JTM JOURNAL OF MECHANICAL ENGINEERING
JTM
JURNAL TEKNIK MESIN
ISSN 2089-7235
Volume 05, Edisi Spesial 2016
ISSN 2089 - 7235
JTM JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Volume 05, Edisi Spesial 2016 1
PERANCANGAN DAN ANALISA ALAT PENGERING IKAN DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI BRIKET BATUBARA Aneka Firdaus
2
PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNELING TERHADAP KEKERASAN SAMBUNGAN BAJA ST 37 Hesti Istiqlaliyah, Fatkur Rhohman
3
PENGUKURAN KEEFEKTIFAN KESELURUHAN PERALATAN (OEE) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NILAI EFEKTIVITAS MESIN BLOWING Yudhi Chandra Dwiaji
4
DESAIN SISTEM KENDALI MESIN PENGUJI KEBOCORAN UDARA MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI PLC OMRON CJ2M DI HVAC (HEATING, VENTILATING, AND AIR CONDITIONING) LINE 6 Syahril Ardi, Setyowati
5
SISTEM KOREKSI OTOMATIS PADA MESIN PACKAGING DENGAN PENGENDALI PLC Andrial Saputra, Alwin Wahyu Fadhlir Rahman
6
PEMODELAN SISTEM AUDIO SECARA WIRELESS TRANSMITTER MENGGUNAKAN LASER POINTER Eko Supriyatno, Siswanto
7
MANAJEMEN RESIKO DI TENGAH PERUBAHAN MODEL BISNIS TELEKOMUNIKASI Firman Fauzi
8
PENURUNAN SUSUT NON TEKNIS PADA JARINGAN DISTRIBUSI MENGGUNAKAN SISTEM AUTOMATIC METER READING DI PT. PLN (PERSERO) Ellisa Agustina, Alvina Fitri Amalia
9
ANALISIS PENGARUH MASA OPERASIONAL TERHADAP PENURUNAN KAPASITAS TRANSFORMATOR DISTRIBUSI DI PT. PLN (PERSERO) Sulistiyono, Haris Nur Azis
10
PROTOTYPE SISTEM MONITORING TEMPERATUR MENGGUNAKAN ARDUINO UNO R3 DENGAN KOMUNIKASI WIRELESS Ritha Sandra Veronika Simbar, Alfi Syahrin
ISSN 2089 - 7235
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
KATA PENGANTAR Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena dengan karunia dan hidayah-Nya, maka Jurnal Teknik Mesin (JTM), Volume 05 Edisi Spesial 2016 dapat diterbitkan. Edisi Spesial JTM adalah edisi yang diterbitkan satu kali setiap tahun. Edisi jurnal edisi spesial kali ini menyajikan sepuluh karya ilmiah dari bebeberapa penulis dengan latar belakang Teknik Mesin dan juga dari disiplin ilmu teknik yang lain. Dalam jurnal edisi ini, beberapa penulis mempresentasikan judul yang berhubungan dengan perancangan, analisis, sistem kendali dan hasil eksperimen. Beberapa judul yang disajikan antara lain: Perancangan dan analisa alat pengering ikan dengan memanfaatkan energi briket batu bara, Pengaruh variasi temperatur annealing terhadap kekerasan sambungan baja ST 37, Pemodelan sistem audio
secara wireless transmitter menggungkan laser pointer dan Prototype sistem monitoring temperatur menggunakan Arduino Uno R3 dengan komuikasi wireless. Kami mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota Dewan Redaksi, Redaktur Pelaksana serta semua pihak yang telah memberikan kontribusinya selama proses penyiapan, penyusunan sampai penerbitan. Semoga keberadaan Jurnal Teknik Mesin Edisi Spesial 2016 ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh civitas akademika secara umum dan semua kolega di Program Studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana secara khususnya.
Jakarta, Oktober 2016
Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang Pemimpin Redaksi
ISSN 2089 - 7235
ISSN 2089 - 7235
JTM JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Pemimpin Redaksi
:
Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang (UMB)
Dewan Redaksi
: : : : : : : : : : : :
Prof. Dr. Ir. Chandrasa Soekardi (UMB) Dr. Kontan Tarigan (UMB) Dr. Nurdin Ali (Unsyiah) Dr. Poempida Hidayatullah (UMB) Prof. Dr. Bambang Suharno (Universitas Indonesia) Dr. Nasrudin (Universitas Indonesia) Dr. Ing.Puji Untoro (Universitas Surya) Dr. Ing Kusnanto (Universitas Gajah Mada) Dr. Sagir Alva (UMB) Ir. Yuriadi Kusuma (UMB) Dr. Sulistyo (Universitas Diponegoro) Dr. Abdul Hamid (UMB)
Redaktur Pelaksana
: : : :
Ir. Haris Wahyudi, M.Sc (UMB) Nur Indah, S. ST. MT (UMB) Ir. Nurato, MT (UMB) Edijon Nopian (UMB)
Alamat Redaksi
:
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Kampus Menara Bhakti, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan No. 01, Kembangan, Jakarta Barat 11650, Indonesia Email:
[email protected] Telp/Fax: +62 21 5871335
Jurnal Teknik Mesin (JTM) adalah Peer-reviewed Jurnal tentang hasil Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi. JTM tersedia dalam versi cetak (p-ISSN: 2089-7235), diterbitkan 3 (tiga) kali dalam setahun pada bulan Februari, Juni dan Oktober. Redaksi menerima artikel ilmiah dalam bidang Teknik Mesin dan yang berkaitan melalui halaman web berikut: http://publikasi.mercubuana.ac.id/index.php/jtm.
ISSN 2089 - 7235
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
ISSN 2089 - 7235
ISSN 2089 - 7235
JTM JURNAL TEKNIK MESIN Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Volume 05, Edisi Spesial 2016 DAFTAR ISI 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
PERANCANGAN DAN ANALISA ALAT PENGERING IKAN DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI BRIKET BATUBARA Aneka Firdaus PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNELING TERHADAP KEKERASAN SAMBUNGAN BAJA ST 37 Hesti Istiqlaliyah, Fatkur Rhohman PENGUKURAN KEEFEKTIFAN KESELURUHAN PERALATAN (OEE) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NILAI EFEKTIVITAS MESIN BLOWING Yudhi Chandra Dwiaji DESAIN SISTEM KENDALI MESIN PENGUJI KEBOCORAN UDARA MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI PLC OMRON CJ2M DI HVAC (HEATING, VENTILATING, AND AIR CONDITIONING) LINE 6 Syahril Ardi, Setyowati SISTEM KOREKSI OTOMATIS PADA MESIN PACKAGING DENGAN PENGENDALI PLC Andrial Saputra, Alwin Wahyu Fadhlir Rahman PEMODELAN SISTEM AUDIO SECARA WIRELESS TRANSMITTER MENGGUNAKAN LASER POINTER Eko Supriyatno, Siswanto MANAJEMEN RESIKO DI TENGAH PERUBAHAN MODEL BISNIS TELEKOMUNIKASI Firman Fauzi PENURUNAN SUSUT NON TEKNIS PADA JARINGAN DISTRIBUSI MENGGUNAKAN SISTEM AUTOMATIC METER READING DI PT. PLN (PERSERO) Ellisa Agustina, Alvina Fitri Amalia ANALISIS PENGARUH MASA OPERASIONAL TERHADAP PENURUNAN KAPASITAS TRANSFORMATOR DISTRIBUSI DI PT PLN (PERSERO) Sulistiyono, Haris Nur Azis PROTOTYPE SISTEM MONITORING TEMPERATUR MENGGUNAKAN ARDUINO UNO R3 DENGAN KOMUNIKASI WIRELESS Ritha Sandra Veronika Simbar, Alfi Syahrin
128-136
137-142
143-145
146-151
152-154
155-158
159-163
164-166
167-174
175-180
ISSN 2089 - 7235
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
ISSN 2089 - 7235
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
128
PERANCANGAN DAN ANALISA ALAT PENGERING IKAN DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI BRIKET BATUBARA Aneka Firdaus Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Email:
[email protected] ABSTRAK -- Energi panas dari briket yang merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri besar dan industri rumah tangga salah satunya digunakan untuk mengeringkan hasil perikanan dan hasil pertanian. Alat pengering yang menggunakan briket sebagai bahan bakar pada proses pengeringan meningkatkan kualitas produk yang dikeringkan karena tidak tergantung pada cuaca. Prosesnya sangat sederhana yaitu dengan meletakkan produk di alat pengering dan briket batubara berfungsi sebagai sumber panas untuk mengeringkan produk. Penelitian menghasilkan laju pengeringan rata – rata yaitu sebesar 1,9235 gram/menit dan mendapatkan pengurangan kadar air terbesar yaitu mencapai 70% serta efisiensi pengeringan rata – rata yaitu 1,3255%. Kata Kunci: Briket, Efisiensi Pengeringan, Ikan Mujair, Kadar Air, dan Laju Pengeringan ABSTRACT -- Brown-coal briquettes heat energy is one of alternative energy source which used in industry as well as home industry to desiccate fishery and agriculture product.The desiccating machine that used briquettes as a fuel improves the product quality because the processes is influenced by the weather. The process is simple by putting the product on the desiccator and brown-coal briquettes do the heat energy to dry the product. The result shows that average desiccating speed which produce 1.9235 grams/minutes and reduce the highest moisture content about 70% and the desiccating efficiency in the level of 1.3255%. Keywords: Briquettes, desiccate efficiency, water level, desiccating velocity 1. PENDAHULUAN Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia, ditambah dengan pasar bebas yaitu semua produk dapat masuk dari satu negara ke negara lain dan diperjual-belikan dengan bebas, hal ini berdampak besar terhadap perekonomian bangsa Indonesia dimana pasar Indonesia masih banyak dibangun dengan ekonomi kerakyatan. Dampak ini juga dirasakan di Sumatera Selatan khususnya dikota Palembang, sehingga ada sebagian dari masyarakat berusaha membangun industri rumah tangga untuk dapat mencukupi kebutuhan hidupnya, seperti usaha pengeringan ikan. Karena proses pengeringan yang dilakukan masih dengan cara tradisional dan menimbulkan masalah dalam kebersihan atau higienitas ikan yang dikeringkan maka kami berupaya membuat sebuah alat pengering ikan yang menggunakan bahan bakar alternative yaitu briket batubara yang nantinya diharapkan dapat membantu bagi para perintis industri rumah tangga dalam mengatasi masalah bahan bakar. Briket batubara merupakan bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu, yang tersusun dari butiran batubara halus yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu, agar bahan bakar tersebut lebih mudah ditangani dan menghasilkan nilai tambah dalam pemanfaatannya dan memiliki keunggulan antara lain sebagai berikut:
1. Harga lebih murah dan terjangkau. 2. Kualitas panas tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untuk pembakaran yang lama dan terus menerus. 3. Tidak beresiko meledak/terbakar 4. Sumber pasokan bahan baku melimpah. Energi panas dari briket batubara yang merupakan salah satu bentuk alternatif energi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan masyarakat yang digunakan untuk mengeringkan hasil perikanan dan hasil pertanian, karena proses pengeringan merupakan metode terbaik untuk mengurangi kadar air dalam suatu bahan supaya menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri. Salah satu teknologi yaitu alat pengering yang menggunakan briket batubara sebagai bahan bakar pada proses pengeringan sangat membantu industri rumah tangga agar produk hasil perikanan dapat dikeringkan dengan baik, sehingga meningkatkan kualitas produk yang dikeringkan, karena tidak tergantung pada cuaca yang tidak dapat diperkirakan. Dengan memanfaatkan udara panas yang terjadi proses perpindahan kalor konduksi, konveksi, dan radiasi pada alat pengering yang dapat mengurangi kadar air dan mempercepat laju pengeringan pada hasil produk, oleh karena itu penulis membuat tugas akhir dengan judul “Perancangan
ISSN 2089 - 7235
129 Dan Analisa Alat Pengering Ikan Memanfaatkan Energi Briket Batubara”
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 dengan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan dengan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang akan dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut. Pemindahan air ini diakibatkan energi panas yang diserap oleh bahan untuk menguapkan air. Dalam proses pengeringan terdiri dari dua cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami adalah proses pengeringan yang memanfaatkan sinar matahari. Pengeringan ini dilakukan dibawah sinar matahari secara langsung. Pengeringan alami mempunyai kelemahan yaitu pengeringan tergantung paada cuaca dan tidak bisa dilakukan setiap saat dan waktu pengeringan yang lama. Adapun pengeringan buatan adalah proses pengeringan dengan menggunakan Alat Pengering. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pengeringan alami yaitu waktu pengeringan tidak bergantung pada keadaan cuaca dan waktu yang digunakan untuk proses pengeringan relatif sedikit. Pada tahun 2011, Robby Usza Perdana (Palembang) membuat alat pengering ikan dengan sistem teknologi yang sederhana. Namun, hasil produksi yang didapat dari proses alat pengering ikan tersebut kurang baik, karena asap dan panas dari hasil pembakaran briket batubara langsung mengenai produk yang dikeringkan 2.2 Proses Pengeringan Pengeringan zat padat adalah pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair dari bahan sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai rendah yang dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan biasanya siap dikemas. Pada proses pengeringan terjadi dua proses, yaitu: 1) Proses perpindahan panas yaitu sebuah proses yang terjadi karena perbedaan temperatur, panas yang dialirkan akan meningkatkan suhu bahan yang lebih rendah yang menyebabkan tekanan uap air didalam ISSN 2089 - 7235
bahan lebih tinggi dari tekanan uap air di udara. 2) Proses perpindahan massa yaitu suatu proses yang terjadi karena kelembapan relatif udara pengering lebih rendah dari kelembapan relatif bahan, panas yang dialirkan di atas permukaan bahan akan meningkatkan tekanan uap air bahan sehingga tekanan uap air bahan akan lebih tinggi dari tekanan uap air udara pengering 2.3 Parameter – Parameter pada Pengujian Alat Pengering Ikan Parameter - parameter hasil pengujian kemudian ditabelkan dan kemudian digambarkan kurvanya. Parameter - parameter tersebut adalah: a. Kadar Air Bahan Kadar Air Bahan adalah banyaknya kandungan air persatuan bahan, pada pengujian ini yang dimaksudkan adalah pengurangan kadar air yang terdapat pada produk yang dikeringkan, dapat dihitung dengan: =
−
100%
dimana: m = Kadar air basis basah, (%) = Berat air bahan, (kg) = Berat kering bahan, (kg). b. Laju Pengeringan Untuk menghitung laju pengeringan dari waktu pengeringan dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: =
−
dimana: m0 = massa air dalam bahan (gram) m1 = massa bahan produk dalam kering (gram) Tp = waktu pengeringan (menit) c. Efisiensi Pengeringan Efisiensi pengeringan merupakan hasil perbandingan antara panas yang secara teoritis dibutuhkan dengan penggunaan panas yang sebenarnya dalam proses pengeringan. Efisiensi pengeringan mempunyai arti yang penting untuk menentukan kualitas kerja dari alat pengering yang diisolasi. Kualitas kerja alat pengering dapat dilihat dari perpindahan massa yang dinyatakan dengan laju pelepasan massa air dari produk makanan ke udara yang memanasinya. Nilai efisiensi alat pengering ini dapat diperoleh dari persamaan: η = X 100 % Di mana: ηp = Efisiensi pengeringan,(%)
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 = Kalor pengeringan, (kJ) = Kalor pembakaran briket batubara, (kJ)
130
cm, lebar 35 cm, dan dilapisi dengan jaring-jaring besi sebagai alasnya.
3. METODE PENELITIAN
Gambar 2 Alat Pengering Ikan Termokopel Stopwatch Kompor Briket Briket Batubara
Briket batubara merupakan bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu, yang tersusun dari butiran batubara halus yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu. Briket batubara yang digunakan adalah briket batubara super dari PTBA dengan komposisi sebagai berikut. Gambar 1 Diagram alir
Tabel 1. Komposisi Kimia Briket Batubara Super Unsur
3.4 Deskripsi Kerja Alat Alat Pengering Alat pengering merupakan tempat ikan yang akan dikeringkan dari kandungan airnya yang menggunakan bahan bakar briket batubara dengan menggunakan kompor bricket batubara yang diletakkan di bawah alat pengering, yang terdapat pintu berfungsi untuk mengalirkan panas yang dihasilkan pembakaran pada kompor briket. Sebelumnya alat pengering ini mempunyai dimensi panjang 100 cm,lebar 50 cm, dan tinggi 50 cm yang mempunyai lubang yang berdiameter 3 cm dengan jumlah 12 buah yang berfungsi untuk mengalirkan panas yang tersisa dan menguapkan air sebagai akibat terjadinya proses pengeringan yang terjadi di ruang pengering. Setelah dimodifikasi alat pengering ini mempunyai dimensi yang sama dengan sebelumnya, hanya saja ditambahkan sebuah kotak di dalam alat pengering tersebut dengan jarak masing – masing sisinya 5 cm dari kotak luar serta ditambah satu lubang untuk membuang uap air hasil pengeringan di bagian atas kotak luar. Pada alat pengering ini terdapat dua rak yang berfungsi sebagai tempat meletakkan produk yaitu ikan lele yang akan dikeringkan. Rak tersebut berbentuk persegi panjang dengan mempunyai rangka yang berukuran panjang 80
Persentase Berat Unsur ( % )
Karbon ( C )
65,5
Hidrogen ( H )
3,8
Oksigen ( O )
12,05
Nitrogen ( N )
1,1
Sulfur ( S )
0,09
Ash
13,4
Moisture
9,2
Vad
15,03
(Sumber; PTBA Unit Pengembangan Briket) 4. PEMBAHASAN 4. 1 Data Hasil Percobaan Tabel 2. Pengujian Alat Pengering Untuk 0,5 kg Ikan Mujair Variasi Waktu 1 Jam WAKTU
1 JAM
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg) 1 2 3
MASSA AWAL (gram) 500
MASSA (gram) 350 250 190
(Keterangan: Tanggal 9 Juni 2015) 1. Pengujian alat pengering ikan (mujair) dengan variasi konsumsi bahan bakar dengan waktu
ISSN 2089 - 7235
131
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 1 jam. Data Hasil Pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Data hasil pengujian variasi waktu 1 jam dapat digambarkan dalam grafik seperti berikut ini:
Tabel 4. Pengujian Alat Pengering Untuk 0,5 Kg Ikan Mujair Variasi Waktu 2 Jam WAKTU
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg)
MASSA AWAL (gram)
1
Pengaruh konsumsi bahan bakar terhadap massa selama 1 jam
3 JAM
2
MASSA (gram) 300
500
3
202 150
Keterangan: Tanggal 15 Juni 2015 Massa (gram)
Data hasil pengujian variasi waktu 3 jam dapat digambarkan dalam grafik seperti berikut ini: Pengaruh konsumsi bahan bakar terhadap massa selama 3 jam
Konsumsi Bahan Bakar (kg)
Gambar 3. Pengaruh Konsumsi Bahan Bakar terhadap Massa Pengeringan selama waktu 1 jam
Massa (gram)
2. Pengujian alat pengering ikan mujair dengan variasi konsumsi bahan bakar dengan waktu 2 jam. Data Hasil Pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Pengujian Alat Pengering Untuk 0,5 Kg Ikan Mujair Variasi Waktu 2 Jam WAKTU
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg)
MASSA AWAL (gram)
1 2 JAM
2 3
MASSA (gram) 320
500
230 180
Keterangan: Tanggal 10 Juni 2015 Data hasil pengujian variasi waktu 2 jam dapat digambarkan dalam grafik seperti berikut ini: Pengaruh konsumsi bahan bakar terhadap massa selama 2 jam
Gambar 5. Pengaruh Konsumsi Bahan Bakar terhadap Massa Pengeringan selama waktu 3 jam 4.2 Pengolahan Data Hasil Percobaan Berikut ini dijelaskan langkah - langkah perhitungan dengan memanfaatkan data hasil percobaan pada alat pengering ikan dengan variasi konsumsi bahan bakar selama 1 jam. 1) Energi Pembakaran Briket Batubara = . Bahan bakar briket batubara yang digunakan untuk pembakaran selama 1 jam adalah: = Massa briket batubara yang dipakai
Massa (gram)
a. Mbb = 1 kg Jadi kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 1 jam dengan konsumsi bahan bakar 1 kg adalah: Konsumsi Bahan Bakar (kg)
Gambar 4. Pengaruh Konsumsi Bahan Bakar terhadap Massa Pengeringan selama waktu 2 jam 3. Pengujian alat pengering ikan mujair dengan variasi konsumsi bahan bakar dengan waktu 3 jam. Data Hasil Pengujian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
ISSN 2089 - 7235
Konsumsi Bahan Bakar (kg)
= . = 1 kg. 24592,5 kJ/kg = 24592,5 kJ b. Mbb = 2 kg Jadi kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 1 jam dengan konsumsi bahan bakar 2 kg adalah: = . = 2 kg. 24592,5 kJ/kg
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 = 49185 kJ c. Mbb = 3 kg Jadi kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 1 jam dengan konsumsi bahan bakar 3 kg adalah: = . = 3 kg. 24592,5 kJ/kg = 73777.5 kJ 2) Energi Kalor Pengeringan =( − ).ℎ a. Untuk konsumsi bahan bakar 1 kg =( − ).ℎ = ( 0,5 kg – 0,35 kg ).2315,53 kJ/kg =347,3295 kJ b. Untuk konsumsi bahan bakar 2 kg =( − ).ℎ = ( 0,5 kg – 0,25 kg ).2315,53 kJ/kg =578,8825 kJ c.
Untuk konsumsi bahan bakar 3 kg =( − ).ℎ = ( 0,5 kg – 0,19 kg ).2315,53 kJ/kg =717,8143 kJ
3) Kadar Air Untuk menghitung kadar air selama pengeringan digunakan rumus sebagai berikut Ka
=
X 100%
Dimana: = massa ikan basah = massa ikan kering
132 =
(
)
= 2,5 gram/menit b. Laju pengeringan selama 1 jam untuk konsumsi bahan bakar 2 kg. ( ) = = 4,167 gram/menit c.
Laju pengeringan selama 1 jam untuk konsumsi bahan bakar 3 kg. ( ) = = 5,167 gram/menit
5) Efisiensi Pengeringan Persamaan efisiensi pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: η = X 100 % Di mana: ηp = Efisiensi pengeringan,(%) = Kalor pengeringan, (kJ) = Kalor pembakaran brikket batubara,( kJ) Untuk pengeringan selama konsumsi bahan bakar 1 kg η = X 100 % ,
=
,
,
Pada waktu 1 jam a. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 1 kg = X 100% = 30 % b. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 2 kg = X 100% = 50 % c. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 3 kg. = X 100% = 62%
, ,
dengan
1
jam
dengan
1
jam
dengan
X 100 %
= 1,17 % Untuk pengeringan selama konsumsi bahan bakar 3 kg η = X 100 % =
jam
X 100 %
= 1,43 % Untuk pengeringan selama konsumsi bahan bakar 2 kg η = X 100 % =
1
X 100 %
= 0,98 % Dari data dan rumus yang telah diperoleh dari hasil pengujian, maka didapat hasil perhitungan sebagai berikut:
4) Laju Pengeringan Tabel 4. Kadar Air pada Pengeringan selama 1 Untuk menghitung laju pengeringan dari waktu Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar pengeringan dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: KONSUMSI MASSA KADAR AIR MASSA WAKTU BAHAN AWAL PENGERIN = (gram) BAKAR (Kg)
Di mana: = massa air dalam bahan (gram) = massa bahan produk dalam kering (gram) = waktu pengeringan (menit)
1 1 JAM
2 3
a. Laju pengeringan selama 1 jam untuk konsumsi bahan bakar 1 kg.
(gram)
500
GAN (%)
350
30
250
50
190
62
Tabel 5. Laju Pengeringan selama 1 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar ISSN 2089 - 7235
133
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
WAKT U
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg)
MASSA AWAL (gram)
MASSA (gram)
LAJU PENGERI NGAN gram / menit
350
2,5
250
4,67
190
5,67
1 1 JAM
2
500
3
Berikut ini dijelaskan langkah – langkah perhitungan dengan memanfaatkan data hasil percobaan pada alat pengering ikan dengan variasi konsumsi bahan bakar selama 2 jam. 1) Energi Pembakaran Briket Batubara a. kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 2 jam dengan konsumsi bahan bakar 1 kg adalah : 24592,5 kJ b. kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 2 jam dengan konsumsi bahan bakar 2 kg adalah 49185 kJ c. kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 2 jam dengan konsumsi bahan bakar 3 kg adalah 73777.5 kJ 2) Energi Kalor Pengeringan a. Untuk konsumsi bahan bakar 1 kg Qe = 416,7954 kJ b. Untuk konsumsi bahan bakar 2 kg Qe = 625.1931 kJ c. Untuk konsumsi bahan bakar 3 kg Qe = 740,9696 kJ
= 64% 4) Laju Pengeringan a. Laju pengeringan selama 2 jam untuk konsumsi bahan bakar 1 kg. ( ) = = 1,5 gram/menit b. Laju pengeringan selama 2 jam untuk konsumsi bahan bakar 2 kg. ( ) = = 2,25 gram/menit c. Laju pengeringan selama 2 jam untuk konsumsi bahan bakar 3 kg. ( ) = = 2,67 gram/menit 5) Efisiensi Pengeringan a. Untuk pengeringan selama 2 jam dengan konsumsi bahan bakar 1 kg η = X 100 %
WAKTU
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg)
MASSA AWAL (gram)
1 2 JAM
2
500
3
= = 36 %
320
KADAR AIR PENGERI NGAN (%) 36
230
54
180
64
MASSA (gram)
X 100 %
η
b. Untuk pengeringan selama 2 jam dengan konsumsi bahan bakar 2 kg = X 100 % ,
=
X 100 %
= 1,255 % c. η
= =
Untuk pengeringan selama 2 jam dengan konsumsi bahan bakar 3 kg X 100 % , ,
X 100 %
= 1,01 % Dari data dan rumus yang telah diperoleh dari hasil pengujian, maka di dapat hasil perhitungan sebagai berikut: Tabel 7. Laju Pengeringan selama 3 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar WAK TU
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg)
MASSA AWAL (gram)
MASSA (gram)
LAJU PENGERI NGAN gram/ menit
320
1,59
230
2,259
180
2,647
X 100%
b. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 2 kg = X 100% = 54 % c. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 3 kg. = X 100%
ISSN 2089 - 7235
,
= 1,694 %
3) Kadar Air Pada waktu 2 jam a. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 1 kg Tabel 6. Kadar Air Pengeringan selama 2 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar
,
=
1 2 JAM
2 3
500
Berikut ini dijelaskan langkah – langkah perhitungan dengan memanfaatkan data hasil percobaan pada alat pengering ikan dengan variasi konsumsi bahan bakar selama 3 jam.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
1) Energi Pembakaran Briket Batubara a. kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 3 jam dengan konsumsi bahan bakar 1 kg adalah 24592,5 kJ b. kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 3 jam dengan konsumsi bahan bakar 2 kg adalah 49185 kJ c.
kalor total pembakaran briket batubara yang digunakan untuk pengeringan ikan mujair selama 3 jam dengan konsumsi bahan bakar 3 kg adalah 73777.5 kJ
134
a. Untuk pengeringan selama 3 jam dengan konsumsi bahan bakar 1 kg η = X 100 % =
,
X 100 %
,
= 1,883 % b. Untuk pengeringan selama 3 jam dengan konsumsi bahan bakar 2 kg η = X 100 % =
,
X 100 %
= 1,413 % c.
2) Energi Kalor Pengeringan a. Untuk konsumsi bahan bakar 1 kg = 463.106 kJ
Untuk pengeringan selama 3 jam dengan konsumsi bahan bakar 3 kg η = X 100 % =
, ,
X 100 %
= 1,098 % b. Untuk konsumsi bahan bakar 2 kg = 694,659 kJ c.
Untuk konsumsi bahan bakar 3 kg = 810.4355 kJ
3) Kadar Air Pada waktu 3 jam a. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 1 kg = X 100% = 40 % b. Kadar air pada konsumsi bahan bakar 2 kg = X 100% = 60 % c.
Kadar air pada konsumsi bahan bakar 3 kg. = X 100% = 70%
Dari data dan rumus yang telah diperoleh dari hasil pengujian,maka di dapat hasil perhitungan sebagai berikut : Tabel 8. Kadar Air selama 3 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar WAKTU
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg)
MASSA AWAL (gram)
1 3 JAM
2
500
3
MASSA (gram)
KADAR AIR PENGERINGAN (%)
300
40
200
60
150
70
Tabel 9. Laju Pengeringan selama 2 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar WAKTU
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg) 1
MASSA AWAL (gram)
MASSA (gram)
LAJU PENGERINGAN gram/ menit
300
1,11
4) Laju Pengeringan a. Laju pengeringan 3 jam untuk konsumsi 3 JAM 2 500 200 bahan bakar 1 kg. 3 150 ( ) = = 1,11 gram/menit 4.3 Analisa Hasil Perhitungan b. Laju pengeringan 3 jam untuk konsumsi bahan bakar 2 kg. ( ) = = 1,67 gram/menit c.
Laju pengeringan 3 jam untuk konsumsi bahan bakar 3 kg. ( ) = = 1,94 gram/menit
1,67 1,94
Setelah melakukan pengujian dan melakukan perhitungan terhadap alat pengering ikan yang menggunakan variasi waktu yaitu: 1 jam, 2 jam, dan 3 jam serta variasi konsumsi bahan bakar yaitu: 1 kg, 2 kg, dan 3 kg. Maka dapat ditabelkan untuk mempermudah langkah dan selanjutnya dalam membuat kurva karakteristik. Tabel 10. Efisiensi Pengeringan Ikan Mujair
5) Efisiensi Pengeringan ISSN 2089 - 7235
135
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
WAKTU PENGRINGAN (JAM)
1
2
3
KONSUMSI BAHAN BAKAR (Kg)
EFISIENSI PENGERINGAN %
1
1,43
2
1,17
3
0,98
1
1,694
2
1,225
3
1,01
1
1,883
2
1,413
3
1,098
Kadar Air Pengeringan selama 2 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar 1 2
Kadar Air (%)
3
Konsumsi Bahan Bakar (kg)
Gambar 8. Kadar Air Pengeringan selama 2 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar
GRAFIK EFISIENSI PENGERINGAN
Kadar Air Pengeringan selama 3 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar KONSUMS I BAHAN BAKAR (Kg)
1 2
Kadar Air (%)
3
Konsumsi Bahan Bakar (kg) WAKTU (JAM)
Gambar 6. Efisiensi Pengeringan Ikan Mujair Efisiensi pengeringan adalah perbandingan antara energi yang digunakan untuk memindahkan atau menguapkan air dari ikan basah dengan menggunakan energi panas briket yang diterima oleh suatu alat. Efisiensi pengeringan ikan mujair berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar dan lamanya waktu pengeringan. Untuk prosentase kadar air pada ikan mujair terhadap variasi konsumsi bahan bakar dan variasi lamanya waktu pengeringan dapat ditunjukan pada grafik dibawah ini:
Kadar Air Pengeringan selama 1 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar
Gambar 9. Kadar Air Pengeringan selama 3 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar Dari grafik tersebut, bahwa kadar air selalu menurun setiap lamanya waktu pengeringan sehingga awal berat ikan mujair sebesar 500 gram untuk setiap proses pengeringan dan kadar air yang dicapai ≤ 10 % (Standar Industri Indonesia). Kadar air yang dinginkan tercapai pada variasi konsumsi bahan bakar 2 kg dengan lamanya waktu selama 3 jam yaitu 10 % dan kadar air pada pada variasi konsumsi bahan bakar 2 kg dengan lamanya waktu selama 3 jam yaitu 5 % Untuk laju pengeringan pada ikan mujair terhadap variasi konsumsi bahan bakar dan lamanya waktu dapat ditunjukan pada grafik dibawah ini: Laju Pengeringan selama 1 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar
Kadar Air (%) 1 2
Laju Pengeringan (gram/menit )
Konsumsi Bahan Bakar (kg)
Gambar 7. Kadar Air Pengeringan selama 1 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar ISSN 2089 - 7235
3
Konsumsi Bahan Bakar (kg)
Grafik 10. Laju Pengeringan selama 1 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 Laju Pengeringan selama 2 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar
Laju Pengeringa n (gram/meni t)
Konsumsi Bahan Bakar (kg)
Gambar 11. Laju Pengeringan selama 2 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar Laju Pengeringan selama 3 Jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar
136
berkisar 36% - 64%, dan pengurangan kadar air terendah pada variasi konsumsi bahan bakar 1 kg selama 1 jam yaitu 30%. 3. Efisiensi pengeringan pada alat pengeringan ikan dengan menggunakan variasi konsumsi bahan bakar yang tetap yaitu 1 kg, 2 kg, dan 3 kg selama 1 jam sebesar 1,098% - 1,883% lebih tinggi dibandingkan dengan variasi konsumsi bahan bakar selama 2 jam yang berkisar 1,010% - 1,694%, dan selama 3 jam mempunyai 0,980% - 1,430%. 4. Kalor pengeringan selama 3 jam pengeringan dengan variasi konsumsi bahan bakar 3 kg sebesar 810,4355 kJ lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi bahan bakar 1 kg, 2 kg, dan 3 kg selama 2 jam yaitu 416,7954 kJ, 625,6492 kJ, dan 740,9696 kJ, dan pada variasi konsumsi bahan bakar 1 kg, 2 kg, 3 kg selama 3 jam energi kalor pengeringannya yaitu 347,3295 kJ, 578,8825 kJ, dan 713,8143 kJ. DAFTAR PUSTAKA
Laju Pengeringa n (gram/meni t)
Konsumsi Bahan Bakar (kg)
Gambar 12. Laju Pengeringan selama 3 jam dengan Variasi Konsumsi Bahan Bakar Laju Pengeringan pada alat pengering ini yang didapatkan yaitu bervariasi antara 5,167 gr/menit sampai dengan 1,11 gram/menit, dengan laju pengeringan yang berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar tetapi berbanding terbalik dengan lamanya waktu pengeringan. Laju Pengeringan semakin lama semakin mengecil dikarenakan kadar air dari ikan mujair berkurang. 5. KESIMPULAN Data hasil pengujian dan pengolahan data - data, serta analisa didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Laju pengeringan pada variasi konsumsi bahan bakar 1 kg, 2 kg, dan 3 kg selama 1 jam yaitu 2,5 gr/menit, 4,67 gr/menit, dan 5,67 gr/menit, pada variasi konsumsi bahan bakar 1 kg, 2 kg, dan 3 kg selama 2 jam yaitu 1,59 gr/menit, 2,259 gr/menit, dan 2,647 gr/menit, dan pada variasi konsumsi bahan bakar 1 kg, 2 kg, dan 3 kg selama 3 jam yaitu 1,11 gr/menit, 1,67 gr/menit, dan 1,94 gr/menit 2. Pengurangan kadar air tertinggi terletak pada variasi konsumsi bahan bakar 3 kg selama 1 jam yaitu 70%, dan pada variasi konsumsi bahan bakar 1 kg, 2 kg, dan 3 kg selama 2 jam
[1]. Abdurrachim. Analisis Efisiensi Pengeringan Ikan Nila Pada Pengering Surya Aktif Tidak Langsung. Jurnal Teknik Mesin, FT ITB : Bandung [2]. Holman, J.P. 1995. Perpindahan Kalor. Jakarta [3]. Kristianto, Philip. 2001. Desain dan Pengujian Asistem Pengering Ikan Bertenaga Surya. Jurnal Universitas Kristen Petra : Jakarta [4]. Kurnia Putra, Ananta. 2007. Rancang Bangun Oven Untuk Mengeringkan Tokek dengan Sumber Panas Udara yang Dipanaskan Kompor LPG. D III Teknik Mesin FTI – ITS : Surabaya [5]. Setiadi, Agus. 2000. Buku Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII – LIPI Bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation : Jakarta [6]. Supriyono, Wijandi, Soesarsono. 2003. Mengukur Faktor – faktor Dalam Proses Pengeringan. Departemen Pendidikan Nasional Proyek Pengembangan Sistem dan Standar Pengelolaan [7]. Usza Perdana, Robby. 2011. Studi Ekperimental Pengaruh Jumlah Lubang Udara Pada Alat Pengering Ikan Lele Tipe Rak Menggunakan Briket Batubara Terhadap Laju Pengeringan. Teknik Mesin Universitas Sriwijaya : Indralaya [8]. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor : 047 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batubara dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batubara
ISSN 2089 - 7235
137
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
PENGARUH VARIASI TEMPERATUR ANNEALING TERHADAP KEKERASAN SAMBUNGAN BAJA ST 37 Hesti Istiqlaliyah1, Fatkur Rhohman2 1,2Program
Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Nusantara PGRI Kediri E-mail:
[email protected]
ABSTRAK -- Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur annealing pada sambungan las terhadap kekerasan baja ST 37. Penelitian ini menggunaka baja ST 37 yang mengandung komposisi 0,118% C, 99,310% Fe, 0,375 Mn dan beberapa unsur paduan yang lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian eksperimen. Pengelasan menggunakan las busur listrik. Kemudian dilakukan perlakuan panas annealing pada suhu 450C, 550C dan 650C dan waktu penahanan (holding time) 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Kemudian didinginkan menggunakan media pendingin udara ruangan selama 3 jam. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan kenaikan temperatur annealing dan waktu penahanan (holding time) mempengaruhi tingkat kekerasan pada titik – titik pengujian terutama pada sambungan las (logam las). Semakin tinggi temperatur annealing dan waktu penahanan (holding time) akan menurunkan tingkat kekerasan sehingga sambungan las akan memiliki tingkat kekerasan yang menurun daripada daerah lainnya. Pada pengujian di titik 3 menunjukkan pada temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 73,6 HRB sedangkan pada temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 86,87 HRB. Kata kunci: Temperatur Annealing, Sambungan Las, Kekerasan, Baja ST 37 ABSTRACT -- This paper presented the influence of annealing temperature on the hardness of ST 37 steel at the welding joint. The experiment used ST 37 steel which have the following composition: 0.118% C, 99.310% Fe, 0.375 Mn and others alloying elements. The welding process is done using arc welding. Annealing process was conducted at the temperature of 450oC, 550oC and 650oC with different holding time: 30 minutes, 60 minutes and 90 minutes. The specimen was then air cooled for about 3 hours. The result shows that increasing the annealing temperature and holding time influence the hardness of the material mainly at the welding area. The increased the anneling temperature and holding time will reduce the hardness of material at the area of welding zone. The hardness was measured three points and shows that if the annealing temperature is 650oC and holding time 90 minutes the hardness is 73.6 HRB and if the anneling temperature is 450oC and holding temperature 30 minutes the hardness value is 86.87 HRB. Keywords: Annealing temperature, welding joint, hardness, Steel ST37
1. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena hampir pada setiap pembangunan suatu konstruksi dengan logam melibatkan pekerjaan pengelasan. Oleh karena itu, rancangan las dan cara pengelasan harus memperhatikan kesesuaian antara sifat fisis dan mekanis dari logam las dengan kegunaan konstruksi serta keadaan di sekitarnya. Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat. Hal yang perlu diperhatikan pada hasil pengelasan adalah tegangan sisa, karena pada pengelasan terjadi tegangan termal akibat perbedaan suhu antara logam induk dan daerah las. Tegangan sisa pada hasil pengelasan terjadi karena selama siklus ISSN 2089 - 7235
termal las berlangsung di sekitar sambungan las dengan logam induk yang suhunya relatif berubah sehingga distribusi suhu tidak merata[15]. Melalui perlakuan panas sifat-sifat yang kurang menguntungkan pada logam dapat diperbaiki. Tujuan pengerjaan panas (Heat Treatment) adalah untuk memberi sifat yang diinginkan. Oleh karena itu, hal ini sangat menarik untuk diteliti dan dipelajari sehingga kita akan mengetahui pengaruh temperatur annealing yaitu 450C, 550C, 650°C pada sambungan las SMAW dengan waktu penahanan 30 menit, 60 menit dan 90 menitdengan laju pendinginan tertentu terhadap kekerasan bahanpada baja ST 37. Untuk memperluas penggunaan baja karbon rendah, diperlukan peningkatan sifat mekaniknya (kekerasan bahan) tetapi harganya masih relatif murah dibandingkan dengan jenis baja karbon lainnya.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 2. LANDASAN TEORI 2.1. Pengelasan Secara sederhana dapat diartikan bahwa pengelasan merupakan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam baik menggunakan bahan tambah maupun tidak dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengertian pengelasan menurut Widharto [14] adalah salah satu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Wiryosumarto, Harsono dan Okumura [15] menyebutkan bahwa pengelasan adalah penyambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Penyambungan dua buah logam menjadi satu dilakukan dengan jalan pemanasan atau pelumeran, dimana kedua ujung logam yang akan disambung di buat lumer atau dilelehkan dengan busur nyala atau panas yang didapat dari busur nyala listrik (gas pembakar) sehingga kedua ujung atau bidang logam merupakan bidang masa yang kuat dan tidak mudah dipisahkan [1]. Paling tidak saat ini terdapat sekitar 40 jenis pengelasan. Dari seluruh jenis pengelasan tersebut hanya dua jenis yang paling populer di Indonesia yaitu pengelasan dengan menggunakan busur nyala listrik (Shielded metal arc welding/ SMAW) dan las karbit (Oxy acetylene welding/OAW). 2.2. Pengelasan Baja Karbon Baja adalah merupakan suatu campuran dari besi (Fe) dan karbon (C), dimana unsur karbon (C) menjadi dasar. Disamping unsur Fe Dan C, baja juga mengandung unsur campuran lain seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi. Baja karbon sedang dan baja karbon tinggi mengandung banyak karbon dan unsur lain dapat memperkeras baja, karena itu daerah pengaruh panas atau HAZ pada baja ini mudah menjadi keras bila dibandingkan baja karbon rendah. Sifatnya yang mudah menjadi keras ditambah dengan adanya hydrogen difusi menyebabkan baja ini sangat peka terhadap retak las. Disamping itu pengelasan dengan menggunakan elektroda yang sama kuat dengan logam lasnya dengan pemanasan mula dan suhu pemanasan tergantung dari kadar karbon. Baja karbon adalah baja yang mengandung karbon antara 0,1% - 1,7%. Berdasarkan tingkatan banyaknya kadar karbon, baja digolongkan menjadi tiga tingkatan: Baja karbon rendah, Baja karbon sedang, Baja karbon tinggi.
138
Dan baja ST 37 termasuk kedalam golongan baja karbon rendah karena kandungan karbonnya kurang dari 0,30%. Mulai
Persiapan Spesimen menurut standar ASTM E10
Proses Perlakuan Panas Spesimen Variabel Bebas: Temperatur Annealing: 450C, 550C dan 650C Holding Time: 30 menit, 60 menit dan 90 menit Media Pendingin: Udara (selama 3 jam)
Simulasi Pengujian Kekerasan
Analisa Data
Kesimpulan
Selesai Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian 2.3. Annealing Menurut Amanto dan Daryanto [3] annealing dapat didefinisikan sebagai pemanasan pada suhu yang sesuai, diikuti dengan pendinginan pada kecepatan yang sesuai. Hal ini bertujuan untuk menginduksi kelunakan, memperbaiki sifatsifat pengerjaan dingin dan membebaskan tegangan-tegangan pada baja sehingga diperoleh struktur yang dikehendaki. Proses annealing dibagi menjadi tiga macam, yaitu annealing penuh, annealing isothermal, annealing pada suhu kritis terendah. Dalam proses annealing pada suhu kritis terendah, pemanasan dipertahankan pada beberapa suhu di bawah batas transformasi (perubahan). Suhu itu cukup tinggi untuk membuat pengkristalan kembali dan struktur yang seragam. Apabila proses ini digunakan untuk baja karbon tinggi akan menyebabkan baja itu mudah dibentuk dan dikerjakan mesin perkakas. Pada waktu baja dikerjakan dengan proses annealing dengan cara dipanaskan pada suhu tinggi dalam periode yang cukup lama, berlangsung proses oksidasi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pengelupasan pada bagian luar.
ISSN 2089 - 7235
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut. 2.5 Metode Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dalam beberapa tahap seperti terlihat pada Gambar 1. 3. HASIL PENELITIAN Sebelum dilakukan perlakuan panas annealing diperoleh data penelitian uji kekerasan sambungan las sebagai berikut: Tabel 1. Data Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sebelum Perlakuan Panas Annealing (satuan HRB) T0/W0
Letak Titik Pengujian
Spesimen
1
2
3
4
5
1
70,6
80,4
82,7
74,3
64,8
2
52,1
82,8
76,8
63
41,9
3
61,7
65,9
97,5
69,4
44,9
Jumlah
184,4
229,1
257
206,7
151,6
Nilai rata rata
61,467
76,367
85,67
68,9
50,53
Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 1 80 60 40 20 0 450C
550C
650
Variasi Temperatur 30
60
90
Gambar 2. Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 1. ISSN 2089 - 7235
Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 2 100 80 60 40 20 0
450C
550C
650C
Variasi Temperatur Annealing 30 60
90
Gambar 3. Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 2
Holding Time (menit)
Tingkat Kekerasan HRB
Setelah dilakukan perlakuan panas dengan variasi temperatur annealing dan waktu penahanan (holding time) pengujian kekerasan, didapatkan hasil penelitian (dalam satuan HRB) sebagai berikut:
Pada Gambar 2 menunjukkan spesimen temperatur annealing 450C dengan lama penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 71,87 HRB. Nilai kekerasan pada temperatur annealing 550C dengan lama penahanan (holding time) 30 menit didapat nilai kekerasan 60,93 HRB. Dan nilai kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan lama penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 70,57 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 55,5 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 54,4 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen dengan temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 59 HRB. Sedangkan nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 46,77 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen 550C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 51,7 HRB. Nilai tingkat kekerasan spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 62,33 HRB.
Holding Time (menit)
2.4 Pengujian Kekerasan
Tingkat Kekerasan HRB
139
Gambar 3 menunjukan spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit mempunyai nilai tingkat kekerasan 81,9 HRB. Nilai tingkat kekerasan spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit mempunyai nilai tingkat kekerasan 68,7 HRB. Nilai tingkat kekerasan spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit mempunyai nilai tingkat
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
Variasi Temperatur Annealing 30 60
kekerasan 91,93 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 78 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 68,13 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 73,6 HRB. Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 4 100 80 60 40 20 0 450
650
550
Holding Time (menit)
Tingkat Kekerasan HRB
Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 3 120 100 80 60 40 20 0 550C 650C 450C
Variasi Temperatur Annealing
Holding Time (menit)
Tingkat Kekerasan HRB
kekerasan 72,83 HRB. Pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 76 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit mempunyai nilai tingkat kekerasan 65,93 HRB. Nilai tingkat kekerasan spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit mempunyai nilai tingkat kekerasan 88,87 HRB. Sedangkan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit mempunyai nilai tingkat kekerasan 68,33 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit mempunyai nilai tingkat kekerasan 63,73 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit mempunyai nilai tingkat kekerasan 79,7 HRB.
140
90
Gambar 4. Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 3 Gambar 4 menunjukkan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 86,87 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 86,13 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 97,4 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 82,8 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 84,3 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat
30
60
90
Gambar 5. Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 4 Untuk Gambar 5 menunjukkan nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 81,9 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 79,67 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 76,83 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 73,33 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 72,13 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 78,63 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 66,9 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 54,7 HRB. Dan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu
ISSN 2089 - 7235
141
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 67,93 HRB. Pada gambar 5 menunjukan bahwa spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 71,1 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 68,83 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 83,33 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 63,27 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 64,27 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 60 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 59,97 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 58,4 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 550C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 56,6 HRB. Nilai tingkat kekerasan pada spesimen temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 62,43 HRB.
Holding Time (menit)
Tingkat Kekerasan HRB
Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 5 100 80 60 40 20 0
650C 550 450 Variasi Temperatur Annealing 30 60
90
Gambar 6. Grafik Hasil Penelitian Uji Kekerasan Sambungan Las Di Titik 5 Dari hasil penelitian uji kekerasan pada titik – titik pengujian tersebut nilai tingkat kekerasan di pengujian titik 3 mempunyai nilai paling tinggi yang merupakan titik yang tepat di sambungan las atau logam las. Dan nilai tingkat kekerasan di pengujian titik 2 dan 4 memiliki nilai tingkat kekerasan yang hampir sama yang merupakan ISSN 2089 - 7235
daerah tepi sambungan las atau logam las. Sedangkan pengujian di titik 1 dan 5 memiliki nilai kekerasan yang rendah karena merupakan daerah HAZ (daerah pengaruh panas). 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan uji kekerasan yang telah di lakukan, maka dapat disimpulkan kenaikan temperatur annealing dan waktu penahanan (holding time) mempengaruhi tingkat kekerasan pada titik – titik pengujian terutama pada sambungan las (logam las). Semakin tinggi temperatur annealing dan waktu penahanan (holding time) akan menurunkan tingkat kekerasan sehingga sambungan las akan memiliki tingkat kekerasan yang menurun daripada daerah lainnya. Pada pengujian di titik 3 menunjukkan pada temperatur annealing 650C dengan waktu penahanan (holding time) 90 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 73,6 HRB sedangkan pada temperatur annealing 450C dengan waktu penahanan (holding time) 30 menit memiliki nilai tingkat kekerasan 86,87 HRB. Hasil penelitian pada uji kekerasan titik 2 dan 4 memiliki perbedaan namun peningkatan yang dihasilkan hampir sama.Di titik pengujian 1 dan 5 memiliki tingkat kekerasan yang begitu rendah signifikan karena merupakan daerah HAZ yang mungkin hanya struktur di dalamnya yang berubah agak kasar bilamana di uji mikrostruktur. DAFTAR PUSTAKA [1]. Arifin, S. 1997. Las Listrik dan Otogen. Jakarta: Ghalia Indonesia. [2]. ASTM. 1996. Annual Book of ASTM Standards. West Conshohocken: AmericanSociety For Testing Material. [3]. Amanto, Hary dan Daryanto. 2003. Ilmu Bahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. [4]. Dieter, George E. 1986. Metalurgi Mekanik. Jakarta: Erlangga. [5]. Imbarko. 2010. Studi Pengaruh Perlakuan Panas Pada Hasil Pengelasan Baja ST 37 Ditinjau Dari Kekuatan Tarik Bahan. Tugas Akhir. Universitas Sumatra Utara. [6]. Prabowo, Riski Yustiar, Rusianto dan Widi Widayat. Pengaruh Temperatur Annealing Sambungan Las SMAW Terhadap Sifat Mekanis dan Fisis Baja K-945 EMS-45. Jurnal Teknik. Universitas Negeri Semarang. [7]. Purwaningrum, Yustiasih. 2006. Karakterisasi Sifat Fisis dan Mekanis Sambungan Las SMAW Baja A-287 Sebelum dan Sesudah PWHT. JurnalTEKNOIN. Volume 11, Nomor 3. Hlm. 233-242. Yogyakarta. [8]. Smallman, R. E. dan R. J. Bishop. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Jakarta: Erlangga.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 [9]. Sonawan, H., Suratman, R.. 2004.Pengantar Untuk Memahami Pengelasan Logam. Bandung: Αlfa Beta [10]. Suharsimi, A.. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta:Bina Aksara [11]. Suharto. 1991. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta:Rineka Cipta [12]. Surdia, Tata dan Saito Shinroku. 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
142
[13]. Vlack, Lawrence H. Van. 2004. ElemenElemen Ilmu dan Rekayasa Material. Jakarta: Erlangga. [14]. Widharto, Sri. 2001. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. [15]. Wiryosumarto, Harsono dan Toshie Okumura. 2004. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: PT. Pradya Paramita.
ISSN 2089 - 7235
143
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
PENGUKURAN KEEFEKTIFAN KESELURUHAN PERALATAN (OEE) SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NILAI EFEKTIVITAS MESIN BLOWING Yudhi Chandra Dwiaji Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Email:
[email protected] Abstrak -- PT X merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri tekstil dengan produk yang dihasilkan berupa benang. Dalam proses pembuatan benang harus melalui enam tahapan yaitu penggunaan mesin blowing, carding, drawing, speeding, ring spinning, dan mach con. Dari keenam tahapan mesin tersebut mesin blowing merupakan tahap pertama dari proses pembuatan benang, sehingga keberlanjutan proses setelahnya tergantung dari hasil produksi mesin blowing. Sehingga untuk mengukur keefektivan mesin blowing dapat digunakan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE). Berdasarkan data dari PT X, selama awal tahun 2015 dari bulan Januari hingga Mei 2015 terlihat keefektifan mesin blowing adalah sebesar 34,41%. Nilai tersebut jauh dibawah standar global dari OEE yang berada diangka 85%. Sehingga dapat dikatakan bahwa performa mesin blowing dari PT X disini belum efektif dan memerlukan perawatan atau perbaikan secara detail. Kata Kunci: Mesin blowing, keefektifan keseluruhan peralatan, industri tekstil Abstract -- X Limited Company is running in textile industry which mainly produce the thread. The thread is fabricated following six stages: blowing, carding, drawing, speeding, ring spinning and mach con. The blowing process is the intial step in making the thread and the following process depend on the blowing step. To measure the effectiveness of blowing machine, Overall Equipment Effectiveness (OEE) method was used. Based on the data from X Limited Company, from January 2015 until May 2015, the effectiveness of blowing machine is about 34.41%. The value is far below the global standard of OEE that is 85%. The data shows that the performance of blowing machine in X Limited Company is yet effective and need maintenance and repairing in more details. Keywords: Blowing machine, Overall Equipment Effectivess, textile industry
1. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ini, kebutuhan masyarakat akan suatu barang semakin meningkat, dengan meningkatnya permintaan akan suatu barang, tentunya hal itu akan menciptakan peluang bagi produsen dalam upaya pemenuhan kebutuhan dari konsumen. Meningkatnya permintaan akan barang juga akan menyebabkan produsen berlomba untuk memproduksi suatu barang dengan jumlah yang banyak. Untuk memproduksi barang dalam jumlah yang banyak, diperlukan suatu alat yang dapat membantu dan mempercepat proses produksi tersebut yakni mesin. Mesin diperlukan dalam proses produksi selain kapasitasnya yang besar dalam menghasilkan suatu barang dan kemampuan alasan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh perusahaan dalam menunjang proses produksi, seiring mesin dalam mempertahankan kualitas suatu barang yang dihasilkan menjadi salah satu dengan hal itu tentunya ketergantungan perusahaan akan kebutuhan suatu mesin tidak dapat dihindarkan lagi. PT X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang industri tekstil dalam skala kecil. Industri tekstil merupakan industri yang senantiasa ISSN 2089 - 7235
membutuhkan performa mesin yang bagus, karena berhubungan dengan kualitas produk yang dihasilkan. Sebagai sebuah industri tekstil PT X menghasilkan produk berupa benang, terdapat enam tahapan permesinan yang diantaranya mesin blowing, carding, drawing, speeding, ring spinning, dan mach con dalam rangkaian produksinya. Dari keenam tahapan permesinan tersebut, tiap-tiap mesin yang digunakan menghasilkan produk yang berbeda. Sehingga, jika terjadi kendala dalam satu mesin maka akan mempengaruhi proses produksi pada tahap selanjutnya. Dan seiring dengan peningkatan aktivitas mesin dalam suatu aktivitas produksi dalam suatu perusahaan, lambat laun tentunya akan memiliki dampak pada kinerja mesin yaitu terjadinya penurunan kinerja mesin. Jika hal tersebut tidak menjadi perhatian penting bagi sebuah perusahaan maka dapat mengganggu produktivitas perusahaan dan berdampak pada keuntungan yang ingin didapatkan oleh perusahaan. Untuk mencegah hal itu terjadi diperlukan perhatian terhadap kondisi mesin tersebut yakni dengan melakukan perawatan pada mesin produksi, hal ini perlu dilakukan untuk menjaga keefektifitasan dari suatu mesin.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 Mesin blowing pada produksi benang merupakan mesin yang berada dalam tahap pertama proses produksi. Mesin blowing memiliki fungsi dalam memisahkan serat-serat mentah menjadi serat tunggal, melepaskan menjadi jumbai-jumbai serabut kecil agar dapat membuang benda-benda asing, mencampur macam-macam jenis serat mentah sesuai mutu yang diharap; dan menghasilkan lap yang rata (lembaran serat berbentuk silinder). Sebagai proses awal pembuatan benang tentu saja mesin blowing harus senantiasa berada dalam kondisi prima agar dapat menghasilkan produk yang bagus. Dari sinilah kemudian akan dilakukan pengukuran terhadap efektifitas mesin blowing dengan pengukuran OEE (Overall Equipment Effectiveness). OEE mengukur efektivitas secara total (complete, inclusive, whole) dari kinerja suatu peralatan dalam melakukan suatu pekerjaan yang sudah direncanakan, diukur dari data actual terkait dengan availability rate, peformance efficiency, dan quality of product [3]. Nakajima [2] menyatakan bahwa availability rate menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin. Performance rate menggambarkan berapa banyak produk yang dihasilkan selama waktu produksi. Quality rate merupakan suatu rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Informasi yang didapat dari OEE nantinya digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan penyebab rendahnya kinerja suatu peralatan. Adapun penilaian terkait dengan OEE mesin mengikuti standar global adalah 90% untuk nilai availability rate, 95% performance rate, dan 99% untuk quality rate atau 85% untuk nilai OEE dari suatu peralatan [1].
Januari Februari Maret April Mei
Data yang digunakan dalam jurnal ini adalah data sekunder, dimana data sekunder didapatkan dari arsip dan dokumen di perusahaan pada periode Januari-Mei 2015, data tersebut antara lain data downtime mesin blowing, data jam kerja mesin blowing, data produksi mesin blowing, data defect mesin blowing yang ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 1. Data Downtime Mesin Blowing Bulan
Downtime (menit)
Januari
5620
Februari
6390
Maret
6510
April
6181
Mei
5092
Tabel 2. Jam Kerja Mesin Blowing Jam Kerja (menit)
38910 41610 40260 32160 36210
Tabel 3. Jumlah Produksi Mesin Blowing Bulan Januari Februari Maret April Mei
Produksi per Mesin (kg) 2148 1961 2830 2299 1616
Defect Per Mesin (Kg) 60 30 37 58 27
2.1 Penghitungan OEE dari Mesin Blowing Langkah perhitungan nilai OEE dilakukan antara lain adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan Nilai Availability Rate Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketersediaan mesin beroperasi atau tingkat pemanfaatan peralatan produksi. Availability rate merupakan rasio yang menggambarkan pemanfaatan waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin. Availability rate dihitung dengan rumus (Stephens, 2004): =
× 100%
Operation Time= Loading Time-Downtime Operation Time= 38910-5620 Operation Time= 33290 33290 = × 100% 38910 Availability rate= 85,56% Tabel 4. Hasil Perhitungan Availability Rate Bulan
2. PENGUMPULAN DATA
Bulan
144
Januari Februari Maret April Mei
Loading Downti Time me (menit) (menit) 38910 5620 41610 6390 40260 6510 32160 6181 36210 5092 Rata-rata
Operating Time (menit) 33290 35220 33750 25979 31118
AR
85,56% 84,64% 83,83% 80,78% 85,94% 84,15%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai tertinggi dari availability rate mesin blowing selama lima bulan adalah 85,94% di bulan Mei. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata availability rate belum memenuhi standar global untuk nilai availability rate yaitu sebesar 90 % (Hegde., dkk, 2009) 2. Perhitungan Performance Rate Perhitungan ini untuk mengetahui tingkat efektifitas mesin dan peralatan pada saat kegiatan produksi. Performance rate adalah rasio yang menggambarkan kemampuan suatu mesin/ peralatan dalam menghasilkan suatu ISSN 2089 - 7235
145
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
produk/barang. Performance rate dihitung dengan rumus [3]:
=
× 100% 2148 × 100% 0,1645 × 33290 Performance rate= 39,22% =
Tabel 5. Hasil Perhitungan Performance Rate Bulan Januari Februari Maret April Mei
Processed Amount (Kg)
Operating Time (menit)
2148 1961 2830 2299 1616 Rata-Rata
33290 35220 33750 25979 31118
PR 39,22% 33,85% 50,97% 53,79% 31,57% 41,88%
Berdasarkan tabel diatas nilai performance rate tertinggi adalah 53,79% dan nilai terendah adalah 31,57%. Hasil diatas kemudian dapat disimpulkan bahwa nilai performance rate belum memenuhi standar global untuk nilai performance rate yaitu sebesar 90 % [1]. 3. Perhitungan nilai Rate of Quality Perhitungan ini untuk menentukan keefektifan produksi berdasarkan kualitas produk yang dihasilkan. Rate of Quality adalah rasio mesin dalam menghasilkan suatu produk sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Rate of Quality dihitung dengan rumus [3]: −
=
× 100% =
PR = 97,21%
2148 − 60 × 100% 2148
Tabel 6. Hasil Perhitungan Rate of Quality Bulan Januari Februari Maret April Mei
Processed Amount (Kg) 2148 1961 2830 2299 1616 Rata-Rata
Defect Per Mesin (Kg) 60 30 37 58 27
RQ 97,21% 98,47% 98,69% 97,48% 98,34% 98,04%
Nilai tertinggi dari rate of quality berdasarkan tabel diatas adalah 98,69%, sehingga dapat disimpulkan bahwa rate of quality disini belum
ISSN 2089 - 7235
memenuhi standar global dimana standar untuk nilai rate of quality sebesar 99% [1]. 4. Perhitungan nilai OEE Tahap ini menghitung nilai Overall Equipment Effectiveness dari mesin blowing, untuk mengetahui efektivitas secara total dari kinerja suatu peralatan dalam melakukan suatu pekerjaan yang sudah direncanakan, diukur dari data aktual terkait dengan availability rate, performance rate, dan rate of quality yang masing-masing dihitung dengan rumus (Stephens, 2004): = × × OEE = 85,56% X 39,22% X 97,21% OEE = 32,62% Tabel 7. Hasil Perhitungan OEE Bulan Januari Februari Maret April Mei
AR
PR
85,56% 39,22% 84,64% 33,85% 83,83% 50,97% 80,78% 53,79% 85,94% 31,57% Rata-Rata
RQ
OEE
97,21% 98,47% 98,69% 97,48% 98,34%
32,62% 28,21% 42,17% 42,36% 26,68% 34,41%
Pada Tabel 7 dapat diketahui besar nilai rata-rata OEE adalah 34,41%, nilai ini jauh dari ketetapan standar nilai OEE yaitu 85 % (Hegde., dkk, 2009). 3. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil prhtungan diatas adalah bahwa rata-rata tingkat efektivitas mesin blowing pada bulan Januari hingga Mei 2015 adalah sebesar 34,41%. Nilai OEE yang dicapai oleh mesin blowing tersebut tidak dapat diterima karena masih berada dibawah standar yang ditetapkan untuk efektivitas dari suatu peralatan yang sebesar 85%. Nilai OEE yang begitu rendah dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar apabila tidak dilakukan tindakan perbaikan. Sehingga hal ini menuntut agar PT X segera melakukan perbaikan atas mesin blowing. Daftar Pustaka [1]. Hegde, Harsha G., N.S. Mahesh, K. Doss. (2009). Overall Equipment Effectiveness Improvement by TPM and 5S Techiniques in a CNC Machine Shop. Vol 8 (2):25-32. [2]. Nakajima,S.. (1988). Introduction to Total Productive Maintenance. Productivity Press Inc, Pre Inc, Cambridge Massachusettes [3]. Stephens, Mattew. P. (2004). Productivity and Reliability Based Maintenance Management. New Jersey: Pearson Edication Inc.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
146
DESAIN SISTEM KENDALI MESIN PENGUJI KEBOCORAN UDARA MENGGUNAKAN SISTEM KENDALI PLC OMRON CJ2M DI HVAC (HEATING, VENTILATING, AND AIR CONDITIONING) Syahril Ardi, Setyowati Program Studi Teknik Produksi dan Proses Manufaktur, Politeknik Manufaktur Astra Email:
[email protected] Abstrak -- Pada proses produksi pembuatan komponen HVAC (Heating, Ventilating, and Air Conditioning) dari perusahaan manufaktur di Indonesia, memerlukan proses pengecekan kebocoran pada bagian HVAC. Proses pengecekan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada komponen HVAC yang bocor sebelum dikirim ke pihak pelanggan. Penelitian ini dilakukan untuk membuat system dan alat air leak test.Mesin air leak test ini menggunakan prinsip kerja differential pressure air leak test, yaitumetode yang membandingkanantaratekananudara yang diberikankeprodukdan master produk. Padapenelitian ini, kami membuat disain mesin air leak test menggunakan system kendali berupa air leak tester, PLC, dan HMI.Berdasarkankondisidengankapasitasproduksi yang meningkat karena bertambahnya permintaan dari customer, dapat ditanggulangi dengan adanya share loading produksi dari HVAC line 4 ke line baru, yaitu HVAC line 6. Hasil yang didapat dari pengujian deteksi kebocoran produk,didapat nilai parameter kebocoran produk sebesar 2.23 ml/min. Kata kunci : DeteksiKebocoran, Air Leak Tester, PLC Omron CJ2M, HVAC Abstract -- In the production process of HVAC components of a manufacturing company in Indonesia, it requires a process of checking for leaks in HVAC parts. This checking process is carried out to ensure no leaking HVAC components before it is sent to the customer. This research was done to make the systems and water leak test instruments. Water leak test machine uses the working principle of the differential pressure water leak test, a method that compares the air pressure supplied to the product and the master product. In this research, we made a water leak test machine design using control systems such as water leak tester, Programmable Logic Controller, and Human Machine Interface. Under conditions of increased production capacity due to increased demand from the customer, can be overcome with the production of HVAC line 4 share loading to the new line, the HVAC line 6. The results of testing of the product leak detection, leak parameter value of the product obtained by 2.23 ml per minute. Keywords: Leak Detection, Air Leak Tester, PLC Omron CJ2M, HVAC 1.
PENDAHULUAN
Penelitian ini dilakukan pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur khususnya pembuatan komponen pada bidang otomotif baik roda empat (4 wheels) maupun roda dua (2 wheels). Divisi ini melakukan pembuatan beberapa part salah satunya adalah HVAC (Heating, ventilating dan Air Conditioning) yang merupakan salah satu bagian dari komponen AC. Fungsi dari HVAC adalah untuk mengatur suhu udara mobil, mengatur sirkulasi udara dan mengatur kebersihan udara. Meningkatnya permintaan yang tinggi dari customer dan permintaan HVAC model baru yaitu tipe EFC membuat line 4 tidak mampu untuk memenuhi permintaan tersebut, sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut perusahaan manufaktur membuat line baru yaitu HVAC line 6 untuk memenuhi kebutuhan customer. Dalam pembuatan line baru membutuhkan beberapa mesin baru yaitu mesin air leak test. Mesin ini berfungsi untuk mendeteksi kebocoran yang terjadi di bagian evaporator dan heater.Bila proses pengecekan leak test terlewati akan
berdampak pada quality yaitu potensi lolosnya evaporator dan heater yang bocorke proses berikut. Untuk menanggulangi masalah tersebut dibuatlah mesin Air Leak Test yang berfungsi untuk mendeteksi kebocoran yang berada di evaporator dan heater. Berdasarkan latar belakang, maka dibuatlah perumusan masalah yang terjadi sehingga dapat mendukung proses pembuatan mesin: a. Bagaimana merancang dan membuat sistem kontrol elektrikmesin Air Leak Test untuk memenuhi kapasitas produksi yang meningkat di HVAC line 4. b. Bagaimana pembuatan program PLC mesin air leak test sehingga mesin dapat berfungsi sesuai dengan proses kerja mesin air leak test. c. Bagaimana mesin dapat mendeteksi kebocoran yang ada pada bagian evaporator assy dan heater assy. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui cara pembuatan sistem kontrol mesin air leak test serta pemrograman PLC agar mesin air leak test mampu mendeteksi kebocoran yang ada di HVAC ISSN 2089 - 7235
147
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
serta pemenuhan akan kapasitas produksi yang meningkat di HVAC line. Pembuatan mesin air leak test ini bermanfaat untuk mendeteksi kebocoran yang ada di evaporator dan heater bila kedua bagian tersebut mengalami kebocoran. Sehingga produk NG tidak lolos ke proses berikut atau customer. 2.
dan detection. Proses yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.
METODOLOGI
2.1 Sistem Kendali PLC (Programmable Logic Controller) Programmable Logic Controller (PLC), adalah suatu mikrokomputer yang tertanam pada perangkat yang kompak yang digunakan untuk mengendalikan suatu proses logika, pewaktuan, pencacah, operasi matematika, dan pengolahan data. Penggunaan PLC di industri dapat menggantikan penggunaan sistem kontrol menggunakan relay, dan sampai saat ini sudahbanyak dikembangkan untuk fungsi pengolahan data dan pengembangan sistem otomasi [1, 2]. Hal ini menawarkan banyak keuntungan, diantaranya adalah: Tidak memerlukan banyak tempat. Disipasi daya yang cukup kecil dibanding dengan relay yang perlu energi tambahan untuk menggerakan kontaknya. Fleksibilitas yang sangat tinggi. PLC dapat digunakan untuk banyak penerapan dan perubahan urutan kerja/program dapat dilakukan dengan mudah tanpa perlu mengubah koneksi kabel. Modul input/output atau modul lain dapat diperbanyak sehingga dapat digunakan untuk aplikasi yang sangat kompleks. Network system memungkinkan kendali antar lebih dari satu PLC secara terintegrasi dan bisa bersifat informatif. 2.2
Air Leak Test
Leak tester adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi kebocoran suatu produk, dalam hal ini produk disebut dengan work. Leak tester banyak digunakan dalam industri untuk menentukan akurasi kebocoran pada produk, selain itu juga mencegah produk cacat yang sampai ke pelanggan. 2.3
Gambar 1.Tahapan proses differential pressure air leak test Tahapan pertama yang dilakukan adalah proses charging yaitu memberikan tekanan ke work dan master, setelah proses charging dilakukan tahapan yang dilakukan adalah proses balancing yaitu menyeimbangkan tekanan antara work dan master agar seimbang dan stabil, bila terdapat kebocoran yang terjadi pada work maka sensor DPS akan mendeteksi adanya perbedaan tekanan tersebut. 2.4
Permasalahan Yang Terjadi
Permasalahan yang terjadi pada HVAC line yaitu adanya permintaan yang tinggi dari customer untuk model yang sudah ada dan adanya permintaan model baru yaitu model EFC dan D80. Kapasitas line saat ini tidak akan mampu untuk memenuhi permintaan produksi yang selalu meningkat. Karena line memiliki kapasitas maksimum. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2menjelaskan tentang kapasitas produksi HVAC line 4 berdasarkan annual plan 2013-2014 dan kapasitas maksimum pembuatan produk di HVAC line 4. Diagram yang berwarna hijau menjelaskan tentang annual plan dari kapasitas produksi HVAC dimulai dari bulan Agustus 2013-Februari 2014. Sedangkan garis ungu menjelaskan tentang kapasitas maksimum produksi pembuatan HVAC di HVAC line 4. Grafik Kapasitas HVAC line 4 60000 40000 20000 0
Differential Pressure Air Leak Test
Differential Pressure Air Leak Test yaitu metode pengujian dengan memberikan tekanan ke master work dan work (benda yang akan dites). Tekanan yang diberikan ke master work dan worksama. Tahapan yang dilakukan pada proses differential pressure air leak test adalah charging, balancing,
ISSN 2089 - 7235
Qty Produksi
Annual Plan 2013-2014 Kapasitas Maksimum Line
Gambar 2. Grafik HVAC line 4 berdasarkan Annual Plan 2013-2014
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
148
Pada bulan September 2013 dapat terlihat bahwa loading produksi HVAC line 4 melebihi kapasitas produksi HVAC line 4. Meningkatnya loading produksi HVAC line 4 di karenakan meningkatnya permintaan produksi dari customer akan model HVAC yang sudah ada dan permintaan HVAC model baru. Kapasitas maksimum dari HVAC line sendiri adalah 23.596pcs per bulan, sedangkan pada bulan September permintaan produksi meningkat dengan jumlah permintaan mencapai lebih dari 30000 pcs per bulan. Permintaan yang tinggi dari customer tidak hanya terjadi pada bulan September saja, namun terjadi pada bulan berikutnya bahkan pada bulan Februari 2014, permintaan produksi meningkat hingga mencapai lebih dari 50000 pcs per bulan. Meningkatnya permintaan yang tinggi dari customer dikarenakan meningkatnya pembuatan HVAC untuk model yang sudah ada dan permintaan pembuatan HVAC model baru. Untuk menanggulangi masalah tersebut dibuatlah line baru yaitu HVAC line 6 yang berfungsi untuk mengimbangi kapasitas produksi line yang meningkat. Dalam pembuatan line baru dibutuhkan beberapa mesin salah satunya adalah mesin leak test yang berfungsi untuk mengecek kebocoran dari evaporator dan heater yang berada di dalam case HVAC. 3.
HASIL DAN ANALISIS
3.1.
Disain Sistem Kendali
Gambar 3 memperlihatkan disain diagram blok sistem kendali. Diagram blok ini menggambarkan garis besar proses komunikasi pada sistem kendali. Sistem pengendali PLC mendapat pemicu dari modul masukan berupa sensor dan tombol, kemudian semua masukan tersebut diolah oleh PLC dan dijalankan sesuai dengan program yang sudah dicompile ke PLC. Prinsip kerjanya adalah masukan PLC memberikan sinyal, lalu sinyal tersebut diproses untuk menggerakkan keluaran atau sinyal tersebut digunakan untuk memberikan informasi ke masukan air leak tester. Selanjutnya sinyal tersebut diproses dan menghasilkan sinyal keluaran air leak tester dan sinyal keluaran tersebut diolah kembali oleh PLC untuk memerintahkan keluaran berupa pilot lamp dan buzzer yang berfungsi sebagai tanda apakah produk yang dilakukan pengujian sudah OK (Good) atau NG (Not Good). Pada dasarnya, pemodelan dan disain sistem kendali pada sistem otomasi industri, banyak memiliki kesamaan konsep tetapi dengan proses-proses dan urutan langkah yang berbeda-beda sesuai dengan fungsi mesin otomasinya [4-8]
Gambar 3. Sistem Kendali 3.2.
KomunikasiAir Leak Test kePLC
Pembuatan mesin leak test ini meggunakan airleak test tipe master less. Kelebihan air leak test tipe master less adalah mampu melakukan pengecekan kebocoran baik menggunakan master produk maupun tanpa menggunakan master produk. Master produk adalah komponen produk yang digunakan sebagai pembanding volume antara produk dengan master produk. Prinsip kerja leak test menggunakan master produk atau tanpa menggunakan master produk sama.Gambar 4 memperlihatkanwiring air leak tester.
Gambar 4. Wiring Air Leak Tester Air leak test terhubung dengan PLC dengan menghubungkan masukan PLC ke keluaran air leak test sedangkan keluaran PLC dihubungkan ke masukan air leak test. Air leak test yang digunakan adalah tipe NPN sehingga com positis air leak test harus dihubungkan ke sumber positif. Wiring antara air leak test dengan plc memerlukan relay karena tegangan yang dikeluarkan oleh air leak test sebesar 24 V. 3.3
Parameter Batas KebocoranProduk
Untuk mendapatkan batas atau standard kebocoran suatu produk perlu dilakukan beberapa kali percobaan sehingga kita dapat menetukan batas kebocoran suatu produk. Parameter batas kebocoran suatu produk diperlukan untuk mengetahui batas maksimum kebocoran suatu ISSN 2089 - 7235
149
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
produk, sehingga produk yang bocor tidak dapat lolos ke proses berikut. Dari hasil percobaan menggunakan produk kita dapat mengetahui berapa nilai untuk NG+ yaitu berapa nilai maksimum kebocoran produk dan nilai NG- yaitu batas maksimum kebocoran master produk. Pada Gambar 5 dapat dilihat gambar dari air leak test.
Gambar 6. Setting waktu pengukuran
Gambar 5. Air Leak Tester Langkah-langkah untuk mendapatkan parameter batas kebocoran suatu produk yaitu: 1. Menekan tombol group untuk memilih group mana yang akan dilakukan penyetingan waktu. 2. Setelah menekan tombol group tampilan Air leak test akan berpindah sesuai dengan group yang telah kita pilih. 3. Tahapan selanjutnya adalah tekan tombol set lalu pilih group setting. Setelah memilih group setting akan muncul tampilan settingan waktu. Disana kita dapat memasukkan waktu pengecekan. Tampilan pengaturan waktu dapat dlihat pada Gambar 6.Gambar 6 memperlihatkan tampilan settingan waktu untuk melakukan proses pengecekan kebocoran. Untuk memasukan waktu kita hanya perlu menekan tombol enter lalu kita masukan data waktunya dengan menggunakan tombol yang ada pada air leak test.
Gambar 7. Parameter setting Air Leak Tester Gambar 7 memperlihatkan nilai dari batas maksimum NG + maupun NG-. Untuk nilai dari batas tersebut berdasarkan standar yang ditentukan oleh PE. Nilai tersebut belum bisa dijadikan sebagai batas maksimum kebocoran suatu produk. Karena nilai dari batas maksimum kebocoran produk didapatkan dari hasil trial produk. Setelah memasukkan nilai batas maksimum kebocoran suatu produk tahapan yang dilakukan adalah memasukkan besar tekanan nitrogen yang akan di berikan ke produk dan master produk. Untuk besar tekanan sendiri merupakan standar perusahaan yaitu untuk evaporator membutuhkan tekanan sebesar 800 kpa dan untuk heater membutuhkan tekanan sebesar 200 kpa. Setelah memasukkan semua parameter yang dibutuhkan untuk proses pengecekan adalah proses fitting. Proses fitting adalah proses untuk mengatur dan memastikan bahwa settingan yang telah dimasukkan benar-benar telah sesuai. 3.4
4. Setelah memasukkan data waktu pengecekan kita harus memasukkan batas maksimum produk NG dengan menekan tombol kanan yang ada pada air leak test agar dapat berpindah ke menu yang berikutnya yaitu adalah tampilan menu judgement yang terlihat pada Gambar 7.
ISSN 2089 - 7235
Pembuatan Program PLC
Berdasarkan pada urutan kerja operator yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, maka dibuatlah flowchart program agar memudahkan dalam programming pada PLC. Sebelum membuat flowchart program terlebih dahulu harus membuat flow proses kerja dari mesin yang akan dibuat. Gambar 8 merupakan flow proses
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 darimesin yang akan dijalankan di mesinair leak test yang akandibuat.
150
dalam programming pada PLC.Berikut flowchart dari program pada sistem kontrol mesin leak test
Gambar 8. Flow Proses Mesin Air Leak Test Berdasarkan flow proses mesin leak test diatas, urutan kerja mesin dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Operator melakukan loading produk. 2. Lalu, sensor produk aktif, bila sensor produk belum aktif maka produk belum ada di tempat pengecekan leak test dan mesin leak test tidak akan running sebelum ada produk di tempat pengecekan. 3. Lalu operator memilih tipe program yang ingin digunakan dengan mengarah kanban ke QR code untuk di scan. 4. Setelah itu operator mengambil coupler dan dipasang ke expansion valve. 5. Setelah coupler terpasang, operator menekan tombol start. 6. Air leak tester melakukan proses pengisian udara ke produk untuk mengecek apakah produk bocor atau tidak. 7. Bila produk tidak bocor maka, komponen keluaran seperti buzzer, tower lamp akan berwarna hijau, stamp ok akan naik, dan tampilah HMI akan terlihat tulisan Ok. 8. Namun, bila produk bocor, maka tower lamp akan berwarna merah, buzzer NG aktif dan tampilan di HMI bertuliskan NG, bila hal itu terjadi maka operator harus menekan tombol reset dan proses bisa diulang satu kali lagi. Proses pengulangan pengecekan produk yang dilakukan maksimum 2 kali pengecekan karena merupakan standar perusahaan manufaktur tersebut. 9. Setelah produk selesai dilakukan proses pengecekan maka produk harus diberi stamp sebagai tanda bahwa produk tersebut telah dilakukan pengecekan di mesin leak test. Berdasarkan pada urutan kerja operator yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, maka dibuatlah flowchart program agar memudahkan
Gambar 9. Flow chart Program
ISSN 2089 - 7235
151
4.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
KESIMPULAN
Pembuatan mesin air leak test HVAC di line 6 menggunakan sistem kontrol masukan berupa tombol, photosensor, QR Code (Quick Response), pressure switch, proses berupa PLC Omron CJ2M, Differential Pressure Air Leak Test, HMI dan keluaran berupa pilot lamp, buzzer, dan lampu dapat menampung loading yang berlebih pada HVAC line 4 dengan rata-rata jumlah produksi 36779 pcs per bulan, yang seharusnya HVAC line 4 hanya dapat menampung jumlah produksi 23,596 pcs per bulan. Dimana jumlah overloading produksi di HVAC line 4 ditampung di HVAC line 6.Pembuatan program menggunakan PLC Omron CJ2M CPU 11menggunakan bahasa ladder diagram dengan memakai softwareCX Programmer ver. 9.3 memiliki dua mode pengoperasian yaitu auto dan manual. Mesin dapat mendeteksi kebocoran pada bagian evaporatorassy berdasarkan setting-an parameter air leak test yang didapatkan dari hasil trial dengan standar produk EFC B 2.3 ml/min dan standar produk EFC C 2.36 ml/min. DAFTAR PUSTAKA [1]. Rullan, A., Programmable Logic Controllers versus Personal Computers for Process Control, Computers ind. Engineering, 1997; 12: 421-424. [2]. Valencia, G.P., J.A. Rossiter, Programmable logic controller implementation of an autotuned predictive control based on minimal plant information, ISA Transactions. 2011;50: 92-100.
ISSN 2089 - 7235
[3]. Ardi, S., Agus Ponco, Adli Fadli Kurnia, Design Control System of the Out Diameter Finish Machine Based on Programmable Logic Controller, International Conference on Instrumentation, Communication, Information Technology and Biomedical Engineering, Bandung, Indonesia. 2013. [4]. Ardi, S., Akhid Amin Rohayat, Color Detection on Car Component Knock Down using Microcontroller PIC 16F877A and a Photodiode as a Sensor,The 13th International Conference on QiR (Quality in Research), Yogyakarta, Indonesia. 2013;1149-1155, [5]. Ardi, S., Lin Prasetyani, Reza Guntur Budianto, Pokayoke Control System Design using Programmable Logic Controller (PLC) on Station Final Check Propeller Shaft, Proceeding Annual Engineering Seminar, Yogyakarta, Indonesia.2013;C74 – C80. [6]. Ardi, S., Paolo Marolanzano M, ModifikasiSistem sensor padaMesin Quenching denganMenggunakan Sensor JarakSilinderMonosashi-kun, Technologic.2013; 4(1): 41-49. [7]. Ardi, S., Prasetyo, D., Design of Inspection Tool for Checking The Existence and Position of Hole Stopper Piston 5D9 Using Sick Inspector Camera at Automation Center Bosh Cutting & Engraving Machine, Proceeding SNEEMO, Jakarta, Indonesia. 2011; C-77 – C-80. [8]. Ardi, S., Subagio, D., Sidik, M., “Automatic Detection Machine on the OLP (Outer Link Plate) Cam Chain Using Camera Sensor and Programmable Logic Controller”, Proceeding MICEEI, Makasar, Indonesia.2014; 197-200.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
152
SISTEM KOREKSI OTOMATIS PADA MESIN PACKAGING DENGAN PENGENDALI PLC Andrial Saputra, Alwin Wahyu Fadhlir Rahman Program Studi Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta E-mail:
[email protected] Abstrak -- Salah satu kecacatan produk dalam kemasan pouch apabila produk tersebut ditemukan overlap. Overlap pada produk sabun refill (isi ulang) merupakan salah satu kecacatan produk yang dapat menyebabkan minat konsumen menurun. Sistem Autocorrection (Pengoreksi-Otomatis) merupakan sistem kendali berbasis PLC (Programmable Logic Controller) yang dirancang untuk mengatasi overlap pada produk pouch. Sensor photo electric amplifier ditanamkan pada sistem ini yang berfungsi sebagai trigger input ke PLC (Programmable Logic Controller) sekaligus pendeteksi overlap yang kemudian sinyal input dari sensor tersebut diolah oleh PLC (Programmable Logic Controller). Output yang dihasilkan berupa gerakan pada sidelay motor (actuator dengan motor AC sebagai penggeraknya) untuk bergeser ke arah kiri atau ke arah kanan tergantung salah satu sensor aktif terlebih dahulu. Kata Kunci: PLC, Photo Electric Amplifier, Kendali, Sidelay motor, Actuator I.
PENDAHULUAN
.
Kebutuhan masyarakat akan produk sabun cair saat ini sangatlah tinggi dibandingkan dengan membeli produk sabun dalam bentuk batang. Sabun cair lebih higienis dan praktis untuk dibawa kemana-mana dibandingkan dengan sabun batang. Disisi lain dengan membeli sabun cair dalam kemasan refill (isi ulang) tersebut masyarakat mampu menghemat biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan membeli produk yang sama akan tetapi dalam kemasan yang berbeda (kemasan botol) apabila sudah memiliki kemasan botolnya. Meskipun demikian masyarakat saat ini sangatlah selektif dalam memilih produk yang akan dibeli. Harapannya produk tersebut tidak ditemukan kecacatan sedikitpun dan menguntungkan bagi masyarakat selaku konsumen. Salah satu kecacatan pada produk pouch apabila produk tersebut ditemukan overlap. Oleh karena itu untuk mengurangi overlap maka diperlukan suatu sistem kendali sebagai solusi munculnya overlap pada produk pouch. 1.1 PLC (Programmable Logic Controller) PLC merupakan suatu bentuk khusus pengontrol berbasis mikroprosesor yang memanfaatkan memori yang dapat diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi dan untuk mengimplementasikan fungsi-fungsi logika semisal logika kombinasional, sekuensial, pewaktuan, pencacaahan dan aritmatika guna mengontrol mesin-mesin dan proses-proses.
Gambar 1.1 Diagram Blok PLC 1.2 Relay Relay adalah Saklar (Switch) yang dioperasikan secara listrik dan merupakan komponen Electromechanical (Elektromekanikal) yang terdiri dari 2 bagian utama yakni Elektromagnet (Coil) dan Mekanikal (seperangkat Kontak Saklar/Switch).
Gambar 1.2 Gambar bentuk dan simbol relay 1.3 Fiber Optic (Serat Optik) Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang ada di dalam serat optik sulit keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara. Sumber cahaya yang digunakan adalah laser karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit.
ISSN 2089 - 7235
153
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran komunikasi.
PLC akan mengaktifkan relay 1 untuk menggerakkan sidelay motor ke arah kanan. Pada saat sensor photo electric 2 aktif (dalam hal ini mendeteksi reelfeed yang bergeser) maka PLC akan mengaktifkan relay 2 untuk menggerakkan sidelay motor ke arah kiri. Sedangkan switch auto / manual dipasang untuk mengaktifkan sistem kendali ini.
Gambar 1.3 Struktur Serat Optik 1.4 Motor AC Motor AC / arus bolak-balik menggunakan arus listrik yang membalikkan arahnya secara teratur pada rentang waktu tertentu. Motor listrik AC memiliki dua buah bagian dasar listrik: "stator" dan "rotor" seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.
Gambar 1.6 Diagram Perancangan Kendali 3. PENGUJIAN ALAT Gambar 1.4 Motor Induksi 1.5 Photo Electric Sensor Sensor ini menggunakan elemen peka cahaya untuk mendeteksi benda-benda dan terdiri dari transmitter/emitor (sumber cahaya) dan penerima (receiver).
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai optimal dalam mengurangi waste akibat overlap dan alarm pada mesin. Pengujian meliputi pengujian sensitifitas sensor terhadap obyek, pengujian modifikasi PLC, dan pengujian sistem secara keseluruhan. 1. Pengujian Sensitifitas Sensor Pengujian sensitifias sensor dimaksudkan untuk mendapatkan nilai optimal dari sensing sensor terhadap obyek.
Gambar 1.5 Jenis Photo Electric Sensor 2. PEMBAHASAN Sistem yang dirancang merupakan sistem kendali ON/OFF yang melibatkan sidelay motor sebagai obyek yang digerakkan. Sensor yang dipasang merupakan trigger sekaligus penentu arah sidelay motor untuk bergerak. Pada saat sensor photo electric 1 aktif (dalam hal ini mendeteksi reelfeed yang bergeser) maka ISSN 2089 - 7235
2. Hasil Pengujian Modifikasi PLC Pengujian modifikasi PLC bertujuan untuk mengetahui seberapa efektif sistem autocorrection bekerja sebelum terdapat modifikasi dengan sesudah modifikasi dilakukan.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 Sebelum penambahan PLC dan modifikasi program, operator (dalam hal ini yang menjalankan mesin) harus berada di dekat HMI setelah proses pergantian reelfeed (autosplacing) pada mesin BUTLER untuk mengurangi overlap secara manual dengan menekan tombol pada layar HMI. Sekali menekan tombol ke kanan atau ke kiri pada HMI pergerakan sidelay motor berkisar ± 2 mm (tergantung arah tombol yang ditekan). Setelah penambahan dan modifikasi program pada PLC, operator cukup mengaktifkan switch auto pada panel dan sistem akan berjalan secara otomatis setelah penggantian reelfeed (autosplacing) pada mesin BUTLER. Sidelay motor bergeser sejauh ± 4 mm (tergantung sensor mana yang terlebih dahulu aktif) karena sidelay motor aktif ter-timer 15 ms. 3. Pengujian Sistem Secara Keseluruhan Secara keseluruhan sistem diuji untuk mengetahui apakah sistem yang dirancang sesuai dengan yang diinginkan serta untuk mengetahui rangkaian kerja sistem yang dibuat. Dari pengujian ini pula dapat diketahui bagaimana hubungan tiap komponen atau part saat aktif dan hubungan antara perangkat keras dengan perangkat lunak serta respon perangkat keras terhadap tehadap perintah dari perangkat lunak. Tabel 2 Hasil Pengujian Sistem Secara Keseluruhan
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut:
154
1. Jarak optimal sensor yang terpasang terhadap obyek berkisar 3-8 mm. Jika sensor kurang dari 3 mm atau lebih dari 8 mm maka sensor tidak dapat mendeteksi obyek dan sidelay motor tidak akan aktif. 2. Penambahan dan pemrograman PLC untuk memudahkan dalam pengoperasian dan membuat sistem menjadi auto yang sebelumnya sistem masih dalam kondisi manual. 3. Sidelay motor bergerak ke kanan atau ke kiri berdasarkan input sensor yang membaca overlap packaging. Lama pergerakan sidelay motor 15 ms setelah salah satu sensor membaca overlap packaging kemudian sidelay motor menunggu 50 ms untuk input dari salah satu sensor. Jika mendapat input dari sensor yang sama, maka sidelay motor akan bergerak ke arah yang sama dengan lama pergerakan 15 ms dan lama menunggu untuk instruksi selanjutnya 50 ms. Sidelay motor akan langsung bergeser saat sensor mendeteksi (tergantung sensor mana yang aktif terlebih dahulu) overlap. DAFTAR PUSTAKA [1]. Archie W Culp, Jr, 1979, Principle of energy Convertion, Mc Graw Hill, Ltd. [2]. Muchlas. 2005. Rangkaian Digital. Yogyakarta : Gava Media. [3]. Sedra, Adel S dan Smith, Kenneth C. 1990. Rangkaian Mikroelektronik. Jakarta : Erlangga. [4]. Shrader, Robert L. 1991. Komunikasi Elektronika. Jakarta : Erlangga. [5]. Soekotjo, Emanuel Gatot S.T. 2004. Teknik Interface I. Panduan Pengajar Polines: Semarang. [6]. Soetendro,H.,Soedirman,S.,Sudja,N., 1992, Rural Electnfication in Indonesia, Rural Electrification Guide book for Asia & the Pacific, Bangkok. [7]. Sutanto. 1997. Rangkaian Elektronika Analog dan Terpadu. Jakarta : Universitas Indonesia. [8]. Tooley, Mike. 2002. Rangkaian Elektronika Prinsip dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga. [9]. Yayasan Sandhykara Putra Telkom. 2006.Modul: Dasar-Dasar Fiber Optik. Purwokerto. [10]. Hidayat, Arief Rahman. 2014. “Pengendalian Ketinggian Air Pada Distilasi Air Laut Menggunakan Kontroler On-Off”. Jurnal Universitas Brawijaya.
ISSN 2089 - 7235
155
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
PEMODELAN SISTEM AUDIO SECARA WIRELESS TRANSMITTER MENGGUNAKAN LASER POINTER Eko Supriyatno, Siswanto Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta E-mail:
[email protected] Abstrak -- Perancangan sistem pada audio wireless yang akan dipancarkan masuk ke voltage controlled oscilator untuk dimodulasi dengan frekuensi carrier. Sinyal suara yang sudah dimodulasi dengan frekuensi carrier dikirim ke laser melalui Transistor saklar agar arus yang masuk ke laser besar sehingga laser dapat menyala dengan maksimal. Sinyal suara yang sudah dimodulasi dengan frekuensi carrier dipancarkan ke udara melalui sinar infra merah yang menumpang pada cahaya laser. Setelah itu sinyal diterima oleh photo dioda sebagai penerima sinyal receiver untuk di demodulasikan atau mengubah kembali sinyal sinyal yg diterima menjadi bentuk aslinya. Sinyal suara yang sudah di demodulasi masuk ke penguat suara agar suara yang diterima dapat didengar oleh telinga manusia melalui speaker. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, untuk menghasilkan suara yang sempurna sinar laser harus tepat mengenai photo dioda dan tidak terhalang oleh apapun. Jarak peletakan tidak boleh melebihi batas yang diuji untuk menghasilkan suara yang sempurna. Penerima kiri dan kanan tidak boleh di letakkan berdekatan karena akan terjadi interverensi suara. Kata Kunci: audio wireless transmitter, laser, receiver, photodioda 1. PENDAHULUAN Perkembangan teknologi yang pesat ini turut membantu memudahkan manusia dalam menciptakan suasana kehidupan yang lebih nyaman, diantaranya berbagai peralatan dengan teknologi wireless. Semakin banyak bermunculan berbagai peralatan elektronik yang dulunya menggunakan kabel, sekarang ini sudah diterapkan dengan sistem wireless. Produkproduk yang menggunakan sistem wireless diantaranya microphone, printer adapter wireless, mouse + keyboard wireless, dan masih banyak yang lainnya. Sebelum masuk pada materi penelitian ini, ada beberapa penelitian yang lebih dulu melakukan penelitian untuk mempermudah masyarakat agar lebih praktis dan efisien dengan alat – alat elektronik.
nyaman, diantaranya berbagai peralatan dengan teknologi wireless 2.1 Audio Wireline Secara umum, kabel memiliki fungsi sebagai media transimisi yang berperan untuk mempercepat penyampaian pesan. Setiap kabel memiliki spesialisasi fungsi yang berbeda-beda. Kabel tembaga seringkali digunakan sebagai penghubung ke jaringan telepon dan Ethernet.
Gambar 2.1 Kabel audio 2. DASAR TEORI Bagian ini menguraikan dasar - dasar teori yang digunakan untuk mendukung penelitian mengenai desain dan implementasi sistem secara garis besar termasuk perancangannya. Adapun pokok-pokok yang dibahas adalah seperti diuraikan di bawah ini. Sistem audio digital dapat mencakup kompresi, penyimpanan, pengolahan dan komponen komponen lain transmisi. Konversi ke format digital memungkinkan kenyamanan dalam hal manipulasi, penyimpanan, transmisi dan pengambilan sinyal audio. Hal ini terlihat ketika semakin banyak diciptakan teknologi yang semakin lama semakin canggih serta banyak pula produk elektronik baru yang ada di pasaran. Perkembangan teknologi yang pesat ini turut membantu memudahkan manusia dalam menciptakan suasana kehidupan yang lebih ISSN 2089 - 7235
2.2 Audio Wireless Pada dasarnya koneksi audio nirkabel adalah sistim pengiriman data sinyal audio melalui media udara yang menggunakan frekuensi tertentu yang dipancarkan oleh device berupa transmitter dan kemudian sinyal ini diteruskan ke bagian penerima (Receiver) yang kemudian data audio tersebut diterjemahkan menjadi Analogic sehingga bisa diterima indera pendengaran kita
Gambar 2.2 Audio wireless
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
156
2.3 PLL (Phase Locked Loop) Osilator adalah sebuah rangkaian yang sangat penting dalam sistem komunikasi radio. Sebab gelombang elektromagnetik hanya bisa terpancar bila ada arus listrik yang berubah, sedangkan cara termudah untuk mendapatkannya adalah dari osilator. Jadi fungsi utama osilator adalah sebagai pembangkit gelombang pembawa. Gambar 2.6 CD4046 2.4 Laser 635nm Laser 635nm module yang memancarkan sinar infra merah yang menumpang di sinar laser sehingga pancarannya bisa lebih jauh. Laser diletakkan di tempat dudukan yang bisa di adjust sehingga mudah untuk diarahkan ke photo dioda/ penerima yang ada di speaker.
2.7 Catu Daya Catu daya yang digunakan adalah rangkaian yang berfungsi untuk menyediakan daya pada peralatan elektronik. komponen utama rangkaian catu daya yang akan kita bahas disini yaitu trafo step down, dioda silicon dan kondensator elektrolit (elco).
Gambar 2.7 Trafo step down Gambar 2.4 Laser 635nm 2.5 IC Regulator 7812 Pada perancangan tugas akhir ini memerlukan supply tegangan sebesar 12 volt, untuk mendapatkan tegangan sebesar 12 volt yang stabil maka dibutuhkan sebuah IC yang dapat meregulasi tegangan sebesar 12 volt. IC yang digunakan untuk meregulasi tegangan sebesar 12 volt adalah IC regulator L7812.
2.8 Penguat suara Pada perancangan proyek akhir ini menggunakan penguat suara untuk dapat menghasilkan suara yang dapat didengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu peneliti menggunakan LM386 yang dapat menguatkan suara hasil dari demodulasi dari PLL yang sinyalnya masih sangat kecil sehingga dapat dikeluarkan ke speaker untuk dapat didengar.
Gambar 2.9 bentuk fisik LM386
Gambar 2.5 IC Regulator L7812 2.6 CD4046 Phase Locked Loop Pada perancangan tugas akhir ini menggunakan CD4046 yang digunakan 2 fungsi yaitu fungsi VCO dan fungsi PLL. Fungsi VCO digunakan untuk modulator yaitu merubah sinyal audio menjadi gelombang frekuensi yang dikirimkan lewat laser 635nm. Fungsi PLL digunakan untuk demodulator yaitu merubah sinyal gelombang frekuensi yang ditangkap oleh photo dioda dari Laser pointer menjadi sinyal audio.
2.9 Speaker Speaker (Pengeras suara) adalah transduser yang mengubah sinyal elektrik ke frekuensi audio (suara) dengan cara menggetarkan komponennya yang berbentuk membran untuk menggetarkan udara sehingga terjadilah gelombang suara sampai di kendang telinga kita dan dapat kita dengar sebagai suara.
Gambar 2.13 Speaker
ISSN 2089 - 7235
157
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
3. PERANCANGAN ALAT 3.1 Diagram Audio Wireless Dibawah ini adalah gambar blok diagram dari sistem audio wireless transmitter menggunakan laser yang akan di buat: Audio player
Speaker
Transmitter
Gambar 3.3 Blok diagram penerima audio
Receiver
Gambar 3.1 Blok diagram sistem audio wireless Blok diagram ini menggambarkan proses audio wireless yang akan dirancang, pada awalnya audio yang akan dipancarkan di modulasi terlebih dahulu melalui rangkaian transmitter untuk diubah menjadi frekuensi carrier agar dapat dipancarkan. Pemancar kemudian menggabungkan sinyal yang dihasilkan dalam media pemancar yaitu menggunakan laser 635nm, setelah itu sinyal diterima oleh photo dioda sebagai penerima sinyal receiver untuk di demodulasikan atau mengubah kembali sinyal sinyal yg diterima menjadi bentuk aslinya. Sinyal suara yang sudah di demodulasi masuk ke penguat suara agar suara yang diterima dapat didengar oleh telinga manusia melalui Speaker.
Pada gambar blok diagram dapat dilihat bahwa sinyal suara yang sudah dimodulasi dengan frekuensi carrier yang dipancarkan melalui cahaya laser, ditangkap oleh Photo dioda. Photo dioda akan menangkap sinyal pemancar jika cahaya laser tepat mengenai photo diode Lalu sinyal yang diterima tersebut dibandingkan dengan sinyal carrier referensi di VCO, Jika sinyal carrier yang diterima sama dengan frekuensi carrire referensi di VCO, maka sinyal akan di demodulasikan sehingga sinyal suara dapat dipisahkan dengan sinyal carrier. Sinyal suara yang sudah di demodulasi masuk ke penguat suara agar suara yang diterima dapat didengar oleh telinga manusia melalui Speaker. 4. PENGUJIAN ALAT 4.1 Pengukuran rangkaian VCO (Voltage Control Oscilator) dengan sinyal audio Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui output rangkaian VCO dengan oscilloscope
3.2 Transmitter (Tx) Pada perancangan proyek akhir ini, rangkaian pemancar audio dengan blok diagram yang dapat dilihat pada gambar di bawah:
Gambar 3.2 Blok digram pemancar audio Pada gambar blok diagram diatas dapat dilihat Audio yang akan dipancarkan masuk ke Voltage Controlled Oscilator untuk dimodulasi dengan frekuensi carrier. Sinyal suara yang sudah dimodulasi dengan frekuensi carrier dikirim ke laser melalui Transistor saklar agar arus yang masuk ke laser besar sehingga laser dapat menyala dengan maksimal. Sinyal suara yang sudah dimodulasi dengan frekuensi carrier dipancarkan ke udara melalui sinar infra merah yang menumpang pada cahaya laser. 3.3 Receiver (Rx) Rangkaian penerima audio dengan blok diagram yang dapat dilihat pada gambar di bawah:
ISSN 2089 - 7235
Gambar 4.1 Hasil pengukuran VCO menggunakan osiloscope Pada percobaan ini, input audio yang gunakan ialah smartphone dan yang menghasilkan sinyal yang terukur. Artinya input suara dari smartphone amplitudo yang ada cukup kuat untuk merubah input VCO yang menyebabkan terjadinya perubahan frekuensi dari VCO output. 4.2 Pengukuran rangkaian PLL (Phase Locked Loop) Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur sinyal yang diterima oleh photo dioda yang masuk ke rangkaian PLL dengan menggunakan osciloscope.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
158 Sehingga: =2 ×
Gambar 4.2 Hasil pengukuran sinyal yang di terima oleh photodiode
Dari persamaan tersebut dapat kita ketahui bahwa lebar pita frekuensi (band width) dalam sebuah proses modulasi adalah dua kali frekuensi sinyal informasi. Dimana pengaruhnya terhadap sinyal yaitu menghasilkan output yang besar di penerima tanpa distorsi. Karen acuan dari data sheet 4046 sesuai dengan rumus maka menghasilkan 96,9 , dan jenis modulasi yg digunakan adalah FM. 5. KESIMPULAN
Pada saat ketepatan laser yang diterima photo dioda sinyal carrier dapat di terima dengan baik dan sinyal pembawa juga dapat diterima dengan baik sehingga proses demodulasi yang menghilangkan sinyal carrier menyisakan sinyal pembawa yang sempurna, kemudian pada saat diperkuat menggunakan penguat suara menghasilkan suara yang sempurna 4.3 Pengukuran dan Pengujian Frekuensi Kerja serta Jenis Modulasi Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi kerja dan jenis modulasi yang digunakan. Diketahui: = = 10 Ω = =1 1 = ( + 32 = = = =
) 1 1. 10 (1. 10 + 32. 10 ) 1 1. 10 (1. 10 + 0,032. 10 ) 1 1. 10 (1,032. 10 ) 1 1,032 . 10 = 0,969. 10 = 96,9 . 10 = 96,9 1 = + ( + 32 ) = 96,9 + 96,9 = 193,8
Setelah melakukan tahap-tahap perancangan, pembuatan, pengujian alat secara keseluruhan dan analisa hasil data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Untuk menghasilkan suara yang sempurna sinar laser harus tepat mengenai photo dioda. 2. Jarak peletakan sebaiknya tidak melebihi batas yang telah ditentukan yaitu antara satu satu sampai sepuluh meter agar sinar laser tepat mengenai photo diode agar menghasilkan suara yang sempurna. 3. Penerima satu dan dua sebaiknya tidak diletakkan berdekatan karena akan terjadi interverensi suara. DAFTAR PUSTAKA [1]. Bain, Bustamsyah. 2015. “Menghubungkan Peralatan Audio ke Perangkat Lain Tanpa Kabel (Wireless)”. [Diakses pada: 30 Juli 2016]: http://www.tekniksoundsystem.com/2015/04/ peralatan-audio-wireless.html. [2]. Pekujawang, Robertus. 2012. “Telekomunikasi: Modulasi dan Demodulasi”. [Diakses pada: 30 Juli 2016]: https://saveourmind.wordpress.com/2012/11/ 19/telekomunikasi-modulasi-dandemodulasi/. [3]. Rizqiawan, Arwindra. 2009. “Phase-Locked Loop”. [Diakses pada: 30 Juli 2016]: https://konversi.wordpress.com/2009/08/17/p hase-locked-loop/.
ISSN 2089 - 7235
159
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
MANAJEMEN RESIKO DI TENGAH PERUBAHAN MODEL BISNIS TELEKOMUNIKASI Firman Fauzi Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta E-mail:
[email protected] Abstrak -- Dalam era data / internet, para operator telekomunikasi tentu saja mulai memfokuskan bisnis dan layanannya pada data, yang semula hanya sebagai salah satu value added service (VAS) hingga kemudian menjadi bagian core business para operator. Sayangnya pada era data ini, sepertinya resiko yang dihadapi operator adalah harus berbagi “kue” revenue dengan “banyak pemain lain” di luar operator telekomunikasi. Kemungkinan nilai yang didapatkan tidak akan sebesar saat era voice dan SMS yang masih mendominasi layanan telekomunikasi saat itu. Tetapi pertumbuhan pendapatan terus tertekan. Untuk mengatasi resiko tersebut maka operator telekomunikasi perlu manajemen resiko yang lebih handal lagi. Kata kunci: Resiko, Bisnis, Layanan
1. PENDAHULUAN Era konvergensi pada industri telekomunikasi informasi semakin mendekat, ditandai dengan semakin menipisnya batas dari fungsi spesifik yang sebelumnya dimiliki masing-masing operator telekomunikasi. Komoditas pelayanan jasa telekomunikasi sekarang ini bisa dinikmati dari berbagai perangkat telekomunikasi dan internet. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, perluasan akses internet, proses dalam pembuatan konten program pun bergeser dari company-based menjadi individual-based. Hal ini dapat dengan mudah kita amati dengan bermunculannya para individu yang mampu membuat perubahan dan memberikan pengaruh pada orang lain melalui dunia maya. Sehingga telah terjadi pergeseran dari konsumen menjadi prosumer (produser consumer), dimana konsumen juga dapat bertindak sebagai produser. Dampak lain dari hal ini adalah harus disadari bahwa kekuatan perubahan tidak lagi dikuasai oleh organisasi/ perusahaan tapi juga dalam masing-masing individu sebagai konsumen yang akan mempengaruhi strategi perusahaan dan akan mengubah bagaimana cara perusahaan merespon perubahan yang terjadi dengan cepat. Perubahan yang cepat dan tidak pernah terjadi sebelumnya ini telah menciptakan suatu pasar dan mekanisme baru yang tidak dapat diantisipasi oleh strategi sebelumnya, karena suatu strategi bisa jadi bekerja baik untuk suatu kondisi tertentu namun belum tentu berhasil untuk kondisi lainnya. Era ini dapat dikatakan sebagai “ Tantangan atau Resiko Di Tengah Perubahan Bisnis Telekomunikasi “, dimana perubahan yang terjadi 'mengacaukan' sistem yang telah bertahan sebelumnya, dengan cara yang berhasil membuat para penyusun strategi di bisnis telekomunikasi dan informasi berpikir ulang serta berkolaborasi untuk menciptakan ISSN 2089 - 7235
model bisnis baru, proses baru, hingga tujuan perusahaan yang sebelumnya belum menjadi ranah mereka. Yang tak kalah pentingnya adalah dengan menyiapkan kapabilitas baru untuk menjawab semua tantangan dan memperkecil resiko, dalam rangka menciptakan pertumbuhan usaha yang berkelanjutan. Di yakini bahwa persaingan bisnis layanan telekomunikasi akan terus meningkat. Adanya penyedia layanan telekomunikasi baru yang ada saat ini akan menciptakan produk dan paket layanan yang lebih menarik, teknologi yang lebih canggih atau konvergensi dari beragam layanan telekomunikasi, sehingga berdampak pada tingginya tingkat pemutusan layanan, ARPU yang rendah atau penurunan, atau perlambatan pertumbuhan pada basis pelanggan telekomunikasi. Persaingan antar penyedia teknologi baru bersama, masuknya pemain baru, pemain yang sudah ada dan konsolidasi antar penyedia layanan dapat berdampak negatif pada posisi bisnis layanan telekomunikasi, kondisi keuangan, hasil operasi dan prospek usaha telekomunikasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua resiko-resiko yang dihadapi ini maka perlu manajemen resiko yang bagus untuk setiap operator telekomunikasi. 2. LANDASAN TEORI Memahami konsep risiko secara luas, merupakan dasar yang esensial untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Oleh karena itu dengan mempelajari berbagai definisi yang ditemukan dalam berbagai literatur diharapkan pemahaman tentang konsep risiko semakin jelas. Ada beberapa definisi risiko sebagaimana dapat dilihat berikut ini: 1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kesempatan dari kerugian) Chance of loss biasanya dipergunakan untuk
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian. Sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam Statistik, maka “chance” sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. 2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian) Istilah “possibility” berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antar nol dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai sehari-hari. Akan tetapi definisi ini agak longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif. 3. Risk is Uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian) 4. Tampaknya ada kesepakatan bahwa risiko ber hubungan dengan ketidakpastian (uncertainty) yaitu adanya risiko, karena adanya ketidak pastian. Jadi, manajemen risiko merupakan serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko yang timbul dari seluruh usaha yang dilakukan dalam perubahan model bisnis telekomunikasi. Hubungan antara risiko dan hasil secara alami berkorelasi secara linier negatif. Semakin tinggi hasil yang diharapkan, dibutuhkan risiko yang semakin besar untuk dihadapi. Oleh karena itu diperlukan upaya yang serius dan konsisten agar hal tersebut dapat diatasi bahkan hubungan tersebut menjadi kebalikannya, yaitu aktivitas yang meningkatkan hasil pada saat risiko menurun. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan manajemen risiko yang merupakan desain prosedur serta implementasi prosedur untuk mengelola suatu risiko bisnis. Manajemen risiko memiliki fungsi, antara lain: 1. Menemukan risiko potensial 2. Mengevaluasi resiko potensial 3. Memilih teknik / cara yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik - teknik yang tepat guna untuk menanggulangi kerugian. Dengan demikian manajemen risiko berfungsi dalam menemukan risiko potensial, mengevaluasi risiko potensial, dan menang gulangi kerugian yang ditimbulkan oleh bisnis atau aktivitas yang dilakukan perusahaan atau badan usaha. Manajemen risiko pada prinsipnya merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisa serta mengendalikan risiko dalam setiap perusahaan dengan tujuan memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi. Di sisi lain, manajemen risiko yang meliputi peningkatan fungsi identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko dimaksudkan agar aktivitas usaha yang
160
dilakukan oleh operator telekomunikasi tidak menimbulkan kerugian yang melebihi kemampuan atau yang dapat mengganggu kelangsungan bisnis operator telekomunikasi saat terjadi perubahan model bisnis telekomunikasi. Dengan memperoleh dan efisiensi yang tinggi tentu akan mendukung pencapaian tujuan operator telekomunikasi dan pada gilirannya akan meningkatkan outcome yang diharapkan. Risiko dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1. Risiko murni (pure risk) adalah risiko dimana kemungkinan kerugian ada, tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh: kecelakaan, kebakaran, kebanjiran dsb. Salah satu cara menghindari risiko murni ini adalah dengan asuransi. Dengan demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. Itu sebabnya risiko murni kadang dikenal dengan istilah risiko yang dapat diasuransikan (insurable risk). 2. Risiko spekulatif adalah suatu risiko yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugian. Contoh: usaha bisnis, membeli saham. Risiko spekulatif kadangkadang dikenal dengan istilah risiko perubahan model bisnis. Tindakan manajemen resiko diambil oleh untuk merespon bermacam-macam resiko. Ada dua macam tindakan manajemen resiko yaitu: 1. Mencegah dan memperbaiki. Tindakan mencegah digunakan untuk mengurangi, menghindari, atau mentransfer resiko dengan cara diasuransikan. 2. Sedangkan tindakan memperbaiki adalah untuk mengurangi efek-efek ketika resiko terjadi atau ketika resiko harus diambil dan kontrol bisnis dari sebuah resiko yang mengancam aset dari bisnis sebuah perusahaan atau proyek yang dapat menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. 3. PEMBAHASAN Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah transfer data di bisnis telekomunikasi di Indonesia akan bertambah secara signifikan. Hal ini antara lain didorong oleh jumlah populasi Indonesia yang sebagian besar merupakan penduduk muda, penerapan teknologi maju, serta masih rendahnya tarif transfer data telekomunikasi di Indonesia. Hal ini memungkinkan operator telekomunikasi di Indonesia untuk meningkatkan tarif mereka. Di samping itu, ekonomi Indonesia yang terus tumbuh juga akan membantu para operator telekomunikasi untuk mendapatkan pendapatan yang lebih. Dari beberapa riset yang dilakukan, ISSN 2089 - 7235
161
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari suatu negara mempunyai kaitan yang erat dengan peningkatan jumlah pelanggan telepon, dengan catatan, negara tersebut masih tergolong dalam negara berkembang. Salah satu hal yang dapat merubah pola konsumsi konsumen di bisnis telekomunikasi adalah teknologi. Contohnya dengan teknologi telekomunikasi melalui internet. Dengan teknologi ini, konsumen tidak banyak lagi menggunakan sambungan telekomunikasi dengan menggunakan voice dan sms. Hal ini tentu saja akan menyebabkan perubahan pola pendapatan operator telekomunikasi sehingga saat ini, di Indonesia penggunaan mobile internet sudah mulai ramai. Hal ini diprediksi masih akan terus berlanjut hingga beberapa tahun mendatang. Salah satu teknologi yang mungkin dapat merevolusi akses broadband mobile di Indonesia adalah teknologi data (4G). Namun, hingga saat ini, penggunaan teknologi data ini secara massal di seluruh nusantara nampaknya masih harus menunggu. Selain dikarenakan resiko besarnya investasi yang akan dikeluarkan oleh operator telekomunikasi dan regulasi pemerintah yang mengatur teknologi data (4G) belum tertata baik. Jika teknologi data sudah dapat diterap kan secara massal di seluruh Nusantara, maka kemungkinan besar mobile internet akan menjadi pilihan utama para pengguna jasa telekomunikasi di seluruh Indonesia. Hal ini tentunya akan merubah pola konsumsi mereka dan pola pendapatan operator telekomunikasi secara signifikan. Hal ini sepertinya menimbulkan dampak resiko kepada para insan telekomunikasi baik langsung maupun tidak langsung. Pada era sebelumnya untuk pelayanan voice dan SMS mendominasi, sehingga revenue operator relatif besar. Karena pada era tersebut operator telekomunikasi mendapatkan revenue dari dua hal utama yaitu jaringan dan layanan (services). Hal ini karena operator bertindak sebagai penyedia jaringan dan penyedia layanan sekaligus. Namun di era data, peran operator telekomunikasi tersebut tidak lagi bersifat “monopoli” walau masih mendominasi. Memang melalui jaringan, operator juga menyediakan layanan data namun baru sebatas koneksi ke dunia internet saja dan biasa disebut sebagai dumb pipe. Layanan data yang sesungguhnya masih disediakan dan menjadi peran utama para pemain aplikasi atau OTT (over the top). Dalam era data ini, terjadi trend konvergensi antara dunia telekomunikasi, IT / internet dan broadcasting seperti sekarang ini, sehingga bisnis yang mendominasi adalah bisnis longtail atau aplikasi dengan model bisnis bersifat open / open source, berbasis komunitas dan hampir ISSN 2089 - 7235
tidak berbayar atau freemium. Sebenarnya model bisnis ini telah diterapkan oleh perusahaan telekomunikasi, IT dan Internet besar di dunia ini seperti Linux, Google, Facebook, Twitter, You Tube hingga Andrioid. Model bisnis ini bisa dianalogikan dengan model bisnis broadcasting televisi atau radio yang tidak berbayar. Model bisnis ini mempunyai resiko yang kecil, tak lekang oleh masa dan tetap bisa survive meski tidak memungut bayaran sepeser pun kepada pelanggan. Model bisnis seperti ini tampaknya bisa menjadi solusi bagi perubahan model bisnis telekomunikasi saat ini. Didasari bahwa komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang sampai kapanpun akan selalu ada dan berbekal komunitas pelanggan yang sangat besar yang telah dimiliki, para operator telekomunikasi dapat mulai bertransformasi menuju model bisnis baru yang berorientasi pada layanan longtail atau aplikasi dan bersifat open, community-based dan free atau freemium. Operator telekomunikasi mulai fokus mengembangkan sisi aplikasi yang bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti membangun in-house software sendiri atau memfasilitasi kompetisi pembuatan aplikasi baru atau dimulai dari bekerjasama dengan aplikasi global yang sudah ada untuk memberikan nilai tambah bagi aplikasi tersebut jika diakses menggunakan jaringan operator tersebut. Aplikasi-aplikasi yang dibangun juga perlu dicermati agar sesuai dengan kebutuhan para pelanggan dan forecast terhadap trend global yang akan terjadi. Selanjutnya adalah aplikasi atau layanan yang ditawarkan oleh operator telekomunikasi lebih fokus pada komunitas pelanggan yang ingin disasar. Ketika suatu layanan atau aplikasi sudah menjadi bagian dari komunitas maka layanan atau aplikasi tersebut akan terus digunakan dan menjadi bagian tidak terpisahkan. Melalui komunitas juga keberlanjutan suatu layanan atau aplikasi dapat terjaga dan berlangsung lebih lama. Selain dalam konteks pengguna atau pelanggan, komunitas juga perlu dibentuk dalam konteks pengembangan layanan dan aplikasi seperti kerjasama dengan developer, insititusi pendidikan dan lembaga riset lainnya. Untuk melakukan hal ini operator telekomunikasi harus mampu melakukan segmentasi dan profiling seluruh pelanggannya dan membangun korelasi antara profil pelanggan dan kebutuhannya. Profiling dan korelasi memang cukup rumit dan bukan pekerjaan yang mudah karena hingga sekarang belum ada operator telekomunikasi yang benar-benar sukses melakukannya. Namun hal ini bukan sesuatu yang mustahil karena sudah berhasil dilakukan oleh para perusahaan besar internet
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 seperti Google dan Facebook, yang memiliki jumlah pengguna yang sangat besar sehingga berhasil menempatkan iklan atau promosi yang sesuai dengan segmen, profil dan kebutuhan para penggunanya. Untuk melakukan hal ini operator telekomunikasi harus mampu melakukan segmentasi dan profiling seluruh pelanggannya dan membangun korelasi antara profil pelanggan dan kebutuhannya. Profiling dan korelasi memang cukup rumit dan bukan pekerjaan yang mudah karena hingga sekarang belum ada operator telekomunikasi yang benar-benar sukses melakukannya. Namun hal ini bukan sesuatu yang mustahil karena sudah berhasil dilakukan oleh para raksasa internet seperti Google dan Facebook yang memiliki jumlah pengguna yang sangat besar dan berhasil menempatkan iklan atau promosi yang sesuai dengan segmen, profil dan kebutuhan para penggunanya. Sebaliknya, untuk aplikasi dan layanan yang lebih advanced atau dengan kualitas yang lebih baik dan terjamin serta bebas dari iklan, operator telekomunikasi dapat menawarkan layanan dan aplikasi yang berbayar (premium). Diharapkan dengan melakukan beberapa hal tersebut, operator dapat mentransformasi model bisnisnya sehingga dapat tetap survive di era data dengan pertumbuhan revenue yang sama tinggi seperti pada masa voice dan SMS serta kelola resiko yang dihadapi operator telekomunikasi menjadi kecil. 4. KESIMPULAN Ada 3 faktor yang mempengaruhi kemampuan dalam mengatasi resiko serta tantangan perubahan model bisnis telekomunikasi yaitu: 1. Resources Diperlukan membangun kemampuan baru yang tangible resource (manusia, peralatan, teknologi, cash) dan non-tangible resource (product design, information, brands, hubungan dengan supplier, distributor, dan pelanggan). 2. Process Secara menyeluruh bisnis process akan mempengaruhi proses komunikasi, kordinasi, hingga pengambilan keputusan dalam mentransformasi produk atau services baru yang akan diciptakan untuk beradaptasi dengan perubahan dan menciptakan keberlanjutan usaha. Bisnis model yang digunakan sangat tergantung dengan keadaan pasar, teknologi dan regulasi pemerintah di bidang telekomunikasi. Untuk bisnis model jangka panjang, ketersediaan data konsumen secara real time sangatlah penting. Model bisnis telekomunikasi masa depan diperkirakan akan menjadi sangat
162
dinamis, sehingga memerlukan manajemen yang cepat tanggap dalam menghadapi perubahan permintaan konsumen. Dalam jangka pendek dan menengah, operator telekomunikasi dapat meningkatkan keuntungan dari pengembangan konten – konten bisnis konvensionalnya seperti sms ataupun layanan non konvesional seperti value added services. 3. Values Organization values merupakan lebih dari sekedar corporate values, dimana hal ini akan mempengaruhi standard nilai pada setiap orang yang terlibat dalam organisasi untuk setting prioritas dalam suatu pekerjaan dan bagaimana standard dalam melakukan pekerjaan. Ketika suatu organisasi / perusahaan ingin menciptakan kemampuan baru, tentu terdapat proses transisi, pekerjaan dan skill set yang dibutuhkan. Masa transisi dan setelahnya bukanlah fase yang mudah dilewati apabila setiap orang yang terlibat di dalamnya tidak mau berubah karena tidak sesuai dengan value yang mereka miliki sebelumnya. Sehingga perlu diciptakan value yang sesuai agar semua orang yang terlibat dalam pembangunan kemampuan ini memiliki semangat perubahan dan etos yang diperlukan. Ketiga hal diatas harus saling terintegrasi untuk menciptakan kemampuan baru yang mampu membawa perusahaan dan industri menjawab perubahan tantangan, mengurangi ketidakpastian resiko dan membangun iklim kondusif yang mampu membawa keberlanjutan dalam pertumbuhan industri. Perubahan merupakan suatu hal yang pasti terjadi, ditambah dengan ketidakpastian dan risiko yang terus membayangi, membangun kemampuan baru untuk menjawab tantangan di era data ini menjadi suatu seni dan keterampilan khusus yang memerlukan analisa dan kemampuan melihat suatu solusi secara holistik. DAFTAR PUSTAKA [1]. Teknik - Teknik Manajemen Resiko, http://ekamaswarang.blogspot.co.id/2015/11 /teknik-manajemen-resiko.html [2]. Tantangan untuk Industri Telekomunikasi Masa Depan, Meika Annis Setiarini, 2015, https://meikarini.wordpress.com/2015/01/09/ tantangan-untuk-industri-telekomunikasimasa-depan/ [3]. Risiko-Risiko Terkait dengan Bisnis Seluler Kami(Telkomsel), http://www.telkom.co.id/UHI/UHI2011/ID/09 22_risiko.html [4]. Pengaruh Pelayanan Jasa Telekomunikasi Terhadap Kepuasan Pelanggan, Jurnal Manajemen dan Akuntansi, Volume 1, Nomor 3, Desember 2012, Rahmisyari, ISSN 2089 - 7235
163
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
Universitas Ichsan Gorontalo [5]. Manajemen Risiko Yang Dihadapi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Jurnal Manajemen Keuangan Syariah, Muhammad Fitra Kurniawan, Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati [6]. Layanan 4G Juga Untuk Masyarakat Di Pelosok Negeri, https://eng.ui.ac.id/blog/kuliah-perdana-s2manajemen-telekomunikasi/ [7]. Membangun Kapabilitas untuk Menjawab Tantangan Era Disruptive Change, Agustus 2013, http://www.manajementelekomunikasi.org/2 013/08/membangun-kapabilitas-untuk menjawab.html
ISSN 2089 - 7235
[8]. Galau Perubahan Model Bisnis, Dewi Asri TP, Desember 2012, http://www.manajementelekomunikasi.org/2 012/12/galau.html [9]. Definisi dan Manfaat Penerapan Manajemen Resiko, Denny Bagus, 2009, http://jurnalsdm.blogspot.co.id/2009/09/manajemenresiko-definisi-dan-manfaat.html [10]. Peluang dan Hambatan Bisnis Industri Telekomunikasi di Era Konvergensi, Rakornas Telematika dan Media Kamar Dagang Dan Industri Indonesia, Juni 2008, http://www.kadinindonesia.or.id/id/doc/ATSI%20%20Rakornas%20telematika%20dan%20M edia%202008.pdf
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
164
PENURUNAN SUSUT NON TEKNIS PADA JARINGAN DISTRIBUSI MENGGUNAKAN SISTEM AUTOMATIC METER READING DI PT. PLN (PERSERO) Ellisa Agustina, Alvina Fitri Amalia Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana, Jakarta Email:
[email protected] Abstrak -- Losses atau lebih dikenal dengan istilah Susut merupakan parameter yang harus selalu diperhatikan oleh PT. PLN (Persero), karena parameter tersebut yang menunjukkan seberapa baik efisiensi dari suatu sistem. Semakin besar nilai susut, berarti semakin kecil efisiensi sistem tersebut. Pada jaringan distribusi susut dapat terjadi karena beberapa factor, antara lain factor teknis dan non teknis. Prosentase total susut PLN Disjaya pada tahun 2013 sebesar 8.52%. Angka tersebut masih jauh diatas target kinerja yang ditetapkan oleh PLN Pusat sebesar 6.0%. Saat ini akan diterapkan metode pengukuran energi listrik dengan menggunakan sistem AMR (Automatic Meter Reading). Sistem AMR merupakan suatu sistem pembacaan atau pengambilan data hasil pengukuran energi listrik pada konsumen secara local maupun jarak jauh, dimana jadwal pembacaan dapat ditentukan sesuai kebutuhan. AMR dapat mengidentifikasi beberapa anomaly yang dapat menyebabkan terjadinya susut, antara lain anomaly arus, tegangan dan kesalahan pada saat pengawatan. Dari hasil perhitungan melalui analisa profil beban AMR diperoleh total susut energi di PLN Disjaya dan Tangerang pada tahun 2014 sebesar 4.551.767,2 kWh atau setara dengan Rp 4.175.758.693,- (Empat Milyar Seratus Tujuh Puluh Lima Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Delapan Ribu Enam Ratus Sembilan Puluh Tiga Rupiah). Secara keseluruhan penggunaan system AMR dari tahun ke tahun ini dapat menurunkan prosentase susut pada. Pada tahun 2014 prosentase susut sebesar 6.61%. Kata kunci: Susut non teknis, AutomaticMeter Reading, Jaringan Distribusi 1. PENDAHULUAN Seiring dengan bertambahnya jumlah konsumen PLN, dibutuhkan suatu metode atau cara yang efektif dan efisien dengan menggunakan teknologi modern untuk pengukuran energi listrik yang digunakan oleh konsumen tersebut. Selain itu metode yang digunakan diharapkan memperoleh hasil pengukuran energi yang akurat dan dapat menurunkan angka susut / losses, dimana angka susut / losses tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja PLN. Losses atau lebih dikenal dengan istilah Susut merupakan parameter yang harus selalu diperhatikan oleh PT. PLN (Persero), karena parameter tersebut yang menunjukkan seberapa baik efisiensi dari suatu sistem. Semakin besar nilai susut, berarti semakin kecil efisiensi sistem tersebut. Karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk menurunkan nilai Susut tersebut, agar dicapai efisiensi yang baik dalam sistem tenaga listrik, demi memenuhi kepuasan pelanggan dan mengamankan pendapatan PT. PLN (Persero) yang tersita karena susut Dirjen Ketenagalistrikan telah menentukan target susut distribusi PLN, yaitu sebesar 6%. Namun saat ini PLN belum dapat mencapai target tersebut, dimana susut distribusi pada tahun 2013 masih sebesar 8.52%. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi nilai kinerja PLN di kalangan BUMN. Saat ini telah diterapkan metode pengukuran energi listrik dengan menggunakan sistem AMR (Automatic Meter Reading). Sistem AMR
merupakan suatu sistem pembacaan atau pengambilan data hasil pengukuran energi listrik pada konsumen secara local maupun jarak jauh, dimana jadwal pembacaan dapat ditentukan sesuai kebutuhan. Sistem AMR ini dapat dimanfaatkan secara optimal untuk penerbitan rekening, analisa beban pelanggan, perhitungan losses atau susut distribusi, perencanaan pengembangan jaringan listrik, memantau secara efektif terhadap pelanggaran atau penyalahgunaan energi listrik yang tidak normal yang terjadi pada konsumen. Dan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada konsumen PLN dengan menyampaikan data yang transparan dan akurat. 2. PEMANFAATAN DATA AMR Pada sistem AMR dapat diketahui historikal pemakaian energi pada konsumen atau yang disebut load profile. Load profile pada pelanggan TM & TT akan direkam per 15 menit, sedangkan untuk pelanggan TR (41,5 – 197 kVA) per 30 menit. Dari data load profile tersebut dapat diketahui beberapa indikasi kelainan atau pelanggaran, misalnya: 1. Indikasi pemakaian pelanggan melebihi daya kontrak berdasarkan data KVA max yang mengindikasikan adanya pelanggaran atau kelainan di sisi pembatas. 2. Indikasi CT dan atau PT jenuh sehingga rasionya sudah tidak sesuai 100% dengan nameplate berdasarkan data besaran arus dan tegangan di bawah rata-rata ISSN 2089 - 7235
165
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
3. Indikasi pelanggaran atau kelainan di sisi wiring meter, CT maupun PT berdasarkan data arus dan tegangan nol. Selain load profile, Diagram Phasor menunjukkan kondisi pemakaian energi listrik yang diukur oleh meter AMR. Dalam penggunaannya, meter AMR tidak selalu menunjukkan jarum meter Fasa S, R, atau T dengan benar. Sejumlah kondisi jarum vektor AMR yang tidak sesuai ditemukan. 3. ANALISA DATA Berikut adalah persamaan perhitungan energi yang hilang akibat kelainan pengukuran pada APP (Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 163-1.K/DIR/2012 Tentang Penyesuaian Rekening Pemakaian Tenaga Listrik (PRPTL))
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dihitung total kWh yang tidak terukur yang diakibatkan oleh kelainan maupun kesalahan wiring adalah sebagai berikut: Anomali Arus : 462.363 kWh Anomali Tegangan : 2.034,2 kWh Pengawatan Terbalik : 1.481.209 kWh Total kWh kurang tagih sebesar: 4.551.767,2 kWh, adapun total rupiah yang harus ditagihkan adalah sebagai berikut: Anomali Arus : Rp 431.739.639, Anomali Tegangan : Rp1.719.837.183, Pengawatan Terbalik : Rp2.024.181.871,Total rupiah yang ditagihkan dari ketiga anomaly tersebut sebesar 4.175.758.693,(Empat Milyar Seratus Tujuh Puluh Lima Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Delapan Ribu Enam Ratus Sembilan Puluh Tiga Rupiah). Sesuai KEPDIR NO.217.1.K/DIR/2005 Susut Dis .
IR = Arus Ukur Fasa R IS = Arus Ukur Fasa S IT = Arus Ukur Fasa T VR = Tegangan Ukur Fasa R
siap salur Dist kirim PSSD kWh jual x 100 % kWh siap salur ke Distribusi
4. KESIMPULAN Dari hasil analisa data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penyebab susut energy yang dapat teridentifikasi melalui analisa data AMR antara lain; kesalahan baca meter, ketidaknormalan pengyukuran dan kesalahan pada saat pengawatan 2. Dari hasil perhitungan diperoleh susut energi di PLN Disjaya dan Tangerang pada tahun 2014 sebesar 4.551.767,2 kWh atau setara dengan Rp 4.175.758.693,- (Empat Milyar Seratus Tujuh Puluh Lima Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Delapan Ribu Enam Ratus Sembilan Puluh Tiga Rupiah). 3. Implementasi AMR dari tahun ke tahun mempengaruhi prosentase total kinerja susut PLN Disjaya pada tahun 2013 8.55% menjadi 6.64% di tahun 2014.
VS = Tegangan Ukur Fasa S VT = Tegangan Ukur Fasa T IØR = Arus Seharusnya Fasa R IØS = Arus Seharusnya Fasa S IØT = Arus Seharusnya Fasa T VØR = Tegangan Seharusnya Fasa R VØS = Tegangan Seharusnya Fasa S VØT = Tegangan Seharusnya Fasa T
ISSN 2089 - 7235
DAFTAR PUSTAKA [1]. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 1486.K/DIR/2011 Tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik [2]. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 163-1.K/DIR/2012 Tentang Penyesuaian Rekening Pemakaian Tenaga Listrik (PRPTL) [3]. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 139.K/DIR/2011 Tentang Manajemen Alat Pengukur dan Pembatas (APP)
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 [4]. Kuntarto, Guson Prasamuarso “Distribusi Data Listrik Pelanggan Melalui Sistem Informasi Berbasis Web”, Ultimatics Vol 3 No 1 : 2011 [5]. Marsudi Djiteng. 2011. Operasi Sitem Tenaga Listrik. Jakarta: Graha Ilmu [6]. Purba, Bayu Pradana Putra dan Warman, Edhi “Analisa Perhitungan Susut Teknis Dengan Pendekatan Kurva Beban Pada Jaringan Distribusi PT. PLN (Persero) Rayon
166
Medan Kota, “Jurnal Singuda Ensikom Vol 6 No 2 : 2014 [7]. Putri, Irene Ega Novena dan Subari, Arkhan “ Optimalisasi Pelaksanaan Penetiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) Sebagai Upaya Peningkatan Saving kWh dan Penekanan Susut Non Teknis di PT. PLN (Persero) Rayon Semarang Selatan”, Gema Teknologi Vol 18 No 2 : 2014
ISSN 2089 - 7235
167
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
ANALISIS PENGARUH MASA OPERASIONAL TERHADAP PENURUNAN KAPASITAS TRANSFORMATOR DISTRIBUSI DI PT. PLN (PERSERO) Sulistiyono, Haris Nur Azis Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta Email :
[email protected] Abstract -- One cause the interruption of transformer is loading that exceeds the capabilities of the transformer. The state of continuous overload will affect the age of the transformer and result in a reduced capacity of the transformer. The declining capacity, loading on the transformer will not be maximized and increase the risk of damage. Actions taken to attempt the decrease disturbances resulting from the transformer loadings are by the transformer test and known how many percent decrease in capacity of the transformer. The data from the test is used to calculate the reduction in the capacity of the transformer. Result of the research on the transformer which is not operated yet relating to the ideal state of a transformer. As for the research on the second transformer indicates how transformer which been operating for several years has decreased the capacity of the transformer. So that the second transformer can not be loaded to the maximum. Kata kunci: Supply Electricity, loading, distribution transformers, age, capacity transformers, interruption, reliable operation. 1. PENDAHULUAN Fungsi utama sistem tenaga listrik adalah untuk memenuhi kebutuhan energi listrik setiap konsumen secara terus menerus. Sebelum tenaga listrik disalurkan ke konsumen dari pusat pembangkit tenaga listrik, terlebih dahulu transformator yang terdapat di gardu induk maupun di gardu distribusi. Transformator adalah salah satu bagian dari sistem tenaga listrik yang dapat menjaga agar kebutuhan listrik masyarakat dapat terpenuhi secara terus menerus. Transformator merupakan suatu peralatan tenaga listrik yang berfungsi untuk mentransformasikan atau mengubah energi listrik dari suatu nilai tegangan ke nilai tegangan lainnya. Transformator merupakan peralatan listrik yang penting karena berhubungan langsung dengan saluran transmisi dan distribusi listrik ke konsumen. Oleh karena itu, transformator harus dipelihara dan diuji kelayakan operasinya agar dapat beroperasi secara maksimal dan jauh dari gangguan-gangguan yang dapat mengakibatkan kegagalan operasi pada transformator. Karena transformator merupakan asset yang mahal, penggantian transformator untuk meningkatkan keandalan sistem secara ekonomis bukan pilihan yang tepat. Kerusakan pada transformator menyebabkan kontinuitas pendistribusian tenaga listrik ke konsumen akan terganggu atau terjadi pemadaman. Pemadaman merupakan suatu kerugian yang menyebabkan penurunan kWh terjual. Mengingat lamanya waktu pemulihan gangguan pada transformator maka diperlukan upaya preventif untuk mencegah terjadinya kerugian yang besar akibat daya yang tidak tersalurkan akibat gangguan transformator. Oleh karena itu, perlu dilakukan rangkaian pengujian yang dimaksudkan agar transformator tersebut bisa bekerja sesuai dengan spesifikasi ISSN 2089 - 7235
dan masa pemakaian maksimumnya pada berbagai kondisi di lapangan. Salah satu pengujian yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah pengujian transformator distribusi dengan teknik rangkaian alat instrumen sederhana yang dibuat dengan regulator tegangan sebagai instrumen utama. Maksud dari pengujian ini adalah untuk mengetahui penurunan kapasitas sebuah transformator distribusi, sehingga suatu transformator dapat beroperasi dengan normal tanpa menimbulkan gangguan dan kerusakan. 2.
LANDASAN TEORI
2.1 Transformator Transformator merupakan peralatan mesin listrik statis yang bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik, yang dapat mentransformasikan energi listrik dari tegangan tinggi ke tegangan rendah ataupun sebaliknya, dimana perbandingan tegangan antara sisi primer dan sisi sekunder berbanding lurus dengan perbandingan jumlah lilitan dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya dengan nilai frekuensi yang sama besar. Pada sistem distribusi, transformator digunakan untuk menurunkan tegangan penyaluran 20 kV ke tegangan pelayanan 400 / 231 Volt. 2.2 Jenis Transformator Secara umum, terdapat dua jenis transformator distribusi yang banyak digunakan pada jaringan distribusi, yaitu: 1. Transformator Konvensional Transformator konvensional dilengkapi dengan konservator, yaitu sebuah tabung atau tangki yang letaknya diatas body transformator, yang berfungsi untuk menampung pemuaian minyak saat transformator berbeban.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 2. Transformator Hermetical Pada sistem ini konservator dan sistem pipa untuk hubungan dengan atmosfer luar tidak digunakan lagi. Untuk mengamankan pemuaian maupun penyusutan minyak, tangki dibuat fleksibel (hermetic), dimana kenaikan volume minyak akan ditampung oleh sirip-sirip yang dapat mengembang dan mampu menampung semua pemuaian minyak. Lubang pernapasan sengaja ditiadakan agar minyak tidak bersentuhan dengan udara. 2.3 Konstruksi Transformator Konstruksi transformator distribusi dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu: a. Bagian utama/aktif Terdiri dari inti besi, kumparan transformator, minyak transformator, bushing dan tangki konservator. b. Bagian pasif Terdiri dari sistem pendingin, tap changer, alat pernapasan (dehydrating breather), dan alat indicator. c. Sistem Insulasi d. Terminal e. Proteksi gangguan internal Proteksi dari gangguan internal pada transformator, seperti hubung singkat di dalam kumparan dan hubung singkat antara fase kumparan. f. Peralatan proteksi Terdiri dari Rele Bucholz, pengaman tekanan lebih (explosive membrame/bursting plate), rele tekanan lebih (sudden pressure relay), rele pengaman tangki. g. Peralatan tambahan untuk pengaman Terdiri dari rele differensial, rele arus lebih, rele hubung tanah, rele thermis, dan Lightning Arrester. 2.4 Pengaruh Pembebanan Terhadap Efisiensi Transformator Jika transformator kemudian dibebani terus menerus, maka rugi (losses) akan mempunyai karakteristik efisiensi penyaluran daya terhadap pembebanan trafo sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kurva Karakteristik Efisiensi – Pembebanan Transformator Dari kurva diatas, terlihat bahwa transformator akan mempunyai efisiensi tertinggi pada saat
168
terjadi pembebanan sebesar 80 % dari pembebanan nominalnya. Efisiensi transformator dinyatakan dalam angka presentase. Pada faktor cos φ = 0,2 efisiensi trafo mencapai sekitar 65%. Pada beban dengan faktor kerja cos φ = 1,0, efisiensi trafo bisa mencapai 90%.
Gambar 2.2 Hubungan Antara Efisiensi Dengan Beban Pada Cos φ Berbeda 2.5 Tegangan Pengenal Transformator dan Penyadapannya a. Tegangan Primer Tegangan primer ditetapkan sesuai dengan tegangan nominal sistem pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang berlaku dilingkungan PLN, 6 kV dan 20 kV. Pada sistem distribusi tiga fasa empat kawat, maka transformator fasa tunggal yang dipasang tentunya mempunyai tegangan pengenal 20 kV/V3 = 12 kV. Karena SPLN 1: 1978 menetapkan tegangan nominal sistem 20 kV, maka masih perlu dipasang transformator fasa tungga dengan tegangan pengenal 12 kV. b. Tegangan Sekunder Tegangan sekunder ditetapkan tampa deisesuaikan dengan tegangan nominal sistem pada jaringan tegangan rendah (JTR) yang berlaku dilingkungan PLN adalah 127 dan 220 V untuk sistem fasa tunggal dan 127 / 220 V dan 220 / 380 V untuk sistem fasa tiga, yaitu : 133 / 231 V dan 231 / 400 V pada kedaaan tampa beban. Bilamana dipakai tidak serentak, maka dengan bertegangan sekunder 231/ 400 Volt daya transformator tetap 100 % daya pengenal. Sedang dengan tegangan sekunder 133 / 231 Volt dayanya hanya 75 % daya pengenal. c. Impedansi Transformator Impedansi transformator merupakan total jumlah keseluruhan perlawanan terhadap arus bolakbalik (AC) di dalam sebuah peralatan listrik. Nilai impedansi sebuah transformator umumnya dicantumkan pada name plat transformator itu sendiri dalam satuan persen (%), misalnya 3%, 4%, 5%, dan seterusnya. Pengertian nilai tersebut adalah bahwa drop tegangan yang timbul karena impedansi adalah sekian persen dari tegangan yang ditetapkan. Maka drop tegangan pada transformator tersebut didapat dengan persamaan:
ISSN 2089 - 7235
169
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
Vdrop = V x Z (%) Atau untuk menentukan impedansi pada sebuah transformator dengan berdasarkan kepada tegangan drop dan tegangan dari transformator itu sendiri, persamaannya: Z (%) = (
) x 100 %
2.6 Pengujian Pada Transformator Pengujian yang harus dilakukan pada sebuah transformator biasanya disesuaikan dengan kebutuhannya. Beberapa jenis pengujian pada transformator adalah sebagai berikut: a. Pengujian Tahanan Isolasi Pengujian Tahanan Isolasi biasanya dilaksanakan pada awal pengujian dengan tujuan untuk mengetahui secara dini kondisi isolasi transformator dan untuk menghindari kegagalan yang bisa berakibat fatal, sebelum pengujian selanjutnya dilakukan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji tahanan isolasi Megger. b. Pengujian Tahanan Kumparan Pengujian dilakukan dengan cara melakukan pengukuran tahanan kumparan transformator. Data hasil pengujian digunakan untuk menghitung besarnya rugi tembaga pada transformator tersebut. c. Pengujian Karakteristik Beban Nol Pengujian Karakteristik Beban Nol atau Tanpa Beban dilakukan untuk mengetahui besarnya kerugian daya yang disebabkan oleh rugi hysterisis dan eddy current pada inti transformator dan besarnya arus yang pada daya tersebut. Pengukuran dilakukan dengan memberikan tegangan nominal pada salah satu sisi transformator dan sisi lainnya dibiarkan dalam keaadaan tanpa beban. d. Pengujian Karakteristik Hubung Singkat Pengujian dilakukan dengan cara memberikan arus nominal pada salah satu sisi transformator dan sisi yang lain dihubung singkat, dengan demikian akan dibangkitkan juga arus nominal pada sisi yang di hubung singkat. Adapun tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui besarnya rugi daya yang hilang akibat dari tembaga dari transformator saat beroperasi. 3.
PERANCANGAN
3.1 Alat dan Bahan Pada proses persiapan perancangan harus didukung dengan peralatan dan bahan yang lengkap dan standar agar memudahkan pada waktu pelaksanaan perakitan. Alat-alat dan bahan akan diuraikan sebagai berikut : ISSN 2089 - 7235
a. Regulator Tegangan Regulator tegangan adalah bagian utama alat uji ini. Regulator tegangan tiga fasa dengan menghasilkan tegangan 380 Volt ditujukan untuk injeksi ke transformator yang dijadikan objek pengujian. b. Transformator Step-Up Transformator step up digunakan untuk menaikan tegangan injeksi ke transformator yang diuji. Penggunaan transformator step up dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tegangan sampai dengan 800 Volt. Transformator step up 800 volt digunakan karena menyesuaikan dengan angka persen impedansi pada transformator. Dimana angka tersebut berarti besar tegangan drop yang timbul karena impedansi tersebut seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada transformator yang diuji, angka persen impedansi terdapat pada name plat. Pada pengujian kali ini akan menggunakan transformator dengan impedansi sebesar 4 (empat) persen. Jadi, pemilihan transformator step up 800 volt berdasarkan persamaan yang telah ditulis pada Bab sebelumnya, yaitu pada (persamaan 2.1). V drop = V x Z V drop = 20000 Volt x 4 % = 800 Volt c. Volt Ampere Meter Volt Ampere meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus dan tegangan listrik pada satu device sekaligus. Volt Ampere meter adalah alat ukur yang mengkombinasikan volt meter dan ampere meter. Volt Ampere meter yang digunakan pada alat ini adalah jenis digital untuk pengukuran satu fasa. d. Kabel Penghubung Pada pengujian ini akan dipakai kabel NYAF yang berfungsi sebagai penghubung antara transformator (objek pengujian) dan regulator tegangan serta komponen lainnya sehingga dapat dilewati sumber tegangan. e. MCB Pada pengujian ini MCB digunakan sebagai pengaman hubung singkat atau pengaman alat utama. MCB dipasang sebagai pengaman sumber utama dari PLN dan sebagai pengaman untuk regulator tegangan. f. Selector Switch Selector Switch digunakan pada saat pengujian untuk mendapatkan nilai volt dan ampere pada tiap fasa yang tertera pada volt ampere meter yang dipasang, karena pada alat ini digunakan volt ampere meter untuk pengukuran masingmasing fasa.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 g. CT CT digunakan agar pada saat pengujian dapat membaca arus yang diukur pada sisi sekunder transformator yang diuji. Pada pengujian ini digunakan CT 1000/5 Ampere. Pemilihan CT 1000/5 berdasarkan pada kapasitas transformator yang diuji. h. Box Panel dari plat besi Box panel digunakan sebagai wadah untuk memasang semua alat-alat dan komponen diatas agar terpasang rapi dan aman digunakan pada saat proses pengujian. 3.2 Flow Chart Pengujian Deskripsi sistem rancang rangkaian untuk pengujian transformator ini digambarkan dalam flowchart sebagai berikut :
170 S = √3 x V x I
dimana: S = Daya Transformator (kVA) V = Tegangan sisi primer transformator (kV) I = Arus jala-jala (A) Sehingga untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan rumus: IFL =
√
dimana: IFL = Arus Beban Penuh (A) S = Daya transformator (kVA) V = Tegangan transformator (V) 3.4 Cara Kerja Alat Tegangan yang dihasilkan oleh regulator tegangan dengan minimal 380 volt tigafasakemudian dinaikkan kembali oleh transformator step up menjadi 800 volt yang di injeksi ke transformator pada kumparan primer. Kemudian pada kumparan sekunder dibuat rangkaian tertutup (loop) dengan memasang CT. Hal ini dimaksudkan supaya pengukuran di sisi sekunder dapat dilakukan dan menghasilkan hasil ukur berupa arus nominal transformator di sisi tegangan rendah. Dengan terpasangnya alat ukur volt ampere meter pada alat, akan menunjukkan angka hasil ukur berupa tegangan dan arus pada sisi primer dan sekunder transformator. Angka hasil ukur ini kemudian dibuat perhitungan untuk mengetahui berapa persen penurunan kapasitas dan maksimal pembebanan yang dapat ditampung oleh transformator tersebut. 3.5 Blok Diagram Pengujian Blok diagram dari rangkaian pengujian transformator ini adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1 Flow Chart Pengujian 3.3 Perancangan Teori Alat Pengujian dengan alat ini akan menghasilkan data berupa tegangan dan arus. Hasil yang terbaca setelah proses pengujian adalah arus nominal transformator baik itu pada sisi primer maupun pada sisi sekunder. Arus nominal yang ideal pada suatu transformator telah terdapat pada name plat. Arus nominal dapat dikatakan juga sebagai arus beban penuh (full load) pada transformator tersebut. Daya transformator bila ditinjau dari sisi tegangan primer (tegangan tinggi) dapat dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 3.2 Blok Diagram Pengujian 3.6 Spesifikasi Transformator Yang Diuji Spesifikasi transformator pertama yang diuji yaitu transformator baru yang belum beroperasi disebutkan dalam (Tabel 3.1) sebagai berikut: Tabel 3.1 Data Transformator Baru di Gudang Spesifikasi Transformator Merk B&D Tahun Pembuatan 2016 Nomor Seri
1602790
ISSN 2089 - 7235
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
400 Volt 50 Hz ONAN 4.0 %
Spesifikasi transformator kedua yang diuji adalah transformator pada gardu BL 152 tersebut terdapat pada (Tabel 3.2) sebagai berikut: Tabel 3.2 Data Transformator BL 152 Spesifikasi Transformator Merk Tahun Pembuatan Tahun Operasi Nomor Seri Daya Nominal Tegangan Primer Tegangan Sekunder Frekuensi Pendingin Tegangan Impedansi
2001 2002 741000 4000 kVA 20000 Volt 400 Volt 50 Hz ONAN
4.2 Rangkaian dan Wiring Alat Pengujian Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji sederhana hasil dari rangkaian beberapa komponen dan instrumen pengukuran. Masingmasing alat dan instrumen yang dipakai telah dijelaskan pada bab sebelunya. Setelah dilakukan uji fungsi masing-masing, alat dan instrumen tersebut dirangkai sedemikian rupa dan ditempatkan pada suatu tempat dari plat besi agar rapi dan aman ketika digunakan. GAMBAR PENGAWATAN PENGUJIAN
4.0 %
IN
PENGUJIAN DAN ANALISIS
4.1 Langkah Kerja Pengujian Dalam proses pengujian transformator ini, tahapan dan langkah-langkah kerja diuraikan sebagai berikut: a. Sebelum memulai pengujian, terlebih dahulu mengukur belitan transformator dengan AVO meter untuk memastikan transformator dalam kondisi belitan yang masih baik atau tidak putus. b. Memeriksa posisi tap changer dengan skala 20000 Volt / 400 Volt c. Mendata transformator dengan melihat name plat transformator dan memperhatikan kapasitas, beban, dan impedansi transformator. d. Merangkai semua komponen, alat ukur, dan objek pengujian dengan kabel penghubung. Beberapa rangkaiannya adalah sebagai berikut: 1) Regulator tegangan terhubung ke sumber tegangan dan transformator step up dilengkapi dengan MCB sebagai pengaman. 2) Rangkaian dari regulator tegangan ke alat ukur berupa volt ampere meter untuk menghidupkan display. 3) Transformator step up terhubung ke objek pengujian pada sisi primer transformator.
ISSN 2089 - 7235
OUT
R
R
S
S
T
T
R
S
T
N N
TRAFO STEP-UP
T
S
R
TRANSFORMATOR 400 KVA (OBJEK UJI) AMPERE METER
VOLT METER
N
4.
UNINDO
e. Pada sisi sekunder transformator, dibuat rangkaian tertutup (loop) dengan men-jumper antar fasa termasuk netral. f. Memasang CT pada sisi sekunder transformator dan hubungkan dengan volt ampere meter untuk menghasilkan angka pengukuran. g. Memastikan semua komponen terangkai dengan baik dan aman diberi tegangan. h. Memulai injeksi tegangan dari regulator secara bertahap sambil memperhatikan volt ampere meter. i. Catat hasil pengukuran tegangan dan arusnya. j. Selesai.
3 FASA 380 VOLT
400 kVA 20000 Volt
SUMBER PLN 3 FASA
Daya Nominal Tegangan Primer Tegangan Sekunder Frekuensi Pendingin Tegangan Impedansi
REGULATOR TEGANGAN
171
T
S
R
CT TR 1000/5 A
Gambar 4.1 Pengawatan Alat Pengujian Regulator tegangan dan MCB ditempatkan di dalam serta pengawatannya. Sementara untuk Volt Ampere Meter dihadapkan keluar untuk memudahkan pembacaan hasil ukur pada display. Begitu juga dengan selector switch agar lebih mudah untuk dioperasikan. Sementara untuk transformator step-up dan CT di pisahkan dari box. CT terpasang pada jumper antar fasa di sisi sekunder transformator yang diuji dan dikonek ke Volt Ampere meter untuk mendapatkan hasil pengukuran arus di sisi tegangan rendah. Gambar 4.1 adalah rangkaian pengawatan alat pengujian
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 untuk mengetahui penurunan transformator distribusi.
kapasitas
172
IFL = IFL =
4.3 Hasil Pengujian Transformator Tahap pertama pengujian adalah dengan menghubungkan alat uji ke sumber tegangan 3 fasa. Setelah terhubung, nyalakan regulator tegangan dan atur tegangan di 100 volt. Sebelum dihubungkan ke transformator yang diuji, ukur tegangan di output transformator step-up. Setelah diukur dan didapat hasilnya, setting kembali regulator tegangan secara bertahap sampai tegangan mencapai 400 volt. Berikut hasil ukur pada output transformator step-up: Tabel 4.1 Hasil ukur tegangan setelah dinaikkan transformator Step-up
Setelah didapat hasil ukur, kemudian hubungkan alat ke transformator yang diuji. Sebelumnya matikan dulu alat sebagai tindakan keamanan dari tegangan sentuh. Setelah alat terhubung dengan transformator yang diuji, alat dinyalakan kembali. Kemudian atur tegangan kembali secara bertahap seperti tahap sebelumnya sampai dengan 400 Volt. Setelah tegangan di injeksi ke transformator yang diuji, cek pada display Volt Ampere Digital Meter yang telah dihubungkan pada CT yang terpasang di sisi sekunder transformator. 4.4 Perhitungan Arus Nominal Ideal Pada Transformator Baru Arus nominal yang ideal pada suatu transformator dapat dilihat pada name plat yang terdapat sebagai identitas transformator. Pada setiap transformator dengan daya 400 kVA tertera pada name plate nya arus nominal pada sisi primer adalah 11,5 Ampere (acuan SPLN D3.002-1 tahun 2007). Jika mengacu pada persamaan (3.2), hasil perhitungan untuk arus nominal pada sisi primer yang ideal adalah:
IFL = IFL =
√
√
IFL = IFL = 11,56 Ampere Sedangkan perhitungan untuk keadaan ideal arus nominal pada sisi sekunder (tegangan rendah) transformator adalah:
√
√
IFL = IFL = 578,03 Ampere 4.5 Perhitungan Hasil Uji Transformator-1 (Keadaan Baru/Belum Beroperasi) Transformator pertama yang diuji adalah transformator dengan daya 400 kVA yang berada di gudang PLN dan belum beroperasi. Pengujian pada transformator baru dilakukan untuk mengetahui apakah hasil pengujian akan sama dengan spesifkasi transformator yang terdapat pada name plat. Hasil yang didapat dari pengujian pada transformator 1 menunjukan angka arus nominal pada sisi primer (tegangan tinggi) adalah 11,55 Ampere. Hasil ini menunjukkan angka yang hampir sama dengan arus nominal sisi primer yang terdapat pada name plat transformator. Dengan diketahuinya arus nominal primer transformator, maka untuk mengetahui apakah kapasitas (kVA) transformator tersebut sama dengan yang terdapat pada name plat, dapat dimasukkan ke dalam persamaan sebagai berikut:
IFL
=
√
11,55 A = S S
√
= 11,55 x 34600 = 399630 VA ≈ 400 kVA
Kemudian untuk hasil pengujian pada sisi sekunder transformator, arus nominal yang terukur adalah 577,8 Ampere. Maka dimasukkan kedalam persamaan menjadi :
IFL
=
√
577,8 A = S S
√
= 577,8 x 692 = 399873.6 VA ≈ 400 kVA
Dengan hasil perhitungan dari pengujian yang didapat dari transformator-1 yang masih dalam keadaan baru, dapat diketahui bahwa arus nominal baik sisi primer maupun sekunder memiliki nilai yang hampir sama dengan kondisi ideal transformator baru yang sesuai dengan SPLN D3.002-1 tahun 2007. Sehingga apabila dikaitkan dengan penurunan kapasitas, dapat disimpulkan bahwa pada transformator-1 tidak mengalami penurunan kapasitas. 4.6 Perhitungan Hasil Uji Transformator-2 (Keadaan Telah Beroperasi) Transformator kedua yang diuji adalah transformator dengan daya 400 kVA yang berada di gardu BL 152 dan telah beroperasi sejak tahun 2002. Pengujian pada transformator yang telah
ISSN 2089 - 7235
173
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
beroperasi dilakukan untuk mengetahui penurunan kapasitas pada transformator. Hasil yang didapat dari pengujian pada transformator-2 menunjukan angka arus nominal pada sisi primer (tegangan tinggi) adalah 7,62 Ampere. Hasil ini menunjukkan angka yang berbeda dengan arus nominal sisi primer yang terdapat pada name plat transformator. Dengan diketahuinya arus nominal primer transformator-2, maka untuk mengetahui berapa sisa kVA transformator tersebut dapat dimasukkan ke dalam persamaan sebagai berikut:
IFL =
√
7,62 A =
√
S
= 7,62 x 34600
S
= 263652 VA ≈ 263,6 kVA
Kemudian untuk hasil pengujian pada sisi sekunder transformator, arus nominal yang terukur adalah 381,5 Ampere. Maka dimasukkan kedalam persamaan menjadi:
IFL
Tabel 4.2 Hasil Uji Transformator 1 dan 2 Serta Perbandingannya Dengan Kondisi Ideal Sesuai Standar
=
√
381,5 A = √ S = 381,5 x 692 S = 263998 VA ≈ 263,9 kVA Dengan hasil perhitungan dari pengujian yang didapat dari transformator-2, dapat diketahui bahwa arus nominal baik sisi primer maupun sekunder memiliki nilai sudah jauh berbedaa atau sudah menurun kapasitasnya jika dibandingkan dengan kondisi ideal transformator baru. Sesuai dengan hasil perhitungan, telah terjadi penurunan kapasitas pada transformator-2. Berikut perhitungan untuk mengetahui penurunan kapasitas transformator-2:
Jadi, berdasarkan hasil perhitungan diatas, transformator-2 mengalami penurunan kapasitas sebesar 34,025 %. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk pembebanan pada transformator-2 tidak melebihi dari 263,9 kVA atau sebesar 63 persen.dari kapasitas 400 kVA.
ISSN 2089 - 7235
5. KESIMPULAN Dari penulisan tugas akhir ini tentang rangkaian pengujian untuk mengetahui penurunan kapasitas transformator, dari hasil percobaan dan pengujian yang telah dilakukan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan pada hasil ukur pada transformator-1 dengan daya pengenal 400 kVA, setelah dilakukan pengujian dapat diketahui bahwa arus nominal transformator pada sisi tegangan tinggi adalah 11,5 Ampere dan pada sisi tegangan rendah adalah 577,8 Ampere. Hasil perhitungan menunjukkan tidak terdapat penurunan kapasitas pada transformator tersebut dan sesuai dengan name plat pada transformator. Hal ini menunjukkan bahwa transformator-1 yang merupakan transformator baru dan belum beoperasi berada dalam keadaan ideal dan dapat beroperasi dengan maksimal sesuai spesifikasi standar. 2. Berdasarkan pada hasil ukur pada transformator-2 dengan daya pengenal 400 kVA, setelah dilakukan pengujian dapat diketahui bahwa arus nominal transformator pada sisi tegangan menengah adalah 7,62 Ampere dan pada sisi tegangan rendah adalah 381,5 Ampere. Hasil perhitungan menunjukkan terdapat penurunan kapasitas pada transformator tersebut sebesar 34,025 persen dan kapasitas asalnya 400 kVA. Hal ini menunjukkan bahwa transformator 2 dalam keadaan tidak ideal dan dapat hanya dapat beroperasi dengan maksimal pembebanan sebesar 63 persen. 3. Hasil pengujian ini dapat dijadikan acuan untuk menentukan batas persen pembebanan yang dapat ditampung oleh transformator tersebut. Hal ini dapat mengurangi transformator rusak akibat pembebanan yang tidak terkontrol dan melebihi batas kemampuan transformator. 4. Dengan dapat terkontrolnya pembebanan pada transformator beroperasi, keandalan jaringan dapat terjaga dan pasokan listrik kepada konsumen juga terjamin.
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 DAFTAR PUSTAKA [1]. Kadir, Abdul. 1979. Transformator. Jakarta : Pradnya Paramitha. [2]. Manajemen Aset Transformator Distribusi Jawa Bali. 2010. Jakarta : PT PLN (Persero) Kantor Pusat [3]. Prayoga, Aditya. 2010. Teknik Tenaga Listrik Transformer. Universitas Indonesia. [4]. Zuhal. 1995. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. Jakarta : Gramedia.
174
[5]. Sulasno, Ir. 2010. Distribusi Tenaga Listrik. Semarang : Badan Penerbit UNDIP. [6]. Sumardjati, Prih. 2008. Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik Jilid 3. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional. [7]. Standar PLN No : 17 dan 17A. 1979 tentang Pedoman Pembebanan Transformator Terendam Minyak. Jakarta: PT PLN (Persero) Kantor Pusat.
ISSN 2089 - 7235
175
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
PROTOTYPE SISTEM MONITORING TEMPERATUR MENGGUNAKAN ARDUINO UNO R3 DENGAN KOMUNIKASI WIRELESS Ritha Sandra Veronika Simbar1, Alfi Syahrin2 Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak -- Pada saat sekarang ini, pada mesin UST yang berada di pabrik PT.Krakatau Posco Suhu yang diperbolehkan dilakukan pengujian UST berdasarka SOP adalah 400C. Untuk ini perlu di lakukan pengecekan suhu produk agar tidak terjadi pengulangan line-on karena plate panas (>40). Pengecekan temperatur masih dilakukan secara manual setiap 1 jam sekali. Pengecekan manual ini dirasa memberatkan operator UST jika terjadi load production (produksi banyak). Untuk itu perlu dibuat sebuah sistem monitoring yang bisa mempermudah pekerjaan operator UST. Alat yang dirancang dan dibuat berupa sebuah sistem monitoring suhu plate baja dengan menggunakan sensor MLX90614 yang merupakan sensor inframerah. Data suhu akan di proses oleh Arduino dan di kirimka ke arduino yang lain dengan bantuan modul RF 433Mhz. Data suhu akan ditampilkan di LCD 16x2. Pengujian langsung ke produk telah dilakukan, dan terdapat data yang tidak linier. Untuk memastikan lagi, dilakukan pengujian menggunakan bantuan termogan sebagai pembanding. Hasil yang didapat sudah linier walau masih terdapat selisih pembacaan suhu antara alat dan termogun sekitar 2,58 0C. Kata kunci: Arduino, MLX90614, RF433Mhz, LCD 16x2 1. PENDAHULUAN Ultrasonic Testing (UT) merupakan salah satu metode yang digunakan pada uji tak rusak / NDT (non-destructive testing). Prinsip kerja dari UT itu tersendiri adalah memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi antara 2-5 MHz (khusus di PT.Krakatau Posco) untuk mendeteksi cacat / defect yang terdapat pada plate baja. Maksimal temperatur produk plate baja yang diperbolehkan (susuai SOP) untuk dilakukan pengujian AutoUT adalah 40°C. Saat sekarang ini adalah proses pengecekan temperatur pada produk plate baja di PT. Krakatau Posco baru dilakukan secara manual. Pengecekan secara manual ini, dimana operator diminta melakukan pengukuran temperatur produk plate baja langsung ke lapangan dengan bantuan (tool) termogun secara berkala (1 kali dalam 1 jam), operator diminta melakukan pengecekan temperatur produk plate baja satu persatu. Dalam prakteknya, proses pengecekan memerlukan waktu yang cukup lama, dalam kondisi load production (banyak produk) operator merasa kewalahan untuk melakukan pengecekan, apalagi ketika ada produk plate baja yang harus di lakukan pengecekan ulang dengan M-UT(manual ultrasonic test) maka main power yang tersedia terasa kurang dengan begitu banyaknya aktivitas lain yang juga tidak kalah penting. Dari pengamatan dalam melakukan pengecekan ini, terdapat beberapa kelemahan atau kekurangan yang bisa dioptimalkan, adapun kekurangan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
ISSN 2089 - 7235
a. Operator dibebani tanggung jawab untuk melakukan pengecekan suhu plate setiap periode tertentu. b. Pengecekan dilakukan dengan turun langsung kelapangan dan memakan waktu yang lama. c. Mengoptimalkan kerja crane yang ada di plan Plate Roll Departement. 2. LANDASAN TEORI 2.1 Monitoring Sistem monitoring merupakan suatu proses untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber daya. Biasanya data yang dikumpulkan merupakan data yang realtime. Secara umum tujuan monitoring adalah untuk mendapatkan data –data atau pandangan agar diperoleh umpan balik bagi kebutuhan tertentu. Secara garis besar tahapan dalam sebuah sistem monitoring terbagi ke dalam tiga proses besar yaitu: 1. Proses di dalam pengumpulan data monitoring. 2. Proses di dalam analisis data monitoring. 3. Proses di dalam menampilkan data hasil montoring. Monitoring yang masih bersifat konvensional memiliki kelemahan, yaitu: 1. Data tidak akurat 2. Membutuhkan waktu yang lama 3. Membutuhkan aktifitas yang lebih banyak. 2.2 Arduino Uno Arduino Uno adalah board mikrokontroler berbasis ATmega328. Mikrokontroler sendiri adalah suatu rangkaian yang berfungsi sebagai pengendali yang mengatur jalannya proses kerja
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 dari sebuah rangkaian elektronik. Arduino Uno memiliki 14 pin digital input / output (dimana 6 dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog, resonator keramik 16 MHz, koneksi USB, jack listrik, header ICSP, dan tombol reset. Uno dibangun berdasarkan apa yang diperlukan untuk mendukung mikrokontroler, sumber daya bisa menggunakan power USB (jika terhubung ke komputer dengan kabel USB) dan juga dengan adaptor atau baterai.
Gambar 2.1 Arduino Uno 2.3 Infrared Thermometer MLX90614 Infrared thermometer adalah sebuah sensor suhu yang dapat mengukur suhu dari jarak jauh tanpa melakukan kontak langsung dengan objek yang akan diukur. Sensor ini menggunakan inframerah untuk mengukur atau mendeteksi radiasi panas (thermal) benda. Sensor ini menentukan suhu objek dengan cara mengetahui radiasi termal (terkadang disebut radiasi hitam) yang dipancarkan oleh objek tersebut. Benda atau material apapun yang memiliki suhu mutlak diatas nol, akan memiliki molekul yang selalu aktif bergerak. Semakin tinggi suhu maka pergerakan molekul akan semakin cepat. Ketika bergerak, molekul akan memancarkan radiasi inframerah, yang merupakan jenis radiasi elektromagnetik di bawah spektrum cahaya. Saat suhu objek meningkat atau menjadi lebih panas, maka radiasi inframerah yang dipancarkannya pun akan meningkat, bahkan inframerah yang dipancarkan juga akan bisa menampakkan cahaya jika suhu benda tersebut sangat tinggi. Oleh sebab itu jika ada sebuah logam yang dipanaskan akan nampak memerah atau bahkan memutih. Pirometer akan mengukur besar radiasi inframerah yang dipancarkan oleh benda tersebut. 2.4 Modul RF 433Mhz Modul RF 433Mhz terdiri dari 2 rangkaian yaitu rangkaian transmitter (TX) dan rankaian receiver (RX). Modul RF 433 Mhz ini menggunakan protokol one wire untuk berkomunikasi dengan microcontroller. RF433Mhz merupakan rangkaian pengirim dan penerima data yang berbasis ASK (Aplitude – Shift Keying). Modul tersebut digunakan pada alat penghitung waktu balapan drag sebagai pengganti kabel yang menghubungkan rangkaian pada garis start dengan rangkaian pada garis finish dimana sistem tersebut dinamakan system wireless.
176
Gambar 2.3 Tampilan MLX90614 2.5 LCD Kegunaan LCD banyak sekali dalam perancangan suatu sistem dengan menggunakan mikrokontroler. LCD (Liquid Crystal Display) dapat berfungsi untuk menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. Pada praktek proyek ini, LCD yang digunakan adalah LCD 16x2 yang artinya lebar display 2 baris 16 kolom dengan 16 Pin konektor.
Gambar 2.4 LCD 16x2 3. PERANCANGAN SISTEM Perancangan secara umum dari system monitoring temperature plate baja dapat dilihat seperti blok diagram dibawah ini:
Gambar 3.1 Diagram blok sistem Berdasarkan blok diagram merupakan blok umum perancangan alat. Dari gambar terdapat 2 blok yang dipisahkan dengan garis putus-putus. Blok pertama merupakan blok rangkaian yang nanti akan di letakan di grab crane. Pada blok rangkaian ini akan dipasangkan infrared temperature sensor untuk mengecek temperatur plate yang ada dilapangan. Data akan dikirim dan diolah oleh mikrokontroler Arduino untuk dikirimkan ke blok kedua dengan bantuan sinyal radio.
Gambar 3.2 Posisi peletakan alat
ISSN 2089 - 7235
177
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
Pada blok kedua terdapat penerima sinyal radio, sinyal yang di kirim oleh blok rangkaian pertama akan diterima dan di oleah untuk ditampilkan ke LCD. Blok rangkaian ini akan diletakan dikabin crane dan operator crane akan mengankat plate yang telah dingin sesuai SOP yang ada pada mesin A-UT.
Tabel 3.2 Koneksi TX RF 433MHz dengan pin arduino No TX RF 433Hhz Pin Arduino 1 Vcc 5 volt 2 Gnd gnd 3 Data 12
Gambar 3.4 Cover blok rangkaian I
Gambar 3.3 Flowchart sistem 3.1 Perancangan Perangkat Keras a) Blok Rangkaian I Blok pertama merupakan blok rangkaian yang letakan (ditempel) di grab pada crane. Pada blok ini terdapat sebuah infrared temperature sensor yang berfungsi mendeteksi suhu plate yang ada di lapangan, prinsip kerjanya adalah mendeteksi pancaran raidiasi dari benda uji, untuk sensor MLX90614 ini sendiri telah dilengkapi dengan ADC segingga data yang dihasilkan sudah dalam bentuk data digital. Sebagai otaknya, pada alat arduino UNO R3 digunakan untuk mengolah data. Dengan bantuan pemprograman bahasa C++ pada alikasi arduino IDE. Untuk mengirim data ke blok rangkaian II, alat ini akan menggunakan rangkaian TTX pada modul RF 433Mhz.
b) Blok Rangkaian II Blok rangkaian II adalah blok rangkaian yang akan diletakan di kabin crane, Rangkaian blok ini terdapat RX modul RF 433Mhz sebagai penangkap sinyal dari TX pada blok rangkaian 1. Selanjutnya data akan diolah dan di tampilkan ke LCD. Rangkaian LCD dilengkapi dengan modul i2C yang berguna untuk menghemat pin pada arduno. Tampilan pada LCD akan menampilkan suhu dari produk secara realtime dan ini dijadikan acuan oleh operator crane untuk memilih plate mana yang akan di angkat.
Gambar 3.5 Blok Rangkaian II
Gambar 3.4 Blok Rangkaian I Tabel 3.1 Koneksi MLX90614 dengan pin arduino No Pin MLX90614 Pin Arduino 1 Vcc 5 volt 2 Gnd gnd 3 SCL A5 4 SDA A4 ISSN 2089 - 7235
Tabel 3.3 Koneksi Modul I2C dangan pin arduino No Pin MLX90614 Pin Arduino 1 Vcc 5 volt 2 Gnd gnd 3 SCL A5 4 SDA A4 Tabel 3.4 Koneksi TX RX 433MHz dengan pin arduino No TX RX 433Hhz Pin Arduino 1 Vcc 5 volt 2 Gnd gnd 3 Data ~3
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
178
b) Blok rangkaian II Software blok rangkaian II juga terdiri dari 2 buah program yaitu program penerima RX modul RF 433Mhz dan program LCD, berikut langkahlangkah untuk pemprograman program blok rangkaian II. Main program untuk tampilan LCD dapat diakses di library dengan klik: File Sketchbook libraries NewliquidCrystal SerialDisplay. Gambar 3.6 Cover blok Rangkaian II 4. PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK a) Blok rangkaian I Software blok rangkaian I berisi list program pembacan sensor MLX90614 dan software pengirim data suhu. Untuk program umumnya penulis menggunak library untuk sensor MLX90614, library Radio Head dan New liquid Crystal (untuk library sendiri banyak web tutorial yang menyediakan).Setelah kedua library tersebut ditambahkan ke dalam library Arduino IDE. Untuk mengakses main program sensor inframerah dapat temukan dengan klik menu: File Sketchbook Libraries MLX90614-library-master mlxtest
Adafruit-
Untuk transmitter dari RF 433MHz radio head yang terdapat dalam library dapat di akses dengan klik: File Sketchbook libraries Radiohead ask ask-transmitter Gabungkan program sensor dan program TX seperti list program berikut: #include
#include <SPI.h> // Not actually used but needed to // compile #include <Wire.h> #include RH_ASK driver; Adafruit_MLX90614 mlx = Adafruit_MLX90614(); char TempString[10]; void setup() { Serial.begin(9600); if (!driver.init()) Serial.println("init failed"); mlx.begin(); } Serial.print(mlx.readObjectTempC()); Serial.println("*C"); Serial.println(); dtostrf(mlx.readObjectTempC(),2,1,TempString); driver.send((uint8_t *)TempString, strlen(TempString)); driver.waitPacketSent(); delay(1000); }
Library untuk translitter dari RF 433Mhz radio head yang terdapat di akses dari libray dengan klik: File Sketchbook ask ask-Reciever.
libraries Radiohead
Setelah kedua library sudah di buka dan digabungkan dijadikan program pada blok rangkaian I (Penerima) seperti list program berikut: #include #include <SPI.h> // Not actualy used but needed to // compile #include #include <Wire.h> RH_ASK driver; LiquidCrystal_I2C lcd(0x3F, 2, 1, 0, 4, 5, 6, 7, 3, POSITIVE); void setup() { Serial.begin(9600); // Debugging only lcd.begin(16,2); lcd.clear(); lcd.setCursor(0,0); lcd.print("....."); if (!driver.init()) Serial.println("init failed"); } void loop() { uint8_t buf[10]; uint8_t buflen = sizeof(buf); if (driver.recv(buf, &buflen)) // Non-blocking { int i; Serial.print("Suhu : "); Serial.println((char*)buf); lcd.clear(); lcd.setCursor(0,0); lcd.print("Suhu Plate"); lcd.setCursor(0,1); lcd.print(""); lcd.print((char*)buf); lcd.print(" Celcius"); } }
ISSN 2089 - 7235
179
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
5. HASIL PENGUJIAN Pada Bab ini akan dibahas tentang pengujian dan analisa sistem yang telah dirancang dan dibuat. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui fungsi dan kerja alat dalam melakukan monitoring suhu produk plate secara keseluruhan. Pengujian dilakukan dengan cara mengambil data suhu pada plate dengan menggunakan sensor yang sudah ada pada mesin A-UT dan dibandingkan dengan data suhu yang didapat dari pengujian alat yang dirancang ini. 5.1 Pengujian Arduino Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah software yang dirancang dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 1. Pengujian program TX
Gambar 5.1 Monitoring serial blok rangkaian I Berdasarkan data serial monitoring diatas, dapat disimpulkan pengiriman data suhu dengan RF 433Mhz berhasil berdasarkan serial monitoring. Untuk membuktikan kebenarannya perlu dilakukan pengecekan di serial monitoring program blok rangkaian II. 2. Pengujian program RX
diharapkan, untuk selanjutnya dilakukan pengujian langsung dengan hardware. 5.2 Pengujian Hardware Langsung ke Produk Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah hardware yang dirancang dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan melakukan perbandingan dengan sensor phyrometer yang ada pada mesin UST. Tabel 5.1 Hasil pengujian langsung ke produk No
Produk ID
1 2 3 4 5
PK19101901 PK19092201 PK19091101 PK19092402 PK19114404
Data Mesin UST/ oC 40,3 39.6 40 39.4 41.2
Data alat/ o C 45 44 39 45 43
Dari hasil pengujian terdapat perbedaan antara suhu yang terbaca oleh alat dan mesin UST, selain berbeda data yang didapat juga tidak linier dan acak, penulis manganalisa telah terjadi kesalahan dalam posisi titik pengecekan yang telah dilakukan. Sehingga data yang didapat tidak sesuai yang diharapkan, untuk membuktikan lagi, penulis akan melakukan pengujian dengan menggunakan alat bantu termogun. 5.3 Pengujian dengan Termogun Pengujian ulang ini dilakukan untuk memastikan lagi alat yang telah dirancang telah bekerja sesuai yang diharapkan karena pada pengujian alat langsun ke produk terdapat kendala dimana titik lokasi pengecekan suhu yang penulis rasa tidak sama. Tabel 5.2 Hasil pengujian dengan termogun No 1 2 3 4 5
Data Termogun/ o C 74.4 69.1 61.9 59.5 57.7
Data alat /oC
Waktu
78.11 75.1 63.20 60.6 58.63
16.00 16.10 16.20 16.30 16.40
Dari hasil percobaan kedua dengan bantuan termogan dan penempatan posisi yang sama, didapatkan hasil yang bagus dan linier berubah setiap 10 menit. Hal ini membuktikan bahwa alat yang dirancang telah berjalan dengan yang di harapakan walaupun terdapat selisih suhu ratarata sekitar 2,58 oC. 6. KESIMPULAN Gambar 5.2 Hasil serial monitoring program blok rankaian II Berdasarkan gambar diatas, program yang telah diupload berjalan sesuai dengan yang
ISSN 2089 - 7235
Setelah menyelesai pengerjaan dan pengambilan data dari alat dengan judul ‘Rancang Bangun Prototype Sistem Monitoring Temperatur Pada Plate Baja Di Pt.Krakatau Posco Menggunakan Arduino Uno R3 Dengan Komunikasi Wireless’ dapat disimpulkan bahwa:
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 1. Temperatur plate baja dapat dibaca oleh sensor MLX90614 dengan menggunakan program yang ada di dalam library AdafruitMLX90614-library-master pada program Arduino IDE. 2. Data suhu dapat ditransmisikan dan diterima oleh modul RF 433Mhz melalui gelombang radio dengan frekuesi 433 Mhz. 3. Proses line-on plate bisa lebih efektif karena operator crane sudah mengetahui kondisi suhu plate produk. 4. Hasil pengujian pada alat didapat selisih suhu antara alat dan alat bantu termogun rata-rata sekitar 2,58oC. DAFTAR PUSTAKA
180
[2]. Saftari, Firmansyah. 2000. Proyek Robotika Keren dengan Arduino. Jakarta. Alex Media Komputindo [3]. Zebua, Jecson Daniel , Mas Sarwoko Suratmadja dan Ahmad Qurthobi. 2016. Perancangan Termometer Digital Tanpa Sentuhan. Halaman 2-3. [4]. Amelia, Kiki Dkk. 2014. Perancangan Sistem Monitoring Suhu, Kelembaban Dan Embun Udara Secara Realtime Menggunakan Mikrokontroler Arduino Dengan Logika Fuzzy Yang Dapat Diakses Melalui Internet. Halaman 2-3. [5]. Yuni N, Ni Putu dkk. Juni 2015. Studi Penerapan Sensor MLX90614 Sebagai Pengukur Suhu Tinggi Secara Non-Kontak Berbasis Arduino Dan Labview. Halaman 1
[1]. Adrianto, Heri dan Aan Harmawan. 2000. ARDUINO Belajar Cepat dan Pemprogrman. Bandung: INFORMATIKA
ISSN 2089 - 7235
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016
PANDUAN PENULISAN JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN Penulis01, Penulis02, dan Penulis03 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana Jakarta Email: [email protected]; [email protected], Penulis [email protected] Abstrak -- (intisari) memuat inti permasalahan, metodologi pemecahannya dan hasil yang diperoleh. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, disertai kata kunci (keyword) di bawahnya. Tulisan asli berupa softcopy yang dikirim penulis akan langsung dicetak sebagai isi JURNAL TEKNIK MESIN apabila telah memenuhi panduan penulisan. Untuk menjamin keseragaman dan kelancaran proses pencetakan, serta format tulisan maka dibuat panduan penulisan. Panduan ini sebagai acuan yang diperlukan untuk penulisan dan pengiriman tulisan JURNAL TEKNIK MESIN. Panduan ini ditulis sebagai format baku JURNAL TEKNIK MESIN dan untuk kemudahan panduan dalam bentuk softcopy ini dapat langsung dijadikan template bagi penulis. Kata kunci: panduan, tulisan, format, judul Abstract -- contains the main of the problems, the solution of methodology and the results obtained. Abstract written in Indonesian and English, accompanied by keywords (keywords) below. The original text in the form of soft copy sent direct writer will be printed as JURNAL TEKNIK MESIN contents if it has met the writing guide. To ensure uniformity and smoothness of the printing process, as well as the format of the writing made the posting. This guide as a reference is required for the writing and delivery of writings JURNAL TEKNIK MESIN. This guide is written as a standard format for ease JURNAL TEKNIK MESIN and guidelines in softcopy format can be directly used as a template for writers. Keywords: guidance, writing, format, title
1. PENGIRIMAN TULISAN Tulisan asli yang dikirim ke Redaksi JURNAL TEKNIK MESIN harus dalam bentuk softcopy siap cetak yang dicopy-kan langsung kepada Redaksi atau dikirimkan via email dalam format *.doc atau *.docx dengan dilampiri pernyataan bahwa tulisan tersebut belum diterbitkan dan tidak sedang menunggu untuk diterbitkan di media mana pun. Penulis juga diminta untuk melampirkan biografi ringkas, afisiliasi dan alamat lengkap, termasuk alamat email. 2. TULISAN Tulisan akan dicetak dengan tinta hitam pada satu muka kertas HVS putih ukuran A4. Setiap halaman diberi nomor dan panjang tulisan maksimal 8 (delapan) halaman. Untuk menjamin keseragaman format, tulisan hendaknya mempunyai marjin minimum sebagai berikut: a. Marjin atas 2.5 cm, kiri 3 cm, bawah dan kanan 2 cm. b. Badan tulisan ditulis dalam dua kolom dengan jarak antar kolom 0.5 cm. 2.1 Huruf dan Spasi Tulisan menggunakan huruf Arial 10 dengan jarak antar baris satu spasi, kecuali judul. Judul ISSN 2089 - 7235
menggunakan huruf besar Arial 12 yang dicetak tebal (bold), dan abstrak ditulis miring (Italic) dengan huruf Arial 10. 2.2
Judul
Judul Tulisan: Judul tulisan dicetak tebal dengan huruf besar (12) dan diletakkan di tengah halaman. Judul tulisan diikuti nama dan afisiliasi penulis serta abstrak, seperti pada panduan ini. Judul Bagian: Judul bagian dicetak tebal (bold) dengan huruf besar dan diberi nomor. Judul Subbagian: judul sub-bagian dicetak tebal, dengan gabungan huruf besar dan kecil, dimulai dari sisi kiri kolom. Jarak Tabs dalam paragraf adalah 0.6 cm. 2.3 Bahasa, Satuan dan Persamaan Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Penggunaan bahasa dan istilah asing sedapat mungkin dihindari, kecuali untuk “abstrak”. Penggunaan singkatan dan tanda-tanda diusahakan untuk mengikuti aturan nasional atau internasional. Satuan yang digunakan hendaknya mengikuti sistem satuan internasional (SI). Persamaan atau hubungan matematik harus dicetak dan diberi nomor seperti ini: =2 (2.1)
Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 05, Edisi Spesial 2016 Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan “Pers. (1)” atau “Persamaan (1)”. 2.4
Tabel
Tabel yang rapi dan jelas disertakan dalam teks serta harus dirujuk pada teks. Keterangan tabel ditulis di atas tabel sebagai berikut: “Tabel 2.1”. Di dalam teks, t abel tersebut dinyatakan dengan “Tabel 2.1”. Tabel 2.1 Contoh nomor dan judul tabel Symbol
Quantity
magnetic flux
4M m
magnetization magnetic moment
m
magnetic moment
B
magnetic flux density, magnetic induction magnetic field strength magnetization magnetic moment
H 4M m
M
magnetization
4M 4M 4M
magnetization magnetization magnetization specific magnetization magnetic moment
m
4M j
2.5
magnetization magnetic dipole moment
Conversion from Gaussian and CGS EMU to SI a 1 Mx 108 Wb = 108 V·s 1 G 103/(4) A/m 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 G 104 T = 104 Wb/m2
Gambar 2.1 Penulisan nomor dan judul gambar 2.6
Nomenclature
Simbol dan Definisi kosa kata sebaiknya dikumpulkan dan di tulis disini (sebelum Daftar Pustaka). Sebagai contoh: APT = Available Production Time Cmax = Maximum Consumption DT = Design Time KD = Design Coefficient
1 Oe 103/(4) A/m 1 G 103/(4) A/m 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 erg/(G·cm3) = 1 emu/cm3 103 A/m 1 G 103/(4) A/m 1 G 103/(4) A/m 1 G 103/(4) A/m 1 erg/(G·g) = 1 emu/g 1 A·m2/kg 1 erg/G = 1 emu 103 A·m2 = 103 J/T 1 G 103/(4) A/m 1 erg/G = 1 emu 4 1010 Wb·m
Gambar
Gambar dituliskan menggunakan format rata tengah. Setiap gambar haruslah diberi nomor dan judul serta diacu pada tulisan. Nomor dan judul gambar diletakkan di bawah gambar, seperti terlihat pada Gambar 1.
Di dalam teks, persamaan 1 dinyatakan dengan “Pers. (1)” atau “Persamaan (1)”. 3.
DAFTAR PUSTAKA
Penyitiran pustaka dilakukan dengan menyebutkan sumber penulis dan tahun, contoh: (Chapman, 2008). Daftar Pustaka hanya memuat pustaka yang secara langsung menjadi sumber kutipan. Penulisan Daftar Pustaka dilakukan dengan pengurutan berdasarkan nama belakang penulis, dicantumkan pada bagian akhir tulisan. Berikut adalah beberapa contoh penulisan daftar pustaka. [1]. Casadei D, Serra G, Tani K. Implementation of a Direct Control Algorithm on Discrete Space Vector Modulation. IEEE Transactions on Power Electronics. 2007; 15(4): 769-777. [2]. Calero C, Piatiini M, Pascual C, Serrano MA. Towards Data Warehouse Quality Metrics. Proceedings of the 3rd Int’l. Workshop on Design and Management. Interlaken. 2009; 39: 2-11. [3]. Ward J, Peppard J. Strategic planning for Information Systems. Fourth Edition. West Susse: John Willey & Sons Ltd. 2007: 102104.
ISSN 2089 - 7235
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA Jl. Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat 11650 Telp: 021-5840816 (Hunting), Pesawat: 5200 Fax: 021-5871335