Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
1
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
JURNAL ILMU KESEHATAN Terbit minimal 2 kali dalam setahun bulan Mei dan September, berisi tulisan yang diangkat dari hasil penelitian dan kajian analisis kritis dibidang ilmu kesehatan
JUDUL JURNAL :
ALAMAT REDAKSI:
Jurnal Kesehatan
Stikes Hang Tuah Surabaya,
AIPTINAKES JATIM
JL. Gadung No. 1 Surabaya
JUMLAH ARTIKEL
KEPENGURUSAN:
8-10 Artikel yang terdiri dari:
Pelindung/Penasehat :
Artikel dan Penelitian.
Ketua AIPTINAKES JATIM
JUMLAH HALAMAN :
Penanggung Jawab:
100 halaman (masing-masing
AIPTINAKES Korwil Surabaya
artikel maximum 10 halaman)
Ketua Dewan Redaksi: Setiadi , MKep Dewan Redaksi:
FREKUENSI TERBIT:
1. Dwi Priyantini, Skep.,Ns
6 bulan sekali (kwartal)
2. Antonius Catur S., Mkep., Ns
MUIAI DITERBITKAN:
Telepon/fax: (031)8411721.
September 2011 (edisi perdana)
Email :
[email protected]
No. Terbitan: Volume 6, Nomor 2,
Web site:
September 2014
http: adysetiadi.wordpress.com
i
2
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 DAFTAR ISI cover dalam
i
daftar isi
ii
kata sambutan
iii
sekapur siri
iv
1. Pengaruh sanitasi pondok pesantren, higiene perorangan dan kejadian penyakit terhadap prestasi belajar santri (Agus Aan Adriansyah1)
1
2. Analisa metode citizen charter sebagai salah satu metode upaya peningkatan kualitas puskesmas sebagai primary health care (Citra Mayangsari1, Ernawaty, drg.,Mkes)
9
3. Pengaruh tetes mata fenilefrin hidroklorid 10% terhadap tekanan darah (Heru Suswojo1)
23
4. Kejadian malpraktek oleh tenaga kesehatan di Indonesia (Susman Sjarif)
31
5. Disiplin kerja karyawan (Ummi Khoiroh)
41
6. Efektivitas Kinerja Teamwork dalam Pelacakan Kasus Gizi Buruk di Puskesmas (Vinsensius Maghi1, Ummi Khoiroh2, Nyoman Anita Damayanti2)
51
7.
56
Pengukuran efektifitas modal pelatihan dokter dan perawat berdasarkan human capital indexs meassurment menurut watson wyatt di IGD RSU Surabaya tahun 2013 (Yuddy Riswandhy Noora1, Siti Rachmawati2, Tito Yustiawan3)
8. Sistem informasi untuk pembangunan jangka panjang sumber daya tenaga medis, paramedis, penyuluh, dan support staff untuk wilayah terpencil di indonesia (Anindya Astrianti M., S.KM)
64
9. Pengaruh Terapi Menulis Ekspresif Terhadap Tingkat Kecemasan Siswa Kelas Xii Ma Ruhul Amin Yayasan Spmma (Sumber Pendidikan Mental Agama Allah) Turi Di Desa Turi Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan (Moh. Saifudin, M. Nur Kholidin)
71
10. Efektifitas Pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Skizofrenia Dalam Mengontrol Halusinasi Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya (Dya Sustrami, Sri Sundari)
81
ii
3
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
KATA SAMBUTAN
Puji syukur ke hadirat Tuhan Allah SWT, karena berkat pimpinan dan ridhonya sehingga Jurnal Kesehatan Volume 6 Nomer 2 tahun 2014 ini telah diterbitkan.
Jurnal ini disusun untuk memfasilitasi karya inovatif dosen di seluruh jawa timur untuk dipublikasikan secara regional dalam wilayah Jawa Timur. Jurnal ini, berisikan informasi yang meliputi dunia Kesehatan yang dipaparkan sebagai hasil studi lapangan maupun studi literatur.
Jumal ini diharapkan dapat digunakan dan memberikan banyak manfaat bagi para pembaca, untuk peningkatan wawasan di bidang llmu kesehatan
Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi baik mengolah dan menyunting sehingga jurnal ini dapat disusun dan diterbitkan dengan baik, kami haturkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang membangan sangat kami harapkan untuk kemajuan Jurnal ini di masa yang akan datang.
Surabaya,
September 2014
KETUA AIPTINAKES SURABAYA,
iii
4
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
Sekapur Sirih dari Redaksi Puji syukur patut kami panjatkan Allah SWT untuk segala kebaikan yang telah Ia perbuat bagi kami sehingga Jurnal Kesehatan Volume 6 Nomer 2 bulan September, Tahun 2014 ini dapat diterbitkan. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada sahabat-sahabat kami Dosen Kesehatan yang sudah dengan suka rela mengirimkan tulisan ilmiah berupa penelitian, maupun artikel untuk dapat disajikan dalam Jurnal ini. Di tengah kesibukan redaksi dalam menjalankan tugas masih tersisih waktu untuk menyelesaikan sebuah "proyek" mewujudkan impian, Memang tidak mudah untuk memulai sesuatu, dimana budaya menulis belum begitu kental di kalangan akademisi. Perlahan namun tersendat adalah istilah yang patut kami cuplik sebagai ungkapan betapa susahnya merealisasikan sebuah terbitan ilmiah. Tentu, sesuatu hal yang baru dimulai adalah jauh dari sempurna. Apabila pembaca mendapati begitu banyak kekurangan, kesalahan dan ketidak tepatan baik mulai dari teknis penulisan, materi maupun penyuntingan, mohon dimaafkan dan mohon koreksi disampaikan kepada kami. Kami merentangkan tangan untuk menerima semua masukan demi kesempumaan terbitan Jurnal Kesehatan Nomer berikutnya. Semoga terbitan Jurnal Kesehatan Volume 6 Nomer 2 tahun 2014, ini merupakan langkah awal untuk sebuah kemajuan di Pendidikan Kesehatan. Semoga pada terbitan berikutnya kami dapat menyajikan tulisan ilmiah yang lebih baik lebih bermutu dan memenuhi harapan para pembaca. Di sisi lain, kami ingin menghimbau kepada sahabat-sahabat kami para dosen untuk memberanikan diri menulis karya ilmiah agar dapat diterbitkan pada Jural Kesehatan selanjutnya. Akhir kata, kami ingin menitipkan sebuah moto: “MARI MENULIS".
Surabaya,
September 2014
Dewan Redaksi
iv
5
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 PENGARUH SANITASI PONDOK PESANTREN, HIGIENE PERORANGAN DAN KEJADIAN PENYAKIT TERHADAP PRESTASI BELAJAR SANTRI Agus Aan Adriansyah1 1
Mahasiswa Magister Manajemen Kesehatan Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya Email:
[email protected] ABSTRACT Study achievement especially for religious pupil in an environment of a Islamic boarding school is very important to be continuously increased. In the implementation there is some factors that influences namely internal and external factors. Internal factor comprises of personal hygiene and disease incidence. External factor comprises of Islamic boarding school sanitation. This research was held in Sunan Drajat of Islamic Boarding School, Banjaranyar, Paciran, Lamongan. This research was analitic study that held observationally with cross sectional design and used quantitative approach. This research purposed to know the influence of sanitation condition of islamic boarding school sanitation, personal hygiene and disease incidence, to study achievement of religious pupil. Sample in this research was male religious pupil of Sunan Drajat Islamic Boarding School with MTS level of education. Sample numbers were 97 religious pupil that was collected from population with proportional random sampling. Variable test held using multiple linear regression analysis method. The result of this research namely sanitation variable has p value = 0,000. The variable of personal hygiene has p value = 0,936. The variabel of disease incidence has p value = 0,143. From research result, variable that has influence on religious pupil’s study achievement was sanitation variable of Islamic Boarding School. Therefore, it is necessary to increase the quality and quantity of islamic boarding Sschool sanitation to increase the study achievement of religious pupil. Keywords : sanitation of Islamic boarding school, personal hygiene, disaster, achievement
ABSTRAK Prestasi belajar khususnya untuk santri di lingkungan pondok pesantren sangatlah penting untuk selalu ditingkatkan. Dalam pelaksanaannya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi higiene perorangan santri dan kejadian penyakit. Faktor eksternal meliputi kondisi sanitasi pondok pesantren. Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Banjaranyar, Paciran, Lamongan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang dilakukan secara observasional dengan rancang bangun cross sectional dan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari kondisi sanitasi pondok pesantren, higiene perorangan santri dan kejadian penyakit terhadap prestasi belajar santri. Sampel dalam penelitian ini merupakan santri putra Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan pendidikan MTs. Jumlah sampel sebanyak 97 santri yang diambil dari populasi dengan cara proportional random sampling. Pengujian variabel dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hasil yang didapat pada penelitian ini yaitu variabel sanitasi pondok pesantren memiliki nilai p = 0,000. Variabel higiene perorangan santri memiliki nilai p = 0,936. Variabel kejadian penyakit memiliki nilai p = 0,143. Dari penelitian ini, variabel yang berpengaruh terhadap prestasi belajar santri variabel sanitasi pondok pesantren. Oleh sebab itu, dibutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas dari sanitasi pondok pesantren untuk meningkatkan prestasi belajar santri. Kata kunci : sanitasi pondok pesantren, higiene perorangan, penyakit, prestasi
6
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 suatu penyakit maupun status kesehatan yang
PENDAHULUAN Perkembangan jaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti
dapat
mempengaruhi
Lingkungan
manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan
ponen
kualitas sumber daya manusia merupakan
keberhasilan
prasyarat
pembangunan.
untuk
Salah
sebuah
prestasi belajar.
sekarang ini menuntut adanya sumber daya
mutlak
pencapaian
sistem
merupakan yang
suatu
ikut
proses
kom-
menentukan
pendidikan.
Dalam
mencapai
tujuan
penelitian ini kondisi lingkungan tempat tinggal
wahana
untuk
(asrama
satu
pondok
sebagai
tempat
tinggal)
meningkatkan kualitas sumber daya manusia
menjadi perhatian karena faktor ini sangat dekat
tersebut adalah pendidikan. Pendidikan adalah
dengan kehidupan sehari-hari siswa yang sangat
usaha sadar untuk menumbuh-kembangkan
berpengaruh terhadap prestasi belajar. Kondisi
potensi sumber daya manusia melalui kegiatan
lingkungan sekitar yang didukung dengan
pengajaran.
higiene perorangan yang buruk, yang juga
Dalam tujuan untuk menciptakan atau
merupakan faktor dari dalam diri siswa, akan
menyiapkan peserta didik agar mempunyai
menyebabkan mudah untuk terserang penyakit,
kemampuan untuk melanjutkan ke jenjang
menurunnya kebugaran jasmani siswa dan akan
pendidikan yang lebih tinggi, salah satu usaha
berimbas pada menurunnya motivasi dan daya
yang digunakan adalah meningkatkan prestasi
konsentrasi belajar sehingga berdampak pada
belajar siswa. Prestasi belajar merupakan tolok
penurunan prestasi belajar jika hal ini terjadi
ukur
berulang-ulang.
yang
utama
untuk
mengetahui
keberhasilan belajar seseorang.
Oleh karena itu, perlu diadakan penilaian
Menurut ungkapan yang disampaikan
untuk
menggambarkan
sanitasi
pondok
oleh Dra. Mardien Suprapti S.Psi., Psikolog
pesantren dan higiene perorangan santri di
Batam Medical Centre, Pencapaian prestasi
Pondok Pesantren Sunan Drajat, Banjaranyar,
bukan semata ditentukan oleh intelegensi anak
Paciran, Lamongan. Hal ini dilakukan untuk
saja tapi banyak juga faktor lain sebagai
mengetahui pengaruh dari kondisi sanitasi
pemicunya. Faktor yang berperan sebagai
pondok pesantren dan higiene perorangan santri
pemicu penurunan prestasi anak sebenarnya
di pondok pesantren tersebut serta timbulnya
dibedakan menjadi dua yakni faktor internal dan
berbagai penyakit terhadap prestasi belajar
eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri
santri.
anak itu sendiri. Sementara faktor eksternal berasal dari pergaulan di sekolah, lingkungan rumah atau teman bermain atau bisa juga akibat kondisi
keluarga
yang
kurang
kondusif
(Muhdar, 2008).
METODE PENELITIAN Penelitian
ini
merupakan
penelitian
analitik yang dilakukan secara observasional dengan rancang bangun cross sectional dan
Aspek tingkatan sebuah prestasi belajar
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
yang dicapai dapat dipengaruhi oleh berbagai
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
macam faktor baik secara langsung maupun
pengaruh dari beberapa variabel independent
tidak
terhadap
langsung
seperti
masalah
sanitasi
lingkungan, higiene perorangan dan timbulnya
variabel
dependent.
Variabel
independent yang diteliti meliputi kondisi
7
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 sanitasi pondok pesantren, higiene perorangan
menyatakan sabun mandinya juga selalu dipakai
santri
Sedangkan
santri lainnya. Disamping itu, sebesar 37,1%
variabel dependent yang diteliti adalah prestasi
santri menggunakan handuk yang juga kadang-
belajar santri, yang diukur dari nilai raport santri
kadang dipakai oleh santri lainnya dan 26,8%
dari 4 mata pelajaran UNAS yaitu Bahasa
menyatakan handuknya juga selalu dipakai
Inggris, Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA.
santri lainnya. Kemudian hal yang lain adalah
Sampel dalam penelitian ini merupakan santri
kebiasaan dalam menumpuk pakaian kotor dan
putra Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan
kebiasaan tidur yang kurang baik.
dan
kejadian
penyakit.
pendidikan MTs. Jumlah sampel sebanyak 97
Oleh sebab itu, masih perlu untuk selalu
santri yang diambil dari total populasi santri
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di
MTS putra dengan cara proportional random
kalangan para santri untuk menurunkan angka
sampling. Data diperoleh dari data primer dan
terjadinya kesakitan yang lebih disebabkan oleh
data sekunder.
higiene perorangan. Seperti halnya santri yang menderita penyakit kulit setiap bulannya selalu
HASIL DAN PEMBAHASAN
menunjukkan angka kejadian yang tinggi.
1. Penilaian Higiene Perorangan Santri
Sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap
Secara keseluruhan mengenai tingkat higiene
perorangan
santri
dari
seluruh
aktivitas santri sehari-hari terutama dalam belajar di pondok pesantren.
responden yang meliputi frekuensi mandi, penggunaan sabun dan handuk, kebiasaan
2. Penilaian Sanitasi Lingkungan Pondok
keramas, kebiasaan cuci tangan, kebiasaan sikat
Pesantren
gigi, kebersihan pakaian, potong kuku, olahraga
Secara
keseluruhan
total
skor
dari
dan lama istirahat, termasuk dalam kategori
kondisi sanitasi lingkungan Pondok Pesantren
cukup baik sepert dapat dilihat pada tabel
Sunan Drajat, Banjaranyar, Paciran, Lamongan,
berikut.
yang
Tabel 1. Tingkat Higiene Santri
penyediaan air bersih, kamar mandi dan WC,
No. Higiene Santri Jumlah Persentase 1. Kurang 5 5,2 2. Cukup 86 88,7 3. Baik 6 6,2 Total 97 100,0 Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa dari seluruh responden yang paling banyak adalah responden yang memiliki higiene perorangan yang cukup baik dengan jumlah 86 responden (88,7%). Sedangkan santri yang lainnya masih ada yang memiliki higiene perorangan yang kurang baik. Diantaranya adalah dalam kaitannya kebiasaan mandi yaitu sebesar 46,4% santri menggunakan sabun mandi yang juga kadang-
meliputi
kondisi
bangunan
asrama,
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), sistem pengelolaan sampah, kondisi kamar santri dan kondisi tempat belajar masuk dalam kategori cukup baik. Akan tetapi, perlu ditingkatkan lagi dalam hal penyediaan fasilitas sanitasi dasarnya dan selalu dilakukan perawatan agar tidak menjadi kotor dan tidak terawat sehingga mengakibatkan banyaknya bibit penyakit yang berkembang biak ditempat tersebut. Dengan kondisi kesehatan sanitasi lingkungan yang baik, risiko kesehatan dan risiko lainnya akan bisa dihindari. Hampir 80% penyakit yang ada di pondok pesantren diakibatkan oleh kondisi
kadang dipakai oleh santri lainnya dan 19,6%
8
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 kesehatan lingkungan yang tidak baik. Kondisi yang baik juga akan meningkatkan estetika
Menurut hasil yang didapat, kejadian
pondok pesantren tersebut (Dinkes Jatim, 2008).
penyakit beserta interaksinya dari para santri di pondok pesantren termasuk dalam kategori cukup baik. Hal ini dijelaskan dengan daya
3. Identifikasi Kejadian Penyakit Dari
hasil
pengamatan
di
Pondok
respon maupun daya tanggap santri serta
Pesanten Sunan Drajat, diketahui bahwa masih
aktivitas santri saat sedang mengalami sakit.
banyaknya angka kejadian sakit yang dialami
Pada
santri khususnya yang terdata pada data
melakukan aktivitas seperti biasa walaupun
kunjungan berobat di klinik pondok. Pada
terkadang intensitasnya sedikit berkurang. Sama
umumnya, kejadian sakit yang dialami santri
halnya dengan kegiatan belajar, meskipun ada
terutama berkaitan dengan higiene perorangan
yang merasa tidak terganggu, tidak sedikit para
yang buruk dan ditambah dengan kurang
santri yang merasa terganggu dengan sakit yang
baiknya kondisi sanitasi lingkungan pondok.
diderita.
umumnya
para
santri
masih
tetap
Dari data yang diperoleh pada klinik pondok, didapatkan 14 jenis penyakit yang
4. Penilaian Prestasi Belajar Santri
sering diderita oleh santri putra MTs yang
Prestasi belajar santri dapat dilihat dari
menjadi responden seperti yang tercantum pada
nilai raport yang diperoleh diakhir ujian setiap
tebel berikut ini. Penyakit-penyakit tersebut
semesternya.
diantaranya penyakit kulit, dan yang paling
biasanya dipergunakan untuk penilaian tingkat
dominan serta yang sering dialami santri adalah
kelulusan (UNAS) diantaranya adalah nilai
penyakit scabies dengan frekuensi kejadian
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa
tertinggi selama 3 bulan terakhir pendataan
Inggris, Matematika dan IPA. Oleh sebab itu,
mulai bulan April, Mei dan Juni dengan
keempat nilai dari 4 mata pelajaran tersebut,
kejadian 24 kali (25,5%). Selanjutnya penyakit
masing-masing harus memenuhi nilai minimum
Gastritis dan ISPA yang sering terjadi dengan
standar yang telah ditentukan untuk bisa
frekuensi terbanyak kedua dan ketiga dengan
dikatakan lulus UNAS.
persentase masing-masing sebesar 21,3%.
Nilai
Berdasarkan
mata
hasil
pelajaran
yang
yang
didapat,
diketahui bahwa rata-rata (53,6%) santri telah Tabel 2. Jenis Penyakit yang Terjadi No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Total
Jenis Penyakit Anemia Bisul Comuncol Dermatitis Febris Gastritis ISPA Konjungtivis Periodentitis Scabies Tonsilitis Trauma Typhus Varicella
Frekuensi Persentase 4 4,3 1 1,1 3 3,2 6 6,4 1 1,1 20 21,3 20 21,3 4 4,3 2 2,1 24 25,5 2 2,1 2 2,1 4 4,3 1 1,1 94 100,0
mendapatkan nilai mata pelajaran khusus UNAS dengan kriteria baik. Sedangkan sisanya (46,4%) santri mendapatkan nilai UNAS dengan kriteria cukup baik. Hal ini menandakan bahwa untuk persiapan dalam ujian UNAS nanti para santri kemungkinan besar akan mendapatkan nilai prestasi yang cukup baik diatas nilai standar minimum yang telah ditetapkan.
9
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 5. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Pondok Pesantren, Higiene Perorangan Santri
kejadian penyakit (X3), sisanya dipengaruhi oleh sebab-sebab lain. Baris model 3 disebutkan
dan Kejadian Penyakit Terhadap Prestasi
variabel
higiene perorangan santri dan kejadian penyakit
Belajar Santri Berdasarkan hasil analisis yang telah
telah dikeluarkan sehingga R= 0,653 berarti
dilakukan, didapatkan hasil bahwa dari ketiga
65,3% variasi nilai prestasi santri dipengaruhi
variabel bebas yang meliputi kondisi sanitasi
oleh sanitasi lingkungan ponpes dan sisanya
lingkungan
dipengaruhi oleh sebab-sebab lain.
pondok
pesantren,
higiene
perorangan dan kejadian penyakit terhadap
Selain itu, dalam perhitungan dengan
kaitan pengaruhnya dengan prestasi belajar
SPSS didapatkan 3 buah model dalam Tabel
santri, hanya variabel sanitasi lingkungan
Anova dengan variasi angka yang berbeda.
pondok pesantren saja yang cukup memberikan Tabel 4. Output Anova - ANOVA Regresi d
pengaruh terhadap prestasi belajar santri. Dalam analisis dengan menggunakan SPSS analisis regresi berganda didapatkan beberapa tabel
Model 1
yang menjelaskan besaran
pengaruh dari beberapa varibel independent terhadap variabel dependent
yang sedang
2
3
diteliti, yaitu sebagai berikut.
Model 1 2 3
R R Square ,663a ,440 ,663b ,440 ,653c ,426
Std. Error of the Estimate 1,29470 1,28784 1,29738
df 3 93 96 2 94 96 1 95 96
Mean Square 40,863 1,676
F 24,378
Sig. ,000a
61,290 1,659
36,954
,000b
118,578 1,683
70,448
,000c
a. Predictors: (Constant), X3, X2, X1
Tabel 3. Tabel ModelModel Summary Summaryd- Regresi Adjusted R Square ,422 ,428 ,420
Regression Residual Total Regression Residual Total Regression Residual Total
Sum of Squares 122,590 155,892 278,482 122,579 155,902 278,482 118,578 159,904 278,482
b. Predictors: (Constant), X3, X2
Durbin-W atson
c. Predictors: (Constant), X2 d. Dependent Variable: Y
Dari ketiga model diatas yang diperoleh 1,793
a. Predictors: (Constant), X3, X2, X1
dari Tabel Anova, didapatkan penjelasan bahwa
b. Predictors: (Constant), X3, X2
dari
c. Predictors: (Constant), X2
pengaruhnya terhadap prestasi belajar santri,
d. Dependent Variable: Y
ketiga
variabel
bebas
yang
diteliti
hanya variabel sanitasi lingkungan pondok
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui
pesantren yang memiliki pengaruh cukup besar
bahwa baris model 1 disebutkan variabel
daripada variabel lainnya yang dapat dilihat
higiene perorangan santri (X1) dan kejadian
pada Model 3 diatas. Pada Model 3 diatas
penyakit (X3) belum dikeluarkan sehingga
disebutkan bahwa nilai F hitung yang hanya
adjusted R square = 0,422 berarti 42,2% variasi
menggunakan variabel sanitasi dalam penga-
nilai prestasi santri (Y) dipengaruhi oleh ketiga
ruhnya terhadap prestasi memiliki nilai yang
variabel bebas, sisanya dipengaruhi oleh sebab-
cukup besar daripada model yang lainnya.
sebab lain.
Model 3 didapatkan nilai F= 70,448
Baris model 2 disebutkan variabel higiene
perorangan
santri
(X1)
dengan p=0,000. Oleh karena p< 0,05, maka
telah
model 3 dapat dipakai untuk memprediksi nilai
dikeluarkan sehingga R square = 0,440 berarti
prestasi santri, atau secara bersama-sama semua
44% variasi nilai prestasi santri dipengaruhi
variabel bebas berpengaruh terhadap nilai
oleh sanitasi lingkungan ponpes (X2) dan
prestasi santri pada taraf kepercayaan 95%.
10
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Setelah santri dan
variabel higiene perorangan
kejadian penyakit dikeluarkan,
Oleh sabab itu, perlunya untuk selalu melakukan
pemeliharaan
dan
peningkatan
ternyata F hitung naik dari 24,378 menjadi
kualitas lingkungan di pondok pesantren.
36,954 dan berubah lagi menjadi 70,448.
Meskipun variabel higiene perorangan santri
Dengan demikian, model 3 lebih baik daripada
dan
model 1 dan model 2.
pengaruh yang kuat pada peningkatan prestasi,
Disamping itu, angka probabilitas yang
kejadian
penyakit
tidak
memberikan
semua warga pondok termasuk para santri untuk
didapat pada Tabel Coefficients sebesar 0,000
selalu
(< α, α = 5%) yang berarti dapat disimpulkan
melaksanakan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
disarankan oleh pihak klinik agar tetap terjaga
meskipun hanya satu variabel bebas saja, yaitu
kondisi
sanitasi lingkungan pondok pesantren.
mengalami sakit, karena pada dasarnya tubuh
Sementara
itu,
untuk
persamaan
regresinya dapat dilihat pada Tabel Coefficients.
menjaga
kebersihan
program
kesehatannya
diri
PHBS
dan
sendiri,
yang telah
tidak
sering
yang selalu terserang atau rentang terkena penyakit
akan memberikan
dampak yang
banyak. Diantaranya susah untuk beraktivitas, Tabel 5. Output Coefficients - Regresi a
tidak kuat berangkat ke sekolah, konsentrasi
Coefficients
Model 1 (Constant) X1 X2 X3 2 (Constant) X2 X3 3 (Constant) X2
Unstandardized Coeff icients B Std. Error 18,700 1,742 ,004 ,048 ,929 ,115 -,161 ,109 18,742 1,651 ,932 ,109 -,158 ,102 17,313 1,381 ,916 ,109
Standardized Coeff icients Beta ,007 ,662 -,123 ,664 -,120 ,653
t 10,735 ,080 8,078 -1,479 11,350 8,562 -1,553 12,535 8,393
Sig. ,000 ,936 ,000 ,143 ,000 ,000 ,124 ,000 ,000
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,793 ,898 ,875
1,262 1,114 1,142
,992 ,992
1,008 1,008
1,000
1,000
a. Dependent Variable: Y
belajar terganggu dan pada akhirnya juga bisa mengakibatkan prestasi belajar menurun. Meskipun belum memberikan pengaruh yang kuat terhadap prestasi belajar, diharapkan kesadaran diri untuk selalu meningkatkan higiene perorangan agar kesehatan jasmani selalu terjaga sebagai bekal mencapai suatu
Persamaan
yang
diperoleh
adalah
tujuan.
sebagai berikut : KESIMPULAN DAN SARAN Y = a + b1X2 = 17,313 + 0,916 X2
1. Kesimpulan a. Penilaian higiene perorangan santri MTs
Keterangan : Y = Nilai prestasi belajar santri A = Konstanta X2 = Nilai kondisi sanitasi lingkungan pondok pesantren
secara umum termasuk dalam kategori cukup baik (88,7%). Akan tetapi, 5,2% santri memiliki kebiasaan yang kurang baik diantaranya : penggunaan sabun mandi yang
Berdasarkan model perumusan regresi
jarang, handuk dan sabun yang juga dipakai
diatas, maka dapat diartikan bahwa rata-rata
oleh teman, kebiasaan potong kuku kecuali
nilai
diperkirakan
kalau panjang saja, kebiasaan mencuci
meningkat atau menurun sebesar 0,916 untuk
tangan yang kurang baik serta kebiasaan
peningkatan atau penurunan skor penilaian
olahraga yang umumnya tidak dilakukan
sanitasi lingkungan pondok pesantren sebesar
santri.
prestasi
satu unit.
belajar
santri
b. Penilaian sanitasi pondok pesantren yang meliputi 6 asrama secara umum termasuk
11
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 dalam kategori cukup baik. Akan tetapi, dari
persyaratan
keenam asrama tersebut, ada 2 asrama yang
kegiatan pembelajaran santri, diantaranya :
memiliki kondisi sanitasi yang lebih baik.
1) Pengecatan dinding kamar santri yang
Namun ada 4 asrama yang tidak mendukung
masih bewarna gelap menjadi terang
sanitasi pondok pesantren.
dengan memakai jenis warna cat yang
c. Terdapat 14 jenis penyakit yang sering diderita santri. Diantaranya adalah tertinggi penyakit scabies dengan frekuensi kejadian 24 kali (25,5%), diikuti penyakit ISPA serta
kesehatan
yang
menunjang
terang seperti warna putih. 2) Pemberian atap di bangunan yang belum beratap. 3) Pembenahan
dan
perawatan
kondisi
gastritis dengan persentase (21,3%). Semua
kamar mandi/WC yang kurang baik pada
jenis penyakit yang terjadi rata-rata karena
beberapa asrama, termasuk dinding,
kondisi kebersihan diri santri dan sanitsi
lantai, atap dan bak mandi.
lingkungan yang kurang baik. Kemudian kejadian
penyakit
beserta
interaksinya
termasuk dalam kategori cukup baik.
pelajaran UNAS secara umum (53,6%) termasuk dalam kriteria baik. Sisanya (46,4%) termasuk kriteria cukup baik.
pesantren
awal
untuk menyaring
sampah. Memberikan penutup diatas saluran limbah, dan selalu dibersihkan. 5) Membalikkan
fungsi
sanitasi
kamar
sebagai sarana penetralan kondisi kamar,
e. Adanya pengaruh dari variabel sanitasi pondok
baik. Pemberian saringan di saluran pembuangan
d. Nilai prestasi santri khusunya 4 mata
lingkungan
4) Rekonstruksi bangunan SPAL yang lebih
terhadap
prestasi belajar santri.
memberi cahaya matahari masuk dengan leluasa
tanpa
ada
pengahalang,
diantaranya meng-usahakan agar tidak mengantungkan pakaian didekat cendela.
2. Saran
Tidak
a. Dalam higiene perorangan santri, harus
maupun almari didekat almari hingga
diadakan sosialisasi pentingnya perilaku
meletakkan
barang-barang
menutupi sebagian jendela.
hidup sehat dan bersih (PHBS). Diantaranya penggunaan sabun dan handuk milik pribadi,
DAFTAR PUSTAKA
kebiasaan mencuci tangan yang baik dengan
Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta ; PT Rineka Cipta.
sabun
dan
air
mengalir,
kebiasaan
memotong kuku minimal seminggu 1 kali, segera mencuci pakaian yang kotor dan tidak dibiarkan menumpuk serta anjuran berolahraga intensif
kepada
sehingga
para tidak
santri
secara
mengabaikan
pentingnya menjaga kebersihan diri. b. Dalam sanitasi pondok pesantren, sebaiknya dilakukan renovasi atau perbaikan terhadap beberapa asrama yang kurang memenuhi
Awaliyah, D., 2007. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Keluarga Santriyah Terhadap Prestasi Belajar Santriyah Di Pondok Pesantren Hasanatul Huda Kabupaten Sumedang. Skripsi. 2007-03-22. http://digilib.upi.edu/pasca /available/ etd-0522107-100046/ (sitasi 16 Desember 2007). Azra, A., 2001. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta; Penerbit Kalimah. Azwar, A., 1990. Pengantar Ilmu Dasar – Dasar Kesehatan Lingkungan. Jakarta ; Mutiara.
12
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Azwar, A., 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta; PT. Mutiara Sumber Widya. Azwar, S., 1996. Tes Prestasi : Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi belajar. Yogyakarta ; Kanisius. Candra, B., 2007. Pengantar Lingkungan. Jakarta ; EGC.
Kesehatan
Depag. R.I., 2003a. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta; Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama R.I.
Hasbullah, 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta; PT Raja Grafindo Persada : 24-27 dan 138-161. Kusnoputranto, H., 1986. Kesehatan Lingkungan. Jakarta ; FKM Universitas Indonesia. Ma‟rufi I., Keman S., Notobroto H.B., 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Scabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No.1 hal 11-18.
Depag. R.I., 2003b. Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Jakarta; Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama R.I.
Menteri Kesehatan R.I., 1999. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999. Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta ; Menteri Kesehatan R.I.
Depag. R.I., 2003c. Pola Pembelajaran di Pesantren. Jakarta ; Ditpekapontren Ditjen Kelembagan Agama Islam Departemen Agama R.I.
M.U.I., 1990. Air, Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Menurut Agama Islam. Jakarta ; Majelis Ulama Indonesia.
Depkes. RI., 1993. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Tempat-Tempat Umum. Surabaya; Ditjen PPM dan PLP. Dinkes. Jatim., 1997. Sanitasi Pondok Pesantren di Jawa Timur. Surabaya ; Dinas Kesehatan Jawa Timur. Dinkes. Jatim., 2008. Materi Pelatihan Pos Kesehatan Pesantren (POSKESTREN). Surabaya ; Dinas Kesehatan Jawa Timur. Griessman, B.E., 1994. Faktor-Faktor Prestasi. Jakarta ; Binarupa Aksara.
Mukono, H.J., 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya ; Airlangga University Press. Rahman, A., 2003. Sanitasi Pondok Pesantren. Surabaya ; FKM Unair. Sukarni, M., 1995. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta ; Kanisius. Srisoeswati, 1990. Pedoman Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum. Jakarta. Syah, M., 1999. Psikologi Belajar. Jakarta ; Logos Wacana Ilmu.
13
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
ANALISA METODE CITIZEN CHARTER SEBAGAI SALAH SATU METODE UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PUSKESMAS SEBAGAI PRIMARY HEALTH CARE (Analysis Method As A Citizen Charter One Method Of Health Quality Improvement Efforts As Primary Health Care) Citra Mayangsari1, Ernawaty, drg.,Mkes 1 2
Puskesmas Wates Kota Mojokerto Jawa Timur
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Pada era Jaminan Kesehatan Nasional pada tahun 2014 ini puskesmas mau tidak mau dituntut untuk memeberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat di Wilayahnya. Konsep puskesmas yang hanya mengutamakan upaya promotif dan preventif harus beralih menjadi puskesmas yang juga mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitatif. Disini puskesmas berperan sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat I atau Primary Helath Care sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013 Tentang Pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional, dimana puskesmas berperan sebagai penyaring pertama dalam upaya peningkatan derajat kesehatan manusia. Sehingga kualitas puskesmas menjadi kunci utama dalam menghadapi era JKN dan memberikan kepuasan kepada masyarakat. Citizen Charter merupakan salah satu metode yang sudah banyak dipakai di puskesmas di Indonesia. Tool ini dipercaya untuk meningkatkan kualitas puskesmas dalam rangka memberikan kepuasan kepada masyarakat karena dapat membangun kepercayaan masyarakat kepada puskesmas. Tujuan dari telaah pustaka ini adalah untuk menjelaskan apa dan bagaimana citizen charter. Artikel ini menggunakan metode telaah pustaka dari berbagai sumber yang mengulas tentang citizen charter. Beberapa puskesmas sudah berhasil melaksanakan metode citizen charter dan berhasil. Namun beberapa puskesmas masih kesulitan untuk melaksanakan metode citizen charter ini. sehingga upaya pengembangan metode Citizen charter sangat diperlukan.
ABSTRACT In the era of National Health Insurance in 2014, the health center would not want to be prosecuted on to provide the best service to the community in the Territory. The concept of health centers that only priority promotive and preventive efforts should be shifted to primary care clinics also focus on supporting the curative and rehabilitative. Here health centers act as Health Care Providers Level I or Primary Helath Care that basic on Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013 Tentang Pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional,where health centers act as the first filter in improving the health status of human So the quality of the health center is the key factor in the era of JKN and give satisfaction to the public. Citizen Charter is one method that has been widely used in health centers in Indonesia.This tool is believed to improve the quality of health centers in order to give satisfaction to the public because it can build public confidence in the health centers.The purpose of this literature review is to explain what and how citizen charter. This article uses the method of literature review to review the various sources of citizen charters. Some health centers have already accomplished and successful when use the methods of citizen charters. However, some health centers are still difficulties to implement this method of citizen charters. making efforts to develop methods Citizen charter is needed. Keywords : Primary Health Care, citizen charter, puskesmas
14
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 antara puskesmas sebagai provider dan masyarakat
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari
sebagai konsumen.
pembangunan nasional mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kesadaran,
kemauan,
Citizen charter sudah terbukti efektif untuk
dan
meningkatkan kualitas pelayanan di puskesmas,
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
salah satu puskesmas yang sudah menggunakan
terwujud
derajat
citizen charter adalah puskesmas Bendo di kota
optimal.
Undang-Undang
kesehatan
masyarakat
Republik
yang
Indonesia
blitar.
nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 5
Tujuan dari artikel ini adalah;
menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak
1.
dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau8.
charter dilaksanakan. 2.
merupakan
pusat
pengembangan
kesehatan
Untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan citizen charter
Definisi Puskesmas menurut Depkes 19976 adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang
Untuk mengetahui bagaimana konsep citizen
3.
Untuk mengetahui contoh aplikatif citizen charter.
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
disamping
memberikan
pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Puskesmas Menurut
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat, yang
Pusat pengerak pembangunan berwawasan
3.
No.
128/MENKES/SKII/2004 yang dimaksud dengan Puskesmas adalah : Unit Pelaksana Teknis Dinas
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja16.
kesehatan 2.
RI
Kesehatan Kabupaten /Kota yang bertanggung
fungsinya antara lain : 1.
KepMenKes
Puskesmas merupakan suatu kesatuan
Pusat pemberdayaanmasyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan
organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
pelayanan
memberikan peran serta masyarakat disamping
kesehatan tingkat pertama seringkali dilupakan oleh
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
masyarakat. Masyarakat cenderung lebih memilih
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya
pelayanan kesehatan di rumah sakit langsung pada
dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain
kunjungan
puskesmas
Puskesmas
sebagai
pertama.
pusat
Sehingga
menyebabkan
mempunyai
overload pada pelayanan rumah sakit. Padahal
tanggungjawab
sesuai
masyarakat dalam wilayah kerjanya.
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
atas
wewenang
pemeliharaan
dan
kesehatan
Republik Indonesia Indonesia nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan PelayananKesehatan
2. Puskesmas sebagai Primary Health Care. Primary Health Care (PHC) menurut
Perorangan bahwa sistem rujukan dilaksanakan berjenjang sesuai kebutuhan medis7. Citizen charter merupakan salah satu tool atau alat untuk meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas berdasarkan suatu kontrak pelayanan
WHO
dalam
Alma
Ata
Declaration (1978)
adalahpelayanan kesehatanesensialberdasarkanmetode
praktis,
ilmiahdan dapat diterimasecara sosialdan teknologi
15
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 dapatdiakses secara universal untuk individu dan
diperlakukan kurang baik oleh para petugas medis
keluarga dimasyarakat melalui partisipasi penuh
yang dinilai cenderung tidakramahdankasar.
mereka dandengan biaya yangdapat dijangkau oleh Negara
dan
masyarakat.
merupakantingkatanpertama
PHC
kontakindividu,
Tidak
hanya
hal-hal
diungkapkan
yang
di
telah atas,
adabeberapapermasalahanyang
muncul
di
keluarga dan masyarakatdengan sistemkesehatan
puskesmas, misalnya: Jam kerja Puskesmas yang
nasionalsehinggaperawatan
sangat singkat, kemampuan keuangan daerah yang
kesehatandapatdilaksanakansedekat
terbatas, puskesmas yang kurang memiliki otoritas
mungkindengan tempat orangtinggal dan bekerja,
untuk memanfaatkan peluang yang ada, puskesmas
danmerupakanelemenpertama
belum terbiasa mengelola kegiatannya secara
dari
proses
perawatan kesehatanberkelanjutan11.
mandiri, serta kurangnya kesejahteraan karyawan yang
Puskesmas masyarakat
dalam
pertama
dengan
cukup
efektif
memberikan standar
membantu
berpengaruh
terhadap
motivasi
dalam
melaksanakan tugas di puskesmas.
pertolongan pelayanan
3. Pengertian Citizen Charter
kesehatanapalagipudkesmasperkotaansudahlengkap
Penyelenggaraan pelayanan publik saatini
fasilitaskesehatanya. Pelayanan kesehatan yang
harus sesuai dengan peradigma pelayanan publik
dikenal murah seharusnya menjadikan Puskesmas
yang berkembang yakni new public service yang
sebagai tempat pelayanan kesehatan utama bagi
memandang publik sebagai citizen atau warga
masyarakat, namun pada kenyataannya banyak
Negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang
masyarakat
pelayanan
sama. Tidak hanya sebagai customer yang dilihat
kesehatan pada dokter praktek swasta atau petugas
dari kemampuannya membeli atau membayar
kesehatan praktek lainnya atau bahkan langsung
produk atau jasa.
memeriksakan diri ke rumahsakit. Kondisi ini
pengguna
layanan
kemungkinandidasari oleh anggapan yang negatif
pemerintah
dan
darisebagianbesar masyarakat terhadap pelayanan
kewaiban publik, seperti mematuhi peraturan
kesehatanpuskesmas, misalnya anggapan bahwa
perundang-udangan, membayar pajak, membela
mutu pelayanan yang yang kurangbagus, artinya
Negara dan sebagainya12.
Puskesmas
yang
memilih
cukup
pubik
sekaligus
yang juga
disediakan subyek
dari
Menurut John Major pada tahun 1991
memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik
Citizen Charter merupakan suatu program yang
dilihat dari sarana dan prasarananya maupun dari
dapat meningkatkan kualitas pelayanan oleh sektor
tenaga medis atau anggaran yang digunakan untuk
pemberi layanan, dimana dasar idenya adalah untuk
menunjang
Sehingga
menentukan standar kualitas, menentukan ukuran
banyak sekali pelayanan yang diberikan kepada
standar tersebut, dan meraih standar, dimana
masyarakat itu tidak sesuai dengan Standar
pengguna
Operating Procedure (SOP) yang telah ditetapkan.
mengenai pelayanan yang diberikan oleh pengguna
Sikap tidak disiplin petugas medis pada unit
layanan dimana di dalamnya terdapat keterbukaan
pelayanan
sebuah
tentang informasi mengenai standard an bagaimana
masyarakat selalu
kualitas dari pelayanan. Salah satu mekanisme
kegiatannya
puskesmas
memadai
Citizen adalah penerima dan
dalam
masalah.
tidak
lebih
sehari-hari.
juga
Padakenyataannya
menjadi
layanan
mengetahui
secara
pasti
dalam citizen charter adalah prosedur penanganan
16
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 keluhan. Pelayanan masyarakat ini terdiri dari
nantinya
pelayanan
penyelenggaraan pelayanan publik13.
kesehatan,
Industri,
pendidikan,
akan
menjadi
dasar
praktik
keamanan masyarakat, dan pemerintahan local 2. Citizen Chartermerupakankesepakatanresmi
4. Tujuan, Manfaat, dan 8 sendi citizen charter.
(formal) antaramasyarakatsebagaikonsumendenganpenyelen ggarapelayananpublik.
Tujuan Citizen Charter adalah membuat pelayanan
Biasajugadisebutsebagaikontrakpelyanan
yang
publik
menjadi
lebih
responsif
(kesesuaian antara pelayanan dengan kebutuhan
berisikesanggupandankesediaanpemberilayananunt
masyarakat), transparan (semua aspek pelayanan
ukmelakukanataumenyelenggarakanpelayanansesua
yakni jenis, prosedur, waktu, biaya dan cara
idenganperjanjian
pelayanan, dapat diketahui dengan mudah oleh
(kesepakatan),
disertaisangsiapabilakeepakatantidakdipenuhiataudl
pengguna
aanggar,
pelayanandan kontekspenyelenggaraannya dinilai
citizen
chartermenekankanaspekpelayananpublik professional,transparan,
yang
layanan),
dan
akuntabel
(aspek
baik oleh pengguna layanan)4.
berkepastian,
ManfaatCitizen Charterdapat dipakai baik
ramahdanberkeadilandenganmenghargaihakdankew
oleh pengguna layanan mauapun penyedia layanan.
ajibanpenggunamaupunpenyedialayananan 9.
Bagi pengguna layanan adalah 4:
Citizen Charter adalah suatu pendekatan
a. Memberikan jaminan bahwa pelayanan publik
dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang
akan menjadi lebih responsif transparan dan
menempatkan pengguna layanan sebagai pusat
akuntabel.
perhatian. Artinya, kebutuhan dan kepentingan
b. Memberikan
kemudahan
untuk mengakses
pengguna layanan harus menjadi pertimbangan
informasi pelayanan dan melakukan kontrol
utama dalam seluruh proses penyelenggaraan
terhadap penyelenggaraan pelayanan;
pelayanan
publik.
Berbeda
dengan
taktik
c. Menghargai martabat dan kedudukan pengguna
penyelenggaraan pelayanan publik yang terjadi
layanan sebagai warga yang berdaulat.
sekarang ini, yang menempatkan kepentingan
Sedangkan bagi penyedia layanan adalah:
pemerintah dan penyedia layanan sebagai acuan
a. Memudahkan
utama dari praktik penyelenggaraan pelayanan. Citizen
Charter
menempatkan
kepentingan
dalam
melakukan
terhadap kinerja pelayanan ; b. Membantu memahami kebutuhan dan aspirasi
pengguna layanan sebagai unsur yang paling
warga,
penting. Untuk mencapai maksud tersebut, Citizen
penyelenggaraan pelayanan publik ;
Charter
mengenai
bersama dengan pengguna layanan dan pihak-pihak
pelayanan publik bukan hanya tanggung jawab
yang berkepentingan (stakeholder) lainnya untuk
pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab
menyepakati jenis, prosedur, waktu, biaya, serta
semua, termasuk warga dan pengguna layanan.
Kesepakatan
mempertimbangkan
layanan
stakeholders
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa
pelayanan.
penyedia
serta
untuk
cara
mendorong
evaluasi
tersebut
keseimbangan
hak
harus
Adapun delapan sendi pelayanan pada
dan
Citizen Charteryang harus dipegang teguh antara
kewajiban antara penyedia layanan, pengguna layanan,
serta
stakeholder.
Kesepakatan
ini
lain14: a. Kesederhanaan (mudah, lancar, cepat)
17
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 b. Kejelasan
dan
Kepastian
(prosedur,
untuk seluruh pengguna layanan1.Di Indonesia
penanggungjawab, biaya, waktu penyelesaian,
sendiri pelaksanaan Citizen Charterbaru mulai
hak dan kewajiban)
sekitar tahun 2006 sampai tahun 2009 dimana pada
c. Keamanan (kenyamanan, kepastian, hukum dan penyimpanan)
tahun tersebut lebih dari 60 kabupaten dan kota daerah diberikan program pelatihan dan bantuan
d. Keterbukaan (informasi terbuka, peduli dan sopan)
teknis untuk mengembangkan
perbaikan dan
peningkatan kapasitas organisasi pelayanan publik
e. Efisiensi (waktu dan persyaratan lengkap)
menuju pada pelayanan yang responsif, partisipasif,
f. Ekonomis (kesederhanaan, mudah, lancar dan
transparan dan akuntabel.
cepat)
Para peneliti dari Universitas Gadjah
g. Keadilan Yang Merata (tidak ada perbedaan pelayanan)
Mada telah melakukan uji-coba dan fasilitasi penerapan Kontrak Pelayanan di beberapa daerah di
h. Ketepatan Waktu (tepat sesuai permohonan)
Indonesia. Aspek-aspek yang difasilitasi dengan Kontrak
Pelayanan
itu
kebanyakan
meliputi
5. Pelaksanaan citizen charter
pelayanan di bidang kesehatan, kependudukan, dan
Konsep dari
Citizen Charter adalah
perijinan. Sebagai contoh, di kota Blitar, fokus
membangun kepercayaan antara pemberi layanan
fasilitasi Kontrak Pelayanan adalah pada pelayanan
dan pengguna layanan. Konsep ini pertama kali
di Puskesmas, dimana puskesmas Bendo kota Blitar
ditemukan dan dilaksanaakan di Inggris dari
sudah menerapkan konsep Citizen Charterini dan
pemerintahan konservatif yaitu John Major pada
berhasil
tahun 1991 sebagai program nasional dengan
kesehatan.
tujuansederhana yaitu untuk meningkatkan kualitas
penghargaan Otonomi award Tingkat nasional
pelayanan publik di seluruh negeri sehngga seluruh
Otonomi Award 2006, “Grand Category Region in
pelayanan
merespon
semua
keinginan
pengguna
layanan.
meningkatkan Bahkan
kota
kualitas Blitar
pelayanan mendapatkan
kebutuhan
dan
a Leading Breakthrough on PublicService”oleh
Program
ini
karena telah berhasil mengembangkan konsep
kemudian dilaunching pada tahun 1998 oleh „labour Government’ yaitu Tony Blair, dan menamakan program ini sebagai „Service First’1.
Citizen Charter. Contoh yang lain yaitu di kabupaten Semarang difokuskan dibeberapa kecamatan dalam
Program ini kemudian diadopsi oleh
hal pelayanan KTP. Sedangkan di kota Yogyakarta
Australia (Service Charter, 1997), B (Public
difokuskan pada urusan Akte Kelahiran. Saat ini
Service Users' Charter 1992), Canada (Service
sedang dirintis untuk memperluas penerapan
Standards
Kontrak Pelayanan di kabupaten atau kota lain di
Initiative,
1995),
France
(Service
Charter, 1992), India (Citizen's Charter, 1997), Jamaica
(Citizen's
Charter
1994),
seluruh Indonesia.
Malaysia
(ClientCharter, 1993), Portugal (The Quality Charter in Public Services, 1993), and Spain (The
6. Unsur-unsurCitizen Charter Dalam
melaksanakan
proses
citizen
Quality Observatory, 1992) (OECD, 1996). Konsep
charter ini, melibatkan 3 unsur yang ketiganya
dari Negara-negara tersebut secara mendasar
dalam posisi sejajar sebaga mitra, 3 unsur tersebut
hampir sama dengan model di Inggris yang pada
antara lain:
intinya memberikan pelayanan yang berkualitas
18
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 a.
b.
c.
Unsur pemberi layanan yaitu birokrasi atau
norma pelayanan yang akan diterima oleh
pemerintah. Bila di puskesmas adalah petugas
pengguna layanan. Dalam hal ini standar
kesehatan di puskesmas.
pelayanan harus memuat standar perlakuan
Unsur penerima layanan yaitu masyarakat
terhadap pengguna, standar kualitas produk
pengguna layanan.
(out-put) yang diperoleh masyarakat dan
Unsur
stakeholder
yaitu
para
pemangku
standar informasi yang dapat diakses oleh
kepentingan bisa dari anggota DPRD yang tinggal di wilayah kerja unit pelayanan, atau
pengguna layanan. c.
mungkin dari Non government Organisation.
Alur pelayanan. Berisi penjelasan tentang unit/bagian yang harus dilalui bila akan
Dalam proses pelaksanaan pembuatan
mengurus sesuatu atau menghendaki pelayanan
dokumen ctizen charter bisa mengikutsertakan
dari organisasi public tertentu. Alur pelayanan
fasilitator yang sekiranya dapat menjadi penengah
harus menjelaskan berbagai fungsi dan tugas
pada saat brainstorming pembuatan dokumen
unit-unit dalam kantor pelayanan sehingga
Citizen Charter.
kesalahpahaman antara penyedia dan pengguna
Birokasi dalam memberi pelayanan harus
jasa pelayanan dapat dikurangi. Bagan dari alur
mulai partisipatif dalam menentukan aturan main
pelayanan
penyelenggaraan pelayanan. Masyarakat bukan
strategis agar mudah dilihat pengguna layanan.
sekadar obyek yang seenaknya saja dibebani
Alangkah baiknya kalau bagan itu didesain
berbagai macam biaya yang terkadang tidak jelas
secara menarik dengan bahasa yang sederhana
penggunaannya untuk apa. Dalam citizen charter ini
dan
pelayanan kepada masyarakat bersifat terbuka dan
pemahaman pengguna pelayanan.
transparan.
d.
perlu
ditempatkan
gambar-gambar
yang
di
tempat
memudahkan
Unit atau bagian pengaduan masyarakat. Yang dimaksud adalah satuan, unit atau bagian yang berfungsi menerima segala bentuk pengaduan
7. isi dan langkah-langkah citizen charter. Ada lima unsur pokok yang tercantum di
masyarakat.
Satuan ini wajib merespons
dalam isiKontrak Pelayanan, yaitu15.
dengan
a.
Visi dan misi pelayanan. Yang termuat di sini
menjamin adanya keseriusan penyedia layanan
adalah rumusan tentang sejauh mana organisasi
untuk menanggapi keluhan dan masukan. Ia
pelayanan publik telah merujuk pada prinsip-
juga berperan untuk mengevaluasi system
prinsip kepastian pelayanan. Harus diingat
pelayanan yang ada. Salah satu peran penting
bahwa visi dan misi pelayanan tidak hanya
dari unit pengaduan masyarakat ialah dalam
difahami sebagai slogan atau motto, tetapi
riset dan pengembangan sistem pelayanan.
harus diaktualisasikan ke dalam tindakan
b.
e.
baik
semua
bentuk
pengaduan,
Survai pengguna layanan. Di Indonesia, survai
konkret. Visi dan misi harus menjadi bagian
pengguna layanan kebanyakan masih terbatas
dari budaya pelayanan yang tercermin di dalam
dilakukan oleh perusahaan swasta dalam
cara pemberian layanan.
bentuk survai pelanggan (customer survey).
Standar pelayanan. Berisi penjelasan tentang
Kontrak
apa, mengapa dan bagaimana upaya yang
dilakukannya survai pengguna layanan bagi
diperlukan
organisasi
untuk
memperbaiki
kualitas
pelayanan. Standar pelayanan memuat norma-
Pelayanan
publik.
mengharuskan
Tujuannya
ialahuntuk
mengetahui aspirasi, harapan, kebutuhan dan
19
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 permasalahan yang dihadapi masyarakat. Hasil
pembuatan rencana kerja dan anggaran adalah
survei digunakan untuk memperbaiki system
mengidentifikasi
penyelenggaraan pelayanan publik di masa
langkah kegiatan
mendatang sesuai harapan masyarakat. Yang
beserta sumber daya yang diperlukan, mulai
diharapkan dari adanya survai pengguna
dari tahappersiapan
layanan itu ialah adanya hubungan baik dan
sampai dengan implementasi, serta replikasi
tingkat
citizen charter.
kepercayaan
pengguna
terhadap
penyedia layanan. Alur
b. Tahap
Proses
Penyusunan
dan
Penyusunan
sistematissemua
Dokumen
Citizen
Charter4
Pengimplementasian Citizen‟s Charter ada pada gambar 1.
secara
Tahap
penyusunan
dokumen
citizen
charter antara lain:
Gambar 1. Alur Proses Penyusunan dan Pengimplementasian Citizen’s Charter4 1) Membuat Draft Dokumen citizen charter. Tujuan
a. Tahap Persiapan4 Persiapan
dalam
rangka
penyusunan
dari
tahapan
ini
adalah
untuk
merancang dan menyusun isi draft dokumen
citizen charter pelayanan publik antara lain:
citizen charter secara lengkap dan partisipatif.
1) Pembentukan Tim Penyusun citizen charter.
Secara umum isi draft citizen charter yang
Tujuannya
adalah
memilih
anggota
dan
perlu disusun meliputi beberapa komponen:
mempersiapkan pembentukan timApenyusun
a)
Nama/Judul Pelayanan Publik.
citizen charter. Dalam mempersiapkan tim ini,
b) Visi.
sebaiknya ada tim kecil (task force) yang
c)
terdiri dari perwakilan pihak pemberi maupun
d) Standar Pelayanan.
penerima pelayanan serta stakeholders lain.
e)
Hak dan Kewajiban Pemberi Pelayanan.
2) Pemilihan Prioritas Jenis Pelayanan. Tujuan
f)
Hak dan Kewajiban Penerima Pelayanan.
Misi.
dari tahapan ini adalah untuk melakukan
g) Sanksi.
identifikasi dan prioritisasi pelayanan publik
h) Mekanisme Pengaduan.
yang akan dibuatkan dokumen citizen charter
i)
Survei Pengguna Pelayanan.
di SKPD. Pembuatan Rencana Kerja dan
j)
Halaman Pengesahan Dokumen citizen
Anggaran Penyusunan citizen charter. Tujuan
charter.
20
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 2) Uji Coba dan Revisi Draft Dokumen citizen
setelah melakukan publikasi dengan langkah
charter. Pada tahap ini yang dapat dilakukan
melakukan
adalah melakukan pertemuan, membuat materi
dokumen; Advokasi pada para perwakilan;
uji coba, membuat instrumen masukan atau
penandatanganan.
feedback,
dengan
adalah disyahkannya citizen charter oleh para
stakeholders di tempat uji coba, melakukan uji
perwakilan pihak pemberi dan penerima
coba draft citizen charter melakukan pertemuan
pelayanan public.
melakukan
koordinasi
koordinasi
tim;
Hasil
penyiapan
yang
diharapkan
review hasil uji coba, melakukan perbaikan draft citizen charter. Uji coba dilakukan dengan
d. Tahap Implementasi Citizen Charter4
cara menanyakan langsung dokumen citizen
Tahap implementasi citizen charter antara
charter terutama pada standar pelayanan
lain:
kepada responden yaitu masyarakat umum dan
1) Sosialisasi dan Pelatihan citizen
charter.
para petugas yang akan memberikan pelayanan
Sosialisasi dapat dilakukan dengan langkah:
publik. Pelaksanaan uji coba dilakukan oleh
Menyiapkan
para peserta dan calon petugas yang terlibat
Melakukan koordinasi internal dan eksternal
dalam memberikan citizen charter. Masyarakat
SKPD, melakukan pertemuan dan sosialisasi;
yang menjadi responden adalah masyarakat
Menyiapkan dokumen atau modul pelatihan;
umum dengan berbagai latar tingkat sosial
Mengundang
ekonomi.
adalah
citizen charter terkait, Melakukan pelatihan
terselengaranya uji coba dan dipahaminya draft
oleh tim citizen charter. Hasil yang diharapkan
citizen charter pada masyarakat pengguna dan
adalah dokumen citizen charter pelayanan
pemberi serta mendapatkan masukan untuk
publik tersosialisasi secara internal ke seluruh
perbaikan citizen charter.
tempat pelayanan publik yang terkait dalam
Hasil
yang
diharapkan
citizen
dokumen
petugas
charter.
Tahap legalisasi dokumen citizen charter
pemberi
Sosialiasi
memperhitungkan
c. Legalisasi Dokumen Citizen Charter4
citizen
charter;
pelayanan
penting
kesiapan
untuk pemberi
pelayanan. Selain itu juga untuk meningkatkan
antara lain :
kapasitas pemberi pelayanan publik agar
1) Seminar dan Advokasi citizen charter. Langkah
mampu melaksanakan penugasan ini.
yang dapat dilakukan adalah: Melakukan
2) Penerapan citizen charter. Langkah yang
Menyusun
dilakukan adalah: melakukan koordinasi yang
menyusun
dipimpin SKPD terkait untuk melakukan
kebutuhan (menyusunagenda, membuat daftar
persiapan tempat dan sarana pendukung,
peserta
mempersiapkan
koordinasi kepanitiaan;
dan
dan
pertemuan;
penugasan,
pembicara,
dan
membuat
surat
petugas
dan
mejalankan
undangan, mencari tempat, sumber dana,
citizen charter. Hasil yang diharapkan adalah
materi, protokoler); Melaksanakan seminar.
sarana
Hasil yang diharapkan adalah dukungan publik
melaksanakan pekerjaannya.
dan
petugas
pelayanan
siap
melalui publikasi dalam seminar citizen charter tingkat Kabupaten/Kota. 2) Pengesahan citizen charter. Pengesahan dapat dilaksanakan
e. Tahap Monotoring Dan Evaluasi4 Langkah yang dilakukan antara lain: Melakukan koordinasi dan pertemuan; Membuat
21
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 instrumen monitoring dan evaluasi; Menyiapkan tim
monitoring
monitoring charter;
dan
dan
evaluasi;
evaluasi
Menganalisis
Melaksanakan
pelaksanaan
pelaksanaan
Citizen
Charter
citizen
monitoring
aplikatif
Indonesia sudah mulai banyak menerapkan
dan
program citizen charter. Beberapa puskesmas sudah
evaluasi. Monitoring bisa dilakukan secara internal
menerapkan konsep citizen charter ini. Salah
(dari para pemberi pelayanan) maupun eksternal
satunya adalah di Puskesmas Bendo di Kota Blitar.
(dari
Dan puskesmas tersebut menjadi bahan rujukan
pengguna
hasil
g. Contoh
pelayanan
atau
kelompok
independen yang lain). Hasil
oleh banyak puskesmas di Jawa Timur. Salah satu
yang
teridentifikasinya
diharapkan
faktor
adalah
pendukung
dan
konsep penerapan Citizen Charter di Puskesmas Bendo
yang bagus adalah proses penyelesaian
penghambat yang dapat dijadikan umpan balik
complain
di
puskesmas.
Proses penyelesaian
perbaikan dalam pelayanan publik yang terdapat
komplain di Puskesmas Bendo di Kota Blitar,
dalam dokumen citizen‟s charter.
adalah sebagai berikut: Jika ada konsumen yang
Agar kegiatan monitoring dan evaluasi
tidak puas dengan kualitas pelayanan publik yang
berjalan dengan baik diperlukan: kejelasan petugas
diterimanya, yang pertama kali harus dilakukan
yang bertanggung jawab, instrumen monitoring,
adalah memeriksa pada dokumen citizen charter
metode pelaksanaan, indikator keberhasilan, dan
apakah telah terjadi pelanggaran oleh institusi
waktu pelaksanaan monitoring evaluasi.
pelayanan publik dalam memberi layanan. Jika ya, konsumen akan mengadukan masalah tersebut pada orang yang namanya telah tercantum sebagai
f. Upaya Replikasi4 Langkah-langkah umum proses replikasi
penanggung jawab dalam citizen charter tersebut.
citizen charter di lokasi lain adalah: Melakukan
Jika konsumen tidak puas dengan respons yang
pertemuan; Mengidentifikasi keberhasilan citizen
diterima,
charter; Mengidentifikasi potensi dan karakteristik
stakeholder, sebagai institusi independen yang
yang dimiliki masing-masing tempat pelayanan;
mendapat wewenang dalam hal ini. stakeholder
Melakukan
kemudian akan mendatangi pejabat dari pelayanan
upaya
replikasi
ditempat
tujuan
maka
ia
akan
mengadukan
pada
publik yang dikomplain konsumen tersebut. Jika
replikasi. Hasil yang diharapkan adalah citizen
para pejabat institusi pelayanan publik tersebut
charter dapat diterapkan di tempat pelayanan publik
tidak memberi respons yang diharapkan konsumen,
lain sesuai karakteristiknya. Upaya yang dapat
maka stakeholder akan mengangkat kasus ini di
dilakukan agar replikasi efektif antara lain:
media massa. Salah
melakukan sosialisasi citizen charter; melakukan kunjungan
ke
tempat
yang
telah
berhasil
mengadopsi
satu citizen
puskesmas carter
adalah
lain
yang
Puskesmas
melaksanakan citizen charter; melakukan sharing
Kauman Kabupaten Tulung Agung. Pada tahun
experience
tempat
2007, gagasan Citizen Charter ditawarkan oleh
pelayanan publik; memeriksa kesiapan sarana dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung kepada
prasarana;
28 dan Puskesmas Kauman dengan kesediaan
terkait
mengkaji
keberhasilan
kesiapan
antar
organisasi
dan
jaringan; menyiapkan petugas/tim citizen charter.
sebagai percontohan di Kabupaten Tulungagung6 Diantara 28 Puskesmas yang ada saat itu, ditinjau dari
kelengkapan
sarana
prasarana,
kondisi
22
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 geografis, Puskesmas Kauman lebih siap untuk
dokter jaga dan petugas laboratorium 24 jam untuk
menjalankan Citizen Charter, disamping sederetan
layanan UGD,belum terpisahnya antara ruang rawat
prestasi yang telah diraih, dari tingkat Kabupaten
inap dan isolasi, dan lain sebagainya tim, akan
hingga Nasional.
dibawa
Sejak
diimplementasikan
tahun
2009
hingga saat ini, telah terjadi peningkatan mutu
ke
forum
Bedah
Layanan
yang
diselenggarakan setahun sekali untuk disepakati solusi-solusinya.
layanan yang diindikasikan melalui peningkatan
Salah satu dasar peningkatan layanan
standart mutu layanan, jumlah kunjungan, kuantitas
untuk mencapai kepuasan pengguna layanan adalah
dan
melalui
aduan dan usulan dari pengguna layanan melalui 3
mekanisme penyelesaian pengaduan masyarakat,
pintu layanan pengaduan, sehingga dapat dilakukan
forum Bedah Layanan sebagai forum monitoring
pembenahan
dan evaluasi penyelenggaraan Citizen Charter.
bertahap. Ini adalah dampak positif dari Citizen
Sejak tahun pertama penyelenggaraan Citizen
Charter, dengan mendorong kepedulian pengguna
Charter, tahun 2009, aduan lebih banyak diterima
layanan terhadap perbaikan
melalui kotak saran. Adanya mekanisme pengaduan
layanan publik, khususnya layanan kesehatan.
kualitas
partisipasi
masyarakat
pengguna layanan terbukti meningkatkan tanggung jawab
dan
responsivitas
masyarakat
untuk
peningkatan mutu layanan di Puskesmas Kauman.
Masyarakat
dicatat
dalam
Buku
secara
langsung
dan
maupun
peningkatan
Perubahan utama yang dihasilkan antara lain: a.
Aduan yang diterima Tim Penyelesaian Pengaduan
baik
Peningkatan manfaat layanan secara langsung pada masyarakat.
b.
Perubahan
paradigma
layananan
dari
Pengaduan yang kemudian dibahas terlebih dahulu
Puskesmas yang mengatur masyarakat menjadi
di internal tim untuk menentukan tingkatan aduan,
Puskesmas
apakah dapat diselesaikan secara langsung, atau
masyarakat.
memerlukan
koordinasi
lintas
sektor
dan
c.
yang
memenuhi
harapan
Perubahan pola pikir (mindset) pada seluruh
berhubungan dengan anggaran. Tahap berikutnya,
staf tentang layanan yang berorientasi pada
jika dapat diselesaikan secara langsung, tim akan
kepuasaan pengguna layanan.
melakukan langkah klarifikasi dengan pihak-pihak
Ke depan konsep pelayanan kesehatan di
yang disebutkan dalam aduan untuk menemukan
puskesmas di seluruh Indonesia akan menggunakan
data dan fakta yang benar hingga dapat ditentukan
konsep citzen charter dalam meningkatkan kualitas
solusi adil, berimbang dan terbaik. Penyelesaian
pelayanan keehatan di masyarakat.
pada aduan kategori ini, paling lambat dilakukan dalam 2 hari setelah pengaduan diterima, dan akan disampaikan
kepada
pihak
pengadu
h. Kekuatan dan kelemahan citizen charter16.
jika
Tdak dapat dipungkiri bahwa citizen
identitasnya tercatat dengan lengkap dan jelas.
charter atau kontrak pelayanan telah memberikan
Sedangkan untuk jenis aduan terakhir, seperti
kontribusi
yang
perbaikan menu makanan pada pasien rawat inap,
pelayanan
kesehatan
perbaikan lahan parkir dan taman, jam buka loket
transparan, dan akuntabel. Bahkan citizen charter
tidak sesuai dengan Citizen Charter, ada musik di
dianggap sebagai sebuah konsep baru yang semula
ruang tunggu, penambahan sarana dan prasarana,
diperkenalkan
penambahan tenaga kesehatan, belum tersedianya
internasional sebagai upaya menciptakan tata-
cukup
oleh
besar
yang
dalam
lebih
upaya
responsif),
lembaga-lembaga
donor
23
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 pemerintahan yang baik (good governance) kini
1.
Lemahnya komitmen politik para pengambil
menjadi salah satu kata kunci dalam wacana untuk
keputusan di daerah untuk secara benar
membenahi system pelayanan kesehatan
melaksanakan
di
Indonesia.
pelaksanaan
Adapun kekuatan dari citizen charter
legalisasi
antara lain bahwa citizen charter dapat : 1.
2.
Memberikan
kepastian
Dokumen
Citizen
diperlukan Charter
dan
diperlukan advokasi terhadap para perwakilan
pelayanan
yang
penerima
dan
pemberi
pelayanan
untuk
pelayanan.
Citizen Charter tersebut. Untuk saat ini
Memberikan informasi mengenai hak dan
pelaksanaan advokasi Citizen Charter ke
kewajiban
pemerintah daerah sangat sulit dan perlu sekali
pengguna dan
layanan,
stakeholder
penyedia
lainnya
proses
dalam
penyelenggaraan
banyak pertimbangan. 2.
Lemahnya
dukungan
SDM
yang
dapat
pelayanan.
diandalkan untuk melaksanakan citizen charter.
Mempermudah pengguna layanan, warga, dan
Kendala ini berasal dari internal puskesmas,
stakeholder
para pemberi layanan kurang mengerti benar
lainnya
mengontrol
praktik
penyelenggaraan pelayanan.
dengan
Mempermudah manajemen pelayanan dan
menganggap bahwa tanpa Citizen Charter pun
memperbaiki
pasien yang ada di puskesmas sudah sangat
kinerja
penyelenggaraan
pelayanan. 5.
Charter
Untuk
selanjutnya bisa dilakukan legalisasi dokumen
keseluruhan
4.
Citizen
carter.
meliputi waktu, biaya, prosedur, dan cara
layanan,
3.
citizen
konsep
citizen
charter,
dan
banyak, sehingga tidak diperlukan kontrak
Membantu
manajemen
mengidentifikasi
pelayanan
kebutuhan, harapan,
dan
pelayanan dengan masyarakat. 3.
Rendahnya kemampuan lembaga legislatif
aspirasi pengguna layanan dan stakeholder
dalam mengartikulasikan Citizen Charter untuk
lainnya.
kepentingan masyarakat. Hal ini mungkin
Namun karena yang pertama kalinya
disebabkan
kurangnya
sosialisasi
kepada
mengungkapkan konsep ini adalah UNDP, Bank
lembaga legislative, sehingga samapi saat ini
Dunia, ADB, dan lembaga-lembaga donor yang
lembaga legislatif sendiri belum mengerti
dikuasai oleh negara-negara Barat, tidak dapat
benar manfaat citizen charter, padahal lembaga
dipungkiribahwa gagasan-gagasan yang terdapat di
legislatif diperlukan dalam pelaksanaan Citizen
dalamnya seringkali tidak mampu benar-benar
Charter terutama sebagai stakeholder.
menyentuh konteks sosial dan politik di negara-
4.
Lemahnya
dukungan
anggaran.
Karena
negara berkembang. Dan ternyata banyak pakar di
kegiatan citizen charter seringkali hanya dilihat
negara-negara berkembang sendiri yang belum
sebagai proyek, maka pemerintah daerah tidak
bersedia bekerja keras untuk mewujudkan gagasan-
menyiapkan anggaran secara berkelanjutan.
gagasan
Akibatnya, kegiatan Citizen Charter
baik
menyangkut
tata-pemerintahan
berdasarkan kondisi lokal dengan mengutamakan
berjalan
beberapa
unsur-unsur kearifan lokal yang telah ada.
penyelenggaraan
saat
dan
pelayanan
hanya
selanjutnya publik
akan
Ada beberapa kendala dalam pelaksanaan
kembali kepada praktik-praktik lama seperti
Citizen charter.Dari pihak pemerintah daerah,
pada saat program citizen charter belum
kendala yang muncul dapat berupa:
dilakukan.
24
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Sementara itu, dari pihak masyarakat kendala
kontribusi yang banyak dalam upaya pelaksanaan
pelaksanaan citizen charter dapat muncul karena
peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
berbagai hal berikut:
Oleh karena ada banyak hal yang bersifat sangat
1.
Citizen
charter
belum
terlalu
fungsional di dalam Kontrak Pelayanan, yaitu
masyarakat
tidak
bahwa ia akan dapat dijadikan sebagai bentuk
mengerti benar tentan konsep citizen charter,
rumusan dari kesepakatan bersama yang bersifat
sehingga sosialisasi harus dilakukan secara
terbuka,
terus menerus.
mengontrol penyelenggaraan pelayanan, dan juga
memasyarakat
2.
Budaya
sehingga
paternalisme
yang
dianut
instrumen
publik
untuk
sebagai sarana untuk mengatur hak dan kewajiban
masyarakat selama ini menyulitkan manakala
dari pengguna maupun penyedia pelayanan secara
mereka diminta untuk melakukan diskusi
seimbang dan adil.
terbuka dengan para pejabat publik yang
Dengan demikian asumsi yang terdapat di
mereka anggap menduduki posisi yang lebih
dalam good governance sangat sejalan dengan
tinggi dalam masyarakat. Apalagi jika harus
Citizen Charter, yaitu bahwa pelayanan publik akan
melakukan kritik secara terbuka kepada pejabat
menjadi urusan dan tanggung jawab bersama antara
publik pada waktu dialog publik. Padahal
pemerintah, swasta, dan masyarakat pengguna pada
dalam pelaaksanaan citizn charter diperlukan
umumnya.
yang
untuk
Dari beberapa kasus di daerahyang telah
menentukan segala kebijakan yang harus
berhasil menerapkan CC, tampak bahwa sistem
disepakati
Kontrak Pelayanan bisa merupakan terobosan bagi
dan
berkelanjutan
tertuang
dalam
dokumen
kontrak pelayanan.
penciptaan mekanisme pelayanan
Apatisme. Karena selama ini masyarakat
berkualitas serta reformasi birokrasi publik di
jarang dilibatkan dalam pembuatan kebijakan
Indonesia. Kontrak Pelayanan jelas sangat sesuai
oleh pemerintah daerah, maka mereka menjadi
dengan gagasan tata -pemerintahan yang baik sebab
bersikap apatis. Kondisi ini akan menyulitkan
prinsip dasardari governance adalah keterlibatan
ketika pemerintah melakukan inisiatif untuk
tiga
mengajak
pemerintah daerah, unsur-unsur swasta, dan unsur-
mereka
berpartisipasi
untuk
melaksanakan cc. 4.
sebagai
oleh
musyawarah
3.
masih
pihak
dalam
proses
yang lebih
pelayanan,
yaitu
unsur masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan.
Tidak adanya kepercayaan (trust) masyarakat
Namun harus diakui bahwa penerapan
kepada pemerintah. Pengalaman masa lalu di
sistem Kontrak Pelayanan di Indonesia masih
mana
objek
merupakan hal yang baru dan belum banyak
pemerintah membuat masyarakat kehilangan
dipahami dengan baik oleh para perumus kebijakan
kepercayaan
Bahkan
di daerah. Prosedur pelayanan sering kali diatur
masyarakat sering beranggapan bahwa citizen
dengan peraturan daerah (Perda), yang tidak bisa
charter mungkin hanya sesaat dan tidak bisa
diubah begitu saja karena pelanggaran terhadap
bertahan dalam waktu lama.
Perda memiliki risiko yang besar bagi para pejabat
masyarakat hanya
kepada
dijadikan
pemerintah.
birokrasi. Dan tentu saja komitmen dari semua PEMBAHASAN
unsur citizen charter memgang peranan yang sangat
Seperti yang sudah diketahui bersama
penting dalam pelaksanaannya. Kendala dalam
bahwa konsep citizen charter dapat memberikan
pelaksanaan citizen charter di puskesmas yang
25
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 paling utama adalah advokasi kepada pemerintah.
Konsep citizen charter ini juga harus didukung oleh
Begitu
teknologi masa kini.
banyaknya
prosedur
dalam
advokasi
sehingga menyulitkan pihak puskesmas yang hanya
Jelas sekali bahwa konsep citizen charter memang
merupakan Unit pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
seharusnya bisa memberian banyak perubahan
untuk mandapatkan legalitas dari pelaksanaan
dalam
citizen charter.
masyarakat, namun banyak faktor yang dapat
Menurut Chandler (1996)2, dikatakan
hal
peningkatan
pelayanan
kepada
menyebabkan gagalnya pelaksanaan citizen charter.
bahwa citizen charter merupakan cara efektif untukmeninkatkan kapasitas pemerintahan daerah
PENUTUP
dan dalam pelaksanaannya memerlukan komitmen
1. Kesimpulan
yang kuat. Komitmen tersebut haruslah termasuk
Citizen Charter merupakan kesepakatan
peningkatan kualitas pelayanan. Bila komitmen
resmi (formal) antara masyarakat atau konsumen
hanya ada di satu pihak misalnya hanya pada
dengan penyelenggara pelayanan publik. Biasa juga
pemberi layanan tetapi tidak ada komitmen dari
disebut sebagai Kontrak Pelayanan yang berisi
pihak lain maka tidak akan sukses peelaksanaan
kesanggupan dan kesediaan pemberi layanan untuk
citizen charter.
melakukan
atau
menyelenggarakan
pelayanan
Pada Public Policy and Administration,
sesuai dengan perjanjian (kesepakatan), disertai
yang dikutip oleh
Nayem
sanksi apabila kesepakatan tidak dipenuhi atau
system citizen charter ini
dilanggar. Citizen charter menekankan aspek
kurang adekuat dalam memenuhi kebutuhan dari
pelayanan publik yang profesional, transparan,
customers, dan memerlukan systm yang lebih kuat.
berkepastian, ramah
Taylor
menyimpulkan bahwa
Zannatun
Studi oleh Vijender Singhn Haryana municipal council in India menunjukkan bahwa
berkeadilan
dengan
menghargai hak dan kewajiban pengguna maupun penyedia layanan. Citizen charter dapat:
citizen charter sangat dipengaruhi banyak factor dan actor dalam proses pelaksanaannya. Jika tidak
dan
a.
Memberikan
kepastian
pelayanan
yang
didukung oleh kebijakan dari pemerintah maka
meliputi waktu, biaya, prosedur, dan cara
citizen charter tidak akan berhasil memberikan
pelayanan. b.
perubahan yang lebih baik10.
kewajiban
Disamping itu, untuk dapat bertahan pelayananan
pada
masyarakat
juga
layanan,
harus c.
d.
stakeholder
penyedia
lainnya
dalam
Mempermudah pengguna layanan, warga, dan lainnya
mengontrol
praktik
Mempermudah manajemen pelayanan dan memperbaiki
masyarakat. Apabila organisasi tidak mampu
kinerja
penyelenggaraan
pelayanan.
mengadopsi teknologi modern dan terbelenggu oleh
yang diberikan akan lambat dan kurang berkualitas.
layanan,
penyelenggaraan pelayanan.
menghasilkan pelayanan publik yang cepat dan
metode kerja yang tradisional, maka pelayanan
dan
stakeholder
ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat
berkualitas dan sesuai dengan perkembangan
pengguna
keseluruhan proses penyelenggaraan pelayanan
melakukan penyempurnaan terhadap mekanisme dan prosedur kerjanya sesuai dengan kemajuan
Memberikan informasi mengenai hak dan
e.
Membantu mengidentifikasi
manajemen
pelayanan
kebutuhan, harapan,
dan
26
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 aspirasi pengguna layanan dan stakeholder lainnya. Ada beberapa kendala dalam pelaksanaan Citizen charter.Dari pihak pemerintah daerah, kendala yang muncul dapat berupa: a.
Lemahnya komitmen politik para pengambil keputusan di daerah untuk secara benar melaksanakan citizen carter.
b.
Lemahnya
dukungan
SDM
yang
dapat
diandalkan untuk melaksanakan citizen charter. c.
Rendahnya kemampuan lembaga legislatif dalam mengartikulasikan cc untuk kepentingan masyarakat.
d.
Lemahnya dukungan anggaran.
2. Saran Diperlukan sosialisasi secara berkelanjutan kepada seluruh unsur yang terlibat pada citizen charter. Dan juga diperlukan adanya pendampingan yang tepat untuk pelaksanaan citizen charter.
Daftar Pustaka Centre for Good Governance, “Handbook on Citizen's Charters” Centre for Good Governance, Andhra Pradesh, India, 2008 J.A Chandler, “ The Citizen Charter” Universitas Michigan, Dartmouth (1996), Peraturan Menteri Kesehatan Repiblik Indonesia Indonesia no 001 tahun 2012 Panduan penyusunan Citizen Charter dan Good Practices, Local Governance Support Program Local Government Management Systems, Jakarta, 2009 Tim Revisi Buku Pedoman kerja Puskesmas 1991/1992, “Pedoman Kerja Puskesmas Jilid 1”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 1997. Tjut Zakiyah Anshari ,”Citizen Charter dan Penyelesaian Pengaduan Masyarakat di Puskesmas Kauman Tulungagung”, IGI (Inisiatives for Governance Inovations),
Yogyakarta, 2007 http://www.cgi.fisipol.ugm.ac.id Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan Wibowo, Cendikia, Rostanti, Sudarno, “Implementasi Mekanisme Komplain Terhadap Pelayana Publik Berbasis Partisipasi Masyarakat”, Jakarta, PATTIRO (Pusat Telaah dan Informasi Regional), 2007 Zannatun Nayem, “Problems of Implementing Citizen Charter : A Study of Upazila Land Office” Master in Public Policy and Governance, Department of General and Continuing Education, North South University, Dhaka. http: // mppgnsu.org /attachments/ 119_Zannat_Citizen charter.pdf Society, The Individual, and Medicine, Primary Care: Definition and Historical development, Canada‟s university, August, 2013http://www.med.uottawa.ca/sim/data/Pr imary_Care.htm Parliamentary Center,26 Oktober 2010, KinerjaBirokrasiPelayanan public, Nasional 2 Comments https: //www. academia.edu /4627244/ Kinerja_ Birokrasi_ Pelayanan_ Publik AH.Rahardian, Konsep Citizen Charter SebagaiinovasidaampelayananPublik https://www.stiami.ac.id/jurnal/download/70/k onsep Portal Pemerintah Kota Jogjakarta, SitusResmiPemerintah Kota Jogjakarta http://www.jogjakota.go.id/services/citizencharter Kumorotomo,Wahyudi, Citizen Charter (KontrakPelayanan): PolaKemitraanstrategisuntukmewujudkan Good Governance dalampelayanan public http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/CivilS ociety/citizen-charter-kemitraan-strategisgood-governance-dlm-pelayanan-publik.pdf
Kepmenkes RI Nomor 128 tahun 2004 tentangkebijakandasarPuskesmas
27
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 PENGARUH TETES MATA FENILEFRIN HIDROKLORID 10% TERHADAP TEKANAN DARAH Heru Suswojo1 1
Mahasiswa Magister Administrasi Rumah Sakit Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur Email:
[email protected]
ABSTRACT Topical eye drugs can cause systemic effects that often not recognized and anticipated. Phenylephrine is a sympathomimetic drug that stimulates the receptor α1 directly, so that can give effect to the cardiovascular system. This study aims to determine the effect of Phenylephrine 10% eye drops against cardiovascular status, i.e. blood pressure. The subjects of the study are 25 people, aged 30-70 years, were treated for the provision of Phenylephrine 10% eye drops in one eye in accordance with the criteria of the sample. Hatching performed twice with an interval of five minutes, 30 minutes later cardiovascularstatus were examined. From examination of the mean systolic blood pressure obtained before hatching Phenylephrine 123.52 ± 16.56 mmHg and 127.72 ± 15.89mmHg after hatching. The magnitude of change in mean systolic blood pressure was4.20 ± 5.42 mmHg. Mean diastolic blood pressure before hatching Phenylephrine was 74.80 ± 8.79 mmHg and 77.44 ± 8.46mmHg after hatching. The magnitude of change in mean diastolic blood pressure was 2.64 ± 4.60 mmHg. The results of the analysis between the administration of Phenylephrine 10% eye drops against systolic and diastolic blood pressure showed a significant change, the increase in systolic blood pressure (p = 0.0005) and diastolic blood pressure (p = 0.004). Keywords: Eye drops/Eye drugs, Phenylephrine, blood pressure, Systolic and Diastolic
ABSTRAK Obat-obatan mata yang diberikan secara topikal dapat menimbulkan efek sistemik yang seringkali tidak disadari dan diantisipasi. Fenilefrin merupakan obat simpatomimetik yang menstimulasi secara langsung reseptor α1, sehingga dapat memberikan pengaruh terhadap sistem kardiovaskuler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tetes mata Fenilefrin 10% terhadap status kardiovaskuler, yaitu tekanan darah. Subyek penelitian sebanyak 25 orang, usia 30-70 tahun, diberi perlakuan berupa pemberian tetes mata Fenilefrin 10% pada satu mata yang sesuai dengan kriteria sampel. Penetesan dilakukan dua kali dengan interval lima menit, 30 menit kemudian dilakukan pemeriksaan status kardiovaskulernya. Dari pemeriksaan didapatkan tekanan darah sistolik rerata sebelum penetesan Fenilefrin 123,52 ± 16,56 mmHg dan sesudah penetesan 127,72 ± 15,89 mmHg. Besarnya perubahan tekanan darah sistolik rerata 4,20 ± 5,42 mmHg. Tekanan darah diastolik rerata sebelum penetesan Fenilefrin sebesar 74,80 ± 8,79 mmHg dan sesudah penetesan 77,44 ± 8,46 mmHg. Besarnya perubahan tekanan darah diastolik rerata 2,64 ± 4,60 mmHg. Hasil analisis antara pemberian tetes mata Fenilefrin 10% dan tekanan darah sistolik maupun diastolik menunjukkan perubahan bermakna, yaitu meningkatkan tekanan darah sistolik (p = 0,0005) dan tekanan darah diastolik (p = 0,004). Kata kunci : Tetes mata, Fenilefrin, Tekanan darah, Sistolik, dan Diastolik
28
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 dalam bentuk pledget (Aronson 2006, Duvall &
PENDAHULUAN Obat–obatan mata yang diaplikasikan
Kershner 2005).
secara topikal kebanyakan dalam bentuk tetes mata.
Kesalahpahaman
ialah
bahwa
yang umum
tetes
mata
tidak
mengakibatkan efek samping
terjadi mampu
Fenilefrin
topikal
yang
dianjurkan
untuk
midriasis diagnosis atau terapeutik. Samantary
dari
dan Thomas (1975) melaporkan peningkatan
dugaan medikasi pada mata memiliki absorpsi
tekanan darah yang nyata setelah penggunaan
sistemik yang buruk.
topikal Fenilefrin dalam semua kasusnya.
Setelah konjungtiva, terjadi
sistemik
Terdapat kontroversi tentang konsentrasi
ditempatkan jumlah
pada
obat
absorpsi
sakus
signifikan untuk
sistemik
dan
dapat
Kumar
et
al.
(1985) menyimpulkan
bahwa tekanan darah rata–rata lebih tinggi dengan Fenilefrin 10%. Kenawy dan Jabir (2003)
mengakibatkan efek samping sistemik yang
menunjukkan
merugikan. Karena medikasi yang diberikan ke
sistolik
mata
duktus
kelompok Fenilefrin 10%. Mathew et al. (2004)
nasolakrimalis secara cepat, kemudian sebanyak
menyimpulkan bahwa Fenilefrin 10% mengubah
80% obat diabsorpsi melalui mukosa hidung dan
secara signifikan tekanan darah perioperatif
masuk
(Bhatia et al. 2009, Škunca et al. 2007).
akan
ke
mengalir
dalam
melalui
sirkulasi
sistemik
tanpa
dimetabolisme oleh hati sebelumnya.
peningkatan
signifikan
secara
tekanan statistik
darah pada
Mengingat adanya laporan–laporan studi
Disamping itu, obat yang penetrasi ke
yang bertentangan mengenai efek sistemik,
dalam mata dieliminasi dari bilik mata depan
terutama terhadap kardiovaskuler, penggunaan
melalui sawar akuos-darah menuju trabecular
topikal Fenilefrin 10% dan adanya kontroversi
meshwork dan kanal Schlemm, dari vitreus
tentang konsentrasi
menuju rute anterior (bilik mata belakang) dan
dianjurkan
posterior melalui sawar retina-darah, akhirnya
terapeutik, maka penelitian ini diajukan untuk
akan
menilai pengaruh Fenilefrin hidroklorid 10%
menuju
seringkali
sirkulasi
tidak
sistemik.
diantisipasi,
Efek
dikenali,
ini atau
untuk
Fenilefrin midriasis
topikal
yang
diagnosis
atau
terhadap tekanan darah.
diterapi secara tepat (Shiuey & Eisenberg 1996, Urtti 2006).
METODE
Dilatasi pupil merupakan bagian rutin dari
Penelitian ini menggunakan metode One
pemeriksaan mata komprehensif. Fenilefrin 10%
group pretest–posttest design. Penelitian
sering digunakan sebagai midriatikum dalam
dilakukan di Unit Rawat Jalan Mata pada
bidang mata
sebuah Rumah Sakit Umum di Kabupaten
terapeutik
untuk tujuan
(Aronson
diagnostik
2006).
dan
Keuntungan
ini
Lamongan selama tiga bulan.
Fenilefrin adalah onsetnya yang relatif cepat
Populasi pada penelitian ini adalah pasien-
dan durasi kerjanya cukup panjang (Bartlett
pasien
katarak
2007). Namun insiden efek merugikan tinggi
Rawat
Jalan
dengan penggunaan
yang
dilakukan diagnostik pra bedah katarak selama
berkurang dengan konsentrasi lebih rendah.
tiga bulan penelitian berlangsung. Sedangkan
Reaksi sistemik meningkat seiring peningkatan
untuk sampel penelitian adalah para pasien–
frekuensi
pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi.
pemakaian
Fenilefrin
dan
10%,
ketika
diberikan
yang Mata
berkunjung Divisi
ke
Unit
Katarak, yang
29
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Kemudian untuk cara pengambilan sampel adalah dengan cara simple random sampling. Untuk
Tabel 2. Gambaran responden menurut jenis kelamin
besar sampel yang dijakdikan objek penelitian adalah sebanyak 25 responden. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan usia 30 – 70 tahun, pasien yang dilakukan diagnostik pra bedah katarak, dan bersedia mengikuti penelitian setelah diberikan
Tabel 3. Gambaran responden menurut penyakit penyerta
informed consent. Sedangkan untuk criteria Eksklusi nya adalah bilik mata depan dangkal atau
riwayat
glaukoma
sudut
tertutup,
menggunakan obat–obatan inhibitor monoamin oksidase, antikolinergik , beta bloker, Reserpin, Guanetidin,
Metildopa.
sistemik seperti penyakit
Mengidap
penyakit
kardiovaskuler, DM
dengan retinopati diabetik, CVA. Menggunakan obat–obatan okuler topikal, kecuali artificial tears nonpreservatif
Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa
lakrimalis,
tekanan darah sistolik minimal dan maksimal
konjungtiva, dan kornea, serta pemakai lensa
sebelum pemberian Fenilefrin ialah 95 mmHg
kontak.
dan 150 mmHg dengan rerata 123,52 ± 16,56
kelopak mata,
aktif
a. Perubahan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Pemberian Tetes Mata Fenilefrin 10%
yang
mengenai
Kelainan–kelainan
2. Perubahan Tekanan Darah
sistem
mmHg. Tekanan darah sistolik minimal dan HASIL
maksimal sesudah pemberian Fenilefrin ialah
1. Karakteristik Responden
105 mmHg dan 152 mmHg dengan rerata
Rentang usia subyek penelitian termuda
127,72 ± 15,89 mmHg. Besarnya perubahan
ialah 30 tahun dan tertua 70 tahun. Usia rerata
tekanan darah sistolik rerata 4,20 ± 5,42 mmHg.
responden dalam penelitian ini adalah 52,12 ±
Distribusi perubahan tekanan darah sistolik
12,53 tahun. Jika dikelompokkan dalam beberapa
bervariasi. Terdapat peningkatan tekanan darah
kategori,
sistolik pada 20 subyek (80%), penurunan
didapatkan
distribusi
usia
subyek
sebagai berikut.
pada 3 subyek (12%), dan tetap pada 2 subyek (8%).
Tabel 1. Gambaran responden menurut usia
Didapatkan peningkatan
tekanan
perubahan darah
bermakna
sistolik
antara
sebelum dan sesudah pemberian Fenilefrin (p = 0,0005).
30
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Tabel 4. Tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah pemberian Fenilefrin
Tabel 5. Gambaran tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah pemberian Fenilefrin
b. Perubahan Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Pemberian Tetes Mata Fenilefrin 10%
Tabel 6. Tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah pemberian Fenilefrin
Tabel 7. Gambaran tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah pemberian Fenilefrin
PEMBAHASAN Fenilefrin hidroklorid dengan konsentrasi 10% digunakan secara luas sebagai midriatikum
Hasil pemeriksaan menyatakan
bahwa
tekanan darah diastolik minimal dan maksimal sebelum pemberian Fenilefrin ialah 61 mmHg dan 90 mmHg dengan rerata 74,80 ± 8,79 mmHg. Tekanan darah diastolik minimal dan maksimal sesudah pemberian Fenilefrin ialah 61 mmHg dan 92 mmHg dengan rerata 77,44 ± 8,46
mmHg.
Besarnya
perubahan
tekanan
darah diastolik rerata 2,64 ± 4,60 mmHg.
untuk berbagai macam indikasi di bidang mata.
sirkulasi sistemik sehingga dapat menimbulkan efek sistemik. Efek sistemik dikemukakan
sistolik pada 14 subyek (56%), penurunan pada 1 subyek (4%), dan tetap pada 10 subyek (40%). Didapatkan peningkatan tekanan
Heath
(1936)
yang
darah
sistemik sebesar
50 mmHg setelah
pemberian Fenilefrin 3 mg dalam bentuk bubuk pada kornea anjing (Tang et al. 1997). Pada beberapa laporan kasus selama ini, terdapat kejadian fatal akibat penggunaan Fenilefrin. Lai (1989)
melaporkan
kasus
seorang laki-laki usia 57 tahun dengan retinal detachment total yang dilakukan operasi di
perubahan
bermakna
darah diastolik antara
sebelum dan sesudah pemberian Fenilefrin (p = 0,004).
oleh
ini pertama kali
melaporkan bahwa terdapat peningkatan tekanan
Distribusi perubahan tekanan darah diastolik bervariasi. Terdapat peningkatan tekanan darah
Fenilefrin yang diabsorpsi akan menuju
bawah berat
anestesi
general mengalami hipertensi
(260/120 mmHg) setelah diberikan tetes
mata Fenilefrin 10% 4 kali praoperatif dengan interval 30 menit dan 4 kali intraoperatif.
31
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Fraunfelder et al. (2002) melaporkan 11
absorpsi obat-obat topikal. Faktor-faktor ini
kasus penggunaan Fenilefrin 10% dalam bentuk
meliputi waktu residensi obat pada air mata,
pledget, didapatkan komplikasi
cardiac arrest
ikatan dan metabolisme obat oleh protein
1 individu,
jaringan dan air mata, difusi melewati struktur
pada 3 individu, edema
paru
perdarahan subaraknoid 2
individu, CVA 1
okuler dan drainase nasolakrimal (Lee 1993).
individu, fibrilasi ventrikuler 1 individu, dan
Waktu
pemeriksaan
tekanan
darah
hipertensi berat 9 individu. Weisberg (1993)
setelah penetesan Fenilefrin pada penelitian ini
melaporkan 1 kasus perempuan usia 72 tahun
yang dipilih adalah 30 menit, karena periode ini
mengalami perdarahan intraserebral di daerah
merupakan saat dimana pupil berdilatasi secara
talamus setelah mendapat 1 tetes Fenilefrin 2,5%
maksimal dan diasumsikan bahwa obat telah
dan 1 tetes Tropikamid 1% pada masing-masing
mencapai
mata.
tersebut (Tang et al. 1997). Dalam suatu studi, 60 Penelitian ini menggunakan tetes mata
Fenilefrin
dengan
konsentrasi
10%
sirkulasi sistemik pada titik waktu
pasien diberikan aplikasi tetes mata Fenilefrin
karena
10% 3 kali dengan interval 10 menit pada
preparat komersialnya lazim didapatkan dan
masing-masing mata. Tiga puluh menit setelah
semua subyek dalam penelitian ini beriris gelap.
penetesan terakhir, terjadi peningkatan tekanan
Individu beriris gelap memiliki banyak pigmen dan Fenilefrin cenderung berikatan
darah sistolik sebesar 10-40 mmHg dan diastolik sebesar 10-30 mmHg pada semua subyek.
dengan pigmen (Bartlett & Jaanus 2008, McEvoy et al. 2005).
Pada
masing-masing kasus terdapat
penurunan denyut nadi sebesar 10-20 kali/menit
Dalam
Fenilefrin
10%,
1
ml
obat
(Bartlett & Jaanus 2008).
mengandung 100 mg Fenilefrin. Ukuran alat penetes obat pada penelitian ini tidak diketahui
1. Karakteristik Responden
secara pasti. Ukuran alat penetes obat rata -rata
1. Usia
adalah 25–50 µL, namun cul–de–sac hanya
Usia rerata subyek penelitian ini (52,12 ±
mampu menahan 25–30 µL obat, sehingga
12,53 tahun) hampir sama dengan penelitian
obat yang dapat ditampung sebanyak 2,5–3 mg
Yospaiboon et al. (2004), yaitu 49,93 ± 17,03
(dengan asumsi 1 ml setara dengan 20 tetes).
tahun pada kelompok Fenilefrin 10% dan
Dosis total yang kami gunakan sebanyak 2 tetes, sehingga setara dengan Bilamana
dianggap
obat
5–6 mg obat. yang
52,37 ± 16,46 tahun pada kelompok Fenilefrin 2,5% (Yospaiboon et al. 2004).
diabsorpsi
Pada penelitian ini, karakteristik usia
sebanyak 80% menuju ke sirkulasi sistemik,
tidak
maka didapatkan 4–4,8 mg Fenilefrin dalam
sistemik yang ditimbulkan oleh pemberian tetes
plasma. Dosis tersebut melebihi batas tertinggi
mata Fenilefrin 10%. Usia subyek dibatasi sampai
dosis aman yang diberikan secara intravena, yaitu
dengan usia 70 tahun
sebesar 1,5 mg (Bartlett & Jaanus 2008,
beberapa
Fraunfelder et al. 2008).
Fenilefrin menimbulkan komplikasi-komplikasi
Sulit
untuk
memprediksi
konsentrasi
plasma efektif Fenilefrin topikal yang diberikan pada mata.
Berbagai
faktor
memberikan
pengaruh
terhadap
efek
mengingat adanya
laporan kasus tentang pemberian
kardiovaskuler berat yang kebanyakan terjadi pada usia di atas 70 tahun (Lai 1989).
mempengaruhi
32
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 berkorelasi secara signifikan dengan prevalensi
2. Jenis Kelamin Jenis
kelamin
subyek
penelitian
ini
hampir sama dengan penelitian Škunca et al.
komplikasi-komplikasi
(Cohen et al. 1998, Fong et al. 2004).
(2007), terdiri dari 55,1% laki -laki dan 44,9%
Dalam
perempuan. Karakteristik jenis kelamin pada
subyek
penelitian
sehingga
ini
tidak
memberikan
pengaruh
terkait diabetes lainnya
penelitian
yang sulit
ini, hanya
disertai
ada
3
kelainan
sistemik,
apakah
penyakit
dianalisis
terhadap efek sistemik akibat pemberian tetes
penyerta turut berpengaruh atau tidak terhadap
mata Fenilefrin 10%. Pada penelitian-penelitian
efek sistemik pemberian Fenilefrin 10%.
lain tidak dijelaskan apakah karakteristik jenis
2. Perubahan Tekanan Darah
kelamin turut berpengaruh atau tidak terhadap
a. Perubahan Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Pemberian Tetes Mata Fenilefrin 10%
efek sistemik penetesan Fenilefrin.
3. Penyakit Penyerta
Pada
Ada beberapa peneliti yang
penelitian
ini
terdapat
variasi
membagi
perubahan tekanan darah sistolik antara sebelum
subyek menjadi kelompok normotensif dan
dan sesudah pemberian Fenilefrin. Peningkatan
hipertensif, antara lain Chin et al. (1994), Tang et
tekanan darah sistolik paling tinggi sebesar 20
al. (1997), dan Bhatia et al. (2009).
mmHg, penurunannya
Meskipun penelitian ini tidak secara khusus
mengelompokkan
Ada
beberapa
subyek
yang tidak
tanpa
didapatkan perubahan tekanan darah sistolik.
kelainan dan dengan kelainan, namun terdapat
Hasil ini sesuai dengan Kenawy dan Jabir
subyek dengan penyakit penyerta hipertensi
(2003) yang melaporkan adanya peningkatan
stadium 1 dan DM tipe 2 tanpa retinopati
signifikan rerata tekanan sistolik sebesar 34,4
diabetik.
penelitian
mmHg (grup normotensif) dan 22,8 mmHg (grup
Brown et al. (1980), terdapat subyek dengan
hipertensif) pada kelompok Fenilefrin 10%
hipertensi pada kelompok Fenilefrin sebanyak
(Kenawy & Jabir 2003).
Hal
ini
sama
subyek
mmHg.
paling tinggi sebesar 5
dengan
23% dan kelompok kontrol 30% serta DM tipe
2
pada
masing-masing
kelompok
sebanyak 10% (Brown et al. 1980). Hipertensi
stadium
(1998) yang menyatakan tidak ada perubahan tekanan darah yang berarti akibat pemberian
kriteria
Fenilefrin topikal 2,5% dan 10%. Suwan-apichon
inklusi dibatasi pada tekanan darah ≤ 150/90
et al. (2010) menyatakan terdapat perbedaan
mmHg
rerata
mengingat
1
Berbeda dengan penelitian Malhotra et.al.
dalam
pemeriksaan
terhadap
tekanan
darah sistolik
yang
tidak
subyek dilakukan di Unit Rawat Jalan tanpa
bermakna secara statistik antara sebelum dan
ketersediaan alat-alat life saving
yang akan
sesudah penetesan Fenilefrin. Yospaiboon et al.
dibutuhkan bila terjadi komplikasi seperti krisis
(2004) menunjukkan bahwa peningkatan tekanan
hipertensi yang mengancam jiwa setelah diberi
darah sistolik rerata tidak
perlakuan. DM tipe 2
dalam kriteria inklusi
kelompok Fenilefrin 2,5% maupun 10%; hal
dibatasi pada DM tanpa retinopati diabetik karena
ini mungkin berkaitan dengan dosis tunggal yang
durasi
merupakan
diberikan sehingga konsentrasi Fenilefrin terlalu
prediktor paling kuat untuk perkembangan dan
rendah untuk mengakibatkan efek sistemik yang
diabetes
kemungkinan
bermakna
pada
progresifitas retinopati, serta insiden retinopati
33
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 signifikan (Malhotra et al. 1998, Suwan-apichon
dan sesudah penetesan Fenilefrin. Yospaiboon
et al. 2010, Yospaiboon et al. 2004).
et al. (2004) menunjukkan bahwa peningkatan
Hasil analisis penelitian ini menyatakan
tekanan darah diastolik rerata tidak bermakna
terdapat perubahan bermakna tekanan darah
pada kelompok Fenilefrin 2,5% dan 10% (Suwan-
sistolik antara sebelum dan sesudah perlakuan.
apichon et al. 2010, Yospaiboon et al. 2004).
Adanya variasi tersebut bisa disebabkan oleh
Hasil analisis penelitian ini menyatakan
banyak faktor, di antaranya terdapat refleks
bahwa terdapat perubahan bermakna tekanan
kedip pada subyek, dilusi obat oleh lakrimasi,
darah diastolik antara sebelum
dan
adanya interaksi obat pada subyek yang men
perlakuan.
tersebut
derita DM tipe 2 dan hipertensi.
disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor
Adanya
variasi
sesudah bisa
Variasi pengukuran juga dapat dipengaruhi
yang mempengaruhi tekanan darah diastolik sama
oleh kecemasan, kandung kemih yang mengalami
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan
distensi, dan berbicara yang dapat meningkatkan
darah sistolik (Kaplan 2006).
tekanan
darah.
makanan
Lingkungan
sesaat
penekanan
sebelum
bell
yang
berisik,
makan
diperiksa, berlebihan
dan dapat
menurunkan tekanan darah (Kaplan 2006).
Perbedaan
nilai
kemaknaan
antara
tekanan darah sistolik dan diastolik dimana nilai kemaknaan sistolik
lebih tinggi daripada
diastolik bisa difahami karena Fenilefrin lebih memberikan pengaruh terhadap tekanan arterial
b. Perubahan Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Pemberian Tetes Mata Fenilefrin 10%
(Ebadi 2008).
KESIMPULAN Perubahan Tekanan
Darah
Diastolik
Dari penelitian mengenai pengaruh tetes
Sebelum dan Sesudah Pemberian Tetes Mata
mata Fenilefrin hidroklorid 10%
Fenilefrin 10% pada penelitian ini juga terdapat
tekanan darah di Unit Rawat Jalan Mata Divisi
variasi perubahan tekanan darah diastolik antara
terhadap
Katarak pada sebuah Rumah Sakit di Kabupaten
sebelum dan sesudah pemberian Fenilefrin.
Lamongan dapat ditarik simpulan sebagai berikut
Peningkatan tekanan darah diastolik tertinggi
bahwa
sebesar 16 mmHg, penurunan terendah sebesar 5
hidroklorid 10% meningkatkan tekanan darah
mmHg.
sistolik dan tekanan darah diastolik secara
Ada
beberapa
subyek
yang tidak
didapatkan perubahan tekanan darah diastolik. Hasil ini
sesuai
Kenawy dan Jabir (2003)
dengan yang
normotensif) hipertensif)
tetes
mata
Fenilefrin
bermakna.
penelitian melaporkan
adanya peningkatan signifikan rerata diastolik
pemberian
tekanan
sebesar
10,5
mmHg
(grup
dan
16,8
mmHg
(grup
pada kelompok Fenilefrin 10%
(Kenawy & Jabir 2003). Hasil ini berbeda dengan Suwan-apichon et al. (2010), yaitu terdapat perbedaan rerata tekanan darah diastolik yang tidak bermakna secara statistik antara sebelum
DARTAR PUSTAKA Bartlett JD, ed. 2007. Ophthalmic drug facts. 18th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p.43–47. Bartlett JD, Jaanus SD. 2008. Clinical ocular pharmacology. 5th ed. Missouri: Butterworth – Heinemann Elsevier. p.17,39–41,68,114–117. Bhatia J, Varghese M, Bhatia A. 2009. Effect of 10% phenylephrine eye drops on systemic blood pressure in normotensive & hypertensive patients. Oman Medical Journal 24(1): 30–32.
34
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Brown MM, Brown GC, Spaeth GL. 1980. Lack of side effects from topically administered 10% phenylephrine eyedrops. Arch Ophthalmol 98(3): 487–489. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I, eds. 2008. Goodman & Gilman’s manual of pharmacology and therapeutics. New York: McGraw-Hill. p.110,162. Chawdhary S, Angra SK, Zutshi R, Sachdev MS. 1984. Mydriasis-use of phenylephrine (a dose-response concept). Indian J Ophthalmol 32: 213–216. Chin KW, Law NM, Chin MK. 1994. Phenylephrine drops in ophthalmic surgery: a clinical study on cardiovascular effects. Med J Malaysia 49: 158–163. Davies NM. 2000. Biopharmaceutical considerations in topical ocular drug delivery. Annual Ebadi M. 2008. Desk reference of clinical pharmacology. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press. p.567–568. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL, Klein R. 2004. Retinopathy in diabetes. Diabetes Care 27(suppl .1). Fraunfelder FT, Fraunfelder FW, Chambers WA. 2008. Clinical ocular toxicology. Philadelphia: Saunders Elsevier. p.3– 4,9,167–168. Garg A. 2004. Mydriatics and cycloplegics. In: Agarwal S, Agarwal A, Agarwal A, eds. Phacoemulsification. 3rd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders. p.106,110,112,121– 122,126,166,175. Hardman JG, Goodman Gilman A, Limbird LE. 1996. Goodman and Gilman’s the pharmacological basis of therapeutics. 9th ed. New York: McGraw–Hill. p.1626– 1628. Kaplan NM. 2006. Kaplan's clinical hypertension. 9th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p.23– 24,48–53,66. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, eds. 2009. Basic and clinical pharmacology. 11th ed. New York: McGraw-Hill. p.159. Kenawy NB, Jabir M. 2003. Phenylephrine 2.5% and 10% in phacoemulsification under topical anaesthesia: is there an effect on systemic blood pressure? Br J Ophthalmol 87: 505–506. Lai YK. 1989. Adverse effect of intraoperative phenylephrine 10%: case report. Br J Ophthalmol 73: 468–469.
Lee VHL. 1993. Precomeal, cornea1 and postcomeal factors. In: Mitra AK, ed. Ophthalmic drug delivery systems. New York: Marcel Dekker. p.59–82. Malhotra R, Banerjee G, Brampton W, Price NC. 1998. Comparison of the cardiovascular effects of 2.5% Phenylephrine and 10% Phenylephrine during ophthalmic surgery. Eye (Lond) 12(Pt 6): 973–975. National Institutes of Health. 2004. The seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. U.S. Department Of Health And Human Services, p.11–12,18. Pratanu S. 2000. Buku pedoman kursus elektrokardiografi. Surabaya: Karya Pembina Swajaya, p.8,13,31,33,81–82. Urtti A. 2006. Challenges and obstacles of ocular pharmacokinetics and drug delivery. Advanced Drug Delivery Reviews 58: 1131–1135. Ward M, Langton JA. 2007. Blood pressure measurement. Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain 7(4). Weisberg LA. 1993. Intracerebral hemorrhage after topical administration of mydriatic agents. Southern Medical Journal 86(9): 1064–1066.
35
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
Kejadian Malpraktek oleh Tenaga Kesehatan di Indonesia (Malpractice by Health Workers in Indonesia)
Susman Sjarif Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya E-mail :
[email protected]
ABSTRACT
Health is everyone's dream because everyone can work optimally when in a healthy state. In practice conducted by public health personnel frequent errors that can lead to a criminal act, such as fault diagnosis and errors in surgery, as it is better known as malpractice. Incidence of malpractice could be as a result of health care actors are still often ignore medical service standards, professional ethics, prudence and patient rights. The low performance of health workers resulted in vulnerability to malpractice events. To avoid malpractice claims to health care, then all health workers must have appropriate professional competence. Competence is a key factor for a person to produce a good performance as well as a factor determining the success of an organization. A health worker should have the competence related to intellectual ability, psychomotor and affective include professionalism, attitude and ethical behavior, basic medical sciences, clinical skills, communication skills, individual and system health in the population, management information and to think scientifically and critically. If the health worker has to perform its obligations according to their competencies, it is expected that the incidence of malpractice or allegations of malpractice actions can be minimized. Keywords: Malpractice, competence, professional ethics
ABSTRAK Kesehatan merupakan dambaan setiap orang karena setiap orang dapat berkarya secara optimal manakala dalam keadaan sehat. Dalam praktek yang dilakukan para tenaga kesehatan masyarakat sering terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan suatu tindak pidana, misalnya saja kesalahan diagnosis dan kesalahan dalam melakukan operasi, seperti yang lebih dikenal dengan istilah malpraktek. Kejadian malpraktek bisa sebagai akibat pelaku pelayanan kesehatan masih sering mengabaikan standar pelayanan medik, etika profesi, sikap kehati-hatian dan hak-hak pasien. Rendahnya kinerja tenaga kesehatan mengakibatkan kerawanan terhadap kejadian malpraktek. Untuk menghindari tuntutan malpraktek pada tenaga kesehatan, maka semua tenaga kesehatan harus memiliki kompetensi sesuai profesinya. Kompentensi merupakan factor kunci bagi seseorang untuk menghasilkan kinerja yang baik sekaligus juga menjadi factor penentu keberhasilan suatu organisasi. Seorang tenaga kesehatan harus memiliki kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan intelektual, psikomotor dan afektif meliputi profesionalisme, sikap dan perilaku yang beretika, ilmu dasar pengobatan, ketrampilan klinis, ketrampilan komunikasi, sistem kesehatan individu maupun dalam populasi, manajemen informasi dan berpikir secara ilmiah dan kritis. Jika tenaga kesehatan sudah menjalankan kewajibannya sesuai kompetensinya, maka diharapkan kejadian malpraktek atau tuduhan melakukan tindakan malpraktek dapat diminimalisir. Kata kunci : Malpraktek, kompetensi, etika profesi
36
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Kasus dugaan malpraktek bisa dituduhkan
PENDAHULUAN Kesehatan merupakan dambaan setiap
pada semua tenaga kesehatan sebagai akibat dari
orang karena setiap orang dapat berkarya secara
meningkatnya
optimal
sehat.“
masyarakat. Kejadian malpraktek bisa sebagai
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
akibat pelaku pelayanan kesehatan masih sering
mental,
manakala
dalam
spiritual
memungkinkan
keadaan
maupun
setiap
orang
kesadaran
hukum
pada
sosial
yang
mengabaikan standar pelayanan medik, etika
untuk
hidup
profesi, sikap kehati-hatian dan hak-hak pasien.
produktif secara sosial maupun ekonomi” (UU
Di
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, pasal 1 ayat 1).
dilakukan oleh beberapa tenaga kesehatan biasa
Bentuk pelayanan kesehatan berupa pelayanan
disebabkan karena ketidakmampuan dari tenaga
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang
kesehatan tersebut untuk memberikan pelayanan
diberikan
yang baik kepada para pasien, begitupun dalam
sesuai
kebutuhan
setiap
orang.Pelayanan kesehatan memerlukan tenaga
lain
pihak,
tindakan
malpraktek
yang
hal bidan yang melakukan malpraktek.
kesehatan yang beragam, sesuai dengan keahlian yang diperlukan.
TINJAUAN PUSTAKA
Dewasa ini sistem pelayanan medis yang dilakukan
oleh
tenaga
kesehatan
1. Pengertian Malpraktek
sebagai
Malpraktek Medis adalah suatu tindakan
penyembuh banyak diperbincangkan masyarakat,
medis yang dilakukan oleh tenaga medis yang
dan penilaian serba positif terhadap profesi
tidk sesuai dengan standartd tindakan sehingga
kesehatan mulai luntur dikarenakan dalam upaya
merugikan pasien, hal ini di kategorikan sebagai
penyembuhan yang dilakukan tenaga kesehatan
kealpaan atau kesengajaan dalam hukum pidana.
tidak semuanya sesuai yang diinginkan oleh
Malpraktek medis menurut J. Guwandi
pasien, yaitu kesembuhan. Dalam praktek yang
(2004)
meliputi
dilakukan para tenaga kesehatan masyarakat
berikut:
sering terjadi kesalahan yang dapat menimbulkan
a.
boleh
diagnosis
kesehatan.
kesalahan
dalam
melakukan
operasi, seperti yang lebih dikenal dengan istilah
b.
malpraktek.
sebagai
Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
suatu tindak pidana, misalnya saja kesalahan dan
tindakan-tindakan
dilakukan
oleh
seorang
tenaga
Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban.
Malpraktek menurut
Valentin
v.
La
c.
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Melanggar
suatu
ketentuan
menurut
perundang-undangan.
Angelos, California, 1956 dapat didefinsikan
Guwandi
(2004)
juga
memberikan
dengan, “kelalaian dari seorang dokter atau
pengertian bahwa malpraktek dalam arti luas
perawat
dibedakan antara tindakan yang dilakukan:
kepandaian
untuk dan
mempergunakan ilmu
pengetahuan
tingkat dalam
a.
Dengan sengaja (dolus, Vorsatz, intentional)
mengobati dan merawat pasien, yang lazim
yang dilarang oleh Peraturan Peru ndang-
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
undangan, seperti dengan sengaja melakukan
terluka menurut ukuran di lingkungan yang
abortus tanpa indikasi medis, euthanasia,
sama”.
memberikan keterangan medis yang isinya tidak benar.
37
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 b.
Tidak dengan sengaja (negligence, culpa)
perdata dapat dilakukan asal pasien menderita
atau karena kelalaian, misal : menelantarkan
kerugian
pengobatan
(Supriadi,2001).
pasien,
sembarangan
dalam
mendiagnosis penyakit pasien.
meskipun
terjadi
kesalahan
kecil
Untuk menentukan pertanggung-jawaban
Selanjutnya dikatakan perbedaan antara
pidana bagi seorang dokter yang melakukan
malpraktek murni dengan kelalaian akan lebih
perbuatan
jelas jika dilihat dari motif perbuatannya sebagai
pembuktian adanya unsur-unsur kesalahan, yang
berikut :
dalam
a.
b.
Pada
malpraktek
(dalam
arti
malpraktek
hukum
medis,
pidana
diperlukan
dapat
berbentuk
sempit),
kesengajaan dan kelalaian.Perbuatan malpraktek
tindakannya dilakukan secara sadar, dan
medis yang dilakukan dengan kesengajaan,
tujuan dari tindakan memang sudah terarah
tidaklah rumit untuk membuktikannya.
pada akibat yang hendak ditimbulkan atau
Definisi kelalaian medis menurut Leenen
tidak peduli terhadap akibatnya, walaupun ia
sebagai kegagalan dokter untuk bekerja menurut
mengetahui atau seharusnya mengetahui
norma “medische profesionele standard” yaitu
bahwa
bertindak dengan teliti dan hati-hati menurut
tindakannya
adalah
bertentangan
dengan hukum yang berlaku.
ukuran standar medis dari seorang dokter dengan
Pada kelalaian, tindakannya tidak ada motif
kepandaian rata-rata dari golongan yang sama
atau tujuan untuk menimbulkan akibat.
dengan menggunakan cara yang selaras dalam
Timbulnya akibat disebabkan kelalaian yang
perbandingan dengan tujuan pengobatan tersebut
sebenarnya terjadi di luar kehendaknya.
(Guwandi,2004) sehingga seorang dokter dapat
Dengan demikian di dalam malpraktek
disalahkan dengan kelalaian medis apabila dokter
medis terkandung unsur-unsur kesalahan yang
menunjukkan kebodohan serius, tingkat kehati-
tidak berbeda dengan pengertian kesalahan
hatian yang sangat rendah dan kasar sehingga
didalam hukum pidana, yaitu adanya kesengajaan
sampai menimbulkan cedera atau kematian pada
atau kelalaian termasuk juga delik omissi yang
pasien. Hal ini oleh karena seorang dokter
menimbulkan kerugian baik materiil maupun
disyaratkan mempunyai tingkat kehati-hatian
inmmateriil terhadap pasien.
yang harus lebih tinggi dari orang awam, yang disetarakandengan tingkat kehati-hatian dokter
2. Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban
rata-rata dan bukan dengan dokter yang terpandai atau terbaik.
Pidana dalam Malpraktek Medis Seorang dokter yang tidak melakukan
Tom Christoffel memberikan 4 (empat)
pekerjaannya sesuai dengan standar operasional
elemen yang mendasari terjadinya malpraktek
kedokteran dan standar prosedur tindakan medik
medis (Walter, 2005):
berarti telah melakukan kesalahan atau kelalaian,
a.
A duty Owed
yang selain dapat dituntut secara hukum pidana,
“The profesional does not owed a duty to
juga dapat digugat ganti rugi secara perdata
the general public, but only to those with whom
dalam hal pasien menderita kerugian. Penuntutan
he/she
pertanggungjawaban
dapat
relationship. In terms of health care, the question
dilakukan jika pasien menderita cacat permanen
of whether or not a provider patient relationship
atau meninggal dunia, sedangkan gugatan secara
exstend is very important. The health profesional
pidana
hanya
has
development
a
profesional
38
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 can be negligent’s clear need for profesional
pembuktian adalah pembuktian terbalik, dokter
assistance. The health profesional has a duty to
harus
the patient to exercise reasonable care and skill,
melakukan kelalaian.
and by implication, to process the skills, and by
d.
implication, to process the skills expected of such
Tindakan ini merupakan tindakan langsung
a profesional”.
menyebabkan kerugian/ penderitaan pasien, hal
b.
A
Duty
Breached/Dereliction
of
that
Duty/Breach of Standar Care. Seorang
dokter
penyimpangan/
membuktikan
bahwa
dirinya
tidak
Direct Causation
ini disebabkan oleh dokter/tenaga medis lainnya yang melalaikan kewajibannya yang seharusnya
dikatakan
melakukan
pelanggaran
terhadap
kewajibannya jika telah menyimpang dari apa
ia laksanakan.
3.
yang seharusnya dilakukan atau tidak melakukan
Sanksi
Hukum
Tindak
Pidana
Malpraktek.
apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
Kelalaian (negligence, culpa) adalah suatu
profesi medis, sehingga dokter yang bersangkutan
kesalahan yang dilakukan dengan tidak sengaja,
dapat dipersalahkan dan dituntut pertanggung
atau kurang hati-hati, atau kurang penduga-
jawabannya. Untuk menentukan ada/tidaknya
duga.Akibat
penyimpangan kewajiban, harus didasarkan pada
sebenarnya tidak dikehendaki oleh si pembuat.
fakta-fakta
yang meliputi kasusnya dengan
yang
terjadi
karena
kelalaian
Didalam KUHP, tindak pidana yang
bantuan pendapat ahli dan saksi ahli.
disebabkan oleh kelalaian diatur dalam pasal
c.
359,360 dan 361 KUHP.
Harm/Damage
Adanya hubungan yang erat antara Damage (kerugian)
dengan
Causation
(penyebab)
Kelalaian (negligence, culpa) adalah salah satu faktor
yang sering dijadikan
sebagai
kerugian. Untuk mempersalahkan seorang dokter
penyebab terjadinya malpraktek. Bahkan ada juga
harus ada hubungan kausal (secara langsung/
yang
adekuat) antar penyebab (tindakan dokter) dengan
malpraktek adalah istilah yang memiliki maksud
kerugian (cedera/kematian) pasien, dan harus
yang sama.
menyebutkan
bahwa
kelalaian
dan
tidak ada peristiwa atau tindakan sela di antaranya. Dalam hal demikian maka penilaian
PEMBAHASA
fakta-faktanya,
1.
yang
akan
menentukan
ada/tidaknya suatu penyebab yang adekuat yang dapat dijadikan sebagai bukti. Kelalaian mendasari
(negligent/culpa) terjadinya
Malpraktek
Tenaga
Kesehatan
di
Indonesia Berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun
yang
sering-kali
malpraktek
1992 tentang Kesehatan, memberi peluang bagi
medis
pengguna jasa atau barang untuk mengajukan
memerlukan pembuktian yang rumit. Namun
gugatan/tuntutan hukum terhadap pelaku usaha
tidak jarang terjadi seorang dokter melakukan
apabila terjadi konflik antara pelanggan dengan
kelalaian dengan begitu jelas, sehingga orang
pelaku usaha yang dianggap telah melanggar hak-
awan pun dapat menilai bahwa telah terjadi
haknya, terlambat melakukan / tidak melakukan /
kelalaian. Dalam hal ini berlaku asas “Res ipsa
terlambat melakukan sesuatu yang menimbulkan
Loquitur” yang berarti the “thing speaks for
kerugian
itself” (faktanya sudah berbicara), sehingga
kerugian harta benda atau cedera atau bisa juga
bagi
pengguna
jasa/barang,
baik
39
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 kematian. Hal Ini memberikan arti bahwa pasien
dij erat dengan ketentuan yang tegas.Motif yang
selaku konsumen jasa pelayanan kesehatan dapat
ada pada pembentuk perundang-undangan untuk
menuntut/menggugat rumah sakit, dokter atau
menyusun peraturan-peraturan mengenai bidang-
tenaga kesehatan lainnya jika terjadi konflik.
bidang kehidupan tertentu sangat bervariasi.
Dalam
penegakan
hukum
kesehatan,
Demikian pula halnya dengan dorongan-dorongan
kesulitan yang dihadapi oleh penegak hukum,
untuk menyusun perundang-undangan pelayanan
pada umumnya berada dalam tataran pemahaman,
kesehatan.
artinya, kurangnya kemampuan atau pengetahuan aparat
penegak
hukum
terhadap
hukum
Landasan landasannya adalah antara lain, sebagai berikut ( W .B.van der Mijn, 1982:15,
kesehatan, dalam konteks ini biasanya ditemukan
dan seterusnya) dalam (Soekanto,1987) :
persoalan antara etik dan hukum.Artinya, apakah
a. Kebutuhan akan pengaturan pemberian jasa
perbuatan atau tindakan dokter yang dianggap merugikan pasien itu merupakan pelanggaran etik atau
pelanggaran
hukum
positif
keahlian. b. Kebutuhan akan tingkat kualitas keahlian
yang
tertentu.
berlaku.Mengacu pada kenyataan betapa rumitnya
c. Kebutuhan akan keterarahan (doelmatigheid).
penegakan hukum dalam bidang kesehatan,
d. Kebutuhan akan pengendalian biaya.
kiranya perlu dipahami beberapa faktor penting
e. Kebutuhan akan kebebasan warga masyarakat
yang perlu mendapat perhatian sehingga aparat
untuk
menentukan
kepentingannya
penegak hukum dapat menegakkan aturan-aturan
identifikasi kewajiban pemerintah.
dan
hukum di bidang kesehatan dan sekaligus dapat
f. Kebutuhan pasien akan perlindungan hukum.
melindungi pasien dan profesi kesehatan itu
g. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi
sendiri. Penegakan hukum di bidang kesehatan dipengaruhi oleh tiga unsur penting, yaitu : a.
para ahli. h. Kebutuhan akan perlindungan hukum bagi
Aturan hukum yang mengatur mengenai
pihak ketiga.
profesi kesehatan. b.
Aparat penegak hukum
c.
Institusi hukum
2.
Pengaturan Tindak Pidana Malpraktek Menurut KUHP
Dalam menjaga kesehatan tentu seringkali ditemukan
beberapa
tindakan-tindakan
yang
Dalam hal tindak pidana malpraktik tidak diatur
dengan
jelas
dalam
KUHP
karena
mengancam kesehatan tersebut dapat berupa
pengaturan di dalam KUHP lebih kepada akibat
kesengajaan, kelalaian, ataupun kecelakaan.Hal-
dari perbuatan malpraktek tersebut.
hal seperti ini dapat dikategorikan sebagai
Pada pasal 360 ayat 1 dan ayat 2 KUHP serta
malpraktek yang lebih ditekankan kepada tindak
pasal 361 KUHP dalam (Soesilo,2007)
pidana malpraktek.Didalam UU Kesehatan tidak
Pasal 360 KUHP
dicantumkan pengertian tentang Malpraktek,
Ayat 1 : “Barangsiapa karena kesalahannya
namun didalam Ketentuan Pidana pada Bab XX
menyebabkan orang luka berat dihukum dengan
diatur didalam Pasal 190 UU.No.36 tahun 2009.
penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman
Pembentukan perundang-undang- an di
kurungan selama-lamanya satu tahun”.
bidang pelayanan kesehatan diperlukan, hal ini
Ayat 2 : “Barangsiapa karena kesalahannya
dilakukan supaya tindak pidana malpraktek dapat
menyebabkan
orang
lukasedemikian
rupa
40
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak
dapat
menjalankan
pekerjaannya
sementara,
jabatannya dihukum
8) Luka yang menyebabkan jatuh sakit (ziek)
atau
atau terhalang pekerjaan sehari-hari.
dengan
hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama- lamanya enam
3.
Faktor
Penyebab
Tindak
Pidana
Malpraktek
bulan atau hukuman denda setinggi-tingginya
Jangkauan hukum medik menyangkut
Rp.4.500,-
berbagai cabang hukum. Hukum Perdata, Hukum
Pada pasal 360 KUHP memiliki perbedaan
Pidana, Tata Usaha Negara, di samping disiplin,
dengan pasal 359 KUHP, yakni pada pasal 359
dan juga etik. Untuk mengetahui apa yang
KUHP dijelaskan akibat dari perbuatan yang
dimaksudkan dengan kecelakaan medik harus kita
menyebabkan “kematian” orang sedangkan dalam
melihat kepada literatur hukum pidana. Menurut
pasal 360 KUHP adalah :
Jonkers suatu kesalahan (schuld) mengandung 4(empat) unsur, yaitu :
a.
Luka berat
a. Bahwa tindakan itu bertentangan dengan
Di dalam pasal 90 KUHP dijelaskan mengenai luka berat atau luka parah yakni :
b. Bahwa
1) Penyakit atau luka yang tidak boleh diharap akan sembuh lagi dengan sempurna atau dapat mendatangkan bahaya maut. Jadi luka atau sakit bagaimana besarnya, jika dapat sembuh kembali
dengan
hukum, (wederrrech-telijkheid),
sempurna
dan
tidak
mendatangkan bahaya maut itu bukan luka berat.
dibayangkan
sebenarnya
sebelumnya,
dapat
(voorzien-
baarheid), c. Akibat itu sebenarnya dapat dicegah atau dihindarkan, (vermijdbaarheid), d. Sehingga
timbulnya
dipersalahkan
akibat
kepada
itu si
dapat pelaku
(verwijtbaarheid) (Guwandi,2008).
2) Terus menerus tidak cakap lagi melakukan jabatan atau pekerjaan. Kalau hanya buat sementara
saja
bolehnya
tidak
cakap
melakukan pekerjaannya itu tidak masuk luka berat.
akibatnya
Penyanyi
misalnya
jika
rusak
kerongkongannya,
sehingga
tidak
dapat
menyanyi selama-lamanya itu masuk luka berat. 3) Tidak lagi memakai (kehilangan) salah satu pancaindera. 4) Verminking atau cacat sehingga jelek rupanya. 5) Verlamming (lumpuh) artinya tidak bisa menggerakkan anggota badannya.
Dari uraian Jonkers di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa yang tidak mengandung keempat unsur tadi, bukanlah kesalahan (negligence, schuld), dengan perkataan lain termasuk kecelakaan. Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, seorang tenaga medis hanya wajib berusaha sedapat mungkin untuk menyembuhkan
(Inspanningsverbintenis) dengan mempergunakan segala
kandungan ibu.
ilmu,
pengetahuan,
kepandaian,
pengalaman yang dimiliki serta perhatian. Namun ia sama sekali tidak dapat memberikan jaminan akan penyembuhannya.
6) Pikirannya terganggu melebihi empat minggu. 7) Menggugurkan atau membunuh bakal anak
pasiennya
Kecelakaan medik tersebut tidaklah terjadi begitu saja, ada beberapa hal yang menjadi faktor-faktor terj adinya kecelakaan medik yang lazim
disebut
juga
dengan
tindak
pidana
41
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 malpraktek. Perbuatan kecelakaan medik ataupun
Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah
tindak
malpraktek juga mencakup tindakan-tindakan
pidana
malpraktek
tersebut
dapat
disebabkan oleh 5 faktor:
yang dilakukan dengan sengaja (intentional,
a. Faktor kelalaian (culpa).
dolus, opzettelijk) dan melanggar undang-undang;
Kelalaian menurut hukum pidana terbagi dua
sedangkan
macam.Pertama,
“kealpaan
ketidaksengaj aan (culpa), kurang hati-hati, tak
perbuatan”.Maksudnya ialah apabila hanya
acuh, tak peduli, di samping akibat yang
dengan melakukan perbuatannya itu sudah
ditimbulkan pun bukan merupakan tujuannya.
merupakan suatu peristiwa pidana, maka tidak
Perbedaan yang lebih jelas tampak kalau kita
perlu melihat akibat yang ti mbul dari
melihat pada motif tindakan yang dilakukan,
perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan
yaitu :
Pasal 205 KUHP. Kedua, “ kealpaan akibat”.
a. Pada malpraktek ( sempit) : tindakannya
Kealpaan akibat ini baru merupakan suatu
dilakukan dengan sadar, dan tuj uan tindakan
peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu
memang sudah terarah kepada akibat yang
sendiri sudah menimbulkan akibat yang
hendak ditimbulkan, walaupun ia mengetahui
dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat
atau
atau matinya orang lain seperti yang diatur
ndakannya itu bertentangan dengan hukum
dalam Pasal 359,360,361 KUHP.
yang berlaku, sedangkan
Dapat disimpulkan bahwa kealpaan itu paling
arti
negligence
seharusnya
lebih
mengetahui
berintikan
bahwa
ti
b. Pada kelalaian : tidak ada motif atau pun tuj
tidak memuat tiga unsur.
uan untuk menimbulkan akibat yang terj adi.
1) Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya
Akibatnya yang ti mbul disebabkan karena
diperbuat menurut hukum tertulis maupun
adanya kelalaian yang sebenarnya terj adi
tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah
diluar kehendaknya
melakukan suatu perbuatan (termasuk tidka berbuat) yang melawan hukum) 2) Pelaku
telah
berlaku
kurang
b. Faktor kesengajaan. hati-hati,
ceroboh, dan kurang berpikir panjang. 3) Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas
akibat
perbuatannya
tersebut
(Guwandi,2009).
Menurut ketentuan yang diatur dalam hukum pidana bentuk-bentuk kesalahan terdiri dari : 1) Kesengajaan, yang dapat dibagi menjadi : a) Kesengajaan dengan maksud, yakni di mana akibat dari perbuatan itu diharapkan ti mbul, atau agar peristiwa pidan itu sendiri terj adi; b) Kesengajaan dengan kesadaran sebagai
Perbedaan
malpraktek
dan
Kelalaian
(Negligence) Malpraktek tidak sama dengan kelalaian. Kelalaian termasuk dalam arti malpraktek, tetapi di dalam malpraktek tidak selalu terdapat unsur kelalaian. Jika dilihat beberapa defenisi di bawah ini ternyata bahwa :malpractise mempunyai pengertian yang lebih luas daripada negligence.
suatu keharusan atau kepastian bahwa akibat dari perbuatan itu sendiri akan terjadi, atau dengan kesadaran sebagai suatu kemungkinan saja. c) Kesengajaan bersyarat (dolus eventualis). Kesengajaan bersyarat di sini diartikan sebagai perbuatan yang dilakuakan dengan sengaja dan diketahui akibatnya, yaitu yang
42
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 mengarah pada suatu kesadaran bahwa
e.
Faktor Contributory negligence.
akibat yang dilarang kemungkinan besar terjadi.
Pada
umumnya
contributory
negligence
dipakai untuk menguraikan setiap sikap tindak yang tidak wajar dari pihak pasien, sehingga
c.
megakibatkan cedera pada diri pasien itu sendiri,
Faktor Kesalahpahaman (Dwaling)
Dwaling atau kesalahpahaman atau kekeliruan
tak pedui apakah pada pihak dokter atau perawat
terbagi dalam :
juga ada kelalaiannya atau tidak. Kadang-kadang
1) Kesalah
pahaman
yang
Sebenarnya
(Feitelijke Dwaling)
ada juga kasus di mana ada kesalahan pasien, dan juga
Yaitu kesalahpahaman mengenai salah
terdapat
kesalahan
pada
dokter
atau
perawatnya.
satu unsur dari delik yang menyebabkan
Seorang pasien yang dewasa dan bermental
opzet terhadap unsur-unsur tersebut harus
sehat tentu sewajarnya akan mentaati nasehat
dianggap sebagai tidak ada (eror facti).
dokternya agar bisa lekas sembuh. Hal ini dapat
Tidak terpenuhinya salah satu unsur
diharapkan dari seorang pasien yang normal dan
delik ini akan menyebabkan suatu ti ndak
bertindak secara wajar. Namun kadangkala
pidana akan dinyatakan tidak terbukti dengan
karena kesalahan pasien, entah disengaja atau
dasar hukum kesalah pahaman mengenai
mungkin juga tidak, ada sikap tindak pasien yang
salah satu unsur delik juga disebut kesalah
tidak mentaati nasehat dokter, sehingga tambah
pahaman yang meniadakan pidana. Eror facti
memperburuk keadaannya sendiri. Dalam hal ini
non nocet atau ignorance of the fact excuse,
maka pasien yang menuntut dokternya, dapat
ignorance of the law ares not excuse.
dibuktikan balik bahwa terdapat contributory
2) Kesalahpahaman Mengenai Hukum (Rechts Dwaling)
negligence dari pihak pasien itu sendiri. Keadaan di mana ajaran- ajaran contributory negligence
d. Faktor Kekeliruan Penilaian Klinis (Non-
banyak
dikaitkan
umummnya
menyangkut : sikap tindak yang tidak mentaati
neglicent clinical error of judgment)
nasehat
Di dalam bidang yang kompleks seperti
kembali lagi untuk follow up, atau tidak mentaati
pengobatan jarang terjadi kesepakatan bulat atau
dokter,
seperti
pulang-paksa,
tidak
instruksi lain dari dokternya.
pendapat mengenai terapi yang cocok terhadap suatu situasi medis khusus. Ilmu kedokteran
PENUTUP
adalah suatu seni dan sains (art and science) di
Kesimpulan
samping
teknologi
yang
dimatangkan
oleh
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
pengalaman. Maka bisa saja cara pendekatan
pembahasan masalah dalam bab terdahulu, maka
terhadap suatu penyakit berlainan bagi dokter
dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
yang satu dan yang lain. Namun tetap harus
1. Kebijakan formulasi perlindungan hukum bagi
berdasarkan
ilmu
pengetahuan
dipertanggungjawabkan.
yang
dapat
korban tindak pidana bidang medis dalam hukum pidana positif di Indonesia saat ini dilakukan dengan mengenakan sanksi bagi pelaku tindak pidana berdasarkan KUH Pidana, UU No. No. 23 Tahun 1992 tentang
43
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Kesehatan, juga UU. No. 29 Tahun 2004,
hukum pidana, korporasi tidak dijadikan
tentang Praktek Kedokteran dan peraturan-
subjek tindak pidana. Hal ini tentunya tidak
peraturan pendukung yang berlaku, ternyata
memberikan perlindungan dan rasa adil bagi
dalam
korban
pelaksanaannya
masih
terdapat
pidana
bidang
medis
kelemahan baik dalam perumusan tindak
(malpraktek). Di samping itu dalam UU
pidana,
perumusan
No.23
pidana,
serta
pertanggungjawaban
perumusan
pidana
dan
pemidanaannya. 2.
tindak
Tahun
pertanggungjawaban
1992 pidana
sistem berdasarkan
kesalahan (liability based on fault) menjadi
Perumusan tindak pidana bidang medis
kendala dalarn pembuktian delik-delik tindak
walaupun
pidana dan pembuktian kesalahan pada
telah
dirumuskan
beberapa
perbuatan yang diusahakan untuk dicegah
subyek hukum khususnya pada korporasi.
dan dilarang, akan tetapi rumusan delik materil dalam UU No.29 Tahun 2004 tentang
Saran
Kesehatan mengandung kelemahan dalam
Bagi tenaga kesehatan baik dokter, bidan,
upaya memberikari perlindungan hukum.
perawat dan tenaga kesehatan lainnya hendaknya
Agar tidak menjadi korban tindak pidana,
memahami, dan patuh menjalankan standar
karena instrumen hukum pidana baru dapat
operasional dan prosedur tindakan medis yang
diterapkan setelah timbul akibat berupa cacat
akan dilakukan. Selanjutnya jangan pernah
fisik bahkan atau kematian kepada korban
menyepelehkan suatu tindakan medis sekecil
yang tentunya akan sangat merugikan korban
apapun, terlebih lagi dengan mengabaikan suatu
dan keluarganya, dan bukan hanya untuk saat
tindakan medis yang karena menganggap bahwa
ini, akan tetapi sepanjang hidup keluarga
orang lain (pasien) telah memahami tindakan
korban, baik waktu dan material. Dalam hal
medis tersebut dan dapat melakukannya secara
ini
korban
penderitaan,
mengalami yang
sudah
kerugian
juga
mandiri sesungguhnya tanpa disadari hal tersebut
barang
tentu
akhirnya dapat berakibat fatal
memerlukan perlindungan hukum pidana yang optimal. 3.
Perumusan
DAFTAR PUSTAKA pertanggungjawaban
tindak
pidana dibidang medis ini bisa memiliki subyek
hukum
perseorangan
maupun
korporasi, di mana dalam hukum pidana positif saat ini belum ada aturan yang seragam dan konsisten. Peru ndang-undangan
Budianto.Kasus Malpraktek Antara Penegakan Hukum Dengan Rasa Keadilan Masyarakat.Medicinus.Vol. 3 No. 1 Februari 2009 – Mei 2009 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1990 Cetakan ke 3, hal, 551
di bidang medis yang ada dewasa ini menjadikan korporasi sebagai subjek hukum
Guwandi,J ,Hukum dan Dokter, Seto,Jakarta,2008,halaman : 60.
Sagung
pidana, namun UU yang bersangkutan tidak membuat
ketentuan
pidana
atau
pertanggungjawaban pidana untuk korporasi.
Guwandi,J, Kelalaian Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1990, halaman : 10.
(UU No. 23 Tahun 1992), dan bahkan dalam KUH Pidana positif sebagai induk peraturan
44
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 J. Guwandi, Hukum Medik (Medical Law), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hal. 24. R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, POLITEIA, Bogor, 2007, halaman : 248. Soerjono Soekanto,dkk, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya, Bandung, 1987, halaman : 33. Walter G. Alton Jr., LL.B.2005. Malpractice: A Trial Lawyer‟s Advice for Physicians (How to Avoid, How to win), Little, Brown and Company, Boston, hal 30–32. Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001, hal. 43.
45
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
DISIPLIN KERJA KARYAWAN UMMI KHOIROH
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya
ABSTRAK
Sudah menjadi rahasia umum Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Negara tercinta ini menjadi sorotan dalam masalah disiplin. Sebenarnya pemerintah juga sudah mengantisipasi berbagai keluhan masyarakat yang berhubungan dengan disiplin, diantaranya dengan membuat banyak peraturan yang harus ditaati oleh seluruh PNS dalam rangka menegakkan disiplin, tetapi berbagai macam peraturan tersebut belum mampu meningkatkan disiplin kerja PNS. Untuk mengkondisikan karyawan agar senantiasa bersikap disiplin, maka terdapat beberapa prinsip kedisplinan diantaranya pendisiplinan dilakukan secara pribadi, bersifat membangun, pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan langsung dan keadilan dalam pendisiplinan sangat diperlukan.
ABSTRACT It is common knowledge Civil Servants (PNS) in this beloved country into the spotlight in a matter of discipline. Actually, the government also has to anticipate public complaints relating to discipline, including by making a lot of rules that must be obeyed by all civil servants in order to enforce discipline, but a wide variety of these regulations have not been able to increase civil servants working discipline. To condition employees to always be disciplined, then there are some principles of discipline disciplining them done in private, constructive, discipline must be conducted by the immediate supervisor and fairness in discipline is needed.
Keywords : PNS, discipline, principles of discipline
46
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 PENDAHULUAN Sudah menjadi rahasia umum Pegawai
salah satu upaya reformasi birokrasi adalah
Negeri Sipil (PNS) di Negara tercinta ini menjadi
dengan
melakukan
pemberian
TPP
untuk
sorotan dalam masalah disiplin, masyarakat
memberikan semangat lebih kepada PNS agar
banyak menyaksikan di televisi bagaimana PNS
lebih giat lagi dalam bekerja.
di kejar-kejar oleh Satuan Polisi Pamong Praja
Salah satu kebijakan lain yang dilakukan
(Satpol PP) karena meninggalkan tempat tugas
pemerintah adalah dengan menerbitkan Peraturan
dan berada di pusat perbelanjaan tanpa izin atau
Pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010 tentang
sepengatahuan atasanya.
Disiplin PNS, peraturan tersebut merupakan
Demikian
pula
ketika
masyarakat
pengganti dari PP Nomor 8 Tahun 1974 tentang
menguruskan sesuatu yang berhubungan dengan
Disiplin PNS. Namun demikian
birokrasi sudah pasti merasa malas karena
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kepribadian
pelayanan yang kurang baik dari para aparatur
PNS itu sendiri tapi juga ada faktor lingkungan,
pemerintah, padahal kita semua tahu apabila PNS
terutama lingkungan social yang juga ikut
itu digaji dari uang rakyat, dan sudah semestinya
menentukan terbentuknya disiplin pada diri
mengabdi dan menjadi pelayan masyarakat, akan
karyawan dalam hal ini PNS.
tetapi dalam pelaksanaannya PNS bekerja seolah-
disiplin kerja
Dengan terbitnya peraturan disiplin yang
olah instansi tempatnya bekerja adalah milik
baru,
keluarganya sehingga kurang disiplin dalam
terutama bagi mereka yang berada di lingkup
bekerja.
jabatan fungsional, padahal mereka juga sama
Sebenarnya
pemerintah
yang merasa ”terusik”
sudah
PNS sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43
mengantisipasi berbagai keluhan masyarakat yang
Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
berhubungan dengan disiplin, diantaranya dengan
Dan berikut ini adalah beberapa penjelasan
membuat banyak peraturan yang harus ditaati
tentang disiplin PNS yang tertuan dalam PP No.
oleh seluruh PNS dalam rangka menegakkan
53 Tahun 2010, mudah-mudahan dapat lebih
disiplin, tetapi berbagai macam peraturan tersebut
memahami dan memaknai disiplin kerja, karena
belum mampu meningkatkan disiplin kerja PNS,
dengan adanya peraturan disiplin banyak PNS
bahkan
memberikan
yang ”takut” dengan mesin daftar hadir finger
berbagai macam penghargaan kepada PNS yang
print, padahal sesuai dengan sumpah PNS apabila
memiliki kinerja baik, tapi tetap belum mampu
bekerja akan patuh dan taat terhadap peraturan
secara signifikan meningkatkan disiplin dalam
yang ditetapkan pemerintah. Data finger print
bekerja.
PNS di Dinkes Kabupaten Gresik Oktober-
pemerintah
juga
juga
banyak PNS
telah
Pemerintah saat ini sedang giat-giatnya
Desember tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 1.
melakukan reformasi birokrasi di semua bidang,
Tabel 1. Data finger print PNS di Dinkes
tidak terkecuali di lingkungan Dinas Kesehatan,
Kabupaten Gresik Oktober-Desember tahun 2013
reformasi birokrasi tidak bisa ditawar-tawar lagi karena sudah menjadi tuntutan masyarakat saat ini
seiring
kehidupan.
dengan
berubahnya
Kehadiran
Jumlah PNS
paradigma 73
Rerata
Okt
Nov
Des
82%
85%
92 %
86,33%
47
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 LANDASAN TEORI
ada beberapa keharusan yang harus dilaksanakan
1.
Pengertian Disiplin
yaitu :
Disiplin kerja karyawan sangat penting bagi
a. Mentaati
segala
peraturan
perundang-
suatu organisasi dalam rangka mewujudkan
undangan dan peraturan kedinasan
tujuan organisasi. Tanpa disiplin kerja karyawan
berlaku, serta melaksanakan perintah-perintah
yang baik sulit bagi suatu organisasi mencapai
kedinasan yang diberikan oleh atasan yang
hasil
berhak.
yang
optimal.
mencerminkan
Disiplin
besarnya
yang
tanggung
baik jawab
yang
b. Melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya
seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan
serta memberikan
kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja,
terhadap masyarakat sesuai dengan bidang
semangat
tugasnya.
kerja
dan
terwujudnya
tujuan
organisasi.
pelayanan yang baik
c. Menggunakan dan memelihara barang-barang
Pengertian
disiplin
dapat
dikonotasikan
dinas dengan sebaik- baiknya.
sebagai suatu hukuman, meskipun arti yang
d. Bersikap dan bertingkah laku sopan santun
sesungguhnya tidaklah demikian. Disiplin berasal
terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri
dari bahasa latin “Disciplina” yang berarti latihan
Sipil dan atasannya.
atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat. jadi sifat disiplin berkaitan
Dengan demikian, maka disiplin kerja merupakan
dengan pengembangan sikap yang layak terhadap
praktek secara nyata dari para karyawan terhadap
pekerjaan.
perangkat peraturan yang tedapat dalam suatu
Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan merupakan
definisi suatu
antara
lain,
kekuatan
yang
organisasi. Dalam hal ini disiplin tidak hanya
disiplin
dalam bentuk ketaatan saja melainkan juga
selalu
tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi,
berkembang di tubuh para pekerja yang membuat
berdasarkan
mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-
efektifitas karyawan akan meningkat dan bersikap
peraturan yang telah ditetapkan.
serta bertingkah laku disiplin.
Di
samping beberapa
hal
tersebut
diharapkan
mengenai
Di dalam buku Wawasan Kerja Aparatur
disiplin karyawan tersebut di atas, A.S. Moenir
Negara disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
mengemukakan bahwa “Disiplin adalah ketaatan
pengertian disipln adalah : “Sikap mental yang
yang
tercermin
sikapnya
pengertian
pada
impersonal,
tidak
memakai
dalam
perbuatan,
tingkah
laku
perasan dan tidak memakai perhitungan pamrih
perorangan, kelompok atau masyarakat berupa
atau kepentingan pribadi.
kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-
Pengertan Disiplin Kerja Menurut pendapat
peraturan yang ditetapkan Pemerintah atau etik,
Alex S. Nitisemito(1984: 199) Kedisiplinan
norma
adalah suatu sikap tingkah laku dan perbuatan
masyarakat”.
yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun
menurut
peraturan
serta
kaidah
yang
berlaku
dalam
Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain,
disiplin
disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu
Pegawai Negeri Sipil sebagimana telah dimuat di
berkembang di tubuh para pekerja yang membuat
dalam Bab II Pasal (2) UU No.43 Tahun 1999,
48
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-
aktualisasi dari tanggung jawab pribadi yang
peraturan yang telah ditetapkan
berarti mengakui dan menerima nilai-nilai yang
Adapun ukuran tingkat disiplin pegawai
ada di luar dirinya. Melalui disiplin diri
menurut I.S. Levine,( I.S. Levine, Op. City, hal.
karyawan-karyawan merasa bertanggung jawab
72.) adalah sebagai berikut :
dan dapat mengatur dirinya sendiri untuk
“Apabila pegawai datang dengan teratur dan tepat
kepentingan organisasi.
waktu, apabila mereka berpakaian serba baik dan tepat
pada
pekerjaannya,
apabila
mereka
Penanaman nilai-nilai disiplin dapat berkembang apabila didukung oleh
mempergunakan bahan-bahan dan perlengkapan
situasi lingkungan yang kondusif yaitu situasi
dengan hati-hati, apabila menghasilkan jumlah
yang diwarnai perlakuan yang konsisten dari
dan cara kerja yang ditentukan oleh kantor atau
karyawan dan pimpinan. Disiplin diri sangat
perusahaan, dan selesai pada waktunya.”
besar
Berdasarkan pada pengertian tersebut di atas,
peranannya
dalam
mencapai
tujuan
organisasi. Melalui disiplin diri seorang karyawan
maka tolak ukur pengertian kedisiplinan kerja
selain
karyawan adalah sebagai berikut:
menghargai orang lain. Misalnya jika karyawan
a.
Kepatuhan terhadap jam-jam kerja.
mengerjakan
b.
Kepatuhan terhadap instruksi dari atasan,
pengawasan atasan, pada dasarnya karyawan
serta pada peraturan dan tata tertib yang
telah sadar melaksanakan tanggung jawab yang
berlaku.
telah dipikulnya. Hal itu berarti karyawan mampu
Berpakaian yang baik pada tempat kerja dan
melaksanakan
menggunakan tanda pengenal instansi.
menghargai potensi dan kemampuannya. Di sisi
Menggunakan dan memelihara bahan-bahan
lain, bagi rekan sejawat, dengan diterapkan
dan alat-alat perlengkapan kantor dengan
disiplin diri akan memperlancar kegiatan yang
penuh hati-hati.
bersifat kelompok, apalagi jika tugas kelompok
Bekerja dengan mengikuti cara-cara bekerja
tersebut terkait dalam dimensi waktu, dimana
yang telah ditentukan.
suatu proses kerja yang dipengaruhi urutan waktu
c.
d.
e.
Kedisiplinan karyawan dapat ditegakkan
menghargai
tugas
dirinya
dan
tugasnya.
sendiri
wewenang
Pada
juga
tanpa
dasarnya
ia
pengerjaannya.
apabila peraturan-peraturan yang telah ditetapkan
Ketidakdisiplinan dalam suatu bidang kerja akan
itu dapat diatasi oleh sebagian besar pegawainya
menghambat bidang kerja lain.
dalam kenyataan, bahwa dalam suatu instansi apabila sebagian besar pegawainya mentaati
b. Disiplin Kelompok
segala peraturan yang telah ditetapkan, maka
Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang
disiplin pegawai sudah dapat ditegakkaan
bersifat individu selain disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok. Dengan demikian
2. Macam-Macam Disiplin Kerja
dapat dikatakan bahwa disiplin kelompok adalah
Ada 4 macam disiplin kerja :
patut, taat dan tunduknya kelompok terhadap
a. Disiplin diri
peraturan, perintah dan ketentuan yang berlaku
Menurut Jasin (1996:35) adalah disiplin
serta mampu mengendalikan diri dari dorongan
yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri
kepentingan dalam upaya pencapaian cita-cita dan
sendiri. Hal ini merupakan manifestasi atau
tujuan
tertentu
serta
memelihara
stabilitas
49
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 organisasi
dan
menjalankan
standar-standar
organisasional.
iklim
organisasi
dimana
semua
anggota
organisasi dapat menjalankan dan mematuhi
Disiplin kelompok akan tercapai jika
peraturan yang telah ditetapkan atas kemauan
disiplin diri telah tumbuh dalam diri pegawai.
sendiri. Adapun fungsi dari disiplin preventif
Artinya kelompok akan menghasilkan pekerjaan
adalah untuk mendorong disiplin diri para
yang
pegawai sehingga mereka dapat menjaga sikap
optimal
jika
masing-masing
anggota
kelompok akan memberikan andil sesuai hak dan
disiplin mereka bukan karena paksaan.
tanggung jawabnya. Selain itu disiplin kelompok juga memberikan andil bagi pengembangan
d. Disiplin Korektif
disiplin diri bagi pengembangan disiplin diri. Misalnya,
jika
budaya
atau
iklim
dalam
Disiplin korektif merupakan disiplin yang dimaksudkan
untuk
menangani
organisasi tersebut merupakan disiplin kerja yang
terhadap
tinggi, maka mau tidak mau karyawan akan
memperbaikinya untuk masa yang akan datang.
membiasakan dirinya mengikuti irama kerja
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
pegawai lainnya. Karyawan dibiasakan bertindak
Prabu Mangkunegara bahwa Disiplin korektif
dengan cara berdisiplin. Kebiasaan bertindak
adalah suatu upaya untuk menggerakan pegawai
disiplin
dalam
ini
merupakan
awal
terbentuknya
aturan-aturan
menyatukan
yang
pelanggaran
suatu
berlaku
peraturan
dan
dan
kesadaran. Kaitan antara disiplin diri dan disiplin
mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan
kelompok seperti dua sisi dari satu mata uang.
sesuai dengan pedoman yang berlaku dalam
Kedua mata uang, keduanya saling melengkapi
perusahaan.
dan manunjang, dan bersifat komplementer.
Berdasarkan pertanyaan di atas maka
Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara
dapat
optimal tanpa dukungan disiplin kelompok,
merupakan suatu upaya untuk memperbaiki dan
sebaliknya
dapat
menindak pegawai yang melakukan pelanggaran
disiplin
terhadap aturan yang berlaku. Dengan kata lain
ditegakan
disiplin tanpa
kelompok
adanya
tidak
dukungan
pribadi.
disimpulkan
bahwa
disiplin
korektif
sasaran disiplin korektif adalah para pegawai yang melanggar aturan dan diberi sanksi yang
c. Disiplin Preventif
sesuai dengan aturan yang berlaku. Disiplin
Disiplin preventif adalah disiplin yang ditujukan
untuk
mendorong
pegawai
korektif
ini
dilakukan
untuk
memperbaiki
agar
pelanggaran dan mencegah pegawai yang lain
berdisplin diri dengan mentaati dan mengikuti
melakukan perbuatan yang serupa dan mencegah
berbagai standar dan peraturan yang telah
tidak adanya lagi pelanggaran dikemudian hari.
ditetapkan. Menurut T. Hani Handoko Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendorong berbagai
para
karyawan
standard
an
agar
mengikuti
aturan
sehingga
penyelewengan- penyelewengan dapat dicegah.
e. Disiplin Progresif Disiplin progresif merupakan pemberian hukuman yang lebih berat terhadp pelanggaran yang berulang. Tujuannya
Dengan demikian disiplin preventif
adalah memberikan kesempatan kepada pegawai
merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
untuk mengambil tindakan korektif sebelum
organisasi untuk menciptakan suatu sikap dan
hukuman-hukuman
yang
lebuh
serius.
50
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Dilaksanakan
disiplin
progresif
ini
akan
memungkinkan manajemen untuk membantu pegawai memperbaiki kesalahan. Seperti yang
motor akan memakai helm jika ada polisi saja. 2) Disiplin Karena Identifikasi
dikemukakan oleh Veithzal Rivai bahwa Disiplin
Kepatuhan terhadap aturan-aturan didasarkan
progresif dirancang untuk memotivasi karyawan
pada identifikasi adanya perasaan kekaguman
agar mengoreksi kekeliruannya secara sukarela.
pengahargaan pada pimpinan. Pemimpin
Contoh dari disiplin progresif adalah teguran
yang
secara lisan oleh atasan, skorsing pekerjaan,
dihormati,
diturunkan pangkat atau dipecat.
identifikasi. Karyawan yang menunjukkan
kharismatik dihargai
adalah dan
figure
yang
sebagai
pusat
disiplin terhadap aturan-aturan organisasi bukan disebakan pada atasnya disebakan
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
karena kualitas profesionalnya yang tinggi
Disiplin Kerja Pada
dasarnya
factor
yang
dibidangnya, jika pusat identifikasi ini tidak
mempengaruhi disiplin kerja berasal dari dua
ada maka disiplin kerja akan memurun,
factor, yaitu factor intrinsic dan factor ekstrinsik.
pelanggaran meningkatkan frekuensinya.
Fadila Helmi (1996:37) merumuskan factor-
3) Disiplin Karena Internalisasi
faktor yang mempengaruhi disiplin kerja menjadi
Disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi
dua factor, yaitu factor kepribadian dan factor
karyawan punya system nilai pribadi yang
lingkungan.
menujukkan tinggi nilai-nilai kedisplinan.
a. Faktor Kepribadian
Dalam
taraf
ini,
orang
dikategorikan
Faktor yang penting dalam kepribadian
mempunyai disiplin diri. Misalnya: walaupun
seseorang adalah system nilai yang dianut. Sistem
tidak ada polisi namun pengguna motor tetap
nilai yang dianut ini berkaitan langsung dengan
memakai helm dan membawa sim.
disiplin. System nilai akan terlihat dari sikap seseorang, dimana sikap ini diharapkan akan tersermin
dlaam perilaku.
Menurut
b. Faktor Lingkungan
kelman
Disiplin seseorang merupakan produk
(1996:35) perubahan sikap mental dalam perilaku
sosialisasi hasil interaksi dengan
terdapat tiga tingkatan yaitu disiplin karena
lingkungan, terutama lingkungan social. Oleh
kepatuhan, identifikasi, dan disiplin karena
karena itu pembentukan disiplin tunduk pada
internalisasi.
kaidah-kaidah proses belajar. Disiplin kerja yang
1) Disiplin karena kepatuhan
tinggi tidak muncul begitu saja tapi merupakan
Kepatuhan
terhadap
aturan-aturan
yang
suatu
proses
belajar
terus-menerus.
Proses
didasarkan atas dasar perasaan takut. Displin
pembelajaran agar efektof maka pemimpin yang
kerja dalam tingkatan ini dilakukan semata
merupakan agen pengubah perlu memperhatikan
untuk
dari
prinsip-prinsip konsisisten adil bersikap positif
memilki
dan terbuka. Konsisten adalah memperlakukan
wewenang. Sebaliknya, jika pengawas tidak
aturan secara konsisten dari waktu ke waktu.
ada di tempat disiplin kerja tidak akan
Sekali aturan yang telah disepakati dilanggar,
tampak.
maka rusaklah system aturan tersebut. Adil dalam
mendaptkan
pimpinan
atau
reaksi
atasan
Contohnya
positif
yang
seorang pengendara
51
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 hal ini adlaah memperlakukan seluruh aryawan
atau
dengan tidak membeda-bedakan.
berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya
suatu disiplin
perusahaan.
Menurut
kerja
dalam
Gouzali
membiarkan
pelanggaran
tersebut
d. Partisipasi
suatu
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi
Saydam
maka para karyawan akan merasa bahwa
(1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:
peraturan tentang ancaman hukuman adalah
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
hasil persetujuan bersama.
b.
d.
Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam
e. Tujuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam
c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat
praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapat
dijadikan pegangan
menunjang tujuan perusahaan serta sesuai
Keberanian pimpinan
dalam
mengambil
dengan kemampuan dari karyawan. f. Keteladanan
e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan Ada
tidaknya
perhatian
Diciptakan
Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar
kepada
pada
dalam menegakkan kedisiplinan sehingga
karyawan g.
Kemampuan
perusahaan
tindakan
f.
dan
keteladanan pimpinan harus diperhatikan. kebiasaan-kebiasaan
yang
mendukung tegaknya disiplin
Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplin kerja secara tepat. Jika karyawan
4. Hal-Hal Yang Menunjang Kedisiplinan
melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering
Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-
terlambat atau membolos kerja, berkelahi, tidak
123) ada beberapa hal yang dapat menunjang
jujur atau bertingkah laku lain yang dapat
keberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:
merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan
a. Ancaman
harus turun tangan. Kesalahan semacam itu harus
Dalam
rangka
menegakkan
kedisiplinan
kadang kala perlu adanya ancaman meskipun
dihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah
ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk
laku
seperti
dalam suatu perusahaan:
mendidik supaya bertingkah laku sesuai
a.
harapkan.
kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah
harus
Ditegakkan
Seketika
dijatuhkan
sesegera
terima,
sehingga
kurang efektif. b.
minimal
Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa
mereka dapat hidup secara layak.
semua karyawan haruss benar-benar tahu
c. Ketegasan sampai
Harus
sampai terlambat, karena jika terlambat akan
cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu
Jangan
terulang.
mungkin setelah terjadi pelanggaran Jangan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak
mereka
Disiplin Hukuman
b. Kesejahteraan
yang
tidak
Ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja
menghukum, tetapi lebih bertujuan untuk
dengan yang kita
itu
secara pasti tindakan-tindakan mana yang kita
membiarkan
suatu
pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan
dibenarkan dan mana yang tidak C.
Disiplin
Harus
Konsisten
Konsisten artinya seluruh karyawan yang
52
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 melakukan
pelanggaran
akan
diganjar
a.
hukuman yang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa
staffing b.
kerja telah lama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itu sendiri d.
Disiplin
Keputusan yang berhubungan dengan
Melakukan penilaian terhadap proses rekrutmen, seleksi dan penempatan.
2. Depelopment objectives, yang terdiri dari: a. Memberikan umpan balik pada pegawai
Harus
Impersonal
Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan
yang bersangkutan b. Memberikan
arah
pada
pegawai
disiplin dengan perasaan marah atau emosi.
mengenai disiplin yang harus dicapai
Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya
dimasa yang akan dating
atasan menunggu beberapa menit agar rasa marah
dan
emosinya
reda
c. Mengidentifikasikan kebutuhan training
sebelum
dan
mendisiplinkan karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraan
sebaiknya
diberikan
suatu
development
bagi
pegawai
yang dinilai tersebut Menurut
Michael
Amstrong
yang
dialih
pengarahan yang positif guna memperkuat
bahasakan oleh Sofyan Cikmat dan Harianto (
jalinan
1990;175), Tujuan dari penilaian disiplin kerja
hubungan antara karyawan dan atasan
yaitu :
e.
Disiplin Hukuman
Harus
itu
setimpal
Setimpal artinya
bahwa
a. Membantu
memperbaiki
disiplin
dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan, serta
hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak
dengan
melakukan
pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu
mengembangkan
ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika
kelemahan.
hal-hal
yang
akan
kekuatan dan mengatasi
hukuman terlalu ringan, hukuman itu akan
b. Mengenal pegawai yang berpotensi untuk
dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan
menerima tanggung jawab yang lebih besar,
jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan
sekarang atau dimasa yang akan datang.
kegelisahan dan menurunkan prestasi.
c. Membantu dalam memutus-kan kenaikan gaji yang seimbang antara tingkat disiplin dengan tingkat gaji.
5. Penilaian Disiplin Kerja Dalam suatu organisasai , atasan yang
Bila
disimpulkan, maka sebenarnya
mengepalai
tujuan penilaian disiplin kerja adalah “ Untuk
bawahan, secara sistematis melakukan penilaian
tujuan evaluasi ( melihat disiplin kerja masa lalu),
disiplin kerja dalam melaksanakan tugas-tugas
dan untuk tujuan pengembangan yang menitik
mereka.
beratkan pada peningkatan keterampilan dan
Tujuan dari penilaian disisplin kerja menurut
motivasi dari pegawai untuk meningkatkan
Michaelr.Carrel,
disiplin kerja dimasa yang akan datang”.
bertugas untuk mengawasi, atau
Norbertf,
Elbert,
Robert
D.Hotfield ( 1994: 349-351 ). Evaluatition objectives, yang terdiri dari : a.
Keputusan kompensasi
yang
berhubungan
PEMBAHASAN dengan
Program disiplin karyawan hendaknya disusun
secara
cermat
berdasarkan
kepada
metode-metode ilmiah yang berpedoman pada
53
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 keterampilan yang dibutuhkan perusahaan atau
cukup
organisasi saat ini maupun untuk waktu yang
kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah
akan datang. Disiplin harus bertujuan untuk
yang diterima
meningkatkan
karyawan dapat hidup secara layak.
kemampuan
teknis,
teoritis,
konseptual dan moral karyawan supaya prestasi
dengan
ancaman
saja
karyawan
Pemberlakuan
tetapi
sehingga
finger
perlu
minimal
print
akan
kerjanya baik dan mecapai hasil yangoptimal.
menunjukkan bagaimana kedisiplinan waktu kerja
Disiplin karyawan diarsakan semakin penting
karyawan dan hasilnya akan menjadi bahan untuk
mamfaatnya,
karena
adanya
tuntutan
menilai tingkat kedisiplinan karyawan.
pekerjaan/jabatan dan bertujuan baik untuk karier
Penilaian disiplin ini dilakukan oleh atasan
maupun non karier karyawan baru/lama melalui
dalam organisasi dan menjadi bahan untuk
disiplin.
pengam-bilan
keputusan
yang
berhu-bungan
Disiplin juga merupakan fungsi operatif
dengan kompensasi yaitu upah yang akan
MSDM yang terpenting karena semakin baik
diterima karyawan. Pemberlakuan finger print ini
disiplin karyawan, maka semakin tinggi prestasi
adalah salah satu cara untuk mengukur tingkat
kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin
disiplin karyawan.
karyawan yang baik , sulit bagi organisasi atau
Dinas
badan mencapai hasil yang optimal.
pemberian
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya
Kesehatan kompensasi
kesejahteraan
karyawan
Kabupaten untuk
Gresik
meningkatkan
diwujudkan
dalam
rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-
bentuk pemberian TPP disamping gaji yang
tugas
diterima setiap bulannya.
yang
diberikan
kepadanya.
Hal
ini
mendorong gairah kerja, semangat kerja dan
Adapun
kegunaan
disiplin
kerja
,
mendukung tewujudnya tujuan suatu organisasi
berdasarkan pendapat yang
atau badan, karyawan dan masyarakat.
William B.Werther Jr, Dan Keith Davis, ( 1996;
Demikian juga yang ada di Dinas Kesehatan
dikemukakan oleh
342 ) adalah :
Kabupaten Gresik, segala upaya sudah dilakukan
1) Performance
untuk memperbaiki disiplin karyawan. Salah satu
Umpan
wujud nyata adalah dengan diberlakukannya
memungkinkan, para karyawan, manajer dan
finger print. Dengan harapan karyawan yang ada
departemen personalia dapat mengetahui
lebih disiplin terhadap peraturan waktu yang
tindakan apa yang harus diambil untuk
sudah ditentukan.
meningkatkan disiplin kerja.
Namun
begitu
ternyata
rata-rata
kehadiran
Improvement balik
pelaksanaan
2) Compensation
kerja
Adjusments
karyawan dalam 3 bulan terakhir masih belum
Evaluasi terhadap hasil kerja, membantu para
menunjukkan hasil yang memuaskan karena
pengambilan keputusan untuk menentukan
masih 86,33% dari yang seharusnya 100%.
kompensasi.
Penyusun akan membahas kondisi ini dengan
3) Placement
Devisions
mengacu kepada kompilasi 2 teori tentang
Dengan melihat disiplin kerja pegawai yang
kedisiplinan yaitu teori I.S.Levine tentang salah
bersangkutan dimasa lalu dapat membantu
satu tolak ukur kedisiplinan adalah kepatuhan
para manajer dalam melakukan promosi,
terhadap jam kerja dan teori Alex S.Nitisemito
taransfer, dan demos
bahwa untuk menegakkan kedisiplinan tidak
4) Career Planning and Development
54
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Umpan balik mengenai disiplin kerja, yang dapat
dijadikan
pedoman
untuk
kedisplinan diantaranya pendisiplinan dilakukan secara
pribadi,
bersifat
membangun,
mengarahkan jalur karir yang dipilih oleh
pendisiplinan haruslah dilakukan oleh atasan
pegawai yang bersangkutan.
langsung dan keadilan dalam pendisiplinan sangat
5) Staffing Process Deviciencis Baik
atau
buruknya
diperlukan. Macam-macam disiplin kerja yaitu disiplin
kerja
disiplin diri, kelompok, preventif, korektif dan
mencerminkan kekuatan atau kelemahan
progresif.
prosedur staffing yang telah dilakukan.
mempengaruhi disiplin kerja yaitu
6) Job Design Error
Selanjutnya
faktor-faktor
yang faktor
kepribadian dan lingkungan.
Penilaian disiplin kerja secara akurat, akan
Penggunaan finger print karyawan sebagai
menjamin keputusan penempatan internal
tolak ukur kedisiplinan waktu karyawan sehingga
diambil tanpa diskriminasi.
atasan bisa menentukan keputusan pemberian kompensasi untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Dan masih banyak cara lain atau
KESIMPULAN Dispilin
merupakan
suatu
keadaan
tertentu dimana orang-orang yang tergabung
indikator
lain
yang bisa
digunakan
untuk
mengukur disiplin karyawan.
dalam organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan rasa senang hati. Kedisiplinan
DAFTAR PUSTAKA
harus ditegakkan dalam suatu organisasi karena tanpa dukungan disiplin personil yang baik, maka organisasi tujuanya.
akan Jadi
sulit
dalam
dapatlah
mewujudkan
dikatakan
bahwa
kedisplinan merupakan kunci keberhasilan suatu
http://najasmileforyou.blogspot.com/2013/05/man ajemen-sumber-daya-manusiadisilpin.html http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 38200/3/Chapter%20II.pdf
organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Disiplin yang baik mencerminkan
http://eprints.uny.ac.id/8771/3/BAB%202%2008404244003.pdf
besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini
http://wirasaputra23.blogspot.com/2013/07/penge rtian-disiplin-kerja-makalah.html
mendorong gairah kerja, semangat kerja dan file:///C:/Users/fiqril/Pictures/DISIPLIN%20KAR YAWAN.htm
terwujudnya tujuan organisasi. Disiplin kerja sangat dibutuhkan oleh setiap karyawan sehingga perlu diketahui tolak
http://2frameit.blogspot.com/2011/12/definisidisiplin.html
ukur pengertian kedisiplinan kerja karyawan adalah kepatuhan terhadap jam kerja, kepatuhan terhadap instruksi dari atasan, berpakaian yang baik paada jam kerja dan menggunakan tanda pengenal, menggunakan dan memelihara bahan dan alat perlengkapan kantor, bekerja dengan mengikuti cara yang telah ditentukan. Untuk mengkondisikan
karyawan
agar
senantiasa
bersikap disiplin, maka terdapat beberapa prinsip
55
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
Efektivitas Kinerja Teamwork dalam Pelacakan Kasus Gizi Buruk di Puskesmas The Effectiveness of Teamwork Performance in Tracking Nutrition Issue at Primary Health Care Vinsensius Maghi1, Ummi Khoiroh2, Nyoman Anita Damayanti2
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Strategi penanggulangan masalah gizi masih bersifat jangka pendek dan merupakan tindakan kuratif. Hal ini menyebabkan tidak adanya tindak lanjut setelah suatu program selesai. Untuk menjaga stabilitas program maka partisipasi masyarakat harus ditingkatkan melalui efektivitas teamwork dalam upaya penanggulangan kasus gizi buruk. Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan sedangkan Teamwork menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang terkoordinasi. Dengan kompilasi dari teori teamwork dan teory efektifitas, maka tim pelacakan kasus gizi buruk yang ada di puskesmas diharapkan dapat bekerja secara lebih efektif.
ABSTRACT
The strategy for handling nutrition issues are still meant for short term and act as curative. These causes improper follow up upon program completion. To maintain program stability would require active participation from the community through effective teamwork in handling nutrition issue. Effectiveness is related to as success or the achievement of objective, while teamwork will create a positive synergy through coordinated effort. Based on the compilation of teamwork and effectiveness theory, then tracking nutrition issue found at the primary health care can be done effectively by the team.
56
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 menjaga sustainabilitas program maka partisipasi
PENDAHULUAN Keberhasilan pembangunan suatu bangsa
masyarakat harus ditingkatkan. System kemitraan
ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya
antara
Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM
(masyarakat meliputi tokoh masyarakat, LSM
yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang
local,
kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti
dikembangkan.Masyarakat
empiris menunjukkan bahwa kualitas SDM
seharusnya
sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan
penanganan
status gizi yang baik ditentukan antara lain oleh
masyarakat, sedangkan puskesmas menjalankan
jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Hal ini
fungsi sebagai mediator. Untuk itu, penulis
sejalan
yang
mencoba mengkaji masalah penjaringan kasus
menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari
gizi buruk melalui efektifitas teamwork dalam
kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus
upaya penanggulangan kasus gizi buruk.
dengan
pernyataan
WHO
puskesmas-posyandu
pemerintah
memiliki
masyarakat
desa) dan
peranan
masalah
perlu
gizi
posyandu
utama dan
dalam
kesehatan
kehidupan. Kesepakatan
global
yang
dituangkan
dalam Millenium Development Goals (MDGs)
TINJAUAN PUSTAKA Status Gizi Balita
yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target dan 48
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
indikator. Bahkan berdasarkan penilaian Unit
akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
Kerja
dan
gizi.(Almatsier, 2002). Secara umum status gizi
status
lebih dapat di bagi menjadi lima kategori yaitu :
capaian MDGs Bidang Kesehatan menunjukkan
status gizi lebih, status gizi baik, status gizi
bahwa dua dari lima indikator yaitu : MDGs 1C
sedang, status gizi kurang, status gizi buruk.
Presiden
Pengendalian
Bidang
Pengawasan
Pembangunan
(UKP4),
tentang prevalensi balita dengan berat badan rendah
/
kekurangan
gizi,
menurut
Riset
Ada berbagai cara melakukan penilaian status gizi. Salah satunya adalah
Kesehatan Dasar (Riskesdas) capaian penurunan
dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
tahun 2010 mencapai (17,9%) masih sedikit di
dengan antropometri. Pengukuran antropometri
atas target MDGs 2015 (15,5%) dan MDGs 4,
yang dapat digunakan antara lain: berat badan
yaitu menurunkan angka kematian balita hingga
(BB), panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB),
2/3 dalam kurun waktu 1990-2015, dari hasil
lingkar lengan atas (LILA), lingkar kepala (LK),
SDKI 2012 bahwa penurunan angka kematian
lingkar dada (LD), dan lapisan lemak bawah kulit
bayi, balita dan neonatal belum menunjukkan
(LLBK). Namun disini pengukuran antropometri
hasil yang diharapkan. Hal ini sebagai penjabaran
hanya menggunakan berat badan dan panjang/
menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak
tinggi badan. Dalam penilaian status gizi,
balita dan menurunnya jumlah penduduk dengan
antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang
defisit energi (mengkonsumsi energi kurang dari
dikaitkan dengan variable lain, seperti: berat
70% kebutuhan untuk hidup sehat).
badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau
Strategi penanggulangan masalah gizi masih
tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U),
bersifat jangka pendek dan merupakan tindakan
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan
kuratif. Hal ini menyebabkan tidak adanya tindak
lain-lain. Namun, untuk mempermudahkan dalam
lanjut setelah suatu program selesai. Untuk
penilaian status gizi terdapat grafik pertumbuhan
57
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 standar yang dikeluarkan oleh Centers for
target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas
Disease Control and Prevention (CDC) tahun
dan waktu.
2000 dengan menggunakan kurva persentil dan
Menurut Martani dan Lubis (1987:55), ada
World Health Organization (WHO) tahun 2005
tiga pendekatan dalam mengukur efektivitas
dengan menggunakan kurva z-score. Alternatif
organisasi, yaitu:
pengukuran lain yang paling banyak digunakan
1. Pendekatan sumber (resource approach)
adalah indeks BB/U, atau melakukan penilaian
2. Pendekatan proses (process approach)
dengan melihat perubahan berat badan pada saat
3. Pendekatan sasaran (goals approach
pengukuran dilakukan.
Teori Teamwork
Teori Efektivitas
Stephen dan Timothy (2008) menyatakan teamwork adalah kelompok yang usaha-usaha
Bamard
bahwa
individualnya menghasilkan kinerja lebih tinggi
kemahiran
daripada jumlah masukan individual. Teamwork
dalam sasaran spesifik dari organisasi yang
menghasilkan sinergi positif melalui usaha yang
bersifat objektif (“if it accomplished its specific
terkoordinasi. Hal ini memiliki pengertian bahwa
objective aim”). Schein dalam bukunya yang
kinerja yang dicapai oleh sebuah tim lebih baik
berjudul
daripada kinerja perindividu di suatu organisasi
efektivitas
(1938:20) menyatakan
organisasi
merupakan
Organizational
Psychology
mendefinisikan efektivitas organisasi sebagai kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri,
ataupun suatu perusahaan. Menurut Daft (2000) jenis teamwork terdiri
memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari
dari 6 (enam) jenis, yaitu:
fungsi-fungsi
1. Tim Formal
tertentu
yang
dimiliki
oleh
organisasi tersebut.
2. Tim Vertikal
Efektivitas dapat empat
hal
yang
didefinisikan dengan
menggambarkan
tentang
3. Tim Horizontal 4. Tim dengan Tugas Khusus
efektivitas, yaitu :
5. Tim Mandiri
1. Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana
6. Tim Pemecahan Masalah
sesuai dengan yang seharusnya diselesaikan
Hal yang sangat mendasar dalam mewujudkan
sesuai dengan rencana dan aturannya.
keutuhan sebuah tim agar dapat berkinerja dan
2. Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana
berdaya
guna
adalah
baik.
Pentingnya
perancangan
yang lain sebagai yang terbaik.
perancangan tim yang baik diuraikan Griffin
dikerjakan
mampu memberi
hasil
yang
bermanfaat. 4. Menangani tantangan masa depan Efektivitas pada dasarnya mengacu pada
yang
melakukan
mampu menjadi yang terbaik dengan lawan
3. Membawa hasil, dimana apa yang telah
tim
dengan
(2004) dengan membagi ke dalam 4 (empat) tahap perkembangan, yaitu: 1. Formng (pembentukan) 2. Storming (merebut hati) 3. Norming (pengaturan norma)
sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan.
4. Performing (melaksanakan)
Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari
Selanjutnya Williams (2008) membagi ada 5
produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian
(lima) hal yang menunjukkan peranan anggota
untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian
dalam membangun kerja tim yang efektif, yaitu:
58
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 1. Para anggota mengerti dengan baik tujuan tim
dari setiap individu yang berbeda menuju satu
2. Para anggota menyumbang keberhasilan tim
tujuan yang sama, membutuhkan tenaga, strategi
3. Para
dan waktu yang tidak sebentar.
anggota
berusaha
mengerti
sudut
pandang satu sama lain
Kerjasama
4. Para anggota mengakui bahwa konflik adalah hal yang normal
dalam
tim
atau
seringkali
diistilahkan teamwork berarti melakukan suatu aktivitas kerja bersama lebih dari 1 orang dalam
5. Para anggota berpartisipasi dalam keputusan tim
sebuah team untuk mencapai suatu goal. Bila diamati, setiap bentuk aktivitas terutama dalam
Manfaat dan fungsi Teamwork bagi individu dan
organisasi lebih dari 90% aktivitas itu adalah
tim bagi organisasi menurut Richard Y. Chang &
kerjasama dan sedikit bidang yang aktivitas-nya
Mark J. Curtin (1998), yaitu:
tidak memerlukan kerjasama. Setiap unit kerja,
1. Manfaat tim bagi individu
bidang atau bagian umumnya memiliki tujuan
a. Pekerjaan lebih bervariasi
yang akan dicapai dengan format yang sudah
b. Lebih banyak kebebasan untuk membuat
jelas, sehingga apabila kita perhatikan secara
dan menindaklanjuti keputusan yang benar
lebih dalam tingkat keberhasilan masing-masing
c. Meningkatkan
kesempatan
untuk
mempelajari keahlian baru
dinamika teamwork.
2. Manfaat tim bagi organisasi a.
Meningkatkan
komitmen
kelompok tersebut akan sangat dipengaruhi oleh
Dengan kompilasi dari teori teamwork dan terhadap
teory efektifitas, maka tim pelacakan kasus gizi
keputusan yang diambil
buruk yang ada di puskesmas diharapkan dapat
b.
Meningkatkan produktivitas tim kerja
bekerja secara efektif bila sesuai dengan teori
c.
Lebih fleksibel dalam operasional kerja
tersebut. Anggota tim sadar bahwa kerja mereka
d.
Meningkatkan rasa tanggungjawab
dalam pelacakan kasus gizi buruk terdiri dari anggota yang mempunyai tujuan yang sama yang harus dicapai.
PEMBAHASAN Banyak faktor yang bisa menjadi solusi
Masing-masing
anggota
mempunyai
dalam penyelesaian masalah gizi buruk, namun
tugas dan fungsi sendiri-sendiri dan harus
penulis
pada
dilaksanakan dengan benar. Ada aturan organisasi
efektifitas teamwork dalam pelacakan kasus gizi
dalam hal ini puskesmas yang harus di patuhi.
buruk di puskesmas.
Teamwork pelacakan kasus gizi buruk pada balita
hanya
akan
berkonsentrasi
Tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan
adalah bagian dari organisasi besar puskesmas,
teamwork dalam menentukan keberhasilan tujuan
sehingga setiap anggota teamwork harus bisa
program/kegiatan. Bahkan bisa dikatakan bahwa
menyeimbangkan antara tujuan teamwork dan
berhasil tidaknya suatu organisi ditentukan oleh
tujuan organisasi puskesmas.
keberadaan teamwork di dalamnya.Meskipun
Sehingga penanganan kasus balita gizi buruk
membangun team work yang solid merupakan
melalui pelacakan dapat berjalan efektif.
langkah penting dalam membangun sebuah
KESIMPULAN
organisasi, namun untuk menciptakannya di
1. Teamwork
merupakan
kegiatan
yang
tengah lingkungan kerja bukanlah perkara yang
dikelola dan dilakukan sekelompok orang
mudah. Karena menyatukan sifat dan karakter
yang tergabung dalam satu organisasi.
59
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Teamwork dapat meningkatkan kerja sama dan komunikasi di dalam dan di antara bagian-bagian
perusahaan.
Biasanya
Teamwork beranggotakan orang-orang yang memiliki
perbedaan
keahlian
sehingga
dijadikan kekuatan dalam mencapai tujuan organisasi. 2.
Efektifivitas adalah tercapainya sasaran yang
telah
disepakati
bersama.
repository.usuhttp://www.mysearchresults.com/se arch?c=2642&t=01&q=peran%20anggot a%20teamwork .ac.id/bitstream/123456789/34112/4/Chapter%20 II.pdf oleh B Octarina - 2012 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26386/ 3/Chapter%20II.pdf oleh GM Lubis - 2011 repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30548/ 3/Chapter%20II.pdf oleh TI Santoso 2011
Pada
dasarnya dikemukakan bahwa cara yang terbaik untuk meneliti efektivitas ialah memperhatikan secara serempak konsep yang saling berhubungan didalamnya. 3.
Teamwork pelacakan kasus gizi buruk pada balita adalah bagian dari organisasi besar puskesmas, teamwork
sehingga harus
bisa
setiap
anggota
menyeimbangkan
antara efektifitas teamwork dan tujuan organisasi puskesmas. Sehingga penanganan kasus balita gizi buruk melalui pelacakan dapat berjalan efektif.
DAFTAR PUSTAKA berita-kedokteran-masyarakat.org/ index.php/BKM/article/view/136/61 IK Pakaya - 2012
oleh
eprints.undip.ac.id/33070/1/ZAENAB_1.pdf oleh Z ISMAIL - 2011 eprints.undip.ac.id/23744/1/PADMI_SUPARTI.p df oleh P SUPARTI - 2010 gizi.depkes.go.id/wp-content/.../Buku-Pedomanpelayanan-anakdfr.pdf journal.uniba.ac.id/index.php/mbs/article/downlo ad/217/31 oleh K Andriani - 2013 library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab% 202_240.pdf/filebagian/Modul_Gizi.pd papers.bappenas.go.id/.../SubTema%20Pembang unan%20SDM oleh H.Desky repository.unhas.ac.id/.../BAB%20II%20LANDA SAN%20TEORI.pdf?... thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2009-2-00007AK%20Bab%202.pdf
60
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
PENGUKURAN EFEKTIFITAS MODAL PELATIHAN DOKTER DAN PERAWAT BERDASARKAN HUMAN CAPITAL INDEXS MEASSURMENT MENURUT WATSON WYATT DI IGD RSU HAJI SURABAYA TAHUN 2013 Yuddy Riswandhy Noora1, Siti Rachmawati2, Tito Yustiawan3 1. Mahasiswa Pascasarjana Administrasi dan kebijakan Kesehatan, 2. Bidang Diklit RSU Haji Surabaya, 3. Departemen Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Alamat Korespondensi :
[email protected] ABSTRACT Salah satu layanan unggulan Rumah Sakit Umum Haji Surabaya adalah pelayan Instalasi Gawat Darurat, namun dalam pelaksanaannya masih sering mendapat keluhan dari pasien sehubungan dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Berdasarkan data pelatihan yang diikuti oleh tenaga dokter dan perawat Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Haji Surabaya, sertifikat yang dimiliki masih tidak memenuhi standar yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 129 tahun 2008. Kondisi ini perlu dinilai apakah efektif terhadap akuntabilitas kinerja dari Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan riset dokumen dan wawancara dengan tenaga dokter dan perawat IGD. Pengolahan data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel untuk perhitungan dan tabulasi data berdasarkan definisi operasional yang sesuai dengan dokumen yang ada. Pada hasil perhitungan, perbandingan kondisi kompetensi dokter dan perawat yang ada saat ini dan akuntabilitas pada tahun 2013 berdasarkan human capital indexs meassurment yang di kemukakan oleh Watson Wyatt termasuk kategori efektif. Pemenuhan standar kompetensi yang harus 100% seperti yang ada pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 membuat penilaian tidak efektif. Keyword : human capital indexs meassurment, dokter dan perawat,efektifitas pelatihan.
ABSTRACT One of the excellent services Surabaya Hajj General Hospital is a minister of Emergency Room, however in practice they often receive complaints from patients regarding the quality of services provided. Based on training data followed by doctors and nurses ER Surabaya Hajj General Hospital, which is owned certificate still does not satisfy the standards according to Regulation of the Minister of Health number 129/2008. This condition needs to be assessed whether the effective performance of the accountability of the ER Surabaya Hajj General Hospital. This research is descriptive research with approach documents and interviews to doctors and nurses emergency room. Data processing was performed using Microsoft Excel for calculation and tabulation of data based on the operational definition according to the documents. In the calculation, the comparison of doctors and nurses competencies current and accountability in the year 2013 based on human capital meassurment indexs were forward by Watson Wyattincluding the effective category. The fulfillment of competency standards that must be 100% as that of the Minister of Health Regulation No. 129 of 2008 made ineffective assessment. Keywords: human capital indexs meassurment, doctors and nurses, the effectiveness of the training
61
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Pendahuluan Rumah Sakit Umum Haji Surabaya
Management
berkaitan
menganalisis
dan
dengan
memperoleh,
melaporkan
data
yang
adalah rumah sakit milik pemerintah provinsi
menginformasikan arah manajemen pada tingkat
Jawa Timur yang didirikan berkenaan peristiwa
manajemen
yang menimpa para jamaah Haji Indonesia di
Management
terowongan Mina pada tahun 1990, berdasarkan SK
Gubernur
Jawa
Timur
lini
depan.
menyediakan
Human
Capital
jembatan
sumber daya manusia dan strategi bisnis.
antara (2)
nomor
Selama ini Human Capital Management
188/441/KPTS/013/ 2008 tanggal 30 Desember
ini belum pernah dilakukan di RSU Haji
2008 Rumah Sakit Haji ditetapkan menjadi Badan
Surabaya. Human Capital Management ini sangat
Layanan Umum Daerah (BLUD) dan berdasarkan
perlu dilakukan untuk dapat memantau tingkat
SK MENKES NO 1003/MENKES/SK/10/2008
efektifitas kinerja pada sebuah unit dalam rumah
tanggal 30 Oktober 2008 RSU Haji Surabaya
sakit maupun lingkup rumah sakit sendiri.
berkembang menjadi RSU pendidikan tipe B.
Berdasarkan alasan tersebut maka dicoba untuk
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya berada pada
mengukur bagaimana efektifitas pelatihan dokter
bangunan seluas 28254,96 m2 yang terletak di
dan perawat pada Instalasi Gawat Darurat RSU
jalan Manyar Kertoadi Surabaya. Total kapasitas
Haji Surabaya.
kamar 239 tempat tidur dan 969 orang karyawan baik medis maupun non medis. Saat ini RSU Haji
Metode Penelitian
surabaya telah mencapai akreditasi 16 pelayanan
Penelitian
plus.
ini
merupakan
penelitian
deskriftif dengan menggunakan data Instalasi Pelayanan gawat darurat RSU Haji
Gawat Darurat RSU Haji Surabaya yang meliputi
Surabaya merupakan bagian dari pelayanan yang
data pelatihan yang diikuti oleh tenaga dokter dan
diselenggarakan
perawat,
oleh
organisasi
RSU
Haji
akuntabilitas,
jumlah
pasien
true
Surabaya yang meliputi upaya memelihara dan
emergency dan false emergency serta indeks
meningkatkan
kesehatan,
dan
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan di
menyembuhkan
penyakit
memulihkan
Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya pada
mencegah serta
kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
tahun 2013.
masyarakat. Pelayanan yang diberikan Instalasi
Subyek
penelitian
adalah
gabungan
Gawat Darurat RSU Haji Surabaya selalu ingin
tenaga dokter dan perawat di Instalasi Gawat
memberikan pelayanan yang berkualitas, oleh
Darurat RSU Haji Surabaya yang berjumlah 35
karenanya kualitas pemberi pelayanan menjadi
orang.
sangat diperhatikan.
(1)
Pengolahan
data
dilakukan
dengan
menggunakan program Microsoft Excel untuk
Human Capital Management adalah
perhitungan dan tabulasi data dengan penetapan
penggunaan metrik untuk memandu pendekatan
definisi operasional yang sesuai dengan dokumen
untuk mengelola orang-orang yang menganggap
yang ada. Perhitungan kategori human capital
mereka sebagai aset dan menekankan bahwa
indexs dilakukan dengan batasan sebagai berikut:
keunggulan kompetitif dicapai dengan investasi
1.
Akuntabilitas
strategis pada aset melalui keterlibatan karyawan
Nilai
dan retensi, manajemen bakat dan belajar dan
perhitungan jumlah penghasilan (revenue)
program
Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya
pembangunan.
Human
Capital
akuntabilitas
didapatkan
dari
62
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 pada tahun 2013 dibagi dengan modal yang
Surabaya tidak ada melakukan perekrutan
dikeluarkan untuk memberikan pelatihan
tenaga dan tidak didapatkan perpindahan
kepada dokter dan perawat. Penghasilan ini
karyawan sehingga keunggulan yang ada
meliputi penghasilan pelayanan Instalasi
dengan sertifikat yang dimiliki oleh tenaga
Gawat Darurat RSU Haji Surabaya termasuk
dokter dan perawat Instalasi Gawat Darurat
pelayanan OK. Sedangkan penghasilan dari
RSU Haji Surabaya dapat dipertahankan.
penunjang seperti laboratorium dan rontgen
Informasi ini diperoleh dari wawancara
tidak dimasukkan karena pada RSU Haji
dengan kepala ruangan Instalasi Gawat
Surabaya sebagai rumah sakit pemerintah
Darurat RSU Haji Surabaya. Berdasarkan
tidak mendapat pemasukkan atau tidak ada
keterangan tersebut maka disimpulkan nilai
fee dari unit tersebut untuk Instalasi Gawat
retensi keunggulan adalah 100%
Darurat RSU Haji Surabaya. Perhitungan
2.
3.
4.
Integritas komunikasi
modal yang dikeluarkan terhadap 35 orang
Penetapan nilai integritas komunikasi secara
dokter dan perawat Instalasi Gawat Darurat
terminologi
RSU Haji Surabaya, jumlah dokter dan
adalah suatu proses dimana suatu sistem
perawat yang dilatih ATLS 9 orang, BTLS
dibentuk, dipelihara, dan diubah dengan
28 orang, PPGD 28 orang dan GELS 7
tujuan bahwa sinyal-sinyal yang dikirimkan
orang.
dan diterima dilakukan sesuai dengan aturan
Biaya
masing-masing
perlatihan
yaitu
integritas
perorang adalah ATLS Rp 3.000.000,-,
dengan
BTLS
berlandaskan pada kejujuran. Pada penetapan
Rp.
3.000.000,-,
PPGD
Rp.
memperhatikan
komunikasi
mutu
yang
2.000.000,- dan GELS Rp. 2.000.000,-.
nilai integritas ini data rinci tidak didapatkan,
Nilai akuntabilitas Rp. 1.409.576.000 dibagi
namun dapat dilihat dari penilaian indeks
Rp.60.300.00 dikalikan 100% = 23,37%
kepuasan masyarakat terhadap pelayanan
Kategori Tenaga Yang Fleksibel
yang dilakukan dokter dan perawat Instalasi
Untuk kategori ini, dari 35 dokter dan
Gawat Darurat RSU Haji Surabaya. Nilai
perawat ini, 1 orang dokter dan 2 orang
tentang integritas komunikasi ini tidak terinci
perawat duduk di manajemen Instalasi Gawat
secara nyata pada komponen hasil survey,
Darurat RSU Haji Surabaya sehingga tidak
namun
ikut pada shif kerja. 8 dokter dan 24 perawat
terhadap
terbagi dalam 4 shift dimana 3 shift aktif
pengukuran human capital indexs dokter dan
dalam shift pagi, sore dan malam dan satu
perawat Instalasi Gawat Darurat RSU Haji
shift off. 1 kelompok shift terdiri dari 2
Surabaya
dokter dan 6 perawat. Sehingga perhitungan
peningkatan
tenaga kerja fleksibel Instalasi Gawat Darurat
masyarakat terhadap pelayanan Instalasi
RSU Haji Surabaya adalah 8 dibagi 33 dikali
Gawat Darurat RSU Haji Surabaya yaitu
100% didapatkan hasil 24,22%.
7,0%. Nilai ini didapatkan dari peningkatan
Retensi Keunggulan
hasil indeks kepuasan masyarakat Instalasi
Penetapan
hasil
retensi
keunggulan
ditetapkan dengan dasar bahwa selama tahun
dapat
menggambarkan
integritas
ditetapkan nilai
persepsi
komunikasi.
berdasar indeks
Pada
pada
kepuasan
Gawat Darurat tahun 2012 sebesar 69,67 % menjadi 76,67 % pada tahun 2013.
2013 Instalasi Gawat Darurat RSU Haji
63
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 memberikan bimbingan pada strategi sumber
Hasil Penelitian Scarborough
dan
Elias
(2002)
daya manusia dan bisnis di masa depan, serta
mendefinisikan human capital (diartikan menjadi
memberikan data yang akan menginformasikan
modal sumber daya manusia) sebagai hubungan
strategi dan praktek yang dirancang untuk
antara praktek sumber daya manusia dan bisnis
meningkatkan efektivitas manajemen sumber
kinerja dalam hal aset dari proses bisnis. Human
daya manusia dalam organisasi.
capital adalah saham kompetensi, pengetahuan, kebiasaan,
sosial
termasuk
dan
kreativitas,
atribut
kepribadian,
kemampuan
Tujuan utama dari HCM adalah untuk menilai dampak dari praktik-praktik manajemen
kognitif,
sumber daya manusia dan kontribusi yang dibuat
diwujudkan dalam kemampuan untuk melakukan
oleh orang-orang untuk kinerja organisasi. Data
kerja sehingga menghasilkan nilai ekonomi.
utama yang digunakan untuk pengukuran human
Human capital terdiri dari modal intelektual,
capital management adalah data tenaga kerja,
sosial dan organisasi. modal intelektual diartikan
data kinerja (pembelajaran dan pengembangan
sebagai saham dan arus pengetahuan yang
program), data perseptual
tersedia bagi suatu organisasi. Modal intelektual
masyarakat) dan data
dianggap sebagai sumber daya tidak berwujud
(survei sikap/opini
Kinerja lain
keuangan, operasional dan pelanggan).
( (3)
yang terkait dengan orang-orang yang bersama-
Watson Wyatt (2002) menyatakan tiga
sama dengan sumber daya nyata (uang dan aset
kategori utama dari praktek sumber daya manusia
fisik), terdiri dari pasar atau total nilai bisnis.
yang
Bontis (1998) mendifinisikan sumber
bisa
dihubungkan
dengan
penciptaan
peningkatan nilai pemegang saham (modal dari
daya tidak berwujud sebagai faktor selain
organisasi), yaitu: (3)
keuangan dan aset fisik yang berkontribusi pada
1. Proses
identifikasi
langkah-langkah
dan
proses nilai ekonomi. Modal sosial merupakan
mengumpulkan dan menganalisis informasi
elemen lain dari modal intelektual, terdiri dari
yang berkaitan dengan mereka akan fokus
pengetahuan yang berasal dari jaringan hubungan
perhatian organisasi pada apa yang perlu
di dalam dan di luar organisasi, sedangkan modal
dilakukan
organisasi adalah dilembagakannya pengetahuan
mengembangkan dan membuat penggunaan
yang dimiliki oleh sebuah organisasi yang
terbaik dari sumber daya manusianya.
disimpan dalam database, manual, dll (Youndt, 2000).
Nilai
tambah
yang
orang
untuk
menemukan,
menjaga,
2. Pengukuran dapat digunakan untuk memantau
dapat
kemajuan dalam mencapai tujuan strategis
berkontribusi untuk sebuah organisasi ditekankan
sumber daya manusia dan umumnya untuk
sebagai aset dan menekankan bahwa investasi
mengevaluasi efektivitas dari praktik Human
oleh organisasi pada orang akan menghasilkan
Resource.
keuntungan.
3.
Teori human capital membantu untuk
Dikategorikan sumber
daya
dapat
mengelola
manusia
apabila
(efektif) hasil
menentukan dampak dari orang-orang dalam
pengukuran akuntabilitas 16,5 persen tenaga
bisnis dan kontribusi mereka terhadap nilai
kerja
fleksibel
pemegang saham
(organisasi),
retensi
keunggulan
bahwa
sumber
praktik
menghasilkan
nilai
laba
menunjukkan
daya
manusia
atas
investasi,
9,0 7,9
persen persen
integritas komunikasi 7,1 persen
64
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Penilaian terhadap efektifitas kompetensi yang dimiliki dokter dan perawat di Instalasi
kunjungan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gawat Darurat RSU Haji Surabaya ini, dengan menggunakan human capital indexs measurement yang dikemukakan oleh Watson Wyatt di atas, didapatkan hasil sebagai berikut. Tabel 1. Perbandingan Nilai Human capital Indexs kompetensi dokter dan perawat IGD RSU Haji Surabaya Tahun 2013 dan nilai standar Human capital Indexs Menurut Watson Wyatt. No
Kate-Gori
1
Akuntabili tas Tenaga kerja yang fleksibel
≥ 16,5 %
23,37 %
Gambar 1. Data Kunjungan Pasien IGD RSU Haji Surabaya Berdasarkan Kategori True Emergency dan False Emergency Tahun 20112013 (1) Kondisi seperti ini tidak menuntut
≥ 9,0 %
24,24%
pemenuhan kompetensi dokter dan perawat yang
keunggula n dalam rekrutmen dan retensi
≥ 9,0 %
2
3
4
Hci Menurut Watson Teory
Hci Igd Rsu Haji Sby
harus 100% memiliki pelatihan ATLS, BTLS, PPGD dan GELS seperti yang diatur dalam PMK 100%
Nomor 129 tahun 2008.(4) Persentasi pelatihan yang dimiliki dokter dan perawat Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya yaitu ATLS untuk
Integritas 7,1 % 7,0 % komunikas i Berdasarkan perbandingan penilaian
dokter 100%, BTLS untuk dokter dan perawat
human capital indexs measurement menurut
sudah cukup efektif karena pada dasarnya
Watson tersebut, didapatkan hasil perhitungan
pelatihan tersebut harus dimiliki dengan tujuan
human capital indexs pelatihan dokter dan
agar dokter
perawat Instalasi Gawat Darurat RSU Haji
menangani pasien true emergency, sedangkan
Surabaya sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
pada kasus false emergency sertifikasi tersebut
oleh Watson Wyatt disimpulkan bahwa pada
tidak terlalu dibutuhkan.
tahun 2013 efektifitas modal pelatihan yang telah dikeluarkan
terhadap
penghasilan Instalasi
Gawat Darurat RSU Haji Surabaya sudah efektif. Kesimpulan
GELS untuk dokter dan perawat 20% dirasa
dan
perawat kompeten
untuk
Berdasarkan hasil hasil survey yang dilakukan oleh bidang diklit RSU Haji Surabaya, didapatkan hasil indeks kepuasan masyarakat
efektifitas
terhadap pelayanan Instalasi Gawat Darurat RSU
pelatihan dokter dan perawat Instalasi Gawat
Haji Surabaya adalah 76,67% (kategori baik).(5)
Darurat
dalam
Hasil survey ini juga menunjukkan bahwa dengan
implementasinya pada pelayanan yang diberikan
kompetensi dokter dan perawat Instalasi Gawat
juga dikuatkan dengan jumlah kategori kunjungan
Darurat RSU Haji Surabaya yang ada saat ini
pasien pada Instalasi Gawat Darurat RSU Haji
sudah dapat memberikaan pelayanan kepada
Surabaya yang didominasi false emergency yang
masyarakat dengan kategori baik. Mengacu pada
mencapai 80,3% dari total kunjungan. Gambaran
hasil survey ini maka dapat disimpulkan bahwa
RSU
terhadap
80%, PPGD untuk dokter dan perawat 80% dan
Haji
Surabaya
efektifitas kompetensi pelatihan dokter dan
65
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 perawat Instalasi Gawat Darurat RSU Haji
yang
Surabaya saat ini sudah efektif.
dibandingkan dengan anggaran yang dibutuhkan
Apabila pemenuhan standar kompetensi pelatihan dokter dan perawat Instalasi Gawat
dihasilkan
oleh
unit
tersebut
jika
rumah sakit untuk memenuhi kompetensi tenaga kesehatan tersebut.
Darurat RSU Haji Surabaya menjadi 100% sesuai
Perhitungan Human Capital indexs ini
dengan PMK 129 tahun 2008 dilakukan oleh
masih sangat jarang dilakukan di rumah sakit.
Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya
Perhitungan
berdasarkan pengukuran human capital index
perusahaan. Pada era perdagangan bebas seperti
diatas maka didapatkan nilai akuntabilitas hanya
saat ini, rumah sakit selain berfungsi sebagai
15,8 % sehingga dapat dinilai tidak efektif lagi.
lembaga sosial juga harus bisa menjadi sebuah
ini
banyak
digunakan
pada
lembaga bisnis yang dapat menghasilkan profit baik kepada pemerintah (sebagai rumah sakit
Pembahasan Pemenuhan standar kompetensi masing-
pemerintah)
maupun
kalangan
swasta
atau
masing unit pada sebuah rumah sakit merupakan
pengusaha (rumah sakit swasta), Kondisi ini
acuan yang ingin dicapai oleh seluruh rumah
mengakibatkan
sakit. Pemenuhan standar ini tentunya juga
melakukan
melihat pada kebutuhan pemenuhan standar
dalam menjalankan kegiatannya. Salah satu yang
kompetensi secara menyeluruh pada sebuah
penting adalah pengukuran bagaimana tingkat
rumah sakit. Kondisi ini yang mengharuskan
efektifitas
rumah sakit menentukan skala prioritas dalam
pemenuhan kompetensi tenaga kesehatannya
pemenuhan standar tersebut. Alokasi anggaran
terhadap pendapatan, sehingga rumah sakit dapat
yang harus benar-benar bisa mengakomodir
menentukan
skala
prioritas
tujuan rumah sakit dalam pemenuhan kompetensi
kompetensi
tersebut.
Unit
tenaga kesehatan yang berkerja di rumah sakit
memerlukan
peningkatan
sangat diperlukan. Hasil akhir yang diharapkan
merupakan penghasil pendapatan yang tinggi di
rumah sakit adalah penggunaan anggaran yang
rumah sakit merupakan prioritas.(3)
efektif dalam pelaksanaan kegiatan di rumah sakit. Human
Capital
index
sakit
pengukuran
hendaknya
efektifitas
penggunaan
anggaran
anggaran
untuk
pemenuhan yang
masih
kompetensi
dan
Pada era perdagangan bebas saat ini kehususan
Perhitungan
rumah
dalam
bidang
perumah
sakitan
mengharuskan rumah sakit dapat menghadapi
menurut Watson wyatt terhadap Instalasi Gawat
tantangan : (6)
Darurat RSU Haji Surabaya tersebut diatas hanya
1.
Profesionalisme
salah satu contoh guna menilai bagaimana tingkat
2.
Liberalisasi
tenaga
kesehatan
(tenaga
keefektifan penggunaan anggaran rumah sakit
kesehatan luar negeri bebas masuk ke
dalam pemenuhan kompetensi tenaga kesehatan
Indonesia)
yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat RSU Haji
3.
Rumah sakit harus dapat menjadi lembaga
Surabaya. Penilaian ini sangat baik jika dilakukan
bisnis yang kompetitif tanpa mengurangi
pada seluruh unit yang ada di RSU Haji Surabaya
fungsi sosial
agar rumah sakit dapat menetapkan tingkat
Yaitu :
efektifitas pelatihan yang diberikan rumah sakit
a.
Harga murah
kepada tenaga kesehatannya terhadap pendapatan
b.
Mutu ditingkatkan
66
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
4.
c.
Pelayanan yang sempurna
Pengukuran ini penting dilakukan karena:(3)
d.
Terjangkau dapat memenuhi
1.
kebutuhan,tuntutan, harapan dan
rumah sakit yang ada saat ini dengan
kepuasan pasien
memperkirakan nilai modal sumber daya
Berubahnya
budaya
berfokus kepada
paternalistik
yang
manusia
dokter dalam hubungan
dokter dan pasien menjadi budaya kemitraan
5.
Merupakan elemen kunci dari nilai pasar
terhadap
total
pendapatan
organisasi. 2.
Mampu
memberikan
dasar
untuk
pada pasien yang berfokus pada kepuasan
perencanaan sumber daya manusia
pasien dalam hubungan dokter dan pasien
untuk memantau efektivitas dan dampak
Menerapkan konsep rumah sakit dengan
kebijakan dan praktek-praktek sumber daya
cirri:
manusia yang ada.
a.
Rumah sakit adalah industi jasa
b.
Anggaran dari masyarakat
mengumpulkan dan menganalisis informasi
c.
Sistem pembayaran kapitasi
yang berkaitan dengan sumber daya manusia
d.
Manajeman mutu menjadi inti kegiatan
yang ada di rumah sakit menjadi fokus
di rumahsakit
perhatian organisasi (rumah sakit) pada apa
Berorientasi pada konsumen
yang perlu dilakukan untuk menemukan,
e.
Berdasarkan
kebutuhan
3.
di
era
Proses
identifikasi
dan
menjaga, mengembangkan dan membuat
perdagangan bebas tersebut maka rumah sakit
penggunaan
hendaknya
manusianya.
anggaran keefektifan
dapat dengan
melakukan
anggaran
berlangsungnya
penghematan
melakukan
pengukuran
tersebut
kegiatan
di
terhadap
rumah
sakit.
langkah-langkah
4.
Pengukuran
terbaik
dapat
dari
sumber
digunakan
daya
untuk
memantau kemajuan dalam mencapai tujuan strategis
sumber
daya
manusia
Penghematan yang dilakukan tersebut nantinya
mengevaluasi
akan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pengelolaan sumber daya manusia yang ada
pelayanan yang diberikan rumah sakit sehingga
pada organisasi (rumah sakit).
rumah sakit dapat kompetitif dalam persaingan pasar bebas.
dari
kegiatan
Pada akhirnya tujuan pengukuran ini nantinya dapat menentukan tingkat keefektifan
Langkah yang dapat dilakukan adalah pengukuran
efektivitas
dan
dengan
menggunakan
Human
penggunaan anggaran di rumah sakit dalam menunjang kegiatan yang dilakukan oleh rumah
Capital indexs Meassurment dari Watson Wyatt.
sakit.
Pengukuran
unit yang ada di rumah sakit nantinya dapat
dengan
menggunakan
Human
Pengukuran yang dilakukan pada setiap
Capital indexs Measument dari Watson Wyatt ini
membantu
sebagai salah satu metode menilai sumber daya
pemenuhan kebutuhan rumah sakit terutama yang
manusia yang dapat membantu manajemen dalam
berhubungan dengan sumber daya manusia dalam
pengambilan
menghadapi perdagangan bebas yang akan kita
keputusan.
Metode
Ini
dapat
membatu mengidentifikasi bagian mana yang
manajemen
dalam
mempercepat
hadapi.
memerlukan bantuan manajemen secara financial dalam kegiatannya.
67
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 ada di Surabaya atau di Indonesia pada umumnya
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil perhitungan di atas, berdasarkan measurement
teori dari
human
capital
Watson
Wyatt
indexs
agar Rumah sakit kita dapat bersaing di era pasar bebas nanti.
maka
kompetensi tenaga dokter dan perawat Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya berada dalam kondisi efektif. Pemenuhan standar sesuai PMK
DAFTAR PUSTAKA D. Laporan akuntabilitas kinerja IGD Tahun 2013. laporan internal tahun 2013. Surabaya: RSU Haji Surabaya; 2014.
nomor 129 tahun 2008 yang mengharuskan seluruh tenaga dokter 100% memiliki sertifikat ATLS dan seluruh dokter dan perawat memiliki sertifikat BTLS, PPGD dan GELS dinilai menjadi tidak efektif sehingga sebaiknya pemenuhan standar ini tidak perlu dilakukan. Kondisi kompetensi yang dimiliki tenaga dokter dan perawat di Istalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya
yang ada saat ini sudah dapat
memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan RSU Haji Surabaya. Perbandingan pengeluaran yang dilakukan oleh RSU
Haji
Surabaya
dalam
pemenuhan
kompetensi tenaga dokter dan perawat terhadap penghasilan yang didapatkan oleh RSU Haji
Mondy W&RMN. Human Resource Management New Jersey: Prentice Hall Inc; 1996. Amstrong M. Amstrong's Handbook of Human Resource Management practice. 11th ed. London : Kagan Page; 2009. Diklit B. Laporan survey indeks kepuasan masyarakat corporate RSU Haji Surabaya 2013. laporan internal tahun 2013. Surabaya: RSU Haji Surabaya; 2014. Medik DBP. Kepmenkes no 129 tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. [Online].; 2008 [cited 2013 july 03. Available from: www.google.com . MECO MMSA. AFTA 2015. [Online].; 2014 [cited 2014 september 17. Available from: anti-remed.blogspot.com/2014/06/afta 2015.html .
Surabaya dari Instalasi Gawat Darurat sudah berada pada titik optimal. Pengukuran menggunakan
teori
efektifitas human
capital
dengan indexs
measurement dari Watson Wyatt kiranya dapat dilakukan tidak hanya pada Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya saja, namun perlu dilakukan pengukuran pada unit yang lain yang ada di RSU Haji Surabaya agar efektifitas anggaran dapat dimaksimalkan. Dalam era AFTA 2015 efektifitas anggaran sangat dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan rumah sakit dan kebutuhan dalam menghadapi persaingan bebas. Pengukuran ini hendaknya dapat dilakukan oleh RSU Haji Surabaya dalam lingkup RSU Haji Surabaya bukan hanya Instalasi Gawat Darurat RSU Haji Surabaya saja.
Pengukuran ini
hendaknya juga dilakukan oleh rumah sakit yang
68
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
SISTEM INFORMASI UNTUK PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG SUMBER DAYA TENAGA MEDIS, PARAMEDIS, PENYULUH, DAN SUPPORT STAFF UNTUK WILAYAH TERPENCIL DI INDONESIA
ANINDYA ASTRIANTI M., S.KM. MAHASISWA MAGISTER ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN MINAT MANAJEMEN KESEHATAN
ABSTRACT
Human resource management is one of the important instruments for the organization in achieving its objectives. For the government sector, the bureaucracy great responsibility in providing services to the public must be supported by a human resources professional and competent. In this case, the quality of Indonesian human resources ranks 53rd of various countries in the world. When compared with Singapore, Indonesia and Malaysia have lost much because of the position of the neighboring country was at number 22. As for Thailand ranks 44th. The focus of the government in the health sector is still in the realm of curative and rehabilitative. From the above description shows still happen disparity availability of health resources in Indonesia. Specificity Characteristics of this remote region must create the top-level managers in both the Ministry of Health of the Republic of Indonesia or the district health office / city policies that can be implemented. Availability of valid data and real time, can facilitate decision-making in order to establish an organizational goals can be achieved effectively and efficiently. Key Word: Primary health care,
ABSTRAK Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu instrument penting bagi organisasi dalam mencapai tujuannya. Bagi sektor pemerintahan, tanggung jawab besar birokrasi dalam memberi layanan kepada masyarakat harus di dukung oleh sumber daya manusia yang professional dan kompeten.Dalam hal ini, kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di urutan ke-53 dari berbagai negara di dunia.Jika dibandingkan dengan Singapura, dengan Malaysia saja Indonesia kalah jauh lantaran posisi negeri jiran itu berada di urutan ke-22. Adapun Thailand berada di urutan ke-44.Fokus pemerintah dalam bidang kesehatan masih dalam ranah kuratif dan rehabilitative.Dari keterangan diatas menunjukkan masih terjadi disparitas ketersediaan sumber daya kesehatan di Indonesia. Kekhususan karakterisrik wilayah terpencil ini harus membuat para top manager baik di level Kementrian Kesehatan Republik Indonesia atau Dinas Kesehatan kabupaten/kota membuat kebijakan yang dapat diimplementasikan.Ketersediaan data yang valid dan real time, dapat mempermudah pengambil keputusan. Kata utusan menetapkan sebuah keputusan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efesien.
Kunci: Primary health care
69
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Sumber: Bank Data SDM Kesehatan Badan
PENDAHULUAN Manajemen
sumber
daya
manusia
Pengembangan
merupakan salah satu instrument penting bagi
Kesehatan
organisasi dalam mencapai tujuannya. Bagi sektor
Indonesia, 2013
pemerintahan, tanggaung jawab besar birokrasi
dan
Pemberdayaaan
Kementrian
Kesehatan
SDM
Republik
Dari table 1.1 diperoleh gambaran
dalam memberi layanan kepada masyarakat harus
jumlah
di dukung oleh sumber daya manusia yang
didayagunakan
professional dan kompeten. Salah satu faktor
Indonesia. Terjadi peningkatan setiap tahunnya
penentu efektiftas sumber daya manusia yaitu
mulai 2010 sampai dengan tahun 2013 di semua
berkaitan
iklim
jenis sumber daya kesehatan. Namun adanya
organisasi dan nilai manajeril yang tidak relevan
penurunan apabila kita lihat jenis sumber daya
dengan perubahan yang ada di sektor publik.
manusia di katagori perawat (33,29%), bidan
dengan
budaya
organisasi,
Indonesia adalah salah satu negara yang
sumber
daya
pada
manusia
fasilitas
yang
kesehatan
di
(17,85%), dan tenaga kesehatan lainnya (19,76%)
juga diukur. Posisi Indonesia masih di bawah
di tahun 2012.
negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Tabel
2
Dalam hal ini, kualitas sumber daya manusia
Rekapitulasi
SDM
Kesehatan
di
Indonesia Berdasarkan Wilayah
Indonesia berada di urutan ke-53 dari berbagai negara
di
dunia.Jika
dibandingkan
dengan
No.
Wilayah
Jumlah
(%)
Singapura, dengan Malaysia saja Indonesia kalah
1
Sumatera
235.643
26.36
jauh lantaran posisi negeri jiran itu berada di
2
Jawa dan Bali
436.990
48.88
3
Kep. Nusa Tenggara 35.729
4
4
Kalimantan
66.899
7.48
5
Sulawesi
84.555
9.46
baik dari Filipina, yang berada di urutan ke-66.
6
Kep. Maluku
15.947
1.78
Tabel 1 Rekapitulasi SDM Kesehatan yang Didayagunakan Pada Fasilitas Kesehatan di Indonesia
7
Papua
18.332
2.05
TOTAL
894.095
100
urutan ke-22. Adapun Thailand berada di urutan ke-44.Namun, Indonesia setidaknya masih lebih
Tahun No.
Jenis SDM Kesehatan
2010
2011
2012
2013
%
%
%
%
Sumber: Bank Data SDM Kesehatan Badan Pengembangan dan Pemberdayaaan SDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2013
1
Dokter Spesialis
1.67
2.50
3.86
4.35
Berdasarkan Tabel 1.2 menyajikan data
2 3
Dokter Umum Dokter Gigi
5.05 1.74
5.01 1.59
5.28 1.67
4.74 1.46
yaitu persentase pesebaran sumber daya manusia
4
Perawat
33.88
34.82
33.29
33.12
sebersar 1,78% yang diikuti oleh Papua sebesar
5
Bidan
19.26
18.28
17.85
15.31
2,05%. Sedangkan persentase pesebaran sumber
6
Kefarmasian
3.59
3.84
4.41
5.23
7
Tenaga Kesehatan Lainnya
12.95
15.06
13.84
14.04
Tenaga Nakes
21.81
18.85
19.76
21.72
100
100
100
100
8
TOTAL
Non
keshatan paling kecil di Kepulauan Maluku yaitu
daya manusia kesehatan paling besar di wilayah jawa dan bali sebesar 48,88%, hamper mencapai separuh jumlah keseluruhan ketersedian sumber daya manusia.
70
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Berikut adalah tujuan penelitian ini yaitu:
melalui tersedianya informasi sumber daya
1.
manusia yang cepat, lengkap, dan akurat.
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mengetahui seberapa besar CSR yang
Pembangunan atau pengembangan SIM-
dapat diberikan oleh sektor swasta dalam rangka pembangunan jangka panjang sumber daya tenaga kesehatan dan tenaga non
haruslah dapat “memanusiakan” karyawan suatu
Tujuan Khusus a. Mengetahui keadaan kuantitas, kualitas, dan distribusi tenaga kesehatan dan non kesehatan
di
Puskesmas
wilayah
organisasi dengan cara memanfaatkan teknologi informasi
untuk
membantu
aktivitas
pekerjaan
melaksanakan
sehari-hari.
Sebelum
mengembangkan atau mengganti sistem yang
terpencil. b. Mengetahui potensi adanya kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta dalam
dengan visi dan misi organisasi. Tujuan utama dari pembangunan dan pengembangan SIM-SDM
kesehatan untuk wilayah terpecil. 2.
SDM dalam suatu organisasi harus disesuaikan
pembangunan
sumber
daya
baru, sistem lama yang ada harus dipahami dan dikaji kekurangan dan kelebihannya (Marimin, Tanjung, dan Prabowo, 2006). Dalam
manusia tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan untuk wilayah terpecil.
membuat
model
SIM-SDM,
format umum yang digunakan sama dengan subsistem input, database, dan subsistem output yang telah digunakan di berbagai area fungsional
TINJAUAN PUSTAKA Menurut
Departemen
Kesehatan
RI
(2004), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang
bertanggung
jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja, dijabarkan ke dalam 3 hal, yaitu
unit
pelaksana
teknis,
lain. Subsistem input merupakan kombinasi standar dari pengolahan data, penelitian, dan intelijen. Dalam banyak perusahaan, database ditempatkan
dalam
penyimpanan
komputer.
Subsistem output mencerminkan arus sumber daya manusia dalam perusahaan.
pembangunan
kesehatan, pertanggungjawaban penyelenggaraan, dan wilayah kerja Perencanaan SDM baru dapat dilakukan dengan baik dan benar jika informasi berikut ini diperoleh (Hasibuan, 2006) yaitu job analysis, organisasi, dan situasi persediaan tenaga kerja Menurut
Secara teoritis, CSR dapat didefinisikan
Prabowo (2006), Sistem Informasi Sumber Daya
sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan
Manusia (SI-SDM) adalah suatu sistem yang
terhadap
terdiri
yang
terutama pada komunitas atau masyarakat di
dirancang untuk menyimpan dan memproses
sekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR
semua informasi pegawai. Aplikasi SI-SDM
memandang perusahaan sebagai agen moral.
mempunyai peranan penting dalam menyiapkan
Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah
sumber daya manusia secara efektif dan efisien
perusahaan
software
dan
Tanjung,
Gambar 1. Model Sistem Informasi SDM dan
dari
Marimin,
hardware
para strategic-stakeholders-nya,
harus
menjunjung
tinggi
71
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 moralitas.Pada dasarnya belum ada definisi
jiwa. Apabila kita melihat jenis sumber daya
tunggal tentang pengertian CSR itu sendiri
kesehatan terdapat peningkatan yang signifikan
Pada akhirnya pelaksanaan CSR akan bermanfaat
bagi
perusahaan,
pemerintah
maupun
perusahaan
dan
bagi
masyarakat,
hubungan
masyarakat.
antara
yaitu menjadi 2,5% dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan kembali menjadi 3,86%.
CSR
Jika melihat dari fungsi Puskesmas yaitu
bagi perusahaan antara lain sebagai penguatan
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan,
citra
dukungan
pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan
masyarakat dan jaminan keamanan perusahaan.
kesehatan strata pertama, maka dapat disimpulkan
Hasil survey The Millenium Poll on CSR (1999)
bahwa inti dari tujuan pemerintah membangun
yang dilakukan oleh Enuironics International
dan mengembangkan Puskesmas yaitu pada
(Toronto), Conference Board (New York) dan
wilayah
Prince
Forum
meninggalkan fungsi kuratif dan rehabilitative.
(London) diantara 25.000 responden di 23 negara
Dapat kita lihat pada tabel 1, jumlah tenaga
menunjukkan bahwa dalam membentuk opini
kesehatan lainnya terjadi penurunan yaitu dari
tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa
15,06% menjadi 13,84%. Hal ini sangat berbeda
etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak
pada jenis tenaga kesehatan yang bertugas pada
terhadap lingkungan,
ranah kuratif dan rehabilitative. Fokus pemerintah
perusahaan,
of
perusahaan
Wales
Manfaat
pada tahun 2010 dan 2011 pada dokter spesialis
penguatan
Business
(CSR)
Leader
tangung jawab sosial akan
paling
berperan
sedangkan bagi 40% citra perusahaan dan brand
preventif
dan
promotif,
tanpa
dalam bidang kesehatan masih dalam ranah kuratif dan rehabilitative.
image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka hanya 1/3 yang mendasari opininya atas
2. Disparitas Kuantiatas dan Distribusi Tenaga
faktor-faktor bsnis fundamental seperti faktor
Tenaga Kesehatan dan Non Kesehatan di
finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan
Puskesmas Wilayah Terpencil
atau manajemen. Lebih lanjut, sikap konsumen
Dari table 2 dapat kita peroleh bila
terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan
Kepulauan Maluku berada pada prosentase
CSR adalah ingin “menghukum” (40%) dan 50%
terendah dalam jumlah sumber daya manusia
tidak akan membeli produk dari perusahaan yang
keseahatan yaitu 1,78% dan disusul oleh Papua
bersangkutan dan/ atau bicara kepada orang lain
sebesar
tentang kekurangan perusahaan tersebut.
menduduki posisi pertama dalam jumlah sumber
2,05%.
Wilayah
Jawa
dan
Bali
daya manusia kesehatan yaitu 48,88%. Apabila kita lihat dalam table 1.3,
PEMBAHASAN 1.
Keadaan Kuantitas dan Distribusi Tenaga
Kepulauan Maluku terdiri dari Provinsi Maluku
Kesehatan
dan Provinsi Maluku Utara, dengan karakteristik
dan
Non
Kesehatan
di
Puskesmas Wilayah Terpencil Keadaan kualitas dan distribusi tenaga
yang tidak jauh berbeda terdapat perbedaan jumlah yang besar yaitu Provinsi Maluku
kesehatan dan non kesehatan di Puskesmas
memiliki 9.400 jiwa (1,05%)
dan Provinsi
seluruh Indonesia, pada tabel 1, secara total
Maluku Utara memiliki 6.547 jiwa (0,7%).
keseluruhan terdapat grafik peningkatan jumlah
Hal ini juga terjadi di wilayah Papua,
pada tahun 2011 dan 2012 yaitu sebesar 15.118
dari table 1.3 wilayah Papua terdiri dari Provinsi
72
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 Papua
Barat
dan
Provinsi
Papua,
dengan
karakteristik yang tidak jaug berbeda terdapat
tersebut dapat berdaya dan mandiri dalam keberlangsungan program.
perbedaan yang signifikan yaitu Provinsi Papua
Berdasarkan jenis CSR, jiwa yang
Barat memiliki 5.839 jiwa (0,65%) dan Provinsi
dijunjung untuk meningkatkan kualitas sumber
Papua memiliki 12.493 jiwa (1,39%)
daya manusia di bidang kesehatan yaitu motivasi
Hal ini berbeda dengan jumlah tenaga
kewargaan. Semangat yang dijunjung yaitu terjadi
kesehatan yang berada di Wilayah Bali dan Jawa.
pencerahan
Untuk wilayah Kepulauan Jawa jumlah tenaga
ketertiban sosial. Misinya yaitu mencari dan
kesehatan berjumlah 415,284 jiwa (46,45%) dan
mengatasi akar masalah dengan memberikan
Provinsi Bali 21.706 jiwa (2,42%). Untuk di
kontribusi kepada masyarakat. Pengelolaan yang
Kepualaun
dilakukan
Jawa,
jumlah
tenaga
kesehatan
sosial
dan
bersinergi
rekonsiliasi
dengan
dengan
kebijakan
terbesar berada di Provinsi Jawa Tenggah
perusahaan. Sehingga manfaat yang didapat dari
sebanyak 111,204 jiwa (12,43%). Dari keterangan
program CSR dapat dirasakan oleh perusahaan
diatas menunjukkan masih terjadi disparitas
dan masyarakat secara luas.
ketersediaan sumber daya kesehatan di Indonesia.
Pemerintah
daerah
dalam
proses
pengembangan sumber daya manusia di bidang 3. Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan
kesehatan terkendala oleh keterbatasan yang
Perusahaan yang Memiliki Corporate Social
dimiliki oleh organisasi. Seorang manager yang
Responsibility (CSR)
memiliki jiwa kepemimpinan akan memikirkan
Corporate Social Responsibility (CSR)
perencanaan sumber daya manusia dalam jangka
sudah banyak dilakukan oleh organisasi berskala
pendek, jangka menenga, dan jangka panjang.
nasional atau regional di Indonesi. Pemerintah
Dapat ditetapkan target dalam setiap jangka
telah mengatur mekanisme CSR yang harus
waktu yang telah dilakukan, antara lain :
dikeluarkan oleh perusahaan sebagai bentuk
a.
tanggung sekitarnya.
jawab
moral
Bentuk
kepada
kedua belah pihak. Dalam program ini terjadi
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar
interaksi dari masyarakat dan perusahaan
sehingga
juga
serta tersedianya layanan public yang sulit
dirasakan secara langsung oleh masyarakat dalam
diperoleh masyarakat. Contohnya adanya
tahap jangka pendek. Sebaiknya program CSR
beasiswa kepada murid di jenjang sekolah
yang dilakukan oleh perusahaan bersifat jangka
dasar. Pemerintah dapat bekerja sama dengan
panjang dan melibatkan langsung masyarakat
perusahaan untuk melaksanakan pelatihan
sekitar agar program tersebut memiliki nilai lebih
guna meningkatkan kualitas sumber daya
di masyarakat.
manusia
program
kegiatan
memberikan manfaat secara langsung oleh
CSR
manfaat
program
lingkungan
Jangka waktu pendek yaitu program yang
tersebut
CSR hanya merupakan sebuah stimulus yang
diberikan
kepada
masyarakat
strategi
awal
penanggulangan ketersediaan sumber daya
sekitar
sehingga mencapai tingkatan berdaya dalam
sebagai
manusia di bidang kesehatan. b.
Jangka waktu menengah yaitu program CSR
mengatasi masalah sosial dan non sosial di
yang
dirancang
akan
menciptakan
wilayah tersebut. Diharapkan program CSR ini
peningkatan kemampuan seseorang. Program
akan membuat masyarakat di wilayah organisasi
CSR disesuikan dengan gerakan preventif
73
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 dan promotif agar sesuai dengan fungsi
komitmen, dan sinergi untuk mengatasi masalah
utama Puskesmas. Dalam program tersebut
yang terjadi di lingkungan.
terdapat kegiatan yang berkelanjutan dan memberikan
manfaat
Contohnya
bagi
lingkungan.
pengembangan
Dalam pelaksanaannya perusahaan dapat melakukan beberapa bentuk implementasi CSR
dan
yaitu keterlibatan langsung, melalui yayasan atau
pemberdayaan murid pemantau jetik malaria
organisasi sosial perusahaan, bermitra dengan
pada tingkat sekolah dasar sampai dengan
pihak lain (universitas atau media massa), dan
sekolah menengah ke atas. Para murid yang
mendukung serta terlibat dalam konsorsium.
menjadi juru pemantau jentik malaria akan membentuk jejaring di wilayah lainnya.
4. Pembangunan Sistem Informasi Sumber Daya
Keuntungan yang didapat akan langsung
Pelaksanaan
sekolah negeri), perusahaan terkait, individu
c.
tanggung
Jangka waktu panjang yaitu adanya sinergi dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam program CSR yang outcomenya dapat dirasakan masyarakat. Contohnya adanya program penjaringan siswa berprestasi yang berminat di bidang kesehatan yang dapat dimulai dari tingkat sekolah dasar untuk mendapatkan pemenuhan
beasiswa job
sampai
spesifikasi
dengan
yang
telah
dirancang oleh pemerintah, dalam hal ini
Pemerintah mendapatkan manfaat dalam
pihak
swasta.
Tugas
menyelesaikan masalah sosial dan non sosial di masyarakat dapat diatasi bersama dengan pihak swasta. Tugas pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya menjadi lebih ringan dengan adanya partisipasi pihak swasta
CSR juga memberikan kontribusi positif hubungan
antara
perusahan
dan
masyarakat. Pelaksanaan CSR diyakini dapat meredam
konflik
antara
perusahaan
jawab
CSR
sosial
sebagai
sebuah
bentuk
perusahaan
dari pendekatan proses manajemen yang terdiri dari
Input,
Proses,
dan
Output.
Dalam
pelaksanaan proses dibutuhkan kualitas data input yang
valid.
mendasar
Guna
mendukung
kebutuhan
tersebut
pemerintah
sebaiknya
melaksanakan sistem informasi sumber daya manusia khusus untuk Puskesmas di wilayah terpencil. Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah haruslah bersinergi dalam pemenuhan
bidang kesehatan. Otonomi daerah ikut berperan dalam keadaan yang ada saat ini, dikarenakan keputusan apapun diserahkan kembali kepada wilayah tersebut. Utilitas sumber daya manusia di bidang kesehatan berbanding terbalik dengan adanya kemampuan daerah untuk memberikan gaji yang sesuai dengan standart yang telah ditetapkan. Disparitas ketersediaan sumber daya manusia di
(perusahaan) melalui kegiatan CSR.
bagi
di
terhadap lingkungan sekitarnya hanyalah sebagai
menjalin dan mendukung program CSR yang oleh
Puskemas
utilitas yang terjadi pada sumber daya manusia di
adalah Dinas Kesehatan setempat.
dilaksanakan
untuk
Wilayah Terpencil
dirasakan oleh pemerintah (Puskemas dan
bersangkutan, dan masyarakat.
Manusia
bidang kesehatan Indonesia sudah besar, sehingga kebijakan yang dipilih dan diterapkan harusnya dapat memperkecil jurang tersebut. Sistem informasi sumber daya manusia
dan
masyarakat. Adanya kerja sama di antara dua elemen tersebut akan membentuk komunikasi,
untuk Puskemas di wilayah terpencil haruslah dimanajemen sama atau bahkan lebih baik daripada
wilayah
lainnya.
Kekhususan
74
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014 karakterisrik wilayah terpencil ini harus membuat para top manager baik di level Kementrian Kesehatan
Republik
Indonesia
atau
Dinas
Kesehatan kabupaten/kota membuat kebijakan yang dapat diimplementasikan. Idelanya sumber daya manusia yang didapatkan berasal dari penduduk
lokal
wilayah
terpencil
tersebut.
Melalui program CSR yang diberikan oleh pihak swasata dan dilakukan bersama maka akan tercipta program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dimana informasinya didapatkan dari sistem informasi yang berjalan baik. internal dan sumbe internal haruslah aktif dalam menghadapi perubahan data terkait dengan sumber daya manusia. Sehingga data tersebut dapat berproses menjadi informasi. Ketersediaan data yang valid dan real time, dapat mempermudah pengambil keputusan menetapkan
sebuah
keputusan
agar
tujuan
organisasi dapat dicapai secara efektif dan efesien. Quality insurance dalam pelaksanaan sistem informasi sebaiknya memiliki indikator yang sensitife terhadap perubahan/kerusakan yang terjadi sehingga meminimalisir kesalahan proses.
75
Jurnal Kesehatan, Vol. 6, No. 2, September 2014
PENGARUH TERAPI MENULIS EKSPRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN SISWA KELAS XII MA RUHUL AMIN YAYASAN SPMMA (SUMBER PENDIDIKAN MENTAL AGAMA ALLAH) TURI DI DESA TURI KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN Moh. Saifudin, M. Nur Kholidin
ABSTRAK Remaja selalu dihadapkan pada beberapa tugas perkembangan yang secara bertahap memerlukan persiapan psikologis maupun biologis. Individu yang tidak bisa menyesuaikan diri dan kurang bisa mempersiapkan dirinya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun psikis tersebut akan mengalami suatu „goncangan‟. Masalah kejiwaan yang dapat terjadi antara lain individu akan sering diliputi kecemasan, stres bahkan sampai depresi oleh karena kecemasan yang tidak tertangani dan terusmenerus. Oleh karena itu diperlukan penanganan serius untuk mengatasi kecemasan. Terdapat beberapa terapi psikologis yang dapat digunakan, salah satunya adalah terapi menulis ekspresif. Desain penelitian yang digunakan adalah Pre Eksperimen Design. Metode sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Besar sampelnya adalah 19 responden yaitu siswa kelas XII MA Ruhul Amin Yayasan SPMAA Turi Lamongan Tahun 2014. Data diambil menggunakan kuesioner ZSAS pre dan post intervensi terapi menulis ekspresif. Setelah ditabulasi data yang ada dianalisa menggunakan Wilcoxon Sign Rank Test dengan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kecemasan pre intervensi adalah seluruh siswa mengalami ansietas ringan sampai sedang atau 19 siswa (100%). Sedangkan hasil untuk tingkat kecemasan setelah intervensi adalah Sebagian besar siswa dalam kategori normal atau tidak mengalami kecemasan atau 14 siswa (73,7%) dan sebagian kecil siswa mengalami ansietas ringan sampai sedang atau 5 siswa (26,3%). Hasil pengujian statistik diperoleh hasil terdapat pengaruh antara terapi menulis ekspresif terhadap tingkat kecemasan siswa dengan nilai Z sebesar -3,472 dengan tingkat signifikan 0,000 (p <0,05). Melihat hasil penelitian ini maka menulis ekspresif menjadi faktor penting yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menurunkan kecemasan seseorang. Kata Kunci : Remaja, Kecemasan, Terapi Menulis Ekspresif, ZSAS
76
perubahan fisik yang sangat cepat dengan
Pendahuluan Masa
remaja
merupakan
periode
peralihan antara masa kanak-kanak dan
perubahan kejiwaan yang meliputi mental dan emosional (Dzulkifli, 2009).
dewasa sekaligus fase pencarian identitas diri
Hasil riset yang dilakukan Kemdikbud
bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami
pada tahun 2012 terhadap siswa SMA
banyak perubahan dalam berbagai aspek
sederajat di Indonesia yang akan menghadapi
kehidupan, diantaranya biologis, kognitif dan
UN menunjukkan sebagian besar peserta
psikososial yang biasa dikenal dengan istilah
ujian merasa cemas. Dari hasil survei
pubertas. (Sarlito Wirawan Sarwono, 2007).
diketahui 21% siswa merasa biasa atau tidak
Sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam
cemas, 56% merasa cemas dan yang merasa
diri remaja, mereka juga dihadapkan pada
sangat cemas ada 22% (Mohammad Nuh,
tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada
2012). Berdasarkan
masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui,
hasil
survei
yang
dalam setiap fase perkembangan, termasuk
dilakukan pada 21 November 2013 di MA
pada remaja, individu memiliki tugas-tugas
Ruhul
perkembangan yang harus dipenuhi sebelum
Lamongan ditemukan 6 dari 10 siswa
melangkah ke tugas perkembangan fase
mengalami kecemasan. Sebanyak 5 siswa
selanjutnya. Apabila tugas-tugas tersebut
mengalami cemas ringan sampai sedang,
berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan
sedangkan terdapat 1 siswa mengalami
tercapai
dan
cemas berat, dan selebihnya ditemukan 4
penerimaan dari lingkungan. Begitu pula
siswa dalam kategori normal atau tidak
sebaliknya, apabila individu tidak bisa
mengalami
menyelesaikan
perkembangannya
menggunakan kuesioner skala Zung Self-
dengan baik maka individu akan mengalami
Rating Anxiety Scale (ZSAS) di mana subyek
kesulitan
tugas
diberi 20 pernyataan dan diminta untuk
Masalahnya,
memilih salah satu poin yang disediakan
seringkali remaja mengalami kesulitan dalam
(jarang sekali; kadang-kadang; beberapa kali;
menghadapi fase ini. Terdapat banyak hal
sering/
yang dapat
menitikberatkan pada 4 jenis manifestasi
kepuasan,
tugas
untuk
perkembangan
kebahagiaan
memenuhi
berikutnya.
menghambat dan mempersulit
Amin
Yayasan
kecemasan.
hampir
selalu).
SPMAA
Survei
Skala
Turi
ini
ini
tugas
ansietas yaitu aspek kognitif, otonomik,
perkembangannya, baik itu pada tahap
motorik dan gejala sistem saraf pusat. Dari
remaja awal, remaja madya, maupun remaja
data tersebut dapat disimpulkan bahwa masih
akhir. Hambatan tersebut muncul karena
tingginya angka kecemasan remaja di MA
kurang siapnya individu dalam menerima
Ruhul
perubahan-perubahan
Lamongan.
individu
dalam
menyelesaikan
yang
terjadi,
oleh
Amin
Yayasan
SPMAA
Turi
karena adanya ketidakseimbangan antara
77
Terdapat beberapa hal yang dapat
perubahan yang dialami pada masa pubertas
menyebabkan kecemasan. Wangmuba, 2009
individu
menyebutkan
emosional dan mental.
beberapa
mempengaruhi
faktor
kecemasan
yang
membutuhkan
keseimbangan
seseorang
Ansietas merupakan gejala normal
meliputi (1) Usia dan tahap perkembangan;
pada manusia dan disebut patologis bila
(2) Lingkungan; (3) Pengetahuan; (4) Peran
gejalanya menetap dalam jangka waktu
keluarga; (5) Emosional atau psikologis.
tertentu
Pertama adalah faktor usia, umur merupakan
homeostasis
individu, karena itu perlu segera dihilangkan dengan berbagai macam cara penyesuaian
kehidupan yang baru, yang memegang
(Maramis, 2005). Menurut Atkinson, dalam
peranan penting dalam memenuhi tugas
Fitriani, 2010 ada dua cara untuk mengatasi
perkembangan yang akan mempengaruhi
kecemasan,
dinamika
Kedua
menitikberatkan masalah, individu menilai
lingkungan
situasi yang dapat menimbulkan kecemasan
merupakan kondisi yang ada di sekitar
dan melakukan sesuatu untuk mengubah atau
manusia yang dapat mempengaruhi perilaku
menghindarinya.
yang melibatkan faktor internal maupun
menitikberatkan emosi, individu berusaha
faktor eksternal. Lingkungan yang kurang
mereduksi perasaan cemas melalui berbagai
kondusif
resiko
cara dan tidak secara langsung menghadapi
kecemasaan pada seseorang. Selanjutnya
masalah yang menimbulkan kecemasan itu.
yakni faktor pengetahuan, tanpa pengetahuan
Sehingga untuk mengatasi perasaan cemas
dan pengalaman yang memadai, individu
yang dapat dialami oleh siapa saja dalam
tidak akan memiliki fondasi yang kuat untuk
situasi tertentu, individu tersebut tentunya
menghadapi
mempunyai kemampuan untuk mengatasinya
kecemasan faktor
terhadap
mengganggu
pola-pola
adalah
periode
dan
seseorang.
lingkungan,
akan
meningkatkan
masalah-masalah
psikis,
termasuk kecemasan. Faktor ke-empat yakni peran keluarga,
yaitu
pertama
dengan
Kedua,
dengan
sendiri. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk
pola asuh yang salah, penelantaran anak dan
mengurangi
kecemasan.
penyampaian informasi yang kurang edukatif
dengan pendekatan emosional, termasuk
seringkali memicu remaja untuk bersikap
dengan
memberontak dan menjadi pribadi yang
Menulis pengalaman emosional atau terapi
kehilangan jati dirinya yang secara tidak
menulis ekspresif telah menjadi kajian yang
langsung individu akan menjadi labil dan
menarik pada dua dekade belakangan ini.
sering mengalami kecemasan. Yang terakhir
King, dalam Siswanto 2006 menyebutkan
adalah faktor emosional, di sini jelas bahwa
bahwa emosi positif membuat individu
selain fisik, kondisi psikis sendiri berperan
merasa aman dan terpuaskan.
menulis
Salah
pengalaman
satunya
emosional.
besar terlebih dengan adanya perubahan-
78
Emosi positif juga memainkan peran
siswa kelas XII MA Ruhul Amin SPMAA Turi
penting yang membantu fungsi individu
Lamongan. Pengumpulan data penelitian
dalam relasi sosial sehingga lebih dapat
menggunakan
beradaptasi.
dengan
mengukur tingkat kecemasan menggunakan
ekspresif
kuesioner ZSAS (Zung Self-Rating Anxiety
dipandang sebagai terapi yang memiliki
Scale) sebelum dan setelah intervensi
berbicara.
Menulis Terapi
berbeda menulis
kekuatan tersendiri karena menulis adalah suatu bentuk eksplorasi dan ekspresi area
menulis
teknik
ekspresif.
observasi
Analisis
dengan
penelitian
menggunakan uji Wilcoxon Signed Test.
pemikiran, emosi dan spiritual yang dapat dijadikan
sebagai
suatu
sarana
untuk
berkomunikasi dengan diri sendiri dan mengembangkan
suatu
pemikiran
serta
kesadaran akan suatu peristiwa (Bolton, 2004). Tujuan dari penelitian di atas adalah
Hasil Penelitian 1. Data Umum 1) Karakteristik Siswa (1) Distribusi Berdasarkan Umur Tabel 1. Karakteristik Siswa Berdasarkan Umur di MA Ruhul Amin Yayasan SPMAA Turi di Desa Turi Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Pada Tahun 2014
No Umur 1 16 2 17 3 18 4 19 Jumlah
untuk mengetahui pengaruh terapi menulis ekspresif
terhadap
penurunan
tingkat
kecemasan pada siswa kelas XII MA Ruhul Amin Yayasan SPMAA Turi Lamongan.
Frekuensi 1 2 14 2 19
% 5,3 10,5 73,7 10,5 100
Metode Penelitian Jenis Penelitian ini adalah analitik komparasi
dengan
pendekatan
Eksperimen
(One-Group
Pre-
(2) Distribusi Berdasarkan Tempat Tinggal siswa
kelas XII MA Ruhul Amin SPMAA Turi di Desa
Tabel 2. Distribusi Siswa Berdasarkan Tempat Tinggal di MA Ruhul Amin SPMAA Turi di Desa Turi Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Pada Tahun 2014
Turi Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan
No
Tempat Tinggal
Frekuensi
%
tahun 2014 sebesar 31 siswa, sedangkan
1
Rumah
3
15,8
2
Yayasan
16
84,2
19
100
Pretest-Posttest
Design). Populasi penelitian ini seluruh siswa
sampel penelitian adalah sebagian siswa kelas XII MA Ruhul Amin SPMAA Turi Lamongan yang memenuhi criteria inklusi dengan
besar
sampel
19
Jumlah
responden.
Variabel independen penelitian ini adalah terapi menulis ekspresif, sedangkan variabel dependennya adalah tingkat kecemasan
79
2. Data Khusus 1) Tingkat Kecemasan Siswa Pre Intervensi Tabel 3. Distribusi Siswa Berdasarkan Tingkat Kecemasan pre intervensi di MA Ruhul Amin Yayasan SPMAA Turi di Desa Turi Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Pada Tahun 2014. No Tingkat Kecemasan 1 Normal 2 Ringan-sedang 3 Berat 4 Sangat Berat Jumlah
Frekuensi
%
0 19 0 0 19
0 100 0 0 100
1 2 3 4
Tingkat Ansietas Normal Ringan-sedang Berat Sangat Berat Jumlah
Pre Eksperimen N o
Tingkat Kecemasan (ZSAS)
Freq
%
Post Eksperimen Freq %
1
Normal
0
0
14
73,7
2
19
100
5
26,3
3
Ringansedang Berat
0
0
0
0
4
Sangat Berat
0
0
0
0
19
100
19
100
Jumlah
Asygmp sig 2 tailed (p) = 0.000
2) Tingkat Kecemasan Siswa Post Intervensi Tabel 4. Distribusi Siswa Berdasarkan Tingkat Ansietas post intervensi di MA Ruhul Amin SPMAA Turi di Desa Turi Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Pada Tahun 2014. No
Karakteristik
Frekuensi
%
14 5 0 0 19
73,7 26,3 0 0 100
3) Tabel Silang Tingkat Kecemasan Siswa Pre-Post Intervensi Tabel 5. Tabel Silang Pengaruh Pre dan Post Eksperimen Terapi Menulis Ekspresif Terhadap Tingkat Kecemasan pada Siswa Kelas XII MA Ruhul Amin Yayasan SPMAA Turi Desa Turi Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Pada Tahun 2014
Z = -3,742α
Berdasarkan tabel 5. di atas menunjukkan bahwa sebelum diberikan intervensi seluruh siswa mengalami kecemasan ringan sampai sedang atau 19 siswa (100%) sedangkan setelah diberikan intervensi sebagian besar siswa tidak mengalami kecemasan atau sebesar 14 siswa (73,7%) dan sebagian kecil siswa mengalami kecemasan ringan sampai sedang (26,3%). Hasil uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test, menunjukkan nilai signifikansi (p sign = 0,000) dimana hal ini berarti p sign < 0,05 sehingga H1 diterima artinya terdapat pengaruh terapi menulis ekspresif terhadap tingkat kecemasan. Pada tabel 4.3 (pre intervensi) di atas menunjukkan bahwa dari 19 siswa, seluruh siswa mengalami ansietas ringan sampai sedang atau 100%. Sedangkan sesudah pemberian perlakuan menulis ekspresif sesuai tabel 4.4 menunjukkan sebesar 14 siswa tidak mengalami kecemasan atau sebesar 73,7% sedangkan sisanya adalah 5 orang masih mengalami ansietas ringan sampai sedang atau 26,3%. Pembahasan 1.
Tingkat Kecemasan Siswa Pre Intervensi Berdasarkan tabel 3 di atas menunjukkan
bahwa
dari
19
siswa
(100%)
semuanya
mengalami ansietas ringan sampai sedang atau sebesar
100%.
Sedangkan
pada
tabel
4.1
menunjukkan bahwa dari 19 siswa (100%), sebagian besar siswa berumur 18 tahun atau sebesar 14 siswa (73,7%) dan sisanya adalah sebagian kecil berumur 17 tahun atau sebesar 2 siswa (10,5%), 19 tahun atau sebesar 2 siswa (10,5%) dan 16 tahun atau sebesar 1 siswa (5,3%). Pada tabel 4.2 menunjukkan dari 19 siswa
80
(100%) hampir seluruhnya siswa tinggal di
dan
peradaban
masyarakat
Yayasan atau 16 siswa (84,2%) dan sisanya
masyarakat
sebagian kecil atau sebesar 3 siswa (15,8%)
disimpulkan bahwa siswa yang berumur 18 tahun
tinggal di rumah.
dapat
lainnya.
Dalam
mempengaruhi
tingkat
satu hal
ini
dengan dapat
kecemasannya
Sesuai dengan hasil penelitian diketahui
karena semakin tinggi usia remaja maka semakin
bahwa umur siswa sebagian besar adalah 18
berat pula tugas perkembangan yang harus
tahun atau sebesar 14 siswa (73,7%) sehingga
dilaluinya.
dapat dikategorikan dalam remaja lanjut (Late
Selain umur, terdapat beberapa faktor lain
Adolescent). Pada masa ini, mulai tumbuh tanda-
yang dapat mempengaruhi kecemasan siswa yaitu
tanda kedewasaan antara lain adalah adanya
lingkungan (tempat tinggal). Berdasarkan fakta
peningkatan minat terhadap fungsi-fungsi intelek,
diketahui bahwa hampir seluruhnya siswa tinggal
egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara
di Yayasan yang tentunya membuat aktivitas
kepentingan diri sendiri dengan orang lain dan
siswa berbeda dengan di rumah. Di Yayasan ini
identitas seksual yang telah menetap. Namun
terdapat
perlu diketahui juga bahwa semakin tinggi umur
dilakukan, kegiatan ini secara umum bersifat
remaja
tugas
dicipliner dan semi militer namun Islami, dimulai
perkembangan yang harus dijalani. Sedangkan
dari bangun pagi (02.00 dini hari), sebelumnya
berdasarkan fakta di lapangan diketahui bahwa
tiap ketua kelompok harus memeriksa dan
setiap program kegiatan yang dijalankan di
mengabsen anggotanya yang hadir (terdapat
SPMAA dibagi berdasarkan kelas dan umur, jenis
hukuman khusus bagi siswa yang tidak hadir atau
kelamin dan tingkat keimanan (program ABC).
terlambat),
Selain itu terdapat program penugasan utama
Tahajjud berjama‟ah dan shalat sunnah lain lalu
(dakwah dan penyebaran Islam) yang dilakukan
dilanjutkan shalat Shubuh. Setelah itu siswa
dari kota ke kota, pulau ke pulau secara
diwajibkan mengikuti pengajian dan membaca
perorangan atau individu. Misalnya, santri A yang
Al-qur‟an sampai matahari menjelang dilanjutkan
diikutkan program penugasan tingkat pertama
dengan shalat Dzuha bejama‟ah. Setelah itu siswa
harus berumur 15 ke atas dan telah menguasai
dikumpulkan ditengah lapangan layaknya tentara
ilmu mental agama Allah (sekitar 3 tahun masa
militer dan tiap anggota kelompok melapor
pendidikan) untuk ditempatkan di kota kecil
kepada pembina sesuai dengan kelengkapan
terlebih dahulu sebelum ke luar pulau nantinya,
anggotanya, bila terdapat satu anggota belum
demikian
secara
hadir atau terlambat maka satu kelompok tersebut
berkesinambungan sesuai dengan jadwal dan
belum diberikan ijin untuk sarapan pagi sampai
tempat sasaran. Lalu secara bertahap dengan
hukuman siswa tersebut selesai. Kegiatan di siang
semakin bertambahnya umur, maka visi dan misi
hari antara lain bercocok tanam, bekerja dan
yang dijalankan oleh Yayasan mulai diterapkan
bersekolah sesuai umur dan status. Selain itu
oleh individu. Siswa yang berumur 18 tahun
terdapat kegiatan lain antara lain puasa sunnah
hampir seluruhnya telah menjalani program
Senin-Kamis dan puasa Dawud.
maka
semakin
tugas
berat
pula
dilakukan
penugasan baik di kota maupun di luar pulau sehingga
remaja
sudah
kenyang
kegiatan
siswa
keseharian
wajib
yang
melakukan
wajib
shalat
Berbagai kegiatan religius tersebut dilakukan
akan
lagi di petang hari sampai menjelang tidur
pengalaman/ pengetahuan sosial, budaya, spiritual
(sekitar pukul 10.00). Di sini jelas secara tidak
81
langsung tempat tinggal dapat membuat peran
dibalik atau kecemasannya dapat menurun bila
keluarga menjadi sangat terbatas dan dapat dilihat
apa yang dirasakan, pengalaman yang diingat
bahwa lingkungan sangat mempengaruhi kondisi
tersebut dituangkan dalam tulisan yang dikenal
mental
dengan menulis ekspresif.
individu
yang
dapat
meningkatkan
kecemasan. Selain faktor tersebut, pengetahuan juga
dapat
mempengaruhi
mental
memiliki kekuatan tersendiri karena menulis
individu. Secara umum, siswa kelas XII dianggap
adalah suatu bentuk eksplorasi dan ekspresi area
menguasai materi pendidikan pokok ditambah
pemikiran, emosi dan spiritual yang dapat
lagi pengetahuan agama yang disisipkan pada tiap
dijadikan
pelajaran dan kegiatan dapat menambah wawasan
berkomunikasi
siswa dalam aspek kognitif dan kehidupan secara
mengembangkan suatu pemikiran serta kesadaran
umum
sehingga
sebagai
suatu
dengan
sarana
diri
untuk
sendiri
dan
disimpulkan
bahwa
akan suatu peristiwa (Bolton, 2004). Tindakan
dianggap
kurang
menulis merupakan kerja otak bagian kiri, yang
berpengaruh untuk meningkatkan kacemasan
bersifat analitis dan rasional. Ketika otak kiri
individu.
sedang aktif, otak kanan menjadi bebas untuk
pengetahuan
dapat
kondisi
Menulis berbeda dengan berbicara. Menulis
siswa
luas
Sesuai dengan teori Wangmuba, 2009 di atas semakin
memperkuat
bahwa
umur
berkreasi,
menjadi
intuitif
dan
merasakan,
(tahap
sehingga menulis memindahkan hambatan mental
perkembangan), lingkungan (tempat tinggal),
dan memungkinkan orang untuk menggunakan
peran keluarga, pengetahuan (yang kurang) dan
semua kekuatan otak untuk memahami diri
kondisi psikologis merupakan faktor penting yang
sendiri, orang lain dan dunia sekitar dengan lebih
dapat mempengaruhi kecemasan remaja. Dengan
baik. Beberapa keuntungan menulis, seperti
demikian dapat disimpulkan bahwa antara remaja
mengklarifikasi pikiran-pikiran dan perasaan-
selalu identik dengan kecemasan begitu pula
perasaan mengetahui diri sendiri dengan lebih
sebaliknya (saling mempengaruhi satu sama lain).
baik,
menurunkan
tekanan
karena
menulis
mengenai kemarahan, kesedihan dan emosi lain 2.
Tingkat Kecemasan Siswa Post Intervensi
yang menyakitkan, serta membantu melepaskan
Pada tabel 4. menunjukkan dari 19 siswa
intensitas
perasaan-perasaan
tersebut,
yang telah diberikan intervensi menulis ekspresif,
memecahkan masalah dengan lebih efektif karena
sebagian besar siswa tidak mengalami kecemasan
umumnya masalah dapat dipecahkan melalui otak
atau sebesar 14 siswa (73,7%) dan sebagian kecil
kiri, tetapi kadang-kadang hanya dapat ditemukan
masih mengalami kecemasan ringan sampai
dengan menggunakan otak kanan yang bersifat
sedang (25-24) atau sebesar 5 siswa (26,3%).
kreatif dan intuitif. Selain itu CBT (Cognitive
Kecemasan
merupakan
periode
singkat
Behaviour Therapy) diketahui sebagai terapi yang
perasaan gugup atau takut yang dialami seseorang
memfokuskan individu/ pasien untuk melihat
ketika dihadapkan pada pengalaman yang sulit
dirinya sendiri dengan cara yang berbeda. Dengan
dalam kehidupan (Greenperger & Padesky,
menulis pengalaman emosional, individu dapat
2004). Selain karena faktor umur, lingkungan dan
menggali sisi kepribadian positive yang selama
kondisi emosional yang labil, kecemasan juga
ini tersembunyi atau dihalangi oleh mindset yang
dapat timbul dari pengalaman yang sulit dalam
keliru dengan sendirinya melalui pikiran yang
kehidupan. Namun hal tersebut justru dapat
82
dituliskan atau ungkapan-ungkapan emosional
informasi, belajar dan menyelesaikan masalah.
(Siswanto, 2007).
Pada
Sesuai dengan fakta yang didapat bahwa
kenyataannya,
memotivasi
tingkat
pembelajaran
ansietas
dan
ini
perubahan
sebagian besar siswa tidak mengalami kecemasan
perilaku. Selain ansietas ringan, siswa juga ada
atau sebesar 14 siswa (73,7%) setelah dilakukan
yang mengalami ansietas sedang. Ansietas sedang
terapi menulis ekspresif kurang lebih satu jam
merupakan perasaan yang mengganggu bahwa
(sesuai
dapat
ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu
menggali potensi negatif dari perasaan yang
menjadi gugup atau agitasi. Pada tingkat ansietas
memberikan pemahaman baru terhadap beberapa
ini individu dapat memproses informasi, belajar
persepsi yang ada dalam pikiran individu
dan menyelesaikan masalah. Ketrampilan kognitif
sehingga
masih mendominasi tingkat ansietas ini (Stuart
petunjuk).
Menulis
memungkinkan
ekspresif
individu
mampu
menguasai mekanisme koping yang digunakan
Gail W, 2006).
untuk mengurangi tingkat kecemasan. Dengan
Terapi menulis adalah suatu aktivitas
demikian dapat disimpulkan bahwa menulis
menulis yang mencerminkan refleksi dan ekspresi
ekspresif secara efektif mempunyai pengaruh
klien baik itu karena inisiatif sendiri atau sugesti
dalam menurunkan kecemasan remaja.
dari seorang terapis atau peneliti (Wright, 2004). Pusat dari terapi menulis lebih pada proses
3.
Pengaruh Terapi Menulis Ekspresif terhadap
selama menulis daripada hasil dari menulis itu
Tingkat Kecemasan Pada Siswa
sendiri sehingga penting bahwa menulis adalah
Sesuai tabel 4. terdapat perbedaan ansietas
suatu aktivitas yang personal, bebas kritik dan
sebelum dan sesudah diberikan intervensi, di
bebas dari aturan bahasa seperti tata bahasa,
mana dari 19 siswa sebelum intervensi semua
sintaksis dan bentuk (Bolton, 2004).
responden mengalami ansietas ringan sampai
Penelitian ini dilakukan di alam terbuka
sedang atau 100%, setelah diberi perlakuan
(Ruang Gazzebo) dengan tujuan kenyamanan dan
menulis ekspresif sebagian besar siswa tidak
keheningan sehingga memungkinkan siswa untuk
mengalami kecemasan atau sebesar 14 siswa
dapat memaksimalkan indranya terhadap apa
(73,7%) dan sisanya sebagian kecil siswa
yang peneliti sampaikan. Pada penelitian ini
mengalami ansietas ringan sampai sedang (25-44)
peneliti
atau sebesar 5 siswa (26,3%.).
diantaranya 19 buku tulis, 19 bolpoin dan
Berdasarkan data yang didapat bahwa sebagian
besar
siswa
beberapa
instrumen
instrumen pengukur ZSAS (Zung Scale Anxiety
diberikan
Scale) sebanyak 2 x 19 lembar kuesioner. Agar
intervensi adalah mengalami ansietas ringan
berjalan maksimal, dalam melakukan terapi ini
sampai sedang. Ansietas ringan dapat dilihat dari
terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan
perasaan individu bahwa ada sesuatu yang
siswa. Setelah mengisi kuesioner ZSAS (sebelum
berbeda dan membutuhkan perhatian khusus.
intervensi), peneliti memastikan bahwa situasi
Stimulasi sensori meningkat dan membantu
tempat terapi tenang dan nyaman. Tahap pertama
individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
adalah melakukan terapi meditasi, memposisikan
menyelesaikan
bertindak,
siswa berbaris rapi dengan kaki duduk menyilang
merasakan dan melindungi dirinya sendiri. Pada
dan tubuh badan tegap. Selanjutnya siswa diminta
tingkat ansietas ini individu dapat memproses
untuk memejamkan mata sekitar 15 menit, selama
masalah,
sebelum
menyiapkan
berpikir,
83
itu pula peneliti mulai mengarahkan siswa untuk menulis secara ekspresif
1) Seluruh siswa kelas XII MA Ruhul Amin
dengan tujuan awal
Yayasan SPMAA Turi Lamongan sebelum
untuk merilekskan tubuh dan pikiran individu
diberikan
(membacakan panduan sesuai teori).
ringan sampai sedang.
Tahap kedua setelah membuka mata, siswa dipersilahkan
untuk
menulis
intervensi
mengalami
ansietas
2) Sebagian besar siswa kelas XII MA Ruhul
pengalaman
Amin Yayasan SPMAA Turi Lamongan
emosional sesuai petunjuk (dilakukan sekitar 45
setelah diberikan intervensi adalah tidak
menit). Saat menulis, hal yang penting adalah
mengalami kecemasan (normal) dan sebagian
adanya perubahan ekspresi wajah dan hasil dari
kecil mengalami ansietas ringan sampai
tulisan itu sendiri (secara obsevatif peneliti
sedang.
mendapati terdapat beberapa siswa menghabiskan
3) Terdapat pengaruh terapi menulis ekspresif
waktu untuk menulis lebih dari waktu ketentuan).
terhadap tingkat kecemasan pada siswa kelas
Setelah terapi selesai siswa diberikan waktu
XII MA Ruhul Amin Yayasan SPMAA Turi
istirahat dan diminta mengisi kuesioner yang
Lamongan.
kedua. Berdasarkan data diketahui bahwa tingkat
2.
Saran
kecemasan siswa sebelum intervensi dari 19
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka
siswa seluruhnya atau sebesar 19 siswa (100%)
peneliti dapat memberikan beberapa saran sebagai
mengalami
berikut:
ansietas
ringan
sampai
sedang
dibandingkan dengan tingkat kecemasan post intervensi yakni sebagian besar 14 siswa (73,7%)
1) Bagi Keperawatan Hendaknya
perawat
dapat
menerapkan
dalam kategori normal atau tidak mengalami
konsep menulis ekspresif dalam memberikan
kecemasan dan sebagian kecil hanya 5 siswa
pelayanan keperawatan psikologis kepada pasien
(26,3%) menunjukkan bahwa terapi menulis
2) Bagi Yayasan
ekspresif mempunyai peran efektif
dalam
Hendaknya Yayasan atau pengurus lebih
menurunkan kecemasan remaja. Berdasarkan
dapat
menerapkan terapi
hasil uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test,
sebagai alternatif dalam menurunkan kecemasan
menunjukkan nilai signifikansi (p sign = 0,000)
dalam
dimana hal ini berarti p sign < 0,05 sehingga H1
siswanya di lapangan
diterima artinya terdapat pengaruh terapi menulis
3) Bagi Pendidikan
kegiatan
menulis ekspresif
sehari-hari
kepada
siswa-
ekspresif terhadap tingkat kecemasan yang
Hendaknya lembaga dan pendidik lebih dapat
dialami siswa kelas XII MA Ruhul Amin. Dengan
memasukkan konsep menulis ekspresif dalam
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
kegiatan belajar mengajar pada siswa-siswanya
pengaruh antara terapi menulis ekspresif terhadap
4) Bagi Remaja
tingkat kecemasan pada siswa kelas XII MA Ruhul Amin Yayasan SPMAA Turi Lamongan.
Hendaknya remaja dapat menerapkan terapi menulis
ekspresif
sebagai
alternatif
dalam
menurunkan kecemasan atau masalah kejiwaan Kesimpulan Dan Saran
sehari-hari.
1.
5) Peneliti Lain
Kesimpulan
84
Untuk lebih cermat dan lebih baik dalam melakukan
penelitian
khususnya
tentang
pengaruh terapi menulis ekspresif terhadap tingkat kecemasan. Selain untuk kecemasan, menulis
ekspresif
juga
dapat
memberikan
pengaruh terhadap masalah mental yang lain.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Jakarta: Andi Publisher Soetjiningsih (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV. Agung Seka Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Daftar Pustaka A.
Sarwono, Sarlito (2007). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Aziz Alimul Hidayat. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineke Cipta. Asmita, Davit. (2013). Psikoterapi. http://davitsasmita.blogspot.com/ 2013/03/psikoterapi.html. Diakses : 26 November 2013
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Stuart Gail W (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Susanti, F. K. (2008). Menuju Akil Balig. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka
Psikologi Jakarta :
Susilowati, T.G., & Hasanat, N. Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman Emosional terhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa Tahun Pertama di Universitas Gadjah Mada. http://www.terapimenulispdf.com. Diakses : 11 November 2013.
Iyus Yosep. (2010). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, S., Nurihsan, J. (2007). Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hurlock, Elizabeth. (2004). Perkembangan.Edisi keempat Erlangga.
Junaidi. (2012). Desain Penelitian Pra Eksperimen. http://samoke2012. wordpress.com/2012/09/28/desainpenelitian-pra-eksperimen/. Diakses : 4 Desember 2014 Lia.
(2013). Remaja dan Pubertas. http://liahardianti.wordpress.com/ 2013/01/26/remaja-dan-pubertas/. Diakses : 9 November 2013.
Na‟im, N.J. (2010). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Primipara Menghadapi Persalinan di Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi. Rev. Jakarta : PT Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika. Russicko (2001). Masalah Kesehatan Mental Remaja. http://www.remaja .asp.com. Diakses : 6 November 2013. Rosyidi, Imron. (2009). Mengenal Terapi Kognitif. http://www.imron46.blogspot.com. Diakses : 13 November 2013
85
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN PASIEN SKIZOFRENIA DALAM MENGONTROL HALUSINASI DI RUANG FLAMBOYAN RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA Dya Sustrami, Sri Sundari Staf Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya
ABSTRACT Group Activity stimulation therapy is the client's perception perceives the stimulus provided by trained or experienced stimulus. The goal is to help control hallucinations in schizophrenic patients. The purpose of the study to analyze the effectiveness of group therapy activity stimulation hallucinatory perception of the ability of schizophrenia patients to control hallucinations. Pre-experimental research design with the design of one group pretest-posttest. The population of schizophrenia patients with hallucinations in Flamboyan Room Mental Hospital Menur Surabaya.Teknik probability sampling sampling by 8 patients who met the inclusion criteria on the date of December 13 to 17, 2013. Direct observation data collection. Data were analyzed with the Cochran Q test. The results of the study there was a difference in the patient's ability to recognize and rebuke hallucinations, before and after stimulation perception Therapy Group Activity hallucinations. Cochran's Q statistic test showed p value = 0.000 <α = 0.05 means statistically no difference level of ability before and after stimulation perception Therapy Group Activity hallucinations. The implication of this research is the perception stimulation therapy group activity is great hallucinations in patients with schizophrenia nursing problems hallucinations changes in sensory perception. Key words : Therapy Group Activity stimulation perception hallucinations, Schizophrenia
ABSTRAK Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi adalah klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Tujuannya membantu pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi. Tujuan penelitian untuk menganalisis efektifitas Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi. Desain penelitian pre eksperimental dengan rancangan one group pretest-postest. Populasi pasien skizofrenia dengan halusinasi di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.Teknik sampling Probability sampling sebanyak 8 pasien yang memenuhi kriteria inklusi pada tanggal 13 – 17 Desember 2013. Pengumpulan data observasi langsung. Data dianalisa dengan uji Q Cochran. Hasil penelitian ada perbedaan kemampuan pasien dalam mengenal dan menghardik halusinasi, sebelum dan sesudah dilakukan Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi. Uji statistik Q Cochran menunjukkan nilai p value = 0,000 < α = 0,05 artinya secara statistik ada perbedaan tingkat kemampuan sebelum dan sesudah dilakukan Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi. Implikasi penelitian ini adalah Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi sangat bagus dilakukan pada pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan perubahan persepsi sensori halusinasi. Kata kunci : Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi, pasien skizofrenia
86
Menur Surabaya, dari 272 pasien yang dirawat terdapat
Halusinasi skizofrenia
skizofrenia
pasien
mengalami
gangguan
persepsi sensori: halusinasi, 118 pasien perilaku
Pendahuluan dengan
128
70%
sering
diidentifikasikan
kekerasan, 16 pasien menarik diri, 8 pasien
karena
seluruh
waham dan 2 pasien harga diri rendah.
diantaranya
pasien
Halusinasi
mengalami
terjadi
sebagai
respons
halusinasi. Halusinasi adalah salah satu gangguan
metabolisme terhadap stres yang menyebabkan
jiwa
terlepasnya
dimana
pasien
mengalami
perubahan
zat
halusinogenik
neurotik
persepsi sensori tentang suatu obyek, gambaran
(buffofenon dan dimethytransferase). Halusinasi
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya
juga merupakan respons pertahanan ego untuk
rangsangan dari luar meliputi suara dan sistem
melawan rangsangan dari luar yang mengancam
penginderaan
dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
(Fitria, N., 2009 : 49-50). pasien
Beberapa tahap terjadinya halusinasi adalah
skizofrenia yang sering terjadi adalah pasien
Tahap I (Non psikotik) dengan ciri pasien
bicara sendiri, mata melihat kekanan-kekiri,
mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah,
sering tersenyum sendiri dan sering mendengar
dan ketakutan. Tetapi pikiran dan pengalaman
suara-suara. Pasien halusinasi terkadang tiba-tiba
sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
melakukan perilaku kekerasan seperti mengamuk
Biasanya pasien tersenyum atau tertawa sendiri.
dan
Menggerakkan bibir tanpa suara. Pergerakan mata
Gangguan-gangguan
memukul
halusinasi
orang
yang
pada
tidak
dikenal
dilingkungan sekitar sehingga orang-orang yang
yang
tidak tahu apa-apa menjadi korban dari persepsi
berkonsentrasi. Tahap II (Non psikotik), pasien
halusinasi
aktifitas
bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat
kelompok merupakan salah satu terapi modalitas
kecemasan berat. Karakteristik yang muncul,
yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien
mulai merasa kehilangan kontrol, menarik diri
yang mempunyai masalah keperawatan yang
dari orang lain, perhatian terhadap lingkungan
sama. Aktifitas digunakan sebagai terapi dan
menurun. Tahap III (Psikotik) pasien biasanya
kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di
tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat
saling bergantung, saling membutuhkan, dan
ditolak lagi. Perilaku yang muncul: pasien
menjadi laboratorium tempat klien berlatih
menuruti perintah halusinasi, sulit berhubungan
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki
dengan orang lain, perhatian terhadap lingkungan
perilaku lama yang maladaptif (Keliat, B.A dan
sedikit atau sesaat. Tahap IV (Psikotik) pasien
Akemat, 2012 : 1).
sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan
yang
dirasakan.
Terapi
cepat,
respon
verbal
lambat,
diam,
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
biasanya pasien terlihat panik. Perilaku yang
2010 ada 11,6% penduduk Indonesia yang
muncul pada pasien halusinasi adalah resiko
berusia diatas 15 tahun mengalami gangguan
tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan
mental atau berkisar 19 juta penduduk (Post,
lingkungan.Tidak mampu merespons rangsangan
2012). Hasil laporan periode bulan Januari sampai bulan September 2013, pasien yang dirawat di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa
yang ada. Timbulnya perubahan persepsi sensori
1
halusinasi biasanya diawali dengan seseorang yang menarik diri dari lingkungannya karena
87
orang tersebut menilai dirinya rendah (Fitria, N. ,
pretest-postest.
2012 : 56-58).
kelompok pembanding (kontrol) tetapi paling
Terapi
aktifitas
kelompok
Rancangan
ini
tidak
ada
stimulasi
tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest)
persepsi: halusinasi merupakan upaya untuk
yang memungkinkan peneliti dapat menguji
membantu pasien dalam mengontrol halusinasi.
perubahan
Pasien dilatih mempersepsikan stimulus yang
eksperimen.
yang
terjadi
setelah
adanya
disediakan atau stimulus yang pernah dialami.
Populasi dalam penelitian ini adalah
Kemampuan persepsi pasien dievaluasi dan
pasien skizofrenia dengan halusinasi di Ruang
ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini
Flamboyan RS Jiwa Menur Surabaya yang
diharapkan respons pasien terhadap berbagai
berjumlah 9. Sampel dalam penelitian ini adalah
stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif.
pasien skizofrenia dengan halusinasi di Ruang Flamboyan RS Jiwa Menur Surabaya, yang
Tujuan Penelitian
memenuhi
1. Tujuan Umum
perhitungan besar sampel menggunakan rumus
Untuk
mengetahui
kriteria
inklusi,
berdasarkan
efektifitas
Deskriptif: Teknik sampling dalam penelitian ini
pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi
yaitu Probability sampling dengan menggunakan
persepsi: halusinasi dengan kemampuan pasien
Random sampling. Pemilihan sampel dengan
mengontrol halusinasi.
Random sampling adalah pengambilan sampel dilakukan secara acak. Cara ini dipakai jika
2. Tujuan Khusus
anggota populasi dianggap homogen.
a. Mengidentifikasi
pasien
Variabel penelitian ada dua yaitu variabel
mengontrol halusinasi sebelum dilakukan
independen dan dependen. Variabel independent
Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi:
dalam penelitian ini adalah pelaksanaan TAK
halusinasi.
stimulasi persepsi halusinasi. Variabel dependent
b. Mengidentifikasi
kemampuan
kemampuan
mengontrol halusinasi
sesudah
pasien
dalam penelitian ini adalah kemampuan pasien
dilakukan
skizofrenia dalam mengenal dan mengontrol
Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi:
halusinasi dengan cara menghardik.
halusinasi.
Instrumen yang digunakan pada penelitian
c. Menganalisis Kelompok dengan
efektifitas
stimulasi
kemampuan
Terapi
Aktifitas
ini adalah lembar observasi kemampuan pasien
persepsi:
halusinasi
skizofrenia dalam mengontrol halusinasi sebelum
pasien
mengontrol
dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi dan
halusinasi.
observasi kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi sesudah dilakukan TAK
Metodologi Penelitian Desain penelitian
untuk
menganalisa
hubungan pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi
terhadap
kemampuan
pasien
stimulasi persepsi halusinasi.
Hasil Penelitian 1. Kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi sebelum dilakukan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi
skizofrenia dalam mengontrol halusinasi di
Frekuensi
Ruang Flamboyan RS Jiwa Menur Surabaya adalah
dengan
menggunakan
desain
pre
eksperimental dengan rancangan one group
Mampu N o
Variabel
Juml ah (oran
%
Tidak mampu Juml ah % (oran
Total Jumla h
88
%
a
b
Kemampu an mengenal halusinasi Kemampu an menghardi k halusinasi
g) 3
37, 5
g) 5
62,5
8
10 0
d. 1
12, 5
7
87,5
8
10 0
N o
Variabel
a
Kemampuan mengenal halusinasi Kemampuan menghardik halusinasi
2. Kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi a. Hari Pertama TAK N o Variabel
a
b
b.
Kemampua n mengenal halusinasi Kemampua n menghardik halusinasi
Variabel
b
c.
1
12 ,5
7
b
Total Juml ah
87, 5
e. %
8
10 0
8
10 0
Kemampu an mengenal halusinasi Kemampu an menghard ik halusinasi
5
62,5
3
37 ,5
Juml ah
%
8
100
b
Variabel
Kemampua n mengenal halusinasi Kemampua n menghardi k halusinasi
Mampu
8
100
Juml ah (oran g)
%
7
87, 5
6
75
total
Tidak mampu
Juml ah
%
% Jumla h (oran g) 1
2
12, 5
25
7
87, 5
1
Total Jumla % h
12, 5
8
10 0
8
10 0
a
Kemampu an mengenal halusinasi Kemampu an menghardi k halusinasi
Frekuensi Mampu Tidak Mampu Juml Jumla % ah % h (oran (oran g) g) 8 10 0 0 0
8
10 0
0
Total Jumla h
%
8
100
8
100
0
3. Efektifitas Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi P value
Parameter
Frekuensi
a
Variabel
Total
Hari Ketiga TAK
N o
N o
b
Frekuensi Mampu Tidak mampu Jumla % Jumla h h % (orang (oran ) g) 6 75 2 25
Frekuensi Mampu Tidak Mampu Jumla Jumla % h % h (oran (oran g) g) 8 10 0 0 0
Hari Kelima TAK
Hari kedua TAK
N o
a
Frekwensi Mampu Tidak mampu Jumla Jumla h % h % (orang (orang ) ) 4 50 4 50
Hari Keempat TAK
8
8
100
100
N o
Variabel
TidakMampu Mampu Jum Prosent Jum Prosent lah ase lah ase mengenal 5 62,5 3 37,5
1 Kemampuan halusinasi 2 Kemampuan menghardik halusinasi 3 Kemampuan hari 1 (mengenal halusinasi) 4 Kemampuan hari 1 (menghardik halusinasi) 5 Kemampuan hari 2 (mengenal halusinasi) 6 Kemampuan hari 2 (menghardik halusinasi) 7 Kemampuan hari 3 (mengenal halusinasi) 8 Kemampuan hari 3 (menghardik halusinasi) 9 Kemampuan hari 4 (mengenal halusinasi) 1 Kemampuan hari 4 0 (menghardik halusinasi) 1 Kemampuan hari 5 (mengenal 1 halusinasi) 1 Kemampuan hari 5 2 (menghardik halusinasi)
7
87,5
1
12,5
4
50
4
50
7
87,5
1
12,5
2
25
6
75
3
37,5
5
62,5
1
12,5
7
87,5
2
25
6
75
0
0
8
100
1
12,5
7
87,5
0
0
8
100
0
0
8
100
0,000
89
penginderaan yaitu pendengaran, penglihatan, Pembahasan 1. Kemampuan pasien mengontrol halusinasi sebelum dilakukan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Kemampuan pasien dalam mengontrol
penciuman,
perabaan,
atau
pengecapan
(Fitria,N,2009:49).
menunjukkan sejumlah 5 pasien tidak mampu
2. Kemampuan pasien mengontrol halusinasi sesudah dilakukan Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi Halusinasi Data pada tabel 5.3 menunjukkan
mengenal halusinasi (62,5%) dan 3 pasien
kemampuan pasien mengenal halusinasi dan
mampu mengenal halusinasi (37,5%). Sedangkan
kemampuan pasien menghardik halusinasi pada
kemampuan
halusinasi
pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi
menunjukkan sejumlah 7 pasien tidak mampu
hari pertama sejumlah 4 pasien tidak mampu
menghardik halusinasi (87,5%) dan 1 pasien
mengenal halusinasi (50%) dan 4 pasien mampu
mampu menghardik halusinasi (12,5%). Sehingga
mengenal halusinasi (50%). 7 pasien tidak
bisa diambil kesimpulan bahwa lebih dari 50%
mampu menghardik halusinasi (87,5%) dan 1
pasien tidak mampu mengenal halusinasi dan
pasien mampu menghardik halusinasi (12,5%).
tidak mampu menghardik halusinasi.
Pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi
halusinasi pada 8 pasien dari data pada tabel 5.2
pasien
menghardik
Berdasarkan data yang didapatkan dari
hari kedua menunjukkan sejumlah 2 pasien tidak
observasi dan wawancara, pasien tidak mampu
mampu mengenal halusinasi (25%) dan 6 pasien
mengenal halusinasi dan pasien juga tidak mampu
mampu mengenal halusinasi (75%). Kemampuan
mengontrol halusinasi. Bila pasien tidak bisa
pasien menghardik halusinasi 3 pasien tidak
mengenal halusinasi dan tidak bisa mengontrol
mampu menghardik halusinasi (37,5%) dan 5
halusinasi akan mengakibatkan dampak negatif
pasien mampu menghardik halusinasi (62,5%).
bagi
dan
Pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi
lingkungan. Tergantung halusinasi dari pasien,
hari ketiga menunjukkan sejumlah 1 pasien tidak
bisa halusinasi pendengaran maupun halusinasi
mampu mengenal halusinasi(12,5%) dan 7 pasien
penglihatan. Contohnya bila pasien mengalami
mampu
halusinasi pendengaran yang isinya menyuruh
Kemampuan pasien menghardik halusinasi 2
memukul, bila pasien tidak mampu mengontrol
pasien tidak mampu menghardik (25%) dan 6
halusinasi
perintah
pasien mampu menghardik halusinasi (75%).
halusinasi dan pasien bisa memukul orang yang
Pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi
didekatnya.
hari keempat menunjukkan sejumlah 8 pasien
diri
pasien
maka
Halusinasi
sendiri,
akan
lain
menuruti
(87,5%).
mengalami
pasien menghardik halusinasi 1 pasien tidak
perubahan persepsi sensori, seperti merasakan
mampu (12,5%) dan 7 pasien mampu menghardik
sensasi
palsu
dimana
klien
suara,
penglihatan,
(87,5%). Pelaksanaan TAK stimulasi persepsi
atau
penghiduan.
halusinasi hari kelima menujukkan sejumlah 8
Halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi
pasien mampu mengenal halusinasi (100%) dan 8
sensori tentang suatu obyek, gambaran dan
pasien mampu menghardik halusinasi (100%).
pengecapan,
pikiran
yang
berupa
satu
halusinasi
mampu mengenal halusinsi (100%). Kemampuan
jiwa
salah
mengenal
gejala
gangguan
adalah
orang
perabaan
sering
terjadi
tanpa
adanya
rangsangan dari luar meliputi semus sistem
Dari
data
hasil
pelaksanaan
TAK
stimulasi persepsi halusinasi mulai hari pertama
90
sampai hari kelima dapat diambil kesimpulan
halusinasi maka pasien tidak akan menimbulkan
bahwa pelaksanaan TAK sangat efektif dalam
dampak negatif bagi diri pasien, orang lain
membantu pasien
maupun lingkungan.
mengontrol
mengenal halusinasi dan
halusinasi.
Hasil
evaluasi
dari
Kemampuan pasien dalam mengontrol
pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi,
halusinasi
bisa
kendalikan
menunjukkan bahwa dari TAK hari pertama ke
Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi.
TAK hari kedua
kemampuan pasien dalam
TAK stimulasi persepsi adalah klien dilatih
mengenal halusinasi ada peningkatan 25% yaitu
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
dari 4 pasien yang mampu menjadi 6 pasien yang
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan
mampu. TAK hari kedua ke TAK hari ketiga ada
persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada
peningkatan 12,5% yaitu dari 6 pasien yang
tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respons
mampu mengenal halusinasi menjadi 7 pasien
klien
yang mampu. TAK hari ketiga ke TAK hari
kehidupan
keempat ada peningkatan 12,5% yaitu dari 7
Akemat, 2012:13). TAK stimulasi persepsi
pasien yang mampu mengenal halusinasi menjadi
halusinasi dibagi menjadi lima sesi yaitu sesi 1
8 pasien yang mampu. Hari keempat sebanyak 8
mengenal halusinasi, sesi 2 mengontrol halusinasi
pasien sudah mampu mengenal halusinasi yaitu
dengan menghardik, sesi 3 mengontrol halusinasi
100%. Kemampuan pasien dalam menghardik
dengan melakukan kegiatan, sesi 4 mengontrol
halusinasi hari pertama TAK ke TAK hari kedua
halusinasi
ada peningkatan 50% yaitu dari 1 pasien yang
mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
terhadap
berbagai
menjadi
dengan
adaptif
dengan
stimulus
Terapi
dalam
(Keliat,B.A
bercakap-cakap,
sesi
&
5
mampu menghardik halusinasi menjadi 5 pasien yang mampu. TAK hari kedua ke TAK hari ketiga ada peningkatan 12,5% yaitu dari 5 pasien yang mampu menghardik halusinasi menjadi 6 pasien yang mampu. TAK hari ketiga ke TAK hari keempat ada peningkatan 12,5% yaitu dari 6 pasien yang mampu menghardik halusinasi menjadi 7 pasien yang mampu. TAK hari keempat ke TAK hari kelima ada peningkatan 12,5% yaitu dari 7 pasien
yang mampu
menghardik halusinasi menjadi 8 pasien yang mampu. Hari kelima sebanyak 8 pasien sudah mampu menghardik halusinasi yaitu 100%. Pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi harus dikembangkan dalam asuhan keperawatan pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan halusinasi sehingga pasien bisa mengenal
halusinasi
dan
bisa
mengontrol
halusinasi salah satunya dengan cara menghardik halusinasi.
Jika
pasien
mampu mengontrol
3. Analisis efektifitas Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi dengan kemampuan pasien mengontrol halusinasi Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dari sebelum dilakukan TAK stimulasi persepsi
halusinasi
kemampuan
mengenal
halusinasi pasien mampu 37,5% dan pasien tidak mampu 62,5% dan kemampuan menghardik halusinasi pasien mampu 12,5% dan pasien tidak mampu 87,5%. Sesudah dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi dari hari pertama sampai hari kelima
kemampuan
pasien
mengontrol
hasilusinasi bisa 100%. Hasil uji statistik
Q
Cochran menunjukkan nilai p value = 0,000 < α = 0,05
artinya secara statistik ada perbedaan
tingkat kemampuan sebelum dilakukan dan sesudah
dilakukan
TAK stimulasi
persepsi
halusinasi.
91
Dalam
pelaksanaan
TAK
stimulasi
halusinasi dengan menghardik, tujuan: klien dapat
persepsi halusinasi ada beberapa hal yang harus
menjelaskan cara yang selama ini dilakukan
disiapkan antara lain memilih pasien sesuai
untuk
kriteria inklusi yaitu pasien dengan perubahan
memahami cara menghardik halusinasi, klien
persepsi sensori: halusinasi, membuat kontrak
dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
dengan pasien, mempersiapkan alat dan tempat
(Keliat,B.A dan Akemat, 2012:80-97).
mengatasi
halusinasi,
klien
dapat
pertemuan. Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu mengenal suara-suara yang di dengar
(halusinasi)
tentang
isinya,
terjadi
kegiatan
halusinasi.
yaitu
dengan
Menjelaskan latihan
Hasil penelitian yang telah dilakukan
waktu
terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan pasien saat
Simpulan
tujuan
satu
cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi. Menjelaskan aturan main, yaitu jika
di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya pada tanggal 13-18 Desember 2013, dapat
beberapa
kesimpulan
sebagai
berikut: 1.
ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok
Kemampuan
dalam
mengontrol
halusinasi sebelum dilakukan
Terapi
Aktifitas
harus ijin pada terapis, lama kegiatan 45 menit,
pasien
Kelompok
stimulasi
persepsi
halusinasi sebagian besar pasien tidak
setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai
mampu mengenal halusinasi dan tidak
selesai. Kegiatan
TAK
stimulasi
mampu menghardik halusinasi.
persepsi
halusinasi baik sekali untuk mendorong pasien
2.
semuanya
mengasingkan diri lagi, karena bila pasien
bisa
melatih
kemamdirian
pasien,
(contohnya dengan melatih ketrampilan hidup
dalam
mengontrol
mampu
mengenal
dan
menghardik halusinasi.
menarik diri dapat menyebabkan hal yang tidak
(Maramis, W.E & Albert, A.M, 2009:278). TAK
pasien
Kelompok stimulasi persepsi halusinasi
dan dokter. Maksudnya supaya pasien tidak
baik, contohnya bisa menyebabkan halusinasi
Kemampuan
halusinasi setelah dilakukan Terapi Aktifitas
bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat
juga
ditarik
3.
Ada perbedaan kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi sebelum dilakukan dan sesudah dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi.
sehari-hari). Memberikan perawatan yang positif dan tanpa stigma diperlukan bagi pasien yang
DAFTAR PUSTAKA
akan kembali berhubungan dengan tim perawat
Ariyoso.
agar mematuhi perawatan (Katona, C. Claudia, C & Marry, R, 2012:21). Tujuan dari Terapi Aktifitas Kelompok stimulasi mengenal
persepsi
halusinasi
halusinasi,
tujuan:
yaitu klien
sesi
1
dapat
mengenal halusinasi, klien mengenal waktu terjadinya halusinasi, klien mengenal situasi
(2009). Statistik 4 Life Beta, htpp://statistik 4 life.blogspot.com/2009/12/ uji mann whitney u.html, diunduh tanggal 30 Oktober 2013 jam 21.15 WIB.
Azizah,L.M. (2011). Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik, Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu Dahlan, M.S. (2012). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan, Cetakan Kedua.Jakarta: Salemba Medika
terjadinya halusinasi, klien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi. Sesi 2 mengontrol
92
Dahlan, M.S. (2013). Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Cetakan I. Yogyakarta: Nuha Medika
diunduh tanggal 30 Oktober 2013 jam 05.15 WIB. Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Cetakan I. Jakarta: EGC
Fitria, N. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan, Cetakan Keempat. Jakarta: Salemba Medika Hastono, S.P. (2007). Basic Data Analysis for Health Research Training. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Keliat, B.A, Ria, U.P & Novy H.C.D. (2006). Proses Keperawatan Jiwa, Edisi 2. Jakarta: EGC Keliat, B.A & Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC Keliat, B.A dan Akemat. (2012). Keperawatan Jiwa Terapi Aktifitas Kelompok. Jakarta: EGC Katona, C. Claudia, C & Marry, R. (2012). At a Glance Psikiatri, Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga Mahajudin, M.S et al. (2004). Diagnosis Dan Terapi, Edisi III.
Pedoman
Maramis, W.F & Albert, A.M (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press Nursalam, (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2. Yogyakarta: Graha Ilmu Stuart, G.W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Administrasi,Cetakan ke 14.Bandung: ALFABETA Suliswati, et al. (2012). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC Surabaya: SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Syarif,
Y.S. (2009). Halusinasi Auditori Pendengaran Salah Satu Gejala Skizofrenia, htpp://13306002.blogspot.com/2009/05/ halusinasi auditori pendengaran. html,
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210