BIOAKTIVITAS SENYAWA ASAM HEKSADEKANOAT DAN β-SITOSTEROL DARI HYDROID Aglaophenia cupressina Lamoureoux SEBAGAI BAHAN ANTIJAMUR TERHADAP JAMUR BUSUK BUAH Mangifera indica Julisda Herniati M1), Eva Johannes2), Nur Haedar3) Email :
[email protected] 1) Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA UNHAS 2,3) Dosen Jurusan Biologi FMIPA UNHAS Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang “Bioaktifitas Senyawa Asam Heksadekanoat dan β-sitosterol dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux Sebagai Bahan Antijamur Terhadap Jamur Busuk Buah mangga Mangifera indica”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa senyawa Asam heksadekanoat dan β-sitosterol efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur pembusuk buah mangga Mangifera indica. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji daya hambat dengan difusi agar menggunakan pencadang berdiameter 6 mm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur pembusuk buah mangga adalah 30 ppm. Diameter hambatan tertinggi oleh Asam Heksadekanoat sebesar 25,5 mm dan βsitosterol sebesar 22,5 mm. Kedua senyawa yang digunakan bersifat fungisidal pada jamur Aspergillus niger pembusuk buah Mangifera indica. Kata Kunci : Bioaktivitas, Asam Heksadekanoat, β-sitosterol, Aspergillus niger
kurang menarik, tingkat kematangan tidak menentu, kehilangan hasil sekitar 5-15%, dan belum ada karakterisisasi patologi untuk menentukan perlakuan pasca panen/pestisida (Kusumo, 1989). Penyakit pada mangga yang sering ditemukan antara lain: penyakit busuk botryoplodia disebabkan oleh jamur Botryodiplodia thebromae Pat., Antraknosa disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloesporioides Penz. Var. minor Simmonds, busuk ujung tangkai disebabkan oleh jamur Diplodia natalensis Pole Evan, dan penyakit busuk Aspergillus disebabkan oleh jamur yaitu Aspergillus niger van Tieghem (Soesanto, 2006). Salah satu cara untuk mengatasi kontaminasi jamur pada buah adalah dengan menggunakan bahan antimikroba. Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba oleh senyawa antimikroba dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein (Pelczar & Chan 1986). Hasil penelitian Johannes (2008), menemukan
PENDAHULUAN Masalah utama dalam produksi dan pemasaran buah dan sayuran segar adalah aspek mutu dan keamanan pangan. Permasalahan ini merugikan perdagangan komoditas pangan di pasar regional maupun internasional. Di pasar internasional dibutuhkan produk dengan mutu tinggi, tidak hanya untuk buah segar, tetapi juga untuk produk olahannya (Johannes, 2012). Mangga Mangifera indica adalah salah satu tanaman buah-buahan yang menjadi komoditas pembangunan agribisnis. Namun volume ekspor mangga Indonesia hanya sebesar 0,22% dari ekspor total produk olahan buah. Hal ini sungguh ironis karena Indonesia merupakan penghasil mangga keenam terbesar di dunia. Beberapa kasus penolakan ekspor banyak terjadi pada komoditas mangga produksi dalam negeri, hal ini dikarenakan waktu tempuh yang cukup lama sehingga begitu sampai di negara tujuan, buah mengalami kebusukan, baik karena lalat buah maupun adanya penyakit antraknosa (Dewandari et al, 2009). Upaya pemasaran mangga di Indonesia menjumpai beberapa permasalahan yaitu produk tidak seragam ukurannya, penampilan
1
senyawa bioaktif dari isolat hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux yang memiliki sifat antimikroba dan dapat dikembangkan sebagai bahan dasar sanitizer. Hydroid tersebut adalah hewan invertebrata yang hidup di laut dan diketahui mengandung banyak senyawa bioaktif, yang menurut Suada dan Ni Wayan Suniti (2010) ekstrak kasar Aglaophenia sp. (0,05%) mampu menekan pertumbuhan Fusarium oxysporum f.sp. vanillae. Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan uji bioaktivitas senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol isolat dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux sebagai bahan antijamur terhadap jamur busuk buah mangga Mangifera indica.
Penyiapan Medium Potato Dextrose Agar (PDA) Menyiapkan medium PDA (Potato Dextrose Agar) sintetik, lalu ditimbang dengan neraca digital sebanyak 3,9 g kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer yang berisi aquades 100 ml. Setelah itu dipanaskan di atas penangas sambil diaduk untuk menghomogenkan medium tersebut. Setelah homogen, dimasukkan kedalam otoklav dan disterilkan pada suhu 121oC pada tekanan 2 atm selama 15 menit. Isolasi Jamur Busuk Buah Mangga Buah mangga Mangifera indica dipilih yang seragam, terutama dalam hal kematangan dan tanda-tanda penyakit. Bagian kulit buah mangga yang sudah mengalami pembusukan diambil menggunakan pinset kemudian diletakkan pada media tumbuh Potato dekstrose agar (PDA) dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48-72 jam.
METODE Alat Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 50 ml, inkubator, neraca digital, oven, spektrofotometer, otoklaf, bunsen, laminary air flow, jangka sorong, vortex, swab, pinset, rak tabung, spoit, pencadang, batang pengaduk, dan sendok tanduk.
Isolat kemudian dimurnikan pada media yang sama sampai diperoleh biakan murni. Identifikasi Jamur Pembuatan Preparat Jamur Isolat jamur secara aseptik diambil menggunakan swab, kemudian diletakkan di atas gelas objek yang steril dan sebelumnya telah ditetesi dengan medium PDA cair hingga memadat. Preparat jamur kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri yang dialasi dengan kertas saring steril yang telah dibasahi sedikit dengan aquades steril, lalu diinkubasi di dalam inkubator selama 48-72 jam pada suhu kamar 28oC. kemudian preparat
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mangga Mangifera indica, senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol isolat dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux, NaCl fisiologis, medium Potato Dekstrose Agar (PDA), ketokonazol, DMSO (Dimetil sulfoksida), alkohol 70%, akuades, kertas label, kapas dan aluminium foil.
jamur diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x.
METODE KERJA Sterilisasi Alat Alat-alat yang tahan pada pemanasan tinggi o disterilkan dengan oven pada suhu 180 C selama ± 2 jam. Medium, aquades, dan alatalat yang tidak tahan dengan pemanasan tinggi disterilkan dengan menggunakan otoklaf pada o suhu 121 C selama ± 15 menit pada tekanan 2 atm. Sedangkan alat yang terbuat dari logam, seperti ose dan pinset disterilkan dengan pencucian menggunakan alkohol dan dipijarkan langsung di atas api bunsen hingga merah membara.
Pengamatan Morfologi Koloni Pengamatan morfologi koloni jamur dilakukan dengan memperhatikan ciri berikut (Gandjar, et al, 1999): 1. Warna dan permukaan koloni (granular; seperti tepung; menggunung; licin; ada atau tidak tetes-tetes eksudat). 2. Garis-garis radial dari pusat koloni ke arah tepi koloni, ada atau tidak. 3. Lingkaran-lingkaran konsentris, ada atau tidak. Pengamatan Mikroskopis Preparat
2
Pengamatan mikroskopis preparat dilakukan dengan memperhatikan ciri (Gandjar, et al, 1999): 1. Hifa berseptum atau tidak. 2. Hifa berpigmentasi hialin (tak berwarna, atau biru bila diberi cat) atau gelap (dematiaceous-cokelat kehijauan atau kehitaman, hitam kelam, hitam keabuabuan) 3. Hifa berbentuk spiral, atau bernodul, atau mempunyai rhizoid. 4. Spora aseksual berbentuk sederhana seperti arthrosora, blastospora, klamidospora interkalar atau terminal) atau sporangiospora. 5. Spora aseksual berbentuk lebih khusus, seperti konidia atau aleurospora yang dibentuk pada hifa khusus yang disebut konidiofor. Hal lain yang harus dicatat adalah bentuk, jumlah, bersel banyak atau tidak, dan pengaturan letaknya: (a) bentuk gada, (b) bentuk gelondong, (c) bentuk bulan sabit, (d) bentuk bulat atau semi bulat, (e) bentuk tidak teratur, (f) bentuk silindris, (g) bentuk elips, (h) bentuk seperti bintang, (i) bentuk seperti benang. 6. Pengaturan spora aseksual: (a) diproduksi tunggal, (b) diproduksi berantai (rantai yang bercabang atau tidak bercabang), (c) berbentuk klaster (berkelompok). 7. Spora seksual memiliki bentuk yang bervariasi seperti askospora, basidiospora dan zigospora, bergantung pada spesiesnya.
atau diencerkan dengan menggunakan larutan NaCl 0,9% yang steril kemudian dihomogenkan. Suspensi diukur kekeruhannya dengan menggunakan spektrofotometer hingga diperoleh nilai transmitan 75%. Pengujian Daya Hambat Senyawa Asam Heksadekanoat dan β- sitosterol Pengujian dilakukan dengan metode difusi agar yang menggunakan pencadang berdiameter dalam 6 mm, diameter luas 8 mm, dan tinggi 10 mm. Medium potato dekstrose agar (PDA) steril didinginkan pada suhu 40oC-45oC. Kemudian dituang secara aseptis ke dalam cawan petri sebanyak 10 ml dan dibiarkan memadat sebagai lapisan dasar atau base layer. Setelah memadat dimasukkan suspensi jamur uji msing-masing sebanyak 1 ml ke dalam 5 ml medium potato dekstrose agar (PDA) kemudian dihomogenkan dan dituang di atas lapisan base layer dan dibiarkan setengah padat sebagai lapisan pembenihan atau seed layer. Setelah itu pencadang diletakkan secara aseptis dengan pinset steril pada permukaan medium dengan jarak pencadang satu dengan yang lain 2-3 cm dari pinggir cawan petri, dan dibiarkan pada suhu kamar. Masing-masing pencadang diisi dengan 0,25 ml senyawa asam heksadekanoat dan βsitosterol isolat hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux dengan konsenterasi masing-masing 10, 20, dan 30 ppm. Demikian pula larutan ketokonazol sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif dituang sebanyak masing-masing 0,25 ml menggunakan mikropipet. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dan
Penyiapan Larutan Uji Senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol masing-masing ditimbang sebanyak 0,3 mg dan dilarutkan dalam 10 ml DMSO (dimetil sulfoksida) sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 30 ppm. Selanjutnya dibuat larutan uji dengan konsentrasi 20 dan 10 ppm.
72 jam.
Penyiapan Larutan Kontrol Larutan kontrol yang digunakan adalah larutan ketokonazol 30 ppm sebagai kontrol positif. Ketokonazol diambil sebanyak 0,3 mg dan dilarutkan dalam 10 ml aquades, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 30 ppm. DMSO digunakan sebagai kontrol negatif.
Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter hambatan pertumbuhan jamur disekeliling pencadang dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada inkubasi selama 48 jam dan 72 jam, untuk mengetahui kemampuan senyawa bioaktif hydroid tersebut dalam menghambat pertumbuhan jamur uji.
Penyiapan Suspensi Jamur Uji Jamur uji yang telah diisolasi, disuspensikan
Analisis Data Hasil pengukuran
3
daya
hambat
dilihat
berdasarkan kepekaan jamur terhadap senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol isolat hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux berdasarkan wilayah penghambatan pada 48 jam dan 72 jam inkubasi ditabulasi dan dianalisis. Potensi antifungi senyawa asam heksadekanoat dan βsitosterol isolat dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux diketahui dengan cara pengamatan terhadap zona bening yang terbentuk mengelilingi pencadang. Zona hambatan tersebut diukur pada senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol isolat dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux dengan konsentrasi 10, 20, 30 ppm. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan cara membandingkan diameter zona hambatan kontrol (kontrol positif dan kontrol negatif) dengan zona hambatan dari semua sampel serta zona hambatan dari setiap jenis konsentrasi sampel. Demikian pula dianalisis pertumbuhan zona hambatan dari 48 jam dan 72 jam untuk mengetahui bioaktivitas senyawa asam heksadekanoat dalam menghambat pertumbuhan jamur pembusuk buah mangga.
akan mengalami perubahan warna menjadi hitam dan seiring waktu akan meluas hingga menutupi permukaan kulit buah. Dari hasil isolasi diperoleh satu isolat jamur yang diberi kode MH yang menunjukkan ciri jamur seperti pada Gambar 8.
HASIL Isolasi Jamur Pembusuk Buah Mangga Mangifera indica.
Gambar 1. Isolat Jamur Pembusuk Buah Mangifera indica Gejala pembusukan buah yang diamati dimulai dengan menghitamnya bagian pangkal buah yang kemudian meluas ke seluruh kulit buah. Gejala ini mirip dengan penyakit busuk Aspergillus yang dikemukakan oleh Barnet dan Hunter (1998) bahwa umumnya buah yang berasal dari dataran rendah terinfeksi jamur Aspergillus sp, buah yang terinfeksi oleh jamur ini memiliki gejala pada pangkal buah
4
Identifikasi Jamur Pengamatan Makroskopis Jamur Pengamatan secara makroskopis dengan melihat warna koloni, bentuk koloni, permukaan koloni, pola pertumbuhan dan diameter koloni pada media Potato Dextrose Agar (PDA).
Gambar 2. Koloni Jamur Pada awal pengamatan miselium jamur ini berwarna putih kekuningan tetapi pada hari ke-3 warna miselium mulai berubah menjadi warna kehitaman, pola pertumbuhan koloni bulat, tepi rata seperti kapas halus dengan diameter koloni 20 mm. Pengamatan Mikroskopis Jamur
(a)
(b)
(c) Gambar 3. Hasil Pengamatan Mikroskopis, (a) Koloni Jamur, (b) Konidia Membentuk Kipas, (c) Hifa Bersekat
28
Ciri mikroskopis jamur MH adalah hifa hialin dan bersekat. Konidiofor tegak dan panjang dengan kepala konidia membesar, fialid hampir memenuhi seluruh permukaan vesikel. Ciri-ciri mikroskopis isolat yang diamati sesuai dengan jamur Aspergillus niger yang dikemukakan oleh Barnet dan Hunter (1998) yaitu memiliki konidiofor halus yang tegak ke atas membentuk globus. Konidia terdiri dari satu sel dan warna koloni bervariasi tergantung pada jenisnya. Fardiaz (1989) melaporkan, konidia atas Aspergillus niger berwarna hitam atau hitam kecokelatan, bagian atas membesar dan membentuk globusa, bagian ujung serupa batang-batang kecil.
(a) (b) Gambar 5. Diameter daerah hambatan senyawa β-sitosterol hasil isolasi hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux terhadap isolat jamur MH pada inkubasi 42 jam (a) dan 72 jam (b) Pada gambar hasil uji daya hambat di atas memperlihatkan bahwa senyawa Asam heksadekanoat dan β-sitosterol pada konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, dan 30 ppm mampu menghambat pertumbuhan jamur MH yang ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar pencadang pada semua konsentrasi yang digunakan. Selama masa inkubasi 48 jam dan 72 jam terlihat bahwa terjadi perubahan diameter daerah hambatan. Hasil pengamatan juga menunjukkan adanya perbedaan daerah hambatan pada setiap tingkat konsentrasi. Martoredjo (1989) menyatakan bahwa konsentrasi suatu bahan yang berfungsi sebagai antimikroba merupakan salah satu faktor penentu besar kecilnya kemampuan dalam menghambat pertumbuhan mikroba yang diuji.
Aktivitas Antijamur Senyawa Bioaktif Asam Heksadekanoat dan β- Sitosterol dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureox terhadap Isolat Jamur MH Pengujian dilakukan secara in vitro dengan metode difusi agar menggunakan pencadang. Pengujian aktivitas antijamur pada jamur MH dilakukan untuk menentukan pengaruh konsentrasi senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol terhadap pertumbuhan jamur MH. Dalam pengujian ini digunakan dua senyawa murni yang telah diisolasi dari hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux yaitu senyawa asam heksadekanoat dan senyawa βsitosterol dengan konsentrasi masing-masing 10 ppm, 20 ppm, dan 30 ppm yang akan dibandingkan dengan ketokonazol sebagai kontrol positif (+) dan DMSO sebagai kontrol negatif (-). Pengujian dilakukan selama masa inkubasi 48 jam dan 72 jam.
(a) (b) Gambar 4. Diameter daerah hambatan senyawa asam heksadekanoat hasil isolasi hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux terhadap isolat jamur MH pada inkubasi 48 jam (a) dan 72 jam (b)
Gambar 6. Histogram hasil pengukuran diameter zona hambat jamur MH oleh senyawa Asam Heksadekanoat
29
Pada gambar histogram di atas memperlihatkan bahwa konsentrasi 30 ppm merupakan konsentrasi dengan pengukuran daerah hambatan tertinggi, sedangkan pada konsentrasi 10 ppm merupakan konsentrasi dengan pengukuran daerah hambatan terendah. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar tingkatan konsentrasi senyawa asam heksadekanoat semakin efektif dalam menghambat jamur MH. Diameter hambatan asam heksadekanoat pada jamur MH dengan waktu inkubasi 48 jam pada konsentrasi 10 ppm sebesar 14,0 mm dan mengalami peningkatan pada masa inkubasi 72 jam yaitu sebesar 19,5 mm. Kemudian konsentrasi 20 ppm menghambat pertumbuhan jamur sebesar 16,5 mm pada masa inkubasi 48 jam dan 22,5 mm pada masa inkubasi 72 jam. Untuk konsentrasi 30 ppm pada masa inkubasi 48 jam diameter hambatan sebesar 18,0 mm dan pada masa inkubasi 72 jam meningkat menjadi 25,5 mm. Berdasarkan hasil tersebut, senyawa asam heksadekanoat bersifat fungisidal.
terbentuk juga berbeda (Brooks et al., 2005). Untuk mengetahui lebih jelas perbedaan daerah hambatan pada masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada histogram berikut.
Gambar 7 . Histogram hasil pengukuran diameter zona hambat jamur MH oleh senyawa Asam Heksadekanoat
Menurut Mycek et al (2001), suatu antimikroba bersifat bakteriostatik dan fungistatik jika suatu senyawa antimikroba mampu menghambat pertumbuhan mikroba jika pemberian senyawa diberikan secara terus menerus dan jika penambahan senyawa dihentikan atau habis maka pertumbuhan akan meningkat. Sedangkan untuk bakteriosidal dan fungisidal jika suatu senyawa antimikroba mampu membunuh dan menghentikan aktivitas fisiologis dari mikroba uji meskipun pemberian senyawa tersebut dihentikan
Pada gambar histogram terlihat kemampuan senyawa β-sitosterol pada konsentrasi 30 ppm sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur MH karena memiliki pengukuran daerah hambatan terbesar, dan pada konsentrasi 10 ppm walaupun memiliki diameter daerah hambatan terkecil namun senyawa β-sitosterol masih mampu menghambat pertumbuhan jamur MH. Pengukuran daerah hambatan pada senyawa βsitosterol pada konsentrasi 10 ppm memiliki diameter daerah hambatan 12,0 mm pada masa inkubasi 48 jam dan masa inkubasi 72 jam sebesar 18,5 untuk konsentrasi 20 ppm mampu menghambat pertumbuhan jamur sebesar 17,0 mm pada inkubasi 42 jam dan masa inkubasi 72 jam sebesar 22,5 mm, untuk konsentrasi 30 ppm dengan diameter daerah hambatan sebesar 19,5 mm pada masa inkubasi 48 jam dan terjadi peningkatan pada masa inkubasi 72 jam sebesar 23,5 mm. Berdasarkan hasil tersebut, senyawa βsitosterol bersifat fungisidal. Ketokonazol sebagai kontrol positif dengan diameter hambatan 11 mm pada masa inkubasi 48 jam dan 20,5 mm pada inkubasi 72 jam. DMSO sebagai kontrol negatif tidak terdapat daerah hambatan.
Ketokonazol sebagai kontrol positif memiliki diameter daerah hambatan 11,0 mm dan tidak terdapatnya daerah hambatan pada kontrol negatif DMSO. Pada penelitian ini dapat dibuktikan bahwa ketokonazol mampu menghambat pertumbuhan jamur MH, hanya saja bila dibandingkan dengan senyawa Asam Heksadekanoat dan β-sitosterol lebih rendah dalam menghambat pertumbuhan jamur MH. Adanya perbedaan diameter daerah hambatan pada masing-masing konsentrasi disebabkan karena perbedaan besarnya zat aktif yang terkandung pada konsentrasi tersebut. Semakin besar suatu konsentrasi, semakin besar pula komponen zat aktif yang terkandung di dalamnya sehingga daerah hambatan yang
30
Diameter daerah hambatan yang ditunjukkan pada gambar membuktikan bahwa senyawa asam heksadekanoat dan β-sitosterol efektif dalam menghambat jamur MH, dijelaskan oleh Cappucino (1992) bahwa apabila diameter hambatan oleh antibiotik sebesar 14 mm dinilai efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroba uji setelah masa inkubasi 72 jam diameter zona.
Cappuccino, J.G., and Sherman, N., 1978, Microbiology A Laboratory Manual, Rockland Community College, Suffern, New York.
Menurut Subakir (2004), suatu antifungi mampu menghambat pertumbuhan fungi uji dengan bekerja mempengaruhi dinding sel, membran sitoplasma maupun inti. Menurut Johannes (2013), mekanisme reaksi senyawa kimia dinding sel jamur dengan sisi aktif dari asam heksadekanoat dan β-sitosterol membentuk suatu senyawa kompleks. Dari hasil penelitian ini, asam heksadekanoat dan β-sitosterol bersifat fungisidal, sesuai dengan pendapat Pelczar dan Chan (1988) yang menyatakan bahwa senyawa aktif antijamur dapat bersifat fungistatik atau fungisidal. Selain ditentukan oleh sifat senyawa aktifnya juga ditentukan oleh sifat juga ditentukan oleh sifat morfologi jamur uji (Aspergillus niger).
Dewandari, K.T., Ira, M., dan Dondy, A.S., 2009. Konsep SOP untuk Penanganan Pascapanen Mangga Cv, Gedong untuk Tujuan Ekspor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Standarisasi. Vol.11. NO 1.
Denny, M. W., dan Steven, D. G., 2007. Encyclopedia of Tidepools and Rocky Shores. University of California Press. London. England.
Fardiaz. S., 1989. Mikrobiologi Pangan. IPB:PAU Pangan dan Gizi. Bogor. Gandjar, I., R.A. Samson, K. van den Tweel-Vermeulen, A. Oetari, dan I. Santoso, 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Gusnawaty H S., Mariadi., dan Muliana., 2013. Pengaruh Perbedaan Frekuensi Aplikasi Pestisida Nabati Phymar C 711 Terhadap Kesembuhan Penyakit Busuk Batang Diplodi (Botryodiplodia Theobromae Pat.) Pada Tanaman Jeruk (Citrus reticulata L.)Vol.23. No. 03. Hal. 172-178.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa konsentrasi senyawa Asam heksadekanoat dan β-sitosterol yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur pembusuk buah Mangga Mangifera indica adalah pada konsentrasi 30 ppm dan pada kedua senyawa tersebut bersifat fungisidal.
Harris, V. A., 1996. Sessile Animal of the Sea Shore. Chapman and Hall. London.
SARAN Disarankan untuk dilakukannya penelitian lanjutan senyawa asam heksadekanoat dan βsitosterol sebagai bahan pengawet makanan karena memiliki sifat antifungi.
Jawetz, E., J. L. Melnick, and E.A. Adelberg. 2001. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan (Review of Medical Microbiology) diterjemahkan oleh H. Tomang. EGC. Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Barnet, H. L. dan B. B. Hunter. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. The American Phytopathological Society St. Paul, Minnesota.
Johannes E., (2008). Isolasi, Karakterisasi dan Uji Bioaktivitas Metabolit Sekunder dari Hydroid Aglaophenia cupressina Lamoureoux Sebagai Bahan Dasar Antimikroba. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makassar.
Brooks, G. F., Janet S. B. dan Stepen A. M. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi Pertama. Salemba Medika, Jakarta.
31
Johannes, E., H. Usman dan M. Bilang, 2014. Bioaktivitas Senyawa Asam Heksadekanoat Hasil Isolat Dari Hydroid Aglaophenia Cupressina Lamoureoux Subagai Antibakteri Pada Bakteri Salmonella Typhi Dan Escherichia Coli. http://repository.unhas.ac.id/handle/12345 6789/7478. Diakses pada tanggal 29 Januari 2015.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1986 Dasar-dasar mikrobiologi 2. Diterjemahkan oleh Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia;. hal. 489-522. Powell KA & Faull JL. 1989. Commercial Approaches to The Use of Biological Control Agents. In Biotechnology of Fungi for Improving Plant Growth. Ed. Whipp JM, Lumsden RD. Cambridge: Cambridge University Press.
Johnson, M K., Alexander, K E., Lindquist, N., Loo, G., 1999. Potent antioxidant activity of a dithiocarbamate-related compound from a marine hydroid. Vol. 58 issue 8, Hal. 1313-1319.
Pracaya, 2008. Bertanam Mangga. Penerbit Swadaya. Jakarta.
PT.
Kozloff, Eugene N. 1990, Invertebrates. Saunders College Publishing, United States.
Rizki. 2012. Uji Sensitivitas. http://mikrobiologiindonesia.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2014.
Lubbock, 1979. Chemical Recognition and Nematocyte Excitation In A Sea Anemone, J. exp. Biol. (83):283.
Rupert, E. E. Barnes R.D., 1994. Invertebrate Zoology. Saunders College Publishing. Fort Worth.
Martoredjo, T. 1989. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian dari Perlindungan Tanaman. Andi offset. Yogyakarta.
Rusyana, A., 2011. Sistematika Invertebrata (Teori dan Praktik). Alfabeta. Bandung.
Mellisa, K., Johnson, Karen E., Alexander Niels Lindquist and George Loo, 1999. Activity Antioksidan Potential of Hydroid. Department of Nutrition and Foodservice System. School of Human Enviromental Science niversity of North Carolina at Chapel Hill. Biochemical Pharmacology. Vol 58. 1313- 1319.
Soesanto L., 2006. Penyakit Pascapanen. Penerbit KANISIUS. Yogyakarta Suada I Ketut dan Ni Wayan Suniti, 2010. Supression ability of Crude Extract Derived from Marine Biota Against Fusarium oxysporum f.sp.vanillae. Jurna Biologi, XIV (1): 7-10. Tortora, G.J., Funke,B.R., and Case, C.L. 2001. Microbiology, An Introduction. Cumming Publishing Company, California.
Mycek, M.J., A.R. Harvey and P.C. Champe, 2001. Farmakologi: Ulasan Bergambar (Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology. 2/E). Widya Medika. Jakarta.
Usman, H., 2012. Dasar-Dasar Kimia Organik Bahan Alam. Dua Satu Press. Makassar.
Neuman and Maur, 1985. Useful and Harmful Interactions of Antibiotics. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida.
Wholefoods, 2003. Phythosterol : Sterol, Sterolin & β-sitosterol. http://wholefoods.com. Diakses pada tanggal 14 oktober 2014.
32