1
JURNAL ILMIAH
AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
Oleh : DESFANI AMALIA D1A 009183
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2013
2
Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah
AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
Oleh : DESFANI AMALIA D1A 009183 Menyetujui,
Mataram, Februari 2013 Pembimbing Pertama,
Sri Sutrisni, SH.,MH NIP. 19490412 197903 2 001
1
AKIBAT HUKUM AKTA BUKU NIKAH YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT-SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DESFANI AMALIA D1A 009183 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum dari perkawinan yang dibatalkan serta kedudukan akta buku nikah dari perkawinan yang dibatalkan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan pendekatan perundangundangan dan konsep. Penelitian ini menyatakan jika perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan, akibat dari pembatalan tersebut adalah batal demi hukum sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi tetapi tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan,harta dan hubungan dengan pihak ketiga. Akta buku nikah dari perkawinan yang dibatalkan tidak berlaku lagi. Simpulannya adalah1)perkawinan dapat dibatalkan apabila di dalam perkawinannya tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan 2)Saran yang diberikan para pihak dan pegawai pencatat nikah harus lebih teliti dan cermat dalam meneliti syarat-syarat perkawinan. Kata Kunci :pembatalan perkawinan,akibat hukum dan Akta Nikah THE LEGAL CONSEQUENCES OF A MARRIAGE BOOK CERTIFICATE THAT DOES NOT FULFILL THE MARRIAGE REQUIREMENTS ACCORDING TO LAW NUMBER 1 YEAR 1974 ABSTRACT This study aims to determine the legal consequences of cancelled marriage and the status of the marriage certificate of the cancelled. This study uses the methode of normative research with statute approach and conceptual approach.. This study stated that if the marriage does not fulfill the terms of the marriage then the marriage be canceled, due to the cancellation a it is not applied is void by legal that cause the marriage is considered to be never happened. does not apply retroactive to children who are born, marital property assets and relationships with third parties. A marriage certificate of marriage is no longer valid. Conclusion is 1) the marriage can be canceled within marriage does not fulfill the terms of marriage 2)the advice is for those who’s in charge in civilo registration should be more carefully in checking the terms of marriage. Keywords: the marriage cancellation law, legal consequences, and marriage certificate
2
PENDAHULUAN
Saat ini banyak hal-hal yang tidak dibenarkan dalam perkawinan terjadi di masyarakat dan bertentangan dengan undang-undang perkawinan seperti beberapa kasus perkawinan yang terjadi di Indonesia misalnya memalsukan identitas perkawinan, perkawinan dibawah ancaman.Akte kelahiran, menikah dibawah umur, menggunakan wali nikah yang tidak sah karena orang tua kandung tidak menyetujui perkawinan tersebut kemudian mereka menikah secara diam diam dengan menggunakan wali yang tidak berhak yang dimana memalsukan tanda tangan wali yang seharusnya adalah wali yang berhak, ataupun dilakukan di pejabat pembuat akte yang tidak berwenang.Dengan begitu buku nikahnya pun tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, dalam
Pasal 22 yang
menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan dan ditegaskan dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 bahwa batalnya suatu Perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Perkawinan yang melanggar syarat-syarat formil dan materiil maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan.
3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu: 1) bagaimanakah prosedur pembatalan perkawinan di pengadilan agama; 2) bagaiamanakah akaibat hukum dari perkawinan yang dibatalkan karena tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan menurut undangundang Nomor 1 Tahun 1974; 3) bagaimana kedudukan Akta buku nikah jika perkawinan itu dibatalkan. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) untuk mengetahui bagaimana prosedur pembatalan perkawinan di pengadilan agama; 2) untuk mengetahui bagaimana akibat hukum dari perkawinan yang dibatalkan karena tidak terpenuhinya syarat-syarat perkawinan menurut undang-undang No.1 Tahun 1974; 3) Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Akta Buku Nikah jika perkawinan itu dibatalkan. Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1) Manfaat akademis : untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram, hasil penelitian diharapkan juga mampu untuk menambah referensi bagi Fakultas Hukum Universitas Mataram dan juga menambah referensi bacaan bagi para pihak yang membutuhkan serta berminat untuk mengembangkannya pada taraf lebih lanjut.; 2) Manfaat teoritis : diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum perkawinan; 3) Manfaat praktis : dengan penelitian ini
4
diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat,pemerintah,legislatif dan praktisi hukum dalam memecahkan masalah-masalah mengenai Akibat Hukum Akta Buku Nikah yang dibatalkan karena tidak memenuhi syaratsyarat Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan pendekatan yang digunakan yaitu Statute Approach dan Conseptual Approach Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sedangkan pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi dokumenterhadap bahan-bahan hukum dan analisis bahan hukum dilakukan secara bertahap dengan metode analisis kualitatif dan analisi deskriptif.
5
PEMBAHASAN
A. Prosedur Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Tata cara pengajuan permohonan pembatalan mengenai pemanggilan, pemeriksaan, dan putusannya dilakukan sesuai dengan tata cara pengajuan gugatan perceraian yang diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, sepanjang dapat diterapkan dalam pembatalan perkawinan. Prosedur yang harus dilakukan untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan yaitu antara lain : 1. Pengajuan gugatan Surat permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama yang meliputi tempat kediaman istri atau suami. Surat permohonan tersebuat dibuat secara tertulis atau lisan, pemohon bisa datang sendiri atau diwakilkan kepada orang lain yang akan bertindak sebagai kuasanya Adapun alasan-alasan yang menyebabkan tidak terpenuhinya syaratsyarat Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah sebagai berikut : 1). Tidak Ada Persetujuan Kedua belah pihak
6
Persyaratan ini ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menetukan “Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”. Dengan adanya persetujuan kedua calon mempelai dalam suatu perkawinan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perkawinan paksa.Pernyataan atas persetujuan calon mempelai ini dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan atau isyarat, tetapi dapat juga berupa diam bagi wanita dalam arti selama tidak ada penolakan tegas. 2). Batas Umur Perkawinan Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perkawinan, perkawinan hanya diperbolehkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Keturunannya tetapi pada realitanya pernikahan banyak dilakukan di bawah umur yang sudah di tentukan oleh Undang- Undang Perkawinan misalnya wanita berumur 14 tahun yang dimana itu melanggar syarat–syarat Perkawinan berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. 3). Ijin Orang Tua Untuk melangsungkan Perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua, jika kurang dari 19 Tahun diperlukan izin dari pengadilan. Izin dari orang tua sangatlah
7
penting dalam sebuah perkawinan, karena jika tidak ada izin dari orang tua maka calon suami istri tersebut tidak dapat melakukan perkawinan, karena di dalam akta buku nikah harus dilengkapi dengan Izin dari orang tua 4). Wali Nikah Dalam hal kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin untuk melakukan sebuah perkawinan diperoleh dari Wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat kehendaknya.Wali bagi calon mempelai wanita mutlak dan harus dipenuhi jika tidak akan dapat batal demi hukum. 5). Masih Terikat Dalam Perkawinan Di dalam Pasal 9 Undang-undang Perkawinan melarang seseorang yang masih terikat suatu perkawinan lain untuk kawin lagi. Pengecualian terhadap Pasal ini ada dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-undang Perkawinan. Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan memuat ketentuan mengenai izin yang diberikan oleh Pengadilan kepada suami untuk Poligami. 2. Pendaftaran Perkara Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan membawa surat gugatan atau permohonan. 3. Persiapan Persidangan
8
Setelah semua tahapan dalam pendaftaran perkara selesai, Asli surat gugatan/permohonan dimasukkan dalam sebuah map khusus dengan melampirkan tindasan pertama SKUM dan surat–surat yang berhubungan dengan gugatan/permohonan, disampaikan kepada Wakil Panitera, untuk selanjutnya berkas tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan agama melalui Panitera. Berkas perkara diserahkan oleh panitera kepada ketua pengadilan
untuk
menetapkan
Majelis
Hakim
yang
akan
menyidangkannya. 4. Pelaksanaaan Persidangan Berkaitan dengan tahapan-tahapan dalam persidangan. 5. Berita acara Persidangan Berita acara sidang ini merupakan akta autentik yang dibuat secara resmi oleh pejabat yang berwenang yang berisi tentang proses pelaksanaan suatu perkara dalam persidangan, sebagai dasar majelis hakim dalam membuat putusan terhadap perkara yang di adilinya. 6. Rapat PMH Setelah para pihak menyampaikan kesimpulan akhir (konklusi), maka majelis hakim bermusyawarah dalam suatu rapat yang bersifat rahasia (bisa dalam ruang sidang atau ruang kerja).
7. Putusan
9
Pembacaan putusan hakim harus dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. Dibacakan secara bergantian antara ketua majelis hakim dan dua hakim anggotanya 8. Pemberitahuan Isi Putusan Jika penggugat atau tergugat tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan, maka panitera / panitera pengganti harus memberitahu isi putusan tersebut kepada para pihak yang tidak hadir. 9. Berlakunya Pembatalan Perkawinan Dalam hal adanya pengajuan pembatalan perkawinan oleh pihak yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan dan permohonan itu dikabulkan oleh Pengadilan Agama, perkawinan itu batal setelah putusan Pengadilan Agama tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.1
B. Akibat Hukum Perkawinan Yang Dibatalkan Karena Tidak
Memenuhi
syarat – syarat perkawinan Menurut Undang – undang Nomor 1 Tahun 1974
1
http://ikhsan-blogs.blogspot.com/2011/11/prosedur-beracara-di-pengadilan-agama.html( diambil tgl 5 january 2013)
10
Pembatalan Perkawinan adalah tindakan putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilakukan itu tidak sah, Akibatnya ialah bahwa perkawinan itu dianggap tidak pernah ada.2 Meskipun Perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada, tidak serta merta menghilangkan
Akibat
Hukum
dalam
Perkawinan
yang
pernah
dilaksanakan, Menurut Pasal 28 Undang – Undang Nomor. 1 Tahun 1974 bahwa Putusan tentang Pembatalan Perkawinan yang dijatuhkan oleh Hakim tidak Berlaku surut terhadap : 1. Anak. Perkawinan yang telah dibatalkan tidak berlaku surut sehingga dengan demikian tidak berlaku terhadap anak-anak yang telah lahir dalam perkawinan yang dibatalkan.Dengan demikian, anak-anak yang dilahirkan itu mempunyai status hukum yang jelas dan resmi sebagai anak dari Orang Tua mereka.Oleh karena itu Pembatalan Perkawinan tidak mengakibatkan hilangnya status anak-anak.
2. Harta yang Diperoleh Selama Perkawinan. Pada dasarnya harta suami dan istri terpisah, baik harta bawaanya masing – masing atau harta yang diperoleh oleh salah seorang suami – istri atas 2
Soemiyati, 1994, Hukum Perkawinan Dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta : Liberty hal 21
11
usahanya sendiri – sendiri maupun harta hibah yang diperoleh oleh salah seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka terikat dalam hubungan perkawinan, kecuali kalau sudah diperjanjikan dalam perjanjian kawin. Jadi jika suatu perkawinan dibatalkan maka harta yang diperoleh selama perkawinan yang merupakan harta bersama pembagiannya diatur menurut hukumnya masing-masing.3 3. Terhadap Pihak Ketiga Terhadap pihak ketiga yang beritikad baik pembatalan perkawinan tidak mempunyai akibat hukum yang berlaku surut, jadi segala perbuatan perdata atau perikatan yang diperbuat suami istri sebelum pembatalan perkawinan tetap berlaku, dan ini harus dilaksanakan oleh suami istri tersebut sehingga pihak ketiga yang beritikad baik tidak dirugikan.
C. Kedudukan Akta Buku Nikah Yang Perkawinannya Di Batalkan. Akta nikah adalah akta perkawinan sebagai bukti adanya perkawinan. Sebagaimana dimaksud Pasal 12 dan 13 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan Buku Nikah adalah Kutipan Akta Nikah yang ditandatangani oleh penghulu dan para pihak 3
Wibowo Reksopradeto, Hukum Perkawinan Nasional Jilid II tentang batal dan putusnya perkawinanItikad baik,(semarang : Bumi Aksara,1978 ),hal 28
12
Dengan adanya akta perkawinan itu maka suami–istri bersangkutan mempunyai alat bukti kawin berdasarkan Undang–undang No.1 Tahun 1974 yang dapat digunakan dimana perlu, baik sebagai suami–istri, maupun sebagai orang tua / kepala keluarga/rumah tannga. Jadi bila di dalam sebuah Perkawinan ternyata setelah perkawinan tersebut berjalan terdapat pelanggaran atau ternyata perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat–syarat untuk melangsungkan sebuah perkawinan menurut Undang–undang No. 1 Tahun 1974 maka perkawinan tersebut bisa batal atau dapat dibatalkan Jadi kedudukan Akta Buku Nikah dari perkawinan yang dibatalkan adalah tidak berlaku karena melanggar syarat–syarat perkawinan yang dimana di dalam Akta memuat hal–hal yang menyangkut inti dari syarat–syarat perkawinan dan perkawinan tersebut dapat dibatalkan dan dianggap perkawinan tersebut tidak pernah ada.
PENUTUP
A. Simpulan
13
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal dari penelitian ini, antara lain: 1) Prosedur Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam daerah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan, atau ditempat tinggal suami- istri dengan mengikuti tata cara atau prosedur pembatalan perkawinan yaitu pengajuan permohonan disertai dengan alasan permohonan pembatalan;2) Akibat hukum dari pembatalan tersebut adalah bahwa perkawinan tersebut menjadi putus dan bagi para pihak yang dibatalkan perkawinannya kembali ke status semula karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada. Bagi seseorang yang putus perkawinannya meskipun perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada, tidak serta merta menghilangkan akibat hukum dalam perkawinan yang pernah dilaksanakan, menurut Pasal 28 UndangUundang Nomor.1 Tahun 1974 bahwa putusan tentang pembatalan yang dijatuhkan oleh hakim tidak berlaku surut terhadap : anak, harta selama perkawinan dan pihak ketiga;3) Kedudukan Akta Buku Nikah dari perkawinan yang dibatalkan adalah tidak berlaku lagi karena melanggar syarat – syarat formil dan materiil perkawinan dan perkawinan tersebut menjadi batal demi hukum artinya perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada. Saran-saran Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1) Dan Menurut saya prosedur atau tata
14
cara mengenai permohonan pembatalan perkawinan ini terlalu rumit sehingga menyebabkan banyak kehilangan waktu untuk mengurus hal hal yang diperlukan dalam mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dan kurang efisien, sebaiknya pihak pengadilan mempermudah tata cara mengajukan permohonan pembatalan perkawinan.; 2) Mengenai akibat hukum dari adanya pembatalan perkawinan kadang dirasa sangat merugikan beberapa pihak, anak sangat dirugikan dalam hal ini, sebaiknya para suami atau istri di dalam melangsungkan sebuah perkawinan harus memperhatikan syarat – syarat perkawinan agar di kemudian hari tidak terjadi pembatalan perkawinan akibat adanya pelanggaran
perkawinan;3)Dalam
rangka
mencegah
terjadinya
pembatalan perkawinan, maka hendaknya pegawai pencatat perkawinan (Kantor Urusan Agama) benar-benar meneliti kebenaran identitas ataupun syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan tersebut apakah sudah memenuhi syarat atau tidak dari pihak yang akan melangsungkan perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku, Makalah, dan Artikel
15
Idrus, Mohammad Ramulyo, 1985, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta : Bumi Aksara. Martimah Prodjohamidjojo, 2000, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta : Indonesia Legal Center Publishing. Rahman, A, Bakrie, 1981, Hukum Menurut Islam Dan Perdata, Jakarta : PT. Hidakarya Agung. Soemiyati, 1994, Hukum Perkawinan Dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta : Liberty. Supronomo, Gatot, 1995, Segi-Segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Jakarta : Sinar Grafika. Wahyono, 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Beserta Pelaksanaannya, Jakarta : Ghitama Jaya. Reksopradeto, wibowo, 1978, Hukum Perkawinan Nasional Jilid II Tentang batal dan Putusnya Perkawinan Itikad baik, Semarang: Bumi Aksara. Soemiyati, 1994, Hukum Perkawinan Dan Undang-Undang Perkawinan, Yogyakarta : Liberty. Wahyono, 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Beserta Pelaksanaannya, Jakarta : Ghitama Jaya.
B. Website http://search.com/2010/08/5 perihal-Syarat-Syarat Perkawinan Menurut Ahli Hukum.K. Wantijk Saleh. Selasa ( 02-October-2012) C. Peraturan perundang-undangan Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Intruksi presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam