Jurnal Ilmiah Didaktika Media Ilmiah Pendidikan dan Pengajaran ISSN 1411 – 612x Vol. XIII No. 1, Agustus 2012
MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN
Mawardi Dosen pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Mawardi, (2012), MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN, Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 13 (1), 41-51.
© Penulis 2012. Dipublikasikan oleh Instructional Development Center Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Hak Cipta Dilindungi
Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA Agustus 2012 VOL. XIII NO. 1, 41-51
MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN Mawardi Dosen tetap pada Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry
Abstract The main problem faced by students in learning process is learning achievement. It is influenced by physiological, psychological, and environmental factor. Thus, educators play a major role in overcoming students’ learning problems through appropriate learning management. Learning is educator’s effort to teach students with a various learning strategies and sources, such as teachers, peers, environment, media, and others. Educators play an important role in facilitating the students to be actively learn to think, to speak, and to act in accordance with their teaching materials which being provided to achieve the expected competencies. The attendance of students in learning process is not only as passive participants in accepting the offered materials by the educators, but the student own broad freedom to develop their learning creativity to reach a maximum academic achievement in accordance with the capacity of each student’s competency. Abstrak Masalah utama yang dihadapi oleh peserta didik dalam pembelajaran adalah masalah prestasi belajar. Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan. Maka dalam hal ini, pendidik memegang peran utama dalam mengatasi permaslahan siswa dalam belajar dengan pengelolaan pembelajaran yang tepat dan benar. Pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membelajarkan peserta didik, dengan berbagai strategi pembelajaran yang tepat dan sumber belajar yang bervariasi, berupa pendidik, teman sejawat, lingkungan, media, dan lain-lain. Pendidik berperan dalam memfasilitasi belajar peserta didik secara aktif untuk berpikir , berbicara, dan berbuat sesuai dengan materi ajar yang mereka ikuti, dalam rangka pencapaian kompetensi yang diharapkan. Kehadiran peserta didik ke dalam pembelajaran bukan hanya sebagai peserta pasif yang siap menerima apapun yang diberikan pendidiknya. Tetapi peserta didik memiliki kebebasan yang seluas-luasnya dalam mengembangkan kreatifitas belajarnya, untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal, sesuai dengan kapasitas kompetensi masing-masing peserta didik. Kata Kunci: pembelajaran, prestasi belajar, kreatifitas belajar. PENDAHULUAN Mengajar adalah suatu aktivitas yang melekat pada proses pembelajaran, khususnya dalam lingkup pendidikan formal. Mengajar, adalah kata kunci yang
MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN
sangat mempengaruhi keberhasilan
sebuah proses pendidikan.
Awalnya,
pengajaran dikembangkan secara pasif, yakni guru menerangkan, murid mendengarkan; guru mendiktekan, murid mencatat; guru bertanya, murid menjawab; dan seterusnya. Model ini oleh Paulo Freire disebut sebagai model deposito, dimana guru berperan sebagai deposan yang mendepositokan pengetahuan serta berbagai pengalamannya pada siswa, siswa hanya menerima, mencatat, dan menyimpan semua yang disampaikan guru. Model ini oleh Muska Mosston, disebut juga dengan istilah gaya komando, yang mengembangkan prinsip distribusi sebuah keputusan harus dilakukan secara herarkis, dari atas ke bawah, dari guru pada siswa.1 Fenomena di atas, adalah suatu kenyataan yang masih terjadi pada situasi pembelajaran, khususnya pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan formal, baik pada jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), maupun pada jenjang pendidikan tinggi (perguruan tinggi). Pada hakikatnya, prinsip ini telah membunuh kreativitas peserta didik dalam pembelajaran. Secara sadar atau tidak sadar, pendidik telah berprinsip bahwa dialah yang “maha tahu”, sebagai sumber belajar satu-satunya, sedangkan peserta didik adalah sosok yang tidak tahu apa-apa (“bodoh”), yang setiap hari harus mengkonsumsi apapun yang diberikan pendidiknya. Metode ceramah dan tanya jawab dua arah, adalah metode “sakral” dalam pembelajaran. Padahal ini adalah pemahaman yang keliru tentang pembelajaran. Pembelajaran secara sederhana adalah bagaimana membelajarkan peserta didik, yaitu upaya guru untuk mengorganisir dan mengkondisikan suatu situasi tertentu sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar. Pendidik bukan satusatunya sumber belajar, tetapi salah satu sumber belajar. Sumber belajar bagi peserta didik, di samping pendidik, juga bisa berupa teman sejawat, buku, lingkungan, media massa, dan lain-lain. Peserta didik didorong dan diberikan 1
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2004. Dalam bukunya tersebut, Dede Rosyada mengemukakan bahwa reformasi pendidikan diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Untuk itu, diperlukan kebebasan yang terkodinir dan bertanggung jawab semua komponen sekolah untuk mengembangkan kreativitas masing-masing sesuai tugas, wewenang dan tanggung jawab semua elemen yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah. Di antara wujud nyatanya adalah dengan pelaksanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center), untuk mengembangkan kreatifitas siswa dalam berpikir, berkata, dan berbuat. Inilah yang menjadi salah satu sub pokok bahasan buku tersebut, dengan tema mengajar yang membelajarkan.
42 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Mawardi
kebebasan seluas-luasnya untuk berpikir, berbicara dan berbuat sesuai dengan materi pelajaran yang diikutinya. Pendidik adalah fasilitator pembelajaran, yang memfasilitasi belajar peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan, dengan berbagai strategi pembelajaran yang tepat.
PEMBAHASAN Belajar dan Permasalahannya Belajar adalah aktivitas untuk menerima, menanggapi dan menganalisa bahan-bahan yang dipelajari. Seseorang dikatakan belajar apabila ia mengalami proses yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Menurut Slameto, belajar adalah proses yang dilalui untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru, sebagai hasil pengalaman dalam interaksi dengan lingkungan.2 Kegiatan belajar merupakan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan sangat tergantung kepada bagaimana proses belajar berlangsung. Setelah proses belajar berlangsung, maka diadakan evaluasi untuk melihat hasil dari proses belajar. Hasil yang dicapai setelah melakukan proses belajar disebut dengan prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan wujud dari kemampuan intelektual, sikap, dan keterampilan yang dicapai melalui proses latihan atau pendidikan tertentu. Oemar Hamalik mengatakan bahwa, prestasi belajar adalah keterampilan atau perilaku seseorang berdasarkan pengalaman dan latihan.3 Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar peserta didik tersebut merupakan wujud nyata dari kemampuan intelektual, sikap, dan keterampilan peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh S. Nasution, bahwa prestasi belajar dicapai peserta didik setelah mengikuti program pembelajaran.4 Sedangkan Hadari Nawawi menyebutkan bahwa prestasi
belajar
adalah tingkat keberhasilan dalam
mempelajari materi pelajaran dan dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh 2
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hal.
2. 3
Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan Belajar, Bandung: Tarsito, 1983, hal. 21.
4
S. Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, 1986, hal. 82.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 43
MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN
dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu".5 Menurut Hasan AIwi, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjuk dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh pendidik".6 Selanjutnya menurut Winkel "Prestasi belajar adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai".7 Berdasarkan beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan peserta didik dalam mempelajari suatu materi pelajaran yang hasilnya dinyatakan dalam bentuk angka-angka serta menjadi tolak ukur keberhasilan yang dicapai seseorang dalam pelaksanaan belajar mengajar. Dengan demikian dapat diartikan bahwa prestasi belajar adalah suatu bentuk keberhasilan yang dicapai dan diperoleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Pendidik dan Strategi Instruksional Strategi instruksional ialah pola-pola umum kegiatan pendidik dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.8 Pola-pola umum tersebut mencakup aspek-aspek dalam perancangan pembelajaran dan proses pelaksanaannya, sejak dari penetapan tujuan sampai dengan pelaksanaan evaluasi melalui pengorganisasian metode, media dan sumber bahan ajar, sehingga kegiatan pembelajaran yang berlangsung antara pendidik dengan peserta didik dapat berlangsung secara efektif. Jadi dapat disimpulkan bahwa strategi instruksional ialah pendekatan instruksional dengan penetapan dan pelaksanaan serangkaian tindakan yang diperlukan secara tepat dan benar dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penerapan strategi instruksional dituntut kemampuan pendidik untuk menggunakan berbagai metode yang bervariasi sesuai dengan tujuan instruksional, waktu dan fasilitas, pengetahuan awal peserta didik, jumlah peserta
5
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang, Sosial, Yogyakana: UGM, 2001, hal. 100.
6
Hasan AIwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Dinas Pdan K, 2003, hal. 894.
7
W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pengajaran, Jakarta: Bina Aksara, 1999, hal.
162. 8
Syaifut Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal. 34.
44 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Mawardi
didik, jenis mata kuliah/pokok bahasan dan pengalaman serta kepribadian pendidik.9 Di era information superhighway (kemajuan teknologi komunikasi yang sangal cepat) sekarang ini, peserta didik yang kreatif cenderung memiliki pengetahuan awal dan kemampuan komunikasi yang sudah cukup baik. Hal ini disebabkan karena mereka cenderung akan lebih aktif dalam mendapatkan berbagai sumber ilmu pengetahuan yang tidak hanya terbatas dari pendidiknya saja, melainkan juga sudah lebih banyak memperoleh informasi dari luar ruang kuliah, baik melalui buku-buku bacaan, media massa, pelatihan, seminar maupun kegiatan keorganisasian. Dan yang terkini sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin pesat adalah melalui penggunaan jaringan komputer (internet) dalam memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan. Sehingga tidak jarang terjadi, bahwa peserta didik ternyata sudah lebih dahulu memiliki pengetahuan awal yang telah cukup baik tentang materi/bahan ajar yang akan diajarkan seorang pendidik di dalam ruang kuliah. Akibatnya, bila pendidik kalah kreatif dari peserta didik dalam mencari dan memiliki koleksi sumber-sumber bahan ajar atau bersikap pasif dalam tugas fungsionalnya sebagai pendidik yang mengajar hanya sekedar unluk memenuhi kewajiban sebagai tenaga fungsional edukatif tanpa ada usaha yang sungguhsungguh untuk meningkatkan mutu pembelajaran atau barangkali juga para pendidik yang bersikap tertutup, sehingga sulit menerima perubahan dan perkembangan,
baik
mengenai
ilmu
pengetahuan
maupun
proses
penyampaiannya dalam kegiatan pembelajaran maka tidak jarang akan mengalami berbagai keadaan yang tidak diinginkan. Pendidik sering dibuat tidak berdaya oleh pertanyaan/tanggapan
peserta
didik
tentang
bahan
kuliah
yang
sedang
disampaikannya. Bahkan tidak jarang terjadi "pertengkaran" antara pendidik dengan peserta didik. Atau peserta didik tampak jenuh dengan proses perkuliahan, akibatnya partisipasi aktif peserta didik dalam perkuliahan sangat rendah. Untuk menghadapi kenyataan ini, dibutuhkan kearifan pendidik untuk mau dan mampu menerapkan strategi instruksional secara optimal, sehingga perkuliahan juga diharapkan dapat berlangsung dan berakhir secara optimal. Jadi,
9
Dir.Dikti.Dik.Bud., Mengajar di Perpendidikan Tinggi, Jakarta: PAU-PPAI, 1997.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 45
MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN
dalam penerapan strategi instruksional, sangat dibutuhkan kemampuan pengajar dalam memilih, menetapkan dan melaksanaan perkuliahan dengan metodemetode yang sesuai dalam suatu proses pembelajaran. 1.
Memahami Konsep Expository dan Inquisitory dalam Penerapan Strategi Instruksional Dalam pemilihan dan penetapan strategi instruksional khususnya metode
instruksional, perlu diperhatikan pendekatan proses instruksional yang akan dijalani, karena dengan pendekatan yang jelas akan sangat membantu dalam pemilihan dan penetapan metode yang sesuai. Strategi instruksional pada intinya didasarkan pada dua proses instruksional: proses expository, yaitu: proses yang berorientasi kepada pendidik dan inquisitory, yaitu: proses yang berorientasi kepada peserta didik.10 Dalam proses expository, dituntut kemampuan pendidik yang optimal dalam menyampaikan materi/bahan ajar sesuai mata kuliah yang diasuhnya kepada peserta didik secara langsung dengan didukung oleh kemampuan merancang pembelajaran, menyiapkan bahan ajar serta menetapkan metode dan media yang digunakan untuk menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik secara jelas dan menyeluruh. Atau dengan kata lain, kemampuan pendidik dalam menjelaskan bahan ajar kepada peserta didik. Sedangkan melalui proses inquisitory, dituntut kemampuan pendidik untuk menumbuhkan partisipasi aktif peserta didik dalam mengikuti perkuliahan, mengikuti tanya jawab, melaksanakan penugasan, dan melengkapi bahan perkuliahan dengan bacaan buku-buku rujukan dan bahan bacaan lainnya yang relevan serta dari sumber informasi lainnya (seperti media massa dan jaringan komputer/internet). Dalam aplikasi strategi instruksional pada proses pembelajaran di dalam ruang kuliah, proses expository berlangsung melalui pendekatan metode ceramah, sedangkan proses inquisitory dapat dilaksnakan dengan metode-metode yang sifatnya mengkondisikan keterlibatan peserta didik dalam proses perkuliahan seperti melalui metode-metode tanya jawab, diskusi kelompok, demonstrasi dan simulasi. Dalam proses pembelajaran, perpaduan proses expository dan inquisitory
10
M. David Merril, Instructional Design Theory, New Jersey: Educational Technology Publications, Inc., Englewood Cliffs, 1994.
46 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Mawardi
secara sinergi sangat signifikan untuk menunjang keberhasilan suatu proses pembelajaran. 2. Penerapan Strategi Instruksional Dalam proses pembelajaran, kemampuan untuk memahami suatu materi di antaranya dipengaruhi oleh model dan metode pembelajaran yang digunakan. Penggunaan model dan metode pembelajaran yang sesuai untuk materi yang sedang diajarkan akan lebih memudahkan peserta didik dalam memahami bahan atau materi yang disampaikan oleh pendidik. Model pembelajaran menurut Fenno Farcis adalah:
Suatu kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Model berperan sebagai pedoman bagi para pendidik dan peserta didik dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.11 Sudjana mengartikan model pembelajaran sebagai upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar.12 Dimyati dan Mudjiono menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan untuk mendesain pola mengajar secara tatap muka di dalam kelas dan menentukan perangkat pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk mencapai berbagai tujuan pembelajaran.13 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau acuan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di dalam kelas, agar peserta didik dapat meningkatkan semangat belajar sehingga tercapai tujuan pembelajaran. Penetapan
model
pembelajaran
sangat
diperlukan
dalam
rangka
pelaksanaan pembelajaran yang efektif. Melalui penetapan model pembelajaran, pendidik dapat lebih mempersiapkan langkah pembelajaran (materi dan perangkat pendukungnya) yang akan dilaksanakannya. Karena, persiapan materi ajar dan pelaksanaan pembelajaran merupakan kemampuan utama yang harus dimiliki 11
Fenno Farcis, Pengembangan Terbatas Perangkat Pembelajaran Fisika SMU yang Berorientasi Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Inkuiri, Surabaya: IKIP Surabaya. 1999, hal. 11. 12
S. Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung: Al-Falah Production, 2000, hal. 8. 13
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, hal. 120.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 47
MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN
oleh seorang pendidik, agar mampu mengelola kegiatan pembelajaran secara kreatif dan inovatif. Untuk itu perlu dikembangkan suatu model pembelajaran yang inovatif, yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mempelajari dan memahami materi ajar serta menjelaskan kembali materi ajar tersebut sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Juga meningkatkan motivasi serta menumbuhkan kreativitas peserta didik. Salah satu alternatifnya adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin: Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan penekanan pada aspek sosial dalam pembelajaran dan menggunakan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai lima peserta didik yang sederajat secara heterogen untuk menghasilkan pemikiran dan tantangan miskonsepsi peserta didik sebagai kuncinya. Dengan kata lain bahwa belajar kooperatif ini juga dinamakan untuk pengajaran teman sebaya.14 Pendekatan belajar secara kooperatif ini akan mendorong peserta didik untuk berpikir
dan bekerja sama menemukan cara-cara dalam memecahkan
masalah agar konsep-konsep ilmu pengetahuan dapat dipahami dan diterapkan dengan lebih baik. Selain itu pembelajaran kooperatif juga memberi dampak positif terhadap prestasi belajar peserta didik, serta meningkatkan motivasi untuk belajar lebih giat lagi. Model pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai "interaksi belajar mengajar agar peserta didik bisa bekerja bersama-sama atau bergotong-royong membahas dan memecahkan suatu masalah".15 Menurut Nurhadi model pembelajaran kooperatif adalah "Pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok
kecil
peserta
didik
untuk
bekerja
sama
dalam
memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar".16 Model pembelajaran kooperatif menurut Kauchak dan Eggen yaitu "Suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan agar peserta didik dapat membantu satu dengan yang lain dalam mempelajari sesuatu".17 Berdasarkan beberapa pendapat ini, maka dapat dipahami bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran 14
Robert E. Slavin, Education Psychology Theory Into Practice, Boston: Allyn and Bacon Publishers, 1995, hal. 76. 15
Sriyono, dkk., Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hal. 121.
16
Nurhadi, Kurikulum 2004, Jakarta: Grasindo, 2004, hal. 112.
17
Tanwey Gerson Ratumanan, Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: Unesa University Press, 2004, hal. 129.
48 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Mawardi
dengan pendekatan belajar secara berkelompok yang heterogen untuk mempelajari suatu masalah. Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran yang aktif, maka para peserta perlu didorong terlibat aktif dalam tanya jawab. Melalui tanya jawab, terjadi komunikasi dua arah, yaitu: antara pendidik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik lainnya, yang saling bertanya dan menjawab. Tanya jawab adalah suatu teknik untuk memberi motivasi pada peserta didik agar bangkit pemikirannya untuk bertanya atau memberi tanggapan selama mendengarkan pelajaran atau pendidik yang mengajukan pertanyaan, peserta didik yang menjawab.18 Pertanyaan yang diajukan pendidik atau peserta didik merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan materi yang disampaikan atau masalah lainnya tetapi masih tetap berkaitan dengan materi yang sedang disampaikan. Pertanyaan-penanyaan tersebut sifatnya sebagai motivator dalam menumbuhkan
pemikiran-permkiran
atau
tanggapan-tanggapan
untuk
memperdalam materi-materi yang telah/sedang dipelajari, didengar dan dilihat. Melalui tanya jawab juga pendidik dapat meneliti kemampuan peserta didik setelah menerima materi perkuliahan atau pengalaman belajar lainnya seperti melalui buku bacaan, internet, media massa, dan lain-lain. Dengan tanya jawab, partisipasi peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran akan lebih besar, karena dapat menggiring peserta didik untuk senantiasa berusaha mendengar pertanyaan pendidik dengan baik dan mencoba menjawabnya dengan tepat dan benar atau mengajukan pertanyaan terhadap materi-materi yang belum jelas, sehingga peserta didik mengikuti perkuliahan dengan aktif berpikir serta bertanya dan menjawab pertanyaan, bukan hanya pasif mendengarkan. Adapun teknik tanya jawab dapat dilaksanakan antara lain : 1) Para peserta didik didorong dan diberi kesempatan yang sama untuk bertanya
mengenai
hal-hal
yang
berkenaan
dengan
materi
yang
disampaikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. 2) Setiap pertanyaan yang diajukan peserta didik ditanggapi dengan jawaban yang komunikatif, jelas dan terarah. 18
Roestiyah NK, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 49
MENGAJAR YANG MEMBELAJARKAN
3) Setiap jawaban atau pendapat peserta didik harus dihargai, bila benar langsung dibenarkan. Tetapi bila keliru, diluruskan, tetapi jangan disudutkan atau dilecehkan, seperti dengan kata-kata "bodoh kamu", "menjawab itu saja salah", dan lain-lain. Tapi gunakanlah kata-kata motivator, seperti: "Ya benar, ada yang dapat lebih menyempurnakan?", "Siapa lagi yang akan menambahkan?", dan lain-lain. 4) Pada prinsipnya, tanya jawab dapat dilakukan kapan saja selama berlangsungnya proses perkuliahan, baik melalui diskusi kelompok maupun saat materi kuliah sedang diceramahkan, atau mungkin pada waktu-waktu lainnya di luar jadwal kuliah sesuai kesepakatan dan kesempatan pendidik dan peserta didik. Tetapi agar penyampaian materi tidak terganggu, pendidik bisa mengatur saat-saat yang tepat/kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan tanya jawab.
SIMPULAN Sejalan dengan prinsip pembelajaran, maka mengajar bukan hanya sekedar mencurahkan pengetahuan yang dimiliki pendidik kepada peserta didik. Tetapi lebih dari itu, mengajar adalah bagaimana usaha pendidik agar peserta didik senantiasa termotivasi untuk belajar. Pendidik adalah salah satu sumber belajar bagi peserta didik, bukan satu-satunya sumber belajar. Dibutuhkan kemampuan pendidik untuk mengorganisir dan mengkondisikan suatu situasi, sehingga terjadi proses belajar pada peserta didik dengan pemanfaatan berbagai sumber belajar yang relevan. Oleh karena itu, ketepatan dalam pemilihan dan pemanfaatan berbagai strategi yang relevan sangat menentukan keberhasilan pembelajaran, dalam rangka pencapaian kompetensi yang telah ditentukan.
50 | Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012
Mawardi
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Dinas Pdan K, 2003. Bahri, Syaiful Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Dir.Dikti.Dik.Bud., Mengajar di Pendidikan Tinggi, Jakarta: PAU-PPAI, 1997. David, M. Merril, Instructional Design Theory, New Jersey: Educational Technology Publications, Inc., Englewood Cliffs, 1994. Farcis, Fenno, Pengembangan Terbatas Perangkat Pembelajaran Fisika SMU yang Berorientasi Model Pembelajaran Kooperalif dengan Metode Inkuiri, Surabaya: IKIP Surabaya, 1999. Gerson, Tanwey Ratumanan, Belajar dan Pembelajaran, Surabaya: Unesa University Press, 2004. Hamalik, Oemar, Metode Belajar dan Kesulitan Belajar, Bandung: Tarsito, 1983. Nasution, S., Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bina Aksara, 1986. Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang, Sosial, Yogyakana: UGM, 2001. Nurhadi, Kurikulum 2004, Jakarta, Grasindo, 2004. NK, Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2004. Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Sudjana, S., Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung: Al-Falah Production, 2000. Sriyono, dkk., Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA, Jakarta: Rineka Cipta. 1992. Winkel, W.S., Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pengajaran, Jakarta: Bina Aksara, 1999.
Jurnal Ilmiah Didaktika Vol. XIII, No. 1, Agustus 2012 | 51