JURNAL PEMUDA
DEBAT Alamat Redaksi: Jl. Gerbang Pemuda No.3 Senayan Jakarta 10270 atau Email:
[email protected]
Nomor : 001/B/REDDEBAT/08/2009 Lamp. : 1 (satu) berkas Perihal : PERMOHONAN TULISAN UNTUK JURNAL DEBAT
Kepada Yang Terhormat: Penulis Muda Di JAKARTA
Sehubungan dengan akan diterbitkannya Jurnal Pemuda DEBAT oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenegpora-RI) yang memuat persoalan Pemuda, Sosial, Politik, Sains dan Budaya, maka kami memohon kesediaan anda untuk berpartisipasi memberikan tulisan ilmiah populer. Adapun dalam edisi ini tema yang akan diambil adalah: Peran Politik Pemuda: Dinamika Pergerakan Pemuda sejak Sumpah Pemuda 1928 sampai Kini Sebagai bahan pertimbangan, kami melampirkan spesifikasi tema yang akan diambil oleh penulis. Adapun deadline penulisan adalah 30 Agustus 2009, dan bisa dikirimkan via email di
[email protected]. Tulisan yang dimuat akan diberikan honor sepantasnya Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 12 Agustus 2009
Pimpinan Redaksi
Pelaksana Redaksi
Hamka Hendra Noer, MSi
Masad Masrur
Tema Jurnal DEBAT Edisi Pertama, Agustus 2009. Peran Politik Pemuda: Dinamika Pergerakan Pemuda sejak Sumpah Pemuda 1928 sampai Kini
Dalam kosakata bahasa Indonesia, pemuda juga dikenal dengan sebutan ”generasi muda” dan ”kaum muda”. Seringkali terminologi pemuda, generasi muda, atau kaum muda memiliki pengertian yang beragam. Pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional, sehingga pemuda merupakan sumberdaya manusia pembangunan baik untuk saat ini maupun masa datang. Ditinjau dari segi ideologis politis, pemuda adalah penerus generasi terdahulu dalam hal ini berumur antara 17-30 tahun (Inpres No. 12 Tahun 1982) ditetapkan sebagai diakuinya hak-hak politik pemuda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut terlihat dalam keikutsertaan mereka dalam pemilihan umum pada usia 17 tahun. Pemuda, dalam sejarahnya memiliki peran yang signifikan dalam proses lahirnya bangsa Indonesia. Dapat dikatakan, pemuda memiliki peran sentral yang menjadi katalis dalam perjuangan bangsa ini. Sejak masa Kolonial Belanda, pemuda selalu ambil bagian dalam berjuang merebut kemerdekaan. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, perjuangan masa revolusi 1945, revolusi 1966, reformasi 1998 adalah akibat dari peran aktif pemuda dalam rangka turut memperjuangkan perubahan. Namun, keterlibatan pemuda dalam pembangunan bangsa seringkali hanya sebatas pencetus ide perubahan, sedangkan pelaksananya bukan lagi pemuda. Peran itu diambil oleh elemen lain yang memiliki kekuasaan, yang akhirnya meminggirkan kembali peran pemuda tersebut. Pada masa pergerakan nasional tahun 1920-an hingga dimulainya Perang Dunia II, gerakan pemuda dihadang oleh pemerintah Kolonial yang keras terhadap sikap non-kooperatif pemuda. Di sini, pemuda bersama-sama dengan elemen lain bangsa ini, mengambil kebijakan dengan membentuk partai-partai politik, organisasi masa dan cara lain untuk mencapai kemerdekaan. Peran pemuda pada era ini hampir mendominasi seluruh gerakan nasional melawan pemerintah Kolonial Belanda. Terbentuknya organisasi yang bersifat nasional seperti pemuda pelajar Boedi Oetomo (1908), Indische Vereniging (1921), dan lain-lain, hadir menggantikan peran Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond dan lain-lain yang gerakannya masih bersifat kedaerahan. Era ini adalah era emas pemuda dalam politik, dimana puncak peran tersebut adalah dicetuskannya ”Soempah Pemoeda” pada Kongres Pemuda II di Jakarta pada 1928.
2
Pada masa pendudukan Jepang, pemuda memanfaatkan peluang digembleng tentara Jepang sebagai PETA dan HEIHO, meskipun ada sikap penolakan dan perlawanan terhadap Pemerintah Jepang yang tidak adil. Di era ini, pemuda harus banyak melakukan kompromi politik dengan para pemimpin nasional yang ada di BPUPKI dalam menunjukkan peran nasionalnya. Ketidaksabaran pemuda terhadap pemimpin nasional terlihat jelas tatkala mereka menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945. Peristiwa ini menunjukkan bahwa pemuda mulai berbeda pendapat dalam menentukan nasib bangsa ini. Era pemerintahan Presiden Soekarno, karakteristik dari kepemimpinan pemuda Indonesia masa ini adalah menginduk kepada partai-partai politik yang tumbuh subur. Banyak dari pemuda ketika itu percaya bahwa dengan menginduk ke partai politik tertentu maka upaya untuk membangun basis kepemimpinan pemuda saat itu akan dengan sendirinya berjalan. Keonsekwensinya adalah peran politik pemuda mulai terfragmentasi pada berbagai ideologi partai sehingga sulit untuk ”bersatu” kecuali pada kepentingan politik partai masing-masing. Sementara pemuda dan pelajar yang mencoba untuk tetap independen dengan membentuk organisasi mahasiswa/pemuda seperti KAMI, KAPPI dan organisasi profesi lainnya, harus berjuang keras melawan perbedaan ideologi yang makin kuat. Puncak perjuangan pemuda adalah dengan dibubarkannya PKI dan turunnya Soekarno dari puncak pimpinan nasional. Memasuki Orde Baru, banyak kebijakan yang 'merugikan' peran politik pemuda antara lain fusi pertai politik dan dibentuknya KNPI sebagai wadah tunggal organisasi masa pemuda/pelajar pada tahun 1973, penerapan NKK/BKK yang membatasi peran politik pemuda pada tahun 1978 dan penerapan Asas Tunggal Pancasila pada tahun 1984. Suasana politik Orde Baru menempatkan pemuda dan pelajar pada posisi yang ’semestinya’ yaitu di dunia akademis, yang oleh mereka dianggap membatasi peran politiknya. Kestabilan politik, ekonomi dan demokrasi Orde Baru akhirnya berhasil dibongkar oleh pemuda dan mahasiswa ditandai dengan tumbangnya rezim ini pada Mei 1998. Dibubarkannya Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2004 menandai peran pemuda dalam kekuasaan makin terbatas. Meski kementerian ini kembali dihidupkan pada pemerintahan SBY, pemuda ternyata belum memiliki akses yang kuat terhadap kekuasaan sehingga muncul wacana alih generasi, yaitu wacana 'saatnya pemuda memimpin'. Berbondong-bondongnya para pemuda memasuki Partai Politik dan ikutsertanya mereka sebagai calong anggota legislatif, menunjukkan kesadaran pemuda terhadap wacana tersebut. Namun, kondisi pemuda yang tidak tunggal menunjukkan bahwa kesiapan pemuda memimpin terus diuji oleh sejarah.** Tulisan dikirim paling lambat tanggal 30 Agustus 2009. Jl. Gerbang Pemuda No.3 Senayan Jakarta 10270 atau Email:
[email protected]
3
PETUNJUK KHUSUS Pengetikan dan Format Naskah 1. Versi cetak ditulis dengan kertas ukuran A-4 spasi rangkap (dua spasi), batas bidang tulis 2.54 CM sisi kiri (1 inch) setiap sisinya. Font/Tipe huruf: Times New Roman poin 12, tanpa hyphenating. Naskah tidak bolak-balik (satu sisi saja). Perhalaman, 25 baris, dan 15 kata per barisnya. 2. Kiriman secara on-line (atau jika naskah disiapkan dalam format disket komputer), gunakan aturan yang umum/biasa berlaku: a. Tidak memakai “Return Key” untuk setiap peralihan halaman; b. Tidak memakai “space key” untuk melakukan “indent” pada baris pertama setiap paragraf; c. menggunakan program word processor. 3. Jangan gunakan aksara kapital untuk penamaan apapun (nama penulis, ISLAM, dst. Cukup Ahmad, atau Islam). Untuk akronim, gunakan aksara kapital untuk huruf pertama saja (misal: Korpri, Pepabri), sedangkan untuk singkatan sempurna baru memakai aksara kapital semua (ABRI, KNPI, PBB). 4. Gunakan penulisan tebal (boldface) dan bukan miring (italics) untuk: judul dan subjudul, nama penulis. Hal Kutipan 1. Disarankan naskah menggunakan kutipan sewajarnya (tidak melebihi substansi yang dipaparkan sebagai gagasan penulis). 2. Kutipan tidak perlu ditulis tebal atau miring. 3. Untuk kenyamanan pembaca, blok kutipan (dengan indent) sesekali dimungkinkan terutama untuk paragraf yang panjang. Kutipan pendek, bisa terintegrasi dalam teks (berkisar 20-30 kata), termasuk kalau itu kutipan ayat atau hadits. 4. Hindari kutipan yang menggantung, tidak jelas, yang maknanya tidak bertaut dengan teks utama. Pencantuman Sumber 1. Dalam karya tulis riset, seluruh informasi yang bukan berasal dari penulis sendiri, harus terdokumentasikan secara persis sumbernya sesuai standar pencantuman sumber karya ilmiah. 2. Untuk al Quran dan Hadits, cukup menggunakan translasinya saja, kecuali nama- nama surat. 3. Gunakan cara penulisan sumber Al-Quran dengan tanda koma setelah nama ayat, diikuti nomor surat dan nomor ayat. Misal: Al-Baqarah, 2:282. Jangan gunakan kata: Surah, Quran, atau Ayat dalam penulisan rujukan. 4. Rujukan hadits cukup dengan menyebut periwayatnya (misal: Bukhari), dengan nomor hadits apabila mungkin (misal: Bukhari 1.8.466). Matan haditsnya tak perlu dicantumkan.
4
5. Gunakan sistem “nama dan tahun”. Urutannya: nama pengarang, tahun, judul (iringi dengan translasi jika bukan dari bahasa Indonesia), penerbit, dan kota (jika tidak jelas, bisa disebutkan nama negaranya). Gunakan titik dua ( : ) antara nama penerbit dan nama kota. Jangan gunakan singkatan untuk penjelasan sumber. 6. Hilangkan gelar akademis atau informal (KH atau Syekh). Misalnya: Al-Ashqer, Muhammad Sulaiman, 1993. Your Way to Islam, Trans. Abd. Al-Waris Saeed, Dar Al-Nafa’es: Amman. 7. Sumber dari website, tulis lengkap URL dan indikasi tanggal akses. Misalnya Shah, Arif. n.d. Giving a Push Over Wall, www.pakistan-link.com/arif-s.html. Diakses 7 Agustus 2002. 8. Kutipan penggalan bubuhi titik-titik dalam kurung (…..). 9. Kutipan dari referensi umum (misal dari kamus, ensiklopedi), juga media massa, tak perlu dicantumkan dalam daftar referensi. Judul, Abstraksi, Ringkasan, dan Catatan 1. Judul sebaiknya singkat, informatif sesuai isi artikel, tanpa singkatan atau kata asing. JURNAL tidak menerima judul berseri (dengan penomoran). 2. Abstraksi ditulis dalam paragraf tunggal satu spasi, tidak lebih dari 200 kata termasuk 57 penjelasan kata kunci. Abstraksi berisi hanya seputar substansi artikel. 3. Sepanjang diperlukan, diperkenankan menggunakan catatan kaki (footnotes), bukan catatan akhir (endnotes). Untuk kenyamanan pembaca, sebaiknya tak terlalu banyak catatan kaki. Jika catatan dipandang amat perlu, sebaiknya langsung dimuat dalam teks/terintegrasi dengan artikel. Nama Pengarang dan Profil 1. Nama penulis ditulis lengkap tanpa gelar akademis dan predikat informal. Gelar akademik bisa dimuat pada profil. 2. Profil penulis berisi penghalaan profesional/akademik dan aktivitas keagamaan berikut alamat kontak terakhir. Profil tak lebih dari 150 kata.
5