ISSN : 2356-153X
Vol. I, No. 1, Juni 2014
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban Diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta bekerja sama dengan IMLA (Ittihad Mudarrisî al Lughah al-'Arabiyyah, Asosiasi Dosen Bahasa Arab se-Indonesia). Berkala ilmiah ini fokus pada isu-isu mutakhir sekitar Kebahasaaraban dan Kependidikan Bahasa Arab dan terbit dua kali dalam satu tahun, yakni Juni dan Desember.
Mitra Bestari : Moh. Matsna HS (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Emzir (Universitas Negeri Jakarta) Oman Fathurrahman (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Khalid Khamis Farraj (Jami'ah al-Imam Muhammad Ibn Su'ud al-Islamiyah Riyadh) Yayan Nurbayan (UPI Bandung)
Pemimpin Redaksi : Toto Edidarmo
Penyunting Pelaksana : Muhbib Abdul Wahab N. Lalah Alawiyah Desain Grafis dan Sirkulasi : M. Arif Rakhman Hakim Yazid Hadi
Sekretariat : Nia Kurnianingsih
Alamat Redaksi : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat Tangerang Selatan Telp./Faks. (62-21 7443328) ekst. 1711/27 website : www.arabiyat-uinjkt.ac.id email :
[email protected]
Daftar Isi
© Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam Muhbib Abdul Wahab (Program Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) ......
1-20
© Pengaruh Struktur Bahasa Arab terhadap Bahasa Indonesia dalam Terjemahan Al-Qur'an Yayan Nurbayan (Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung) ...............................................
21-28
© Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa Arab Ahmad Muradi (Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin) ......................................
29-48
© Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Profesional di Indonesia Asep M. Tamam (Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung) ...........................
49-62
© Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab Fathur Rohman (Universitas Hasyim Asy'ari Jombang) ................................................................
63-78
© Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta Mauidlotunnisa (Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra Jakarta) ....................................................
79-94
© Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al Qur'an Toto Edidarmo (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta) ...................................
95-114
©
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ Asep Sopian (Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung) ....................................................... 115-136
©
ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ Azki Muharom Al Bantani (Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta) ............................................. 137-146
©
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ Muhammad Sirojudin Syah (Madrasah Aliyah At-Tanwiriyah Cianjur) .................................. 147-160
PERAN BAHASA ARAB DALAM PENGEMBANGAN ILMU DAN PERADABAN ISLAM* Muhbib Abdul Wahab Program Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta email :
[email protected]
Abstract This study aims to clarify the role of the Arabic language in advancing science and Islamic civilization through a library study of the history of the Arabic language a long the ages. The approach used to analyze the data of Arabic language development is historical approach combined with content analysis approach. The study has come to the conclusion that there are ive important roles of Arabic language. Firstly, it served as the language of the union among the people and the Arab tribes. Secondly, Arabic preserved the richness of local Arabic cultures through all times. Thirdly, Arabic used as a media for educational and scienti ic study, possitioning it as the language of science and technology. Fourthly, Arabic is as a tool of communication among the people and tribes and generations. Fifthly, Arabic is accepted as a standardized language for Islamic knowledge and modern sciences.
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺪﻑ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺇ ى ﺗﻮﺿﻴﺢ ﺩﻭﺭ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ي ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭﺍلحﻀﺎﺭﺓ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻋﻦ ﻃﺮيﻖ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻭﺍﳌﺪﺧﻞ ﺍﳌﺘﺒﻊ ي ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻋﻦ ﺩﻳﻨﺎﻣﻴﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ هﻮ.ﻣﻜﺘبﻴﺔ ﻟﺘﺎﺭيﺦ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ﺮ ﺍﻟﻌﺼﻮﺭ ﻭﺗﻮﺻﻞ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺇ ى ﻧتﻴﺠﺔ ﺃهﻤهﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺗﻠﻌﺐ ﻋ ى.ﺍﳌﺪﺧﻞ ﺍﻟﺘﺎﺭي ي ﺑﺘﺤﻠﻴﻞ ﺍﳌﻀﻤﻮﻥ ﺃﻭ ﺍملحﺘﻮﻯ ﻭﺛﺎﻧﻴﺎ كﻠﻐﺔ ﻟﻠﻤﺤﺎﻓﻈﺔ،ﺍﻷﻗﻞ ﺧﻤﺴﺔ ﺃﺩﻭﺍﺭ هﺎﻣﺔ ﻭ ي ﺃﻭﻻ ﺑﻤﺜﺎﺑﺔ ﻟﻐﺔ ﺍﻻﺗﺤﺎﺩ ﺑ ﻥ ﺍﻟﺸﻌﻮﺏ ﻭﺍﻟﻘﺒﺎﺋﻞ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻣﻤﺎ ﻳﺠﻌﻠهﺎ ﻟﻐﺔ، ﻭﺛﺎﻟﺜﺎ كﻠﻐﺔ ﻭﺳﻴﻄﺔ ﻟﻠﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ،ﻋ ى ﺍﻟ ﺮﻭﺍﺕ ﻭﺍﻟﺜﻘﺎﻓﺎﺕ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ﺮ ﺍﻟﻌﺼﻮﺭ ﻭﺧﺎﻣﺴﺎ كﻠﻐﺔ ﻟﺘﻘﻨ ﻥ ﻣﺠﺎﻻﺕ، ﻭﺭﺍبﻌﺎ كﻠﻐﺔ ﻟﻠﺘﻮﺍﺻﻞ ﺑ ﻥ ﺍﻟﺸﻌﻮﺏ ﻭﺍﻟﻘﺒﺎﺋﻞ ﻭب ﻥ ﺍﻷﺟﻴﺎﻝ،ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭﺍﻟﺘﻜﻨﻮﻟﻮﺟﻴﺎ .ﻣﺘﺨﺼﺼﺔ ي ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻭﺍﻟﻌﺼﺮيﺔ ﻭﻏ ﺮهﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ Kata Kunci: peran bahasa Arab, bahasa integrasi, bahasa konservasi, bahasa edukasi dan studi, bahasa komunikasi, bahasa standardisasi
Pendahuluan Bahasa Arab merupakan bahasa yang paling banyak menyandang atribut. Selain merupakan bahasa kitab suci al-Qur’an dan Hadis, bahasa Arab adalah bahasa agama dan umat Islam, bahasa resmi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), bahasa nasional lebih dari 25 negara di kawasan Timur Tengah, lughah al-dhâd, dan bahasa warisan sosial budaya (lughah al-turâts). Jabir Qumaihah, misalnya, menegaskan bahwa bahasa
Arab merupakan bahasa yang mendapat garansi dan “proteksi Ilahi” (al-himâyah al-Ilâhiyyah), seiring dengan digunakannya sebagai “wadah ekspresi al-Qur’an” (wiʻâ’ al-Qur’ân).1 Bahasa Arab juga dipandang Garansi dan proteksi tersebut berupa jaminan eksistensi dan kelestarian bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an yang otentisitas dan kelestariannya dijamin oleh Allah dalam irman-Nya berikut. 1
(9 :ﺤ ﹸﻦ ﻧﹶﺰﱠﻟﹾ ﹶﻨﺎ ٱﻟﺬﱢﻛﹾﺮ ﹶ ﻭﹶ ﹺﺇﻧﱠﺎ ﹶﻟ ﹸﻪ ﹶﳊ ﹶٰ ﹺﻔ ﹸﻈﻮ ﹶﻥ )ﺍﳊﺠﺮ ﹺﺇﻧﱠﺎ ﻧ ﹶ ﹾ
*Naskah diterima: 17 Februari 2014, direvisi: 21 April 2014, disetujui: 23 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
sebagai bahasa yang sangat orisinal; tidak memiliki masa kanak-kanak sekaligus masa renta (lughah ashîlah, laisa lahâ thufûlah wa laisa lahâ syaikhûkhah).2 Meskipun sebagai kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, bahasa Arab (al-Qur’an) tetap merupakan bahasa manusia atau produk budaya bangsa Arab. Ia bukan bahasa Tuhan atau malaikat.3 Sebagai produk dan subsistem budaya, bahasa Arab mempunyai dimensi linguistik, humanistik, sosio-kultural, dan pragmatik. Bahasa Arab pada dasarnya tunduk kepada (mengikuti) sistem linguistik yang telah menjadi kesepakatan penutur bahasa ini (nâthiq bi al-‘Arabiyyah), baik sistem Namun, dhamîr ʻnahnuʼ dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa pemeliharaan dan penjaminan itu melibatkan manusia, bukan hanya oleh Allah Swt. Keterjaminan otentisitas dan eksistensialitas bahasa Arab memungkinkannya menjadi bahasa nasional (lughah qaumiyyah) bagi sejumlah negara yang tidak hanya “diikat-erat” oleh nasionalisme Arab, melainkan juga dipersatukan oleh ikatan keagamaan (Islam) yang merupakan agama mayoritas di kawasan Timur Tengah. Melalui bahasa Arab, aneka pemikiran dan ilmu pengetahuan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya hingga sekarang. Lihat Jabir Qumaihah, Atsar Wasâ’il al-Iʻlâm al-Maqrû’ah wa alMasmûʻah wa al-Mar’iyyah î al-Lughah al-‘Arabiyyah (Madinah: Nadi al-Madinah al-Munawwarah alAdabi, 1998), h. 5. 2 ʻAbd al-‘Al Salim Mukram, al-Lughah al‘Arabiyyah î Rihâb al-Qur’ân al-Karîm (Kairo: ‘Alam al-Kutub, 1995), h. 3. 3 Dalam al-Qurʼan tidak dijumpai satu ayat pun yang menegaskan bahwa bahasa Arab merupakan bahasa Tuhan atau malaikat, tetapi dinyatakan dengan lisân ‘Arabî atau Qur’ân ‘Arabî. Dari 13 ayat al-Qurʼan yang secara eksplisit menyebutkan ungkapan yang menunjukkan bahasa Arab, dapat ditegaskan bahwa Allah Swt. hanya menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya dengan bahasa kaumnya. Ketiga belas ayat dimaksud adalah QS. Yû suf (12): 2; Thâ ha (20): 113; al-Nahl (16): 103; Fushshilat (41): 3; al-Syû râ (42): 7; al-Syuʻarâ ’ (26): 195; alRaʻd (13): 37; al-Zumar (39): 28, al-Ahqâ f (46): 12 dan al-Zukhruf (43): 3. Lihat Muhbib Abdul Wahab, “Revitalisasi dan Aktualisasi Bahasa Arab sebagai Bahasa Pendidikan dan Kebudayaan”, dalam Jurnal Jauhar (Jakarta: Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2002), Vol. 3, No. 1, h. 99.
2
fonologi, leksikologi, morfologi, sintaksis maupun semantik. Kendatipun sebagai bahasa al-Qur’an, bahasa Arab tidak perlu disakralkan atau dianggap sebagai bahasa suci (lughah muqaddasah), tetapi cukup diposisikan sebagai bahasa terhormat dan diberi apresiasi tinggi (lughah mu‘azhzhamah) karena ia merupakan bahasa al-Qur’an, bahasa yang digunakan dalam sebagian besar ibadah ritual, dan bahasa budaya Islam (lughah al-tsaqâfah alIslâmiyyah). Pendapat ini mengisyaratkan bahwa bahasa Arab adalah sebuah sistem sosial-budaya yang terbuka untuk dikaji, dikritisi, dan dikembangkan.4 Sebagai subsistem budaya, bahasa Arab merupakan salah satu bahasa (rumpun) Semit (usrah al-Lughât al-Sâmiyyah) yang dinilai paling tua dan tetap eksis hingga sekarang.5 Kemampuan bahasa Lihat Yusuf al-Qaradhawi, “Mustaqbal alLughah al-‘Arabiyyah wa Tahaddiyyâ tuhâ ”, diakses dari http://www.alriyadh.com/contents, 25-062003. Namun, Ibn Fâ ris (329-395 H) berpendapat lain bahwa bahasa Arab adalah bahasa ilahi dan manusiawi sekaligus, karena bahasa ini dipakai oleh Allah sebagai bahasa kitab suci-Nya untuk keperluan penyampaian ajaran-ajaran-Nya kepada umat manusia. Lihat Ibn Faris, al-Shâhibî i Fiqh al-Lughah wa Sunan al-‘Arab î Kalâmihâ (Beirut: Muʼassasah Badran, 1963), h. 16. 5 Para ahli bahasa (linguis), seperti Hasan Zhazha, Ramadhan ʻAbd al-Tawwab, dan Emil Badiʻ Yaʻqub, mengategorikan bahasa-bahasa di dunia menjadi beberapa rumpun sesuai relasi dan interrelasi struktural dalam sejarah perkembangan mereka. Salah satu yang terpenting adalah rumpun Semit (turunan anak Nabi Nû h, Syâ m) yang meliputi: bahasa Fenisia, Assyiria, Suriah, Aramea, Ibrani, dan Arab. Lihat MH. Bakalla, Pengantar Penelitian Studi Bahasa Arab, terj. dari Arabic Culture, Through Its Language and Literature oleh Males Sutiasumarga, (Jakarta: Hardjuna Dwitunggal, 1984), h. 1. Sebagian besar bahasa tersebut sudah punah ditelan masa. Yang masih eksis hingga sekarang adalah bahasa Arab. Lihat Jaudat al-Rukabi, Thuruq Tadrîs alLughah al-`Arabiyyah (Beirut: Dâ r al-Fikr, 1981), h.11. Rumpun bahasa Semit juga masih dapat diklasi ikasikan menjadi tiga bagian, yaitu bahasabahasa Semit Timur Laut (terdapat pada negeri al-Râ idain, Irak), bahasa-bahasa Semit Barat Laut 4
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Arab tetap eksis hingga sekarang, antara lain, disebabkan oleh posisinya sebagai bahasa pilihan Tuhan untuk kitab suciNya (al-Qur’an). Meskipun fungsinya lebih merupakan media ekspresi kitab suci bagi masyarakat Arab (tempat/lokasi Nabi Muhammad Saw. mendakwahkan ajaran Islam), bahasa Arab—dalam hal ini bahasa suku Arab Quraisy sebagai bahasa standar dan lingua franca (lughah musytarakah) saat itu—merupakan bahasa yang telah mencapai puncak “kedewasaan dan kematangannya”. Hal ini, antara lain, terbukti dari penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa sastra dan pemersatu pada masa Jahiliyah.6 Selain itu, bahasa Arab hingga kini juga menjadi bahasa yang mampu menampung kebutuhan para penggunanya dan menyerap berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai bidang.7 Hal ini antara lain (terdapat pada Suriah dan Palestina), dan bahasabahasa Semit Selatan (Jazirah Arab: Saudi Arabia dan Yaman). Lihat Muhammad Mamdû h Badrâ n, “al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Tadrı̂suhâ li ghair alNâ thiqı̂n bihâ ”, dalam Ta`lîm al-Lughah al-`Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ: Qadhâyâ wa Tajârib, Tunis: Isesco, 1992. 6 Pada masa Jahiliyah dikenal adanya “Bursa dan Lomba Syair” di pasar Ukâzh (Sûq Ukâzh), Sekitar Mekkah. Di antara karya-karya sastra yang dinilai terbaik kemudian “digantung dan dipamerkan” pada dinding Ka’bah. Karena itu, karya-karya terbaik kemudian dihimpun dalam sebuah antologi syair yang disebut –dan hingga sekarang masih dijumpai— al-Mu‘allaqât al-Sab’ atau al-Mu‘allaqât al-Asyr. Lihat Mushthafâ ‘Inâ nı̂ dan al-Iskandarı̂, al-Wasîth i Târîkh al-Adab al-‘Arabî (Kairo: Dâ r al-Ma‘â rif, tt); dan Ahmad Hasan al-Zayyâ t, Târîkh al-Adab al-‘Arabî, (Beirut: Dâ r al-Ma‘rifah), Cet. VII, 2001. Menarik dicermati bahwa pasar-pasar di masa Jahiliyah hingga abad kedua hijriyyah dapat dianggap sebagai sumber baku materi bahasa Arab (mutun al-Lughah al-‘Arabiyyah) yang kelak dirumuskan sebagai ilmu, mulai dari ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan shina‘at al-mu‘jam (leksikogra i Arab). 7 Lihat Saʻı̂d Syubar, al-Mushthalah Khiyâr Lughawî wa Simah Hadhâriyyah (Qatar: kitab alUmmah, Edisi 78), 2000), h. 12.
disebabkan oleh watak dan karakteristik bahasa Arab yang elastis (murûnah), menganut sistem derivasi dan analogi (isytiqâq wa qiyâs) yang komprehensif, dan memiliki perbendaharaan kata (tsarawât lughawiyyah wa mufradât) yang kaya.8
Posisi Bahasa Arab dalam Pengkajian Islam Allah Swt. memilih bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci-Nya bukan sematamata karena masyarakat tempat Nabi Muhammad Saw. ditugasi sebagai Rasul adalah masyarakat yang berbahasa Arab (bi lisân qawmihi) melainkan juga karena bahasa Arab dipandang mampu dan laik untuk mewadahi dan mengekspresikan pesan-pesan Ilahi yang abadi (eternal) dan universal. Bila kemudian bahasa Arab menjadi bahasa lebih dari 22 negara di kawasan Timur Tengah dan sebagian benua Afrika,9 lalu menjadi bahasa resmi sekaligus bahasa internasional yang digunakan sebagai bahasa kerja di PBB,10 maka faktor utamanya—selain turut terpelihara bersamaan dengan “garansi dan proteksi Ilahi” mengenai pemeliharaan al-Qur'an tersebut—adalah elan vital (semangat Mengenai karakteristik bahasa Arab sebagai bahasa Semit, lihat selengkapnya ulasan Ahmad Muhammad Qaddur, Madkhal ilâ Fiqh al-Lughah al‘Arabiyyah (Damaskus: Dar al-Fikr, 1999), h. 52-55. 9 Di antara negara yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi adalah: 1. Arab Saudi, 2. Yaman, 3. Oman, 4. Suriah, 5. Palestina, 6. Jordania, 7. Iraq, 8. Kuwait, 9. Qatar, 10. Bahrain, 11. Uni Emirat Arab, 12. Lebanon, 13. Mesir, 14. al-Jazair, 15. Tunisia, 16. Libia, 17. Sudan, 18. Marokko, 19. Mali, 20. Somalia, 21. Nigeria, dan 22. Mauritania. Beberapa negara lain yang bahasanya banyak dipengaruhi bahasa Arab, walaupun tidak menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa resmi, adalah Iran (bahasa Persia), Turki (bahasa Turki), Pakistan (bahasa Urdu), dan tentu saja Indonesia (bahasa Melayu). 10 Bahasa Arab ditetapkan menjadi bahasa resmi dan bahasa kerja PBB sejak tahun 1972, sejajar bahasa PBB lainnya, seperti bahasa Inggris, Perancis, Rusia, Spanyol, dan Cina. 8
Muhbib Abdul Wahab
3
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
juang, daya dorong) dan motivasi religius umat Islam untuk memahami pesan-pesan Ilahi dan Tradisi (Sunnah) Nabi Saw.11 Di samping itu, tentu saja, umat Islam mendapati bahasa Arab tampil sangat elegan, leksibel, dan bernilai sastra tinggi dalam mentransmisikan berbagai karya intelektual Muslim dalam bentuk teksteks, baik buku maupun manuskrip, yang hingga kini masih menjadi bahan kajian dan sumber inspirasi pemikiran Islam yang sangat berharga. Dalam konteks ini, dapat ditegaskan bahwa bahasa Arab mempunyai posisi sangat penting dan strategis dalam pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman, bahkan dalam pengembangan peradaban Islam. Menarik dicermati bahwa sebagian besar karya intelektual Muslim yang non-Arab (tidak berkebangsaan Arab), seperti Sı̂bawaih (w. 180 H), al-Fâ rabı̂ (w. 339 H), Ibn Sı̂nâ (w. 428 H), Ibn Miskawaih (932-1030 M), al-Ghazâ lı̂ (w. 1111 M), dan lain sebagainya ditulis dalam bahasa Beberapa ulama, di antaranya Ibn Taimiyah (w. 728 H), memfatwakan bahwa mempelajari bahasa Arab itu wajib. Alasannya adalah bahwa “Jika kewajiban itu hanya akan terlaksana dengan hal tertentu, maka hal tertentu itu menjadi wajib.” Bahasa Arab telah “ditakdirkan” menjadi bahasa kitab suci. Pesan kitab suci hanya akan dapat dibaca, dipahami, dan diamalkan dengan baik, jika bahasa yang digunakannya dapat dipahami. Karena itu, mempelajari dan memahami bahasa Arab menjadi suatu kewajiban. Lihat Mâ jid ‘Irsâ n al-Kailâ nı̂, al-Fikr al-Tarbawî ‘inda Ibn Taimiyyah (Madinah: Maktabah al-Hâ di, 1986). Selain itu, ʻUmar ibn al-Khaththâ b pernah juga menyatakan: “Pelajarilah bahasa Arab, karena bahasa ini adalah bagian dari agama kalian”. Senada dengan itu, Imam Sya iʻi juga pernah menyatakan: “Setiap Muslim harus mempelajari bahasa Arab sesuai dengan kemampuannya”. Bahkan Ibrahim Anis menyatakan bahwa “Mempelajari bahasa Arab bagi yang mampu adalah fardhu ‘ain, dan bagi semua adalah fardhu kifâyah.” Lihat Fathullah Nawar, “al-Buʻd al-Dı̂nı̂ min Ta`lı̂m alLughah al-‘Arabiyyah li al-Nâ thiqı̂na bi Ghairihâ ”, dalam Majallah al-Mujtama’ Edisi 1458, Juni 2001, h .48. 11
4
Arab, karena pada waktu itu bahasa Arab merupakan bahasa ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, bahasa Arab bukan semata-mata bahasa komunikasi harian antarpenuturnya, melainkan bahasa ilmu pengetahuan yang mampu mewadahi dan mentransmisikan wacana pemikiran dan karya-karya keilmuan. Dalam perkembangannya, terutama setelah Islam tersebar ke luar Jazirah Arabia, bahasa Arab tidak hanya menjadi bahasa lokal, tetapi menjadi bahasa yang “menginternasional”, mengikuti universalitas Islam. Wilayah-wilayah baru yang ditundukkan atau dibebaskan oleh kekuasaan Islam, meskipun sebelumnya telah memiliki bahasa resmi, akhirnya terarabkan (menggunakan bahasa Arab). Salah satu faktor yang membuat terjadinya “simbiosismutualisme” antara bahasa Arab dan Islam adalah karena posisi bahasa Arab sebagai bahasa agama (lughah al-dîn) dan bahasa pembebas (lughah al-fâtih al-jadîd), yang dalam ungkapan Ibn Khaldun, bahasa Arab dinilai sebagai “lughah ahl al-amshâr tâbi’ah li al-dawlah” (bahasa lokal yang mengikuti bahasa Negara, dalam hal ini Arab).12 Umat Islam generasi awal tampaknya sangat serius dan intens dalam upaya memahami al-Qur’an dan Sunnah Nabi, sehingga mereka senantiasa saling belajar, berdiskusi dan bertanya jawab mengenai makna-makna (tafsir) berbagai kata atau ayat al-Qur’an. Setelah Islam berkembang luas ke berbagai daerah bekas “hegemoni sosial politik dan intelektual Persia” di sebelah timur Jazirah Arab dan “hegemoni Romawi” di sebelah barat, banyak nonArab yang “terpaksa” harus beradaptasi dan mempelajari bahasa Arab. Keinginan untuk mempelajari bahasa Arab terutama ʻAbduh al-Hilwu dan Bahzad Jabir, al-Wâ î î Tarikh al-ʻUlum ʻinda al-ʻArab (Beirut: Dar al-Fikr alLubnani, 2002), h.22. 12
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
didorong oleh semangat untuk mengetahui isi al-Qur’an dan memahami ajaran Islam pada umumnya. Semua itu, pada gilirannya, memicu dan memacu lahirnya berbagai disiplin ilmu dalam Islam. Terjadinya berbagai perdebatan teologis dan perbedaan mazhab iqih pada awal abad kedua hijriyah juga mendorong banyak kalangan mengkaji bahasa Arab dengan tujuan memahami sumber-sumber ajaran Islam, terutama al-Qur’an dan al-Sunnah. Percampuran dan akulturasi budaya (al-mutsâqafah) antara bangsa Arab dan non-Arab yang disemangati oleh komitmen dan keinginan kuat memahami Islam juga menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa yang banyak dipelajari13, sehingga dorongan untuk “mengilmukan” bahasa Arab pun muncul, terutama setelah banyaknya kasus lahn (kesalahan berbahasa Arab) di kalangan non-Arab. Meskipun pertumbuhan ilmu-ilmu keislaman masih menjadi bahan perdebatan, dapat ditegaskan bahwa dorongan untuk menyusun dan merumuskan ilmu bahasa Arab muncul paling dini dari “rahim” dunia Islam. Jika memang benar bahwa ʻAlı̂ ibn Abı̂ Thâ lib (600-661 M) adalah khalifah yang menginstruksikan Abû al-Aswad alDu’alı̂ (16-69 H)14 untuk menyusun kaidahkaidah praktis mengenai bahasa Arab, utamanya untuk kepentingan pembacaan ʻAbduh al-Hilwu dan Bazad Jabir, op. cit., h.22. Ada juga ulama yang berpendapat bahwa Abu al-Aswad al-Du`alı̂ adalah peletak dasar ilmu nahwu, karena ia merasa terpanggil untuk membenahi dan mengoreksi praktik kebahasaan yang salah di kalangan orang Irak. Kontribusi lain yang memperkuat pendapat ini adalah bahwa ia juga peletak tanda baca al-Qur’an berupa titik untuk memudahkan kalangan ʻajam dalam membacanya. Sayangnya ia tidak meninggalkan karya, tetapi pendapat-pendapatnya mengenai nahwu banyak diriwayatkan oleh para linguis Bashrah maupun Kû fah. Lihat Ahmad Hasan al-Zayyâ t, op. cit., h. 149. 13
14
al-Qur’an bagi bangsa non-Arab (ʻajam) agar terhindar dari kesalahan (lahn), maka ilmu bahasa Arablah—khususnya ilmu nahwu dan sharaf—yang pertama kali mencuat dalam sejarah ilmu di dunia Islam. Hal ini diperkuat oleh fakta bahwa penyusun karya mengenai nahwu dan sharaf pertama secara sistematis adalah Sibawaih yang wafat pada tahun 180 H. Ilmu-ilmu keislaman saat itu belum sampai pada tingkat kematangannya, karena memang baru dalam taraf konsolidasi dan kodi ikasi, seperti hadits, iqh dan ilmu kalam.15 Pemanfaatan ilmu bahasa Arab sebagai basis dan media untuk memahami al-Qur’an, hadits, iqh, kalâm, ushûl al- iqh, sejarah, dan sebagainya juga memperkuat tesis tersebut. Selain itu, posisi bahasa Arab menjadi lebih strategis dan bahkan menjadi bahasa pendidikan dan kebudayaan, terutama karena sebagian ulama Islam juga menguasai bahasa Suryani, Yunani, Persia, dan India. Penguasaan bahasa asing, bagi ulama Arab, sekaligus menjadi pintu masuk berbagai bidang ilmu yang sebelumnya dikembangkan oleh bangsa Yunani, Persia, dan India. Selain memiliki sifat terbuka (menerima perbedaan dan perubahan), para ulama Arab juga cenderung memperlihatkan semangat kompetitif (rûh al-tanâfus) yang tinggi, terutama terhadap bangsabangsa yang baru dibebaskan (ditundukkan), sehingga mereka tertarik untuk mempelajari, mengkaji, dan mengembangkan ilmu-ilmu yang sudah berkembang di wilayah atau kawasan yang baru mereka kuasai. Posisi bahasa Arab menjadi bahasa akademik di berbagai lembaga pendidikan yang ada juga turut menjadi faktor 15 Lihat Muhammad Ridhwâ n al-Dâ yah, al-Maktabah al-ʻArabiyyah wa Manhaj al-Bahts, (Damaskus: Dâ r al-Fikr, 1999), cet. I, h. 133. Bandingkan dengan ʻAbd al-Wahhâ b Ibrâ him Abû Sulaimâ n, Kitâbât al-Bahts al-`Ilmî wa Mashâdir alDirâsât al-Islâmiyyah (Beirut: Dâ r al-Syurû q, 1978).
Muhbib Abdul Wahab
5
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
akselerasi (percepatan) persebaran bahasa Arab bagi banyak kalangan. Pusat-pusat pendidikan dan pengkajian yang telah ada sebelum pemerintahan Islam menaklukkan mereka, seperti Jundisapur, Iskandaria, Antokia, Harran, dan sebagainya yang banyak dikembangkan oleh ulama Suryani, kemudian menjadi pusat pengkajian dan pengembangan bahasa Arab16, lebih-lebih saat dilakukan gerakan penerjemahan karya-karya asing (Yunani, Persia, Suryani dan India) ke dalam bahasa Arab.
Bahasa Arab dan Peradaban Islam Terlepas dari ilmu apa yang pertama kali lahir dari “rahim dunia Islam”, dalam perkembangan selanjutnya, pada masa Khalifah Malik ibn Marwâ n, bahasa Arab diposisikan sebagai bahasa negara (dawlah Umayyah), khususnya sebagai bahasa resmi dan bahasa administrasi pemerintahan. Meskipun Arabisasi ini memang agak bernuansa politis, karena Bani Umayyah tergolong memiliki “fanatisme yang kuat” (taʻashshub qawiy) terhadap kesukuan dan kearabannya, dampaknya cukup luas dan signi ikan. Pengaruh bahasa Persia, Qibtia, dan bahasa Romawi sebagai bahasa administrasi di masa lalu (sebelum khilafah Umawiyah) kemudian digantikan oleh bahasa Arab.17
Bangsa Arab memang dapat dianggap bangsa “pemenang bukan pecundang”. Karena itu, ketika berbagai istilah dalam bidang administrasi, ekonomi, sosial, dan politik didominasi, terutama, oleh bahasa Romawi dan Persia, Khalifah Abdul Malik bin Marwan menemukan momentumnya yang tepat untuk memulai arabisasi Negara (taʻrîb al-dawlah), yang pada gilirannya diikuti dengan arabisasi administrasi pemerintahan (taʻrîb al-dawâwîn), mata uang, bahkan arabisasi budaya. Dari gerakan arabisasi inilah, cikal bakal teoritisasi dan dinamisasi ilmu-ilmu dalam bahasa Arab itu dimulai.18 Implikasinya lebih jauh adalah bahwa karya-karya sastra (sya’ir/puisi, natsr/ prosa) yang bernuansa kearaban banyak bermunculan. Romantisme “kejayaan bahasa Arab era Jahiliyah” kembali menemukan bentuknya. Mata uang resmi diarabkan (dalam bentuk dinâr dan dirhâm) yang semula berbahasa Persia atau RomawiYunani. Berbagai transaksi sosial-ekonomi di hampir seluruh wilayah dinasti Umawi juga menggunakan bahasa Arab. Dengan demikian, pada masa itu, bahasa Arab tidak sekadar bahasa agama, melainkan juga sebagai bahasa negara: bahasa administrasi, birokrasi, diplomasi, dan bahasa transaksi sosial ekonomi.19 Di antara dîwân (semacan Jibran Mas’ud, al-‘Arabiyyah al-Fushhâ: Sya’latun lâ Tantha i’ (Beirut: Bait al-Hikmah, 2001), h. 30-31. 19 Uraian lebih detail, lihat Husain Hallâ q, Târîkh al-Hadhârah al-Islâmiyyah (Kairo: Dâ r alKutub al-Islâ miyyah, 1988). Di antara kisah sukses dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus (Suriah) adalah Arabisasi tersebut. Hal ini paradoks dengan bahasa yang digunakan Nabi `Isa yang pernah hidup di kawasan Palestina-Suriah (sekarang). Nabi `Isa ternyata menggunakan tiga bahasa dalam hidupnya: bahasa Ibarani untuk bahasa kitab suci (Injil), bahasa Yunani untuk pemikiran, dan bahasa Aramea untuk percakapan sehari-hari. Perlu ditegaskan bahwa selama hampir 4 abad kawasan Suriah telah terhelenisasikan atau terromawikan, 18
16
ʻAbduh al-Hilwu dan Bazad Jabir, op. cit., h.
24. Menarik dicatat bahwa ketika bangsa Arab menaklukkan negeri-negeri yang dekat atau yang jauh di luar Jazirah Arabia, mereka tidak mencampuri bahasa dan kebudayaan bangsa-bangsa yang mereka taklukkan. Karena itu, pada masa awal sejarah Islam, bahasa resmi negara adalah Yunani dan Persia, tetapi dalam perjalanan waktu, dirasakan perlunya peralihan ke dalam bahasa Arab. Penerjemahan pun diubah, dari Suryani ke dalam bahasa Arab. Lebih lanjut lihat, C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. dari Philosophy and Science in the Islamic World oleh Hasan Basari (Jakarta: Obor Indonesia, 1989), h. 37. 17
6
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
kantor kementerian) yang diarabisasikan ketika itu adalah Kementerian Perpajakan, Kementerian Pos dan Telekomunikasi, dan Kementerian Keuangan. Berbagai arabisasi istilah, ungkapan, dan tradisi (budaya) juga terjadi dalam berbagai instansi pemerintah lainnya.20 Atas dasar itu, dapat ditegaskan bahwa gerakan arabisasi, yang semula merupakan kebijakan politik, ternyata menjadi cikal bakal gerakan intelektual, gerakan kultural, pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban. Ketika dinasti Abbasiyah berkuasa, menggantikan dinasti Umayyah, orientasi dan tradisi keilmuan mendapat ruang dan momentumnya yang relevan dan signi ikan. Bersamaan dengan itu, atas kebijakan khalifah Hâ rû n al-Rasyı̂d (786-809 M) dan terutama al-Ma’mû n (813-833 M), gerakan “intelektualisasi” berjalan mulus dan memperlihatkan kesuksesan yang luar biasa. Proses intelektualisasi dan sivilisasi (pemeradaban) umat Islam ini, tentu saja tidak dapat dipisahkan dari pergumulan dan interaksi sosial budaya dan pemikiran antara umat Islam dengan berbagai bangsa lain, utamanya bangsa-bangsa bekas dominasi Romawi (seperti Suriah, Turki, Palestina, Yordania) dan Persia yang memang meninggalkan khazanah keilmuan di berbagai bidang keilmuan. Yang menarik dalam konteks ini adalah bahwa sang khalifah yang menginstruksikan gerakan penerjemahan besar-besaran berbagai karya ilosof Yunani dan ilmuwan Persia dan sehingga bahasa Yunani telah menjadi bahasa akademik. Uraian mengenai hal ini, lihat Nurcholish Madjid, “Orientasi dan Metodologi Studi Islam Masa Depan”, dalam Jauhar, Jurnal PPs. IAIN Jakarta, Edisi I, Desember 2000. 20 Lihat Yû suf al-‘Isysy, al-Dawlah alUmawiyyah wa al-Ahdâts al-Târîkhiyyah al-latî Sabaqathâ wa Mahhadât lahâ ibtidân min Fitnah ʻUtsmân (Damaskus: Dâ r al-Fikr, 1989), cet. 5, h. 212.
India ke dalam bahasa Arab.21 Di antara buku yang diarabkan saat itu adalah al-Tasyrîh (Pembedahan) karya Jalinus, al-Handasah (Arsitektur) karya Plato, al-Majesti karya Ptolemios, dan al-Samâʻ wa al-ʻÂlam karya Aristoteles.22 Kolaborasi ulama dan umara’ terbukti membuahkan proses dan dinamika keilmuan yang sangat pesat sehingga dalam waktu yang relatif singkat kemajuan peradaban Islam dalam berbagai bidang dapat diwujudkan. Dialektika pengetahuan dan kekuasaan ini ditopang oleh teologi rasional negara (Mu’tazilah) yang berpengaruh besar terhadap dinamisasi pengembangan ilmu dan peradaban Islam.23 Gerakan penerjemahan tersebut tidak hanya melibatkan sumber daya manusia (SDM) dari kalangan umat Islam saja, melainkan juga melibatkan atau ada semacam usaha “menyewa” atau memanfaatkan para penerjemah dari kalangan Nasrani, seperti Hunain ibn Ishâ q (808-873 M)24, dan Ishaq ibn Hunain untuk Antusiasme penerjemahan berbagai karya ilmiah pada masa Harun al-Rasyı̂d (786-809) tampaknya dispiriti oleh salah seorang menteri Hâ run al-Rasyı̂d, yaitu Yahya al-Barmakı̂ (w. 805), yang memang menaruh perhatian terhadap studi ilsafat dan logika. Dengan kata lain, gerakan intelektual dalam bentuk penerjemahan karya-karya penting dari bahasa Yunani, Persia maupun Suryani dan India, ke dalam bahasa Arab justru dimotori oleh penguasa. Lihat, C.A. Qadir, op. cit., h. 36. 22 Lihat ʻAbduh al-Hilwu dan Bahzad Jâ bir, op. cit., h. 27-28. 23 Kajian mengenai ralasi dan dialektika pengetahuan dan kekuasaan (jadaliyyah alma‘rifah wa al-sulthah) relatif kurang populer, padahal dialektika itu sangat menentukan orientasi pengembangan insitusi pendidikan dan ilmu. Yang sering menjadi bahan kajian adalah hubungan agama dan politik, bukan pengatahuan dan kekuasaan, atau sinergi ulama dan umara. Lebih lanjut lihat, ʻAbd al-Majid al-Shaghir, al-Maʻrifah wa al-Sulthah î al-Tajribah al-Islâmiyyah (Kairo: al-Hai’ah alMishriyyah al-‘Ammah, 2010). 24 Hunain ibn Ishâ q adalah seorang dokter beragama Kristen asal Herat. Ia diangkat oleh Khalifah al-Ma’mû n menjadi ketua dewan penerjemahan. Ia menerjemahkan sejumlah karya Plato, Aristoteles 21
Muhbib Abdul Wahab
7
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
menekuni dan mendedikasikan keahliannya dalam menerjemahkan karya-karya dari bahasa Yunani dan Suryani ke dalam bahasa Arab.25 Kerjasama akademik lintas agama dan budaya ini membuktikan bahwa Islam dan peradabannya memang terbuka dan bisa bekerjasama secara sinergis dengan siapapun, termasuk ilmuwan Yahudi, yang pada umumnya menguasai bahasa Suryani. Hal ini sekaligus menjadi isyarat kuat bahwa untuk bisa maju dalam bidang ilmu pengatahuan dan peradaban, umat Islam harus terbuka dan bersedia melakukan kerjasama atau kemitraan keilmuan dengan siapapun.26 Pendirian Bait al-Hikmah oleh alMakmun menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa politik sekaligus sebagai bahasa pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dengan kata lain, wacana keilmuan dalam berbagai bidang ( ilsafat, teologi, tasawuf, bahasa, iqh, kedokteran, kimia, optika, geogra i, musik, matematika, Aljabar, Aritmatika, dan sebagainya) diekspresikan dan dikembangkan dengan menggunakan dan Jalinus. Di antara karyanya adalah “Asyru Maqâlât î al-‘Ain” dan “al-Madkhal î al-Thibb”. Lihat Louis Ma’lû f, al-Munjid î al-Lughah wa al-Aʻlâm (Beirut: Dâ r al-Masyriq, 1986), cet. XXVIII, h. 226. 25 Pembahasan mengenai hal tersebut, lihat ʻAli ʻAbdullah al-Difâ ʻ, Min Rawâ’iʻ wa Ishâmât al-Hadhârah al-Islâmiyyah (Beirut: Muassasah al-Risâ lah, 1999). Bandingkan dengan Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, terjemahan, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996). 26 Dalam kaitan ini, menarik dicermati bahwa salah satu karakateristik peradaban Islam itu sendiri adalah peradaban yang terbuka (hadharah munfatihah). Menurut Tajussirri Ahmad Harran, Islam dapat menjelma menjadi peradaban yang terbuka karena prinsip dasarnya berupa akidah tauhid. Akidah Islam ini memberikan spirit yang membuat peradaban Islam memiliki karakateristik sebagai peradaban yang bervisi persatuan, bermisi universal, berprinsip nilai-nilai moral yang luhur, berorientasi kepada pengembangan ilmu, dan bersikap toleran dan terbuka. Lihat Tâ jussirri Ahmad Harran, al-‘Ulûm wa al-Funûn î al-Hadhârah al-Islâmiyyah (Riyadh: Dar Eshbekia, 2002), h.11.
8
bahasa Arab, meskipun pengembang dan perumusnya bukan orang Arab. Posisi bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan Islam, bahasa pendidikan, dan kebudayaan pada masa keemasan Islam tersebut dipandang penting sebagai “prestasi ganda”, yaitu prestasi Islam dan [bahasa] Arab. Karena itu, banyak penulis yang kemudian menyandingkan kata “Islam dan Arab” dalam berbagai judul karya, seperti al-Wâ î î Târîkh al-ʻUlûm ʻinda alʻArab karya ‘Abduh al-Hilwu dan Bahzad Jâ bir, Târikh al-Falsafah al-ʻArabiyyah karya Jamı̂l Shalı̂ba, Tajalliyât al-Falsafah alʻArabiyyah karya Abû Yaʻrib al-Marzû qı̂, dan sebagainya. Prestasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah faktor politik, yaitu adanya political will dari penguasa—yang sangat haus dan antusias terhadap pengembangan iptek saat itu— untuk mengembangkan tradisi ilmiah dan sistem pendidikan yang berorientasi kepada intelektualiasi sekaligus spiritualisasi. Kedua, faktor ekonomi berupa kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di bidang ekonomi, sehingga sebagian besar mereka menekuni bidang keilmuan secara ”khusyuk”: serius dan produktif. Ketiga, faktor bahasa Arab yang memang sangat akomodatif untuk dijadikan sebagai media reproduksi pemikiran dan karya-karya ilmiah para ilosof dan ilmuwan Muslim. Meskipun al-Khalı̂l ibn Ahmad, Sı̂bawaih, Ibn Sı̂nâ , al-Fâ râ bı̂, alRâ zı̂, Ibn Miskawaih, al-Ghazâ lı̂, Ibn Rusyd, Ibn Mâ lik dan sebagainya bukan orang Arab asli, mereka dengan penuh ekspresi dan apresiasi menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa ilmu. Madrasah Nizhamiyyah di Persia, tempat al-Ghazâ lı̂ digurubesar-kan, Madrasah al-Ayyubiyyah, Pusat-pusat Studi di Harran dan Jundisyapur (Persia) serta al-Azhar di Kairo juga menjadikan bahasa
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Arab sebagai bahasa akademik: bahasa studi, pendidikan, dan kebudayaan mereka. Keempat, faktor ideologi dan mazhab teologi negara yang rasional (Muʻtazilah) juga turut mendinamisasikan pengembangan ilmu dan peradaban. Istana pada masa itu bukan sekadar singgasana, tetapi sekaligus menjadi pusat diskusi, perdebatan akademik, dan sebagainya. Posisi strategis bahasa Arab sebagai bahasa pendidikan, kebudayaan, politik dan sebagainya dalam kehidupan sehari-hari pada masa kejayaan Islam tersebut, tidak dapat dipisahkan dari beberapa faktor penting. Di antaranya: pertama, faktor ideologis; bahwa bahasa Arab memang sudah “mengkristal” dengan agama Islam yang dianut oleh pemeluknya. Kedua, faktor doktrinal; bahwa al-Qur’an yang berbahasa Arab itu sangat menekankan umatnya mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga umat Islam terpacu untuk memahami dan mengaktualisasikan ajaran Islam yang tertuang dalam teks Arab al-Qur’an dan al-Sunnah. Ketiga, faktor linguistik; bahwa bahasa Arab–hingga kini—tetap memperlihatkan sebagai bahasa fushhâ yang berkembang dinamis, sanggup mengikuti perkembangan zaman disebabkan oleh berbagai keunggulan morfologis, sintaksis, semantik dan sosiologis. Keempat, faktor politik; dukungan penguasa dan rakyat yang multilateral dan multi-etnis dari Andalusia (Spanyol) di Barat dan Persia di Timur memungkinkan bahasa Arab berkembang dan tersosialisasi dengan sangat efektif dalam berbagai lapisan masyarakat.27 Ekspansi politik Islam, terutama pada masa ʻUmayyah dan Abbâ siyah tampak berimplikasi pada proses 27 Lihat misalnya ʻAbbâ s Mahjû b, Musykilât Taʻlîm al-Lughah al-ʻArabiyyah: Hulûl Nazhariyyah wa Tathbîqiyyah (Doha: Dâ r al-Tsaqâ fah, 1986), h. 19-26.
Islamisasi serta arabisasi bahasa. Penguasa, ulama, dan partisipasi publik yang plural dan multikultural dalam pengembangan sistem pendidikan Islam membuat kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam menjadi semakin progresif.28
Aktualisasi Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Dari uraian terdahulu dapat ditegaskan bahwa warisan intelektual Yunani, khususnya di bidang ilsafat yang cukup kaya dan subur itu, ternyata banyak menarik perhatian umat Islam, terutama para mutakallimûn (teolog) yang banyak dihadapkan kepada perdebatan teologis dan kebutuhan untuk menggunakan logika dan ilsafat dalam berargumentasi. Khazanah Hellenistik yang pernah dominan cukup lama di berbagai wilayah Asia Barat, Asia Kecil, dan sebagian Afrika mulai menggugah para ilmuwan Islam untuk mengenal dan mempelajarinya. Pengaruh Hellenisasi telah dimulai pada masa pertengahan dinasti Umayyah dan puncaknya pada masa Abbasiyah.29 Pengaruh tersebut tampak pada pendirian Pusat Observatori Astronomi di Damaskus, Suriah sekitar 700 M. Dengan kata lain, Pengembangan peradaban Islam (kemajuan sains, teknologi, dan seni budaya Islam) tidak hanya disemangati oleh akidah tauhid, penghormatan terhadap potensi manusia, dan aktualisasi nilai-nilai akhlak Islami dalam kehidupan, melainkan juga ditopang oleh berbagai sendi utama tegaknya peradaban itu sendiri, yaitu (1) inovasi dan kreativitas ilmiah dalam berbagai bidang keilmuan, (2) kreativitas seni yang dihasilkan oleh umat Islam (seni arsitektur, kaligra i, ornamen, musik, dan sebagainya), dan terbangunnya dengan solid sistem politik, administrasi negara, militer, ekonomi, sosial, peradilan, dan sebagainya yang mendukung efektivitas sistem pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Lihat Tajussirri Ahmad Harran, op. cit., h.12. 29 Pengaruh tersebut tampak dalam perkembangan dan pengembangan ilmu di dunia Islam. Lihat ʻUmar al-Taumi al-Syaibani, ”Ishâ mâ t al-Muslimı̂n i al-ʻUlû m”, dalam Jurnal al-Daʻwah al-Islâmiyyah, Tripoli–Libia, Edisi IX, 1992, h. 15-17. 28
Muhbib Abdul Wahab
9
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
cikal bakal tradisi ilmiah dan penerjemahan karya-karya dari berbagai bahasa asing ke dalam bahasa Arab mulai berkembang pada masa Bani Umayyah. Puncak kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani ‘Abbâ siyah. Sejarah mencatat bahwa salah satu faktor penting keberhasilan pengembangan peradaban saat itu adalah karena berkembangnya gerakan penerjemahan (arabisasi) yang dimotori oleh elit penguasa, yaitu Hâ run al-Rasyı̂d (786-809 M) dan al-Makmun (786-833 M). Gerakan penerjemahan itu disosialisasikan dengan ditunjang oleh adanya pusat riset dan pendidikan seperti Bait al-Hikmah dan Dâr al-Hikmah. Penerjemahan karya-karya asing tidak terbatas pada ilmu-ilmu dasar, ilsafat Yunani, melainkan juga mencakup matematika, astronomi, isika, geometeri, optika, musik, dan kedokteran yang berasal dari bahasa Suryani, Persia dan India. Gerakan penerjemahan karya-karya ilmiah berbahasa asing ke dalam bahasa Arab tersebut, selain mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga berpengaruh besar terhadap wacana keilmuan Islam, baik ilmu-ilmu tradisional maupun ilmu-ilmu rasional, sehingga umat Islam tidak hanya bertindak sebagai pengalih ilmu tetapi juga sebagai penyusun, pengembang, dan pembangun berbagai disiplin ilmu pengetahuan baru. Dalam konteks ini, setidaknya ada tiga tahapan perkembangan peradaban Islam. Pertama, munculnya gerakan penerjemahan dan pemahaman berbagai karya asing ke dalam bahasa Arab. Kedua, implikasi dari gerakan ini, adalah lahirnya fase kreasi ilmu (marhalah al-ibdâʻ al-ʻilmî). Bangsa Arab (Muslim) tidak lagi sekadar menerjemahkan tetapi juga memproduksi: menulis dan mengembangkan ilmu melalui berbagai
10
penelitian dan pengembangan. Ketiga, berkembangnya fase inovasi dan aplikasi ilmu pengetahuan (marhalah al-ibtikâr wa al-tathbîq al-ʻilmî) sehingga melahirkan kemajuan teknologi dan karya-karya seni dan budaya. Ilmu dalam Islam ditransformasikan dan dikontekstualisasikan dengan kehidupan nyata.30 Semua tahapan dan fase perkembangan itu tidak terlepas dari peran bahasa Arab sebagai bahasa ilmu dan teknologi. Ketika peradaban Islam di Spanyol dan Sicilia mengalami kemajuan, terutama di bawah pengaruh Ibn Rusyd (1126-1198 M), Barat masih terlelap dalam kegelapan ilmu. Setelah menyadari ketertidurannya, Barat lalu bangkit, kemudian melakukan gerakan penerjemahan seperti pernah dilakukan oleh umat Islam. Pengaruh Averoisme di Barat ternyata membawa mereka bangkit dari ketertinggalannya, sehingga mereka berhasil mencapai renaisance (tanwîr wa nahdhah), dengan revolusi industri sebagai titik awalnya. Demikian pula restorasi dan reformasi di Jepang setelah kalah dalam Perang Dunia II juga dimulai dengan gerakan penerjemahan besar-besaran terhadap karya-karya ilmuwan Barat dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang. Jadi, penerjemahan, baik sebagai ilmu maupun praktik atau profesi, mempunyai kontribusi yang besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan peradaban umat manusia sepanjang sejarah. Peradaban Islam Indonesia modern, kalau boleh disebut seperti itu, tampaknya belum melalui tahapan perkembangan dan pengembangan ilmu yang pernah dilalui oleh umat Islam di masa lalu ketika hendak mencapai puncak kejayaannya. Setelah Bagdad jatuh pada tahun 1258 M akibat dihancurkan oleh tentara Mongol, dan dunia Islam mengalami 30
ʻUmar at-Taumi as-Syaibani, op. cit., h. 15-16.
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
kemunduran, posisi bahasa Arab pun mengalami pergeseran dari bahasa akademik-ilmiah menjadi bahasa yang cenderung lebih bernuansa religius (bahasa agama, bahasa spritual). Karyakarya intelektual dalam berbagai bidang tidak begitu banyak lagi ditemukan dalam bahasa Arab. Bahasa Arab seakan menjadi “loyo” karena ketidakberdayaan politik dan ekonomi umat Islam vis a vis hegemoni Barat yang maju secara sains dan ekonomi. Perhatian umat Islam pada saat itu cenderung ditujukan kepada perebutan kekuasaan di satu pihak, dan di pihak lain, sebagian cenderung memilih lelaku su istik atau “’asyîq-maʻsyûq” bertarekat, atau lebih mementingkan urusan ukhrawi dengan “berdzikir” daripada mengembangkan ilmu pengatahuan dan peradaban. Meskipun demikian, menarik dicatat bahwa dalam abad ke-18 dan 19, beberapa ulama Jawi, seperti Syekh Nawawi alBantani, Syekh Mahfuzh al-Tirmasi, Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Syamsuddin al-Sumatrani dan sebagainya, yang bermukim di Haramayn (Mekkah dan Madinah), termasuk KH. Hasyim Asyʻari, banyak menelurkan karya-karya bermutu yang ditulis dalam bahasa Arab. Setelah masa “keemasan ulama Jawi” tersebut, karya-karya ulama Indonesia yang ditulis dalam bahasa Arab mengalami penurunan.31 Hal ini menunjukkan bahwa aktualisasi peran bahasa Arab dalam pengembangan ilmu dan peradaban perlu direvitalisasi dan dikembangkan di era modern ini. Menurut penulis, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab ”kemandulan akademik” dalam berkarya dengan menggunakan bahasa Arab. Di antaranya adalah ketidakmampuan sebagian ulama dalam mengekspresikan karya mereka Baca Azyumardi Azra, Jaringan Ulama (Bandung: Mizan, 1998). 31
dengan bahasa Arab (karena mungkin bahasa Arab dinilai sulit dan berbelitbelit), penghargaan terhadap karya ilmiah berbahasa Arab tergolong minim, tradisi dan kondisi ilmiah tidak kondusif, sistem pendidikan dan pengajaran bahasa Arab di berbagai institusi pendidikan Islam kurang menunjang, dan rendahkan kesadaran ”promosi” karya intelektual anak bangsa ini ke dunia Arab; bahkan di kalangan bangsa-bangsa Arab sendiri terdapat kecenderungan yang menguat terhadap penggunaan bahasa Arab ‘âmiyyah (pasaran, bukan bahasa formal) belakangan ini. Fakta-fakta historis dan sosial intelektual yang diuraikan di atas memperlihatkan kepada kita bahwa bahasa Arab pada awal Islam hingga puncak kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam memainkan setidak-tidaknya lima peran penting. Pertama, bahasa Arab berperan sebagai bahasa integrasi. Sejarah menunjukkan bahwa mayoritas bangsa-bangsa yang ditaklukkan Islam semula bukan berbahasa Arab. Akan tetapi, dalam perkembangannya warga masyarakat yang baru dibebaskan oleh penguasa Islam ini, bahasa Arab mampu menyatukan banyak suku bangsa dan budaya. Peran integrasi ini menjadi semakin solid dan kuat terutama setelah khalifah Abdul Malik ibn Marwan melakukan gerakan arabisasi dan menjadi bahasa Arab sebagai bahasa negara dan administrasi pemerintahan. Peran integratif bahasa Arab ini ditopang oleh ajaran Islam yang mengedepan integrasi dan kesatuan akidah, kesatuan ukhuwah, kesatuan akhlak, kesatuan pemikiran, kesatuan hukum, dan kesatuan budaya.32 Kedua, bahasa Arab berperan sebagai bahasa konservasi. Ketika Islam berkembang ke luar Jazirah Arabia, kebutuhan 32
‘Abd al-‘Al Sâ lim Mukram, op. cit., h. 146.
Muhbib Abdul Wahab
11
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
umat Islam untuk dapat mengakses dan memahami sumber ajaran Islam (alQur’an) tentu semakin mendesak. Pada saat sama, ketika sebagian umat Islam nonArab banyak melakukan lahn, para ulama bahasa Arab merasa perlu merumuskan ilmu-ilmu dasar bahasa Arab (nahwu dan sharaf). Dengan diformulasikannya ilmu ini, bahasa Arab tidak hanya berperan menjaga kelestarian (konservasi) kekayaaan bahasa dan budaya Arab itu sendiri dari masa ke masa, termasuk konservasi turats (warisan atau khazanah intelektual Arab dan Islam), tetapi juga menjaga otentisitas al-Qur’an. Karena itu, formulasi ilmu tersebut juga dibarengi dengan pemberian tanda baca (titik-titik) dan harakat (fathah, dhammah, kasrah, dan sukûn) al-Qur’an.33 Jadi, terdapat hubungan simbiosis-mutualisme (’alâqah mutabâdilah wa mutalâzimah) antara Islam dan bahasa Arab, antara agama dan bahasa, atau antara doktrin dan media komunikasi sehingga kedua berkembang secara saling mendukung. Tanpa spirit Islam yang mengharuskan umatnya cerdas dalam “iqra’”, mustahil bahasa Arab berkembang maju. Ketiga, bahasa Arab berperan sebagai bahasa edukasi dan studi. Ketika Islam mencapai kemajuannya, bahasa Arab kemudian memainkan peran sebagai bahasa pendidikan, pembelajaran dan penelitian ilmiah di hampir semua lapisan masyarakat Arab sehingga bahasa Arab kemudian menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini ditunjang oleh kontribusi kebijakan politik dan inansial yang sangat besar dari elit penguasa, terutama al-Makmun, kepada para peneliti dan pengembang ilmu. Sedemikian besar dukungan kekuasan
terhadap penerjemahan, penelitian, dan pengembangan ilmu, al-Makmun yang mempercayakan pengembangan lembaga riset Bait al-Hikmah kepada Hunain ibn Ishâ q menilai karya hasil terjemahannya dari bahasa Yunani dan Suryani ke dalam bahasa Arab itu dengan insentif berupa emas seberat hasil karya terjemahannya.34 Artinya, jika dia berhasil menerjemahan karya asing ke dalam bahasa Arab seberat 1kg, maka insentifnya pun berupa 1kg emas. Dalam waktu bersamaan, berbagai lembaga pendidikan yang sudah berkembang di wilayah-wilayah Islam seperti madrasah Jundisapur, Herat, Harran, Iskandaria, Antakia, dan sebagainya menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa edukasi dan studi, bahasa penelitian, dan pengembangan ilmu. Bahkan, menurut Ira M. Lapidus, budaya (kultur) bahasa Arab merupakan produk dari tiga hal, yaitu produk masyarakat perkotaan kelas menengah yang konsen dengan keilmuan Islam, produk loyalitas kesukuan bangsa Arab, dan produk penguasa (istana).35 Keempat, bahasa Arab berperan sebagai bahasa komunikasi lintas suku bangsa dan generasi yang mempercepat proses transmisi nilai-nilai Islam dan nilai-nilai sosial kemanusiaan di kalangan masyarakat Arab. Seperti karakter bangsa Arab pada umumnya, bahasa Arab merupakan bahasa yang terbuka. Sebagai bahasa terbuka, bahasa Arab sejak awal memperlihatkan kemampuannya beradaptasi dan menerima perubahan, termasuk mengadopsi bahasabahasa Asing. Dalam al-Qur’an, dapat dijumpai sejumlah kata yang berasal dari bahasa lain, seperti: irdaus, zanzabîl, kafûr, istibrâq, qamtharîr, salsabîl, dan Jibran Masʻud, op. cit., h. 34. Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufron M. Mas’adi (Jakarta: Rajawali Press, 1999), h. 138-139. 34 35
Lihat Sa‘id al-Afghani, Min Târîkh al-Nahwi, (Beirut: Maktabah al-Falah, 1985). 33
12
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
sebagainya. Di era modern ini, bahasa Arab juga memperlihatkan perannya sebagai bahasa komunikasi dalam berbagai bidang, terutama politik, ekonomi, dan sosial budaya, termasuk media massa, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Selain itu, sebagai bahasa komunikasi akademik, terutama di kalangan akademisi Arab, banyak sekali karya ilmiah dipublikasikan melalui berbagai media, juga menjadikan bahasa ini semakin berkembang, antara lain, dengan banyaknya mufradat dan istilah baru dalam bahasa Arab.36 Kelima, bahasa Arab berperan sebagai bahasa standarisasi di bidang ilmu-ilmu keislaman dan lainnya. Hal ini terbukti dengan dirintiskan penulisan kamus bahasa Arab. Menurut catatan sejarah, mu‘jam al‘Ain karya al-Khalil ibn Ahmad (100-170 H) adalah kamus pertama di dunia Islam. Kamus ini sudah memiliki sistem dan metode ilmiah yang cukup solid. Dari kamus ini, kelak menginspirasi lahirnya aneka kamus dalam bahasa Arab, seperti Maqâyîs alLughah karya Ibn Faris, Lîsan al-‘Arab karya Ibn Manzhur, hingga aneka kamus istilah dalam berbagai bidang keilmuan yang, terutama, diprakarsai dan dikembangkan oleh Maktabah Lubnan di Beirut. Spesialisasi kamus dalam bahasa Arab mulai berkembang sejak tahun 1970-an, setelah beberapa negara di Timur Tengah mulai banyak bergumul dengan [atau terpengaruh oleh dinamika leksikologi] Barat, utamanya dalam rangka studi dan eksplorasi minyak, sehingga proses transformasi teknologi pun terjadi dan dengan sendirinya usaha untuk melakukan “Arabisasi” istilah-istilah teknologi pun berkembang.37 Spesialisasi itu, antara lain, Lihat Mahmud Fahmi Hijazi, al-Lughah al‘Arabiyyah î al-‘Ashr al-Hadîts: Qadhâyâ wa Musykilât (Kairo: Dar Quba’, 1998), h. 137-138. 37 Lihat Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi 36
terlihat pada terbitnya beberapa kamus sebagai berikut: • Ahmad Syafı̂q al-Khathı̂b, Mu‘jam al-Mushthalahât al-‘Ilmiyyah wa alFanniyah wa al-Handasiyyah, Beirû t: Maktabah Lubnâ n, Cet. I, 1971 (Cet. VI, 1991). • Majdy Wahbah, Mu‘jam al-‘Ibârât alSiyâsiyyah al-Hadîtsah, Beirû t: Maktabah Lubnâ n, 1978. • Ahmad Zaky Badawı̂, Mu‘jam Mushthalahât al-‘Ulûm al-Ijtimâ‘iyyah, Bairû t: Maktabah Lubnâ n, 1982. • Nabı̂h Ghattâ s, Mu‘jam Mushthalahât alIqtishâd wa al-Mâl wa Idârah al-A`mâl, Beirû t: Maktabah Lubnâ n, 1985. • Muhammad Mushthafâ Zaidâ n, Mu‘jam al-Mushthalahât al-Nafsiyyah wa alTarbawiyyah, Beirû t: Dâ r al-Syurû q, 1984. • Nabı̂h Ghattâ s, et.al., Mu‘jam al-Idârah, Beirû t: Maktabah Lubnâ n, 1983. • Muhammad ‘Alı̂ al-Khû lı̂, Mu‘jam ‘Ilm al-Lughah al-Tathbîqî, Beirû t: Maktabah Lubnâ n, 1986. • Hâ rits Sulaimâ n al-Fâ ruqı̂, al-Mu‘jam alQanunî, Beirû t: Maktabah Lubnâ n, Edisi III, 1991. • Jamı̂l Shalı̂bâ , al-Mu‘jam al-Falsa î, dua jilid, Beirû t: Dâ r al-Kitâ b al-Lubnâ nı̂, 1982. • Sumû hı̂ Fawqa al-‘Adah, Mu‘jam al-Diblumâsiyyah wa al-Syu’ûn alDawliyyah, Beirû t: Maktabah Lubnâ n, tt. Agar kelima peran bahasa Arab dapat diaktualisasikan, menurut penulis, perlu adanya terobosan-terobosan inovatif baik dalam ”pengilmuan” bahasa Arab maupun pembelajarannya. Misalnya saja, orientasi pembelajaran bahasa Arab perlu diubah, dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008).
Muhbib Abdul Wahab
13
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
terutama di dalam sistem pendidikan pesantren dan madrasah (kemudian di perguruan tinggi), dari sekadar sebagai proses spiritualisasi atau untuk membaca ”kitab kuning” menjadi proses intelektualisasi dan profesionalisasi. Bahasa Arab tidak sekadar diposisikan sebagai alat untuk memahami melainkan juga media untuk komunikasi, reproduksi keilmuan, dan diplomasi kebudayaan. Strateginya adalah dengan pendekatan politik dan akademik. Dalam konteks itu, kita harus bisa meyakinkan pemerintah, utamanya Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar mendeklarasikan dan memberikan maklumat moral bahwa bahasa Arab itu sangat penting dan perlu dipelajari, baik oleh umat Islam maupun yang lain. Dengan begitu, bahasa Arab bukan lagi ”bahasa milik orang Islam” dan hanya dikaji di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Aneka kegiatan diplomasi dan promosi (pariwisata, peluang investasi, kerjasama ekonomi, dan sebagainya) dengan berbagai negara Timur Tengah perlu didorong sedemikian rupa sehingga posisi tawar bahasa Arab di Indonesia semakin kuat dan menarik minat banyak kalangan. Selain itu, kesadaran umat Islam juga harus dibangkitkan, melalui berbagai lembaga pendidikan dan media massa bahwa belajar bahasa Arab itu tidak sekadar untuk memahami Islam, melainkan juga untuk memahami ilmu pengetahuan, yang kini sudah mulai banyak ditulis dalam bahasa Arab. Selanjutnya, perlu dipikirkan bersama adanya upaya pencitraan dan sosialisasi bahwa bahasa Arab itu penting dikaji dan dikuasai sebagai bahasa studi Islam dan ilmu pengetahuan. Diperlukan juga upaya standarisasi kemampuan bahasa Arab bagi calon mahasiswa maupun
14
calon lulusan Perguruan Tinggi (misalnya dengan TOAFL), sehingga mereka memiliki standar kompetensi dalam berbahasa Arab. Penciptaan lingkungan berbahasa Arab (dengan keteladanan dosen dalam berbahasa Arab sebagai bahasa akademik/ perkuliahan) penting digalakkan. Para dosen juga perlu membiasakan menulis karya ilmiah dalam bahasa Arab, sehingga dikenal oleh dunia luar, khususnya dunia Arab. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang canggih, khususnya dalam bidang teknologi dan multimedia pendidikan bahasa Arab juga perlu dipikirkan bersama. Intinya: aktualisasi peran bahasa Arab harus dibarengi dengan reformasi sistem pendidikan bahasa Arab secara terpadu, integral dan berkelanjutan, mulai dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Dengan demikian, bahasa Arab insya Allah akan menjadi bahasa yang menarik, terutama dalam posisinya sebagai bahasa pendidikan dan kebudayaan. Umat Islam, baik kalangan santri maupun nonsantri, dipandang perlu memberikan apresiasi yang memadai terhadap pengembangan dan sosialisasi bahasa Arab di Indonesia. Apresiasi yang antara lain perlu diaktualisasikan adalah intensifikasi dan ekstensifikasi jam belajar bahasa Arab di madrasah-madrasah maupun sekolahsekolah, bahkan perguruan tinggi Islam seperti UIN, IAIN, STAIN, Perguruan Tinggi Negeri di bawah naungan Kemendikbud dan PTAIS lainnya. Berbagai institusi pendidikan dan lembaga pemerintahan lainnya, seperti Akademi Pariwisata, Akademi Seni dan Budaya, Departemen Pariwisata dan Budaya, Departemen Luar Negeri dan sebagainya sudah saatnya “melirik” pangsa pasar negaranegara Arab yang secara ideologis dan
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
religius memiliki kesamaan dengan bangsa kita yang mayoritas beragama Islam, dan secara ekonomis, mereka lebih potensial dan kaya. Promosi dan diplomasi kebudayaan ke berbagai negara Timur Tengah tampaknya masih minim. Karena itu, intensifikasi kerjasama antarnegara dan perwakilan Indonesia di Timur Tengah perlu dikembangkan dan dioptimalisasikan.
Tantangan dan Prospek Bahasa Arab ke Depan Peristiwa Selasa kelabu, 11 September 2001 tampaknya banyak membawa berkah bagi umat Islam. Meski label “teroris” kerapkali dialamatkan Barat kepada umat Islam, para peminat kajian Islam di Barat, khususnya Amerika Serikat, semakin meningkat. Rasa keingintahuan mereka tentang Islam—berikut upaya pembuktian benar tidaknya Islam sebagai agama yang menyokong terorisme—setidaknya mengantarkan mereka untuk mengkaji sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan alSunnah, yang pada gilirannya mendorong mereka mempelajari bahasa Arab. Sebelum peristiwa tersebut, memang bahasa Arab sudah dipelajari di berbagai universitas terkemua di Barat, seperti di Canada, Amerika Serikat, Perancis, Inggris, dan Jerman. Bahasa Arab dikaji sebagai mata kuliah wajib bagi mereka yang melakukan studi Islam. Dalam pandangan mereka, mustahil melakukan studi Islam tanpa mempelajari bahasa Arab. Menurut al-Munazhzhamah al-Islâmîyyah li al-Tarbiyah wa al-‘Ulûm wa alTsaqâfah (organisasi Islam untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan) yang berpusat di Rabat, Marokko, ada tiga tantangan dan poros yang dapat membuat bahasa Arab di masa depan
leading (tetap eksis dan berdaya). Pertama adalah merancang dan memformulasikan kurikulum pendidikan dan penyusunan buku ajar bahasa Arab bagi non-Arab. Kedua adalah penyiapan dan pengkaderan guru-guru/dosen-dosen/pakar-pakar bahasa Arab dan guru-guru pendidikan Islam serta penyelenggaraan berbagai pelatihan yang efektif untuk mereka. Ketiga adalah penulisan bahasa-bahasa bangsa Muslim dengan hurufhuruf Arab.38 Selain hal tersebut, upaya lain yang perlu disosialisasikan dalam rangka menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa pendidikan dan kebudayaan, bahasa ilmu pengetahuan, dan peradaban adalah promosi dan diplomasi kebudayaan ke berbagai negara di Timur Tengah, agar para turis dan wisatawan yang berkunjung ke Indonesia meningkat. Seiring dengan itu, bahasa Arab juga layak dimasukkan dalam kurikulum akademi pariwisata atau lembaga pendidikan lainnya yang beorientasi memberikan jasa kepariwisataan dan perhotelan. Dengan begitu, kita dapat memberikan pelayanan yang lebih baik, dan pada gilirannya, dengan semakin banyak turis atau investor dari Timur Tengah ke Indonesia, niscaya sosialisasi bahasa Arab di kalangan masyarakat Indonesia lebih mudah dan efektif. Dalam konteks tersebut, perlu juga dipikirkan bersama kemungkinan dijadikan bahasa Arab sebagai salah satu bahasa siaran berita pada TVRI dan TV-TV swasta lainnya. Penyiaran berita dengan bahasa Arab melalui TV dan radio, —meski masih terbatas pada Radio at-Tahiriyah— diharapkan dapat memberi nuansa baru bagi umat Islam Indonesia. Beberapa ‘Abd al-‘Azı̂z ibn ‘Utsmâ n al-Taujiry, “Juhûd al-Isisco î Nasyr al-Lughah al-‘Arabiyyah Baina ghair al-Nâthiqîna bihâ”, dalam Harian al-Syarq al-Awsath, Edisi 6136, Sabtu, 16 September 1995. 38
Muhbib Abdul Wahab
15
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
tahun lalu, bahasa Arab memang sudah menjadi salah satu acara rutin (pelajaran Bahasa Arab) di TVRI dan TPI, namun —barangkali karena faktor marketabilitas dan rating yang tidak komersial—acara itu akhirnya ditiadakan sehingga bahasa Arab kehilangan tempat. Di bulan Ramadhan lalu, alhamdulillah, ada tayangan serial dalam bahasa Arab tentang sejarah Islam, khususnya Umar ibn al-Khaththab di Trans7 dan belakangan juga ada siaran langsung TV al-Jazeerah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang disiarkan oleh TVOne. Seiring dengan banyak media berbahasa Arab, terutama di dunia maya, sudah saatnya juga dikembangkan bahan ajar dan sumber belajar berbasis ICT yang dipandang dapat menunjang proses pembelajaran bahasa Arab yang komunikatif dan interaktif: pembelajaran bahasa Arab yang membisakan dan membiasakan, bukan membisukan dan membosankan!
Karakteristik Peradaban Islam Bahasa Arab akan tetap menjadi bahasa umat Islam yang memungkinkan “dilahirkan kembali” peradaban Islam modern. Tentu saja, kita harus berjuang sekuat tenaga untuk melahirkannya. Islam mempunyai potensi dan sumber daya nilai yang luar biasa unggul untuk mewujudkan peradaban dimaksud. Jika dibandingkan dangan peradaban Barat yang sekuler dan materialistik, peradaban Islam mempunyai beberapa karakteristik yang perlu dijadikan sebagai visi, misi, orientasi, dan aktualisasi pengembangan sains dan teknologi Islami ke depan. Karakteristik peradaban dimaksud adalah sebagai berikut. Pertama, peradaban Islam itu bersifat rabbânî, bersumber dari dan bermuara kepada tata nilai ketuhanan. Sumber
16
utamanya adalah wahyu, yaitu: al-Qur’an dan al-Sunnah.39 Orientasi peradaban Islam juga mengarah kepada nilainilai transendental, tidak hanya berupa mewujudkan î al-dunya hasanah, tetapi juga î al-âkhirati hasanah sekaligus waqinâ adzâba al-nâr (QS al-Baqarah [2]: 201). Peradaban Islam juga harus memposisikan kehidupan dunia sebagai instrumen atau sarana menuju kebahagiaan hidup di akhirat. Karena itu, pemikiran Islam tidak seharusnya berorientasi kekinian dan kedisinian semata, tetapi harus berorientasi jauh ke depan. Allah Swt. ber irman: Walalâkhiratu khairul laka minal ûla. Artinya: Orientasi kehidupan masa depan [akhirat] itu sungguh lebih baik daripada orientasi masa kini [kehidupan dunia] (QS al-Dhuha [93]: 4). Selain itu, peradaban Islam dibangun di atas fondasi tauhid (ajaran tentang keesaan Allah, kesatuan wujud, kesatuan penciptaan, kesatuan kemanusiaan, kesatuan tujuan). Kesatuan akidah inilah yang merupakan pemersatu (uniting factor) berbagai upaya pemikiran menuju kamajuan dan kesejahteraan umat. Penelitian serius yang dilakukan oleh pemikir Muslim dalam rangka mengungkap rahasia dan hukumhukum alam tidak lain karena didasari oleh semangat dedikasi atau pengabdian hanya untuk memperoleh ridha (perkenan, restu) Allah Swt. dan sekaligus untuk mengokoh iman yang ada dalam diri pemikir dan siapa saja yang membaca dan memahami pemikirannya.40 Kedua, peradaban Islam bersifat insâniyyah (kemanusiaan). Produk peradaban Islam hendaknya berorientasi ‘Abd al-Rahman ibn Zaid al-Zunaidi, Haqîqah al-Fikr al-Islâmi: Dirâsah Ta’shîliyyah li Ma hûm alFikr al-Islâmî wa Muqawwimâtihi wa Khashâishihi, (Riyâ dh: Dâ r al-Muslim, 1995), Cet. I, h. 125. 40 ‘Ali ‘Abdullah al-Difâ ‘, op. cit., h. 20. 39
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
kepada proses humanisasi, pemanusiaan manusia, dengan mengedepankan kemaslahatan manusia. Karena itu, peradaban Islam memperioritaskan pemberlakuan rambu-rambu dan nilai-nilai moral yang luhur dalam berinteraksi dengan kitab suci maupun dalam mengembangkan wacana keilmuan. Peradaban Islam dalam berbagai bidang tidak berwujud teoriteori yang tidak membumi, melainkan seharunya melahirkan tatanan kehidupan masyarakat yang lebih beradab, adil, dan sejahtera.41 Dengan kata lain, peradaban Islam harus mampu melayani kepentingan dan kemaslahatan manusia sesuai dengan norma-norma syariah dan nilai-nilai akhlâq karîmah. Ketiga, peradaban Islam itu bersifat syumûliyyah, komprehensif dan terpadu, meliputi segala bidang keilmuan, keterampilan, berorientasi dunia-akhirat. Pemikiran Islam tidak terbatas mengkaji masalah meta isika—seperti yang digeluti oleh ilosof dan teolog—tetapi juga mencakup seluruh bidang dan aspek kehidupan manusia. Komprehensivitas peradaban Islam juga tidak terletak pada tema kajian tetapi juga meliputi sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan dalam pemikiran Islam tidak terbatas pada logika, rasio [rasionalisme] dan pengalaman empiris [empirisme] tetapi juga bersumber dari wahyu dan intuisi [gnostik, ma’rifah].42 Demikian pula, metode yang digunakan dalam memproduksi pemikiran tidaklah semata-mata deduksi-induksi tetapi juga merupakan perpaduan antara ta‘aqquli-ta‘ammuli, (penalaran logis dan kontemplatif), bayânî (penjelasan elaboratif), burhânî (demonstratif), jadalî (dialektik) dan hadasî (intuitif).43 Pemikiran 41 42 43
‘Ali ‘Abdullah al-Difâ ‘, op. cit., h. 20-21. al-Zunaidi, op. cit., h. 126. Lihat Muhammad ‘Abid al-Jâ biri, Binyah al-
rasional tidak cukup untuk memahami realitas meta isika dan isika. Pengetahuan gnostik (ma‘rifah) atau pendekatan su istik, seperti yang pernah ditempuh oleh alGhazzali (w. 1111) juga dapat mengantarkan dirinya menuju mukâsyafah (penyingkapan tabir Ilahi) dan ma‘rifatullâh. Keempat, peradaban Islam itu bersifat al-hada iyyah al-sâmiyah (bercita-cita dan bertujuan luhur). Pemikiran Islam tidak menganut paham “pemikiran untuk pemikiran atau ilmu untuk ilmu” tetapi dimaksudkan untuk merealisasikan cita-cita mulia dan luhur, yaitu: dedikasi manusia kepada Allah Swt. Karena itu, pemikiran Islam menghendaki aksi dan implementasi. Pemikiran, ilmu, gerakan, dan amal merupakan satu kesatuan menuju kebaikan dan kesalehan sosial. Keluhuran tujuan pemikiran Islam juga terletak pada kesadaran pemikirnya terhadap tuntutan realitas dan petunjuk syariah.44 Jadi, pemikiran Islam bukan semata-mata retorika wacana tanpa makna dan fakta. Hanya saja, ketika wacana pemikiran Islam itu hendak diaplikasikan dalam realitas empirik, visi dan cita-cita luhur pemikiran Islam terkadang mengalami disorientasi dan distorsi. Gerakan pemikiran “sala isme”, misalnya, yang mencoba mengembalikan persoalan umat kepada igur dan model ulama salaf dalam memahami dan mengamalkan Islam, justru “terjebak” dengan realitas historis masa lalu yang aktualisasinya tidak cukup aktual dan relevan dengan persoalan masa kini. Demikian pula, “Pemikiran Islam Liberal” yang disuarakan oleh intelektual muda melalui Jaringan Islam Liberal (JIL) terkesan agak kebablasan dalam memahami ‘Aql al-‘Arabi: Dirâsah Tahlîliyyah Naqdiyyah li Nizhâm al-Ma‘rifah î al-Tsaqâfah al-‘Arabiyyah (Beirut: Markaz Dirâ sat al-Wahdah al-‘Arabiyyah, 1990). 44 al-Zunaidi, op. cit., h. 127.
Muhbib Abdul Wahab
17
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ajaran Islam, sehingga nilai-nilai dasar yang diperjuangkan lebih “kebarat-baratan” daripada keislaman. Kelima, peradaban Islam bercirikan alwudhûh (kejelasan, evidensi). Per-adaban Islam itu jelas tidak hanya dari segi sumber dan metode tetapi juga jelas dari segi orientasi, kerangka kerja dan implementasinya. Peradaban Islam tidak bertolak dari mitos dan khayalan. Pemikiran Islam bersumber dari dan berinteraksi dengan ajaran Tuhan untuk diaktualisasikan dalam kehidupan nyata. Peradaban Islam seharusnya juga jelas dimaksudkan untuk memenuhi itrah dan kebutuhan manusia, dan bukan untuk mengabdi kepada rejim dan kekuasaan.45 Selain itu, peradaban Islam juga memiliki kejelasan asal-usul, akar-akar historis, dan peta kajian, sehingga mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang sedang terjadi. Ketika bangsa ini memerlukan pemecahan terhadap perosalan “korupsi berjamaah”, pemikiran Islam seharusnya dapat merespons dengan solusi yang tidak hanya teori-teori akademik, tetapi juga dibarengi langkah-langkah konkret dalam upaya pemberantasannya.
Simpulan Dari uraian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa peran bahasa Arab sebagai bahasa agama, bahasa integrasi dunia Arab (dan Islam), dan bahasa resmi PBB, tetap penting, tidak hanya dalam pengembangan kajian keislaman tetapi juga dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban. Bahasa Arab dan peradaban Islam sepanjang sejarahnya tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua sisi dari mata uang. Di satu sisi bahasa Arab bisa berkembang maju karena al-Qur’an, dan di sisi lain, bahasa Arab perlu dikembangkan sebagai ilmu 45
18
al-Zunaidi, op. cit., h. 127.
karena dibutuhkan untuk melayani kajian al-Qur’an. Bahkan para qurrâ’ adalah juga para ahli bahasa. Ilmu-ilmu bahasa Arab dan keislaman bisa berkembang, antara lain, karena adanya inspirasi dan motivasi dari al-Qur’an yang berbahasa Arab. Ketika Islam berkembang luas dan bersentuhan dengan peradaban lain, bahasa Arab berperan sebagai jembatan penghubung keilmuan melalui gerakan penerjemahan. Gerakan ini mendapat momentum yang tepat, tidak hanya dari kalangan ulama, tetapi juga dukungan politik dan inansial dari umara, sehingga sinergi kekuasaan dan pengetahuan menjelma menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Gerakan penerjamahan karya-karya Yunani, India, dan Persia ke dalam bahasa Arab, lalu ditindaklajuti dalam bentuk penelitian dan pengembangan karya-karya kreatif dan inovatif dari ulama Islam yang juga berkolaborasi dengan ilmuwan non-Muslim, mejadikan bahasa Arab sebagai bahasa ilmu dan peradaban. Bahasa Arab ke depan diprediksi dapat berperan lebih optimal lagi jika lembaga pendidikan Islam dapat bersinergi dengan kekuasaan dalam memantapkan perannya sebagai bahasa diplomasi, bahasa edukasi, dan bahasa komunikasi dalam berbagai bidang. Karena itu, diperlukan adanya inovasi sistem pendidikan bahasa Arab yang lebih dari sekadar PAIKEM, misalnya pembelajaran bahasa Arab berbasis riset, berbasis budaya, berbasis penciptaan lingkungan berbahasa komunikatif dan produktif. Peran bahasa Arab sebagai bahasa edukasi dan studi, termasuk sebagai standarisasi, perlu diaktualisasikan dengan mendinamisasikan berbagai kegiatan akademik yang kreatif dan inovatif.
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Selain itu, peran IMLA (Ittihâd Mudarrisî al-Lughah al-‘Arabiyyah) ke depan, diharapkan bisa seperti ma‘jâmi al-Lughah al-‘Arabiyyah di beberapa negara Timur Tengah, seperti Mesir, Saudi Arabia, Yordania, Suriah dan Irak; bukan sekadar menjadi organisasi asosiasi profesi, melaimkan juga menjadi institusi ilmiah dan intelektual yang
dinamis dan produktif, menjadi referensi dalam standarisasi sumber belajar bahasa Arab, standarisasi evaluasi dan tes bahasa Arab, dan bahkan pusat serti ikasi guru bahasa Arab, penerjemah bahasa Arab, dan calon diplomat yang akan ditugaskan di negara-negara Arab. Wallâhu a‘lam bi alshawâb! []
Daftar Rujukan ‘Abd al-Wahhâ b Ibrâ him Abû Sulaimâ n, Kitâbât al-Bahts al-‘Ilmî wa Mashâdir al-Dirâsât al-Islâmiyyah, Beirut: Dâ r al-Syurû q, 1978. Abdul Wahab, Muhbib, “Revitalisasi dan Aktualisasi Bahasa Arab sebagai Bahasa Pendidikan dan Kebudayaan”, dalam Jurnal Jauhar, Jakarta: Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Vol. 3, No. 1, 2002. ––––––, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2008. al-Afghani, Sa‘id, Min Tarîkh al-Nahwi, Beirut: Maktabah al-Falah, 1985. Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama, Bandung: Mizan, 1998. Badrâ n, Muhammad Mamdû h, “al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Tadrı̂suhâ li ghair al-Nâ thiqı̂n bihâ ”, dalam Ta‘lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ: Qadhâyâ wa Tajârib, Tunis: Isesco, 1992. Bakalla, MH., Pengantar Penelitian Studi Bahasa Arab, Terj. dari Arabic Culture, Through Its Language and Literature oleh Males Sutiasumarga, Jakarta: Hardjuna Dwitunggal, 1984 al-Dâ yah, Muhammad Ridhwâ n, al-Maktabah al-‘Arabiyyah wa Manhâj al-Bahts, Damaskus: Dâ r alFikr, 1999. al-Difâ ‘, ‘Ali ‘Abdullah, Min Rawâ’i‘ wa Ishâmât al-Hadhârah al-Islâmiyyah, Beirut: Muassasah alRisâ lah, 1999 Hallâ q, Husain, Târîkh al-Hadhârah al-Islâmiyyah, Kairo: Dâ r al-Kutub al-Islâ miyyah, 1988. Harran, Tâ jussirri Ahmad, al-‘Ulûm wa al-Funûn î al-Hadharah al-Islâmiyyah, Riyadh: Dar Eshbekia, 2002. Hijazi, Mahmud Fahmi, al-Lughah al-‘Arabiyyah î al-‘Ashr al-Hadîts: Qadhâyâ wa Musykilât, Kairo: Dar Quba’, 1998. al-Hilwu, ‘Abduh, dan Bahzad Jabir, al-Wa î î Târîkh al-‘Ulûm ‘inda al-‘Arab, Beirut: Dar al-Fikr alLubnani, 2002. Ibn Fâ ris, al-Shâhibî î Fiqh al-Lughah wa Sunan al-‘Arab î Kalâmihâ, Beirû t: Mu'assasah Badrâ n, 1963. Inâ nı̂, Mushthafâ dan al-Iskandarı̂, al-Wasîth î Târîkh al-Adab al-‘Arabî, Kairo: Dâ r al-Ma‘â rif, tt); dan Ahmad Hasan al-Zayyâ t, Târîkh al-Adab al-‘Arabî, Beirut: Dâ r al-Ma‘rifah, Cet. VII, 2001. Isysy, Yû suf, al-Dawlah al-Umawiyyah wa al-Ahdâts al-Târîkhiyyah allatî Sabaqathâ wa Mahhadat lahâ ibtidâ'ân min Fitnah ’Utsmân, Damaskus: Dâ r al-Fikr, 1989.
Muhbib Abdul Wahab
19
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
al-Jâ biri, Muhammad ‘Abid, Binyah al-‘Aql al-‘Arabi: Dirâsah Tahlîliyyah Naqdiyyah Li Nizhâm alMa‘rifah î al-Tsaqâfah al-‘Arabiyyah, Beirut: Markaz Dirâ sat al-Wahdah al-‘Arabiyyah, 1990. al-Kailâ nı̂, Mâ jid ‘Irsâ n, al-Fikr al-Tarbawî ‘inda Ibn al-Taimiyah, Madinah: Maktabah al-Hâ di, 1986. Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam, terj: Ghufron M. Mas’adi Jakarta: Rajawali Press, 1999. Ma’lû f, Louis, al-Munjid î al-Lughah wa al-A‘lâm, Beirut: Dâ r al-Masyriq, 1986. Madjid, Nurcholish, “Orientasi dan Metodologi Studi Islam Masa Depan”, dalam Jauhar, Jurnal PPs. IAIN Jakarta, Edisi I, Desember 2000. Mahjû b, ‘Abbâ s, Musykilât Ta‘lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah: Hulûl Nazhariyyah wa Tathbîqiyyah, Doha: Dâ r al-Tsaqâ fah, 1986. Mas’ud, Jibran, al-‘Arabiyyah al-Fushha: Sya’latun la tantha i’, Beirut: Bait al-Hikmah, 2001. Mukram, Abd al-‘Al Sâ lim, al-Lughah al-‘Arabiyyah i Rihâb al-Qur’ân al-Karîm, Kairo: ‘Alam al-Kutub, 1995. Nakosteen, Mehdi, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, terjemahan, Surabaya: Risalah Gusti, 1996. Nawar, Fathullah, “al-Bu‘d al-Dı̂nı̂ min Ta‘lı̂m al-Lughah al-‘Arabiyyah li al-Nâ thiqı̂na bi Ghairihâ ”, dalam Majallah al-Mujtama’ Edisi 1458, Juni 2001. Qaddur, Ahmad Muhammad, Madkhal ilâ Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyyah, Damaskus: Dar al-Fikr, 1999. Qadir, C.A., Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Terj. dari Philosophy and Science in the Islamic World oleh Hasan Basari, Jakarta: Obor Indonesia, 1989. al-Qaradhâ wı̂, Yû suf, “Mustaqbal al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Tahaddiyatuhâ ”, diakses dari http:// www.alriyadh.com /contents, 25-06-2003. Qumaihah, Jabir, Atsar Wasâ’il al-I‘lâm al-Maqrû‘ah wa al-Masmu‘ah wa al-Mar’iyyah î al-Lughah al‘Arabiyyah, (Madinah: Nadi al-Madinah al-Munawwarah al-Adabi, 1998), h. 5. al-Rukâ bi, Jaudat, Thuruq Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah, Beirut: Dâ r al-Fikr, 1981. al-Shaghir, Abdul Majid, al-Ma‘rifah wa al-Sulthah î al-Tajribah al-Islâmiyyah, Kairo: al-Hai’ah alMishriyyah al-‘Ammah, 2010. al-Syaibani, Umar at-Taumi, ”Ishâ mâ t al-Muslimı̂n fı̂ al-’Ulû m”, dalam Jurnal al-Da’wah al-Islâmiyyah, Tripoli – Libia, Edisi IX, 1992. Syubar, Sa‘ı̂d, al-Mushthalah Khiyâr Lughawî wa Simah Hadhâriyyah, Qatar: kitab al-Ummah, Edisi 78), 2000. al-Taujiry, ‘Abd al-‘Azı̂z ibn ‘Utsmâ n , “Juhûd al-Isisco î Nasyr al-Lughah al-Arabiyyah Baina ghair alNâthiqîna bihâ”, dalam Harian al-Syarq al-Awsath, Edisi 6136, Sabtu, 16 September 1995. al-Zunaidi, ‘Abd al-Rahman ibn Zaid, Haqîqah al-Fikr al-Islâmi: Dirâsah Ta’shîliyyah li Ma hûm al-Fikr al-Islâmi wa Muqawwimâtihî wa Khashâ'ishihi, Riyâ dh: Dâ r al-Muslim, 1995.
20
Peran Bahasa Arab dalam Pengembangan Ilmu dan Peradaban Islam
PENGARUH STRUKTUR BAHASA ARAB TERHADAP BAHASA INDONESIA DALAM TERJEMAHAN AL-QURʼAN* Yayan Nurbayan Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung email :
[email protected]
Abstract The process of translation in fact gave birth to a sociolinguistic phenomenon like bilingualism when the structure of a language that translated in luence on the translation. This paper examines the translation of the Koran, which follows the pattern of the structure of the Arabic language in terms of word order (sequence pattern) element of Arabic and Indonesian. Based on the analysis of the function, the result of translation is not necessarily a literal translation has the same syntactic pattern with the source text. Indonesian function often different in sentence patterns with sentence patterns of Arabic, although it is the literal translation of the Arabic sentence. It happened because of the workings of the Arabic grammarians differ from Indonesian linguist in analyzing its function.
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺃﺻﺪﺭﺕ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺟﻤﺔ ي ﺍﻟﻮﺍﻗﻊ ﻇﺎهﺮﺓ ﺛﻨﺎﺋﻴﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ي ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻻﺟﺘﻤﺎ ي ﻋﻨﺪﻣﺎ ﺗﺆﺛﺮﺑنﻴﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﳌ ﺮﺟﻢ ﻳﻜﺸﻒ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺃﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟ ﺗتﺒﻊ ﺃﻧﻤﺎﻁ ﺍلجﻤﻞ ي ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺃﻭ.ﻣ ﺎ ﺗﺄﺛ ﺮﺍ ﻋ ى ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﳌ ﺮﺟﻢ ﺇﻟ ﺎ ﺍﺳتﻨﺎﺩﺍ ﺇ ى ﺗﺤﻠﻴﻞ ﻭﻇﺎﺋﻒ ﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ.ﺗﺮﺗيﺐ كﻠﻤﺎ ﺎ ﻧﻤﻄﺎ ﻭتﺴﻠﺴﻼ ي ﻋﻨﺎﺻﺮ ﺍلجﻤﻞ ﺍﻹﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺔ ﺍﳌ ﺮﺟﻢ ﺇﻟ ﺎ ﻓﺈﻥ ﻣﺎ ﺳﻌﺎﻩ ﺍﳌ ﺮﺟﻢ ي ﺗﺮﺟﻤﺘﻪ ﺣﺮﻓﻴﺔ ﻟيﺲ ﻣﺘكﺎﻓﺌﺎ ﻧﻔﺲ ﺍﻟﻨﻤﻂ ﺍﻟﻨﺤﻮﻱ ﻣﻊ ﺍﻟﻨﺺ ﺍﳌﺼﺪﺭﺑﺎﻟﺮﻏﻢ،ي ﺍلجﻤﻠﺔ ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻹﻋﺮﺍﺏ ي.ﻣﻦ ﺃﻥ ﺃﻧﻤﺎﻁ ﺍلجﻤﻞ ي ﺍﻹﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺔ ﻣ ﺮﺟﻤﺔ ﻣﻦ ﺃﻧﻤﺎﻁ ﺍلجﻤﻞ ي ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ .ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺗﺨﺘﻠﻒ ﻋﻦ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍلجﻤﻠﺔ ي ﺍﻹﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺔ ﻻﺧﺘﻼﻑ ﻭﻇﺎﺋﻒ ﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ ﺩﺍﺧﻞ ﺍلجﻤﻠﺔ Kata Kunci: , terjemah al-Qurʼan, bahasa Arab, bahasa Indonesia, pengaruh, struktur kalimat
Pendahuluan Kegiatan penerjemahan mempunyai peranan penting dalam mentrasfer ilmu pengetahuan dan informasi dalam berbagai bidang kehidupan seperti bidang agama, sosial-politik, ekonomi, dan budaya. Kegiatan tersebut memberikan andil yang cukup besar dalam alih teknologi, penyebaran informasi, dan peningkatan sumber daya manusia. Dengan semakin terbukanya komunikasi antarperadaban, penerjemahan antar bahasa semakin menempati posisi
penting. Kebutuhan manusia akan informasi, pengetahuan, dan teknologi dari pihak lain semakin terasa dan semakin meningkat. Menurut Majid, peradaban Islam pertama-tama berkembang melalui penerjemahan karya-karya lama Yunani, Persia, India, dan Mesir dalam bidang ilmu eksakta dan kedokteran. Kegiatan ini dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Abu Ja‘far al-Manshur (137-159H/ 754775M.), salah seorang khalifah dari Dinasti Abbasiah. Upaya itu mencapai kegairahan yang menakjubkan pada masa Khalifah
*Naskah diterima: 25 Februari 2014, direvisi: 28 April 2014, disetujui: 23 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
al-Makmun sehingga mengantarkan umat Islam ke masa keemasan.1 Di Indonesia, kebutuhan pada hasilhasil penerjemahan, khususnya buku-buku keagamaan sangat tinggi. Hal ini dapat kita lihat dari menjamurnya penerbit buku keagamaan yang menerbitkan karya terjemahan. Namun, kualitas penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia masih menemui beberapa kendala. Menurut Syihabuddin, ada empat kendala dalam penerjemahan teks Arab ke dalam bahasa Indonesia, yaitu: 1) kesulitan dan kerumitan dalam kegiatan penerjemahan; 2) perbedaan subtsansial antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia; 3) kelemahan penguasaan penerjemah terhadap bahasa penerima sehingga menimbulkan gejala interferensi, dan 4) kelemahan penguasaan penerjemah terhadap teori terjemah.2 Proses penerjemahan melibatkan berbagai aspek akademik yang perlu dipenuhi agar sebuah terjemahan mencapai fungsinya. Aspek tersebut di antaranya: metode penerjemahan, penguasaan dua bahasa atau lebih oleh penerjemah, penguasaan disiplin ilmu yang diterjemahkan, dan hal-hal terkait lainnya dalam praktik penerjemahan. Salah satunya adalah pergeseran (distorsi) makna yang disebabkan oleh perbedaan muatan semantis suatu ungkapan, perbedaan bentuk/pola kata, perbedaan struktur kalimat, perbedaan budaya ungkap, dan perbedaan konteks kalimat. Ihwal pergeseran makna akibat perbedaan konteks kalimat, Muhammad Enani (Universitas Kairo) mengkritik hasil terjemah al-Qurʼan yang dilakukan oleh A.J. Arberry yang menerjemahkan semua kata Majid, A.M., Sejarah Kebudayaan Islam, terjemah Ahmad Ra i Usmani (Bandung: Pustaka, 1997), h. 98-99. 2 Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia: Teori dan Praktek (Bandung: Humaniora, 2005), h. 3. 1
22
rahmah dengan mercy. Kata mercy, menurut Enani, tidak bisa mencakup semua makna rahmah dalam konteks yang beragam. Enani juga mengingatkan bahwa penerjemah yang benar-jujur (shâdiq) semestinya tidak menyamakan terjemah suatu kata dengan padanan tertentu. Sebaliknya, ia harus memperhatikan konteks kalimat (siyâq alkalâm).3 Selanjutnya, penguasaan penerjemah atas dua bahasa atau lebih secara praktis telah melahirkan gejala sosiolinguistik yang dikenal dengan kedwibahasaan. Gejala ini timbul karena kontak antar dua bahasa yang dikuasai oleh penerjemah. Dalam kasus penerjemahan al-Qurʼan, wujud kedwibahasaannya adalah pemakaian bahasa Arab dan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa Arab dan bahasa Indonesia secara teoretis dapat menimbulkan gejala saling mempengaruhi antara bahasa Arab dan bahasa Indonesia yang ditandai oleh pemakaian unsurunsur bahasa Arab dalam terjemahan al-Qurʼan. Hal ini diasumsikan dapat mengganggu keterpahaman terjemahan dan menyulitkan pembaca dalam menyimpulkan makna. Kesulitan ini pada akhirnya dapat menimbulkan kesalahan dalam menyimpulkan maksud ayat. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengkaji masalah tersebut lebih mendalam lagi. Dalam penelitian ini, akan dikaji pengaruh struktur bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia pada terjemahan alQurʼan yang diterbitkan oleh Departemen Agama (kini Kementerian Agama) Republik Indonesia. Pemilihan terjemah al-Qurʼan terbitan Departemen Agama RI didasarkan Muhammad Enani, Fann al-Tarjamah (Beirut: Maktabah Lubnan Nasyirun, 2004), cet. ke-7, h.16-17. 3
Pengaruh Struktur Bahasa Arab terhadap Bahasa Indonesia dalam Terjemahan al-Qur'an
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
pada beberapa asumsi berikut: 1) terjemahan tersebut merupakan hasil karya sekelompok ahli agama Islam, ahli tafsir, dan ahli bahasa Arab yang sudah diakui kepakarannya di tingkat nasional bahkan internasional; 2) terjemahan itu dibaca dan dijadikan rujukan oleh ratusan juta umat Islam dari berbagai kalangan; 3) terjemahan itu diterbitkan oleh Departemen Agama dan beberapa penerbit lain, baik di dalam maupun di luar negeri; 4) penerjemahan dikerjakan selama delapan tahun. Dari kuali ikasi yang ada, produk terjemahan al-Qurʼan Departemen Agama RI tersebut secara teoretis berkualitas.4
Rumusan Masalah Masalah pokok penelitian ini berkaitan dengan pengaruh struktur Bahasa Arab (BA) dalam terjemahan Bahasa Indonesia (BI). Untuk memecahkan masalah tersebut, setidaknya kita harus menjawab rumusan masalah berikut: 1) Adakah penerjemahan yang mengikuti pola struktur BA dan adakah yang tidak mengikutinya?; 2) Adakah jenis terjemahan yang gramatis atau yang tidak gramatis menurut kaidah BI di antara kedua hasil penerjemahan tersebut?; 3) Adakah pengaruh BA ke dalam BI?
Landasan Teoretis Muhammad ʻAbd al-ʻAzhim al-Zarqani mende inisikan terjemah (tarjamah) sebagai pengungkapan makna pembicaraan dari suatu bahasa dengan pembicaraan 4
Syihabuddin, loc. cit, h. 3.
lain dari bahasa yang berbeda dengan memenuhi semua makna dan maksudnya.5 Manna' Khalil al-Qaththan mengungkapkan: “Terjemah adalah menjelaskan pembicaraan asli atau memperhatikan susunannyaˮ.6 Menurut Moeliono, pada hakikatnya penerjemahan merupakan kegiatan memproduksi amanat atau pesan bahasa sumber dengan padanan yang paling dekat dan wajar di dalam bahasa penerima, baik dilihat dari segi arti maupun dari segi gaya. Idealnya terjemahan tidak akan dirasakan sebagai terjemahan.7 Pada bagian lain, Catford mengatakan, “Translation is replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual material ini another (TL)ˮ.8 Nida dan Taber mengatakan: “Penerjemahan adalah usaha mencipta kembali pesan dalam Bahasa Sumber (BS) ke dalam Bahasa Target (BT) dengan padanan alami yang sedekat mungkin, pertama dalam hal maknanya, lalu gaya bahasanya (translation consists of reproducing in the receptor language the closed natural equivalent of the sources language message, irst in terms of meaning and secondly in terms of style)”. 9 De inisi ini menekankan pada kesepadanan pesan antara teks yang diterjemahkan dan hasil terjemahan dengan mengungkapkan maknanya dan gaya bahasanya.10 Muhammad ʻAbd al-ʻAzhim al-Zarqani, Manâhil al-ʻIrfân î ʻUlûm al-Qurʼân (Mesir: Mustafa al-Bab al-Halabi wa Auladuh, 1411), h. 666. 6 Mannaʻ Khalil al-Qaththan, Mabâhits î ʻUlûm al-Qurʼân (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), h. 307. 7 A.M. Moeliono (ed), Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 195. 8 C.J. Catford, A Linguistic Theory of Translation (Oxford: Oxford University Press, 1965), h. 20. 9 Eugene A. Nida dan Charles R. Taber, The Theory and Practice of Translation (Leiden: E.J. Brill, 1982), h. 12. Lihat juga Rochayah Machali, Rede ining Textual Equivalence in Translation (Jakarta: Pusat Penerjemahan Fakultas Sastra UI, 1998), h. 1. 10 Harimurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa (Ende: Nusa Indah, 1999), cet. XI, h. 77. 5
Yayan Nurbayan
23
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Adapun Wolfram Wilss dalam The Science of Translation mengatakan, “Penerjemahan adalah suatu proses transfer yang bertujuan untuk mentransformasikan teks tertulis dalam Bahasa Sumber (BS) ke dalam teks Bahasa Target (BT) yang optimal padan, dan memerlukan pemahaman sintaksis, semantik, dan pragmatik, serta proses analisis terhadap BS.”11 De inisi-de inisi di atas, dapat disimpulkan berikut ini: 1) Penerjemahan bertujuan memindahkan pesan bahasa sumber (BS) kepada bahasa target (BT) dengan cara menemukan padanan bentuk-bentuk dari BS di dalam BT. 2) Penerjemahan berkaitan dengan teks yang diterjemahkan, dan penggantian teks BS dengan teks BT harus akuivalen (sama dan sepadan). Hal ini menyiratkan bahwa terjemahan biasanya dilakukan bukan dalam tataran kalimat, melainkan dalan tataran wacana. Sebagaimana para ahli mempunyai titik pandang yang berbeda tentang istilah terjemah, mereka juga memiliki titik pandang dan peristilahan berbeda-beda tentang macam-macam terjemah. Zarqani membagi terjemah menjadi dua jenis sebagai berikut:12 1. Terjemahan har iyyah, yaitu terjemahan yang memperhatikan kesamaannya dengan yang asli dalam hal susunan dan urutannya. Terjemahan demikian serupa dengan penetapan persamaan kata atau padanannya dari bahasa asli. Wolfram Wilss, The Science of Translation (Stuttgart: Gunter Narr Verlag Tubingen, 1982), h. 3. Lihat juga: Zuchridin Suryawinata dan Sugeng Hariyanto, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan (Yogyakarta: Kanisius, 2003), cet. I, h. 15-16. 11
Muhammad ʻAbd al-ʻAzhı̂m al-Zarqâ nı̂, op. cit., h. 677. 12
24
2. Terjemah tafsîriyyah, yaitu terjemahan yang tidak memperhatikan kesamaannya dengan yang asli dalam hal susunan dan urutannya, tetapi yang terpenting adalah penggambaran makna dan tujuan dengan baik dan sempurna. Menurut Mansyur dan Kustiwan dalam kaitannya dengan terjemah al-Qurʼan, untuk beberapa ayat tertentu terjemah har iah dilarang, terutama apabila berakibat pada perubahan makna dari yang seharusnya. Terjemah tafsîriyyah lebih tepat, karena pada hakikatnya terjemah adalah memindahkan makna dari bahasa asal ke bahasa tujuan. Artinya, yang mesti utuh dan tidak boleh berubah adalah makna.13 Sementara Catford membagi terjemah ke dalam dua jenis: 1. Total translation. Total translation may be best de ined as replacement of SL grammar and lexis equivalent TL grammar and lexis with consequential replacement of SL phonology/graphology by (non-equivalent) TL phonology/ graphology. 2. Restriced translation. By restricted translation we mean replacement of SL textual material by equivalent TL textual material, at only one level, that is translation performed only at phonological or at the graphonological level, or at only one of the two levels of grammar and lexis. 14 Pembagian dua ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa terjemahan dapat ditinjau : 1. Menurut cara menerjemahkan, yaitu terjemah har iah dan maknawiah atau total translation dan restriced translation. Mansyur dan Kustiwan, Dalîl al-Kâtib wa alMutarjim (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h. 53. 14 J.C. Catford, A Linguistic Theory of Translation (Oxford: Oxford University Press, 1965), h. 20. 13
Pengaruh Struktur Bahasa Arab terhadap Bahasa Indonesia dalam Terjemahan al-Qur'an
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
2. Menurut cara menyampaikan hasil terjemahan, yaitu lisan dan tulisan.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Penelitian ini mencoba membandingkan ayat al-Qurʼan dan terjemahannya dengan menggunakan analisis komparatif. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat juga disebut metode deskriptif-komparatif. Ada dua teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yakni teknik dokumentasi dan teknik analisis. Sumber data penelitian ini adalah dokumen yang berupa mushaf al-Qurʼan dan terjemahannya. Data yang terdapat dalam dokumen mushaf al-Qurʼan dan terjemahannya ini dianalisis dengan dua langkah analisis, yaitu: (1) langkah penelusuran dan (2) analisis terjemahan (BI) yang dipengaruhi pola susunan BA. Langkah penelusuran berupa analisis komparatif terhadap pola-pola sintaksis ayat al-Qurʼan dan pola-pola sintaksis terjemahannya. Ayat al-Qurʼan yang dijadikan sampel adalah Surat al-Baqarah yang terdiri atas 286 ayat. Surah ini ditelusuri seluruhnya dengan cara membandingkan ayat tersebut dengan terjemahannya. Terjemahan yang terbukti mengandung pengaruh dari BA dianalisis dan dibahas lebih lanjut pada langkah analisis berikutnya.
Hasil dan Pembahasan Sebagaimana dijelaskan di muka bahwa masalah pokok dalam penelitian ini berkaitan dengan pengaruh struktur bahasa Arab (BA) dalam terjemahan berbahasa Indonesia (BI). Untuk memecahkan masalah tersebut, setidaknya kita harus menjawab rumusan masalah: Adakah penerjemahan yang mengikuti pola struktur BA dan adakah
yang tidak? Adakah di antara kedua jenis terjemahan itu yang gramatis atau yang tidak menurut kaidah BI? Adakah pengaruh struktur BA ke dalam struktur BI? Penerjemahan tidak lepas dari bagian struktur sintaksis bahasa sumber dan struktur sintaksis bahasa sasaran. Pola struktur sintaksis BA banyak yang sama dengan pola struktur sintaksis BI seperti hukum DM, kalimat nominal, kalimat verbal, dan lain-lain. Di samping banyak kesamaan ada pula perbedaannya. Misalnya bahasa Arab sering menggunakan pola PS, PSO, POS, OSP, S Ket PO, dan SP Ket O, yang dalam pola struktur BI jarang sekali terjadi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat dilihat hasil-hasil sebagai berikut : 1. Baik BA maupun BI ternyata menggunakan hukum diterangkan menerangkan (DM). Dengan demikian, terjemahan har iah dari BA ke BI sering melahirkan pola struktur BI yang gramatis. 2. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan berbagai cara penerjemahan ditinjau dari segi “sama atau tidaknya“ susunan kata dalam BA dan BI. Berdasarkan hal itu ditemukan klasi ikasi terjemahan sebagai berikut: a. Penerjemahan yang mengikuti pola struktur BA dan melahirkan terjemahan yang gramatis; b. Penerjemahan yang mengikuti pola struktur BA dan melahirkan terjemahan yang tidak gramatis; c. Penerjemahan yang tidak mengikuti pola struktur BA dan melahirkan terjemahan yang gramatis; d. Penerjemahan yang tidak mengikuti pola struktur BA dan melahirkan terjemahan yang tidak gramatis. 3. Mencermati 286 ayat surah al-Baqarah terdapat 19 ayat yang mengandung
Yayan Nurbayan
25
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
terjemahan yang mendapat pengaruh dari BA dan menghasilkan terjemahan dengan struktur BI yang kurang lazim. Berdasarkan analisis terhadap data yang berupa terjemahan yang berkarakteristik demikian, ditemukan berbagai tipe pengaruh BA ke dalam BI. Berbagai tipe itu akan dipaparkan sebagai berikut: a. Terjemahan har iah yang mengikuti pola BA sering menghasilkan pola BI yang kurang lazim. Ketidaklaziman itu di antaranya karena penerjemahan kata depan (huruf Jar): min, ‘an, ‘ala, dan sebagainya secara tidak tepat. Misalnya, "‘alaihim" diterjemahkan atas mereka atau terhadap mereka dalam konteks "niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka." Pada ayat lain, diterjemahkan terhadap mereka yang merupakan terjemahan har iah dari "lâ khaufun ‘alaihim." Kata "atas" dan "terhadap" sebaiknya diganti dengan kata pada sehingga terjemahannya menjadi Orang yang mengikuti petunjuk-Ku tidak ada ke-khawatiran pada diri mereka. b. Dalam al-Qurʼan kata kerja seperti kata kerja seperti taʻlamûn, taʻqilûn banyak sekali kita temukan di ujung ayat. Terjemahan ayat-ayat seperti ini di dalam BI tergolong kata kerja transitif. Apabila kata kerja transitif tersebut terletak di ujung kalimat, maka melahirkan struktur yang tidak lazim. Misalnya, “wa antum taʻlamûnˮ (sedangkan kamu mengetahui). Jelaslah di sini bahwa bentuk "sedang kamu mengetahui" merupakan klausa yang merupakan pengaruh dari BA. Kalau kita kaji, penghilangan objek tersebut tidak
26
menimbulkan perubahan makna, bahkan tampak sangat e isien. Dengan demikian, pengaruh BA yang semacam ini tergolong pengaruh yang positif. c. Terjemahan itu Di antaranya ada yang mengubah pola aktif dalam BA menjadi pola pasif dalam BI. Dalam terjemahan al-Qurʼan ditemukan bahwa pola aktif BA berpadanan dengan pola pasif BI. Sebagai contoh, kita ambil terjemahan penggalan ayat 59: "Sebab itu kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit". Cara yang demikian sangat efektif. Sebab, apabila kata kerjanya dibiarkan dalam bentuk aktif menimpakan, maka akan melahirkan pola kalimat SP Ket O yang dalam BI tidak diterima. d. Kata kerja aktif dalam BA diterjemahkan dengan kata kerja pasif yang mengandung persona. Berbeda dengan kasus penerjemahan QS al-Baqarah (2): 59 (…. Sebab itu Kami timpakan pada orang-orang yang lalim itu siksa dari langit karena mereka berbuat fasik), pada penerjemahan penggalan ayat 66 ini, pengubahan aktif ke pasif tidak tepat karena kata kerja aktifnya memiliki dua objek. Apabila dipasi kan, maka salah satunya, yaitu O 1, menjadi subjek. Dengan demikian, apabila urutan katanya dipertahankan seperti urutan BAnya, maka pola terjemahan tersebut menjadi PSO (S terselip di antara P dan O): Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan. e. Klausa Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya,
Pengaruh Struktur Bahasa Arab terhadap Bahasa Indonesia dalam Terjemahan al-Qur'an
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
dan bawang merahnya... (QS alBaqarah [2]: 61) merupakan aktif dengan predikat (P) berupa kata kerja aktif transitif. Objek (O) harus berupa nomina atau frase nomina; sedangkan dalam terjemahan tersebut O berupa frase depan. Karena itu, kata dari yang terletak di depan O tersebut harus dihilangkan. Munculnya kata dari pada terjemahan tersebut akibat terjemahan har iah kata min dalam mimma. Pola terjemahan tersebut merupakan pengaruh dari BA. f. Terdapat ketidaklaziman struktur BI dalam terjemahan karena susunan katanya. Misalnya, kita temukan pada terjemahan ayat berikut: Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong (QS al-Baqarah [2]: 107). Kata "tiada" pada terjemahan penggalan ayat 107 ini sebenarnya menegati kan pelindung dan penolong, bukan menegati kan bagimu. Oleh karena itu, sebaiknya kata "tiada" itu diletakkan langsung di depan yang dinegati kannya. Sebaliknya diperbaiki seperti berikut : "Dan tiada pelindung maupun penolong bagimu selain Allah atau Dan bagimu tiada pelindung maupun penolong selain Allah." g. Banyak sekali ditemukan terjemahan yang berpola SP Ket O. Misalnya, kita temukan pada terjemahan berikut: … kamu mendatangkan kepada orangorang Yahudi dan Nasrani yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan),.... Terjemahan penggalan QS al-Baqarah (2): 145 ini berpola S P Ket O. Terjemahan tersebut dapat diperbaiki menjadi: ... kamu mendatangkan semua ayat
(keterangan) kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil).... Contoh lain kita temukan pada terjemahan berikut: ...dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar (QS al-Baqarah [2]: 213). Pengaruh BA yang serupa kita jumpai pada penerjemahan penggalan QS alBaqarah (2) ayat 251: ... kemudian Allah memberikan kepadanya (daud) pemerintahan dan hikmah, ... dan pada penerjemahan ayat 258: ... Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan), juga pada penerjemahan ayat 266: Dia mempunyai dalam kebun itu segala buah-buahan. h. Terdapat ketidaklaziman struktur BI dalam terjemahan karena sulitnya mencari redaksi terjemahan yang tepat dan lazim menurut kaidah BI. Misalnya, kita lihat pada contoh berikut: Dan bagi tiap-tiap ummat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya (QS alBaqarah [2]: 148). Apabila kalimat di atas hendak disesuaikan dengan kalimat BI, maka akan menjadi: Setiap umat mempunyai kiblat yang ia hadapi. Namun, terjemahan seperti itu juga tidak memuaskan. Untuk menerjemahkan ayat seperti itu kiranya perlu dilakukan penerjemahan yang bebas, yakni penerjemahan yang hanya menangkap maksud ayatnya. Misalnya, ayat di atas dapat diterjemahkan menjadi : 1) Bagi tiap-tiap ummat ada kiblatnya sendiri; atau 2) Tiap-tiap ummat memiliki kiblat sendiri
Yayan Nurbayan
27
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
4. Di samping temuan-temuan utama tersebut di atas, penelitian ini menemukan berbagai temuan sampingan di bidang fonologi dan ejaan, morfologi, sintaksis, dan semantis. Di bidang fonologi, ditemukan berbagai cara penulisan kata yang tidak sesuai dengan EYD. Di bidang morfologi, ditemukan bentuk-bentuk kata yang kurang tepat. Di bidang sintaksis, ditemukan berbagai pengaruh dari BA ke BI baik yang negatif maupun positif. Di bidang semantic, ditemukan berbagai istilah bahasa Indonesia yang telah lazim dan dipergunakan secara umum yang berasal dari terjemahan har iah dan istilah yang terdapat dalam al-Qurʼan.
Simpulan Hasil analisis dan pembahasan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisis fungsi, sebuah ayat al-Qurʼan (BA) yang diterjemahkan secara har iah belum tentu meng-
hasilkan terjemahan yang mempunyai pola sintaksis yang sama dengan bahasa sumbernya (BA). Dengan kata lain, pola kalimat BI sering berbeda dengan pola kalimat BA meskipun kalimat BI tersebut merupakan terjemahan har iah dari kalimat BA. Hal itu terjadi disebabkan oleh cara kerja yang berbeda antara yang dilakukan oleh tatabahasawan bahasa Arab dengan cara yang ditempuh oleh tata bahasawan bahasa Indonesia dalam melakukan analisis fungsinya. 2. Analisis komparatif terhadap BA dan BI, yang sering dilakukan berdasarkan analisis fungsi, tidak dapat dijadikan patokan dalam menentukan apakah suatu terjemahan (BI) mengikuti pola struktur ayatnya (BA) atau tidak mengikutinya. 3.
Untuk menelusuri apakah sebuah terjemahan mengikuti pola struktur BA atau tidak, harus dilakukan penelaahan terhadap susunan kata (pola urutan) yang menjadi unsur BA dan BI. []
Daftar Rujukan Catford, J.C., A Linguistic Theory of Translation, Oxford: Oxford University Press, 1965. Enani, Muhammad, Fann al-Tarjamah, Beirut: Maktabah Lubnan Nasyirun, 2004. Kridalaksana, Harimurti, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, Ende: Nusa Indah, 1999. Majid, A.M., Sejarah Kebudayaan Islam, terjemah Ahmad Ra iʼ Usmani, Bandung: Pustaka, 1997. Mansyur, Muhammad dan Kustiwan, Dalîl al-Kâtib wal-Mutarjim, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002. Moeliono, A.M. (ed), Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Nida, Eugene A. and Taber, Charles R., The Theory and Practice of Translation, Leiden: E.J. Brill, 1982. al-Qhaththan, Mannâ ʻ Khalı̂l, Mabâhits î ʻUlûm al-Qurʼân, Kairo: Maktabah Wahbah, 2000. Rochayah Machali, Rede ining Textual Equivalence in Translation, Jakarta: Pusat Penerjemahan Fakultas Sastra UI, 1998. Suryawinata, Zuchridin dan Hariyanto, Sugeng, Translation: Bahasan Teori dan Penuntun Praktis Menerjemahkan, Yogyakarta: Kanisius, 2003. Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia: Teori dan Praktek, Bandung: Humaniora, 2005. Tim Penyusun, al-Qurʼan al-Karim dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1997. al-Zarqâ nı̂, Muhammad ʻAbd al-ʻAzhim, Manâhil al-ʻIrfân î ʻUlûm al-Qurʼân, Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1411 H
28
Pengaruh Struktur Bahasa Arab terhadap Bahasa Indonesia dalam Terjemahan al-Qur'an
PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB* Ahmad Muradi Institut Agama Islam Negeri Antasari Banjarmasin email :
[email protected]
Abstract The communicative approach in language learning emphasizes on the mastery of language pro iciency. Communicative approach is based on some psychological theories of language and learning. The purpose of language learning, according to this approach, is factual communication, where students can use foreign language as a communication tool. In other words, the purpose of this approach is that students have the competence to communicate in a language they have learned in a variety of social situations. Communicative approach is also called the functional approach, in which the language is used as its functions. This article describes the application of communicative approach for teaching Arabic in Indonesian contexts.
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭيﺴتﻨﺪ هﺬﺍ.ﺍﳌﺪﺧﻞ ﺍﻻﺗﺼﺎ ي ي ﺟﻮهﺮﻩ هﻮ ﻣﺪﺧﻞ ﻳﺆﻛﺪ ﻋ ى ﺇﺗﻘﺎﻥ ﻛﻔﺎﺀﺓ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻣﻦ ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻴﺐ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﺍﻟﻐﺮﺽ ﻣﻦ تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻭﻓﻘﺎ ﻟهﺬﺍ ﺍﳌﻨهج هﻮ ﺍﻟﺘﻮﺍﺻﻞ.ﺍﳌﺪﺧﻞ ﺇ ى ﻋﺪﺩ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺎﺕ ﻟﻠﻐﺔ ﻭﺳﻴكﻮﻟﻴﻮﺟﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻢ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻐﺮﺽ ﻣﻦ هﺬﺍ، ﻭبﻌﺒﺎﺭﺓ ﺃﺧﺮﻯ. ﺑﻤﻌ ﺃﻥ يﺴﺘﻄﻴﻊ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﻟﻐﺔ ﺃﺟﻨبﻴﺔ ﻛﺄﺩﺍﺓ ﺍﺗﺼﺎﻝ،ﻭﺍﻗﻌﻴﺎ ﻭيﺴم.ﺍﳌﺪﺧﻞ هﻮ ﺃﻥ ﻟﻠﻄﺎﻟﺐ ﻛﻔﺎﺀﺓ ي ﺍﻟﺘﻮﺍﺻﻞ ﺑﻠﻐﺔ تﻌﻠﻤﻪ ي ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ ﻣﺘﻨﻮﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻈﺮﻭﻑ ﺍﻻﺟﺘﻤﺎﻋﻴﺔ هﺬﻩ ﺍﳌﻘﺎﻟﺔ ﺗﻜﺸﻒ ﺇ ى ﺗﻄﺒﻴﻖ. ﺣﻴﺚ ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﳌﺪﺭﻭﺳﺔ تﺴﺘﺨﺪﻡ ﻛﻤﺎ ي ﻭﻇﺎﺋﻔهﺎ،ﺃﻳﻀﺎ ﺍﳌﺪﺧﻞ ﺍﻟﻮﻇﻴﻔﻲ .ﺍﳌﺪﺧﻞ ﺍﻹﺗﺼﺎ ي ي تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ ي ﻇﺮﻭﻑ ﺇﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺎ Kata Kunci: pembelajaran, bahasa Arab, pendekatan, komunikatif
Menurut asumsi aliran struktural yang dipelopori Ferdinand de Saussure (1857-1913),1 mula bahasa adalah ujaran (lisan) sehingga guru harus mengajarkan keterampilan berbahasa secara bertahap, dari menyimak (istimâʻ), berbicara (kalâm), membaca (qirâ’ah), dan menulis (kitâbah). Dalam perspektif pedagogik, pembelajaran keterampilan berbahasa hendaknya diawali dengan penguasaan hal-hal yang terdekat dengan kehidupan pembelajar,
seperti penguasaan kosakata mengenai lingkungan sekolah, kelas, perpustakaan, dan sebagainya. Pembelajaran juga sebaiknya diawali dengan yang mudah ke yang lebih sulit (gradual), memperhatikan ketepatan dalam penggunaan bahasa, dan menciptakan situasi yang menyenangkan. Dalam pendekatan audiolingual, ada lima prinsip yang perlu diketahui oleh pengajar bahasa asing—Kamal Ibrahim Badri menyebutnya sebagai metode pengajaran bahasa asing2.
Dalam Ahmad Fuad Effendi, Metode Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Misykat, 2005), h. 12.
Kamal Ibrahim Badri, "Thuruq Taʻlîm alLughah al-Ajnabiyyah" dalam al-Thuruq al-‘Ammah fı̂ Tadrı̂s al-Lughah (Jakarta: LIPIA, t.th), h. 15-18.
Pendahuluan
1
2
*Naskah diterima: 10 Februari 2014, direvisi: 24 Mei 2014, disetujui: 30 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Pertama, bahasa adalah bicara bukan menulis. Pembelajaran bahasa asing mengutamakan keterampilan menyimak dan berbicara, lalu membaca dan menulis. Pengucapan huruf hijaiyah harus dibiasakan terlebih dahulu untuk menghindari pengaruh bahasa ibu. Kedua, bahasa adalah sistem pembiasaan. Pembelajaran bahasa asing diarahkan pada pembiasaan secara motoris dan re leks, bukan pada pembuatan kalimat, misalnya dengan penuturan secara imitasi (peniruan) dan penghafalan.3 Ketiga, mempelajari penggunaan bahasa bukan mempelajari tentang bahasa. Pembelajaran dilatih menggunakan bahasa sesuai dengan objeknya. Pemberian kosa kata (mufradât) sangat diperlukan sesuai konteks. Keempat, bahasa adalah apa yang dikatakan secara aktif bukan apa yang mesti dikatakan. Pebelajar dibekali dengan ungkapan yang resmi (fushhâ) dan yang tidak resmi (‘âmiyyah), serta pola kalimat dan contohnya yang bisa dipergunakan dalam berbicara, bukan materi perbedaan aksen (lahjah) antara satu daerah (Arab) dengan daerah lain secara mendetail. Kelima, bahasa dalam penuturannya berbeda-beda. Pengucapan, susunan, dan semantik bahasa ibu itu berbeda dengan bahasa asing. Karena itu, pembelajaran bahasa asing untuk pemula mengharuskan adanya tardîd (pengulangan ucapan huruf demi huruf ) agar tidak terpengaruh dengan bahasa ibu sehingga pebelajar dapat berbahasa secara otomatis dan refleks seolah-olah sebagai bahasa ibu sendiri. Kamal Ibrahim Badri dan Shalih Muhammad Nashir, Usus Taʻlîm al-Lughah al-Ajnabiyyah (Jakarta: LIPIA, t.th), h. 5. 3
30
Sejak tahun 1970-an, pandangan struktural dan audiolingual mengenai pendekatan dalam pembelajaran bahasa mulai tergeser oleh pendekatan baru, yaitu pendekatan komunikatif. Asumsi belajar bahasa yang ditawarkan oleh pendekatan komunikatif adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa di sekolah diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi lisan dan tulisan. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam beragam fungsi dan disajikan dalam konteks yang bermakna, tidak dalam bentuk kalimat lepas sehingga mampu mewujudkan orientasi belajar-mengajar bahasa yang berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi.4 Tulisan ini menjelaskan tentang gagasan dasar pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa Arab dan penerapannya di madrasah-madrasah di Indonesia.
Sejarah Kemunculan Pendekatan Komunikatif Gejala pergeseran pendekatan dalam pembelajaran bahasa telah berlangsung pada tahun 1960-an, ketika pendekatan audiolingual merajai benua Eropa dan Amerika. Namun, berbagai penemuan dalam bidang linguistik dan psikologi belajar menyebabkan metode audiolingual dan situasional yang berbasis teori linguistik struktural dan teori psikologi behavior mulai ditinggalkan sebagaimana yang terjadi pada tradisi pengajaran bahasa di Inggris.5 Teori-teori linguistik struktural dan psikologi behavior yang menjadi asumsi dasar pengajaran bahasa sudah dianggap Nababan, P.W.J., Ilmu Pragmatik: Teori dan Penerapannya (Jakarta: Depdiknas, 1987), h. 71. 5 Furqanul Azies dan A. Caedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif, Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2000), h. 1. 4
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
tidak cocok oleh ahli linguistik terapan. Penentang utama teori strukturalisme dan teori behaviorisme adalah Noam Chomsky. Dalam bukunya, Syntactic Structures (1957), Chomsky secara lugas menunjukkan bahwa teori bahasa struktural standar saat itu terbukti tidak mampu menjelaskan karakteristik bahasa yang fundamentalkreativitas dan memiliki keunikan dalam setiap kalimatnya.6 Chomsky juga mengkritisi teori psikologi behavior dan menyatakan bahwa pembelajaran bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor dari luar (eksternal), tetapi juga faktor dari dalam (internal). Sebab, setiap manusia memiliki kemampuan belajar bahasa yang dibawa sejak lahir yang disebut dengan jihâz iktisâb al-lughah atau Language Acquistion Device (LAD). Menurut Chomsky, proses belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah (rule formation process), bukan proses pembentukan kebiasaan (habit formation process). Ia berpendapat bahwa manusia memiliki apa yang disebut “innate capacity”, suatu kemampuan untuk memahami dan menciptakan ungkapanungkapan baru.7 Pendekatan komunikatif lahir dari situasi pengajaran bahasa di Inggris yang mulai bergeser ke arah komunikatif. Pendekatan ini berakar pada tradisi linguistik dan prinsip pengajaran yang berkembang di Eropa, dan landasan teoretisnya diperkuat dengan teori belajar yang dikembangkan di Amerika Utara. Dua Furqanul Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Ibid., h. 2. Juga Nuril Huda, Metode Audiolingual Vs. Metode Komunikatif: Suatu Perbandingan, Makalah disampaikan dalam Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya, Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, September 1987, h. 308. 7 Muljanto Sumardi (ed), Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 19. 6
faktor utama yang berpengaruh terhadap kelahiran dan perkembangan pendekatan ini adalah surutnya popularitas metode audiolingual dan situasional di Inggris karena kecaman Chomsky dan makin eratnya kerjasama antara negara-negara Eropa dalam bidang kebudayaan dan pendidikan.8 Semakin tinggi frekuensi perpindahan penduduk antarnegara di Eropa karena alasan imigrasi menyebabkan kerjasama yang erat antarnegara di Eropa Barat yang tergabung dalam European Common Market dan The Council of Europe. Dengan demikian, diperlukan pengajaran bahasa asing yang efektif dan bisa memenuhi kebutuhan berkomunikasi antar negara dan bangsa.9 Sementara itu, di Amerika Utara, berkembang aliran baru dalam pengajaran bahasa sebagai reaksi terhadap jatuhnya popularitas metode audiolingual. Kemudian di Kanada, dilakukan eksperimen pengajaran bahasa dengan sistem celup total (total immersion program). Dan, di Amerika Serikat, sejumlah penelitian melahirkan teori-teori pemerolehan bahasa kedua sebagai proses konstruksi kreatif (Dulay dan Burt, 1974) dan teori monitor (Krashen, 1981).10 Situasi-situasi tersebut melatari munculnya pendekatan komunikatif. Sebab, kebutuhan komunikasi dengan bahasa asing berkembang dari ruang lingkup terbatas bagi penggunanya kepada ruang lingkup yang lebih luas bagi pengguna lainnya. Jadi, penyebab pergeseran dari pendekatan audiolingual ke pendekatan komunikatif adalah faktor kebutuhan komunikasi. Richard & Rodger, Approaches and Methods in Language Teaching (Cambridge: Cambridge University Press, 1992), h. 64. 9 Ibid., h. 65. 10 Nuril Huda, op .cit, h. 309. 8
Ahmad Muradi
31
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Linguis Inggris, D. A. Wilkins (1972) mengemukakan de inisi bahasa secara fungsional dan komunikatif yang bisa digunakan sebagai basis pengembangan silabus komunikatif dalam pembelajaran bahasa.11 Sumbangan penting Wilkins adalah analisis terhadap makna komunikatif yang perlu dipahami dan dikuasai oleh anak didik. Wilkins tidak menjabarkan inti bahasa melalui konsep tradisional tentang tata bahasa dan kosakata melainkan berupaya mendemonstrasikan sistem makna yang mendasari penggunaan bahasa secara komunikatif. Sejalan dengan Wilkins, Subyakto-N (1988) dalam Nurul Murtadho (1991) menyatakan bahwa ada dua hal yang paling mendasar dalam pendekatan komunikatif, yaitu: (1) kebermaknaan dalam setiap bentuk bahasa yang dipelajari dan (2) keterkaitan antara bentuk, ragam, dan makna bahasa dengan situasi dan konteks berbahasa.12 Hal pertama menjadikan semua bentuk bahasa (kata, frasa, dan kalimat) dan struktur bahasa (urutan kata, imbuhan, dan kategori struktur seperti istilah dalam bahasa Arab: isim, iil, huruf dan sebagainya) harus selalu berkaitan dengan makna. Sebab, bahasa adalah pengungkapan ide, konsep, atau nosi. Dalam hal ini, pendekatan komunikatif masih memperhatikan aspek gramatika yang bersifat fungsional. Hal kedua menjadikan bentuk dan makna bahasa terkait dengan situasi dan konteks penggunaan bahasa sehingga aspek sosiolinguistik menjadi latar dan situasi terjadinya penggunaan bahasa. ibid, h. 75. Nurul Murtadho, "Silabus Matakuliah Keterampilan Berbicara Dengan Pendekatan Komunikatif Untuk Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab JPBA FPBS IKIP Malang" (Tesis, IKIP Malang, 1991), h. 18-19. 11 12
32
Konsep Dasar Pendekatan Komunikatif Pada dasarnya, pendekatan komunikatif adalah pendekatan pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pembelajaran pada penguasaan kecakapan berbahasa daripada penguasaan struktur bahasa.13 Beberapa pendukung gagasan ini, antara lain: ahli pembelajaran Inggris Christopher Chandlin dan Henry Widdowson, linguis fungsional Inggris John Firth dan M.A.K. Halliday, sosiolinguis Amerika Dell Hymes, John Gumperz, dan William Labov, dan ahli ilsafat Amerika John Austin dan John Searle.14 Konsep dasar yang diusung oleh para pakar pendekatan ini bermuara perlunya kompetensi komunikatif. Istilah kompetensi komunikatif diciptakan oleh Dell Hymes (1972, 1967) sebagai reaksi terhadap kompetensi kebahasaan Chomsky, yang oleh Dell Hymes dipandang terlalu sempit, hanya menyangkut aspek gramatika. Dell Hymes mengemukakan bahwa penggunaan bahasa meliputi halhal yang lebih dari sekadar mengetahui penyusunan kalimat yang benar secara gramatikal. Ada banyak faktor dalam komunikasi yang menentukan aktualisasi pemakaian bahasa secara umum yang disebut konteks.15 E. Sadtono dalam Muljanto Sumardi (1996) mende inisikan kompetensi sebagai penguasaan sistem aturan bahasa yang Jack C. Richards, Curriculum Development in Language Teaching, terjemah Nâ shir bin 'Abdullâ h bin Ghâ lı̂ dan Shâ lih bin Nâ shir al-Syuwairikh: Tathwîr Manâhij Ta'lîm al-Lughah, PDF, h. 64. 14 Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers, loc. cit. 15 Imam Sya i’i, "Kompetensi Kebahasaan dan Kompetensi Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa" (Makalah, IKIP Malang, 1991), h. 7. Lihat juga H. Douglas Brown, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, alih bahasa: Noor Cholis dan Yusi Avianto Pareanom (Jakarta: Kedutaan Amerika Serikat, 2007), h. 241. 13
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
benar-benar dihayati, yang memungkinkan kita untuk mengenal struktur batin dan struktur lahir, untuk dapat membedakan antara kalimat yang benar dan kalimat yang salah, dan untuk mengerti kalimat-kalimat yang belum pernah kita dengar atau kita katakan sebelumnya.16 Kompetensi komunikatif merupakan kemampuan untuk menerapkan kaidah gramatikal suatu bahasa dalam membentuk kalimat yang benar dan untuk mengetahui kapan, di mana, dan kepada siapa kalimat itu diujarkan. Dengan berbekal kompetensi komunikatif, seseorang dapat menyampaikan dan menginterpretasikan suatu pesan atau menegosiasikan makna secara interpersonal dalam konteks yang spesifik. Krashen juga menegaskan bahwa kompetensi komunikatif lebih menekankan fungsi bahasa dalam komunikasi sesungguhnya daripada menguasai bentuk dan kaidah kebahasaan. Kaidahkaidah kebahasaan itu hanya berfungsi untuk memonitor suatu bentuk ujaran. Menurut Tarigan, pada hakikatnya kompetensi komunikatif meliputi: a. Pengetahuan mengenai tata bahasa dan kosakata bahasa yang bersangkutan. b. Pengetahuan mengenai kaidah-kaidah berbicara (yaitu mengetahui bagaimana memulai dan mengakhiri percakapanpercakapan, mengetahui topik apa yang mungkin dibicarakan dalam berbagai peristiwa-bicara, mengetahui bentukbentuk sapaaan yang seharusnya dipakai kepada orang lain dalam berbagai sistuasi). c.
Mengetahui bagaimana cara menggunakan dan memberi respon terhadap berbagai tipe tindak tutur, seperti meminta, memohon, meminta maaf, 16
Muljanto Sumardi (ed), op. cit., h. 72.
mengucapkan terima mengundang orang.
kasih,
dan
d. Mengetahui bagaimana cara menggunakan bahasa secara tepat dan memuaskan.17 Salah satu prinsip pembelajaran komunikatif yang dikemukakan oleh Canale dan Swain (1980) adalah bahwa kemampuan berbahasa anak sangat ditentukan oleh tingkat penguasaan kompetensi komunikatif yang terdiri atas empat kompetensi berikut: a. Kompetensi gramatikal, yaitu pengetahuan dan kemampuan dalam bidang tatabunyi, kosakata, serta tatabahasa. b. Kompetensi sosiolinguistik, yaitu penguasaan memilih bentuk komunikasi yang sesuai dengan mitra bicara, tempat, suasana, saluran komunikasi, serta aspek lain yang harus dipertimbangkan dalam berkomunikasi. c.
Kompetensi kewacanaan, yaitu kemampuan untuk menafsirkan rangkaian kalimat atau ungkapan dalam rangka membangun keutuhan makna dan keterpaduan teks sesuai dengan konteksnya. d. Kompetensi strategis, yaitu keberanian, rasa percaya diri, kemampuan berbagi peran dengan lawan bicara, pemanfaatan peluang untuk berbicara, dan sebagainya.18 Menurut Savignon (1983), kompetensi gramatikal adalah kemampuan mengenali itur- itur leksikal, morfologis, sintaksis, dan fonologis, serta menggunakannya dalam pembentukan kata dan kalimat. Kompetensi Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kompetensi Bahasa (Bandung: Angkasa, 1990), h. 31-32. 18 Michael Canale and Merrill Swain, Theoretical Bases of Communicative Approaches to Second Language Teaching and Testing (Oxford: Oxford University Press, 1980), h. 29-31. 17
Ahmad Muradi
33
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
gramatikal dalam pendekatan komunikatif tidak ditekankan pada pengetahuan tentang kaidah melainkan pemakaian kaidah. Dengan demikian, kompetensi komunikasi pembelajar diukur dengan kemampuannya memproduk ungkapan yang benar menurut kaidah, bukan kemampuannya menghafal kaidah.19 Pendekatan komunikatif berbasis pada sejumlah teori bahasa dan psikologi belajar yang bertujuan untuk mencapai komunikasi faktual, yaitu siswa dapat menggunakan bahasa asing yang dipelajari sebagai alat komunikasi. Dengan kata lain, tujuan pendekatan ini adalah agar siswa memiliki kompetensi berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang dipelajarinya dalam berbagai situasi sosial.20 Karena hakikat tujuan pengajaran dalam pendekatan komunikatif adalah untuk berkomunikasi, maka kemampuan bahasa yang dikembangkan adalah kemampuan berkomunikasi, bukan kemampuan tentang pengetahuan bahasa. Widdowson membedakan kemampuan berbahasa dengan ke-mampuan tentang bahasa. Kemampuan berbahasa adalah kemampuan yang dimiliki oleh pembicara dan pendengar untuk memahami dan memproduksi bahasa ucapan. Sedangkan, kemampuan tentang bahasa ialah kemampuan umum untuk mempelajari dan mengenal semua ungkapan bahasa yang benar dan baik walaupun tidak mampu mengucapkan atau menggunakannya.21 Jadi, kompetensi bahasa dan berbahasa Arab yang harus dimiliki pembelajar Dalam Ahmad Fuad Effendi, op. cit., h. 57. Furqanul Azies dan A. Chaedar Alwasilah, ibid., h. 16-17 dan 24-25. 21 Dalam Rusydi Ahmad Thuʻaimah, Taʻlîm alArabiyyah li-Ghair al-Nâthiqîn bihâ: Manâhijuh wa Asâlîbuh (Rabath: ISESCO, 1989), h. 107. 19 20
34
adalah mampu memahami pesan-pesan yang diucapkan dalam bahasa Arab, mampu secara spontan mengucapkan atau menggunakan ungkapan berbahasa Arab untuk merespons pesan-pesan dengan tepat, mampu menyatakan keinginan, kebutuhan, atau hasratnya tanpa harus dirangsang terus oleh guru, dan mampu memproduksi ungkapan tersebut dengan memadukan sistem ucapan, tata bahasa, dan kosakata di dalam situasi budaya bahasa yang digunakan secara normal seperti yang dipakai oleh penutur asli. Kompetensi komunikatif meliputi pengetahuan penggunaan bahasa dan kemampuan menggunakannya dalam berbagai konteks atau situasi komunikasi. Savignon menyebutkan lima karakteristik kompetensi komunikatif berikut: a. Kompetensi komunikatif bersifat dinamis, bergantung pada negosiasi makna antara dua penutur atau lebih yang sama-sama mengetahui kaidah pemakaian bahasa. Dalam pengertian ini kemampuan komunikasi dapat dikatakan bersifat interpersonal. b. Kompetensi komunikatif meliputi pemakaian bahasa, baik secara tertulis maupun lisan, juga sistem simbolik yang lain. c.
Kompetensi komunikatif bersifat kontekstual. Komunikasi selalu terjadi pada variasi situasi tertentu. Keberhasilan komunikasi bergantung pada pengetahuan partisipan terhadap konteks dan pengalaman.
d. Berkaitan dengan dikotomi kompetensi dan performansi, kompetensi mengacu pada apa yang diketahui, sedangkan performansi mengacu pada apa yang dilakukan. Hanya performansi saja yang dapat diamati. Hanya melalui
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
performansi, kompetensi dapat dikembangkan, dipertahankan dan dievaluasi. e. Kompetensi komunikatif bersifat relatif, tidak absolut dan bergantung pada kerja sama atau partisipan. Hal inilah yang menyebabkan adanya tingkat-tingkat kompetensi komunikatif.22 Berkaitan dengan kompetensi berbahasa, Bachman (1990) menawarkan model kemampuan bahasa komunikatif (communicative language ability). Bachman membagi kompetensi bahasa kepada dua kategori utama: kompetensi organisasional dan kompetensi pragmatik. Kompetensi organisasional dibagi lagi menjadi kompetensi gramatikal dan kompetensi tekstual. Begitu juga kompetensi pragmatik dibagi lagi menjadi kompetensi ilokusi dan kompetensi sosiolinguistik. Kompetensi ilokusi adalah kemampuan untuk memahami dampak yang dikehendaki oleh penutur pada petutur.23 Model Bachman di atas dirinci lagi oleh Bachman & Palmer (1996) yang mengajukan kerangka analisis area pengetahuan bahasa berikut: a. Pengetahuan Organisasional (Organizational Knowledge) Pengetahuan ini menjelaskan bagaimana ujaran atau kalimat dan teks ditata, yang meliputi: • Pengetahuan gramatika yang mencakup: pengetahuan tentang kosakata, pengetahuan tentang morfologi, pengetahuan tentang sintaksis, dan pengetahuan tentang Dalam Ahmad Fuad Effendi, op. cit., h. 56-57 Mukhson Nawawi, Landasan Teoretis Filoso is Metode Pengajaran Bahasa, Makalah disampaikan pada Muktamar Internasional ADIA di Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maliki Malang, 12-14 Oktober 2010, h. 109 22
•
fonologi/grafologi. Pengetahuan Tekstual (bagaimana ujaran atau kalimat ditata untuk membentuk teks) yang mencakup: pengetahuan tentang kohesi dan pengetahuan tentang penataan retorikal dan percakapan.
b. Pengetahuan Pragmatik (Pragmatic Knowledge) Pengetahuan ini menjelaskan bagaimana ujaran atau kalimat dan teks dihubungkan untuk mencapai tujuantujuan komunikasi oleh pengguna bahasa dan dihubungkan dengan ciriciri lingkungan bahasa. Pengetahuan pragmatik mencakup: •
Pengetahuan Fungsional (bagaimana ujaran atau kalimat dan teks dihubungkan untuk mencapai tujuan komunikasi oleh pengguna bahasa). Pengetahuan ini mencakup: (a) pengetahuan tentang fungsifungsi ideasional, (b) pengetahuan tentang fungsi-fungsi manipulatif, (c) pengetahuan tentang fungsifungsi heuristik, (d) pengetahuan tentang fungsi-fungsi imajinatif.
•
Pengetahuan Sosiolinguistik (bagaimana ujaran atau kalimat dan teks dihubungkan dengan ciri-ciri lingkungan penggunaan bahasa). Pengetahuan ini mencakup: (a) pengetahuan tentang dialek/ keragaman bahasa, (b) pengetahuan tentang register, (c) pengetahuan tentang ekspresi natural dan idiomatik, (d) pengetahuan tentang acuan budaya dan kiasan.24
23
Area pengetahuan bahasa tersebut di atas ditambah lagi oleh Bachman & Palmer 24 Ibid., h. 109-110
Ahmad Muradi
35
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
(1996) dengan kompetensi strategis yang meliputi beberapa strategi metakognitif berupa: (a) penentuan tujuan, yakni menentukan apa yang orang lain lakukan; (b) penilaian, yakni memeriksa persediaan mengenai sesuatu yang diperlukan; (c) perencanaan, yakni menentukan bagaimana menggunakan apa yang orang miliki. Gabungan antara area pengetahuan bahasa dan kompetensi strategik inilah yang merupakan kemampuan bahasa (language ability).25
Asumsi dan Prinsip Pendekatan Komunikatif Menurut Ahmad Fuad Effendi, pendekatan komunikatif memiliki beberapa asumsi berikut: 1). Setiap manusia memiliki kemampuan bawaan yang disebut dengan language acquisition devide (LAD). Oleh karena itu, kemampuan bahasa bersifat kreatif dan lebih ditentukan faktor internal. 2). Pengguna bahasa tidak hanya terdiri atas empat keterampilan: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tetapi, mencakup beberapa kemampuan dalam kerangka komuniktif yang luas sesuai dengan peran peserta, situasi, dan tujuan interaksi. 3). Belajar bahasa kedua dan bahasa asing sama dengan belajar bahasa pertama, yaitu berangkat dari kebutuhan dan minat siswa. Oleh karena itu, analisis kebutuhan dan minat siswa merupakan landasan pengembangan bahan ajar. 26 Dari asumsi di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajar bahasa asing (Arab) 25 26
36
Ibid., h. 110. Ahmad Fuad Effendi, op. cit., h. 54-55.
telah memiliki kemampuan bahasa yang bersifat kreatif, yang bisa dibangkitkan dengan pendekatan internal, yaitu memunculkan minat belajar bahasa Arab. Untuk memunculkan minat, diperlukan motivasi eksternal berupa penciptaan peran pebelajar yang lebih luas dan situasi yang mendukung guna mencapai tujuan interaksi dalam komunikasi yang dikehendaki. Karena itu, perlu dirancang kegiatan untuk mengetahui kebutuhan dan minat pebelajar terhadap bahasa, misalnya dengan analisis kebutuhan dan minat. Tentang prinsip pendekatan komunikatif, Angela Scarino dkk (1994) menyatakan bahwa tujuan utama semua pembelajaran bahasa adalah membantu pebelajar mampu menggunakan bahasa target yang bisa dicapai dengan berbagai cara dan pendekatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang guru harus mengetahui prinsip-prinsip belajar bahasa yang harus diwujudkan ke dalam kegiatan pengajarannya. Secara ringkas, prinsip pendekatan komunikatif menurut Scarino dkk adalah: pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila berada dalam delapan kondisi berikut: 1) ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat; 2) ia diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam penggunaan bahasa sasaran secara komunikatif dalam beragam aktivitas; 3) ia ditunjukkan pada data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya; 4) ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya pada bentuk, keterampilan, dan strategi yang mendukung proses pemerolehan bahasa;
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
5) ia dibeberkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya yang menjadi bagian dari bahasa sasaran;
8) Kekeliruan dapat diterima dan dinilai sebagai hal yang alami dalam pengembangan keterampilan komunikasi.
6) ia menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya;
9) Guru bertanggung jawab dalam menentukan situasi yang disukai untuk pengembangan komunikasi.
7) ia diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan belajarnya; 8) ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajarannya sendiri.27 Littlewood (1981) lebih merinci prinsip-prinsip pengajaran bahasa dalam pendekatan komunikatif sebagai berikut: 1) Bahasa yang disajikan adalah bahasa yang autentik, dipergunakan dalam realita kontekstual. 2) Bahasa tersebut dapat dipahami maksudnya oleh pembicara atau penulis sebagai bagian dari kompetensi komunikatif. 3) Sasaran bahasa adalah wahana untuk komunikasi kelas, bukan sekadar objek belajar. 4) Satu fungsi dapat memiliki beberapa bentuk bahasa; fokus belajarnya bahasa yang digunakan secara realita; dan varian bentuk bahasa disajikan bersama-sama. 5) Pebelajar mempelajari kalimat dalam suatu wacana, seperti kohesi dan koherensi. 6) Pebelajar dapat menentukan keadaan belajar sesuai dengan realita komunikatif sehingga pembicara dapat langsung menerima umpan balik dari pendengar. 7) Pebelajar diberi kesempatan untuk mengekspresikan ide dan opini mereka.
10) Interaksi komunikasi mendorong hubungan kerjasama antarpembelajar. Interaksi ini merupakan kesempatan bagi pebelajar untuk memahami atau negosiasi makna. 11) Konteks sosial dalam even komunikasi merupakan hal penting dalam pengungkapan makna yang diberikan. 12) Belajar menggunakan bahasa yang tepat merupakan bagian penting dalam kompetensi komunikatif. 13) Guru berlaku sebagai pembimbing dalam aktivitas komunikasi. 14) Dalam komunikasi, pembicara dapat memilih tentang apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannnya. 15) Para pebelajar mempelajari gramatika dan kosakata melalui fungsi, konteks situasional, dan peran pada teman bicara. 16) Para pembelajar diberikan ruang untuk mengembangkan strategi dalam memahami bahasa sebagaimana yang digunakan para penutur bahasa tersebut.28
Ciri-ciri Pendekatan Komunikatif Ciri-ciri pelaksanaan pendekatan komunikatif menurut Finochiaro dan Brum it (1983), adalah sebagai berikut: 1) Makna sangat penting; 2) Dialog, bila digunakan, berpusat pada Diane Larsen-Freeman, Techniques and Principles in Language Teaching (Oxford: Oxford University Press, 1986), h. 128-130. 28
Furqanul Azies dan A. Chaedar Alwasilah, op. cit., h. 28-32. 27
Ahmad Muradi
37
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
fungsi komunikatif dan biasanya tidak dihafalkan; 3) Kontekstualisasi merupakan pernyataan dasar; 4) Belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi; 5) Komunikasi efektif diupayakan; 6) Pengulangan bisa dipakai, tetapi tidak sentral; 7) Pengucapan dipahami;
diusahakan
yang
8) Usaha untuk berkomunikasi didorong dari awal;
20) Motivasi instrinsik akan muncul dari minat terhadap apa yang sedang dikomunikasikan dalam bahasa 29 tersebut.
bisa
Lebih ringkas, Richards & Rodgers menyebutkan ciri-ciri penggunaan pendekatan komunikatif berikut:
bisa
1) Bahasa adalah ekspresi makna.
9) Penggunaan bahasa ibu yang bijaksana diperbolehkan jika dibutuhkan; 10) Penerjemahan bisa digunakan bila bermanfaat bagi pembelajar; 11) Membaca dan menulis bisa dimulai sejak hari pertama; 12) Kompetensi komunikatif menjadi tujuan pembelajaran yang sejalan dengan kemampuan menggunakan sistem linguistik secara efektif; 13) Variasi bahasa dijadikan konsep sentral dalam bahan ajar dan metodologi; 14) Urutan ditentukan oleh pertimbangan isi, fungsi, atau makna yang mengikat minat; 15) Guru membantu dan memotivasi pebelajar dengan cara apa pun; 16) Bahasa diciptakan oleh individu yang sering mencoba dan meralat (trial and error); 17) Kefasihan bahasa yang bisa dipahami adalah tujuan utama; akurasi dinilai dari konteks bukan abstrak; 18) Pebelajar berinteraksi secara lisan dan tulisan dengan orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, berpasangan atau kelompok;
38
19) Guru tidak mengetahui secara pasti bahasa apa yang akan digunakan pebelajar;
suatu
sistem
bagi
2) Fungsi utama bahasa adalah untuk interaksi dan komunikasi. 3) Struktur bahasa mencerminkan penggunaan fungsional dan komunikatif. 4) Unit-unit bahasa tidak semata berupa ciri-ciri gramatikal dan struktural tetapi kategori makna fungsional dan komunikatif seperti dalam wacana.30
Teori Linguistik Pendekatan Komunikatif Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi, sedangkan tujuan pengajaran bahasa adalah untuk mengembangkan kompetensi komunikatif pebelajar. Hymes menyatakan bahwa teori belajar bahasa merupakan bagian dari teori umum komunikasi dan budaya. Menurutnya, kompetensi komunikatif dipahami sebagai penguasaan secara naluri yang dimiliki penutur asli untuk menggunakan dan memahami bahasa secara tepat dalam proses interaksi dan dalam hubungannya dengan konteks sosial. Dalam pengertian ini, Stern (1985) meyakini bahwa konsep kompetensi Furqanul Azies dan A. Caedar Alwasilah, op. cit., h. 5-6. 30 Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers, op. cit., h. 71. 29
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
komunikatif menyiratkan ketercukupan kompetensi linguistik di dalamnya, tetapi fokus utamanya adalah pada penguasaan secara naluri aturan-aturan sosial budaya dan makna yang terdapat dalam setiap ujaran.31 Berbeda dengan Chomsky yang menekankan pada gramatika, Halliday (1973) mende inisikan bahasa sebagai potensi makna, yakni seperangkat pilihan makna yang tersedia pada penutur-petutur dalam konteks sosial. Bagi Halliday, bahasa merupakan sarana yang memiliki fungsi di masyarakat.32 Adapun fungsi bahasa yang dimaksud menurut Halliday adalah: 1. Fungsi instrumental, yaitu menggunakan bahasa untuk memperoleh sesuatu. 2. Fungsi regulatori, yaitu menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain. 3. Fungsi interaksional, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan interaksi dengan orang lain. 4. Fungsi personal, yaitu menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan makna. 5. Fungsi heuristik, yaitu menggunakan bahasa untuk belajar dan menemukan makna. 6. Fungsi imajinatif, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia imajinasi. 7. Fungsi representasional, yaitu menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi.33 Mukhson Nawawi, op. cit., h. 108-109. Ibid., hlm 108. 33 Rusydi Ahmad Thu’aimah, op. cit., h. 119120. Juga Furqanul Azies dan A. Chaedar Alwasilah, h. 17. 31 32
Teori Belajar Bahasa Pendekatan Komunikatif Teori belajar yang mendasari pendekatan komunikatif adalah teori pemerolehan bahasa kedua secara alamiah yang berkembang di Amerika Utara setelah tahun 1970. Menurut Stern, dalam Huda (1987), pendukung teori ini beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif bila bahasa itu diajarkan secara informal melalui komunikasi langsung dalam bahasa sasaran. Sebab, pengajaran bahasa secara formal cenderung mengarahkan pembelajar untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan bahasa tetapi tidak mengarahkan penggunaan keterampilan berbahasa itu. Stern mengemukakan bahwa pada waktu berbicara, perhatian pembaca ditujukan kepada pesan yang disampaikan, bukan pada kode-kode formal bahasa. Dan, pengajaran yang menekankan penguasaan kode-kode formal (gramatika) itu tidak berhasil membuat pebelajar menggunakan bahasa dalam situasi komunikasi yang sebenarnya. Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif harus mengarahkan pebelajar untuk menguasai bahasa dalam konteks komunikatif.34 Teori selanjutnya yang mendukung pendekatan komunikatif adalah teori Krashen yang membedakan dua cara pemerolehan bahasa kedua bagi orang dewasa. Cara pertama disebut dengan pemerolehan (acquisition), yaitu berlangsung secara informal seperti seorang anak kecil belajar bahasa ibunya. Cara kedua disebut dengan belajar (learning), yaitu berlangsung melalui pengajaran formal dalam kelas tentang aturan-aturan tata bahasa.35 Krashen menjelaskan, bahwa pemerolehan merujuk kepada 34 35
Nuril Huda, op. cit., h. 311. Ibid.
Ahmad Muradi
39
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
perkembangan sistem bahasa sasaran yang tidak disadari akibat dari penggunaan bahasa tersebut untuk maksud komunikasi nyata. Sebaliknya, pembelajaran merupakan proses penguasaan gramatikal yang disadari sebagai hasil pengajaran, dan ia tidak bisa mengarah kepada pemerolehan.36 Jadi, pemerolehan bahasa kedua menjadi landasan yang kuat bagi pengajaran bahasa komunikatif. Para ahli pemerolehan bahasa kedua berbeda pandangan tentang perbedaan individu pebelajar. Fillmore (1994) menyebutkan dua pandangan berikut: 1) Perbedaan individu adalah hal penting dalam proses pemerolehan bahasa kedua karena akan memunculkan interaksi antarpembelajar. 2) Perbedaan individu tidak penting karena pemerolehan bahasa kedua dianggap sama seperti pemerolehan bahasa pertama. Hasil kajian Fillmore menunjukkan bahwa keragaman individu itu penting dalam proses pemerolehan bahasa kedua, dan bahwa keragaman itu berhubungan dengan faktor sosial dan kognitif pemerolehan bahasa kedua yang saling berinteraksi.37
Desain Pengajaran Bahasa Komunikatif Desain pengajaran bahasa secara komu-nikatif mencakup tujuan pembelajaran, silabus, aktivitas belajar mengajar, dan peran siswa, guru, dan bahan ajar. Dalam Furqanul Azies dan A. Chaedar Alwasilah, op. cit., h. 25. 37 Ibid., h. 34. 36
40
1. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran bahasa pendekatan komunikatif adalah mengantarkan siswa menuju pencapaian kompetensi berbahasa dalam berbagai situasi. Menurut Canale & Swain (1980), tujuan pengajaran bahasa komunikatif adalah memberikan siswa informasi, praktik, dan pengalaman yang diperlukan untuk kepentingan komunikasinya. Pengajaran bahasa secara komunikatif dapat membangkitkan kemampuan mencipta kalimat-kalimat gramatika, kemampuan memasukkan aspek pragmatik ke dalam keterampilan berbahasa, dan kemampuan menyesuaikan ujaran dengan komunikasi.38 Menurut Azies dan Alwasilah, tujuan khusus pengajaran bahasa komunikatif bergantung pada kebutuhan si belajar. Dalam kurikulum, tujuan pengajaran biasanya mencerminkan aspek tertentu dari kompetensi komunikatif yang sesuai dengan tingkat kemahiran dan kebutuhan komunikatif pembelajar.39
2. Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata kuliah/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, pengalaman belajar (kegiatan pembelajaran), pencapaian indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/referensi belajar. Menurut Masnur Muslich, silabus adalah produk pengembangan kurikulum yang menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, serta Ari in, Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Gramatika di SLTP Negeri I Kota Malang (Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, PPs. UM, 2002), h. 39. 39 Furqanul Azies dan A. Caedar Alwasilah, op. cit., h. 45-46. 38
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
pokok-pokok dan uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar.40 Pendekatan komunikatif memiliki desain silabus berikut: a. Silabus fungsional-nosional yang merupakan komunikatif murni yang diarahkan langsung kepada pengembangan keterampilan komunikasi. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain Alexander (1975), Van Ek (1975, 1976), Mills (1978) dan Mumby (1978). b. Silabus nosional, berorientasi pada semantik-gramatikal yang dikembangkan untuk mengatasi kelemahankelemahan silabus struktur. Silabus yang merupakan perjalinan di antara tatabahasa dan fungsi nosi. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain Wilkins (1974), Valdman (1978, 1980), Brum it (1980), Maley (1980, 1981), Maley (1980), Paulston (1981), dan Higgs dan Clifford (1982). c.
Silabus situasional atau silabus yang leksibel. Tatabahasa dan fungsi disusun saling berkaitan dan saling bergantung. Dari aspek materinya dipilih berdasarkan prediksi tentang situasi yang mungkin ditemui oleh pembelajar. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain Shaw (1979), Allen (1980) dan Yalden (1980).41
Kelompok pertama terlalu ekstrem karena meninggalkan sama sekali gramatika. Kelompok kedua berupaya menjalin gramatika dan fungsi-nosi. Antara gramatika dan fungsi-nosi memiliki kedudukan yang Masnur Muslich, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), h. 23 . 41 Nurul Murtadho, op. cit., h. 31-31 40
linier atau sejajar. Sementara, kelompok ketiga tidak tegas karena bisa condong ke gramatika dan bisa ke fungsi-nosi.42 Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab bagi masyarakat Indonesia, pendekatan komunikatif memiliki asumsi bahwa kemampuan bahasa bersifat kreatif, bahasa fungsional bergantung pada situasi, dan pembelajaran bahasa kedua/asing (Arab) harus berangkat dari kebutuhan dan minat pembelajar. Karena itu, silabus yang tepat digunakan adalah silabus situasional atau leksibel. Sebab, menurut Howatt dalam Thuʻaimah dan alNaqah (2006), pendekatan komunikatif mempunyai dua versi, yaitu pertama, versi lemah (weak version), yakni dalam pembelajaran bahasa asing, pebelajar diberi kesempatan menggunakan bahasa untuk tujuan komunikasi. Kedua, versi kuat (strong version), yakni mempelajari bahasa untuk memperoleh komunikasi murni.43 Menurut Yalden (1987), penyusunan desain silabus komunikatif harus melibatkan sejumlah faktor di luar linguistik, seperti lingkungan pendidikan, karakteristik pebelajar, keadaan institusi penyelenggara pendidikan, bahkan masyarakat tempat proses pembelajaran bahasa. Yalden menawarkan prinsip penyusunan silabus komunikatif yang mencakup: a. Pertimbangan yang serinci mungkin mengenai tujuan yang akan diperoleh oleh para pembelajar dalam bahasa sasaran; b. Beberapa gagasan mengenai lingkungan yang merupakan wadah mereka akan menggunakan bahasa sasaran; Ari in, op. cit., h. 41 Rusydi Ahmad Thu’aimah dan Mahmud Kamil al-Nâ qah, Ta’lîm al-Lughah Ittishâliyan Baina al-Manâhij wa al-Istirâjiyyah (Rabath: Isesco, 2006), h. 56 42 43
Ahmad Muradi
41
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Peranan yang dibatasi secara sosial yang akan dimainkan oleh para pembelajar di dalam bahasa sasaran di samping peranan lawan bicara mereka; Peristiwa-peristiwa komunikatif yang merupakan wadah para pembelajar akan berpartisipasi: situasi sehari-hari, situasi profesi, situasi akademik, dan sebagainya; Fungsi-fungsi bahasa yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa tersebut, atau apa yang perlu dapat dilakukan dengan dan melalui bahasa sasaran tersebut; Nosi-nosi yang terlibat, atau apa yang perlu dapat diperbincangkan oleh pembelajar; Keterampilan-keterampilan yang terlibat dalam penyatupaduan wacana; keterampilan-keterampilan berwacana dan retoris; Variasi bahasa sasaran yang akan diperlukan dan tingkatan dalam bahasa lisan dan bahasa tulisan yang perlu dicapai oleh para pembelajar; Unsur-unsur gramatikal yang akan diperlukan; Unsur-unsur leksikal yang akan diperlukan.44
sesuai dengan pendekatan komunikatif tidak terbatas, asalkan pelatihan itu membantu pelajar meraih tujuan komunikatif yang ada dalam kurikulum, melibatkan pelajar dalam berkomunikasi, dan menggunakan prosesproses komunikatif.46 Selanjutnya, Morrow mengatakan bahwa aktivitas yang betul-betul komunikatif harus memenuhi tiga kriteria, yaitu: ada kesenjangan informasi, ada pemilihan, dan ada umpan balik. Kesenjangan informasi terjadi jika ada pertukaran informasi tertentu. Selain itu, aktivitas di dalam kelas memberi kesempatan kepada pebelajar untuk menggunakan bahasa secara kreatif dengan cara memilih bebas apa yang diungkapkan dan bagaimana pengungkapannya. Dalam komunikasi yang komunikatif melalui umpan balik yang diberikan oleh penerima, pembicara dapat mengevaluasi apakah tujuan pembicaraan telah tercapai atau belum.47
4. Peran Siswa, Guru, dan Bahan Ajar
Aktivitas belajar-mengajar pada pendekatan komunikatif menekankan pembinaan dan pengembangan kompetensi komunikatif. Nababan (1993) mengungkapkan bahwa hanya aktivitas komunikasi realistis yang mendorong pebelajar beraktivitas dengan bahasa yang dipelajarinya sehingga mencapai tugas yang bermakna.45 Azies dan Alwasilah (2000) menegaskan bahwa cakupan aktivitas yang
Menurut Candlin, peran siswa dalam pembelajaran berbasis komunikatif adalah sebagai negosiator antara dirinya, proses belajar, dan objek pembelajaran sehingga dapat berinteraksi dengan peran negosiator bersama dalam kelompok serta dalam prosedur dan aktivitas kelas yang dijalani kelompok. Implikasinya bagi siswa adalah ia harus menyumbangkan sebisa mungkin dari apa yang ia peroleh, lalu ia belajar secara bebas. Maksud peran negosiator adalah semua yang terlibat dalam proses pembelajaran harus mengakui bahwa siswa sudah memiliki referensi pembelajaran yang semestinya. Peran ini akan mempengaruhi dan sekaligus dipengaruhi oleh negosiator
Janice Yalden, The Communicative Syllabus (USA : Prentice-Hall Internatonal, 1987), h. 86-87. 45 Ari in, op. cit., h. 43.
Furqanul Azies dan A. Chaedar Alwasilah, op. cit., h. 57. 47 Ari in, op. cit., h. 44.
j.
3. Aktivitas Belajar Mengajar
44
42
46
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
yang bergabung dengan kelompoknya sehingga mewarnai prosedur dan aktivitas belajar secara keseluruhan.48 Baradja (1990) menegaskan bahwa siswa diharapkan memiliki motivasi yang tinggi dalam penggunaan bahasa kedua. Mereka didorong untuk mendapatkan sebanyak mungkin masukan dari segala sumber, harus tahu apa yang akan dilakukan, memahami tujuan pengajaran, dan dihormati sebagai teman serta tidak boleh merasa takut dalam menggunakan bahasa target.49 Dalam pembelajaran bahasa komunikatif, guru berperan sebagai fasilitator. Sebagai individu yang mengetahui arah pengajaran, guru berperan dan mengkoordinasi kegiatan siswa. Untuk mencapai tujuan pengajaran, terutama dalam pengajaran membaca dan menulis, guru bisa juga berperan sebagai pengajar biasa: menyajikan materi, memberikan latihan, melakukan evaluasi, dan memberikan umpan balik.50 Breen dan Candlin (1980), dalam Azies dan Alwasilah, menambahkan bahwa guru memiliki dua peran utama, yaitu (1) mempermudah komunikasi antarsemua siswa di kelas dan antarpeserta dalam teks disertai beragam aktivitas, (2) bertindak sebagai partisipan independen dalam kelompok belajar mengajar.51 Selanjutnya, bahan ajar atau materi pelajaran harus diambil dari sampel bahan yang otentik, yaitu sampel yang diambil dari penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi sesungguhnya.52 Tidak ada satu buku teks yang diwajibkan atau dianjurkan. Buku teks, rekaman kaset, atau apa pun yang Azies dan Alwasilah, op. cit., h. 74. Ari in, op. cit., h. 45 50 Nuril Huda, op. cit., h. 317 51 Furqanul Azies dan A. Caedar Alwasilah, op. cit., h. 73 52 Diane Larsen-Freeman, op. cit., h. 136 48 49
dapat membantu mencapai tujuan langsung proses belajar mengajar dapat digunakan. Richards & Rodgers menyebutkan tiga jenis utama bahan ajar yang digunakan di dalam pengajaran bahasa komunikatif, yaitu (1) bahan ajar tekstual, seperti buku Communicate (1979) karya Morrow dan Johnson yang tidak memiliki satu pun dialog, pengulangan, atau pola kalimat seperti biasanya, (2) bahan ajar tugas, yaitu bahan ajar yang berisi permainan, simulasi, dan aktivitas berdasarkan tugas yang telah disiapkan untuk menunjang pengajaran bahasa komunikatif, dan (3) bahan ajar realitas, yaitu bahan-bahan otentik dari kehidupan dalam ruang kelas, seperti yang bersumber dari majalah iklan, surat kabar, atau sumber-sumber visual dan gra is.53
Prosedur Pengajaran Bahasa Komunikatif Azies dan Alwasilah mengemukakan bahwa prosedur pengajaran pendekatan komunikatif itu sulit dilakukan karena dua faktor. Pertama, prinsip-prinsip komunikatif bisa diaplikasikan dalam pengajaran semua keterampilan. Kedua, terdapat keragaman yang luas pada aktivitas dan jenis-jenis latihan yang dibahas dalam literatur pengajaran bahasa komunikatif.54 Namun, ada beberapa prosedur umum pengajaran bahasa komunikatif yang dikembangkan para ahli, seperti Finochairo dan Brum it (1993) yang menawarkan garis besar pengajaran fungsi bahasa (making suggestion) bagi pembelajaran tingkat awal sekolah menengah pertama yang dilanjutkan Harmer dengan communication continum.55 Jack C. Richards and Theodore S. Rodgers, op. cit., h. 79-80. 54 Furqanul Azies dan A. Chaedar Alwasilah, op. cit., h. 77. 55 Ibid., hh. 77-81. 53
Ahmad Muradi
43
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Prosedur pembelajaran bahasa komunikatif menurut Finochairo dan Brum it adalah sebagai berikut: 1. penyajian dialog singkat yang didahului pembangkitan motivasi siswa berkaitan dengan situasi, fungsi dialog, dan latar belakang pengalaman; 2. pelatihan oral secara kelompok dan individu; 3. tanya jawab berkaitan topik dan situasi dialog; 4. tanya jawab tentang pengalaman pribadi siswa terkait tema dialog; 5. pembahasan satu ungkapan atau struktur dari luar dialog dalam bentuk dialog singkat yang lain; 6. penemuan dan re leksi siswa pada kaidah yang mendasari ungkapan fungsional atau struktur; 7. pengenalan lisan atau aktivitas interpretatif;
Teknik yang sama disampaikan oleh Abbs dan Freebairn dalam bukunya, Starting Strategies (dalam Littlewood [1981]). Dalam buku ini, butir-butir pengajaran disajikan dalam bentuk dialog. Butir-butir gramatika dipisahkan untuk pelatihan terkontrol, kemudian dilakukan aktivitas yang lebih bebas. Pelatihan pasangan dan kelompok disarankan untuk mendorong siswa menggunakan bahasa dan melatih fungsi dan bentuk. Littlewood (1981) menggambarkan rangkaian kegiatankegiatan tersebut sebagai berikut. Pre-Communicative activities Struktural activities Quasi-Communicative activities Communicative activities Functionalcommunicative activities
8. aktivitas produksi lisan, mulai dari yang terbimbing hingga yang lebih bebas; 9. menyalin dialog singkat dalam modul atau teks pelajaran; 10. pemberian tugas tulis untuk pekerjaan rumah (bila ada); dan 11. evaluasi pembelajaran secara lisan. Selanjutnya, Alexander (1978) dalam Mainline Beginner menganjurkan prosedur yang memasukkan butir-butir pengajaran baru dalam dialog, tetapi setiap unit mempunyai fokus fungsional yang jelas. Prosedur ini dimulai dengan pelatihan polapola gramatikal utama secara terkontrol, lalu kontekstualisasi butir-butir pengajaran melalui latihan situasional yang diikuti pelatihan lebih bebas seperti main peran atau improvisasi.
44
Social interaction activities
Bagan: Landasan Prodesur PBK Struktural-Situasional Pandangan Littlewood ini ditafsirkan oleh Harmer dengan mengajukan communication continum. Menurut Littlewood, pembelajaran pendekatan komunikatif harus dimulai dengan aktivitas nonkomunikatif menuju aktivitas komunikatif. Pada tahap non-komunikatif, siswa tidak memiliki keinginan berkomunikasi, tidak memiliki tujuan untuk berkomunikasi. Aktivitas pembelajaran menekankan bentuk daripada isi dan terfokus pada suatu variasi bahasa. Guru banyak melakukan intervensi, dan bahan ajar memegang peranan penting. Dalam aktivitas komunikatif, siswa sudah
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
memiliki keinginan komunikasi dan tujuan komunikatif. Karena itu, pembelajaran berkonsentrasi pada bentuk sekaligus pada isi. Kemudian, guru tidak lagi banyak campur tangan, dan kontrol bahan ajar mulai berkurang. Pandangan tentang prosedur pengajaran bahasa komunikatif tersebut di atas mendapat sanggahan dari Savignon tidak mengakui Savignon.56 kontrol yang memadai dari pebelajar atas keterampilan individunya, seperti pengucapan, tata bahasa, dan kosakata, sebelum menerapkannya pada tugastugas komunikatif. Dia berkeyakinan bahwa pelatihan komunikatif sudah bisa diberikan sejak awal pengajaran. Dengan demikian, prosedur pengajaran berdasarkan pendekatan komunikatif masih bervariasi. Karena itu, guru dapat memilih prosedur yang cocok, memodi ikasinya, atau menciptakan sendiri prosedur yang sesuai dengan situasi dan kebutuhannya.
Evaluasi Pengajaran bahasa Komunikatif Evaluasi adalah proses penilaian. Evaluasi, menurut Gronlund dan Linn, adalah suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data-data untuk menentukan apakah seorang peserta didik dipandang telah mencapai target pengetahuan atau keterampilan yang dirumuskan dalam tujuan pengajaran.57 Suchman memandang evaluasi sebagai proses menentukan hasil dari beberapa kegiatan yang telah direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan. Ia Ibid., h. 81. M. Ainin, dkk., Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab (Malang: Misykat, 2006), h. 3. 56 57
merupakan kegiatan-informasi tentang bekerjanya sesuatu untuk menentukan alternatif pengambilan keputusan.58 Dari proses penilaian atau evaluasi, akan diperoleh data tentang: pencapaian tujuan pembelajaran, efektivitas metode dan model yang dipergunakan dalam pembelajaran, perubahan tingkah laku siswa sesuai tujuan pembelajaran, dan feed back yang bermanfaat bagi guru untuk perbaikan pembelajaran.59 Untuk mengukur pencapai tujuan itu diperlukan antara lain tes yang baik. Dalam pengajaran bahasa komunikatif, tes yang digunakan untuk mengukur hasil dan kemajuan belajar adalah tes komunikatif. Tes-tes bahasa berdasarkan pendekatan komunikatif memiliki keotentikan tinggi apabila mengakomodasi prinsip pemakaian bahasa sehari-hari dan bahan-bahan tesnya digunakan alami atau tidak dimanipulasi, seperti bacaan dari majalah dan surat kabar, rekaman acara radio atau televisi, dan tugastugas yang mendekati keadaan sebenarnya, seperti interviu, pidato, menulis surat yang mengandung unsur sosiolinguistik dan sebagainya. Djiwandono (2008) menegaskan bahwa penggunaan bentuk tes komunikatif hendaknya beragam; penggunaan bentuk tes tertentu hanya cocok untuk variasi bahasa tertentu; dan penggunaan tes beragam bisa menjangkau berbagai variasi bahasa sesuai dengan hakikat penggunaan bahasa dalam berkomunikasi.60 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 29. Juga, Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1984), h. 3. 59 Retnayu Prasetyanti, Modul Evaluasi Pembelajaran Seni Budaya (Surabaya: UNESA, 2008), h. 8. 60 Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa, Pegangan Bagi Pengajar Bahasa (Jakarta: PT Indeks, 2008), h. 28 dan 30. 58
Ahmad Muradi
45
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Penerapan kemampuan komunikatif pada tes bahasa komunikatif harus didasarkan pada rincian rumusan yang banyak digunakan, yang memahami kemampuan komunikatif itu terdiri dari kemampuan linguistik, sosiolinguistik, wacana, dan trategis.61 Adapun ciri-ciri tes bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah: a. Isi dan pilihan topik beragam sesuai dengan latar belakang dan tujuan. b. Sumber pemilihan bahan penguasaan bahasa diorientasikan pada bidang kajian umum akademik dan penggunaan bahasa sehari-hari. c.
Jenis bahan rujukan berasal dari buku, jurnal, majalah, dan surat kabar.
d. Jenis dan format tes beragam, termasuk subjektif dan objektif, tanpa pertanyaan dengan jawaban ya-tidak, monolog, interviu, dan pembicaraan dengan penguji.62
Simpulan Dari penjelasan di atas, dapat ditarik simpulan berikut: 1. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Karena itu, pembelajaran bahasa Arab di
madrasah harus diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam bermacam-macam fungsi dan disajikan dalam konteks yang bermakna, tidak dalam bentuk kalimat lepas. 2. Terdapat dua corak pendekatan komunikatif. Pertama, yang masih mementingkan aspek gramatika yang bersifat fungsional. Kedua, yang mementingkan aspek sosiolinguistik sebagai latar dan situasi penggunaan bahasa. 3. Pembelajaran bahasa Arab dengan pendekatan komunikatif sebaiknya bersifat kreatif yang bisa membangkitkan minat belajar bahasa Arab dan motivasi berperan dalam aktivitas komunikatif, serta menciptakan situasi yang mendukung tujuan komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan dan minat pebelajar terhadap bahasa Arab. 4. Tujuan pembelajaran bahasa dalam pendekatan komunikatif adalah agar siswa memiliki kompetensi berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang dipelajarinya dalam berbagai situasi sosial dan fungsional. []
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi (Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 2010), h. 303. Daftar Rujukan 62 Soenardi Djiwandono, op. cit., h. 111. 61
Ainin, Moh., dkk., Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2006. Ari in, "Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pengajaran Gramatika di SLTP Negeri I Kota Malang". Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, PPs. UM, 2002. Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2010), h. 303. 62 Soenardi Djiwandono, op. cit., h. 111. 61
46
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Azies, Furqanul dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif, Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2000. Badri, Kamal Ibrahim dan Shalih Muhammad Nashir, Usus Ta'lîm al-Lughah al-Ajnabiyyah, Jakarta: LIPIA, t.th. Badri, Kamal Ibrahim, "Thuruq Ta'lîm al-Lughah al-Ajnabiyyah" dalam al-Thuruq al-‘Ammah fı̂ Tadrı̂s al-Lughah, Jakarta: LIPIA, t.th. Brown, H. Douglas, Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, alih bahasa: Noor Cholis dan Yusi Avianto Pareanom, Jakarta: Kedutaan Amerika Serikat, 2007. Canale, Michael dan Merrill Swain, Theoretical Bases of Communicative Approaches to Second Language Teaching and Testing, Oxford: Oxford University Press, 1980. Djiwandono, M. Soenardi, Tes Bahasa dalam Pengajaran, Bandung: ITB, 1996. ––––––, Tes Bahasa, Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, Jakarta: PT. Indeks, 2008. Effendi, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2005. Huda, Nuril, “Metode Audiolingual Vs. Metode Komunikatif: Suatu Perbandingan”, Makalah, Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atmajaya, Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, September 1987 Larsen-Freeman, Diane, Techniques and Principles In Language Teaching, Oxford: Oxford University Press, 1980. Murtadho, Nurul, Silabus Matakuliah Keterampilan Berbicara Dengan Pendekatan Komunikatif Untuk Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Arab JPBA FPBS IKIP Malang. Tesis, Tidak Diterbitkan, Malang: IKIP Malang, 1991. Muslich, Masnur, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta, Bumi Aksara: 2007. Nababan, P.W.J, Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya), Jakarta: Depdiknas, 1987. Nawawi, Mukhson, “Landasan Teoritis Filoso is Metode Pengajaran Bahasa”, Makalah, Muktamar Internasional ADIA di Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maliki Malang, 12-14 Oktober 2010 Nurgiyantoro, Burhan, Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis Kompetensi, Yogyakarta: BPFEYogyakarta, 2010. Prasetyanti, Retnayu, Modul Evaluasi Pembelajaran Seni Budaya, Surabaya: UNESA, 2008. Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung, PT. Remaja Rosda Karya, 1984. Richards, Jack C. dan Theodore S. Rodgers, Approaches and Methods in Language Teaching, Cambridge, Cambridge University Press, 1992. Richards, Jack C., Curriculum Development in Language Teaching, terjemah Nashir bin 'Abdullah bin Ghali dan Shalih bin Nashir al-Syuwairikh (Tathwîr Manâhij Ta'lîm al-Lughah), PDF. Sumardi, Muljanto (ed), Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996. Sya i’i, Imam, Kompetensi Kebahasaan dan Kompetensi Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa, Malang: IKIP, 1991. Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Kompetensi Bahasa, Bandung: Angkasa, 1990. Thuʻaimah, Rusydi Ahmad dan Mahmud Kamil al-Naqah, Taʻlîm al-Lughah Ittishâliyan Baina alManâhij wa al-Istirâtîjiyyah, Rabath: ISESCO, 2006. ––––––, Ta'lı̂m al-'Arabiyyah li-Ghair al-Nâthiqîn bihâ Manâhijuhu wa Asâlîbuhu, Rabath: Isesco, 1989.
Ahmad Muradi
47
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
48
Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahara Arab
PROGRAM PENYIAPAN DAN PEMBINAAN GURU BAHASA ARAB PROFESIONAL DI INDONESIA* Asep M Tamam Universitas Islam Negeri Gunung Djati Bandung email :
[email protected]
Abstract Professional Arabic teacher preparation program in Indonesia still faces various problems in its regulation and implementation, such as absence of the institution concerned and unavailability of qualified teachers applicant. This article explains how to prepare and develop professional Arabic teachers with integrated programs that will improve the quality of Arabic instruction in Indonesia. Additionally, the competence and professionalism of Indonesian Arabic teachers are increasing in the future.
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻻ ﺗﺰﺍﻝ ﺍﻟ ﺮﺍﻣﺞ ﻹﻋﺪﺍﺩ ﺍﳌﻌﻠﻤ ﻥ ﺍﳌهﻨﻴ ﻥ ي ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﺈﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺎ ﺗﻮﺍﺟﻪ ﺍﳌﺸكﻼﺕ ﺍﻟكﻼﺳﻴﻜﻴﺔ . ﻣﺜﻞ ﻋﺪﻡ ﺍﳌﺆﺳﺴﺔ ﺍﳌﻨﻈﻤﺔ ﻟﻠ ﺮﺍﻣﺢ ﺍﳌﺘكﺎﻣﻠﺔ ﻭﻋﺪﻡ ﺗﻮﻓﺮﺍﳌﺮشح ﻥ ﳌﺪﺭﺳ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ،ي ﺍﻟﺘﻨﻈﻴﻢ ﻭﺍﻟﺘﻨﻔﻴﺬ ﺗﻮضح هﺬﻩ ﺍﳌﻘﺎﻟﺔ ﺍﻷﻓكﺎﺭﻋﻦ ﺇﻋﺪﺍﺩ ﻣﺪﺭﺳ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﳌهﻨﻴ ﻥ ﻭﺗﺮﻗﻴﺔ ﻗﺪﺭﺍ ﻢ ي ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺑﺎﻟ ﺮﺍﻣﺞ ﺍﳌﺘكﺎﻣﻠﺔ ﺳﻮﻑ ﺗ ﺮ ى ﻛﻔﺎﺀﺓ ﻭﻣهﻨﻴﺔ ﻣﺪﺭﺳ، ﺇﺿﺎﻓﺔ ﺇ ى ﺫﻟﻚ.ﺍﻟ ﻣﻦ ﺷﺄ ﺎ ﺗﺤﺴ ﻥ ﻧﻮﻋﻴﺔ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ي ﺇﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺎ .ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ي ﺇﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺎ Kata Kunci: guru bahasa Arab, profesional, program penyiapan, pembinaan Pendahuluan Setiap bahasa di dunia memiliki ciri khas unik yang melahirkan watak bahasa, dan watak bahasa menggambarkan alur sejarah serta dimensi budaya yang mengitarinya. Di antara ciri khas unik bahasa Arab adalah keberlimpahan kosa katanya, ketinggian cita rasanya, dan pengaruhnya yang mendalam bagi para penggunanya. Ibnu Khaldun,1 Nama lengkapnya, Abu Zaid ʻAbd alRahman bin Muhammad bin Khaldun al-Khadhrami. Di kalangan pemikir dan ilmuwan Barat, dia sangat dikenal karena pemikirannya dianggap baru dan original. Lahir di Tunisia, 27 Mei 1332/732 H dan wafat 9 Maret 1406/808 H. Dia dianggap sebagai bapak pendiri ilmu historiogra i, sosiologi, dan ekonomi. Badri Yatim, Historiogra i Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 139-144, atau Azyumardi Azra, Historiogra i Islam Kontemporer 1
dalam Muqaddimah2-nya, menuturkan, “Talenta berbahasa bagi bangsa Arab telah menjadikan bahasa ini memiliki kekuatan dalam berbagai ungkapannya”.3 (Jakarta: PT SUN, 2003), h. 411, juga en.wikipedia. org/wiki/Ibn_Khaldun. 2 Buku fenomenal karya Ibnu Khaldun. Pengaruh buku ini tidak hanya terjadi di dunia Islam tetapi juga pada peradaban Barat. Orang Yunani menyebut karya Ibnu Khaldun ini sebagai Prolegomena. Sejumlah pemikir sepakat bahwa Muqaddimah adalah karya pertama yang mengkaji ilsafat sejarah, ilmu sosial, demogra i, historiogra i, serta sejarah budaya. Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, terjemahan (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 504-505 atau Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), h. 23-29, atau lihat: hbis. wordpress.com/200910/24. 3 Ibnu Khaldun, Muqaddimah (Beirut: Dâ r Ihya al-Turats al-ʻArabi), h. 547.
*Naskah diterima: 11 Maret 2014, direvisi: 16 April 2014, disetujui: 23 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Ungkapan-ungkapan bangsa Arab memiliki otoritas yang kuat dan sulit dicari tandingannya. Muhammad ʻAbid al-Jabiri4 menyebutkan bahwa otoritas yang ada dalam bahasa Arab tidak hanya mengekspresikan kekuatan bahasa tetapi juga kekuatan bangsa Arab. Mengapa demikian? Sebab, hanya orang Arab yang mampu menguasai bahasa ini dan meninggikannya sampai tingkat ekspresi bayânî yang membedakan mereka dari bangsa yang lain.5 Kekuatan yang terkandung dalam bahasa Arab menjadikannya terpilih sebagai bahasa kitab suci terbesar sepanjang sejarah manusia, yaitu al-Qurʼan. Kekuatan yang terkandung dalam bahasa al-Qurʼan terbukti telah melemahkan bahasa lainnya untuk diterjemahkan ke selain bahasa Arab. Bahasa al-Qurʼan tidak seperti bahasa Injil yang berbahasa Siryani yang telah berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Habasyah (Ethiopia) dan bahasa Romawi dengan rasa bahasa yang tidak banyak berbeda. Bahasa Arab telah berhasil menjadi bahasa yang bisa menerjemahkan bahasa Taurat dan Zabur dengan sangat baik. Hal ini karena bangsa-bangsa di luar bangsa Arab tidak memiliki keluasan bahasa yang bisa menampung berbagai ungkapan kehidupan sehari-hari seluas bahasa Arab.6 Dengan unsur kekuatan yang dikandungnya, bahasa Arab memiliki akar sejarah yang panjang. Ia menyebar ke seluruh ʻpori-poriʼ bumi Lahir di kota Fije, Maroko, tahun 1936. Meraih gelar doktor dari Universitas Rabat, Maroko. Ia adalah intelektual muslim kaliber internasonal dengan gagasan-gagasan kritisnya berkenaan dengan wacana keislaman mutakhir. Lihat: www.uin-Malang.ac.id/index.php. 5 Muhammed ʻAbid al-Jâ birı̂, Takwîn al-ʻAql al-ʻArabî, terjemahan (Yogyakarta: IECiSoD, 2003), h. 121. 6 Nayif Mahmud Maʻruf, Khashâʼish alʻArabiyyah wa Tharâʼiq Tadrîsihâ (Beirut: Dar alNafaʼis, 1985), h. 37. 4
50
seiring dengan perjalanan Islam, agama yang membawanya merembes dari Jazirah Arab ke berbagai negara di luar Arab.7 Indonesia merupakan negara yang akrab dan lekat dengan bahasa Arab. Pada abad ke-7 Masehi, bahasa Arab datang di Indonesia bersamaan dengan datangnya agama Islam.8 Ajaran Islam mendapat sambutan yang baik dari warga pribumi. Mesjid-mesjid dibangun, lembaga-lembaga pendidikan sederhana didirikan, dan proses Islamisasi digiatkan. Mulailah Bahasa Arab lalu mengalahkan dan menyisihkan bahasa asli wilayah yang didatanginya, seperti yang terjadi di Mesir, Syam, Yaman, Afrika Utara, dan lainnya. Namun, sementara Arabisasi berjalan di negara-negara yang didatangi, ada beberapa wilayah atau negara yang masih tetap menggunakan bahasa asli mereka sebagai bahasa keseharian meskipun mereka memilih Islam sebagai agama mereka. Di antaranya adalah bahasa Naubi di selatan Mesir dan Sudan Utara dan Tengah, juga bahasa Kurdi di Irak, bahasa Armania di Syam, bahasa Barbar di Afrika Utara, dan lainnya. Lihat Dardarar Ghafur Hamdamin al-Baliki dalam makalahnya “Taʻlîm al-ʻArabiyyah ‘alâ al-Mustawâ al-Jâmiʻî î Iqlîm Kurdistân al-Irâqˮ yang dipresentasikan pada Seminar Internasional Bahasa Arab di Malang Jawa Timur 23-25 November (Malang: Universitas Negeri Malang, 2008), h. 210, atau juga makalah Ishak Rahmani, al-Mâddah alMuqtarahah li Taʻlîm Mukâlamah ‘Arabiyah li Thullâb al-Lughah al-‘Arabiyyah bi al-Jâmi‘ah al-Îrâniyyah yang disampaikan pada seminar internasional bahasa Arab di Universitas Islam al-Azhar (UIA) Jakarta, 22-24 Juli 2010, h. 61. 8 Kedatangan Islam ke Indonesia masih dalam perdebatan, setidaknya ada 3 pendapat kapan pertama kali Islam datang ke Indonesia. Pertama, pendapat sarjana-sarjana orientalis Barat, seperti Snouck Hurgronje, yang mengatakan bahwa Islam masuk di Indonesia pada abad ke-13. Kedua, pendapat sarjana-sarjana Muslim, seperti Hamka, yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (+ abad ke 7 sampai 8 M). Ketiga, sarjana muslim kontemporer, seperti Tau ik Abdullah, yang mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Tau ik menyatakan bahwa Islam betul masuk Indonesia pada abad ke-7 atau 8 masehi, namun secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad 13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai. Lihat Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2005) h. 7. 7
Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Propesional di Indonesia
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
bahasa Arab diajarkan dan diberikan porsi perhatian yang berangsur terus beranjak. Pada perkembangan selanjutnya, bahasa Arab menempati posisi signi ikan karena hubungannya yang erat dengan akidah dan amaliah keagamaan sehari-hari. Akidah dan amaliah keagamaan menjadi faktor utama pengajaran bahasa Arab untuk pertama kali di Indonesia selain beberapa faktor lainnya, seperti perdagangan (ekonomi), sosial, budaya, dan politik.9 Pada masa penjajahan Belanda, banyak mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Timur Tengah. Mereka pada umumnya mempelajari bahasa Arab bukan sebagai alat, melainkan sebagai tujuan. Setelah pulang ke tanah air, mereka banyak membawa semangat keilmuan yang tengah melanda negeri-negeri tersebut, tidak saja dalam pendidikan dan pemikiran agama, tapi juga dalam metode pengajaran bahasa Arab. Karena itu, di Padang, Abdulah Ahmad mendirikan madrasah Adabiyah (1909), dua bersaudara Zaenuddin Labay el-Yunusi dan Rahmah Labay el-Yunusiah mendirikan Diniyah Putra (1915) dan Diniyah Putri (1923), dan Ustadz Mahmud Yunus mendirikan sekolah Normal School (1931) yang kemudian dikembangkan di Jawa oleh KH. Imam Zarkasyi di Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah Gontor Ponorogo.10 Langkah-langkah penting dalam penguatan pengajaran bahasa Arab di Indonesia terus berlangsung. Pemerintah terus mengembangkan berbagai hal yang bisa mengakselerasi pemahaman dan penguasaan aneka kemahiran berbahasa 9 ʻAbd al-Tawwâ b ʻAbdullah ʻAbd al-Tawwâ b, Iʻdâd Muʻallimî al-Lughah al-‘Arabiyyah î al-Jâmiʻah al-Indûnîsiyyah (Jakarta: ‘Imadah Syuʼû n al-Maʻâ hid fı̂ al-Khâ rij, 1992), h. 8. 10 Ahmad Fuad Effendi, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab (Malang: Misykat, 2004), h. 24 atau Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Humaniora, 2004), h. 47.
bagi putra putrinya. Kementerian Agama dan Departemen Pendidikan terus berupaya mentradisikan pembelajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Berbagai diskusi dan seminar bahasa Arab bertaraf nasional dan internasional tak henti diselenggarakan dalam rangka saling memberi informasi tentang berbagai harapan, tantangan, hambatan, dan kemudian saling memberi masukan tentang solusi pemecahan berbagai masalahnya. Berbagai pelatihan, kursus, dan pendidikan bahasa Arab bagi para guru dan pengajar bahasa Arab pun selalu diadakan bersamaan dengan evaluasi kurikulum dan silabus yang diajarkan. Namun demikian, hasil dari upaya ini masih belum berhasil, bahkan mendapatkan kendala dan permasalahan krusial. Bukubuku yang mengupas tentang cakrawala kebahasaaraban sering kali menyuguhkan berbagai problematika klasik yang menggelayuti pengajaran bahasa Arab di Indonesia. Menurut hipotesa penulis, beberapa faktor terpenting dari kegagalan itu adalah banyak lembaga pendidikan di Indonesia yang tidak diimbangi penyediaan tenaga profesional dalam pengajaran bahasa Arab.11 Secara umum, di beberapa (banyak) lembaga pendidikan Islam di Indonesia, dari mulai tingkatan SD/MI, SMP/MTs, SMU/Aliyah, hingga perguruan tinggi Islam, para guru bahasa Arab masih didominasi oleh mereka yang bukan Dalam hal ini, Center of Excellence PBA IAIC Institut Agama Islam Cipasung, Tasikmalaya, pernah menyelenggarakan penelitian dengan mengundang lebih dari 200 orang guru pelajaran Bahasa Arab seKabupaten Tasikmalaya Jawa Barat di Aula IAIC, 6 Mei 2008. Ternyata, 80% lebih dari guru bahasa Arab di MI-MI yang tersebar di Kabupaten Tasikmalaya bukan merupakan alumni dari jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Mereka mengajarkan bahasa Arab hanya karena pernah ʻmesantrenʼ atau karena kuliah di institut keagamaan, negeri atau swasta. 11
Asep M. Tamam
51
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
alumni dari institusi yang secara khusus mencetak guru bahasa Arab. Demikian satu faktor yang dijelaskan secara menyeluruh dalam buku-buku tersebut di atas. Makalah ini ditulis untuk memberi sumbangan pemikiran tentang betapa pentingnya menyiapkan para guru handal dan profesional dalam pembelajaran bahasa Arab, khususnya di Indonesia.
Misi Guru Bahasa Arab Setiap kali diperdengarkan kata “guru”, maka spontan ingatan kita terpusat pada mereka yang setiap pagi berangkat ke sekolah dengan seragam yang rapih dan penampilan yang bersahaja. Terpatri pula dalam hati kita berpuluh-ratus sosok yang pernah ataupun sempat mengajari kita berbagai ilmu pengetahuan di dalam ruangan kelas dari mulai tingkat kanakkanak hingga perguruan tinggi. Mereka adalah orang yang paling berjasa bukan hanya pada kita tapi juga bagi negara. Guru adalah pembangun pertama dan utama peradaban sebuah negara. Mereka adalah sosok utama dalam pengenalan abjad dan alfabet bagi para murid yang membuatnya bisa membaca dan mengerti. Gurulah yang membimbing generasi demi generasi, menuntun dan menemukan berbagai kecenderungan murid-muridnya. Selanjutnya, para murid itu kelak menjadi guru, menjadi ulama, menjadi dokter, profesor, insinyur, seniman, pengusaha, dan lain-lainnya.12 Semua ahli sepakat bahwa guru merupakan jantung bagi keberhasilan proses belajar mengajar. Kesuksesan proses pendidikan berada di atas pundaknya.13 Batsinah al-Khair, al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Taʻlîm (Damaskus: Mathbuʻat Majmaʻ al-Lughah al-‘Arabiyyah, 2000), h. 509. 13 ʻAbd al-Tawwab ʻAbdullah ʻAbd al-Tawwab, op. cit., h. 9. 12
52
Dalam beberapa dekade terakhir, kita menyaksikan intensitas program pencetakan atau pembinaan guru yang profesional. Di Indonesia, program atau “proyek” sertifikasi mengharuskan para guru meng-up grade kemampuan mereka dengan mengikuti berbagai pelatihan, seminar, workshop, dan lainnya demi akselerasi peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran. Dalam konteks kebahasaaraban, acara-acara yang sama diselenggarakan demi peningkatan mutu guru bahasa Arab, agar tujuan dan sasaran pembelajaran berjalan sesuai dengan harapan. Misi guru tidak lain adalah membina dan mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik murid. Dialah yang mengarahkan murid menuju jalan hidup yang ideal. Pengaruh yang ditanamkan guru pada muridnya bisa jadi mengalahkan pengaruh kedua orangtuanya. Guru pula yang mengarahkan bagaimana hidup bersosialisasi dengan benar kepada muridnya. Dialah yang melatih murid untuk memahami bahkan menguasai keterampilan beretika, berpikir, dan berkreasi. Misi guru ternyata begitu jelas dan agung dalam membina manusia. Karena itu, hakikatnya gurulah sosok yang membina masyarakat dan negara. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa guru adalah pembina utama dalam hal ini.14 Demikian juga dengan misi guru bahasa Arab. Khusus di Indonesia, gurulah yang menentukan keberhasilan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia di samping kurikulum dan silabus yang dirumuskan. Guru mendapat porsi dominan karena bertanggung jawab menyampaikan materi pelajaran agar bisa dimengerti oleh murid. Seloka menyatakan: 14
Batsinah al-Khair, loc. cit.
Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Propesional di Indonesia
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
"Guru yang berhasil mampu menyampaikan isi buku/materi ajar, dan yang gagal tidak mampu menyampaikannya." Mungkin lebih baik jika kita mengetahui bagaimana standar guru yang berhasil. Dalam masalah ini, Batsinah al-Khair menuturkan, “Guru hendaknya cerdas dan tanggap dalam merespons berbagai perubahan dan perkembangan sosial. Hendaknya guru mengerti benar tentang kewajibannya dalam memberikan materi pelajaran yang harus sesuai dengan minatnya. Yang terpenting dimiliki guru adalah perasaan cinta dan sayang terhadap murid-muridnya. Rasa cinta dan sayang ini akan memberikan tanggung jawab untuk membimbing, membina, dan mengarahkan murid-muridnya menjadi generasi yang pandai dan saleh. Guru hendaknya pula menguasai berbagai materi yang diajarkan kepada muridnya. Ia juga harus memahami perubahan kehidupan dan budaya masyarakat sehingga bisa menjaga muridmuridnya dari budaya negatif yang dominan dalam masyarakat. Lebih jauh dari itu, ia pun dituntut untuk memahami perubahan materi ajar sehingga tidak memokuskan materi pelajaran pada apa yang ada dan terdapat dalam buku ajar. Selanjutnya, ia harus bisa menjaga keseimbangan mental spiritual sehingga lelah dan penat dari berbagai kesibukannya tak berpengaruh terhadap penampilannya dalam mengajar. Terakhir, dia tidak boleh materialis dan pragmatis; maksudnya ikhlas dalam mengajar serta tidak berpikir tentang berapa yang dia peroleh dari acara mengajar dan mendidik.”15 Kecenderungan yang terjadi saat ini, khususnya di Indonesia, memperlihatkan gejala yang bertentangan dengan pendapat 15
Ibid., h. 525.
Batsinah al-Khair tersebut. Meskipun serti ikasi guru dan dosen telah dijalankan, kualitas pembelajaran yang diharapkan masih belum terwujud. Arus pragmatisme bisa jadi mengalir lebih kuat daripada hal serupa ketika wacana serti ikasi belum digulirkan. Tentunya, pemerintah dalam hal ini harus terus megawasi kesuksesan program ini sehingga murid sebagai objek dan subjek pembelajaran memperoleh kepuasan ketika menerima dan mempelajari materi yang disampaikan oleh para guru. Standar tentang guru ideal yang disampaikan Batsinah al-Khair, bila dihubungkan dengan keberhasilan pengajaran bahasa Arab di Indonesia tentu akan memberikan kontribusi positif dalam mencetak guru-guru bahasa Arab yang mengajar dengan efektif. Maksud mengajar yang efektif adalah pengajaran yang mendapatkan hasil maksimal dengan metode yang sederhana tanpa mengerahkan banyak tenaga dan waktu.16
Penyiapan Guru Bahasa Arab Profesional Demi menyukseskan pengajaran bahasa Arab di Indonesia, diperlukan rencana dan Muhammad ʻAli al-Khuli, Asâlîb Tadrîs alLughah al-‘Arabiyyah (Riyad: tp., 1989), h. 31-32. De inisi lain dari Pengajaran Efektif adalah satu sistem aktivitas yang dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang dikehendaki dalam suasana yang sehat, demokratis, dan bersemangat. Hasil pembelajaran yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku murid akibat penerimaan informasi ilmu atau murid mendapatkan pencerahan baru. Murid pada akhirnya mampu menyeimbangkan perkembangan jasmani, rohani, dan intelektual. Untuk mencapai sebuah pengajaran yang efektif, guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran, mengetahui dengan jelas sasaran pengajaran, mengutamakan susunan yang sistematis, banyak menggunakan contoh kehidupan, cakap menggunakan bentuk cerita, menggunakan dan melibatkan pancaindra murid, menggunakan cara mengajar yang hidup, dan menjadikan diri sebagai teladan. 16
Asep M. Tamam
53
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
program yang matang. Upaya mencetak atau mempersiapkan guru bahasa Arab yang handal dan profesional adalah keniscayaan yang tidak bisa ditawar lagi. Untuk menyiapkan guru bahasa Arab yang profesional, kita perlu gambaran yang jelas tentang masyarakat mana yang akan kita persiapkan guru bahasa Arabnya. Setelah itu, kita harus mempelajari kecenderungan dan falsafah hidup serta nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Konkritnya, tujuan pembelajaran mengacu kepada kebutuhan yang diperlukan pada saat itu oleh masyarakat setempat.17 Berbagai penelitian dan studi lapangan telah berhasil mengungkap kelemahan-kelemahan yang berkaitan dengan pengajaran bahasa Arab. Selain itu, penelitian-penelitian itu mengungkap pula kelemahan dan problematika dalam program penyiapan guru bahasa Arab. Program yang lemah tentu akan menghasilkan guru yang lemah. Penyiapan guru bahasa Arab yang lemah pada akhirnya berimbas pada Beranjak dari wacana mengenal masyarakat pengguna bahasa dalam menyusun materi ajar bahasa Arab ini, kita mengenal wacana pembelajaran bahasa berbasis CCU (Cross Culture Understanding). Sejak tahun 1995 atau setelah Muhammad al-Sabt menulis artikel Arabian Business and Cultural Guide, muncul istilah pembelajaran bahasa Arab berbasis Cross Cultural Understanding atau pembelajaran bahasa Arab berbasis pemahaman lintas budaya. Lihat: http://www.kwintessential.co.uk. Gagasan ini muncul sebagai reaksi terhadap fenomena di beberapa masyarakat yang mendalami bahasa lisan bahasa Arab dari materi ajar yang masih berbasis buku-buku karangan orang Arab, sedangkan latar bahasannya adalah masyarakat Timur Tengah. Dalam hal ini, Mudzakir AS memberikan gambaran bagaimana buku ajar bahasa Arab ditulis dengan memperhatikan: (1) aspek isi/materi, (2) aspek penyajian, (3) aspek keterbacaan, (4) aspek gra ika, dan (5) aspek keamanan. Lihat makalah Mudzakir AS, “Strategi dan Aplikasi Pemahaman Lintas Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Arabˮ, h. 4, yang dipresentasikan pada seminar nasional Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Cross Culture Understanding, FITK UIN Jakarta, 11 Desember 2008. 17
54
lemahnya kualitas calon guru. Karena itu, kajian lebih lanjut tentang penyiapan guru bahasa Arab yang profesional harus kembali diberi perhatian lebih khusus lagi demi keberhasilan yang lebih memuaskan.18 Mengajar adalah profesi yang menuntut berbagai kemampuan dan kemahiran (ability and capability). Kemampuan dan kemahiran tidak hadir dengan sendirinya. Ia dimiliki seseorang kerena sebuah proses pelatihan dan profesionalisasi yang memungkinkannya memahami seluk beluk dan berbagai perangkat kemampuan dalam satu bidang yang ditekuninya. Ada beberapa istilah dalam masalah ini yang kesemuanya memiliki beda makna tapi satu tujuan. Istilah-istilah itu adalah iʻdâd (mempersiapkan), tadrîb (pelatihan), daurah taʼhîliyyah (kursus profesionalisasi). Semua istilah ini memiliki kecenderungan ke arah profesional. Namun, yang biasa dipilih menjadi istilah baku adalah istilah iʻdâd.19 Istilah ini mengandung makna dan tujuan memberikan kurikulum khusus kepada calon-calon guru bahasa Arab untuk meningkatkan dan mengembangkan kemahiran dan penguasaan ilmu bahasa Arab, juga mengarahkan mereka bagaimana menyampaikan dan mengajarkan materi yang siap diajarkan. Selain itu, para calon guru bahasa Arab juga dibantu dengan berbagai hal yang bisa mengakomodir kebutuhan mereka di lapangan.20 Program penyiapan guru profesional harus memiliki prinsip, visi, dan misi. Dalam hal ini, ‘Izzat ʻAbd al-Maujud Uril Bahruddin, Tathwîr Manhaj Taʻlîm alLughah al-‘Arabiyyah (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Press, 2010), h. 11. 19 Untuk selanjutnya, bahasa yang penulis pakai untuk istilah iʻdâd ini adalah “penyiapan” atau “mencetak” disesuaikan dengan arah pembicaraan dan pembahasan. 20 Yasin ʻAbd al-Rahman Qindil, al-Tadrîs wa Iʻdâd al-Muʻallim (Riyadh: Wizâ rah al-Nasyr al- Dauli, 1993), h. 182. 18
Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Propesional di Indonesia
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
merumuskan beberapa prinsip penyiapan guru bahasa Arab (iʻdâd muʻallim al-lughah al-ʻarabiyyah), yaitu: 1. Menyiapkan (mencetak) para guru bahasa Arab mesti dianggap sebagai sebuah sistem yang utuh dan harus dilakukan dengan serius. Ia bukan program asal-asalan yang mengacuhkan berbagai hal yang berkaitan. Sebaliknya, ia adalah program perencanaan yang menasional sebagai upaya mencetak sumber daya manusia yang handal dan profesional. 2. Program penyiapan tenaga pengajar bahasa Arab harus mencakup tiga aspek, yaitu: aspek budaya, aspek spesialisasi, dan aspek profesi. Ketiga aspek ini harus saling menopang, yang setiap aspeknya saling memberi dan saling bergantung dengan mengacu pada kompetensi maksimal. Kompetensi pengajar bahasa Arab merupakan tujuan tertinggi dari program penyiapan guru bahasa Arab profesional. 3. Program mencetak guru bahasa Arab berbeda dengan program mencetak para peneliti dalam wacana kebahasaaraban. Hal demikian dikarenakan perbedaan tujuan dan peran. Seorang peneliti bahasa melihat bahasa Arab sebagai sebuah fenomena sosial. Seorang peneliti bahasa Arab memusatkan perhatiannya untuk menganalisis prinsip-prinsip bahasa, lalu menyusun berbagai garis besar yang bisa membantu dan mendukung pemahaman terhadap watak bahasa dan perkembangannya dalam setiap periodenya. Seorang peneliti juga memusatkan kajian penelitiannya pada berbagai perubahan yang terjadi pada aspek suara, struktur, dan susunan bahasa. Ia juga memokuskan analisisnya pada dialek dan peta
bahasa. Kesimpulannya, para peneliti bahasa Arab memusatkan interaksinya pada bahasa dengan menekankan pada wacana bahasa sebagai sebuah kekayaan budaya tutur. Sedangkan, pengajar/ guru bahasa Arab berinteraksi dengan bahasa dan melihatnya sebagai sarana komunikasi untuk mengungkapkan segala keperluan dan berbagai minatnya. Selain itu, guru bahasa Arab melihat bahasa Arab sebagai sarana interaksi antara anggota masyarakat. Ketika guru bahasa Arab mengajarkan bahasa Arab, pada saat yang bersamaan dia mengajarkan proses interaksi dan komunikasi. Yang perlu digarisbawahi di sini, guru bahasa Arab mengajarkan kemahiran berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan mengarang— sisi lain yang membedakannya dengan peneliti bahasa Arab. Selain mengajarkan keempat kemahiran di atas, guru bahasa Arab pun mengajarkan bagaimana para murid menyusun pikiran mereka menjadi sebuah kalimat dan bagaimana mengungkapkan pikirannya itu sehingga cocok dengan suasana dan kondisi yang mengiringinya. 4. Hendaknya setiap institusi, lembaga, atau pesantren yang menyelenggarakan program penyiapan guru bahasa Arab memiliki fasilitas, sarana, dan prasarana yang menunjang keberhasilan program tersebut serta mampu melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan misi dan tujuan penyelenggaraan program mulia ini. 5. Proses penyiapan guru bahasa Arab memiliki dua tahapan pembinaan. Pertama, menyiapkan mereka menjadi tenaga edukatif (yang memahami dan menguasai materi dan metodologi). Kedua, menyiapkan mereka untuk
Asep M. Tamam
55
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
berkhidmah mengamalkan profesinya dan melaksanakan misinya. 6. Peran yang dimainkan guru dalam proses pembelajaran terkadang berubah sesuai dengan perubahan zaman dan juga perubahan teoretis yang melatari pelaksanaannya. Terkadang, peran guru bertambah dan adaptif dengan berbagai perkembangan yang terjadi, ini juga sekaligus mengubah struktur dan materi yang akan diajarkan. 7. Melatih para guru, mengacu pada poin ke-5, ketika mereka berada di tengah misi pengajaran dianggap sebagai strategi yang tepat bagi proses pendidikan yang berkesinambungan. Tak hanya itu, perkembangan profesi guru dianggap pula sebagai hal yang sangat penting bagi guru dan lembaga tempat mengabdi untuk meningkatkan kompetensi guru sekaligus lembaga yang menampungnya. Pendidikan yang berkesinambungan dalam hal ini dianggap sebagai salah satu sarana untuk profesionalisasi pendidikan dalam mewujudkan perkembangan dunia pendidikan.21 Prinsip-prinsip penyiapan guru bahasa Arab di atas memberikan gambaran yang utuh di negeri-negeri Timur Tengah. ‘Izzat ‘Abd al-Maujud mengon irmasikan tentang keseriusan program mulia ini yang telah berlangsung beberapa lama di negaranegara Arab. Khusus di Indonesia, program penyiapan guru bahasa Arab profesional telah berjalan lama meskipun belum menampakkan hasil yang menjanjikan. Di satu sisi berhasil tetapi di sisi lainnya terdapat lobang dan celah yang menggambarkan kegagalan. Pesantrenpesantren di Indonesia terus melestarikan Izzat ʻAbd al-Maujud, Muʻallim al-Lughah al-‘Arabiyyah î al-Marhalataini al-Ibtidâʼiyyah wa alTsânawiyyah (Khurthum: tp., 1976), h. 359-369. 21
56
budaya berbahasa Arab ini generasi demi generasi. Metode yang diajarkan tidak seragam dan ini pada gilirannya memberi kendala sekaligus tantangan bagi para pakar dan pemerhati bahasa Arab di tanah air. Pesantren-pesantren tradisional masih utuh dan kukuh mengajarkan bahasa Arab dengan bertitik tumpu pada pengajaran kaidah bahasa (nahw dan sharf). Sementara itu, beberapa pesantren modern menerapkan metode berbeda dalam mengajarkan bahasa Arab bagi para santrinya, yaitu dengan menitikberatkan pada kemahiran bicara dan mengarang (taʻbîr syafahî dan taʻbîr tahrîrî). Perbedaan klasik pembelajaran bahasa Arab di pesantren-pesantren di Indonesia berdampak pada materi dan metode pembelajaran bahasa Arab di sekolah MTs, MA, dan Perguruan Tinggi. Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia mendapatkan tantangan untuk meramu metode yang mengakomodir berbagai metode pengajaran di tanah air. Di jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA), wacana di atas merupakan menu yang terus diramu. Problematika yang menggelayuti pengajaran bahasa Arab terus diteliti untuk dicarikan solusinya. Usaha dan upaya maksimal terus dilakukan dan dikembangkan demi memberi pencerahan dalam mempermudah pembelajaran bahasa Arab di tanah air. Upaya untuk menyukseskan program penyiapan guru bahasa Arab yang profesional terus dilakukan. Program penyiapan guru bahasa Arab, demikian Yasin ʻAbd alRahman Qindil, harus memiliki kurikulum atau silabus yang menjawab berbagai dimensi sehingga guru bahasa Arab yang ideal bisa dibina secara berkesinambungan. Berikut ini beberapa sumbangan pemikiran Qindil yang bisa kita pelajari dan kita kaji untuk diadaptasi pada konteks Indonesia:
Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Propesional di Indonesia
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
1. Pembekalan Dimensi Kultural Bekerja sebagai guru adalah tuntutan untuk menjadi seorang intelektual. Idealnya, seorang guru memiliki pemahaman dan wawasan umum mengenai berbagai bidang ilmu pengetahuan. Program pembekalan dimensi kultural di lembaga-lembaga pencetak kader guru bahasa Arab biasanya berbeda-beda sesuai dengan skala prioritas target yang ingin dicapai. Karena itu, dari satu lembaga ke lembaga lainnya, wacana dimensi kultural ini tidak memililki batasan yang pasti tapi lembaga-lembaga pendidikan umumnya memokuskan objek ilmu-ilmu eksak, di samping juga pemahaman terhadap budaya khas dari rakyat dan masyarakat, juga objek yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial dan ilmu bahasa. Qindil, dalam hal ini, cenderung memilih wacana pembekalan dimensi kultural dengan kemestian adanya perubahan dari makna tradisional menuju makna modern. 2. Pembekalan Dimensi Akademis Maksud dari pembekalan dimensi akademis adalah kurikulum khas berupa wawasan keilmuan dan kemahiran bagi guru spesialis bidang tertentu yang telah lama dikenal dalam wacana penyiapan guru di lembaga-lembaga penyiapan guru, apakah spesialis ilmu agama, bahasa Arab, ilmu eksak, dan lain-lain. Semua guru yang disiapkan dalam program penyiapan bidang tertentu dituntut untuk mendapat pengetahuan dan wawasan yang cukup dan mumpuni sesuai dengan spesialisasi yang digeluti. Jumlah dan cakupan kurikulum akademis biasanya berbeda dari satu
lembaga dengan lembaga lainnya bergantung pada tingkat dan strata pendidikan yang melaksanakan program penyiapan guru spesialisasi. Jumlah dan cakupan kurikulum yang disusun dan diajarkan pada materi kimia, misalnya, akan sangat berbeda pada sekolah tingkat SMP dengan materi serupa yang diajarkan pada sekolah SMU. 3. Pembekalan Dimensi Profesi Maksud dari pembekalan dimensi profesi adalah kurikulum yang berusaha memberi pengetahuan seideal mungkin berupa seperangkat pengetahuan dan kemahiran serta pengarahan-pengarahan pedagogis. Seperangkat pengetahuan, kemahiran, dan pengarahan-pengarahan pedagodis ini mesti dikuasai oleh para calon guru yang dibina agar mereka sukses menjalankan prosesi mengajarnya. Qindil secara terperinci menjelaskan gambaran konkret dimensi ketiga ini dalam ungkapan berikut. a. Calon guru memahami ilsafat pendidikan sesuai dengan undangundang pendidikan yang berlaku di negara yang bersangkutan. Dia juga harus memahami tujuan umum pendidikan di negara tersebut. b. Calon guru memahami format undangundang dan substansi pendidikan. c. Calon guru memahami konsep pendidikan internasional dan bisa membandingkannya dengan konsep pendidikan lokal. d. Calon guru memahami teori-teori psikologi belajar, teori perkembangan anak didik, kesehatan jiwa, serta teori guide and conseling dalam pendidikan dan teori-teori yang bisa membantunya dalam melakukan tugasnya.
Asep M. Tamam
57
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
e. Calon guru memahami cara menyusun kalender dan metodologi akademis. f. Calon guru memahami berbagai metode, prinsip, dan sarana pembelajaran. g. Calon guru mampu melakukan praktik kerja dan praktik lapangan, yaitu mentransfer pengetahuan yang ditunjukkan (oleh poin a-f di atas) dalam sebuah konsep yang bisa menuntun sikap dan praktik guru di kelas. Qindil memprosentasikan pembekalan dimensi profesi ini sebanyak 25 %-35% dari faktor keberhasilan penyiapan guru profesional bahasa Arab. Hal ini bila dibandingkan dengan dimensi pertama dan kedua di atas yang memiliki persentase keberhasilan 65% sampai 75%.22
Kualifikasi Guru Bahasa Arab Profesional Program penyiapan atau pencetakan guru bahasa Arab yang sukses haruslah memiliki standar kemampuan yang jelas. Standarisasi guru bahasa Arab yang profesional dimaksudkan untuk mendapatkan hasil maksimal dari program yang serius dicanangkan dari awal, tengah, hingga di akhir pelaksanaannya. Untuk mencapai target yang maksimal, sejak awal harus dirumuskan daftar kualifikasi kemampuan dan kemahiran berbahasa atau kemampuan terhadap tiga unsur dimensi pelatihan dan pembinaan pembekalan yang tersebut dalam pembahasan sebelumnya. Berikut ini daftar kuali ikasi kemampuan dan kemahiran calon guru bahasa Arab setelah digembleng dalam pembinaan dan pembakalan. Daftar kuali ikasi ini dirumuskan oleh ʻAli Muhammad alQasimi: 22
186.
58
Yasin ʻAbd al-Rahman Qindil, op. cit., h. 184-
1. Kemampuan Memahami Bahasa Oral • Standar minimal: calon guru mampu memahami apa yang diucapkan tokoh luar negeri (penutur bahasa Arab) ketika dia berbincang dan mengatakan sesuatu secara sederhana tantang satu tema. • Standar baik: calon guru mampu memahami satu pembicaraan yang berlangsung secara semi cepat. Demikian juga ia bisa memahami ceramah yang disampaikan di hadapannya. Ia juga mampu memahami iklan yang disiarkan secara oral. • Standar excellence (mahir): calon guru mampu memahami secara sempurna segala macam pembicaraan yang dilakukan dengan intonasi jelas tanpa kesulitan, apakah pembicaraan yang diikutinya itu cepat, atau dilakukan oleh orang banyak, atau ketika menyaksikan ilm atau sandiwara. • Evaluasi: ujian bagi calon guru memungkinkan dilakukan dengan imlâ (dikte) ataupun dengan ujian untuk mengetahui seberapa baik dia menyerap soal yang diajukan panitia penerimaan masuk perguruan tinggi yang fokus mengadakan ujian semacam ini. 2. Kemampuan Berbicara • Standar minimal: calon guru mampu berbicara tentang suatu tema yang terlebih dahulu disiapkan padanya. Ia berbicara tentang tema itu dengan jelas tanpa ragu dan tanpa terbata-bata. Demikian juga ia mampu menggunakan ungkapan-ungkapan yang populer dan menyesuaikan diri dengan konteks negara-negara luar negeri. Ia mengemukakan ungkapannya itu dengan jelas sehingga mudah dimengerti oleh para pendengarnya.
Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Propesional di Indonesia
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
•
•
Standar baik: calon guru mampu berbicara dengan orang luar negeri tanpa terjadi kesalahan yang parah. Ia juga mampu menempatkan mufradâ t (kosakata) dan susunan kalimat serta mampu mengungkapkan gagasangagasan dalam pembicaraan yang panjang lebar. Dalam hal ini, termasuk berbicara dengan cepat dengan notasi dan susunan yang baik. Standar excellence (mahir): calon guru mampu menyamai pembicaraan orang luar negeri dengan mufradat, nada dan notasinya. Contohnya seperti berdiskusi dan curhat (mencurahkan ungkapan hati) dengan lancar tanpa kendala.
3. Kemampuan Membaca • Standar minimal: calon guru mampu memahami teks bacaan biasa (prosa) yang mudah dan bukan bacaan yang berhubungan dengan teknik (tema tertentu). Pemahaman yang dikuasainya mesti bersifat langsung tanpa perantaraan terjemah kecuali dalam situasi terdesak. • Standar baik: calon guru mampu membaca teks bacaan biasa (prosa) atau teks syair (puisi) yang cukup sulit dan mengandung tema yang cukup serius. Dia memahaminya secara langsung seolah-olah dia tengah membaca teks dengan bahasanya sendiri/bahasa ibu (lughah umm). • Standar excellence (mahir): calon guru mampu membaca materi yang benar-benar sulit seperti makalah atau teks kritik sastra. Bacaannya mesti dilakukan dengan mudah sebagaimana dia membaca teks yang berbahasa ibu. • Evaluasi: memungkinkan ujian dilakukan dengan mengajukan beberapa teks yang disusun rapi dengan beberapa tema.
Susunannya disesuaikan dengan tingkat kesulitan yang disediakan untuk jangka waktu tertentu. Teks soal ini dilengkapi dengan beberapa pertanyaan untuk mengetahui penguasaannya dalam berbagai wacana. Evaluasi dilakukan dengan memberikan beberapa soal multiple choice atau essay. 4. Kemampuan Menulis • Standar minimal: calon guru mampu menulis dengan format yang benar ungkapan-ungkapan dan paragrafparagraf yang memungkinkan diungkapkan secara lisan di depan kelas. Demikian juga, ia mampu menulis sebuah surat yang pendek. • Standar baik: calon guru mampu menulis karangan bebas yang sederhana dan jelas dengan dibumbui mufradat dan idiom yang fasih. Kaidah-kaidah nahwu dan sharf dalam hal ini diterapkan dengan benar. • Standar excellence (mahir): calon guru mampu menulis berbagai tema dengan alami, diungkapkan dengan mudah, dan uslû b-nya benar-benar terasa. • Evaluasi: evaluasi mungkin dilakukan dengan mengajukan beberapa susunan bahasa, lalu calon guru yang diuji ini memilih susunan yang benar. Demikian juga bisa dengan mengimla (dikte) dan menerjemahkan ungkapan-ungkapan bahkan paragraf-paragraf dari bahasa ibu (bahasa nasional) ke dalam bahasa luar. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan menulis surat yang memiliki tema tertentu atau menulis karangan bebas. 5. Kemampuan Menganalisa Bahasa • Standar minimal: calon guru memahami formasi suara (fonem) dan tata bahasa
Asep M. Tamam
59
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
•
•
•
(grammar) bahasa asing. Calon guru juga harus mengetahui perbedaanperbedaan prinsip antara bahasa asing dengan bahasa nasional muridmuridnya. Standar baik: secara mendasar, calon guru memahami perkembangan sejarah dan karakteristik terbaru dari bahasa asing. Dia juga mengetahui perbedaanperbedaan di antara bahasa lisan dengan bahasa tulisan dari bahasa asing yang dipelajarinya. Standar excellence: calon guru mengetahui bagaimana menerapkan kemampuanya tentang ilmu bahasa deskriptif, kontrastif, dan historik dalam kesempatan mengajar bahasa asing yang dipelajarinya. Evaluasi: pengetahuan dan kemampuan calon guru dalam item ini bisa dievaluasi sesuai dengan strata pendidikan. Untuk pemula, bisa diajukan pertanyaanpertanyaan multiple-choice bebas tentang pola-pola pengucapan dan intonasi bahasa asing disertai pertanyaan tentang kaidah-kaidah bahasa (grammar). Untuk strata intermediate dan advance, evaluasi bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan seputar iqh lughah dan ilmu lughah.
6. Kemampuan Mengenal Budaya • Standar diterima (minimal): calon guru mengetahui bahwa bahasa adalah unsur penting dalam semua unsur yang menciptakan budaya bagi sebuah bangsa. Calon guru juga harus mengetahui dimensi geogra i, sejarah, peradaban, kesenian, tradisi yang melekat pada kehidupan sosial dan perkembangan kehidupan modern dari suatu bangsa.
60
•
•
•
Standar baik: calon guru mengetahui secara langsung (lapangan) tentang keindahan budaya suatu bangsa. Ia juga mengetahui dari kebudayaan itu mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan budaya murid-muridnya. Di samping itu, ia juga mengetahui informasi-informasi yang benar tentang bangsa lain dan modernitas yang berlangsung di bangsa itu. Standar excellence: calon guru mengetahui secara mendalam tentang budaya bangsa lain yang diminatinya. Informasi yang ia dapatkan adalah hasil dari komunikasi intensif dengan penduduk bangsa yang diminatinya. Lebih baik lagi, calon guru mengetahui informasi bangsa yang dipelajarinya itu dengan cara mengadakan perjalanan langsung dan bermukim di negara itu, lalu mempelajari dan meneliti secara konseptual tentang peradaban dan budaya bangsa itu. Evaluasi: calon guru mampu menganalogikan pengetahuannya dengan ujian yang ruang lingkupnya tentang budaya dan peradaban dengan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk multiple choice bagi strata pemula (beginner) dan intermediate. Bagi calon guru pada strata advance, ia diuji dengan diminta komentarnya secara tertulis dalam bentuk prosa atau puisi. Isi dari komentarnya adalah diskusi yang menyingkap berbagai sisi penting dari budaya negara asing.
7. Kemampuan dan Pengetahuan Profesionalitas Guru • Standar diterima (minimal): calon guru mengetahui metode-metode dan teknikteknik yang efektif dalam pengajaran bahasa Arab.
Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Propesional di Indonesia
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
•
•
Standar baik: calon guru mampu menerapkan pengetahuannya tentang metode dan teknik mengajarnya itu dalam praktik mengajar. Ia juga bisa meramu berbagai metode dan teknik mengajar bahasa dengan metode lainnya dalam kesempatan mengajarnya. Standar excellence (mahir): calon guru mampu mempraktikkan berbagai metode pengajaran bahasa yang selama ini diakui dalam konteks pengajaran bahasa. Ia juga mampu mengadaptasikan pengalamannya dengan metode-metode dan teknikteknik terbaru serta siap mempraktikkannya bila dibutuhkan.23
Simpulan Upaya untuk membumikan bahasa Arab di Indonesia adalah upaya mulia yang tak akan lekang dihempas zaman. Pengajaran dan pembelajaran yang ideal tentunya menjadi satu di antara berbagai pintu yang bisa membuka jalan ke arah upaya itu. Menyiapkan para guru profesional menjadi bagian penting dalam mewujudkan pengajaran dan pembelajaran efektif demi mengurai benang kusut pembelajaran bahasa Arab di Indonesia. Membekali calon guru bahasa Arab dengan berbagai pengetahuan; teori atau substansi, retorika atau eksekusi, sejatinya diselenggarakan dalam program terpadu dan berkesinambungan dengan tajuk I‘dâd Mu‘allim al-Lughah al-‘Arabiyyah. Lembaga-lembaga dan perguruanperguruan tinggi Islam yang membina calon guru bahasa Arab telah menyejarah dalam perjalanan bahasa Arab di tanah air. Namun,
program ini, meskipun telah menelorkan para guru bahasa Arab, belum memberikan solusi bagi beragam problem yang menggelayuti wacana kebahasaaraban di Indonesia. Dengan program profesionalisasi yang ditunjang kurikulum yang baik dan menyentuh kebutuhan riil masyarakat bahasa Arab di Indonesia, diharapkan guru-guru bahasa Arab mampu memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam bidang pembelajaran bahasa Arab serta dapat menyebarkan syiar bahasa Arab di mana pun mereka berada. Pandangan ‘Izzat ʻAbd al-Maujud yang merekomendasikan agar program penyiapan guru mencakup tiga aspek utama: budaya, spesialisasi, dan profesi, hendaknya dipertimbangkan. Begitu pula pandangan Qindil yang menyatakan bahwa faktor keberhasilan penyiapan guru profesional bahasa Arab ditopang oleh pembekalan dimensi profesi sekira 25 %-35%, serta dimensi kultural dan akademis sekira 65% sampai 75%. Karena itu, dalam pelaksanaannya, kita perlu memperhatikan daftar tujuh kualifikasi kemampuan dan kemahiran calon guru bahasa Arab dari ʻAli Muhammad alQasimi, yaitu kemampuan memahami bahasa oral, berbicara, membaca, menulis, menganalisa bahasa, mengenal budaya, dan profesionalitas keguruan. []
23 ʻAli Muhammad al-Qasimi, Ittijâhât Hadîtsah î Taʻlîm al-ʻArabiyyah li al-Nâthiqîn bi al-Lughah alUkhrâ (Riyadh: ‘Imadah Syuʼun al-Maktabah Jami’ah Riyadh, 1979), h. 359-369.
Asep M. Tamam
61
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Daftar Rujukan ‘Abd al-Maujud, ‘Izzat, Mu‘allim al-Lughah al-‘Arabiyyah î al-Marhalataini al-Ibtidâʼiyyah wa alTsânawiyyah, Khurthum: tp., 1976. ʻAbd al-Tawwab, ʻAbdullah ʻAbd al-Tawwab, I‘dâd Mu‘allimî al-Lughah al-‘Arabiyyah î al-Jâmiʻah alIndûnîsiyyah, Jakarta: ‘Imadah Syu’un al-Ma‘ahid i al-Kharij, 1992. Ahmad, Jamil, Hundred Great Muslims, terjemahan, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003. Azra, Azyumardi, Historiogra i Islam Kontemporer, Jakarta: PT SUN, 2003. Baali, Fuad dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003. Bahruddin, Uril, Tathwîr Manhaj Ta‘lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah, Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim Press, 2010. al-Baliki, Dardarar Ghafur Hamdamin, makalah, “Ta‘lîm al-‘Arabiyyah ‘alâ al-Mustawâ al-Jâmi‘î î Iqlîm Kurdistân al-ʻIrâq, Malang: Universitas Negeri Malang, 2008. Effendi, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab, Malang: Misykat, 2004. en.wikipedia.org/wiki/Ibn_Khaldun, diakses tanggal: 12-02-2014 http://www.kwintessential.co.uk, diakses tanggal: 5-03-2014 Izzan, Ahmad, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Humaniora, 2004. al-Jabiri, Muhammad ʻAbid, Takwîn al-ʻAql al-ʻArabî, terjemahan, Yogyakarta: IECiSoD, 2003. al-Khair, Batsinah, al-Lughah al-‘Arabiyyah wa al-Ta‘lîm, Damaskus: Mathbu’ah Majmaʻ al-Lughah al‘Arabiyyah, 2000. Khaldun, Ibnu, Muqaddimah, Beirut: Dar Ihya al-Turats al-ʻArabi, tt. al-Khuli, Muhammad ʻAli, Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-‘Arabiyyah, Riyadh: tp., 1989. Maʻruf, Nayif Mahmud, Khashâʼish al-ʻArabiyyah wa Tharâʼiq Tadrîsihâ, Beirut: Dar al-Nafaʼis, 1985. Mudzakir AS, “Strategi dan Aplikasi Pemahaman Lintas Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Arabˮ, makalah pada seminar nasional Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis Cross Culture Understanding, FITK UIN Jakarta, 11 Desember 2008. al-Qasimi, ʻAli Muhammad, Ittijâhât Hadîtsah î Taʻlîm al-ʻArabiyyah li al-Nâthiqîn bi al-Lughah alUkhrâ, Riyadh: ‘Imadah Syuʼun al-Maktabah Jami’ah Riyadh, 1979. Qindil, Yasin ʻAbd al-Rahman, al-Tadrîs wa I‘dâd al-Mu‘allim, Riyadh: Wizarah al-Nasyr al-Dauli, 1993. Rahmani, Ishak, “al-Mâ ddah al-Muqtarahah li Taʻlı̂m Mukâ lamah ‘Arabiyyah li Thullâ b al-Lughah al‘Arabiyyah bi al-Jâ miʻah al-Irâ niyyahˮ, makalah, disampaikan pada Seminar Internasional Bahasa Arab di Universitas Islam al-Azhar (UIA) Jakarta, 22-24 Juli 2010. Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2005. Yatim, Badri, Historiogra i Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. www.uin-Malang.ac.id/index.php, diakses tanggal: 5-03-2013
62
Program Penyiapan dan Pembinaan Guru Bahasa Arab Propesional di Indonesia
STRATEGI PENGELOLAAN KOMPONEN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB* Fathur Rohman Universitas Hasyim Asy'ari Jombang email :
[email protected]
Abstract In the ield of education, teaching management is one of the most important parts to ensure the success and the effectiveness of teaching. This article aims to describe the application of teaching management in the ield of Arabic language teaching. The results presented in this article is that there are some aspects that need to manage in the ield of teaching Arabic language, those are: curriculum, teaching materials, students, teachers, evaluation, teaching methods, and teaching purposes.
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ
.ي ﺍملجﺎﻝ ﺍﻟ ﺮﺑﻮﻱ تﻌﺘ ﺮ ﺇﺩﺍﺭﺓ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻨﺎﺻﺮ ﺍﳌهﻤﺔ ﺍﻟ ي ﻭﻇﻴﻔ ﺎ ﻟﺘﺄﻛﻴﺪ ﻧﺠﺎﺡ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ ﻭﻓﻌﺎﻟﻴﺘﻪ ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻨﺘﺎﺋﺞ ﺍﻟ ﺣﺼﻞ ﻋﻠ ﺎ.ﺪﻑ هﺬﻩ ﺍﳌﻘﺎﻟﺔ ﺇ ى ﻭﺻﻒ ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺇﺩﺍﺭﺓ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ ي ﻣﺠﺎﻝ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ، ﺍﳌﻨﺎهج ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﻴﺔ:هﺬﻩ ﺍﳌﻘﺎﻟﺔ ﻓﻬ ﺃﻥ ﺍلجﻮﺍﻧﺐ ﺍﻟ ﺗﻤﻜﻨﺖ ﻣﻦ ﺇﺩﺍﺭ ﺎ ي ﻣﺠﺎﻝ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻣ ﺎ . ﻭﺃﻏﺮﺍﺽ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ، ﻭﻃﺮيﻘﺔ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ، ﻭﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ، ﻭﺍﳌﺪﺭﺳ ﻥ، ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﺳ ﻥ،ﻭﺍﳌﻮﺍﺩ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﻴﺔ Kata Kunci: manajemen kelas, strategi guru, pembelajaran, bahasa Arab, komponen pembelajaran
Pendahuluan Dalam wilayah pendidikan, manajemen merupakan salah satu faktor penting yang dapat menopang kesuksesan pembelajaran. Tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai apabila rombongan belajar, media, materi ajar, sumber belajar, siswa yang belajar, dan lingkungan belajar tidak dikelola dengan baik. Evaluasi pembelajaran juga tidak akan terwujud tanpa pengelolaan atau manajemen yang baik. Karena itu, manajemen pembelajaran harus mampu menyelaraskan tujuan pembelajaran yang dirumuskan di dalam kurikulum atau perangkat pembelajaran sehingga menghasilkan kegiatan belajar mengajar
yang memberdayakan potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam kegiatan pembelajaran, guru bahasa Arab yang terampil sudah semestinya memahami tujuan pembelajaran, menguasai metode dan teknik pengajaran, menguasai materi pelajaran, mampu menggunakan media pembelajaran dengan efektif, serta mampu mengelola keragaman individu siswa di kelas dan mengevaluasi hasil belajar dengan baik. Masalah-masalah yang dihadapi oleh guru bahasa Arab dewasa ini tidak mungkin diselesaikan kecuali dengan perencanaan pembelajaran yang baik serta kepiawaian guru dalam mengelola dan melaksanakan pembelajaran
*Naskah diterima: 13 Maret 2014, direvisi: 18 April 2014, disetujui: 23 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
sampai mengevaluasinya. Sebagian masalah pembelajaran bahasa Arab ada yang berkaitan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya secara profesional dan ada juga yang berkaitan dengan murid dalam pembelajaran. Tulisan ini menawarkan gagasan tentang strategi pengelolaan pembelajaran bahasa Arab yang mencakup beberapa komponen, yaitu: kurikulum, tujuan, metode, materi, dan keragaman siswa. Dengan pengelolaan komponen tersebut, pembelajaran yang menyenangkan dan memberdayakan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dapat diwujudkan dengan baik.
Pengertian Manajemen Ada beberapa pengertian tentang manajemen. Menurut Suharsimi, dalam konteks pendidikan, manajemen dide inisikan sebagai suatu kegiatan kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya agar efektif dan e isien.1 Pengertian tersebut menjabarkan beberapa hal, yaitu: 1. Manajemen merupakan suatu proses sosial yang merupakan proses kerjasama antardua orang atau lebih secara formal. 2. Manajemen dilakukan dengan bantuan sumber-sumber, yakni: sumber manusia, sumber material, sumber biaya, dan sumber informasi. 3. Manajemen dilakukan dengan metode kerja tertentu yang e isien dan efektif, dari segi tenaga, dana, waktu, dan sebagainya. Suharsimi Arikunto, dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2008), h. 4. 1
64
4. Manajemen mengacu pada kepencapaian tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.2 Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan yang memiliki beberapa fungsi, di antaranya: 1) perencanaan; 2) pengorganisasian; 3) penggerakan; dan 4) pengawasan. Semua fungsi ini dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
Manajemen Kurikulum Manajemen kurikulum adalah hal yang penting untuk memastikan kegiatan pembelajaran bisa berjalan dengan sukses. Ia merupakan proses yang membutuhkan perhatian semua pihak yang tergabung dalam organisasi sistem pendidikan. Terdapat perbedaan yang kompleks terkait komponen kurikulum, mulai dari tahapan pokok, tahapan kedua, dan tahapan berikutnya berupa serangkaian pekerjaan umum bidang pendidikan yang berkaitan dengan semua institusi pendidikan yang beroperasi. Kita harus siap menguji beberapa aspek kurikulum, pembelajaran, dan pengajaran untuk mendukung semua kegiatan pendidikan.3 Ada dua kunci pelaku manajemen pembelajaran dan pengajaran dalam kelas, yaitu siswa dan guru. Keduanya ditambah dengan satu atau beberapa staf pendukung kurikulum. Tiga anggota pengontrol kurikulum dalam pembelajaran ini akan menjadi guru kelas dan bertanggung jawab untuk Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 16. 3 Ann RJ. Brigs and Daniel Sommefeldt, Managing Effective Learning dan Teaching (London: University of Leicester, 2002), h. 74. 2
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
memelihara dan memastikan keberhasilan pembelajaran.4 Prinsip manajemen dalam kelas adalah guru bertanggung jawab penuh terhadap semua aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses pembelajaran. Untuk memastikan proses ini berjalan, guru akan mendelegasikan beberapa tanggung jawab tersebut kepada siswa atau asisten di beberapa kelas. Di sekolah-sekolah dasar, ada tiga pihak yang berhubungan dan akan cenderung mendominasi di suatu kelas, tetapi di sekolah tingkat pendidikan lanjut, hubungan itu akan menjadi bagian tugas besar bagi beberapa kelas dan guru, sehingga mereka meningkatkan kegiatan pembelajaran untuk setiap siswa. Dalam situasi ini, dukungan staf harus menjadi jembatan penghubung, jika mereka dipekerjakan untuk mendukung siswa yang dikelompokkan.5
Pembelajaran Bahasa Arab Pembelajaran merupakan sebuah proses yang mecakup dua hal: seorang guru mengajarkan pengetahuan kepada anak didiknya dan usaha anak didik untuk mempelajari suatu pengetahuan. Dalam bahasa Inggris, “to teach” menunjuk arti: memperlihatkan sesuatu kepada seseorang melalui tanda atau simbol; penggunaan tanda atau simbol dengan maksud membangkitkan atau menumbuhkan respons mengenai kejadian, seseorang, observasi, penemuan, dan lain sebagainya.6 Dalam bahasa Arab, pengajaran atau pembelajaran diistilahkan dengan taʻlîm, masdar dari ‘allama. Akar katanya, ʻalima, Ann RJ. Brigs and Daniel Sommefeldt, op. cit., h. 90 5 Ibid. 6 Wina Sanjaya, Kurikulum Pembelajaran (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 208 4
berarti “mengetahui” atau “mengerti”.7 Taʻlîm berarti kegiatan yang menunjukkan pengetahuan yang sedang diajarkan di dalam kelas dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.8 Pembelajaran diistilahkan juga dengan tadrîs, yang berasal dari “darasa”, artinya: belajar atau mempelajari.9 Kata ini mengandung arti: proses interaksi antara lingkungan, hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran, dan respons siswa.10 Dalam bahasa Inggris, kata yang semakna dengan “pembelajaran” adalah learning atau training dan dalam bahasa Arab disebut juga darasa. Bagi Hilgard, belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan, baik di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang yang menyebabkan perubahan tingkah prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya dapat menyaksikan gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Dari sini dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang positif baik, Atabik Ali dan Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Gra ika, 1998), h.1313 8 ʻAbd al-Hafizh Muhammad Salamah, Tashmîm al-Tadrîs (Riyadh: Dâ r al-Khariji, 2003), h. 15 9 Atabik Ali dan Zuhdi Muhdlor, op. cit., h. 890. 10 ʻAbd al-Ha izh Muhammad Salamah, op. cit., h. 16 7
Fathur Rohman
65
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotor.11 Walaupun kita tidak dapat melihat proses terjadinya perubahan tingkah laku pada diri setiap orang, sebenarnya kita dapat menentukan apakah seseorang telah belajar atau belum dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung,12 seperti pada bagan berikut. input
proses
output
Input adalah siswa yang belum mendapatkan proses pembelajaran. Proses adalah sebuah kegiatan pembelajaran yang mencakup tujuan, isi/materi pembelajaran, metode, dan evaluasi pembelajaran. Output adalah keadaan siswa setelah memperoleh proses pembelajaran. Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan oleh bangsa-bangsa Arab dan masyarakat Islam. Ia merupakan life language yang kuat, mengalami perkembangan, dan mampu menerjemahkan bahasa Prancis, India, Yunani, dan sebagainya. Bahasa Arab di abad pertengahan meruapakan sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan penyebaran kebudayaan ke negaranegara Eropa. Kebudayaan Arab saat ini lebih bersinar daripada peradaban Eropa. Dan, bahasa Arab mampu menghilangkan kebodohan dan memotivasi dunia Islam untuk berkembang dan bangkit.13 Pada masa modern, ada faktor-faktor yang menyebabkan bahasa Arab dapat berkembang pesat, misalnya perkembangan dunia jurnalistik dan penyebarluasan Wina Sanjaya, op. cit., h. 229. Ibid., h. 203. 13 ʻAbd al-ʻAlim Ibrahim, al-Muwajjih al-Fannî li Mudarrisî al-Lughah al-ʻArabiyyah (Kairo: Dâ r alMaʻarif, tt.), h. 48. 11 12
66
pendidikan Islam. Saat ini, para akademisi bahasa Arab berusaha keras memopulerkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di negaranegara Arab dan sebagai alat komunikasi antarbangsa Arab. Ia juga dijadikan bahasa pengantar di berbagai sekolah, lembagalembaga pendidikan, dan perguruan tinggi, serta menjadi bahasa pers, penyiaran, pemerintahan, dan penyusunan karyakarya di negara-negara Arab.14 Dalam kenyataannya, tidak ada seorang pun yang mengingkari tentang eksistensi bahasa Arab sebagai bahasa yang layak untuk dipelajari. Irving mengatakan: kelayakan bahasa Arab itu karena bahasa Arab mem ilki metode isytiqâq dalam penurunan kosakatanya sehingga mampu menyusun kata-kata baru. Kekayaan kosakata bahasa Arab dibentuk melalui akar kata, lalu akar kata itu diungkapkan dengan berbagai macam bentuk lain yang memiliki arti yang berbeda-beda. Di antara keistimewaan bahasa Arab adalah perubahan kosakatanya tidak dapat dibatasi sehingga bahasa Arab memiliki kosakata yang sangat luas. Inilah yang menjadikan bahasa Arab sangat layak untuk dipelajari. Dan, bahasa Arab merupakan salah satu bahasa klasik terbesar seperti bahasa Yunani dan Sangsekerta.15 Dalam pembelajaran bahasa Arab, terdapat beberapa komponen, yaitu: tujuan pembelajaran, materi/isi pembelajaran, metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran, siswa, dan guru. Dua komponen yang menjalankan proses pembelajaran bahasa Arab adalah siswa dan guru. Komponen pembelajaran bahasa Arab yang membutuhkan kemampuan manajerial atau pengelolaan adalah: Ibid. Rusydi Ahmad Thuʻaimah, Taʻlîm alʻArabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ (Mesir: Jâ miʻah al-Manshû rah), h. 31 14 15
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
tujuan, materi, metode, dan evaluasi pembelajaran.
Tujuan pembelajaran bahasa Arab Tujuan pembelajaran bahasa Arab bukan untuk memberantas buta huruf dan menggiatkan literasi. Tujuan pembelajaran bahasa Arab adalah membekali para pebelajar agar mampu membaca dan menulis dalam bahasa Arab sehingga mereka mengerti sejarah, masa depan, dan dapat memetik pelajaran dari generasi sebelumnya. Secara umum, tujuannya adalah membekali pebelajar menguasai empat keterampilan berbahasa, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Cara mengungkapkan bahasa Arab bisa dengan ucapan atau tulisan yang merupakan hasil dari kemampuan berbicara dan menulis seseorang. Adapun tujuan utama pembelajaran bahasa Arab di Madrasah Aliyah adalah siswa mampu mengungkapkan pikirannya dengan bahasa Arab, sebagai satu-satunya sarana siswa ketika ingin berkomunikasi dengan masyarakat, baik dengan cara berbicara atau menulis.16 Agar dapat menguasai bahasa Arab, diperlukan banyak cara, antara lain, latihan berbicara dan menulis dengan menggunakan bahasa Arab. Dalam latihan ini, siswa hendaknya mempelajari kaidah bahasa Arab yang diperlukan dari ilmu nahwu, sharf, dan balâghah. Pada saat latihan, guru harus sering mengaitkan (mengingatkan) tujuan pembelajaran bahasa Arab dengan konteks materi yang diajarkan. Selain itu, guru selazimnya menguasai cabangcabang ilmu bahasa Arab yang lain, seperti cara mengungkapkan bahasa Arab dengan Jawdat al-Rukabi, Thuruq Tadrîs al-Lughah alʻArabiyyah (Damaskus: Dâ r al-Fikr, 1996), h. 22-23. 16
benar, membacanya yang benar, dan memahaminya.17 Dengan demikian, tujuan utama pembelajaran bahasa Arab adalah mampu mengungkapkan dengan bahasa Arab yang benar. Siswa harus dapat mengungkapkan keinginannya atau apa yang terlintas dalam pikirannya dengan sempurna dan benar, baik secara lisan atau tulisan. Siswa mampu memahami apa yang dia baca atau dengarkan, dan dia bisa ikut serta dalam berpikir sesuai dengan kamampuannya, usianya, dan kegemarannya.18 Adapun pengelolaan tujuan pembelajaran bahasa Arab dapat diperinci sebagai berikut: 1. Memberi pemahaman kepada siswa, khususnya siswa tingkat aliyah, bahwa bahasa adalah ungkapan makna dan pikiran; kata-kata tidak memiliki arti apa-apa kecuali jika memiliki tujuan. Pembelajaran bahasa Arab sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan berkreasi dalam diri siswa. 2. Siswa dapat membaca teks dengan kecepatan yang disesuaikan dan dapat memahaminya dengan benar, dapat membedakan antara pokok pikiran utama (kalimat utama) dan kalimat tambahan, mampu mengembangkan kemampuan membacanya di tingkat Aliyah, dan mampu memberikan kritik terhadap apa yang dibaca, dan bisa mengambil pelajaran dari apa yang dia baca untuk diterapkan dalam kehidupannya. 3. Mampu mengembangkan kemampuan siswa untuk menyimak apa yang dia dengar dan mampu memahaminya secara benar dan luas, serta mampu 17 18
Jawdat al-Rukâ bı̂, ibid., h. 23. Ibid.
Fathur Rohman
67
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
memberikan kritik jika materi yang didengarnya itu tidak sesuai dengan tingkat pendidikan yang dia jalani. 4. Mampu mengembangkan kegemaran siswa untuk membaca dan menikmati apa yang mereka baca dengan memotivasinya untuk membaca kitabkitab yang disenaginya, khususnya di waktu luang. 5. Siswa mampu memahami teks-teks sastra, menemukan keindahan sastranya, menikmatinya, menganalisanya, dan mengkritiknya. 6. Siswa mampu memilih bacaan yang baik. 7. Siswa mampu menyimpulkan kaidahkaidah dasar bahasa Arab yang ada dalam bahasa dan tulisan, serta banyak melakukan latihan. 8. Siswa mampu menggunakan kamus dan mampu menyelesaikan beberapa pertanyaan, serta mampu menggunakan beberapa buku referensi Arab. 9. Siswa mampu memahami arti sebuah kalimat ketika membaca al-Qur’an dan ketika melantunkan sebuah syair. 10. Menumbuhkan keterampilan dan kemampuan siswa dalam berdiskusi, mengungkapkan pikirannya, pendapatnya, mengutarakan keinginannya, berpidato, dan menulis makalah. 11. Menjadikan siswa mampu mengungkapkan pengalamannya dan pendapatnya dalam bentuk tulisan yang menggunakan gaya bahasa yang benar, mengungkapkan ikirannya dengan benar dan teratur, serta memperhatikan pengunaan kaidah nomerik, membaginya menjadi beberapa paragraf, dan memperhatikan pengunaan catatan kaki.
68
12. Siswa mampu menulis dengan khat (tulisan) yang jelas dan rapi, sedangkan guru harus mampu mengembangkan bakat-bakat khusus siswa. 13. Siswa mampu berkomunikasi dengan teks-teks sastra dari berbagai macam masa yang berbeda. Pembelajaran bahasa Arab mampu menunjukkan bakat-bakat khusus siswa yang berbeda-beda, khususnya dalam aspek sastra.19
Strategi Pengelolaan Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab Di antara masalah pengelolaan tujuan pembelajaran bahasa Arab adalah perencanaan organisasi materi pembelajaran yang tidak teratur atau sistematis. Perencanaan yang tidak sistematis dapat menghambat pencapaian tujuan pembelajaran yang direncanakan. Padahal, keteraturan tema/topik yang diajarkan guru akan membantu pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Arab. Sebab, setiap tema atau materi pembelajaran bertujuan untuk mendukung tujuan pembelajaran bahasa Arab. Untuk mengatur tema-tema pembelajaran, sebaiknya guru menggunakan kaidah bahasa untuk mengevaluasi pembelajaran menulis dan berbicara, kaidah penulisan untuk membenarkan kesalahan penulisan, serta kaidah qirâ’ah dan kitâbah untuk membantu mengungkapkan pikiran dan komunikasi berbahasa. Guru hendaknya memahami bahwa tujuan mempelajari bahasa itu bukan untuk menguasai kaidah tata bahasa (qawâʼid). Sayangnya, kita sering melihat sebagian guru yang berusaha mengubah pembelajaran teks-teks Arab 19
Jawdat al-Rukâ bı̂, ibid., h. 75-76.
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
menjadi pelajaran qawâʼid, padahal hal itu bisa menjadikan siswa enggan dan malas belajar.20 Agar tujuan pembelajaran bahasa Arab bisa tercapai dan dapat direalisasikan dalam pembelajaran, baik oleh guru atau oleh siswa, maka penyusunan tujuan pembelajaran bahasa Arab harus mengikuti sistem pengelolaan tujuan yang baik. Pengelolaan tujuan pembelajaran bahasa Arab dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya: 1. Harus membatasi tujuan-tujuan operasional yang sifatnya umum di setiap materi pembelajaran. 2. Setiap tema pembelajaran dibatasi dengan tujuan pembelajaran. 3. Memberi keterangan bahwa tujuan pembelajaran itu bisa membantu kesuksesan proses pembelajaran bahasa dalam memilih isi materi, soal, dan metode pembelajaran. 4. Penjelasan dalam tujuan operasional pembelajaran dapat memotivasi guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa tersebut.21
Materi Pembelajaran Bahasa Arab Materi pembelajaran bahasa Arab tidak hanya terdiri dari sekumpulan pengetahuan atau kumpulan informasi, tetapi harus merupakan kesatuan pengetahuan terpilih dan dibutuhkan, baik bagi pengetahuan itu sendiri maupun bagi siswa dan lingkungannya.22 Materi pembelajaran 20 Mahmud Ahmad Sayyid, Fî Tharâʼiq Tadrîs al-Lughah al-ʻArabiyyah (Damaskus: tp., 1997), h. 736-737. 21 Ibid., h. 737. 22 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Rosda Karya, 2006), h. 127.
dalam pendidikan modern meliputi tiga jenis materi, yaitu ilmu pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan niali-nilai (afektif).23 Materi pembelajaran bahasa Arab dapat dibagi menjadi dua kelompok tingkatan siswa, yaitu siswa pemula dan siswa lanjutan. Materi untuk kelompok siswa pemula memiliki pengertian sebagai berikut: 1. Buku yang ditujukan untuk siswa pemula di setiap kelas yang mengandung pelajaran empat keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Teks utama menjadi bahasan yang dipelajari, isinya memuat berbagai macam keterampilan berbahasa serta kebudayaan. 2. Buku latihan yang digunakan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas bahasa Arab. 3. Buku pedoman guru di setiap kelas yang berisi cara menyampaikan materi pelajaran, tujuan-tujuan pembelajaran, keterampilan berbahasa, dan kebudayaan yang dapat dikembangkan oleh siswa di setiap kelas, serta cara berinteraksi dengan buku ajar. Buku ini bisa juga memuat beberapa pembelajaran bahasa di kelas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan kurikulum.24 Materi pelajaran bahasa Arab untuk siswa tingkat lanjut memiliki pengertian sebagai berikut: 1. Buku bacaan, buku sastra, dan teks-teks Arab yang dipelajari oleh siswa. 23 Hanun Asrohah dan Anas Amin Alamsyah, Pengembangan Kurikulum (Surabaya: Kopertais wilayah IV, 2010), h. 112. 24 Rusydi Ahmad Thuʻaimah, Manâhij Tadrîs al-Lughah al-ʻArabiyyah bi al-Taʻlîm al-Asâsî, (Kairo: Dar al-Fikr al-ʻArabi, tt.), h. 55-56.
Fathur Rohman
69
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
2. Buku untuk latihan berbahasa Arab yang dipelajari oleh siswa di berbagai kelas dan mengajarkan tentang kaidah nahwu, sharaf, imla’ dank khat. 3. Buku yang memiliki judul tertentu, yang melatih siswa untuk memperoleh pengetahuan, dan siswa merasa senang ketika membacanya. 4. Buku pedoman guru di berbagai kelas yang memberi pengetahuan guru tentang cara menggunakan buku-buku pelajaran berbahasa Arab.25
Strategi Pengelolaan Materi Pembelajaran Bahasa Arab Di antara problem pengelolaan materi pembelajaran adalah pada prioritas materi atau keterampilan bahasa yang akan diajarkan. Ada yang memprioritaskan aspek menyimak dan berbicara, dan ada pula yang mengutamakan aspek menulis dan membaca. Guru yang mengutamakan aspek menulis akan membatasi materi muhâdatsah (percakapan) sehingga siswa jarang berlatih berbicara dalam bahasa Arab dan tidak terbiasa menyimak ungkapan bahasa Arab. Bahkan, guru kadang mengubah pembelajaran qirâ’ah (membaca) menjadi pembelajaran menulis atau mengerjakan soal-soal bahasa Arab.26 Selain itu, guru bahasa Arab juga sering mengajari siswa tingkat dasar (ibtidâʼî) menulis huruf-huruf dan kalimat-kalimat bahasa Arab sejak awal masuk sekolah. Hal ini menjadikan siswa merasa sulit dan frustrasi dalam mempelajari bahasa Arab karena belum mampu menulis karakter huruf Arab yang rumit, terutama ketika disambung atau diputus.27 25 26 27
70
Rusydi Ahmad Thuʻaimah, ibid., h. 56. Mahmud Ahmad Sayyid, op. cit., h. 736. Ibid.
Fenomena di atas menunjukkan pentingnya memahami pengelolaan organisasi materi pembelajaran bahasa Arab agar tidak membuat siswa frustrasi. Langkah-langkah pengelolaan materi pembelajaran bahasa Arab adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan rencana pembelajaran untuk suatu program jurusan. 2. Menyiapkan rencana kurikulum materi (buku ajar) dan unsur-unsur yang pokok (yang akan dibahas). 3. Menyusun prinsip-prinsip penyusunan materi yang disetujui oleh dewan penasihat atau panitia program. 4. Menyiapkan struktur materi pembelajaran dalam bentuk cetak dan menyusunnya dalam bentuk buku ajar. 5. Mengevaluasi kandungan materi kebahasaan yang akan ditulis dalam buku ajar. 6. Mendesain proses pembelajaran dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembelajaran. 7. Menulis aspek-aspek keterampilan bahasa dan kebahasan yang dimuat dalam materi. 8. Membuat desain yang menarik pada layout isi buku dan mencetaknya. 9. Meneliti hasil cetakan dan melengkapinya dengan sampul yang menarik.28
Metode Pembelajaran Bahasa Arab Metode dalam bahasa Arab disebut tharîqah, pendekatan disebut madkhal, dan teknik disebut uslûb. Ketiga istilah Yusri al-Mihdawi, Intâj al-Mawâdd alTaʻlîmiyyah li Barâmij al-Taʻlîm ‘an Buʻd (al-Mamlakah al-Maghribiyah, 2000), h. 130-131. 28
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ini memiliki persamaan dan kemiripan arti sehingga banyak buku pembelajaran bahasa Arab menyamakan ketiganya dalam penggunaannya, tetapi ada juga yang membedakan pengertiannya. Edward Antony (1963) menjelaskan konsep ketiga istilah tersebut sebagai berikut. Pendekatan adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat bahasa dan belajar-mengajar bahasa. Metode adalah rencana menyeluruh penyajian bahasa secara sistematis berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Sedangkan, teknik adalah kegiatan spesi ik yang diimplementasikan dalam kelas, selaras dengan metode dan pendekatan yang telah dipilih. Dengan demikian, pendekatan bersifat aksiomatis, metode bersifat prosedural, dan teknik bersifat operasional.29 Menurut Nana Sudjana, metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dalam pengertian lain, metode mengajar merupakan cara-cara yang digunakan guru untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan. Dalam kegiatan mengajar, makin tepat metode yang digunakan maka makin efektif dan e isien kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa, yang pada akhirnya akan menunjang dan mengantarkan keberhasilan belajar siswa dan keberhasilan mengajar yang dilakukan oleh guru. Sebab, guru harus dapat memilih dengan tepat metode apa yang akan digunakan dalam mengajar dengan melihat tujuan belajar yang hendak dicapai, situasi, dan kondisi, serta tingkat perkembangan siswa.30 Ahmad Fuad Efendi, Metodologi Pembelajaran Bahassa Arab (Malang: Misykat, 2005), h. 6. 30 Dalam Darwyn Syah, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Gaung Persada Pers, 2007), h. 133. 29
Penggunaan dan pemilihan metode oleh guru bahasa Arab sangat mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran bahasa Arab yang mencakup empat keterampilan berbahasa, yaitu istimâʻ (menyimak), kalâm (berbicara), qirâ’ah (membaca), dan kitâbah (menulis). Karena itu, seorang guru dituntut untuk menguasai banyak metode pembelajaran bahasa Arab. Di antara metode pembelajaran bahasa Arab adalah metode nahwu wa tarjamah, mubâsyirah, samʻiyyah syafahiyyah, îhâʼiyyah, shâmitah, istijâbah al-jasadiyyah al-kâmilah, ittishâliyyah, dan lain sebagainya. Dengan menguasai berbagai macam metode tersebut, guru dapat melaksanakan pembelajaran bahasa Arab dengan baik, dinamis, menyenangkan, dan memberdayakan.
Strategi Pengelolaan Metode Pembelajaran Bahasa Arab Kebanyakan guru bahasa Arab masih mengajar dengan menggunakan metode ceramah. Hasilnya, siswa lebih banyak memahami ilmu kebahasaan tetapi kurang terlatih pada keterampilan bahasa. Sedangkan, pengetahuan kebahasaan akan cepat dilupakan apabila tidak ada interaksi dengan pikiran dan tanpa pelatihan.31 Guru bahasa Arab juga sering kali menggunakan model pembelajaran yang monoton, padahal materi yang diajarkan tidak sama dan lebih menuntut pada keterampilan berbahasa. Guru juga terkadang mengabaikan tahapan-tahapan yang benar dalam pembelajaran bahasa Arab, sehingga pembelajarannya tidak konstruktif. Pembelajaran model demikian tentunya bertentangan dengan tuntutan zaman 31
Mahmud Ahmad Sayyid, loc. cit.
Fathur Rohman
71
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
sekarang. Guru-guru di negara-negara berkembang seharusnya menciptakan situasi belajar positif yang melibatkan siswa aktif dalam menemukan pengetahuan secara efektif dan membatasi peran guru dalam pengawasan dan evaluasi.32 Kemampuan pengelolaan pembelajaran bahasa Arab sangat dibutuhkan oleh guru ketika mengajar bahasa Arab. Ia menjadi kunci kesuksesan proses pembelajaran bahasa Arab. Dan, pencapaian tujuan pembelajaran bahasa Arab sangat ditentukan oleh metode pembelajarannya. Seorang guru harus dapat mengelola proses pembelajaran bahasa Arab dalam hal memilih metode, menerapkan metode, mengelola kelas, dan menggunakan media pembelajaran. Sebuah metode dianggap berhasil apabila aplikasinya memenuhi beberapa persyaratan berikut: 1. Metode harus sesuai dengan kondisi siswa, tingkat pertumbuhan akalnya, aspek-aspek sosial dan ekonominya, serta lingkungan keluarganya. 2. Metode harus mengikuti prinsip pembelajaran secara bertahap, seperti dari yang mudah ke yang sulit, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang jelas ke yang abstrak, dan dari yang hissi (indrawi) ke yang masuk akal, sehingga dapat digunakan guru dalam membimbing pembelajaran. 3. Metode harus mampu mengakomodir semua perbedaan individual siswa di kelas, keragaman perilakunya, kecerdasan IQ-nya, dan kekuatan isiknya. Terhadap perbedaan tersebut, guru bahasa Arab harus mampu mengatasinya.33 Ibid. Muhammad ʻAbd al-Qadir Ahmad, Thuruq Taʻlîm al-Lughah al-ʻArabiyyah (Kairo: Maktabah al32 33
72
Dengan demikian, strategi pengelolaan metode pembelajaran bahasa Arab adalah dengan cara menguasai berbagai metode yang sesuai dengan karakter keragaman siswa di kelas serta sesuai dengan materi dan keterampilan bahasa Arab yang diajarkan.
Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab Evaluasi berasal dari kata evaluation (Inggris). Kata ini diserap dalam perbendaharaan bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian pelafalan menjadi “evaluasi”. Arti evaluasi adalah suatu upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Evaluasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang hasil pekerjaan tertentu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.34 Guru adalah seorang evaluator kurikulum, sehingga dia harus melakukan pertimbangan penting, yaitu evaluasi formatif untuk perbaikan program, dan evaluasi sumatif untuk memutuskan kelanjutan program yang dievaluasi, atau menghentikannya dengan program lain. Model-model evaluasi yang dapat dipilih dan diaplikasikan adalah model pencapaian tujuan, model pertimbangan, model pengambilan keputusan dan model deskriptif.35 Nahdhah, 1979), h. 8. 34 Suharsimi Arikunto, Evaluasi Program Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 1-2. 35 Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: Rosda Karya, 2009), h. 191.
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Evaluasi dalam pembelajaran bahasa Arab memiliki berbagai macam kegunaan, antara lain:36 1. Evaluasi mengarahkan siswa pada semangat belajar. Siswa akan belajar rajin ketika hendak ujian. Berbagai macam ulangan dapat direspons positif oleh siswa dengan berbagai cara belajar. Evaluasi juga bisa menjadi sarana yang baik agar guru dan siswa lebih memperhatikan tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan. 2. Evaluasi menjadikan guru lebih bersungguh-sungguh dalam mengajar. Sebab, guru biasanya mengajar dengan menggunakan strategi yang sesuai dengan soal-soal ujian. Itu artinya, ulangan-ulangan bisa memperkuat hafalan (pemahaman) siswa karena strategi yang digunakan guru dalam mengajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. 3. Evaluasi menjadi sarana efektif untuk memberikan umpan balik karena materi pelajaran mengarah pada evaluasi yang membantu identi ikasi pencapaian tujuan pembelajaran. 4. Evaluasi dapat memberikan laporan hasil pembelajaran, seperti penerimaan siswa di sekolah, pembatasan penetapan siswa, jenis jurusan yang akan diambil, dan kenaikan kelas.37 Dari berbagai macam kegunaan evaluasi pembelajaran bahasa Arab di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama evaluasi adalah untuk mengukur ketercapaian pembelajaran bahasa Arab.
Strategi Pengelolaan Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab Evaluasi yang objektif seharusnya bisa mengukur sejauh mana guru dapat merealisasikan tujuan-tujuan pembelajaran.38 Namun, guru bahasa Arab sering kali menggunakan soal-soal tes pencapaian hasil belajar hanya untuk mengukur keterserapan materi pembelajaran, tidak sampai pada kemampuan berbahasa Arab. Padahal, kemampuan berbahasa merupakan bagian penting tujuan belajar bahasa. Selain itu, terdapat kerancuan antara materi yang diberikan dengan tes untuk mengevaluasi hasil belajar. Akibatnya, sering dijumpai bahwa tes bahasa Arab lebih mengedepankan penguasaan tatabahasa dan unsurunsur bahasa, seperti kosakata dan struktur kalimat.39 Fenomena di atas disebabkan oleh ketidakmampuan guru dalam membuat tes bahasa Arab terstandar yang mampu mengukur kemampuan berbahasa siswanya. Oleh karena itu, hal mendasar yang perlu diperbaiki adalah mengubah paradigma belajar bahasa Arab dari semata-mata menguasai ilmu bahasa Arab menjadi terampil menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulis.40 Selanjutnya, ulangan-ulangan yang disusun harus mampu mengevaluasi seluruh bidang keterampilan bahasa, seperti menyimak dan bercakap, di samping mengetes kemampuan imlâ’ (dikte), qawâʻid (kaidah bahasa), dan mufradât. Namun, untuk siswa tingkat pertama, sebaiknya ulangan dilakukan untuk mengukur kemampuan menghafal mufradât dan kaidah Mahmud Ahmad Sayyid, op. cit., h. 737. Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab (Bandung: Rosda, 2011), h. 284. 40 Ibid., h. 283. 38
Uril Bahruddin, Mahârah al-Tadrîs (Malang: UIN Press, 2011), h. 198 37 Ibid. 36
39
Fathur Rohman
73
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
bahasa, bukan mengukur pemahaman yang bersifat analisis kritis dan kemampuan berinteraksi.41 Ada beberapa langkah yang harus dilalui dalam mengembangkan sebuah tes, yaitu: 1. Menganalisis standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). 2. Menyusun peta konsep utama berdasarkan SK dan KD yang diperlukan untuk mengelompokkan kompetensi esensial dan level pemahaman. 3. Menyusun matriks rancangan tes atau kisi-kisi tes. 4. Memilah peta konsep berdasarkan indikator yang ingin dikembangkan menjadi item tes. 5. Menyusun spesi ikasi untuk satu atau lebih butir soal. 6. Menulis butir soal berdasarkan spesi ikasi butir soal yang telah dikembangkan. 7. Menentukan rubrik soal berdasarkan spesi ikasi butir soal yang telah dikembangkan. 8. Menentukan rubrik atau pedoman penskoran.42
Siswa dan Guru dalam Pembelajaran Bahasa Arab Dalam bahasa Arab, kata yang merujuk makna siswa adalah tilmîdz (jamak: talâmîdz) yang artinya murid yang belajar (diajar) dan thâlib (jamak: thullâb) yang artinya pencari (ilmu). Kata pertama digunakan untuk tingkat dasar, sedangkan kata kedua digunakan untuk tingkat menengah dan perguruan tinggi. Karakteristik siswa atau peserta didik adalah orang yang belum dewasa dan 41 42
74
Mahmud Ahmad Sayyid, op. cit., h. 737 Acep Hermawan, op. cit., h. 280.
memiliki sejumlah potensi dasar yang masih perlu dikembangkan. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi perserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama guru akan efektif jika ia memiliki tingkat profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu.43 Ada beberapa sifat yang harus dimiliki oleh guru bahasa Arab, di antaranya adalah: 1. Menyukai materi yang diajarkan. Guru yang tidak menyukai pelajaran bahasa Arab tidak mampu menjadikan siswanya mencintai bahasa Arab. 2. Menguasai materi yang diajarkan. Guru bahasa Arab yang tidak menguasai materi bahasa Arab tidak bisa mengajar dengan langkah-langkah yang benar. 3. Guru bahasa Arab harus mampu berbicara fasih dalam bahasa Arab serta berperilaku yang baik. Berbicara bahasa Arab yang fasih adalah sarana utama untuk mengajarkan bahasa Arab. Dengan kefasihannya, guru dapat memotivasi siswanya untuk belajar bahasa Arab sehingga mereka dapat menguasai keterampilan berbahasa dan senang belajar bahasa Arab. 4. Guru bahasa Arab harus banyak menguasai kebudayaan dan sumbersumber belajar berbahasa Arab. 5. Guru merupakan sosok pembimbing. Selain mengajar di dalam kelas, guru bahasa Arab harus membimbing siswanya dengan menunjukkan sumber Sudarwan Danin dan Khairil, Profesi Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 5. 43
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
belajar bahasa Arab atau mengadakan percakapan dengan bahasa Arab di luar kelas. 6. Guru bahasa Arab tidak boleh hanya mengajar tetapi harus memiliki karya sastra secara umum, serta suka mengikuti penyusunan buku ajar. Hasil karya sastra yang umum akan memperkaya pengetahuan kebudayaannya, dan penyusunan buku ajar akan menambah kemampuan mengajarnya serta pengalaman untuk memperbaiki pores pembelajaran bahasa Arab.44
Strategi Pengelolaan Siswa dan Guru Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam: pandai, sedang, dan kurang. Karena itu, guru harus mengatur kapan siswa bekerja perorangan, berpasangan, berkelompok, atau klasikal. Jika berkelompok, kapan siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuan sehingga ia dapat berkonsentrasi membantu yang kurang, dan kapan siswa dikelompokkan secara campuran sehingga terjadi tutor sebaya. Dalam hal ini, guru dapat mengatur dan merekayasa siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangsung.45 Keragaman siswa harus dipahami guru dalam mengatur strategi pengelolaan kelas, sehingga tidak ada satu siswa pun yang merasa tidak diperhatikan atau dirugikan dalam proses pembelajaran bahasa Arab. Perbedaan antara peserta didik mengharuskan layanan pendidikan yang berbeda terhadap mereka. Bila layanan Jawdat al-Rukâ bı̂, op. cit., h. 47-48. Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 112. 44
45
secara individual dianggap kurang e isien, dilakukan pengelompokan berdasarkan persamaan dan perbedaan peserta didik, agar kekurangan pada pengajaran secara klasikal dapat dihindari. Dengan perkataan lain, pengelompokan adalah konvergensi dari pengajaran sistem klasikal dan sistem individual. Alasan pengelompokan peserta didik juga didasarkan atas realitas bahwa peserta didik secara terus menerus tumbuh dan berkembang. Di sini, pengelompokan dapat mengatasi kesenjangan tumbuhkembang keragaman peserta didik, sehingga peserta didik yang lamban tidak mengganggu yang cepat atau sebaliknya.46 Pengelompokan atau grouping didasarkan atas pandangan bahwa peserta didik mempunyai kesamaan dan perbedaan. Kesamaan peserta didik menempatkan mereka di kelompok yang sama, dan perbedaan mereka menempatkannya di kelompok yang berbeda.47 Mitchun (1960) mengemukakan dua jenis pengelompokan peserta didik. Pertama, ability grouping, yaitu pengelompokan berdasarkan kemampuan (kepandaian tertentu). Kedua, subgrouping with in the class, yaitu membagi kelompok besar menjadi kelompok kecil.48 Ability grouping berarti menggabungkan peserta didik yang pandai dengan yang pandai, yang kurang pandai dengan yang kurang pandai baik dalam satu kelas atau dalam beberapa kelas. Sub-grouping with the class berarti membagi beberapa kelompok kecil dari ability grouping atau berdasarkan kebutuhan tertentu. Kelompok-kelompok kecil pada tiap kelas dapat dibentuk berdasarkan karakteristik individu berikut: 46 47 48
Ibid., h. 96 Ibid., h. 95 Ibid., h. 96
Fathur Rohman
75
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
1. Interest grouping, yaitu pengelompokan yang didasarkan atas minat peserta didik. 2. Special need grouping, yaitu pengelompokan berdasarkan kebutuhan/ keterampilan khusus. 3. Team grouping, yaitu suatu kelompok yang terbentuk karena dua atau lebih peserta didik yang ingin bekerja dan belajar bersama untuk memecahkan masalah khusus. 4. Tutorial grouping, yaitu pengelompokkan peserta didik bersama guru untuk merencanakan kegiatan-kegiatan kelompoknya. 5. Research grouping, yaitu pengelompokkan dua atau lebih peserta didik untuk menggarap suatu topik penelitian yang akan dilaporkan di depan kelas.49 Selanjutnya, untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Arab, guru harus bertindak sebagai manajer dalam kelas ketika proses pembelajaran. Ketika mengelola pembelajaran bahasa Arab, guru harus memperhatikan hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Karaktristik peserta didik Kompetensi dasar yang diharapkan Waktu yang tersedia Sarana prasarana belajar Kemampuan dan ketepatan memilih pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang selaras dan serasi.50
Simpulan Masalah-masalah yang dihadapi oleh guru bahasa Arab dewasa ini tidak mungkin diselesaikan hanya dengan perencanaan pembelajaran yang baik, tetapi harus disertai dengan kepiawaian guru dalam melaksanakan dan mengelola pembelajaran. Pengelolaan atau manajemen pembelajaran diyakini dapat menyelesaikan masalah pembelajaran bahasa Arab, baik yang berkaitan dengan kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya secara profesional maupun yang berkaitan dengan keragaman individu siswa dalam belajar. Strategi pengelolaan pembelajaran bahasa Arab mencakup beberapa komponen dalam pembelajaran, yaitu: kurikulum, tujuan, metode, materi, evaluasi, dan siswa. Pengelolaan komponen-komponen tersebut bertujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang memberdayakan aspekaspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pengelolaan pembelajaran bahasa Arab harus dipandang sebagai usaha mengelola semua komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Arab, yaitu membekali para pebelajar untuk menguasai empat keterampilan berbahasa: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Arab. []
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, seorang guru dapat melaksanakan pembelajaran bahasa Arab dengan baik dan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Ibid., h. 98-100. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 174. 49 50
76
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Daftar Rujukan Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. Ahmad, Muhammad ʻAbd al-Qadir, Thuruq Taʻlîm al-Lughah al-ʻArabiyyah, Kairo: Maktabah alNahdhah, 1979. Ali, Atabik dan Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Gra ika, 1998. Arikunto, Suharsimi, dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media, 2008. Arikunto, Suharsimi, Evaluasi Program Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Asrohah, Hanun, dan Anas Amin Alamsyah, Pengembangan Kurikulum, Surabaya: Kopertais wilayah IV, 2010 Bahruddin, Uril, Mahârah al-Tadrîs, Malang: UIN Press, 2011. Brigs, Ann RJ. and Daniel Sommefeldt, Managing Effective Learning and Teaching, London: University of Leicester, 2002. Danin, Sudarwan dan Khairil, Profesi Kependidikan, Bandung: Alfabeta, 2010. Efendi, Ahmad Fuad, Metodologi Pembelajaran Bahassa Arab, Malang: Misykat, 2005. Hamalik, Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Rosda Karya, 2009. ––––––, Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010. Hermawan, Acep, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Rosda, 2011. Ibrahim, ʻAbd al-ʻAlim, al-Muwajjih al-Fannî li Mudarrisî al-Lughah al-ʻArabiyyah, Mesir: Dar al-Maʻarif, tt. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. al-Mihdawi, Yusri, Intâj al-Mawâd al-Taʻlîmiyyah li Barâmij al-Taʻlîm ‘an Buʻd, al-Mamlakah alMaghribiyyah, 2000. al-Rukabi, Jawdat, Thuruq Tadrîs al-Lughah al-ʻArabiyyah, Damaskus: Dar al-Fikr, 1996. Salamah, ʻAbd al-Ha izh Muhammad, Tashmîm al-Tadrîs, Riyadh: Dar al-Khariji, 2003. Sanjaya, Wina, Kurikulum Pembelajaran, Jakarta: Prenada Media Group, 2008 Sayyid, Mahmud Ahmad, Fî Tharâʼiq Tadrîs al-Lughah al-ʻArabiyyah, Damaskus: tp., 1997 Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Rosda Karya, 2006. Syah, Darwin, Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007. Thuʻaimah, Rusydi Ahmad, Manâhij Tadrîs al-Lughah al-ʻArabiyyah bi al-Taʻlîm al-Asâsî, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, tt. ––––––, Taʻlîm al-ʻArabiyyah li Ghair al-Nâthiqîn bihâ, Mesir: Jami’ah al-Mansurah, tt.
Fathur Rohman
77
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
78
Strategi Pengelolaan Komponen Pembelajaran Bahasa Arab
DESAIN SILABUS MATRIKULASI BAHASA ARAB PMIAI ICAS-PARAMADINA JAKARTA* Mauidlotunnisa Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra Jakarta email :
[email protected]
Abstract The aim of this research is to design a Arabic theaching syllabus for students at PMIAI ICASParamadina Jakarta that focused on Islamic philosophy and mysticism. The syllabus is an integrated syllabus which combines topics and academic reading skill based on Arabic for Academic Purposes. The process of syllabus design began with need analysis both internally and externally under the qualitative and quantitativ method. Based on the research indings, it is known that students in PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta need an Arabic matriculation for reading and understanding texts since their Arabic pro iciency level has not been adequate yet to conduct reading and understanding Islamic philosopy and mysticism texts in Arabic.
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ PMIAI» ﺪﻑ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺇ ى ﺗﺼﻤﻴﻢ ﺍﳌﻨﺎهج ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﻟﺘﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻟﺘﻤهﻴﺪﻳﺔ ﻟﻄﻼﺏ ﻳﺒﺪﺃ ﺗﺼﻤﻴﻢ ﺍﳌﻨﺎهج.« ﺑﺠﺎﻛﺮﺗﺎ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺮﻛﺰﻭﻥ ﺩﺭﺍﺳ ﻢ ﻋ ى ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻭﺍﻟﺘﺼﻮﻑICAS-Paramadina ﻭﺍﳌﻨهج ﺍﻟﺘﻌﻠﻴم ﺍﳌﺼﻤﻢ هﻮ ﻣﻨهج.ﺑﺘﺤﻠﻴﻞ ﺍلحﺎﺟﺔ ﺍﻟﺪﺍﺧﻠﻴﺔﻣﻦ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻭﺍلخﺎﺭﺟﻴﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻈﺮﻭﻑ ﺍلجﺎﻣﻌﻴﺔ (academic reading skill) ﺷﺎﻣﻞ ﻳﺠﻤﻊ ﺑ ﻥ ﻣﻮﺍﺿﻴﻊ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭ ﻣهﺎﺭﺓ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻷﻏﺮﺍﺽ ﺃكﺎﺩﻳﻤﻴﺔ يﺴﺘﺨﺪﻡ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ.(Arabic for Academic Purposes) “ﺍﻟﺘﺎبﻌﺔ ﳌﻨهج ”ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻷﻏﺮﺍﺽ ﺧﺎﺻﺔ PMIAI ICAS-” ﺣﺼﻠﺖ ﺍﻟﺒﺎﺣﺜﺔ ﻋ ى ﺿﻌﻒ ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻼﺏ، ﺑﻨﺎﺀ ﻋ ى ﺍﻟﻨتﻴﺠﺔ.ﺍﻟﻜﻴﻔﻴﺔ ﻣﻊ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍﻟﻜﻤﻴﺔ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺇ ى ﺑﺮﻧﺎﻣﺞ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻟﺘﻤهﻴﺪﻳﺔ ﺍﻟ ﻳﺼﻤﻤهﺎ ﺍلجﺎﻣﻌﺔ، ﻟﺬﻟﻚ.“ ﻋ ى ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔParamadina .ﻟ ﺮﻗﻴﺔ ﻣهﺎﺭ ﻢ ي ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓﺣ يﺴﺘﻄﻴﻌﻮﺍ ﺃﻥ ﻳﻘﺮﺅﻭﺍ ﻭيﻔهﻤﻮﺍ ﻧﺼﻮﺹ ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻭﺍﻟﺘﺼﻮﻑ Kata Kunci: silabus pegagogi, PMIAI ICAS-Paramadina, analisis kebutuhan, kemampuan membaca akademik, bahasa Arab tujuan akademik
Pendahuluan Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peningkatan jumlah perguruan tinggi yang membuka program studi kajian Islam, seperti ilsafat Islam, tasawuf, ekonomi syariah, dan sebagainya,yang mengintegrasikan ilmu-ilmu agama Islam. Program Magister Ilmu Agama Islam (PMIAI) Islamic Colledge for Advanced Studies (ICAS)-Paramadina Jakarta sebagai
salah satu program yang fokus pada ilsafat Islam dan tasawuf bertanggung jawab untuk mendesain silabus matrikulasi (persiapan) bahasa Arab yang sesuai dengan kebutuhan.Tulisan ini menjelaskan desain silabus matrikulasi bahasa Arab untuk mahasiswa program studi ilsafat Islam dan tasawuf di PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta (selanjutnya disingkat ICAS).
*Naskah diterima: 12 Maret 2014, direvisi: 15 April 2014, disetujui: 23 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Bahasa Arab merupakan mata kuliah inti pada bidang pengkajian Islam. Untuk mamahami kajian Islam secara komprehensif, dibutuhkan kemampuan bahasa Arab yang mapan. Namun, tidak sedikit mahasiswa yang diterima di perguruan tinggi Islam kurang mampu berbahasa Arab, padahal bahasa Arab adalah bahasa pengantar sumber pengetahuan Islam yang terutama, yaitu: al-Qurʼan dan hadis, juga buku-buku keislaman lainnya. Berdasarkan persepsi mahasiswa, pengakuan dosen, komentar sebagian sivitas PMIAI ICAS1 dan analisa penulis, diyakini ada beberapa faktor penyebab program pembelajaran bahasa Arab matrikulasi di PMIAI ICAS belum berhasil. Pertama, keragaman kemampuan bahasa Arab para mahasiswa yang disebabkan oleh sistem seleksi yang tidak mengakomodasi kemampuan awal bahasa Arab. Kedua, tidak ada penempatan kelas yang membedakan antara mahasiswa yang mampu dan yang kurang mampu dalam bidang bahasa Arab, sehingga sangat sulit memenuhi semua kebutuhan bahasa Arab mahasiwa secara simultan. Ketiga, kemasanbahan ajar (modul) kurang menarik minat pebelajar dan dosen jarang menggunakan media pembelajaran yang efektif. Keempat, tidak ada dinamisasi silabus yang dikembangkan oleh dosen selama 5 angkatan pengajaran matrikulasi bahasa Arab di ICAS. Padahal, silabus harus dinamis, berubah sesuai dengan kebutuhan pebelajar, dan bukan warisan yang stagnan. Kelima, tidak adaevaluasi silabus secara berkala oleh pemangku kebijakan akademik. Wawancara peneliti tanggal 8 Desember 2012, pukul 10.30 WIB 1
80
Berbagai kendala dan faktor penghambat yang terjadi pada kelas matrikulasi bahasa Arab di PMIAI ICAS pada akhirnya memunculkan sikap pasrah dan tidak peduli dari berbagai pemangku kepentingan. Karena itu, perlu dilakukan kajian ulang terhadap desain silabus bahasa Arab program matrikulasi yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa serta tujuan, visi, dan misi PMIAI ICAS. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memperbaiki sasaran dan tujuan, isi, metode, konsep, dan manajemen pembelajaran mata kuliah matrikulasi bahasa Arab di PMIAI ICAS yang dianggap kurang (tidak) berhasil mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam berbahasa, khususnya keterampilan membaca dan memahami teks bahasa Arab. Kuat dugaan, ketidakberhasilan program ini disebabkan oleh pengajaran yang bersifat gramatikasentris, tidak praktis-pragmatis, atau kurang relevan dengan kebutuhan dan kehidupan para mahasiswa. Beranjak dari latar belakang masalah yang ada, peneliti menyusun sebuah desain silabus bahasa Arab program matrikulasi yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Untuk itu, dilakukan analisis kebutuhan untuk memperoleh informasi tentang tujuan pembelajaran yang sesuai dengan harapan program PMIAI ICAS.
Landasan Teoretis Bahasa Arab untuk tujuan akademik (Arabic for Academic Purposes/AAP) berkiblat pada teori bahasa Inggris untuk tujuan akademik (EAP) yang merupakan bagian dari bahasa Inggris atau Arab untuk tujuan khusus (ESP/ASP). Menurut ‘Asyari, bahasa Arab untuk tujuan khusus adalah sebuah metode pembelajaran bahasa
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Arab yang materi ajarnya dibatasi oleh kebutuhan setiap pelajardari hasil analisis kebutuhan.2 Dasar pemikiran AAP untuk kelas matrikulasi pada prodi ilsafat Islam dan tasawuf PMIAI ICAS adalah pemikiran Dudley-Evans dan St. John yang membahas tentang EAP.3 Tentang membaca, Nurgiyantoro menjelaskan bahwa membaca merupakan aktivitas mental dalam memahami sesuatu yang dituturkan pihak lain melalui sarana tulisan.4 Bamford dan Day (1998) mengatakan bahwa membaca merupakan konstruksi makna dari sebuah pesan yang tertulis. 5 Goodman (dalam Long dan Richards, 1987) beranggapan bahwa membaca adalah suatu proses yang dilakukan pembaca dalam mengambil dan memilih informasi yang tersedia di dalam teks.6 Karena itu, pembaca harus memiliki karakteristik: (1) latar belakang pengetahuan; (2) kemampuan membaca (memahami rangkaian kosakata); (3) ketertarikan; (4) sikap. Robinson menjelaskan, membaca sangat diperlukan dalam pembelajaran EAP karena pembelajaran bahasa melalui tulisan Ahmad ‘Asyari, Taʻlîm al-‘Arabiyyah li Aghrâdh Muhaddadah (Al-Majallah Al-‘Arabiyyah li al-Dirâ sâ t al-Lughawiyyah, Ma‘had Al-Khourthom al-Dawly, Jilid 1, 2 Februari 1983), h. 116. Jamil Husain Muhammad, Ta‘lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah li AghrâdhAkâdîmiyyah li Thullâb al-Dirâsât alIslâmiyyah, Disertasi (Sudan: Jami‘ah Naylin Khourthom, 2006), h. 42. 3 T.Dudley-Evansdan M.J. St.John, Developments in English for Speci ic Purposes: A Multi-disciplinary Approach (Cambridge: Cambridge University Press, 1998), h. 56. 4 B. Nurgiantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2001), h. 31. 5 J. Bamforddan R.R. Day, Extensive Reading Activities for Teaching Centered Approach (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), h. 63. 6 Jack C. Richards, Curriculum Development in Language Teaching (Cambridge: Cambridge University Press, 2001), h. 31. 2
danlisan tetap berakar dari membaca.7 Jordan (1997) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, sibelajar dituntut untuk mengenali dengan akuratkata, struktur bahasa, tata bahasa, tampilan bahasa, dan sebagainya.8 Melalui kegiatan membaca, sibelajar diharapkan tidak hanya memahami suatu teks tetapi juga meningkatkan keterampilan bahasanya. Kusni (2004) menyatakan bahwa membaca adalah keterampilan yang sangat penting di antara empat keterampilan bahasalainnya.9 Sebab, pada pembelajaran keterampilan membaca, penguasaan kosakata dan tata bahasa dikembangkan melalui, misalnya, menebak arti kata dari konteks, mengenali awalan, akhiran, dan akar kata, mendiskusikan atau mende inisikan istilah, serta menggunakan petunjuk gramatikal untuk mengartikan kata.10 Harmer mengatakan bahwa untuk mendapatkan manfaat yang maksimum dalam membaca, sebaiknya pembelajar melakukan ancangan membaca intensif dan ekstensif.11 Ancangan membaca ekstensif dilakukan untuk memicu motivasi mahasiswa agar mau membaca sehingga dapat mendukung ancangan membaca intensif. Membaca intensif merupakan carayang baik P.C. Robinson, ESP Today; A Practitioner’s Guide (Hertfordshire: Prentice Hall International, 1991), h. 75. 8 R.R.Jordan, English for Academic Purposes: A Guide and Resources Book for Teachers (Cambridge: Cambridge University Press, 1997), h. 107. 9 Kusni, Model Perancangan Program English for Speci ic Purposes (ESP) di Perguruan Tinggi, Disertasi Program Pascasarjana (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004), h. 75. 10 M.Longdan J. C. Richards, Methodology of Thesol (New York: New Burry Publisher, 1987), h. 150. 11 J. Harmer, The Practice of English Language Teaching (USA: Pearson Education, 2007), edisi IV, h.25. 7
Mauidlotunnisa
81
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
untuk membentuk keterampilan membaca teks berbahasa Arab di perguruan tinggi. Namun, disebabkan keterbatasan waktu, membaca intensif kurang optimal bagi mahasiswa PMIAI ICAS. Jadi, mahasiswa diberikan latihan keterampilan membaca lebih lanjut melalui ancangan membaca ekstensif di luar kelas. Dalam ancangan terakhirini, mahasiswa dapat melatih keterampilan membaca secara mandiri berdasarkan ancangan membaca intensif. Untuk memperoleh hasil yang baik, pembelajaran membaca bahasa Arab seharusnya difokuskan pada tiga hal, yaitu (1) membaca intensif di dalam kelas, (2) membaca ekstensif di luar kelas, (3) pengembangan kosakata. Menurut Richards, silabus adalah spesi ikasi isi kursus, sedangkan kurikulum memiliki cakupan yang lebih menyeluruh daripada silabus.12 Pembelajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus memiliki beberapa model silabus, di antaranya: (1) silabus yang berpedoman pada pola-pola bahasa; (2) silabus yang berfokus pada materi ajar atautopik yang sesuai kebutuhan mahasiswa; (3) silabus yang berfokus pada empat keterampilan bahasa (istimâʻ, kalâm, qirâʼah, dan kitâbah); (4) silabus komunikatif yang terdiri dari kegiatan komunikasi seperti tanya jawab, sapaan, dan lain sebagainya.13 Jenis desain silabus matrikulasi ini adalah gabungan dari beberapa jenis silabus di atas yang diwujudkan dalam silabus pedagogis berbasis teks. Hal itu sejalan dengan pemikiran parapakar tentang mixed/layered/multy/integrated Jack C. Richards, op. cit., h. 2. Mukhtar al-Thahir, Taʻlîm al-ʻArabiyyah li Aghrâdh Akâdîmiyyah (Kuala Lumpur: Nadwah Qadhâ yâ al-Lughah al-‘Arabiyyah wa Tahaddiyyâ tihâ fı̂ al-Qarn 21, 1996), h. 12. 12 13
82
syllabus.14 Silabus yang didesain merupakan silabus pedagogis yang mempertimbangkan penyesuaian strategi dan teknik pembelajaran dengan waktu yang pendek, yaitu 100 menit perpertemuan (selama 16 kali pertemuan), dan dengan tujuannya, yaitu mampu membaca dan memahami teks yang bersumber dari buku ilsafat Islam dan tasawuf. Desain silabus diawali dengananalisis kebutuhan, sebagaimana anjuran para pakar kurikulum dan desain silabus.15 Secara umum, analisis kebutuhan adalah proses pengumpulan informasi mengenai kebutuhan dan preferensi pebelajar. Menganalisis kebutuhan pebelajar merupakan hal mendasar dalam merancang silabus. Hasil dari analisis kebutuhan akan memperjelas tujuan yang dicapai oleh pembelajar. Karena itu, desain silabus ini akan berpijak pada hasil analisis kebutuhan pebelajar, yaitu mahasiswa matrikulasi program studi Filsafat Islam dan Tasawuf PMIAI ICAS.
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut. Seperti J.D. Brown dalam The Elements of Language Curriculum (Boston: Heinle & Heinle Publishers, 1995), juga R.R. Jordan, J. Harmer, dan Jack C. Richards dalam karya-karya mereka. 15 SepertiJ. Yalden dalam The Communicative Syllabus: Evolution, Design and Implementation, T. Hutchinsondan A. Waters dalam English for Speci ic Purposes: A Learning Centered Approach (Cambridge: Cambridge University Press, 1987), David Nunan dalam The Learner-Centred Curriculum (Cambridge: CambridgeUniversity Press, 1988). Lihat juga J.D. Brown, op.cit., h. 20, Jack C. Richards, op.cit.,h. 25, dan Rusydi Ahmad Thuʻaimah, Taʻlîm al-Lughah al‘Arabiyyah li Aghrâdh Khâshshah Mafâhîmuhu wa Ususuhu wa Manhajiyyâtuhu (Sudan: Maʻhad alKhourthom al-Duali, 2003), h. 75. 14
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X Academic Reading Skill FAP/AAP
kajian filsafat Islam dan tasawuf CLIL
Bahasa Arab
Studi teks filsafat Islam dan tasawuf & Literatur Islam Tradisional
Perancang Silabus
Analisis Kebutuhan
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengidenti ikasi kebutuhan dan mendeskripsikan silabus yang tepatguna berdasarkan analisis kebutuhan. Data diperoleh dariwawancara dan angket. Peneliti lalu menguanti ikasi data internal dan eksternal yang diperoleh sebagai acuan dalam menganalisis kebutuhan. Selain data dari informan dan responden, peneliti juga menggunakan sumber data berbentuk dokumen, yaitu silabus lama, daftar nilai tes masuk perguruan tinggi pelajaran bahasa Arab, modul/buku ajar bahasa Arab yang dipakai, dan beberapa buku referensi ilsafat dan tasawuf berbahasa Arab. Informan yang diwawancarai adalah ketua PMIAI ICAS, Kepala Biro Akademik, kepala Humas ICAS, satu dosen matrikulasi bahasa Arab, dan tiga mahasiswa matrikulasi bahasa Arab. Informasi yang digali mencakup data institusi dan pendapat tentang kemampuan berbahasa Arab mahasiswa yang diharapkan, faktor yang mendukung dan menghambat program, serta cara mengevaluasi program dan mengembangkannya. Responden yang
menjadi sasaran pengisian kuesioner adalah 21 mahasiswa kelas matrikulasi untuk mengetahui persepsi dan sikap merekatentang bahasa Arab, kemampuan berbahasa Arab mereka, tujuan dan harapannya dalam belajar, kemampuan bahasa Arab yang dibutuhkan, faktor pendukung dan penghambat, serta saransaran dari mahasiswa untuk pembelajaran bahasa Arab. Peneliti juga melakukan wawancara tidak terstruktur dengan pihak luar, yaitu Kabag Akademik Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Universitas Trisaksti, Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah Pascasarjana Universitas Indonesia, dan Koordinator Program Bahasa Arab Lembaga Bahasa Internasional Universitas Indonesia. Selain itu, peneliti melakukan observasi di kelas program matrikulasi bahasa Arab PMIAI ICAS untuk mengidenti ikasi aktivitas pembelajaran nyata di dalam kelas, mengetahui peran dosen dalam menggunakan istilah-istilah bahasa Arab, menyampaikan penjelasan dalam bahasa Arab, dan merekomendasikan serta menggunakan literatur berbahasa Arab. Analisis kebutuhan dalam penelitian ini adalah analisis situasi kini, analisis situasi sasaran, dan analisis data penunjang. Data yang diperoleh dari pengumpulan kuesioner, hasil wawancara, dan hasil observasi dianalisis untuk menggambarkan situasi kini dan situasi sasaran. Situasi kini dan situasi sasaran laludianalisis untuk memperoleh perpaduan topik dan penguasaan bahasa. Hal yang sama juga dilakukan pada data yang diperoleh dari pengumpulan dokumen. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan bahasa sebagai alat (Nunan dan Bailley, 2009). Pengolahan secara kualitatif ini melalui pengelompokan data
Mauidlotunnisa
83
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
berdasarkan aspek yang akan diteliti. Selanjutnya, dilakukan verifikasi guna memilih data terpenting, kurang penting, dan tidak penting. Terakhir, data yang diperlukan digabungkan, dimaknai, dan ditafsirkan sesuai dengan tujuan penelitian. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik sederhana, yaitu penjumlahan dan persentase data dalam bentuk tabulasi sehingga akan diketahui aspek yang persentasenya tertinggi, sedang, dan rendah. Hasilnya digunakan untuk menyusun urutan materi silabus berdasarkan aspek yang dimaksud.
Tingginya tingkat kebutuhan terhadap bahasa Arab tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan mahasiswa dalam berbahasa Arab, bahkan ada yang sama sekali belum mengenal bahasa Arab. Data hasil tes masuk mahasiwa menunjukkan: 71.42% mahasiswa berada di tingkat rendah (antara 0-49), 28.42% berada di tingkat sedang (antara 50-69), dan 0 % mahasiswa berada di tingkat tinggi. Itu berarti tidak ada satupun mahasiswa yang memiliki kemampuan yang baik dalam bahasa Arab seperti yang digambarkan pada bagan berikut. Tingkat kemampuan Bahasa Arab Mahasiswa
Diskusi Temuan Hampir semua aspek keterampilan menulis, menyimak, tata bahasa, dan kosakata umum yang dimuat dalam kuesioner sangat perlu dipelajari dan ditingkatkan oleh mahasiswa. Hal itu diketahui dari jawaban responden yang hampir semuanya menyatakan sulit dan sangat sulit, kurang dan sangat kurang memahami semua butir pertanyaan. Temuan ini menunjukkan bahwa para mahasiswa memiliki tingkat kebutuhan tinggi terhadap bahasa Arab dan ingin meningkatkan kemampuan memahami teks akademik berbahasa Arab. Hal ini diperkuat oleh pernyataan para pemangku kepentingan mengenai tujuan program matrikulasi bahasa Arab di PMIAI ICAS, yaitu agar mahasiswa mampu membaca dan memahami teks berbahasa Arab dari berbagai rujukan induk keislaman, khususnya buku ilsafat Islam dan tasawuf yang menjadi konsentrasi mereka. Mereka diproyeksikan sebagai calon pemikir Islam (Islamic Schoolar) yang menguasai bahasa Arab.
84
Gambar 5.3: Tingkat Kemampuan Bahasa Arab Mahasiswa
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan bahasa Arab mahasiswa PMIAI ICAS belum memadai untuk mampu memahami referensi berbahasa Arab tentang ilsafat Islam dan tasawuf. Data nilai kemahiran bahasa Arab yang diperoleh menunjukkan bahwa kemampuan bahasa Arab mahasiswa harus ditingkatkan khususnya pada aspek tata bahasa, kosakata, keterampilan membaca (reading skill/reading comprehension). Hasil penilaian pribadi mahasiswa (self assessment) terhadap kemampuan mereka pada setiap keterampilan bahasa, yaitu: menulis, berbicara, membaca, menyimak, tata bahasa, kosakata umum, dan kosakata khusus istilah ilsafat Islam dan tasawuf menunjukkan kemampuan yang rendah. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
tidak ada mahasiswa yang memiliki kemampuan bahasa Arab yang sangat baik dalam kemahiran apa pun. Meskipun kemampuan mahasiswa PMIAI ICAS tidak ada yang sangat menonjol, mayoritas (38.09%) mengaku memiliki kemampuan keterampilan menulis. Karena itu, keterampilan ini perlu ditingkatkan sedikit lagi. Dalam kemampuan keterampilan berbicara, mayoritas mahasiswa (42.85%) mengaku kurang mampu, tetapi hal ini tidak mengharuskan pengintensifan keterampilan tersebut karena kemampuan berbicara merupakan prioritas terakhir dalam matrikulasi ini. Selanjutnya, untuk kemahiran membaca, mayoritas mahasiswa (42.85%) merasa cukup mampu, tetapiketerampilan membaca masih perlu diutamakan dalam program matrikulasi bahasa Arab. Sementara itu, dalam kemahiran menyimak, mayoritas mahasiswa (47.61%) mengaku cukup mampu, tetapi masih cukup perlu ditingkatkan sebagai upaya meningkatkan pemahaman pada saat mendengarkan perkuliahan yang menggunakan pengantar bahasa Arab. Untuk kemahiran tata bahasa, mayoritas mahasiswa (33.33%) mengaku kurang mampu. Untuk penguasaan kosakata umum, hanya ada satu mahasiswa yang merasa mampu dengan baik dan sisanyayang mayoritas (42.85%) mengaku cukup mampu dalam penguasaan kosa kata umum berbahasa Arab. Sedangkan, untuk penguasaan kosakata khusus, yaitu istilahistilah ilsafat Islam dan tasawuf, hanya ada dua orang (9.52%) yang mengaku memiliki kemampuan penguasaan yang baik dan mayoritas (42.85%) mengaku kurang mampu menguasai kosa kata umum. Dari persentase di atas, secara umum terlihat
bahwa kemampuan bahasa Arab mahasiswa PMIAI ICAS adalah pada tataran cukup yang perlu ditingkatkan. Temuan lainnya adalah hanya ada 2 mahasiswa (9.52%) yang menyatakan sering tidak hadir pada mata kuliah matrikulasi bahasa Arab, sedangkan mayoritasnya (52.38%) menyatakan sering hadir. Hal ini menunjukkan tingginya minat dan motivasi mereka untuk mengikuti kelas matrikulasi bahasa Arab. Jadi, kesulitan mereka ketika belajar disebabkan oleh belum memadainya kemampuan bahasa Arab mereka. Minat dan motivasi yang tinggi dalam mempelajari bahasa Arab diharapkan mampu mendorong merekabelajar bahasa Arab untuk tujuan akademik sehingga mampu membaca dan memahami teks dan referensi berbahasa Arab tentang ilsafat Islam dan tasawuf. Strategi pembelajaran bahasa Arab di kelas matrikulasi sangat penting untuk memudahkan mahasiswa mencapai tujuan pengajaran mata kuliah ini. Hasil analisis yang didapat mengungkap bahwa sejumlah 66.66% mahasiswa menggunakan cara belajar kelompok kecil dengan baik. Sementara itu, strategi belajar yang digunakan mayoritas mahasiswa (85.71%) adalah diskusi. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran bahasa Arab matrikulasi di PMIAI ICAS harus lebih ditekankan pada diskusi kelompok kecil. Tidak ada satu pun mahasiswa yang mengabaikan pengetahuan tata bahasa karena mayoritas (61.90%) menyatakan sangat membutuhkannya. Hal itu berarti bahwa penguasaan terhadap aspek tata bahasa perlu dipelajari dan ditingkatkan. Pada penguasaan kosakata, sebanyak 57.14% mahasiswa menyatakan bahwa mereka membutuhkan kemampuan meng-implementasikan kosakata terkait
Mauidlotunnisa
85
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
dengan teks yang diberikan, dan 38,09% menyatakan sangat membutuhkan pembelajaran kosakata dalam mempelajari bahasa Arab. Aspek kebutuhan internal dalam program matrikulasiini adalah dosen yang menjadi fasilitator mahasiswadi dalam kelas. Peneliti menemukanbahwa kompetensi dosen bahasa Arab sudah cukup baik, khususnya untuk kompetensi pedagogi dan kebahasaan. Hal ini dibuktikan dari riwayat pendidikan Ibrahim Syu’aib yang alumni Khartoum, Sudan,dengan konsentrasi tarbiyah. Menurut fasilitator, motivasi mahasiswa dalam mempelajari bahasa Arab adalah hal terpenting dalam keberhasilan program matrikulasi bahasa Arab. Semua mahasiswa dan pemangku kepentingan di PMIAI ICAS menyatakan bahwa tujuan matrikulasi bahasa Arab yang mereka harapkan adalah untuk keperluan akademik, yaitu mampu membaca dan memahami teks serta referensi berbahasa Arab tentang ilsafat Islam dan tasawuf. Ketidakmampuan berbahasa Arab mahasiswa saat ini menjadi kendala dalam meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap kitab-kitab klasik asli berbahasa Arab yang menjadi sumber rujukan utama ilsafat Islam dan tasawuf. Temuan menarik lain adalah urutan keterampilan berbahasa yang paling diinginkan oleh mahasiswa untuk ditingkatkan. Pada awalnya, peneliti menduga bahwa dua keterampilan utama yang paling dibutuhkan dan ingin ditingkatkan adalah membaca dan menyimak. Namun, hasil analisis menunjukkan bahwa dua keterampilan yang paling diharapkan adalah membaca dan berbicara. Dalam hal ini, Ketua Program berpendapat sama dengan peneliti, yaitu keterampilan yang
86
penting ditingkatkan terlebih dahulu adalah membaca dan menyimak. Sedangkan, menurut informan mahasiswa, keterampilan membaca lebih dibutuhkan untuk memahami bahasan dalam buku referensi klasik sebagai sumber induk ilsafat Islam dan tasawuf. Menang-gapi hal tersebut, desain silabus dipusatkan pada peningkatan keterampilan membaca sebagai kebutuhan utama mahasiswa yang tidak mungkin bisa dipisahkan dari tata bahasa, kosakata, dan strategi membaca (reading skill) yang baik. Temuan selanjutnya adalah pengakuan dosen tentang proses pembelajaran di kelas. Dari hasil analisis terungkap bahwa proses pembelajaran ku-rang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Karena itu, urutan aspek kosakata dan tata bahasa yang tercakup dalam silabus harusdisesuaikan dengan hasil audit bahasa dengan mempertimbangkan tingkat kesulitannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ada kesenjangan antara harapan mahasiswa dan pihak terkait dengan kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh mahasiswa saat ini. Aspek lain yang dibahas adalah faktor pendukung dan penghambat. Dari hasil analisis ditemukan bahwa faktor pendukung yang tersedia guna meningkatkan kemampuan berbahasa Arab mahasiswa PMIAI ICASsangat baik. Buku referensi berbahasa Arab tentang ilsafat Islam dan tasawuf yang tersedia di perpustakaan sangat mendukung mahasiswa untuk keberhasilan studinya. Di samping itu, tugas penulisan tesis dan tuntutan akademik yang memotivasi mereka belajar bahasa Arab juga sangat mendukung. Dukungan fasilitas dan lingkunganpun sangat memadai. Selanjutnya, analisis audit bahasa dalam teks ilsafat Islam dan tasawuf berbahasa Arab yang dibutuhkan mahasiswa
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan membaca merekaberhubungan dengan penguasaan kosakata khusus tentang istilah ilsafat Islam dan tasawuf. Dan, pada aspek tata bahasa, urutan unsur tata bahasa yang dibutuhkan oleh mahasiswa dijelaskan dalam analisis kebutuhan eksternal. Untuk melengkapi dan mendukung temuan yang diperoleh, peneliti melakukan analisis terhadap sejumlah dokumen tertulis, yaitu buku referensi asli ilsafat Islam dan tasawuf mulai dari zaman klasik, abad pertengahan, dan modern yang digunakan sebagai referensi wajib dan referensi pendukung di PMIAI ICAS. Analisis terhadap dokumen tersebutbertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai materi apa yang diajarkan dosen di kelas matrikulasi terkait dengan kompetensi yang harus dikuasi mahasiswa serta aspek penguasaan kosakata, tata bahasa, dan jenis teks apa yang dibutuhkan dalam mengajarkan materi itu. Dokumen buku yang dianalisisadalah buku ilsafat Islam klasik: Fushûs al-Hikam karya al-Farabi (w. 339 H), buku tasawuf (‘irfân): al-Futûhât al-Makkiyyahkarya Ibnu ‘Araby (w. 638 H), buku ilsafat Islam abad pertengahan: alHikmah al-Muta’âliyahkarya Mulla Shadra (w. 1050 H), dan buku ilsafat Islam modern: Bidâyah al-Hikmahkarya Thabathaba’i (w. 1402 H). Dalam menganalisis keempat buku itu, peneliti hanya mengambil bagian pengantar (muqaddimah) dan beberapa bab yang dianggap penting untuk mengenalkan kepada mahasiswa isi buku itu. Mayoritas buku induk itu mengulas inti bahasan di bagian muqaddimah (pengantar) dan tiap bukuterdiri dari dua bagian, bagian pertama adalah muqaddimah dan bagian kedua
adalah pembahasan beberapa bab. Dalam Fushûs al-Hikam, ditemukan karakteristik kebahasaan seperti morfologi yang didominasi oleh nomina objektif seperti al-maʻlûlah ()ﺍﳌﻌﻠﻮﻟﺔ, al-mansûbah ()ﺍﳌﻨﺴﻮﺑﺔyang berasal dari polafaʻala-yafʻulufaʻla(n) ( ﻓﻌﻼ- ﻳﻔﻌﻞ- )ﻓﻌﻞyang berhuruf tiga asli(tsulâtsî mujarrad). Sementara itu, verba yang menyertainya adalah verba dengan jumlah ٥ huruf (mazîd khumâsî) dengan pola ( ﺍﻓﺘﻌﻞiftaʻala). Dalam al-Futûhât al-Makkiyyah, ditemukan dominasi nomina gerund/ mashdar seperti taʼammulât, hamd, tawajjuh, tahqîq, taqdîr, tabâyun (، ﲢﻘﻴﻖ، ﺗﻮﺟﻪ، ﺣﻤﺪ،ﺗﺄﻣﻼﺕ ﺗﺒﺎﻳﻦ، )ﺗﻘﺪﻳﺮdan sebagainya. Nomina gerund itu berasal dari pola dengan jumlah huruf lebih dari ٣, yaitu mayoritas dari 4 huruf (rubâʻî) ﺗﻔﻌﻴﻼ-ﻳﻔﻌﻞ -ﻓﻌﻞ/ faʻʻala-yufaʻiʻilu-tafʻîlan, 5 ﹼ ﹼ huruf (khumâsî) ﺗﻔﻌﻼ -ﺗﻔﻌﻞ/ tafaʻʻala ﹼ-ﻳﺘﻔﻌﻞ ﹼ ﹼ yatafaʻʻalu-tafaʻʻulan. Walaupun demikian, bentuk nomina subjektif dan objektif juga masih cukup banyak digunakan. Sementara itu, verba yang mendominasiteks buku ini berjumlah lebih dari 3 huruf terutama pada pola ﺍﻓﺘﻌﻞ،ﺗﻔﻌﻞ ﹼ،ﻓﻌﻞ ﹼ،ﺃﻓﻌﻞ/ afʻala, faʻʻala, tafaʻʻala, iftaʻala. Dalam al-Hikmah al-Mutaʻâliyah didominasi oleh nomina gerund (mashdar) berbentuk plural (jamak) seperti ﺃﺣﻜﺎﻡ (ahkâm),( ﻫﻤﻢhimam), ( ﻓﺮﻭﻉfurûʻ), ﺃﺻﻮﻝ (ushûl), ‘( ﻋﻠﻮﻡulûm), dan ( ﺇﺩﺭﺍﻛﺎﺕidrâkât). Selain itu, terdapat nomina objek (mafʻûl) seperti ( ﻣﻌﻘﻮﻝmaʻqûl), ( ﻣﻨﻘﻮﻝmanqûl) dan lain sebagainya. Nomina mayoritas berasal dari pola yang berjumlah 3 huruf (tsulâtsî mujarrad) faʻala-yafʻulu-faʻlan. Meskipun demikian, bentuk-bentuk verba dengan jumlah huruf lebih dari 3 tetap harus diperhatikan khususnya pada pola (ﺍﻓﺘﻌﻞ ﺍﻓﺘﺮﻕ، ﺍﻓﺘﺮﻉ:) /(iftaʻala : iftaraʻa, iftaraqa), ﹼ،ﺗﻘﻄﻊ ( ﺗﺸ ﹼﺒﻊ،ﺗﻔﲍ taqaththaʻa, ﹼ: )ﺗﻔﻌﻞ/(tafaʻʻala: ﹼ
Mauidlotunnisa
87
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
tafannana, tasyabbaʻa),dan ( ﺍﻓﺘﺮﻕ:)ﺍﻓﺘﻌﻞ/ (iftaʻala: iftaraqa). Dalam Bidâyah al-Hikmah didominasi oleh nomina adverbia (ism makân), misalnya ( ﺍﳌﻌﺮﻑal-maʻraf), ( ﻣﺒﺎﺣﺚmabâhits), ( ﺍﳌﺮﺣﻠﺔal-marhalah), dan nomina objek seperti ( ﻣﻮﺟﻮﺩmawjûd), ( ﻣﻌﻘﻮﻝmaʻqûl), dan ( ﻣﻔﻬﻮﻡma hûm) yang berasal dari pola yang berjumlah 3 huruf (tsulâtsî mujarrad).Perlu diketahui bahwa hasil analisis kuanti ikasi jumlah kata pada teks yang dianalisis dari buku Bidâyah al-Hikmah, dari 3700 kata terdapat 1887 nomina (ism), 281 verba ( iʻil), dan 1532 preposisi (harf). Oleh karena itu, dari hasil analisis morfologi, sebaran tata bahasa pada pembelajaran bahasa Arab untuk mahasiswa PMIAI ICAS difokuskan pada bentuk nomina dan macamnya terutama pada bentuk gerund (mashdar). Dari segi sintaksis, dalam Fushûs alHikam banyak teks yang memunculkan ( ﻛﺎﻥ ﻭﺃﺧﻮﺍﺗﻬﺎ ﻭ ﺇ ﹼﻥ ﻭﺃﺧﻮﺍﺗﻬﺎpartikel kâna dan inna wa akhwâtuha) yang memiliki aturan tata kalimat yang berbeda dan didominasi kalimat nomina dengan pola mubtada’ dan khabar(subjek dan predikat) dengan bentuk predikat berklausa nomina dan verba (jumlah ismiyah maupun jumlah fiʻliyah). Sementara itu, dalam buku al-Futûhât al-Makkiyyah didominasi struktur kalimat nomina, yaitu kalimat diawali dengan nomina tunggal laludiikuti dengan konjungsi yang mensifati predikat, dan subjeknya berupa subjek berklausa. Selanjutnya, dalam Al-Hikmah al-Mutaʻâliyah terdapat struktur kalimat yang cukup bervariasi. Salah satunya terdapat kalimat nomina yang dimasuki oleh partikel ﺇ ﹼﻥyang menyebabkan adanya deklinasi (iʻrâb) serta perubahan pola. Dan, dalam Bidâyah al-Hikmah, struktur kalimat yang paling sering muncul adalah
88
kalimat nomina yang terdiri dari subjek berajektiva dan predikat berklausa. Dari analisis itu, dapat disimpulkan bahwa struktur kalimat yang difokuskan pada pembelajaran bahasa Arab untuk mahasiswa PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta adalah kalimat nomina dengan variasi polanya. Dari sini dapat dilihat pulabahwa mayoritas jenis predikat yang ada merupakan predikat berklausanomina danverba dan bahkan dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada bentuk predikat tidak berklausa. Hal ini memperkuat bahwa jenis teks pada buku ini adalah berbentuk deskriptif dan terperinci. Oleh karena itu, walaupun mayoritas berstruktur kalimat nomina, iaterdiri dari kalimat yang memberikan warna kompleks pada setiap stuktur kalimat. Selanjutnya, jenis retorika dan gaya komunikasi yang ditampilkan dalam Fushûs al-Hikam adalah retorika qashr/ hashr (pembatasan). Ketegasan dalam berargumen mengharuskan penulis untuk mengkhususkan sesuatu yang prinsip. Dalam al-Futûhât al-Makkiyyah, retorika yang mewarnai adalah retorika sastra (sajak/ syair) dalam kategoti ilmu badîʻ. Beberapa sajak/syair disematkan oleh penulis dalam tulisannya sehingga menciptakanredaksi yangindah. Retorika komunikasi dalam alHikmah al-Mutaʻâliyah didominasi ilmu maʻânî (ilmu yang mempelajari makna) dan penulis sering kali menyebut Allah dengan kata sifat-Nya (al-asmâ’ al-husnâ) yang melekat sesuai dengan konteks pembahasannya, tidak langsung menyebut Allah secara terang-terangan. Sedangkan, retorika Bidâyah al-Hikmah didominasi oleh ilmu maʻânî (ilmu tentang makna berupa qashr) yang mengandung makna sangat kuat dan prinsip. Dari anilisis itu, dapat disimpulkan bahwa pada dasaranya retorika
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
dalam buku ilsafat dan tasawuf didominasi retorika makna karena pembahasan yang ada menuntut keseriusan argumen penulisnya yang bersifat deskriptif argumentatif. Perlu diketahui bahwa dari hasil analisis buku teks di atas, ditemukan bahwa mayoritas buku itu ditulis oleh ilmuwan Islam yang berasal dari Iran. Oleh karena itu, model bahasa Arabyangdigunakan adalah bahasa Arab sebagai bahasa kedua mereka, karena bahasa ibu mereka adalah bahasa Persia. Implikasinya, struktur bahasa Arab yang digunakan dalam buku teks itu lebih mudah dipahami daripada struktur bahasa Arab yang dipakai oleh orang Arab asli. Dari analisis materi buku, diketahui aspek kosakata terkait materi yang diajarkan, aspek tata bahasa, dan jenis teks apa yang sering digunakan. Untuk tata bahasa, ditemukan bahwa srtuktur yang sering digunakan adalah jumlah ismiyyah (struktur nomina) yang terdiri dari mubtada’ dan khabar (subjek dan predikat).Hal ini dikuatkan oleh dominasi kata nomina pada setiap paragraf. Dari struktur itu, dapat diturunkan kembali pada 2 jenis khabar(predikat), khabar mufrad (predikat tunggal) dan ghairu mufrad (predikat berklausa). Dari khabar ghairu mufrad (predikat berklausa) dapat diturunkan lagi menjadi khabar jumlah (predikat berbentuk kalimat) yang terdiri dari kalimat nomina dan kalimat verba dan khabar syibh al-jumlah (predikat yang terdiri atas preposisi, keterangan waktu, dan tempat). Berikut ini bagan yang menjelaskan tata bahasa yang akan difokuskan pada matrikulasi bahasa Arab di PMIAI ICAS.
Dari telaah tersebut, peneliti mengambil beberapa topik tentang ilsafat Islam dan tasawuf berikut dengan teksnya, kemudian menganalisis aspek kebahasaan, komunikasi, dan sosial budaya yang terkandung dalam mayoritas buku rujukan kajian ilsafat Islam dan tasawuf. Berikut ini contoh teks beserta penerapan pembelajarannya untuk tujuan akademik. De inisi, pembagian, tujuan, dan keutamaan ilsafat (Taʻrîf al-falsafah wa taqsîmuhâ al-ûlâwa ghâyatuhâ wa syara ihâ)
ﺍﳌﻘﺪﻣﺔ ي تﻌﺮيﻒ ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ ﻭﺗﻘﺴﻴﻤهﺎ ﺍﻷﻭ ي ﻭﻏﺎﻳ ﺎ ﻭﺷﺮﻓهﺎ ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ ﺍﺳﺘﻜﻤﺎﻝ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺍﻹنﺴﺎﻧﻴﺔ ﺑﻤﻌﺮﻓﺔ ﺣﻘﺎﺋﻖ ﺍﳌﻮﺟﻮﺩﺍﺕ ﻋ ى ﻣﺎ ي ﻋﻠ ﺎ ﻭﺍلحﻜﻢ ﺑﻮﺟﻮﺩهﺎ ﺗﺤﻘﻴﻘﺎ ﺑﺎﻟ ﺮﺍه ﻥ ﻻ ﺃﺧﺬﺍ ﺑﺎﻟﻈﻦ ﻭﺍﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﻧﻈﻢ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ: ﻭﺇﻥ ﺷئﺖ ﻗﻠﺖ،ﺑﻘﺪﺭ ﺍﻟﻮﺳﻊ ﺍﻹنﺴﺎنﻲ ﻟﻴﺤﺼﻞ،ﻧﻈﻤﺎ ﻋﻘﻠﻴﺎ ﻋ ى ﺣﺴﺐ ﺍﻟﻄﺎﻗﺔ ﺍﻟبﺸﺮيﺔ ﻭﻟـﻤﺎ ﺟﺎﺀ ﺍﻹنﺴﺎﻥ كﺎﳌعجﻮﻥ،ﺍﻟتﺸﺒﻪ ﺑﺎﻟﺒﺎﺭﻱ تﻌﺎ ى Mauidlotunnisa
89
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺍلحﻜﻤﺔ ﺍﳌﺘﻌﺎﻟﻴﺔ ى ﺍﻷﺳﻔﺎﺭ ﺍﻟﻌﻘﻠﻴﺔ ﺍﻷﺭبﻌﺔ ،ﺝ،1 16 ﺹ.(23-21: Tahap pertama, mahasiswa diberikan teks dengan topik di atas mengenai pengantar: de inisi, pembagian, dan tujuan ilsafat. Setelah itu, dosen mendemonstrasikan contoh nomina tanpa menunjukkan dan memetakan pemarkahnya yang menjadi materi kebahasaan. Kemudian, mahasiswa menyimpulkan )pemarkah nomina (al-ism wa ‘alâmâtuhû sesuai dengan contohnya. Nomina (ism) adalah setiap kata yang mempunyai arti benda (noun), baik konkret maupun abstrak, tanpa ada )unsur waktu di dalamnya. Nomina (ism )memiliki beberapa ciri khusus (pemarkah yang membedakannya dengan kata lain. Permarkah itu adalah sebagai berikut: 1. Dapat diberi tanwîn, yaitu harakat ﲢﻘﻴﻘﹰ ﺎ ganda di akhir kata. Contoh: (tahqîq[an]). (alif dan lâm), yaituﺍﻝ 2. Dapat ditambah partikel de initif pada awal kata. Contoh: (al-falsafah).ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ 3. Dapat dirangkai dengan preposisi (harf (bi al-barâhîn).ﺑﺎﻟﺒﺮﺍﻫﲔ jarr). Contoh: 4. Berbentuk frasa posesif mudhâf ﺍﺳﺘﻜﻤﺎﻝ ﺍﻟﻨﻔﺲ (idhâfah/musnad). Contoh: (istikmâl al-nafs). Kata yang memiliki salah satu ciri (pemarkah) di atas dikategorikan sebagai nomina (ism). Dari teori dan contoh tata bahasa di atas, mahasiswa mampu memahami fungsi pemarkah nomina yang ada pada teks yang telah disediakan. Berikut beberapa contoh jenis nomina beserta kategori pemarkahnya. Mulla Sadra, al-Hikmah al-Mutaʻâliyah (Qum: Maktabah al-Mushthafawi, 1409 H), jld 1, h. 21-22. 16
ﻣﻦ ﺧﻠﻄ ﻥ :ﺻﻮﺭﺓ ﻣﻌﻨﻮيﺔ ﺃﻣﺮيﺔ ﻭﻣﺎﺩﺓ ﺣﺴﻴﺔ ّ تﻌﻠﻖ ﻭ ّ ﺗﺠﺮﺩ ﻻ ﺧﻠﻘﻴﺔ .ﻭكﺎﻧﺖ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﺃﻳﻀﺎ ﺟهﺘﺎ ﺟﺮﻡ ﺍﻓﺘنﺖ ﺍلحﻜﻤﺔ ﺑﺤﺴﺐ ﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟنﺸﺄﺗ ﻥ ﺑﺈﺻﻼﺡ ﺍﻟﻘﻮﺗ ﻥ ﺇ ى ﻓﻨ ﻥ :ﻧﻈﺮيﺔ ﺗﺠﺮﺩﻳﺔ ﻭﻋﻤﻠﻴﺔ تﻌﻘﻠﻴﺔ.ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺔ ﻓﻐﺎﻳ ﺎ ﺍﻧﺘﻘﺎﺵ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺑﺼﻮﺭﺓ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ ﻋ ى ﻧﻈﺎﻣﻪ ﺑﻜﻤﺎﻟﻪ ﻭ ﺗﻤﺎﻣﻪ -ﻭﺻ ﺮﻭﺭ ﺎ ﻋﺎﳌﺎ ﻋﻘﻠﻴﺎ ﻣﺸﺎ ﺎ ﻟﻠﻌﺎﻟﻢ ﺍﻟﻌﻴ ﻻ ي ﺍﳌﺎﺩﺓ ﺑﻞ ي ﺻﻮﺭﺗﻪﻭﺭﻗﺸﻪﻭهﻴئﺘﻪ ﻭﻧﻘﺸﻪ ،ﻭهﺬﺍ ﺍﻟﻔﻦ ﻣﻦ ﺍلحﻜﻤﺔ هﻮ ﺍﳌﻄﻠﻮﺏ ﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﺮﺳﻞ ﺍﳌﺴﺆﻭﻝ ي ﺩﻋﺎﺋﻪ ﺹ ﺇ ى ﺭبﻪ ﺣﻴﺚ ﻗﺎﻝ :ﺭﺏ ﺃﺭﻧﺎ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﻛﻤﺎ ي ،ﻭﻟلخﻠﻴﻞ ﻉ ﺃﻳﻀﺎ ﺣ ﻥ ﺳﺄﻝ َﺭ ِ ّﺏ ْ ً َه ْﺐ ِ ي ُﺣﻜﻤﺎ ،ﻭﺍلحﻜﻢ هﻮ ﺍﻟﺘﺼﺪﻳﻖ ﺑﻮﺟﻮﺩ ﺍﻷﺷﻴﺎﺀ ﺍﳌﺴﺘﻠﺰﻡ ﻟﺘﺼﻮﺭهﺎ ﺃﻳﻀﺎ.ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﻓﺜﻤﺮ ﺎ ﻣﺒﺎﺷﺮﺓ ﻋﻤﻞ ﺍلخ ﺮ ﻟﺘﺤﺼﻴﻞ ﺍﻟهﻴﺌﺔ ﺍﻻﺳﺘﻌﻼﺋﻴﺔ ﻟﻠﻨﻔﺲ ﻋ ى ﺍﻟﺒﺪﻥ ﻭﺍﻟهﻴﺌﺔ ﺍﻻﻧﻘﻴﺎﺩﻳﺔ ﺍﻻﻧﻘهﺎﺭيﺔ ﻟﻠﺒﺪﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻔﺲ. ﻭﺇ ى هﺬﺍ ﺍﻟﻔﻦ ﺃﺷﺎﺭ ﺑﻘﻮﻟﻪ ﺹ :ﺗﺨﻠﻘﻮﺍ ﺑﺄﺧﻼﻕ ﷲ. ﻭﺍﺳﺘﺪ ى ﺍلخﻠﻴﻞ ﻉ ي ﻗﻮﻟﻪ َﻭ َﺃ ْل ِح ْﻘ ﺑ ﱠ ﺎﻟﺼ ِﺎل ِح َﻥ .ﻭﺇ ى ِ ِ ﻓ ﺍلحﻜﻤﺔ كﻠ ﻤﺎ ﺃﺷهﺮ ي ﺍﻟصحﻴﻔﺔ ﺍﻹﻟهﻴﺔَ :ﻟ َﻘﺪْ َََْ ْ ْ َ َ َ ﺴﺎﻥ ِ ي ﺃ ْﺣ َﺴ ِﻦ ﺗ ْﻘ ِﻮ ٍيﻢ ﻭ ي ﺻﻮﺭﺗﻪ ﺍﻟ ي ﺍﻹن ﺧﻠﻘﻨﺎ ِ َ ُ ﱠ ََْ ُ َ ﻧﺎﻩ ﺃ ْﺳﻔ َﻞ ﺳﺎ ِﻓ ِﻠ َﻥ ،ﻭ ي ﻣﺎﺩﺗﻪ ﻃﺮﺍﺯ ﻋﺎﻟﻢ ﺍﻷﻣﺮ ﺛﻢ ﺭﺩﺩ ﱠ ﱠ ُ ﺍﻟ ي ﻣﻦ ﺍﻷﺟﺴﺎﻡ ﺍﳌﻈﻠﻤﺔ ﺍﻟﻜﺜﻴﻔﺔ ﺇﻻ ﺍﻟﺬ َ ﻳﻦ َﺁﻣﻨﻮﺍ ِ ِ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇ ى ﻏﺎﻳﺔ ﺍلحﻜﻤﺔ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺔَ ،ﻭ َﻋﻤ ُﻠﻮﺍ ﱠ حﺎﺕ ﺍﻟﺼ ِﺎل ِ ِ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇ ى ﺗﻤﺎﻡ ﺍلحﻜﻤﺔ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ،ﻭﻟﻺﺷﻌﺎﺭﺑﺄﻥ ﺍﳌﻌﺘ ﺮ ﻣﻦ ﻛﻤﺎﻝ ﺍﻟﻘﻮﺓ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﻣﺎ ﺑﻪ ﻧﻈﺎﻡ ﺍﳌﻌﺎﺵ ﻭﻧﺠﺎﺓ ﺍﳌﻌﺎﺩ .ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺔ ،ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺄﺣﻮﺍﻝ ﺍﳌﺒﺪﺇ ﻭ ﺍﳌﻌﺎﺩ ﻭﺍﻟﺘﺪﺑﺮ ﻓﻴﻤﺎ ﺑﻴ ﻤﺎ ﻣﻦ ﺣﻖ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻭﺍﻻﻋﺘﺒﺎﺭ .ﻗﺎﻝ ﺃﻣ ﺮ ﺍﳌﺆﻣﻨ ﻥ ﻉ :ﺭﺣﻢ ﷲ ﺍﻣﺮﺃ ﺃﻋﺪ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻭﺍﺳﺘﻌﺪ ﻟﺮﻣﺴﻪ ﻭﻋﻠﻢ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻭ ي ﺃﻳﻦ ﻭﺇ ى ﺃﻳﻦﻭﺇ ى ﺫﻳﻨﻚ ﺍﻟﻔﻨ ﻥ .ﺭﻣﺰﺕ ﺍﻟﻔﻼﺳﻔﺔ ﺍﻹﻟهﻴﻮﻥ ﺣﻴﺚ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﺗﺄﺳﻴﺎ ﺑﺎﻷﻧبﻴﺎﺀ ﻉ :ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ ي ﺍﻟتﺸﺒﻪ ﺑﺎﻹﻟﻪﻛﻤﺎ ﻭﻗﻊ ي ﺍلحﺪﻳﺚ ﺍﻟﻨﺒﻮﻱ ﺹ :ﺗﺨﻠﻘﻮﺍ ﺑﺄﺧﻼﻕ ﷲ ،يﻌ ي ﺍﻹﺣﺎﻃﺔ ﺑﺎﳌﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﻭ ﺍﻟﺘﺠﺮﺩ ﻋﻦ ﺍلجﺴﻤﺎﻧﻴﺎﺕ(.
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
90
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
No.
Tanwîn (pemarka ganda)
Alif dan Lâm (partikel deϔinitif)
Harf Jarr (preposisi)
Idhâfah/musnad (frasa posesif mudhâf)
1.
ﲢﻘﻴﻘﺎ (tahqîq[an])
ﺍﳌﻘﺪﻣﺔ (al-muqaddimah)
ﺑﺎﻟﺒﺮﺍﻫﲔ (bi al-barâhîn)
ﺗﻌﺮﻳﻒ ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ (taʻrîf al-falsafah)
2.
ﻧﻈﻤﺎ (nazhm[an])
ﺍﳊﻜﻢ (al-hikam)
ﺑﺎﻟﻈﻦ (bi al-zhann)
ﺍﺳﺘﻜﻤﺎﻝ ﺍﻟﻨﻔﺲ (istikmâl al-nafs)
3.
ﻋﻘﻠﻴﺎ (‘aqliyy[an])
ﺍﻟﺘﻘﻠﻴﺪ (al-taqlîd)
ﺑﺎﻟﺒﺎﺭﻱ (bi al-bârî)
ﺣﻘﺎﺋﻖ ﺍﳌﻮﺟﻮﺩﺍﺕ (haqâʼiq al-mawjûdât)
4.
ﻣﻌﻨﻮﻳﺔ (maʻnawiyyah[t/an])
ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ (al-‘âlam)
ﻛﺎﳌﻌﺠﻮﻥ (ka al-maʻjûn)
ﻗﺪﺭ ﺍﻟﻮﺳﻊ (qadr al-wusʻi)
5.
ﺃﻣﺮﻳﺔ (amriyyah[t/an])
ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ (al-falsafah)
ﺎﻟﺼ ﹺ ﹺ ﺑﹺ ﱠ ﺎﳊﲔ ﹶ (bi al-shâlihîn)
ﺣﺴﺐ ﺍﻟﻄﺎﻗﺔ (hasb al-thâqah)
6.
ﻣﺎﺩﺓ (mâddah[t/an])
ﺍﻹﻧﺴﺎﻧﻴﺔ (al-insâniyyah)
ﻋﻦ ﺍﳉﺴﻤﺎﻧﻴﺎﺕ (‘an al-jasmâniyyât)
ﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻨﺸﺄﺗﲔ (‘imârah al-nasyʼatain)
7.
ﺣﺴﻴﺔ (hissiyyah[t/an)
ﺍﻟﺒﺸﺮﻳﺔ (al-basyariyyah)
ﻓﻲ ﺍﳊﺪﻳﺚ ( i al-hadîts)
ﺻﻮﺭﺓ ﺍﻟﻮﺟﻮﺩ (shûrah al-wujûd)
8.
ﺧﻠﻘﻴﺔ (khalqiyyah[t/an])
ﺍﻟﺘﺸﺒﻪ (al-tashabbuh)
ﻟﻠﻨﻔﺲ (li al-nafs)
ﻋﻤﻞ ﺍﳋﻴﺮ (‘amal al-khayr)
9.
ﲡﺮﺩﻳﺔ (tajarrudiyyah[t/an])
ﺍﻻﻋﺘﺒﺎﺭ (al-iʻtibâr)
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺒﺪﻥ (‘alâ al-badan)
ﲢﺼﻴﻞ ﺍﻟﻬﻴﺌﺔ (tahshîl al-hay’ah)
10.
ﺗﻌﻘﻠﻴﺔ (taʻalluqiyyah[t/an])
ﺍﳊﻜﻤﺔ (al-hikmah)
ﻓﻲ ﺍﻟﺼﺤﻴﻔﺔ ( i al-shahîfah)
ﳒﺎﺓ ﺍﳌﻌﺎﺩ (najât al-maʻâd)
Dari paparan jenis nomina beserta kategori pemarkahnya, mahasiswa secara tidak langsung akan memperoleh kosakata yang berhubungan dengan kajian ilsafat Islam dan tasawuf, tentunya dengan bantuan konteks dan kamus dwibahasa. Jadi, mereka mengetahui arti kata itu secara kontekstual. Mahasiswa juga dapat menyimpulkan fungsi pemarkah yang menandai nomina dan pemarkah apa yang sering muncul pada teks itu secara khusus, sertapada teks ilsafat Islam dan tasawuf secara umum. Dengan demikian, mahasiswa mampu mengetahui dan membedakan jenis nomina secara efektif walaupun tidak mendetail.
Selanjutnya, dengan memahami ungkapan komunikasi yang ada dalam teks, seperti pernyataan: ﺍﻋﻠﻢ ﺃﻥ ﺍﻟﻔﻠﺴﻔﺔ, mahasiswa akan mampu menebak topik paragraf yang membantu penyimpulan isi teks. Karena waktu yang sangat terbatas, mahasiswa akan diberi tugas secara berkelompok di luar jam mata kuliah dan hasilnya dapat dibahas di pertemuan berikutnya. Desain silabus pedagogis matrikulasi bahasa Arab untuk mahasiswa PMIAI ICAS ini mencakup: pertemuan, pokok bahasan, keterampilan membaca, keterampilan kosakata, sasaran kebahasaan, kegiatan, tujuan, dan alokasi waktu. Desain disusun
Mauidlotunnisa
91
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
dalam delapan kolom. Kolom pertama berisi jadwal pertemuan. Kolom kedua berisi pokok bahasan yang mencerminkan topik berbahasa Arab kajian ilsafat Islam dan tasawuf. Pemilihan topik disesuaikan dengan kebutuhan bahasa Arab mahasiswa PMIAI ICAS. Kolom ketiga berisi keterampilan membaca dengan beberapa strategi membaca akademik yang harus dikuasai. Kolom keempat berisi keterampilan kosakata dengan strategi penguasaannya dan cara memperluasnya. Kolom kelima berisi sasaran kebahasaan yang mencakup morfologi, sintaksis, dan wacana dalam teks. Kolom keenam berisi kegiatan di kelas. Dalam hal ini, peneliti mengikuti Yalden (1987) yang merekomendasikan pengajaran bahasa asing dengan fokus pada aspek kemahiran menggunakan bahasa daripada aspek kebahasaan.17 Karena itu, pemilihan aspek komunikatif disesuaikan dengan kebutuhan bahasa mahasiswa saat membaca teks ilsafat Islam dan tasawuf. Penggunaan aspek komunikatif bahasa menentukan komunikasi reseptif mahasiswa terhadap teks yang mereka baca. Untuk keterampilan membaca, fungsi komunikatifnya adalah menggunakan pengetahuan bahasa untuk mengenali tulisan dan memahami nilai kalimatkalimat yang membentuk teks.18 Mahasiswa juga dituntut mengetahui bagaimana teks itu dibangun dari sebuah susunan bahasa baik berupa wacana argumentatif, deskriptif, maupun naratif. Membaca secara J. Yalden, The Communicative Syllabus: Evolution, Design and Implementation (London: Prentice International, 1987), h. 105. 18 K.S. Goodman, The Psycolinguistic Nature of The Reading Process (Detroit: Weyne State University Press, 1973), h. 120, dan Frank Smith, Psycolinguistics and Reading (New York: Holt Rinehart and Winston,1973), h. 37. 17
92
komunikatif digunakan oleh mahasiswa untuk memahami segala sesuatu di luar bahasa. Kolom ketujuh berisi tujuan kegiatan di kelas sesuai dengan strategi untuk mencapai penguasaan keterampilan membaca dan penguasaan kosakata. Kolom kedelapan berisi alokasi waktu dengan durasi 100 menit setiap pertemuan. Pengaturan waktu setiap kegiatan belajar ditentukan sesuai dengan kebutuhan.
Simpulan Desain silabus matrikulasi mata kuliah bahasa Arab untuk mahasiswa PMIAI ICAS merupakan hasil penelitian yang dilatarbelakangi oleh ketidaksesuaian antara isi silabus lama dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan mahasiswa. Kebutuhan bahasa Arab mahasiswa matrikulasi PMIAI ICAS adalah mempelajari empat keterampilan berbahasa Arab, yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Akan tetapi, karena kebutuhan utamanya adalah membaca dan memahami teks berbahasa Arab dari buku referensi kajian ilsafat Islam dan tasawuf, maka keterampilan membaca diutamakan. Aspek tata bahasa, kosakata, dan keterampilan membaca (reading skill/ reading comprehension) juga dibutuhkan di samping kegiatan diskusi dalam kelompok kecil dalam mempelajari bahasa Arab. Kesenjangan antara bahasa Arab yang dibutuhkan mahasiswa dan harapan pihak yang berkepentingan di ICAS-Paramadina Jakarta harus diatasi dengan silabus baru yang desainnya mengutamakan aspekaspek analisis kebutuhan. Berdasarkan analisis tersebut, desain silabus pedagogis matrikulasi mata kuliah bahasa Arab PMIAI ICAS difokuskan pada keterampilan
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
membaca akademik dengan penguasaan kosakata dan tata bahasa yang didapat dariteks ilsafat Islam dan tasawuf sesuai dengan topik yang diberikan. Topik dalam desain silabus merupakan topik daribuku referensi ilsafat Islam dan tasawuf, antara lain: Fushûsh al-Hikam karya al-Farabi (w. 339 H), al-Futûhâtal-Makkiyyah karya Ibnu ‘Araby (w. 638 H), al-Hikmah al-Mutaʻâliyah karya Mulla Shadra (w. 1050 H), dan Bidâyah al-Hikmah karya Thabathabaʻi (w. 1402 H). Kosakata dan tata bahasa yang tercakup dalam silabus disesuaikan dengan hasil audit bahasa. Penyesuaian juga dilakukan dengan mempertimbangkan tata bahasa yang dominan muncul dalam struktur teks yang disajikan. Sedangkan, kosakata yang difokuskan adalah kosakata khusus tentang istilah ilsafat Islam dan tasawuf dengan keterampilan penguasaan kosakata ditentukan dalam silabus. Setiap
keterampilan yang ada dirancang bersama aktivitas pembelajaran di kelas yang sesuai alokasi waktunya. Dari desain silabus tersebut, terdapat perbedaan yang signi ikan antara silabus lama dan silabus baru, yaitu: pertama, silabus lama hanya berbasis pada gramatika atau tata bahasa tanpa keterampilan yang difokuskan sesuai dengan tujuan akademik, sedangkan silabus baru difokuskan pada keterampilan membaca sebagai keterampilan yang menunjang mahsiswa untuk memahami teks akademik ilsafat Islam dan tasawuf. Kedua, silabus lama tidak berbasis pada pebelajar dan kebutuhannya, sedangkan silabus baru berbasis pada si belajar dan hasil analisis kebutuhan.Ketiga, silabus lama tidak berbasis bidang kajian dan teks, sedangkan silabus baru berbasis bidang kajian dan teks. []
Daftar Rujukan ‘Asyari, Ahmad, Taʻlîm al-‘Arabiyyah li Aghrâdh Muhaddadah, Sudan: al-Majallah al-‘Arabiyyah li alDirasat al-Lughawiyyah, Maʻhad Al-Khourthom al-Dawly, jilid 1, 2 Februari 1983. Bamford, J dan Day, R.R., Extensive Reading Activities for Teaching Centered Approach, Cambridge: Cambridge University Press, 2004. Brown, J.D., The Elements of Language Curriculum, Boston: Heinle & Heinle Publishers, 1995. Dudley-Evans, T., dan St.John, M.J., Developments in English for Speci ic purposes: A Multi-disciplinary Approach, Cambridge: Cambridge University Press, 1998. Goodman, K.S, The Psycolinguistic Nature of The Reading Process, Detroit: Weyne State University Press, 1973. Harmer, J., The Practice of English Language Teaching, edisi IV, USA: Pearson Education, 2007. Hedge, T, Teaching and Learning in The Language Classroom, Oxford: Oxford University Press Inc, 2000. Hutchinson, T., dan Waters, A., English for Speci ic Purposes: A Learning Centered Approach, Cambridge: Cambridge University Press, 1987. Jordan, R.R., English for Academic Purposes: A Guide and Resources Book for Teachers, Cambridge: Cambridge University Press, 1997. Kusni, Model Perancangan Program English for Speci ic Purposes (ESP) di Perguruan Tinggi, Disertasi Program Pascasarjana, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004.
Mauidlotunnisa
93
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Long, M., dan Richards, J.C., Methodology of Thesol, New York: New Burry Publisher, 1987. Muhammad, Jamil Husain, Taʻlîm al-Lughah al-‘Arabiyyah li Aghrâdh Akâdîmiyyah li Thullâb al-Dirâsât al-Islâmiyyah, Disertasi, Sudan: Jamiʻah Naylin Khourthom, 2006. Nunan, D., Syllabus Design,Oxford: Oxford University Press, 1998. ––––––, The Learner-Centred Curriculum, Cambridge: CambridgeUniversity Press, 1988. Nurgiantoro, B., Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 2001. Richards, J.C., Curriculum Development in Language Teaching, Cambridge: Cambridge University Press, 2001. Robinson, P.C, ESP Today; A Practitioner’s Guide, Hertfordshire: Prentice Hall International, 1991. Sadra, Mulla, al-Hikmah al-Mutaʻâliyah, Qum: Maktabah al-Mushthafawi, 1409 H. Smith, Frank, Psycolinguistics and Reading, New York: Holt Rinehart and Winston, 1973. al-Thahir, Mukhtar, Taʻlîm al-ʻArabiyyah li Aghrâdh Akâdîmiyyah, Kuala Lumpur: Nadwah Qadhaya alLughah al-‘Arabiyyah wa Tahaddiyyatiha i al-Qarn 21, 1996. Thuʻaimah, Rusydi Ahmad, Taʻlîm al-Lughah al-‘Arabiyyah li Aghrâdh Khâshshah Mafâhîmuhu wa Ususuhu wa Manhajiyyâtuhu, Sudan: Maʻhad al-Khourthom al-Dawly, 2003. Yalden, J., The Communicative Syllabus: Evolution, Design and Implementation, London: Prentice International, 1987.
94
Desain Silabus Matrikulasi Bahasa Arab PMIAI ICAS-Paramadina Jakarta
WACANA NARATIF KEHIDUPAN NABI ISA DALAM AL-QURʼAN* Toto Edidarmo Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta email :
[email protected]
Abstract The Holy Quran contains the faith, worship, Islamic morals, history, promises and threats, and information about Hereafter (eschatology). The narrative style of the Quran is less systematic and intact except the narration of the Prophet Yusuf (Surah Yusuf [12]: 1-111). This paper narrates the verses of the Quran about Prophet Isa's life since his birth, prophetness, until death. The aim is to reconstruct narrative discourse of Prophet Isa's life as a systematical text. The method used is content analysis through verses related analysis in order to classify the meaning and connect the verses with other verses into a systematize form, a uni ied narrative and chronological discourse.
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ ، ﻭﺍﻷﺧﻼﻕ، ﻭﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ،ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ هﻮ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺍﳌ ﻝ ﻋ ى ﻣﺤﻤﺪ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﳌﺸﺘﻤﻞ ﻋ ى ﺃﻣﻮﺭ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ يﻌﺘ ﺮ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﺴﺮﺩ ي ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ﻟﻢ ﻳنﺘﻈﻢ ﺍﻧﺘﻈﺎﻣﺎ ﻣﺎ ﻋﺪﺍ ﺭﻭﺍﻳﺔ. ﻭﺣﻴﺎﺓ ﺍﻵﺧﺮﺓ، ﻭﺍﻟﻮﻋﺪ ﻭﺍﻟﻮﻋﻴﺪ،ﻭﺍﻟﺘﺎﺭيﺦ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻳﺤﻠﻞ ﻋﻦ ﺧﻼﻝ ﺁﻱ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺣﻴﺎﺓ ﺍﻟﻨ ﻋيﺴ ﻣﻨﺬ.ﻋﻦ ﻧ ﷲ ﻳﻮﺳﻒ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ ي ﺳﻮﺭﺓ ﻳﻮﺳﻒ ﻭﺍﻟهﺪﻑ ﻣﻦ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ هﻮ ﺇﻋﺎﺩﺓ ﺑﻨﺎﺀ ﺍلخﻄﺎﺏ ﺍﻟﺴﺮﺩﻱ ﻣﻦ ﺣﻴﺎﺓ ﻋيﺴ ﺣ. ﺣ ﻭﻓﺎﺗﻪ، ﻭﺭﺳﻮﻟﻴﺘﻪ،ﻭﻻﺩﺗﻪ ﻭﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﳌﺴﺘﺨﺪﻣﺔ ي ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍملحﺘﻮﻯ ﻣﻦ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﻱ ﺍﳌﺘﻌﻠﻘﺔ ﻭﺍﺭﺗﺒﺎﻁ ﻣﻌﻨﺎهﺎ ﻣﻊ.ﻳكﻮﻥ ﻣﻨهجﻴﺎ ﻣﺮﺗﺒﺎ ﺳﻠﻴﻤﺎ .ﺳﻴﺎﻗهﺎ ﻟتﺸﻜﻴﻞ ﺍلخﻄﺎﺏ ﺍﳌﻨﺘﻈﻢ ﺍﻟﺴﻠﻴﻢ Kata Kunci: al-Qurʼan, kehidupan Nabi Isa, wacana naratif, analisis teks Pendahuluan Bahasa al-Qurʼan adalah bahasa yang sangat komunikatif dan bisa diterima oleh manusia sepanjang zaman, meskipun antara Tuhan sebagai penutur wahyu dan manusia sebagai petuturnya memiliki kedudukan yang sangat berbeda. Keunikan dan keistimewaan al-Qurʼan dari segi bahasa merupakan kemukjizatan paling utama yang ditunjukkan kepada masyarakat Arab 15 abad yang silam dan terus dikaji hingga kini. Kemukjizatan itu bukan semata dilihat dari segi isyarat ilmiah dan pemberitaan gaibnya melainkan dari keindahan sastranya dan keunggulan retorikanya.1 Tentang keindahan sastra dan retorika alQurʼan serta pengaruhnya terhadap jiwa manusia, 1
al-Qurʼan diturunkan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan dari Allah Swt. kepada makhluk-Nya. Proses transmisi pesan dari Allah Swt. (sender) kepada Malaikat Jibril (receiver-sender), lalu ditransmisikan lagi kepada Nabi Muhammad Saw. (receiver-sender) dan ditransmisikan lagi kepada manusia (receiver) menunjukkan adanya proses komunikasi antar transmitter. Kode-kode (simbol) yang digunakan untuk berkomunikasi dari Allah Swt. ke Malaikat Jibril lalu ke Nabi Muhammad lihat Ahmad Ahmad Badawy, Min Balâghah al-Qur’ân (Kairo: Dar Nahdhah, 1950), h. 37-40; juga O. Hodijah dalam “Telaah Sastra Terhadap al-Qur’an Surat AnNaba’: Tahlilun Adabiyyun Min al-Qur’an Surati alNaba’”, makalah disampaikan di UNPAD, Bandung, 2010, h. 2.
*Naskah diterima: 17 Maret 2014, direvisi: 22 April 2014, disetujui: 30 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Saw. merupakan persoalan problematis.2 Sementara itu, simbol yang digunakan Nabi Muhammad Saw. kepada umatnya adalah bahasa Arab sehingga kode-kode linguistik Arab menjadi alat penting untuk menemukan makna pesan al-Qurʼan. Salah satu bentuk komunikasi alQurʼan yang menarik untuk dikaji adalah kisah-kisah dalam al-Qurʼan. Tulisan ini akan mengkaji seluruh teks ayat al-Qurʼan yang mengandung kisah hidup Nabi Isa a.s. sejak masa kelahiran hingga wafatnya. Dengan menganalisa isi seluruh ayat tersebut, tulisan ini diharapkan mampu menghadirkan narasi yang utuh dan kronologis tentang kehidupan Nabi Isa a.s. dalam al-Qurʼan.
Sistematika Penyajian al-Qurʼan Al-Qurʼan mengandung ilmu pengetahuan yang teramat luas; apabila ia ditelaah dan dipelajari akan memberikan penerangan dan membimbing manusia menuju jalan yang lurus.3 Salah satu keunikan al-Qurʼan adalah pada sistematika penyajiannya yang terkesan kurang sistematis dan tidak tematik (kronologis), tetapi jika diteliti secara saksama terjalin hubungan yang kohesif dan koherensif antarayat dan interayat meskipun terpisah dengan pembatas topik utama yang disebut surah. Untuk menjalin hubungan interayat dan antarayat, al-Qurʼan menggunakan pembatas berupa surah yang menghimpun sejumlah ayat. Dari 114 surah al-Qurʼan, surah terpendek adalah al-Kautsar dengan Muhammad Akrom dalam http://mochacom. wordpress.com/2013/03/07/analisis-wacanaketampanan-nabi-yusuf-dalam-al-Qurʼan-sebuahanalisis-wacana-dan-analisis-naratif/, diakses: 15 Februari 2014. 3 Manna‘ Khalil al-Qaththan, Mabâhits î ‘Ulûm Al-Qur’ân (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), h. 1. 2
96
3 ayat, dan surah terpanjang adalah alBaqarah dengan 286 ayat.4 Surah-surah al-Qurʼan memiliki namanama unik yang berkaitan dengan sebagian (seluruh) ayat yang termuat di dalamnya. Satu surah kadang berisi 1 atau 2 topik saja, tetapi kadang pula bisa puluhan atau bahkan ratusan topik, seperti pada alBaqarah (Sapi) yang merupakan surah terpanjang al-Qurʼan. Meskipun surahsurah al-Qurʼan berfungsi sebagai pembatas satu topik dengan topik lainnya pada surah berikutnya, nama-nama surah sering kali merupakan simbol dari makna sebagian (seluruh) ayatnya.5 Surah al-Fâ tihah yang berarti “Pembuka” tidak dapat menjelaskan seluruh kandungan tujuh ayatnya. Surah al-Baqarah yang berarti “sapi” juga tidak menjelaskan tentang hal yang berkaitan dengan sapi kecuali beberapa ayat saja. Begitu juga semua surah yang menggunakan nama binatang, seperti al-Nahl (Lebah), alNaml (Semut), al-‘Ankabû t (Laba-laba), alFı̂l (Gajah), dan sebagainya.6 Keunikan sistematika penyajian surah al-Qurʼan menyebabkan mayoritas topik pembicaraan al-Qurʼan harus dibaca melalui Untuk mengetahui hubungan antarayat, dapat dibaca: Manna‘ Khalil al-Qaththan, Mabâhits î ‘Ulûm al-Qur’ân (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000), h. 125-127; Muhammad ‘Abd al-‘Azhı̂m al-Zarqâ nı̂, Manâhil al-‘Irfân î ‘Ulûm al-Qur’ân (Beirut: Dar alKitab al-Arabi, 1995), h. 213-5; Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqân î ‘Ulûm al-Qur’ân (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), juz I, h. 68-72. 5 Terkait penamaan surah-surah al-Qurʼan, dapat dirujuk tiga kitab yang menjelaskan keilmuan al-Qurʼan berikut: al-Itqân î ‘Ulûm al-Qur’ân karya Jalal al-Din Al-Suyuthi, Manâhil al-‘Irfân î ‘Ulûm alQur’ân karya Muhammad ‘Abd al-‘Azhı̂m al-Zarqâ nı̂, dan Mabâhits î ‘Ulûm Al-Qur’ân karya Manna‘ Khalil al-Qaththâ n. 6 Sebagai contoh, pada Surah al-Nahl (Lebah), al-Naml (Semut), dan al-‘Ankabut (Laba-laba), topiknya cukup luas, sedangkan pada Surah Al-Fı̂l (Gajah), topiknya Perlindungan Allah terhadap Kota Makkah dan penduduknya dari ancaman pasukan bergajah Raja Abrahah.
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
4
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
intertekstualitas ayat dalam satu surah dan antartekstualitas ayat pada banyak surah. Menurut Quraish Shihab, Allah Swt. menurunkan al-Qur’an agar pesan-pesanNya diterima secara utuh dan menyeluruh,7 dan tujuan al-Qur’an memilih sistematika yang seakan-akan tanpa keteraturan adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran yang ada di dalam al-Qur’an adalah satu kesatuan terpadu yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Bagi mereka yang tekun mempelajarinya justru akan menemukan keserasian hubungan yang mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya terlihat kacau berubah menjadi kesan yang terangkai indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui di mana ujung dan pangkalnya.8 Meskipun tidak sedikit surah yang secara tegas menjelaskan satu topik, seperti Surah al-Ikhlâ sh (Kemurnian) yang menegaskan tentang kemurnian akidah tauhîdullâh (keesaan Allah), mayoritas topik di dalam al-Qurʼan menghendaki pembacaan secara komprehensif-tematis (maudhu‘î). Dalam konteks ini, hubungan intraayat dalam satu surah dan antarayat lintas surah menjadi hal yang penting. Ilmu tentang hubungan ayat pun menjadi syarat keahlian khusus yang harus dimiliki oleh para penafsir al-Qurʼan. Kisah kehidupan para nabi merupakan salah satu tema pokok al-Qurʼan yang secara sosio-kultural menjelaskan tentang sejarah umat-umat terdahulu. Sesuai dengan karakteristik penyajian kisah para nabi, alQurʼan sangat jarang menggunakan wacana naratif yang utuh dan komprehensif dalam suatu surah. Padahal, ada beberapa nama surah dengan nama nabi, seperti Surah Yunus, Surah Hud, Surah Ibrahim, Surah Yusuf, dan Surah Muhammad. Barangkali hanya kisah Nabi Yusuf a.s. yang dipaparkan M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2004), cet. XIV, h. 242. 8 Ibid., h. 243. 7
dengan narasi yang utuh, yaitu pada Surah Yusuf (12) ayat 1-111, meskipun terdapat satu ayat berkaitan Nabi Yusuf pada Surah Ghâ ir (40) ayat 34. Al-Qurʼan Surah Yusuf merupakan surah yang secara utuh menceritakan kisah Nabi Yusuf secara kronologis dan sistematis dengan untaian bahasa yang sangat indah dan sarat pesan-pesan moral-spiritual. Sebagaimana kisah-kisah naratif dalam karya sastra, kisah-kisah dalam al-Qurʼan juga merupakan sebuah kesatuan unsur yang membentuk struktur yang terintegrasi. Kisah-kisah tersebut hanya dapat dipahami melalui pola hubungan antar unsur yang terjalin. Dengan mengetahui pola hubungan antar unsur yang terjalin ini, kita dapat membuat sebuah struktur kisah yang utuh sesuai dengan kronologinya.
Wacana dan Analisis Wacana Kata wacana banyak dipakai dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra, dan sebagainya. Dalam lapangan linguistik, wacana merupakan unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, wacana diartikan: (1) komunikasi verbal; percakapan; (2) lingkungan keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan; (3) lingkungan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh, seperti novel, buku, artikel, pidato atau khutbah; (4) lingkungan atau prosedur berpikir secara sistematis; kemampuan atau proses memberikan pertimbangan berdasarkan akal sehat; (5) pertukaran ide secara verbal.9 Menurut Kridalaksana, wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan merupakan Tim Penyusun Kamus, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 1612. 9
Toto Edidaromo
97
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb.), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap.10 Henry Guntur Tarigan mengemukakan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.11 James Deese dalam karyanya: Thought into Speech: the Psychology of a Language (1984:72) menyatakan bahwa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Kohesi atau kepaduan itu sendiri harus muncul dari isi wacana, tetapi banyak sekali rasa kepaduan yang dirasakan oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara pengutaraan, yaitu pengutaraan wacana itu.12 Fatimah Djajasudarma mengemukakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan, proposisi sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement) dalam bentuk kalimat atau wacana.13 Hasan Alwi, dkk menjelaskan pengertian wacana sebagai Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008), h. 259; juga dalam Sumarlam, Teori dan Praktik Analisis Wacana (Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta, 2009), h. 5. 11 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Wacana (Bandung: Angkasa, 1987), h. 27. 12 Dalam Sumarlam, dkk., Teori dan Praktik Analisis Wacana (Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta, 2009), h. 6. 13 Fatimah Djajasudarma. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan antar Unsur (Bandung: Eresco), h. 1. 10
98
rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Dengan demikian sebuah rentetan kalimat tidak dapat disebut wacana jika tidak ada keserasian makna. Sebaliknya, rentetan kalimat membentuk wacana karena dari rentetan tersebut terbentuk makna yang serasi.14 I.G.N. Oka dan Suparno menyebutkan wacana sebagai satuan bahasa yang membawa amanat yang lengkap.15 Sumarlam, dkk menyimpulkan dari beberapa pendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu.16 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa wacana merupakan satuan bahasa lisan maupun tulis yang memiliki keterkaitan atau keruntutan antar bagian (kohesi), keterpaduan (koheren), dan bermakna (meaningful), yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Berdasarkan pegertian tersebut, syarat pembentukan wacana adalah penggunaan bahasa, yaitu rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, seperti prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent). Wacana dikatakan utuh apabila kalimatkalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang dibicarakan, sedangkan wacana Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 41-2. 15 I.G.N. Oka dan Suparno, Linguistik Umum (Jakarta: Depdikbud, 1994), h. 31. 16 Sumarlam, dkk., op. cit, h. 15.
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
14
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan. Tentang analisis wacana, Stubbs mengemukakan: “(Analisis wacana) merujuk pada upaya mengkaji pengaturan bahasa di atas klausa dan kalimat, dan karenanya juga mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas. Seperti pertukaran percakapan atau bahasa tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial, khususnya interaksi antarpenutur”.17 Sarwiji Suwandi menyatakan bahwa hakikat analisis wacana adalah kajian tentang fungsi bahasa atau penggunaan bahasa sebagai sarana komunikasi.18 Cook menjelaskan bahwa the search for what gives discourse coherence is discourse analysis. “Wacana berhubungan dengan pengkajian koherensi”.19 Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa analisis wacana mengkaji tentang fungsi (penggunaan) bahasa sebagai sarana komunikasi dengan memperhatikan satuan kebahasaan yang lebih luas di atas klausa dan kalimat, seperti koherensi. Analisis wacana dapat juga dipahami sebagai proses penguraian sebuah wacana (teks bersama realitas sosial) dengan tujuan untuk memperoleh apa yang diinginkan. Wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi yang menggunakan simbolsimbol dan berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Michael Stubbs, Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural Language (Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited, 1984), h. 1. 18 Sarwiji Suwandi, Serbalinguistik (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2008), h. 145. 19 Guy Cook, Discourse and Literature: The Inter ly of Form and Mind (Oxford: Oxford University Press, 1994), h. 6. 17
Melalui elemen wacana seperti katakata, tulisan, gambar, dan lain sebagainya, eksistensi wacana ditentukan oleh para pengguna bahasa melalui konteks peristiwa, situasi masyarakat, dan sebagainya. Semuanya dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, dan kepentingan yang lain.
Antara Wacana, Teks, Konteks, dan Koteks Seringkali istilah wacana atau discourse dikacaukan pengertiannya dengan teks. Halliday dan Hasan menyatakan bahwa wacana tidak sama dengan teks.20 Mereka membedakan teks sebagai sesuatu yang mengacu pada bahasa tulis, sedangkan wacana pada bahasa lisan. Widdowson juga mengemukakan bahwa teks merupakan unsur permukaan yang berkaitan dengan keutuhan (kohesi), dan wacana berada pada struktur batin yang lebih berkaitan dengan koherensi.21 Selanjutnya, Brown dan Yule menyatakan bahwa teks digunakan sebagai istilah teknis untuk mengacu pada rekaman verbal suatu tindak atau peristiwa komunikasi.22 Secara etimologi, kata konteks berasal dari bahasa Inggris context yang berarti (1) hubungan kata-kata (2) suasana, keadaan.23 Dari batasan secara etimologis ini dapat disimpulkan bahwa konteks pada dasarnya adalah segala sesuatu (benda, keadaan, suasana) yang berada di sekitar wacana yang berpengaruh atau mendukung terhadap keterpahaman wacana yang bersangkutan. M.A.K Halliday dan R. Hasan, Cohesion in English (London: Longman, 1976.), h. 7. 21 H.G. Widdowson, Discourse Analysis (New York: Oxford University Press, 1980), h. 4. 22 G. Brown dan G. Yule, Discourse Analysis (Cambridge: Cambridge University Press, 1996), h. 6. 23 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggis Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1995), cet. XXI, h. 143. 20
Toto Edidaromo
99
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Selanjutnya, Leech (1983) menyatakan konteks sebagai latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan petutur serta yang menyertai dan mewadai sebuah tuturan. Sedangkan Schiffrin (1994) membedakan antara konteks dengan teks dengan mengatakan bahwa teks merupakan isi linguistik dari tuturan-tuturan, arti semantik dari katakata, ekspresi, dan kalimat; atau sistem kebahasaan yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berhubungan dan masing-masing komponen tersebut juga mempunyai otonomi. Adapun konteks adalah “pengetahuan”, “situasi”, dan “teks”.24 Cook (1994) membedakan pengertian konteks menjadi dua yaitu, konteks dalam pengertian sempit dan dalam pengertian luas. Dalam pengertian sempit, konteks mengacu pada faktor di luar teks. Sedangkan dalam pengertian luas, konteks dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yaang relevan dengan ciri dunia dan koteks.25 Koteks menurut Cook (1994) adalah hubungan antar wacana yang merupakan lingkungan kebahasaan yang melingkupi suatu wacana. Dengan begitu, makna ujaran ditentukan oleh teks sebelum dan sesudahnya. Koteks ini dapat berwujud ujaran, paragraf, atau wacana.26 Dengan demikian, koteks adalah konteks yang bersifat isik, yakni konteks lingkungan. Koteks suatu kata adalah kata-kata lain yang digunakan di dalam frasa atau kalimat yang sama. Koteks berpengaruh kuat dalam penafsiran makna sehingga untuk memahami wacana, kita harus memperluas visi kita dari koteks menjadi konteks: yaitu, Deborah Schiffrin, Approaches to Discourse (Oxford: Basil Blackwell Inc., 1994), h. 365-6. 25 Guy Cook, op. cit. h. 8. 26 Ibid. 24
100
keseluruhan dari lingkungan (bukan hanya linguistik) yang mengelilingi produksi bahasa.
Hubungan Wacana dengan Subsistem Kajian Bahasa Kajian tentang wacana tidak bisa dipisahkan dengan kajian bahasa lainnya, baik pragmatik maupun keterampilan berbahasa. Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Ada tiga hal yang selalu berhubungan, yaitu sintaksis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antarunsur, semantik adalah makna dari setiap unsur, dan pragmatik berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca). Hubungan gramatikal dan semantik dalam wacana bermuara dari hubungan antarproposisi pada wacana (kalimat) yang mempertimbangkan segi gramatika dan dari segi semantik (hubungan makna dalam setiap proposisi). Pada hubungan gramatikal, unsur-unsur pendukung wacana dapat berupa (a) unsur yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih besar; (b) unsur kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu (yang lain); (c) kesejajaran antarbagian; (d) referensi, baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora; juga referensi (acuan) persona, demonstratif, dan komparatif; (e) kohesi leksikal seperti pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi; (f) konjungsi. Hubungan semantik merupakan hubungan antarproposisi dari bagianbagian wacana yang berupa hubungan antarklausa dari segi jenis kebergantungan dan dari hubungan logika semantik. Hubungan logika semantik dapat dikaitkan
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
dengan fungsi semantik konjungsi yang berupa: (1) ekspansi (perluasan), yang meliputi: elaborasi dan penjelasan/ penambahan, dan (2) proyeksi, berupa ujaran dan gagasan.
Jenis-Jenis Wacana Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya, wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.27 Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi, ada tiga jenis wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.28 Berdasarkan bentuknya, wacana dibedakan dengan deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Okke Kusuma Sumantri Zaimar dan Ayu Basoeki Harahap, Telaah Wacana (Jakarta: the Intercultural Institut, 2009), h. 31. 28 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKIS-Pelangi Pelajar, 2008), h. 9. 27
a. Wacana Deskripsi Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya. Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi imajinatif atau impresionis dan deskripsi faktual atau ekspositoris. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan.29
b. Wacana Narasi Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Wacana narasi merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif. Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, kon ik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana. Aspek kejiwaan yang dapat mencerna wacana narasi adalah emosi.30
c. Wacana Eksposisi Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya, serta menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karyakarya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalahmakalah untuk seminar, simposium, atau Okke Kusuma Sumantri Zaimar dan Ayu Basoeki Harahap, op. cit, h. 35-36. 30 Ibid., h. 47. 29
Toto Edidaromo
101
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan. Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir.31
d. Wacana Argumentasi Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataanpernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan. Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah. Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung.32 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKIS-Pelangi Pelajar, 2008), h. 11. 32 Ibid., h. 12.
e. Wacana persuasi Wacana persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Dalam bidang psikologi sosial, wacana persuasi diartikan sebagai pembicaraan. Sedangkan dalam lapangan politik, wacana persuasi diartikan sebagai praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa merupakan aspek sentral dari penggambaran suatu subjek, dan lewat bahasa, ideologi terserap di dalamnya.33
Kajian Teoretis Struktur Wacana Narasi Bahasa merupakan sistem tanda yang memiliki aturan main sendiri yang harus dipatuhi. Bahasa juga memiliki kode (symbol) yang disepakati oleh masyarakat pengguna bahasa. Oleh sebab itu, seorang penerima pesan (receiver) ketika ingin memahami pesan yang disampaikan oleh pengirim (sender), maka ia harus memahami kode-kode yang digunakan oleh si pengirim. Begitu pula sebaliknya, ketika pengirim hendak mengirim pesan, maka ia harus menyadari kode-kode yang akan digunakan supaya pesan tersebut ditangkap dan dipahami oleh penerima pesan.34 Tanpa sebuah struktur, mustahil sebuah cerita dapat dipahami dan dimengerti isinya. Cerita sendiri merupakan sebuah peristiwa ( iksi maupun non- iksi/nyata) yang
31
102
33 34
h. 4.
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
Ibid., h. 13. Dalam M.A.K Halliday dan R. Hasan, op. cit.,
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
diujarkan atau ditulis. Untuk memahami sebuah cerita, kita harus mengetahui setiap komponen dari struktur yang ada pada cerita tersebut. Dalam sebuah susunan, alur cerita tidak selalu sama dengan apa (peristiwa) yang terjadi sebenarnya. William Labov dan Joshua Waletzky merupakan dua orang yang pertama kali meneliti naratif. Dalam banyak penelitiannya berdasarkan data wawancara, Labov dan Waletzky menemukan suatu struktur yang terdapat di dalam naratif atas peristiwa sehari-hari dengan ciri-ciri sosial yang menarati kan sebuah cerita. Menurut William Labov dan Joshua Waletzky, ada beberapa cara untuk menganalisis naratif, baik dari cerita atau kisah-kisah umum maupun cerita pengalaman pribadi (Labov, 1997).35 Sementara itu, kajian wacana mendeskripsikan struktur yang lebih tinggi dan mencari peristiwa yang berhubungan dengan teks, lalu mendeskripsikan apa yang ada dalam teks tersebut dan hubungan dengan konteks. Halliday dan Hasan (1976) menawarkan unsur yang dapat membangun keutuhan (kohesi) teks yang dapat dicermati oleh pembuat teks, yakni unsur semantis, gramatikal, serta leksikal. Unsur tersebut meliputi referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, serta kohesi leksikal. Unsurunsur tersebut dapat diproyeksikan oleh pembuat dan pembaca teks. 36 Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa kohesi adalah kesatuan semantis dari suatu teks dalam kaitannya dengan konteks situasi. Hal tersebut berterima sehingga membangun keutuhan teks. Dalam hal ini, Halliday dan Hasan tidak mempersoalkan istilah koherensi karena pengertiannya sudah tercakup dalam arti kohesi tersebut. Kohesi adalah konsep yang menyangkut 35
Dalam M.A.K Halliday dan R. Hasan, op. cit.,
h. 6.
hubungan semantis antarelemen dalam suatu teks. Sementara itu, keutuhan semantis yang terjalin dari ikatan makna struktur beserta unsur-unsur teks tersebut belum cukup mewakili keseluruhan makna teks tersebut apabila tidak dikaitkan dengan keberterimaan kontekstual atau yang disebut koherensi.37
Karakteristik Bahasa Al-Qurʼan Bahasa al-Qurʼan adalah bahasa yang sangat komunikatif dan bisa diterima oleh manusia sepanjang zaman. Keistimewaan alQurʼan dari segi bahasa merupakan mukjizat paling utama yang menunjukkan keindahan bahasa dan keunggulan retorikanya. Menurut Quraish Shihab, Allah Swt. menurunkan al-Qur’an agar pesan-pesan-Nya diterima secara utuh dan menyeluruh.38 Tujuan al-Qur’an memilih sistematika yang seakan-akan tanpa keteraturan adalah untuk mengingatkan manusia bahwa ajaran yang ada di dalam al-Qur’an adalah satu kesatuan terpadu yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Mereka yang tekun mempelajarinya akan menemukan keserasian hubungan yang mengagumkan, sehingga kesan yang tadinya terlihat kacau berubah menjadi kesan yang terangkai indah.39 Satu huruf dalam al-Qurʼan dapat melahirkan keserasian bunyi dalam sebuah kata, dan kumpulan kata akan membentuk keserasian irama dalam rangkaian kalimat, juga kumpulan kalimat akan merangkai keserasian irama dalam ayat. Inilah yang menjadi salah satu mukjizat al-Qurʼan dari sisi lafazh dan uslûb-nya.40 Abu Sulaiman Ahmad bin Muhammad (w. 388 H.) mengatakan bahwa keindahan susunan lafazh dan ketepatan maknanya menunjukkan bahwa 37 38 39
36
Ibid., h. 7.
40
Ibid., h. 9-10. M. Quraish Shihab, loc. cit. Ibid., h. 243 Mannaʻ Khalil al-Qaththan, op. cit, h. 262.
Toto Edidaromo
103
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
al-Qurʼan adalah mukjizat yang tidak akan tertandingi selamanya.41 Apabila kita perhatikan secara saksama struktur kalimatnya dalam berbagai topik, al-Qurʼan sering menggunakan kalimat yang berbeda untuk satu pesan, atau menggunakan struktur kalimat yang sama untuk kasus yang berbeda, sehingga kadang tampak seperti ada deviasi dari aspek tata bahasa yang baku. Dalam pemilihan kata, misalnya, al-Qurʼan sering menggunakan beberapa kata yang memiliki arti sama dalam bahasa Indonesia, seperti kata “basyar”, “insân”, dan “nâs” yang berarti “manusia”. Yang menarik adalah, jika setiap kata itu memang memiliki makna yang sama, niscaya antara satu kata dengan kata lainnya bisa saling mengganti. Namun, penggantian semacam itu dalam al-Qurʼan tidak diperbolehkan. Pengertian ini mengindikasikan bahwa setiap kata yang diungkap al-Qurʼan memiliki karakter makna sesuai dengan konteks pembicaraan. Selain itu, penggunaan bahasa metafor dan analogi di dalam al-Qurʼan dapat menjembatani rasio manusia yang terbatas dengan bahasa al-Qurʼan yang serba tidak terbatas.42 Pemilihan kata dalam al-Qurʼan tidak saja dalam arti keindahan, melainkan juga kekayaan makna yang dapat melahirkan beragam pemahaman. Salah satu faktor yang melatari pemilihan kata dalam al-Qurʼan adalah keberadaan konteks, baik yang bersifat geogra is, sosial maupun budaya. Dalam kajian sosiolinguistik disebutkan, ketika aktivitas bicara berlangsung, ada dua faktor yang turut menentukan, yaitu faktor situasional dan sosial. Faktor situasi turut mempengaruhi pembicaraan, terutama pemilihan kata-kata dan bagaimana Muhammad ‘Abd al-Mun‘im Al-Khafaji, alUslûbiyyah wa al-Bayân al-‘Arabî (Beirut: al-Dar alMishriyyah al-Lubnaniyyah, 1992), h. 46. 42 Ahmad Ahmad Badawy, op. cit., h. 244. 41
104
caranya mengkode, sedangkan faktor sosial menentukan bahasa yang dipergunakan.43 Al-Qurʼan merupakan kitab suci yang berpengaruh luas dan mendalam terhadap jiwa manusia. Kitab ini telah digunakan kaum Muslimin untuk mengabsahkan perilaku, menjusti ikasi berbagai peperangan, melandasi berbagai aspirasi, memelihara berbagai harapan, dan memperkuat identitas kolektif. Ia juga digunakan dalam ibadah-ibadah publik dan pribadi, serta dilantunkan dalam berbagai acara resmi dan keluarga. Pembacaannya dipandang sebagai tindak kesalehan dan implementasi ajarannya dalam kehidupan merupakan kewajiban. Sejumlah pengamat Barat memandang al-Qurʼan sebagai kitab yang sulit dipahami dan diapresiasi. Bahasa, gaya, dan aransemen kitab ini telah menimbulkan masalah khusus. Masa pewahyuannya yang terbentang sekitar dua puluhan tahun mere leksikan perubahan-perubahan lingkungan, perbedaan gaya dan kandungan, bahkan ajarannya. Meskipun bahasa Arab yang digunakan dapat dipahami, terdapat bagian-bagian terdalam yang sulit dipahami. Kaum Muslimin sendiri, dalam rangka memahaminya, telah menghasilkan berjilidjilid kitab tafsir yang berusaha menjelaskan makna pesannya. Sekalipun demikian, sejumlah besar mufasir Muslim masih tetap memandang kitab itu mengandung bagianbagian mutasyâbihât yang, menurut mereka, maknanya hanya diketahui oleh Tuhan.44 Pada umumnya kaum Muslimin meyakini bahwa al-Qurʼan bersumber dari Tuhan. Keyakinan sumber ilahiyah wahyu-wahyu yang diterima Muhammad merupakan keyakinan standar dalam Mansoer Pateda, Sosiolinguistik (Bandung: Angkasa, 1994), h. 15. 44 Tau ik Adnan Amal, “Rekonstruksi Sejarah Al-Quranˮ dalam http://pustaka-darulhikmah. blogspot.com/2010/03/rekonstruksi-sejarah-alquran.html., diakses tanggal 20 Januari 2014.
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
43
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
sistem teologi Islam. Akan tetapi, keyakinan tersebut telah mendapat tantangan serius ketika diproklamirkan pertama kali oleh alQurʼan dan berlanjut hingga kini di kalangan tertentu pengamat Islam non-Muslim. Pengakuan Muhammad bahwa dirinya merupakan penerima wahyu dari Tuhan semesta alam mendapat tantangan keras dari orang Arab sezamannya. Al-Qurʼan sendiri tidak menyembunyikan adanya oposisi yang serius terhadap Nabi, tetapi justru merekam rentetan peristiwa tersebut tanpa memutarbalikkan pandanganpandangan negatif para oposan Nabi. Dalam beberapa bagian al-Qurʼan, para penentang Nabi memandangnya sebagai kâhin (tukang tenung) dan wahyu yang disampaikannya sebagai “perkataan tukang tenung”. Nabi juga dituduh sebagai syâ’ir (penyair), majnûn (kerasukan jin), sâhir (tukang sihir) atau mashûr (korban sihir), dan wahyu yang diterimanya dianggap sebagai sihr (sihir). Para penentang Nabi secara eksplisit mengungkapkan bahwa sumber inspirasi al-Qurʼan adalah ruh-ruh jahat atau kekuatan setaniah, bukan dari Allah. Dalam konsepsi pagan Arab, tukang tenung, penyair, dan penyihir, semuanya dibantu untuk mengetahui persoalan gaib oleh jin atau setan. Tanpa memutarbalikkan fakta, al-Qurʼan merekam rentetan kejadian sehubungan dengan oposisi terhadap Nabi Saw. dan dugaan tentang sumber inspirasi wahyu yang diterimanya. Meskipun respons spesi ik al-Qurʼan berbeda untuk setiap kasusnya, dalam berbagai jawaban tersebut, kitab ini selalu menekankan asalusul ilahiahnya, yaitu bersumber dari Tuhan semesta alam. Bahasa Arab telah telah menarik minat jutaan penduduk dunia untuk mempelajarinya. Selain sebagai bahasa resmi PBB, bahasa Arab dipakai sebagai
pengantar di banyak sekolah dan universitas bereputasi dunia dan penutur aslinya diperkirakan mencapai 300 juta jiwa. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, bahasa Arab diajarkan di berbagai lembaga pendidikan Islam dan umum. Bahasa Arab pun berkembang semakin luas dengan munculnya berbagai software yang memudahkan belajar bahasa Arab, siaran TV berbahasa Arab, dan pembelajaran online bahasa Arab. Sejak bahasa Arab tertuang di dalam alQurʼan, para pengkaji Islam menganggapnya sebagai bahasa yang memiliki standar ketinggian dan keelokan bahasa yang tiada tara (the supreme of linguistic excellence and beauty). Al-Qurʼan pun terus ditelaah dan digali dari beberapa sudut pandang. Kajian-kajian terhadap al-Qurʼan kemudian melahirkan tafsir-tafsir al-Qurʼan yang telah berkembang menjadi aneka ragam tafsir, yaitu: al-Tafsîr bi al-Ma’tsûr (Tafsir Ayat dengan Ayat atau Hadis), al-Tafsîr bi al-Ra’yi (Tafsir Rasional), Al-Tafsîr Al-Shû î (Tafsir Bercorak Tasawuf), al-Tafsîr al-Falsa î (Tafsir Bermuara Filsafat), al-Tafsir al-Fiqhî (Tafsir Bernuansa Hukum), al-Tafsîr al-‘Ilmî (Tafsir Ilmiah), al-Tafsîr al-Ijtimâ‘î (Tafsir Sosiologis), dan al-Tafsîr al-Adabî atau Tafsir Bercorak Sastra. Berkaitan dengan keindahan sastra al-Qurʼan, Badawi mengemukakan bahwa al-Qurʼan sangat kaya dengan keindahan susunan sastrawi dari segala jenis teks, baik dalam yang berisi janji dan ancaman, perintah dan larangan, peringatan dan anjuran, maupun kisah-kisah atau persoalan hukum. Tujuan penggunaan bahasa yang indah ini adalah agar manusia mencintai al-Qurʼan, senang beramal saleh, dan meningkatkan iman kepada Allah dan hari akhir.45 45
Ahmad Ahmad Badawy, op. cit., h. 37.
Toto Edidaromo
105
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Hubungan Antarayat dalam al-Qurʼan
Mannaʻ al-Qaththan menyatakan bahwa munâsabah berarti muqârabah (kedekatan/kemiripan) dan musyâkalah (keserupaan) antara satu kata dengan kata yang lain dalam satu ayat, antar satu ayat dengan ayat lain, atau antar satu surat dengan surat yang lain. Hasbi al-Shiddiqie memandang bahwa munasabah hanya terbatas pada hubungan antar ayat. AlBaghawi menyamakan munasabah dengan takwil. Al-Suyuthi mengemukakan bahwa munasabah mencakup hubungan antar ayat dan antar surat.48 Jadi, munâsabah ialah ilmu yang membahas kesesuaian atau hubungan antara satu ayat dengan ayat lain, baik yang ada di depannya atau di belakangnya.
Al-Qurʼan diturunkan sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan pesan dari Allah Swt. kepada manusia. Dalam alQurʼan, antara satu ayat dengan lainnya mengandung keterkaitan dan keterpaduan. Untuk mengetahuinya secara benar, harus diidenti ikasi hubungan interayat dalam satu surah dan atau antarayat dalam beberapa surah. Ilmu tentang masalah ini disebut munâsabah al-Qur’ân atau munâsabah al-âyât (keterkaitan ayat-ayat al-Quran). Pencetusnya adalah Abu Bakr al-Naysaburi (w. 324 H). Pada mulanya, setiap kali dibacakan al-Qur’an, ia bertanya, “Mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat ini, dan apa rahasia diletakkan surat ini di samping surat ini?” 46 Ilmu munasabah ialah suatu kajian yang membahas korelasi-korelasi di antara ayat-ayat al-Qurʼan. Korelasi di antara ayat bertolak dari keunikan susunan ayat yang menggunakan surah-surah sebagai pembatas bab tetapi tidak dimaksudkan sebagai topik utama. Al-Zarkasyi memaknai munâsabah sebagai ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafazh umum dan lafazh khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan sebab akibat, ‘illat (alasan) dan ma’lûl (yang diberi alasan), kemiripan ayat, pertentangan (ta‘ârudh), dan sebagainya. Kegunaan ilmu ini adalah “menjadikan bagian-bagian kalam saling berkait sehingga penyusunannya menjadi seperti bangunan kukuh yang bagianbagiannya tersusun harmonis.”47
Maksud munâsabah antarsurah ialah hubungan makna inti dari suatu surah dengan surah sesudahnya atau sebelumnya. Pembahasan munâsabah antarsurah dimulai dengan memposisikan al-Fâ tihah sebagai Ummul-Kitâb yang menggambarkan seluruh isi al-Qurʼan. Surah al-Fatihah dijadikan induk al-Qurʼan karena mengandung masalah tauhid, peringatan, dan hukumhukum yang masih umum. Adapun penjelasannya berkembang pada surahsurah selanjutnya.49 Munâsabah antarsurah terbagi menjadi 4 pembahasan:
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan UlumulQur’an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2003), cet. II, h. 51. 47 Al-Zarkasyi, al-Burhân i ʻUlûm al-Qurʼân, ed. Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim (Kairo: Isa al-Bab al-Halabi, t.t.), cet. II, h. 35.
Usman, Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 162. 49 Al-Suyuthi, op. cit., h. 69; Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki al-Hasani, Zubdah al-Itqân î ʻUlûm al-Qurʼân (Beirut: al-Maktabah al-Ashriyyah, 2003), hal. 110-1.
46
106
Macam-macam Ilmu Munasabah Berdasarkan hubungan maknanya, ilmu munasabah terbagi menjadi 2 macam: munâsabah antarsurah dan munâsabah antarayat.
1. Munâsabah Antarsurah
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
48
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
(a). Munâsabah Antar Nama Surah Munâsabah antar nama surah pada umumnya digunakan untuk mencari hubungan arti antara nama surah tertentu dengan nama surah sesudahnya atau sebelumnya yang memiliki hubungan arti. Sebagai contoh adalah urutan Surah Muhammad (47) atau al-Qitâ l yang artinya perang, al-Fath (48) yang artinya kemenangan, dan al-Hujurâ t (49) yang artinya kamar-kamar/ pembagian tugas. Hubungan tiga nama surah ini menunjukkan bahwa sesudah perang biasanya diperoleh kemenangan, dan setelah itu segera dilakukan pembagian tugas untuk membangun peradaban. Selain itu, dalam 3 surah yang berurutan tersebut terjadi kolerasi yang saling menerangkan. Pada Surah al-Jumu‘ah (62), al-Munâ iqû n (63), dan al-Taghâ bun (64). Tiga surah tersebut menjelaskan bahwa muslimin yang sengaja meninggalkan shalat Jumʻat tiga kali berturut-turut tanpa uzur syar’i termasuk orang muna ik. Sedangkan, orang muna ik itu akan ditampakkan kesalahan-kesalahannya (al-taghâbun) pada hari kiamat.50 (b).Munâsabah Antara Awal Surah dengan Akhir Surah Maksudnya, isi awal surah berkaitan dengan apa yang disebutkan dalam akhir surah. Sebagai contoh, Surah alBaqarah dimulai dengan masalah kitab suci al-Qurʼan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang beriman dan mereka beriman pula terhadap kitab-kitab suci terdahulu. Sementara pada bagian akhir Surah al-Baqarah, disebutkan pula 50
h. 36.
Al-Suyuthi, ibid., h. 70; Al-Zarkasyi, op. cit.,
tentang keimanan Rasulullah beserta kaum mukminin terhadap kitab-kitab suci terdahulu yang diturunkan kepada para nabi. (c). Munâsabah Antara Akhir Surah dengan Awal Surah Berikutnya. Maksudnya, bagian akhir suatu surah berhubungan dengan bagian awal surah berikutnya. Sebagai contoh, bagian akhir Surah al-Fâ tihah menerangkan doa orang-orang beriman agar Allah Swt. melimpahkan hidayah kepada mereka. Hidayah tersebut berupa jalan yang lurus. Akhir surah tersebut ber-munâsabah dengan awal Surah al-Baqarah, yaitu inilah kitab al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya sebagai hidayah bagi orang yang bertakwa. (d).Munâsabah Antara Surah Secara Umum dengan Surah Berikutnya. Sebagai contoh, kesesuaian antara Surah al-Fâ tihah dan Surah al-Baqarah. Surah al-Fâ tihah meliputi pokok-pokok ajaran, sedangkan perinciannya terdapat dalam Surah al-Baqarah (dan surahsurah sesudahnya). Selain itu, pada Surah Ibrahim dan Surah al-Hijr. Keduanya sama-sama dimulai Alif-lam-râ ’ dan keduanya menerangkan sifat al-Qurʼan. Dalam Surah Ibrahim, diterangkan bahwa al-Qurʼan menunjukkan manusia ke jalan yang benar, sedangkan Surah al-Hijr menerangkan bahwa Allah menjaga kitab al-Qurʼan. Keduanya juga menceritakan kisah-kisah nabi terdahulu dan orang-orang yang ingkar. Juga, menerangkan keadaan orang ka ir di hari kiamat yang menyesal tidak mau beriman waktu di dunia.51 Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki al-Hasani, op. cit., h. 112. 51
Toto Edidaromo
107
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
2. Munâsabah Antarayat Maksud munâsabah antarayat adalah korelasi antara ayat satu dengan lainnya sehingga membentuk suatu narasi yang sangat menarik untuk dikaji bersama-sama. Munâsabah antar ayat ada dua macam. Pertama, hubungan antar ayat secara berurutan. Kedua, hubungan antara ayat awal dengan ayat yang akhir. Contoh dari munasabah antara ayat secara berurutan terjadi pada Surah alQiyâ mah ayat 1-3 berikut:
ْ َُْ ﻻ ﺃﻗ ِﺴ ُﻢ ِﺑ َﻴ ْﻮ ِﻡ ﺍﻟ ِﻘ َﻴ َﺎﻣ ِﺔ-١ ﱠ ْ ﺎﻟﻨ َﻭ َﻻ ُﺃ ْﻗﺴ ُﻢ ﺑ ﱠ-٢ ﺲ ﺍﻟﻠ ﱠﻮ َﺍﻣ ِﺔ ﻔ ِ ِ ِ ُ نﺴ ُﺎﻥ َﺃ ﱠﻟﻦ َﻧ ْﺠ َﻤ َﻊ ﻋ َﻈ َﺎﻣﻪ َ َﺃ َﻳ ْﺤ َﺴ ُﺐ ْﺍﻹ-٣ ِ ِ
Dalam surah tersebut, ayat pertama menerangkan tentang sumpah Allah terhadap datangnya hari kiamat. Ayat kedua menjelaskan bahwa di hari kiamat semua orang menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan di dunia. Orang yang berbuat baik menyesal kenapa dia tidak bertindak yang lebih baik lagi. Sedangkan, orang-orang jahat menyesal atas tindakannya. Bahkan, mereka memohon andaikata Allah mengizinkan mereka kembali lagi hidup, mereka akan berbuat baik. Namun, semuanya itu hanya angan-angan belaka. Ayat ketiga mengabarkan bahwa pada hari kiamat, Allah menghidupkan tulang-tulang yang telah tercerai-berai kembali menghadap pada-Nya untuk bertanggung jawab terhadap apa yang telah ia lakukan. Munâsabah ayat tersebut di atas ialah Allah menjelaskan tentang situasi dan kondisi pada hari kiamat yang akan datang supaya orang-orang yang mendengarnya akan beriman kepada-Nya dan orangorang ka ir juga mengimani apa yang telah disampaikan Nabi Muhammad Saw.
Terkadang munâsabah ayat bersesuaian dengan keadaan lawan bicara. Misalnya pada Surah al-Ghâ syiyyah ayat 17-20 berikut.
َ ْ َ ْ َ َ ُ ُ َ ََ َ ﻒ ُﺧ ِﻠ َﻘ ْﺖ َﻭ ﺇ َ ى ﱠ ﺍﻟﺴ َﻤﺎﺀ ﺍﻹ ِﺑ ِﻞ ﻛﻴ ِ ﺃﻓﻼ ﻳﻨﻈﺮﻭﻥ ِﺇ ى ِ ْ َ َ َ ُ َ َ ﻛ ْﻴﻒ ُﺭ ِﻓ َﻌ ْﺖ َﻭ ِﺇ ى ﺍل ِج َﺒ ِﺎﻝ ﻛ ْﻴﻒ ﻧ ِﺼ َب ْﺖ Ketiga ayat tersebut menjelaskan tentang penggabungan antara awan (unta), langit, dan gunung-gunung. Objek pembicaraan tersebut terjadi di kawasan padang pasir yang sangat bergantung pada air sebagai sumber kehidupan. Karena itu, mereka diperintah untuk memikirkan bagaimana Allah menurunkan hujan dari langit.52 Awan adalah harapan akan turunnya hujan, sedangkan unta adalah tunggangan sehari-hari masyarakat Quraisy. Unta adalah hewan yang sangat sabar dan bisa bertahan satu kali minum hingga 10 hari atau lebih. Bahkan, ia mau makan apa saja sekalipun duri. Karena itu, mereka disuruh berpikir tentang bagaimana penciptaannya. Sedangkan, gunung adalah tempat berlindung yang sangat nyaman dan aman bagi mereka. Karena mayoritas masyarakat Quraisy adalah nomaden (hidup berpindahpindah), maka tempat singgah yang nyaman adalah gunung-gunung. Ketiga ayat tersebut bertujuan untuk mempersatukan mereka dalam merenungkan penciptaan Allah.53 Contoh munâsabah antarayat yang menunjukkan hubungan antara ayat awal dengan ayat terakhir terdapat pada Surah Shâ d ayat 1:
ّْ ُْ َ ﺍﻟﺬﻛ ِﺮ ِ ﺹ ﻭﺍﻟﻘ ْﺮ ِﺁﻥ ِﺫﻱ
dan pada Surah Shâ d ayat 87:
َ َ َ ّْ ٌ ْ ْ ُ َ ﱠ ﺎﳌ ﻥ ِ ِﺇﻥ هﻮ ِﺇﻻ ِﺫﻛﺮ ِﻟﻠﻌ
Surah Shâ d ayat pertama menjelaskan bahwa al-Qurʼan yang diturunkan oleh 52 53
108
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
Ibid., h. 113. Usman, op. cit., h. 180.
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
Allah kepada Nabi Muahammad melalui perantara Malaikat Jibril adalah sebagai peringatan. Pada ayat terakhir, ayat 87, Allah menambahkan al-Qurʼan sebagai peringatan bagi alam semesta. Kolerasi antar keduanya adalah menjelaskan tentang fungsi al-Qurʼan.
Diskusi Temuan Setelah menghimpun seluruh ayat yang berkaitan dengan Nabi Isa a.s., khususnya pada Surah al-Baqarah (2:87, 2:253), Surah Ali ʻImrâ n (3:45, 3:52, 3:55-58, 3:59-61), Surah al-Nisâ (4:155-159, 4:171-172), Surah al-Mâ ’idah (5:110, 5:112-113, 5:114117), Surah Maryam (19:34-35), Surah alZukhruf (43:64), Surah al-Shaff (61:6, 14), penulis menemukan bahwa wacana naratif kehidupan Nabi Isa a.s. dapat diklasi ikasikan sebagai berikut:
a. Kelahiran Kelahiran Nabi Isa merupakan suatu mukjizat karena dilahirkan tanpa bapak. Kisahnya dimulai dari kunjungan malaikat kepada Maryam atas perintah Allah. Ketika itu, malaikat menyerupai manusia yang sempurna. Kemunculan malaikat membuat Maryam ketakutan lalu berkata: “Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dari (keburukan) kamu, jika kamu seorang yang bertakwa”. Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS Maryam [19]: 18-19) Pada ayat lain, diceritakan bahwa malaikat yang datang itu telah memberikan nama untuk janin yang akan dikandung Maryam, yaitu Isa. Kelak dia akan menjadi terhormat di dunia dan akhirat serta memiliki kedudukan yang dekat dengan Tuhan. Ayatnya berbunyi:
(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari-Nya, namanya AlMasih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orangorang yang didekatkan (kepada Allah).ˮ (QS Ali ‘Imrâ n [3]: 45) Kemudian Maryam bertanya, “Bagaimanakah aku akan memiliki seorang anak lelaki sedangkan tiada seorang manusia pun menyentuhku, dan aku bukan seorang pezina?ˮ (QS Maryam [19]: 20) Jibril berkata: “Demikianlah. Tuhanmu ber irman: ‘Hal itu mudah bagi-Ku; dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu merupakan perkara yang sudah diputuskan.” (QS Maryam [19]: 21). Maka, lahirlah Isa putra Maryam sekira 570 tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad. Allah membuat Nabi Isa dan ibunya sebagai ayat (tanda) bagi manusia, yaitu tanda untuk menunjukkan kebesaranNya. Dan telah Kami jadikan (Isa) putra Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar, yang banyak memiliki padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir. (QS al-Mu’minû n [23]: 50). Allah juga menyatakan bahwa Nabi Isa adalah seperti Adam, walaupun Adam diwujudkan tanpa ibu dan bapak. Kesamaan mereka berdua adalah pada ciptaan. Keduanya dicipta dari tanah (QS Ali ʻImrâ n [3]: 59).
b. Kerasulan dan Kenabian Isa adalah seorang nabi dan rasul Allah. Nabi Isa dan beberapa orang rasul telah dilebihkan Allah dari rasul-rasul lain.
Toto Edidaromo
109
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Firman-Nya: Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata (langsung dengannya) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa Putra Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus…. (QS al-Baqarah [2]: 253) Namun demikian, manusia dilarang oleh Allah untuk membeda-bedakan antara para rasul dan nabi. Larangan itu berbunyi, Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nyaˮ. (QS alBaqarah [2]: 136) Akibat membeda-bedakan nabi atau rasul dapat dilihat dari fakta hari ini, yaitu Nabi Isa dipercayai oleh sebagian umat Kristen sebagai Tuhan atau anak Tuhan.
c. Ajaran Nabi Isa Oleh karena Isa adalah seorang nabi, ia diberi kitab Injil sebagai petunjuk bagi Bani Israil. Selain menyuruh Bani Israil menyembah Allah dengan menaati Injil, Nabi Isa a.s. mengesahkan kitab Taurat yang diturunkan sebelumnya. Dua irman Allah yang menjelaskan hal ini adalah: Dan Kami iringkan jejak mereka (nabinabi Bani Israil) dengan Isa putra Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil yang mengandung petunjuk dan cahaya (yang menerangi),
110
dan membenarkan kitab sebelumnya, yaitu Taurat, serta menjadi petunjuk dan pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. (QS al-Mâ ’idah [5]: 46) Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: “Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmuˮ, dan aku menjadi saksi bagi mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (QS al-Mâ ’idah [5]: 117) Di dalam Injil (dan Taurat), disebutkan bahwa seorang Nabi berbangsa Arab atau ummiy akan datang menyempurnakan agama mereka (QS al-Aʻrâ f [7]: 157). Dan, bagi orang-orang yang berperang di jalan Allah, dijanjikan karunia Taman atau Surga (QS al-Taubah [9]: 111). Janji itu juga didapati di dalam Taurat dan al-Qurʼan. Ketika Nabi Isa diutus, manusia sedang berselisih dalam hal agama. Maka, kedatangan Isa adalah juga untuk menjelaskan apa yang diperselisihkan. Firman Allah: Dia (Isa) berkata, “Aku datang kepadamu dengan kebijaksanaan, dan supaya aku memperjelaskan kepada kamu sebagian yang kamu perselisihkan di dalamnya; maka takutlah kamu kepada Allah, dan taatlah kepadaku.” (QS al-Zukhruf [43]: 63) Nabi Isa juga memberitahukan tentang kedatangan seorang rasul setelahnya, yang bernama Ahmad (Muhammad). FirmanNya: Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberikan kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)ˮ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyataˮ. (QS al-Shaff [61]: 6)
d. Pengikut setia Seperti nabi atau rasul yang lain, Nabi Isa mempunyai pengikut-pengikut yang setia dan juga yang tidak setia atau yang menentang. Pengikut-pengikutnya yang setia selalu percaya kepada Allah dan kepada Isa. Mereka adalah orang-orang muslim. Firman Allah: “Dan ketika Aku mewahyukan pengikutpengikut yang setia, ʻPercayalah kepadaKu dan rasul-Kuʼ; mereka berkata, ʻKami percaya, dan saksikanlah (wahai rasul) akan kemusliman kami.ʼˮ (QS al-Mâ ’idah [5]: 111) Pengikut-pengikut yang setia juga menjadi penolong-penolong bagi Isa dan bagi Allah. Firman-Nya: “Berkatalah pengikut-pengikutnya yang setia, ʻKami akan menjadi penolong-penolong Allah; kami percaya kepada Allah, dan saksikanlah (wahai rasul) akan kemusliman kami.ʼˮ (QS Ali ʻImrâ n [3]: 52) Dalam ayat lain, Allah ber irman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong Allah, sebagaimana Isa putera Maryam berkata kepada pengikut-pengikut yang setia, ʻSiapakah yang akan menjadi penolongpenolongku bagi Allah?ʼ Pengikut-pengikut yang setia berkata, ‘Kami akan menjadi penolong-penolong Allah.ʼˮ (QS al-Shaff [61]:14) Meskipun demikian, pengikut-pengikut Nabi Isa a.s. yang setia memerlukan bukti untuk megesahkan kebenaran Nabi Isa dan supaya hati mereka menjadi tenteram. Untuk
itu, mereka memohon sebuah hidangan dari langit. Firman-Nya: “Dan ketika pengikut-pengikut yang setia berkata, ʻWahai Isa Putera Mariam, bersediakan Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?ʼ Dia (Isa) berkata, ʻBertakwalah kepada Allah, jika kamu orang-orang mukmin.ʼ Mereka berkata, ʻKami ingin memakan hidangan itu, dan supaya hati kami tenteram, supaya kami yakin bahwa kamu berkata benar kepada kami, dan supaya kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.ʼˮ (QS al- Mâ ’idah [5]:112-113) Nabi Isa kemudian memohon kepada Allah, “Ya Allah, Pemelihara kami, turunkanlah kepada kami sebuah hidangan dari langit, yang akan menjadikan hari raya bagi kami, yang pertama dan yang akhir dari kami, dan satu ayat (tanda) dari Engkau. Dan berilah rezeki untuk kami; Engkau yang terbaik dari semua pemberi rezekiˮ (QS al-Mâ ’idah [5]: 114). Allah mengabulkan permintaannya. Kemudian, hidangan yang turun menjadi mukjizat bagi Nabi Isa. Hidangan ini pun menjadi nama sebuah surah di dalam alQurʼan, yaitu surah kelima, Al-Mâ ’idah.
e. Mukjizat Selain kelahiran yang luar biasa dan turunnya hidangan dari langit, Nabi Isa telah dikaruniai beberapa mukjizat lain. Ayat berikut menjelaskannya: “Ingatlah ketika Allah berkata, ʻWahai Isa Putra Maryam. Ingatlah akan rahmatKu kepadamu, dan kepada ibumu, ketika Aku mengukuhkan kamu dengan Roh Qudus (Suci), untuk berkata-kata kepada manusia di dalam buaian dan setelah dewasa ..... dan apabila kamu mencipta daripada tanah liat, dengan izin-Ku, seperti bentuk burung, dan kamu mengembuskan ke dalamnya, lalu jadilah ia seekor burung, dengan izin-Ku,
Toto Edidaromo
111
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
dan kamu menyembuhkan orang buta, dan orang sakit kusta, dengan izin-Ku, dan kamu menghidupkan orang yang mati, dengan izinKuʼ ..... lalu orang-orang yang tidak percaya dari mereka berkata, ‘Ini hanyalah sihir yang nyata.ʼˮ (QS al-Mâ ’idah [5]: 110)
f. Wafat Nabi Isa Sebagian umat Kristen percaya bahwa Nabi Isa tidak wafat semasa disalib tetapi diangkat naik ke langit. Akan tetapi, banyak pendapat mengatakan bahwa Nabi Isa telah wafat di bumi, tetapi bukan disalib. Nabi Isa wafat setelah peristiwa penyaliban terhadapnya di sebuah tempat lain yang tidak diceritakan di dalam al-Qurʼan. Besar kemungkinan, Nabi Isa melarikan diri dari tempat penyaliban dan kemudian wafat. Bukti wafat Nabi Isa adalah irman-Nya berikut: (Ingatlah), ketika Allah ber irman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang ka ir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang ka ir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu perselisihkanˮ. (QS Ali ʻImrâ n [3]: 55) “Dan aku (Isa) seorang saksi bagi mereka selama aku di kalangan mereka; tetapi setelah Engkau mematikan aku, Engkau sendiri adalah penjaga mereka; Engkau saksi atas segala sesuatu.ˮ (QS al-Mâ ’idah [5]: 117) Akan tetapi, sebagian kaum Bani Israil mengatakan bahwa mereka telah membunuhnya dengan cara menyalibnya. Allah Swt. menolak hal ini dengan irmanNya:
112
Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya Kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allahˮ, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka. Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (QS al-Nisâ [4]: 157)
Simpulan Kehidupan Nabi Isa a.s. di dalam alQurʼan dapat dinarasikan dalam bentuk wacana naratif yang sistematis mulai dari kelahirannya, kerasulannya, hingga kewafatannya. Berdasarkan analisis isi terhadap seluruh teks ayat yang menjelaskan tentang kehidupan Nabi Isa, maka wacana naratifnya adalah sebagai berikut. Kelahiran Isa: (QS Maryam [19]: 18-19), (QS Ali ‘Imrâ n [3]: 45), (QS Maryam [19]: 20), (QS Maryam [19]: 21), (QS al-Mu’minû n [23]: 50), (QS Ali ʻImrâ n [3]: 59). Kerasulan dan kenabiannya: (QS al-Baqarah [2]: 253), (QS al-Baqarah [2]: 136). Ajarannya: (QS alMâ ’idah [5]: 46), (QS al-Mâ ’idah [5]: 117), (QS al-Zukhruf [43]: 63), (QS al-Shaff [61]: 6). Pengikut setianya: (QS al-Mâ ’idah [5]: 111), (QS Ali ʻImrâ n [3]: 52), (QS al-Shaff [61]:14), (QS al- Mâ ’idah [5]:112-113), (QS al-Mâ ’idah [5]: 114). Mukjizatnya: (QS alMâ ’idah [5]: 110). Wafatnya: (QS Ali ʻImrâ n [3]: 55), (QS al-Mâ ’idah [5]: 117), (QS alNisâ [4]: 157). Dari wacana naratif di atas, dapat disimpulkan bahwa Nabi Isa a.s. adalah
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
seorang nabi yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu kepada kaum Bani Israil dengan membawa kitab Injil. Di dalam al-Qurʼan, Nabi Isa a.s. disebutkan dengan empat panggilan, yaitu Isa, Isa Putra Maryam, Putra Maryam, dan Al-Masih. Ibundanya, Maryam binti Imran, adalah seorang yang sangat dimuliakan oleh Allah sebagaimana irman-Nya, Dan (ingatlah) ketika Malaikat
(Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)ˮ. (QS Ali ʻImrâ n [3]: 42). Maryam, ibunda Nabi Isa a.s., telah menempuh ujian yang amat berat dari Allah. Dia dipilih untuk melahirkan seorang nabi yang mulia. Wallâhu aʻlam. []
Daftar Rujukan al-Qurʼan Terjemah, Depag RI, 2002. Akrom, Muhammad dalam http://mochacom.wordpress.com/2013/03/07/analisis-wacanaketampanan-nabi-yusuf-dalam-al-Qurʼan-sebuah-analisis-wacana-dan-analisis-naratif/ Alwi, Hasan, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000. Amal, Tau ik Adnan, “Rekonstruksi Sejarah Al-Quranˮ dalam http://pustaka-darulhikmah.blogspot. com/2010/03/rekonstruksi-sejarah-al-quran.html., diakses tanggal 20 Januari 2014. Badawy, Ahmad Ahmad, Min Balâghah Al-Qur’ân, Kairo: Daar Nahdhah, 1950. Brown, G. and G. Yule, Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge University Press, 1996. Cook, Guy, Discourse and Literature: The Inter ly of Form and Mind. Oxford: Oxford University Press, 1994. Chirzin, Muhammad Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 2003. Djajasudarma, Fatimah, Wacana: Pemahaman dan Hubungan antar Unsur, Bandung: Eresco, 1994. Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKIS-Pelangi Pelajar, 2008. Halliday, M.A.K dan R. Hasan, Cohesion in English, London: Longman, 1976. al-Hasani, Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki, Zubdah al-Itqân î ʻUlûm al-Qurʼân, Beirut: al-Maktabah alAshriyyah, 2003. Hodijah, O, “Telaah Sastra Terhadap Al-Qur’an Surat An-Naba’ (Tahlilun Adabiyyun Min Al-Qur’an Surati Al-Naba’)”, Makalah Seminar di UNPAD, Bandung, 2010. al-Khafaji, Muhammad ‘Abd al-Mun‘im, Al-Uslûbiyyah wa al-Bayân al-‘Arabî, Beirut: al-Dar alMishriyyah al-Lubnaniyyah, 1992. Kridalaksana, Harimurti, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2008. Oka, I.G.N. dan Suparno, Linguistik Umum, Jakarta: Depdikbud, 1994. Pateda, Mansoer, Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa, 1994. al-Qaththâ n, Manna‘ Khalil, Mabâhits î ‘Ulûm al-Qur’ân, Kairo: Maktabah Wahbah, 2000. Schiffrin, Deborah, Approaches to Discourse, Oxford: Basil Blackwell Inc., 1994. Shihab, M. Quraish, Mukjizat al-Qur’an, Bandung: Mizan, 2004. Stubbs, Michael, Discourse Analysis: The Sociolinguistic Analysis of Natural Language. Oxford: Basil Blackwell Publisher Limited, 1984.
Toto Edidaromo
113
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
Sumarlam, Teori dan Praktik Analisis Wacana, Surakarta: Pustaka Cakra Surakarta, 2009. al-Suyuthi, Jalal al-Din, Al-Itqân î ‘Ulûm Al-Qur’ân, Beirut: Dar al-Fikr, 1994. Suwandi, Sarwiji, Serbalinguistik, Surakarta: Sebelas Maret University Press, 2008. Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Wacana, Bandung: Angkasa, 1987. Tim Penyusun Kamus, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2008. Widdowson, H.G, Discourse Analysis, New York: Oxford University Press, 1980. Zaimar, Okke Kusuma Sumantri dan Ayu Basoeki Harahap, Telaah Wacana, Jakarta: the Intercultural Institut, 2009 Al-Zarkasyı̂, al-Burhân î ʻUlûm al-Qurʼân, ed. Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim, Kairo: Isa al-Bab alHalabi, t.t. al-Zarqâ nı̂, Muhammad ‘Abd al-‘Azhı̂m, Manâhil al-‘Irfân î ‘Ulûm al-Qur’ân, Beirut: Dar al-Kitab alArabi, 1995.
114
Wacana Naratif Kehidupan Nabi Isa dalam Al-Qur'an
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ*
Asep Sopian Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung email :
[email protected]
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ
ﺪﻑ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺇ ى ﻭﺻﻒ ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺻﻴﻐﺔ ﺍﻟكﻠﻤﺔ ﻭﺗﺮﺗﻴ ﺎ ي ﺍلجﻤﻞ .ﻭﻃﺮيﻘﺔ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭﺻﻔﻴﺔ ﺗﺤﻠﻴﻠﻴﺔ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﺷﺘﻘﺎﻕ ﺍﻟكﻠﻤﺔ ﻭﻣﻮﺍﻗﻊ ﺇﻋﺮﺍ ﺎ .ﻭﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻟﺒﺤﺚ ي ﺃﻥ ﻟﻠﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﻣﺘﻨﻮﻋﺔ ﻭﺻﻴﻎ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﻣﻦ ﺃﺳﻤﺎﺀ ﻭﺃﻓﻌﺎﻝ ﻣﻊ ﺍﺧﺘﻼﻑ ﻣﻮﺍﻗﻊ ﺇﻋﺮﺍ ﺎ .ﻓكﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺍﻹﻋﺮﺍﺏ ﺃﻛ ﺮهﺎ ﻳﻘﻊ ﻣﻔﻌﻮﻻ ﺑﻪ ) 47ﺁﻳﺔ(ّ ، ﻭيتﻨﻮﻉ ﺃﺳﺎﻟﻴ ﺎ ﻧﺤﻮيﺎ ،ﻣ ﺎ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻷﻣﺮ )20 ﺃﻳﺔ( ،ﻭ ﺍﻟﺸﺮﻁ ) 6ﺁﻳﺎﺕ( ،ﻭﺍﻟﻨﺪﺍﺀ )ﺁﻳﺘﺎﻥ( ،ﻭﺍﳌﺜبﺖ ) 29ﺁﻳﺔ( ،ﻭﺍﳌﻨﻔﻲ ) 4ﺁﻳﺎﺕ( ،ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ ،ﻭﺍﻟﺘﻮﻛﻴﺪ، ﻭﺍﻟﻨﻬ .هﺬﺍ ّ ﺍﻟﺘﻨﻮﻉ ﺍﻷﺳﻠﻮبﻲ يﺸﻤﻞ ﺍلجﻤﺎﻻﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻭﺗﻮﺍﺯﻧـهﺎ ي ﺍﳌﻌ ﺍﻟﻌﻤﻴﻖ ﻭﺍﻟ ﺮﻭﺓ ﺍﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﻭﺍﻷﺛﺮ ﺍﻟهﺎﺋﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺆﺩﻱ ﺇ ى ﻓهﻢ ﻣﻌﺎﻧ ﺎ. Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan stilistika ayat shalat di dalam al-Qurʼan ditinjau dari bentuk kata dan fungsinya dalam kalimat. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis pada konstruksi kata dan susunan kalimatnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kata “shalatˮ di dalam al-Qurʼan diungkapkan dalam beragam kata dan kalimat yang berbeda fungsi dan maknanya. Mayoritas kedudukan iʻrâb-nya adalah mafʻûl bih (objek), sedangkan gaya bahasanya meggunakan uslub amr (20 ayat), syarat (6 ayat), nida (2 ayat), mutsbat (29 ayat), man i (4 ayat), istitsna, taukid, dan nahi. Keragaman gaya bahasa ini mengandung keindahan sastra, keserasian makna, kekayaan bahasa, dan pengaruh kuat yang memudahkan pemahaman maknanya.
اﻟﻨﻘﺎط اﻟﺤﺎﻛﻤﺔ :ﺃﺳﻠﻮﺏ ،ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ،ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﻣﻮﺍﻗﻊ ﺍﻹﻋﺮﺍﺏ
اﻟﻤﻘﺪﻣﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﺼﺪﺭ ﺃﻭﻝ ﻟﻠﻘﺎﻧﻮﻥ ﻭﺍﻟﻘﻴﻢ ي ﺍﻹﺳﻼﻡ. ﻭهﻮ ﻟﻐﺔ ﻣﻦ ﻗﺮﺃ -ﻳﻘﺮﺃ -ﻗﺮﺁﻧﺎ ﺃﻱ ﻗﺮﺍﺀﺓ 1.ﺫهﺐ ﺍﻟﻘﻄﺎﻥ ﺇ ى ﺃﻧﻪ ﻳﺄتﻲ ﺑﻤﻌ ﺍلجﻤﻊ ﻭﺍﻟﻀﻢ ،ﻭﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺿﻢ ﺍلحﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ بﻌﻀهﺎ ﺇ ى بﻌﺾ ي ﺍﻟ ﺮﺗﻴﻞ ﻭﺍﻟﻘﺮﺁﻥ كﺎﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ....ﻗﺎﻝ تﻌﺎ ى :إن ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺟﻤﻌﻪ وﻗﺮءاﻧﻪ 1
ﺑﺮهﺎﻥ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻃﺮﻭﺳﻔﻴﺎﻥ ،ﺍﳌﺪﺧﻞ ﺇ ى ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺎﺕ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ
)ﺳﻮبﺎﻧﺞ :ﺭيﺎﻥ ،(2007 ،ﺹ .67
ﻓﺈذا ﻗﺮأﻧﻪ ﻓﺎﺗﺒﻊ ﻗﺮءاﻧﻪ 2ﺃﻱ ﻗﺮﺍﺀﺗﻪ .3ﻭﺧﺺ ﺍﻟﺰﺭﻗﺎنﻲ ﺑﺄﻧﻪ ﻛﺘﺎﺏ ﺧﺘﻢ ﷲ ﺑﻪ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻭﺃﻧﺰﻟﻪ ﻋ ى ﻧ ﺧﺘﻢ ﺑﻪ ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ﺑﺪﻳﻦ ﻋﺎﻡ ﺧﺎﻟﺪ ﺧﺘﻢ ﺑﻪ ﺍﻷﺩﻳﺎﻥ .4ﻭهﻮ كﻼﻡ ﷲ ﺍﳌعجﺰ ﺍﳌ ﻝ ﻋ ى ﻣﺤﻤﺪ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ 5 ﺑﺎﻟﺘﻮﺍﺗﺮﺍﳌﺘﻌﺒﺪ ﺑﺘﻼﻭﺗﻪ. ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ 18-17 3ﻣﻨﺎﻉ ﺍﻟﻘﻄﺎﻥ ،ﻣﺒﺎﺣﺚ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ )ﺍﻟﺮيﺎﺽ:ﺩ.ﻥ، ﺩ.ﺕ( ،ﺹ20 . 4ﻣﺤﻤﺪ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺍﻟﺰﺭﻗﺎنﻲ ،ﻣﻨﺎهﻞ ﻋﺮﻓﺎﻥ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ )ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮ ،(1988 ،ﺍملجﻠﺪ ،1.ﺹ.10. 5ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ. 2
*Naskah diterima: 19 Maret 2014, direvisi: 23 April 2014, disetujui: 30 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺀ ﻣﻦ ﺍﳌﻌﺎﺭﻑ ﺍﻟكﻼﻡ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻟﺒﻴﺎﻥ ﻭﺍﻟﻨﺼﺎﺋﺢ ﻭ ﺍلحﺎﺟﺎﺕ ﺇ ى ﺍﻵﺧﺮيﻦ .ﻳﺼﻒ ﷲ ﻧﻔﺴﻪ ﺑكﻼﻡ ﻛﻤﺎ ﺃﻧﻪ كﻠﻢ ﻣﻮﺳ ﻭﻗﺎﻝ تﻌﺎ ى ... ،ورﺳﻼ ﻗﺪ ﻗﺼﺼﻨﻬﻢ ﻋﻠﻴﻚ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻚ ورﺳﻼ ﻟﻢ ﻧﻘﺼﺼﻬﻢ ﻋﻠﻴﻚ ،وﻛﻠﻢ اﷲ ﻣﻮﺳﻰ ﺗﻜﻠﻴﻤﺎ 6 .ﻭﺍﻹعجﺎﺯ ﺇﺛﺒﺎﺕ ﺍﻟعجﺰ .ﻭﺍﳌﺮﺍﺩ ﺑﺎﻹعجﺎﺯ ﺇﻇهﺎﺭ ﺻﺪﻕ ﺍﻟﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ي ﺩﻋﻮﻯ ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﺑﺈﻇهﺎﺭ عجﺰ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻋﻦ ﻣﻌﺎﺭﺿﺘﻪ ي ﻣعجﺰﺗﻪ ﺍلخﺎﻟﺪﺓ ،ﻭ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ، ﻭعجﺰ ﺍﻷﺟﻴﺎﻝ بﻌﺪهﻢ .ﻭهﺬﺍ ﻳﺠﺮﻱ ﻣﺠﺮﻯ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﺎﻗﻼنﻲ :ﺇﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣعجﺰﺓ ﻟﻠﺮﺳﻮﻝ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ،ﻭﺩﻻﻟﺔ ﻋ ى ﺻﺪﻗﻪ ،ﻭﺷﺎهﺪ ﻟﻨﺒﻮﺗﻪ. ﻭﺍﳌعجﺰﺓ ﺃﻣﺮ ﺧﺎﺭﻕ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻣﻘﺮﻭﻥ ﺑﺎﻟﺘﺤﺪﻯ ﺳﺎﻟﻢ ﻋﻦ ﻣﻌﺎﺭﺿﺔ 7 .ﻭﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺗﺤﺪﻯ ﺑﻪ ﺍﻟﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﻌﺮﺏ ،ﻭﻗﺪ عجﺰﻭﺍ ﻋﻦ ﻣﻌﺎﺭﺿﺘﻪ ﻣﻊ ﻃﻮﻝ ﺑﺎﻋهﻢ ي ﺍﻟﻔﺼﺎﺣﺔ ﻭﺍﻟﺒﻼﻏﺔ .ﻭﻣﺜﻞ هﺬﺍ 8 ﻻﻳكﻮﻥ ﺇﻻ ﻣعجﺰﺍ. ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ،ﻟﻠﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﺘﻮﺍﺯﻥ ي ﺍﻟﻨﺺ ﻣﻦ نﺴﻖ ﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ ﺍﻟﻮﺟ ﺓ ﻭﺇﻗﻨﺎﻉ ﺍﳌﻔﻜﺮيﻦ ﻭﻋﺎﻣﺔ ﺍﻹنﺴﺎﻥ ،ﻭﺇﺷﺒﺎﻉ ﺍﻟﻌﻘﻞ ﻭﺍﻟﺮﻭﺡ ﻭﺇﻇهﺎﺭ ﺍلجﻤﺎﻝ ﻭﺿﺒﻂ ﻣﻌﺎﻧﻴﻪ .ﻭﻟﻪ ﺍﻟﻨﻈﺎﻡ ﺍﻟﺼﻮتﻲ ﻭهﻮ ﺍتﺴﺎﻕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺍﺋﺘﻼﻓﻪ ي ﺣﺮكﺎﺗﻪ ﻭﺳﻜﻨﺎﺗﻪ ﻭﻣﺪﺍﺗﻪ ﻭﻏﻨﺎﺗﻪ ﻭﺍﺗﺼﺎﻻﺗﻪ ﻭﺳﻜﺘﺎﺗﻪ ﺍتﺴﺎﻗﺎ عجﻴﺒﺎ ﻭﺍﺋﺘﻼﻓﺎ ﺭﺍئﻌﺎ يﺴ ﺮ ي ﺍﻷﺳﻤﺎﻉ ﻭيﺴ ﻮﻱ ﺍﻟﻨﻔﻮﺱ ﺑﻄﺮيﻘﺔ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺼﻞ ﺇﻟ ﺎ ﺃﻱ كﻼﻡ ﺁﺧﺮ ﻣﻦ ﻣﻨﻈﻮﻡ ﻭﻣﻨﺜﻮﺭ. ﻭبﻴﺎﻥ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺃﻟﻘﻰ ﺳﻤﻌﻪ ﺇ ى ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﺼﻮﺗﻴﺔ ﻭ ي ﻣﺮﺳﻠﺔ ﻋ ى ﻭﺟﻪ ﺍﻟﺴﺬﺍﺟﺔ ي ﺍﻟهﻮﺍﺀ
ﻣﺠﺮﺩﺓ ﻣﻦ هﻴكﻞ ﺍلحﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ ﻛﺄﻥ ﻳكﻮﻥ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ بﻌﻴﺪﺍ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺎﺭﺉ ﺍملجﻮﺩ ﺑﺤﻴﺚ ﻻ ﺗﺒﻠﻎ ﺇ ى ﺳﻤﻌﻪ ﺍلحﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ ﻣﺘﻤ ﺍ بﻌﻀهﺎ ﻋﻦ بﻌﺾ ﺑﻞ ﻳﺒﻠﻐﻪ ﻣﺠﺮﺩ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ﺍﻟﺴﺎﺫﺟﺔ ﺍﳌﺆﻟﻔﺔ ﻣﻦ ﺍﳌﺪﺍﺕ ﻭﺍﻟﻐﻨﺎﺕ ﻭﺍلحﺮكﺎﺕ ﻭﺍﻟﺴﻜﻨﺎﺕ ﻭﺍﻻﺗﺼﺎﻻﺕ ﻭﺍﻟﺴﻜﺘﺎﺕ .ﻭهﺬﻩ ﺗﺠﺮﻱ ﻣﺠﺮﻱ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻔﺘﺎﺡ ﻣﺤﻤﺪ ﺳﻼﻣﺔ... :ﻓﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﻦ ﺷﺄﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﺍﺳﺘﻤﻊ ﺇﻟﻴﻪ ﺇنﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﺗﺘﺤﺮﻙ ﻣﺸﺎﻋﺮﻩ ،ﻭ ﻗﻠﺒﻪ ،ﻭيﻘﺸﻌﺮ ﺑﺪﻧﻪ ﺧﻮﻓﺎ ....ﻭيﻌﺘﺼﺮﻓﺆﺍﺩﻩ ﺭﺟﺎﺀ ،ﳌﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺟﻤﺎﻝ ﺍﻷﺳﻠﻮﺏ ،ﻭﻗﻮﺓ ي ﺍﻟﺘﻌﺒ ﺮ 9.ﻭﻟﻘﺪ ﻭﺻﻒ ﷲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻋﺰ ﻣﻦ ﻗﺎﺋﻞ: اﷲ ﻧﺰل أﺣﺴﻦ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻛﺘﺒﺎ ﻣﺘﺸﺒﻬﺎ ﻣﺜﺎﻧﻲ ﺗﻘﺸﻌﺮ ﻣﻨﻪ ﺟﻠﻮد اﻟﺬﻳﻦ ﻳﺨﺸﻮن رﺑﻬﻢ ﺛﻢ ﺗﻠﻴﻦ ﺟﻠﻮدﻫﻢ وﻗﻠﻮﺑﻬﻢ إﻟﻰ ذﻛﺮ اﷲ ،ذﻟﻚ ﻫﺪى اﷲ ﻳﻬﺪى ﺑﻪ ﻣﻦ ﻳﺸﺎء ،وﻣﻦ ﻳﻀﻠﻞ اﷲ ﻓﻤﺎ ﻟﻪ ﻣﻦ 10 ﻫﺎد. ﻓﻴﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﺑﻴﺎﻧﻪ ﻳﺒﺪﻭ ﺃﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣعجﺰﺓ ﺷﺎﻣﻠﺔ ﻟﻠﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻻ ﺻﻨﺎﻋﺘﻪ ﻷﻧﻪ ﺃﻣﻲ ﻻﻳﻘﺮﺃ ﻭﻻﻳﻜﺘﺐ ﻭﻻﺳﻴﻤﺎ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ ﺷﺎﻋﺮﺍ ﺃﻭ ﻗﺎﺭﺋﺎ .ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ تﻌﺎ ى :إﻧﻪ ﻟﻘﻮل رﺳﻮل ﻛﺮﻳﻢ .وﻣﺎ ﻫﻮ ﺑﻘﻮل ﺷﺎﻋﺮ، 11 ﻗﻠﻴﻼ ﻣﺎ ﺗﺆﻣﻨﻮن. ﻭهﺬﺍ ﺍﻷﻣﺮ ﻣهﻢ ﺟﺪﺍ لحﻴﺎﺗﻨﺎ .ﻟﺬﻟﻚ ،ﺭﻛﺰ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻋ ى ﺩﺭﺍﺳﺔ ﺗﻨﻮﻉ ﺍﻟﺼﻴﻎ ﻭﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ .ﻭبﻨﺎﺀ ﻋ ى ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻣﺘﻘﺪﻣﺔ ﺧﻔﻴﻔﺔ ﻭﺟﺪ ﺃﻥ هﺬﺍ ﺍﻟﺘﻨﻮﻉ ﻟيﺲ ﺑﺪﺭﺟﺔ ﻻﺑﺄﺱ ﻗﻂ ﺑﻞ ﻟﻪ ﻣﻌ ﻋﻤﻴﻖ ﻭ ﺃﺛﺮ هﺎﺋﻞ .ﻭﻣﻨﺎﺳﺐ ﺑﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺟﺐ
6ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟنﺴﺎﺀ 164 7ﻣﻨﺎﻉ ﺍﻟﻘﻄﺎﻥ ،ﻣﺒﺎﺣﺚ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ )ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﺩ .ﻥ ،ﺩ .ﺕ( ﺹ.259. 8ﺍﻟﺒﻘﺎﻻنﻲ ،ﺇعجﺎﺯ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ )ﻣﺼﺮ :ﺩﺍﺭ ﺍﳌﻌﺎﺭﻑ1119 ،هـ( ﺹ41 .
َ 9ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻔﺎﺗﺢ ﻣﺤﻤﺪ ﺳﻼﻣﺔ .ﺃﺿﻮﺍﺀ ﻋ ى ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺑﻼﻏﺘﻪ ﻭﺇعجﺎﺯﻩ :ﺍﳌﻮﺟﻮﺩ ي http://www.iu.edu.sa/Magazine/46/9.htm 10ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺰﻣﺮ23 11ﺳﻮﺭﺓ ﺍلحﺎﻗﺔ 41-40
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
116
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
) (Gibbﺍﳌﺴتﺸﺮﻕ ﻛﻤﺎ ﻧﻘﻞ ﻗﺮيﺶ ﺷهﺎﺏ ﻗﺎﻝ: ﻣﺎ ﻣﻦ ﺃﺣﺪ ﻳﻠﻌﺐ ﺑﺂﻟﺔ ﺫﺍﺕ ﺻﻮﺕ ﺟﻤﻴﻞ ﺗﻮﺩﻯ ﺇ ى ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻭﺍﻟشجﺎﻋﺔ ﻭﺳﻌﺔ ﺍه ﺍﺯ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﻣﻨﺬ 1500ﻋﺎﻡ ﻣﺜﻞ ﻣﺎﻗﺮﺃﻩ ﻣﺤﻤﺪ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ .ﻭهﻮ يﺸﻤﻞ ﺍلجﻤﺎﻻﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻭنﺴﻘهﺎ ﻭ ﺗﻮﺍﺯ ﺎ ي ﺍﳌﻌ ﺍﻟﻌﻤﻴﻖ 12 ﻭﺍﻟ ﺮﻭﺓ ﺍﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﻭﺍﻷﺛﺮ ﺍﻟهﺎﺋﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺆﺩﻯ ﺇﻟﻴﻪ. ﺑﻨﺎﺀ ﻋ ى ﻣﺎ ﺳﺒﻖ ﺫﻛﺮﻩ ،ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺘﻨﻮﻉ ي تﻌﺒ ﺮ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻳﺠﺬﺏ ﺟﺬﺑﺎ ﻣﺎﺳﺎ ﻟﺒﺤﺚ ﻋﻤﻴﻖ ﺿﺎﺑﻂ ﺗﺤﺖ ﺍﻟﻌﻨﻮﺍﻥ :ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ.
ﻃﺮﻳﻘﺔ اﻟﺒﺤﺚ ﺃﻣﺎ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﳌﺴﺘﺨﺪﻣﺔ ى هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻓﻬ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻮﺻﻔﻴﺔ ﻋﻦ ﺻﻮﺭﺓ ﻋﺎﻣﺔ ﻣﻤﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺄﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺻﻴﻐﺔ ﻭﻧﺤﻮيﺎ .ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻮﺻﻔﻴﺔ ي ﻃﺮيﻘﺔ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟ ﺭﻛﺰﺕ ﻋ ى ﺣﻞ ﺍﳌﺸكﻼﺕ ى ﺍﻟﻌﺼﺮ ﺍلحﺎﺿﺮ ﻭﺭﺗبﺖ ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ،ﻭ ﺗﺼنﻴﻔهﺎ ،ﻭﺗﺤﻠﻴﻠهﺎ ،ﻭﺗﻔﺴ ﺮهﺎ. ﻛﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﺑﻴﺎﻧﻪ ﻳﺒﺪﻭ ﻟﻨﺎ ﺃﻥ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻮﺻﻔﻴﺔ ﺗﺼﻮﺭ ﺍﻟﻈﻮﺍهﺮ ى ﺍﻟﻌﺼﺮ ﺍلحﺎﺿﺮ .ﻟﺬﻟﻚ ,ﻳﺮيﺪ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﻳﺤﺼﻞ ﻋ ى ﺻﻮﺭﺓ ﻋﺎﻣﺔ ﻋﻦ ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻭﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ي ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ.
ﻣﺼﺎدر اﻟﺒﻴﺎﻧﺎت وﻧﻮﻋﻬﺎ ﻓﺄﻣﺎ ﻣﺼﺎﺩﺭ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ى هﺬﺍ ﺍﺍﻟﺒﺤﺚ ﻓﻬ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻋﻤﺎ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ ﻭ ﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﻭﺍﻟ ﻟهﺎ ﻣﻌﺎﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ .ﻭﺃﻣﺎ ﻧﻮﻋهﺎ ى هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻓهﻮﺍﻟﻨﻮﻋﻴﺔ ﻋﻤﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺎ. 12
117
ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ Asep Sopian
ﻛﻴﻔﻴﺔ ﺟﻤﻊ اﻟﺒﻴﺎﻧﺎت هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻣﻜﺘبﻴﺔ .ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻣﺄﺧﻮﺫﺓ ﻣﻦ ﺗﺪﺍﺭﺱ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺩﺭﺍﺳﺔ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻭﺍﻟنﺸﺮﺓ ﺧﻼﻝ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻭﻗﺮﺹ ﺍملحﺪﺙ ﻭﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻹﻟﻜ ﺮﻭﻧﻴﺔ ﻭﺍﻻﻧ ﺮﻧﺖ.
ﺧﻄﻮات اﻟﺒﺤﺚ •
•
•
•
ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻣﻜﺘبﻴﺔ ﻋﻤﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﻤﻮﺿﻮﻉ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻋﻦ ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺧﻼﻝ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻭﺍملحﺪﺙ ﻭﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻹﻟﻜ ﺮﻭﻧﻴﺔ ﻭ ﺍﻻﻧ ﺮﻧﺖ. ﺛﻢ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭهﻮ ﻣﺎ ي ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺍﻟ ﺗﺘكﻮﻥ ﻣﻦ ﺍﻷﺳﺌﻠﺔ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ ﻭ ي ﻣﺎ ي ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ ﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭ ﻣﺎ ي ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﻨﺤﻮﻱ ي ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻣﺎ ي ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻓ ﺎ. ﺛﻢ ﺗﺼنﻴﻒ ﻣﻨهج ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﺬﻱ يﺸﻤﻞ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﻃﺮيﻘﺔ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭبﺤﺚ ﻋﻦ ﻣﺼﺎﺩﺭ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ، ﻭﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﺟﻤﻌهﺎ ﻭﺗﺼنﻴﻔهﺎ ﺛﻢ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻭ ﺗﻔﺴ ﺮهﺎ
ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺑﺘﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻭﺗﻔﺴ ﺮهﺎ بﻌﺪ ﺃﻥ ﻳﺠﻤﻊ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﻭﻭﺁﻳﺎﺕ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺎ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻭﺗﺼنﻴﻔهﺎ ﻛﻤﺎ ﺳﻴﺄتﻲ ﺑﻴﺎﻧﻪ. • ﺃﻭﻻ ،ﺗﺤﻠﻴﻠهﺎ ﻟﻔﻈﻴﺎ ﻋﻦ ﻃﺮيﻖ ﺍﳌﻌﺎﺟﻢ • ﺛﺎﻧﻴﺎ ،ﻧﺤﻮيﺎ ﻭﻇﻴﻔﻴﺎ ﻋﻦ ﻃﺮيﻖ ﺍﻹﻋﺮﺍﺏ • ﺛﻢ ﺗﺄﻟﻴﻒ ﺍﻟﻨﺘﺎﺋﺞ ﻭ ﺍﻟﺘﻘﺮيﺮ ﻭﻗﺪﻣﺖ ﺑﺎﺧﺘﺼﺎﺭ ﻣﺎ ﺳﺒﻖ ﺑﻴﺎﻧﻪ ﻛﻤﺎ ي ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺣﻮاﺻﻞ اﻟﺒﺤﺚ وﺗﻔﺴﻴﺮﻫﺎ ﻭيﻄﻴﺐ ي ﺃﻥ ﺃﻗﻮﻝ هﻨﺎ بﻌﺪ ﺃﻥ ﺩﺭﺳﺖ ﻭبﺤﺜﺖ ﻋﻦ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺃ ﺎ ﻛﺜ ﺮﺓ ﻋﺪﻳﺪﺓ ﺍﻟﺼﻴﻎ ﻭﺍﳌﻌﺎنﻲ .هﻨﺎﻙ ي ﺻﻴﻎ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﺎﺿﻴﺎ كﺎﻥ ﺃﻡ ﻣﻀﺎﺭﻋﺎ ﺃﻡ ﺃﻣﺮﺍ ﻭ هﻨﺎﻙ ي ﺻﻴﻎ ﺍﻻﺳﻢ ﻣﻔﺮﺩﺍ كﺎﻥ ﺃﻡ ﺟﻤﻌﺎ ﺃﻡ ﺇﺿﺎﻓﺔ ﺇ ى ﺍﻟﻀﻤ ﺮ .ﻭبﺎﻟﺘﺎ ي ،ﻗﺴﻤﺖ هﺬﻩ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻗﺴﺎﻡ ﻭ ي:
.1ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻟﺼﻴﻐﺔ أ( آﻳﺎت اﻟﺼﻼة ﻋﻠﻰ ﺻﻴﻐﺔ اﻟﻔﻌﻞ واﻻﺳﻢ ﺗﻨﻘﺴﻢ كﻠﻤﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺳﺘﻘﺎﻗهﺎ ﺇ ى ﻗﺴﻤ ﻥ ﻭ ي ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻻﺳﻢ .ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻓهﻨﺎﻙ ﺳﺖ ﺁﻳﺎﺕ: ﻭهﻤﺎ ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻘﺎﻳﻤﺔ ﺁﻳﺎﺗﺎﻥ ي ﺻﻴﻐﺔ ﺍﳌﺎ ﺁﻳﺔ 31ﻭ ﺍﻟﻌﻠﻖ ﺁﻳﺔ 10ﻭﺍﻷﻋ ى 15؛ ﻭﺃﺭبﻊ ﺃﻳﺎﺕ ي ﺻﻴﻐﺔ ﺍﳌﻀﺎﺭﻉ ﻭ ي ي ﺳﻮﺭﺓ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﺁﻳﺔ 39؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺁﻳﺔ 43ﻭ56؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟنﺴﺎﺀ ﺁﻳﺔ 102ﻭﺍﻟﺘﻮبﺔ 84؛ ﻭﺛﻼﺙ ﺃﻳﺎﺕ ي ﺻﻴﻐﺔ ﺍﻷﻣﺮ ﻭ ي ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﻮبﺔ ﺁﻳﺔ 56ﻭ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺁﻳﺔ 103ﻭﺍﻟكﻮﺛﺮ ﺁﻳﺔ .2ﺇﺫﻥ ،هﻨﺎﻙ 12كﻠﻤﺔ ي ﺻﻴﻐﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ 11 ﺁﻳﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ. ﻭﺍلجﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ ) 17ﺁﻳﺔ( ﻭﺍﻻﺳﻢ ﺍﳌكﺎﻥ )ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻻﺳﻢ ﻓهﻮ ﺃﻛ ﺮ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺻﻴﻐﺔ ﻭ ي ﻣﻦ ﺍﻻﺳﻢ ﺍﳌﻔﺮﺩ )ﺍﻟﺼﻼﺓ( 71كﻠﻤﺔ ﻭ ي ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺁﻳﺔ 3ﻭ 43ﻭ 45ﻭ 83ﻭ 110ﻭ 153ﻭ177 ﻭ 238ﻭ 277؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟنﺴﺎﺀ ﺁﻳﺔ 43ﻭ 77ﻭ -102 103ﻭ 142ﻭ 162؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺁﻳﺔ 6ﻭ 12ﻭ 55 ﻭ 58ﻭ 91ﻭ106؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷنﻌﺎﻡ ﺁﻳﺔ 72ﻭ162؛
ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ﺁﻳﺔ 170؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ﺁﻳﺔ 3؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﻮبﺔ ﺁﻳﺔ 5ﻭ 11ﻭ 18ﻭ 54ﻭ71؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﻳﻮنﺲ ﺁﻳﺔ 87؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ هﻮﺩ ﺁﻳﺔ 114؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺮﻋﺪ ﺁﻳﺔ 22؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ ﺁﻳﺔ 31ﻭ 37ﻭ 40؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ﺁﻳﺔ 78؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﻣﺮيﻢ ﺁﻳﺔ 55ﻭ59؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﻃﻪ ﺁﻳﺔ 14؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ﺁﻳﺔ 73؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍلحج ﺁﻳﺔ 35ﻭ 41ﻭ78؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﻮﺭ ﺁﻳﺔ 37ﻭ 56ﻭ41 ﻭ 56؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﻤﻞ ﺁﻳﺔ 3؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ ﺁﻳﺔ 45؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺮﻭﻡ ﺁﻳﺔ 31؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﻟﻘﻤﺎﻥ ﺁﻳﺔ 4ﻭ 17؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺁﻳﺔ 33؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﻓﺎﻃﺮ ﺁﻳﺔ 18 ﻭ29؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ ﺁﻳﺔ 38؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍملجﺎﺩﻟﺔ ﺁﻳﺔ 13؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍلجﻤﻌﺔ ﺁﻳﺔ 10؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺰﻣﻞ ﺁﻳﺔ 20؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒيﻨﺔ ﺁﻳﺔ .5 ﻭﻣﻦ ﺻﻴﻐﺔ ﺍﳌﻔﺮﺩ ﺑﺎﻹﺿﺎﻓﺔ ﺇ ى ﺍﻟﻀﻤ ﺮ ﺃﺣﺪ ﻋﺸﺮﺓ كﻠﻤﺎﺕ ﻭ ي ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷنﻌﺎﻡ ﺁﻳﺔ 92؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ﺁﻳﺔ 35؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ هﻮﺩ ﺁﻳﺔ 87؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ ﺁﻳﺔ 2؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ ﺁﻳﺔ 23ﻭ34؛ ﻭ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ ﺁﻳﺔ 5؛ ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷنﻌﺎﻡ ﺁﻳﺔ 162؛ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﻮبﺔ ﺁﻳﺔ .103 ﻭﻣﻦ ﺻﻴﻐﺔ ﺍلجﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ )ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ( كﻠﻤﺎﺗﺎﻥ هﻤﺎ ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺁﻳﺔ 157ﻭ .238ﻭهﻨﺎﻙ ﺻﻴﻐﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﻦ ﺍلجﻤﻊ ﺑﺎﻹﺿﺎﻓﺔ ﺇ ى ﺍﻟﻀﻤ ﺮ ي ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ ﺁﻳﺔ .9ﻭهﻨﺎﻙ ﺛﻼﺙ كﻠﻤﺎﺕ ﺑﺼﻴﻐﺔ ﺍﺳﻢ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ي ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ ﺁﻳﺔ 22ﻭ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺪﺛﺮ ﺁﻳﺔ 42ﻭﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ ﺁﻳﺔ .4ﺃﺧ ﺮﺍ ي ﺻﻴﻐﺔ ﺍﻻﺳﻢ ﺍﳌكﺎﻥ ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ .ﻭﻣﺠﻤﻮﻋﺔ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻌﻼ ﻭ ﺍﺳﻤﺎ ي 108ﺁﻳﺔ .ﻭبﺎﻟﺘﺎ ي ﺗﻘﺪﻡ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﺳهﻮﻻ ﻟﻠﻘﺎﺭﺋ ﻥ ي ﺻﻮﺭﺓ ﺍلجﺪﻭﻝ ﺍﻟﺘﺎ ي:
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
118
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺟﺪﻭﻝ 3.1 كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺻﻴﻐﺔ كﻠﻤﺔ
ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ
٣١
١
ﺍﻟﻌﻠﻖ
١٠
١
ﺍﻷﻋ ى
١٥
١
ﺃﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ
٣٩
١
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٤٣
١
ﺗﺼ ي
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٨٤
١
ﻳﺼﻠﻮﻥ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٥٦
١
ﻳﺼﻠﻮﺍ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠٢
٢
ﺻﻠﻮﺍ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٥٦
١
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٠٣
١
ﺍﻟكﻮﺛﺮ
٢
١
ﻳﺼ ي ١
ﺻﻞ
ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻋ ى ﺻﻴﻐﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ٢
ﺍﻻﺳﻢ
ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺼﻼﺓ
119
Asep Sopian
ﻓﻌﻞ ﻣﺎﺽ
ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎﺭﻉ
ﺳﻮﺭﺓ
ﺁﻳﺔ
ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ
ﺻى
ﺍﻟﻔﻌﻞ
ﻭﺟﺪﺕ ي
ﻧﻮﻉ ﺍﻟﺼﻴﻐﺔ
ﻓﻌﻞ ﺃﻣﺮ
١٢
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
,١٥٣ , ١١٠ , ٨٣ , ٤٥ , ٤٣ ,٣ ٢٧٧ , ٢٨٣ ,١٧٧
٩
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠٣-١٠١ , ٧٧ , ٤٣ ١٦٢ , ١٤٢ ,
١٠
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
, ٥٥ , ١٢ , ٦ ١٠٦ , ٩١ , ٥٨
٦
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
٧٢ﻭ ١٦٢
١
ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ
١٧٠
١
ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ
٣
١
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٥ﻭ ١١ﻭ ١٨ﻭ ٥٤ﻭ ٧١
٥
ﻳﻮنﺲ
٨٧ﻭ١١٠
٢
هﻮﺩ
١١٤
١
ﺍﻟﺮﻋﺪ
٢٢
١
ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ
٣١ﻭ ٣٧ﻭ ٤٠
٣
ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ
٧٨
١
ﻣﺮيﻢ
٣١ﻭ ٥٥ﻭ ٥٩
٣
ﻃﻪ
١٤ﻭ١٣٢
٢
ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ
٧٣
١
ﺍﻻﺳﻢ ﺍﳌﻔﺮﺩ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺍلحج
٣٥ﻭ ٤١ﻭ ٧٨
٣
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٣٧ﻭ ٥٦ﻭ ٥٨
٤
ﺍﻟﻨﻤﻞ
٣ﻭ٢٠
٢
ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ
٤٥
٢
ﺍﻟﺮﻭﻡ
٣١
١
ﻟﻘﻤﺎﻥ
٤ﻭ ١٧
٢
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٣٣
١
ﻓﺎﻃﺮ
١٨ﻭ ٢٩
٢
ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ
٣٨
١
ﺍملجﺎﺩﻟﺔ
١٣
١
ﺍلجﻤﻌﺔ
٩
١
ﺍﳌﺰﻣﻞ
٢٠
١
ﺍﻟﺒيﻨﺔ
٥
١
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
٩٢
١
ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ
٣٥
١
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٢
١
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٢٣
١
ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ
٥
١
ﺻﻼتﻲ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
١٦٢
١
ﺻﻼﺗﻪ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٤١
١
ﺻﻼﺗﻚ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٠٣
١
هﻮﺩ
٨٧
١
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
١٥٧
١
ﺍلحج
٤٠
١
ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢٣٨
١
ﺻﻠﻮﺍ ﻢ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٩
١
ﺻﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٩٩
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٢٢
١
ﺍﳌﺪﺛﺮ
٤٣
١
ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ
٤
١
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٩
١
ﺻﻼ ﻢ
٢
ﺍﻻﺳﻢ
ﺻﻠﻮﺍﺕ
ﺍﳌﺼﻠ ﻥ ﻣﺼ ى
١
ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﻋ ى ﺻﻴﻐﺔ ﺍﻻﺳﻢ
٨٩
ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﻋ ى ﺻﻴﻐﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻻﺳﻢ
١٠٨
ﺍﻻﺳﻢ ﺍﳌﻔﺮﺩ
ﺍﻻﺳﻢ ﺍﳌﻔﺮﺩ ﻣﻀﺎﻑ
ﺍﻻﺳﻢ ﺍلجﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ ﺍﻻﺳﻢ ﺍلجﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ ﻣﻀﺎﻑ ﺍﺳﻢ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ﺍﺳﻢ ﺍﳌكﺎﻥ
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
120
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺍﻟﺘﻔﺴ ﺮ: ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﺻﻠهﺎ ﻣﻦ ﺻﻼ ﻭ ي ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﱠ ُ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﷲ ﷲ تﻌﺎ ى ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﱠَ ﻮﺍﺕ ﺍﳌﻔﺮﻭﺿﺔ تﻌﺎ ى ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﺍﻟﺼﻠ ِ َﱠ ً ﻭهﻮ ﺍﺳﻢ ﻳﻮﺿﻊ ﻣﻮﺿﻊ ﺍﳌﺼﺪﺭ ﻳﻘﺎﻝ ﺻ ى ﺻﻼﺓ ﻭﻻ َﱠ ﺻ ى ﻋ ى ﺍﻟﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﺎﻝ ﺗﺼﻠﻴﺔ ﻭ ُ َّ ﻭﺻ ﱠ ى ﺍﻟﻌﺼﺎ ﺑﺎﻟﻨﺎﺭﻟﻴ ﱠ ﺎ ﱠ ﺼ ِ ي ﺗﺎ ي ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ﻭﻗﻮﻣهﺎ ﻭ ﺍﳌ ُ ََ َﱠ ﺼﻠ ّﻴﺎ ﻭهﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﻠﻮ ﺻ ى ﺍﻟﻔﺮﺱ ﺇﺫﺍ ﺟﺎﺀ ﻣ ﻳﻘﺎﻝ ﱠ َُ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ﻷﻥ ﺭﺃﺳﻪ ﻋﻨﺪ ﺻﻼﻩ ﺃﻱ ﻣﻐﺮﺯ ﺫﻧﺒﻪ ﻭ ﺍﻟﺼﻼﻳﺔ ََ ﱠ ُ ﺻﻠ ْﻴ ُﺖ ﺍﻟﺼﻼﺀﺓ ﺑﺎﻟهﻤﺰ ﻭ ﺑﺎﻟﺘﺨﻔﻴﻒ ﺍﻟﻔهﺮ ﻭﻛﺬﺍ ﺍﻟلحﻢ ﻭﻏ ﺮﻩ ﻣﻦ ﺑﺎﺏ ﺭﻣﻰ ﺷﻮيﺘﻪ ﻭ ي ﺍلحﺪﻳﺚ }ﺃﻧﻪ ُ ََ َ ْ ٌ ﺻﻠ ْﻴ ُﺖ ﺼ ِﻠﻴﺔ{ ﺃﻱ ﻣﺸﻮيﺔ ﻭيﻘﺎﻝ ﺃﻳﻀﺎ ﺃتﻲ بﺸﺎﺓ ﻣ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻧﺎﺭﺍ ﺇﺫﺍ ﺃﺩﺧﻠﺘﻪ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﺟﻌﻠﺘﻪ ﻳﺼﻼهﺎ ﻓﺈﻥ َْ ﺃﺻﻠ ُﻴﺘ ُﻪ ﺃﻟﻘﻴﺘﻪ ﻓ ﺎ ﺇﻟﻘﺎﺀ ﻛﺄﻧﻚ ﺗﺮيﺪ ﺇﺣﺮﺍﻗﻪ ﻗﻠﺖ ﱠ ُُ َ ْ ً ُ ﻭﻗﺮﺉ ُ ﺑﺎﻷﻟﻒ ﻭ ﺻﻠﻴﺘﻪ ﺗﺼ ِﻠﻴﺔ }ﻭيﺼ ى ﺳﻌ ﺮﺍ{ ﻭﻣﻦ ﺧﻔﻒ ﻓهﻮ ﻣﻦ ﻗﻮﻟهﻢ َ ﺻ ِ َي ﻓﻼﻥ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﺑﺎﻟﻜﺴﺮ ﻳﺼ ي ً ﻠﻴﺎ ﺃﻱ ﺍﺣ ﺮﻕ ﻗﺎﻝ ﷲ تﻌﺎ ى }هﻢ ﺃﻭ ى ﻢ ﱠ ﺻﻠﻴﺎ{ ﻭ ِﺻ ْ ََ ُ ْ ََ َ َﱠ ﺍﺻﻄ ى ﺑﺎﻟﻨﺎﺭ ﻭ ﺗﺼ ى ﺎ ﻭﻓﻼﻥ ﻻ ﻳﺼﻄ ى ﺑﻨﺎﺭﻩ ﺇﺫﺍ ُ كﺎﻥ شجﺎﻋﺎ ﻻ ُﻳﻄﺎﻕ ﻭ ﺍﳌَ َ ﺼﺎ ِ ي ﺍﻷﺷﺮﺍﻙ ﺗﻨﺼﺐ ﻟﻠﻄ ﺮ ﻭﻏ ﺮهﺎ ﻭ ي ﺍلحﺪﻳﺚ }ﺇﻥ ﻟﻠﺸﻴﻄﺎﻥ ﻓﺨﻮﺧﺎ ﻭﻣﺼﺎ ي{ ْ ٌ ﻼﺓ ﻭﻗﻮﻟﻪ تﻌﺎ ى َ )ﻭبﻴﻊ ﻭﺻﻠﻮﺍﺕ( ﻗﺎﻝ ﺑﻦ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪﺓ ِﻣﺼ ﻋﺒﺎﺱ ﺭ ﷲ تﻌﺎ ى ﻋ ﻤﺎ ي ﻛﻨﺎئﺲ ﺍﻟ ﻮﺩ ﺃﻱ ﻣﻮﺍﺿﻊ ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ. ﺃﻣﺎ ي ﺍﻟﺸﺮيﻌﺔ ﻓﻌﺒﺎﺭﺓ ﻋﻦ ﺃﺭكﺎﻥ ﻣﺨﺼﻮﺻﺔ، ﻭﺃﺫكﺎﺭ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ،بﺸﺮﺍﺋﻂ ﻣﺤﺼﻮﺭﺓ ي ﺃﻭﻗﺎﺕ ﻣﻘﺪﺭﺓ. ً ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﻳﻀﺎ :ﻃﻠﺐ ﺍﻟﺘﻌﻈﻴﻢ لجﺎﻧﺐ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ،ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ،ي ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻵﺧﺮﺓ ﻛﻤﺎ ي ﺳﻮﺭﺓ 43ﻭ .56 ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺇﻇهﺎﺭ ﺍلحﺎﺟﺔ ﻭﺍﻻﻓﺘﻘﺎﺭ ﺇ ى ﺍﳌﻌﺒﻮﺩ ﺑﺎﻟﻘﻮﻝ ﺃﻭ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺃﻭ كﻠ ﻤﺎ ﻭهﻮ ﺍﳌﺮﺍﺩ ﺑﻘﻮﻟهﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ 121
Asep Sopian
ﻣﻌﻨﺎهﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻷﻥ ﺇﻇهﺎﺭ ﺍلحﺎﺟﺔ ﺇ ى ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻭﻟﻮ ﺑﺎﻟﻔﻌﻞ ﻓﻘﻂ ﻭهﺬﻩ ﻣﺎ ﻗﺎﻟهﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺷﻴﺪ ﺭﺿﺎ ي 13 ﺍﳌﻨﺎﺭ. ﻭﺃﻛﺪ ﺍﻷﺻﻔهﺎنﻲ ﺃﻥ ﻗﺎﻝ ﻛﺜ ﺮ ﻣﻦ ﺃهﻞ ﺍﻟﻠﻐﺔ :ي ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ،ﻭﺍﻟﺘ ﺮﻳﻚ ﻭﺍﻟﺘﻤﺠﻴﺪ ﻳﻘﺎﻝ :ﺻﻠﻴﺖ ﻋﻠﻴﻪ ،ﺃﻱ: ﺩﻋﻮﺕ ﻟﻪ ﻭﺯﻛﻴﺖ ،ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻼﻡ) :ﺇﺫﺍ ﺩ ي ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺇ ى ﻃﻌﺎﻡ ﻓﻠﻴﺠﺐ ،ﻭﺇﻥ كﺎﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎ ﻓﻠﻴﺼﻞ( )ﺍلحﺪﻳﺚ ﻋﻦ ﺃبﻲ هﺮيﺮﺓ ﻋﻦ ﺍﻟﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ) :ﺇﺫﺍ ﺩ ي ﺃﺣﺪﻛﻢ ﺇ ى ﻃﻌﺎﻡ ﻓﻠﻴﺠﺐ ،ﻓﺈﻥ كﺎﻥ ﻣﻔﻄﺮﺍ ﻓﻠﻴﺄكﻞ ،ﻭﺇﻥ كﺎﻥ ﺻﺎﺋﻤﺎ ﻓﻠﻴﺼﻞ (14ﺃﻱ: ﻟﻴﺪﻉ ﻷهﻠﻪ) : ،ﻭﺻﻞ ﻋﻠ ﻢ ﺇﻥ ﺻﻼﺗﻚ ﺳﻜﻦ ﻟهﻢ( ]ﺍﻟﺘﻮبﺔ) ،[103/ﻳﺼﻠﻮﻥ ﻋ ى ﺍﻟﻨ ﻳﺎ ﺃ ﺎ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺁﻣﻨﻮﺍ ﺻﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ( ]ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ) ،[56/ﻭﺻﻠﻮﺍﺕ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ( 15 ]ﺍﻟﺘﻮبﺔ.[99/ ﻭﺻﻼﺓ ﷲ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤ ﻥ هﻮ ي ﺍﻟﺘﺤﻘﻴﻖ :ﺗﺰﻛﻴﺘﻪ ﺇﻳﺎهﻢ .ﻭﻗﺎﻝ) :ﺃﻭﻟﺌﻚ ﻋﻠ ﻢ ﺻﻠﻮﺍﺕ ﻣﻦ ﺭ ﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ( ]ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ،[157/ﻭﻣﻦ ﺍﳌﻼﺋﻜﺔ ي ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ، ﻛﻤﺎ ي ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ )ﻗﺎﻝ ﺍﻟسخﺎﻭﻱ :ﻧﻘﻞ ﺍﻟ ﺮﻣﺬﻱ ﻋﻦ ﺳﻔﻴﺎﻥ ﺍﻟﺜﻮﺭﻱ ﻭﻏ ﺮ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺃهﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻗﺎﻟﻮﺍ: ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺮﺏ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ،ﻭﺻﻼﺓ ﺍﳌﻼﺋﻜﺔ ﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ، ﻭﻗﻴﻞ :ﺻﻼﺓ ﺍﳌﻼﺋﻜﺔ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ. ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟ ي ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺍملخﺼﻮﺻﺔ ،ﺃﺻﻠهﺎ: ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ،ﻭﺳﻤﻴﺖ هﺬﻩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺎ ﻛتﺴﻤﻴﺔ ﺍﻟ ﺀ ﺑﺎﺳﻢ بﻌﺾ ﻣﺎ ﻳﺘﻀﻤﻨﻪ ،ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟ ﻟﻢ ﺗﻨﻔﻚ ﺷﺮيﻌﺔ ﻣ ﺎ ،ﻭﺇﻥ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺻﻮﺭهﺎ ﺑﺤﺴﺐ ﺷﺮﻉ ﻓﺸﺮﻉ .ﻭﻟﺬﻟﻚ ﻗﺎﻝ) :ﺇﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ كﺎﻧﺖ ﻋ ى ﺍﳌﺆﻣﻨ ﻥ ﻛﺘﺎﺑﺎ ﻣﻮﻗﻮﺗﺎ( ]ﺍﻟنﺴﺎﺀ ،[103/ﻭﻗﺎﻝ بﻌﻀهﻢ: 13
ﺹ .97
ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺷﻴﺪ ﺭﺿﺎ ،ﺗﻔﺴ ﺮﺍﳌﻨﺎﺭ )ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮ(2007 ،
ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ 15ﺍﻟﺮﺍﻏﺐ ﺍﻷﺻﻔهﺎنﻲ ،ﻣعجﻢ ﻣﻔﺮﺩﺍﺕ ﺃﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ) ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮ ،ﺩ.ﺕ( ﺹ.293. 14
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺃﺻﻞ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺼ ى )ﺻﻼﺀ ﺍﻟﻨﺎﺭ :ﺣﺮهﺎ( ،ﻗﺎﻝ: ﻭﻣﻌ ﺻ ى ﺍﻟﺮﺟﻞ ،ﺃﻱ :ﺃﻧﻪ ﺫﺍﺩ ﻭﺃﺯﺍﻝ ﻋﻦ ﻧﻔﺴﻪ ﺬﻩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﺼ ى ﺍﻟﺬﻱ هﻮ ﻧﺎﺭﷲ ﺍﳌﻮﻗﺪﺓ. ﻭبﻨﺎﺀ ﺻ ى ﻛﺒﻨﺎﺀ ﻣﺮﺽ ﻹﺯﺍﻟﺔ ﺍﳌﺮﺽ ،ﻭيﺴم ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﺼﻼﺓ ،ﻭﻟﺬﻟﻚ ﺳﻤﻴﺖ ﺍﻟﻜﻨﺎئﺲ ﺻﻠﻮﺍﺕ ،ﻛﻘﻮﻟﻪ) :ﻟهﺪﻣﺖ ﺻﻮﺍﻣﻊ ﻭبﻴﻊ ﻭﺻﻠﻮﺍﺕ ﻭﻣﺴﺎﺟﺪ( ]ﺍلحج.[40 / ﻓﺎﻟﺼﻼﺓ 16ي ﺍﻟﺸﺮ ي ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﺃﻗﻮﺍﻝ ﻭﺃﻓﻌﺎﻝ ﻣﻔﺘﺘﺤﺔ ﺑﺎﻟﺘﻜﺒ ﺮ ﻣﺨﺘﺘﻤﺔ ﺑﺎﻟتﺴﻠﻴﻢ ﻭﺯﺍﺩ 16ﺳﻠﺴﻠﺔ ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ اﳌﺴﺘﻮى اﻟﺜﺎﻟﺚ ﳌﺎدة اﻟﻔﻘﻪ) ،اﳌﻤﻠﻜﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ اﻟﺴﻌﻮدﻳﺔ :ﺟﺎﻣﻌﺔ اﻹﻣﺎم ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﻮد اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ( ،ص: 79 . ص48.كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺍﳌﻌ ﻭﺗﻀﺮﺏ ﳌﺎدة اﳊﺪﻳﺚ
هﺬﺍ ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺷﻴﺪ ﺭﺿﺎ ﺑـكﻠﻤﺔ ﻋ ى ﺍﻟﻨﺤﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﺟﺎﺀﺕ ﺑﻪ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺍﳌﺘﻮﺍﺗﺮﺓ .ﻭ ي ﻋﻤﻮﺩ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﺃهﻢ ﺭﻛﻦ ﻋﻤ ي ﻣﻦ ﺃﺭكﺎﻥ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﳌﺎ ﻟهﺎ ﻣﻦ ﺁﺛﺎﺭ ﻃﻴﺒﺔ ي ﻋﻼﻗﺔ ﺍﻹنﺴﺎﻥ ﺑﺨﺎﻟﻘﻪ ﻭﻭﻗﻮﻓﻪ ﺑ ﻥ ﻳﺪﻳﻪ ي ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺧﻤﺲ ﻣﺮﺍﺕ ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﻟهﺎ ﺁﺛﺎﺭﺍ ﻃﻴﺒﺔ ي ﻋﻼﻗﺔ ﺍﻹنﺴﺎﻥ .ﻭهﺬﻩ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻗﺮﺿﺖ ﻟﻴﻠﺔ ﺍﳌﻌﺮﺝ ي ﺍﻟﺴﺎبﻊ ﻭ ﻋﺸﺮيﻦ ﻣﻦ ﺭﺟﺐ ﺧﻤﺲ ﺳﻨﻮﺍﺕ ﻗﺒﻞ هجﺮﺓ ﺍﻟﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ 17 ﻭﺳﻠﻢ. ﺍﻟﺼﺮ ي ﻛﻤﺎ ي ﺍلجﺪﻭﻝ ﺍﻷتﻲ:
ﺍﳌﻌ ﺍﻟﺼﺮ ي ﻟكﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
ﺍﻟﺮﻗﻢ
كﻠﻤﺔ
ﺳﻮﺭﺓ
ﺍﻟﺘﻘﺴﻴﻢ ﺍﳌﻌ
ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ٣١ ١
ﺻى
٢
ﻳﺼ ي
ﺍﻟﻌﻠﻖ ١٠
ﺍﻟﻔﻌﻠﻴﺔ ﻭﺍﳌﺎ
ﺍﻟﺘﺼﺮيﻒ ﺍﳌﺒ ﺻﻴﻐﺔ َ ﻓﻌﻞ
ﺍﳌﻌ ﺍﻻﺳﻨﺎﺩ ﻟﻠﻐﻴﺐ
ﺍﳌﺒ ﺍﻻﺳتﺘﺎﺭ
ﺍﻷﻋ ى١٥ ﺃﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ٣٩
ﺍﻟﻔﻌﻠﻴﺔ ﻭﺍﳌﻀﺎﺭﻋﺔ
ﺻﻴﻐﺔ ّ ﻳﻔﻌﻞ
ﺍﻻﺳﻨﺎﺩ ﻟﻠﻐﻴﺐ
ﺍﻻﺳتﺘﺎﺭ
٣
ﺗﺼ ي
ﺍﻟﺘﻮبﺔ ٨٤
ﺍﻟﻔﻌﻠﻴﺔ ﻭﺍﳌﻀﺎﺭﻋﺔ
٤
ﻳﺼﻠﻮﻥ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ٥٦
ﺍﻟﻔﻌﻠﻴﺔ ﻭﺍﳌﻀﺎﺭﻋﺔ
ﺻﻴﻐﺔ ّ ﺗﻔﻌﻞ ﺻﻴﻐﺔ ّ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ
ﺍﻻﺳﻨﺎﺩ ﻟﻠﻐﻴﺐ
ﺍﻻﺳتﺘﺎﺭ
٥
ﻳﺼﻠﻮﺍ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ ١٠٢
ﺍﻟﻔﻌﻠﻴﺔ ﻭﺍﳌﻀﺎﺭﻋﺔ
ﺍﻻﺳﻨﺎﺩ ﻟﻠﻐﻴﺐ
ﺍﻻﺳتﺘﺎﺭ
٦
ﺻﻠﻮﺍ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ٥٦
ﺍﻟﻔﻌﻠﻴﺔ ﻭﺍﳌﻀﺎﺭﻋﺔ
ﺻﻴﻐﺔ ّ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ ﺻﻴﻐﺔ ّ ﻳﻔﻌﻠﻮﻥ
ﺍﻻﺳﻨﺎﺩ ﻟﻠﻐﻴﺐ
ﺍﻻﺳتﺘﺎﺭ
ﺍﻻﺳﻨﺎﺩ ﻟﻠﻐﻴﺐ
ﺍﻻﺳتﺘﺎﺭ
٧
ﺻﻞ
ﺍﻟﻔﻌﻠﻴﺔ ﻭﺍﻷﻣﺮيﺔ
ﺻﻴﻐﺔ ّ ﻓﻌﻞ
ﻻﺳﻨﺎﺩ ﻟﻠﻤﺨﺎﻃﺎﺏ
ﺍﻻﺳتﺘﺎﺭ
٨
ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ )ﺍﻝ( ﻭﺍﻟﺘﺄﻧيﺚ
ﺍﻟﺘﺎﺀ ﻋ ى ﺇﻃﻼﻗهﺎ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ٤٣
ﺍﻟﺘﻮبﺔ ١٠٣ ﺍﻟكﻮﺛﺮ٢ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ٣ﻭ ٤٣ﻭ ٤٥ ﻭ ٨٣ﻭ ١١٠ﻭ ١٥٣ﻭ ١٧٧ﻭ ٢٣٨ﻭ ٢٧٧
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ) ﻓﻌﻼﺓ(
16ﺳﻠﺴﻠﺔ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﳌﺎﺩﺓ ﺍﻟﻔﻘﻪ )ﺍﳌﻤﻠﻜﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ :ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﻮﺩ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ( ،ﺹ. : 79ﳌﺎﺩﺓ ﺍلحﺪﻳﺚ ﺹ.48. 17ﺃﺣﻤﺪ ﺛﺮﻭﺓ ،ﻣﻌ ﺍﻟﺼﻼﺓ(http://www. eramuslim.com) [On line]. Tanggal 20 Desember 2010 ،
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
122
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺍﻟنﺴﺎﺀ ٤٣ﻭ ٧٧ ﻭ ١٠٣-١٠١ﻭ ١٤٢ ﻭ ١٦٢
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ) ﻓﻌﻼﺓ(
ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ )ﺍﻝ( ﻭﺍﻟﺘﺄﻧيﺚ
ﺍﻟﺘﺎﺀ ﻋ ى ﺇﻃﻼﻗهﺎ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ٦ﻭ ١٢ﻭ ٥٥ﻭ ٥٨ﻭ ٩١ﻭ١٠٦ ﺍﻷنﻌﺎﻡ ٧٢ﻭ ١٦٢ ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ١٧٠ ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ٣ ﺍﻟﺘﻮبﺔ ٥ﻭ ١١ﻭ ١٨ﻭ ٥٤ﻭ ٧١ ﻳﻮنﺲ ٨٧ﻭ١١٠ هﻮﺩ ١١٤ ﺍﻟﺮﻋﺪ ٢٢ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ ٣١ﻭ ٣٧ﻭ٤٠ ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ٧٨ ﻣﺮيﻢ ٣١ﻭ٥٥ﻭ٥٩ ٨
ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻃﻪ ١٤ﻭ١٣٢ ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ٧٣ ﺍلحج ٣٥ﻭ ٤١ﻭ٧٨ ﺍﻟﻨﻮﺭ ٣٧ﻭ ٥٦ﻭ٥٨ ﺍﻟﻨﻤﻞ ٣ﻭ٢٠ ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ ٤٥ ﺍﻟﺮﻭﻡ ٣١ ﻟﻘﻤﺎﻥ ٤ﻭ١٧ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ٣٣ ﻓﺎﻃﺮ ١٨ﻭ٢٩ ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ ٣٨ ﺍملجﺎﺩﻟﺔ ٤٥ ﺍلجﻤﻌﺔ ٩ ﺍﳌﺰﻣﻞ ٢٠ ﺍﻟﺒيﻨﺔ ٥
123
Asep Sopian
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ) ﻓﻌﻼﺓ(
ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ )ﺍﻝ( ﻭﺍﻟﺘﺄﻧيﺚ
ﺇﻃﻼﻗهﺎى ﺍﻟﺘﺎﺀ ﻋ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺍﻷنﻌﺎﻡ ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ٩
ﺻﻼ ﻢ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ) ﻓﻌﻼﺓ(
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
ﺍﻟﻐﻴﺒﺔ ﻭﺟﻤﻊ ﺍﳌﺬﻛﺮﺍﻟﺴﺎﻟﻢ
ﺿﻤ ﺮﺍﻟﻐﻴﺐ ﺍﳌﺘﺼﻞ
ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ ١٠
ﺻﻼتﻲ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ) ﻓﻌﻼﺓ(
ﺍﻟﺘكﻠﻢ
ﻳﺎﺀ ﺍﳌﺘكﻠﻢ
١١
ﺻﻼﺗﻪ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ) ﻓﻌﻼﺓ(
ﺍﻟﻐﻴﺒﺔ ﺍﻹﻓﺮﺍﺩ ﻭﺍﻟﺘﺬﻛ ﺮ
ﺿﻤ ﺮﺍﻟﻐﺎﺋﺐ ﺍﳌﺘﺼﻞ
١٢
ﺻﻼﺗﻚ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ) ﻓﻌﻼﺓ(
ﺍملخﺎﻃﺐ ﻭﺍﻹﻓﺮﺍﺩ ﻭﺍﻟﺘﺬﻛ ﺮ
ﺿﻤ ﺮﺍلخﻄﺎﺏ ﺍﳌﺘﺼﻞ
١٣
ﺻﻠﻮﺍﺕ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ )ﻓﻌﻼﺕ(
ﺍﻟﺘﻨﻜ ﺮﻭﺟﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ
ﺍﻟﺘﺎﺀ ﻋ ى ﺍﻹﻃﻼﻕ
١٤
ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ )ﻓﻌﻼﺕ(
ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ )ﺃﻝ( ﻭﺟﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ
ﺍﻟﺘﺎﺀ ﻋ ى ﺍﻹﻃﻼﻕ
١٥
ﺻﻠﻮﺍ ﻢ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ )ﻓﻌﻼﺕ(
ﺍﻟﻐﻴﺐ ﻭﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ )ﺇﺿﺎﻓﺔ( ﻭﺟﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ
ﺿﻤ ﺮﺍﻟﻐﻴﺐ ﺍﳌﺘﺼﻞ
١٦
ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺕ ﺻﻠﻮ ﺍ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ )ﻓﻌﻼﺕ(
ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ )ﺇﺿﺎﻓﺔ ﺇ ى ﺍﻻﺳﻢ( ﻭﺟﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ
ﺍﻻﺳﻢ
١٧
ﺍﳌﺼﻠ ﻥ
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
ﺍﻻﺳﻤﻴﺔ
ﺍﻻﺳﻢ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ )ﺍﳌﻔﻌﻠ ﻥ(
ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ )ﺍﻝ( ﻭﺟﻤﻊ ﺍﳌﺬﻛﺮ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ
ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ ﻋ ى ﺍﻹﻃﻼﻕ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ هﻮﺩ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺍلحج
ب( آﻳﺎت اﻟﻘﺮآن اﻟﺘﻲ ﺗﺸﻴﺮ إﻟﻰ اﻟﺼﻼة وﻣﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ اﻟﻠﻐﻮﻳﺔ ﻭهﻨﺎﻙ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟ تﺸ ﺮ ﺇ ى ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﺜﻞ ﺗهجﺪ ﻭ ﺍﻟﺮكﻮﻉ ﻭﻣﺎ ﻋ ى ﻣﻌﻨﺎهﺎ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻛﻤﻌ ﺻﻠﺔ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﻭﻣﻐﻔﺮﺓ ﻭﺍﺳﺘﻐﻔﺮ ﻭﺩﻋﺎﺀ ﻭﺩﻳﻦ ﻭﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﺼﻼﺓ .ﻭﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺍﳌﻐﻔﺮﺓ ﻣﻦ ﷲ ﺗﺒﺎﺭﻙ ﻭتﻌﺎ ى ﻭﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﻣﻦ ﺍﳌﻼﺋﻜﺔ ﻭﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻣﻦ ﺍﳌﺆﻣﻨ ﻥ ﻭ ي ﻛﻤﺎ ﻳ ي :ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺁﻳﺔ 43ﻭﺍﳌﺎﺋﺪﺓ 91ﻭﺍﻷﻧﻔﺎﻝ 35ﻭ ﺍﻟﺘﻮبﺔ ﺁﻳﺔ 103ﻭﺍﻟﻨﻮﺭ 41 ﻭﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺁﻳﺔ 43ﻭ 56ﻭﺍﳌﺰﻣﻞ ﺁﻳﺔ 2ﻭ 20ﻭﺍﻟﺬﺍﺭيﺎﺕ ﺁﻳﺔ 17ﻭﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ﺁﻳﺔ 79ﻭهﻮﺩ ﺁﻳﺔ 114ﻭﺍﻟﺘﻮبﺔ ﺁﻳﺔ 84ﻭ103 ﻭهﻮﺩ ﺁﻳﺔ 87ﻭﺍلحج ﺁﻳﺔ 40ﻭﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ﺁﻳﺔ 110ﻭﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺁﻳﺔ 56ﻭﺍلجﻤﻌﺔ ﺁﻳﺔ 9ﻭﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺁﻳﺔ .106ﻭﺗﻘﺪﻡ هﺬﻩ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﺳهﻮﻻ ﻟﻠﻘﺎﺭﺋ ﻥ ي ﺻﻮﺭﺓ ﺍلجﺪﻭﻝ ﺍﻟﺘﺎ ي:
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
124
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺟﺪﻭﻝ 3،3 ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟ تﺸ ﺮﺇ ى ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻣﺎ ﻋ ى ﻣﻌﻨﺎهﺎ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻭﺟﺪﺕ ي
ﻣﻌ
ﺍﻟﺮﻗﻢ
كﻠﻤﺔ
١
ﻗﻢ ﺍﻟﻠﻴﻞ
ﺍﳌﺰﻣﻞ
٢
ﺇﻥ ﷲ يﻌﻠﻢ ﺃﻧﻚ ﺗﻘﻮﻡ ﺃﺩنﻲ ﻣﻦ ﺛﻠ ...
ﺍﳌﺰﻣﻞ
٢٠
٢
ﻣﺎ ﻳهجﻌﻮﻥ
ﺍﻟﺬﺍﺭيﺎﺕ
١٧
ﺻﻼﺓ ﻧﺎﻓﻠﺔ /ﺗهجﺪ
٣
ﻓﺘهجﺪ
ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ
٧٩
ﺻﻼﺓ ﻧﺎﻓﻠﺔ/ﺗهجﺪ
٤
ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺬﻛﺮﻯ ﻟﻠﺬﻛﺮيﻦ
هﻮﺩ
١١٤
ﺫﻛﺮﺑﻤﻌ ﺍﻟﺼﻼﺓ
٥
ﻭيﺼﺪﻛﻢ ﻋﻦ ﺫﻛﺮﷲ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٩١
ﺫﻛﺮﺑﻤﻌ ﺍﻟﺼﻼﺓ
٦
ﻭﺍﺭﻛﻌﻮﺍ ﻣﻊ ﺍﻟﺮﺍﻛﻌ ﻥ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٤٣
ﺍﻟﺮﻛﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
٧
...ﻳﺼﻠﻮﻥ ﻋ ى ﺍﻟﻨ ..ﺻﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ...
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٤٣ﻭ٥٦
ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﻐﺔ )ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ(
٨
كﻞ ﻗﺪ ﻋﻠﻢ ﺻﻼﺗﻪ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٤١
ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﻐﺔ )ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ(
٩
ﺻﻞ ﻋﻠ ﻢ ﺇﻥ ﺻﻼﺗﻚ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٠٣
ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﻐﺔ )ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ(
١٠
ﻭﻣﺎ كﺎﻥ ﺻﻼ ﻢ
ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ
٣٥
ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﻐﺔ )ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ(
١١
ﻭﻻﺗﺼﻞ ﻋ ى ﺃﺣﺪ ﻣ ﻢ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٨٤
ﺻﻼﺓ ﺍلجﻨﺎﺯﺓ
١٢
ﻭﺻﻞ ﻋﻠ ﻢ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٠٣
ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ
١٣
ﺃﺻﻼﺗﻚ ﺗﺄﻣﺮﻙ
هﻮ ﺩ
٨٧
ﺍﻟﺪﻳﻦ
١٤
...ﻟهﺪﻣﺖ ﺻﻮﺍﻣﻊ ﻭبﻴﻊ ﻭﺻﻠﻮﺍﺕ
ﺍلحج
٤٠
ﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﺼﻼﺓ
١٥
ﻭﻻﺗﺠهﺮﺑﺼﻼﺗﻚ
ﺍﻻﺳﺮﺍﺀ
١١٠
ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ
١٦
ﺇﻥ ﷲ ﻭﻣﻼﺋﻜﺘﻪ ﻳﺼﻠﻮﻥ ﻋ ى ﺍﻟﻨ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٥٦
ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺍﳌﻐﻔﺮﺓ ﻭﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ
١٧
ﺇﺫﺍ ﻧﻮﺩﻱ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﻳﻮﻡ ﺍلجﻤﻌﺔ
ﺍلجﻤﻌﺔ
٩
ﺻﻼﺓ ﺍلجﻤﻌﺔ
١٨
ﺗﺤبﺴﻮ ﺎ ﻣﻦ بﻌﺪ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
١٠٦
ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻌﺼﺮ
ﺍﻟﺴﻮﺭﺓ
ﺁﻳﺔ ٢
ﺻﻼﺓ ﻧﺎﻓﻠﺔ/ﺗهجﺪ ﺻﻼﺓ ﻧﺎﻓﻠﺔ/ﺗهجﺪ
اﻟﺘﻔﺴﻴﺮ: ﺑﻨﺎﺀ ﻋ ى ﻣﺎ ﺳﺒﻖ ﻣﻦ ﺍلجﺪﻭﻝ 3.2ﺃﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﻭﻣﺎ ﺑﻤﻌﻨﺎهﺎ ﺗﺪﻝ ﻋ ى ﺍﳌﻌﺎنﻰ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻭ ي ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺪﻳﻦ ،ﻭﻣﻮﺿﻊ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺮﺣﻤﺔ ﻭﺍﳌﻐﻔﺮﺓ ﻭﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ .ﻭهﻨﺎﻙ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺬﻛﺮ ﻭﺍﻟﺮكﻮﻉ ﺑﻤﻌ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﺻﻄﻼﺣﺎ ﻷﻧﻪ ﻣ ﺎ ،ﻭهﻨﺎﻙ ﺃﻳﻀﺎ كﻠﻤﺔ ﺗﺪﻝ ﻋ ى ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻨﺎﻓﻠﺔ ي كﻠﻤﺔ "ﺍﻥ ﺗﻘﻮﻡ ﺃﺩنﻰ "..ﻭ "ﻗﻢ ﺍﻟﻠﻴﻞ" ﻭ "ﻣﺎ ﻳهجﻌﻮﻥ" ﻭ"ﻓﺘهجﺪ" .ﻭﻻتﻌ ﺮ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟ ﺗﺪﻝ ﻋ ى ﺍﻟﻔﺮيﻀﺔ ﺇﻻ ﺑكﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻧﻔﺴهﺎ ﺍﺑﺘﺪﺍﺀ ﺑﻘﺎﻡ ﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ .ﻭهﻨﺎﻙ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭيﺮﺍﺩ ﺎ ﺻﻼﺓ ﺍلجﻤﻌﺔ ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍلجﻤﻌﺔ ﺍﻵﻳﺔ 9ﻭ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻌﺼﺮ ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺍﻵﻳﺔ .106
125
Asep Sopian
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﻭ 40ﻭﺍﻟﺮﻋﺪ 32ﻭ ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ 78ﻭ ﺍلحج 35ﻭ 41ﻭ 78ﻭ
.2ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ اﻟﻨﺤﻮ
ﺍﻟﻨﻮﺭ 56ﻭﺍملجﺎﺩﻟﺔ 13ﻭﺍﳌﺰﻣﻞ 20ﻭﻃﻪ 14ﻭ ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ 45ﻭﺍﻟﺮﻭﻡ 31ﻭﺍﻷﺣﺰﺍﺏ 33ﻭ ﺍﻷنﻌﺎﻡ 92ﻭ 162ﻭﺍﻟكﻮﺛﺮ 2ﻭﻗﻤﺎﻥ 4ﻭﻣﺮيﻢ 59ﻭﺍﻟﻨﻤﻞ 3ﻭ ﻓﺎﻃﺮ 18ﻭ 29ﻭﺍﻟﺸﻮﺭﻯ 38ﻭﺍلجﻤﻌﺔ 10ﻭﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ 2ﻭ 9ﻭ ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ 24-22ﻭﺍﳌﺪﺛﺮ 43ﻭﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ 31ﻭ ﺍﻟﻌﻠﻖ 10 ﻭﺍﻟﺒيﻨﺔ 5ﻭﺍﳌﺎﻋﻮﻥ .-5 4ﻭﺗﻘﺪﻡ هﺬﻩ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ي ﺍلجﺪﻭﻝ ﺍﻟﺘﺎ ي:
ﺃﻭﻻ ،ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟ ﺗﻄﻠﻖ ﻋ ى ﺍﻟﻨ ﻣﺤﻤﺪ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭ ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ 2ﻭ3ﻭ 45ﻭ 83ﻭ 110ﻭ153ﻭ 177ﻭ238؛ ﻭ ﺍﻟنﺴﺎﺀ 43ﻭ 77ﻭ 103-101ﻭ 142ﻭ 162؛ ﻭﺍﳌﺎﺋﺪﺓ 6ﻭ12ﻭ 55 ﻭ58ﻭ 91ﻭ 106ﻭﺍﻷنﻌﺎﻡ 72ﻭﺍﻷﻧﻔﺎﻝ 3ﻭﺍﻟﺘﻮبﺔ 18ﻭ54ﻭ 71ﻭيﻮنﺲ 87ﻭ هﻮﺩ 114ﻭ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ 31ﻭ 37
ﺟﺪﻭﻝ 3.4 كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﺍﻟ ﺗﻄﻠﻖ ﻋ ى ﺍﻟﻨ ﻭﺃﻣﺘﻪ ي ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻭﺟﺪﺕ ي
ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
١ ٢
َ ﱠ َ ُ ﺍﻟﺼﻼﺓ َﻭﺁﺗﻮﺍ َﻭﺃ ِﻗ ُﻴﻤﻮﺍ ُ ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ َﻭﺁﺗﻮﺍ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٣
ﻭﺍﺳﺘﻌﻴﻨﻮﺍ ﺑﺎﻟﺼ ﺮﻭﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
١١٠
٤
ﺣﺎﻓﻈﻮﺍ ﻋ ى ﺍﻟﺼﻠﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﻮﺳﻄﻰ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
١٥٣
٥
ﻳﺎﺃ ﺎ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺃﻣﻨﻮﺍ ﺍﺳﺘﻌﻴﻨﻮﺍ ﺑﺎﻟﺼ ﺮ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢٣٨
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
٤٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
٧٧
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻱ
ﺍﻷﻣﺮ ﻣﻨﻔﻲ/ﺍﻷﻣﺮ
٦
ﺇﻋﺮﺍﺏ
ﻧﻮﻉ ﺍﻷﺳﻠﻮﺏ ﺍﻷﻣﺮ
ﺳﻮﺭﺓ
ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٤٥
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
٨٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
ﻣﻌﻄﻮﻑ ﻋﻠﻴﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻱ
ﺍﻷﻣﺮ
ﻣﻌﻄﻮﻑ ﻋﻠﻴﻪ
ﺍﻟﻨﺪﺍﺀ ﺍﻟﻨﻬ
٧
ﻻﺗﻘﺮبﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ... َ ُ ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮﺍ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
٨
ﺃﻥ ﺗﻘﺼﺮﻭﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠١
٩
ﻟﻢ ﻳﺼﻠﻮﺍ ﻓﺎﻟﻴﺼﻠﻮﺍ ﻣﻌﻚ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠٢
ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺮﻉ ﻣﺠﺰﻭﻡ ﺑـ ﻟﻢ
١٠
ﻓﺄﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
١١
ﻳﺎﺃ ﺎ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺃﻣﻨﻮﺍ ﺇﺫﺍ ﻗﻤﺘﻢ ﺇ ى ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٦
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻱ
ﺍﻟﻨﺪﺍﺀ ﻭﺍﻟﺸﺮﻁ
١٢
ﻭﺃﻥ ﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺗﻘﻮﺍﻩ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
٧٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
١٣
ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻳﻮنﺲ
٨٧
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
١٤
ﻭﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
هﻮﺩ
١١٤
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
١٥
ﻟﻴﻘﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ
٣٧
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
١٦
ﺍﺟﻌﻠﻦ ﻣﻘﻴﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ
٤٠
ﻣﻀﺎﻑ ﺇﻟﻴﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
١٧
ﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﺪﻟﻮﻙ ﺍﻟﺸﻤﺲ َﻓﺄ ِﻗ ُﻴﻤﻮﺍ ﱠ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮﺍ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ
٧٨
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
ﺍلحج
٧٨
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
١٨
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
126
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
١٩
ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮﺍ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٥٦
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٠
ﻓﺄﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮﺍ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍملجﺎﺩﻟﺔ
١٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
٢١
ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮ
ﺍﳌﺰﻣﻞ
٢٠
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٢
ﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﺬﻛﺮﻱ
ﻃﻪ
١٤
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٣
ﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ
٤٥
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٤
ﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺮﻭﻡ
٣١
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٥
ﺃﻗﻤﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٣٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٦
ﻗﻞ ﺇﻥ ﺻﻼتﻲ...
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
١٦٢
ﺍﺳﻢ ﺇﻥ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٧
ﻓﺼﻞ ﻟﺮبﻚ...
ﺍﻟكﻮﺛﺮ
٢
ﻓﻌﻞ ﺃﻣﺮ
ﺍﻷﻣﺮ
٢٨
ﻭيﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﻣﻤﺎ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٢٩
ﻭﺃﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁتﻰ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
١٧٧
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٣٠
ﻭﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮﺍ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢٧٧
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٣١
ﺇﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ كﺎﻧﺖ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ/ﺗﻮﻛﻴﺪ
٣٢
ﻭﺇﺫﺍ ﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻗﺎﻣﻮﺍ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٤٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻟﺸﺮﻁ
٣٣
ﻭﺍﳌﻘﻴﻤ ﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﳌﺆﺗﻮﻥ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٦٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٣٤
ﻟﺌﻥ ﺃﻗﻤﺘﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗيﺘﻢ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
١٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻟﺸﺮﻁ
٣٥
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٥٥
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٣٦
ﻭﺇﺫﺍ ﻧﺎﺩﻳﺘﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٥٨
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻟﺸﺮﻁ
٣٧
...ﻋﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ...
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٩١
ﺍﺳﻢ ﻣﺠﺮﻭﺭ
ﻣﺜبﺖ
٣٨
...ﻣﻦ بﻌﺪ ﺍﻟﺼﻼﺓ...
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
١٠٦
ﺍﺳﻢ ﻣﺠﺮﻭﺭ
ﻣﺜبﺖ
٣٩
ﻭ ﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ
١٧٠
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٠
ﻭﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ
٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤١
ﻭﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮﺍ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٥
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٢
...ﻭﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁﺗﻮﺍ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١١
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٣
ﻭﺃﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺁتﻰ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٨
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٤
ﻭﻻﻳﺄﺗﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺇﻻ ﻭهﻢ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٥٤
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﻨﻔﻲ
٤٥
...ﻭيﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٧١
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٦
ﻭﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺮﻋﺪ
٢٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٧
ﻳﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭيﻨﻔﻘﻮﻥ
ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ
٣١
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٨
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ...
ﻟﻘﻤﺎﻥ
٤
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٤٩
ﺃﺿﺎﻋﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻣﺮيﻢ
٥٩
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٥٠
ﻭﺍﳌﻘﻴم ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍلحج
٣٥
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٥١
ﻭﺍﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍلجج
٤١
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٥٢
ﺇﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٣٧
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
127
Asep Sopian
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
٥٣
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﻨﻤﻞ
٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٥٤
ﻭﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻓﺎﻃﺮ
١٨ﻭ٢٩
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٥٥
ﻭﺍﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ
٣٨
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٥٦
ﻓﺈﺫﺍ ﻗﻀيﺖ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍلجﻤﻌﺔ
١٠
ﻧﺎﺋﺐ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ
ﺍﻟﺸﺮﻁ
٥٧
ﻭهﻢ ﻋ ى ﺻﻼ ﻢ ﻳﺤﺎﻓﻈﻮﻥ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
٩٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻯ ﻣﻘﺪﻡ
ﻣﺜبﺖ
٥٨
...ي ﺻﻼ ﻢ ﺧﺎﺷﻌﻮﻥ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻯ ﻣﻘﺪﻡ
ﻣﺜبﺖ
٥٩
ﻋ ى ﺻﻼ ﻢ ﺩﺍﺋﻤﻮﻥ
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٢٣
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻯ ﻣﻘﺪﻡ
ﻣﺜبﺖ
٧٠
ﻋ ى ﺻﻼ ﻢ ﻳﺤﺎﻓﻈﻮﻥ
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٣٤
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻯ ﻣﻘﺪﻡ
ﻣﺜبﺖ
٧١
ﺇﻻ ﺍﳌﺼﻠ ﻥ
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٢٢
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ
٧٢
ﻋ ى ﺻﻼ ﻢ ﻳﺤﺎﻓﻄﻮﻥ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٩
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻯ ﻣﻘﺪﻡ
ﻣﺜبﺖ
٧٣
ﻟﻢ ﻧﻚ ﻣﻦ ﺍﳌﺼﻠ ﻥ
ﺍﳌﺪﺛﺮ
٤٣
ﺧ ﺮكﺎﻥ
ﻣﻨﻔﻲ
٧٤
ﻓﻼ ﺻﺪﻕ ﻭﻻ ﺻ ى...
ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ
٣١
ﻓﻌﻞ ﻣﺎﺽ
ﻣﻨﻔﻲ
٧٥
ﺇﺫﺍ ﺻ ى
ﺍﻟﻌﻠﻖ
١٠
ﻓﻌﻞ ﻣﺎﺽ
ﺍﻟﺸﺮﻁ
٧٦
ﻭيﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺒيﻨﺔ
٥
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﻣﺜبﺖ
٧٧
ﻭيﻞ ﻟﻠﻤﺼﻠ ﻥ
ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ
٤
ﻣﻌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻯ
ﺍﻟﺘﺤﺬﻳﺮ
٧٨
ﻋﻦ ﺻﻼ ﻢ ﺳﺎهﻮﻥ
ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ
٥
ﻻﻣﺤﻞ ﻟهﺎ ﻣﻦ ﺍﻹﻋﺮﺍﺏ ﻷ ﺎ ﺻﻠﺔ ﻣﻮﺻﻮﻝ
ﻣﺜبﺖ
اﻟﺘﻔﺴﻴﺮ: ﺑﻨﺎﺀ ﻋ ى ﻣﺎ ﺳﺒﻖ ﺗﻔﺼﻴﻠﻪ ي ﺍلجﺪﻭﻝ ،3،3 ﻳﻄﻴﺐ ي ﺃﻥ ﺃﻗﻮﻝ هﻨﺎ ﺃﻥ ي ﺳﺒﻌ ﻥ ﻭﺛﻤﺎﻧﻴﺔ ﺁﻳﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺗكﻮﻥ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺛﻼﺙ ﻭﻇﺎﺋﻒ ﺇﻋﺮﺍﺑﻴﺔ ﻭ ي ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ) 46كﻠﻤﺔ( ﺃﻭﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻱ ) 4كﻠﻤﺎﺕ( ﺃﻭ ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻘﺪﻡ ) 4كﻠﻤﺎﺕ( ﻭﺍﺳﻢ ﻣﺠﺮﻭﺭ)كﻠﻤﺘﺎﻥ( ﻭﺍﺳﻢ ﺇﻥ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﺧ ﺮ كﺎﻥ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻓﻌﻞ ﻣﺎﺽ )كﻠﻤﺘﺎﻥ( ﻭﻓﻌﻞ ﺍﳌﻀﺎﺭﻉ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻓﻌﻞ ﺍﻷﻣﺮ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻣﻀﺎﻑ ﺇﻟﻴﻪ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻣﻌﻄﻮﻑ ﻋﻠﻴﻪ )كﻠﻤﺘﺎﻥ( ﻭ ﻧﺎﺋﺐ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ﺃﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍلجﻤﻌﺔ .10ﻣﻤﺎ ﺳﺒﻖ ﻳﺒﺪﻭ ﻟﻨﺎ ﺃﻥ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﻭﻇﻴﻔ ﺎ ي ﺍﻟﻨﺤﻮ ﺗكﻮﻥ ﺃﻛ ﺮﻳ ﺎ ي ﻭﻇﻴﻔﺔ
ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ) 46ﺁﻳﺔ( .ﻭهﺬﻩ تﻌ ﺃﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟهﺎ ﻣﻮﺿﻊ هﺎﻡ ﺟﺪﺍ ي ﺣﻴﺎﺓ ﺍﳌﺴﻠﻤ ﻥ ﺇﺫ ﻛﺮﺭ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺑﺈﻗﺎﻣ ﺎ. ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺗﻨﻮﻉ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻳكﻮﻥ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻷﻣﺮ ) 20ﺃﻳﺔ( ﻭ ﺍﻟﺸﺮﻁ ) 6ﺁﻳﺎﺕ( ﻭﺍﻟﻨﺪﺍﺀ )ﺁﻳﺘﺎﻥ( ﻭﺍﳌﺜبﺖ ) 29ﺁﻳﺔ( ﻭﺍﳌﻨﻔﻲ ) 4ﺁﻳﺎﺕ( ﻭﺍﻟﻼﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﺍﻟﺘﻮﻛﻴﺪ )ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﺍﻟﻨﻬ )ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ(. ﺛﺎﻧﻴﺎ ،ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟ ﺗﻄﻠﻖ ﻋ ى ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻨ ﻣﺤﻤﺪ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ي ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻭ ي ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﺁﻳﺔ 43ﻭيﻮنﺲ ﺁﻳﺔ 87ﻭ ﻟﻘﻤﺎﻥ ﺁﻳﺔ 17ﻭﺍﻷنﻌﺎﻡ ﺃﻳﺔ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﺁﻳﺔ 39ﻭﻣﺮيﻢ ﺁﻳﺔ 55 ﻭهﻮﺩ . 87ﻭﺗﻘﺪﻡ هﺬﻩ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﺳهﻮﻻ ﻟﻠﻘﺎﺭﺋ ﻥ ي ﺻﻮﺭﺓ ﺍلجﺪﻭﻝ ﺍﻟﺘﺎ ي: ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
128
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺟﺪﻭﻝ3.5 كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﺍﻟ ﺗﻄﻠﻖ ﻋ ى ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ي ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻭﺟﺪﺕ ي ﺳﻮﺭﺓ
ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ
ﺇﻋﺮﺍﺏ
ﻧﻮﻉ ﺍﻷﺳﻠﻮﺏ
ﺧﻄﺎﺏ
٤٣
ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
ﺃهﻞ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ
ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
ﺍﻷﻣﺮ
ﺑ ﺇﺳﺮﺍﺋﻞ
ﺍﻷﻣﺮ
ﺍﺑﻦ ﻟﻘﻤﺎﻥ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ
ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
١
َ ﱠ َ ُ ﺍﻟﺼﻼﺓ َﻭﺁﺗﻮﺍ َﻭﺃ ِﻗ ُﻴﻤﻮﺍ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢
ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻳﻮنﺲ
٨٧
٣
ﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻟﻘﻤﺎﻥ
١٧
ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
٤
ﻗﻞ ﺇﻥ ﺻﻼتﻲ,..
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
١٦٢
ﺍﺳﻢ ﺇﻥ ﻣﻀﺎﻑ
ﺍﻷﻣﺮ
٥
ﺃﺻﻼﺗﻚ ﺗﺄﻣﺮﻙ
هﻮﺩ
٨٧
ﻣﺒﺘﺪﺍ ﻣﻀﺎﻑ
ﺍﻻﺳﺘﻔهﺎﻡ
ﺷﻌﻴﺐ
٦
ﻭهﻮ ﻗﺎﺋﻢ ﻳﺼ ي
ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ
٣٩
ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎﺭﻉ ﻭﺟﻤﻠﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ﺧ ﺮﺛﺎﻥ
ﻣﺜبﺖ
ﺍﻟﻨ ﺍﻟﺰﻛﺮيﺎ
٧
ﻭﺇﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ
٧٣
ﻣﻀﺎﻑ ﺇﻟﻴﻪ
ﻣﺜبﺖ
ﺇسحﺎﻕ ﻭيﻌﻘﻮﺏ
٨
ﻳﺄﻣﺮﻭﺍ ﺃهﻠﻪ ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ
ﻣﺮيﻢ
٥٥
ﺍﺳﻢ ﻣﺠﺮﻭﺭ
ﻣﺜبﺖ
ﺇﺳﻤﺎﻋﻴﻞ
اﻟﺘﻔﺴﻴﺮ:
ﺑﻨﺎﺀ ﻋ ى ﻣﺎﺳﺒﻖ ﺗﺤﻠﻴﻠﻪ ،ﺗكﻮﻥ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ﺍﻟ ﺗﻄﻠﻖ ﻋ ى ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻨ ﺻ ى ﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ي ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ي ﺍﻟﻮﻇﺎﺋﻒ ﺍﻹﻋﺮﺍﺑﻴﺔ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ :ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ي ﺛﻼﺙ ﺁﻳﺎﺕ ﻭﺍﺳﻢ ﺇﻥ ﻣﻀﺎﻑ ﻭﻣﺒﺘﺪﺃ ﻣﻀﺎﻑ ﻭﺧ ﺮ ﺛﺎﻥ ﻭﻣﻀﺎﻑ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﺍﺳﻢ ﻣﺠﺮﻭﺭ كﻠهﺎ ي ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ .ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺗﻨﻮﻉ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻓهﻨﺎﻙ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻷﻣﺮ ي ﺁﺭبﻊ ﺁﻳﺎﺕ ﻭﺍﻻﺳﺘﻔهﺎﻡ ي ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻭﺍﳌﺜبﺖ ي ﺛﻼﺙ ﺁﻳﺎﺕ. ﻭهﻨﺎﻙ ﺗﻘﺴﻴﻢ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺇﻋﺮﺍﺑﻴﺔ ﻣﻦ ﻣﺨﻔﻮﺽ ﻭﻣﻨﺼﻮﺏ ﻭﻣﺮﻓﻮﻉ ﻭﻣﺠﺰﻭﻡ. (1كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍملخﻔﻮﺽ ﺟﺪﻭﻝ 3.6 كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍملخﻔﻮﺽ ﺍملخﻔﻮﺽ ﺑـ
ﻭﺟﺪﺕ ي ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
١
ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ–ﻭﻣﻦ بﻌﺪ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻌﺸﺎﺀ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٢
ﻭﺍﺳﺘﻌﻴﻨﻮﺍ ﺑﺎﻟﺼ ﺮﻭﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٤٥ ﻭ١٥٣
٣
ﻭﺍﻟﺼﻠﻮﺕ ﺍﻟﻮﺳﻄﻰ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢٣٨
٤
ﻭﺃﻥ ﺗﻘﺼﻮﺭﻭﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠١
) ﻣﻦ(
٥
ﻭﺇﺫﺍ ﻗﺎﻣﻮﺍ ﺇ ى ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٤٢
) ﺇ ى(
129
Asep Sopian
ﻣﻀﺎﻑ ﺇﻟﻴﻪ
ﺳﻮﺭﺓ
ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ ٥٨
ﺣﺮﻑ ﺟﺮ
ﻇﺮﻑ
ﻋﻄﻒ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
٦
ﺇﺫﺍ ﻗﻤﺘﻢ ﺇ ى ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٦
) ﺇ ى(
٧
ﻭﺇﺫﺍ ﻧﺎﺩﻳﺘﻢ ﺇ ى ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٥٨
) ﺇ ى(
٨
ﻋﻦ ﺫﻛﺮﷲ ﻭﻋﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٩١
) ﻋﻦ(
٩
ﺗﺤبﺴﻮ ﻤﺎ ﻣﻦ بﻌﺪ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
١٠٦
١٠
ﺭﺏ ﺍﺟﻌﻠ ﻣﻘﻴﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ
٤٠
١١
ﻭﺃﻭ
ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ
ﻣﺮيﻢ
٣١
) ﺏ(
١٢
ﻭكﺎﻥ ﻳﺄﻣﺮﺃهﻠﻪ ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ
ﻣﺮيﻢ
٥٥
)ﺏ(
١٣
ﻭﺍﻣﺮﺃهﻠﻚ ﺑﺎﻟﺼﻼﺓ
ﻃﻪ
١٣٢
) ﺏ(
١٤
ﻭﺇﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺇﻳﺘﺎﺀ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ
٧٣
١٥
ﻭﺍﳌﻘﻴم ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍلحج
٣٥
١٦
ﻭﺇﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺇﻳﺘﺎﺀ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٣٧
١٧
ﺇﺫﺍ ﻧﻮﺩﻱ ﻟﻠﺼﻼﺓ
ﺍلجﻤﻌﺔ
٩
)ﻝ(
١٨
ﻋ ى ﺻﻼ ﻢ ﻳﺤﺎﻓﻈﻮﻥ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
٩٢
)ﻋ ى(
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٣٤
)ﻋ ى(
٢٠
ي ﺻﻼ ﻢ ﺧﺎﺷﻌﻮﻥ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٢
)ي(
٢١
ﻋ ى ﺻﻼ ﻢ ﺩﺍﺋﻤﻮﻥ
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٢٣
)ﻋ ى(
٢٢
ﻋﻦ ﺻﻼ ﻢ ﺳﺎهﻮﻥ
ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ
٥
)ﻋﻦ(
٢٣
ﻋ ى ﺻﻠﻮ ﻢ ﻳﺤﺎﻓﻈﻮﻥ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٩
)ﻋ ى(
٢٤
ﻭﺻﻠﻮﺕ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٩٩
٢٥
ﺣﺎﻓﻈﻮﺍ ﻋ ى ﺍﻟﺼﻠﻮﺕ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢٣٨
)ﻋ ى(
٢٦
ﻭﻻﺗﺠهﺮﺑﺼﻼﺗﻚ
ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ
١١٠
) ﺏ(
(2كﻠﻤﺔ ﺍﻻﺳﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﻨﺼﻮﺏ ﺟﺪﻭﻝ 3.7 كﻠﻤﺔ ﺍﻻﺳﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﻨﺼﻮﺏ ﺍﳌﻨﺼﻮﺏ
ﻭﺟﺪﺕ ي
ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
١
ﻭيﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢
ﻭﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٤٣
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
١١٠
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
٧٧
ﻳﻮنﺲ
٨٧
ﺍلحج
٧٨
ﺳﻮﺭﺓ
ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ
ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ
٣
ﺇﺳﻢ ﺇﻥ
ﺧ ﺮكﺎﻥ
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
130
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺍﻟﻨﻮﺭ
٥٦
ﺍﻟﺮﻭﻡ
٣١
ﺍملجﺎﺩﻟﺔ
١٣
ﺍﻟﻨﻤﻞ
٣
ﻭﺃﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٨
ﻭﺃﻗﺎﻣﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
٢٧٧
ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ
١٧٠
٥
١١
ﺍﻟﺮﻋﺪ
٢٢
ﺍلحج
٤١
١٨
٢٩
٣٨
٥
ﻻﺗﻘﺮبﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
٤٣
٦
ﻓﺄﻗﻤﺖ ﻟهﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
١٠٢
٧
ﻓﺈﺫﺍ ﻗﻀيﺘﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
١٠٣
٨
ﻓﺄﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
١٠٣
٩
ﺇﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ كﺎﻧﺖ
١٠٣
١٠
ﻭﺍﳌﻘﻴﻤ ﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
١٦٢
١١
ﻟﺌﻥ ﺃﻗﻤﺘﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ
٥٥
ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ
٣
١٢
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﻨﻤﻞ
٣
ﻟﻘﻤﺎﻥ
٤
١٣
ﻭﺃﻥ ﺃﻗﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
٧٢
١٤
ﻭﻻﻳﺄﺗﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٥٤
١٥
ﻭيﻘﻴﻤﻮﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٧١
١٦
ﻭﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
هﻮﺩ
١١٤
١٧
ﻳﻘﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٧١
١٢
ﺭبﻨﺎ ﺑﻴﻘﺴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ
٣٧
١٣
ﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﺪﻟﻮﻙ ﺍﻟﺸﻤﺲ
ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ
٧٨
١٤
ﺃﺿﺎﻋﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻣﺮيﻢ
٥٩
١٥
ﻭﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻟﺬﻛﺮﻱ
ﻃﻪ
١٤
١٦
ﻭﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
١٧
ﺇﻥ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺗﻨﻬ ﻋﻦ ﺍﻟﻔﺤﺸﺎﺀ
ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ
٤٩
٣
ﺍﻟﺘﻮبﺔ ٤
ﻓﺎﻃﺮ ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ
131
Asep Sopian
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
١٨
ﻳﺎﺑ ﺃﻗﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻟﻘﻤﺎﻥ
١٧
١٩
ﻭﺃﻗﻤﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٣٣
٢٠
ﻭيﻘﻴﻤﻮﺍ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭيﺆﺗﻮﺍ ﺍﻟﺰكﺎﺓ
ﺍﻟﺒيﻨﺔ
٥
٢١
ﺇﻥ ﺻﻼﺗﻚ ﺳﻜﻦ ﻟهﻢ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٠٣
٢٢
كﻞ ﻗﺪ ﻋﻠﻢ ﺻﻼﺗﻪ
ﺍﻟﻨﻮﺭ
١٤
٢٣
ﻗﻞ ﺇﻥ ﺻﻼتﻲ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
١٦٢
٢٤
ﻟﻢ ﻧﻚ ﻣﻦ ﺍﳌﺼﻠ ﻥ
ﺍﳌﺪﺛﺮ
٤٣
٢٥
ﻭﻻﺗﺠهﺮﺑﺼﻼﺗﻚ
ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ
١١٠
٢٦
ﺇﻻ ﺍﳌﺼﻠ ﻥ
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٢٢
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٩
)ﺷﺒﻪ ﺟﻤﻠﺔ(
٢٧
ﻋ ى ﺻﻠﻮ ﻢ ﻳﺤﺎﻓﻈﻮﻥ
ﺍﻷنﻌﺎﻡ
٩٢
)ﺷﺒﻪ ﺟﻤﻠﺔ(
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٣٤
)ﺷﺒﻪ ﺟﻤﻠﺔ(
٢٨
ﻣﻦ ﻣﻘﺎﻡ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ ﻣﺼ ى
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
١٢٥
)ﺟﺮﻣﺠﺮﻭﺭ( ) ﺷﺒﻪ ﺟﻤﻠﺔ( ) ﻣﺴتﺜ (
(3كﻠﻤﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﻨﺼﻮﺏ ﺟﺪﻭﻝ 3.8 كﻠﻤﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﻨﺼﻮﺏ ﺍﳌﻨﺼﻮﺏ
ﻭﺟﺪﺕ ي
ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
١
ﻓﻼ ﺻﺪﻕ ﻭﻻﺻ ى
ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ
٢
ﻭﺫﻛﺮﺍﺳﻢ ﺭبﻪ ﻓﺼ ى
ﺍﻷﻋ ى
١٥
٣
ﻋﺒﺪﺍ ﺇﺫﺍ ﺻ ى
ﺍﻟﻌﻠﻖ
١٠
ﺳﻮﺭﺓ
ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ ٣١
ﻓﺘﺤﺔ
ﻓﺘﺤﺔ ﻣﻘﺪﺭﺓ
ﺣﺬﻑ ﻥ
(4كﻠﻤﺔ ﺍﻻﺳﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﺮﻓﻮﻉ ﺟﺪﻭﻝ 3.9 كﻠﻤﺔ ﺍﻻﺳﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﺮﻓﻮﻉ ﻭﺟﺪﺕ ي ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
١
ﺇﺫﺍ ﻧﻮﺩﻱ ﻟﻠﺼﻼﺓ
٢
ﻓﺈﺫﺍ ﻗﻀيﺖ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﺳﻮﺭﺓ
ﺍﳌﻨﺼﻮﺏ ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ
ﻓﺎﻋﻞ /ﻧﺎﺋﺐ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ
٩
ﻧﺎﺋﺐ ﻓﺎﻋﻞ )ﺷﺒﻪ ﺍلجﻤﻠﺔ(
١٠
ﻧﺎﺋﺐ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ
ﺍلجﻤﻌﺔ
ﻣﺒﺘﺪﺃ
ﺧ ﺮﻣﺒﺘﺪﺃ
ﺍﺳﻢ كﺎﻥ /ﺧ ﺮ ﺇﻥ
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
132
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺪ ﺍﺳﻢ كﺎﻥ
٣
ﻭﻣﺎكﺎﻥ ﺻﻼ ﻢ
ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ
٣٥
٤
ﻋﻠ ﻢ ﺻﻠﻮﺕ ﻣﻦ ﺭ ﻢ
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ
١٥٧
٥
ﻭﺻﻠﻮﺕ ﻭﻣﺴﺎﺟﺪ
ﺍلحج
٤٠
) ﻋﻄﻒ(
٦
ﺃﺻﻼﺗﻚ ﺗﺄﻣﺮﻙ
هﻮﺩ
٨٧
٧
ي ﺻﻼ ﻢ ﺧﺎﺷﻌﻮﻥ
ﺍﳌﺆﻣﻨﻮﻥ
٢
) ﺷﺒﻪ ﺍلجﻤﻠﺔ ﺧ ﺮ ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻣﻘﺪﻡ(
٩
ﻋ ى ﺻﻼ ﻢ ﺩﺍﺋﻤﻮﻥ
ﺍﳌﻌﺎﺭﺝ
٢٣
) ﺷﺒﻪ ﺍلجﻤﻠﺔ ﺧ ﺮ ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻣﻘﺪﻡ(
١٠
ﻋﻦ ﺻﻼ ﻢ ﺳﺎهﻮﻥ
ﺍﳌﺎﻋﻮﻥ
٥
) ﺷﺒﻪ ﺍلجﻤﻠﺔ ﺧ ﺮ ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻣﻘﺪﻡ(
(5كﻠﻤﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﺮﻓﻮﻉ ﺟﺪﻭﻝ3.10 كﻠﻤﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍﳌﺮﻓﻮﻉ ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
ﺍﳌﺮﻓﻮﻉ ﺏ
ﻭﺟﺪﺕ ي ﺳﻮﺭﺓ
ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ
ﻳﺼ ي ي ﺍملحﺮﺍﺏ
ﺃﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ
٤٣
هﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺼ ي ﻋﻠﻴﻜﻢ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٤٣
ﻳﺼﻠﻮﻥ ﻋ ى ﺍﻟﻨ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٥٦
ﺿﻤﺔ
ﺿﻤﺔ ﻣﻘﺪﺭﺓ
ﺛﺒﻮﺕ ﻥ
(6كﻠﻤﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍملجﺰﻭﻡ ﺟﺪﻭﻝ 3.11 كﻠﻤﺔ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺷﺘﻘﺎﻗهﺎ ي ﺇﻋﺮﺍﺏ ﺍملجﺰﻭﻡ ﺍملجﺰﻭﻡ ﺏ
ﻭﺟﺪﺕ ي
ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺁﻳﺎﺕ
١
ﺻﻠﻮﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻤﻮﺍ
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
٢
ﻭﻻ ﺗﺼﻞ ﻋ ى ﺃﺣﺪ ﻣ ﻢ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
٨٤
٣
ﻭﻟﺘﺄتﻲ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﺃﺧﺮﻯ ﻟﻢ ﻳﺼﻠﻮﺍ ﻓﻠﻴﺼﻠﻮﺍ ﻣﻌﻚ
ﺍﻟنﺴﺎﺀ
١٠٢
٤
ﻭﺻﻞ ﻋﻠ ﻢ
ﺍﻟﺘﻮبﺔ
١٠٣
٥
ﻓﺼﻞ ﻟﺮبﻚ ﻭﺍﻧﺤﺮ
ﺍﻟكﻮﺛﺮ
٣
133
Asep Sopian
ﺳﻮﺭﺓ
ﺭﻗﻢ ﺍﻵﻳﺔ ٥٦
ﺳﻜﻮﻥ
ﺣﺬﻑ ﻥ
ﺣﺬﻑ ﺣﺮﻑ ﺍﻟﻌﻠﺔ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
اﻟﻨﺘﺎﺋﺞ ﺑﻨﺎﺀ ﻋ ى ﻣﺎ ﻗﺪﻣﻪ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺳﺎﺑﻘﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺤﻠﻴﻞ ﻋﻦ ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺻﻴﻐﺔ كﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﻧﺤﻮيﺎ ﺃﻭ ﺑﻼﻏﻴﺎ ﻭﺗﻔﺴ ﺮهﺎ ،ﺣﺼﻞ ﻋ ى ﺍﻟﻨﺘﺎﺋﺞ ﺍﻟﺘﺎﻟﻴﺔ: .1ﺗكﻮﻥ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺻﻴﻐﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻻﺳﻢ. ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻓهﻮ ﺍﳌﺎ ) 3كﻠﻤﺎﺕ( ﻭﺍﳌﻀﺎﺭﻉ )5 كﻠﻤﺎﺕ( ﻭﺍﻷﻣﺮ ) 3كﻠﻤﺎﺕ( .ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻻﺳﻢ ﻓهﻮ ﺍﳌﻔﺮﺩ ) 79كﻠﻤﺔ( ﻭﺟﻤﻊ ﺍﳌﺆﻧﺚ ﺍﻟﺴﺎﻟﻢ ) 9كﻠﻤﺎﺕ( ﻭﺍﺳﻢ ﺍﻟﻔﺎﻋﻞ ) 4كﻠﻤﺎﺕ( ﻭﺍﺳﻢ ﺍﳌكﺎﻥ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ(.
.2ﺗكﻮﻥ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻧﺤﻮيﺎ ي ﺛﻼﺙ ﻭﻇﺎﺋﻒ ﺇﻋﺮﺍﺑﻴﺔ، ﻭ ي ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ) 47كﻠﻤﺔ( ﺃﻭﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻌﻨﻮﻱ )4 كﻠﻤﺎﺕ( ﺃﻭ ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻣﻘﺪﻡ ) 4كﻠﻤﺎﺕ( ﻭﺍﺳﻢ ﻣﺠﺮﻭﺭ)كﻠﻤﺘﺎﻥ( ﻭﺍﺳﻢ ﺇﻥ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﺧ ﺮكﺎﻥ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻓﻌﻞ ﻣﺎﺽ )كﻠﻤﺘﺎﻥ( ﻭﻓﻌﻞ ﺍﳌﻀﺎﺭﻉ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻓﻌﻞ ﺍﻷﻣﺮ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻣﻀﺎﻑ ﺇﻟﻴﻪ )كﻠﻤﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﻣﻌﻄﻮﻑ ﻋﻠﻴﻪ )كﻠﻤﺘﺎﻥ( .ﻣﻤﺎ ﺳﺒﻖ ،ﻳﺒﺪﻭﻟﻨﺎ ﺃﻥ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﻭﻇﻴﻔ ﺎ ي ﺍﻟﻨﺤﻮ ﺗكﻮﻥ ﺃﻛ ﺮﻳ ﺎ ي ﻭﻇﻴﻔﺔ ﻣﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ) 47ﺁﻳﺔ( .ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺗﻨﻮﻉ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﻳكﻮﻥ ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻷﻣﺮ ) 20ﺃﻳﺔ( ﻭ ﺍﻟﺸﺮﻁ )6 ﺁﻳﺎﺕ( ﻭﺍﻟﻨﺪﺍﺀ )ﺁﻳﺘﺎﻥ( ﻭﺍﳌﺜبﺖ ) 29ﺁﻳﺔ( ﻭﺍﳌﻨﻔﻲ )4 ﺁﻳﺎﺕ( ﻭﺍﻟﻼﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﺍﻟﺘﻮﻛﻴﺪ )ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ( ﻭﺍﻟﻨﻬ )ﺁﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ([] .
اﻟﻤﺮاﺟﻊ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺃﺑﻮ ﻋﻮﺩﺓ ،ﻋﻮﺩﺓ ﺧﻠﻴﻞ ،ﺍﻟﺘﻄﻮﺭ ﺍﻟﺪﻻ ي ﺑ ﻥ ﻟﻐﺔ ﺍﻟﺸﻌﺮ ﺍلجﺎه ي ﻭﻟﻐﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ :ﺩﺭﺍﺳﺔ ﺩﻻﻟﻴﺔ ﻣﻘﺎﺭﻧﺔ ،ﺍﻷﺭﺩﻥ: ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﳌﻨﺎﺭ.1985 ، ﺍﻷﺻﻔهﺎنﻲ ،ﺍﻟﺮﺍﻏﺐ ،ﻣعجﻢ ﻣﻔﺮﺩﺍﺕ ﺃﻟﻔﺎﻅ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮ ،ﺩﺕ. ﺁﻣ ﻥ ،ﻋﺜﻤﺎﻥ ،ﻓﻠﺴﻔﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ :ﺩﺍﺭﺍﳌﺼﺮ.1965 ، ﺍﻷﻧﺼﺎﺭﻱ ،ﺃﺣﻤﺪ ﻣكﻲ ،ﻧﻈﺮيﺔ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﺍﻟﻘﺮﺁنﻲ :نﺸﺄ ﺎ ﻭﺗﻄﻮﺭهﺎ ﻭﻣﻘﻮﻣﺎ ﺎ ﺍﻷﺳﺎﺳﻴﺔ ،ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ :ﺩﻳﻨﺎﻣﻴكﺎ ﺑﺮﻛﺔ ﺃﻭﺗﻤﺎ ،ﺩﺕ. ﺑﺪﺭ ،ﺃﺣﻤﺪ ،ﺃﺻﻮﻝ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﻌﻠﻤﻲ ﻭﻣﻨﺎهجﻪ ،ﺍﻟكﻮيﺖ :ﻭكﺎﻟﺔ ﺍﳌﻄﺒﻮﻋﺎﺕ ،ﺩﺕ. ﺍﻟﺒﻌﻠﺒكﻲ ،ﻣﻨ ﺮ ،ﺍﳌﻮﺭﺩ :ﻗﺎﻣﻮﻱ ﺍﻧكﻠ ﻯ-ﻋﺮبﻲ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻌﻠﻢ ﻟﻠﻤﻼﻳ ﻥ.1973 ، ﺍﻟﺒﻘﺎﻻنﻲ ،ﺇعجﺎﺯﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﻣﺼﺮ :ﺩﺍﺭﺍﳌﻌﺎﺭﻑ 1119 ،هـ .ي ﻗﺮﺹ ﺍﳌﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺸﺎﻣﻠﺔ. تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻌﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺮﺍبﻊ ﳌﺎﺩﺓ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻭﺍﻟﻨﻘﺪ ،ﺍﳌﻤﻠﻜﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻌﻮﺩ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ،ﺩﺕ. ﺟﺎﺭﻡ ،ﻋ ي ﻭﻣﺼﻄﻔﻰ ﺃﻣ ﻥ ،ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﺍﻟﻮﺍضحﺔ ،ﻣﺼﺮ :ﺩﺍﺭﺍﳌﻌﺎﺭﻑ ،ﺩﺕ. ﺍلجﺮﺟﺎﻭﻱ ،ﻋ ى ﺃﺣﻤﺪ ،ﺣﻜﻤﺔ ﺍﻟتﺸﺮيﻊ ﻭﻓﻠﺴﻔﺘﻪ ،ﺇﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺎ :ﺍلحﺮﻣ ﻥ ،ﺩ.ﺕ. ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
134
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺣﻮﻯ ،ﺳﻌﻴﺪ ،ﺍﳌﺴﺘﺨﻠﺺ ي ﺗﺰﻛﻴﺔ ﺍﻷﻧﻔﺲ ،ﺍﻷﺯهﺮ :ﺩﺍﺭﺍﻟﺴﻼﻡ.1995 ، ﺭﺿﺎ ،ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺷﻴﺪ ،ﺗﻔﺴ ﺮﺍﳌﻨﺎﺭ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮ2007 ، ﺍﻟﺰﺭﻗﺎنﻲ ،ﻣﺤﻤﺪ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ،ﻣﻨﺎهﻞ ﺍﻟﻌﺮﻓﺎﻥ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺝ ،2ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮ.1988 ، ﺍﻟﺰﺭﻛ ،ﺍﻟ ﺮهﺎﻥ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺍملجﻠﺪ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﳌﻌﺮﻓﺔ.1931 ، ﺯيﻦ ﺍﻟﺪﻳﻦ ،ﻣﺎﻣﺎﺕ ،ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻻﻟﺘﻔﺎﺕ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ )ﺭﺳﺎﻟﺔ ﻋﻠﻤﻴﺔ ﻟلحﺼﻮﻝ ﻋ ى ﺩﺭﺟﺔ ﺍﻟﺪﻛﺘﻮﺭﺍﺓ( َ ﺳﻼﻣﺔ ،ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻔﺎﺗﺢ ﻣﺤﻤﺪ ،ﺃﺿﻮﺍﺀ ﻋ ى ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﺑﻼﻏﺘﻪ ﻭﺇعجﺎﺯﻩ ،ي ﺷﺒﻜﺔhttp://www.iu.edu.sa/ : htm.9/Magazine/46 ﺳﻠﺴﻠﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻷﺩﺏ ،ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ :ﺟﻤﻴﻌﺔ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﻭﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ،ﺩﺕ. ﺍﻟﺼﺎﺑﻮنﻲ ،ﻣﺤﻤﺪ ﻋ ي ،ﺭﻭﺍئﻊ ﺍﻟﺒﻴﺎﻥ :ﺗﻔﺴ ﺮﺁﻳﺎﺕ ﺍﻷﺣكﺎﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺍملجﻠﺪ ﺍﻷﻭﻝ .ﺩﻥ .ﺩﺕ. _______ ،ﺭﻭﺍئﻊ ﺍﻟﺒﻴﺎﻥ :ﺗﻔﺴ ﺮﺁﻳﺎﺕ ﺍﻷﺣكﺎﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺍملجﻠﺪ ﺍﻟﺜﺎنﻲ .ﺩﻥ.ﺩﺕ. ﻃﺒﻞ ،ﺣﺴﻦ ،ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻻﻟﺘﻔﺎﺕ ي ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ،ﻣﺼﺮ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮﺍﻟﻌﺮبﻲ1998 ، ﻋﺒﺪ ﺍﳌﻄﻠﺐ ،ﻣﺤﻤﺪ ،ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻭﺍﻷﺳﻠﻮبﻴﺔ ،ﻟﻮﻧﺠﻤﺎﻥ :ﺍﻟﺸﺮﻛﺔ ﺍﳌﺼﺮيﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻟﻠنﺸﺮ.1994 ، ﻋﺒﺪ ﺍﳌﻌ ﻥ ،ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻨﺤﻮ ،ﺑﺎﻧﺪﻭﻧﺞ :ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺇﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺎ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ.2005 ، ﺍﻟﻐﻼﻳﻴ ،ﻣﺼﻄﻔﻰ ،ﺟﺎﻣﻊ ﺍﻟﺪﺭﻭﺱ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺍﳌﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﻌﺼﺮيﺔ1987 ، ﻓﺆﺍﺩ نﻌﻤﺔ ،ﻣلخﺺ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﺜﻘﺎﻓﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ،ﺩﺕ ﺍﻟﻘﻄﺎﻥ ،ﻣﻨﺎﻉ ﺧﻠﻴﻞ ،ﻣﺒﺎﺣﺚ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﻣﻨﺜﻮﺭﺍﺕ ﺍﻟﻌﺼﺮﺍلحﺪﻳﺚ ،ﺩﺕ. ﻟﻐﺰﺍ ي ،ﺃﺑﻮ ﺣﺎﻣﺪ ﻣﺤﻤﺪ ،ﺇﺣﻴﺎﺀ ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﺪﻳﻦ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮ.1989 ،
ﺍﳌﻌﺮﻱ ،ﺷﻮ ي ،ﺃﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﺸﺮﻁ ﺑ ﻥ ﺍﻟﺘﻌﻘﻴﺪ ﻭﺍﻟﺘيﺴ ﺮ) ،ﺩﻣﺴﻖ :ﻣﺠﻠﺔ ﺍﻟ ﺮﺍﺙ ﺍﻟﻌﺮبﻲ( ﺍﻟﻌﺪﺩ 95ﻋﺎﻡ .2004
ﺍﳌﻮﺻ ي ،ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺟ ،ﺍلخﺼﺎﺋﺺ ،ي ﺷﺒﻜﺔ http://www.alwarraq.com
ﺍﻟهﺎﺷم ،ﺃﺣﻤﺪ ،ﺟﻮﺍهﺮﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ،ﺇﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺎ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺩﺍﺭﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ.1960 ،
ﻳﺎﻗﻮﺕ ،ﻣﺤﻤﻮﺩ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ،ﻣﻨهج ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ ،كﻮيﺖ :ﺩﺍﺭﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ﺍلجﺎﻣﻌﻴﺔ. 2009 ،
ﻳﺎﻗﻮﺕ ،ﻣﺤﻤﻮﺩ ﺳﻠﻴﻤﺎﻥ ،ﻣﻨهج ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ ،كﻮيﺖ :ﺩﺍﺭﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ﺍلجﺎﻣﻌﻴﺔ.2000 ،
Arabic-English Dictionary, dari http://www.muhaddith.org dan cd al-muhaddith. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Bagir, Haidar, Buat Apa Shalat? Kecuali Jika Anda Hendak Mendapatkan Kebahagian dan Ketengangan Hidup, Bandung: Mizania, 2008. Muzakki, A., Kesusastraan Arab: Pengantar Teori dan Terapan, Yogyakarta: ar-Ruzz, 2006. Shihab, M. Quraish, Tafsîr Al-Misbah, cet. X, jil. I, Jakarta: Lentera Hati, 2007. Syarwat, Ahmad, Ayat-ayat Shalat, 2008, dari : http//www.eramuslim.com Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (Teori dan Praktek), Bandung: Humaniora, 2005. Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005.
135
Asep Sopian
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
136
ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﺼﻼﺓ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ
ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ* Azkia Muharom Albantani Madrasah Aliyah Negeri 19 Jakarta email :
[email protected]
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻳﺤﺎﻭﻝ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺧﻼﻝ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻴﻢ ﻭتﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ.هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺑﺤﺚ ﻛﻴﻔﻲ ﺣﻴﺚ ﻳنﺘهج ﻓﻴﻪ ﺍﳌﺪﺧﻞ ﺍﻟﻮﺻﻔﻲ ﺍﻟﺘﺤﻠﻴ ي ﺍﻟﺬﻱ ﻻ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇ ى ﺗﺼﻤﻴﻢ ﻓﺮﻭﻉ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭﻻيﺴﺘﻌﻤﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍﻹﺣﺼﺎﺋﻴﺔ ي ﺗﻔﺴ ﺮ ﻧﺘﺎﺋﺞ ﺍﻟﺒﺤﺚ .ﻭﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺃﻥ ﺭﺷﺪﻱ ﻃﻌﻴﻤﺔ ي ﻛﺘﺎﺑﻪ "تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ" ﻭضح ﺍﳌﺴﺘﻮيﺎﺕ ي تﻌﻠﻴﻢ ﻭتﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭ ي ﺍﳌﺴﺘﻮيﺎﺕ ي تﻌﻠﻴﻢ ﻋﻨﺎﺻﺮهﺎ )ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ﻭﺍﳌﻔﺮﺩﺍﺕ ﻭﺍﻟ ﺮﺍﻛﻴﺐ( ﻭﻣهﺎﺭﺍ ﺎ ﺍﻷﺭبﻊ )ﺍﻻﺳﺘﻤﺎﻉ ﻭﺍﻟكﻼﻡ ﻭ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ( ﻭتﻌﻠﻤهﺎ ﻭﺃهﺪﺍﻑ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭتﻌﻠﻤهﺎ. Abstrak Penelitian ini berusaha mengidenti ikasi beberapa tingkatan dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Arab menurut Rusydi Ahmad Thu‘aimah. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan pendekatan analisis teks sehingga tidak perlu memapaparkan data angka dalam interpretasi hasilnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Rusydi Ahmad Thu‘aimah dalam karyanya, Ta‘lîm al-‘Arabiyyah li ghair al-Nâthiqîn bihâ, menjelaskan berbagai tingkatan dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Arab baik dari segi unsur kebahasaan maupun keterampilan berbahasa. Beliau juga menjelaskan berbagai tujuan dari belajar mengajar bahasa Arab.
اﻟﻨﻘﺎط اﻟﺤﺎﻛﻤﺔ :ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﻋﻨﺎﺻﺮﺍﻟﻠﻐﺔ ،ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ
اﻟﻤﻘﺪﻣﺔ
ﺗﻨﻘﺴﻢ ﻣﺠﺎﻻﺕ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ي ﺍﻷﺩﺑﻴﺎﺕ ﻭﺍﻟﺘﻌﻠﻤﻴﺔ ﺇ ى ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺠﺎﻻﺕ ﺭﺋيﺴﻴﺔ ﻋﺎﻣﺔ ي ﺍملجﺎﻝ ﺍﳌﻌﺮ ي ﻭﺍﻟﻮﺟﺪﺍنﻲ ﻭﺍﳌهﺎﺭﻱ .ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻻ يﺸﺬ ﻋﻦ ﻏ ﺮﻩ ﻣﻦ ﺃﺷكﺎﻝ ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺎﺕ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ .ﻓﻔﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﳌﻔﺎهﻴﻢ ﻭﺍﻷﺳﺎﻟﻴﺐ ﻭﺍﻹﺟﺮﺍﺀﺍﺕ ﻣﺎ ﻳنﺘم ﻟكﻞ ﻣﻦ ﺍملجﺎﻻﺕ ﺍﻟﺜﻼﺛﺔ .ﻭﺃﻣﺎ تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻓهﻮ ﻋﻤﻠﻴﺔ تﺴﺘﻠﺰﻡ ﺟﻤﻊ شخﺼﻴﺔ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺩﻭﺍﻓﻌﻪ ﻭﻗﻴﻤﻪ
ﻭﻣﺪﻯ ﻣﺎ ﻟﺪﻳﻪ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﻌﺪﺍﺩﺍﺕ ﻧﻔﺴﻴﺔ ﻟﺘﻘﺒﻞ ﺍﻵﺧﺮيﻦ ﻭﺳﻌﺔ ﺻﺪﺭﻩ .ﻭﺇﻥ تﻌﻠﻴﻢ ﻭتﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﺮﺍﻛﻤﻴﺔ ﺗﺘﻢ ﻋ ى ﻣﺮﺍﺣﻞ ﻳﻜتﺴﺐ ﺍﻹنﺴﺎﻥ ي كﻞ ﻣ ﺎ ﺷيﺌﺎ ﺣ ﻳﺼﻞ ﺇ ى ﻣﺎ ﻳﺮﺟﻮ ﺍﻟﻮﺻﻮﻝ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ 1 ﺍﻷﺩﺍﺀ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ي ﻣﻤﺎﺭﺳﺎﺓ هﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ. ﻭﻣﺎ ﻳﺠﺮﻱ ي ﺑﺮﺍﻣﺞ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ يﻌﺘﻤﺪ ﻣﺴﺘﻮﻯ ﻭﺍﺣﺪﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ،ﻭيﻘﺼﺪ ﺇ ى ﺗﺄهﻴﻞ 1
ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ،ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻣﺴﺘﻮيﺎ ﺎ ﺗﺪﺭيﺴهﺎ
ﻭﺻﻌﻮب ﺎ )ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮﺍﻟﻌﺮبﻲ ،(2004 ،ﺹ.31 – 5 .
*Naskah diterima: 24 Maret 2014, direvisi: 25 April 2014, disetujui: 30 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻟيﺴﺘﻄﻴﻊ ﻣﻮﺍﺻﻠﺔ تﻌﻠﻴﻤﻪ ﺍلجﺎﻣ ي ﺑﺎﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ .ي ﺣ ﻥ ﺃﻥ ﺑﺮﺍﻣﺞ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ ّ تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺑﻤﺴﺘﻮيﺎﺕ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ،ﻭﳌﻘﺎﺻﺪ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ، ّ تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺣﺴﺐ ﺍﻟﻮﻇﺎﺋﻒ ﻭﺍﻷﻏﺮﺍﺽ .ﺍﻧﻄﻼﻗﺎ ﻛﻤﺎ ِ ﻣﻦ هﺬﻩ ﺍلخﻠﻔﻴﺎﺕ ﻳﺮيﺪ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻦ "ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ".
ﺳﻴﺮة ذاﺗﻴﺔ ﻟﺮﺷﺪي أﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ
ﺃﻣﺎ ﺍﻟكﺎﺗﺐ ﺍﺳﻤﻪ ﺍﻟكﺎﻣﻞ ﻓهﻮ ﺃ.ﺩ .ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻋﺒﺪ ﷲ ﻃﻌﻴﻤﺔ ﻭهﻮ ﺃﺳﺘﺎﺫ ﺍﳌﻨﺎهج ﻭﻃﺮﻕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،كﻠﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻴﺔ ،ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺍﳌﻨﺼﻮﺭﺓ ﻣﺼﺮ. ﺣﺼﻞ ﻋ ى ﺩﺭﺟﺔ ﺍﳌﺎﺟﺴﺘ ﺮ ي ﺍﻟﺘﺬﻭﻕ ﺍﻷﺩبﻲ ،كﻠﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻴﺔ ﺟﺎﻣﻌﺔ ﻋ ﻥ ﺷﻤﺲ ي 1971ﻡ ﻭﻧﺎﻝ ﺩﺭﺟﺔ ﺍﻟﺪﻛﺘﻮﺭﺍﻩ ي تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ، كﻠﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻴﺔ ﺟﺎﻣﻌﺔ ﻣﻴنﺴﻮﺗﺎ )ﺃﻣﺮيكﺎ( 1979ﻡ. ﻋﻤﻞ ﺭﺷﺪﻱ ﻃﻌﻴﻤﺔ ﻣﺴتﺸﺎﺭﺍ ﻟﻌﺪﺩ ﻣﻦ ﺍﻟهﻴﺌﺎﺕ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ ي ﻣﺠﺎﻻﺕ ﺍﻟ ﺮﺑﻴﺔ بﺸكﻞ ﻋﺎﻡ ﻭ ي ﻣﺠﺎﻻﺕ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ بﺸكﻞ ﺧﺎﺹ ،ﻣ ﺎ :ﺍﻷﻟﺴكﻮ، ﺍﻷﺳيﺴكﻮ ،ﻭﺍﻟﻴﻮنﺴكﻮ ،ﻭﺍﻟﺒﻨﻚ ﺍﻟﺪﻭ ي ،ﻭﻏ ﺮهﺎ.ﻟﻪ، ﺑﻔﻀﻞ ﷲ ،ﻣﺎ ﻳﺮبﻮ ﻋ ى ﺃﻛ ﺮ ﻣﻦ ﺧﻤﺴ ﻥ ﺑﺤﺜﺎ ﻭﻛﺘﺎﺑﺎ ي ﻣﺠﺎﻝ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ .ﻣﻦ ﺃهﻢ ﻛﺘﺒﻪ: (1ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻤﻞ ي ﺇﻋﺪﺍﺩ ﺍﳌﻮﺍﺩ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ (2تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ (3ﺍﳌﺮﺟﻊ ي تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ (4ﺍﻷﺳﺲ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻭﺍﻟﺜﻘﺎﻓﻴﺔ ﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ (5ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻭﻣﺴﺘﻮيﺎ ﺎ (6تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻜﺒﺎﺭ
أ .ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت اﻟﻠﻐﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ي ﺍﻟﺮبﺎﻁ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﺤﻘﻖ ﺑﻪ ﺍﻟﻮ ي ﺍﻟﺬﺍتﻲ ﺑﺎلخ ﺮﺍﺕ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ،ﻭيﺘﻮﻓﺮ ﺑﻪ ﺍﻟﺘﻮﺍﺻﻞ ﻭﺍﻟﺘﻨﺎسج 2 ﻭﺍﻟﺘﻮﺍﺣﺪ ﺍملجﺘﻤ ي ﻭﺍﻹنﺴﺎﻥ. ﻭﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺷﺄﻥ ﺃﻱ ﻟﻐﺔ ﺃﺧﺮﻯ ،ﺫﺍﺕ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ي ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣهﺎ .ﻓﻌ ى ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺮﺃﺳ ﻧﺠﺪ ﻣﺴﺘﻮي ﻥ .ﺃﻭﻟهﻤﺎ :ﻟﻐﺔ ﺍﻟ ﺮﺍﺙ .ﻭﺛﺎﻧ ﻤﺎ :ﻟﻐﺔ ﺍلحﻴﺎﺓ ﺍﳌﻌﺎﺻﺮﺓ .ﻭﻋ ى ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻷﻓﻘﻲ ﻧﺠﺪ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ .ﻣ ﺎ ﻣﺎ ﻳﺨﺺ ﺍﳌﺜﻘﻔ ﻥ ،ﻭﻣ ﺎ ﻣﺎ ﻳﺨﺺ ﺃﻭﺳﺎﻁ ﺍﳌﺜﻘﻔ ﻥ .ﻭيﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻧﻤ هﻨﺎ ﺑ ﻥ ﻣﺴﺘﻮي ﻥ ﺭﺋيﺴﻴ ﻥ ﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ كﻠﻐﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ :ﺃﻭﻟهﻤﺎ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ ﺍﻟﺘﺨﺼ ﻭيﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻷهﺪﺍﻑ ﺧﺎﺻﺔ .ﻛﺄﻥ ﻧﺪﺭﺱ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻤﺸﺘﻐﻠ ﻥ ﺑﻤهﻦ ﺃﻭ ﺣﺮﻑ ﻣﻌﻴﻨﺔ ،ﻭيﺴ ﺪﻓﻮﻥ ﻣﻦ تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻛتﺴﺎﺏ ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﺍﳌﻨﺎﺳﺒﺔ ﻟهﺬﻩ ﺍﳌهﻦ ﺃﻭ ﺍلحﺮﻑ .ﻭ ي ﻳﻮﺟﺪ ﻣﻘﺎﺑﻞ هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ ﺍﻟﺘﺨﺼ ﻣﺴﺘﻮﻯ ﺁﺧﺮهﻮ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ ﺍﻟﻌﺎﻡ. ﻭيﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﺗﺰﻭيﺪ ﺍﻟﺪﺭﺍﺱ ﺑﺎﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﺍﻟ ﺗﻠﺰﻣﻪ ﳌﻮﺍﺟهﺔ ﻣﻮﺍﻗﻒ ﺍلحﻴﺎﺓ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻛﺄﻥ ﻳﺘﺼﻞ ﺑﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻹﻋﻼﻡ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ،ﻗﺮﺍﺀﺓ ﺃﻭ ﺍﺳﺘﻤﺎﻋﺎ ﺃﻭ ﻣﺸﺎهﺪﺓ .ﻭﻛﺄﻥ ﻳﻄﻠﺐ ﻃﻌﻤﺎ ﻣﻌﻴﻨﺎ ﺃﻭ ﺷﺮبﺎ ﻳﺮيﺪﻩ. ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺔ ﺍﻟﺴﻠﻮﻛﻴﺔ ﻓﻬ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺔ ﺍﻟ ﺍﻋﺘﻤﺪﻭهﺎ ﺃﺳﺎﺳﺎ ﻻﻛتﺴﺎﺏ ﺍﻟﻄﻔﻞ ﻟﻠﻐﺔ -ﻋ ى ﺍﻓ ﺮﺍﺽ ﺃﻥ ﻭﺿﻊ ﺍﻷﻃﺮﺃﻭ ﺍﻷﻧﻤﺎﻁ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ،ﺳﻮﺍﺀ ﻋ ى ﻣﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟكﻠﻤﺔ ﺃﻭ ﻋ ى ﻣﺴﺘﻮﻯ ﺍلجﻤﻠﺔ ،ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ 3 ﻹﻋﻄﺎﺀﺍﻟﺼﻮﺭﺓ ﺍﻟكﺎﻣﻠﺔﻋﻦ ﺍﻟﻠﻐﺔ. 2ﺃﺣﻤﺪ ﻋﺒﺪﻩ ﻋﻮﺽ ،ﻣﺪﺧﻞ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ )ﻣﻜﺔ ﺍﳌﻜﺮﻣﺔ :ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺃﻡ ﺍﻟﻘﺮﻯ ،(2000 ،ﺹ.9 . 3ﻧﺎﻳﻒ ﺧﺮﻣﺎ ﻭﻋ ي حجﺎﺝ ،ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ :تﻌﻠﻴﻤهﺎ ﻭتﻌﻠﻤهﺎ )ﺍﻟكﻮيﺖ :ﻋﺎﻟﻢ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ،(1988 ،ﺹ.31 .
ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ
138
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ب .ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت ﺗﻌﻠﻢ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ
ﺇﻥ تﻌﻠﻢ ﻟﻐﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ يﻌ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ ﺍﻟﻔﺮﺩ ﻗﺎﺩﺭﺍ ﻋ ى ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﻟﻐﺔ ﻏ ﺮ ﻟﻐﺘﻪ ﺍﻷﻭ ى ﺍﻟ تﻌﻠﻤهﺎ ي ﺻﻐﺮﻩ، ﺃﻭ ﻛﻤﺎ ﻳﻄﻠﻖ ﻋﻠ ﺎ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻷﻡ ،ﺃﻱ ﻗﺎﺩﺭﺍ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺭﻣﻮﺯهﺎ ﻋﻨﺪﻣﺎ يﺴﺘﻤﻊ ﺇﻟ ﺎ ،ﻭﻣﺘﻤﻜﻨﺎ ﻣﻦ ﻣﻤﺎﺭﺳ ﺎ كﻼﻣﺎ ﻭﻗﺮﺍﺀﺓ ﻭﻛﺘﺎﺑﺔ. ﻭبﻌﺒﺎﺭﺓ ﺃﺧﺮﻯ ﻧﻘﻮﻝ ﺇﻥ تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻳﺘﻢ ﻋ ى ﻣﺴﺘﻮي ﻥ :ﺃﻭﻟهﻤﺎ ﺍﺳﺘﻘﺒﺎﻝ هﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ .ﻭﺃﻣﺎ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ كﻠﻐﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ ﻓهﻮ يﺴﺘﺨﺪﻡ ﻋﻨﺪﻣﺎ ﺗﺼﺒﺢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟ ﻳﺮﺍﺩ تﻌﻠﻢ ﻟﻐﺔ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ ﻭﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ي ﺍﳌﺪﺍﺭﺱ كﺎﻟﻠﻐﺔ ﺍﻹﻧﺠﻠ ﻳﺔ ﻣﺜﻼ ي ﺍﻟﻔﻠﺒ ﻥ ﻭﺍﻟهﻨﺪ ،ﺃﻭ ﺗﺼﺒﺢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﳌﺸ ﺮﻛﺔ ﺑ ﻥ ﻋﺪﺓ ﻟﻐﺎﺕ ﺃﻭ ﻟهجﺎﺕ ﻣﺤﻠﻴﺔ ﻛﻤﺎ ي بﻌﺾ ﺍﻹﻗﻄﺎﺭ ﺍﻹﻓﺮيﻘﻴﺔ. ﻭكﺎﻧﺖ هﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻟيﺴﺖ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﳌ ﻝ ﺑﺎﻟنﺴﺒﺔ ﻟﻠﻤﺘﻌﻠﻢ ،ﻭ ﺬﺍ ﺍﳌﻌ ﻛﺜ ﺮﺍ ﻣﺎ تﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻭﺍﳌﻮﺍﺩ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﺍﻟ ﺃﻟﻔﺖ ي ﺍﻟﻮﻃﻦ ﺍﻷﺻ ي ﻟﻠﻐﺔ ﻭﻟﻌﻞ هﺬﺍ ﻳﻨﻄﺒﻖ ﺗﻤﺎﻣﺎ ﻋ ى تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻹﻧﺠﻠ ﻳﺔ .4 ﻭﺛﺎﻧ ﻤﺎ ﺗﻮﻇﻴﻒ هﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ .ﻧﺠﺪ ﺃﻥ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ كﻠﻐﺔ ﺃﺟﻨبﻴﺔ يﻌ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻐﺔ تﻌﻠﻢ ي ﺍﳌﺪﺍﺭﺱ ﻛﻤﻘﺮﺭ ﺩﺭﺍﺳ ﻭيكﻮﻥ ﺍﻟهﺪﻑ ﻣﻦ تﻌﻠﻴﻤهﺎ ﺗﺰﻭيﺪ ﺍﻟﺪﺍﺭﺳ ﻥ ﺑﺎﻟﻘﺪﺭﺓ ﻭﺍﻟﻜﻔﺎﺀﺓ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﺍﻟ ﺗﻤﻜ ﻢ ﻣﻦ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣهﺎ ي ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﺃﻏﺮﺍﺽ ﻣﺘﻌﺪﺩﺓ ﻛﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻷﺩﺏ ﻭﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﻔﻨﻴﺔ ﺃﻭ ﺍﻻﺳﺘﻤﺎﻉ ﺇ ى ﺍﳌﺬﻳﺎﻉ ﻭﻓهﻢ ﺍلحﻮﺍﺭ ﺃﻭ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣهﺎ ﺑﺼﻔﺔ ﻋﺎﻣﺔ ي ﺍﻻﺗﺼﺎﻝ ﺑﻤﻦ ﻳﺘكﻠﻤﻮﻥ ﺎ .5ﻭﻋ ى ﺳبﻴﻞ ﺍﻟﺘﻔﺼﻴﻞ ﻳﻤﻜﻨﻨﺎ ﺍﻟﻘﻮﻝ :ﺇﻥ ﺍﳌﺘﻌﻠﻢ ﺍلجﻴﺪ ﻟﻠﻌﺮبﻴﺔ كﻠﻐﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ هﻮ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺼﻞ ،بﻌﺪ ﺟهﺪ ﻳﺒﺬﻟﻪ ي تﻌﻠﻢ هﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺇ ى ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺬﻱ 4
ﻣﺤﻤﻮﺩ كﺎﻣﻞ ﺍﻟﻨﺎﻗﺔ ،تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﻠﻐﺎﺕ
ﺃﺧﺮﻯ )ﻣﻜﺔ :ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺃﻡ ﺍﻟﻘﺮﻯ ،(1985 ،ﺹ.33-32 . 5ﻣﺤﻤﻮﺩ كﺎﻣﻞ ﺍﻟﻨﺎﻗﺔ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.31 . 139
Azkia Muharom Albantani
ﻳﻤﻜﻨﻪ: (1ﺇﻟﻒ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭﺍﻟﺘﻤﻴ ﺑﻴ ﺎ :ﻭﻓﻢ ﺩﻻﻟ ﺎ ﻭﺍﻻﺣﺘﻔﺎﻅ ﺎ ﺣﻴﺔ ي ﺫﺍﻛﺮﺗﻪ .ﻭيﺘﻄﻠﺐ ﺍﻟﻮﺻﻮﻝ ﺇ ى هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﺫﺍ ﻗﺪﺭﺓ ﻋ ى تﻌﺮﻑ ﺍﻟﺘﻤﻴ ﺍﻟﺼﻮتﻲ ﻛﻤﺎ يﺴﻤ ﺎ كﺎﺭﻭﻝ )ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻋ ى ﺍﻟﺮﻣﻮﺯ ﺍﻟﺼﻮﺗﻴﺔ(. (2ﻓهﻢ ﺍﻟﻌﻨﺎﺻﺮ ﺍملخﺘﻠﻔﻔﺔ ﻟﺒنﻴﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭﺗﺮﺍﻛﻴ ﺎ :ﻭﺍﻟﻌﻼﻗﺎﺕ ﺍﻟ ﺗﺤﻜﻢ ﺍﻻﺳﺘﺨﺪﺍﻣﺎﺕ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻠﻐﺔ .ﻭيﺘﻄﻠﺐ ﺍﻟﻮﺻﻮﻝ ﺇ ى هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﻗﺎﺩﺭﺍ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻮﻇﺎﺋﻒ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ﻟﻠ ﺮﺍﻛﻴﺐ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻭﺇﺩﺭﺍﻙ ﺍﻟﻌﻼﻗﺔ ﺑﻴ ﺎ ﻛﻤﺎ يﺴﻤ ﺎ ) (Carrollكﺎﺭﻭﻝ 6 )ﺑﺎلحﺴﺎﺳﻴﺔ ﺍﻟﻨﺤﻮيﺔ(. (3ﺍﺳﺘﻘﺮﺍﺀ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﺍﻟ ﺗﺤﻜﻢ ﺍﻟﺘﻌﺒ ﺮ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ :ﻭﺍﻟﺘﻤﻴ ﺑ ﻥ ﺍﻟﺪﻻﻻﺕ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ﻟﻠكﻠﻤﺔ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪﺓ ﻭﺍﳌﻌ ﺍﳌﺘﻘﺎﺭﺏ ﻟﻠكﻠﻤﺎﺕ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ. ﺇﻥ ﻻﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ ﺃﺳﺴﺎ ﻗﻮﺍﻋﺪﺍ ،ﻓﻀﻼ ﻋﻦ تﻌﺪﺩ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ هﺬﺍ ﺍﻻﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﻭﺗﺒﺎﻳﻨﻪ ﻣﻦ كﺎﺗﺐ ﻟكﺎﺗﺐ ﻭﻣﻦ ﻣﺆﻟﻒ ﻵﺧﺮ .ﻭﻣﺘﻌﻠﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍلجﻴﺪ هﻮ ﺍﻟﺬﻱ يﺴﺘﻄﻴﻊ ﺍﺳﺘﻘﺮﺍﺀ هﺬﻩ ﺍﻷﺳﺲ ﻭﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ،ﻭتﻌﺮﻑ ﺍﻟﻔﺮﻕ ﺑ ﻥ ﺍﳌﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ﻟﻼﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ .ﻭيﺘﻄﻠﺐ ﺍﻟﻮﺻﻮﻝ ﺇ ى هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﻣﺘﻤﺘﻌﺎ ﺑﺎﻟﻘﺪﺭﺓ ﻋ ى )ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻞ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍئﻲ( ﻛﻤﺎ يﻌ ﺮ ﻋﻨﻪ 7 كﺎﺭﻭﻝ ).(Carroll 6ﺃﻧﻈﺮ ﺃﻳﻀﺎ ي ﻛﺘﺎﺏ ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻣﺴﺘﻮيﺎ ﺎ ﺗﺪﺭيﺴهﺎ ﻭﺻﻌﻮب ﺎ ﻭﻛﺘﺎﺏ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﺗﺼﺎﻟﻴﺎ ﺑ ﻥ ﺍﳌﻨﺎهج ﻭﺍﻻﺳ ﺮﺍﺗﻴﺠﻴﺎﺕ
ﻟﺮﺷﺪﻱ ﻃﻌﻴﻤﺔ. 7ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻞ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍئﻲ هﻮ ﺍﻹﻳﻀﺎﺡ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻤﺎﺫﺝ ﺣ يﻌﺮﻑ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ بﻌﺪﻩ ،ﻭهﺬﻩ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﻣﻨﺎﺳﺒﺔ ﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻴﺐ ﻭﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻨﺤﻮيﺔ ﻭﺍﻟﺼﺮﻓﻴﺔ ﻣﺜﻼ ي ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻨﺤﻮ ﺍﻟﻮﺍضح.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
(4ﺇﻟﻒ ﺍﻻﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟصحﻴﺢ ﻟﻠﻐﺔ ي ﺳﻴﺎﻗهﺎ ﺍﻟﺜﻘﺎ ي :ﺃﻱ ﺃﻥ ﻳﺪﺭﻙ ﺍﻟﺪﻻﻻﺓ ﺍﻟصحﻴﺤﺔ :ﻟﻠكﻠﻤﺎﺕ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ي ﺛﻘﺎﻓ ﺎ ،ﻭﺃﻥ يﺴﺘﺨﺪﻣهﺎ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣﺎ ﻭﺍﻋﻴﺎ ﺑﺎﻟﺸكﻞ ﺍﻟﺬﻱ يﺴﺘﺨﺪﻣهﺎ ﺑﻪ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘﻮﻥ ﺑﺎﻟﻌﺮبﻴﺔ .ﻭتﻌﻠﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ كﻠﻐﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ ﻻيﻌ ﺃﻥ ﺗكﻮﻥ ﻟﺪﻯ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﺣﺼﻴﻠﺔ هﺎﺋﻠﺔ ﻣﻦ ﺍﳌﻔﺮﺩﺍﺕ ﻓﻘﻂ ،ﺃﻭ ﻭ ي ﻛﺒ ﺮ ﺑ ﺮﺍﻛﻴ ﺎ ﻓﺤﺴﺐ ،ﻭﺇﻧﻤﺎ يﻌ ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻋ ى ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ هﺬﺍ كﻠﻪ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣﺎ ﺇﻳﺠﺎﺑﻴﺎ ي ﻣﻮﺍﻗﻒ ﺍلحﻴﺎﺓ ﺍﻟ ﻳﺘﻌﺮﺽ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﻟهﺎ ،ي ﻟﻘﺎﺋﻪ ﺑﻤﺘﺤﺪثﻲ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺃﻭ ي ﺍﺗﺼﺎﻟﻪ ﺑﺜﻘﺎﻓ ﻢ. ﻭ ي ﻣﻌﺮﺽ ﺫﻛﺮ ﺍﻷهﻤﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭﺇﻗﺒﺎﻝ ﻏ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ ﻋ ى تﻌﻠﻤهﺎ ﻻﻧﺠﺪ ﻣﻨﺎﺻﺎ ﻣﻦ ﺍلحﺪﻳﺚ ﻋﻦ هﺬﺍ ﺍﻹﻗﺒﺎﻝ ﻭﺍﻟﺪﻭﺍﻓﻊ ﺍﻟ ﺗﻤﻜﻦ ﻭﺭﺍﺀﻩ. ﻭﻟﻌﻞ ﺍﻟﺪﻭﺍﻓﻊ ﺍﻟكﺎﻣﻨﺔ ﻭﺭﺍﺀ هﺬﺍ ﺍﻹﻗﺒﺎﻝ ﺗﺘﻤﺜﻞ ﺑﺼﻔﺔ ﻋﺎﻣﺔ ﻭبﺎﻟنﺴﺒﺔ ﻟﻠﻌﺎﻟﻢ كﻠﻪ ي ﺍﻷهﻤﻴﺔ ﺍﻟ يﺸﻐﻠهﺎ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻲ ﺍﻵﻥ ﻋ ى ﺍلج ﺎﺕ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ :ﺍﻻﻗﺘﺼﺎﺩﻳﺔ 8 ﻭﺍﻟﺴﻴﺎﺳﻴﺔ ﻭﺍﻟﻔﻜﺮيﺔ ﻭﺍﻟﺪﻳنﻴﺔ ﻭﺍﻟﻌﺴﻜﺮيﺔ.
ج .ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻣﺎﺫﺍ نﻌ ﺑﺎﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ي هﺬﻩ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ؟ ﺍﳌﻔهﻮﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﻧﺘبﻨﺎﻩ هﻨﺎ ﳌﺼﻄلح ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ هﻮ ﺃﻧﻪ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺇﻋﺎﺩﺓ ﺑﻨﺎﺀ ﺍلخ ﺮﺓ restructuringﺍﻟ ﻳﻜتﺴﺐ ﺍﳌﺘﻌﻠﻢ ﺑﻮﺍﺳﻄ ﺎ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ﻭﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﻭﺍﻻﺗﺠﺎهﺎﺕ ﻭﺍﻟﻘﻴﻢ .ﺇﻧﻪ بﻌﺒﺎﺭﺓ ﺃﺧﺮﻯ ﻣﺠﻤﻮﻉ ﺍﻷﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟ ﻳﺘﻢ ﺑﻮﺍﺳﻄ ﺎ ﺗﻨﻈﻴﻢ ﻋﻨﺎﺻﺮﺍﻟﺒيﺌﺔ ﺍملحﻴﻄﺔ ﺑﺎﳌﺘﻌﻠﻢ ﻳﻤﺜﻞ ﻣﺎ ﺗتﺴﻊ ﻟﻪ كﻠﻤﺔ ﺍﻟﺒيﺌﺔ ﻣﻦ ﻣﻌﺎﻥ ﻣﻦ ﺃﺟﻞ ﺍﻛتﺴﺎﺑﻪ ﺧ ﺮﺍﺕ 9 ﺗﺮبﻮيﺔ ﻣﻌﻴﻨﺔ. 8
ﻣﺤﻤﻮﺩ كﺎﻣﻞ ﺍﻟﻨﺎﻗﺔ ،تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﻠﻐﺎﺕ
9
ﻧﻔﺲ ﺍﳌﺮﺟﻊ
ﺃﺧﺮﻯ ،ﺹ.22-21 .
ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ي ﺿﻮﺀ هﺬﺍ ﺍﳌﻔهﻮﻡ ﺃﻛ ﺮ ﻣﻦ ﻣﺠﺮﺩ ﺗﻮﺻﻴﻞ ﻣﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﺇ ى ﺫهﻦ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺛﻢ ﻣﺴﺎﺀﻟﺘﻪ ﻋﻨﻪ بﻌﺪ ﺫﻟﻚ. ﻭﻟﻨﺬﻛﺮ هﻨﺎ ﺗﺼﻮﺭ )ﺑﺮﻭﻧﺮ( Brunerﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ .ﻳﻘﻮﻝ ﺑﺮﻭﻧﺮ :ﻟﻨﻌﻠﻢ ﺇنﺴﺎﻧﺎ ي ﻣﺎﺩﺓ ﺃﻭ ﻋﻠﻢ ﻣﻌ ﻥ ﻓﺈﻥ ﺍﳌﺴﺄﻟﺔ ﻻ ﺗكﻮﻥ ي ﺃﻥ ﻧﺠﻌﻠﻪ ﻳﻤﻸ ﻋﻘﻠﻪ ﺑﺎﻟﻨﺘﺎﺋﺞ ،ﺑﻞ ﺃﻥ نﻌﻠﻤﻪ ﺃﻥ يﺸﺎﺭﻙ ي ﺍﻟﻌﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟ ﺗﺠﻌﻞ ي ﺍﻹﻣكﺎﻥ ﺗﺮﺳﻴﺦ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ﺃﻭ ﺑﻨﺎﺀهﺎ .ﺇﻧﻨﺎ ﻧﺪﺭﺱ ﻣﺎﺩﺓ ﻻ ﻟﻜ ي ﻧنﺘﺞ ﻣﻜﺘﺒﺎﺕ ﺻﻐ ﺮﺓ ﺣﻴﺔ ﻋﻦ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﺑﻞ ﻟﻨﺠﻌﻞ ﺍﻟﺘﻠﻤﻴﺬ ﻳﻔﻜﺮ ﺭيﺎﺿﻴﺎﺕ ﻟﻨﻔﺴﻪ. ﻭﻟﻴﻨﻈﺮ ي ﺍﳌﺴﺎﺋﻞ ﻛﻤﺎ ﻳﺼﻨﻊ ﺍﳌﺆﺭﺥ ﻭﻟيﺸﺎﺭﻙ ي ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﺤﺼﻴﻞ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ .ﺇﻥ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﻭﻟيﺴﺖ ﻧﺎﺗﺠﺎ. هﺬﺍ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﻣﻔهﻮﻡ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ بﺸكﻞ ﻋﺎﻡ .ﺃﻣﺎ ﻣﻔهﻮﻡ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻴﺔ بﺸكﻞ ﺧﺎﺹ ﻓﻨﻘﺼﺪ ﺑﻪ :ﺃﻱ نﺸﺎﻁ ﻣﻘﺼﻮﺩ ﻳﻘﻮﻡ ﺑﻪ ﻓﺮﺩ ﻣﺎ ﳌﺴﺎﻋﺪﺓ ﻓﺮﺩ ﺁﺧﺮ ﻋ ى ﺍﻻﺗﺼﺎﻝ ﺑﻨﻈﺎﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﻣﻮﺯ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺬﻱ ﺃﻟﻔﻪ ﻭتﻌﻮﺩ ﺍﻻﺗﺼﺎﻝ ﺑﻪ 10.ﺇﻧﻪ بﻌﺒﺎﺭﺓ ﺃﺧﺮﻯ تﻌﺮﺽ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﳌﻮﻗﻒ ﻳﺘﺼﻞ ﻓﻴﻪ ﺑﻠﻐﺔ ﻏ ﺮ ﻟﻐﺘﻪ ﺍﻷﻭ ى. ﻭﺍﻵﻥ :ﻣﺎﺫﺍ ﻧﻔهﻢ ﻣﻦ هﺬﺍ ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ ﻋﻨﺪﻣﺎ ﻧﺘكﻠﻢ ﻋﻦ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﻠﻐﺎﺕ ﺃﺧﺮﻯ؟ ﻧﻔهﻢ ﻋﺪﺓ ﺃﻣﻮﺭ ﻣ ﺎ: (1ﺇﻥ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺃﻛ ﺮ ﻣﻦ ﻣﺠﺮﺩ ﺣﺸﻮ ﺃﺫهﺎﻥ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺑﻤﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﻋﻦ هﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ ،ﺃﻭ ﺗﺰﻭيﺪهﻢ ﺑﺄﻓكﺎﺭﻋ ﺎ. 10
ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ﻭﻣﺤﻤﻮﺩ كﺎﻣﻞ ﻧﺎﻗﺔ ،تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ
ﺍﺗﺼﺎﻟﻴﺎ )ﺇيﺴيﺴكﻮ :ﻣنﺸﻮﺭﺍﺕ ﺍﳌﻨﻈﻤﺔ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻟﻠ ﺮﺑﻴﺔ ﻭﺍﻟﻌﻠﻮﻡ ﻭﺍﻟﺜﻘﺎﻓﺔ ،(2006 ،ﺹ.30-25 .
ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ
140
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
(2ﺇﻥ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ نﺸﺎﻁ ﻣﻘﺼﻮﺩ ﻳﻨﻄﻠﻖ ﺍﻟﻘﺎﺋﻢ ﺑﻪ ﻣﻦ ﺗﺼﻮﺭ ﻣﺴﺒﻖ ﻟﻠﻤهﻤﺔ ﺍﻟ ﻳﻘﻮﻡ ﺎ ،ﻭﺍﻷﺩﻭﺍﺭ ﺍﻟ ﻳﻠﻌ ﺎ. (3ﺇﻥ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻟيﺲ ﺟهﺪﺍ ﻳﻨﻔﺮﺩ ﺑﻪ شخﺺ ﺃﻣﺎﻡ ﺁﺧﺮ. (4ﻟيﺴﺖ ﺍﻟﻐﺎﻳﺔ ﻣﻦ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺃﻥ ﻳﺰﻭﺩ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺑكﻞ ﺀ ﻭﺃﻥ ﻳصحﺐ ﻃﺎﻟﺒﻪ ﻋ ى ﺍﻣﺘﺪﺍﺩ ﺍﳌﺴ ﺮﺓ. (5ﺇﻥ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍلجﻴﺪ ﻟﻠﻌﺮبﻴﺔ هﻮ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﺬﻱ يﺴهﻞ ﻋﻤﻠﻴﺔ تﻌﻠﻤهﺎ. (6ﺇﻥ ﺃﺳﺎﺳﻴﺎﺕ ﺍﳌﻮﻗﻒ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴم ﻭﺍﺣﺪﺓ ،ﺑيﻨﻤﺎ ﺗﺨﺘﻠﻒ ﻣﻌﺎلجﺔ هﺬﻩ ﺍﻷﺳﺎﺳﻴﺎﺕ. (7ﺇﻥ ﺍﻟﻨﺘﺎﺋﺞ ي ﻣﻨﻄﻖ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﻭﺍﻟﺜﻘﺎﻓﺎﺕ 11 ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ ﻟيﺴﺖ كﻞ ﺷ ﺊ. ﻭﺃﻣﺎ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ ﻓهﻮ ﺃﻳﻀﺎ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺇ ى ﻣﻌﻠﻢ ﻣﺘﺨﺼﺺ ،ﻭهﻮ: ﺍﳌﺘﺨﺼﺺ بﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﺘﻄﺒﻴﻘﻲ. ﺍﳌﺘﺨﺼﺺ ﺑﺘﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ. ﺍﳌﻤﺎﺭﺱ ﳌهﻨﺔ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ. ﺍﳌﺘﺎبﻊ ﻟﻠﺘﺪﺭيﺐ ﻋ ى ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ12 ﺎ. ﻭيﻘﻮﻝ ﺣﺴﻦ ﺟﻌﻔﺮﺍلخﻠﻴﻔﺔ ي ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺇﻥ ﺗﺘﻀﻤﻦ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ ﺛﻼﺙ ﻣﺮﺍﺣﻞ ﺭﺋيﺴﻴﺔ ﻭ ي ﺍﻟﺘﺨﻄﻴﻂ ﻭﺍﻟﺘﻨﻔﻴﺬ ﻭﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ ،ﻭتﺸﺘﻤﻞ كﻞ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﻣﻦ هﺬﻩ ﺍﳌﺮﺍﺣﻞ ﻋ ى ﻣﺠﻤﻮﻋﺔ ﻣﻦ ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟ ﻳﺘﻌ ﻥ ﻋ ى ﺍﳌﻌﻠﻢ -ﺃﻱ ﻣﻌﻠﻢ -ﺇﺗﻘﺎ ﺎ ،ﺣ يﺴﺘﻄﻴﻊ ﺃﻥ ﻳﺆﺩﻱ ﻋﻤﻠﻪ 11ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ ﺍﻟﻔﻮﺯﻥ ،ﺇﺿﺎﺀﺍﺕ ﳌﻌﻠﻤﻲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ )ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﻓهﺮﺳﺔ ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﳌﻠﻚ ﻓهﺪ ﺍﻟﻮﻃﻨﻴﺔ
ﺃﺛﻨﺎﺀ ﺍﻟنﺸﺮﺉ ،(2011 ،ﺹ.12 . 12
141
ﻧﻔﺲ ﺍﳌﺮﺟﻊ
Azkia Muharom Albantani
ﺍﻟﺘﺪﺭيﺴ ﺑﻜﻔﺎﺀﺓ ﻭﺍﻗﺘﺪﺍﺭ .تﺴﺒﻖ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟﺘﺨﻄﻴﻂ ﺍﻟﺘﻨﻔﻴﺬ ﺍﻟﻔﻌ ي ﻟﻠﺘﺪﺭيﺲ ،ﻭ ي ﺗﺤﺪﺙ ﻋﻨﺪﻣﺎ ﻳﺠﻠﺲ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺑﻤﻔﺮﺩﻩ ،ﻳﻔﻜﺮ ﻓﻴﻤﺎ ﺳﻴﺪﺭﺳﻪ ﻟﺘﻼﻣﻴﺬﻩ.ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟﺘﻨﻔﻴﺬ ﻓﻬ ﺍﳌﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟ يﺴ ى ﺍﳌﻌﻠﻢ ﻓ ﻤﺎ ﺇ ى ﺇﻧﺠﺎﺯﻣﺎ ﺧﻄﻂ ﻟﻪ ي ﺍﳌﺮﺣﻠﺔ ﺍﻷﻭ ى ،ﻭﺗﺒﺪﺃ ﺃﺣﺪﺍﺙ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟﺘﻨﻔﻴﺬ ﺑﺪﺧﻮﻝ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺇ ى ﺍﻟﻔﺼﻞ ﻣﻌﻠﻨﺎ ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍلحﺼﺔ ﺍﻟ ﻻ ﻳنﺒ ي ﺃﻥ ﺗﺨﺼﺺ كﻠهﺎ ﻟﻠﺘﻨﻔﻴﺬ.ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻋ ى ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳ ﺮﻙ ﻭﻗﺘﺎ ﻣﻨﺎﺳﺒﺎ ﻣ ﺎ ﳌﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ 13 ﺍﻟ ﺳ ﺮﺩ ﺍلحﺪﻳﺚ ﻋ ﺎ ﻓﻴﻤﺎ بﻌﺪ.
د .ﻣﺴﺘﻮﻳﺎت ﺗﺪرﻳﺲ اﻟﻤﻬﺎرات اﻟﻠﻐﻮﻳﺔ .1ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ﻳﻤ ﺭﻭبﺮﺕ ﻻﺩﻭ ﺑ ﻥ ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﻟﻠﺪﻗﺔ ي ﻧﻄﻖ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ،ﺗﻠﻘﻲ ﺍﻟﻀﻮﺀ ﻋ ى ﻣﺎ ﻳنﺒ ي ﺗﺤﺪﻳﺪﻩ ﻣﻦ ﻣهﺎﺭﺍﺕ .ﻭ ي ﺿﻮﺀ ﻣﺎ ﺍﻗ ﺮﺣﻪ ﻻﺩﻭ ﻳﻤﻜﻦ ﺗﺤﺪﻳﺪ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻓﻴﻤﺎ ﻳ ي: (1ﻣﺴﺘﻮﻯ ﺍﻻﺗﺼﺎﻝ ﺍﻟﺘﺎﻡ :ﻭيﻘﺼﺪ ﺑﻪ ،ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍلجﺪﻳﺪﺓ ي ﺍﻻﺗﺼﺎﻝ ي ﻣﻮﺍﻗﻒ ﺣﻴﺔ ﻃﺒﻴﻌﻴﺔ .ﻭ ي ﻣﺜﻞ هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﻳنﺒ ي ﺍﻟﺘﺄﻛﻴﺪ ﻋ ى ﺗﻤﻴ ﺍﻷﺻﻮﺍﺕ ،ﻭﻋﺪﻡ ﺧﻠﻂ ﺍﻟﻮﺣﺪﺍﺕ ﺍﻟﺼﻮﺗﻴﺔ بﺸكﻞ يﻐ ﺮ ﺍﳌﻌ .ﻭﻟﻜﻦ ﻳﻘﺒﻞ ي هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺃﻱ ﺃﺷكﺎﻝ ﺍﻻﺧﺘﻼﻑ ﺑ ﻥ ﺍﻟﻮﺣﺪﺍﺕ ﺍﻟﺼﻮﺗﻴﺔ ﺍﻟﺜﺎﻧﻮيﺔ ﺍﻟ ﻻ ﺗﺆﺛﺮﻋ ى ﺍﳌﻌ . (2ﻣﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﻨﻤﻮﺫﺝ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺆﺩﻳﻪ ﺍﳌﻌﻠﻢ :ﻭيﻘﺼﺪ ﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﺍﻷﺟﻨ ﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻛﻤﻌﻠﻢ ﻟهﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ ،ﻭ ي ﻣﺜﻞ هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﻻ ﻳنﺒ ي ﺍﻟتﺴﺎﻣﺢ ي ﺃﺷكﺎﻝ ﺍﻟﻨﻄﻖ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻻ ﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻗﺔ ي ﺍﻷﺩﺍﺀ ﺳﻮﺍﺀ ﺃكﺎﻥ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ﻳﻨﻮﻱ ﺍﻟﻌﻤﻞ 13
ﺣﺴﻦ ﺟﻌﻔﺮ ﺧﻠﻴﻔﺔ ،ﻓﺼﻮﻝ ي ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ
)ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺮﺷﺪ ،(2002 ،ﺹ.8-7.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﻛﻤﻌﻠﻢ ﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻷﺑﻨﺎﺀ ﻭﻃﻨﻪ .ﺃﻡ كﺎﻥ ﻳﻨﻮﻱ ﺍﻟﻌﻤﻞ ي ﻗﺴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﺄﺣﺪ ﺃﺟهﺰﺓ ﺍﻹﻋﻼﻡ ي ﺑﻠﺪﻩ )ﺇﺫﺍﻋﺔ ﺃﻭ ﺗﻠﻴﻔﺰيﻮﻥ(. (3ﻣﺴﺘﻮﻯ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻠﻐﺔ كﻠﻐﺔ ﻗﻮﻣﻴﺔ :ﻭيﻘﺼﺪ ﺑﺬﻟﻚ ،ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ ي ﺑﻠﺪ ﺁﺧﺮكﻠﻐﺔ ﻗﻮﻣﻴﺔ .ﻣﺜﻞ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻹﻧﺠﻠ ﻳﺔ ي ﺍﻟﻔﻠﺒ ﻥ ﻣﺜﻼ، ﺃﻭ ي ﻧﻴﺠ ﺮﻳﺎ ،ﺃﻭ ﻏ ﺮهﻤﺎ .ﻭ ي هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﻳﻘﺒﻞ ﺑﺪﻭﻥ ﺷﻚ ،ﻣﺎ ﻳﺤﺪﺙ ﻣﻦ ﺧﻠﻂ ﺃﺣﻴﺎﻧﺎ ﺑ ﻥ ﻧﻄﻖ ﺍﻹﻧﺠﻠ ﻳﺔ ،ﻭﻧﻄﻖ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻷﻭ ى ي هﺬﻩ ﺍﻟﺒﻼﺩ .ﺇﺫ ﺃﻥ هﺬﺍ ﺃﻣﺮ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺗﺠﻨﺒﻪ ﺧﺎﺻﺔ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ هﻨﺎﻙ ﺳﻮﻯ ﺇﻧﺠﻠ ﻳﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ .ﻭ ي ﻣﺠﺎﻝ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ ﻗﺪ ﻳﺘﻮﻓﺮهﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ي ﺑﻠﺪ كﺎﻟﺼﻮﻣﺎﻝ ﺇﺫ تﻌﺘ ﺮﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺎ ﺍﻟﻘﻮﻣﻴﺔ، ي ﺍﻟﻮﻗﺖ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺄﺧﺬ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣهﺎ ﺷكﻼ ﻣﺨﺘﻠﻔﺎ ﻋﻦ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣهﺎ ي ﺍﻟﺒﻼﺩ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺫﺍ ﺎ .ﻭﺫﻟﻚ 14 ﻟﺘﺪﺍﺧﻞ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻣﻊ ﺍﻟﺼﻮﻣﺎﻟﻴﺔ. .2ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍملحﺎﺩﺛﺔ ﻟﻠﻤﺤﺎﺩﺛﺔ ي ﺑﺮﺍﻣﺞ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﻠﻐﺎﺕ ﺃﺧﺮﻯ ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺭﺋيﺴﻴﺔ ﺗﺘﻔﺎﻭﺕ ﻣﻄﺎﻟ ﺎ ﻭﺧﺼﺎﺋﺼهﺎ ﺑﺘﻔﺎﻭﺕ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﻠﻐﻮﻱ ﻟﻠﺪﺍﺭﺳ ﻥ: (1ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻷﻭﻝ :ﻭهﻮ ﺧﺎﺹ ﺑﺎﻟﺪﺍﺭﺳ ﻥ ﺍلجﺪﺩ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳنﺘﻈﻤﻮﻥ ي ﺑﺮﺍﻣﺞ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ، ﺷﺄﻥ ﺃﻳﺔ ﻟﻐﺔ ﺗﺪﺭﺱ ﻟﻐ ﺮ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ ﺩﻭﻥ ﺳﺎﺑﻖ ﻋﻠﻢ ﻟهﻢ ﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺃﻭ ﺃﻟﻔﺔ ﺎ .ﻭﺍملحﺎﺩﺛﺔ ﻋ ى هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺗﻘﺘﺼﺮ ﻋ ى ﺗﺤﻔﻴﻆ هﺆﻻﺀ ﺍﻟﺪﺍﺭﺳ ﻥ ﻧﻤﺎﺫﺝ ﻣﻦ ﺍملحﺎﺩﺛﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻟصحﻴﺤﺔ ﻭﻣﻮﺿﻮﻋﺎ ﺎ ﺗكﻮﻥ ﻣﺤﺪﺩﺓ ﻋﺎﺩﺓ ،ﻻ ﻳﺘﻄﺮﻕ ﺍﻷﻣﺮ ﻓ ﺎ ﺇ ى ﺗﻨﻮﻉ ﺍﳌﻮﺍﻗﻒ بﺸكﻞ ﻳﺮبﻚ ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ. 14
ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ،تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ
)ﺍﻟﺮبﺎﻁ :ﺇيﺴيﺴكﻮ ،(1989 ،ﺹ.157-156 .
(2ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺜﺎنﻲ :ﻭهﻮ ﺃﻋ ى ﺩﺭﺟﺔ ﻣﻦ ﺳﺎﺑﻘﻪ. ﺗﺪﻭﺭ ﺍملحﺎﺩﺛﺔ ي هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﻋﺎﺩﺓ ﺣﻮﻝ ﻣﻮﺿﻮﻋﺎﺕ ﺃﻭﺳﻊ ،ﻭﻗﻀﺎﻳﺎ ﺃﻋﻘﺪ ،ﻭﻣﻮﺍﻗﻒ ﺃﻛ ﺮ ﺗﺠﺮيﺪﺍ .ﻭﺗﺪﻭﺭ ﺍملحﺎﺩﺛﺔ ي هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺣﻮﻝ ﻣﻮﺿﻮﻋﺎﺕ ﻭﺃﻓكﺎﺭ .ﺍﻟﺪﺍﺭﺳﻮﻥ ي ﻧﺼﻮﺹ ﻣﻌﻴﻨﺔ يﺴﺘﺨﻠﺼﻮﻥ ﻣ ﺎ ﺃﻓكﺎﺭﺍ ﻳنسجﻮﻥ ﺣﻮﻟهﺎ .ﻭﻗﻀﺎﻳﺎ ﻳتﻨﺎﻗﺸﻮﻥ ﻓ ﺎ .ﻭﻣﺸكﻼﺕ بﺴﻴﻄﺔ ﻳتﺒﺎﺩﻟﻮﻥ ﻭﺟهﺎﺕ ﺍﻟﻨﻈﺮﺑﺼﺪﺩهﺎ. (3ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺜﺎﻟﺚ :ﻭهﺬﺍ ﻳﻤﺜﻞ ﺃﻋ ى ﻣﺴﺘﻮﻯ ﻣﻦ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺍملحﺎﺩﺛﺔ ي تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ كﻠﻐﺔ ﺛﺎﻧﻴﺔ. ي هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﻳﺘﻮﻗﻊ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﺍﺭﺳ ﻥ ﻣﻤﺎﺭﺳﺔ ﺍملحﺎﺩﺛﺔ ﺑﺎﳌﻔهﻮﻡ ﺍﻟﺬﻱ ﺗﻨﺎﻭﻟﻨﺎﻩ ﻟﻠﻤﺤﺎﺩﺛﺔ .ﻣﻦ ﺣﻴﺚ ﺇ ﺎ ﻣﻨﺎﻗﺸﺔ ﺣﺮﺓ ﺗﻠﻘﺎﺋﻴﺔ ﺣﻮﻝ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻣﻌ ﻥ .ﻭب ﻥ ﻓﺮﺩﻳﻦ ﻳﺘﺤﺎﺩﺛﺎﻥ .ﺍﻟﺪﺍﺭﺱ ي هﺬﺍ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﻋﺎﺩﺓ ﻳكﻮﻥ ﺫﺍ ﺧ ﺮﺓ ﻟﻐﻮيﺔ ﻭﺍﺳﻌﺔ .ﻭﻗﺪﺭﺓ ﻋ ى ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻴﺐ ﺍﻟﻨﺤﻮيﺔ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻣﺎ صحﻴﺤﺎ .ﻭﻓهﻢ ﺍﻟﺼﻴﻎ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ﻟﻠﺘﻌﺒ ﺮ ﺍﻟﻮﺍﺣﺪ 15 ﻭﻭﺿﻊ كﻞ ﻣﻨﻪ ﺍﳌﻮﺿﻊ ﺍﻟصحﻴﺢ. .3ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻳﻤ ﺍلخ ﺮﺍﺀ ﺑ ﻥ ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﻟﺘﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺗﺘﻤ ﻣﻊ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺃﻱ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﳌﺒﺘﺪﻯﺀ ﻭﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﻭﺍﳌﺘﻘﺪﻡ .ﻭيﺼﻨﻒ ﺟﺮﺗ ﺮ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻛﻤﺎ ﻳ ي: (1ﺍﳌﺮﺣﻠﺔ ﺍﻷﻭ ى ﻟﺘﻨﻤﻴﺔ ﻣهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ :ﻭﻓ ﺎ ﻳﻬ ﺀ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻟﻠﻘﺮﺍﺀﺓ )ﺍﺳﺘﻌﺪﺍﺩ( .ﻭﺗﻨم ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻷﺳﺎﺳﻴﺔ .ﻭيﺘكﻮﻥ ﻓ ﺎ ﺭﺻﻴﺪ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻟﻐﻮيﺎ. (2ﺍﳌﺮﺣﻠﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻄﺔ ﻟﺘﻨﻤﻴﺔ ﻣهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ :ﻭﻓ ﺎ ﻳﺘﻢ ﺍﻟ ﺮﻛ ﻋ ى ﺇﺛﺮﺍﺀ ﻣﻔﺮﺩﺍﺕ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ .ﻭﺗﻨﻤﻴﺔ 15
ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.167-166 .
ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ
142
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺭﺻﻴﺪﻩ ي ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻴﺐ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ .ﻭﺗتﺴﻊ ﺃﻣﺎﻣﻪ ﻣﻮﺿﻮﻋﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺇ ى ﺣﺪ ﻣﺎ. (3ﺍﳌﺮﺣﻠﺔ ﺍﳌﺘﻘﺪﻣﺔ :ﺍﻻﺳﺘﻘﻼﻝ ي ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ :ﻭ ي هﺬﻩ ﻳﺘﺪﺭﺏ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋ ى ﺗﻨﻤﻴﺔ ﻣﻔﺮﺩﺍﺗﻪ ﺫﺍﺗﻴﺎ .ﻭيﺘﻌﻠﻢ ﻛﻴﻒ يﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﻘﻮﺍﻣيﺲ ﻭيﺒﺪﺃ ﺃﻭ ى ﺧﻄﻮﺍﺕ 16 ﺍﻻﺳﺘﻘﻼﻝ ي ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ. .4ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﳌﻔﺮﺩﺍﺕ ﻳﺘﻔﺎﻭﺕ ﺍلخ ﺮﺍﺀ ي ﺗﺤﺪﻳﺪ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺍﳌﻨﺎﺳﺐ ﻣﻦ ﺍﳌﻔﺮﺩﺍﺕ ﺍﻟﺬﻱ ﻳنﺒ ي ﺃﻥ نﻌﻠﻤﻪ ﻟﻠﺪﺍﺭﺳ ﻥ ي ﺑﺮﺍﻣﺞ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﻠﻐﺎﺕ ﺃﺧﺮﻯ .ﻓﺒﻌﻀهﻢ ﻳﻘ ﺮﺡ ﻣﻦ 1000\750كﻠﻤﺔ ﻟﻠﻤﺴﺘﻮﻯ ﺍﻻﺑﺘﺪﺍئﻲ. ﻭﻣﻦ 1500\1000كﻠﻤﺔ ﻟﻠﻤﺴﺘﻮﻯ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ .ﻭﻣﻦ 2000\1500كﻠﻤﺔ ﻟﻠﻤﺴﺘﻮﻯ ﺍﳌﺘﻘﺪﻡ .ﻭيﺒﺪﻭ ﺃﻥ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﻌﺾ ﻣﺘﺄﺛﺮ ﺑﺎﻟﺮﺃﻱ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﺑﺄﻥ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻷﻃﻔﺎﻝ ﻣﻦ 2500\2000كﻠﻤﺔ ي ﺍﳌﺮﺣﻠﺔ ﺍﻻﺑﺘﺪﺍﺋﻴﺔ كﺎﻑ ﻷﻥ ﻳكﻮﻥ ﻟﺪ ﻢ ﻗﺎﻣﻮﺳﺎ ﻳﻔﻲ ﺑﻤﺘﻄﻠﺒﺎﺕ ﺍلحﻴﺎﺓ. ﻋ ى ﺷﺮيﻄﺔ ﺃﻥ ﻳﺘﻌﻠﻤﻮﺍ ﻣهﺎﺭﺗ ﻥ ﺃﺳﺎﺳﺘ ﻥ :ﺗﺮﻛﻴﺐ 17 ﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ ﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻘﺎﻣﻮﺱ. .5ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻷﺩﺏ ﻟيﺲ ﺛﻤﺔ ﺩﺭﺍﺳﺔ ﻋﻠﻤﻴﺔ ﻣﻴﺪﺍﻧﻴﺔ ﺗﻘﻄﻊ ﺑﺮﺃﻱ ي ﺗﺤﺪﻳﺪ ﺍﻟﻔﺮﻉ ﺍﳌﻨﺎﺳﺐ ﻟكﻞ ﻣﺴﺘﻮﻯ ﻣﻦ ﺍﳌﺴﺘﻮيﺎﺕ ﺍﻟﺜﻼﺛﺔ .ﺍﳌﺒﺘﺪﻯﺀ ﻭﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﻭﺍﳌﺘﻘﺪﻡ .ﺇﻻ ﺃﻧﻨﺎ نﺴﺘﻄﻴﻊ ي ﺿﻮﺀ ﺍﺗﺼﺎﻟﻨﺎ ﺍﳌﺒﺎﺷﺮ ﻣﻊ ﺍﻟﺪﺍﺭﺳ ﻥ ي بﻌﺾ هﺬﻩ ﺍﻟ ﺮﺍﻣﺞ ﺃﻥ ﻧﻘﺪﻡ ﻧﺼﻮﺭﺍ ﳌﺎ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺘﻢ. (1ﻓﺎﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﳌﺒﺘﺪﻯﺀ يﺴﺘﻄﻴﻊ ،ي ﻓ ﺮﺍﺗﻪ ﺍﻷﺧ ﺮﺓ ﺃﻥ يﺴﺘﻮﻋﺐ بﻌﺾ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻷﺩﺑﻴﺔ 16 17
143
ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.177 . ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ،ﺹ.196 . Azkia Muharom Albantani
بﺴﻴﻄﺔ ﺍﻟﻠﻐﺔ .ﻭ ي ﺣﺪﻭﺩ ﻣﺎ تﻌﻠﻤﻪ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻣﻦ ﻣﻔﺮﺩﺍﺕ ﻭﺗﺮﺍﻛﻴﺐ ﺳهﻠﺔ ﺍﻹﻳﻘﺎﻉ ﺃﻗﺮﺏ ﻣﺎ ﺗكﻮﻥ ﺇ ى ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﺫﺍﺕ ﺍﻟﻨﻤﻂ ﺍلخﺎﺹ ﻭﺍﻟ ﺗﺼلح ﻟﻺﻟﻘﺎﺀ ﺍلجﻤﺎ ي. (2ﺃﻣﺎ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﻓهﻮ ﻳﺒﺪﺃ ﺑﺘﺪﺭيﺲ بﻌﺾ ﺍﻷﺩﺏ .ﻣﺼﺎﺣﺒﺎ ﺑﺎﻟﻄﺒﻊ ﻟﻠﻨﺼﻮﺹ ﺍﻷﺩﺑﻴﺔ. ﻭيﻔﻀﻞ ﺃﻥ تﺴﺘﺨﻠﺺ ﺍلحﻘﺎﺋﻖ ﺍﻷﺩﺑﻴﺔ ﻭﺃﺣكﺎﻣهﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﳌﻘﺮﺭﺓ .ﻭبﺬﻟﻚ ﻳﺘكﺎﻣﻞ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑ ﻥ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻭﺍﻷﺩﺏ .ﻭﻣﻦ ﺍﳌﻤﻜﻦ ي ﺃﻭﺍﺧﺮﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﺗﻘﺪﻳﻢ بﻌﺾ ﺍﳌﻔﺎهﻴﻢ ﺍﻟﺒﻼﻏﻴﺔ ﺍﻟبﺴﻴﻄﺔ ﻭﺍﳌﺴﺘﺨﻠﺼﺔ ﺃﻳﻀﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﳌﻘﺮﺭﺓ. (3ﺃﻣﺎ ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍﳌﺘﻘﺪﻡ ﻓهﻮ ﺑﻼ ﺷﻚ ﺍملجﺎﻝ ﺍﻟﺬﻱ يﺴﻤﺢ ﺑﺘﻘﺪﻳﻢ ﺍﳌﻔﺎهﻴﻢ ﺍﻟﺒﻼﻏﻴﺔ ،ﻭﺍﻷﺣكﺎﻡ ﺍﻟﻨﻘﺪﻳﺔ ،ﻭﺍﳌﺬﺍهﺐ .ﻣﻊ ﻣﺮﺍﻋﺎﺓ ﻣﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺪﺍﺭﺳ ﻥ ﺑﺎﻟﻄﺒﻊ .ﻣﻊ ﺍﻷﺧﺬ ي ﺍﻻﻋﺘﺒﺎﺭ ﻣﺎ ﺑ ﻥ ﺗﺪﺭيﺲ ﻓﺮﻭﻉ ﺍﻷﺩﺏ ﺍﻟﻌﺮبﻲ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ ﻭﺗﺪﺭيﺴهﺎ ﻟﻐ ﺮ 18 ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ ﻣﻦ ﻓﺮﻭﻕ.
ﻫـ .أﻫﺪاف ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻳﻤﻜﻦ ﺗلخﻴﺺ ﺃهﺪﺍﻑ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﻠﻐﺎﺕ ﺃﺧﺮﻯ ي ﺛﻼﺛﺔ ﺃهﺪﺍﻑ ﺭﺋيﺴﻴﺔ ي: (1ﺃﻥ ﻳﻤﺎﺭﺱ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﺎﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟ ﻳﻤﺎﺭﺳهﺎ ﺎ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘﻮﻥ ﺬﻩ ﺍﻟﻠﻐﺔ. ﺗﻨﻤﻴﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔﻋﻨﺪﻣﺎ يﺴﺘﻤﻊ ﺇﻟ ﺎ. ﺗﻨﻤﻴﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋ ى ﺍﻟﻨﻄﻖ ﺍﻟصحﻴﺢﻟﻠﻐﺔ ﻭﺍﻟﺘﺤﺪﺙ ﻣﻊ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﺎﻟﻌﺮبﻴﺔﺣﺪﻳﺜﺎ ﻣﻌ ﺮﺍ ي ﺍﳌﻌ ﺳﻠﻴﻤﺎ ي ﺍﻷﺩﺍﺀ. 18
ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.207-206 .
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺗﻨﻤﻴﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋ ى ﻗﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺎﺕﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﺪﻗﺔ ﻭﻓهﻢ. ﺗﻨﻤﻴﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋ ى ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﺑﺎﻟﻠﻐﺔ19 ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﺪﻗﺔ ﻭﻃﻼﻗﺔ. (2ﺃﻥ يﻌﺮﻑ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺧﺼﺎﺋﺺ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭﻣﺎ ﻳﻤ هﺎ ﻋﻦ ﻏ ﺮهﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﺃﺻﻮﺍﺕ ،ﻣﻔﺮﺩﺍﺕ، ﻭﺗﺮﺍﻛﻴﺐ ،ﻭﻣﻔﺎهﻴﻢ. (3ﺃﻥ ﻳﺘﻌﺮﻑ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻋ ى ﺍﻟﺜﻘﺎﻓﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭﺃﻥ ﻳﻠﻢ ﺑﺨﺼﺎﺋﺺ ﺍﻹنﺴﺎﻥ ﺍﻟﻌﺮبﻲ ﻭﺍﻟﺒيﺌﺔ ﺍﻟ يﻌيﺶ ﻓ ﺎ ﻭﺍملجﺘﻤﻊ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﻌﺎﻣﻞ ﻣﻌﻪ. تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ كﻠﻐﺔ ﺃﺟﻨبﻴﺔ ﺇﺫﻥ يﻌ ﺃﻥ نﻌﻠﻢ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺍﻟﻠﻐﺔ ،ﻭﺃﻥ نﻌﻠﻤﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻠﻐﺔ ،ﻭﺃﻥ ﻳﺘﻌﺮﻑ ﻋ ى ﺛﻘﺎﻓ ﺎ .ﻭيﻘﻮﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﻔﻮﺯﺍﻥ ي ﻣﻘﺎﻟﻪ ﺇﻥ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻳنﺒ ي ﺃﻥ ﻳﺤﻘﻖ ﺃهﺪﺍﻑ ﺃﺳﺎﺳﻴﺔ ،ﻓﻬ : ﻓهﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺣ ﻥ ﺳﻤﺎﻋهﺎ )ﻓهﻢ ﺍﳌﺴﻤﻮﻉ(. ﻓهﻤهﺎ ﺣ ﻥ ﻗﺮﺍﺀ ﺎ )ﻓهﻢ ﺍﳌﻘﺮﻭﺀ(. ﺇﻓهﺎﻣهﺎ ﻟﻶﺧﺮيﻦ ﺑﻮﺍﺳﻄﺔ ﺍﻟكﻼﻡ.20 ﺇﻓهﺎﻣهﺎ ﻟهﻢ ﺑﻮﺍﺳﻄﺔ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ.ﻭﺃﻣﺎ ﻧﺎﻳﻒ ﺧﺮﻣﺎ ي ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻓهﻮ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻥ ﺍﻷهﺪﺍﻑ ي تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ ﺗﻨﻘﺴﻢ ﺇ ى ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ، ﻭ ي: (1ﺍﻷهﺪﺍﻑ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ :ﺍﻷهﺪﺍﻑ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ ﺗﻤﺜﻼﻥ ﻋكﺎﺳﺎ ﻟﻸهﺪﺍﻑ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﺍﻟ ﺗﺘبﻨﺎﻩ ﺍﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ،ﻭﺍﻟ ﺗﻤﺜﻞ ﺑﺪﻭﺭهﺎ ﺍﻟ ﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻟﻠﻔﻠﺴﻔﺔ ﺍﻟﺘﻴتﺴﻮﺩ ﺍملجﺗﻤﻊ. 19ﻳﺘﻌﻠﻢ ﻣﺘﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺍﻟﻄﺮﻕ ﺍﻟ يﺴﺘﺨﺪﻣهﺎ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘﻮﻥ ﺎ ي تﻌﺒ ﺮهﺎ ،ﻭهﺬﺍ ﻳﺆﺩﻱ ﺇ ى ﺍلحﺼﻮﻝ ﺇ ى ﺍﻷهﺪﺍﻑ ي تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ،ﻣ ﺎ ﺍﻻﺳﺘﻤﺎﻉ ﻭﺍﻟكﻼﻡ ﻭﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭهﻢ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘﻮﻥ ﺎ. 20ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ ﺍﻟﻔﻮﺯﺍﻥ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ. .20
(2ﺃهﺪﺍﻑ ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ :ﺟﺮﺕ ﺍﻟﻌﺎﺩﺓ ﻋ ى ﺗﻘﺴﻴﻢ ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﺇ ى ﺃﺭبﻊ ﻣهﺎﺭﺍﺕ ي :ﺍﻻﺳﺘﻤﺎﻉ، ﻭﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ،ﻭﺍلحﺪﻳﺚ ،ﻭﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ. (3ﺍﻷهﺪﺍﻑ ﺍﻟﺴﻠﻮﻛﻴﺔ :ﺍﻟﺘﻌﻠﻢ هﻮ تﻐ ﺮ ي ﺍﻟﺴﻠﻮﻙ )ﻣﻜتﺴﺒﺔ( .ﻭﻗﺪ ﻗﺴﻢ ﺑﻠﻮﻣﻮﺯﻣﻼﺅ ﺍﻷهﺪﺍﻓﺎﻟﺴﻠﻮﻛﻴﺔﺇ ى ﺛﻼﺛﺔ ﻣﺠﺎﻻﺕ ي :ﺍملجﺍﻝ ﺍﳌﻌﺮ ي ،ﻭﺍملجﺍﻝ ﺍﻟﻮﺟﺪﺍنﻲ ،ﻭﺍملجﺍﻝ ﺍلحﺮكﻲ ﺃﻭ 21 ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺣﺮكﻲ. ﻭيﻘﻮﻝ ﺣﺴﻦ شحﺎﺗﺔ ي ﻛﺘﺎﺑﻪ هﻨﺎﻙ ﺃهﺪﺍﻑ ي تﻌﻠﻴﻢ ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔﻭ ي: (1ﺃهﺪﺍﻑ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﳌﺮبﻮﻥ ﺣﻮﻝ ﺃهﺪﺍﻑ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﺍﻟﻮﻇﺎﺋﻒ ﺍﻟ ﺗﻘﺪﻣهﺎ ﻟكﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺮﺩ ﻭﺍملجﺘﻤﻊ ،ﻭﻟﻌﻞ ﺫﻟﻚ ﻋﺎﺋﺪ ﺇ ى ﻋﺪﻡ ﺍﻻﺗﻔﺎﻕ ﻋ ى ﻓهﻢ ﻣﺤﺪﺩ ﻟﻄﺒﻴﻌﺔ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ،ﻓﺎﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﻋﻤﻠﻴﺘﺎﻥ ﻣﺘكﺎﻣﻠﺘﺎﻥ ﻳﺼﻌﺐ ﺍﻟﻔﺼﻞ ﺑﻴ ﻤﺎ ي ﻣﻮﺍﻗﻒ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ، ﻭﺗﺆﺩﻳﺎﻥ ﻣﻌﺎ ﻭﻇﺎﺋﻒ هﺎﻣﺔ ﺗﺘﻤﺜﻞ ي ﺗﺰﻭيﺪ ﺍﻷﻓﺮﺍﺩ ﺑﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻻﺳﺘﻤﺘﺎﻉ ﻭﺍﻟﺴﺮﻭﺭ ،ﻭﺗﻄﻮيﺮ ﺃﻓكﺎﺭ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ﺣﻴﺚ ﻳﻘﺎﺭﻧﻮﻥ ﺃﻓكﺎﺭهﻢ ﺑﺄﻓكﺎﺭ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﳌﺆﻟﻔ ﻥ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻘﺮﺀﻭﻥ ﻛﺘﺎﺑﺎ ﻢ ،ﻭتﻌﺘ ﺮﺍﻥ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻓﻌﺎﻟﺔ لحﺼﻮﻝ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ﻋ ى ﺍﳌﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﻭﺗﻨﻈﻴﻤهﺎ ،ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻣﺴﺎﻋﺪ ﻢ ﻋ ى ﺗﻄﻮيﺮ تﻌﻠﻤهﻢ ﺑﻤﺎ ﻳﺘﻮﺻﻠﻮﻥ ﺇﻟﻴﻪ ﻣﻦ ﺧ ﺮﺍﺕ ﻭﺃﻓكﺎﺭ ﺟﺪﻳﺪﺓ .ﻭهﻤﺎ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻟﺘﺪﻭيﻦ ﺍﳌﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﻭﺣﻔﻈهﺎ .ﻭﻭﺳﻴﻠﺔ ﻟﺘﺒﺎﺩﻝ ﺍﻵﺭﺍﺀ ﻭﺍﻷﻓكﺎﺭ. ﻛﻤﺎ ﺃ ﻤﺎ ﺃﺩﺍﺕ ﺍﻟﺘﻄﻮيﺮ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ ﺍﻹنﺴﺎﻧﻴﺔ ،ﻭﺗﻨﻤﻴﺔ ﻣهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﺘﻌﻠﻢ ﺍﻟﺬﺍتﻲ.
22
21ﻧﺎﻳﻒ ﺧﺮﻣﺎ ﻭﻋ ي حجﺎﺝ ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.185-183 . 22ﺣﺴﻦ شحﺎﺗﺔ ،تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑ ﻥ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺔ ﻭﺍﻟﺘﻄﺒﻴﻖ، )ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ :ﺍﻟﺪﺍﺭﺍﳌﺼﺮيﺔ ﺍﻟﻠﺒﻨﺎﻧﻴﺔ ،(1994 ،ﺹ.118-117 .
ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ
144
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
(2ﺃهﺪﺍﻑ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻷﺩﺏ ﻭﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻭﻓﻴﻤﺎ ﻳ ي ﻋﺮﺽ ﻷهﺪﺍﻑ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻷﺩﺏ ﻭﺍﻟﺒﻼﻏﺔ: • ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ي ﺩﺭﺱ ﺍﻷﺩﺏ ﻋ ى ﺍﺳﺘنﺘﺎﺝ ﺍﻷﺣكﺎﻡ ﺍﻷﺩﺑﻴﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻭﺍﻟﻔﻨﻮﻥ ﺍﻟﺸﻌﺮيﺔ • ﺗﻮﺳﻴﻊ ﺧ ﺮﺍﺕ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﻭتﻌﻤﻴﻖ ﻓهﻤهﻢ لحﻴﺎﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺍملجﺘﻤﻊ ﻭﺍﻟﻄﺒﻴﻌﺔ ﻣﻦ ﺣﻮﻟهﻢ • ﻣﺴﺎﻋﺪ ﻢ ﻋ ى ﺍﺷﺘﻘﺎﻕ ﻣﻌﺎﻥ ﺟﺪﻳﺪﺓ ﻟلحﻴﺎﺓ ﻭﻋ ى ﺗﺤﺴ ﻥ ﺣﻴﺎ ﻢ ﻭﺗﺠﻤﻴﻠهﺎ • ﺯيﺎﺩﺓ ﺍﺳﺘﻤﺘﺎﻋهﻢ ﺑﺄﻟﻮﺍﻥ ﺍﻷﺩﺏ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ﻣﻦ ﻗﺼﺔ ﺃﻭ ﺃﻗﺼﻮﺻﺔ ﺃﻭ ﺗﻤﺜﻴﻠﻴﺔ ﺃﻭ ﻣﻘﺎﻟﺔ • ﺗﻨﻤﻴﺔ ﻣﻴﻠهﻢ ﺇ ى ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍلحﺮﺓ ﺍﻟﻮﺍﺳﻌﺔ كﻮﺳﻴﻠﺔ 23 ﻣﻦ ﺃﺟﻤﻞ ﻭﺃﻧﻔﻊ ﻭﺳﺎﺋﻞ ﻗﻀﺎﺀ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻔﺮﺍﻍ.
• ﺗكﻮيﻦ ﺍﻟﻌﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﺍﻟصحﻴﺤﺔ ﺣ ﻻ ﻳﺘﺄﺛﺮﻭﺍ 24 ﺑتﻴﺎﺭﺍﻟﻌﺎﻣﻴﺔ. (4ﺃهﺪﺍﻑ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﺘﻌﺒ ﺮ هﻨﺎﻙ ﺃهﺪﺍﻑ ﻛﺜ ﺮﺓ ﻭﻣﺘﻨﻮﻋﺔ ﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﺘﻌﺒ ﺮ بﺸكﻠﻴﺔ ﺍﻟﺸﻔﻮﻱ ﻭﺍﻟﻜﺘﺎبﻲ ،ﻭبﻨﻮﻋﻴﻪ ﺍﻟﻮﻇﻴﻔﻲ ﻭﺍﻹﺑﺪﺍ ي ﻣﻦ ﺃهﻤهﺎ: • ﺃﻥ يﻌﺘﺎﺩ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ ﺑﺎﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟصحﻴﺤﺔ، ﻭهﺬﺍ ﺍﻟﺘﻌﻮﺩ يﺴﺎﻋﺪ ي تﻌﻠﻴﻢ ﻣ ﻥ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﻭﻗﻮﺍﻋﺪهﺎ • ﺃﻥ ﻳ ﺮبﻲ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﺍﻻﺳﺘﻌﻼﻝ ي ﺍﻟﺘﻔﻜ ﺮﺣﻴﺚ ﻳ ﺮكﻮﻥ ﻹﻋﻤﺎﻝ ﻋﻘﻮﻟهﻢ ﺩﻭﻧﻤﺎ ﺗﻘﻴﻴﺪ ﺑﺄﺳﺌﻠﺔ ﻣﻠﻘﺎﺓ ﻋﻠ ﻢ • ﺃﻥ ﻳﺘﻌﻮﺩ ﺍﻟﺴﺮﻋﺔ ي ﺍﻟﺘﻔﻜ ﺮ ﻭﺍﻟﺘﻌﺒ ﺮ ،ﻭﻛﻴﻔﻴﺔ ﻣﻮﺍﺟهﺔ ﺍﳌﻮﺍﻗﻒ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﻴﺔ ﺍﻟﻄﺎﺭﺋﺔ ﻭﺍﻟﺸﻔﻮيﺔ ﺍﳌﻔﺎﺟﺌﺔ • ﺃﻥ ﻳﺘﻘﻦ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﻴﺔ ﺍملخﺘﻠﻔﺔ ﺍﻟ ﻳﻤﺎﺭﺳهﺎ ي ﺣﻴﺎﺗﻪ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻟﻔﻜﺮيﺔ ﺩﺍﺧﻞ ﺍﳌﺪﺭﺳﺔ ﻭﺧﺎﺭﺟهﺎ • ﺃﻥ ﻳﻮﺳﻊ ﻭيﻌﻤﻖ ﺃﻓكﺎﺭﻩ ،ﻭيﺘﻌﻮﺩ ﺍﻟﺘﻔﻜ ﺮﺍﳌﻨﻄﻘﻲ، 25 ﻭﺗﺮﺗيﺐ ﺍﻷﻓكﺎﺭﻭﺗﻨﻈﻴﻤهﺎ ي كﻞ ﻣﺘكﺎﻣﻞ.
(3ﺃهﺪﺍﻑ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻟيﺴﺖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻏﺎﻳﺔ ﺗﻘﺼﺪ ﻟﺬﺍ ﺎ ،ﻭﻟﻜ ﺎ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﺇ ى ﺿﺒﻂ ﺍﻟكﻼﻡ ،ﻭﺗصحﻴﺢ ﺍﻷﺳﺎﻟﻴﺐ ،ﻭﺗﻘﻮيﻢ ﺍﻟﻠﺴﺎﻥ ،ﻭﻟﺬﻟﻚ ﻳنﺒ ي ﺃﻻ ﻧﺪﺭﺱ ﻣ ﺎ ﺇﻻ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﺍﻟﺬﻱ يﻌ ﻥ ﻋ ى ﺗﺤﻘﻴﻖ ﺍﻟﻐﺎﻳﺔ.ﻭﺃﻣﺎ ﺃﻏﺮﺍﺽ ي ﺗﺪﺭيﺴهﺎ ﻓﻬ : • تﺴﺎﻋﺪ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ي ﺗصحﻴﺢ ﺍﻷﺳﺎﻟﻴﺐ ﻭﺧﻠﻮهﺎ ﻣﻦ ﺍلخﻄﺄ ﺍﻟﻨﺤﻮﻱ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺬهﺐ ﺑﺠﻤﺎﻟهﺎ. • ﺗﺤﻤﻞ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﻋ ى ﺍﻟﺘﻔﻜ ﺮ ،ﻭﺇﺩﺭﺍﻙ ﺍﻟﻔﺮﻭﻕ ﺍﻟﺪﻗﻴﻘﺔ ﺑ ﻥ ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻴﺐ ﻭﺍﻟﻌﺒﺎﺭﺍﺕ ﻭﺍلجﻤﻞ. • ﺗﻨﻤﻴﺔ ﺍﳌﺎﺩﺓ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﻟﻠﺘﻼﻣﻴﺬ ،ﺑﻔﻀﻞ ﻣﺎ ﻳﺪﺭﺳﻮﻧﻪ ﻭيﺒﺤﺜﻮﻧﻪ ﻣﻦ ﻋﺒﺎﺭﺍﺕ ﻭﺃﻣﺜﻠﺔ ﺗﺪﻭﺭ ﺣﻮﻝ ﺑيﺌ ﻢ. • ﺗﺪﺭيﺐ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﻋ ى ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﺍﻷﻟﻔﺎﻅ ﻭﺍﻟ ﺮﺍﻛﻴﺐ ﺍﺳﺘﻌﻤﺎﻻ صحﻴﺤﺎ.
بﻌﺪ ﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﻳﻘﺪﻡ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺍلخﻼﺻﺔ ﻛﻤﺎ ﻳ ي: (1ﻳﺠﺪ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﺭﺷﺪﻱ ﻃﻌﻴﻤﺔ ﻟﻪ ﺍﻟﻔﻜﺮﺍﻟﺘﻌﻠﻴم ﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻳﺆﺛﺮﻩ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﻠﻐﻮي ﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻐﺮبﻴ ﻥ ﻷﻧﻪ ﻣﺘﺨﺮﺝ ي ﺑﻼﺩ ﺍﻟﻐﺮﺏ ﻋﻨﺪ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟﺪﻛﺘﻮﺭﺓ، ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﻐﺮبﻴ ﻥ ﻳﺆﺛﺮﻭﻧﻪ هﻢ ﺑﻠﻮﻡ ﻓﻴﻠﺪ ﻭ ﺭﻭبﺮﺕ ﻻﺩﻭ ﻭكﺎﺭﻭﻝ ﻭﺟﺮﺗ ﺮﻭبﺮﻭﻧﺮ.
ﺣﺴﻦ شحﺎﺗﺔ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.181-180 .
ﺣﺴﻦ شحﺎﺗﺔ ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.202-201 . ﺣﺴﻦ شحﺎﺗﺔ،ﺍﳌﺮﺟﻊ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ،ﺹ.243-242 .
اﻟﺨﻼﺻﺔ
24 23
145
Azkia Muharom Albantani
25
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
(2ﻳﺠﺪ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻴﻢ ﻭتﻌﻠﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﻃﻌﻴﻤﺔ ﻭ ي ﺃﻳﻀﺎ ﻣﺴﺘﻮيﺎﺗﻪ ي ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ،ﻣﺜﻞ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻹﻧﺠﻠ ﻳﺔ ﻭﺍﻟﻔﺮنﺴﻴﺔ ﻭﺍﻹﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺔ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺎﺕ ﻋﻨﺪﻩ ﻣﻦ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻭﻻ ﻣﺘﺨﺼﺺ بﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ.
(3ﻳﺠﺪ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﺭﺷﺪﻱ ﻃﻌﻴﻤﺔ ﻳﻮضح ﺩﺍﺋﻤﺎ ي بﻌﺾ ﻛﺘﺒﻪ ﻣﺎ ي ﺍﳌﺴﺘﻮيﺎﺕ ي ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭتﻌﻠﻴﻤهﺎ ﻭتﻌﻠﻤهﺎ ﺗﻮﺿﻴﺤﺎ ﺗﻔﺼﻴﻠﻴﺎ ،ﻭﻣﻦ ﻛﺘﺒﻪ ﺍﻟ ﺍﺷﺘﻤﻞ ﻋﻠ ﺎ ﺍﳌﺴﺘﻮيﺎﺕ ﻭ ي: ﻛﺘﺎﺏ "تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ" ﻛﺘﺎﺏ "تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﺗﺼﺎﻟﻴﺎ" -ﻛﺘﺎﺏ "ﺍﳌهﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ".
اﻟﻤﺮاﺟﻊ ﻋﻮﺽ ،ﺃﺣﻤﺪ ﻋﺒﺪﻩ .ﻣﺪﺧﻞ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ .ﻣﻜﺔ ﺍﳌﻜﺮﻣﺔ :ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺃﻡ ﺍﻟﻘﺮﻯ2000 . ﺧﺮﻣﺎ ،ﻧﺎﻳﻒ .ﻭ حجﺎﺝ ،ﻋ ي .ﺍﻟﻠﻐﺎﺕ ﺍﻷﺟﻨبﻴﺔ :تﻌﻠﻴﻤهﺎ ﻭتﻌﻠﻤهﺎ .ﺍﻟكﻮيﺖ :ﻋﺎﻟﻢ ﺍﳌﻌﺮﻓﺔ1988 . ﺍﻟﻨﺎﻗﺔ ،ﻣﺤﻤﻮﺩ كﺎﻣﻞ .تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺑﻠﻐﺎﺕ ﺃﺧﺮﻯ .ﻣﻜﺔ :ﺟﺎﻣﻌﺔ ﺃﻡ ﺍﻟﻘﺮﻯ1985 . ﺍﻟﻔﻮﺯﺍﻥ ،ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ .ﺇﺿﺎﺀﺍﺕ ﳌﻌﻠم ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮ ﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ .ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﻓهﺮﺳﺔ ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﳌﻠﻚ ﻓهﺪ ﺍﻟﻮﻃﻨﻴﺔ ﺃﺛﻨﺎﺀ ﺍﻟنﺸﺮﺉ2011 . ﺧﻠﻴﻔﺔ ،ﺣﺴﻦ ﺟﻌﻔﺮ .ﻓﺼﻮﻝ ي ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ .ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺮﺷﺪ2002 . ﻃﻌﻴﻤﺔ ،ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ .تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻐ ﺮﺍﻟﻨﺎﻃﻘ ﻥ ﺎ .ﺍﻟﺮبﺎﻁ :ﺇيﺴيﺴكﻮ1989 . شحﺎﺗﺔ ،ﺣﺴﻦ .تﻌﻠﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑ ﻥ ﺍﻟﻨﻈﺮيﺔ ﻭﺍﻟﺘﻄﺒﻴﻖ .ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ :ﺍﻟﺪﺍﺭﺍﳌﺼﺮيﺔ ﺍﻟﻠﺒﻨﺎﻧﻴﺔ1994 .
ﻣﺴﺘﻮيﺎﺕ تﻌﻠﻢ ﻭتﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋﻨﺪ ﺭﺷﺪﻱ ﺃﺣﻤﺪ ﻃﻌﻴﻤﺔ
146
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ* Muhammad Sirojudin Syah Madrasah Aliyah At Tanwiriyah Cianjur email :
[email protected]
ﻣلخﺺ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺣﺎﻭﻝ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﻣﺪﻯ ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﺠﺎﻣﻌﺔ ﺷﺮيﻒ هﺪﺍﻳﺔ ﷲ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﺍلحكﻮﻣﻴﺔ ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ ﻋ ى ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ؛ ﻭﺗﻄﺒﻴﻘهﺎ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ؛ ﻭﻣﻮﺍﺿﻊ ﺍﻟﻘﺼﺮﺍﻟ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﺣﺘﻴﺎﺟهﺎ ﺇ ى ﺍﻟﺘﻘﻮيﺔ ي ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ .هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻣﻦ ﻧﻮﻉ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﻜم ﻋ ى ﻃﺮيﻘﺔ ﺍﳌﻨهج ﺍﻟﻮﺻﻔﻲ ﺣﻴﺚ ﺍﺳﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍﻹﺣﺼﺎﺋﻴﺔ ﺑﻘﺎﻧﻮﻥ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ .ﻭﻣﺠﺘﻤﻊ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ ﻭﺍﻟﻌﻴﻨﺔ ﻃﻠﺒﺔ ﺍﻟﻘﺴﻢ ﻟﻠﻤﺴﺘﻮﻯ ﺍلخﺎﻣﺲ ﻟﻠﻌﺎﻡ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳ -2013 .2014ﻭﺇﺟﺮﺍﺀﺍﺕ ﺟﻤﻊ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ي :ﺍﳌﻘﺎﺑﻠﺔ ﺍﻟشخﺼﻴﺔ ﻭﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻭﺍﻟﻮﺛﺎﺋﻖ .ﺃﻣﺎ ﻧتﻴﺠﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮﻓﺠﻴﺪﺓ ،ﻓﻴﻤﺎ ﺗﺒﻠﻎ 70,69ي ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ .ﻭﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻟﺘﻄﺒﻴﻖ ﺟﻴﺪﺓ ﺃﻳﻀﺎ ،ﺗﺒﻠﻎ 70,44ي ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ. ﻭﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻄﺔ 70,56ﺟﻴﺪ .ﻧﻈﺮﺍ ﺇ ى ﺍﻟﻨتﻴﺠﺔ ،ﻓﻤﻮﺿﻮﻋﺎ ﻗﺼﺮﺍﻟﺼﻔﺔ ﻋ ى ﺍﳌﻮﺻﻮﻑ ﻭﻗﺼﺮﺍﳌﻮﺻﻮﻑ ﻋ ى ﺍﻟﺼﻔﺔ ﻣﺤﺘﺎﺟﺎﻥ ﺇ ى ﺍﻟﺘﻘﻮيﺔ ي ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ. Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman mahasiswa PBA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang kaidah qashr dan penerapannya pada ayat-ayat pendidikan serta mengetahui materi qashr yang perlu dikuatkan. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa jurusan PBA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester 5 tahun ajaran 2013-2014. Pengumpulan data dilakukan dengan cara: wawancara, tes, dan dokumentasi. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh hasil penelitian berikut. Kemampuan mahasiswa dalam memahami kaidah qashr dinyatakan baik dengan rata-rata nilai tes 70,69. Kemampuan mahasiswa menerapkan kaidah qashr dalam ayat al-Qurʼan juga dinyatakan baik dengan rata-rata nilai tes 70,44. Mean rata-rata nilai tes adalah 70,56. Berdasarkan hasil tes, materi “qashr al-shifah ‘alâ al-maushûf dan qahsr al-maushûf ‘alâ al-shifah” perlu dikuatkan lagi dalam pembelajaran.
اﻟﻨﻘﺎط اﻟﺤﺎﻛﻤﺔ :ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ،ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ،ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ
اﻟﻤﻘﺪﻣﺔ
هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻣﺒ ﻋ ى ﻧﻈﺮيﺔ ﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ ﺍﻟ ﺮﺑﻮﻱ ﻋ ى ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﻋﻨﺎﺻﺮ ﺍﳌﻨهج ﺍﻟ ﺮﺑﻮﻱ )ﺃهﺪﺍﻑ ﻭﻣﺤﺘﻮﻯ ﻭﻃﺮﺍﺋﻖ ﻭﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ( .هﻨﺎﻙ ﺻﻠﺔ ﻭﺛﻴﻘﺔ ﺑ ﻥ ﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ ﻭﻏ ﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻨﺎﺻﺮ .ﻭهﻨﺎﻙ ﺗﻘﻮيﻢ ﺍملحﺘﻮﻯ ﻭﺗﻘﻮيﻢ ﺍﻷهﺪﺍﻑ ،ﻭﺗﻘﻮيﻢ ﺍﻟﻄﺮﺍﺋﻖ ،ﺑﻞ ﺗﻘﻮيﻢ ﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ ﻧﻔﺴﻪ.
ﻓﻤﻦ ﻧﺎﺣﻴﺔ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ ،ﻋﺮﻓﻨﺎ ﺃﻥ ﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ ﻣﺴﺘﺨﺪﻡ ﻟ ﺮﻗﻴﺔ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭﺍﻟﺘﻌﻠﻢ ي ﺍﻟﻔﺼﻞ ﻋ ى ﺃﺣﺴﻦ ﻭﺟﻪ ﻣﻤﻜﻦ .ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ ،ﻋﺮﻓﻨﺎ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﺣﺘﻴﺎﺟﻪ ﺇ ى ﺍﻟﺘﻘﻮيﺔ .ﻭ ي هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ، ﺑﺤﺚ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻋﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ي ﻣﺎﺩﺓ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻣﻦ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ي ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻛﺘﻘﻮيﻢ ﺗﺮبﻮﻱ.
*Naskah diterima: 26 Maret 2014, direvisi: 28 April 2014, disetujui: 30 Mei 2014.
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﻭتﻌ ﺑﺎﻟﻘﺪﺭﺓ ﻣﺎ يﺴﺘﻄﻴﻊ ﺃﻥ ﻳﻨﺠﺰﻩ ﺍﻟﻔﺮﺩ ﺑﺎﻟﻔﻌﻞ ﻣﻦ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ،ﻭتﺸﻤﻞ ﺍﻟﺴﺮﻋﺔ ﻭﺍﻟﺪﻗﺔ ي ﺍﻷﺩﺍﺀ 1.ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ي ﺍﻟكﻠﻤﺎﺕ ﺍﻟ ُيﻌ ﺮ ﺎ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻋﻦ ﺃﻏﺮﺍﺿهﻢ .ﻭﻗﺪ ﻭﺻﻠﺖ ﺇﻟﻴﻨﺎ ﻣﻦ ﻃﺮيﻖ ﺍﻟﻨﻘﻞ. ﻭﺣﻔﻈهﺎ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻭﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﻟﺸﺮيﻔﺔ ،ﻭﻣﺎ ُ ّ ﺍﻟﺜﻘﺎﺕ ﻣﻦ ﻣﻨﺜﻮﺭ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻭﻣﻨﻈﻮﻣهﻢ 2.ﻭﺍﻟﻘﺼﺮ ﺭﻭﺍﻩ ِ هﻮ ﺗﺨﺼﻴﺺ ﺀ ب ﺀ ﺑﻄﺮيﻖ ﻣﺨﺼﻮﺹ .ﺍﻟ ﺀ 3 ﺍﻷﻭﻝ هﻮ ﺍﳌﻘﺼﻮﺭ ﻭﺍﻟ ﺀ ﺍﻟﺜﺎنﻰ هﻮ ﺍﳌﻘﺼﻮﺭ ﻋﻠﻴﻪ. ﻭيﻘﺎﻝ ي تﻌﺮيﻒ ﺁﺧﺮ :ﺟﻌﻞ ﺀ ﻣﻘﺼﻮﺭﺍ ﻋ ى ﺀ ﺁﺧﺮ ﺑﻮﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﻃﺮﻕ ﻣﺨﺼﻮﺻﺔ ﻣﻦ ﻃﺮﻕ ﺍﻟﻘﻮﻝ 4 ﺍﳌﻔﻴﺪ ﻟﻠﻘﺼﺮ. ﻭﺍﻟﻘﺼﺮﺟﺪﻳﺮ ﺑﺎﻟﺒﺤﺚ ﻷﻧﻪ ﻳﻔﻴﺪ تﻌﻴ ﻥ ﺗﺨﺼﻴﺺ ﺍﻟكﻠﻤﺔ ﺑﺎﻷﺧﺮﻯ ﻭيﺆﺛﺮ ﺇ ى ﺗﺮﺟﻤﺔ ﻣﻌﺎنﻲ ﺍلجﻤﻞ ﺍﻟ ﻓ ﺎ ﻗﺼﺮ .ﻟهﺬﺍ ،ﺭﺃﻯ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻣﺒنﻴﺔ ﻋ ى ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻭﺍﳌﻔﺮﺩﺍﺕ ﻣ ﺎ ﺍﻟﻘﺼﺮ ى ﻋﻠﻢ ﺍﳌﻌﺎنﻲ ،ﺣ ﻻﻳكﻮﻥ ﻓهﻢ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﻤﺠﺮﺩ ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺩﻭﻥ ﺍﳌﻔﺮﺩﺍﺕ ﻭﻻ ﻳكﻮﻥ ﺑﻔهﻢ ﺍﳌﻔﺮﺩﺍﺕ ﻓﻘﻂ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻻﺳﻴﻤﺎ ﺗﻄﺒﻴﻘﻪ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻷﻧﻪ كﻼﻡ ﷲ ﺍﳌ ﻝ ﻋ ى ﻣﺤﻤﺪ ﺹ.ﻡ ﺍﳌﺘﻌﺒﺪ ﺑﺘﻼﻭﺗﻪ 5،ﻭﻛﻤﺎ ﻋﺮﻓﻪ ﻭهﺒﺔ ﺍﻟﺰﺣﻴ ي ي ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺃﻧﻪ كﻼﻡ ﷲ ﺍﳌعجﺰ ،ﺍﳌ ّ ﻝ ﻋ ى ّ ﺍﻟﻨ ﻣﺤﻤﺪ ﺹ.ﻡ ﺑﺎﻟﻠﻔﻆ ﺍﻟﻌﺮبﻲ ،ﺍﳌﻜﺘﻮﺏ ي ﺍﳌﺼﺎﺣﻒ، ّ ﺍﳌﺘﻌﺒﺪ ﺑﺘﻼﻭﺗﻪ ،ﺍﳌﻨﻘﻮﻝ ﺑﺎﻟﺘﻮﺍﺗﺮ ،ﺍﳌﺒﺪﻭﺀ بﺴﻮﺭﺓ 1ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﻋيﺴﻮﻯ ،ﻣﻌﺎﻟﻢ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻨﻔﺲ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭ ﺍﻟ ﻀﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ 1984 ،ﻡ ،ﺹ.228 . 2ﻣﺼﻄﻔﻰ ﺍﻟﻐﻼﻳﻴ ،ﺟﺎﻣﻊ ﺍﻟﺪﺭﻭﺱ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ: ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺸﺮﻭﻕ ﺍﻟﺪﻭﻟﻴﺔ ،2008 ،ﻁ ،2 .ﺹ.3 . 3ﺃﺣﻤﺪ ﺍﻟهﺎﺷم ،ﺟﻮﺍهﺮ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ي ﻋﻠﻢ ﺍﳌﻌﺎنﻲ ﻭﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﻭﺍﻟﺒﺪيﻊ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺍﳌﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﻌﺼﺮيﺔ 1999 ،ﻡ ،ﺹ.165 . 4ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﳌﻴﺪﺍنﻲ ،ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺃﺳﺴهﺎ ﻭﻋﻠﻮﻣهﺎ ﻭﻓﻨﻮ ﺎ ،ﺩﻣﺸﻖ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻘﻠﻢ 1996 ،ﻡ ،ﺹ.523 . 5ﻣﻨﺎﻉ ﺍﻟﻘﻄﺎﻥ ،ﻣﺒﺎﺣﺚ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﻭهﺒﺔ 2000 .ﻡ .ﻁ ،11 .ﺹ.16 .
ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ،ﺍملخﺘﻮﻡ بﺴﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺎﺱ 6.ﻭهﻮ ﺃﻋ ى ﺑﻼﻏﺔ. ﺯيﺎﺩﺓ ﻋ ى ﺫﻟﻚ ،ﻓﻨﺠﺎﺡ ﺍﻟﻄﻼﺏ ي ﺗﺮﺟﻤﺔ ﺍﻟﻘﺼﺮﻳﺪﻝ ﻋ ى ﻧﺠﺎﺣهﻢ ي تﻌﻴ ﻥ ﺗﺨﺼﻴﺺ ﺍﻟكﻠﻤﺔ ﺑﺎﻷﺧﺮﻯ. ﻭﻣﻦ ﺃهﻤﻴﺎﺗﻪ ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻧﻨﺎ ﺇﺫﺍ ﺭﺗبﻨﺎ ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﺘﻮﻛﻴﺪ ﻭﺃﺩﻭﺍﺗﻪ ﺍﻟﻌﺪﻳﺪﺓ ﺣﺴﺐ ﻗﻮﺓ ﺍﻟﺘﺄﻛﻴﺪ ،ﻟكﺎﻥ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻗﻤﺔ ﻭﻏﺎﻳﺔ ،ﺫﻟﻚ ﺃﻧﻪ ﺗﺄﻛﻴﺪ ﻓﻮﻕ ﺗﺄﻛﻴﺪ ،ﻷﻧﻪ ﻳﻀﻐﻂ 7 ﺟﻤﻠﺘ ﻥ ي ﺟﻤﻠﺔ ﻓهﻮ ﺗﺮﻛ ﺷﺪﻳﺪ ي ﺍﻷﺳﻠﻮﺏ. ي ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭﺍﻟﺘﻌﻠﻢ ،ﻻ ﺑﺪ ﺃﻥ يﻌﻠﻢ ﻣﺪﺭﺱ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﳌﻮﺍﺩ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﻴﺔ ﺣﺴﺐ ﻣﺮﺗﺒﺔ ﺍﳌﻮﺍﺩ ﺳهﻮﻟﺔ كﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﺻﻌﻮبﺔ ،ﻻيﺴﺎﻭﻯ ﻗﺪﺭﺓ بﻌﻀهﻢ ﺑﺒﻌﺾ ﻷ ﻢ ﻳﺨﺘﻠﻔﻮﻥ ﻃﺒﻌﺎ .ﻓﻨﺠﺎﺡ ﺍﻟﻄﻼﺏ ي ﻓهﻢ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻳﺪﻝ ﺇ ى ﻧﺠﺎﺡ ﺍﳌﺪﺭﺱ ى ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭﻻﻣﺸكﻠﺔ ﻓ ﺎ ،ﻭﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ كﺎﻧﺖ ﻧﺘﺎﺋﺞ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻏ ﺮ ﻣﺮﺿﻴﺔ ﻓﻔ ﺎ ﻣﺸكﻠﺔ ﺃﻭ ﻣﺸﺎكﻞ .ﻓﺎﳌﻔﺮﻭﺽ ،ﻳنﺒ ى ﻟﻠﻤﺪﺭﺱ ﺃﻥ َي ْﻌﻠﻢ ﺻﻌﻮبﺔ ﺍﻟﻄﻼﺏ ى ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﻭيﻌﻄ ﻢ ﺍﻟﺘﺄﻛﻴﺪ ﻓﻴﻪ ﺇﻣﺎ ﺑﺘﻜﺮﺍﺭﻩ ى ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭﺇﻣﺎ ﺑﺎﺳﺘﻌﻤﺎﻝ ﻃﺮيﻘﺔ ﺃﺧﺮﻯ ﻭﻏ ﺮهﻤﺎ. هﻨﺎﻙ ﻃﺮﻕ ي تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﻣ ﺎ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻘﻴﺎﺳﻴﺔ ،ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍﺋﻴﺔ )ﺍﻻﺳﺘنﺒﺎﻃﻴﺔ(، ﻭﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﳌﻌﺪﻟﺔ .كﺎﻧﺖ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻘﻴﺎﺳﻴﺔ تﺴ ﺮ ي ﺧﻄﻮﺍﺕ ﺛﻼﺙ :يﺴ ﻞ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﺍﻟﺪﺭﺱ ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ، ﺛﻢ ﻳﻮضحهﺎ ﺑﺬﻛﺮ بﻌﺾ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ 8.ﻭﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍﺋﻴﺔ )ﺍﻻﺳﺘنﺒﺎﻃﻴﺔ( ي هﻮ ﺍﻟﺒﺪﺃ ﺑﻔصح ﺍلجﺰﺋﻴﺎﺕ ﻭﺩﺭﺍﺳﺔ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﺍﻟ ﺗﺆﺩﻱ ﺇ ى ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺃﻭﺟﻪ ﺍﻟتﺸﺎﺑﻪ ﻭﺍﻟﺘﺒﺎﻳﻦ ﺑﻴ ﺎ ،ﺛﻢ ﺍﻟﻮﺻﻮﻝ ﺇ ى ﺣﻜﻢ 6ﻭهﺒﺔ ﺑﻦ ﻣﺼﻄﻔﻰ ﺍﻟﺰﺣﻴ ي ،ﺍﻟﺘﻔﺴ ﺮ ﺍﳌﻨ ﺮ ي ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﻭﺍﻟﺸﺮيﻌﺔ ﻭﺍﳌﻨهج ،ﺩﻣﺸﻖ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮﺍﳌﻌﺎﺻﺮ 2009 ،هـ ،ﻁ ،10 .ﺹ. .15
ﺻﺒﺎﺡ ﻋﺒﻴﺪ ﺩﺭﺍﺝ ،ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻭﺃﺳﺮﺍﺭهﺎ ﺍﻟﺒﻼﻏﻴﺔ ،ﻣﺼﺮ :ﻣﻄﺒﻌﺔ ﺍﻷﻣﺎﻧﺔ 1986 ،ﻡ ،ﻁ ،1 .ﺹ.9 . 8ﻓهﺪ ﺧﻠﻴﻞ ﺯﺍﻳﺪ ،ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ ﺍﻟﺸﺎئﻌﺔ ﺍﻟﻨﺤﻮيﺔ ﻭﺍﻟﺼﺮﻓﻴﺔ ﻭﺍﻹﻣﻼﺋﻴﺔ ،ﺍﻷﺭﺩﻥ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻴﺎﺯﻭﺭﻱ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ،2006 ،ﺹ.270 . 7
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
148
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﻋﺎﻡ يﺴم ﻗﺎﻋﺪﺓ ﺃﻭ ﻗﺎﻧﻮﻥ9؛ ﺛﻢ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﳌﻌﺪﻟﺔ ﻭ ي ﺗﻘﻮﻡ ﻋ ى ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻨﺤﻮيﺔ ﻣﻦ ﺧﻼﻝ ﺍﻷﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﳌﺘﺼﻠﺔ ﺃﻱ ﻗﻄﻌﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ي ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻭﺍﺣﺪ ﺃﻭ ﻧﺺ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ،ﻳﻘﺮﺃﻩ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﻭيﻔهﻤﻮﻥ ﻣﻌﻨﺎﻩ ﺛﻢ يﺸﺎﺭ ﺇ ى ﺍلجﻤﻞ ﻭﻣﺎ ﻓ ﺎ ﻣﻦ ﺍلخﺼﺎﺋﺺ، ﻭيﻌﻘﺐ ﺫﻟﻚ ﺍﺳﺘنﺒﺎﻁ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﻣ ﺎ ،ﻭﺃﺧ ﺮﺍ ﺗﺄتﻲ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟﺘﻄﺒﻴﻖ. ﺍﻧﻄﻼﻗﺎ ﻣﻦ ﺍلخﻠﻔﻴﺎﺕ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ،ﻳﻮﺩ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﻳﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺍﳌﺪﺭﻭﺱ ،ﺃﻥ يﻌﺎلج ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﻭﺃﻥ ﻳﻤﺘﺤ ﺎ ﻟﺪﻯ ﺍﻟﻄﻠﻴﺔ ﳌﻌﺮﻓﺔ ﻗﺪﺭ ﻢ ﻋ ى ﺗﻄﺒﻴﻖ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ .ﻳﺮﺟﻮ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻧﺎﻓﻌﺎ ى ﻣﺠﺎﻝ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭتﻌﻠﻤهﺎ ﻋ ى ﺃﺣﺴﻦ ﻭﺟﻪ ﻣﻤﻜﻦ.
ﻣﻨﺎﻫﺞ اﻟﺒﺤﺚ
ﻣﻨهج هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻣﻨهج ﻭﺻﻔﻲ ،ﻧﻮﻋﻪ ﺑﺤﺚ ﻛم ، ﻭﺻﻔﺘﻪ ﺑﺤﺚ ﻣﻴﺪﺍنﻲ .ﺃﻣﺎ ﻣﺼﺎﺩﺭ ﻟلحﺼﻮﻝ ﻋ ى ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻭﺍﳌﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﺍﻟﻼﺯﻣﺔ ﻓﻴﻘﻮﻣهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺑﺎﳌﻘﺎﺑﻠﺔ ﺍﻟشخﺼﻴﺔ ﻣﻊ ﻣﺪﺭﺱ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﳌﻌﺮﻓﺔ ﻋﻤﻠﻴﺔ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ي ﺍﻟﻔﺼﻞ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳ ﺬﺍ ﺍﻟﻘﺴﻢ ،ﻭبﺘﻮﺯيﻊ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻋ ى ﻃﻠﺒﺔ ﺍﻟﻘﺴﻢ ﳌﻌﺮﻓﺔ ﻗﺪﺭ ﻢ ﻋ ى ﺍﻟﻘﺼﺮ ،ﻭبﺎﻟﺒﺤﺚ ﻋﻦ ﺍﻟﻮﺛﺎﺋﻖ ﺍملحﺘﺎﺟﺔ ،ﻭبﺘﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ .ﻣﺠﺘﻤﻊ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ ﻳﻀﻢ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑكﻠﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻴﺔ ﻭﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻋ ى ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍلخﺎﻣﺲ ﻟﻠﺴﻨﺔ ﺍﻷكﺎﺩﻣﻴﺔ 64) 2014-2013ﻃﺎﻟﺒﺎ( ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭهﻢ ﻗﺪ تﻌﻠﻤﻮﺍ ﺍﻟﻘﺼﺮ ى ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﻗﺒﻞ .ﺍملجﺘﻤﻊ 9
ﺣﺴﻦ ﺟﻌﻔﺮ ﺍلخﻠﻴﻔﺔ ،ﻓﺼﻮﻝ ي ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ،
ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺮﺷﺪ 2003 ،ﻡ .ﺹ.360 . 149
M. Sirojudin Syah
يﺸﺘﻤﻞ ﻋ ى ﺍﻟﻔﺼﻠ ﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺴﻢ ،يﻌ ﺍﻟﻔﺼﻞ »ﺃ« ﺍﻟﺬﻱ ﻭﺻﻞ ﻋﺪﺩهﻢ ﺇ ى 33شخﺼﺎ ،ﻭﺍﻟﻔﺼﻞ »ﺏ« ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺒﻠﻎ 31شخﺼﺎ .ﻭﺍﻟﻌﻴنﻴﺔ ﺟﻤﻴﻌهﻢ )(100% ﺑﻨﺎﺀ ﻋ ى ﻣﺎ ﻗﺎﻟﻪ ﺳﻮهﺎﺭﺳﻴم ﺃﺭيكﻮﻧﺘﻮ »ﺇﺫﺍ كﺎﻥ ﻣﺠﺘﻤﻊ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ ﺃﻗﻞ ﻣﻦ ﻣﺎﺋﺔ ﻓﻴنﺒ ي ﺃﻥ 10 ﺗﺆﺧﺬ ﺍﻟﻌﻴﻨﺔ كﻠهﺎ«. ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻤﺴﺘﻮﻯ ﺍلخﺎﻣﺲ 2014-2013 ﺍﻟﻔﺼﻞ
ﻣﺠﺘﻤﻊ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﺔ
ﺍملجﻤﻮﻉ
ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﺎﺕ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﺎﺕ
18 15 10 21 64
ﺃ ﺏ ﺍملجﻤﻮﻉ ﺍﻟﻜ ي
ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺑﺠﻤﻊ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺑﺎﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﳌﻌﻴﻨﺔ .ﺃﻣﺎ ﺍلخﻄﻮﺍﺕ ﺍﻟ يﺴﻠﻜهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ي هﺬﻩ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﻓﻬ ﻣﺎ ﻳ ي: • ﺍﳌﻘﺎﺑﻠﺔ ﺍﻟشخﺼﻴﺔ ﻣﻊ ﻣﺪﺭﺱ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻷﺟﻞ ﻧﻴﻞ ﺍﳌﻌﻠﻮﻣﺎﺕ ﻋﻦ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻘﺼﺮ • ﺗﻮﺯيﻊ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟﺘﺤﺮيﺮيﺔ ﺍﻟ ﺗﺘﻀﻤﻦ ﺍﻷﺳﺌﻠﺔ ﺍﳌﺘﻌﻠﻘﺔ ﺑﺎﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﺇ ى ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ. • ﺍﻟﻮﺛﺎﺋﻖ ﳌﻌﺮﻓﺔ ﺃﺣﻮﺍﻝ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ. ﻭﺃﺳﻠﻮﺏ ﻣﻌﺎلجﺔ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻳﻘﻮﻣهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺑﻤﻌﺎلجﺔ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻋ ى ﻣﺮﺍﺣﻞ ﺁﺗﻴﺔ ،ﻭ ي: • ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺍﻹﻋﺪﺍﺩ ﻭ ي ﺟﻤﻊ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻋ ى ﺷكﻞ ﺇﻋﺪﺍﺩ ﺍﻷﺳﺌﻠﺔ ﻟﻠﻤﻘﺎﺑﻠﺔ ﺍﻟشخﺼﻴﺔ ﻣﻊ ﻣﺪﺭﺱ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻭﺇﻋﺪﺍﺩ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻋﻦ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﻟﺪﻯ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ. 10ﺳﻮهﺎﺭﺳﻴم ﺍﺭيكﻮﻧﺘﻮProsedur Penelitian Suatu ، ) Pendekatan Praktekﺟﺎﻛﺮﺗﺎ :ﺭينﻴكﺎ تﺸﻴﻔﺘﺎ ،(2000 ،ﻁ ،12
ﺹ108 .
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
• ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺍﻟﺘﻨﻔﻴﺬ ﻭ ي ﺗﺼنﻴﻒ ﺃﺟﻮبﺔ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ﺣﻴﺚ ﻳﻘﻮﻡ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺑﺘﻔﺼﻴﻞ ﺃﺟﻮب ﻢ ﺣﺴﺐ ﺍﳌﻌﻴﺎﺭ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺮﺭﻩ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ. • ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﻭ ي ﺑﺎﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﺘﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﻮﺻﻔﻲ ﻟﻠﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ. ﻭﳌﻌﺮﻓﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ يﻌﺘﻤﺪ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻋ ى ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟنﺴﺒﺔ ﺍﳌﺌﻮيﺔ .ﻭيﺠﺮﻱ هﺬﺍ ﺍﻟﺘﺤﻠﻴﻞ ﻋ ى ﺍﻟﻘﺎﻧﻮﻥ ﺍﻵتﻲ: F x100 N
P
ﺍﻹﻳﻀﺎﺡ: = Pﺍﻟنﺴﺒﺔ ﺍﳌﺌﻮيﺔ = Fﺍﻟﺘﻮﺍﺗﺮ = Nﻋﺪﺩ كﻞ ﺍﻷشخﺎﺹ ﻭﳌﻌﺮﻓﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻼﺏ ﺍﻟﻘﺴﻢ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ يﺴﺘﻌﻤﻞ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻗﺎﻋﺪﺓ ﺍﳌﺘﻮﺳﻄﺔ )ﻣﺘﻮﺳﻂ( ي ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ،ﻭﺃﻣﺎ ﻗﺎﻋﺪ ﺎ ﻓﻬ :11
fx N
=M
ﺍﻹﻳﻀﺎﺡ: = Mاﳌﺘﻮﺳﻂ = fاﻟﺘﻜﺮار = xاﻟﺪرﺟﺔ = fxﳎﻤﻮع اﻟﻀﺮب ﻣﻦ fو x = Nﳎﻤﻮع اﻟﺒﻴﺎﻧﺎت 11ﻋﺒﺪ ﺍلخ ﺮKajian Bahasa; Struktur Internal ، ) pemakaian, dan Pemelajaranﺟﺎﻛﺮﺗﺎ :ﺭينﻴكﺎ تﺸﻴﻔﺘﺎ،
،(2012ﺹ216 .
ﻗﻴﻤﺔ ﺍﻟﺪﺭﺟﺎﺕ ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ
ﺍﻟﺪﺭﺟﺔ
١
ﻣﻤﺘﺎﺯ
١٠٠-٩٠
٢
ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ
٨٩-٨٠
٣
ﺟﻴﺪ
٧٩-٧٠
٤
ﻣﻘﺒﻮﻝ
٦٩-٥٠
٥
ﺭﺍﺳﺐ
<٤٩
ﻧﺘﺎﺋﺞ اﻟﺒﺤﺚ اﻵﻳﺎت اﻟﺘﺮﺑﻮﻳﺔ ﻓﻲ اﻟﻘﺮآن ﻭﺍﳌﺮﺍﺩ ﺑﺎﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺑﺄﻣﻮﺭ ﺗﺮبﻮيﺔ ﻣﺜﻞ ﻣﺼﻄلحﺎﺕ ﺍﻟ ﺮﺑﻴﺔ ﻭﻣﻮﺿﻮﻋﺎ ﺎ ﻭﻋﻨﺎﺻﺮهﺎ ﻣﻦ ﻣﺘﻌﻠﻢ ﻭﻣﻌﻠﻢ ﻭﻣﺎﺩﺓ ﺩﺭﺍﺳﻴﺔ ﻭﺍﻟهﺪﻑ ﻭﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﻭﺍﻟﺒيﺌﺔ ﻭﺍﻟﺘﻔﺎﻋﻞ ﻭﻏ ﺮهﺎ. ﻭﻣﺎ ﻳ ي ﻗﺎﺋﻤﺔ ﺳﻮﺭ ﺗﺮبﻮيﺔ ﻭﺁﻳﺎ ﺎ ﻳﺠﺪهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ي بﻌﺾ ﻛﺘﺐ ﺩﺭﺍﺳﻴﺔ ﻋﻦ ﺍﻟ ﺮﺑﻴﺔ بﻌﺪ ﻣﻼﺣﻈﺘﻪ ﻋ ﺎ ﻭﻋﺪﺩهﺎ 77ﺃﻳﺔ ﻭ ي:
12
ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﺮﻗﻢ
ﺍﻟﺴﻮﺭﺓ ]ﺭﻗﻢ ﺍﻟﺴﻮﺭﺓ[
ﺍﻵﻳﺔ
١
ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ][٢
-٢٤٧ ،٢٠١ ،٢ ،٣١ ٢٤٨
٢
ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ ][١٧
١٥ ،٣٦ ،٢٨-٢٣
12ﻳﺮﺟﻊ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺇ ى ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻵﺗﻴﺔ :ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺘﻔﺴ ﺮ ﺍﻟ ﺮﺑﻮﻱ ﺍﳌتﺴﻌﻤﻞ ي ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﻟﺴﻠﻤﺎﻥ هﺎﺭﻭﻥ، ﻭﻛﺘﺎﺏ Tafsir Ayat-ayat Pendidikan Tafsir Al- Ayat Al-Tarbawiyﻵﺑﻮﺩﻳﻦ ﻧﺎﺗﺎ )ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ :ﺭﺍﺟﺎﻭﺍ ي ﻓ ﺮﺱ(2012 ، ﻭ ﻛﺘﺎﺏ Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikanﻷﺣﻤﺪ ﻋﺰﺍﻥ ﻭﺷﻴﺦ ﺍﻟﺪﻳﻦ )ﺗﺎﻧﺠﺮﺍﻥ ﺳﻼﺗﺎﻥ :ﻓﻮﺳﺘﺎكﺎ ﺃﻭ ى ﻣﻴﺪﻳﺎ(2012 ،
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
150
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
151
٣
ﺍﻷنﻌﺎﻡ ][٦
٣٢ ،١٠٥
٢٣
ﺍﻟﻔﺘﺢ ][٤٨
٢٩-٢٨
٤
ﺍملجﺎﺩﻟﺔ ][٥٨
١١
٢٤
ﺍلحج ][٢٢
٤١-٤٠
٥
ﺍﻟﺰﻣﺮ][٣٩
٩
٢٥
ﺍﻟﺬﺍﺭيﺎﺕ ][٥١
٢١-٢٠ ،٥٦
٦
ﺍﻟﺘﻮبﺔ ][٩
،١٠٩ ،١٠٠ ،١٢٢ ٨٢ ،١١٩
٢٦
هﻮﺩ ][١١
٥٢ ،٦١
٧
ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ][١
٧-١
٢٧
ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ][٥٥
٤-١
٨
ﺍﻟﻨﺤﻞ ][١٦
-٤٣ ،٨ ،٧٨ ،٦٤ ،١٢٨-١٢٥ ،٤٤ ١٣-١١
٢٨
ﺍﻟﻨﺠﻢ ][٥٣
١٠-١
٢٩
ﺍﻟﻜهﻒ ][١٨
٦٦
٩
ﺹ ][٣٨
٢٩
٣٠
ﺍﻟﺘﺤﺮيﻢ ][٦٦
٦
١٠
ﺍلحجﺮ][١٥
٩
٣١
ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ][٢٦
٢١٦-٢١٤
١١
ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ][٣٣
٢١
٣٢
ﺍﻟنﺴﺎﺀ ][٤
٩ ،١٧٠
١٢
ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ ][٢١
١٠٧
٣٣
ﻧﻮﺡ ][٧١
٤-١
١٣
ﺍﻟﻌﻠﻖ ][٩٦
٥-١
٣٤
ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ][٥
٦٧
١٤
ﻳﻮنﺲ ][١٠
١٠٩ ،٣٦-٣٥ ،١٠١
٣٥
ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ ][٧
،١٥٧ ،١٧٧-١٧٥ ١٩٩
١٥
ﺍﻟﺸﻌﺮﺍﺀ ][٢٦
٧
٣٦
ﺇﺑﺮﺍهﻴﻢ ][١٤
٢٥-٢٤
١٦
ﺍلحﺎﻗﺔ ][٦٩
٣٩-٣٨
٣٧
ﻟﻘﻤﺎﻥ ][٣١
١٩-١٢
١٧
ﺍﳌﻠﻚ ][٦٧
٣
٣٨
ﺍﻷﻧﻔﺎﻝ ][٨
٦٠
١٨
ﺍﻟﺮﻋﺪ ][٢٣
٨
٣٩
ﻳﻮﺳﻒ ][١٢
١١١ ،٢٢
١٩
ﺍﻟﻘﺼﺺ ][٢٨
،٧٧
٤٠
ﺍﻟﻮﺍﻗﻌﺔ ][٥٦
٧٤-٥٧
٢٠
ﺍﻟﻐﺎﺷﻴﺔ ][٨٨
٢١-١٦
٤١
يﺲ ][٣٦
٨٣-٧٧
٢١
ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ][٣
-١٣٧ ،١٩١-١٩٠ ١٧١-١٧٠ ،١٣٩
٤٢
ﺣﻢ سجﺪﺓ ][٤١
١٢
٢٢
ﺍﻟﻌﻨﻜﺒﻮﺕ ][٢٩
٤٦ ،٢٠-١٩
٤٣
ﺍﻟﻔﺮﻗﺎﻥ ][٢٥
٧٧-٧٢ ،٦٨-٦٣
M. Sirojudin Syah
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
اﻵﻳﺎت اﻟﻘﺮآﻧﻴﺔ اﻟﺘﺮﺑﻮﻳﺔ ﻓﻴﻬﺎ ﻗﺼﺮ
ﻣﻦ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ،ﻳﻼﺣﻈهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻭﻭﺟﺪ ﻣ ﺎ ﺍﻳﺎﺕ ﻗﺮﺁﻧﻴﺔ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﺑﺄﻣﻮﺭ ﺗﺮبﻮيﺔ ﻭﻓ ﺎ ﻗﺼﺮ .ﻭ ي ﻣﺎ ﻳ ي: ﺍﻟﺮﻗﻢ 1
2
3
4
5
6
ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ
ﺍﳌﻘﺼﻮﺭ
ﺍﳌﻘﺼﻮﺭ ﻋﻠﻴﻪ
ﺍﻵﻳﺎﺕ
ﺇﻧﻤﺎ
ﻳﺘﺬﻛﺮ
ﺃﻭﻟﻮﺍ ﺍﻷﻟﺒﺎﺏ
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺍﳌﻔﻌﻮﻝ ﺑﻪ ﻋ ى ﺍﻟﻔﻌﻞ ﻭﺍﻟﻔﺎﻋﻞ(
نﻌﺒﺪ ﻭنﺴﺘﻌ ﻥ
ﺇﻳﺎﻙ
ﺍﻟﻨﻔﻲ )ﻣﺎ( ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺇﻻ(
ﺃﻧﺰﻟﻨﺎ ﻋﻠﻴﻚ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ
ﻟﺘﺒ ﻥ ﻟهﻢ
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮكﺎﻥ ﻋ ى ﺍﺳﻢ كﺎﻥ(
ﺃﺳﻮﺓ ﺣﺴﻨﺔ
ي ﺭﺳﻮﻝ ﷲ
)ﺍﻷﻧبﻴﺎﺀ(١٠٧ :
ﺍﻟﻨﻔﻲ )ﻣﺎ( ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺇﻻ(
ﺃﺭﺳﻠﻨﺎﻙ
ﺭﺣﻤﺔ ﻟﻠﻌﺎﳌ ﻥ
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷنﻌﺎﻡ(٣٢ :
ﺍﻟﻨﻔﻲ )ﻣﺎ( ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺇﻻ(
ﺍلحﻴﻮﺓ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ
ﻟﻌﺐ ﻭﻟهﻮ
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻋ ى ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ(
ﻣﻦ
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺰﻣﺮ(٩: )ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ(٥ : ...
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ(٦٤ : ...
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ(٢١ :
7
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ (٢٠١:
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺇﻥ ﻋ ى ﺍﺳﻤهﺎ(
8
ﻵﻳﺎﺕ
)ﺳﻮﺭﺓ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ(١٩٠ : ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻋ ى ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ(
9
ﻣ ﻢ
ي ﺧﻠﻖ ﺍﻟﺴﻤﺎﻭﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ ﻭﺍﺧﺘﻼﻑ ﺍﻟﻴﻞ ﻭﺍﻟ ﺎﺭ
ﻋﺎﻗﺒﺔ ﺍﻷﻣﻮﺭ
هلل
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍلحج(٤١ :
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
152
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
10
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺬﺍﺭيﺎﺕ(٥٦ :
11
ﺍﻟﻨﻔﻲ )ﻣﺎ( ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺇﻻ(
ﺧﻠﻘﺖ ﺍلجﻦ ﻭﺍﻹنﺲ
ﺍﻟﻨﻔﻲ )ﻣﺎ( ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺇﻻ(
ﺃﺭﺳﻠﻨﺎ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻚ ﺭﺟﺎﻻ ﻧﻮ ي ﺇﻟ ﻢ
ﻟﻴﻌﺒﺪﻭﻥ
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ(٤٣ :
12
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﺤﺮيﻢ(٦ : 13
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟنﺴﺎﺀ(١٧٠ :
14
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻋ ى ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ(
ﻣﻼﺋﻜﺔ
ﻋﻠ ﺎ
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺇﻥ ﻋ ى ﺍﺳﻤهﺎ(
ﻣﺎ ي ﺍﻟﺴﻤﺎﻭﺍﺕ ﻭﺍﻷﺭﺽ
هلل
ﺍﻟﻨﻔﻲ )ﻣﺎ( ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺇﻻ(
ﺻ ﺮﻙ
ﺑﺎهلل
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ(١٢٧ :
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ(١١ : ﻮ 15
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ(١٢ : ﻮ
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺇﻥ ﻋ ى ﺍﺳﻤهﺎ(
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺤﻞ(١٣ :
16
)ﺳﻮﺭﺓ ﻟﻘﻤﺎﻥ(١٢: ﻮ
ﺇﻧﻤﺎ؛ ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ)ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮ ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻋ ى ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ(
ﻷﻳﺔ ﻟﻘﻮﻡ ﻳﺘﻔﻜﺮﻭﻥ؛ ﻵﻳﺎﺕ ﻟﻘﻮﻡ يﻌﻘﻠﻮﻥ؛ ﻷﻳﺔ ﻟﻘﻮﻡ ﻳﺬكﻮﻥ.
يﺸﻜﺮ؛ ﻣﺮﺟﻌﻜﻢ
ي ﺫﻟﻚ
ﻟﻨﻔﺴﻪ؛ ﺇ ي
)ﺳﻮﺭﺓ ﻟﻘﻤﺎﻥ(١٥: 17
153
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻐﺎﺷﻴﺔ(٢١ :
M. Sirojudin Syah
ﺇﻧﻤﺎ
ﺃﻧﺖ
ﻣﺬﻛﺮ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
18
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺬﺍﺭيﺎﺕ(٢٠ :
19
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ(٢٤٧ :
20
)ﺳﻮﺭﺓ ﻳﻮنﺲ(٣٦ : 21
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻮﺍﻗﻌﺔ(٦٧-٦٦ :
22
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻋ ى ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ(
ﺁﻳﺎﺕ
ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮﺍﳌﺒﺘﺪﺃ ﻋ ى ﺍﳌﺒﺘﺪﺃ(
ﺍﳌﻠﻚ
ﺍﻟﻨﻔﻲ )ﻣﺎ( ﻭﺍﻻﺳﺘثﻨﺎﺀ )ﺇﻻ(
)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻹﺳﺮﺍﺀ(١٥ :
ﻟﻪ
ﻇﻨﺎ
ﺍﻟﻌﻄﻒ ﺑـ ﺑﻞ
ﺇﻧﺎ ﳌﻐﺮﻣﻮﻥ
ﻧﺤﻦ ﻣﺤﺮﻭﻣﻮﻥ
ﺇﻧﻤﺎ
ﺃﻣﺮﻩ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﺍﺩ ﺷيﺌﺎ
ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﻟﻪ ﻛﻦ ﻓﻴكﻮﻥ
ﺇﻧﻤﺎ
ﻣﻦ ﺍهﺘﺪﻯ؛ ﻣﻦ ﺿﻞ
)ﺳﻮﺭﺓ يﺲ(٨٢ :
23
ﻳتﺒﻊ ﺃﻛ ﺮهﻢ
ي ﺍﻷﺭﺽ
ﺘﺪﻯ ﻟﻨﻔﺴﻪ؛ ﻳﻀﻞ ﻋﻠ ﺎ
ي ﻗﺼﺼهﻢ؛ ﺗﻘﺪﻳﻢ ﻣﺎ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﺄﺧ ﺮ ﻋ ﺮﺓ؛ كﺎﻥ ﺣﺪﻳﺜﺎ ﺗﺼﺪﻳﻖ... )ﺗﻘﺪﻳﻢ ﺧ ﺮكﺎﻥ ﻋ ى ﻭﺗﻔﺼﻴﻞ... ﻳﻔ ﺮﻯ ﺍﺳﻤهﺎ(؛ ﻭﺍﻟﻌﻄﻒ ﺑـ ﻟﻜﻦ ﻭهﺪﻯ ﻭﺭﺣﻤﺔ
24
)ﺳﻮﺭﺓ ﻳﻮﺳﻒ(١١١ :
وﺻﻒ اﻟﺒﻴﺎﻧﺎت
ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ تﺸﺘﻤﻞ ﻋ ى ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻧﻮﺍﻉ ،ﻭ ي ﺃﻥ ﻳﺨﺘﺎﺭ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ﻋ ى ﺍﻹﺟﺎﺑﺔ ﺍﻟصحﻴﺤﺔ ﻭﺍلخﺎﻃﺌﺔ ﺑﻄﺮيﻖ ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ]ﺹ[ ﻟﻠﻌﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟصحﻴﺤﺔ ﻭ ]ﺥ[ ﻟﻠﻌﺒﺎﺭﺓ ﺍلخﺎﻃﺌﺔ؛ ﻭﺃﻥ يﻌﻴﻨﻮﺍ ﺷيﺌﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺼﺮﻣﻦ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﻭﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ؛ ﻭﺃﻥ ﻳ ﺮﺟﻤﻮﺍ بﻌﺾ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﺍﻟﻘﺼﺮيﺔ .كﻠهﺎ ﺃﺭبﻌﻮﻥ ﺳﺆﺍﻻ .ﻧﻈﺮﺍ ﺇ ى ﺟﻤﻠﺔ ﺍﻷﺳﺌﻠﺔ ﻭﺻﻌﻮب ﺎ ،هﺬﻩ ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
154
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻋﻤﻠهﺎ ﺍﻟﻄﻼﺏ ي ﺍﻟﻔﺼﻞ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳ ﳌﺪﺓ ﻧﺼﻒ ﺳﺎﻋﺔ ﺑﺈﻋﻼﻣهﻢ ﻋﻦ ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﺑﻴﻮﻡ ﺃﻭ ﻳﻮﻣ ﻥ ﻗﺒﻞ ﻋ ى ﺍﻷﻗﻞ. ﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻣﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ 56 60 64 68 72 76 80 84 88 ﺍملجﻤﻮﻉ Total
ﺻﺎلح Valid
ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ Frequency 4 7 9 12 8 10 7 6 1
ﺍﳌﺌﻮيﺔ Percent 6.3 10.9 14.1 18.8 12.5 15.6 10.9 9.4 1.6
ﺍﳌﺌﻮيﺔ ﺍﻟﺼﺎلحﺔ Valid percent 6.3 10.9 14.1 18.8 12.5 15.6 10.9 9.4 1.6
64
100.0
100.0
ﺍﳌﺌﻮيﺔ ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻤﻴﺔ Cumulative percent 6.3 17.2 31.3 50.0 62.5 78.1 89.1 98.4 100.0
ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ
ﺃﺷﺎﺭ ﺍلجﺪﻭﻝ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ﻋ ى ﺃﻥ ﻋﺪﺩ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺣﺼﻠﻮﺍ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮ ﺍﳌﻘﺒﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ 32ﻃﺎﻟﺒﺎ ﻣﻦ 56ﺇ ى ،68ﻭهﺬﻩ ﺍلجﻤﻠﺔ ي 50ي ﺍﳌﺎﺋﺔ 18 .ﻃﺎﻟﺒﺎ ﻣ ﻢ ﺣﺼﻠﻮﺍ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮ ﺟﻴﺪ ﻣﻦ 72ﺇ ى 28،1) 76ي ﺍﳌﺎﺋﺔ( .ﻭ 14ﻃﺎﻟﺒﺎ ﺣﺼﻠﻮﺍ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﻣﻦ 80ﺇ ى 21،9) 88ي ﺍﳌﺎﺋﺔ( .كﻞ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺷﺮكﻮﺍ ي هﺬﻩ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ. ﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻣﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﺗﻄﺒﻴﻖ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
ﺻﺎلح Valid
52 56 60 64 68 72 76 80 84 88 ﺍملجﻤﻮﻉ Total
ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ Frequency 4 8 2 4 13 11 7 5 3 7
ﺍﳌﺌﻮيﺔ Percent 6.3 12.5 3.1 6.3 20.3 17.2 10.9 7.8 4.7 10.9
ﺍﳌﺌﻮيﺔ ﺍﻟﺼﺎلحﺔ Valid percent 6.3 12.5 3.1 6.3 20.3 17.2 10.9 7.8 4.7 10.9
64
100.0
100.0
ﺍﳌﺌﻮيﺔ ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻤﻴﺔ Cumulative percent 6.3 18.8 21.9 28.1 48.4 65.6 76.6 84.4 89.1 100.0
ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ
ﺃﺷﺎﺭﺍلجﺪﻭﻝ ﺍﻟﺴﺎﺑﻖ ﻋ ى ﺃﻥ ﻋﺪﺩ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺣﺼﻠﻮﺍ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮﺍﳌﻘﺒﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ 31ﻃﺎﻟﺒﺎ ﻣﻦ 52 ﺇ ى ،68ﻭهﺬﻩ ﺍلجﻤﻠﺔ ي 48،4ي ﺍﳌﺎﺋﺔ 18 .ﻃﺎﻟﺒﺎ ﻣ ﻢ ﺣﺼﻠﻮﺍ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮﺟﻴﺪ ﻣﻦ 72ﺇ ى 28،1) 76ي ﺍﳌﺎﺋﺔ( .ﻭ 15ﻃﺎﻟﺒﺎ ﺣﺼﻠﻮﺍ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﻣﻦ 80ﺇ ى 22،4) 88ي ﺍﳌﺎﺋﺔ( .كﻞ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺷﺮكﻮﺍ ي هﺬﻩ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ. 14
13 12
12
11 10
10
9 8 7
8
7
6 6
5 4
4
4 4
3 2
2
1 0
0 88
84
80
ﺍﻟﻨتﻴﺠﺔ
155
ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ
7
7
8
ﺍﻟﺮﺳﻢ ﺍﻟﺒﻴﺎنﻲ ٤٫١ ﻣﻘﺎﺭﻧﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮﻭﺗﻄﺒﻴﻘهﺎ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
M. Sirojudin Syah
76
72
68
64
60
56
52
ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﺍملجﻤﻮﻋﺔ ﺍﻟكﻠﻴﺔ ﻣﻦ ﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ي ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻭﺗﻄﺒﻴﻘهﺎ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
ﺻﺎلح Valid
54 56 58 60 62 64 66 68 70 72 74 76 78 80 82 84 86 ﺍملجﻤﻮﻉ Total
ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ Frequency 1 3 2 3 3 2 1 6 11 10 6 3 5 3 2 2 1
ﺍﳌﺌﻮيﺔ Percent 1.6 4.7 3.1 4.7 4.7 3.1 1.6 9.4 17.2 15.6 9.4 4.7 7.8 4.7 3.1 3.1 1.6
ﺍﳌﺌﻮيﺔ ﺍﻟﺼﺎلحﺔ Calid percent 1.6 4.7 3.1 4.7 4.7 3.1 1.6 9.4 17.2 15.6 9.4 4.7 7.8 4.7 3.1 3.1 1.6
64
100.0
100.0
ﺍﳌﺌﻮيﺔ ﺍﻟ ﺮﺍﻛﻤﻴﺔ Cumulative percent 1.6 6.3 9.4 14.1 18.8 21.9 23.4 32.8 50.0 65.6 75.0 79.7 87.5 92.2 95.3 98.4 100.0
ﺍﻟﺘﻘﺪﻳﺮ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﻣﻘﺒﻮﻝ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ ﺟﻴﺪ ﺟﺪﺍ
12
11 10
10 8 6 5 3 2
3
3
2
3
2
1
4
3
ﺍﻟﺘﻜﺮﺍﺭ
6 6
2 1
1
2 0
86
84
82
78
80
76
74
72
70
68
66
64
62
60
58
56
54
ﺍﻟﻨتﻴﺠﺔ
ﺍﻟﺮﺳﻢ ﺍﻟﺒﻴﺎنﻲ ٤٫٢ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
ﺗﺤﻠﻴﻞ اﻟﺒﻴﺎﻧﺎت
ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍملجﺘﻤﻌﺔ ﻣﻦ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ،ﺣﻠﻠهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻭﻭﺿﻌهﺎ ﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﺑﺎﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ .ﻭﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﺍﻟ ﺍﺣﺘﺎﺟهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ي ﻗﺎﻋﺪﺓ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﻟلحﺼﻮﻝ ﻋ ى ﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻄﺔ ﻣﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ. ﻭﺻﻒ ﺍﻹﺣﺼﺎﺀ ﻣﻦ ﻧﺘﺎﺋﺞ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻟﻠﻄﻼﺏ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻭﺗﻄﺒﻴﻘهﺎ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟﺘﺒﻮيﺔ ﺍﻟﺼﺎلح N ﺍﳌﻔﻘﻮﺩ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﺍﻟﻮﺳﻴﻂ ﺍﻟﺸﺎئﻊ ﺍلحﺪ ﺍﻷﺩنﻰ ﺍلحﺪ ﺍﻷﻗ ﺍملجﻤﻮﻉ
ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ
ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ
ﺍملجﻤﻮﻉ ﺍﻟﻜ ي
64 0 70.69 70.00 68 56 88 4524
64 0 70.44 72.00 68 52 88 4508
64 0 70.56 71.00 70 54 86 4516
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
156
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺗﻔﺴﻴﺮ اﻟﺒﻴﺎﻧﺎت
ﻣﻦ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻟﺒﻴﺎﻧﺎﺕ ﺍﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ،ﻋﺮﻓﻨﺎ ﺃﻥ كﻞ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻣﻦ ﺍﻟﻔﺼﻞ )ﺃ( ﻭﺍﻟﻔﺼﻞ )ﺏ( ﺷﺮكﻮﺍ ﺟﻤﻴﻌﺎ ي ﻧﻮ ي ﺍﻻﺧﺒﺎﺭﺍﺕ ﺇﻣﺎ ﺍﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻭﺇﻣﺎ ﺍﺧﺒﺎﺭﺍﺕ ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻛﻤﺎ ﺃﺷﺎﺭهﺎ ﻭﺻﻒ ﺍﻹﺣﺼﺎﺀ ﺃﻥ ﺍﻟﺼﺎلح كﺎﻣﻞ ) (64ﻭﺍﳌﻔﻘﻮﺩ ﺻﻔﺮ ) .(0ﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻄﺔ ﻣﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺑﺠﺎﻣﻌﺔ ﺷﺮيﻒ هﺪﺍﻳﺔ ﷲ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﺍلحكﻮﻣﻴﺔ ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ ﻋ ى ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي 70.69؛ ﻭﺍﻟﻮﺳﻴﻂ 70 ؛ ﻭﺍﻟﺸﺎئﻊ 68؛ ﻓﻴﻤﺎ ﺑ ﻥ ﺍلحﺪ ﺍﻷﺩنﻰ 56ﻭب ﻥ ﺍلحﺪ 88؛ ﻭﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻄﺔ ﻣﻦ ﻗﺪﺭ ﻢ ﻋ ى ﺍﻷﻗ ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ي 70.44 ؛ ﻭﺍﻟﻮﺳﻴﻂ 72؛ ﻭﺍﻟﺸﺎئﻊ 68؛ ﻓﻴﻤﺎ ﺑ ﻥ ﺍلحﺪ ﺍﻷﺩنﻰ 52ﻭﺍلحﺪ ﺍﻷﻗ .88ﻭﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻄﺔ ﺍملجﻤﻮﻋﺔ ﻣﻦ ﻗﺪﺭ ﻢ ﻋ ى ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻭﺗﻄﺒﻴﻘهﺎ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ي 70.56ﻓﻴﻤﺎ ﺑ ﻥ ﺍلحﺪ ﺍﻷﺩنﻰ 54ﻭﺍلحﺪ ﺍﻷﻗ .86ﻭﺗﺪﻝ هﺬﻩ ﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﺍملجﻤﻮﻋﺔ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮ ﺟﻴﺪ ﺣﻴﺚ ﺗﻘﻊ ﺍﻟﺪﺭﺟﺔ ﻓﻴﻤﺎ ﺑ ﻥ .79-70
اﻟﺪراﺳﺔ ﺣﻮل اﻟﺒﺤﺚ
ﻳﺘﻌﻠﻢ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻣﺎﺩﺓ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻣﺮﺓ ي ﺍﻷﺳﺒﻮﻉ. ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺍﳌﺴﺘﺨﺪﻡ هﻮ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﺍﻟﻮﺍضحﺔ ﻟﻌ ي ﺍلجﺎﺭﻡ ﻭﻣﺼﻄﻔﻰ ﺃﻣ ﻥ .ﻳﺠﺐ ﻋ ى ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺃﻥ ﻳﻤﻠكﻮﺍ هﺬﺍ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺍﻟﻌﺮبﻲ ﻟكﻲ ﻳﻘﺮﺃﻭﺍﻩ ﻭيﻄﺎﻟﻌﻮﺍﻩ ﻭيﻔهﻤﻮﺍﻩ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺪﺧﻠﻮﺍ ﺍﻟﻔﺼﻞ ﺣ يﺴﺘﻄﻴﻌﻮﺍ ﺃﻥ ﻳﺠﻴﺒﻮﺍ كﻼ ﻣﻦ ﺃﺳﺌﻠﺔ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﺃﻭ ﺍﻷﺻﺪﻗﺎﺀ ﺑﺈﻋﻼﻣهﻢ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ي ﺃﺳﺒﻮﻉ ﻗﺒﻞ .ي ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ،ﺃﻣﺮ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﺃﺣﺪ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺃﻥ ﻳﺘﻘﺪﻡ ﺇ ى ﺍﻷﻣﺎﻡ ﻭيﺠﻴﺐ ﺍﻷﺳﺌﻠﺔ ﺍﻟ ﻗﺪﻣهﺎ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﺃﻭ ﺍﻷﺻﺪﻗﺎﺀ ﺑﺎﻟنﺴﺒﺔ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﻭيﺠﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﺠﻴ ﺎ .ﺗﺒﺎﺩﻝ ﺍﻟﻄﻼﺏ هﺬﺍ ﺍﳌكﺎﻥ .ﺛﻢ يﺸﺮﺡ 157
M. Sirojudin Syah
ﺍﳌﺪﺭﺱ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﻭيﻘﺪﻡ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭﺍﻹﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺔ َ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺑﺈﻳﺘﺎﺀ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ي ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭيﺴﺄﻝ ﻭﺍﻹﻧﺪﻭﻧيﺴﻴﺔ .ﻭﺃﺣﻴﺎﻧﺎ ﻳﻘﺪﻡ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﺃﻭﻻ ﺛﻢ يﺴﺘنﺒﻂ ﺇ ى ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ. ﻭﺇﺫﺍ ﻧﻈﺮ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺇ ى ﻧﻈﺮيﺔ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﻛﻤﺎ ﻗﺪﻣهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ي ﺍﻟﺒﺎﺏ ﺍﻟﺜﺎنﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺤﺚ، ﻓﺘﻌﻠﻴﻤهﺎ ﻳﻨﺎﺳﺐ ﺑﺎﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻘﻴﺎﺳﻴﺔ ﺍﻟ ي ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﺃﻭ ﺍﻟﺘﻌﺮيﻒ ،ﺛﻢ ﺗﻮﺿﻴﺢ ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﺍﳌﻨﺎﺳﺒﺔ؛ ﺃﻭ ﺑﺎﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻻﺳﺘﻘﺮﺍﺋﻴﺔ ﺃﻱ ﻋﻜﺲ ﺍﻟﻄﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻘﻴﺎﺳﻴﺔ ﺍﻟ ي ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﺃﻭﻻ ﺛﻢ ﻳﻠ ﺎ ﺍﻻﺳﺘنﺒﺎﻁ ﺇ ى ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ .ﻭ ﺬﺍ ﺍلحﺎﻝ ﻳنﺒﺄ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﻧتﻴﺠﺔ ﺍﻻﻣﺘﺤﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺳﺘﺼﻞ ﺇ ى ﻧتﻴﺠﺔ ﺟﻴﺪﺓ ﺃﻭ ﺍلخ ﺮﻣﻦ ﺍلجﻴﺪﺓ.
.1ﺑﻴﻦ ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ وﺑﻴﻦ اﻷﺑﺤﺎث اﻷﺧﺮى
هﻨﺎﻙ ﺃﺑﺤﺎﺙ ﺳﺎﺑﻘﺔ ﻗﺎﻡ ﺎ ﻃﻼﺏ ﻗﺴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺗتﻨﺎﻭﻝ ﻣﻌ ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻭﻣﻌ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﺑﺄﻱ ﻣﺮﺍﺣﻠهﻢ ي ﺍﳌﺪﺭﺳﺔ ﻛﻤﺜﻞ ﺃﺑﺤﺎﺙ ﻋﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﺘﻼﻣﻴﺬ ﻋ ى ﻛﺬﺍ ﻭﻛﺬﺍ ي ﻣﺪﺭﺳﺔ هﺬﺍ ﻭهﺬﺍ ﻭﺃﺑﺤﺎﺙ ﻋﻦ ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي بﻌﺾ ﺳﻮﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ. ﻭﻟﻜﻦ ﻃﺒﻌﺎ هﻨﺎﻙ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻻﺧﺘﻼﻑ ﻋﻦ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻭﺍﻷﺑﺤﺎﺙ ﺍﻷﺧﺮﻯ .ﺃﻭﻻ ،ﻣﻮﺿﻮﻉ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﺑﻼ ي ﻭهﻮ ﺍﻟﻘﺼﺮ .ﻭﻭﺟﻮﻩ ﺍﻻﺧﺘﻼﻑ ﺗﻘﻊ ي ﺃﻥ ﻛﺜ ﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﺑﺤﺎﺙ ﻋﻦ ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ُ ﻗﺒﻞ ﺗﺒﺤﺚ ﻋﻦ ﻣﺠﺮﺩ ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻟلحﺼﻮﻝ ﻋ ى ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ، ﺑﺄﻥ ﻻ ﺗﺘﻌﻠﻖ ﻧتﻴﺠ ﺎ ﺑﺄﻣﻮﺭ ﺗﺮبﻮيﺔ ﺃﺧﺮﻯ ﻛﻤﺜﻞ ﻃﺮﻕ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ي ﺍﻟﻔﺼﻞ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳ ﻭﻣﺎ ﻳنﺒ ي ﺃﻥ ﻳﻔﻌﻞ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﻟ ﺮﻗﻴﺔ هﺬﻩ ﺍﻟﻨتﻴﺠﺔ .ﻭﻧتﻴﺠﺔ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﺗﺼﻠﺖ ﺑﻤﺎ يﺴم ﺑﺘﺤﻠﻴﻞ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ .ﻛﻤﺎ ﻋﺮﻓﻨﺎ ﺃﻥ ﻣﻦ ﺃهﺪﺍﻑ ﺍﻟﺘﻘﻮيﻢ ﺍﻟ ﺮﺑﻮﻱ ﺍﻛتﺸﺎﻑ ﻧﻮﺍ ي ﺍﻟﻘﻮﺓ ﻭﺍﻟﻀﻌﻒ ﻭﺗصحﻴﺢ ﺍﳌﺴ ﺮ ي ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ي
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ّ ً ﺍﻟﻔﺼﻞ ،ﻭﻣﺴﺎﻋﺪﺓ ﺍﳌﻌﻠﻢ ﻋ ى ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺗﻼﻣﻴﺬﻩ ﻓﺮﺩﺍ ّ ً ﻓﺮﺩﺍ ﻭﻣﻌﺮﻓﺔ ﻗﺪﺭﺍ ﻢ ﻭﻣﺸكﻼ ﻢ ،ﻭﺃﻥ ﻳﺪﻓﻊ ﺑﺎﳌﻌﻠﻢ ﺇ ى ﺗﻄﻮيﺮﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭﺗﺤﺴ ﻥ ﻃﺮﻗﻪ ﺣ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺮ ي ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ي ﺍﳌﺴﺘﻘﺒﻞ .ﻭﺇﺫﺍ ﻧﺮﻯ ﻣﺴﻮﺩﺓ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ ،ﻓﻨﻌﺮﻑ ﺃﻥ ﻻ ﺑﺪ ﻣﻦ ﺗﻘﻮيﻢ ﺗﺮبﻮﻱ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﻗﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﻭﺿﻌﻔهﻢ ﻓ ﺎ ﻷﻥ نﻌﺘ ﺮ ﻓ ﺎ ي ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﺘﺎ ي ﻭﺃﻥ ﻳﺮ ي ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻓﻴﻤﺎ ﺿﻌﻔﻮﺍ ﻓﻴﻪ .ﻭﻟﺬﺍ ،ﻛﺘﺐ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻣﻦ ﻧتﻴﺠﺔ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻤﻜﻦ ﺍﺣﺘﻴﺎﺟﻪ ﺇ ى ﺍﻟﺘﻘﻮيﺔ. ﻭﺛﺎﻧﻴﺎ ،هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻟيﺲ ﺑﻤﺠﺮﺩ ﻛﺸﻒ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺳﻮﺭﺓ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻟﻜﻦ ﻣﺠﺎﻟﻪ ﻗﺼﺮ ي ﺁﻳﺎﺕ ﻣﻮﺿﻮﻋﻴﺔ ﺃﻱ ﺁﻳﺎﺕ ﺗﺮبﻮيﺔ ﺍﻟ ﻭﺟﺪهﺎ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻣﻦ ﻛﺘﺐ ﺗﺮبﻮيﺔ ﺛﻢ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﺁﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻓ ﺎ ﻭﺍﻣﺘﺤﺎ ﺎ ﻟﺪﻯ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻷﺟﻞ ﺗﻘﻮيﻢ ﺗﺮبﻮﻱ ﻟﺪﻯ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻭﻟﺪﻯ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﻋﻦ ﻋﻤﻠﻴﺔ ﺗﺪﺭيﺴﻪ ﻭﺍﻟﻜﺸﻒ ﻋﻦ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﺍﻟﺬﻱ ﺿﻌﻒ ﻓ ﺎ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻭﻗﻮﻯ ﻓ ﺎ .ﻭﺻﻞ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺍﻟﻨتﻴﺠﺔ ﺑﺄﺳﺎﺱ ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ ﻭ ي ﺍلحﺼﻮﻝ ﻋ ى ﺍﺧﺘﻴﺎﺭ ﺍﳌﺎﺩﺓ ﺍﻟﻠﻐﻮيﺔ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﻹﻋﺪﺍﺩهﺎ ﻟﺪﻯ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻷﻥ ﻣﻦ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﳌﺎﺩﺓ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳﻴﺔ ي ﻣﺎﺩﺓ ﻣﺒنﻴﺔ ﻋ ى ﺗﺤﻠﻴﻞ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ.
ﻟﻠﻤﺪﺭﺱ ﻣﻦ ﺗﻘﻮيﺔ تﻌﻠﻴﻢ ﻣﺎﺩﺓ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﺧﺼﻮﺻﺎ ي تﻌﻴ ﻥ ﻧﻮﻉ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻣﻦ ﻗﺼﺮ ﺍﻟﺼﻔﺔ ﻋ ى ﺍﳌﻮﺻﻮﻑ ﻭﻗﺼﺮ ﺍﳌﻮﺻﻮﻑ ﻋ ى ﺍﻟﺼﻔﺔ ﺳﻮﺍﺀ كﺎﻥ ي ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮﻭ ي ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ. ﻭﺃﻣﺎ ي تﻌﻴ ﻥ ﺍﳌﻘﺼﻮﺭ ﻭﺍﳌﻘﺼﻮﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻃﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻘﺼﺮ ،ﻓﻘﺪ ﻗﻮﻯ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻭﻗﻠﻴﻞ ﻣ ﻢ ﻳﺨﻄﺆﻭﻥ ﻓ ﺎ ﺣ ﻻ ﻳﺤﺘﺎﺝ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﺇ ى ﺃﻥ ﻳﻘﻮ ﺎ ي ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ. ﺭﺃﻯ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﺍﻟﻘﺪﺭﺓ ﻳﻤﻜﻦ ﺗﺮﻗﻴ ﺎ ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﻣﺪﺭﺳﺎ ﻣﺎهﺮﺍ ﻭﻣﺘﺨﺼﺼﺔ ي هﺬﻩ ﺍﳌﺎﺩﺓ. ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ يﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﻃﺮﻕ ﺍﻟﺘﺪﺭيﺲ ﻭﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﺍﳌﺘﻨﻮﻋﺔ ي ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻭيﺄتﻲ ﺑﺎﻷﻣﺜﻠﺔ ﻣﻦ ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺳﻮﻯ ﺍﻷﻣﺜﻠﺔ ﻣﻦ ﺍﻷﺷﻌﺎﺭ ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻮﻡ ﺑﺎﻟﺘﻘﻮيﺔ ﺑﺘﻜﺮﺍﺭ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻋ ى ﻭﺟﻪ ﺃﻛ ﺮ ﻣﺜﻼ ﺃﻭ ﻏ ﺮﻩ ﻋﻨﺪﻣﺎ يﻌﻠﻢ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﺍﻟﺬﻱ ﺿﻌﻒ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻓ ﺎ .ﻭﻋ ى ﺍﻟﻄﻼﺏ، ﺃﻥ ﻳﺪﺭبﻮﺍ ﺃﻧﻔﺴهﻢ ﻋ ى ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﺒﻼﻏﻴﺔ ي ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭبﺨﺎﺻﺔ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ. ﻳﺮﺟﻮ ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ هﻨﺎﻙ ﺑﺎﺣﺚ ﺁﺧﺮ ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻦ هﺬﺍ ﺍﳌﻮﺿﻮﻉ ﺃﺣﺴﻦ .ﻭﻋ ى ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺃﻥ ﻳﺪﺭبﻮﺍ ﺃﻧﻔﺴهﻢ ﻋ ى ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﺒﻼﻏﻴﺔ ي ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻭبﺨﺎﺻﺔ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ.
.2اﻟﺘﻌﻠﻴﻖ ﻋﻦ اﻟﻨﺘﻴﺠﺔ
اﻟﺨﻼﺻﺔ
ﺍﻟﺒﺎﺣﺚ ﻳﺮﺟﻮ ﺃﻥ ﻳكﻮﻥ هﺬﺍ ﺍﻟﺒﺤﺚ ﻧﺎﻓﻌﺎ ﻟﻌﺎﻣﺔ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺧﺼﻮﺻﺎ ﻟﻠﻤﺪﺭﺱ ﺃﻳﻨﻤﺎ كﺎﻥ ي ﻣﺠﺎﻝ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﻋ ى ﻭﺟﻪ ﺃﺣﺴﻦ .ﻭﻣﻦ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﺍﳌﻤﺘﺤﻨﺔ، ّ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻧﺄﺧﺬ ﺍﻟﻌ ﺮﺓ ﻭﻧﺠﻌﻠهﺎ ﺍﻟﺘنﺒﺆﺍﺕ ﻋﻨﺪﻣﺎ نﻌﻠﻢ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻣﺎﺩﺓ ﺍﻟﻘﺼﺮﻭنﻌﺮﻑ ﺻﻌﻮبﺎﺕ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﺣﻴﻨﻤﺎ ﻳﺪﺭﺱ ﺍﻟﻘﺼﺮ .ﻭﻟﺬﺍ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺃﻥ ﻧﺆﻛﺪهﺎ ﺇﻣﺎ ﺑﺘﻜﺮيﺮ ﺍﻟﺸﺮﺡ ﺃﻭ تﻌﻠﻴﻤﻪ ﺑﻄﺮيﻘﺔ ﺃﺧﺮﻯ .ﻭ ي هﺬﺍ ﺍلحﺎﻝ ،ﻻﺑﺪ
ﺍﻟﻄﻼﺏ ي ﺍﳌﺴﺘﻮﻯ ﺍلخﺎﻣﺲ ﻣﻦ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻌﺎﻡ ﺍﻟﺪﺭﺍﺳ 2014-2013ﻡ ﺑﺠﺎﻣﻌﺔ ﺷﺮيﻒ هﺪﺍﻳﺔ ﷲ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﺍلحكﻮﻣﻴﺔ ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ ﻋﺎﻣﺔ ﻳﻘﺪﺭﻭﻥ ﻋ ى ﻓهﻢ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻋ ى ﺃ ﻢ ﺣﺼﻠﻮﺍ ﻋ ى ﺩﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ 70,69ﺃﻱ ﻣﺎ ﺑ ﻥ 80-70ي ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ .ﺇﺫﻥ ،ﻗﺪﺭ ﻢ ﻋﻠ ﺎ ﺟﻴﺪ .ﺃﻣﺎ ﻗﺪﺭ ﻢ ﻋ ى ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﻓﺘﺼﻞ
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
158
Vol. I, No. 1, Juni 2014 | ISSN : 2356-153X
ﺇ ى ﺗﻘﺪﻳﺮ ﺟﻴﺪ ﺃﻳﻀﺎ ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ ﺇ ى ﺩﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﻣﻦ ﻧﺘﺎﺋﺠهﻢ ي ﺍﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﻋﻦ ﺗﻄﺒﻴﻖ ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﺍﻟ ﺗﺼﻞ ﺇ ى . 70,44 ﻭبﻨﺎﺀ ﻋ ى ﺩﺭﺟﺔ ﺍﳌﺘﻮﺳﻂ ﻣﻦ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ي ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻭﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ي ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﺍﻟ ﺗﺼﻞ ﺇ ى 70,56ﻓﻘﺪﺭﺓ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ ﻋ ى ﺗﻘﺪﻳﺮﺍلجﻴﺪ ﺃﻳﻀﺎ.
هﻨﺎﻙ ﻣﺒﺎﺣﺚ ﺍﻻﺧﺘﺒﺎﺭﺍﺕ ﺍﻟ ﺿﻌﻒ ﻓ ﺎ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﺃﻱ ﻛﺜ ﺮ ﻣ ﻢ ﻳﺨﻄﺌﻮﻥ ي ﺇﺟﺎﺑ ﺎ ﻭﻟﺬﻟﻚ ﻻﺑﺪ ﻟﻠﻤﺪﺭﺱ ﻣﻦ ﺗﻘﻮي ﺎ ي ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭ ي ي تﻌﻴ ﻥ ﻧﻮﻉ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻣﻦ ﻗﺼﺮ ﺍﻟﺼﻔﺔ ﻋ ى ﺍﳌﻮﺻﻮﻑ ﻭﻗﺼﺮ ﺍﳌﻮﺻﻮﻑ ﻋ ى ﺍﻟﺼﻔﺔ ﺳﻮﺍﺀ كﺎﻥ ي ﻗﻮﺍﻋﺪ ﺍﻟﻘﺼﺮ ﻭ ي ﺗﻄﺒﻴﻖ ﺍﻟﻘﻮﺍﻋﺪ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ .ﻭﺃﻣﺎ ي تﻌﻴ ﻥ ﺍﳌﻘﺼﻮﺭ ﻭﺍﳌﻘﺼﻮﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻃﺮيﻘﺔ ﺍﻟﻘﺼﺮ، ﻓﻘﺪ ﻗﻮﻯ ﺍﻟﻄﻼﺏ ﻭﻗﻠﻴﻞ ﻣ ﻢ ﻳﺨﻄﺆﻭﻥ ﻓ ﺎ ﺣ ﻻﻳﺤﺘﺎﺝ ﺍﳌﺪﺭﺱ ﺇ ى ﺃﻥ ﻳﻘﻮ ﺎ ي ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ[] .
اﻟﻤﺮاﺟﻊ ﺍلخﻠﻴﻔﺔ ،ﺣﺴﻦ ﺟﻌﻔﺮ ،ﻓﺼﻮﻝ ي ﺗﺪﺭيﺲ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺍﻟﺮيﺎﺽ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺮﺷﺪ 2003 ،ﻡ ﺩﺭﺍﺝ ،ﺻﺒﺎﺡ ﻋﺒﻴﺪ ،ﺃﺳﺎﻟﻴﺐ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮيﻢ ﻭﺃﺳﺮﺍﺭهﺎ ﺍﻟﺒﻼﻏﻴﺔ ،ﻣﺼﺮ :ﻣﻄﺒﻌﺔ ﺍﻷﻣﺎﻧﺔ 1986 ،ﻡ ﺯﺍﻳﺪ ،ﻓهﺪ ﺧﻠﻴﻞ ،ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ ﺍﻟﺸﺎئﻌﺔ ﺍﻟﻨﺤﻮيﺔ ﻭﺍﻟﺼﺮﻓﻴﺔ ﻭﺍﻹﻣﻼﺋﻴﺔ ،ﺍﻷﺭﺩﻥ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻴﺎﺯﻭﺭﻱ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻟﻠنﺸﺮﻭﺍﻟﺘﻮﺯيﻊ. 2006 ﺍﻟﺰﺣﻴ ي ،ﻭهﺒﺔ ،ﺍﻟﺘﻔﺴ ﺮﺍﳌﻨ ﺮ ي ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﻭﺍﻟﺸﺮيﻌﺔ ﻭﺍﳌﻨهج ،ﺩﻣﺸﻖ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻔﻜﺮﺍﳌﻌﺎﺻﺮ 2009 ،هـ ،ﻁ10 . ﻋﻠيﺴﻮﻯ ،ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ،ﻣﻌﺎﻟﻢ ﻋﻠﻢ ﺍﻟﻨﻔﺲ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺩﺍﺭﺍﻟ ﻀﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻟﻠﻄﺒﺎﻋﺔ ﻭﺍﻟنﺸﺮﻭﺍﻟﺘﻮﺯيﻊ 1984 .ﻡ ﺍﻟﻐﻼﻳ ﻥ ،ﻣﺼﻄﻔﻰ ،ﺟﺎﻣﻊ ﺍﻟﺪﺭﻭﺱ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ،ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﺸﺮﻭﻕ ﺍﻟﺪﻭﻟﻴﺔ 2008 ،ﻡ .ﻁ2 . ﺍﻟﻘﻄﺎﻥ ،ﻣﻨﺎﻉ ،ﻣﺒﺎﺣﺚ ي ﻋﻠﻮﻡ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ،ﺍﻟﻘﺎهﺮﺓ :ﻣﻜﺘﺒﺔ ﻭهﺒﺔ 2000 ،ﻡ .ﻁ11 . ﺍﳌﻴﺪﺍنﻲ ،ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ،ﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﺃﺳﺴهﺎ ﻭﻋﻠﻮﻣهﺎ ﻭﻓﻨﻮ ﺎ ،ﺩﻣﺸﻖ :ﺩﺍﺭﺍﻟﻘﻠﻢ 1996 ،ﻡ ﺍﻟهﺎﺷم ،ﺃﺣﻤﺪ ،ﺟﻮﺍهﺮﺍﻟﺒﻼﻏﺔ ي ﻋﻠﻢ ﺍﳌﻌﺎنﻲ ﻭﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﻭﺍﻟﺒﺪيﻊ ،ﺑ ﺮﻭﺕ :ﺍﳌﻜﺘﺒﺔ ﺍﻟﻌﺼﺮيﺔ 1999 ،ﻡ Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Cet.12. Chaer, Abdul, Kajian Bahasa; Struktur Internal, pemakaian, dan Pemelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Izzan, Ahmad & Saehudin, Tafsir Pendidikan: Studi Ayat-ayat Berdimensi Pendidikan, Tangerang Selatan: Pustaka Aufa Media, 2012. Nata, Abuddin, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
159
M. Sirojudin Syah
Jurnal Pendidikan Bahasa Arab dan Kebahasaaraban
ﻗﺪﺭﺓ ﻃﻠﺒﺔ ﻗﺴﻢ تﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻠﻐﺔ ﺍﻟﻌﺮبﻴﺔ ﻋ ى ﻓهﻢ ﺍﻟﻘﺼﺮ ي ﺍﻵﻳﺎﺕ ﺍﻟﻘﺮﺁﻧﻴﺔ ﺍﻟ ﺮﺑﻮيﺔ
160
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL BERKALA ILMIAH ARABIYÂT Jurnal Arabiyât merupakan wadah ekspresi ilmiah para akademisi, praktisi, dan pemerhati pendidikan bahasa Arab di Indonesia yang merekam puncak-puncak pemikiran berupa hasil penelitian atau kajian teoretis yang berkaitan dengan kebahasaaraban dan kependidikan bahasa Arab. Artikel dalam berkala ilmiah ini harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1.
Artikel merupakan hasil penelitian atau hasil pemikiran di bidang kebahasaaraban dan kependidikan bahasa Arab yang belum pernah dipublikasikan baik di media cetak maupun online. Naskah diketik dengan program microsoft word, huruf Times New Roman ukuran 12 pts, spasi 1,5, ukuran kertas A4, dan margin kanan-ataskiri-bawah 3 cm. Panjang tulisan 4500-5000 kata atau setara dengan 15-17 halaman. Naskah dikirim dalam bentuk print out sebanyak 2 eksemplar beserta soft copy-nya. Pengiriman naskah dapat dilakukan sebagai attachment email dalam format ile microsoft word ke alamat email : jurnal.
[email protected].
2.
Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Arab. Sistematika artikel hasil penelitian adalah judul, nama penulis disertai identitas lembaga dan alamat email, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode, hasil penelitian dan pembahasan, simpulan, dan daftar rujukan. Sedangkan, sistematika artikel hasil pemikiran adalah judul, nama penulis disertai identitas lembaga dan alamat email, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode, hasil pemikiran dalam sub bahasan, simpulan, dan daftar rujukan.
3.
Judul artikel dalam bahasa Indonesia tidak boleh lebih dari 14 kata dan dalam bahasa Arab tidak boleh lebih dari 12 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-tengah, dengan ukuran huruf 14 poin.
4.
Nama penulis artikel ditulis tanpa gelar akademik, disertai identitas lembaga/institusi dan alamat email (surat elektronik), dan ditempatkan di bawah judul artikel. Dalam hal naskah ditulis oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan pertama. Penulis utama harus mencantum kan alamat korespondensi atau email.
5.
Abstrak ditulis dalam dua bahasa, yaitu Inggris dan Arab. Panjang tiap abstrak 100-120 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Abstrak setidaknya memuat tujuan penelitian/penulisan artikel, metode, dan hasil penelitian atau pemikiran.
6.
Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan tujuan penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan panjang 15-20 % dari total panjang artikel.
7.
Bagian metode berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data yang secara nyata dilakukan oleh peneliti, dengan panjang 10-15 % dari total panjang artikel.
8.
Bagian hasil penelitian berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Setiap hasil penelitian harus dibahas. Pembahasan harus berisi pemaknaan hasil dan pembandingan dengan teori dan/ atau hasil penelitian sejenis. Panjang paparan hasil dan pembahasan 40-60% dari panjang artikel.
9.
Bagian simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf.
10. Daftar rujukan hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk dalam catatan kaki (footnote), dan semua sumber yang dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan sebaiknya 80% berupa pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang digunakan adalah sumber-sumber primer berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis, disertasi). 11. Pengutipan kalimat. Kutipan kalimat ditulis secara langsung apabila lebih dari empat baris dan dipisahkan dari teks dengan jarak satu spasi.Sedangkan kutipan kurang dari empat baris diintegrasikan dalam teks, dengan tanda apostrof ganda di awal dan di akhir kutipan. Setiap kutipan diberi nomor. Sistem pengutipan adalah footnote (bukan bodynote atau endnote). Penulisan footnote menggunakan sistem turabian (nama pengarang, judul, penerbit, tahun, cetakan). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Dwi, 2012:20). Setiap artikel, buku, dan sumber lainnya yang dikutip harus tercantum dalam pustaka acuan.
12. Pengutipan ayat al-Qurʼan dan Hadis. Ayat yang dikutip menyertakan keterangan ayat dalam kurung, dengan menyebut nama surah, nomor surah, dan nomor ayat, seperti (QS al-Mu’min [40]:43). Sedangkan, hadis yang dikutip menyebutkan nama perawi (seperti HR al-Bukhari dan Muslim) ditambah referensi versi cetak kitab hadis yang dikutip. Hadis harus dirujuk dari kitab-kitab hadis terstandar (kutubtisʻah) 13. Pedoman Transliterasi. Ketentuan transliterasi (dari tulisan Arab ke tulisan Latin) adalah sebagai berikut: Konsonan ( = )ﺃa
( = )ﺯz
( = )ﻕq
( = )ﺏb
( = )ﺱs
( = )ﻙk
( = )ﺕt
( = )ﺵsy
( = )ﻝl
( = )ﺙts
( = )ﺹsh
( = )ﻡm
( = )ﺝj
( = )ﺽdh
( = )ﻥn
( = )ﺡh
( = )ﻁth
( = )ﻭw
( = )ﺥkh
( = )ﻅzh
( = )ﻫـh
( = )ﺩd
(‘ = )ﻉ
( = )ﺀʼ
( = )ﺫdz
( = )ﻍgh
( = )ﻱy
( = )ﺭr
( = )ﻑf
( = )ﺓt
Vokal Pendek
Vokal Panjang
ــــــ = ﹶa
ــــــ ﺍ = ﹶȃ
= ـ ﹺــــi
= ﻳـ ﹺــــı̂
ـــــ = ﹸu
ـــــ ﻭ = ﹸû
14. Gaya Selingkung. Untuk menyeragamkan istilah-istilah dalam artikel yang diterbitkan, Jurnal Arabiyâ t menggunakan gaya selingkung yang diadopsi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan disesuaikan dengan ciri khas penulisan ilmiah di lingkungan penerbit. Berikut beberapa contohnya: No
Transliterasi Asal
Transliterasi KBBI
1
Al-Qur’ȃn
al-Qur’an
2
Al-Hadîts
Hadis
3
Al-Sunnah
Sunnah
4
Bid’ah
Bid’ah
5
Fiqh
Fikih
6
‘Iddah
Idah
7
Khulu’
Khuluk
8
Nash
Nas
9
Shalȃt
Shalat
10
Thalȃq
Talak
11
Ukhuwwah
Ukhuwah
12
Zakȃt
Zakat
Dan lain-lain (KBBI) 15. Tulisan harap dilengkapi dengan curriculum vitae (CV), beserta alamat email dan nomor telepon yang dapat dihubungi.