JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
1
PENENTUAN KEBIJAKAN DIVIDEN (DIVIDEND POLICY) DALAM PRAKTIK PERUSAHAAN
NURMILA DEWI Dosen Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
ABSTRACT Dividends are profits to be distributed to company shareholders. Dividend policy is a revenue sharing policy to be followed in making the dividend (distributed / hold). Management has two alternative treatment of net income after taxes (EAT) of the company: 1) distributed to the shareholders of the company in the form of dividends, and 2) re-invested into the company as retained earnings (retained earnings). In general, as the EAT (Earnings After Tax) in the form of dividends and partly invested back. This means that management must make decisions about the magnitude of the distributed EAT. Dividend policy is one important factor that must be considered by management in managing the company. This is because dividend policy has a significant influence on many, well-managed company itself, as well as other parties such as shareholders and creditors. Keywords: Dividend, Divident policy, Earning after tax.
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia yang membaik selama lima tahun terakhir secara tidak langsung berpengaruh terhadap kegiatan investasi di Pasar Modal Indonesia. Menurut Tandelilin (2001), faktor - faktor ekonomi makro secara empiris terbukti mempunyai pengaruh terhadap perkembangan investasi di beberapa negara. Bagi investor, berinvestasi di pasar modal merupakan kesempatan untuk meningkatkan kekayaannya karena berinvestasi di pasar modal menawarkan tingkat pengembalian (return) yang cenderung lebih tinggi dibandingkan deposito perbankan dan memungkinkan investor untuk memilih investasi sesuai dengan preferensi mereka. Return yang diharapkan oleh investor dalam melakukan investasinya dapat berupa dividen dan capital gain. Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki sedangkan capital gain adalah selisih antara harga beli dan harga jual saham. Kebijakan dividen sangat penting karena mempengaruhi kesempatan investasi perusahaan, harga saham, struktur finansial, arus pendanaan dan posisi likuiditas. Dengan perkataan lain, kebijakan dividen menyediakan informasi mengenai performa (performance) perusahaan. Oleh karena itu, masing-masing perusahaan menetapkan kebijakan dividend yang berbeda-beda, karena kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan dalam membayar dividen kepada para pemegang sahamnya, maka perusahaan mungkin tidak dapat mempertahankan dana yang cukup untuk
membiayai pertumbuhannya di masa mendatang. Sebaliknya, maka saham perusahaan menjadi tidak menarik bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat mempertimbangkan antara besarnya laba yang akan ditahan untuk mengembangkan perusahaan (Nurmala,2006: p.18). Saxena (1999: p.3) mengemukakan bahwa isu tentang dividen sangat penting dengan berbagai alasan antara lain:Pertama, perusahaan menggunakan dividen sebagai cara untuk memperlihatkan kepada pihak luar atau calon investor sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Kedua, dividen memegang peranan penting pada struktur permodalan perusahaan. Dalam menetapkan kebijakan dividen, seorang manager keuangan menganalisis sampai seberapa jauh pembelanjaan dari dalam perusahaan sendiri yang akan dilakukan oleh perusahaan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini mengingat bahwa hasil operasi yang ditanamkan kembali dalam perusahaan sesungguhnya adalah dana pemilik perusahaan yang tidak dibagikan sebagai dividen. Oleh sebab itu, atas dasar pertimbangan antara risiko dan hasil, perlu diputuskan apakah lebih baik hasil operasi tersebut dibagikan saja sebagai dividen ataukah ditanamkan kembali dalam bentuk laba ditahan, yang merupakan sumber dana permanen yang perlu dipertimbangkan pemanfaatannya di dalam perluasan dan pengembangan usaha perusahaan (Dharmastuti, Stella, dan Eviyanti,2003:p.1). Myers (1984) dalam Myers dan Majluf (1984) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 kecenderungan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan yaitu dengan internal equity dahulu. Apabila internal equity dianggap tidak mencukupi baru menggunakan external. Penggunaan external finance sendiri pertama-tama menggunakan hutang, apabila hutang tidak mencukupi baru kemudian perusahaan menggunakan external equity. Internal equity yang diperoleh dari laba ditahan merupakan sumber pendanaan yang lebih baik dibanding hutang karena tidak mempunyai risiko. Hutang merupakan sumber dana lebih bagi dibandingkan penerbitan saham baru, meskipun keduanya mempunyai risiko, tetapi risiko hutang lebih kecil dibandingkan dengan penerbitan ekuitas baru. Menurut teori residual dividen, perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham hanya jika perusahaan tersebut sudah tidak mempunyai kesempatan melakukan suatu investasi yang menguntungkan, dalam hal ini net present value yang positif. Dalam prakteknya, dividen sering kali digunakan sebagai indikator prospek perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan yang go public mempunyai kewajiban untuk menginformasikan segala macam bentuk kebijakan perusahaan yang menyangkut kepentingan para pemegang saham termasuk mengumumkan pembagian dividen yang akan dibayarkan kepada investor. Keputusan pembagian deviden merupakan suatu masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan. Manajemen sering mengalami kesulitan untuk memutuskan apakah akan membagi devidennya atau akan menahan laba untuk diinvestasikan kembali kepada proyek-proyek yang menguntungkan guna meningkatkan pertumbuhan perusahaan. Dalam keputusan pembagian deviden perlu dipertimbangkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan. Dengan demikian laba tidak seluruhnya dibagikan ke dalam bentuk dividen namun perlu disisihkan untuk diinvestasikan kembali. Berkaitan dengan kebijakan dividen tersebut terlihat bahwa terdapat beberapa pihak yang saling berbeda kepentingan, yaitu antara kepentingan pemegang saham, pemegang obligasi, dan pihak perusahaan itu sendiri. Besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan tergantung pada kebijakan dividen dari masingmasing perusahaan, sehingga pertimbangan manajemen sangat diperlukan. Dengan demikian perlunya bagi pihak manajemen untuk mempertimbangkan faktor-faktor apa saja yang akan mempengaruhi kebijakan deviden yang ditetapkan oleh perusahaan. Permasalahan Permasalahan kadang menjadi nampak rumit karena adanya alternatif pendanaan dari luar. Dengan demikian dimungkinkan membagi laba
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
2
sebagai dividen, dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Ataukah lebih baik tidak membagi dividen dan juga tidak menerbitkan saham baru, apakah cara semacam ini memang membawa dampak yang berbeda bagi pemegang saham? Makalah ini akan membahas secara teoritis tentang penentuan kebijakan dividen. Pembahasan akan dilakukan dengan menguraikan konsep dan framework kebijakan dividen untuk menjawab permasalahan. Analisis dilakukan dengan tetap menggunakan pertimbangan bahwa suatu keputusan keuangan dinilai benar apabila dapat meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Teori Kebijakan Dividen Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen , semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 1998: p.58). Hanafi (2004 :p.361) menyatakan bahwa deviden merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, di samping capital gain. Deviden ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pemimpin. Kebijakan deviden merupakan bagian yang menyatu dengan keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran deviden menentukan jumlah laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Semakin besar laba ditahan semakin sedikit jumlah laba yang dialokasikan untuk pembayaran deviden. Alokasi penentuan laba sebagai laba ditahan dan pembayaran deviden merupakan aspek utama dalam kebijakan dividen (Wachowicz ,1997: p.496). Menurut Husnan (2000:381) Kebijakan dividen menyangkut kuputusan untuk membagikan laba yang menjadi hak para pemegang saham atau menahannya guna diinvestasikan kembali di dalam perusahaan. Dengan demikian pertanyaan seharusnya adalah kapan (artinya, dalam keadaaan seperti apa) laba akan dibagikan dan kapan akan ditahan, dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan Model dasar dari harga saham, P0 = D1 / (ks – g), memperlihatkan bahwa jika perusahaan yang bersangkutan menjalankan kebijakan untuk membagikan tambahan dividen tunai, D1 akan naik, dan hal itu cenderung meningkatkan harga saham.
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 Namun, jika dividen tunai meningkat, maka makin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi, tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini akan menekan harga saham. Jadi perubahan besarnya dividen tersebut mengandung dua akibat yang saling bertentangan. Weston dan Brigham (1990:198) menyatakan: Kebijakan dividen yang optimal (optimal dividend policy) pada suatu perusahaan adalah kebijakan dividen yang menciptkan keseimbangan diantara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa mendatang sehingga memaksimumkan harga saham perusahaan tersebut. Cadangan dari EAT (Earning After Tax) dilakukan sampai jumlah cadangan mencapai minimum 20% dari modal yang ditempatkan. (Pasal 61(2) UU PT No. 1/1995). Lukas Setia Atmaja (2008:285) menyatakan: Persentase dividen yang dibagi dari EAT disebut “Dividend Payout Ratio” (DPR).
Persentasi laba ditahan dari EAT adalah (1- DPR). Lukas Setia Atmaja (2008:285) menyatakan teori kebijakan dividen terdiri dari: a. Dividen Tidak Relevan “Dari MM“ Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio (DPR), tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum pajak Earning Before Interest Tax (EBIT) dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen tidak relevan. Pernyataan MM ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang “lemah“ seperti: a. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional b. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru. c. Tidak ada pajak d. Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah. Pada praktiknya: 1. Pasar modal yang sempurna sulit ditemui 2. Biaya emisi saham baru pasti ada 3. Pajak pasti ada 4. Kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah. Beberapa ahli menentang pendapat MM tentang dividen adalah tidak relevan dengan menunjukkan adanya biaya emisi saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
3
dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri sebesar Ks. Tapi bila berasal dari saham biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke. Ks = D1/Po + g Ke = D1/Po (1-F) + g Dimana: Ks = Ke = baru D1 = Po = g = F =
Biaya modal sendiri dari laba di tahan Biaya modal sendiri dari saham biasa Dividen setahun mendatang Harga saham saat ini Pertumbuhan dividen/keuntungan Flotation Cost atau biaya emisi saham.
Contoh: Divident = Irrelevant PT. HELMI Tbk memiliki kas sebesar Rp 10 M yang dapat dipakai untuk mendirikan pabrik. Namun demikian, Direktur memiliki keinginan untuk membagi dividen sebesar Rp 10 M. Karena tidak ada dana lain. PT. HELMI harus mengeluarkan saham baru senilai Rp 10 M. Apakah kebijakan dividen ini mempengaruhi harga saham? Pembahasan Kombinasi pembayaran dividen dan emisi saham baru sama dengan Nilai pada posisi awal 1. Ada kenaikan dividen bagi investor (Rp. 10 M), tetapi dikompensasi dalam bentuk saham baru (Rp 10 M) 2. Karena investor tidak menginginkan dividen dengan cara mengkonversi saham menjadi kas, mereka tidak mau membayar dengan harga tinggi pada perusahaan yang memiliki DPR tinggi. b. Teori “The Bird in the Hand“ Gordon dan Lintner dalam Lukas Setia Atmaja (2008 : 287) menyatakan bahwa biaya modal sendiri (Ks) perusahaan akan naik jika DPR rendah karena investor lebih suka menerima dividen daripada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield (D1/Po) lebih pasti dari pada capital gains yield (g). capital gain adalah selisih antara harga beli dan harga jual saham. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, Ks adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Ks adalah keuntungan dari dividen (dividend yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield). Modigliani dan Miller menganggap bahwa argument Gordon dan Lintner ini merupakan suatu kesalahan (MM menggunakan istilah “The Bird in the hand Fallacy“). Menurut MM, pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
yang diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.
1.
c. Teori Perbedaan Pajak Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy. Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah daripada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividen lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa. Jika manajemen percaya bahwa teori “Dividen tidak relevan“ dari MM adalah benar, maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi. Jika mereka menganut teori “The Bird in the Hand“, mereka harus membagi seluruh EAT dalam bentuk dividen. Dan bila manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak (Tax Differential Theory), mereka harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0%. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas mewakili kutub-kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan dividen. Sayangnya tes secara empiris belum memberikan jawaban yang pasti tentang teori mana yang paling benar.
2.
d. Teori “Signaling Hypothesis“ Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan dividen pada umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagi bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen daripada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu keanikan dividen yang di atas biasanya merupakan suatu “sinyal“ kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebalikya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang di bawah kenaikan normal (biasanya) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perushaan menghadapi masa sulit di waktu mendatang. Seperti teori dividen yang lain, teori “Signaling Hypothesis“ ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen semata-mata disebabkan ole efek “sinyal“ atau disebabkan karena efek “sinyal“ dan prefensi terhadap dividen. e. Teori “Clientele Effect“
3.
4.
4
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saati ini lebih menyukai suatu Dividend Payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Jika ada perbedaan pajak bagi individu (misalnya orang lanjut usia dikenai pajak lebih ringan) maka kelompok pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai capital gains karena dapa menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebaliknya kelompok pemegang saham yang dikenai pajak relatif redah cenderung menyukai dividen yang besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari “clientele“ ini ada. Tapi menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih baik dari dividen kecil, demikian sebaliknya. Efek “clientele“ ini hanya mengatakan bahwa bagi sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan mereka.
Bukti empiris menunjukkan bahwa pada umumnya perusahaan di Amerika Serikat cenderung memberikan dividen yang tetap jumlahnya atau meningkat secara konstan dari waktu ke waktu. Jarang sekali mereka memotong atau meniadakan pembayaran dividen. Penemuan ini mendukung teori “signaling hypothesis.“ Dapat disimpulkan bahwa pengujian empiris tentang teori kebijakan dividen memberikan hasil yang berbeda. Hingga saat ini kontroversi tentang kebijakan dividen tetap berlangsung. Kebijakan Dividen dalam Praktik Pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa: 1. Investor melihat kenaikan dividen sebagi suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan “aman“ yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen dan, 2. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi (dividen yang stabil). Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga dividend payout ratio tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan bersih perusahan (EAT). Jika DPR dijaga kestabilannya,
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
misalnya ditetapkan sebesar 50% dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi. Pada umumnya perusahaan akan menaikkan dividen hingga suatu tingkatan di mana mereka yakin dapat mempertahankannya di masa mendatang. Artinya jika terjadi kondisi yang terburuk sekalipun, perusahaan masih dapat mempertahankan pembayaran dividennya. Pada praktiknya, ada juga perusahaan yang menggunakan model “residual dividend“ Banyak faktor yang ikut berperan dalam penetapan besarnya pembayaran dividen, namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah mengenai bentuk-bentuk kebijakan dividen yang bisa ditempuh oleh suatu perusahaan. Menurut Awat (1998: 171) terdapat empat macam bentukbentuk kebijakan dividen, yaitu: 1.
5
ini tetap dibayar kepada pemegang saham. Investor akan aman dengan jumlah yang tetap diterimanya sesuai dengan motivasi mereka.
Kebijakan dividen yang stabil (stable dividend-per-share policy), yakni jumlah pembayaran dividen itu sama besarnya dari tahun ke tahun. Salah satu alasan mengapa suatu perusahaan itu menjalankan kebijakan dividen yang stabil adalah untuk memelihara kesan para investor terhadap perusahaan tersebut, sebab apabila suatu perusahaan menerapkan kebijakan dividen yang stabil berarti perusahaan tersebut yakin bahwa pendapatan bersihnya juga stabil dari tahun ke tahun. Meskipun perusahaan mengalami kerugian, jumlah dividen yang dibayar misalnya Rp. 1.500 per saham, maka jumlah
2.
Kebijakan dividend payout ratio yang tetap (constant dividend payout ratio policy). Dalam hal ini, jumlah dividen akan berubahubah sesuai dengan jumlah laba bersih, tetapi rasio antara dividen dan laba ditahan adalah tetap. Deviden yang dibayar berfluktuasi tergantung besarnya keuntungan bagi pemegang saham. Misalnya DPO 60% dari keuntungan. Jika keuntungan Rp 1 miliar, maka deviden yang dibayarkan sebesar 60% x Rp 1 Milyar = Rp 600 juta.
3.
Kebijakan kompromi (compromise policy), yakni suatu kebijakan dividen yang terletak antara kebijakan per saham yang stabil dan kebijakan dividend payout ratio yang konstan ditambah dengan persentasi tertentu pada tahun-tahun yang mampu menghasilkan laba bersiih yang tinggi.
4.
Kebijakan dividen residual (residual-dividend policy), adalah kebijakan di mana dividen yang dibayarkan sama dengan laba aktual dikurangi dengan laba yang perlu ditahan untuk membiayai anggaran modal perusahaan yang optimal. Apabila suatu perusahaan menghadapi suatu kesempatan investasi yang tidak stabil maka manajemen menghendaki agar dividen hanya dibayar ketika laba bersih itu bersih.
Contoh: ahun Laba bersih
1 5 milyar
2 1,5
3 2,5
4 2,3
5 1,8
Rencana Investasi
1 milyar
1,5
2,0
1,5
2,0
Jika perusahaan memiliki 1 juta lembar saham dengan harga pasar Rp. 1.000 per lembar. Maka Dividen menurut residu sebagai berikut:
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
S
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
Tahun
Laba
Investasi
Deviden
EPS
Dana Ekstern
1
2
1
1
1.000
0
2
1,5
1,5
0
0
0
3
2,5
2,0
0,5
500
0
4
2,3
1,5
0,8
800
0
5
1,8
2,0
0
0
200
Saham yang memiliki dividen stabil lebih diminati pemodal dibandingkan saham yang dividennya didasarkan pada % dari laba. Meskipun tidak ada formula mengenai kebijakan dividen, manajemen tetap harus menetapkan kebijakan dividen. Namun beberapa alternatif kebijakan dividen di atas yang digunakan dalam praktik. Keputusan manajerial terhadap berapa besar dividen dapat dibagi ke pemodal sebaiknya tanpa menggangu sumber pembiayaan internal. Dalam membagikan dividen, perusahaan harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain: 1. Dividend Payout Ratio industri di mana perusahaan itu berada. Artinya, perusahaan tidak boleh mengabaikan kebijakan dividen perusahan lain 2. Kesempatan investasi. Kebijakan dividen perusahaan jangan sampai mengorbankan proyek yang dapat meningkatkan value pemegang saham di masa yang akan datang. Semakin besar kesempatan investasi maka dividen yang bisa dibagikan akan semakin sedikit. 3. Profitabilitas dan Likuiditas. Kebijakan dividen perusahaan sebaiknya memperhitungkan profitabilitas dan likuiditas perusahaan. Aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Alasan lain pembagian dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. 4. Akses ke pasar keuangan. Jika perusahaan mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan bisa membayar dividen lebih tinggi. Akses yang baik bisa membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya. 5. Pertumbuhan pendapatan perusahaan. Jika pendapatan perusahaan mengalami pertumbuhan, maka jumlah pembayaran dividen dapat dinaikkan. Sebab dengan adanya tambahan pendapatan maka dividen dan laba ditahan juga bertambah.
6
6.
Stabilitas pendapatan. Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas di masa mendatang bisa diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu bisa membayar dividen yang lebih tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi untuk perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil. Ketidakstabilan aliran kas di masa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar dividen yang tinggi. 7. Prefensi pemegang saham dan keleluasaan untuk menyimpang dari maksimisasi kemakmuran. 8. Ketersediaan dan biaya alternatif sumber dana. Apabila biaya modal tinggi, maka penggunaan laba ditahan akan semakin menarik. 9. Pembatasan-pembatasan yang diberikan kreditur. Kadang-kadang para kreditur bisa memberikan batasan mengenai jumlah pembayaran dividen yang boleh dilakukan perusahaan. Tindakan itu biasanya dilakukan agar perusahaan mampu mengarahkan usahanya dalam pelunasan hutang. 10. Harapan mengenai kondisi bisnis pada umumnya. Pada waktu inflasi mungkin laba cenderung naik sehingga manajemen dapat menaikkan pembayaran dividen. Dengan demikian, dalam keadaan inflasi, pendanaan melalui pinjaman akan lebih menarik, bandingkan dengan menggunakan laba ditahan. Jenis-jenis Dividen Menurut Zaki Baridwan (1993) dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan dapat terbagi dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Dividen tunai (cash dividen), yaitu dividen yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. Dividen ini yang paling umum dan banyak digunakan dalam pembagian saham. 2.
Dividen saham (stock dividen), yaitu dividen yang dibagikan perusahaan kepada para
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 pemegang saham dalam bentuk saham perusahaan sehingga jumlah saham perusahaan menjadi bertambah. Jadi, pemberian stock dividen ini dilakukan dengan cara mengubah sebagian laba ditahan (retained earnings) menjadi modal saham yang pada dasarnya tidak mengubah jumlah modal sendiri. Namun demikian cash flow perusahaan tidak terganggu karena perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
7
tunai. Peristiwa ini dilakukan jika posisi kas perusahaan atau likuiditas diperlukan oleh perusahaan. Investor dalam hal ini akan memiliki lebih banyak saham tetapi laba per lembar saham lebih rendah. Proporsi pemilikan investor tidak mengalami perubahan. Stock dividen tidak mempengaruhi total ekuitas, hanya mempengaruhi struktur modal.
Contoh: Beta mempunyai struktur modal sebagai berikut (sebelum penerbitan dividen saham). Saham biasa (Rp. 5.000,- nominal, 400.000 lembar) = Rp. 2 miliar Agio saham = Rp. 1 miliar Laba saham = Rp. 7 miliar Modal sendiri bersih = Rp. 10 miliar Perusahaan Beta membayar dividen saham 5% atau sebanyak 20.000 lembar (5% x 400.000 lembar). Nilai pasar saham Rp. 40.000 setiap pemegang saham 20 lembar saham menerima 1 lembar dividen saham: Saham biasa (Rp. 5.000 nominal, 420.000 lembar) = Rp. 2,1 miliar Agio saham = Rp. 1,7 miliar Laba ditahan = Rp. 6,2 miliar Modal sendiri = Rp. 10 miliar Keterangan : 1. Laba ditahan berkurang Rp. 800 juta, yaitu dividen saham 20.000 lembar x harga pasar Rp. 40.000. 2. Saham biasa ditambah Rp. 100 juta, yaitu 20.000 lembar saham baru x nilai nominal saham biasa Rp. 5.000,3. Agio saham bertambah Rp. 700 juta, yaitu 20.000 lembar saham baru x (Rp. 40.000 - Rp. 5.000) atau saham pasar - harga nominal. 4. Jika laba setelah pajak Rp. 1 miliar. EPS (Earning Per Share) = Rp. 2.500 (1 miliar/40.000). Setelah dividen saham menurun menjadi Rp. 2.380. 5. (Rp 1 miliar/420.000 lembar saham), 3.
Dividen saham pecahan (stock split), yaitu pemecahan selembar saham menjadi n lembar saham. Harga per lembar saham baru setelah stock split adalah sebesar 1/n dari harga sebelumnya. Dengan demikian, sebenarnya stock split tidak menambah nilai dari perusahaan atau dengan kata lain stock split tidak mempunyai nilai ekonomis. Melakukan pemecahan dalam hal, yaitu menambah jumlah saham dengan cara melalui
4.
Dividen scrip, yaitu dalam bentuk perjanjian tertulis untuk membayar dalam jumlah tertentu pada waktu yang disepakati.
5.
Dividen property (property dividen), yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga.
6.
Dividen likuidasi (liquidating dividen), yaitu dividen yang diberikan kepada pemegang
pengurangan nilai nominalnya. Pada contoh di atas, jumlah lembar saham 400.000 lembar saham menjadi 2 x 400.000 lembar = 800.000 lembar. Harga nominal saham menjadi Rp. 2.500 (Rp. 5.000/2). Dengan demikian struktur modal tidak berubah, dan nilai jual saham biasa, agio, dan laba tidak mengalami perubahan. Tetapi harga nominal dan lembar saham berubah proporsional. saham sebagai akibat dilikuidasikannya perusahaan. Dividen diperoleh dari selisih antara nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua kewajibannya.
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852 Mekanisme Pembagian Dividen Secara umum mekanisme pembagian dividen terbagi dua yaitu jadwal dan tata cara pembagian dividen. Mekanisme ini tergantung pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang umumnya diadakan per tahun. Berikut mekanisme pembagian dividen: Jadwal Pembagian Dividen 1. Dividen Interim a. Dividen yang dibayarkan antara satu tahun buku dengan tahun buku berikutnya b. Dapat dibayarkan beberapa kali dalam setahun c. Tujuan: memacu kinerja saham di bursa 2. Dividen Final Dividen hasil pertimbangan setelah penutupan buku perseroan pada tahun sebelumnya yang dibayarkan pada tahun buku berikutnya. Harga saham akan bergerak seiring dengan pengumuman pembagian dividen yang akan dilakukan oleh perusahaan. Secara umum harga saham akan bergerak naik sesuai dengan besarnya dividen yang akan dibagikan perusahan sampai dengan cum dividend date. Kemudian harga
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
8
saham akan turun kembali pada tingkat wajarnya pada ex-dividend date. Berikut jadwal pembayaran dividen yang harus diperhatikan pemegang saham, yaitu: 1. Declaration Date, yaitu tanggal pengumuman resmi dari emiten/perusahaan untuk melakukan pembagian dividen. 2. Cum-Dividend Date, yaitu tanggal terakhir transaksi/perdagangan saham dimana pembeli saham memperoleh hak atas dividen yang dibagikan perusahaan. 3. Ex-Dividend Date, yaitu tanggal dimana investor sudah memiliki hak untuk memperoleh dividen dan sudah boleh untuk menjual saham yang dimilikinya. 4. Date of Record/ Recording Date, yaitu tanggal dimana investor harus terdaftar atau menentukan daftar nama dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan sehingga ia mempunyai hak yang diperuntukan bagi pemegang saham. 5. Payment Date / Distribution Date, yaitu tanggal dimana perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham.
Contoh Jadwal Dividen PT Bunas Finance Indonesia Tbk (BFIN) membagi dividen Interim sebesar 125 per saham dengan jadwal sebagai berikut:
Declaration date
16 Januari 1997
Cum-Dividend date
23 Januari 1997
Ex-dividend date
24 Januari 1997
Date of Record
03 Pebruari 1997
Date of payment
04 Maret 1997
Tata Cara Pembagian Dividen Berikut ini tata cara pembagian dividen secara tunai: 1. Menentukan tanggal dan jam pendaftaran pemegang saham yang berhak menerima pembagian dividen tunai kepada perseroan/perusahaan yang bersangkutan. 2. Menentukan distribusi pembagian dividen tunai, dapat melalui: a. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI (koloktif) b. Broker
3.
4.
5.
Hal ini tergantung lewat perantara mana pemegang saham mengalokasikan bagian dividen tunainya. Menentukan tanggal dan jam pembagian dividen tunai kepada pemegang saham yang namanya tercatat dalam Daftar Pemegang Saham Perseroan. Menentukan tarif dan perhitungan pajak. Pajak penerima dividen; Wp dalam negeri 15% dari jumlah bruto dan WP luar negeri 20%. Menentukan tarif dan perhitungan pajak bagi pemegang saham apabila yang bersangkutan merupakan wajib pajak luar negeri.
JURNAL EKONOMI DAN BISNIS ISSN 1693-8852
VOLUME 7, NO.1, FEB 2010
9
KESIMPULAN 1.
2.
3.
4.
5.
Kebijakan dividen menyangkut keputusan apakah akan membagikan laba atau menahannya untuk diinvestasikan kembali di dalam perusahaan, dan keputusan kebijakan dividen dapat menimbulkan akibat yang mengungtungkan maupun tiddak menguntungkan terhadap harga saham perusahaan. Teori-teori yang memberikan pendapat terhadap kebijakan dividen adalah sebagai berikut: dividen tidak relevan “dari MM“, teori the bird in the hand, teori perbedaan pajak, teori signaling Hypothesis, dan teori clientele effect. Dalam praktiknya, kebanyakan perusahaan mencoba menganut kebijakan berupa pembayaran dividen yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini memberi investor suatu pendapatan yang stabil, dapat diandalkan, dan jika teori pengisyaratan tersebut sesuai dengan kenyataannya, ia juga memberi investor informasi tentang harapan manajemen bagi pertumbuhan laba. Kebijakan dividen lainnya yang digunakan meliputi: (1) Kebijakan dividen payout ratio tetap, yaitu jumlah dividen akan berubah sesuai dengan laba yang dihasilkan, dengan dividend payout ratio yang tetap; (2) kebijakan dividen kompromi, yaitu kebijakan dividen antara stabil dan kebijakan dividen payout ratio konstan ditambah dengan prosentase tertentu pada tahun-tahun yang mampu menghasilkan laba bersih yang tinggi; (3) kebijakan dividen residual, yaitu dividen hanya akan dibayar pada saat laba bersih besar. Pemecahan saham (stock split) adalah tindakan perusahaan untuk menaikkan jumlah saham yang beredar. Pemecahan saham biasanya mengurangi harga per saham yang setara dengan kenaikan jumlah saham yang beredar. Dividen saham adalah dividen yang diberikan dalam bentuk lembar saham tambahan, bukan dalam bentuk tunai. Baik dividen saham maupun pemecahan saham dimaksudkan untuk mempertahankan harga saham pada suatu tingkat yang “optimal.“
DAFTAR PUSTAKA Awat, Napa J., 1998. Manajemen Keuangan Pendekatan Matematis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Dharmastuti,Ch,F, Stella,K, dan Eviyanti (2003). “Analisis Keterkaitan Secara Simultan antara Kebijakan Dividen dan Kebijakan Hutang pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2002”. www.google.com Hanafi M. Mamduh. 2004. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE Husnan, Suad. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan (Keputusan Jangka Panjang). Edisi keempat, Buku 1, BPFE, Yogyakarta. Jogiyanto (1998). “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”. BPFE UGM:Yogyakarta. Nurmala (2006). “Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Harga Saham Perusahaanperusahaan Otomotif di Bursa Efek Jakarta”. Mandiri Vol.9 No.1 JuliSeptember. p. 17-24. Saxena,A,K(1999).”Determinant of Dividen d Policy:Regulated Versus Unregulated Firms”. The Journal of Finance. Setia Atmaja, Lukas . 2008. Teori dan Praktek Manajemen Keuangan. ANDI, Yogyakarta. Tandelilin, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. Kanisius, Yogyakarta. Undang-Undang No. 1, Pasal 61(2). 1995. Tentang Perseroan Terbatas. Weston, J. Fred dan Brigham, F. Eugene. 1990. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi kesembilan, Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Zaki, Baridwan, 1993. Intermediate Accounting. BPFE, Yogyakarta.