maka kamu mengabaikannya (10), Sekali-kali jangan (demikian)! sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan (11).” Qur’an surat Abasa ayat 1 sampai 11 memberikan peringatan kepada Muhammad karena telah membiarkan (berpaling) dari orang buta yang datang kepada nabi, peristiwa tersebut nabi langsung memberikan teguran agar tidak bersikap seperti itu karena bagaimanapun keadaan orang tidak dibedakan dalam ajaran Islam. Dengan demikian mengabaikan orang yang cacat berarti melakukan dosa kepada Allah dan kita harus menghormati dan berperilaku yang baik kepadanya. 4. Kajian Penelitian Sebelumnya Dalam penelusuran yang saya lakukan hanya menemukan literatur yang berbentuk penelitian walaupun tidak sama persis misalnya: penelitian yang dilakukan Rahmaniar, dkk. (1999:56) yang meneliti tentang “Perkembangan Agama-Agama di Kota Palangkaraya, kesimpulan penelitian mengemukakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan pemeluk agama menunjukkan dinamika progresivitas, meskipun tidak terlalu intens. Penelitian selanjutnya oleh Noor Ahmadi (2001:180) tentang “Fenomena Keberagamaan di Kalimantan Profesional Muda dari Kelompok Pengajian Ekskutif Lembaga Dakwah NU Surabaya, ia memaparkan hasil penelitiannya bahwa sikap keberagamaan di kalangan profesional muda cenderung positif dalam prakteknya. Berdasarkan penelusuran yang saya lakukan belum ada buku atau penelitian yang membahas tentang “Keberagamaan Kaum Tuna Rungu.” 5. Kerangka Pikir Penelitian Pola keberagamaan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan tentang agama, pemahaman, serta penghayatan terhadap agamanya. Seseorang akan dapat beragama secara baik bila yang bersangkutan tahu betul tentang pengetahuan agama, paham, serta menghayati secara seksama konsekwensiEMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
295
Sulthon
knsekwensi dari ajaran agama yang harus direspon dan dilaksanakan secara baik. Melalui aktivitas ibadah secara benar merupakan bagian dari wujud keimanan (kepercayaan) yang dimanifestasikan dalam bentuk ketundukan dan ketatan ibadah kepada Allah Swt. Dengan iman yang baik dan ibadah secara benar akan mencerminkan penghambaan diri secara totalitas kepada Allah, semua sikap dan tindakanya ditujukan hanya kepada Allah yang menjadi labuhan terakhir bagi orang beriman. Sikap dan penghambaan diri seseorang secara penuh didasari oleh adanya penyadaran dan ketundukan dari seorang hamba kepada sang kholiq. Artinya orang yang sudah mencapai derajat penyadaran dan ketundukan yang tinggi akan melahirkan sifat pasrah dan lillahi ta’ala atas seemua kejadian hidup yang menimpanya. Dari pola keberagamaan seseorang yang sampai pada level kepasrahan, maka seseorang akan memandang apa yang terjadi pada dirinya akan di imani dan diterima secara ikhlas bahwa semua itu datangnya dari Allah. Sikap pasrah inilah yang akan mempengaruhi penerimaan diri terhadap apa yang terjadi dalam dirinya. Dengan demikian sikap penerimaan diri kaum tuna netra terhadap kecacatan yang dialami sangat tergantung pada pola keberagamaan yang ada pada kaum tuna netra. Semakin baik keberagamaan kaum tuna netra maka akan semakin baik pula penerimaan dirinya secara positif dan tidak menimbulkan dampak psikologis yang berarti. Sedang semakin kurang baik keberagamaan kaum tuna netra maka akan semakin kurang baik dalam menerima keadaan dirinya secara baik pula berarti terdapat banyak beban psikologis yang dialami akibat kecacatanya itu. Secara konstalasi akan diuraikan di bawah ini:
296
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
POLA KEBERAGAMAAN KAUM TUNA RUNGU DIMENSI-DIMENSI KEBERAGAMAAN
Dimensi Keyakinan/Keperc ayaan
Dimensi Penghayatan Agama
Keberagamaan yang Kurang Baik
Dimensi Ibadah/Ritual Keagamaan
DAMPAK PSIKOLOGIS
Dimensi Pengamalan/ Akhlak
Dimensi Pengetahua n Agama
Keberagamaan yang baik
SIKAP PENERIMAAN DIRI TUNA RUNGU
Gambar 1 Kerangka pemikiran peneli
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
C. Metode Penelitian 1. Jenis dan Pendekatan a. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan atau field research yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengamati dan menyelidiki fenomena-fenomena di lapangan untuk dijadikan obyek penelitian yang selanjutnya berdasarkan kajian teori yang mendalam, serta data-data yang lengkap dan benar di lapangan akan dijadikan sebagai bahan analisis yang mendalam untuk kemudian disimpulkan berdasarkan fenomenafenomena yang diamati. b. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah phenomenogik dengan model etnografik, yaitu model penelitian yang mempelajari peristiwa kultural yang menyanjikan pandangan hidup subyek yaitu bagaimana cara mereka berfikir, hidup, berperilaku, dan menghayati tata nilai ( Goetz dan Compte, 1984 ) Etnografi tidak mendeskripsikan kehidupan masyarakat dalam beragam situasi, tetapi sebagaimana EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
297
Sulthon
adanya bagaimana kehidupan kesehariannya, cara pandang, perilakunya ( Noeng, 2998 ). c. Definisi Operasional Pola keberagamaan dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas kaum tuna rungu beragama dalam rangka merespon wahyu atau ajaran dalam segenap aspek kehidupan manusia, baik pada lapis pikir, sikap maupun perilaku sehari hari baiksecara individu maupun kelompok. 2. Desain penelitian Penelitian ini hendak mengetahui gambaran tentang tipologi keberagamaan subyek penelitian yang menyangkut pemahaman agama, pelaksanaan ibadah, perilaku keseharian, serta faktor-faktor dominan yang mempengaruhi dampak psikologis akibat ketunanetraan yang dialmi subyek penelitian. Hal yang dipersoalkan adalah 1) pertanyaan apa yang diteliti, 2) data apa yang mendukung, 3) data apa yang dikumpulkan, 4) bagaimana menganalisis hasilnya. Adapun prosesnya meliputi ; 1) mengidentifikasi subyek penelitian, 2) mencari data yang mendukung kebenaran, (keabsahan data ) yaitu mengorek informasi terkait dengan kasus yang dihadapi subyek , 3) mengumpulkan seluruh data berkaitan dengan subyek penelitian yang menyangkut; pemahaman agma, (bagaimana subyek mengetahui aturan, perintah, larangan agama serta adanya janji dan ancaman dalam agama), kemudian pelaksanaan ibadah yaitu bagaimana subyek melakukan ibadah sehari-hari( taat atau tidak ). berikutnya perilakunya sehari-hari yaitu bagaimana subyek hidup dan bersosialisasi dengan komunitas masyarakat, pengamalan agama (akhlak) yaitu bagaimana subyek mampu mengamalkan ajaran agama yang salah satunya adalah berperilaku baik sesama makhluk Tuhan, sesama manusia, dan kepada Tuhan, Penghayatan agama yang meliputi bagaimana subyek mampu memahami, menghayati yang kemudian mampu 298
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
mengamalkannya. Terakhir faktor pengetahuan agama yaitu seberapa jauh subyek memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang agama yang dipeluknya., 4) menganalisis hasil, setelah data lengkap selanjutnya dianalisis dengan teknik yang sudah direncanakan. 3. Sampel Sumber Data Penentuan sampel sumber data akan berkembang setelah di lapangan. Pada tahap awal akan dipilih sampel sumber data yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau obyek yang diteliti yaitu para penyandang tuna rungu yang lebih senior yang sudah mengalami pendidikan paling lama. Karena mereka memiliki peranan yang besar terhadap aktivitas social di sekolah. 4. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah bagian penting dalam penelitian kualitatif. Adapun yang menjadi instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dan juga akan dibantu pembimbing asrama dan guru-guru SDLB Negeri Purwosari. Peneliti akan mengupas tentang segi-segi keberagamaan kaum tuna rungu di panti dan di SDLB bagaimana pengetahuannya tentang agama, kekercayaanya, ibadahnya, pengamalanya, serta penghayatan terhadap agamnya. Selain itu peneliti juga akan menggali data tentang segi-segi kejiwaanya yang meliputi; sikap mereka terhadap kecacatan yang disandang, kehidupan emosinya, memandang ke depan dalam menghadapi kehidupan, penerimaan diri terhadap kecacatan, serta pengembangan dirinya. 5. Subyek Penelitian Penelitian ini subyek penelitian kaum tuna rungu yang ada di SDLB se-Kabupaten Kudus untuk dieksplorasi datanya. Namun bila subyek sulit ditemui atau tidak mau diwawancarai, maka teknik snowball dilakukan, yaitu dengan menemui informan kunci. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
299
Sulthon
6. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. a. Observasi, Observasi partisipan dimana peneliti berpartisipasi dalam aktivitas proses penelitian, (Cherry, 2000). Penelitian ini menggunakan pendekatan observasi campuran dimana beberapa partisipan mengetahui identitas peneliti dan mengetahui apa yang dilakukan peneliti sejak awal, sedang beberapa subyek mengetahui setelah ada kedekatan peneliti dengan subyek. . b. Wawancara Bebas, agar diperoleh data dari sumbernya langsung, maka wawancara bebas dalam penelitian mutlak dilakukan. Pertimbangan digunakan teknik ini adalah untuk mengkonstruksi mengenai subyek, kejadian, perasaan, motivasi, tuntutan dan pengaruh lain ( Lincoln chin Guba, 1985. c. Dokumentasi untuk mendapatkan data tentang tingkat ketulian, sejak kapan terjadinya tuna rungu yang dialami, bagaimana sejarah kelahiran, perkembangan kesehatan, dan sebagainya. 7. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan langkah sebagai berikut: a. Langkah-langkah analisis selama di lapangan yaitu: 1) Mempersempit fokus studi dengan tata pikir holistik dan parsial; 2) Menetapkan tipe studi dengan tata pikir eklektif; 3) Mengembangkan secara intents terus-menerus pertanyaan analitik selama di lapangan peneliti bertanya, mencari jawab, dan menganalisisnya selanjutnya mengembangkan pertanyaan baru begitu secara terus- menerus; 3) Menulis komentar penelitian atau membuat cacatan reflektif; 4) Penjajagan ide dan tema penelitian pada subyek sebagai analisis penjajagan; 5) Membaca kembali kepustakaan yang 300
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
relevan selama di lapangan; 6) Menggunakan metaphora, analogi dan konsep-konsep. b. Analisis sesudah di lapangan 1. Membuat katagorisasi masalah atau temuan dan menyusun coding dengan cara: 1)menyatakan secara eksplisit pertanyaanpertanyaan penelitia; b) memilih teks yang relevan untuk analisis lanjut; c). menguak ide-ide yang terulang dengan cara mengumpulkan bersama pesan-pesan yang berhubungan dengan teks-teks; d). membangun konstruk teoritis dengan cara mengolah tema-tema ke dalam konsep yang lebih abstrak; e) membuat narasi teoritis dengan menceritakan kembali cerita dalam konstruk teoritis 2. Menata sekuensi atau urutan penelaahan dengan pola pikir triangulasi. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Analisis Data Penelitian dan Pembahasan a. Pola Keberagamaan Kaum Tuna Rungu di Kudus Hasil wawancara dengan informan tuna rungu didapatkan bahwa Pola keberagamaan kaum tuna rungu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman agama, lingkungan keluarga dan masyarakat dimana mereka tinggal, lingkungan keluarga yang memberikan dorongan dan menerima tuna rungu sebagai bagian dari warganya, kondisi dan situasi di atas akan membentuk tuna rungu merasa nyaman dan aman sehingga akan meningkatkan rasa kemandirian dan kemampuannya serta mendorong rasa percaya dirinya. Dengan rasa percaya diri yang kuat akan meningkatkan kemampuan yang dimilikinya. Pola keberagamaan kaum tuna rungu sangat bervariasi tergantung kapan kecacatan itu terjadi, sejak lahir atau setelah dapat mendengar, itu semua akan berpengaruh EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
301
Sulthon
terhadap pola keberagamaan tuna rungu, selain itu faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Lingkungan keluarga yang demokratis tidak membeda-bedakan tuna rungu dengan yang lain (normal) maka akan membentuk tuna rungu ini tidak banyak mengalami berbagai problem sehingga akan cepat menyesuaikan dirinya dengan keadaan yang biasa. Dan juga tergantung dari pengetahuan dan pemahamanya terhadap agama. Bila tuna rungu memiliki pengetahuaan agama dan pemahaman agamanya baik maka akan berdampak pada pola keberagamaan juga baik. ”Saya tidak tahu secara mendalam tentang agama Islam hanya saya tahu salat, puasa, zakat, dan saya bisa belajar tentang agama Islam lewat paman kebetulan guru ngaji, saya juga melaksanakan salat puasa, dan ibadah lainya namun kadang masih banyak yang kurang, saya masih kurang tahu banyak tentang agama saya terkait dengan kepasrahan, ketundukan dan sebagainya hanya yang aku tahu dalam agama tidak boleh menyalahkan tuhan akibat kejadian yang ada pada saya. ” (24, JD)
Hasil observasi dan wawancara dengan informan tuna rungu yang memiliki pengetahuan dan pemahaman agama secara baik menunjukkan pola keberagamaan sebagai berikut : “Saya tuna rungu yang kebetulan guru di SDLB Sudah hampir 20 tahun saya menjadi guru saya tidak banyak tahu tentang agama Islam saya sedikit tahu dan mengamalkannya, saya sejak kecil sudah dibimbing ngaji oleh orang tua saya,” (47, SL)
Sedang tuna rungu yang memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang kurang akan menyebabkan pola keberagamaan juga kurang baik. ”Saya beragama Islam tapi saya tidak pernah salat tidak tahu bacaan salat tidak pernah berdo’a, tidak pernah melakukan ibadah tapi saya beragama Islam saya tidak tahu ajaran agama itu gimana bagaimana salat itu dan sebagainya . (30, DT)
Hasil observasi dengan tuna rungu yang pengetahuan dan pemahaman agamanya kurang menunjukkan keberagamaan sebagai berikut: Keberagamaan (perilaku beragama) menyangkut dimensi kepercayaan (iman), pengetahuan agama, praktek 302
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
ibadah, pengamalan agama, dan penghayatan agama. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Dajamaluddin Ancok dan Fuat Nashori Suroso (1995) yaitu, ”Perilaku beragama menyangkut sisi dan dimensi yang banyak yaitu dimensi keyakinan, dimensi peribadatan, dimensi penghayatan, dimensi pengalaman, dan dimensi pengetahuan agama. (Djamaluddin Ancok & Fuat Nashori Suroso, 1995) Kelima dimensi di atas menjadi faktor pendorong dan pemicu seseorang beragama dalam berperilaku sesuai dengan agamanya. Dimensi keyakinan atau kepercayaan mendorong manusia untuk mempercayai dan meyakini apa yang menjadi ajaran dalam Islam (bertauhid). Manusia akan selalu mengesakan Tuhanya, tiada yang bersekutu baginya Dialah Yang Maha Kuasa, yang harus disembah dan memiliki otoritas tertinggi. Dimensi peribadatan merupakan dimensi yang berkaitan dengan aktivitas batiniyah manusia beragama (pemujaan). Seseorang yang beragama sebagai wujud dari kepasrahannya pada Sang Kholiq, maka seseorang akan melakukan penyembahan secara totalitas, hanya kepada Allah mereka akan kembali. Hal yang dilakuakn semata-mata untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dimensi penghayatan berhubungan dengan pengharapan-pengharapan tertentu. Dimensi penghayatan berkaitan dengan pengalaman keagamaan seseorang, persepsi, sensasi, yang dialami secara pribadi oleh seseorang beragama. Dalam perilaku beragama yang diwujudkan dalam penyembahan dan kepasrahan secara kejiwaan seseorang tersebut akan mendapatkan hubungan batiniyyah yang dekat. Mereka akan merasa damai, dan tenang manakala sedang melakukan beribadah dan seterusnya. Dimensi Pengamalan atau konsekuensi, Dimensi pengamalan menjadi bagian dari konsekuensi beragama. Dalam agama tentunya terdapat aturan-aturan yang harus dipedomani, terdapat perintah untuk dijalankan dan ada EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
303
Sulthon
larangan yang harus ditinggalkan serta adanya harapanharapan sebagai imbalan bagi umatnya yang taat pada ajaran agama dan seterusnya. Semua ajaran tadi harus diamalkan oleh pemeluknya sebagai konsekuensi beragama. Terakhir dimensi pengetahuan agama. Seseorang beragama harus memiliki pengetahuan agama atau memiliki ilmunya agar dapat melakukan aktivitas beragama sesuai dengan aturan yang disyariatkan. Hasil FGD dengan informan pembimbing asrama dan guru agama didapatkan ada berbagai macam faktor yang dapat menentukan pola keberagamaan kaum tuna rungu yaitu, pengetahuan dan pemahaman agama, tingkat ketuna runguan, sejak kapan tuna rungu itu terjadi dan sikap lingkunagn terhadapnya (lingkungan keluarga dan masyarakat) Berkaitan dengan keberagamaan, anak tuna rungu juga mengalami variasi yang berbeda. Bagi tuna rungu yang memiliki sikap menerima kecacatanya, maka mereka akan memiliki sikap yang baik terhadap agamanya dan mau melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan secara sadar dan tanggungjawab. Dengan demikian tuna rungu yang tergolong ini memiliki perilaku beragama secara baik. Sedang bagi tuna rungu yang bersikap menolak dan belum bisa menerima kenyataan, maka mereka cenderung tidak mau atau acuh tak acuh terhadap agamanya, mereka cenderung tidak mau melaksanakan perintah agama, sedang yang tengah-tengah yaitu antara menerima dan menolak, maka dalam merespon ajaran agama juga tidak begitu baik tapi masih mau melaksanakan perintah agama walaupun tidak penuh atau sempurna. “Sejak kecil saya tidak pernah salat dan saya tidak tahu banyak tentang ajaran agama Islam, karena orang tuaku juga tidak pernah memperhatikan soal agama kepadaku, namun kalau pada bulan romadhon ya aku ikutan puasa rame-rame sahur bareng dan buka bareng teman-teman” (19, SN).
304
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
Disamping sikap penolakan dan penerimaan kaum tuna rungu terhadap kecacatannya, faktor orang tua atau masyarakat terhadap kaum tuna rungu juga dominan mempengaruhi. Lingkungan keluarga yang memperlakukan anaknya yang tuna rungu secara wajar, tidak membedakan dengan anaknya yang lain (normal) maka anak tuna rungu akan merasa dirinya tidak dibedakan atau dikucilka sehingga tekanan jiwanya akibat kecacatannya tidak begitu berarti artinya kaum tuna rungu dalam kondisi ini akan berkembang secara noramal (biasa). Sedang bagi kaum tuna rungu yang terdapat persoalan dalam lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat tentang keberadaanya (masyarakat menolaknya) maka kaum tuna netra ini akan mengalami dampak psikologis yang berat. Mereka banyak mengalami teakanantekanan yang berat sehingga akan berpengaruh terhadap perkembanganya dikemudian hari. Polarisasi sikap dan perilaku dari lingkungan masyarakat maupun dari lingkungan keluarga terhadap kaum tuna rungu secara sistemik akan mempengaruhi sikap dan perilaku kaum tuna rungu. Pengaruh inilah yang akan mempengaruhi terhadap pola-pola dan atau keragaman kaum tuna rungu terhadap keberagamaanya. Masyarakat yang agamis dan atau lingkungan keluarga yang agamis juga akan berbeda dengan lingkungan masyarakat atau keluarga yang biasa dalam keagamaan pengaruhnya terhadap kaum tuna rungu. “Kalau saat masih kecil saya sering diajak ke masjid sama ayahku dan sampai sekarang saya oleh orang tuaku dianjurkan harus selalu belajar mengaji dengan siapa saja agar wawasan tentang agamanya bertambah dan Alhamdulillah sekarang saya sedikit sudah tahu tentang agama. (ST, 15)
Lingkungan keluarga yang agamis akan berpengaruh terhadap keberagamaan kaum tuna rungu juga lebih agamis sedang lingkungan keluarga yang kurang agamis akan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
305
Sulthon
berdampak pada keberagamaan kaum tuna rungu juga kurang agamis. Dan seterusnya. Lingkungan keluarga yang agamis cenderung mereka dapat menerima warganya yang cacat dibanding dengan lingkungan keluarga yang kurang agamis, karena pemahaman terhadap agama yang kuat sebagaimana yang terjadi dalam lingkungan keluarga yang agamis akan memiliki sandaran yang kuat terhadap Tuhan tentang semua yang terjadi dalam hidupnya termasuk memiliki keluarga yang cacat tadi, .keadaan yang demikian inilah yang mendorong sikap dan perilakunya menjadi lebih baik dalam menerima anak tuna rungu. Sedang sebaliknya dalam diri seseorang yang kurang terhadap penyadaran dirinya akibat kurangnya pemahaman tentag agamanya, menyebabkan mudah terjadi goncangan atau kurang memiliki sandaran yang kuat pada kuasa Tuhan sehingga ketika terdapat warganya yang cacat, maka sulit menerimanya menganggap ini sebagai kutukan, ujian, dan sejenisnya. Hal ini berakibat timbulnya sikap yang kurang dapat menerima kecacatan yang diderita anaknya atau warga lainya yang cacat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberagamaan orang tuna rungu cenderung tergantung pada sikapnya dari lingkungan keluarga dan masyarakat terhadap kecacatan yang dialaminya. Dan juga karena terbatasnya pemahaman dan pengalaman terhadap agama, maka ada kecenderungan keberagamaanya juga bersifat kurang baik. b. Dampak Psikologis Kaum Tuna Rungu di Kudus Hasil wawancara dan observasi dengan informan tuna netra di Kudus menunjukkan bahwa ketunarunguan menyebabkan dampak psikologis yang bervariasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu faktor kapan terjadinya ketunarunguan, sikap lingkungan (keluarga dan masyarakat), dan sikap diri terhadap kecacatan yang dialaminya. 306
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologis dan penyesuaian sosial tuna rungu. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1). Sikap keluarga Sikap terpenting bagi anak adalah sikap keluarga yaitu sikap orangtua tuna netra. Sikap orang tua menjadi dasar bagi perkembangan psikis anak. Baik yang menyangkut perkembangan emosi, sosial, atau kepribadian anak. Secara kodrati orang tua cenderung memiliki sikap kasih sayang, melindungi, memberi perlindungan memberi nasehat, dan berusaha melakukan yang terbaik bagi anaknya. (ZL, 13), ”Alhamdulillah saya dari keluarga yang demokratis orang tua saya selau mendorong agar saya lebih giat belajar beribadah dan berdo’a tidak boleh bermalas-malasan, karena semua yang kita inginkan tidak akan terwujud bila kita hanya berpangku tangan, kondisi yang ada pada saya yang sungguh-sungguh maka saya tidak pernah merasa minder, kurang percaya diri, rasa tidak puas dan sejenisnya tapi sebaliknya hal yang negatif pada saya justru tidak boleh dijadikan penyebab harus malas, merasa malu rendah diri dan sebagainya, adanya demikian ya sudah yang terpenting bagi kita harus berusaha lebih baik lagi dan berdo’a agar Tuhan mempermudah jalanya, ya... arena semua saya pasrahkan pada Tuhan yang penting ada usaha yang sungguh-sungguh”.
Secara umum sikap orang tua terhadap anaknya yang cacat ada tiga macam, pertama, sikap demokratis, yaitu sikap orang tua yang memperlakukan anaknya seperti anak yang lain, tidak membeda-bedakan karena dia cacat tetapi sebaliknya selalu menganggap sama, memberi kesempatan yang seluas-luasnya pada anaknya untuk mengembangkan segala potensinya, selalu membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi anaknya, kedua, sikap over protection (perlindungan yang berlebihan). Di satu sisi dengan kecacatan yang dialami ana terkadang orang tua merasa kasihan dan sebagainya sehingga selalu melindungi anaknya secara EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
307
Sulthon
berlebihan, anak tidak boleh main sendiri karena takut terjadi apa-apa, tidak boleh mengerjakan kebutuhan sehari-hari karena merasa takut anaknya nanti tidak mampu dan seterusnya. Ketiga sikap penolakan, sikap orang tua yang ketiga ini kebalikan dari yang kedua. Sikap penolakan berarti orang tua tidak menginginkan kehadiran anaknya yang cacat sehingga berdampak pada sikap tidak menerima keadaan anaknya yang cacat, sikap ini biasa dalam bentuk menyembunyikan agar tidak dilihat orang lain atau mengasingkan dengan mengirimkan anak ke tempat-tempat panti yang jauh agar tidak bersama dengan keluarga. Effek dari anak yang dengan perilaku orang tua ini tuna netra akan menjadi murung minder dan kuranag percaya diri (ZR, 24), “Saya merasa kurang dan sedikit tertekan, sejak kecil saya sudah tidak diperhatikan sering saya main sendiri jarang sekali aku diajak-ajak orang tuaku mungkin aku dianggap penghalang bagi kebahagiaan mereka aku anak membawa sial, yah, karena saya rasakan demikian setelah saya agak besar saya lalu dikirim ke panti rehabilitasi ini, saya kira orangorang menganggap saya banyak kekurangan, memalukan akhirnya dengan kesendirianku membuat aku lebih nyaman, ya kalau mereka mau menerima aku ya aku akan berbaik sama mereka, nggak tahu yang aku tahu aku ini tuna netra yang tak mungkin bisa berebuat banyak seperti anak pada umumnya”.
Sommers (1944) yang dikutipTien Supartinah (1994:25) telah mengadakan penelitian tentang sikap orang tua terhadap anaknya yang tuna netra, hasilnya sebagai berikut: 1)8 orang tua jelas secara terbuka menolak, 2) 9 orang tua menolak anaknya secara teratur, 3) 13 orang tua memberi perlindungan yang berlebih-lebihan (over protection), 4) 4 orang tua menganggap sama dengan anak awas, 5) 9 orang tua lainya menerima kecacatan dan berusaha memberikan hal yang terbaik bagi anaknya. Berdasrkan hasil penelitian di atas dapat dipahami bahwa pada prinsipnya sikap orang tua terhadap anaknya 308
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
yang tuna netra sangat bervariasi hal ini tergantung pada tingkat pendidikan orang tua, agama atau keimanan, pemahaman terhadap anak berkelainan. Orang tua yang pendidikanya tinggi lebih memiliki sikap yang terbuka atau demokratis karena mereka lebih mengerti apa yang seharusnya ia lakukan demi kebaikan anaknya, bukan malah diasingkan atau terlalu dilindungi karena hal tersebut akan berakibat kurang baik untuk kedepanya, agama dan keyakinan juga sangat berpengaruh pada sikap penerimaan atas anaknya yang berkelainan atau berbeda dari yang lainya. Orang yang imanya kuat akan menyerahkan seluruh permasalahan hidup yang dialaminya termasuk karena kecacatan yang dialami anak, bahwa semua itu sudah digariskan oleh Allah Swt. Sehingga tidak ada rasa malu, menyalahkan yang lain, namun sebaliknya diterima semua yang terjadi padanya dengan penuh kesabaran dan lillahi ta’ala. Orang tua anak berkelainan yang memiliki wawasan yang cukup tentang anak berkelainan ini juga akan berpengaruh terhadap sikapnya dengan anak, pengetahuan yang dimiliki dapat memberikan kesadaran dan penerimaan yang baik karena apa yang terjadi pada anaknya itu bukan semata-mata suatu yang jelek tapi semua itu ada hikmah dibalinya, hal ini juga akan menambah sikap yang positif. 2). Sikap Masyarakat Ketunanetraan umumnya dipandang sebagai kecacatan yang paling berat oleh masyarakat karena dianggap sebagai anak yang penuh dengan sifat-sifat negatif, seperti kesedihan, keputus-asaan, ketidak berdayaan, kelemahan dan ketergantungan kepada orang lain. Anggapan semacam itu akan menumbuhkan rasa penolakan, rasa kasihan dan merangsang untuk memperhatikan kepada masalah anak tuna netra. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
309
Sulthon
Anggapan seperti itu juga akan menimbulkan sikap penolakan terhadap tuna netra, sikap masyarakat yang demikian juga akan berakibat anak tuna netra merasa kurang percaya diri, menyendiri, dan isolasi sosial bahkan anggapan masyarakat yang negatif terhadap anak tuna netra juga bisa timbul karena rasa kasihan 3). Sikap Tuna Rungu terhadap Kecacatan Sikap anak terhadap kecacatan dapat berupa sikap menolak dan dapat sebaliknya, berupa penerimaan, sikap menolak berarti anak masih mengingkari kenyataan atas kecacatanya. Sikap menerima artinya anak mengakui secara realitas kecacatannya adalah sebagai bagian dari dirinya, dengan penerimaan segala konsekuensinya. (Tien Supartinah (1994:25) (ST, 15),“Saya merasa sedikit kurang dibanding orang normal pada umumnya tapi sedikit demi sedikit rasa itu berkurang karena bertambahnya kemampuan pikir saya bertambah pula penyadaran tentang diri saya bahwa apa yang ada pada diri saya seperti ini tidak akan bertambah baik bila saya tidak berusaha untuk memperbaikinya dan apapun kondisi pada saya tidak terjadi dengan sendirinya tapi ada tujuan-tujuan lain yang saya tidak tahu. Karena itu membuat diri saya harus menjalani hidup ini dengan senang hati dan selalu berusaha untuk hidup yang lebih layak sebagai orang tuna rungu, …. Tidak ya tidak boleh menyalahkan Tuhan kan tadi sudah saya sampaikan bahwa semua itu diciptakan tentunya ada tujuan yang tersembunyi yang saya tidak tahu makanya dibalik kejadian pada diri saya mungkin tersimpan hikmah yang besar buat saya”.
c. Sikap Penerimaan Diri Kaum Tuna Rungu di Kudus Hasil wawancara dan observasi dengan informan tuna rungu di Kudus menunjukkan sikap penerimaan diri kaum tuna rungu tergantung pada penyadaran dirinya dan kepasrahannya terhadap Tuhan sebagai bagian dari keberagamaanya. Tuna rungu yang memiliki pemahaman agama yang baik akan berpengaruh terhadap penyadaran dirinya dengan mengembalikan semua problem yang dihadapi bermuara pada kekuasaan Tuhan dan sebaliknya 310
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
tuna rungu yang pemahaman agamanya kurang akan menyebabkan penyadaran dirinya juga kurang karena kurang adanya pasrah diri terhadap Tuhan.
(RS, 19) “Pada prinsipnya saya dapat menerima kondisi saya secara apa adanya saya hanya berusaha untuk berjuang meningkatkan kemampuan saya agar saya menjadi lebih baik, saya sadar bahwa setiap manusia sudah punya garis sendiri-sendiri tidak perlu menyesali atau membandingkan dengan yang lain aku ya begini ini dengan segala apa adanya. Pernah saat masih kecil aku merasa sangat tertekan, ingin seperti orang lain bisa membaca, bisa menulis, namun sekarang saya sudah gak mikirin yang tidak-tidak yang terpenting buat saya berusaha untuk memperbaiki diri sesuai kemampuanku”. (LB)
Tabel 1 Data sikap penerimaan diri kaum tuna rungu
Observer : SL,47 Observee : Peneliti di SDLB Purwosari Kudus NO
Variabel
Hasil
Rubrik Observasi
Ket
Penyadaran dan kepasrahan diri
Memiliki penyadaran terhadap a g a m a yang baik
Observer punya kepasrahan diri pada Tuhan yang kuat saat dikonfirmasi kebetulan observer tidak dikaruniai keturunan sudah menikah 30 tahunan dia memberikan jawaban yang santai kalau diberi amanat oleh Allah ya akan dirawat dan dididik dengan baik dan kalau tidak dipercaya ya wallohu a’lam bis-showab hanya tuhan yang tahu, saya hanya bisa menerima qodlo’ qodarnya.
7 agustus 2010
Keberagamaan memiliki hubungan yang kuat dengan sikap penerimaan diri bagi kaum tuna rungu. Keberagamaan sebagai manifestasi keimanan, ketakwaan, kepasrahan, ketaatan, dan pengamalan terhadap suatu agama yang dipeluk, maka semua entitas dalam struktur keagamaan yang berupa dimensi-dimensi yang saling berkaitan dan berhubungan itu akan tampak dalam perilaku beragamanya. EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
311
Sulthon
Semua itu akan bisa dilihat dari aspek perilaku beragama. Kekuatan iman, aktivitas ibadah, penghayatan, pengamalan, dan pengetahuan agama seseorang akan menentukan tingkat keberagamaannya. Artinya bahwa semakin kuat iman seseorang akan berdampak pada tingginya ketaatan dan aktivitas ibadahnya, demikian pula akan bertambah baik akhlak atau konsekuensi dari keduanya (iman dan ibadah) adalah amal soleh. Dengan demikia keterkaitan antar dimensi keberagamaan di atas akan melahirkan penyadaran dan kepasrahan yang mendalam pada diri seseorang. Kuatnya jalinan antar dimensi keberagamaan tersebut, maka dalam konteks penerimaan kaum tuna rungu terhadap kelainan yang disandang akan memiliki kontribusi yang besar. Dengan kata lain dengan ketunarunguan yang disandang akan dihadapi dengan wajar dan baik manakala kaum tuna rungu tersebut memiliki pondasi agama yang kuat. Tuna rungu yang memiliki lima dimensi dalam beragama sebagaimana dijelaskan di atas yang kuat akan berdampak pada penerimaan dirinya yang baik karena penerimaan diri seseorang akibat kelainan itu tidak mungkin muncul dengan sendirinya bila tidak dibimbing dengan penyadaran agama. Hanya agamalah yang dapat menjadi obat penyejuk hati serta penawar dari kegamangan dan kegelisahan akibat ketunarunguan yang disandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasiruddin Razaq (1973:31) yang menjelaskan bahwa manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar yang bernilai mutlak untuk kebahagiaan dunia dan akhirat yang berasal dari yang mutlak pula yaitu Allah Swt. Untuk itu Tuhan yang bersifat pengasih dan penyayang memberikan suatu anugrah pada manusia yang bernama agama Keberagamaan seseorang merupakan manifestasi dari keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan yang 312
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
diekspresikan melalui aktivitas peribadatan kepada-Nya dengan tulus ikhlas dalam rangka mencapai derajat yang tinggi. Keberagamaan akan melahirkan perilaku beragama yang berupa prestasi ibadah sebagai aktualisasi diri manusia beragama. Beragama yang benar dan presatasi ibadah yang baik akan berpengaruh pada sikap penerimaan diri juga baik karena hal itu akan melahirkan sikap pasrah dan penyadaran pada dirinya. E. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan analisis data yang dilakukan maka peneliti dapat menyimpulkan sebagaiberikut: a. Pola keberagamaan kaum tuna rungu merupakan kondisi yang sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek dan dimensi beragama yaitu dimensi kepercayaan, pengamalan ibadah (ritual agama), akhlak, penghayatan, dan pengetahuan agama. b. Keberagamaan kaum tuna rungu di Kudus sangat bervariasi tergantung dari seberapa jauh pengetahuan agama yang dimiliki, pemahaman agamanya, keberagamaan dalam lingkungan keluarga, keberagamaan lingkungan masyarakat sekitar (masyarakat), dan sikap tuna rungu sendiri terhadap kecacatannya. c. Kaum tuna rungu di Kudus secara umum ada yang memiliki keberagamaan yang kuat (baik) dan ada yang (biasa-biasa), dan ada yang sangat kurang (abangan) d. Pola keberagamaan kaum tuna rungu memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan psikologis dan sosialnya. Tuna rungu yang keberagamaanya baik (kuat) karena didukung oleh pengetahuan dan pemahaman agamnya yang juga kuat akan memiliki dampak perkembangan psikologis yang ringan atau tidak begitu berat. Sebaliknya tuna rungu yang pengetahuan EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
313
Sulthon
dan pemahaman agamnya kurang akan berdampak besar terhadap perkembangan psikologis dan sosial yang berat. e. Pola keberagamaan kaum tuna rungu akan berpengaruh terhadap perkembangan psikologis dan sosial serta penerimaan diri. f. Perkembangan psikologis tuna rungu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya; sikap keluarga, sikap masyarakat terhadap tuna rungu, kapan terjadinya kecacatan, serta sikap tuna rungu sendiri terhadap kecacatan yang dialaminya. g. Pola keberagamaan tuna rungu yang baik akan melahirkan penghayatan agama yang baik selanjutnya akan tumbuh penyadaran diri dan kepasrahan diri yang totalitas kepada Yang Maha Kuasa sehingga akan melahirkan sikap dan penerimaan diri yang baik 2. Saran-Saran a. Kepada kaum tuna rungu 1) Tingkatkan pengetahuan dan pemahaman agama lebih dalam dengan banyak belajar tentang ilmuilmu agama dan atau belajar dari para guru agama atau kiyai. 2) Tingkatkan kesadaran dan penyadaran agama dengan melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya yang dilandasi iman yang kuat dan amal yang saleh 3) Tingkatkan kepasrahan diri bahwa semua kejadian di alam ini adalah terjadi karena kehendak Allah swt. sehingga akan menurunkan tekanan mental akibat problem kecacatan yang dialami. 4) Terimalah ketuna runguan yang dialami dengan tulus dan ikhlas dan janganlah dirasakan sebagai beban yang berkepanjangan dengan mengimani (percaya) bahwa apa yang diterima itu sebagai ujian atau cobaan dari Allah swt. b. Kepada Orang Tua Tuna Rungu 314
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
1) Bimbinglah anak yang tuna rungu dengan baik dan demokratis jangan membedakan dengan anak yang lain baik memperlakukan secara overprotective (beerlebihan) atau rejection (penolakan) 2) Berikan kesempatan mereka untuk berkembang secara baik dan demokratis dengan memberikan motivasi dan simpati kepadanya. 3) Didiklah dan arahkan dengan penanaman agama secara mendalam kepada anaknya yang tuna rungu agar menjadi agamis, taat dan berakhlak karimah. 4) Berikan motivasi secukupnya agar dapat berkembang kepribadiannya secara baik. c. Kepada lingkungan masyarakat yang memiliki warga tuna rungu 1) Pahami dan berikan kesempatan kepada tuna rungu agar dapat berpartisipasi secara baik dalam masyarakat tanpa adanya tekanan psikologis yang berat. 2) Terimalah kaum tuna rungu sebagai anggota masyarakat secara utuh tanpa dibedakan dari yang lain sehingga akan menimbulkan rasa nyaman dan percaya diri.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
315
Sulthon
Daftar Pustaka
Anastasia Widdjadjantin, Ortopedagogik Tuna Rungu, Jakarta: Depdikbud, 1999. Abu Bakar HM. Perubahan Sosial Keagamaan Di Kalangan Profesional Muda yang tergabung dalam PELDNU, Surabaya, dalam Qualita Ahsana Jurnal Penelitian IlmuIlmu Keislaman. Surabaya IAIN Sunan Ampel 2000. Abdul Azis, Identifikasi Kehidupan Keberagamaan Umat Islam di Kabupaten Kapuas Pulau Pisau dan Gunung Mas Kalimantan Tengah, Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Himmah, Vol.V, edisi, Mei-Agustus, 2004, STAIN Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Dudley, James R, Research Methods hot-Social Work : Becoming Consumero and Producer Qf Research, Boston: Pearson, 2005. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai pustaka, 1995. Goetz, Judith P.,and Le Comte, Margaret.. Ethnography and Qualitative Design Edi.tcational Research, New.Iesey : Academic Press. Inc. 1984. Guba, Egon G, dart Lincoln, Naturalistic Inquiry, California: Sage Publications, Inc. J.B Chitambar, Introductory Rural Sociologi. New Delli: Wiley Eastern Private imited, 1973. Nasruddin Razak, Dinul Islam, Bandung: PT Al-maarif, 1973. Rahmaniar, Perkembangan Agama-Agama di kota Palangkaraya, (tt).STAIN Palangkaraya. 2000.
316
Vol. 5, No.1 Januari - Juni 2012
Pola Keberagamanan Kaum Tuna Rungu Wicara dan .....
Shepperd. Michael. Appraissing and Using Social Research: an Introduction for Socialwork and Health Professionals. London and Philadelphia. Jesstet Kingsley Publisher. 2004. Suparlan dalam Abdul Rahman, dkk, Identifikasi kehidupan Keberagaman Umat Islam di Kab.Kapuas Kalteng. Jurnal ilmiah. Himmah Vol. V. edisi 1 Mei-agustus 2004-STAIN palangkaraya.
EMPIRIK: Jurnal Penelitian Islam
317