Jurnal Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru Tahun 2008-2010 Oleh: Seprial Dosen Pembimbing: Muchid, S.Sos, M.Phil Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau ABSTRACT The background of the research is to explain the lowness of society capability in fulfilling the healthy living. On the other hand, the cost for geeting health is higher and it complicates the peopple who would likt to get the better life of theirs. In this regard, the government has been giving a service and development of the national health insurance system. And the service is Public Health Insurance. This research is for knowing the implementation of public health insurance program and the obstacles from the implementation of public health insurance program. It uses the way of qualitative approach in telling every phenomenon which are met in the research. The research had used the informant to reach completeness in finding some informations of the research. The data that had used in this research namely primary data and secondary data were gotten by the observation and directly interview with sources. Data analysis of this research used descpritive technique that has purpose to explain the finding. Based on finding of the research that the implementation of public health insurance undergoes the obstacles in recording the amount of the poor who reserve the right for public health insurance.The data of population can not be accurately recorded so that Public Health Insurance ( Jamkesmas ) Card is not accurate as well. It stands to reason, it really influences to reach the accomplishment the purpose of Public Health Insurance Program.
Keywords; Community Health Insurance, Care, and Service
1
I. LATAR BELAKANG Krisis multidimensi yang dialami Indonesia sejak tahun 1998 menimbulkan dampak yang sangat berarti bagi perekonomian masyarakat Indonesia secara menyeluruh, sehingga kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup secara normal dalam kehidupan layak minimal pun semakin sulit, termasuk juga di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan akan hidup sehat. Disisi lain pembiayaan kesehatan semakin tinggi yang berefek pemenuhan kebutuhan akan pelayanan kesehatan semakin jauh dari kemampuan rakyat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu jaminan kesehatan bagi masyarakat, dimana rendahnya tingkat kemampuan masyarakat umumnya, membuat perlunya suatu sistem yang lebih baik dengan mentransfer resiko individu ke kelompok yang dikenal dengan pola asuransi kesehatan, baik itu secara wajib ataupun sukarela. Diantara faktor permasalahan di atas tidak terlepas dari meningkatnya jumlah penduduk miskin. Hal ini merupakan masalah yang harus diatasi oleh pemerintah sebagai amanat yang mesti dijalankan sesuai UUD 1945 pasal 28, dan pasal 34, Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Tahun 2002 sebagaimana pasal 33 ayat (1), (2) dan (3) yang mengamanatkan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu, sesuai dengan martabat manusia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal sehingga mampu untuk sehat secara mandiri, di mana tujuan pembangunan kesehatan adalah menyediakan pelayan kesehatan bermutu bagi seluruh penduduk dan di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan sekaligus berkewajiban memelihara kesehatan sendiri, masyarakat dan lingkungannya. Penanggulangan masalah kesehatan khususnya bagi masyarakat miskin sudah dimulai semenjak Negara Indonesia mengalami krisis moneter, yaitu tahun 1998 sampai sekarang dengan berbagai macam perbaikan program dan kebijakan. Semua program tersebut diharapkan dapat memberi daya ungkit yang besar terhadap peningkatan akses pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan meningkatkan derajat kesehatan secara optimal bagi masyarakat secara umum, yang ditandai dengan peningkatan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sehingga menurunkan angka kematian ibu dan anak, pemanfaatan atau peningkatan tingkat kunjungan ke Puskesmas oleh masyarakat miskin dan lain-lain. Menyikapi terjadinya peningkatan penduduk miskin, pemerintah telah mengembangkan suatu sistem penanggulangan masalah kesehatan bagi masyarakat miskin yang dari tahun ke tahun terus dibenahi program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) merupakan program lanjutan dari program Askeskin (Asuransi Kesehatan Miskin) tahun 2007 dengan beberapa perubahan, antara lain: a. Dana yang diberikan tidak dipisah-pisah tetapi menjadi satu kesatuan. b. Jenis kegiatan lebih di tekankan pada UKP (Usaha Kesehatan Perorangan) dan UKM (Usaha Kesehatan Masyarakat) untuk pencegahan sekunder termasuk Yankes (Pelayanan Kesehatan) di UKBM (Unit Kesehatan Bantuan Masyarakat). 2
c. Pembuatan media Promkes (Promosi Kesehatan), Kesling Lingkungan), pelatihan diharapkan di biayai dari sumber lain.
(Kesehatan
Menyadari pentingnya penanganan berlanjut terhadap kesehatan penduduk miskin sebagai upaya memenuhi amanat UUD 1945, Menteri Kesehatan RI, melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 903/MENKES/PER/V/2011, menetapkan pemeliharaan kesehatan penduduk miskin melalui pihak ketiga, dengan menunjuk PT. Askes sebagai penyelenggara serta menetapkan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin melalui keputusan tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2008. Seperti diketahui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 903/MENKES/PER/V/2011 mengenai Jamkesmas mempunyai tujuan antara lain: meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan optimal secara efektif dan efisien. Sedangkan misi atau sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan Jamkesmas ini adalah: masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia yang berjumlah 76,4 juta jiwa yang tidak termasuk sudah mempunyai jaminan kesehatan lainnya. Penyelengaaraan Program Jamkesmas belum sepenuhnya mengikuti prinsipprinsip sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial. Selanjutnya berdasarkan tabel di bawah ini akan terlihat lebih jelasnya bagaimana perbandingan keluarga miskin dalam mendapatkan Program Jamkesmas; Tabel 1 Perbandingan keluarga miskin dalam mendapatkan Program Jamkesmas di Kelurahan Mahartu Kecamatan Marpoyan Damai No Kriteria 1. Keluarga Miskin yang mendapatkan Program Jamkesmas 2. Keluarga Miskin yang belum mendapatkan Progam Jamkesmas Total Keluarga Miskin
Jumlah 945
Persentase 52,5%
854
47,5%
1799
100%
Sumber: data olahan, 2012
Berdasarkan tabel di atas yang merupakan fenomena dilapangan, disebutkan bahwa keluarga miskin di Kelurahan Maharatu adalah 1799 dan jumlah keluarga miskin yang mendapat program Jamkesmas sebanyak 945 (52,5%) dari jumlah penduduk miskin, sedangkan sebanyak 854 (47,5%) belum mendapatkan program Jamkesmas dari jumlah penduduk miskin. Dengan demikian dari persentase 47,5% masyarakat miskin yang belum menerima Jamkesmas, dikarenakan tidak terdatanya nama mereka sebagai masyarakat miskin di Kelurahan Maharatu. Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Kelurahan Maharatu ini yang disebabkan masih banyaknya jumlah masyarakat miskin yang belum memperoleh Jamkesmas. 3
A. Perumusan Masalah Program Jaminan Kesehatan Masyarakat mulai dilaksanakan pada tahun 2008, program ini merupakan kelanjutan dari program kesehatan pemerintah yang sebelumnya dikenal dengan Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin) 2007. Walaupun sudah dilaksanakan terus menerus namun belum diketahui dan terlihat seberapa besar keberhasilan yang telah dicapai. Berdasarkan pada uraian di atas, maka penulis berusaha untuk mengemukakan permasalahan secara tegas dan jelas agar keseluruhan proses penelitian dapat terarah dan terfokus pada pokok masalah yang sebenarnya. Adapun permasalahan yang penulis ajukan sebagai berikut: 1. Bagaimana Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Kelurahan Maharatu? 2. Faktor-faktor apasaja yang mempengaruhi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Kelurahan Maharatu? B. Tujuan dan Kegunaan Adapun tujuan secara umum penelitian ini adalah Untuk menjelaskan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah Pengembangan kemampuan ilmiah peneliti khususnya dalam program penanggulangan masalah kesehatan bagi masyarakat miskin serta dapat membandingkan antara teori yang didapat dengan kenyataan di lapangan. Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh dari bangku kuliah ke dalam praktek yang sesungguhnya serta digunakan sebagai syarat selesainya jenjang S1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam melakukan pelaksanaan program sehingga dapat mengeluarkan kebijakan yang lebih meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Dengan adanya penelitian ini dapat berguna dan menambah perbendaharaan penelitian yang telah ada (bahan pustaka) serta dapat di jadikan sebagai bahan acuan bagi pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya. Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sejauh mana pelaksanaan program Jamkesmas dapat memberikan manfaat bagi masyarakat miskin.
4
C. Telaah Pustaka 1. Implementasi Kebijakan Menurut Riant D Nugroho (2004 : 158) Implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik ada dua pilihan langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik. Kamus Webster, merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out (menyediakan saran untuk melaksanakan sesuatu) to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Van Meter dan Van Horn (1975) merumuskan proses implementasi ini sebagai: “those action or private individuals (or groups) that are directed at the achievement of abjectives set forth in prior policy decisions” (tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuantujuan yang telah digariskan dalam kebijaksanaan) (Solichin Abdul Wahab, 2005 : 64). Menurut George Edwards III (dalam Budi Winarno, 2002:125-156) studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan public policy . Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu, suatu kebijakan yang cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. 2. Faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan a. Komunikasi Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Menurut Edwards, persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan (Budi Winarno, 2002 : 126). b. Sumber daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Dengan demikian, sumber daya merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik c. Disposisi (kecenderungan-kecenderungan) Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ada kebijakan yang dilaksanakan 5
secara efektif karena mendapat dukungan dari para pelaksana kebijakan, namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan bertentangan secara langsung dengan pandangan-pandangan pelaksana kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasidari para pelaksana. Kecenderungan-kecenderungan mungkin menghalangi implementasi bila para pelaksana benar-benar tidak sepakat dengan substansi suatu kebijakan. d. Struktur Birokrasi Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. D. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan di Kelurahan Maharatu dan Puskesmas Simpang tiga. Dalam mengumpulkan data mengenai penelitian ini, dilakukan wawancara dengan narasumber (informan) yang berkompeten dan memahami persoalan yang diajukan. Selain itu dalam pengumpulan data juga dilakukan analisis terhadap laporan-laporan yang sifatnya dokumenter dan analisis pemberitaan media. Setelah seluruh data terkumpul dilakukan analisis terhadap data dengan menggunakan metode deskriptif.
II. PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT A. Tinjauan tentang Jamkesmas Kesehatan adalah hak dan investasi, setiap warga negara berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin, untuk itu diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan bagi upaya pemenuhan hak warga negara untuk tetap hidup sehat. Kualitas kesehatan masyarakat selama ini tergolong rendah, selama ini masyarakat terutama masyarakat miskin cenderung kurang memperhatikan kesehatan mereka. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman mereka akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan, padahal kesadaran rakyat tentang pemeliharaan dan perlindungan kesehatan sangatlah penting untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Disisi lain, rendahnya derajat kesehatan masyarakat dapat pula disebabkan oleh ketidakmampuan mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena mahalnya biaya pelayanan yang harus dibayar. Pemerintah menyadari bahwa masyarakat, terutama masyarakat miskin, sulit untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Kondisi tersebut semakin memburuk karena mahalnya biaya kesehatan, akibatnya pada kelompok masyarakat tertentu sulit mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Untuk memenuhi hak rakyat atas kesehatan, pemerintah mengalokasikan dana bantuan sosial sektor kesehatan yang digunakan sebagai pembiayaan bagi masyarakat, khususnya masyarakat miskin, bantuan sosial tersebut direalisasikan dalam bentuk Jamkesmas yang penyelengaraannya dalam skema asuransi sosial. 6
Jamkesmas adalah bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh Pemerintah, diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan sejak tahun 2008 dan merupakan perubahan dari Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin yang diselenggarakan pada tahun 2005 s.d. 2007. Program Jamkesmas diselenggarakan untuk memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan yang melaksanakan program Jamkesmas, mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar dan terkendali mutu dan biayanya, dan terselenggaranya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Program Jamkesmas diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi sosial. Program ini diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mewujudkan protabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh peserta dari berbagai wilayah, dan agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.Penyelenggaraan Program Jamkesmas dibedakan dalam dua kelompok berdasarkan tingkat pelayanannya yaitu: a. Jamkesmas untuk pelayanan dasar di puskesmas termasuk jaringannya. b. Jamkesmas untuk pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit dan balai kesehatan. B. Pelaksanaan Program Jamkesmas 1. Kepesertaan Pelaksanaan pendataan peserta Jamkesmas dimulai pada tahun 2009 sejak program Jamkesmas itu diluncurkan. Dalam praktiknya memang pendataan peserta Jamkesmas itu berjalan beriringan karena mobilitas fisik masyarakat menyebabkan data penduduk atau rumah tangga miskin itu tidak valid, terkecuali bagi rumah tangga yang telah menetap dan memiliki rumah di wilayah yang dimaksud. Perpindahan penduduk yang tinggi itu biasanya didominasi oleh mereka dengan tingkat penghasilan yang rendah serta tidak mempunyai tempat tinggal tetap (kontrak). Akibatnya adalah data yang telah mereka himpun di tingkat RT/RW menjadi tidak valid karena dalam beberapa bulan misalnya sudah berpindah tempat tinggal lagi. Selain masalah di atas yaitu akurasi data peserta masih belum tepat, kendala lainnya yaitu sosialisasi program Jamkesmas belum optimal, dan adanya pungutan untuk mendapatkan kartu. Selain itu, permasalahan lain adanya peserta yang tidak menggunakan kartu ketika berobat, adanya pasien Jamkesmas yang mengeluarkan biaya, dan masih buruknya kualitas pelayanan pasien Jamkesmas. 2. Pelayanan Kesehatan Pemberian pelayanan kepada peserta oleh Faskes lanjutan harus dilakukan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu, untuk mewujudkannya maka dianjurkan manajemen Faskes lanjutan melakukan analisis pelayanan dan memberi umpan balik secara internal kepada instalasi pemberi layanan. Pelayanan kesehatan dalam program ini menerapkan pelayanan terstruktur dan pelayanan berjenjang berdasarkan rujukan. Faskes lanjutan 7
penerima rujukan wajib merujuk kembali peserta Jamkesmas disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di Faskes yang merujuk. Pelayanan Jamkesmas sangat bergantung pada pelayanan medik yang dilakukan oleh tenaga medik di Puskesmas dan rumah sakit yang telah bermitra dengan pemerintah. Selain itu pada level pendataan untuk peserta Jamkesmas masih terdapat ketimpangan data sehingga banyak rumah tangga yang miskin yang belum memperoleh kartu Jamkesmas. Ketimpangan data itu tentunya disebabkan oleh personil yang ditugaskan mendata masyarakat yang berhak memperoleh layanan Jamkesmas tidak sampai ke rumah masyarakat dan melakukan survey kelayakan penerima progam Jamkesmas. 3. Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan dalam program Jamkesmas meliputi puskesmas dan jaringannya serta Fasilitas Kesehatan lanjutan (Rumah Sakit dan balkesmas), yang telah bekerja sama dalam program Jamkesmas. Perjanjian Kerja Sama (PKS) dibuat antara askes dengan Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota setempat yang diketahui oleh Tim Pengelola Provinsi meliputi berbagai aspek pengaturannya dan diperbaharui setiap tahunnya apabila Faskes lanjutan tersebut masih berkeinginan menjadi Faskes lanjutan program Jamkesmas. Pemanfaatan fasilitas kesehatan yang disediakan oleh program Jamkesmas sudah terlaksana dengan baik yang ditandai oleh tingginya angka peserta Jamkesmas. Akan tetapi disisi lain, pemanfaatan fasilitas kesehatan itu belum diikuti oleh pelayanan kesehatan yang baik dari tenaga medik yang melayani pasien Jamkesmas, hal itu ditandai dari tingginya keluhan masyarakat pengguna Jamkesmas ketika berobat ke rumah sakit ataupun balai kesehatan yang bermitra dengan Jamkesmas. 4. Pendanaan Pendanaan Jamkesmas merupakan jenis belanja bantuan sosial bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan. Dana Pelayanan Jamkesmas bersumber dari APBN sektor Kesehatan dan APBD. Pemerintah daerah melalui APBD berkontribusi dalam menunjang dan melengkapi pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah masing- masing. Pendanaan Jamkesmas terdiri dari: Dana Pelayanan Kesehatan, adalah dana yang langsung diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan di Faskes Tingkat Pertama dan Faskes Tingkat Lanjutan. Dana Operasional Manajemen, adalah dana yang diperuntukkan untuk operasional manajemen Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menunjang program Jamkesmas. Pendanaan program Jamkesmas sudah berlangsung dengan baik melalui mekanisme yang telah ditetapkan dalam Permenkes tersebut. Pada prinsipnya tidak ada persoalan dalam hal pendanaan untuk peserta Jamkesmas yang menggunakan fasilitas kesehatan Jamkesmas. 5. Pengorganisasian kegiatan Jamkesmas Pengorganisasian kegiatan Jamkesmas dimaksudkan agar pelaksanaan manajemen kegiatan Jamkesmas dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengelolaan kegiatan Jamkesmas dilaksanakan secara bersama-sama antara 8
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Bupati/Walikota membentuk Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota, yang terdiri dari Pelindung, Ketua, Sekretaris dan Anggota. Tim Koordinasi bersifat lintas sektor terkait dalam pelaksanaan Jamkesmas dan BOK, diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dengan anggota terdiri dari pejabat terkait. Tugas Tim Koordinasi Jamkesmas dan BOK Tingkat Kabupaten/Kota: (a) menjabarkan strategi dan kebijakan pelaksanaan Jamkesmas dan BOK. (b) mengarahkan pelaksanaan kebijakan Jamkesmas dan BOK sesuai kebijakan nasional. (c) melakukan pengendalian dan penilaian pelaksanaan kegiatan Jamkesmas dan BOK. (d) menjadi fasilitator lintas sektor tingkat kabupaten/kota dan Puskesmas. Dalam pengelolaan kegiatan Jamkesmas dan BOK dibentuk Tim Pengelola Tingkat Pusat, Tim Pengelola Tingkat Provinsi, dan Tim Pengelola Tingkat Kabupaten/Kota. Tim Pengelola bersifat lintas program di Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengorganisasi tim pengelola Jamkesmas itu telah terbentuk sejak UndangUndang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terbentuk. Akan tetapi pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional sampai pada tingkat terbawah baru efektif sejak tahun 2007. Tim pengelola Jamkesmas tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang bertugas mengelola kegiatan Jamkesmas terdiri dari beragam unsur terutama yang paling dominan adalah unsur pegawai dari Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial untuk wilayah Kota Pekanbaru. C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di Kelurahan Maharatu 1. Sumber daya Sumber daya merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kebijakan atau program, karena sebagaimanapun baiknya kebijakan atau program itu dirumuskan (telah memenuhi kejelasan perintah dan arahan, lancar dalam penyampaian dan konsisten dalam menyampaikan perintah dan arahan atau informasi) tanpa ada dukungan sumber daya yang memadai, maka kebijakan akan mengalami kesulitan dalam mengimplementasikannya. Faktor sumberdaya manusia terutama pelaksana teknis program/kebijakan menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan program. Dalam hal pelaksanaan program Jamkesmas ini, rendahnya kualitas dan niat baik dari pegawai teknis menjadi penyebab tidak terpenuhinya target pendataan rumah tangga miskin yang berhak mendapatkan pelayanan program Jamkesmas. 2. Komunikasi Komunikasi memegang peranan penting dalam implementasi kebijakan/program. Dalam komunikasi terdapat unsur-unsur esensial dalam implementasi kebijakan. Edward III menjelaskan 3 hal penting dalam prose komunikasi yaitu : transmisi, kejelasan, konsistensi,. Substansi kebijakan harus dipahami oleh apara pelaksana dengan sebaik-baiknya. Kebijakan harus 9
dikomunikasikan dengan jelas, akurat, dan konsisten. Apabila dalam menyampaikan kebijakan tidak jelas dan akurat akan berakibat pada penafsiran yang salah terhadap isi kebijakan tersebut atau bahkan bertentangan. Berkaitan dengan faktor komunikasi itu, pelaksanaan program Jamkesmas di Kelurahan Maharatu menjadi terhambat. Hal itu disebabkan oleh kurangnya komunikasi antar institusi terutama Dinas Kesehatan dan pihak kelurahan yang seharusnya melakukan komunikasi dalam menghimpun data rumah tangga miskin yang berhak mendapatkan pelayanan Jamkesmas. Selain itu, kurangnya komunikasi antara pengelola Jamkesmas menyebabkan klaim terhadap pembiayaan Jamkesmas juga menjadi terganggu, hal itu tentu saja memicu buruknya pelayanan terhadap pasien pengguna Jamkesmas. 3. Disposisi/Sikap Disposisi adalah sikap dari pelaksana kebijakan. Dalam imlementasi kebijakan tidak boleh terjadi kesenjangan antara pembuat dan implementor kebijakan, dan hendaknya diantara keduanya terjalin hubungan yang saling mendukung agar implementasi kebijakan berhasil dengan baik. Berkaitan dengan faktor ini, kurang efektifnya pencapaian target program Jamkesmas di Kelurahan Maharatu karena sikap pegawai teknis yang diberikan wewenang untuk melakukan pendataan dan survey serta uji kelayakan terhadap calon pengguna Jamkesmas tidak berjalan dengan baik. Pegawai teknis tidak sampai pada akar rumput objek kebijakan dari Jamkesmas itu. Pegawai teknis yang diberikan tanggungjawab mendata dan melakukan survey rumah tangga miskin seringkali tidak turun sampai ke rumah-rumah penduduk. Pegawai tersebut berpedoman pada data yang dihimpun oleh BPS dan RT/RW, oleh sebab itu banyak kartu Jamkesmas yang tidak tepat sasaran karena RT/RW menghimpun data juga berdasarkan kedekatan emosional dengan keluargakeluarga yang ada di wilayahnya. 4. Struktur Birokrasi Sebagai unsur pelaksana maka birokrasi harus bersifat netral dan melayani masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial masyarakat. Birokrasi yang ideal dengan asumsi bahwa birokrasi menjalankan fungsi administrasi yaitu menerapkan kebijakan politik yang dibuat melalui proses politik yang dilakukan oleh pejabat politik bukan birokrat karier. Penekanan tentang pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi ditekankan beberapa point penting yang perlu diperhatikan untuk melakukan perubahan birokrasi di Indonesia (diluar aspek budaya) dengan asumsi demi pemulihan birokrasi sebagai lembaga negara public service yang transparan, accountable, responsive dan bersih dari segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Dalam rangka peningkatan mutu birokrasi dalam pelayanan publiknya diperlukan perubahan birokrasi dalam pelaksanaan otonomi daerah, birokrasi harus terus menerus memperbaiki kinerjanya agar tercipta birokrasi yang handal prodiktif, kompetitif, reprensif, dan akuntable. Oleh karena itu, birokrasi harus mengkoreksi dan mereduksi kelemahan masa lalu dan masa datang secara terus menerus.
10
Berkaitan dengan faktor struktur birokrasi sebagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program Jamkesmas di Kelurahan Maharatu Kecamatan Marpoyan Damai Kota Pekanbaru terungkap bahwa struktur birokrasi yang panjang dan berjenjang menyebabkan lambatnya pelayanan terutama secara administratif terhadap pasien pengguna layanan Jamkesmas. Selain itu, dalam pendataan juga demikian, karena yang mendata merupakan pegawai Dinas Kesehatan dan pihak Kelurahan kurang dilibatkan berdampak pada akurasi data yang tidak maksimal sehingga banyak Kartu Jamkesmas yang tidak tepat sasaran.
III. PENUTUP Dalam pelaksanaannya program Jaminan Kesehatan Masyarakat ini mengalami berbagai kendala terutama dalam pendataan penduduk miskin yang berhak mendapatkan pelayanan Jamkesmas. Pendataan penduduk banyak yang tidak tepat sehingga Kartu Jamkesmas juga tidak tepat sasaran hal itu tentu saja sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan Program Jamkesmas itu dibentuk. Program Jamkesmas itu dapat dimulai dari tahapan pendataan peserta, penentuan pelayanan kesehatan, penyiapan fasilitas kesehatan, pendanaan dan pengorganisasi pelaksana Jamkesmas. Faktor kurangnya sumberdaya, faktor komunikasi, faktor disposisi atau sikap pelaksana kebijakan dan faktor struktur birokrasi yang panjang dan berjenjang sehingga mempengaruhi pelaksanaan program Jamkesmas. Dalam hal ini kedepannya diperlukan evaluasi terhadap program dan melakukan perbaikan terhadap program yang tidak tepat sasaran terutama tim pengelola Jamkesmas yang telah ditunjuk berdasarkan Permenkes tersebut. Perlu adanya sinkronisasi antar lembaga sehingga dalam pendataan dan penempatan program lebih tepat sasaran. Perlu peningkatan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat pengguna Jamkemas. Perlu peningkatan pelayanan medis terutama perawat medis dan dokter yang bekerjasama dengan pemerintah daerah. Perlu perbaikan administratif sehingga tidak lagi muncul keluhan dalam hal pengurusan administrasi yang panjang dan berbelit.
11
Daftar Bacaan Buku AG. Subarsono. 2005. Analisa Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Amin A. Ibrahim. 2004. Pokok-pokok Kebijakan Publik. CV. Mandar Maju: Bandung. Aries Djaenuri. 1998. Manajemen Pelayanan Umum. Jakarta. Budi Winarno. 2002. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Media Pressindo: Yogyakarta. Edi Suharto. 2005. Analisa Kebijakan Publik. CV. Alfabeta: Bandung. Edi Wibowo. 2004. Kebijakan Publik dan Budaya. Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI): Jakarta. Husaini Usman. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara: Jakarta. Inu Kencana Syafiie. 2007. Manajemen Pemerintaha,an. Perca: Jakarta. Lexy J Moleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosda Karya: Bandung. M. Ryass Rasyid. 1997. Fungsi-Fungsi Pemerintah. Badan Diklat Depdagri: Jakarta. __________________. 1996. Makna Pemerintah Tinjauan dari Segi Etika Kepemimpinan. PT . Yarsif Watampone: Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
12
Riant D Nugroho. 2004. Kebijakan Publik Formulasi. PT. Elekmedia Komputindo: Jakarta. Solichin Abdul Wahab. 2005. Analisis Kebijakan dan Formulasi Keimplementasian Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta. Suharsono. 2005. Analisa Kebijakan Publik. Pustaka Pelajar: Jakarta.
Kepustakaan lainnya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 903/MENKES/PER/V/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1097/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar Jamkesmas Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat Tahun 2008 oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Jaminan Sosial Nasional.
13