ISSN : 2443-1214
e-JKPP
Jurnal Kebijakan & Pelayanan Publik
Vol. 2 No. 1 Juli 2016 Pembina Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA Penanggung Jawab
Dr. Yadi Lustiadi, M.Si Ketua Penyunting Dr. Malik, M.Si
Penyunting Ahli Prof. Dr. Yulianto, M.Si (FISIP-UNILA) Dr. Supriyanto, M.Si (FISIP-UBL)
Dr. Akhmad Suharyo, M.Si (FISIP-UBL) Dr. Nur Efendi, M.Si (FISIP-UNILA) Dr. Jamal, M.Si (FISIP-UHO) Penyunting Pelaksana
Dra. Azima Dimyati, MM Vida Yunia Cancer, S.AN Tata Usaha Winda, SE
Atin Inayatin, S.AP Penerbit
Universitas Bandar Lampung
Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi Alamat Redaksi
Program Pascasarjana Magister Ilmu Administrasi
Kampus B Jln. Z.A. Pagar Alam No. 89 Labuhan Ratu – Bandar Lampung 35142 Telp: (0721) 789825, Fax: (0721) 770261, E-mail:
[email protected]
ISSN :2443-1214
e-JKPP Jurnal Kebijakan & Pelayanan Publik Vol. 2 No. 1 Juli 2016
DAFTAR ISI
Kepemimpinan Dalam Pembangunan Sektor Publik Berbasis Pengetahuan Ida Farida Pengaruh Implementasi Dana Pemberdayaan Masyarakat Terhadap Efektivitas Penanggulangan Kemiskinan di Kecamatan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Malik Analis Pengaruh Perencanaan Sumber Daya Manusia Terhadap Kualitas Fisik Bangunan Pada Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandar Lampung Marbaki Pemberdayaan Warga Negara Dalam Pelayanan Publik Manajemen Pendidikan Dasar di Kota Kendari Rahman
Aplikasi Konsep Reinventing Government, Good Governance Dan New Public Service Dalam Pelayanan Publik di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung Yadi Lustiadi
1-12 1-12
13-24 13-24 13-24 25-39 71-87
40-54 1
55-71
APLIKASI KONSEP REINVENTING GOVERNMENT, GOOD GOVERNANCE DAN NEW PUBLIC SERVICE DALAM PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG OLEH: YADI LUSTIADI, DOSEN FISIP - UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG ABSTRACT Globalization no longer be at the weir, advances in information technology have supported change in the mindset of a nation to always follow the changes and demands of developing physical and social environment. The success and failure of a nation in the conduct of administrative reform, has more or less influence on other nations that do not want to miss implement the concept. Faced with the changes in society that is more intelligent and increasingly more demanding, the necessary role of government in providing services is tremendously effective, efficient and professional. Currently the government as public servants should strive for minimizing the gap between the demands of public service with the government's ability to comply, because of limited facilities and existing infrastructure can not be used as justification for the low quality of service to the community. Independence and reliable ability of the government is a basic requirement in order to keep the maintenance of public confidence in the government to meet all the needs of the service. To realize that goal, there should be the arrangement of government bureaucracy in order to build an effective government performance, efficient, and professional. At least, the stigma of the poor convoluted bureaucracy at both central government and regional levels can be reduced. From the results of the application of principle study that reinventing government applied but not yet fully fit is the principle of Competitive Government, this principle is in line with the principles of aid effectiveness and efficiency, Eccountability and Professionalism in GoodGovernance. Then the principle of reinventing government applied but erred in its application is the principle Enterpriting Government, is consistent with the principles of Professionalism, Effectiveness and efficiency as well as Eccountability in GoodGovernance. As well as the Application of reinventing government that can not be implemented is the principle of Market Oriented Government. This principle is actually aligned denganParticipation, Effectiveness and efficiency in Good Governance.. Keywords : Reinventing Government, Good Governance, Good Governance. A. Pendahuluan Di Indonesia, perubahan mendasar dalam struktur birokrasi berlangsung sangat cepat. Semenjak reformasi, pemerintah pusat telah merekonstruksi struktur birokrasi pemerintah daerah dua kali. Masing-masing melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004. Penataan birokrasi pemerintah daerah, secara normatif merupakan bagian dari rekayasa sosial (social re-engineering)
guna mengatasi krisis multidimensi yang melanda. Dalam skala kecil atau mikro, hal ini dilakukan untuk kepentingan memulihkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi. Dalam skala makro untuk menciptakan lingkungan kerja dan budaya organisasi yang sehat dan kondusif, sehingga tingkat kepuasaan masyarakat (customer satisfaction) meningkat dan iklim investasi menyehat. 55
Era Old Public Administration telah berlalu, meskipun beberapa perinsip mendasar masih banyak digunakan. Berapa prinsip administrasi dari Henry Fayol , yang diperkuat lagi oleh beberapa prinsip ideal Birokrasi dari Max Weber, sulit untuk ditinggalkan, hal tersebut karena perinsip-perinsip tersebut seperti suatu kenyataan yang harus ada dalam setiap organisasi formal dan besar, layaknya pemerontah suatu Negara. Kabupaten Tanggamus adalah kabupaten hasil pemekaran tahun 1997. Kabupaten ini merupakan Daerah Otonomi Baru yang memiliki iklim paling kondusif di Provinsi Lampung untuk dapat menerima dan menerapkan inovasi dan konsep-konsep baru bidang pemerintahan. Sejalan dengan uraian di atas, di kabupaten ini sejak tahun 1998 telah gencar-gencarnya menerapkan konsep Reinventing Government. Beberapa pejabat yang dipandang strategis telah dikirim ke Badan Diklatda Provinsi Lampung untuk mengikuti CBT Reinventing Government, dan hasilnya sedapat mungkin telah di terapkan di tempat kerjanya. Beberapa konsep Reinventing Government terpaksa harus di modifiksi dengan prinsip Good Governance, agar dapat mengeliminasi sekecil mungkin kelemahan-kelemahan Reinventing Government. Perkembangan terakhir ada terobosan konsp baru dalam bidang administrasi publik, yaitu New Publik Service. Adanya kenyataan ini Pemda Tanggamus, tidak menutup mata, bahkan menyambut baik pembaharuan tersebut yang beberpa hal banyak mengkritik prinsip Reinventing Government. Akan tetapi kembali dihadapkan dengan kondisi riil, sejauh mana prinsi-prinsip New Publik Service ini bisa di aplikasikan secara efektif.
56
B. Permasalahan Berdasarkan pengamatan penulis dan dialog dengan beberapa pejabat Pemda Tanggamus maka permasalahan pokok di Kabupaten Tanggamus berkenaan dengan aplikasi Reinventing Government dan Good Governance, adalah sebagai berikut: - Terdapat penyimpangan pemaknaan beberapa prinsip Reinventing Government dan Good Governance yang telah dioperasionalkan dan diterapkan di beberapa unit kerja Pemda Tanggamus. - Terdapat beberapa prinsip Reinventing Government yang belum dapat diterapkan karena kesulitan tidak sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada serta sulit untuk mengoperasionalkan dalam bentuk kegiatan/ program kerja. Berdasaarkan identifikasi masalah tersebut maka maka permasalahan dalam paper ini dapat dirimuskan sebagai berikut: 1. Sejauhmana Prinsip Reinventing Government dan Good Governance dapat diterapkan di Pemerintah Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung ? 2. Sejauhmana paradigma New Public Service telah diadopsi dan bagaimana kemungkinan penerapannnya ? C. Kajian Pustaka Konsep Reinventing Government Reinventing Government merupakan gagasan Osborne dan Ted Gaebler berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya di beberapa Negara Bagian Amerika Serikat yang kemudian dituangkan dalam sebuah buku berjudul: Reinventing Government : How the entrepreneurial spirit is trasforming to the public sector dan di terbitkan tahun 1992. Prinsip tersebut kemudian di-adopt dan diterapkan oleh berbagai negara maju dan negara berkembang termasuk Indonesia. Proses perubahan yang terjadi pada
negara-negara maju seperti: Australia, Selandia baru, Amerika serikat, Kanada, Inggris dsb, telah berhasil melakukan reformasi birokrasi. Indonesia melalui Lembaga Administrasi Negara (LAN) pada tahun 1993 membahas gagasan tersebut dan pada tahun 1997 melalui Depdagri Reinventing Government mulai diperkenalkan ke seluruh Pemerintah daerah se Indonesia. Menurut Osborne dan Ted Gaebler (1992) bahwa bentuk peranan pemerintahan di masa mendatang adalah: Pemerintahan yang mendorong kompetisi antar pemberi jasa; Memberi wewenang kepada warga; Mengukur kinerja perwakilannya dengan memusatkan pada hasil, bukan masukan; digerakkan oleh tujuan/missi, bukan oleh peraturan; Menempatkan klien sebagai pelanggan dan menawarkan kepada mereka banyak pilihan; Lebih baik mencegah masalah ketimbang hanya memberi servis sesudah masalah muncul; Mencurahkan energinya untuk memperoleh uang, tidak hanyamembelanjakan; Mendesentralisasikan wewenang dengan menjalankan manajemen partisipasi; Lebih menyukai mekanisme pasar ketimbang mekanisme birokratis; Memfokuskan pada mengkatalisasi semua sector – pemerintah, swasta, dan lembaga sukarela – kedalam tindakan untuk memecahkan masalah. Selengkapnya prinsip- perinsip tersebut adalah sebagai berikut: 1) Steering Rather Than Rowing (Mengarahkan Ketimbang Mengayuh) Pemerintah lebih berfokus pada fungsi pengarahan, bukan pada produksi pelayanan publik. Di sini berupaya memisahkan fungsi ”mengarahkan” (kebijaksanaan dan regulasi) dengan fungsi ”mengayuh” (pemberian layanan dan compliance). Peranan pemerintah
lebih sebagai fasilitator dari pada langsung melakukan semua kegiatan operasional. Metode-metode yang digunakan antara lain : privatisasi, lisensi, konsesi, kerjasama operasional, kontrak, voucher, insentif pajak, dll. Pemerintah harus menyediakan (providing) beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Pemerintah memfokuskan pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan kepada swasta atau pihak ketiga. Produksi pelayanan publik oleh Pemerintah harus dijadikan sebagai perkecualian, bukan suatu keharusan. Pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan pihak non publik. 2) Community Own Government (Memberdayakan Ketimbang Melayani) Pemerintah sebaiknya memberi wewenang kepada masyarakat, sehingga menjadi masyarakat yang mampu menolong dirinya sendiri (community selfhelp). Dengan demikian dapat mengurangi ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Pemerintah mendorong mekanisme control atas pelayanan, lepas dari birokrasi dan diserahkan kepada masyarakat. Melalui prinsip ini hakekatnya masyarakat dapat membangkitkan komitmen mereka yang lebih kuat, perhatian lebih baik dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah. 3) Competitive Government: (Menyuntikkan persaingan dalam pemberian pelayanan) Prinsip ini menegaskan bahwa pemerintah dalam pemberian jasa/layanan harus mampu bersaing dengan swasta atau badan usaha lain berdasarkan kinerja dan harga. Persaingan adalah kekuatan yang fundamental yang tidak memberikan 57
pilihan lain yang harus dilakukan oleh organisasi public. Kompetisi merupakan satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah tidak bersifat monopoli tetapi harus bersaing dengan demikian masyarakat dapat memilih pelayanan yang disukainya. Oleh sebab itu pelayanan sebaiknya mempunyai alternatif. 4) Mission Driven Government : (Mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi) Dalam kaitannya dengan prinsip ini, perlu ditinjau kembali visi tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah, demikian pula misi pemerintah harus jelas dan peraturan perundangan tidak boleh bertentangan dengan misi tersebut. Apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh Pemerintah diatur dalam mandatnya. Tujuan Pemerintah bukan mandatnya, tetapi misinya. Contoh: Cara penyusunan APBD. APBD memang harus disusun berdasarkan suatu prosedur yang benar dan baku, tetapi pemenuhan prosedur bukanlah tujuan. Tujuan APBD adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. 5) Result Oriented Government: (Biayai hasil bukan masukan) Di sini pemerintah harus mengubah bentuk penghargaan dan insentif yang diorientasikan pada hasil yang akan dicapai (outcome) bukan pada biaya operasional yang biasa dikeluarkan (input). Demikian pula pemerintah dituntut untuk mengembangkan standar kerja, yang mengukur seberapa banyak mampu memecahkan masalah. Semakin baik 58
kinerja, semakin banyak dana yang dialokasikan untuk mengganti dana yang dikeluarkan unit kerja. 6)
Customer Driven Government: (Pemenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi) Langkah utama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi pelanggan yang sesungguhnya. Pelayanan masyarakat harus berdasarkan pada kebutuhan riil, dalam arti apa yang diminta masyarakat. Instansi pemerintah harus responsif terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mendengarkan kepentingan pelanggan mereka. Pemerintah perlu pula penetapan standar pelayanan dan mengkomunikasikannya kepada pelanggan. Di sisi lain Pemerintah juga perlu meredesain organisasi mereka untuk memberikan nilai maksimum kepada para pelanggannya dan menciptakan dual accountability, kepada lembaga legeslatif dan kepada masyarakat pelanggan. 7)Enterpriting Government: (Menghasilkan ketimbang membelanjakan) Pemerintah wirausaha memfokuskan energinya bukan hanya membelanjakan uang (melakukan pengeluaran uang) melainkan berupaya bagaimana memperoleh penghasilan. Penghasilan dapat diperoleh dari biaya yang dibayarkan pengguna dan biaya dampaknya (impact fees); pendapatan atas investasinya dan dapat menggunakan insentif seperti dana usaha (swadana). Demikian pula keterlibatan pihak swasta perlu ditingkatkan sehingga dapat meringankan beban pemerintah. 8) Anticipatory Government : (Mencegah ketimbang mengobati) Pemerintah yang antisipatif adalah pemerintah yang bersikap proaktif. Pemerintah yang bersikap proaktif berarti
pemerintah yang menggunakan perencanaan strategis: menentukan isu strategis, menentukan visi daerah hingga 20 tahun ke depan sehingga, hambatan, tangtangan dan peluang dapat diantisipasi dan dipersiapkan penangannnya sedini mungkin. 9)
Decentralized Government: (Dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja) Ketika teknologi telah demikian berkembang, yang diiringi dengan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, pendidikan aparatur yang semakin baik maka sudah saatnya pemerintah untuk menurunkan wewenang melalui organisasi, dengan cara mendorong mereka (yang berurusan langsung dengan pelanggan) untuk lebih banyak membuat keputusan (Pengambilan keputusan bergeser kepada masyarakat, asosiasi, pelanggan, LSM.). sasaran utamanya adalah untuk memudahkan partisipasi masyarakat, serta terciptanya suasana kerja Tim. Pejabat yang langsung berhubungan dengan masyarakat (from-line workers) harus diberi kewenangan yang sesuai. Karena dengan kewenangan yang diberikan akan memungkikan terjadinya koordinasi “cross functional” antar semua instansi yang terkait. 10) Market Oriented Government : (Mendongkrak perubahan melalui pasar) Prinsip ini menegaskan bahwa perubahan dapat dilakukan melalui mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif ( sistem prosedur dan pemaksaan). Hasil penelitian menunjukkan lebih baik merekstrukturisasi pasar guna memecahkan masalah daripada menggunakan mekanisme administrasi seperti pemberian layanan atau regulasi,
komando dan control. Tidak semua pelayanan public harus dilakukan sendiri oleh pemerintaht tetapi partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan. Konsep Good Governance Governance dalam bahasa Inggris berarti “the act, fact, manner of governing”, yang berarti adalah suatu proses kegiatan. Kooiman dalam Sedarmayanti (2004:2) mengemukakan bahwa governance ialah”…serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut”. Istilah governance bukan hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan saja, melainkan juga mengacu kepada arti pengurusan, pengarahan, pengelolaan, dan pembinaan penyelenggaraan. Dari uraian di atas, dapat diperoleh petunjuk bahwa keterlibatan masyarakat dalam sistem pemerintahan merupakan semangat yang terdapat dalam konsep good governance. Konsep governance mulai berkembang pada awal 1990-an ditandai dengan adanya cara pandang (point of view) yang baru terhadap peran pemerintah (government) dalam menjalankan sistem pemerintahan. Pandangan ini muncul karena peran pemerintah dinilai terlalu besar dan terlalu berkuasa, sehingga masyarakat tidak memiliki keleluasaan dan ruang untuk berkembang (Basuki dan Shofwan, 2006:8). Pemerintah telah merasa menjadi institusi yang paling mengetahui dan mengerti apa yang diinginkan oleh masyarakat, sehingga banyak kebijakan yang dibuat tanpa diwacanakan terlebih dahulu kepada masyarakat atau tanpa merasa perlu mendengar aspirasi dari masyarakat. Hal ini membuat kebijakan bersifat top down dan masyarakat hanya 59
bisa tinggal menerima saja, tindakan yang seperti ini justru menjadikan dukungan kepada pemerintah dari masyarakat menurun. ”Governance is the exercise of economic, political, and administrative authority to manage a country’s affair at all levels and means by which states promote social cohesion, integration, and ensure the well being of their population (UNDP dalam Sedarmayanti, 2004:3) Berdasarkan definisi tersebut dapat disimak bahwa Governance pada hakekatnya adalah pelaksanaan kewenangan di bidang ekonomi, politik, dan administrasi untuk mengelola berbagai urusan Negara pada setiap tingkatan. Governance juga merupakan instrument kebijakan Negara untuk mendorong terciptanya kepaduan sosial, integrasi, dan menjamin kesejahteraan masyarakat. Kata “good” dalam konteks tersebut berarti “baik” dalam istilah kepemerintahan memiliki dua arti, yaitu: 1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional yang mandiri, berkelanjutan, dan berkeadilan sosial. 2. Aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan nasional tersebut. Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada 2 hal, yaitu pencapaian tujuan nasional negara dan pembentukan pemerintahan yang berfungsi secara efektif serta efisien dalam rangka mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti legitimacy, accountability securing of human rights, autonomy and devolution of power and assurance. Orientasi kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintah 60
memiliki kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administrasi berfungsi secara efektif dan efisien. LAN juga menyimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif, serta solid dan bertanggung jawab, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat. Jadi, berdasarkan kesimpulan dari LAN di atas, maka entitas-entitas dalam good governance dapat dikelompokkan manjadi 3 macam, yaitu: 1. Negara : Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh daripada itu, melibatkan juga sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani. 2. Sektor Swasta : Pelaku sektor swasta mencakup perusahan swasta yang aktif dalam interaksi system pasar seperti industri pengolahan, perdagangan, perbankan, dan koperasi, termasuk juga sektor informal seperti PKL. 3. Masyarakat Madani : kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial dan politik, dan ekonomi. Istilah civil society (masyarakat sipil) disini dimaknai sebagai masyarakat madani. Penggunaan istilah masyarakat sipil dipandang kurang tepat karena dapat diasumsikan sebagai lawan dari militer. Padahal petinggi militer seringkali menyampaikan dalam forum-forum tertentu bahwa militer adalah dari rakyat dan untuk rakyat. Artinya, di Indonesia tidak mengenal adanya dikotomi secara tegas antara sipil dan militer. Sipil dan militer saling bahu membahu dalam menjaga kedaulatan NKRI dan menangkal segala intervensi asing yang berusaha
merusak kesatuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Penggunaan istilah masyarakat madani menggambarkan adanya suatu komunitas yang memiliki sistem sosial yang berasaskan pada prinsip-prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perseorangan dengan kestabilan masyarakat. Komunitas ini menjadi tempat berseminya perilaku, aksi-aksi kemasyarakatan dan politik yang egaliter, terbuka, dan demokratis. Perbedaan keyakinan dan ideologi di dalam partai politik, di antara individu, dan kelompok masyarakat diterima sebagai realitas kehidupan yang dihormati semua pihak. Toleransi inilah yang menjadi asas masyarakat madani dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang demokratis untuk menjalankan pembangunan di segala bidang demi kepentingan bersama. United Nation Development Programme (UNDP) (dalam Widodo, 2001: 25) menyaratkan 10 prinsip untuk terselenggaranya good governance, yaitu: 1. Participation (Partisipasi masyarakat) Melibatkan seluruh elemen masyarakat bukan hanya dalam pelaksanaan tetapi juga dalam perencanaan program pelayanan masyarakat 2. Rule of Law (penegakan hukum) Setiap kegiatan pemerintahan harus memiliki aturan aturan yang berdasarkan hukum, yang memberikan kepastian hukum dengan keadilan dan pada setiap kebijakan yang dilaksanakan 3. Transparency (transparansi) Jelas dan pasti dalam prosedur dan tata cara pelayanan, persyaatan pelayanan teknis dan administrative, unit kerja dan pejabat yang bertangungjawab, rincian biaya maqupun jadwal waktu penyelesaian . Kebijakan dan implementasi program
pemerintah pusat/ drh hrs dilaksanakan scr terbuka dan diketahui umum 4. Responsiveness (daya tanggap) Kemauan untuk membantu dan melayani masyarakat konsumen secara segera sesuai dengan permintaan/ harapan 5. Consensus orientation (Orientasi pada Kesepakatan) Berorientasi pada kesepakatan bersama antara fihak pemberi layanan dengan pelanggan/ stakeholder 6. Equality (kesetaraan) Memperhatikan aspek kesetaraan dalam setiap program dan kegiatan pelayanan publik 7. Strategic Vision (Visi Strategis) Memiliki visi jauh kedepan yang mewarnai setiap langkah baik kebijakan maupun implementasinya 8. Effectiveness and efficiency (efisiensi dan efektifitas) Senantiasa bekerja untuk mencapai sasaran secara berdaya guna dan berhasil guna. 9. Eccountability (akuntabilitas) Dapat dipertanggungjawabkan terhadap masyarakat sebagai pemeberi amanah sesuai dengan kehendak/ harapan masyarakat dan ketentuan per UU yang berlaku 10. Profesionalism (Profesionalisme) Senantiasa bekerja sesuai keahlian, penuh tanggung jawab dan mematuhi kode etik jabatan. Selanjutnya Dahl (dalam Basuki dan Shofwan, 2006:15) menyatakan bahwa demokrasi yang merupakan sebuah inkubator yang tepat bagi good governance apabila diterapkan akan memiliki efek-efek positif sebagai berikut: Menghindari terjadinya Kediktatoran; penghormatan terhadap hak asasi manusia; adanya jaminan kebebasan; adanya perlindungan; adanya jaminan kebebasan; adanya perlindungan; pemberian 61
kesempatan yang luas; adanya tanggung jawab moral; membantu perkembangan manusia; adanya persamaan politik; mencari perdamaian; dan mewujudkan kemakmuran masyarakat. Good governance merupakan suatu upaya mengubah watak pemerintah untuk tidak bekerja sendiri tanpa memperhatikan kepentingan atau aspirasi masyarakat. Di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan good governance, masyarakat tidak lagi dipandang sebagai obyek, tetapi dipandang sebagai subyek yang turut mewarnai program-program dan kebijakan pemerintahan. Sistem pemerintahan yang menjadikan masyarakat sebagai subyek hanya terdapat dalam sistem pemerintahan yang demokratis. Dengan demikian prinsip-prinsip yang terkandung dalam good governance hanya akan tumbuh pada pemerintahan yang menerapakan sistem demokrasi. Dan pada dasarnya, tujuan good governance yang sebenarnya adalah mendorong terwujudnya demokrasi melalui reformasi terutama dalam bidang pemerintahan. Konsep New Public Service Public service adalah gerakan yang mengusung prinsip dan ekspresi pembaruan komitmen seperti kepentingan public, proses governance, dan perluasan demokrasi kerakyatan. Dalam prosesnya, pelayan public sangat berkaitan dengan aspek kerakyatan. Perspektif new public management memperoleh kritik keras dari banyak pakar seperti Wamsley & Wolf (1996), Box (1998), King & Stivers (1998), Bovaird & Loffler (2003), dan Denhardt & Denhardt (2003). Denhardt & Denhardt (2003) sebagaoi tokoh New Public Service mengemukakan kritik terhadap perspektif new public management bahwa perspektif ini, seperti halnya perspektif old public administration, tidak hanya membawa 62
teknik administrasi baru namun juga seperangkat nilai tertentu. Masalahnya terletak pada nilai-nilai yang dikedepankan tersebut seperti efisiensi, rasionalitas, produktivitas dan bisnis karena dapat bertentangan dengan nilainilai kepentingan publik dan demokrasi. Menurutnya jika pemerintahan dijalankan seperti halnya bisnis dan pemerintah berperan mengarahkan tujuan pelayanan publik maka pertanyaannya adalah siapakah sebenarnya pemilik dari kepentingan publik dan pelayanan publik ? Pemilik kepentingan publik yang sebenarnya adalah masyarakat maka administrator publik seharusnya memusatkan perhatiannya pada tanggung jawab melayani dan memberdayakan warga negara melalui pengelolaan organisasi publik dan implementasi kebijakan publik. Warga negara seharusnya ditempatkan di depan, dan penekanan tidak seharusnya membedakan antara mengarahkan dan mengayuh tetapi lebih pada bagaiamana membangun institusi publik yang didasarkan pada integritas dan responsivitas. Pada intinya, menurut Denhardt (2003) perspektif baru ini merupakan “a set of idea about the role of public administration in the governance system that place public service, democratic governance,and civic engagement at the center.” Perspektif new public service mengawali pandangannya dari pengakuan atas warga negara dan posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak hanya dipandang sebagai semata persoalan kepentingan pribadi (self interest) namun juga melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (owners of government) dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang
sebagai agregasi kepentingan pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama. Perspektif new public service menghendaki peran administrator publik untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk melayani masyarakat. Dalam menjalankan tugas tersebut, administrator publik menyadari adanya beberapa lapisan kompleks tanggung jawab, etika, dan akuntabilitas dalam suatu sistem demokrasi. Secara ringkas Denhardt & Denhardt (2003) memaparkan prinsipprinsip new public service sebagai berikut: 1. Serve Citizens, not customers. Kepentingan publik lebih merupakan hasil dialog tentang nilai-nilai bersama bukan agregasi kepentingan pribadi perorangan maka abdi Masyarakat tidak semata-mata merespon tuntutan pelanggan tetapi justeru memusatkan perhatian untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan dan diantara warga negara. 2. Seek the public interest. Administartor publik harus memberikan sumbangsih untuk membangun kepentingan publik bersama. Tujuannya tidak untuk menemukan solusi cepat yang diarahkan oleh pilihan-pilihan perorangan tetapi menciptakan kepentingan bersama dan tanggung jawab bersama. 3. Value citizenship over entrepreneurship. Kepentingan publik lebih baik dijalankan oleh abdi masyarakat dan warga negara yang memiliki nilai-nilai kewarganegaraan dan komitmen untuk memberikan sumbangsih bagi masyarakat daripada dijalankan oleh para manajer wirausaha yang bertindak seolah-olah uang masyarakat adalah milik mereka sendiri.
4. Think strategically, act democratically. Kebijakan dan program (sebagai hasil pemikiran yang strategis) diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan public. Dilaksanakan secara efektif dan bertanggungjawab melalui upaya kolektif dan proses kolaboratif. 5. Recognize that Accountability is not simple. Disadari bahwa akuntabilitas tidaklah sederhana. Dalam perspektif ini abdi masyarakat seharusnya lebih peduli daripada mekanisme pasar. Selain itu, abdi masyarakat juga harus mematuhi peraturan perundang-undangan, nilainilai kemasyarakatan, norma politik, standar profesional, dan kepentingan warga negara. 6. Serve rather than steer. Penting sekali bagi abdi masyarakat untuk menggunakan kepemimpinan yang berbasis pada nilai bersama dalam membantu warga negara mengemukakan kepentingan bersama dan melayaninya daripada mengontrol atau mengarahkan masyarakat ke arah nilai baru. 7. Value people, not just productivity. Organisasi publik beserta jaringannya memungkinkan mencapai keberhasilan dalam jangka panjang jika dijalankan melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama yang didasarkan pada nilai-nilai masyarakat dan penghargaan kepada semua orang, selain produktivitas. D. Pembahasan Analisis Aplikasi Reinventing Government dan Good Governance Konsep Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) pertama kali disampaikan oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku mereka yang berjudul Reinventing Government: How The Enterpreneurial Spirit is Transforming to The Public sektor. Buku tersebut ditulis 63
sebagai saran untuk membantu pencarian solusi di pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1993 yang menanggung beban berat sebagai akibat ditanganinya seluruh kegiatan atau kebutuhan negara oleh pemerintah federal. Meskipun disambut dengan sikap skeptis, lambat namun pasti, apa yang disampaikan Osborne dan Gaebler dalam buku tersebut ternyata membawa angin segar bagi pemerintah federal dalam menyikapi permasalahan yang sedang dihadapi pada saat itu. Apa yang terjadi pada pemerintahan Amerika Serikat pada saat itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kondisi Indonesia khususnya di Kabupaten Tanggamus saat ini yang sedang mengawali era Good Local Governance dimana sebagian wewenang pemerintah pusat didelegasikan pada pemerintahan di daerah. Di daerah Pejabat Daerah harus kreatif, mandiri dan inovatif dalam melaksanakan tugas-tugas kepemerintahannya karena inti dari otonomi daerah ialah keleluasaan dan kebebasan lebih luas untuk menggali dan mengolah aset-aset alamiahnya. Mereka akan lebih banyak bekerjasama langsung dan lebih luas dengan swasta. Permasalahan yang sering muncul dalam memahami reinventing government di kabupaten tanggamus adalah adanya anggapan bahwa dengan adanya konsep mewirausahakan birokrasi tersebut berarti kantor dinas/ instansi di Pemerintahan Daerah (pemda) dituntut untuk “berbisnis” agar dapat memberi nilai tambah untuk PAD. Padahal, maksud yang sebenarnya adalah memberdayakan institusional. Bukan menciptakan “pengusaha” dalam lingkungan birokrasi pemerintahan. Menurut Osborne dan Gaebler, mewirausahakan birokrasi berarti mentransformasikan semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Di era otonomi daerah, dimana pemerintah di daerah dituntut untuk bisa mandiri, usaha tersebut dapat diterapkan agar produktivitas dan 64
efisiensi kerja Pemda bisa dioptimalkan. Oleh karena itu, pemahaman atas cara-cara mewirausahakan birokrasi Pemerintahan Daerah harus dikuasai oleh aparat birokrasi, terlebih-lebih oleh Bupati/ Walikota termasuk pimpinan pada tiaptiap instansi/ dinas. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut ini penulis kaji upaya penerapan Reinventing Government dan Good governance di kabupaten Tanggamus Lampung. 1. Sebagai upaya mengaplikasi prinsip Steering Rather Than Rowing, Pemda Kabupaten Tanggamus telah melakukan perannya sebagai Fasilitator, yakni melakukan upaya penyehatan organisasi-organisasi pemberi layanan publik, seperti Rumah sakit, Sekolah-sekolah, Pasar, kantorkantor kelurahan dan Kecamatan, Dinas kependudukan, BPN, Kantor Pelayanan Pajak, Dinas pendapatan Daerah, Kantor Samsat, dan Dinas Tata Kota. Penyehatan organisasi tersebut dilakukan terutama untuk meningkatkan Aksesibilitas, tampilan fisik fasilitas dan peralatan, kompetensi, daya tanggap, dan kesantunan. Demikian pula sebagai katalisator Pemda telah melakukan pemberian insentif berupa Bantuan Desa Terpencil, pengecualian pajak untuk sektor-sektor yang dipandang penting tetapi kurang diminati. Selain itu Pemda juga melakukan fungsi steering berupa penetapan kriteria, Standar pelayanan minimum dan indikator kinerja bagi Dinas/ kantor, Badan, Badan Usaha maupun koperasi; mengeluarkan dan mengawal perizinan-perizinan. Prinsip ini sebenarnya selaras dengan prinsip strategic vision dan participation dalam Good Governance. Prinsip strategic vision mengandung makna bahwa pemerintah memiliki visi strategis dan berupaya mencapainya
melalui misi-misinya, melalui fungsifungsi pengarahan dan regulasi. Sedangkan pelaksanaan secara operasional melibatkan seluas mungkin partisipasi masyarakat, swasta maupun koperaasi. Lebih jauh sebenarnya Pemda bisa saja melakukan kerja sama dengan swasta dalam pemungutan pajak, akan tetapi penentuan Wajib Pajak dan besarnya tarif pajak tetap dilakukan oleh Pemda.. 2. Prinsip Community Own Government, dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan berarti memberikan wewenang kepada masyarakat bukan hanya dalam pelaksanaan pembangunan, akan tetapi dalam perencanaan, dan pengawasan pembangunan. Masyarakat dilibatkan dalam menyusun perencanaan pembangunan melalui jalur botom up planning, mulai dari Desa/ kelurahan, kecamatan, sampai pada kabupaten. Kegiatan yang telah lama berjalan yang berkaitan dengan aplikasi perinsip ini adalah Siskamling, pembangunan sarana peribadatan, dan pengembangan objek wisata swadaya. Aplikasi prinsip ini sebenarnya sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam good governance yaitu partisipasi yang didikung dengan transparansi. Pemberdayaan hakekatnya adalah menggalakan partisipasi masyarakat seluas mungkin. Akan tetapi partisipasi tersebut harus didukung oleh sikap kejelasan dari pemerintah itu sendiri, baik dalam perencanaan/ program: yang menyangkut biaya, prosedur, kriteria; maupun dalam implementasinya, waktu sasaran, hasil dan manfaat yang dapat dipetik kemudian. 3. Aplikasi prinsip Competitive Government, dilakukan melalui upaya menyuntikkan iklim persaingan yang
sehat. Beberapa Perusahaan Milik Daerah betul-betul harus dapat bersaing dengan swasta. Pemda sebagai penyelenggara perusahaan Daerah, mesti melaksanakan fungsi Catalixy bukan hanya mengandalkan fungsi powernya, sehingga akan mampu bersaing dengan swasta. Monopoli terhadap suatu usaha produksi/ pelayanan tidak ditemui di Kabupaten Tanggamus. Akan tetapi apabila dikaji lebih seksama, sebenarnya proyekproyek pembangunan fisik maupun non fisik, haknya masih secara otomatis diberikan kepada Dinas-dinas/ Kantor/ Badan, tanpa harus bersaing dengan swasta. Baru setelah itu Dinasdinas/Kantor/Badan, mengkontrakan kepada swasta, dengan tentu saja Dinas/ Kantor/ Badan tersebut meminta bagian hasilnya. Hal inilah sebenarnya yang belum mencerminkan pelaksanaan prinsip competitive goverment, seperti yang di kehendaki oleh Osborne dan Ted Gaebler. Menurutnya unit-unit orgaisasi pemerinah semestinya samasama berjuang, bersaing, dengan peluang yang sama dengan swasta untuk dapat memenangkan tender dari suatu proyek pemerintah. Aplikasi prinsip ini, sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam good governance yaitu Effectiveness and efficiency, Eccountability dan Profesionalism. Sasaran dihembuskannya iklim kompetisi sebenarnya adalah agar penyelenggara pelayanan dapat bertindak efektif dan efisien. Untuk dapat bertindak efektif dan efisien maka sikap profesionalisme menjadi prasarat yang harus dipenuhi. Salah satu karakteristik profesional adalah penyelenggara senantiasa melakukan pertanggung jawaban bukan hanya kepada atasan tetapi juga pertanggungjawaban kepada 65
masyarakat sebagai wali amanah (Akuntabilitas). 4. Aplikasi prinsip Mission Driven Government dilakukan mulai dari penyusunan Renstra Daerah sampai dengan upaya-upaya menyederhanakan aturan aturan dan menggantikannnya dengan orientasi misi. Dalam penyusunan Renstra (Perencanaan Strategis) Daerah ditetapkan issu strategis, Visi dan Misi Daerah, Tujuan, Sasaran, Strategi: Kebijakan, program dan kegiatan serta indikator-indikator pencapaiannya. Visi dan Misi daerah selanjutnya diteruskan dengan visi dan misi setiap unit organisasi pemerintah dibawah kabupaten yang tentu saja tidak boleh bertentangan dengan visi dan misi daerah. Kegiatan-kegiatan seperti, penyusunan Anggaran yang Berbasis Kinerja, penyederhanaan prosedur, upaya pelayanan yang terpadu (one stop service dan one room service) merupakan manifestasi dari aplikasi prinsip Mission Driven Government. Aplikasi prinsip ini, juga sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam good governance, seperti responsiveness, Effectiveness and efficiency, dan Strategic viosion. Organisasi yang digerakan oleh misi senantasa berorientasi pana cara kerja yang efektif dan efisien, berupaya memuaskan pelanggan dengan cara cepat tanggap terhadap keluhan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat pelanggan, dan tentu saja organisasi tersebut memiliki visi dan misi jauh kedepan. 5. Aplikasi prinsip Result Oriented Government, di Kabupaten Tanggamus, dilakukan melalui upaya pengalihan orientasi subsidi. Subsidi Pemda tidak lagi diorientasikan pada masukan dan kompleksitan organisasi, tetapi lebih diarahkan pada target hasil yang akan dicapainya. Subsidi lebih 66
diarahkan pada sekolah-sekolah dengan peningkatan prosentase lulusan terbaik, bukan pada jumlah siswanya. Demikian pula subsidi diberikan pada Balai-balai Pengobatan dengan target prosentase penyehatan masyarakat yang meningkat, bukan hanya pada jumlah pasiennya. Subsidi juga diberikan pada desa-desa dengan target progress peningkatan status desa. Sejalan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam good governance, seperti Effectiveness, Strategic Vision dan profesionalism. Dengan pendekatan yang berorientasi pada hasil, maka hakekatnya organisasi tersebut telah berupaya bekerja secara efektif. Efektivitas organisasi hanya dapat dicapai dengan sikap dan perilaku yang profesional dengan satu pandangan untuk mencapai Visi organisasi yang menjadi impiannya. 6. Penerapan prinsip Customer Driven Government di Kabupaten Tanggamus, dilakukan melalui upaya pengalihan orientasi birokrasi , dari orientasi ingin dilayani menjadi pelayan terhadap pelanggan. Karena itu pada tahap awal setiap unit organisasi Pemda di Kabupaten tanggamus wajib mendefinisikan dan menemukan siapa pelanggannya, untuk selanjutnya dilakukan survey pelanggan untuk menangkap fakta apa yang menjadi keluhan, kebutuhan dan harapan pelanggan. Dalam kenyataannya terdapat beberapa instansi yang dengan mudah mendefinisikan siapa pelanggannya dan apa harapan mereka, akan tetapi tidak sedikit instansi yang sulit mendefinisikan siapa yang menjadi pelanggan mereka, karena publik yang harus dilayani tidak lansung berhubungan dengan masyarakat. Salah satu wujud alih orientasi Pemda Tanggamus adalah peningkatan proporsi untuk belanja publik dalam
APBD yang lebih besar dari pada peningkatan untuk belanja rutin pegawai. Ini menunjukan suatu komtmen yang baik dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. Jika dikaitkan dengan prinsipprinsip yang ada dalam good governance, maka hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip seperti Consensus orientation dan accountability. Pemerintah yang berorientasi pada pelanggan, berarti pemerintah yang juga berorientasi pada kepuasan pelanggan, pada kesepakatan yang terjadi antara masyarakat pelanggan dengan pemberi layanan. Dengan orientasi pada pelanggan maka pada akhirnya wujud pertanggungjawaban (akuntabilitas) pun akan diarahkan kepada masyarakat pelanggan bukan hanya kepada atasan. 7. Aplikasin prinsip Enterpriting Government dilakukan Pemda Tanggamus melalui penekanan terhadap unit-unit organisasi Pemda untuk sedapat mungkin meningkatkan kontribusinya terhadap PAD. Akibatnya tidak sedikik unit organisasi pemda yang salah sasaran. Peningkatan tarif dan ekstensifikasi Retribusi yang dilakukan tidak serta merta diikuti dengan peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan. Hal ini tentu saja menyimpang dari filosofi dan hakekat Retribusi itu sendiri. Selain itu kebijakan prifatisasi yang dilakukan dengan menjual asetaset daerah dan beberapa BUMD sebenarnya bukan perwujudan dari pemerintah wirausaha. Inilah yang sebenarnya perlu diluruskan karena tidak sejalan dengan dengan filosofi good governance terutama prinsip Profesionalism, Effectiveness and efficiency serta Eccountability. Peningkatan tarif retribusi tanpa diimbangi dengan peningkatan
kapasitas dan kulaitas pelayanan, adalah suatu sikap yang tidak profesional dan tidak efisien dipandang dari sisi pelanggan. Demikian pula tindakan-tindakan tersebut sulit untuk dapat diterima pertanggungjawabannya di hadapan publik. 8. Penerapan prinsip Anticipatory Government dilakukan Pemda Tanggamus melalui upaya identifikasi faktor-faktor pendukung penghambat dan tangtangan di masa depan melalui penyusunan issu-issu strategis dalam Rencana Strategis yang dibuat Pemda. Dengan perumusan issu-iisu strategis tersebut maka hal-hal yang kemungkinan akan mengganggu penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di masa depan dapat diantisipasi sedini mungkin dan dapat di pikirkan lebih awal alternatif penanganannya. Dalam tataran pelaksanaan, bidang kesehatan misalnya telah dilakukan upaya immunisasi gratis melalui posposyandu. Pengelolaan dan pengawasan perizinan : IMB, SIUP, SITU, dilakukan dengan ketat merupakan langkah antisipasi agar pemerintah tidak kecolongan lebih jauh oleh tangan-tangan jahil yang mementingkan keuntungan sendiri. Jika dikaitkan dengan prinsipprinsip yang ada dalam good governance, maka hal ini sejalan dengan prinsip Strategic Vision. Dimana upaya menyusunan Rencana strategis merupakan langkah awal untuk mewujudkan Visi Strategis Daerah. 9. Penerapan prinsip Decentralized Government adalah langkah awal yang rasakan oleh Pemda Tanggamus, karena Kabupaten Tanggamus merupakan Daerah Otonomi Baru hasil pemekaran tahun 1997 dari Kabupaten Lampung Selatan. Sebagai daerah 67
otonomi baru tentu saja merupakan pemerintah yang terdesentralisir, memiliki kewenangan dan tanggung jawab baru, memiliki wilayah baru dan Kepemimpinan daerah yang Baru. Dengan kondisi yang serba baru diharapkan memiliki komitmen dan semangat baru, sehingga kewenang yang otonom tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dalam pengembangan sumber daya insani dan sumber daya alam yang bermuara pada peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Jika dikaitkan dengan prinsipprinsip yang ada dalam good governance, maka hal ini sejalan dengan prinsip Participation dan Rule of Law. Azas desentralisasi pada dasaernya adalah upaya pendelegasian wewenang dari organisasi tingkat atas kepada unit organisasi di bawahnya. Iklim ini potensil dapat memacu partisipasi masyarakat untuk turut berkiprah dalam kepemerintahan yang deket dengan yang diperintah. Setidaknya masyarakat akan merasa lebih dekat dengan pemerintahnya, pemerintah yang lebih paham dengan masalah rakyatnya. Hal ini tentu saja harus didukung oleh penegakan hukum yang kuat, sebab kalau tidak maka kewenangan baru yang dimiliki akan mudah disimpangkan oleh oknum yang oportunis. 10. Penerapan prinsip Market Oriented Government dilakukan Pemda Tanggamus mestinya melalui upaya campur tangan pemerintah terhadap permintaan dan penawaran suatu barang/ jasa yang dibutuhkan masyarakat. Perubahan nilai/ harga pada suatu barang/ jasa secara praktis dapat menimbulkan efek terhadap sesuatu/ keadaan sesuai dengan yang di harapkan. Seperti halnya yang dicontohkan Osborne dan Ted Gaebler, bahwa dengan campur tangan 68
pemerintah yang mewajibkan setiap pembelian minuman kaleng dan botol, si pembeli wajib menambah tarif 5 sen dolar untuk menghargai sampah kaleng dan botol. Akibatnya sampah kaleng dan botol menjadi berkurang di tamantaman kota New York. Artinya disini pemerintah telah mendongkrak permintaah terhadap sampah kaleng dan botolyang tadinya tidak berharga. Dan pada akhirnya berdampak positif pada keberesihan kota. Akan tetapi Pemda Tanggamus, hampir tidak melakukan suatu perubahan melalui penerapan prinsip ini. Apabila hal ini dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang ada dalam good governance, maka hal ini sejalan dengan prinsip Participation, Effectiveness and efficiency, artinya dengan energi relatif sedikit, yang dibantu dengan melibatkan masyarakat, maka pemerintah telah mampu melakukan perubahan yang berdampak cukup besar dan positif. Akan tetapi sayang prinsip ini belum diaplikasikan secara optimum oleh Pemda Tanggamus. Analisis Aplikasi New Public Service Kehadiran New Public Service yang banyak mengkritik pemikiran reinventing government, telah membuat para ahli, kembali membuka mata untuk menyimak lebih dalam sisi kelebihan dan kekurangannya. Disisi lain para praktisi pelayanan publik yang baru saja mencoba menerapkan prinsip Reinventing Government, merasa kerepotan karena belum sempet diamati dampaknya, sekarang ada pemikiran baru yang disebut New Public Service. Demikian halnya dengan para birokrat dan pihak pemberi layanan publik di Kabupaten Tanggamus, kehadiran paradigma baru ini sempat membuat langkah pelayanan tersentak, akan tetapi sebagai aparat yang berfikir positif, kehadiran New Public Service,
tetap diterima untuk dipelajari dengan seksama. Pada dasarnya perinsip- prinsip New Public Service seperti : (1) Serve Citizens, not customers, (2) Seek the public interest, (3) Value citizenship over entrepreneurship, (4)Think strategically, act democratically, (5)Recognize that Accountability is not simple., (6) Serve rather than steer dan (7) Value people, not just productivity. Merupakan prinsip anti thesys yang dapat diterima secara logis terutama tentang: 1. Definisi publik yang tidak hanya sebatas customer, akan tetapi semestinya lebih makro yakni Civil Society (masyarakat madani). Karena jika publik hanya diartikan pelanggan maka masyarakat yang belum menjadi pelanggan seakan tidak akan di layani secara memadai. 2. Kepentingan publik ternyata bukan hanya agregat dari kepentingan para individu, akan tetapi lebih merupakan kepentingan yang dihasilkan melalui dialog tentang nilai-nilai bersama. Dan Administrator publik harus membantu menemukan kepentingan nilai-nilai bersama tersebut. 3. Penyelenggara pelayanan publik tidak selalu efektif diserahkan pada pihak yang memiliki jiwa enterpreunership, justru akan lebih baik jika diserahkan pada abdi masyarakat yang memiliki jiwa merakyat tetapi memiliki komitmen yang baik. 4. Perubahan yang diserahkan melalui mekanisme pasar, tidak selalu baik dampaknya karena itu sebaiknya diserahkan kepada Abdi Masyarakat yang mematuhi peraturan perundangundangan, nilai-nilai kemasyarakatan, norma politik, dan standar profesional. Hal ini karena pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
5. Steering (mengarahkan) hanya diperuntukan bagi masyarakat yang memiliki pemahaman tentang aturan pelayanan, sehingga pada akhirnya akan terbentuk nilai nilai baru yang lebih berwarna ekonomis dan rasional, padahal semestinya administrator publik membantu mengemukakan kepentingan bersama dan melayaninya. 6. Outcome pelayanan pada hakekatnya adalah pencapaian nilai-nilai bersama bukan hanya produktifitas yang lebih bersifat materialis. Berdasarkan pemahman tersebut para praktisi Pemda tanggamus sedikit banyak mulai menyesuaikan aplikasi Reinventing Government, Good Governance prinsip New Public Service. E. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan : 1. Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik Pemda Kabupaten Tanggamus telah berupaya menerapkan konsep Reinventing Governance dan good governance meskipun beberapa prinsip belum dapat diterapkan, karena kesulitan mengoperasionalkan konsep untuk dapat diaplikasikan. 2. Prinsip-prinsip reinventing government yang telah diaplikasikan dan sejalan dengan good governance di Pemda Kabupaten Tanggamus adalah prinsipprinsip: Steering Rather Than Rowin yang selaras dengan prinsip strategic vision dan participation dalam GoodGovernance Community Own Government yang selaras dengan prinsip partisipasi yang didikung dengan transparansi dalam GoodGovernance Prinsip Mission Driven Government yang selaras dengan prinsip responsiveness, 69
Effectiveness and efficiency, dan Strategic viosion dalam GoodGovernance Result Oriented Government yang selaras dengan Effectiveness, Strategic Vision dan profesionalism dalam GoodGovernance Customer Driven Government yang selaras dengan Consensus orientation dan accountability dalam GoodGovernance Anticipatory Government yang selaras dengan Strategic Vision dalam GoodGovernance Decentralized Governmentyang selaras dengan prinsip Participation dan Rule of Law dalam GoodGovernance Prinsip reinventing government yang diterapkan tetapi belum sepenuhnya sesuai adalah prinsip Competitive Government, prinsip ini sejalan dengan prinsip Effectiveness and efficiency, Eccountability dan Profesionalism dalam Good Governance Prinsip reinventing government yang diterapkan tetapi keliru dalam penerapannya adalah prinsip Enterpriting Government, prinsip ini selaras dengan Profesionalism, Effectiveness and efficiency serta Eccountability dalam Good Governance Prinsip reinventing government yang belum dapat diterapkan adalah prinsip Market Oriented Government. Prinsip ini sebenarnya selaras denganParticipation, Effectiveness and efficiency dalam GoodGovernance 3. Paradigma New Public Service tetap dapat diterima oleh aparatur Pemda Kabupaten tanggamus, meskipun untuk penerapannnya, mesti dilakukan pengkajian lebih mendalam, dan sambil jalan beberapa penyesuaian telah 70
dilakukan untuk dapat selaras dengan paradigma New Public Service. DAFTAR PUSTAKA Basuki dan Shofwan. 2006. Penguatan Pemerintahan Desa Berbasis Good Governance. Malang: SPOD-FE UNIBRAW. Denhardt, J.V. & Denhardt, R.B. 2003. The New Public Service: Serving, Not Steering. (New York: M.E. Sharpe Chaizi Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik: Teori Dan Praktik. Jakarta : Grasindo. Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. Reformasi Birokrasi di Indonesia, Yogyakarta : Gajahmada University press. Fredickson, George, 1997. The Spirit of Public Administration, San Fransisco : Jossey Bass, Gifford and Pinchot, Elizabeth, 1993.The End of Bureaucracy and The Rise of The Intelligent Organization,: San Fransisco : Barret-Koehler Publishers. Osborne, D. & Gaebler. 1992. Reinventing Government : How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. New York : A William Patrick Book. Saefullah, Djadja. 2010. Pemikiran Konteporer Administrasi Publik. LP3AN. Bandung. Sudarmayanti, 2004. Manajmen Sumberdaya Manusia : Reformasi Birokrasi dan Manajemen PNS. Bandung : Refika Aditama.
Sudarmayanti. 2004. Good Governance, Kepemerintahan yang Baik, Bagian Dua. Bandung: Mandar Maju. Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintahan, Jakarta : Graha Ilmu. Widodo, Joko. 2001. Good Governance: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi
pada Era Desentralisasi dan Otonoi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya. Wijaya, Andy. 2006. Good Governance dan Mewirausahakan Birokrasi: Kesinergian untuk Kesejahteraan Rakyat naskah ceramah dalam Seminar Nasional Mewirausahakan Birokrasi untuk Menyejahterakan Rakyat, 7 Januari 2006, Gedung Widyaloka Unibraw).
71
72