Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.2 Oktober 2016 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN TEMPAT TIDUR PER RUANGAN BERDASARKAN INDIKATOR DEPKES DAN BARBER JOHNSON DI RUMAH SAKIT SINGAPARNA MEDIKA CITRAUTAMA KABUPATEN TASIKMALAYA TRIWULAN 1 TAHUN 2016 Viki Rinjani1, Endang Triyanti2 1,2
Program Studi D III PIKES Poltekkes Tasikmalaya Tahun 2016,
[email protected],
[email protected]
Abstract Inpatient Services is one of service held by the hospital. Singaparna Medika Citrautama Hospital Tasikmalaya regency have 7 (seven) inpatient room there are Shofa, Marwah, Madinah, Arafah, Mina, Perinatology and 2015 and the addition of beds in every room in 2016 became the backdrop TOI and BTO and illustrated through Barber Johnson graphs as an evaluation and planning. The purpose in Singaparna Medika Citrautama Hospital Tasikmalaya Regency First Quarter in 2016. The research is 2016 are 637 forms. The results showed that there is only one (1 75% - 85% (standard Barber Johnson). Therefore, it is necessary to allocate a bed based on patient visits total. Keywords: Abstrak Pelayanan Rawat Inap adalah salah satu pelayanan yang diselenggarakan oleh rumah sakit. Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya memiliki 7 (tujuh) ruangan rawat inap yaitu ruangan pada tahun 2015 dan penambahan tempat tidur disetiap ruangan pada tahun 2016, menjadi latar belakang Barber Johnson sebagai bahan evaluasi dan Depkes dan Barber Johnson di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Triwulan 1 Tahun 2016. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan populasi jumlah sensus harian rawat inap triwulan 1 (satu) tahun 2016 berjumlah 637 formulir. Hasil penelitian menunjukan bahwa hanya ada 1 (satu)
Barber Johnson). Oleh karena itu, perlu dilakukan realokasi tempat tidur berdasarkan jumlah kunjungan pasien. Kata kunci:
Barber Johnson, Depkes
PENDAHULUAN
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Salah satu upaya kuratif dan rehabilitatif rumah sakit adalah dengan diselenggarakannya pelayanan Rawat Inap.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 129/ Menkes/SK/II/2008 Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan 38
Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan kepada pasien yang melakukan observasi, diagnosis,
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.
terapi atau rehabilitasi yang perlu menginap dan menggunakan tempat tidur serta mendapat makanan dan pelayanan perawat terus menerus (Rustiyanto, 2010). Pelayanan Rawat Inap akan dapat yang bertujuan untuk memulihkan keadaan pasien yang sedang sakit. Unit Rawat Inap (URI) memiliki peran yang penting bagi rumah sakit, karena sebagian besar pendapatan yang diterima oleh rumah sakit adalah dari pelayanan rawat inap. dibutuhkan unit rekam medis yang mampu menunjang tercapainya tertib adminstrasi sebagaimana menurut Hatta (2013), Rekam Medis memiliki peran dan fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien, bahan pembuktian dalam perkara hukum, bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan, dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan terakhir sebagai bahan untuk membuat statistik kesehatan. hanya dengan data mentah atau data dari SHRI saja, melainkan harus diolah terlebih dahulu ke dalam indikator-indikator rawat inap (BOR, LOS, TOI dan BTO) yang berfungsi untuk memantau kegiatan yang ada di unit rawat inap. Data dari indikator rawat Barber Johnson yang digunakan untuk memantau dan menilai tingkat Barber Johnson digunakan sakit. Apabila titik Barber Johnson berada di luar Jadi titik Barber Johnson digunakan untuk mengetahui Pada tahun 2016 dilakukan penambahan tempat tidur menjadi 162 tempat tidur sampai bulan Februari karena masih dalam tahap awal sehingga jumlah tempat tidur sering berubah-ubah, maka dari itu perlu dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas penambahan tersebut. Barber Johnson bisa tahunan, semester dan triwulan. Karena program sudah berlangsung selama tiga bulan maka peneliti mengambil periode triwulan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan Tempat Tidur Peruangan Berdasarkan Indikator Depkes dan Barber Johnson di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya Triwulan 1 Tahun 2016”.
METODE Jenis penelitian ini adalah deskriptif menggunakan data primer dengan pendekatan retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan di bagian ruang rekam medis Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya tanggal 09 Mei – 11 Juni 2016. Variabel yang digunakan adalah variabel univariat yang menggambarkan penyajian data. Variabel dalam penelitian ini adalah penggunaan Tempat Tidur (TT) dan subvariabelnya adalah penggunaan Tempat Tidur (TT) berdasarkan BOR, LOS, TOI dan BTO. Populasi penelitian adalah data rekam medis, berupa Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) triwulan 1 Tahun 2016. Sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) semua ruangan triwulan 1 Tahun 2016. Instrumen penelitian berupa Pedoman Observasi. Cara analisa data yang digunakan adalah analisa univariat umumnya dalam analisis ini menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Dalam penelitian ini analisa univariat digunakan untuk menjelaskan atau Barber Johnson.
HASIL Gambaran Efisiensi Penggunaan Tempat Tidur di Rumah Sakit Singaparna Medika Citrautama Kabupaten Tasikmalaya
Sistem informasi yang menghasilkan indikator BOR, Johnson dilakukan secara semi komputerisasi yaitu dimulai dengan pencatatan Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) di setiap ruangan oleh administrasi ruangan (adru). Pengambilan formulir SHRI dilakukan seminggu sekali yaitu setiap hari sabtu oleh petugas rekam medis ke semua ruangan. Ada 7 ruangan rawat inap diantaranya ruangan Arafah, Shofa, Mina, Madinah, Marwah, Perinatologi dan ICU. 1.
Ruangan Shofa Ruangan Shofa Indikator BOR LOS TOI BTO
Hasil 65,37 % ( BJ ) 3,26 hari 1,73 hari 18,66 kali
(Depkes) 3,01 hari
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Shofa
39
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.2 Oktober 2016 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)
Barber Johnson berdasarkan data
3.
dari tabel 1.1:
Ruangan Madinah Tabel 1.3 Madinah Indikator BOR LOS
Hasil 79,93 % ( BJ ) 4,62 hari 1,16 hari 17,55 kali
TOI BTO
(Depkes) 4,4 hari
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Madinah
Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.3
Gambar 1.1 Barber Johnson Ruangan Shofa 2.
Ruangan Marwah Tabel 1.2 Marwah Indikator BOR LOS TOI BTO
Hasil 72,64 % ( BJ ) 2,59 hari 1 hari 27,84 kali
(Depkes) 2,52 hari
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Marwah.
Gambar 1.3 Barber Johnson Ruangan Madinah
Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.2 : 4.
Ruangan Arafah Tabel 1.4 Arafah Indikator BOR LOS TOI BTO
Hasil 63,13 % ( BJ ) 4,74 hari 2,77 hari 12,44 kali
(Depkes) 4,64 hari
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Arafah
Gambar 1.2 Barber Johnson Ruangan Marwah
40
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.
Barber Johnson berdasarkan data
6.
dari tabel 1.4:
Ruangan Perinatologi Tabel 1.6 Perinatologi Indikator BOR LOS TOI BTO
Hasil 70,13 % ( BJ ) 3,17 hari 1,35 hari 20,15 kali
(Depkes) 3,18 hari
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Mina Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.6 :
Gambar 1.4 Barber Johnson Ruangan Arafah 5.
Ruangan Mina Tabel 1.5 Mina Indikator BOR LOS TOI BTO
Hasil 86,06 % ( BJ ) 3,81 hari 0,62 hari 20,73 kali
(Depkes) 4,15 hari
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan Mina
Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.5 :
Gambar 1.6 Barber Johnson Ruangan Perinatologi 7.
Ruangan ICU Tabel 1.7 ICU Indikator BOR LOS TOI BTO
Hasil 53,79 % ( BJ ) 2,77 hari 2,38 hari 17,63 kali
(Depkes) 2,67 hari
Sumber: Hasil Pengolahan Sensus Harian Rawat Inap Ruangan ICU
Gambar 1.5 Barber Johnson Ruangan Mina 41
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.2 Oktober 2016 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)
Barber Johnson berdasarkan data dari tabel 1.7 :
2.
ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka LOS masih rendah yaitu 3,01 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 18,66 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. Ruangan Marwah Berdasarkan gambar 4.2 diketahui titik pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah
Gambar 1.7 Barber Johnson Ruangan ICU
PEMBAHASAN Berikut analisis yang dilakukan terhadap 7 ruangan rawat inap dengan menggunakan standar Barber Johnson dan Depkes:
1.
Ruangan Shofa Berdasarkan gambar 4.1 diketahui titik pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah
apabila titik Barber Johnson masih berada di
2010). ruangan Shofa dikarenakan indikator BOR yang masih rendah yaitu 65,37% dari standar dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan 42
apabila titik Barber Johnson masih berada di
2010). Penyebab tidak efisiennya penggunaan TT di ruangan Marwah dikarenakan angka BOR yang masih rendah yaitu 72,64% dari standar dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Penyebab lainnya adalah rendahnya angka LOS yaitu 2,59 hari dari standar ideal 3 -12 hari. Dari aspek medis, semakin rendah LOS maka menunjukan kinerja kualitas medis yang kurang baik karena pasien dirawat sebentar. Dari aspek ekonomis, semakin rendah LOS berarti semakin rendah biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien (Sudra, 2010). Angka LOS sangat dipengaruhi oleh jenis penyakit yang diderita. Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka LOS masih rendah yaitu 2,52 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.
3.
atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 27,84 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. Ruangan Madinah Berdasarkan gambar 4.3 diketahui titik pertemuan empat parameter dari ruangan
5.
kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Ruangan Mina Berdasarkan gambar 4.1 diketahui titik pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah
apabila titik Barber Johnson masih berada di titik Barber Johnson terletak di dalam daerah 2010). apabila titik Barber Johnson masih berada di ruangan Mina dikarenakan indikator BOR yang tinggi yaitu 86,06% dari standar ideal 75% -
4.
2010). Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka LOS masih rendah yaitu 4,4 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 17,55 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. Ruangan Arafah Berdasarkan gambar 4.4 diketahui titik pertemuan empat parameter dari ruangan titik Barber Johnson terletak di dalam daerah
apabila titik Barber Johnson masih berada di
2010). ruangan Arafah dikarenakan indikator BOR yang masih rendah yaitu 63,13% dari standar dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS, dimana angka LOS masih rendah yaitu 4,64 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan
ordinat, maka BOR makin tinggi. Sebaliknya, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Faktor yang menyebabkan tingginya BOR antara lain: kunjungan yang tinggi tidak sebanding dengan tempat tidur yang tersedia. Angka BOR bisa diturunkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Penyebab lainnya adalah rendahnya angka TOI yaitu 0,62 hari dari standar ideal 1 – 3 hari. Semakin kecil angka TOI, berarti semakin singkat saat TT menunggu pasien berikutnya. Hal ini berarti TT bisa sangat produktif, apalagi jika TOI = 0 berarti TT tidak sempat kosong 1 haripun dan segera digunakan lagi oleh pasien berikutnya. Hal ini bisa sangat menguntungkan secara ekonomi bagi pihak manajemen rumah sakit tapi bisa merugikan pasien karena TT tidak sempat disiapkan secara baik. Akibatnya, kejadian infeksi nasokomial mungkin bisa meningkat, beban kerja tim medis meningkat sehingga kepuasan dan keselamatan pasien terancam (Sudra, 2010). Solusi yang bisa diambil yaitu dengan cara penambahan TT. Sedangkan menurut Depkes semua indikator belum ideal baik BOR, LOS, TOI dan BTO, dimana angka BOR tinggi yaitu 86,06 % dari standar ideal 60 % – 85%. Lalu angka LOS masih rendah yaitu 4,15 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan
43
Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia Vol. 4 No.2 Oktober 2016 ISSN: 2337-6007 (online); 2337-585X (Printed)
6.
dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Lalu angka BTO masih rendah yaitu 0,62 hari dari standar 1 – 3 hari. Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 20,73 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. Ruangan Perinatologi Berdasarkan gambar 4.6 diketahui titik pertemuan empat parameter dari ruangan Perinatologi berada di luar daerah efisien. Apabila titik Barber Johnson terletak di dalam daerah efisien berarti penggunaan TT pada periode yang bersangkutan sudah efisien. Sebaliknya, apabila titik Barber Johnson masih
(Sudra, 2010). ruangan Perinatologi dikarenakan indikator BOR yang masih rendah yaitu 70,13% dari
7.
44
BOR dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. Sebaliknya, makin jauh grafik BOR dengan “Y” ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator LOS dan BTO, dimana angka LOS masih rendah yaitu 3,18 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 20,15 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. Ruangan ICU Berdasarkan gambar 4.7 diketahui titik pertemuan empat parameter dari ruangan ICU berada di luar daerah efisien. Apabila titik Barber Johnson terletak di dalam daerah
apabila titik Barber Johnson masih berada di
2010). Penyebab tidak efisiennya penggunaan TT di ruangan ICU dikarenakan angka BOR yang masih rendah yaitu 53,79% dari standar dengan “Y” ordinat, maka BOR makin tinggi. ordinat, maka BOR makin rendah (Rustiyanto, 2010). Faktor yang menyebabkan rendahnya BOR antara lain: sumber daya manusia, fasilitas, cara pembayaran, lokasi, angka kesakitan, promosi dan pendanaan. Angka BOR bisa ditingkatkan dengan cara pengalokasian TT. Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan katalain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010). Penyebab lainnya adalah rendahnya angka LOS yaitu 2,77 hari dari standar ideal 3 -12 hari. Dari aspek medis, semakin rendah LOS maka menunjukan kinerja kualitas medis yang kurang baik karena pasien dirawat sebentar. Dari aspek ekonomis, semakin rendah LOS berarti semakin rendah biaya yang nantinya harus dibayar oleh pasien (Sudra, 2010). Sedangkan menurut Depkes yang belum ideal adalah indikator BOR, LOS dan BTO, dimana angka BOR masih rendah yaitu 53,79 % dari standar ideal 60 % – 85%. Lalu angka LOS masih rendah yaitu 3,01 hari dari standar ideal 6 – 9 hari. Rendahnya angka LOS dapat diakibatkan oleh kurang baiknya perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien atau kebijakan dibidang medis (Rustiyanto, 2010). Selanjutnya angka BTO yang tinggi yaitu 18,66 kali/triwulan dari standar ideal 10 – 12,5 kali/triwulan, ini diakibatkan karena standar ideal yang terlalu rendah sehingga sulit untuk mencapainnya. Secara statistik bila nilai BOR rendah berarti semakin sedikit TT yang digunakan untuk merawat pasien dibandingkan dengan TT yang telah disediakan. Dengan kata lain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pendapatan ekonomi bagi pihak rumah sakit (Sudra, 2010).
Viki Rinjani dan Endang Triyanti.
SIMPULAN Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang difokuskan pada analisis tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur dengan melihat dari empat parameter Barber Johnson (BOR, LOS, TOI dan BTO) dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
BOR diatas angka ideal seperti yang terjadi di ruangan Mina disebabkan karena kunjungan pasien rawat inap tidak sebanding dengan tempat tidur tersedia. Hal ini dapat diatasi dengan pengalokasian tempat tidur di ruangan perawatan. BOR dibawah angka ideal seperti menurut indikator Depkes hanya ruangan ICU saja, sedangkan menurut Barber Johnson ada ruangan Shofa, Marwah, Arafah, Perinatologi dan ICU, kemungkinan disebabkan karena pengalokasian tempat tidur yang kurang tepat. Pendeknya LOS seperti menurut indikator Barber Johnson terjadi di ruangan Marwah, angka LOS sangat dipengaruhi oleh jenis penyakit yang diderita oleh pasien. Sedangkan menurut Depkes tidak ada satu ruangan pun yang mencapai standar ideal dikarenakan standar yang terlalu tinggi yaitu 6 – 9 hari. TOI dibawah angka ideal seperti yang terjadi di ruangan Mina kemungkinan disebabkan oleh jumlah kunjungan yang tinggi tidak sebanding dengan tempat tidur tersedia, disini perlu dilakukan pengalokasian tempat tidur yang tepat. Apabila ini tidak diatasi berakibat terhadap meningkatkan infeksi nasokomial. BTO diatas angka ideal hanya terjadi apabila menggunakan indikator Depkes yaitu terjadi disemua ruangan kecuali di ruangan Arafah, ini disebabkan karena standar ideal yang rendah yaitu 10 – 12,5 kali/triwulan sehingga sulit untuk mencapainnya.
Khadijah, Siti Mahmul. (2012). Determinan Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Pemanfaatan Tempat Tidur (Bed Occupancy Rate/BOR) di RSU Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan. Tapanuli; Skripsi. [diakses pada tanggal 8 Juni 2016]. Nasution, M.N (2009). Manajemen Mutu Terpadu. Bogor – Jakarta: Ghalia Indonesia. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Permenkes RI No. 269 / MENKES / PER / III / 2008, Rekam Medis, Jakarta. ___________ No.340 / MENKES / PER / III / 2010, Jakarta. ___________ No. 129 / MENKES / SK / II / 2008, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Jakarta. Rustiyanto, E. (2009). Etika Profesi Perekam Medis & Informasi Kesehatan, Yogyakarta: Graha Ilmu Rustiyanto, E. (2010). Statistik Rumah Sakit Untuk Pengambilan Keputusan, Yogyakarta: Graha Ilmu Sudra, R. I. (2010). Statistik Rumah Sakit Dari Sensus Pasien & Grafik Barber Johnson Hingga Statistik Kematian & Otopsi. Yogyakarta: Graha Ilmu Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,cv. Undang-undang RI Nomor 44 pasal 24 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
DAFTAR PUSTAKA Hatta, Gemala. (2013). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan Di Sarana Pelayanan Kesehatan, Jakarta: UI PRESS. Kepmenkes RI No. 1204 / MENKES / SK / X / 2004, Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
45